Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat-Nya, akhirnya buku “Manajemen


Kecemasan Pasien Sindrom Coroner Akut Dengan Pendekatan Music tradisional “Gong
Waning” ini dapat disusun. Buku ini memuat tentang konsep penyakit SKA, konsep
kecemasan dan konsep music gong waning.
Materi buku ini selain disintesis dari berbagai sumber juga diambil dari pengalaman
penulis dalam aplikasi penerapan music gong waning pada pasien SKA dengan kecemasan.
Penulisan buku ini merupakan salah satu kontribusi penulis dalam menambah sumber belajar.
Terima kasih disampaikan kepada Kementrian Riset, teknologi dan Pendidikan
Tinggi selaku pemberi dana hibah penelitian. Terimakasih juga disampaikan kepada Nyong
Franko yang berkontribusi dalam pembuatan music gong waning dan Yani Newar yang
berkontribusi dalam memberikan informasi terkait sejarah music gong waning serta semua
pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian buku ini.
Penulis telah berupaya menyelaraskan buku ini seringkas dan sejelas mungkin
supaya mudah dipahami. Namun, tiada gading yang tak retak, telah disadari buku ini masih
jauh dari yang diharapkan. Untuk itu, saran penyempurnaan sangat diharapkan.
GONG WANING DAN KEHIDUPANNYA
PADA PERIODE 1980-AN SAMPAI SEKARANG
A. Sejarah music gong waning
Keberadaan seni music gong waning mempunyai hubungan yang erat dengan
fungsi dan atau peranan dalam kehidupan masyarakat Sukka. Sebaliknya, seni music
gong waning tidak akan pernah ada bila tidak berfungsi bagi masyarakatnya. Gong
waning merupakan salah satu alat music tradisional yang keberadaannya sudah lama
di kalangan masyarakat Sikka. Alat music ini sudah ada sejak tahun 1920-an. Musik
gong waning ini merupakan dampak dari masuknya para pedagang China yang pada
saat itu membawa alat music ini untuk ditukarkan dengan barang kerajinan atau hasil
bumi masyarakat Sikka.
Sebelum adanya alat music gong waning ini, masyarakat Sikka terlebih
dahulu menggunakan lettor sebagai alat music. Lettor merupakan alat music yang
terbuat dari kayu berbentuk bilahan yang disusun seperti gambang Jawa. Namun,
setelah mengenal alat music gong, masyarakat mengganti lettor dengan gong. Hal
tersebut dikarenakan suara yang dihasilkan mirip dengan lettor.
Kehidupan masyarakat Sikka yang sarat dengan upacara-upacara ritual selalu
melibatkan seni music gong waning. Music gong waning sebagai salah satu wujud
budaya masyarakat mempunyai hubungan dengan upacara tertentu yang dilakukan
pada bulan tertentu dan pada tempat tertentu. Tempat penyelenggaraan suatu upacara
disesuaikan dengan jenis upacara. Biasanya upacara-upacara untuk kepentingan umum
diadakan di rumah adat atau di altar persembahan dan dapat pula diadakan di ladang
atau di kebun
Penyajian seni music gong-waning dalam penampilan ritusnya berlangsung
selama 5-6 hari. Instrument yang digunakan terdiri dari 8 (delapan) buah gong, 2 (dua)
buah waning dan sebuah saur. Irama disajikan dalam 2 (dua) macam yaitu irama todu
dengan tempo pelan dan irama bledu blabak atau glebak dengan tempo cepat. Tari dan
do’a atau nyanyian yang mengiringi ansambel music gong waning selalu diulang
dengan pengulangan yang tidak terbatas.
Dalam perkembangan fungsinya, seni music gong waning mengalami
perubahan penggunaan alat music. Penyajiannya menggunakan 5 (lima) buah gong, 2
(dua) buah waning dan sebuah saur. Secara musikalitas sudah menyajikan delapan (8)
irama yaitu irama todu dengan tempo pelan, irama glebak atau bladu blabak dengan
tempo cepat, irama ropo dengan tempo cepat, hangat, gembira, irama loro dengan
tempo sedang cepat, irama plahi dengan tempo agak cepat, irama leke dengan tempo
pelan terputus-putus serta irama sora dengan tempo pelan agak sentak.
B. Pengertian Gong-Waning
Gong adalah alat musik tradisional yang dibunyikan dengan cara ditabuh dalam
posisi digantung atau dipegang, sedangkan waning adalah alat musik tradisional yang
dibunyikan dengan cara ditabuh dalam posisi ditunggangi. Piet Petu, SVD memberi
pengertian bahwa Gong-Waning adalah nama alat musik tradsional daerah Sikka yang
terdiri dari 5 (lima) buah gong dan 2 (dua) tambur besar atau waning.
Seni musik Gong-Waning merupakan salah satu genre seni pertunjukkan rakyat
di Kabupaten Sikka. Seni musik ini lebih banyak hadir sebagai sarana untuk
mendekatkan manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan serta manusia dengan
sesamanya yang dalam perwujudannya merupakan suatu seni pertunjukkan yang
menggunakan instrument gong, instrument waning dan instrument saur atau bambu
tunggal sebagai sarana ungkapan.
Penamaan masing-masing gong diambil dari bahasa Sikka Krowe, yang dikenal
dengan:
1. Gong inan yang artinya gong ibu karena ukurannya lebih besar
2. Gong hagong atau gong lepeng artinya memanggil atau memberitahu
3. Gong anak artinya gong kecil karena ukurannya lebih kecil dari gong-gong lainnya
4. Gong udong artinya melompat kegirangan
5. Gong beit artinya menghalau atau menghapus.

Dalam sajiannya, masing-masing gong dibunyikan sesuai urutan dengan pola


ritme tertentu sehingga membentuk suatu jalinan ritme dan melodi yang dikehendaki.
Ditinjau dari arti katanya, gong inan karena secara musikalitas, gong ini ditabuh lebih
dahulu ia mempunyai posisi yang dituakan yaitu sebagai gong ibu. Gong ini setelah
dibunyikan secara bertalu-talu, kemudian disahut oleh gong hagong atau gong lepeng.
Secara musikalitas, gong hagong atau gong lepeng ini menerima panggilan dari
gong inan, menyahuti panggilan tersebut kemudian memberitahu kepada gong anak.
Sebagai gong yang paling kecil, gong anak menghasilkan bunyi yang nyaring sehingga
secara musikalitas gong ini berperan memainkan suara diskan (tinggi). Fungsi gong
udong secara musical sebagai penyenang, penambah bunyi untuk memberi semangat
pada gong-gong lainnya sedangkan gong beit selain mempunyai fungsi yang sama
seperti gong udong, ia juga berperan mengatur suasana musical dalam arti jika terjadi
kekerasan bunyi pada gong-gong lainnya maka gong beit akan menenangkan.
C. Orkestrasi Gong Waning
Ansambel music gong waning terdiri dari dua kelompok besar yaitu kelompok
gong dan kelompok waning. Kelompok gong terdiri dari lima (5) buah gong yaitu gong
inan, gong hagong atau gong lepeng, gong anak, gong udong dan gong beit. Kelompok
waning terdiri dari dua (2) buah yaitu waning inan dan waning anak. Kedua kelompok
besar ini dilengkapi dengan alat music saur
1. Instrument. Gong
Secara etimologi nama instrument gong diambil dari peniruan pelafalan
langsung dari bunyi yang dihasilkan instrument music tersebut. Menurut orang Sikka,
instrument gong mempunyai kecenderungan bunyi yang gaung dan besar.
Instrumen gong berbentuk bulat (seperti umumnya gong-gong di Pulau Jawa), pada
bagian depannya terdapat pencon. Dilihat dari jenisnya, gong masuk kedalam
kelompok alat music idiophone. Aslinya, bahan baku gong Sikka terbuat dari
kuningan, sedangkan sekarang lebih banyak dijumpai instrument gong dengan bahan
baku besi atau tembaga, sehingga menghasilkan bunyi yang kurang baik.
Pada masa lampau, instrument gong biasanya ditabuh dengan telapak sandal
karet yang dililitkan pada sebatang kayu, namum sekarang alat pemukul itu diganti
dengan ban mobil karena mempunyai kepadatan yang lebih kuat sehingga
menghasilkan bunyi yang lebih keras.
Gambar instrument gong
2. Instrument waning
Waning adalah instrument music berbentuk kendang dengan satu muka.
Penamaan waning diambil dari bahasa Sikka Krowe untuk penyebutan alat music
gendang. Pada ansambel music gong waning terdapat dua (2) buah waning, masing-
masing mempunyai ukuran dan penyebutan yang berbeda. Untuk waning yang besar
disebut waning inan atau gendang ibu dengan diameter sekitar ±100 cm, sedangkan
waning yang berukuran kecil disebut waning anak atau gendang anak dengan diameter
±80 cm. Bahan baku dari kedua alat music waning adalah batang pohon kelapa,
sedangkan sebagai membrannya digunskan bahan baku dari kulit sapi atau kulit rusa.
Waning sekarang lebih banyak menggunakan kulit rusa karena mempunyai kekuatan
lebih jika dibandingkan dengan kulit sapi. Bahan lain yang turut membentuk alat music
waning adalah rotan atau kawat yang berfungsi sebagai pengatur ketegangan kulit.
Dalam penyajiannya, kelompok instrument waning memiliki peranan sebagai
pengiring kelompok instrument gong dengan ritme yang monoton

Gambar: instrument waning


3. Instrument saur
Saur adalah instrument music yang terbuat darinsebatang bambu tunggal
dengan bentuk yang sederhana dan mudah dijumpai di mana-mana. Alat music saur
itu diambil dari sebatang bamboo yang tidak terlalu tua dengan ukuran panjang ±1 cm
(dapat dikurangi atau ditambahi tergantung selera yang menggunakan). Bambu ini
biasanya dipecahkan dengan maksud memberi kenyaringan bunyi
Penamaan alat music saur diambil dari bahasa Sikka Krowe untuk penyebutan
nama sebatang bambu. Dalam penyajian kelompok seni music gong waning, saur
memiliki peranan until melengkapi Sajjan ansambel music gong waning, dalam hal ini
instrument saur berfungsi sebagai pemberi aba-aba sebagai pembuka atau yang
memulai sebuah lagu; disamping itu pula, bersama kedua instrument waning,
instrument saur juga berfungsi mengiringi kelompok instrument gong.

Gambar: instrument saur

D. Fungsi alat music Gong waning


Perkembangan seni music gong waning di atas menunjukkan adanya
perkembangan fungsi yang sangat pesat. Sejak awal keberadaannya, fungsi dan atau
peranan music gong waning hanya ditujukan untuk kegiatan upacara-upacara ritual
adat serta sebagai alat komunikasi social masyarakat. Mulai tahun 1960-an dan
semakin pesat di tahun 1980-an, seni music gong waning mulai digunakan untuk acara-
acara keagamaan, penyambutan tamu, memperingati HUT RI, menghibur wisatawan
mancanegara, perlombaan, festival dan sebagainya.
Adapun beberapa fungsi dari alat music gong waning tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga keselamatan hidup manusia
Musik gong waning sebagai sarana dengan yang menitahkannya atau yang
berada di atasnya, seperti contoh sebagai sarana upacara ritual kegamaan, atau
sistem kepercayaan supaya memberi berkah, keselamatan dan rejeki. Proteksi
terhadap gangguan, baik itu dari sesama manusia, makhluk lain maupun dari alam
dan lingkungan. Ilustrasi ini dapat dilihat pada contoh music perang, upacara
penyembuhan terhadap gangguan kesehatan, fisik dan psikis, upacara mengusir
pengaruh roh jahat, binatang dan sebagainya.
2. Mencukupi kebutuhan pokok hidup seharai-hari
Music adalah sebagai kelengkapan upacara pertanian. Di beberapa daerah di
Indonesia yang mayoritas adalah agraris, music selalu hadir sebagai kelengkapan
sarana upacara pertanian, mulai dari menyediakan lahan, meminta hujan,
menanam, memelihara, menyuburkan tanah sampai pada panennya. Demikian pula
pada seni music gong waning di daerah Kabupaten Sikka. Gong waning
mempunyai peranan penting dalam upacara-upacara pertanian atau ritual dua siklus
tahunan, yaitu upacara musim hujan dan upacara musim kemarau. Di beberapa
daerah di Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dari perairan maupun dari
berburu, dikenal adanya music atau nyanyian kerja. Kesenian terutama music atau
nyanyian kerja banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Sikka, music gong waning
dijadikan sebagai aba-aba penyatu atau penggerak, penyemangat sekaligus sebagai
penghibur kerja, baik itu untuk manusianya atau para pembantunya.
3. Ucapan syukur
Setelah mendapat sukses, baik dari hasil panen, tangkapan hasil laut, hasil
buruan, sembuh dari gangguan kesehatan, mendapatkan sesuatu yang diinginkan
(anak, pangkat, jabatan dan sebagainya), tak jarang orang mengadakan upacara
yang melibatkan kesenian yaitu music, tari dan do’a atau nyanyian. Acara atau
upacara ini merupakan ungkapan kegembiraan, rasa syukur dan terima kasih
kepada Tuhan atau pihak lain yang memungkinkan suatu pekerjaan atau niat
seseorang atau sekelompok orang yang berhasil. Dari keberhasilan tersebut,
masyarakat Kabupaten Sikka biasanya menghadirkan seni music gong waning
sebagai sarana ungkapan dalam menyampaikan rasa gembira dan ucapan syukur
mereka
4. Rite of passage
Upacara yang menandai setiap tahapan atau siklus daur hidup manusia,
mulai dari calon manusia masih dalam kandungan ibu, kemudian lahir diberi nama,
khitanan, perkawinan dan kematian, hamper semuanya melibatkan kehadiran
kesenian baik music, tari dan do’a atau nyanyian. Demikian pula yang terjadi di
wilayah Kabupaten Sikka, seni music gong waning selalu dihadirkan dalam
upacara siklus daur hidup manusia
5. Mengagungkan Tuhan
Seni music gong waning sering diperdengarkan dalam acara-acara besar
keagamaan yang pada dasarnya bermuara pada pendekatan diri manusia terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, maupun dalam memuji kebesaranNya
6. Social masyarakat
Upacara atau acara yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia
lain dalam hidup bersama-sama dalam suatu lembaga, formal maupun non formal
banyak juga melibatkan kesenian. Hal ini dapat dilihat pada upacara penobatan,
pengukuhan, peresmian lembaga maupun bangunan fisik hasil pembangunan,
penyambutan tamu penting yang mana selalu dihadirkan seni music gong waning
untuk mengiringi tarian
7. Cinta kasih
Music sebagai sarana pengungkapan perasaan cinta kasih meliputi hubungan
diantara dua insan maupun antara orang tua ke anak yang biasanya melibatkan
music gong waning sebagai sarana ungkapan kasih saying
8. Informasi
Didalam hidup bermasyarakat dimana setiap orang saling membutuhkan dan
memberi, berbagi tugas, kewajiban, rasa dan sebagainya, kesenian ikut berperan
dalam memberi informasi kepada anggota masyarakat luas. Karena sifatnya yang
menarik untuk dipandang maupun didengar, kesenian dapat merupakan sarana
yang efektif untuk menarik perhatian orang lain. Dengan demiikian, informasi
tersebut terutama untuk hal-hal yang menyangkut kebutuhan orang banyak, seperti
informasi tentang adanya kecelakaan, bencana alam, bahaya pencurian, ajakan
berkumpul, bekerja, membayar pajak dan sebagainya biasanya menggunakan jasa
alat music gong waning
9. Hiburan
Seni hiburan disini bukan merupakan acara pagelaran yang khusus
diselenggarakan untuk menghibur orang lain, seperti pada kesempatan-kesempatan
yang disebut sebelumnya. ,usik ditujukan untuk selingan bekerja atau menghibur
diri (lingkungan) nya sendiri dikala senggang atau sehabis bekerja
10. Agama
Keberadaan seni music gong waning yang tidak dapat dipisahkan dari unsur-
unsur nasrani sangat besar pengaruhnya terhadap eksistensi dan perkembangan
seni music tersebut
11. Pariwisata
Penggalakan pariwisata secara besar-besaran di Florea khususnya di
Kabupaten Sikka memberi kehidupan baru seni music gong waning
12. Media massa
Pesatnya kehadiran media massa sebagai sarana komunikasi antar daerah
atau budaya sangat berpengaruh terhadap perubahan bentuk penyajian seni music
gong waning dewasa ini
A. PENDAHULUAN
Tujuan dilakukan pemeriksaan fisik pada pada pasien dengan kelainan
kardiovaskuler adalah agar secara dini dapat terdeteksi berbagai kelainan kardiovaskuler
meliputi kelainan kardiovaskuler primer, gelaja-gejala yang menyerupai dan untuk
pemeriksaan awal (skrining) untuk secara dini guna mendiagnosa kelainan-kelainan pada
sistem kardiovaskuler dan sebagai pencegahan pada penyakit jantung. Pemeriksaan fisik
harus dilakukan secara teliti dan menyeluruh berupa keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital, keadaan kulit, keadaan dada, keadaan jantung, kondisi jantung, keadaan paru-paru,
perubahan suara napas pada paru-paru, keadaan abdomen, tungkai dan arteri perifer.
Pemeriksaan kardiovaskuler yang tidak dilakukan secara dini yang dibarengi
dengan perilaku yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, alcohol, pola makan yang
tidak sehat serta kurangnya aktivitas fisik yang akan berdampak pada peningkatan
mortalitas, peningkatan beban hidup dan lain sebagainya. Menyikapi hal tersebut maka
mahasiswa keperawatan harus mampu melakukan deteksi dini dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler. Asuhan keperawatan adalah sebuah proses
keperawatan yang meliputi tahapan pengkajian, perumusan diagnose keperawatan,
intervensi atau perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan. Asuhan
keperawatan dibuat guna meningkatkan status kesehatan pasien yang mencakup kegiatan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dengan mempelajari dan melakukan
pemeriksaan fisik serta asuhan keperawatan, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler khusunya
penyakit sindrom coroner akut
2. Merumuskan diagnose keperawatan terkait gangguan pada system kardiovaskuler
khusunya penyakit sindrom coroner akut
3. Membuat intervensi keperawatan terkait gangguan pada system kardiovaskuler
khususnya penyakit sindrom coroner akut
4. Melakukan implementasi keperawatan terkait gangguan pada system kardiovaskuler
khususnya penyakit sindrom coroner akut
5. Melakukan evaluasi keperawatan terkait gangguan pada system kardiovaskuler
khususnya penyakit sindrom coroner akut
B. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan suatu tindakan atau tahapan yang paling pertama dalam
melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa melakukan pengkajian dengan cara
mengumpulkan data berupa data subyektif dan data obyektif. Data subyektif diperoleh
melalui wawancara dengan klien dan keluarga, sedangkan data obyektif diperoleh melalui
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik klien dengan Sindrom
Koroner Akut berupa pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation, Disability, Expouse.
Pemeriksaan Airway dilakukan untuk melihat apakah klien mengalami sumbatan
atau tidak, ada perdarahan atau tidak, apakah klien mengalami bunyi napas tambahan atau
tidak. Pemeriksaan Breathing untuk melihat apakah gerakan dada klien simetris atau tidak,
apakah klien menggunakan otot bantu napas atau tidak, bunyi na\pas klien vesikuler atau
tidak, Respiratory Rate apakah normal atau tidak. Pemeriksaan Circulation untuk melihat
tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nasi, suhu, SPO2, CRT. Pemeriksaan Disability
meliputi pemeriksaan GCS dan pemeriksaan Expouse untuk melihat atau mengetahui
adanya udem, fraktur dan perdarahan.
Pada pengkajian keluhan utama, klien mengatakan badan tersa lemah dan sesak
napas
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif
dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat,
lingkungan dan kebudayaan.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:
 Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosiokultural dan spiritual yang bias
mempengaruhi status kesehatannya
 Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, bahkan saat
ini sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database
yang lengkap. Data yang terkumpul, berasal dari perawat dan klien selama
berinteraksi dan sumber yang lain
 Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting
dan catatan kesehatan kien
Metode pengumpulan data meliputi:
 Melakukan interview/wawancara
 Riwayat kesehatan/keperawatan
 Pemeriksaan fisik
 Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostic lain serta catatan
kesehatan (rekam medic)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk
membuat diagnose keperawatan. Diagnose keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medic, dan pemberi
pelayanan kesehatan yang lain.
Diagnose keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat professional yang
menggambarkan tanda dan gejala yng menunjukkan masalah kesehatan 4

Anda mungkin juga menyukai