Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 1
Ada tanah, atau pasir, kita beri air dan sediakan
cawan, jadi APE anak bermain disitu
Sarat membuat APE itu, a. Mudah ( membuatnya,
dan barangnya ) b. Murah harganya, c.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 2
pandang afeksi, keterampilan pengambilan sudut
pandang kognisi. (Gowen, 1995).
Main Pembangunan
Main pembangunan juga dibahas dalam kerja Piaget
(1962) dan Smilansky (1968). Piaget menjelaskan
bahwa kesempatan main pembangunan membantu
anak untuk mengembangkan keterampilannya yang
akan mendukung keberhasilan sekolahnya
dikemudian hari
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 3
Contoh: Anak-anak harus memiliki pengalaman
harian yang membolehkan mereka untuk
berhubungan dengan bahan pembangunan sifat cair
yang menyediakan kesempatan untuk menggambar,
melukis, dan keterampilan awal menulis. Bahan-
bahan seperti kertas dengan tekstur, ukuran, dan
warna yang berbeda, dengan spidol dan krayon,
papan lukis dengan kertas berbagai ukuran dan kuas-
kuas akan membantu anak sepanjang waktu untuk
berkembang melalui tahap awal dari corat-coret ke
penciptaan sesuatu yang mewakili wujud nyata dan
tahap awal dari corat-coret ke menulis kata dan
kemudian kalimat.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 4
Contoh: anak dapat menggunakan cat di papan lukis,
nampan cat jari, cat dengan kuas kecil di atas meja,
dan sebagainya, untuk melatih keterampilan
pembangunan sifat cair. Anak-anak dapat
menggunakan balok unit (Pratt), palu dengan paku
dan kayu, sisa-sisa bahan bangunan dengan lem
tembak, dan LegoTM untuk berlatih keterampilan
pembangunan terstruktur. Kebanyakan tempat main
peran hanya untuk “kerumahtanggaan” yang hanya
diminati oleh anak perempuan. Sedangkan
pengalaman seperti klinik dokter gigi, tempat
bangunan, rumah makan dengan kolam ikan di
bagian luar, dan lain-lain, direncanakan sepanjang
tahun menarik baik untuk anak perempuan maupun
anak laki-laki dalam main peran yang terlibat dan
densitas dari jenis permainan yang disediakan.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 5
Lebih Jauh Tentang Sentra dan
Saat Lingkaran: Pandangan
Bermain
Anak-anak seharusnya mampu melakukan
percobaan dan penelitian sendiri. Guru, tentu saja, dapat
menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan
yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat
memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu
sendiri, ia harus menemukan sendiri.
Jean Piaget (1972)
Pendahuluan
Anak-anak belajar melalui permainan mereka. Pengalaman
bermain yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak
lain, dan perhatian orang dewasa menolong anak-anak
berkembang secara fisik, emosi, kognisi, dan sosial. Teori
dan penelitian bermain seharusnya menjadi dasar untuk
program anak usia dini yang bermutu tinggi.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 6
Sensorimotor atau main fungsional
Main peran (mikro dan makro)
Main pembangunan (sifat cair/bahan alam &
terstruktur)
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 7
kesempatan bermain. Tergantung pada berat ringannya
kondisi yang membatasi gerak dan daya penggerak,
pengasuh yang telah dilatih untuk anak dengan “kebutuhan
khusus” mampu memberikan sebanyak mungkin
kesempatan untuk menambah macam gerakan dan
meningkatkan perkembangan sensorimotor. Setiap usaha
dibuat untuk menyediakan serangkaian penuh pengalaman
sensorimotor masing-masing anak. Contohnya, tempat tidur
ayunan dan ayunan luar yang digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada anak yang tertantang secara fisik untuk
berayun disamping teman yang tidak dengan kebutuhan
khusus.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 8
Main peran membolehkan anak memproyeksikan dirinya ke
masa depan dan menciptakan kembali masa lalu. Mutu
pengalaman main peran tergantung pada variabel di bawah
ini:
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 9
Erik Erikson (1963) menjelaskan dua jenis main peran: mikro
dan makro. Main peran mikro anak memainkan peran
dengan menggunakan alat bermain berukuran kecil, contoh
kandang dengan binatang-binatangan dan orang-orangan
kecil. Main peran makro anak bermain menjadi tokoh
menggunakan alat berukuran besar yang digunakan anak
untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, contoh
memakai baju dan menggunakan kotak kardus yang dibuat
menjadi mobil-mobilan atau benteng.
Main Pembangunan
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 11
Intensitas – Konsep intensitas menekankan pada
sejumlah waktu jumlah waktu yang dibutuhkan anak
yang dibutuhkan
anak untuk untuk berpindah melalui tahap
pengalaman perkembangan kognisi, sosial, emosi,
dalam tiga jenis
main sepanjang dan fisik yang dibutuhkan agar dapat
hari dan berperan serta dalam keberhasilan
sepanjang tahun.
sekolah kemudian hari.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 13
Pijakan Pengalaman Main Setiap anak
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 14
Apa Bermain Itu
Pendahuluan
Anak-anak belajar melalui permainan mereka. Pengalaman
bermain yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak
lain, dan perhatian orang dewasa menolong anak-anak
berkembang secara fisik, emosi, kognisi, dan sosial. Teori
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 15
dan penelitian bermain seharusnya menjadi dasar untuk
program anak usia dini yang bermutu tinggi.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 17
1963). Main peran dipandang sebagai sebuah kekuatan yang
menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan,
kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep
hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan
pengambilan sudut pandang spasial, keterampilan
pengambilan sudut pandang afeksi, keterampilan
pengambilan sudut pandang kognisi. (Gowen, 1995).
Main Pembangunan
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 19
kesempatan main pembangunan membantu anak untuk
mengembangkan keterampilannya yang akan mendukung
keberhasilan sekolahnya dikemudian hari. Dr. Charles, H.
Wolfgang, dalam bukunya yang berjudul School for Young
Children (1992), menjelaskan suatu tahap yang
berkesinambungan dari bahan yang paling cair atau messy,
seperti air, ke yang paling terstruktur, seperti puzzle. Cat,
krayon, spidol, play dough, air, dan pasir dianggap sebagai
bahan main pembangunan sifat cair atau bahan alam. Balok
unit, LegoTM, balok berongga, Bristle BlockTM, dan bahan
lainnya dengan bentuk yang telah ditentukan sebelumnya,
yang mengarahkan bagaimana anak meletakkan bahan-
bahan tersebut bersama menjadi sebuah karya, dianggap
sebagai bahan main pembangunan yang terstruktur. Anak
dapat mengekspresikan dirinya dalam bahan-bahan ini
mengembangkan dari main proses atau main sensorimotor
yang kami lihat pada anak usia di bawah tiga tahun ke tahap
main simbolik yang kami lihat pada anak usia tiga – enam
tahun yang dapat terlibat dalam hubungan kerja sama
dengan anak lain dan menciptakan karya nyata.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 20
jenis main, intensitas dan densitas dari pengalaman
bermain.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 21
Konsep dari densitas menekankan
Densitas –
berbagai macam pada kegiatan yang berbeda yang
cara setiap jenis
disediakan untuk anak oleh orang
main yang
disediakan untuk dewasa di lingkungan anak usia dini.
mendukung
Kegiatan-kegiatan ini harus
pengalaman
anak memperkaya kesempatan
pengalaman anak melalui tiga jenis main dan dipilih sesuai
dengan minat dan kebutuhan perkembangan anak.
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 22
secara penuh tanpa rencana, penataan lingkungan, dan
pijakan orang dewasa untuk pengalaman. Pengalaman
bermain anak seharusnya direncanakan dengan hati-hati
dan diberi pijakan untuk memenuhi kebutuhan setiap anak.
Empat langkah pijakan berikut ini untuk mencapai mutu
pengalaman main (CCCRT, 1999):
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 23
Kerjasama: Dit. PADU, Ditjen PLSP, Depdiknas, Sekolah Al-Falah, Jakarta Timur dan CCCRT,
2004 24