DAN JANJI
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………….. 2
Daftar isi……………………………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4
A. Latar Belakang……………………………………………………………….. 4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………. 5
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………… 6
A. Kesimpulan…………………………………………………………………... 20
B. Saran…………………………………………………………………………. 20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Namun jika kita melihat realita disekitar kita, kejujuran kini menjadi sesuatu yang
langka. Banyak sekali orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah dengan
kebohongan yang dilakukannya. Seperti para pejabat pemerintahan yang telah diberi
kepercayaan menjadi Al-Wakil bagi rakyat malah memanfaatkan amanat tersebut
untuk kepentingan pribadinya.
Oleh karna itu, perlu pemahaman yang lebih mendalam tentang hakikat perilaku
jujur. Karna sesungguhnya dalam ayat-ayat Al-qur’an dan Hadis telah dijelaskan pula
tentang sifat jujur. Bahkan Nabi Muhammad SAW banyak memberikan pesan-
pesan mulia melalui perilaku jujur beliau.
Kejujuran seseorang akan mendatangkan banyak mudarat baik bagi dirinya, orang
lain, maupun lingkungan disekitarnya, bahkan kejujuran bisa menjadi cirri khas
seseorang. Seperti Nabi Muhammad yang diberi gelar Al-Amin karna kejujuran
Beliau yang luar biasa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari makalah ini, rumusan masalah yang akan dikaji
sebagai berikut:
5. Apa saja contoh pesan-pesan mulia Nabi Muhammad SAW melalui perilaku
jujur
6. Apa saja contoh perilaku mulia dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan
perilaku jujur
C. Tujuan Penulisan
Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan dari makalah ini antara
lain:
PEMBAHASAN
Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq”
yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau
dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna:
Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan
sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun dikurangi. Sifat jujur harus
dimiliki oleh setiap manusia, karna sifat ini merupakan prinsip dasar dari cerminan
ahlak seseorang. Bahkan jujur dapat menjadi kepribadian sesorang atau bangsa,
sehingga kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia.
Sikap jujur, merupakan salah satu fadhilah yang menentukan status dan kemajuan
perseorangan dan masyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran adalah salah satu sendi
kemaslahatan dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan antara satu
golongan dengan golongan yang lain.
Dampak dari sifat jujur adalah menimbulkan rasa berani, karena tidak ada orang
yang merasa tertipu dengan sifat yang diberikan kepada orang lain dan bahkan orang
merasa senang dan percaya terhadap pribadi orang yang jujur. Pepatah ada
mengatakan “berani karena benar, takut karena salah”.
Sifat Jujur tidak dapat dimiliki dan dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh
orang yang tidak kukuh imannya. Orang beriman dan takwa, karena dorongan iman
dan taqwanya itu merasa diri wajib selalu berbuat dan bersikap benar serta jujur.
Orang yang mempunyai sifat jujur akan dikagumi dan dihormati banyak orang.
Karena orang yang jujur selalu dipercaya orang untuk mengerjakan suatu yang
penting. Hal ini disebabkan orang yang memberi kepercayaan tersebut akan merasa
aman dan tenang.
Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan jika hati tidak benar-benar
bersih. Namun sayangnya sifat yang luhur ini belakangan sangat jarang kita temui,
kejujuran sekarang ini menjadi barang langka. Saat ini kita membutuhkan teladan
yang jujur, teladan yang bisa diberi amanah umat dan menjalankan amanah yang
diberikan dengan jujur dan sebaik-baiknya. Dan teladan yang paling baik, yang patut
dicontoh kejujurannya adalah manusia paling utama yaitu Rasulullah saw. Kejujuran
adalah perhiasan Rasulullah saw. dan orang-orang yang berilmu.
Kejujuran menjadi buah bibir banyak orang. kejujuran hadir dengan gaung yang
membahana. Kita seakan baru mengenal kata dan sifat mulia, “jujur”. Entah karena
seringnya ber dusta dan kebohongan oleh perilaku kita sendiri ataukah karena
seringnya kita dibohongi sehingga kita menjadi heboh dengan “kejujuran.” Padahal,
melakukan dan mengucapkan kebenaran telah diajarakan dalam Al-qur'an.
Melaksanakan dan melafalkan dengan penuh kejujuran telah diungkap oleh
Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam. Padahal, mengamalkan dan melontarkan
kebenaran telah disinggung oleh para Ulama".
Para Ulama berkata, “Langkah awal kejujuran itu adalah menjauhi dusta di semua
ucapan. Kejujuran menjadi pintu masuk dalam perbuatan, niat, kenyataan hidup,
dan di semua lini kedudukan.”
Jujur bukan hanya dalam perkataan, namun kejujuran juga dinilai mulai dari niat
seseorang, perbuatan, bahkan pikiran seseorang.
Tiap kata yang meluncur dari bibir dan lisan seseorang wajib memuat dan
mengandung kebenaran. Bukan gunjingan, gosip, dan fitnah.
Jujur dalam perkataan adalah bentuk kejmasyhur. Setiap hamba berkewajiban
menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata
sindiran karna hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan
dan demi kemaslahatan pada saat-saat tertentu.
Jujur dalam perkataan hanya boleh dilanggar dalam 3 hal, yakni ketika Istri memuji
suaminya atau sebaliknya, ketika mengatakan orang yang dicari tidak ada ketika
orang tersebut hendak dihakimi namun tidak bersalah, dan ketika menyalahi
kejujuran untuk mendamaikan orang yang sedang berselisih hingga damai kembali.
Tanda niat yang benar, salah satu tandanya, berbanding lurus dengan perbuatan di
lapangan kehidupan. Niat saja belum cukup jika tidak diiringi dengan kemauan dan
kejujuran bahwa dirinya akan berupaya sekuat tenaga mewujudkan niatnya tersebut.
Allah Swt. Mengingatkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya bahwa jika mereka
berniat mendapatkan Ridha-Nya, mengorbankan harta dan jiwanya demi tegaknya
Agama Islam berarti dia telah mempersembahkan yang terbaik bagi agama, dunia,
dan akhirat mereka.
Misalnya jika seseorang telah berniat dan berikrar bahwa ia senantiasa menyembah
kepada Allah SWT., namun ternyata ia jarang mengingat Allah karna kepentingan
Duniawinya maka dikatakan orang tersebut tidak jujur dalam niatnya.
Pada saat seseorang telah jujur dalam kemauan, tidak ada hal yang ingin ia gapai
selain melakukan perkara yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kemauan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang, “jika
Allah memberiku harta, aku akan menginfakkan semuanya”. Keinginan seperti ini
adakalanya benar-benar jujur dan ada kalanya pula masih diselimuti kebimbangan.
Kejujuran dalam merealisasikan keinginan, seperti apabila seseorang bertekad
dengan jujur untuk bersedekah. Tekad tersebut bisa terlaksana juga bisa tidak karna
tiba-tiba ia memiliki kebutuhan mendesak, sehingga tekadnya hilang. Atau lebih
mengedepankan kepentingan nafsunya. Berkaitan dengan hal ini Allah Swt.
Berfirman:
”Di antara orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah Swt. Dan diantara itu ada yang gugur, dan ada pula yang
menunggu-nunggu dan mereka tidak sedikitpun mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab
33/23.
Janji adalah hutang, demikian kalimat yang sering terngiang. Karena hutang, maka
wajib untuk dibayar sesuai dengan nilainya. Menepati janji bukan sembarang sikap.
Menepati janji berarti mempertaruhkan harkat dan martabat dirinya di hadapan
orang lain demi memberi keyakinan pada orang tersebut bahwa ia sanggup untuk
membayarnya. Dengan sikap jujur, janji akan tertunai dan amanah akan dijalankan.
Sebagaimana Al-Ghazali menyatakan makna jujur dalam niat dan perkataan, pada
traktak bentuk kejujuran yang kelima ini, Ghazali menggaris bawahi agar kita
melengkapi diri dengan jujur dalam perbuatan.
Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin indah jika ada wujud amal
dalam kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya memperlihatkan sesuatu apa-
adanya. Tidak berbasa-basi. Tidak membuat-buat. Tidak menambah dan
mengurangi. Apa yang ia yakini sebagai kejujuran dan kebenaran, ia jalan dengan
keyakinan kuat bahwa Allah Subhannahu wa Ta'ala bersama orang-orang yang
benar-benar sebenar-benarnya.
C. Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Hadis tentang perilaku jujur
Perilaku jujur bukan hanya diatur oleh aturan duniawi, namun di dalam Al-Qur’an
Allah Swt. Sudah secara khusus berfirman tentang kewajiban untuk berperilaku
jujur. Nabi Muhammad SAW. Juga mengungapkan perilaku jujur dalam Ucapan-
ucapan dan perbuatannya dalam bentuk Hadis.
Tak lama kemudian muncullah Muhammad di pintu itu. Setiap orang yang di
tempat itu pun akhirnya bernapas lega karena Muhammad terkenal dengan
panggilan Al-Amin karena ia selalu berkata jujur dan menjaga amanah dengan baik.
Dan memang setelah itu Muhammad membuat keputusan yang sangat adil yang
mencakup setiap keinginan para kabilah. Sifat jujur yang dimiliki Muhammad
(sebelum kenabian) membuat ia disenangi oleh kaumnya dan dipercaya dalam setiap
urusan.
F. Contoh Penerapan Perilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Perilaku jujur bukan hanya dijadikan teori, namun harus dipahami dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari kita. Penerapan perilaku jujur dalam kehidupan sehari-
hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat misalnya sebagai
berikut:
1. Meminta izin atau berpamitan kepada orang tua ketika akan pergi kemanapun,
sehingga orang tua kita akan percaya dan yakin bahwa kita pergi ketujuan yang baik.
2. Tidak meminta sesuatu diluar kesanggupan orang tua kita agar orang tua tidak
terbebani.
5. Tidak memberi atau meminta jawaban kepada teman ketika sedang ulangan
atau ujian sekolah meskipun teman akrab.
8. Memenuhi undangan orang lain ketika tidak ada hal yang menghalangi.
10. Mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang
bertanggung jawab.
11. Membayar sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakati. Misalnya ketika
membayar makanan yang diambil tanpa mengurangi meskpiun si penjual tidak
mengetahui.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam pergaulan kita sehari-hari, ada satu jenis bumbu pergaulan yang disebut
dengan ‘‘janji”. Janji sering digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi
perdagangan, oleh politikus yang tengah berkampanye, oleh orang yang memiliki
hutang tetapi sampai waktunya dia belum bisa memenuhinya, bahkan janji dilakukan
pula oleh ibu-ibu kepada anak-anaknya di saat mau pergi ke pasar tanpa mengajak
mereka dengan maksud agar si anak rela untuk tidak ikut ke pasar. Mereka begitu
menganggap enteng untuk mengucapkan janji.
Ujung-ujungnya, ada di antara mereka yang konsisten dengan janjinya, sehingga dia
berupaya untuk memenuhi janjinya itu. Namun ada dan banyak pula di antara
mereka yang ingkar janji, sehingga membuat kecewa berat bagi orang yang mendapat
janji tadi.
Padahal Rasulullah Saw dengan tegas mengatakan bahwa janji itu adalah hutang dan
Allah SWT sendiri telah mengingatkan melalui Al Quran surat Al Isra’ 34 bahwa
janji itu harus ditepati, karena janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya.
Di dalam makalah ini, sedikit kami jelaskan tentang tuntutan menepati janji. Kami
berharap dengan adanya makalah ini, semoga dapat membantu menghadapi
berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
aqada. Contohnya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Aqad
(perjanjian) di sini mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang
dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
Selanjutnya, janji dalam Arti ’aqad/’aqada menurut Abdullah bin Ubaidah ada 5
macam :
‘aqad nikah
‘aqad sumpah.
Satu sifat lagi yang hampir identik dengan dua sifat sebelumnya (shiddiq dan
amanah) adalah menepati janji. Menepati janji berarti berusaha untuk memenuhi
semua yang telah dijanjikan kepada orang lain di masa yang akan datang. Orang yang
menepati janji orang yang dapat memenuhi semua yang dijanjikannya. Lawan dari
menepati janji adalah ingkar janji. Menepati janji merupakan salah satu sifat terpuji
yang menunjukkan keluhuran budi manusia dan sekaligus menjadi hiasan yang dapat
mengantarkannya mencapai kesuksesan dari upaya yang dilakukan. Menepati janji
juga dapat menarik simpati dan penghormatan orang lain. Rasulullah Saw. tidak
pernah mengingkari janji dalam hidupnya, sebaliknya beliauselalu menepati janji-
janji yang pernah dilontarkan. Kita pun sebagai umat Nabi sudahselayaknya
meneladani beliau dalam hal menepati janji ini sehingga kita selalu dipercaya oleh
orang-orang yang berhubungan dengan kita.Dalam beberapa ayat al-Quran, Allah
menegaskan kewajiban orang yang beriman untuk menepati janji. Dalam QS. al-
Maidah (5): 1 Allah Swt. berfirman:
Artinya :“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu
pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 34)
Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Betapa banyak
orangtua yang mudah mengobral janji kepada anaknya tapi tak pernah
menunaikannya. Betapa banyak orang yang dengan entengnya berjanji untuk
bertemu namun tak pernah menepatinya. Dan betapa banyak pula orang yang
berhutang namun menyelisihi janjinya. Bahkan meminta udzur pun tidak. Padahal,
Rasulullah telah banyak memberikan teladan dalam hal ini termasuk larangan keras
menciderai janji dengan orang-orang kafir. Manusia dalam hidup ini pasti ada
keterikatan dan pergaulan dengan orang lain. Maka setiap kali seorang itu mulia
dalam hubungannya dengan manusia dan terpercaya dalam pergaulannya bersama
mereka, maka akan menjadi tinggi kedudukannya dan akan meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat. Sementara seseorang tidak akan bisa meraih predikat orang yang
baik dan mulia pergaulannya, kecuali jika ia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak
yang terpuji. Dan di antara akhlak terpuji yang terdepan adalah menepati janji.
B. MACAM-MACAM JANJI
Sayyid Ridha dalam tafsir Al Manar, membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu :
janji kepada Allah janji kepada diri sendiri janji kepada sesama manusia. Bagi kita
insan beriman, ketiga-tiganya biasa kita lakukan :
JanjikitakepadaAllahSWT
JanjiTerhadapDiriSendiri
Misalnya seorang mahasiswa mengatakan, “Jika saya lulus ujianku, aku akan
menyembelih kambing untuk dibagikan kepada orang lain”.
Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari
penyakitku, aku akan berpuasa tiga hari. “ Kedua hal itu merupakan janji manusia
terhadap diri sendiri yang harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut
dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan karena Allah telah berfirman : “ …Dan
hendaklah menyempurnakan (memenuhi) nazar mereka… “ (Q.S.Al Hajj 29). Tentu
saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar yang yang tidak menyimpang dari
syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang mengatakan,’’Kalau saya lulus
ujian, aku akan potong tangan ibuku.” itu haram dilaksanakan, karena manusia oleh
Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri sendiri ataupun orang lain.
JanjiTerhadapSesamaManusia
Ini banyak ragamnya. Ada yang beijanji dengan seseorang untuk hidup semati, ada
yang janji mau membayar hutang setelah rumahnya laku terjual, ada yang janji
memberangkatkan haji kepada orang tuanya nanti setelah proyeknya seselai.dll
seperti yang sudah kami sebut.
Dan janji ini berlaku dalam berbagai segi kehidupan, sejak dilingkungan keluarga,
kehidupan dalam masyarakat hingga urusan kenegaraan. Yang jelas, selagi orang
bergaul dan saling membutuhkan dan sementara apa yang dibutuhkan belum
terwujud, maka janjilah yang dianggap sebagai solusi sementaranya.
Pada dasamya segala janji yang baik yakni janji yang tidak bertentangan dengan
ajaran agama, wajib ditunaikan, wajib dipenuhi. Namun boleh jadi hukum janji itu
bisa berubah. Ini menurut M.Yunan Nasution dalam khutbahnya, menjadi :
Sunnah tidak memenuhinya. Contohnya seperti orang yang berjanji dan bersumpah
akan melakukan suatu perbuatan, misalnya jika saya lulus SLTA saya mau kursus
menjahit. Ternyata dia berubah pikiran untuk melanjutkan kuliah dan ternyata
diridhai orang tua. Maka kursus menjahitnya pun dibatalkan, karena melanjutkan
kuliah. Konsekuensinya dia harus membayar kafarat sumpahnya itu. yaitu puasa
kafarat 3 hari berturut- turut.
Ketika semua orang, apa pun status, profesi dan pekerjaannya senantiasa menepati
janji yang telah diikrarkannya, maka kehidupan ini akan damai dan indah. Saling
percaya, menghormati, dan mengasihi akan merebak di semua sisi kehidupan
manusia. Semoga Allah SWT memberi kemampuan kepada kita untuk menjadi
orang-orang yang senantiasa menepati janji sebagai wujud ketaatan kepada Allah
SWT. Serta dapat memuliakan dan membina jalinan antar sesama. Beberapa
hikmah menepati janji yaitu:
1. Dengan menepati janji, kita terhindar dari sifat munafik. Sebab, perilaku orang
yang munafik salah satunya adalah ingkar janji.
2. Dengan menepati janji dapat menjadi jalan untuk masuk surga Firdaus. Surga
Firdaus ini hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki sifat-sifat baik.
3. Dengan menepati janji, kita akan terbebas dari tuntutan baik di dunia maupun
di akhirat. Setiap janji akan diminta pertanggungjawabannya.
4. Dengan menepati janji, kita meneladani sifat Allah, yang tidak pernah
mengingkari janji-Nya.
5. Dengan menepati janji, kita akan dipercaya orang lain. Salah satu sifat Nabi
SAW. yang mengantarkannya dipilih Allah menjadi Nabi dan Rasul-Nya adalah
karena ia adalah orang yang tepercaya.
6. Dengan menepati janji, kita akan menjadi pribadi yang berwibawa, tidak
dilecehkan, dan akan mendapatkan prasangka baik dari orang lain.
7. Dengan menepati janji kita akan terhindar dari dosa besar dan akan meraih
keutamaan. Mengingkari janji antara sesama Muslim hukumnya haram, sekalipun
terhadap orang kafir, lebih-lebih terhadap sesama Muslim. Jadi, memenuhi janji
termasuk keutamaan, sedangkan mengingkarinya dosa besar.
8. Dengan menepati janji, jalinan antar individu akan terjalin harmonis dan
semakin erat. Menepati janji merupakan wujud dari memuliakan, menghargai, dan
menghormati manusia.
Ingkar janji alias berbuat kebohongan. Hampir setiap orang yang pernah
berhubungan dengan orang lain kami kira sudah pernah merasakan, betapa pahitnya
dibohongi orang lain dengan ingkar janji. Memang ingkar janji itu penuh dengan
madharat, banyak sisi negatif yang akan timbul akibat ingkar janji ini. Di antaranya :
1. Dengan mengingkari janji, orang itu termasuk orang yang munafik. Sebab,
perilaku orang yang munafik salah satunya adalah ingkar janji.
2. Dengan mengingkari janji maka semakin dijauhkan dari surga Firdaus. Sebab,
surga Firdaus hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki sifat-sifat baik.
3. Dengan mengingkari janji, tidak akan dipercaya orang lain. Bahkan orang-
orang terdekat pun juga tidak akan percaya.
4. Dengan mengingkari janji, kita tidak memiliki wibawa, sering dilecehkan, dan
selalu mendapatkan prasangka buruk dari orang lain
6. Dengan mengingkari janji, jalinan antar individu akan terputus bahkan bias
saling bermusuhan. Jika orang yang diingkari itu tidak rela, maka akan bereaksi dan
timbul kemarahan. Jika marah tak terkendali, bisa menimbulkan pertengkaran,
perkelahian, bahkan bisa menyebabkan pembunuhan.
7. Jika pemimpin ingkar janji terhadap rakyatnya, maka bukan mustahil akan
terjadi pemberontakan dan prahara di negerinya. Jika periodenya habis, jangan
harap bisa terpilih lagi sebagai pemiumpin. Jika yang ingkar janji suatu perusahaan
terhadap karyawannya. sering menimbulkan demo yang bisa membangkrutkan
perusahaan itu sendiri.
Allah SWT akan mengutuk keras dan melaknat serta menimpakan bencana
terhadap orang yang ingkar janji, baik itu berjanji kepada Allah maupun berjanji
terhadap saesama manusia. Ingkar janji adalah merupakan indikasi orang munafiq,
karena ciri-ciri orang Munafiq adalah suka berdusta, suka ingkar janji dan suka
mengkhianati teman.