Anda di halaman 1dari 156

1 Badan Pengelola Latihan HMI

PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb
Alhamdulillah akhirnya dengan berbagai dukungan dari semua pihak, panduan
pelaksanaan Latihan Kader I Himpunan Mahasiswa Islam dapat selesai dengan baik.
Tujuan adanya panduan ini adalah untuk memudahkan dalam pengelolaan Latihan
Kader I serta dapat mencapai standar yang diinginkan dan memiliki keseragaman
kualitatif dalam output-nya.
Panduan ini sebenarnya merupakan kompilasi dari beberapa panduan yang telah ada
dan dipakai di beberapa cabang yang kemudian dibahas oleh tim penyusun yang terdiri
dari pengurus Bakornas BPL dan PA PB HMI, jadi tidak heran kalau mungkin ada
kesamaan-kesamaan dengan beberapa cabang tertentu. Pembahasan yang dilakukan
oleh tim berfungsi agar panduan ini dapat fleksibel dan cocok untuk diaplikasikan di
seluruh cabang, karena pada panduan-panduan cabang tersebut ada yang bersifat
khusus yang cocok pada cabang tertentu saja.
Untuk materi-materi terurai yang ada dalam panduan ini merupakan hasil pembuatan
oleh teman-teman HMI dari beberapa wilayah yang menyumbangkan tulisannya pada
Bakornas BPL, namun ada juga yang diambil dari karya tulis yang bersangkutan tanpa
ada ijin langsung, untuk itu kami mohon maaf kepada yang bersangkutan, tetapi yang
kami lakukan adalah semata-mata untuk perbaikan HMI, maka kami mohon
keikhlasannya.
Kami sangat menyadari bahwa panduan ini jauh dari sempurna, maka dengan segala
kerendahan hati kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan saran demi
perbaikan panduan ini, karena kami yakin perkaderan yang baik adalah perkaderan
yang terbuka. Semoga Allah ridho pada langkah-langkah yang kita ambil.
Billahittaufiq walhidayah,
Wassalamu’alaikum wr wb
Purwakarta, 28 Rabiul Awal 1438 H
28 Desember 2016 M

TIM PENYUSUN

Ahmad Fauzan Baihaqi S.Hum


Wasekum PIK BPL PB HMI
2 Badan Pengelola Latihan HMI

MUKADIMMAH

Dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi kader, HMI menggunakan


pendekatan sistematik dalam keseluruhan proses perkaderan. Semua bentuk
aktivitas/kegiatan perkaderan disusun dalam semangat integralistik untuk
mengupayakan tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu sebagai upaya
memberikan kejelasan dan ketegasan kerangka sistem perkaderan dimaksud harus
dibuat panduan pelaksanaan yang dapat dijadikan sebagai petunjuk teknis dalam
pelaksanaannya. Panduan ini disusun dengan memperhatikan tujuan organisasi,
tujuan perkaderan, dan arah perkaderan yang telah ditetapkan dalam Pedoman
Perkaderan HMI (Pedoman Perkaderan), selain itu dengan mempertimbangkan
kekuatan organisasi serta tantangan dan peluang yang berkembang di lingkungan
eksternal organisasi.
Menurut AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner's Dictionary)
dikatakan bahwa "Cadre is a small group of People who are specially chosen and
trained for a particular purpose, atau “cadre is a member of this kind of group;
they were to become the cadres of the new community party". Jadi pengertian
kader adalah "sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus
dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar". Hal ini
dapat dijelaskan, pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam
organisasi, mengenal aturan-aturan permainan organisasi dan tidak bermain
sendiri sesuai dengan selera pribadi. Bagi HMI aturan-aturan itu sendiri dari segi
nilai adalah Nilai Dasar Perjuangan (NDP) dalam pemahaman memaknai
perjuangan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai ke-Islam-an yang
membebaskan (Liberation force), dan memiliki kerberpihakan yang jelas
terhadap kaum tertindas (mustadhafin). Sedangkan dari segi operasionalisasi
organisasi adalah AD/ART HMI, pedoman perkaderan serta ketentuan organisasi
lainnya. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang terus menerus
(permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah
(konsisten) dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga,
seorang kader memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau
kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar.
Jadi fokus penekanan kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang
Kader rnemiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial
lingkungannya dan mampu melakukan "social engineering".
Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses perkaderan sehingga
memiliki ciri kader sebagaimana dikemukakan di atas dan memiliki integritas
kepribadian yang utuh : Beriman, Berilmu dan Beramal Shaleh sehingga siap
3 Badan Pengelola Latihan HMI

mengemban tugas dan amanah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa


dan bernegara.
Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sisternatis
selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga memungkinkan seorang
anggota HMI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader Muslim
- Intelektual - Profesional, yang memiliki kualitas insan cita Berdasarkan pola
dasar perkaderan, maka tahapan dalam sistem perkaderan yang dilakukan meliputi
rekrutmen, pembentukan, dan pengabdian kader. Dalam proses pembentukan
kader, secara formal dibagi menjadi tiga fase, masing-masing fase ini dimulai
dengan suatu training formal. Training formal ini dilakukan secara berjenjang,
jenjang pertama merupakan prasyarat untuk mengikuti jenjang berikutnya, sampai
pada jenjang terakhir. Jenjang training formal yang dapat dilalui dalam proses
pembentukan kader adalah Latihan Kader I (Basic Training ) sebagai jenjang
pertama, Latihan Kader II (Intermediate Training ) sebagai jenjang menengah,
dan Latihan Kader III (Advance Training) sebagai jenjang terakhir. Masing-
masing jenjang memiliki tujuan tersendiri yang merupakan tahap dalam
pembentukan kader umat dan kader bangsa. Selain training formal yang bertujuan
untuk menstandarisasi kader, terdapat juga training informal yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan kader dalam bidang tertentu secara professional.
Dalam training informal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan kader dan trend
saat ini.
Jadi training formal merupakan upaya untuk memberikan kemampuan standar
anggota HMI secara kualitatif, sedangkan training informal memberikan
kemampuan khusus pada kader. Oleh karena itu pada wilayah training formal
harus ada standar yang baku dan bersifat tetap dalam wilayah kurikulum,
kreatifitas hanya bisa dilakukan dalam wilayah metodologi.
Sebagai upaya untuk menjaga arah perkaderan agar sesuai dengan pedoman, maka
sudah barang tentu kebutuhan terhadap panduan yang menjelaskan secara teknis
training formal khususnya menjadi mutlak adanya. Secara khusus panduan ini
akan mengupas tentang Latihan Kader I (Basic Training) HMI.
4 Badan Pengelola Latihan HMI

PEDOMAN PELAKSANAAN LK I
2.1 TUJUAN
Tujuan dilaksanakan Latihan Kader I (Basic Training) adalah :
“Terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis, sadar akan fungsi
dan peranannya dalam berorganisasi, serta hak dan kewajibannya sebagai kader
umat dan kader bangsa”

2.2 TARGET
Target yang diharapkan pasca Latihan Kader I (Basic Training) dapat dilihat
dengan indikator sebagai berikut :
1. Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
(menjalankan ibadah secara baik, teratur dan rutin)
2. Mampu meningkatkan kemampuan akademis (IPK meningkat)
3. Memiliki kesadaran akan tanggungjawab keumatan dan kebangsaan (berperan
dalam kehidupan masyarakat : kampus, rumah, dll)
4. Memiliki kesadaran berorganisasi (aktif dalam kegiatan organisasi,
kepanitiaan, dll)

2.3 UNSUR-UNSUR TRAINING


Yang dimaksud dengan unsur-unsur training adalah komponen yang terlibat
dalam kegiatan pelaksanaan Latihan Kader I (Basic Training).
Unsur-unsur yang dimaksud adalah :
1. Pengurus HMI Cabang
Pengurus HMI cabang berperan dalam mengatur regulasi pelaksanaan Latihan
Kader I (Basic Training), dan legalisasi atas pengukuhan kelulusan peserta
yang dituangkan dalam Surat Keputusan tentang Pengukuhan dan Pengesahan
Anggota Biasa Himpunan Mahasiswa Islam
2. Pengurus HMI Komisariat
Pengurus HMI komisariat bertanggung jawab atas terlaksananya Latihan
Kader I (Basic Training) sebagai penyelenggara kegiatan.
3. Lembaga Pengelola Latihan
Lembaga Pengelola Latihan merupakan institusi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan Latihan Kader I (Basic Training)

Selain institusi di atas, terdapat unsur-unsur yang terlibat dalam pelaksanaan


training secara teknis, yaitu :
1. Organizing Committee
Organizing Committee bertugas dan bertanggung jawab terhadap segala
sesuatu hal yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan kegiatan.
Tugas-tugas OC secara garis besar sebagai berikut :
5 Badan Pengelola Latihan HMI

a) Mengusahakan tempat, akomodasi, konsumsi dan fasilitas lainnya


b) Mengusahakan pembiayaan dan perijinan latihan
c) Menjamin kenyamanan suasana dan keamanan latihan
d) Mengusahakan ruangan, peralatan dan penerangan favourable
e) Bekerja sama dengan unsur-unsur lainnya dalam rangka menyukseskan
jalannya latihan
2. Steering Committee
Steering Committee bertugas dan bertanggung jawab atas pengarahan dan
pelaksanaan latihan.
Tugas-tugas SC secara garis besar sebagai berikut :
a) Menyiapkan perangkat lunak latihan
b) Mengarahkan OC dalam pelaksanaan latihan
c) Menentukan pemateri/instruktur/fasilitator
d) Menentukan pemandu/master of training
3. Pemandu/Master of Training
Pemandu/Master of Training bertugas dan bertanggung jawab untuk
memimpin, mengawasi, dan mengarahkan latihan.
Sejak dibukanya Latihan Kader I (Basic Training), tanggung jawab
pengelolaan latihan berada sepenuhnya dalam tanggung jawab
pemandu/master of training, sampai latihan dinyatakan ditutup.
Tugas-tugas pemandu/master of training secara garis besar sebagai berikut :
a) Memimpin latihan, baik di dalam forum ataupun di luar forum
b) Memberikan materi apabila pemateri/instruktur/fasilitator tidak dapat hadir
c) Melakukan penajaman pemahaman atas materi yang telah diberikan
d) Melakukan evaluasi terhadap peserta
e) Menentukan kelulusan peserta latihan
f) Mengadakan koordinasi diantara unsur yang terlibat langsung dalam
latihan
4. Pemateri/Instruktur/Fasilitator
Pemateri/Instruktur/Fasilitator bertugas untuk menyampaikan materi latihan
yang dipercayakan kepadanya.
5. Peserta
Peserta adalah calon-calon kader yang telah lulus seleksi, dan telah dinyatakan
sebagai peserta oleh penyelenggara
6. Tim Rekam Proses
Tim Rekam Proses bertugas untuk mencatat dinamika forum yang hasilnya
diberikan kepada pemandu/master of training sebagai pemimpin latihan
7. Tim Monitoring dan Evaluasi Training
Tim Monitoring dan Evaluasi Training bertugas dan bertanggung jawab untuk
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan training agar sesuai dengan
6 Badan Pengelola Latihan HMI

pedoman, hasil monitoring dan evaluasi disampaikan kepada pengurus BPL


HMI.

2.4 MEKANISME PELAKSANAAN


Untuk menyelenggarakan Latihan Kader I (Basic Training), langkah-langkah
yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Pengurus HMI komisariat membentuk OC dengan surat keputusan, dan
membuat out line (term of reference) pelaksanaan LK I, serta mengirimkan
surat pemohonan untuk mengelola latihan yang disertai SK penetapan OC dan
out line yang telah dibuat kepada pengurus BPL HMI yang ditembuskan pada
pengurus HMI cabang u.p. Ketua bidang Pembinaan Anggota. Selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan.
2. Pengurus BPL HMI membentuk SC dengan surat mandat untuk mengelola
latihan. Selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak diterimanya surat permohonan
dari pengurus HMI komisariat.
3. SC berkoordinasi dengan pengurus HMI komisariat dan OC untuk membuat
proposal. Selambat-lambatnya selesai 1 (satu) minggu.
4. SC menentukan, menghubungi, dan memastikan kesediaan pemandu/master of
training dan pemateri/instruktur/fasilitator latihan.
5. SC mengirimkan nama-nama pemandu/master of training kepada pengurus
BPL HMI untuk dikeluarkan surat keputusan. Selambat-lambatnya 1 (satu)
minggu sebelum pelaksanaan.
6. Pengurus BPL HMI mengeluarkan surat keputusan tentang pemandu/master of
training. Selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan.
7. Penyelenggara (komisariat) melakukan seleksi calon peserta berkoordinasi
dengan SC. Selambat-lambatnya dilaksanakan 1 (satu) hari sebelum
pelaksanaan.
8. Penyelenggara (komisariat) menyerahkan peserta kepada pemandu/master of
training sejak dibukanya acara latihan, selanjutnya latihan merupakan
tanggung jawab pemandu/master of training, sampai latihan dinyatakan
ditutup.
9. Pemandu/master of training menyerahkan hasil evaluasi latihan (kelulusan
peserta) kepada pengurus cabang u.p. Ketua bidang Pembinaan Anggota
10. Pengurus HMI cabang mengeluarkan surat keputusan tentang Pengukuhan dan
Pengesahan Anggota Biasa Himpunan Mahasiswa Islam
11. Pemandu/Master of Training, SC, dan OC memberikan laporan kegiatan
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah latihan ditutup.
Hal-hal yang penting harus dilaporkan oleh OC, meliputi:
a. Gambaran umum kegiatan.
b. Pelaksanaan kegiatan
7 Badan Pengelola Latihan HMI

- Administrasi kesekretariatan
- Publikasi, dekorasi dan dokumentasi.
- Akomodasi
- Konsumsi
- Keuangan dan perlengkapan.
- Acara dan lain-lain.
c. Evaluasi
d. Kesimpulan dan saran
e. Lampiran-lampiran.
Laporan disampaikan pada Pengurus HMI komisariat dan ditembuskan kepada
Pengurus HMI Cabang u.p. Ketua bidang Pembinaan Anggota.
Hal-hal penting yang harus dilaporkan pemandu dan SC meliputi :
a. Gambaran umum pengelolaan latihan
b. Pelaksanaan kegiatan
- Jadwal acara manual dan realisasi.
- Berita acara
- SC, pemandu, pemateri, peserta.
c. Evaluasi pengelola latihan
- Peserta
- SC dan pemandu
- Instruktur
d. Kesimpulan
Laporan diserahkan pada pengurus Badan Pengelola Latihan.

2.5 KRITERIA
Untuk melaksanakan Latihan Kader I (Basic Training) yang berkualitas
diperlukan kader-kader HMI yang unggul yang dapat terlibat dalam latihan, oleh
karena itu diperlukan kriteria khusus bagi kader yang terlibat dalam latihan.
A. Organizing Committee
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Anggota biasa HMI
- Telah mengikuti follow up dan Up-Grading LK I, minimal 3 (tiga)
bulan Diangkat oleh pengurus HMI komisariat dengan surat keputusan
B. Steering Committee
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum pengelola latihan
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Diutamakan anggota BPL HMI cabang
- Pernah menjadi Organizing Committee LK I
Diangkat oleh pengurus BPL HMI cabang dengan surat mandat
8 Badan Pengelola Latihan HMI

C. Pemandu/Master of Training
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum dan khusus pengelola latihan (BPL HMI
Cabang)
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Pernah menjadi pemateri/instruktur/fasilitator LK I
- Menguasai dan memahami seluruh materi LK I
- Anggota BPL HMI cabang
- Dapat menjadi suri tauladan yang baik
Ditentukan oleh SC dan diangkat oleh pengurus BPL HMI cabang dengan
surat keputusan
D. Pemateri/Instruktur/Fasilitator
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum dan khusus pengelola latihan (BPL HMI
Cabang)
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Pernah menjadi Steering Committee LK I
- Menguasai dan memahami materi yang dipercayakan kepadanya
- Anggota BPL HMI cabang
- Dapat menjadi suri tauladan yang baik
Ditentukan oleh SC
E. Peserta
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, dan tidak sedang
menjalani skorsing akademik
- Muslim/Muslimah
- Bisa membaca Al-Qur‟an
- Bisa melakukan sholat (hafal bacaan sholat)
- Bersedia mengikuti seluruh kegiatan training
- Lulus seleksi
F. Tim Rekam Proses
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum pengelola latihan
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Pernah menjadi Steering Committee LK I
- Menguasai dan memahami proses pengelolaan forum
Ditentukan oleh pemandu/master of training
G. Tim Monitoring dan Evaluasi Training Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum dan khusus pengelola latihan (BPL HMI
Cabang)
9 Badan Pengelola Latihan HMI

- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI


- Pernah menjadi pemandu/master of training LK I
- Menguasai dan memahami seluruh materi LK I
- Anggota BPL HMI cabang
- Dapat menjadi suri tauladan yang baik
Diangkat oleh pengurus BPL HMI cabang dengan surat tugas

2.6 MANAJEMEN TRAINING


Dalam upaya menciptakan pelaksanaan training yang baik dan berkualitas
diperlukan manajemen yang baik, yang dimaksud dengan manejemen training
adalah seni untuk mengatur agar tercapainya tujuan training. Berdasarkan hal
tersebut, maka LK I merupakan training penanaman nilai/ideologisasi organisasi,
sehingga dalam manajemen trainingnya harus mendukung pada aspek kesadaran
dalam berpola pikir, sikap, dan tindak, pembobotan dalam LK I adalah afektif
(50%), kognitif (30%), dan psikomotorik (20%). Hal-hal yang dimaksud dalam
manajemen training ini adalah :
1) Kurikulum
Kurikulum yang terdapat dalam pedoman merupakan penggambaran tentang
metode dari training. Oleh sebab itu penerapan dari kurikulum adalah erat
kaitannya dengan masalah yang menyangkut metode-metode yang
dipergunakan dalam training. Dalam penerapan kurikulum ini agar
diperhatikan aspek-aspek :
a) Penyusunan jadwal materi training
Jadwal training adalah sesuatu yang merupakan gambaran tentang isi dan
bentuk-bentuk training. Oleh karena itu penyusunan jadwal harus
memperhatikan urutan-urutan materi pokok sebagai korelasi yang tidak
berdiri sendiri (asas integratif). Berdasarkan hal tersebut maka urutan
materi pokok dalam LK I adalah sebagai berikut :
1. Sejarah Perjuangan HMI
2. Konstitusi HMI
3. Nilai Dasar Perjuangan NDP
4. Misi HMI
5. Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Dalam hal ini diperlukan adanya materi penunjang/tambahan, maka harus
diperhatikan korelasinya dengan materi pokok, jangan sampai memutus
hubungan antar materi pokok.
b) Metode Penyampaian
Cara penyampaian materi pada LK I pada dasarnya harus memenuhi
prinsip penyegaran dan pengembangan gagasan di tingkat pengelola, serta
penyegaran gagasan dan pemahaman di tingkat peserta, dengan demikian
10 Badan Pengelola Latihan HMI

diharapkan akan muncul gagasan-gagasan yang kreatif dan inovatif di


dalam forum training. Selain itu penyampaian materi harus mencapai
target/sasaran dari tujuan materi khususnya dan tujuan LK I umumnya,
serta membangun suasana training/forum yang tidak menjenuhkan.
2) Suasana Training
Suasana training merupakan komponen penting dalam kesuksesan
pelaksanaan training, karena suasana akan mempengaruhi kondisi psikologis
orang-orang yang terlibat dalam pelatihan. Suasana training harus dilihat
secara komprehensif, karena training bukan hanya sebatas forum penyampaian
materi, tetapi lebih jauh daripada itu, seluruh aktivitas sejak dibukanya
training sampai dengan penutupan, dalam arena atau lokasi tempat training
diadakan. Arena training digambarkan sebagai berikut :

Contoh

Kantor Administrasi
Ruang tamu dan makan

Arena Training

Ruang Panitia, MOT Dan


Pemateri
Mushola

Dengan demikian pemahaman tentang arena training tidak hanya terbatas pada
forum saja. Implikasi dari pemahaman tersebut adalah suasana training harus
dibangun pada keseluruhan arena training, sehingga segala aturan akan
mengikat pada keseluruhan kegiatan training, tidak hanya pada saat di forum.
Suasana yang harus dibangun dalam kegiatan pelatihan secara umum adalah
sebagai berikut :
a) Menimbulkan kegairahan (motivasi) antara sesama unsur individu dalam
training
b) Tidak menimbulkan kejenuhan di antara unsur individu dalam training
c) Tercipta kondisi yang equal (setara) antara sesama unsur individu dalam
training; menciptakan kondisi equal antar segenap unsur training berarti
mensejajarkan dan menyetarakan semua unsur yang ada dalam training.
Problem yang akan dihadapi adanya kenyataan-kenyataan “kemerdekaan
individu” dengan mengalami corak yang lebih demokratis. Dengan
demikian pula perbedaan secara psikologis unsur -unsur yang ada akan
11 Badan Pengelola Latihan HMI

lebih menipis disebabkan hubungan satu dengan yang lainnya diwarnai


dengan hubungan kekeluargaan antara senior dan yunior
d) Terciptanya suasana Islami; untuk menciptakan suasana yang Islami
sebagai upaya awal pembentukan kader muslim, dapat dilakukan dengan
jalan mengisi dengan aktivitas ritual pada waktu-waktu tertentu, serta
menonjolkan sikap-sikap dan prilaku yang baik.
e) Terciptanya suasana intelektual; dapat dilakukan dengan cara penyediaan
bahan bacaan di arena training dan menyediakan media tempat
mencurahkan buah pemikiran.
Dengan pemahaman bahwa training adalah seluruh aktivitas yang dilakukan
pada masa training, maka pada waktu tersebut seluruh dinamika dan suasana
training harus dibentuk oleh seluruh komponen, khususnya senior harus
mampu memberikan contoh yang baik pada yuniornya. Dengan demikian
suasana training yang mendidik dan menyenangkan dapat terbangun, aktivitas
yang tidak berkaitan dengan training, “omongan bocor”, dan sikap lain yang
kontraproduktif harus dieliminir.
3) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan training
menganut asas minimalis, maksudnya dengan kesiapan logistik yang minimal,
kegiatan training dapat tetap berlangsung dengan kualitas yang baik.
Keperluan forum yang mesti tersedia adalah alat tulis, lebih baik jika terdapat
perlengkapan pendukung lainnya. Demikian pula dengan akomodasi dan
perlengkapan lainnya, kondisi minimalis diharapkan dapat meningkatkan
militansi dan kreativitas kader.
4) Jumlah Peserta
Jumlah peserta akan mempengaruhi konsentrasi peserta dalam memahami
materi yang diberikan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dalam LK I
jumlah peserta yang ideal adalah minimal 12 (dua belas) orang dan maksimal
25 (dua puluh lima) orang perkelas.

2.7 LOKASI DAN WAKTU TRAINING


Dalam menentukan lokasi yang akan dipakai untuk pelaksanaan training harus
memperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut :
a) Aksesibilitas tinggi
b) Memiliki atau dekat dengan fasilitas ibadah
c) Tertutup; maksudnya lokasi yang memungkinkan ketika training berlangsung
peserta tidak dapat berinteraksi dengan “orang lain”
d) Memiliki sarana yang memadai untuk pelaksanaan training
e) Memiliki tingkat keamanan yang tinggi
12 Badan Pengelola Latihan HMI

Pelaksanaan training menggunakan sistem kamp konsentrasi dengan total waktu


minimal sesuai dengan jumlah waktu yang diperlukan untuk penyampaian materi
(jumlah total waktu dihitung berdasarkan waktu efektif; aktivitas rehat, sholat,
makan, dan aktivitas lain di luar forum tidak dihitung ke dalam waktu efektif),
sehingga seluruh peserta tidak diperkenankan untuk meninggalkan arena training
dengan alasan apapun, kecuali atas keadaan tertentu dan berdasarkan keputusan
pemandu/master of training. Dengan sistem ini diharapkan seluruh peserta dapat
terpantau aktifitasnya.
Dalam keadaan khusus dapat dilakukan pengecualian, tetapi tidak dengan
mengurangi waktu training.

2.8 SELEKSI
Untuk mendapatkan output yang baik harus berangkat dari input dan process yang
baik pula. Latihan Kader I yang merupakan proses pembentukan output agar
sesuai dengan tujuan dan targetnya, maka harus didukung oleh input yang baik.
Calon kader sebagai bahan baku yang akan diproses dalam LK I tentu harus
memiliki kualifikasi tertentu agar dapat menjadi kader sesuai dengan harapan dan
tujuan perkaderan.
Kualifikasi umum calon peserta LK I adalah sebagai berikut :
a) Terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, dan tidak sedang menjalani
skorsing akademik
b) Muslim/muslimah (bisa baca Al-Qur‟an dan bisa melakukan sholat atau hafal
bacaan sholat)
c) Memiliki integritas
d) Akademisi (cerdas; intelektual)
e) Memiliki potensi kepemimpinan
f) Berprestasi
g) Mau berproses serta aktif berorganisasi

Kualifikasi khusus disesuaikan dengan kondisi lokal masing-masing daerah.


Seleksi dilakukan dengan cara :
1) Tes tertulis
Tes tertulis berisi pertanyaan-pertanyaan tentang selayang pandang HMI,
dunia kemahasiswaan, kebangsaan, dan ke-Islam-an.
2) Wawancara
Wawancara berfungsi untuk menguji konsistensi jawaban, dan menggali lebih
dalam pengetahuan calon peserta yang tidak dapat disampaikan dalam bentuk
tulisan, serta menggali motivasi dan potensi calon peserta. Apabila motivasi
ada “distorsi” maka pewawancara betugas untuk meluruskannya.
13 Badan Pengelola Latihan HMI

3) Psiko Test
Psiko Test dilakukan untuk mengetahui potensi calon peserta.
Seleksi dilakukan oleh penyelenggara (komisariat) yang berkoordinasi dengan SC.
Hasil seleksi diumumkan selambat-lambatnya 1 (satu) jam sebelum pembukaan
training.

MATERI TRAINING

Latihan Kader I memiliki materi-materi dasar yang sifatnya penanaman dasar


organisasi HMI, atau dengan kata lain materi yang disampaikan pada LK I
merupakan fondasi dalam membentuk kader sesuai dengan kualitas insan cita.
Adapun materi yang diberikan dalam LK I ini harus seragam dan standar di
seluruh cabang, karena jika fondasi ini beragam akan mengakibatkan konstruksi
yang lemah.
Materi-materi yang diberikan dalam LK I ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
materi pokok dan materi penunjang atau tambahan. Materi pokok adalah
kelompok materi yang wajib ada dan disampaikan dalam forum LK I, materi ini
merupakan materi standar secara “internasional” bagi pelaksanaan LK I HMI.
Alokasi waktu dan prinsip nilai dalam materi pokok tidak boleh ditambah, apalagi
dikurangi, penambahan terhadap materi pokok dapat ditoleransi hanya menyentuh
aspek sudut pandang atau pengembangan kearifan lokal (misal penekanan pada
pembelaan kaum tertindas dengan studi kasus tertentu). Sedangkan materi
penunjang atau tambahan adalah materi yang telah menjadi kemestian untuk ada
dalam training (misal materi perkenalan dan orientasi latihan, dan materi evaluasi
dan rencana tindak lanjut), atau materi yang merupakan prasyarat tercapainya
pemahaman materi pokok (misal materi pengantar ideologi, dan materi pengantar
filsafat ilmu, sebagai prasyarat optimalisasi pemahaman materi Nilai Dasar
Perjuangan, atau materi teknik dan etika diskusi, sebagai prasyarat berjalannya
diskusi yang baik dalam pertrainingan), atau materi yang memiliki
hubungan/penurunan dari materi pokok dan memiliki keterkaitan dengan tujuan
perkaderan yang menjadi karakter lokal.

3.1 MATERI POKOK


Materi pokok yang diberikan dalam Latihan Kader I meliputi
(1) Materi Sejarah Perjuangan HMI,
(2) Materi Konstitusi HMI,
(3) Materi Nilai Dasar Perjuangan,
(4) Materi Misi HMI, dan
(5) Materi Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi.
14 Badan Pengelola Latihan HMI

3.1.1 Materi Sejarah Perjuangan HMI


A. Silabus

JENJANG SEJARAH ALOKASI WAKTU:


LATIHAN KADER I PERJUANGAN HMI 8 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum:


Peserta dapat memahami sejarah dan dinamika perjuangan HMI
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1 . Peserta dapat menjelaskan latar belakang berdirinya HMI.
2. Peserta dapat menjelaskan gagasan dan visi pendiri HMI.
3. Peserta dapat mengklasifikasikan fase-fase perjuangan HMI.

Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan:


1 . Pengantar Ilmu Sejarah.
1.1. Pengertian Ilmu Sejarah.
1.2. Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Sejarah.
2. Misi Kelahiran Islam.
2.1. Masyarakat Arab Pra Islam.
2.2. Periode Kenabian Muhammad.
2.2.1. Fase Makkah.
2.2.2. Fase Madinah.
3. Latar Belakang Berdirinya HMI.
3.1. Kondisi Islam di Dunia.
3.2. Kondisi Islam di Indonesia.
3.3. Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam.
3.4. Saat Berdirinya HMI.
4. Gagasan dan Visi Pendiri HMI.
4.1. Sosok Lafran Pane.
4.2. Gagasan Pembaruan Pemikiran ke-Islaman.
4.3. Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial-budaya.
4.4. Komitmen ke-Islaman dan Kebangsaan sebagai dasar perjuangan
HMI.
5. Dinamika Sejarah Perjuangan HMI dalam Sejarah Perjuangan Bangsa.
5.1. HMI Dalam Fase Perjuangan Fisik
5.2. HMI Dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa
5.3. HMI Dalam Fase Transisi Orde Lama dan Orde Baru
5.4. HMI Dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa
5.5. HMI Dalam Fase Pasca Orde Baru
15 Badan Pengelola Latihan HMI

Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi:
Memberikan Test Objektif/Subjektif dan penugasan dalam bentuk resume.
Referensi :
1. Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI (1974-1975), Bina
Ilmu
2. DR. Victor I. Tanja, HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan
Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982.
3. Prof. DR. Deliar Noer, Partai Islam Dipentas Nasional, Graffiti Pers, 1984
4. Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang, PT. Gunung Agung, 1988
5. Agus-Salim Sitompul, Historiografi HMI, Tintamas, 1995
6. Ramli Yusuf (ed), 50 tahun HMI Mengabdi, LASPI, 1997.
7. Ridwan Saidi, Biografi A. Dahlan Ranuwiharjo, LSPI, 1994.
8. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik di Indonesia,
Mizan, 1997
9. Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan
Muslim Masa Orde Baru, LSI 1987.
10. Muhammad Hussein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, LiteraAntarNusa
11. Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, I, II, III, Rajawali Pers
12. Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam
13. Moksen ldris Sirfefa et. Al (ed), Mencipta dan Mengabdi, PB HMI, 1997
14. Hasil-hasil Kongres HMI
15. Sejarah Kohati
16. Sharsono, HMI Daiam Lingkaran Politik Ummat Islam, Cl IS, 1997.
17. Prof. DR. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia (1902-1942),
LP3ES, 1980.
18. Literatur lain yang relevan
B. Materi Terurai

PENGANTAR ILMU SEJARAH

Pengertian
Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar- benar
terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti-
bukti yang membenarkan peristiwa itu benar- benar terjadi. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa
lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara
16 Badan Pengelola Latihan HMI

sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan
ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut.
Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah
Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan
mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada
peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari
peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam
mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai
yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan
masa saat ini dan yang akan datang.

MISI KELAHIRAN ISLAM

Masyarakat Arab Pra Islam


Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah
hidup dalam keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun
peradaban. Masyarakat arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun
ada yang dapat menulis dan membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun
pemahaman atau kebanggaan akan sastra demikian tingginya, jadi dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada masa itu hidup dalam kebodohan.
Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang sebagai benda
bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber
bencana, implikasinya adalah ada anggapan jika memiliki anak wanita akan
mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika
mereka sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir
sudah dibunuh). Selain itu masyarakat Arab pra Islam hidup dalam perpecahan
klan (keluarga besar), karena mereka lebih menonjolkan ego kesukuan atau
kabilah, ini menyebabkan masyarakat Arab sering berperang antar kabilah dan
tidak memiliki rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa Arab menjadi lemah
dan terpecah-pecah.

Periode Kenabian Muhammad


# Fase Makkah
Muhammad SAW lahir di Makkah pada masa keadaan masyarakat yang buruk
sekali. Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan
dengan tanggal 20 April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan
Abdullah dan Aminah. Sejak kecil Muhammad memiliki sifat yang terpuji
sehingga kemudian ia dijuluki “al-amin” atau orang yang dapat dipercaya. Pada
usia yang ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama
17 Badan Pengelola Latihan HMI

Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad SAW sering melakukan


perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang
bernama Hira, beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian
rusak.
Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress
memikirkan bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira
semakin sering kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal
17 Ramadhan yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu
penampakan yang ternyata adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu
pertama (Al-Alaq : 1 – 5), dan ini pertanda bahwa Muhammad SAW telah
dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita acara. Pasca wahyu di
gua Hira, Muhammad SAW mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang
memerintahkan kepada Muhammad SAW untuk menyampaikan dakwah. Isi
dakwahnya adalah ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang
revolusioner, perubahan yang dibawa antara lain perubahan akhlak, karena
Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan lain adalah nilai persamaan,
yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat manusia, tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain sebagainya, di mata
Allah yang berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi
sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta membangun solidaritas
persaudaraan yang berimplikasi pada penguatan nasionalisme atau keutuhan
dalam berbangsa dan beragama.
Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau
berhubungan pada nilai ketauhidan atau iman, karena pada saat itu ajaran Islam
baru tegak kembali, sehingga yang harus dibangun pertama-tama adalah fondasi
aqidah atau iman yang dijadikan landasan fundamental.
Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab
yang datang untuk melakukan shoping atau ibadah haji. Muhammad s.a.w
melakukan dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-sia
karena dari kalangan yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang
menyatakan keimanannya, diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari
gerakan revolusioner berdampak pada peningkatan konstelasi politik masyarakat
Makkah, yang pada akhirnya memberikan satu pilihan kepada Muhammad s.a.w
untuk meninggalkan Makkah. Pada hijrah yang kedua, Muhammad s.a.w.
menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk meninggalkan kota Makkah
menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah. Muhammad
s.a.w pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju
Madinah, maka dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.
18 Badan Pengelola Latihan HMI

# Fase Madinah
Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke
Madinah, karena Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum
muslimin yang berada di Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar
(kaum muslimin tuan rumah) dan Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari
Makkah), maka langkah pertama yang dilakukan adalah mempertalikan
hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan
Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan kuat.
Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar
Islam yang ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang
tinggal di sana, antara lain Yahudi.
Dimadinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam.
Pembinaan masyarakat ini tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut
masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran
Islam maju dengan pesat, pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum
kemasyarakatan atau lebih kepada muamallah. Dengan semakin besarnya
kamum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi kelompok lain, maka
semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w. dan para
pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga mengakibatkan
timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq, dan beberapa
perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah
upaya defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.
Muhammad s.a.w. meninggal dunia dan dimakamkan di Madinah di usia 63
tahun, pada tanggal 12 Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.

LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI

Kondisi Islam di Dunia


Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan
ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat
dilihat dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagian besar
umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene
dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan
masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak
memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat
seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah
ajaran paripurna yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan,
namun lebih jauh daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam
seluruh aspek kehidupan.
19 Badan Pengelola Latihan HMI

Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam
keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia. Hal
tersebut mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk
dipusakai alam semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai
golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada
melemahnya kekuatan Islam.

Kondisi Islam di Indonesia


Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada
dalam cengkraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai
masyarakat kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan
kelompok mereka sendiri atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka.
Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat (katanya sich),
dengan penonjolan simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi
atas ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak
secara benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa
pintu ijtihad telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid
dan jumud. Selain itu umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai
macam aliran/firqah dan masing-masing golongan melakukan truth claim, hal ini
menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di
kalangan umat Islam di Indonesia.

Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam


Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan
para pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu
perguruan tinggi adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut
diharapkan menuju sesuatu yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi,
maka banyak golongan yang ingin menguasainya demi untuk kepentingan
golongan tersebut.
Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
tersebut, ada beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan
tinggi dan dunia kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di
perguruan tinggi adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme
dan dapat menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain
itu adanya organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini
menyebabkan aspirasi Islam dan umat Islam kurang terakomodir.
Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah
dalam hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa
Islam kurang memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan
tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa
20 Badan Pengelola Latihan HMI

komunis yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula
dengan ajaran Islam. Jelas sudah bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk
bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.

Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)


HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang
memprihatinkan, yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan,
pemahaman, penghayatan ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan
nyata.
Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang
berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak
independen untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa
yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlibat
Dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di
Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5
Pebruari 1947 sebuah organisasi kemahasiswaan telah terbentuk, yaitu Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi independen dan sebagai anak umat
dan anak bangsa.

GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI

Sosok Lafran Pane


Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun
1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan
disebut sebagai pendiri HMI.
Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang
Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan
“lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga
mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945
Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia
menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang
lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang
kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna,
karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat.
Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat
Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP
Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas
Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama
21 Badan Pengelola Latihan HMI

UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum
Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu
politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.

Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman


Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman,
penghayatan dan pengamalan umat Islam akan agamanya harus ditingkatkan,
sehingga dapat mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh.
Kebenaran Islam memiliki jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk
kehidupan yang dapat menghantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan
akhirat.
Tugas suci umat Islam adalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi
dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material
dan spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman,
diharapkan kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan
dan pengamalan ajaran Islam dapat dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan
ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam telah membawa pada arti agama
yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya melakukan peribadatan.
Al-Qur‟an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak ditempatkan sebagai
agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat
menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan masa lalu.

Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya


Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya,
kemajemukan tersebut merupakan sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai,
tetapi keberagaman yang tidak terorganisir akan mengakibatkan perpecahan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi
perjuangan sosial budaya, yaitu :
1. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat
Indonesia
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam
Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang
ada menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna
mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan
mengembangkan ajaran Islam pun harus dipelajari kondisi sosial budaya agar
tidak terjadi benturan kultur.
Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual
harus diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini
tidak dapat diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.
22 Badan Pengelola Latihan HMI

Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HMI


Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang
bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam
tujuan HMI yaitu :
a) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat
rakyat Indonesia yang didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran
kebangsaan atau ke-Indonesiaan
b) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung
pemikiran ke-Islaman
Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam
komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang
ingin menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin
yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.
Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat
dalam gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan
tujuan HMI (hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang,
“Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah SWT”. Namun kedua komitmen itu tidak dilakukan secara institusional,
melainkan dampak dari proses pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.

DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI


DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

HMI dalam Fase Perjuangan Fisik


HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di
Madiun pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih
kekuasaan pemerintahan yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik
Indonesia”. Menghadapi hal tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan
mahasiswa dengan membentuk Corps Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut
anggota HMI terpaksa meninggalkan bangku kuliah untuk mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pengkhianatan PKI, selain itu HMI pun
terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer Belanda.
Sebagai anak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi
mempertahankan negara Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI,
anggota-anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa
ikut bertanggung jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI
berkeyakinan bahwa dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta
23 Badan Pengelola Latihan HMI

keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk
memperthankan dan mempersatukan bangsa.

HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa


Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang
merupakan ancaman terhadap kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri.
Kekuatan PKI ini makin memuncak pada era 60-an, PKI menjadi salah satu
kekuatan sosial politik besar di Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang
ajaran komunis dan mengajak semua pihak yang ada untuk menentang komunis.
Persoalan komunis bukan hanya persoalan bangsa dan negara, tetapi juga
persoalan HMI, akibat sikap HMI tersebut maka PKI menempatkan HMI sebagai
salah satu musuh utama yang harus diberangus. HMI menggalang konsolidasi
dengan semua pihak yang non komunis, karena komunis bertentangan dengan
dasar negara, yaitu Pancasila. Selain itu PKI selalu berusaha untuk merebut
pemerintahan dan kekuasaan yang sah.
Untuk menghadapi pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di
Kaliuarang Yogyakarta pada tanggal 9 – 11 April 1955, keputusan yang diambil
adalah :
1) Menyerukan kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam
pemilu yang akan datang
2) Menyerukan kepada partai-partai Islam supaya mengurangi keruncingan-
keruncingan, tidak saling menyerang
3) Kepada warga dan anggota HMI supaya :
a) Wajib aktif dalam pemilu
b) Wajib aktif memilih salah satu partai Islam
c) Mempunyai hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai
Islam yang disenangi
Dalam menghadapi sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan
seruan kepada seluruh anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat
memikul amanah umat Islam di Indonesia.
Ketika Demokrasi Terpimpin berjalan, HMI mendapat tekanan kuat, karena ada
tuduhan bahwa HMI kontra revolusi, dan lain-lain. Oleh karena itu HMI
menggelar Musyawarah Nasional Ekonomi HMI se-Indonesia di Jakarta pada
tahun 1962. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan kepada HMI saat itu
menyangkut sikap yang diambil HMI, yaitu (1) Apakah HMI mendukung
Manipol/Usdek atau tidak ? (2) HMI setuju pancasila atau tidak ? dan (3) HMI
setuju sosialisme Indonesia atau tidak ?
Munas memberikan jawaban sebagai berikut :
1) Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan
oleh MPRS
24 Badan Pengelola Latihan HMI

2) Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan


Piagam Jakarta
3) Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang
diridhoi Tuhan Yang Maha Esa
Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan,
isu dan tuduhan yang dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur
HMI dalam percaturan sejarah.

HMI dalam Transisi Orde Lama dan Orde Baru


Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan,
dan lagi-lagi HMI lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan
eksistensinya hingga saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti, entah……). HMI
adalah salah satu komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran komunis,
sedangkan PKI saat itu merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara
Republik Indonesia. PKI berkeinginan untuk membubarkan HMI karena
merupakan salah satu musuh utamanya, usaha untuk membubarkan HMI
dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak mampu membubarkan HMI, lebih baik
pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu atau Gestok (istilah Pemimpin
Besar Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI bukan hanya menjadi
masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal tersebut merupakan masalah
umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan negara Republik
Indonesia adalah dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30 Sepetember/PKI
tahun 1965. Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara penculikan terhadap
para perwira tinggi TNI -AD (kecuali Pangkostrad yang merupakan jabatan
strategis, why ?), dan menghabisi para perwira itu. Menyikapi hal ini, HMI
mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut dilakukan oleh PKI (
pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali dilontarkan oleh HMI
–sumber Agussalim Sitompul ), HMI ikut membantu pemerintah dalam menumpas
G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI. Setelah
turunnya Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia,
HMI bersikap mendukung pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan
HMI ikut dalam usaha-usaha untuk menumpas sisa-sisa PKI serta organisasi
underbouw PKI.

HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa


Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita,
yang karenanya akan tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang
dilandasi oleh iman serta diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para
25 Badan Pengelola Latihan HMI

kader ini akan dapat dijadikan penopang dalam pembangunan bangsa dan negara
Republik Indonesia.
Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim
2) Partisipasi dalam pemberian konsep
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan
Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru
sebenarnya lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang
berdampak pada hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal
memaksa HMI untuk terbawa pusaran kekuasaan, misal masalah asas tunggal
yang mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di
Diponegoro dan HMI yang menamakan dirinya Majelis Penyelamat Organisasi.

HMI dan Fase Pasca Orde Baru


Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang
dikenal dengan sebutan Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi
masih berupa angan yang belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah,
karena banyak komponen bangsa yang ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi
dengan harapan berumur panjang.
Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini
diakibatkan penempatan peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan.
Bahkan gerakan mahasiswa di luar HMI seringkali menempatkan HMI sebagai
common enemy.
Dinamika organisasi di manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI
tetap bertahan ?

3.1.2 Materi Konstitusi HMI


A. Silabus

JENJANG: KONSTITUSI HMI ALOKASI WAKTU:


LATIHAN
KADER I 10 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum:


Peserta dapat Memahami ruang lingkup konstitusi
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. Peserta dapat menjelaskan ruang lingkup konstitusi HMI dan hubungannya
dengan pedoman pokok organisasi lainnya.
2. Peserta dapat mempedomani konstitusi HMI dan pedoman-pedoman pokok
organisasi dalam kehidupan berorganisasi.
26 Badan Pengelola Latihan HMI

Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan


1. Pengantar Ilmu Hukum
1.1. Pengertian dan Fungsi Hukum
1.2. Hakekat Hukum
1.3. Pengertian Konstitusi dan arti pentingnya dalam organisasi
2. Ruang lingkup Konstitusi HMI
2.1. Makna Mukodimah AD HMI
2.2. Makna HMI sebagai organisasi yang berasaskan Islam
2.3. Anggaran Dasar dan Rumah Tangga HMI
2.3.1. Masalah keanggotaan
2.3.2. Masalah Struktur Kekuasaan
2.3.3. Masalah Struktur Kepemimpinan
3. Pedoman-pedoman Dasar Organisasi
3.1. Pedoman Perkaderan.
3.2. Pedoman Kohati
3.3. Pedoman Lembaga Kekaryaan
3.4. Pedoman atribut HMI
3.5. GPPO dan PKN
4. Hubungan Konstitusi AD/ART dengan pedoman-pedoman Organisasi
lainnya.

Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi:
Melaksanakan Test Objektif/Subjektif dan penugasan.
Referensi:
1. Hasil-hasil kongres.
2. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Muhammad, Bulan Bintang, t.t.
3. Prof. DR. Mukhtar Kusuatmadja, SH, LMM dan DR. B. Sidharta, SH,
Pengantar Ilmu Hukum; Suatu pengenalan Pertama berlakunya Ilmu Hukum,
Penerbit Alumni, Bandung, 2000.
4. Prof. Chainur Arrasjid, SH. Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
2000
5. UUD 1945 (untuk perbandingan)
6. Literatur lain yang relevan.

B. Materi Terurai
Pengertian
27 Badan Pengelola Latihan HMI

Konstitusi adalah bentuk peraturan perundangan yang tertinggi yang menjadi


dasar dan sumber semua peraturan perundangan yang dibawahnya dalam suatu
organisasi/negara.
Konstitusi : - Aturan pokok
- Hukum pokok
Qur‟an & Hadist = Islam
Pancasila & UUD 1945 = Indonesia
AD/ART = Organisasi

Syarat yang harus dimiliki agar konstitusi menjadi penentu arah, tindakan dan
piagam (sebagai dasar pijakan) :
1. Bentuknya
Sebagai naskah tertulis yang merupakan perundangan tertinggi yang berlaku
dalam suatu organisasi/negara.
2. Isinya
Merupakan peraturan yang bersifat fundamental; artinya tidak semua masalah
yang penting harus dibuat, melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar atau
azas-azasnya saja.
3. Sifatnya
• Universal
• Fleksibel
• Luwes

PIAGAM MADINAH
(Untuk perbandingan)
Prinsip-prinsip umum atau pokok-pokok pikiran
1. Monotheisme
Konsep tauhid terdapat dalam Mukadimmah, pasal 22, 23, 42 dan akhir pasal
47
2. Persatuan dan kesatuan
Terdapat dalam pasal 1, 15, 17, 25, dan 37
3. Persamaan dan keadilan
Terdapat pada pasal 13, 15, 16, 22, 24, 37, dan 40
4. Kebebasan beragama
Terdapat pada pasal 25
5. Bela negara
Tersirat dalam pasal 24, 37, 38, dan 44
6. Pelestarian adat yang baik
Terdapat dalam pasal 2 – 10. Adat yang dipertahankan seperti gotong-royong,
pembayaran diat dan tebusan tawanan.
28 Badan Pengelola Latihan HMI

Ruang Lingkup Konstitusi HMI


Mukadimmah
Alinea 1 :
1) Islam ajaran yang haq dan sempurna (Ali Imron 19)
2) Fitrah manusia : Hanief/cenderung pada kebenaran (Al-Araf 172)
3) Khalifah fil ardh (Al-Baqarah 30)
4) Pengabdian diri (Az-Zariat 56)
Alinea 2 :
Azas keseimbangan (Al-Qashash 77)
Duniawi – Ukhrawi, Individu – Sosial, Iman – Ilmu – Amal
Alinea 3 :
1) Kemerdekaan merupakan rahmat Allah SWT
(At-Taubah 41, Al-Baqarah 105, Yunus 25)
2) Umat Islam wajib mengisi kemerdekaan (fungsi umat
Islam) (Al-Anfal 61, Al-Jum‟ah 10, Ar-Radu 11)
3) Adil makmur
Alinea 4 :
1) Fungsi generasi muda Islam
2) Orientasi pengabdian kepada Allah SWT (Az-Zariat 56)

Makna HMI sebagai Organisasi berasaskan Islam


HMI adalah organisasi yang menghimpun mahasiswa yang (mengaku) beragama
Islam dimana secara individu dan organisatoris memiliki cirri-ciri keislaman, dan
menjadikan Al-Qur‟an dan As-Sunah sebagai sumber norma, sumber nilai,
sumber inspirasi dan sumber aspirasi di dalam setiap aktivitas dan dinamika
organisasi.
Anggaran Dasar dan Rumah Tangga HMI
Anggaran Dasar dan Rumah Tangga HMI merupakan konstitusi HMI, isinya
memuat aturan-aturan pokok organisasi yang bersifat fundamental. Secara khusus
masalah-masalah yang memerlukan penjelasan lebih lanjut diurai dalam beberapa
naskah, yaitu penjelasan dan pedoman-pedoman organisasi lainnya.
Hal utama yang harus diketahui kader selain asas dan implikasinya adalah
masalah tentang keanggotaan, dan struktur organisasi.
Yang dapat menjadi anggota HMI adalah mahasiswa Islam yang terdaftar pada
perguruan tinggi dan/atau yang sederajat yang ditetapkan oleh Pengurus HMI
Cabang/Pengurus Besar HMI. Keanggotaan HMI dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Anggota Muda
Anggota muda adalah mahasiswa Islam yang menuntut ilmu di perguruan
tinggi atau yang sederajat dan telah mengikuti MAPERCA (Masa Perkenalan
Calon Anggota)
29 Badan Pengelola Latihan HMI

2) Anggota Biasa
Anggota biasa adalah anggota muda yang telah memenuhi syarat dan atau
anggota muda yang telah mengikuti Latihan Kader I (LK I)
3) Anggota Kehormatan
Anggota kehormatan adalah orang yang berjasa kepada HMI yang telah
ditetapkan oleh Pengurus HMI Cabang/Pengurus Besar HMI.
Setiap mahasiswa Islam yang berkeinginan untuk bergabung di HMI dengan
status sebagai anggota harus mengajukan permohonan secara menyatakan secara
tertulis kesediaan mengikuti dan menjalankan AD/ART serta pedoman HMI
lainnya kepada pengurus cabang setempat. Apabila yang bersangkutan memenuhi
syarat dan telah mengikuti MAPERCA, maka dinyatakan sebagai anggota muda
HMI, kemudian jika anggota muda tersebut telah megikuti dan lulus Latihan
Kader I akan dinyatakan sebagai anggota biasa HMI.
Masa keanggotaan HMI dihitung sejak kelulusan dari Latihan Kader I dan akan
berakhir maksimum 5 (lima) tahun untuk program S0, 7 (tujuh) tahun untuk
program S1, dan 9 (sembilan) tahun untuk program pasca sarjana. Perhitungan
tahun antar program bukan dibuat akumulasi. Selain habis masa keanggotaan,
status anggota HMI juga dapat berakhir jika anggota yang bersangkutan
meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan atau dipecat. Dalam
keadaan tertentu masa keanggotaan dapat diperpanjang apabila yang bersangkutan
masih menduduki kepengurusan di HMI, dan akan diperpanjang sampai masa
kepengurusannya berakhir.
Anggota muda HMI mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara
(gimana bisa bicara kalo bersuara tidak boleh), dan mengikuti Latihan Kader I.
Anggota biasa memiliki hak suara sehingga otomatis punya hak bicara, mengikuti
latihan dalam organisasi sesuai dengan peruntukannya, dan mempunyai hak untuk
dipilih sebagai fungsionaris pengurus HMI sesuai dengan peruntukannya.
Anggota kehormatan dapat mengajukan saran/usul dan pertanyaan kepada
pengurus secara lisan atau tertulis.
Anggota HMI berkewajiban untuk menjaga nama baik organisasi, berpartisipasi
dalam seluruh kegiatan HMI. Khusus untuk anggota muda dan anggota biasa, juga
harus membayar uang pangkal dan iuran organisasi.
Anggota HMI dapat dipecat karena dua hal :
1) Bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
oleh HMI
2) Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik organisasi Yang bisa
mencabut status keanggotaan HMI adalah Pengurus HMI Cabang dan
Pengurus Besar HMI, dengan prosedur yang telah diatur secara khusus.
30 Badan Pengelola Latihan HMI

STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi HMI terbagi menjadi 2 (dua), yaitu (1) Struktur Kekuasaan,
dan (2) Struktur Pimpinan.
Struktur kekuasaan secara hirarki terdiri dari :
1) Kongres
2) Konferensi/Musyawarah Cabang
3) Rapat Anggota Komisariat
Struktur pimpinan secara hirarki terdiri dari :
1) Pengurus Besar HMI
2) Pengurus HMI Cabang
3) Pengurus HMI Komisariat
Pedoman-Pedoman Dasar Organisasi
Pedoman Perkaderan
Pedoman perkaderan adalah aturan yang khusus membahas tentang sistem
perkaderan yang dilakukan di HMI. Sistem inilah yang dilaksanakan secara masif,
seragam, standar, dan menyeluruh oleh seluruh komponen HMI.
Hal-hal yang menjadi pokok dalam sistem perkaderan HMI adalah :
1. Tujuan Perkaderan
Terciptanya kader Muslim-Intelektual-Profesional yang berakhlakul karimah
serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya
mencapai tujuan organisasi.
2. Aspek Perkaderan
• Pembentukan integritas watak dan kepribadian
• Pengembangan kualitas intelektual
• Pengembangan kemampuan professional
3. Landasan Perkaderan ¾
Landasan teologis ¾
Landasan ideologis ¾
Landasan konstitusi ¾
Landasan historis ¾
Landasan sosio-kultural ¾
4. Pola Dasar Perkaderan
• Rekrutmen
• Pembentukan Kader
- Training Formal
- Pengembangan :
 Up-Grading
 Pelatihan
 Aktivitas
• Pengabdian
31 Badan Pengelola Latihan HMI

PEDOMAN KOHATI

KOHATI adalah singkatan dari Korps HMI-Wati. KOHATI merupakan badan


khusus HMI yang bertugas untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan
potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan.
KOHATI didirikan pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H yang bertepatan dengan
tanggal 17 September 1966 pada Kongres VIII HMI di Solo, KOHATI
berkedudukan dimana HMI berada.
KOHATI bertujuan “Terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita”.
KOHATI merupakan organisasi yang bersifat semi otonom. KOHATI memiliki
fungsi sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader HMI dalam
wacana dan dinamika gerakan keperempuanan. Dalam internal HMI, KOHATI
berfungsi sebagai bidang keperempuanan, dan di eksternal HMI, KOHATI
berfungsi sebagai organisasi perempuan. KOHATI berperan sebagai pencetak dan
pembinaan muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan. Yang dapat menjadi anggota KOHATI adalah
HMI-Wati yang telah lulus Latihan Kader I HMI.

PEDOMAN LEMBAGA KEKARYAAN


Sejarah Lembaga Kekaryaan HMI
Terbentuknya lembaga kekaryaan sebagai satu dari institusi HMI terjadi pada
kongres ke tujuh HMI di Jakarta pada tahun 1963 dengan diputuskannya
mendirikan beberapa lembaga khusus (sekarang lembaga kekaryaan) dengan
pengurus pusatnya ditentukan berdasarkan kuota yang mempunyai potensi
terbesar pada jenis aktifitas lembaga kekaryaan yang bersangkutan diantaranya :
• Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) dipusatkan di Surabaya
• Lembaga Da‟wah mahasiswa Islam (LDMI) yang dipusatkan di Bandung
• Lembaga Pembangunan Mahasiswa Islam (LPMI) pusatnya di Makassar
• Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSBMI) pusatnya di Yogyakarta
Dan kondisi politik tahun 60-an berorientasi massa, lembaga kekaryaan pun
semakin menarik sebagai suatu faktor bagi berkembang pesatnya lembaga
kekaryaan ditunjukkan dari :
• Adanya hasil penelitian yang menginginkan dipertegasnya status lembaga
kekaryaan, struktur organisasi dan wewenang lembaga kekaryaan
• Keinginan untuk menjadi lembaga kekaryaan otonom penuh terhadap
organisasi induk HMI
Kemudian sampai pada tahun 1966 diikuti oleh pembentukan Lembaga Tekhnik
Mahasiswa Islam (LTMI), Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI),
Lembaga Astronomi Mahasiswa Islam (LAMI). Akhirnya dengan latar belakang
diatas melalui kongres VIII HMI di Solo melahirkan keputusan Kongres dengan
32 Badan Pengelola Latihan HMI

memberikan status otonom penuh kepada lembaga kekaryaan dengan memberikan


hak yang lebih kepada lembaga kekaryaan tersebut, antara lain :
a. Punya struktur organiasasi yang bersifat nasional dari tingkat pusat sampai
rayon
b. Memiliki Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PD/PRT) sendiri
c. Bentuk megadakan musyawarah lembaga termasuk memilih pimpinan
lembaga
Keputusan-keputusan di atas di satu pihak lebih mengarahkan kepada kegiatan
lembaga, namun di lain pihak lebih merugikan organisasi ke tingkat induk bahkan
justru menimbulkan permasalahan serius. Ini dibuktikan dengan adanya evaluasi
pada kongres di Malang pada tahun 1969, dimana kondisi pada saat tersebut
lembaga kekaryaan sudah cenderung mengarah kepada perkembangan untuk
melepaskan diri dari organisasi induknya, sehingga dalam evaluasi kongres IX
HMI di Malang tahun 1969 antara lain melalui papernya mempertanyakan :
a. Status lembaga dan hubungan dengan organisasi induknya (HMI)
b. Perlu tidaknya penegasan oleh kongres, bahwa lembaga kekaryaan adalah
bagian mutlak dari HMI misalnya LKMI menjadi LK HMI, LDMI menjadi
LD HMI, dst.
Setelah kongres X di Palembang tahun 1971, perubahan kelembagaan tidak lagi
menjadi permasalahan dan perhatian Himpunan. Hal ini mengakibatkan lembaga
kekaryaan perlahan-lahan mengalami kemunduran dan puncaknya terjadi saat
diterbitkannya SK Mendikbud tentang pengaturan kehidupan kemahasiswaan
melalui NKK/BKK tahun 1978.
Namun realitas perkembangan organisasi merasakan perlu dihidupkannya
kembali, lembaga kekaryaan yang dikukuhkan melalui kongres XIII HMI di
Ujung Pandang. Kemudian LK menjadi perhatian/alternatf baru bagi HMI karena
gencarnya isu profesionalisme. Melalui kongres XVI di Padang tahun 1986
pendayagunaan LK kembali dicanangkan.

Lembaga Kekaryaan
Yang dimaksud dengan Lembaga Kekaryaan adalah badan-badan khusus HMI
(diluar KOHATI, BPL) yang bertugas melaksanakan kewajiban-kewajiban HMI
sesuai dengan fungsi dan bidangnya (ladang garapan) masing- masing, latihan
kerja berupa dharma bhakti kemasyarakatan dalam proses pembangunan bangsa
dan negara. Sebagaimana terdapat dalam unsur-unsur pokok Esensi Kepribadian
HMI yang meliputi :
1. Dasar Tauhid yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul yakni dasar
keyakinan bahwa “Tiada Tuhan melainkan Allah”, dan Allah adalah
merupakan inti daripada iman, Islam dan Ihsan.
33 Badan Pengelola Latihan HMI

2. Dasar keseimbangan yaitu keharmonisan antara pemenuhan tugas dunia dan


akhirat, jasmaniah dan rohaniah, iman dan ilmu menuju kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat.
3. Kreatif, yakni memiliki kemampuan dengan cipta dan daya pikir nasional dan
kritis, hingga memilki kebijakan untuk berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
4. Dinamis, yaitu selalu dalam keadaan gerak dan terus berkembang serta dengan
cepat memberikan respon terhadap setiap tantangan yang dihadapi sehingga
memiliki fungsi pelopor yang militan.
5. Pemersatu, yaitu sikap dan perbuatan angkatan muda yang merupakan kader
seluruh umat Islam Indonesia menuju persatuan nasional.
6. Progresif dan Pembaharu, yaitu sikap dan perbuatan orang muda patriotik
mengutamakan kepentingan bersama bangsa diatas kepentingan pribadi.
Memihak dan membela kaum-kaum yang lemah dan tertindas dengan
menentang penyimpangan dan kebatilan dalam bentuk dan manifestasinya.
Aktif dalam pembentukan dan peranan umat Islam Indonesia yang adil dan
makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dilihat dari jenisnya, maka lembaga kekaryaan yang pernah ada :
a. Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
b. Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI)
c. Lembaga Da‟wah Mahasiswa Islam (LDMI)
d. Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI)
e. Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI)
f. Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI)
g. Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI)
h. Lembaga Astronomi Mahasswa Islam (LAMI)
i. Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI)
j. Lembaga Hukum Mahasiswa Islam (LHMI)
k. Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam (LEPMI)
l. Dan lembaga-lembaga yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan karena
lembaga kekaryaan adalah badan pembantu pimpinan HMI, maka dengan
melaksanakan tugas/fungsional (sesuai dengan bidangnya masing-masing)
haruslah terlebih dahulu dirumuskan dalam suatu musyawarah tersendiri.
Musyawarah badan yang selanjutnya disebut rapat kerja itu, bertugas untuk
menjabarkan program HMI yang telah diputuskan oleh instansi-instansi
kekuasaan HMI.
Maksud dan Fungsi Lembaga Kekaryaan
Adanya lembaga kekaryaan dimaksudkan untuk mempertajam alat pencapai
tujuan HMI, sehingga dalam proses dapat terbentuk arah yang jelas, agar
pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan Lembaga Kekaryaan benar dapat
terkoordinasikan.
34 Badan Pengelola Latihan HMI

Adapun fungsi dari lembaga kekaryaan adalah :


a. Melaksanakan peningkatan wawasan profesionalisme anggota, sesuai dengan
bidang masing-masing, (Pasal 59 ART HMI) dan lembaga kekaryaan
bertanggung jawab kepada pengurus HMI setempat, (Pasal 60 ayat d ART
HMI)
b. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan HMI untuk meningkatkan
keahlian para anggota melalui pendidikan, penelitian dan latihan kerja praktis
serta darma bakti kemasyarakatan (pasal 60 ayat b ART HMI)
Pedoman Atribut HMI
Pedoman atribut HMI berisi tentang lagu, lambang dan berbagai macam
penerapannya. Lagu yang dijadikan sebagai Hymne HMI adalah lagu yang
diciptakan oleh RM Akbar sebagai berikut :

HYMNE
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
 Bersyukur dan Ikhlas
 Himpunan Mahasiswa Islam
 Yakin Usaha Sampai
 Untuk kemajuan
 Hidayah dan taufiq
 Bahagia HMI
 Berdoa dan Ikrar
 Menjunjung tinggi syiar Islam
 Turut Qur‟an dan hadist
 Jalan keselamatan
 Ya Allah berkati
 Bahagia HMI

Lambang HMI adalah sebagai berikut :


1. Bentuk huruf alif :
- Sebagai huruf hidup, lambang optimis kehidupan HMI
- Huruf alif merupakan angka 1 (satu) lambang,
dasar/semangat HMI
2. Bentuk perisai :
Lambang kepeloporan HMI
3. Bentuk jantung :
Jantung adalah pusat kehidupan manusia, lambang proses
perkaderan HMI
4. Bentuk pena :
35 Badan Pengelola Latihan HMI

Melambangkan bahwa HMI adalah organisasi mahasiswa yang senantiasa


haus akan ilmu pengetahuan
5. Gambar bulan bintang :
Lambang keimanan seluruh umat Islam di dunia
6. Warna hijau :
Lambang keimanan dan kemakmuran
7. Warna hitam :
Lambang ilmu pengetahuan
8. Keseimbangan warna hijau dan hitam : Lambang
keseimbangan, esensi kepribadian HMI
9. Warna putih :
Lambang kesucian dan kemurnian perjuangan HMI
10. Puncak tiga :
- Lambang Iman, Islam dan Ikhsan
- Lambang Iman, Ilmu dan Amal
11. Tulisan HMI :
Kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Islam
Pengunaan lambang HMI dapat diterapkan pada :
a) Lencana/Badge HMI
b) Bendera
c) Stempel
d) Kartu Anggota
e) Papan Nama HMI
f) Gordon/Selempang HMI
g) Aksesoris atau perlengkapan lain dengan tidak menyimpang dari lambang
dan penggunaannya
Aturan penggunaan dan lainnya diatur dengan rinci.
Atribut lain yang digunakan dalam HMI adalah :
1) Muts/Peci HMI
2) Baret HMI
Segala sesuatu yang berkaitan dengan atribut diatur dalam ketentuan khusus.

Hubungan Konstitusi dan Pedoman lainnya


Pada dasarnya konstitusi hanya memberikan aturan yang bersifat umum, aturan
secara khusus dijelaskan dalam pedoman-pedoman lainnya. Pedoman lain
berfungsi sebagai penjelasan teknis hal-hal yang dibahas dalam konstitusi,
sehingga tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Secara hirarki hukum
konstitusi merupakan aturan tertinggi.
36 Badan Pengelola Latihan HMI

3.1.3 Materi Nilai Dasar Perjuangan


A. Silabus

NILAI-NILAI DASAR ALOKASI


JENJANG: PERJUANGAN WAKTU:
LATIHAN
KADER I 8 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum


Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta
subtansi materi secara garis besar dalam organisasi.
Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Peserta dapat menjelaskan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam
organisasi
2. Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan
3. Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran
4. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan alam semesta
5. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia
6. Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat
7. Peserta dapat menjelaskan hubungan antara iman, ilmu dan amal
Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan
1. Sejarah perumusan NDP dan kedudukan NDP dalam organisasi HMI
1.1. Pengertian NDP
1.2. Sejarah Perumusan dan lahirnya NDP
1.3. NDP sebagai kerangka Global Pemahaman Islam dalam konteks
organisasi HMI
1.4. Hubungan antara NDP dan Mision HMI
1.5. Metode pemahaman NDP
2. Garis besar Materi NDP
2.1. Hakikat Kehidupan
2.1.1. Analisa Kebutuhan Manusia
2.1.2. Mencari kebenaran sebagai kebutuhan dasar manusia
2.1.3. Islam sebagai sumber kebenaran
2.2. Hakikat Kebenaran
2.2.1. Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah
2.2.2. Eksistensi dan sifat-sifat Allah
2.2.3. Rukun iman sebagai sebagai upaya mencari kebenaran
2.3. Hakikat Penciptaan Alam Semesta
2.3.1. Eksistensi Alam
2.3.2. Fungsi dan Tujuan Penciptaan Alam
37 Badan Pengelola Latihan HMI

2.4. Hakikat-hakikat penciptaan Manusia


2.4.1. Eksistensi Manusia dan Kedudukannya diantara mahkluk
lainnya
2.4.2. Kesetaraan dan kedudukan manusia sebagai khalifah dimuka
bumi
2.4.3. Manusia sebagai hamba Allah
2.4.4. Fitrah, kebebasan dan tanggungjawab manusia
2.5. Hakikat Masyarakat
2.5.1. Perlunya menegakan keadilan dalam masyarakat
2.5.2. Hubungan Keadilan dan Kemerdekaan
2.5.3. Hubungan Keadilan dan kemakmuran
2.5.4. Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan
2.6. Hakikat Ilmu
2.6.1. Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran
2.6.2. Jenis-jenis Ilmu
3. Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal

Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi :
Test objektif/subjektif, penugasan dan membuat kuisioner
Referensi :
1. Al-Qur‟an dan terjemah
2. Teks NDP
3. Literatur lain yang relevan
B. Materi Terurai
Sejarah Perumusan NDP
Sampai pada fase perjuangan HMI dalam transisi orde lama dan orde baru,
pedoman perjuangan HMI yang mendasar dan sistematis belum ada, setelah fase
berikutnya baru disusun Nilai Dasar Perjuangan HMI, yang pada Kongres XVI
HMI di Padang tahun 1986 pernah berubah nama menjadi Nilai Identitas Kader
(NIK), pada dasarnya tidak ada perubahan atas isi dari NDP. Perubahan ini
didasari atas pertimbangan politik setelah keluarnya UU No.5 tahun 1985 yang
menyatakan bahwa Pancasila satu-satunya azas organisasi kemasyarakatan. Pada
Kongres XXII HMI di Jambi tahun 1999 nama NIK kembali ditukar menjadi
NDP, seirama dengan pertukaran azas organisasi.
Kelahiran NDP dilatarbelakangi oleh :
1) Keadaan negara
38 Badan Pengelola Latihan HMI

Bangsa Indonesia sekitar 1966-1968 tengah mengalami perbaikan dari segi


infra struktur maupun supra struktur, karena bangsa Indonesia baru dilanda
badai pengkhianatan PKI
2) Keadaan umat Islam
Nurkholis Madjid dalam buku HMI Menjawab Tantangan Jaman
mengungkapkan bahwa muslim Indonesia adalah termasuk yang paling sedikit
ter”Arab”kan. Di Indonesia pemahaman Islam masih dangkal, sehingga masih
ada persoalan bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu sendiri.
3) Antek-antek PKI mempunyai pedoman yang baik
Untuk memberikan pemahaman tentang kekomunisan, para kader PKI di masa
jayanya (1960-an) mempunyai buku saku yang bisa dibaca dimanapun dan
kapanpun. Melihat keadaan ini timbul keinginan Cak Nur untuk menyusun
dasar-dasar nilai Islam melalui kerangka sistematis yang kemudia beliau beri
nama NDI (Nilai Dasar Islam) dengan tujuan NDI ini mampu berfungsi
sebagai pemahaman global tentang ajaran Islam.
4) Literatur yang tersedia belum memuaskan
Pada waktu itu para kader HMI masih jarang sekali menuangkan ide
keislaman mereka dalam bentuk tulisan, salah satu penyebabnya adalah
kesibukan melawan PKI secara fisik.
Pada masa kepengurusan Nurkholis Madjid, HMI berusaha membuat pedoman
perjuangan dan pada Kongres X HMI di Palembang tahun 1971, ditetapkan
menjadi Nilai Dasar Perjuangan (NDP), yang berasal dari naskah NDI yang
disampaikan Cak Nur dalam Kongres IX HMI di Malang tahun 1969 yang
selanjutnya kongres menugaskan kepada Nurkholis Madjid, Sakib Mahmud, dan
Endang Saifudin Anshari (alm.) untuk menyempurnakannya. Pemilihan nama
NDP sendiri memiliki alasan, yaitu :
(1) Nama NDI terlalu mengklaim Islam yang bahkan akan mempersimpit ajaran
Islam iru sendiri,
(2) Terinspirasi oleh buku “Perjuangan Kita”-nya Syahrir.
Ahmad Wahib dalam buku harian yang kemudian diterbitkan menjadi buku oleh
Johan Effendi dengan tajuk “Pergolakan Pemikiran Islam” yang dianggap
controversial, menuliskan bahwa perumusan NDI tersebut dipengaruhi oleh
perjalanan Nurkholis Madjid ke universitas- universitas di Amerika atas undangan
pemerintah Amerika pada tahun 1968. Hal ini dibantah oleh Cak Nur dalam buku
HMI Menjawab Tantangan Jaman, bahwa sebenarnya perjalanan ke Amerika
tidak berpengaruh banyak terhadap dirinya, karena selain perjalanan ke Amerika,
Cak Nur juga melanjutkan lawatan ke Timur Tengah dengan menggunakan sisa
uang saku yang dihematnya waktu di Amerika. Di Timur Tengah perjalanan
dimulai dari Damaskus, Kuwait, Saudi Arabia, Turki, Lebanon, dan terakhir
Mesir. Dalam perjalanan di Timur Tengah inilah untuk pertama kalinya Cak Nur
39 Badan Pengelola Latihan HMI

bertemu Gus Dur, padahal mereka satu kampung. Di Riyadh Cak Nur bertemu
dengan Dr. Farid Mustafa dan mendapat banyak hal darinya. Selama di Timur
Tengah Cak Nur sering mengadakan diskusi kritis tentang berbagai hal keislaman.
Sepulang Cak Nur dari menunaikan ibadah haji atas undangan Menteri
Pendidikan Arab Saudi (Syekh hasan bin Abdullah Ali) sekitar bulan April 1969,
keinginannya untuk menulis NDI makin menggebu-gebu.
Kedudukan NDP dalam tubuh HMI
NDP merupakan landasan perjuangan HMI, dan ini perlu disosialisikan pada
setiap kader. Tujuan NDP dalam HMI merupakan filsafat sosial dalam melakukan
perubahan sesuai tujuan HMI. Hubungan NDP dalam HMI dapat digambarkan
sebagai berikut :

ISLAM Landasan Teologis

NDP HMI Landasan Ideologis

MISSION HMI Landasan Filosofis

GPPO & PKN HMI Landasan Sosiologis

Berdasarkan skema tersebut, maka NDP merupakan filsafat sosial yang bersumber
dari ajaran Islam. Filsafat sosial ini diturunkan menjadi teori-teori sosial yang
teori- teori ini akan memberikan konsepsi yang jelas pada arah gerak perubahan
sosial yang dilakukan oleh HMI.

C. Teks NDP
NILAI DASAR PERJUANGAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

A. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan
melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya
atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan
itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan
kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut
kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan
berbahaya.
40 Badan Pengelola Latihan HMI

Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-
bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena
bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu
ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang
benar. Disamping itu masing -masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung
unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan
nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang
diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.
Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap
kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi
sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia.
Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai
guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu
melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan
peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya,
manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata
nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh
merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai
itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala
kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain
Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan
"Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan
"Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan
peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu
segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian
itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam
menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang
Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu
disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah
pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan,
baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi
karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat
menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya.
Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan
pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada
41 Badan Pengelola Latihan HMI

-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak
bertentangan dengan insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan
yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana
kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki
oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang.
Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih
oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan. Dengan
kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat
manusia. Para rosul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW.
Muhammad adalah Rosul penghabisan, jadi tiada Rosul lagi sesudahnya. Jadi para
Nabi dan Rosul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka
menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya
dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga berarti
"kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun
garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun
mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam
dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia
dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa
dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al -Quran dengan
terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat
kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut
manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-
Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-
ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh
manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secara singkat ;
katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan
tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa.
Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha
Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya
daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan
Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang
lahir dan Yang Bathin, dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah
Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada". Jadi Tuhan tidak
terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal
dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai
42 Badan Pengelola Latihan HMI

harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun


sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau
"ridhanya ". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan
sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian yang lain)
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan
pasti. Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta
berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada
sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada diriNya dan
teratur secara harmonis. Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan
perkembangan peradabannya. Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan
guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya.
Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri.
Jika kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama
Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan
obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau
pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana. Juga tidak
seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak
mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan
bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti
oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya.
Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat
materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk
tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia
ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di
dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya
bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini
membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi
sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang
menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi
berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu,
manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk
tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri. Ketidakpatuhan
itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan. Hukum dasar alami
daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan", sebab : segala
sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses
yang tiada henti-hentinya. Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan
menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah
Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu. Di dalam memenuhi tugas sejarah,
43 Badan Pengelola Latihan HMI

manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada
kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada
kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak
mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya
dengan pasti akan kebenarannya.
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan
ilmu. Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan
bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan
mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan
tentang manusia (sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai
kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini
sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat
ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan
wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai
Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam.
Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan
kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan
terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik
menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban, kemanusiaan menuju
kebenaran.
Sesudahnya atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan
permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu
kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana
Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak lagi terdapat kehidupan
historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah
pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi
atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah.
Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita
ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan
kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan
percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.

B. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN


Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan
mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang
membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau
kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-
sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah
44 Badan Pengelola Latihan HMI

membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada


kebenaran (Hanief).
"Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian
dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau
kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk
keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya
dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada
dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat
dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan
amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di
dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan
tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam
dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita
kepedihan. Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-
sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya
dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-
keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan
kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan
kearah kemajuan-kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu
hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya. Dia diliputi oleh semangat
mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia menyerap segala sesuatu yang
baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan
dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya
akan kebijaksanaan (widom, hikmah).
Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka,
bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya. Dia adalah manusia
toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf. Keutamaan itu
merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang
senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya
merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua
kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan
kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan
melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri,menyatakan
ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian dan wataknya
secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individu dan
kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai anggota
masyarakat, hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga
sekaligus untuk sesama ummat manusia.
45 Badan Pengelola Latihan HMI

Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani


dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat.
Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran
niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia seorang yang
ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri
dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang
murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu
sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan
lain yang nilainya lebih rendah (pamrih). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai
kemanusiaan pelakunya dan memberikannya kebahagiaan. Hal itu akan
menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal
akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah
kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan
dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang
hanief atau suci.

C. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN


UNIVERSAL (TAKDIR)
Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan
dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni,
kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu benar-
benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan pernyataan
kreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang
daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran terpenting daripada
kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi (external)
berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek pertama manusia
melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipikul secara
individual, dan komunal sekaligus. Sedangkan dalam aspek kedua manusia tidak
lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat baik dan
buruknya dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak
terdapat pertanggung jawaban perseorangan (mutlak). Manusia dilahirkan sebagai
individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi
individu kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada
kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri.
Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal
perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada
kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun sifat sekunder , ialah bahwa individu
46 Badan Pengelola Latihan HMI

dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah
alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah
bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu
kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah
masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak
berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari
kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya
hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam. Hukum yang menguasai
benda -benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tidak tunduk dan tidak
pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan
adanya "keharusan Universal " atau "kepastian hukum " dan takdir. 3) jadi kalau
kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di tengah alam dan
masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka
apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya?
Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan
terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal
yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan
berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah
pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan
yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya
kemungkinan-kemungkinan kreatif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha
yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari
manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana
manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana
manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri
dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau
berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti
untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya.
Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya
sendiri. Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan
haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan
dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian
itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa
keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak
perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak
hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang
universal itu.
47 Badan Pengelola Latihan HMI

D. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN PRIKEMANUSIAAN


Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia
sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan meniadakan
kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tatapi jelas pula bahwa tujuan
manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena
itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun
manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Karena menjadikan
sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai
dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah
kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri.
Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu ?. Ada, sebagaimana tujuan akhir dan
mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan
mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu
"Tuhan", kemudian sesuai dengan uraian bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada
manusia sebagai Allah. Karena kemutlakannya, Tuhan bukan saja tujuan segala
kebenaran. Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar
adalah pada hakikatnya pikiran tentang Tuhan YME. Oleh sebab itu seseorang
manusia merdeka ialah yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain
adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan YME, yaitu
kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-Nya.
Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan
ada karena adanya tujuan kepada Tuhan semata -mata. Hal itu berarti segala
bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang
terkandung didalamnya guna mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak.
Dan hanya pekerjaan "karena Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding
bagi kemanusiaan. Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini percaya kepada
Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-
Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam.
Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME. Pelakunya
disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang
lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang
menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME. Semangat tauhid
(memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan
tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid
tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia
yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan
(totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam
48 Badan Pengelola Latihan HMI

arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati
kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan
(human totality) itu antara lain, ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan
moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara tugas-tugas
peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia
adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang menjadi : manusia
sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan. Kepribadian yang
pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen
dan harmonis pada dirinya sendiri : jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak
dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit
dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran
yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam
hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna
menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi
sesama manusia "amal saleh" (harafiah: pekerjaan yang selaras dengan
kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman.
Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena
kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada
perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan
adalah tidak sejati. Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat
mencari ridho daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar
selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradabannya.
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan
tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan
menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia
maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik
merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan. Pada hakikatnya segala
bentuk kejahatan dilakukan orang karena syirik. Sebab dalam melakukan
kejahatan itu dia menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya
kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian
pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang
dilakukannya. Dia bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam
hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak
memperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri
kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab
dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan. Demikian
49 Badan Pengelola Latihan HMI

pula seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan jiran atau diktator)


adalah musyrik, sebab dia mengangkat dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan.
Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi
dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Maka sikap berperikemanusiaan adalah
sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar,
seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia. Tidak melebihkan
sehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau menyimpan itikad baik
dan lebih baik (ikhsan) maka kebutuhan menimbulkan sikap yang adil kepada
manusia.

E. INDIVIDU DAN MASYARAKAT


Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing
pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama.
Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah
dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan
dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi
kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam
bentuk-bentuk hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan
asasi diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul
perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-
perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting
dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki
pembagian kerja yang berbeda-beda.
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu
keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggota saja. Namun sejalan dengan
prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap
orang harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya melalui
aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya. Namun
inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia adalah mahkluk yang sempurna
dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya,
tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dan
keinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah
merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti
hawa nafsu. Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu juga berarti
ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan tak terbatas
atau hawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama
manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan. Realisasi persamaan
dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak terbatas hanya dapat
dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang, kemerdekaan tak terbatas
tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, kemerdekaan seseorang dibatasi
50 Badan Pengelola Latihan HMI

oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti
pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas yang lemah (perbudakan
dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan dengan prinsip
keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang.
Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk
mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan tingkat yang
sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat
yang bahagia.
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah.
Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif,
tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab
Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahil
ditanggung manusia.
Manusia merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup
ini (dalam sejarah) dalam hidup kemudian (sesudah sejarah). Semakin seseorang
bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan kesadaran
yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia
mendekati tujuan.
Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat
sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur
hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama manusia dalam
lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan
kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan
kehormatan bagi setiap orang.

F. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI


Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana
kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana
perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan usaha-
usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang
tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang
diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya. Akibatnya
pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu sama lain dalam
kekacauan atau anarchi. Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan
meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat.
Siapakah yang harus menegakan keadilan dalam masyarakat? Sudah barang pasti
ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu
kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya
senantiasa mengadakan usaha -usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu
51 Badan Pengelola Latihan HMI

menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya


sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan.
Kualitas yang harus dipunyai, rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran
kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan
yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pemimpin masyarakat. Memimpin
adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak
asasinya dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang
lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan
tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan
masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang
pertama berkewajiban menegakan kadilan. Maksud semula dan fundamental
daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia yang
menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan
dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil bagian
pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang diperoleh
melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya
haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri. Oleh karena itu pemerintah
haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri.
Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan
dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu. Kekuatan yang
sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus
bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan
kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu) adalah
kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung
tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan
keadilan amanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan. Disadari
oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam
lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak) . Pemerintah yang benar
dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya
kepada Tuhan YME.
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah
menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekayaan diantara
anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang
wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-
batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa
kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh
52 Badan Pengelola Latihan HMI

ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan


pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa
dilain pihak. Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-
jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses
selanjutnya yaitu bila sudah mencapai batas maksimal pertentangan golongan itu
akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan
dan peradabannya.
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekayaan dan kemiskinan akan terjadi dalam
kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan
perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik maupun mental
namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak
menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari
kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan
orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai
yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar.
Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang
menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang
terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak
terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan
dalam masyarakat.
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh
kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras orang-
orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian
merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk
memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu
menegakan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha
akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat. Sesudah syirik kejahatan
terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta
penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak
mengikuti jalan Tuhan. Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia
ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang
kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat
(amar ma'ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan
kepada manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar).
Dengan perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara
memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak
bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan)
sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar
diharamkan).
53 Badan Pengelola Latihan HMI

Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat
yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan
berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak
berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup
sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata.
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya
tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain
oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi
justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar
kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian
pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang
menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-
sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar
sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif
terhadap pribadi- pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara
mendalam akan adanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang
kontinue, sebagai bentuk formal peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang
benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia.
Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadi sembahyang
merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah -
masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik
pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa
pengabdian yang bersifat mutlak.
Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu
tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam
hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan
fundamental terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih
terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu
terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan
dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan
pribadi (Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan-
perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun
mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam pembagian
rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini
zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat
dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk
dibagikan kepada orang miskin.
Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, Syah dan halal
saja. Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus
54 Badan Pengelola Latihan HMI

dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh
pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu
harus dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang
Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh kekayaan secara haram,
dimana penindasan atas manusia oleh manusia dihapus.
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga
ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi
dibenarkan hanya jika digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi
menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi. Seorang dibenarkan
mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas
tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf pertentangan dengan
perikemanusiaan. Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan
golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif. Sebaliknya penggunaan
kurang dari rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat
disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan
untuk manfaat bersama.
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta
kekayaan ini adalah milik Tuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas
kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya.
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana
amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang
dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi kemiskinan,
orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama
yang masih dekat dalam hubungan keluarga. Adalah kewajiban negara dan
masyarakat untuk melindungi kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan
dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar
sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandalkan keluarganya
dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya
untuk dapat menerima tanggung jawab atas kegiatan-kegiatnnya. Dalam
prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah
dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar
kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang
pantas.

G. KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN


Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan , dapatlah dikumpulkan dengan pasti
bahwa inti dari pada kemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan
atau Amal Saleh Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran
mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa , serta menjadikanya satu-satunya tujuan
hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu
55 Badan Pengelola Latihan HMI

menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang
menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan
menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan
meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk
sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus dilakukan manusia ?.
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan
demikian pula perjalanan ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju
kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu
tempat dan suatu waktu tertentu.
Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada
yaitu kebenaran mutlak (Tuhan). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber
atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu
manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari
pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak setatis. Dia
bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner. Dia menghendaki perubahan
terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa
mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-
kebenaran itu menyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umt
manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-
kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran
merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju
kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu
saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar
seluruh alam dan sejarahnya sendiri.
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang
dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran,
yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak
kemanusiaan yang tertinggi.
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar
tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara
manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus
menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih
baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa
pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan
menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat manusia bagi
kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali
mengerahkan kemampuan intelektualitas atau rasio. Demikian pula manusia harus
memahami sejarah dengan hukum-hukum yang tetap. Hukum sejarah yang tetap
56 Badan Pengelola Latihan HMI

(sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan
menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui
kehancuran jika menyimpang dari padanya dengan menuruti hawa nafsu.
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih
baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus
ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan
memperhitungkan masa yang akan datang. Menguasai dan mengarahkan
masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah
kemajuan dan perbaikan.

H. KESIMPULAN DAN PENUTUP


Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar
sbb :
1. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan
YME dan keinginan mendekat serta kecintaan kepada-Nya yaitu takwa. Iman
dan takwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar
dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh.
Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan
usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan
perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya.
2. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau
pengabdian formil kepada Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat
dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana
dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut
bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada
agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang
terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di
tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan sehingga
kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi
kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri
kepada alam maupun orang lain.
3. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam
usaha yanag sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan
manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu yang
menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh
harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha - usaha yang
terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai -
nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf ,
disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan
kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk
57 Badan Pengelola Latihan HMI

kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum
tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah
penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai
manusia.
4. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan
melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung
bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan
dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan
menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah
kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu
persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang
merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh
persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada
musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka
adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka
tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.
5. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang
permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik,
lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus mengetahui arah yang benar dari
pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain,
manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan.
Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai
tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa
kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah
karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun
harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan
pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian
mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.

Dengan demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana yaitu beriman,
berilmu dan beramal.

Billahitaufiq Wal hidayah


Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.
58 Badan Pengelola Latihan HMI

RUJUKAN NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

DASAR – DASAR KEPERCAYAAN


1. Al – qur‟an. S. An – nahal (XVI) 89, artinya : “dan kami (Tuhan) telah
menurunkan kepada engkau (Muhammad) sebuah kitab (Al – qur‟an) sebagai
keterangan tentang sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira
bagi orang – orang muslim.”
2. Al – qur‟an. S. Al – Ikhlas (CXII) : 1 – 4 artinya : “Katakanlah : Dia adalah
Tuhan Yang Maha Esa dia adalah Tuhan, Tuhan segala tempat harapan. Tiada
ia berputar dan tiada pula berbapak serta tiada satupun baginya sepadan.”
3. Al – qur‟an. S. Al – Hadid (LVII) : 3, artinya : “Dia adalah yang pertama dan
terakhir dan yang lahir dan bathin.”
4. Al – qur‟an S. Al – Baqarah (II) 115, artinya : “Maka kemanapun juaberpaling,
disanalah wajah Tuhan.”
5. Al – qur‟an. S. Al – an‟am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) beserta kamu
dimanapun kamu berada.”
6. Al – qur‟an. S. Al – an‟am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) menciptakan
segala sesuatu kemudian mengaturnya dengan peraturan yang pasti.”
7. Al – qur‟an. S. Al – Mu‟min (XXIII) : 14, artinya : “Maka Maha Mulialah
Tuhan, sebaik–baiknya pencipta.”
8. Al – qur‟an. S. Luqman (XXXI) 20, artinya : “Tidaklah kamu memperhatikan
bahwa Allah menyediakan bagimu segala sesuatu yang ada di langit dan
segala sesuatu yang ada di bumi dan melimpahkannya kepada kami karunia –
karunia mendatar-Nya baik yang nampak maupun yang tidak nampak.”
9. Al – qur‟an, S. Yunus (X) : 101, artinya : “Katakanlah : Perhatikan olehmu
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, tanda – tanda dan peringatan
itu tidak ada berguna bagi golongan manusia yang tidak percaya.”
10. Al – qur‟an, S. Shod (XXXVIII) : 27, artinya : “Tidaklah kamu (Tuhan)
menciptakan lagit dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantara keduanya itu
secara palsu hal itu hanyalah prasangka orang – orang kafir saja.”
11. Al – qur‟an, S. Al – Tien (XCVO) : 4, artinya : “Sesungguhnya kami (Tuhan)
telah menciptakan manusia – manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya.”
12. Al – qur‟an, S. Al – Isra (XVII) : 70, artinya : “Dan kami lebih mereka itu
(umat manusia) di atas banyak dari segala sesuatu yang kami ciptakan dengan
kelebihan yang nyata.”
13. Al – qur‟an, S. Al – an‟am (VI) : 165, artinya : “Dan dialah (Tuhan) yang
menjadikan kamu sekalian (umat manusia) sebagai khalifa – khalifah bumi,
serta melebihkan sebahagian dari kamu atas sebagian yang lain bertingkat –
tingkat untuk menguji kamu dalam hal – hal yang telah diuraikan kepada
59 Badan Pengelola Latihan HMI

kamu. Sesungguhnya Tuhan cepat siksanya (akibat buruk daripadanya


perbuatan manusia yang salah) dan dia pastilah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang (memberikan akibat baik atas perbuatan manusia yang benar).”
14. Al – qur‟an, S. Hud (XI) : 16 artinya : “Dia (Tuhan) menumbuhkan kamu
(umat islam) dari bumi dan menyuruh kamu memakmurkannya.
15. Al – qur‟an, S. Al – Ahzab (XXXIII) : 72, artinya : “Sesungguhnya kamu
(Tuhan) menawarkan semua amanah (akal pikiran) kepada langit, bumi dan
gunung – gunung, maka mereka itu menolak untuk menanggungnya dan
merasakan keberatan atas amanah itu, manusialah yang menanggungnya,
sesungguhnya manusia mempersulit diri sendiri dan bodoh.”
16. Al – qur‟an, S. Al – Ankabut (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah :
mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmu
bagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan
pertumbuhan yang pertumbuhan sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atas
segala sesuatu.”
17. Al – qur‟an. S. Al – Qashash (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah :
Mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmu
bagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan
pertumbuhan yang kemudian, sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
18. Al – qur‟an, S. Al – Isra (XVII) : 72, artinya : “Dan barang siapa disini
(dunia) buta (tidak berilmu), maka di akhirat nanti akan buta pula dan lebih
sesat lagi jalannya.”
19. Al – qur‟an, S. Al – Isra (XVII) : 36, artinya : “Dan janganlah engkau
mengikuti sesuatu yang tidak engkau mempunyai pengertian tentang hal itu,
sebab sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya
pertanggung jawab atas hal tersebut.”
20. Al – qur‟an, S. Al – Mujaadalah (LVII) : 11, artinya : “Allah mengangkat
orang – orang beriman diantara kamu dan berilmu bertingkat – tingkat.”
21. Al – qur‟an, S. Fushilat (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada
matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakan.”
22. Al – qur‟an, S. Al – Fatihah (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada
matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakan.”
23. Al – qur‟an, S. Al – Hajj (XXII) : 56, artinya : “Kerajaan pada hari itu hanyalah
bagi Allah, Dia mengadili antara manusia (suatu lukisan simbolis). “Bagi
siapakah pekerjaan hari ini ? bagi Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.”
24. Al – qur‟an, S. Al – Baqarah (11) : 48, artinya : “Dan berjaga – jagalah kamu
sekalian terhadap massa dimana seseorang tidak sedikitpun membela orang –
60 Badan Pengelola Latihan HMI

orang lain dan dimana tidak di terima suatu pertolongan dan tidak suatu
tebusan serta tidak pula itu akan dibantunya.”
25. Al – qur‟an, S. Al – A‟raf (II) : 187, artinya : “Mereka bertanya kepada
engkau (Muhammad) tentang hari kiamat kapan akan terjadi ? Jawablah :
sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya ada pada Tuhan.
Tidak seorangpun dapat menjelaskan selain dari Dia Sendiri.”

PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN


1. Al – qur‟an, S. Ar – Rum (XXX) 30, artinya : “Hadapkan dengan seluruh
dirimu itu kepada agama (Islam) sebagaimana engkau adalah hanief (secara
kodrat melihat kebenaran, itulah fitrah Tuhan yang telah memfitrahkan
manusia padanya).”
2. Al – qur‟an, S. Adz – Dzariyat (XVL) 56, artinya : “Aku (Tuhan) tidaklah
menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk berbakti kepada-Ku.”
3. Al – qur‟an, S. At – Taubah (IX) 105, artinya : “Katakanlah, bekerjalah kamu
sekalian ! Tuhan akan melihat kerjamu demikian juga Rasul-nya dan orang –
orang beriman (masyarakat).”
4. Al – qur‟an, S. At – Taubah (IX) 2 – 3, artinya : “Hai orang – orang yang
beriman, mengapakah kamu mengadakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ?
besar dosanya bagi Tuhan jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak baik
kamu kerjakan.”
5. Al – qur‟an, S. An – Nahl (IV) 3, artinya : “Barang siapa siap berbuat baik
lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka pastikan kami (Tuhan)
berikan kepadanya hidup yang bahagia dan pasti kami berikan pahala bagi
mereka dengan sebaik – baiknya apa yang telah mereka perbuat.”
6. Al – qur‟an, S. Al – Ankabut (XXIX) 6, artinya : “Barang siapa berjuang,
maka sebenarnya dia berjuang untuk dirinya sendiri.”
7. Al – qur‟an, S. An – Nisa (IV), 125 artinya : “Siapakah yang lebih baik agama
daripada orang yang menyerahkan diri dengan agama dari dengan seluruh
pribadinya kepada Tuhan yang dan dia berbuat baik (cinta kabikan) serta
mengikuti ajaran Ibrahim secara Hanief.”
8. Al – qur‟an, Az – Zumar (XXXIV) 18, artinya : „Mereka yang mendengarkan
perkataan (pendapat) berusaha mengikuti yang terbaik (benar) daripadanya,
mereka itulah yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan dan mereka itulah yang
orang – orang yang mempunyai fikiran.
9. Al- qur‟an, S. Al-Baqarah (II) 28 artinya : “Tuhan memberikan keijaksanaan
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya . Maka barang siapa yang mendapat
kebijaksanaan itu sesungguhnya dia telah memperoleh kebaikan yang
melimpah . Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berasal ”
61 Badan Pengelola Latihan HMI

10. Al-Qur‟an . S. Al-An‟am (VI) 269 . artinya : “Barang siapa yang tuhan
kehendaki untuk diberikan kepadanya petunjuk (kepada kebenaran), tetapi
barang siapa yang dikehendaki Tuhan untuk disesatkan maka dadanya
dijadikan sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang naik kelangit”.
11. Al-Qur‟an S.Ali-Imran (III) 123, artinya : “ ( orang yang bertaqwa itu )
mereka yang dapat menahan marah, suka memaafkan kepada sesama manusia
dan Tuhan cinta kepada orang orang yang selalu berbuat baik “.
12. Al-Qur‟an. S. Baiynah ( XCVIII) 5. artinya : “ Mereka tidaklah diperintahkan
kecuali untuk berbakti kepada Tuhan dengan mengikhlaskan agama
(kebatinan) semata-mata kepada-Nya secara Hanief (mencari kebenaran)
menegakkan sembahyang mengeluarkan zakat,itulah jalan (agama) yang
benar.”
13. Al-qur‟an, S. Al-Baqarah (II) 28 ,artinya : ‟‟Tuhan memberikan kebijaksanaan
kepada siapa saja yang dikenhendaki-Nya. Maka barang siapa yang mendapat
kebijaksanaan itu sesungguhnys dia telah memperoleh kebaikan yang
melimpah. Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berasal “.
14. Al-Qur‟an,S. Al-Insan (LXXVI) 8-9, artinya : “ Dan mereka itu memberikan
makan kepada orang miskin Anak-anak yatim dan orang tertawa atas dasar
sukarela mereka berkata : Kami memberi makan kepadamu semata-mata
hanya karena diri Tuhan (mencari ridho-Nya) bukan karena mengharapkan
balasan atau ucapan terima kasih.
15. Dari kesimpulan dari gambaran surat Al-qura‟an, S Al-baqarah (II) 263,
artinya :‟‟hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menggugurkan
sedekahnya dengan cacian dan celaan, sebagaimana orang yang mendarmakan
hartanya karena pamrih kepada sesama manusia serta tidak percaya kepada
Tuhan dan hari kemudian. Maka perumpamaan baginya adalah seperti batu
yang di atasnya ada debu dan kemudian di sapu oleh hujan dan batu itu
tertinggal licin. Mereka itu sedikitpun menguasai apa yang telah mereka
kerjakan.‟‟
16. Disimpulkan dari Al-qur‟an, S. Fatir (XXXV), artinya : “ Barang siapa
menghendaki kemudian itu aada pada Tuhan, kpada-Nya ucapan yang baik
menuju pekerjaan yang diangkat-nya.

KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVRSAL


(TAQDIR)
1. Tersimpul dalam Al-qur‟an, S. Al-Anfal (VIII) 23, artinya : “Berhati-hatilah
kau terhadap malapetaka yang benar-benar tidaknya mnimpa orang-orang
jahat diantara kamu.”
2. Al-qur‟an, S. Al-Baqarah (II) 46, artinya : “ Berhati-hatilah kamu sekalian
akan hari ( akhirat) dimana seseorang tidak dapat membela orang lain
62 Badan Pengelola Latihan HMI

sedikitpun dan tidak pula diterima pertolongan dan tebusan daripadanya serta
tidak pula orang-orang itu dibantu.”
3. Al-qur‟an, S. Lukman (XXXI) 46, artinya : “Ingatlah selalu akan hari (kiamat)
dimana seorang ayah tidak menanggung anaknya dan tidak pula seorang anak
mennggung ayahny sedikitpun.”
4. Al-qur‟an, S. Al-hadid (XVII) 22, artinya : “Tidaklah terjadi sesuatu
kejadianpun dimuka bumi ini dan pada diri kamu sekalian (masyarakat)
melainkan ada dalam catatan sebelum kamu beberkan. Sesungguhnya hal itu
bagi Tuhan prkara yang mudah.”
5. Al-qur‟an, S.Ar-Ra‟d (XII), artinya : “ Sesungguhnya Tuhan tidak
merubahsesuatu (nasib) yang ada pada suatu bangsa sehingga mereka merubah
sendiri apayang ada pada diri (jiwa) mereka.”
6. Al-qur‟an, S. Al-Hadid, artinya : “ Agar kamu tidak putus asa kemalangan yng
menimpa dan tidak pula terlalu bersuka ria dengan kemajuan yang akan
datang padamu.”

KETUHANAN YANG MAH ESA DAN PERIKEMANUSIAAN


1. Al - qur‟an, S. Lukman (XXXI) 30, artinya : “Demikianlah sebab
sesungguhnya Tuhan itulah kebenaran, sedang apa yang mereka suka selain-
Nya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha
Agung.
2. Al – qur‟an, S. Ali – Imran (III) 6, artinya : “Tidak lagi seorangpun suatu
kebahagiaan itu dianugerahkan oleh-Nya (Tuhan) kecuali (Amal perbuatan)
semata – mata untuk mencari (ridho) Tuhan Yang Maha Tinggi, dan tentulah
ia akan meridhoinya.”
3. Al – qur‟an, S. Ali – Imran (III) 19, artinya : “Sesungguhnya agama itu bagi
Tuhan adalah penyerahan diri (Islam).”
4. Al – qur‟an, S. Al – Ahzab (XXXIII) 49, artinya : “Mereka yang
menyampaikan ajaran– ajaran Tuhan dan tidak menghambakan dirinya kepada
siapapun selain kepada Tuhan dan cukuplah Tuhan yang memperhitungkan
(amal mereka).”
5. Al – qur‟an, S. Asy – Syu‟ara (XXVI) 226, artinya : “Dan sesungguhnya
mereka itu mengatakan hal – hal yang mereka tidak kerjakan.”
6. Tentang rangkaian tak terpisahkan dari pada iman dan amal saleh dapat dilihat
dari pengulangan tidak kurang dari lima puluh kali kata – kata Aamu
wa‟amilus shaihat dan terdapat dimana – mana di dalam Al – qur‟an.
7. Al – qur‟an, S. Ann – Nur (XXVI) 39, artinya : „Orang – orang kafir itu amal
dan perbuatannya bagaikan fata morgana di satu lembah. Orang yang
kehausan mengirimnya air, tetapi setelah ditanda tanganinya tidak didapatnya
suatu apapun.”
63 Badan Pengelola Latihan HMI

8. Al – qur‟an, S. Al – Baqarah (II) 109, artinya : “Apakah orang yang


mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Tuhan dan mencari
ridho-Nya itu lebih baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya pada
tepi jurang yang retak kemudian roboh bersamanya masuk neraka jahanam.”
9. Al – qur‟an, S. Lukman (XXXI) 13, artinya : “Sesungguhnya syirik itu
kesalahan yang besar.”
10. Imam tidak mungkin bercampur dengan kejahatan, sebagai mana tersimpul
dalam Al– qur‟an, S. Al – An‟am (VI) 84, artinya : „Mereka yang beriman dan
tidak mencampur iman mereka dengan kejahatan, mereka itulah yang
mendapat petunjuk.”
11. Hadist, artinya : “Sesungguhnya yang paling khawatirkan sekalian ialah syirik
kecil yaitu ria (pamrih).”
12. Disimpulkan dari titik perpisahan antara orang – orang kafir pemegang Kitab
Suci (Kristen dan Yahudi) dalam al – Qur‟an, S. Ali Imran (111) 64, artinya :
“Katakanlah : Hai orang pemegang Kitab Suci Kristen dan Yahudi marilah
kamu sekalian menuju titik persamaan antara kami (ummat Islam0 dan kamu,
yaitu bahwa kita tidak mengabdi kecuali pada Tuhan Yang Maha Esa kita
tidak sedikitpun membuat syirik kepada-Nya dan tidak pula sebagian kita
mengangkat sebagian yang lain menjadri Tuhan – tuhan (dengan kekuasaan
dan wewenang seperti dan Tuhan Yang Maha Esa) selain Tuhan Yang Maha
Esa, Kemudian jika mereka mengejak katakanlah : Jadilah kamu sekalian
sebagai saksi kepada Tuhan saja”.
13. Al – Qur‟an, S. An – Nahl (XVI) 90, artinya : “Sesungguhnya Tuhan
memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan menguasahakan perbaikan.”

INDIVIDU DAN MASYARAKAT


1. Al – Qur‟an, S. Az – Zkhruf (XLII), artinya : “Kami (Tuhan) membagi – bagi
di antara mereka manusia kehidupan mereka di dunia.”
2. Al – Qur‟an, S. Al – Maidah (V) : 48, artinya : “Bagi setiap golongan diantara
kamu ialah kami tetapkan suatu cara dan jalan hidup tertentu.”
3. Al – Qur‟an, S. Al – Lail (XCII) : 4, artinya : “Sesungguhnya usahamu
sekalian (manusia) sangat beraneka ragam.”
4. Al – Qur‟an, S. Al – Isra‟ (XVII) : 84, artinya : “Katakanlah : Setiap orang
bekerja sesuai dengan pembawaannya. Sebenarnya Tuhanmulah Pula yang
lebih mengetahui siapa yang lebih benar kalau hidupnya.”
5. Al – Qur‟an, S. Az – Zumar (XXXIX) 39, artinya : “Katakanlah : Hai
Kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan
bekerja (Pula), maka kelak kamu akan mengetahuinya juga.”
64 Badan Pengelola Latihan HMI

6. Al – Qur‟an, S. Yusuf (XII) 53, artinya : “Bengotong – royonglah kamu


sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong – royong
dalam kejahatan dan permusuhan.”
7. Al – Qur‟an, SYAI – Maidah (V) 2, artinya : “Bergotong – royonglah kamu
sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong – royong
daam kejahatan dan permusuhan.”
8. Al – Qur‟an, S. ZakZalah (XCIX) 7 – 8, artinya : “Barang siapa mengerjakan
seberat atom kebaikan dan akan menyaksikan (akibat baiknya) dan barang
siapa mengerjakan seberat atom kejahatan diapun akan menyaksikan (akibat
buruknya)”.
9. Al – Qur‟an, S. At – Taubah (IX) : 75, artinya : “Dan jika orang – orang
(Jahat) itu bertaubat maka kebaikan bagi mereka, tetap jika mereka
membanggakan maka Tuhan akan menyiksa mereka dengan siksaan yang
pedih di dunia dan akhirat.”
10. Al – Qur‟an, S. An – Nahl 30, artinya : “Dan mereka yang be ang dijalan-Ku
(kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan)
sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang – orang yang selalu berbuat baik
(progresif).”
11. Al – Qur‟an, S. Al – Hujarat (XLIX) 13, artinya : “Hai sekalian ummat
manusia, sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menciptakan kamu dari laki – laki
dan perempuan dan kami jadikan berbangsa – bangsa dan bersuku – suku
ialah agar kami saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia diantara
kamu bagi Tuhan ialah yang paling bertaqwa (cin kebenaran) sesungguhnya
Tuhan itu Maha Mengetahui dan Maha Meneliti.”
Al – Qur‟an, S. Al – Hujarat (XLIX) 10, artinya : “Sesungguhnya orang –
orang yang beriman (cinta kebenaran) itu bersaudara, maka usahakanlah
adanya kerukunan dan diantara golongan saudaramu.”

KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI


1. Al - Qur‟an, S. Al – lail (XCII) 8 – 9 – 10, artinya : “Adapun orang – orang
kafir tidak mau mengorbankan sedikitpun (dari haknya) dan merasa cukup
sendiri (engoistis) serta mendustakan (mencemoohkan) kebaikan, maka ia
kami licinkan jalan kearah kesukaran (kekacauan).”
2. Al – Qur‟an, S. Al – Maidah (V) 8, artinya : “Janganlah sekali – kali
kebencian segolongan orang itu membuat kamu menyeleweng dan tidak
menegakkan keadilan, tegakkan keadilan itulah yang lebih mendekati taqwa
(kebenaran) dan bertaqwalah kamu kepada Tuhan.”
3. Al – Qur‟an, S, Al – imran (11) 104 artinya : “Hendaklah diantara kamu suatu
kelompok yang mengajak kebaikan, memerintahkan yang maruf (baik) sesuai
65 Badan Pengelola Latihan HMI

dengan prikemanusiaan dan melarang yang munkar (Uahat) dan bertaqwalah


kamu kepada Tuhan.”
4. Hadist : “Tiap – tiap kamu adalah pemimpin dan tiap – tiap kamu bertanggung
jawab atas pimpinannya.”
5. Ditarik kesimpulan dari keterangan orang – orang beriman Al – Qur‟an, S. AS
– Syura (XLII), artinya : “Urusan mereka diselesaikan melalui musyawarah di
antara mereka.” Al – Qur‟an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Sesungguhnya
kesalahan terletak pada mereka yang mendalami (bertindak tidak adil) kepada
manusia dan berbuat kekecauan di muka bumi tanpa ada alasan kebenaran.”
6. Al – Qur‟an, S. An – Nisa (IV) 59 : “hai orang – orang yang beriman, taatlah
kamu sekalian pada Tuhanmu agar kamu menunaikan amanat – amanat
kepada yang berhak dan jika kamu memerintahkan diantara manusia, maka
memerintahkan kamu dengan keadilan.”
7. Al – Qur‟an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Hai orang – orang yang
berimanm, taatlah kamu sekalian kepada Rasul-Nya serta kepada yang berhak
dan jika‟ kamu memerintah diantara manusia, maka memerintahkan kamu
dengan keadilan.”
8. Al – Qur‟an, S. Al – Maidah (V) 59, artinya : “Barang siapa yang tidak
menjalankan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Tuhan (ajaran
kebenaran), maka mereka itu adalah orang – orang yang jahat.
9. Al – Qur‟an, S. Al – Hadid (LVII) 20, artinya : “Ketahuilah bahwa
sesungguhnya hidup di dunia (sejarah) ini adalah permainan kesenangan dan
perhiasan serta saling memegang urusan (pemerintah) diantara kamu.”
10. Al – Qur‟an, S. Al – Isra (XVII) 16, artinya : “Dan jika kami hendak
membinasakan negeri, maka kami perintahkan kepada orang – orang yang
hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berfaku terhadapnya
perkataan (ketentuan kami) kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur –
hancurnya.”
11. Ditarik kesimpulan firman Tuhan tentang orang – orang Yahudi yang terkutuk
(karena sifat – sifat kapitalis mereka yaitu Al – Qur‟an, S. An – Nisa 160 –
161, artinya : “Maka karena kejahatan orang – orang Yahudi itulah kami
menghalangi jalan kepada Tuhan (jalan kebenaran). Demikian juga karena
mereka mengambil riba padahal sudah dilarang, dan karena mereka merampas
harta kekayaan manusia dengan cara yang tidak benar (batil).
Demikianlah juga dapat disimpulkan dari seruan Nabi Syu‟ib kepada
rakhatnya Nabi Syu‟ib adalah suatu prototype dari masyarakat yang tidak adil
atau kapatalis) tersebut di tiga tempat, antara lain ialah Al – Quran, Surat Asy-
Syu‟ara (XXVI) 182 – 183, artinya : “Dan timbanglah dengan ukuran yang
betul (adil) serta janganlah merampas harta milik sesama manusia dan
66 Badan Pengelola Latihan HMI

janganlah kamu melakukan kejahatan di muka bumi ini sambil membuat


kekacauan.”
Terjadinya tindakan – tindakan atas sesama manusia (exploitation del‟homeper
I‟home) dipahamkan dari firman Tuhan dalam Al – Qur‟an, Surat Al – Baqarah
(11) 279, artinya : “ ....... Dan jika kami tau‟bat (berhenti menjalankan
riba atau penindasan kapitalis) maka kamu memperoleh kembali capital –
capitalmu kami tidak boleh mendalami (memerlukan secara tidak adil,
menindas) dan tidak pula boleh didzalimi (diperlukan tidak adil,
ditindas).”
“Jaminan kemenangan bagi kaum miskin dalam (Al – Quran juga disebut
secara khusus dengan Al – Mustaz afun adapun, artinya orang – orang yang
dilemahkan atau dijadikan hina – dina, ditindas), tersebut dalam rangkaian
cerita Fieaun yaitu S. Al Qashahs (XXVII) 5, artinya : “Dan Kami (Tuhan)
menghendaki untuk memberikan pertolongan kepada kaum tertindas di bumi,
untuk menjadikan pula mereka itu pewaris – pewaris.”
12. Pemberantasan kapitalisme harus dilakukan dengan konsekuen, bila perlu
dengan menyatakan perang kepada kaum kapitalis, sesuai dengan perintah.
Tuhan dalam Al– Qu‟ran, S. Al – Baqarah (11) 278, artinya : “Hai orang –
orang yang beriman bertaqwalah kamu benar – benar beriman. Jika tidak
kamu kerjakan (perintah meninggalkan riba) maka bersiaplah kamu sekalian
terhadap adanya perang dari Tuhan dan Rasul-Nya (perang suci jihad. Tetapi
jika kamu taubat (berhenti dari penindasan kapitalis) maka kamu dapat
memperoleh kembali capital – Kapitalmu. Kamu tidak menindas dan tidak
pula ditindas.”
13. Al – Qur‟an, S. Humazah (CIV) 1-2-3, artinya : Celakalah bagi setiap
pencerca (kaum sinis kepada kebenaran) yang suka mengumpulkan harta dn
menghitung-hitungnya, dia mengira hartanya itu bakal mengekekalkannya.
14. Kaum muslimin yang seharusnya mempelopori tugas suci itu. Kaum musimin
digambarkan dalam Al – Qu‟ran, S. Ali Imran (111) 110, artinya : “Kamu
adalah sebaik-baiknya golongan yang diketengahkan diantara manusia karena
kamu selalu menganjurkan pada kebaikan dan mencegah daripada kejahatan
dan kamu semua beriman kepada Tuhan.”
15. Al – Qu‟ran, S. Ash-Shaf (LXI) 2-3, artinya : “Hai orang yang beriman,
mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak kerjakan.”
16. Al – Qu‟ran, S. Al-Ankabut (XXIX) 45, artinya : “Sesungguhnya sembahyang
itu mencegah kekejian-kekejian dan sungguh selalu ingat kepada Tuhan itu
merupakan suatu Yang Agung.”
17. Hadist : “Sembahyang adalah tiang agama, barang siapa mengerjakan berarti
menegakkan agama dan barang siapa meninggalkannya berarti merobohkan
agama.”
67 Badan Pengelola Latihan HMI

18. Al – Qu‟ran, S. Lukman (XYXI) 30, artinya : “Demikianlah, sebab


sesungguhnya Tuhan itulah dan sesungguhnya apa yang mereka pula selain-
Nya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha
Agung.”
19. Al – Qu‟ran, S. Ar-Rum (XYX) 37, artinya : “Tidaklah mereka mellihat
bahwa Tuhan melapangkan rizki (ekonomi) bagi siapa saja yang Ia kehendaki
dan menyempitkannya, sesungguhnya dalam hal itu ada pelajaran-pelajaran
bagi orang yang beriman.”
20. Al – Qu‟ran, S. At-Taubah (IX) 60, artinya : “Sesungguhnya sedekah (zakat)
itu untuk fakir miskin.‟
21. Al – Qu‟ran, S. Al-Baqarah (11) 188, artinya : “Dan janganlah kamu
memakan harta dengan cara yang batil (tidak benar) diantara kamu, dan kamu
mengadakan hal itu kepada hakim-hakim (pemerintah) agar kamu dapat
mengambil bagian dari harta orang lain dengan dosa, pada hal kamu
mengetahui.”
22. Al – Qu‟ran, S. Furqan (XXV) 67, artinya : “Dan mereka yang apabila
mempergunakan hartanya tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan,
melainkan kepada dalam keseimbangan antara keduanya.”
23. Al – Qu‟ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Berikanlah kepada keluarga itu
haknya (dari harta yang kami miliki) demikian juga kepada orang miskin dan
kepada orang terlantar dan janganlah berlebihan itu adalah kawan-kawan setan
sedangkan setan ingkar kepada Tuhannya.”
24. Al – Qu‟ran, S. Al-Isra (XVII) 16, artinya : “Apabila Kami (Tuhan)
menghendaki untuk menghancurkan suatu negeri. Kami berikan kesempatan
kepada orang-orang yang mewah di negeri itu untuk memerintah, kemudian
mereka membuat kecurangan-kecurangan di negeri itu maka benar-benar
terjadilah keputusan kata (vonis) atas negeri itu, lalu kami hancurkan.”
25. Al – Qu‟ran, S. Muhammad (XLVII) 38, artinya : “Demikianlah kamu orang-
orang yang diserukan untuk mempergunakan hartamu di jalan Tuhan (untuk
kebaikan kepentingan umum), maka diantara kamu ada yang kikir dan barang
siapa kikir maka sesungguhnya ia kikir pada dirinya sendiri. Tuhan tidak
memerlukan sesuatupun tetapi kamulah yang memerlukan dan kalau kamu
berpaling tidak mau mempergunakan harta untuk kebaikan umum. Tuhan akan
menggantikan kamu dengan golongan lain kemudian mereka tidak lagi seperti
kamu.”
26. Al – Qu‟ran, S. Thaha (XX) 6, 63, 4, 123, 131, 132 artinya : “Ingatlah bahwa
sesungguhnya kepunyaan Tuhanlah segala sesuatu yang ada di langit dan di
bumi.”
68 Badan Pengelola Latihan HMI

27. Al – Qu‟ran, artinya : “Adalah Kami (Tuhan) yang sesungguhnya


menempatkan kamu ke bumi dan membuat untuk kami sekalian di dalamnya
prikehidupan mata pencaharian.”
28. Al – Qu‟ran, S. Al-Hadid (LVII) 7, artinya : “Berimanlah kamu kepada Tuhan
dan Rasulnya dan dermakanlah dari harga kamu jadikan oleh Tuhan untuk
mengurusnya.”
29. Al – Qu‟ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Dan berikanlah kepada mereka
(orang-orang miskin) itu dari harta Tuhan yang telah diberkahkan-Nya
kepadamu.”
30. Al – Qu‟ran, S. Al-Ma‟aridi (LXX) 24-25, artinya : “Dan orang-orang pada
harta mereka terdapat hak yang pasti bagi orang miskin yang meminta-minta
maupun yang tidak minta-minta.”

KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN


1. Al – Qu‟ran, S. At-Tien (XCV) 6, artinya : “Kecuali mereka yang beramal
saleh.”
2. Al – Qu‟ran, S. Al-Qashash (XXVII) 8, artinya : “Segala sesuatu itu rusak
(berubah) kecuali dari padanya.”
3. Al – Qu‟ran, S. Al-An‟am (VI) 57, artinya : “Sesungguhnya hukum atau nilai
itu hanya kepunyaan Allah, Dia menerangkan keberatan dan Dia adalah
sebaik-baiknya pemutus perkara.”
4. Al – Qu‟ran, S. Al-Isra (XVII), artinya : “Dan janganlah engkau mengikuti
sesuatu yang tidak mempunyai pengertian akan dia, sebab sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya bertanggung jawab
atas hal tersebut”
5. Al – Qu‟ran, S. Fathir (XLI), artinya : “Akan perhatikan kepada mereka
(manusia) tanda-tanda Kami diuar angkasa dan dalam diri mereka sendiri
sehingga menjadi jelas bahwa Al – Qur‟an itu benar. Tidaklah cukup dengan
Tuhan bahwa Dia menyaksikan segala sesuatu”
6. Al – Qu‟ran, S. Fathir (XXXV) 287, artinya : “Sesungguhnya yang bertaqwa
tidak hanya Tuhan melainkan Allah begitu pula pada Malaikat dan orang-
orang yang berilmu pengetahuan dengan tegak pada kejujuran”
7. Al – Qu‟ran, S. Muhaddalah (LVIII) 11, artinya : “Allah mengangkat orang-
orang diantara kamu dan yang berilmu pengetahuan yang bertingkat-tingkat”
8. Al – Qu‟ran, S. Al-Jatsiyah (XLV) 134, artinya : “Dan Dia (Tuhan)
menyediakan bagi kamu apa yang ada dilangit dan di bumi”
9. Al – Qu‟ran, S. Al-Imran (III) 137, artinya : “Telah lewat setelah kamu
hukum-hukum sejarah, maka menggambarkan di muka bumi kamu kemudian
perhatikanlah olehmu bagian akibat orang-orang yang mendustakan-Nya”
69 Badan Pengelola Latihan HMI

10. Al – Qu‟ran, S. As Syam (XCI) 9-10, artinya : “Sungguh berbahagialah dia


yang membersihkannya, (sisinya) dan sungguh celakalah bagi mereka yang
mengotorinya (dirinya)”
11. Al – Qu‟ran, S. Yusuf (XI) 111, artinya : “Sungguh dalam riwayat mereka itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berfikir”

3.1.4 Materi Mission HMI


A. Silabus

JENJANG: MISION HMI ALOKASI WAKTU:


LATIHAN KADER I 8 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum


Peserta dapat memahami missi HMI dan hubungannya dengan status, sifat,
asas, tujuan, fungsi dan peran organisasi HMI secara intergral.

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Peserta dapat menjelaskan fungsi dan peranannya sebagai mahasiswa
2. Peserta dapat menjelaskan tafsir tujuan HMI
3. Peserta dapat menjelaskan hakikat fungsi dan peran HMI
4. Peserta dapat menjelaskan hubungan Status, Sifat, Asas, Tujuan, Fungsi dan
Peran HMI secara integral

Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan


1. Makna HMI sebagai Organisasi Mahasiswa
1.1. Pengertian Mahasiswa
1.2. Mahasiswa sebagai inti Kekuatan Perubahan
1.3. Dinamika Gerakan Mahasiswa
2. Hakikat keberadaan HMI
2.1. Makna HMI sebagai organisasi yang berasaskan Islam
2.2. Makna Independensi HMI
3. Tujuan HMI
3.1. Arti inssan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam
3.2. Arti masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT
4. Fungsi dan peran HMI
4.1. Pengertian Fungsi HMI sebagai organisasi kader
4.2. Pengertian peran HMI sebagai organisasi perjuangan
4.3. Totalitas fungsi dan peran sebagai perwujudan dari tujuan HMI
5. Hubungan antara Status, sifat,asas tujuan, fungsi dan peran HMI secara
Integral
70 Badan Pengelola Latihan HMI

Metode:
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi:
Test Partisipatif, Test Objektif/subjektif dan penugasan

Referensi:
1. Nilai Dasar Perjuangan HMI
2. Ade Komaruddin dan Muchhrijin Fauzi (ed) HMI Menjawab Tantangan
Zaman, PT. Gunung Kelabu, 1992
3. Asghar Ali Engginar, Islam dan Theologi Pembebasan, Pustaka Pelajar
1999
4. Ali Syari‟ati, Ideologi Kaum Intelektual: Satuan Wawasan Islam, Mizan
1992
5. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik Indonesia, Mizan,
1997
6. Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, Pustaka Firdaus
7. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI
8. Ramli H.HM Yusuf (ed), Lima Puluh Tahun HMI mengabdi Republik,
LASPI, 1997
9. Dr. Fiktor Imanuel Tanja, HMI sejarah dan Kedudukannya di tengah
kedudukan Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982
10. Referensi Lain Yang Relevan.

B. Materi Terurai
Pengantar
Mission merupakan tugas dan tanggung jawab yang diemban, sehingga mission
HMI dapat diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh kader
HMI. Sebagai organisasi kader yang memiliki platform yang jelas, sejak awal
berdirinya HMI mempunyai komitmen asasi yang disebut dengan dua komitmen
asasi, yakni (1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi
derajat bangsa Indonesia, yang dikenal dengan komitmen kebangsaan, dan (2)
Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam, yang dikenal dengan wawasan
keislaman/keumatan.
Kesatuan dari kedua wawasan ini disebut dengan wawasan integralistik, yakni
cara pandang yang utuh melihat bangsa Indonesia terhadap tugas dan tanggung
jawab yang harus dilakukan sebagai warga negara dan umat Islam Indonesia.
Penerjemahan komitmen HMI ini disesuaikan dengan konteks jaman, sehingga
HMI selalu aktual dan mampu tampil di garda terdepan dalam setiap even.
71 Badan Pengelola Latihan HMI

Bila dicermati belakangan ini bisa dikatakan bahwa HMI mengalami stagnasi,
untuk tidak dikatakan degradasi. Hampir tidak ada gagasan cerdas yang
disumbangkan oleh HMI di tengah carut marut dan tunggang langgangnya
tatanan republik ini, dimana masalah disintegrasi perlu segera diatasi, masalah
ekonomi mendesak untuk segera diperbaiki, masalah supremasi hukum yang
harus ditegakkan, masalah pendidikan mendesak untuk diperhatikan, dan
masalah-masalah lain yang melingkari, seperti budaya, pertahanan keamanan,
yang kesemuanya membutuhkan penanganan secepatnya. Singkatnya, Indonesia
sekarang sedang diterma krisis multi dimensional. Di tengah kondisi ini,
komitmen HMI tidak lebih dari sebatas slogan tanpa jiwa.
Oleh sebab itu untuk mendongkrak kembali ghirah kader HMI dalam berperan
serta untuk penyelesaian problematika bangsa dan umat perlu adanya
reaktualisasi mission HMI dalam jiwa kader HMI melalui proses perkaderan
yang selama ini perjalanannya tidak lebih hanya sebagai proses pencapaian status
dengan meninggalkan makna sesungguhnya, yaitu sebagai proses pembentukan
kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan, yang berusaha melakukan
transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh (kaffah), sehingga
kader HMI memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas
(mustad’afin) dan melawan kaum penindas (mustakbirin).
HMI sebagai organisasi berbasis mahasiswa yang merupakan kaum intelektual,
generasi kritis, dan memiliki profesionalisme harus mampu menjadi agen
pembaharu di tengah masyarakat dan kehidupan bangsa. Karena mahasiswa
memiliki kekuatan yang luar biasa dalam tatanan kehidupan bangsa dan negara,
maka seluruh gerak perubahan yang terjadi di bangsa ini dimotori oleh kelompok
mahasiswa dan pemuda, mulai dari proklamasi, revolusi, hingga reformasi, selalu
ada andil mahasiswa. Namun demikian arah perubahan harus sesuai dengan usaha
untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT
sebagaimana termaktub dalam penggalan tujuan HMI.
Dalam perjalanannaya, gerakan mahasiswa begitu dimanis, mengikuti
perkembangan jaman dan selalu eksis dalam setiap momen penting kebangsaan.
Kekonsistenan itu harus diiringi oleh pegangan yang teguh terhadap idealisme dan
menjaga sikap hanif sehingga kehadiran mahasiswa sebagai kaum intelektual yang
dalam tatanan sosial masyarakat mendapat tempat yang penting sebagai embun
penyejuk. Untuk itulah HMI sebagai organisasi mahasiswa harus mampu
menetaskan kader-kader yang berkualitas insan cita sebagaimana yang tersurat
dalam tujuan HMI “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD HMI).
72 Badan Pengelola Latihan HMI

HAKEKAT KEBERADAAN HMI

HMI sebagai Organisasi Mahasiswa (pasal 7 AD HMI)


Makna HMI sebagai organisasi mahasiswa adalah organisasi yang menghimpun
mahasiswa yang menuntut ilmu pengetahuan di perguruan tinggi
(Universitas/Akademi/Institut/Sekolah Tinggi) atau yang sederajat, dan memilki
ciri-ciri kemahasiswaan. Adapun ciri-ciri kemahasiswaan tersebut adalah ilmiah,
kritis dan analitis, rasional, obyektif, serta sistematis.

HMI sebagai Organisasi berasaskan Islam (pasal 3 AD HMI)


HMI sebagai organisasi berasaskan Islam maksudnya adalah organisasi yang
menghimpun mahasiswa yang beragama Islam, dimana secara individu dan
organisatoris memiliki ciri-ciri keislaman, menjadikan Al-Qur‟an dan As -Sunnah
sebagai sumber norma, sumber nilai, sumber inspirasi, dan sumber aspirasi dalam
setiap aktivitas dan dinamika organisasi.

HMI sebagai Organisasi yang Bersifat Independen (pasal 6 AD HMI)


HMI yang bersifat independen adalah waktak organisasi yang selalu tunduk
danberorientasi pada kebenaran (hanif), sehingga kiprah setiap individu dan
dinamika organisasi dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mempunyai
pola pikir, pola sikap, dan pola tindak tidak terikat dan tidak mengikatkan diri
secara organisatoris dengan kepentingan atau organisasi mana pun, segala sesuatu
tidak didasarkan atas kehendak atau paksaan pihak lain.
Independensi dilihat dari dua dimensi, yakni :
1) Indepndensi Etis
Sikap dan watak HMI yang termanifestasikan secara individu dan organisasi
dalam dinamika berfikir, bersikap, dan bertindak, baik dalam hubungan
terhadap Sang Rab, ataupun hubungan terhadap sesama, sesuai dengan fitrah
kemanusiaannya, yakni tunduk dan patuh kepada kebenaran (hanif).
2) Independensi Organisatoris
Sikap dan watak HMI yang teraktualisasikan secara organisatoris di dalam
kiprah dinamika intern organisasi maupun dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam keutuhan kehidupan nasional melakukan
partisipasi aktif, konstruktif secara konstitusional terhadap perjuangan bangsa
dan pencapaian cita-cita nasional, hanya komit kepada kebenaran, dan tidak
tunduk atau komit terhadap kepentingan atau organisasi tertentu.
Prinsip -prinsip independensi HMI dalam implementasi dirumuskan sebagai
berikut :
a) Kader HMI terutama aktivitasnya dalam melakukan tugas dan tanggung jawab
organisasi harus tunduk pada ketentuan-ketentuan organisasi dalam
73 Badan Pengelola Latihan HMI

melaksanakan program-program organisasi, oleh karena itu tidak


diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan yang membawa organisasi atas
kehendak pihak luar manapun.
b) Kader HMI terutama aktivitasnya tidak dibenarkan mengadakan komitmen
dalam bentuk apapun dengan pihak luar selain segala sesuatu yang telah
ditetapkan dan diputuskan secara organisatoris.
c) Alumni HMI senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang meneruskan dan
mengembangkan watak independensi etis dimanpun mereka berada dan
berfungsi sesuai dengan profesinya dalam rangka membawa hakekat misi
HMI, menganjurkan serta mendorong alumni HMI untuk menyalurkan
aspirasinya secara tepat melalui semua jalur pengabdian, baik jalur organisasi
profesi, instansi pemerintah, wadah aspirasi politik, dan jalur lainnya yang
semata-mata karena hak dan tanggung jawab dalam rangka merealisasikan
kehidupan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Aplikasi dan dinamika berfikir, bersikap dan bertindak secara keseluruhan dari
watak asasi kader HMI terumus dalam bentuk :
a) Cenderung kepada kebenaran
b) Bebas, merdeka dan terbuka
c) Obyektif, rasional, dan kritis
d) Progresif dan dinamis
e) Demokratis, jujur dan adil

TUJUAN HMI
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tujuan HMI adalah “Terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD
HMI). Dari tujuan tersebut dapat dirumuskan menjadi lima kualitas insan cita,
yakni kualitas insan akademis, kualitas insan pencipta, kualitas insan pengabdi,
kualitas insan bernafaskan Islam, dan kualitas insan yang bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di
dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta
mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana
dalam pasal tujuan (pasal 4 AD HMI) adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Insan Akademis
• Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif,
dan kritis.
74 Badan Pengelola Latihan HMI

• Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang


diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana
sekelilingnya dengan kesadaran.
• Sanggung berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai
dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis maupun tekhnis dan sanggup
bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur, mengarah pada tujuan
sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
2. Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis, Pencipta
• Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar
yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang
lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah).
Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari
perbaikan dan pembaharuan.
• Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari
dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan
menentukan bentuk yang indah-indah.
• Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan
kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran islam.
3. Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akdemis, Pencipta, Pengabdi
• Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk
sesama umat.
• Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukannya hanya membuat dirinya
baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menajdi baik.
• Insan akdemis, pencipta dan mengabdi adalah yang bersungguh-sungguh
mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan
sesamanya.
4. Kualitas Insan yang bernafaskan islam : Insan Akademis, pencipta dan
pengabdi yang ber nafaskan Islam
• Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola fikir dan pola
lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menajdi pedoman dalam
berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan
demikian Islam telah menapasi dan menjiwai karyanya.
• Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity personality” dalam dirinya.
Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split
personality tidak pernah ada dilema pada dirinya sebagai warga negara dan
dirinya sebagai muslim insan ini telah mengintegrasikan masalah
suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa kedalam suksesnya
perjuangan umat islam Indonesia dan sebaliknya.
5. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhoi oleh Allah SWT :
75 Badan Pengelola Latihan HMI

• Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang ber nafaskan islam dan
bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT.
• Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar
bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
• Spontan dalam menghadapi tugas, responsip dalam menghadapi persoalan-
persoalan dan jauh dari sikap apatis.
• Rasa tanggungjawab, takwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk
mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam me wujudkan
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
• Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
• Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai “khallifah
fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Pada pokoknya insan cita HMI merupakan “Man of future” insan pelopor yaitu
insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau
ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu
bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooferatif bekerja sesuai dengan
yang dicita-citakan. Ideal type dari hasil perkaderan HMI adalah “man of
inovator” (duta- duta pembantu). Penyuara “Idea of Progress” insan yang
berkeperibadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan
bertaqwa kepada Allah Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia uang beriman
berilmu dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil)
Dari liam kualitas lima insan cita tersebut pada dasarnya harus memahami dalam
tiga kualitas insan Cita yaitu kualitas insan akademis, kualitas insan pencipta dan
kualitas insan pengabdi. Ketiga insan kualitas pengabdi tersebut merupakan insan
islam yang terefleksi dalam sikap senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil dan makmur yang ridhoi Allah SWT.
Yang dimaksud dengan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT adalah
masyarakat yang menjalankan kehidupannya selalu berlandaskan atas asas
keadilan sehingga tercapai kemakmuran dan dalam perjalanan pencapaian
masyarakat adil makmur tersebut tidak mendobrak aturan Allah yang tertuang
dalam Al-Qur‟an sehingga adil makmur yang dicapai oleh masyarakat meruapak
adil makmur yang dikehendaki oleh Allah SWT. Jadi setiap usaha dalam
pencapaian masyarakat adil makmur harus berpedoman pada ajaran Islam yang
tertuang dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah.

FUNGSI DAN PERAN HMI

HMI berfungsi sebagai Organisasi Kader (pasal 8 AD HMI)


76 Badan Pengelola Latihan HMI

HMI sebagai organisasi kader adalah organisasi mahasiswa yang berorientasikan


Islam yang melakukan perkaderan, dimana seluruh aktivitas yang dilakukan pada
dasarnya merupakan proses kaderisasi, sehingga HMI berfungsi dan hanya selalu
membentuk kader-kader muslim intelektual yang profesional.

HMI berperan sebagai Organisasi Perjuangan (pasal 9 AD HMI)


HMI berperan sebagai organisasi perjuangan adalah organisasi yang selalu
berjuang melakukan dan membentuk kader bangsa yang muslim, intelektual, dan
profesional dimana outputnya ditujukan untuk kepentingan bangsa secara
keseluruhan, sehingga insan HMI siap dan dapat bermanfaat bagi seluruh
golongan yang ada di masyarakat selama tidak bertentangan dengan koridor misi
HMI.

HUBUNGAN MISSION SECARA INTEGRAL

Hubungan antara asas, tujuan, sifat, status, fungsi dan peran HMI secara integral
adalah dalam pencapaian dan memperjuangkan mission HMI harus dilakukan
secara utuh dan menyeluruh, dan satu sama lain saling mempengaruhi, dan
menentukan sehingga tidak bisa ditinjau secara parsial.
Dalam diri kader HMI harus :
a) Senantiasa memperdalam kehidupan rohani agar menjadi luhur dan bertaqwa
pada Allah SWT
b) Selalu tidak puas dan berkemauan keras untuk mencari kebenaran, HMI hanya
komit pada kebenaran
c) Jujur pada dirinya dan pada orang lain dan tidak mengingkari hati nuraninya
d) Teguh dalam pendirian dan obyektif rasional jika berhadapan dengan orang
yang berbeda pendirian
e) Bersikap kritis dan berfikir bebas kreatif.

3.1.5 Materi Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi


A. Silabus

ALOKASI
JENJANG: KEPEMIMPINAN DAN WAKTU:
MANAJEMEN
LATIHAN KADER I ORGANISASI 8 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum


Peserta dapat memahami pengertian, dasar-dasar, sifat dan fungsi kepemimpinan,
manajemen dan organisasi.
77 Badan Pengelola Latihan HMI

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Peserta mampu menjelaskan pengertian, dasar-dasar sifat serta fungsi
kepemimpinan
2. Peserta mampu menjelaskan pentingnya fungsi kepemimpinan dan
manajemen dalam organisasi
3. Peserta dapat menjelaskan dan mengapresiasikan kharakteristik
kepemimpinan dalam Islam

Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian, tujuan dan fungsi kepemimpinan, manajemen dan organisasi
2. Kharakteristik kepemimpinan
2.1. Sifat-sifat Rasul sebagai etos kepemimpinan
2.2. Tipe-tipe kepemimpinan
2.3. Dasar-dasar manajemen
2.4. Unsur manusia dalam manajemen
2.5. Model-model manajemen
3. Organisasi sebagai alat perjuangan
3.1. Teori-teori organisasi
3.2. Bentuk-bentuk organisasi
3.3. Struktur organisasi
4. Hubungan antara kepemimpinan, manajemen dan organisasi

Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi :
Test Partisipatif, test objektif/subjektif
Referensi :
1. Amin Wijaya T, Manajemen Strategik, PT. Gramedia, 1996
2. Charles J. Keating, Kepemimpinan dalam manajemen, Rajawali Pers, 1995
3. Dr. Ir. S.B. Lubis & Dr. Martani Hoesaini, Teori Organisasi: Suatu
pendekatan makro, Pusat studi antar Universitas Ilmu-ilmu sosial Universitas
Indonesia, 1987
4. James. L. Gibson, Manajemen, Erlangga, 1986
5. J. salusu, Pengembangan Kaqputusan Strategik, Gramedia, 1986
6. Mifta Thoha, Kepemimpinan dan manajemen, Rajawali Pers, 1995
7. Nilai Dasar Perjuangan HMI
8. Richard M. Streers, Efektifitas Organisasi, (sari manajemen), Erlangga, 1985
9. Winardi, Kepemimpinan Manajemen, Rineka Cipta, 1990
10. Dan referensi lain yang relevan
78 Badan Pengelola Latihan HMI

B. Materi Terurai
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI
Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan berbagai cara yang
berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, Kepemimpinan
dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh
pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan
tugasnya.

Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut :


Pertama, Kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut.
Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota
kelompok membantu menentukan status / kedudukan pemimpin dan membuat
proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas
kepemimpinan seorang mmanajer akan menjadi tidak relevan.
Kedua, Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak
seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin
mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota
kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-
kegiatan pemimpin secara langsung, meskip[un dapat juga melalui sejumlah cara
secara tidak langsung.
Ketiga, Selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut,
pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para
pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan
tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.
Sebagai contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu, tetapi dia dapat juga mempengaruhi bawahan
dalam menentukan cara bagaimana tugas itu dilaksanakan dengan tepat.
Kepemimpinan adalah bagian penting manajemn, tetap tidak sama dengan
manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang
untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lain
seperti perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan.
Tujuan Kepemimpinan
Nampaknya sukar dibedakan antara tujuan dan fungsi kepemimpinan, lebih-lebih
kalau dikaji secara praktis kedua-duanya mempunyai maksud yang sama dalam
menyukseskan proses kepemimpinan namun secara definitif kita dapat
menganalisanya secara berbeda. Tujuan kepemimpinan merupakan kerangka ideal
/ filosofis yang dapat memberikan pedoman bagi setiap kegiatan pemimpin,
79 Badan Pengelola Latihan HMI

sekaligus menjadi patokan yang harus dicapai. Sehingga tujuan kepemimpinan


agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang inginkan
secara efektif dan efisien.

Fungsi kepemimpinan
Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi
utama ; (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (“task-related”) atau
pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (“group-
maintenance”) atau sosial.
Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan
pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu
kelompok berjalan lebih lancar- persetujuan dengan kelompok lain, pnengahan
perberdaan pendapat, dan sebagainya.

Manajemen dan Organisasi


1) Manajemen
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya – sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Atau lebih jelasnya manajemen dapat didefinisikan sebagai
bekerja dengan orang-orang untuk menentuakn, menginterpretasikan, dan
pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian
(staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan
(controlling).
Pola Umum Manajemen
♦ Manajemen pada dasarnya adalah alat atau sarana daripada administrasi;
♦ Sebagai alat administrasi fungsi manajemen adalah menggerakkan unsur
statik daripada administrasi yaitu organisasi ;
♦ Dalam fungsinya menggerakkan organisasi, manajemen merupakan suatu
proses dinamika yang meliputi fungsi planning, organizing, actuating dan
lain-lain ;
♦ Proses manajemen selalu diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu ;
♦ Dalam mencapai tujuan tersebut manajer sebagai pelaksana manajemen
menggunakan berbagai unsur yang tersedia dalam organisasi ;
♦ Penggunaan unsur-unsur manajemen tersebut selalu dilaksanakan dengan
seefisien mungkin berdasarkan prinsip-prinsip manajemen.

2) Organisasi
Menurut Chester Bernard, Organisasi adalah sistem kegiatan kerjasama
(cooperative activities) dari dua orang atau lebih.
80 Badan Pengelola Latihan HMI

Menurut Dwight Waldo, Organisasi adalah struktur antar hubngan pribadi


yang berdasarkan atas wewenang formal dan kebiasaan-kebiasaan di dalam
suatu system adminstrasi.
Menurut G.R. Terry, Organisasi adalah berasal dari kata organism yaitu suatu
struktur dengan bagian-bagian yang demikian dintegrasi hingga hubungan
mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan
orang terdiri dua bagian pokok yaitu bagian-bagian dan hubungan-hubungan.
Jadi Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang
terkait dalam hubungan formal dalam rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian di atas ada tiga unsur yang menonjol dan perlu
diperhatikan, yakni :
♦ Bahwa organisasi bukanlah tujuan, melainkan hanya alat untuk mencapai
tujuan atau alat untuk melaksanakan tugas pokok. Berhubungan dengan itu
susunan organisasi haruslah selalu disesuaikan dengan perkembangan
tujuan atau perkembangan tugas pokok.
♦ Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang
terikat dalam hubungan formal.
♦ Dalam organisasi selalu terdapat rangkaian hirarki, artinya dalam suatu
organisasi selalu terdapat apa yang dinamakan atasan dan apa yang
dinamakan bawahan.
Fungsi-Fungsi Organisasi :
♦ Mengatur tugas dan kegiatan kerjasama sebaik-baiknya ;
♦ Mencegah kelambatan-kelambatan kerja serta kesulitan yang dihadapi ;
♦ Mencegah kesimpangan kerja ;
♦ Menentukan pedoman-pedoman kerja.
Keuntungan-keuntungan Organisasi :
Organisasi yang baik memberikan keuntungan sebagai berikut :
♦ Setiap orang akan mengerti tugasnya masing-masing ;
♦ Memperjelas hubungan kerja para anggota organisasi ;
♦ Terdapat koordinasi yang tepat antar unit kerja ;
♦ Menggunakan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan dan minat ;
♦ Agar kegiatan administrasi dan manajemen dapat dilakuakn secara efektif
dan efisien.
Unsur-unsur Organisasi :
Pada hakikatnya organisasi terbentuk dari sekelompok orang, kerjasama dan
tujuan bersama.
KHARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN

Sifat-Sifat Rasul sebagai Etos Kerja


81 Badan Pengelola Latihan HMI

Dalam Islam kepemimpinan adalah bagian dari kepribadian Islam, sabda


Rasulullah Saw. “ Setiap orang dari kamu adalah pemimpin dan kamu
bertanggngjawab terhadap kepemimpinan itu” (Shahih Bukhari & Muslim)
Setiap manusia pasti memerankan suatu kepemimpinan. Hadis Rasulullah
mengatakan, “ Setiap anda adalah pengasuh dan bertanggungjawab terhadap
rakyatnya. Pemimpin adalah pengasuh dan bertanggungjawab terhadap rakyat.
Laki-laki adalah pengasuh dikeluarganya dan bertanggungjawab terhadap
asuhannya. Wanita adalah pengasuh di rumah suaminya dan bertanggungjawab
pada asuhannya, pembantu adalah pengasuh harta majikannya dan
bertanggungjawab pada asuhannya”. (H.R. Imam Bukhari & Muslim).
Dimensi Moral Kepemimpinan
Akhlak seorang m,uslim adalah tidak mengejar kepemimpinan untuk dirinya.
Tidak merebut kepemimpinan dari orang yang layak memiliki kepemimpinan itu.
Apabila diberi tanggungjawab kepemimpinan, sementara dia lemah dan sanggup
memikul, hendaknya dia menolak tanggungjawab itu. Kecuali, pabila dia yang
harus memegangnya maka dia wajib melaksanakannya. Bila menghindar berarti
berdosa, dan bila dia melaksanakan kewajiban itu dia mendapat pahala. Nash-nash
berikut ini menjelaskan hal tersebut di atas :
♦ Jangan meminta dan jangan memberikan amanah kepada orang yang
berambisi / meminta dijadikan pemimpin.
Dari Abu Hurairah, rasulullah Saw bersabda “ Sesungguhnya kalian akan
berambisi memperoleh kepemimpinan dan itu akan menjadi penyesalan nanti
pada hari kiamat. Alangkahnya bahagianya orang yang terus menyusui
(melaksanakan tugasnya) dan alangkah buruknya orang yang menyapinya
(melalaikan tugasnya) “ (H.R Bukhari & Nasai)
♦ Jangan menolak bila diberi amanah / kepercayaan
Dari Abu Dzar katanya “Aku masuk menemui Nabi bersama-sama dengan
dua orang anak, pamanku, satu diantaranya” Wahai Abu Dzar Sesungguhnya
kammu lemah dan tugas itu amanah dan (dapat mengakibatkan) kehinaan dan
penyesalan pada hari kiamat. Kecuali bagi orang yang mengambil dengan
benar dan melaksanakan amanah yang diberikan kepada” (H.R. Muslim)

Kepemimpinan yang Efektif


♦ Menciptakan wawasan untuk masa depan dengan mempertimbangkan
kepentingan jangka panjang organisasi.
♦ Mengembangkan strategi yang rasional untuk menuju ke arah wawasan
tersebut.
♦ Memperoleh dukungan dari pusat kekuasaan dan seluruh anggota.
♦ Memberi motivasi yang kuat kepada kelompok inti dan seluruh anggota untuk
mencpai tujuan organisasi.
82 Badan Pengelola Latihan HMI

Ciri-ciri Pemimpin Islam


♦ Setia ; pemimpin dan orang yang dipimpinnya terkait kesetiaan kepada Allah
♦ Tujuan Islam secara menyeluruh
♦ Berpegang pada syariat dan Akhlak Islam
♦ Pengemban amanat / bertanggungjawab.
Prinsip Dasar Operasional Kepemimpinan Islam
♦ Musyawarah
♦ Adil
♦ Kebebasan berfikir
Karakter Kepemimpinan Islam
♦ Tahu kemana harus diarahkan, kuasai waktu dan jangan biarkan waktu
mengontrol anda dengan menjadikan setiap saat bekerja untuk Islam.
♦ Mengarah pada hasil yang kongkrit, memusatkan perhatian diri pada hasil,
ketimbang pada pekerjaannya itu sendiri.
♦ Membangun kekuatan bukan kelemahan, termasuk diri anda dan para sahabat
anda, akui kelebihan orang lain tanpa merasa kedudukan anda terancam.
♦ Memusatkan perhatian pada beberapa bidang utama, dimana kerja keras
secara terus menerus yang akan memberikan hasil yang cemerlang.
♦ Bertawakal kepada Allah dengan meletakkan cita-cita yang tinggi, jangan
batasi diri anda pada persoalan yang mudah dan aman.
Sifat “mutu” yang harus dimiliki pemimpin
♦ Akhlak yang baik
♦ Memiliki daya imajinasi
♦ Berfikir menurut fungsinya
♦ Mampu bersikap adil kepada semua
♦ Memiliki banyak minat
♦ Bersikap sebagai pendidik
♦ Memiliki emosional yang matang
♦ Bersikap sebagai perencana
♦ Mampu menghormati diri dan orang lain
♦ Teku, tegas, mampu mengorganisir dengan rapi
♦ Bersemangat, energik, bersifat sebagai pelatih
♦ Ekspresif (berbicara dan menulis)
♦ Logis, berpikir selalu tajam dan selalu siap
♦ Bertanggungjawab, kreatif dan pekerja keras
♦ Setia kepada semua kepentingan

Tipe-tipe Kepemimpinan
Dilihat bagaimana pemimpin itu menggunakan kekuasaannya, ditentukan tiga
buah tipe dasar, yakni :
83 Badan Pengelola Latihan HMI

1) Tipe Otoriter (autocratic)


Pemimpin yang bertipe demikian dipandang sebagai orang yang memberikan
perintah dan mengharapkan pelaksanaannya secara dogmatis dan selalu
positif. Dengan segala kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti
bawahannya dengan jalan memberikan hukuman tertentu bagi yang berbuat
negatif, dan hadiah untuk seorang bawahan yang bekerja dengan baik
(correct).
2) Tipe Demokratis atau Partisifasi
Pemimpin demikian mengadakan konsultasi dengan para bawahannya
mengenai tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang diusulkan /
dikehendaki oleh pimpinan serta berusaha memberikan dorongan untuk turut
serta aktif melaksanakan semua keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah
ditetapkan itu.
3) Sedang pada tipe yang terakhir,
Pemimpin sangat sedikit menggunakan kekuatannya, bahkan memberikan
suatu tingkatan kebebasan yang tinggi terhadap para bawahannya atau bersifat
“Free rein” (Laissez Faire) di dalam segal tindakan mereka. Pemimpin
demikian biasanya mempunyai ketergantungan yang besar pada anggota
kelompok untuk menetapkan tujuan-tujuan dan alat-alat / cara mencapainya.
Mereka (para pemimpin „ laissez faire‟) menganggap bahwa peranan meraka
sebenarnya sebagai orang yang berusaha memberikan kemudahan (fasilitas)
kerja para pengikut, umpama dengan jalan menyampikan informasi kepada
orang-orang yang dipimpinnya, serta sebagai penghubung dengan lingkungan
yang ada di luar kelompok.
Unsur-unsur Manajemen
Unsur dasar yang merupakan sumber yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan dalam manajemen adalah :
♦ Man (manusia)
♦ Material (bahan)
♦ Machine (mesin / alat)
♦ Methods (tata kerja)
♦ Money (uang)
♦ Market (pasar)
Unsur Manusia dalam Manajemen
Manusia salah satu dari unsur manajemen yang merupakan motor penggerak bagi
sumber- sumbe dan lat-alat baik yang bersifat “ Human Resources “ maupun “Non
Human Resources” dalam suatu organisasi.
Tingkatan Manajemen
Manajemen dalam organisasi, Pemimpin (manajer) dapat dibedakan menurut
tingkatan dan jenis pekerjaannya, yakni :
84 Badan Pengelola Latihan HMI

1) Menurut tingkatannya (hierarchie), pimpinan dalam organisasi dapat


dikelompokkan sebagai berikut :
♦ Manajemen Puncak (Top Management)
♦ Manajemen Media (Middle Management)
♦ Manajemen Rendah (Lower Management)
2) Apabila dilihat dari Pembagian Kerjanya,. Yaitu antara kerja “pikir” dan kerja
“fisik”, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Admistrative Management, pada tingkat “Top Management “
b) Middle Management, pada tingkat “Pimpinan Menengah”
c) Supervisory Management, ada di tingkat “Paling Bawah”
Pada tingkatan Admistrative Pemimpin lebih banyak menggunakan kerja pikir
daripada kerja fisik dalam memipin organisasinya, misalnya menentukan tujuan
organisasi, perumuan kebijakan, penggerakkan kelompok pimpinan pada tingkat
lebih rendah dan memikirkan hal- hal yang sifatnya lebih menyeluruh. Untuk itu
“Manajerial Skill” lebih dibutuhkan.
Pada tingkat Middle Management, dalam tugas kegiatannya sehari-hari antara
kegiatan pikir dan fisik hampir sepadan ; kedua-duanya dilaksanakan hampir
serentak dan bersama-sama. Sebaliknya pada tingkat Supervisory Management,
dalam tugasnya sehari- hari pimpinan lebih banyak mempergunakan kerja fisik
dari pada kerja pikir. Untuk itu ia lebih banyak membutuhkan “technical Skills”
daripada “Managerial Skills”.
ORGANISASI SEBAGAI ALAT PERJUANGAN
Ada berbagai macam tipe organisasi, yang umum dikenal yakni :
a. Bentuk Lini
Yang pertama ini sering pula dinamakan :bentuk lurus”, “bentuk jalur” dan
“bentuk militer”. Bentuk lini ini mula-mula diperkenalkan oleh seorang ahli
adminstrasi berkebangsaan Perancis, Henry Fayol. Bentuk lini dipandang
sebagai bentuk yang paling tua dan dipergunakan secara luas pada masa
perkembangan industri pertama. Organisasi ini banyak dipergunakan di
lingkungan militer dan perusahaan-perusahaan kecil.
Ciri-cirinya :
♦ Garis komando langsung dari atasan ke bawahan atau dari pimpinan
tertinggi ke berbagai tingkat operasional.
♦ Masing-masing pekerja bertanggungjawab penuh terhadap semua
kegiatannya.
♦ Otoritas dan tangungjawab tertinggi pada puncak makin lama makin
berkurang menurut jenjang.
♦ Organisasinya kecil, begitu pula karyawannya sedikit.
♦ Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan bersifat langsung.
85 Badan Pengelola Latihan HMI

♦ Tujuan, alat-alat yang digunakan dan struktur organisasinya masih


sederhana.
♦ Pemilik organisasi biasanya menjadi pimpinan tertinggi.
Keuntungan organisasi yang berbentuk lini :
♦ Kekuasaan dan tanggungjawab dapat ditetapkan secara definitif.
♦ Orang yang mempunyai kekuasaan dan tanggungjawab diketahui oleh
semua pihak.
♦ Proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat, karena jumlah orang
yang perlu diajak berembuk tidak begitu banyak.
♦ Disiplin mudah dipertahankan.
♦ Solidaritas para anggota masih besar, karena masih saling kenal mengenal.
♦ Tersedianya kesempatan yang baik bagi pimpinan organisasi untuk
mengembangkan bakat-bakat pemimpin.
b. Bentuk Lini dan Staf
Di dalam organisasi-organisasi kecil, semua karyawan supervisor adalah
merupakan orang-orang lini (line personnel). Tetapi ketika organisasi melai
membesar, maka semakin terasa pentingnya penyediaan tenaga spesialis
mampu memberikan nasihat-nasihat teknis dan memberikan jasa-jasa kepada
unit-unit operasional lainnya. Orang-orang inilah yang biasanya disebut “staf
personnel” (orang-orang staf yang melaksanakan fungsi-fungsi staf). Dan
orang-orang staf ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
(1) para penasihat dan (2) “auxilliary personnel”, bertugas melakukan
kegiatan-kegiatan penunjang demi lancarnya meknisme organisasi.
Ciri-ciri Pokok :
♦ Organisasinya besar dan kompleks.
♦ Jumlah karyawannya banyak.
♦ Terdapat dua kelompok karyawan (lini dan staf) sebagaimana dijelaskan di
atas.
♦ Karena organisasi sudah semakin besar / kompleks, maka hubungan
langsung di sini sudah tidak mungkin lagi terjadi antar anggota maupun
antara pemimpin dan bawahan.
♦ Nampak adanya spesialisasi yang dikembangkangkan dan dipergunakan
secara optimal.
Kebaikan-kebaikannya :
♦ Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang
melaksanakan tugas pokok organisasi, dan kelompok staf yang
melaksanakan kegiatan penunjang.
♦ Asas spesialisasi dapat dijalankan, menurut bakat bawahan yang berbeda-
beda.
♦ Prinsip “the right man in the right place” dapat diterapkan dengan mudah.
86 Badan Pengelola Latihan HMI

♦ Koordinasi mudah dijalankan dalam setiap unit kegiatan.


♦ Tipe organisasi demikian dapat dipergunakan oleh organisasi-organisasi
yang lebih besar / kompleks.
Keburukannya :
♦ Pemimpin lini sering mengabaikan advis staf.
♦ Pimpinan staf sering mengabaikan gagasan-gagasan.
♦ Ada kemungkinan pimpinan staf melampaui kewenangan stafnya.
♦ Perintah-perintah lini, nasihat-nasihat dan perintah-perintah staf sering
agak membingungkan anggota. Hal ini dapat terjadi, karena kedua jenis
hirarki ini tidak selalu seirama dalam memandang sesuatu.
Meskipun terdapat kelemahan -kelemahan organisasi tipe lini dan staf ini,
namun untuk organisasi yang semakin kompleks seperti dewasa ini lebih
cenderung menggunakan bentuk lini dan staf.
c. Bentuk Fungsional
Organisasi Fungsional adalah suatu organisasi dimana kekuasaan dari
pimpinan dilimpahkan kepada para pejabat yang memimpin satuan-satuan
dibawahnya dalam suatu bidang pekerjaan tertentu. Tiap-tiap kepala dari
satuan ini mempunyai kekuasaan untuk memerintah semua pejabat bawahan
sepanjang mengenai bidangnya (The Liang Gie, dkk., 1981, hal. 136). Ciri lain
dari organisasi demikian adalah bahwa didalam organisasi tidak terlalu
menekankan pada hirarki struktural, akan lebih banyak didasarkan pada sifat
dan macam fungsi yang harus dijalankan. Sebenarnya bentuk ini tidak
populer, dan kebanyakan hanya dipergunakan dalam lingkungan usaha swasta
seperti toko serba ada, dan yang sejenisnya.
Kebaikan-kebaikannya :
♦ Ada pembagian yang tegas antara kerja pikir dan fisik.
♦ Dapat dicapai spesialisasi yang baik.
♦ Solidaritas antara orang-orang yang menjalankan fungsi yang sama pada
umumnya tinggi.
♦ Moral serta disiplin kerja tinggi.
♦ Koordinasi antara orang-orang yang ada dalam satu fungsi mudah
dijalankan.
Kelemahannya :
♦ Sulit mengadakan pertukaran tugas, karena terlalu menspesialisasikan diri
dalam satu bidang saja.
♦ Koordinasi yang bersifat menyeluruh sukar diadakan, karena orang-orang
yang bergerak dalam satu bidang mementingkan fungsi saja.
♦ Inisiatif perorangan mudah tertekan, karena sudah dibatasi pada suatu
fungsi.
c. Organisasi Tipe Panitia
87 Badan Pengelola Latihan HMI

Bentuk organisasi ini adalah suatu tipe di mana pimpinan dan para pelaksana
dibentuk dalam kelompok-kelompok yang bersifat panitia. Maksudnya, pada
tingkat pimpinan, keseluruhan unsur pimpinan menjadi panitia dan para
pelaksana dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang disebut “task force” atau
satuan tugas.
Ciri-cirinya :
♦ Struktur organisasinya tidak begitu kompleks. Biasanya hanya terdiri dari
ketua, sekretaris, bendahara, ketua seksi dan para petugas.
♦ Struktur organisasinya secaa relatif tidak permanen. Organisasi tipe panitia
hanya dipakai sewaktu-waktu ada kegiatan khusus (proyek-proyek
tertentu), dan setelah kegiatan-kegiatan itu selesai dikerjakan, maka panitia
dibubarkan.
♦ Tugas kepemimpinan dilaksanakan secara kolektif.
♦ Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggungjawab
yang sama.
♦ Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk
satuan tugas (task force).
Keuntungan Tipe Panitia :
♦ Keputusan yang diambil selalu berhasil dengan baik dan tepat, karena
sudah dibicarakan secara kolektif.
♦ Kemungkinan penggunaan kekuasaan secara berlebihan dari pimpinan kecil
sekali.
♦ Usaha kerjasama bawahan mudah digalang.
Kelemahannya :
♦ Proses pengambilan keputusan agak lambat karena segala sesuatunya harus
dibicarakan lebih dulu dengan para anggota organisasi.
♦ Apabila ada kemacetan kerja, tak seorang pun yang mau diminta
pertanggungjawabannya melebihi dari yang lain.
♦ Para pelaksana sering bingung karena perintah tidak datang dari satu orang
pimpinan saja.
♦ Kreativitas nampaknya sukar dikembangka, karena pelaksanaan didasarkan
pada kolektifitas.

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN


ORGANISASI
Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang bekerjasama untuk
mencapai tujuan, yang mana untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan
manajemen untuk mengatur orang-orang tersebut, yang mana manajemen tidak
akan berhasil apabila tidak ada pemimpin di dalamnya dan seorang pemimpin pun
harus memiliki ilmu kepemimpinan, jadi antara Kepemimpinan, manajemen dan
88 Badan Pengelola Latihan HMI

organisasi merupakan suatu sistem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat
terpisahkan.
3.2 Materi Penunjang
Seperti yang sudah dijelaskan terdahulu, materi penunjang adalah materi yang telah
menjadi kemestian untuk ada dalam training (misal materi perkenalan dan orientasi
latihan, dan materi evaluasi dan rencana tindak lanjut), atau materi yang
merupakan prasyarat tercapainya pemahaman materi pokok (misal materi
pengantar ideologi, dan materi pengantar filsafat ilmu, sebagai prasyarat
optimalisasi pemahaman materi Nilai Dasar Perjuangan, atau materi teknik dan
etika diskusi, sebagai prasyarat berjalannya diskusi yang baik dalam pertrainingan),
atau materi yang memiliki hubungan/penurunan dari materi pokok dan memiliki
keterkaitan dengan tujuan perkaderan yang menjadi karakter lokal. Dalam panduan
ini hanya akan disampaikan materi tambahan yang sifatnya kemestian saja.

3.2.1 Materi Perkenalan dan Orientasi Latihan


A. Silabus

ALOKASI
JENJANG: PERKENALAN DAN WAKTU:
LATIHAN KADER I ORIENTASI LATIHAN 2 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum


Peserta dapat memahami maksud dan tujuan Latihan Kader I, serta dapat
membangun suasana training yang kondusif.
Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Peserta mampu menjelaskan maksud dan tujuan serta sistem pengelolaan
Latihan Kader I
2. Peserta kenal dengan sesama peserta dan pengelola
3. Peserta dapat menjalankan aturan training dengan kesadaran
B. Uraian Kegiatan
Perkenalan ini memiliki peran yang penting dalam mencapai keberhasilan training,
karena pada tahap awal inilah terbangun suasana training, serta terbangun
pemahaman peserta akan hakekat training sesungguhnya. Pemberian sesi ini
dilakukan pertama kali setelah seremoni pembukaan berakhir.
Sesi ini harus kondusif, dalam artian tidak terganggu oleh proses silaturahmi kader-
kader HMI lain (yang tidak terlibat langsung dalam training, atau tidak bertugas di
forum) yang hadir dalam acara pembukaan, sebaiknya silaturahmi dilakukan tidak
berdekatan dengan forum.
Forum pertama ini dipimpin langsung oleh koordinator pemandu/master of
training. Awal sesi dibuka dengan perkenalan tim pemandu, dan dilanjutkan
89 Badan Pengelola Latihan HMI

dengan perkenalan peserta, diharapkan dengan perkenalan ini suasana cair dalam
training mulai terbentuk.
Selanjutnya pemandu menjelaskan maksud, tujuan, dan teknis pengelolaan training
kepada peserta, sehingga peserta bisa paham apa yang menjadi kemestian yang
berlaku bagi mereka. Kemudian peserta menyampaikan harapan atau tujuan
individu dalam mengikuti training, serta hal-hal yang tidak mereka inginkan
(ketakutan) terjadi dalam training.
Pemandu mengolah harapan dan “ketakutan” peserta menjadi suatu aturan main
yang mengikat dalam pelaksanaan training. Namun bisa pula aturan itu telah diatur
sebelumnya dan dirasionalisikan sesuai dengan harapan dan “ ketakutan” peserta.
Dengan demikian diharapkan peserta secara sadar akan mematuhi aturan main
yang dibuat karena berangkat dari harapan dan “ketakutan” peserta.

3.2.2 Materi Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut


A. Silabus

EVALUASI DAN ALOKASI


JENJANG: RENCANA WAKTU:
LATIHAN KADER I TINDAK LANJUT 2 JAM

Tujuan Pembelajaran Umum


Peserta dapat memahami esensi Latihan Kader I, serta dapat merencanakan
langkah yang dilakukan pasca training sesuai dengan tujuan training.

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Peserta mampu menjelaskan rangkaian materi Latihan Kader I secara
komprehensif
2. Peserta dapat merencanakan follow up training

B. Uraian Kegiatan
Sesi ini dilakukan setelah semua materi training disampaikan kepada peserta, dan
dipimpin oleh koordinator pemandu. Pemandu mengevaluasi pemahaman peserta
terhadap materi-materi yang telah disampaikan, kemudian pemandu mempertajam
dan merangkai materi-materi tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh menyeluruh.
Selanjutnya pemandu “mengarahkan” peserta untuk membuat rencana aktivitas
pasca Latihan Kader I, sesuai dengan hasil evaluasi terhadap materi-materi yang
telah diberikan, dan pesan-pesan yang telah disampaikan dalam trainig secara
keseluruhan.

3.2.3 Materi Tambahan Lain


90 Badan Pengelola Latihan HMI

Materi tambahan lain yang merupakan materi penunjang materi pokok disesuaikan
dengan kebutuhan, maksudnya apabila SC berpendapat bahwa bahan baku
(peserta) telah menguasai atau telah mendapat materi tersebut maka materi
penunjang tidak perlu disampaikan. Misal, dalam maperca mereka telah
mendapatkan materi Etika dan Teknik Diskusi, atau dalam kampus mereka telah
mendapatkan Pengantar Filsafat Ilmu dan atau yang sejenis, atau telah memahami
ideologi secara umum, maka materi-materi tersebut tidak perlu diberikan. Jika
cabang atau komisariat secara lokal ingin menambahkan materi tertentu dalam
Latihan Kader I, maka yang jadi pertimbangan utama dalam pemberian materi
tersebut adalah materi tersebut harus menunjang atau berkaitan dengan materi
pokok.
Dalam rangka standarisasi materi, maka dalam hal adanya penambahan materi,
cabang atau komisariat harus menyampaikan silabus dan materi terurai dari materi
tersebut kepada Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pengelola Latihan untuk
dilakukan verifikasi kelayakan materi. Sebelum materi yang bersangkutan lulus
verifikasi maka materi tersebut belum boleh diberikan dalam Latihan Kader I HMI.
Bagi materi yang telah diverifikasi oleh Bakornas LPL, maka materi tersebut dapat
diberikan dalam LK I – LK I berikutnya tanpa harus diverifikasi lagi.
Penempatan materi tambahan dalam Latihan Kader I harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan kesesuaian dengan materi pokok. Pada dasarnya penambahan materi
dilarang.

EVALUASI TRAINING

Hal-hal yang dievaluasi dalam pelaksanaan Latihan Kader I HMI meliputi evaluasi
terhadap peserta, pemandu, pemateri/instruktur dan manajemen training, serta
kesesuaian pelaksanaan dengan rencana training.
Evaluasi selain terhadap peserta dilakukan oleh Tim Evaluasi dan Monitoring yang
ditugaskan oleh Lembaga Pengelola Latihan.
Aspek yang dievaluasi terhadap pemandu meliputi :
1) Kemampuan memimpin training
2) Kemampuan mengendalikan forum
3) Kemampuan mengkoordinasi antar elemen yang terlibat dalam training
4) Kemampuan membangun suasana training
5) Kemampuan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan training
6) Pencapaian tujuan Latihan Kader I
Aspek yang dievaluasi terhadap pemateri/instruktur :
1) Kemampuan menyampaikan materi
2) Penguasaan materi
3) Kesesuaian materi yang disampaikan dengan silabus atau materi terurai
91 Badan Pengelola Latihan HMI

4) Penguasaan forum
5) Pencapaian target penyampaian materi
Aspek yang dievaluasi dalam manajemen training adalah :
1) Kesesuaian dengan tujuan Latihan Kader I
2) Kesesuaian dengan kurikulum training
3) Suasana training
4) Hubungan antar elemen dalam training
5) Kesesuaian dengan rencana
Evaluasi terhadap pelaksanaan training adalah akumulasi dari evaluasi-evaluasi
terhadap masing-masing aspek dalam evaluasi training.
Evaluasi yang dilakukan oleh Tim Evaluasi dan Monitoring dilakukan secara
kualitatif.
Evaluasi terhadap peserta dilakukan oleh pemandu dengan standar kuantitatif yang
dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan peserta. Aspek-aspek yang dinilai
adalah aspek kognitif (30%), aspek afektif (50%), dan aspek psikomotorik (20%).
Selain aspek kognitif, penilaian dilakukan secara kualitatif, karena hanya aspek
kognitif yang bisa langsung dinilai secara kuantitatif. Untuk itu dalam penilaian
aspek afektif dan aspek psikomotorik perlu pengubahan dari nilai kualitatif menjadi
nilai yang kuantitatif. Secara khusus tata cara penilaian terhadap peserta akan
dijelaskan dalam lampiran.
Evaluasi yang diberikan meliputi tes subyektif/obyektif, penugasan, dan studi
kasus, yang harus mampu mengcover keseluruhan materi yang diberikan dalam
Latihan Kader I. Sebaiknya soal- soal yang diberikan merupakan penurunan atau
pengembangan dari TPK tiap materi.
Evaluasi yang dilakukan terhadap peserta dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pre
test, yang dilakukan di awal training, middle test, yang dilakukan setiap hari atau
pasca pemberian materi, dan post test, yang dilakukan di akhir training. Dengan
tiga tahapan tersebut dapat dilihat perkembangan peserta.
Kelulusan peserta diberikan kepada peserta yang mencapai akumulasi nilai
minimal 60 (enam puluh), untuk tiga aspek penilaian yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.

Bagian Kedua
NARASI KELAHIRAN NDP
A.Latar Belakang Perumusan NDP
Oleh: Nurcholis Madjid
Saya disebut-sebut sebagai orang yang merumuskan NDP, meskipun diformalkan oleh
Kongres Malang. Itu terjadi 17 tahun yang lalu. Jadi sebagai dokumen organisasi, apalagi
organisasi mahasiswa, NDP itu cukup tua. Oleh karena itu, ada teman bicara tentang NDP
dan kemudian mengajukan gagasan misalnya untuk tidak mengatakan mengubah
mengembangkan dan sebagainya, maka saya selalu menjawab, dengan sendirinya
memang mungkin untuk diubah dalam arti dikembangkan.
92 Badan Pengelola Latihan HMI

Values (nilai-nilai) tentu saja tidak berubah-ubah. Kalau disitu misalnya ada nilai Tauhid,
tentu saja tidak berubah-ubah. Akan tetapi pengungkapan dan tekanan pada implikasi
NDP itu mungkin bahkan bisa berubah-ubah. Sebab, sepanjang sejarah, Tauhid pun
wujudnya sama, yaitu pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi tekanan implikasinya
itu berubah-ubah. Kita bisa melihat tekanan misi pada rasul-rasul , itu berubah.
Misalnya Isa Al-Masih (Yesus Kristus) datang itu untuk mengubah Taurat. (Agar dihalakan
bagi kamu sebagian yang diharamkan bagi kamu). Nabi Isa datang menghalalkan sebagian
yang diharamkan pada Perjanjian Lama. Jadi, implikasi Tauhid itu bisa berubah-ubah
mengikuti perkembangan zaman. Sebab itu menyangkut masalah interpretasi.
Pengungkapan nilai itu sendiri memang tidak mungkin berubah, tetapi harus
dipertahankan apalagi nilai seperti Tauhid. Akan tetapi karena ada kemungkinan
mengubah tekanan dan implikasinya, maka ada ruang untuk pengembangan-
pengembangan. Dengan sendirinya juga ada ruang dan kesempatan untuk suatu dokumen
semacam NDP. Tidak hanya namanya saja diubah NDP ke NIK (lalu NDP kembali-pen).
Dan adalah tugas/pikiran yang sah dari adik-adik HMI. Maka dari itu saya persilahkan,
kalau misalnya memang ada yang ingin menggarap bidang ini. NDP, Kesimpulan Suatu
Perjalanan Saya ingin bercerita sedikit. Mungkin ada gunanya, walau cerita ringan saja.
Yaitu bagaimana NDP itu lahir.
Ahwmad Wahib dalam bukunya Pergolakan pemikiran Islam yang sangat kontroversial itu
menulis bahwa saya dalam tahun 1968 diundang untuk mengunjungi universitas-
universitas di Amerika yang waktu itu merupakan pusat-pusat kegiatan mahasiswa. Dan
kepergian saya ke Amerika itu mengubah banyak pendirian saya, begitu kata Wahib
dalam bukunya. Itu, maaf saja, tidak benar. Jadi disini Ahmad Wahib salah. Memang
perlawatan yang dimulai dari Amerika itu banyak sekali mempengaruhi saya, tetapi
bukan pengalaman di Amerika itu yang mempengaruhi saya, melainkan justru di Timur
Tengah.
Begini ceritanya. Waktu itu terus terang saja sebetulnya pemerintah Amerika sudah lama
melihat potensi HMI di sini (tentu saja pemerintah Amerika seperti yang diwakili oleh
Kedutaan Besar Amerika di sini). Mereka sudah tahu situasi politik di Indonesia pada
zaman Orde Lama, ketika Bung Karno mempermainkan atau sebetulnya boleh saja
dikatakan melakukan politik devide at impera, antara komunis dan ABRI terutama
ditubuh AD. Bagaimana AD itu sangat banyak bekerja sama dengan kita. Ini banyak
dibaca oleh pemerintah seperti Amerika. Dan karena itu banyak sekali pendekatan-
pendekatan orang-orang kedutaan Amerika itu ke PB HMI. Sebetulnya sudah lama mereka
menginginkan supaya ada tokoh-tokoh HMI yang melihat-lihat Amerika, tetapi memang
waktu itu belum banyak orang yang biasa berbahasa Inggris, sehingga saya menjadi orang
yang mendapat kesempatan pertama.
Kunjungan saya ke Amerika, sesuai dengan undangan, hanya berlangsung satu bulan dua
minggu. Sistemnya semua dijamin; ada uang harian, uang perdiem. Waktu itu dolar
belum inflansi; sehingga uang yang saya peroleh itu cukup besar, dan tentu saya bisa
menghemat. Uang inilah yang saya pergunakan untuk keliling Timur Tengah. Saya
lakukan itu secara sederhana.
Kita di Indonesia selama ini selalu mengaku muslim dan mengkalim diri sebagai pejuang-
pejuang Islam. Untuk terlaksananya ajaran Islam, sekarang perlu melihat sendiri
bagaimana wujud islam sebagai praktik. Begitulah motif saya pergi ke Timur Tengah.
Meski kita tahu, Indonesia ini memang negara Muslim yang terbesar di bumi, secara
geografis paling jauh dari pusat-pusat Islam, yaitu Timur Tengah, sehingga menghasilkan
beberapa hal, misalnya Muslim di Indonesia itu adalah termasuk yang paling sedikit
93 Badan Pengelola Latihan HMI

ter‖Arab‖kan.
Barangkali kita tidak menyadari banyak keunikan kita sebagai bangsa Indonesia. Boleh
dikatakan inilah bangsa Asia satu-satunya yang menuliskan bahasa nasionalnya dengan
huruf Latin. Semua bangsa Asia menggunakan huruf nasionalnya masing-masing. Hanya
kita yang menggunakan huruf Latin. Filipina memang, tetapi Filipina belum bisa
mengkalim mempunyai bahasa nasional. Bahasa Tagalog masih merupakan bahasa Manila
saja.
Kemudian Indonesia satu-satunya bangsa Muslim juga menggunakan huruf Latin untuk
bahasa nasionalnya. Semua bangsa Muslim itu menggunakan huruf Arab, kecuali tiga:
Turki disebabkan revolusi Kemal, Bangladesh karena seperti bangsa Asia lain mempunyai
huruf sendiri yaitu huruf Bengali dan Indonesia karena penjajahan. Jadi kita itu unik.
Dari sudut pandang dunia Islam. Indonesia unik. Inilah bangsa Muslim yang kurang tahu
huruf Arab, kira-kira begitu. Jangankan orang islam pakistan, afganistan dan sebagainya,
sedangkan orang India yang islamnya minoritas, disana pun mereka menggunakan huruf
Arab untuk menuyliskan bahasa Urdu, bahasa mereka. Semua begitu. Dari situ saja boleh
kita ambil satu kesimpulan bahwa keislaman di Indonesia itu masih demikian dangkal,
sehingga masih ada persoalan yaitu bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu. Itulah
yang mendorong saya pergi ke timur Tengah.
Waktu saya hendak ke Amerika, saya merasa ogah-ogahan. Akan tetapi biarlah
barangkali dari Amerika saya bisa ke Timur Tengah. Oleh karena itu biar pun di Amerika,
saya sudah kontak dengan orang-orang dari Timur Tengah, yang kelak ketika saya ke
Timur Tengah memang banyak sekali yang menolong saya. Kunjungan saya ke Timur
Tengah saya mulai dari Istambul, kemudian ke Libanon. Waktu itu tentu saja libanon
masih aman. Lalu ke Syiria, kemudian ke Irak. Di Irak untuk pertama kalinya saya
bertemu Abdurrahman Wahid. Dia yang menyambut. Karena terus terang, walaupun
sama-sama orang Jombang, saya belum pernah kenal. Karena keluarga saya Masyumi,
keluarga dia NU. Jadi baru bertemu di Bagdad. Dia baik sekali mengorganisir teman-
teman Indonesia untuk mengambil dan menemui saya ke stasiun bus dari Damaskus. Lalu
saya ke Kuwait ke Saudi Arabia melalui Timur. Banyak sekali kenangan di situ. Ketika di
Ryadh, saya bertemu seseorang yang yang pernah saya kenal sejak di Amerika, Dr. Farid
Mustafah, seorang tokoh, Doktor Engineering. Itulah satu-satunya pengalaman saya
menjadi tamu keluarga Arab, disini kalau makan siang dan malam semua keluarga ikut
termasuk istrinya. Biasanya orang Arab tidak demikian. Saya tinggal satu minggu di situ
dan banyak berkenalan dengan banyak pelarian Ikhwanul Muslimin.
Kita mengetahui Ikhwanul Muslimin umumnya beranggotakan orang-orang Mesir dan
orang-orang Syiria. Mereka dikejar-kejar oleh rezim yang ada di negaranya masing-
masing, dan kebanyakan larinya ke Saudi Arabia. Bukan untuk mendapatkan kebebasan
politik, karena di Saudi Arabia sendiri mereka tidak mendapatkan kebebasan politik.
Karena orang Saudi juga tidak suka terhadap sikap politik mereka. Akan tetapi dari segi
ilmu pengetahuan mereka banyak sekali dihargai. Mereka kemudian menjadi staf
pengajar di Universitas Riyadh. Sejak dari Istambul saya banyak sekali mengadakan
diskusi-diskusi kritis. Tentu saya tidak mau hanya mendengar saja, tetapi juga
membantah, menanyakan dan menentang, termasuk menentang dari segi literatur.
Di Turki saya sampai berkenalan dengan suatu gerakan yang betul-betul dibawah tanah,
yang di Istambul merka itu bergerak untuk membangkitykan Islam, tetapi dengan cara-
cara yang menurut sebagian kita agak sedikit kedengaran kolot. Yaitu melalui sufisme
atau gerakan-gerakan tarekat. Suatu malam Dr. Mustafa di Riyadh mengajak saya ke
Universitas Riyadh; ke Fakultas Farmasi yang akan mengadakan wisuda tamatan Fakultas
94 Badan Pengelola Latihan HMI

Farmasi, dimana Mentri Pendidikan hadir, yaitu Syeh Hasan bin Abdullah Ali keturunan
Muhammad bin Abdul Wahab, salah seorang pelopor pembaharuan di Arabia yang anak
turunanya selalu menjadi Mentri bidang pengetahuan seperti Menetri Pendidikan,
Menetri Ilmu pengetahuan dan sebagainya di Saudi Arabia. Saya tidak tahu apa yang
terjadi, pokoknya Dr. Mustafah mengenalkan saya secara berbisik-bisik kepada Menteri,
lalu Mentri itu meminta saya suapaya saya menceritakan tentang pergerakan Mahasiswa
Islam di Indonesia. Setelah saya ceritakan, tentu saja dengan bahasa Arab –
Alhamdulillah saya sedikit banyak tahu bahasa Arab karena belajar di Pesantren Gontor,
sebuah project gabungan antara sistem pendidikan Sumatera Barat (KMI-nya) dan Jawa
(pesantrennya) yang saya kira menjadi project yang sangat sukses yang sekarang
berkembang di mana-mana. Menteri itu demikian senangnya dengan keterangan saya,
lalu ia mengundang 10 orang teman kita, HMI, untuk naik haji pada tahun itu juga.
Selanjutnya dari Riyadh, saya menuju Madinah, terus ke Mekah, kemudian ke Khartum
untuk bertemu dengan Dr. Hasan Turabi dari Umin Durman University, tokoh yang
sekarang (maksudnya saat itu, pen-) menjadi pusat perhatian di Sudan, oleh karena
dialah konseptor dari islmisasinya Numeiry yang sekarang jatuh digulingkan. Dari situ
saya pergi ke Mesir, kemudian kembali ke Libanon dan selanjutnya ke Pakistan.
Pokoknya dari semua tempat itu saya mengada-kan diskusi macam-macam.
Dan konklusinya begini: saya kecewa terhadap tingkat intelektualitas kalangan islam
Timur Tengah saat itu. Sehingga saya lalu ingat Buya Hamka, ketika suatu saat Buya
minta izin kepada K.H. Agus Salim untuk pergi ke Timur Tengah, belajar. Jawab K.H.
Agus Salim seperti yang dimuat dalam Gema Islam dahulu. ―Malik, kalau kamu pergi ke
Mekah atau Timur Tengah, boleh saja. Kamu akan fasif berbahasa Arab barangkali.
Tetapi paling-paling kamu akan jadi lebai8, kalau pulang. Tetapi sebaliknya kalau kamu
mau mengetahui Islam secara intelek, lebih baik di sisni. Belajar sama saya‖. Dan saya
setuju dengan pendapat K.H. Agus Salim itu. Padahal di sini di Indonesia, kita sudah
bergumul dengan Marxisme, dengan macam-macam di sini. Indonesia tempat pergumulan
ideologi yang paling seru pada zaman Orde Lama, dan kita survive. Kita sudah biasa
berdialog dengan orang-orang yang saya temui di negara-negara Timur Tengah
berkenaan dengan cara melihat apa yang paling relevan dalam Islam ini yang harus kita
kembangkan. Sampai-sampai waktu di Riyadh, dengan Dr. Mahmud Syahwi namanya,
salah seorang tokoh Ikhwanul Muslimin, ketika saya merasa jengkel dengan kekecewaan
saya, saya bilang begini saja, ―Dari pada Anda kuliahi saya dengan macam-macam yang
tidak masuk akal saya, lebih Anda kasih saya bahan bacaan yang menurut Anda paling
penting dan kalau saya membacanya saya mendapat jawaban‖ . Lalu saya diberi buku
yang berjudul Majmu Rasail Hasan al-Bana, kumpulan tulisan risalah-risalah Hasan al-
Bana, yang waktu itu adalah buku terlarang di Saudi Arabia. Buku itu diberikan kepada
saya, sambil mewanti-wanti, ―Jangan sampai ketahuan orang Saudi, karena kalau
ketahuan, Saudara akan mengalami kesulitan, ditahan dan sebagainya‖. Akan tetapi saya
senang sekali menerima buku itu dan kemudian saya baca.
Waktu di Mekah saya menggunakan waktu paling banyak dua minggu, saya baca
semuanya. Akan tetapi maaf saja, saya tidak mendapat kelebihan dari tulisan-tulisan
orang itu. Ya, dengan segala kekaguman saya kepada Hasan al-Bana, tetapi saya harus
banyak sekali tidak setuju dengan isinya. Kebanyakan isinya hanyalah slogan-slogan
loyalistik. Bukan pemecahan masalah. Oleh karena itu, saya tidak merasa begitu sesuai
dengan buku itu. Kemudian di Mekah saya berusaha untuk menghatamkan Al Quran
dengan terjemahan dalam bahasa Inggris untuk pengecekkan. Kemudian setelah
melakukan berbagai diskusi tadi, saya lihat beberapa hal yang relevan untuk kita.
95 Badan Pengelola Latihan HMI

Sampai sekarang Al Quran itu saya simpan dan saya coreti dengan komentar-komentar
saya.
Kemudian saya ke Sudan dan pulang. Dan ketika mendengar janji Menteri Pendidikan
Saudi Arabia untuk naik haji saya memang diingatkan oleh Dr. Mustafa, orang di ibukota
Riyadh itu. ―ini janji Arab‖, katanya. ―Oleh karena itu, anda harus rajin menagih‖. Jadi,
ketika sampai di Mekkah, saya mengirim surat. Saya sampai di Madinah, juga begitu. Dan
akhirnya alhamdulillah, terealisir. Akhir Januari 1969 saya pulang ke Indonesia untuk
kemudian merealisir janji dari Menteri Pendidikan Saudi itu untuk naik haji yang waktu
itu jatuh bulan Maret. Berarti Cuma ada waktu satu bulan, jadihabislah waktu saya untuk
menyiapkan teman-teman naik haji. Sampai di sana, semua teman ikut sakit-sakit karena
tidak cocok dengan makanan kecuali saya. Kebetulan saya sudah terbiasa dengan
masakan orang sana. Sampai zaitun yang disebut dalam Al Quran saya makan. Karena
perlu diketahui bahwa buah itu walaupun tidak enak dan agak pahit bagi yang belum
biasa, tapi gizinya tinggi sekali dan dapat menghilangkan rasa mual dan sebagainya. Dan
saya mendapat service dari seorang kedutaan San Fransisco, seorang novelis yang
terkenal di Amerika, bernama John Bali, yang salah satu bukunya difilmkan dan
mendapat hadiah besar. Dia mengatakan begini, ―Saudara harus tahu, berkat Zaitun
inilah orang Yunani dahulu berfilsafat. Karena Zaitun itu tanaman yang tahan lama sekali
dan tetap berbuah‖ . Pohon itu bisa ribuan tahun bertahan, dengan gizi buahnya yang
begitu tinggi, sehingga orang Yunani dulu boleh dikatakan tidak lagi memikirkan masalah
sumber gizi yang tinggi. Cukup menanm Zaitun saja sampai dan sampai sekarang zaitun
merupakan komoditi yang penting negara-negara seperti Italia, Yunani dan sebagainya.
Setelah pulang dari haji, saya ingin menulis sesuatu tentang nilai-nilai dasar Islam.
Seluruhnya keinginan saya untuk bikin NDP saya curahkan pada bulan April, untuk bisa
dibawa ke Malang pada bulan Mei. Jadi NDP itu sebetulnya merupakan suatu kesimpulan
saya dari perjalanan yang macam-macam di Timur Tengah selama tiga bulan lebih
itu.jadi sama sekali salah kalau Ahmad Wahid mengatakan itu adalah pengaruh
kunjungan saya di Amerika. Begitulah singkatnya cerita. Namanya saja NDP, Nilai-Nilai
Dasar Perjuangan. Tentu saja bahannya itu macam-macam. Saya ingin menceritakan,
mengapa namanya NDP. Sebetulnya teman-teman pada waktu itu dan saya sendiri
berpikir untuk memberikan nama NDI, Nilai-Nilai Dasar Islam. Akan tetapi setelah saya
berpikir, kalau disebut Nilai-Nilai Dasar Islam, maka klaim kita akan terlalu besar. Kita
terlalu mengklaim, inilah Nilai-Nilai Dasar Islam. Oleh karena itu, lebih baik disesuaikan
dengan aktivitas kita sebagai mahasiswa. Lalu saya mendapat ilham dari beberapa
sumber. Pertama adalah Willy Eicher, seorang ideologi Partai Sosial Demokrat Jerman
yang membikin buku, The Fundamental Values and Basic Demand of Democratic
Socialism. Nilai-nilai Dasar dan Tuntutan-tuntutan asasi Sosialisme Demokrat. Nah, ini
ada ―nilai-nilai dasar‖. Kemudian ―perjuangan‖-nya dari mana? Dari karya Syahrir
mengenai ideologi sosialisme Indonesia yang termuat dalam Perjuangan Kita. Dan
ternyata Syahrir juga tidak orisinal. Dia agaknya telah meniru dari buku Hitler,
Meinkamf. Jadilah Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) itu. Kemudian saya bawah ke
Malang. Ke Kongres IX, Mei 1969. Tetapi di sana tentu agak sulit dibicarakan karena
persoalannya demikian luas hingga tidak mungkin suatu kongres membicarakannya. Lalu
diserahkan pada kami bertiga; Saudara Endang Saifudin Anshari, Sakib Mahmud dan saya
sendiri. Nah, itulah kemudian lahir NDP, yang namanya diubah lagi oleh kongres ke-16
HMI menjadi NIK (Nilai Identitas Kader).
Inti NDP : Beriman, Berilmu, Beramal
96 Badan Pengelola Latihan HMI

Kalau teman-teman melihat NDP, tentu saja dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Yang
pertama ―Dasar-Dasar Kepercayaan‖, ―Kemanusiaan‖, ―Keme-rdekaan Manusia‖, Ikhtiar
dan Takdir‖. Ini tentu saja banyak sekali unsur dari tulisan H. Agus Salim; Filssafat
tentang Tauhid, Takdir dan Tawakal, misalnya.
Kemudian ―Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan‖, lalu ―Individu dan
Masyarakat‖, ―Keadilan Sosial‖ dan ―Keadilan Ekonomi‖, ―Keman-usiaan dan Ilmu
Pengetahuan‖, lalu kesimpulan dan penutup. Saya tidak akan menerangkan semua isi
NDP. Saya akan loncat saja, kesimpulan NDP itu adalah bahwa ―dengan demikian sikap
hidup manusia menjadi sangat sederhana. Yaitu beriman, berilmu dan beramal‖. Ya,
biasa, kalau suatu ungkapan yang sudah menjadi klise, itu tidak meggugah apa-apa. Apa
makna beriman, berilmu dan beramal, saya kira itu telah menjadi kata-kata harian.
Saya kira hidup beriman tentu saja personal, pribadi sifatnya. Setiap manusia itu harus
menyadari, tidak bisa tidak, harus punya nilai. Oleh karena itu iman adalah primer. Iman
adalah segalanya. Oleh karena iman di situ adalah sandaran nilai-nilai kita. Ini kemudian
diungkapkan secara panjang lebar dalam Dasar-Dasar Kepercayaan. Kenapa manusia
memiliki kepercayaan. Disitu, misalnya, kita mengh-adapi satu dilema; satu dilema pada
manusia, yang dikembangkan dalam Syahadat La illaha ilallah. Tiada Tuhan melainkan
Allah. Di sini kita bagi dalam dua, nafsu dan itsbat. Artinya negasi dan afirmasi. Jadi
tidak ada Tuhan melainkan Allah. Mengenai soal ini, saya pernah terlibat dalam polemik
tentang Allah ini, bisa tidak diterjemahkan dengan Tuhan? Saya berpe-ndapat bisa,
tetapi banyak sekali orang berpendapat tidak bisa. Kemudian ada polemik yang saya
tidak begitu suka.
Memang para ulama berselisih mengenai makna Allah ini. Maksudnya ada yang
berpendapat bahwa Allah ini suatu isim jamid, yaitu bahwa memang Allah itu begitu
adanya; ada yang berpendapat bahwa ini sebetulnya berasal dari kata al-ilaah, kemudian
menjadi Allah. Jadi menurut mereka yang berpendapat isim jamid tidak dapat
diterjemahkan Allah. Allah tetap Allah. Dan itu banyak pengikutnya. Buya Hamka juga
pernah mempunyai persoalan, ketika ditanya orang, ―Mengapa Buya Hamka suka bilang
Tuhan, kan tidak boleh ? Dan mengapa suka bilang-bilan sembahyang, bukan shalat ?
Hamka menjawab, ―boleh, sebab Allah itu memang Tuhan, dan shalat juga bisa
diterjemahkan menjadi sembahyang‖. Beliau mengutip bahwa dulu di Malaya, Allah itu
diterjemahkan dengan Dewata Raya dan para ulama tidak keberatan. Tetapi sebelum
Buya Hamka atau orang-orang Indonesia, yang menghadapi masalah terjemahan ini orang
Persi sebetulnya. Sebab bangsa Muslim yang pertama bukan orang Arab itu yang besar
adalah orang Persi. Memang sebelum itu orang Syiria, Mesir, semua bukan Arab. Tetapi
mungkin karena latar belakang kultural mereka itu tidak begitu kuat, maka mereka ter-
Arabkan sama sekali. Sehingga orang Mesir sekarang sudah tidak ada lagi. Mereka semua
menjadi orang Arab. Termasuk Khadafi yang keturunan Kartago, itu juga menjadi orang
Arab. Kalau dari sejarah, Khadafi itu lebih dekat dengan orang-orang Yunani, Romawi,
dan sebagainya keturunan Kartago. Lybia itukan tempatnya orang-orang Kartago dulu
dan mereka itu lebih banyak orang-orang Quraisy. Tetapi mereka menjadi Arab dan
berbahasa Arab. Maka yang disebut bangsa-bangsa Arab itu, secara darah
sebetulnya sebagian besar bukan orang-orang Arab, tetapi orang yang berbahasa
Arab. Bangsa Muslim yang pertama bukan Arab dan sampai sekarang tidak berhasil di-
Arabkan adalah bangsa Persi. Padahal secara geografis itu paling dekat denga dunia
Arab. Mengapa? Karena latar belakang kebudayaan Persi yang besar itu, sehingga mereka
tidak bisa di-Arabkan. Oleh karena itu, bangsa Persilah yang pertama kali menghadapi
terjemahan ini. Sebab Islam dating dengan berbahasa Arab. Sehigga mazhab Hanafi yang
97 Badan Pengelola Latihan HMI

Abu Hanifah itu sendiri orang Persi – berpendapat, sembahyang dalam terjemahan itu
boleh. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Persi selalu menggunakan Khoda untuk
Allah. Kita mengetahui bahwa bahasa Persi itu adalah satu rumpun dengan bahasa
Jerman, Inggris dan Sansekerta. Sehingga Baitullah misalnya, mereka terjemahkan
menjadi Khanih-e Khoda. Maka dari itu, ketika zaman modern sekarang ini umat Islam
mulai menyebar kemana-mana termasuk ke negeri-negeri Barat, maka ada persoalan,
yaitu kalau Al Quran diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana
menerjemahkannya? Apakah Allah harus diterjemahkan menjadi God, ataukah tidak. Itu
sudah ada dua pendapat. Misalnya, The Meaning of the Glorious Quran tidak
menerjemahkan perkataan Allah. Sama sekali tidak. Tetapi sebaliknya Yusuf Ali yang
orang Pakistan, yang tafsirnya juga diterbitkan oleh Rabithah Alam Islami di Mekah,
menerjemahkan Allah dengan God. Sehingga dalam terjemahan dia, itu tidak ada sama
sekali perkataan Allah, karena jadi ―God‖ semua. Dan Khomeini yang sekarang
mendirikan Negara Islam di Iran, Konstitusiya dalam versi bahasa Inggris,
menerjemahkan la ilaaha illa-Allah dengan ―there is no god but God‖. Ini penting,
mengapa ulasan ini agak panjang karena ada implikasinya. Yaitu salah satu problem kita
di Indonesia ini ialah bahwa tradisi intelektual Islam kita masih muda sekali, sehingga
orang sering kehilangan jejak, akhirnya bingung. Buku Yusuf Ali yang saya beli di Mekkah
yaitu ketika saya mengadakan kunjungan ke beberapa Negara ke Timur Tengah diberi
pengantar dari sekjen Rabitah Alam Islami. Kita bisa lihat sekarang di sini misalnya
perkataan la-ilaaha illa-Allah bagaimana dia terjemahkan. Begitu juga dalam tafsir
Muhammad Asada tau dalam Konstitusinya Khomeini. Kita boleh tidak setuju dengan
ajara Syi‘ah, tetapi jangan phobi. Justru bobot NDP sebetulnya untuk menghilangkan itu.
Sedangka Islam itu sendiri berada di tengah umat manusia. Jadi kita ini harus Muslim di
tengah umat Islam itu sendiri. Oleh karena itu, mungkin saudara-saudara juga tahu
bahwa saya selalu mengatakan tidak setuju dengan sensor. Orang boleh tidak setuju
dengan suatu paham, tetapi jangan mensensor.
Karena itu sebenarnya, di Indonesia kata Allah itu bisa diterjemahkan menjadi kata
Tuhan. Menurut saya bisa. Khomeini saja bisa kok, mengapa kita tidak bisa. Itu Yusuf Ali
bisa, bahkan itu diterbitkan oleh Rabitah Alam Islami. Jadi tiada Tuhan dalam t kecil
(tuhan), kecuali Tuhan itu bisa. Waktu itu saya tidak tahu, bahwa Buya Hamka pernah
menerangkan hal ini, sehingga ketika saya terlibat dalam polemik itu ada seorang teman
yang bersuka rela memberikan kepada saya copy dari polemic Buya Hamka dengan
seseorang melalui surat menyurat. Dan sekarang sudah diterbitkan dalam sebuah buku,
yaitu, Hamka Menjawab Masalah-masalah Agama.
Dalam psikologi agama ada yang disebut convert complex. Convert artinya orang yang
baru saja memeluk agama. Lalu kompleks, perasaan sebagai agamawan baru. Misalnya,
di masyarakat ada saja bekas tokoh yang kurang senang pada agama, lalu menjadi
fundamentalistik sekali. Nah, karena tradisi intelektual kita itu begitu mudah, begitu
rapuh, kita sering kehilangan jejak. Kemudian bingung. Ada cerita menyangkut dua
orang Minang: H. Agus Salim dan Sutan Takdir Alisyahbana. Sudah tahulah Takdir
Alisyahbana, seorang yang mengaku sebagai orang yang modern dan sangat rasionalistik.
Oleh karena itu, dia pengagum Ibnu Rusd. Dia selalu bilang, dunia ini kan persoalan
pertengkaran Ghazali dan Ibnu Rusd. Karena di dunia Islam Ghazali yang menang dan di
dunia Barat Ibnu Rusd yang menang, maka akhirnya Ibnu Rusd yang menjajah Ghazali.
Jadi Indonesia dijajah Belanda itu sebetulnya Ghazali dijajah Ibnu Rusd, menurut Takdir
Alisyahbana. Karena apa? Ghazali mewakili mistisisme, intuisme, sedangkan Ibnu Rusd
mewakili rasionalisme.
98 Badan Pengelola Latihan HMI

Ada betulnya juga, meskipun tidak seluruhnya. Suatu saat Pak Takdir konon menggugat
H. Agus Salim. Katanya begini, ―Pak Haji, pak haji ini kan orang terpelajar sekali, masa
masih sembahyang. Artinya, kok masih mempercayai agama ? Lalu dibilang oleh H. Agus
Salim, ―Maksud saudara apa? ―Maksud saya sebagai seorang terpelajar saya tidak
membenarkan sesuatu kecuali saya paham betul‖ . Betul memang begitu. Quran sendiri
menyatakan begitu. Akan tetapi begini, kita kan terbatas, karena terbatas, kalau rasio
kita sudah pol begitu, maka sebagian kita kita serahkan kepada iman‖. Jadi masalah
iman itu adalah bagian dari pada hidup dan itu adalah kewajiban dari pada rasional kita.
Rupanya Takdir belum puas dengan jawaban itu. Lalu Salim membuat jawaban yang
lucu-lucu dan benar. Dia bilang begini, ―Begini aja deh, Takdir kan orang Minang. Kan
suka pulang ke Minangkabau, pulang kampong naik apa? ―naik kapal‖ jawab Takdir.
Rupanya waktu itu belum bisa naik pesawat, pesawat belum begitu banyak. ―Nah, kata
Agus Salim, ―kamu naik kapal itu menyalahi prinsipmu‖. ―Kamu akan menerima sesuatu
kecuali kalau paham seluruhnya. Jadi asumsinya, kalau kamu naik kapal, adalah kalau
sudah paham tentang seluruhnya yang ada dalam kapal itu. Termasuk bagaimana kapal
dibikin, bagaimana menjalankannya, bagaimana kompasnya, bagaimana ini dan
sebagainya. Kalau begitu ketika kamu menginjakkan kaki ke geladak kapal di Tanjung
Priok, itu kan sudah ada masalah iman. Kamu percaya kepada nahkoda, kamu percaya
kepada yang bikin kapal ini bahwa ini nanti tidak pecah di Selat Sunda dan kamu
kemudian tenggelam. Percaya, percaya dan semua deretan kepercayaan‖.
Agus Salim melanjutkan, ―Sedikit sekali yang kamu ketahui tentang kapal. Paling-paling
bagaimana tiketnya dijual di loketnya saja yang kamu tahu. Pembuatan tiket juga kamu
tidak tahu‖ katanya. Lalu Agus Salim bilang begini, ―Seandainya kamu konsisten dengan
jalan pikiran kamu hai Takdir, mestinya kamu pulang ke Minang berenang. Ya, begitu,
sebab berenang itu yang paling memungkinkan usahamu. Itu saja masih banyak sekali
masalah. Bagaimana gerak tangan kamu saja mungkin kamu tidak paham‖, katanya. Lalu
yang menarik , ―nanti kalau kamu berenang di Selat Sunda kamu diombang-ambingkan
ombak dan kamu akan berpegang pada apa saja yang ada. Dalam keadaan panik, panic
kamu akan berpegang pada apa saja yang ada. Untung kalau kamu ketemu balok
mengambang. Akan tetapi kalau kamu ketemu ranting, itupun akan kamu pegang.
Ketemu barang-barang kuning juga kamu pegang‖. Itu kata Agus Salim.
Nah inilah yang saya maksudkan. Dalam keadaan panic, orang sering kehilangan jejak,
sering kita berpegang kepada suatu masalah secara harga mati. Padahal itu ranting,
kalau kita pegang akan tenggelam kita nanti. Ini maksud saya. Jadi kembali lagi laa
ilaaha illa-Allah di sini memang ada dilema. Dilemanya sebagaimana sudah menjadi
kenyataan, manusia itu hidup tidak mungkin tanpa kepercayaan. Teralalu banyak Tuhan.
Itu problemnya. Jadi sebetulnya kalau kita membaca Al-Quran, problemnya itu bukan
bagaimana manusia percaya pada Tuhan, tetapi bagaimana membebaskan manusia dari
percaya kepada terlalu banyak Tuhan. Karena itu memang ada tema ateisme dalam al-
Quran yaitu dahriyyah tapi kecil sekali. Ateisme itu satu hal yang tidak mungkin. Justru
yang ada dan sangat banyak terjadi pada manusia ialah politeisme. Problema manusia
sebenarnya bukan ateisme yang utama, tetapi politeisme. Oleh karena itu tema-tema al-
Quran itu yang dicerminkan dalam perkataan laa ilaaha illa-Allah, ialah usaha dan ajaran
yang menghancurkan politheisme. Dan kalau menghancurkan politheisme kita perguakan
politheisme dalam bahasa sekarang, akan berbunyi, ―bebaskan dirimu dari belenggu-
belenggu yang menjerat dirimu sendiri‖. Sebab semua kepercayaan dan system
kepercayaan itu membelenggu. Tetapi kalau manusia tidak memiliki kepercayaan sama
sekali juga tidak mungkin. Oleh karena itu harus ada kepercayaan, tetapi kepercayaan
99 Badan Pengelola Latihan HMI

itu harus sedemikian rupa sehingga tidak membelenggu kita, bahkan menyelamatkan
kita. Itulah kepercayaan kepada Allah, satu-satunya Tuhan, yang Allah ini adalah the
High God, Tuhan yang maha Tinggi. Tuhan yang Maha Esa. Karena itu Allah lain dengan
Zeus dan Indra yang merupakan mitologi. Orang Yunani kuno itu dulu percaya pada Zeus.
Dan Zeus itu nama dewa dalam mitologi mereka. Orang Mesir, Ra, kemudian orang India,
Indra. Jadi masalahnya begini, manusia itu tidak mungkin hidup kecuali kalau
mempunyai kepercayaan. Akan tetapi kalau terlalu banyak yang dipercayai, akan
menjerat manusia sendiri, dan tidak akan banyak membuat kemajuan. Sementara itu
manusia tidak mugkin hidup tanpa keperayaan. Oleh karena itu dari sekian banyak
kepercayaan harus disisakan yang paling benar, yaitu laa ilaaha illa-Allah ini. Ini
keterangan yang banyak sekali, akan tetapi saya mau meloncat sedikit kepada isolasi
agama.
Agama Islam itu satu rumpun dengan agama Yahudi dan Kristen yang disebut agama
Ibrahim. Nah, kita masih mewarisi ajaran nabi Ibrahim, yaitu Inni Wjjahtu wajhia
lillaadzii Fatharassamawati wal ardha, Hanifam muslima wama ana minal musyrikin. Ini
suatu pernyataan Ibrahim setelah ―eksperimennya‖ dalam mencari Tuhan. Itu dalam al-
Quran, yaitu ketika Ibrahim melihat bintang itu hilang, dia bilang, ah, tidak mungkin
Tuhan kok tenggelam, ini bukan Tuhan. Setelah melihat bulan, kemudian mendapatka
matahari itu lebih besar. Dia pun bilang inilah Tuhan. Pokoknya eksperimen melalui
bintang, bulan dan matahari yaitu gejala-gejala alam. Kalau di sini ada masalah
pembebasan, masalah negatif, masalah nafyu, karena manusia itu cenderung untuk
menajdikan apa saja yang memenuhi syarat sebagai misteri/sebagai Tuhan; sesuatu yang
mengandung kehebatan, sesuatu yang mengandung rasa ingin tahu. Kalau sebuah gunung
yang setiap kali meletus dan membawa bencana tidak bisa diterangkan oleh orang, maka
mereka melihatnya sebagai misteri dan kemudian menyembahnya. Inilah akar tentang
syirik sebetulnya.
Jadi syirik itu sebetulnya kelanjutan mitologi. Barangkali kita sudah mempeajari
bagaimana lahirnya mitlogi. Oleh karena itu, mitologi secara bahasa boleh dikata sebagai
kecenderungan manusia untuk menuju sesuatu yang tidak dipahami. Begitu kira-kira.
Pemimpin yang kita agung-agungkan, akhirnya berkembang menjadi mitologi terhadap
pemimpin kita itu. Nah, kalau kita mengnut mitologi, maka suatu mitos itu pasti
menjerat kita. Kalau misalnya kita memitoskan gunung, maka tertutup kemungkinan bagi
kita untuk mempelajari apa sebetulnya hakikatnya. Gunung itu lalu mengandung sebuah
kekuatan misterius, yang setiap kali meletus akan menghancurkan sekian banyak orang,
sawah lading dan sebagainya. Oleh karena itu, pendekatan kita kepada gunung itu
mengarah kepada pendekatan keagamaan; disembah. Nah, itulah contoh mitologi yang
menyeret kita.
Jadi artinya, suatu mitologi menutup kemungkinan suatu objek untuk diteliti secara
ilmiah. Seorang ahli vulkanologi misalnya, melihat itu sebagai sesuatu yang biasa, tidak
lagi mengandung misteri. Begitulah kira-kira. Sebab untuk sayarat sebagai Tuhan
haruslah misteri, tidak bisa dipahami. Jangan lupa bahwa kita masih banyak mewarisi
mengapa hari itu tujuh. Dan Tuhan itu diandaikan bintang-bintang atau benda-benda
langit. Jadi yang paling besar adalah matahari, kemudian yang kedua adalah rembulan,
kemudian bintang seperti mars, venus, yupiter dan sebagainya. Itu sebabnya kemudian
orang-orang Babilonia menyediakan setiap hari satu tahun. Nah, itu masih bisa dilihat
sampai sekarang. Misalnya namanya dalam bahasa Inggeris, seperti Sunday, itu artinya
matahari. Waktu itu orang menyembah matahari. Monday, artinya rembulan. Kalau
100 Badan Pengelola Latihan HMI

dalam bahasa Prancis itu lebih kentara lagi: Mardi (hari mars), Marcredi (hari merkurius),
Jeuvi (hari jupiter), Vendredi (hari venus), Saturday (hari saturnus).
Baru ketika bangsa Semit, bangsa Semit yang sudah bertauhid yang dimulai oleh Ibrahim
mengambil alih, mitos itu dihapus dan kemudian nama hari yang tujuh diganti dianti
dengan angka. Ahad, Senin, Selasa, itu maksudnya satu, dua, tiga, dst. Tetapi hari
Sabtunya tetap dipertahankan. Jadi artinya kalau Ibrahim dahulu itu ada pikiran atau
usaha begitu, ada pikiran untuk menyembah bintang, itu sebetulnya karena ia memang
orang Babilonia. Tetapi kemudian lihat kesimpulannya, ketika matahari tenggelam, dia
bilang ―ah masa Tuhan tenggelam‖. Nah, lalu diapun bilang, ―Inni wjjahtu wajhia
lillaadzii fatharassamawati wal ard‖. Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi (alam semesta) ini. Jadi, ―janganlah kamu
bersujud kepada matahari dan rembulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang
menciptakannya‖ .
Nah, jadi meskipun matahari itu sampai sekarang belum seluruhnya kita pahami, artinya
maih mengandung misteri, ada potensi untuk paham. Karena itu matahari tidak akan
memenuhi syarat sebagai Tuhan, karena suatu saat akan dipahami manusia. Begitu juga
seluruh ala mini. Di situlah kita bisa melihat mengapa Allah menjanjikan: ―Kami
perlihatkan tanda-tanda-Ku di seluruh cakrawala dan dalam diri mereka sendiri, sehingga
terlihat bagi mereka bahwa Allah itu benar‖. Artinya, orang akan haqqul yakin bahwa Allah
itu benar bila seluruh alam ini sudah dipahami, bisa dipahami, sehingga tidak tersisah
misteri lagi. Dengan perkataan lain bahwa Allah itu Allah, oleh karena Dia yang tidak
bisa dipahami manusia. Tuhan itu adalah yang tidak mungkin dipahami oleh manusia,
dan sebetulnya konteks keTuhanan menurut Tauhid adalah konteks mengenai misteri,
laisa kamistlihi sya‘un (tiada sesuatu yang sebanding dengan Dia). Jadi dia tidak bisa
digambarkan, tidak dapat dipahami. Sebab Allah itu mutlak. Perkataan memahami Tuhan
itu kontradiksi in terminus. Sebab memahami berarti mengetahui batas-batasnya. Jadi
kalau memahami Tuhan berarti sudah apriori bahwa Tuhan itu terbatas, terjangkau oleh
kita.
Oleh karena itu, kalau Allah itu memang mutlak, maka Dia tidak dapat dipahami.
Sebetulnya ini kontroversi yang lama dikalangan umat Islam. Yaitu Mu‘tazilah dan
Asy‘ariyah mengenai isu mengenai apakah manusia itu bisa melihat Tuhan atau tidak, di
surge nanti. Menurut Mu‘tazilah tetap tidak bisa, sedangkan menurut Asy‘ariyah bisa,
meskipun selalu ditutup dengan bila kaifah, tanpa bagaimana. Jadi sebetulnya antara
keduanya tidak ada perbedaan. Kalau tanpa bagaimana berarti tanpa bisa diketahui
sendiri. Mengetahui tanpa bisa diketahui. Mengetahui tanpa bisa mengetahui bagaimana
mengetahui itu. Itu bila kaifa dari sistem Asy‘ariyah yang banyak dianut sebagian dari
kita yang berpaham sunni. Yang jelas adalah bahwa Al-Quran, ajaran yang dominan itu
bukan tentang mengetahui Tuhan, tetapi mendekati Tuhan. Jadi taqarrub itu, mendekati
Tuhan. Allah asal dan tujuan dari segala yang ada dalam hidup ini. Oleh karena itu,
perjalanan hidup kita sebetulnya menuju kepada Allah. Maka dari itu sebutlah disini
dalam bahasa yang sedikit kontemporer, kesadaran mengorientasikan hidup kepada
Allah. Oleh karena itu, seluruh perbuatan kita haruslah Lillaahita‘ala. Jadi justru harus
menuju pada Allah Subhannahu Wata‘ala. Dan ini yang kita ungkapkan dengan berbagai
ungkapan, termasuk ridha, ridha Allah. Dalam Al-Quran disebutkan ―mencari muka
Tuhan‖. Jadi kita itu memang mencari muka, yaitu mencari muka Tuhan, artinya
bagaimana melakukan sesuatu yang berkenaan pada Tuhan, mendapatkan ridha- Nya.
Kita menujua kepada Allah, jadi selalu mendekat, taqarrub kepada Allah. Nah, kita
101 Badan Pengelola Latihan HMI

mendekati Tuhan itu adalah dinamis, iman itu dinamis, bisa berkurang dan bisa
bertambah. Artinya dinamis, sebab manusia dengan segala keterbatasannya
kemungkinan besar dia membuat kesalahan. Oleh karena itu dia harus mengikuti garis
yang lurus membetang antara dirinya dan Allah, yaitu Al-shirot al-mustaqiim. Jalan Yang
Lurus, lurus itu terhimpit dengan hati nurani kita, dengan fitrah kita. Sudah banyak
sekali diterangkan dalam NDP tentang peran hati nurani yang kadang-kadang disebut
dhamier dan sebagainya itu. Dhamier, fitrah atau hati nurani itu adalah kesadaran yang
dalam pada diri kita tentang apa yang baik dan buruk, dan apa yang benar dan salah. Itu
tentu saja tidak bisa dibiarkan sendirian, tetapi harus ditolong oleh suatu ajaran. Di sini
kemudian ajaran agama untuk menguatkan apa yang ada pada hati nurani. Oleh karena
itu, menurut Ibnu Taimiyyah agama itu tiada lain adalah fitrah yang diwahyukan, atau
fitrah yang diturunkan. Selain ada fitrah yang diciptakan pada diri sendiri, juga ada
fitrah yang diwahyukan. Itulah agama. Jadi artinya agama itu adalah fitrah yag
diturunkan dari langit oleh Allah Subhanahu Wata‘ala, untuk memperkuat fitrah yang
ada dalam diri kita sendiri. Mungkin teman-teman juga pernah mendengar cerita
Robinson Cruso.
Robinson Cruso adalah novel yang dikarang oleh Daniel Deboe, menceritakan tentang
seorang yang terdampar di pulau sepi dan hidup sendiri dengan segala romantikanya. Itu
sebenarnya plagiat dari seorang filsuf Muslim, namanya Ibn Thufayl. Yaitu suatu karya
yang bernama ―Al-Hay Ibnu Yaqdzan‖. Orang hidup, Anak kesadarannya sendiri. Ini
sebetulnya sebuah kisah filososfis berdasarkan konsep tentang fitrah itu. Karena manusia
itu – seperti dikatakan hadits ―alwaladu yuladu ‗ala al-fitrah‖ , dilahirkan dalam keadaan
suci. Maka seorang filsuf Muslim ini membuat hipotesa kalau seandainya manusia itu
hidup dengan konsisten mendegarkan kesadarannya sendiri dan bebas dari polusi budaya,
polusi kultural (orang ini dikatakan hidup di sebuah pulau sepi sendirian). Kalau orang ini
hidup seperti itu, dia akan menjadi manusia sempurna; insan kamil, maka sebetulnya
novel ini yang berurusan dengan persoalan insane kamil dalam konsep sufi itu. Inilah
yang diplagiat oleh Daniel Deboe dan menjadi Robinson Croso. Sebetulnya ada urusannya
dengan fitrah ini.
Jadi fitrah itu kemudian diperkuat oleh agama. Nah agama ini yang kemudian member
kesadaran tentang bagaimana Allah itu harus dipersepsi, misalnya dengan ayat-ayat dan
Tauhid dan sebagainya itu. Dan manusia harus berjalan pada jalan ini, menuju kepada
Allah. Tetapi karena Allah itu mutlak, maka Dia bakalan tidak bisa dicapai. Kita tidak
akan bisa mencapai Tuhan dalam arti menguasai. Sebab itu akan berarti Tuhan itu
terbatas. Jadi kontradiksi lagi dengan pemutlakan Tuhan. Ini mempunyai implikasi
bahasa kebenaran yang ada pada benak manusia itu tidak pernah merupakan kebenaran
mutlak, sebab keterbatasan kita. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kebenaran yang ada
pada diri kita itu lalu kita buang begitu saja, karena relatif. Itu tidak bisa tidak. Misalnya
saja kita dari Jakarta ini mau ke Bandung. Tentu saja sebagai analogi, Bandung menjadi
tujuan kita. Tetapi dari Jakarta kita tidak bisa begitu saja loncat ke Bandung. Kita harus
melalui Cibinong, melalui Bogor, melalui Puncak dan sebagainya. Nah itulah yang kita
alami dalam hidup, yaitu Cibinong, Bogor, Cianjur, sampai Padalarang dan sebagainya.
Akan tetapi tidak berarti karena kita tahu Cibinong bukan Bandung maka sudalah kita
tidak usah ke Cibinong, karena tujuannya Bandung. Soalnya ialah Bandung tidak bisa
dicapai kecuali melalui Cibinong. Kebenaran mutlak tidak bisa dicapai kecuali dengan
eksperimen relatif, kecuali dengan mengalami kebenaran-kebenaran relatif. Jadi
kebenaran relatif apapun yang kita alami, itu harus kita pegang, tetapi karena waktu
yang sama kita tahu ini adalah kebenaran relatif, maka kita harus memegangnya
102 Badan Pengelola Latihan HMI

sedemikian rupa sehingga harga tidak mati. Karena kita tahu Cibinong bukan tujuan kita,
Cibinong harus kita lewati, tetapi kita harus segera menuju Bogor, segera menuju
Puncak, ke Padalarang dan seterusnya.
Nah, oleh karena itu dinamis. Di sini lalu kemudian bergerak terus-menerus. Itulah
sebabnya mengapa agama itu, agama Islam terutama, selalu dilukiskan sebagai jalan. Ini
penting sekali. Kita melihat, agama Islam itu dulu selalu disebut-sebut sebagai jalan.
Shirat itu artinya jalan. Kalau ada dongeng al-shirot al-mustaqim itu adalah titian
rambut dibelah tujuh yang membentang antara dunia dan surge dan dibawahnya api
neraka, itu berasal dari Persi, dari agama Zoroaster. Kemudian tadi syari‘ah itu jalan.
Kemudian ada lagi, maslak itu juga jalan. Jadi agama itu dilukiskan sebagai jalan oleh
karena mendekati Tuhan itu tidak harus sekali jadi, tetapi harus berproses. Dalam proses
inilah pentingnya ijtihad. Maka dari itu kemudian ijtihad harus terus-menerus dilakukan.
Karena, Tuhan tidak pernah bisa untuk dicapai tetapi kita harus dituntut untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, semakin dekat, maka ada proses dinamis, dan itu jadi
ijtihad.
Sebetulya akar ijtihad itu ialah j, h, dan d. Jadi sama dengan jihad. Satu akar dengan
jihad. Satu akar juga dengan juhd, juga dengan mujahadah, yang semua itu sebetulnya
sama dengan jihad. Jadi mengandung makna bekerja keras, bekerja dengan sungguh-
sungguh. Mujahadah. Lalu di sini, ―walladziina jaahadu fina lanahdiyannahum subulana‖,
―Barang siapa bersungguh-sungguh berusaha untuk mendekati Tuhan, maka akan Tuhan
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan‖. Nah, kebetulan ke Cibubur ini tadi saya melewati
Jagorawi sedikit. Jagorawi ini jalan ashirotolmustaqim, tetapi disitu banyak jalur.
Misalnya yang sudah matang dalam Islam, itu ada jalur sufi, jalur fiqih, dll. Orang yang
versi ke-Islamannya itu sufisme, apakah anda akan menyatakan bahwa orang sufi itu
sesat? Saya kira tidak berhak mengatakan begitu. Ada yang persepsinya kepada Islam itu
hukum.
Jadi, masalah agama adalah masalah hukum. Ada yang persepsiya teologis,
mutakallimun, ada yang persepsinya masalah filsafat dan banyak sekali jalan-jalan
menuju Tuhan ini. Juga disebutkan, jalan menuju Tuhan itu subussalam, ―berbagai jalan
menuju keselamatan‖. Mengapa begitu? Jadi denga iman kita mengorientasikan hidup kita
kepada Allah. Inna lillahi wainna ilaihi rojiun. Kemudian, berilmu, karena perjalanan
menuju Allah ini, meskipun mengikuti al-shirot-al-mustaqim dan berhimpit dengan hati
nurani kita, tetapi di situ ada masalah perkembangan. Oleh karena itu harus berilmu,
harus mujahadah. Jihad atau mujahadah di sini ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan.
Semua itu tentu tidak memiliki arti apa-apa, sebelum kita amalkan, kita wujudkan
dalam amal perbuatan itu. Maka dari itu ideologi misalnya, tidak bisa menjadi mutlak.
Ideologi itu berkembang, ilmu pengetahuan pun berkembang, tidak ada yang benar
secara mutlak. Lihat saja itu dulu, pada zaman sahabat, itu tidak ada sifat dua puluh.
Maka sifat dua puluh itu muncul oleh Asy‘ari oleh karena ada persoalan yaitu bagaimana
membendung pengaruh dari hellenisme melalui filsafat Yunani, yang pada waktu itu
mulai gejala menghancurkan Islam itu sendiri. Maka kemudian dia tampil dengan sifat
dua puluh itu.
Saya terangkan begitu, dengan kata lain kita harus menyejarah bersatu dengan suatu
konsep historis dank arena itu kita menjadi dinamis, terus berkembang, tidak ada yang
harga mati. Oleh karena itu, orientasi hidup kepada Allah yang dalam bahasa agamanya
beriman kepada Allah itu sering kali dalam Al-Quran itu dikontraskan dengan beriman
kepada Thagut. Thagut itu siapa? Thagut itu tiada lain adalah tirani, sikap-sikap tirani.
Tiranisme. Kenapa disebut tirani? Yang disebut tirani ialah sikap memaksakan suatu
103 Badan Pengelola Latihan HMI

kehendak kepada orang lain. Oleh sebab itu, Nabi atau Rasulullah sendiri sudah
diingatkan, kamu jangan jadi tiran. ―Innama anta muzakir, lasta alaihim bi-mushaitir‖.
Hai Muhamad, kamu itu Cuma memperingatkan, tidak untuk mengancam orang,
memaksa orang. Muhammad itu manusia biasa, maka itu suatu saat juga tergoda untuk
memaksakan pahamnya kepada orang lain. Lalu Allah pu turu dengan firman-Nya yang
berat sekali pada surat Yunus ayat 101. ―Kalau seandainya Tuhanmu mau hai
Muhammad, menghendaki manusia tanpa kecuali akan beriman, apakah kamu akan
memaksa setiap orang supaya menjadi beriman?‖ Tidak boleh, sebab walaupun dia rasul
Allah, kalau dia sudah memaksa, dia sudah terjerambab dalam tirani. Thagut. Tentu saja
tirani yang palin berbahaya ialah tirani politik. Artinya tirani yang asasi betul. Oleh
karena itu tokoh simbol dari pada tiranisme dalam Al-Quran itu selalu Fir‘aun. Agama
Islam adalah agama yang sama sekali tidak membenarkan tirani, oleh karena salah satu
konsekuensi berorientasi hidup kepada Allah itu adalah sikap-sikap demokratis, sikap
bermusyawarah dan sebagainya. Jadi begitu kira-kira cakupan seluruhnya itu. Titik berat
argumen NDP itu sebetulnya demikian. Di dalam NDP kita tidak bicara bagaimana orang
shalat, bagaimana orang zakat dan sebagainya, tetapi kita membatasi pembicaraan
kepada hal-hal yang prinsipil dan strategis, yaitu nilai-nilai dasar yang akan langsung
mempengaruhi cara berpikir kita, pandangan hidup kita.
B. Narasi Kelahiran NDP Baru.
Seiring dengan perkembangan zaman, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI dirasakan
membutuhkan revisi atau up date agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Cak
Nur sendiri memperbolehkan pengembagan ataupun mengubah isi NDP, asalakan value
(nilai-nilai) tauhid tidak berubah. Maka pada tahun 2006 kongres HMI XXV di Makasar
mengesahkan NDP versi tim-8 yang merupakan rangkuman pemikiran atau kajian dari
Arianto Ahmad. Ceritanya begini: Bermula dari Kongres HMI XXIV di Jakarta, telah lahir
ide untuk merekotruksi NDP versi Cak Nur. Kongres itu menghasilkan rekomendasi agar
NDP itu secara formal ditindak lanjuti secara serius pada Kongres-kongres sebelumnya
juga keinginan rekontruksi telah ada seperti Kongres HMI XXII di Jambi misalya. Hal ini
disebabkan karena, NDP versi Cak Nur dianggap teramat berat untuk ditafsir oleh
sebagian kader-kader HMI saat itu. NDP Cak Nur dianggap sudah mulai using dengan
perubahan dan tantangan zaman. Keinginan rekontruksi ini kemudian berlanjut pada
Kongres berikutnya yakni Koongres HMI XXIII di Balikpapan. Sekarang Balikpapan terkenal
dengan NDP Avatarnya. Pada Kongres itu, ide rekontruksi ternyata belum menghasilkan
kesepakatan untuk secara kongkrit mengkaji persoalan NDP itu. Maka pada Kongres
berikutnya yakni Kongres XXIV di Jakarta, dikeluarkan rekomendasi mengenai kajian
serius tentang NDP. Realisasi rekomendasi itu dibuat dalam Lokakarya NDP. Pengurus
Besar periode 2003-2005 yang mendapatkan mandat tersebut, langsung mengamanahkan
tugas tersebut kepada Bidang Pembinaan Anggota (PA) PB HMI. Saat itu ketua bidang PA
PB HMI di emban oleh Saudara Muhammad Anwar. Lokakarya pun dirumuskan bersama
LPL PB HMI yang saat itu dipimpin oleh Saudara Encep Hanif Ahmad. Lokakaya NDP itu
diadakan di Mataram. Selain sebagai amanah Kongres, Lokakarya itu juga ditetapkas
dalam rapat kerja dan rapat harian PB HMI.
Lokakarya tersebut disambut dengan antusias oleh peserta yang hadir. Bahkan setiap
cabang membawa tawaran NDP versi cabang masing-masing. Pada awal semiloka, setiap
cabang diberi kesempatan untuk memaparkan NDP versi cabangnya masing-masing.
Forum lokakarya kemudian diarahkan oleh LPL dalam bentuk Focus Group Discussion
(FGD). Masing-masing peserta mempertahankan argumentaasinya. Menurut Amrullah
Yasin (salah satu peserta dari HMI Cabang Kendari) dari semua draft NDP yang ada,
104 Badan Pengelola Latihan HMI

akhirnya draf NDP Cabang Makassar mejadi satu-satunya draft pembanding untuk NDP
versi Cak Nur.
Singkat cerita, lokakarya itu tidak mengahasilkan kesepakatan baku. Untuk itu dibentuk
tim khusus yang akan menindak lanjuti pengayaan NDP yang belum selesai pada
lokakarya tersebut. Tim itu kemudian diberi nama Tim-8 yang merupakan perwakilan
dari masing-masing FGD. Mereka adalah:
1. Andi Ashim Amir dari HMI Cabang Makassar
2. Halid Murhum Pegatong dari HMI Cabang Makassar Timur
3.Amy Maulana dari HMI cabang Surabaya
4.Gigih Widya Wirawan dari HMI Cabang Samarinda
5.Sulaiman dari HMI Cabang Pinrang
6.Abdul Rahman dari HMI Cabang Polemaju
7.Achmad Fauzi dari HMI Cabang Kediri
8.Amrullah Yasin dari HMI Cabang Kendari.
Pertemuan tim-8 ini kemudian diadakan di Selong. Materi pembahasan yang menjadi
focus kajian tim-8 adalah pembahasan terhadap draft NDP tawaran HMI Cabang Makasar.
Namun pertemuan ini juga tidak menghasilkan kesepakatan. Maka pertemuan tim-8
selanjutya diadakan di Makassar Timur. Pertemuan ini juga dilaksanakan atas undangan
saudara Hasbullah Khatib (sekretaris umum Bakornas LPL saat itu). Dari Bakornas LPL PB
HMI diutuslah saudara Rudi Sahabudin sebagai koordiator pengarah dan sekaligus
mengawal proses selama di Makassar Timur. Namun sayang pertemuan itu hanya dihadiri
oleh 4 dari tim-8 itu. Mereka adalah: Halid Murhum Pegatong dari HMI Cabang Makassar
Timur, Achmad Fauzy dari HMI Cabang Kediri, Abdul Rahman dari HMI Cabang Polemaju,
Amrullah Yasin dari HMI Cabang Kendari.
Diskusi awal keempat personil tim-8 menawarkan perubahan agenda khusus untuk
meminta masukan-masukan dari para alumni yang berpotensi dalam pemahaman
NDP. Namun karena tidak adanya fasilitator yang kompatibel (untuk ukuran Makassar),
maka Arianto Ahmad dihadirkan sebagai satu-satunya fasilitator NDP dalam pertemuan
tersebut. Pertemuan itu berlangsung selama satu minggu yang hanya diisi oleh sosialiasai
ide dari Arianto Ahmad. Tim-8 seakan tidak diberi kesempatan untuk melirik referensi
atau berupaya menyusun narasi baru yang konstruktif dari sebuah proses pengayaan tim
secara langsung. Tim-8 didorong untuk menerima pemikiran-pemikiran saudara Arianto
Ahmad secara mentah. Perdebatan belum berakhir dengan munculnya NDP versi tim-8
itu. Namun perdebatan sepertinya baru dimulai. Muncul dua kelompok yang saling
berdebat yakni kelompok yang mempertahankan NDP Cak Nur dan kelompok yang
menginginkan perubahan NDP Cak Nur dengan NDP versi tim-8. Kelompok pro NDP Cak
Nur disebut kelompok konserfatif. Dan kelompok yang Kontra dan menginginkan
perubahan dari NDP Cak Nur itu disebut sebagi kelompok moderat. Karena persoalan ini,
maka usulan perubahan NDP dimasukan sebagai salah satu agenda pembahasan Kongres
HMI XXV di Makassar.
Pada Kongres itu, penetapan NDP itu diwarnai dengan perdebatan dan intimidasi
terhadap SC. Pada saat peserta masih berdebat mengenai versi mana yang layak
digunakan, tiba-tiba pimpinan siding langsung mengesahkan NDP versi tim-8. Atau lebih
tepatnya NDP versi Arianto Ahmad. Kemudian aksi protes muncul. Salah satunya dari
peserta Kongres utusan HMI Cabang Ciputat namun dia akhirnya dipukuli oleh beberapa
orang yang entah peserta atau keamanan Kongres. Disinilah NDP versi Arianto Ahmad ini
mendapat penguatan secara konstitusional untuk diangkat ke permukaan. Tapi
perdebatan belum berakhir, sampai berlanjut pada Kongres XXVI berikutnya di
105 Badan Pengelola Latihan HMI

Palembang. Situasi juga semakin alot setelah pernyataan pengunduran diri Amrullah
Yasin dari tim-8. Kongres Palembang juga buntut untuk menyelesaikan dualisme NDP ini
dan mengamanahkan kepada pengurus PB HMI periode 2008-2010. Rekomendasi Kongres
ini ditindak lanjuti dengan membentuk tim-9 dibawah koordinasi Bidang PA PB HMI oleh
saudara Muzzakir.
Tim-9 ini kemudian mengadakan Seminar dan Loka Karya (Semiloka) NDP HMI di Graha
Wisata Kuningan pada tanggal 4-6 Maret 2009 di Jakarta. Pembicaraan pada Semiloka
diarahkan untuk mencari solisi dan titik temu untuk menyelesaikan problem dualism NDP
ini. Tapi upaya ini juga tidak menghasilkan solusi. Semiloka ini hanya menghasilkan
rekomendasi kepada PB HMI. Maka sesuai rapat harian PB HMI, tim-9 tersebut diarahkan
untuk menelusuri fakta-fakta dan kronologi kemunculan NDP Baru itu. Dari penelusuran
itu, maka pengurus PB HMI periode 2008-2010 memutuskan untuk kembali kepada NDP
versi Cak Nur. Laporan tim-9 ini kemudian dibukukan oleh PB HMI periode 2008-2010
untuk dibagikan ke Cabang-cabang di seluruh Indonesia.
Demikian narasi singkat kelahiran NDP Baru itu. Dan Kongres XXVII selanjutnya di Depok,
agenda kongres tidak lagi diwarnai oleh perdebatan serius ke dua NDP itu. Namun di luar
forum, dualisme ini masih diperdebatkan dalam forum-forum kajian rombongan liar
(ROMLI). Dan saya pun terlibat dalam diskusi itu.
***
Bagian Ketiga
MENGAPA HARUS NDP
A.Berkenalan Dengan NDP
Pertama kali saya menginjakkan kaki diperguruan tinggi, ada sebuah kekaguman yang
luar biasa dalam benak saya. Jika saya mengingatnya kembali, mungkin kekaguman itu
merupakan desakan rasa ingin tahu ketika diperkenalkan dengan banyak hal. Saya
mendengar pernyataan-pernyataan yang mengugah dan sering dilontarkan oleh senior-
senior seperti mahasiswa adalah agen of change, social of control, dan yang paling
berkesan adalah pernyataan ―dialam semesta ini hanya ada dua yang maha, yakni ‗Maha
Esa‘ dan ‗mahasiswa‘. ‖Saya kemudian berpikir,―wah..!
Begitu tingginya derajat mahasiswa sampai dipersandingkan dengan ‗kemahaan‘ tuhan,
atau mungkin saya yang belum memiliki kepahaman terhadap pernyataan itu.‖ Demikian
kebingungan yang menggantung dibelant-ara imajinasi pada waktu itu. Saya kemudian
diajak mengikuti sebuah pelatihan dasar atau basic training (LK-I) Himpunan Mahasiswa
Islam Komisariat STIMIC Ichsan Gorontalo. Bagi saya pelatihan ini merupakan,
persentuhan yang mampu memberikan rangsangan intelektual yang jika tidak berlebihan
akan saya sebut sebagai ―persentuhan awal intelektual saya.‖
Sebuah materi yang begitu menggugah pada waktu itu adalah materi Nilai-Nilai
DasarPerjuangan yang disingkat dengan NDP. Materi itu dibagi dalam VIII Bab yakni
Dasar-Dasar Kepercayaan, Pengertian-pengertian Dasar Tentang Manusia, Kemerdekaan
manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir), Ketuhanan Yang Maha Esa dan Peri
Kemanusiaan, Individu dan Masyarakat, keadilan ekonomi dan keadilan sosial,
Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan dan terakhir Bab VIII adalah Penutup. Namun materi
yang sempat diberikan pada waktu itu baru Bab I Dasar-Dasar Kepercayaan.
Dasar-dasar kepercayaan kembali mempertan-yaakan (merefleksi) eksistensi keimanan
kita terhadap Tuhan, sebab boleh jadi yang membuat kita mengakui adanya Tuhan hanya
karena doktrin keturunan atau oleh budaya setempat. Jika pengenalan ke-Tuhan-an
hanya sebatas doktrin keturunan, maka saya berpikir jangan sampai garis keturunan kita
menjadi Nabi (yang memperkenalkan wahyu) bagi pengetahuan ke-Tuahan-an kita.
106 Badan Pengelola Latihan HMI

Pernyataan ini agak sedikit ekstrim dan dapat menimbulkan reaksi keagamaan, namun
inilah realitas kita dimana penelusuran tentang iman hanya sebatas urusan hati dan tidak
memberi ruang pada akal untuk mempertanyakan keimanan itu sendiri. Akibatnya ajaran
agama kita terkesan sebagai dogma yang memuat kisah-kisah perwatakan baik dan
perwatakan buruk, serta syurga dan neraka warisan budaya nenek moyang kita. Sejak
saya kecil hanya kisah-kisah itu yang diulang terus-menerus, namun disatu sisi tidak
memberi petunjuk apa yang harus dilakukan umat islam kontemporer dalam menghadapi
gelombang peradaban modern. Jangan heran kemudian apabila di mesjid orang sering
kecurian sendal, dan tentunya bukan orang lain yang mengambil melainkan orang yang
tadinya sholat bersama-sama.
Kembali lagi pada cerita tadi, waktu itu saya ditanya oleh Kanda Siswa Ahudulu
(pemateri NDP saat itu), ―menurut anda apakah Tuhan itu ada atau tidak ada?‖ ―ya‖ jelas
‗ada‘, tapi karena logika saya pas-pasan, akhirnya saya tidak dapat mempertahank- an
argumen adanya Tuhan. Ada itu adalah sesuatu yang bisa diraba, dilihat dan dirasa,
demikian kesepakatan devinisi ―ada‖ dalam forum tersebut. Dengan menggunakan
definisi itu, kami peserta menjadi sangat bingung, bahkan ada yang emosional dan
mengeluarkan istilah ‗kafir‘ kepada pemateri. Namun kanda Siswan sangat piawai dalam
memaparkan materi ini, penjelasannya begitu menggugah dasar kepercayaan saya
terhadap Tuhan.
***
Sejak perkenalan itu, saya mulai jatuh hati dengan materi ini, karena itu saya berusaha
menyempatkan diri untuk mengikuti intermediate training (LK-II) di HMI Cabang Palu
apada tanngal 29 Januari s/d 5 Februari 2008. Waktu itu saya membuat karya tulis dalam
bentuk makalah dengan judul ―Antara Manusia, Khalifah dan Kediktatoran‖ sebagai
persyaratan dalam training tersebut. Sayangnya training itu tidak sepenuhnya menjawab
keingin tahuan saya tentang materi NDP. Namun training itu telah mempengaruhi cara
berpikir saya pada sebuah argumen konstruktif dalam memahami segala sesuatu.
Pencarian selanjutnya saya tempuh melalui diskusi-diskusi dan bacaan-
bacaan yang berhubung-an dengan materi NDP tersebut. Namun dahaga intelektual
belum juga menemukan segelas susu untuk melepas dahaganya. Yang tercipta dalam
pikiran saya adalah anggapan bahwa Tuhan itu dapat dicari dengan akal dan dengan
penuh percaya diri saya menulis sebuah ungkapan atau pernyataan ―aku bertuhan karena
akalku dan aku berakal karena Tuhanku‖. Namun pada akhirnya saya merasa resah
dengan pengetahuan ke-Tuhan-an yang ternyata tidak menggugah keimanan itu. Fungsi
emosi dan amarah yang terkadang membuat manusia lebih ganas dari binatang tidak
tergugah sama sekali, hingga terkadang sikap itu muncul kepermukaan.
Masih segar diingatan saya pertanyaan-pertanyaan dalam materi NDP tersebut, misalnya
―jika Tuhanmu benar-benar berkuasa, mampukah Tuhanmu menciptakan batu yang lebih
besar dari Dia sampai Dia sendiri tidak bisa mengangkatnya‖. Jika jawabannya ―ya‖,
berarti batu itu menjadi lebih berkuasa dari pada Tuhan, sebab batu lebih besar dari
Tuhan, dan Tuhan tidak sanggup untuk mengangkat-nya. Jika jawabannya ―tidak‖,
berarti Tuhan anda tidak ―Maha‖ sebab ada yang tidak bisa Dia lakukan. Demikian
juga dengan sebuah teka-teki mengenai tuhan yang begitu menggelitik. Teka- tekinya
seperti ini ―semua di alam semesta ini Tuhan bisa lihat, namun ada satu yang tuhan
tidak bisa lihat dan itu adalah kekuarangan tuhan sekaligus kelebihannya, apakah itu?.
Pertanyaan dalam bentuk teka-teki ini begitu mengganggu pemikiran saya sebab tidak
mungkin Tuhan memiliki kekurangan, dan kalaupun benar memiliki kekurangan, secara
logika terjadi kontradiksi dalam pernyataan kekura-ngan sekaligus kelebihan-Nya.
107 Badan Pengelola Latihan HMI

Dalam prinsip berpikir logika tidak dibenarkan suatu pernyataan benar dan salah
sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Namun ketika diutarakan jawabannya bahwa
yang tuhan tidak lihat itu adalah ―Tuhan-Tuhan (dengan T besar) yang lain, sebab Tuhan
itu hanya satu‖. Mendengar jawabannya seperti itu, sepertinya tidak ada daya untuk
membantah ataupun meragukannya, ternyata pertanyaan yang kedengaran iseng itu
memiliki jawaban yang teramat fundamental terhadap eksistensi Tuhan yang disembah
dan diyakini oleh banyak agama.
NDP yang diceritakan diatas dulu saya telan mentah-mentah, terlen dengan keasyikan
pertanyaan-pertanyaan iseng tentang tuhan. Namun suatu saat saya tersadar oleh
sebuah keaadaan dimana pengetahuan saya itu tidak memberikan nilai spiritual yang
mendalam melainkan sebuah keangkuhan terhadap ajaran-ajaran agama, sesekali
mengklaim orang lain tidak tahu apa yang dia sembah saat menjalankan sholat. Saya
begitu yakin betapa saya adalah penganut Islam yang beragama karena rasio, dan bukan
karena doktrin.
B.Berjumpa Guru Spiritual
Keyakinan akan rasionalitas agama kemudian terguncang oleh sebuah persoalan besar
yang saya hadapi. Persoalan itu menyadarkan adanya krisis dalam pandangan spiritual
hasil kajian dalam NDP yang saya geluti selama ini. Mungkin ini kedengaran sangat
subjektif, namun beberapa fakta menunjukan kesan rasionalitas tidak selamanya
berbanding lurus dengan spiritualitas. Sebagai contoh, ketika kita menjawab soal
mengenai ajaran-ajaran kebenaran, setiap orang dapat menjawab dengan benar, namun
tidak selamanya pengetahuan dan jawaban benar itu mengantarkan manusia pada
kawasan spiritualitas.
Kemajuan Ilmu Pengetahun dan Tekhnologi (IPTEK) telah menunjukkan sebuah rahasia
yang dapat membantu memahami fungsi rasio dan spiritual. Secara medis otak manusia
jika dipetakan menurut wilayahnya dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni:
Wilayah I, adalah kulit otak (cortex cerebri), bagian terluar dari otak. Wilayah ini
menjadi basis dari aktifitas yang berkaitan dengan kemampuan rasional seseorang. Mulai
dari kemampuan menerima rangsang panca indera, memahaminya, menganalisa, dan
kemudian mersepon secara motorik.
Kehebatan peradaban manusia dalam hal sains dan tekhnologi, seperti yang berkembang
pesat di abad-abad terakhir ini adalah hasil berpikir rasional dari kulit otak. Manusai bisa
membuat berbagai peralatan elektronik, komputer, robot, senjata pemusna masal,
pesawat ruang angkasa, dan lain sebagainya, hanyalah sebagian dari kehebatan kerja
kulit otak tersebut.
Wilayah II, adalah sistem limbik dan bagian lain ditengah otak yang masih sangat
misterius. Wilayah ini bertanggung jawab terhadap fungsi luhur yang sangat erat terkait
dengan emosi seseorang. Sikap jujur, adil, pemaaf, mencintai, membenci, sedih,
gembira, dan menderita diatur mekanismenya di wilayah bagian tengah ini. Termasuk
didalamnya dalah amygdala sebagai pusat ingatan emosi.
Ada beberapa komponen otak yang terlibat dalam sistem pengaturan ‗fungsi luhur‘ ini.
Diantaranya adalah Gyrus Cingulata, Thalamus, Hippocampus, Nucleus Basal, Prefrontal
Cortex, dan amygdala. Tiga diantaranya ternyata berada di wilayah I, yaitu kulit otak
yang berperan dalam aktifitas rasional. Sedangkan selebihnya, berada dibagian bawah
kulit otak, atau bagian yang berkait dengan emosi. Jadi mekanisme sistem limbik yang
menatur fungsi luhur itu, ternyata melibatkan dua funsi otak sekaligus yaitu rasional di
kulit otak dan funsi emosi dibagian lebih dalam otak Wilayah III, adalah berkait dengan
fungsi dasar kehidupan.
108 Badan Pengelola Latihan HMI

Wilayah itu meliputi batang otak dan otak kecil. Disinilah pusat pengaturan denyu`t
jantung, pernafasan, tekanan darah, termasuk pengaturan keseimbangan dan kehalusan
gerakan dilakukan. Dari informasi dan penjelasan diatas, terlihat bahwa fungsi rasio
sekalipun memiliki hubungan, tidak selamanya berbanding lurus dengan kualitas spiritual
dan nilai-nilai luhur lainnya. Saat itu, baru beberapa hari diperingati hari raya Idul Fitri
1431 H, saya kemudian bertemu dengan seorang guru spiritual. Pertemuan itu
menyempatkan terjadinya bentrok pengetahuan saya dengan guru spiritual tersebut.
Saya memperbincangkan agama rasional dengan nada sarkastik pada ajarannya. Namun
guru tersebut begitu lihai dalam menjawab pertanyaan dan sindiran-sindiran halus yang
saya ajukan. Saya melontarkan pernyataan bahwa ―yang menyebabkan Islam kalah
dengan barat adalah banyaknya sufi yang telah melupakan dunia materil dan tenggelam
dalam ekstasi penyatuan dengan Tuhan‖. Jadi menurut saya ajaran tasawuf itu merupak
doktrin yang aneh-aneh dan tasawuf itu tidak ada di zaman nabi‖. Lalu guru itu
menjawab ―sebenarnya ini hanya persoalan nama, antara gula dan madu itu beda tapi
sama-sama manis bukan, jawab guru tersebut‖. ―Kalau saya bertanya kepada anda, apa
yang nabi lakukan menyepi dalam Gua Hira? Juga dalam proses isra mi‘raj, nabi
diperjalankan menuju sidratulmuntaha, bukankah itu mengarah pada ajaran tasawuf?‖.
Mendengar jawaban itu, saya mulai sadar betapa fungsi rasio manusia tidak akan
sanggup mengantarkan kita pada hakekat pengetahuan yang sebenarnya. Ingatan
seketika mengarah pada tulisan Fung Yu Lan dalam bukunya Sejarah Filsafat Cina. dalam
buku itu dijelaskan bahwa ―fungsi jerat itu untuk menangkap kelinci, setelah kelincinya
didapat, maka jeratnya tidak dibutuhkan lagi, demikian juga dengan kata-kata fungsinya
adalah menyampaikan maksud, tapi setelah maksud diketahui, maka kata-kata tidak
dibutuhkan lagi. Begitulah kira-kira gambaran kasar dalam benak saya hal-hal yang
bersifat spiritual itu.
Diskusi itu dilanjutkan sampai menjelang shalat subuh, dan kesimpulannya saya harus
mengakui kelalaian saya dalam memahami ajaran agama islam yang dulu hanya
mengandalkan rasio. Lalu saya memutuskan untuk berguru pada guru spiritual tersebut.
Betapa luas wialayah spiritualitas yang diperlihatkannya, sehingga hati pun menjadi
gemetar dan berat saat menyebut nama Tuhan, sungguh perasaan yang belum pernah
saya peroleh sebelumnya, sebuah ketenangan, raga seolah telah menghilang dan
menyatu pada sebuah eksistensi yang maha dahsyat.
Senior saya pernah mengatakan ―sesuatu yang paling nikmat di dunia adalah menyatu
dengan lawan jenis (kawin), sedangkan persatuan antara hamba dengan hamba begitu
nikmat, apalagi persatuan antara hamba dengan penciptanya‖. Saya tak sanggup
menjelaskan perasaan itu, seperti rasa manis yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-
kata. Kalau ada orang yang bertanya ―bagaimanakah manis itu?‖ saya pikir tidak ada
kata yang sepadan untuk mewakili rasa manis selain manis itu sendiri. Dan akan sulit
berbicara manis pada orang yang belum pernah merasakan manis itu, dan akan lebih
mudah jika kita bercerita manis pada orang yang telah merasakan seperti apa manis itu.

Muhammad Iqbal menjelaskan secara umum tentang garis besar sifat-sifat pengalaman
mistik itu yakni:
1.Pokok pertama yang akan dicatat ialah bagaimana berlangsungnya pengalaman itu.
Dalam hal ini tidak beda dengan tingkatan-tingkatan pengalaman manusia lainnya yang
memberikan bahan-bahan untuk pengetahuan.
Semua pengalaman adalah langsung. Sebagaim-ana bagian-bagian pengalaman yang biasa
itu menjadi subjek penafsiran bahan-bahan terind-ra (sesnse-data) untuk pengetahuan
109 Badan Pengelola Latihan HMI

kita tentang dunia luar, begitu jugalah bagian pengalama mistik itu menjadi subjek
penafsiran untuk pengetahuan tentang Tuhan. Keberlangsungan itu hanyalah berarti,
bahwa kita mengenal Tuhan persis seperti kita mengenal objek-objek lain. Tuhan
bukanlah kesatuan matematika atau suatu sistem pengertian-pengerian timbal balik yang
berhubungan satu dengan lainnya dan tak ada sangkut-pautnya dengan pengala-man.
2.Pokok kedua ialah pengalaman mistik yang tak dapat diuraikan. Ketika saya mengalami
meja yang didepan saya ini, bahan-bahan pengalam-an yang tak terhitung banyaknya
menyelinap menjadi satu pengalaman saja tentang meja itu.
Lepas dari bahan-bahan yang sebanyak itu saya memilih hanya yang ada dalam
ketentuan ruang dan waktu tertentu dan yang disekelili-ng itu tak ada sangkut-pautnya
dengan meja. Tapi dalam suasana mistik, betapa subur dan cemerlangnya sekalipun,
namun pikiran harus diminimalkan dan suatu penguraian dengan demikian ini tidaklah
mungkin. Suasana mistik dan kesadaran rasional adalah kenyataan yang sama yang
dihadapkan kepada kita. Kesadaran rasional biasa, dari segi kebutuhan kita yang praktis
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sekeliling kita mengambil kenyataan itu sedikit
demi sedikit, secara berturut-turut memilih golongan-golongan ---perangsang--(stimulus)
yang sudah disisihkan sebagai jawaban. Suasa-na mistik itu menyebabkan kita
mengadakan hubugan dengan semua saluran kenyataan, tempat pelbagai perangsang
bercampur-baur Satu dengan lainnya dan membentuk suatu kesatuan yang tak dapat
diuraikan karena tak ada perbedaan biasa dari subjek dan objek.
3.Pokok ketiga ialah, bahwa bagi mistik suasana itu merupakan suatu momen
penggabungan yang rapat sekali dengan suatu pribadi lain yang tunggal, maha utama,
maha menyeluruh, dan untuk seketika menekan kepribadian subjek yang mengalami itu.
4.Karena nilai pengalaman mistik itu secara langsung dialami, maka maka jelaslah hal itu
tak akan dapat dihubungkan.
Suasana mistik lebih bersifat perasaan ketimbang pikiran. Pen-afsiran yang dihubungkan
dengan penganut mistik atau nabi terhadap isi kesadaran religiusnya dapat juga
diberikan kepada yang lain dalam bentuk proposisi-proposisi, tapi isi itu sendiri tak dapat
dipindahkan begitu saja.
5.Hubungan mistik erat sekali dengan alam asali dan telah mengesankan suatu
pengertian tentang tidak realnya kesinambugan waktu (serial time). Tapi itu tidak
kemudian berarti terputus sama sekali. Suasana mistik dipanda-ng dari segi keunikannya
yang dalam beberapa hal tetap berhubungan dengan pengalaman yang biasa.

Lalu muncul pertanyaan dalam benak saya ―bagaimana dengan kajian NDP yang dulu
saya yakini, dan bagaimana dengan materi NDP yang seharusnya disampaikan dalam
training HMI Cabang Gorontalo?‖. Kegelisahan ini sangat mengganggu sebab antara
pengertian dan perasaan saya terjadi kontradiksi yang sangat mendasar. Kegelisahan itu
mendapat angin segar kemudian setelah saya memb-aca surat undangan LK-II Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Poso. Saya memutuskan untuk mengikuti acara tersebut,
dan itu artinya saya akan mengikuti LK-II untuk yang kedua kalinya setelah yang pertama
di Palu. Saya merasa tertarik untuk mengikutinya sebab kabarnya disana pernah terjadi
konflik agama yang serius dan memakan banyak korban. Sambil melihat-lihat jadwal
materi dan pemateri dalam acara itu, saya berpikir mungkin saya dapat menemukan
jawabannya di sana.
C. Satu Minggu di Daerah Konflik Rasa was-was dan mewanti-wanti disajikannya materi
NDP dalam acara itu, membuat saya tidak perduli dengan materi-materi lain.
110 Badan Pengelola Latihan HMI

Pada saat screening ke-ilmua-an saya sudah mulai berdebat dengan tim screening.
Bagaimana tidak membantah. Tim screening itu menanyakan dimana akal itu pada saya.
Menurut pemahaman saya sesuatu yang abstrak itu tidak dapat ditunjukan letaknya. Dia
hanya bisa dirasakan adanya tapi wujudnya tidak dapat ditunjukan seperti menunjuk
letak sebuah batu misalnya. Tanpa ragu-ragu saya langsung menjawab ―pertanyaan
kanda ini salah, dan maaf, saya tidak akan menjawab sebelum pertanyaannya benar‖.
Ternyata pernyataan saya itu mengundang perdebatan yang panjang seputaran letak
akal itu antara saya dan tim screening itu. Sampai akhirnya tim screening itu mengganti
topik dan saya membiarkan dia berbicara tanpa membantah lagi.
Hari pertama training itu disampaikan akan di hadiri oleh pengurus PB HMI. Dan ternyata
benar dihadiri oleh pengurus PB, Muhamad Takbier Watta. Kanda Takbier memaparkan
materi ―Transformasi Nilai-Nilai Kejuangan HMI berbasis Pluralisme‖. Dalam paparan
materi tersebut, kanda Takbier menyinggung persoalan ketuhanan dengan merujuk pada
konsep-konsep filosofis. Saya merasa seperti seorang atheis yang sedang diceramahi
persoalan ke-Tuhan-an, lalu saya mengacungkan tangan pertanda ingin menyampaikan
sesuatu. Kesempatan bicara itu saya gunakan untuk menyampaikan kelalaian rasio dalam
menjangkau Tuhan (Kelalaian ini akan saya bahas pada kajian selanjutnya dalam buku
ini). Saya berargumen bahwa ―seharusnya kajian kita tentang nilai seharusnya
mengantarkan kita pada peribadatan atau syariat Islam yang benar, bukan hanya sekedar
untuk cerdas dan merasa mengetahui Tuhan‖ . Saya pun mulai tidak sepakat dengan
epistemologi yang digunakan dalam mengetahui Tuhan itu, sebab saya yakin syariat serta
tingkatan-tingkatan selanjunya (thariqat, hakekat, dan makrifat) adalah metode atau
epistemologi terbaik untuk berjalan menuju Tuhan. Kanda Takbier membalikan
pertanyaan dengan tetap mengacu pada kaidah logika terutama pada bagian
pendevinisian.
Dia menayakan arti epistemologi pada saya, waktu itu saya spontan menjawab
―epistemologi itu adalah cara untuk memperoleh pengetahuan‖. Lalu saya dibilang
bicara ‗ngawur‘ oleh pemateri (baca: Takbier Watta), saya pun kemudian mengatak-an
bahwa ―menurut referensi saya, kanda juga ngawur, dan saya tidak ingin ada
pengklaiman paling benar disini, kalaupun ada, sesungguhnya anda telah membantah
sendiri hakekat filsafat itu sebagai sarana pencapaian kebijaksanaan‖ .
Selanjutnya saya dikata-katai sebagai orang yang salah memahami NDP. Tapi saya tidak
mau terjebak pada persoalan saling menyalakan. Saya hanya tidak sepakat saja dari awal
pembicaraan, terutama saat kanda Takbier mendevinisikan ilmu sebagai kumpulan
pengetahuan-pengetahuan. Bagi saya devinisi itu tidak memiliki batasan kalau pun harus
mengacu pada aturan devinisi dalam logika. Saya lebih sepakat dengan devinisi ilmu
sebagai pengetahuan sistematis yang telah memenuhi syarat-syarat dalam metode ilmiah
atau merupakan rangkuman hukum-hukum alam dan sosial yang tersusun secara
sistematis berdasarkan metode ilmiah. Jadi disini jelas batasan ilmu itu ada pada ukuran
ilmiah dan tidak ilmiah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat matriks pengetahuan menurut
Ahmad Tafsir yakni:
Pengetahuan Sains, objek empiris, paradigma sains, metode sains, kebenarannya
ditentukan logis dan bukti empirisnPengetahuan Filsafat, objek abstrak tetapi logis,
paradigmanya logis, metode rasio, ukuran kebenaran logis dan tidak logis Pengetahuan
Mistik, objek abstrak supralogis atau metarasional, paradigma mistis, metode latihan
atau riyadlah, ukuran kebenaran ditentukan oleh ras, yakin, kadang-kadang empiris
Kegelisahan saya akhirnya terobati dengan kehadiran pemateri NDP bernama Kanda
Amrullah Yasin yang merupakan mantan anggota Tim 8 perumus NDP versi kongres
111 Badan Pengelola Latihan HMI

Makassar tahun 2006. Dalam mengawali pembicaraan NDP Bab I Dasar-Dasar


Kepercayaan, kanda Amrullah menayakan, ―apakah Tuhan yang benar itu adalah Tuhan
yang dapat di buktikan secara Empiris atau Tuhan yang tidak dapat dibuktikan?‖ dan
―mengapa Tuhan sampai saat ini masih dianggap sebagai Tuhan ?‖.
Mendengar pertanyaan itu peserta kemudian menjawab bahwa Tuhan yang benar itu
adalah Tuhan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, dan itu pula menjadi alasan
kenapa Tuhan sampai saat ini masih tetap menjadi Tuhan, sebab sampai saat ini Tuhan
belum bisa dijangkau oleh manusia. Kenisbian manusia dan kemutlakan Tuhan
menjadikan manusia mustahil mencapai pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan.
Pengetahuan manusia merupakan persepsi atau pencerapan dan abstraksi dari suatu
objek yang diketahui. Namun antara objek itu dan pengetahuan kita tentangnya (objek
itu) tidaklah sama, sebab objek itu beridiri sendiri dan tidak bergantung pada persepsi
kita padanya. Begitupun dalam memikirkan Tuhan yang tergolong dalam pengetahuan
mistik, tidaklah cukup mengandalkan rasio untuk mencapai pengetahuan tentang-Nya.
Jika dengan rasio kita telah merasa mengetahui, maka sesungguhnya kita hanya
menyembah dan meyakini Tuhan hasil persepsi kita. Pada pengertian seperti ini, Tuhan
seolah sejajar dengan Atom, Proton, gaya gravitasi, yang bisa dipikirkan dan dibenarkan
adanya oleh manusia, lalu apa bedanya kita dengan menyembah patung-patung yang kita
buat sendiri ?
Saya pikir pernyataan pemateri (baca: kanda Amrullah) itu benar. Pada zaman dulu
orang membuat patung untuk disembah sebagai bentuk Tuhan hasil pembacaan mereka
terhadap gerak alam semesta dan kejadian-kejadian yang mereka saksikan. Sekarang
kita membuat persepsi-persepsi tentang Tuhan dalam pikiran kita lalu kita merasa telah
mengetahui-Nya dan kemudian menyembah-Nya. Selanjutnya dalam pembahasan itu
kanda Amrullah memaparkan cara-cara filsuf dalam membuat argum-entasi serta
menunjukan kelemahan-kelemahannya.
Keterikatan pada aturan logika adalah ciri khas dalam argumentasi filosofis. Disini
muncullah perbedaan dalam memahami kebenaran antara NDP versi Cak Nur dan versi
Kongres Makasar (disebut juga versi Aryanto Achmad). Kebenaran menurut NDP Cak Nur
adalah asal dan tujuan dari segala kenyataan, sedangkan menurut NDP Aryanto Achmad
kebanaran adalah kesesuaian antara ide dan realitas. Jelas sekali yang terakhir adalah
teori kebenaran korespondensi (correspondence theory of truth) yang mengakar kuat
dalam argumentasi-argumentasi filsafat. Selain itu ada pula teori kebenaran yakni teori
koherensi (consistence theory of truth) yang mengangg-ap kebenaran itu bergantung
pada koherensi atau konsistensi degan peryataan-pernyataan sebelumnya yang kita
anggap benar. Lalu ada juga teori kebenaran pragmatis (pragmatic theory of truth) yang
menganggap kebenaran itu bergantung pada manfaat praktisnya selanjutnya ada juga
teori kebenaran hudhuri atau iluminasi yakni kebenaran dalam pengetahuan swaobjek
yang tidak membutuhkan hubungan dengan objek eksternal.
Sekarang dalam kasus NDP, kita dapat bertanya apakah NDP itu sama dengan filsafat
ataukah merupakan tafsir Al Quran (tema-tema besar dalam Al Quran)?
Mengenai hal itu kanda Amrullah menjelaskan dengan mengutip tulisan Cak Nur dalam
latar belakang perumusan NDP HMI, bahwa NDP merupkan kesimpulan dari sebuah
perjalanan ke Timur Tengah. Dalam perjalanan itu Cak Nur banyak melakukan diskusi
dan sempat menghatam Al Quran dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Dalam
menghatamkan Al Quran itu, beberapa hal yang relevan dengan pemikiran Islam di
Indonesia diberi catatan dengan komentar-komentarnya (Cak Nur). Kanda Amrullah
kemudian dengan tegas mengatakan bahwa NDP adalah tafsir Al Quran kontemporer dan
112 Badan Pengelola Latihan HMI

bukan materi filsafat ilmu. Sehingga dengan berpaling kembali dalam perdebatan
filsafat, maka kita berarti kembali dalam perdebatan klasik antara Plato dan Aristoteles
dan filsuf-filsuf lainnya.
Mendengar penjelasan itu saya teringat dengan buku filsafat modern karya F.Budi
Hardiman yang memuat perkembangan pemikiran filsafat modern dan argumen saling
kritik antara sesama filsuf. Jika kaidah filsafat itu dipaksakan dalam bab NDP,
kemungkinan nilai dasar kita hanya akan diwarnai oleh perdebatan seputar filsafat,
sebab tidak semua orang sepakat dengan satu warna atau aliran dalam filsafat tertentu.
Kita mesti dapat merangkum kembali nilai-nilai universal yang berpijak pada tafsir Al
Quran dan hadist sebagai nilai dasar dalam gerak kader-kader HMI. Hal ini wajar
dilakukan sebab saya percaya kader HMI tidak ada yang atheis, jadi jangan NDP seolah-
olah adalah ceramah untuk golongan atheis yang tidak beragama itu. Lagi pula
pendekatan filosifis ternyata tidak pas untuk berbicara dalam wilayah ke-Tuhan-an yang
sebenarnya, seperti Al Farabi yang menjelaskan teori emanansinya dengan gerak akal 1
sampai 10 dan hubungannya dengan penciptaan alam semesta ternyata keliru sebab
urutan tata surya yang dijelaskannya hanya tujuh (saturnus, Jupiter, Mars,
Matahari,Venus, Merkurius dan Bumi) sesuai dengan pengetahuan astronomi dimasanya.
Kembali pada penjelasan kanda Amrullah, bahwa kebenaran itu adalah asal dan tujuan
dari segala kenyataan, yakni tempat bergantungnya segala sesuatu. Apakah Tuhan sama
dengan kebenaran? Tuhan tidak sama dengan kebenaran, sebab kebenar-an sendiri
memiliki asal dan tujuan sebagaimana adanya keyataan-kenyataan yang lain. Karena itu
Tuhan mejadi satu-satunya tujuan dari seluruh aktifitas di alam semesta. Atas alasan itu
pula, dalam kalimat syahadat pertama berisi persaksian kita ―tiada Tuhan selain Allah‖
yakni penggabungan antara peniadaan dan pengecualian terhadap kesakralan eksistensi
lain selain Tuhan itu sendiri. Peniadan dan pengecualian ini pada hakekatnya akan
membebaskan manusia dari segenap belenggu belenggu kepercayaan dan hanya tunduk
patuh terhadap satu kebenaran yakni asal dan tujuan dari segala kenyataan.
Bagaimana Tuhan menyampaikan firmannya kepada manusia? Maka disini Tuhan memilih
salah seorang dalam jenis manusia sebagai perantara atau pembawa kabar berita dari
alam ghaib. Analogi kasar dari rasull dapat diidentikkan dengan tukang pos yang
mengantarkan surat dari pengirim sampai kepada penerima. Lembaga pos itu sendiri
harus terbukti jujur dan dapat dipercaya agar surat yag dikirimkan tidak dikurangi
jumlah dan kualitasnya. Untuk itu, seorang rasul harus terbukti jujur sehingga dapat
dipercaya oleh umatnya. Nabi Muhamad sejak kecil telah dikenal dengan kejujurannya.
Lalu Tuhan menurunkan firman-Nya dan keluar dari lisan Muhammad seorang manusia
yang tidak pernah berdusta. Dari penjelasan itu, maka esesnsi kedua kalimat persaksian
adalah menyakini bahwa ―Muhammad adalah Rasul Allah.
Begitu mengagumkan penjelasan dari kanda Amrullah itu. Satu mingu di daerah konflik
begitu mengesankan dan merubah paradigma berpikir mengenai NDP itu sendiri. Sedikit
berbicara daerah konlik, peserta LK-II waktu itu lebih banyak dari tuan rumah (HMI
Cabang Poso). Hal ini disebabkan karena sebagian kader HMI diluar daerah merasa
khawatir untuk datang ke Poso, namun harus diketahui bahwa kondisi di Poso tidak lagi
seperti apa yang kita pikirkan dan dengar selama ini yakni ―daerah konflik‖.
***
Bagian Keempat
TENTANG EPISTEMOLOGI
A.Istilah Epistemologi Pada dasarnya manusia memiliki pengetahuan yang ada dalam
benaknya. Ada pengetahuan tentang hal-hal yang tunggal seperti kayu, batu, putih,
113 Badan Pengelola Latihan HMI

hitam, dll. Ada pula pengetahuan yang bersifat majemuk seperti, batu hitam, kuda
putih, rumah sederhana, dll. Pengetahuan selanjutnya merupakan abstraksi rasio-nal
dari pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh. Kemudian dalam persoalan pengetahuan
itu, kita akan bertanya atas dasar apa pegetahuan itu ada? Dengan cara apa kita dapat
benar-benar yakin bahwa pegetahuan kita itu benar (memiliki realitas objektif). Misalkan
angka 10, dari manakah angka 10 itu, maka orang dapat menjawab dari penjumlahan 5 +
5 misalnya atau 9 + 1 yang menjadi sumber dari pada pengetahuan tentang angka 10
tersebut. Penjumlahan angka-angka ini yang disebut sebagai metode atau cara
memperoleh pengetahuan. Dalam filsafat ilmu yang berbicara tentang hal ihwal
pengetahuan dikenal dengan istilah epistemologi. Apakah epistem-ologi itu?
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, ilmu
pengetahuan sedangkan logos artinya pengetahuan, informasi. Episteme berlawanan
dengan doxa, poietikos, techne, theoria Dengan demikian epistemologi dapat diartikan
sebagai pengetahuan tentang pengetahuan. Runes dalam kamusnya seperti yang dikutip
oleh Ahmad Tafsir menjelaskan Epistemology is the branch of philosophy which
investigates the origin, method and validity of knowledge.
M. Dahlan dan Partanto dalam kamus ilmiahnya menjelaskan sebagai cabang dari filsafat
yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan. Dalam pengertian
seperti itu, Ahmad Tafsir menggambarkan wilayah kajian dalam epistemology : Tatkala
manusia baru lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun. Nanti, tatkala 40
tahunan, pengetahuannya banyak sekali, sementara--kawan-nya yang seumur dengan dia
mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari pada dia dalam bidang yang
sama atau berbeda. Bagaimana mereka itu masing-
masing mendapatkan pengetahuan itu? Mengapa dapat juga berbeda tingkat akurasinya
Hal-hal semacam ini dibicarakan dalam epistemologi. Istilah epistemologi untuk
pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F. Ferier pada tahun 1854. Pada dasarnya
kemunculan epistemologi merupakan bentuk keraguan manusia terhadap pengetahuan
yang diketahuinya. Kelompok seperti ini dalam sejarah filsafat disebut sebagai sofis
yakni orang yang meragukan segala yang ada. Inti dari keraguan ini adalah pencarian
tehadap kebenaran-kebenaran pengetahuan yang terilhami oleh manusia melalui proses
refleksi. Oleh karena itu, Harun Nasution megartikan epistemologi sebagai ilmu yang
membahas tentang; a) apa itu pengetahuan, dan b) bagaimana cara memperoleh
pengetahuan.
Pertayaan mengenai apa itu pengetahuan berkenaan dengan hakekat pengetahuan itu
sendiri. Menurut Ahmad Tafsir pengetahuan ialah semua yang diketahui38 Pengetahuan
pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah
menyusun pendapat tetang suatu objek. Dengan kata lain, menyusun gambaran dalam
akal tentang fakta yang ada di luar akal. Namun yang menjadi persoalan mendasar disini
adalah apakah hasil abstraksi itu memiliki nilai objektif pada dirinya (faktual) ataukah
hanya merupakan bayangan dari ide? Lalu mana yang benar antara keduanya? Hanya ada
dua kemungkinan kalau bukan kedua-duanya benar, maka salah satu saja diantara
keduanya yang benar.
Sejauh ini kita sudah memahami epistemologi sebagai suatu cabang filsafat yang
mempersoalkan mengenai pengetahuan dan cara memperoleh penget-ahaun (teori
pengetahuan) berikut dengan ukuran benar dan salahnya pegetahuan itu (teori
kebenaran).
Menurut Ahmad Tafsir ada tiga macam pengetahuan manusia yakni:
114 Badan Pengelola Latihan HMI

Pengetahuan sain (scientific knowl-edge) adalah pengetahuan yang logis dan didukung
oleh bukti empiris.
1. Pengetahuan filsafat yaitu pengetahuan yang kebenarannya hanya dipertanggung
jawabkan secara logis, tidak secara empiris.
2. Pengetahuan mistik yaitu sejenis pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara
empiris, tidak juga secara logis.
B.Diskusi Seputar Epistemologi
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat pentingnya persoalan epistemologi dalam dunia
filsafat. Terdapat beberapa pokok bahasan dalam diskusi seputar epistemologi
diantaranya adalah persoalan teori kebenaran, hakekat pengetahuan dan sumber
pengetahuan.
1.Tentang Teori Kebenaran.
Kebenaran menurut Bertrand Russel adalah suatu sifat dari kepercayaan dan diturunkan
dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Menurut Muhamad Noor Syam,
kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia, sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia, artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
selalu berusaha memeluk suatu kebenaran.
Kebenaran dalam pengertian ini mengarah pada kecenderu-ngan fitrah manusia pada
kebenaran itu sendiri. Aristoteles menyediakan ungkapan kebenaran defin-itif tentang
teori korespondensi. ―meyatakan ada yang tidak ada, atau tidak ada yang ada adalah
salah, sedangkan menyatakan ada yang ada dan tidak ada yang tidak ada adalah benar‖.
Thomas Aquinas bersama dengan kaum skolast-ik pada umumnya, melanjutkan teori
korespondensi, dengan mendefinisikan kebenaran sebagai adequatio rei et intellectus
(kesesuaian, kesamaan pikiran dengan hal, benda). Karena kebenaran merupakan istilah
transendental yang mengena pada semua yang ada, dalam arti tertentu kebenara
bukanlah suatu pernyataan tentang cara hal-hal berada tetapi melulu hal-hal itu sendiri.
Dan karena Allah adalah ebenaran-Nya sendiri, ide-ide dalam pikiran ilahi adalah benar,
entah ide-ide itu berkorespondensi dengan apa pun di luar Allah (yaitu keadaan dunia
yang sekarang) atau tidak Berdasarkan pengertian kebenaran diatas, teori kebenaran
dapat dibagi menjadi tujuh teori yakni sebagai berikut:
1.Teori Korespondensi, menurut teori ini kebenaran merupakan kesesuaian antara data
dan statement dengan fakta atau realita, sebagai ilustrasi. Misalnya pernyataan bahwa
Muhammad adalah putra Abdullah dinyatakan benar apabila Abdullah benar-benar
mempunyai anak yang bernama Muhammad
.2.Teori Koherensi, meyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan keputusan
baru dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih
dahulu. Dalam teori ini saya sedikit meragukan keabsahannya sebab keputusan-
keputusan yang dianggap benar terdahulu itu bersumber dari mana? Jelas akan dijwab
dengan pernyataan yang dianggap benar sebelum pernyataan itu. Jika ditanyakan lagi
kalau pernyataan benar sebelum pernyataan benar sebelumnya itu dan seterusnya, dari
manakah sumbernya? Jelas dalam teori ini saya sedikit tidak menyepakatinya alias tidak
fundamental
3. Teori Pragmatis, menyatakan bahwa sebuah proposisi dinyatakan sebagai suatu
kebenaran apabila ia berlaku, berfaedah, dan memuaskan kebenaran yang dapat
dibuktikan dengan kegunaannya, hasilnya, dan akibatnya. Pada pegertian ini, kebenaran
menjadi relatif.
115 Badan Pengelola Latihan HMI

4. Teori Kebenaran berdasarkan arti, menyatakan pengetahuan dianggap benar kalau ada
referesi yang jelas, jika tidak mempunyai referensi jelas, pengetahuan tersebut
dinyatakan salah.
5. Teori Kebenaran Sintaksis, menyatakan suatu pernyataa dianggap memiliki nilai-nilai
kebenaran apabila pengetahuan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
Misalnya, suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika tidak ada subjeknya,
kalimat itu dinyatakan tidak baku atau bukan kalimat.
6. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (logical super fluity of truth), berdasarkan
teori kebenaran ini, problem kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa dab hal ini
mengakibatkan suatu pemborosan.
7. Teori Kebenaran Spiritual, menyatakan sesuatu dianggap bear apabila tidak
bertentangan dengan kebenaran mutlak. Dalam filsafat Islam, pernyataan bahwa Tuhan
sebagai kebenaran mutlak telah dimulai sejak filsuf pertama muslim, yaitu Al-Kindi. Dia
menyatakan bahwa Tuhan sebagai al-haqqul awal (kebenaran pertama).
Teori kebenaran lain yang dijelaskan oleh Amsal Bakhtiar dalam bukunya ―Filsafat
Agama, wisata pemikiran dan kepercayaan manusia‖ menyebut teori kebenaran Hudhuri
yang merupakan hubungan mengetahui, dalam bentuk pengetahaun tersebut adalah
hubungan swaobjek tanpa campur tangan koneksi dengan objek eksternal. Teori
kebenaran hudhuri ini lebih mengarah pada kajian sufistik.
Masih mengenai teori kebenaran, rasanya perlu untuk menjelaskan pendekatan-
pendekatan dalam mencari kebenaran yakni:
1. Pendekatan non Ilmiah, terdiri dari:
a. Akal sederhana dan prasangka, merupakan serangkaian konsep atau bagan konseptual
yang memuaskan digunakan secara praktis. Akal sederhana dapat menghasilkan keben-
aran dan dapat pula menyesatkan karena kebenaran yang diperoleh dengan akal
sederhana dipengaruhi oleh kepentingan yang menggunakannya. Dalam penggunaan
sehari-hari prasangka pada umumnya diberi konotasi negatif. Sebab prasangka merupak-
an kenyataan yang dibuat-buat oleh pikiran-pikiran negatif didalam diri.
b. Penemuan kebetulan dan coba-coba (trial and error) yang dilakukan secara aktif
dengan mengulang-ulang suatu pekerjaan serta menemukan cara dan materi yang sering
dilakukan. Misalnya, penemuan obat malaria secara tidak sengaja dari pohon kina yang
tumbang dalam parit.
c. Otoritas dan kekuasaan, dalam sejarah kita bisa menyaksikan bahwa kekuasaan raja itu
adalah mutlak.
2. Pendekatan Ilmiah yaitu pengetahuan yang
diperoleh melalui suatu penelitian yang berdasar pada suatu teori tertentu atau sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmiah yag telah disepakati.
***
2. Tentang Hakekat Pengetahuan.
Dalam dunia filsafat, dikenal dua aliran yang berbicara mengenai persoalan hakekat
pengetahauan yakni idealisme dan realisme. Kedua konsep ini merupakan hakekat
pengetahuan yang pernah diperdebatkan oleh Plato dan muridnya Aristoteles.
a.Idealisme Plato
Idealisme menandaskan bahwa untuk mendapa-tkan pegetahuan yang benar-benar sesuai
dengan kenyataan adalah mustahil. Idealisme pertama kali digunakan oleh Leibniz awal
abda ke-18. Leibniz menerapkan istilah idealsme pada pemikiran Plato. Teori idealisme
Plato mengatakan bahwa sebelum manusia lahir dan masih berada di alam ide, semua
kejadian telah terjadi sebelumnya. Atas alasan itu, manusia dikatakan telah memiliki
116 Badan Pengelola Latihan HMI

pengetahuan sebelumnya, namun setelah manusia lahir, pengetah-uan itu hilang.


Sehingga pengetahuan manusia pada hakekatnya adalah upaya pengingatan kembali atas
pengetahuan-pengetahuan yang telah ada sebelumn-ya.
Teori pengingatan kembali juga dapat dijelaskan ―jika kita tidak punyai pengetahuan
terdahulu dari sebuah realitas, maka pemahaman kita akan kacau balau‖ . Misalnya
ketika melihat segi tiga siku-siku, kita tidak akan menghitung berapa luasnya jika kita
tidak punya pengetahuan terdahulu mengenai rumus dari segi tiga itu. Maka dengan
modal pengetahuan terdahulu itu, kemudian kita dapat menghitung jumlah luas dari segi
tiga dengan rumus: Menurut Plato juga mengaskan bahwa esensi itu memiliki realitas,
realitas itu ada di alam ide. Untuk menjelaskan hakekat itu Plato mengarang mitos
penunggu gua yang sangat terkenal itu, yang dimuatnya didalam dialog politeia52 yang
dikutip Ahmad Tafsir dari Bertnes seperti berikut ini: Manusia dapat dibandingkan---
demikian katanya—dengan orang-orang tahanan yang sejak lahirnya terkurung dan
terbelenggu di dalam gua. Di belakang mereka ada api menyala sementara mereka hanya
dapat menghadap ke dinding gua. Beberapa orang budak belian berjalan-jalan didepan
api itu sambil memikul bermacam-macam benda. Hal itu mengakibatkan bermacam-
macam bayagan yang jatuh pada dinding gua. Karena orang-orang tahanan itu tak dapat
melihat kebelakang, mereka hanya menyaksikan bayangan dan bayangan itu disangka
mereka sebagai realitas yang sebenarnya dan tidak ada lagi realitas yang lain. Namun,
setelah beberapa waktu seorang tahanan dilepaskan. Ia melihat dibelakang mereka,
yaitu dimulut gua ada api yang menyala. Ia mulai memperkirakan bahwa bayangan-
bayangan yag disaksikan mereka tadi bukanlah relaitas yang sebenarnya, lalu ia diantar
ke luar gua dan ia melihat matahari yang menyilaukan matanya. Mula-mula ia berpikir
bahwa ia sudah meninggalkan realitas. Akan tetapi, berangsur-angsur ia pun menginsafi
bahwa justru itulah realitas yang sebenarnya, dan ia menyadari bahwa dulu ia belum
pernah menyaksikannya. Lalu ia kembali kedalam gua, ya, ke tempat kawan-kawannya
yang masih diikat disitu. Ia bercerita kepada teman-temannya bahwa yang dilihat
mereka pada dinding gua itu bukanlah realitas yang sebenarnya, melainkan hanyalah
bayangan. Namun kawan-kawannya itu tidak mempercayai perkataannya, dan
seandainya mereka tidak terbelenggu, pasti mereka akan membunuh siapa saja yang
mencoba melepaskan mereka dari belenggunya. Kalimat terakhir ini mengiaskan
kematian Sokrates.
Dalam konsep manusia gua ini, Plato berupaya untuk memperjelas konsep ide sebagai
realitas yang sebenarnya dengan menganalogikan bayangan seba-gai pengetahuan hasil
serapan pengindraan manusia yang menyesatkan itu. Sedangkan alam ide diumpa-makan
dengan manusia yang telah menyaksikan matahari dan segenap lingkungan diluar gua.
Ketika kita menyaksikkan deretan ―meja‖ missa-lnya, panca indra kita akan menangkap
realitas aksiden dari meja itu, seperti meja besar, meja kecil, meja indah, meja putih,
meja hitam dan sebagainya. Namun konsep umum dari semua itu adalah ―meja ideal‖
yang tidak berubah dan tidak terpegaruh oleh realitas eksternal. Dimanakah realitas
sesugguhnya ? Dr. Abbas Mahmud Aqqad ketika menjelaskan pemikiran Plato
menjawabnya di alam idea tau akal. Bukti kesempurnaan alam ide itu bahwa ketika
semua meja yang disaksikan tadi rusak atau dihancurkan, maka ide tentang meja itu
akan tetap ―ada‖. Berdasarkan hal diatas, maka Plato membagi dua alam yang pertama,
disebut sebagai alam idea yakni alam abadi yang tidak mengalami perubahan dan
kehancuran sebagai realitas objektif. Kedua, alam lain yang senatiasa mengalami
perubahan-perubahan. Alam ini bukan alam hakikat tetapi hanya merupakan realitas
bayangan dari alam idea tadi. Alam disebut sebagai alam indra atau materi. Hal ini juga
117 Badan Pengelola Latihan HMI

serupa denga bayangan yang dilihat dalam manusia gua dalam cerita Plato.
Berdasarkan sudut pandang ini, Plato berdasar-kan doktrin Heraklitus bahwa segala
sesuatu senantiasa berubah dan hubungannya dengan pengetahuan manusia hanya
berlaku dalam alam indra. Sebagai contoh Sokrates sekarang lebih tinggi dari
Theaetetus, yang masih mudah dan belum sepenuhnya tumbuh; namun beberapa tahun
lagi Sokrates akan lebih pedek dari Theaetetus. Dengan demikian Sokrates tinggi
sekaligus pendek. Jadi pengetahuan indrawi itu bukanlah tentang apa yang ―ada‖ (is),
melainkan tentang apa yang ―menjadi‖ (becomes)56 yang senantiasa berubah-ubah.
b.Beberapa Catatan Ketika mempelajari para pemikir idealisme ini, terutama Plato, saya
terbantu dengan dokumen NDP Avatar hasil kajian HMI Cabang Balikpapan. Naskah NDP
itu saya perolehh saat mengikuti LK-II di HMI Cabang Poso. Hasil kajian NDP Avatar itu
selain menjelaskan teori pengingatan kembali dari idealisme Platonian, dijelaskan juga--
beberapa----kekurangan---yaitu : 1) Tidak ada landasan yang memutlakkan bahwa dahulu
kita pernah berada di alam ide. 2) Turunan dari yang pertama, kalaupun (jadi
diasumsikan teori ini benar), ternyata sebelum lahir kita telah memiliki pengetahuan,
maka persoalannya adalah apakah pengetahuan kita saat ini selaras dengan pengetahuan
kita dialam ide. Menurut hemat saya bagian ini agak lemah jika digunakan untuk
mengkritik teori idealisme Plato. Sebab bukti utama keselarasan pemikran dengan
pengetahuan awal dapat dilihat dari munculnya pegertian atau dimengertinya sebuah
objek oleh kesadaran kita. 3) Tidak diterangkan dimanakah ide dan material itu menyatu
(saat manusia belum dilahirkan), dan mengapa disaat kita lahir tiba-tiba pengetahuan itu
hilang. Kalau dikatakan material kita terlalu kotor untuk menampung ide, maka
mengapa saat ini kita bukan saja memiliki ide, tapi bahkan mampu mengembangkan ide
disaat material kita justru semakin kotor.
Selain kekurangan diatas, perlu juga kita merefleksi pandangan ketiadaan dunia materil
ini. Orang sering berargumen mengenai hal ini, bahwa ketiadaan dunia materil akan
menghancurkan landasan ilmu pengetahuan kita dan membuatnya tidak bermakna. Tapi
saya tidak akan mengikuti argumen seperti itu, sebab terkesan kekanak-anakan. Jika
seandainya landasan ilmu pengetahuan itu harus hancur oleh teori baru, bagi saya tidak
akan menghilangkan makna dari kenyataan itu. Justru kita akan menemukan makna baru
yang lebih bermakna. Refleksi yang akan saya ajukan sebagai argumentasi saya adalah:
Jika seandainya realitas objektif itu benar-benar hayalah bayangan dari ide, maka batu
yang tampak dalam kesadaran saya tidak akan tampak oleh kesadaran orang lain.
Walaupun realitas aksiden yang ditangkap oleh kesadaran kita itu berbeda-beda, namun
kita tidak dapat menyangkal ―ada‖-nya realitas dari batu tersebut. Maka hal ini jelas
bahwa ―ada‖ itu tidak bergantung pada penilaian kesadaran atau pengetahuan saya
maupun orang lain. ―Ada‖ yang tidak ada dalam pengetahuan saya bukan berarti tidak
―ada‖ melainkan adalah bentuk ketidak tahuan saya terhadap ―ada‖ itu sendiri. Atau
dengan kata lain ketiadaan pengetahuan saya pada objek tertentu tidak akan
berpengaruh pada ―ada‖-nya objek itu. Berdasarkan argumen diatas, kita dapat juga
berpikir bahwa ―ada‖-nya realitas itu terlepas dari ide itu sendiri. Namun kualitas dari
objek yang muncul dalam ide yang ditangkap oleh kesadaran kita itu menyatu secara
intuitif atau secara kodrati dengan hakekat yang menjadi makna ada dari objek itu.
Sebagai contoh adanya kualitas gerak suatu benda yang bergerak dalam ruang dan waktu
dapat dengan mudah dimengerti oleh kesadaran kita sebagai subjek pengetahuan.
Pertayaanya kenapa bisa dimengerti atau diketahui? Jawabannya adalah karena secara
kodrati kualiatas gerak sebagai kodrat benda itu dapat menyatu dengan potensi kodrati
yang ada pada kesadaran manusia.
118 Badan Pengelola Latihan HMI

Catatan lain megenai pemikiran Plato dapat kita lihat dalam sajak-sajak Muhamad
Iqbal58 yang berjudul ―Mempertimbangkan Plato‖ seperti berikut ini: Plato yang rahib
dan cendekiawan. Dialah salah seorang dari kumpulan kambing zaman purba. Kuda
Pegasus yang ditungganginya tersesat di kegelapan filsafat dan mendaki gunung nyata
ini. Terpana takjub dirinya oleh idealisme. Hingga panca indra tak diperhitungkan.
―Matilah!‖ katanya rahasia kehidupan: Pelita jadi benderang bila dipadamkan apinya
dikuasai pikiran kita, anggurnya membuat kita tidur. Dan dia renggut dunia milik kita.
Dia adalah kambing berwujud manusia. Jiwa sang sufi tunduk kepadanya. Membumbung
dia sampai ke langit sebab kekuatan pikirnya, dilukisnya dunia seumpama jelmaan
dongeng. Kerjanya adalah memporak-porandakan tata kehidupan dan mematah-belah
dahan kehidupan yang harmonis. Pikiran plato mengajarkan kerugian sebagai laba.
Filsafatnya mengajarkan sang wujud adalah kenihilan, fitrahnya tidur dan menciptakan
mimpi. Mata idenya merealisasikan bayangan itu hanya karena dia tak terlibat dalam
amal perbuatan. Ruhnya pesona bagi kenihilan. Dia tak percaya pada alam kebendaan,
laku dirinya jadi pencipta gagasan ide. Padahal dunia nyata ini amat indah bagi ruh
kehidupan sejati. Bernilai luhur bagi mereka yang mati jiwanya: yang kijangnya tak
bergerak luwes, yang burung meraknya tak lagi melangkah dengan gaya nan elok yang
titik embunnya tak kuasa bergetar, yang unggasnya sudah tak bernyawa, yang benihnya
pun mandul, yang kunang-kunang tak bercahaya. Demikianlah filsuf kita itu yang bingung
hendak ke mana, sebab dia tak sanggup menjadi penghuni dunia seperti dia terangi
hatinya degan nyala api yang hampir padam. Dan dilukisnya dunia ini dengan candu
memabukkan dan dia tak kunjung pulag kesarangnya lagi. Khayalnya sirna dalam kendi
angkasa. Aku tak tahu apakah itu alas kendi ataukah batu semata, Karena bangsa-bangsa
terlena oleh mabuk kepayang filsafatnya dia ngantuk dan tak sedikit tertarik akan amal
perbuatan. Iqbal dalam sajak-sajak diatas ingin menegaskan hal yang sama bahwa salah
satu kekeliruan Idealism Plato adalah anggapan realitas dunia
eksternal sebagai realitas bayagan dari alam ide.
Padahal dunia ekst-ernal adalah tempat kita bereksistensi menerapkan segala bentuk
pengetahuan kita. Adalah hal yang tidak mungkin untuk bereksistensi dalam dunia ini
jika pada hakekatnya dia tidak real.
Dalam perkemb-angan selajutnya Hegel (1770-1831) membuat pernya-taan yang sangat
populer: ―semua yang rasional itu real dan yang real itu rasional‖. Tokoh-tokoh
idealisme zama modern yang lain adalah Imanuel Kant (1724-1804), Fichte (1762-1814),
Schelling (1775-1854), dan Scopenhauer (1788-1860).
c. Realisme
Pengetahuan menurut realism adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang
ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakekat). Dalam ―Kamus Teori dan Aliran-aliran
dalam Filsafat dan Teologi‖, realism dilawankan dengan idealisme, sebab realisme
beranggapan bahwa objek-objek pengetahuan itu tidak bergantung pada fikiran, akan
tetapi merupakan hal yang mandiri. Berbeda halnya dengan idealisme yang menganggap
objek pengetahuan itu sebagai realitas bayangan dari alam ide. Berdasarkan hal itu,
Aristoteles yang merupakan murid dari Plato mengkritik teori gurunya itu. Menurut
Aristoteles, apa yang dianggap oleh Plato sebagai pengingatan kembali sesungguhya
tidaklah demikian. Sebagai contoh: bagi Aristoteles ide ―pohon‖ dan ―apel‖ ideal yang
hadir dalam pikiran kita bukanlah disebabkan pengingatan kembali tetapi adalah
merupakan hasil abstraksi akal kita dengan cara melakukan sejumlah penghilangan–
penghilangan dari berbagai fenomena-fenomena yang berbeda-beda diantara apel-apel
tersebut, seperti dengan menghilangkan kebesaran dan kekecilannya atau kemerahan
119 Badan Pengelola Latihan HMI

dan kehijauannya. Sehingga tertanggalnya seluruh perbedaan itu, maka kita akan dapat
memahami sebuah realitas lain yang oleh Aristoteles disebut sebagai universalia atau
bentuk-bentuk ideal dari benda-benda tadi yakni kepohonan dan keapelan saja.
Antara bentuk-bentuk partikular dan universal ia universalia itu bagi Aristoteles adalah
satu bentuk kenyataan yang tidak terpisahkan. Dalam teori metafisikanya Aritoteles
menegaskan bahwa antara matter (materi) dan form (bentuk) itu bersatu; matter
memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya.
Dengan demikian Aristoteles ser-upa dengan Al Kindi menegaskan sebab suatu benda
dikatakan wujud yang aktual yakni:
1) memiliki materi benda,
2) memiliki bentuk,
3) memiliki pemb-uat,
4) memiliki manfaat.
Aristoteles dalam sejarah filsafat memiliki posisi yang sangat penting dalam hal
menjelaskan kembali adanya kenyataan objektif. Kenyataan tidaklah sama seperti yang
dikatakan oleh kaum sofis yang menganggap realitas eksternal itu tidak nyata adanya.
Maka dalam hal ini Aristoteles menghasilkan ukuran
kebenaran korespondensi yang mengatakan kebenar-an sebagai kesesuaian antara ide
dan realitas. Dengan kata lain, pikiran itu dapat dikatakan benar jika memiliki objek
diluar dirinya.
d. Beberapa Catatan
Realisme menandaskan diri pada bentuk pengetahuan yang merupakan abstraksi
pemikiran terhadap objek yang ada. Pada gilirannya pernyataan ini dapa menemui
beberapa kerancuan diantaranya, ―jika kita bertanya apakah yang diketahui dari benda
yang merupakan objek pengindraan kita?‖ apakah substansi dari benda itu ataukah bentuk
dan kualitas benda yang menjadi objek pengidraan kita? Jika jawabannya adalah
substansinya yang diketahui, maka antara objek dengan hasil abstraksi pikiran saya
tidaklah sama. Sebagai contoh batu yang ada diluar dan batu yang ada dalam pikiran
saya itu bukanlah keyataan yang sama, sebab wilayah tangkapan saya bukan pada
substansi batu itu melainkan hanya bentuk (form) dari benda-benda itu.
Dari realitas betuk objek itu, saya kemudian menyimpulkan adanya universalia-
universalia melal-ui penghilangan bentuk-bentuk aksidental dari objek itu. Disinilah
letak persoalan, bahwa universalia itu tidaklah sama dengan substansi pada objek itu.
Substansi adalah sesuatu yang ―ini‖, namun universal adalah sesuatu yang ―demikian‖----
universal menun-jukan jenis benda, bukan benda partikular yang nyata. Pada kenyataan
ini kita dapat menyimpulkan adanya jurang pemisah antara ide dan realitas yang
menjadi asumsi dasar dalam teori kebenaran korespondesi. Selain itu juga kebenaran
belum bisa melepaskan diri dari unsur subjektifitasnya, sebab antara orang yang buta
warna dengan orang normal akan berbeda kopi pengetahuan asli dari pengindraa-nnya.
Maka kesesuaian antara ide dan realitas belum menuntaskan persoalan objektifitas
pengetahuan manusia. Sama halnya jika seandainya kita mejawab bahwa yang
diketahuai itu hanyalah kualitas-kualitas dari objek itu, maka jelaslah bahwa kita tidak
dapat menangkap substansi yang sebenarnya dari sebuah objek.
3.Sumber Pengetahuan
Pada kajian diatas telah dijelaskan mengenai
hakekat pegetahuan. Maka dalam diskusi epistemol-ogi kita selanjutnya akan berbicara
mengenai sumber pegetahuan itu sendiri. Membicarakan persoalan su-mber pegetahuan,
kita dapat beranjak dari sebuah pertanyaan ―dari manakah asal dari pengetahuan yang
120 Badan Pengelola Latihan HMI

ada dalam benak pikiran kita?‖ maka jawaban yang muncul untuk menjawab sumber
pengetahuan itu terdiri atas dua aliran pemikiran yakni rasionalis-me dan empirisme.
a.Rasionalisme
Rasionalisme secara umum dipahami sebagai pendekatan filosofis yang menekankan akal
budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendah-ului atau unggul atas, dan
bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi.
Dengan kata lain rasionalisme bergantung pada asas-asas priori yang terdapat
dalam rasio kita.68 Beberapa ajaran pokok rasionalis-me adalah:
1. Dengan proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang
tidak dapat disangkal,
a) tetang apa yang ada dan mengenai strukturnya, dan
b) tentang alam se-mesta pada umumnya.
2. Realitas dapat diketahui---atau beberapa kebena-ran tentang realitas dapat diketahui-
--secara tidak tergantung dari pengamatan, pengalaman, dan penggunaan metode
empiris.
3. Pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran tentang realitas yang mendahului
pengalaman apa pun juga (tetapi yang bukan kebenara anali-tis). Kebenaran-kebenaran
ini adalah gagasan bawaan dan secara isomorfis cocok dengan realitas.
4. Akal budi adalah sumber utama pengetahuan, dan ilmu pengetahuan pada dasarya
adalah suatu sistem deduktif yang dapat dipahami
secara rasional yang hanya secara tidak langsu-ng berhubungan dengan pengalaman
indrawi ini.
5. Kebenaran tidak diuji dengan prosedur verifikasi
indrawi, tetapi dengan criteria seperti: konsis-tensi logis.
6. Terdapat metode (cara) rasional (deduktif, logis, matematis, inferensial) yang dapat
diterapkan pada materi soal pokok apa saja dan yang dapat memberikan kita penjelasan
yang memadai.
7. Kapasitas mutlak mengenai hal-hal adalah ideal pengetahuan dan sebagian dapat
dicapai dengan pemikiran murni. Kepastian (dan keniscayaan) mutlak adalah cirri pokok
baik dari realitas maupun dari semua pengetahuan yang benar.
8. Hanya kebenaran-kebenaran niscaya dan benar pada dirinya sendiri, yang timbul dari
akal budi saja, yang dikenal sebagai benar, nyata, dan
pasti; semua yang lain tunduk kepada kekeliru-an, kesesatan, ilusi, dan ketidak pastian.
9.Alam semesta (realitas) mengikuti hukum-huk-um dan rasionalitas (bentuk) logika. Ia
adalah suatu sistem yang dirancang secara rasional (logis) yang aturannya cocok dengan
logika.
10.Begitu logika dikuasai, segala sesuatu dalam alam semesta dapat dianggap dideduksi
dari prinsip-prinsip atau hukum-hukumnya. Berbeda
dari aliran pemikiran seperti Empirisme; Positiv-isme-logis; Intuisionisme; Relasionisme.
Pada zaman filsafat modern tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes (1595-
1650). Tokoh-tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch de Spinoza (1632-1677), Leibniz
(1646-1716) dan Blaise Pascal (1623-1662). Pernyataan yang sangat terkenal dari
Descartes adalah ungkapan ―cogito ergo sum‖ (aku berpikir maka aku ada). Kurang lebih
narasi pemikiran Descartes seperti dibawah ini :
―Karena pancaindra kadang menipu kita, aku mengandaikan bahwa tak ada hal yang
menampakkan diri sebagaimana adanya, dan karena dalam pembuktian bahkan
pernyataan-pernyataan geometri sederhana sekalipun sering terjadi kekeliruan dan
kesimpulan salah…..aku menolak segala alasan. Akhirnya aku mengenali bahwa pikiran
121 Badan Pengelola Latihan HMI

yang sama baik disaat berjaga maupun dalam mimpi dapat muncul dalam diri kita tanpa
memberi alasan kepada kita; Karena itu aku sengaja membayangkan bahwa segala hal
yang kutemui di dalam pikiranku tidak lebih benar daripada tipu muslihat mimpi-mimpi.
Namun, di sini aku segera menyadari bahwa sementara aku mau menilai segala sesuatu
sebagai keliru, aku sendiri sedang memikirkan hal itu secara niscaya pasti ada, dan aku
menemuka bahwa kebenaran ‗aku berpikir maka aku ada‘ sedemikian kokoh dan pasti,
sehingga padangan seorang skeptikus yang paling sengit tidak akan dapat menggoyahkan
kebenaran tersebut. Demikianlah aku meyakini dapat mengambil tesis ini tanpa ragu
untuk prinsip pertama filsafat yang kucari.
Selain itu, terdapat juga pertanyaan menggugah yang dilontarkan oleh Descartes. Ia
mempertanyakan sumber gagasan manusia terhadap adanya suatu wujud maha
sempurna. ―Kita mempunyai gagasan suatu wujud sempurna dalam benak pikiran kita.
darimanakah sumber gagasan itu?‖. Dalam menjawab pertanyaan itu, Descartes
membagi tiga ide yang merupakan ide bawaan manusia (innate idea) yaitu: 1) res
cognitans atau pemikiran, bahwa secara fitrah, manusia membawa ide bawaan yang
sadar bahwa dirinya adalah mahluk yang berpikir, 2) Allah atau dues, manusia secara
fitrah, memiliki ide tentang suatu wujud yang sempurna, dan wujud yang sempurna itu
adalah Tuhan, 3) res extensa atau keluasan, yaitu ide bawaan manusia, materi yang
memiliki keluasan dalam ruang. Tiga ide bawaan ini menurut Descartes yang
menjadikan manusia mampu mengetahui segala sesuatu.
Demikian cara kaum rasionalisme dalam menjelaskan asal-usul pengetahuan manusia.
Mereka bergatung pada kaidah a priori dari akal manusia sebagai landasan berpijak yang
kokoh dan tidak bisa dibantah lagi. Sebab ketika kita meragukan sesuatu, maka dalam
kesadaran kita akan menemukan diri kita yang sedang ragu. Eksistensi yang meragukan
inilah sebagai sesuatu yang tidak bisa diragukan lagi kebenarannya. Logika yang
digunakan dalam rasionalisme adalah logika deduktif yakni pengambilan kesimpulan
(silogisme) dari pengertian umum kepada pengertian-pengertian khusus.
Perlu ditegaskan juga bahwa, sekali pun rasionalisme lebih mementingkan persoalan akal
budi dalam mereduksi kebenaran, namun bukan berarti menolak peran indra dalam
proses pengetahuan manusia. Hanya saja data yang ditangkap dari indera itu masih
diragukan kebenarannya, dan akal yang kemudian mengambil peran utama untuk
merangkum data-data laporan indra yang masih kacau-balau itu. Contoh: ―Tongkat lurus
yang dimasukan kedalam air akan terlihat bengkok. Realitas bengkok adalah laporan
indra penglihatan kita yang masih perlu diragukan kebenarannya, sebab tidak ada
realitas yang bengok sekaligus lurus. Sehingga akal budi perlu menyelesaikan persoalan
kontradiksi pengetahuan ini.‖
Alhasil akal secara a priori akan mememecahkan problem pengetahuan itu dengan
kaidah-kaidah rasional sampai ditemukan kebenaran yang tidak diragukan lagi
kebenarannya. Namun justru disinilah problem bagi kaum rasionalisme yakni ketidak
mampuannya menjelaskan landasan kebenaran dari kaidah akal yang mereka gunakan
itu. Pernyataan ―ide bawaan‖ menurut saya adalah sama dengan pernyataan ―ketidak
tahuan‖. Atau dengan kata lain dalam teori rasional yang menjadi ukuran benar-salah,
ternyata mengakui adanya ―ada‖ yang tidak rasional itu.
b. Empirisme
Kritik serius terhadap rasioalisme muncul dari kaum empirisme. Empirisme dalam bahasa
inggris disebut empiricism; dari Yunani empeiria, empeiros artinya berpengalaman
dalam, berkenalan dengan, terampil untuk. Sedangkan dalam bahasa Latin experintia
yang artinya pengalaman. Secara terminologi empirisme adalah pandagan yang
122 Badan Pengelola Latihan HMI

menyatakan bahwa semua idea adalah abstraksi-abstraksi yang dibentuk dengan


penggabungan hal-hal yang dialami atau diamati yang diberikan secara langsung dalam
sensasi (pengindaraan).
Pandangan ini tidak seperti apa yang dipahami oleh kaum rasionalis yang lebih
menekankan peran akal dalam pengetahuan manusia. Empirisme menganggap seluruh
pengetahuan manusia itu diperoleh karena adanya pengalaman indra. Mereka menolak
adanya ide bawaan seperti yang diyakini kaum rasioalis. Pengalaman indra adalah satu-
satunya sumber utama pengetahuan, dan jika salah satu indra manusia tidak berfungsi,
maka dapat memustahilkan terjadinya pegetahuan pada manusia. Pandangan ini sangat
menekankan metode eksperimen dalam pencapaian pengetahuan manusia. Dengan
demikian empirisme ini menggunakan prinsip logika induktif yakni menarik kesimpulan
dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum. Perhatikan contoh dibawa ini:
Bagaimana Meja Diketahui sebagai Meja ?
Untuk menjawab pertanyaan itu ―insting filosofis‖harus dihidupkan: pertama-tama
buanglah keyakinan sehari-hari bahwa dunia luar itu ada! Lalu jawab pertanyaan,
mengapa meja dihadapan kita itu tampak! Bagaimana kita mengetahuinya? Begini
jawaba rasionalisme: dikepala kita sudah ad aide tentag meja. Ide ini adalah yang
membuat kita bisa mengetahui meja diluar kepala kita. Tanpa ide itu yang diluar kepala
itu tak berbentuk atau kacau-balau. Jadi pikiran kitalah yang membuat meja
menampakan diri sebagai meja. Empirisme tidak setuju dengan pandangan seperti itu
dan membalikkan prosesnya: ide meja muncul dikepala kita sesudah kita melihat dan
meraba meja diluar kepala kita. Jadi, tanpa pengalaman tak mungkin ada pikiran
tentang meja.
Beberapa tokoh empirisme adalah Thomas Hobbes (1588-1678), John Locke (1632-1704),
George Barkeley (1685-1753), dan David Hume (1711-1776). Tokoh yang terakhir ini
adalah sang pengkritik hukum kausalitas Aristoteles yang telah diyakini orang selama
berabad-abad. Baginya kenyataan yang dianggap sebagai sebab dan akibat itu hanyalah
peristiwa yang berulang-ulang dimana peristiwa yang satu mendahului peristiwa lainnya.
Peristiwa yang terjadi lebih awal ini disebut sebagai sebab dan yang terjadi belakangan
disebut sebagai akibat. Bagi Hume hubungan niscaya tidak terjadi pada urutan-urutan
peristiwa itu. Hal ini seperti penjelasan berikut:
―Bila aku melihat, misalnya, sebuah bola bilyard yang bergerak lurus ke bola bilyard
lainnya; aku mengandaikan gerakan kebetulan bola kedua itu sebagai akibat kontak atau
dorongan keduanya. Bolehkah aku memahami bahwa seratus peristiwa yang berbeda-
beda juga sebagai akibat dari penyebabnya itu? Mungkin bola pertama balik atau lompat
kea rah lain? Semua asumsi ini dapat dimengerti. Lalu mengapa kita lebih memilih yang
satu yang tidak lebih konsisten atau tak lebih dapat dipahami dari pada yang lain? Semua
penalaran a priori kita tak aka pernah dapat menunjukkan kepada kita tak akan pernah
dapat menunjukkan kepada kita suatu dasar apa pun bagi preferensi kita itu. Dalam satu
kata, setiap akibat adalah sebuah peristiwa terpisah dari penyebabnya…
John Locke mengenai pengetahuan manusia pada dasarnya tidak sepakat dengan adanya
ide bawaan yang menjadi landasan kebenaran a priori dari Descartes. Baginya mereka
hanya mewarisi warisan filsafat yang pernah diteorikan oleh Plato sang idealis itu.
Karena itu Locke memperkenalkan teori ―tabula rasa‖ sebagai pijakan aksiomatik dalam
teori filsafatnya. Tabula rasa digambarkan sebagai ―kertas kosong‖. Menurut teori
tersebut, pada mulanya manusia lahir dalam keadaan kosong dari pengetahuan,
kemudian pengalamanlah yang mengisi jiwa manusia sehingga memiliki pengetahuan.
123 Badan Pengelola Latihan HMI

Sebelum mengakhiri pembahasan ini, perlu juga kiranya untuk diketahui beberapa jenis
empirisme dalam sejarah filsafat yakni:
1. Empirio-kritisisme. Disebut juga machisme. Ini sebuah aliran filsafat yang bersifat
subjektif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti dari aliran ini ialah
ingin ―membersihkan‖ pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan,
kausalitas, dan sebagainya sebagai pengertian a priori.
2. Empirisme Logis. Empirisme logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut: a)
analisis logis modern dapat diterapkan pada pemecahan problem filosofis dan ilmiah.
[problem filsafat tradisional dibagi ke dalam dua klasifikasi: 1) problem fakta yang
digeluti ilmu pengetahuan, dan 2) problem metodologi dan analisis konseptual, yang
ditangani filsafat. Semua problem lain tidak releva dan tidak bermakna.] b) ada batas-
batas bagi empirisme. Prinsip sistem logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak
dapat dibuktika dengan mengacu pada pengalaman. c) semua proposisi yang benar dapat
dijabarkan (direduksikan) pada prposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang
lebih merupakan data indera yang ada seketika. d) pertanyaan-pertanyaan mengenai
hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3. Empirisme radikal: suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat
dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian
itu dianggap bukan pengetahuan.
Bagian kelima
EPISTEMOLOGI DALAM NDP
A. Landasan dan Kerangka Berpikir Ilmiah (epistemologi)
Tema landasan dan kerangka berpikir ilmiah ini merupakan tema baru dalam NDP versi
Kongres Makassar tahun 2006. Dikatakan tema baru sebab dalam NDP terdahulu tak
mengangkat tema ini dalam pembahasannya. Pemikiran baru yang ditawarkan dalam
tema baru NDP tersebut adalah diperlukannya metode penilai kebenaran. Benar dan
salah itu sendiri merupakan pernyataan yang muncul setelah dilakukan proses peilaian.
Jika saya harus mengatakan benar dan salahnya sesuatu, maka saya harus punya ukuran
kebenaran sekaligus alat penilai benar dan salah itu. Dengan demikian dibutuhkan
kerangka berpikir ilmiah sebagai tawaran metode bagi penilaian kita. Maka pada bab
pertama NDP Versi kongres Makassar itu dimasukan tambahan bahasan yakni Kerangka
Berpikir Ilmiah. Selain itu, materi bab I ini dianggap sebagai pegantar dalam menuju
pengetahuan ke-Tuhan-an.
Pada dasarnya bab tentang Landasan dan Kerangka Berpikir Ilmiah itu menjelaskan
mengenai epistemologi yang mengacu pada kaidah-kaidah filosofis. Karena itu, bab ini
terkesan sebagai materi filsafat ilmu ketimbang materi NDP yang merupakan tafsir Al
Quran itu. Pembahsan Landasan dan kerangka berpikir ilmiah ini dapat dilihat dari
kutipan sebagai berikut:
―Dalam benak/pikiran manusia terdapat sejumlah gagasan-gagasan baik yang bersifat
tunggal (seperti gagasan kita tentang Tuhan, Dewa, malaikat, surga, neraka, kuda, batu,
putih, gunung dan lain-lain) maupun majemuk (seperti gagasan kita tentang Tuhan
Pengasih, Dewa Perusak, Malaikat pembawa wahyu, kuda putih, gunung batu dan lain-
lain). Bentuk pengetahuan-pengetahuan ini disebut pengetahuan tasawwur (konsepsi).
Seluruh bentuk-bentuk proposisi keyakinan atau kepercayaan apapun pada awalnya
hanyalah merupakan bentuk konsepsi sederhana ini….tetapi pengetahuan tasawwur
(Konsepsi) sebagaimana telah diketahui hanyalah merupakan gagasan-gagasan sederhana
yang di dalamnya belum ada penilaian maka itu ia dapat saja benar atau salah. Oleh
karenanya seseorang tidak diperkenankan untuk merasa puas hanya dengan pengetahuan
124 Badan Pengelola Latihan HMI

konsepsi. tetapi ia harus melangkah untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat yakin
yaitu pengetahuan-pengetahuan tasdhiqi.‖
Langkah pertama konsep yang ditawarkan dalam bab ini adalah membedakan
pengetahuan-pengetahuan tunggal dan majemuk yang bersifat sederhana (tashawwur).
Dibedakan pula beberapa pengetahuan majemuk dan tunggal itu menjadi konsepsi
tunggal dharuri dan konsepsi tunggal nazhori, serta konsepsi majemuk dharuri dan
majemuk nazhori.
Konsepsi tunggal dharuri (mudah) merupakan ide-ide empris kita seperti: batu, gunung,
pohon, gelas dan sebagainya. Kemudian kosepsi tunggal nazhari adalah ide-ide abstrak
seperti malaikat, Tuhan, satu, cinta dan lain-lain. Berikutnya konsepsi majemuk dharuri
berisi ide-ide empiris kita seperti batu putih, rumah sederhana, kertas kosong dan lain-
lain. Sedangkan konsepsi majemuk nazhari (teoritis) berisi tentang ide-ide majemuk
yang abstrak seperti Tuhan satu, Tuhan pengasih, roh jahat dan lain-lain sebagainya.
‖, ―luas bidang segi tiga yang sudut tinggi dan lebarnya masing-masing 4 meter, adalah 8
meter pesegi‖. Kemudian dari pengetahuan serdehana yang belum melalui penilaian
proses berpikir itu, kita melangkah pada pengetahuan yang padanya telah melalui proses
berpikir yang disebut pengetahuan tashdiqi (assent atau pembenaran). Pengetahuan
tashdiqi ini juga terbagi menjadi dua yakni tashdiq daharuri dan tashdiq nazhari. Tashdiq
dharuri adalah pengetahuan penilaian kita yang bersifat mudah dan jelas tanpa berpikir.
Contohnya proposisi ada itu ada, proposisi bahwa sesuatu itu hanya sama dengan dirinya
sendiri, sesuatu itu tidak sama dengan bukan dirinya sediri, bahwa setiap akibat butuh
sebab agar ia dapat maujud, dua garis lurus yang sejajar mustahil dapat bertemu
ujungnya. Menurut hemat saya, tashdiq dharuri ini serupa dengan pernyataan ide
bawaan (innate idea) dari Rene Descartes, sebab semua pengetahuan tashdiq itu hanya
bersifat yakin (a priori). Sedangkan tashdiq nazhari adalah pengetahuan penilaian kita
yang berifat teoritis atau rumit yang memerlukan tindak berpikir. Seperti penilaian kita
terhadap proposisi-proposisi dari kesimpulan ilmiah, misalnya ―derajat sudut segi tiga
berjumlah 180 Kesalahan akibat tidak mampu membedakan pengetahuan tashawwur
(konsepsi) dan tashdiq ini dinisbatkan kepada bapak filsuf modern Rene Descartes.
Contohnya keraguan Descartes pada saat melihat kotradiksi pengetahuan tongkat yang
dimasukan kedalam air. Pada kasus ini Descartes meragukan apa yang ditangkap oleh
panca inderanya. Namun keraguan ini tidak akan terjadi mana kala Descartes dapat
membedakan mana pengetahuan tashawwur (konsepsi) yang belum melalui proses
penilaian dan pengetahuan tashdiq yang telah melalui proses penilaian berpikir.86
Menurut saya, penilaian terhadap Descartes oleh Arianto atau pun oleh pemikir yang
dijadikan sandaran oleh Arianto itu terlalu mendramatisir. Jika kita melihat metode
kesangsian (le doute methodique), Descartes meragukan apa yang menjadi pesrsepsi
inderawi. Namun dari kesangsian ini, Descartes mencari realitas fundamen sebagai
pijakan aksiomatik dalam pengetahuan yakni apa yag disebutnya dengan cogito (beripikir
atau kesadaran diri). Melalui proses berpikir dalam metode kesangsian, Descartes
menemukan kebenaran dan kepastian yang tak tergoyahkan. Sebab dengan berpikir (res
cognitas) kita dapat menemukan kenyataan yang dimengerti secara jelas dan terpilah-
pilah (claire et distincte). Dengan demikian jelas bahwa sekali pun Descartes tidak
mengklasifikasi pengetahuan dalam pengetahuan tashawwur dan tashdiq, namun
Descartes tidak melakukan kesalahan yang dituduhkan dalam epistemologinya. Sebab
Descartes seperti halnya Arianto juga menganggap kebenaran yang kokoh itu diperoleh
melalui proses penilaian pemikiran, sehingga kenyataan yang dipahami dapat dimengerti
secara jelas dan terpilah-pilah.
125 Badan Pengelola Latihan HMI

Pada kasus tongkat yang lurus dan bengkok tadi (tahap persepsi inderawi yang
disangsikan kebenarannya), setelah dilakukan proses penilaian, kita akan menemukan
kebenaran yang terpilah-pilah bahwa tongkat itu terlihat bengkok disebabkan adanya
pembiasan cahaya dalam air. Kembali dalam pembahasan di NDP, problem berikutnya
setelah dapat dibedakan jenis-jenis pengetahuan itu, sampailah kita pada pembahasan
mengenai landasan penilaian (epistemologi) dalam NDP baru. Kita diperhadapkan pada
pertanyaan ―apa yang menjadi landasan pokok untuk menilai seluruh gagasan kita
sebagai benar atau salah?‖ . Perhatikan kutipan teks NDP dibawah ini:
Lantas, pertanyaannya adalah apa landasan pokok penilaian kita di dalam menilai
seluruh gagasan-gagasan kita yang mana kebenarannya mestilah bersifat mutlak dan
pasti ? Dalam kanca perdebatan filosofis ketika para pemikir mencoba menjawab hal
pokok ini terbentuklah tiga mazhab berdasarkan doktrinnya masing-masing. Ketiga
mazhab itu adalah pertama, mazhab ‗metafisika Islam‘ dengan doktrin aqliahnya, kedua,
mazhab emperisme dengan doktrin emperikalnya dan ketiga, mazhab skriptualisme
dengan doktrin tekstualnya.
Pada teks diatas, dalam kajian selanjutnya kita diperhadapakan pada tiga mazhab pokok
dengan segala keutamaannya yakni, empirisme, skriptulisme, dan metafisika Islam. Dan
ketiga mazhab inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menuju ke wilayah pemikiran
ke-Tuhan-an dalam NDP baru. Untuk itu supaya kajian dalam buku ini lebih jelas dan
terarah, kita akan mengkaji satu demi satu tiga mazhab pemikiran tersebut.
1.Empirisme
Sediktnya dalam pembahasan awal, kita telah membicarakan konsep-konsep empirisme.
Konsep ini jelas adalah ajaran yang menjadikan pengalaman inderawi sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan manusia. Serta menjadikan metode eksperimen dengan
logika induktif sebagai kerangka berpikirnya. Seorang anak kecil yang belum memiliki
cukup pengetahuan akan memegang segala benda yang ditemuinya. Ia tak perduli
membahayakan atau tidak. Namun setelah ia menyentuh api misalnya seiring dengan
perkembangannya anak itu akan megetahui bahwa api itu tidak boleh disentuh dengan
tangan telanjang. Demikian pengalaman inderawi memberi pengetahuan pada manusia.
Seperti yang dikatakan Locke dalam teori ―tabula rasa‖ yang telah disinggung dalam
kajian kita di bab terdahulu. Sejatinya empirisme menolak hal-hal yang bersifat
spiritual, metafisis dan nilai-nilai luhur lainnya. Pengetahuan bagi mereka hanyalah
berupa kumpulan pengalaman-pengalaman hidup manusia.
Aliran ini sejalan dengan kaidah saintifik yang mendasarkan penghayatan pada
kenyataan yang terindrai. Jika kita mengatakan matahari itu panas, itu karena
disebabkan oleh indera perasa kita menangkap energy panas dari matahari. Demikian
juga dengan dingin, disebabkan karena indera perasa kita bersentuhan dengan hawa
dingin itu sendiri. Jika muncul proposisi adanya manusia berkepala tiga, atau segi tiga
bersisi empat, akan menjadi sesuatu yang mustahil bagi kaum empiris.
Konsekuensi ketiadaan pengalaman dalam mazhab ini akan bernilai absurd bagi
pengetahua manusia. Jika kita bertanya ―siapa yang membangun benteng Otanaha?‖,
kita dapat menjawab ―manusia‖ sebab walaupun kita tidak menyaksikkannya langsung,
tapi berdasarkan pengalaman kita yang membangun bangunan sejenisnya tidak mungkin
adalah rayap atau burung, jelas bahwa manusialah yang membangun itu. Namun jika
muncul pertanyaan kedua, ―siapakah yang menciptakan bumi beserta segala isinya?‖,
maka bagi kaum empiris ini menjadi omong kosong, sebab penciptaan bumi tidak
memiliki bukti empiris seperti halnya penciptaan benteng Otanaha. Dengan demikian
doktrin empirisme tidak mengakui adanya pencipta alam semesta yang sering disebut
126 Badan Pengelola Latihan HMI

Tuhan itu. Bagi kaum empiris persoalan ke-Tuahan-an hanyalah dogma yang tidak
memiliki dasar objektif.
Dasar pemikiran yang seperti diatas ini, menyebabkan munculnya pertentangan
empirisme dengan aliran metafisika yang mengakui adanya kenyataan yang tak terindrai
adanya. Namun aliran ini (empirisme) tidak sepenuhnya konsisten dengan kerangka
pikirnya sendiri. Misalkan pernyataan ―dalam materi terdapat susunan atom-atom‖ ini
adalah realitas yang justru tak terindrai, tapi mengapa mereka meyakini adanya dengan
menyebutnya sebagai postulat. Mereka berbuat demikian karena ketidak mampuan
mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman indera mereka.88 Demikian juga dengan
adanya gaya gravitasi yang tak terindrai wujudnya. Atau bagaimana dengan mimpi,
sebab pada saat kita bermimpi kita mengalami kejadian dalam mimpi tersebut seperti
nyata adanya. Apakah bagi kaum empiris akan menyebutnya sebagai kebenaran yang tak
terbantahkan. Atau justru kaum empiris akan menyebutnya sebagai ilusi atau gambaran
keinginan yang tidak terpenuhi dialam nyata seperti bahasa kaum psikoanalisis ? Saya
pikir apapun jawabannya kaum empiris secara tidak langsung juga membenarkan atau
mengasumsikan doktrin-doktrin rasionalisme atau metafisis.
Kenyataan lain seperti realitas angka-angka atau bahasa. Apakah angka atau bahasa itu
memiliki realitas objektif atau justru realitas abstrak. Misalkan angka satu, dapatkah
kita melihat atau merasakan realitas dari angka satu itu? Mungkin orang bisa
menuliskannya dengan angka (1) atau huruf (satu), tapi itu hanyalah berupa simbol dari
angka satu dan bukan angka satu itu sendiri. Begitupun dengan bahasa, dalam bahasa
Indonesia, ‗1‘ itu adalah ―satu‖ namun dalam bahasa Inggris ‗1‘ itu adalah ―one‖ beda
bunyi tapi satu arti menunjukan bahwa bahasa juga bukanlah realitas yang partikular
melainkan adalah realitas abstrak. Jika termasuk realitas abstrak, seharusnya kaum
empiris tidak mempercayai bahasa dan angka-angka sebab bahasa dan angka adalah
realitas yang tak terindrai. Bagaimana konsep-konsep abstrak non partikular itu bisa
hadir dalam benak pikiran kita tanpa melalui proses penginderaan? Perhatikan juga
penjelasan berikut.
Pada kasus pergerakan atom yang mulai diperdebatkan oleh Leukippos dan
dikembangkan oleh Demokritos pada abad ke-5 SM. Diasumsikan bahwa atom sebagai
partikel yang tidak terbagi-bagi itu bergerak dalam ―ruang kosong‖ yang kemudian
disebut oleh Newton dengan ruang absolut. Kenyataan yang dapat ditarik disini adalah
―ternyata benda yang terlihat padat itu memiliki ruang-ruang kosong sebagai tempat
pergerakan atom‖. Lebih menakjubkan lagi bahwa sekarang telah ditemukan partikel-
partikel sub atomik yang menyusun atom. Tentunya mereka juga bergerak dan
membutuhkan ―ruang kosong‖ sebagai wilayah pergerakannya. Lalu fisika modern
menemukan lagi partikel penyusun dari parikel-partikel sub atomik tadi yang disebut
quark-semacam pilinan energi dan mulai terungkap juga bahwa quark itu juga tersusun
dari sesuatu yang lebih kecil lagi, dan seterusnya90 akan semakin kecil lagi. Yang
mengesankan pada fakta ilmiah ini adalah teryata benda yang terlihat sangat padat itu
tersusun atas ruang-ruang kosong yang semakin terungkap semakin kecil dan halus. Jika
demikan adanya, kita dapat berpikir atau berasumsi, ternyata realitas yang tampak
sebagai materi itu adalah ―bentuk kasar‖ dari kenyataan yang ada.
Dengan demikian jelaslah bahwa doktrin empirik ini tak sepenuhnya mengandung
kebenaran. Namun bukan berarti kita tidak lagi mempercayai penginderaan kita. Doktrin
empirisme hanyalah sebuah asusmsi pemikiran yang berada pada dititik ekstrim
penolakan terhadap dogma-dogma agama yang pernah menciderai kepercayaan manusia.
Kepercayaan manusia pada kemampuan indra untuk menangkap adanya realitas objektif
127 Badan Pengelola Latihan HMI

telah menjadikan manusia memilih pengindraan sebagai satu-satunya media utama


pengetahuan. Kasus ini serupa dengan penalaran iblis yang memandang Adam dari sudut
pandang materi (terbuat dari tanah) yang terinderai saja. Kemudian dengan keyakinan
seperti itu, iblis menolak untuk menyembah kepada nabi Adam. Padahal penalaran Iblis
tidak sempat menyimak kualitas metafisis dalam diri nabi Adam berupa sebagian roh
yang telah ditiupkan Allah SWT. Dalam Al Quran surat Al Hijr (15): 29 yang artinya:
―Dan apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud‖.
Namun kenyataannya Iblis tidak mengetahui hal itu, kemudian dia menjadi sombong dan
mengingkari keyataan yang sebenarnya. Dalam dunia filsafat, penalaran Iblis itu dapat
digolongkan dalam Filsafat materialisme atau empirisme.
2. Skriptualisme
Skriptual adalah mazhab yang doktrin kebenarannya berdasarkan pada teks-teks kitab
suci. Sesuatu dikatakan salah apa bila tidak memiliki dasar atau keterangan dalam kitab
suci. Asumsi dasar yang terbangun adalah kebenaran kitab suci itu adalah mutlak sebab
kitab adalah perkataan yang diwahyukan dari pemilik segala sesuatu yakni Tuhan. Kaum
skriptualis biasanya berasal dari kaum agamawan yang awam, dimana akal hanya diberi
ruang sempit dalam upaya memahami kebenaran. Akal dianggap sebagai sesuatu yang
terbatas, oleh karenanya tidak dapat digunakan sebagai alat penilai. Jika dijadikan alat
penilai, maka kebenaran yang dihasilkannya akan bersifat relatif. Asumsi yang kemudian
muncul lagi adalah ―untuk apa bergantung pada kebenaran yang relatif, jika pada
kenyataannya terdapat adanya kebenaran mutlak yakni kitab suci‖.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, doktrin empirisme tidak mengakui adanya
Tuhan pencipta. Oleh karena itu, bagi kaum empirisme kerangka berpikir skriptual ini
tidak dapat dipertahankan kebenarannya. Demikian juga kaum skriptual akan
menganggap orang yang tidak percaya pada Tuhan sebagai orang yang mengingkari
adanya kebenaran mutlak atau sesat. Arianto Ahmad mengenai doktrin skriptual dan
hubungannya dengan rasio menuliskan sebagai berikut:
―berbeda dengan kaum rasionalis, bagi kaum skriptualis, akal tidak dapat memahami
kebenaran maupun kebatilan atau kebaikan maupun keburukan. Alasan dari paham ini
dapat dikemukakan sebagai berikut: kebaikan dan keburukan tidak bersifat Dzati.
Kebaikan dan keburukan bukanlah berasal dari sesuatu (selain Tuhan) tetapi berasal dari
Tuhan. Karena itu pada setiap sesuatu itu tidak memiliki kebaikan atau keburukan. Nah,
karena pada setiap sesuatu itu tidak memiliki kebaikan dan keburukan, maka dengan
sendirinya akal selain terbatas ia mustahil dapat memahami hakikat kebaikan dan
keburukan dari sesuatu.
Demikian kuatnya doktrin yang terbangun pada kaum skriptual ini, sehingga menafikan
segala kebenaran selain yang tertuang dalam teks kitab suci. Namun, Arianto tidak
objektif dalam menjelaskan fakta doktrin skriptual ini. Arianto tidak menjelaskan paham
apa yang kerangka pikirnya sama seperti yang dijelaskannya di atas. Sebab tidak
semua pengguna kitab suci adalah berpendirian seperti di atas. Kemudian dalam buku
itu diambilkan contoh sebagai berikut:
―daging babi misalnya, pada awalnya tidaklah berhakikat baik atau buruk, tetapi ia
menjadi buruk ketika telah datang wahyu mengatakan haram. Begitu pula madu pada
awalnya ia tidak berhakikat baik atau buruk tetapi ketika wahyu mengatakan halal maka
ia diketahui sebagai baik. Jadi babi haram bukan karena ia buruk tetapi karena ia
dikatakan haram oleh Tuhan. Begitu juga madu. Ia halal bukan karena baik pada manusia
tetapi karena wahyu menetapkannya sebagai halal.
128 Badan Pengelola Latihan HMI

Secara jelas bahwa Arianto hanya mengambil pemikiran aliran teologi Asy‘ariah yang
mengantakan: ―akal manusia tidak dapat sampai pada kewajiban mengetahui Tuhan‖.
Padahal masih ada aliran teologi lain yang juga mempergunakan teks kitab suci sebagai
kerangka pikirnya. Sepertinya dijabarkannya mazhab skriptual dalam NDP baru
dimaksudkan untuk mendebat metode NDP lama yang menurut sebagian orang, tergolong
tekstual. Namun penggunaan istilah skriptual ini menurut Azhari Akmal Tarigan tidaklah
sepenuhnya benar. Menurutnya, istilah skriptualisme (teks) digunakan oleh William
Liddle ketika membahas Skriptualisme Media Dakwah: Pemkiran dan Aksi Politik Orde
Baru. Azhari Akmal Tarigan selanjutnya mengatakan bahwa lawan dari skriptualisme
adalah substansialisme. Keduanya merupakan pendekatan dalam memahami kitab suci.
Pendekatan pertama meniscayakan pendekatan lahiriyah, zahiriyah atau tekstual. Apa
yang disebut teks itulah yang disebut kebenaran. Sedangkan yang kedua
(substansialisme) merupakan sebuah pendekatan yang melampaui teks.
Berdasarkan fakta diatas, epistemologi dalam NDP baru memiliki kerancuan-kerancuan
secara teoritis dan terkesan kurang ilmiah sebab bersifat subjektif dan cenderung
mencari dalil pembenaran. Jika tidak demikian, seharusnya dalam pembahasan mazhab
skriptual dijelaskan juga mengenai metode lain yakni substansialisme, namun
kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini dapat juga dilihat dari pernyataan yang menjadi
kritik NDP baru terhadap mazhab skriptual: ―bahwa ketika kita kita berdiri di kitab A,
maka kita akan cenderung menyalahkan kitab B‖. Sebenarnya kitab mana yang
dimaksudkan itu, apakah Al Quran atau kitab lain? Jika Al Quran, dalam ayat apa Al
Quran mengajarkan untuk menyalahkan kitab lain? Saya pikir proposisi ini tidak memiliki
dasar yang jelas. Logis tapi tidak rasional. Proposisi ini Justru terkesan sebagai
argumentasi apologi untuk menegaskan posisi rasio diatas teks kitab suci. Jika kita harus
masuk dalam perdebatan itu, maka dimensi intelektualnya agak redup sebab kita
terjebak kembali pada perdebatan klasik kaum teolog.
Kritik lain NDP baru terhadap mazhab skriptual adalah bila mana doktrin skriptual
diperhadapkan pada pertayaan ―apakah Tuhan itu ada? Dan melalui apakah Tuhan itu
diketahui ada-Nya? Maka mereka (kaum skriptualis) dapat menjawab bahwa Tuhan itu
diketahui adanya berdasarkan kitab! Lalu muncul pertanyaan lagi ―dengan cara apakah
mereka menilai kebenaran sebuah kitab? Maka jawabannya sebagai berikut:
1.Berdasarkan Tuhan! Yakni membenarkan kitab melalui Tuhan. Argumen ini agak rancu.
Sebab bagaimana kita bisa memberikan penilaian benarnya sebuah kitab berdasarkan
Tuhan, bila mana kepercayaan terhadap Tuhan itu sendiri diperoleh nanti melalui kitab
itu. Sederhananya demikian: Dapatkah seseorang yang belum mempercayai Tuhan akan
mempercayai kitab yang berasal dari Tuhan? Maka jawabannya adalah ―mustahil‖.
2.Berdasarkan kitab! Yakni membenarkan kitab berdasarkan kitab pula. Jika ini adalah
jawabanya, apakah setiap kitab niscaya kebenaranya? Tentu jawabannya adalah tidak.
Nah, kalau kebenaran berita itu tidaklah niscaya, maka dapatkah kita menilai segala
sesuatu itu termasuk kitab itu dengan kitab? Tentu jawabannya mustahil! Ini berarti
bahwa kitab bukanlah kriteria dasar dalam menilai segala sesuatu.
Dari pejelasan diatas, saya ingin menambahkan jawaban yang mungkin lupa
dicantumkan. Jawaban ketiga adalah berdasarkan media penyampainya atau nabi dan
rasul yang menjadi perantara turunnya wahyu (kitab) itu. Kita coba berandai-adai lalu
mengajukan pertanyaan pada diri sendiri. Seandainya kita hidup di zaman nabi dan
rasul, di zaman nabi Muhammad misalnya. Apakah kita akan termasuk orang-orang yang
tergolong percaya pada nabi atau justru tidak? Silahakan pembaca merenungkannya!
Yang jelas, nabi adalah manusia yang meyakinkan manusia lain akan adanya Tuhan.
129 Badan Pengelola Latihan HMI

Mungkin kita akan mengeluarkan pertanyaan serupa dengan pertanyaan diatas,


bagaimana kita yakin bahwa nabi itu utusan Allah? Jawabannya melalui kukjizat yang
diperlihatkan kepada orang-orang yang meragu itu. Mukjizat itu dapat berupa kejadian
suprarasional maupun dalam bentuk kitab dan penjelasan-penjelasan rasionalnya. Saya
pikir tidak ada wahyu tanpa nabi yang mengajarkannya.
Pada argumentasi kritik diatas, tampak jelas bahwa penulis NDP baru itu adalah seorang
rasionalis yang mengedepankan prinsip-prinsip logika sebagai prinsip dasar dalam menilai
segala sesuatu. Kajian NDP Baru mengharuskan pengakuan adanya Tuhan dulu baru
melangkah pada percabangan kepercayaan yang lainnya.
Namun bagi saya, prinsip-prinsip logika yang ada itu tidak lebih sebagai alat bantu
pemikiran saja, dan bukan sarana untuk mengungkapkan eksistensi makna atau rasa.
Pada dasarnya logika hanya mempersoalkan penggunaan proposisi dalam kalimat-kalimat
yang teratur, tidak pada persoalan makna yang sebenarnya. Oleh sebab itu kebenaran
bergantung pada kekuatan argumentasi. Sebagai contoh Zeno yang memperdebatkan
gerak dalam ruang tidaklah ada. Lalu hanya dengan kekuatan argumentasi, Zeno dapat
membuktikan kebenaran pendapatanya.
3. Metafisika Islam
Karena dua mazhab terdahulu telah gugur menurut NDP baru, maka metafisika Islam
menjadi solusi untuk dijadikan sebagai kerangka pikir utama dengan tidak meniadakan
dua doktrin terdahulu (empiris dan skriptual). Metafisika berasal dari bahasa Yunani
yakni meta ta physica (sesudah fisika); dari meta (sesudah) dan physikos (menyangkut
alam) atau physis (alam). Pada dasarnya berarti pembahasan kenyataan yang melampaui
alam fisis.
Asal usul kata metafisika tidak tentu. Aristoteles tidak menggunakan istilah itu kendati
ada satu kompilasi dari karya-karyanya yang disebut metafisika.100 Nama metafisika
muncul pertama kali dalam arti sekarang dalam karya filsuf Neo-Platonis, Simplicuis.
Ilmu yang dilukiskan oleh istillah ini sudah dimulai secara sistematis dalam abad ke-4 SM
oleh Aristoteles
NDP baru menjelaskan bahwa metafisika itu bertumpu pada doktrin aqliahnya atau pada
rasio. Namun rasionalisme yang digunakan adalah rasionalisme dalam Islam. Arianto
dengan mengutip Iqbal menjelaskan perbedaan antara rasionalisme Barat dan
rasionalisme dunia Islam. Rasionalisme Barat menolak indera sebagai sumber
pengetahuan yang valid, namun bagi rasionalisme dalam Islam mengakui bahwa indera
juga sampai pada batas tertentu merupakan salah satu alat pengetahuan manusia yang
dapat diandalkan.
a. Prinsip Niscaya Lagi Rasional (PNLR)
Diskusi metafisika ini kemudian menghadirkan adanya dua pengetahuan terdahulu yang
menjadi pokok utama dalam pegetahuan manusia yaitu: pertama, Prinsip Nicaya Lagi
Rasional (PNLR) yang terdiri dari Prinsip Non-kontradiki dan Prinsip Kausalitas. Prinsip
Niscaya Lagi Rasional ini juga disebut dengan prima principia. Prinsip ini dikatakan
niscaya lagi rasional karena ia merupakan ―watak aktual dari realitas objektif segala
sesuatu‖ yang tercermin pada akal sehingga membuat akal menjadi teraktual. Dikatakan
teraktual pada akal karena pengetahuan ini sebagaimana pada setiap akal manusia
adalah aktualitas potensi pada akal itu sendiri. Jadi pada awalnya akal hanyalah
merupakan suatu realitas potensial, sesuatu yang mungkin keberadaannya.
Kedua yang menjadi pengetahuan terdahulu adalah pengetahuan-
pengetahuan yang setiap kepin-gnya menjadi sebab bagi informasi lainnya, seperti data-
data empiris hasil survey, observasi, maupun eksperimen.104 Dijelaskan juga oleh
130 Badan Pengelola Latihan HMI

Arianto bahwa pengetahuan ini sebenarnya adalah pengetahuan baru atau bukanlah
pengetahuan yang paling dasar. Dikatakan pengetahuan terdahulu karena dari data-data
itu, dapat diperoleh pengetahuan baru. Misalnya ketika kita melihat kontradiksi tongkat
lurus yang bengkok setelah dimasukan dalam air, kita dapat melakukan observasi
terhadapa fakta itu. Dan dari data-data observasi itu, kita memperoleh pengetahua baru
yakni persoalan pembiasan cahaya.
Prinsip Niscaya Lagi Rasional (PNLR) inilah yang menjadi argumen mendasar dalam
pembicaraa epistemologi dalam NDP baru. Sebab sebagaimana dijelaskan diatas, NDP
baru amat yakin bahwa PNLR ini adalah watak dasar dari kenyataan yang ada. Namun
ketika ditanyakan dengan cara apa penilaian kebenaran PNLR itu? Maka jawabannya
adalah ―dengan menggunakan PNLR itu sendiri‖ karena tidak ada alat penilaian lain yang
lebih prinsipil selain PNLR itu. Disinilah saya melihat inkonsistensi dari kerangka pikir
NDP baru ini. Ketika membahas skriptual, dimustahilkan pembenaran kitab berdasarkan
kitab itu sendiri karena tidak semua kitab niscaya kebenarannya. Namun disini PNLR
dibolehkan menilai dirinya sediri. Bagai mana mungkin kita menilai sesuatu dengan
sesuatu yang sementara kita nilai itu? Saya pikir ini menjadi proposisi yang rancu untuk
diterima sebagai kebenaran yang niscaya. Kalau demikian, PNLR itu bukanlah alat penilai
yang mendasar bagi pengetahuan manusia. Mungkinkah ada alat penilai yang lain dalam
pengetahuan manusia? Kita akan menjawabnya pada pembahasan Dasar-Dasar
Kepercayaan dalam buku ini.
b. Prinsip Non-kontradiksi
Prinsp non-kontradiksi itu menyatakan bahwa sesuatu itu tidak sama dengan bukan
dirinya sendiri (A≠-A). Dari pengetahuan ini diturunkan prinsip
berikut: a) prinsip keselarasan/identitas yang menya-takan bahwa sesuatu itu hanya
sama dengan dirinya sendiri (A=A), b) prinsip ketakterbatasan/keabadian yang
menyatakan bahwa sesuatu itu tidak mungkin (mustahil) menjadi bukan dirinya (A=>≠-A).
Dan prinsip kausalitas yang menyatakan bahwa setiap akibat selalu membutuhkan
sebabnya agar ia dapat eksis (A←S). Dari prinsip itu diturunkan prinsip-prinssip berikut:
a)prinsip keselarasan kausssalitatif yang menyatakan bahwa akibat selalu selaras dengan
sebab tunggalnya, b) prinsip kesemasaan kausalitatif yang menyatakan bahwa akibat
selalu bersama dan tak pernah terpisahkan dari sebabnya.
Selain itu, menurut hemat saya prinsip non-kontradiksi itu hanyalah sebuah rumusan
yang mengharuskan konsistensi pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari terjadiya kontradiksi seperti yang sudah disyaratkan
dalam prinsip berpikir non-kontradiksi itu. Juga sebagai rumusan yang mengidentifikasi
kenyataan yang berbeda-beda, dan bukan sebagai watak dasar dari segala kenyataan
yang ada. Justru reakitas kontradiksi yang menurut saya adalah watak dasar dari
kenyataan. Saya katakan demikian karena prinsip ini tidaklah mampu menjawab
pertanyaan ―kenapa manusia itu bisa mengetahui justru dari hal yang kontradiksi?‖
pertanyaan ini cukup mendasar dan jawabannya tidak cukup hanya dengan menggunakan
rumus-rumus matematis seperti yang dilakukan dalam PNLR itu. Dan kalau pun prinsip ini
benar, kontradiksi apa dan dengan siapa sehingga muncul rumus non-kontradiksi itu? Jika
dijawab dengan pengetahuan manusia, berarti ada pengetahuan terdahulu lagi sebelum
PNLR itu. Atau yang dimaksudkan adalah kontradiksi antara ide dan realitas. Jika ini
sebagai jawabannya, maka sebenarnya dari manakah ide yang berkotradiksi dengan
realitas itu? Berarti antara ide dan realitas itu memiliki peluang untuk saling
berkontradiksi. Nah, pernyataan demikian ini justru hanya menunjukan adaya jurang
pemisah antara ide dan realitas sebagai dua kenyataan yang berbeda. Secara tidak
131 Badan Pengelola Latihan HMI

langsung, hal ini dapat megarah pada adanya relativitas kebenaran sebagai konsekuensi
persesuaian dan tidaknya ide dan realitas pada masing-masing individu. Sebagai contoh
Dua orang yang berbeda paham dapat memiliki penilaian yang berbeda terhadap suatu
kebenaran. Seandainya non-kontradiksi ini adalah watak dasar dari segala kenyataan,
maka pastilah penerimaan kebenaran kedua orang itu tidak akan berbeda-beda.
Jawaban lain yang mungkin muncul dari soal ini adalah ―dua orang yang berbeda paham
tadi bisa saja berbeda dalam menilai kebenaran sesuai pahamnya masing-masing, tapi
ketika dua orang itu melihat batu, menjadi hal yang tidak mungkin untuk mengatakan
bahwa itu bukan batu‖ artinya tidak terjadi kontradiksi (non-kontradiksi) antara ide
dengan realitas. Bila demikian adanya, tidaklah pas dikatakan sebagai prinsip niscaya
lagi rasional, sebab keberadaan pengetahuan itu belum melalui proses penilaian
(tashawwur). Saya lebih sepakat prinsip ini diistilahkan dengan ide bawaan (innate idea)
atau prinsip-prinsip intuisi atau prinsip-prinsip logika. Dalam ilmu logika dikenal tiga
macam prinsip yakni: prinsip identitas, prinsip kontradiksi dan prinsip tiada jalan tengah
(penolakan kemungkinan ketiga).
Prinsip identitas adalah prinsip berpikir yang mengatakan bahwa sesuatu itu adalah dia
sendiri bukan yang lainnya.107 Artinya sesuatu itu hanya sama dengan dirinya sendiri
(A=A dan A≠-A). Prinsip ini mirip dengan prinsip non-kontradiksi dalam NDP baru. Prinsip
berikutya adalah prinsip kontradisi yaitu prinsip berpikir yang menolak adanya
argumentasi benar sekaligus salah dalam waktu yang sama. Hal yang ada tidak mungkin
tidak ada pada saat yang bersamaan. Prinsip ini juga mirip dengan prinsip non-
kontradiksi, bedanya prinsip logika ini kebenarannya ditarik dari dua hal yang
berkontradiksi. Contoh antara A dan bukan A, jika sesuatu itu bukan A, tidak mungkin
pada saat itu ia adalah A. Namun perlu diperhatikan bahwa pernyataan A itu menjadi
maujud karena adanya pernyataan yang bukan A. Jadi dalam hal ini, kontradiksilah yang
memberikan kejelasan dalam pengambilan kesimpulan atau dalam menilai
sesuatu. Prinsip ketiga adalah penolakan kemungkinan ketiga adalah prinsip yang
mengatakan bahwa dalam sebuah proposisi, jika bukan pengingkarannya pasti
pengakuannya yang benar tidak mungkin ada kemungkinan ketiga yakni salah atau benar
kedua-duanya. Contoh:
Saudara dari ayah kita adalah paman Yosep bersaudara dengan ayah Rizal
I.Yosep adalah paman Rizal (pengakuan) II.Yosep bukan paman Rizal (pengingkaran)
Pada contoh ini dapat dilihat bahwa yang benar adalah pengakuannya, tidak mungkin
kedua-duanya benar pada saat yang sama. Namun perlu saya tegaskan kembali bahwa
logika tidak menyentuh pada wilayah makna. Logika tidak mampu menjelaskan bentuk-
bentuk perasaan seperti manis, indah, atau tidak indah, karena semua hanya bertumpu
pada aturan berpikir itu sendiri.
Prinsip Niscaya Lagi Rasional ini juga tidak mampu menjelaskan atau tidak terbuka pada
konsep perubahan seperti yang dikatakan Heraclitus. Sebagai contoh, ―pakaian Umin
yang baru dicuci itu lebih harum dari pada pakaian Muvi, sebab Muvi belum mencuci
pakaiannya. Tapi setelah Muvi mencuci pakaiannya dan pakaian Umin menjadi kotor,
maka pakaian Muvi menjadi lebih harum dari pada pakaian Umin‖ . Pada contoh ini,
pakaian Muvi menjadi harum dan tidak harum (terjadi kontradiksi). Pertanyaan
kemudian adalah ―apakah prinsip non-kontradiksi akan menyangkal kenyataan ini?‖
Karena itu bagi saya PNLR ini hanya mengkaji kenyataan yang ―ada‖ bukan sesuatu yang
―menjadi‖. Dengan demikian saya berkesimpulan terlalu tergesah-gesah jika harus
menganggap PNLR itu sebagai prinsip niscaya atau watak dari segala kenyataan.
c.Prinsip Kausalitas
132 Badan Pengelola Latihan HMI

Prinsip selanjutnya dalam PNLR ini adalah prinsip kausalitas (sebab-akibat). Sebagai
mana prinsip-prinsip terdahulu, prinsip ini juga perlu menjawab soal-soal agar ia dapat
mempertahankan kebenaran doktrinnya. Sebelumnya telah muncul beberapa tokoh yang
menyoal dan meragukan kebenaran hukum kausalitas ini. Tokoh-tokoh terserbut seperti
David Hume dan Tan Malaka. David Hume sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya
menganggap kausalitas itu sebagai hukum yang muncul dari pandangan subjektif belaka.
Demikian juga dengan Tan Malak beranggapan kausalitas itu tidak pernah ada dalam
proses dialektika. Namun kedua tokoh ini telah dikritik dengan tajam oleh Arianto
Ahmad dalam bukunya ―Landasan dan Kerangka Berpikir Ilmiah dan Filosofis. Kritikan ini
berusaha untuk menepis keraguan terhadap kebenaran hokum ini. Setelah saya membaca
kritikannya, alangkah baiknya kita pertimbangkan kembali kebenaran atas kritik-kritik
tersebut.
Pertama, kausalitas menurut David Hume dan kritik atasnya. Hume pada dasarnya
beranggapan bahwa sebab akibat itu hanyalah rangkaian kesan-kesan yang terjadi secara
berulang-ulang. Urutan kejadian yang terjadi secara berulang-ulang ini ditangkap oleh
kesadaran kita, kejadian yang terjadi sebelumnya disebut sebagai sebab dan yang
belakangan disebut sebagai akibat dari kejadian sebelumnya tadi. Kejadian yang terus
menerus ini menjadi kebiasaan pada realitas indrawi yang kemudian disimpulkan
menjadi hukum-hukum sebab-akibat. Untuk lebih jelasnya, dalam hubungannya dengan
Hume, kita perhatikan penjelasan Bertrand Russell dibawah ini:
….hal yang sama juga berlaku pada hubungan antara nyeri mendadak dan rintihan.
Namun pandangan itu berubah menjadi sulit dalam fisiologi. Diantara keinginan untuk
menggerakkan lengan saya dan gerakan susulannya terdapat serangkaian panjang
perantara sebab-akibat yang terdiri dari proses-proses di dalam syaraf dan otot. Kita
hanya melihat tahap akhir dari proses ini, kemauan dan gerakan, dan kalau kita merasa
melihat hubungan sebab-akibat langsung antara kesemuanya itu, berarti kita salah.
Argumen ini tidak meyakinkan pada tataran umum, namun ia menunjukkan bahwa
terlalu gegabah kalau kita menduga bahwa telah melihat hubungan sebab-akibat kita
merasa demikian. Karenanya, keseimbangan itu mendukung padangan Hume bahwa yang
terdapat di dalam penyebab tidak lain adalah pergantian tetap….
Berdasarkan landasan pemikiran empirisnya, Hume meyakini bahwa hubungan kausalitas
itu tidaklah memiliki realitas objektif sebagaimana yang diyakini selama ini. Kausalitas
tidak lebih dari pada perasaan subjektif dari hubungan dua pengalaman yang terjadi
secara kontinue. Contoh lain dapat kita lihat seperti yang dikutip sendiri oleh Arianto
dari Dr. Harun Hadiwijono adalah sebagai berikut:
―kita menuangkan air di dalam bejana, kemudian di bawah bejana itu kita nyalakan api.
Setelah beberapa waktu air itu mendidih. Apa yang diberitahukan oleh pengamatan kita?
Semula pengamatan kita mendapatkan kesan gejala pertama, yaitu air dalam bejana.
Setelah beberapa waktu pengamatan mendapatkan kesan gejala kedua, yaitu air
mendidih. Oleh karena kesan gejala kedua itu kita terima setelah ada api dibawah
bejana, pada hal kesan itu terus-menerus kita terima jikalau ada api ditempatkan di
bawah bejana berisi air, timbullah asosiasi tertentu….
Kurang lebih seperti inilah pemahaman Hume mengenai sebab-akibat itu. Dalam contoh
sebelumnya, Russell menjelaskan pandangan kausalitas Hume dengan sebuah gerak
refleks yang terjadi ketika kita merasakan nyeri dan rintihan. Kita menurut contoh itu,
berkesimpulan bahwa penyebab rintihan adalah rasa nyeri yang dirasakan itu. Namun
dalam kasus ini kita lupa selang waktu antara rasa nyeri dengan keinginan untuk
merintih melibatkan proses sebab-akibat yang lain. Jadi kita salah jika hanya menilai
133 Badan Pengelola Latihan HMI

hasil akhirnya lalu menyimpulkan adanya hubungan sebab dan akibat antara rasa nyeri
dan rintihan. Demikian juga dalam contoh yang kedua jelas sekali digambarkan
pemikiran Hume yang menganggap kausalitas itu sebagai kejadian berulang-ulang yang
dialami oleh kesadaran kita. Antara api dan mendidihnya air itu setelah terjadi hubungan
yang sama seara berulag-ulang, maka akan menjadi dalam pengalaman empiris manusia.
Dari kebiasaan inilah menurut Hume muncul pemikiran tentang adanya hukum sebab-
akibat itu.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, pemikiran Hume ini menuai kritikan keras dari
berbagai orang, diantaranya adalah Arianto Ahmad. Dengan bercermin pada prinsip
kausalitas para filsuf muslim, Arianto memaparkan kritiknya terhadap Hume seperti
dibawah ini:
1. Menurut Arianto, Hume kurang memahami hukum kausalitas itu, yang dipahami Hume
sebagai prinsip kausalitas tidak lain adalah hubungan konjungtif. Misalnya siang dan
malam, panas dan dingin, sekalipun terjadi berulang-ulang dan berurutan tidak
menunjukan adanya hubungan sebab-akibat itu. Berbeda dengan kasus jatuhnya apel
yang membuat bingung Issac Newton. ―Kenapa apel itu bisa jatuh dan tidak melayang ke
atas?‖
2. Jika yang dipahami oleh Hume, prinsip kausalitas itu hanya sebatas hubungan
subjektif dari kebiasaan atau pengalaman terhadap dua kejadian yang saling berurutan,
dimana kejadian pertama sebagai sebab dan kejadian berikutnya sebagai akibat, maka
bagaimana Hume menjelaskan hubungan antara gerak sepatu dan gerak kaki? Dalam
kasus ini, antara gerak sepatu dan gerak kaki tidaklah terjadi secara berurutan
melainkan terjadi secara bersamaan. Dari sini muncul pertanyaan apakah kejadian yang
terjadi secara bersamaan itu terdapat hubungan sebab-akibat? Jika didasarkan pada
pemahaman Hume mengenai kausalitas, maka jelas logika menjadikan argumentasi
Hume runtuh dengan sendirinya.
3. Pada dasarnya Hume memahami bahwa gagasan kausalitas yang menyatakan bahwa
‗setiap peristiwa atau kejadian pastilah memiliki sebab khususnya‘ bukanlah merupakan
keniscayaan realitas objektif. Hume melihat tidak adanya hubungan objektif antara
sebab dan akibat itu. Lantas, apakah Hume akan menuntut semua orang sebagai sebab
terbunuhnya anaknya?dalam hal ini Hume meyakini tiadanya hubungan objektif antara
sebab dan akibat itu, maka kematian anaknya sebagai akibat dan pembunuh sebagai
sebab tidaklah memiliki hubungan yang objektif.
Kedua, kausalitas menurut Tan Malaka dan kritik atasnya. Dalam bukunya yang berjudul
Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika) yang sangat terkenal itu, Tan Malaka
menjelaskan kausalitas dengan mengambil contoh nenek moyang kita. Begini ceritanya,
nenek moyang kita yang menetap di gua-gua itu suatu ketika mematahkan dahan kayu.
Lalu dahan itu dipisahkan dengan ranting dan daunnya. Proses demikian kita sebut
sebagai pekerjaan membuat tongkat. Dengan tongkat itu si nenek dapat memukul kepala
ular, menjangan dan monyet untuk dijadikan makanan. Berkali-kali si nenek membuat
tongkat dan membunuh binatang dengan tongkat itu, dari bapa turun ke anak cucu.
Singkat cerita, menurut Tan Malaka, si nenek disebut sebagai sebab dan tongkat disebut
sebagai akibat. Namun dalam sudut pandang lain, tongkat itu dapat juga menjadi sebab
bagi kelangsungan hidup si nenek itu. Karena dengan tongkat itu, si nenek dapat
membunuh binatang untuk dijadikan makanannya.
Pada kasus ini, secara dialektik akibat dapat sekaligus menjadi sebab. Oleh karena itu,
sebab-akibat itu hanyalah pikiran yang muncul dari kenyataan yang berdialektika. Tan
Malaka juga mengomentari adanya sebab terakhir yang tak bersebab sebagai suatu
134 Badan Pengelola Latihan HMI

kerancuan logika (kita akan bicarakan nanti pada pembahasan Dasar-Dasar


Kepercayaan).
Tanggapan Tan Malaka ini juga menuai kritik tajam dari Arianto Ahmad. Menurut Ariant
terdapat beberapa kelamahan dan kemuskilan-kemuskilan dalam pandangan Tan Malaka
tersebut diantaranya:
1. Penafsiran atau cara pandang Tan Malaka terhadap prinsip kausalitas hanya sebagai
sebuah hubugan-hubugan subjektif (sebuah sangkaan belaka) yang terbentuk dalam
pikiran sejak dari nenek moyang kita sehari-hari persis seperti David Hume
memahaminya.
2. Karena kausalitas dalam pandagan Tan Malaka adalah bersifat dialektik atau daur
dalam istilah lain, makanya wajar bila Tan Malaka menolak kausalitas.
3.Pandangannya yang mengatakan bahwa ahli filsafat mentah pada zaman nenek moyang
kita itu tidak bisa terlalu disalahkan kalau ia memandang bahwa ―si pembuat‖ tongkat
sebagai penyebab tongkat semata-mata. Dan tongkat itu juga dapat menjadi sebab
dalam sudut pandang lain. Artinya bahwa disini sebab itu menjadi relatif begitu pun
dengan akibat menjadi relait juga. Dengan alasan ini, jelas bahwa sebab akibat itu tidak
lebih dari buatan persangkaan pikiran dari adanya pengalaman turun-temurun dari nenek
moyang dahulu. Menurut Arianto, hal ini disebabkan karena Tan Malaka melupakan
persoalan penting tentang kausalitas yakni empat macam sebab dalam kausalitas: sebab
efisien, sebab material, sebab formal, dan sebab final.
Contoh yang diangkat Tan Malaka sebab efisien itu adalah si nenek tadi itu, kemudian
sebab material adalah kayu yang dipatahkan si nenek tadi, sebab final adalah si nenek
itu juga, karena tonkat itu dibuat untuk keperluan si nenek itu juga. Sedangkan sebab
formal adalah bentuk dari pada tongkat itu. Pada kasus inilah Tan Malaka disebut oleh
Arianto tidak dapat membedakan mana sebab efisien dan mana sebab final. Tan Malaka
dalam pemikirannya itu lanjut Arianto, hanya meyakini adanya satu sebab yakni sebab
efisien saja. Karena itu sebab bisa dianggap sekaligus sebagai akibat (teori daur).
Ketiga, kausalitas menurut Al-Ghazali dan kritik atasnya. Seperti halnya dua pemikir
yang sudah kita bicarakan di atas, Al-Ghazali memandang hubungan kausalitas sebagai
hubungan yang tidak wajib. Antara sebab dan akibat memiliki atau masing-masing
bersifat individual. Penegasan atau penapian, eksistensi atau non eksistensi, salah
satunya tidak mengimplikasikan penegasan atau penegasian eksistensi atau non
eksistensi yang lainnya. Contoh, pemuasan dahaga tidak berarti minum, kenyang tidak
berarti makan, terbakar tidak berarti bersetuhan dengan api sebab api bukanlah
pembakar.
Kosep ini ditulis oleh Al-Ghazali dalam kitab yang berjudul ―Tahâfut al-Falâsifat‖.
Menurut Al-Ghazali, hubungan antara sebab dan akibat tidak bersifat dharûrîy
(kepastian), dalam pengertian keduanya tidak merupakan hubungan yang mesti berlaku,
tetapi keduanya masing-masing memiliki individualitasnya sendiri-sendiri. Air yang
membasahi, api yang membakar hanyalah bentuk-bentuk adat dan kebiasaan alam
bukanlah suatu kemestian seperti halnya kemestian sebab-akibat. Bagi Al-Ghazali semua
itu terjadi semata-mata atas izin dan kekuasaan Allah. Jadi sebab-akibat itu tidak
terjadi secara horizontal melainkan terjadi secara vertikal yakni antara pencipta dan
ciptaan. Atas dasar inilah pandangan Al-Ghazali tidak sepenuhnya menolak hukum sebab-
akibat. Yang ditolak Al-Ghazali adalah pendapat para filosof Muslim yang mengatakan
bahwa hubungan sebab-akibat itu merupakan hubungan kepastian atau keniscayaan.
Manusia yang mengetahui kebiasaan alam ini, akan dapat menghubungkan adanya sebab
dan akibta itu. Tapi jika terjadi penyimpangan kebiasaan yang tidak biasanya terjadi
135 Badan Pengelola Latihan HMI

seperti adanya mayat yang hilang, Musa membela lautan, Sulaiman (king Solomon) yang
dapat bicara dengan binatang, maka mereka akan menganggapnya tidak rasional atau
menjadi muskil. Kata Al-Ghazali, para filosof Muslim mengingkari kasus tidak
terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak
mungkin, kecuali dengan menghilangkan sifat membakar dari api atau mengubah diri
(zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.
Menurut pandangan Al-Ghazali bahwa api itu tidak membakar Nabi Ibrahim karena
memang api bukan pembuat terbakar. Disinilah Al-Ghazali melihat adanya sebab-akibat
itu terjadi secara vertikal, pada garis kekuasaan dan kehendak Allah semata.
Berdasarkan pandangan-pandangan ini, Arianto menaruh keberatan terhadap kebenaran
pedapat Al-Ghazali. Bagi Arianto, bagaimana Al-Ghazali (kaum Asy‘ariah) atau Hume
dapat menjelaskan setiap kejadian alam dan fenomena sosial? Misalkan ketika ada orang
yang memotong telinga Hume dari belakang yang ia tidak melihatnya, maka dapatkah
Hume dan Asy‘ariah itu memberikan jawaban.
Sesuai dengan pemahamannya tentang kausalitas maka Hume tidak dapat
mempersalahkan siapa-siapa. Karena bagi Hume tidak ada hubungan objektif antara
sebab dan akibat itu. Demikian juga dengan Al-Ghazali, yang mengatakan sebab itu
hanya berasal dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang menjadi penyebab bagi terpotongnya
telinga Hume. Dan di sini, Tuhan yang harus dipersalahkan atas kejadian itu. Dengan
demikian pengertian ini tidak mensucikan Tuhan, melainkan sebagai penyebab segala
sesuatu yang hanya mensucikan perbuatan-perbuatan bejad dan zalim.
Berdasarkan kerancuan-kerancuan memahami hukum kausalitas itu, dipandang perlu
untuk menegaskan hukum-hukum atau prinsip dari kausalitas itu sendiri.
Prinsip kausalitas itu terdiri atas dua yakni: 1) Prinsip keselarasan kausalitas yang
mengatakan bahwa mustahil suatu sebab itu akan mengakibatkan akibat yang
diakibatkan oleh sebab lain dan mustahil sebuah akibat tertentu (khusus) berasal dari
sebab lain. Misalnya air (H2O) adalah persenyawaan antara Hidrogen (H) dan Oksigen
(O2). Maka sebab eksisnya air (akibat) adalah Hidrogen dan oksigen, tidak mugkin
Hidrogen dan Oksigen dapat mengakibatkan yang lain (sebab khusus) 2) Prinsip
kesemasaan kausalitas yang mengatakan bahwa setiap akibat selalu selalu membutuhkan
sebab agar dapat eksis. Sehingga berdasarkan prinsip tersebut, sebuah akibat agar tetap
eksis ia mesti selalu bersandar dan bersama sebabnya.
Prinsip kedua ini menurut Arianto sering disalah pahami dengan membuat proposisi
―setiap yang ada pasti memiliki sebab‖ . Jika kesalahan ini digunakan dalam lapangan
pemikiran, akan melahirkan orang-orang yang tidak mempercayai adanya sebab pertama
yang tidak bersebab. Ada pun hubungan prinsip kausalitas dengan prinsip non-kontradiksi
adalah: Sebab ≠ bukan sebab, Sebab = Sebab, Akibat ≠ bukan akibat, Akibat = akibat
***
B.Catatan Tambahan
Sejauh ini, kita telah mendiskusikan pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam NDP baru.
Ada perubahan mendasar yang terjadi dalam konstruk berpikir NDP baru ini dimana
kebenaran bergantung pada kekuatan argumentasi.
Tentunya kita tahu bersama bahwa pola yang demikian itu adalah salah satu cirri kajian
logika dan filsafat. Kita dapat melihat rumus-rumus yang digunakan seprti halnya rumus
matematika dan hokum-hukum yang ditarik pada rumus itu sejauh pengetahuan saya
hanya menunjukan kelogisan bukan pada kenyataan yang sebenarnya. Misalkan 2 + 2 = 4
kita tidak mungkin membantah kelogisan pernyataan itu. Tapi apabila kita bertanya apa
yang ditunjukan oleh angka dua (2) itu? Apakah suatu benda atau hanya bentuk konsep
136 Badan Pengelola Latihan HMI

saja. Seandainya yang dua itu adalah gelas, maka 2gelas + 2gelas = 4gelas. Nah,
bagaimana jika 2gelas + 2sendok =…….? Apa bila kita tidak terikat dengan aturan
matematis, tentu kita dapat menyebutya berjumlah empat (4) dengan kalasifikasi
perabot rumah tangga, namun jika kita terikat pada hukum matematis, tentu kedaunya
tidak bisa dijumlahkan.
Atau perhatikan juga contoh berikut: lihat angka: 2 < 4, tetapi 4 < 6. Maka angka 4 disini
besar sekaligus kecil. Apakah asas non-kontradiksi akan menutup mata dalam kasus
seperti ini. Tentu ―tidak‖, kita harus mengakui bahwa selain non-kontradiksi ada juga
kenyataan yang kontradiksi. Dan harus diakui dari kontradiksi inilah asas non-kontradiksi
lahir, jika tidak ada yang berkontradiksi, tentu tidak akan ada non-
kontradiksi. Kesimpulan saya bahwa asas non-kontradiksi itu merupakan identifikasi
terhadap kenyataan-kenyataan yang berkontradiksi.
Hukum logika merupakan hukum pemikiran yang diciptakan oleh pemikiran itu sendiri.
Pikiran tidak seharusnya tunduk pada hukum ciptaannya sendiri, melainkan aturan logika
itu yang tunduk pada pikiran. Artinya bahwa tidak ada keniscayaan pada hukum logika
tertentu, yang ada adalah pembaharuan hukum-hukum logika oleh kemampuan berpikir
kita (res cognitas).
Apa yang terjadi jika hukum logika menguasai pikiran kita?
Jawabannya adalah kecenderungan kita untuk memiliki hak veto terhadap kebenaran
berpikir. Kita dapat melihat bukti ini dalam perang pemikiran para filsuf disepanjang
sejarah pemikiran manusia. Dan juga perang pemikiran yang baru saja kita bicarakan
dalam kajian kita di atas. Masalahnya yang mendasar adalah yang kita pahami itu
bukanlah sesuatu yang ―ada‖ dan statis melainkan sesuatu yang ―menjadi‖ d nsenantiasa
a
berubah.
Demikian juga dengan hukum sebab-akibat akan menjadi benar jika dia diukur dengan
hukumnya sendiri. Contohnya, prinsip kesemasaan kausalitas bahwa setiap akibat
membutuhkan sebab agar dapat eksis. Pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat
mengetahui mana sebab dan mana akibat? Pada sisi ini pikiran Hume mempunyai sisi
kebenaranya bahwa ide pertama disebut sebagai sebab dan ide yang muncul berikutnya
disebut sebagai akibat. Kritikannya Arianto terhadap Hume dibumbuhi dengan contoh
antara gerak sepatu dan gerak kaki yang terjadi secara bersamaan. Pada kasus seperti ini
menurut Arianto tidak dapat dibedakan mana ide pertama dan kedua sebab antara gerak
kaki dan sepatu itu terjadi secara bersamaan.
Sepintas kita layangkan pikiran kita kebelakang, manakah yang duluan diketahui gerak
kaki atau gerak sepatu? Jika ide kita lebih dahulu mengetahui antara kaki dan sepatu
adalah kaki yang bergerak, akan mucul kesimpulan bahwa gerakan kakilah yang menjadi
sebab bagi gerakan sepatu (akibat). Maka pada bagian ini menurut saya Hume benar.
Nah, bagaimana dengan hubungan objektifitas sebab-akibat itu?
Arianto menganggap Hume menghilangkan hubungan antara sebab dan akibat itu.
Menurut Hume sebab-akibat itu tidak lebih dari gejala pengetahuan subjektifi dari
kejadian yang saling berhimpit dan terjadi berulang-ulang, dan karena itu tidak memiliki
hubungan yang pasti. Sehingga untuk mendebat Hume, Arianto mengambil contoh jika
seandainya anak Hume dibunuh, apakah antara pembunuh dengan kematian anak Hume
tidak memiliki hubungan kepastian? Arianto mejawabnya ―tidak ada‖ berdasarkan
pikiran Hume yang dia pahami.
Saya tidak ingin tergesah-gesah mengklaim pemikiran Hume adalah demikian adanya.
Salah satu alasannya saya katakan demikian adalah karena contoh yang diambil Arianto
tidaklah proporsional, sebab Hume bicara fenomena alam sedangkan Arianto
137 Badan Pengelola Latihan HMI

mendebatnya dengan fenomena dan logika sosial. Jelas akan terdapat kerancuan-
kerancuan logika jika dua konsep yang berbeda ini dibenturkan. Begitu pun dengan
argumentasi saat mendebat pemikiran Asy‘ariah. Dimana yang dijelaskan Al-Ghazali
adalah fenomena alamiah dan penyimpangan-penyimpangan kebiasaan alam seperti
mukjizat para Nabi. Tapi Arianto medebatnya dengan logika sosial. Dari benturan konsep
itu, lahir tudingan ketika orang berbuat jahat sementara dikatakan Tuhan adalah
penyebab tunggal, maka orang jahat itu tidaklah salah melainkan Tuhan yang harus
disalahkan sebagai sebab dari akibat-akibat yang ada. Jika dirumuskan dalam betuk
aturan logika (menggunakan premis mayor dan minor), akan terbentuk:
Tuhan adalah penyebab segala akibat
Orang berbuat jahat adalah akibat
Maka, Tuhan adalah penyebab perbuatan jahat
Logika diatas ini menjadi rancu sama dengan logika beikut:
Setiap penjahat harus dihukum
Penjahat itu berambut gondrong
Berarti yang berambut gondrong harus dihukum
Maka saya ingin menambahkan sedikit tentang sebab-akibat itu:
Untuk memahami konsep munculnya sebab-akibat, seharusnya kita menjawab
pertanyaan ―bagaimana kita bisa membedakan mana sebab dan mana akibat?‖ seperti
yang dijelaskan diatas dikarenakan adanya adanya ide yang mendahului ide yang lain.
Muncul lagi pertanyaan: ―Kenapa harus ada aide yang saling mendahului?‖ jawabannya
karena kita berada dalam kawasan eksistensi ruang dan waktu yang memiliki awal
(permulaan) dan akhir (batas eksistensi). Dalam kawasan inilah kita diperhadapkan pada
relasi antar benda yang menghasilkan ―jarak‖ dalam dimensi ruang dan ―durasi‖ dalam
dimensi waktu. Maka rentetan peristiwa yang terjadi tidak bisa lepas dalam jarak dan
durasi yang dibutuhkan untuk menempuh jarak itu.
Sebab disini diartikan sebagai segala gerak atau peristiwa yang bereksistensi maju
menempuh eksistensi jarak sedangkan akibat adalah reaksi yang ditimbulkan oleh gerak
yang bereksistensi itu (ada yang lebih dulu dan belakangan). Oleh karena itu, akibat
tidaklah eksis tanpa sebabnya. Konsekuensinya adalah pada alam yang tidak memiliki
dimensi ruang dan waktu, maka sebab-akibat tidaklah berlaku. Hal ini disebabkan karena
gerak tidak lagi memiliki wadah untuk bereksistensi.
***
Bagian Keenam
NARASI KEBERADAAN TUHAN
Dasar-Dasar Kepercayaan
A.Catatan Pengantar
Kita terkadang menerapkan sebuah hukum yang pada dasarnya tidak berlaku pada semua
objek. Demikian juga dengan prasangka-prasangka kebenaran yang muncul sering
mengklaim diri sebagai benar objektif atau lebih realistis. Sebagai contoh, hukum yang
mengikat pada magnet bahwa kutub senama (+,+) tolak meolak dan kutub tidak senama
(+,-) tarik menarik. Apakah hukum itu akan sama beralaku pada hukum kemanusiaan
atau sosial bahwa kebaikan dan kebaikan akan sailing tolak menolak. Disinilah persoalan
mendasar kita dalam memposisikan diri sebagai alih-alih dibidang tertentu.
Sejalan dengan itu, yang sebenarnya adalah persoalan kalasik adalah pengertian manusia
mengenai Tuhan. Dalam alam pikiran modern, Tuhan sering dijadikan sebagai bahan
kajian ilmiah, logis dan rasional (Teologi). Pendekatan-pendekatan yang dilakukan
bermacam-macam dalam memahami eksistensi keberadaan Tuhan, diantaranya adalah
138 Badan Pengelola Latihan HMI

pendekatan filososfis dengan argumen-argumen yang bersifat logis. Pendekatan ini


dianggap sangat dan paling mapan dalam memahami sesuatu yang metafisik. Namun kita
perlu bertanya, apakah hukum-hukum yang menguasai logika akan sama menguasai
Tuhan?
Mereka mungkin dapat berargumen ―jika hukum logika seperti sebab-akibat, non
kontradiksi tidak berlaku, berarti akan memustahilkan pengetahuan manusia (tashawwur
dan tashdiq)‖. Namun yang perlu diingat bahwa peryataan tidak berlaku bukan berarti
hilang dan tiada, melainkan sebuah pembedaan atau pembatasan hukum pada objek-
objek yang berbeda (apalagi bicara Tuhan).
Perdebatan yang muncul seputaran pemberlakuan hukum logika secara universal tak lain
adalah mereka yang mengikuti aliran realisme Aristoteles dan para filsuf sejenisnya.
Dalam dunia modern argumen-argumen logis telah terbukti memiliki banyak kelemahan.
Argumen dalam logika bergantung pada premis mayor dan premis minor yang berupa
kalimat. Kita diajak untuk bermain kalimat (term), saling menyalahkan, menghubungkan
kalimat satu dengan yang lainnya, padahal yang lebih penting dari kalimat adalah
memahami maksud atau makna dari batin, bukan pada kalimat yang dilontarkan oleh
seseorang. Dan makna itu sendiri tidak selamanya dapat terwakilkan dalam bentuk
kalimat. Demikian juga karena kata dapat terucap dengan mudah dan bahkan dapat
melebihi realitas objektif, maka terkadang perdebatan dalam logika menjadi tidak
realistis.
Terlepas dari kekurangan itu, logika kemudian harus dipahami sebagai alat untuk
mengasah ketajaman berpikir, sama dengan matematika kita menghitung angka-angka
yang tidak memiliki realitas objektif. Seperti perhitungan geometri (sinus, cosinus,
tangent, cotangent, dll) atau perhitungan Al-Jabar seperti 2x + 3y = c. Perhitungan-
perhitungan seperti itu menggunakan kaidah-kaidah logika yang sangat membantu untuk
mempertajam pikiran-pikiran kita, namun tidak memiliki relitas objetif. Kita juga dapat
menarik hukum-hukum yang dapat diterima oleh akal sehat, namun hukum itu tidak
berlaku untuk semua objek yang ada.
Phytagoras menyebut matematika atau angka-angka sebagai bahasa alam semesta, dan
bagi kaum filsuf angka-angka pun dapat membuktikan ada Tuhan atau adanya sesuatu
yang totalitas tidak terbatas dan tak terdefinisi. Dalam ilmu fisika ditemukan juga ada
bukti-bukti ketuhanan dalam setiap ciptaan dan hukum yang berlaku dialam ini. Namun
lagi-lagi harus ditegaskan bahwa hukum yang dapat membuktikan adanya Tuhan bukan
berarti hukum itu mengikat Tuhan, melainkan harus dipahami sebagai bentuk
keberhasilan manusia dalam memahami hukum alam itu sendiri dan bukan Tuhan yang
dipahami. Oleh karena itu, memahami Tuhan tidak cukup dilakukan dengan melegalkan
satu metode atau epistemologi keilmuan tertentu sebab Tuhan tidak terikat pada
hukum-hukum yang diciptakan-Nya sendiri.
***
B.Rasio Mencari Tuhan
Mereka berdebat seumpama memahami sebuah rumah yang sudah jadi. Lalu mereka
bertaya mana yang duluan dibuat? Atapnya, pondasinya, dindingnya atau lantainya.
Mereka dapat mengatakan dari mana saja yang duluan dibuat dengan argumentasi-
argumentasi logis mereka. Itu disebabkan karena mereka memperdebatkan sesuatu yang
sudah jadi Atau mereka berdebat mana yang duluan antara ayam dan telur?
Ayam ada dari telur dan telur berasal dari ayam! Lalu manakah yang benar antara
keduanya?
Aku tak tahu siapa yang benar, yang jelas aku takan memihak salah satunya. Andai
139 Badan Pengelola Latihan HMI

mereka terlahir sebelum adanya telur dan yang ada hanya ayam. Atau mereka terlahir
sebelum adanya ayam dan yang ada adalah telur, maka tetulah perdebatan itu akan
terselesaikan. Namun sayang mereka terlahir dimana keduanya ayam dan telur sama-
sama ada. Maka menjadilah mereka bingung mana sebenarnya yang duluan ada.
Demikian juga dalam memahami kehidupan dan alam semesta yang sudah jadi ini, Kita
dapat berdebat ada dan tidak ada Tuhan karena segalanya telah ada.
Seperti yang dikutip dari Sachiko Murata oleh Azhari Akmal Tarigan dalam buku Islam
Mazhab HMI, bahwa dalam sejarah Islam, Tauhid tidak dipersoalkan sampai abad II H.
Namun pada perkembangan berikutnya, fakta historis menunjukk-an adanya ketegangan
yang cukup tinggi berkaitan rumusan-rumusan tuhan antara eksponen falsafah dan
kalam. Selanjutya, kosep ketuhanan pada abad
XI M, menjelma menjadi perdebatan filosofis. Menurut Karen Armstrong hasil pemikira
ke-Tuhan-an ini-diistilahkansebagai ―tuhan filosof‖.
Mereka adalah para faylasuf (filosof) yang ingin hidup secara rasional sesuai hukum-
hukum yang mereka yakini mengatur kosmos, yang bisa dicermati pada setiap tingkatan
realitas. Pada awalnya menurut Karen Armstrong, mereka memusatkan perhatia pada
kajian-kajian ilmu alam, namun kemudian, mereka beralih kepada metafisika Yunani dan
berupaya menerapkan prinsip-prinsipnya ke dalam dunia islam. Tokoh-tokohnya antara
lain adalah al-Kindi (w870), al-Farabi (w980), Ibn Sina atau Avicena (980-1370), al-
Ghazali (1058-1111), Ibn Rusyd atau Averus (1126-1198). Para filosof ini menerapkan
argumentasi-argumentasi rasional ala Yunani dalam menjelaskan eksistensi Tuhan agar
Tuhan menjadi pengetahuan yang meyakinkan. Hanya al-Ghazali lah yang kemudian
mencoba untuk memberikan kritikan terhadap kaum filosof itu dalam bukunya ―Tahâfut
al-Falâsifat‖. Beberapa kajian dalam buku itu terutama yang membicarakan konsep
―kausalitas‖, telah kita bahas dalam bab terdahulu.
Walaupun kesimpulan ketuhan berebeda deng-an para filsuf Yunani, namun tak dapat
dipungkiri adanya pengaruh alam pikiran Yunani (terutama peggunaan rasio) dalam
upaya menjelaskan Tuhan. Al-Kindi misalnya menawarkan tiga argument untuk
membuktikan Tuhan yakni: 1) baharunya Alam yang menegaskan bahwa setiap benda
yang ada, mustahil menjadi sebab bagi dirinya sendiri. Hal ini disebabkan karena alam
ini mempunyai permulaan dan setiap yang memiliki permulaan akan berkesudahan. 2)
keaneka ragaman dalam wujud yang menegaskan dalam alam empiris ii, idak mungkin
ada keaneka ragaman tanpa adanya keseragaman atau sebaliknya. 3) kerapian alam yang
menegaskan bahawa mustahil alam empiris yag teratur ini dapat terjadi dengan
sendirinya tanpa ada yag mengaturnya.
Al-Farabi dalam pembahasan tetang ketuhanan, mengompromikan antara filsafat
Aristoteles dan Neo-Platonisme, yakni al-Maujûd al-Awwal (wujud pertama) sebagai
sebab pertama bagi segala sebab yang ada. Menurut al-Farabi, segala yang ada itu terdiri
atas dua yakni sebagai berikut: 1) wâjib al-wujûd yakni esesni yang tidak boleh tidak
mesti mempunyai wujud. 2) mumkin al- wujûd yakni esensi yang boleh mempunyai
wujud dan boleh pula tidak berwujud. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut:
140 Badan Pengelola Latihan HMI

Wâjib al-wujûd adalah esensi yang mesti ada sebagai syarat adanya yang lain, ketiadaan
wujud ini, memustahilkan adanya yang lain. Mumkin al- wujûd sebagai esesnsi yang
adanya sama degan tiadanya sehingga untuk ―ada‖ ia membutuhkan penegasan dariesensi
lain yang bukan diriya (wâjib al-wujûd) sebagai sebab ―ada‖-nya. Namun setelah
mendapat penegasan ada dari yang lain, esensi mumkin al- wujûd menjadi jelas adanya
(niscaya). Conntoh antara matahari dan sinar matahari, tanpa matahari (wâjib al-
wujûd), cahaya matahari (mumkin al- wujûd) mustahil ada. Namun setelah matahari
ada, maka cahaya matahari menjadi niscaya ―ada‖-nya sebab ia telah mendapatkan
penegasan ―ada‖-nya. Maka Tuhan adalah esensi yang wâjib al-wujûd sedangkan
manusia dan seluruh alam semesta adalah mumkin al- wujûd. Selanjutnya konsep
mumkin al- wujûd ini berubah menjadi wâjib al-wujûd bi al-ghair (wajib wujud karena
yang lainnya). Nah, bagaimana dengan konsep epistemologi ketuhanan dalam NDP baru
yang menjadi pokok bahasan kita dalam buku ini? Berikut ini adalah penjelasan
teologi dalam NDP baru:
Pada Bab sebelumnya kita telah membicarakan kerangka berpikir ilmiah yang merupakan
kajian Bab I dalam NDP baru. Bab ini merupakan Bab baru yang tidak ditemukan dalam
pembahsan NDP terdahulu. Maksud ditambahkannya Bab ini adalah sebagai alat penilai
yang dapat mengantarkan manusia pada kepercayaan yang benar yang tidak bersifat
dogmatis. Dogmatis berarti ketidak mampuan kita menjelaskan sesuatu yang kita yakini.
Karena itu, prinsip niscaya lagi rasional yang telah kita bahas diatas menjadi solusi untuk
menghindari kepercayaan dogmatis sekaligus menjawab keragu-raguan kaum atheisme.
Untuk merekontruksi pemahaman dari atheisme menuju teisme ini, dalam
penjelasannya, ditawarkan metode dekontruksi atau pengosogan yang dikemas dalam
materi dialog kebenaran. Pada tahap ini, materinya berisi tentang pemaparan konsep
atheisme
1. Dialog Kebenaran (pengosongan)
Ada beberapa pemikiran dalam sejarah pemikiran umat manusia yang menjelaskan
tentang ketiadaan kebenaran dan kesempurnaan mutlak, dan menganggap alam semesta
ini terjadi dengan sendirinya. Tuhan dalam perspektif mereka hanyalah hasil rekaan akal
manusia dan agama adalah produk budaya dalam sejarah umat manusia. Salah satu teori
yang muncul adalah teori alienasi yang dipopulerkan oleh Ludwing Feuerbach. Feuerbach
mengalihkan kajian Teologi menjadi antropologi dengan mengang-gap Tuhan sebagai
realitas bayangan dari hakekat manusia itu sendiri. Menurut Feuerbach, hakikat manusia
itu adalah rasio, kehendak, dan hatinya.
Rasio, kehendak dan perasaannya ini dapat diidealis-asikan sampai tak terhingga,
sehingga menjadi sesuatu yang disebut ―Allah‖. Tuhan dalam pegert-
ian ini bukanlah realitas yang ―ada objektif‖ melaink-an hasil idealisasi dari hakekat
manusia yang seharusnya diperjuangkannya sendiri. Tuhan adalah hasil ―proyeksi diri
manusia sendiri‖.
Manusia dengan segala potensi yang seharusnya diperjuangkannya justru hilang dan
menggantunkan pada realitas ciptaannya sendiri (Tuhan). Bukannya berusaha menjadi
kuat, baik, adil, mengetahui sendiri, ia justru mengasingkan sifat-sifat itu pada ―Tuhan‖
dan menyembah Tuhan131 sebagai mahakuat, mahabaik, mahaadil, mahatahu. Argumen
ini menggambar-kan Tuhan sebgai bentuk keterasingan (alienasi) manusia terhadap
141 Badan Pengelola Latihan HMI

potesi dan sifat-sifat yang dimilikinya. Menurut Feurbech, manuisia lupa bahwa
dirinyalah kenyataan yang sebenarnya bukan Tuhan.
Selain Feuerbach, terdapat pemikir-pemikir lain seperti Spencer, Taylor serta Comte
yang menyatakan adanya teori kebodohan pada idividu yang memperc-ayai Tuhan. Teori
ini seperti yang diasumsikan oleh Comte dalam tahap-tahap sejarah perkembangan
manusia. Tahap-tahap itu adalah: tahap teologi, tahap metafisis, dan tahap positif.
Pertama, tahap teologis. Pada tahap ini menurut Comte, umat manusia mencari sebab-
sebab terakhir di belakang peristiwa-peristiwa alam dan menemuk-annya dalam
kekuatan-kekuatan adimanusiawi yang disebut dewa atau Allah. Hal ini disebabkan
karena kebodohan atau belum berkembangnya ilmu pengeta-huan untuk mengungkap
sebab-sebab kejadian alam itu dalam sudut pandang sains. Kedua, tahap metafisis. Pada
tahap ini, umat manusia berkembang dalam pengetahuannya seperti seorang melangkah
pada masa remajanya. Kekuatan adimanusiawi dalam tahap sebelumnya itu sekarang
diubah menjadi abstraksi-abstraksi metafisis. Misalanyaa: konsep ―ether‖, ―causa‖dst.
Ketiga, tahap positif. Pada tahap ini manusia tidak lagi menjelaskan adanya fakta-fakta
yang tidak teramati. Dengan demikian pada tahap ketiga ini, kepercayaan adimanuisiawi
atau adanya Tuhan perkasa, menjadi pengetahuan yang mustahil ―ada‖-nya. Selanjutnya
menarik juga untuk disimak perkataan Marx terhadap agama. Marx mengatakan agama
adalah ―candu bagi masyarakat‖. Agama tidak lebih adalah idiom-idiom yang dilontarkan
oleh penguasa untuk menciptkan ketaatan terhadapnya. Agama menjanjikan kehidupan
sesudah mati, surga dan neraka agar masyarakat ikhlas menerima keadaan-keadan yang
menimpanya. Berarti agama dalam pengertian ini menjadi instrument politik seorang
penguasa untuk menciptakan kepatuhan masyarakat terhadap kekuasaannya. Ketika
membicarakan teori ini, salah seorang teman saya mengadakan pembelaan terhadap
Marx, ia megatakan pengertian agama menurut Marx ini tidaklah bersifat teologis
melainkan bersifat sosiologis. Sehingga berdasarkan situasi dan kondisi masyarakat
dizamannya Marx tidak salah jika mengatakan hal seperti itu secara sosiologis.
2. Pembuktian Teologi (pengisian)
Pemikiran yang mengingkari adanya realitas wujud yang maha sempurna diatas dapat
dibenturkan dengan pemikiran teologi. NDP baru memasuki wilayah perdebatan ini
dengan argumen metafisika Islamnya yang telah kita bahas pada kajian kita
sebelummnya. Prinsip niscaya lagi rasional (prima principia) dapat menyelesaikan
kebingungan atheisme dengan menjelaskan kemutlakan wujud-Nya. Wujud adalah
sesuatu yang jelas keberadaannya dan tunggal, karena selain keberadaan adalah
ketiadaan, sehingga apabila ada selain ada, maka itu adalah ketiadaan. Dan itu sesuatu
yang mustahil, karena ketiadaan tidak memiliki keberadaan. Untuk memperjelas
pembuktian teologi ini, sebaiknya dijelaskan kembali mengenai cara manusia
berpengetahuan atau tingkatan-tingkatan persepsi. Sehingga wujud yang maha sempurna
itu dapat dijelaskan dengan argumentasi-argumentasi rasional, terbuka dan tidak
doktriner.
Pengetahuan konsepsi (tashawwur) dalam penjelasan NDP baru, memiliki tiga tingkatan
yakni konsepsi akal, konsepsi khayal dan konsepsi materi. Demikian juga dengan realitas
eksternal memiliki tiga tingkatan yakni realitas akal, realitas khayal, dan realitas materi.
Dengan menggunakan hukum sebab (mishdaq) akibat (pahaman), realitas eksternal
menjadi sebab bagi munculnya persepsi dalam benak pikiran manusia. Menurut Mulla
Sadra terdapat tiga kualitas persepsi yakni persepsi akal, persepsi khayal, dan persepsi
indrawi. Untuk lebih jelasnya perhatikan skema berikut ini:
Persepsi Akal
142 Badan Pengelola Latihan HMI

Persepsi khayal
Persepsi indra
Pada gambar di atas, munculnya persepsi atau pahaman disebabkan oleh persentuhan
antara konsepsi (ide) dan realitas. Sehingga diperoleh devinisi kebenaran yakni
kesesuaian antara ide dan realitas (teori kebenaran korespondensi). Lantas apa yang
dimaksud dengan pahaman dan mishdaq?
Pahaman adalah gagasan yang diambil dari realitas objektif (eksternal)nya. Adapun
wujudnya dalam akal berupa konsepsi akal, konsepsi khayal dan konsepsi indrawi.
Sedangkan mishdaq adalah realitas objektif yang darinya pahaman diambil. Wujudnya
berada diluar akal yang terdiri dari realitas akal, realitas khayal dan realitas indrawi.
Pahaman ini ketika dikonfirmasi dengan realitas eksternalnya, diperoleh tiga jenis
gagasan (realitas wujud dalam akal) yakni: 1) gagasan wajibul wujud, yakni gagasan yang
tidak dapat disangsikan lagi kebenarannya. Contohnya ada air dibumi, ada gunug batu,
ada segi tiga bersisi tiga, dll. 2) gagasan mungkinul wujud yakni gagasan yang masih
diragukan kebenarannya (tidak dapat ditetapkan ada dan tiadanya). Misalnya ada mahluk
luar angkasa, manusia berkepala tiga, dll. 3) gagasan mustahil wujud yakni gagasan yang
telah jelas kesalahannya. Misalnya adanya segi tiga bersisi empat, dua buah garis sejajar
dapat ketemu ujungnya, ada manusia yang tinggal di matahari, dll. Dari gagasan-gagasan
ini, kita peroleh dua konsep dalam pengetahuan manusia yakni konsep yang bersifat
teoritis dan konsep yang bersifat praktis.
Konsep teoritis adalah konsep yang berbicara mengenai pengetahuan realitas objektif
sebagaimana adanya. Dari konsep inilah lahir konsep praktis yakni konsep yang berbicara
mengenai perilaku kita terhadap realitas objektif sebagaimana adanya. Contoh konsep
teoritis bahwa api itu membakar maka perilaku kita sebagai konsep praktis kita adalah
menjauhi api agar tidak terbakar.
Penjelasan selanjutnya difokuskan pada konsep ―ada‖ atau wujud sebagai konsep teoritis
akal yang dikembangkan dari tiga gagasan-gagasan yang telah kita bahas diatas (wajibul
wujud, mungkinul wujud, dan mustahil wujud). Wujud adalah sesuatu yang jelas
keberadaannya, sedangkan yang lainnya adalah ketiadaan, yang mustahil dapat
diketahui. Gagasan wajibul wujud disini dapat dibagi menjadi dua yakni wajib wujud
karena diri sendiri dan wajib wujud karena yang lain. Wajib wujud Karena dirinya sendiri
adalah sebab bagi segala sebab, termasuk sebab bagi wajib wujud karena yang lain.
Perhatikan gambar dibawah ini:
Karena setiap akibat pasti membutuhkan sebab agar dapat eksis, maka sebab harus
memiliki perkakas yang lebih dari pada akibatnya. Sehingga sesuatu yang wajib wujud
karena diri sendiri sebagai sebab itu harus memiliki wujud yang lebih sempurna dari
pada wajib ada karena yang lain (akibat). Wajib wujud karena diri sendiri itu, memiliki
wujud yang tidak bertentangan dengan konsep teoritis akal. Wujud itu adalah 1) sesuatu
yang tidak bersebab, karena setiap yang bersebab pastilah wujudnya bukan karena diri
sendiri, 2) tidak tersusun karena setiap yang tersusun pasti memiliki sebab yakni setiap
penyusunnya, 3) tidak lebih dari satu, karena ketika ada dua pastilah masing-masing
keduanya tersusun dari kesamaan dan perbedaan keduanya, 4) bukan bagian dari yang
lain: sebab bila ia bagian dari yang lain, maka bagian yang lain itu pasti tidak keluar dari
keadaan yakni sama atau beda denganya. Bila sama maka esensinya hanya satu, tetapi
bila beda maka masing-masing keduanya tersusun atas persamaan dan perbedaan.
Sesuatu yang mungkin wujud adalah realitas potensial yang apabila ―ada‖-nya telah
ditegaskan oleh realitas yang wajib ada, maka ia menjadi wajib ada karena yang lain.
Manusia dan alam semesta adalah wujud yang tidak sempurna, bermateri, tersusun,
143 Badan Pengelola Latihan HMI

terbatas, terindera, dan bergantung, maka manusia dan alam semesta mustahil mejadi
wajib ada karena diri sendiri. Sehingga manusia secara teoritis adalah wajib wujud
karena yang lain yakni bersebab dan bila mengalami keterpisahan dengan sebabnya,
maka ia akan musnah. Dengan demikian diperoleh konsep praktisnya bahwa manusia
harus bersandar pada wajib wujud karena diri sendiri tersebut. Selain itu, secara teoritis
akal juga diperoleh bahwa manusia sebagai wajib ada karena yang lain, maka setiap
yang ada hanyalah pemberian dari wajib wujud karena diri sendiri tersebut. Dengan
demikian konsep praktisnya adalah manusia harus berterimah kasih terhadap maha
pemberi itu.
Secara matematis, kita dapat juga membuktikan ke-esa-an Tuhan. Jika kita perhatikan
komposisi bilangan cacah dari 0,1,2,3,4,5,….xn+1. Angka ―0‖(nol) adalah ketiadaan. Nol
hanya symbol ketiadaan, sedang ketiadaan tidak perlu diperdebatkan lagi apakah ada
atau tidak.136 ―Empat‖ (4) berasal dari 3 + 1, dan tiga berasal dari 2 + 1, serta x berasal
dari n + 1. Artinya angka satu adalah angka yang hakiki yang tidak disebabkan oleh angka
lain. Angka berikutya merupakan penjumlah dari satu sebanyak angka yang dikonsepkan.
Misalnya 5 berarti angka ―1‖ (satu) yang berjumlah lima. Demikian juga dalam
pembagian, jika suatu angka dibagi denga dirinya sendir, maka hasilnya adalah angka
satu itu sediri. Contoh 6/6 = 1 atau ∞/∞ = 1.
Sejauh ini, menurut kajian NDP baru prima principia sebagai prinsip niscaya lagi rasional
dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri umum Tuhan, namun mustahil dapat
mengetahui zat-Nya. Hal ini dapat dilihat dalam teks NDPBaru dibawah ini:
….ciri-ciri keberadaan Tuhan (pencipta / khaliq). Bertolak belakang dengan ciri-ciri khas
manusia (yang diciptakan/ makhluq). Bila manusia adalah maujud tidak sempurna,
bermateri, tersusun, terbatas, terindera, dan bergantung, maka tuhan adalah zat yang
mahasempurna, immateri, tidak tersusun, sederhana, tidak terdiri dari bagian, tidak
terindera secara material, dan tunggal (esa/ahad). Dengan demikian diketahuilah bahwa
manusia dapat mengetahui ciri-ciri umum Tuhan, namun mustahil dapat mengetahui
materi zat-Nya. Manusia mengklaim dapat menjangkau zat Tuhan, sesungguhnya telah
membatasi Tuhan dengan Rasionya (reason). Segala sesuatu yang terbatas, pasti bukan
Tuhan…
Prima principia mengakui keterbatasannya pada tahap kritis dan esensial dimana kita
tergerak untuk menanyakan zat dari wujud yang maha sempurna itu (Tuhan).
Keterbatasan ini melahirkan perbedaan dalam hal menafsirkan wujud yang maha
sempurna ini sebagai ―realitas tertinggi‖. Penafsiran dan kreasi atas ―realitas tertinggi‖
ini kemudian menjadi konsep dan simbol-simbol yang disebut sebagai agama. Pada tahap
ini, masing-masing penafsiran dan konsep yang berbeda, melahirkan agama yang
berbeda-beda pula. Sehingga dari sekian agama yang ada, muncul pertanyaan mendasar
yang mesti dijawab: ―agama manakah yang paling benar?‖ NDP Baru kemudian
menawarkan tiga kemungkinan: semua agama itu benar, semua agama itu salah, atau
hanya satu agama yang benar.
Sebagai konsekuensi logis, manusia harus memilih dan mengikiti agama yang terbukti
kebenarannya secara logis dan rasional. Jika agama itu berbeda, mustahil dapat memiliki
pengakuan sosok Tuhan yang serupa atau sama. Dan apabila agama itu sama, maka
agama-agama itu menjadi identik satu sama lain. Demikian juga apabila semua agama
itu salah, tentu akan bertentangan dengan prinsip keberantungan manusia pada sosok
yang maha sempurna itu. Sehingga dengan menggunakan prima principia jelaslah bahwa
hanya satu saja agama yang benar. Perhatikan gambar dibawah ini:
Pedoman Dalam Memilih Agama
144 Badan Pengelola Latihan HMI

Konsep praktis yang lahir dari konsep teoritis kesempurnaan wujud itu, adalah
kebutuhan manusia untuk berterima kasih pada wujud yang maha sempurna tersebut.
Sehingga wujud itu harus membimbing manusia untuk berhubungan dengan diri-Nya.
Bimbingan ini diberikan kepada manusia sesuai dengan kadar potensial diri dalam bentuk
informasi yang suprarasional atau wahyu. Dalam hal ini, agar informasi-informasi
suprarasional itu dapat diterima oleh manusia, dibutuhkan pengajar yang dipilih secara
prerogatif oleh Tuhan. Para pengajar inilah yang kita sebut sebagai nabi dan rasul yang
menyampaikan firman-firman Tuhan kepada manusia. Jadi nabi dan rasul adalah
gambaran Tuhan di dunia. Keberadaannya (nabi dan rasul) menjelmakan nilai-nilai
kebesaran Tuhan pada tahapan yang dapat diterima oleh kesadaran manusia. Menjadikan
bahasa langit menjadi bahasa bumi, serta menyampaikan cara yang benar dan pasti
dalam berhubungan dengan Tuhan.
Kejadian empiris luar biasa itu seperti Ibrahim yang tidak terbakar api, Musa yang dapat
membelah lautan, dll, adalah mu‘jizat bagi orang-orang awam sedangkan bukti-bukti
rasional kenabian adalah mu‘jizat bagi para intelektual. Dari sekian agama yang ada,
ternyata konsep teoritis yang dibawah oleh Muhammad adalah satu-satunya ajaran yag
tidak bertentangan dengan konsep teoritis akal. Rasulullah Muhammad s.a.w,
mengajarkan konsep ke-Tuhan-an, bahwa Allah itu esa, tempat bergantunya segala
kenyataan. Konsep itu sejalan dengan konsep teoritis akal yang menyatakan: wajib
wujud karena diri sendiri itu adalah tunggal, sebab bila ada dua, maka tentunya masing-
masing akan tersusun dari perbedaan dan persamaan keduanya. Tuhan tidak tersusun,
sebab apabila tersusun, berarti Tuhan dibatasi oleh penyusun-penyusun-Nya itu. Selain
itu, Muhammad SAW juga mengajarkan kalimat persaksian (syahadatan) bahwa ―tidak
ada‖ (la) ―Tuhan‖ (ilah) yang benar kecuali (illa) Allah, dan Muhammad adalah rasull atau
utusan Allah. Dalam NDP Baru, penjelasan kalimat syahadat ini tidak dilakukan secara
konferhensif, hanya sebatas menyebutkan kalimat persaksiannya saja .
***
3. Konsep Perbandingan
Pada kajian kita diatas, kita telah menjelaskan bagaimana cara rasio mencari Tuhan.
Dengan menggunakan prima principia yang terdiri dari prinip non-kontradiksi dan prinsip
kausalitas NDP Baru memasuki ranah perdebatan teologi. Sehingga dapat kita rangkum
bahwa argumen pembuktian tuhan yang dijelaskan dalam NDP baru adalah argumen
kosmologi dan ontologis. Argumen kosmologi menjelaskan bahwa adanya alam ini seperti
bumi, manusia dan sebagainya sebagai akibat yang disebabkan oleh sesuatu yang lain
(prinsip kausalitas). Sedangkan argument ontologis adalah argumen yang menjelakan
adanya wujud yang maha sempurna. Karena segala yang ada di alam ini tidak sempurna,
maka yang menciptakannya haruslah wujud yang sempurna. Jika manusia adalah
tersusun, bermateri dan terbatas, maka sang pencipta adalah wujud yang tidak tersusu,
immateri, dan tidak terbatas.
Namun benarkah kedua argumen ini adalah murni bersumber pada rasio, atau justru ada
campur tangan dari pengetahuan lain? Mampukah kita mengetahui benda hitam ditempat
yang gelap? Jika mampu prinsip berpikir seperti apakah yang dapat membuktikannya?
Pada kajian kita terdahulu, kita telah menangguhkan dua pokok bahasan penting. Pokok
bahasn itu adalah persoalan keniscayaan dan kerasionalan PNLR. Saya ulangi lagi
pertanyaannya: ―jika menurut NDP Baru PNLR itu adalah satu-satunya alat penilai, maka
dengan alat penilai apakah sehingga prinsip itu dikatakan niscaya dan rasional?‖ Adalah
hal yang mustahil jika jawabanya adalah dengan PNLR itu sendiri, sebab tidak mungkin
kita menilai sesuatu dengan dirinya sendiri yang sementara kita nilai itu. Sehingga
145 Badan Pengelola Latihan HMI

mungkinkah ada pengetahuan lain yang tidak terjamah oleh kajian NDP Baru? Pokok
kedua adalah pembahasan tentang prinsip sebab-akibat, mungkinkah prinsip ini
mengetahui adanya sebab pertama sebagai sebab dari segala sebab. Jawaban
pertanyaan ini sekaligus akan menjawab pertanyaan kita mengenai kemurnian rasio
dalam mengetahui Tuhan. Baiklah kita akan mulai pembahasannya:
Ketika memikirkan dalam-dalam tentang prinsip kausalitas ini, saya berkesimpulan
bahwa adanya hukum ini bukanlah suatu keniscayaan. Seperti kesimpulan saya
sebelumnya bahwa sebab-akibat hanyalah sebuah prinsip berpikir yang lahir dari
eksistensi gerak dalam ruang dan waktu yang memiliki permulaan dan batas eksistensi.
Prinsip gerak itu adalah prinsip dasar semesta yang apabila ia terhenti tentunya tak akan
terjadi perubahan pada alam semesta ini (statis) dan tentunya sebab-akibat tidak tidak
akan berlaku pula. Gerak ini pula menguasai akal manusia, salah satu geraknya adalah
gerak akal dari keadaan tidak tahu menjadi tahu. Prinsip Sebab-akibat adalah konsepsi
dari pada gerak ini. Agar lebih jelas harus ditegaskan bahwa gerak disini adalah segala
sesuatu yang bereksisteni atau sedang dalam proses menjadi (becoming). Disinilah
gambaran sebab-akibat (dalam potensial akal untuk mengetahui) muncul yaitu saat
segala sesuatu yang menjadi (becoming) itu, saling berhubungan dan jalin menjalin satu
sama lain. Jadi kesimpulannya sebab-akibat itu tidaklah niscaya, melainkan eksistensi
―gerak‖-lah yang menjadikannya ada. Misalnya air sebagai wujud ada dari ketersusunan
Hidrogen dan oksigen. Secara sepintas, kita dapat melihat bahwa air adalah akibat
sedangkan sebabnya adalah Hidrogen dan Oksigen. Sebenarnya secara esensial ada-nya
air itu hanyalah rangkaian jalin menjalin antara dua hal yang bereksisteni yakni Hidrogen
dan Oksigen itu. Jika kita bertanya kenapa mereka (hidrogen dan oksigen) bisa bersatu?
Adakah alasan dari prinsip-prinsip sebab-akibat yang dapat mejelaskan hal itu?
Jika jawabannya karena hidrogen dan oksigen memiliki sebab lagi, maka berarti teori
ini menggugurkan prinsipnya sendiri, bahwa setiap sebab tidak sama dengan yang bukan
sebab. Akan tetapi pada contoh air ini, sesuatu yang menjadi sebabnya ternyata adalah
akibat dari sebab lain. Sehingga sebab disini sekaligus menjadi akibat. Dari argumen ini,
jelaslah bahwa gerak menjadi lebih esensial dari pada prinsip sebab-akibat itu. Karena
sebab-akibat itu bersandar pada ada-nya eksistensi gerak.
Nah, bagaimana gerak itu bisa eksis? Disini muncul pertanyaan lagi yang mungkin akan
dilontarkan oleh penganut keniscayaan prinsip kausalitas ini. Perlu ditegaskan pula
bahwa disini saya tidak sedang mendramatisir keadaan, dengan
memunculkan kemungkinan-kemungkinan pertanya-an secara subjektif.
Namun demikianlah prinsip kerja sebab-akibat itu dalam menemukan wujudnya secara
rasional dalam prinsip kesemasaan kausalitas yang menegaskan bahwa ―setiap akibat
membutuhkan sebab agar dapat eksis‖. Maka gerak itu mesti ada pembuatnya sebagai
sebab ada-nya atau eksisnya. Para penganjur sebab-akibat itu menjadi mentok diposisi
ini, lalu muncul konsep teoritis akal yang menyatakan adanya sebab pertama yang tidak
bersebab yang dapat menyelesaikan kebingungan itu. Tan Malaka juga meletakkan
keberatannya dalam teori ini yang termuat dalam bukunya yang berjudul ―Madilog‖.
Pengakuan akan adanya sebab yang tidak bersebab justru sama dengan meruntuhkan
akar teorinya sendiri. Namun konsep Tan Malaka ini telah dikritisi dengan baik oleh
Arianto Ahmad Arianto menegaskan kesalahan anggapan bahwa segala yang ada pasti
memiliki sebab. Implikasinya: Tuhan ada, maka Tuhan pasti memiliki sebab juga. Di
sinilah letak kebingungan Tan Malaka.
Arianto meluruskan konsep itu dengan mempertegas hukum kausalitas: ―bahwa bukan
setiap yang ada, melainkan setiap akibat agar dapat eksis membutuhkan sebab‖. Oleh
146 Badan Pengelola Latihan HMI

sebab itu Tuhan tidak butuh sebab lagi, karena Tuhan bukan akibat. Kalau menurut saya
hal ini sama saja. Jika dikatakan ―setiap akibat pasti butuh sebab‖ atas dasar apa kita
menganggap bahwa Tuhan itu adalah sebab dan bukan akibat?
Pembaca, di sini saya ingin menjawab pertanyaan awal kita bahwa pengetahuan tentang
tuhan itu bukanlah murni karena rasio. Sudah waktunya kita berhenti untuk
memperdebatkan-Nya dan kembali mengakui adanya ide bawaan tentang Tuhan (fitrah).
Bagaimana mungkin akal kita dapat mengenali bahwa Tuhan itu adalah sebab dan bukan
akibat. Tanpa adanya ide bawaan (innate idea), mustahil kita dapat mengetahui-Nya
apalagi mengidentifikasi-Nya sebagai sebab dan bukan akibat. Sama dengan pertanyaan
bagaimana mungkin kita dapat mengetahui benda hitam ditempat yang gelap tanpa ada
cahaya dan pengetahuan awal akan adanya benda tersebut. Sehingga dengan
pengetahuan awal itu kita dapat meyakini ada-nya benda itu tanpa harus dilihat atau
dibuktikan secara langsung. Contoh lain dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika kita
sakit, kita tidak perlu membuktikaannya, mengetahui seluk-beluknya. Toh, kita dapat
merasakan dan meyakini sendiri bahwa kita sementara sakit. Pembuktian dan penegasan
bentuk-bentuk sakit yang diderita itu adalah kerja dokter untuk menjelaskannya. Dalam
konteks agama, dokter di sini dapat diibaratkan sebagai nabi atau rasul yang datang
menjelaskan seluk-beluk kepercayaan yang telah ada dalam diri kita. Kalau begitu
mengapa mesti ada atheis?
Bagi Nurcholis Madjid, manusia adalah mahluk percaya, ateisme dalam makna yang
murni itu tidak pernah ada, Karena sikap ragu-ragu yang sempurna itu adalah sesuatu
yang tidak mungkin. Mereka memang tidak mengakui ada-nya Tuhan, namun secara tidak
langsung keyakinan-keyakinan dan pemujaan terhadap pimpinan atau rasionya dalam
paham komunisme misalnya, telah menjadi semacam bentuk kepercayaan baru. Himne-
himne yang dilantunkan atau membaca kutipan-kutipan karya seorang pemimpin, telah
tumbuh dan berkemabang menjadi semacam ibadat atau padanan ritual (ritual
equivalent). Kenyataan ini pada hakekatnya menggambarkan adanya kecenderungan
manusia untuk percaya akan adanya eksistensi Tuhan.
Jelaslah perdebatan kita mengenai Tuhan itu dikarenakan karena konsep Tuhan itu
sendiri telah ada, seperti memperdebatkan sebuah rumah yang telah jadi, kita dapat
memulai dari mana saja mengkajinya, namun itu disebabkan karena kita
memperdebatkan sesuatu yang telah jadi. Sehingga rumusan konsep sebab-akibat
sebagai argumen pembuktian adanya Tuhan, tidak lebih dari sekedar tuntutan kebutuhan
untuk merasionalkan ide bawaan itu. Tuntutan rasioalitas itu bergantung pada konteks
zaman dan pengaruh-pengaruh budaya lain, seperti sikap pemikir islam ketika
bersentuhan dengan budaya Yunani, maka rasio menjadi tuntutan dalam segala hal ihwal
kenyataan. Perlu juga diingat, bahwa tuntutan rasionalitas ini jangan sampai
disemangati oleh rentetan peristiwa sejarah renainsans Eropa yang mengadakan
perlawanan terhadap dogma agama yang telah lama membelit kebebasan manusia.
Mengenai alat penilai selain rasio, NDP Baru tidak membicarakan perihal hati sebagi
sumber pengetahuan. Hati sebagai sumber pengetahuan dalam terminologi Al-Quran
salah satunya dapat dilihat dari surat al-Isra [17]: 36 yang artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya‖.
Pada ayat itu jelas sekali bahwa hati adalah bagian dari alat untuk memahami, dan
bukan hanya rasio yang menjadi sandaran pengetahuan manusia. Untuk masuk dalam
wilayah ketuhanan, hati adalah bagian yang paling penting. Seperti yang dikatakan Iqbal
147 Badan Pengelola Latihan HMI

dalam pengalaman mistik atau (empirisme metafisik) kita sedapat mungkin harus
meminimalkan peran pikiran.
***
Perbincangan mengenai Tuhan adalah pembicaraan yang tidak akan pernah seleasai. Hal
ini disebabkan oleh pengetahuan manusia yang terbatas dan tidak mungkin menjangkau
Tuhan. Teman saya bilang begini: memikirkan Tuhan yang ‗Maha‘ itu dapat
menyebabkan ―kegilaan‖ , namun tidak apa-apa, katanya, karena tuhan pasti bangga
melihat manusia gila gara-gara memikirnan-Nya.
Setiap pemikir teolog dapat saja memikirkan Tuhan dalam berbagai sudut pandang yang
diketahuinya, baik lewat rasio, intuisi dan sebagainya, namun tetap saja yang
dihasilkannya adalah konsep ―teoritis tentang Tuhan‖. Dalam artian bahwa Tuhan yang
dihasilakan oleh kaum teolog itu adalah bentuk kreasi pikiran manusia dan bukan Tuhan
itu sendiri. Hal ini senada dengan pandangan M. Amin Abdullah yang dikutip oleh Thariq
Modanggu146 bahwa teologi bukanlah agama, melainkan sebagai hasil rumusan akal
manusia, sesuai dengan waktu dan situasi sosial yang ada. Oleh sebab itu, kendati pun
sumbernya adalah kitab suci, namun teologi adalah karya manusia yang fallible (bisa
salah). Jadi menurut saya terlalu ―sombong‖ bila kita telah sampai pada tahap
meniscayakan hukum-hukum tertentu untuk menjangkau Tuhan. Dalam NDP versi Cak
Nur (panggilan akrab Nurcholis Madjid), ―kerendahan hati‖ ini dapat dilihat dari
penjelasan di bawah ini:
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan
akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat
ituitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan
kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian
akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Saya cerita sedikit: waktu saya ke kongres lalu di
Depok, saya sempat beradu argumen degan Arianto Ahmad. Pasalnya begini, saat
persidangan berjalan, Arianto menggelar kajian NDP di luar forum tepatnya di bagian
halaman tegah Graha Insan Cita. Waktu itu, saya sempat mendengar dan melihat
pemateri mencoret paragraf ke-6 NDP Cak Nur dengan argument bahwa pernyataan itu
secara logika terjadi kontradiksi.
Menurut pemateri, Cak Nur membolehkan atau menggunakan epistemologi secara
intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain, namun kemudian membantahnya
sendiri. Saya langsung tidak sepakat, dengan argumentasi pemateri, sehingga terjadi
debat kusir antara saya dengan pemateri. Saya pikir pemateri terjebak pada aturan
logika tentang pernyataan ―dapat‖ (pengakuan) dan ―tetapi‖ (pengingkaran) p a
dkalimat
dibawah ini:
―Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan ―dapat‖ ditempuh manusia
dengan berbagai jalan, baik yang bersifat ituitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-
lain. ―Tetapi‖ karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak
dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya.‖ Ada
dua penafsiran yang dapat saya tarik: Pertama, Dari penjelasan itu, menurut hemat
saya, Cak Nur sebenarnya sedang merumuskan formula pemikiran ke-Tuhan-an yang
terbebas dari argumentasi-argumentasi aliran-aliran teologi. Hal ini, senada dengan
pendapat M. Amin Abdullah mengenai hasil akhir pemikiran teolog itu sebagai ―kreasi
pikiran‖ manusia saja dan bukan Tuhan itu sendiri. Bukan berarti ada pelarangan untuk
melakukan pencarian melalui intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan pendekatan-
pendekatan yang lain termasuk pendekatan filosofis itu. Dan ini bukanlah metodologi
yang digunakan dalam NDP Cak Nur. Melainkan sebuah penyegaran sejarah bahwa
148 Badan Pengelola Latihan HMI

sebelumnya pernah ada upaya-upaya untuk mengenal Tuhan. Kita diperbolehkan untuk
berupaya megetahui eksistensi atau ciri-ciri umum Tuhan seperti yang dijelaskan dalam
NDP Baru. Namun tetap saja hasilnya adalah ―kreasi pikiran‖ manusia. Oleh sebab itu
Cak Nur, kembali menegaskan bahwa karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia,
maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan
yang sebenarnya. Sekali lagi intuitif, ilmiah, historis dan pengalaman bukanlah
metodologi dalam NDP, melainkan sebuah penegasan bahwa metode itu tidak akan
sanggup menjelaskan hakekat Tuhan yang sebenarnya.
Kedua, seperti yang dijelaskan oleh Nurcholis Madjid sendiri dalam latar belakang
perumusan NDP. Bahwa kebenaran pengetahuan manusia itu relatif. Namun bukan
berarti kita akan membuang setiap kebenaran yang kita peroleh, sebab ia relatif. Namun
lebih bersifat penyadaran agar kita tidak ekslusif pada paham yang kita yakini. Jadi
bukan satu jalan saja untuk menuju Tuhan. Kerelatifan itu mengharuskan pergerakan
atau upaya sungguh-sungguh (mujahadah) manusia untuk menuju Tuhan. Sedangkan
jalan-jalan itu dapat dilakukan manusia dalam beberapa cara, seperti jalur fiqih, jalur
sufi, jalur teologis, mutakallimun, ada yang persepsinya masalah filsafat dan banyak
sekali jalan-jalan menuju Tuhan ini. Juga menuju keselamatan.148 Namun inti dari
segalanya adalah iman yang dengan iman itu kita megorientasikan hidup kita kepada
Allah. Jadi penyebutan pedekatan intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan pendekatan-
pendekatan yang lain bukan episemologi atau metode yang paten dalam NDP Cak Nur.
Namun adalah penjelasan bentuk-bentuk ijtihad manusia dalam menuju Tuhan.
Pada teks (NDP paragraf ke-6) ini, saya menilai pengetahuan Cak Nur cukup luas kalau
tidak bisa dikatakan luas (bukan kontradiksi seperti yang dikatakan Arianto). Bobot
intelektualnya sangat terasa, dimana Cak Nur menurut saya berhasil menghadirkan
kesadaran untuk keluar dari ―kerangkeng‖perdebatan teologi, fiqih, atau Tuhan-nya
―para filosof‖ yang pernah ada dalam perkembangan sejarah islam itu. Juga Cak Nur
tidak sepenuhnya ―mencelupkan‖ kajian NDP pada pandangan ke-Tuhan-an menurut
kaum sufi atau ―kaum mistis‖ seperti istilahnya Karen Armstrong. Namun demi
kelengkapan kepercayaan manusia kepada Tuhan, manusia membutuhkan sesuatu yang
lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan insting dan indra. Disinilah Cak Nur membuka
lebar pintu pada otoritas wahyu dan rasul untuk menjelaskan perihal iman dan segala
percabangannya. Bandingkan dengan NDP Baru itu, dimana kajian-
kajiannya mengantarkan kita kembali pada perdebatan pemikiran ketuhanan menurut
―para filosof‖. Wahyu juga jangan disalah artikan sebagai kitab saja, sebab dari 25 nabi
dan rasul yang ada, hanya 4 orang yang menerima wahyu dalam bentuk kitab. Lantas
dengan cara apa Ibrahim a.s dan nabi-nabi lainnya dapat
mengetahui Tuhan? Seperti mengetahui benda hitam ditempat gelap, atau seperti
hand phone misalnya tanpa ada signal, mustahil dapat digunakan. Begitu pun dalam
mengetahui benda-benda, tanpa ada cahaya atau jika benda itu tak memantulkan
cahaya, maka indera kita tidak akan sanggup menangkapnya. Jadi wahyu bukan
hanya kitab, wahyu adalah segala petunjuk atau signal-signal yang diberikan kepada
manusia dari Tuhan sendiri. Teman saya mengatakan ada sesuatu dalam diri kita yang
ada tapi tidak bunyi. Misalkan tanpa harus dijawab, ketika ada orang mengucapkan
salam pada anda, tanpa anda sadari, ada sebuah eksisensi dalam diri kita yang ingin
menjawab. Pertanyaannya siapakah dia? Tentu ini adalah wilayah kajian dimana
untuk memahaminya tidak cukup hanya menggunakan rasio. Al Qur‘an suarat Al-
A‘raf [7]: menjelaskan yang artinya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
(isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tapi
tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat
149 Badan Pengelola Latihan HMI

Allah) dan mempunyai mata (tetapi) tidak digunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaa Allah), dan mereka mempuyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
***
Perkembangan sejarah pemikiran ke-Tuhan-an sebenarnya perlu juga kita cermati,
sebelum kita terlanjur mengukur derajat intelektual itu dari pemanfaatan kaidah-kaidah
logika dan filosofis dalam NDP. Karen Armstrong seperti yang telah disebutkan diatas,
mengingatkan kepada kita bahwa pada abad sebelumnaya, ketika pemikir Islam
bersentuhan dengan filsafat Yunani, telah mereduksi Tuhan dalam kajian-kajian
fiolosofis. Sehingga Armstrong menyebutnya sebagai Tuhannya ―para filosof‖. Pahaman
kita jika sudah terlanjur ―meneguk‖ kajian itu tanpa memahami sejarah, akan cenderung
mengklaim NDP Cak Nur itu terlalu tekstual dan sudah usang. Padahal dalam perspektif
historis, kajian NDP Baru lah yang sebenarnya telah cukup usang dan tua untuk kembali
kita perdebatkan.
Konsep NDP Cak Nur sangat baik dalam memposisikan antara akal dan wahyu yang sering
diperdebatkan kaum teolog itu. Perhatikan kutipan teks NDP dibawah ini:
―Oleh sebab itu, kehidupan yang baik ialah yang disemangati oleh iman dan diterangi
oleh ilmu. Bidang iman dan percabangannya menjadi wewenang wahyu, sedangkan
bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan
mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi ilmu tentang alam dan
ilmu tentang manusia (sejarah) Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai
kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana
adanya, tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab
sebagaimana diterangkan di muka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan
objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan dan Tuhan pun untuk
sebagian atau seluruhnya, tidak sama dengan alam……‖
Di sinilah menurut saya gagasan nilai yang dapat dijadikan pedoman terutama bagi
realitas ke-Islaman di Indonesia yang kental dengan bangunan mistik. Pada teks itu, kita
diajak untuk melihat alam ini sebagaimana adanya (realistis) dan tidak melekatkan
padanya kualitas-kualitas ketuhanan, sebab Tuhan untuk sebagian dan keseluruhan tidak
sama dengan alam ini. Selain itu, NDP Cak Nur menjelaskan adanya hukum dasar alami
dari pada segala yang ada yakni ―perubahan dan perkembang-an‖. Sebab: segala sesuatu
itu rusak (berubah) kecuali Tuhan.
C.Catatan Penutup
Setelah kita mendiskusikan beberapa tema pokok dalam NDP Baru dan NDP Lama, tentu
kita telah mampu melihat duduk persoalannya. Landasan epistemologi yang digunakan
oleh NDP Baru akan mengantarkan kita dalam kajian Tuhan-Nya para filosof. Mungkin
semua punya seribu alasan untuk dapat sepakat atau tidak sepakat dan kembali lagi
pada perdebatan itu, namun cukuplah kiranya untuk berlarut-larut dalam perdebatan
yang mengawang-awang itu. Mengutip istilahnya Lenin, ―filsafat seperti itu tidak bisa
dipakai untuk berkelahi‖ karena terlalu melangit.
NDP Cak Nur bukan tidak relevan dengan perkembangan, namun sebagian kader tidak
lagi memahami secarah utuh NDP dan posisinya dalam orgaisasi HMI. Ketika melihat
perdebatan dalam semiloka NDP yang digelar oleh PB HMI, saya terhentak ketika
mendengar argumentasi bahwa NDP Cak Nur menganggap seolah-olah semua manusia
adalah muslim. Tapi menurut saya NDP Baru menganggap semua manusia adalah atheis
yang harus diceramahi tentang ada dan tidaknya Tuhan. Pernyataan ini tidak akan
150 Badan Pengelola Latihan HMI

muncul manakala mereka membaca dan memahami latar belakang penyusunan NDP.
Menurut Agussalim Sitompul, kebanyakan anggota HMI belum pernah membaca tulisan
Nurcholis Madjid tentang Latar Belakang Perumusan NDP HMI, apalagi mengetahui, dan
menghayatinya secara utuh dan benar. Sehingga dengan kondisi seperti ini kebanyakan
anggota HMI tidak memahami dan menghayati sepenuhnya NDP HMI.
Setelah mendalami kembali kajian-kajian NDP, saya sepakat bahwa kritik atas NDP Cak
Nur itu lebih didasari oleh ―ketidak tahuan‖. Namun bukan berarti NDP Nurcholis Madjid
bebas dari kesalahan. Tapi dibanding dengan konstruksinya (NDP Baru) NDP Cak Nur
masih lebih layak untuk dijadikan nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) HMI.
Nilai yang dapat dijadikan pegangan dalam komunitas yang beragam haruslah bersifat
universal, tidak mengkhusus pada satu paham filosofis, atau tidak diukur dari
kemampuan berargumentasi. Misalakan kita berbicara nilai persahabatan. Eka dan Fatma
itu bersahabat, tapi apakah ketika mereka bertengkar nilai-nilai persahabatan itu akan
musnah hanya karena pertengkaran antara Eka dan Fatma. Saya pikir jawabannya tidak.
Nilai persahabatan itu akan tetap ada walau pun Eka dan Fatma tidak bersahabat lagi.
Sebab nilai-nilai itu tidak bergantung pada subjektifitas manusia. Sehingga ketika
berbicara nilai persahabatan, kita tidak dapat menjadikan individu tertentu sebagai
ukuran nilai itu. Saya juga merasa keberatan jika seandainya ukuran cerdas dalam NDP
itu diukur pada kemampuan kita berfilsafat. Justru bila ukuran kita demikian, disinilah
timbul ekslusifisme berpikir (harga mati yang benar harus begini, sebab jika tidak begini,
maka itu adalah salah).
Kebenaran menurut NDP Baru adalah kesesuaian antara ide dan realitas (teori kebenaran
korespondensi). Sedangkan NDP Lama kebenaran adalah asal dan tujuan dari segala
kenyataan. Saya berpikir bahwa devinisi kebenaran sangat ditentukan oleh tingkatan
kesadaran si pendevinisi. Menurut Agus Mustofa, ada empat tingkatan kesadaran yakni:
1) kesadaran inderawi yakni tingkat kesadaran terendah dalam diri seseorang yang
berfungsi ketika ia melakukan interaksi dengan lingkungannya. 2) kesadaran
rasional/ilmiah yakni kesadaran yang tidak hanya bertumpu pada kualitas panca indera,
melainkan telah melalui proses analisis dan melahirkan generalisasi teoritis. 3)
kesadaran Spiritual yakni kesadaran yang mulai bergeser dari rasionalitas menjadi
bertumpu pada rasa yang tidak bisa dijelaskan oleh rasio. 4) kesadaran Tauhid yakni
kesadaran yang dicirikan oleh menyatunya segala kepahaman menjadi tauhidullah, alias
meng-Esakan Allah semata. Bukan hanya dalam persepsi melainkan telah menjalar
diseluruh sikap dan perbuatannya.152 Pada dua tingkatan sebelumnya (kesadaran indera
dan rasional) devinisi benar secara korespondensi dapat dibenarkan. Namun pada
tingkatan yang lebih tinggi, kebenaran tidak lagi terdevinisi sebab telah merujuk pada
suatu Zat Yang Maha Sempurna. Sehingga NDP Lama menurut saya membuat sebuah
konklusi kebenaran yang merujuk pada eksistensi Allah yakni asal dan tujuan dari segala
kenyataan. Lagi-lagi kosep ini menunjukan pola umum atau menyajikan bahasa-bahasa
yang sarat nilai-nilai universal. Perhatikan teks NDP berikut ini:
Oleh karena itu pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya,
manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai
yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh merupakan
kebenaran. Maka satu-satunya sumber dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu
sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak
adalah Tuhan Allah.
Secara subjektif, ketika saya mempelajari NDP Baru, saya dapat saja menjelaskan
dengan baik tanpa bantuan kitab suci. Namun ketika mempelajari NDP Cak Nur, untuk
151 Badan Pengelola Latihan HMI

dapat mengerti tentu saya harus sesekali menengok kitab suci. Ketika saya membuka-
buka situs NDP di Intern-et. Saya menemukan berbagai macam komentar. Ada yang
mengatakan bahwa NDP Cak Nur tidak jelas ketika berbicara konsep peradaban pada Bab
I Dasar-Dasar Kepercayaan. Pendapat ini dalam satu sudut pandang mungkin benar
adanya. Namun jika bahasan konsep peradaban yang mungkin sangat dipengaruhi oleh
bacaan kita, tentu akan melahirkan kontradiksi baru dalam tataran teoritis antara
sesama kader HMI. Demikian juga dengan konsep-konsep filosofis dalam NDP baru
terbukti telah menimbulkan perdebatan yang sangat sulit disatukan. Oleh sebab itu,
tepatlah kiranya jika NDP HMI itu menggunakan bahasa-bahasa singkat, global dan
sayarat makna tanpa harus menyentuh konsep teoritis tertentu. Saya sangat sepakat
dengan tulisan Kanda Azhari Akmal Tarigan dalam buku ―Islam Mazhab HMI‖ ketika
memperumpamakan NDP dengan kitab matan yakni kitab yang ditulis oleh ulam-ulama
masa-masa awal yang memuat ajaran-ajaran agama apakah dalam bidang fikih, kalam,
atau tasawwuf dengan menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat yang singkat, global
dan syarat makna.154 Jadi pembicaraan yang megkhusus itu dibicarakan dalam syarah
yang bermakna penjelasan dan ulassan Pembicaraan kita dalam buku ini termasuk
perdebatan epistemologi yang telah kita kaji, dapat berarti sebagai syarah. Jika ada
keinginan para kader untuk memperjelas konsep-konsep yang umum dalam NDP sesuai
dengan reverensinya masing-masing dapat saja dilakukan. Asalkan dengan tidak
menghilangkan pedoman dan rujukan umumnya. Dan hasilnya adalah tafsir atau ulasan
terhadap NDP dan bukan NPD itu sendiri (syarah dan bukan matan).
Akhirnya saya berkesimpulan salah satu perbe-daan antara NDP Cak Nur dan NDP Arianto
Ahmad adalah perbedaan epistemologi.
Dimana NDP Cak Nur lebih menekankan pada penjelasan dan penafsir-an kitab suci dan
ajaran-ajaran agama Islam, sedangkan NDP Arianto, lebih pada perdebatan Filosofis
dengan doktrin rasionalya untuk memahami agama beserta seluruh percabangannya.
Perbedaan ini sebenarnya telah dijelaskan oleh Cak Nur ketika berbicara jalan-jalan
(ijtihad) dalam mengorientasikan diri pada Tuhan. Sehingga kajian NDP Baru itu secara
implinsit telah ada dan telah dikomentari dalam NDP Cak Nur. Bagi Cak Nur dalam
menuju Tuhan, tidak ada jalan yang ditegaskan secara ―harga mati‖. Namun NDP Baru
telah memasukan pembahasan epistemologi. Artinya itu telah menjadi kebenaran secara
―harga mati‖. Bagian inilah yang sebenarnya luput dari perhatian NDP Baru itu.
Barangakali ada sebuah ungkapan yang mungkin dapat mewakili seluruh pembicaraan
kita dalam buku ini. Ungkapan ini saya dengar dari teman saya, seperti ini: ―Ketika
cahaya hati bersinar, maka cahaya akal menjadi redup, tapi ketika cahaya hati menjadi
sempurna, maka akal pun kembali bercahaya‖. Pembaca, mari Jernihkan persepsi kita,
bersatu padu, dan kembali dalam pangkuan kebenaran, yakni asal dan tujuan dari segala
kenyataan. Semoga Bermanfaat.

Contoh Jadwal LK I.

No. Waktu Kegiatan Fasilitator Penanggung


Jawab
Senin
1. 20.00 – 21.00 Pembukaan Basic Training - SC
2. 21.00 – 23.00 Materi I Pemandu Pemandu
152 Badan Pengelola Latihan HMI

:
Perkenalan dan Orientasi
Training
3. 23.00 – 24.00 Istirahat - OC
Selasa
4. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
5. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
6. 05.00 – 06.00 Kuliah Subuh : Gus Dur Pemandu
Aqidah
Islam
7. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas
lain
Materi II
8. 08.00 – 12.00 : Agussalim S Pemandu
Sejarah Perjuangan HMI
Sholiska
9. 12.00 – 13.00 n - OC
Materi II
10. 13.00 – 15.00 (lanjutan) Agussalim S Pemandu
11. 15.00 – 15.30 Lagu-lagu perjuangan Pemandu Pemandu
Rehat,
12. 15.30 – 16.00 sholat - OC
Materi II
13. 16.00 – 18.00 (lanjutan) Agussalim S Pemandu
dan
Pemandu
Sholiska
14. 18.00 – 20.00 n - OC
Materi Agus
15. 20.00 – 23.00 III : Alwi Pemandu
Konstitusi HMI
16. 23.00 – 24.00 Evaluasi Harian Pemandu Pemandu
Rabu
17. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
18. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
19. 05.00 – 06.00 Kuliah Subuh : Aa Gym Pemandu
153 Badan Pengelola Latihan HMI

Ibadah Dalam
Islam
20. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas
lain
Materi III Agus
21. 08.00 – 12.00 (lanjutan) Alwi Pemandu
Sholiska
22. 12.00 – 13.00 n - OC
Materi III Agus
23. 13.00 – 15.00 (lanjutan) Alwi Pemandu
24. 15.00 – 15.30 Lomba Nasyid Pemandu Pemandu
Rehat,
25. 15.30 – 16.00 sholat - OC
Materi III
26. 16.00 – 17.00 (lanjutan) Pemandu Pemandu
27. 17.00 – 18.00 Materi IV : Frans Pemandu
Pengantar
Ideologi Magnis S
Sholiska
28. 18.00 – 20.00 n - OC
Materi IV
29. 20.00 – 21.00 (lanjutan) Frans Pemandu
Magnis S
Materi
30. 21.00 – 23.00 V: Jujun S Pemandu
Pengantar Filsafat Ilmu Sumantri
31. 23.00 – 24.00 Evaluasi Harian Pemandu Pemandu
Kamis
32. 00.00 - 04.00 Istirahat - OC
33. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
Kuliah Subuh
34. 05.00 – 06.00 : Arifin Ilham Pemandu
Akhlak Islam
35. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas lain
36. 08.00 – 12.00 Materi VI : Nurkholis Pemandu
Nilai Dasar
Perjuangan Madjid
154 Badan Pengelola Latihan HMI

Sholiska
37. 12.00 – 13.00 n - OC
38. 13.00 – 15.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
39. 15.00 - 1530 Lomba baca Qur‟an Pemandu Pemandu
40. 15.30 – 16.00 Rehat sholat - OC
41. 16.00 – 18.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
Sholiska
42. 18.00 – 20.00 n - OC
43. 20.00 – 23.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
Evaluasi
44. 23.00 – 24.00 Harian Pemandu Pemandu
Jum‟at
45. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
46. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
47. 05.00 – 06.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
48. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas lain
49. 08.00 – 10.00 Materi VI (lanjutan) Pemandu Pemandu
50. 10.00 – 11.30 Materi VII : Hasanuddin Pemandu
Mission HMI
Sholiska
51. 11.30 – 13.00 n - OC
52. 13.00 – 15.30 Materi VII (lanjutan) Hasanuddin Pemandu
53. 15.30 – 16.00 Rehat, sholat - OC
54. 16.00 – 18.00 Materi VII (lanjutan) Hasanuddin Pemandu
Sholiska
55. 18.00 – 20.00 n - OC
56. 20.00 – 22.00 Materi VII (lanjutan) Pemandu Pemandu
57. 22.00 – 23.00 Materi VIII : Agun Pemandu
Kepemimpina
n dan Gunanjar
Manajemen
Organisasi
Evaluasi
58. 23.00 – 24.00 Harian Pemandu Pemandu
155 Badan Pengelola Latihan HMI

Sabtu
59. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
60. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
Materi VIII
61. 05.00 – 06.00 (lanjutan) Agun Pemandu
Gunanjar
62. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas lain
Materi VIII
63. 08.00 – 12.00 (lanjutan) Agun Pemandu
Gunanjar
Sabtu
64. 12.00 – 13.00 Sholiskan - OC
65. 13.00 – 15.00 Materi VIII (lanjutan) Pemandu Pemandu
66. 15.00 – 15.30 Lomba bikin Esay HMI Pemandu Pemandu
67. 15.30 – 16.00 Rehat, sholat - OC
68. 16.00 – 18.00 Diskusi Petang : Ulil Absar, SC
Islam Menjawab
Tantangan Osama bin
Zaman Laden, dan
George
Bush
69. 18.00 – 20.00 Sholiskan - OC
70. 20.00 – 22.00 Materi IX : Pemandu Pemandu
Evaluasi dan Rencana
Tindak
Lanjut
71. 22.00 – 23.00 Persiapan penutupan dan - OC, SC dan
rekap kelulusan peserta Pemandu
72. 23.00 – 24.00 Penutupan Basic Training - SC
156 Badan Pengelola Latihan HMI

Anda mungkin juga menyukai