Anda di halaman 1dari 16

erbedaan antara denyut vena jugularis dengan arteri karotis

Venous
Berdenyut ke dalam
Dua puncak dalam satu siklus (pada irama sinus)
Dipengaruhi oleh kompresi abdomen
Dapat menggeser earlobes (bila tekanan vena meningkat)
Arterial
Berdenyut keluar
Satu puncak dalam satu siklus
Tidak dipengaruhi oleh kompresi abdomen
Tidak menggeser earlobes

Tujuan
Adapun tujuan dari pengukuran JVP antara lain:
1. Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD)
2. Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure)

Kompetensi Dasar
Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas
level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin
dapat melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena
jugularis di atas sudut manubriosternal (Gambar 2). Tinggi sudut
manubriosternal di atas mid-right atrium selalu konstan, walaupun pasien dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri. JVP yang normal adalah kurang dari 4 cm
di atas sudut manubriosternal. (Waskito, 2008)

Gambar 2. Hubungan antara JVP,


atrium kanan dan manubriosternal
angle

Pada pasien dengan JVP yang sangat tinggi (mis. pada pericardial tamponade
atau
constrictive pericarditis), vena jugularis interna dapat terisi penuh saat pasien
berbaring 45,

sehingga pasien perlu didudukkan untuk dapat melihat ujung pulsasi. Bila JVP
terlihat di atas klavikula pada saat pasien duduk tegak, maka artinya tekanan
JVP meningkat. Pada saat pasien duduk tegak, kadang-kadang tidak adekuat
untuk memeriksa tekanan vena yang sangat tinggi. Maka pasien diminta untuk
menaikkan tangan sampai vena di belakang tangan kolaps dan periksalah
perbedaan tinggi tangan dengan atrium kanan atau sudut sternum. Contoh
bentuk gelombang tekanan jugular dapat dilihat pada Gambar 3. (Waskito, 2008)
Bentuk gelombang yang abnormal terjadi pada tricuspid regurgitation, yaitu
gelombang sistoliknya besar sehingga dapat teraba dan tidak dapat hilang bila
ditekan dengan jari. Penyebab peningkatan tekanan JVP adalah payah jantung
kongestif, dimana peningkatan tekanan vena menunjukkan kegagalan ventrikel
kanan. Peningkatan JVP yang tidak pulsatif, menunjukkan kemungkinan adanya
obstruksi vena kava superior. (Waskito, 2008)
Gambar 3. Berbagai jenis gelombang JVP
Penyebab dan ciri-ciri peningkatan JVP
Sering
Payah jantung kongestif
Tricuspid reflux
Bentuk gelombang normal
Gelombang V yang besar
Agak jarang
Pericardial tamponade
Massive pulmonary embolism
Peningkatan tekanan vena, pola gelombang sulit ditentukan karena pasien
menjadi hipotensi bila duduk
Jarang
Superior caval obstruction
Constrictive pericarditis
Tricuspid stenosis
Alat dan Bahan
2 buah penggaris (skala sentimeter)
Senter

Prosedur
1. Atur klien pada posisi supine dan relaks.
2. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:

o 15 - 30 (Luckman & Sorensen, 1993, p 1112; Lanros & Barber, 1997, p. 141),
atau
o 30 - 45 (LeMone & Burke, 2000, p. 1188), atau
o 45 - 90 pada klien yang mengalami peningkatan tekanan atrium kanan
yang cukup bermakna (Luckman & Sorensen, 1993, p 1112).
3. Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang
tajam.
4. Anjurkan kepala klien menengok menjauhi arah pemeriksa.
5. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.
6. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows)
vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna (bedakan denyutan ini
dengan denyutan dari arteri karotis interna di sebelahnya), jika tidak tampak
gunakan vena jugularis eksterna.
7. Tentukan titik tertinggi dimana pulsasi vena jugularis interna/eksterna dapat
dilihat (Meniscus).
8. Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur
tinggi pulsasi vena. Titik ini 4 5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
9. Gunakan penggaris.
o Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah satu ujungnya
menempel pada sudut sternum.
o Penggaris ke-2 diletakan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat
di titik tertinggi pulsasi vena (meniscus), sementara ujung lainnya ditempelkan
pada penggaris ke-1.
10. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi
vena (meniscus).
11. Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi
tempat tidur bagian kepala ditinggikan 30 - 45 (Luckman & Sorensen, 1993, p.
1113).
12. Catat hasilnya.

Menulis dan Membaca Hasil


Misal = 5+2
5: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium, dan ini adalah konstanta
+2: hasilnyameniscus

Hasil Pengukuran dan Interpretasinya


1. Nilai lebih dari normal, mengindikasikan peningkatan tekanan atrium/ventrikel
kanan, misalnya terjadi pada:

a. Gagal jantung kanan


b. Regurgitasi trikuspid
c. Perikardial tamponade
2. Nilai kurang dari normal, mengindikasikan deplesi volume ekstrasel.
3. Distensi unilateral, mengindikasikan obstruksi pembuluh pada salah satu sisi.

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Dengan kemajuan tehnologi di abad ini, kematian yang disebabkan penyakit


infeksi berkurang sedang penyakit system kardiovaskuler terus meningkat.
Berkurangnya penyakit infeksi ini kiranya disebabkan beberapa faktor yaitu :
- Perbaikan sosioekonomi masyarakat.
- Pemberantasan kuman penyakit yang efektif disertai dengan tindakan
pencegahan penularan penyakit yang lebih baik.
- Diketemukannya obat-obat antibiotika yang baru.
- Meningkatnya penyuluhan kesehatan dan majunya promosi
pengetahuan kesehatan.
Pada saat ini di negara yang maju, penyakit sistem kardisvaskuler merupakan
penyebab kematian yang paling utama (1). Penyakit sistem kardiovaskuler yang
pada saat ini merupakan masalah di masyarakat yang perlu segera ditangani
adalah penyakit tekanan darah tinggi. Mengingat prevalensinya cukup tinggi dan
pada umumnya sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa dirinya
menderita tekanan darah tinggi, kadang-kadang tekanan darah tinggi ini
diketemukan secara kebetulan waktu penderita datang
ke dokter untuk memeriksakan penyakit lain: Di Indonesia prevalensi tekanan
darah tinggi cukup tinggi, meskipun tidak setinggi di negara-negara yang sudah
maju, yaitu sekitar 10% (2,3,4): Sedangkan WHO memperkirakan bahwa 20%
dari umat manusia yang berusia setengah baya menderita tekanan darah tinggi
(5) Bila penyakit tekanan darah tinggi tidak diobati, tekanan darah semakin
meningkat dengan bertambahnya umur penderita, dan tekanan darah yang terus
meningkat dapat memberikan komplikasi pada jantung, ginjal dan otak
penderita. Oleh sebab itu penyakit tekanan darah tinggi harus segera
ditanggulangi. Usaha menanggulangi penyakit tekanan darah tinggi ini cukup
serius baik di dalam maupun di luar negeri.

B.

Analisis Masalah

Laki-laki 54 tahun.
Sesak nafas saat aktifitas ringan.
Batuk berdahak merah muda.
Berdebar-debar, sukar tidur, kencing berkurang.
Pernah menderita penyakit yang sama.
Kumat-kumatan sejak 1 bulan.

Pemeriksaan fisik : tekanan darah 180/100 mmHg, heart rate 120x/menit,


respiratory rate 32x/menit, suhu badan 36,50 C, JVP tidak meningkat.
Inspeksi : ictus kordis bergeser ke lateral bawah.
Palpasi : iktus kordus di SIC VI 2 cm lateral linea medioclavicularis.
Perkusi : Batas jantung kanan di SIC V parasternal kanan.
Auskultasi : Bunyi jantung 1 meningkat, bunyi jantung 2 normal, bising
pansistolik di apeks dan menjalar ke lateral, irama gallop positif. Paru : vesikuler,
ronkhi basal halus.
Pemeriksaan abdomen : tidak ada hepatomegali dan ascites.
Pemeriksaan laboratorium : Hb 14 g/dL, serum ureum: 65, serum kreatinin: 1.4.
EKG : LVH, LAH.
Foto polos : CTR 0,60, apeks ke lateral bawah, kardiomegali, pinggang jantung
menonjol.
Analisis gas darah: asidosis metabolik terkompensasi.

Dari skenario di atas didapatkan masalah-masalah, yaitu :


a)
Bagaimana patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme dari keluhankeluhan penderita?
b)

Apa diagnosis penyakit diatas ?

c)

Bagaimana hubungan antara faktor resiko dengan keluhannya saat ini?

d)

Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pasien?

e)

Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini ?

C.

Tujuan Penulisan

a)
Mengetahui patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme keluhan-keluhan
pada hipertensi dan gagal jantung.
b)
Mengetahui hubungan antara faktor resiko dengan gangguan pada
hipertensi dan gagal jantung.
c)
Menentukan diagnosis secara sistematis melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang.
d)
Mengetahui cara pencegahan, terapi serta prognosis dari gangguan sistem
kardiovaskuler pada kasus di atas.

D.

Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan laporan ini adalah :


a.

membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik;

b. mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar;


c. menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada
sistem kardiovaskuler; dan
d. menambah pengetahuan mahasiswa tentang terapi dan pencegahan
penyakit pada sistem kardiovaskuler.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan gaya utama yang mendorong darah ke sel
atau jaringan. Tekanan darah ini harus diatur secara ketat dikarenakan dua
alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya
dorong yang cukup agar organ otak atau jaringan lain menerima aliran darah
yang adekuat. Kedua, tekanan ini tidak boleh terlalu tinggi, sehingga
menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh
halus.5
Ada dua faktor penentu utama tekanan darah yaitu curah jantung
(cardiac output, CO) dan resistensi perifer total. Curah jantung merupakan
volume darah yang dipompakan oleh tiap-tiap ventrikel per menit. Curah jantung
ini dipengaruhi kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Kecepatan

denyut jantung terutama ditentukan oleh adanya perangsangan sistem saraf


otonom simpatis dan parasimpatis. Perangsangan simpatis akan menyebabkan
peningkatan kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraktil sel otot jantung.
Volume sekuncup adalah volume darah yang dipompa per denyut jantung yang
didapatkan dari pengurangan volume diastolik akhir (EDV) dengan volume
sistolik akhir (ESV). Volume sekuncup ini terutama dipengaruhi oleh besarnya
aliran balik vena ke jantung. Volume sekuncup akan meningkat jika terjadi
pengisian ventrikel (EDV) juga meningkat. Selain itu, volume sekuncup juga
dipengaruhi oleh adanya aktivitas simpatis yang akan meningkatkan
kontraktilitas jantung yang mengacu kepada kekuatan kontraksi pada setiap
volume diastolik akhir. Selain dipengaruhi oleh aktivitas simpatis, aliran balik
vena juga dipengaruhi oleh aktivitas pernapasan dan otot rangka, volume darah,
dan katup vena.5
Resistensi perifer merupakan tahanan pembuluh darah (terutama
arteriol) terhadap aliran darah. Resistensi ini terutama dipengaruhi oleh jari-jari
pembuluh darah dan viskositas darah. Secara biofisika, bahwa resistensi perifer
dapat dijabarkan dalam sebuah rumus menurut Hukum Pousteille5 yaitu:
R= 8L
r4
Keterangan: R = resistensi perifer
= viskositas darah
L = panjang pembuluh
r = jari-jari pembuluh

Dari persamaan di atas terdapat hubungan-hubungan dimana apabila viskositas


darah meningkat akan menyebabkan peningkatan resistensi dan apabila jari-jari
pembuluh semakin kecil maka resistensi besar. Panjang pembuluh pada
persamaan di atas tidak mempunyai pengaruh yang besar karena panjang
pembuluh darah di dalam tubuh relatif konstan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jari-jari pembuluh darah yaitu faktor
intrinsik (berupa perubahan metabolik lokal dan pengeluaran histamin) dan
faktor ekstrinsik (berupa kontrol saraf dan hormon). Perubahan metabolik yang
dapat menyebabkan relakasasi otot polos arteriol (vasodilatasi) adalah
pengingkatan CO2 dan asam serta osmolaritas, penurunan O2, pengeluaran
prostaglandin dan adenosin. Histamin merupakan mediator kimiawi lokal yang
menyebabkan relaksasi otot polos arteriol sehingga terjadi vasodilatasi pada
daerah lokal tersebut. Peningkatan aktivitas simpatis meimbulkan vasokontriksi
arteriol dimana serat-serat saraf ini mempersarafi otot polos arteriol di seluruh
tubuh, kecuali di otak. Hormon yang berpengaruh terhadap jari-jari pembuluh
adalah norepinefrin dan epinefrin yang dihasilkan oleh medulla adrenal yang
dirangsang oleh adanya perangsangan simpatis. Selain itu, hormon angiotensin II
dan vasopressin menyebabkan adanya retensi garam dan air dan vasokontriksi
pembuluh darah.3

B.

HIPERTENSI

Hipertensi adalah tekanan arteri yang tinggi dan abnormal pada sirkulasi
sistemik dengan nilai sistole minimal 140 dan diastole 90. Berdasarkan
etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu : 1. primer : hipertensi yang belum
jelas penyebabnya; 2. sekunder : hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Sebagian besar pasien hipertensi termasuk kategori primer (90%). Berikut
kriteria hipertensi.6
Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal

< 130

< 85

Normal Tinggi

130 139

85 89

Hipertensi

Stadium 1
140 159

90 99

Stadium 2
160 179

100 109

Stadium 3
180 209

110 119

Stadium 4
> 210

> 120

PATOFISIOLOGI
Berdasarkan hukun ohm tekanan darah arteri = Curah jantung (CO) x
Resistensi Perifer Total (TPR). Maka jika ada peningkatan pada CO dan TPR,
tekanan arteri akan meningkat. Contoh peningkatan CO adalah pada
perangsangan jantung yang berlebihan oleh katekolamin, sedangkan
peningkatan TPR pada perangsangan angiotensin II pada arteri.3,4

ANAMNESIS7,4

1.
Ditemukan tanda-tanda hipertensi : kaku tengkuk, kepala berat, sakit
kepala.
2.

Ada kelainan organ : mata kabur, sesak nafas, bengkak muka.

3.

Pola makan

4.

Riwayat keluarga.

5.

Sosial ekonomi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM7,4

1.

Renal fungsi tes : BUN, kreatinin dan asam urat.

2.

ECG dan foto thorak

PENATALAKSANAAN 7
1.

Bed rest.

2.

Diet tinggi kalori tinggi protein dan rendah garam.

3.

Medika mentosa :

Tahap 1 : Diuretik (Lasik Injeksi, Furosemid tablet)

Tahap 2 : Diuretik + Beta bloker (propanolol, maintate)

Tahap 3 : Diuretik + Ca Antagonis (Nifedipin, Verapamil, Diltiazem)

Untuk terapi tambahn bisa juga diberikan adrenolitik sentral dan


vasodilator.
4.

Terapi komplikasi

apopleksi cerebri

retinopati hipertensi

edema paru akut

gangguan fungsi ginjal

5.

Bila desertai faktor emosional diberi minor transquilizer.

KRISIS HIPERTENSI 7
Tensi > 200/100 mmHg disertai ancaman komplikasi target organ. Merupakan
keadaan emergensi sehingga harus diturunkan dalam waktu 1 jam. Biasanya
diberikan nifedipin sublingual dan klonidin injeksi.

C.

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Gagal jantung kongestif dimaksud adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan
oleh berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh,
disertai hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran balik vena.1

ETIOLOGI3

1.Kelainan otot jantung


2.Ateriosklerosis koroner
3.Hipertensi sistemik atau pulmonal
4.Peradangan atau degeneratif
5.Faktor sistemik : tirotoksikosis, hipokisa, anemia, asidosis dan
ketidakseimbangan elektrolit.

PATOFISIOLOGI3
1.Bila curah jantung berkurang sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila gagal maka
volume sekuncup akan beradaptasi untuk mempertahankan curah jantung.
2.Pada gagal jantung terjadi kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung
sehingga curah jantung normal tidak dapat dipertahankan.

KLASIFIKASI1,2
1.GAGAL JANTUNG KIRI
2.GAGAL JANTUNG KANAN

GAGAL JANTUNG KIRI

1.Gagal jantung kiri disebabkan oleh penyakit jantung


koroner, penyakit katup aorta dan mitral serta hipertensi
2.Gagal jantung kiri berdampak pada :
- Paru
- Ginjal
- Otak

GAGAL JANTUNG KANAN

1.Penyebab gagal jantung kanan harus juga termasuk semua yang dapat
menyebabkan gagal jantung kiri, seharusnya stenosis mitral yang menyebabkan
peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru.
2.Gagal jantung kanan dapat berdampak pada :
- Hati

- Ginjal
- Jaringan subkutis
- Otak
- Sistem Aliran aorta

MANIFESTASI KLINIS7
Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung kanan
dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tanda tanda gejala gagal jantung kongestif
biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral

Gagal Jantung Kiri


a. Dispneu
b. Orthopneu
c. Paroksimal Nokturnal Dyspneu
d. Batuk
e. Mudah lelah
f. Gelisah dan cemas

Gagal Jantung Kanan


a. Pitting edema
b. Hepatomegali
c. Anoreksia
d. Nokturia
e. Kelemahan

PEMERIKSAAN DIANOSTIK7
1Pada EKG ditemukan hipertropi ventrikel kiri, kelainan gelombang ST dan T
2.Dari foto torax terdapat pembesaran jantung dan bendungan paru.
3.Pada ekhokardiografi terlihat pembesaran dan disfungsi ventrikel kiri, kelainan
bergerak katup mitral saat diastolik.
4.Pengukuran tekanan vena sentral (CVP)

PENATALAKSANAAN7

- Diuretik dapat menurunkan tekanan dan volume pulmonal sehingga gejala


akan berkurang. Mengingat banyak penderita tergantung pada meningkatnya
tekanan pengisian untuk mempertahankan isi sekuncup yang adekwat maka
harus dihindari pemakaian diuretik berlebihan sebab bisa menimbulkan keadaan
curah jantung yang rendah. Azotemia akibat diuretik bisa ditemukan pada gagal
jantung diastolik.

- Pemberian nitrat akan memperbaiki gejala namun pemberiannya harus hatihati untuk menghindari
timbulnya hipotensi.
- Pemberian penyekat ACE dan antagonis reseptor angiotensin II memperbaiki
volume sekuncup dan
menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Dalam hal ini penyekat ACE dapat
memperbaiki relaksasi dan distensibilitas jantung secara langsung dan mungkin
mempunyai efek jangka panjang melalui kerjanya sebagai anti-hipertensi dan
dapat meregresi hipertrofi dan fibrosis miokard.
- Pemberian beta-blokade dan antagonis kasium (verapamil) akan memperbaiki
pengisian diastolik dengan memperlambat denyut jantung meskipun
pemberiannya harus hati-hati pada gagal jantung diastolik yang berat. Kedua
jenis obat ini menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri, juga dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
- Pemberian dobutamine atau milrinone sebaiknya diberikan secara berhati-hati
dan dengan pemantauan hemodinamik invasif oleh karena efek lusitropiknya.
- Fibrilasi atrium sangat mengganggu pada penderita dengan disfungsi diastolik
dan sering memicu timbulnya dekompensasi. Konversi fibrilasi atrium ke ritme
sinus dan mempertahankannya merupakan hal yang sangat penting.

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang pada penderita tersebut, kemungkinan penderita menderita gagal
jantung kiri. Gagal jantung tersebut disebabkan oleh hipertensi yang penderita
derita. Tidak adanya peningkatan JVP, hepatomegali, ascites, dan pembengkakan
pada kedua kaki pada pemeriksaan fisik menyingkirkan dugaan gagal jantung
kanan. Selain itu, sesak napas penderita pada aktivitas ringan dan mau tidur
serta auskultasi paru didapatkan suara vesikuler menyingirkan dugaan kelainan
penderita akibat sistem pernapasan. Berikut ini adalah hasil analisis lebih lanjut
penulis terhadap kasus dalam skenario.
Pada penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih tinggi
dari orang normal akibat adanya vasokontriksi pembuluh darah. Itu berarti
ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk melawan tahanan tersebut agar

ejeksi darah maksimal sehingga suplai darah ke semua jaringan tercapai sesuai
kebutuhannya. Ventrikel kiri kemudian mengompensasi keadaan tersebut
dengan hipertrofi sel-sel otot jantung. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle
hyperthropy, LVH) memungkinkan jantung berkontraksi lebih kuat dan
mempertahankan volume sekuncup walaupun terjadi tahanan terhadap ejeksi.
Namun, lama kelamaan mekanisme kompensasi tersebut tidak lagi mampu
mengimbangi tekanan perifer yang tetap tinggi. Kegagalan mekanisme
kompensasi menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri. Penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri akan diikuti oleh penurunan curah jantung yang
selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Semua hal tersebut akan
merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal seperti pengaktifan sistem
saraf simpatis dan sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron).
Pengaktifan sistem saraf simpatis akan meningkatkan kontraktilitas
jantung hingga mendekati normal. Hal itu terjadi karena saraf simpatis
mengeluarkan neurotransmiter (norepinefrin-NE) yang meningkatkan
permeabilitas Ca2+ membran. Hal tersebut meningkatkan influks Ca2+ dan
memperkuat partisipasi Ca2+ dalam proses kontraksi sel. Selain itu, stimulasi
simpatis juga menyebabkan vasokontriksi perifer yang bertujuan mencegah
penurunan tekanan darah lebih lanjut. Di sisi lain, penurunan curah jantung
menyebabkan penurunan perfusi jaringan organ tubuh lainnya. Salah satunya
adalah ginjal. Penurunan perfusi darah ke ginjal merangsang ginjal untuk
menurunkan filtrasi dan meningkatkan reabsorbsi. Peningkatan reabsorbsi inilah
yang menyebabkan kencing penderita berkurang dan peningkatan kadar serum
ureum (65 mg/dl) di mana harga rujukannya sebesar 10-50 mg/dl. Walaupun
terjadi penurunan filtrasi glomerulus, dalam keadaan mantap stabil laju filtrasi
kreatinin sama dengan laju ekskresinya. Hal inilah yang menyebabkan kadar
kreatinin serum penderita sebesar 1,4 mg/dl masih mendekati batas normal
(normal 0,6-1,3 mg/dl). Kedua hal di atas menunjukkan adanya penurunan fungsi
ginjal. Penurunan perfusi ginjal juga merangsang sel-sel juxtaglomerulus untuk
mensekresi renin. Kemudian renin menghidrolisis angiotensinogen menjadi
angiotensin I yang selanjutnya oleh angiotensin converting enzyme (ACE) akan
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II kemudian ditangkap oleh
reseptornya di pembuluh darah (vascular ATR1) dan terjadi vasokontriksi. Bila
angiotensin II diterima oleh reseptor sel korteks adrenal (adrenal ATR1) maka
korteks adrenal akan mensekresi aldosteron. Aldosteron kemudian diikat oleh
reseptornya di ginjal. Proses tersebut membuka ENaC (epithelial Na Channel)
yang menyebabkan peningkatan retensi Na+. Karena Na+ bersifat retensi
osmotik, peningkatan Na+ akan diikuti peningkatan H2O. Hasil akhir semua
proses tersebut adalah peningkatan aliran darah balik ke jantung akibat adanya
peningkatan volume intravaskuler.
Pada stadium awal gagal jantung, semua mekanisme kompensasi
neurohormonal tersebut memang bermanfaat. Akan tetapi, pada stadium lanjut,
mekanisme tersebut justru semakin memperparah gagal jantung yang terjadi
dan dapat menyebabkan gagal jantung tak terkompensasi. Mengapa hal tersebut
dapat terjadi? Pertama, setelah terpajan dalam jangka waktu yang lama, jantung
menjadi kurang tanggap terhadap NE. Akhirnya kontraktilitas jantung kembali
menurun. Kedua, aktivitas simpatis dan RAA tetap terjadi. Akibatnya
vasokontriksi, retensi cairan, peningkatan preload, dan peningkatan afterload
tetap terjadi. Sel-sel ventrikel semakin terenggang dan kekuatan kontraksinya
semakin menurun. Ventrikel kiri semakin tidak mampu memompa darah ke

sistemik. Darah menjadi terbendung di atrium kiri menyebabkan hipertrofi


atrium kiri (left atrium hyperthropy, LAH) sebagai mekanisme kompensasi.
Hipertrofi ventrikel akan menggeser letak musculus papillaris sehingga dapat
terjadi regurgitasi mitral fungsional (terdengar sebagai bising pansistolik di apex
yang menjalar ke lateral). Hal itu semakin memperberat kerja jantung dan
penanda adanya pembesaran jantung (kardiomegali) selain ditunjukkan oleh
ictus cordis yang bergeser ke lateral bawah dan batas jantung kiri bergeser ke
lateral bawah serta foto thorax CTR 0,60. Lama kelamaan akan terjadi kongesti
di vena pulmonalis. Tekanan intravaskuler vena pulmonalis yang semakin tinggi
menyebabkan cairan terdorong keluar dan terjadilah edema paru. Edema paru
menyebabkan pasien sering merasa sesak napas saat beraktivitas ringan dan
berbaring sebagai kompensasi akibat lumen bronkus dan alveolus mengecil yang
menyebabkan pertukaran gas terganggu. Mungkin itu menjadi salah satu
penyebab pasien sukar tidur. Pada edema paru, alveolus yang tergenang cairan
transudasi yang menimbulkan suara ronki basah basal halus saat auskultasi. Di
sisi lain, jaringan sistemik semakin kekurangan O2 dan proses metabolisme pun
berubah menjadi metabolisme anaerob. Akibatnya terjadi peningkatan produksi
asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik. Selain itu, pada gagal
jantung kiri asidosis metabolik disebabkan oleh oksigenasi arteri berkurang dan
peningkatan pembentukan asam di dalam darah akibat adanya penurunan
pertukaran O2 dan CO2 di dalam alveolus paru. Peningkatan ion hidrogen [H+]
merangsang kemoreseptor sentral sehingga terjadi hiperventilasi.
Pada pasien ditemukan adanya asidosis metabolik terkompensasi. Kondisi
ini menggambarkan adanya penurunan pH akibat penurunan kadar HCO3- dalam
darah dan terkompensasi oleh peningkatan ventilasi paru (hiperventilasi) yang
akan menurunkan PCO2 dan penambahan bikobarbonat baru ke dalam cairan
ekstraseluler oleh ginjal. Keadaan hiperventilasi pada pasien dapat ditunjukkan
oleh adanya respiration rate sebesar 32 kali/menit. Penatalaksanaan yang dapat
diberikan pada pasien adalah pemberian venodilator dan vasodilator untuk
menurunkan preload dan afterload. Selain itu pasien juga perlu diberi obatobatan inotropik seperti digitalis untuk meningkatkan kontraktilitas jantung.
Terapi non-farmakologis pada penderita dapat dilakukan berupa mengurangi
asupan lemak, garam sera minuman alhokol, mengurangi atau menurunkan
berat badan, latihan atau olah raga, dan berhenti merokok.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1.
Pasien kemungkinan menderita gagal jantung kiri akut akibat hipertensi
yang dideritanya. Pasien mengalami kardiomegali dan penurunan fungsi ginjal
akut.
2.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain pemberian venodilator,
vasodilator, dan inotropik untuk menurunkan beban jantung dan meningkatkan
kontraktilitas jantung.

B. Saran
1.
Penderita sebaiknya melakukan terapi nonfarmakologis berupa mengurangi
asupan lemak, garam sera minuman alhokol, mengurangi atau menurunkan
berat badan, latihan atau olah raga, dan berhenti merokok untuk membantu
penurunan tekanan darah selain menggunakan terapi farmakologis.
2.
Penderita sebaiknya melaksanakan terapi farmakologis dan nonfarmakologis secara teratur guna mengontrol tekanan darahnya.

Anda mungkin juga menyukai