Panas Pelarutan
Disusun oleh :
I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan :
1. Dapat menentukan panas pelarutan CuSO4.5H2O dan CuSO4.
2. Dapat menghitung panas reaksi dengan menggunakan Hukum HESS.
Teori Tambahan
Tembaga(II) sulfat, juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah senyawa kimia
dengan rumus molekul CuSO4. Senyawa garam ini eksis di bumi dengan kederajatan hidrasi
yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk bubuk hijau pucat atau abu-abu putih,
sedangkan bentuk pentahidratnya (CuSO4·5H2O), berwarna biru terang.
Tembaga(II) sulfat pentahidrat akan terdekomposisi sebelum mencair pada 150 °C,
akan kehilangan dua molekul airnya pada suhu 63 °C, diikuti 2 molekul lagi pada suhu 109 °C
dan molekul air terakhir pada suhu 200 °C.
Proses dehidrasi melalui dekomposisi separuh tembagatetraaqua(2+), 2 gugus aqua
yang berlawanan akan terlepas untuk menghasilkan separuh tembagadiaqua(2+). Tahap
dehidrasi kedua dimulai ketika 2 gugus aqua terakhir terlepas. Dehidrasi sempurna terjadi
ketika molekul air yang tidak terikat terlepas. Pada suhu 650 °C, tembaga (II) sulfat akan
terdekomposisi menjadi tembaga(II) oksida (CuO) dan belerang trioksida (SO3).
Warna tembaga(II) sulfat yang berwarna biru berasal dari hidrasi air. Ketika
tembaga(II) sulfat dipanaskan dengan api, maka kristalnya akan terdehidrasi dan berubah
warna menjadi hijau abu-abu.
Tembaga sulfat bereaksi dengan asam klorida. Pada reaksi ini, larutan tembaga(II) yang
warnanya biru akan berubah menjadi hijau karena pembentukan tetraklorokuprat(II):
Cu2+ + 4 Cl– → CuCl42–
Tembaga(II) sulfat juga dapat bereaksi dengan logam lain yang lebih reaktif dari
tembaga (misalnya Mg, Fe, Zn, Al, Sn, Pb, etc.):
CuSO4 + Zn → ZnSO4 + Cu
CuSO4 + Fe → FeSO4 + Cu
CuSO4 + Mg → MgSO4 + Cu
CuSO4 + Sn → SnSO4 + Cu
3 CuSO4 + 2 Al → Al2(SO4)3 + 3 Cu
Tembaga yang terbentuk akan terlapisi di permukaan logam lainnya. Reaksi akan
berhenti ketika tidak ada lagi permukaan kosong pada logam yang dapat dilapisi oleh tembaga.
Tembaga(II) sulfat pentahidrat adalah sebuah fungisida. Namun, beberapa jamur
mampu beradaptasi dengan peningkatan kadar ion tembaga. Dicampur dengan kapur biasanya
disebut campuran Bordeaux dan digunakan untuk mengontrol jamur pada tumbuhan anggur,
melon, dan beri lainnya. Keguanaan lainnya adalah senyawa Cheshunt, sebuah campuran dari
tembaga sulfat dan amonium karbonat digunakan dalam hortikultura untuk mencegah
pelembaban pada biji. Penggunaannya sebagai herbisida bukan pertanian, melainkan untuk
kontrol searangan tanaman air dan akar tumbuhan dengan pipa yang mengandung air. Hal ini
juga digunakan di kolam renang sebagai sebuah algaecide. Sebuah larutan encer tembaga sulfat
digunakan untuk mengobati ikan akuarium dari infeksi parasit,[10] dan juga digunakan untuk
menghilangkan siput dari akuarium. Ion tembaga sangat beracun bagi ikan, sehingga perawatan
harus dilakukan dengan memperhatikan dosis. Sebagian besar spesies alga dapat dikontrol
dengan konsentrasi tembaga sulfat yang sangat rendah. embaga sulfat menghambat
pertumbuhan bakteri seperti Escherichia coli.
Untuk sebagian besar dari abad ke-20, tembaga arsenat dikrom (CCA) adalah tipe
dominan untuk pengawetan kayu. Untuk membuat pressure-treated wood, tabung yang besar
diisi dengan sebuah bahan kimia encer. Tembaga(II) sulfat pentahidrat dilarutkan di dalam air
bersama dengan zat aditif sebelum kayu ditempatkan di dalam tabung. Ketika tabung diberi
tekanan, bahan kimia diserap oleh kayu, memberikan kayu fungisida, insektisida, dan sinar
ultraviolet yang memantulkan sifat yang membantu melestarikannya.
Catatan :
Serbuk CuSO4 pentahidrat dihaluskan pada mortar.
Serbuk CuSO4 anhidrat diperoleh dengan jalan memanaskan CuSO4 pentahidrat sampai
warnanya berubah dari biru menjadi putih. Simpan dalam desikator sampai dingin dan
selanjutnya ditimbang.
V. KESELAMATAN KERJA
Dalam menjaga keselamatan kerja usahakan dalam bekerja hati-hati dan menggunakan jas
lab dan kaca pelindung. Jika anggota tubuh kena bahan kimia tuang digunakan cuci dengan air
yang mengalir.
VI. DATA PENGAMATAN
x = m.Cp. (T3-T1)
= 50 gram x 4,2 J/gr x (53-30)ºC
= 4830 J
y = m. Cp. (T2-T3)
= 50 gram x 4,2 J/gr x (80-53)ºC
= 5670 J
𝑦−𝑥
K =
𝑇3 −𝑇1
(5670−4830)𝐽
=
(53−30)º𝐶
840 𝐽
=
23º𝐶
a. CuSO4 anhidrat
Panas pelarutan = m. Cp. (T5-T4) + K (T5-T4)
= 5 gr x 4,2 J/gr x (32,4545-30)ºC + 36, 5217 J/ºC (32,4545-
30)ºC
= 5 gr x 4,2 J/gr x 2,4545ºC + 36, 5217 J/ºC x 2,4545ºC
= 51,5445 J + 89,6425 J
= 141,187 J
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
n =
𝐵𝑀
5 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑔𝑟
159,5
𝑚𝑜𝑙
= 0,0313 mol
− 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
∆H =
𝑛
−141,187 𝐽
=
0,0313 𝑚𝑜𝑙
= -4510,7668 J/mol
= -4,5108 KJ/mol
b. CuSO4.5H2O
= 5 gr x 4,2 J/gr x (29,6818-30)ºC + 36, 5217 J/ºC (29,6818-
30)ºC
= 5 gr x 4,2 J/gr x (-0,3182)ºC + 36, 5217 J/ºC x (-0,3182)ºC
= -6,6822 J + (-11,6212) J
= -18,3034 J
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
n =
𝐵𝑀
5 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑔𝑟
249,5
𝑚𝑜𝑙
= 0,02 mol
− 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
∆H =
𝑛
−(−18,3034) 𝐽
=
0,02 𝑚𝑜𝑙
= 915,17 J/mol
= 0,9152 KJ/mol
Maka :
CuSO4(S) + aq → CuSO4(aq) ∆H = -4,5108 KJ/mol
CuSO4.5H2O(s) + aq → CuSO4(aq) + 5H2O(aq) ∆H = 0,9152 KJ/mol,
Sehingga :
CuSO4(s) + aq → CuSO4.5H2O(s)
Hukum Hess
∆H = ∆H CuSO4 - ∆H CuSO4.5H2O
= -4,5108 KJ/mol – 0,9152 KJ/mol
= -4,426 KJ/mol
VIII. GRAFIK PENGARUH WAKTU TERHADAP SUHU
IX. ANALISA PERCOBAAN
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah panas pelarutan, dimana panas
pelarutan adalah perubahan entalpi yang menyertai pelarutan senyawa. Senyawa yang
akan ditentukan nilai pelarutannya adalah CuSO4 anhidrat (tanpa kandungan air) dan
juga CuSO4.5H2O.
Sebelum menentukan panas pelarutan, terlebih dahulu menentukan tetapan
kalorimeter dengan melakukan pencampuran antara aquadest bersuhu ruang (30ºC) dan
aquadest yang dipanaskan (80ºC) sehingga akan didapatkan suhu pencampurannya,
dimana suhu yang telah dipanaskan akan diaplikasikan ke dalam rumus perhitungan.
Nilai tetapan kalorimeter yang kami dapatkan adalah sebesar 36,5217 J/ºC.
Pada percobaan kedua, dilakukan dengan memasukkan 100 ml aquadest ke
dalam kalorimeter dan diukur suhunya. Lalu, menambahkan 5 gram CuSO4.5H2O ke
dalam kalorimeter yang telah diisi dengan aquadest. Suhu campuran mengalami
penurunan yang disebabkan karena CuSO4.5H2O telah mengandung air sehingga pada
saat dilarutkan dalam air terjadi interaksi antara keduanya yang menyebabkan suhu
campuran turun dan terjadinya reaksi eksoterm (sistem melepas kalor ke lingkungan).
Penurunan suhu yang terjadi selama 5 menit adalah dari 30ºC menjadi 29,5ºC.
Selanjutnya adalah melakukan langkah yang sama dengan percobaan kedua,
tetapi bahan yang digunakan adalah CuSO4 anhidrat. Suhu campuran mengalami
penurunan dari 33ºC menjadi 32,5ºC. Namun pada teorinya, suhu akan mengalami
kenaikan karena sistem menyerap kalor dari lingkungan . Hal ini disebabkan karena
CuSO4 tidak mengandung air, dan saat dicampurkan dengan air terjadi tarik-menarik
antara keduanya dan menyebabkan naiknya suhu.
Setelah didapatkan suhu dari masing-masing campuran, dapat ditentukan bahwa
nilai panas pelarutan CuSO4.5H2O adalah -18,3034 J dan CuSO4 anhidrat adalah
+141,187 J. Dalam percobaan ini dihasilkan bahwa panas pelarutan CuSO4 anhidrat
lebih tinggi dibandingkan dengan CuSO4.5H2O, hal ini dikarenakan kandungan air pada
CuSO4.5H2O akan memperkecil massa CuSO4 murni. Karena kalor berbanding lurus
dengan massa, maka CuSO4 anhidrat menghasilkan kalor yang lebih besar dan panas
pelarutan yang lebih tinggi
Sesuai dengan hukum HESS atau yang juga dikenal dengan hukum
penjumlahan kalor, maka setelah diketahui kalor dari masing – masing zat, kalor akan
dibagi dengan jumlah mol dan hasilnya akan ditambahkan. Dari percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan nilai ∆H nya sebesar -5,426 KJ/mol.
X. KESIMPULAN
1. Panas pelarutan adalah perubahan entalpi yang menyertai pelarutan suatu senyawa.
2. Nilai tetapan kalorimeter yang didapat adalah sebesar 36,5217 J/ºC.
3. Nilai panas pelarutan dari CuSO4.5H2O adalah -18,3034 J dan CuSO4 anhidrat
adalah +141,187 J.
4. Nilai panas reaksi (∆H) yang didapatkan adalah sebesar -5,426 KJ/mol.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Politeknik Negeri
Sriwijaya: Palembang.
Morlina, Anadiya. 2014. Panas Pelarutan.
https://id.scribd.com/document/261521902/Laporan-Panas-Pelarutan
Martilijonjong, Gunawan. 2015. Laporan Tetap Panas Pelarutan.
https://id.scribd.com/doc/258123248/Laporan-Tetap-Panas-Pelarutan
GAMBAR ALAT
Disusun oleh :
Kelompok 2
Hasna Salsabila (061830400295)
Indah Riani (061830400296)
Juandito Yudhatama (061830400297)
Muhammad Arfan (061830400298)
Putri Maya Safira (061830400299)
Siti Nada Salsabilah (061830400305)
Kelas : 2KB
Instruktur : Meilianti, S.T., M.T.
I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan:
1. Dapat menentukan sifat biner dengan membuat diagram temperatur versus
komposisi.
2. Dapat menentukan indeks bias campuran.
Dalam larutan ideal sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat
kedua komponennya. Contoh sistem benzena-toulena, sedangkan larutan non ideal
adalah larutan yang tidak memiliki sifat-sifat diatas. Larutan ini dapat dibagi 2
golongan yaitu:
1. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi. Dimana
akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu.
Contoh: sistem aseton-karbon disulfida dan sistem HCl-air.
2. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume konstraksi. Dimana
akan menghasilkan titik didih minumum pada sistem campuran.
Contoh: sistem benzena-etanol dan sistem aseton-kloroform.
Dalam percobaan ini komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan.
Untuk membuat diagram T-X maka harga x tidak dihitung pada tiap-tiap titik didig
tetapi dengan mengukur indeks bias pada beberapa komposisi tertentu dari larutan.
Kemudian dibuat dahulu grafik standart komposisi versus indeks bias. Komposisi
dapat dihitung sebagai berikut:
Misalnya mencampurkan a ml aseton dengan massa jenis 1, dengan b ml kloroform
massa jenis 2, maka komposisinya adalah:
𝑎 𝜌1 ⁄𝑀1
𝑋1 =
𝑎 𝜌1 ⁄𝑀1 + 𝑏 𝜌2 ⁄𝑀2
M1 = massa molekul aseton = 58, dan M2 = massa molekul CHCl3 = 119,5.
Dari grafik standart akan diturunkan menjadi bentuk grafik antara lain:
Kloroform
Kloroform (CHCl3) dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius,
akan tetapi penggunaannya sudah dilarang karena dapat merusak liver dan ginjal.
Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut non polar di laboratorium.
Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas.
Campuran Aseton-Kloroform
Campuran antara aseton dan kloroform merupakan larutan non ideal
penyimpangan negatif yang mempunyai volume kontraksi, sehingga menghasilkan
tekanan uap minimum pada campuran. Pada tekanan minimum ini, campuran
mempunyai titik didih yang konstan. Karena tekanan uap berbanding terbalik dengan
titik didih, maka pada saat tercapai tekanan uap minimum, titik didihnya menjadi
maksimum. Titik tersebut disebut dengan titik azeotrop.
Campuran azeotrop tidak dapat didestilasi biasa, karena ketika dididihkan, fase
uap yang dihasilkan mempunyai komposisi yang sama dengan fase cairnya. Campuran
azeotrop biasanya dipisahkan dengan destilasi fraksionasi. Destilasi fraksionasi
adalah proses pemisahan destilasi ke dalam bagian-bagian dengan titik didih makin
lama makin tinggi yang selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk
destilasi ulang.
V. KESELAMATAN KERJA
Dalam melakukan percobaan ini gunakan jas praktikum dan kaca pelindung,
dan jangan menghirup zat yang digunakan. Dalam memakai refraktometer sebelum dan
sesudah dipakai bersihkan lensanya dengan zat cair organik sebagai pembersih
(misalnya aseton)
1.4
1.39
1.38
1.37
1.36
1.35
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Fraksi mol kloroform
60
58
56
54
52
50
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Fraksi Mol Kloroform
XII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa:
1. Campuran antara kloroform dan aseton adalah campuran azeotropik maksimum.
2. Semakin besar komposisi kloroform atau semakin kecil komposisi aseton maka
indeks biasnya semakin besar.
XIII. PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan kesetimbangan fase.
2. Kapan sistem dua komponen mencapai titik didihnya.
3. Apa yang dimaksud titik azeotrop, ada berapa macam, jelaskan.
4. Bagaimana mendapatkan diagram T-X.
Jawab:
1. Kesetimbangan fase adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki komposisi
yang pasti pada kedua fasanya pada sushu dan tekanan tertentu, biasanya pada fasa
cair dan uapnya.
2. Sistem dua campuran mencapai titik didihnya saat kedua campuran temperaturnya
sama dengan temperatur luar. Saat dalam larutan sifat komponen yang satu akan
mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga larutan yang dihasilkan terletak
diantara sifat kedua komponennya atau pada saat larutan non ideal positif maupun
negative mempunyai volume ekspansi dan volume konstruksi dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum dan minimum pada system campuran.
3. Titik azeotropik adalah dimana titik dua campuran saling melarutkan. Dimana suatu
keadaan campuran mempunyai komposisi difase uap dengan fase cairnya. Macam-
macamnya:
1) Campuran azeotropik maksimum adalah titik dimana garis titik-titik didih
mencapai maksimum, garis titik-titik tekanan uapya mencapai titik itu.
2) Campuran azeotropik minimum adalah dimana titik-titik didih campuran dua
zat cair yang saling melarut menunjukkan adanya titik minimum.
4. Mendapatkan diagram T-X yaitu dengan mengukur indeks bias pada komposisi
tertentu dari larutan. Kemudaian dibaut grafik standar komposisi vs indeks bias.
Disusun oleh :
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Dapat mengetahui dan menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu zat
terlarut.
2. Dapat menggambarkan phase diagram tiga komponen
3. Dapat mengaplikasikan dalam menentukan komposisi kadar minyak
pengering dalam zat.
Pada salah satu sisinya ditentukan dua titik yang menggambarkan jumlah kadar zatdari masing-
masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari kedua titik ituditarik garis
sejajar dengan sisi dihadapnya, titik dimana kedua garis itu menyilang,menggambarkan kadar
masing-masing.
Tentukanlah titik yang menggambarkan jumlah kadar masing-masing komponen dari
campuran 15,1% khlroform, 50. 2% asam asetat dan 34,7% air dalam segitiga.
Pada sisi khloroform asam asetat ditentukan titik 15,1 kadar khloroform dan titik 50,2% (kadar
asam asetat). Dari titik 15,1 ditarik garis yang sejajar dengan sisi asam asetat air dan dari titik
50,2 ditarik sejajar dengan khloroform air. Titik silang dari kedua garis iniyaitu titik x
menunjukkan jumlah kadar masing- masing kimponen campuran khloroform- asam asetat- air.
Contoh yang lain :
Titik 0 menyatakan komposisi 50% berat asam asetat, 10% berat vinil asetat dan 40% berat air
campuran tersebut dua pasang sama sekali dapat bercampur dan satu pasang cairan sama sekali
tidak dapat bercampur.
Bila air ditambahkan ke vinil asetat sepanjang garis bc, air mula-mula akan larut, dan terbentuk
suatu larutan yang homogen. Namun begitu air ditambahkan, terjadi keadaan jenuh pada
komposisi x, dan akan terjadi dua phase cair yaitu vini lasetat yang jenuh dengan air dan sedikit
air yang jenuh oleh vini lasetat, yang komposisi z tidak berasosiasi, asosiasi terjadi karena
terbentuknya ikatan – ikatan hidrogen.
% gram ml x Gram Ml X
Konsentrasi Air
(ml)
% gram ml x
0,1 0,9
0,2 0,8
0,3 0,7
0,4 0,6
0,5 0,5
0,6 0,4
0,7 0,3
0,8 0,2
0,9 0,1
𝑚
2. V= 𝜌
4𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=2,7 mI
𝑚
3. V= 𝜌
6𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=4,0 mI
𝑚
4. V= 𝜌
8𝑔𝑟
=
1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=5,4 mI
𝑚
5. V= 𝜌
10𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=6,79 mI
𝑚
6. V= 𝜌
12𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=8,15 mI
𝑚
7. V= 𝜌
14𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=9,51 mI
𝑚
8. V= 𝜌
16𝑔𝑟
=1,48𝑔𝑟/𝑚𝐼
=10,86 mI
Menentukan Mol
A.KhIoroform
BM= 119,3 gr/mol
𝑔𝑟
1. n = 𝐵𝑀
2 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0168 moI
𝑔𝑟
2. n = 𝐵𝑀
4 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0335 moI
𝑔𝑟
3. n = 𝐵𝑀
6 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0502 moI
𝑔𝑟
4. n = 𝐵𝑀
8 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0670 moI
𝑔𝑟
5. n = 𝐵𝑀
10 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,0837 moI
𝑔𝑟
6. n = 𝐵𝑀
12 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1005 moI
𝑔𝑟
7. n = 𝐵𝑀
14 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1172 moI
𝑔𝑟
8. n = 𝐵𝑀
18 𝑔𝑟
=119,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝐼
=0,1340 moI
2) Konsentrasi 20 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,0335𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,4346 = 0,770
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑜𝐼
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,1567 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,4346 𝑚𝑜𝐼 = 0,3605
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,244𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,4346 𝑚𝑜𝐼 = 0,5623
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3) Konsentrasi 30 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1371 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,4095 𝑚𝑜𝐼 = 0,1225
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼C4H6O3 0,1371 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,4095 𝑚𝑜𝐼 = 0,3347
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,2222 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,4095 𝑚𝑜𝐼 = 0,5426
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
4) Konsentrasi 40 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,0670 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,3956 𝑚𝑜𝐼 = 0,1693
𝑚𝑜𝐼𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,1175 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,3956 𝑚𝑜𝐼 = 0,2970
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,2111 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,3956 𝑚𝑜𝐼 = 0,5336
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
5) Konsentrasi 50 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,0837 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,2928 𝑚𝑜𝐼 = 0,2858
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,098 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,2928 𝑚𝑜𝐼 = 0,3346
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,1111 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,2928 𝑚𝑜𝐼 = 0,3794
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
6) Konsentrasi 60 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1005𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,2232 𝑚𝑜𝐼 = 0,4502
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,0783𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,2232 𝑚𝑜𝐼 = 0,3508
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,0444 𝑚𝑜𝐼
H2O = = 0,2232 𝑚𝑜𝐼 = 0,1989
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
7) Konsentrasi 70 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1172 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = 0,2151 𝑚𝑜𝐼 = 0,5448
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,059 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = 0,2151 𝑚𝑜𝐼 = 0,2743
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,0389 𝑚𝑜𝐼
H2O = = = 0,1808
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,2151𝑚𝑜𝐼
8) Konsentrasi 80 %
Fraksi moI:
𝑚𝑜𝐼 𝐶𝐻𝐶𝑙3 0,1340 𝑚𝑜𝐼
CHCl3 = = = 0,6667
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,201 𝑚𝑜𝐼
𝑚𝑜𝐼 C4H6O3 0,0392 𝑚𝑜𝐼
C4H6O3 = = = 0,1950
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,201 𝑚𝑜𝐼
𝑚𝑜𝐼 H2O 0,0278 𝑚𝑜𝐼
H2O = = = 0,138
𝑚𝑜𝐼 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 0,201 𝑚𝑜𝐼
VIII. Analisa Data
Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat cair tiga
komponen dengan metode titrasi. Dalam percobaan ini cairan yang dipergunakan adalah
kloroform, aquadest, dan asam asetat anhidrat. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah
pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling
larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan kloroform dan asam
asetat anhidrat yang saling melarut dan kemudian dititrasi dengan aquadest.
Dari percobaan, kloroform dan asam asetat mampu melarut dengan baik. Hal ini dikarenakan
antara kloroform dan asam asetat dapat saling berikatan. Dimana kloroform dapat berikatan
disekitar gugus alkil dari asam asetat yang bersifat non polar pada gugus CH3 nya.
Ketika titrasi dengan aquadest dilakukan, terjadi pemisahan antara campuran kloroform dengan
asam asetat. Hal ini dikarenakan asam asetat membentuk ikatan hydrogen yang lebih kuat
dengan molekul air pada bagian –OH dari gugus COOH asam asetatnya. Oleh karena itu, asam
asetat yang awalnya berikatan dnegan kloroform akan terpisah dan berikatan dengan air. Hal
ini disebabkan karena sifat kloroform yang tidak melarut dalam air sehingga kloroform yang
mulanya berikatan dengan asam asetat akan terlepas dan terpisah membentuk dua larutan
ternen terkonyugasi yang ditandai dengan terbentuk larutan keruh. Karena kemapuannya yang
dapat melarut dengan air dan juga kloroform, maka asam asetat anhidrat dikenal sebagai pelarut
yang bersifat semi-polar.
IX. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
- Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi dua
komponen cair yang saling melarut dengan sempurna.
- Asam asetat glasia adalah pelarut yang bersifat semi polar karena kemampuannya yang
dapat melarut dengan kloroform dan air.
- Semakin banyak asam asetat galsial yang dicampurkan dengan kloroform maka
seamakin banyak pula air yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen.
X. Pertanyaan
1) Bagaimana cara untuk memperoleh kurva perbedaan (perubahan) kelarutan terhadap
temperatur ?
Caranya dengan melengkapi data pengamatan berupa berat masing-masing komponen dan
suhunya. Dari berat komponen dapat diperoleh persentase beratnya tersebut dapat digambarkan
kurvanya.
Pipet Ukur
Erlenmeyer
Disusun oleh :
2. Dasar teori
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar
dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a
yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi
kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung. Dalam reaksi endoterm, energi
yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi
eksoterm, yang membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari
luarbuntuk mengaktifkan reaksi tersebut (Castellan GW. 1982).
Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan
dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi
aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat
berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi reaktan
menjadi produk, maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm. Persamaan Arrhenius
mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi,
dimana A adalah faktor frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah
temperatur dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas dapat
diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur (Atkins PW. 1999).
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan
tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan
ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda ( membentuk
senyawa produk ) (Castellan GW. 1982).
Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan yang baru,
yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan reaktan putus dan beberapa ikatan
baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan
produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi kompleks. Dalam keadaan transisi kompleks,
memiliki campuran antara produk dan reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk
yang terbentuk dapat membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup
tinggi, karena sistem tidak stabil (Vogel. 1994)
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai
dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm
ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi
kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan
adalah :
𝐸𝑎
𝐾 = 𝐴𝑒 𝑅𝑇
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
𝐸𝑎
ln 𝐾 = ln 𝐴 − ( )
𝑅𝑇
𝐸𝑎 1
ln 𝐾 = − 𝑥 + ln 𝐴
𝑅𝑇 𝑇
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan
dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis
dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersep ln A. Jika suatu reaksi
memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada waktu t adalah
a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
𝑎
𝑘𝑡 = ln( )
𝑎−𝑥
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
1 1
𝑘= ln( )
𝑡 1/𝑛 1 − 1/𝑛
Dari persamaan diatas dapat dibuat kurva ln k sebagai fungsi 1/t akan merupakan sebuah garis
lurus dengan slop-ea/R dan akan memotong sumbu ln/k pada ln A .
Energi aktivasi merupakan suatu energi minimum yang harus dilewati oleh suatu reaksi
misalnya a = produk
Pada reaksi a supaya menjadi produk , Ea merupakan energi penghalang yang harus diatasi
oleh reaksi a . molekul a dalam hal ini dengan jalan melakukan tumbukan antar molekul .
Suatu reaksi dapat terjadi bila energi yang diperoleh selama tumbukan tersebut berhasil
melewati energi aktivasi (Ea) tumbukan terjadi antara dua molekul yang berbeda . misalnya a
dan b ( reaski bimolekuler ) energi penghalang a dan b membentuk kompleks aktif :
A + B ↔ A ..... B ↔ produk
Komplek aktif
Secara diagram dapat dogambarkan :
4. Keselamatan
Karena dalam percobaan ini hanya menggunakan alat yang cukup sederhana dan bahan
kimia yang relatif encer . maka untuk menjaga keselamatan pada waktu melakukan
percobaan ini gunakan kaca mata dan jas praktikum , selain itu dalam bekerja dilab
jangan ceroboh , tetapi melakukan sesuai dengan ketentuan yang ada .
5. Langkah kerja
a. Menyiapkan sistem seperti pada tabel berikut pada tabung reaksi yang terpisah :
tabung 1 Tabung 2
Vol vol Vol vol Vol Vol kanji
Sistem S₂O₃2- H₂O ml KI H₂O ml S₂O₃2- ml
ml ml ml
6 5 5 10 - 1 1
b. Mendinginkan tabung 1 dan tabung 2 ke dalam gelas piala yang berisi campuran air
dan es sampai suhu kedua tabung reaksi tersebut sama dengan yang ada di dalam
gelas ukur / gelas piala.
c. Campuran isi kedua tabung reaksi tersebut dan menghidupkan stopwatch untuk
mengukur waktu yang diperlukan sampai campuran berubah menjadi biru . Selain
itu mencatat suhu awal dan akhir titrasi .
d. Mengulangi percobaan tersebut untuk suhu yang berbeda (antara 0-40^c) . Setiap
kali melakukan percobaan, catat suhu dan waktu reaksi yang diperlukan .
6. Data pengamatan
No Suhu rata- Waktu reaksi T(K) 1/T (K-1) Ln 1/waktu k Ln k
rata (°c) (dtk)
1 38.25 48 311.25 0,003213 -3,8714 0,002083 -6,17395
2 34.5 73 307.5 0,003252 -4.2904 0,001370 -6,59294
3 28 112 301 0,003322 -4,7185 0,0008928 -7,02115
4 22.5 125 295.5 0,003384 -4.8283 0,0008 -7,13090
5 13 200 286 0,003495 -5.2983 0,0005 -7,60090
7. Perhitungan
a. Pembuatan larutan
Pembuatan larutan k2s2o8 0,1 m sebanyak 50 ml
Gram = m x v x bm
= 0,1 mol/l x 0,05 l x 270,32 gr/mol,
= 1,3516 gram
Pembuatan larutan KI 0,1 m sebanyak 50 ml
Gram = m x v x bm
= 0,1 mol/l x 0,05 l x 116 gr/mol
= 0,83 gram
Pembuatan larutan kanji 3% dalam 100 ml
Gram = %berat x v
= 3% x 100
= 3 gram
Pembuatan larutan H2O2 0,04 m sebanyak 50 ml
M1 = 0,04 m % = 30 %
V2 = 50 ml bm = 34 gr/mol
P = 1,11 gr/ml
V1 ?
𝑝 𝑥 % 𝑥 1000
M1 = 𝑏𝑚
𝑔𝑟
1,11 𝑥 0,3 𝑥 1000
𝑚𝑙
= 𝑔𝑟
34
𝑚𝑜𝑙
= 9,7941 m
M1 . v1 = m2 . v2
9,7941 m . v1 = 0,04 m . 50 ml
2 𝑚𝑚𝑜𝑙
V1 = 𝑚𝑚𝑜𝑙
9,7941
𝑚𝑙
V1 = 0,2 ml
b. Perhitungan konsentrasi
M H2O2 = 0,04 M
V H2O2 = 5 ml
V total = 22 ml
𝑚 𝐻2𝑂2 𝑋 𝑉 𝐻2𝑂2 0,04 𝑚 𝑥 5 𝑚𝑙
[H2O2] awal = = = 0,00909 𝑀
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 22 𝑚𝑙
𝑚 𝐻2𝑂2 0,04 𝑚
[H2O2] bereaksi = 𝑛 𝐻2𝑂2 𝑋 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = = 0,000909 𝑀
2 𝑥 22 𝑚𝑙
c. Perhitungan nilai K
K = [H2O2] bereaksi
[H2O2] awal x t
1) t = 48 K= 0,000909 = 0,002083
0,000909 x 48
2) t = 73 K= 0,000909 = 0,001370
0,000909 x 73
y = -11276x + 32,263
m = -11276
ln K = - Ea/RT + ln A
m = - Ea/R
Ea = - (m X R)
= - (-11276 x 8,314)
= 93,748664 KJ/mol
Y = mx + c
Y = -4709,9x + 8.7961
− 𝐸𝑎 1
Ln k = 𝑅
. 𝑇 + ln 𝐴
−𝐸𝑎
= −4709.9
𝑅
− 𝐸𝑎
= −4709,9
𝑗
8,314
𝑚𝑜𝑙
Ea = 39158,1086 j/mol
= 39,15811 kj/mol
Ln A = 8,7961
A = e 8,7961
A = 6608,4208
8. Analisa percobaan
Pada percobaan kali ini adalah persamaan arrhenius dan energi aktivasi bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan dapat menghitung energi aktivasi dari
data hasil percobaan yang didapat dengan menggunakan persamaan arrhenius .
Pertama menyiapkan dua buah tabung reaksi untuk setiap variasi suhu . Tabung pertama
diisi dengan mencampurkan antara larutan k2s2O8 dan H2O2 Sedangkan tabung kedua
diisi dengan KI , K2S2O8 dan larutan amilum (pati kanji) setelah suhu masing-masing
sama.
Mencampurkan kedua larutan hingga terbentuk warna biru untuk pertama kalinya dan
mencatat waktunya dengan stopwatch . Waktu ketika terjadi perubahan warna ini yang
digunakan sebagai waktu reaksi . Waktu reaksi ini digunakan untuk menghitung nilai K
dan Ln K , serta suhu campuran yang terbentuk akan digunakan untuk menghitung 1/T
dengan menggunakan persamaan arrhenius.
Penambahan larutan H2O2 berfungsi sebagai Oksidator dan k2S2O8 sebagai reduktif
selanjutnya berikatan dan bereaksi dengan amilum setelah k2S2O8 pada campuran habis
bereaksi dan hal ini digunakan sebagai waktu akhir reaksi . Waktu dimana muncul warna
biru pertama kali atau saat terjadi perubahan warna reaksi yang diukur adalah reaksi
hidrogen peroksida dengan kalium iodida.
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi berlangsung pada
temperatur yang lebih tinggi . Pada temperatur yang lebih tinggi , ion-ion pereaksi akan
memiliki energi kinetik yang lebih besar . Berdasarkan teori tumbukan , energi kinetik yang
lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel akan menjadi lebih sering , sehingga
reaksi akan lebih cepat berlangsung . Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi yaitu suhu
, faktor frekuensi , katalis , semakin kecil harga Ln K maka harga 1/T rata-rata semakin
besar .
9. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi berbanding terbalik
2. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena
energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar .
3. Semakin kecil harga Ln K maka harga 1/T rata-rata besar .
4. Semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan kecil dan semakin
sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi .
Disusun oleh :
1. TUJUAN PERCOBAAN
Menggunakan salah satu manfaat metode titrasi, yakni untuk penentuan konstanta kecepatan
reaksi.
2. DASAR TEORI
Kecepatan reaksi kimia berbanding lurus dengan konsentrasi dari reaktan dan
biasannya di nyatakan dalam bentuk konsentrasi dari salah satu reaktan atau salah satu produk.
T = Waktu
Secara Umum :
A+B+C Produk
Dimana :
Jika salah satu dari reaktan sangat berlebih, maka konsentrasinya dianggap tetap selama
berlangsungnya reaksi, maka reaksi akan mengikuti orde tingkat satu. Misal konsentrasi dari
iodida pada reaksi diatas besar, maka selama terjadi reaksi konsentrasi ini dianggap tetap (tidak
berubah ).
Atau
Dimana :
Jika dibuat grafik log (a-x) versus t akan didapat garis lurus dengan harga k’ diperoleh dari
harga slope.
4. PROSEDUR KERJA
3. Apabila tempratur sufah konstan pada 250C, larutan KI dituang kedalam K2S2O8 dan
stopwatch dinyalakan secara serentak. Labu ditutup untuk menghindari lepasnya Iodida.
4. Pada pengukuran dicatat pada interval waktu (3, 8, 15, 20, 30) menit, 10 ml diambil dari
masing-masing campuran lalu ditambahkan 10 ml aquades. Pengenceran ini menyebabkan
reaksi berjalan lambat.
5. Masing-masing dari 10 ml sampel dititrasi dengan 0,02 M Natrium Tio Sulfat (x ml)
digunakan indicator kanji.
6. 50 ml sisa larutan KI dicampur dengan sisa Kalium Perisulfat lalu labu ditutup dan
dipanaskan hingga tempratur 600C.
7. Larutan didinginkan hingga suhu konstan 250C, kemudian dengan langkah yang sama
dengan prosedur 3, dilakukan titrasi dengan larutan Natrium Tio Sulfat 0,02 M.
5. DATA PENGAMATAN
1. Pembuatan Larutan
Gr = N V Mr
= 0,01 ek/L x 0,05 L x 248,21 / 2 gr/ek
= 0,31026 gram
2. Perhitungan Konsentrasi
= 0,00825 M
b. T= 8 menit
V titran = 5,1 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 5,1 𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,01275 M
c. T = 15 menit
V titran = 6,3 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 6,3 𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,01575 M
d. T= 20menit
V titran = 7,5 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 7,5𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,01875M
e. T= 30 menit
V titran = 8.7 Ml
𝑀 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
M analit = 𝑉 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡
0,005𝑀 𝑥 8,7 𝑀𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,02175 M
f. T= 40 menit
V titran = 9,2 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 9,2𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,023 M
g. T= 50 menit
V titran = 12 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 12 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,03 M
h. T= 60 menit
V titran = 13,9 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 13,9 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,03475 M
a. T= 3 menit
V titran = 8,8 Ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 8,8 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,022 M
b. T= 8 menit
V titran = 9,7 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 9,7 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,02425 M
c. T= 15 menit
V titran = 10,1 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 10,1 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,02525 M
d. T= 20 menit
V titran = 10,5 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 10,5 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,02625 M
e. T= 30 menit
V titran = 11,7 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑥 11,7𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,02925 M
f. T= 40 menit
V titran = 12,5 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005 𝑀 𝑥 12,5 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,03125 M
g. T= 50 menit
V titran = 13,6 ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 13,6 𝑚𝑙
=
2 𝑀𝑙
= 0,034 M
h. T= 60 menit
V titran = 14,8ml
𝑴 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 𝑽 𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏
M analit = 𝑽 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕
0,005𝑀 𝑥 14,8 𝑚𝑙
= 2 𝑀𝑙
= 0,037M
K1 = slope = -0,0116
B = konsentrasi analit
a. T = 5 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,00825
= -0,8755
b. T= 8 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,01275
= -0,9089
c. T= 15 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,01575
= -0,7365
d. T= 20 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,0187
= -0,6187
e. T= 30 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02175
= -0,5333
f. T= 40 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,023
= -0,5043
g. T= 50 meenit
K′
K2 =
b
−0,0116
= 0,03
= 0,3867
h. T= 60 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,0375
= -0.3338
a. T = 5 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,022
= -0,5273
b. T= 8 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02425
= -0,4784
c. T= 15 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02525
= -0,4594
d. T= 20 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02625
= -0,4419
e. T= 30 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,02925
= -0,3966
f. T= 40 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,03125
= -0,3712
g. T= 50 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,034
= 0,3412
h. T= 60 meenit
K′
K2 = b
−0,0116
= 0,037
= -0.3135
Grafik :
ANALISA PERCOBAAN
Praktikum kali ini adalah penentuan konstanta kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi
adalah laju perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu. Kecepatan reaksi
dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah : konsentrasi, suhu, luas permukaan dan
katalisator. Kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konstanta yang berarti kecepatan reaksi
sebanding dengan perubahan konstanta kecepatan reaksi.
Pada percobaan ini digunakan tiga larutan yaitu KI 0,4 M, Na2S2O3 0,01 N, larutan Na
dan kanji sebagai indicator reaksi titrasi. Larutan KI digunakan sebagai reaktan. Kalium
peroksodisulfat digunakan sebagai pengoksida kuat sehingga mengoksidasi dalam
membebaskan iod dari KI. Natrium Tiosulfat berfungsi sebagai penangkap ion berlebih
sehingga dapat dijadikan titran.
Percobaan dilakukan dua kali untuk dua campuran dengan suhu yang berbeda.
Campuran pertama adalahpada saat suhu konstan 25oC. larutan yang dicampurkan adalah
larutan KI dan larutan K2S2O8. Lalu setiap waktu 3,8,15,20,30,40,50,60 menit diambil
sebanyak 10 ml lalu ditambahkan 90 ml aquadest kemudian dipipet sebanyak 10 ml lalu
dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N dan menggunakan dua tetes indicator kanji, dari data
didapatkan nilai x m. lalu dicari nilai a ml dengan cara yang sama, tetpi suhu pada campuran
berbeda. Campuran terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu 60oC lalu diturunkan suhunya
hingga 25oC, lalu dilakukan titrasi seperti langkah sebelumnya. Dari data didapatkan nilai a
ml. dari semua data yang didapat dapat ditentukan nilai konstanta kecepatan reaksi.
KESIMPULAN
Disusun oleh :
I. TUJUAN
- Dapat mempelajari proses adsorbsi karbon aktif dengan larutan asam organik.
- Dapat menentukan besarnya tetapan Isoterm absorbsi Freunlich.
Efektifitas adsorbsi makin tinggi jika kedua zat adsorbat dan adsorben mempunyai polaritas
yang sama. Beberapa persamaan isotherm adsorbsi :
1. Isoterm adsorbsi Freunlich
2. Isoterm adsorbsi langmulir
3. Isoterm BET (Brunauer, Emmett, Teller)
X 1
K C n (cair – padat)……………………. (1)
m
X = jumlah zat (gr, mol) yang teradsorbsi oleh m gr. Adsorben.
C = konsentrasi zat terlarut yang bebas.
k dan n = tetapan isoterm Freunlich.
Persamaan ini berlaku untuk gas dan cair
V = K P1/n
V = jumlah gas teradsorbsi persatuan massa adsorben pada tekanan P
k dan n = tetapan tekanan P
Add 2. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa :
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanyadapat mengadsorbsi satu
molekul untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang
terserap.
b. Semua proses adsorbsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorbsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut : selalu ada
ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorbsi tidak inert dan mekanisme adsorbsi
pada molekul pertama asangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang
teradsorpsi.
P P 1
v Vm a Vm
Vm = volume gas yang dibutuhkan
V = volume gas yang sebenarnya menutupi satu satuan massa adsorbsi pada tekanan P.
KARBON AKTIF
Arang adalah padatan berpori hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon.
Arang tersusun dari atom-atom karbon yang berikatan secara kovalen membentuk struktur
heksagonal datar dengan sebuah atom C pada setiap sudutnya. Susunan kisi-kisi heksagonal
datar ini tampak seolah-olah seperti pelatpelat datar yang saling bertumpuk dengan sela-sela di
antaranya (Sudarman, 2001). Karbon aktif adalah bentuk umum dari berbagai macam produk
yang mengandung karbon yang telah diaktifkan untuk meningkatkan luas permukaannya.
Karbon aktif berbentuk kristal mikro karbon grafit yang pori-porinya telah mengalami
pengembangan kemampuan untuk mengadsorpsi gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat
yang tidak larut atau yang terdispersi dalam cairan (Murdiyanto, 2005). Luas permukaan,
dimensi, dan distribusi karbon aktif bergantung pada bahan baku, pengarangan, dan proses
aktivasi. Berdasarkan ukuran porinya, ukuran pori karbon aktif diklasifikasikan menjadi 3,
yaitu mikropori (diameter 50 nm) (Kustanto, 2000). Penggunaan karbon aktif di Indonesia
mulai berkembang dengan pesat, yang dimulai dari pemanfaatannya sebagai adsorben untuk
pemurnian pulp, air, minyak, gas, dan katalis. Namun, mutu karbon aktif domestik masih
rendah (Harfi, 2003), dengan demikian perlu ada peningkatan mutu karbon aktif tersebut.
V. LANGKAH KERJA
1. Menyiapkan 5 buah Erlermeyer 50 ml.
2. Memasukkan masing-masing 0,5 gram karbon aktif. Sebelumnya dipanaskan selama ± 15
menit.
3. Pada tiap Erlermeyer memasukkan 50 ml asam oksalat atau asam asetat.
4. Mengocok campuran tersebut selama 10 menit kemudian diamkan selama 1 jam.
5. Mengocok lagi selama 1 menit tiap 10 menit.
6. Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring.
7. Mentitrasi filtrate dengan larutan NaOH 0,1 N dan indicator fenolphtalin sampai terjadi
perubahan warna (jumlah fitrat yang dititrasi sebaiknya tidak sama antara konsentrasi asam
tertinggi dan yang terendah).
Data pengamatan
Penbuatan larutan
NaOH 0,1 N dalam 200 ml
Dik : N : 0,1 N
V : 200 ml
BE: BM : 40 gr/mol = 40 gr/ek
N 1
Dit : m ?
jawab :
m : N . V . BE = 0,1 N .200 ml . 40 gr/ek = 0,8 gr
100 1000
Asam asetat 1 N
M1 .V1 = M 2 . V2
17,4854 mol/L : V1 = 1 mol / L . 50 ml
V1 = 2,8595 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 1 N = 58,5 ml .N2
N2 = 0,1709 N
-Konsentrasi pada asam asetat 1 N
Dik = V1 : 10 ml
N1 : 0,8 N
V2 : 49,3 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,8 = 49,3 ml .N2
N2 = 0,1622 N
-Konsentrasi pada asam asetat 1 N
Dik = V1 : 10 ml
N1 : 0,6 N
V2 : 45,8 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,6 = 45,8 ml .N2
N2 = 0,1310 N
-Konsentrasi pada asam asetat 1 N
Dik = V1 : 10 ml
N1 : 0,4 N
V2 : 36,9 ml
Dit = N2 ?
Jawab
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,4 = 26,9 ml .N2
N2 = 0,1486 N
slope = n(
n () - (
=
=
=
=1,2504
intersept = n (
n () - (
=
=
=
=-1,5583
y = 1,2504 x -1,5583
Maka :
y =log (x/m)
intersept = log k
slope =
x = log x
Penyelesaian =
log k = intersept
log k = -1,5583
K =0,0276
slope =
1,2504 =
n =
n = 0,7997
jadi, k = 0,0276
n =0,7997
Analisa percobaan
Bahan yang di gunakan adalah laurtan asam asetat dengan berbagai konsentrasi,
yaitu 1N, 0,8 N,0,6 N,0,4 N dan 0,2 N larutan asam asetat bertindak sebagai adsorbat
yaitu zat yang diserap atau fase terserap kemudian digunakan karbon aktif sebagai
adsorben, yaitu zat yang menyerap zat lain.
kesimpulan
1.adsorbsi adalah proses penyerangan suatu zat pada permukaan zat lain.
2. Larutan asam asetat bertindak sebagai adsorbat (zat yang diserap) dari karbon aktif
bertindak sebagai adsorben (zar yang menyerap).
3.persamaan grafik isoterm freundlich y=1.2509 x -1,5581
n=0.0277 k = 0,7994
GAMBAR ALAT
1 2
Kaca Arloji
Erlenmeyer
3 4
Spatula
Gelas Ukur
5 6
Bola Karet
Pipet Ukur
7 8
Labu Ukur
Neraca Analitik
Laporan Tetap Praktikum Kimia Fisika
Pengaruh Konsentrasi dan Suhu pada Kecepatan Reaksi
Disusun oleh :
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan:
- Mahasiswa dapat menentukan order reaksi dari pengaruh suhu dan konsentrasi terhadap
kecepatan reaksi.
II. ALAT YANG DIGUNAKAN
- Gelas ukur 50ml - Labu takar 50ml,250ml
- Water batch - Batang pengaduk gelas
- Termometer 0-100°c - Pipet tetes
- Gelas kimia 100ml,250ml - Kaca arloji
- Magnetic stirrer - Spatula
- Stopwatch - Pipet ukur 5ml,10ml,25ml
- Bola karet
dimana:
(A) = konsentrasi A pada waktu t
K = konstanta kecepatan reaksi
untuk batasan (A) = (A°) pada waktu t = 0 dan
(A) = (A) pada waktu t = t , maka didapat
(𝐴𝑜)
Ln = kt
(𝐴)
2,303 (𝐴𝑜)
K = log
𝑡 (𝐴)
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa umtuk menetukan tetapan kecepatan reaksi orde satu
hanya diperlukan penentuan perbandingan konsentrasi pada dua waktu. besaran lain yang
berbanding lurus dengan konsentrasi dapat digunakan sebagai konsentrasi dalam persamaan
ini, karena tetapan perbandingannya akan saling menghapuskan.
2. Pembuatan HCL 1M
- Mengencerkan HCL (pa) dengan berat jenis 37% atau konsentrasi 12,0630 M dengan
volume tertentu
- Melarutkan dengan aquadest hingga dicapai konsentrasi 1M
3. Langkah percobaan
- Menempatkan 50ml Na2S2O3 0,25 M dalam gelas kimia
- Menempatkan gelas kimia tersebut diatas sehelai kertas putih yang diberi tanda silang
4. Langkah Percobaan
- Memasukkan 10ml Na2S2O3 0,25M kedalam gelas kimia,mengencerkan hingga volume
50ml
- Mengukur 2ml HCL 1M lalu memasukkan ke dalam gelas kimia
- Menempatkan gelas kimia tersebut ke dalam termostat pada suhu 30°C agar setimbang
- Menambahkan HCL kedalam gelas kimia dan pada saat bersamaan nyalakan stopwatch.
mengaduk larutan dan mencatat waktu yang diperlukan sampai terjadinya endapan.
- Mengulangi langkah diatas untuk variasi suhu 10°C
V. DATA PENGAMATAN
1 2 50 0 50 1M 0,25 M 12 0,0833
M1V1 = M2V2
12,0630 M × V1 = 1 M × 100 ml
V1 = 8,2898 ml
b) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 40 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,2 M
c) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 30 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,15 M
d) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 20 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,1 M
e) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 10 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,05 M
f) M1 V1 = M2 V2
0,25 M × 5 ml = M2 × 50 ml
M2 = 0,025 M
- Menentukan harga V (laju reaksi)
1
V=
waktu(t)
1 1
A. V = = 0,0833 d) V = = 0,0246
12 40,57
1 1
B. V = = 0,0529 e) V = = 0,0080
18,89 125,42
1 1
C. V = = 0,0359 f) V = = 0,005
27,87 200
- Menghitung orde reaksi Na2S2O3 yang diambil dari data percobaan 1 dan
percobaan 5, maka:
V1 K [Na2 S2 O3 ]x [HCl]y
=
V5 K[Na2 S2 O3 ]x [HCl]y
0,0833 K [0,25]x [1]y
=
0,0080 K [0,05]x [1]y
10,4125 = [5] 𝑥
1,0176 = 𝑥. 0,6990
𝑥 = 1,4558
Maka diperoleh orde reaksi Na2S2O3 adalah 1,4558
0,0062
a) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,124 ,log K = -0,9066
0,0074
b) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,148 ,log K = -0,8297
0,0090
c) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,18 ,log K = -0,7447
0,0105
d) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,21 ,log K = -0,6778
0,0129
e) 𝐾 = [0,05][1]
= 0,258 ,log K = -0,5884
VIII. GRAFIK PERCOBAAN
Step C
Step D
Penentuan Ea (Energi Aktivasi) berdasarkan grafik pada step D
1) Persamaan garis lurus dari grafik antara suhu dan laju reaksi (detik-1)
y = 5965,3x – 4,8807
Ea
Slope =
2,303R
Ea = Slope × 2,303 × R
= 5965,3 × 2,303 × 8,314
= 114218,4462 Joule
= 114,2184 KJ
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan antara laju reaksi dan suhu adalah
berbanding lurus. Semakin besar suhu maka laju reaksi juga akan semakin besar.
IX . ANALISA PERCOBAAN
Pada percobaan kali ini yaitu pengaruh konsentrasi dan suhu pada kecepatanreaksi
bertujuan untuk menentukan orde reaksi. Laju reaksi adalah cepat lambatnyasuatu reaksi kimia
berlangsung dimana dalam laju reaksi ini terdapat orde reaksi yaitu banyaknya faktor
konsentrasi zat yang mempengaruhi laju reaksi.
Senyawa yang digunakan pada saat praktikum ialah Na₂S₂O₃ dan HCL.Pada praktikum
kali ini dilakukan dua percobaan, yang mana percobaan pertama adalah pengaruh konsentrasi
terhadap laju reaksi. Pada percobaan kali inidigunakan larutan HCl 1 M yang volumenya 2 ml
dan larutan Na₂S₂O₃ yang volumenya dieencerkan dengan berbagai volume sehingga didapat
variasi konsentrasi Na₂S₂O₃ dicampurkan 2 ml HCL dan diaduk diatas hot plate dengan
menggunakan stirrer dan dihitung dengan stopwatch sehingga didapat waktu yang berbeda-
beda . campuran yang telah mengendap ditandai dengan perubahan larutan menjadi putih susu
yang membuat tanda silang dibawah erlenmeyer tidak terlihat . Dari hasil percobaan terlihat
bahwa semakin besar konsentrasi Na₂S₂O₃ , maka waktu yang dibutuhkan olehlarutan
mengendap akan semakin cepat , seiring dengan bertambahnya konsentrasi.
Pada percobaan kedua yaitu pengaruh suhu terhadap laju reaksi, digunakanlarutan HCl
2 ml dan larutan Na₂S₂O₃ yang volumenya 10 ml dan diencerkan menjadi 50 ml. hanya saja
suhu yang digunakan bervariasi yaitu 30°C - 70°C. Percobaan kedua, sama seperti percobaan
pertama yaitu dihitung waktu yang diperlukan agar larutan mengendap. Dari hasil percobaan,
didapatkan bahwa semakin tinggi suhu maka waktu yang diperlukan semakin cepat dan laju
reaksi pun akan semakin besar.
X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Suhu dan konsentrasi mempengaruhi laju reaksi .
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu : suhu , konsentrasi , tekanan , luas
permukaan dan katalis .
3. Semakin tinggi konsentrasi maka laju reaksi semakin cepat .
4. Semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin cepat
DAFTAR PUSTAKA
- Jobsheet 2019 . Penuntun Praktikum Kimia Fisika . Politeknik Negeri Sriwijaya :
Palembang.
- Khoiriyah, Ayu. 2013. Pengaruh Konsentrasi pada Kecepatan Reaksi.
(https://www.academia.edu/4542352/Pengaruh_Konsentrasi_pada_kecepatan_
reaksi)
GAMBAR ALAT .