Anda di halaman 1dari 20

Diagnosis di bidang ortodonsi dapat didefinisikan sebagai suatu studi dan interpretasi data klinis untuk menetapkan ada

tidaknya maloklusi. Diagnosis ini merupakan suatu langkah dalam bidang ortodonsi sebelum merencanakan perawatan ortodonsi. Analisa diagnosis ortodonsi dibagi menjadi empat, yaitu analisa umum, analisa lokal, analisa fungsional, dan analisa model. Selain itu hal yang harus diperhatikan adalah identitas pasien, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, dan nama orang tua/wali. Semua data-data tersebut ditulis dalam kartu status.

1. No. Kasus : 7216/II/ortho/2014 Nomor kasus ini didapat dari bagian klinik ortodonsia.

2. No. D (nomor diagnosa) Nomor diagnosa didapat dari rekam medik.

3. Instruktur : drg. Leliana Sandra Devi, Sp. Orto.

4. Perawatan aktif : mulai melakukan perawatan untuk menangani maloklusi dimana mulai mengaktifkan klamer aktif bukan saat insersi alat.

5. Perawatan pasif : perawatan setelah perawatan aktif selesai dan merupakan perawatan pasif tetap, bukan sementara.

6. Perawatan selesai : waktu dimana semua perawatan telah selesai dilaksanakan, baik aktif maupun pasif.

7. Model No. : I Terdapat 5 kolom : a. Model studi b. Model progress pertama c. Model progress kedua

d. Model progress ketiga e. Model progress keempat Setiap tahap dilakukan pencetakan. Untuk melanjutkan dari tahap satu kemudian kedua dst, dilakukan setiap akhir dari perawatan.

8. Identitas pasien a. Nama penderita : Pramestya Regita b. Jenis kelamin : Perempuan Jenis kelamin biasanya berhubungan dengan pertumbuhan rahang. Pada laki-laki biasanya rahang berkembang . selain itu juga berhubungan dengan psikologis pasien dimana perempuan cenderung lebih kooperatif dari pada laki-laki. c. Umur, tanggal lahir : 9 tahun, 24 Juni 2004 Mengetahui umur sangat penting karena dari umur tersebut kita dapat mengetahui perkembangan gigi geliginya. Apakah gigi susu, pergantian, atau sudah gigi permanen. Selain itu juga menentukan rencana perawatannya. Dilihat dari usianya, pasien berada dalam fase gigi geligi pergantian. d. Alamat : Jl. Nusa Indah no 233, Jember Dengan adanya alamat pasien dapat mempermudah operator untuk menghubungi pasien atau mengunjunginya apabila ada sesuatu yang mendesak ataupun dalam melakukan kontrol. e. Nama orang tua : Bpk. Suwarso dan Ibu Ida f. Nama operator : Semua nama operator ditulis dengan tujuan apabila pasien ditransfer atau dirawat oleh operator lain sehingga operator tersebut dapat mengetahui operato sebelumnya.

9. Analisis a. Analisis Umum Riwayat Penderita : Pasien datang dengan keluhan gigi depannya berdesakan dan ingin dirapikan. Pasien pernah

mendapat perawatan gigi saat TK berupa tambal gigi belakang kanan bawah dan dibersihkan namun sekarang tambalan sudah hilang. Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak lahir sampai pasien datang untuk perawatan. Perlu juga diketahui riwayat kelahiran pasien. Hal ini dapat ditanyakan pada orang tua pasien apakah pasien dilahirkan secara normal atau tidak. Beberapa tindakan persalinan dapat menyebabkan trauma kondil mandibula sehingga menyebabkan maloklusi.

Berat Badan dan Tinggi Badan : 28 kg dan 128 cm Berat badan dan tinggi badan digunakan untuk melihat status gizi dari pasien yaitu dengan cara menghitung Body Mass Index (BMI) pasien. Dari data yang diperoleh BMI pasien yaitu 17,08 (underweight). Dengan menimbang berat serta mengukur tinginya bisa diketahui apakah tumbuh kembang pasien normal sesuai dengan umur dan jenis kelaminnya.

Kebangsaan / Suku : Indonesia / Jawa Kebangsaan atau suku disini merupakan ciri fisik dari pasien. Setiap bangsa memiliki ciri fisik tertentu. Pada suku Jawa termasuk ras Mongoloid. Ukuran gigi dan lengkung rahang ras Mongoloid lebih besar dan panjang daripada ras Kaukasoid.

Bentuk Skelet : Mesomorfik Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan lemak digolongkan sebagai ektomorfik. Seseorang yang berotot digolongkan sebagai mesomorfik dan orang yang pendek dengan otot yang kurang berkembang tetapi punya lapisan lemak yang tebal digolongkan sebagai endomorfik. Bentuk skelet berhubungan dengan tumbuh kembang. Anak dengan

bentuk skelet ektomorfik mempunyai pertumbuhan lebih lambat daripada anak tipe endomorfik maupun mesomorfik.

Penyakit Anak-Anak : taa Apakah penyakit yang pernah diderita pasien itu berpengaruh dengan pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi sehingga berkaitan dengan maloklusi, apakah penyakit tersebut dapat menghambat perawatan yang akan dilakukan, dan apakah penyakit itu dapat menular ke operator.

Alergi : taa Alergi disini perlu ditanyakan karena berpengaruh terhadap perawatan yang akan diberikan seperti bahan, obat-obatan, produk kesehatan, atau lingkungan.

Kelainan Endokrin : taa Kelainan endokrin yang terjadi sebelum lahir dapat

menyebabkan hipoplasia gigi. Sedangakan apabila terjadi setelah lahir dapat menyebabkanpercepatan atau hambatan pertumbuhan muka, mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar sulung dan erupsi gigi permanen.

Operasi : tidak pernah Operasi disini apakah ada tindakan yang menyebabkan maloklusi atau operasi yang melibatkan daerah

dentomaksilofasial.

Tonsil : taa Bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil tersebut. Tonsil yang besar dan bengkak dapat mempengaruhi posisi lidah dan mengganggu fungsi menelan.

Kelainan Saluran pernafasan : taa Kelainan saluran pernapasan ini dapat berupa adanya obstruksi atau kebuntuan saluran napas sehingga pasien harus bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut ini dapat menjadi penyebab terjadinya maloklusi dengan ciri-ciri palatum tinggi, wajah sempit, openbite, dan protrusi gigi anterior RA.

Ciri Keluarga : gigi ayah berdesakan Ciri keluarga disini berkaitan dengan faktor genetik. Adanya pola-pola tertentu pada keluarga tersebut. Cotohnya ada kelainan skelet yang berupa prognati mandibula pada orang tua, begitupula dengan anaknya.

Lain-Lain : berhubungan dengan tipe pasien, kooperatif atau tidak. Pasien yang kooperatif akan lebih teratur dalam perawatan sehingga dapat memberikan hasil yang baik.

b. Analisis Lokal Ekstra Oral Tipe profil : lurus Tipe profil dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu cekung, lurus, dan cembung. Untuk melihat tipe profil dilihat dari arah sagital atau samping. Dilihat titik glabela, lip contour, dan symphisis. Dari titik-titik tersebut apakah membentuk garis cekung, lurus atau cembung. Profil yang cembung

mengarah ke maloklusi kelas II sedangkan profil cekung mengarah ke maloklusi kelas III.

Tipe muka : ovoid Tipe muka dibagi menjadi tiga, yaitu sempit, ovoid, lebar. Berkaitan dengan tipe kepala. Tipe dolikosefalik

membentuk muka yang sempit, panjang, dan protrusif (leptoprospop). Tipe brakhisefalik membentuk muka yang lebih besar (euriprospop). Tipe mesosefalik adalah tipe dengan bentuk rata-rata.

Tipe kepala : mesosefalik Tipe kepala dilihat dari atas kepala pasien. Ada tiga tipe yaitu dolikhosefalik, mesosefalik dan brakhisefalik.

Apabila dolikosefalik terlihat lebih panjang dan sempit sedangakan brakhisefalik terlihat lebih pendek dan lebar.

Bentuk muka/kepala : asimetris Wajah pasien dapat dilihat simetris atau asimetris. Untuk mengetahuinya, dapat dilihat dari depan dengan memeriksa proporsi lebar mata, hidung dan mulut dan proporsi ukuran vertikal. Wajah yang asimetri dapat dengan mudah dilihat pada bagian rahang terhadap muka secara keseluruhan. Muka yang tidak simetris dapat merupakan variasi biologis, keadaan patologis ataupun kelainan kongenital.

Tonus otot : bibir atas dan bibir bawah normal Tekanan dari otot bibir memberi pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Bibir yang hipotonus dapat

menyebabkan ketidakseimbangan tekanan antara lidah dan

bibir sehingga otot pada lidah akan mendorong gigi ke anterior.

Fonetik : normal Pemeriksaan fonetik ini dilakukan dengan cara pasien diinstruksikan untuk mengucapkan huruf S,M,F,V. Apabila pasien tidak bisa mengucapkan dengan benar berarti pasien bisa memiliki kelainan seperti gigitan terbuka, kehilangan gigi anterior atau kelainan ukuran lidah.

Kebiasaan jelek : taa Untuk mengetahui etiologi maloklusi pasien. Ada tiga syarat yang harus ada pada suatu kebiasaan jelek sehingga dapat menyebabkan maloklusi, yaitu lamanya kebiasaan berlangsung, frekuensinya dan intensitas pasien melakukan kebiasaan tersebut. Contohnya, menghisap jari, menggigit pensil, menggigit bibir dan kuku.

Intra Oral Jaringan mukosa mulut : normal Jaringan mukosa mulut dilihat dari warna, konsistensi, kontur serta teksturnya. Jaringan mukosa mulut yang mengalami inflamasi biasanya mengindikasikan adanya oral hygiene yang kurang baik, dan harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum dilakukan perawatan. Dari pemeriksaan pasien warna gingiva coral pink, konsistensi kenyal tekstur terdapat stippling.

Lidah : normal Pemeriksaan pada lidah dilihat apakah terjadi perubahan pada ukurannya. Pada pasien terlihat ukuran lidah sedang.

Ukuran lidah yang lebih besar akan terlihat ada teraan gigi disamping lidah.

Palatum : normal Diperiksa apakah palatum normal, sempit/lebar, atau tinggi/datar. Untuk melihat keadaan palatum tersebut lebih mudah dilihat pada model. Palatum yang tinggi dan sempit biasanya berkaitan dengan kebiasaan bernapas melalui mulut dan adanya pertumbuhan ke arah lateral yang tidak sempurna. Sedangkan pertumbuhan rahang yang berlebih menyababkan palatum lebar.

Kebersihan mulut : baik Kebersihan mulut yang baik merupakan indikator perhatian pasien terhadap gigi dan rongga mulutnya. Kebersihan mulut pasien dapat dihitung dengan indeks OHIS. Cara menghitungnya yaitu dalam rongga mulut dibagi menjadi 6 sextan (3 RA dan 3 RB) kemudian dihitung skornya. Skor debris / stain = 0 Skor kalkulus = 1, posterior (46) tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Jumlah gigi yang diperiksa yaitu 24 OHIS = skor debris + skor kalkulus Jumlah gigi yang diperiksa =0+1 24 = 0,04 (kebersihan mulut baik)

Interpretasi hasil OHIS adalah: Baik Sedang Buruk : 0,0-1,2 : 1.3-3,0 : 3,1-6,0

Frekuensi karies : tinggi Frekuensi karies dihitung dengan cara indeks DMF-T. D = decay (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang karena karies/pencabutan), dan F = filling (gigi yang ditumpat). Dari pemeriksaan ditemukan jumlah gigi karies (D) yaitu 7, M dan F yaitu 0.

Indeks DMF-T =

D+M+F Jumlah orang yang diperiksa

= 7+0+0 1 = 7 Kategori DMF-T menurut WHO : 0,0 1,1 1,2 2,6 2,7 4,4 4,5 6,5 > 6,6 = sangat rendah = rendah = sedang = tinggi = sangat tinggi frekuensi sangat tinggi

Fase geligi : pergantian Biasanya pasien yang datang ke klinik ortodonsi dalam fase geligi pergantian atau permanen. Fase geligi permanen ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi permanen yaitu sekita umur 6-11 tahun.

Keadaan gigi v

64

o 26

16 55 14 53 12 11

21 22 63 24 65

46 85 44 83 42 41 o 84 V

31 32 33 34 35 o o

36

Dari data diatas diketahui bahwa gigi 55, 53, 63, 65, 34, 35 dan 85 karies. Gigi 24 erupsi dengan gigi 64 persistensi sisa akar, gigi 44 erupsi dengan gigi 84 persistensi sisa akar.

Keterangan rontgenogram Foto rontgen dapat membantu menegakkan diagnosa. Kegunaan foto rontgen yaitu : a. Mengetahui benih gigi b. Menentukan letak benih gigi c. Mengetahui ukuran benih gigi d. Mengetahui arah erupsi gigi e. Mengetahui gigi yang impaksi f. Mengetahi lebar mesiodistal g. Mengetahui required space h. Mengetahui urutan erupsi gigi i. Menentukan adanya kelainan periapikal dan periodontal

Impaksi Agenisi Gigi kelebihan Benih gigi

: taa : taa : taa : lengkap

Lain-lain

: berhubungan dengan urutan erupsi

gigi, misalnya dari hasil rontgen diketahui bahwa gigi 13 dan 15 waktu erupsi hampir bersamaan, sedangkan gigi 43 erupsi lebih dahulu dari pada gigi 44 dan 45. Hal tersebut dapat ditulis dengan :

25 15 13 43 44 45 23

c. Analisis Fungsional Freeway Space : 5 mm Merupakan jarak inter-oklusal pada saat mandibula dalam posisi istirahat. Pasien diinstruksikan duduk dan oklusi sentris kemudia diukur jaraknya dari ujung hidung hingga simfisis. Setelah itu pasien diinstruksikan untuk mengucapkan huruf m sampai lelah dan menunjukkan posisi rileks, otot rahang tidak tegang lalu jaraknya dihitung kembali. Selisih antara jarak saat posisi rileks dengan jarak oklusi sentris merupakan freeway space. Saat oklusi sentris menunjukkan 67 mm dan saat posisi rileks yaitu 72 mm. Jadi, freeway space pasien yaitu 5 mm.

Path of Closure : normal Merupakan gerakan mandibula dari posisi rileks ke oklusi sentris. Normalnya bergerak ke atas, ke muka, ke depan. Apabila ada deviasi mandibula atau displacement maka dikatakan tidak normal. Pasien diinstruksikan duduk pada

posisi istirahat kemudian dilihat garis mediannya. Setelah itu pasien diinstruksikan untuk oklusi sentris dan dilihat kembali posisi garis mediannya.

Sendi temporomandibula : normal Merupakan gerakan mandibula saat membuka dan menutup mulut. Pasien didudukkan pada posisi istirahat kemudian letakkan jari pada bagian luar meatus acusticus externus kiri dan kanan pasien. Lalu pasien diinstruksikan untuk membuka dan meutup mulut. Apabila ada krepitasi saat dipalpasi ataupun bunyi clicking maka pergerakan sendi temporomandibula tidak normal.

Pola atrisi : normal Pola atrisi lebih jelas dilihat pada model. Dikatakan normal apabila tidak ada pengikisan daerah oklusal pada gigi permanen fase geligi pergantian.

d. Analisis Model Bentuk lengkung gigi : normal

Jumlah lebar 4 insisiv RA 8 9 10 7

Jadi, jumlah lebar 4 insisiv yaitu 8+9+10+7 = 33 mm.

Diskrepansi model Dikrepansi model merupakan selisih tempat yang tersedia dan tempat yang dibutuhkan yang diukur berdasarkan model studi. Tujuan pengukuran adalah untuk menentukan adanya

kekurangan atau kelebihan tempat dari gigi geligi berdasarkan

model studi yang nantinya digunakan untuk menentukan macam perawatan. Untuk menghitung diskrepansi dapat menggunakan 3 metode, yaitu metode Nance, Moyers dan Sitepu. Untuk menghitung dengan metode Nance dengan menggunakan brush wire yang ditarik disepanjang insisaloklusal gigi kemudian diukur panjangnya. Apabila

menggunakan metode Moyers dengan menggunkan jangka, diukur jaraknya berdasarkan pembagian yang sudah ada. Jadi dari masing-masing rahang dibagi menjadi : - Mesial M1 kanan - distal kaninus kanan - Distal kaninus kanan - mesial kaninus kiri - Distal I2 kanan - mesial I2 kiri - Mesial kaninus kiri - distal kaninus kiri - Distal kaninus kiri - mesial M1 kiri

Diskrepansi

model

Nance (mm) RA 76 RB 69

Moyers (mm) RA 73 RB 66

Sitepu (mm) RA 73 RB 66

(model diskrepansi) Tempat yang tersedia (available space) Tempat yang

dibutuhkan (required space Jumlah kekurangan/kelebihan tempat

81,4

71,8

81,64

69,82

-8,4

-5,8

-8,64

-5,8

Kurva spee : Pada pemeriksaan kurva spee tidak dilakukan karena pasien dalam fase geligi pergantian (terdapat gigi sulung). Kurva spee dapat ditentukan pada gigi permanen, bukan gigi sulung.

Diastema : taa Apabila terdapat diastema dapat ditulis dengan :

11

21

Pergeseran gigi-gigi Pergeseran gigi diukur dengan menggunakan simestroskop yang diletakkan di tengah garis median pada model studi, kemudian dibandingkan antara gigi senama kiri dan kanan. Pada rahang atas : Gigi 21 lebih le mesial dari 11, 14 lebih ke mesial dari 24 dan 16 lebih ke mesial dari 26. Pada rahang bawah : Gigi 31 lebih ke mesial dari 41, 42 lebih ke mesial dari 32 dan 36 lebih ke mesial dari 46.

Gigi yang terletak salah Pemeriksaan gigi yang terletak salah dilakukan pada gigi secara individu. Hasil pemeriksaan menunjukkan : Rahang atas : 12 disto labial rotasi eksentris, 21 labioversi, 22 mesiolabioversi Rahang bawah : 41 disto labial rotasi eksentris, 42 linguoversi

Pergeseran garis median Rahang atas : 4 mm ke kanan Rahang bawah : taa Untuk menilai apakah terdapat pergeseran garis median lengkung geligi terhadap median muka dilihat letak insisivus

sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak insisiv sentral terletak di sebelah kiri garis median muka maka keadaan ini disebut terjadi pergesar ke kiri,demikian pula sebaliknya. Penentun garis muka sebaiknya dilakukan langsung pada pasien. Cara melihat pergeseran median muka melewati titik kontak insisiv sentral masing-masing rahang. Bila titik kontak terletak pada garis median berarti tidak terdapat pergeseran akan tetapi bila titik kontak terletak disebelah kiri atau kanan garis median muka maka terdapat pergeseran ke kiri atau ke kanan.

Kelainan kelompok gigi a. Letak berdesakan Pada pasien gigi berdesakan terdapat pada gigi anterior baik rahang atas maupun rahang bawah. b. Supra posisi dan infra posisi Supra posisi merupakan gigi yang erupsi melebihi garis oklusal sedangakan infra posisi merupakan gigi yang erupsi dibawah garis oklusal. Karena gigi pasien merupakan fase geligi pergantian makan tidak dilakukan pemeriksaan, karena gigi supra maupun infra posisi dilihat saat gigi dalam fase gigi permanen. c. Retrusi dan protrusi anterior : taa Retrusi merupakan sekelompok gigi yang mengalami linguoversi atau palatoversi sedangkan protrusi merupakan sekelompok gigi yang mengalami labioversi. Dari

pemeriksaan diketahui bahwa rahang atas dan rahang bawah tidak ada anomali protrusi dan retrusi karena masih dalam fase geligi pergantian.

Relasi geligi rahang atas terhadap rahang bawah a. Sagital : diperiksa relasi gigi kaninus dan molar

Pada relasi gigi kaninus kanan dan kiri menunjukkan tidak ada relasi, karena salah satu gigi kaninus masih sulung. Pada relasi gigi molar kanan yaitu gigitan tonjol sedangkan relasi molar kiri yaitu netroklusi. b. Transversal Pemeriksaan dilakukan pada bidang molar yang dilihat dari belakang. Dari pemeriksaan menunjukkan normal, yaitu gigitan fisura luar rahang atas. c. Vertikal Pemeriksaan dilakukan pada bidang insisiv dari arah depan. Dari pemeriksaan menunjukkan normal, tidak ada gigitan silang.

Relasi geligi anterior rahang atas dan rahang bawah a. Tumpang gigit Tumpang gigit atau overbite merupakan jarak vertikal antara tepi insisal insisiv rahang atas terhadap tepi insisal insisiv rahang bawah. Dari pemeriksaan menunjukkan :

Normalnya yaitu 1-2 mm. Jika lebih dari 2 mm maka menunjukkan adanya gigitan dalam, apabila kurang dari 1 mm terdapat relasi edge to edge dan jika hasil pemeriksaan minus (-) maka terdapat gigitan terbuka. b. Jarak gigit

Jarak gigit atau overjet merupakan jarak horizontal antara tepi insisal insisiv rahang atas terhadap bidang labial insisiv rahang bawah. Pemeriksaan overjet pada pasien yaitu :

Jika overjet lebih dari 4 mm menunjukkan adanya gigi yang labioversi. Apabila kurang dari 2 mm maka terdapat relasi insisal edge to edge, sedangkan apabila hasil pengukuran minus (-) maka terdapat gigitan silang.

10. Etiologi maloklusi Maloklusi dapat disebabkan karena faktor keturunan, adanya DDM, kebiasaan jelek, kehilangan prematur gigi sulung, kelainan otot mulut, kelainan jumlah gigi, letak salah benih, kelainan patologik, defek kongenital, atau gigi persistensi. Disharmoni dentomaksilofasial (DDM) ada tiga macam yaitu gigi berdesakan (karena ukuran rahang dan ukuran gigi yang tidak sesuai), multiple diastema, dan transitoir. Dari data pasien di atas diketahui bahwa pasien mengalami maloklusi karena faktor keturunan dimana ayah pasien gigi anteriornya berdesakan, gigi 64 dan 84 persistensi sisa akar.

11. Diagnosis Dari data yang sudah didapat, diagnosis dari pasien yaitu maloklusi kelas I. Terlihat dari relasi molar netroklusi dengan gigi anterior berdesakan, pergeseran median rahang atas 4 mm ke kanan, labioversi 12. dan

12. Ringkasan Pasien perempuan, usia 9 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan maloklusi kelas I Angle dengan gigi anterior berdesakan, pergeseran garis median 4 mm ke kanan dan labioversi 12. Pemeriksaan intraoral terdapat persistensi sisa akar 64 dan 84 dan diketahui bahwa jarak inter-oklusalnya sebesar 5 mm serta pemeriksaan diskrepansi dengan metode sitepu menunjukkan RA 8,64 mm dan RB 5,8 mm. Tumpang gigit pada dan jarak gigit pada

Setelah bertemu dengan ayah pasien ternyata gigi anteriornya berdesakan.

13. Macam Perawatan : ekstraksi seri Macam perawatan berdasarkan besarnya kekurangan tempat

(diskrepansi). Terdapat 5 macam, yaitu a. Non ekstraksi : tidak dilakukan pencabutan gigi permanen. Non ekstraksi apabila diskrepansi menunjukkan kurang dari 4 mm b. Ekstraksi : dilakukan pencabutan gigi permanen. Ekstraksi apabila diskrepansi menunjukkan lebih dari 8 mm. c. Ekstraksi seri : dilakukan pencabutan gigi sulung (kaninus sulung) untuk koreksi gigi anterior yang berdesakan atau protrusi kemudian diikuti pencabutan premolar untuk tempat kaninus permanen. d. Ortodonsi bedah : dilakukan pada keadaan dimana ada kelainan skeletal yang nyata, ortodontist tidak dapat mencapai hasil estetik yang optimal dan stabil tanpa tindakan bedah. e. Perawatan pasif : perawatan setelah masa perawatan akif selesai (masa retensi) untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan kembali ke posisi sebelum dilakukan perawatan.

14. Rencana Perawatan a. Instruksi pasien untuk menghilangkan kebiasaan buruk

b. Ekstraksi untuk koreksi maloklusi (gigi berdesakan) c. Koreksi adanya gigitan silang d. Evaluasi e. Retensi

15. Prognosis Prognosis dalam suatu perawatan ortodontik adalah suatu perkiraan tentang hasil perawatan ortodontik pada kasus tersebut. Prognosis dikatakan menguntungkan atau tidak menguntung tergantung pada beberapa faktor, yaitu diagnosis (indeks maloklusi), etiologi, kooperatif pasien, usia pasien, pemilihan alat yang digunakan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa prognosisnya menguntungkan.

16. Alat Alat yang digunakan pada perawatan ortodontik terdapat beberapa macam, ada yang lepasan, cekat atau tetap, dan miofungsional. Alat yang digunakan pasien yaitu lepasan rahang atas atau rahang bawah. Indikasi alat lepasan biasanya untuk kasus : a. Maloklusi kelas I. Pengurangan atau penambahan overjet hanya sebatas yang bisa dikoreksi dengan mengubah inklinasi gigi insisiv b. Perawatan bisa dilakukan hanya pada salah satu rahang c. Maloklusi dalam arah buko-lingual yang diikuti pergeseran mandibula d. Malposisi individual gigi Kasus yang diindikasikan untuk alat lepasan juga harus

mempertimbangkan faktor usia. Alat lepasan lebih sesuai untuk pasie usia 6-16 tahun, dimana waktu perawatan lebih banyak memanfaatkan periode masa geligi pergantian.

LAPORAN SKILL LAB ORTHODONSIA


Blok Oral Diagnosa dan Rencana Perawatan Penyakit Dentomaksilofasial

Pembimbing : drg. Leliana Sandra Devi, Sp. Orto.

Oleh : Anindya Roshida (121610101082)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER TAHUN 2014

Anda mungkin juga menyukai