Anda di halaman 1dari 71

ESTETIKA MUSIK

A. Pengertian Musik

Defnisi Musik ada beberapa defnisi dan pendapat mengenai musik menurut

beberapa filsuf, penulis, musikolog, maupun penyair, diantaranya adalah sebagai

berikut :

a. Schopenhauer, seorang filsuf dari Jerman pada abad ke-19, yang mengatakan

bahwa musik adalah melodi yang syairnya adalah alam semesta.

b. David Ewen, mendefnisikan musik sebagai ilmu pengetahuan dan seni tentang

kombinasi titik dari nada-nada, baik vocal maupun instrumental. Musik

meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang ingin

diungkapkan terutama aspek emosional.

c. Suhastjarja, seorang dosen senior Fakultas Kesenian Institut Seni Indonesia

Yogyakarta, mengemukakan pendapatnya mengenai musik adalah ungkapan

rasa indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud

nada-nada atau bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni serta

mempunyai suatu bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri

dan manusia lain dalam lingkungan hidupnya sehingga dapat dimengerti dan

dinimkatinya.

d. Dello Joio, seorang komponis Amerika, memberikan pendapatnya tentang

musik yaitu bahwa mengenal musik dapat memperluas pengetahuan dan

pandangan selain juga mengenal banyak hal lain diluar musik. pengenalan
terhadap musik akan menumbuhkan rasa penghargaan akan nilai seni, selain

menyadari akan dimensi lain dari suatu kenyataan yang selama ini

tersembunyi.

Musik adalah keindahan suara yang dapat didengar. Sumber suara ini terdapat dua

macam asalnya yang dihasilkan oleh alat-alat, dan yang dihasilkan oleh manusia.

Suara yang dihasilkan oleh alat-alat disebut instrumental, sedangkan suara yang

dihasilkan oleh manusia disebut vokal (Simanungkalit, 2008 : 1)


Musik adalah kesnian yang bersuber dari bunyi. Musik dibangun dari empat

unsur, yaitu : pertama nada atau bunyin yang teratur, kedua amplitudo atau kuat

lemahnya bunyi yang dalam bahasa musik disebut dinamik, ketiga unsur waktu yang

terdiri atas panjang pendeknya bunyi (hitungan panjangnpendeknya atau ketukan

nada) dan yang keempat timbre atau warna suara (Adjie Esa Poetra, 2005 : 28)
Musik adalah susunan nada yang harmonik dan dibunyikan pada aturan waktu

tertentu dan berdasarkan waktu tertentu. Secara teoritis dapat diartikan bahwa musik

adalah susunan tinggi atau rendahnya nada yang berjalan pada waktu. Hal ini dapat

dilihat dari notassi musik yang menggambarkan besarnya waktu dalam arah

horizontal dan tinggi rendah nada dalam arah vertikal (Dharmo Budi Suseno 2005 :

13)

B. Elemen Musik Sebagai Sumber Keindahan Musik


Elemen Musik merupakan hal (bahan) yang mendasari sebuah karya seni musik.

Ada empat unsur penting elemen dalam musik yaitu : melodi, harmoni, irama, dan

dinamika merupakan hal yang terpenting dalam membangun esensi musik. Melody

memberikan musik sebuah soul (nuansa), sedangkan irama/rhythm campuran ekspresi


harmoni dan dinamika dengan tempo dari bagian itu. Semua itu diperlukan untuk

menciptakan sebuah pola yang lebih kita kenal dengan sebutan lagu. Melody adalah

garis musik dan nada tunggal yang di mainkan secara berturut, atau pitches yang

memiliki susunan/kelompok. Karakteristik meliputi : jangkauan, bentuk, dan gerakan.


1. Melodi,
Melodi adalah susunan rangkaian nada ( bunyi dengan rangkaian teratur)

yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan

pikiran dan perasaan (Jamalus, 1998 :16). Melodi adalah naik turunnya harga

nada yang seyogyanya dilihat sebagai gagasan inti musikal, yang sah menjadi

musik bila ditunjang dengan gagasan yang memadukanya dalam suatu kerja

sama dengan irama, tempo, bentuk dan lain-lain (Ensiklopedi musik, 1992:

28). Melodi merupakan tingkatan tinggi-rendah dan panjang-pendeknya nada

dalam musik. Dalam musik melodi akan terdengar layaknya nada yang

seolah-olah bergerak menuju puncak kemudian kembali ke kondisi

sebelumnya. Melodi terdiri dari pitch, durasi, dan tone. Pitch juga biasa

disebut timbre atau warna suara. pitch merupakan suatu hal yang mengatur

serangkaian not, yang dilambangkan dengan alfabet A-G. Not-not tersebut

menjadi melodi dalam selang waktu tertentu yang dinamakan durasi. Not bisa

dihasilkan dari berbagai macam alat musik dengan warna suara yang berbeda-

beda atau dikenal dengan nama tone.


Melodi adalah suatu kesatuan frase yang terdiri dari nada-nada dengan

urutan, interval, dan tinggi rendah yang teratur. Di antara unsur-unsur seni

musik yang lain, melodi diannggap sebagai unsur yang menjadi daya tarik
musik itu sendiri. Adapun untuk menghasilkan melodi, para seniman musik

biasanya menggunakan perkusi atau alat musik melodis lainnya seperti piano,

gitar, atau bonang


Jika seniman musik ingin mengungkapkan sebagian atau penuh nada-

nada, maka melodi menjadi media penting untuk dipelajari. Lain kata, melodi

merupakan bentuk penuh atau sepenggal ungkapan nada yang ingin

disampaikan kepada penikmat musik. Tingkatan melodi yang baik adalah

melodi yang memiliki interval yang terjangkau oleh alat musik maupun oleh

suara manusia. Tidak terlalu tinggi dan juga tidak teralu rendah.

2. Harmoni

Harmonis merupakan keselarasan paduan bunyi. Secara teknis, harmoni

meliputi susunan, peranan, dan hubungan dari sebuah paduan bunyi dengan

bentuk keseluruhan. harmoni memiliki elemen interval dan akor. interval

merupakan susunan tiga nada apabila dibunyikan secara serentak akan

terdengar harmonis, sedangkan akor akan mengiringi melodi. tanpa akor akan

kehilangan separuh nyawa dan tidak akan terdengar harmonis. Bisa

diibaratkan bahwa melodi akan memenuhi komposisi seni musik secara

horizontal, sedangkan harmoni akan memenuhi aspek yang berhubungan

dengan nada-nada secara vertikal. peranan harmoni akan terlihat ketika

seorang penyanyi membawakan sebuah lagu yang diiringi menggunakan

instrumen musik. Jika terdengar indah maka dapat diartikan lagu tersebut
berhasil dibawakan dengan baik, karena memiliki paduan bunyi yang selaras

antara penyanyi dan instrumen musik yang digunakan.

Harmoni adalah sekumpulan nada yang bila dimainkan bersama-sama

menjadi bunyi yang enak di dengar. Harmoni juga bisa di artikan sebagai

suatu rangkaian akord-akord yang disusun selaras dan dimainkan sebagai

iringan musik.

Harmonis merupakan keselarasan paduan bunyi. Secara filsafat, harmoni

adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa hingga

faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Dalam

sebuah musik, unsur harmoni meliputi susunan, peranan, dan hubungan dari

sebuah paduan bunyi dengan bentuk keseluruhan. harmoni memiliki elemen

interval dan akor. interval merupakan susunan tiga nada apabila dibunyikan

secara serentak akan terdengar harmonis, sedangkan akor akan mengiringi

melodi. tanpa akor akan kehilangan separuh nyawa dan tidak akan terdengar

harmonis.

3. Irama

Irama atau biasa juga disebut ritme merupakan rangkaian gerak yang

beraturan dan menjadi unsur dasar dari musik. Ritme terbentuk dari

pengulangan bunyi, panjang pendek kata dalam sebuah lagu, atau karena

pergantian tekanan kata-kata dalam syair sebuah lagu. secara sederhana irama

atau ritme bisa diartikan sebagai penentu ketukan dalam musik. Cara
merasakan sebuah ritme yaitu dengan mendengarkan lagu secara berulang-

ulang. Ritme akan melekat di benak penikmat musik jika selalu

dilatih. Seperti misalnya ketika kita mendengarkan sebuah lagu dan dengan

tanpa sadar mengangguk-angguk mengikuti irama lagunya. Pola irama akan

memberikan perasaan ritmis, karena irama sendiri akan menggerakkan

perasaan seseorang seirama dengan gerakan fisik.

Irama (ritme) adalah pergantian panjang pendek, tinggi rendah, dan keras

lembut nada atau bunyi dalam suatu rangkaian musik. Secara sederhana,

irama dapat didefiniskan sebagai penentu ketukan dalam musik. Adapun

timbulnya unsur seni musik yang satu ini biasanya disebabkan oleh

perulangan bunyi, panjang pendek kata dalam lagu, atau karena pergantian

tekanan-tekanan kata.

Tempo merupakan ukuran kecepatan birama lagu. semakin cepat suatu

lagu dimainkan, maka semakin besar juga nilai tempo dari lagu tersebut. unsur

tempo dalam seni musik digolongkan menjadi 8, yaitu Largo (Lambat Sekali),

Lento (Lebih Lambat), Adagio (Lambat), Andante (Sedang), Moderato

(sedang Agak Cepat), Allegro (Cepat), Vivace (Lebih Cepat), dan Presto

(Cepat Sekali).

Tempo menjadi hal pokok dalam bermusik, jika tempo tidak tepat maka

seorang penyanyi bisa saja akan menyanyi lebih cepat dari iringan musiknya.

Ukuran dari tempo sendiri adalah beat. Beat merupakan ketukan yang

menunjukan banyaknya ketukan dalam satu menit. Sebagai contoh apabila ada
sebuah lagu dengan beat MM 60, ini berarti dalam satu menit terdapat 60

ketukan

4. Dinamika
Dinamik adalah keras lembutnya dalam cara memainkan musik,

dinyatakan dengan berbagai istilah seperti : p (piano), f (forte), mp

(mezzopiano), mf (mezzoforte), cresc (crescendo), dan sebagainya (Banoe,

2003: 116). Dinamika dalam seni musik dapat diartikan sebagai tanda untuk

memainkan nada dengan volume nyaring atau lembut. Keadaan nyaring

(keras) atau lembut tersebut memiliki istilah tersendiri dalam permainan seni

musik, seperti Piano (p: Lembut), Pianissiomo (pp: Sangat Lembut), Mezzo

Piano (mp: Satengah Lembut), Mezzo Forte (mf: Setengah Keras), Forte (f:

Keras), Fortissimo (ff: Sangat Keras), selain itu masih ada lagi tanda dinamik

lainnya yang digunakan yaitu crescendo dan decrescendo. Cresendo

merupakan penanda agar musik dimainkan dengan keras, sedangkan

decrescendo menandakan agar musik dimainkan dengan lembut. Dinamika

merupakan unsur yang paling kuat menunjukan emosi atau perasaan yang

terkandung dalam sebuah karya seni musik jika dibandingkan dengan unsur-

unsur seni musik lainnya. Dinamika dapat menujukan sebuah karya seni

musik memiliki nuansa sedih, riang, agresif, atau datar. Dinamika akan

memainkan perasaan seniman maupun pendengarnya sehingga akan masuk

kedalam musik yang didengarkan.


Dinamika adalah tanda untuk memainkan volume nada secara nyaring

atau lembut. Dinamika biasanya digunakan oleh komposer untuk menunjukan

bagaimana perasaan yang terkandung di dalam sebuah komposisi, apakah itu

riang, sedih, datar, atau agresif. Tanda dinamika pada umumnya ditulis

menggunakan kata-kata dalam bahasa italia. Ada dua kata dasar dalam

dinamika, piano (lembut) dan forte (nyaring) selebihnya merupakan variasi

dari dua kata ini. Keadaan nyaring (keras) atau lembut tersebut memiliki

istilah tersendiri dalam permainan seni musik, seperti Piano (p: Lembut),

Pianissiomo (pp: Sangat Lembut), Mezzo Piano (mp: Satengah Lembut),

Mezzo Forte (mf: Setengah Keras), Forte (f: Keras), Fortissimo (ff: Sangat

Keras), selain itu masih ada lagi tanda dinamik lainnya yang digunakan yaitu

crescendo dan decrescendo. Cresendo merupakan penanda agar musik

dimainkan dengan keras, sedangkan decrescendo menandakan agar musik

dimainkan dengan lembut.


Dinamika adalah tanda untuk memainkan nada dengan volume nyaring

atau lembut. Di antara unsur-unsur seni musik yang lain, dinamika menjadi

unsur yang paling kuat menunjukan perasaan yang terkandung dalam suatu

komposisi musik. Dinamika penting untuk menunjukan apakah sebuah lagu

memiliki nuansa sedih, riang, agresif, dan datar

C. Nilai Estetika Musik


Pada pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu niai estetika musik barat

dan nilai esteika musik timur (tradisi), karena pada dasarnya sudut pandang penilaian
estetika nya berbeda antara nusik barat dan musik timur, hal ini disebabkan oleh

budaya atau kultur masing-masing daerah berbeda-beda.


1. Estetika Musik Barat di Tinjau dari Periodesasi Musik
Estetika musik barat dimulai pada periode Kuno, Pertengahan,

Renaissance, Barok, Klasik, Romantik, Impressionsme, ekspressionisme, dan

periode Modern.
a. Periode Kuno,
Musik menjadi alat pemujaan dan musik diciptakan dengan aturan

yang ketat. Filsuf Yunani, yakni Plato, Aristoteles, dan Aristoxenos

mengemukakan tentang teori keindahan musik. Plato berpendapat bahwa

musik yang indah memberikan keseimbangan jiwa. Musik menenpati

kedudukan yang paling tertinggi diantara seni lain karena sifatnya yang

mudah meresap ke lubuk hai dan tidak tampak. Musik meliputi bernyayai,

memainkan isntrumen dan penampilan pentas dramatis. Keindahan

didapat pada struktur melodi, ritme, dan harmoni adalah unsur yang paling

penting untuk mewarnai dan memberi karakter.


Pemikiran musikal Yunani lebih dikenal dari pada tentang musik itu

sendiri. Dua jenis penulisan teoritis tentang seni musik yaitu (1) doktrin

kealamiahan musik yang terletak dalam kosmos, efeknya serta

kegunaanya bagi umat manusia, (2) penjelasan yang sistematik tentang

materi dan komposisi musikal. Ilosofi dan pengetahuan musik Yunani

masih dianut sampai sekarang. Teori-teori musik Yunani dikemukakan

oleh Pythagoras (500 SM) dan Aristedis Quindilianees (400 SM).


b. Periode Pertengahan,
Pada abad pertengahan pembabakan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

periode Romanesque (500-1100) dan periode Gotik (1100-1450). Periode

abad pertengahan menganut faham bahwa keindahan dipersembahkan bagi

sang Pencipta. Pada ibadah gereja Katolik, musik jernih, polos, mendatar,

dan kontemplatif. Nyanyian seperti ini disebut plan song. Musik mewarnai

ibadah berupa nyanyian, kidung, dan madah. Estetika melodi yang baik

berpangkal pada unsur yang paling dasar yaitu nada-nada masing-masing.

Tiap nada diberi warna atau mempunyai makna psikologis. Melodi

mampu mengekspresikan realitas yang tidak terbatas (Preir, 1991 : 61-62).


Salah seorang tokoh yang peduli pada keindahan musiik untuk ibadah

yaitu Gregorius Agung (540-604) dan Santo Agustinus (354-430). Musik

gregorian dianggap musiik yang paling indah. Sifatnya transendental atau

berpedoman pada keteraturan ideal dari terang Ilahi (iluminatif). Teori ini

sejalan dengan pendapat St. Agustinus dan Thomas Aquinas bahwa

pengalamn keindahan lebih berkaitan dengan intelek daripada dengan

penginderaan (sense). Pada paruh kedua periode abad perengahan atau

abad Gotik, keindahan musik tampak pada musik dengan tekstur

polifonik. Walaupun demikian musik satu suara tetap ada dan teap indah.

Keindahan musik polifonik diawali dengan tumbuhnya musik organus

(organum melo). Menurut Scrodus musik yang seakan-akan terdiri atas

susunan lebih dari sebauh melodi merupakan lambang kesempurnaan dari

keindahan alam semesta. Bersama ini pula tumbuh musik motet yang
kadang-kadang terdiri atas dua bahasa pada kalimat melodi. Keindahan ini

tidak hanya pada musik ibadah atau musik sakral, akan etapi bentuk dan

karakter musik inimuncul pada musik sekuler. Pada masa abad

pertengahan musik sakral menempati kekuasaan dunai musik barat.


c. Periode Renaissance (1400-1600)
Masa renaissance merupakan kelanjutan periode abad pertengahandan

sebagaian para ahli renaissance diawalai pada seni musik baru yaitu Ars

Nova (1350). Banyak pembaruan yang terjadi dengan musik karya Leonin

dan Perotin. Musik menjadi indah karena membuat musik didasarkan

melalui membangun atau menyusun sesuai dengan fahan eksistensial

fenomenologis modern dengan penekanan terjadinya ilham seni dalam

penciptaan . keindahan musik terjelma berkat adanya keteraturan

(matematis) pada panyusunan elemen-elemen musik (Stenzl dalam Art

Haus Musik, 2005).


Paduan suara menempati posisi yang tinggi, keindahan dinikmati

dengan menghargai dan mendengarkannya dengan berulang-ulang. Musik

bertambah rinci dan polifonis, bahkan kadang-kadang terdiri lebih dari

enam suara dan seringkali tanpa iringan. Penikmatan musik instrumental

sama dengan pada musik vokal, karena dasar struktur musik instrumental

sama dengan musik vokalyang terdiri atas susunan beberapa melodi

(kontrapuntal). Syair lagu kadang-kadang menyentuh hati, penuh

kedalaman perasaan pribadi. Pengalaman keindahan ini dapat diperoleh

dari karya Orlando Di Lasso. Ekspresi musik atau kualitas musik


mencapai tingkat tinggi. Hal ini didukung pula dengan tumbuhnya musik

duniawi berupa madrigal dan chanson. Awal lahirnya opera dengan ciri

musik renaissance yang kaya dan lebih meriahmengungkapkan lebih jelas

keindahan musik, terutama pada musik vokal.

Sejarah Renaisance erat kaitannya dengan kebangkitan dan

kesadaran intelektual. Ia merupakan kelanjutan dari proses kultural yang

telah mulai muncul abad ke 13 dan ke 14, meliputi seluruh kehidupan

manusia yang selama masa ± 1000 tahun sebelumnya tertidur didalam

kemunduran baik spiritual maupun intelektual. Salah satu sumber utama

dari semanat Renaisance adalah timbulnya pandangan hidup manusia yang

tajam dan kritis bersumber pada keinsafan akan harga diri yang akhirnya

menimbulkan rasa individualisme yang kuat, bebas dan merdeka yang

dikenal dengan “Humanisme”. Sebagai akibat dari perubahan ini

timbullah perubahan dalam bentuk musik, terutama di Italia, dimana

musik Abad Pertengahan yang melambangkan semangat gotong royong

ideal dan kolektif berubah menjadi seni yang mengabdi pada perasaan

serta jiwa perseorangan yang lebih individual.

Kalau musik Abad Pertengahan melambangkan pernyataan-

pernyataan yang simbolis maka musik Renaisance cenderung bersifat

keduniawian (sekuler) yang hanya mengabdi kepada manusia serta segala

alam perasaannya. Salah satu bentuk musik yagn mengalami kemajuan


pada zaman Renaisance adalah “iludrigale” yang terkenal dengna

tokohnya “Palestrina”.

Perbedaan pokok antara semangat Abad Pertengahan dan

Renaisance adalah :

1. Sifat manusia Abad Pertengahan adalah naïf (polos, sederhana, dibuat-

buat) kesadaran akan harga diri kurang sehingga tidak mempunyai

cukup kekuatan untuk bertindak diluar dirinya sendiri.

2. Sebaliknya sifat manusia Renaisance penuh keinsafan dan kesadaran

sehingga berani mengungkapkan diri secara bebas.

Semangat serta gairah ingin belajar serta ingin mengetahui dari

orang-orang Renaisance akhirnya menghasilkan beberapa penemuan besar

yang sangat berpengaruh.

Penemuan Abad Pertengahan antara lain: kompos, benua Amerika

(1492), Mesir. Penemuan lain yang sangat penting artinya terutama untuk

musik ialah ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450. Sejak saat itu

musik mengalami dunia baru yang perkembangannya menjadi

cosmpolisitis.

Perasaan akan harga diri serta semangat bebas yang meluap-luap

telah merebah ke permukaan sehingga ikut mempengaruhi keadaan sosial

politik. Disana-sini timbul pemberontakan-pemberontakan rakyat terhadap

tuan-tuan tanah. Demikianlah tatkala Renaisance mencapai puncaknya

pada abad ke 16 timbullah suatu masa baru dalam sejarah seni yaitu apa
yang dikenal “Seni Barok” yang berlambang sejak kea bad ke 17 hingga

timbulnya seni Raccoco pada abad ke 18.

Lahirnya musik Barok erat kaitannya dengan sejarah Kristen.

Sebagai akibat dari semangat kesadaran manusia Renaisance muncullah

agama Protestan sebagai aliran baru dari agama Nasrani.

Sebagai aksi terhadap kemunculan kaum Protestani timbullah

kaum counter – reformasi dari pihak agama Katholik. Dengan latar

belakang semangat-semangat baru seperti: “ilysticism (ketuhanan,

kebatinan), ecstasy (pulhara yang meluap-luap), ilartyrdom (semangat rela

mati dan menderita untuk kepentingan agama), itu maka musik Barok

cenderung bersifat keras, menyolok, penuh dengan kontras dan hiasan

yang membuat isinya labur.

d. Periode Barok,
Zaman barok dianggap sebagai awal modernitas di Eropa. Musik

barok adaalh revolusi dari sebuah revolusi. Perubahan tampak pada

kegemaran akan hiasan, keindahan dihubungkan dengan kemewahan.

Batass antara khayal dan kenyataan menjadi tipis. Perasaan dan emosi

menjadi pentingpula (Sadie : 2004:19). Hal ini sejalan dengan falsafah

keindahan dari Earl Shaterbury bahwa keindahan berada dalam tiga

ingakat yaitu : keindahan jasmani, keindahan rohani, dan keindahan

ilahiah atau mistis (Tame, 1984 : 257).


Karya besar muncul dari komponis besar, antara lain komponis Johan

Sebastian Bach dan Friedrich Handel. Opera lahir pada periode ini, opera

memperlihatkan keindahan fisikal, keindahan nyata dan rasa berdasarkan

penelitian empiris. Keindahan visual tampak jelas pada opera dengan

adanya tata panggung, tata suara, tata busana, dan gerak serta dramatisasi.

Musik barok memiliki struktur dan bentuk yang jelaskeunikan dan

keindahan warna nada yang muncul dengan bertambahnya ragam

instrumen musik dan warna suara penyanyi. Alat musik yang terkenal

pada masa ini adalah organ/orgel pipa, harpsicord serta lute. Keindahan

lain yaitu tekstur musik polifonik dan kanonik memberikan kenikmatan

dan suasana ceria, agung dan lincah. Kenikmatan ini dapat didengar pada

bentuk musik fuga. Musik yang cukup dikenal pada masa ini yaitu musik

berbentuk suita. Musik ini merupakan rangkaian musik yang

diperuntukkan bagi ari. Perganian tempo, pola-pola ritme menjauhkan

kejenuhan, mengalir, tetapi memiliki kejelasan struktur pula (Sade, 2004 :

19;51). Keindahan musik barok tidak cukup hanya dengan memperhatikan

struktur, karena Y.S Bach mencipakan musik yang mengandung nilai

keindahan religi. Modulasi memberikan kesan tersendiri, demikian pula

kontras-kontras ekstur serta jumlah penyanyi dan keragaman alat musik

menghadirkan perubahan suasana dan kesan.


e. Periode Klasik,
Musik klasik dipengaruhi filosofi Rene Descartes yang mengutamakan

kejelasan, tegas, dan lugas. Istilah ini dipergunakan pada model kesenian

dan ekspresi yang terkendali.


Keindahan ditinjau berdasarkan (1) kejelasan yang dapat dengan

terdengarnya melodi diantara bunyi-bunyi lain. Melodi indah seakan-akan

selalu jelas diantara lapisan-lapisan bunyi lain, (2) keseimbangan terasa

terjaga dalam hal dinamik, frase, dan bentuk serta dilihat secara

keseluruhan, (3) emosi terkendalai yang berarti idak dalam seperti yang

dijumpai pada musik romantik, (4) terasa adanya ketenangan seperti

terdapat pada musik karya Mozart dan musik karya Haydn, walaupun

lincah karena adanya nada-nada hias serta akord yang terpecah (broken

cord). Kadang-kadang penutup frase atau bagian musik mengarah

keseimbangan dan kesudahan masalah bentuk menjadi penting dengan

terpakunya pada bentuk baku, umpamanya bentuk sonatadientukan terdiri

atas empat bagian. Ciri-ciri ini menjadi musik klasik tetap terasa indah,

tenang dan seimbang. Dengarkan musik karya Mozart, Haydn, dan

komponis sejamannya.
f. Periode Romantik,

Seperti halnya dengan klasik aliran Romantik sebetulnya

bersumber pada dunia sastra yang muncul dalam dunia estetika musik

sejak awal abad ke-14. Dari pengertian yang agak umum, Romantik sering

kali ditafsirkan sebagai aliran yang lebih condong kepada perasaan dari

pada rasio, lebih dekat kepada mimpi dari pada kenyataan, lebih banyak
mengacu kepada fantasi dari pada aturan-aturan yang mengikat. Sebagai

lawan semangat nasionalisme klasik, Romantik sering kali diartikan

sebagai pengabdian pada suasana hati perorangan yang sangat subjektif.

Beberapa ciri Romantisme antara lain :

1. Selalu mengabdi kepada suasana hati (mood) yang subjektif.

2. Selalu rindu pada suatu yang tidak ada yang bersumber pada perasaan

tidak panas.

3. Selalu besikap dualistis (ungkapan). Seolah-olah ingin mempersatukan

antara kebenaran dan kebohongan, antara senyum dan tangis, antara

kejujuran dan kepalsuan serta pujaan dan cercaan.

4. Selalu berusaha menghindari realitas.

5. Selalu haus akan hal-hal yang tak berujung.

Sebagai perbandingan antara klasik dan Romantikm, dapat

disimpulkan :

a. Tujuan musik klasik ialah mencerminkan keindahan yang ideal yang

bersifat impersonal (diluar dirinya / objektif) dalam satu bentuk

tertentu.

b. Tujuan musik Romantik ialah berusaha mengungkapkan buah pikiran

perorangan yang ideal atau impiannya melalui bentuk-bentuk kalsik

yang lama atau bentuk-bentuk baru.

Munculnya aliran Romantik dalam seni merupakan hasil dari

gerakkan yang timbul sebagai akibat dari semangat revolusi yang mulai
menjalar ke seluruh Eropa pada akhir abad ke-18 yang mencapai

klimaknya dalam revolusi Perancis pada tahun 1789.

Tradisi klasik lama yang formal dan kaku mendapat tantangan

manusia seni ingin menciptakan karya-karya yang agak bebas

berdasarkan, irama serta jawa yang bergejolak, lepas dari segala aturan-

aturan yang mengikat serta bentuk-bentuk yang statis dari aliran klasik.

Musik yang sebelumnya banyak diartikan sebagai hiburan khusus

bagi kaum ningrat dan hartawan mulai mendapat tempat dikalangan rakyat

biasa yang selama ini tidak mempunyai kesempatan kecuali dalam musik-

musik gereja. Demikianlah sejak ilozart mulai timbul usaha-usaha yang

menuju kea rah pembebasan para seniman serta musik dari pengaruh

orang bangsawan. Seringkali ini kemudian dipertegas oleh L.V. Beethoven

dalam bentuk yang lebih jelas. Meskipun tokoh ilozart dan Beethoven

terkenal sebagai tokoh klasik besar tapi kenyataannya musik karya mereka

pun mulai membisikan suara-suara permulaan dari aliran Romantik.

Pada periode romantik perasaan dianggap penting dalam bermusik,

sehingga keteraturan yang baku berangsur-angsur menjadi diluluhkan.

Bentuk musik tetap dipertahankan namun harmoni bunyi melodi

dikembangkan. Pendobrakan dimulai dari L. Beethoven dalam karya

instrumentalnya dan F. Schubert pada karya-karya vokalnya. Cerita yang

menakutkan mulai dipakai untuk ide musikal dalam estetika Fridrich

Schiller mengetengahkan teori persamaan yaitu teori yang menyatakan


bila manusia dipisahkan dengan alam, maka ia akan merenungkan tentang

alam. Bentuk dalam seni menjadi penting, keindahan inilah kemudian

hidup. Banyak karya musik yang tercipta karena diilhami oleh puisi

Fredrich yang indah. Keindahan itu menghidupkan kebenaran seni tumbuh

dari kesadarn dari individu (perasaan, gagasan, penglihatan) yang didasari

kemanusiaan universal (Schiller, 2004 :7).

Estetika musik pada masa ini mengikuti estetika positivisme dan

naturalisme. Penggambaran alam pedesaan akan kejadian yang nyata

umpamanya tentang alam dan hal-hal yang nyata. Estetika musik mencari

estetika dari kejelasan dengan melakukan eksperimen-eksperimen

keindahan secara induktif. Keindahan menjadi sesuatu yang

menyenangkan.
Pada periode ini tumbuh subur kreasi seniman dari berbagai cabang

seni. Keindahan dinyatakan dengan jelas terjadinya keterpaduan antar

cabagn seni yang amat jelas. Hal ini tampak pada karya-karya opera

maupun karya-karya musik programatis. Estetika pada masa ini disebut

estetika eksperimental. Cobalah dengarkan karya L.V. Beethoven, Franz

Schubert, R. Wagner, dan G. Verdi, Tchaikovsky. Pada akhir karya

romantik karya musik C. Debussy di penghujung periode romantik

menunjukkan keindahan alam sejalan dengan aliran impresionisme yang

memiliki ciri-ciri menggambarkan suatu peristiwa, seperti adanya


analoginya dengan karya-karya lukis Caludi Monet dalam seni rupa

(Sadie, 2004 : 114-119)


Mengacu pada pengamatan tersebut, keindahan bersifat eksternal yaitu

menggerakkan, menanggapi objek secara mental. Pada dasarnya objek

seni bersifat inderawi dan bersifat intelektual. Kemampuan yang dimiliki

paandangan inderawi dan mempertahankan sifat-sifat kongkret dan dari

pengalaman mengenal adanya struktur yang paling rinci dan bersatu dalam

seni. Komponis mampu menciptakan karya-karya indah dari hasil

pengamatannya.

g. Impressionisme

Istilah impressionisme pertama kali digunakan dalam seni lukis.

Dalam musik timbulnya impressionisme sebagai aksi terhadap musiik

Romantik akhir Jerman, terutama terhadap musik opera Richard Wagner yang

banyak berpengaruh dalam perkembangan musik di Perancis. Impressionisme

muncul di Perancis, timbul dan berkembang dalam suasana Perancis dan

tokoh-tokohnya yang terkenal, antara lain :

1. Clande Debuissy (1862-1918)

2. Gabriel Faure (1845-1924)

3. Maurice Revel (1875-1937)

Dalam ungkapan impresionissme tidak lagi bersikap aktif, seperti

naturalismenya zamannya Late Romantik (Romantika Akhir-Akhir).

Impressionisme tidak mengutamakan bentuk-bentuk yang kongkrit tetapi


hanya sekedar melukiskan suatu kesan yaitu suatu ungkapan dari suatu

perasaan yang suara halus yang dilakukan secara individualistis. Walapun

demikian individualisme juga ada pada impresionisme tidak diumbar-

umbarkan.secara meluap etapi selalui dibatasi oleh keinginan untuk mencipta

keindahan yang halus serta oleh hasrat untuk melukiskan hal-hal kecil yang

muncul dalam alam pikiran dengan menggunakan teknik-teknik baru, seperti

arti kata impression, musik impresionisme hanya melukiskan suasana serta

kesan dan bukan realitas dari alam nyata. Untuk mencapai tujuan ini mereka

meninggalkan beberapa aturan-aturan tradisional yang alam seperti bentuk

formal yang kaku sebaliknya mengugunakan irama-iramma yang agak bebas

serta penggunaan warna-warna suara yang serba halus dan samar-samar.

Revolusi didalam musik dapat dikatakan mulai dari Impresionisme di

Perancis.

h. Ekspressionisme

Persiapan-persiapan kearah munculnya didalam ekspressionisme

sudah mulai tampak sejak timbulnya impressionisme di Perancis baik yang

bersifat estetis maupun teknik. Penyimpangan-penyimpangan yang belum

pernah terjadi sebelumnya mulai bermunculan antara lain dalam soal

lonalitgas, harmoni, irama, serta bentu. Suara-suara disonan mulai merajalela

demikian pula penggunaan tonalitas yang menyolok dan sangat kontras.

Munculnya simfonie Poem dan program musik serta temponubato dari


impressionisme menampakan persiapan kearah munculnya ekspressionisme

sejak permulaan abad ke-20. Tokoh-tokoh ekspresionisme :

1. Arnold Schoenber (1874-1951)

2. Alban Berg (1885-1935)

3. Anton Webern (1883-1945)

4. Bela Barloh (1881-1945)

Ekspressionisme dalam seni adalah suatu aliran yang melukiskan suatu

tafsiran dari suatu kenyataan setelah ditempat dan dianalisa menurut

pandangan yang Revolusionel berdasarkan perasaan batin yang bergelora

dalam jiwa seseorang.

Ekspressionisme menjauhi akar dalam bentuk yang utuh dan nyata.

Bagi mereka lukisan alami yang terlalu realistis hanya cocok untuk lensa

kamera. Ekspressionisme adalah suatu seni dari ide-ide, pandangan-

pandangan serta interpretasi yang bebas, ia hanya merupakan perumpamaan

yang bersifat abstrak dari suatu bentuk realitas. Ekspressionisme lebih suka

pada bahan-bahan yang sederhana, malah kadang yang primitif karena

ekspressionisme benci pada dusta yang indah dari Romantisme.

i. Periode Modern
- Budaya Ontologis

Berawal dari datangnya masyarakat budaya barat ke Indonesia, yakni

setelah masa Renainsans abad ke-15 dan ke-16 di Eropa. Dengan

datangnya budaya barat itu, nilai-nilai barat pun mulai berkembang di


Indonesia. Nilai-nilai barat merupakan bentuk pemikiran yang

lebih bersifat formal, resmi, dan teratur. Segala sesuatu memiliki aturan

yang jelas sehingga setiap orang memiliki pengertian yang sama akan

suatu hal. Kumpulan nilai-nilai oleh Van Peursen dinamakan budaya

ontologis. Dalam bidang musik, budaya ontologis sangat jelas terlihat

dalam musik klasik. Keberadaan aturan yang pakem (jelas dan standart)

dalam musik ini menunjukkan ciri khas dari budaya ontologis. Aturan

pakem itu dapat terlihat dalam partitur yang digunakan dalam musik

klasik. Musik klasik terus dijadikan barometer (tolok ukur) keterampilan

bermain musik internasional. Bentuk musik budaya ontologis yang

terdapat di Indonesia dapat dilihat dari lagu-lagu yang berkembang pada

masa sekarang. Lagu-lagu jenis pop yang dinyanyikan oleh banyak

penyanyi terkenal merupakan suatu bentuk budaya ontologis. Contoh

konkretnya misalnya, gubahan lagu yang dilakukan komposer Erwin

Gutawa untuk konser-konser beberapa penyanyi seperti Krisdayanti, Titi

DJ, Ruth Sahanaya,dan lain-lain. Gubahan lagu itu diperuntukkan bagi

pemain pemain musik dalam konser menjadi patokan aturan yang akan

mendasari permainan musik secara keseluruahan.

Karya-karya musik baru yang memiliki kaidah baru memperkaya

keindahan bunyi antara lain ditinjau dari ritme, warna nada, jumlah nada,

dan alat-alat musiknya.


- Budaya Globalisasi

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia

yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari

proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi

komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi

menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan

berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab,

dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan

kehidupan.

Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar

dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi

baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi

begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana

globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu

mengubah dunia secara mendasar

Globalisasi dan Budaya, Gaung globalisasi, yang sudah mulai terasa

sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa

Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh

luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang

terpengaruh adalah kebudayaan. Bagi bangsa Indonesia aspek

kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki


kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat,

salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari

pengaruh globalisasi.

Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini

tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam

memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi

bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau

penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu

pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu

menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju.

Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir

akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti

politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita.

Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu

mengubah dunia secara mendasar Ilmu pengetahuan dan teknologi telah

mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi

internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.

Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi

dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara

menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa


globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya

dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan

berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru

sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari

kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-

negara Dunia Ketiga harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan

memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya

asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa Dunia Ketiga haruslah

mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah

pengalaman mereka.

Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya

bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat,

khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya

terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi

dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam

upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini

meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang

dahulu dipaksakan lewat imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk

yang lebih luas dengan nama globalisasi.

Globalisasi dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia, Proses

saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar

masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa


Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami

nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses

dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat

yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak

mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah.

Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam

jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah

berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-

negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa

generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain,

berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar.

Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah

yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan

hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna

budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap

berarti. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai

nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang

dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan

juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau

ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal

tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-

nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau


psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek

kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah

laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran

orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan

penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari

kebudayaan.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam

berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan

wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat

dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan

perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok

masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang

sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model

pengetahuan dalam masyarakat.

Globalisasi : Persebaran Budaya Dunia, Globalisasi sebagai sebuah

gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia

(sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat

semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat

ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat

di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).

Globalisasi secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan

berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak budaya tidak perlu


melalui kontak fisik karena kontak melalui media telah memungkinkan.

Karena kontak ini tidak bersifat fisik dan individual, maka ia bersifat

massal yang melibatkan sejumlah besar orang (Josep Klapper, 1990).

Dalam prosesnya banyak warga masyarakat yang terlibat dalam proses

komunikasi global tersebut, dan dalam waktu yang bersamaan hal ini

berarti banyak pula masyarakat (yang terlibat dalan proses komunikasi

global) menjadi exposed terhadap informasi, dan terkena dampak

komunikasi tersebut. Karena itu, tidak mengherankan bila globalisasi

berjalan dengan cepat dan massal, sejalan dengan berkembangnya

teknologi komunikasi modern, mulai bermunculan portable radio,

televisi, televisi satelit, dan kemudian internet. Keunggulan media massa,

baik cetak maupun elektronik, adalah bahwa media tersebut mampu

menyuguhkan gambar-gambar secara jelas dan terinci kepada para

pemakainya.

Akibatnya, para pemakai media massa tersebut mengetahui apa yang

terjadi di tempat lain dengan budaya yang berbeda dalam waktu yang

singkat. Mereka dapat melihat dan mengetahui keunggulan-keunggulan

budaya yang dimiliki masyarakat lain melalui media massa tersebut.

Sikap yang dapat muncul dari sini adalah sikap yang memandang secara

kritis apa yang mereka miliki dan bagaimana mengimbanginya dengan

nilai-nilai budaya yang sudah mereka miliki itu, termasuk sikap kritis

dari bangsa Indonesia sendiri terhadap apa yang sudah mereka miliki.
Terkait dengan globalisasi, mitos yang hidup selama ini tentang

globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia

seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri.

Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar

atau kekuatan budaya global.Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut

tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi memang telah

membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna.

John Naisbitt (1988)[2], dalam bukunya yang berjudul Global

Paradox memperlihatkan hal yang bersifat paradoks dari fenomena

globalisasi. Naisbitt (1988) mengemukakan pokok-pokok pikiran , yaitu

semakin kita menjadi universal, maka tindakan kita semakin menjadi

kesukuan atau lebih berorientasi ‘kesukuan’ dan berpikir secara lokal,

namun bertindak global. Yang dimaksudkan Naisbitt disini adalah

bahwa kita harus berkonsentrasi kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang

hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal

pengembangan ke dunia Internasional. Dengan demikian, berpikir lokal,

bertindak global, seperti yang dikemukakan Naisbitt di atas, dapat

diletakkan dan diposisikan pada masalah-masalah kesenian di Indonesia

sebagai kekuatan yang penting dalam era globalisasi ini.

Perubahan Budaya dalam Globalisasi ; Kesenian yang Bertahan

dan yang Tersisihkan, Perubahan budaya yang terjadi di dalam

masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup


menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat

homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu

dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah

mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi

internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.

Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan

menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara

menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau

hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian

terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv

yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang,

Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv

internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin

banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian

populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari

manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita.

Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara

penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam

globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.

Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh

terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita

merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga


kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang

semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif

tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih

menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan

parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang

bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi.

Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya

kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia

yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja

bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat

maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat

pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat

proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi

informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang

berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai

tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti

semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai

kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif

terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi.

Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah

menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif

pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya


masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan

tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya

saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung

Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada

pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang

merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat

dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen

penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya

adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya

di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang

dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian

tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya

dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai

ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun

demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja

dengan merebaknya globalisasi.

Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi

telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu

beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi

yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja

kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh

kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak


sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang

disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari

segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian

tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan

zaman.

Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan

mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit.

Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan

Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman

pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian

stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan

wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya

minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional

kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi

dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan

pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik

gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula

Kertarajasa, Museum Nasional[3].

Kesenian Rakyat dalam Orientasi Globalisasi, Pada era globalisasi

saat ini, eksistensi atau keberadaan kesenian rakyat berada pada titik yang

rendah dan mengalami berbagai tantangan dan tekanan-tekanan baik dari

pengaruh luar maupun dari dalam. Tekanan dari pengaruh luar terhadap
kesenian rakyat ini dapat dilihat dari pengaruh berbagai karya-karya

kesenian populer dan juga karya-karya kesenian yang lebih modern lagi

yang dikenal dengan budaya pop[4]. Kesenian-kesenian populer tersebut

lebih mempunyai keleluasan dan kemudahan-kemudahan dalam berbagai

komunikasi baik secara alamiah maupun teknologi., sehingga hal ini

memberikan pengaruh terhadap masyarakat. Selain itu, aparat pemerintah

nampaknya lebih mengutamakan atau memprioritaskan segi keuntungan

ekonomi (bisnis) ketimbang segi budayanya, sehingga kesenian rakyat

semakin tertekan lagi.

Segi komersialisasi yang dilakukan oleh aparat pemerintah ini tentu

saja didasarkan atas pemikiran yang pragmatis dan cenderung mengikuti

perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan yang ada.

Dengan demikian, pengaruh ini jelas-jelas mempunyai dampak yang

besar terhadap perkembangan dan kreativitas kesenian rakyat itu

sendiri.Di pihak lain, adanya masyarakat yang masih setia kepada

tradisinya perlahan-lahan mengikuti perkembangan pembangunan.

Kebanyakan hal tersebut (kesenian tradisional) ini tidak dapat

bangun lagi karena kerasnya daya saing dengan kesenian-kesenian yang

sangat modern. Sementara itu pemerintah hampir tidak peduli lagi

dengan keadaan kesenian tradisional di daerah. Hal ini, bisa saja

disebabkan oleh adanya asumsi-asumsi yang dikaitkan dengan konsep-

konsep dasar pembangunan di bidang kesenian yang penekanannya dan


intinya melestarikan dan mengembangkan kesenian yang bertaraf dengan

kecenderungan universal. Sehingga, kesenian-kesenian yang ada

sekarang ini dapat dianggap tidak sesuai dengan objek-objek dan tujuan

dari pembangunan yang sedang dijalankannya ini. Dengan kata lain,

bahwa keaslian dari suatu kesenian dipandang belum dapat dibanggakan

sebagai bukti keberhasilan suatu pembangunan di daerahnya.

Sesungguhnya, bagi kesenian rakyat Indonesia, kesempatan untuk

mengadaptasi pemikiran Naisbitt sangat cukup terbuka, karena

kekayaan kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia sangat memadai

untuk dikembangkan ke dunia Internasional. Sebagai salah satu contoh,

misalnya tari Piring dari Sumatra Barat. Tari Piring ini sesungguhnya

sangat potensial untuk dikembangkan menjadi lebih modern lagi melalui

kolaborasi. Untuk menuju kepada tindakan ini harus ada upaya atau

perbaikan–perbaikan yang perlu diperhatikan agar kemasan kesenian

tradisional bangsa Indonesia dapat diterima dan berkembang secara

global, walaupun tetap mengacu pada kekuatan nilai-nilai asli/lokal.

Pada masa ini nilai esteika musik tidak begitu diperhatikan, para komposer

lebih memperhatikan dan mengikuti selera pasar, sehingga nlai-nilai estetika musik

kurang diperhatikan. Munculnya jenis-jenis aliran musik baru hasil dari pemikiran

instan membuat dunia musik indonesia semakin berwarna. Jenis aliran baru seperti

campursari, dangdut koplo, dangdut pantura, congdut (keroncong dangdut), dan the
remix ; semakin menambah semarak dunia panggung hiburan tanah air. Dari sini pula

muncul artis-artis instan yang siap beredar di dunia hiburan.


2. Estetika Musik Timur (Tradisi)

Musik tradisi Indonesia juga dipengaruhi oleh estetika budaya mistis, hidup ini

merupakan kesatuan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, antara

manusia dengan roh gaib, serta antara manusia dengan seluruh alam semesta ini.

Contoh lain budaya mistis adalah berbagai upacara adat istiadat, tari-tarian yang

sakral, serta seni ukir yang menggambarkan berbagai mitos, legenda, dan sage.

Dalam budaya mistis ada hal-hal yang menjadi perhatian utama bagi individu dalam

masyarakat. Hal tersebut antara lain:

1. sistem upacara atau ibadah yang dilakukan,


2. dasar mitologi yang dipercayai sebagai kisah asal-usul semesta,
3. tatanan kepercayaan masyarakat,
4. Etika agama yang lazim disebut hukum adat,

Sistem mistik yang menyatukan diri dengan alam gaib. Kesenian bagi masyarakat

tidak hanya sekadar keindahan atau persoalan estetika,tetapi juga terutama persoalan

persatuan diri dengan alam. Seni tradisional, termasuk juga seni musik tradisional,

mempunyai ciri estetika: dibuat berdasarkan budaya mistis, memiliki unsur penyatuan

antara manusia dan alam, dan seni merupakan produk budaya masyarakat. Estetika

bukan sekedar keindahan, tetapi merupakan pengalaman religius.

Memang banyak karya seni tradisional yang telah bergeser fungsinya

akibat perubahan sejarah masyarakatnya. Namun, struktur bentuknya rata-rata

masih belum berubah. Walaupun sikap ontologis sampai sekarang terus berkembang

di Indonesia, faktanya adalah cara berfikir masyarakat Indonesia –terutama


yang kurang terpelajar masih mengikuti cara berfikir mistis nenek moyang

bangsanya. Untuk karya musik tradisional ataupun semi-tradisional, unsur-unsur

estetika budaya mistis yang aturannya longgar, masih banyak dibutuhkan

Perbedaan nilai estetika barat dan timur terjadi pada penggunaan partitur dalam

sebuah konser musik. Pada musik klasik barat konser-konser musik selalu

menggunakan partitur sedangkan di musik timur (tradisi) partitur hanya sebagai alat

dokumenasi saja ; ketika konser, para seniman dengan kategori mahir jarang yang

menggunakan partitur. Kebanyakan dari mereka sudah hafal diluar kepala, notasi

musik sudah menyatu dengan jiwanya.

D. KRITERIA ESTETIKA MUSIK

Estetika meliputi pembahasan secara umum, yakni teoritis tentang seni dan

hubungannya dengan pengalaman estetis terkait dengan berbagai bidang keilmuan.

Lebih jelas lagi (Hebert Read, 1959) dalam bukunya The Meaning of Art, bahwa seni

itu tidaklah harus indah. Keindahan yang dimaksud, kesenangan, ketertarikan,

kepuasan dari hasil pengamatan, penghayatan dan pemahaman pada sebuah karya

seni. Estetika sering diartikan secara sempit sebagai ilmu tentang keindahan

sedangkan keindahan umumnya dipahami sebagai kualitas, kualitas diungkap dalam

istilah indah-jelek, baik-buruk, menarik-tidak menarik, senang-tidak senang, puas-

tidak puas. Berbicara estetis, berkaitan dengan kreator dan spectator


Kreator adalah seniman atau orang yang menciptakan objek estetis, sedangkan

spektator adalah penikmat. Ketika sedang dan setelah mengamati objek, spektator

akan mendapat pengalaman estetis, seniman yang membuat objek estetis, mengalami

pengalaman artistik (Mikel Dufranne, Lovis Arnand Reid, John Dewey dan Junaedi).

KREATOR
Pengalaman Artistik, KARYA SENI SPEKTATOR

Pengalaman artistik dialami oleh kreator, melibatkan emosi, kognisi dan

konasi dalam porsi yang seimbang. Inilah sebabnya sebuah karya seni bermutu dapat

memberikan pengalaman seni yang berbeda-beda bagi apresiatornya (Sunardjo,

2000).

Pengalaman Estetis,

Suatu penilaian terhadap suatu karya seni, yang terjadi pada penikmat yakni

merasakan kesenangan, ketertarikan ada karya seni (Henry Parker, The Principles of

Aesthetic). Persoalan estetis tidak bersifat logikal. Nilai estetis : Ukuran nilai

keindahan yang digunakan. Benturan Estetis Antar Spektator Nilai estetis dapat

mengalami benturan, hal ini terjadi ketika dua atau lebih spektator memiliki nilai

estetis yang berbeda untuk menilai sebuah objek estetis yang sama. Benturan ini

dapat terjadi antara satu masyarakat dengan masyarakat lain, individu yang satu

dengan individu yang lain. Dikarenakan 1) perbedaan dalam pengetahuan tentang

struktur bentuk karya seni, dasar-dasar penyusunan dari karya, 2) tingkat pemahaman

tentang objek tergantung dari pengalaman, 3) latar belakang pendidikan dan budaya
NILAI NILAI
ESTETIS ESTETIS
A B

SUBJEK SUBJEK
ESTETIS OBJEK ESTETIS
(SPEKTATOR) ESTETIS (SPEKTATOR)

Benturan Estetis antara Kreator dan Spektator,

Benturan estetis terjadi ketika nilai estetis yang digunakan seniman untuk

karya seninya tidak selaras dengan nilai estetis yang digunakan oleh spektator.

Misal, ketika kita menonton pertunjukan angklung. Angklung yang dimainkan adalah

angklung diatonis dengan lagu Blue Danube dan angklung pentatonis dengan lagu Es

Lilin. Spektator 1 : Saya senang dengan pertunjukan musik angklung pentatonis,

karena musik ini membuat saya merasakan musik khas Indonesia. Spektator 2 : Saya

senang dengan pertunjukan musik angklung diatonis, karena nadanada yang terdengar

sudah familiar. Menurut tingkatan kesenangan spektator 1 dan spektator 2, berada

pada tingkatan kedua, yakni kesenangan yang dipengaruhi karena latar belakang

budaya. Berbicara estetika tidak terbatas berbicara kepuasan, ketertarikan ini


berkaitan dengan kapital budaya. Dapat diambil contoh pada perbeda pengetahuan

spektator 1 dan spektator 2. Apa saja yang dibahas dari penilaian etnis 1) rasa

ketertarikan/ketidak tertarikan, 2) bentuk, 3) fungsi dan makna. Contoh dalam musik:

ritme, laras, bentuk, merupakan bagian yang langsung bersentuhan dengan proposal

estetis. Adapun fungsi dari perspektif estetika adalah

Membangkitkan pengalaman estetis, pengalaman estetis bersifat personal

akan tetapi karya seni dirancang untuk membangkitkan pengalaman estetis

masyarakat. Pengalaman estetis adalah kemenarikan terhadap suatu komposisi

bentuk. Pengalaman estetis merupakan bentuk emosi positif dalam pengertian dapat

dinikmati oleh spektator. Ketika sedang mengamati objek yang tidak disukai, artinya

spektator tidak mengalami pengalaman estetis karena mengalami emosi

ketidakmenarikan. Metode Beardsky, mengatakan ada tiga unsur yang menjadi sifat

keindahan karya seni yakni kesatuan unsur, keragaman dan intensitas. Kesatuan

unsur-unsur untuk menimbulkan harmoni, yang dapat disusun dalam komposisi

tertentu. Keragaman dalam hal ini musik dapat pada keragaman instrumen,

keragaman komposisi yang sulit. Intensitas, merupakan penekanan pada bentuk

tertentu antara seluruh bentuk dalam suatu komposisi, hal ini untuk menampilkan

pesan. Misal: ceria, lucu.

Contoh penilaian estetis Musik Tradisional Kacapi Suling Sunda Suling Sunda

Coba dengarkan terlebih dahulu musik kacapi suling pada http/www.kacapisuling

Ungkapkan perasaan Anda, setelah mendengarkan musik tersebut, apalagi bagi kita

yang bukan orang Sunda. - Apakah Anda memiliki rasa senang pada musik tersebut -
Bagian mana saja dari musik tersebut yang dapat menyentuh emosi Anda - Adakah

pengaruh lain setelah mendengarkan musik tersebut Korelasi Karya Seni dengan

Nilai Estetis Sebelum kita memulai latihan mengapresiasi dan membahas tentang

nilai estetis, simbol dan makna, terlebih dahulu kita pahami beberapa karya seni. -

Karya seni yang mengandung emosi dan kognisi - Karya seni yang menyampaikan

suatu gagasan - Karya seni yang hanya mengandung bentuk-bentuk artistic. Menurut

Carrol, unsur dalam karya seni tidak hanya bentuk artistik, namun harus memuat

fungsi dan makna logis. Penikmatan seni musik melibatkan indera penglihatan dan

pendengaran. Schopenhaver mengatakan bahwa musik memiliki kualitas paling

abstrak. Untuk pembahasan musik tradisi, ukuran nilai estetis adalah kanon atau

pakem, sebagai pedoman baku. Khusus untuk seni pertunjukan, pendekatan yang

dilakukan yakni dengan pendekatan Sebuah karya seni yang memiliki mutu tinggi

akan melahirkan penilaian yang berbeda-beda bagi apresiatornya.

1. Konsep Karya Seni


Dalam sebuah karya seni, seorang kreator menentukan konsep dahulu baru

membuat karya musiknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari antara karya

musik yang berkonsep dan karya musik yang improvisasi, bahkan improvisasi

bisa disetarakan dengan ngawur (tanpa konsep). Untuk menghindari hal

tersebut maka dibuatlah beberapakerangka dalam pembuatan karya seni yaitu

sebagai berikut :
- Gagasan Dasar, gagasan dasar merupakan fenomena yang kita temukan

atau yang melatar belakangi sebuah karya seni tersebut diciptakan.


Seorang kreator membuat karya seni berdasarkan gagasan dasar tersusun

secara terkonsep tidak kelihatan improvisasi yang cenderung ngawur.


- Kerangka berfikir, hal baru apa yang ditawarkan untuk mengatasi

fenomena tersebut, karya seni bisa berupa bentuk-bentuk baru atau

pembaharuan yang sudah lampau tidak menghilangkan nilai yang ada di

dalamnya
- Gagasan Isi, mengenai kebermanfaatan hal baru yang diawarkan, dari segi

mana kebermanfaatan tersebut.


- gagasan Garap, medium apa yang akan digunakan agar sesuai dengan

penyelesaian fenomena yang sedang berkembang


- Rancangan Bentuk, bagaimana bentuk karya seni tersebut dikemas agar

bisa menyelesaikan fenomena yang berkembang.


2. Korelasi Karya Seni dengan Nilai Estetika

a. Nilai-Nilai Intrinsik Dari Musik

Sesuai dengan istilah yang umum dikatakan bahwa musik adalah seni

suara, maka bahan baku atau fundamen musik ada bunyi. Dengan demikian

maka nilai intrinsik musik adalah bunyi / suara yang dapat didengar oleh

telinga manusia. Dalam ilmu akuistik kita mengenal, yaitu: a) Tone; 2) Noise.

Tone adalah suara-suara yang teratur, seperti suara manusia dan

instrumen musik. Noise adalah suara-suara yang tidak teratur, seperti suara:

bunyi perang, piring pecah, meskipun sebetulnya tidak begitu mudah untuk

menarik garis pemisah untuk memencari ke 2 istilah ini karena tidak sedikit

alat instrumen musik dalam orkes modern tidak memproduksi Tone tetapi

Noise, seperti: drum, simbal, tamborin.


Nilai intrinsik dari musik ditentukan sifatnya oleh tiga unsur: Daya

(Strength); Gerak (movement); dan Rasio (Ratio).Berdasarkan ke 3 unsur

inilah dapat ditimbulkan efek-efek intensitas suara yaitu keras-lemah

(dinamika, cepat dan lambat, suara (tempo) atau komplek dan sederhananya

progresi suara (ratio). Menurut Hanslick keindahan musik ditentukan oleh ke

2 unsur tersebut di atas (daya, gerak dan ratio) dan bukan tergantung dari

nilai-nilai serta cara-cara penyajiannya, karena menurutnya, musik pada

dasarnya adalah suara-suara tertentu yang berkaitan secara hamonis dan rituis.

Di balik segala pernyataannya, bahwa keindahan musik hanya tergantung

pada suara itu sendiri, Hanslick sesungguhnya mengakui bahwa meskipun

musik tidak dapat mewakili atau mengumpamakan perasaan-perasaan tertentu

seperti: perasaan cinta, perasaan takut, perasaan marah secara kongkrit tapi

sekurang-kurangnya musik dapat mewakili bagian-bagian tertentu dari emosi

maka timbul pertanyaan bagian yang mana dari perasaan yang adapat

diumpamakan oleh musik kalau bukan subjek yang langsung terlibat di

dalamnya, jawab Hanslick, sebagai berikut: Yang dapat diumpamakan adalah

unsur-unsur yang dinamis, umpamanya: mengungkapkan kembali gerak yagn

menyertai gerak fisik sesuai momentumnya seperti intensitas mengenai

kecepatan, kelembutan, kekerasan, kelemahan, pertambahan dan pengurangan

(Musik tidak bisa kongkri dalam mengungakapkan realitas tapi hanya

sebagian).
Menurut Hanslick gerak adalah salah satu hasil dari perasaan cinta

umpamanya tidak dapat mewakili perasaan cinta itu sendiri. Tetapi ia dapat

mewakili unsur-unsur dinamis dari gerak yang ditimbulkan oleh perasaan

cinta yang emosional. Dengan demikian sebetulnya dapat dikatakana bahwa

Hanslick dalam batas tertentu juga pengamat paham Hiteronomis (yang

macam-macam tanpa butuh yang lainnya; bahwa musik dapat

mengungkapkan beberapa aspek dari perasaan; musik hanya kesan/abstrak).

Kelompok Hetironomis berpendapat bahwa untuk dapat diangqap bahasa

emosi atau perasaan yagn mampu mengumpamakan suatu rasa tertentu.

Hanya saja bahasa musik adalah elusive (hilang seketika/sesaat/ tidak dapat di

raba (intangible). Sedangkan bahasa sastra bersifat lebih kongkrit. Sebuah

kata dalam sastra sudah mempunyai arti tertentu. Sedangkan suara dalam

musik dapat mempunyai makna kalau dirangkum dengan suara lain (vokal

manusia).

b. Hubungan Musik dengan Realitas

Apa hubungan musik dengan realitas? Pertanyaan ini telah

menimbulkan argumentasi yang tak kunjung selesai antara kelompok

Autonomis dan Hiteronomis tetnang kaitan realitas dan keindahan musik.

Kelompok Autonomis selalu menolak adanya hubungan musik dengan

realitas. Bagi kaum Autonomis musik tetap meruapkan pengalaman yang

mandiri, lepas dari realitas menurut mereka setiap usaha untuk mengkaitkan
musik dengan apa saja yang berada diluar lingkungan, merupakan

pelanggaran terhadap kemurnian dan keaslian musik itu sendiri, sebaliknya

kelompok Heternomois selalu melihat dan mencari suatu makna, suatu

perumpamaan, atau suatu cerita tersendiri dalam setiap musik yang

didengarnya. Dari kedua silang pendapat ini kita dapat mengambil

kesimpulan, bahwa beberapa segi dan pendapat kelompok itu ada

mengandung unsur-unsur kebenaran secara objektif, sebelum muncul ke atas

dunia, alam semesta telah dipenuhi oleh suara, seperti: gemerciknya bunyi air,

debur ombak, dan tumpahan grimis dan serta suara-sura fauna lainhya. Selain

itu sejak dilahirkan setiap manusia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa

dengan suara untuk berkomunikasi serta untuk mengungkapkan perasaan.

Selain suara manusia juga dikaruniai telinga utnuk menangkap segalam

macam suara dan bunyian. Kalau suara manusia merupakan sumber dari

melodi, maka tubuhnya atau badannya merupakan sumber dari gerak dan

irama. Meskipun kita tahu bahwa bahasa yang digunakan manusia banyak

mengandung unsur-unsur musical yang berkualitas tidak dapat kita sangkal,

bahwa banyak suara-suara dari bunyi ada di alam seperti: kicau burung, desir

angin, gemuruhnya bunyi Guntur, tetesan air hujan dan sebagainya dapat

merupakan sumber dari pemikiran-pemikiran musikal.

Penyusupan musik dalam kehidupan manusia telah terungkap sejak

tingkat kebudayaan yang paling primitif, dimana musik telah ikut serta dalam

setiap gerak kehidupan manusia. Sebagai kesimpulan dapat dirumuskan,


bahwa musik merupakan seni dalam 2 dimensi: Pertama, musik sebagai seni

yang abstrak yang hanya tunduk pada aturan-aturan musical yang murni.

Kedua, musik sebagai seni penuh ekspresi yang berakar pada pengalaman-

pengalaman manusia.

c. Peranan Pendengar Musik

Oleh karena musik bersifat “auditif” (didengar) maka peranan

pendengar sebagai konsumen yang terakhir adalah sangat penting. Ketentuan

tentang keindahan suatu karya musik banyak terletak pada pendengar serta

pada kwalitas telinga yagn dimiliki oleh pendengaran. Kesan seketika yang

ditangkap oleh telinga sewaktu mendengar suara musik untuk pertama kalinya

adalah merupakan kesan yang sangat “elusive” (sebentar) sehingga kesan-

kesan yang ia peroleh hanya sekedar apa yang ia rasa ketika itu tanpa

dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dari luar. Pengalaman seperti inilah

sebetulnya yang merupakan dasar dari pendapat autonomis, bahwa musik

adalah: dunia suara terorganisir dan berdiri sendiri tanpa kaitan apapun dari

dunia luar.

Bertolak dari pendapat (Autonomis) dapat ditarik suatu kesimpulan,

bahwa seorang pendengar musik dapat merasakan kenikmatan yagn bersifat

“seketika” (instant en joyement). Tanpa usaha untuk mencernanya lebih lanjut

bagi kekuasaan batin yang lebih dalam. Kenikmatan yang bersifat seketika ini

dapat disebut dengan istilah “kenikmatan pasif”. Sebaliknya meurut pendapat


kaum Heteronomis keindahan suatu karya musik dapat mengalami nilai

tambah. Demikian pula tingkat kenikmataan pendengarnya akan berubah

apabila disertai usaha penambahan bahan-bahan informasi pegnetahuan

musik, serta pengalaman-pengalaman musical lainnya yang lebih dalam.

Kenikmatan mendengar musik seperti ini disebut “kenikmatan aktif”.

Sebagai kongklusi dapat dinyatakan bahwa keindahan sebuah karya

musik sangat erat kaitannya dengan kemampuan daya apresiasi. Daya serap

yang dimiliki oleh saraf pendengaran seseorang sangat menentukan dalam

menilai keindahan karya sebuah musik. Seorang awam barangkal dengan

mudah dapat menangkap dan menikmati melodi yang ekspresif dari sebuah

lagu bernada atau kemerduan sebuah lagu keroncong. Sebaliknya kita tidak

bisa mengharapkan dari seorang awam untuk memahami dan menikmati

sebuah simfoni karya Beethoven tanpa adanya usaha untuk mencari bahan-

bahan informasi tambahan secara aktif.

d. Fungsi Musik dalam Kehidupan Manusia

Musik diciptakan manusia sebagai ungkapan estetis, yang mempunyai

fungsi bagi manusia itu sendiri. Ada 2 fungsi musik dalam kehidupan

manusia. Pertama, musik sebagai seni yang sanggup memberikan kenikmatan

estetis. Kedua, musik sebagai seni yang dapat menimbulkan daya rangsang

terhadap fisik-fisik moral pada manusia.


Fungsi musik yang pertama bersumber pada unsur melodi dan

harmoni, sedangkan fungsi musik yang kedua lebih banyak bersumber pada

gerak atau ritme. Musik mampu membangkitkan perasaan-perasaan tanpa

batas karena musik adalah sumber utama dari emosi atau perasaan. Beethoven

pernah berucap tentang fungsi musik: “Agar dapat dapat mengorbankan api

dalam pikiran manusia”.

Fungsi musik yang kedua bukanlah merupakan hal yang baru karena

sejak zaman Yunani Kuno suara dan irama merupakan 2 unsur yang masing-

masing berdiri sendiri yang ikut mempengaruhi seni lainnya, seperti: seni tari

dan sastra (puisi). Orang-orang Yunani Kuno terkenal dengan sistem-sistem

suara yagn lazim mereka sebut “mode” yang masing-masing mempunyai

karakter sendiri-sendiri. Doris yang mempunyai karakter khidmat; Phygil

mempunyai kesan pengorbanan semangat;Sujdis terkesan sedih/duka; Aeolis

terkesan rindu, gembira (ceria)

e. Peranan Emosi (Perasaan) dalam Menikmati Keindahan Musik

Perasaan nikmat, bahagia, dan gembira dalam mendengar musik tidak

selamanya ditentukan oleh sebuah kompoisi tertentu. Suara petani menumbuk

padi di pedesaan, atau bunyi tiupan seriuling seorang penggembala, mungkin

lebih dapat merangsang perasaan syahdu, haru, dan indah, bagi telinga

seseorang daripada sebuah simfoni. Bagi seorang pendengar tanpa dasar

latihan atau didikkan musik, unsur perasaan memegang peranan yang sangat
penting dalam menentukan nilai musik yang didengarnya. Sebaliknya bagi

seorang musikus atau seorang pecinta musik yang terlatih peranan emosi atau

perasaan hanyalah sebagai latar belakang saja: kalau suatu ketika musik hanya

digunakan sebagai alat atau sarana untuk mempengaruhi alam fikiran

pendengar untuk suatu maksud dan tujuan tertentu, maka fungsi estetis dari

musik tersebut sudah kehilangan maknanya yang hakiki.

f. Unsur-unsur Estetis dan Sederhana (Hawa Napsu) dalam Musik

Ditinjau dari segi estetis musik harus dianggap sebagai efek (akibat dan

bukan sebagai sebab yang menyebabkan terjadinya sesuatu). Musik harus

diartikan sebagai suatu hasil dan bukan yang menghasilkan. Orang seringkali

mencampuradukkan unsur kekuatan dasar (irama/ritme) dengan musik yang

sesungguhnya. Mereka sering tidak dapat membedakan antara dasar-dasar

irama dan kemerduan suara, antara unsur-unsur disonan dan konsonan. Musik

serius adalah musik yang mengarah pada non musik.

g. Hubungan Musik Dengan Alam

Sebagaimana kita ketahui bahwa seni musik terdiri dari 2 unsur yang

sangat penting, yaitu: Ritme; Melodi; Harmoni. Dari ke 3 unsur ini satu-

satunya unsur yang telah ada pada alam sebelum adanya manusia adalah

“irama”, yaitu unsur yang mengatur gerak irama makhluk yang ada di bumi.

Timbul pertanyaan adakah unsur lain selain irama yang telah disumbangkan
oleh alam terhadap musik? Jawabnya secara langsung tidak ada. Secara tidak

langsung alam menyediakan bahan-bahan baku kasar untuk musik, antara

lain: kayu, kulit, logam yang digunakan sebagai sarana untuk membuat alat

musik tertentu.

Dari suara manusia serta bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat

musik yang dihasilkan manusia kemudian timbulnya lagu atau melodi.

Berbeda dengan irama, melodi merupakan hasil karya manusia, demikian pula

dengan unsur harmoni walapun datangnya unsur harmoni agak belakangan

(Abad ke-9). Walapun demikian harus mengakui, bahwa unsur irama tetap

merupakan fakta-fakta yang sangat penting yang turut mengatur unsur melodi

dan harmoni di dalam musik.

h. Isi dan Ungkapan yang terkandung dalam Musik

Kelompok Autonomis mempunyai prinsip bahwa musik tidak dapat

dijadikan sarana untuk mencapai suatu tujuan, karena pada hakekatnya musik

adalah tujuan itu sendiri. Menurut mereka kalau terdapat bermacam-macam

pengarahan atau petunjuk dari seorang komponis tentang musik hasil

ciptaannya maka hal tersebut sudah merupakan suatu penyimpangan musical.

Terutama kalau petunjuk dan pengarahan tersebut dibuat sangat berkaitan

dengna kemauan serta pengertiannya pribadi.

Pendapat para Autonomis ini meskipun tidak dapat dibantah tapi juga

tidka seluruhnya benar pada dasarnya memang dapat dikatakan bahwa apabila
seseorang berusaha untuk menterjemahkan makna dan tujuan dari suatu biaya

musik ke dalam kata-kata (sastra) maka ia dapat dituduh seolah-olah telah

memasukkan kedalam musik hal-hal yang berlebihan diluar musik atau

menambah bentuk-bentuk yang bersifat insidentil. Tapi sebaliknya kalau ia

tidak menerangkan arti dari isi tersebut maka besar kemungkinan musik

tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak dimengerti.

Menurut Richard Wagner, adalah suatu hal yang keliru kalau seorang

beranggapan bahwa musik sebagai sarana ungkapan yang murni secara

otomatis dapat menentukan apa yang ingin diungkapkan. Sebagai

perumpamaan dapat dikatakan bahwa dalam hal bentuk dan isi, musik tidak

dapat disamakan seroang atau siput di mana setiap rumah keong ada isinya

didalamnya. Karena unsur isi telah menyatu dan tersimpan dalam bentuk dan

bukan unsur tambahan yang asing. Sebaliknya isi musik itu sendiri bukan

merupakan satu idea tau perumpamaan yang tidak dapat diterangkan dengan

kata-kata. Oleh karena itu tidaklah relevan kalau kita mempertanyakan apakah

musik itu mempunyai isi, yang pantas dipertanyakan adalah apakah isi

tersebut berada disitu dengan sendirinya, atau isi tersebut telah terkait atau

dikaitkan sendiri oleh para pendengarnya.

Apakah suatu nilai estetis merupakan hasil endapan (resiche) dan

pengalaman-pengalaman seseorang atau hanya ditentukan melalui penilaian

secara analitis. Dalam kuliah estetika musik ini kita tidak bermaskud untuk

terlalu melibatkan diri secara subjektif dengan aspek pemikir kedua kelompok
tersebut. Selain dari itu kata “indah” itu sendiri dapat menimbulkan

bermacam-macam tafsiran. Dengan demikian tidak heran kalau kemudian

pembahasan estetiak musik muncul istilah-istilah seperti estetika untuk ahli

filsafat dan estetikan musik untuk ahli musik. Lepas dari paham kedua

kelompok tersebut diatas kita lebih condong untuk berpendapat bahwa

estetika musik tidak dapat berdiri sendiri sebagai konsep tunggal atau sebagai

disiplin ilmu pengetahuan tanpa dipencah-pecah ke dalam beberapa konsep

ilmu seperti: teori musik, sejarah musik psikologi musik serta konsep

psikologis tentang efek-efek suara terhadap pendengaran. Disamping itu

unsur-unsur social-historis juga merupakan faktor-faktor tertentu dalam

menilai estetika musik.

Perubahan nilai hidup manusia ikut mempengaruhi perubahan serta

lambang-lambang dan cita-cita manusia terhadap kesenian. Salah satu fakta

yang turut menentukan penilaian terhadap keindahan musik ialah proses

perubahan nilai-nilai hidup manusia dari zaman ke zaman. Seperti kita ketahui

bahwa lambang serta cita-cita manusia terhadap dunia seni dan kesusateraan

senantiasa berganti sepanjang sejarah kebudayaan manusia. Pda zaman klasik

Yunani Romawi Kuno yang memberi lambang dan cita-cita manusia dalam

seni adalah “keindahan” pada zaman Abad Pertengahan (Abad ke-5 sampai

14) lambang tersebut berubah menjadi kebaikan (goodnes) sejak itu musik

tidak hanya indah saja tapi juga harus indah dan baik. Lambang goodness, ini

akhirnya tidak tahan lama karena sejak munculnya Abad Pencerahan (zaman
Renaissance) manusia sering sadar bahwa seringkali predikat indah dan baik

menyembunyikan motif yang suram. Sebagai akibatnya mulai

zamanRenaissance berubah dan cita-cita mulai berubah menjadi kebenaran

dan kejujuran (Truth).

Akhirnya lambang kebenaran dan kejujuran inipun segera

ditinggalkan, karena ternyata pandangan terhadap aspek kebenaran dan

kejujuran inipun dapat berbeda-beda, terutama tergantung dari sudut mana

yang ditinjau. Akhirnya manusia ingin kembali kepada lambang cita-cita

zaman Klasik Yunani Kuno, yaitu “keindahan” (Beauthy).

Sejak kota Wina (Austria) merupakan pusat musik Klasik pada abad

ke-18, musik tersebut tidak lagi hanya sekedar suara pemuas telinga tetapi

juga merupakan seni yang berisikan sari keindahan yang dalam. Bagi

Beethoven umpamanya musik adalah suatu peringatan yang lebih tinggi dari

filsafat.

i. Komponen-komponen Utama Penentu Kriteria Keindahan dalam

Musik

Ada tiga komponen utama yang turut terlibat dalam penentuan Kriteria

keindahan dalam musik.

1. Musik itu sendiri sebagai suatu seni yang terdiri dari bunyi dan

suara beserta segala unsur-unsur yang terkait didalamnya.


2. Manusia sebagai unsur penerima dan pendengar musik beserta

segala aspek kehidupannya.

3. Alam beserta segala makhluk yang terdapat didalamnya yang turut

mempengaruhi kehidupan manusia.

Oleh karena musik adalah seni suara (bunyi) maka komponen tersebut

merupakan komponen utama. Meskipun demikian dalam praktek ke 3

komponen ini berlaku secara interaksi/saling mempengaruhi. Karena dalam

kenyataan masih sebagai seni tidak dapat hadir begitu saja tanpa adanya usaha

dari manusia. Karena dari ke 3 unsur pokok musik yang kita ketahui, yaitu

irama, melody, harmoni, hanya unsur iramalah yang tersedia pada alam.

Sedangkan 2 unsur yang lainnya, yaitu: unsur melodi dan harmoni adalah

hasil produksi manusia.

Suara (bunyi) sebagai bahan dasar utama dari musik selain

mengandung nilai intrinsik juga mengandung nilai-nilai psikologis, terutama

ditinjau dari segi teori dan psikologi musik. Selain dari nilai intrinsik tingkat

pengetahuan yang dimiliki komponen mansuia sebagai pendengar (2) sangat

berpengaruh terhadap penilaian tentang musik yang ia dengar. Ditingkat inilah

sebetulnya dapat kita tangkap sebagian pendapat dari kelompok Autonomis

yang mengatakan, bahwa musik adalah dunia suara yang mandiri tanpa kaitan

apapun dengan dunia di nilai keindahan sebuah karya musik sebagian besar

ditentukan oleh telinga pendengar beserta saraf pendengaran yagn

dimilikinya. Dengan lain perkataan mereka ingin mengatakan bahwa yang


diterima oleh telinga itulah yang berhak menentukan apakah sebuah karya

musik itu indah, tanpa mempersoalkan unsur tambahan lainnya yang berasal

dari luar musik. Sebaliknya kelompok Heteronomis bahwa musik dapat

dijadikan suatu bahasa yaitu bahasa perasaan yang dapat berfungsi tidak

mengungkapkan ide-ide, kesan-kesan, perasaan serta keadaan-keadaan

tertentu. Pendapat ini terutama didukung oleh kenyataan, bahwa suara (bunyi)

mempunyai sifat sekilas atau sementara (gugitive, elusive) sehingga kadang-

kadang meskipun telah dikerahkan kemampuan ekspresi sampai ke batas

maksimal masih dirasakan perlu adanya tambahan keterangan lain untuk

memberi bantuan pengertian kepada telinga pendengar.

Diatas segala perbedaan pendapat ke 2 kelompok antara Heteronomis

dan Autonomis kita dapat mengambil kesimpulan bahwa musik merupakan

seniyang mempunyai 2 dimensi, yaitu :

1. Sebagai seni suara yang bersifat abstrak (absolut) yang hanya

tunduk pada cara-cara atau aturan musical yang murni.

2. Sebagai seni yang penuh ekspresi yang berakar pada

pengalaman manusia.

Disamping interaksi antara komponen musik dan manusia, interaksi

antara kedua komponen ini dengan komponen nomor 2 (alam), juga banyak

mempengaruhi warna serta karakter dari musik yang dihasilkan. Komponen

alami sebagai kosmos tempat dimana manusia lahir, hidup, dan dibesarkan,

sedikit banyak turut mempengaruhi warna serta sifat-sifat dari musik. Faktor
iklim, udara, lingkungan, serta keadaan geografi suatu daerah sedikit banyak

turut menentukan warna serta sifat musik yang dihasilkan sifat musik dari

bangsa atau rakyat dan yang hidup dalam iklim dingin umpamanya agak

berbeda gengan musik rakyat yang hidup dalam alam yang beriklim panas,

dimana sifat lepas dan keterbukaan lebih menonjol. Demikian pula sifat dan

karakter dari musik suatu rakyat yang hidup dalam suasana lingkungan penuh

penindasan dan pengekangan seperti rakyat negara Amerika yang hidup dalam

alam perbudakkan akan sangat berbeda dengan lagu-lagu rakyat yang hidup

bebas dan merdeka.

j. Persepsi Tentang Keindahan dalam Musik

Setelah membahas beberapa masalah mengenai estetika musik,

terutama tentang pendapat 2 kelompok Autonomis dan Heteronomis, tentang

tinjauan musik, tentang hubungan musik dan realitas, tentang isi serta

ungkapan yang terkandung di dalam musik, tentang perubahan nilai serta cita-

cita manusia terhadap kesesuaian dari zaman ke zaman, tentang fungsi musik

dalam kehidupan manusia, dan terakhir tentang 3 komponen utama yaitu:

musik, manusia, alam; maka timbul pertanyaan apa sebetulnya yang indah

dalam musik itu atau unsur-unsur apa saja yang menyebabkan musik menjadi

indah? Atau kalau dalam kalimat ilmu estetika apa kata hakekat keidnahan

yang terdapat dalam musik.


Kelompok Autonomis berpendapat bahwa sesuatu yang indah dalam

musik tentu terutama sekali harus bersifat musikal, yaitu ia harus berada

dalam rangkaian suara (bunyi) yagn terdapat dalam musik itu sendiri, tanpa

memerlukan suatu apapun dari luar serta tanpa mengaitkannya dengan sesuatu

apapun yang berasal dari luar musik. Pengertian istilah musik yang ingin kita

terkankan disini ialah: pada pengertian bahwa musik adalah suatu seni yang

universal yang dapat dimengerti, atau paling tidak dapat dirasakan oleh setiap

orang, baik itu musik vokal maupun musik instrumental. Karena dalam arti

yang luas sebetulnya tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara sebuah

lagu rakyat yang sederhana dengan sebuah fuga karya Bachatau sebuah

simfoni karya Beethoven. Hanya saja perlu kita akui bahwa kadang-kadang

sebuah karya musik tertentu agak sukar dimengerti dan karya musik yang lain.

Seorang pendengar bisa saja menikmati sebuah karya musik tanpa banyak

tahu tentang ilmu musik karena kebetulan terdapat unsur-unsur yang sesuai

dengan kemampuan daya serap yang dimilikinya.

Tingkat pengertian serta kemampuan persepsi seorang pendengar

tentang tiga unsur utama musik, yaitu: melodi, ritme, dan harmoni sangat

menentukan nilai keindahan musik atau suara yang didengarnya. Seorang

yang paling awam tentang ilmu musik yang paling menentukan adalah unsur

melodi. Bagi mereka yang agak baik pengertiannya, unsur irama akan

memberi nilai tambah. Demikian pula apabila pengertian seseorang dilengkapi


dengan ilmu harmoni maka ke 3 unsur tersebut pasti akan dapat memberi nilai

tambah tentang keindahan yang kita dengar.

Kembali pada nilai-nilai intrinsik dari suara kita dapat mengaumi

betapa seorang komponis maupun mengolah butir-butir nada, merangkainya

menjadi melodi yang merdu baik berupa suara tanggal maupun dikombinasi

dengan unsur irama dan harmoni. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa

unsur yang paling menonjol serta maupun menimbulkan kesan indah dalam

musik tidak lain adalah unsur melodi karena kesan atau rangsang pertama

yang menembus indah pendengaran dan langsung dirasa oleh setiap

pendengar adalah melodi lalu timbul pertanyaan unsur apa dari melodi yang

memberi kesan indah? Jawabannya ialah karena terjalinnya koordinasi yang

lincah dan selaras diantara suara/bunyi yang enak didengar, terutama antara

suara-suara konsonan dan kontras, antara suara-suara yang naik dan turun,

antara suara yang keras dan lemah dalam bentuk-bentuk bebas.

Dalam proses perkembangannya unsur melodi selalu ditunjang oleh

unsur irama yang merupakan urat nadi atau jantungnya musik. Dalam

perkembangan selanjutnya ke 2 unsur ini ditunjang oleh unsur tambahan yang

datang agak terlambat, yaitu unsur harmoni yang seperti halnya dengan

melodi juga dihasilkan oleh manusia.

E. SATU CONTOH KAJIAN ESTETIKA MUSIK


1. Musik klasik
Musik klasik berusaha menciptakan suasana bahasa yang universal,

dapat dimengerti secara menyeluruh, dan internasional. Hal ini tampak dalam

tema-tema Sonata dan Simfoni yang mirip dengan lagu-lagurakyat, seimbang

dalam melodi, ritme, dan harmoni. Dalam vafriasi-variasi dan development,

komponis memperhatikan kekayaan yang tersembunyi dalam tema yang

sederhana. Musik selalu ingin manyajikan musik yang bagus, ingin

mengangkat manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Karena itu, musik klasik

dapat dimengerti oleh masyarakat pada umumnya. Pesan rasional dan

perasaan seimbang memberi bentuk yang normal dan wajar.


Seniman musik klasik berusaha mengungkapkan keindahan dalam

karya seni, misalnya dalam lukisan. Sedangkan seorang komponis menirukan

bunyi dengan musik program secara tidak langsung menciptakan musik yang

alamiah atau wajar dan indah. Seperti Tuhan Sang Pencipta yang menciptakan

alam raya yang seimbang. Seniman jaman klasik percaya bahwa alam sendiri

belum memiliki ciptaan musik yang alamiah atau wjar dan isndah seperti Sang

Pencipta yang menghasilkan alam yang seimbang.


- Musik Sonata Beethoven,
Bentuk sonata adalah suatu ide yang ditemukan sebagai suatu garis

perkembangna yang umumnya dalam bagian pertama dari sonata piano

atau karya musik kamar lainnya seperti kwartet gesek. Secara ringkas

bagian-bagian tersebut disebut : (1) bagian eksposisi, bagian yang

menhadirkan tema-tema dan ide-ide, (2) bagian development,


mengembangkan atau mengolah tema-tema menjadi tema baru, dan (3)

Rekapitulasi, kembali ke tema pokok.


Seperti dalam karya Beethoven (1795- 1797) Sonata in c minor, opus

10 nomor 1. Bagian pertama, memperkenalkan dua tema berkontras yang

berarti menciptakan ketegangan bagian ini disebut dengan eksposisi.

Bagian kedua, ada pengolahan harmoni dari dua tema, dan juga dengan

gagasan lain dari eksposisi. Bagian ketiga, dan tema muncul kembali

dalam keharmonisan.
Tema 1 berjiwa dinamis, dengan tempo allegro molto e con brio dalam

C minor, bentuk sonata tanpa coda, harmoni berupa suatu Cadence dari Es

mayor, sedangkan tonika paralel dari C minor. Tema 1 dikembangkan

sambil bermodulasi dan menghantar ke tema 2. Tema 2 dilanjutkan dan

diperahankan hingga akhir ekposisi.

- Musik Opera Mozart,


Musik opera merupakan karya istimewa jaman Mozart dimana

karya-karya musiknya diangkat ketingkat seni yang paling tingi.

Opera-opera Mozart dibagi kedalam tiga periode : periode awal (1767-


1772); periode kedua (1775-1780), dan periode ketiga (1782-1791)

disebut masa Wina. Kali ini kia akan ambilkan dua cuplikan cerita

karya opera Mozart. Karya pertama opera Don Giovani (1787) yang

disebut Dramma Giocosa. Latar belakang cerita ini berasal dari

masyarakat Spanyol. Mari kita telusuri sedikit tentang kisah hidup

pemburu wanita (McNeil, 1998 : 40).


Bermula dari proses merayu seorang wanita bernama Donna

Anna, Don Giovani membunuh ayah wanita itu. Usaha Don Giovani

merayu wanita lain tidak berhasil akhirnya hantu Commendatore

(bapak yang dibunuh) mengunjungi Don Giovani dalam suatu pesta

dansa dengan wujud patung, yang selanjutnya Don Giovani ditarik

kedalam neraka oleh hantu tersebut (McNeill, 1998 : 40).


Sebagai contoh karya Mozart Don Giovani berikut ini dalam

finale babak I, bernyanyilah Don GIovani yang membujuk kekasihnya

Zerlina (ikutlah aku ...) sedangkan Maseto pacar Zerlina yang ditahan

oleh Leporello berteriak, biarla aku, pergilah, Zerlina (Prier, 1993 84)

Contoh karya Mozart, Don Giovani,


Finale babak I, diciptakan 1787
Analisis secara vertikal, pada birama 454 hitungan ketiga

dimulai dengan akord G mayor sampai birama 455 hitungan kedua,

sedangkan pada birama 356 terjadi akord V7 (D7) sampai birama 357

hitungan ke 1, hitungan ke 2 sudah kembali ke tonik akord I (G

mayor). Secara vertikal Mozart menunjukkan cirikhas gaya klasik

dengan akord-akord mayornya. Memang ada keunikan yang dibuat

Mozart adalah sukat ¾ yang berbeda yang digunakan oleh Don

Giovani dengan sukat 3/8 yang digunakan oleh Masetto.


Opera kedua adalah Cosi fan tutte, yang mengisahkan tentang

dua orang pecinta. Cerita ini dimainkan enam orang pemeran. Berawal

dari Don Alfonso seoranbg bapak yang berpengalaman, dan seorang

pembanu perempuan bernama Despina yang ingin medidik dua orang

pria tenang sifat wanita. Don Alfonso yakin bahwa keseiaan para

pasangan dapat ditawar. Untuk membuktikan teori, ia membuat sebuah

sandiwara, dengan mengharuskan kedua pria tersebut ikut angkatan

bersenjata. Pada saat mereka berangkat bertugas para pacar-pacarnya

mengiringi dengan banjiran air mata. Mereka juga menyerakan janji-

janji muluk tentang kesetiaan yang kekal. Kemudian, sesuai dengan

instruksi Don Alfonso dan Despina, kedua pria kembali dalam

samaran sebagai prajurit Albania dan mereka masing-masing berusaha

untuk merayu pacar temannya. Awalnya kedua wanita tersebut

menolak, namun kahirnya menyerah juga. Kedua pria itu sangat


terkejut, namun Don Alfonso berpendapat bahwa perilaku para wanita

meang seperti itu.

2. Musik Tradisi
Dalam festival gamelan tingkat internasional yang diadakan di Yogyakarta

pernah ada satu kelompok dari luar negeri yang penampilannya tepat dan kompak

sehingga bagus namun oleh para empu gamelan dianggap bukan permainan

karawitan. Para ahli gamelan mengatakan bahwa itu bukan gamelan namun

merupakan ansambel perkusi dengan menggunakan alat musik gamelan.

Paradigma keindahan gamelan (Jawa) bukan pada persisi hitungan metrum,

persisi pukulan ketukan namun harus ada rasa, kapan antar pemain berkomunikasi

dalam bunyi-bunyi instrumen yang menjadi tanggung jawab masing-masing,

maka tidak hanya wirama saja namun juga ada nilai-nilai keindahan berupa

wirasa, berolahrasa antar anggota pemainnya. keindahan permainan gamelan

bukan pada hitungan matematis ketukan yang persis tetapi justru terletak pada

kesesuaian rasa antar ricikan gemelan, kendang serta gongnya.


Dalam setiap musik etnis memiliki ukuran-ukuran keindahan sendiri-sendiri,

maka Irwansyah Harahap menulis sebagai berikut: “1.Musik hanya bisa dipahami

berdasarkan konteks kultural dimana musik itu berada; 2.Musik tidak dapat diberi

nilai baik atau buruk, karena masing-masing masyarakat memiliki kaedah estetis

maupun etis tersendiri terhadap musiknya; ……. “ (Harahap, 2001: 3). Kriteria

keindahan dan kebermaknaan musik berdasarkan pandangan masyarakat pemilik

kebudayaan itu, paradigma dalam memberikan arti keindahan melekat pada

konteks budaya etniknya. Nilai-nilai etis dan estetis kebudayaan masyarakat Barat
akan berbeda dengan masyarakat Timur demikian pula dalam hal musik yang

merupakan salah satu unsur dari kebudayaan.


Sebagai contoh karya musik dalam gamelan yaitu karya komposer karawitan

Ki Narto Sabdo yang terkenal dengan karawian gaya Semarangannya. Kata

Semarangan artinya menujukkan pada sebuah daerah yaitu Semarang, artinya

gaya Semarangan berasal dari daerah Semarang, begitu juga dengan istilah

Sragenan, Klatenan, Cianjuran, Cigawiran, Dal lain sebagainya juga

menunjukkan kedaerahannya masing-masing sebagai cirikhas sebuah kesenian

tradisi. Karya Ki Narto Sabdo yang populer dikalangan masyarakat Jawa Tengah

bahkan sampai ke luar Pulau Jawa yaitu lagu Prahu Layar dalam laras pelog

pahet nem. Dalam aturan karawitan tradisi penggunaan laras pelog pathet nem

wilayah nadanya mencakup 612356123, menghindari nada 4 dan nada 7 karena

nada 4 identik dengan pelog lima sedangkan nada 7 identik dengan pelog barang.

Namun apa yang terjadi pada lagu Prahu Layar, sang komposer menggunakan

kedua nada tersebut dan menurut nilai keindahan musik terasa enak didengar.

Nada 4 (pat) digunakan pada intro dan juga pada lagunya sedangkan nada 7

digunakan pada lagu di baris ke 5. Berikut petikan melodi lagunya :

6 7 6 5 4 6 2 1
a-lon ba-nyu-ne wis be-ning

Bunyi instrumen yang terbuat dari bambu seringkali dipandang menghasilkan

bunyi yang indah oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat Sunda, misalnya,

penilaian indah terhadap bunyi yang dihasilkan oleh angklung tersebut tidak dapat
dilepaskan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Sunda. Masyarakat

Sunda dikenal sebagai masyarakat yang akrab atau dekat dengan lingkungan

alam. Mereka memandang lingkungan hidupnya sebagai sesuatu yang indah, yang

harus dihormati, diakrabi, dipelihara, dan dirawat. Kedekatan masyarakat Sunda

dengan lingkungan alam tampak pada tindakan mereka untuk menjadikan bahan-

bahan dari lingkungan sekitar, misalnya bambu, sebagai bagian dari kebutuhan

untuk mengekspresikan keindahan.

Ditinjau dari aspek musikal, bunyi yang dihasilkan dari instrumen dari bambu

dipandang dapat lebih mengekspresikan gagasan mereka untuk berinteraksi dalam

masyarakat. Dengar dan perhatikan potongan lagu Sampurasun yang diaransemen

oleh Tedi Nur Rochmat berikut (bar 31 – 42) dengan menggunakan angklung

Sunda/Indonesia.
Kesan apa yang kamu peroleh setelah mendengarkan potongan lagu

itu? Apabila kesan tersebut memperlihatkan nilai-nilai keindahan dalam

masyarakat Sunda, yang dapat kamu peroleh. Diskusikan hasil temuan kamu

dengan beberapa temanmu

Simbol tidak hanya tampak pada instrumen, tetapi juga pada suara

manusia. Sekarang, mari kita dengarkan melodi awal dalam lagu Keroncong

Kemayoran yang digolongkan ke dalam genre musik keroncong. Secara

teoretis, melodi awal lagu Keroncong Kemayoran dapat dituliskan sebagai

berikut:

Keroncong Kemayoran

Lagu keroncong itu umumnya akan dinyanyikan secara berbeda oleh

penyanyinya. Dengarkan contoh bagaimana potongan lagu itu dinyanyikan

oleh umumnya penyanyi keroncong (contoh audio).

Apakah cara penyanyi keroncong menyanyikan lagu itu dan

penampilan visualnya mengingatkan kamu pada suatu kelompok masyarakat


tertentu? Elemen-elemen musikal apa saja yang dapat dimaknai berhubungan

dengan nilai-nilai keindahan dalam masyarakat pendukung musik keroncong?

Ditinjau dari aspek nonmusikalnya, penampilan visual para penyanyi,

khususnya wanita, dalam pertunjukan musik keroncong pun berbeda dari

penyanyi dalam jenis/genre musik lainnya. Apa yang kamu rasakan ketika

mendengarkan lagu Keroncong Kemayoran tersebut? Bagaimana nada dan

keteraturan irama/ metrumnya? Bagaimana penampilan visual penyanyinya?

Diskusikan temuan-temuan kamu dengan beberapa temanmu. Sekarang, cari

satu contoh musik yang dapat dipandang memiliki simbol musikal dan non-

musikal bagi lingkungan masyarakat kamu atau masyarakat lain. Kemudian,

hubungkan simbol tersebut dengan nilai-nilai estetik dalam budaya

masyarakat tersebut. Diskusikan temuan-temuan kamu dengan beberapa

temanmu.

F. Rangkuman
Musik adalah keindahan suara yang dapat didengar. Sumber suara ini terdapat dua

macam asalnya yang dihasilkan oleh alat-alat, dan yang dihasilkan oleh manusia.

Suara yang dihasilkan oleh alat-alat disebut instrumental, sedangkan suara yang

dihasilkan oleh manusia disebut vokal


Elemen dasar dalam sebuah karya seni musik terdiri dari : melodi, irama, harmoni

dan dinamik. Selain hal dasar tersebut ada juga elemen pendukung diantaranya

ritmik, akord, nada, dan sebagainya.


Nilai estetika musik di era tahun 70-90an awal masih terbingkai dengan budaya

ontoligis, yaitu sebuah budaya yang masih memegang prinsip-prinsip yang bersifat
pakem atau baku. Di era setelan krisis moneter pakem-pakem tersebut mulai luntur

dan muncul karya seni yang mengedepankan selera pasar. Jenis karya seni bersifat

instan tidak lagi memperhitungkan nilai-nilai keindahan didalamnya, namun masih

ada beberap komposer yang memperhatikan nilai-nilai keindahannya.


Kriteria keindahan karya seni musik :

1. Musik itu sendiri sebagai suatu seni yang terdiri dari bunyi dan suara beserta

segala unsur-unsur yang terkait didalamnya.

2. Manusia sebagai unsur penerima dan pendengar musik beserta segala aspek

kehidupannya.

3. Alam beserta segala makhluk yang terdapat didalamnya yang turut mempengaruhi

kehidupan manusia.
G. Daftar Pustaka

Agus Sachari, Estetika Makna, SImbol dan Daya, Institut Teknologi Bandung,
Bandung, 2002

Deni Junaedi, Estetika Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai, ArtCiv, Yogyakarta, 2013

Dharmo Budi Suseno, Lantunan Shalawat dan NAsyid, Media Insyani, Yogyakarta,
2005

Djohan, Terapi Musik Teori dan Aplikasi, Galang Press, Yogyakarta, 2006

Psikologi Musik, Galang Press, Yogyakarta, 2009

Esa Poetra Adjie, 1001 Jurus Mudah Menyanyi, DAR Mizan, Bandung, 2005

Hendrizal, Studi Analisis : Nilai-Nilai Esetika Lokal Dalam Musik Gamat, Ekspresi
Seni, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, ISI Padang Panjang, ISSN ;
1412 1662, Volume 15 No 1 Tahun 2013

Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2000

Simanungkalit, Teknik Vokal Paduan Suara, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2008

Made Bambang Oka Sudira, Ilmu Seni Teori dan Praktek, Intan Prima, Jakarta, 2010

Novi Anoegrajekti dkk, Estetika Sastra, Seni, dan Budaya, UNJ Press, Jakarta, 2008
Pande Made Sukerta, Metode Penyusunan Karya Musik (Sebuah Alternatif), ISI Press
Solo, Surakarta, 2011

Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, Ford Foundaion dan Masyarakat Seni


Pertunjukan Indonesia, Jakarta, 2002

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/747/682

Anda mungkin juga menyukai