Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi
atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan
untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja perusahaan
(Sulistyanto, 2008). Praktik manajemen laba dalam perusahaan merupakan hal yang
logis karena fleksibilitas akuntansi memungkinkan manajer dalam mempengaruhi
pelaporan. Mulford (2010) menyatakan bahwa untuk dapat menilai baik buruknya
manajemen laba tergantung pada sifat langkah-langkah manajemen laba yang
dilakukan dan tujuan dari manajemen laba tersebut. Langkah-langkah manajemen
laba bisa berada dalam rentang mulai dari yang paling hati-hati dengan menggunakan
fleksibilitas dalam batasan SAK, menggunakan fleksibilitas yang hampir diluar
batasan SAK, sampai pada melanggar SAK dengan membuat laporan keuangan
bermuatan kecurangan. Ada berbagai pandangan mengenai manajemen laba itu
sendiri. Biasanya akademisi berpendapat bahwa manajemen laba itu tidak buruk
dengan mengasumsikan bahwa laporan keuangan telah mengungkapkan seluruh
manajemen laba yang dilakukan, atau dengan kata lain manajemen laba yang baik
adalah yang masih dalam batasan aturan SAK dan diungkapkan secara penuh
mengenai dampaknya terhadap kinerja keuangan tahun berjalan dan yang akan
datang. Sedangkan manajemen laba yang buruk adalah menyajikan kinerja keuangan
yang menyesatkan pembacanya dengan tidak mengungkapkan seluruhnya maupun
sebagian mengenai dampaknya terhadap kinerja keuangan dan biasanya dilakukan
secara tersembunyi.
Banyak kasus yang terkait dengan manajemen laba, baik terjadi di dalam
negeri maupun luar negeri. Contoh kasus manajemen laba diluar negeri yaitu terjadi
pada perusahaan elektronik asal Jepang Toshiba. Seperti yang dimuat
money.cnn.com oleh Yan pada tahun (2015) Toshiba mulai menyelidiki praktik
akuntansi di divisi energi. Menurut sebuah komite independen, perusahaan
menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar atau sekitar $1,2
miliar selama 7 tahun. Akibat skandal akuntansi yang mengguncang perusahaan,
saham Toshiba telah turun sekitar 20 persen sejak awal april ketika isu-isu akuntansi
ini terungkap. Nilai pasar perusahaan hilang sekitar ¥1.673 triliun ($13,4 miliar) dan
para analis memperkirakan saham Toshiba masih akan terus turun.
Contoh kasus terkait praktik manajemen laba di dalam negeri di antaranya
adalah terjadi pada PT Indofarma Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Elnusa Tbk dan PT
Agis Tbk. Pada tahun 2004 PT Indofarma Tbk melakukan praktik manajemen laba
dengan menyajikan laba bersih dengan cara menaikkan overstated laba bersih senilai
Rp28,78 miliar, sehingga dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses
yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga hpp tahun tersebut overstated.

1
2

Target yang ingin dicapai dalam praktik manajemen laba ini adalah menaikkan laba
(www.tempo.co, 2004). Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di
pasar modal Indonesia. Khusunya pada emiten manufaktur di BEI Jakarta, yaitu pada
PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas
Pasar Modal,2002) diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam
penialian persediaan barang jadi dan kesalahaan pencatatan penjualan,dimana
dampak kesalahan tersebut yang mengakibatkan overstated laba pada laba bersih
untuk tahun yang berahir pada 31 dsesmber 2001 sebesar Rp32,7 miliar (Kompas, 21
November 2002).
Kemudian kasus manajemen laba terkait dana cadangan pernah terjadi pada
PT Elnusa Tbk. Pada tahun 2011 cadangan dana perusahaan yang mencapai Rp111
milyar disalahgunakan oleh pihak manajemen sehingga tampak luar perusahaan
memiliki potensi meraih keuntungan yang cukup tinggi, namun sebenarnya
perusahaan dalam kritis (detik.com, 2011). Pada tahun 2007, berdsarkan pemeriksaan
Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) telah ditemukan bukti bahwa PT Agis Tbk
memberikan informasi laba yang secara material tidak benar yang seharusnya total
pendapatan sebesar Rp466,8 miliar, namun disajikan sebesar Rp800 miliar. Dengan
motivasi agar pihak eksternal menganggap PT Agis Tbk menyajikan laporan
keuangan yang dinyatakan baik dan sehat (Ningsih,2018). Pada penelitian ini peneliti
telah melakukan pengujian terhadap perusahaan manufaktur untuk mendeteksi
adanya praktik manajemen laba.
Dari beberapa kasus mengenai manajemen laba diatas dapat disimpulkan,
bahwa manajemen seringkali memanipulasi laporan keuangan agar terlihat baik oleh
pihak eksternal dimana perusahaan yang mempunyai laba yang kecil direkayasa
menjadi lebih besar agar terlihat baik oleh pihak eksternal dan perusahaan yang
mempunyai laba besar direkayasa menjadi lebih kecil agar beban pajak yang harus
dibayarkan oleh perusahaan dibayar seminimal mungkin. Berikut ini adalah hasil
perhitungan manajemen laba pada 5 perusahaan dari 23 sampel perusahaan
manufaktur yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017 dari 161 populasi. Dengan
menggunakan proksi scaled earning changes. Scaled earning changes yakni skala
perubahan laba perusahaan dari tahun ke tahun untuk menggambarkan kenaikan
kinerja pada perusahaan.
Tabel 1.
Data Perhitungan Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar
di BEI Periode 2013-2017.
NO Kode Emiten 2013 2014 2015 2016 2017
1 AMFG -0,00229 0,04141 -0,03515 -0,02846 -0,07630
2 ARNA 0,02625 0,00402 -0,02985 0,00549 0,00807
3 INAI -0,25443 0,18303 0,05591 0,05406 0,01516S
4 IGAR -0,02406 0,07017 -0,01220 0,08214 0,00607
5 JPFA -0,03309 -0,01912 0,01309 0,24331 -0,06407
3

Sumber : Data yang diolah penulis (2018)


Berdasarkan tabel diatas, perusahaan dengan kode emiten AMFG selama
periode 2013,2015,2016 dan 2017 diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen
laba karena nilai scaled earning changes nya berada pada range -0,09 - 0. Sedangkan
untuk periode 2014 perusahaan AMFG diindikasikan melakukan praktik manajemen
laba karena nilai scaled earning changes nya berada pada range 0 – 0,06. Sebaliknya
pada perusahaan ARNA pada periode 2013,2014,2016 dan 2017 diindikasikan
melakukan praktik manajemen laba karena nilai scaled earning changes nya berada
pada range 0 – 0,06 sedangkan pada tahun 2015 perusahaan ARNA diindikasikan
tidak melakukan manajemen laba karena nilai scaled earning changes nya berada
pada range -0,09 – 0.
Pada perusahaan dengan kode emiten INAI selama periode 2014 sampai 2017
memiliki nilai scaled earning changes yang berada pada range 0 – 0,06 sehingga
diindikasikan melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan pada tahun 2013, INAI
diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba karena nilai scaled earning
changes nya berada pada range -0.09 – 0. Pada perusahaan IGAR selama periode
2013 dan 2015 nilai scaled earning changes nya berada pada range -0,09 – 0 yang
berarti diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba, sedangkan pada
periode 2014,2016 dan 2017 diindikasikan melakukan praktik manajemen laba. Pada
perusahaan dengan kode emiten JPFA pada periode 2015 dan 2016 diindikasikan
melakukan praktik manajemen laba sedangkan pada periode 2013,2014 dan 2017
diindikasikan melakukan praktik manajemen laba karena nilai scaled earning
changes nya berada pada range 0 – 0,06.
Kesimpulan yang dikemukakan oleh peneliti ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Amanda dan Febrianti (2015). Yaitu perusahaan yang berada pada
range 0-0,06 dikategorikan sebagai small profit firms (diindikasikan melakukan
praktik manajemen laba untuk menghindari kerugian) sedangkan perusahaan yang
berada pada range -0,09–0 dikategorikan sebagai small loss firms (diindikasikan
tidak melakukan praktik manajemen laba untuk menghindari kerugian).
Motivasi pajak pada manajemen laba dapat dipenuhi dengan cara melakukan
perencanaan pajak. Salah satu cara untuk meminimalkan beban pajak yang harus
dibayar adalah dengan cara perencanaan pajak atau tax planning. Menurut Suandy
(2011) perencanaan pajak adalah tahap awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya
penekanan perencanaan pajak adalah untuk memnimumkan kewajiban pajak. Oleh
karena itu, perencanaan pajak merupakan tindakan yang legal karena diperbolehkan
oleh pemerintah selama dalam undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Hubungan perencanaan pajak dalam praktik manajemen laba secara konseptual
dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Pada teori keagenan, dalam hal ini
pemerintah (fiskus) sebagai pihak principal dan manajemen sebagai pihak agent
masing masing memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal pembayaran pajak.
4

Perusahaan (agent) berusaha membayar pajak sekecil mungkin karena dengan


membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis perusahaan. Di lain
pihak pemerintah (principal) memerlukan dana dari penerimaan pajak untuk
membiayai pengeluaran pemerintah. Dengan demikian terjadi konflik kepentingan
antara perusahaan dengan pemerintah. Sehingga memotivasi agent meminimalkan
beban pajak yang harus dibayar ke pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut,
mengindikasi adanya pengaruh positif antara perencanaan pajak dengan manajemen
laba yang juga dapat menjadi celah bagi para manajemen untuk merekayasa laba,
sehingga laporan keuangan akan terlihat baik dan sehat, kemudian para manajer
mendapatkan bonus atas hasil merekayasa laba tersebut.
Penelitian mengenai manajemen laba banyak menggunakan proksi dan
variabel yang berbeda-beda, diantaranya dengan mempertimbangkan tarif pajak
efektif, pajak tangguhan dan akrual. Penelitian tarif pajak biasanya
mempertimbangkan perubahan tarif pajak dalam menjelaskan manajemen laba
seperti, tax reform act (TRA) tahun 1986. Sedangkan pajak tangguhan lebih
menekankan pada peranan beban pajak tangguhan tersebut dalam pengaruhnya
terhadap manajemen laba. Maka insentif pajak memainkan peran penting dalam
perilaku manajemen laba perusahaan (Lin et al. 2012). Philips et al. (2003)
menemukan bahwa beban pajak tangguhan lebih berguna secara inkremental dalam
mendeteksi manajemen laba dibanding total akrual dan abnormal akrual. Penelitian
ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2014)
tentang pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba, menyatakan bahwa
perencanaan pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen
laba. Pada penelitian ini, perencanaan pajak diukur menggunakan proksi Tax
Retention Rate (TRR). Kemudian dimasukkan proksi beban pajak tangguhan yang
dalam penelitian Philips et al. (2003) ditemukan hubungan yang signifikan dengan
manajemen laba.
Penelitian mengenai pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba
sudah pernah dilakukan oleh Aditama dan Purwaningsih (2014) menyatkan bahwa
berdasarkan hasil uji regresi, perencanaan pajak ternyata tidak berpengaruh secara
signifikan pada perusahaan nonmanufaktur yang terdaftar di BEI. Kemudian
penelitian mengenai pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba pada PT
Mayora Indah Tbk dilakukan oleh Putrianingsih (2016). Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa variabel perencanaan pajak terhadap variabel manajemen laba
memiliki hubungan yang lemah. Peneliti Astutik (2016) meneliti tentang pengaruh
perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dengan hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengujian yang telah
dilakukan menunjukan variabel bebas yang terdiri dari perencanaan pajak dan beban
pajak tanggguhan secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang makanan dan minuman.
5

Oleh karena itu, terkait dengan fenomena dan gap penelitian terdahulu
mengenai pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba, maka peneliti
termotivasi untuk meneliti penelitian yang berjudul “Pengaruh Perencanaan Pajak
Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017”
1.2 Identifikasi Masalah Dan Perumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa identifikasi masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manajer melakukan intervensi terhadap laporan keuangan dengan tujuan untuk
memperoleh beberapa keuntungan pribadi.
2. Banyak kasus yang terkait dengan manajemen laba, baik terjadi di dalam negeri
maupun luar negeri. Contoh kasus manajemen laba diluar negeri yaitu pada
perusahaan Toshiba. Sedangkan kasus praktik manajemen laba di dalam negeri
terjadi pada PT Indofarma Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Elnusa Tbk dan PT
Agis Tbk. Perusahaan melakukan praktik manajemen laba dengan tujuan untuk
menaikkan labanya agar kinerja perusahaan terlihat baik.
3. Hasil perhitungan manajemen laba menggunakan scaled earning changes
terhadap perusahaan manufaktur dilatar belakang menunjukan bahwa masih
banyak perusahaan yang terindikasi melakukan praktik manajemen laba untuk
menghindari penurunan laba.
4. Penelitian ini bermaksud untuk menguji pengaruh perencanaan pajak terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan tentang beberapa masalah di dalam penelitian ini, dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana perencanaan pajak pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia?
2. Bagaimana kondisi perusahaan terkait manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah perencanaan pajak berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
6

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian


1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah peneliti ingin meneliti tentang kesenjangan
antara teori atau harapan dengan hasil penelitian terdahulu. Yang mana terjadi
perbedaan didalamnya dan tidak sesuai dengan harapan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan maksud penelitian di atas yang sebelumnya telah dijabarkan,
maka dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perencanaan pajak pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui kondisi perusahaan terkait manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Kegunaan Penelitian


1.4.1 Kegunaan Teoritik
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran awal untuk melakukan
penelitian selanjutnya dan sebagai wadah dalam pengembangan ilmu akuntansi
perpajakan khususnya mengenai pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen
laba yang teorinya sudah didapatkan pada saat kuliah dalam penerapan variabel
tersebut didalam laporan keuangan.
1.4.2 Kegunaan Praktik
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa
pihak yaitu:
1. Bagi masyarakat
Diharapkan penelitian ini bisa menjadi referensi bagi masyarakat banyak
mengenai prencanaan pajak dan manajemen laba.
2. Bagi Pemakai laporan Keuangan
Pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan
laporan keuangan yang berkualitas, handal dan dapat dipercaya sehingga
informasi yang di dapat akurat atau tidak menyesatkan bagi para pemakai laporan
keuangan.
3. Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan bia menjadi acuan pada penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan perencanaan pajak dan manajemen laba.
4. Bagi penulis
Penelitian ini dapat membantu penulis untuk memenuhi tugas akhir skripsi dan
memberikan pengetahuan bagi penulis.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Agensi


Teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan
manajemen sebagai agen. Manajemen sebagai pihak yang dikontrak oleh pemegang
saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen
diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik
pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).
Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya
kepada pemegang saham. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu
kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor,
yaitu:
1. Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun
majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak
terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya
sendiri.
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pengertian lain mengenai teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara
principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-
mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent (Anthony dan Govindarajan, 2005).
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer
berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi
mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah
datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit (Ningsih,
2018). Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga
hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai
pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak
dibanding prinsipal. Disamping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka
tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang
agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan
yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan
ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk
kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.
Baik prinsipal maupun agen diasumsikan mementingkan diri sendiri untuk
memaksimumkan utilitas subjektif mereka, tetapi juga menyadari kepentingan umum
mereka (Ningsih, 2018). Efeknya, perusahaan dipandang sebagai sebuah tim yang
terdiri dari individu-individu yang anggotanya bertindak demi kepentigan sendiri
8

tetapi menyadari bahwa nasib mereka tergantung samapai tingkat tertentu pada
kemampuan tim untuk bertahan dalam komprtisinya dengan tim-tim lain. Agen
berusaha memaksimumkan fee kontraktual yang diterimanya tergantung pada tingkat
upaya yang diperlukan. Prinsipal berusaha untuk memaksimumkan returns dari
penggunaan sumber dayanya tergantung pada fee yang dibayarkan kepada agen.
Dalam kondisi yang asimetri tersebut, manajemen dapat mempengaruhi angka-angka
akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan
manajemen laba. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, manajemen dapat
mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan
dengan cara melakukan manajemen laba.
2.2 Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan sebuah proses yang
menggunakan pemahaman, pengetahuan dan kebijakan akuntansi yang paling sesuai
untuk menghadapi kondisi dan keadaan tertentu pada masa yang akan datang. Teori
akuntansi positif memiliki anggapan bahwa tujuan dari sebuah teori akuntansi adalah
untuk memberikan penjelasan dan memprediksi praktik akuntansi. Perkembangan
teori akuntansi positif ini muncul akibat ketidakpuasan terhadap teori akuntansi
normatif. Dasar pemikiran yang digunakan untuk menganalisis teori akuntansi pada
teori normatif selalu dianggap terlalu sederhana dan tidak memiliki dasar teoritis
yang kokoh.
Terdapat tiga alasan mendasar yang kuat atas terjadinya pergeseran teori
akutansi pendekatan normatif ke teori akuntansi positif, yaitu: (Watt dan
Zimmerman, 1990)
1. Teori akuntansi normatif terlalu fokus terhadap kepentingan investor secara
individu daripada kemakmuran masyarakat yang lebih luas.
2. Teori akuntansi normatif dirasa tidak mampu meguji teori secara empiris karena
didasari pada asumsi atau premis yang keliru sehingga tidak bisa diuji
kebenarannya secara empiris.
3. Di dalam teori akuntansi normatif sangat memungkinkan terjadinya pengalokasian
sumber daya ekonomi secara maksimal di pasar modal. Melepas sumber daya ke
pasar modal dengan mekanisme pasar. Informsasi akuntansi bisa menjadi sebuah
alat pengendali bagi masyarakat didalam mengalokasikan sumber daya ekonomi
secara efisien.
Lebih lanjut Watt dan Zimmerman (1990) mengembangkan teori akuntansi
dengan pendekatan positif yang orientasinya lebih kepada penelitian empiris.
Menjustifikasi berbagai macam metode atau teknik akuntansi yang sekarang
dipergunakan atau mencari model yang baru untuk mengembangkan teori akuntnasi
dikemudian hari. Watt dan Zimmerman (1990) mengemukakan tiga hipotesa dari
teori akuntansi positif, yaitu:
1. Hipotesa Rencana Bonus, manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih
cenderung memilih prosedur akuntansi dengan perubahan keuntungan yang
9

dilaporkan dari periode dimasa depan ke periode saat ini. Hipotesis ini cukup
beralasan, seorang manajer tentu ingin mendapatkan imbalan yang tinggi. Apabila
besaran bonus tersebut tergantung pada besar kecilnya laba perusahaan, maka
seorang manajer atau siapapun itu tentu akan berusaha memberikan laporan
pendapatan bersih setinggi mungkin agar mendapatkan bonus yang tinggi. Salah
satu caranya adalah dengan memilih dan menentukan kebujakan akuntansi yang
bisa meningkatkan laba pada laporan keuangan di periode tersebut. Sesuai dengan
karakter proses akrual, hal tersebut bisa menyebabkan penurunan laba perusahaan
yang akan datang dengan faktor lainnya yang masih tetap sama.
2. Hipotesis Kontrak Hutang, hipotesis ini seluruh hal yang lain dalam keadaan
tetap, semakin dekat sebuah perusahaan terhadap pelanggaran prinsip akuntansi
yang didasari atas sebuah kesepakatan hutang, maka ada kecenderungan semakin
besar kemungkinan manajemen perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi
yang melaporkan perubahan laba dari periode masa depan ke periode saat ini.
3. Hipotesis Biaya Politik, semakin besar ongkos politik yang ditanggung oleh
perusahaan, maka manajer akan cenderung untuk menggunakan prosedur
akuntansi yang menyerah terhadap laba yang dilaporkan pada masa saat ini
menuju masa mendatang.
Dalam kondisi yang asimetri tersebut teori akuntansi positif dapat menjelaskan
praktik akuntansi salah satunya dalam memprediksi adanya praktik manajemen laba.
2.3 Pajak
Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 mendefinisikan pajak sebagai kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Dari definisi tersebut maka pajak diuraikan menjadi beberapa unsur, yaitu:
(Susyanti, dkk, 2015):
1. Pajak merupakan kontribusi wajib dari masyarakat kepada negara.
2. Dipungut berdasarkan UU dan aturan pelaksanaannya, sehingga sanksinya tegas
dan bisa dipaksakan.
3. Tanpa kontraprestasi secara langsung.
4. Dipungut oleh pemerintah pusat (Negara) maupun oleh pemerintah daerah
(provinsi, kota/kabupaten).
5. Digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan demi kemakmuran
masyarakat.
2.3.1 Subjek Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak yang mempunyai objek
pajak (penghasilan). Yang termasuk subjek pajak menurut Undang-Undang tentang
pajak penghasilan adalah (Wahono, 2012):
10

1. Orang Pribadi
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
2. Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek
pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan sebagai objek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Yang termasuk badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kestauan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang
meliputi:
a. Perseroan Terbatas
b. Perseroan Komanditer, perseroan lainnya
c. Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun
d. Firma
e. Kongsi
f. Koperasi
g. Dana pensiun
h. Persekuttuan
i. Perkumpulan
j. Yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis
k. Lembaga
l. Bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana
3. Kewajiban Perpajakan PPh Badan
Sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No.36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan yang merupakan subjek pajak dalam negeri adalah badan yang
didirikan atau bertempat kedududkan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria: (Mardiasmo, 2011)
a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dn Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
c. Penerimannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara
2.3.2 Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak adalah sasaran yang akan dikenakan pajak, dalam ha ini yang
menjadi objek pajak adalah penghasilan (Hutomo, 2009). Kemudian dalam buku
perpajakan (Susyanti,dkk,2015) menyatakan penghasilan yang termasuk objek pajak
dalam pasal 4 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008, yang berbunyi:
11

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau


diperoleh wajib pajak, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan honoranium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
dalam UU ini.
2. Hadiah dari undian, atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena pejualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengailhan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
b. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apapun
c. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentunnya diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan penegembalian pajak.
6. Bunga termasuk premi, diskonto, dan imbalan karena jaminan atas pengembalian
hutang.
7. Deviden dengan nama dan dalam bentuki apapun termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
8. Royati atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. Ketentuan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
12

14. Premi asuransi.


15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tatacara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia
2.4 Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak orang
pribadi maupun badan usaha sedemikian rupa dengan memanfaatkan berbagai celah
kemungkinan yang dapat ditempuh oleh perusahaan dalam koridor ketentuan
peraturan perpajakan (loopholes) agar perusahaan dapat membayar pajak dalam
jumlah minimum (Pohan, 2013). Sedangkan menurut Suandy (2014) menyatakan
bahwa perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap
ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.
Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk
meminimumkan kewajiban pajak. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa perencanaan pajak adalah upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk
meminimalkan beban pajaknya dengan cara yang legal dan tidak melanggar undang
undang. Ukuran yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur perencanaan pajak
adalah :
TRRit = Net Incomeit
Pretax Incomeit
Sumber : Aditama & Purwaningsih (2014)
Keterangan :
TRRit : Tax retention rate atau tingkat retensi pajak
perusahaan i pada tahun t
Net Incomeit : Laba bersih perusahaan i pada tahun t
Pretax Incomeit : Laba sebelum pajak perusahaan i pada tahun t
Variabel perencanaan pajak diukur dengan menggunakan proksi TRR atau tax
retention rate (tingkat retensi pajak), yang menganalisis suatu ukuran dari efektivitas
manajemen pajak pada laporan keuangan perusahaan tahun berjalan (Wild et al.,
2004). Ukuran efektifitas manajemen pajak yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah ukuran efektifitas perencanaan pajak. TRR yang tinggi maka perencanaan
pajak juga tinggi. Hal tersebut berarti bahwa TRR yang tinggi menunjukkan bahwa
perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan semakin efektif. Sebaliknya apabila
13

TRR rendah maka perencanaan pajak perusahaan menjadi kurang efektif (Wardani &
Santi, 2018).
2.4.1 Tujuan Perencanaan Pajak
Ada beberapa tujuan yang mendasari dilakukannnya perencanaan pajak pada
suatu perusahaan. Berikut ini merupakan tujuan umum perencanaan pajak yang
dikemukakan oleh Pohan (2013), yaitu:
1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang.
Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut berupa
usaha usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup
perpajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan.
2. Memaksimalkan laba setelah pajak
3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise)
4. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien dan efektif, sesuai
dengan ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi:
a. Memenuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan
sanksi, baik sanksi administratif maupun pidana, seperti bunga, kenaikan
denda, dan hukum kurungan atau penjara.
b. Melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang undang perpajakan yang
terkait dengan pelaksanaan pemasran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti
pemotongan dan pemungutn pajak (pph pasal 21, pasal 22, dan pasal 23).
2.4.2 Strategi perencanaan Pajak
Terdapat beberapa strategi yang dapat diakukan untuk melakukan perencanaan
pajak. Strategi perencanaan pajak menurut Pohan (2013) antara lain:
1. Tax Saving
Tax saving adalah upaya untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan
alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.
2. Tax avoidance
Tax avoidance adalah upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara
menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan
objek pajak.
3. Penundaan/penggeseran pembayaran pajak
Penundaan atau penggeseran kewajiban pajak dapat dilakukan tanpa melanggar
peraturan perpajakan yang berlaku.
4. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan
Wajib pajak sering kali urang mendapat informasi mengenai pembayaran yang
dapat dikreditkan. Sebagai contoh : pph pasal 22 atas pembelian solar dari
pertamina yang bersifat final jika pembeliannya perusahaan yang bergerak
dibidang penyaluran migas
5. Menghindari pemeriksaan pajak dengan cara menghindari lebih bayar
Menghindari pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan mengajukan
pengurangan pembayaran angsuran pph pasal 25 ke KPP yang bersangkutan
14

apabila berdasarkan estimasi dalam tahunan pajak yang bersangkutan akan terjadi
kelebihan pembayaran pajak. Selain itu dapat juga mengajukan permohonan
pembebasan pph pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan impor.
6. Menghindari pelanggran terhadap peraturan perpajakan
Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan
cara menguasai peraturan perpajakan.
2.4.3 Motivasi Perencanaan Pajak
Terdapat beberapa motivasi yang membuat suatu perusahaan melakukan
perencanaan pajak. Menurut Suandy (2008) ada tiga unsur perpajakan yang menjadi
motivasi mendasari dilakukannya perencanaan pajak, yaitu:
1. Kebijakan Perpajakan
Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang
hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak,
terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak.
a. Jenis Pajak yang akan Dipungut
Dalam sistem perpajakan modern terdapat berbagai jenis pajak yang harus
menjadi pertimbangan utama, baik berupa pajak langsung maupun pajak tidak
langsung dan cukai, seperti:
1. Pajak Penghasilan Badan dan Orang Pribadi
2. Pajak atas keuntungan modal
3. Withholding tax atas gaji, dividen, sewa, bunga, royalti, dan lain-lain
4. Pajak atas impor, ekspor, serta bea masuk
5. Pajak atas undian/hadiah
6. Bea materai
7. Capital transfer taxes/transfer duties
8. Lisensi usaha dan pajak perdangangan lainnya.
b. Subjek Pajak
Perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran dividen badan usaha kepada
pemegang saham perorangan dan kepada pemegang saham berbentuk badan
usaha menyebabkan timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik
agar beban pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan bisa dimanfaatkan
untuk tujuan yang lain. Di samping itu, ada pertimbangan untuk menunda
pembayaran dividen dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan
(retained earning) bagi perusahaan yang juga akan menimbulkan penundaan
pembayaran pajak.
c. Objek Pajak
Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak yang secara
ekonomis hakikatnya sama, akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar
beban pajaknya rendah. Karena objek pajak merupakan basis perhitungan (tax
basses) besarnya pajak, maka untuk optimalisasi alokasi sumber dana,
manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.
15

d. Tarif pajak
Adanya penerapan schedular taxation mengakibatkan seorang perencana pajak
berusaha sedapat mungkin agar dikenakan tarif yang paling rendah (low
bracket). Prosedur Pembayaran. Sistem self-assesment dan sistem pembayaran
mengharuskan perencanaan pajak untuk merencanakan pajaknya dengan baik.
2. Undang-Undang Perpajakan
Peraturan perundang-undangan diikuti oleh ketentuan-ketentuan (Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan
Dirjen Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan
undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat
kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka
celah bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat
untuk perencanaan pajak yang baik.
3. Administrasi Perpajakan
Sebagai negara berkembang, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam
melakukan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong
perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar
dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran
antara aparat fiskus dengan Wajib Pajak akibat luasnya peraturan perpajakan yang
berlaku dan sistem infornasi yang belum efektif.
2.5 Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak dari PPh di masa yang
akan datang yang disebabkan perbedaaan temporer (waktu) antara perlakuan
akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di
masa datang (tax losscarry forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan
suatu periode tertentu. Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui,
dihitung, disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan, naik laporan posisi
keuangan maupun laporan laba komprehensif. PPh yang dihitung berbasis pada PKP
yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah disebut sebagai PPh terutang,
sedangkan PPh yang dihitung berbasis laba (penghasilan) sebelum pajak disebut
dengan beban PPh.
Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh terutang dengan
beban pajak yang dimaksud, sepanjang menyangkut perbedaan temporer, hendaknya
dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial dalam akun
pajak tangguhan (Zain, 2007). Pajak tangguhan ini diperhitungkan dalam
penghitungan laba rugi akuntansi dalam suatu periode berjalan yang diakui sebagai
beban atau manfaat pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan timbul akibat
perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba dalam laporan keuangan menurut
SAK untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal atau laba menurut aturan
perpajakan Indonesia yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak (Sumomba,
2010).
16

Apabila pada masa mendatang akan terjadi pembayaran yang lebih besar, maka
berdasarkan SAK harus diakui sebagai suatu kewajiban. Sebagai contoh apabila
beban penyusutan aset tetap yang diakui secara fiskal lebih besar daripada beban
penyusutan aset tetap yang diakui secara komersial sebagai akibat adanya perbedaan
metode penyusutan aktiva (aset) tetap, maka selisih tersebut akan mengakibatkan
pengakuan beban pajak yang lebih besar secara komersial pada masa yang akan
datang (Suandy, 2008).
Dengan demikian selisih tersebut akan menghasilkan kewajiban pajak
tangguhan. Kewajiban pajak tangguhan ini terjadi apabila rekonsiliasi fiskal berupa
koreksi negatif, di mana pendapatan menurut akuntansi komersial lebih besar dari
pada akuntansi fiskal dan pengeluaran menurut akuntansi komersial lebih kecil
daripada akuntansi fiskal. IAI (2009) menyatakan bahwa sama halnya dengan proses
akuntansi lainnya, akuntansi pajak tangguhan tidak terlepas dari empat kegiatan
proses akuntansi, yaitu pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan yang
diatur dalam PSAK No. 46.
2.6 Beban Pajak Tangguhan
Beban PPh terdiri atas beban pajak kini dan beban pajak tangguhan atau
pendapatan pajak tangguhan. Pajak kini merupakan jumlah PPh terutang atas
Penghasilan Kena Pajak (PKP) pada suatu periode. Pajak penghasilan diperlukan
sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu pajak penghasilan harus diasosiasikan
dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan.
Beban pajak penghasilan dihitung dengan menggunakan aturan perpajakan atas
hasil usaha perusahaan selama periode tahun yang bersangkutan. Aturan-aturan
perpajakan tersebut mengharuskan perusahaan melakukan koreksi fiskal karena
terdapat perbedaan konsep pendapatan, cara pengukuran pendapatan, konsep biaya,
cara pengukuran biaya, dan cara alokasi biaya antara Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) dan Peraturan Perpajakan. Aturan perpajakan tetap menggunakan data dan
informasi akuntansi yang telah diatur oleh Standar Akuntansi Keuangan sebagai
dasar untuk menentukan koreksi-koreksi tersebut berdasarkan aturan perpajakan
yang berlaku.
Sumomba (2010) menyatakan bahwa beban pajak tangguhan merupakan beban
yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi yang disusun
berdasarkan SAK dengan laba fiskal yang disusun berdasarkan peraturan perpajakan.
Pengertian lain mengenai beban pajak tangguhan adalah jumlah beban (penghasilan)
pajak tangguhan yang muncul akibat adanya pengakuan atas liabilitas atau aset pajak
tangguhan, beban pajak tangguhan akan menimbulkan liabilitas pajak tangguhan.
Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif (Sari, 2016).
Koreksi fiskal yang mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam
Laporan Laba Rugi Komersial menjadi semakin kecil, atau yang berakibat adanya
penambahan penghasilan. Berbeda dengan koreksi negatif yang berakibat dengan
adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam Laporan Laba Rugi Komersial
17

menjadi semakin besar, sehingga menyebabkan penurunan laba. Koreksi negatif


inilah yang akan menimbulkan beban pajak tangguhan (Muljono, 2009).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa beban pajak
tangguhan dengan indikasi koreksi negatif menimbulkan adanya kewajiban pajak
tangguhan sedangkan pendapatan pajak tangguhan dengan indikasi koreksi positif
akan menimbulkan aset pajak tangguhan. Ukuran yang digunakan peneliti dalam
mengukur beban pajak tangguhan sebagai indikator dari manajemen laba.
Manajemen laba dilakukan dengan menaikan atau menurunkan jumlah beban yang
diakui dalam laporan laba rugi. Jika jumlah beban pajak tangguhan semakin rendah
adanya indikator manipulasi laporan keuangan oleh manajemen. Ukuran untuk
mengukur beban pajak tangguhan adalah :
BPTit = Beban pajak tangguhanit
Total aseti(t-1)
Sumber : Khotimah (2014)
Keterangan :
BPTit : Beban pajak tangguhan perusahaan i pada tahun t
Total aset t-1 : Total aset perusahaan i pada tahun sebelumnya
2.6.1 Perbedaan Antara SAK Dengan Peraturan Perpajakan
Perbedaan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Peraturan Perpajakan
dalam Muljono (2009) terutama dalam hal penggunaan sistem maupun metode dalam
pengakuan biaya maupun penghasilan secara akuntansi komersial dengan akuntansi
secara pajak, baik dalam rangka pengakuan pendapatan maupun biaya untuk
mendapatkan penghasilan pajak. koreksi fiskal secara akuntansi tidak memerlukan
perlakuan jurnal khusus karena pada prinsipnya koreksi fiskal tidak mengubah
besarnya saldo pada rekening nominal ataupun pada rekening riil. Perbedaan yang
mungkin terjadi yaitu atas besarnya pajak yang terutang yang diakui dalam Laporan
Laba Rugi Komersial dengan pajak terutang menurut fiscus. Perbedaan besarnya
pajak yang terutang tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi jika perhitungan pajak
yang diakui dalam laporan laba rugi komersial dilanjutkan dengan memperhitungkan
adanya koreksi fiskal.
Perbedaan tersebut menurut Sukrisno (2007) dapat berupa:
1. Beda Tetap menurut perbedaan ini timbul sebagi akibat adanya perbedaan
pengakuan beban dan pendapatan antara pelaporan komersial dan pajak/fiskal.
Penghasilan yang telah dikenakan pajak PPh final (Pasal 4 ayat 2 UU PPh),
penghasilan yang bukan objek pajak (Pasal 4 ayat 3 UU PPh), pengeluaran yang
tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, semua itu merupakan
beberapa yang termasuk dalam Beda Tetap.
2. Beda Sementara/waktu perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang
biasanya timbul dari perbedaan metode yang dipakai antara pajak dan komersial.
18

Beda waktu ini antara lain akrual dan realisasi, penyusutan dan amortisasi,
penilaian persediaan, kompensasi kerugian fiskal.
2.7 Manajemen Laba
Terdapat beberapa definisi mengenai manajemen laba, diantaranya adalah
definisi dari Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa praktik manajemen laba adalah
upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-
informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder
yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Sedangkan menurut
Islahuzzaman (2012) praktik manajemen laba adalah Proses penyusunan laporan
keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikkan dan
menurunkan lapporan laba. Dimana manajemen dapat menggunakan kelonggaran
penggunaan metode akuntansi.
Pengertian lain tentang manajemen laba adalah suatu tindakan yang mengatur
laba sesuai dengan yang dikehendaki oleh pihak tertentu atau terutama oleh
manajemen perusahaan (company management). Tindakan earning mangement
sebenarnya didasarkan oleh berbagai tujuan dan maksud-maksud yang terkandung
didalamnya (Fahmi, 2013).
Dari beberapa pengertian manajemen yang sudah disampaikan diatas, peneliti
mengambil kesimpulan, bahwa manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan
pihak manajemen untuk melakukan intervensi dalam penyusunan laporan keuangan
dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, yaitu pihak perusahaan terkait.
Ukuran yang digunakan peneliti dalam mengukur manajemen laba adalah :
Scaled Earning Change = Net Incomeit – Net Incomei(t-1)

MVEi(t-1)
Sumber : Amanda dan Febrianti (2015)
Keterangan :
Scaled earning changes: skala perubahan laba
Net incomeit : laba bersih perusahaan i pada tahun t
Net incomei(t-1) : laba bersih perusahaan i pada tahun sebelumnya
MVEit : nilai kapitalisasi pasar (harga saham x saham beredar)
Pada penelitian ini peneliti memilih untuk mengguanakan rumus scaled
earning change untuk mendeteksi adanya praktik manajemen laba pada suatu
perusahaan. Peneliti memilih rumus tersebut karena rumus ini dapat menggambarkan
perubahan laba dari tahun ketahun secara berskala. Perusahaan yang berada pada
range 0 - 0,06 dikategorikan sebagai small profit firms yaitu diindikasikan
melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. Sedangkan perusahaan
yang berada pada range -0,09 - 0 dikategorikan sebagai small loss firms yaitu
perusahaan yang diindikasikan tidak melakukan manjemen laba untuk menghindari
kerugian (Amanda dan Febrianti, 2015).
19

2.7.1 Teknik Merekayasa Laba


Menurut Kurniawan (2015) teknik-teknik untuk melakukan manajemen laba,
diantaranya sebagai berikut:
1. Earning Management within Boundary of GAAP
a. Perubahan metode penyusutan
b. Perubahan masa manfaat aset yang disusutkan
c. Perubahan estimasi nilai-nilai aset yang disusutkan
d. Penentuan penyisihan kewajiban garansi
e. Penentuan penyisihan kewajiban piutang tak tertagih
f. Penilaian penyisihan untuk defferend tax assets
g. Estimasi tahap penyelesaian long term contract
h. Estimasi kemungkinan terjadinya kalim dalam kontrak
i. Estimasi penurunan nilai investasi
j. Estimasi jumlah beban akrual atas restruktuasi
k. Menentukan perlunya penurunan nilai persediaan
l. Estimasi beban akrual lingkungan
m. Membuat asumsi aktuarial untuk pension plan
n. Menetukan nilai research and development cost yang boleh diakui
o. Mengubah periode amortisasi intangible assets
p. Memutuskan kapitalisasi biaya-biaya tertentu
q. Menentukan apakah intensi mengakibatkan adanya pengaruh signifikan
terhadap investee
r. Menentukan permanen atau tidaknya suatu penurunan nilai investasi jangka
panjang.
2. Abusive Earning Management
a. Mempercepat revenue recognition yang seharusnya menjadi pendapatan
periode berikutnya atau bahkan mengakui pendapatan fiktif.
b. Mencatat understated expense
2.7.2 Faktor Penyebab Dilakukannnya Manajemen Laba
Secara Akuntansi ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu perusahaan
berani melakukan earnings management. Menurut Fahmi (2011) ada beberapa faktor
yang menyebabkan suatu perusahaan berani melakukan earnings management
(manajemen laba) yaitu:
1. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan fleksibilitas kepada manajemen
untuk memilih prosedur dan metode akuntansi untuk mencatat suatu fakta tertentu
dengan cara yang berbeda, seperti mempergunakan metode LIFO dan FIFO dalam
menetapkan harga pokok persediaan, metode depresiasi aktiva tetap dan
sebagainya.
2. SAK memberikan fleksibilitas kepada pihak manajemen dapat mengunakan
judgement dalam menyusun estimasi.
20

3. Pihak manajemen perusahaan berkesempatan untuk merekayasa transaksi dengan


cara menggeser pengukuran biaya dan pendapatan.
Faktor lain tumbulnya manajemen laba adalah hubungan yang bersifat asimetri
informasi yang pada awalnya didasarkan karena conflict of interest antara agent dan
parsial. Agent adalah manajemen perusahaan (internal) dan parsial adalah komisaris
perusahaan (eksternal). Pihak parsial disini tidak hanya komisaris perusahaan, tetapi
juga termasuk kreditur, government dan lainnya.
2.7.3 Motivasi Manajemen Laba
Sulistyanto (2008) mengemukakan terdapat beberapa motivasi terjadinya
manajemen laba, yaitu:
1. Bonus Scheme Hypothesis
Kompensasi bonus yang didasarkan padabesarnya laba yang dilaporkan akan
memotivasi manajemen untuk memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan
keuntungan yang dilaporkan demi memaksimalkan bonus mereka. Bonus minimal
hanya akan dibagikan jika laba mencapai target laba minimal tertentu dan bonus
maksimal dibagikan jika laba mencpai nilai tertentu atau lebih besar.
2. Contracting Incentive
Motivasi ini muncul ketika perusahaan melakukan pinjaman hutang yang
berisikan perjanjian untuk melindungi kreditur dari aksi manajer yang tidak sesuai
dengan kepentingan kreditur. Seperti deviden yang berlebihan, pinjaman
tambahan, atau membiarkan modal kerja atau laporan ekuitas berada dibawah
tingkat yang ditetapkan yang semuanya dapat meningkatkan resiko bagi kreditur,
karena pelanggaran perjanjian dapat mengakibatkan biaya yang tinggi sehingga
manajer perusahaan berharap untuk menghindarinya. Jadi amanjemen laba dapat
muncul sebagai alat untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian
dalam kontrak hutang.
3. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada
perusahaan politik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan
karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan
peraturan yang lebih ketat.
4. Taxation motivation
Perpajakan merupakan motivasi yang paling jelas untuk melakukan manajemen
laba. Manajemen berusaha untuk mengatur labanya agar pembayaran laba lebih
rendah dari yang seharusnya sehingga didapat penghematan pajak.
5. Incentive Chief Executive Officer (CEO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar dan menyebabkan
manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam
prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
21

2.7.4 Ambang Batas Manajemen Laba


Pindiharti (2011) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu hasil
usaha untuk melewati ambang batas. Tiga ambang batas penting bagi para eksekutif
yaitu:
1. Untuk melaporkan laba positif yaitu melaporkan laba yang diatas nol.
2. Untuk menjaga kinerja saat ini yaitu membuat paling tidak sama dengan tahun
lalu.
3. Untuk memenuhi harapan analis khususnya untuk analis peramalan laba.
2.8 Penelitian Terdahulu
Topik penelitian ini sebelumnya sudah pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya
dan ditulis dalam makalah ilmiah berupa skripsi ,tesis, disertasi dan artikel ilmiah
yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah. Berikut ini adalah beberapa uraian singkat
mengenai hasil penelitian terdahulu yang sebelumnya telah peneliti uraikan diatas:
1. Herdawati (2015) meneliti “Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak dan Beban
Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia)”. Dalam hasil Penelitian menyatakan
bahwa variabel perencanaan pajak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap manajemen laba, sedangkan beban pajak tangguhan memiliki pengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap manajemen laba.
2. Ferry Aditama dan Anna Purwaningsih (2014) meneliti “Pengaruh Perencanaan
Pajak Terhadap Manajemen Laba”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
bahwa perencanaan pajak tidak berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
3. Enny Endrianti (2013) meneliti “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Manajemen Laba”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tidak
terdapat pengaruh terhadap tindakan manajemen laba.
4. Ratna Eka Puji Astutik (2015) meneliti “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Manajemen Laba”. Hasil penelitian ini secara parsial menunjukan bahwa
perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan masing masing mempunyai
pengaruh terhadap manajemen laba.
5. Husnul Khotimah (2014) meneliti “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Manajemen Laba”. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perencanaan pajak
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba.
6. Ines Putrianingsih (2016) meneliti “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Manajemen Laba”. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukan bahwa korelasi
atau hubungan antara variabel perencanaan pajak terhadap manajemen laba
memiliki hubungan yang lemah.
7. Christina Ranty Sumomba (2010) meneliti “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan
dan Perencanaan Pajak Terhadap Praktik Manajemen Laba”. Hasil penelitiannya
adalah perencanaan pajak berepengaruh terhadap manjemen laba sedangkan
beban pajak tangguhan juga berpengaruh terhadap manajemen laba.
22

8. Tri Wahyu Ningsih (2018) meneliti tentang “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan,
Aktiva Pajak Tangguhan dan Akrual Terhadap Manajemen Laba”. Hasil
penelitiannya adalah beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba sedangkan akrual memiliki pengaruh
terhadap manajemen laba.
Tabel 2.
Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama Penulis Judul Variabel Indikator Hasil Publikasi
1 Herdawati Analisis  Variabel  Perencanaan  Universitas
Pengaruh Independen: pajak dan Hasanudin
Perencanaan Beban pajak Makassar.
Pajak dan  Tax
Perencanaan tanngguhan Tahun 2015
Beban Pajak Retention
pajak berpengaruh
Tangguhan Rate
terhadap secara
Manajemen  simultan
Beban
Laba Pada pajak terhadap
Perusahaan tanggguhan  BPTit manajemen
Manufaktur laba
yang terdaftar
di BEI (Bursa  Variabel
Efek  Perencanaan
Dependen pajak dan
Indonesia) :
Beban pajak
Manajemen  Scaled tanngguhan
laba earning berpengaruh
changes
secara parsial
terhadap
manajemen
laba

2 Ferry Aditama Pengaruh  Variabel  Berdasarkan  Universitas


dan Anna Perencanaan Independen: hasil Atma Jaya
Purwaningsih Pajak  Tax penelitian Yogyakarta
Terhadap Retention
Perencanaan menunjukan
Manajemen Rate Tahun 2014
pajak bahwa
Laba
perencanaan
 Variabel  Distribusi pajak tidak
Dependen laba berpengaruh
: positif
Manajemen terhadap
laba manajemen
laba
23

3 Enny Endrianti Pengaruh  Variabel  Berdasarkan  Universitas


Perencanaan Independen hasil Islam
Pajak : penelitian Malang.
Terhadap  Tax
Perencanaan menunjukan
Manajemen Retention Tahun 2013
pajak bahwa tidak
Laba Rate
terdapat
pengaruh
 Variabel
Dependen terhadap
: tindakan
 Scaled
Manajemen manajemen
earning
laba laba.
changes

4 Ratna Eka Puji Pengaruh  Variabel  Perencanaan  Jurnal Ilmu


Astutik Perencanaan Independen pajak dan dan Riset
Pajak : Akuntansi :
 Tax Beban pajak
Terhadap Volume 5,
Perencanaan Retention tanngguhan
Manajemen Nomor 3.
pajak Rate berpengaruh
Laba Sekolah
secara Tinggi Ilmu
simultan Ekonomi
Beban  BPTit
pajak terhadap Indonesia
tanggguhan manajemen (STIESIA)
laba Surabaya.
Tahun 2016
 Variabel
Distribusi Hasil
Dependen
laba penelitian ini
:
Manajemen secara parsial
laba menunjukan
bahwa
perencanaan
pajak dan
beban pajak
tangguhan
masing masing
mempunyai
pengaruh
terhadap
manajemen
laba.

5 Husnul Pengaruh  Variabel  Hasil dari Jurnal


Khotimah Perencanaan Independen penelitian ini Bisnis dan
Pajak : menyatakan Manajemen
Terhadap  Efective bahwa Vol. 4, No.
Perencanaan
Manajemen Tax Rate perencanaan 2. UIN
24

Laba pajak pajak Syarif


memiliki Hidayatulla
 BPTit pengaruh h Jakarta
Beban positif dan Tahun 2014
pajak signifikan
tanggguhan terhadap
manajemen
laba
 Variabel
Dependen discretionar
: y current
Manajemen accruals
laba

6 Ines Pengaruh  Variabel Hasil dari Universitas


Putrianingsih Perencanaan Independen penelitian ini Bhayangkar
Pajak : adalah a Jakarta
Terhadap  Tax menunjukan Raya.
Perencanaan
Manajemen Retention bahwa korelasi Tahun 2018
pajak
Laba Pada Rate atau hubungan
PT. Mayora antara variabel
Indah yang  Variabel perencanaan
terdaftar di Dependen pajak terhadap
BEI periode : manajemen
2001-2015 laba memiliki
Manajemen Scaled hubungan yang
laba earning lemah.
changes
7 Christina Pengaruh  Variabel Hasil Universitas
Ranty Beban Pajak Independen penelitiannya Atma Jaya
Sumomba Tangguhan : adalah Yogyakarta
dan Beban  BPTit perencanaan Tahun 2010
Perencanaan pajak pajak
Pajak tanggguhan berepengaruh
Terhadap terhadap
Praktik manjemen laba
Manajemen Perencanaan  Tax sedangkan
Laba pajak Retention beban pajak
Rate tangguhan juga
berpengaruh
 Variabel terhadap
Dependen manajemen
: laba
Manajemen Scaled
laba earning
changes
25

8 Tri Wahyu Pengaruh  Variabel Hasil Universitas


Ningsih Beban Pajak Independen penelitiannya Pakuan
Tangguhan, : adalah beban Tahun 2018
Aktiva Pajak Beban BPTit pajak
Tangguhan pajak tangguhan dan
dan Akrual tanggguhan aktiva pajak
Terhadap tangguhan
Manajemen APTit tidak
Laba Aktiva pajak berpengaruh
tangguhan terhadap
manajemen
laba sedangkan
Akrual TACCit
akrual
memiliki
pengaruh
 Variabel terhadap
Dependen manajemen
: laba.
Distribusi
Manajemen
laba
laba

Sumber : Penelitian yang terkait (2018)


2.9 Kerangka Pemikiran
2.9.1 Pengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba
Hubungan antara perencanaan pajak dan manajemen laba dapat dijelaskan
dengan menggunakan teori keagenan dan teori akuntansi positif yang mana intinya
adalah pihak perusahaan dan pemerintah masing-masing memiliki kepentingan
tersendiri terkait pembayaran pajak. Perusahaan ingin membayar pajak seminimal
mungkin sedangkan pemerintah membutuhkan penerimaan dari pajak untuk
membiayai pengeluaran pemerintahannya. Scott (2003) mengungkapkan bahwa ada
beberapa motivasi yang mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba,
salah satunya adalah motivasi pajak. Praktik manajemen laba diduga untuk
mempengaruhi besarnya pajak yang harus dibayar oleh perusahaan dengan cara
menurunkan laba sebelum pajak untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayar.
Hal ini didukung penelitian Khotimah (2014), Sumomba (2010), Astutik (2016) dan
Herdawati (2015) membuktikan adanya pengaruh perencanaan pajak terhadap
manajemen laba.
2.9.2 Pengaruh beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba
Selisih negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal yang menimbulkan
terjadinya beban pajak tangguhan atau juga disebut kewajiban pajak tangguhan.
Beban yang besar akan menurunkan tingkat laba yang diperoleh suatu perusahaan,
begitu pula sebaliknya beban yang sedikit akan menaikan tingkat laba yang diperoleh
perusahaan. Mengacu pada pernyataan tersebut, maka dapat diperkirakan adanya
26

peranan antara beban pajak tangguhan yang dapat dimungkinkan dapat digunakan
sebagai indikator adanya manajemen laba. Manajemen laba dilakukan dengan
menaikan atau menurunkan jumlah beban yang diakui dalam laporan laba rugi. Jika
jumlah beban pajak tangguhan semakin rendah diduga adanya indikator manipulasi
laporan keuangan oleh manajemen. Hal ini didukung oleh penelitian Herdawati
(2015), Astutik (2016), Khotimah (2014) dan Sumomba (2010) membuktikan adanya
pengaruh beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba.
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat mengenai pengaruh
perencanaan pajak terhadap manajemen laba, dapat disimpulkan menjadi kerangka
pemikiran yang berbentuk grafik sebagai berikut :

TRRit
H1
(X1) Scaled
Earning
H2
Changes (Y)
BPTit
H3
(X2)

Gambar 1.
Kerangka Pemikiran Teoritis

2.10 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan suatu asumsi atau dugaan sementara yang digunakan
untuk menjelaskan dugaan tersebut dengan menguji kebenarannya lebih lanjut.
Berdasarkan kerangka pemikiran penulis menarik hipotesis:
H1: Perencanaan pajak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2: Beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H3: Perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan secara bersama-sama
berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
27

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian verifikatif dengan
metode explanatory survey. Jenis penelitian verifikatif itu sendiri adalah jenis
penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis, yang umumnya merupakan
penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel.
Penelitian ini bertujuan menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh
antar variabel independen yaitu perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan
terhadap variabel dependen manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3.2 Objek, Unit Analisis, dan Lokasi Penelitian
3.2.1 Objek Penelitian
Objek penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah perencanaan pajak
yang merupakan variabel independen/variabel bebas yang merupakan variabel yang
mempengaruhi atau sebab perubahan timbulnya variabel terkait. Pada penelitian ini
ditambahkan proksi beban pajak tangguhan. Sedangkan manajemen laba merupakan
variabel dependen/variabel yang dipengaruhi akibat adanya variabel independen.
3.2.2 Unit Analisis
Unit analisis merupakan agregasi data dalam penelitian. Unit analisis yang
ditentukan berdasarkan rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, merupakan
elemen yang penting dalam desain penelitian karena mempengaruhi proses
pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Unit analisis dalam penelitian ini adalah
organisasi (organization), yaitu sumber data yang unit analisisnya merupakan respon
dari divisi organisasi atau Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Unit analisisnya adalah laporan keuangan.
3.2.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat variabel-variabel dianalisis, lokasi penelitian
pada penelitian ini merupakan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2013-2017.
3.3 Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif yang
merupakan data mengenai jumlah, tingkatan, perbandingan, volume, yang berupa
angka-angka yaitu berupa laporan keuangan tahunan.
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, untuk data berupa
laporan keuangan tahunan diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia yaitu
www.idx.co.id. Sedangkan untuk data sekunder yang berupa informasi saham
28

diperoleh dari www.sahamok.com di situs ini peneliti akan menggunakan informasi


saham dan nilai kapitalisasi pasar nya.
3.4 Operasionalisasi Variabel
Variabel bebas (independen) menurut Sugiyono (2013) merupakan suatu
Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel terikat (dependen). Dalam hal ini variabel independennya merupakan
perencanaan pajak dan ditambah proksi beban pajak tangguhan.
Variabel terikat (dependen) menurut Sugiyono (2013) merupakan Variabel
yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel independen. Dalam
penelitian ini variabel dependennya adalah manajemen laba.
Secara lengkap operasionalisasi varaibel dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3.
Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Ukuran Skala
Perencanaan pajak Net income TRRit = Net income it Rasio
(Independen/X1) Laba sebelum pajak Pretax Income (EBIT)it

Beban pajak Beban pajak BPTit = Beban pajak tangguhanit Rasio


tangguhan tangguhan Total aset t-1
(Independen/X2) Total aset

Manajemen laba Net income SEC=Net incomeit –Net incomei(t-1) Rasio


(Dependen/Y) Market value equity MVEi (t-1)
MVE = Harga saham x saham
beredar

Sumber: Data diolah peneliti (2018)


3.5 Metode Penarikan Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel data berupa laporan keuangan tahunan.
Yang diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia. Teknik penarikan sampel yang akan
dilakukan oleh peneliti pada penelitian ini adalah purposive sampling.
Sujarweni (2014) menyatakan bahwa metode purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu. Adapun
kriteria-kriteria untuk penarikan sampelnya adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
dan telah di audit oleh auditor independen periode 2013-2017.
2. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang tidak delisting dari Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2013-2017.
3. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah melakukan IPO sejak tahun 2013.
4. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang menyajikan laporan
keuangan dalam mata uang Rupiah (IDR).
29

5. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang tidak memiliki laba


negatif atau mengalami kerugian.
6. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang menerbitkan
laporan keuangan secara konsisten setiap tahun selama periode penelitian dan
memiliki data yang dibutuhkan oleh peneliti.
7. Data yang tidak mengalami outlier.
Tabel 4.
Proses Seleksi Sampel Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2013-2017.
NO. Kriteria Jumlah
1. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek 161
Indonesia (BEI) dan telah di audit oleh auditor independen periode
2013-2017.
2. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang delisting dari Bursa Efek (5)
Indonesia (BEI) periode 2013-2017.
3. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang melakukan IPO setelah (15)
tahun 2013.
4. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang tidak (22)
menyajikan laporan keuangan dalam mata uang Rupiah (IDR).
5. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang (45)
memiliki laba negatif atau mengalami kerugian.
6. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang tidak (51)
menerbitkan laporan keuangan secara konsisten setiap tahun
selama periode penelitian dan tidak memiliki data yang dibutuhkan
oleh peneliti.
7. Data yang mengalami outlier -
8. Total perusahaan yang dijadikan sampel. 23

Tabel 5.
Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur Periode 2013-2017.
No. Kode Emiten Nama Perusahaan
1 PT Asahimas Flat Glass Tbk AMFG
2 PT Arwana Citra Mulia Tbk ARNA
3 PT Indal Alumunium Industry Tbk INAI
4 PT Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR
5 PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk JPFA
6 PT Kadaung Setia Industrial Tbk KDSI
7 PT KMI Wire and Cable Tbk KBLI
8 PT Mayora Indah Tbk MYOR
9 PT Merck Tbk MERK
10 PT Mandom Indonesia Tbk TCID
11 PT Trias Sentosa Tbk TRST
12 PT Indo Acidatama Tbk SRSN
13 PT Alkindo Naratama Tbk ALDO
14 PT Argha Karya Prima Industry Tbk AKPI
30

15 PT Akasha Wira International Tbk ADES


16 PT Star Petrochem Tbk STAR
17 PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk HMSP
18 PT Gudang Garam Tbk GGRM
19 PT Astra International Tbk ASII
20 PT Intanwijaya Internasional Tbk INCI
21 PT Budi Starch & Sweetener Tbk BUDI
22 PT Kabelindo Murni Tbk KBLM
23 PT Nusantara Inti Corpora Tbk UNIT
Sumber: www.idx.co.id (2018)
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis melalui beberapa
jenis metode pengumpulan data dan informasi, yaitu dengan cara penelitian data
sekunder. Dalam membuat penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Riset Kepustakaan (Library Research)
Riset kepustakaan yakni riset dengan mengumpulkan bahan atau data-data yang
ada kaitannya dengan objek pembahasan, yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan, yaitu dengan mempelajari, meneliti, mengkaji, serta menelaah
buku-buku, jurnal akuntansi. Riset kepustakaan juga mempelajari literatur-
literatur serta membaca catatan perkuliahan yang berhubungan permasalahan
untuk mendapatkan teori, definisi, dan analisa yang dapat digunakan dalam
penelitian ini.
2. Dokumentasi
Melakukan pengumpulan data dengan cara menggandakan data yang ada atau
dengan cara membuat salinan (mendownload) laporan keuangan emiten yang
diperoleh dari Bursa Efek Indonesia melalui akses www.idx.co.id.
3.7 Metode Pengolahan/Analisis Data
Analisis data merupakan bagian dari proses pengujian data yang hasilnya
digunakan sebagai bukti yang memadai untuk menarik keimpulan penelitian. Agar
hasilnya memberikan bukti yang meyakinkan, umumnya peneliti menggunakan
teknik statistik untuk menganalisis data penelitian. Teknik-teknik statistik yang
digunakan tergantung pada konteks jawaban atau pemecahan masalah yang
diinginkan dalam penelitian. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu menggunakan software SPSS. SPSS merupakan sebuah program untuk olah
data statistik yang paling popular dan paling banyak pemakaiannya di seluruh dunia
dan banyak digunakan oleh para peneliti untuk berbagai keperluan seperti riset pasar,
untuk menyelesaikan tugas penelitian seperti skripsi, tesis dan sebagainya.
Data yang telah dikumpulkan mengenai semua variabel penelitian kemudian
diolah atau dianalisis dengan cara sebagai berikut:
31

3.7.1 Analisis Regresi Linier Berganda


Analisis ini dipakai untuk mengetahui bagaimana hubungan antara dua
variabel atau lebih. Formulasi persamaan analisis regresi linier berganda
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
𝑌 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2 + 𝑒
𝑌 = Manajemen laba
𝛼 = Konstanta
𝑏1𝑋1 = Koefisien regresi prencanaan pajak
𝑏2𝑋2 = Koefisien regresi beban pajak tangguhan
𝑒 = Kesalahan residual
Langkah-langkah analisis data dan pengujian hipotesis yang akan dilakukan
sebagai berikut :
3.7.2 Uji Asumsi Klasik
Sebuah model regresi akan dapat dipakai untuk prediksi jika memenuhi
sejumlah asumsi, yang disebut dengan asumsi klasik. Dalam praktik, sebuah model
regresi akan sulit untuk memenuhi semua asumsi yang ada. Walaupun demikian,
pelanggaran yang signifikan terhadap asumsi yang ada akan mengakibatkan prediksi
menjadi bias.
A. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menyelidiki apakah data yang dikumpulkan
mengikuti dugaan distribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji normalitas
dapat dengan memakai uji sebagai berikut:
a. Kolmogorof-Smirnov, merupakan uji normalitas untuk sampel besar dan untuk
mengetahui apakah distribusi data pada tiap-tiap variabel normal atau tidak.
Kriteria pengambilan keputusan yaitu jika 0,05 < nilai signifikan maka dapat
dikatakan bahwa data berdistribusi normal.
b. Pengujian normal probability plot menurut Ghazali (2016), yaitu sebagai
berikut:
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal yang mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukan pola distribusi normal.
2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi normal.
B. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel beban (independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk
32

menguji ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi dapat dilihat
dari (1) nilai tolerance dan lawannya, (2) Variance Inflation Factor (VIF).
Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian ini sederhana
setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregres terhadap
variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan VIF tinggi (karena
VIF=1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukan adanya
multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
C. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan juga berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dasar
analisis uji heteroskedastisitas adalah (Ghazali,2016):
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
secara teratur, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, seta titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
D. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena adanya
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah
ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu
observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada runtut waktu
karena “gangguan” pada seseorang individu atau kelompok cenderung
mempengaruhi “gangguan” pada individu atau kelompok yang sama pada
periode berikutnya.
3.7.3 Uji Hipotesis
1. Analisis Determinasi
Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
kemampuan model pengaruh variabel independen secara serentak terhadap
variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, maka koefisien
determinasi pasti meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen. Dengan maksud, semakin besar
33

nilai koefisien determinasi berarti semakin besr sumbangan pengaruh dari variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghazali,2016).
2. Uji Parsial (Uji t)
Uji parsial biasanya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam mempengaruhi variabel dependen. Dasar pengambilan
keputusan yang digunakan adalah :
A. Jika nilai t hasil perhitungan yang diperoleh dari hasil pengolahan nilainya
lebih besaar dari t tabel, maka dapat disimpulkan ada pengaruh secara parsial
antara variabel independen dengan variabel dependen.
B. Jika nilai t hasil perhitungan yang diperoleh dari hasil pengolahan nilainya
lebih kecil dari t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh
secara parsial antara variabel independen dengan variabel dependen.
Berdasarkan tingkat signifikan:
a. H0.1 jika Sig. < 0,05 maka perencanaan pajak secara parsial berpengaruh
terhadap manajemen laba.
H1.1 jika Sig. > 0,05 maka perencanaan pajak secara parsial tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
b. H0.1 jika Sig. < 0,05 maka beban pajak tangguhan secara parsial
berpengaruh terhadap manajemen laba.
H1.1 jika Sig. > 0,05 maka beban pajak tangguhan secara parsial tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
3. Uji Simultan (Uji F)
Uji F atau koefisien regresi secara serentak, yaitu untuk mengetahui pengaruh
variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen, apakah
pengaruhnya signifikan atau tidak. Dasar pengambilan keputusan yang digunakan
adalah :
1. Jika F hitung yang diperoleh hasil pengolahan nilainya lebih besar dari F
tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh secara simultan antara
semua variabel indenpenden dengan variabel dependen.
2. Jika F hitung yang diperoleh hasil pengolahan nilainya lebih kecil dari F
tabel, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh secara simultan
antara semua variabel indenpenden dengan variabel dependen.
Berdasarkan tingkat signifikan :
1. H0.4 jika Sig. < 0,05 maka perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan
secara simultan berpengaruh terhadap manajemen laba.
2. H1.4 jika Sig. > 0,05 maka maka perencanaan pajak dan beban pajak
tangguhan secara simultan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
34

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Data yang dikumpulkan berupa laporan keuangan yang telah diaudit dari
perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2013-2017. Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pemilihan sampel dengan metode purposive sampling atau penentuan sampel yang
diambil berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dirumuskan terlebih dahulu
oleh peneliti terhadap sampel penelitian yaitu perusahaan-perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-2017. Total perusahaan-
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-
2017 berjumlah 161 perusahaan dan perusahaan-perusahaan manufaktur yang akan
dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah perusahaan 10 perusahaan. Hasil
tersebut didapatkan dari pemilihan sampel dengan menggunakan metode purposive
sampling. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan disajikan
dalam tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6.
Proses Seleksi Sampel Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2013-2017.
NO. Kriteria Jumlah
1. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek 161
Indonesia (BEI) dan telah di audit oleh auditor independen periode
2013-2017.
2. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang delisting dari Bursa Efek (5)
Indonesia (BEI) periode 2013-2017.
3. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang tidak melakukan IPO (15)
sejak tahun 2013.
4. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang tidak (22)
menyajikan laporan keuangan dalam mata uang Rupiah (IDR).
5. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang (45)
memiliki laba negatif atau mengalami kerugian.
6. Perusahaan-perusahaan manufaktur periode 2013-2017 yang tidak (51)
menerbitkan laporan keuangan secara konsisten setiap tahun
selama periode penelitian dan tidak memiliki data yang dibutuhkan
oleh peneliti.
7. Data outlier (13)
8. Total perusahaan yang dijadikan sampel. 10
35

Sumber : Data yang diolah peneliti (2018)


Dalam penelitian ini penulis akan meneliti perusahaan-perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-2017. Total perusahaan
manufaktur yang akan di jadikan sampel oleh penulis sebanyak 10 perusahaan.
Berikut ini adalah daftar perusahaan-perusahaan yang akan dijadikan sampel dalam
penelitian ini yaitu :
Tabel 7.
Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur Periode 2013-2017.
Kode
No Nama Perusahaan
Perusahaan
1 Asahimas Flat Glass Tbk AMFG
2 Arwana Citra Mulia Tbk ARNA
3 Indal Alumunium Industry Tbk INAI
4 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR
5 Japfa Comfeed Indonesia Tbk JPFA
6 Kadaung Setia Industrial Tbk KDSI
7 KMI Wire and Cable Tbk KBLI
8 Mayora Indah Tbk MYOR
9 Merck Tbk MERK
10 Mandom Indonesia Tbk TCID
Sumber : Data yang diolah peneliti (2018)
Berikut ini merupakan gambaran umum perusahaan-perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-2017 yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini :
1. PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG)
PT Asahimas Flat Glass Tbk didirikan pada tanggal 07 Oktober 1971 dengan
nama Asahimas Flat Glass Co., LTd., dan mulai operasi secara komersial pada
bulan april 1973. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan PT Asahimas Flat Glass Tbk bergerak dalam bidang indutri kaca,
ekspor dan impor, dan jasa sertifikasi mutu berbagai jenis kaca. Pada tanggal
18 oktober 1995, PT Asahimas Flat Glass Tbk memperoleh pernyataan efektif
dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Saham Perdana PT
Asahimas Flat Glass Tbk (IPO) kepada masyarakat sebanyak 86.000.000
saham dengan nilai nominal Rp500 per saham serta harga penawaran Rp2.450
per saham. Pada tanggal 18 Desember tahun 2000 saham tersebut telah
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia.
2. PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA)
PT Arwana Citra Mulia Tbk adalah perusahaan terbuka yang bergerak di
bidang industri keramik dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Didirikan
pada tanggal 22 Februari 1993 dan mulai beroperasi secara komersial pada
tahun 1995 dan kapasitas terpasang 2,88 juta m2 per tahun, dan berkembang
36

menjadi 49,37 juta m2 per tahun saat ini. Pada tanggal 28 Juni 2001, PT
Arwana Citra Mulia Tbk memperoleh pernyataan efektif BAPEPAM-LK untuk
melakukan penawaran umum perdana PT Arwana Citra Mulia Tbk (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 125.000.000 saham dengan nilai nominal Rp100
setiap saham dengan harga penawaran Rp120 setiap saham. Saham-saham
tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 17 Juli 2001.
3. PT Indal Aluminium Industry Tbk (Indal) (INAI)
Indal Aluminium Industry Tbk (Indal) (INAI) didirikan tanggal 16 Juli 1971
dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1974. Berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INAI terutama adalah
bidang manufaktur aluminium sheets, rolling mill, dan extrusion plant.
Kegiatan produksi INAI adalah mengolah bahan baku aluminium ingot
menjadi aluminium ekstrusion profil yang banyak digunakan dalam industri
konstruksi, peralatan rumah tangga, komponen elektronik/otomotif, dan
sebagainya.Pada tanggal 10 Nopember 1994, INAI memperoleh pernyataan
efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham
INAI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 13.200.000 dengan nilai nominal
Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp3.950,- per saham. Saham-
saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 05
Desember 1994.
4. PT Champion Pasific Indonesia Tbk (IGAR)
Champion Pacific Indonesia Tbk (dahulu PT Kageo Igar Jaya Tbk) (IGAR)
didirikan tanggal 30 Oktober 1975 dengan nama PT Igar Jaya dan memulai
kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1977. Induk usaha dari Champion
Pacific Indonesia Tbk adalah PT Kingsford Holdings, sedangkan pengendali
terakhir dari IGAR adalah Patrick Tak Kee Yu. Pemegang saham yang
memiliki 5% atau lebih saham Champion Pacific Indonesia Tbk, antara lain:
PT Kingsford Holdings (79,42%) dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) (5,40%).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan IGAR
terutama bergerak dalam bidang industri wadah dan kemasan dari bahan plastik
(seperti botol plastik, tabung-tabung suntik dan tempat kosmetika) yang
digunakan untuk keperluan industri farmasi, makanan dan kosmetika, dan
kegiatan investasi pada perusahaan lain. Kegiatan usaha IGAR dan anak usaha
(PT Avesta Continental Pack dan PT Indogravure) adalah bergerak di industri
kemasan, terutama untuk kemasan industri farmasi. Pada tahun 1990, IGAR
memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran
Umum Perdana Saham IGAR (IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.750.000
dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp5.100,-
per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
pada tanggal 05 Nopember 1990.
37

5. PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA)


Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) didirikan tanggal 18 Januari 1971
dengan nama PT Java Pelletizing Factory, Ltd dan memulai kegiatan usaha
komersialnya pada tahun 1971. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan,
ruang lingkup kegiatan JPFA meliputi bidang pengolahan segala macam bahan
untuk pembuatan/produksi bahan makanan hewan, kopra dan bahan lain yang
mengandung minyak nabati, gaplek dan lain-lain; mengusahakan pembibitan,
peternakan ayam dan usaha peternakan lainnya, meliputi budi daya seluruh
jenis peternakan, perunggasan, perikanan dan usaha lain yang terkait, dan
menjalankan perdagangan dalam dan luar negeri dari bahan serta hasil
produksi. Merek utama dari produk-produk Japfa Comfeed, antara lain: pakan
ternak (Comfeed dan Benefeed), produk daging ayam segar (Best Chicken dan
Tora-Tora), daging (Tokusen Wagyu Beef) dan produk vaksin (Vaqsimune).
Pada tanggal 31 Agustus 1989, JPFA memperoleh pernyataan efektif dari
Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham JPFA (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 4.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per
saham dengan harga penawaran Rp7.200,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 23 Oktober 1989.
6. PT Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI)
Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI) didirikan tanggal 09 Januari 1973
dengan nama PT Kedaung Setia Industrial Ltd dan memulai kegiatan usaha
komersialnya pada tahun 1975. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan,
ruang lingkup kegiatan KDSI meliputi Industri barang-barang logam berlapis
enamel, aluminium, dan barang-barang plastik dan kerajinan tangan terutama
alat-alat dapur serta alat-alat rumah tangga yang dioperasikan secara
elektronik; pembangunan yang meliputi usaha rancang bangun, pemborongan,
developer real estate; perdagangan umum, termasuk impor dan ekspor,
interinsulair dan lokal, dari semua barang yang dapat diperdagangkan.
Kegiatan usaha utama Kedawung Setia Industrial Tbk adalah bergerak di
bidang peralatan rumah tangga berlapis enamel dan melalui anak usaha (PT
Kedawung Setia Corrugated Carton Box Industrial) KDSI menjalankan usaha
dalam bidang industri kotak karton gelombang dan tempat penyimpanan telur.
Selain itu, KDSI juga mengembangkan usaha dengan memproduksi barang
konstruksi berlapis enamel (dapat digunakan untuk atap stadion dan kubah
masjid) dan tikar plasting dari bahan biji plastik polypropylene. Pada tanggal
28 Juni 1996, KDSI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham KDSI (IPO) kepada masyarakat
sebanyak 50.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga
penawaran Rp800,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 29 Juli 1996.
38

7. PT KMI Wire and Cable Tbk (dahulu GT Kabel Indonesia Tbk) (KBLI)
KMI Wire and Cable Tbk (dahulu GT Kabel Indonesia Tbk) (KBLI) didirikan
tanggal 09 Januari 1972 dalam rangka Penanaman Modal Asing “PMA” dan
memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1974. Berdasarkan Anggaran
Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan KBLI terutama meliputi bidang
pembuatan kabel dan kawat aluminium dan tembaga serta bahan baku lainnya
untuk listrik, elektronika, telekomunikasi, baik yang terbungkus maupun tidak
terbungkus, beserta seluruh komponen, suku cadang, assesori yang terkait dan
perlengkapan-perlengkapannya, termasuk teknik rekayasa kawat dan kabel.
KBLI memproduksi lebih dari 2.000 jenis dan ukuran kabel, diantaranya kabel
listrik tegangan rendah dan menengah, kabel kontrol serta kabel spesial lainnya
seperti kabel data/instrumen, kabel flame retardant dan tahan api, kabel
berjaket nylon dll. Selain itu, KBLI juga memproduksi berbagai jenis
penghantar telanjang berbahan kawat tembaga, aluminium dan aluminium
campuran yang banyak digunakan untuk transmisi dan distribusi tenaga listrik
saluran udara. Pada tanggal 08 Juni 1992, KBLI memperoleh pernyataan
efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham
KBLI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 10.000.000 dengan nilai nominal
Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp3.500,- per saham. Saham-
saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 06
Juli 1992.
8. PT Mayora Indah Tbk (MYOR)
Mayora Indah Tbk (MYOR) didirikan 17 Februari 1977 dan mulai beroperasi
secara komersial pada bulan Mei 1978. Berdasarkan Anggaran Dasar
Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Mayora adalah menjalankan usaha dalam
bidang industri, perdagangan serta agen/perwakilan. Saat ini, Mayora
menjalankan bidang usaha industri biskuit (Roma, Danisa, Royal Choice,
Better, Muuch Better, Slai O Lai, Sari Gandum, Sari Gandum Sandwich,
Coffeejoy, Chees’kress.), kembang gula (Kopiko, KIS, Tamarin dan Juizy
Milk), wafer (beng beng, Astor, Roma), coklat (Choki-choki), kopi (Torabika
dan Kopiko) dan makanan kesehatan (Energen) serta menjual produknya di
pasar lokal dan luar negeri. Pada tanggal 25 Mei 1990, MYOR memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum
Perdana Saham MYOR (IPO) kepada masyarakat sebanyak 3.000.000 dengan
nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp9.300,- per
saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
pada tanggal 04 Juli 1990.
9. PT Merck Tbk (dahulu PT Merck Indonesia Tbk) (MERK)
Merck Tbk (dahulu PT Merck Indonesia Tbk) (MERK) didirikan 14 Oktober
1970 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1974. Berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MERK adalah bergerak
39

dalam bidang industri, perdagangan, jasa konsultasi manajemen, jasa


penyewaan kantor/properti dan layanan yang terkait dengan kegiatan usaha.
Kegiatan utama Merck saat ini adalah memasarkan produk-produk obat tanpa
resep dan obat peresepan; produk terapi yang berhubungan dengan kesuburan,
diabetes, neurologis dan kardiologis; serta menawarkan berbagai instrumen
kimia dan produk kimia yang mutakhir untuk bio-riset, bio-produksi dan
segmen-segmen terkait. Merek utama yang dipasarkan Merck adalah
Sangobion dan Neurobion. Pada tanggal 23 Juni 1981, MERK memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum
Perdana Saham MERK (IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.680.000 dengan
nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp1.900,- per
saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
pada tanggal 23 Juli 1981.
10. PT Mandom Indonesia Tbk (TCID)
Mandom Indonesia Tbk (TCID) didirikan tanggal 5 Nopember 1969 dengan
nama PT Tancho Indonesia dan mulai berproduksi secara komersial pada bulan
April 1971. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan
TCID meliputi produksi dan perdagangan kosmetika, wangi-wangian, bahan
pembersih dan kemasan plastik termasuk bahan baku, mesin dan alat produksi
untuk produksi dan kegiatan usaha penunjang adalah perdagangan impor
produk kosmetika, wangi-wangian, bahan pembersih. Mandom memiliki 2
merek dagang utama yaitu Gatsby dan Pixy. Selain itu, Mandom juga
memproduksi berbagai macam produk lain dengan merek pucelle, Lucido-L,
Tancho, Mandom, Spalding, Lovillea, Miratone, dan lain-lain termasuk
beberapa merek yang khusus ditujukan untuk ekspor. Pada tanggal 28 Agustus
1993, TCID memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham TCID (IPO) kepada masyarakat
sebanyak 4.400.000 saham dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dan
harga penawaran Rp7.350,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 30 September 1993.
4.2 Kondisi Perencanaan Pajak Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Tingkat perencanaan pajak yang dihitung dengan proksi TRR (Tax Retention
Rate) pada perusahaan manufaktur selama periode 2013-2017. Yang menganalisis
suatu ukuran dari efektivitas manajemen pajak pada laporan keuangan perusahaan
tahun berjalan (Wild et al., 2004). Ukuran efektifitas manajemen pajak yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran efektifitas perencanaan pajak. TRR
yang tinggi maka perencanaan pajak juga tinggi. Hal tersebut berarti bahwa TRR
yang tinggi menunjukkan bahwa perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan
semakin efektif. Sebaliknya apabila TRR rendah maka perencanaan pajak
40

perusahaan menjadi kurang efektif (Wardani & Santi, 2018). Berikut ini data yang
disajikan pada tabel 8:
Tabel 8.
Data Perencanaan Pajak Tahun 2013-2017
Kode Emiten 2013 2014 2015 2016 2017
AMFG 0,750 0,766 0,735 0,747 0,606
ARNA 0,751 0,751 0,745 0,737 0,735
INAI 0,441 0,675 0,501 0,611 0,739
IGAR 0,723 0,723 0,813 0,723 0,755
JPFA 0,715 0,710 0,751 0,784 0,636
KDSI 0,763 0,766 0,770 0,739 0,738
KBLI 0,699 0,747 0,768 0,865 0,836
MYOR 0,780 0,773 0,762 0,752 0,745
MERK 0,747 0,880 0,734 0,715 0,703
TCID 0,733 0,728 0,933 0,731 0,736
MIN 0,441 0,675 0,501 0,611 0,606
MAX 0,780 0,880 0,933 0,865 0,836
MEAN 0,7102 0,7519 0,7512 0,7404 0,7229
Sumber : Data yang diolah peneliti (2018)
Berdasarkan tabel 8 diatas, perencanaan pajak yang diproksikan dengan Tax
Retention Rate pada PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) memiliki nilai
perencanaan pajak yang fluktuatif selama periode 2013 sampai 2017. Dimana pada
periode tersebut terjadi 2 kali penurunan tingkat perencanaan pajak yang cukup
besar. Yaitu pada tahun 2013 dan 2014 terjadi penurunan sebesar 0,16. Kemudian
pada tahun 2016 dan 2017, penurunan yang terjadi cukup besar yaitu sebesar 0,141.
Penurunan tingkat perencanaan pajak tersebut menunjukkan bahwa perencanaan
pajak yang dilakukan oleh PT Asahimas Flat Glass Tbk kurang efektif. Tingkat
perencanaan pajak tertinggi ada di tahun 2014, yaitu sebesar 0,766. Ini menunjukkan
bahwa pada tahun 2014 perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan sudah
efektif. Kemudian tingkat perencanaan pajak terendah ada di tahun 2017 yaitu
sebesar 0,606. Sementara itu rata-rata tingkat perencanaan pajak selama periode
2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,7208.
PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA) selama periode 2013 dan 2015 memiliki
tingkat perencanaan pajak yang sama yaitu sebesar 0,751. Dimana pada periode
tersebut tingkat perencanaan pajaknya adalah yang tertinggi. Kemudian dari periode
2014 sampai 2017 tingkat perencanaan pajak pada PT Arwana Citra Mulia Tbk terus
mengalami penurunan. Dimana penurunan terbesar terjadi pada tahun 2015 dan 2016
yaitu sebesar 0,08. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode 2014 sampai 2017
perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT Arwana Citra Mulia Tbk kurang efektif
karena terus mengalami penurunan. Tingkat rata-rata perencanaan pajak PT Arwana
Citra Mulia Tbk selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,7438.
41

Pada PT Indal Alumunium Industry Tbk (INAI) selama periode 2013 sampai
2017 tingkat perencanaan pajak mengalami peningkatan, hanya pada tahun 2014 ke
2015 yang mengalami penurunan. Selama periode 2015 sampai 2017 tingkat
perencanaan pajak terus mengalami peningkatan, setelah pada tahun 2014 ke 2015
mengalami penurunan. Peningkatan yang terjadi selama periode tersebut
menunjukkan bahwa PT Indal Alumunium Industry Tbk terus melakukan upaya-
upaya untuk membuat perencanaan pajaknya semakin efektif. Tingkat perencanaan
pajak terbesar terjadi di tahun 2017 yaitu sebesar 0,739. Kemudian tingkat
perencanaan pajak terendah ada di tahun 2013. Sementara itu rata-rata tingkat
perencanaan pajak selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,5934.
Selama periode 2013 dan 2014 tingkat perencanaan pajak PT Champion Pasific
Indonesia Tbk (IGAR) stabil yaitu sebesar 0,723. Namun nilai tersebut merupakan
tingkat perencanaan pajak terendah selama periode 2013 sampai 2017. Kemudian
pada tahun 2014 ke 2015 tingkat perencanaan pajak PT Champion Pasific Indonesia
Tbk mengalami peningkatan menjadi 0,813. Dimana nilai tersebut merupakan yang
tertinggi selama periode 2013 sampai 2017 dan juga menunjukkan bahwa perusahaan
melakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi pembayaran pajaknya. Kemudian
pada tahun 2016 tingkat perencanaan pajaknya mengalami penurunan menjadi 0,723
dan kembali meningkat di tahun 2017 menjadi 0,755. Rata-rata tingkat perencanaan
pajak PT Champion Pasific Indonesia Tbk selama periode 2013-2017 adalah sebesar
0,7474.
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) selama periode 2013-2017, tingkat
perencanaan pajaknya fluktuatif atau berubah-ubah. Dimana tingkat perencanaan
pajak terendah terjadi ditahun 2017 yaitu sebesar 0,636. Hal ini menunjukkan bahwa
perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk belum
efektif. Yang artinya adalah jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan masih
cukup besar dan belum efektif bagi perusahaan. Kemudian tingkat perencanaan pajak
yang tertinggi ada di tahun 2016 yaitu sebesar 0,784. Hal ini menunjukkan bahwa
ada upaya perusahaan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.
PT Kadaung Setia Industrial Tbk (KDSI) selama periode 2013 sampai 2015
tingkat perencanaan pajaknya terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan
bahwa upaya perusahaan untuk meminimalkan beban pajaknya mengalami
peningkatan juga. Namun pada tahun 2016 tingkat perencanaan pajaknya mengalami
penurunan dan kembali turun pada tahun berikutnya. Tingkat perencanaan pajak
tertinggi ada ditahun 2015 yaitu sebesar 0,770 dan yang terendah terjadi ditahun
2017 yaitu sebesar 0,738. Sedangkan rata-rata tingkat perencanaan pajak selama
periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,7552.
PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI) selama periode 2013 sampai 2016,
tingkat perencanaan pajaknya terus mengalami peningkatan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa upaya perusahaan untuk meminimalkan beban pajaknya terus
42

mengalami peningkatan. Tetapi pada tahun 2017 tingkat perencanaan pajaknya


mengalami penurunan. Tingkat perencanaan pajak tertinggi ada ditahun 2016 yaitu
sebesar 0,865 dan terendah ada ditahun 2013 yaitu sebesar 0,699. Sedangkan rata-
rata tingkat perencanaan pajak selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar
0,783.
Pada PT Mayora Indah Tbk (MYOR) selama periode 2013 sampai 2017,
tingkat perencanaan pajaknya terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan
bahwa perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT Mayora Indah Tbk belum efektif.
Tingkat perencanaan tertinggi ada ditahun 2013 yaitu sebesar 0,780 dan yang
terendah ada ditahun 2017 yaitu sebesar 0,745. Sedangkan rata-rata tingkat
perencanaan pajak selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,7624.
Tingkat perencanaan pajak pada PT Merck Tbk (MERK) mengalami
peningkatan pada tahun 2013 ke 2014. Namun pada tahun 2015 sampai 2017 tingkat
perencanaan pajaknya terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa
perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT Merck Tbk belum efektif. Tingkat
perencanaan pajak tertinggi ada ditahun 2014 yaitu sebesar 0,880 sedangkan yang
terendah ada ditahun 2017 yaitu sebesar 0,703. Kemudian rata-rata tingkat
perencanaan pajak selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,7558.
Tingkat perencanaan pajak pada PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) selama
periode 2013 sampai 2017 mengalami ketidakstabilan. Dimana terjadi penurunan
pada tahun 2013 ke 2014. Kemudian meningkat pada tahun 2015 menjadi 0,933
dimana nilai tersebut merupakan yang teringgi selama periode 2013 sampai 2017 dan
juga yang tertinggi diantara perusahaan lain. Kemudian pada tahun 2016 menurun
dan meningkat lagi pada tahun 2017. Tingkat perencanaan pajak terendah terjadi
ditahun 2014 yaitu sebesar 0,728. Sedangkan rata-rata tingkat perencanaan pajak
selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,7722.
Kemudian selama periode 2013 sampai 2016 perusahaan PT Indal Alumunium
Industry Tbk (INAI) memiliki tingkat perencanaan pajak yang paling rendah diantara
perusahaan lain yaitu sebesar 0,441, 0,675, 0,501 dan 0,611. Dan PT Asahimas Flat
Glass Tbk (AMFG) pada 2017 merupakan perusahaan dengan tingkat perencanaan
pajak terendah dibanding perusahaan lain, yaitu sebesar 0,606.
Tingkat perencanaan pajak tertinggi di periode 2013 ada di PT Mayora Indah
Tbk (MYOR) yaitu sebesar 0,780. Pada tahun 2014 PT Merck Tbk (MERK) tingkat
perencanaan pajaknya adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 0,880. PT Mandom
Indonesia Tbk (TCID) memiliki tingkat perencanaan pajak tertinggi pada tahun 2015
yaitu sebesar 0,933. Sementara itu pada tahun 2016 dan 2017, PT KMI Wire and
Cable Tbk (KBLI) adalah perusahaan dengan tingkat perencanaan pajak tertinggi
yaitu sebesar 0,865 dan 0,836.
43

4.3 Kondisi Beban Pajak Tangguhan Pada Perusahaan Manufaktur Yang


Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Berikut data beban pajak tangguhan yang dihitung dengan proksi BPTit pada
perusahaan manufaktur selama periode 2013-2017 yang disajikan pada tabel 9:
Tabel 9.
Data Beban Pajak Tangguhan Tahun 2013-2017
Kode Emiten 2013 2014 2015 2016 2017
AMFG 0,0015 0,00006 -0,0026 0,0019 -0,0027
ARNA -0,0013 0,0009 -0,0005 -0,0018 0,00003
INAI 0,0026 0,0024 -0,0037 0,0019 0,0019
IGAR -0,0021 -0,0040 0,0172 -0,0014 0,0038
JPFA -0,0001 -0,0004 0,0002 -0,0013 -0,001
KDSI 0,0034 0,00004 0,0004 0,0001 -0,0008
KBLI 0,0033 0,0015 0,0007 0,0204 0,0001
MYOR 0,00005 -0,0003 0,0003 -0,0016 -0,0015
MERK 0,0064 -0,0060 0,0061 0,0100 0,0077
TCID 0,0030 0,0019 -0,0001 -0,0023 0,0044
MIN -0,0021 -0,0060 -0,0037 -0,0023 -0,0027
MAX 0,0064 0,0024 0,0172 0,0204 0,0077
MEAN 0,0016 -0,0003 0,0018 0,0025 0,0011
Sumber : Data yang diolah peneliti (2018)
Pada tabel diatas PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) selama periode 2013
sampai 2017 memiliki beban pajak tangguhan tertinggi yang ada ditahun 2016 yaitu
sebesar 0,0019 dan beban pajak tangguhan terendah ada ditahun 2015 yaitu sebesar -
0,0026. Sedangkan rata-rata beban pajak tangguhan selama periode 2013 sampai
2017 adalah sebesar -0,0003.
Pada PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA) selama periode 2013 sampai 2017
memiliki beban pajak tangguhan tertinggi yang ada ditahun 2014 yaitu sebesar
0,0009 dan beban pajak terendah ada ditahun 2016 yaitu sebesar -0,0018. Sedangkan
rata-rata beban pajak tangguhan selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar -
0,0005.
PT Indal Alumunium Industry Tbk (INAI) selama periode 2013 sampai 2017
memiliki nilai beban pajak tangguhan tertinggi yang ada ditahun 2013 yaitu sebesar
0,0026 sedangkan yang terendah ada ditahun 2015 yaitu sebesar -0,0037. Sementara
rata-rata beban pajak tangguhan PT Indal Alumunium Industry Tbk yaitu sebesar
0,0010.
Pada PT Champion Pasific Indonesia Tbk (IGAR) selama periode 2013 sampai
2017 memiliki nilai beban pajak tangguhan tertinggi yang ada ditahun 2015 yaitu
sebesar 0,0172 dan beban pajak tangguhan terendah ada ditahun 2014 yaitu sebesar -
0,0040. Kemudian rata-rata beban pajak tangguhan selama periode 2013 sampai
2017 sebesar 0,0027.
44

Pada periode 2013 sampai 2017 PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA)
memiliki nilai beban pajak tangguhan tertinggi pada tahun 2015 yaitu sebesar 0,0002
sedangkan yang terendah ada ditahun 2016 yaitu sebesar -0,0013. Kemudian rata-
rata beban pajak tangguhan selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar -
0,0005.
PT Kadaung Setia Industrial Tbk (KDSI) memiliki nilai beban pajak tangguhan
tertinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,0034 sedangkan yang terendah ada ditahun
2017 yaitu sebesar -0,0008. Kemudian rata-rata beban pajak tangguhan selama
periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,0006.
PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI) memiliki nilai beban pajak tangguhan
tertinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 0,0204 sedangkan yang terendah ada ditahun
2017 yaitu sebesar 0,0001. Kemudian rata-rata beban pajak tangguhan selama
periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,0052.
PT Mayora Indah Tbk (MYOR) memiliki nilai beban pajak tangguhan tertinggi
pada tahun 2015 yaitu sebesar 0,0003 sedangkan yang terendah ada ditahun 2016
yaitu sebesar -0,0016. Kemudian rata-rata beban pajak tangguhan selama periode
2013 sampai 2017 adalah sebesar -0,0006.
PT Merck Tbk (MERK) memiliki nilai beban pajak tangguhan tertinggi pada
tahun 2016 yaitu sebesar 0,0100 sedangkan yang terendah ada ditahun 2014 yaitu
sebesar -0,0060. Kemudian rata-rata beban pajak tangguhan selama periode 2013
sampai 2017 adalah sebesar 0,0048.
Pada PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) memiliki nilai beban pajak tangguhan
tertinggi pada tahun 2017 yaitu sebesar 0,0044 sedangkan yang terendah ada ditahun
2016 yaitu sebesar -0,0023. Kemudian rata-rata beban pajak tangguhan selama
periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,0013.
Kemudian pada tahun 2013 PT Champion Pasific Indonesia Tbk (IGAR)
adalah perusahaan yang beban pajak tangguhannya paling rendah diantara
perusahaan lain yaitu sebesar -0,0021. Pada tahun 2014 PT Merck Tbk (MERK)
dengan beban pajak tangguhan sebesar -0,0060 adalah yang terendah dibanding
perusahaan lain. Di tahun 2015 PT Indal Alumunium Industry Tbk (INAI) adalah
perusahaan dengan tingkat beban pajak tangguhan terendah yaitu sebesar -0,0037.
Kemudian PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) memiliki nilai beban pajak tangguhan
sebesar -0,0023 dimana ini merupakan yang terendah dibanding perusahaan lain.
Sementara itu pada tahun 2017 PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) adalah
perusahaan dengan nilai beban pajak tangguhan terendah diantara perusahaan lain
yaitu sebesar -0,0027.
Sementara itu PT Merck Tbk (MERK) memiliki beban pajak tangguhan
tertinggi pada tahun 2013 dan 2017 yaitu sebesar 0,0064 dan 0,0077. Kemudian pada
tahun 2014 PT Indal Alumunium Industry Tbk (INAI) memiliki nilai beban pajak
tangguhan tertinggi yaitu sebesar 0,0024. Kemudian pada tahun 2015 PT Champion
45

Pasific Indonesia Tbk (IGAR) memiliki nilai beban pajak tangguhan tertinggi
dibanding perusahaan lain yaitu sebesar 0,0172. Sementara itu nilai beban pajak
tangguhan tertinggi pada tahun 2016 ada di PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI)
yaitu sebesar 0,0204.
4.4 Kondisi Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Pada penelitian ini peneliti memilih untuk mengguanakan rumus scaled
earning change untuk mendeteksi adanya praktik manajemen laba pada suatu
perusahaan. Peneliti memilih rumus tersebut karena rumus ini dapat menggambarkan
perubahan laba dari tahun ketahun secara berskala. Perusahaan yang berada pada
range 0 - 0,06 dikategorikan sebagai small profit firms yaitu diindikasikan
melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. Sedangkan perusahaan
yang berada pada range -0,09 - 0 dikategorikan sebagai small loss firms yaitu
perusahaan yang diindikasikan tidak melakukan manjemen laba untuk menghindari
kerugian (Amanda dan Febrianti, 2015). Berikut data manajemen laba pada
perusahaan manufaktur selama periode 2013-2017 yang disajikan pada tabel 10:
Tabel 10.
Data Manajemen Laba Tahun 2013-2017
Kode Emiten 2013 2014 2015 2016 2017
AMFG -0,002 0,041 -0,035 -0,028 -0,076
ARNA 0,026 0,004 -0,029 0,005 0,008
INAI -0,254 0,183 0,055 0,054 0,015
IGAR -0,024 0,070 -0,012 0,082 0,006
JPFA -0,033 -0,019 0,013 0,243 -0,064
KDSI -0,004 0,069 -0,232 0,460 0,154
KBLI -0,068 -0,002 0,077 0,459 0,022
MYOR 0,020 -0,027 0,044 0,005 0,006
MERK 0,019 0,001 -0,011 0,003 -0,002
TCID 0,004 0,006 0,104 -0,115 0,006
MIN -0,254 -0,027 -0,232 -0,115 -0,076
MAX 0,026 0,183 0,104 0,460 0,154
MEAN -0,0316 0,032 -0,0026 0,116 0,007
Sumber : Data yang diolah peneliti (2018)
Pada PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) selama periode 2013,2015,2016
dan 2017 memiliki nilai scaled earning changes yang berada pada range -0,09 – 0.
Sehingga diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan pada
tahun 2014 PT Asahimas Flat Glass Tbk diindikasikan melakukan praktik
manajemen laba karena nilai scaled eraning changes nya berada pada range 0 – 0,06.
Rata-rata nilai scaled earning changes PT Asahimas Flat Glass Tbk selama periode
2013 sampai 2017 adalah sebesar -0,02.
PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA) selama periode 2013,2014,2016 dan
2017 memiliki nilai scaled earning changes yang berada pada range 0 – 0,06 yang
46

diindikasikan melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan pada tahun 2015 PT


Arwana Citra Mulia Tbk memilki nilai scaled earning changes yang berada pada
range -0,09 – 0 yang diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba.
Kemudian rata-rata nilai scaled earning changes PT Arwana Citra Mulia Tbk selama
periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,0028.
PT Indal Alumunium Industry Tbk (INAI) selama periode 2014 sampai 2017
memiliki nilai scaled earning changes yang berada pada range 0 – 0,06 yang
diindikasikan melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan pada tahun 2013 PT
Indal Alumunium Industry Tbk diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen
laba karena nilai scaled earning changes nya berada di range -0,09 – 0. Kemudian
rata-rata nilai scaled earning changes selama periode 2013 sampai 2017 adalah
sebesar 0,0106.
PT Champion Pasific Indonesia Tbk (IGAR) selama periode 2013 dan 2015
memiliki nilai scaled earning changes yang berada pada range -0,09 – 0. Yang
diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan pada tahun
2014,2016 dan 2017 diindikasikan melakukan praktik manajemen laba. Karena
memiliki nilai scaled earning changes yang berada di range 0 – 0,06. Kemudian
rata-rata nilai scaled earning changes PT Champion Pasific Indonesia Tbk selama
periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,0244.
Pada PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) selama tahun 2015 dan 2016
diindikasikan melakukan praktik manajemen laba karena memiliki nilai scaled
earning changes yang berada di range 0 – 0,06. Sedangkan pada tahun 2013,2014
dan 2017 PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk memiliki nilai scaled earning changes
yang berada di range -0,09 – 0. Yang berarti diindikasikan tidak melakukan praktik
manajemen laba. Kemudian rata-rata nilai scaled earning changes pada PT Japfa
Comfeed Indonesia Tbk selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,028.
Pada tahun 2014,2016 dan 2017 PT Kadaung Setia Industrial Tbk (KDSI)
memiliki nilai scaled earning changes yang berada di range 0 – 0,06. Yang berarti
diindikasikan melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan pada tahun 2013 dan
2015 PT Kadaung Setia Industrial Tbk diindikasikan tidak melakukan praktik
manajemen laba karena memilki nilai scaled earning changes yang berada di range -
0,09 – 0. Kemudian rata-rata nilai scaled earning changes pada PT Kadaung Setia
Industrial Tbk selama periode 2013 sampai 2017 adalah sebesar 0,0894.
PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI) memiliki nilai scaled earning changes
yang berada di range -0,09 – 0. Yang berarti diindikasikan tidak melakukan praktik
manajemen laba. Kemudian pada tahun 2015 sampai 2017 PT KMI Wire and Cable
Tbk diindikasikan melakukan praktik manajemen laba karena memilki nilai scaled
eraning changes yang berada di range 0 – 0,06. Sedangkan nilai rata-rata scaled
earning changes PT KMI Wire and Cable Tbk selama periode 2013 sampai 2017
adalah sebesar 0,0976.
47

Pada PT Mayora Indah Tbk (MYOR) hanya pada tahun 2014 saja
diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba karena pada tahun tersebut
memilki nilai scaled earning changes yang berada di range -0,09 – 0. Sedangkan
pada tahun 2013,2015,2016 dan 2017 PT Mayora Indah Tbk diindikasikan
melakukan praktik manajemen laba. Karena memilki nilai scaled earning changes
yang berada di range 0 – 0,06. Kemudian selama periode 2013 sampai 2017 PT
Mayora Indah Tbk memiliki nilai rata-rata scaled earning changes sebesar 0,0096.
PT Merck Tbk (MERK) pada tahun 2013,2014 dan 2016 diindikasikan
melakukan praktik manajemen laba karena memilki nilai scaled earning changes
yang berada di range 0 – 0,06. Sedangkan pada tahun 2015 dan 2017 PT Merck Tbk
diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba karena pada tahun tersebut
PT Merck Tbk memilki nilai scaled eraning changes yang berada di range -0,09 – 0.
Kemudian pada periode 2013 sampai 2017 PT Merck Tbk memiliki nilai rata-rata
scaled earning changes yaitu sebesar 0,002.
Pada PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) hanya ditahun 2016 perusahaan
diindikasikan tidak melakukan praktik manajemen laba. Karena memiliki nilai scaled
earning changes yang berada di range -0,09 – 0. Sedangkan pada tahun
2013,2014,2015 dan 2017, PT Mandom Indonesia Tbk memiliki nilai scaled earning
changes yang berada di range 0 – 0,06. Yang berarti diindikasikan melakukan
praktik manajemen laba. Kemudian selama periode 2013 sampai 2017 nilai rata-rata
scaled earning changes PT Mandom Indonesia Tbk adalah sebesar 0,001.
Kemudian tingkat manajemen laba terendah pada tahun 2013 ada di PT Indal
Alumunium Industry Tbk (INAI) yaitu sebesar -0,254. Pada tahun 2014 PT Mayora
Indah Tbk (MYOR) memiliki tingkat manajemen laba terendah dibanding
perusahaan lain yaitu sebesar -0,027. Kemudian tingkat manajemen laba pada PT
Kadaung Setia Industrial Tbk (KDSI) adalah yang terendah ditahun 2015 yaitu
sebesar -0,232. Pada PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) ditahun 2016 memiliki
tingkat manajemen laba sebesar -0,115. Sedangkan ditahun 2017 tingkat manajemen
laba terendah ada di PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) yaitu sebesar -0,076.
Sementara itu tingkat manajemen laba tertinggi pada tahun 2013 ada di PT
Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA) yaitu sebesar 0,026. Pada PT Indal Alumunium
Industry Tbk (INAI) tingkat manajemen laba sebesar 0,183 merupakan yang tertinggi
ditahun 2014 dibanding perusahaan lain. Ditahun 2015 PT Mandom Indonesia Tbk
(TCID) memiliki tingkat manajemen laba tertinggi dibanding perusahan lain yaitu
sebesar 0,104. Sedangkan PT Kadaung Setia Industrial Tbk (KDSI) pada tahun 2016
dan 2017 memiliki tingkat manajemen laba tertinggi dibanding perusahaan lain yaitu
sebesar 0,460 dan 0,154.
4.4 Analisis Data
Dalam menguji “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesi (BEI) tahun 2013-2017” dilakukan
48

dengan pengujian statistik. Analisi regresi logistik dengan bantuan Statistical


Product Service Solution (SPSS) versi 23.0. Adapun variabel yang diteliti oleh
penulis yaitu Perencanaan Pajak (X1), Beban Pajak Tangguhan (X2) dan Manajemen
Laba (Y).
4.4.1 Analisis Statistik Deskriptif
1. Uji Normalitas
Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan Metode Uji One Sampel
Kolmogorov-Smirnov, metode ini digunakan untuk mengetahui distribusi data.
Dalam hal ini untuk mengetahui apakah distribusi residual normal atau tidak,
maka residual harus memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05. Hasil yang
didapat dari hasil pengujian adalah sebagai berikut :
Tabel 11
Hasil Uji One Sampel Kormogolov Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 50
a,b
Normal Parameters Mean ,0000000
Std.
,02352182
Deviation
Most Extreme Absolute ,106
Differences Positive ,106
Negative -,097
Test Statistic ,106
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Dari output melalui metode One Sampel Kolmogorov-Smirnov, dapat diketahui
bahwa nilai signifikansi (Asymp.sig 2-tailed) sebesar 0,200. Karena nilai signifikansi
lebih dari 0,05 maka nilai residual terdistribusi normal.
Untuk membuktikan data telah terdistribusi normal juga dapat dilihat melalui
grafik P-P Plot yang menunjukkan normal probability residual, sebagai dasar
pengambilan keputusan jika titik-titik sekitar garis diagonal dan mengikuti garis
diagonal, maka nilai residual tersebut telah normal. seperti yang terlihat pada gambar
berikut :
49

Gambar 2.
Hasil Uji Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar di sekitar


garis dan mengikuti garis diagonal, maka nilai residual tersebut terdistribusi
normal.
2. Uji Multikolonearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas cara yang digunakan
adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance,
apabila nilai VIF kurang dari 10 dan Tolerance lebih dari 0.1, maka dinyatakan tidak
terjadi multikolonearitas. Dan hasil yang didapat sebagai berikut :
Tabel 12.
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Collinearity
Statistics
Model Tolerance VIF
1 (Constant)
TRR 1,000 1,000
BPT 1,000 1,000
50

Dari output pengujian terhadap data yang ada, dapat diketahui bahwa nilai
Tolerance variabel Independent yaitu TRR dan BPT lebih dari 0,1 yaitu 1,000 dan
nilai VIF kurang dari 10 yaitu sebesar 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi multikolinearitas antar varibel independen.
3. Uji Heterokedastisitas
Untuk melakukan uji Heterokedastisitas digunakan metode pengamatan grafik
titik-titik, adapun dasar keputusan yang dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan adalah:
a) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka
terjadi Heterokedastisitas.
b) Jika tidak terdapat pola yang jelas, seperti titik menyebar diatas dan dibawah
sumbu Y maka tidak terjadi Heterokedastisitas.
Gambar 3.
Uji Heteroskedastisitas

Dari hasil output pada grafik diketahui bahwa titik-titik tidak membentuk pola
yang jelas, dan titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 dan sumbu Y. Jadi
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah Heterokedastisitas pada data yang
dilakukan pengujian.
51

4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan pengujian untuk mengetahui apakah terdapat
korelasi antara variabel yang disusun menurut waktu atau tempat. Metode yang
digunakan adalah uji run test.
Tabel 13.
Uji Autokorelasi
Runs Test
Unstandardized
Residual
a
Test Value -,00226
Cases < Test Value 25
Cases >= Test Value 25
Total Cases 50
Number of Runs 29
Z ,857
Asymp. Sig. (2-tailed) ,391
a. Median
Pada output diatas menunjukan bahwa hasil uji autokorelasi melalui uji run test
menunjukan nilai asymp sig (2-tailed) sebesar 0,391. Dimana kaidah yang berlaku
adalah penelitian dikatakan bebas dari autokorelasi ketika nilai asymp sig (2-tailed) >
0,05. Asymp sig (2-tailed) sebesar 0,391 > 0,05, yang berarti bahwa data yang
digunakan cukup random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data
yang diuji.
4.5. Pengujian Hipotesis
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh atau
hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen terhadap satu
variabel dependen. Dalam penelitian terdapat dua variabel independen yaitu
perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan serta satu varibel dependen yaitu
manajemen laba.
1. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis ini dipakai untuk mengetahui bagaimana hubungan antara dua
variabel atau lebih. Formulasi persamaan analisis regresi linier berganda dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

𝑌 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2 + 𝑒
𝑌 = Manajemen Laba
𝛼 = Konstanta
𝑏1𝑋1 = Koefisien regresi Perencanaan Pajak
𝑏2𝑋2 = Koefisien regresi Beban Pajak Tangguhan
𝑒 = Kesalahan residual
52

Tabel 14.
Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -2,010 ,669 -3,002 ,004
TRR 2,030 ,678 ,395 2,997 ,004
BPT ,011 ,009 ,167 1,267 ,211
a. Dependent Variable: SEC
Berdasarkan tabel dapat diketahui baha regresi linier berganda dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Manajemen Laba = -2,010 + 2,030 TRR + 0,11 BPT
Adapun penjelasan dari persamaan regresi linier berganda tersebut sebagai berikut :
1. Nilai konstanta (a) adalah -2,010. Ini dapat diartikan jika TRR dan BPT nilainya
adalah nol (0), maka manajemen laba adalah –Rp2.010
2. Nilai koefisien regersi variabel TRR (b1) bernilai positif, yaitu sebesar 2,033. Ini
dapat diartikan bahwa setiap peningkatan TRR 1 satuan, maka akan
meningkatkan Manajemen Laba sebesar Rp2,030 dengan asumsi variabel
lainnya nilainya tetap.
3. Nilai koefisien regresi varibel BPT (b2) bernilai positif, yaitu 0,011. Ini dapat
diartikan bahwa setiap peningkatan BPT sebesar 1 satuan, maka akan
meningkatkan Manajemen Laba sebesar Rp0,011 dengan asumsi variabel
lainnya nilainya tetap.
2. Uji Koefisien Determinasi
Uji koefesien determinasi dalam analisis regresi linier berganda digunakan
untuk mengetahui persentase pengaruh varibel independen (perencanaan pajak dan
beban pajak tangguhan) secara serentak terhadap varibel dependen (manajemen
laba). Output koefisien determinasi program SPSS sebagai berikut :
Tabel 15.
Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 ,428 ,183 ,148 ,02401707
a. Predictors: (Constant), BPT, TRR
b. Dependent Variable: SEC
53

Hasil tabel 15 menjelaskan tentang ringkasan model, yang terdiri dari hasil
nilai korelasi berganda (R), koefisien determinasi (R Square), koefisien determinasi
yang disesuaikan (Adjusted R Square) dan ukuran kesalahan prediksi (Std. Error of
the Estimate), antara lain:
a. Nilai korelasi berganda (R) sebesar 0,428. Artinya korelasi atau hubungan
antara variabel perencanaan pajak yang diproksikan dengan Tax Retention
Rate (TRR) dan variabel beban pajak tangguhan yang diproksikan dengan
BPTit terhadap manajemen laba sebesar 0,428 atau 42,8%. Hal ini berarti
tidak terjadi hubungan yang kuat karena nilai tidak mendekati 1.
b. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,183. Menunjukan bahwa
variasi dari manajemen laba dapat diterangkan oleh TRR dan BPT sebesar
0,183 atau sebesar 18,3% sedangkan sisanya sebesar 81,7% (100%-18,7%)
diterangkan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model ini.
c. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,148. Hasil ini menunjukan bahwa
kontribusi setiap variabel independen (TRR dan BPT) mampu menjelaskan
variabel dependen Manajemen Laba sebesar 0,148 atau 14,8% sedangkan
sisanya sebesar 85,2% dipengaruhi oleh variabel lain.
d. Std. Error of the Estimate adalah ukuran kesalahan prediksi dalam penelitian
ini yaitu sebesar 0,02401707. Artinya kesalahan yang dapat terjadi dalam
memprediksi beban pajak penghasilan sebesar Rp0,02401707. Semakin kecil
nilai Std. Error of the Estimate maka dapat dijelaskan bahwa model regresi
semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.
3. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji t atau uji koefisien regresi secara parsial digunakan untuk mengetahui
apakah secara parsial setiap variabel independen memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen. Koefisien regresi masing-masing variabel independen dikatakan
memiliki pengaruh terhadap variabel dependen jika –t hitung kurang dari –t tabel (–t
hitung < -t tabel) atau t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung > t tabel). Nilai t tabel
dicari pada signifikan 0,05/2 = 0,025 (uji dua sisi) dengan df = n - k- 1 atau df = 50 -
2 -1 = 47. Hasil dari uji t disajikan sebagai berikut :
Tabel 16
Uji Signifikansi Parsial
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Std.
Model B Error Beta t Sig.
1 (Constant) -2,010 ,669 -3,002 ,004
TRR 2,030 ,678 ,395 2,997 ,004
BPT ,011 ,009 ,167 1,267 ,211
54

Analisis uji t berdasarkan tabel diatas adalah sebagai berikut:


a. Tax Retention Rate (X1) terhadap manajemen laba (Y)
Variabel perencanaan pajak yang diproksikan dengan tax retention rate
(TRR) memiliki nilai signifikan 0,004 lebih kecil dari taraf nyatanya 0,05
(0,004 < 0,05). Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang
membandingkan antara t hitung dengan t tabel. Dimana nilai t hitung sebesar
2,997 dan t tabel sebesar 2,01174. Maka (t hitung > t tabel) (2,997 >
2,01174). Oleh karena itu variabel percanaan pajak yang dihitung dengan
proksi tax retention rate (TRR) memiliki pengaruh secara parsial terhadap
manajemen laba.
b. Beban pajak tangguhan (X2) terhadap manajemen laba (Y)
Variabel beban pajak tangguhan yang diproksikan dengan BPTit memiliki
nilai signifikan 0,211 lebih besar dari taraf nyatanya 0,05 (0,211 > 0,05). Hal
ini tidak sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t
hitung dengan t tabel. Dimana nilai t hitung sebesar 1,267 dan t tabel sebesar
2,01174. Maka (t hitung < t tabel) (1,267 < 2,01174). Oleh karena itu variabel
beban pajak tangguhan yang dihitung dengan proksi BPTit tidak memiliki
pengaruh secara parsial terhadap manajemen laba.
4. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Anova adalah uji koefisien regresi secara bersama-sama (uji F) untuk menguji
signifikansi pengaruh varibel independen terhadap variabel dependen. Pengujian
menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Kriteria pengujian untuk uji F adalah:
 Jika F hitung ≤ F tabel maka Ho diterima
 Jika F hitung ≥ F tabel maka Ho ditolak
Output hasil uji F dari perogram SPSS sebagai berikut :
Tabel 17.
Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression ,006 2 ,003 5,262 ,009b
Residual ,027 47 ,001
Total ,033 49
a. Dependent Variable: SEC
b. Predictors: (Constant), BPT, TRR
Untuk menentukan tingkat signifikansi dapat dilakukan dengan
membandingkan F hitung dan F tabel. Pada tingkat signifikansi 0,05 dengan df 1
adalah jumlah varibel dikurang satu (3 – 1 = 2), dan df 2 adalah jumlah sampel
dikurang variabel independen dikurang satu (n – k – 1 ) atau (50 – 2 – 1 = 47). Maka
diperoleh hasil untuk F hitung sebesar 5,262 dan F tabel yang diperoleh sebesar 3,20.
55

Jadi F hitung > F table (5,262 > 3,20) dan signifikansi kurang dari 0,05 (0,009 <
0,05), maka Ho ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa TRR dan BPT berpengaruh
positif secara simultan atau bersama-sama terhadap Manajemen Laba. Artinya
semakin tinggi TRR dan BPT maka semakin tinggi Manajemen Laba.
4.6. Pembahasan
Hasil pengujian dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah H1 perencanaan
pajak dan beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba. Maka hasil
uji dari peneletian seperti penjelasan berikut ini:
1. Perencanaan Pajak
Tax Retention Rate (TRR) H0.1 jika Sig. < 0,05 maka perencanaan pajak yang
dihitung dengan TRR secara parsial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
H1.1 jika Sig. > 0,05 maka perencanaan pajak TRR secara parsial tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba. Variabel perencanaan pajak (TRR) (X1) terhadap
manajemen laba (Y) memiliki nilai signifikan 0,004 lebih kecil dari taraf nyatanya
0,05 atau (0,004 < 0,05). Hal ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang
membandingkan antara t hitung dengan t tabel, dimana nilai t hitung sebesar 2,997
dan t tabel yaitu sebesar 2,01174 maka (t hitung > t tabel) atau (2,997 >2,01174).
Oleh karena itu, variabel perencanaan pajak yang dihitung menggunakan proksi tax
retention rate (TRR) memiliki pengaruh secara parsial terhadap manajemen laba.
2. Beban Pajak Tangguhan
Variabel beban pajak tangguhan (X2) memiliki nilai signifikan 0,211 lebih dari
taraf nyatanya 0,05 atau (0,211 > 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan hasil pengujian
statistik yang membandingkan anatara t hitung dengan t tabel, dimana nilai t hitung
sebesar 1,267 dan t tabel yaitu sebesar 2,01174 maka (t hitung < t tabel) (1,267 <
2,01174). Oleh karena itu, variabel beban pajak tangguhan yang dihitung dengan
proksi BPTit tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap manajemen laba.
3. Simultan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, variabel perencanaan pajak yang
diproksikan menggunakan Tax Retention Rate (TRR), dan variabel beban pajak
tangguhan yang diproksikan dengan BPTit dinyatakan berpengaruh secara simultan
terhadap manajemen laba. Hal ini sesuai dengan pengujian statistik uji f, jika tingkat
signifikansi 0,05 dengan df 1 adalah jumlah varibel dikurang satu (3 – 1 = 2), dan df
2 adalah jumlah sampel dikurang variabel independen dikurang satu (n – k – 1 ) atau
(50 – 2 – 1 = 47). Maka diperoleh hasil untuk F hitung sebesar 5,262 dan F tabel
sebesar 3,20. Jadi F hitung > F tabel (5,262 > 3,20) dan signifikansi kurang dari 0,05
(0,009 < 0,05), maka H0 ditolak, jadi dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak
dan beban pajak tangguhan berpengaruh positif secara simultan atau bersama-sama
terhadap manajemen laba.
56

4.7. Interpretasi Hasil Penelitian


4.7.1. Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba
Hasil pengujian menunjukkan perencanaan pajak mempunyai pengaruh
terhadap manajemen laba pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat
perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia maka semakin besar pula peluang perusahaan
melakukan praktik manajemen laba. Karena perusahaan yang ingin melakukan
perencanaan pajak guna memperkecil beban pajak, secara otomatis akan meninjau
labanya. Karena laba tersebut merupakan dasar pengenaan pajak. Jika didapatkan
laba yang tinggi, perusahaan cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan
meminimalkan laba (income minimization) yang diperoleh agar beban pajaknya
rendah.
Hasil ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Scott (2003) yang
menyatakan bahwa ada beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan
manajemen laba, salah satunya adalah motivasi pajak. Manajemen termotivasi untuk
melakukan praktik manajemen laba untuk mempengaruhi besarnya pajak yang harus
dibayar oleh perusahaan dengan cara menurunkan laba sebelum pajak untuk
mengurangi beban pajak yang harus dibayar. Hasil ini juga mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Astutik (2016), Khotimah (2014) dan Sumomba
(2010) yang menunjukkan perencanaan pajak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
4.7.2. Pengaruh Beban Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba
Besar kecilnya beban pajak tangguhan tidak menjamin adanya tindakan
manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Karena kemampuan beban pajak tangguhan yang
hanya dapat mencerminkan efek pajak yang ditimbulkan oleh perbedaan temporer
antara laba akuntansi yang disusun berdasarkan SAK dengan laba fiskal yang
disusun berdasarkan peraturan perpajakan. Beban pajak tangguhan tidak dapat
mendeteksi aktivitas manajemen laba tersebut. Dan karena beban pajak tangguhan
tidak dapat merefleksikan penghasilan kena pajak (PKP) seperti beban pajak kini.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Herdawati
(2015), Astutik (2015), Khotimah (2014), Sumomba (2010).
4.7.3. Pengaruh Perencanaan pajak dan Beban Pajak Tangguhan Secara
Simultan terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, variabel perencanaan pajak
yang diproksikan menggunakan Tax Retention Rate (TRR) dan beban pajak
tangguhan yang diproksikan dengan BPT dinyatakan berpengaruh secara simultan
terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Herdawati (2015), Astutik (2015), Khotimah (2014), Sumomba (2010) yang
57

menyatakan terdapat pengaruh antara perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan
secara simultan terhadap manajemen laba.
Tabel 18
Ringkasan Hasil Penelitian
No. Keterangan Hipotesis Hasil
1. Perencanaan Terdapat pengaruh Perencanaan pajak
pajak (TRR) antara hubungan berpengaruh terhadap
Manajemen laba perencanaan pajak manajemen laba
terhadap manajemen
laba.

2. Beban pajak Terdapat pengaruh Beban pajak tangguhan


tangguhan (BPTit) antara hubungan tidak berpengaruh terhadap
beban pajak tangguhan manajemen laba.
Manajemen laba terhadap manajemen
laba.

Keterangan:
1. Perencanaan pajak :
TRR = Tax retention rate (proksi perencanaan pajak)
2. Beban pajak tangguhan :
BPTit = Beban pajak tangguhan (proksi beban pajak tangguhan)
58

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan
terhadap manajemen laba pada 10 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada periode 2013 sampai 2017, dari hasil analisis dan pengujian data
serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Perencanaan pajak pada perusahaan manufaktur yang telah diteliti pada bab
sebelumnya menunjukan tingkat perencanaan pajak yang tinggi. Perencanaan
pajak pada perusahaan manufaktur yang dihitung menggunakan proksi tax
retention rate (TRR) memiliki rata-rata tingkat perencanaan pajak diatas 0,70 atau
70%. Ini artinya perusahaan sudah melakukan perencanaan pajak yang efektif.
Meskipun selama periode 2013 sampai 2017 tingkat perencanaan pajaknya ada
yang mengalami penurunan secara berturut-turut maupun tidak stabil selama
periode penelitian. Semakin tinggi tingkat perencanaan pajak yang dilakukan oleh
perusahaan maka semakin besar pula peluang perusahaan melakukan praktik
manajemen laba. Perusahaan yang ingin melakukan perencanaan pajak guna
memperkecil beban pajak, secara otomatis meninjau labanya. Karena laba tersebut
merupakan dasar pengenaan pajak. Jika didapatkan laba yang tinggi, perusahaan
cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan meminimalkan laba
(income minimization) yang diperoleh agar beban pajaknya rendah. Jadi dapat
disimpulkan bahwa variabel perencanaan pajak memiliki pengaruh secara parsial
terhadap manajemen laba.
2. Besar kecilnya beban pajak tangguhan tidak menjamin tindakan manajemen laba
oleh perusahaan. Karena kemampuan beban pajak tangguhan yang hanya dapat
mencerminkan efek pajak yang ditimbulkan oleh perbedaan temporer antara laba
akuntansi yang disusun berdasarkan SAK dengan laba fiskal yang disusun
berdasarkan peraturan perpajakan. Beban pajak tangguhan tidak dapat mendeteksi
aktivitas manajemen laba tersebut. Dan karena beban pajak tangguhan tidak dapat
merefleksikan penghasilan kena pajak (PKP) seperti beban pajak kini. Jadi dapat
disimpulkan bahwa beban pajak tangguhan tidak memiliki pengaruh secara parsial
terhadap manajemen laba.
3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, variabel perencanaan pajak yang
dihitung menggunakan proksi tax retention rate (TRR) dan beban pajak
tangguhan yang dihitung menggunakan proksi BPTit dinyatakan berpengaruh
secara simultan terhadap manajemen laba. Jadi dapat disimpulkan bahwa
perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan berpengaruh positif secara simultan
atau bersama-sama terhadap manajemen laba.
59

5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan mengenai pengaruh perencanaan
pajak dan beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017, maka saran
untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
Melalui penelitian ini penulis berharap dapat menerapkan ilmu yang telah
diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Akuntansi. Penelitian ini
sangat bermanfaat bagi penulis untuk memberikan pemahaman yang lebih
tentang perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan serta dampak terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2013-2017 baik secara teori maupun praktek.
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2013-2017 untuk meningkatkan
perencanaan pajaknya suapaya lebih efektif agar beban pajak yang harus
dibayar menjadi lebih kecil.
3. Bagi pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat
berdasarkan laporan keuangan yang berkualitas, handal dan dapat dipercaya
sehingga informasi yang di dapat akurat atau tidak menyesatkan bagi para
pemakai laporan keuangan. Pemakai laporan keuangan harus dapat melihat
dari berbagai laporan keuangan serta harus dapat membandingkan laporan
keuangan dari setiap periode maka dapat terlihat peningkatan atau penurunan
dari setiap tahunnya atau setiap periode.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan dapat memperluas penelitian dengan
menambahkan sampel yang tidak hanya terfokus pada sektor manufaktur
saja, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat. Penelitian
selanjutnya hendaknya menganalisis praktek manajemen laba yang dilakukan
perusahaan tidak hanya pada pajak tangguahan tetapi juga pada pajak
komponen lain yang terindikasi terdapat praktek namanjemen laba yang
dilakukan perusahaan. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan model
lain selain model pendekatan scaled earning changes sebagai pendeteksi
manajemen laba, sehingga dapat dibandingkan antar model yang lebih baik
dalam mendeteksi manajemen laba pada sampel yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai