Anda di halaman 1dari 94

PEDOMAN TEKNIS

BANGUNAN SEKOLAH TAHAN GEMPA

FKTGMVQTCV"RGODKPCCP"UGMQNCJ"OGPGPICJ"CVCU
FKTGMVQTCV"LGPFGTCN"RGPFKFKMCP"OGPGPICJ
MGOGPVGTKCP"RGPFKFKMCP"PCUKQPCN

i
ii
KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa disusun dengan latar belakang
banyaknya kejadian gempa bumi di wilayah Indonesia yang berpotensi menimbulkan
kerusakan pada sarana prasarana pendidikan, juga kemungkinan jatuhnya korban
jiwa dari pengguna bangunan sekolah.

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa di Indonesia perlu menjadi


langkah kebijakan antisipatif yang bersifat umum, terlebih ditujukan pada daerah-
daerah yang masuk dalam kategori zona rawan gempa.

Dengan telah diberlakukannya UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan


Gedung dimana setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsinya, maka bangunan sekolah sebagai
bangunan publik yang masuk dalam kategori bangunan dengan fungsi sosial dan
budaya, terikat untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal ini bangunan sekolah perlu memenuhi persyaratan keselamatan

Direktorat Pembinaan SMA, sebagai bagian dari stakeholder pendidikan


menengah dengan fungsi regulator, memandang strategis pentingnya pemenuhan
persyaratan keselamatan bangunan khususnya untuk meminimalisir kerusakan
bangunan sekolah dan kemungkinan jatuhnya korban jiwa yang timbul akibat gempa.
Untuk itu salah satu program yang dilaksanakan oleh Sub Direktorat Sarana dan
Prasarana pada tahun 2010 ini adalah mempersiapkan penyusunan Pedoman Teknis
Bangunan Sekolah Tahan Gempa, yang diharapkan dapat disosialisasikan dan menjadi
dasar perencanaan umum bangunan sekolah tahan gempa di sekolah menengah atas
(SMA) di seluruh Indonesia.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung
penyusunan pedoman teknis bangunan sekolah tahan gempa ini, kiranya dapat
menjadi sumbangsih bagi peningkatan kualitas pelayanan pendidikan khususnya di
bidang sarana dan prasarana.

Direktorat Pembinaan SMA

iii
iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Definisi Bangunan Sekolah Tahan Gempa ........................................... 2
1.3. Tingkat Keamanan Minimum Bangunan Sekolah Tahan Gempa .................. 3
1.4. Potensi Kerusakan Bangunan Sekolah Akibat Gempa ............................. 4
1.5. Aspek Hukum dalam Pemenuhan Fungsi Bangunan Sekolah ...................... 7
1.5.1. Ketentuan Hukum tentang Bangunan Tahan Gempa ..................... 7
1.5.2. Pelanggaran dan Sanksi ...................................................... 8

BAB 2 GEMPA BUMI DAN KONSEP BANGUNAN TAHAN GEMPA ................................ 11


2.1. Gaya Gempa dan Gaya Redam ....................................................... 11
2.2. Sistem Struktur Bangunan Sekolah .................................................. 16
2.3. Peta Zonasi Gempa Indonesia ........................................................ 17
2.4. Ketentuan Dasar Perencanaan Bangunan Sekolah Tahan Gempa ............... 20

BAB 3 PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN SEKOLAH TAHAN GEMPA ................. 25


3.1. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Tidak Bertingkat ............. 25
3.1.1. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding
Pasangan Bata ................................................................. 26
3.1.2. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding
Papan Kayu ..................................................................... 27
3.1.3. Rekomendasi Model Struktur Rangka dengan Dinding Pasangan
Bata atau Papan Kayu Per Provinsi ......................................... 28
3.2. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Bertingkat
dengan Konstruksi Beton Bertulang ................................................. 30

BAB 4 PELAKSANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN SEKOLAH TAHAN GEMPA ................. 41


4.I. Tata Cara Konstruksi Bangunan ...................................................... 41
4.2. Penggunaan Bahan Bangunan ........................................................ 52

BAB 5 PERBAIKAN DAN PERKUATAN BANGUNAN SEKOLAH ................................... 57


5.1. Identifikasi Kerusakan Akibat Gempa ............................................... 57
5.2. Jenis dan Metode Perbaikan .......................................................... 59

v
5.3. Teknik-teknik Restorasi pada Bangunan Sekolah .................................. 61
5.4. Teknik Perkuatan Pada Bangunan Sekolah .......................................... 61
5.5. Tipe-tipe Kerusakan ................................................................... 65
5.6. Sebab-sebab Kerusakan ............................................................... 66
5.7. Metode Perbaikan dan Perkuatan .................................................... 68
5.8. Estimasi Biaya untuk Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah ............. 84

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 87

TIM PENYUSUN ........................................................................................... 88

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gempa bumi di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terjadi di


banyak daerah. Mulai gempa bumi tektonik di Provinsi NAD dan Sumatera Utara yang
disusul oleh tsunami, hingga gempa vulkanik di beberapa wilayah gunung berapi
aktif di Indonesia. Letak geografis Indonesia yang terletak pada pertemuan antara
lempeng Australia (yang bergerak ke arah utara), lempeng Pasifik (yang bergerak
ke arah Utara-Barat) dan lempeng Eurasia, mengakibatkan peristiwa gempa sering
terjadi. Gempa tektonik berkekuatan kuat rata-rata terjadi 3 kali setiap 2 tahun di
Indonesia. Gempa tektonik ini terkadang menjadi pemicu terjadinya gempa vulkanik,
yang diakibatkan oleh pergeseran lempeng bumi.

Gambar 1- 1. Indonesia (lingkaran hijau) terletak pada pertemuan lempeng Australia, Pasifik dan Eurasia

Gempa bumi yang sering terjadi di wilayah Indonesia, baik yang bersifat
tektonik maupun vulkanik menimbulkan dampak kerusakan yang tidak sedikit
khususnya pada sarana dan prasarana maupun infrastruktur secara umum. Salah
satu kerusakan yang sering terjadi adalah pada bangunan, baik yang merupakan
prasarana umum, perkantoran, rumah tinggal dan bangunan lainnya. Langkah
antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya gempa merupakan langkah yang paling
efektif dalam meminimalisasi tingkat kerusakan dan kemungkinan jatuhnya korban.

Pendahuluan 1
Bangunan sekolah sebagai bangunan umum, merupakan salah satu bangunan
yang berpotensi mengalami kerusakan pada saat terjadinya gempa dan beresiko
terhadap jatuhnya korban, mengingat banyaknya jumlah pengguna bangunan yang
berada di dalam bagian bangunan pada saat yang sama.

SUMBER: hai-online.com
Gambar 1- 2. Kerusakan ruang kelas pada bangunan sekolah akibat gempa

Bangunan sekolah perlu direncanakan sebagai bangunan tahan gempa,


mengingat kerusakan pada bangunan sekolah dapat menganggu dan melumpuhkan
sebagian proses pelayanan pendidikan akibat sarana dan prasarana yang tidak dapat
dipakai sebagaimana mestinya. Hal ini yang melatar belakangi disusunnya pedoman
teknis bangunan sekolah tahan gempa. Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa
di Indonesia perlu menjadi langkah kebijakan antisipatif yang bersifat umum, terlebih
ditujukan pada daerah-daerah yang masuk dalam kategori zona rawan gempa.

1.2. Definisi Bangunan Sekolah Tahan Gempa

Bangunan sekolah tahan gempa merupakan bangunan sekolah yang mampu


meredam energi gempa yang terjadi, melalui kombinasi gaya dalam bangunan yang
dihasilkan dari komponen struktur dan non struktur bangunan. Sehingga apabila
terjadi gempa khususnya gempa dengan skala besar, bangunan sekolah dapat
memberikan perlindungan maksimal dimana penghuni bangunan memiliki kesempatan
untuk menyelamatkan diri sebelum terjadi keruntuhan atau meminimalisir terjadinya
tingkat kerusakan bangunan.

2 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Upaya untuk meminimalisir kerusakan bangunan sekolah dan kemungkinan
jatuhnya korban jiwa yang timbul akibat gempa, secara sistematis dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:

1) Memberlakukan standar perencanaan bangunan tahan gempa untuk bangunan-


bangunan sekolah SMA yang akan dibangun. Langkah ini ditujukan pada
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan sekolah baru atau
unit bangunan sekolah yang baru.

2) Melakukan upaya perkuatan, perbaikan dan peningkatan mutu bangunan


khususnya pada bangunan sekolah yang komponen strukturnya dinilai memiliki
kelemahan dalam meredam gaya gempa. Komponen struktur yang perlu mendapat
perhatian adalah hubungan kolom dan balok, hubungan kolom dan pondasi, serta
panjang penyaluran pembesian pada hubungan komponen struktur lainnya.

3) Memperbaiki dan memperkuat bangunan sekolah yang rusak (ringan dan sedang)
akibat gempa, sehingga kekuatan dan kekakuan bangunan menjadi lebih baik.
Langkah ini ditujukan untuk bangunan sekolah yang mengalami kerusakan akibat
gempa, baik rusak ringan, sedang dan berat.

Tiga langkah di atas merupakan upaya bagi tercapainya tingkat keamanan minimum
pada bangunan sekolah saat terjadinya gempa.

1.3. Tingkat Keamanan Minimum Bangunan Sekolah Tahan Gempa

Tingkat keamanan bangunan minimum yang terjadi pada bangunan sekolah


SMA harus setara dengan bangunan gedung yang masuk dalam kategori bangunan
tahan gempa, yaitu memenuhi kondisi sebagai berikut:

1) Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan sekolah tersebut tidak mengalami
kerusakan sama sekali.

2) Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan sekolah tersebut boleh rusak pada
elemen-elemen non-struktural (dinding, plafon, penutup atap, dll), tetapi tidak
boleh rusak pada elemen-elemen struktur.

3) Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat, bangunan sekolah tersebut dapat
mengalami dua kondisi:

• Bangunan sekolah tidak mengalami keruntuhan baik sebagian maupun


keseluruhan,

• Bangunan sekolah tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki,

• Bangunan sekolah boleh mengalami kerusakan, tetapi kerusakan yang terjadi


dapat diperbaiki dengan cepat sehingga dapat berfungsi kembali.

Pendahuluan 3
Tingkat kerusakan pada bangunan sekolah akan semakin besar apabila tidak
direncanakan sebagai bangunan yang dapat meredam energi gempa. Sehingga sering
dijumpai bangunan yang runtuh atau rusak total yang mengakibatkan jatuhnya
korban jiwa yang tidak sedikit. Tingkat kerusakan bangunan tergantung dari:

1) Kekuatan gempa (skala Richter) dan Intensitas gempa,

2) Durasi atau lamanya gempa berlangsung,

3) Kondisi tanah dan struktur geologi tanah (zona gempa),

4) Konfigurasi struktur bangunan,

5) Kekakuan struktur dan keseragaman pembebanan pada bangunan,

6) Kekuatan dan daktilitas (keteguhan) struktur bangunan,

7) Mutu bahan bangunan,

8) Mutu pengerjaan konstruksi bangunan.

SUMBER: padangkini.com SUMBER: padangkini.com

Gambar 1- 3. Bangunan sekolah dengan struktur bertingkat harus memenuhi tingkat keamanan minimum
sebagai bangunan tahan gempa

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa berkaitan erat dengan upaya


meminimalisasi potensi kerusakan yang terjadi, mulai dari tingkat kerusakan ringan
hingga berat.

1.4. Potensi Kerusakan Bangunan Sekolah Akibat Gempa

Potensi kerusakan bangunan sekolah akibat gempa yang perlu diantisipasi oleh
para pengelola sekolah diantaranya:

1) Pecahnya fondasi dan lantai yang mengakibatkan bangunan sekolah turun atau
miring, fondasi merupakan bagian dari komponen struktur bangunan.

4 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


SUMBER: arryshevche.mutiply.com

Gambar 1- 4. Bangunan sekolah yang mengalami keretakan pada fondasi hingga struktur atas

2) Dinding dan atau rangka pintu atau jendela retak atau pecah

SUMBER: gempasumatera.net SUMBER: alanmalingi.wordpress.com

Gambar 1- 5. Kerusakan bangunan sekolah pada dinding, rangka pintu dan jendela

Dinding, rangka pintu dan jendela merupakan komponen non struktur dari bangunan
sekolah.

3) Rangka bangunan sekolah, plafon, atap, mengalami pergeseran ke arah horizontal


dan menjadi labil, sehingga ikatan antara komponen struktur lepas.

SUMBER: sites.google.com SUMBER: adri waseno

Gambar 1- 6. Pergeseran horisontal yang mengakibatkan elemen struktur (kolom & ringbalk) lepas

Pendahuluan 5
Gaya geser horizontal akibat gempa memperlemah ikatan antara komponen
struktur (ring balk dan kolom) dengan komponen non struktur (dinding, plafon
dan atap).

4) Kemungkinan terjadi korsleting listrik yang dapat menimbulkan kebakaran,

SUMBER: chychuy.site90.com SUMBER: justnorman.wordpress.com

Gambar 1- 7. Kebakaran akibat korsleting atau kebocoran gas pada bangunan

Kebakaran yang diakibatkan korsleting pada Instalasi listrik dan kebocoran


pipa gas atau tabung gas elpiji dapat menjadi dampak susulan dari terjadinya
kerusakan bangunan akibat gempa.

5) Kerusakan yang paling total adalah robohnya bangunan sekolah tersebut

SUMBER: sains.kompas.com

Gambar 1- 8. Robohnya bangunan sekolah

Besarnya potensi kerusakan bangunan sekolah akibat terjadinya gempa,


memberikan pemahaman bahwa konstruksi bangunan sekolah harus mengikuti
kaidah perencanaan struktur bangunan tahan gempa.

6 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


1.5. Aspek Hukum dalam Pemenuhan Fungsi Bangunan Sekolah

Bangunan sekolah sebagai bangunan publik masuk dalam kategori bangunan


dengan fungsi sosial dan budaya, yaitu bangunan gedung untuk pelayanan
pendidikan.

Mengacu pada Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,


Pasal 7 ayat (1) bahwa: Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

Persyaratan administratif bangunan gedung, meliputi: persyaratan status hak


atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
Adapun prasayarat teknis mencakup: persyaratan tata bangunan dan persyaratan
keandalan bangunan gedung.

1.5.1. Ketentuan Hukum tentang Bangunan Tahan Gempa

Ketentuan hukum tentang bangunan tahan gempa diatur dalam sub prasyarat
keandalan bangunan gedung yaitu persyaratan keselamatan. Dimana lingkup dari
persyaratan keandalan bangunan gedung adalah persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan.

Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU


No 28/2002, menjelaskan lebih rinci tentang ketentuan persyaratan keselamatan
gedung yang diuraikan dalam pasal 32 dan 33 sebagai berikut:

• Pasal 32

Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung


untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam
mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

• Pasal 33

1) Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan


stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan
kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan
kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh


aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara
yang timbul akibat gempa dan angin.

Pendahuluan 7
3) Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa,
semua unsur struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur maupun
struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana
sesuai dengan zona gempanya.
4) Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara daktail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan
kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan gedung
menyelamatkan diri.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa
bumi dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.

Bangunan sekolah sebagai bangunan gedung dengan fungsi sosial budaya


harus memenuhi ketentuan hukum bangunan sekolah tahan gempa sebagaimana
diatur dalam pasal-pasal pada Undang-undang dan Peraturan Pemerintah di atas.

Disusunnya pedoman teknis bangunan sekolah tahan gempa ini merupakan


upaya pemenuhan terhadap persyaratan keselamatan pada bangunan sekolah.

1.5.2. Pelanggaran dan Sanksi

UU 28/2002 juga mengatur tentang sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana


dijelaskan dalam pasal 44, dimana: “Setiap pemilik dan/atau pengguna yang
tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau
penyelenggaraan bangunan gedung, dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi
pidana”. Adapun bentuk sanksinya dapat disarikan dari pasal 45, 46 dan 47 dalam
beberapa poin sebagai berikut:

• Pasal 45

1) Sanksi administratif dapat berupa:

a. peringatan tertulis,
b. pembatasan kegiatan pembangunan,
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan,
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung,
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung,
f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung,
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung,
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung, atau
i. perintah pembongkaran bangunan gedung.

8 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1)
dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai
bangunan yang sedang atau telah dibangun.

• Pasal 46

1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi


ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus)
dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda
orang lain.

2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi


ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 15% (lima belas per
seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan
bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup.

3) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi


ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 20% (dua puluh per seratus)
dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa
orang lain.

• Pasal 47

1) Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan yang
telah ditetapkan dalam undang-undang ini sehingga mengakibatkan bangunan
tidak laik fungsi dapat dipidana kurungan dan/atau pidana denda.

2) Pidana kurungan dan/atau pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) meliputi:

a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak 1% (satu per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya
mengakibatkan kerugian harta benda orang lain;

b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak 2% (dua per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya
mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain sehingga menimbulkan cacat
seumur hidup;

c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak 3% (tiga per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

Pendahuluan 9
Uraian tentang sanksi baik administratif maupun pidana akibat pelanggaran
memberikan gambaran tentang pentingnya pemenuhan ketentuan perundangan,
khususnya dikaitkan dengan ketentuan bangunan sekolah tahan gempa.

10 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


BAB 2

GEMPA BUMI DAN


KONSEP BANGUNAN TAHAN GEMPA

Gempa bumi adalah sebagian dari proses alam yang membentuk permukaan bumi
dan terbentuknya gunung , bukit dan lembah-lembah. Gempa bumi yang sering
terjadi adalah gempa tektonik yaitu terlepasnya energi pada kerak bumi yang
dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menimbulkan arah gaya yang tidak beraturan/
acak kesegala arah. Hal ini disebabkan terlepasnya tegangan akibat gesekan-gesekan
tanah pada lipatan-lipatan pada kulit bumi tersebut terlepas. Gempa bumi sangat
sering terjadi dimuka bumi akan tetapi sangat sedikit yang dapat dirasakan manusia
karena gempa tersebut terlalu lemah.

Pada prinsipnya gaya gempa bekerja sebanding dengan berat massa bangunan
dan dapat dirumuskan dengan hukum Newton ; F = m.a (m = massa bangunan, a
= percepatan yang dihasilkan). Sehingga semakin berat massa bangunan semakin
besar gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut. Hal ini sangat berpengaruh
pada konsep dasar perencanaan bangunan untuk dapat bertahan terhadap gaya
gempa yang timbul.

Gaya gempa yang bekerja pada elemen struktur dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:

Gaya Vertikal ; berpengaruh terhadap elemen bangunan pendukung gaya


normal, seperti kolom-kolom, jenis balok kantilever dan dinding-dinding pendukung.

Gaya Horizontal ; bekerja pada bangunan akibat respons bangunan dan


sistem pondasinya dan bukan disebabkan oleh percepatan gerakan tanah. Muatan
gempa horizontal dianggap bekerja dalam arah sumbu-sumbu utama bangunan yang
pada bangunan bertingkat tinggi gaya yang lebih menonjol adalah gaya-gaya dorong
yang berasal dari tiap lantai.

2.1. Gaya Gempa dan Gaya Redam

Gaya gempa yang terjadi pada bangunan merupakan respon bangunan


terhadap pergerakan tanah permukaan akibat gempa. Gaya gempa yang terjadi pada
bangunan dapat diformulasikan dengan hukum Newton sebagai berikut:

Gempa Bumi dan Konsep Bangunan Tahan Gempa 11


F=m.a

Dimana:

F = gaya gempa yang terjadi pada bangunan


m = massa bangunan
a = percepatan tanah akibat gempa

Gambar 2-1 : Respon bangunan terhadap pergerakan tanah permukaan akibat gempa

Hubungan dari formulasi gaya gempa di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Gaya gempa pada bangunan (F) berbanding lurus dengan massa bangunan (m)
dan percepatan tanah (a) akibat gempa. Besaran massa bangunan atau percepatan
gerakan tanah, berakibat pada besaran gaya gempa yang terjadi pada bangunan.

• Percepatan gerakan tanah (a) akibat gempa bumi, dipengaruhi oleh kondisi geologis
tanah sesuai zona gempa. Bangunan sekolah yang berada pada zona rawan gempa
(lihat gambar 2-9), akan memiliki percepatan pergerakan tanah yang lebih besar.

• Massa bangunan (m) dipengaruhi oleh tingkat konstruksi bangunan dan


pembebanan yang terjadi. Bangunan sekolah dengan bertingkat 3 (tiga) akan
memiliki massa bangunan yang lebih besar dibandingkan dengan bangunan
sekolah bertingkat 2 (dua), sehingga potensi besaran gaya gempa yang terjadi
pada bangunan akan lebih besar.

12 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Perencanaan bangunan tahan gempa dimaksudkan untuk membangun
bangunan sekolah yang dapat meredam gaya gempa yang terjadi dengan kekuatan
dan kekakuan struktur bangunan, sesuai dengan hukum Newton :

Aksi = Reaksi

Gaya gempa pada bangunan = Gaya inersia (dalam) bangunan

Gaya Inersia Bangunan

Gaya Gempa

Gambar 2-2 : Aksi dan Reaksi bangunan dari gaya gempa pada bangunan dan gaya dalam dari bangunan

Aksi yang berasal dari gaya gempa pada bangunan harus diimbangi atau
diredam oleh gaya inersia melalui kombinasi gaya dalam dari kekuatan dan kekakuan
komponen struktur (pondasi, sloof, balok, kolom) dan non struktur (dinding pemikul
dan dinding pengisi).

Penyaluran gaya gempa pada arah horizontal akan menyebabkan terjadinya


perubahan bentuk atau “deformasi” yaitu karena terjadinya tegangan-tegangan pada
seluruh bangunan terutama pada elemen-elemen pendukungnya.

Terdapat 4 (empat) jenis deformasi yang dapat terjadi pada struktur bangunan,
yaitu:

1. Deformasi Lentur

Terjadi pada struktur bangunan yang mempunyai massa yang terbagi rata.
Misalnya ; bangunan-bagunan dengan komposisi dinding-dinding masif dan solid
antara lain seperti dinding geser (shear wall), dinding pendukung beban vertikal
(bearing wall). Pada dasarnya terjadi pada bangunan yang dipenuhi oleh elemen-
elemen dinding yang struktural seperti pada sistem core, dimana hampir seluruh
dinding core dibungkus oleh dinding/elemen masif. Akibat langsung adalah adanya
bagian sisi bangunan yang mengalami gaya tekan dan dibagian sisi lainnya
mengalami gaya tarik. Bangunan terlihat “melentur”.

Gambar Sketsa :

Gempa Bumi dan Konsep Bangunan Tahan Gempa 13


Gambar 2-3 : Deformasi lentur pada struktur bangunan

2. Deformasi Geser

Terjadi akibat getaran horizontal kolom-kolom bangunan bertingkat banyak disertai


dengan sistem plat lantai yang kaku. Umumnya terjadi pada sistem struktur
rangka baja yaitu dimana plat-plat lantai kaku (sebagai diafragma) sedangkan
sistem rangka, yaitu pertemuan elemen rangka dan sambungan-sambungan
rangka kurang kaku. Struktur bangunan terlihat “doyong”

Gambar Sketsa :

Gambar 2-4 : Deformasi geser pada struktur bangunan

3. Deformasi Torsi

Terjadi akibat “twisting” dari massa bangunan yang mempunyai kekakuan yang
berbeda sebagi satu kesatuan. Misalnya pada bangunan dengan banyaknya
perbedaan distribusi kekakuan pada bagian-bagiannya. Bangunan terpatah-patah
pada arah vertikal. Setiap bagian bangunan mempunyai reaksi yang berbeda-
beda.

Gambar Sketsa :

14 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Gambar 2-5 : Deformasi torsi pada struktur bangunan

4. Deformasi Guling “Over Turning”

Terjadi efek guling akibat bagian dasar bangunan jauh lebih kaku dari bagian
diatasnya. Sebagai contoh pada bangunan-bangunan dengan sistem balok-balok
transfer yang kuat dan sangat kaku; pada podium-podium yang sangat kokoh,
sementara bagian bangunan yang menjulan tinggi tidak menyatu utuh dengan
dasarnya atau dudukannya.

Gambar Sketsa :

Gambar 2-6 : Deformasi guling pada struktur bangunan

Pada umumnya dalam suatu kejadian terdapat hanya satu jenis deformasi saja
yang lebih dominan, walaupun dalam kejadian tersebut terdapat lebih dari satu jenis
deformasi. Sebaiknya dalam merancang dan mendisain sistem struktur khusunya
bangunan tinggi, kekakuan dan kekuatan pada massa bangunan harus diusahakan
selalu menerus dengan utuh atau kontinuitas sistem struktur harus terjaga, baik
untuk kontinuitas elemen vertikal ataupun elemen horizontal.

Gempa Bumi dan Konsep Bangunan Tahan Gempa 15


Pengaruh gaya gempa dengan arah vertikal pada umumnya sudah diantisipasi
oleh kekuatan sistem kolom-kolom pada bangunan yang memang diperhitungkan
untuk gaya-gaya normal atau beban gravitasi, sehingga tidak berpengaruh besar
terhadap deformasi yang akan terjadi.

2.2. Sistem Struktur Bangunan Sekolah

Sistem struktur untuk bangunan sekolah pada umumnya hanya mengunakan


dua macam sistem struktur, yaitu:

1) Dinding pemikul

Dinding pemikul beban adalah dinding yang diperkuat dengan kerangka dari
kayu atau beton bertulang yang berfungsi sebagai pemikul beban-beban yang
diakibatkan oleh beban sendiri, beban gempa atau beban angin. Dinding pemikul
dapat berupa pasangan bata atau batako yang memikul beban.

2) Struktur rangka pemikul

Kerangka pemikul beban adalah kerangka baik yang dibuat dari kayu, beton
bertulang dan baja yang difungsikan untuk memikul beban-beban yang diakibatkan
oleh angin atau gempa, dimana dinding pengisi tidak diperhitungkan memikul
beban.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 2- 7. Dinding pemikul dari pasangan bata diperkuat oleh struktur rangka pemikul dari beton bertulang

16 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Jangkar
Ring
balk

Balok
lintel
Sloof

Kolom
SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 2- 8. Bangunan berlantai 2 dengan struktur rangka beton bertulang dan dinding pemikul dari pasangan bata

Model sistem struktur di atas memperlihatkan pasangan bata berperan sebagai


dinding pemikul, dimana beban berat sendiri, beban gempa, beban angin dan beban
kusen (jendela) dipikul dan diteruskan pada rangka pemikul beton bertulang dengan
adanya jangkar. Rangka pemikul merupakan kombinasi kolom, sloof, balok lintel dan
ring balk, yang menerima pembebanan dan selanjutnya disalurkan pada pondasi
bangunan.

Pasangan bata atau batako apabila tidak berfungsi sebagai dinding pemikul,
maka dapat pula hanya berfungsi sebagai dinding pengisi yang menambah kestabilan
dan kekuatan struktur rangka pemikul (balok dan kolom), dimana tidak ada penyaluran
angkur dari kolom ke dinding pasangan.

2.3. Peta Zonasi Gempa Indonesia

Peta zonasi gempa adalah peta yang menggambarkan besarnya koefisien


gempa pada suatu daerah yang sesuai dengan besaran kegempaannya. Peta zonasi
gempa disusun berdasarkan hasil analisis terhadap data gempa bumi yang tercatat
selama kurun waktu pengamatan terakhir, sehingga dapat disusun peta zona gempa
dengan informasi di dalamnya yang mencakup frekuensi kejadian gempa dan skala
besaran gempa sesuai dengan zona kegempaannya.

Gempa Bumi dan Konsep Bangunan Tahan Gempa 17


Peta zonasi gempa menjadi dasar perencanaan dan perancangan infra struktur
tahan gempa serta menjadi petunjuk teknik bagi penanggulangan gempa bumi dan
bencana ikutannya.

Indonesia telah berhasil menyusun peta gempa yang membagi wilayah Negara
Indonesia dalam 15 (lima belas) zona gempa. Pembagian dilakukan berdasarkan
respon spectra percepatan 1 detik di batuan dasar. Sehingga dapat ketahui pembagian
zonasi gempa di Indonesia sebagai berikut:

• Zona 1: < 0,05g • Zona 9 : 0,5 - 0,6g

• Zona 2: 0,05 – 0,1g • Zona 10: 0,6 – 0,7g

• Zona 3: 0,1 – 0,15g • Zona 11: 0,7 – 0,8g

• Zona 4: 0,15 – 0,2g • Zona 12: 0,8 – 0,9g

• Zona 5: 0,2 – 0,25g • Zona 13: 0,9 – 1,0g

• Zona 6: 0,25 – 0,3g • Zona 14: 1,0 – 1,2g

• Zona 7: 0,3g – 0,4g • Zona 15: > 1,2g

• Zona 8: 0,4g – 0,5g

Peta zonasi gempa pada gambar 2-9, oleh konsultan perencana bangunan dapat
menjadi dasar perhitungan dan informasi dalam perencanaan dan perancangan
bangunan sekolah tahan gempa di suatu daerah.

18 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Gempa Bumi dan Konsep Bangunan Tahan Gempa
Gambar 2- 9. Peta Zonasi Gempa Indonesia Tahun 2010 (KemenPU)

19
2.4. Ketentuan Dasar Perencanaan Bangunan Sekolah Tahan Gempa

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa bertujuan untuk mengoptimalkan


potensi gaya inersia bangunan agar dapat mengimbangi dan meredam gaya gempa
yang terjadi pada bangunan, untuk itu perlu memenuhi ketentuan dasar perencanaan
bangunan sekolah tahan gempa, yaitu:

1) Tata letak bangunan harus memenuhi konfigurasi struktur bangunan yang


sederhana dan simetris pada seluruh bagian bangunan

• Tata letak bangunan sekolah sederhana dan simetris terhadap kedua sumbu
bangunan dan tidak terlalu panjang. Perbandingan panjang dengan lebar
bangunan 2 : 1.

Y
CELAH DILATASI ± 10 cm

X
Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3 Lokal 4

Gambar 2- 10. Tata letak bangunan yang simetris dengan perbandingan P:L = 2:1

Apabila dimensi ruang kelas dengan ukuran simetris adalah 8 m x 8 m, maka


ketentuan ideal adalah maksimal 2 (dua) lokal dalam satu unit bangunan.
Sehingga apabila akan dibangun 2 (dua) lokal tambahan, harus dalam unit
bangunan yang terpisah. Dimana masing-masing unit bangunan diberi celah
dilatasi ± 10 cm. Ketentuan ini mengacu pada Pedoman Teknis Bangunan
Gedung Tahan Gempa, PU-Ciptakarya.

Perbandingan antara panjang dan lebar bangunan 2:1, mengkondisikan


kekakuan struktur pada arah sumbu-x dan sumbu-y tidak jauh berbeda.
Apabila 4 (empat) lokal berada dalam satu unit bangunan, maka kekakuan
bangunan secara keseluruhan pada arah sumbu-x akan menjadi sangat kuat,
dan kekakuan yang lemah terjadi pada arah sumbu-y. Sehingga diperlukan
disain struktur rangka yang memperkuat kekakuan pada arah sumbu-y.

20 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


• Bila dikehendaki denah bangunan gedung dan rumah yang tidak simetris,
maka denah bangunan tersebut harus dipisahkan dengan alur pemisah
sedemikian rupa sehingga denah bangunan merupakan rangkaian dari denah
yang simetris.

Bangunan simetris Bangunan simetris

Bangunan simetris

Bangunan simetris
Bangunan simetris

Celah dilatasi + 10 cm

Gambar 2- 11. Bangunan tidak simetris dengan alur pemisah

• Pada bangunan sekolah yang tidak memenuhi ketentuan di atas, perlu


memenuhi kaidah perencanaan dan perancangan bangunan tahan gempa
yang melibatkan konsultan perencana bangunan yang kompeten. Karena
sering dijumpai unit bangunan sekolah terdiri dari 3 (tiga) lokal ruang kelas,
sehingga tidak memenuhi kriteria rasio 2:1 untuk panjang : lebar bangunan.
Pada kondisi lain masih sering dijumpai unit bangunan sekolah yang tidak
simetris, baik berbentuk L maupun U, tanpa adanya celah dilatasi, sebagaimana
contoh di atas.

• Pemenuhan tata letak bangunan ini merupakan hal yang mendasar yang
sebaiknya dilaksanakan pada bangunan sekolah yang berada di zona rawan
gempa.

Gempa Bumi dan Konsep Bangunan Tahan Gempa 21


2) Distribusi berat bangunan sekolah harus merata, tidak terjadi penumpukan
pembebanan pada salah satu bagian bangunan baik arah horizontal maupun
vertikal.

Denah Lantai 2

Lokal 3 Lokal 4

Lantai 2

Denah Lantai 1

Lokal 1 Lokal 2
Lantai 1

Gambar 2- 12. Distribusi berat bangunan arah horisontal dan vertikal

• Unit bangunan sekolah harus menerima distribusi beban yang merata, sebagai
ilustrasi pada gambar di atas pembebanan pada 2 (dua) lokal di lantai 1 dan
lantai 2 akan relatif sama karena dipakai sebagai ruang kelas. Contoh kasus:
apabila lokal 4 beralih fungsi sebagai ruang perpustakaan maka akan terjadi
distribusi beban yang tidak merata, karena secara umum distribusi beban
akan lebih dominan pada ruang perpustakaan. Rekomendasi yang diberikan
adalah menggunakan lantai 1 untuk penempatan perpustakaan atau fungsi
ruang lainnya dengan distribusi beban yang relatif besar dan tidak merata.

• Semakin besar berat bangunan, makin besar pula daya massa jika terjadi
gempa bumi.

• Beban hidup maksimum yang diperkenankan untuk ruang kelas adalah 250
kg/m2 , sedangkan untuk ruang perpustakaan adalah 400 kg/m2. Beban hidup
ini harus sudah masuk dalam perencanaan bangunan.

• Perubahan fungsi ruang harus memperhitungkan beban disain yang telah


ditetapkan.

22 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


3) Struktur bangunan yang direncanakan harus sederhana, struktur yang sederhana
akan tahan pada kondisi gempa bumi yang keras. Struktur bangunan sekolah
pada umumnya bersifat sederhana.

SUMBER: norman – data digital SUMBER: norman – data digital

Gambar 2- 13. Struktur bangunan sekolah umumnya struktur sederhana, potongan melintang dari struktur
bangunan berlantai 2 (dua) disertai selasar bangunan

4) Tinggi bangunan sekolah sebaiknya tidak melebihi empat kali lebar bangunan.

• Standar sarana prasarana untuk SMA menetapkan bahwa jumlah lantai


maksimum untuk bangunan sekolah adalah 3 (tiga) lantai.

• Dengan lebar bangunan 8 m serta jarak antar as lantai bangunan adalah


4 m, maka apabila jumlah lantai bangunan sekolah adalah 3 (tiga) lantai,
dipastikan tidak melebihi 4 x lebar bangunan.

• Bangunan sekolah dengan jumlah lantai 4 (empat), direkomendasikan memiliki


lebar bangunan 8 m atau tidak melebihi rasio tinggi dan lebar bangunan yang
ditetapkan.

5) Struktur bangunan sekolah sebaiknya monolit, berarti seluruh struktur bangunan


dikonstruksikan dengan bahan bangunan yang sama karena pada saat gempa
terjadi, bahan bangunan yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda
pula.

• Struktur rangka beton bertulang dengan dinding pengisi bata atau batako
menjadi pilihan umum dalam sistem struktur bangunan sekolah.

• Bangunan sekolah dengan sistem struktur terdiri dari struktur rangka kayu
dengan dinding pengisi kayu atau semi permanen, masih dijumpai dibeberapa
daerah di Indonesia.

Gempa Bumi dan Konsep Bangunan Tahan Gempa 23


SUMBER: norman – data digital SUMBER: norman – data digital

Gambar 2- 14. Struktur rangka beton dan dinding bata (kiri) serta Struktur rangka kayu dan dinding semi permanen (kanan)

• Struktur yang monolit akan memberikan kontribusi terhadap kekakuan dan


kekuatan struktur bangunan secara keseluruhan. Untuk daerah rawan gempa
struktur rangka beton bertulang dengan dinding pengisi pasangan bata atau
batako merupakan pilihan yang direkomendasikan.

6) Pondasi berada pada tanah yang keras dan sekuat mungkin sehingga tidak akan
pernah patah pada saat gempa.

• Tidak diperkenankan pondasi berada pada dua kondisi tanah berbeda, tanah
keras dan tanah lunak (urugan) karena akan menyebabkan patahan pada
pondasi.

• Jenis pondasi dapat berupa pelat lantai beton bertulang atau pondasi batu kali
yang diperkuat dengan sloof beton bertulang.

7) Manajemen supervisi dan pengawasan saat pelaksanaan pembangunan bangunan


sekolah akan menjamin kualitas bangunan, sesuai dengan spesifikasi perencanaan
sebagai bangunan sekolah tahan gempa.

24 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


BAB 3

PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN


SEKOLAH TAHAN GEMPA

Perencanaan konstruksi bangunan sekolah tahan gempa, berdasarkan klasifikasi


tingkat bangunannya akan dibagi menjadi:

• Perencanaan konstruksi untuk bangunan sekolah tidak bertingkat, dan

• Perencanaan konstruksi untuk bangunan sekolah bertingkat.

Konsep perencanaan yang disampaikan dalam bab ini merupakan penjelasan


tentang prasyarat minimum dalam perencanaan konstruksi bangunan sekolah yang
bersifat umum dan perlu mendapat perhatian, dengan demikian tidak mengabaikan
aspek perencanaan yang dibuat oleh pihak sekolah yang melibatkan konsultan
perencana yang kompeten.

3.1. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Tidak Bertingkat

Perencanaan bangunan sekolah tidak bertingkat tahan gempa adalah dikaitkan


dengan pemenuhan syarat minimum bangunan tahan gempa. Sesuai dengan sistem
struktur yang dijumpai pada bangunan-bangunan sekolah di Indonesia.

Bangunan sekolah tidak bertingkat tahan gempa, akan dibagi menjadi:

• Bangunan sekolah dengan struktur rangka beton atau rangka kayu dengan dinding
pemikul pasangan bata.

• Bangunan sekolah dengan struktur rangka kayu dengan dinding pengisi kayu.

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 25


3.1.1. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding Pasangan
Bata

Syarat minimum yang harus dipenuhi dalam perencanaan pembangunan


bangunan sekolah dengan dinding pasangan bata, secara umum dapat dijelaskan
dalam ilustrasi gambar di bawah ini.

Untuk bangunan sekolah satu lantai dengan tembok bata, persyaratan minimum
bangunan yang harus dipenuhi adalah:

Bangunan terletak di atas tanah yang stabil

1) Denah bangunan sederhana dan simetris

2) Sloof diangkur ke pondasi

3) Gunakan bahan struktur atap dan penutup atap yang ringan, apabila memakai
konstruksi kayu gunakan kayu yang kering.

4) Dinding bata dipasang angkur setiap jarak vertikal 30 cm yang dijangkatkan pada
kolom.

Gambar 3- 1. Struktur rangka dengan dinding pemikul pasangan bata

26 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


5) Setiap luasan dinding 9 m2 harus dipasang kolom praktis

6) Dipasang balok ring yang diikat kaku dengan kolom

7) Seluruh kerangka bangunan harus terikat secara kokoh dan kaku

8) Komposisi bahan adukan beton adalah 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.

9) Setiap penggunaan 1 zak semen diperlukan kira-kira 5 ember (25 liter) air untuk
adukan beton.

10) Pelaksanaan dengan pendampingan tukang yang berpengalaman.

Detil ilustrasi bangunan sekolah tahan gempa dengan tembok bata dapat
diperkuat dengan perkuatan beton bertulang atau perkuatan kayu dapat dilihat pada
lampiran.

3.1.2. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding Papan


Kayu

Untuk bangunan sekolah satu lantai dengan tembokan kayu, persyaratan


minimum bangunan yang harus dipenuhi adalah:

1) Bangunan terletak di atas tanah yang stabil

2) Denah bangunan sederhana dan simetris

3) Sloof diangkur ke pondasi

4) Balok kayu (ring balk) dipasang keliling dan diikat kaku dengan kolom

5) Seluruh kerangka kayu harus terikat secara kokoh dan kaku

6) Pada tiap sudut (dinding lantai, atap) diberi skoor pengaku

7) Gunakan kayu kering dan pilih bahan atap yang ringan

8) Pilih bahan dinding yang ringan (papan) dan dipaku ke rangka dinding.

9) Rangka kuda-kuda papan kayu atau kuda-kuda gantung, pada titik simpul
sambungan kayu diberi baut dan pelat pengikat

10) Pelaksanaan dengan pendampingan tukang yang berpengalaman.

Syarat minimum yang harus dipenuhi dalam perencanaan pembangunan


bangunan sekolah dengan dinding pengisi papan kayu, secara umum dapat dijelaskan
dalam ilustrasi gambar di bawah ini.

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 27


Gambar 3- 1. Struktur rangka dengan dinding pengisi papan kayu

Detil ilustrasi bangunan sekolah tahan gempa dengan dinding kayu diperkuat dengan
perkuatan kayu dapat dilihat pada lampiran.

3.1.3. Rekomendasi Model Struktur Rangka dengan Dinding Pasangan Bata


atau Papan Kayu Per Provinsi

Disamping aspek teknis perencanaan bangunan sekolah juga perlu


mempertimbangkan kondisi alam dan ekonomi dimana bangunan sekolah didirikan.
Kondisi alam terkait keadaan geologis, yaitu karakteristik lapisan tanah pada suatu
wilayah yang berhubungan dengan perilaku pergerakan tanah serta daya dukungnya
terhadap bangunan yang ada di atasnya. Hal ini dapat tercermin pada peta wilayah
gempa Indonesia.

Kondisi ekonomi dikaitkan dengan kearifan lokal khususnya potensi material


pendukung pembangunan yang ada diberbagai wilayah Indonesia. Model struktur
rangka bangunan sekolah dengan tembok bata (dinding pemikul) atau kayu (dinding
pengisi) serta kombinasi dari keduanya, masih menjadi pilihan umum dan dijumpai pada
bangunan-bangunan sekolah eksisting. Hal ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi terkait
biaya pelaksanaan pembangunan yang menyesuaikan potensi kearifan lokal yang ada.

28 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Pada tabel di bawah ini ditampilkan rekomendasi model struktur rangka dengan
dinding pemikul atau pengisi yang direkomendasikan pada masing-masing provinsi.

Vcdgn"5/"30
Tgmqogpfcuk"Oqfgn"Mqpuvtwmuk"Dcpiwpcp"fgpicp"Ogorgtvkodcpimcp"Mqpfkuk"Igqnqiku"fcp"
Rqvgpuk"Nqmcn

Sumber: Permenkimpraswil: No. 403/KPTS/M/2002

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 29


3.2. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Bertingkat dengan
Konstruksi Beton Bertulang

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa salah satunya ditujukan agar


struktur bangunan sekolah memiliki daktilitas yang baik terhadap beban gempa.
Daktilitas adalah kemampuan struktur bangunan untuk mempertahankan kekuatan
dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri walaupun
sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Sesuai dengan dengan tingkat
keamanan minimum bangunan sekolah yang dijelaskan sebelumnya.

Penempatan dan pengaturan tulangan, terutama pada sambungan-sambungan


merupakan upaya untuk mengkondisikan struktur rangka yang daktail, sehingga
harus mendapat perhatian atau pengawasan khusus. Ujung-ujung tulangan harus
dijangkarkan dengan baik. Pada setiap penampung balok dan kolom harus terpasang
minimum empat batang besi tulang.

Adapun detail dimensi struktur rangka beton dan luas minimum tulangan
beton pada masing-masing komponen struktur, sepenuhnya mengikuti disain
perencanaan bangunan sekolah bertingkat yang telah dibuat oleh konsultan perencana
bangunan.

Gambar di bawah ini menjelaskan lokasi hubungan sambungan komponen


struktur beton bertulang untuk bangunan gedung bertingkat, yang harus memenuhi
syarat daktilitas sebagai bangunan sekolah bertingkat tahan gempa.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3-3 Sistem struktur rangka pemikul beban dari beton bertulang

30 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Kriteria minimum yang harus dipenuhi dari bangunan gedung bertingkat dengan
struktur beton bertulang, diantaranya:

• Kekuatan tekan beton minimum 175 kg/cm2, dan kekuatan tarik baja 2400 kg/
cm2.

• Diameter tulangan sengkang minimum baik untuk balok maupun kolom adalah Ø
8 mm, jarak sengkang dan luas tulangan atas dan tulangan bawah dari balok dan
plat harus dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku, begitu juga untuk luas
tulangan untuk kolomnya.

• Pada setiap penampang balok dan kolom harus terpasang minimum empat batang
besi tulang.

Beberapa detil hubungan dari struktur rangka beton bertulang dari gambar 3.3 di
atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Hubungan plat lantai dengan balok

Gambar berikut adalah detail hubungan plat lantai dengan balok, tulangan atas
plat menerus melewati balok bagian dalam dan ditekuk ke bawah hingga 40 d.
Untuk mendapatkan panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan
plat. Tulangan plat bawah menerus ke dalam balok dan tidak perlu ditekuk.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 4. Hubungan pelat lantai dengan balok

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 31


2) Hubungan balok anak dan balok induk

• Tulangan atas balok anak menerus melewati balok induk bagian dalam dan
ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran,di
mana d adalah diameter tulangan balok anak.

• Tulangan bawah balok anak menerus ke dalam balok induk dan ditekuk ke
atas hingga 30 d untuk panjang penyalurannya.

• Jarak sengkang maksimum (s1) untuk balok anak adalah 2/3 tinggi balok
anak atau 20 cm. Diambil yang terkecil.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 5. Hubungan balok anak dan balok induk

32 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


3) Hubungan balok atap dengan kolom pinggir (Detail A)

• Tulangan atas balok atap menerus melewati kolom bagian dalam dan ditekuk ke
bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran, di mana d adalah
diameter tulangan balok atap . Tulangan bawah balok atap menerus ke tengah
kolom dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk panjang penyalurannya.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 2. Hubungan balok atap dengan kolom pinggir

• Jarak sengkang maksimum balok anak di sepanjang 2 kali tinggi balok atap (s2)
dari muka kolom adalah ¼ tinggi balok anak atau 16 kali diameter tulangan
balok atap atau 15 cm, diambil yang terkecil. Jarak sengkang maksimum
balok atap di tengah bentang (s3) adalah jarak terkecil dari ½ tinggi balok
atap atau 15 cm.

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 33


• Sengkang kolom menerus hingga melewati ke dalam balok atap. Jarak
sengkang (s4) maksimum untuk kolom di sepanjang mulai dari atas balok
atap sampai dengan 1/6 kali tinggi kolom, atau 45 cm dari permukaaan
bagian bawah balok atap adalah 10 cm, Jarak sengkang maksimum untuk
kolom di bagian tengah (s5) adalah ½ lebar kolom atau 20 cm, diambil yang
terkecil. Sengkang balok atap tidak menerus melewati kolom tapi berhenti di
sejarak (s6) maksimum 7,5 cm dari muka kolom. Panjang penyaluran pada
sambungan besi tulangan pada kolom maupun balok adalah minimum 40 d,
dengan d adalah diameter tulangan balok atau kolom. Sambungn besi harus
ditempatkan pada ¼ bentang balok atau di setengah tinggi kolom.

4) Hubungan balok lantai dengan kolom pinggir (Detail B)

Gambar dibawah ini merupakan sketsa detail penulangan pada hubungan balok
lantai dengan kolom pinggir, Ketentuan jarak sengkang, panjang penyaluran dan
penempatan sambungan adalah sama dengan ketentuan yang telah dijelaskan
pada bagian sebelumnya.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 3a. Hubungan balok lantai dengan kolom pinggir

34 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 4b Detail B, penulangan hubungan balok lantai dengan kolom pinggir

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 35


5) Hubungan balok lantai dengan kolom tengah (Detail C)

• Tulangan memanjang atas pada balok didaerah sepanjang 2 kali tinggi balok
dari muka kolom harus dipasang 3 batang tulangan, sedangkan ditengah
bentang minimal 2 batang.Tulangan memanjang bawah pada balok harus
dipasang minimal 2 batang di sepanjang bentang balok.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 5. Hubungan balok lantai dengan kolom tengah

• Tulangan memanjang pada kolom minimum 4 batang di sepanjang ketinggian


kolom.

• Baik tulangan memanjang balok maupun kolom harus menerus dan saling
melewati panel hubungan kolom dan balok.Kolom harus menerus melewati
panel hubungan balok dan kolom.

36 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


6) Hubungan pondasi menerus batu kali dengan kolom sudut

• Tulangan memanjang kolom harus menerus melewati balok sloof dan ditekuk
ke dalam balok sloof hingga panjang 40 d untuk panjang penyaluran, dimana
d adalah diameter tulangan memanjang kolom.

• Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati dan ditekuk ke balok


sloof yang lainya yang saling tegak lurus.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 6. Hubungan pondasi menerus batu kali dengan kolom sudut

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 37


7) Hubungan pondasi menerus batu kali dengan melewati kolom tengah

• Tulangan memanjang kolom menerus melewati balok sloof dan ditekuk ke


dalam balok sloof disebelah kiri dan kanan kolom (panjang penyaluran sama
dengan ketentuan sebelumnya).

• Balok sloof dengan pondasi dihubungkan dengan angkur dari besi dengan
diameter 12 mm, dan dipasang pada setiap 1,5 m.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 7. Detail penulangan pada hubungan kolom tengah denghan sloof

38 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


8) Hubungan kolom, balok sloof/balok pengikat dengan pondasi setempat dari beton
bertulang.

• Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati kolom dan ditekuk ke


atas. Tulangan memanjang kolom terus menerus masuk ke pondasi setempat
dan ditekuk ke kanan dan ke kiri di dalam telapak pondasi.

• Tulangan sengkang kolom melewati balok sloof dengan jarak sengkang seperti
terlihat pada gambar di atas.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 8a. Detail penulangan pada hubungan balok pengikat/sloof dengan kolom
(alternatif jika digunakan fondasi setempat )

Perencanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 39


SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3.10b Detail penulangan pada hubungan balok pengikat/sloof dengan kolom ( lanjutan )

40 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


BAB 4

PELAKSANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN


SEKOLAH TAHAN GEMPA

4.1.1 Tata Cara Konstruksi Bangunan

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan sekolah tahan gempa menentukan


kualitas bangunan, oleh karenanya harus mengikuti dan memperhatikan tahapan
pelaksanaan dalam membuat konstruksi bangunan.

1) Pemasangan papan bouwplank

• Bouwplank adalah panduan untuk semua peil bangunan. Sebelum mulai


pekerjaan galian tanah, bouwplank harus sudah terpasang. Patok kayu kaso
dibuat setiap 2 meter untuk dudukan papan bouwplank ukuran 2/20. Bagian
sisi atas diratakan dengan serut.

SUMBER: sipil93.com SUMBER:building-smart.blogspot.com

Gambar 4- 1. Pemasangan bouwplank pada pekerjaan fondasi bangunan

• Permukaan atas bouwplank harus horizontal atau mendatar, dengan bantuan


selang air. Pada permukaan atas papan inilah nantinya dibentangkan benang
yang akan menjadi as atau pedoman denah bangunan. Pertemuaan as dinding
harus siku atau tegak lurus.

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 41


2) Galian Fondasi

• Pengalian tanah untuk pasangan fondasi, dalamnya galian umumnya


disesuaikan dengan syarat-syarat kedalaman galian yang ditentukan. Untuk
bangunan tidak bertingkat, galian fondasi dilakukan hingga mencapai tanah
keras/asli.

SUMBER:smkn1bansari.wordpress.com SUMBER: picasaweb.google.com

Gambar 4- 2. Galian fondasi batu kali dan fondasi telapak beton bertulang

• Jenis tanah di mana fondasi dibuat bisa bermacam-macam, ada yang lunak
dan ada yang keras. Pada kedua jenis tanah tersebut fondasi yang kuat bisa
dibangun. Tanah tidak perlu digali terlalu dalam kalau kondisi tanah tersebut
cukup keras dan memenuhi persyaratan kepadatan yang ditentukan. Dalam
keadaan ini, galian fondasi tidak perlu terlalu dalam, cukup minimal 45 cm
saja.

• Kalau tanahnya lunak, harus dibuat fondasi yang lebar dan dalam. Sebaiknya
seluruh galian fondasi kemudian diisi dengan bahan batu kali, beton, dsb.

3) Pasangan fondasi batu kali

• Fondasi merupakan kaki dari konstruksi bangunan. Kaki ini befungsi untuk
meneruskan beban struktur bangunan ke dalam tanah. Sistem fondasi
bekerja secara simultan dengan elemen konstruksi lainnya seperti kolom guna
menahan beban dan berat bangunan.

• Penentuan jenis fondasi ditentukan berdasarkan besar beban yang akan


ditahan, daya dukung tanah, posisi dari tanah keras yang ada, dan jenis bahan
bangunan yang akan digunakan.

42 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


SUMBER: building-smart.blogspot.com SUMBER: kaskus.us

Gambar 4- 3. Fondasi batu kali yang telah disertai angkur untuk disalurkan ke balok sloof,
baik dari beton bertulang maupun balok kayu

• Pada pekerjaan pasangan fondasi, tahapan pekerjaan yang pertama adalah


mempersiapkan lahan siap bangun dengan membersihkan lahan dari segala
material, semak tanaman, akar pohon, dan konstruksi lama yang masih
tertanam.

• Selanjutnya galian tanah dibuat hingga kedalaman tanah keras, minimal 60


cm. Alas fondasi ditaburi lapisan pasir pasang 5 cm. Aanstamping dipasang
memakai batu belah kecil, panjang 15 cm yang ditata berdiri. Lapisan
aanstamping ini direkatkan dengan taburan pasir yang disiram air.

• Fondasi dibuat dengan menyusun batu kali selapis demi selapis, direkatkan
dengan adukan semen-pasir 1 pc: 6ps. Batu fondasi dipilih dari batu pecah
yang memiliki Ø rata-rata 30 cm, bertekstur kasar dan keras.

• Pada setiap pertemuan dinding disiapkan lubang pada fondasi untuk


penempatan tulangan kolom masuk ke badan fondasi.

• Fondasi harus dilengkapi angkur besi Ø8 m ke dalam sloof, dengan jarak tiap
angkur 60 cm.

Angkur D-8mm
SUMBER: Teddy Boen & Rekan - WSSI

Gambar 4- 4. Angkur besi dari fondasi batu kali ke dalam sloof

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 43


• Harus dihindarkan penempatan fondasi pada sebagian tanah keras dan
sebagian tanah lunak.

• Sangat disarankan menggunakan fondasi menerus, mengikuti panjang denah


bangunan,

4) Pasangan fondasi plat beton bertulang

• Fondasi plat beton pada umumnya diterapkan pada bangunan dua lantai,
namun tidak jarang bangunan satu lantai memakai fondasi plat yang
diposisikan pada lokasi dimana beban bangunan pada titik tersebut cukup
besar, khususnya untuk mendukung kolom tumpuan bagi dudukan balok kayu
atau beton bertulang.

SUMBER: norman-data digital SUMBER: marchelanugrahsakti.co.cc

Gambar 4- 5. Fondasi telapak beton bertulang

• Pekerjaan yang dilaksanakan dimulai dari galian tanah dibuat hingga kedalaman
tanah keras, minimal 60 cm. Alas fondasi ditaburi lapisan pasir pasang 5 cm.
Siapkan bekisting dan pembesian fondasi. Untuk fondasi plat beton praktis
gunakan Ø 12, sedangkan untuk sengkang kolom fondasi memakai Ø 10.
Pembesian fondasi pelat beton praktis dengan dimensi 80cm x 80cm atau
100cm x 100cm tersedia di pasaran.

• Pengecoran dilakukan secara bertahap mulai dari telapak fondasi kemudian


dilanjutkan pada kolom fondasi hingga pertemuan dengan sloof.

44 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


5) Pasangan sloof

• Setelah fondasi selesai dibuat, disiapkan tulangan di atas fondasi menerus.


Tulangan yang digunakan yaitu tulangan pokok 4 x Ø 12 mm dengan sengkang
Ø 8 mm jarak 25 cm. Sloof beton tersebut di cor dengan dimensi 15 x 20 cm.

SUMBER: erwin4rch.wordpress.com

Gambar 4- 6. Pekerjaan pengecoran balok sloof bersamaan dengan peletakan pembesian kolom

• Begisting atau cetakan cor menggunakan papan cor maupun batu bata.
Pertemuan sloof (sudut L,T) tulangan pokok diharuskan dengan sambungan/
overstek 40 d. Setiap ujung besi harus diberi hak.

6) Pasangan dinding bata

• Pasangan batu bata adalah susunan batu bata dengan macam-macam ikatan
tertentu dan diikat dengan bahan pengikat yang disebut mortar atau adukan
semen/ pasir.

• Pasangan bata dibangun berdasarkan aturan berikut. Pada 2 buah lapisan


yang berurutan siar tegak tidak boleh segaris dengan lapisan diatas atau
dibawahnya.

• Pasangan batu bata harus betul-betul tegak, lurus, dan datar. Selisih antara
lapis pertama dengan lapis kedua harus ½ panjang bata siar tegak dan siar
datar memiliki ketebalan maksimal 1,5 cm.

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 45


• Setiap 6 (enam) lapis bata atau batako dipasang jangkar Ø-8mm sepanjang
40 cm, disalurkan ke dalam tulangan kolom

Jangkar Dia.-8mm

SUMBER: Teddy Boen & Rekan - WSSI

Gambar 4- 7. Penjangkaran dari pasangan bata / batako ke dalam tulangan kolom

SUMBER: ideaonline.co.id SUMBER: farm3.static.flickr.com

Gambar 4- 8. Pasangan bata merah dan batako

• Dinding bata sebaiknya ditutup dengan plesteran agar tampak rapi dan
halus. Plesteran dinding berfungsi untuk melindungi konstruksi dinding dari
pengaruh cuaca dan memberikan permukaan dinding yang halus dan rata
serta memberikan keindahan pada bangunan.

• Persyaratan adukan plesteran mengikuti ketentuan berikut. Untuk lapisan


dasar (penghubung) dibuat berbandingan 1ps : 4ps, adukan dibuat encer,
dengan tebal lapisan dasar 10 mm. Untuk lapisan kedua (perata) dibuat dalam
perbandingan 1 pc : 6 ps dengan tebal lapisan 6 mm. Untuk lapisan finishing
(akhir) dibuat campuran 1 pc : 2 ps halus dengan tebal 3 mm.

46 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


7) Pekerjaan Pembesian

• Pekerjaan penulangan besi terdiri atas pekerjaan pemotongan tulangan


sesuai dengan rencana ukuran dengan toleransi yang disyaratkan
pembengkokkan petulangan berupa/ hak dan begel, sesuai dengan bentuk
yang direncanakan.

• Persyaratan pemasangan tulangan mengikut aturan berikut. Tulangan harus


bebas dari kotoran, lemak, dsb. Yang akan mengurangi daya lekatnya. Tulangan
harus dipasang sedemikian rupa agar selama dan sebelum pengecoran tidak
berubah tempatnya. Dimensi penulangan harus memperhatikan ketebalan
penutup beton.

• Salah satu sifat beton bertulang adalah beton dan baja mempunyai angka
muai yang hampir sama sehingga pada perubahan suhu hanya akan sedikit
saja timbul tegangan-tegangan antara beton dan baja. Angka muai beton
dipengaruhi juga oleh perbandingan campuran dan komponennya serta umur
dan kadar airnya.

• Pemotongan dan pembengkokan baja tulangan dapat dilaksanakan di bengkel


kerja ataupun di lapangan. Dibengkel kerja, alat-alat perlengkapan dan baja
tulangan yang akan dikerjakan tidak perlu dibawa ke tempat pekerjaan
sehingga cukup baja tulangan yang telah siap untuk dipasang saja yang
diangkut ke pekerjaan.

SUMBER: skyscrapercity.com

Gambar 4- 9. Bengkel pembesian untuk pemotongan dan pembengkokan

• Pemotongan baja beton Ø kecil, biasanya menggunakan gunting baja tangan,


sedangkan untuk Ø besar digunakan mesin gunting yang digerakkan oleh
mesin. Di dalam praktek, pemotongan baja Ø besar dengan jumlah hanya
sedikit, lebih praktis menggunakan gergaji besi.

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 47


• Setelah baja tulangan selesai dibengkokkan dan acuan dimana tulangan
akan dipasang sudah selesai dikerjakan, dapat dimulai perakitan begel ke
tulangan pokok. Ukuran panjang batang baja tulangan adalah terbatas hanya
12-14 meter, pada konstruksi yang panjang, baja tulangan harus disambung.
Penyambungan tulangan harus dilaksanakan di tempat yang telah ditentukan
menurut gambar konstruksi.

• Detail penulangan kolom, ringbalk, gunungan, pada kontruksi bangunan harus


memperhatikan ketentuan berikut. Tulangan utama 4 x Ø12 mm, sengkang Ø
8 mm jarak 15 cm, mendekati persilangan jarak sengkang 5 cm. Tebal selimut
beton minium 2,5 cm dari sengkang.

• Overstek tulangan ujung kolom dibengkokkan ke arah dalam. Sambungan


tulangan pokok dilaksanakan dangan panjang lewatan 40 Ø. Sambungan
diposisikan pada ½ ketinggian kolom.

• Khusus untuk pembesian ringbalk, tulangan ekstra atas dipasang di tengah


bentang, sedangkan tulangan ekstra bawah dipasang di 1/3 benteng kiri-
kanan. Posisi tulangan harus tertanam ke dalam beton, dengan bantuan tahu
beton 3 x 3 x 3 cm.

8) Struktur Rangka

• Dinding pasangan bata diperkuat dengan ring balok, kolom, dan sloof sehingga
membentuk struktur yang kaku dan stabil. Perkuatan beton bertulang pada
struktur rangka beton ditempatkan di setiap pertemuan dinding pasangan
bata atau dengan panjang lebih dari 3 m (kurang lebih 9 m2).

• Hubungan penulangan antar ring balok, kolom dan sloof, harus memenuhi
panjang penyaluran tulangan yang telah ditetapkan.

9) Pekerjaan beton

• Pengadukan beton menggunakan tangan harus dilakukan di atas bak


pencampur dengan dasar lantai dari papan kayu atau dari pasangan yang
diplester supaya kotoran-kotoran tanah tidak mudah tercampur dan air
pencampur tidak mudah keluar. Pengadukan beton dengan jumlah besar
sebaiknya dilakukan di bawah atap, supaya dapat terlindung terhadap panas
matahari dan hujan. Pengadukan cara ini biasanya selalu dengan perbandingan
volume. Supaya perbandingan bermutu baik harus menggunakan takaran
yang sama volumenya , biasanya menggunakan takaran ember.

48 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


• Pengadukan beton dengan mesin pengaduk beton (mollen) akan didapatkan
adukan beton lebih rata dan sempurna. Pengadukan beton dapat dilaksanakan
di pabrik, kemudian adukan beton tersebut diangkut dengan mobil pengangkut
khusus ke tempat-tempat pekerjaan untuk dicorkan.

• Pengecoran beton

Pengecoran beton pada konstruksi sloof dan ringbalk sebaiknya dilaksanakan


secara menerus tanpa jeda. Sedangkan pengecoran beton pada kolom
dilaksanakan secara bertahap sesuai ketinggian. Hal tersebut untuk
menghindari gaya gravitasi yang akan menarik kerikil menumpuk di sisi
bawah. Selain itu pengecoran bertahap akan menghindari tekanan berlebih
yang terjadi di bekisting bawah.

SUMBER: erwin4rch.wordpress.com SUMBER: b-panel.com SUMBER: readymix-concrete.indonetwork.co.id

Gambar 4-10. Pekerjaan pengecoran pada pelat lantai 2 disertai pemakaian alat vibrator

• Pekerjaan cor kolom dan ringbalk

- Titik pemasangan kolom ditentukan. Kolom harus menyatu dengan fondasi


dan sloof. Kolom praktis direncanakan setiap luasan dinding 12 m2.

- Bila bata dijadikan sebagian dari cetakan, ukuran cetakan perlu diperhatikan
agar sesuai ukuran kolom rencana. Ukuran setengah bata hanya 10 cm,
sehingga papan cetakan harus diganjal dengan kayu reng. Papan cetakan
harus mampu mencegah air semen mengalir keluar. Beton segar tidak
boleh didiamkan lebih dari 45 menit.

- Pemadatan beton dilaksanakan dengan cara digetarkan dengan batang


panjang misalnya besi Ø 16 mm serta dipukul-pukul dinding cetakan
menggunakan palu. Skor dan unting-unting digunakan untuk menjamin
kolom lurus vertikal.

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 49


- Cetakan kolom dapat dibuka setelah 24 jam. Permukaaan beton dibasahi
minimal 3 kali sehari, selama minimal 1 minggu.

- Pengecoran ringbalk, diusahakan cor menerus tidak berhenti. Cor tidak


dihentikan secara horizontal atau selapis. Pentahapan cor harus dilaksanakan
per bagian kolom, tidak per lapis.

- Pengecoran dilaksanakan sepertiga dari tinggi kolom, setelah beton agak


kering dilaksanakan pengecoran sepertiga lagi, dan seterusnya hingga
penuh. Pada saat pengecoran dilaksanakan dipastikan semua agregat
beton masuk ke dalam cetakan, dengan cara ditusuk-tusuk besi Ø 12 mm,
dan bekisting diketok-ketok palu. Hindari membuka cetakan pada saat
beton masih basah. Umur beton mencapai keras adalah 28 hari.

10) Gunungan

• Tanpa perkuatan, pasangan gunung-gunung rentan terhadap gaya horizontal,


bangunan mudah roboh. Banyak kecelakaan terjadi karena bata gunungan
lepas dan menimpa penghuni saat gempa.

SUMBER: Dinas Kimpraswil DIY

Gambar 4- 11. Detail tulangan gunungan

• Untuk menghindari hal tersebut, beberapa perlakuan harus diberikan dalam


desain gunungan, antara lain menggunakan perkuatan dengan beton bertulang
pada sisinya sebagaimana terlihat pada gambar di atas, yaitu Ø 12 untuk
kolom dan ring balk serta diamater 8 untuk sengkang setiap 15 cm.

• Bahan cor menggunakan campuran spisi sesuai spesifikasi, dan memplester


gunungan agar bata tidak mudah terlepas jatuh.

50 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


11) Kuda-kuda

• Prinsip dasar konstruksi kuda-kuda kayu yaitu dudukan kuda-kuda diatas


tumpuan kokoh, misal beton bertulang, salah satu ujung dudukan kuda-kuda
dibuat bebas sedang yang lain diikat dengan baut angkur, antara kuda-kuda
dihubungkan dengan kait angin sebagai pengaku, dan bahan penutup atap
dibuat seringan mungkin sesuai dengan kekuatan pendukungnya.

• Penggunaan kuda-kuda beton tidak direkomondasikan. Beton hanya efektif


untuk mendukung gaya tekan karena kekuatan tariknya sangat rendah. Selain
itu, kuda-kuda beton memiliki batang tarik sehingga batangnya tidak efektif
dan membahayakan, karena mudah runtuh.

12) Pekerjaan Rangka Atap

• Pemasangan konstruksi penutup atap mengikuti ketentuan berikut. Material


atap dibuat dari bahan yang ringan, kayu yang digunakan sebagai rangka
atap harus kering, detail sambungan kuda-kuda harus kuat, kesatuan rangka
atap dengan menutup atap harus baik, dan rangka/kuda- kuda atap harus
diikat pada rangka struktur balok dan kolom dan dijangkarkan pada dinding.
Rangka kuda-kuda dipersiapkan sebelum dirakit diatas bangunan.

• Pada pemasangan kuda-kuda atap, pada titik simpul sambungan diberi baut
dan plat pengikat. Kuda-kuda diangkurkan ke ringbalk. Ø baut dan jangkar
yang digunakan minimal Ø 12 mm.

13) Pekerjaan finishing

• Yang termasuk dalam pekerjaan finishing antara lain pemasangan kusen dan
daun pintu-jendela, pemasangan plafon, pemasangan lantai, dan pengecatan
dinding. Pemasangan kusen harus diberi angkur ke tembok bata.

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 51


4.2. Penggunaan Bahan Bangunan

Selain faktor tata cara pelaksanaan bangunan tahan gempa perlu menggunakan
bahan bangunan yang berkualitas, sehingga menghasilkan bangunan dengan mutu
yang memadai, mudah diperoleh di sekitar lokasi agar terjamin ketersediaannya
selama proses konstruksi, dan sesuai dengan persyaratan Peraturan Standar
Bangunan yang berlaku.

1) Portland Cement (PC)

• Semen Portland merupakan bahan jadi bila dicampur dengan air akan dapat
mengeras. Jumlah air yang digunakan menentukan kualitas adukan dan mutu
beton yang dihasilkan.

• Semen portland tersedia di pasaran dalam banyak merek dan memiliki mutu
yang tidak jauh berbeda, sehingga dapat dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.

2) Pasir

• Pasir merupakan bahan adukan, terdiri atas bahan bantan berukuran kecil,
dengan persyaratan butiran berukuran 0.15 mm, butiran keras berbentuk
tajam dan tidak mudah hancur oleh pengaruh perubahan iklim, tidak boleh
mengandung lumpur lebih dari 5 %, bila mengandung lumpur harus dicuci,
tidak boleh mengandung bahan organik, garam,minyak, dsb, dan pasir laut
tidak boleh dijadikan bahan bangunan kecuali bila telah diadakan penelitian
dan petunjuk dari ahli bangunan.

• Pasir untuk pembuatan adukan atau beton harus memenuhi persyaratan


tersebut. Selain pasir alam dari sungai atau galian tanah, terdapat pula pasir
buatan yang dihasilkan dari batu yang dihaluskan dengan mesin pemecah
batu, dari terak dapur tinggi yang dipecah-pecah melalui suatu proses.

3) Kerikil / Split

• Kerikil atau batu pecah yang akan dipakai sebagai campuran beton harus
memiliki persyaratan berasal dari sungai/darat, bebas dari tanah lumpur
lebih dari 1 % , bebas dari bahan organik, memiliki butiran keras tidak berpori,
berbentuk pipih tidak lebih dari 20 % dari pemakaian agregat beton, dan
berØ 1 – 2 cm.

52 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


• Sebelum dicampur dalam beton, kerikil ditempatkan di tempat terbuka.
Pengawasan agregat harus dilakukan sejak material datang ke penimbunan
hingga saat pengambilan kembali. Penimbunan agregat sebaiknya dilakukan
di atas bak atau lantai plesteran agar tanah tidak terbawa ketika mengambil
bahan. Penimbunan agregat harus berjauhan dengan pasir pasang. Apabila
agregat kasar terdiri atas beberapa jenis butiran, penyimpanannya harus
dipisah.

4) Air Kerja

• Air digunakan untuk membuat adukan semen-pasir-kerikil menjadi seperti


bubur kental. Air bereaksi bersama bahan lain untuk mengeras, sangat
dibutuhkan dalam pekerjaan pasangan. Tanpa air, konstruksi pasangan tidak
akan baik dan sempurna.

• Air untuk keperluan konstruksi harus bersih, bebas dari bahan organik (kotoran
hewan/ manusia, tumbuhan), dan tidak boleh mengandung minyak, garam,
dan zat lain yang dapat merusak pasangan. Oleh karena itu, air sebaiknya
diambil dari sumur atau sungai bersih dan jernih. Air tersebut berguna untuk
membuat adukan beton, menyiram/ membasahi beton dan pasangan, dan
untuk membersihkan peralatan kerja. Air yang digunakan untuk membuat
adukan bila perlu diuji di laboratorium. Untuk adukan kedap air dari semen
kira-kira 25% dari isi bahan yang dicampur.

• Air laut dapat mengakibatkan kerusakan pada tembok. Air yang mengandung
bahan-bahan busuk seperti air danau yang mengandung larutan asam humus,
tidak dipergunakan.

5) Batu Bata

• Bentuk batu bata pada umumnya merupakan prisma tegak (balok) dengan
penampung empat persegi panjang ukuran batu bata tidak sama di beberapa
daerah. Hal tersebut karena belum ada standar keseragaman dimensi dan
teknik pengolahan. Ukuran batu bata umumnya berkisar 22 x 10.5 x 4.8 cm
hingga 24 x 11.5 x 5.5 cm.

• Penimbunan bata sebaiknya diberi alas berjarak 30 cm dari permukaan


tanah. Dengan tinggi maksimal tumpukan 2 meter. Bata disusun berdiri arah
lebarnya dan disusun berselang-selang empat buah-empat buah agar tidak

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 53


pecah. Untuk menjaga bata tetap kering, penyimpanan ditutup dengan terpal/
plastik. Batu bata disusun rapi dan dihindarkan dari hujan agar tidak pecah
dan rusak.

• Pasangan bata seluas 1 m2 untuk pasangan 1 bata, diperlukan 130 buah bata.

6) Batu Belah

• Material batu kali dan batu belah biasanya digunakan untuk pasangan
fondasi, dinding turap penahan tanah, bahkan kadang-kadang digunakan
sebagai bahan dinding. Ciri visual batu ini yaitu tidak terlalu banyak pori-pori,
tidak keropos, dan keras. Penimbunan sebaiknya di tempat yang kering agar
permukaan batu tidak terkena lumpur. Dimensi batu kali dari alam berukuran
besar, Guna mendapatkan dimensi standar untuk pasangan fondasi, dapat
dipecah dengan martil.

7) Kayu

• Kayu sebagai materi konstruksi bangunan antara lain digunakan untuk


bekisting atau cetakan pengecoran, pembentuk struktur bangunan misalnya
kolom, murplat, kuda-kuda, dan rangka atap, penutup bangunan, dan
finishing. Sebagai penutup bangunan, kayu biasanya diolah dalam bentuk
papan sehingga mudah diaplikasikan sebagai penutup dinding. Sebagai bahan
finishing, kayu digunakan pada penutup atap (sirap), pintu, daun jendela, dan
kusen.

• Kayu yang dipilih sebagai bahan bangunan harus sesuai spesifikasi dan
terhindar dari cacat kayu sebagai berikut.

- Spring yaitu melengkung memanjang bagian tebal

- Bow yaitu melengkung memanjang bagian lebar.

- Cup yaitu melengkung kearah lebar.

- Pecah rambut permukaan.

- Twist yaitu kayu melenting/terpuntir.

- Mata kayu terlepas.

- Pecah ujung agak besar.

- Terdapat mata kayu busuk maupun muda

- Kayu terkelupas pada lingkaran tahun.

- Arah serat kayu tidak sejajar permukaan/miring.

54 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


8) Besi Tulangan Baja.

• Baja tulangan adalah baja berbentuk batang yang digunakan untuk penulangan
beton. Baja tulangan dalam konstruksi beton berperan sebagai pembentuk
daya dukung struktur beton bertulang. Ø baja yang digunakan disesuaikan
dengan gambar rencana yang disiapkan sebelumnya.

• Untuk melindungi baja tulangan terhadap karat, dibuat selimut (penutup


beton) atau dengan lapisan anti karat.

• Baja tulangan dalam beton bertulang digunakan sebagai penahanan daya


tarik, karena beton sangat lemah terhadap gaya tarik.

• Penyimpanan baja tulangan dapat ditempat tertutup maupun di tempat terbuka.


Dalam penimbunannya, baja tulangan tidak boleh langsung berhubungan
dengan tanah. Batang tulangan yang jenis dan ukurannya berbeda harus
dipisahkan penimbunannya.

• Pembengkokan besi menggunakan kunci maupun mesin pembengkok,


sedangkan pemotongannya menggunakkan mesin elektrik, gunting baja,
maupun gergaji manual.

Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Sekolah Tahan Gempa 55


56 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa
BAB 5

PERBAIKAN DAN PERKUATAN


BANGUNAN SEKOLAH

Kerusakan yang terjadi pada bangunan sekolah akibat gempa bumi perlu segera
ditindaklanjuti dengan langkah perbaikan, untuk memulihkan fungsi bangunan dan
mendukung proses pelayanan pendidikan. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah
identifikasi kerusakan dan dilanjutkan dengan perbaikan melalui metode pelaksanaan
yang disesuaikan dengan jenis dan tingkat kerusakannya. Bab ini akan mengulas
langkah perbaikan dan perkuatan bangunan sekolah yang mengacu pada pedoman
teknis bangunan gedung tahan gempa dari PU-Ciptakarya.

5.1. Identifikasi Kerusakan Akibat Gempa

Pasca terjadinya gempa langkah awal yang dilakukan terkait dengan bangunan
sekolah adalah identifikasi kerusakan akibat gempa. Berdasarkan tingkat dan skalanya
mengacu pada Pedoman Bangunan Gedung Tahan Gempa dari PU-Ciptakarya,
kerusakan bangunan akibat gempa dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Kerusakan Ringan Non-Struktur

Bangunan sekolah dikategorikan mengalami kerusakan ringan nonstruktur


apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

• retak halus (lebar celah lebih kecil dari 0,075 cm) pada plesteran

• serpihan plesteran berjatuhan

• mencakup luas yang terbatas

Tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan secara arsitektur tanpa perlu
mengosongkan bangunan.

2) Kerusakan Ringan Struktur

Bangunan sekolah dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat ringan


apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

• retak kecil (lebar celah antara 0,075 hingga 0,6 cm) pada dinding.

• plester berjatuhan.

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 57


• mencakup luas yang besar.

• kerusakan bagian-bagian nonstruktur seperti talang, lisplang, dan sebagainya.

• kemampuan struktur untuk memikul beban tidak banyak berkurang.

• Laik fungsi/huni

Tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan yang bersifat arsitektur agar
daya tahan bangunan tetap terpelihara. Perbaikan dengan kerusakan ringan pada
struktur dapat dilakukan tanpa mengosongkan bangunan.

3) Kerusakan Struktur Tingkat Sedang

Bangunan sekolah dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat sedang


apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

• retak besar (lebar celah lebih besar dari 0,6 cm) pada dinding;

• retak menyebar luas di banyak tempat, seperti pada dinding pemikul beban,
kolom;

• kemampuan struktur untuk memikul beban sudah berkurang sebagian;

• laik fungsi/huni.

Tindakan yang perlu dilakukan adalah :

• restorasi bagian struktur dan perkuatan untuk menahan beban gempa;

• perbaikan secara arsitektur;

• bangunan sekolah dikosongkan dan dapat difungsikan kembali setelah proses


restorasi selesai.

4) Kerusakan Struktur Tingkat Berat

Bangunan dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat berat apabila


terjadi hal-hal sebagai berikut :

• dinding pemikul beban terbelah dan runtuh;

• bangunan terpisah akibat kegagalan unsur-unsur pengikat;

• kira-kira 50% elemen utama mengalami kerusakan;

• tidak laik fungsi/huni.

Tindakan yang perlu dilakukan adalah merubuhkan bangunan sekolah. Atau


dilakukan restorasi dan perkuatan secara menyeluruh sebelum bangunan sekolah
difungsikan kembali. Dalam kondisi kerusakan seperti ini, bangunan sekolah
menjadi sangat berbahaya sehingga harus dikosongkan.

58 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


5) Kerusakan Total

Suatu bangunan dikategorikan sebagai rusak total atau roboh apabila terjadi hal-
hal sebagai berikut :

• Bangunan roboh seluruhnya

• Sebagian besar komponen utama struktur rusak

• Tidak laik fungsi/ huni

Tindakan yang perlu dilakukan adalah merubuhkan bangunan, membersihkan


lokasi, dan mendirikan bangunan baru.

5.2. Jenis dan Metode Perbaikan

Perbaikan pada bangunan sekolah yang telah teridentikasi tingkat kerusakannya,


dapat dibagi menjadi tiga jenis :

1) Perbaikan Arsitektur

Tujuannya adalah mengembalikan bentuk arsitektur bangunan agar semua


perlengkapan/peralatan dapat berfungsi kembali.

Tindakan-tindakan yang termasuk jenis ini :

• Menambal retak-retak pada tembok, plesteran, dan lain-lain.

• Memperbaiki pintu-pintu, jendela-jendela, mengganti kaca, dan lain-lain.

• Memperbaiki kabel-kabel listrik.

• Memperbaiki pipa-pipa air, pipa gas, saluran pembuangan.

• Membangun kembali dinding-dinding pemisah, cerobong, pagar, dan lain-lain.

• Memplester kembali dinding-dinding

• Mengatur kembali genteng-genteng.

• Mengecat ulang, dan lain-lain.

2) Restorasi (Restoration)

Tujuannya melakukan perbaikan pada elemen-elemen struktur penahan beban.

Tindakan-tindakan yang termasuk jenis ini :

• Menginjeksikan air semen atau bahan-bahan epoxy (bila ada) ke dalam retak-
retak kecil yang terjadi pada dinding pemikul beban, balok, maupun kolom.
Retak kecil adalah retak yang mempunyai lebar celah antara 0,075 cm dan
0,6 cm.

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 59


• Penambahan jaringan tulangan pada dinding pemikul, balok, maupun kolom
yang mengalami retak besar kemudian diplester kembali. Retak besar adalah
retak yang mempunyai lebar celah lebih besar dari 0,6 cm.

• Membongkar bagian-bagian dinding yang terbelah dan menggantikannya


dengan dinding baru dengan spesi yang lebih kuat dan dijangkar pada portal.

3) Perkuatan (Strengthening)

Tujuannya meningkatkan kekuatan struktur dibandingkan dengan kekuatan


semula. Tindakan-tindakan yang termasuk jenis ini :

• Menambah daya tahan terhadap beban lateral dengan jalan menambah


dinding, menambah kolom, dll.

• Menjadikan bangunan sebagai satu kesatuan dengan jalan mengikat semua


unsur penahan beban satu dengan lainnya.

• Menghilangkan sumber-sumber kelemahan atau yang dapat menyebabkan


terjadinya konsentrasi tegangan di bagian tertentu :

- Penyebaran letak kolom yang tidak simetris.

- Penyebaran letak dinding yang tidak simetris.

- Beda kekakuan yang menyolok antara lantai yang satu dengan yang lainnya.

- Bukaan-bukaan yang berlebihan.

• Menghindarkan terjadinya kehancuran getas dengan cara memasang tulangan


sesuai dengan detail-detail untuk mencapai daktilitas yang cukup.

60 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


5.3. Teknik Restorasi pada Bangunan Sekolah

Teknik restorasi yang dijelaskan mengacu pada potensi kerusakan non struktur
dan struktur yang mungkin terjadi pada bangunan sekolah. Restorasi yang dilaksanakan
harus dilaksanakan oleh pelaksana bangunan atau tukang yang berpengalaman dalam
tata laksana kontruksi bangunan. Adapun teknik-teknik restorasi pada bangunan
sekolah, diantaranya adalah:

1) Teknik Restorasi Pada Dinding

• Pengisian bagian yang retak (tidak dalam) dengan adukan semen.

• Jaringan kawat ayam pada bagian yang retak (dalam)

2) Teknik Restorasi pada Kolom

• Untuk kolom yang mengalami retak sedang, bagian yang rusak dibobok dan
dibersihkan, setelah itu dicor kembali.

• Untuk kolom yang rusak berat, yaitu kolom yang berkurang kekuatannya
berdasarkan pengamatan dan perhitungan, bagian yang rusak dibobok dan
setelah itu (kalau perlu) kolom dibungkus dengan tambahan tulangan baru
dan sengkang, kemudian dicor kembali.

5.4. Teknik Perkuatan pada Bangunan Sekolah

1) Teknik Perkuatan Bangunan Tembok

• Perkuatan dengan tulangan

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-1. Perkuatan dengan tulangan

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 61


• Perkuatan dengan anyaman

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-2. Perkuatan dengan anyaman

• Perkuatan dengan seng tebal yang diberi lubang paku seperti parutan

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-3. Perkuatan dengan seng tebal

62 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


2) Teknik-Teknik Perkuatan Konstruksi Beton Bertulang

• Teknik untuk Meningkatkan Kekuatan

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-4. Teknik untuk meningkatkankekuatan konstruksi beton bertulang

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 63


• Teknik untuk Meningkatkan Daktilitas

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-5. Teknik untuk meningkatkandaktalitas konstruksi beton bertulang

64 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


5.5. Tipe kerusakan

Dari hasil pengamatan kerusakan yang dilakukan selama berapa tahun pada
bangunan rumah tinggal, maka dapat dikelompokkan kerusakan menjadi 9 tipe,
yaitu;

• tipe kerusakan dinding akibat beban tegak lurus bidang dinding,

• tipe dinding retak pada setiap sudut bukaan,

• tipe dinding terpisah pada sudut dan pertemuan,

• tipe dinding hancur pada pertemuan sudut,

• tipe dinding terpisah pada sudut dan pertemuan,

• tipe retak diagonal pada dinding yang terjadi melalui siar,

• tipe retak diagonal pada dinding yang terjadi melalui siar,

• tipe retak diagonal pada dinding yang terjadi melalui unsur penyusunnya
(bata atau batako),

• tipe rangka atap lepas dari dudukannya,

• tipe kegagalan pada pertemuan balok dan kolom beton bertulang, tipe mutu
bahan dan mutu pengerjaan yang buruk.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Iambar 5-6. Tipe kerusakan ringan pada dinding dan bukaan pintu/jendela

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 65


5.6. Sebab-Sebab Kerusakan

Kerusakan pada bangunan dengan konstruksi pasangan tanpa perkuatan pada


umumnya disebabkan oleh:

1) Bangunan relatif berat

2) Bangunan tidak daktail

3) Bangunan tidak kuat menahan tarikan yang terjadi akibat gaya gempa yang
bekerja di arah tegak lurus bidang dinding.

Kerusakan pada bangunan dengan konstruksi pasangan dengan perkuatan pada


umumnya disebabkan oleh:

1) Tidak ada angkur untuk mengikat antara dinding dengan elemen perkuatannya
(kolom dan balok).

2) Tidak ada elemen perkuatan untuk bidang dinding yang luasnya ≥ 6m2.

3) Detail penulangan yang tidak benar pada pertemuan elemen-elemen perkuatan.

4) Mutu beton dari konstruksi rangka balok dan kolom sangat rendah.

5) Diameter dan total luas penampang tulangan yang dipasang terlalu kecil, jarak
antar sengkang yang dipasang terlalu besar.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-7. Tipe kerusakan dinding runtuh karena tidak ada angkur

66 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-8 Tipe kerusakan struktur rangka beton bertulang yang diakibatkan oleh detail penulangan yang tidak baik

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 67


5.7. Metode Perbaikan dan Perkuatan

1) Perbaikan dinding retak diagonal dan dinding retak pada sudut bukaan-bukaan
Untuk retak kecil (retak dengan lebar celah antara 0,075 cm dan 0,6 cm:
• Plesteran lama di sekitar retak dikupas lalu retak tersebut diisi dengan air
semen.

• Setelah celah rapat dinding diplester kembali dengan campuran spesi 1 semen
: 3 pasir.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-9 Perbaikan retak pada dinding dengan lebar 0,075 cm – 0,6 cm

Untuk retak yang besar (retak yang mempunyai lebar celah lebih besar dari 0,6
cm), lihat gambar 5-10:

• Plesteran lama di sekitar retak dikupas lalu retak tersebut diisi dengan air
semen

• Setelah celah rapat, pada bagian bekas retakan dipasang kawat anyaman
yang dipaku kuat.

• Dinding diplester kembali dengan campuran spesi 1 semen : 3 pasir

68 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-10 Perbaikan retak pada dinding dengan lebar > 0,6 cm

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 69


2) Perbaikan dan perkuatan dinding hancur

Dibuat balok pondasi, balok keliling dan kolom praktis lengkap dengan angkur-
angkur setiap 10 lapis bata ke dinding baru. Panjang angkur minimum 30 cm.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5- 11. Teknik restorasi pada dinding hancur

70 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


3) Perbaikan rangka atap yang lepas dari dudukannya

Jika kolom tempat tumpuan kuda-kuda tidak roboh, hanya sambungan saja yang
terlepas, kuda-kuda diangkur ke kolom atau balok keliling dengan baik.

Bila kolom tempat bertumpunya kuda-kuda roboh:

• Buat kolom baru lengkap dengan angkur untuk ke dinding dan diikat ke balok
keliling serta balok pondasi dengan baik.

• Ikat kuda-kuda dengan kolom seperti pada Gambar berikut.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-12. Perbaikan kuda-kuda lepas dari dudukanya

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 71


4) Perbaikan pada pertemuan balok dan kolom praktis

Langkah-langkah perbaikan sebagai berikut:

• Balok praktis harus ditunjang terlebih dulu dengan perancah /rangka dari
kayu balok 5/10 cm seperti Gambar.

• Beton yang mengalami retak-retak dibongkar sedemikian rupa sehingga


tulangan pada balok dan kolom terlihat bebas.

• Tulangan memanjang pada balok dan kolom yang mengalami tekuk/bengkok,


dirapihkan dan atau dipotong dan diganti dengan yang baru.

• Penyambungan tulangan memanjang yang lama dan yang baru harus


memperhatikan ketentuan panjang penyaluran yaitu 40 d (d = diameter
tulangan memanjang).

• Tulangan sengkang yang rusak pada balok dan kolom diganti dengan yang
baru yang memiliki kekuatan tarik sama dengan yang terpasang.

• Permukaan beton dan besi tulangan dibersihkan dari debu yang mengganggu
kelekatan beton lama dan baru.

• Pasang bekisting bisa dari papan 2/20 atau multiplek.

• Lakukan cor beton baru dengan mutu yang sama dengan mutu beton lama
atau campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-13. Balok ditunjang dengan rangka kayu

72 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


5) Perbaikan kolom praktis yang rusak

Balok ditunjang terlebih dulu dengan menggunakan perancah dari kayu, kemudian
lakukan seperti prosedur butir c di atas.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-14. Perbaikan kolom praktis yang rusak

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 73


6) Penambahan Balok Baru pada Kolom Terpasang dan Penambahan Kolom Baru
pada Balok Terpasang

• Bobok kolom yang telah terpasang (kolom lama) sampai dengan kedalaman
6 d (d = diameter tulangan memanjang balok), dan bersihkan dari debu yang
akan mengganggu melekatnya beton lama dengan yang baru.
 Buat perancah dari kayu untuk menunjang pemasangan tulangan balok baru
dengan ketinggian sesuai rencana.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-15. Rencana penempatan kolom dan balok baru

74 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-16. Pemasangan tulangan balok dan kolom baru

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 75


7) Perbaikan pada kolom struktural yang rusak di bagian atas

Gambar berikut ini merupakan ilustrasi dari kolom yang rusak akibat gaya lateral.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-17. Ilustrasi Kolom Struktural yang rusak

• Langkah Perbaikan Pertama

Balok yang berada diantara kolom yang akan diperbaiki di tunjang dengan
mengunakan perancah.

lantai

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-18. Langkah perkbaikan tahap pertama

76 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


• Langkah Perbaikan Kedua

- Beton pada kolom dibongkar seluruhnya sehingga yang tersisa hanya


tulangannya saja.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-19 Langkah perbaikan tahap kedua

- Tulangan yang bengkok dirapihkan kembali dan yang telah leleh diganti dengan
yang baru. Tulangan sengkang dirapihkan dengan jarak sesuai dengan aslinya
dan yang rusak/putus diganti dengan yang baru.

- Pemasangan tulangan baru, tulangan yang leleh dipotong dan ganti dengan
yang baru dengan diameter dan kekuatan tarik yang sama seperti aslinya.

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 77


• Langkah Perbaikan Ketiga

- Tulangan pada bagian yang meleleh dipotong, dan diganti dengan tulangan
yang baru, dengan panjang penyaluran 40 d.

- Tulangan lama dan tulangan baru dihubungkan dengan sambungan las.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-20 Langkah perbaikan tahap ke tiga

78 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


• Langkah Perbaikan Keempat

- Pasang bekisting dan kolom di cor kembali dengan adukan beton baru yang
memiliki kekuatan tekan yang sama dengan aslinya.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-21 Langkah perbaikan ke empat

8) Perbaikan kolom struktural yang retak akibat kegagalan geser

Apabila tulangan memanjang tidak mengalami melengkung atau leleh, maka


perbaikan dengan prosedur sebagai berikut:

• Bongkar seluruh selimut beton pada kolom.

• Bersihkan permukaan kolom setelah dihilangkan selimut betonnya dari debu


dengan menggunakan sikat kawat dan disemprot dengan kompresor.

• Perbaiki jarak sengkang (tambah sengkang baru bila perlu).

• Pasang bekisting dan cor kolom tersebut dengan adukan beton baru yang memiliki
kekuatan tekan yang sama dengan aslinya.

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 79


Dibobok

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-22 Metoda perbaikan kolom beton yang retak

80 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Apabila tulangan memanjang kolom mengalami melengkung dan leleh, maka lakukan
langkah-langkah perbaikan sebagai berikut:

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-23. Metoda perbaikan kolom beton yang retak dengan tulangan
memanjang kolom mengalami melengkung dan leleh

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 81


9) Perkuatan dinding dengan kolom dari beton bertulang

• Pada dinding menerus

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-24. Perkuatan dinding menerus

"
"

82 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


• Pada pertemuan dua dinding di sudut

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 5-25. Perkuatan pada pertemuan dinding di sudut

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 83


5.8. Estimasi Biaya untuk Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah

Perbaikan dan perkuatan pada bangunan sekolah terkait kerusakan akibat


gempa dan/atau antisipasinya, tidak terlepas dari biaya pelaksanaan pekerjaan yang
harus disiapkan dan dianggarkan oleh pihak sekolah selaku pengelola dan pengguna
bangunan.

Perhitungan estimasi biaya perbaikan dan perkuatan ini diperhitungkan


berdasarkan bobot komponen bangunan yang distandarkan untuk bangunan Negara
seperti yang terlihat pada table 5-1 di bawah ini.

Perbaikan dan perkuatan bangunan dapat diasumsikan terjadi pada komponen


non struktur dan/atau komponen struktur, sesuai kondisi kerusakan yang terjadi dan
rencana perkuatan bangunan yang dikehendaki.

Tabel 5-1 Bobot Komponen Bangunan

No Komponen Bangunan yang diperiksa Bobot


A FONDASI
A.1 Fondasi 12
B STRUKTUR UTAMA
B.1 Kolom dan Balok 19
B.2 Pelat Lantai dan Tangga 2
C ATAP
C.1 Kuda-kuda 5.5
C.2 Gording dan Lisplang 2
C.3 Penutup Atap 4
D PLAFOND
D.1 Rangka Plafond 4
D.2 Penutup Plafond 4
E DINDING
E.1 Batu bata/ Batako-dinding 7
E.2 Plesteran 3
E.3 Jendela/Kaca 2.5
E.4 Pintu 3
E.5 Kusen 3
F LANTAI
F.1 Penutup Lantai 10.5
G FINISHING
G.1 Finishing Struktur 1
G.2 Finishing Plafond 3
G.3 Finishing Dinding 2.5
G.4 Finishing Kusen/Daun Pintu 3.5
H UTILITAS
H.1 Instalasi Listrik 4
H.2 Instalasi Air 3
H.3 Sistem Drainasi dan Limbah 1.5
Total 100

84 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


Perhitungan estimasi biaya perbaikan dan perkuatan bangunan sekolah didasari
oleh asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Komponen bangunan dan bobot komponen bangunan, untuk bangunan yang


dihitung diasumsikan sesuai dengan tabel 5-1 di atas.

2) Luas bangunan diperhitungkan pada area dimana perbaikan dan perkuatan


bangunan dilaksanakan.

3) Perbaikan kerusakan komponen bangunan akibat gempa ditujukan baik untuk


komponen non struktur maupun struktur sesuai prosentase (%) kerusakan pada
masing-masing komponen. Prosentase kerusakan dapat dinilai ringan, sedang,
berat sesuai penilai visual dan pendekatan

4) Perkuatan komponen bangunan ditujukan pada komponen struktur, khususnya


untuk struktur rangka beton bertulang diantaranya fondasi, balok, kolom, tangga
dan pelat lantai. Nilai prosentasi perkuatan ditetapkan maksimal 50% dari masing-
masing bobot komponen bangunan.

5) Harga satuan bangunan per meter persegi yang dipakai adalah harga satuan
untuk bangunan baru yang berlaku pada saat itu di suatu daerah.

6) Estimasi biaya perbaikan dan perkuatan bangunan dihitung dengan pendekatan


sebagai berikut:

Estimasi Biaya = Luas bangunan X Σ % Bobot Perbaikan-Perkuatan X Harga satuan bangunan

Dimana:

• Luas bangunan adalah luas bangunan yang diperhitungkan pada area perbaikan
dan perkuatan bangunan (m2).

• Σ % tingkat kerusakan adalah jumlah perkalian antara bobot komponen x %


tingkat kerusakannya.

• Harga satuan bangunan per meter persegi yang diperhitungkan (Rp / m2)

• Estimasi biaya merupakan pendekatan rencana anggaran biaya yang perlu


dialokasikan bagi perbaikan dan perkuatan bangunan sekolah.

Sebagai gambaran perhitungan estimasi biaya, akan diberikan contoh perhitungan


untuk biaya perbaikan dan perkuatan bangunan sekolah terkait dengan kerusakan
akibat gempa dan rencana perkuatan pada komponen strukturnya.

Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah 85


Contoh perhitungan:

1) Perbaikan kerusakan akibat gempa dilakukan pada 3 (tiga) lokal ruang kelas
dengan total luas bangunan 192 m2. Bangunan sekolah berada di daerah Jabotabek
dengan harga satuan bangunan Rp. 1,8 jt / m2. Dari hasil identifikasi kerusakan
diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Bobot Kerusakan
Σ Bobot Perbaikan
Komponen Bangunan /Perkuatan Keterangan
(C) = (A) x (B)
(A) (B)
Perbaikan Pasangan Bata 7 25% 1,75% Retak lebar
Perbaikan Plesteran 3 30% 0,90% Plester lepas
Perbaikan Finishing Dinding Penyesuaian
2,5 60% 1,50%
(Pengecatan) finishing
Perbaikan Plafon 4 70% 2,80% Plafon lepas
Selimut beton
Perkuatan Kolom 19 20% 3,80%
mengelupas
Total 10,75% Ringan

Estimasi biaya perbaikan = 192 x 10,75% x Rp. 1.800.000,-

= Rp. 37.152.000,- ~ Rp. 37.000.000,-

Terbilang ( Tiga puluh tujuh juta rupiah ).

1) Dalam mengantisipasi kerusakan bangunan akibat gempa, suatu sekolah di kota


Bengkulu melakukan perkuatan komponen struktur pada 2 (dua) lokal ruang
kelas yang dinilai rawan, melalui penambahan balok lintel, perbaikan hubungan
balok dan kolom di tengah dan sudut-sudut bangunan. Luas bangunan yang
diperhitungkan 128 m2 dan harga satuan bangunan di kota Bengkulu Rp. 1,6
jt/m2. Dari hasil identifikasi perkuatan bangunan diperoleh perhitungan sebagai
berikut:

Bobot Kerusakan
Σ Bobot Perkuatan
Komponen Bangunan /Perkuatan Keterangan
(C) = (A) x (B)
(A) (B)
Perkuatan Balok dan Kolom 19 40% 7,60% Restorasi
Untuk balok
Pembongkaran pasangan bata 7 20% 1,40%
lintel
Perbaikan plesteran 3 30% 0,90% Finishing
Pengecatan kembali 2,5 50% 1,25% Finishing
Total 11,15% Ringan

Estimasi biaya perbaikan = 128 x 11,15% x Rp. 1.600.000,-

= Rp. 22.835.200,- ~ Rp. 23.000.000,-

Terbilang ( Dua puluh tiga juta rupiah ).

86 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa


DAFTAR PUSTAKA

1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.


2) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.
28 Tahun 2002.
3) Peraturan Menteri PU No. 29 Tahun 2006, Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung.
4) Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007, tentang Pedoman Teknis Pembangunan
Bangunan Gedung Negara.
5) Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007, tentang Standar Sarana dan Prasarana
Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (Sd/Mi), Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA).
6) Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI
1726, 2002.
7) Peraturan Pembebanan Gedung Indonesia, PU - Cipta Karya.
8) Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa, Cipta Karya, 2006.
9) Pedoman Praktis Pembangunan Rumah Tembok Tahan Gempa, PU – Cipta Karya,
2006.
10) Pedoman Praktis Pembangunan Rumah Kayu Tahan Gempa, PU – Cipta Karya,
2006.
11) Bangunan Tahan Gempa Berbasis Standar Nasional Indonesia, Suwandoyo
Siddiq.
12) Syarat-syarat Minimum Bangunan Tembok Bata/Batako Tahan Gempa dengan
Perkuatan Beton Bertulang, Teddy Boen & Rekan (WSSI).
13) Syarat-syarat Minimum Bangunan Tembok Bata/Batako Tahan Gempa dengan
Perkuatan Kayu, Teddy Boen & Rekan (WSSI).
14) Syarat-syarat Minimum Bangunan Papan Kayu Tahan Gempa dengan Perkuatan
Kayu, Teddy Boen & Rekan (WSSI).
15) Rumah Tanggap Gempa, Amin Sumadyo, Pandu Pustaka Utama, 2008.
16) Konstruksi Bangunan Gedung Tidak Bertingkat, Benny Puspantoro, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, 1996.
17) Konstruksi Bangunan Bertingkat Rendah, Benny Puspantoro, Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, 1996.
18) Peta Zonasi Gempa Indonesia, Kementerian PU, 2010.
19) Materi Kuliah Kriteria Bangunan Tahan Gempa, Jimmy Juwana, Universitas
Trisakti, 2010

Daftar Pustaka 87
TIM PENYUSUN

1. Drs. Syamsuddin, M.Si.


Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Pendidikan Menengah, Kemdiknas

2. Ir. Gunardi Sihhatmanahadi


Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Pendidikan Menengah, Kemdiknas

3. Drs. Waramatias
Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Pendidikan Menengah, Kemdiknas

4. Agus Supriyanto, ST, MT.


Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Pendidikan Menengah, Kemdiknas

5. Diki Candra Setiawan, ST, MEd


Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Pendidikan Menengah, Kemdiknas

6. Ir. Kimron Manik, M.Sc.


Pusat Pembinaan Penyelenggaran Konstruksi, Badan Pembinaaan Konstruksi
dan Sumber daya Manusia, Kementerian Pekerjaan Umum

7. Ir. Jimmy Siswanto Juwana, MSAE.


Unversitas Trisakti

8. Ir. Norman Kartaatmaja, ST, MT.


Praktisi

88 Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa

Anda mungkin juga menyukai