Anda di halaman 1dari 93

Laporan Tetap Praktikum Kimia Fisika

Panas Pelarutan

Disusun oleh :

Hasna Salsabila (061830400295)


Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabila (061830400300)
Kelas : 2KB
Instruktur :Meilianti,S.T., M.T.

Program Studi DIII Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019
Panas Pelarutan (∆Hs)

I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan :
1. Dapat menentukan panas pelarutan CuSO4.5H2O dan CuSO4.
2. Dapat menghitung panas reaksi dengan menggunakan Hukum HESS.

II. ALAT DAN BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN


1. Alat-alat yang digunakan :
- Kalorimeter - Neraca Analitik
- Mortar - Gelas Kimia 100 ml, 250 ml
- Thermometer 0-100 - Kaca Arloji
- Gelas kimia 100ml - Pipet Tetes
- Heater / Hot Plate - Pengaduk
- Stopwatch - Spatula
- Labu ukur 100ml - Magnetic Stirrer
2. Bahan Kimia yang digunakan :
- CuSO4.5H2O
- CuSO4 anhidrat
- Aquadest

III. DASAR TEORI


Perubahan entalpi yang menyertai pelarutan suatu senyawa disebut panas pelarutan.
Panas pelarutan ini dapat meliputi panas hidrasi yang menyertai pencampuran secara kimia,
energy ionisasi bila senyawa yang dilarutkan mengalami peristiwa ionisasi. Pada umumnya
panas pelarutan untuk garam-garam netral dan tidak mengalami dissosiasi adalah positif,
sehingga reaksinya isotermis atau larutan akan menjadi dingin dan proses pelarutan
berlangsung secara adiabatis. Panas hidrasi, khususnya dalam system berair, biasanya negative
dan relative besar. Perubahan entalpi pada pelarutan suatu senyawa tergantung pada jumlah,
sifat zat terlarut dan pelarutnya, temperature dan konsentrasi awal dan akhir dari larutannya.
Jadi panas pelarut standar didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi pada suatu
system apabila 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam n1 mol pelarut pada temperature 25 C dan
tekanan 1 atmosfer.
Kalor pelarutan adalah entalpi dari suatu larutan yang mengandung 1 mol zat terlarut,
relative terhadap zat terlarut atau pelarut murni pada suhu dan tekanan sama. Entalpi suatu
larutan pada suhu T relative terhadap pelarut dan zat terlarut murni pada suhu T0 dinyatakan
sebagai :
H = n1H1 + n2H2 + n2Hs2
Dimana :
H = entalpi dari n1 + n2 mol larutan dari komponen 1 dan 2 pada suhu T relative terhadap
temperature T0.
∆Hs2 = panas pelarutan integral dari komponen 2 pada suhu T.
Pada percobaan ini pelarut yang digunakan sangat terbatas, dan mencari panas pelarutan
dua senyawa yaitu tembaga (III) sulfat.5H2O dan tembaga (II) sulfat anhidrat. Dengan
menggunakan Hukum HESS dapat dihitung panas reaksi :
CuSO4 (s) + aq -----> CuSO4.5H2O(s)
Menurut hukum HESS bahwa perubahan entalpi suatu reaksi kimia tidak bergantung
pada jalannya reaksi, tetapi hanya tergantung kepada keadaan awal dan akhir dari suatu reaksi.
Sebagai contoh penggunaan Hukum HESS :
CuSO4 (s) + aq -----> CuSO4 (aq) = a kj
CuSO4.5H2O (s) + aq -----> CuSO4 (aq) + 5H2O (aq) = b kj
Sehingga : CuSO4 (s) + 5H2O (aq) -----> CuSO4.5H2O (s) = (a - b) kj

Teori Tambahan
Tembaga(II) sulfat, juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah senyawa kimia
dengan rumus molekul CuSO4. Senyawa garam ini eksis di bumi dengan kederajatan hidrasi
yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk bubuk hijau pucat atau abu-abu putih,
sedangkan bentuk pentahidratnya (CuSO4·5H2O), berwarna biru terang.
Tembaga(II) sulfat pentahidrat akan terdekomposisi sebelum mencair pada 150 °C,
akan kehilangan dua molekul airnya pada suhu 63 °C, diikuti 2 molekul lagi pada suhu 109 °C
dan molekul air terakhir pada suhu 200 °C.
Proses dehidrasi melalui dekomposisi separuh tembagatetraaqua(2+), 2 gugus aqua
yang berlawanan akan terlepas untuk menghasilkan separuh tembagadiaqua(2+). Tahap
dehidrasi kedua dimulai ketika 2 gugus aqua terakhir terlepas. Dehidrasi sempurna terjadi
ketika molekul air yang tidak terikat terlepas. Pada suhu 650 °C, tembaga (II) sulfat akan
terdekomposisi menjadi tembaga(II) oksida (CuO) dan belerang trioksida (SO3).
Warna tembaga(II) sulfat yang berwarna biru berasal dari hidrasi air. Ketika
tembaga(II) sulfat dipanaskan dengan api, maka kristalnya akan terdehidrasi dan berubah
warna menjadi hijau abu-abu.
Tembaga sulfat bereaksi dengan asam klorida. Pada reaksi ini, larutan tembaga(II) yang
warnanya biru akan berubah menjadi hijau karena pembentukan tetraklorokuprat(II):
Cu2+ + 4 Cl– → CuCl42–
Tembaga(II) sulfat juga dapat bereaksi dengan logam lain yang lebih reaktif dari
tembaga (misalnya Mg, Fe, Zn, Al, Sn, Pb, etc.):
CuSO4 + Zn → ZnSO4 + Cu
CuSO4 + Fe → FeSO4 + Cu
CuSO4 + Mg → MgSO4 + Cu
CuSO4 + Sn → SnSO4 + Cu
3 CuSO4 + 2 Al → Al2(SO4)3 + 3 Cu

Tembaga yang terbentuk akan terlapisi di permukaan logam lainnya. Reaksi akan
berhenti ketika tidak ada lagi permukaan kosong pada logam yang dapat dilapisi oleh tembaga.
Tembaga(II) sulfat pentahidrat adalah sebuah fungisida. Namun, beberapa jamur
mampu beradaptasi dengan peningkatan kadar ion tembaga. Dicampur dengan kapur biasanya
disebut campuran Bordeaux dan digunakan untuk mengontrol jamur pada tumbuhan anggur,
melon, dan beri lainnya. Keguanaan lainnya adalah senyawa Cheshunt, sebuah campuran dari
tembaga sulfat dan amonium karbonat digunakan dalam hortikultura untuk mencegah
pelembaban pada biji. Penggunaannya sebagai herbisida bukan pertanian, melainkan untuk
kontrol searangan tanaman air dan akar tumbuhan dengan pipa yang mengandung air. Hal ini
juga digunakan di kolam renang sebagai sebuah algaecide. Sebuah larutan encer tembaga sulfat
digunakan untuk mengobati ikan akuarium dari infeksi parasit,[10] dan juga digunakan untuk
menghilangkan siput dari akuarium. Ion tembaga sangat beracun bagi ikan, sehingga perawatan
harus dilakukan dengan memperhatikan dosis. Sebagian besar spesies alga dapat dikontrol
dengan konsentrasi tembaga sulfat yang sangat rendah. embaga sulfat menghambat
pertumbuhan bakteri seperti Escherichia coli.

Untuk sebagian besar dari abad ke-20, tembaga arsenat dikrom (CCA) adalah tipe
dominan untuk pengawetan kayu. Untuk membuat pressure-treated wood, tabung yang besar
diisi dengan sebuah bahan kimia encer. Tembaga(II) sulfat pentahidrat dilarutkan di dalam air
bersama dengan zat aditif sebelum kayu ditempatkan di dalam tabung. Ketika tabung diberi
tekanan, bahan kimia diserap oleh kayu, memberikan kayu fungisida, insektisida, dan sinar
ultraviolet yang memantulkan sifat yang membantu melestarikannya.

IV. CARA KERJA

1.Menentukan tetapan harga calorimeter


Memasukkan aquadest ke dalam calorimeter sebanyak 50ml.
Mengukurdanmencatatsuhu air dalam calorimeter (t1).
Memanaskan air sebanyak 50ml kedalamgelaskimia 100ml 10di atas temperature
kamar(t2).
 Menuangkan air yang telah dipanaskan ke dalam calorimeter.
 Mengaduk dan mencatat suhu campuran yang merupakan suhu tertinggi (t3).

2. Menentukan panas pelarutan dan panas reaksi


 Memasukkan aquades ke dalam calorimeter sebanyak 100ml dan mengaduknya.
 Suhu mula-mula dicatat dan setiap 30 detik sampai suhu tidak berubah.
 Menambahkan 5 gram CuSO4kedalam calorimeter danmengaduknya.
 Mencatat perubahan suhu setiap 30 detik selama 5 menit.
 Mengulangi langkah a sampai dengan d dengan menggunakan serbuk CuSO4 anhidrat.

Catatan :
 Serbuk CuSO4 pentahidrat dihaluskan pada mortar.
 Serbuk CuSO4 anhidrat diperoleh dengan jalan memanaskan CuSO4 pentahidrat sampai
warnanya berubah dari biru menjadi putih. Simpan dalam desikator sampai dingin dan
selanjutnya ditimbang.
V. KESELAMATAN KERJA
Dalam menjaga keselamatan kerja usahakan dalam bekerja hati-hati dan menggunakan jas
lab dan kaca pelindung. Jika anggota tubuh kena bahan kimia tuang digunakan cuci dengan air
yang mengalir.
VI. DATA PENGAMATAN

1. Menentukan harga calorimeter


Suhu air mula – mula (T1) = 30ºC
(T2) = 80ºC
(T3) = 53ºC

Waktu Aquadest + Aquadest yang telah dipanaskan


0s 53ºC
30 s 49ºC
60 s 48ºC
90 s 48ºC
120 s 48ºC
150 s 47ºC
180 s 47ºC
210 s 47ºC
240 s 47ºC
270 s 47ºC
300 s 46.5ºC

2. Menentukan Panas Pelarutan dan Panas Reaksi


T4 = 30ºC
Waktu Aquadest + CuSO4 anhidrat Aquadest + CuSO4.5H2O
0s 30ºC 30ºC
30 s 33ºC 30ºC
60 s 33ºC 30ºC
90 s 33ºC 30ºC
120 s 33ºC 29.5ºC
150 s 32.5ºC 29.5ºC
180 s 32.5ºC 29.5ºC
210 s 32.5ºC 29.5ºC
240 s 32.5ºC 29.5ºC
270 s 32.5ºC 29.5ºC
300 s 32.5ºC 29.5ºC
Rata – rata (T5) 32.4545ºC 29.6818ºC

Serbuk CuSO4.5H2O = 5 gram


Serbuk CuSO4 anhidrat = 5 gram
VII. PERHITUNGAN
1. Perhitungan harga calorimeter
Panas yang diterima 50 ml = 50 gram

x = m.Cp. (T3-T1)
= 50 gram x 4,2 J/gr x (53-30)ºC
= 4830 J

y = m. Cp. (T2-T3)
= 50 gram x 4,2 J/gr x (80-53)ºC
= 5670 J

𝑦−𝑥
K =
𝑇3 −𝑇1

(5670−4830)𝐽
=
(53−30)º𝐶

840 𝐽
=
23º𝐶

= 36, 5217 J/ºC

2. Menentukan Panas Pelarutan dan Panas Reaksi

a. CuSO4 anhidrat
Panas pelarutan = m. Cp. (T5-T4) + K (T5-T4)
= 5 gr x 4,2 J/gr x (32,4545-30)ºC + 36, 5217 J/ºC (32,4545-
30)ºC
= 5 gr x 4,2 J/gr x 2,4545ºC + 36, 5217 J/ºC x 2,4545ºC
= 51,5445 J + 89,6425 J
= 141,187 J
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
n =
𝐵𝑀
5 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑔𝑟
159,5
𝑚𝑜𝑙
= 0,0313 mol

− 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
∆H =
𝑛
−141,187 𝐽
=
0,0313 𝑚𝑜𝑙
= -4510,7668 J/mol
= -4,5108 KJ/mol
b. CuSO4.5H2O
= 5 gr x 4,2 J/gr x (29,6818-30)ºC + 36, 5217 J/ºC (29,6818-
30)ºC
= 5 gr x 4,2 J/gr x (-0,3182)ºC + 36, 5217 J/ºC x (-0,3182)ºC
= -6,6822 J + (-11,6212) J
= -18,3034 J
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
n =
𝐵𝑀
5 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑔𝑟
249,5
𝑚𝑜𝑙
= 0,02 mol

− 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
∆H =
𝑛
−(−18,3034) 𝐽
=
0,02 𝑚𝑜𝑙
= 915,17 J/mol
= 0,9152 KJ/mol

Maka :
CuSO4(S) + aq → CuSO4(aq) ∆H = -4,5108 KJ/mol
CuSO4.5H2O(s) + aq → CuSO4(aq) + 5H2O(aq) ∆H = 0,9152 KJ/mol,
Sehingga :
CuSO4(s) + aq → CuSO4.5H2O(s)
Hukum Hess
∆H = ∆H CuSO4 - ∆H CuSO4.5H2O
= -4,5108 KJ/mol – 0,9152 KJ/mol
= -4,426 KJ/mol
VIII. GRAFIK PENGARUH WAKTU TERHADAP SUHU
IX. ANALISA PERCOBAAN
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah panas pelarutan, dimana panas
pelarutan adalah perubahan entalpi yang menyertai pelarutan senyawa. Senyawa yang
akan ditentukan nilai pelarutannya adalah CuSO4 anhidrat (tanpa kandungan air) dan
juga CuSO4.5H2O.
Sebelum menentukan panas pelarutan, terlebih dahulu menentukan tetapan
kalorimeter dengan melakukan pencampuran antara aquadest bersuhu ruang (30ºC) dan
aquadest yang dipanaskan (80ºC) sehingga akan didapatkan suhu pencampurannya,
dimana suhu yang telah dipanaskan akan diaplikasikan ke dalam rumus perhitungan.
Nilai tetapan kalorimeter yang kami dapatkan adalah sebesar 36,5217 J/ºC.
Pada percobaan kedua, dilakukan dengan memasukkan 100 ml aquadest ke
dalam kalorimeter dan diukur suhunya. Lalu, menambahkan 5 gram CuSO4.5H2O ke
dalam kalorimeter yang telah diisi dengan aquadest. Suhu campuran mengalami
penurunan yang disebabkan karena CuSO4.5H2O telah mengandung air sehingga pada
saat dilarutkan dalam air terjadi interaksi antara keduanya yang menyebabkan suhu
campuran turun dan terjadinya reaksi eksoterm (sistem melepas kalor ke lingkungan).
Penurunan suhu yang terjadi selama 5 menit adalah dari 30ºC menjadi 29,5ºC.
Selanjutnya adalah melakukan langkah yang sama dengan percobaan kedua,
tetapi bahan yang digunakan adalah CuSO4 anhidrat. Suhu campuran mengalami
penurunan dari 33ºC menjadi 32,5ºC. Namun pada teorinya, suhu akan mengalami
kenaikan karena sistem menyerap kalor dari lingkungan . Hal ini disebabkan karena
CuSO4 tidak mengandung air, dan saat dicampurkan dengan air terjadi tarik-menarik
antara keduanya dan menyebabkan naiknya suhu.
Setelah didapatkan suhu dari masing-masing campuran, dapat ditentukan bahwa
nilai panas pelarutan CuSO4.5H2O adalah -18,3034 J dan CuSO4 anhidrat adalah
+141,187 J. Dalam percobaan ini dihasilkan bahwa panas pelarutan CuSO4 anhidrat
lebih tinggi dibandingkan dengan CuSO4.5H2O, hal ini dikarenakan kandungan air pada
CuSO4.5H2O akan memperkecil massa CuSO4 murni. Karena kalor berbanding lurus
dengan massa, maka CuSO4 anhidrat menghasilkan kalor yang lebih besar dan panas
pelarutan yang lebih tinggi
Sesuai dengan hukum HESS atau yang juga dikenal dengan hukum
penjumlahan kalor, maka setelah diketahui kalor dari masing – masing zat, kalor akan
dibagi dengan jumlah mol dan hasilnya akan ditambahkan. Dari percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan nilai ∆H nya sebesar -5,426 KJ/mol.

X. KESIMPULAN
1. Panas pelarutan adalah perubahan entalpi yang menyertai pelarutan suatu senyawa.
2. Nilai tetapan kalorimeter yang didapat adalah sebesar 36,5217 J/ºC.
3. Nilai panas pelarutan dari CuSO4.5H2O adalah -18,3034 J dan CuSO4 anhidrat
adalah +141,187 J.
4. Nilai panas reaksi (∆H) yang didapatkan adalah sebesar -5,426 KJ/mol.
XI. DAFTAR PUSTAKA
 Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Politeknik Negeri
Sriwijaya: Palembang.
 Morlina, Anadiya. 2014. Panas Pelarutan.
https://id.scribd.com/document/261521902/Laporan-Panas-Pelarutan
 Martilijonjong, Gunawan. 2015. Laporan Tetap Panas Pelarutan.
https://id.scribd.com/doc/258123248/Laporan-Tetap-Panas-Pelarutan
GAMBAR ALAT

Kalorimeter Neraca Analitik Hot Plate

Mortar Gelas Kimia Labu Ukur

Termometer Pipet Tetes Kaca Arloji

Pengaduk Spatula Magnetic Stirrer


CAMPURAN BINER II

Disusun oleh :
Kelompok 2
Hasna Salsabila (061830400295)
Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabilah (061830400305)
Kelas : 2KB
Instruktur : Meilianti, S.T., M.T.

Program Studi DIII Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019
CAMPURAN BINER II
(KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER)

I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan:
1. Dapat menentukan sifat biner dengan membuat diagram temperatur versus
komposisi.
2. Dapat menentukan indeks bias campuran.

II. ALAT DAN BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN


1. Alat-alat yang digunakan:
- Reflaktometer 1 buah
- Erlenmeyer 100 ml 6 buah
- Gelas ukur (gelas piala) 100 ml
- Termometer 10-100℃
- Seperangkat alat distilasi
- Aluminium foil
- Pipet ukur 10 ml, 25 ml
- Bola karet
2. Bahan kimia yang digunakan:
- Aseton
- Kloroform

III. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

IV. DASAR TEORI


Suatu larutan dikatakan sebagai larutan ideal bila:
1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 0-1.
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur
membentuk larutan (Hpencampuran = 0)
3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan = jumlah volume
komponen yang dicampurkan (Vpencampuran = 0)
4. Memenuhi hukum Raoult:
P1 = X1Po
Dimana:
P1 = tekanan uap larutan
P2 = tekanan uap pelarut murni
X1 = mol fraksi larutan

Dalam larutan ideal sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat
kedua komponennya. Contoh sistem benzena-toulena, sedangkan larutan non ideal
adalah larutan yang tidak memiliki sifat-sifat diatas. Larutan ini dapat dibagi 2
golongan yaitu:
1. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi. Dimana
akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu.
Contoh: sistem aseton-karbon disulfida dan sistem HCl-air.
2. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume konstraksi. Dimana
akan menghasilkan titik didih minumum pada sistem campuran.
Contoh: sistem benzena-etanol dan sistem aseton-kloroform.

Dalam percobaan ini komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan.
Untuk membuat diagram T-X maka harga x tidak dihitung pada tiap-tiap titik didig
tetapi dengan mengukur indeks bias pada beberapa komposisi tertentu dari larutan.
Kemudian dibuat dahulu grafik standart komposisi versus indeks bias. Komposisi
dapat dihitung sebagai berikut:
Misalnya mencampurkan a ml aseton dengan massa jenis 1, dengan b ml kloroform
massa jenis 2, maka komposisinya adalah:
𝑎 𝜌1 ⁄𝑀1
𝑋1 =
𝑎 𝜌1 ⁄𝑀1 + 𝑏 𝜌2 ⁄𝑀2
M1 = massa molekul aseton = 58, dan M2 = massa molekul CHCl3 = 119,5.
Dari grafik standart akan diturunkan menjadi bentuk grafik antara lain:

DASAR TEORI TAMBAHAN


Aseton
Aseton adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah
terbakar. Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil-eter, dan
lain-lain. Ia sendiri juga merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk
membuat plastik, serat, obat-obatan dan senyawa-senyawa kimia lainnya.

Kloroform
Kloroform (CHCl3) dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius,
akan tetapi penggunaannya sudah dilarang karena dapat merusak liver dan ginjal.
Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut non polar di laboratorium.
Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas.

Campuran Aseton-Kloroform
Campuran antara aseton dan kloroform merupakan larutan non ideal
penyimpangan negatif yang mempunyai volume kontraksi, sehingga menghasilkan
tekanan uap minimum pada campuran. Pada tekanan minimum ini, campuran
mempunyai titik didih yang konstan. Karena tekanan uap berbanding terbalik dengan
titik didih, maka pada saat tercapai tekanan uap minimum, titik didihnya menjadi
maksimum. Titik tersebut disebut dengan titik azeotrop.
Campuran azeotrop tidak dapat didestilasi biasa, karena ketika dididihkan, fase
uap yang dihasilkan mempunyai komposisi yang sama dengan fase cairnya. Campuran
azeotrop biasanya dipisahkan dengan destilasi fraksionasi. Destilasi fraksionasi
adalah proses pemisahan destilasi ke dalam bagian-bagian dengan titik didih makin
lama makin tinggi yang selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk
destilasi ulang.

V. KESELAMATAN KERJA
Dalam melakukan percobaan ini gunakan jas praktikum dan kaca pelindung,
dan jangan menghirup zat yang digunakan. Dalam memakai refraktometer sebelum dan
sesudah dipakai bersihkan lensanya dengan zat cair organik sebagai pembersih
(misalnya aseton)

VI. CARA KERJA


1. Mencatat massa jenis zat yang digunakan dari tabel atau menentukan dengan
menggunakan areometer.
2. Menentukan indeks bias aseton murni dan kloroform murni menggunakan
refraktometer.
3. Selanjutnya menentukan indeks bias campuran dengan perbandingan sebagai
berikut:
Aseton 72 ml 64 ml 48 ml 32 ml 16 ml 8 ml
Kloroform 8 ml 16 ml 32 ml 48 ml 64 ml 72 ml
4. Untuk setiap campuran ini didestilasi, dicatat titik didihnya masing-masing larutan.
Distilat diambil dengan pipet dilihat indeks biasnya kemudian residu juga
ditentukan indeks biasnya.

VII. PERHITUNGAN DAN CARA MEMBUAT GRAFIK


Mencari mol fraksi masing-masing campuran dengan menggunakan rumus:
𝑔1 ⁄𝑀1
𝑋1 =
𝑔1 ⁄𝑀1 + 𝑔2 ⁄𝑀2
Dimana g/M = jumlah mol = massa zat/massa molekul
Cara membuat diagram T-X
Lebih dahulu membuat grafik standart (indeks bias)-X pada campuran yang belum
didestilasi. Kemudian diagram T-X diperoleh dari turunannya.
VIII. DATA PENGAMATAN
1. Tabel Fraksi Mol
Kloroform Aseton
Konsentrasi Volume Massa Fraksi Volume Massa Fraksi
Kloroform (ml) (gr) mol (ml) (gr) mol
10% 8 11,84 0,0924 8 56,5704 0,9076
20% 16 23,68 0,1865 16 50,2848 0,8135
40% 32 47,36 0,3794 32 37,7136 0,6206
60% 48 71,04 0,579 48 25,1424 0,421
80% 64 94,72 0,7858 64 12,5712 0,2142
90% 72 106,56 0,8919 72 6,2856 0,1081

2. Penentuan Indeks Bias


- Aseton murni = 1,360
- Kloroform murni = 1,446
Indeks Bias
Fraksi Mol Kloroform
Sebelum Destilasi Sesudah Destilasi
0,0924 1,365 1,362
0,1865 1,373 1,371
0,3794 1,386 1,385
0,5790 1,408 1,407
0,7858 1,409 1,414
0,8913 1,429 1,428

3. Penentuan Titik Didih dan Titik Uap


Titik didih kloroform murni = 61,2℃
Titik didih aseton murni = 56,4℃
Fraksi Mol Kloroform Titik Didih (℃) Titik Uap (℃)
0 56,4 56,4
0,0924 61 52
0,1865 62 59
0,3794 62 60
0,5790 62 62
0,7858 62 59
0,8919 61 55,5
1 61,2 61,2
IX. PERHITUNGAN
1. Konsentrasi 10% kloroform dalam 80 ml
- Kloroform = 8 ml - Aseton = 72 ml
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉
= 1,48𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 8 𝑚𝑙 = 0,7857 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 72 𝑚𝑙
= 11,84 𝑔𝑟 = 56,5704 𝑔𝑟
𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀 𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀
11,84 𝑔𝑟 56,5704 𝑔𝑟
= =
119,32 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 58,08 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 0,0992 𝑚𝑜𝑙 = 0,9740 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,0992 𝑚𝑜𝑙 + 0,9740 𝑚𝑜𝑙 = 1,0732 𝑚𝑜𝑙
0,0992 𝑚𝑜𝑙 0,9740 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑜𝑟𝑚 = 𝑋𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =
1,0732 𝑚𝑜𝑙 1,0732 𝑚𝑜𝑙
= 0,0924 = 0,9076

2. Konsentrasi 20% kloroform dalam 80 ml


- Kloroform = 16 ml - Aseton = 64 ml
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉
= 1,48 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 16 𝑚𝑙 = 0,7857 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 64 𝑚𝑙
= 23,68 𝑔𝑟 = 50,2848 𝑔𝑟
𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀 𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀
23,68 𝑔𝑟 50,2848 𝑔𝑟
= =
119,32 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 58,08 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 0,1985 𝑚𝑜𝑙 = 0,8658 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,1985 𝑚𝑜𝑙 + 0,8658 𝑚𝑜𝑙 = 1,0643 𝑚𝑜𝑙
0,1985 𝑚𝑜𝑙 0,8658 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑜𝑟𝑚 = 𝑋𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =
1,0643 𝑚𝑜𝑙 1,0643 𝑚𝑜𝑙
= 0,1865 = 0,8135

3. Konsentrasi 40% kloroform dalam 80 ml


- Kloroform = 32 ml - Aseton = 48 ml
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉
= 1,48𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 32 𝑚𝑙 = 0,7857 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 48 𝑚𝑙
= 47,36 𝑔𝑟 = 37,7136 𝑔𝑟
𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀 𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀
47,36 𝑔𝑟 37,7136𝑔𝑟
= =
119,32 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 58,08 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 0,3969 𝑚𝑜𝑙 = 0,6493 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,3969 𝑚𝑜𝑙 + 0,6493 𝑚𝑜𝑙 = 1,0462 𝑚𝑜𝑙
0,3969 𝑚𝑜𝑙 0,6493 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑜𝑟𝑚 = 𝑋𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =
1,0462 𝑚𝑜𝑙 1,0462 𝑚𝑜𝑙
= 0,3794 = 0,6206
4. Konsentrasi 60% kloroform dalam 80 ml
- Kloroform = 48 ml - Aseton = 32 ml
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉
= 1,48𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 48 𝑚𝑙 = 0,7857 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 32 𝑚𝑙
= 71,04 𝑔𝑟 = 25,1424 𝑔𝑟
𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀 𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀
71,04 𝑔𝑟 25,1424 𝑔𝑟
= =
119,32 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 58,08 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 0,5954 𝑚𝑜𝑙 = 0,4329 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,5954 𝑚𝑜𝑙 + 0,4329 𝑚𝑜𝑙 = 1,0283 𝑚𝑜𝑙
0,5954 𝑚𝑜𝑙 0,4329 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑜𝑟𝑚 = 𝑋𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =
1,0283 𝑚𝑜𝑙 1,0283 𝑚𝑜𝑙
= 0,5790 = 0,4210

5. Konsentrasi 80% kloroform dalam 80 ml


- Kloroform = 64 ml - Aseton = 16 ml
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉
= 1,48𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 64 𝑚𝑙 = 0,7857 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 16 𝑚𝑙
= 94,72 𝑔𝑟 = 12,5712 𝑔𝑟
𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀 𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀
94,72 𝑔𝑟 12,5712 𝑔𝑟
= =
119,32 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 58,08 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 0,7938 𝑚𝑜𝑙 = 0,2164 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,7938 𝑚𝑜𝑙 + 0,2164 𝑚𝑜𝑙 = 1,0102 𝑚𝑜𝑙
0,7938 𝑚𝑜𝑙 0,2164 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑜𝑟𝑚 = 𝑋𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =
1,0102 𝑚𝑜𝑙 1,0102 𝑚𝑜𝑙
= 0,7858 = 0,2142

6. Konsentrasi 90% kloroform dalam 80 ml


- Kloroform = 72 ml - Aseton = 8 ml
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝜌 × 𝑉
= 1,48𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 72 𝑚𝑙 = 0,7857 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 8 𝑚𝑙
= 106,56 𝑔𝑟 = 6,2856 𝑔𝑟
𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀 𝑀𝑜𝑙 = 𝐵𝑀
106,56 𝑔𝑟 6,2856 𝑔𝑟
= =
119,32 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 58,08 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 0,8931 𝑚𝑜𝑙 = 0,1082 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,8931 𝑚𝑜𝑙 + 0,1082 𝑚𝑜𝑙 = 1,0013 𝑚𝑜𝑙
0,8931 𝑚𝑜𝑙 0,1082 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑜𝑟𝑚 = 𝑋𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 =
1,0013 𝑚𝑜𝑙 1,0013 𝑚𝑜𝑙
= 0,8919 = 0,1081
X. GRAFIK PENGAMATAN
1. Grafik Indeks Bias (Sebelum Destilasi dan Sesudah Destilasi)

Grafik Indeks Bias


1.44
1.43
1.42
1.41
Indeks Bias

1.4
1.39
1.38
1.37
1.36
1.35
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Fraksi mol kloroform

sebelum destilasi Sesudah destilasi

2. Grafik Titik Didih dan Titik Uap

Grafik Titik Didih dan Titik Uap


64
62
Temperatur (℃)

60
58
56
54
52
50
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Fraksi Mol Kloroform

Titik Didih (℃) Titik Uap (℃)


XI. ANALISIS DATA
Pada praktikum ini, percobaan yang dilakukan adalah campuran biner dengan
menggunakan kloroform dan aseton. Dimana campuran kedua zat tersebut merupakan
campuran azeotropik maksimum. Campuran azeotropik adalah bila titik-titik didih
campuran dua zat cair yang saling melarut menunjukkan adanya titik maksimum.
Untuk menentukah apakah campuran kedua zat tersebut azeotropik atau
zeotropik dapat ditentukan dengan cara membuat diagram antara fraksi mol dengan
temperatur dari titik uap dan titik didih yang didapat dari hasil destilasi campuran kedua
zat tersebut. Dan dari grafik didapatkan bahwa campuran kloroform dan azeton
merupakan campuran azeotropik maksimum. Dari hasil destilasi didapatkan, semakin
banyak komposisi zat kloroform pada campuran, maka titik didih dan titik uapnya juga
akan besar.
Pada penentuan indeks bias digunakan alat reflaktometer. Sampel yang
digunakan adalah campuran dari zat aseton dan kloroform sebelum didestilasi dan
sesudah didestilasi. Sebelum destilasi nilai indeks biasnya bertambah besar seiring
bertambahnya komposisi zat kloroform. Sesudah destilasi nilai indeks biasnya
mengalami perubahan dari nilai sebelum destilasi. Hal ini dikarenakan komponen-
komponen pada campuran tersebut telah mengalami pemisahan. Pada proses destilasi
yang pertama keluar menjadi destilat adalah aseton karena aseton memiliki titik didih
yang lebih rendah daripada kloroform.

XII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa:
1. Campuran antara kloroform dan aseton adalah campuran azeotropik maksimum.
2. Semakin besar komposisi kloroform atau semakin kecil komposisi aseton maka
indeks biasnya semakin besar.

XIII. PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan kesetimbangan fase.
2. Kapan sistem dua komponen mencapai titik didihnya.
3. Apa yang dimaksud titik azeotrop, ada berapa macam, jelaskan.
4. Bagaimana mendapatkan diagram T-X.

Jawab:
1. Kesetimbangan fase adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki komposisi
yang pasti pada kedua fasanya pada sushu dan tekanan tertentu, biasanya pada fasa
cair dan uapnya.

2. Sistem dua campuran mencapai titik didihnya saat kedua campuran temperaturnya
sama dengan temperatur luar. Saat dalam larutan sifat komponen yang satu akan
mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga larutan yang dihasilkan terletak
diantara sifat kedua komponennya atau pada saat larutan non ideal positif maupun
negative mempunyai volume ekspansi dan volume konstruksi dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum dan minimum pada system campuran.
3. Titik azeotropik adalah dimana titik dua campuran saling melarutkan. Dimana suatu
keadaan campuran mempunyai komposisi difase uap dengan fase cairnya. Macam-
macamnya:
1) Campuran azeotropik maksimum adalah titik dimana garis titik-titik didih
mencapai maksimum, garis titik-titik tekanan uapya mencapai titik itu.
2) Campuran azeotropik minimum adalah dimana titik-titik didih campuran dua
zat cair yang saling melarut menunjukkan adanya titik minimum.

4. Mendapatkan diagram T-X yaitu dengan mengukur indeks bias pada komposisi
tertentu dari larutan. Kemudaian dibaut grafik standar komposisi vs indeks bias.

XIV. DAFTAR PUSTAKA


- Kasie Laboratorium Kimia Fisika.2019. Penuntun Praktikum Kimia Fisika.
Politeknik Negeri Sriwijaya: Palembang.
- Rahmat.2016.Aseton.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/aseton
- Helito.2019.Kloroform.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/kloroform
- Aziezah, Nurisyaban. Distilasi Campuran Biner.
https://www.academia.edu/5628760/Ditilasi_campuran_biner
- Oktasanova, Jaka.2012. Praktikum kimia fisika “Campuran Biner II (Jaka)
http://jakaoktasanovajaka.blogspot.com/2012/07/praktikum-kimia-fisiks-
campuran -biner-ii.html?m=?
GAMBAR ALAT

Reflaktometer Peralatan refluks

Erlenmeyer Gelas Kimia Pipet Ukur

Bola Karet Pipet Tetes


Laporan Tetap Praktikum Kimia Fisika
Diagram Terner

Disusun oleh :

Hasna Salsabila (061830400295)


Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabila (061830400300)
Kelas : 2KB
Instruktur :Meilianti,S.T., M.T.

Program Studi DIII Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019
DIAGRAM TERNER
( KELARUTAN ZAT )

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Dapat mengetahui dan menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu zat
terlarut.
2. Dapat menggambarkan phase diagram tiga komponen
3. Dapat mengaplikasikan dalam menentukan komposisi kadar minyak
pengering dalam zat.

II. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN


Alat-alat yang digunakan :
1. Erlenmeyer 100 ml
2. Buret 50 ml
3. Alumunium Foil
4. Gelas kimia 250 ml
5. Pipet ukur 10 ml, 25 ml
6. Bola karet
7. Pipet tetes
8. Corong gelas
9. Pengaduk
10. Spatula
11. Statif dan penjepit buret
12. Botol aquadest
Bahan Kimia yang digunakan :
1. Asam Asetat Glasial
2. Kloroform
3. Larutan standar NaOH
4. Air Aquadest
5. Indikator pp

III. DASAR TEORI


Sistem tiga komponen aturan fase menghasilkan v = 5 - p. Bila terdapat satu fase,maka v = 4,
oleh karenanya penggambaran secara geometrik yang lengkap memerlukan ruang berdimensi
empat. Bila tekanan tetap, ruang tiga dimensi dapat digunakan. Bila suhu maupuntekanan
tetap, maka v = 3 - P dan sistem dapat digambarkan dalam ruang dua dimensi: P = 1,v = 2.
Bivarian, P = 2, v = 1. Unvarian; P = 3, v = 0, invarian.
Suatu sistem tiga komponen mempunyai dua pengubah komposisi yang bebas, sebutsaja X2
dan X3. Jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinatcartes
dengan X2 pada salah satu sumbunya, dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi olehgaris
X2+X3=1. karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen, biasanya,
komposisidialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya menggambarkan
suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak dari seberang titik
didalamsegitiga ketiga sisinya sama dengan tinggi segitiga tersebut. Jarak antara setiap sudut
ketengah-tengah sisi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam
persen.Untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi
segitiga.
Zat cair yang hanya sebagian larut dalam cairan lainya, dapat dinaikan kelarutannyadengan
menambahkan suatu zat cair yang berlainan dengan kedua zat cair yang lebih
dahuludicairkan. Bila zat cair yang ketiga ini hanya larut dalam suatu zat cair yang terdahulu,
maka biasanya kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu itu akan menjadi lebih kecil.
Tetapi bilazat cair yang ketiga itu larut dalam kedua zat cair yang terdahulu, maka kelarutan
dari keduazat cair yang terdahulu akan menjadi besar. Gejala ini dapat terlihat pada sistem
kloroform-asam asetat- air.Bila asam asetat ditambahkan kedalam suatu campuran heterogen
kloroform dan air pada suhu tertentu, kelarutan kloroform dalam air akan bertambah,
sehingga pada suatu ketikaakan menjadi homogen. Jumlah asam asetat yang harus
ditambahkan untuk mencapai titik homogen (pada suhu tertentu tadi), tergantung dari
komposisi campuran kloroform dalam air.
Gejala serupa akan terjadi bila sir ditambahkan kedalam campuran kholoroform dan asam
asetat yang homogen, karena saling melarut. Pada penambahan jumlah air tertentu campuran
yang tadinya homogen, akan menjadi heterogen, tergantung dari komposisi khloroform –
asam asetat.

Diagram Tiga Sudut


Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana setiapsudutnya
ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100%
zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalamdiagram segitiga
yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen dilakukan sebagai berikut.

Pada salah satu sisinya ditentukan dua titik yang menggambarkan jumlah kadar zatdari masing-
masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari kedua titik ituditarik garis
sejajar dengan sisi dihadapnya, titik dimana kedua garis itu menyilang,menggambarkan kadar
masing-masing.
Tentukanlah titik yang menggambarkan jumlah kadar masing-masing komponen dari
campuran 15,1% khlroform, 50. 2% asam asetat dan 34,7% air dalam segitiga.
Pada sisi khloroform asam asetat ditentukan titik 15,1 kadar khloroform dan titik 50,2% (kadar
asam asetat). Dari titik 15,1 ditarik garis yang sejajar dengan sisi asam asetat air dan dari titik
50,2 ditarik sejajar dengan khloroform air. Titik silang dari kedua garis iniyaitu titik x
menunjukkan jumlah kadar masing- masing kimponen campuran khloroform- asam asetat- air.
Contoh yang lain :
Titik 0 menyatakan komposisi 50% berat asam asetat, 10% berat vinil asetat dan 40% berat air
campuran tersebut dua pasang sama sekali dapat bercampur dan satu pasang cairan sama sekali
tidak dapat bercampur.
Bila air ditambahkan ke vinil asetat sepanjang garis bc, air mula-mula akan larut, dan terbentuk
suatu larutan yang homogen. Namun begitu air ditambahkan, terjadi keadaan jenuh pada
komposisi x, dan akan terjadi dua phase cair yaitu vini lasetat yang jenuh dengan air dan sedikit
air yang jenuh oleh vini lasetat, yang komposisi z tidak berasosiasi, asosiasi terjadi karena
terbentuknya ikatan – ikatan hidrogen.

IV. Langkah kerja


A. Pengumpulan data percobaan
1. Membuat grafik kloroform dan asam asetat glasial dengan perbnadingan volume 10 ml
sampai 20 ml.
2. Memasukkan 2 gram khloroform(menghitung volumenya) dan 18 gram asam asetat glasial
kedalam erlenmeyer dengan menggunakan buret 50 ml sebagai alat pengukurnya (diperoleh
campuran 10% berat/berat khloroform dalam asetat glasial).
3. Mentitrasi dengan menambahkan indikator pp terlebih dahulu, dititrasi secara perlahan-
lahan dengan air sampai permulaan timbulnya kekeruhan.
4. Mencatat berapa banyak air yang digunakan serta suhu kamarnya.
5. Mengulangi percobaan pada nomor 2, 3 dan 4 pada konsenterasi khloroform 20 ; 30 ; 40 ;
50 ; 60 ; 70 dan 80% (w/w).

B. Memeriksa Kebenaran Data


1. Memasukkan 2 gram campuran kloroform yang kira-kira sama komposisinya ke dalam
corong pemisah dengan salah satu hasil pada nomor A.5
2. Mengocok corong pemisah yang campuran dengan baik dan benar, kemudian dibiarkan
campuran cairan tersebut beberapa saat agar terbentuk dua lapisan cairan.
3. Menimbang Erlenmeyer agar diketahui berat isinya.
4. Masing-masing larutan dititrasi dengan larutan standar naoh setelah dilakukan penambahan
indikator phenolphatalin 3-4 tetes.

C. Menghitung dari data percobaan


Hasil pada tahap B harus sama dengan hasil pengamatan tahap A
V. Data Pengamatan
Penentuan kurva Pencampuran
Konsentrasi Khloroform Asam asetat glasial
(gram/ml) (Gram/ml)

% gram ml x Gram Ml X

10 2 1,35 0, 0374 18 16,7 0,3929


20 4 2,7 0, 0770 16 14,8 0,3605
30 6 4,0 0,1225 14 13 0,3347
40 8 5,4 0,1693 12 11,1 0,2970
50 10 6,79 0,2858 10 9,2 0,3346
60 12 8,15 0,4502 8 7,4 0,3508
70 14 9,51 0,5448 6 5,5 0,2743
80 16 10,86 0,6667 4 3,7 0,1950

Konsentrasi Air
(ml)

% gram ml x

10 4,6 4,6 0,5696


20 4,4 4,4 0,5623
30 4 4 0,5426
40 3,8 3,8 0,5336
50 2 2 0,3794
60 0,8 0,8 0,1989
70 0,7 0,7 0,1809
80 0,5 0,5 0,1383

VI. Grafik Diagram Terner

0,1 0,9

0,2 0,8

0,3 0,7

0,4 0,6

0,5 0,5

0,6 0,4

0,7 0,3

0,8 0,2

0,9 0,1

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9


CHCl3
Vll. Perhitungan
A.KhIoroform
𝜌 = 1,48
Menentukan voIume
𝑚
1. V= 𝜌
2𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=1,35 mI

𝑚
2. V= 𝜌
4𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=2,7 mI

𝑚
3. V= 𝜌
6𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=4,0 mI

𝑚
4. V= 𝜌
8𝑔𝑟
=
1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=5,4 mI

𝑚
5. V= 𝜌
10𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=6,79 mI

𝑚
6. V= 𝜌
12𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=8,15 mI

𝑚
7. V= 𝜌
14𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=9,51 mI

𝑚
8. V= 𝜌
16𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=10,86 mI

B. Asam Asetat Anhidrat


𝜌 = 1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
𝑚
1. V= 𝜌
18 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=16,7 mI
𝑚
2. V=
𝜌
16 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=14,8 mI
𝑚
3. V= 𝜌
14 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=13 mI
𝑚
4. V= 𝜌
12 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=11,1 mI
𝑚
5. V= 𝜌
10 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=9,2 mI
𝑚
6. V= 𝜌
8 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=7,4 mI
𝑚
7. V= 𝜌
6 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=5,5 mI
𝑚
8. V= 𝜌
4 𝑔𝑟
=1,08 𝑔𝑟/𝑚𝐼
=3,7 mI
C. Aquadest
𝜌 = 1𝑔𝑟/𝑚𝐼
1. Gr =Vxρ
= 4,6 ml x 1gr/ml
= 4,6 gr
2. Gr =Vxρ
= 4,4 ml x 1gr/ml
= 4,4 gr
3. Gr =Vxρ
= 4 ml x 1gr/ml
= 4 gr
4. Gr =Vxρ
= 3,8 ml x 1gr/ml
= 3,8 gr
5. Gr =Vxρ
= 2 ml x 1gr/ml
= 2 gr
6. Gr =Vxρ
= 0,8 ml x 1gr/ml
= 0,8 gr
7. Gr =Vxρ
= 0,7 ml x 1gr/ml
= 0,7 gr
8. Gr =Vxρ
= 0,5 ml x 1gr/ml
= 0,5 gr

Menentukan Mol
A.KhIoroform
BM= 119,3 gr/mol
𝑔𝑟
1. n = 𝐵𝑀
2 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0168 moI
𝑔𝑟
2. n = 𝐵𝑀
4 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0335 moI

𝑔𝑟
3. n = 𝐵𝑀
6 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0502 moI
𝑔𝑟
4. n = 𝐵𝑀
8 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0670 moI

𝑔𝑟
5. n = 𝐵𝑀
10 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0837 moI

𝑔𝑟
6. n = 𝐵𝑀
12 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1005 moI

𝑔𝑟
7. n = 𝐵𝑀
14 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1172 moI
𝑔𝑟
8. n = 𝐵𝑀
18 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1340 moI

B. Asam Asetat Anhidrat


BM= 102,09 gr/mol
𝑔𝑟
1. n = 𝐵𝑀
18 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1763 moI
𝑔𝑟
2. n = 𝐵𝑀
16 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1567 moI
𝑔𝑟
3. n = 𝐵𝑀
14 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1371 moI
𝑔𝑟
4. n = 𝐵𝑀
12 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1175 moI
𝑔𝑟
5. n = 𝐵𝑀
10 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,098 moI
𝑔𝑟
6. n = 𝐵𝑀
8 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0783 moI
𝑔𝑟
7. n = 𝐵𝑀
6 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,059 moI
𝑔𝑟
8. n = 𝐵𝑀
4 𝑔𝑟
=102,09 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0392 moI
C. Aquadest
BM= 18 gr/mol
𝑔𝑟
1. n = 𝐵𝑀
4,6 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,2556 moI
𝑔𝑟
2. n = 𝐵𝑀
4,4 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,2444 moI
𝑔𝑟
3. n = 𝐵𝑀
4 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,2222 moI
𝑔𝑟
4. n = 𝐵𝑀
3,8 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,2111 moI
𝑔𝑟
5. n = 𝐵𝑀
2 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1111 moI
𝑔𝑟
6. n = 𝐵𝑀
0,8 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0444 moI
𝑔𝑟
7. n = 𝐵𝑀
0,7 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0389 moI
𝑔𝑟
8. n = 𝐵𝑀
0,5 𝑔𝑟
=18 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0278 moI

1) Perhitungan fraksi mol


Konsentrasi 10 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,0168𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,4487 𝑚𝑜𝐼 = 0,0734
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,1763 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,4487 𝑚𝑜𝐼 = 0,3929
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,2556 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,4487 𝑚𝑜𝐼 = 0,5696
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

2) Konsentrasi 20 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,0335𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,4346 = 0,770
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑜𝐼
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,1567 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,4346 𝑚𝑜𝐼 = 0,3605
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,244𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,4346 𝑚𝑜𝐼 = 0,5623
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

3) Konsentrasi 30 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1371 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,4095 𝑚𝑜𝐼 = 0,1225
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼C4H6O3 0,1371 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,4095 𝑚𝑜𝐼 = 0,3347
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,2222 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,4095 𝑚𝑜𝐼 = 0,5426
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
4) Konsentrasi 40 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,0670 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,3956 𝑚𝑜𝐼 = 0,1693
𝑚𝑜𝐼𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,1175 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,3956 𝑚𝑜𝐼 = 0,2970
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,2111 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,3956 𝑚𝑜𝐼 = 0,5336
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

5) Konsentrasi 50 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,0837 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,2928 𝑚𝑜𝐼 = 0,2858
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,098 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,2928 𝑚𝑜𝐼 = 0,3346
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,1111 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,2928 𝑚𝑜𝐼 = 0,3794
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

6) Konsentrasi 60 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1005𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,2232 𝑚𝑜𝐼 = 0,4502
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,0783𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,2232 𝑚𝑜𝐼 = 0,3508
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,0444 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,2232 𝑚𝑜𝐼 = 0,1989
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

7) Konsentrasi 70 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1172 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,2151 𝑚𝑜𝐼 = 0,5448
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,059 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,2151 𝑚𝑜𝐼 = 0,2743
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,0389 𝑚𝑜𝐼
H2O = = = 0,1808
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,2151𝑚𝑜𝐼

8) Konsentrasi 80 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1340 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = = 0,6667
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,201 𝑚𝑜𝐼
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,0392 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = = 0,1950
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,201 𝑚𝑜𝐼
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,0278 𝑚𝑜𝐼
H2O = = = 0,138
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,201 𝑚𝑜𝐼
VIII. Analisa Data
Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat cair tiga
komponen dengan metode titrasi. Dalam percobaan ini cairan yang dipergunakan adalah
kloroform, aquadest, dan asam asetat anhidrat. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah
pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling
larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan kloroform dan asam
asetat anhidrat yang saling melarut dan kemudian dititrasi dengan aquadest.
Dari percobaan, kloroform dan asam asetat mampu melarut dengan baik. Hal ini dikarenakan
antara kloroform dan asam asetat dapat saling berikatan. Dimana kloroform dapat berikatan
disekitar gugus alkil dari asam asetat yang bersifat non polar pada gugus CH3 nya.
Ketika titrasi dengan aquadest dilakukan, terjadi pemisahan antara campuran kloroform dengan
asam asetat. Hal ini dikarenakan asam asetat membentuk ikatan hydrogen yang lebih kuat
dengan molekul air pada bagian –OH dari gugus COOH asam asetatnya. Oleh karena itu, asam
asetat yang awalnya berikatan dnegan kloroform akan terpisah dan berikatan dengan air. Hal
ini disebabkan karena sifat kloroform yang tidak melarut dalam air sehingga kloroform yang
mulanya berikatan dengan asam asetat akan terlepas dan terpisah membentuk dua larutan
ternen terkonyugasi yang ditandai dengan terbentuk larutan keruh. Karena kemapuannya yang
dapat melarut dengan air dan juga kloroform, maka asam asetat anhidrat dikenal sebagai pelarut
yang bersifat semi-polar.

IX. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
- Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi dua
komponen cair yang saling melarut dengan sempurna.
- Asam asetat glasia adalah pelarut yang bersifat semi polar karena kemampuannya yang
dapat melarut dengan kloroform dan air.
- Semakin banyak asam asetat galsial yang dicampurkan dengan kloroform maka
seamakin banyak pula air yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen.

X. Pertanyaan
1) Bagaimana cara untuk memperoleh kurva perbedaan (perubahan) kelarutan terhadap
temperatur ?
Caranya dengan melengkapi data pengamatan berupa berat masing-masing komponen dan
suhunya. Dari berat komponen dapat diperoleh persentase beratnya tersebut dapat digambarkan
kurvanya.

2) Apa yang dimaksud dengan phase diagram tiga komponen ?


Diagram yang berbentuk segitiga sama sisi dimana sudut-sudutnya ditempati oleh komponen
zat.

3) Bagaimana menentukan Tie-Line ?


Dengan cara salah satu sisinya ditentukan dua titik yang menggambarkan jumlah kadar zat dari
masing-masing zat yang diduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari dua titik ini, ditarik
garis sejajar dengan sisi yang dihadapinya. Titik dimana kedua garis itu menyilang
menggambarkan jumlah kadar masing-masing.

XI. Daftar Pustaka


Kasie lab . 2019 . penuntun praktikum kimia fisika . palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya
http://wahyusisillia.blogspot.com/2015/10/laporan-diagram-terner.html
Gambar Alat

Gelas Kimia Buret

Pipet Ukur
Erlenmeyer

Bola Karet Pipet Tetes

Corong Botol Aquadest


Laporan Tetap Praktikum Kimia Fisika
Persamaan Arhenius dan Energi Aktivasi

Disusun oleh :

Hasna Salsabila (061830400295)


Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabila (061830400300)
Kelas : 2KB
Instruktur :Meilianti,S.T., M.T.

Program Studi DIII Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019

PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI


1. Tujuan percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi.
2. Mahasiswa dapat menghitung energi aktivasi (Ea) dari hasil pengamatan dengan
menggunakan persamaan Arrhenius.

2. Dasar teori
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar
dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a
yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi
kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung. Dalam reaksi endoterm, energi
yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi
eksoterm, yang membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari
luarbuntuk mengaktifkan reaksi tersebut (Castellan GW. 1982).
Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan
dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi
aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat
berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi reaktan
menjadi produk, maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm. Persamaan Arrhenius
mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi,
dimana A adalah faktor frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah
temperatur dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas dapat
diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur (Atkins PW. 1999).
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan
tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan
ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda ( membentuk
senyawa produk ) (Castellan GW. 1982).
Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan yang baru,
yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan reaktan putus dan beberapa ikatan
baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan
produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi kompleks. Dalam keadaan transisi kompleks,
memiliki campuran antara produk dan reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk
yang terbentuk dapat membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup
tinggi, karena sistem tidak stabil (Vogel. 1994)
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai
dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm
ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi
kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan
adalah :
𝐸𝑎
𝐾 = 𝐴𝑒 𝑅𝑇
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
𝐸𝑎
ln 𝐾 = ln 𝐴 − ( )
𝑅𝑇
𝐸𝑎 1
ln 𝐾 = − 𝑥 + ln 𝐴
𝑅𝑇 𝑇
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan
dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis
dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersep ln A. Jika suatu reaksi
memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada waktu t adalah
a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
𝑎
𝑘𝑡 = ln( )
𝑎−𝑥
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
1 1
𝑘= ln( )
𝑡 1/𝑛 1 − 1/𝑛
Dari persamaan diatas dapat dibuat kurva ln k sebagai fungsi 1/t akan merupakan sebuah garis
lurus dengan slop-ea/R dan akan memotong sumbu ln/k pada ln A .
Energi aktivasi merupakan suatu energi minimum yang harus dilewati oleh suatu reaksi
misalnya a = produk

Pada reaksi a supaya menjadi produk , Ea merupakan energi penghalang yang harus diatasi
oleh reaksi a . molekul a dalam hal ini dengan jalan melakukan tumbukan antar molekul .
Suatu reaksi dapat terjadi bila energi yang diperoleh selama tumbukan tersebut berhasil
melewati energi aktivasi (Ea) tumbukan terjadi antara dua molekul yang berbeda . misalnya a
dan b ( reaski bimolekuler ) energi penghalang a dan b membentuk kompleks aktif :
A + B ↔ A ..... B ↔ produk
Komplek aktif
Secara diagram dapat dogambarkan :

Ea ‘ = energi aktivasi reaksi kekanan


Ea” = energi aktivasi reaksi kekiri
Dengan melihat hal tersebut diatas jelas bahwa energi aktivasi akan mudah dilewati bila
molekul-molekul yang bertumbukan semakin cepat dan efektif menghasilkan reaksi .
Pada percobaan ini reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
2I + S2O3ᶟ → 2SO4ᶟ + I₂
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu
sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu dilihat
bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih
rendah. (Atkins PW. 1999)

3. Alat dan bahan kimia yang digunakan :


1. Alat-alat yang digunakan :
a. Rak tabung reaksi
b. Pipet volume 5 ml ,10 ml
c. Pipet ukur 5 ml , 10 ml
d. Gelas kimia ( beker gelas ) 100,600 ml
e. Gelas ukur ( gelas piala)
2. Bahan kimia yang digunakan :
a. Larutan Na2S2O3 0,04 M
b. Larutan KI 0,1 M
c. Larutan tio sulfat 0,001 M
d. Larutan kanji 3 % ( harus dibuat baru)
e. Es batu
f. Aquadest

4. Keselamatan
Karena dalam percobaan ini hanya menggunakan alat yang cukup sederhana dan bahan
kimia yang relatif encer . maka untuk menjaga keselamatan pada waktu melakukan
percobaan ini gunakan kaca mata dan jas praktikum , selain itu dalam bekerja dilab
jangan ceroboh , tetapi melakukan sesuai dengan ketentuan yang ada .

5. Langkah kerja
a. Menyiapkan sistem seperti pada tabel berikut pada tabung reaksi yang terpisah :
tabung 1 Tabung 2
Vol vol Vol vol Vol Vol kanji
Sistem S₂O₃2- H₂O ml KI H₂O ml S₂O₃2- ml
ml ml ml

6 5 5 10 - 1 1

b. Mendinginkan tabung 1 dan tabung 2 ke dalam gelas piala yang berisi campuran air
dan es sampai suhu kedua tabung reaksi tersebut sama dengan yang ada di dalam
gelas ukur / gelas piala.
c. Campuran isi kedua tabung reaksi tersebut dan menghidupkan stopwatch untuk
mengukur waktu yang diperlukan sampai campuran berubah menjadi biru . Selain
itu mencatat suhu awal dan akhir titrasi .
d. Mengulangi percobaan tersebut untuk suhu yang berbeda (antara 0-40^c) . Setiap
kali melakukan percobaan, catat suhu dan waktu reaksi yang diperlukan .

6. Data pengamatan
No Suhu rata- Waktu reaksi T(K) 1/T (K-1) Ln 1/waktu k Ln k
rata (°c) (dtk)
1 38.25 48 311.25 0,003213 -3,8714 0,002083 -6,17395
2 34.5 73 307.5 0,003252 -4.2904 0,001370 -6,59294
3 28 112 301 0,003322 -4,7185 0,0008928 -7,02115
4 22.5 125 295.5 0,003384 -4.8283 0,0008 -7,13090
5 13 200 286 0,003495 -5.2983 0,0005 -7,60090

7. Perhitungan
a. Pembuatan larutan
 Pembuatan larutan k2s2o8 0,1 m sebanyak 50 ml
Gram = m x v x bm
= 0,1 mol/l x 0,05 l x 270,32 gr/mol,
= 1,3516 gram
 Pembuatan larutan KI 0,1 m sebanyak 50 ml
Gram = m x v x bm
= 0,1 mol/l x 0,05 l x 116 gr/mol
= 0,83 gram
 Pembuatan larutan kanji 3% dalam 100 ml
Gram = %berat x v
= 3% x 100
= 3 gram
 Pembuatan larutan H2O2 0,04 m sebanyak 50 ml
M1 = 0,04 m % = 30 %
V2 = 50 ml bm = 34 gr/mol
P = 1,11 gr/ml
V1 ?
𝑝 𝑥 % 𝑥 1000
M1 = 𝑏𝑚
𝑔𝑟
1,11 𝑥 0,3 𝑥 1000
𝑚𝑙
= 𝑔𝑟
34
𝑚𝑜𝑙
= 9,7941 m
M1 . v1 = m2 . v2
9,7941 m . v1 = 0,04 m . 50 ml
2 𝑚𝑚𝑜𝑙
V1 = 𝑚𝑚𝑜𝑙
9,7941
𝑚𝑙
V1 = 0,2 ml
b. Perhitungan konsentrasi
M H2O2 = 0,04 M
V H2O2 = 5 ml
V total = 22 ml
𝑚 𝐻2𝑂2 𝑋 𝑉 𝐻2𝑂2 0,04 𝑚 𝑥 5 𝑚𝑙
[H2O2] awal = = = 0,00909 𝑀
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 22 𝑚𝑙
𝑚 𝐻2𝑂2 0,04 𝑚
[H2O2] bereaksi = 𝑛 𝐻2𝑂2 𝑋 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = = 0,000909 𝑀
2 𝑥 22 𝑚𝑙
c. Perhitungan nilai K
K = [H2O2] bereaksi

[H2O2] awal x t

1) t = 48 K= 0,000909 = 0,002083
0,000909 x 48

2) t = 73 K= 0,000909 = 0,001370
0,000909 x 73

3) t = 112 K = 0,000909 = 0,008928


0,000909 x 112

4) t = 125 K = 0,000909 = 0,0008


0,000909 x 125

5) t = 200 K = 0,000909 = 0,0005


0,000909 x 200
a. Menghitung Ea

y = -11276x + 32,263
m = -11276

ln K = - Ea/RT + ln A
m = - Ea/R
Ea = - (m X R)
= - (-11276 x 8,314)
= 93,748664 KJ/mol
Y = mx + c

Y = -4709,9x + 8.7961
− 𝐸𝑎 1
Ln k = 𝑅
. 𝑇 + ln 𝐴

−𝐸𝑎
= −4709.9
𝑅
− 𝐸𝑎
= −4709,9
𝑗
8,314
𝑚𝑜𝑙
Ea = 39158,1086 j/mol

= 39,15811 kj/mol

Ln A = 8,7961

A = e 8,7961

A = 6608,4208

8. Analisa percobaan
Pada percobaan kali ini adalah persamaan arrhenius dan energi aktivasi bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan dapat menghitung energi aktivasi dari
data hasil percobaan yang didapat dengan menggunakan persamaan arrhenius .
Pertama menyiapkan dua buah tabung reaksi untuk setiap variasi suhu . Tabung pertama
diisi dengan mencampurkan antara larutan k2s2O8 dan H2O2 Sedangkan tabung kedua
diisi dengan KI , K2S2O8 dan larutan amilum (pati kanji) setelah suhu masing-masing
sama.
Mencampurkan kedua larutan hingga terbentuk warna biru untuk pertama kalinya dan
mencatat waktunya dengan stopwatch . Waktu ketika terjadi perubahan warna ini yang
digunakan sebagai waktu reaksi . Waktu reaksi ini digunakan untuk menghitung nilai K
dan Ln K , serta suhu campuran yang terbentuk akan digunakan untuk menghitung 1/T
dengan menggunakan persamaan arrhenius.
Penambahan larutan H2O2 berfungsi sebagai Oksidator dan k2S2O8 sebagai reduktif
selanjutnya berikatan dan bereaksi dengan amilum setelah k2S2O8 pada campuran habis
bereaksi dan hal ini digunakan sebagai waktu akhir reaksi . Waktu dimana muncul warna
biru pertama kali atau saat terjadi perubahan warna reaksi yang diukur adalah reaksi
hidrogen peroksida dengan kalium iodida.
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi berlangsung pada
temperatur yang lebih tinggi . Pada temperatur yang lebih tinggi , ion-ion pereaksi akan
memiliki energi kinetik yang lebih besar . Berdasarkan teori tumbukan , energi kinetik yang
lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel akan menjadi lebih sering , sehingga
reaksi akan lebih cepat berlangsung . Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi yaitu suhu
, faktor frekuensi , katalis , semakin kecil harga Ln K maka harga 1/T rata-rata semakin
besar .

9. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi berbanding terbalik
2. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena
energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar .
3. Semakin kecil harga Ln K maka harga 1/T rata-rata besar .
4. Semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan kecil dan semakin
sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi .

10. Daftar pustaka

- Jobsheet. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. 2019. Palembang : Politeknik


Negeri Sriwijaya.
- https://id.scribd.com/document/217009330/Laporan-Praktikum-Kimia-Fisika-
Persamaan-arrhenius.
- https://dokumen.tips/documents/persamaan-arrhenius-dan-energi-aktivasi-
HTML.
11. Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan energi aktivasi ?


Jawab
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
kimia agar dapat berlangsung. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu
reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung.

2. Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi ?


Jawab.
Fraksi molekul – molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan suhu sebesar 10˚ C . Hal ini menyebabkan laju reaksi berupa
ganda.

3. Kesalahan dan penyimpangan apa yang Anda perbuat selama percobaan?


Buatlah suatu cara pemecahannya?
Jawab :
Kesalahan yang sering terjadi adalah komposisi yang kurang sesuai dengan
perhitungan teoritis sehingga membuat konsentrasi tidak tepat . Dan alat yang
digunakan mungkin kurang bersih atau terkontaminasi dengan larutan lain .
Dan jika suhu diatas 40^C maka amilum yang ada pada larutan akan rusak
sehingga ion iodida yang terbentuk dari perubahan Iodium tidak dapat
terdeteksi dengan baik.
Cara pemecahannya :
-penimbangan harus teliti dan sesuai dengan perhitungan teoritis.
-memperhatikan langkah kerja.
-mendalami materi.
-mengamati secara teliti.
-suhu yang digunakan lebih kecil dari 40^C untuk menghindari
penyimpangan.

12. Gambar alat


PIPET UKUR BOLA KARET

SPATULA GELAS KIMIA

GELAS UKUR LABU TAKAR

PENGADUK PIPET TETES


CORONG GELAS NERACA ANALITIK

TABUNG REAKSI TERMOMETER


Laporan Tetap Praktikum Kimia Fisika
Konstanta Kecepatan Reaksi

Disusun oleh :

Hasna Salsabila (061830400295)


Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabila (061830400300)
Kelas : 2KB
Instruktur :Meilianti,S.T., M.T.

Program Studi DIII Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019
KONSTANTA KECEPATAN REAKSI

1. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan :

Menggunakan salah satu manfaat metode titrasi, yakni untuk penentuan konstanta kecepatan
reaksi.

2. DASAR TEORI

Kecepatan reaksi kimia berbanding lurus dengan konsentrasi dari reaktan dan
biasannya di nyatakan dalam bentuk konsentrasi dari salah satu reaktan atau salah satu produk.

Dimana : C = Konsentrasi salah satu reaktan

X = Konsentrasi salah satu produk

T = Waktu

Secara Umum :

A+B+C Produk

Persamaan Kecepatan Reaksi dinyatakan dalam bentuk :

Dimana :

K = Konstanta kecepatan reaksi n = Orde reaksi, yakni jumlah

pangkat dalam persamaan kecepatan reaksi n = n1 + n2 + n3 + …

Untuk reaksi tingkat dua, misalnya oksidasi iodide dengan persulfat :

2I- + S2O32- I2 + 2 SO42-

Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :


Dimana :

a = Konsentrasi mula-mula persulfat b =

Konsentrasi mula-mula Iodida

Jika salah satu dari reaktan sangat berlebih, maka konsentrasinya dianggap tetap selama
berlangsungnya reaksi, maka reaksi akan mengikuti orde tingkat satu. Misal konsentrasi dari
iodida pada reaksi diatas besar, maka selama terjadi reaksi konsentrasi ini dianggap tetap (tidak
berubah ).

Persamaan (2) akan berubah menjadi :

Hasil integrasi dengan batas-batas t=0 dan x = 0, akan diperoleh :

Atau

Dimana :

Jika dibuat grafik log (a-x) versus t akan didapat garis lurus dengan harga k’ diperoleh dari
harga slope.

3. ALAT DAN BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN

Alat yang digunakan :


• Buret 50 ml
• Gelas kimia 250 ml
• Labu Erlenmeyer 250 ml
• Thermometer 1000C
• Stopwatch
• Pipet ukur 10 ml, 25 ml
• Bola karet
• Spatula
• Pengaduk
• Kaca arloji
Bahan Kimia yang digunakan :
• Larutan jenuh K2S2O8
• Larutan KI 0,4 M
• Larutan Na2S2O3 0,02 M
• Indikator kanji 3%

4. PROSEDUR KERJA

1. Memasukkan 50 ml larutan 0,4 M KI ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian masukkan


kedalam bak yang berisi es batu (pendingin) dan suhu dipertahankan pada 250C.

2. Mengencerkan 20 ml larutan K2S2O8 dengan 80 ml aquades, dan ambil 50 ml hasil


pengenceran tersebut, diletakkan dalam labu Erlenmeyer lalu dinginkan dalam bak es batu.

3. Apabila tempratur sufah konstan pada 250C, larutan KI dituang kedalam K2S2O8 dan
stopwatch dinyalakan secara serentak. Labu ditutup untuk menghindari lepasnya Iodida.

4. Pada pengukuran dicatat pada interval waktu (3, 8, 15, 20, 30) menit, 10 ml diambil dari
masing-masing campuran lalu ditambahkan 10 ml aquades. Pengenceran ini menyebabkan
reaksi berjalan lambat.

5. Masing-masing dari 10 ml sampel dititrasi dengan 0,02 M Natrium Tio Sulfat (x ml)
digunakan indicator kanji.

6. 50 ml sisa larutan KI dicampur dengan sisa Kalium Perisulfat lalu labu ditutup dan
dipanaskan hingga tempratur 600C.

7. Larutan didinginkan hingga suhu konstan 250C, kemudian dengan langkah yang sama
dengan prosedur 3, dilakukan titrasi dengan larutan Natrium Tio Sulfat 0,02 M.

5. DATA PENGAMATAN

Waktu (menit) Titrasi (x ml) Titrasi (a ml) A-x Log (a-x)


3 3,3 8,8 5,5 0,7404
8 5,1 9,7 4,6 0,6627
15 6,3 10,1 3,8 0,5797
20 7,5 10,5 3,0 0,4771
30 8,7 11,7 3,0 0,4771
40 9,2 12,5 3,3 0,5185
50 12,0 13,6 1,6 0,2041
60 13,9 14,8 0,9 -o,0457
6. PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan

a. Larutan KI 0,4 M 100 ml

,1L x 166 mol/L


= 0,64 gr

b. Larutan Na2S2O3 0,01 M 250 ml

Gr = N V Mr
= 0,01 ek/L x 0,05 L x 248,21 / 2 gr/ek
= 0,31026 gram

c. Larutan kanji 3% ; 100 Ml


Gr = % x v
= 0,03 x 100
= 3 gram

2. Perhitungan Konsentrasi

Pada Suhu 25oC


a. V titran = 3,3 ml
M titran = 0,01 N = 0,005 M
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 3,3 𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,00825 M

b. T= 8 menit
V titran = 5,1 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 5,1 𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,01275 M

c. T = 15 menit
V titran = 6,3 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 6,3 𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,01575 M

d. T= 20menit
V titran = 7,5 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 7,5𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,01875M

e. T= 30 menit
V titran = 8.7 Ml
𝑀 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
M analit = 𝑉 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡
0,005𝑀 𝑥 8,7 𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,02175 M

f. T= 40 menit
V titran = 9,2 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 9,2𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,023 M

g. T= 50 menit
V titran = 12 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 12 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,03 M

h. T= 60 menit
V titran = 13,9 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 13,9 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,03475 M

Pada Suhu 60oC ;

a. T= 3 menit
V titran = 8,8 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 8,8 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,022 M

b. T= 8 menit
V titran = 9,7 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 9,7 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,02425 M

c. T= 15 menit
V titran = 10,1 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 10,1 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,02525 M

d. T= 20 menit
V titran = 10,5 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 10,5 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,02625 M

e. T= 30 menit
V titran = 11,7 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑥 11,7𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,02925 M
f. T= 40 menit
V titran = 12,5 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 12,5 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,03125 M

g. T= 50 menit
V titran = 13,6 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 13,6 𝑚𝑙
=
2 𝑀𝑙

= 0,034 M

h. T= 60 menit
V titran = 14,8ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 14,8 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙

= 0,037M

Perhitungan Harga Konstanta Kecepatan Reaksi :

Y= -0,0116 x + 0,7796 (berdasarkan grafik)

K1 = slope = -0,0116

B = konsentrasi analit

Untuk Suhu 25oC ;

a. T = 5 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,00825

= -0,8755

b. T= 8 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,01275
= -0,9089
c. T= 15 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,01575
= -0,7365

d. T= 20 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,0187
= -0,6187

e. T= 30 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02175
= -0,5333

f. T= 40 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,023
= -0,5043

g. T= 50 meenit
K′
K2 =
b
−0,0116
= 0,03
= 0,3867

h. T= 60 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,0375
= -0.3338

Untuk Suhu 60oC ;

a. T = 5 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,022

= -0,5273

b. T= 8 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02425
= -0,4784

c. T= 15 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02525
= -0,4594

d. T= 20 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02625
= -0,4419

e. T= 30 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02925
= -0,3966

f. T= 40 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,03125
= -0,3712

g. T= 50 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,034

= 0,3412

h. T= 60 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,037
= -0.3135

Grafik :
ANALISA PERCOBAAN

Praktikum kali ini adalah penentuan konstanta kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi
adalah laju perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu. Kecepatan reaksi
dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah : konsentrasi, suhu, luas permukaan dan
katalisator. Kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konstanta yang berarti kecepatan reaksi
sebanding dengan perubahan konstanta kecepatan reaksi.
Pada percobaan ini digunakan tiga larutan yaitu KI 0,4 M, Na2S2O3 0,01 N, larutan Na
dan kanji sebagai indicator reaksi titrasi. Larutan KI digunakan sebagai reaktan. Kalium
peroksodisulfat digunakan sebagai pengoksida kuat sehingga mengoksidasi dalam
membebaskan iod dari KI. Natrium Tiosulfat berfungsi sebagai penangkap ion berlebih
sehingga dapat dijadikan titran.
Percobaan dilakukan dua kali untuk dua campuran dengan suhu yang berbeda.
Campuran pertama adalahpada saat suhu konstan 25oC. larutan yang dicampurkan adalah
larutan KI dan larutan K2S2O8. Lalu setiap waktu 3,8,15,20,30,40,50,60 menit diambil
sebanyak 10 ml lalu ditambahkan 90 ml aquadest kemudian dipipet sebanyak 10 ml lalu
dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N dan menggunakan dua tetes indicator kanji, dari data
didapatkan nilai x m. lalu dicari nilai a ml dengan cara yang sama, tetpi suhu pada campuran
berbeda. Campuran terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu 60oC lalu diturunkan suhunya
hingga 25oC, lalu dilakukan titrasi seperti langkah sebelumnya. Dari data didapatkan nilai a
ml. dari semua data yang didapat dapat ditentukan nilai konstanta kecepatan reaksi.

KESIMPULAN

 Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi suhu, luas permukaan dan


katalisator.
 Kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konstanta sehingga semakin besar
konstanta maka semakin besar pula kecepatan reaksi dan sebaliknya.
 Nilai konstanta kecepatan reaksi yang didapat adalah 0,005037 mol/l . menit.
GAMBAR ALAT

Bola karet kaca arloji

Thermometer labu ukur


Laporan Tetap Praktikum Kimia Fisika
Isoterm Freundlich

Disusun oleh :

Hasna Salsabila (061830400295)


Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabila (061830400300)
Kelas : 2KB
Instruktur :Meilianti,S.T., M.T.

Program Studi DIII Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019
ISOTERM FREUNLICH
(ISOTERM ADSORBSI FREUNLICH)

I. TUJUAN
- Dapat mempelajari proses adsorbsi karbon aktif dengan larutan asam organik.
- Dapat menentukan besarnya tetapan Isoterm absorbsi Freunlich.

II. ALAT DAN BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN


Alat-alat yang digunakan :
- Erlenmeyer 250 ml
- Corong gelas
- Gelas ukur 100 ml
- Gelas kimia 250 ml
- Buret 50 ml
- Labu ukur
- Kertas saring
- Pipet ukur 10 ml, 25 ml
- Bola karet
- Spatula
- Pengaduk
- Kaca arloji
-
Bahan kimia yang digunakan :
- Asam Oksalat 1 N dan Asam Asetat 1N
- Larutan NaOH 0,1 N
- Karbon Aktif

III. DASAR TEORI


Adsorbsi adalah gejala mengumpulkan molekul-molekul suatu zat (gas, zair) pada
permukaan zat lain (padatan, cair) akibat adanya kesetimbangan gaya. Zat yang mengadsorbsi
disebut adsorben dan zat yang teradsorbsi disebut adsorbat.
Adsorben umumnya adalah padatan sedangkan adsorbatnya umumnya adalah padatan
sedangkan adsorbatnya adalah caiaran atau gas.\
Proses adsorbsi merupakan proses kesetimbangan baik adsorbsi gas maupun cairan.
Contoh proses adsorbsi yang digunakan sehari-hari misalnya : penyerapan air oleh zat
pengering, penghilangan warna dalam industri tekstil.
1. Pengeringan udara / pengambilan uap air dengan silikgel di laboratorium.
2. Penghilangan zat warna, bau.
3. Penghilangan zat warna pada pabrik gula.
Proses adsorbsi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Konsentrasi, makin besar konsentrasi adsorbat maka jumlah yang teradsorbsi makin
banyak begitu juga luas permukaan kontak.
Makin halus / makin besar luas permukaan kontak maka jumlah adsorbsi makin banyak.
2. Temperatur, makin besar temperatur maka adsorbi makin kecil karena proses adsorbsi
merupakan proses yang isotermal.
3. Sifat adsorben dan adsorbat.
Proses adsorbsi dibagi menjadi 2 bagian :
a. Proses adsorbsi kimia, yaitu proses adsorbsi yang disertai dengan reaksi kimia. Pada
adsorbsi ini terjadi pembentukan senyawa kimia dan umumnya terjadi pada adsorbsi yang
multi lapisan.
Contoh :
CO2 (g) + NaOH (p)  Na2CO3 + H2O
H2O (l) + CaCl2 (p)  Ca(OH)2 + HCl
b. Proses adsorbsi fisika, yaitu proses adsorbsi yang tidak disertai reaksi kimia. Ikatan yang
terjadi pada proses ini adalah ikatan Van der waals yang relatif lemah. Pada adsorbsi ini
panas yang dilepaskan relatif kecil dan umumnya terjadi pada stu lapis (monolayer).
Contoh :
Adsorbsi uap air dengan CaCl2 atau silika gel.
Adsorbsi asam aseat, asam oksalat oleh karbon aktif.

Efektifitas adsorbsi makin tinggi jika kedua zat adsorbat dan adsorben mempunyai polaritas
yang sama. Beberapa persamaan isotherm adsorbsi :
1. Isoterm adsorbsi Freunlich
2. Isoterm adsorbsi langmulir
3. Isoterm BET (Brunauer, Emmett, Teller)

Add 1. Isoterm Freunlich


Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat
digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini
berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul
mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang
paling banyak digunakan saat ini.

X 1
K C n (cair – padat)……………………. (1)
m
X = jumlah zat (gr, mol) yang teradsorbsi oleh m gr. Adsorben.
C = konsentrasi zat terlarut yang bebas.
k dan n = tetapan isoterm Freunlich.
Persamaan ini berlaku untuk gas dan cair
V = K P1/n
V = jumlah gas teradsorbsi persatuan massa adsorben pada tekanan P
k dan n = tetapan tekanan P
Add 2. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa :
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanyadapat mengadsorbsi satu
molekul untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang
terserap.
b. Semua proses adsorbsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorbsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut : selalu ada
ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorbsi tidak inert dan mekanisme adsorbsi
pada molekul pertama asangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang
teradsorpsi.

P P 1
 
v Vm a Vm
Vm = volume gas yang dibutuhkan
V = volume gas yang sebenarnya menutupi satu satuan massa adsorbsi pada tekanan P.

Add 3. Isoterm BET


Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai nilai permukaan yang
homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa molekul-
molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat dipermukaannya. Pada
isoterm ini, mekanisme adsopsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda.
P

1

C  1 . P
V(Po  P) Vm  C Vm C Po
Dimana :
Po = tekanan uap jenuh.
Vm = kapasitas volume monolayer
C = tetapan isoterm langmuir

Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia


Adsorbsi Fisik Adsorbsi Kimia

Molekul terikat pada adsorben Molekul terikat pada adsorben oleh


oleh gaya van der Waals ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi – 4 Mempunyai entalpi reaksi – 40
sampai – 40 kJ/mol sampai – 800 kJ/mol
Dapat membentuk Membentuk lapisan monolayer
lapisan multilayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu Adsorpsi dapat terjadi pada suhu
di bawah titik didih adsorbat tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat merupakan karakteristik adsorben
dan adsorbat
Tidak melibatkan energi aktifasi Melibatkan energi aktifasi tertentu
tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

KARBON AKTIF
Arang adalah padatan berpori hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon.
Arang tersusun dari atom-atom karbon yang berikatan secara kovalen membentuk struktur
heksagonal datar dengan sebuah atom C pada setiap sudutnya. Susunan kisi-kisi heksagonal
datar ini tampak seolah-olah seperti pelatpelat datar yang saling bertumpuk dengan sela-sela di
antaranya (Sudarman, 2001). Karbon aktif adalah bentuk umum dari berbagai macam produk
yang mengandung karbon yang telah diaktifkan untuk meningkatkan luas permukaannya.
Karbon aktif berbentuk kristal mikro karbon grafit yang pori-porinya telah mengalami
pengembangan kemampuan untuk mengadsorpsi gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat
yang tidak larut atau yang terdispersi dalam cairan (Murdiyanto, 2005). Luas permukaan,
dimensi, dan distribusi karbon aktif bergantung pada bahan baku, pengarangan, dan proses
aktivasi. Berdasarkan ukuran porinya, ukuran pori karbon aktif diklasifikasikan menjadi 3,
yaitu mikropori (diameter 50 nm) (Kustanto, 2000). Penggunaan karbon aktif di Indonesia
mulai berkembang dengan pesat, yang dimulai dari pemanfaatannya sebagai adsorben untuk
pemurnian pulp, air, minyak, gas, dan katalis. Namun, mutu karbon aktif domestik masih
rendah (Harfi, 2003), dengan demikian perlu ada peningkatan mutu karbon aktif tersebut.

IV. KESELAMATAN KERJA


- Dalam percobaan ini yang harus diperhatikan adalah pengenceran asam oksalat atau asetat
dari konsentrasi pekat ke konsentrasi yang diinginkan.
- Juga pembuatan larutan NaOH 0,1 N harus menggunakan kaca mata dan sarung tangan
karena bahaya terhadap mata dan kulit.

V. LANGKAH KERJA
1. Menyiapkan 5 buah Erlermeyer 50 ml.
2. Memasukkan masing-masing 0,5 gram karbon aktif. Sebelumnya dipanaskan selama ± 15
menit.
3. Pada tiap Erlermeyer memasukkan 50 ml asam oksalat atau asam asetat.
4. Mengocok campuran tersebut selama 10 menit kemudian diamkan selama 1 jam.
5. Mengocok lagi selama 1 menit tiap 10 menit.
6. Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring.
7. Mentitrasi filtrate dengan larutan NaOH 0,1 N dan indicator fenolphtalin sampai terjadi

M V titran Konsentrasi (C) x


(gram) (NaOH)(ML) Awal (N) Akhir (N) AC (Gram)
0,5 58,5 1 0,17709 0,8291 0,0099
0,5 49,3 0,8 0,1622 0,6378 0,0076
0,5 45,8 0,6 0,1310 0,469 0,0056
0,5 26,9 0,4 0,1486 0,2514 0,0030
0,5 8,1 0,2 0,1235 0,0765 0,0005
2,5

perubahan warna (jumlah fitrat yang dititrasi sebaiknya tidak sama antara konsentrasi asam
tertinggi dan yang terendah).

Data pengamatan

X/M Log (x/m) Log c


0,0198 -1,7033 -0,0814
0,0152 -1,8182 -0,1953
0,0112 -1,9508 -0,3288
0,006 -2,2218 -0,5996
0,001 -3 -1,1163
Perhitungan

Penbuatan larutan
NaOH 0,1 N dalam 200 ml
Dik : N : 0,1 N
V : 200 ml
BE: BM : 40 gr/mol = 40 gr/ek
N 1
Dit : m ?
jawab :
m : N . V . BE = 0,1 N .200 ml . 40 gr/ek = 0,8 gr
100 1000
Asam asetat 1 N
M1 .V1 = M 2 . V2
17,4854 mol/L : V1 = 1 mol / L . 50 ml
V1 = 2,8595 ml

Asam asetat 0,8 N


M1 .V1 = M 2 . V2
17,4854 mol/L : V1 = 0,8 mol / L . 50 ml
V1 = 2,2876 ml

Asam asetat 0,6 N


M1 .V1 = M 2 . V2
17,4854 mol/L : V1 = 0,6 mol / L . 50 ml
V1 = 1,7157 ml

Asam asetat 0,4 N


M1 .V1 = M 2 . V2
17,4854 mol/L : V1 = 0,4 mol / L . 50 ml
V1 = 1,438 ml

Asam asetat 0,2 N


M1 .V1 = M 2 . V2
17,4854 mol/L : V1 = 0,2 mol / L . 50 ml
V1 = 0,5719 ml
-Konsentrasi pada asam asetat 1 N
Dik = V1 : 10 ml
N1 : 1 N
V2 : 58,5 ml

Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 1 N = 58,5 ml .N2
N2 = 0,1709 N
-Konsentrasi pada asam asetat 1 N
Dik = V1 : 10 ml
N1 : 0,8 N
V2 : 49,3 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,8 = 49,3 ml .N2
N2 = 0,1622 N
-Konsentrasi pada asam asetat 1 N
Dik = V1 : 10 ml
N1 : 0,6 N
V2 : 45,8 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,6 = 45,8 ml .N2
N2 = 0,1310 N
-Konsentrasi pada asam asetat 1 N
Dik = V1 : 10 ml
N1 : 0,4 N
V2 : 36,9 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,4 = 26,9 ml .N2
N2 = 0,1486 N

-Konsentrasi pada asam asetat 1 N


Dik = V1 : 10 ml
N1 : 0,2 N
V2 : 58,5 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,2 = 8,1 ml .N2
N2 = 0,1235 N

- Menghitung Berat zat yang teradopsi (x)


volume didapat dari volume alikot :
10 ml = 0,2
30 ml
1. Konsentrasi awal asam asetat 1 N
X = Ac . V . BE
= (1N – 0,1709 N ) . 0,0002 L , 60,05 gr/ek
= 0,8291 ek/ . 0,0002 L . 60,05 gr / ek
= 0,0099 gram
2. Konsentrasi awal asam asetat 0,8 N
X = Ac . V . BE
= (0,8N – 0,1622 N ) . 0,0002 L , 60,05 gr/ek
= 0,637 ek/ . 0,0002 L . 60,05 gr / ek
= 0,0076 gram
3. Konsentrasi awal asam asetat 0,6 N
X = Ac . V . BE
= (0,6N – 0,1310 N ) . 0,0002 L , 60,05 gr/ek
= 0,469 ek/ . 0,0002 L . 60,05 gr / ek
= 0,00956 gram
4. Konsentrasi awal asam asetat 0,4 N
X = Ac . V . BE
= (0,4N – 0,1486 N ) . 0,0002 L , 60,05 gr/ek
= 0,2514 ek/ . 0,0002 L . 60,05 gr / ek
= 0,0030 gram

VOLUME di dapat dari alikot :


5 ml = 0,1 ml = 0,0001 L
50ml

5. Konsentrasi awal asam asetat 0,2 N


X = Ac . V . BE
= (0,2 N – 0,1235 N ) . 0,0001 L , 60,05 gr/ek
= 0,0765 ek/ . 0,0001 L . 60,05 gr / ek
= 0,0005 gram

Perhitungan slope dan intersept secara manual

Log C Log (k/m) Xy X2


(k) (y)
-0,0814 -1,7033 0,1386 0,0066
-0,1953 -1,8182 0,3551 0,0881
-0,3288 -1,9508 0,6414 0,1081
-0,5996 -2,2218 1,3322 0,3595
-1,1163 -3 3,3489 1,2461
-2,3214 -10,6941 5,8162 1,7584

slope = n(
n () - (
=
=
=
=1,2504

intersept = n (
n () - (
=
=
=
=-1,5583

y = 1,2504 x -1,5583

Perhitungan nilai k dan n


Berdasarkan grafik didapatkan persamaan :
y = 1,2304 x -1,5583
y = slope x +intersept atau y = mx + c
100(x/m) = log C + log k

Maka :
y =log (x/m)
intersept = log k
slope =
x = log x
Penyelesaian =
log k = intersept
log k = -1,5583
K =0,0276

slope =

1,2504 =
n =
n = 0,7997

jadi, k = 0,0276
n =0,7997
Analisa percobaan

percobaan ini dilakukan untuk menentukan tetapan adsorbs isotherm freundlich,


dimana adsorbs merupakan proses penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain
prinsip dari percobaan ini di dasarkan pada teori fruendlich, yaitu banyaknya zat yang
di adsorpsi pada suhu tetap oleh suatu adsorbsi bergantung pada konsentrasi dan
kereaktifan adsorbab dalam nengadsorbsi zat zat tertentu.

Bahan yang di gunakan adalah laurtan asam asetat dengan berbagai konsentrasi,
yaitu 1N, 0,8 N,0,6 N,0,4 N dan 0,2 N larutan asam asetat bertindak sebagai adsorbat
yaitu zat yang diserap atau fase terserap kemudian digunakan karbon aktif sebagai
adsorben, yaitu zat yang menyerap zat lain.

Proses adsorbs dilakukan dengan menambahkan sejumlah karbon aktif ke dalam


larutan asam asetat agar proses adsorbs dapat berlangsung dengan baik, maka
dilakukan proses pengadukan. Pengadukan dimaksudkan agar larutan asam asetat dan
karbon aktif homogeny, sehingga mempermudah proses adsorbs.

selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan karbon aktif dari asam


asetat . Asam asetat yang dapat dari penyaringan juga harus di titrasi untuk
mengetahui konsentrasi setelah proses adsorbs. Titrasi yang di lakukan menghasilkan
reaksi berikut :
CH3COOH + NaOH → CH3 COONa + H2O
Konsentrasi awal dan akhir yang didapatkan berdasarkan hasil praktikum
kemudian dilakukan pengurangan untuk mencari AC larutan asam asetat. Grafik yang
di dapatkan berupa linier . grafik linear menunjukan bahwa isotrem adsorbs memang
benar merupakan isotrem adsorbs freundlich.
Persamaan isoterm freundlich
Log (x/m) = 1/n log C + log K
Pada grafik isoterm
Y =1.2509 x-1,5581
Dengan nilai K = 0,0277 , dan n = 0,7994

kesimpulan

1.adsorbsi adalah proses penyerangan suatu zat pada permukaan zat lain.
2. Larutan asam asetat bertindak sebagai adsorbat (zat yang diserap) dari karbon aktif
bertindak sebagai adsorben (zar yang menyerap).
3.persamaan grafik isoterm freundlich y=1.2509 x -1,5581
n=0.0277 k = 0,7994

GAMBAR ALAT
1 2

Kaca Arloji
Erlenmeyer
3 4

Spatula

Gelas Ukur

5 6

Bola Karet
Pipet Ukur
7 8

Batang Pengaduk Gelas Kimia


9 10

Labu Ukur
Neraca Analitik
Laporan Tetap Praktikum Kimia Fisika
Pengaruh Konsentrasi dan Suhu pada Kecepatan Reaksi

Disusun oleh :

Hasna Salsabila (061830400295)


Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabila (061830400300)
Kelas : 2KB
Instruktur :Meilianti,S.T., M.T.

Program Studi DIII Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya
2019
PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU
TERHADAP KECEPATAN REAKSI

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan:

- Mahasiswa dapat menentukan order reaksi dari pengaruh suhu dan konsentrasi terhadap
kecepatan reaksi.
II. ALAT YANG DIGUNAKAN
- Gelas ukur 50ml - Labu takar 50ml,250ml
- Water batch - Batang pengaduk gelas
- Termometer 0-100°c - Pipet tetes
- Gelas kimia 100ml,250ml - Kaca arloji
- Magnetic stirrer - Spatula
- Stopwatch - Pipet ukur 5ml,10ml,25ml
- Bola karet

BAHAN YANG DIGUNAKAN


- Sodium tiosulfat (Na2S2O3)
- HCl
- Aquadest

III. DASAR TEORI


Kinetika kimia membahas tentang laju reaksi dan mekanisme terjadinya reaksi,
dipelajari perubahan laju yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi terjadinya pereaksi,
hasil reaksi dan katalis. keterangan yang penting dapat pula diperoleh dai study tentang
pengaruh suhu,tekanan,pelarut,konsentrasi atau komposisi terhadap laju reaksi.
Persamaan laju reaksi memberikan ketergantungan laju pada konsentrasi pereaksi, hasil
reaksi dan katalis. Bila volume campuran reaksi tetap dan konsentrasi zat antara diabaikan,
maka kecepatan berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi pangkat bilangan bulat:
−𝑑(𝐴)
= k(A1)m . A(2)n
𝑑𝑡

Bila m=1,reaksi dikatakan orde satu terhadap A,dan


Bila m=2,reaksi dikatakan berorde dua trehadap A. Untuk persamaan laju dalam bentuk
yang sederhana ini, orde reaksi keseluruhan adalah jumlah dari pangkat-pangkatnya. faktor
perbandingan k merupakan tetapan laju yang berdasarkan persamaan diatas mempunyai satuan
c3-(m-n) . waktu bila reaksi berorde satu, biasanya k dinyatakan dalam detik-1,atau menit-1. bila
reaksi berorde dua secara keseluruhan k dinyatakan dalam liter,mol-1,detik-1,cm.mol-1,atau
cm3.detik-1.
Reaksi orde satu:
k
A produk
persamaan laju untuk reaksi berorde satu:
−𝑑(𝐴)
= k(A)
𝑑𝑡

dimana:
(A) = konsentrasi A pada waktu t
K = konstanta kecepatan reaksi
untuk batasan (A) = (A°) pada waktu t = 0 dan
(A) = (A) pada waktu t = t , maka didapat
(𝐴𝑜)
Ln = kt
(𝐴)

2,303 (𝐴𝑜)
K = log
𝑡 (𝐴)

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa umtuk menetukan tetapan kecepatan reaksi orde satu
hanya diperlukan penentuan perbandingan konsentrasi pada dua waktu. besaran lain yang
berbanding lurus dengan konsentrasi dapat digunakan sebagai konsentrasi dalam persamaan
ini, karena tetapan perbandingannya akan saling menghapuskan.

Pengaruh suhu pada kecepatan reaksi :


Bila range suhu tidak terlalu besar, ketergantungan tetapan kecepatan reaksi pada suhu
biasanya dapat dinyatakan dengan persamaan empiris yang diusulkan oleh arthenius:
k = A.e-Ea/RT
dimana:
A = faktor pre exponensial
Ea = energi aktifasi
R = konstanta gas
k = konstanta laju reaksi
T = suhu mutlak
Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk logaritma sebagai berikut:
log k = log A – Ea /2,303 R.T
Berdasarkan persamaan ini, di peroleh garis lurus untuk grafik log vs I/T (suhu mutlak),
dimana harga EA/2,303 R merupakan slope dan log A sebagai intercept.

IV. LANGKAH KERJA


1. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,25 M
- Menimbang 15,5131 gr Na2S2O3.5H2O kristal
- Melarutkan dengan aquadest hingga volume 250ml

2. Pembuatan HCL 1M
- Mengencerkan HCL (pa) dengan berat jenis 37% atau konsentrasi 12,0630 M dengan
volume tertentu
- Melarutkan dengan aquadest hingga dicapai konsentrasi 1M

3. Langkah percobaan
- Menempatkan 50ml Na2S2O3 0,25 M dalam gelas kimia
- Menempatkan gelas kimia tersebut diatas sehelai kertas putih yang diberi tanda silang

-Menambahkan 2 ml HCL 1M dan tepat ketika penambahan dilakukan stpowatch dan


stirrer
- Mengamati larutan dari atas dan catat waktu yang diperlukan sampai terjadinya
endapaan (tanda silang pada kertas tidak kelihatan)
- Mencatat suhu larutan
- Mengulangi langkah tersebut dengan komposisi larutan seperti pada tabel.

Sistem Volume Na2S2O3 Volume H2O Volume HCl


(ml) (ml) (ml)
1 50 0 2
2 40 10 2
3 30 20 2
4 20 30 2
5 10 40 2
6 5 45 2

4. Langkah Percobaan
- Memasukkan 10ml Na2S2O3 0,25M kedalam gelas kimia,mengencerkan hingga volume
50ml
- Mengukur 2ml HCL 1M lalu memasukkan ke dalam gelas kimia
- Menempatkan gelas kimia tersebut ke dalam termostat pada suhu 30°C agar setimbang

- Menambahkan HCL kedalam gelas kimia dan pada saat bersamaan nyalakan stopwatch.
mengaduk larutan dan mencatat waktu yang diperlukan sampai terjadinya endapan.
- Mengulangi langkah diatas untuk variasi suhu 10°C

V. DATA PENGAMATAN

1. STEP C : Pengaruh Konsentrasi terhadap Laju Reaksi


Percobaan Volume Konsentrasi Konsentrasi Waktu V=1/waktu
HCl 1 M Na2S2O3 (detik) (detik-1)
HCl Na2S2O3 Aquadest Campuran pada
1M 0,25 M campuran

1 2 50 0 50 1M 0,25 M 12 0,0833

2 2 40 10 50 1M 0,2 M 18,89 0,0529

3 2 30 20 50 1M 0,15 M 27,87 0,0359

4 2 20 30 50 1M 0,1 M 40,57 0,0246

5 2 10 40 50 1M 0,05 M 125,42 0,0080

6 2 5 45 50 1M 0,025 M 200 0,005

2. STEP D : Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi


Volume (ml) Suhu Suhu 1/T Waktu V=1/waktu Log V K Log K
-1
HCl Na2S2O3 (ºC) (K) (K ) (detik) (detik-1)
1M 0,25 M
2 50 30 303 0,0033 159,82 0,0062 -2,2076 0,124 -0,9066
2 50 40 313 0,0032 135,57 0,0074 -2,1308 0,148 -0,8297
2 50 50 323 0,0031 111 0,0090 -2,0458 0,18 -0,7447
2 50 60 333 0,0030 95,28 0,0105 -1,9788 0,21 -0,6778
2 50 70 343 0,0029 77,46 0,0129 -1,8894 0,258 -0,5884
VII. PERHITUNGAN
1) Pembuatan Larutan
- Larutan Na2S2O3 0,25 M, 250 ml
gr = M × V × BM
= 0,25 mol⁄l × 0,25 l × 248,21 gr⁄mol
= 15,5131 gr

- Larutan HCl 1 M, 100 ml


ρ = 1,19 gr/ml
% = 37%
BM = 36,5 gr⁄mol
ρ × % × 1000
M1 =
BM
1,19 gr/ml ×0,37 ×1000
=
36,5 gr/mol
= 12,0630 M

M1V1 = M2V2
12,0630 M × V1 = 1 M × 100 ml
V1 = 8,2898 ml

2) Pengaruh Konsentrasi terhadap Laju Reaksi


- Menentukan konsentrasi Na2S2O3 pada campuran
a) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 50 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,25 M

b) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 40 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,2 M

c) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 30 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,15 M

d) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 20 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,1 M

e) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 10 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,05 M
f) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 5 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,025 M
- Menentukan harga V (laju reaksi)
1
V=
waktu(t)
1 1
A. V = = 0,0833 d) V = = 0,0246
12 40,57

1 1
B. V = = 0,0529 e) V = = 0,0080
18,89 125,42

1 1
C. V = = 0,0359 f) V = = 0,005
27,87 200

Laju Reaksi Konsentrasi Na2S2O3 Konsentrasi HCl


0,0833 0,25 M 1M
0,0529 0,2 M 1M
0,0359 0,15 M 1M
0,0246 0,1 M 1M
0,0080 0,05 M 1M
0,005 0,025 M 1M

- Menghitung orde reaksi Na2S2O3 yang diambil dari data percobaan 1 dan
percobaan 5, maka:
V1 K [Na2 S2 O3 ]x [HCl]y
=
V5 K[Na2 S2 O3 ]x [HCl]y
0,0833 K [0,25]x [1]y
=
0,0080 K [0,05]x [1]y
10,4125 = [5] 𝑥

log 10,4125 = 𝑥. log 5

1,0176 = 𝑥. 0,6990

𝑥 = 1,4558
Maka diperoleh orde reaksi Na2S2O3 adalah 1,4558

3) Pengaruh Suhu terhadap Laju Reaksi


- Menghitung harga V dan log V
1
𝑉=
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑡)
1
a) V = = 0,0062 ,log V = -2,2076
159,82
1
b) V = = 0,0074 ,log V = -2,1308
135,57
1
c) V = = 0,0090 ,log V = -2,0458
111
1
d) V = = 0,0105 ,log V = -1,9788
95,28
1
e) V = = 0,0129 ,log V = -1,8894
77,46

- Menghitung harga K dan log K


 Menghitung konsentrasi Na2S2O3 dalam campuran
M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 10 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,05 M

 Menghitung harga K dan log K


V
K=
[Na2 S2 O3 ][HCl]

0,0062
a) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,124 ,log K = -0,9066

0,0074
b) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,148 ,log K = -0,8297

0,0090
c) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,18 ,log K = -0,7447

0,0105
d) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,21 ,log K = -0,6778

0,0129
e) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,258 ,log K = -0,5884
VIII. GRAFIK PERCOBAAN
Step C

Step D
Penentuan Ea (Energi Aktivasi) berdasarkan grafik pada step D

1) Persamaan garis lurus dari grafik antara suhu dan laju reaksi (detik-1)
y = 5965,3x – 4,8807
Ea
Slope =
2,303R
Ea = Slope × 2,303 × R
= 5965,3 × 2,303 × 8,314
= 114218,4462 Joule
= 114,2184 KJ
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan antara laju reaksi dan suhu adalah
berbanding lurus. Semakin besar suhu maka laju reaksi juga akan semakin besar.

2) Persamaan garis lurus dari grafik antara 1/suhu dan log V


y = -0,0013x + 0,0005
Ea
Slope =
2,303R
Ea = slope × 2,303 × 8,314
= −0,0013 × 2,303 × 8,314
= 0,0249 joule

IX . ANALISA PERCOBAAN
Pada percobaan kali ini yaitu pengaruh konsentrasi dan suhu pada kecepatanreaksi
bertujuan untuk menentukan orde reaksi. Laju reaksi adalah cepat lambatnyasuatu reaksi kimia
berlangsung dimana dalam laju reaksi ini terdapat orde reaksi yaitu banyaknya faktor
konsentrasi zat yang mempengaruhi laju reaksi.

Senyawa yang digunakan pada saat praktikum ialah Na₂S₂O₃ dan HCL.Pada praktikum
kali ini dilakukan dua percobaan, yang mana percobaan pertama adalah pengaruh konsentrasi
terhadap laju reaksi. Pada percobaan kali inidigunakan larutan HCl 1 M yang volumenya 2 ml
dan larutan Na₂S₂O₃ yang volumenya dieencerkan dengan berbagai volume sehingga didapat
variasi konsentrasi Na₂S₂O₃ dicampurkan 2 ml HCL dan diaduk diatas hot plate dengan
menggunakan stirrer dan dihitung dengan stopwatch sehingga didapat waktu yang berbeda-
beda . campuran yang telah mengendap ditandai dengan perubahan larutan menjadi putih susu
yang membuat tanda silang dibawah erlenmeyer tidak terlihat . Dari hasil percobaan terlihat
bahwa semakin besar konsentrasi Na₂S₂O₃ , maka waktu yang dibutuhkan olehlarutan
mengendap akan semakin cepat , seiring dengan bertambahnya konsentrasi.

Pada percobaan kedua yaitu pengaruh suhu terhadap laju reaksi, digunakanlarutan HCl
2 ml dan larutan Na₂S₂O₃ yang volumenya 10 ml dan diencerkan menjadi 50 ml. hanya saja
suhu yang digunakan bervariasi yaitu 30°C - 70°C. Percobaan kedua, sama seperti percobaan
pertama yaitu dihitung waktu yang diperlukan agar larutan mengendap. Dari hasil percobaan,
didapatkan bahwa semakin tinggi suhu maka waktu yang diperlukan semakin cepat dan laju
reaksi pun akan semakin besar.

X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Suhu dan konsentrasi mempengaruhi laju reaksi .
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu : suhu , konsentrasi , tekanan , luas
permukaan dan katalis .
3. Semakin tinggi konsentrasi maka laju reaksi semakin cepat .
4. Semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin cepat
DAFTAR PUSTAKA
- Jobsheet 2019 . Penuntun Praktikum Kimia Fisika . Politeknik Negeri Sriwijaya :
Palembang.
- Khoiriyah, Ayu. 2013. Pengaruh Konsentrasi pada Kecepatan Reaksi.
(https://www.academia.edu/4542352/Pengaruh_Konsentrasi_pada_kecepatan_
reaksi)
GAMBAR ALAT .

Water batch Termometer Gelas kimia

Magnetic stirer Stopwatch Pipet Ukur

Bola Karet Spatula Kaca Arloji

Pipet Tetes Pengaduk Labu Takar

Anda mungkin juga menyukai