Anda di halaman 1dari 6

CARA KERJA AROMATERAPI

Saraf penciuman (nervus Olfaktorius) adalah satu-satunya saluran yang terbuka menuju otak.
Melalui saraf ini aroma tersebut akan mengalir ke bagian yang melingkari otak sehingga
mampu memicu memori terpendam dan mempengaruhi tingkah laku emosional yang
bersangkutan. Ini bisa terjadi karena aroma tersebut menyentuh langsung pusat emosi dan
kemudian bertugas menyeimbangkan kondisi emosional. jalan masuk utama senyawa aromatik
adalah melalui inhalasi, karena dapat langsung menuju sistem saraf olfaktorius.

Metode ini dinilai paling efektif, sangat praktis dan memiliki khasiat yang langsung dapat
dirasakan oleh penggunanya. Prinsipnya adalah minyak esensial tersebut dibuat sedemikian
rupa untuk menguap dengan cara meningkatkan suhu, dapat dengan pemanasan maupun
pembakaran, namun ada beberapa minyak atsiri yang dapat menguap dengan mudah tanpa
harus dipanaskan terlebih dahulu. Banyak sekali kelebihan cara pemberian secara inhalasi
dalam penggunaan aromaterapi ini dibandingakan dengan menggunakan cara pemberian yang
lainnya, diantaranya:

1. Cara inhalasi akan lebih mudah untuk masuk kedalam tubuuh kita, tanpa melalui proses
absorbs membrane sel. Molekul-molekul uap tersebut akan langsung mengenai reseptor
penciuman yang berada pada rongga hidung. Reseptor ini langsung terhubung dengan
safar olfaktorius.
2. Memberikan kesan yang bersih, karena dihantarkan melalui udara dan tidak
meninggalkan residu sisa penggunaan. Jika menggunakan cara lain, misalnya topical,
akan membuat kulit menjadi terasa berminyak dan menimbulkan kesan tidak nyaman.
3. Dalam perdagangan kini tersedia dalam bentuk padat (lilin) yang siap dibakar, atau
dalam bentuk sachetan yang langsung digunakan sekali pakai. Hal ini akan
mempermudah untuk didistribusikan ke tempat-tempat yang membutuhkan.

Cara pemakaian :

Vaporizer

Adalah alat yang mengubah minyal esensial menjadi bentuk yang mudah menguap. Prinsipnya
sama dengan alat penguap tradisional, namun tidak menggunakan pembakaran untuk
menguapkannya, alat ini lebih canggih dan dirancang untuk minyak esensial yang tidak tahan
terhadap pembakaran. Pada pembakaran dikhawatirkan akan mengubah struktur molekul dari
senyawa kimia tersebut, sedangkan alat ini hanya mengubah bentuknya menjadi fase uan tanpa
pembakaran.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISMENOREA

Menurut Wiknjosastro (2007) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi


dismenore antara lain:
a) Faktor Kejiwaan
Pada gadis- gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat
penerangan yang baik dialami oleh remaja yang sedang mengalami tahap pertumbuhan
dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Ketidak siapan remaja putri dalam
menghadapi perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan
gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid
seperti dismenore (Hurlock, 2007). Wanita mempunyai emosional yang tidak stabil,
sehingga mudah mengalami dismenore primer. Faktor kejiwaan, bersamaan dengan
dismenore akan menimbulkan gangguan tidur (insomnia).
b) Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya
dismenore primer yang dapat menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri. Faktor ini
antara lain anemia, penyakit menahun, factor obstruksi kanalis servikalis, factor endokrin,
faktor alergi

Etika Penelitia n

Selama melakukan penelitian, peneliti menerapkan etika penelitian yang bertujuan untuk
melindungi hak responden, sebagai berikut :
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed concent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang
tindakan yang akan dilakukan beserta menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi
responden jika responden bersedia.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
Dalam penelitian, data responden yang berkaitan dengan penelitian hanya disimpan oleh
peneliti dengan sepengetahuan responden.
3. Anonim (Anonimity)
Selama penelitian, nama responden diganti dengan inisial nama untuk tetap menjaga privasi
responden.
4. Beneficience
Peneliti melaksanakan intervensi pada responden sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan
5. Nonmaleficience
Sebelum melakukan intervensi, peneliti bertanya pada responden terhadap riwayat gangguan
pernapasan seperti asma maupun riwayat alergi pada aroma kayu manis dan aroma jeruk nipis
(dengan ciri-ciri hidung terasa gatal, bersin-bersin, atau merasa sesak napas setelah menghirup
aroma) untuk mencegah kejadian yang tidak di inginkan.

SOP PENELITIAN

Pengumpulan data dilakukan dengan membagi responden menjadi 2 kelompok yaitu


kelompok yang akan dilakukan pemberian aromaterapi kayu manis dan kelompok
dengan aromaterapi jeruk nipis. Kemudian peneliti bersama responden mengisi lembar
NSR sebelum dilakukan tindakan, lalu peneliti melakukan intervensi dan mengkaji ulang
skala nyeri setelah dilakukan tindakan. Catat hasil dilembar observasi.

AROMATERAPI DAN SOP AROMATERAPI

Aromaterapi kayu manis dan aromaterapi jeruk nipis merupakan terapi yang
menggunakan essensial oil atau sari minyak murni untuk membantu
memperbaiki atau menjaga kesehatan, membangkitkan semangat, menyegarkan serta
membangkitkan jiwa raga. Penelitian ini menggunakan humidifier dengan aromaterapi
kayumanis dan aromaterapi jeruk nipis. kemudian responden menghirup selama 10 menit
dengan 2-3 kali tarikan nafas dalam. Dalam penelitian ini, aromaterapi tidak menggunakan
humidifier karena kondisi lingkungan di ruangan yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan.

FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI

1. Usia

Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-anak


kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara lansia
mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang
harus mereka terima (Potter & Perry, 2006).
2. Jenis kelamin

Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin misalnya ada yang
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis
sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama
(Rahadhanie dalam Andari, 2015)
3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi nyeri. Individu


mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka
(Rahadhanie dalam Andari, 2015).

4. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi


persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat.
Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai
terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided
imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada
stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada distraksi (Fatmawati, 2011).
5. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga dapat menimbulkan
ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas (Wijarnoko, 2012).

6. Kelemahan

Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan


sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Fatmawati, 2011).
7. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa
takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang sama
berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah
individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
8. Gaya koping

Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber koping


individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan latihan atau
menyanyi (Ekowati, 2012).
9. Dukungan keluarga dan social

Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat


memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan akibat
nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami) dapat menurunkan nyeri
kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai
semangat yang tinggi (Widjanarko, 2012).

10. Makna nyeri

Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut memberi
kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita
yang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang
mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri
yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006).

UJI NORMALITAS

Untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov -Smirnov
atau uji Shapiro-Wilk. Pemilihan ini didasarkan pada jumlah sampel yang akan diuji,
“bila sampel yang >50 digunakan Kolmogorov-Smirnov bila sampel yang digunakan
<50 digunakan Shapiro-Wilk ”(Dahlan, 2010:48). Karena sampel yang digunakan
lebih kecil dari 50, maka uji normalitasnya menggunakan uji Shapiro -Wilk.
Karena sampel kecil (<30) maka menggunakan uji Parametric dengan uji Independent
Sampel T Test , namun apabila data tidak berdistribusi normal atau tidak homogen
maka menggunakan uji non-parametric dengan uji Mann Whitney U.

Anda mungkin juga menyukai