PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr wb
Alhamdulillah akhirnya dengan berbagai dukungan dari semua pihak, panduan
pelaksanaan Latihan Kader I Himpunan Mahasiswa Islam dapat selesai dengan baik.
Tujuan adanya panduan ini adalah untuk memudahkan dalam pengelolaan Latihan
Kader I serta dapat mencapai standar yang diinginkan dan memiliki keseragaman
kualitatif dalam output-nya.
Panduan ini sebenarnya merupakan kompilasi dari beberapa panduan yang telah ada
dan dipakai di beberapa cabang yang kemudian dibahas oleh tim penyusun yang terdiri
dari pengurus Bakornas BPL dan PA PB HMI, jadi tidak heran kalau mungkin ada
kesamaan-kesamaan dengan beberapa cabang tertentu. Pembahasan yang dilakukan
oleh tim berfungsi agar panduan ini dapat fleksibel dan cocok untuk diaplikasikan di
seluruh cabang, karena pada panduan-panduan cabang tersebut ada yang bersifat
khusus yang cocok pada cabang tertentu saja.
Untuk materi-materi terurai yang ada dalam panduan ini merupakan hasil pembuatan
oleh teman-teman HMI dari beberapa wilayah yang menyumbangkan tulisannya pada
Bakornas BPL, namun ada juga yang diambil dari karya tulis yang bersangkutan tanpa
ada ijin langsung, untuk itu kami mohon maaf kepada yang bersangkutan, tetapi yang
kami lakukan adalah semata-mata untuk perbaikan HMI, maka kami mohon
keikhlasannya.
Kami sangat menyadari bahwa panduan ini jauh dari sempurna, maka dengan segala
kerendahan hati kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan saran demi
perbaikan panduan ini, karena kami yakin perkaderan yang baik adalah perkaderan
yang terbuka. Semoga Allah ridho pada langkah-langkah yang kita ambil.
Billahittaufiq walhidayah,
Wassalamu’alaikum wr wb
Purwakarta, 28 Rabiul Awal 1438 H
28 Desember 2016 M
TIM PENYUSUN
MUKADIMMAH
PEDOMAN PELAKSANAAN LK I
2.1 TUJUAN
Tujuan dilaksanakan Latihan Kader I (Basic Training) adalah :
“Terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis, sadar akan fungsi
dan peranannya dalam berorganisasi, serta hak dan kewajibannya sebagai kader
umat dan kader bangsa”
2.2 TARGET
Target yang diharapkan pasca Latihan Kader I (Basic Training) dapat dilihat
dengan indikator sebagai berikut :
1. Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
(menjalankan ibadah secara baik, teratur dan rutin)
2. Mampu meningkatkan kemampuan akademis (IPK meningkat)
3. Memiliki kesadaran akan tanggungjawab keumatan dan kebangsaan (berperan
dalam kehidupan masyarakat : kampus, rumah, dll)
4. Memiliki kesadaran berorganisasi (aktif dalam kegiatan organisasi,
kepanitiaan, dll)
- Administrasi kesekretariatan
- Publikasi, dekorasi dan dokumentasi.
- Akomodasi
- Konsumsi
- Keuangan dan perlengkapan.
- Acara dan lain-lain.
c. Evaluasi
d. Kesimpulan dan saran
e. Lampiran-lampiran.
Laporan disampaikan pada Pengurus HMI komisariat dan ditembuskan kepada
Pengurus HMI Cabang u.p. Ketua bidang Pembinaan Anggota.
Hal-hal penting yang harus dilaporkan pemandu dan SC meliputi :
a. Gambaran umum pengelolaan latihan
b. Pelaksanaan kegiatan
- Jadwal acara manual dan realisasi.
- Berita acara
- SC, pemandu, pemateri, peserta.
c. Evaluasi pengelola latihan
- Peserta
- SC dan pemandu
- Instruktur
d. Kesimpulan
Laporan diserahkan pada pengurus Badan Pengelola Latihan.
2.5 KRITERIA
Untuk melaksanakan Latihan Kader I (Basic Training) yang berkualitas
diperlukan kader-kader HMI yang unggul yang dapat terlibat dalam latihan, oleh
karena itu diperlukan kriteria khusus bagi kader yang terlibat dalam latihan.
A. Organizing Committee
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Anggota biasa HMI
- Telah mengikuti follow up dan Up-Grading LK I, minimal 3 (tiga)
bulan Diangkat oleh pengurus HMI komisariat dengan surat keputusan
B. Steering Committee
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum pengelola latihan
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Diutamakan anggota BPL HMI cabang
- Pernah menjadi Organizing Committee LK I
Diangkat oleh pengurus BPL HMI cabang dengan surat mandat
8 Badan Pengelola Latihan HMI
C. Pemandu/Master of Training
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum dan khusus pengelola latihan (BPL HMI
Cabang)
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Pernah menjadi pemateri/instruktur/fasilitator LK I
- Menguasai dan memahami seluruh materi LK I
- Anggota BPL HMI cabang
- Dapat menjadi suri tauladan yang baik
Ditentukan oleh SC dan diangkat oleh pengurus BPL HMI cabang dengan
surat keputusan
D. Pemateri/Instruktur/Fasilitator
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum dan khusus pengelola latihan (BPL HMI
Cabang)
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Pernah menjadi Steering Committee LK I
- Menguasai dan memahami materi yang dipercayakan kepadanya
- Anggota BPL HMI cabang
- Dapat menjadi suri tauladan yang baik
Ditentukan oleh SC
E. Peserta
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, dan tidak sedang
menjalani skorsing akademik
- Muslim/Muslimah
- Bisa membaca Al-Qur‟an
- Bisa melakukan sholat (hafal bacaan sholat)
- Bersedia mengikuti seluruh kegiatan training
- Lulus seleksi
F. Tim Rekam Proses
Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum pengelola latihan
- Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
- Pernah menjadi Steering Committee LK I
- Menguasai dan memahami proses pengelolaan forum
Ditentukan oleh pemandu/master of training
G. Tim Monitoring dan Evaluasi Training Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
- Memenuhi kualifikasi umum dan khusus pengelola latihan (BPL HMI
Cabang)
9 Badan Pengelola Latihan HMI
Contoh
Kantor Administrasi
Ruang tamu dan makan
Arena Training
Dengan demikian pemahaman tentang arena training tidak hanya terbatas pada
forum saja. Implikasi dari pemahaman tersebut adalah suasana training harus
dibangun pada keseluruhan arena training, sehingga segala aturan akan
mengikat pada keseluruhan kegiatan training, tidak hanya pada saat di forum.
Suasana yang harus dibangun dalam kegiatan pelatihan secara umum adalah
sebagai berikut :
a) Menimbulkan kegairahan (motivasi) antara sesama unsur individu dalam
training
b) Tidak menimbulkan kejenuhan di antara unsur individu dalam training
c) Tercipta kondisi yang equal (setara) antara sesama unsur individu dalam
training; menciptakan kondisi equal antar segenap unsur training berarti
mensejajarkan dan menyetarakan semua unsur yang ada dalam training.
Problem yang akan dihadapi adanya kenyataan-kenyataan “kemerdekaan
individu” dengan mengalami corak yang lebih demokratis. Dengan
demikian pula perbedaan secara psikologis unsur -unsur yang ada akan
11 Badan Pengelola Latihan HMI
2.8 SELEKSI
Untuk mendapatkan output yang baik harus berangkat dari input dan process yang
baik pula. Latihan Kader I yang merupakan proses pembentukan output agar
sesuai dengan tujuan dan targetnya, maka harus didukung oleh input yang baik.
Calon kader sebagai bahan baku yang akan diproses dalam LK I tentu harus
memiliki kualifikasi tertentu agar dapat menjadi kader sesuai dengan harapan dan
tujuan perkaderan.
Kualifikasi umum calon peserta LK I adalah sebagai berikut :
a) Terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, dan tidak sedang menjalani
skorsing akademik
b) Muslim/muslimah (bisa baca Al-Qur‟an dan bisa melakukan sholat atau hafal
bacaan sholat)
c) Memiliki integritas
d) Akademisi (cerdas; intelektual)
e) Memiliki potensi kepemimpinan
f) Berprestasi
g) Mau berproses serta aktif berorganisasi
3) Psiko Test
Psiko Test dilakukan untuk mengetahui potensi calon peserta.
Seleksi dilakukan oleh penyelenggara (komisariat) yang berkoordinasi dengan SC.
Hasil seleksi diumumkan selambat-lambatnya 1 (satu) jam sebelum pembukaan
training.
MATERI TRAINING
Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi:
Memberikan Test Objektif/Subjektif dan penugasan dalam bentuk resume.
Referensi :
1. Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI (1974-1975), Bina
Ilmu
2. DR. Victor I. Tanja, HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan
Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982.
3. Prof. DR. Deliar Noer, Partai Islam Dipentas Nasional, Graffiti Pers, 1984
4. Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang, PT. Gunung Agung, 1988
5. Agus-Salim Sitompul, Historiografi HMI, Tintamas, 1995
6. Ramli Yusuf (ed), 50 tahun HMI Mengabdi, LASPI, 1997.
7. Ridwan Saidi, Biografi A. Dahlan Ranuwiharjo, LSPI, 1994.
8. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik di Indonesia,
Mizan, 1997
9. Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan
Muslim Masa Orde Baru, LSI 1987.
10. Muhammad Hussein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, LiteraAntarNusa
11. Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, I, II, III, Rajawali Pers
12. Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam
13. Moksen ldris Sirfefa et. Al (ed), Mencipta dan Mengabdi, PB HMI, 1997
14. Hasil-hasil Kongres HMI
15. Sejarah Kohati
16. Sharsono, HMI Daiam Lingkaran Politik Ummat Islam, Cl IS, 1997.
17. Prof. DR. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia (1902-1942),
LP3ES, 1980.
18. Literatur lain yang relevan
B. Materi Terurai
Pengertian
Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar- benar
terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti-
bukti yang membenarkan peristiwa itu benar- benar terjadi. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa
lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara
16 Badan Pengelola Latihan HMI
sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan
ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut.
Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah
Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan
mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada
peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari
peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam
mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai
yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan
masa saat ini dan yang akan datang.
# Fase Madinah
Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke
Madinah, karena Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum
muslimin yang berada di Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar
(kaum muslimin tuan rumah) dan Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari
Makkah), maka langkah pertama yang dilakukan adalah mempertalikan
hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan
Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan kuat.
Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar
Islam yang ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang
tinggal di sana, antara lain Yahudi.
Dimadinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam.
Pembinaan masyarakat ini tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut
masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran
Islam maju dengan pesat, pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum
kemasyarakatan atau lebih kepada muamallah. Dengan semakin besarnya
kamum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi kelompok lain, maka
semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w. dan para
pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga mengakibatkan
timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq, dan beberapa
perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah
upaya defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.
Muhammad s.a.w. meninggal dunia dan dimakamkan di Madinah di usia 63
tahun, pada tanggal 12 Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.
Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam
keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia. Hal
tersebut mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk
dipusakai alam semesta. Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai
golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada
melemahnya kekuatan Islam.
komunis yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula
dengan ajaran Islam. Jelas sudah bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk
bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.
UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum
Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu
politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.
keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk
memperthankan dan mempersatukan bangsa.
kader ini akan dapat dijadikan penopang dalam pembangunan bangsa dan negara
Republik Indonesia.
Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim
2) Partisipasi dalam pemberian konsep
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan
Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru
sebenarnya lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang
berdampak pada hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal
memaksa HMI untuk terbawa pusaran kekuasaan, misal masalah asas tunggal
yang mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di
Diponegoro dan HMI yang menamakan dirinya Majelis Penyelamat Organisasi.
Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi:
Melaksanakan Test Objektif/Subjektif dan penugasan.
Referensi:
1. Hasil-hasil kongres.
2. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Muhammad, Bulan Bintang, t.t.
3. Prof. DR. Mukhtar Kusuatmadja, SH, LMM dan DR. B. Sidharta, SH,
Pengantar Ilmu Hukum; Suatu pengenalan Pertama berlakunya Ilmu Hukum,
Penerbit Alumni, Bandung, 2000.
4. Prof. Chainur Arrasjid, SH. Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
2000
5. UUD 1945 (untuk perbandingan)
6. Literatur lain yang relevan.
B. Materi Terurai
Pengertian
27 Badan Pengelola Latihan HMI
Syarat yang harus dimiliki agar konstitusi menjadi penentu arah, tindakan dan
piagam (sebagai dasar pijakan) :
1. Bentuknya
Sebagai naskah tertulis yang merupakan perundangan tertinggi yang berlaku
dalam suatu organisasi/negara.
2. Isinya
Merupakan peraturan yang bersifat fundamental; artinya tidak semua masalah
yang penting harus dibuat, melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar atau
azas-azasnya saja.
3. Sifatnya
• Universal
• Fleksibel
• Luwes
PIAGAM MADINAH
(Untuk perbandingan)
Prinsip-prinsip umum atau pokok-pokok pikiran
1. Monotheisme
Konsep tauhid terdapat dalam Mukadimmah, pasal 22, 23, 42 dan akhir pasal
47
2. Persatuan dan kesatuan
Terdapat dalam pasal 1, 15, 17, 25, dan 37
3. Persamaan dan keadilan
Terdapat pada pasal 13, 15, 16, 22, 24, 37, dan 40
4. Kebebasan beragama
Terdapat pada pasal 25
5. Bela negara
Tersirat dalam pasal 24, 37, 38, dan 44
6. Pelestarian adat yang baik
Terdapat dalam pasal 2 – 10. Adat yang dipertahankan seperti gotong-royong,
pembayaran diat dan tebusan tawanan.
28 Badan Pengelola Latihan HMI
2) Anggota Biasa
Anggota biasa adalah anggota muda yang telah memenuhi syarat dan atau
anggota muda yang telah mengikuti Latihan Kader I (LK I)
3) Anggota Kehormatan
Anggota kehormatan adalah orang yang berjasa kepada HMI yang telah
ditetapkan oleh Pengurus HMI Cabang/Pengurus Besar HMI.
Setiap mahasiswa Islam yang berkeinginan untuk bergabung di HMI dengan
status sebagai anggota harus mengajukan permohonan secara menyatakan secara
tertulis kesediaan mengikuti dan menjalankan AD/ART serta pedoman HMI
lainnya kepada pengurus cabang setempat. Apabila yang bersangkutan memenuhi
syarat dan telah mengikuti MAPERCA, maka dinyatakan sebagai anggota muda
HMI, kemudian jika anggota muda tersebut telah megikuti dan lulus Latihan
Kader I akan dinyatakan sebagai anggota biasa HMI.
Masa keanggotaan HMI dihitung sejak kelulusan dari Latihan Kader I dan akan
berakhir maksimum 5 (lima) tahun untuk program S0, 7 (tujuh) tahun untuk
program S1, dan 9 (sembilan) tahun untuk program pasca sarjana. Perhitungan
tahun antar program bukan dibuat akumulasi. Selain habis masa keanggotaan,
status anggota HMI juga dapat berakhir jika anggota yang bersangkutan
meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan atau dipecat. Dalam
keadaan tertentu masa keanggotaan dapat diperpanjang apabila yang bersangkutan
masih menduduki kepengurusan di HMI, dan akan diperpanjang sampai masa
kepengurusannya berakhir.
Anggota muda HMI mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara
(gimana bisa bicara kalo bersuara tidak boleh), dan mengikuti Latihan Kader I.
Anggota biasa memiliki hak suara sehingga otomatis punya hak bicara, mengikuti
latihan dalam organisasi sesuai dengan peruntukannya, dan mempunyai hak untuk
dipilih sebagai fungsionaris pengurus HMI sesuai dengan peruntukannya.
Anggota kehormatan dapat mengajukan saran/usul dan pertanyaan kepada
pengurus secara lisan atau tertulis.
Anggota HMI berkewajiban untuk menjaga nama baik organisasi, berpartisipasi
dalam seluruh kegiatan HMI. Khusus untuk anggota muda dan anggota biasa, juga
harus membayar uang pangkal dan iuran organisasi.
Anggota HMI dapat dipecat karena dua hal :
1) Bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
oleh HMI
2) Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik organisasi Yang bisa
mencabut status keanggotaan HMI adalah Pengurus HMI Cabang dan
Pengurus Besar HMI, dengan prosedur yang telah diatur secara khusus.
30 Badan Pengelola Latihan HMI
STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi HMI terbagi menjadi 2 (dua), yaitu (1) Struktur Kekuasaan,
dan (2) Struktur Pimpinan.
Struktur kekuasaan secara hirarki terdiri dari :
1) Kongres
2) Konferensi/Musyawarah Cabang
3) Rapat Anggota Komisariat
Struktur pimpinan secara hirarki terdiri dari :
1) Pengurus Besar HMI
2) Pengurus HMI Cabang
3) Pengurus HMI Komisariat
Pedoman-Pedoman Dasar Organisasi
Pedoman Perkaderan
Pedoman perkaderan adalah aturan yang khusus membahas tentang sistem
perkaderan yang dilakukan di HMI. Sistem inilah yang dilaksanakan secara masif,
seragam, standar, dan menyeluruh oleh seluruh komponen HMI.
Hal-hal yang menjadi pokok dalam sistem perkaderan HMI adalah :
1. Tujuan Perkaderan
Terciptanya kader Muslim-Intelektual-Profesional yang berakhlakul karimah
serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya
mencapai tujuan organisasi.
2. Aspek Perkaderan
• Pembentukan integritas watak dan kepribadian
• Pengembangan kualitas intelektual
• Pengembangan kemampuan professional
3. Landasan Perkaderan ¾
Landasan teologis ¾
Landasan ideologis ¾
Landasan konstitusi ¾
Landasan historis ¾
Landasan sosio-kultural ¾
4. Pola Dasar Perkaderan
• Rekrutmen
• Pembentukan Kader
- Training Formal
- Pengembangan :
Up-Grading
Pelatihan
Aktivitas
• Pengabdian
31 Badan Pengelola Latihan HMI
PEDOMAN KOHATI
Lembaga Kekaryaan
Yang dimaksud dengan Lembaga Kekaryaan adalah badan-badan khusus HMI
(diluar KOHATI, BPL) yang bertugas melaksanakan kewajiban-kewajiban HMI
sesuai dengan fungsi dan bidangnya (ladang garapan) masing- masing, latihan
kerja berupa dharma bhakti kemasyarakatan dalam proses pembangunan bangsa
dan negara. Sebagaimana terdapat dalam unsur-unsur pokok Esensi Kepribadian
HMI yang meliputi :
1. Dasar Tauhid yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul yakni dasar
keyakinan bahwa “Tiada Tuhan melainkan Allah”, dan Allah adalah
merupakan inti daripada iman, Islam dan Ihsan.
33 Badan Pengelola Latihan HMI
HYMNE
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bersyukur dan Ikhlas
Himpunan Mahasiswa Islam
Yakin Usaha Sampai
Untuk kemajuan
Hidayah dan taufiq
Bahagia HMI
Berdoa dan Ikrar
Menjunjung tinggi syiar Islam
Turut Qur‟an dan hadist
Jalan keselamatan
Ya Allah berkati
Bahagia HMI
Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi :
Test objektif/subjektif, penugasan dan membuat kuisioner
Referensi :
1. Al-Qur‟an dan terjemah
2. Teks NDP
3. Literatur lain yang relevan
B. Materi Terurai
Sejarah Perumusan NDP
Sampai pada fase perjuangan HMI dalam transisi orde lama dan orde baru,
pedoman perjuangan HMI yang mendasar dan sistematis belum ada, setelah fase
berikutnya baru disusun Nilai Dasar Perjuangan HMI, yang pada Kongres XVI
HMI di Padang tahun 1986 pernah berubah nama menjadi Nilai Identitas Kader
(NIK), pada dasarnya tidak ada perubahan atas isi dari NDP. Perubahan ini
didasari atas pertimbangan politik setelah keluarnya UU No.5 tahun 1985 yang
menyatakan bahwa Pancasila satu-satunya azas organisasi kemasyarakatan. Pada
Kongres XXII HMI di Jambi tahun 1999 nama NIK kembali ditukar menjadi
NDP, seirama dengan pertukaran azas organisasi.
Kelahiran NDP dilatarbelakangi oleh :
1) Keadaan negara
38 Badan Pengelola Latihan HMI
bertemu Gus Dur, padahal mereka satu kampung. Di Riyadh Cak Nur bertemu
dengan Dr. Farid Mustafa dan mendapat banyak hal darinya. Selama di Timur
Tengah Cak Nur sering mengadakan diskusi kritis tentang berbagai hal keislaman.
Sepulang Cak Nur dari menunaikan ibadah haji atas undangan Menteri
Pendidikan Arab Saudi (Syekh hasan bin Abdullah Ali) sekitar bulan April 1969,
keinginannya untuk menulis NDI makin menggebu-gebu.
Kedudukan NDP dalam tubuh HMI
NDP merupakan landasan perjuangan HMI, dan ini perlu disosialisikan pada
setiap kader. Tujuan NDP dalam HMI merupakan filsafat sosial dalam melakukan
perubahan sesuai tujuan HMI. Hubungan NDP dalam HMI dapat digambarkan
sebagai berikut :
Berdasarkan skema tersebut, maka NDP merupakan filsafat sosial yang bersumber
dari ajaran Islam. Filsafat sosial ini diturunkan menjadi teori-teori sosial yang
teori- teori ini akan memberikan konsepsi yang jelas pada arah gerak perubahan
sosial yang dilakukan oleh HMI.
C. Teks NDP
NILAI DASAR PERJUANGAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
A. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan
melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya
atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan
itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan
kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut
kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan
berbahaya.
40 Badan Pengelola Latihan HMI
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-
bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena
bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu
ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang
benar. Disamping itu masing -masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung
unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan
nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang
diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.
Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap
kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi
sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia.
Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai
guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu
melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan
peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya,
manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata
nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh
merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai
itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala
kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain
Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan
"Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan
"Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan
peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu
segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian
itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam
menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang
Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu
disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah
pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan,
baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi
karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat
menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya.
Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan
pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada
41 Badan Pengelola Latihan HMI
-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak
bertentangan dengan insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan
yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana
kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki
oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang.
Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih
oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan. Dengan
kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat
manusia. Para rosul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW.
Muhammad adalah Rosul penghabisan, jadi tiada Rosul lagi sesudahnya. Jadi para
Nabi dan Rosul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka
menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya
dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga berarti
"kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun
garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun
mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam
dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia
dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa
dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al -Quran dengan
terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat
kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut
manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-
Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-
ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh
manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secara singkat ;
katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan
tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa.
Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha
Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya
daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan
Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang
lahir dan Yang Bathin, dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah
Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada". Jadi Tuhan tidak
terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal
dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai
42 Badan Pengelola Latihan HMI
manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada
kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada
kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak
mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya
dengan pasti akan kebenarannya.
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan
ilmu. Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan
bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan
mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan
tentang manusia (sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai
kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini
sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat
ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan
wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai
Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam.
Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan
kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan
terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik
menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban, kemanusiaan menuju
kebenaran.
Sesudahnya atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan
permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu
kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana
Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak lagi terdapat kehidupan
historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah
pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi
atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah.
Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita
ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan
kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan
percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.
dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah
alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah
bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu
kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah
masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak
berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari
kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya
hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam. Hukum yang menguasai
benda -benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tidak tunduk dan tidak
pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan
adanya "keharusan Universal " atau "kepastian hukum " dan takdir. 3) jadi kalau
kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di tengah alam dan
masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka
apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya?
Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan
terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal
yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan
berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah
pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan
yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya
kemungkinan-kemungkinan kreatif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha
yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari
manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana
manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana
manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri
dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau
berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti
untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya.
Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya
sendiri. Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan
haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan
dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian
itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa
keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak
perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak
hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang
universal itu.
47 Badan Pengelola Latihan HMI
arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati
kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan
(human totality) itu antara lain, ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan
moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara tugas-tugas
peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia
adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang menjadi : manusia
sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan. Kepribadian yang
pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen
dan harmonis pada dirinya sendiri : jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak
dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit
dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran
yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam
hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna
menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi
sesama manusia "amal saleh" (harafiah: pekerjaan yang selaras dengan
kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman.
Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena
kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada
perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan
adalah tidak sejati. Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat
mencari ridho daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar
selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradabannya.
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan
tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan
menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia
maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik
merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan. Pada hakikatnya segala
bentuk kejahatan dilakukan orang karena syirik. Sebab dalam melakukan
kejahatan itu dia menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya
kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian
pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang
dilakukannya. Dia bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam
hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak
memperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri
kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab
dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan. Demikian
49 Badan Pengelola Latihan HMI
oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti
pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas yang lemah (perbudakan
dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan dengan prinsip
keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang.
Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk
mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan tingkat yang
sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat
yang bahagia.
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah.
Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif,
tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab
Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahil
ditanggung manusia.
Manusia merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup
ini (dalam sejarah) dalam hidup kemudian (sesudah sejarah). Semakin seseorang
bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan kesadaran
yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia
mendekati tujuan.
Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat
sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur
hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama manusia dalam
lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan
kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan
kehormatan bagi setiap orang.
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat
yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan
berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak
berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup
sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata.
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya
tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain
oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi
justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar
kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian
pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang
menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-
sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar
sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif
terhadap pribadi- pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara
mendalam akan adanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang
kontinue, sebagai bentuk formal peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang
benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia.
Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadi sembahyang
merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah -
masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik
pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa
pengabdian yang bersifat mutlak.
Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu
tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam
hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan
fundamental terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih
terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu
terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan
dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan
pribadi (Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan-
perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun
mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam pembagian
rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini
zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat
dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk
dibagikan kepada orang miskin.
Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, Syah dan halal
saja. Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus
54 Badan Pengelola Latihan HMI
dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh
pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu
harus dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang
Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh kekayaan secara haram,
dimana penindasan atas manusia oleh manusia dihapus.
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga
ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi
dibenarkan hanya jika digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi
menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi. Seorang dibenarkan
mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas
tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf pertentangan dengan
perikemanusiaan. Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan
golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif. Sebaliknya penggunaan
kurang dari rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat
disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan
untuk manfaat bersama.
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta
kekayaan ini adalah milik Tuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas
kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya.
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana
amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang
dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi kemiskinan,
orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama
yang masih dekat dalam hubungan keluarga. Adalah kewajiban negara dan
masyarakat untuk melindungi kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan
dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar
sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandalkan keluarganya
dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya
untuk dapat menerima tanggung jawab atas kegiatan-kegiatnnya. Dalam
prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah
dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar
kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang
pantas.
menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang
menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan
menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan
meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk
sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus dilakukan manusia ?.
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan
demikian pula perjalanan ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju
kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu
tempat dan suatu waktu tertentu.
Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada
yaitu kebenaran mutlak (Tuhan). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber
atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu
manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari
pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak setatis. Dia
bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner. Dia menghendaki perubahan
terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa
mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-
kebenaran itu menyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umt
manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-
kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran
merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju
kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu
saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar
seluruh alam dan sejarahnya sendiri.
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang
dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran,
yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak
kemanusiaan yang tertinggi.
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar
tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara
manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus
menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih
baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa
pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan
menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat manusia bagi
kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali
mengerahkan kemampuan intelektualitas atau rasio. Demikian pula manusia harus
memahami sejarah dengan hukum-hukum yang tetap. Hukum sejarah yang tetap
56 Badan Pengelola Latihan HMI
(sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan
menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui
kehancuran jika menyimpang dari padanya dengan menuruti hawa nafsu.
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih
baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus
ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan
memperhitungkan masa yang akan datang. Menguasai dan mengarahkan
masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah
kemajuan dan perbaikan.
kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum
tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah
penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai
manusia.
4. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan
melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung
bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan
dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan
menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah
kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu
persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang
merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh
persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada
musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka
adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka
tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.
5. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang
permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik,
lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus mengetahui arah yang benar dari
pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain,
manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan.
Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai
tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa
kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah
karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun
harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan
pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian
mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.
Dengan demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana yaitu beriman,
berilmu dan beramal.
orang lain dan dimana tidak di terima suatu pertolongan dan tidak suatu
tebusan serta tidak pula itu akan dibantunya.”
25. Al – qur‟an, S. Al – A‟raf (II) : 187, artinya : “Mereka bertanya kepada
engkau (Muhammad) tentang hari kiamat kapan akan terjadi ? Jawablah :
sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya ada pada Tuhan.
Tidak seorangpun dapat menjelaskan selain dari Dia Sendiri.”
10. Al-Qur‟an . S. Al-An‟am (VI) 269 . artinya : “Barang siapa yang tuhan
kehendaki untuk diberikan kepadanya petunjuk (kepada kebenaran), tetapi
barang siapa yang dikehendaki Tuhan untuk disesatkan maka dadanya
dijadikan sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang naik kelangit”.
11. Al-Qur‟an S.Ali-Imran (III) 123, artinya : “ ( orang yang bertaqwa itu )
mereka yang dapat menahan marah, suka memaafkan kepada sesama manusia
dan Tuhan cinta kepada orang orang yang selalu berbuat baik “.
12. Al-Qur‟an. S. Baiynah ( XCVIII) 5. artinya : “ Mereka tidaklah diperintahkan
kecuali untuk berbakti kepada Tuhan dengan mengikhlaskan agama
(kebatinan) semata-mata kepada-Nya secara Hanief (mencari kebenaran)
menegakkan sembahyang mengeluarkan zakat,itulah jalan (agama) yang
benar.”
13. Al-qur‟an, S. Al-Baqarah (II) 28 ,artinya : ‟‟Tuhan memberikan kebijaksanaan
kepada siapa saja yang dikenhendaki-Nya. Maka barang siapa yang mendapat
kebijaksanaan itu sesungguhnys dia telah memperoleh kebaikan yang
melimpah. Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berasal “.
14. Al-Qur‟an,S. Al-Insan (LXXVI) 8-9, artinya : “ Dan mereka itu memberikan
makan kepada orang miskin Anak-anak yatim dan orang tertawa atas dasar
sukarela mereka berkata : Kami memberi makan kepadamu semata-mata
hanya karena diri Tuhan (mencari ridho-Nya) bukan karena mengharapkan
balasan atau ucapan terima kasih.
15. Dari kesimpulan dari gambaran surat Al-qura‟an, S Al-baqarah (II) 263,
artinya :‟‟hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menggugurkan
sedekahnya dengan cacian dan celaan, sebagaimana orang yang mendarmakan
hartanya karena pamrih kepada sesama manusia serta tidak percaya kepada
Tuhan dan hari kemudian. Maka perumpamaan baginya adalah seperti batu
yang di atasnya ada debu dan kemudian di sapu oleh hujan dan batu itu
tertinggal licin. Mereka itu sedikitpun menguasai apa yang telah mereka
kerjakan.‟‟
16. Disimpulkan dari Al-qur‟an, S. Fatir (XXXV), artinya : “ Barang siapa
menghendaki kemudian itu aada pada Tuhan, kpada-Nya ucapan yang baik
menuju pekerjaan yang diangkat-nya.
sedikitpun dan tidak pula diterima pertolongan dan tebusan daripadanya serta
tidak pula orang-orang itu dibantu.”
3. Al-qur‟an, S. Lukman (XXXI) 46, artinya : “Ingatlah selalu akan hari (kiamat)
dimana seorang ayah tidak menanggung anaknya dan tidak pula seorang anak
mennggung ayahny sedikitpun.”
4. Al-qur‟an, S. Al-hadid (XVII) 22, artinya : “Tidaklah terjadi sesuatu
kejadianpun dimuka bumi ini dan pada diri kamu sekalian (masyarakat)
melainkan ada dalam catatan sebelum kamu beberkan. Sesungguhnya hal itu
bagi Tuhan prkara yang mudah.”
5. Al-qur‟an, S.Ar-Ra‟d (XII), artinya : “ Sesungguhnya Tuhan tidak
merubahsesuatu (nasib) yang ada pada suatu bangsa sehingga mereka merubah
sendiri apayang ada pada diri (jiwa) mereka.”
6. Al-qur‟an, S. Al-Hadid, artinya : “ Agar kamu tidak putus asa kemalangan yng
menimpa dan tidak pula terlalu bersuka ria dengan kemajuan yang akan
datang padamu.”
Metode:
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi:
Test Partisipatif, Test Objektif/subjektif dan penugasan
Referensi:
1. Nilai Dasar Perjuangan HMI
2. Ade Komaruddin dan Muchhrijin Fauzi (ed) HMI Menjawab Tantangan
Zaman, PT. Gunung Kelabu, 1992
3. Asghar Ali Engginar, Islam dan Theologi Pembebasan, Pustaka Pelajar
1999
4. Ali Syari‟ati, Ideologi Kaum Intelektual: Satuan Wawasan Islam, Mizan
1992
5. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik Indonesia, Mizan,
1997
6. Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, Pustaka Firdaus
7. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI
8. Ramli H.HM Yusuf (ed), Lima Puluh Tahun HMI mengabdi Republik,
LASPI, 1997
9. Dr. Fiktor Imanuel Tanja, HMI sejarah dan Kedudukannya di tengah
kedudukan Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982
10. Referensi Lain Yang Relevan.
B. Materi Terurai
Pengantar
Mission merupakan tugas dan tanggung jawab yang diemban, sehingga mission
HMI dapat diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh kader
HMI. Sebagai organisasi kader yang memiliki platform yang jelas, sejak awal
berdirinya HMI mempunyai komitmen asasi yang disebut dengan dua komitmen
asasi, yakni (1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi
derajat bangsa Indonesia, yang dikenal dengan komitmen kebangsaan, dan (2)
Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam, yang dikenal dengan wawasan
keislaman/keumatan.
Kesatuan dari kedua wawasan ini disebut dengan wawasan integralistik, yakni
cara pandang yang utuh melihat bangsa Indonesia terhadap tugas dan tanggung
jawab yang harus dilakukan sebagai warga negara dan umat Islam Indonesia.
Penerjemahan komitmen HMI ini disesuaikan dengan konteks jaman, sehingga
HMI selalu aktual dan mampu tampil di garda terdepan dalam setiap even.
71 Badan Pengelola Latihan HMI
Bila dicermati belakangan ini bisa dikatakan bahwa HMI mengalami stagnasi,
untuk tidak dikatakan degradasi. Hampir tidak ada gagasan cerdas yang
disumbangkan oleh HMI di tengah carut marut dan tunggang langgangnya
tatanan republik ini, dimana masalah disintegrasi perlu segera diatasi, masalah
ekonomi mendesak untuk segera diperbaiki, masalah supremasi hukum yang
harus ditegakkan, masalah pendidikan mendesak untuk diperhatikan, dan
masalah-masalah lain yang melingkari, seperti budaya, pertahanan keamanan,
yang kesemuanya membutuhkan penanganan secepatnya. Singkatnya, Indonesia
sekarang sedang diterma krisis multi dimensional. Di tengah kondisi ini,
komitmen HMI tidak lebih dari sebatas slogan tanpa jiwa.
Oleh sebab itu untuk mendongkrak kembali ghirah kader HMI dalam berperan
serta untuk penyelesaian problematika bangsa dan umat perlu adanya
reaktualisasi mission HMI dalam jiwa kader HMI melalui proses perkaderan
yang selama ini perjalanannya tidak lebih hanya sebagai proses pencapaian status
dengan meninggalkan makna sesungguhnya, yaitu sebagai proses pembentukan
kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan, yang berusaha melakukan
transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh (kaffah), sehingga
kader HMI memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas
(mustad’afin) dan melawan kaum penindas (mustakbirin).
HMI sebagai organisasi berbasis mahasiswa yang merupakan kaum intelektual,
generasi kritis, dan memiliki profesionalisme harus mampu menjadi agen
pembaharu di tengah masyarakat dan kehidupan bangsa. Karena mahasiswa
memiliki kekuatan yang luar biasa dalam tatanan kehidupan bangsa dan negara,
maka seluruh gerak perubahan yang terjadi di bangsa ini dimotori oleh kelompok
mahasiswa dan pemuda, mulai dari proklamasi, revolusi, hingga reformasi, selalu
ada andil mahasiswa. Namun demikian arah perubahan harus sesuai dengan usaha
untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT
sebagaimana termaktub dalam penggalan tujuan HMI.
Dalam perjalanannaya, gerakan mahasiswa begitu dimanis, mengikuti
perkembangan jaman dan selalu eksis dalam setiap momen penting kebangsaan.
Kekonsistenan itu harus diiringi oleh pegangan yang teguh terhadap idealisme dan
menjaga sikap hanif sehingga kehadiran mahasiswa sebagai kaum intelektual yang
dalam tatanan sosial masyarakat mendapat tempat yang penting sebagai embun
penyejuk. Untuk itulah HMI sebagai organisasi mahasiswa harus mampu
menetaskan kader-kader yang berkualitas insan cita sebagaimana yang tersurat
dalam tujuan HMI “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD HMI).
72 Badan Pengelola Latihan HMI
TUJUAN HMI
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tujuan HMI adalah “Terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD
HMI). Dari tujuan tersebut dapat dirumuskan menjadi lima kualitas insan cita,
yakni kualitas insan akademis, kualitas insan pencipta, kualitas insan pengabdi,
kualitas insan bernafaskan Islam, dan kualitas insan yang bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di
dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta
mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana
dalam pasal tujuan (pasal 4 AD HMI) adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Insan Akademis
• Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif,
dan kritis.
74 Badan Pengelola Latihan HMI
• Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang ber nafaskan islam dan
bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT.
• Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar
bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
• Spontan dalam menghadapi tugas, responsip dalam menghadapi persoalan-
persoalan dan jauh dari sikap apatis.
• Rasa tanggungjawab, takwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk
mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam me wujudkan
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
• Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
• Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai “khallifah
fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Pada pokoknya insan cita HMI merupakan “Man of future” insan pelopor yaitu
insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau
ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu
bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooferatif bekerja sesuai dengan
yang dicita-citakan. Ideal type dari hasil perkaderan HMI adalah “man of
inovator” (duta- duta pembantu). Penyuara “Idea of Progress” insan yang
berkeperibadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan
bertaqwa kepada Allah Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia uang beriman
berilmu dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil)
Dari liam kualitas lima insan cita tersebut pada dasarnya harus memahami dalam
tiga kualitas insan Cita yaitu kualitas insan akademis, kualitas insan pencipta dan
kualitas insan pengabdi. Ketiga insan kualitas pengabdi tersebut merupakan insan
islam yang terefleksi dalam sikap senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil dan makmur yang ridhoi Allah SWT.
Yang dimaksud dengan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT adalah
masyarakat yang menjalankan kehidupannya selalu berlandaskan atas asas
keadilan sehingga tercapai kemakmuran dan dalam perjalanan pencapaian
masyarakat adil makmur tersebut tidak mendobrak aturan Allah yang tertuang
dalam Al-Qur‟an sehingga adil makmur yang dicapai oleh masyarakat meruapak
adil makmur yang dikehendaki oleh Allah SWT. Jadi setiap usaha dalam
pencapaian masyarakat adil makmur harus berpedoman pada ajaran Islam yang
tertuang dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Hubungan antara asas, tujuan, sifat, status, fungsi dan peran HMI secara integral
adalah dalam pencapaian dan memperjuangkan mission HMI harus dilakukan
secara utuh dan menyeluruh, dan satu sama lain saling mempengaruhi, dan
menentukan sehingga tidak bisa ditinjau secara parsial.
Dalam diri kader HMI harus :
a) Senantiasa memperdalam kehidupan rohani agar menjadi luhur dan bertaqwa
pada Allah SWT
b) Selalu tidak puas dan berkemauan keras untuk mencari kebenaran, HMI hanya
komit pada kebenaran
c) Jujur pada dirinya dan pada orang lain dan tidak mengingkari hati nuraninya
d) Teguh dalam pendirian dan obyektif rasional jika berhadapan dengan orang
yang berbeda pendirian
e) Bersikap kritis dan berfikir bebas kreatif.
ALOKASI
JENJANG: KEPEMIMPINAN DAN WAKTU:
MANAJEMEN
LATIHAN KADER I ORGANISASI 8 JAM
Metode :
Menjunjung tinggi kearifan lokal
Evaluasi :
Test Partisipatif, test objektif/subjektif
Referensi :
1. Amin Wijaya T, Manajemen Strategik, PT. Gramedia, 1996
2. Charles J. Keating, Kepemimpinan dalam manajemen, Rajawali Pers, 1995
3. Dr. Ir. S.B. Lubis & Dr. Martani Hoesaini, Teori Organisasi: Suatu
pendekatan makro, Pusat studi antar Universitas Ilmu-ilmu sosial Universitas
Indonesia, 1987
4. James. L. Gibson, Manajemen, Erlangga, 1986
5. J. salusu, Pengembangan Kaqputusan Strategik, Gramedia, 1986
6. Mifta Thoha, Kepemimpinan dan manajemen, Rajawali Pers, 1995
7. Nilai Dasar Perjuangan HMI
8. Richard M. Streers, Efektifitas Organisasi, (sari manajemen), Erlangga, 1985
9. Winardi, Kepemimpinan Manajemen, Rineka Cipta, 1990
10. Dan referensi lain yang relevan
78 Badan Pengelola Latihan HMI
B. Materi Terurai
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI
Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan berbagai cara yang
berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, Kepemimpinan
dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh
pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan
tugasnya.
Fungsi kepemimpinan
Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi
utama ; (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (“task-related”) atau
pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (“group-
maintenance”) atau sosial.
Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan
pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu
kelompok berjalan lebih lancar- persetujuan dengan kelompok lain, pnengahan
perberdaan pendapat, dan sebagainya.
2) Organisasi
Menurut Chester Bernard, Organisasi adalah sistem kegiatan kerjasama
(cooperative activities) dari dua orang atau lebih.
80 Badan Pengelola Latihan HMI
Tipe-tipe Kepemimpinan
Dilihat bagaimana pemimpin itu menggunakan kekuasaannya, ditentukan tiga
buah tipe dasar, yakni :
83 Badan Pengelola Latihan HMI
Bentuk organisasi ini adalah suatu tipe di mana pimpinan dan para pelaksana
dibentuk dalam kelompok-kelompok yang bersifat panitia. Maksudnya, pada
tingkat pimpinan, keseluruhan unsur pimpinan menjadi panitia dan para
pelaksana dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang disebut “task force” atau
satuan tugas.
Ciri-cirinya :
♦ Struktur organisasinya tidak begitu kompleks. Biasanya hanya terdiri dari
ketua, sekretaris, bendahara, ketua seksi dan para petugas.
♦ Struktur organisasinya secaa relatif tidak permanen. Organisasi tipe panitia
hanya dipakai sewaktu-waktu ada kegiatan khusus (proyek-proyek
tertentu), dan setelah kegiatan-kegiatan itu selesai dikerjakan, maka panitia
dibubarkan.
♦ Tugas kepemimpinan dilaksanakan secara kolektif.
♦ Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggungjawab
yang sama.
♦ Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk
satuan tugas (task force).
Keuntungan Tipe Panitia :
♦ Keputusan yang diambil selalu berhasil dengan baik dan tepat, karena
sudah dibicarakan secara kolektif.
♦ Kemungkinan penggunaan kekuasaan secara berlebihan dari pimpinan kecil
sekali.
♦ Usaha kerjasama bawahan mudah digalang.
Kelemahannya :
♦ Proses pengambilan keputusan agak lambat karena segala sesuatunya harus
dibicarakan lebih dulu dengan para anggota organisasi.
♦ Apabila ada kemacetan kerja, tak seorang pun yang mau diminta
pertanggungjawabannya melebihi dari yang lain.
♦ Para pelaksana sering bingung karena perintah tidak datang dari satu orang
pimpinan saja.
♦ Kreativitas nampaknya sukar dikembangka, karena pelaksanaan didasarkan
pada kolektifitas.
organisasi merupakan suatu sistem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat
terpisahkan.
3.2 Materi Penunjang
Seperti yang sudah dijelaskan terdahulu, materi penunjang adalah materi yang telah
menjadi kemestian untuk ada dalam training (misal materi perkenalan dan orientasi
latihan, dan materi evaluasi dan rencana tindak lanjut), atau materi yang
merupakan prasyarat tercapainya pemahaman materi pokok (misal materi
pengantar ideologi, dan materi pengantar filsafat ilmu, sebagai prasyarat
optimalisasi pemahaman materi Nilai Dasar Perjuangan, atau materi teknik dan
etika diskusi, sebagai prasyarat berjalannya diskusi yang baik dalam pertrainingan),
atau materi yang memiliki hubungan/penurunan dari materi pokok dan memiliki
keterkaitan dengan tujuan perkaderan yang menjadi karakter lokal. Dalam panduan
ini hanya akan disampaikan materi tambahan yang sifatnya kemestian saja.
ALOKASI
JENJANG: PERKENALAN DAN WAKTU:
LATIHAN KADER I ORIENTASI LATIHAN 2 JAM
dengan perkenalan peserta, diharapkan dengan perkenalan ini suasana cair dalam
training mulai terbentuk.
Selanjutnya pemandu menjelaskan maksud, tujuan, dan teknis pengelolaan training
kepada peserta, sehingga peserta bisa paham apa yang menjadi kemestian yang
berlaku bagi mereka. Kemudian peserta menyampaikan harapan atau tujuan
individu dalam mengikuti training, serta hal-hal yang tidak mereka inginkan
(ketakutan) terjadi dalam training.
Pemandu mengolah harapan dan “ketakutan” peserta menjadi suatu aturan main
yang mengikat dalam pelaksanaan training. Namun bisa pula aturan itu telah diatur
sebelumnya dan dirasionalisikan sesuai dengan harapan dan “ ketakutan” peserta.
Dengan demikian diharapkan peserta secara sadar akan mematuhi aturan main
yang dibuat karena berangkat dari harapan dan “ketakutan” peserta.
B. Uraian Kegiatan
Sesi ini dilakukan setelah semua materi training disampaikan kepada peserta, dan
dipimpin oleh koordinator pemandu. Pemandu mengevaluasi pemahaman peserta
terhadap materi-materi yang telah disampaikan, kemudian pemandu mempertajam
dan merangkai materi-materi tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh menyeluruh.
Selanjutnya pemandu “mengarahkan” peserta untuk membuat rencana aktivitas
pasca Latihan Kader I, sesuai dengan hasil evaluasi terhadap materi-materi yang
telah diberikan, dan pesan-pesan yang telah disampaikan dalam trainig secara
keseluruhan.
Materi tambahan lain yang merupakan materi penunjang materi pokok disesuaikan
dengan kebutuhan, maksudnya apabila SC berpendapat bahwa bahan baku
(peserta) telah menguasai atau telah mendapat materi tersebut maka materi
penunjang tidak perlu disampaikan. Misal, dalam maperca mereka telah
mendapatkan materi Etika dan Teknik Diskusi, atau dalam kampus mereka telah
mendapatkan Pengantar Filsafat Ilmu dan atau yang sejenis, atau telah memahami
ideologi secara umum, maka materi-materi tersebut tidak perlu diberikan. Jika
cabang atau komisariat secara lokal ingin menambahkan materi tertentu dalam
Latihan Kader I, maka yang jadi pertimbangan utama dalam pemberian materi
tersebut adalah materi tersebut harus menunjang atau berkaitan dengan materi
pokok.
Dalam rangka standarisasi materi, maka dalam hal adanya penambahan materi,
cabang atau komisariat harus menyampaikan silabus dan materi terurai dari materi
tersebut kepada Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pengelola Latihan untuk
dilakukan verifikasi kelayakan materi. Sebelum materi yang bersangkutan lulus
verifikasi maka materi tersebut belum boleh diberikan dalam Latihan Kader I HMI.
Bagi materi yang telah diverifikasi oleh Bakornas LPL, maka materi tersebut dapat
diberikan dalam LK I – LK I berikutnya tanpa harus diverifikasi lagi.
Penempatan materi tambahan dalam Latihan Kader I harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan kesesuaian dengan materi pokok. Pada dasarnya penambahan materi
dilarang.
EVALUASI TRAINING
Hal-hal yang dievaluasi dalam pelaksanaan Latihan Kader I HMI meliputi evaluasi
terhadap peserta, pemandu, pemateri/instruktur dan manajemen training, serta
kesesuaian pelaksanaan dengan rencana training.
Evaluasi selain terhadap peserta dilakukan oleh Tim Evaluasi dan Monitoring yang
ditugaskan oleh Lembaga Pengelola Latihan.
Aspek yang dievaluasi terhadap pemandu meliputi :
1) Kemampuan memimpin training
2) Kemampuan mengendalikan forum
3) Kemampuan mengkoordinasi antar elemen yang terlibat dalam training
4) Kemampuan membangun suasana training
5) Kemampuan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan training
6) Pencapaian tujuan Latihan Kader I
Aspek yang dievaluasi terhadap pemateri/instruktur :
1) Kemampuan menyampaikan materi
2) Penguasaan materi
3) Kesesuaian materi yang disampaikan dengan silabus atau materi terurai
91 Badan Pengelola Latihan HMI
4) Penguasaan forum
5) Pencapaian target penyampaian materi
Aspek yang dievaluasi dalam manajemen training adalah :
1) Kesesuaian dengan tujuan Latihan Kader I
2) Kesesuaian dengan kurikulum training
3) Suasana training
4) Hubungan antar elemen dalam training
5) Kesesuaian dengan rencana
Evaluasi terhadap pelaksanaan training adalah akumulasi dari evaluasi-evaluasi
terhadap masing-masing aspek dalam evaluasi training.
Evaluasi yang dilakukan oleh Tim Evaluasi dan Monitoring dilakukan secara
kualitatif.
Evaluasi terhadap peserta dilakukan oleh pemandu dengan standar kuantitatif yang
dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan peserta. Aspek-aspek yang dinilai
adalah aspek kognitif (30%), aspek afektif (50%), dan aspek psikomotorik (20%).
Selain aspek kognitif, penilaian dilakukan secara kualitatif, karena hanya aspek
kognitif yang bisa langsung dinilai secara kuantitatif. Untuk itu dalam penilaian
aspek afektif dan aspek psikomotorik perlu pengubahan dari nilai kualitatif menjadi
nilai yang kuantitatif. Secara khusus tata cara penilaian terhadap peserta akan
dijelaskan dalam lampiran.
Evaluasi yang diberikan meliputi tes subyektif/obyektif, penugasan, dan studi
kasus, yang harus mampu mengcover keseluruhan materi yang diberikan dalam
Latihan Kader I. Sebaiknya soal- soal yang diberikan merupakan penurunan atau
pengembangan dari TPK tiap materi.
Evaluasi yang dilakukan terhadap peserta dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pre
test, yang dilakukan di awal training, middle test, yang dilakukan setiap hari atau
pasca pemberian materi, dan post test, yang dilakukan di akhir training. Dengan
tiga tahapan tersebut dapat dilihat perkembangan peserta.
Kelulusan peserta diberikan kepada peserta yang mencapai akumulasi nilai
minimal 60 (enam puluh), untuk tiga aspek penilaian yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Bagian Kedua
NARASI KELAHIRAN NDP
A.Latar Belakang Perumusan NDP
Oleh: Nurcholis Madjid
Saya disebut-sebut sebagai orang yang merumuskan NDP, meskipun diformalkan oleh
Kongres Malang. Itu terjadi 17 tahun yang lalu. Jadi sebagai dokumen organisasi, apalagi
organisasi mahasiswa, NDP itu cukup tua. Oleh karena itu, ada teman bicara tentang NDP
dan kemudian mengajukan gagasan misalnya untuk tidak mengatakan mengubah
mengembangkan dan sebagainya, maka saya selalu menjawab, dengan sendirinya
memang mungkin untuk diubah dalam arti dikembangkan.
92 Badan Pengelola Latihan HMI
Values (nilai-nilai) tentu saja tidak berubah-ubah. Kalau disitu misalnya ada nilai Tauhid,
tentu saja tidak berubah-ubah. Akan tetapi pengungkapan dan tekanan pada implikasi
NDP itu mungkin bahkan bisa berubah-ubah. Sebab, sepanjang sejarah, Tauhid pun
wujudnya sama, yaitu pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi tekanan implikasinya
itu berubah-ubah. Kita bisa melihat tekanan misi pada rasul-rasul , itu berubah.
Misalnya Isa Al-Masih (Yesus Kristus) datang itu untuk mengubah Taurat. (Agar dihalakan
bagi kamu sebagian yang diharamkan bagi kamu). Nabi Isa datang menghalalkan sebagian
yang diharamkan pada Perjanjian Lama. Jadi, implikasi Tauhid itu bisa berubah-ubah
mengikuti perkembangan zaman. Sebab itu menyangkut masalah interpretasi.
Pengungkapan nilai itu sendiri memang tidak mungkin berubah, tetapi harus
dipertahankan apalagi nilai seperti Tauhid. Akan tetapi karena ada kemungkinan
mengubah tekanan dan implikasinya, maka ada ruang untuk pengembangan-
pengembangan. Dengan sendirinya juga ada ruang dan kesempatan untuk suatu dokumen
semacam NDP. Tidak hanya namanya saja diubah NDP ke NIK (lalu NDP kembali-pen).
Dan adalah tugas/pikiran yang sah dari adik-adik HMI. Maka dari itu saya persilahkan,
kalau misalnya memang ada yang ingin menggarap bidang ini. NDP, Kesimpulan Suatu
Perjalanan Saya ingin bercerita sedikit. Mungkin ada gunanya, walau cerita ringan saja.
Yaitu bagaimana NDP itu lahir.
Ahwmad Wahib dalam bukunya Pergolakan pemikiran Islam yang sangat kontroversial itu
menulis bahwa saya dalam tahun 1968 diundang untuk mengunjungi universitas-
universitas di Amerika yang waktu itu merupakan pusat-pusat kegiatan mahasiswa. Dan
kepergian saya ke Amerika itu mengubah banyak pendirian saya, begitu kata Wahib
dalam bukunya. Itu, maaf saja, tidak benar. Jadi disini Ahmad Wahib salah. Memang
perlawatan yang dimulai dari Amerika itu banyak sekali mempengaruhi saya, tetapi
bukan pengalaman di Amerika itu yang mempengaruhi saya, melainkan justru di Timur
Tengah.
Begini ceritanya. Waktu itu terus terang saja sebetulnya pemerintah Amerika sudah lama
melihat potensi HMI di sini (tentu saja pemerintah Amerika seperti yang diwakili oleh
Kedutaan Besar Amerika di sini). Mereka sudah tahu situasi politik di Indonesia pada
zaman Orde Lama, ketika Bung Karno mempermainkan atau sebetulnya boleh saja
dikatakan melakukan politik devide at impera, antara komunis dan ABRI terutama
ditubuh AD. Bagaimana AD itu sangat banyak bekerja sama dengan kita. Ini banyak
dibaca oleh pemerintah seperti Amerika. Dan karena itu banyak sekali pendekatan-
pendekatan orang-orang kedutaan Amerika itu ke PB HMI. Sebetulnya sudah lama mereka
menginginkan supaya ada tokoh-tokoh HMI yang melihat-lihat Amerika, tetapi memang
waktu itu belum banyak orang yang biasa berbahasa Inggris, sehingga saya menjadi orang
yang mendapat kesempatan pertama.
Kunjungan saya ke Amerika, sesuai dengan undangan, hanya berlangsung satu bulan dua
minggu. Sistemnya semua dijamin; ada uang harian, uang perdiem. Waktu itu dolar
belum inflansi; sehingga uang yang saya peroleh itu cukup besar, dan tentu saya bisa
menghemat. Uang inilah yang saya pergunakan untuk keliling Timur Tengah. Saya
lakukan itu secara sederhana.
Kita di Indonesia selama ini selalu mengaku muslim dan mengkalim diri sebagai pejuang-
pejuang Islam. Untuk terlaksananya ajaran Islam, sekarang perlu melihat sendiri
bagaimana wujud islam sebagai praktik. Begitulah motif saya pergi ke Timur Tengah.
Meski kita tahu, Indonesia ini memang negara Muslim yang terbesar di bumi, secara
geografis paling jauh dari pusat-pusat Islam, yaitu Timur Tengah, sehingga menghasilkan
beberapa hal, misalnya Muslim di Indonesia itu adalah termasuk yang paling sedikit
93 Badan Pengelola Latihan HMI
ter‖Arab‖kan.
Barangkali kita tidak menyadari banyak keunikan kita sebagai bangsa Indonesia. Boleh
dikatakan inilah bangsa Asia satu-satunya yang menuliskan bahasa nasionalnya dengan
huruf Latin. Semua bangsa Asia menggunakan huruf nasionalnya masing-masing. Hanya
kita yang menggunakan huruf Latin. Filipina memang, tetapi Filipina belum bisa
mengkalim mempunyai bahasa nasional. Bahasa Tagalog masih merupakan bahasa Manila
saja.
Kemudian Indonesia satu-satunya bangsa Muslim juga menggunakan huruf Latin untuk
bahasa nasionalnya. Semua bangsa Muslim itu menggunakan huruf Arab, kecuali tiga:
Turki disebabkan revolusi Kemal, Bangladesh karena seperti bangsa Asia lain mempunyai
huruf sendiri yaitu huruf Bengali dan Indonesia karena penjajahan. Jadi kita itu unik.
Dari sudut pandang dunia Islam. Indonesia unik. Inilah bangsa Muslim yang kurang tahu
huruf Arab, kira-kira begitu. Jangankan orang islam pakistan, afganistan dan sebagainya,
sedangkan orang India yang islamnya minoritas, disana pun mereka menggunakan huruf
Arab untuk menuyliskan bahasa Urdu, bahasa mereka. Semua begitu. Dari situ saja boleh
kita ambil satu kesimpulan bahwa keislaman di Indonesia itu masih demikian dangkal,
sehingga masih ada persoalan yaitu bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu. Itulah
yang mendorong saya pergi ke timur Tengah.
Waktu saya hendak ke Amerika, saya merasa ogah-ogahan. Akan tetapi biarlah
barangkali dari Amerika saya bisa ke Timur Tengah. Oleh karena itu biar pun di Amerika,
saya sudah kontak dengan orang-orang dari Timur Tengah, yang kelak ketika saya ke
Timur Tengah memang banyak sekali yang menolong saya. Kunjungan saya ke Timur
Tengah saya mulai dari Istambul, kemudian ke Libanon. Waktu itu tentu saja libanon
masih aman. Lalu ke Syiria, kemudian ke Irak. Di Irak untuk pertama kalinya saya
bertemu Abdurrahman Wahid. Dia yang menyambut. Karena terus terang, walaupun
sama-sama orang Jombang, saya belum pernah kenal. Karena keluarga saya Masyumi,
keluarga dia NU. Jadi baru bertemu di Bagdad. Dia baik sekali mengorganisir teman-
teman Indonesia untuk mengambil dan menemui saya ke stasiun bus dari Damaskus. Lalu
saya ke Kuwait ke Saudi Arabia melalui Timur. Banyak sekali kenangan di situ. Ketika di
Ryadh, saya bertemu seseorang yang yang pernah saya kenal sejak di Amerika, Dr. Farid
Mustafah, seorang tokoh, Doktor Engineering. Itulah satu-satunya pengalaman saya
menjadi tamu keluarga Arab, disini kalau makan siang dan malam semua keluarga ikut
termasuk istrinya. Biasanya orang Arab tidak demikian. Saya tinggal satu minggu di situ
dan banyak berkenalan dengan banyak pelarian Ikhwanul Muslimin.
Kita mengetahui Ikhwanul Muslimin umumnya beranggotakan orang-orang Mesir dan
orang-orang Syiria. Mereka dikejar-kejar oleh rezim yang ada di negaranya masing-
masing, dan kebanyakan larinya ke Saudi Arabia. Bukan untuk mendapatkan kebebasan
politik, karena di Saudi Arabia sendiri mereka tidak mendapatkan kebebasan politik.
Karena orang Saudi juga tidak suka terhadap sikap politik mereka. Akan tetapi dari segi
ilmu pengetahuan mereka banyak sekali dihargai. Mereka kemudian menjadi staf
pengajar di Universitas Riyadh. Sejak dari Istambul saya banyak sekali mengadakan
diskusi-diskusi kritis. Tentu saya tidak mau hanya mendengar saja, tetapi juga
membantah, menanyakan dan menentang, termasuk menentang dari segi literatur.
Di Turki saya sampai berkenalan dengan suatu gerakan yang betul-betul dibawah tanah,
yang di Istambul merka itu bergerak untuk membangkitykan Islam, tetapi dengan cara-
cara yang menurut sebagian kita agak sedikit kedengaran kolot. Yaitu melalui sufisme
atau gerakan-gerakan tarekat. Suatu malam Dr. Mustafa di Riyadh mengajak saya ke
Universitas Riyadh; ke Fakultas Farmasi yang akan mengadakan wisuda tamatan Fakultas
94 Badan Pengelola Latihan HMI
Farmasi, dimana Mentri Pendidikan hadir, yaitu Syeh Hasan bin Abdullah Ali keturunan
Muhammad bin Abdul Wahab, salah seorang pelopor pembaharuan di Arabia yang anak
turunanya selalu menjadi Mentri bidang pengetahuan seperti Menetri Pendidikan,
Menetri Ilmu pengetahuan dan sebagainya di Saudi Arabia. Saya tidak tahu apa yang
terjadi, pokoknya Dr. Mustafah mengenalkan saya secara berbisik-bisik kepada Menteri,
lalu Mentri itu meminta saya suapaya saya menceritakan tentang pergerakan Mahasiswa
Islam di Indonesia. Setelah saya ceritakan, tentu saja dengan bahasa Arab –
Alhamdulillah saya sedikit banyak tahu bahasa Arab karena belajar di Pesantren Gontor,
sebuah project gabungan antara sistem pendidikan Sumatera Barat (KMI-nya) dan Jawa
(pesantrennya) yang saya kira menjadi project yang sangat sukses yang sekarang
berkembang di mana-mana. Menteri itu demikian senangnya dengan keterangan saya,
lalu ia mengundang 10 orang teman kita, HMI, untuk naik haji pada tahun itu juga.
Selanjutnya dari Riyadh, saya menuju Madinah, terus ke Mekah, kemudian ke Khartum
untuk bertemu dengan Dr. Hasan Turabi dari Umin Durman University, tokoh yang
sekarang (maksudnya saat itu, pen-) menjadi pusat perhatian di Sudan, oleh karena
dialah konseptor dari islmisasinya Numeiry yang sekarang jatuh digulingkan. Dari situ
saya pergi ke Mesir, kemudian kembali ke Libanon dan selanjutnya ke Pakistan.
Pokoknya dari semua tempat itu saya mengada-kan diskusi macam-macam.
Dan konklusinya begini: saya kecewa terhadap tingkat intelektualitas kalangan islam
Timur Tengah saat itu. Sehingga saya lalu ingat Buya Hamka, ketika suatu saat Buya
minta izin kepada K.H. Agus Salim untuk pergi ke Timur Tengah, belajar. Jawab K.H.
Agus Salim seperti yang dimuat dalam Gema Islam dahulu. ―Malik, kalau kamu pergi ke
Mekah atau Timur Tengah, boleh saja. Kamu akan fasif berbahasa Arab barangkali.
Tetapi paling-paling kamu akan jadi lebai8, kalau pulang. Tetapi sebaliknya kalau kamu
mau mengetahui Islam secara intelek, lebih baik di sisni. Belajar sama saya‖. Dan saya
setuju dengan pendapat K.H. Agus Salim itu. Padahal di sini di Indonesia, kita sudah
bergumul dengan Marxisme, dengan macam-macam di sini. Indonesia tempat pergumulan
ideologi yang paling seru pada zaman Orde Lama, dan kita survive. Kita sudah biasa
berdialog dengan orang-orang yang saya temui di negara-negara Timur Tengah
berkenaan dengan cara melihat apa yang paling relevan dalam Islam ini yang harus kita
kembangkan. Sampai-sampai waktu di Riyadh, dengan Dr. Mahmud Syahwi namanya,
salah seorang tokoh Ikhwanul Muslimin, ketika saya merasa jengkel dengan kekecewaan
saya, saya bilang begini saja, ―Dari pada Anda kuliahi saya dengan macam-macam yang
tidak masuk akal saya, lebih Anda kasih saya bahan bacaan yang menurut Anda paling
penting dan kalau saya membacanya saya mendapat jawaban‖ . Lalu saya diberi buku
yang berjudul Majmu Rasail Hasan al-Bana, kumpulan tulisan risalah-risalah Hasan al-
Bana, yang waktu itu adalah buku terlarang di Saudi Arabia. Buku itu diberikan kepada
saya, sambil mewanti-wanti, ―Jangan sampai ketahuan orang Saudi, karena kalau
ketahuan, Saudara akan mengalami kesulitan, ditahan dan sebagainya‖. Akan tetapi saya
senang sekali menerima buku itu dan kemudian saya baca.
Waktu di Mekah saya menggunakan waktu paling banyak dua minggu, saya baca
semuanya. Akan tetapi maaf saja, saya tidak mendapat kelebihan dari tulisan-tulisan
orang itu. Ya, dengan segala kekaguman saya kepada Hasan al-Bana, tetapi saya harus
banyak sekali tidak setuju dengan isinya. Kebanyakan isinya hanyalah slogan-slogan
loyalistik. Bukan pemecahan masalah. Oleh karena itu, saya tidak merasa begitu sesuai
dengan buku itu. Kemudian di Mekah saya berusaha untuk menghatamkan Al Quran
dengan terjemahan dalam bahasa Inggris untuk pengecekkan. Kemudian setelah
melakukan berbagai diskusi tadi, saya lihat beberapa hal yang relevan untuk kita.
95 Badan Pengelola Latihan HMI
Sampai sekarang Al Quran itu saya simpan dan saya coreti dengan komentar-komentar
saya.
Kemudian saya ke Sudan dan pulang. Dan ketika mendengar janji Menteri Pendidikan
Saudi Arabia untuk naik haji saya memang diingatkan oleh Dr. Mustafa, orang di ibukota
Riyadh itu. ―ini janji Arab‖, katanya. ―Oleh karena itu, anda harus rajin menagih‖. Jadi,
ketika sampai di Mekkah, saya mengirim surat. Saya sampai di Madinah, juga begitu. Dan
akhirnya alhamdulillah, terealisir. Akhir Januari 1969 saya pulang ke Indonesia untuk
kemudian merealisir janji dari Menteri Pendidikan Saudi itu untuk naik haji yang waktu
itu jatuh bulan Maret. Berarti Cuma ada waktu satu bulan, jadihabislah waktu saya untuk
menyiapkan teman-teman naik haji. Sampai di sana, semua teman ikut sakit-sakit karena
tidak cocok dengan makanan kecuali saya. Kebetulan saya sudah terbiasa dengan
masakan orang sana. Sampai zaitun yang disebut dalam Al Quran saya makan. Karena
perlu diketahui bahwa buah itu walaupun tidak enak dan agak pahit bagi yang belum
biasa, tapi gizinya tinggi sekali dan dapat menghilangkan rasa mual dan sebagainya. Dan
saya mendapat service dari seorang kedutaan San Fransisco, seorang novelis yang
terkenal di Amerika, bernama John Bali, yang salah satu bukunya difilmkan dan
mendapat hadiah besar. Dia mengatakan begini, ―Saudara harus tahu, berkat Zaitun
inilah orang Yunani dahulu berfilsafat. Karena Zaitun itu tanaman yang tahan lama sekali
dan tetap berbuah‖ . Pohon itu bisa ribuan tahun bertahan, dengan gizi buahnya yang
begitu tinggi, sehingga orang Yunani dulu boleh dikatakan tidak lagi memikirkan masalah
sumber gizi yang tinggi. Cukup menanm Zaitun saja sampai dan sampai sekarang zaitun
merupakan komoditi yang penting negara-negara seperti Italia, Yunani dan sebagainya.
Setelah pulang dari haji, saya ingin menulis sesuatu tentang nilai-nilai dasar Islam.
Seluruhnya keinginan saya untuk bikin NDP saya curahkan pada bulan April, untuk bisa
dibawa ke Malang pada bulan Mei. Jadi NDP itu sebetulnya merupakan suatu kesimpulan
saya dari perjalanan yang macam-macam di Timur Tengah selama tiga bulan lebih
itu.jadi sama sekali salah kalau Ahmad Wahid mengatakan itu adalah pengaruh
kunjungan saya di Amerika. Begitulah singkatnya cerita. Namanya saja NDP, Nilai-Nilai
Dasar Perjuangan. Tentu saja bahannya itu macam-macam. Saya ingin menceritakan,
mengapa namanya NDP. Sebetulnya teman-teman pada waktu itu dan saya sendiri
berpikir untuk memberikan nama NDI, Nilai-Nilai Dasar Islam. Akan tetapi setelah saya
berpikir, kalau disebut Nilai-Nilai Dasar Islam, maka klaim kita akan terlalu besar. Kita
terlalu mengklaim, inilah Nilai-Nilai Dasar Islam. Oleh karena itu, lebih baik disesuaikan
dengan aktivitas kita sebagai mahasiswa. Lalu saya mendapat ilham dari beberapa
sumber. Pertama adalah Willy Eicher, seorang ideologi Partai Sosial Demokrat Jerman
yang membikin buku, The Fundamental Values and Basic Demand of Democratic
Socialism. Nilai-nilai Dasar dan Tuntutan-tuntutan asasi Sosialisme Demokrat. Nah, ini
ada ―nilai-nilai dasar‖. Kemudian ―perjuangan‖-nya dari mana? Dari karya Syahrir
mengenai ideologi sosialisme Indonesia yang termuat dalam Perjuangan Kita. Dan
ternyata Syahrir juga tidak orisinal. Dia agaknya telah meniru dari buku Hitler,
Meinkamf. Jadilah Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) itu. Kemudian saya bawah ke
Malang. Ke Kongres IX, Mei 1969. Tetapi di sana tentu agak sulit dibicarakan karena
persoalannya demikian luas hingga tidak mungkin suatu kongres membicarakannya. Lalu
diserahkan pada kami bertiga; Saudara Endang Saifudin Anshari, Sakib Mahmud dan saya
sendiri. Nah, itulah kemudian lahir NDP, yang namanya diubah lagi oleh kongres ke-16
HMI menjadi NIK (Nilai Identitas Kader).
Inti NDP : Beriman, Berilmu, Beramal
96 Badan Pengelola Latihan HMI
Kalau teman-teman melihat NDP, tentu saja dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Yang
pertama ―Dasar-Dasar Kepercayaan‖, ―Kemanusiaan‖, ―Keme-rdekaan Manusia‖, Ikhtiar
dan Takdir‖. Ini tentu saja banyak sekali unsur dari tulisan H. Agus Salim; Filssafat
tentang Tauhid, Takdir dan Tawakal, misalnya.
Kemudian ―Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan‖, lalu ―Individu dan
Masyarakat‖, ―Keadilan Sosial‖ dan ―Keadilan Ekonomi‖, ―Keman-usiaan dan Ilmu
Pengetahuan‖, lalu kesimpulan dan penutup. Saya tidak akan menerangkan semua isi
NDP. Saya akan loncat saja, kesimpulan NDP itu adalah bahwa ―dengan demikian sikap
hidup manusia menjadi sangat sederhana. Yaitu beriman, berilmu dan beramal‖. Ya,
biasa, kalau suatu ungkapan yang sudah menjadi klise, itu tidak meggugah apa-apa. Apa
makna beriman, berilmu dan beramal, saya kira itu telah menjadi kata-kata harian.
Saya kira hidup beriman tentu saja personal, pribadi sifatnya. Setiap manusia itu harus
menyadari, tidak bisa tidak, harus punya nilai. Oleh karena itu iman adalah primer. Iman
adalah segalanya. Oleh karena iman di situ adalah sandaran nilai-nilai kita. Ini kemudian
diungkapkan secara panjang lebar dalam Dasar-Dasar Kepercayaan. Kenapa manusia
memiliki kepercayaan. Disitu, misalnya, kita mengh-adapi satu dilema; satu dilema pada
manusia, yang dikembangkan dalam Syahadat La illaha ilallah. Tiada Tuhan melainkan
Allah. Di sini kita bagi dalam dua, nafsu dan itsbat. Artinya negasi dan afirmasi. Jadi
tidak ada Tuhan melainkan Allah. Mengenai soal ini, saya pernah terlibat dalam polemik
tentang Allah ini, bisa tidak diterjemahkan dengan Tuhan? Saya berpe-ndapat bisa,
tetapi banyak sekali orang berpendapat tidak bisa. Kemudian ada polemik yang saya
tidak begitu suka.
Memang para ulama berselisih mengenai makna Allah ini. Maksudnya ada yang
berpendapat bahwa Allah ini suatu isim jamid, yaitu bahwa memang Allah itu begitu
adanya; ada yang berpendapat bahwa ini sebetulnya berasal dari kata al-ilaah, kemudian
menjadi Allah. Jadi menurut mereka yang berpendapat isim jamid tidak dapat
diterjemahkan Allah. Allah tetap Allah. Dan itu banyak pengikutnya. Buya Hamka juga
pernah mempunyai persoalan, ketika ditanya orang, ―Mengapa Buya Hamka suka bilang
Tuhan, kan tidak boleh ? Dan mengapa suka bilang-bilan sembahyang, bukan shalat ?
Hamka menjawab, ―boleh, sebab Allah itu memang Tuhan, dan shalat juga bisa
diterjemahkan menjadi sembahyang‖. Beliau mengutip bahwa dulu di Malaya, Allah itu
diterjemahkan dengan Dewata Raya dan para ulama tidak keberatan. Tetapi sebelum
Buya Hamka atau orang-orang Indonesia, yang menghadapi masalah terjemahan ini orang
Persi sebetulnya. Sebab bangsa Muslim yang pertama bukan orang Arab itu yang besar
adalah orang Persi. Memang sebelum itu orang Syiria, Mesir, semua bukan Arab. Tetapi
mungkin karena latar belakang kultural mereka itu tidak begitu kuat, maka mereka ter-
Arabkan sama sekali. Sehingga orang Mesir sekarang sudah tidak ada lagi. Mereka semua
menjadi orang Arab. Termasuk Khadafi yang keturunan Kartago, itu juga menjadi orang
Arab. Kalau dari sejarah, Khadafi itu lebih dekat dengan orang-orang Yunani, Romawi,
dan sebagainya keturunan Kartago. Lybia itukan tempatnya orang-orang Kartago dulu
dan mereka itu lebih banyak orang-orang Quraisy. Tetapi mereka menjadi Arab dan
berbahasa Arab. Maka yang disebut bangsa-bangsa Arab itu, secara darah
sebetulnya sebagian besar bukan orang-orang Arab, tetapi orang yang berbahasa
Arab. Bangsa Muslim yang pertama bukan Arab dan sampai sekarang tidak berhasil di-
Arabkan adalah bangsa Persi. Padahal secara geografis itu paling dekat denga dunia
Arab. Mengapa? Karena latar belakang kebudayaan Persi yang besar itu, sehingga mereka
tidak bisa di-Arabkan. Oleh karena itu, bangsa Persilah yang pertama kali menghadapi
terjemahan ini. Sebab Islam dating dengan berbahasa Arab. Sehigga mazhab Hanafi yang
97 Badan Pengelola Latihan HMI
Abu Hanifah itu sendiri orang Persi – berpendapat, sembahyang dalam terjemahan itu
boleh. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Persi selalu menggunakan Khoda untuk
Allah. Kita mengetahui bahwa bahasa Persi itu adalah satu rumpun dengan bahasa
Jerman, Inggris dan Sansekerta. Sehingga Baitullah misalnya, mereka terjemahkan
menjadi Khanih-e Khoda. Maka dari itu, ketika zaman modern sekarang ini umat Islam
mulai menyebar kemana-mana termasuk ke negeri-negeri Barat, maka ada persoalan,
yaitu kalau Al Quran diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana
menerjemahkannya? Apakah Allah harus diterjemahkan menjadi God, ataukah tidak. Itu
sudah ada dua pendapat. Misalnya, The Meaning of the Glorious Quran tidak
menerjemahkan perkataan Allah. Sama sekali tidak. Tetapi sebaliknya Yusuf Ali yang
orang Pakistan, yang tafsirnya juga diterbitkan oleh Rabithah Alam Islami di Mekah,
menerjemahkan Allah dengan God. Sehingga dalam terjemahan dia, itu tidak ada sama
sekali perkataan Allah, karena jadi ―God‖ semua. Dan Khomeini yang sekarang
mendirikan Negara Islam di Iran, Konstitusiya dalam versi bahasa Inggris,
menerjemahkan la ilaaha illa-Allah dengan ―there is no god but God‖. Ini penting,
mengapa ulasan ini agak panjang karena ada implikasinya. Yaitu salah satu problem kita
di Indonesia ini ialah bahwa tradisi intelektual Islam kita masih muda sekali, sehingga
orang sering kehilangan jejak, akhirnya bingung. Buku Yusuf Ali yang saya beli di Mekkah
yaitu ketika saya mengadakan kunjungan ke beberapa Negara ke Timur Tengah diberi
pengantar dari sekjen Rabitah Alam Islami. Kita bisa lihat sekarang di sini misalnya
perkataan la-ilaaha illa-Allah bagaimana dia terjemahkan. Begitu juga dalam tafsir
Muhammad Asada tau dalam Konstitusinya Khomeini. Kita boleh tidak setuju dengan
ajara Syi‘ah, tetapi jangan phobi. Justru bobot NDP sebetulnya untuk menghilangkan itu.
Sedangka Islam itu sendiri berada di tengah umat manusia. Jadi kita ini harus Muslim di
tengah umat Islam itu sendiri. Oleh karena itu, mungkin saudara-saudara juga tahu
bahwa saya selalu mengatakan tidak setuju dengan sensor. Orang boleh tidak setuju
dengan suatu paham, tetapi jangan mensensor.
Karena itu sebenarnya, di Indonesia kata Allah itu bisa diterjemahkan menjadi kata
Tuhan. Menurut saya bisa. Khomeini saja bisa kok, mengapa kita tidak bisa. Itu Yusuf Ali
bisa, bahkan itu diterbitkan oleh Rabitah Alam Islami. Jadi tiada Tuhan dalam t kecil
(tuhan), kecuali Tuhan itu bisa. Waktu itu saya tidak tahu, bahwa Buya Hamka pernah
menerangkan hal ini, sehingga ketika saya terlibat dalam polemik itu ada seorang teman
yang bersuka rela memberikan kepada saya copy dari polemic Buya Hamka dengan
seseorang melalui surat menyurat. Dan sekarang sudah diterbitkan dalam sebuah buku,
yaitu, Hamka Menjawab Masalah-masalah Agama.
Dalam psikologi agama ada yang disebut convert complex. Convert artinya orang yang
baru saja memeluk agama. Lalu kompleks, perasaan sebagai agamawan baru. Misalnya,
di masyarakat ada saja bekas tokoh yang kurang senang pada agama, lalu menjadi
fundamentalistik sekali. Nah, karena tradisi intelektual kita itu begitu mudah, begitu
rapuh, kita sering kehilangan jejak. Kemudian bingung. Ada cerita menyangkut dua
orang Minang: H. Agus Salim dan Sutan Takdir Alisyahbana. Sudah tahulah Takdir
Alisyahbana, seorang yang mengaku sebagai orang yang modern dan sangat rasionalistik.
Oleh karena itu, dia pengagum Ibnu Rusd. Dia selalu bilang, dunia ini kan persoalan
pertengkaran Ghazali dan Ibnu Rusd. Karena di dunia Islam Ghazali yang menang dan di
dunia Barat Ibnu Rusd yang menang, maka akhirnya Ibnu Rusd yang menjajah Ghazali.
Jadi Indonesia dijajah Belanda itu sebetulnya Ghazali dijajah Ibnu Rusd, menurut Takdir
Alisyahbana. Karena apa? Ghazali mewakili mistisisme, intuisme, sedangkan Ibnu Rusd
mewakili rasionalisme.
98 Badan Pengelola Latihan HMI
Ada betulnya juga, meskipun tidak seluruhnya. Suatu saat Pak Takdir konon menggugat
H. Agus Salim. Katanya begini, ―Pak Haji, pak haji ini kan orang terpelajar sekali, masa
masih sembahyang. Artinya, kok masih mempercayai agama ? Lalu dibilang oleh H. Agus
Salim, ―Maksud saudara apa? ―Maksud saya sebagai seorang terpelajar saya tidak
membenarkan sesuatu kecuali saya paham betul‖ . Betul memang begitu. Quran sendiri
menyatakan begitu. Akan tetapi begini, kita kan terbatas, karena terbatas, kalau rasio
kita sudah pol begitu, maka sebagian kita kita serahkan kepada iman‖. Jadi masalah
iman itu adalah bagian dari pada hidup dan itu adalah kewajiban dari pada rasional kita.
Rupanya Takdir belum puas dengan jawaban itu. Lalu Salim membuat jawaban yang
lucu-lucu dan benar. Dia bilang begini, ―Begini aja deh, Takdir kan orang Minang. Kan
suka pulang ke Minangkabau, pulang kampong naik apa? ―naik kapal‖ jawab Takdir.
Rupanya waktu itu belum bisa naik pesawat, pesawat belum begitu banyak. ―Nah, kata
Agus Salim, ―kamu naik kapal itu menyalahi prinsipmu‖. ―Kamu akan menerima sesuatu
kecuali kalau paham seluruhnya. Jadi asumsinya, kalau kamu naik kapal, adalah kalau
sudah paham tentang seluruhnya yang ada dalam kapal itu. Termasuk bagaimana kapal
dibikin, bagaimana menjalankannya, bagaimana kompasnya, bagaimana ini dan
sebagainya. Kalau begitu ketika kamu menginjakkan kaki ke geladak kapal di Tanjung
Priok, itu kan sudah ada masalah iman. Kamu percaya kepada nahkoda, kamu percaya
kepada yang bikin kapal ini bahwa ini nanti tidak pecah di Selat Sunda dan kamu
kemudian tenggelam. Percaya, percaya dan semua deretan kepercayaan‖.
Agus Salim melanjutkan, ―Sedikit sekali yang kamu ketahui tentang kapal. Paling-paling
bagaimana tiketnya dijual di loketnya saja yang kamu tahu. Pembuatan tiket juga kamu
tidak tahu‖ katanya. Lalu Agus Salim bilang begini, ―Seandainya kamu konsisten dengan
jalan pikiran kamu hai Takdir, mestinya kamu pulang ke Minang berenang. Ya, begitu,
sebab berenang itu yang paling memungkinkan usahamu. Itu saja masih banyak sekali
masalah. Bagaimana gerak tangan kamu saja mungkin kamu tidak paham‖, katanya. Lalu
yang menarik , ―nanti kalau kamu berenang di Selat Sunda kamu diombang-ambingkan
ombak dan kamu akan berpegang pada apa saja yang ada. Dalam keadaan panik, panic
kamu akan berpegang pada apa saja yang ada. Untung kalau kamu ketemu balok
mengambang. Akan tetapi kalau kamu ketemu ranting, itupun akan kamu pegang.
Ketemu barang-barang kuning juga kamu pegang‖. Itu kata Agus Salim.
Nah inilah yang saya maksudkan. Dalam keadaan panic, orang sering kehilangan jejak,
sering kita berpegang kepada suatu masalah secara harga mati. Padahal itu ranting,
kalau kita pegang akan tenggelam kita nanti. Ini maksud saya. Jadi kembali lagi laa
ilaaha illa-Allah di sini memang ada dilema. Dilemanya sebagaimana sudah menjadi
kenyataan, manusia itu hidup tidak mungkin tanpa kepercayaan. Teralalu banyak Tuhan.
Itu problemnya. Jadi sebetulnya kalau kita membaca Al-Quran, problemnya itu bukan
bagaimana manusia percaya pada Tuhan, tetapi bagaimana membebaskan manusia dari
percaya kepada terlalu banyak Tuhan. Karena itu memang ada tema ateisme dalam al-
Quran yaitu dahriyyah tapi kecil sekali. Ateisme itu satu hal yang tidak mungkin. Justru
yang ada dan sangat banyak terjadi pada manusia ialah politeisme. Problema manusia
sebenarnya bukan ateisme yang utama, tetapi politeisme. Oleh karena itu tema-tema al-
Quran itu yang dicerminkan dalam perkataan laa ilaaha illa-Allah, ialah usaha dan ajaran
yang menghancurkan politheisme. Dan kalau menghancurkan politheisme kita perguakan
politheisme dalam bahasa sekarang, akan berbunyi, ―bebaskan dirimu dari belenggu-
belenggu yang menjerat dirimu sendiri‖. Sebab semua kepercayaan dan system
kepercayaan itu membelenggu. Tetapi kalau manusia tidak memiliki kepercayaan sama
sekali juga tidak mungkin. Oleh karena itu harus ada kepercayaan, tetapi kepercayaan
99 Badan Pengelola Latihan HMI
itu harus sedemikian rupa sehingga tidak membelenggu kita, bahkan menyelamatkan
kita. Itulah kepercayaan kepada Allah, satu-satunya Tuhan, yang Allah ini adalah the
High God, Tuhan yang maha Tinggi. Tuhan yang Maha Esa. Karena itu Allah lain dengan
Zeus dan Indra yang merupakan mitologi. Orang Yunani kuno itu dulu percaya pada Zeus.
Dan Zeus itu nama dewa dalam mitologi mereka. Orang Mesir, Ra, kemudian orang India,
Indra. Jadi masalahnya begini, manusia itu tidak mungkin hidup kecuali kalau
mempunyai kepercayaan. Akan tetapi kalau terlalu banyak yang dipercayai, akan
menjerat manusia sendiri, dan tidak akan banyak membuat kemajuan. Sementara itu
manusia tidak mugkin hidup tanpa keperayaan. Oleh karena itu dari sekian banyak
kepercayaan harus disisakan yang paling benar, yaitu laa ilaaha illa-Allah ini. Ini
keterangan yang banyak sekali, akan tetapi saya mau meloncat sedikit kepada isolasi
agama.
Agama Islam itu satu rumpun dengan agama Yahudi dan Kristen yang disebut agama
Ibrahim. Nah, kita masih mewarisi ajaran nabi Ibrahim, yaitu Inni Wjjahtu wajhia
lillaadzii Fatharassamawati wal ardha, Hanifam muslima wama ana minal musyrikin. Ini
suatu pernyataan Ibrahim setelah ―eksperimennya‖ dalam mencari Tuhan. Itu dalam al-
Quran, yaitu ketika Ibrahim melihat bintang itu hilang, dia bilang, ah, tidak mungkin
Tuhan kok tenggelam, ini bukan Tuhan. Setelah melihat bulan, kemudian mendapatka
matahari itu lebih besar. Dia pun bilang inilah Tuhan. Pokoknya eksperimen melalui
bintang, bulan dan matahari yaitu gejala-gejala alam. Kalau di sini ada masalah
pembebasan, masalah negatif, masalah nafyu, karena manusia itu cenderung untuk
menajdikan apa saja yang memenuhi syarat sebagai misteri/sebagai Tuhan; sesuatu yang
mengandung kehebatan, sesuatu yang mengandung rasa ingin tahu. Kalau sebuah gunung
yang setiap kali meletus dan membawa bencana tidak bisa diterangkan oleh orang, maka
mereka melihatnya sebagai misteri dan kemudian menyembahnya. Inilah akar tentang
syirik sebetulnya.
Jadi syirik itu sebetulnya kelanjutan mitologi. Barangkali kita sudah mempeajari
bagaimana lahirnya mitlogi. Oleh karena itu, mitologi secara bahasa boleh dikata sebagai
kecenderungan manusia untuk menuju sesuatu yang tidak dipahami. Begitu kira-kira.
Pemimpin yang kita agung-agungkan, akhirnya berkembang menjadi mitologi terhadap
pemimpin kita itu. Nah, kalau kita mengnut mitologi, maka suatu mitos itu pasti
menjerat kita. Kalau misalnya kita memitoskan gunung, maka tertutup kemungkinan bagi
kita untuk mempelajari apa sebetulnya hakikatnya. Gunung itu lalu mengandung sebuah
kekuatan misterius, yang setiap kali meletus akan menghancurkan sekian banyak orang,
sawah lading dan sebagainya. Oleh karena itu, pendekatan kita kepada gunung itu
mengarah kepada pendekatan keagamaan; disembah. Nah, itulah contoh mitologi yang
menyeret kita.
Jadi artinya, suatu mitologi menutup kemungkinan suatu objek untuk diteliti secara
ilmiah. Seorang ahli vulkanologi misalnya, melihat itu sebagai sesuatu yang biasa, tidak
lagi mengandung misteri. Begitulah kira-kira. Sebab untuk sayarat sebagai Tuhan
haruslah misteri, tidak bisa dipahami. Jangan lupa bahwa kita masih banyak mewarisi
mengapa hari itu tujuh. Dan Tuhan itu diandaikan bintang-bintang atau benda-benda
langit. Jadi yang paling besar adalah matahari, kemudian yang kedua adalah rembulan,
kemudian bintang seperti mars, venus, yupiter dan sebagainya. Itu sebabnya kemudian
orang-orang Babilonia menyediakan setiap hari satu tahun. Nah, itu masih bisa dilihat
sampai sekarang. Misalnya namanya dalam bahasa Inggeris, seperti Sunday, itu artinya
matahari. Waktu itu orang menyembah matahari. Monday, artinya rembulan. Kalau
100 Badan Pengelola Latihan HMI
dalam bahasa Prancis itu lebih kentara lagi: Mardi (hari mars), Marcredi (hari merkurius),
Jeuvi (hari jupiter), Vendredi (hari venus), Saturday (hari saturnus).
Baru ketika bangsa Semit, bangsa Semit yang sudah bertauhid yang dimulai oleh Ibrahim
mengambil alih, mitos itu dihapus dan kemudian nama hari yang tujuh diganti dianti
dengan angka. Ahad, Senin, Selasa, itu maksudnya satu, dua, tiga, dst. Tetapi hari
Sabtunya tetap dipertahankan. Jadi artinya kalau Ibrahim dahulu itu ada pikiran atau
usaha begitu, ada pikiran untuk menyembah bintang, itu sebetulnya karena ia memang
orang Babilonia. Tetapi kemudian lihat kesimpulannya, ketika matahari tenggelam, dia
bilang ―ah masa Tuhan tenggelam‖. Nah, lalu diapun bilang, ―Inni wjjahtu wajhia
lillaadzii fatharassamawati wal ard‖. Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi (alam semesta) ini. Jadi, ―janganlah kamu
bersujud kepada matahari dan rembulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang
menciptakannya‖ .
Nah, jadi meskipun matahari itu sampai sekarang belum seluruhnya kita pahami, artinya
maih mengandung misteri, ada potensi untuk paham. Karena itu matahari tidak akan
memenuhi syarat sebagai Tuhan, karena suatu saat akan dipahami manusia. Begitu juga
seluruh ala mini. Di situlah kita bisa melihat mengapa Allah menjanjikan: ―Kami
perlihatkan tanda-tanda-Ku di seluruh cakrawala dan dalam diri mereka sendiri, sehingga
terlihat bagi mereka bahwa Allah itu benar‖. Artinya, orang akan haqqul yakin bahwa Allah
itu benar bila seluruh alam ini sudah dipahami, bisa dipahami, sehingga tidak tersisah
misteri lagi. Dengan perkataan lain bahwa Allah itu Allah, oleh karena Dia yang tidak
bisa dipahami manusia. Tuhan itu adalah yang tidak mungkin dipahami oleh manusia,
dan sebetulnya konteks keTuhanan menurut Tauhid adalah konteks mengenai misteri,
laisa kamistlihi sya‘un (tiada sesuatu yang sebanding dengan Dia). Jadi dia tidak bisa
digambarkan, tidak dapat dipahami. Sebab Allah itu mutlak. Perkataan memahami Tuhan
itu kontradiksi in terminus. Sebab memahami berarti mengetahui batas-batasnya. Jadi
kalau memahami Tuhan berarti sudah apriori bahwa Tuhan itu terbatas, terjangkau oleh
kita.
Oleh karena itu, kalau Allah itu memang mutlak, maka Dia tidak dapat dipahami.
Sebetulnya ini kontroversi yang lama dikalangan umat Islam. Yaitu Mu‘tazilah dan
Asy‘ariyah mengenai isu mengenai apakah manusia itu bisa melihat Tuhan atau tidak, di
surge nanti. Menurut Mu‘tazilah tetap tidak bisa, sedangkan menurut Asy‘ariyah bisa,
meskipun selalu ditutup dengan bila kaifah, tanpa bagaimana. Jadi sebetulnya antara
keduanya tidak ada perbedaan. Kalau tanpa bagaimana berarti tanpa bisa diketahui
sendiri. Mengetahui tanpa bisa diketahui. Mengetahui tanpa bisa mengetahui bagaimana
mengetahui itu. Itu bila kaifa dari sistem Asy‘ariyah yang banyak dianut sebagian dari
kita yang berpaham sunni. Yang jelas adalah bahwa Al-Quran, ajaran yang dominan itu
bukan tentang mengetahui Tuhan, tetapi mendekati Tuhan. Jadi taqarrub itu, mendekati
Tuhan. Allah asal dan tujuan dari segala yang ada dalam hidup ini. Oleh karena itu,
perjalanan hidup kita sebetulnya menuju kepada Allah. Maka dari itu sebutlah disini
dalam bahasa yang sedikit kontemporer, kesadaran mengorientasikan hidup kepada
Allah. Oleh karena itu, seluruh perbuatan kita haruslah Lillaahita‘ala. Jadi justru harus
menuju pada Allah Subhannahu Wata‘ala. Dan ini yang kita ungkapkan dengan berbagai
ungkapan, termasuk ridha, ridha Allah. Dalam Al-Quran disebutkan ―mencari muka
Tuhan‖. Jadi kita itu memang mencari muka, yaitu mencari muka Tuhan, artinya
bagaimana melakukan sesuatu yang berkenaan pada Tuhan, mendapatkan ridha- Nya.
Kita menujua kepada Allah, jadi selalu mendekat, taqarrub kepada Allah. Nah, kita
101 Badan Pengelola Latihan HMI
mendekati Tuhan itu adalah dinamis, iman itu dinamis, bisa berkurang dan bisa
bertambah. Artinya dinamis, sebab manusia dengan segala keterbatasannya
kemungkinan besar dia membuat kesalahan. Oleh karena itu dia harus mengikuti garis
yang lurus membetang antara dirinya dan Allah, yaitu Al-shirot al-mustaqiim. Jalan Yang
Lurus, lurus itu terhimpit dengan hati nurani kita, dengan fitrah kita. Sudah banyak
sekali diterangkan dalam NDP tentang peran hati nurani yang kadang-kadang disebut
dhamier dan sebagainya itu. Dhamier, fitrah atau hati nurani itu adalah kesadaran yang
dalam pada diri kita tentang apa yang baik dan buruk, dan apa yang benar dan salah. Itu
tentu saja tidak bisa dibiarkan sendirian, tetapi harus ditolong oleh suatu ajaran. Di sini
kemudian ajaran agama untuk menguatkan apa yang ada pada hati nurani. Oleh karena
itu, menurut Ibnu Taimiyyah agama itu tiada lain adalah fitrah yang diwahyukan, atau
fitrah yang diturunkan. Selain ada fitrah yang diciptakan pada diri sendiri, juga ada
fitrah yang diwahyukan. Itulah agama. Jadi artinya agama itu adalah fitrah yag
diturunkan dari langit oleh Allah Subhanahu Wata‘ala, untuk memperkuat fitrah yang
ada dalam diri kita sendiri. Mungkin teman-teman juga pernah mendengar cerita
Robinson Cruso.
Robinson Cruso adalah novel yang dikarang oleh Daniel Deboe, menceritakan tentang
seorang yang terdampar di pulau sepi dan hidup sendiri dengan segala romantikanya. Itu
sebenarnya plagiat dari seorang filsuf Muslim, namanya Ibn Thufayl. Yaitu suatu karya
yang bernama ―Al-Hay Ibnu Yaqdzan‖. Orang hidup, Anak kesadarannya sendiri. Ini
sebetulnya sebuah kisah filososfis berdasarkan konsep tentang fitrah itu. Karena manusia
itu – seperti dikatakan hadits ―alwaladu yuladu ‗ala al-fitrah‖ , dilahirkan dalam keadaan
suci. Maka seorang filsuf Muslim ini membuat hipotesa kalau seandainya manusia itu
hidup dengan konsisten mendegarkan kesadarannya sendiri dan bebas dari polusi budaya,
polusi kultural (orang ini dikatakan hidup di sebuah pulau sepi sendirian). Kalau orang ini
hidup seperti itu, dia akan menjadi manusia sempurna; insan kamil, maka sebetulnya
novel ini yang berurusan dengan persoalan insane kamil dalam konsep sufi itu. Inilah
yang diplagiat oleh Daniel Deboe dan menjadi Robinson Croso. Sebetulnya ada urusannya
dengan fitrah ini.
Jadi fitrah itu kemudian diperkuat oleh agama. Nah agama ini yang kemudian member
kesadaran tentang bagaimana Allah itu harus dipersepsi, misalnya dengan ayat-ayat dan
Tauhid dan sebagainya itu. Dan manusia harus berjalan pada jalan ini, menuju kepada
Allah. Tetapi karena Allah itu mutlak, maka Dia bakalan tidak bisa dicapai. Kita tidak
akan bisa mencapai Tuhan dalam arti menguasai. Sebab itu akan berarti Tuhan itu
terbatas. Jadi kontradiksi lagi dengan pemutlakan Tuhan. Ini mempunyai implikasi
bahasa kebenaran yang ada pada benak manusia itu tidak pernah merupakan kebenaran
mutlak, sebab keterbatasan kita. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kebenaran yang ada
pada diri kita itu lalu kita buang begitu saja, karena relatif. Itu tidak bisa tidak. Misalnya
saja kita dari Jakarta ini mau ke Bandung. Tentu saja sebagai analogi, Bandung menjadi
tujuan kita. Tetapi dari Jakarta kita tidak bisa begitu saja loncat ke Bandung. Kita harus
melalui Cibinong, melalui Bogor, melalui Puncak dan sebagainya. Nah itulah yang kita
alami dalam hidup, yaitu Cibinong, Bogor, Cianjur, sampai Padalarang dan sebagainya.
Akan tetapi tidak berarti karena kita tahu Cibinong bukan Bandung maka sudalah kita
tidak usah ke Cibinong, karena tujuannya Bandung. Soalnya ialah Bandung tidak bisa
dicapai kecuali melalui Cibinong. Kebenaran mutlak tidak bisa dicapai kecuali dengan
eksperimen relatif, kecuali dengan mengalami kebenaran-kebenaran relatif. Jadi
kebenaran relatif apapun yang kita alami, itu harus kita pegang, tetapi karena waktu
yang sama kita tahu ini adalah kebenaran relatif, maka kita harus memegangnya
102 Badan Pengelola Latihan HMI
sedemikian rupa sehingga harga tidak mati. Karena kita tahu Cibinong bukan tujuan kita,
Cibinong harus kita lewati, tetapi kita harus segera menuju Bogor, segera menuju
Puncak, ke Padalarang dan seterusnya.
Nah, oleh karena itu dinamis. Di sini lalu kemudian bergerak terus-menerus. Itulah
sebabnya mengapa agama itu, agama Islam terutama, selalu dilukiskan sebagai jalan. Ini
penting sekali. Kita melihat, agama Islam itu dulu selalu disebut-sebut sebagai jalan.
Shirat itu artinya jalan. Kalau ada dongeng al-shirot al-mustaqim itu adalah titian
rambut dibelah tujuh yang membentang antara dunia dan surge dan dibawahnya api
neraka, itu berasal dari Persi, dari agama Zoroaster. Kemudian tadi syari‘ah itu jalan.
Kemudian ada lagi, maslak itu juga jalan. Jadi agama itu dilukiskan sebagai jalan oleh
karena mendekati Tuhan itu tidak harus sekali jadi, tetapi harus berproses. Dalam proses
inilah pentingnya ijtihad. Maka dari itu kemudian ijtihad harus terus-menerus dilakukan.
Karena, Tuhan tidak pernah bisa untuk dicapai tetapi kita harus dituntut untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, semakin dekat, maka ada proses dinamis, dan itu jadi
ijtihad.
Sebetulya akar ijtihad itu ialah j, h, dan d. Jadi sama dengan jihad. Satu akar dengan
jihad. Satu akar juga dengan juhd, juga dengan mujahadah, yang semua itu sebetulnya
sama dengan jihad. Jadi mengandung makna bekerja keras, bekerja dengan sungguh-
sungguh. Mujahadah. Lalu di sini, ―walladziina jaahadu fina lanahdiyannahum subulana‖,
―Barang siapa bersungguh-sungguh berusaha untuk mendekati Tuhan, maka akan Tuhan
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan‖. Nah, kebetulan ke Cibubur ini tadi saya melewati
Jagorawi sedikit. Jagorawi ini jalan ashirotolmustaqim, tetapi disitu banyak jalur.
Misalnya yang sudah matang dalam Islam, itu ada jalur sufi, jalur fiqih, dll. Orang yang
versi ke-Islamannya itu sufisme, apakah anda akan menyatakan bahwa orang sufi itu
sesat? Saya kira tidak berhak mengatakan begitu. Ada yang persepsinya kepada Islam itu
hukum.
Jadi, masalah agama adalah masalah hukum. Ada yang persepsiya teologis,
mutakallimun, ada yang persepsinya masalah filsafat dan banyak sekali jalan-jalan
menuju Tuhan ini. Juga disebutkan, jalan menuju Tuhan itu subussalam, ―berbagai jalan
menuju keselamatan‖. Mengapa begitu? Jadi denga iman kita mengorientasikan hidup kita
kepada Allah. Inna lillahi wainna ilaihi rojiun. Kemudian, berilmu, karena perjalanan
menuju Allah ini, meskipun mengikuti al-shirot-al-mustaqim dan berhimpit dengan hati
nurani kita, tetapi di situ ada masalah perkembangan. Oleh karena itu harus berilmu,
harus mujahadah. Jihad atau mujahadah di sini ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan.
Semua itu tentu tidak memiliki arti apa-apa, sebelum kita amalkan, kita wujudkan
dalam amal perbuatan itu. Maka dari itu ideologi misalnya, tidak bisa menjadi mutlak.
Ideologi itu berkembang, ilmu pengetahuan pun berkembang, tidak ada yang benar
secara mutlak. Lihat saja itu dulu, pada zaman sahabat, itu tidak ada sifat dua puluh.
Maka sifat dua puluh itu muncul oleh Asy‘ari oleh karena ada persoalan yaitu bagaimana
membendung pengaruh dari hellenisme melalui filsafat Yunani, yang pada waktu itu
mulai gejala menghancurkan Islam itu sendiri. Maka kemudian dia tampil dengan sifat
dua puluh itu.
Saya terangkan begitu, dengan kata lain kita harus menyejarah bersatu dengan suatu
konsep historis dank arena itu kita menjadi dinamis, terus berkembang, tidak ada yang
harga mati. Oleh karena itu, orientasi hidup kepada Allah yang dalam bahasa agamanya
beriman kepada Allah itu sering kali dalam Al-Quran itu dikontraskan dengan beriman
kepada Thagut. Thagut itu siapa? Thagut itu tiada lain adalah tirani, sikap-sikap tirani.
Tiranisme. Kenapa disebut tirani? Yang disebut tirani ialah sikap memaksakan suatu
103 Badan Pengelola Latihan HMI
kehendak kepada orang lain. Oleh sebab itu, Nabi atau Rasulullah sendiri sudah
diingatkan, kamu jangan jadi tiran. ―Innama anta muzakir, lasta alaihim bi-mushaitir‖.
Hai Muhamad, kamu itu Cuma memperingatkan, tidak untuk mengancam orang,
memaksa orang. Muhammad itu manusia biasa, maka itu suatu saat juga tergoda untuk
memaksakan pahamnya kepada orang lain. Lalu Allah pu turu dengan firman-Nya yang
berat sekali pada surat Yunus ayat 101. ―Kalau seandainya Tuhanmu mau hai
Muhammad, menghendaki manusia tanpa kecuali akan beriman, apakah kamu akan
memaksa setiap orang supaya menjadi beriman?‖ Tidak boleh, sebab walaupun dia rasul
Allah, kalau dia sudah memaksa, dia sudah terjerambab dalam tirani. Thagut. Tentu saja
tirani yang palin berbahaya ialah tirani politik. Artinya tirani yang asasi betul. Oleh
karena itu tokoh simbol dari pada tiranisme dalam Al-Quran itu selalu Fir‘aun. Agama
Islam adalah agama yang sama sekali tidak membenarkan tirani, oleh karena salah satu
konsekuensi berorientasi hidup kepada Allah itu adalah sikap-sikap demokratis, sikap
bermusyawarah dan sebagainya. Jadi begitu kira-kira cakupan seluruhnya itu. Titik berat
argumen NDP itu sebetulnya demikian. Di dalam NDP kita tidak bicara bagaimana orang
shalat, bagaimana orang zakat dan sebagainya, tetapi kita membatasi pembicaraan
kepada hal-hal yang prinsipil dan strategis, yaitu nilai-nilai dasar yang akan langsung
mempengaruhi cara berpikir kita, pandangan hidup kita.
B. Narasi Kelahiran NDP Baru.
Seiring dengan perkembangan zaman, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI dirasakan
membutuhkan revisi atau up date agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Cak
Nur sendiri memperbolehkan pengembagan ataupun mengubah isi NDP, asalakan value
(nilai-nilai) tauhid tidak berubah. Maka pada tahun 2006 kongres HMI XXV di Makasar
mengesahkan NDP versi tim-8 yang merupakan rangkuman pemikiran atau kajian dari
Arianto Ahmad. Ceritanya begini: Bermula dari Kongres HMI XXIV di Jakarta, telah lahir
ide untuk merekotruksi NDP versi Cak Nur. Kongres itu menghasilkan rekomendasi agar
NDP itu secara formal ditindak lanjuti secara serius pada Kongres-kongres sebelumnya
juga keinginan rekontruksi telah ada seperti Kongres HMI XXII di Jambi misalya. Hal ini
disebabkan karena, NDP versi Cak Nur dianggap teramat berat untuk ditafsir oleh
sebagian kader-kader HMI saat itu. NDP Cak Nur dianggap sudah mulai using dengan
perubahan dan tantangan zaman. Keinginan rekontruksi ini kemudian berlanjut pada
Kongres berikutnya yakni Koongres HMI XXIII di Balikpapan. Sekarang Balikpapan terkenal
dengan NDP Avatarnya. Pada Kongres itu, ide rekontruksi ternyata belum menghasilkan
kesepakatan untuk secara kongkrit mengkaji persoalan NDP itu. Maka pada Kongres
berikutnya yakni Kongres XXIV di Jakarta, dikeluarkan rekomendasi mengenai kajian
serius tentang NDP. Realisasi rekomendasi itu dibuat dalam Lokakarya NDP. Pengurus
Besar periode 2003-2005 yang mendapatkan mandat tersebut, langsung mengamanahkan
tugas tersebut kepada Bidang Pembinaan Anggota (PA) PB HMI. Saat itu ketua bidang PA
PB HMI di emban oleh Saudara Muhammad Anwar. Lokakarya pun dirumuskan bersama
LPL PB HMI yang saat itu dipimpin oleh Saudara Encep Hanif Ahmad. Lokakaya NDP itu
diadakan di Mataram. Selain sebagai amanah Kongres, Lokakarya itu juga ditetapkas
dalam rapat kerja dan rapat harian PB HMI.
Lokakarya tersebut disambut dengan antusias oleh peserta yang hadir. Bahkan setiap
cabang membawa tawaran NDP versi cabang masing-masing. Pada awal semiloka, setiap
cabang diberi kesempatan untuk memaparkan NDP versi cabangnya masing-masing.
Forum lokakarya kemudian diarahkan oleh LPL dalam bentuk Focus Group Discussion
(FGD). Masing-masing peserta mempertahankan argumentaasinya. Menurut Amrullah
Yasin (salah satu peserta dari HMI Cabang Kendari) dari semua draft NDP yang ada,
104 Badan Pengelola Latihan HMI
akhirnya draf NDP Cabang Makassar mejadi satu-satunya draft pembanding untuk NDP
versi Cak Nur.
Singkat cerita, lokakarya itu tidak mengahasilkan kesepakatan baku. Untuk itu dibentuk
tim khusus yang akan menindak lanjuti pengayaan NDP yang belum selesai pada
lokakarya tersebut. Tim itu kemudian diberi nama Tim-8 yang merupakan perwakilan
dari masing-masing FGD. Mereka adalah:
1. Andi Ashim Amir dari HMI Cabang Makassar
2. Halid Murhum Pegatong dari HMI Cabang Makassar Timur
3.Amy Maulana dari HMI cabang Surabaya
4.Gigih Widya Wirawan dari HMI Cabang Samarinda
5.Sulaiman dari HMI Cabang Pinrang
6.Abdul Rahman dari HMI Cabang Polemaju
7.Achmad Fauzi dari HMI Cabang Kediri
8.Amrullah Yasin dari HMI Cabang Kendari.
Pertemuan tim-8 ini kemudian diadakan di Selong. Materi pembahasan yang menjadi
focus kajian tim-8 adalah pembahasan terhadap draft NDP tawaran HMI Cabang Makasar.
Namun pertemuan ini juga tidak menghasilkan kesepakatan. Maka pertemuan tim-8
selanjutya diadakan di Makassar Timur. Pertemuan ini juga dilaksanakan atas undangan
saudara Hasbullah Khatib (sekretaris umum Bakornas LPL saat itu). Dari Bakornas LPL PB
HMI diutuslah saudara Rudi Sahabudin sebagai koordiator pengarah dan sekaligus
mengawal proses selama di Makassar Timur. Namun sayang pertemuan itu hanya dihadiri
oleh 4 dari tim-8 itu. Mereka adalah: Halid Murhum Pegatong dari HMI Cabang Makassar
Timur, Achmad Fauzy dari HMI Cabang Kediri, Abdul Rahman dari HMI Cabang Polemaju,
Amrullah Yasin dari HMI Cabang Kendari.
Diskusi awal keempat personil tim-8 menawarkan perubahan agenda khusus untuk
meminta masukan-masukan dari para alumni yang berpotensi dalam pemahaman
NDP. Namun karena tidak adanya fasilitator yang kompatibel (untuk ukuran Makassar),
maka Arianto Ahmad dihadirkan sebagai satu-satunya fasilitator NDP dalam pertemuan
tersebut. Pertemuan itu berlangsung selama satu minggu yang hanya diisi oleh sosialiasai
ide dari Arianto Ahmad. Tim-8 seakan tidak diberi kesempatan untuk melirik referensi
atau berupaya menyusun narasi baru yang konstruktif dari sebuah proses pengayaan tim
secara langsung. Tim-8 didorong untuk menerima pemikiran-pemikiran saudara Arianto
Ahmad secara mentah. Perdebatan belum berakhir dengan munculnya NDP versi tim-8
itu. Namun perdebatan sepertinya baru dimulai. Muncul dua kelompok yang saling
berdebat yakni kelompok yang mempertahankan NDP Cak Nur dan kelompok yang
menginginkan perubahan NDP Cak Nur dengan NDP versi tim-8. Kelompok pro NDP Cak
Nur disebut kelompok konserfatif. Dan kelompok yang Kontra dan menginginkan
perubahan dari NDP Cak Nur itu disebut sebagi kelompok moderat. Karena persoalan ini,
maka usulan perubahan NDP dimasukan sebagai salah satu agenda pembahasan Kongres
HMI XXV di Makassar.
Pada Kongres itu, penetapan NDP itu diwarnai dengan perdebatan dan intimidasi
terhadap SC. Pada saat peserta masih berdebat mengenai versi mana yang layak
digunakan, tiba-tiba pimpinan siding langsung mengesahkan NDP versi tim-8. Atau lebih
tepatnya NDP versi Arianto Ahmad. Kemudian aksi protes muncul. Salah satunya dari
peserta Kongres utusan HMI Cabang Ciputat namun dia akhirnya dipukuli oleh beberapa
orang yang entah peserta atau keamanan Kongres. Disinilah NDP versi Arianto Ahmad ini
mendapat penguatan secara konstitusional untuk diangkat ke permukaan. Tapi
perdebatan belum berakhir, sampai berlanjut pada Kongres XXVI berikutnya di
105 Badan Pengelola Latihan HMI
Palembang. Situasi juga semakin alot setelah pernyataan pengunduran diri Amrullah
Yasin dari tim-8. Kongres Palembang juga buntut untuk menyelesaikan dualisme NDP ini
dan mengamanahkan kepada pengurus PB HMI periode 2008-2010. Rekomendasi Kongres
ini ditindak lanjuti dengan membentuk tim-9 dibawah koordinasi Bidang PA PB HMI oleh
saudara Muzzakir.
Tim-9 ini kemudian mengadakan Seminar dan Loka Karya (Semiloka) NDP HMI di Graha
Wisata Kuningan pada tanggal 4-6 Maret 2009 di Jakarta. Pembicaraan pada Semiloka
diarahkan untuk mencari solisi dan titik temu untuk menyelesaikan problem dualism NDP
ini. Tapi upaya ini juga tidak menghasilkan solusi. Semiloka ini hanya menghasilkan
rekomendasi kepada PB HMI. Maka sesuai rapat harian PB HMI, tim-9 tersebut diarahkan
untuk menelusuri fakta-fakta dan kronologi kemunculan NDP Baru itu. Dari penelusuran
itu, maka pengurus PB HMI periode 2008-2010 memutuskan untuk kembali kepada NDP
versi Cak Nur. Laporan tim-9 ini kemudian dibukukan oleh PB HMI periode 2008-2010
untuk dibagikan ke Cabang-cabang di seluruh Indonesia.
Demikian narasi singkat kelahiran NDP Baru itu. Dan Kongres XXVII selanjutnya di Depok,
agenda kongres tidak lagi diwarnai oleh perdebatan serius ke dua NDP itu. Namun di luar
forum, dualisme ini masih diperdebatkan dalam forum-forum kajian rombongan liar
(ROMLI). Dan saya pun terlibat dalam diskusi itu.
***
Bagian Ketiga
MENGAPA HARUS NDP
A.Berkenalan Dengan NDP
Pertama kali saya menginjakkan kaki diperguruan tinggi, ada sebuah kekaguman yang
luar biasa dalam benak saya. Jika saya mengingatnya kembali, mungkin kekaguman itu
merupakan desakan rasa ingin tahu ketika diperkenalkan dengan banyak hal. Saya
mendengar pernyataan-pernyataan yang mengugah dan sering dilontarkan oleh senior-
senior seperti mahasiswa adalah agen of change, social of control, dan yang paling
berkesan adalah pernyataan ―dialam semesta ini hanya ada dua yang maha, yakni ‗Maha
Esa‘ dan ‗mahasiswa‘. ‖Saya kemudian berpikir,―wah..!
Begitu tingginya derajat mahasiswa sampai dipersandingkan dengan ‗kemahaan‘ tuhan,
atau mungkin saya yang belum memiliki kepahaman terhadap pernyataan itu.‖ Demikian
kebingungan yang menggantung dibelant-ara imajinasi pada waktu itu. Saya kemudian
diajak mengikuti sebuah pelatihan dasar atau basic training (LK-I) Himpunan Mahasiswa
Islam Komisariat STIMIC Ichsan Gorontalo. Bagi saya pelatihan ini merupakan,
persentuhan yang mampu memberikan rangsangan intelektual yang jika tidak berlebihan
akan saya sebut sebagai ―persentuhan awal intelektual saya.‖
Sebuah materi yang begitu menggugah pada waktu itu adalah materi Nilai-Nilai
DasarPerjuangan yang disingkat dengan NDP. Materi itu dibagi dalam VIII Bab yakni
Dasar-Dasar Kepercayaan, Pengertian-pengertian Dasar Tentang Manusia, Kemerdekaan
manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir), Ketuhanan Yang Maha Esa dan Peri
Kemanusiaan, Individu dan Masyarakat, keadilan ekonomi dan keadilan sosial,
Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan dan terakhir Bab VIII adalah Penutup. Namun materi
yang sempat diberikan pada waktu itu baru Bab I Dasar-Dasar Kepercayaan.
Dasar-dasar kepercayaan kembali mempertan-yaakan (merefleksi) eksistensi keimanan
kita terhadap Tuhan, sebab boleh jadi yang membuat kita mengakui adanya Tuhan hanya
karena doktrin keturunan atau oleh budaya setempat. Jika pengenalan ke-Tuhan-an
hanya sebatas doktrin keturunan, maka saya berpikir jangan sampai garis keturunan kita
menjadi Nabi (yang memperkenalkan wahyu) bagi pengetahuan ke-Tuahan-an kita.
106 Badan Pengelola Latihan HMI
Pernyataan ini agak sedikit ekstrim dan dapat menimbulkan reaksi keagamaan, namun
inilah realitas kita dimana penelusuran tentang iman hanya sebatas urusan hati dan tidak
memberi ruang pada akal untuk mempertanyakan keimanan itu sendiri. Akibatnya ajaran
agama kita terkesan sebagai dogma yang memuat kisah-kisah perwatakan baik dan
perwatakan buruk, serta syurga dan neraka warisan budaya nenek moyang kita. Sejak
saya kecil hanya kisah-kisah itu yang diulang terus-menerus, namun disatu sisi tidak
memberi petunjuk apa yang harus dilakukan umat islam kontemporer dalam menghadapi
gelombang peradaban modern. Jangan heran kemudian apabila di mesjid orang sering
kecurian sendal, dan tentunya bukan orang lain yang mengambil melainkan orang yang
tadinya sholat bersama-sama.
Kembali lagi pada cerita tadi, waktu itu saya ditanya oleh Kanda Siswa Ahudulu
(pemateri NDP saat itu), ―menurut anda apakah Tuhan itu ada atau tidak ada?‖ ―ya‖ jelas
‗ada‘, tapi karena logika saya pas-pasan, akhirnya saya tidak dapat mempertahank- an
argumen adanya Tuhan. Ada itu adalah sesuatu yang bisa diraba, dilihat dan dirasa,
demikian kesepakatan devinisi ―ada‖ dalam forum tersebut. Dengan menggunakan
definisi itu, kami peserta menjadi sangat bingung, bahkan ada yang emosional dan
mengeluarkan istilah ‗kafir‘ kepada pemateri. Namun kanda Siswan sangat piawai dalam
memaparkan materi ini, penjelasannya begitu menggugah dasar kepercayaan saya
terhadap Tuhan.
***
Sejak perkenalan itu, saya mulai jatuh hati dengan materi ini, karena itu saya berusaha
menyempatkan diri untuk mengikuti intermediate training (LK-II) di HMI Cabang Palu
apada tanngal 29 Januari s/d 5 Februari 2008. Waktu itu saya membuat karya tulis dalam
bentuk makalah dengan judul ―Antara Manusia, Khalifah dan Kediktatoran‖ sebagai
persyaratan dalam training tersebut. Sayangnya training itu tidak sepenuhnya menjawab
keingin tahuan saya tentang materi NDP. Namun training itu telah mempengaruhi cara
berpikir saya pada sebuah argumen konstruktif dalam memahami segala sesuatu.
Pencarian selanjutnya saya tempuh melalui diskusi-diskusi dan bacaan-
bacaan yang berhubung-an dengan materi NDP tersebut. Namun dahaga intelektual
belum juga menemukan segelas susu untuk melepas dahaganya. Yang tercipta dalam
pikiran saya adalah anggapan bahwa Tuhan itu dapat dicari dengan akal dan dengan
penuh percaya diri saya menulis sebuah ungkapan atau pernyataan ―aku bertuhan karena
akalku dan aku berakal karena Tuhanku‖. Namun pada akhirnya saya merasa resah
dengan pengetahuan ke-Tuhan-an yang ternyata tidak menggugah keimanan itu. Fungsi
emosi dan amarah yang terkadang membuat manusia lebih ganas dari binatang tidak
tergugah sama sekali, hingga terkadang sikap itu muncul kepermukaan.
Masih segar diingatan saya pertanyaan-pertanyaan dalam materi NDP tersebut, misalnya
―jika Tuhanmu benar-benar berkuasa, mampukah Tuhanmu menciptakan batu yang lebih
besar dari Dia sampai Dia sendiri tidak bisa mengangkatnya‖. Jika jawabannya ―ya‖,
berarti batu itu menjadi lebih berkuasa dari pada Tuhan, sebab batu lebih besar dari
Tuhan, dan Tuhan tidak sanggup untuk mengangkat-nya. Jika jawabannya ―tidak‖,
berarti Tuhan anda tidak ―Maha‖ sebab ada yang tidak bisa Dia lakukan. Demikian
juga dengan sebuah teka-teki mengenai tuhan yang begitu menggelitik. Teka- tekinya
seperti ini ―semua di alam semesta ini Tuhan bisa lihat, namun ada satu yang tuhan
tidak bisa lihat dan itu adalah kekuarangan tuhan sekaligus kelebihannya, apakah itu?.
Pertanyaan dalam bentuk teka-teki ini begitu mengganggu pemikiran saya sebab tidak
mungkin Tuhan memiliki kekurangan, dan kalaupun benar memiliki kekurangan, secara
logika terjadi kontradiksi dalam pernyataan kekura-ngan sekaligus kelebihan-Nya.
107 Badan Pengelola Latihan HMI
Dalam prinsip berpikir logika tidak dibenarkan suatu pernyataan benar dan salah
sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Namun ketika diutarakan jawabannya bahwa
yang tuhan tidak lihat itu adalah ―Tuhan-Tuhan (dengan T besar) yang lain, sebab Tuhan
itu hanya satu‖. Mendengar jawabannya seperti itu, sepertinya tidak ada daya untuk
membantah ataupun meragukannya, ternyata pertanyaan yang kedengaran iseng itu
memiliki jawaban yang teramat fundamental terhadap eksistensi Tuhan yang disembah
dan diyakini oleh banyak agama.
NDP yang diceritakan diatas dulu saya telan mentah-mentah, terlen dengan keasyikan
pertanyaan-pertanyaan iseng tentang tuhan. Namun suatu saat saya tersadar oleh
sebuah keaadaan dimana pengetahuan saya itu tidak memberikan nilai spiritual yang
mendalam melainkan sebuah keangkuhan terhadap ajaran-ajaran agama, sesekali
mengklaim orang lain tidak tahu apa yang dia sembah saat menjalankan sholat. Saya
begitu yakin betapa saya adalah penganut Islam yang beragama karena rasio, dan bukan
karena doktrin.
B.Berjumpa Guru Spiritual
Keyakinan akan rasionalitas agama kemudian terguncang oleh sebuah persoalan besar
yang saya hadapi. Persoalan itu menyadarkan adanya krisis dalam pandangan spiritual
hasil kajian dalam NDP yang saya geluti selama ini. Mungkin ini kedengaran sangat
subjektif, namun beberapa fakta menunjukan kesan rasionalitas tidak selamanya
berbanding lurus dengan spiritualitas. Sebagai contoh, ketika kita menjawab soal
mengenai ajaran-ajaran kebenaran, setiap orang dapat menjawab dengan benar, namun
tidak selamanya pengetahuan dan jawaban benar itu mengantarkan manusia pada
kawasan spiritualitas.
Kemajuan Ilmu Pengetahun dan Tekhnologi (IPTEK) telah menunjukkan sebuah rahasia
yang dapat membantu memahami fungsi rasio dan spiritual. Secara medis otak manusia
jika dipetakan menurut wilayahnya dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni:
Wilayah I, adalah kulit otak (cortex cerebri), bagian terluar dari otak. Wilayah ini
menjadi basis dari aktifitas yang berkaitan dengan kemampuan rasional seseorang. Mulai
dari kemampuan menerima rangsang panca indera, memahaminya, menganalisa, dan
kemudian mersepon secara motorik.
Kehebatan peradaban manusia dalam hal sains dan tekhnologi, seperti yang berkembang
pesat di abad-abad terakhir ini adalah hasil berpikir rasional dari kulit otak. Manusai bisa
membuat berbagai peralatan elektronik, komputer, robot, senjata pemusna masal,
pesawat ruang angkasa, dan lain sebagainya, hanyalah sebagian dari kehebatan kerja
kulit otak tersebut.
Wilayah II, adalah sistem limbik dan bagian lain ditengah otak yang masih sangat
misterius. Wilayah ini bertanggung jawab terhadap fungsi luhur yang sangat erat terkait
dengan emosi seseorang. Sikap jujur, adil, pemaaf, mencintai, membenci, sedih,
gembira, dan menderita diatur mekanismenya di wilayah bagian tengah ini. Termasuk
didalamnya dalah amygdala sebagai pusat ingatan emosi.
Ada beberapa komponen otak yang terlibat dalam sistem pengaturan ‗fungsi luhur‘ ini.
Diantaranya adalah Gyrus Cingulata, Thalamus, Hippocampus, Nucleus Basal, Prefrontal
Cortex, dan amygdala. Tiga diantaranya ternyata berada di wilayah I, yaitu kulit otak
yang berperan dalam aktifitas rasional. Sedangkan selebihnya, berada dibagian bawah
kulit otak, atau bagian yang berkait dengan emosi. Jadi mekanisme sistem limbik yang
menatur fungsi luhur itu, ternyata melibatkan dua funsi otak sekaligus yaitu rasional di
kulit otak dan funsi emosi dibagian lebih dalam otak Wilayah III, adalah berkait dengan
fungsi dasar kehidupan.
108 Badan Pengelola Latihan HMI
Wilayah itu meliputi batang otak dan otak kecil. Disinilah pusat pengaturan denyu`t
jantung, pernafasan, tekanan darah, termasuk pengaturan keseimbangan dan kehalusan
gerakan dilakukan. Dari informasi dan penjelasan diatas, terlihat bahwa fungsi rasio
sekalipun memiliki hubungan, tidak selamanya berbanding lurus dengan kualitas spiritual
dan nilai-nilai luhur lainnya. Saat itu, baru beberapa hari diperingati hari raya Idul Fitri
1431 H, saya kemudian bertemu dengan seorang guru spiritual. Pertemuan itu
menyempatkan terjadinya bentrok pengetahuan saya dengan guru spiritual tersebut.
Saya memperbincangkan agama rasional dengan nada sarkastik pada ajarannya. Namun
guru tersebut begitu lihai dalam menjawab pertanyaan dan sindiran-sindiran halus yang
saya ajukan. Saya melontarkan pernyataan bahwa ―yang menyebabkan Islam kalah
dengan barat adalah banyaknya sufi yang telah melupakan dunia materil dan tenggelam
dalam ekstasi penyatuan dengan Tuhan‖. Jadi menurut saya ajaran tasawuf itu merupak
doktrin yang aneh-aneh dan tasawuf itu tidak ada di zaman nabi‖. Lalu guru itu
menjawab ―sebenarnya ini hanya persoalan nama, antara gula dan madu itu beda tapi
sama-sama manis bukan, jawab guru tersebut‖. ―Kalau saya bertanya kepada anda, apa
yang nabi lakukan menyepi dalam Gua Hira? Juga dalam proses isra mi‘raj, nabi
diperjalankan menuju sidratulmuntaha, bukankah itu mengarah pada ajaran tasawuf?‖.
Mendengar jawaban itu, saya mulai sadar betapa fungsi rasio manusia tidak akan
sanggup mengantarkan kita pada hakekat pengetahuan yang sebenarnya. Ingatan
seketika mengarah pada tulisan Fung Yu Lan dalam bukunya Sejarah Filsafat Cina. dalam
buku itu dijelaskan bahwa ―fungsi jerat itu untuk menangkap kelinci, setelah kelincinya
didapat, maka jeratnya tidak dibutuhkan lagi, demikian juga dengan kata-kata fungsinya
adalah menyampaikan maksud, tapi setelah maksud diketahui, maka kata-kata tidak
dibutuhkan lagi. Begitulah kira-kira gambaran kasar dalam benak saya hal-hal yang
bersifat spiritual itu.
Diskusi itu dilanjutkan sampai menjelang shalat subuh, dan kesimpulannya saya harus
mengakui kelalaian saya dalam memahami ajaran agama islam yang dulu hanya
mengandalkan rasio. Lalu saya memutuskan untuk berguru pada guru spiritual tersebut.
Betapa luas wialayah spiritualitas yang diperlihatkannya, sehingga hati pun menjadi
gemetar dan berat saat menyebut nama Tuhan, sungguh perasaan yang belum pernah
saya peroleh sebelumnya, sebuah ketenangan, raga seolah telah menghilang dan
menyatu pada sebuah eksistensi yang maha dahsyat.
Senior saya pernah mengatakan ―sesuatu yang paling nikmat di dunia adalah menyatu
dengan lawan jenis (kawin), sedangkan persatuan antara hamba dengan hamba begitu
nikmat, apalagi persatuan antara hamba dengan penciptanya‖. Saya tak sanggup
menjelaskan perasaan itu, seperti rasa manis yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-
kata. Kalau ada orang yang bertanya ―bagaimanakah manis itu?‖ saya pikir tidak ada
kata yang sepadan untuk mewakili rasa manis selain manis itu sendiri. Dan akan sulit
berbicara manis pada orang yang belum pernah merasakan manis itu, dan akan lebih
mudah jika kita bercerita manis pada orang yang telah merasakan seperti apa manis itu.
Muhammad Iqbal menjelaskan secara umum tentang garis besar sifat-sifat pengalaman
mistik itu yakni:
1.Pokok pertama yang akan dicatat ialah bagaimana berlangsungnya pengalaman itu.
Dalam hal ini tidak beda dengan tingkatan-tingkatan pengalaman manusia lainnya yang
memberikan bahan-bahan untuk pengetahuan.
Semua pengalaman adalah langsung. Sebagaim-ana bagian-bagian pengalaman yang biasa
itu menjadi subjek penafsiran bahan-bahan terind-ra (sesnse-data) untuk pengetahuan
109 Badan Pengelola Latihan HMI
kita tentang dunia luar, begitu jugalah bagian pengalama mistik itu menjadi subjek
penafsiran untuk pengetahuan tentang Tuhan. Keberlangsungan itu hanyalah berarti,
bahwa kita mengenal Tuhan persis seperti kita mengenal objek-objek lain. Tuhan
bukanlah kesatuan matematika atau suatu sistem pengertian-pengerian timbal balik yang
berhubungan satu dengan lainnya dan tak ada sangkut-pautnya dengan pengala-man.
2.Pokok kedua ialah pengalaman mistik yang tak dapat diuraikan. Ketika saya mengalami
meja yang didepan saya ini, bahan-bahan pengalam-an yang tak terhitung banyaknya
menyelinap menjadi satu pengalaman saja tentang meja itu.
Lepas dari bahan-bahan yang sebanyak itu saya memilih hanya yang ada dalam
ketentuan ruang dan waktu tertentu dan yang disekelili-ng itu tak ada sangkut-pautnya
dengan meja. Tapi dalam suasana mistik, betapa subur dan cemerlangnya sekalipun,
namun pikiran harus diminimalkan dan suatu penguraian dengan demikian ini tidaklah
mungkin. Suasana mistik dan kesadaran rasional adalah kenyataan yang sama yang
dihadapkan kepada kita. Kesadaran rasional biasa, dari segi kebutuhan kita yang praktis
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sekeliling kita mengambil kenyataan itu sedikit
demi sedikit, secara berturut-turut memilih golongan-golongan ---perangsang--(stimulus)
yang sudah disisihkan sebagai jawaban. Suasa-na mistik itu menyebabkan kita
mengadakan hubugan dengan semua saluran kenyataan, tempat pelbagai perangsang
bercampur-baur Satu dengan lainnya dan membentuk suatu kesatuan yang tak dapat
diuraikan karena tak ada perbedaan biasa dari subjek dan objek.
3.Pokok ketiga ialah, bahwa bagi mistik suasana itu merupakan suatu momen
penggabungan yang rapat sekali dengan suatu pribadi lain yang tunggal, maha utama,
maha menyeluruh, dan untuk seketika menekan kepribadian subjek yang mengalami itu.
4.Karena nilai pengalaman mistik itu secara langsung dialami, maka maka jelaslah hal itu
tak akan dapat dihubungkan.
Suasana mistik lebih bersifat perasaan ketimbang pikiran. Pen-afsiran yang dihubungkan
dengan penganut mistik atau nabi terhadap isi kesadaran religiusnya dapat juga
diberikan kepada yang lain dalam bentuk proposisi-proposisi, tapi isi itu sendiri tak dapat
dipindahkan begitu saja.
5.Hubungan mistik erat sekali dengan alam asali dan telah mengesankan suatu
pengertian tentang tidak realnya kesinambugan waktu (serial time). Tapi itu tidak
kemudian berarti terputus sama sekali. Suasana mistik dipanda-ng dari segi keunikannya
yang dalam beberapa hal tetap berhubungan dengan pengalaman yang biasa.
Lalu muncul pertanyaan dalam benak saya ―bagaimana dengan kajian NDP yang dulu
saya yakini, dan bagaimana dengan materi NDP yang seharusnya disampaikan dalam
training HMI Cabang Gorontalo?‖. Kegelisahan ini sangat mengganggu sebab antara
pengertian dan perasaan saya terjadi kontradiksi yang sangat mendasar. Kegelisahan itu
mendapat angin segar kemudian setelah saya memb-aca surat undangan LK-II Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Poso. Saya memutuskan untuk mengikuti acara tersebut,
dan itu artinya saya akan mengikuti LK-II untuk yang kedua kalinya setelah yang pertama
di Palu. Saya merasa tertarik untuk mengikutinya sebab kabarnya disana pernah terjadi
konflik agama yang serius dan memakan banyak korban. Sambil melihat-lihat jadwal
materi dan pemateri dalam acara itu, saya berpikir mungkin saya dapat menemukan
jawabannya di sana.
C. Satu Minggu di Daerah Konflik Rasa was-was dan mewanti-wanti disajikannya materi
NDP dalam acara itu, membuat saya tidak perduli dengan materi-materi lain.
110 Badan Pengelola Latihan HMI
Pada saat screening ke-ilmua-an saya sudah mulai berdebat dengan tim screening.
Bagaimana tidak membantah. Tim screening itu menanyakan dimana akal itu pada saya.
Menurut pemahaman saya sesuatu yang abstrak itu tidak dapat ditunjukan letaknya. Dia
hanya bisa dirasakan adanya tapi wujudnya tidak dapat ditunjukan seperti menunjuk
letak sebuah batu misalnya. Tanpa ragu-ragu saya langsung menjawab ―pertanyaan
kanda ini salah, dan maaf, saya tidak akan menjawab sebelum pertanyaannya benar‖.
Ternyata pernyataan saya itu mengundang perdebatan yang panjang seputaran letak
akal itu antara saya dan tim screening itu. Sampai akhirnya tim screening itu mengganti
topik dan saya membiarkan dia berbicara tanpa membantah lagi.
Hari pertama training itu disampaikan akan di hadiri oleh pengurus PB HMI. Dan ternyata
benar dihadiri oleh pengurus PB, Muhamad Takbier Watta. Kanda Takbier memaparkan
materi ―Transformasi Nilai-Nilai Kejuangan HMI berbasis Pluralisme‖. Dalam paparan
materi tersebut, kanda Takbier menyinggung persoalan ketuhanan dengan merujuk pada
konsep-konsep filosofis. Saya merasa seperti seorang atheis yang sedang diceramahi
persoalan ke-Tuhan-an, lalu saya mengacungkan tangan pertanda ingin menyampaikan
sesuatu. Kesempatan bicara itu saya gunakan untuk menyampaikan kelalaian rasio dalam
menjangkau Tuhan (Kelalaian ini akan saya bahas pada kajian selanjutnya dalam buku
ini). Saya berargumen bahwa ―seharusnya kajian kita tentang nilai seharusnya
mengantarkan kita pada peribadatan atau syariat Islam yang benar, bukan hanya sekedar
untuk cerdas dan merasa mengetahui Tuhan‖ . Saya pun mulai tidak sepakat dengan
epistemologi yang digunakan dalam mengetahui Tuhan itu, sebab saya yakin syariat serta
tingkatan-tingkatan selanjunya (thariqat, hakekat, dan makrifat) adalah metode atau
epistemologi terbaik untuk berjalan menuju Tuhan. Kanda Takbier membalikan
pertanyaan dengan tetap mengacu pada kaidah logika terutama pada bagian
pendevinisian.
Dia menayakan arti epistemologi pada saya, waktu itu saya spontan menjawab
―epistemologi itu adalah cara untuk memperoleh pengetahuan‖. Lalu saya dibilang
bicara ‗ngawur‘ oleh pemateri (baca: Takbier Watta), saya pun kemudian mengatak-an
bahwa ―menurut referensi saya, kanda juga ngawur, dan saya tidak ingin ada
pengklaiman paling benar disini, kalaupun ada, sesungguhnya anda telah membantah
sendiri hakekat filsafat itu sebagai sarana pencapaian kebijaksanaan‖ .
Selanjutnya saya dikata-katai sebagai orang yang salah memahami NDP. Tapi saya tidak
mau terjebak pada persoalan saling menyalakan. Saya hanya tidak sepakat saja dari awal
pembicaraan, terutama saat kanda Takbier mendevinisikan ilmu sebagai kumpulan
pengetahuan-pengetahuan. Bagi saya devinisi itu tidak memiliki batasan kalau pun harus
mengacu pada aturan devinisi dalam logika. Saya lebih sepakat dengan devinisi ilmu
sebagai pengetahuan sistematis yang telah memenuhi syarat-syarat dalam metode ilmiah
atau merupakan rangkuman hukum-hukum alam dan sosial yang tersusun secara
sistematis berdasarkan metode ilmiah. Jadi disini jelas batasan ilmu itu ada pada ukuran
ilmiah dan tidak ilmiah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat matriks pengetahuan menurut
Ahmad Tafsir yakni:
Pengetahuan Sains, objek empiris, paradigma sains, metode sains, kebenarannya
ditentukan logis dan bukti empirisnPengetahuan Filsafat, objek abstrak tetapi logis,
paradigmanya logis, metode rasio, ukuran kebenaran logis dan tidak logis Pengetahuan
Mistik, objek abstrak supralogis atau metarasional, paradigma mistis, metode latihan
atau riyadlah, ukuran kebenaran ditentukan oleh ras, yakin, kadang-kadang empiris
Kegelisahan saya akhirnya terobati dengan kehadiran pemateri NDP bernama Kanda
Amrullah Yasin yang merupakan mantan anggota Tim 8 perumus NDP versi kongres
111 Badan Pengelola Latihan HMI
bukan materi filsafat ilmu. Sehingga dengan berpaling kembali dalam perdebatan
filsafat, maka kita berarti kembali dalam perdebatan klasik antara Plato dan Aristoteles
dan filsuf-filsuf lainnya.
Mendengar penjelasan itu saya teringat dengan buku filsafat modern karya F.Budi
Hardiman yang memuat perkembangan pemikiran filsafat modern dan argumen saling
kritik antara sesama filsuf. Jika kaidah filsafat itu dipaksakan dalam bab NDP,
kemungkinan nilai dasar kita hanya akan diwarnai oleh perdebatan seputar filsafat,
sebab tidak semua orang sepakat dengan satu warna atau aliran dalam filsafat tertentu.
Kita mesti dapat merangkum kembali nilai-nilai universal yang berpijak pada tafsir Al
Quran dan hadist sebagai nilai dasar dalam gerak kader-kader HMI. Hal ini wajar
dilakukan sebab saya percaya kader HMI tidak ada yang atheis, jadi jangan NDP seolah-
olah adalah ceramah untuk golongan atheis yang tidak beragama itu. Lagi pula
pendekatan filosifis ternyata tidak pas untuk berbicara dalam wilayah ke-Tuhan-an yang
sebenarnya, seperti Al Farabi yang menjelaskan teori emanansinya dengan gerak akal 1
sampai 10 dan hubungannya dengan penciptaan alam semesta ternyata keliru sebab
urutan tata surya yang dijelaskannya hanya tujuh (saturnus, Jupiter, Mars,
Matahari,Venus, Merkurius dan Bumi) sesuai dengan pengetahuan astronomi dimasanya.
Kembali pada penjelasan kanda Amrullah, bahwa kebenaran itu adalah asal dan tujuan
dari segala kenyataan, yakni tempat bergantungnya segala sesuatu. Apakah Tuhan sama
dengan kebenaran? Tuhan tidak sama dengan kebenaran, sebab kebenar-an sendiri
memiliki asal dan tujuan sebagaimana adanya keyataan-kenyataan yang lain. Karena itu
Tuhan mejadi satu-satunya tujuan dari seluruh aktifitas di alam semesta. Atas alasan itu
pula, dalam kalimat syahadat pertama berisi persaksian kita ―tiada Tuhan selain Allah‖
yakni penggabungan antara peniadaan dan pengecualian terhadap kesakralan eksistensi
lain selain Tuhan itu sendiri. Peniadan dan pengecualian ini pada hakekatnya akan
membebaskan manusia dari segenap belenggu belenggu kepercayaan dan hanya tunduk
patuh terhadap satu kebenaran yakni asal dan tujuan dari segala kenyataan.
Bagaimana Tuhan menyampaikan firmannya kepada manusia? Maka disini Tuhan memilih
salah seorang dalam jenis manusia sebagai perantara atau pembawa kabar berita dari
alam ghaib. Analogi kasar dari rasull dapat diidentikkan dengan tukang pos yang
mengantarkan surat dari pengirim sampai kepada penerima. Lembaga pos itu sendiri
harus terbukti jujur dan dapat dipercaya agar surat yag dikirimkan tidak dikurangi
jumlah dan kualitasnya. Untuk itu, seorang rasul harus terbukti jujur sehingga dapat
dipercaya oleh umatnya. Nabi Muhamad sejak kecil telah dikenal dengan kejujurannya.
Lalu Tuhan menurunkan firman-Nya dan keluar dari lisan Muhammad seorang manusia
yang tidak pernah berdusta. Dari penjelasan itu, maka esesnsi kedua kalimat persaksian
adalah menyakini bahwa ―Muhammad adalah Rasul Allah.
Begitu mengagumkan penjelasan dari kanda Amrullah itu. Satu mingu di daerah konflik
begitu mengesankan dan merubah paradigma berpikir mengenai NDP itu sendiri. Sedikit
berbicara daerah konlik, peserta LK-II waktu itu lebih banyak dari tuan rumah (HMI
Cabang Poso). Hal ini disebabkan karena sebagian kader HMI diluar daerah merasa
khawatir untuk datang ke Poso, namun harus diketahui bahwa kondisi di Poso tidak lagi
seperti apa yang kita pikirkan dan dengar selama ini yakni ―daerah konflik‖.
***
Bagian Keempat
TENTANG EPISTEMOLOGI
A.Istilah Epistemologi Pada dasarnya manusia memiliki pengetahuan yang ada dalam
benaknya. Ada pengetahuan tentang hal-hal yang tunggal seperti kayu, batu, putih,
113 Badan Pengelola Latihan HMI
hitam, dll. Ada pula pengetahuan yang bersifat majemuk seperti, batu hitam, kuda
putih, rumah sederhana, dll. Pengetahuan selanjutnya merupakan abstraksi rasio-nal
dari pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh. Kemudian dalam persoalan pengetahuan
itu, kita akan bertanya atas dasar apa pegetahuan itu ada? Dengan cara apa kita dapat
benar-benar yakin bahwa pegetahuan kita itu benar (memiliki realitas objektif). Misalkan
angka 10, dari manakah angka 10 itu, maka orang dapat menjawab dari penjumlahan 5 +
5 misalnya atau 9 + 1 yang menjadi sumber dari pada pengetahuan tentang angka 10
tersebut. Penjumlahan angka-angka ini yang disebut sebagai metode atau cara
memperoleh pengetahuan. Dalam filsafat ilmu yang berbicara tentang hal ihwal
pengetahuan dikenal dengan istilah epistemologi. Apakah epistem-ologi itu?
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, ilmu
pengetahuan sedangkan logos artinya pengetahuan, informasi. Episteme berlawanan
dengan doxa, poietikos, techne, theoria Dengan demikian epistemologi dapat diartikan
sebagai pengetahuan tentang pengetahuan. Runes dalam kamusnya seperti yang dikutip
oleh Ahmad Tafsir menjelaskan Epistemology is the branch of philosophy which
investigates the origin, method and validity of knowledge.
M. Dahlan dan Partanto dalam kamus ilmiahnya menjelaskan sebagai cabang dari filsafat
yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan. Dalam pengertian
seperti itu, Ahmad Tafsir menggambarkan wilayah kajian dalam epistemology : Tatkala
manusia baru lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun. Nanti, tatkala 40
tahunan, pengetahuannya banyak sekali, sementara--kawan-nya yang seumur dengan dia
mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari pada dia dalam bidang yang
sama atau berbeda. Bagaimana mereka itu masing-
masing mendapatkan pengetahuan itu? Mengapa dapat juga berbeda tingkat akurasinya
Hal-hal semacam ini dibicarakan dalam epistemologi. Istilah epistemologi untuk
pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F. Ferier pada tahun 1854. Pada dasarnya
kemunculan epistemologi merupakan bentuk keraguan manusia terhadap pengetahuan
yang diketahuinya. Kelompok seperti ini dalam sejarah filsafat disebut sebagai sofis
yakni orang yang meragukan segala yang ada. Inti dari keraguan ini adalah pencarian
tehadap kebenaran-kebenaran pengetahuan yang terilhami oleh manusia melalui proses
refleksi. Oleh karena itu, Harun Nasution megartikan epistemologi sebagai ilmu yang
membahas tentang; a) apa itu pengetahuan, dan b) bagaimana cara memperoleh
pengetahuan.
Pertayaan mengenai apa itu pengetahuan berkenaan dengan hakekat pengetahuan itu
sendiri. Menurut Ahmad Tafsir pengetahuan ialah semua yang diketahui38 Pengetahuan
pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah
menyusun pendapat tetang suatu objek. Dengan kata lain, menyusun gambaran dalam
akal tentang fakta yang ada di luar akal. Namun yang menjadi persoalan mendasar disini
adalah apakah hasil abstraksi itu memiliki nilai objektif pada dirinya (faktual) ataukah
hanya merupakan bayangan dari ide? Lalu mana yang benar antara keduanya? Hanya ada
dua kemungkinan kalau bukan kedua-duanya benar, maka salah satu saja diantara
keduanya yang benar.
Sejauh ini kita sudah memahami epistemologi sebagai suatu cabang filsafat yang
mempersoalkan mengenai pengetahuan dan cara memperoleh penget-ahaun (teori
pengetahuan) berikut dengan ukuran benar dan salahnya pegetahuan itu (teori
kebenaran).
Menurut Ahmad Tafsir ada tiga macam pengetahuan manusia yakni:
114 Badan Pengelola Latihan HMI
Pengetahuan sain (scientific knowl-edge) adalah pengetahuan yang logis dan didukung
oleh bukti empiris.
1. Pengetahuan filsafat yaitu pengetahuan yang kebenarannya hanya dipertanggung
jawabkan secara logis, tidak secara empiris.
2. Pengetahuan mistik yaitu sejenis pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara
empiris, tidak juga secara logis.
B.Diskusi Seputar Epistemologi
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat pentingnya persoalan epistemologi dalam dunia
filsafat. Terdapat beberapa pokok bahasan dalam diskusi seputar epistemologi
diantaranya adalah persoalan teori kebenaran, hakekat pengetahuan dan sumber
pengetahuan.
1.Tentang Teori Kebenaran.
Kebenaran menurut Bertrand Russel adalah suatu sifat dari kepercayaan dan diturunkan
dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Menurut Muhamad Noor Syam,
kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia, sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia, artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
selalu berusaha memeluk suatu kebenaran.
Kebenaran dalam pengertian ini mengarah pada kecenderu-ngan fitrah manusia pada
kebenaran itu sendiri. Aristoteles menyediakan ungkapan kebenaran defin-itif tentang
teori korespondensi. ―meyatakan ada yang tidak ada, atau tidak ada yang ada adalah
salah, sedangkan menyatakan ada yang ada dan tidak ada yang tidak ada adalah benar‖.
Thomas Aquinas bersama dengan kaum skolast-ik pada umumnya, melanjutkan teori
korespondensi, dengan mendefinisikan kebenaran sebagai adequatio rei et intellectus
(kesesuaian, kesamaan pikiran dengan hal, benda). Karena kebenaran merupakan istilah
transendental yang mengena pada semua yang ada, dalam arti tertentu kebenara
bukanlah suatu pernyataan tentang cara hal-hal berada tetapi melulu hal-hal itu sendiri.
Dan karena Allah adalah ebenaran-Nya sendiri, ide-ide dalam pikiran ilahi adalah benar,
entah ide-ide itu berkorespondensi dengan apa pun di luar Allah (yaitu keadaan dunia
yang sekarang) atau tidak Berdasarkan pengertian kebenaran diatas, teori kebenaran
dapat dibagi menjadi tujuh teori yakni sebagai berikut:
1.Teori Korespondensi, menurut teori ini kebenaran merupakan kesesuaian antara data
dan statement dengan fakta atau realita, sebagai ilustrasi. Misalnya pernyataan bahwa
Muhammad adalah putra Abdullah dinyatakan benar apabila Abdullah benar-benar
mempunyai anak yang bernama Muhammad
.2.Teori Koherensi, meyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan keputusan
baru dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih
dahulu. Dalam teori ini saya sedikit meragukan keabsahannya sebab keputusan-
keputusan yang dianggap benar terdahulu itu bersumber dari mana? Jelas akan dijwab
dengan pernyataan yang dianggap benar sebelum pernyataan itu. Jika ditanyakan lagi
kalau pernyataan benar sebelum pernyataan benar sebelumnya itu dan seterusnya, dari
manakah sumbernya? Jelas dalam teori ini saya sedikit tidak menyepakatinya alias tidak
fundamental
3. Teori Pragmatis, menyatakan bahwa sebuah proposisi dinyatakan sebagai suatu
kebenaran apabila ia berlaku, berfaedah, dan memuaskan kebenaran yang dapat
dibuktikan dengan kegunaannya, hasilnya, dan akibatnya. Pada pegertian ini, kebenaran
menjadi relatif.
115 Badan Pengelola Latihan HMI
4. Teori Kebenaran berdasarkan arti, menyatakan pengetahuan dianggap benar kalau ada
referesi yang jelas, jika tidak mempunyai referensi jelas, pengetahuan tersebut
dinyatakan salah.
5. Teori Kebenaran Sintaksis, menyatakan suatu pernyataa dianggap memiliki nilai-nilai
kebenaran apabila pengetahuan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
Misalnya, suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika tidak ada subjeknya,
kalimat itu dinyatakan tidak baku atau bukan kalimat.
6. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (logical super fluity of truth), berdasarkan
teori kebenaran ini, problem kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa dab hal ini
mengakibatkan suatu pemborosan.
7. Teori Kebenaran Spiritual, menyatakan sesuatu dianggap bear apabila tidak
bertentangan dengan kebenaran mutlak. Dalam filsafat Islam, pernyataan bahwa Tuhan
sebagai kebenaran mutlak telah dimulai sejak filsuf pertama muslim, yaitu Al-Kindi. Dia
menyatakan bahwa Tuhan sebagai al-haqqul awal (kebenaran pertama).
Teori kebenaran lain yang dijelaskan oleh Amsal Bakhtiar dalam bukunya ―Filsafat
Agama, wisata pemikiran dan kepercayaan manusia‖ menyebut teori kebenaran Hudhuri
yang merupakan hubungan mengetahui, dalam bentuk pengetahaun tersebut adalah
hubungan swaobjek tanpa campur tangan koneksi dengan objek eksternal. Teori
kebenaran hudhuri ini lebih mengarah pada kajian sufistik.
Masih mengenai teori kebenaran, rasanya perlu untuk menjelaskan pendekatan-
pendekatan dalam mencari kebenaran yakni:
1. Pendekatan non Ilmiah, terdiri dari:
a. Akal sederhana dan prasangka, merupakan serangkaian konsep atau bagan konseptual
yang memuaskan digunakan secara praktis. Akal sederhana dapat menghasilkan keben-
aran dan dapat pula menyesatkan karena kebenaran yang diperoleh dengan akal
sederhana dipengaruhi oleh kepentingan yang menggunakannya. Dalam penggunaan
sehari-hari prasangka pada umumnya diberi konotasi negatif. Sebab prasangka merupak-
an kenyataan yang dibuat-buat oleh pikiran-pikiran negatif didalam diri.
b. Penemuan kebetulan dan coba-coba (trial and error) yang dilakukan secara aktif
dengan mengulang-ulang suatu pekerjaan serta menemukan cara dan materi yang sering
dilakukan. Misalnya, penemuan obat malaria secara tidak sengaja dari pohon kina yang
tumbang dalam parit.
c. Otoritas dan kekuasaan, dalam sejarah kita bisa menyaksikan bahwa kekuasaan raja itu
adalah mutlak.
2. Pendekatan Ilmiah yaitu pengetahuan yang
diperoleh melalui suatu penelitian yang berdasar pada suatu teori tertentu atau sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmiah yag telah disepakati.
***
2. Tentang Hakekat Pengetahuan.
Dalam dunia filsafat, dikenal dua aliran yang berbicara mengenai persoalan hakekat
pengetahauan yakni idealisme dan realisme. Kedua konsep ini merupakan hakekat
pengetahuan yang pernah diperdebatkan oleh Plato dan muridnya Aristoteles.
a.Idealisme Plato
Idealisme menandaskan bahwa untuk mendapa-tkan pegetahuan yang benar-benar sesuai
dengan kenyataan adalah mustahil. Idealisme pertama kali digunakan oleh Leibniz awal
abda ke-18. Leibniz menerapkan istilah idealsme pada pemikiran Plato. Teori idealisme
Plato mengatakan bahwa sebelum manusia lahir dan masih berada di alam ide, semua
kejadian telah terjadi sebelumnya. Atas alasan itu, manusia dikatakan telah memiliki
116 Badan Pengelola Latihan HMI
serupa denga bayangan yang dilihat dalam manusia gua dalam cerita Plato.
Berdasarkan sudut pandang ini, Plato berdasar-kan doktrin Heraklitus bahwa segala
sesuatu senantiasa berubah dan hubungannya dengan pengetahuan manusia hanya
berlaku dalam alam indra. Sebagai contoh Sokrates sekarang lebih tinggi dari
Theaetetus, yang masih mudah dan belum sepenuhnya tumbuh; namun beberapa tahun
lagi Sokrates akan lebih pedek dari Theaetetus. Dengan demikian Sokrates tinggi
sekaligus pendek. Jadi pengetahuan indrawi itu bukanlah tentang apa yang ―ada‖ (is),
melainkan tentang apa yang ―menjadi‖ (becomes)56 yang senantiasa berubah-ubah.
b.Beberapa Catatan Ketika mempelajari para pemikir idealisme ini, terutama Plato, saya
terbantu dengan dokumen NDP Avatar hasil kajian HMI Cabang Balikpapan. Naskah NDP
itu saya perolehh saat mengikuti LK-II di HMI Cabang Poso. Hasil kajian NDP Avatar itu
selain menjelaskan teori pengingatan kembali dari idealisme Platonian, dijelaskan juga--
beberapa----kekurangan---yaitu : 1) Tidak ada landasan yang memutlakkan bahwa dahulu
kita pernah berada di alam ide. 2) Turunan dari yang pertama, kalaupun (jadi
diasumsikan teori ini benar), ternyata sebelum lahir kita telah memiliki pengetahuan,
maka persoalannya adalah apakah pengetahuan kita saat ini selaras dengan pengetahuan
kita dialam ide. Menurut hemat saya bagian ini agak lemah jika digunakan untuk
mengkritik teori idealisme Plato. Sebab bukti utama keselarasan pemikran dengan
pengetahuan awal dapat dilihat dari munculnya pegertian atau dimengertinya sebuah
objek oleh kesadaran kita. 3) Tidak diterangkan dimanakah ide dan material itu menyatu
(saat manusia belum dilahirkan), dan mengapa disaat kita lahir tiba-tiba pengetahuan itu
hilang. Kalau dikatakan material kita terlalu kotor untuk menampung ide, maka
mengapa saat ini kita bukan saja memiliki ide, tapi bahkan mampu mengembangkan ide
disaat material kita justru semakin kotor.
Selain kekurangan diatas, perlu juga kita merefleksi pandangan ketiadaan dunia materil
ini. Orang sering berargumen mengenai hal ini, bahwa ketiadaan dunia materil akan
menghancurkan landasan ilmu pengetahuan kita dan membuatnya tidak bermakna. Tapi
saya tidak akan mengikuti argumen seperti itu, sebab terkesan kekanak-anakan. Jika
seandainya landasan ilmu pengetahuan itu harus hancur oleh teori baru, bagi saya tidak
akan menghilangkan makna dari kenyataan itu. Justru kita akan menemukan makna baru
yang lebih bermakna. Refleksi yang akan saya ajukan sebagai argumentasi saya adalah:
Jika seandainya realitas objektif itu benar-benar hayalah bayangan dari ide, maka batu
yang tampak dalam kesadaran saya tidak akan tampak oleh kesadaran orang lain.
Walaupun realitas aksiden yang ditangkap oleh kesadaran kita itu berbeda-beda, namun
kita tidak dapat menyangkal ―ada‖-nya realitas dari batu tersebut. Maka hal ini jelas
bahwa ―ada‖ itu tidak bergantung pada penilaian kesadaran atau pengetahuan saya
maupun orang lain. ―Ada‖ yang tidak ada dalam pengetahuan saya bukan berarti tidak
―ada‖ melainkan adalah bentuk ketidak tahuan saya terhadap ―ada‖ itu sendiri. Atau
dengan kata lain ketiadaan pengetahuan saya pada objek tertentu tidak akan
berpengaruh pada ―ada‖-nya objek itu. Berdasarkan argumen diatas, kita dapat juga
berpikir bahwa ―ada‖-nya realitas itu terlepas dari ide itu sendiri. Namun kualitas dari
objek yang muncul dalam ide yang ditangkap oleh kesadaran kita itu menyatu secara
intuitif atau secara kodrati dengan hakekat yang menjadi makna ada dari objek itu.
Sebagai contoh adanya kualitas gerak suatu benda yang bergerak dalam ruang dan waktu
dapat dengan mudah dimengerti oleh kesadaran kita sebagai subjek pengetahuan.
Pertayaanya kenapa bisa dimengerti atau diketahui? Jawabannya adalah karena secara
kodrati kualiatas gerak sebagai kodrat benda itu dapat menyatu dengan potensi kodrati
yang ada pada kesadaran manusia.
118 Badan Pengelola Latihan HMI
Catatan lain megenai pemikiran Plato dapat kita lihat dalam sajak-sajak Muhamad
Iqbal58 yang berjudul ―Mempertimbangkan Plato‖ seperti berikut ini: Plato yang rahib
dan cendekiawan. Dialah salah seorang dari kumpulan kambing zaman purba. Kuda
Pegasus yang ditungganginya tersesat di kegelapan filsafat dan mendaki gunung nyata
ini. Terpana takjub dirinya oleh idealisme. Hingga panca indra tak diperhitungkan.
―Matilah!‖ katanya rahasia kehidupan: Pelita jadi benderang bila dipadamkan apinya
dikuasai pikiran kita, anggurnya membuat kita tidur. Dan dia renggut dunia milik kita.
Dia adalah kambing berwujud manusia. Jiwa sang sufi tunduk kepadanya. Membumbung
dia sampai ke langit sebab kekuatan pikirnya, dilukisnya dunia seumpama jelmaan
dongeng. Kerjanya adalah memporak-porandakan tata kehidupan dan mematah-belah
dahan kehidupan yang harmonis. Pikiran plato mengajarkan kerugian sebagai laba.
Filsafatnya mengajarkan sang wujud adalah kenihilan, fitrahnya tidur dan menciptakan
mimpi. Mata idenya merealisasikan bayangan itu hanya karena dia tak terlibat dalam
amal perbuatan. Ruhnya pesona bagi kenihilan. Dia tak percaya pada alam kebendaan,
laku dirinya jadi pencipta gagasan ide. Padahal dunia nyata ini amat indah bagi ruh
kehidupan sejati. Bernilai luhur bagi mereka yang mati jiwanya: yang kijangnya tak
bergerak luwes, yang burung meraknya tak lagi melangkah dengan gaya nan elok yang
titik embunnya tak kuasa bergetar, yang unggasnya sudah tak bernyawa, yang benihnya
pun mandul, yang kunang-kunang tak bercahaya. Demikianlah filsuf kita itu yang bingung
hendak ke mana, sebab dia tak sanggup menjadi penghuni dunia seperti dia terangi
hatinya degan nyala api yang hampir padam. Dan dilukisnya dunia ini dengan candu
memabukkan dan dia tak kunjung pulag kesarangnya lagi. Khayalnya sirna dalam kendi
angkasa. Aku tak tahu apakah itu alas kendi ataukah batu semata, Karena bangsa-bangsa
terlena oleh mabuk kepayang filsafatnya dia ngantuk dan tak sedikit tertarik akan amal
perbuatan. Iqbal dalam sajak-sajak diatas ingin menegaskan hal yang sama bahwa salah
satu kekeliruan Idealism Plato adalah anggapan realitas dunia
eksternal sebagai realitas bayagan dari alam ide.
Padahal dunia ekst-ernal adalah tempat kita bereksistensi menerapkan segala bentuk
pengetahuan kita. Adalah hal yang tidak mungkin untuk bereksistensi dalam dunia ini
jika pada hakekatnya dia tidak real.
Dalam perkemb-angan selajutnya Hegel (1770-1831) membuat pernya-taan yang sangat
populer: ―semua yang rasional itu real dan yang real itu rasional‖. Tokoh-tokoh
idealisme zama modern yang lain adalah Imanuel Kant (1724-1804), Fichte (1762-1814),
Schelling (1775-1854), dan Scopenhauer (1788-1860).
c. Realisme
Pengetahuan menurut realism adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang
ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakekat). Dalam ―Kamus Teori dan Aliran-aliran
dalam Filsafat dan Teologi‖, realism dilawankan dengan idealisme, sebab realisme
beranggapan bahwa objek-objek pengetahuan itu tidak bergantung pada fikiran, akan
tetapi merupakan hal yang mandiri. Berbeda halnya dengan idealisme yang menganggap
objek pengetahuan itu sebagai realitas bayangan dari alam ide. Berdasarkan hal itu,
Aristoteles yang merupakan murid dari Plato mengkritik teori gurunya itu. Menurut
Aristoteles, apa yang dianggap oleh Plato sebagai pengingatan kembali sesungguhya
tidaklah demikian. Sebagai contoh: bagi Aristoteles ide ―pohon‖ dan ―apel‖ ideal yang
hadir dalam pikiran kita bukanlah disebabkan pengingatan kembali tetapi adalah
merupakan hasil abstraksi akal kita dengan cara melakukan sejumlah penghilangan–
penghilangan dari berbagai fenomena-fenomena yang berbeda-beda diantara apel-apel
tersebut, seperti dengan menghilangkan kebesaran dan kekecilannya atau kemerahan
119 Badan Pengelola Latihan HMI
dan kehijauannya. Sehingga tertanggalnya seluruh perbedaan itu, maka kita akan dapat
memahami sebuah realitas lain yang oleh Aristoteles disebut sebagai universalia atau
bentuk-bentuk ideal dari benda-benda tadi yakni kepohonan dan keapelan saja.
Antara bentuk-bentuk partikular dan universal ia universalia itu bagi Aristoteles adalah
satu bentuk kenyataan yang tidak terpisahkan. Dalam teori metafisikanya Aritoteles
menegaskan bahwa antara matter (materi) dan form (bentuk) itu bersatu; matter
memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya.
Dengan demikian Aristoteles ser-upa dengan Al Kindi menegaskan sebab suatu benda
dikatakan wujud yang aktual yakni:
1) memiliki materi benda,
2) memiliki bentuk,
3) memiliki pemb-uat,
4) memiliki manfaat.
Aristoteles dalam sejarah filsafat memiliki posisi yang sangat penting dalam hal
menjelaskan kembali adanya kenyataan objektif. Kenyataan tidaklah sama seperti yang
dikatakan oleh kaum sofis yang menganggap realitas eksternal itu tidak nyata adanya.
Maka dalam hal ini Aristoteles menghasilkan ukuran
kebenaran korespondensi yang mengatakan kebenar-an sebagai kesesuaian antara ide
dan realitas. Dengan kata lain, pikiran itu dapat dikatakan benar jika memiliki objek
diluar dirinya.
d. Beberapa Catatan
Realisme menandaskan diri pada bentuk pengetahuan yang merupakan abstraksi
pemikiran terhadap objek yang ada. Pada gilirannya pernyataan ini dapa menemui
beberapa kerancuan diantaranya, ―jika kita bertanya apakah yang diketahui dari benda
yang merupakan objek pengindraan kita?‖ apakah substansi dari benda itu ataukah bentuk
dan kualitas benda yang menjadi objek pengidraan kita? Jika jawabannya adalah
substansinya yang diketahui, maka antara objek dengan hasil abstraksi pikiran saya
tidaklah sama. Sebagai contoh batu yang ada diluar dan batu yang ada dalam pikiran
saya itu bukanlah keyataan yang sama, sebab wilayah tangkapan saya bukan pada
substansi batu itu melainkan hanya bentuk (form) dari benda-benda itu.
Dari realitas betuk objek itu, saya kemudian menyimpulkan adanya universalia-
universalia melal-ui penghilangan bentuk-bentuk aksidental dari objek itu. Disinilah
letak persoalan, bahwa universalia itu tidaklah sama dengan substansi pada objek itu.
Substansi adalah sesuatu yang ―ini‖, namun universal adalah sesuatu yang ―demikian‖----
universal menun-jukan jenis benda, bukan benda partikular yang nyata. Pada kenyataan
ini kita dapat menyimpulkan adanya jurang pemisah antara ide dan realitas yang
menjadi asumsi dasar dalam teori kebenaran korespondesi. Selain itu juga kebenaran
belum bisa melepaskan diri dari unsur subjektifitasnya, sebab antara orang yang buta
warna dengan orang normal akan berbeda kopi pengetahuan asli dari pengindraa-nnya.
Maka kesesuaian antara ide dan realitas belum menuntaskan persoalan objektifitas
pengetahuan manusia. Sama halnya jika seandainya kita mejawab bahwa yang
diketahuai itu hanyalah kualitas-kualitas dari objek itu, maka jelaslah bahwa kita tidak
dapat menangkap substansi yang sebenarnya dari sebuah objek.
3.Sumber Pengetahuan
Pada kajian diatas telah dijelaskan mengenai
hakekat pegetahuan. Maka dalam diskusi epistemol-ogi kita selanjutnya akan berbicara
mengenai sumber pegetahuan itu sendiri. Membicarakan persoalan su-mber pegetahuan,
kita dapat beranjak dari sebuah pertanyaan ―dari manakah asal dari pengetahuan yang
120 Badan Pengelola Latihan HMI
ada dalam benak pikiran kita?‖ maka jawaban yang muncul untuk menjawab sumber
pengetahuan itu terdiri atas dua aliran pemikiran yakni rasionalis-me dan empirisme.
a.Rasionalisme
Rasionalisme secara umum dipahami sebagai pendekatan filosofis yang menekankan akal
budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendah-ului atau unggul atas, dan
bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi.
Dengan kata lain rasionalisme bergantung pada asas-asas priori yang terdapat
dalam rasio kita.68 Beberapa ajaran pokok rasionalis-me adalah:
1. Dengan proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang
tidak dapat disangkal,
a) tetang apa yang ada dan mengenai strukturnya, dan
b) tentang alam se-mesta pada umumnya.
2. Realitas dapat diketahui---atau beberapa kebena-ran tentang realitas dapat diketahui-
--secara tidak tergantung dari pengamatan, pengalaman, dan penggunaan metode
empiris.
3. Pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran tentang realitas yang mendahului
pengalaman apa pun juga (tetapi yang bukan kebenara anali-tis). Kebenaran-kebenaran
ini adalah gagasan bawaan dan secara isomorfis cocok dengan realitas.
4. Akal budi adalah sumber utama pengetahuan, dan ilmu pengetahuan pada dasarya
adalah suatu sistem deduktif yang dapat dipahami
secara rasional yang hanya secara tidak langsu-ng berhubungan dengan pengalaman
indrawi ini.
5. Kebenaran tidak diuji dengan prosedur verifikasi
indrawi, tetapi dengan criteria seperti: konsis-tensi logis.
6. Terdapat metode (cara) rasional (deduktif, logis, matematis, inferensial) yang dapat
diterapkan pada materi soal pokok apa saja dan yang dapat memberikan kita penjelasan
yang memadai.
7. Kapasitas mutlak mengenai hal-hal adalah ideal pengetahuan dan sebagian dapat
dicapai dengan pemikiran murni. Kepastian (dan keniscayaan) mutlak adalah cirri pokok
baik dari realitas maupun dari semua pengetahuan yang benar.
8. Hanya kebenaran-kebenaran niscaya dan benar pada dirinya sendiri, yang timbul dari
akal budi saja, yang dikenal sebagai benar, nyata, dan
pasti; semua yang lain tunduk kepada kekeliru-an, kesesatan, ilusi, dan ketidak pastian.
9.Alam semesta (realitas) mengikuti hukum-huk-um dan rasionalitas (bentuk) logika. Ia
adalah suatu sistem yang dirancang secara rasional (logis) yang aturannya cocok dengan
logika.
10.Begitu logika dikuasai, segala sesuatu dalam alam semesta dapat dianggap dideduksi
dari prinsip-prinsip atau hukum-hukumnya. Berbeda
dari aliran pemikiran seperti Empirisme; Positiv-isme-logis; Intuisionisme; Relasionisme.
Pada zaman filsafat modern tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes (1595-
1650). Tokoh-tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch de Spinoza (1632-1677), Leibniz
(1646-1716) dan Blaise Pascal (1623-1662). Pernyataan yang sangat terkenal dari
Descartes adalah ungkapan ―cogito ergo sum‖ (aku berpikir maka aku ada). Kurang lebih
narasi pemikiran Descartes seperti dibawah ini :
―Karena pancaindra kadang menipu kita, aku mengandaikan bahwa tak ada hal yang
menampakkan diri sebagaimana adanya, dan karena dalam pembuktian bahkan
pernyataan-pernyataan geometri sederhana sekalipun sering terjadi kekeliruan dan
kesimpulan salah…..aku menolak segala alasan. Akhirnya aku mengenali bahwa pikiran
121 Badan Pengelola Latihan HMI
yang sama baik disaat berjaga maupun dalam mimpi dapat muncul dalam diri kita tanpa
memberi alasan kepada kita; Karena itu aku sengaja membayangkan bahwa segala hal
yang kutemui di dalam pikiranku tidak lebih benar daripada tipu muslihat mimpi-mimpi.
Namun, di sini aku segera menyadari bahwa sementara aku mau menilai segala sesuatu
sebagai keliru, aku sendiri sedang memikirkan hal itu secara niscaya pasti ada, dan aku
menemuka bahwa kebenaran ‗aku berpikir maka aku ada‘ sedemikian kokoh dan pasti,
sehingga padangan seorang skeptikus yang paling sengit tidak akan dapat menggoyahkan
kebenaran tersebut. Demikianlah aku meyakini dapat mengambil tesis ini tanpa ragu
untuk prinsip pertama filsafat yang kucari.
Selain itu, terdapat juga pertanyaan menggugah yang dilontarkan oleh Descartes. Ia
mempertanyakan sumber gagasan manusia terhadap adanya suatu wujud maha
sempurna. ―Kita mempunyai gagasan suatu wujud sempurna dalam benak pikiran kita.
darimanakah sumber gagasan itu?‖. Dalam menjawab pertanyaan itu, Descartes
membagi tiga ide yang merupakan ide bawaan manusia (innate idea) yaitu: 1) res
cognitans atau pemikiran, bahwa secara fitrah, manusia membawa ide bawaan yang
sadar bahwa dirinya adalah mahluk yang berpikir, 2) Allah atau dues, manusia secara
fitrah, memiliki ide tentang suatu wujud yang sempurna, dan wujud yang sempurna itu
adalah Tuhan, 3) res extensa atau keluasan, yaitu ide bawaan manusia, materi yang
memiliki keluasan dalam ruang. Tiga ide bawaan ini menurut Descartes yang
menjadikan manusia mampu mengetahui segala sesuatu.
Demikian cara kaum rasionalisme dalam menjelaskan asal-usul pengetahuan manusia.
Mereka bergatung pada kaidah a priori dari akal manusia sebagai landasan berpijak yang
kokoh dan tidak bisa dibantah lagi. Sebab ketika kita meragukan sesuatu, maka dalam
kesadaran kita akan menemukan diri kita yang sedang ragu. Eksistensi yang meragukan
inilah sebagai sesuatu yang tidak bisa diragukan lagi kebenarannya. Logika yang
digunakan dalam rasionalisme adalah logika deduktif yakni pengambilan kesimpulan
(silogisme) dari pengertian umum kepada pengertian-pengertian khusus.
Perlu ditegaskan juga bahwa, sekali pun rasionalisme lebih mementingkan persoalan akal
budi dalam mereduksi kebenaran, namun bukan berarti menolak peran indra dalam
proses pengetahuan manusia. Hanya saja data yang ditangkap dari indera itu masih
diragukan kebenarannya, dan akal yang kemudian mengambil peran utama untuk
merangkum data-data laporan indra yang masih kacau-balau itu. Contoh: ―Tongkat lurus
yang dimasukan kedalam air akan terlihat bengkok. Realitas bengkok adalah laporan
indra penglihatan kita yang masih perlu diragukan kebenarannya, sebab tidak ada
realitas yang bengok sekaligus lurus. Sehingga akal budi perlu menyelesaikan persoalan
kontradiksi pengetahuan ini.‖
Alhasil akal secara a priori akan mememecahkan problem pengetahuan itu dengan
kaidah-kaidah rasional sampai ditemukan kebenaran yang tidak diragukan lagi
kebenarannya. Namun justru disinilah problem bagi kaum rasionalisme yakni ketidak
mampuannya menjelaskan landasan kebenaran dari kaidah akal yang mereka gunakan
itu. Pernyataan ―ide bawaan‖ menurut saya adalah sama dengan pernyataan ―ketidak
tahuan‖. Atau dengan kata lain dalam teori rasional yang menjadi ukuran benar-salah,
ternyata mengakui adanya ―ada‖ yang tidak rasional itu.
b. Empirisme
Kritik serius terhadap rasioalisme muncul dari kaum empirisme. Empirisme dalam bahasa
inggris disebut empiricism; dari Yunani empeiria, empeiros artinya berpengalaman
dalam, berkenalan dengan, terampil untuk. Sedangkan dalam bahasa Latin experintia
yang artinya pengalaman. Secara terminologi empirisme adalah pandagan yang
122 Badan Pengelola Latihan HMI
Sebelum mengakhiri pembahasan ini, perlu juga kiranya untuk diketahui beberapa jenis
empirisme dalam sejarah filsafat yakni:
1. Empirio-kritisisme. Disebut juga machisme. Ini sebuah aliran filsafat yang bersifat
subjektif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti dari aliran ini ialah
ingin ―membersihkan‖ pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan,
kausalitas, dan sebagainya sebagai pengertian a priori.
2. Empirisme Logis. Empirisme logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut: a)
analisis logis modern dapat diterapkan pada pemecahan problem filosofis dan ilmiah.
[problem filsafat tradisional dibagi ke dalam dua klasifikasi: 1) problem fakta yang
digeluti ilmu pengetahuan, dan 2) problem metodologi dan analisis konseptual, yang
ditangani filsafat. Semua problem lain tidak releva dan tidak bermakna.] b) ada batas-
batas bagi empirisme. Prinsip sistem logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak
dapat dibuktika dengan mengacu pada pengalaman. c) semua proposisi yang benar dapat
dijabarkan (direduksikan) pada prposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang
lebih merupakan data indera yang ada seketika. d) pertanyaan-pertanyaan mengenai
hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3. Empirisme radikal: suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat
dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian
itu dianggap bukan pengetahuan.
Bagian kelima
EPISTEMOLOGI DALAM NDP
A. Landasan dan Kerangka Berpikir Ilmiah (epistemologi)
Tema landasan dan kerangka berpikir ilmiah ini merupakan tema baru dalam NDP versi
Kongres Makassar tahun 2006. Dikatakan tema baru sebab dalam NDP terdahulu tak
mengangkat tema ini dalam pembahasannya. Pemikiran baru yang ditawarkan dalam
tema baru NDP tersebut adalah diperlukannya metode penilai kebenaran. Benar dan
salah itu sendiri merupakan pernyataan yang muncul setelah dilakukan proses peilaian.
Jika saya harus mengatakan benar dan salahnya sesuatu, maka saya harus punya ukuran
kebenaran sekaligus alat penilai benar dan salah itu. Dengan demikian dibutuhkan
kerangka berpikir ilmiah sebagai tawaran metode bagi penilaian kita. Maka pada bab
pertama NDP Versi kongres Makassar itu dimasukan tambahan bahasan yakni Kerangka
Berpikir Ilmiah. Selain itu, materi bab I ini dianggap sebagai pegantar dalam menuju
pengetahuan ke-Tuhan-an.
Pada dasarnya bab tentang Landasan dan Kerangka Berpikir Ilmiah itu menjelaskan
mengenai epistemologi yang mengacu pada kaidah-kaidah filosofis. Karena itu, bab ini
terkesan sebagai materi filsafat ilmu ketimbang materi NDP yang merupakan tafsir Al
Quran itu. Pembahsan Landasan dan kerangka berpikir ilmiah ini dapat dilihat dari
kutipan sebagai berikut:
―Dalam benak/pikiran manusia terdapat sejumlah gagasan-gagasan baik yang bersifat
tunggal (seperti gagasan kita tentang Tuhan, Dewa, malaikat, surga, neraka, kuda, batu,
putih, gunung dan lain-lain) maupun majemuk (seperti gagasan kita tentang Tuhan
Pengasih, Dewa Perusak, Malaikat pembawa wahyu, kuda putih, gunung batu dan lain-
lain). Bentuk pengetahuan-pengetahuan ini disebut pengetahuan tasawwur (konsepsi).
Seluruh bentuk-bentuk proposisi keyakinan atau kepercayaan apapun pada awalnya
hanyalah merupakan bentuk konsepsi sederhana ini….tetapi pengetahuan tasawwur
(Konsepsi) sebagaimana telah diketahui hanyalah merupakan gagasan-gagasan sederhana
yang di dalamnya belum ada penilaian maka itu ia dapat saja benar atau salah. Oleh
karenanya seseorang tidak diperkenankan untuk merasa puas hanya dengan pengetahuan
124 Badan Pengelola Latihan HMI
konsepsi. tetapi ia harus melangkah untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat yakin
yaitu pengetahuan-pengetahuan tasdhiqi.‖
Langkah pertama konsep yang ditawarkan dalam bab ini adalah membedakan
pengetahuan-pengetahuan tunggal dan majemuk yang bersifat sederhana (tashawwur).
Dibedakan pula beberapa pengetahuan majemuk dan tunggal itu menjadi konsepsi
tunggal dharuri dan konsepsi tunggal nazhori, serta konsepsi majemuk dharuri dan
majemuk nazhori.
Konsepsi tunggal dharuri (mudah) merupakan ide-ide empris kita seperti: batu, gunung,
pohon, gelas dan sebagainya. Kemudian kosepsi tunggal nazhari adalah ide-ide abstrak
seperti malaikat, Tuhan, satu, cinta dan lain-lain. Berikutnya konsepsi majemuk dharuri
berisi ide-ide empiris kita seperti batu putih, rumah sederhana, kertas kosong dan lain-
lain. Sedangkan konsepsi majemuk nazhari (teoritis) berisi tentang ide-ide majemuk
yang abstrak seperti Tuhan satu, Tuhan pengasih, roh jahat dan lain-lain sebagainya.
‖, ―luas bidang segi tiga yang sudut tinggi dan lebarnya masing-masing 4 meter, adalah 8
meter pesegi‖. Kemudian dari pengetahuan serdehana yang belum melalui penilaian
proses berpikir itu, kita melangkah pada pengetahuan yang padanya telah melalui proses
berpikir yang disebut pengetahuan tashdiqi (assent atau pembenaran). Pengetahuan
tashdiqi ini juga terbagi menjadi dua yakni tashdiq daharuri dan tashdiq nazhari. Tashdiq
dharuri adalah pengetahuan penilaian kita yang bersifat mudah dan jelas tanpa berpikir.
Contohnya proposisi ada itu ada, proposisi bahwa sesuatu itu hanya sama dengan dirinya
sendiri, sesuatu itu tidak sama dengan bukan dirinya sediri, bahwa setiap akibat butuh
sebab agar ia dapat maujud, dua garis lurus yang sejajar mustahil dapat bertemu
ujungnya. Menurut hemat saya, tashdiq dharuri ini serupa dengan pernyataan ide
bawaan (innate idea) dari Rene Descartes, sebab semua pengetahuan tashdiq itu hanya
bersifat yakin (a priori). Sedangkan tashdiq nazhari adalah pengetahuan penilaian kita
yang berifat teoritis atau rumit yang memerlukan tindak berpikir. Seperti penilaian kita
terhadap proposisi-proposisi dari kesimpulan ilmiah, misalnya ―derajat sudut segi tiga
berjumlah 180 Kesalahan akibat tidak mampu membedakan pengetahuan tashawwur
(konsepsi) dan tashdiq ini dinisbatkan kepada bapak filsuf modern Rene Descartes.
Contohnya keraguan Descartes pada saat melihat kotradiksi pengetahuan tongkat yang
dimasukan kedalam air. Pada kasus ini Descartes meragukan apa yang ditangkap oleh
panca inderanya. Namun keraguan ini tidak akan terjadi mana kala Descartes dapat
membedakan mana pengetahuan tashawwur (konsepsi) yang belum melalui proses
penilaian dan pengetahuan tashdiq yang telah melalui proses penilaian berpikir.86
Menurut saya, penilaian terhadap Descartes oleh Arianto atau pun oleh pemikir yang
dijadikan sandaran oleh Arianto itu terlalu mendramatisir. Jika kita melihat metode
kesangsian (le doute methodique), Descartes meragukan apa yang menjadi pesrsepsi
inderawi. Namun dari kesangsian ini, Descartes mencari realitas fundamen sebagai
pijakan aksiomatik dalam pengetahuan yakni apa yag disebutnya dengan cogito (beripikir
atau kesadaran diri). Melalui proses berpikir dalam metode kesangsian, Descartes
menemukan kebenaran dan kepastian yang tak tergoyahkan. Sebab dengan berpikir (res
cognitas) kita dapat menemukan kenyataan yang dimengerti secara jelas dan terpilah-
pilah (claire et distincte). Dengan demikian jelas bahwa sekali pun Descartes tidak
mengklasifikasi pengetahuan dalam pengetahuan tashawwur dan tashdiq, namun
Descartes tidak melakukan kesalahan yang dituduhkan dalam epistemologinya. Sebab
Descartes seperti halnya Arianto juga menganggap kebenaran yang kokoh itu diperoleh
melalui proses penilaian pemikiran, sehingga kenyataan yang dipahami dapat dimengerti
secara jelas dan terpilah-pilah.
125 Badan Pengelola Latihan HMI
Pada kasus tongkat yang lurus dan bengkok tadi (tahap persepsi inderawi yang
disangsikan kebenarannya), setelah dilakukan proses penilaian, kita akan menemukan
kebenaran yang terpilah-pilah bahwa tongkat itu terlihat bengkok disebabkan adanya
pembiasan cahaya dalam air. Kembali dalam pembahasan di NDP, problem berikutnya
setelah dapat dibedakan jenis-jenis pengetahuan itu, sampailah kita pada pembahasan
mengenai landasan penilaian (epistemologi) dalam NDP baru. Kita diperhadapkan pada
pertanyaan ―apa yang menjadi landasan pokok untuk menilai seluruh gagasan kita
sebagai benar atau salah?‖ . Perhatikan kutipan teks NDP dibawah ini:
Lantas, pertanyaannya adalah apa landasan pokok penilaian kita di dalam menilai
seluruh gagasan-gagasan kita yang mana kebenarannya mestilah bersifat mutlak dan
pasti ? Dalam kanca perdebatan filosofis ketika para pemikir mencoba menjawab hal
pokok ini terbentuklah tiga mazhab berdasarkan doktrinnya masing-masing. Ketiga
mazhab itu adalah pertama, mazhab ‗metafisika Islam‘ dengan doktrin aqliahnya, kedua,
mazhab emperisme dengan doktrin emperikalnya dan ketiga, mazhab skriptualisme
dengan doktrin tekstualnya.
Pada teks diatas, dalam kajian selanjutnya kita diperhadapakan pada tiga mazhab pokok
dengan segala keutamaannya yakni, empirisme, skriptulisme, dan metafisika Islam. Dan
ketiga mazhab inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menuju ke wilayah pemikiran
ke-Tuhan-an dalam NDP baru. Untuk itu supaya kajian dalam buku ini lebih jelas dan
terarah, kita akan mengkaji satu demi satu tiga mazhab pemikiran tersebut.
1.Empirisme
Sediktnya dalam pembahasan awal, kita telah membicarakan konsep-konsep empirisme.
Konsep ini jelas adalah ajaran yang menjadikan pengalaman inderawi sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan manusia. Serta menjadikan metode eksperimen dengan
logika induktif sebagai kerangka berpikirnya. Seorang anak kecil yang belum memiliki
cukup pengetahuan akan memegang segala benda yang ditemuinya. Ia tak perduli
membahayakan atau tidak. Namun setelah ia menyentuh api misalnya seiring dengan
perkembangannya anak itu akan megetahui bahwa api itu tidak boleh disentuh dengan
tangan telanjang. Demikian pengalaman inderawi memberi pengetahuan pada manusia.
Seperti yang dikatakan Locke dalam teori ―tabula rasa‖ yang telah disinggung dalam
kajian kita di bab terdahulu. Sejatinya empirisme menolak hal-hal yang bersifat
spiritual, metafisis dan nilai-nilai luhur lainnya. Pengetahuan bagi mereka hanyalah
berupa kumpulan pengalaman-pengalaman hidup manusia.
Aliran ini sejalan dengan kaidah saintifik yang mendasarkan penghayatan pada
kenyataan yang terindrai. Jika kita mengatakan matahari itu panas, itu karena
disebabkan oleh indera perasa kita menangkap energy panas dari matahari. Demikian
juga dengan dingin, disebabkan karena indera perasa kita bersentuhan dengan hawa
dingin itu sendiri. Jika muncul proposisi adanya manusia berkepala tiga, atau segi tiga
bersisi empat, akan menjadi sesuatu yang mustahil bagi kaum empiris.
Konsekuensi ketiadaan pengalaman dalam mazhab ini akan bernilai absurd bagi
pengetahua manusia. Jika kita bertanya ―siapa yang membangun benteng Otanaha?‖,
kita dapat menjawab ―manusia‖ sebab walaupun kita tidak menyaksikkannya langsung,
tapi berdasarkan pengalaman kita yang membangun bangunan sejenisnya tidak mungkin
adalah rayap atau burung, jelas bahwa manusialah yang membangun itu. Namun jika
muncul pertanyaan kedua, ―siapakah yang menciptakan bumi beserta segala isinya?‖,
maka bagi kaum empiris ini menjadi omong kosong, sebab penciptaan bumi tidak
memiliki bukti empiris seperti halnya penciptaan benteng Otanaha. Dengan demikian
doktrin empirisme tidak mengakui adanya pencipta alam semesta yang sering disebut
126 Badan Pengelola Latihan HMI
Tuhan itu. Bagi kaum empiris persoalan ke-Tuahan-an hanyalah dogma yang tidak
memiliki dasar objektif.
Dasar pemikiran yang seperti diatas ini, menyebabkan munculnya pertentangan
empirisme dengan aliran metafisika yang mengakui adanya kenyataan yang tak terindrai
adanya. Namun aliran ini (empirisme) tidak sepenuhnya konsisten dengan kerangka
pikirnya sendiri. Misalkan pernyataan ―dalam materi terdapat susunan atom-atom‖ ini
adalah realitas yang justru tak terindrai, tapi mengapa mereka meyakini adanya dengan
menyebutnya sebagai postulat. Mereka berbuat demikian karena ketidak mampuan
mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman indera mereka.88 Demikian juga dengan
adanya gaya gravitasi yang tak terindrai wujudnya. Atau bagaimana dengan mimpi,
sebab pada saat kita bermimpi kita mengalami kejadian dalam mimpi tersebut seperti
nyata adanya. Apakah bagi kaum empiris akan menyebutnya sebagai kebenaran yang tak
terbantahkan. Atau justru kaum empiris akan menyebutnya sebagai ilusi atau gambaran
keinginan yang tidak terpenuhi dialam nyata seperti bahasa kaum psikoanalisis ? Saya
pikir apapun jawabannya kaum empiris secara tidak langsung juga membenarkan atau
mengasumsikan doktrin-doktrin rasionalisme atau metafisis.
Kenyataan lain seperti realitas angka-angka atau bahasa. Apakah angka atau bahasa itu
memiliki realitas objektif atau justru realitas abstrak. Misalkan angka satu, dapatkah
kita melihat atau merasakan realitas dari angka satu itu? Mungkin orang bisa
menuliskannya dengan angka (1) atau huruf (satu), tapi itu hanyalah berupa simbol dari
angka satu dan bukan angka satu itu sendiri. Begitupun dengan bahasa, dalam bahasa
Indonesia, ‗1‘ itu adalah ―satu‖ namun dalam bahasa Inggris ‗1‘ itu adalah ―one‖ beda
bunyi tapi satu arti menunjukan bahwa bahasa juga bukanlah realitas yang partikular
melainkan adalah realitas abstrak. Jika termasuk realitas abstrak, seharusnya kaum
empiris tidak mempercayai bahasa dan angka-angka sebab bahasa dan angka adalah
realitas yang tak terindrai. Bagaimana konsep-konsep abstrak non partikular itu bisa
hadir dalam benak pikiran kita tanpa melalui proses penginderaan? Perhatikan juga
penjelasan berikut.
Pada kasus pergerakan atom yang mulai diperdebatkan oleh Leukippos dan
dikembangkan oleh Demokritos pada abad ke-5 SM. Diasumsikan bahwa atom sebagai
partikel yang tidak terbagi-bagi itu bergerak dalam ―ruang kosong‖ yang kemudian
disebut oleh Newton dengan ruang absolut. Kenyataan yang dapat ditarik disini adalah
―ternyata benda yang terlihat padat itu memiliki ruang-ruang kosong sebagai tempat
pergerakan atom‖. Lebih menakjubkan lagi bahwa sekarang telah ditemukan partikel-
partikel sub atomik yang menyusun atom. Tentunya mereka juga bergerak dan
membutuhkan ―ruang kosong‖ sebagai wilayah pergerakannya. Lalu fisika modern
menemukan lagi partikel penyusun dari parikel-partikel sub atomik tadi yang disebut
quark-semacam pilinan energi dan mulai terungkap juga bahwa quark itu juga tersusun
dari sesuatu yang lebih kecil lagi, dan seterusnya90 akan semakin kecil lagi. Yang
mengesankan pada fakta ilmiah ini adalah teryata benda yang terlihat sangat padat itu
tersusun atas ruang-ruang kosong yang semakin terungkap semakin kecil dan halus. Jika
demikan adanya, kita dapat berpikir atau berasumsi, ternyata realitas yang tampak
sebagai materi itu adalah ―bentuk kasar‖ dari kenyataan yang ada.
Dengan demikian jelaslah bahwa doktrin empirik ini tak sepenuhnya mengandung
kebenaran. Namun bukan berarti kita tidak lagi mempercayai penginderaan kita. Doktrin
empirisme hanyalah sebuah asusmsi pemikiran yang berada pada dititik ekstrim
penolakan terhadap dogma-dogma agama yang pernah menciderai kepercayaan manusia.
Kepercayaan manusia pada kemampuan indra untuk menangkap adanya realitas objektif
127 Badan Pengelola Latihan HMI
Secara jelas bahwa Arianto hanya mengambil pemikiran aliran teologi Asy‘ariah yang
mengantakan: ―akal manusia tidak dapat sampai pada kewajiban mengetahui Tuhan‖.
Padahal masih ada aliran teologi lain yang juga mempergunakan teks kitab suci sebagai
kerangka pikirnya. Sepertinya dijabarkannya mazhab skriptual dalam NDP baru
dimaksudkan untuk mendebat metode NDP lama yang menurut sebagian orang, tergolong
tekstual. Namun penggunaan istilah skriptual ini menurut Azhari Akmal Tarigan tidaklah
sepenuhnya benar. Menurutnya, istilah skriptualisme (teks) digunakan oleh William
Liddle ketika membahas Skriptualisme Media Dakwah: Pemkiran dan Aksi Politik Orde
Baru. Azhari Akmal Tarigan selanjutnya mengatakan bahwa lawan dari skriptualisme
adalah substansialisme. Keduanya merupakan pendekatan dalam memahami kitab suci.
Pendekatan pertama meniscayakan pendekatan lahiriyah, zahiriyah atau tekstual. Apa
yang disebut teks itulah yang disebut kebenaran. Sedangkan yang kedua
(substansialisme) merupakan sebuah pendekatan yang melampaui teks.
Berdasarkan fakta diatas, epistemologi dalam NDP baru memiliki kerancuan-kerancuan
secara teoritis dan terkesan kurang ilmiah sebab bersifat subjektif dan cenderung
mencari dalil pembenaran. Jika tidak demikian, seharusnya dalam pembahasan mazhab
skriptual dijelaskan juga mengenai metode lain yakni substansialisme, namun
kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini dapat juga dilihat dari pernyataan yang menjadi
kritik NDP baru terhadap mazhab skriptual: ―bahwa ketika kita kita berdiri di kitab A,
maka kita akan cenderung menyalahkan kitab B‖. Sebenarnya kitab mana yang
dimaksudkan itu, apakah Al Quran atau kitab lain? Jika Al Quran, dalam ayat apa Al
Quran mengajarkan untuk menyalahkan kitab lain? Saya pikir proposisi ini tidak memiliki
dasar yang jelas. Logis tapi tidak rasional. Proposisi ini Justru terkesan sebagai
argumentasi apologi untuk menegaskan posisi rasio diatas teks kitab suci. Jika kita harus
masuk dalam perdebatan itu, maka dimensi intelektualnya agak redup sebab kita
terjebak kembali pada perdebatan klasik kaum teolog.
Kritik lain NDP baru terhadap mazhab skriptual adalah bila mana doktrin skriptual
diperhadapkan pada pertayaan ―apakah Tuhan itu ada? Dan melalui apakah Tuhan itu
diketahui ada-Nya? Maka mereka (kaum skriptualis) dapat menjawab bahwa Tuhan itu
diketahui adanya berdasarkan kitab! Lalu muncul pertanyaan lagi ―dengan cara apakah
mereka menilai kebenaran sebuah kitab? Maka jawabannya sebagai berikut:
1.Berdasarkan Tuhan! Yakni membenarkan kitab melalui Tuhan. Argumen ini agak rancu.
Sebab bagaimana kita bisa memberikan penilaian benarnya sebuah kitab berdasarkan
Tuhan, bila mana kepercayaan terhadap Tuhan itu sendiri diperoleh nanti melalui kitab
itu. Sederhananya demikian: Dapatkah seseorang yang belum mempercayai Tuhan akan
mempercayai kitab yang berasal dari Tuhan? Maka jawabannya adalah ―mustahil‖.
2.Berdasarkan kitab! Yakni membenarkan kitab berdasarkan kitab pula. Jika ini adalah
jawabanya, apakah setiap kitab niscaya kebenaranya? Tentu jawabannya adalah tidak.
Nah, kalau kebenaran berita itu tidaklah niscaya, maka dapatkah kita menilai segala
sesuatu itu termasuk kitab itu dengan kitab? Tentu jawabannya mustahil! Ini berarti
bahwa kitab bukanlah kriteria dasar dalam menilai segala sesuatu.
Dari pejelasan diatas, saya ingin menambahkan jawaban yang mungkin lupa
dicantumkan. Jawaban ketiga adalah berdasarkan media penyampainya atau nabi dan
rasul yang menjadi perantara turunnya wahyu (kitab) itu. Kita coba berandai-adai lalu
mengajukan pertanyaan pada diri sendiri. Seandainya kita hidup di zaman nabi dan
rasul, di zaman nabi Muhammad misalnya. Apakah kita akan termasuk orang-orang yang
tergolong percaya pada nabi atau justru tidak? Silahakan pembaca merenungkannya!
Yang jelas, nabi adalah manusia yang meyakinkan manusia lain akan adanya Tuhan.
129 Badan Pengelola Latihan HMI
Arianto bahwa pengetahuan ini sebenarnya adalah pengetahuan baru atau bukanlah
pengetahuan yang paling dasar. Dikatakan pengetahuan terdahulu karena dari data-data
itu, dapat diperoleh pengetahuan baru. Misalnya ketika kita melihat kontradiksi tongkat
lurus yang bengkok setelah dimasukan dalam air, kita dapat melakukan observasi
terhadapa fakta itu. Dan dari data-data observasi itu, kita memperoleh pengetahua baru
yakni persoalan pembiasan cahaya.
Prinsip Niscaya Lagi Rasional (PNLR) inilah yang menjadi argumen mendasar dalam
pembicaraa epistemologi dalam NDP baru. Sebab sebagaimana dijelaskan diatas, NDP
baru amat yakin bahwa PNLR ini adalah watak dasar dari kenyataan yang ada. Namun
ketika ditanyakan dengan cara apa penilaian kebenaran PNLR itu? Maka jawabannya
adalah ―dengan menggunakan PNLR itu sendiri‖ karena tidak ada alat penilaian lain yang
lebih prinsipil selain PNLR itu. Disinilah saya melihat inkonsistensi dari kerangka pikir
NDP baru ini. Ketika membahas skriptual, dimustahilkan pembenaran kitab berdasarkan
kitab itu sendiri karena tidak semua kitab niscaya kebenarannya. Namun disini PNLR
dibolehkan menilai dirinya sediri. Bagai mana mungkin kita menilai sesuatu dengan
sesuatu yang sementara kita nilai itu? Saya pikir ini menjadi proposisi yang rancu untuk
diterima sebagai kebenaran yang niscaya. Kalau demikian, PNLR itu bukanlah alat penilai
yang mendasar bagi pengetahuan manusia. Mungkinkah ada alat penilai yang lain dalam
pengetahuan manusia? Kita akan menjawabnya pada pembahasan Dasar-Dasar
Kepercayaan dalam buku ini.
b. Prinsip Non-kontradiksi
Prinsp non-kontradiksi itu menyatakan bahwa sesuatu itu tidak sama dengan bukan
dirinya sendiri (A≠-A). Dari pengetahuan ini diturunkan prinsip
berikut: a) prinsip keselarasan/identitas yang menya-takan bahwa sesuatu itu hanya
sama dengan dirinya sendiri (A=A), b) prinsip ketakterbatasan/keabadian yang
menyatakan bahwa sesuatu itu tidak mungkin (mustahil) menjadi bukan dirinya (A=>≠-A).
Dan prinsip kausalitas yang menyatakan bahwa setiap akibat selalu membutuhkan
sebabnya agar ia dapat eksis (A←S). Dari prinsip itu diturunkan prinsip-prinssip berikut:
a)prinsip keselarasan kausssalitatif yang menyatakan bahwa akibat selalu selaras dengan
sebab tunggalnya, b) prinsip kesemasaan kausalitatif yang menyatakan bahwa akibat
selalu bersama dan tak pernah terpisahkan dari sebabnya.
Selain itu, menurut hemat saya prinsip non-kontradiksi itu hanyalah sebuah rumusan
yang mengharuskan konsistensi pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari terjadiya kontradiksi seperti yang sudah disyaratkan
dalam prinsip berpikir non-kontradiksi itu. Juga sebagai rumusan yang mengidentifikasi
kenyataan yang berbeda-beda, dan bukan sebagai watak dasar dari segala kenyataan
yang ada. Justru reakitas kontradiksi yang menurut saya adalah watak dasar dari
kenyataan. Saya katakan demikian karena prinsip ini tidaklah mampu menjawab
pertanyaan ―kenapa manusia itu bisa mengetahui justru dari hal yang kontradiksi?‖
pertanyaan ini cukup mendasar dan jawabannya tidak cukup hanya dengan menggunakan
rumus-rumus matematis seperti yang dilakukan dalam PNLR itu. Dan kalau pun prinsip ini
benar, kontradiksi apa dan dengan siapa sehingga muncul rumus non-kontradiksi itu? Jika
dijawab dengan pengetahuan manusia, berarti ada pengetahuan terdahulu lagi sebelum
PNLR itu. Atau yang dimaksudkan adalah kontradiksi antara ide dan realitas. Jika ini
sebagai jawabannya, maka sebenarnya dari manakah ide yang berkotradiksi dengan
realitas itu? Berarti antara ide dan realitas itu memiliki peluang untuk saling
berkontradiksi. Nah, pernyataan demikian ini justru hanya menunjukan adaya jurang
pemisah antara ide dan realitas sebagai dua kenyataan yang berbeda. Secara tidak
131 Badan Pengelola Latihan HMI
langsung, hal ini dapat megarah pada adanya relativitas kebenaran sebagai konsekuensi
persesuaian dan tidaknya ide dan realitas pada masing-masing individu. Sebagai contoh
Dua orang yang berbeda paham dapat memiliki penilaian yang berbeda terhadap suatu
kebenaran. Seandainya non-kontradiksi ini adalah watak dasar dari segala kenyataan,
maka pastilah penerimaan kebenaran kedua orang itu tidak akan berbeda-beda.
Jawaban lain yang mungkin muncul dari soal ini adalah ―dua orang yang berbeda paham
tadi bisa saja berbeda dalam menilai kebenaran sesuai pahamnya masing-masing, tapi
ketika dua orang itu melihat batu, menjadi hal yang tidak mungkin untuk mengatakan
bahwa itu bukan batu‖ artinya tidak terjadi kontradiksi (non-kontradiksi) antara ide
dengan realitas. Bila demikian adanya, tidaklah pas dikatakan sebagai prinsip niscaya
lagi rasional, sebab keberadaan pengetahuan itu belum melalui proses penilaian
(tashawwur). Saya lebih sepakat prinsip ini diistilahkan dengan ide bawaan (innate idea)
atau prinsip-prinsip intuisi atau prinsip-prinsip logika. Dalam ilmu logika dikenal tiga
macam prinsip yakni: prinsip identitas, prinsip kontradiksi dan prinsip tiada jalan tengah
(penolakan kemungkinan ketiga).
Prinsip identitas adalah prinsip berpikir yang mengatakan bahwa sesuatu itu adalah dia
sendiri bukan yang lainnya.107 Artinya sesuatu itu hanya sama dengan dirinya sendiri
(A=A dan A≠-A). Prinsip ini mirip dengan prinsip non-kontradiksi dalam NDP baru. Prinsip
berikutya adalah prinsip kontradisi yaitu prinsip berpikir yang menolak adanya
argumentasi benar sekaligus salah dalam waktu yang sama. Hal yang ada tidak mungkin
tidak ada pada saat yang bersamaan. Prinsip ini juga mirip dengan prinsip non-
kontradiksi, bedanya prinsip logika ini kebenarannya ditarik dari dua hal yang
berkontradiksi. Contoh antara A dan bukan A, jika sesuatu itu bukan A, tidak mungkin
pada saat itu ia adalah A. Namun perlu diperhatikan bahwa pernyataan A itu menjadi
maujud karena adanya pernyataan yang bukan A. Jadi dalam hal ini, kontradiksilah yang
memberikan kejelasan dalam pengambilan kesimpulan atau dalam menilai
sesuatu. Prinsip ketiga adalah penolakan kemungkinan ketiga adalah prinsip yang
mengatakan bahwa dalam sebuah proposisi, jika bukan pengingkarannya pasti
pengakuannya yang benar tidak mungkin ada kemungkinan ketiga yakni salah atau benar
kedua-duanya. Contoh:
Saudara dari ayah kita adalah paman Yosep bersaudara dengan ayah Rizal
I.Yosep adalah paman Rizal (pengakuan) II.Yosep bukan paman Rizal (pengingkaran)
Pada contoh ini dapat dilihat bahwa yang benar adalah pengakuannya, tidak mungkin
kedua-duanya benar pada saat yang sama. Namun perlu saya tegaskan kembali bahwa
logika tidak menyentuh pada wilayah makna. Logika tidak mampu menjelaskan bentuk-
bentuk perasaan seperti manis, indah, atau tidak indah, karena semua hanya bertumpu
pada aturan berpikir itu sendiri.
Prinsip Niscaya Lagi Rasional ini juga tidak mampu menjelaskan atau tidak terbuka pada
konsep perubahan seperti yang dikatakan Heraclitus. Sebagai contoh, ―pakaian Umin
yang baru dicuci itu lebih harum dari pada pakaian Muvi, sebab Muvi belum mencuci
pakaiannya. Tapi setelah Muvi mencuci pakaiannya dan pakaian Umin menjadi kotor,
maka pakaian Muvi menjadi lebih harum dari pada pakaian Umin‖ . Pada contoh ini,
pakaian Muvi menjadi harum dan tidak harum (terjadi kontradiksi). Pertanyaan
kemudian adalah ―apakah prinsip non-kontradiksi akan menyangkal kenyataan ini?‖
Karena itu bagi saya PNLR ini hanya mengkaji kenyataan yang ―ada‖ bukan sesuatu yang
―menjadi‖. Dengan demikian saya berkesimpulan terlalu tergesah-gesah jika harus
menganggap PNLR itu sebagai prinsip niscaya atau watak dari segala kenyataan.
c.Prinsip Kausalitas
132 Badan Pengelola Latihan HMI
Prinsip selanjutnya dalam PNLR ini adalah prinsip kausalitas (sebab-akibat). Sebagai
mana prinsip-prinsip terdahulu, prinsip ini juga perlu menjawab soal-soal agar ia dapat
mempertahankan kebenaran doktrinnya. Sebelumnya telah muncul beberapa tokoh yang
menyoal dan meragukan kebenaran hukum kausalitas ini. Tokoh-tokoh terserbut seperti
David Hume dan Tan Malaka. David Hume sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya
menganggap kausalitas itu sebagai hukum yang muncul dari pandangan subjektif belaka.
Demikian juga dengan Tan Malak beranggapan kausalitas itu tidak pernah ada dalam
proses dialektika. Namun kedua tokoh ini telah dikritik dengan tajam oleh Arianto
Ahmad dalam bukunya ―Landasan dan Kerangka Berpikir Ilmiah dan Filosofis. Kritikan ini
berusaha untuk menepis keraguan terhadap kebenaran hokum ini. Setelah saya membaca
kritikannya, alangkah baiknya kita pertimbangkan kembali kebenaran atas kritik-kritik
tersebut.
Pertama, kausalitas menurut David Hume dan kritik atasnya. Hume pada dasarnya
beranggapan bahwa sebab akibat itu hanyalah rangkaian kesan-kesan yang terjadi secara
berulang-ulang. Urutan kejadian yang terjadi secara berulang-ulang ini ditangkap oleh
kesadaran kita, kejadian yang terjadi sebelumnya disebut sebagai sebab dan yang
belakangan disebut sebagai akibat dari kejadian sebelumnya tadi. Kejadian yang terus
menerus ini menjadi kebiasaan pada realitas indrawi yang kemudian disimpulkan
menjadi hukum-hukum sebab-akibat. Untuk lebih jelasnya, dalam hubungannya dengan
Hume, kita perhatikan penjelasan Bertrand Russell dibawah ini:
….hal yang sama juga berlaku pada hubungan antara nyeri mendadak dan rintihan.
Namun pandangan itu berubah menjadi sulit dalam fisiologi. Diantara keinginan untuk
menggerakkan lengan saya dan gerakan susulannya terdapat serangkaian panjang
perantara sebab-akibat yang terdiri dari proses-proses di dalam syaraf dan otot. Kita
hanya melihat tahap akhir dari proses ini, kemauan dan gerakan, dan kalau kita merasa
melihat hubungan sebab-akibat langsung antara kesemuanya itu, berarti kita salah.
Argumen ini tidak meyakinkan pada tataran umum, namun ia menunjukkan bahwa
terlalu gegabah kalau kita menduga bahwa telah melihat hubungan sebab-akibat kita
merasa demikian. Karenanya, keseimbangan itu mendukung padangan Hume bahwa yang
terdapat di dalam penyebab tidak lain adalah pergantian tetap….
Berdasarkan landasan pemikiran empirisnya, Hume meyakini bahwa hubungan kausalitas
itu tidaklah memiliki realitas objektif sebagaimana yang diyakini selama ini. Kausalitas
tidak lebih dari pada perasaan subjektif dari hubungan dua pengalaman yang terjadi
secara kontinue. Contoh lain dapat kita lihat seperti yang dikutip sendiri oleh Arianto
dari Dr. Harun Hadiwijono adalah sebagai berikut:
―kita menuangkan air di dalam bejana, kemudian di bawah bejana itu kita nyalakan api.
Setelah beberapa waktu air itu mendidih. Apa yang diberitahukan oleh pengamatan kita?
Semula pengamatan kita mendapatkan kesan gejala pertama, yaitu air dalam bejana.
Setelah beberapa waktu pengamatan mendapatkan kesan gejala kedua, yaitu air
mendidih. Oleh karena kesan gejala kedua itu kita terima setelah ada api dibawah
bejana, pada hal kesan itu terus-menerus kita terima jikalau ada api ditempatkan di
bawah bejana berisi air, timbullah asosiasi tertentu….
Kurang lebih seperti inilah pemahaman Hume mengenai sebab-akibat itu. Dalam contoh
sebelumnya, Russell menjelaskan pandangan kausalitas Hume dengan sebuah gerak
refleks yang terjadi ketika kita merasakan nyeri dan rintihan. Kita menurut contoh itu,
berkesimpulan bahwa penyebab rintihan adalah rasa nyeri yang dirasakan itu. Namun
dalam kasus ini kita lupa selang waktu antara rasa nyeri dengan keinginan untuk
merintih melibatkan proses sebab-akibat yang lain. Jadi kita salah jika hanya menilai
133 Badan Pengelola Latihan HMI
hasil akhirnya lalu menyimpulkan adanya hubungan sebab dan akibat antara rasa nyeri
dan rintihan. Demikian juga dalam contoh yang kedua jelas sekali digambarkan
pemikiran Hume yang menganggap kausalitas itu sebagai kejadian berulang-ulang yang
dialami oleh kesadaran kita. Antara api dan mendidihnya air itu setelah terjadi hubungan
yang sama seara berulag-ulang, maka akan menjadi dalam pengalaman empiris manusia.
Dari kebiasaan inilah menurut Hume muncul pemikiran tentang adanya hukum sebab-
akibat itu.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, pemikiran Hume ini menuai kritikan keras dari
berbagai orang, diantaranya adalah Arianto Ahmad. Dengan bercermin pada prinsip
kausalitas para filsuf muslim, Arianto memaparkan kritiknya terhadap Hume seperti
dibawah ini:
1. Menurut Arianto, Hume kurang memahami hukum kausalitas itu, yang dipahami Hume
sebagai prinsip kausalitas tidak lain adalah hubungan konjungtif. Misalnya siang dan
malam, panas dan dingin, sekalipun terjadi berulang-ulang dan berurutan tidak
menunjukan adanya hubungan sebab-akibat itu. Berbeda dengan kasus jatuhnya apel
yang membuat bingung Issac Newton. ―Kenapa apel itu bisa jatuh dan tidak melayang ke
atas?‖
2. Jika yang dipahami oleh Hume, prinsip kausalitas itu hanya sebatas hubungan
subjektif dari kebiasaan atau pengalaman terhadap dua kejadian yang saling berurutan,
dimana kejadian pertama sebagai sebab dan kejadian berikutnya sebagai akibat, maka
bagaimana Hume menjelaskan hubungan antara gerak sepatu dan gerak kaki? Dalam
kasus ini, antara gerak sepatu dan gerak kaki tidaklah terjadi secara berurutan
melainkan terjadi secara bersamaan. Dari sini muncul pertanyaan apakah kejadian yang
terjadi secara bersamaan itu terdapat hubungan sebab-akibat? Jika didasarkan pada
pemahaman Hume mengenai kausalitas, maka jelas logika menjadikan argumentasi
Hume runtuh dengan sendirinya.
3. Pada dasarnya Hume memahami bahwa gagasan kausalitas yang menyatakan bahwa
‗setiap peristiwa atau kejadian pastilah memiliki sebab khususnya‘ bukanlah merupakan
keniscayaan realitas objektif. Hume melihat tidak adanya hubungan objektif antara
sebab dan akibat itu. Lantas, apakah Hume akan menuntut semua orang sebagai sebab
terbunuhnya anaknya?dalam hal ini Hume meyakini tiadanya hubungan objektif antara
sebab dan akibat itu, maka kematian anaknya sebagai akibat dan pembunuh sebagai
sebab tidaklah memiliki hubungan yang objektif.
Kedua, kausalitas menurut Tan Malaka dan kritik atasnya. Dalam bukunya yang berjudul
Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika) yang sangat terkenal itu, Tan Malaka
menjelaskan kausalitas dengan mengambil contoh nenek moyang kita. Begini ceritanya,
nenek moyang kita yang menetap di gua-gua itu suatu ketika mematahkan dahan kayu.
Lalu dahan itu dipisahkan dengan ranting dan daunnya. Proses demikian kita sebut
sebagai pekerjaan membuat tongkat. Dengan tongkat itu si nenek dapat memukul kepala
ular, menjangan dan monyet untuk dijadikan makanan. Berkali-kali si nenek membuat
tongkat dan membunuh binatang dengan tongkat itu, dari bapa turun ke anak cucu.
Singkat cerita, menurut Tan Malaka, si nenek disebut sebagai sebab dan tongkat disebut
sebagai akibat. Namun dalam sudut pandang lain, tongkat itu dapat juga menjadi sebab
bagi kelangsungan hidup si nenek itu. Karena dengan tongkat itu, si nenek dapat
membunuh binatang untuk dijadikan makanannya.
Pada kasus ini, secara dialektik akibat dapat sekaligus menjadi sebab. Oleh karena itu,
sebab-akibat itu hanyalah pikiran yang muncul dari kenyataan yang berdialektika. Tan
Malaka juga mengomentari adanya sebab terakhir yang tak bersebab sebagai suatu
134 Badan Pengelola Latihan HMI
seperti adanya mayat yang hilang, Musa membela lautan, Sulaiman (king Solomon) yang
dapat bicara dengan binatang, maka mereka akan menganggapnya tidak rasional atau
menjadi muskil. Kata Al-Ghazali, para filosof Muslim mengingkari kasus tidak
terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak
mungkin, kecuali dengan menghilangkan sifat membakar dari api atau mengubah diri
(zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.
Menurut pandangan Al-Ghazali bahwa api itu tidak membakar Nabi Ibrahim karena
memang api bukan pembuat terbakar. Disinilah Al-Ghazali melihat adanya sebab-akibat
itu terjadi secara vertikal, pada garis kekuasaan dan kehendak Allah semata.
Berdasarkan pandangan-pandangan ini, Arianto menaruh keberatan terhadap kebenaran
pedapat Al-Ghazali. Bagi Arianto, bagaimana Al-Ghazali (kaum Asy‘ariah) atau Hume
dapat menjelaskan setiap kejadian alam dan fenomena sosial? Misalkan ketika ada orang
yang memotong telinga Hume dari belakang yang ia tidak melihatnya, maka dapatkah
Hume dan Asy‘ariah itu memberikan jawaban.
Sesuai dengan pemahamannya tentang kausalitas maka Hume tidak dapat
mempersalahkan siapa-siapa. Karena bagi Hume tidak ada hubungan objektif antara
sebab dan akibat itu. Demikian juga dengan Al-Ghazali, yang mengatakan sebab itu
hanya berasal dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang menjadi penyebab bagi terpotongnya
telinga Hume. Dan di sini, Tuhan yang harus dipersalahkan atas kejadian itu. Dengan
demikian pengertian ini tidak mensucikan Tuhan, melainkan sebagai penyebab segala
sesuatu yang hanya mensucikan perbuatan-perbuatan bejad dan zalim.
Berdasarkan kerancuan-kerancuan memahami hukum kausalitas itu, dipandang perlu
untuk menegaskan hukum-hukum atau prinsip dari kausalitas itu sendiri.
Prinsip kausalitas itu terdiri atas dua yakni: 1) Prinsip keselarasan kausalitas yang
mengatakan bahwa mustahil suatu sebab itu akan mengakibatkan akibat yang
diakibatkan oleh sebab lain dan mustahil sebuah akibat tertentu (khusus) berasal dari
sebab lain. Misalnya air (H2O) adalah persenyawaan antara Hidrogen (H) dan Oksigen
(O2). Maka sebab eksisnya air (akibat) adalah Hidrogen dan oksigen, tidak mugkin
Hidrogen dan Oksigen dapat mengakibatkan yang lain (sebab khusus) 2) Prinsip
kesemasaan kausalitas yang mengatakan bahwa setiap akibat selalu selalu membutuhkan
sebab agar dapat eksis. Sehingga berdasarkan prinsip tersebut, sebuah akibat agar tetap
eksis ia mesti selalu bersandar dan bersama sebabnya.
Prinsip kedua ini menurut Arianto sering disalah pahami dengan membuat proposisi
―setiap yang ada pasti memiliki sebab‖ . Jika kesalahan ini digunakan dalam lapangan
pemikiran, akan melahirkan orang-orang yang tidak mempercayai adanya sebab pertama
yang tidak bersebab. Ada pun hubungan prinsip kausalitas dengan prinsip non-kontradiksi
adalah: Sebab ≠ bukan sebab, Sebab = Sebab, Akibat ≠ bukan akibat, Akibat = akibat
***
B.Catatan Tambahan
Sejauh ini, kita telah mendiskusikan pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam NDP baru.
Ada perubahan mendasar yang terjadi dalam konstruk berpikir NDP baru ini dimana
kebenaran bergantung pada kekuatan argumentasi.
Tentunya kita tahu bersama bahwa pola yang demikian itu adalah salah satu cirri kajian
logika dan filsafat. Kita dapat melihat rumus-rumus yang digunakan seprti halnya rumus
matematika dan hokum-hukum yang ditarik pada rumus itu sejauh pengetahuan saya
hanya menunjukan kelogisan bukan pada kenyataan yang sebenarnya. Misalkan 2 + 2 = 4
kita tidak mungkin membantah kelogisan pernyataan itu. Tapi apabila kita bertanya apa
yang ditunjukan oleh angka dua (2) itu? Apakah suatu benda atau hanya bentuk konsep
136 Badan Pengelola Latihan HMI
saja. Seandainya yang dua itu adalah gelas, maka 2gelas + 2gelas = 4gelas. Nah,
bagaimana jika 2gelas + 2sendok =…….? Apa bila kita tidak terikat dengan aturan
matematis, tentu kita dapat menyebutya berjumlah empat (4) dengan kalasifikasi
perabot rumah tangga, namun jika kita terikat pada hukum matematis, tentu kedaunya
tidak bisa dijumlahkan.
Atau perhatikan juga contoh berikut: lihat angka: 2 < 4, tetapi 4 < 6. Maka angka 4 disini
besar sekaligus kecil. Apakah asas non-kontradiksi akan menutup mata dalam kasus
seperti ini. Tentu ―tidak‖, kita harus mengakui bahwa selain non-kontradiksi ada juga
kenyataan yang kontradiksi. Dan harus diakui dari kontradiksi inilah asas non-kontradiksi
lahir, jika tidak ada yang berkontradiksi, tentu tidak akan ada non-
kontradiksi. Kesimpulan saya bahwa asas non-kontradiksi itu merupakan identifikasi
terhadap kenyataan-kenyataan yang berkontradiksi.
Hukum logika merupakan hukum pemikiran yang diciptakan oleh pemikiran itu sendiri.
Pikiran tidak seharusnya tunduk pada hukum ciptaannya sendiri, melainkan aturan logika
itu yang tunduk pada pikiran. Artinya bahwa tidak ada keniscayaan pada hukum logika
tertentu, yang ada adalah pembaharuan hukum-hukum logika oleh kemampuan berpikir
kita (res cognitas).
Apa yang terjadi jika hukum logika menguasai pikiran kita?
Jawabannya adalah kecenderungan kita untuk memiliki hak veto terhadap kebenaran
berpikir. Kita dapat melihat bukti ini dalam perang pemikiran para filsuf disepanjang
sejarah pemikiran manusia. Dan juga perang pemikiran yang baru saja kita bicarakan
dalam kajian kita di atas. Masalahnya yang mendasar adalah yang kita pahami itu
bukanlah sesuatu yang ―ada‖ dan statis melainkan sesuatu yang ―menjadi‖ d nsenantiasa
a
berubah.
Demikian juga dengan hukum sebab-akibat akan menjadi benar jika dia diukur dengan
hukumnya sendiri. Contohnya, prinsip kesemasaan kausalitas bahwa setiap akibat
membutuhkan sebab agar dapat eksis. Pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat
mengetahui mana sebab dan mana akibat? Pada sisi ini pikiran Hume mempunyai sisi
kebenaranya bahwa ide pertama disebut sebagai sebab dan ide yang muncul berikutnya
disebut sebagai akibat. Kritikannya Arianto terhadap Hume dibumbuhi dengan contoh
antara gerak sepatu dan gerak kaki yang terjadi secara bersamaan. Pada kasus seperti ini
menurut Arianto tidak dapat dibedakan mana ide pertama dan kedua sebab antara gerak
kaki dan sepatu itu terjadi secara bersamaan.
Sepintas kita layangkan pikiran kita kebelakang, manakah yang duluan diketahui gerak
kaki atau gerak sepatu? Jika ide kita lebih dahulu mengetahui antara kaki dan sepatu
adalah kaki yang bergerak, akan mucul kesimpulan bahwa gerakan kakilah yang menjadi
sebab bagi gerakan sepatu (akibat). Maka pada bagian ini menurut saya Hume benar.
Nah, bagaimana dengan hubungan objektifitas sebab-akibat itu?
Arianto menganggap Hume menghilangkan hubungan antara sebab dan akibat itu.
Menurut Hume sebab-akibat itu tidak lebih dari gejala pengetahuan subjektifi dari
kejadian yang saling berhimpit dan terjadi berulang-ulang, dan karena itu tidak memiliki
hubungan yang pasti. Sehingga untuk mendebat Hume, Arianto mengambil contoh jika
seandainya anak Hume dibunuh, apakah antara pembunuh dengan kematian anak Hume
tidak memiliki hubungan kepastian? Arianto mejawabnya ―tidak ada‖ berdasarkan
pikiran Hume yang dia pahami.
Saya tidak ingin tergesah-gesah mengklaim pemikiran Hume adalah demikian adanya.
Salah satu alasannya saya katakan demikian adalah karena contoh yang diambil Arianto
tidaklah proporsional, sebab Hume bicara fenomena alam sedangkan Arianto
137 Badan Pengelola Latihan HMI
mendebatnya dengan fenomena dan logika sosial. Jelas akan terdapat kerancuan-
kerancuan logika jika dua konsep yang berbeda ini dibenturkan. Begitu pun dengan
argumentasi saat mendebat pemikiran Asy‘ariah. Dimana yang dijelaskan Al-Ghazali
adalah fenomena alamiah dan penyimpangan-penyimpangan kebiasaan alam seperti
mukjizat para Nabi. Tapi Arianto medebatnya dengan logika sosial. Dari benturan konsep
itu, lahir tudingan ketika orang berbuat jahat sementara dikatakan Tuhan adalah
penyebab tunggal, maka orang jahat itu tidaklah salah melainkan Tuhan yang harus
disalahkan sebagai sebab dari akibat-akibat yang ada. Jika dirumuskan dalam betuk
aturan logika (menggunakan premis mayor dan minor), akan terbentuk:
Tuhan adalah penyebab segala akibat
Orang berbuat jahat adalah akibat
Maka, Tuhan adalah penyebab perbuatan jahat
Logika diatas ini menjadi rancu sama dengan logika beikut:
Setiap penjahat harus dihukum
Penjahat itu berambut gondrong
Berarti yang berambut gondrong harus dihukum
Maka saya ingin menambahkan sedikit tentang sebab-akibat itu:
Untuk memahami konsep munculnya sebab-akibat, seharusnya kita menjawab
pertanyaan ―bagaimana kita bisa membedakan mana sebab dan mana akibat?‖ seperti
yang dijelaskan diatas dikarenakan adanya adanya ide yang mendahului ide yang lain.
Muncul lagi pertanyaan: ―Kenapa harus ada aide yang saling mendahului?‖ jawabannya
karena kita berada dalam kawasan eksistensi ruang dan waktu yang memiliki awal
(permulaan) dan akhir (batas eksistensi). Dalam kawasan inilah kita diperhadapkan pada
relasi antar benda yang menghasilkan ―jarak‖ dalam dimensi ruang dan ―durasi‖ dalam
dimensi waktu. Maka rentetan peristiwa yang terjadi tidak bisa lepas dalam jarak dan
durasi yang dibutuhkan untuk menempuh jarak itu.
Sebab disini diartikan sebagai segala gerak atau peristiwa yang bereksistensi maju
menempuh eksistensi jarak sedangkan akibat adalah reaksi yang ditimbulkan oleh gerak
yang bereksistensi itu (ada yang lebih dulu dan belakangan). Oleh karena itu, akibat
tidaklah eksis tanpa sebabnya. Konsekuensinya adalah pada alam yang tidak memiliki
dimensi ruang dan waktu, maka sebab-akibat tidaklah berlaku. Hal ini disebabkan karena
gerak tidak lagi memiliki wadah untuk bereksistensi.
***
Bagian Keenam
NARASI KEBERADAAN TUHAN
Dasar-Dasar Kepercayaan
A.Catatan Pengantar
Kita terkadang menerapkan sebuah hukum yang pada dasarnya tidak berlaku pada semua
objek. Demikian juga dengan prasangka-prasangka kebenaran yang muncul sering
mengklaim diri sebagai benar objektif atau lebih realistis. Sebagai contoh, hukum yang
mengikat pada magnet bahwa kutub senama (+,+) tolak meolak dan kutub tidak senama
(+,-) tarik menarik. Apakah hukum itu akan sama beralaku pada hukum kemanusiaan
atau sosial bahwa kebaikan dan kebaikan akan sailing tolak menolak. Disinilah persoalan
mendasar kita dalam memposisikan diri sebagai alih-alih dibidang tertentu.
Sejalan dengan itu, yang sebenarnya adalah persoalan kalasik adalah pengertian manusia
mengenai Tuhan. Dalam alam pikiran modern, Tuhan sering dijadikan sebagai bahan
kajian ilmiah, logis dan rasional (Teologi). Pendekatan-pendekatan yang dilakukan
bermacam-macam dalam memahami eksistensi keberadaan Tuhan, diantaranya adalah
138 Badan Pengelola Latihan HMI
mereka terlahir sebelum adanya telur dan yang ada hanya ayam. Atau mereka terlahir
sebelum adanya ayam dan yang ada adalah telur, maka tetulah perdebatan itu akan
terselesaikan. Namun sayang mereka terlahir dimana keduanya ayam dan telur sama-
sama ada. Maka menjadilah mereka bingung mana sebenarnya yang duluan ada.
Demikian juga dalam memahami kehidupan dan alam semesta yang sudah jadi ini, Kita
dapat berdebat ada dan tidak ada Tuhan karena segalanya telah ada.
Seperti yang dikutip dari Sachiko Murata oleh Azhari Akmal Tarigan dalam buku Islam
Mazhab HMI, bahwa dalam sejarah Islam, Tauhid tidak dipersoalkan sampai abad II H.
Namun pada perkembangan berikutnya, fakta historis menunjukk-an adanya ketegangan
yang cukup tinggi berkaitan rumusan-rumusan tuhan antara eksponen falsafah dan
kalam. Selanjutya, kosep ketuhanan pada abad
XI M, menjelma menjadi perdebatan filosofis. Menurut Karen Armstrong hasil pemikira
ke-Tuhan-an ini-diistilahkansebagai ―tuhan filosof‖.
Mereka adalah para faylasuf (filosof) yang ingin hidup secara rasional sesuai hukum-
hukum yang mereka yakini mengatur kosmos, yang bisa dicermati pada setiap tingkatan
realitas. Pada awalnya menurut Karen Armstrong, mereka memusatkan perhatia pada
kajian-kajian ilmu alam, namun kemudian, mereka beralih kepada metafisika Yunani dan
berupaya menerapkan prinsip-prinsipnya ke dalam dunia islam. Tokoh-tokohnya antara
lain adalah al-Kindi (w870), al-Farabi (w980), Ibn Sina atau Avicena (980-1370), al-
Ghazali (1058-1111), Ibn Rusyd atau Averus (1126-1198). Para filosof ini menerapkan
argumentasi-argumentasi rasional ala Yunani dalam menjelaskan eksistensi Tuhan agar
Tuhan menjadi pengetahuan yang meyakinkan. Hanya al-Ghazali lah yang kemudian
mencoba untuk memberikan kritikan terhadap kaum filosof itu dalam bukunya ―Tahâfut
al-Falâsifat‖. Beberapa kajian dalam buku itu terutama yang membicarakan konsep
―kausalitas‖, telah kita bahas dalam bab terdahulu.
Walaupun kesimpulan ketuhan berebeda deng-an para filsuf Yunani, namun tak dapat
dipungkiri adanya pengaruh alam pikiran Yunani (terutama peggunaan rasio) dalam
upaya menjelaskan Tuhan. Al-Kindi misalnya menawarkan tiga argument untuk
membuktikan Tuhan yakni: 1) baharunya Alam yang menegaskan bahwa setiap benda
yang ada, mustahil menjadi sebab bagi dirinya sendiri. Hal ini disebabkan karena alam
ini mempunyai permulaan dan setiap yang memiliki permulaan akan berkesudahan. 2)
keaneka ragaman dalam wujud yang menegaskan dalam alam empiris ii, idak mungkin
ada keaneka ragaman tanpa adanya keseragaman atau sebaliknya. 3) kerapian alam yang
menegaskan bahawa mustahil alam empiris yag teratur ini dapat terjadi dengan
sendirinya tanpa ada yag mengaturnya.
Al-Farabi dalam pembahasan tetang ketuhanan, mengompromikan antara filsafat
Aristoteles dan Neo-Platonisme, yakni al-Maujûd al-Awwal (wujud pertama) sebagai
sebab pertama bagi segala sebab yang ada. Menurut al-Farabi, segala yang ada itu terdiri
atas dua yakni sebagai berikut: 1) wâjib al-wujûd yakni esesni yang tidak boleh tidak
mesti mempunyai wujud. 2) mumkin al- wujûd yakni esensi yang boleh mempunyai
wujud dan boleh pula tidak berwujud. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut:
140 Badan Pengelola Latihan HMI
Wâjib al-wujûd adalah esensi yang mesti ada sebagai syarat adanya yang lain, ketiadaan
wujud ini, memustahilkan adanya yang lain. Mumkin al- wujûd sebagai esesnsi yang
adanya sama degan tiadanya sehingga untuk ―ada‖ ia membutuhkan penegasan dariesensi
lain yang bukan diriya (wâjib al-wujûd) sebagai sebab ―ada‖-nya. Namun setelah
mendapat penegasan ada dari yang lain, esensi mumkin al- wujûd menjadi jelas adanya
(niscaya). Conntoh antara matahari dan sinar matahari, tanpa matahari (wâjib al-
wujûd), cahaya matahari (mumkin al- wujûd) mustahil ada. Namun setelah matahari
ada, maka cahaya matahari menjadi niscaya ―ada‖-nya sebab ia telah mendapatkan
penegasan ―ada‖-nya. Maka Tuhan adalah esensi yang wâjib al-wujûd sedangkan
manusia dan seluruh alam semesta adalah mumkin al- wujûd. Selanjutnya konsep
mumkin al- wujûd ini berubah menjadi wâjib al-wujûd bi al-ghair (wajib wujud karena
yang lainnya). Nah, bagaimana dengan konsep epistemologi ketuhanan dalam NDP baru
yang menjadi pokok bahasan kita dalam buku ini? Berikut ini adalah penjelasan
teologi dalam NDP baru:
Pada Bab sebelumnya kita telah membicarakan kerangka berpikir ilmiah yang merupakan
kajian Bab I dalam NDP baru. Bab ini merupakan Bab baru yang tidak ditemukan dalam
pembahsan NDP terdahulu. Maksud ditambahkannya Bab ini adalah sebagai alat penilai
yang dapat mengantarkan manusia pada kepercayaan yang benar yang tidak bersifat
dogmatis. Dogmatis berarti ketidak mampuan kita menjelaskan sesuatu yang kita yakini.
Karena itu, prinsip niscaya lagi rasional yang telah kita bahas diatas menjadi solusi untuk
menghindari kepercayaan dogmatis sekaligus menjawab keragu-raguan kaum atheisme.
Untuk merekontruksi pemahaman dari atheisme menuju teisme ini, dalam
penjelasannya, ditawarkan metode dekontruksi atau pengosogan yang dikemas dalam
materi dialog kebenaran. Pada tahap ini, materinya berisi tentang pemaparan konsep
atheisme
1. Dialog Kebenaran (pengosongan)
Ada beberapa pemikiran dalam sejarah pemikiran umat manusia yang menjelaskan
tentang ketiadaan kebenaran dan kesempurnaan mutlak, dan menganggap alam semesta
ini terjadi dengan sendirinya. Tuhan dalam perspektif mereka hanyalah hasil rekaan akal
manusia dan agama adalah produk budaya dalam sejarah umat manusia. Salah satu teori
yang muncul adalah teori alienasi yang dipopulerkan oleh Ludwing Feuerbach. Feuerbach
mengalihkan kajian Teologi menjadi antropologi dengan mengang-gap Tuhan sebagai
realitas bayangan dari hakekat manusia itu sendiri. Menurut Feuerbach, hakikat manusia
itu adalah rasio, kehendak, dan hatinya.
Rasio, kehendak dan perasaannya ini dapat diidealis-asikan sampai tak terhingga,
sehingga menjadi sesuatu yang disebut ―Allah‖. Tuhan dalam pegert-
ian ini bukanlah realitas yang ―ada objektif‖ melaink-an hasil idealisasi dari hakekat
manusia yang seharusnya diperjuangkannya sendiri. Tuhan adalah hasil ―proyeksi diri
manusia sendiri‖.
Manusia dengan segala potensi yang seharusnya diperjuangkannya justru hilang dan
menggantunkan pada realitas ciptaannya sendiri (Tuhan). Bukannya berusaha menjadi
kuat, baik, adil, mengetahui sendiri, ia justru mengasingkan sifat-sifat itu pada ―Tuhan‖
dan menyembah Tuhan131 sebagai mahakuat, mahabaik, mahaadil, mahatahu. Argumen
ini menggambar-kan Tuhan sebgai bentuk keterasingan (alienasi) manusia terhadap
141 Badan Pengelola Latihan HMI
potesi dan sifat-sifat yang dimilikinya. Menurut Feurbech, manuisia lupa bahwa
dirinyalah kenyataan yang sebenarnya bukan Tuhan.
Selain Feuerbach, terdapat pemikir-pemikir lain seperti Spencer, Taylor serta Comte
yang menyatakan adanya teori kebodohan pada idividu yang memperc-ayai Tuhan. Teori
ini seperti yang diasumsikan oleh Comte dalam tahap-tahap sejarah perkembangan
manusia. Tahap-tahap itu adalah: tahap teologi, tahap metafisis, dan tahap positif.
Pertama, tahap teologis. Pada tahap ini menurut Comte, umat manusia mencari sebab-
sebab terakhir di belakang peristiwa-peristiwa alam dan menemuk-annya dalam
kekuatan-kekuatan adimanusiawi yang disebut dewa atau Allah. Hal ini disebabkan
karena kebodohan atau belum berkembangnya ilmu pengeta-huan untuk mengungkap
sebab-sebab kejadian alam itu dalam sudut pandang sains. Kedua, tahap metafisis. Pada
tahap ini, umat manusia berkembang dalam pengetahuannya seperti seorang melangkah
pada masa remajanya. Kekuatan adimanusiawi dalam tahap sebelumnya itu sekarang
diubah menjadi abstraksi-abstraksi metafisis. Misalanyaa: konsep ―ether‖, ―causa‖dst.
Ketiga, tahap positif. Pada tahap ini manusia tidak lagi menjelaskan adanya fakta-fakta
yang tidak teramati. Dengan demikian pada tahap ketiga ini, kepercayaan adimanuisiawi
atau adanya Tuhan perkasa, menjadi pengetahuan yang mustahil ―ada‖-nya. Selanjutnya
menarik juga untuk disimak perkataan Marx terhadap agama. Marx mengatakan agama
adalah ―candu bagi masyarakat‖. Agama tidak lebih adalah idiom-idiom yang dilontarkan
oleh penguasa untuk menciptkan ketaatan terhadapnya. Agama menjanjikan kehidupan
sesudah mati, surga dan neraka agar masyarakat ikhlas menerima keadaan-keadan yang
menimpanya. Berarti agama dalam pengertian ini menjadi instrument politik seorang
penguasa untuk menciptakan kepatuhan masyarakat terhadap kekuasaannya. Ketika
membicarakan teori ini, salah seorang teman saya mengadakan pembelaan terhadap
Marx, ia megatakan pengertian agama menurut Marx ini tidaklah bersifat teologis
melainkan bersifat sosiologis. Sehingga berdasarkan situasi dan kondisi masyarakat
dizamannya Marx tidak salah jika mengatakan hal seperti itu secara sosiologis.
2. Pembuktian Teologi (pengisian)
Pemikiran yang mengingkari adanya realitas wujud yang maha sempurna diatas dapat
dibenturkan dengan pemikiran teologi. NDP baru memasuki wilayah perdebatan ini
dengan argumen metafisika Islamnya yang telah kita bahas pada kajian kita
sebelummnya. Prinsip niscaya lagi rasional (prima principia) dapat menyelesaikan
kebingungan atheisme dengan menjelaskan kemutlakan wujud-Nya. Wujud adalah
sesuatu yang jelas keberadaannya dan tunggal, karena selain keberadaan adalah
ketiadaan, sehingga apabila ada selain ada, maka itu adalah ketiadaan. Dan itu sesuatu
yang mustahil, karena ketiadaan tidak memiliki keberadaan. Untuk memperjelas
pembuktian teologi ini, sebaiknya dijelaskan kembali mengenai cara manusia
berpengetahuan atau tingkatan-tingkatan persepsi. Sehingga wujud yang maha sempurna
itu dapat dijelaskan dengan argumentasi-argumentasi rasional, terbuka dan tidak
doktriner.
Pengetahuan konsepsi (tashawwur) dalam penjelasan NDP baru, memiliki tiga tingkatan
yakni konsepsi akal, konsepsi khayal dan konsepsi materi. Demikian juga dengan realitas
eksternal memiliki tiga tingkatan yakni realitas akal, realitas khayal, dan realitas materi.
Dengan menggunakan hukum sebab (mishdaq) akibat (pahaman), realitas eksternal
menjadi sebab bagi munculnya persepsi dalam benak pikiran manusia. Menurut Mulla
Sadra terdapat tiga kualitas persepsi yakni persepsi akal, persepsi khayal, dan persepsi
indrawi. Untuk lebih jelasnya perhatikan skema berikut ini:
Persepsi Akal
142 Badan Pengelola Latihan HMI
Persepsi khayal
Persepsi indra
Pada gambar di atas, munculnya persepsi atau pahaman disebabkan oleh persentuhan
antara konsepsi (ide) dan realitas. Sehingga diperoleh devinisi kebenaran yakni
kesesuaian antara ide dan realitas (teori kebenaran korespondensi). Lantas apa yang
dimaksud dengan pahaman dan mishdaq?
Pahaman adalah gagasan yang diambil dari realitas objektif (eksternal)nya. Adapun
wujudnya dalam akal berupa konsepsi akal, konsepsi khayal dan konsepsi indrawi.
Sedangkan mishdaq adalah realitas objektif yang darinya pahaman diambil. Wujudnya
berada diluar akal yang terdiri dari realitas akal, realitas khayal dan realitas indrawi.
Pahaman ini ketika dikonfirmasi dengan realitas eksternalnya, diperoleh tiga jenis
gagasan (realitas wujud dalam akal) yakni: 1) gagasan wajibul wujud, yakni gagasan yang
tidak dapat disangsikan lagi kebenarannya. Contohnya ada air dibumi, ada gunug batu,
ada segi tiga bersisi tiga, dll. 2) gagasan mungkinul wujud yakni gagasan yang masih
diragukan kebenarannya (tidak dapat ditetapkan ada dan tiadanya). Misalnya ada mahluk
luar angkasa, manusia berkepala tiga, dll. 3) gagasan mustahil wujud yakni gagasan yang
telah jelas kesalahannya. Misalnya adanya segi tiga bersisi empat, dua buah garis sejajar
dapat ketemu ujungnya, ada manusia yang tinggal di matahari, dll. Dari gagasan-gagasan
ini, kita peroleh dua konsep dalam pengetahuan manusia yakni konsep yang bersifat
teoritis dan konsep yang bersifat praktis.
Konsep teoritis adalah konsep yang berbicara mengenai pengetahuan realitas objektif
sebagaimana adanya. Dari konsep inilah lahir konsep praktis yakni konsep yang berbicara
mengenai perilaku kita terhadap realitas objektif sebagaimana adanya. Contoh konsep
teoritis bahwa api itu membakar maka perilaku kita sebagai konsep praktis kita adalah
menjauhi api agar tidak terbakar.
Penjelasan selanjutnya difokuskan pada konsep ―ada‖ atau wujud sebagai konsep teoritis
akal yang dikembangkan dari tiga gagasan-gagasan yang telah kita bahas diatas (wajibul
wujud, mungkinul wujud, dan mustahil wujud). Wujud adalah sesuatu yang jelas
keberadaannya, sedangkan yang lainnya adalah ketiadaan, yang mustahil dapat
diketahui. Gagasan wajibul wujud disini dapat dibagi menjadi dua yakni wajib wujud
karena diri sendiri dan wajib wujud karena yang lain. Wajib wujud Karena dirinya sendiri
adalah sebab bagi segala sebab, termasuk sebab bagi wajib wujud karena yang lain.
Perhatikan gambar dibawah ini:
Karena setiap akibat pasti membutuhkan sebab agar dapat eksis, maka sebab harus
memiliki perkakas yang lebih dari pada akibatnya. Sehingga sesuatu yang wajib wujud
karena diri sendiri sebagai sebab itu harus memiliki wujud yang lebih sempurna dari
pada wajib ada karena yang lain (akibat). Wajib wujud karena diri sendiri itu, memiliki
wujud yang tidak bertentangan dengan konsep teoritis akal. Wujud itu adalah 1) sesuatu
yang tidak bersebab, karena setiap yang bersebab pastilah wujudnya bukan karena diri
sendiri, 2) tidak tersusun karena setiap yang tersusun pasti memiliki sebab yakni setiap
penyusunnya, 3) tidak lebih dari satu, karena ketika ada dua pastilah masing-masing
keduanya tersusun dari kesamaan dan perbedaan keduanya, 4) bukan bagian dari yang
lain: sebab bila ia bagian dari yang lain, maka bagian yang lain itu pasti tidak keluar dari
keadaan yakni sama atau beda denganya. Bila sama maka esensinya hanya satu, tetapi
bila beda maka masing-masing keduanya tersusun atas persamaan dan perbedaan.
Sesuatu yang mungkin wujud adalah realitas potensial yang apabila ―ada‖-nya telah
ditegaskan oleh realitas yang wajib ada, maka ia menjadi wajib ada karena yang lain.
Manusia dan alam semesta adalah wujud yang tidak sempurna, bermateri, tersusun,
143 Badan Pengelola Latihan HMI
terbatas, terindera, dan bergantung, maka manusia dan alam semesta mustahil mejadi
wajib ada karena diri sendiri. Sehingga manusia secara teoritis adalah wajib wujud
karena yang lain yakni bersebab dan bila mengalami keterpisahan dengan sebabnya,
maka ia akan musnah. Dengan demikian diperoleh konsep praktisnya bahwa manusia
harus bersandar pada wajib wujud karena diri sendiri tersebut. Selain itu, secara teoritis
akal juga diperoleh bahwa manusia sebagai wajib ada karena yang lain, maka setiap
yang ada hanyalah pemberian dari wajib wujud karena diri sendiri tersebut. Dengan
demikian konsep praktisnya adalah manusia harus berterimah kasih terhadap maha
pemberi itu.
Secara matematis, kita dapat juga membuktikan ke-esa-an Tuhan. Jika kita perhatikan
komposisi bilangan cacah dari 0,1,2,3,4,5,….xn+1. Angka ―0‖(nol) adalah ketiadaan. Nol
hanya symbol ketiadaan, sedang ketiadaan tidak perlu diperdebatkan lagi apakah ada
atau tidak.136 ―Empat‖ (4) berasal dari 3 + 1, dan tiga berasal dari 2 + 1, serta x berasal
dari n + 1. Artinya angka satu adalah angka yang hakiki yang tidak disebabkan oleh angka
lain. Angka berikutya merupakan penjumlah dari satu sebanyak angka yang dikonsepkan.
Misalnya 5 berarti angka ―1‖ (satu) yang berjumlah lima. Demikian juga dalam
pembagian, jika suatu angka dibagi denga dirinya sendir, maka hasilnya adalah angka
satu itu sediri. Contoh 6/6 = 1 atau ∞/∞ = 1.
Sejauh ini, menurut kajian NDP baru prima principia sebagai prinsip niscaya lagi rasional
dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri umum Tuhan, namun mustahil dapat
mengetahui zat-Nya. Hal ini dapat dilihat dalam teks NDPBaru dibawah ini:
….ciri-ciri keberadaan Tuhan (pencipta / khaliq). Bertolak belakang dengan ciri-ciri khas
manusia (yang diciptakan/ makhluq). Bila manusia adalah maujud tidak sempurna,
bermateri, tersusun, terbatas, terindera, dan bergantung, maka tuhan adalah zat yang
mahasempurna, immateri, tidak tersusun, sederhana, tidak terdiri dari bagian, tidak
terindera secara material, dan tunggal (esa/ahad). Dengan demikian diketahuilah bahwa
manusia dapat mengetahui ciri-ciri umum Tuhan, namun mustahil dapat mengetahui
materi zat-Nya. Manusia mengklaim dapat menjangkau zat Tuhan, sesungguhnya telah
membatasi Tuhan dengan Rasionya (reason). Segala sesuatu yang terbatas, pasti bukan
Tuhan…
Prima principia mengakui keterbatasannya pada tahap kritis dan esensial dimana kita
tergerak untuk menanyakan zat dari wujud yang maha sempurna itu (Tuhan).
Keterbatasan ini melahirkan perbedaan dalam hal menafsirkan wujud yang maha
sempurna ini sebagai ―realitas tertinggi‖. Penafsiran dan kreasi atas ―realitas tertinggi‖
ini kemudian menjadi konsep dan simbol-simbol yang disebut sebagai agama. Pada tahap
ini, masing-masing penafsiran dan konsep yang berbeda, melahirkan agama yang
berbeda-beda pula. Sehingga dari sekian agama yang ada, muncul pertanyaan mendasar
yang mesti dijawab: ―agama manakah yang paling benar?‖ NDP Baru kemudian
menawarkan tiga kemungkinan: semua agama itu benar, semua agama itu salah, atau
hanya satu agama yang benar.
Sebagai konsekuensi logis, manusia harus memilih dan mengikiti agama yang terbukti
kebenarannya secara logis dan rasional. Jika agama itu berbeda, mustahil dapat memiliki
pengakuan sosok Tuhan yang serupa atau sama. Dan apabila agama itu sama, maka
agama-agama itu menjadi identik satu sama lain. Demikian juga apabila semua agama
itu salah, tentu akan bertentangan dengan prinsip keberantungan manusia pada sosok
yang maha sempurna itu. Sehingga dengan menggunakan prima principia jelaslah bahwa
hanya satu saja agama yang benar. Perhatikan gambar dibawah ini:
Pedoman Dalam Memilih Agama
144 Badan Pengelola Latihan HMI
Konsep praktis yang lahir dari konsep teoritis kesempurnaan wujud itu, adalah
kebutuhan manusia untuk berterima kasih pada wujud yang maha sempurna tersebut.
Sehingga wujud itu harus membimbing manusia untuk berhubungan dengan diri-Nya.
Bimbingan ini diberikan kepada manusia sesuai dengan kadar potensial diri dalam bentuk
informasi yang suprarasional atau wahyu. Dalam hal ini, agar informasi-informasi
suprarasional itu dapat diterima oleh manusia, dibutuhkan pengajar yang dipilih secara
prerogatif oleh Tuhan. Para pengajar inilah yang kita sebut sebagai nabi dan rasul yang
menyampaikan firman-firman Tuhan kepada manusia. Jadi nabi dan rasul adalah
gambaran Tuhan di dunia. Keberadaannya (nabi dan rasul) menjelmakan nilai-nilai
kebesaran Tuhan pada tahapan yang dapat diterima oleh kesadaran manusia. Menjadikan
bahasa langit menjadi bahasa bumi, serta menyampaikan cara yang benar dan pasti
dalam berhubungan dengan Tuhan.
Kejadian empiris luar biasa itu seperti Ibrahim yang tidak terbakar api, Musa yang dapat
membelah lautan, dll, adalah mu‘jizat bagi orang-orang awam sedangkan bukti-bukti
rasional kenabian adalah mu‘jizat bagi para intelektual. Dari sekian agama yang ada,
ternyata konsep teoritis yang dibawah oleh Muhammad adalah satu-satunya ajaran yag
tidak bertentangan dengan konsep teoritis akal. Rasulullah Muhammad s.a.w,
mengajarkan konsep ke-Tuhan-an, bahwa Allah itu esa, tempat bergantunya segala
kenyataan. Konsep itu sejalan dengan konsep teoritis akal yang menyatakan: wajib
wujud karena diri sendiri itu adalah tunggal, sebab bila ada dua, maka tentunya masing-
masing akan tersusun dari perbedaan dan persamaan keduanya. Tuhan tidak tersusun,
sebab apabila tersusun, berarti Tuhan dibatasi oleh penyusun-penyusun-Nya itu. Selain
itu, Muhammad SAW juga mengajarkan kalimat persaksian (syahadatan) bahwa ―tidak
ada‖ (la) ―Tuhan‖ (ilah) yang benar kecuali (illa) Allah, dan Muhammad adalah rasull atau
utusan Allah. Dalam NDP Baru, penjelasan kalimat syahadat ini tidak dilakukan secara
konferhensif, hanya sebatas menyebutkan kalimat persaksiannya saja .
***
3. Konsep Perbandingan
Pada kajian kita diatas, kita telah menjelaskan bagaimana cara rasio mencari Tuhan.
Dengan menggunakan prima principia yang terdiri dari prinip non-kontradiksi dan prinsip
kausalitas NDP Baru memasuki ranah perdebatan teologi. Sehingga dapat kita rangkum
bahwa argumen pembuktian tuhan yang dijelaskan dalam NDP baru adalah argumen
kosmologi dan ontologis. Argumen kosmologi menjelaskan bahwa adanya alam ini seperti
bumi, manusia dan sebagainya sebagai akibat yang disebabkan oleh sesuatu yang lain
(prinsip kausalitas). Sedangkan argument ontologis adalah argumen yang menjelakan
adanya wujud yang maha sempurna. Karena segala yang ada di alam ini tidak sempurna,
maka yang menciptakannya haruslah wujud yang sempurna. Jika manusia adalah
tersusun, bermateri dan terbatas, maka sang pencipta adalah wujud yang tidak tersusu,
immateri, dan tidak terbatas.
Namun benarkah kedua argumen ini adalah murni bersumber pada rasio, atau justru ada
campur tangan dari pengetahuan lain? Mampukah kita mengetahui benda hitam ditempat
yang gelap? Jika mampu prinsip berpikir seperti apakah yang dapat membuktikannya?
Pada kajian kita terdahulu, kita telah menangguhkan dua pokok bahasan penting. Pokok
bahasn itu adalah persoalan keniscayaan dan kerasionalan PNLR. Saya ulangi lagi
pertanyaannya: ―jika menurut NDP Baru PNLR itu adalah satu-satunya alat penilai, maka
dengan alat penilai apakah sehingga prinsip itu dikatakan niscaya dan rasional?‖ Adalah
hal yang mustahil jika jawabanya adalah dengan PNLR itu sendiri, sebab tidak mungkin
kita menilai sesuatu dengan dirinya sendiri yang sementara kita nilai itu. Sehingga
145 Badan Pengelola Latihan HMI
mungkinkah ada pengetahuan lain yang tidak terjamah oleh kajian NDP Baru? Pokok
kedua adalah pembahasan tentang prinsip sebab-akibat, mungkinkah prinsip ini
mengetahui adanya sebab pertama sebagai sebab dari segala sebab. Jawaban
pertanyaan ini sekaligus akan menjawab pertanyaan kita mengenai kemurnian rasio
dalam mengetahui Tuhan. Baiklah kita akan mulai pembahasannya:
Ketika memikirkan dalam-dalam tentang prinsip kausalitas ini, saya berkesimpulan
bahwa adanya hukum ini bukanlah suatu keniscayaan. Seperti kesimpulan saya
sebelumnya bahwa sebab-akibat hanyalah sebuah prinsip berpikir yang lahir dari
eksistensi gerak dalam ruang dan waktu yang memiliki permulaan dan batas eksistensi.
Prinsip gerak itu adalah prinsip dasar semesta yang apabila ia terhenti tentunya tak akan
terjadi perubahan pada alam semesta ini (statis) dan tentunya sebab-akibat tidak tidak
akan berlaku pula. Gerak ini pula menguasai akal manusia, salah satu geraknya adalah
gerak akal dari keadaan tidak tahu menjadi tahu. Prinsip Sebab-akibat adalah konsepsi
dari pada gerak ini. Agar lebih jelas harus ditegaskan bahwa gerak disini adalah segala
sesuatu yang bereksisteni atau sedang dalam proses menjadi (becoming). Disinilah
gambaran sebab-akibat (dalam potensial akal untuk mengetahui) muncul yaitu saat
segala sesuatu yang menjadi (becoming) itu, saling berhubungan dan jalin menjalin satu
sama lain. Jadi kesimpulannya sebab-akibat itu tidaklah niscaya, melainkan eksistensi
―gerak‖-lah yang menjadikannya ada. Misalnya air sebagai wujud ada dari ketersusunan
Hidrogen dan oksigen. Secara sepintas, kita dapat melihat bahwa air adalah akibat
sedangkan sebabnya adalah Hidrogen dan Oksigen. Sebenarnya secara esensial ada-nya
air itu hanyalah rangkaian jalin menjalin antara dua hal yang bereksisteni yakni Hidrogen
dan Oksigen itu. Jika kita bertanya kenapa mereka (hidrogen dan oksigen) bisa bersatu?
Adakah alasan dari prinsip-prinsip sebab-akibat yang dapat mejelaskan hal itu?
Jika jawabannya karena hidrogen dan oksigen memiliki sebab lagi, maka berarti teori
ini menggugurkan prinsipnya sendiri, bahwa setiap sebab tidak sama dengan yang bukan
sebab. Akan tetapi pada contoh air ini, sesuatu yang menjadi sebabnya ternyata adalah
akibat dari sebab lain. Sehingga sebab disini sekaligus menjadi akibat. Dari argumen ini,
jelaslah bahwa gerak menjadi lebih esensial dari pada prinsip sebab-akibat itu. Karena
sebab-akibat itu bersandar pada ada-nya eksistensi gerak.
Nah, bagaimana gerak itu bisa eksis? Disini muncul pertanyaan lagi yang mungkin akan
dilontarkan oleh penganut keniscayaan prinsip kausalitas ini. Perlu ditegaskan pula
bahwa disini saya tidak sedang mendramatisir keadaan, dengan
memunculkan kemungkinan-kemungkinan pertanya-an secara subjektif.
Namun demikianlah prinsip kerja sebab-akibat itu dalam menemukan wujudnya secara
rasional dalam prinsip kesemasaan kausalitas yang menegaskan bahwa ―setiap akibat
membutuhkan sebab agar dapat eksis‖. Maka gerak itu mesti ada pembuatnya sebagai
sebab ada-nya atau eksisnya. Para penganjur sebab-akibat itu menjadi mentok diposisi
ini, lalu muncul konsep teoritis akal yang menyatakan adanya sebab pertama yang tidak
bersebab yang dapat menyelesaikan kebingungan itu. Tan Malaka juga meletakkan
keberatannya dalam teori ini yang termuat dalam bukunya yang berjudul ―Madilog‖.
Pengakuan akan adanya sebab yang tidak bersebab justru sama dengan meruntuhkan
akar teorinya sendiri. Namun konsep Tan Malaka ini telah dikritisi dengan baik oleh
Arianto Ahmad Arianto menegaskan kesalahan anggapan bahwa segala yang ada pasti
memiliki sebab. Implikasinya: Tuhan ada, maka Tuhan pasti memiliki sebab juga. Di
sinilah letak kebingungan Tan Malaka.
Arianto meluruskan konsep itu dengan mempertegas hukum kausalitas: ―bahwa bukan
setiap yang ada, melainkan setiap akibat agar dapat eksis membutuhkan sebab‖. Oleh
146 Badan Pengelola Latihan HMI
sebab itu Tuhan tidak butuh sebab lagi, karena Tuhan bukan akibat. Kalau menurut saya
hal ini sama saja. Jika dikatakan ―setiap akibat pasti butuh sebab‖ atas dasar apa kita
menganggap bahwa Tuhan itu adalah sebab dan bukan akibat?
Pembaca, di sini saya ingin menjawab pertanyaan awal kita bahwa pengetahuan tentang
tuhan itu bukanlah murni karena rasio. Sudah waktunya kita berhenti untuk
memperdebatkan-Nya dan kembali mengakui adanya ide bawaan tentang Tuhan (fitrah).
Bagaimana mungkin akal kita dapat mengenali bahwa Tuhan itu adalah sebab dan bukan
akibat. Tanpa adanya ide bawaan (innate idea), mustahil kita dapat mengetahui-Nya
apalagi mengidentifikasi-Nya sebagai sebab dan bukan akibat. Sama dengan pertanyaan
bagaimana mungkin kita dapat mengetahui benda hitam ditempat yang gelap tanpa ada
cahaya dan pengetahuan awal akan adanya benda tersebut. Sehingga dengan
pengetahuan awal itu kita dapat meyakini ada-nya benda itu tanpa harus dilihat atau
dibuktikan secara langsung. Contoh lain dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika kita
sakit, kita tidak perlu membuktikaannya, mengetahui seluk-beluknya. Toh, kita dapat
merasakan dan meyakini sendiri bahwa kita sementara sakit. Pembuktian dan penegasan
bentuk-bentuk sakit yang diderita itu adalah kerja dokter untuk menjelaskannya. Dalam
konteks agama, dokter di sini dapat diibaratkan sebagai nabi atau rasul yang datang
menjelaskan seluk-beluk kepercayaan yang telah ada dalam diri kita. Kalau begitu
mengapa mesti ada atheis?
Bagi Nurcholis Madjid, manusia adalah mahluk percaya, ateisme dalam makna yang
murni itu tidak pernah ada, Karena sikap ragu-ragu yang sempurna itu adalah sesuatu
yang tidak mungkin. Mereka memang tidak mengakui ada-nya Tuhan, namun secara tidak
langsung keyakinan-keyakinan dan pemujaan terhadap pimpinan atau rasionya dalam
paham komunisme misalnya, telah menjadi semacam bentuk kepercayaan baru. Himne-
himne yang dilantunkan atau membaca kutipan-kutipan karya seorang pemimpin, telah
tumbuh dan berkemabang menjadi semacam ibadat atau padanan ritual (ritual
equivalent). Kenyataan ini pada hakekatnya menggambarkan adanya kecenderungan
manusia untuk percaya akan adanya eksistensi Tuhan.
Jelaslah perdebatan kita mengenai Tuhan itu dikarenakan karena konsep Tuhan itu
sendiri telah ada, seperti memperdebatkan sebuah rumah yang telah jadi, kita dapat
memulai dari mana saja mengkajinya, namun itu disebabkan karena kita
memperdebatkan sesuatu yang telah jadi. Sehingga rumusan konsep sebab-akibat
sebagai argumen pembuktian adanya Tuhan, tidak lebih dari sekedar tuntutan kebutuhan
untuk merasionalkan ide bawaan itu. Tuntutan rasioalitas itu bergantung pada konteks
zaman dan pengaruh-pengaruh budaya lain, seperti sikap pemikir islam ketika
bersentuhan dengan budaya Yunani, maka rasio menjadi tuntutan dalam segala hal ihwal
kenyataan. Perlu juga diingat, bahwa tuntutan rasionalitas ini jangan sampai
disemangati oleh rentetan peristiwa sejarah renainsans Eropa yang mengadakan
perlawanan terhadap dogma agama yang telah lama membelit kebebasan manusia.
Mengenai alat penilai selain rasio, NDP Baru tidak membicarakan perihal hati sebagi
sumber pengetahuan. Hati sebagai sumber pengetahuan dalam terminologi Al-Quran
salah satunya dapat dilihat dari surat al-Isra [17]: 36 yang artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya‖.
Pada ayat itu jelas sekali bahwa hati adalah bagian dari alat untuk memahami, dan
bukan hanya rasio yang menjadi sandaran pengetahuan manusia. Untuk masuk dalam
wilayah ketuhanan, hati adalah bagian yang paling penting. Seperti yang dikatakan Iqbal
147 Badan Pengelola Latihan HMI
dalam pengalaman mistik atau (empirisme metafisik) kita sedapat mungkin harus
meminimalkan peran pikiran.
***
Perbincangan mengenai Tuhan adalah pembicaraan yang tidak akan pernah seleasai. Hal
ini disebabkan oleh pengetahuan manusia yang terbatas dan tidak mungkin menjangkau
Tuhan. Teman saya bilang begini: memikirkan Tuhan yang ‗Maha‘ itu dapat
menyebabkan ―kegilaan‖ , namun tidak apa-apa, katanya, karena tuhan pasti bangga
melihat manusia gila gara-gara memikirnan-Nya.
Setiap pemikir teolog dapat saja memikirkan Tuhan dalam berbagai sudut pandang yang
diketahuinya, baik lewat rasio, intuisi dan sebagainya, namun tetap saja yang
dihasilkannya adalah konsep ―teoritis tentang Tuhan‖. Dalam artian bahwa Tuhan yang
dihasilakan oleh kaum teolog itu adalah bentuk kreasi pikiran manusia dan bukan Tuhan
itu sendiri. Hal ini senada dengan pandangan M. Amin Abdullah yang dikutip oleh Thariq
Modanggu146 bahwa teologi bukanlah agama, melainkan sebagai hasil rumusan akal
manusia, sesuai dengan waktu dan situasi sosial yang ada. Oleh sebab itu, kendati pun
sumbernya adalah kitab suci, namun teologi adalah karya manusia yang fallible (bisa
salah). Jadi menurut saya terlalu ―sombong‖ bila kita telah sampai pada tahap
meniscayakan hukum-hukum tertentu untuk menjangkau Tuhan. Dalam NDP versi Cak
Nur (panggilan akrab Nurcholis Madjid), ―kerendahan hati‖ ini dapat dilihat dari
penjelasan di bawah ini:
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan
akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat
ituitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan
kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian
akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Saya cerita sedikit: waktu saya ke kongres lalu di
Depok, saya sempat beradu argumen degan Arianto Ahmad. Pasalnya begini, saat
persidangan berjalan, Arianto menggelar kajian NDP di luar forum tepatnya di bagian
halaman tegah Graha Insan Cita. Waktu itu, saya sempat mendengar dan melihat
pemateri mencoret paragraf ke-6 NDP Cak Nur dengan argument bahwa pernyataan itu
secara logika terjadi kontradiksi.
Menurut pemateri, Cak Nur membolehkan atau menggunakan epistemologi secara
intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain, namun kemudian membantahnya
sendiri. Saya langsung tidak sepakat, dengan argumentasi pemateri, sehingga terjadi
debat kusir antara saya dengan pemateri. Saya pikir pemateri terjebak pada aturan
logika tentang pernyataan ―dapat‖ (pengakuan) dan ―tetapi‖ (pengingkaran) p a
dkalimat
dibawah ini:
―Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan ―dapat‖ ditempuh manusia
dengan berbagai jalan, baik yang bersifat ituitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-
lain. ―Tetapi‖ karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak
dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya.‖ Ada
dua penafsiran yang dapat saya tarik: Pertama, Dari penjelasan itu, menurut hemat
saya, Cak Nur sebenarnya sedang merumuskan formula pemikiran ke-Tuhan-an yang
terbebas dari argumentasi-argumentasi aliran-aliran teologi. Hal ini, senada dengan
pendapat M. Amin Abdullah mengenai hasil akhir pemikiran teolog itu sebagai ―kreasi
pikiran‖ manusia saja dan bukan Tuhan itu sendiri. Bukan berarti ada pelarangan untuk
melakukan pencarian melalui intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan pendekatan-
pendekatan yang lain termasuk pendekatan filosofis itu. Dan ini bukanlah metodologi
yang digunakan dalam NDP Cak Nur. Melainkan sebuah penyegaran sejarah bahwa
148 Badan Pengelola Latihan HMI
sebelumnya pernah ada upaya-upaya untuk mengenal Tuhan. Kita diperbolehkan untuk
berupaya megetahui eksistensi atau ciri-ciri umum Tuhan seperti yang dijelaskan dalam
NDP Baru. Namun tetap saja hasilnya adalah ―kreasi pikiran‖ manusia. Oleh sebab itu
Cak Nur, kembali menegaskan bahwa karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia,
maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan
yang sebenarnya. Sekali lagi intuitif, ilmiah, historis dan pengalaman bukanlah
metodologi dalam NDP, melainkan sebuah penegasan bahwa metode itu tidak akan
sanggup menjelaskan hakekat Tuhan yang sebenarnya.
Kedua, seperti yang dijelaskan oleh Nurcholis Madjid sendiri dalam latar belakang
perumusan NDP. Bahwa kebenaran pengetahuan manusia itu relatif. Namun bukan
berarti kita akan membuang setiap kebenaran yang kita peroleh, sebab ia relatif. Namun
lebih bersifat penyadaran agar kita tidak ekslusif pada paham yang kita yakini. Jadi
bukan satu jalan saja untuk menuju Tuhan. Kerelatifan itu mengharuskan pergerakan
atau upaya sungguh-sungguh (mujahadah) manusia untuk menuju Tuhan. Sedangkan
jalan-jalan itu dapat dilakukan manusia dalam beberapa cara, seperti jalur fiqih, jalur
sufi, jalur teologis, mutakallimun, ada yang persepsinya masalah filsafat dan banyak
sekali jalan-jalan menuju Tuhan ini. Juga menuju keselamatan.148 Namun inti dari
segalanya adalah iman yang dengan iman itu kita megorientasikan hidup kita kepada
Allah. Jadi penyebutan pedekatan intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan pendekatan-
pendekatan yang lain bukan episemologi atau metode yang paten dalam NDP Cak Nur.
Namun adalah penjelasan bentuk-bentuk ijtihad manusia dalam menuju Tuhan.
Pada teks (NDP paragraf ke-6) ini, saya menilai pengetahuan Cak Nur cukup luas kalau
tidak bisa dikatakan luas (bukan kontradiksi seperti yang dikatakan Arianto). Bobot
intelektualnya sangat terasa, dimana Cak Nur menurut saya berhasil menghadirkan
kesadaran untuk keluar dari ―kerangkeng‖perdebatan teologi, fiqih, atau Tuhan-nya
―para filosof‖ yang pernah ada dalam perkembangan sejarah islam itu. Juga Cak Nur
tidak sepenuhnya ―mencelupkan‖ kajian NDP pada pandangan ke-Tuhan-an menurut
kaum sufi atau ―kaum mistis‖ seperti istilahnya Karen Armstrong. Namun demi
kelengkapan kepercayaan manusia kepada Tuhan, manusia membutuhkan sesuatu yang
lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan insting dan indra. Disinilah Cak Nur membuka
lebar pintu pada otoritas wahyu dan rasul untuk menjelaskan perihal iman dan segala
percabangannya. Bandingkan dengan NDP Baru itu, dimana kajian-
kajiannya mengantarkan kita kembali pada perdebatan pemikiran ketuhanan menurut
―para filosof‖. Wahyu juga jangan disalah artikan sebagai kitab saja, sebab dari 25 nabi
dan rasul yang ada, hanya 4 orang yang menerima wahyu dalam bentuk kitab. Lantas
dengan cara apa Ibrahim a.s dan nabi-nabi lainnya dapat
mengetahui Tuhan? Seperti mengetahui benda hitam ditempat gelap, atau seperti
hand phone misalnya tanpa ada signal, mustahil dapat digunakan. Begitu pun dalam
mengetahui benda-benda, tanpa ada cahaya atau jika benda itu tak memantulkan
cahaya, maka indera kita tidak akan sanggup menangkapnya. Jadi wahyu bukan
hanya kitab, wahyu adalah segala petunjuk atau signal-signal yang diberikan kepada
manusia dari Tuhan sendiri. Teman saya mengatakan ada sesuatu dalam diri kita yang
ada tapi tidak bunyi. Misalkan tanpa harus dijawab, ketika ada orang mengucapkan
salam pada anda, tanpa anda sadari, ada sebuah eksisensi dalam diri kita yang ingin
menjawab. Pertanyaannya siapakah dia? Tentu ini adalah wilayah kajian dimana
untuk memahaminya tidak cukup hanya menggunakan rasio. Al Qur‘an suarat Al-
A‘raf [7]: menjelaskan yang artinya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
(isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tapi
tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat
149 Badan Pengelola Latihan HMI
Allah) dan mempunyai mata (tetapi) tidak digunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaa Allah), dan mereka mempuyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
***
Perkembangan sejarah pemikiran ke-Tuhan-an sebenarnya perlu juga kita cermati,
sebelum kita terlanjur mengukur derajat intelektual itu dari pemanfaatan kaidah-kaidah
logika dan filosofis dalam NDP. Karen Armstrong seperti yang telah disebutkan diatas,
mengingatkan kepada kita bahwa pada abad sebelumnaya, ketika pemikir Islam
bersentuhan dengan filsafat Yunani, telah mereduksi Tuhan dalam kajian-kajian
fiolosofis. Sehingga Armstrong menyebutnya sebagai Tuhannya ―para filosof‖. Pahaman
kita jika sudah terlanjur ―meneguk‖ kajian itu tanpa memahami sejarah, akan cenderung
mengklaim NDP Cak Nur itu terlalu tekstual dan sudah usang. Padahal dalam perspektif
historis, kajian NDP Baru lah yang sebenarnya telah cukup usang dan tua untuk kembali
kita perdebatkan.
Konsep NDP Cak Nur sangat baik dalam memposisikan antara akal dan wahyu yang sering
diperdebatkan kaum teolog itu. Perhatikan kutipan teks NDP dibawah ini:
―Oleh sebab itu, kehidupan yang baik ialah yang disemangati oleh iman dan diterangi
oleh ilmu. Bidang iman dan percabangannya menjadi wewenang wahyu, sedangkan
bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan
mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi ilmu tentang alam dan
ilmu tentang manusia (sejarah) Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai
kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana
adanya, tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab
sebagaimana diterangkan di muka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan
objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan dan Tuhan pun untuk
sebagian atau seluruhnya, tidak sama dengan alam……‖
Di sinilah menurut saya gagasan nilai yang dapat dijadikan pedoman terutama bagi
realitas ke-Islaman di Indonesia yang kental dengan bangunan mistik. Pada teks itu, kita
diajak untuk melihat alam ini sebagaimana adanya (realistis) dan tidak melekatkan
padanya kualitas-kualitas ketuhanan, sebab Tuhan untuk sebagian dan keseluruhan tidak
sama dengan alam ini. Selain itu, NDP Cak Nur menjelaskan adanya hukum dasar alami
dari pada segala yang ada yakni ―perubahan dan perkembang-an‖. Sebab: segala sesuatu
itu rusak (berubah) kecuali Tuhan.
C.Catatan Penutup
Setelah kita mendiskusikan beberapa tema pokok dalam NDP Baru dan NDP Lama, tentu
kita telah mampu melihat duduk persoalannya. Landasan epistemologi yang digunakan
oleh NDP Baru akan mengantarkan kita dalam kajian Tuhan-Nya para filosof. Mungkin
semua punya seribu alasan untuk dapat sepakat atau tidak sepakat dan kembali lagi
pada perdebatan itu, namun cukuplah kiranya untuk berlarut-larut dalam perdebatan
yang mengawang-awang itu. Mengutip istilahnya Lenin, ―filsafat seperti itu tidak bisa
dipakai untuk berkelahi‖ karena terlalu melangit.
NDP Cak Nur bukan tidak relevan dengan perkembangan, namun sebagian kader tidak
lagi memahami secarah utuh NDP dan posisinya dalam orgaisasi HMI. Ketika melihat
perdebatan dalam semiloka NDP yang digelar oleh PB HMI, saya terhentak ketika
mendengar argumentasi bahwa NDP Cak Nur menganggap seolah-olah semua manusia
adalah muslim. Tapi menurut saya NDP Baru menganggap semua manusia adalah atheis
yang harus diceramahi tentang ada dan tidaknya Tuhan. Pernyataan ini tidak akan
150 Badan Pengelola Latihan HMI
muncul manakala mereka membaca dan memahami latar belakang penyusunan NDP.
Menurut Agussalim Sitompul, kebanyakan anggota HMI belum pernah membaca tulisan
Nurcholis Madjid tentang Latar Belakang Perumusan NDP HMI, apalagi mengetahui, dan
menghayatinya secara utuh dan benar. Sehingga dengan kondisi seperti ini kebanyakan
anggota HMI tidak memahami dan menghayati sepenuhnya NDP HMI.
Setelah mendalami kembali kajian-kajian NDP, saya sepakat bahwa kritik atas NDP Cak
Nur itu lebih didasari oleh ―ketidak tahuan‖. Namun bukan berarti NDP Nurcholis Madjid
bebas dari kesalahan. Tapi dibanding dengan konstruksinya (NDP Baru) NDP Cak Nur
masih lebih layak untuk dijadikan nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) HMI.
Nilai yang dapat dijadikan pegangan dalam komunitas yang beragam haruslah bersifat
universal, tidak mengkhusus pada satu paham filosofis, atau tidak diukur dari
kemampuan berargumentasi. Misalakan kita berbicara nilai persahabatan. Eka dan Fatma
itu bersahabat, tapi apakah ketika mereka bertengkar nilai-nilai persahabatan itu akan
musnah hanya karena pertengkaran antara Eka dan Fatma. Saya pikir jawabannya tidak.
Nilai persahabatan itu akan tetap ada walau pun Eka dan Fatma tidak bersahabat lagi.
Sebab nilai-nilai itu tidak bergantung pada subjektifitas manusia. Sehingga ketika
berbicara nilai persahabatan, kita tidak dapat menjadikan individu tertentu sebagai
ukuran nilai itu. Saya juga merasa keberatan jika seandainya ukuran cerdas dalam NDP
itu diukur pada kemampuan kita berfilsafat. Justru bila ukuran kita demikian, disinilah
timbul ekslusifisme berpikir (harga mati yang benar harus begini, sebab jika tidak begini,
maka itu adalah salah).
Kebenaran menurut NDP Baru adalah kesesuaian antara ide dan realitas (teori kebenaran
korespondensi). Sedangkan NDP Lama kebenaran adalah asal dan tujuan dari segala
kenyataan. Saya berpikir bahwa devinisi kebenaran sangat ditentukan oleh tingkatan
kesadaran si pendevinisi. Menurut Agus Mustofa, ada empat tingkatan kesadaran yakni:
1) kesadaran inderawi yakni tingkat kesadaran terendah dalam diri seseorang yang
berfungsi ketika ia melakukan interaksi dengan lingkungannya. 2) kesadaran
rasional/ilmiah yakni kesadaran yang tidak hanya bertumpu pada kualitas panca indera,
melainkan telah melalui proses analisis dan melahirkan generalisasi teoritis. 3)
kesadaran Spiritual yakni kesadaran yang mulai bergeser dari rasionalitas menjadi
bertumpu pada rasa yang tidak bisa dijelaskan oleh rasio. 4) kesadaran Tauhid yakni
kesadaran yang dicirikan oleh menyatunya segala kepahaman menjadi tauhidullah, alias
meng-Esakan Allah semata. Bukan hanya dalam persepsi melainkan telah menjalar
diseluruh sikap dan perbuatannya.152 Pada dua tingkatan sebelumnya (kesadaran indera
dan rasional) devinisi benar secara korespondensi dapat dibenarkan. Namun pada
tingkatan yang lebih tinggi, kebenaran tidak lagi terdevinisi sebab telah merujuk pada
suatu Zat Yang Maha Sempurna. Sehingga NDP Lama menurut saya membuat sebuah
konklusi kebenaran yang merujuk pada eksistensi Allah yakni asal dan tujuan dari segala
kenyataan. Lagi-lagi kosep ini menunjukan pola umum atau menyajikan bahasa-bahasa
yang sarat nilai-nilai universal. Perhatikan teks NDP berikut ini:
Oleh karena itu pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya,
manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai
yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh merupakan
kebenaran. Maka satu-satunya sumber dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu
sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak
adalah Tuhan Allah.
Secara subjektif, ketika saya mempelajari NDP Baru, saya dapat saja menjelaskan
dengan baik tanpa bantuan kitab suci. Namun ketika mempelajari NDP Cak Nur, untuk
151 Badan Pengelola Latihan HMI
dapat mengerti tentu saya harus sesekali menengok kitab suci. Ketika saya membuka-
buka situs NDP di Intern-et. Saya menemukan berbagai macam komentar. Ada yang
mengatakan bahwa NDP Cak Nur tidak jelas ketika berbicara konsep peradaban pada Bab
I Dasar-Dasar Kepercayaan. Pendapat ini dalam satu sudut pandang mungkin benar
adanya. Namun jika bahasan konsep peradaban yang mungkin sangat dipengaruhi oleh
bacaan kita, tentu akan melahirkan kontradiksi baru dalam tataran teoritis antara
sesama kader HMI. Demikian juga dengan konsep-konsep filosofis dalam NDP baru
terbukti telah menimbulkan perdebatan yang sangat sulit disatukan. Oleh sebab itu,
tepatlah kiranya jika NDP HMI itu menggunakan bahasa-bahasa singkat, global dan
sayarat makna tanpa harus menyentuh konsep teoritis tertentu. Saya sangat sepakat
dengan tulisan Kanda Azhari Akmal Tarigan dalam buku ―Islam Mazhab HMI‖ ketika
memperumpamakan NDP dengan kitab matan yakni kitab yang ditulis oleh ulam-ulama
masa-masa awal yang memuat ajaran-ajaran agama apakah dalam bidang fikih, kalam,
atau tasawwuf dengan menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat yang singkat, global
dan syarat makna.154 Jadi pembicaraan yang megkhusus itu dibicarakan dalam syarah
yang bermakna penjelasan dan ulassan Pembicaraan kita dalam buku ini termasuk
perdebatan epistemologi yang telah kita kaji, dapat berarti sebagai syarah. Jika ada
keinginan para kader untuk memperjelas konsep-konsep yang umum dalam NDP sesuai
dengan reverensinya masing-masing dapat saja dilakukan. Asalkan dengan tidak
menghilangkan pedoman dan rujukan umumnya. Dan hasilnya adalah tafsir atau ulasan
terhadap NDP dan bukan NPD itu sendiri (syarah dan bukan matan).
Akhirnya saya berkesimpulan salah satu perbe-daan antara NDP Cak Nur dan NDP Arianto
Ahmad adalah perbedaan epistemologi.
Dimana NDP Cak Nur lebih menekankan pada penjelasan dan penafsir-an kitab suci dan
ajaran-ajaran agama Islam, sedangkan NDP Arianto, lebih pada perdebatan Filosofis
dengan doktrin rasionalya untuk memahami agama beserta seluruh percabangannya.
Perbedaan ini sebenarnya telah dijelaskan oleh Cak Nur ketika berbicara jalan-jalan
(ijtihad) dalam mengorientasikan diri pada Tuhan. Sehingga kajian NDP Baru itu secara
implinsit telah ada dan telah dikomentari dalam NDP Cak Nur. Bagi Cak Nur dalam
menuju Tuhan, tidak ada jalan yang ditegaskan secara ―harga mati‖. Namun NDP Baru
telah memasukan pembahasan epistemologi. Artinya itu telah menjadi kebenaran secara
―harga mati‖. Bagian inilah yang sebenarnya luput dari perhatian NDP Baru itu.
Barangakali ada sebuah ungkapan yang mungkin dapat mewakili seluruh pembicaraan
kita dalam buku ini. Ungkapan ini saya dengar dari teman saya, seperti ini: ―Ketika
cahaya hati bersinar, maka cahaya akal menjadi redup, tapi ketika cahaya hati menjadi
sempurna, maka akal pun kembali bercahaya‖. Pembaca, mari Jernihkan persepsi kita,
bersatu padu, dan kembali dalam pangkuan kebenaran, yakni asal dan tujuan dari segala
kenyataan. Semoga Bermanfaat.
Contoh Jadwal LK I.
:
Perkenalan dan Orientasi
Training
3. 23.00 – 24.00 Istirahat - OC
Selasa
4. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
5. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
6. 05.00 – 06.00 Kuliah Subuh : Gus Dur Pemandu
Aqidah
Islam
7. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas
lain
Materi II
8. 08.00 – 12.00 : Agussalim S Pemandu
Sejarah Perjuangan HMI
Sholiska
9. 12.00 – 13.00 n - OC
Materi II
10. 13.00 – 15.00 (lanjutan) Agussalim S Pemandu
11. 15.00 – 15.30 Lagu-lagu perjuangan Pemandu Pemandu
Rehat,
12. 15.30 – 16.00 sholat - OC
Materi II
13. 16.00 – 18.00 (lanjutan) Agussalim S Pemandu
dan
Pemandu
Sholiska
14. 18.00 – 20.00 n - OC
Materi Agus
15. 20.00 – 23.00 III : Alwi Pemandu
Konstitusi HMI
16. 23.00 – 24.00 Evaluasi Harian Pemandu Pemandu
Rabu
17. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
18. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
19. 05.00 – 06.00 Kuliah Subuh : Aa Gym Pemandu
153 Badan Pengelola Latihan HMI
Ibadah Dalam
Islam
20. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas
lain
Materi III Agus
21. 08.00 – 12.00 (lanjutan) Alwi Pemandu
Sholiska
22. 12.00 – 13.00 n - OC
Materi III Agus
23. 13.00 – 15.00 (lanjutan) Alwi Pemandu
24. 15.00 – 15.30 Lomba Nasyid Pemandu Pemandu
Rehat,
25. 15.30 – 16.00 sholat - OC
Materi III
26. 16.00 – 17.00 (lanjutan) Pemandu Pemandu
27. 17.00 – 18.00 Materi IV : Frans Pemandu
Pengantar
Ideologi Magnis S
Sholiska
28. 18.00 – 20.00 n - OC
Materi IV
29. 20.00 – 21.00 (lanjutan) Frans Pemandu
Magnis S
Materi
30. 21.00 – 23.00 V: Jujun S Pemandu
Pengantar Filsafat Ilmu Sumantri
31. 23.00 – 24.00 Evaluasi Harian Pemandu Pemandu
Kamis
32. 00.00 - 04.00 Istirahat - OC
33. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
Kuliah Subuh
34. 05.00 – 06.00 : Arifin Ilham Pemandu
Akhlak Islam
35. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas lain
36. 08.00 – 12.00 Materi VI : Nurkholis Pemandu
Nilai Dasar
Perjuangan Madjid
154 Badan Pengelola Latihan HMI
Sholiska
37. 12.00 – 13.00 n - OC
38. 13.00 – 15.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
39. 15.00 - 1530 Lomba baca Qur‟an Pemandu Pemandu
40. 15.30 – 16.00 Rehat sholat - OC
41. 16.00 – 18.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
Sholiska
42. 18.00 – 20.00 n - OC
43. 20.00 – 23.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
Evaluasi
44. 23.00 – 24.00 Harian Pemandu Pemandu
Jum‟at
45. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
46. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
47. 05.00 – 06.00 Materi VI (lanjutan) Nurkholis Pemandu
Madjid
48. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas lain
49. 08.00 – 10.00 Materi VI (lanjutan) Pemandu Pemandu
50. 10.00 – 11.30 Materi VII : Hasanuddin Pemandu
Mission HMI
Sholiska
51. 11.30 – 13.00 n - OC
52. 13.00 – 15.30 Materi VII (lanjutan) Hasanuddin Pemandu
53. 15.30 – 16.00 Rehat, sholat - OC
54. 16.00 – 18.00 Materi VII (lanjutan) Hasanuddin Pemandu
Sholiska
55. 18.00 – 20.00 n - OC
56. 20.00 – 22.00 Materi VII (lanjutan) Pemandu Pemandu
57. 22.00 – 23.00 Materi VIII : Agun Pemandu
Kepemimpina
n dan Gunanjar
Manajemen
Organisasi
Evaluasi
58. 23.00 – 24.00 Harian Pemandu Pemandu
155 Badan Pengelola Latihan HMI
Sabtu
59. 00.00 – 04.00 Istirahat - OC
60. 04.00 – 05.00 Sholat lail dan subuh Pemandu Pemandu
berjamaah
Materi VIII
61. 05.00 – 06.00 (lanjutan) Agun Pemandu
Gunanjar
62. 06.00 – 08.00 Istirahat, makan, mandi dan - OC
aktivitas lain
Materi VIII
63. 08.00 – 12.00 (lanjutan) Agun Pemandu
Gunanjar
Sabtu
64. 12.00 – 13.00 Sholiskan - OC
65. 13.00 – 15.00 Materi VIII (lanjutan) Pemandu Pemandu
66. 15.00 – 15.30 Lomba bikin Esay HMI Pemandu Pemandu
67. 15.30 – 16.00 Rehat, sholat - OC
68. 16.00 – 18.00 Diskusi Petang : Ulil Absar, SC
Islam Menjawab
Tantangan Osama bin
Zaman Laden, dan
George
Bush
69. 18.00 – 20.00 Sholiskan - OC
70. 20.00 – 22.00 Materi IX : Pemandu Pemandu
Evaluasi dan Rencana
Tindak
Lanjut
71. 22.00 – 23.00 Persiapan penutupan dan - OC, SC dan
rekap kelulusan peserta Pemandu
72. 23.00 – 24.00 Penutupan Basic Training - SC
156 Badan Pengelola Latihan HMI