Anda di halaman 1dari 60

NAMA : Queen Analisa

NIM : 150070400111001

REKAM MEDIK KASUS ORTODONTI

DATA PASIEN
Nama : Muhammad Rafi Mahendra
 Digunakan untuk memudahkan komunikasi antara dokter gigi dengan pasien sehingga terjalin
keakraban antara dokter gigi dan pasien.
 Digunakan agar rekam medis tidak tertukar dengan pasien lainnya.
 Digunakan untuk membedakan identitas antara satu pasien dengan pasien lainnya.
Usia : 9 tahun
 Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa growth spurt (perempuan ±12 tahun laki-
laki ±14 tahun) atau sudah berhenti, hal ini juga berkaitan dengan rencana perawatan.
Pemakaian alat ortodonti lepasan sebaiknya dilakukan sebelum melewati masa growth spurt.
 Untuk mengetahui pertumbuhan gigi-geligi masih termasuk periode gigi susu/decidui,
campuran/mixed atau tetap/permanent.
 Untuk mengetahui apakah gigi yang sudah erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut
umur erupsi gigi) atau terdapat kelainan erupsi gigi.
 Menetapkan jenis alat ortodontik yang tepat (alat cekat atau lepasan, alat aktif atau fungsional),
jika sudah melewati masa growth spurt terdapat pertimbangan tertentu menggunakan alat
ortodonti lepasan.
 Untuk memperkirakan waktu/lama perawatan yang diperlukan. Apakah perawatan bisa segera
dilaksanakan atau harus ditunda, berapa lama dibutuhkan perawatan aktif dan berapa lama
diperlukan untuk masa retensi

Pasien Rafi masih berada dalam masa pertumbuhan karena masih berusia 9 tahun, dimana growth spurt
(percepatan pertumbuhan) terjadi pada usia ±14 tahun pada laki-laki dan ±12 tahun pada perempuan.
Pertumbuhan gigi geliginya berada pada fase gigi geligi campuran yang berlangsung pada rentang usia 6-
12 tahun. Gigi permanen yang sudah erupsi antara lain RA: I1, I2 dan M1, RB: I1, I2 dan M1.

Alamat : Jl. Bogor Terusan no 23, Malang


 Diperlukan agar dokter gigi dapat menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan. Hal ini juga
terkait dengan follow up pasien secara berkala.
 Dengan alamat pasien, dapat membantu mengetahui keadaan sosial ekonomi dan lingkungan
tempat tinggal pasien. Hal ini dapat mempengaruhi pertimbangan pemilihan alat dan juga biaya
selama perawatan berlangsung.
Nama Orang Tua : ayah : Yofik
Ibu : Ruth Kristina Ria
 Untuk membedakan apabila ada dua orang pasien dengan nama yang sama.
 Diperlukan jika sewaktu-waktu operator perlu konsultasi dengan orang tua pasien.
 Untuk memudahkan komunikasi dan juga mengakrabkan diri dengan orang tua sehingga
diharapkan adanya kerjasama dari orang tua yang dapat memberikan hasil maksimal selama
perawatan.
 Nama marga dapat mengarah pada kondisi sistemik atau kemungkinan karakteristik yang
diturunkan yang berpengaruh pada perawatan ortodonti

1
Suku/Warga Negara : Jawa/Indonesia
 Untuk membantu menentukan etiologi dan faktor modifikasi adanya maloklusi gigi, karena
setiap kelompok suku bangsa atau ras tertentu mempunyai ciri tertentu sehingga dapat
ditentukan normal atau tidaknya bentuk dan ukuran rahang dan gigi.
 Pola maloklusi dapat diturunkan melalui genetik dan rasial, sehingga ras tertentu mempunyai
kecenderungan yang berbeda dengan ras lain.
 Bentuk kepala atau profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau suku induk dari individu
diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa yang merupakan percampuran dari bermacam-
macam ras atau suku akan dijumpai banyak maloklusi.

Jenis Kelamin : Laki-laki


 Untuk membantu memperkirakan growth spurt, laki-laki ±14 tahun, perempuan usia ±12 tahun.
 Erupsi gigi permanen laki-laki terjadi lebih lambat daripada perempuan, yaitu sekitar 4-6 bulan.
 Ukuran rahang laki-laki lebih besar daripada perempuan
 Untuk melihat segi psikologi. Laki-laki cenderung lebih cuek terhadap penampilan dan kurang
patuh pada peraturan yang ada sehingga lebih membutuhkan pengawasan dari orang sekitar
terkait dengan kepatuhannya pada saat menggunakan alat ortodonti lepasan

Tanggal lahir : 2 Juli 2007


 Mengetahui usia pasien secara detail
No. Telpon : 085649599228
 Mempermudah komunikasi dengan pasien terkait follow up atau mengingatkan waktu kontrol,
sehingga perawatan dapat berjalan maksimal.
Pekerjaan Orang Tua : Ayah : Buruh
Ibu: Wiraswasta
 Dapat membantu mengetahui keadaan sosial dan ekonomi pasien, hal ini berpengaruh terhadap
saran pemilihan bahan untuk alat ortodonti yang digunakan dan penjelasan biaya untuk seluruh
perawatan.
 Mempermudah pemilihan cara berkomunikasi saat memberikan edukasi dan motivasi kepada
orang tua serta penjelasan mengenai pembiayaan

Nama operator : Queen Analisa Setyarini


NIM : 150070400111001
Nama Instruktur : drg. Kuni Ridha A., Sp. Ort

WAKTU PERAWATAN
Cetak Model : 5 September 2016

ANALISA UMUM
Anamnesis : Pasien datang dengan keluhan gigi depan atas serta gigi depan bawahnya terlihat
kurang rapi. Pasien ingin giginya dirawat dan dirapihkan, pasien sudah pernah mendapat
perawatan gigi sebelumnya yaitu penambalan. Pasien belum pernah mendapatkan
perawatan orthodontic sebelumnya. Pasien ingin giginya dirawat atas keinginan sendiri
dan orang tua pasien juga memberi dukungan.

2
 Dapat mengetahui apa sebenarnya yang pasien inginkan untuk mendapat perbaikan dari dokter
gigi. Sehingga dapat membantu menentukan prioritas perawatan pasien apakah keluhan itu
menyangkut faktor estetik atau fungsional.

 Selain keluhan utama, melalui anamnesa juga bisa didapatkan keluhan sekunder, yaitu keluhan
yang baru disadari setelah mendapat penjelasan dari dokter gigi. Sehingga dapat pula
menentukan adanya kelainan yang memungkinkan untuk dirawat secara ortodontik juga
ataupun kebutuhan perawatan gigi yang lainnya.
 Dapat membantu menentukan motivasi pasien melakukan perawatan ortodonti. Pasien dengan
motivasi dari diri sendiri bukan karena paksaan orang tua biasanya lebih kooperatif dan hal
tersebut dapat mempengaruhi prognosis perawatan.
 Anamnesis terdiri dari:
a. Keluhan utama : estetik, status sosial, fungsi pengunyahan
b. Keluhan tambahan : sakit di TMJ, sakit waktu mengunyah
c. Motivasi :
 Eksternal : anjuran dari ortu atau teman agar penampilan lebih baik
 Internal : dari dalam diri sendiri-pasien mengerti mengenai susunan giginya yang kurang
rapi, kesadaran untuk memperbaiki penampilan
d. Riwayat perawatan ortho: sudah pernah dilakukan perawatan ortho/belum

KEADAAN UMUM
Berat Badan : 35 kg
Tinggi Badan : 135 cm (BMI= 19,20 status gizi normal)

 Dapat mengetahui apakah tumbuhkembang pasien sesuai dengan usia dan jenis kelamin pasien.
 Membantu menentukan status gizi pasien dengan menghitung BMI (Body Mass Index) pasien.
Keadaan gizi pasien mempengaruhi proses pertumbuhan, perkembangan rahang, erupsi normal
gigi geligi, sehingga dapat menentukan pula apakah status gizi pasien mempengaruhi maloklusi
yang terjadi.
 Menghitung status gizi pasien dengan rumus penimbangan berat badan (BB dalam kilogram)
dan tinggi badan (TB dalam meter). Pemeriksaan gizi dimaksudkan untuk mengetahui adakah
keadaan gizi ini mengganggu proses pertumbuhan, perkembangan rahang dan erupsi normal
gigi-geligi, sehingga diduga sebagai penyebab maloklusi. Lalu juga apakah perawatan akan
terhambat karena keadaan gizi pasien.
 Berat badan normal anak usia 9 tahun

Jenis Underweight Normal Ideal ideal Ideal atas Normal Overweight


kelamin bawah bawah atas
L 18.817kg 21.275kg 24.305kg 28.109kg 32.993kg 39.433kg 48.214kg

P 18.146kg 20.764kg 24.035kg 28.204kg 33.645kg 40.958kg 51.149kg

(sumber: WHO, 2007)

3
 Tinggi badan normal anak usia 9 tahun

Jenis Pendek Normal Ideal ideal Ideal atas Normal Jangkung


kelamin bawah bawah atas
L 114.53 120.542 126.553 132.565 138.577 144.589 150.601
P 114.162 120.273 126.384 132.494 138.605 144.716 150.826
(sumber: WHO, 2007)

4
5
6
Tabel Indeks massa tubuh

7
8
9
10
11
12
 Rumus Index Masa Tubuh
IMT = BB (kg)
TB2 (m)
Keterangan:
Index Status Gizi Kategori
< 18,5 Kurang Kurus
18,5 – 25 Normal Normal
> 25 Lebih Gemuk
2
IMT Pasien Rafi = 35/(1,35) = 19,20 (normal)

13
Kelainan Endokrin : t.a.k
 Perawatan ortodonti berkaitan erat dengan keadaan tulang rahang. Kelainan endokrin
pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, memengaruhi
derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung dan erupsi gigi
permanen. Membran periodontal dan gusi sangat sensitif terhadap beberapa disfungsi endokrin
dan keadaan ini dapat berakibat langsung pada gigi.
 Hal tersebut tentu dapat menjdi pertimbangan dalam perawatan ortodonti. Contoh yang sering
ditemukan adalah rahang yang besar dan multipel diastema pada penderita gigantisme,
sedangkan pada penderita kretinisme sering ditemukan gigi yang berdesakan.
 Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat berupa hipoplasia gigi.

Penyakit anak : t.a.k

 Beberapa penyakit pada anak dapat mengganggu tumbuhkembang. Penyakit pada anak-anak,
terutama yang kronis dapat mengganggu keseimbangan energi yang diperlukan dalam masa
tumbuh kembang. Hal tersebut tentu juga dapat mempengaruhi pertumbuhkembangan gigi
pada masa kanak-kanak.
 Suatu maloklusi dapat merupakan akibat sekunder dari kelainan otot dan beberapa kelainan
neuropati
Ciri maloklusi keluarga: ibu berdesakan anterior RB, ayah berdesakan anterior RA dan RB, kakak pertama
berdesakan anterior RA dan RB, kakak kedua berdesakan anterior RA dan RB
 Untuk mengetahui apakah maloklusi pasien merupakan salah satu dari etiologi maloklusi yaitu
faktor herediter yang diwariskan dari orang tua. Untuk itu perlu ditanyakan keadaan gigi geligi
kedua orang tua dan saudara kandung pasien

Adanya ciri maloklusi berupa gigi berdesakan pada ayah dan ibu pasien Rafi dapat menjadi etiologi
herediter maloklusi pasien

Alergi : t.a.k
 Mengetahui apakah pasien alergi pada bahan yang digunakan untuk membuat peranti lepasan,
seperti nikel atau akrilik, yang kemudian dapat diberi alternatif penggunaan bahan lain.
 Alergi juga mempunyai efek langsung pada perawatan orto, karena jika pasien merasa tidak
nyaman karena alergi terhadap bahan peranti maka kepatuhan pasien juga terpengaruh.

Kelainan saluran pernafasan : t.a.k


 Bernafas melalui mulut dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan craniofasial dan letak gigi.
Yang sering ditemukan adalah palatum menjadi dalam dan maksila yang sempit, sehingga
menimbulkan gigitan silang posterior.
 Pasien yang bernafas melalui mulut menyulitkan operator ketika mencetak, sehingga perlu
perlakuan khusus ketika mencetak
 Pasien yang bernafas melalui mulut akan mempunyai palatum yang dalam, maksila yang sempit
sehingga kadang-kadang didapatkan gigitan silang posterior.
 Cara pemeriksaannya berupa :
o Perhatikan pasien bernafas pada saat pasien istirahat tanpa diketahui oleh pasien
o Mintalah pasien untuk bernapas yang dalam
o Tempatkan kaca mulut dibawah lubang hidung. Pada penapas mulut kaca tersebut tidak
buram karena tidak ada aliran udara dari lubang hidung.

14
 Akibat kebiasaan bernafas dengan mulut:
o Menyebabkan open bite anterior
o Maloklusi klas II divisi 1
o Tidak adanya Self cleansing terutama pada regio anterior
rahang atas dan adanya gingivitis terutama pada regio anterior.
 Gambaran Wajah Pada penapas Mulut
o Tinggi muka anterior besar,
o Bibir tidak kompeten
o Protrusi atas
o Sudut mandibula yang curam/besar
o Gigitan silang gigi posterior

Tindakan operasi : t.a.k


 Dapat mengetahui status kesehatan pasien secara umum.
 Untuk mengetahui apa pernah mendapat trauma di daerah muka dan kepala dan apakah sampai
memerlukan tindakan operasi.
 Beberapa tindakan operasi seperti operasi tonsil dapat menunjukkan adanya kelainan
pernafasan.
 Mengetahui tindakan operasi pada rongga mulut yang berhubungan dengan tumbuhkembang
pasien, seperti operasi Cleft Lip atau Cleft Palate.

Kebiasaan buruk : t.a.k


Anamnesa tentang kebiasaan buruk dimaksudkan untuk mengetahui etiologi maloklusi pasien apakah
berasal dari suatu kebiasaan buruk yang telah / sedang dilakukan pasien. Untuk itu perlu ditanyakan
kepada pasien atau orang tuanya mengenai :
- Jenis : Kebiasaan buruk apa yang telah dilakukan ?
- Kapan : Umur berapa kebiasaan tersebut dilakukan, apakah sekarang masih dilakukan?
- Durasi : Dari sejak kapan sampai kapan dilakukan ?
- Frekuensi : Berapa kali per jam / perhari dilakukan ?
- Intensitas : Seberapa kuat / keras dilakukan ?
- Posisi : Bagaimana dan di bagian mana dilakukan ?
- Apakah ada hubungan antara kebiasaan buruk yang dilakukan dengan keadaan maloklusi
pasien
Terjadinya maloklusi dipengaruhi oleh: adala durasi, intensitas, frekuensi

 Berikut beberapa maloklusi yang terjadi karena kebiasaan buruk


1. Menghisap Ibu Jari
 Gigitan terbuka anterior
 Protrusi rahang atas pada gigi tertentu, biansanya dua insisiv sentral atas
 Retrusi/intrusi gigi bawah
 Kontraksi lengkung gigi
Perawatannya:
 Anak diberi kesibukan lain sehingga lupa akan kebiasaannya
 Anak diberi suasana yang menyenangkan sehingga lupa akan kebiasaannya
 Jari yang dihisap diberi rasa pahit
 Secara mekanik membalut jari yang dihisap
 Secara psikologis memberi pengertian pada anak

15
 Menggunakan alat orthodonti palatal crib

2. Mendorong lidah dan cara menelan salah


 Gigitan terbuka anterior
 Protrusi semua gigi insisivus atas
 Multiple diastema atas dan bawah
 Lidah terletak di antara gigi gigi anterior
 Bibir inkompeten
 Edukasi cara menelan yang benar
Perawatannya:
 Melatih lidah
 Konsultasi speech therapist
 Menggunakan alat orthodonti yang diberi taju pada bagian palatal anterior atas
 Jika karena makroglosia, terapi dengan bedah plastic

3. Menghisap/menggigit bibir (pada umumnya bibir bawah)


 Protrusi dengan diastema seluruh gigi anterior atas
 Retrusi/intrusi gigi anterior bawah
 Bibir bawah ada bekas tekanan insisal insisivus atas
 Lengkung gigi rahang bawah datar
Perawatannya:
 Instruksi pada anak
 Lip bumper, yang dibuat tidakmenempel pada insisiv bawah
 Oral screen, ditarik-tarik untuk melatih otot

16
4. Bernafas melalui mulut
 Mulut terbuka
 Penyempitan lengkung rahang atas
 Gigi berdesakan
 Protrusi insisiv sentral rahang atas
 Palatum tinggi/dalam
Perawatannya:
 Konsultasi dokter spesialis
 Instruksi menghilangkan kebiasaan buruk
 Menggunakan alat orthodonti, biasanya dengan ekspansi rahang atas

5. Menggigit pensil/ kuku


 Gigitan terbuka anterior
 Protrusi rahang atas pada gigi yang digunakan untuk menggigit
 Retrusi/intrusi gigi bawah pada gigi yang digunakan untuk menggigit
Perawatannya:
 Anak diberi kesibukan lain sehingga lupa akan kebiasaannya
 Memberi pengertian pada anak

17
6. Menopang dagu
 Asimetris wajah
Perawatannya:
 Instruksi pasien
7. Menghisap Pipi
 Kebiasaan ini kadang dilakukan hanya pada satu sisi pipi saja, namun tidak
jarang dilakukan pada kedua sisi pipi. Kebiasaan ini akan mengakibatkan gigi-
geligi belakang menjadi miring ke arah lingual

8. Bruxism
 Bruxism adalah aktivitas parafungsi oklusal. Fenomena bruxism yang merujuk
pada keadaan yaitu mengerotkan gigi-gigi (grinding) atau mengatupkan
dengan keras rahang atas dan bawah (clenching). Definisi bruxism menurut The
Academy of Prosthodontics, 2005 yaitu parafunsional grinding dari gigi-gigi,
suatu kebiasaan yang tanpa disadari dan berulang atau tidak beraturan
(spasmodik), non fungsional grinding atau clenching, selain dari gerakan
pengunyahan mandibula yang akan mengarah ke trauma oklusal, situasi ini
disebut pula sebagai neurosis oklusal.
 Dapat mengakibatkan:
 Abrasi gigi
 Fraktur/retak pada gigi
 Iritasi pada pipi
 Sakit kepala
 Nyeri pada otot dan sendi rahang
 Perubahan pada cara menggigit/mengunyah makanan
 Resesi pada gusi

9. Mengisap botol susu / bottle sucking


Mengisap botol susu pada anak dengan durasi yang lama atau semalaman
dapat menyebabkan terjadinya karies rampan yang kemudian mempengaruhi

18
benih gigi permanen yang belum erupsi. Mengisap botol susu juga menyebabkan
maloklusi yaitu overjet bertambah dan berjejalnya gigi rahang atas dan bawah.
Pemberian susu melalui botol menyebabkan gerakan lidah bayi seperti piston
atau gerakan memeras dan menghentikan susu dari botol lebih kuat dan
bertenaga dibandingkan dengan pemberian ASI. Karena lubang pada botol susu
besar maka bayi dipaksa untuk menahan lidah ke atas untuk mencegah susu
memancar ke depan, aktivitas motorik yang abnormal ini menyebabkan
kebiasaan menelan yang salah dan lama kelamaan dapat menyebabkan open
bite (Bhalajhi. Orthodontics Art and science, 98).
10. Mengunyah satu sisi
Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang
mempunyai komponen terdiri dari gigi–geligi, sendi temporomandibula (STM),
ototkunyah, dan sistem syaraf.Otot digerakan oleh sistem impuls syaraf karena
adatekanan yang timbul dari gigi bawah berkontak dengan gigi atas sehingga
mandibuladapat melaksanakan aktifitas fungsional dari sistem mastikasi. Dalam
pelaksanaan sistem mastikasi, banyak otot ikut terlibat. Dengan demikian dalm
mengevaluasi baik buruknya fungsi sistem mastikasi interaksi otot-otot itu tidak
dapat diabaikan, dan evaluasi harus dilakukan dengan melihat kaitannya dengan
pergeseran kontak oklusi gigi. Oklusi akan berjalan normal dan kedudukan
mandibula akan stabil apabila tiap komponen yang terlibat dapat menjalankan
aktivitasnya secara normal dan antara semua komponen terdapat interaksi yang
serasi dan seimbang. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam hubungan
kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu
timbulnya kelainan yaitu kelainan fungsional. (Suhartini. Fisiologi Pengunyahan
Pada Sistem stomatognati, FKG UNEJ).

11. Posisi tidur yang salah pada satu sisi


Gigi menempati letaknya yang stabil karena adanya keseimbangan yang
ditentukan oleh interaksi lidah, bibir dan pipi, relasi rahang serta kekuatan
pengunyahan (Pambudi Rahardjo. Ortodonti dasar, 43). Pada saat tidur dengan
posisi miring satu sisi, salah satu rahang akan tertekan oleh bantal sehingga
pertumbuhan rahang dan gigi terhambat sedangkan pada sisi lainnya
pertumbuhan normal sehingga terjadi asimetri rahang.

12. Postur
Sikap tubuh mempengaruhi posisi mandibula. Seseorang dengan sikap kepala
mendongak, dagu akan menempati posisi ke depan, pada sikap kepala menunduk maka
pertumbuhan mandibula bisa terhambat. Perawatan ortodontik pada pasien tidak hanya
untuk memenuhi keinginan estetika pasien, tetapi juga harus dapat memenuhi kebutuhan
fungsional dan fisiologis (Singh, 2007). Jackson (1922, sit. Singh, 2007) menyimpulkan
tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mencapai efisiensi fungsional, keseimbangan
struktural, dan estetik yang harmonis yang disebut sebagai Triad Jackson. Penentuan
ketiga tujuan perawatan ortodontik tersebut karena gigi dan jaringan sekitarnya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal efisiensi fungsional, keseimbangan

19
struktural, dan estetik yang harmonis dalam sistem stomatognatik. Komponen dalam
sistem stomatognatik terdiri dari gigi dan jaringan pendukungnya, tulang rahang, lidah,
sendi temporomandibular, sistem vaskular, sistem saraf, otot kepala dan leher, serta
struktur yang terkait (Premkumar, 2008). Otot-otot kepala dan leher pada sistem
stomatognatik ini memiliki peran dalam menjaga postur kepala (Clarkson, 2000).
Postur kepala pada saat seseorang dalam keadaan berdiri dan fokus terhadap sumbu horisontal
visualnya disebut sebagai postur natural kepala (natural head posture/NHP). Dalam menganalisis NHP
disarankan untuk menggunakan cermin di depan subjek, sehingga subjek dapat melihat secara langsung
refleksi pupil matanya sendiri (Downs, 1952; 1956). Salah satu metode objektif yang dapat
digunakan untuk menganalisis NHP yaitu, foto yang telah terstandar (Dvortsin dkk., 2011).
Dari hasil penelitian Solow dan Sonnesen (1998) yang meneliti hubungan postur kepala dengan
maloklusi, ditemukan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gigi berjejal pada
lengkung gigi yaitu postur kepala dalam kaitannya dengan kolumna servikalis (postur kranioservikal).
Menurut Madhusan dan Mahobia (2011) gigi berjejal akan memperlihatkan penampilan gigi yang kurang
estetik, yang merupakan alasan utama untuk melakukan perawatan ortodontik pada kebanyakan
pasien. Keadaan gigi berjejal ini paling sering terjadi pada gigi-geligi bagian depan (Bernabe dan Flores-
Mir, 2006). Gigi berjejal didefinisikan sebagai adanya perbedaan hubungan antara ukuran gigi dan
ukuran rahang, sehingga menyebabkan posisi gigi menjadi saling tumpang tindih dan terjadi rotasi gigi
(Ul-Hamid dan Rahbar, 2005). Faktor faktor yang mungkin menjadi predisposisi gigi berjejal adalah
ukuran gigi yang besar, tulang basal kecil atau kombinasi keduanya, atau merupakan akibat dari evolusi
penurunan ukuran skeletal wajah tanpa disertai dengan penurunan ukuran gigi (Buschang dan Shulman,
2003). Solow dan Kreiborg (1977) menjelaskan bahwa aktivitas peregangan atau pelemasan otot
tergantung pada postur kepala yang berhubungan dengan tulang belakang. Postur kepala yang normal
dapat memicu relaksasi dari jaringan lunak yang berakibat pada perkembangan sagital yang baik dan
proklinasi insisivus mandibula.

 Perbedaan maloklusi dari tiap kebiasaan buruk tergantung pada etiologinya. Pada pasien
dengan kebiasaan buruk mennghisap ibu jari maka protrusi yang terjadi hanya pada beberapa

20
gigi sedangkan pada pasien dengan kebiasaan buruk menghisap bibir atau mendorong lidah,
protrusi terjadi pada kelompok gigi.

ANALISA LOKAL

PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL


Tipe Kepala : Mesosefalik
Ada hubungannya dengan bentuk muka, palatum, maupun bentuk lengkung gigi. Macam tipe kepala :

- Dolikosefalik (kepala panjang dan sempit) : 70 – 74,9


- Mesosefalik (kepala bentuk rata-rata) : 75 – 79,9
- Brakisefalik (kepala lebar dan pendek) : 80 – 84,9

Indeks Sefalik: Lebar kepala (jarak bizigomatik supramastoideus) x 100


Panjang kepala (jarak Gl-Oc)

21
- Dolikosefalik membentuk muka sempit, panjang, protrusi yang disebut dengan muka
leptoprosop/sempit. Fosa krania anterior yang panjang dan sempit akan menghasilkan lengkung
maksila dan palatum sempit, panjang, dan dalam
- Brakisefalik membentuk muka besar, kurang protrusif yang disebut muka euriprosop/lebar. Fosa
krania anterior yang lebar dan pendek akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum lebar
pendek, lebih dangkal

Tipe Muka : Mesoprosop


 Tipe muka berhubungan dengan bentuk lengkung gigi pasien
 Indeks muka = Tinggi muka ( A) (Jarak N – Gn) x 100
Lebar muka (B) (Jarak bizigomatik)
Klasifikasi indeks muka :
 Euriprosop ( muka pendek, lebar) : 80,0 – 84,9
 Mesoprosop (muka sedang ) : 85,0 – 89,9
 Leptoprosop (muka tinggi, sempit) : 90,0 – 94,9
Jika indeks = < 80,0 : Hipo Euriprosop
> 94,9 : Hiper Leptoprosop

Tipe Profil : cembung


 Untuk mengetahui proporsi skeletal jurusan
anteroposterior maupun vertikal.
 Dapat mengetahui posisi rahang dalam jurusan sagital
 Untuk mengetahui apakah gigi anterior protrusi atau retrusif dengan mengevaluasi lewat
bibir.
1. Menurut Rakosi
Penentuan profil wajah menurut Rakosi menggunakan 3 titik anatomis yakni:
1) Glabella (G) : titik terendah dari dahi yang terletak ditengah alis mata kiri dan kanan.
2) Labialis superior (Ls) : titik terdepan dari bibir atas.
3) Pogonion (Pog) : titik terdepan dari dagu yang terletak didaerah symphisis mandibula.

22
Profil wajah menurut Rakosi ditentukan dengan cara menghubungkan garis yang ditarik dari
titik Glabella (G) ke titik Labialis superior (Ls) dengan garis yang ditarik dari Labialis
superior (Ls) ke titik Pogonion (Pog).
Analisis Rakosi menghasilkan 3 tipe profil wajah yaitu:
a. Lurus (straight), apabila kedua garis tersebut membentuk suatu garis lurus.
b. Cembung (convex), apabila garis pertama lurus dan garis kedua membentuk sudut
cembung karena dagu terletak lebih posterior.
c. Cekung (concave), apabila garis pertama lurus dan garis kedua membentuk sudut cekung
karena letak dagu lebih ke anterior

2. Menurut Schwarz
Menurut Schwarz, profil wajah dapat ditentukan dengan melihat kesejajaran antara titik
Subnasale (Sn) dengan titik Nasion (N). Adapun tiga tipe profil wajah menurut Schwarz
yaitu:
a. Lurus (average face), apabila titik Subnasale (Sn) berada tepat segaris dengan titik Nasion
(N).
b. Cembung (anteface), apabila titik Subnasale (Sn) berada di depan titik Nasion (N).
c. Cekung (retroface), apabila titik Subnasale (Sn) berada di belakang titik Nasion (N).

3. Menurut Singh
Profil wajah menurut Singh ditentukan dengan cara menggabungkan dua buah garis yang
ditarik dari titik Nasion kulit (N’) ke titik Subnasale (Sn) dan dari titik Pogonion kulit (Pog’)
ke titik Subnasale (Sn).
Analisis profil wajah menurut Singh menghasilkan 3 tipe profil wajah, yakni :
a. Lurus (straight/orthognatic profile), apabila kedua garis tersebut membentuk sebuah
garis lurus.
b. Cembung (convex profile), apabila kedua garis tersebut membentuk sudut yang akut
dengan kecekungan menghadap ke jaringan lunak.
c. Cekung (concave profile), apabila kedua garis tersebut membentuk sudut tumpul dengan
kecembungan menghadap ke arah jaringan lunak.

23
4. Menurut Graber
Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Glabella (Gl), Lip contour atas
(Lca), Lip contour bawah (Lcb), dan Pogonion (Pog)
- Cembung (convex), bila titik pertemuan Lcb-Lca berada didepan garis Gl-Pog
- Lurus (straight), bila titik pertemuan Lcb-Lca berada tepat pada garis Gl-Pog
- Cekung (concave), bila titik pertemuan Lcb-Lca berada dibelakang garis Gl-Pog

5. Analisis Steiner (Garis S)


Menurut Steiner garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog’ ke pertengahan kurva S
yang terletak diantara Pronasal (Pr) ke titik Subnasale (Sn) (Gambar 5). Oleh karena itu
posisi bibir harus seimbang dengan wajah. Jika bibir berada dibelakang garis S dinyatakan
profil wajahnya cekung. Sedangkan jika berada di depan garis S, profil wajahnya cembung.

6. Analisis Ricketts (Garis E)


Garis E Ricketts adalah salah satu garis yang paling sering digunakan sebagai garis referensi
dalam diagnosis dan rencana perawatan ortodonti. Garis ini digambarkan dari Pronasale
(Pn) menuju Pogonion jaringan lunak (Pog’) (Gambar 6). Seseorang mempunyai profil
wajah yang harmonis jika titik Labium superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E dan
titik Labium inferior (Li) 1-2 mm di belakang garis E. Rickets menyatakan nilai ideal
tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis kelamin.

24
Bentuk Muka/Kepala : Simetris
 Wajah pasien dilihat dari depan untuk melihat proporsi lebar mata, hidung dan mulut juga untuk
melihat kesimetrisan wajah dan proporsi ukuran vertikalnya
 Jika terdapat asimetri wajah dapat menjadi indikator adanya pembengkakan ekstra oral atau juga
bisa adanya kelainan pada rahang.
 Adanya asimetri wajah dapat menjadi indikator adanya asimetri rahang
 Muka yang tidak simetri dapat merupakan variasi biologis, keadaan patologis maupun kelainan
kongenital

Tonus Bibir Atas : Kompeten


Tonus Bibir Bawah : Kompeten
 Bibir kompeten : Bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas dan bawah tanpa
kontraksi otot pada saat mandibula dalam kondisi istirahat
 Bibir tidak kompeten : bila diperlukan kontraksi otot untuk mencapai ontak bibir atas dan bawah
pada saat mandibula dalam keadaan istirahat
 Dapat mengetahui tonus bibir, karena jika terjadi ketidakseimbangan antara tekanan otot di luar
mulut dan dalam mulut maka dapat menimbulkan anomali pada lengkung gigi.
 Tonus juga dapat berpengaruh pada rencana perawatan, karena pada pasien dengan gigi anterior
protrusi yang telah dikoreksi, bibir yang inkompeten memperbesar kemungkinan relaps.
 Bibir terbuka pada waktu rest posisi bisa disebabkan karena bibir terlalu pendek (incompetent)
atau hypotonus otot bibir sering dijumpai pada pada pasien yang gigi depannya protrusif.

PEMERIKSAAN INTRA ORAL


Kebersihan Mulut : baik
 Kebersihan gigi dan mulut dapat diukur dengan mempergunakan indeks. Mengukur kebersihan
gigi dan mulut adalah dengan mempergunakan suatu indeks yang disebut Oral Higiene Index
Simplified (OHI-S). Nilai dari OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan
antara debris indeks dan kalkulus indeks.Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi
tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu :
o Untuk rahang atas yang diperiksa :
 Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan bukal.
 Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan labial.

25
 Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal
o Untuk rahang bawah yang diperiksa :
 Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.
 Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan labial.
 Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan lingual.
 Pasien yang kebersihan mulutnya jelek kemungkinan besar kebersihan mulutnya akan lebih jelek
lagi selama perawatan dilakukan, oleh karena itu motivasi kebersihan mulut perlu diberikan
sebelum perawatan ortodontik dilakukan.
 Sebagai indikator kepedulian pasien terhadap rongga mulut.
 Kebersihan mulut juga mempengaruhi rencana perawatan, apakah perlu dilakukan perawatan
pendahuluan atau tidak.

Elemen gigi DI CI
16 1 0
11 1 0
26 1 0
36 1 0
31 1 0
46 1 0

OHI-S = 6/6 + 0/6 = 7/6 = 1 (Baik)

Kebersihan mulut pasien Rafi baik sehingga diperlukan sedikit motivasi sehingga pada saat memakai alat
ortodonti kebersihan mulutnya tetap terjaga dengan baik

Jaringan mukosa mulut : Normal


 Pasien dengan oral hygiene yang jelek biasanya mempunyai mucosa yang inflamasi dan
hypertropy. Hal tersebut dapat mempengaruhi perawatan.

Frenulum labii superior : Sedang


Frenulum labii inferior : Sedang
 Pemeriksaan frenulum dilakukan untuk mengetahui posisi perlekatannya pada marginal gingiva
serta ketebalannya.
 Untuk mengevaluasi apakah alat ortodonti nantinya akan mengganggu pengucapan kata-kata
tertentu dan apakah akan mengganggu pemakaian alat ortodontik yang akan dipasang dan
apakah frenulum mengganggu pemakaian alat orthodontic yang akan dipasang
 Pemeriksaannya dengan blanch test yakni dengan cara menarik bibir atas ke kranial dan lihat
frenulum tersebut, bila ada daerah interdental papila yang iskemik atau pucat (Blanch Test
positif) letak frenulum labialis terlalu dekat processus alveolaris. Interdental papila yang pucat
diamati pada bagian fasial hingga palatal. Jika daerah kepucatan terlihat sampai menyeberang
ke palatum berarti diastema tersebut disebabkan oleh kelainan frenulum.

26
 Klasifikasi perlekatan frenulum labialis superior menurut Gunadi (1995) perlekatan frenulum
terbagi 3 macam yaitu :
a) Frenulum rendah adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar
b) Frenulum sedang adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai dengan
gingiva cekat.
c) Frenulum tinggi adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai dengan
gingiva cekat dan gingiva tepi.
 Frenulum labii superior tidak dapat digunakan untuk menentukan garis median geligi rahang
atas karena frenulum labii superior melekat diantara margin gingiva gigi 11 dan 21 dan bersifat
fleksibel sehingga apabila gigi miring atau bergeser, frenulum juga ikut bergeser karena
perlekatannya pada mukosa bergerak hingga margin gingiva.
Lidah : Normal
 Ukuran lidah pasien dapat mengganggu stabilitas hasil perawatan ortodontik.
 Ukuran lidah juga dapat menjadi etiologi maloklusi. Lidah yang makroglosia biasanya dapat
mengubah keseimbangan letak gigi sehingga gigi terdorong kearah bukal atau labial.
 Ukuran dan bentuk lidah diperiksa secara subyektif karena lidah yang besar bersifat individual
dalam artian lidah yang besar untuk seseorang belum tentu merupakan lidah yang besar untuk
orang lain. Lidah yang besar (makroglossi) ataupun adanya tumor dapat mengubah
keseimbangan letak gigi sehingga gigi terdorong ke arah labial/bukal. Apakah ada
kelainan, peradangan, atau lesi pada lidah yang akan menghambat perawatan ortodonti yang
akan dilakukan
 Pasien yang mempunyai lidah besar ditandai oleh:
o Ukuran lidah tampak besar dibandingkan ukuran lengkung giginya
o Dalam keadaan relax membuka mulut, lidah tampak luber menutupi permukaan oklusal
gigi-gigi bawah
o Pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan permukaan lingual mahkota gigi
(tongue of identation) atau scalloping atau crenation
o Gigi-gigi tampak renggang-renggang (general diastema)
Palatum : Normal
 Bentuk palatum mempengaruhi retensi peranti lepasan rahang atas. Palatum yang relative tinggi
akan memberikan retensi dan penjangkaran yang baik
 Bentuk palatum bisa juga menjadi etiologi maloklusi. Pada palatum yang sempit akan terjadi
crossbite posterior
 Pasien dengan pertumbuhan rahang rahang atas kelateral kurang (kontraksi) biasanya
palatumnya tinggi sempit, sedangkan yang pertumbuhan berlebihan (distraksi) biasanya
mempunyai palatum rendah lebar
 Adanya kelainan, peradangan atau lesi pada palatum yang dapat menghambat perawatan
ortodonti
 Ukuran palatum dapat menjadi sebab terjadinya maloklusi
 Ukuran palatum merupakan indikasi adanya kebiasaan bernafas melalui mulut
 Kedalaman palatum dapat diukur dengan menggunakan kaca mulut nomor 4 yang diletakkan di
dasar palatum. Jika kedalaman palatum kurang dari setengah kaca mulut maka palattum
tersebut dangkal dan jika lebih dari setengah kaca mulut maka palatum tersebut tinggi. Palatum
normal setinggi setengah kaca mulut.
 Tinggi palatum menurut Korkhaus didefinisikan sebagai jarak tinggi garis vertikal yang tegak
lurus dengan midpalatal raphe. Garis vertikal ini berjalan dari permukaan palatum sampai

27
bidang oklusal (molar pertama rahang atas). Untuk penentuan kedalaman palatum ditentukan
dengan tinggi palatum dan nilai index-Pont untuk lebar lengkung posterior.
 Palatal heigth index = Palatal height X 100
Posterior arch width
o Palatal height: Garis vertikal yang tegak lurus midpalatal raphe, dari permukaan palatum
sampai dengan oklusal plane molar pertama rahang atas
o Posterior arch width: Lebar lengkung posterior adalah jarak yang diukur dari tonjol
distobukal molar pertama kiri dan kanan
Nilai yang didapat dari palatal height index menunjukkan kedalaman palatum yang normal
apabila nilai nya 42 %. Apabila nilai palatal height index lebih dari 42% maka palatum dikatakan
tinggi.Apabila nilai palatal height index kurang dari 42 % maka palatum dikatakan dangkal.

Fonetik : Normal
 Dapat mengetahui adanya kelainan bicara pada pasien, jika ada kelainan yang belum diketahui
pasien atau memang mengganggu perawtan ortodonti maka dapat dirujuk kepada yang lebih
berkompeten untuk diterapi terlebih dahulu
 Mengevaluasi adanya tidaknya kelainan fonetik yang disebabkan oleh maloklusi
 Distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf p, b, m sedangkan mesio-oklusi s,
z, t dan n.
Menurut Bruggeman anomali dental yang mengakibatkan gangguan bicara adalah :
 Ruang antar gigi (spaces) yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan semua huruf
terutama s, sh, z, zh kecuali huruf n dan y.
 Lebar lengkung yaitu terjadi kelainan saat mengucapkan huruf s, z, th.
 Open bite yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh, z, zh, th, dan
kadang-kadang pada huruf t dan d.
 Derajat protrusi yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh,z, zh.
 Pada gigi yang rotasi kelainan bunyi yang terjadi sama dengan kelainan pada ruang antar gigi
Garis tengah geligi atas : Bergeser ke kanan 1mm
 Dilihat struktur anatomi di palatum. Titik pertemuan rugae palatina kanan dan kiri dipakai acuan
anterior. Titik pada raphae palatina untuk posterior. Bila titik ini dihubungkan maka didapatkan
garis media RA. Pada keadaan normal garis ini melewati titik kontak insisiv sentral atas.
 Penyebab pergeseran garis median pada rahang atas adalah, Pergerakan atau pergeseran gigi
dari posisi yang benar pada lengkung gigi, hal tersebut dapat terjadi pada kasus pencabutan
asimetris, tanggalnya gigi sulung yang terlalu dini ataupun gigi yang letaknya terbenam
 Kehilangan prematur kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu
diusahakan agar kaninus sulung tidak tanggal premature. Sebagian peneliti mengatakan bahwa
bila terjadi tanggal premature kaninus sulung karena resorpsi insisivi lateral atau karena karies
disarankan dilakukan balancing extraction, yaitu pencabutan kaninus sulung kontralateral agar
tidak terjadi pergeseran garis median dan kemudian dipasang space maintainer.
 Molar pertama sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan pergeseran garis
median. Perlu tidaknya dilakukan balancing extraction harus dilakukan observasi lebih dahulu.
 Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal
premature karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kea rah diastema sehingga
tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh sesuai letak benihnya.

28
Gigi molar kedua sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan asimetri lengkung
geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi supra erupsi gigi antagonis.
 Bila molar kedua sulung tanggal premature banyaknya pergeseran molar pertama permanen ke
mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjol gigi. (bila tonjol gigi tinggi pergeseran makin sedikit) dan
waktu tanggal gigi tersebut (pergeseran paling banyak bila molar kedua sulung tanggal sebelum
molar permanen erupsi).

Garis tengah geligi bawah : Bergeser ke kanan 0,5mm


 Cara menentukan: membuat titik pada perlekatan frenulum labial dan lingual. Titik ini biasanya
melewati titik kontak insisiv sentral bawah. Untuk menilai apakah terdapat pergseran garis
median lengkung gigi: Lihat I1 kiri dan knan. Bila titik kontak insisivus 1 terletak di sebelah kiri
garis median muka, maka keadaan ini disebut pergeseran ke kiri, demikian pula sebaliknya.
 Pada rahang bawah dapat disebabkan oleh adanya pergcseran gigi, penyimpangrn rahang,
bawah ke lateral sebagai akibat adanya kontak premature dari gigi-gigi pada saat oklusi
sehingga dapat pula menimbulkan asimetri pada wajah
 Kehilangan prematur kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu
diusahakan agar kaninus sulung tidak tanggal premature. Sebagian peneliti mengatakan bahwa
bila terjadi tanggal premature kaninus sulung karena resorpsi insisivi lateral atau karena karies
disarankan dilakukan balancing extraction, yaitu pencabutan kaninus sulung kontralateral agar
tidak terjadi pergeseran garis median dan kemudian dipasang space maintainer.
 Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal
premature karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kea rah diastema sehingga
tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh sesuai letak benihnya.
Gigi molar kedua sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan asimetri lengkung
geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi supra erupsi gigi antagonis.
 Bila molar kedua sulung tanggal premature banyaknya pergeseran molar pertama permanen ke
mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjol gigi. (bila tonjol gigi tinggi pergeseran makin sedikit) dan
waktu tanggal gigi tersebut (pergeseran paling banyak bila molar kedua sulung tanggal sebelum
molar permanen erupsi).

KEADAAN GIGI GELIGI

BE BE O PE O BE BE
V IV III II I I II III IV V
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
V IV III II I I II III IV V
BE BE O O O BE BE
 Untuk melihat keadaan gigi geligi secara keseluruhan. Pasien yang datang untuk perawatan
orthodontik biasanya dalam fase geligi pergantian atau permanen dan jarang pada fase geligi
sulung. Fase geligi pergantian ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi permanen dalam
rongga mulut.
 Dapat membantu menentukan rencana perawatan. Apakah perlu perawatan pendahuluan
Seperti penambalan karies gigi serta pencabutan sisa akar atau gigi desidui yang persistensiatau
tidak.

29
 Gigi yang karies merupakan penyebab utama maloklusi lokal. Karies dapat menyebabkan
kehilangan premature gigi sulung yang memicu adanya pergeseran gigi dan kekurangan tempat
bagi gigi permanen untuk erupsi
 Membantu menentukan etiologi maloklusi, apakah ada karies maupun kehilangan premature
yang berpengaruh terhadap tersedianya ruang bagi gigi permanen.

ANALISA FUNGSIONAL
Freeway space : 2,5mm
 Mengetahui jarak antar oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah pada saat posisi istirahat
 Membantu menentukan desain peranti. Contohnya sebagai pertimbangan untuk menambahkan
peninggian gigit anterior pada kasus deep bite apabila freeway space lebih kecil dari overbite
 Nilai normalnya adalah 2-3mm. Cara pengukuran:
o Tentukan 1 titik di hidung dan 1 titik di dagu.
o Kemudian ukur jarak ke-2 titik tsb dalam posisi istirahat dan posisi oklusi
o Ukur selisihnya
 Oklusi sentrik adalah posisi kontak maksimal dari gigi geligi pada waktu mandibula dalam
keadaan sentrik yaitu kedua kondili berada dalam posisi bilateral simetris di dalam fossanya.
Setris atau tidaknya posisi mandibula ini sangat ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh
kontak antara gigi gigi pada saat pertama berkontak. Keadaan ini akan mudah berubah bila
terdapat gigi supraposisi atau overhanging restoration
 Relasi sentrik merupakan hubungan mandibula terhadap maksila yang menunjukkan posisi
mandibula terletak 1-2mm lebih ke belakang dari oklusi sentris (mandibula terletak paling
posterior dari maksila) atau kondil terletak paling distal dari fossa glenoid, tetapi masih
dimungkinkan adanya gerakan dalam arah lateral.
Path of Closure : Normal
 Untuk mengetahui arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi sentrik. Idealnya path
of closure dari posisi istirahat ke oklusi maksimum berupa gerakan engsel sederhana
melewati freeway space yang besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan.
 Mengevaluasi adanya displacement mandibula atau deviasi mandibula. pada pasien yang
memiliki kontak premature baik anterior maupun posterior biasanya terdapat displacement
mandibula oleh karena pasien mencari posisi nyaman untuk oklusi.
 Ada 2 macam perkecualian path of closure yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan
displacement mandibula.
o Deviasi mandibula, Berhubungan dengan posisi kebiasaan mandibula. Bila mandibula
dalam posisi kebiasaan maka jarak antar oklusal akan bertambah sedangkan kondili
letaknya lebih maju didalam fosa glenoidales. Path of closure: ke atas & ke belakang,
tetapi bila gigi telah mencapai posisi oklusi mandibula terletak dalam relasi sentrik
(kondili dalam keadaan posisi normal pada fosa glenoidalis). Contoh deviasi mandibula
dapat dilihat pada kasus maloklusi kelas II divisi 1 Angle dimana orang tersebut
mempunyai kebiasaan memajukan rahang bawah ke depan sehingga seringkali profilnya
terlihat lebih baik.
o Displacement mandibula, yaitu path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan
tetapi ada halangan oklusal. Dalam jangka panjang displacement dapat terjadi selama
pertumbuhan gigi. Pada beberapa keadaan displacement terjadi pada fase geligi sulung,
kemudian pada saat gigi permanen erupsi gigi tersebut akan diarahkan oleh kekuatan
otot ke letak yang memperparah terjadinya displacement. Displacement dapat juga

30
terjadi pada usia lanjut karena gigi yang maju dan tidak terontrol disebabkan hilangnya
gigi posterior akibat pencabutan.
Displacement dalam jurusan transversal
a. Sering berhubungan dengan adanya gigitan silang posterior. Bila lengkung geligi atas
dan bawah sama lebarnya, suatu displacement mandibula ke transversal diperlukan
untuk mencapai posisi oklusi maksimum. Bila hal tersebut terjadi maka akan didapatkan
relasi gigitan silang posterior pada satu sisi.
b. Displacement ke transversal tidak berhubungan dengan bertambahnya jarak antar
oklusal atau adanya overclosure.
c. Adanya gigitan silang unilateral gigi posterior yang disertai dengan adanya garis
median atas dan bawah yang tidak segaris akan menimbulkan dugaan adanya
displacement ke transversal. Bila terdapat gigitan silang silang unilateral pada keadaan
ini, perlu dilakukan ekspansi regio posterior rahang atas ke arah transversal.
d. Tidak semua gigitan silang unilateral berhubungan dengan adanya displacement.
Kadang-kadang didapatkan asimetri rahang atas dan bawah.
Displacement dalam jurusan sagital
a. Dapat terjadi karena adanya kontak prematur pada daerah insisivi. Pada keadaan ini
biasanya didapatkan over closure mandibula.
b. Pada kasus kelas III ringan terdapat gigitan edge to edge pada insisivi, mandiula
bergeser ke anterior untuk mendapatkan oklusi di daerah bukal.
Displacement dalam jurusan posterior.
Perlu diperhatikan perbedaan displacement mandibula ke posterior yang sering terjadi
pada relasi insisivi kelas II dengan displacement ke posterior pada pasien dengan gigi
yang masih lengkap. Displacement ke posterior lebih sering terjadi pada pasien yang
kehilangan gigi posterior.
Sendi Temporomandibular : Normal
 Cara pemeriksaan:
o Pasien didudukkan pada posisi istirahat
o Letakkan kedua jari telunjuk operator di bagian luar meatus acusticus externa (MAE) kiri
dan kanan pasien
o Pasien diinstruksikan utk membuka dan menutup mulutnya.
o Normal: Apabila tidak ada krepitasi saat palpasi di bagian luar MAE atau bunyi clicking
pd saat membuka dan menutup mulut
 Sebagai panduan umum bila pergerakan mandibular normal berarti fungsinya tidak terganggu ,
sebaliknya jika gerakan mandibular terbatas biasanya menunjukkan adanya masalah fungsi.
 Salah satu indicator penting tentang fungsi temporo mandibular joint adalah lebar pembukaan
maksimalyang pada keadaan normal berkisar 35-40mm, 7mm gerakan ke lateral dan 6 mm
kedepan.
 Pergerakan mandibula yang normal biasanya disertai dengan TMJ yang normal, begitu pula
sebaliknya.
Pola atrisi : Normal
 Pada pasien dengan kebiasaan buruk sepeti bruxism atau clenching biasanya memiliki gigi
permanen yang atrisi pada permukaan oklusalnya.
 Atrisi adalah keausan pada gigi karena proses pengunyahan. Cirinya permukaan oklusal gigi
geraham terlihat aus, tonjol palatinal molar (geraham) atas aus, molar bawah tonjol bukalnya
terlihat aus, dentin terlihat dan bila ausnya banyak, warna dentin berubah.
 Atrisi dibagi atas 3 kategori (Pindborg, 1970 dalam Koerniati, 2006:124) :

31
1. Atrisi Fisiologi merupakan keausan gigi yang dialami oleh semua individu dan hal ini
dianggap normal
2. Atrisi Intensif merupakan keausan gigi yang ekstrim atau berlebihan, oleh karena itu
beberapa sebab misalnya bruxism (Jawa: kerot), kebiasaan makanan yang keras atau
kasar
3. Atrisi Patologis merupakan keausan satu gigi atau sekelompok gigi yang letaknya tidak
normal

ANALISA RADIOLOGIS
Foto Sefalometri
 Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Dengan membandingkan
sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui
arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
 Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
maloklusi seperti ketidakseimbangan struktur tulang muka.
 Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial.
Ada 2hal penting yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan (2)
relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus
atau cekung
 Merencanakan perawatan ortodontik. Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-
perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
SNA : 82° - Normal
 Sudut SNA berfungsi untuk mengetahui posisi maksila terhadap basis cranii apakah ortognatik,
prognatik, atau retrognasi
 Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik A. Besar sudut
SNA menyatakan hubungan anteroposterior maksila terhadap basis kranium. Nilai normal rata-
rata SNA adalah 82° ± 2°. Apabila nilai SNA lebih besar, maka maksila diindikasikan mengalami
prognasi. Apabila nilai SNA lebih kecil, maka maksila diindikasikan mengalami retrognasi.
SNB : 78°- Normal
 Sudut SNB berfungsi untuk mengetahui posisi mandibula terhadap basis cranii apakah
ortognarik, prognatik, atau retrognasi.
 Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik B. Besar sudut
SNB menyatakan hubungan antero-posterior mandibula terhadap basis kranium. Nilai normal
rata-rata SNB adalah 80° ± 2°. Apabila nilai SNB lebih besar, maka mandibula diindikasikan
mengalami prognasi. Apabila nilai SNB lebih kecil, maka mandibula diindikasikan mengalami
retrognasi.
ANB : 4° - Pola skeletal klas I
 Sudut ANB berfungsi untuk mengetahui pola skeletal pasien
 Sudut ini terbentuk dari SNA-SNB. Nilai normal rata-rata ANB adalah 2° ± 2° (Pola skeletal kelas
I). Apabila nilai ANB lebih besar, maka dikategorikan sebaga pola skeletal kelas II. Apabila nilai
ANB lebih kecil, maka dikategorikan sebaga pola skeletal kelas III.
U1-SN : 108° - Normal
 U1-SN berfungsi untuk mengetahui posisi gigi insisivus rahang atas. Nilai yang lebih besar dari
normal menunjukkan bahwa gigi insisivus rahang atas proklinasi, sedangkan nilai yang lebih kecil
menunjukkan retroklinasi
L1-GoMe : 100° - Normal

32
 L1-GoMe berfungsi untuk mengetahui letak insisivus bawah apakah normal, proklinasi atau
retroklinasi
Kesimpulan Analisa Sefalometri :
Pola skeletal klas I

Foto Panoramik
 Pemeriksaan panoramik sangat membantu untuk menilai apakah suatu prosedur dental
diperlukan sebagai langkah awal sebelum melakukan perawatan ortodontik. Berbagai struktur
abnormal dapat ditemukan dalam pemeriksaan ini.
 Tujuan utama foto panoramik adalah melihat benih gigi yakni letak benih gigi, ukuran benih,
bentuk benih, urutan erupsi gigi dan pembentukan akar gigi. Selain itu foto ini juga dapat
melihat: Keadaan tulang, Keadaan jaringan periodontal, Karies, Kehilangan gigi, Agenisi, Gigi
yang impaksi dan Gigi berlebih.
 Melihat hubungan antara gigi-gigi pada satu rahang dan hubungan gigi-gigi rahang atas dengan rahang
bawah.
 Melihat tahap perkembangan gigi tetap dan resorbsi akar gigi sulung. Informasi perkembangan gigi
diperlukan untuk memberikan informasi mengenai perkembangan oklusi gigi dan waktu yang tepat untuk
perawatan.
 Melihat ada tidaknya kelainan patologis.
Benih gigi : Ada - 18 17 15 14 13 23 24 25 27 28 38 37 35 34 33 43 44 45 47 48
 Ada tidaknya benih gigi permanen akan mempengaruhi maloklusi pasien pada fase gigi geligi
permanen.
 Keberadaan benih gigi permanen dapat mempengaruhi maloklusi pasien. Jika terdapat gigi
berleih maka dapat memperparah maloklusi gigi, begitu juga jika terdapat agenisi maka dapat
memperparah diastema.
Keadaan tulang : t.a.k
 Kelainan tulang seperti akan berpengaruh pada perawatan, karena pergerakan gigi yang akan
dikoreksi berhubungan dengan keadaan tulang.
Keadaan jaringan periodontal : t.a.k
 Ligamen periodontal memegang peranan yang penting dalam perawatan ortodontik. Hal ini
karena proses pergerakan gigi secara ortodontik bergantung pada ligamen periodontal. karena
kemampuan jaringan ini dalam merespons kekuatan mekanik yang diterimanya menyebabkan
adanya remodeling tulang alveolar sehingga gigi bisa bergerak.
Karies : 55 65 75 84 85
 Karies dapat menjadi etiologi maloklusi lokal. Karies yang besar dapat menyebabkan kehilangan
premature gigi sulung yang memicu adanya pergeseran gigi dan kekurangan ruang bagi gigi
permanen.
 Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat mengakibatkan terjadinya pemendekan
lengkung gigi sedang karies pada oklusal mempengaruhi vertikal dimensi. Adanya karies gigi
pada gigi sulung mengakibatkan berkurangnyatekanan pengunyahan yang dilanjutkan ke tulang
rahang, dapat mengakibatkan rangsangan pertumbuhan rahang berkurang sehingga
pertumbuhan rahang kurang sempurna.
Kehilangan gigi : t.a.k
 Fungsi gigi sulung (desidui) adalah : pengunyahan, bicara, estetis. Juga yang terutama adalah
menyediakan ruang untuk gigi tetap, membantu mempertahankan tinggi oklusal gigi-gigi lawan
(antagonis), membimbing erupsi gigi tetap dengan proses resopsi.

33
 Akibat premature los fungsi tersebut akan terganggu atau hilang sehingga dapat mengkibatkan
terjadinya malposisi atau maloklusi.
 Kehilangan premature gigi sulung yang memicu adanya pergeseran gigi dan kekurangan ruang
bagi gigi permanen.
 Kehilangan gigi pada juga dapat menyebabkan gigi sebelahnya menjadi menempati ruang
kosong tersebut membuat letak gigi pada lengkungnya tidak normal.
Agenisi : t.a.k
 Keberadaan benih gigi permanen dapat mempengaruhi maloklusi pasien. Jika terdapat agenisi
maka dapat memperparah diastema
Impaksi : t.a.k
 Impaksi pada gigi menyebabkan gigi permanen tidak dapat erupsi dan memperparah maloklusi
 Gigi molar 3 yang impaksi dan tumbuh secara mesioangulae dapat mendorong gigi yang ada di
depannya sehingga menimbulkan crowded pada gigi anterior dan memperparah maloklusi
Gigi berlebih : t.a.k
 Keberadaan benih gigi permanen dapat mempengaruhi maloklusi pasien. Jika terdapat
gigiberlebih dapat menyebabkan crowded sehingga memperparah maloklusi.
 Supernumerary lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline (garis mediana)
sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens. Gigi supernumery kadang-kadang
tidak tumbuh (terpendam atau impected) sehingga menghalangi tumbuhnya gigi tetap
didekatnya atau terjadi kesalahan letak (malposisi). Oleh karena itu pada penderita yang
mengalami kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri rahang atas perlu dilakukan Ro
photo.

ANALISA MODEL
Pemeriksaan secara klinis belum lengkap dapat memberikan data yang dibutuhkan untuk perawatan
ortodontik. Disamping karena terbatasnya waktu pemeriksaan di klinik juga ada bagian-bagian yang
tidak bisa diamati secara teliti. Banyak pengukuran tidak bisa dilakukan secara langsung pada pasien.
Untuk itu diperlukan model cetakan gigi dan rahang sebagai model studi.
RELASI GELIGI DALAM OKLUSI SENTRIK
RELASI GIGI ANTERIOR

Jarak gigit : Normal, 2,8mm


 Jarak gigit merupakan jarak horizontal antara insisal gigi insisiv atas dengan permukaan labial
gigi insisiv bawah

34
 Overjet normal : insisivi atas didepan insisivi bawah dengan jarak 2-3 mm
 Crossbite bila jarak gigit bernilai negative
 Edge to edge bila jarak gigit 0 mm

Tumpang gigit : Normal, 2,7mm


 Tumpang gigit merupakan jarak vertikal antara insisal gigi insisiv atas dengan insisal didi insisiv
bawah
 Overbite normal : 2 mm
 Tumpang gigit bertambah : gigitan dalam
 Tumpang gigit berkurang : gigitan terbuka
 Tumpang gigit : 0 (edge to edge)

RELASI SAGITAL

Kaninus kanan : Tidak ada relasi


Kaninus kiri : Tidak ada relasi
 Yang digunakan sebagai panduan adalah kaninus permanen, pada kasus ini belum dapat
ditentukan relasinya karena kaninus permanen masih belum erupsi.
 Neutroklusi jika cusp C RA terletak antara C dan P1 RB
 Distoklusi jika cusp C RA terletak antara I2 dan C RB
 Mesioklusi jika cusp C RA terletak antara P1 dan P2 RB
Molar kanan : Neutroklusi
Molar kiri : Neutroklusi
 Relasi molar 1 permanen digunakan sebagai panduan untuk mengklasifikasikan maloklusi Anlge.
 Neutroklusi jika Mesiobukal cusp molar 1 permanen atas berada pada bukal groove molar 1
permanen mandibula.

35
 Mesioklusi jika Mesiobukal cusp molar 1 permanent atas berada lebih distal dari bukal groove
gigi molar 1 permanen mandibula.
 Distoklusi jika Mesiobukal cusp molar 1 permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove
gigi molar 1 permanen mandibula
 Dapat terjadi perbedaan relasi molar dapat dikarenakan adanya tanggal prematur gigi sulung
sehingga gigi-gigi sebelah menutup menempati ruang yang kosong tersebut. Molar 1 permanen
yang tumbuh paling awal pun juga ikut bergeser sehingga terjadi erbedaan relasi kaan dan kiri.
Molar Sulung kanan : Mesial Step
Molar sulung kiri : Mesial Step
 Relasi molar sulung :
o Flush / straight terminal plane (relasi terminal plane rahang atas dan rahang bawah
segaris)
o Mesial Step ( terminal plane rahang atas lebih posterior daripada terminal plane rahang
bawah )
o Distal Step ( terminal plane rahang atas relatif lebih anterior daripada terminal plane
rahang bawah )

RELASI TRANSVERSAL: Normal/ Gigitan fisura luar RA


 Relasi transversal digunakan sebagai panduan apakah diperlukan ekspansi pada rahang atas
atau rahang bawah. Apabila relasi transversalnya adalah gigitan fisura dalam RA atau gigitan
silag total dalam RA berarti perlu dilakukan ekspansi lateral RA. Apabila relasi tranversalnya
adalah gigitan silang total luar RA berarti perlu dilakukan ekspansi lateral RB
 Normalnya, relasi transversal gigi posterior adalah gigitan fisura luar rahang atas karena rahang
atas lebih lebar daripada rahang bawah. Perubahan relasi transversal lain yang dapat terjadi
adalah:
o gigitan fisura luar rahang atas

36
o gigitan silang total luar rahang atas

o gigitan fisura dalam rahang atas

o gigitan silang total dalam rahang atas

 Perubahan relasi transversal dapat terjadi karena perbedaan ukuran Rahang atas dan bawah
yang terlalu ekstrem dan tidak seperti normalnya.
RELASI VERTIKAL : Normal
 Relasi transversal berfungsi untuk mengetahui adanya kelainan gigi yaitu berupa gigitan dalam
(deep bite) atau gigita terbuka (open bite).
 Deepbite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal gigi insisivus maksila
terhadap insisal gigi insisivus mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada kasus
deepbite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus mandibula sering
berjejal, linguoversi, dan supra oklusi.
 Openbite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan
rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya
antara lain :
o Anterior openbite
o Klas I Angle anterior openbite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi depan
inklinasi ke depan, dan gigi posterior supra oklusi, sedangkan Klas II Angle divisi I
disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.

37
o Posterior openbite pada regio premolar dan molar.
o Kombinasi anterior dan posterior/total openbite terdapat baik di anterior, posterior,
dapat unilateral ataupun bilateral.

BENTUK LENGKUNG GIGI

Rahang atas : oval/parabola


Rahang bawah : oval/parabola

Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi
pada rahang atas dan bawah.Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala
misalnya pasien dengan bentuk kepala brachychepalic cenderung memiliki bentuk lengkung
yang lebar.Menurut Moyers, pada waktu dilahirkan lengkung alveolar cukup lebar untuk
ruangan gigi sulung. Pada waktu berlangsungnya peralihan antara gigi sulung ke gigi permanen
terjadi perubahan ukuran lengkung gigi dan perubahan oklusi. Selama periode gigi geligi
bercampur, lengkung gigi menjadi bertambah lebar tetapi panjang lengkung bertambah pendek.
 Model dilihat dari oklusal kemudian diamati bentuk lengkung gigi. Bentuk lengkung gigi yang
dijabarkan oleh para peneliti pada dasarnya dikategorikan atas tiga bentuk, yaitu tapered, ovoid,
dan square. Variabel terpenting dalam menentukan ketiga bentuk lengkung gigi ini adalah lebar
interkaninus, yang berjarak sekitar 5 mm. Bagian posterior dari ketiga bentuk lengkung gigi ini
pada umumnya hampir sama, dan dapat melebar atau meyempit sesuai yang dibutuhkan.

38
Square

Tappered

ovoid

PERGESERAN GIGI ARAH SAGITAL DAN TRANSVERSAL


Rahang atas : 11 lebih distal dari 21
12 lebih labial dan lebih distal dari 22
16 lebih distal dari 26
Rahang bawah : 41 lebih distal dari 31
42 lebih distal dari 32
46 lebih distal dari 36
 Mengetahui pergeseran gigi sangat penting untuk mengetahui kelainan letak gigi yang perlu
dikoreksi selama perawatan.
 Untuk membandingkan kedudukan geligi sebelah kri dengan geligi sebelah kanan garis median.
 Dalam rencana perawatan membantu diusahakan agar kedudukan gigi kiri dan kanan menjadi
simetris.
 Untuk memperkirakan perbedaan posisi gigi kiri-kanan dalam arah sagital dan transversal
 Cara untuk mengetahui kesimetrisan lengkung gigi pada rahang adalah menggunakan
symmetograph. Symmetograph diletakkan di atas permukaan oklusal gigi dengan bidang
orientasi mid palatal raphe lalu kedudukan gigi di kwadran kiri dengan kanan dibandingkan
dalam arah sagital dan transveral. Berdasarkan hasil analisis ini dapat diketahui gigi geligi di

39
kwadran mana yang memerlukan ekspansi atau pencabutan untuk mengembalikan kesimetrisan
lengkung.
POSISI GIGI PADA LENGKUNGNYA
Rahang atas : 21 mesioversi
11 distoversi
12 labioversi, mesiolabial rotasi eksentris
Rahang bawah : 31 mesiolingual rotasi sentris
32 mesiolingual rotasi eksentris
41 mesiolingual rotasi sentris
42 mesiolingual rotasi eksentris
 Mengetahui posisi gigi pada lengkungnya sangat penting untuk mengetahui kelainan posisi gigi
yang perlu dikoreksi selama perawatan
 Untuk menyebut sebuah gigi yang tidak normal letaknya terdapat banyak istilah yang digunakan.
Kata dengan akhiran “- versi “ telah banyak digunakan, misalnya mesioversi yang berarti terletak
lebih mesial daripada letak normalnya. Ada juga yang menggunakan kata dengan akhiran “-
posisi”. Untuk menyebut letak gigi yang condong, dapat digunakan akhiran “- klinasi” sehingga
gigi yang protrusi bisa disebut proklinasi.
 Kelainan Posisi Gigi
o Supra posisi : gigi yang erupsinya melebihi bidang oklusal.

o Infra posisi : gigi yang erupsinya tidak sampai mencapai bidang oklusal.

Untuk mengetahui apakah gigi mengalami supra posisi/supra oklusi atau infra
posisi/infra oklusi, harus berpedoman pada dataran oklusal. Yang dimaksud dengan
dataran oklusal yaitu suatu bidang yang ditarik melalui oklusal gigi molar pertama atas
dan bawah, dan gigi-gigi insisivus atas dan bawah.
o Mesioversi : posisi gigi lebih ke mesial dari posisi normal

40
o Distoversi : posisi gigi lebih ke distal dari posisi normal

o Linguoversi : posisi gigi lebih ke lingual dari posisi normal

o Bukoversi : gigi lebih ke bukal dari normal.

o Palatoversi : gigi lebih ke palatal dari normal.

41
o Labioversi : gigi lebih ke labial dari normal.

o Transposisi : gigi berpindah posisi erupsinya di daerah gigi lainnya.

 Torsi versi/rotasi merupakan kelainan posisi gii yang berputar pada sumbu panjangnya. Gigi
yang rotasi disebut menurut sisi proksimal yang paling menjauhi lengkung gigi dan ke arah mana
gigi tersebut berputar. Bila sumbu perputaran gigi terletak di tengah gigi dan kedua sisi
proksimal berputar disebut rotasi sentris, sedangkan jika sumbu perputaran gigi terletak di
tengah gigi dan hanya satu sisi proksimal yang berputar disebut rotasi eksentris. Contohnya, gigi
insisivus sentral bawah yang mengalami rotasi pada sisi mesial saja yang berputar sementara sisi
distalnya normal dapat disebut mesiolingual rotasi eksentris/ mesio linguo rotasi eksentris.

 Ektopik/ektostema merupakan pertumbuhan gigi yang tidak pada tempatnya. Kaninus atas
merupakan gigi yang sering mengalami erupsi ektopik

42
KELAINAN KELOMPOK GIGI
Letak berdesakan : rahang atas, regio anterior 11 12
Rahang bawah, regio anterior 31 32 41 42
 Mengetahui adanya berdesakan penting untuk mengidentifikasi kelainan yang bertujuan untuk
pertimbangan menentukan desain peranti.
 Penyebab gigi berjejal adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal.
Lengkung basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam,
lengkung koronal adalah lengkung yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah mesiodistal
yang paling besar dari mahkota gigi geligi.
 Faktor keturunan merupakan salah satu penyebab gigi bejejal, misalnya ayah mempunyai
struktur rahang besar dengan gigi yang besar-besar, ibu mempunyai struktur rahang kecil
dengan gigi yang kecil. Kombinasi genetik antara rahang kecil dan gigi yang besar membuat
rahang tidak cukup dan gigi menjadi berjejal. Kasus gigi berjejal dibagi berdasarkan derajat
keparahannya, yaitu:
o Gigi berjejal kasus ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula, dianggap
suatu variasi yang normal dan dianggap tidak memerlukan perawatan.
o Gigi berjejal kasus berat
o Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan oral hygiene yang
buruk.
Diastema : t.a.k
 Mengetahui adanya diastema penting untuk mengidentifikasi kelainan yang bertujuan untuk
pertimbangan menentukan desain peranti
 Gigi renggang adalah suatu keadaan terdapatnya ruang di antara gigi geligi yang seharusnya
berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu:
o Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya antara lain frenulum labial yang
abnormal, kehilangan gigi, kebiasaan jelek, dan persistensi.
o Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh faktor keturunan,
lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis.
 Perbedaan diastema dgn bekas ekstraksi dapat dilihat dari:
o Gigi yg terlibat (pada diastema,ruangan terjadi antara gigi yang satu dengan gigi
tetangganya, sedangkan pada bekas ekstraksi jarak atau ruangan dapat terjadi antara
gigi dengan gigi lain yg bukan gigi tetangganya)
o Prosesus alveolar (pada diastema,prosesus alveolarnya sama tinggi dengan prosesus
sebelahnya, sedangkan pada bekas ekstraksi, prosesus alveolar biasanya lebih rendah
dari prosesus di gigi sebelahnya)

43
o Pada bekas ekstraksi, terlihat bekas jaringan fibrous (luka) di prosesus alveolar
Supra posisi : t.a.k
 Mengetahui adanya supra posisi penting untuk mengidentifikasi kelainan dan menentukan jenis
perawatan
 Supra Oklusi/supra posisi : gigi yang erupsinya melebihi bidang oklusal. Untuk mengetahui
apakah gigi mengalami supra posisi/supra oklusi atau infra posisi/infra oklusi, harus
berpedoman pada dataran oklusal. Yang dimaksud dengan dataran oklusal yaitu suatu bidang
yang ditarik melalui oklusal gigi molar pertama atas dan bawah, dan gigi-gigi insisivus atas dan
bawah.
Infra posisi : t.a.k
 Mengetahui adanya infra posisi penting untuk mengidentifikasi kelainan dan menentukan jenis
perawatan
Protrusi : t.a.k
 Merupakan kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya terhadap garis maksila
> 110°, untuk RB sudutnya > 90° terhadap garis mandibula.
 Mengetahui adanya protrusi penting untuk mengidentifikasi kelainan yang bertujuan untuk
pertimbangan menentukan desain peranti
Retrusi : t.a.k
 Merupakan kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya terhadap garis maksila
< 110°, untuk RB sudutnya < 90° terhadap garis mandibula.
 Mengetahui adanya retrusi penting untuk mengidentifikasi kelainan yang bertujuan untuk
pertimbangan menentukan desain peranti
Kurva spee : Positif, 1,5mm
 Bidang oklusal merupakan permukaan imajiner yang secara anatomi berhubungan dengan
kranium dan secara teori menyentuh tepi insisal gigi-gigi insisif dan ujung permukaan oklusal gigi
posterior. Kata “bidang” bukan dalam arti sebenarnya tetapi mewakili permukaan kurvatur atau
lengkung oklusal.
 Gigi-geligi tersusun di dalam lengkung oklusal yang mengikuti outline dari ujung cusp gigi
posterior dan tepi insisal gigi anterior.
 Ada 5 tipe lengkung oklusal yaitu normal (average), tajam (acute), datar (flat), terbalik (reverse)
dan “two-level”.
 Secara umum, kurva maksila dan mandibula sama dari molar sampai premolar pertama tetap
ikemudian bervariasi tergantung besar supraoklusi gigi anterior.
 Pada beberapa individu gigi posterior dan anterior terlihat memiliki dua level yang berbeda –
gigi posterior lebih rendah dan gigi anterior lebih tinggi. Keadaan ini disebut bidang oklusi “two-
level”.

44
 Kurva spee adalah lengkung yang menghubungkan insisal insisif dengan bidang oklusal molar
terakhir pada rahang bawah
 Kurva Spee merupakan kurva lengkung gigi yang dilihat dari bidang sagital.
 Kurva of spee normal kedalamannya tidak lebih dari 1,5mm. Kurva spee positif kedalamannya
lebih dari 1,5mm (bentuk kurve cekung) → gigi insisivi supra posisi / gigi posterior infra posisi
 Tahap penentuan kurve spee:
o Tempatkan suatu penggaris pada posisi horizontal mulai dari puncak tonjol gigi insisivus
permanen rahang bawah sampai ke cusp mesiobukal gigi molar pertama permanen
rahang bawah.
o Setelah itu gunakan kaliper zurich untuk mengukur kedalaman kurve Spee, dengan
menempatkan kaliper tersebut pada cusp gigi premolar rahang bawah secara tegak
lurus terhadap penggaris.
o Kemudian catat hasilnya dalam satuan milimeter. Pencatatan pengukuran tersebut
merupakan prediksi besarnya ruangan yang dibutuhkan untuk mensejajarkan gigi
premolar bawah dalam dataran oklusal yang sama.

Sumber: www.risse-
tech.com/pdf/bodily_injury_by_commonorthodontics/gnathology%202007_Part_II_.p
df

DISKREPANSI MODEL
RA RB
Tempat yang tersedia /available space 74,8 66,1 mm
Tempat yang dibutuhkan/ required space 75,9 67,3 mm
Jumlah kekurangan tempat -1,1 -1,2 mm
 Diskrepansi model bertujuan untuk menentukan macam perawatan pasien, apakah termasuk
perawatan dengan pencabutan gigi permanen atau tidak
 Ruang yang dibutuhkan (required space) adalah jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus, premolar
satu dan premolar kedua yang belum erupsi/sudah erupsi, serta keempat gigi insisivus.
 Ruang yang tersedia (available space) adalah ruang di sebelah mesial molar pertama permanen
kiri sampai mesial molar pertama permanen kanan yang akan ditempati oleh gigi-gigi permanen
pada kedudukan yang benar yang dapat diukur pada model studi.
 Bila kurang tempat 4mm tidak diperlukan pencabutan gigi permanen, kurang 5-9mm kadang
tanpa dicabut meskipun lebih seringnya dengan pencabutan, dan bila kurang tempat 10mm
atau lebih harus dengan pencabutan gigi permanen

45
 Diskrepansi juga sebagai pertimbangan menentukan desain peranti
 Cara mengukur tempat yang tersedia (available space) Metode Nance :
Rahang Atas :
o Sediakan kawat dari tembaga (brass wire) untuk membuat lengkungan berbentuk busur.
o Letakkan brasswire dimulai dari mesial M1 permanen kiri, menyusuri fisura gigi
posterior yang ada didepannya, kemudian melewati insisal incisive yang letaknya benar
/ ideal (yang inklinasinya membentuk sudut 110° terhadap bidang maksila), kemudian
menyusuri fisura gigi posterior kanan dan berakhir sampai mesial M1 permanen kanan
(seperti terlihat pada gambar di bawah).
o Beri tanda pada brasswire menggunakan spidol sebagai tanda akhir pengukuran.
o Rentangkan kembali brasswire membentuk garis lurus kemudian ukur mulai ujung
kawat sampai pangkal (tanda yang sudah dibuat dengan spidol).
o Catat hasil pengukuran yang didapat sebagai available space (tempat yang tersedia)
untuk rahang atas
Rahang Bawah :
Tahapan sama dengan cara mengukur tempat tersedia pada rahang atas, hanya saja brasswire
diletakkan pada oklusal gigi dimulai dari mesial M1 permanen kiri, menyusuri cusp bukal gigi
posterior yang ada didepannya, kemudian melewati insisal incisive yg letaknya benar / ideal
(yang inklinasinya 90° / tegak lurus terhadap bidang mandibula), kemudian melewati cusp gigi
posterior kanan dan berakhir sampai mesial M1 permanen kanan.
1. Mengoklusikan rahang atas dan rahang bawah untuk melihat overjet. Overjet dilihat apakah
sesuai normalnya (2-3mm) atau lebih atau kurang. Jikan terjadi lebih atau kurang maka
dapat dikatakan terjadi kesalahan sudut inklinasi pada salah satu atau kedua rahang.
2. Meluruskan brasswire selurusnya agar tidak mempengaruhi hasil penghitungan. Brasswire
yang dipakai sebaiknya berukuran 0,5mm.
3. Mengukur available space pada rahang bawah. Letakkan brasswire dimulai dari mesial M1
permanen kiri, menyusuri cusp bukal gigi posterior yang ada didepannya, kemudian
melewati insisal incisive yg letaknya benar/ideal (yang inklinasinya 90°/tegak lurus terhadap
bidang mandibula), kemudian melewati cusp gigi posterior kanan dan berakhir sampai
mesial M1 permanen kanan. Kemudian neri tanda pada brasswire menggunakan spidol
sebagai tanda akhir pengukuran. Rentangkan kembali brasswire membentuk garis lurus
kemudian ukur mulai ujung kawat sampai pangkal (tanda yang sudah dibuat dengan spidol).
Catat hasil pengukuran yang didapat sebagai available space (tempat yang tersedia) untuk
rahang bawah
4. Mengukur available space pada rahang atas. Letakkan brasswire dimulai dari mesial M1
permanen kiri, menyusuri fisura gigi posterior yang ada didepannya, kemudian melewati insisal
incisive yang letaknya benar / ideal (yang inklinasinya membentuk sudut 110° terhadap bidang
maksila), kemudian menyusuri fisura gigi posterior kanan dan berakhir sampai mesial M1
permanen kanan. Kemudian beri tanda pada brasswire menggunakan spidol sebagai tanda akhir
pengukuran. Rentangkan kembali brasswire membentuk garis lurus kemudian ukur mulai ujung
kawat sampai pangkal (tanda yang sudah dibuat dengan spidol). Catat hasil pengukuran yang
didapat sebagai available space (tempat yang tersedia) untuk rahang atas
 Pengukuran tempat yang tersedia (available space) dengan cara segmental:
o Bagi lengkung rahang menjadi 4 segmen yaitu segmen I1-I2 kanan, segmen I1-I2 kiri,
segmen distal I2-mesial M1 kanan dan segmen distal I2-mesial M1 kiri.
o Hitung masing-masing segmen dengan menggunakan kawat atau kaliper.
o Jumlahkan hasil pengukuran lebar segmen I1-I2 kanan+lebar segmen I1-I2 kiri+ lebar
segmen distal I2-mesial M1 kanan+ segmen distal I2-mesial M1 kiri.

46
o Catat hasil pengukuran yang didapat sebagai sebagai tempat yang tersedia (available
space) untuk rahang atas dan rahang bawah.
 Cara Mengukur Kebutuhan Ruang pada gigi campuran:
o Perkiraan Ukuran Gigi Menggunakan Radiografi
 Ukur lebar mesiodistal gigi susu pada roentgen (Y’) dan lebar gigi permanen
penggantinya juga pada roentgen (X’).
 Ukur lebar gigi susu langsung pada model studi (Y), maka lebar gigi permanen
penggantinya (X) akan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
X = X’ . Y
Y’
Keterangan :
X = Lebar gigi permanen penggantinya
Y = Lebar gigi sulung pada model studi
X’ = Lebar gigi permanen pada foto roentgen
Y’ = Lebar gigi sulung yang terlihat pada foto roentgen
o Cara menggunakan analisis moyers adalah sebagai berikut :
 Ukur Lebar M-D keempat gigi I permanen mandibula dan dijumlahkan.
 Jika terdapat gigi I yang berjejal, tandai jarak antar I dalam lengkung gigi tiap
kuadran dimulai dari titik kontak gigi I sentral mandibula.
 Ukur jarak tanda di bagian anterior (bagian distal gigi I lateral permanen) ke
tanda di permukaan mesial dari gigi M1 permanen (space available untuk C,P1
dan P2 dalam 1 kuadran). Dapat dilakukan menggunakan kawat atau dengan
kaliper.
 Jumlah lebar M-D keempat gigi I mandibula dibandingkan dengan nilai pada
tabel proporsional dengan tingkat kepercayaan 75% untuk memprediksi lebar
gigi C dan P maksila dan mandibula yang akan erupsi pada satu kuadran.
 Bandingkan jumlah ruang yang tersedia dengan ruang yang diprediksi (dari
tabel) pada kedua rahang. Jika diperoleh nilai negatif, maka dapat disimpulkan
adanya kekurangan ruang.
o Tanaka dan Johnston
Untuk menentukan ukuran C dan P berdasarkan ukuran I bawah. Cara ini mempunyai
ketepatan baik dan biasnya kecil, tidak membutuhkan foto rontgen maupun table
namun dengan rumus:
1/2 jumlah lebar I RB + 10,5 mm = perkiraan jumlah lebar C dan P RB (satu kuadran)
1/2 jumlah lebar I RB + 11,0 mm = perkiraan jumlah lebar C dan P RA (satu kuadran)
o Perkiraan Ukuran Gigi dengan Tabel Sitepu
Cara pengukuran diskrepansi pada fase geligi campuran dengan menggunakan Tabel
Sitepu sama dengan cara pengukuran diskrepansi menggunakan Tabel Moyers, hanya
berbeda pada Tabel yang digunakan saja.

KEMUNGKINAN ETIOLOGI MALOKLUSI:


1. Faktor Herediter
a. Kelainan gigi: kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter adalah kekurangan jumlah gigi
(hipodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia) misalnya mesiodens, bentuk gigi yang khas
misalnya karabeli pada molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus
diantara premolar pertama dan premolar kedua

47
b. kekurangan gigi: kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau agenesis
gigi. Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuk gigi sama sekali biasanya bagian dari sindrom
displasia ektodermal.

c. kelebihan jumlah gigi : yang paling sering ditemukan adalah gigi yg terletak di garis median
rahang atas dan disebut mesiodens. Jenis lainnya adalah laterodens yaitu terletak di sekitar insisiv
lateral. Premolar tambahan juga seringkali terjadi.

d. disharmoni dentomaksiler (DDM): Keadaan disporposi antara besar gigi dan rahang dalam hal ini
lengkung gigi. Tanda klinis DDM di regio anterior:
o Tidak ada diastema psikologis pada fase geligi sulung

48
o Saat I1 permanen akan erupsi, gigi meresorpsi I1 sulung dan I2 sulung sehingga I2 tanggal
prematur
o I1 permanen tumbuh dalam posisi normal
o Pada saat I2 permanen akan erupsi meresorpsi C sulung sehingg C sulung tanggal prematur dan
I2 tumbuh dalam letak normal namun C permanen ektostem. Atau I2 tidak meresorpsi C sulung
tetapi tumbuh di palatal sedangkan C permanen tumbuh normal

e. Kelainan patologis: kelainan patologis yang dapat menjadi kemungkinan etiologi misalnya
terdapat torus dan tumor pada rongga mulut.

f. Letak benih salah: Letak benih yang salah akan menyebabkan arah dan posisi erupsi yang salah
pula sehingga menyebabkan ketidaksesuaian letak gigi permanen yang tumbuh. Letak salah benih
menyebabkan erupsi gigi yang bersangkutan tidak pada lengkung yang benar. Secara klinis letak
salah benih biasannya ditandai dengan adanya rotasi atau versi. Kelainan ini banyak dijumpai pada
keadaan maloklusi, akibat yang ditimbulkan adalah adanya gigi berdesakan pada lengkung rahang.
g. Defek kongenital: defek kongenital yang dapat menjadi kemungkinan etiologi berhubungan
dengan keturunan misalnya cleft palate dan cleft lip. Pada unilateral cleft gigi pada daerah/sisi cleft
tersebut biasanya crossbite, gigi RA malposisi, gigi I2 mungkin hilang atau bentuknya tidak normal.

49
2. Faktor lokal
a. gigi sulung tanggal prematur: Kehilangan prematur yang dapat menjadi kemungkinan etiologi
karena akan terjadi perubahan lengkung gigi hal ini disebabkan karena tempat gigi sulung yang
tanggal akan ditempati oleh gigi-gigi sebelahnya sehingga apabila benih gigi permanen
penggantinya akan erupsi akan kekurangan tempat sehingga menjadi saling tumpang tindih.

b. Persistensi gigi: disebut juga over retained deciduous teeth yaitu gigi sulung yang sudah melewati
waktu tanggal tetapi tidak tanggal. Keadaan yang jelas menunjukkan gigi persistensi adalah apabila
gigi permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal.

50
c. Trauma : trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila trauma
pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel,
sedangkan bila mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi (akar gigi mengalami
distorsi bentuk/bengkok)
d. Pengaruh jaringan lunak : tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah member pengaruh yang besar
terhadap letak gigi. Tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Bibir, pipi
dan lidah yang menempel terus pada gigi hampir selama 24 jam dapat sangat mempengaruhi letak
gigi.

e. Kebiasaan buruk yang dapat menjadi kemungkinan etiologi misalnya menghisap ibu jari,
mendorong lidah, menghisap bibir, bernapas melalui mulut, dll. Tulang merupakan jaringan yang
responsive terhadap tekanan. Gangguan keseimbangan tekanan IO dan EO akan menyebabkan
maloklusi.

f. faktor iatrogenik: berasal dari tindakan profesional misalnya pada saat menggerakkan kaninus ke
distal denngan peranti lepa san karena kesalahan desain atau karena kesalahan meletakkan pegas
sehingga terjadi gerakan ke distal dan ke palatal. Menggerakkan gigi dengan kekuatan besar dapat

51
menyebabkan resorpsi akar. Gerakan gigi ke arah labial/bukal yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya dehiscene dan fenetrasi.

 Faktor keturunan : ayah, berdesakan anterior RA dan RB. Ibu, berdesakan anterior RB
 Letak benih salah : 12 11 21 22 31 32 41 42
 Karies : 84 distal

DIAGNOSA MALOKLUSI :
Maloklusi Angle Klas I disertai dengan berdesakan anterior RB serta pergeseran garis median RA dan RB
Maloklusi Dewey Klas I tipe 1
 Diagnosa maloklusi digunakan untuk mengetahui maloklusi pada pasien termasuk pada
klasifikasi maloklusi angle klas berapa dan modifikasi dewey tipe berapa.
 Klas I
Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan
adanya hubungan normal antar-lengkung rahang. Cusp
mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila
beroklusi pada groove buccal dari molar permanen pertama
mandibula. Pasien dapat menunjukkan ketidakteraturan
pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan
sebagainya. Maloklusi lain yang sering dikategorikan ke
dalam Klas I adalah bimaxilary protusion dimana pasien
menunjukkan hubungan molar Klas I yang normal namun gigi-geligi baik pada rahang atas
maupun rahang bawah terletak lebih ke depan terhadap profil muka.

 Klas II
Klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan molar dimana cusp disto-
buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal molar permanen
pertama mandibula.
o Klas II, divisi 1.
Klas II divisi 1 dikarakteristikkan dengan proklinasi insisiv maksila dengan hasil
meningkatnya overjet. Overbite yang dalam dapat terjadi pada region anterior.
Tampilan karakteristik dari maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang abnormal.

52
o Klas II, divisi 2.
Seperti pada maloklusi divisi 1, divisi 2 juga menunjukkan hubungan molar Klas II.
Tampilan klasik dari maloklusi ini adalah adanya insisiv sentral maksila yang berinklinasi
ke lingual sehingga insisiv lateral yang lebih ke labial daripada insisiv sentral. Pasien
menunjukkan overbite yang dalam pada anterior.

o Klas II subdivisi
Merupakan kondisi yang dikarakteristikkan dengan hubungan molar Klas II pada satu sisi
dan hubungan molar Klas I di sisi lain
 Klas III
Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar Klas III dengan cusp mesio-buccal dari molar
permanen pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama dan molar kedua
mandibula.
o True Class III
Maloklusi ini merupakan maloklusi skeletal Klas III yang dikarenakan genetic yang dapat
disebabkan karena :
 Mandibula yang sangat besar.
 Mandibula yang terletak lebih ke depan.
 Maksila yang lebih kecil daripada normal.
 Maksila yang retroposisi.
 Kombinasi penyebab diatas.
o Pseudo Class III
Tipe maloklusi ini dihasilkan dengan pergerakan ke depan dari mandibula ketika rahang
menutup, karenya maloklusi ini juga disebut dengan maloklusi ‘habitual’ Klas III.
Beberapa penyebab terjadinya maloklusi Klas III adalah :
 · Adanya premature kontak yang menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
 · Ketika terjadi kehilangan gigi desidui posterior dini, anak cenderung
menggerakkan mandibula ke depan untuk mendapatkan kontak pada region
anterior.
o Klas III, subdivisi
Merupakan kondisi yang dikarakteristikkan dengan hubungan molar Klas III pada satu
sisi dan hubungan molar Klas I di sisi lain.

53
 Klasifikasi Dewey
Dewey mengusulkan modifikasi maloklusi Angle kelas I menjadi 5 tipe dan maloklusi Angle kelas
III menjadi 3 tipe.
1. Kelas I Angle memiliki 5 tipe modifikasi, yaitu :
a. Tipe 1 : Gigi anterior berjejal
b. Tipe 2 : Gigi anterior rahang atas Protrusi
c. Tipe 3 : Gigi anterior crossbite
d. Tipe 4: Gigi posterior crossbite
e. Tipe 5 : Mesial drifting gigi posterior
2. Kelas III Angle memiliki 3 tipe modifikasi, yaitu :
a. Tipe 1: Lengkung gigi atas dan bawah jika dilihat secara terpisah berada
dalam alignment yang normal. Tetapi jika lengkung gigi dibuat beroklusi
pasien menunjukkan alignment insisivus edge to edge, menunjukkan
lengkung gigi mandibula bergerak ke depan.
b. Tipe 2 : Insisivus mandibula berjejal dan berada dalam hubungan lingual
terhadap insisivus maksila.
c. Tipe 3 : Insisivus maksila berjejal dan dalam posisi crossbite terhadap
anterior mandibula.
MACAM PERAWATAN : tidak ada pencabutan
Macam perawatan merupakan rencana perawatan pendahuluan sebelum dilakukan perawatan
orthodonti. Pencabutan biasanya dilakukan apabila kekurangan tempat yang dibutuhkan sangat banyak
Menurut Profitt, 2007, jika dari hasil perhitungan kebutuhan ruang didapatkan :
- Kekurangan tempat : s.d. 4 mm → tidak diperlukan pencabutan gigi permanen
- Kekurangan tempat : 5 - 9 mm → kadang masih tanpa pencabutan gigi permanen, tetapi
seringkali dengan pencabutan gigi permanen
- Kekurangan tempat : > 10 mm → selalu dengan pencabutan gigi permanen
RENCANA PERAWATAN :
 Rencana perawatan adalah macam perawatan yang akan dilakukan kepada pasien, mulai
sebelum dilakukannya perawatan orthodonsi sampai dengan setelah perawatan orthodonsi
selesai dilakukan.
1. Perawatan pendahuluan
a. SRP
b. Pencabutan gigi 84
c. Penumpatan karies
2. Perawatan orthodonti
a. Koreksi berdesakan anterior RB
b. Koreksi pergeseran garis median RA RB
Merupakan periode di mana dengan menggunakan tekanan mekanis suatu alat ortodontik
dilakukan pengaturan gigi-gigi yang malposisi, atau dengan memanfaatkan tekanan fungsional

54
otot-otot sekitar mulut dilakukan perawatan untuk mengoreksi hubungan rahang bawah
terhadap rahang atas.

3. Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk melihat apakah diperlukan penggantian peranti dengan komponen
yang lain untuk memposisikan gigi geligi, apakah terjadi perubahan sebelum dan sesudah
perawatan dan apakah posisi serta oklusi gigi geligi sudah sesuai dengan yang diharapkan.
Evaluasi dapat menggunakan index ortodontik untuk menilai apakah perawatan berhasil atau
tidak.
4. Fase retensi
Fase retensi bertujuan untuk menjaga kedudukan gigi yang baru tetap stabil selama
terjadinya reorganisasi jaringan periodontal

PROGNOSA PERAWATAN : Menguntungkan


 Prognosis merupakan prediksi dari kemungkinan perjalanan penyakit, lama (durasi), dan hasil
akhir dari penyakit berdasarkan pengetahuan tentang patogenesis dan keberadaan faktor risiko
dari suatu penyakit
 Mengetahui prognosa perawatan penting untuk memperkirakan hasil perawatan orthodonti
yang akan dilakukan
PERANTI YANG DIGUNAKAN : Lepasan rahang atas dan rahang bawah
 Merencanakan peranti yang digunakan penting untuk melaksanakan perawatan yang sesuai
dengan kompetensi operator dan kemampuan pasien

RINGKASAN :
Pasien laki-laki bernama Muhammad Rafi Mahendra berusia 8 tahun datang dengan kondisi gigi geligi
berdesakan anterior RB serta pergeseran garis median, pasien ingin giginya dirapikan atas dasar
keinginan diri sendiri dan orang tua pasien mendukung. Freeway space 2,5mm, path of closure, sendi
temporomandibular dan pola atrisi normal. Pola skeletal klas I. Benih gigi lengkap. Overjet normal
(2,8mm), overbite normal (2,7mm). Relasi kaninus kanan dan kiri belum ada relasi. Relasi molar kanan
dan kiri gigitan neutroklusi. Relasi transversal gigitan fisura luar Rahang Atas, relasi vertikal normal.
Lengkung rahang atas dan bawah berbentuk oval. Hasil pengukuran diskrepansi, RA kekurangan tempat
0,7mm sedangkan RB kekurangan tempat 0,9mm. Kemungkinan etiologi yaitu faktor keturunan dari
ayah berdesakan RA dan RB serta ibu berdesakan RB dan letak benih salah gigi 31 32 41 42. Maloklusi
Angle klas I disertai dengan berdesakan anterior RB serta pergeseran garis median RA dan RB.
Perawatan pendahuluan berupa SRP, pencabutan gigi 84 dan penumpatan karies. Perawatan ortodonti
koreksi berdesakan anterior RB serta koreksi garis median RA dan RB.

55
DESAIN PERANTI LEPASAN

RAHANG ATAS
 Busur labial panjang dari caninus sulung kanan sampai caninus sulung kiri. Busur labial
digunakan sebagai penjangkar peranti dan sifatnya pasif
 Cangkolan adam pada gigi 16 dan 26 berfungsi sebagai penjangkaran untuk menstabilkan
peranti
 Skrup ekspansi pada rahang atas untuk menambah ruang bagi gigi permanen yg akan erupsi.
Ekspansi ke arah transversal.
 Akrilik rahang atas dan rahang bawah dipecah pada bagian tengah untuk ekspansi.

RAHANG BAWAH
 Busur labial panjang dari caninus sulung kanan sampai caninus sulung kiri. Busur labial
digunakan sebagai penjangkar dan sifatnya pasif.
 Cangkolan adam pada gigi 46 dan36 berfungsi sebagai penjangkaran untuk menstabilkan peranti
 Skrup ekspansi pada rahang bawah untuk menambah ruang bagi gigi permanen yg akan erupsi.
Ekspansi ke arah transversal.
 Akrilik rahang atas dan rahang bawah dipecah pada bagian tengah untuk ekspansi.

56
Nama Pasien : M Rafi Mahendra
No RM : 8318
Usia : 9 tahun
Nama Operator : Queen Analisa
Tanggal cetak : 5 September 2016
Dosen Pembimbing : drg. Kuni Ridha A., Sp.Ort.

Nama Pasien : M Rafi Mahendra


No RM : 8318
Usia : 9 tahun
Nama Operator : Queen Analisa
Tanggal cetak : 5 September 2016
Dosen Pembimbing : drg. Kuni Ridha A., Sp.Ort.

Nama Pasien : M Rafi Mahendra


No RM : 8318
Usia : 9 tahun
Nama Operator : Queen Analisa
Dosen Pembimbing : drg. Kuni Ridha A., Sp.Ort.

Nama Pasien : M Rafi Mahendra


No RM : 8318
Usia : 9 tahun
Nama Operator : Queen Analisa
Dosen Pembimbing : drg. Kuni Ridha A., Sp.Ort.

57
Nama Pasien : M Rafi Mahendra
No RM : 8318
Usia : 9 tahun
Nama Operator : Queen Analisa
Dosen Pembimbing : drg. Kuni Ridha A., Sp.Ort.

58
Nama Pasien : M Rafi Mahendra
No RM : 8318
Usia : 9 tahun
Nama Operator : Queen Analisa
Dosen Pembimbing : drg. Kuni Ridha A., Sp.Ort.

59
60

Anda mungkin juga menyukai