Anda di halaman 1dari 65

Proposal Penelitian

EVALUASI PEMBERIAN BOOKLET TERHADAP TINGKAT


KEPATUHAN DAN NILAI TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI
GERIATRI DI PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI

Oleh:

RIZKI CAHYANI IDHA


O1A1 15 062

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN viii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6


A. Puskesmas 6
B. Geriatri 7
C. Hipertensi 8
D. Kepatuhan 23
E. Skala Kepatuhan Hill-Bone 28
F. Kerangka Konsep 31

BAB III METODE PENELITIAN 32


A. Waktu dan Tempat Penelitian 32
B. Jenis Penelitian 32
C. Populasi dan Sampel Penelitian 32
D. Kriteria Inkluasi dan Eksklusi 34
E. Alat Penelitian 34
F. Instrumen Penelitian 35
G. Definisi Operasional 35
H. Prosedur Penelitian 33
I. Pengolahan Data 38
J. Analisis Data 39
K. Jadwal Penelitian 40
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 45

i
DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal.


1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII 11
2 Target Nilai Tekanan Darah untuk Usia ≥18 tahun menurut JNC VIII 11
3 Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup 19
4 Skala Kepatuhan Hill-Bone. 29
5 Jadwal Penelitian 40

ii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Hal.


1 Lembar pernyataan persetujuan berpartisipasi dalam penelitian 45
2 Data Umum Peserta Kuesioner 48
3 Kuesioner Skala Kepatuhan Hill-Bone 49
4 Data Umum Responden 52
5 Daftar Obat yang Digunakan 54
6 Data Rekam Medik Responden 56
7 Nilai Tekanan Darah Responden 58
8 Skor Skala Kepatuhan Hill-Bone Responden 59
9 Nilai Tekanan Darah dan Skor Skala Kepatuhan Hill-Bone Responden 60
10. Booklet Tekanan Darah 63

iii
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

% : Persen
< : Kurang dari
≤ : Kurang dari atau sama dengan
> : Lebih dari
≥ : Lebih dari atau sama dengan
α : Alfa
β : Beta
ACE : Angiotensin Converting Enzyme
ARB : Angiotensin II Receptor Blocker
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
CCB : Calcium Channel Blocker
CDK : Chronic Disease Kidney
DASH : Dietary Approach to Stop Hypertension
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DM : Diabetes Melitus
GSK : GlaxoSmithKline
HDL : High Density Lipoprotein
IMT / BMI : Indeks Massa Tubuh / Body Mass Index
JNC : Joint National Committee
Kg : Kilogram
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
LDL : Low Density Lipoprotein
Lansia : Lanjut Usia
mmHg : Milimeter Hydrargyrum / Milimeter Raksa
n : Jumlah
Na : Natrium
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
PIO : Pelayanan Informasi Obat
TD : Tekanan Darah
TDD : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
UU : Undang-Undang
WHO : World Heart Organization

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang sampai saat ini masih

menjadi masalah kesehatan secara global. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Pada

umumnya hipertensi tidak memberikan keluhan dan gejala yang khas sehingga

banyak penderita yang tidak menyadarinya. Oleh karenan itu hipertensi dikatakan

sebagai the silent killer (Arifin dkk., 2016).

Berdasarkan data WHO dalam Noncommunicable Disease Country

Profiles prevalensi hipertensi didunia pada usia >25 tahun mencapai 38,4%.

Di wilayah Asia Tenggara, 35% orang dewasa didiagnosis dengan hipertensi dan

9,4% dari semua kematian terkait dengan hipertensi. Prevalensi Indonesia lebih

besar jika dibandingkan dengan Banglandesh, Korea, Nepal, dan Thailand

(Krishnan dkk., 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes

tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 25,8%.

Untuk wilayah Sulawesi Tenggara sendiri mencapai prevalensi 22,5%. Menurut

Profil kesehatan Provinsi Sulawesi tenggara (2017) hipertensi menduduki urutan

kedua dari 10 penyakit tertinggi di Sulawesi Tenggara dengan 11.265 kasus.

Angka insiden hipertensi sangat tinggi terutama pada populasi lanjut usia

(lansia), usia di atas 60 tahun, dengan prevalensi mencapai 60% sampai 80% dari

populasi lansia. Diperkirakan 2 dari 3 lansia mengalami hipertensi (Arifin dkk.,

2016). Keadaan ini didukung oleh penelitian Rahajeng (2009) yang menunjukkan

1
bahwa prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh

perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih

sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibat adalah

meningkatnya tekanan darah sistolik.

Di Puskesmas Puuwatu penyakit hipertensi masih menjadi masalah utama

dikalangan lansia. Data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Puuwatu,

penyakit hipertensi pada lansia dalam 3 tahun terakhir menunjukkan bahwa pada

tahun 2016 sebanyak 1.909 kasus, tahun 2017 tercatat 1.862 dan pada tahun 2018

penderita penyakit Hipertensi pada lansia meningkat menjadi 1.963 kasus.

Hipertensi memberikan dampak berbagai komplikasi kardiovaskuler pada

lanjut usia seperti gagal jantung dan stroke. Banyak faktor yang mempengaruhi

tidak terkontrolnya tekanan darah pada usia lanjut, diantaranya faktor pasien,

faktor obat, faktor tenaga kesehatan dan faktor sistem kesehatan. Selain itu,

kontrol tekanan darah juga dinilai sangat dipengaruhi kepatuhan pasien dalam

mengonsumsi obat hipertensi (Khomaini dkk., 2017). Terdapat beberapa

penyebab pasien geriatri tidak patuh dalam mengkonsumsi obatnya, yaitu jumlah

obat yang banyak, menurunnya fungsi kognitif, menurunnya pendengaran dan

kurangnya pengetahuan mengenai penyakit yang diderita (Cardenas dkk., 2010).

Kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi sangat penting karena

dengan minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah

penderita hipertensi. Harus ditekankan bahwa mengontrol tekanan darah sangat

penting untuk mencegah komplikasi. Sayangnya, karena hipertensi asimptomatik,

2
pasien sering percaya bahwa tidak perlu patuh terhadap pengobatan sehingga

pemberian edukasi sangat penting. Penelitian yang dilakuan Uchmanowicz (2018)

menunjukkan bahwa usia dan tingkat pendidikan sangat mempengaruhi tingkat

kepatuhan. Tenaga kesehatan harus memberi perhatian khusus pada pasien

hipertensi berusia diatas 65 tahun yang yang memiliki edukasi rendah agar mereka

lebih mengerti dan patuh terhadap terapi dengan tujuan mengurangi resiko yang

mungkin terjadi.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap

pengobatan adalah pemberian konseling dan booklet pengobatan. Ketika pasien

menerima pengetahuan baru, mereka lebih cenderung mengubah perilaku dan

gaya hidup. Perubahan-perubahan ini pada akhirnya dapat meningkatkan

kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang sedang berlangsung (Presetiawati

dkk., 2017). Pemberian booklet bertujuan untuk memberikan pendidikan yang

relevan tentang hipertensi, faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat

dimodifikasi serta teknik yang tepat untuk mengontrol tekanan darah di rumah.

Peningkatan pengetahuan yang lebih baik akan mengarah pada peningkatan

kepatuhan terhadap terapi farmakologis dan non-farmakologis dan dengan

demikian dapat menurunkan tekanan darah (Dawes dkk., 2010).

Untuk dapat mengatasi dan meneliti masalah kepatuhan pengobatan,

ketersediaan alat penilaian yang valid sangat penting. Beberapa metode tersedia

untuk menilai kepatuhan pengobatan pasien. Diantaranya metode laporan diri

yang sederhana, menghitung jumlah pil, hingga pemantauan kepatuhan elektronik

dan kuesioner. Metode yang optimal untuk digunakan dalam pengaturan

3
perawatan primer harus valid, dapat diandalkan, tidak invasif, hemat biaya dan

dapat diterima oleh pasien. Beberapa kuesioner multi-item telah dikembangkan,

diuji dan pengobatan. Skala Kepatuhan Hill-Bone adalah salah satu kuesioner

multi-item, yang dikembangkan untuk menilai kepatuhan pasien terhadap

manajemen hipertensi dalam pengaturan rawat jalan (Cheong dkk., 2015).

Tinginya prevalensi hipertensi, tekanan darah yang tidak terkontrol akibat

ketidakpatuhan pasien dapat menyebabkan komplikasi, menjadi latar belakang

perlu dilakukannya penelitian mengenai evaluasi pemberian booklet terhadap

tingkat kepatuhan dan nilai tekanan darah pasien hipertensi geriatri yang di

Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas masalah yang dapat dikaji dalam

penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi geriatri dilihat

dari tingkat skala kepatuhan Hill-bone sebelum dan sesudah pemberian

booklet?

2. Bagaimana nilai tekanan darah pasien hipertensi geriatri sebelum dan sesudah

pemberian booklet?

3. Apakah terdapat korelasi antara nilai tekanan darah dengan tingkat kepatuhan

minum obat pada pasien geriatri yang menderita hipertensi dengan pemberian

booklet?

4
C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi geriatri dilihat

dari tingkat skala kepatuhan Hill-bone sebelum dan sesudah pemberian

booklet.

2. Mengetahui nilai tekanan darah pasien hipertensi geriatri sebelum dan sesudah

pemberian booklet.

3. Mengetahui korelasi antara tingkat kepatuhan dengan dengan nilai tekanan

darah pada pasien geriatri yang menderita hipertensi dengan pemberian

booklet obat.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit

hipertensi dan penilaian kepatuhan pasien.

2. Bagi institusi, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga

kerja farmasi, perawat dan dokter di Puskesmas mengenai evaluasi tingkat

kepatuhan pasien geriatri terhadap pelaksanaan terapi hipertensi.

3. Bagi ilmu pengetahuan, dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang

tingkat kepatuhan terapi pasien hipertensi.

4. Bagi masyarakat, dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang

penggunaan obat yang tepat bagi pasien hipertensi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas

Tujuan utama dari program upaya pelayanan kesehatan bukan semata-

mata untuk penyembuhan penyakit, tetapi lebih diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan fisik mental dan kehidupan sosial masyarakat, sehingga derajat

kesehatan masyarakat semakin meningkat, dan sarana yang diharapkan mampu

menjalankan fungsi ini salah satunya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat

(Khusnawati 2011).

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat

yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan

secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah dalam bentuk

kegiatan pokok (Efendi, 2009). Puskesmas juga dapat didefinisikan sebagai unit

pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kesehatan (Depkes

RI, 2004). Di Indonesia puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan

kesehatan tingkat pertama. Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan

kesehatan bagi masyarakat kerena cukup efektif membantu masyarakat dalam

memberikan pertolongan pertama dengan standar pelayanan kesehatan (Sanah,

2017).

Ada tiga fungsi pokok puskesmas yaitu sebagai pusat pembangunan

kesehatan masyarakat diwilayahnya, membina peran serta masyarakat di wilayah

6
kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat, dan

memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat diwilayah kerjanya (Effendy, 1998).

Menurut Trihono dalam Sanah (2017), tujuan pembangunan kesehatan

yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan

pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja

puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka

mewujudkan indonesia sehat.

Pelayanan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan kesehatan

yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (upaya

pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan

kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak

membedakan jenis kelamin, dan golongan umur (Efendi, 2009).

B. Geriatri

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2016 tentang

rencana aksi nasional kesehatan lanjut usia menjelaskan, lanjut usia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Sedangkan menurut

World Health Organization (WHO) tahun 2007, usia tua dibagi menjadi kriteria

lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia

sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik

khusus yang membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya (Setiati,

7
2013). Pasien geriatri memiliki karakteristik khusus, yaitu umumnya telah terjadi

berbagai penyakit kronis, penurunan fungsi organ, terutama menurunnya fungsi

ginjal dan hati (Maindoka dkk., 2017). Masalah kesehatan pada penduduk lanjut

usia bervariasi, baik dari segi proses fisiologis maupun patologi kerentanan

terhadap penyakit kronis dan infeksi akut akan meningkat sejalan dengan proses

penuaan. Keadaan ini diperparah oleh menurunnya sistem pertahanan tubuh.

Karena itu penanganan pasien geriatri memerlukan pendekatan yang berbeda

dengan pasien biasa (Setyowati dkk., 2011).

Proses menua berdampak pada penurunan fungsi organ sehingga dapat

menimbulkan berbagai masalah pada kesehatan diantaranya para lansia rentan

terhadap faktor risiko penyakit-penyakit metabolik, antara lain hipertensi, diabetes

melitus, dislipidemia, dan obesitas. Prevalensi penyakit metabolik meningkat

dengan bertambahnya usia (Dasopang dkk., 2015). Hipertensi yang terjadi pada

geriatri pada umumnya dikarenakan fungsi fisiologis geriatri yang mengalami

penurunan salah satunya ialah ginjal sebagai alat ekskresi (WHO, 2013).

C. Hipertensi

1. Definisi

Istilah hipertensi diambil dari bahasa Inggris hypertension yang berasal

dari bahasa Latin “hyper” dan “tension”. Hyper berarti super atau luar biasa dan

tension berarti tekanan atau tegangan. Hipertensi akhirnya menjadi istilah

kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi. Tekanan

darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang dipompakan dari jantung untuk

melawan tahanan pembuluh darah, jika tekanan darah seseorang meningkat

8
dengan tajam dan kemudian menetap tinggi, orang tersebut dapat dikatakan

mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi (Gunawan, 2001).

Menurut World Health Organization (2013), hipertensi merupakan suatu

kondisi dimana pembuluh darah terus-menerus mengalami peningkatan tekanan.

Adanya peningkatan tekanan pada pembuluh darah mengakibatkan kerja jantung

untuk memompa darah semakin keras/cepat. Hipertensi dapat didefinisikan

sebagai tekanan darah persisten, di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg

dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan

sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Ibrahim,

2011).

2. Etiologi

Hipertensi sekunder dapat terjadi akibat proses penyakit lainnya, namun

lebih dari 90% pasien memiliki hipertensi esensial, suatu gangguan yang tidak

diketahui asalnya yang mempengaruhi mekanisme pengaturan tekanan darah.

Riwayat keluarga dengan hipertensi meningkatkan kemungkinan seseorang

menderita penyakit hipertensi. Hipertensi esensial terjadi empat kali lebih sering

di antara orang kulit hitam daripada di antara orang kulit putih, dan itu terjadi

lebih sering di antara pria paruh baya daripada di antara wanita paruh baya.

Faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup yang penuh tekanan, asupan natrium

yang tinggi, obesitas, dan merokok, semuanya mempengaruhi seseorang terhadap

terjadinya hipertensi (Siyad, 2011).

Penyebab hipertensi pada lanjut usia dikarenakan terjadinya perubahan-

perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan

9
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun, sehingga kontraksi dan volumenya pun ikut menurun,

Kehilangan elastisitas Pembuluh darah karena kurang efektifitas pembuluh darah

Perifer untuk oksigen, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Ibrahim,

2011).

3. Klasifikasi

Menurut etiologinya, hipertensi dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu

hipertensi primer dan sekunder (Nurhidayat, 2015). Hipertensi primer atau

hipertensi esensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi

yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertesi esensial. Pada umunya

hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai

respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada

beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi seperti genetik terkait

respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na, obesitas

terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah

meningkat, stres akibat lingkungan dan hilangnya elastisitas jaringan dan

arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran pembuluh darah (Gunawan, 2012).

Hipertesi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat

diidentifikasi. Ditemukan pada 5%-10% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa

keadaan yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder ialah penyakit ginjal

primer, kontrasepsi oral, obat-obatan, hiperaldosteronisme primer,

feokromonistoma, stenosis arteri renalis, koarktasi aorta, dan obstructive sleep

apnea (Dharmeizar, 2015).

10
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa mencakup 4

kategori, dengan nilai normal tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan

tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai

kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan darahnya

cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua

tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII

Kategori tekanan darah Tekanan sistolik Tekanan diastolic


mmHg mmHg
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 >160 > 100

JNC VIII mengklsifikasikan target nilai tekanan darah untuk usia ≥ 18

tahun, klasifikasi tersebut dapat di lihat pada table berikut:

Tabel 2. Target nilai tekanan darah untuk usia ≥ 18 tahun menurut JNC VII

Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Klasifikasi
mmHg mmHg
Normal < 120 < 80
> 60 tahun < 150 < 90
< 60 tahun < 140 < 90
> 18 tahun (dengan CDK dan DM) < 140 ≤ 90

4. Patofisiologi

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan

resistensi perifer. Curah jantung adalah hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup.

Besar isi sekuncup ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung dan alir vena

(Piyanto, 2010). Tekanan ini supaya darah mencapai seluruh organ dan jaringan,

11
kembali ke jantung (Tjay dan Rahardja, 2002) untuk mengangkut oksigen dan zat.

Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak

terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi (Nuraini, 2015).

Patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur atau

mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasonator.

Pada medula otak, dari pusat vasomotor inilah bermula jaras saraf simpatis, yang

berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna, medula spinalis

ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang

akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Berbagai

faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh

darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat

sensitif terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui dengan jelas mengapa bisa

terjadi hal tersebut. Pada saat yang bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang.

Hal ini mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal

mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

mensekresi kortisol dan steroid lainnya untuk memperkuat respon vasokontriktor

pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal dan

memicu pelepasan renin. Pelepasan renin inilah yang merangsang pembentukan

angiotensin I yang akan diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat

yang nantinya akan merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon

12
aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga

terjadi peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini dapat mencetus

terjadinya hipertensi. Pada keadaan gerontologis dengan perubahan struktural dan

fungsional sistem pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan

tekanan darah usia lanjut. Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah.

Akibatnya akan mengurangi kemampuan aorta dan arteri besar dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya)

dan curah jantung pun ikut menurun, sedangkan tahanan perifer meningkat

(Ibrahim, 2011).

5. Manifestasi Klinik

Tidak ada gejala spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa, jika

kelainan arteri tidak diukur, maka hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa

(Ibrahim, 2011). Sebagian besar manifestasi klinik timbul setelah mengalami

hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai

mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakarnium, penglihatan

kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah yang tida mantap karena kerusakan

susunan saraf pusat, nokturia akibat peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus serta edema dependen dan pembengkakan aibat peningkatan tekanan

kapiler (Corwin, 2009).

13
6. Faktor Resiko

Pengendalian berbagai faktor resiko pada hipertensi sangat penting untuk

mencegah komplikasi kardiovaskular (Gunawan, 2007). Menurut Depkes RI

(2006) faktor-faktor risiko dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Faktor risiko tidak dapat diubah yang antara lain umur, jenis kelamin dan

genetik.

1) Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur,

risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di

kalangan usia lanjujt cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar

di atas 65 tahun. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur,

disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga

lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku,

sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.

2) Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih

banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio

sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki

gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan

dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi

pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi

14
pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh

faktor hormonal.

3) Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer

(esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor

lingkungan lain yang menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor

genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin

membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi

maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang

tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-

anaknya.

b. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah

Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain antara lain merokok,

berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol, hiperlipidemia/

hiperkolesterolemia, stress dan konsumsi garam berlebih.

1) Kegemukan (obesitas)

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada

obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada

orangorang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang

badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20 -

33% memiliki berat badan lebih (overweight).

15
2) Psikososial dan Stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa

takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan

hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,

sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh

akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis

atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau

penyakit maag.

3) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap

melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan

endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis

dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara

kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh

darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen

untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah

tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pernbuluh darah arteri.

4) Konsumsi Alkohol Berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.

Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah

merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah.

Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan

16
asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan

darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran

standar setiap harinya.

5) Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan

di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan

tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi

respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada

masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan

tekanan darah ratarata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam

sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.

6) Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia

Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar

kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar

kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam

terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer

pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.

7. Diagnosis

Diagnosis diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat

penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin,

dan prosedur diagnostik lainnya. Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent

killer” karena pasien dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala

(asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah.

17
Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan

untuk mendiagnosis hipertensi (Depkes RI, 2006).

Selain pemeriksaan fisik, diperlukan juga pemeriksaan laboratorium untuk

memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi.. Pemeriksaan laboratorium

meliputi pemeriksaan darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, lemak

darah, elektrolit, kalsium, asam urat, dan urinalisis. Pemeriksaan lain juga dapat

dilakukan seperti pemeriksaan fungsi jantung (elektrokardiografi) funduskopi,

USG ginjal, foto toraks, dan ekokardiografi (Chris, 2014).

8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan terapi antihipertensi adalah pengurangan morbiditas dan mortalitas

penyakit kardiovaskular dan ginjal. Karena sebagian besar pasien dengan

hipertensi, terutama yang berumur sedikitnya 50 tahun, mendapatkan tekanan

darah diastolik yang normal bila tekanan sisitolik normal dapat diwujudkan, maka

tujuan utama terapi hipertensi adalah mempertahankan tekanan sistolik dalam

batas normal.

a. Terapi Nonfarmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat oleh semua individu sangat penting dalam

pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian tak terpisahkan dari

manajemen penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan

tekanan darah, meningkatkan efisiensi obat antihipertensi dan mengurangi risiko

kardiovaskular. Pasien dengan prehipertensi dan tanpa indikasi kuat (termasuk

gagal jantung, infark miokard atau stroke sebelumnya, status risiko koroner yang

18
tinggi, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis) memberi respon baik terhadap

modifikasi gaya hidup dan biasanya tidak memerlukan terapi obat (WHO, 2005).

Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan

darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk,

mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang

kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik dan

mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan

tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi

garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat

(Depkes RI, 2006).

Tabel 3. Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan


tekanan darah
Penurunan Berat Badan Pemeliharaan badan normal 5-20 mmHg/10 kg
penurunan berat badan
Adopsi Pola makan DASH Diet kaya dengan buah, 8-14 mmHg
sayur dan produk susu
rendah lemak
Diet rendah sodium Mengurangi sodium, tidak 2-8 mmHg
lebih dari 2,4 g sodium atau
6 gram sodium klorida)
Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik 4-9 mmHg
aerobic seperti jalan kaki 30
menit/hari beberapa
hari/minggu
Minum alkohol sedikit saja Limit minum alcohol tidak 2-4 mmHg
lebih dari 2/hari (30 ml
etanol mis. 720 ml beer,
300 ml wine) untuk laki-
laki dan 1/hari untuk
perempuan
Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to
Stop Hypertension

19
b. Terapi Farmakologi

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu: mempunyai efektivitas yang

tinggi, mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal,

memungkinkan penggunaan obat secara oral, tidak menimbulkan intoleransi,

harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien, dan memungkinkan

penggunaan jangka panjang (Ibrahim, 2011). Menurut JNC VIII pada populasi

umum berusia > 60 tahun terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah

dimulai jika tekanan darah sistolik >150 mmHg atau tekanan darah diastolik <90

mmHg dengan target sistolik.

Saat ini, pemberian terapi farmakologis menunjukkan penurunan

morbiditas dan mortalitas pada lansia penderita hipertensi. Secara umum,

golongan obat antihipertensi yang dikenal yaitu, diuretik, ACE inhibitor,

Angiotensin Resptor Bloker, Canal Calsium Bloker, dan Beta Bloker.

1) Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan eksresi natrium, air dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan

curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberatpa diuretic

juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek

ini diduga akibat menurunan natrium diruang interstisial dan di dalam sel otot

polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influx kalsium (Gunawan,

2012). Diuretik thiazida dianggap sebagai obat hipertensi pilihan utama dan

20
sebaiknya digunakan sebagai terapi awal bagi kebanyakan penderita tekanan

darah tinggi, sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan antihipertensi lain

golongan lain, yang meningkatkan efektivitasnya (Tjay dan Kirana, 2002).

2) Beta Blocker

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-bocker

dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain penurunan frekuensi

denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah janutng,

hambatan sekresi rennin di sel-sel justaglomeluler ginjal dengan akibat penurunan

produksi angiotensin II, efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatiss,

perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergic

perifer dan peningkatan sntesis prostasiklin (Gunawan, 2012).

3) Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB)

Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB) bekerja dengan menghambat

secara langsung reseptor angiotensin II, sehingga efek angiotensin II diblokir

seperti peningkatan tekanan darah dan ekskresi kalium, retensi natrium dan air

(Tjay dan Rahardja, 2007). Pemberian obat golongan ini menurunkan tekanan

darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung dan penghentian mendadak

tidak menimbulkan hipertensi rebound. Selain itu, seperti golongan ACE

Inhibitor, golongan ini dikontraindikasikan pada kehamilan trimester 2 dan 3 dan

harus segera dihentikan bila pemakainya ternyata hamil (Gunawan, 2007).

4) Calcium Channel Blocker (CCB)

Calcium Channel Blocker menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos

dengan menghambat saluran kalsium yang sensitive terhadap tegangan (voltage

21
sensitive), sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel.

Relaksasi otot polos vaskuler menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan

reduksi tekanan darah (Sukandar dkk., 2008).

5) ACE-inhibitor

Inhibitor Ace mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II

(vasokontriktor potensial dan stimulus sekresi aldosteron) sehingga terjadi

vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Inhibitor ACE juga mencegah

degradasi bradikinin sehinga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan

berperan dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor (Sukandar dkk., 2008).

Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan

berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi

kalium (Gunawan, 2012).

6) Alfa Blocker

Alfa blocker menghambat reseptor alfa adrenergen yang terdapat di otot

polos dinding pembuluh, khususnya dipembuluh kulit dan mukosa (Sukandar,

2008). Mekanisme antihipertensi melalui hambatan reseptor α-1 yang

menyebabakan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi

perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang

yang selanjutnya menurunkan curah jantung (Gunawan, 2012).

7) Vasodilator

Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot

polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin

22
dan hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah

pusing dan sakit kapala (Depkes RI, 2006).

8) Penghambat Simpatis

Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf simpatis

(syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk

dalam golongan penghambat simpatetik adalah metildopa, klonodin dan reserpin.

Efek samping yang dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah

merah kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan kadang-

kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang

digunakan (Depkes RI, 2006).

D. Kepatuhan

1. Definisi

Secara umum, istilah kepatuhan (compliance atau adherence)

didiskripsikan dengan sejauh mana pasien mengikuti instruksi-instruksi atau saran

medis. Terkait dengan terapi obat, kepatuhan pasien didefinisikan sebagai derajat

kesesuaian antara riwayat dosis yang sebenarnya dengan regimen dosis obat yang

diresepkan. Oleh karena itu, pengukuran kepatuhan pada dasarnya

mempresentasikan perbandingan antara dua rangkaian kejadian, yaitu bagaimana

nyatanya obat diminum dengan bagaimana obat seharusnya diminum sesuai resep

(Pameswari dkk., 2016).

Masalah ketidakpatuhan umum dijumpai dalam pengobatan penyakit

kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang seperti hipertensi. Obat-obat

antihipertensi yang ada saat ini telah terbukti dapat mengontrol tekanan darah

23
pada pasien hipertensi, dan juga sangat berperan dalam menurunkan risiko

berkembangnya komplikasi kardiovaskular. Namun demikian, penggunaan

antihipertensi saja terbukti tidak cukup untuk menghasilkan efek pengontrolan

tekanan darah jangka panjang apabila tidak didukung dengan kepatuhan dalam

menggunakan antihipertensi tersebut (Saepuddin, 2013).

Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting dalam

kesehatan lanjutan dan kesejahteraan pasien hipertensi. Kepatuhan dan ketaatan

merupakan prasyarat untuk keefektivan terapi hipertensi dan potensi terbesar

untuk perbaikan pengendalian hipertensi yang terletak dalam meningkatkan

perilaku pasien tersebut. Sedangkan, ketidakpatuhan pasien terhadap obat

antihipertensi adalah salah satu faktor utama kegagalan terapi (Hazwan dkk.,

2013).

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi

Perilaku ketidakpatuhan yang ditunjukan oleh pasien akan sangat

menentukan intervensi yang akan dipilih dalam rangka meningkatkan kepatuhan

pasien dalam pengobatan. Menurut Fauzi dan Nisha (2018) Ada lima faktor yang

dapat memengaruhi kepatuhan pasien, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, status pendidikan dan tingkat

pengetahuan kesehatan.

b. Faktor perilaku pasien seperti kelupaan, kecemasan selama terapi,

kesalahpahaman instruksi penggunaan obat serta ketakutan menjadi

ketergantungan pada obat

24
c. Faktor pengobatan yaitu regimen dosis, lama terapi kompleksitas terapim

bentuk sediaan obat dan efek samping yang tidak diinginkan

d. Faktor Kesehatan yang menyangkut jenis penyakit, keparahan penyakit, factor

resiko penyakit, frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan dan juga

kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan.

e. Faktor Ekonomi yaitu status sosial-ekonomi, jenis asuransi yang dimiliki,

biaya pengobatan dan pendapatan.

3. Meningkatkan Kepatuhan

Salah satu intervensi farmasi berupa edukasi dan konseling, telah

dikembangkan untuk meningkatkan kepatuhan.Selain itu, cara yang dapat

digunakan untuk membantu meningkatkan kepatuhan adalah pelayanan Informasi

Obat (Ariyani, 2018).

a. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan suatu kegiatan untuk

memberikan pelayanan informasi obat yang akurat dan objektif dalam

hubungannya dengan perawatan pasien, pelayanan informasi obat sangat penting

dalam upaya menunjang budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara

rasional. Pelayanan informasi obat adalah kegiatan penyediaan dan pemberian

informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komperehensif, terkini oleh

farmasis kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Rikomah,

2018).

25
b. Edukasi

Edukasi merupakan proses interaksi yang mendorong terjadinya

pembelajaran untuk menambah pengetahuan baru, sikap dan keterampilan melalui

penguatan praktik dan pengalaman tertentu. Edukasi kepada pasien yaitu proses

yang membutukan teori dan alat bantu agar supaya pasien lebih mudah memahami

apa yang disampaikan Farmasi dalam hal pemberian edukasi mengenai

pengobatan kepada pasien hendaknya harus mengetahui beberapa ilmu

pengetahuan selain mengenai obat (Rikomah, 2018).

c. Konseling

Konseling pasien dapat didefinisikan sebagai penyedia informasi, saran

atau nasehat tentang obat yang baik dalam bentuk lisan atau tertulis kepada pasien

atau yang mewakili mengenai efek samping, penyimpanan, diet dan perubahan

gaya hidup. Konseling tidak hanya meningkatkan kepatuhan, tetapi juga

mengurangi komplikasi sebagai hasil dari ketidaktahuan terhadap pengobatan.

Pelayanan konseling dapat dipermudah dengan menyediakan leaflet atau booklet

yang isinya meliputi patofisiologi penyakit dan mekanisme kerja kerja obat

(Rikomah, 2018).

Booklet adalah salah satu media promosi kesehatan yang berisi tulisan atau

gambar atau keduanya (Efendi, 2009). Booklet merupakan salah satu media cetak

yang dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas.

Hal ini ditunjang oleh karakteristik penyampaian pesan pada booklet yang bersifat

visual, verbal, mudah dibawa dan dibaca setiap saat dan juga permanen. Booklet

26
rnengandung unsur-unsur teks, gambar dan garis sehingga mampu memikat hati

orang yang membacanya (Nurfathiyah, 2014).

Media booklet digunakan untuk mendorong keinginan seseorang untuk

mengetahui kemudian mendalami dan akhirnya mendapatkan pengertian yang

baik dan pendorong untuk melakukan sesuatu yang baru (Silalahi, 2018). Selain

itu, booklet juga memiliki kelebihan seperti dapat disimpan dalam waktu yang

relatif lama dan dapat dipelajari secara mandiri (Pratiwi, 2017).

Pemberian konseling pada pasien melalui booklet hipertensi yang sudah

didesain dengan sederhana dan sangat menarik sehingga akan memudahkan

pasien untuk memahami informasi yang diberikan. Dengan booklet yang

sederhana dan menarik, diharapkan minat pasien untuk membaca meningkat,

sehingga tingkat pengetahuan pasien bertambah serta sikap atau perilaku buruk

pasien dapat berubah menjadi lebih baik. Dengan demikian, peningkatan

pengetahuan serta perubahan perilaku pasien dapat meningkatkan kepatuhan

pasien, sehingga target terapi dapat tercapai yang ditandai dengan penurunan

tekananan darah sistolik dan diastolik pasien. Konseling pasien yang secara efektif

akan membuat pasien mengerti tentang penyakit, terapi dengan antihipertensi dan

pentingnya modifikasi gaya hidup (Wulandari, 2016).

4. Pengukuran Kepatuhan

Berbagai metode telah digunakan untuk mengukur kepatuhan. Metode

yang tersedia untuk mengukur kepatuhan dapat dibagi menjadi metode

pengukuran langsung dan tidak langsung. Metode langsung termasuk terapi yang

diamati langsung, pengukuran tingkat obat atau metabolitnya dalam darah atau

27
urin dan deteksi atau pengukuran penanda biologis yang ditambahkan ke

formulasi obat, dalam darah. Adapun metode tidak langsung termasuk, laporan

pasien sendiri, menghitung pil, tingkat pengambilan ulang resep, penilaian respon

klinis pasien, monitor pengobatan elektronik, buku harian pasien, dan kuisioner

pasien (Jimmy dan Jimmy, 2011).

E. Kuesioner Hill-Bone Compliance to Blood Pressure Therapy Scale

Skala pengukuran terapi Hill-Bone dikembangkan oleh Hill bone pada

tahun (2000) untuk menilai kepatuhan pasien hipertensi. Skala ini menilai perilaku

pasien untuk tiga domain perilaku penting dari perawatan tekanan darah tinggi

yaitu, mengurangi asupan natrium, rutin berobat dan kepatuhan minum obat.

Skala ini terdiri dari 14 item pertanyaan dengan 4 tingkatan jawaban yang masing-

masing mempunyai skor. (Awad dkk., 2011). Kuesioner ini tampak andal dan

mungkin menjadi alat yang berguna untuk mendeteksi pasien yang tidak patuh

dalam pengobatan rawat jalan (Culig dan Marcel, 2014).

Kuesioner ini untuk mengidentifikasi masalah ketidakpatuhan pada pasien

hipertensi, di mana mereka sering memutuskan untuk tidak menggunakan obat

hipertensi dan sering kehabisan obat hipertensi. Setiap pertanyaan/item dijawab

dengan skala empat poin mulai dari 1 hingga 4 (1 = tidak pernah, 2 = kadang-

kadang, 3 = sering, dan 4 = sangat sering). Total skor kuesioner ini berkisar dari

14 (kepatuhan sempurna) hingga 56 (tidak patuh) dengan skor yang lebih tinggi

yang menunjukkan kepatuhan yang kurang baik secara keseluruhan. Kuesioner ini

dapat diandalkan, divalidasi dan khusus untuk pasien hipertensi (Bhusal dkk.,

2016).

28
Tabel 4. Skala Kepatuhan Hipertensi Hill-Bone.

Nilai
No. Pertanyaan Tidak Kadang- Sering Sangat Tidak
Selalu
pernah kadang sering tahu
1. Seberapa sering
anda lupa minum
1 2 3 4 8 9
obat
antihipertensi?
2. Seberapa sering
anda
memutuskan
1 2 3 4 8 9
untuk tidak
minum obat
hipertensi?
3. Seberapa sering
anda makan 1 2 3 4 8 9
makanan asin?
4. Seberapa sering
anda
mencampurkan
garam, penyedap
rasa, atau 1 2 3 4 8 9
pengaroma pada
makanan anda
sebelum
memakannya?
5. Seberapa sering
anda makan
makanan cepat
saji? (seperti
1 2 3 4 8 9
KFC, Texas,
Recheese factory
dan makanan
berlemak)
6. Seberapa sering
anda membuat
janji kunjungan
yang dijadwalkan
1 2 3 4 8 9
berikutnya
sebelum
meninggalkan
puskesmas?
7. Seberapa sering
anda melewatkan
janji kunjungan 1 2 3 4 8 9
ke dokter yang
dijadwalkan?

29
8. Seberapa sering
anda
meninggalkan
puskesmas tanpa
mengambil obat 1 2 3 4 8 9
yang diresepkan?
(Karena antrean
panjang, apotek
tutup, lupa)
9. Seberapa sering
anda kehabisan
1 2 3 4 8 9
obat
antihipertensi?
10. Seberapa sering
anda melewatkan
obat
antihipertensi 1 2 3 4 8 9
anda 1-3 hari
sebelum pergi ke
klinik?
11. Seberapa
seringkah anda
melewatkan
minum obat 1 2 3 4 8 9
antihipertensi
ketika merasa
lebih baik?
12. Seberapa sering
anda lewatkan
meminum obat
1 2 3 4 8 9
antihipertensi
ketika anda
merasa sakit?
13. Seberapa sering
anda meminum
obat 1 2 3 4 8 9
antihipertensi
orang lain?
14. Seberapa sering
anda tetap ingin
meminum obat
1 2 3 4 8 9
antihipertensi
ketika anda
kurang peduli?
(Sumber : Culig dan Marcel, 2014).

30
F. Kerangka Konsep
Hipertensi merupakan suatu keadaan
dimana seseorang mengalami
Pasien geriatri yang peningkatan tekanan darah diatas
mengalami hipertensi normal, yaitu tekanan darah di bawah
dan minum obat usia 60 tahun > 140/90 mmHg, tekanan
antihipertensi darah di atas usia 60 tahun > 150/90
mmHg, dan di atas dan sama dengan
usia 18 tahun dengan penyakit DM dan
Pengukuran Tekanan penyakit ginjal kronis ≥ 140/90 mmHg.
Darah Awal Hipertensi membutuhkan kepatuhan
terapi untuk mencapai tekanan darah
Pre-test sebagai tujuan terapi.
Uji Kepatuhan
menggunaan kuisioner
Hill-Bone
Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi

Informasi standar,
Informasi standar regimen terapi dan
regimen terapi pemberian booklet

Pengukuran Post Test


Tekanan darah 4 minggu setelah Uji Kepatuhan menggunakan kuesioner
pemberian booklet Hill-Bone

Uji sampel T berpasangan


Uji sampel T berpasangan
Tekanan darah awal dan
nilai pre-test dan post test
tekanan darah akhir

Uji Korelasi
Pearson

Analisis Data

Hasil

Keterangan :
: Variabel bebas
: Variabel terikat
31
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni tahun 2019, di

Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperimental dimana

penelitian menggunakan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, namun

tidak secara acak memasukkan para partisipan ke dalam kedua kelompok terebut

(Creshwell, 2014). Pengumpulan data dilakukan dengan menunggu kunjungan

pasien hipertensi di puskesmas, kemudian dilakukan pre-tes dan post-test pada

bulan berikutnya (Dewanti dkk., 2015). Pada tahap awal dan akhir penelitian,

subjek penelitian diberikan kuesioner yang didesain untuk mengukur tingkat

kepatuhan pasien, yaitu kuesioner Hill-Bone Compliance to Blood Pressure

Therapy Scale dan diukur tekanan darah pasien.

C. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian yaitu seluruh pasien berusia lanjut penderita hipertensi

yang datang berobat ke Puskesmas Puuwatu Kota Kendari, sebanyak 202 pasien

tahun 2018.

2. Sampel

Sampel diambil dengan metode purposive sampling, yaitu teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Setiap subjek yang memenuhi

32
kriteria inklusi akan dimasukkan dalam penelitian sampai ukuran waktu tertentu

sehingga jumlah subjek penelitian yang diperlukan memenuhi. Sampel terdiri dari

2 kelompok yaitu :

a. Intervensi : Pasien hipertensi yang diberikan informasi standar dan booklet.

b. Kontrol : Pasien hipertensi yang diberikan informasi standar.

Penentuan besar sampel menggunakan rumus besar sampel numerik

berpasangan. Dikatakan berpasangan karena data diukur dua kali pada individu

yang sama. Adapun rumus yang digunakan adalah :


2
(Zα + Zβ ) S
𝑛1 = 𝑛2 = { }
X1 − X 2

Zα = deviat baku alfa (kesalahan tipe I 5%, hipotesisi 1 arah = 1,64)

Zβ = deviat baku beta (kesalahan tipe II 10% = 1,28)

X1 – X2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna (10 mmHg)

S = simpang baku dari selisih nilai antar kelompok (14,34) (Idacahyati,

2013)

Berdasarkan data yang diperoleh diasumsikan penelitian ini dengan

hipotesis satu arah alfa 1,64 dan beta 1,28 dimana selisih yang dianggap bermakna

untuk hipertensi adalah 10 mmHg dan simpang baku diperoleh dari kepustakaan

adalah 14,34.
2
(Zα + Zβ ) S
𝑛1 = 𝑛2 = ( )
X1 − X 2

2
(1,64 + 1,28) 14,34
𝑛1 = 𝑛2 = ( )
10

2,92 𝑥 14,34 2
𝑛1 = 𝑛2 = ( )
10

33
41,58 2
𝑛1 = 𝑛2 = ( )
10

𝑛1 = 𝑛2 = (4,1587)2

𝑛1 = 𝑛2 = 17,53 (dibulatkan menjadi 18)

Jadi, besar sampel untuk masig-masing kelompok adalah 18 orang.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian.

b. Pasien yang dapat membaca dan menulis.

c. Pasien geriatri yang telah terdiagnosis hipertensi dengan melihat data

rekam medis.

d. Pasien geriatri yang mengalami hipertensi yang datang berobat di

Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.

e. Pasien hipertensi dan/atau dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus,

Hiperurisemia dan Hiperkolestrolemia.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien pasca stroke.

b. Pasien gagal jantung.

c. Pasien hipertensi yang menerima terapi herbal dan terapi alternatif lain.

E. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah pengukur tekanan darah yaitu

Sphygmomanometer.

34
F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah :.

1. Lembar persetujuan Responden

2. Kuesioner skala kepatuhan Hill-Bone Compliance to Blood Pressure Therapy

Scale yang berisi 14 pertanyaan untuk mengukur tingkat kepatuhan pasien.

3. Booklet yang digunakan adalah Booklet Tekanan Darah yang dibuat oleh

GlaxoSmithKline (GSK) tahun 2009.

4. Rekam medis adalah catatan yang berisi tentang data pasien hipertensi geriatri

Puskesmas Puuwatu, yang meliputi informasi umum pasien, keluhan utama,

riwayat penyakit, riwayat pengobatan, pemeriksaan fisik dan informasi

lainnya.

5. Lembar Data Responden merupakan sekumpulan informasi responden yang


terdiri dari data umum responden, daftar obat yang digunakan, nilai tekanan

darah, dan perbandingan nilai tekanan darah dan skor skala kepatuhan Hill-

Bone responden.

6. Buku Pedoman JNC VIII adalah buku yang digunakan sebagai acuan untuk
menetapkan target tekanan darah pasien geriatri yaitu 150/90 mmHg untuk

pasien hipertensi primer dan 140/90 mmHg untuk hipertensi dengan penyakit

DM.

G. Definisi Operasional

1. Pasien geriatri yang mengalami hipertensi adalah seseorang yang berusia > 60

tahun mengalami hipertensi dan/atau dengan penyakit penyerta DM, asam urat

dan kolesterol berdasarkan diagnosa dokter dan minum obat antihipertensi.

35
2. Kuesioner skala kepatuhan Hill-Bone adalah kuesioner yang digunakan untuk

mengukur tingkat kepatuhan pengobatan khusus untuk penderita hipertensi

yang terdiri dari 14 pertanyaan.

3. Skor skala kepatuhan Hill-Bone adalah skor kepatuhan pasien hipertensi yang

dihitung berdasarkan 14 pertanyaan dari kuesioner skala kepatuhan Hill-Bone.

Kategori :

a. Kepatuhan tinggi : bila skor Hill-Bone adalah 14.

b. Kepatuhan sedang : bila skor Hill-Bone adalah >14 dan ≤ 56.

c. Kepatuhan rendah : bila skor Hill-Bone adalah > 56.

4. Tekanan darah pasien adalah nilai pemeriksaan tekanan darah pasien

hipertensi berdasarkan hasil pemeriksaan dengan alat pengukuran tekanan

darah.

Kategori :

a. Terkontrol : bila pemeriksaan < 150/90 mmHg (hipertensi primer,

hipertensi dengan penyait penyerta asam urat dan

kolestrol) dan < 140/90 mmHg (hipertensi dengan

penyakit penyerta Diabetes Mellitus) (JNC VIII,

2014).

b. Tidak terkontrol : bila pemeriksaan > 150/90 mmHg (hipertensi primer)

dan > 140/90 mmHg (hipertensi dengan penyakit

penyerta DM) (JNC VIII, 2014).

36
5. Booklet merupakan media informasi yang dijadikan sebagai edukasi pasien

untuk meningkatkan kepatuhan pasien hipertensi. Pada penelitian ini

digunakan booklet oleh GlaxoSmithKline (GSK).

6. Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberikan intervensi berupa

pemberian booklet.

7. Kelompok intervensi adalah kelompok yang diberikan intervensi berupa

pemberian booklet.
\

H. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan

a. Melakukan penelitian pendahuluan di Puskesmas Puuwatu untuk

mengetahui data umum dan jumlah pasien hipertensi.

b. Membuat izin penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Mencatat identitas dan jumlah pasien hipertensi yang berobat di

Puskesmas Puuwatu Kota Kendari yang memenuhi kriteria inklusi.

b. Pasien yang telah bersedia menjadi responden, kemudian mengisi formulir

persetujuan berpartisipasi dalam penelitian.

c. Responden yang telah setuju berpartisipasi kemudian dikelompokkan

menjadi 2 kelompok, yakni kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

d. Tiap responden penelitian melakukan pre-test dengan menggunakan

kuesioner skala kepatuhan Hill-Bone dan diukur tekanan darahnya.

Pengisian kuesioner untuk responden tersebut dilakukan melalui proses

wawancara oleh peneliti.

37
e. Tiap responden yang telah selesai diberikan pre-test dan diukur tekanan

darahnya, apabila termasuk di kelompok intervensi maka diberikan

perlakuan, yaitu pemberian booklet. Sedangkan responden yang termasuk

di kelompok kontrol, tidak diberikan perlakuan yaitu tidak diberikan

booklet.

f. Setelah 4 minggu dari pre-test, tiap responden diberikan post test. Post test

dilakukan dengan menggunakan kuesioner skala kepatuhan Hill-Bone

melalui wawancara oleh peneliti dan diukur kembali tekanan darahnya.

g. Data yang diperoleh kemudian direkapitulasi untuk dilakukan pengolahan

dan analisa data.

I. Pengolahan Data

Data diperoleh dengan mengumpulkan hasil jawaban dari kuesioner

kemudian dilakukan teknik pengelolaan data :

1. Coding

Setiap kuesioner yang telah diedit dilakukan pengkodean precording dan

postcoding.

2. Editing

Dilakukan untuk memeriksa ulang semua bagian dari kuesioner sudah

terisi dengan lengkap.

3. Tabulasi Data

Setelah pengumpulan data terkumpul selanjutnya data tersebut diolah

dengan tahapan editing dan tabulasi data dengan perhitungan persentasi.

38
4. Entry Data

Memasukkan data yang telah diedit ke komputer sesuai dengan kategori.

5. Cleaning

Mengoreksi kembali data yang telah diedit masuk untuk memastikan

bahwa data tersebut baik dan benar.

J. Analisis Data

Analisis data statistik terbagi menjadi 2 yaitu, analisis univariate dan

bivariate.

1. Analisis univariate

Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi serta proporsi dari variabel yang diteliti, seperti umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis obat hipertensi yang digunakan dan penyakit

penyerta yang diderita.

2. Analisis bivariate

Uji hipotesis komparatif variabel kategorik berpasangan digunakan uji

sampel T berpasangan. Uji ini digunakan jika data terdistribusi normal. Uji ini

digunakan untuk membandingkan adakah perbedaan tekanan darah sebelum dan

sesudah pemberian booklet. Selain itu, uji ini juga digunakan untuk melihat

perbedaan kepatuhan minum obat antara kelompok kontrol yang tidak diberikan

booklet dan kelompok intervensi yang diberikan booklet, pengukuran kepatuhan

minum obat pasien didapatkan dari hasil skor pengisian kuesioner skala kepatuhan

Hill-Bone.

39
Uji hipotesis korelasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji korelasi

Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara tekanan darah dengan skor

skala kepatuhan Hill-Bone.

K. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2019. Rincian

jadwal penelitian ini secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Jadwal penelitian

Bulan
Jadwal Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

1. Penelusuran
Literatur
2. Penyusunan
Proposal
3. Ujian
Proposal
4. Penelitian di
Puskesmas
Puuwatu
5. Penyusunan
Hasil
Penelitian
6. Ujian Akhir

40
DAFTAR PUSTAKA

Arfania, M dan Gita, M., 2018, Polifarmasi dan Kepatuhan Minum Obat pada
Pasien Geriatri dengan Penyait Kronis, Journal of Pharmaceutical Science
and Medical Research, 1 (2).

Arifin, M.B.H.M., I Wayan W., Ni Luh K.A.R., 2016, Faktor-Faktor yang


Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia di
Wilayah Kerja Upt Puskesmas Petang I Kabupaten Badung Tahun 2016,
E-Jurnal medika, 5 (7).
Ariyani, H., Dedi H., dan Anita L, 2018, Kepatuhan Pasien Hipertensi Setelah
Pemberian Pill Card Di Rs X Banjarmasin, Journal Of Current Pharmacy
Science, 1 (2).
Awad, Y.E., Bassima, E.G., Latifa, M.F., Hanan A.E.E.E., 2015, Compliance of
Hypertensive Patients with Treatment Regimen and Its Effect on Their
Quality Of Life, IOSR Journal of Nursing and Health Science, 4 (2).
Bhusal, A., Jadhav, P.R., dan Deshmukh, Y.A., 2016, Assessment of Medication
Adherence Among Hypertensive Patients: A Cross-Sectional Study,
International Journal of Basic & Clinical Pharmacology, 5 (4).
Cardenas, V.J., Prevalence of Adherence to Treatment in Homebound Elderly
People in Primary Health Care: A Descriptive, Cross-sectional,
Multicentre Study, Drugs Aging, 27 (8).
Cheong AT, Tong SF, Sazlina SG, 2015, Validity And Reliability Of The Malay
Version Of The Hill-Bone Compliance To High Blood Pressure Therapy
Scale For Use In Primary Healthcare Settings In Malaysia: A Cross-
Sectional Study, Malaysian Family Physician, 10 (2).
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., dan Black, H.R., 2003, The Seventh Report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure, JAMA
Chris, T., Frans, L., Sonia, H dan Eka, A.P., 2014, Kapita Selekta Kedokteran
edisi IV, Media Aesculaptis, Jakarta.
Corwin, E.J., 2009, Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Creswell, J.W., 2014, Research Design, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Culig, J. dan Marcel L., M., 2014, From Morisky to Hill-Bone; Self-Reports
Scales for Measuring Adherencet to Medication, Coll. Antropol, 38 (1).
Dasopang, E.S., Urip H dan Dharma L., 2015, Polifarmasi dan Interaksi Obat
Pasien Usia Lanjut Rawat Jalan dengan Penyakit Metabolik, Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia, 4 (4).

41
Dawes, M.G., Janusz, K., Graham, S., John, H dan Tina, K., 2010, The Effect Of
A Patient Education Booklet And Bp ‘Tracker’ On Knowledge About
Hypertension. A Randomized Controlled Trial, Family Practice Journal,
27;472–478.
Departemen Kesehatan RI, 2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
Tahun 2004. Penerbit Depkes RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2006, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Hipertensi, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2006, Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi dan Klinis, Jakarta.
Dewanti, S.W., Retnosari, A dan Sudibyo, S., 2015, Pengaruh Konseling dan
Leaflet terhadap Efikasi Diri, Kepatuhan Minum Obat, dan Tekanan Darah
Pasien Hipertensi di Dua Puskesmas Kota Depok, Jurnal Kefarmasian
Indonesia, 5 (1).
Dharmeizar, 2012, Hipertensi, Scientific Journal Of Pharmaceutical Development
and Medical Application, 25 (1).
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2017, Profil Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017, Kendari.
Efendi, F dan Makhfudli, 2009, Keperawatan Kesehatan Komunitas, Salemba
Medika, Jakarta.
Effendy, N., 1998, Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Fauzi, R dan Nisha, K., 2018, Apoteker Hebat, Terapi Taat, Pasien Sehat Paduan
Simel Mengelola kepatuhan Terapi, Siletto Indie Book, Yogyakarta.
Gunawan, G.S., 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FKUI, Jakarta.
Hazwan, A dan Gde Ngurah I.P., 2017, Gambaran Karakteristik Penderita
Hipertensi dan Tingkat Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Kerja
Puskesmas Kintamani I, Intisari Sains Medis, 8 (2).
Ibrahim, 2011, Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Hipertensi, Idea
Nursing Journal, 2 (2).
Idahcayati, K., 2017, Peningkatan Kepatuhan Pasien Hipertensi dengan
Pemberian Informasi Obat, Jurnal Kesehatan Bakti Tunak Husada, 17 (2).
James, P.A., 2013, 2014 Evidance-Based Guidline for Management of High
Blood Pressure in Adults : Report From the Panel Members Appointed to
the Eight Joint National Commite (JNC VIII). American Medical
Association : JAMA, 311 (5).

42
Jennifer F, David S, 2009 Clinical approach in treatment of resistant hypertension.
Dovepress Journal:Integrated Blood Pressure Control.
Jimmy, B dan Jimmy J., 2011, Patient Medication Adherence: Measures in Daily
Practice, Oman Medical Jornal, 26 (3).
Kemenkes RI. 2016. Permenkes RI No 25 Tahun 2016 Tentang Rencana Aksi
Nasional Kesehatan Lanjut usia. Depkes RI, Jakarta.
Khomaini, A., Siti, S., Aida, L. dan Esthika, D., 2017, Pengaruh Edukasi
Terstruktur dan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Usia Lanjut: Uji Klinis Acak
Tersamar Ganda, Jurnal Penyait Dalam Indonesia, Vol. 4 (1).
Krishnan, A, Garg, R, Kahadaliyanage, A 2013, Hypertension in the sount–east
asian region : an overview, Regional Health Forumvol, 17 (1).
Maindoka, F.S., Deby, M dan Gayatri, C., 2017, Kajian Interaksi Obat Pada
Pasien Geriatri Rawat Inap di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado,
Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmsi, 6 (3).
Nuraini, B., 2015, Risk Factor Of Hypertension, Journal Majority, 4 (5).
Nurfathiyah, P., 2014, Pengaruh Penggunaan Ilustrasi Dan Bahasa Pada Media
Booklet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Petani Di Kabupaten Muara
Jambi, Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains,16 (1).
Nurhidayat, S., 2015, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi, UNMUH
Ponorogo Press, Jakarta.
Pameswari, P., Auzal, H dan Lisa, Y., 2016, Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat
pada Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Mayjen H. A. Thalib Kabupaten
Kerinci, Jurnal Sains Farmai dan Klinis, 2 (2).
Pratiwi, Y.F dan Dyah I.P., 2017, Efektivitas Penggunaan Media Booklet
Terhadap Pengetahuan Gizi Seimbang Pada Ibu Balita Gizi Kurang Di
Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta, Jurnal
Kesehatan, 10 (1).
Presetiawati, I., Retnosari, A dan Rani S., 2017, Effectiveness of A Medication
Booklet and Counseling on Treatment Adherence in Type 2 Diabetes
Mellitus Patients, International Journal of Applied Pharmaceutics, 9 (1).
Priyanto, B., 2010, Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Keperawatan, Leskonfi, Jawa Barat.
Rahajeng E, Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Idonesia, Majalah Kedokteran Indonesia, 59 (12).
Rikomah, S.E., 2018, Farmasi Klinik, Penerbit Deebuplish, Yogyakarta.

43
Saepudin, Siwi, P., Puri, H., dan Endang, S.N., 2103, Kepatuhan Penggunaan
Obat pada Pasien Hipertensidi Puskesmas, Jurnal Farmasi Indonesia, 6
(4).
Sanah, 2017, Pelaksanaan Fungsi Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)
Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Di Kecamatan Long
Kali Kabupaten Paser, eJurnal Ilmu Pemerintahan, 5 (1).
Setyowati, D.R., Sudarso dan Wahyu U., 2011, Evaluasi Pola Peresepan
Berdasarkan beers criteria pada Pasien Geriatri Rawat Jalan pada Poli
Penyakit Dalam di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Periode Agustus 2010-Maret 2011, Jurnal Pharmacy, 8 (3).
Silalahi V., Wiwin., L., dan Mohammad H., 2018, Efektivitas Audiovisual dan
Booklet sebagai Media Edukasi untuk Meningkatkan Perilaku Skrining
IVA, Jurnal MKMI, 14 (3).
Siyad, A.R., 2011, Hypertension, Hyegia: Journal for Drugs and Medicine, 3 (1).
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P. dan
Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Uchmanowicz, Anna, C., Izabella, U., Joanna, R., dan Erika, S.F., 2018, Factors
Influencing Adherence to Treatment in Older Adults with Hypertension,
Original Article Clinical Intervention in Aging.
World Health Organization, 2005, Clinical Guidelines for The Management Of
Hypertension, WHO Regional Office for The Eastern Mediterania, Cairo.
World Health Organization, 2007. WHO Global Report on Falls Prevention in
Older Age. WHO, Perancis.
World Health Organization, 2013, A Global Brief Of Hypertension.
Wulandari, A.S., 2016, Efektivitas Pemberian Konseling Melalui Booklet
Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Perilaku, Kepatuhan dan Penurunan
Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Purworejo, Tesis,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

44
Lampiran 1. Lembar Pernyataan Persetujuan Berpartisipasi dalam Penelitian

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


THE MINISTRY OF RESEACH, TECHNOLOGY AND HIGHER
EDUCATION
KOMISI ETIK PENELITIAN LPPM UHO
THE ETHICAL COMMITTEE RESEARCH LPPM UHO
Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232,
Telp. (0401) 390105, Fax. (0401) 390006
e-mail: kep_lppmuho@yahoo.co.id

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama (inisial) :
Alamat :
No. Tlp/HP :
Bersedia menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Tinjauan
Tingkat Kepatuhan Menggunakan Skala Kepatuhan Hill-Bone pada Pasien
Hipertensi Geriatri yang Mendapat Booklet di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari”.
Prosedur penelitian ini adalah setiap pasien yang menjadi responden akan
diajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk kuesioner dan pemeriksaan tekanan
darah. Pemberian kuesioner dan pemeriksaan tekanan darah akan dilakukan
sebanyak dua kali dengan selang waktu empat minggu. Penelitian ini tidak akan
menimbulkan risiko dan dampak apapun terhadap responden, saya telah diberi
penjelasan mengenai hal tersebut. Dengan ini saya menyatakan dengan sukarela
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Kendari, ……….…...…2019

Peneliti Responden

(.........................................) (.........................................)

45
PENJELASAN:
Penjelasan tertulis dan lisan yang diberikan peneliti harus disampaikan
dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh subyek penelitian, serta meliputi hal-
hal berikut:
1. Penjelasan secara singkat tentang tujuan penelitian.
Saya, Rizki Cahyani Idha mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Halu
Oleo, akan melakukan penelitian tentang “Tinjauan Tingkat Kepatuhan
Menggunakan Skala Kepatuhan Hill-Bone pada Pasien Hipertensi Geriatri
yang Mendapat Booklet di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari”. Saya harap
Responden bersedia untuk ikut serta dalam penelitian saya.
2. Penjelasan tentang manfaat penelitian.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:
a. Bagi peneliti, agar dapat menyelesaikan tugas akhir serta menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit hipertensi dan penilaian
kepatuhan pasien.
b. Bagi masyarakat, agar dapat pengetahuan dan informasi tentang penyakit
hipertensi.
Partisipasi Responden dalam penelitian ini tidak akan menyebabkan
beban keuangan bagi Responden atau keluarga Responden.
3. Penjelasan tentang risiko.
Saat penelitian berlangsung kami usahakan tidak terjadinya risiko apapun,
apabila hal-hal yang tidak diinginkan terjadi maka kami selaku peneliti akan
bertanggung jawab dan akan selalu teliti dalam melakukan setiap perlakuan
penelitian ini.
4. Penjelasan tentang kerahasiaan.
Catatan tentang hasil pemeriksaan Responden akan saya rahasiakan.
Responden hanya akan dikenal dengan kode nomor saja, dan tidak akan
diketahui siapa yang ikut mengambil bagian dari penelitian ini.
5. Penjelasan tentang kontak yang bisa dihubungi jika ada pertanyaan tentang
penelitian.

46
Jika ada pertanyaan tentang penelitian ini, maka Responden bisa
menghubungi saya, Rizki Cahyani Idha, melalui telepon 0813-4044-8747,
atau Komisi Etik Penelitian LPPM Universitas Halu Oleo, Jl. H.E.A.
Mokodompit, Kendari-Sultra, Telepon: (0401) 390105,

Kendari, ……….…...…2019

Peneliti Responden

(.........................................) (.........................................)

47
Lampiran 2. Data Umum Peserta Kuesioner

KUESIONER PENELITIAN

No. Responden : ____________________________________________________

A. DATA UMUM
1. Nama : _________________________________________
2. Tempat, tanggal lahir : _________________________________________
3. Umur : _______ tahun
4. Jenis Kelamin : _________________________________________
5. Alamat : _________________________________________
6. No. Telepon : _________________________________________
7. Pendidikan terakhir :
a. SD
b. SLTP
c. SLTA
d. Akademi/PT
8. Pekerjaan :
a. Pensiunan/Tidak Bekerja
b. PNS/TNI/POLRI
c. Wiraswasta/Pedagang
b. Pegawai swasta
c. Ibu Rumah Tangga (IRT)
9. Waktu terakhir periksa ke Puskesmas/dokter : ______________________

B. PEMERIKSAAN
1. Tekanan darah (sebelum mendapat booklet) : ___________ mmHg.
2. Tekanan darah (setelah mendapat booklet) : ___________ mmHg.

48
Lampiran 3. Kuesioner Skala Kepatuhan Hill-Bone
Nilai
No. Pertanyaan Tidak Kadang- Sering Sangat Tidak
Selalu
pernah kadang sering tahu
1. Seberapa sering
anda lupa minum
1 2 3 4 8 9
obat
antihipertensi?
2. Seberapa sering
anda
memutuskan
1 2 3 4 8 9
untuk tidak
minum obat
hipertensi?
3. Seberapa sering
anda makan 1 2 3 4 8 9
makanan asin?
4. Seberapa sering
anda
mencampurkan
garam, penyedap
rasa, atau 1 2 3 4 8 9
pengaroma pada
makanan anda
sebelum
memakannya?
5. Seberapa sering
anda makan
makanan cepat
saji? (seperti
1 2 3 4 8 9
KFC, Texas,
Recheese factory
dan makanan
berlemak)
6. Seberapa sering
anda membuat
janji kunjungan
yang dijadwalkan
1 2 3 4 8 9
berikutnya
sebelum
meninggalkan
puskesmas?
7. Seberapa sering
anda melewatkan
janji kunjungan 1 2 3 4 8 9
ke dokter yang
dijadwalkan?

49
8. Seberapa sering
anda
meninggalkan
puskesmas tanpa
mengambil obat 1 2 3 4 8 9
yang diresepkan?
(Karena antrean
panjang, apotek
tutup, lupa)
9. Seberapa sering
anda kehabisan
1 2 3 4 8 9
obat
antihipertensi?
10. Seberapa sering
anda melewatkan
obat
antihipertensi 1 2 3 4 8 9
anda 1-3 hari
sebelum pergi ke
klinik?
11. Seberapa
seringkah anda
melewatkan
minum obat 1 2 3 4 8 9
antihipertensi
ketika merasa
lebih baik?
12. Seberapa sering
anda lewatkan
meminum obat
1 2 3 4 8 9
antihipertensi
ketika anda
merasa sakit?
13. Seberapa sering
anda meminum
obat 1 2 3 4 8 9
antihipertensi
orang lain?
14. Seberapa sering
anda tetap ingin
meminum obat
1 2 3 4 8 9
antihipertensi
ketika anda
kurang peduli?
(Sumber : Culig dan Leppe, 2014).
Keterangan :
a. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi.

50
Lampiran 4. Data Umum Responden
Jenis
Responden Umur Pendidikan Pekerjaan No. Hp Alamat
Kelamin

51
52
Lampiran 5. Daftar Obat yang Digunakan

Responden Nama Obat yang Digunakan Jumlah Obat

53
54
Lampiran 6. Data Rekam Medis Responden
No. Rekam
Responden Penyakit Penyerta Data Lab
Medis

55
56
Lampiran 7. Nilai Tekanan Darah Responden
Tekanan Darah (mmHg)
Responden
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi

57
Keterangan:
1 : Normal
2 : Prehipertensi
3 : Hipertensi Tingkat 1
4 : Hipertensi Tingkat 2
Lampiran 8. Skor Skala Kepatuhan Hill-Bone Responden
Skala Kepatuhan Hill-Bone
Responden
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi

58
Keterangan:
14 : Kepatuhan Tinggi
>14 dan ≤ 56 : Kepatuhan Sedang
> 56 : Kepatuhan Rendah
Lampiran 9. Nilai Tekanan Darah dan Skor Skala Kepatuhan Hill-Bone
Responden
Tekanan Darah (mmHg) Skala Kepatuhan Hill-Bone
Responden Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Intervensi Intervensi Intervensi Intervensi

59
60

Anda mungkin juga menyukai