Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


Tugas ini disusun untuk memenuhi penugasan Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen pembimbing: Ibu Nurida Eva Irmawati, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok 4
Kelas Reguler 2A2
1. Ulya Aidah (P1337420121097)
2. Ariadi Wahyu Nugroho (P1337420121098)
3. Dita Kesuma (P1337420121099)
4. Tsabita Ayu Pastika (P1337420121100)
5. Untsa Nur Akmala (P1337420121101)
6. Dinna Fitri Desyana (P1337420121102)
7. Alifah Nurul Hidayah (P1337420121103)
8. Muhammad Haikal C. U (P1337420121104)
9. Salsabilla Eva Ainunnisa (P1337420121105)
10. Hanum Aulia Putri H (P1337420121106)
11. Inayatur Rochmah (P1337420121107)
12. Layla Nur Fawziyah (P1337420121109)
13. Arisoma Resa K (P1337420121110)
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah
Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas
mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Penyusunan makalah ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ibu Nurida Eva Irmawati, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku
dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa serta semua pihak yang telah
membantu dan memberikan dukungan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Dengan kerendahan
hati, penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun demi perbaikan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat positif bagi
pembaca. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan di
hati pembaca mohon dimaafkan.

Semarang, 27 Maret 2023

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. PENGERTIAN HALUSINASI
Menurut Stuard & Laraia (2013) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan
dari panca indera tanpa adanya ransangan ( stimulus ) eksternal. Halusinasi adalah
gangguan persepsi tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seseorang, yang
terjadi pada keadaan sadar.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
B. ETIOLOGI
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribaDhiya lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian
Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi,yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kondisi fisik seperti kelelahan, penggunaan
obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan..
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego. Awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial di dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi
lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah.
C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat menetapkan masalah
halusinasi, antara lain:
- Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
- Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
- Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
- Tidak mampu atau kurang konsentrasi
- Cepat berubah pikiran
- Alur pikiran kacau
- Respon yang tidak sesuai
D. JENIS HALUSINASI
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis, Dhiyataranya
Jenis Halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan. Paling sering suara orang.
Klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa
yang ada dipikirkannya untuk melakukan sesuatu.
Penglihatan Melihat kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton atau
panorama yang luas. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan ataupun sesuatu yang menakutkan.
Penciuman Mencium bau-bau seperti bau darah, urine, dan feses. Umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,urine, dan f eses.
Perabaan Merasa nyeri atau ketidaknyamanan stimulus yang jelas.
Sinestik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divena atau arteri,
pencernaan makanan.
Kinestik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

E. AKIBAT
1) Perilaku kekerasan baik ditujukan pada diri sendiri maupun orang lain
2) Risiko tinggi tindakan bunuh diri
3) Gangguan interaksi sosial
4) Kerusakan komunikasi verbal dan non verbal.
F. PENATALAKSANAAN
a. Psikofarmaka
Terapi Psikofarmakologi klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi salah satu
penatalaksanaanya yaitu dengan pemberian terapi psikofarmakologi. Obat-obatan
antipsikotik yang digunakan yaitu: Phenotiazine, Alifatik, Chlorpromazine,
Triflupromazin, Promazine, Piperazine, Prochlorperazine, Perfenazine,
Trifluperazine, Acetophenazine, Piperidine, Thioridazine, Mesoridazine,
Thioxanthenes, Chlorprothixene, Thiothixene, Loxapine, Molindone,
Butyrophenones, Haloperidole, Diphenylbutylpiperidine, Pimozide.
b. Psikterapi
Indikasi pemberian psikoterapi yaitu apabila penderita mampu menilai realita.
Beberapa bentuk psikoterapi yang dikombinasikan dengan pengobatan farmakologi
merupakan perawatan umum yang ditawarkan kepada pasien dengan halusinasi.
Psikodinamik dan konsep gangguan biologis dari halusinasi memberikan dua terapi
yang berbeda yaitu psikoterapi investigasi dan psikoterapi suportif. Dalam praktek
terkini, dilakukan penggabungan dari dua terapi yang berbeda yang disebut
psikoterapi fleksibel, untuk mengakomodasi heterogenitas dan individu yang
menderita halusinasi.
c. Terapi Kejang Listrik
ECT (Electro Convulsif Therapie) Suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.
G. FASE HALUSINASI
Menurut Azizah, Nazuri, Akbar (2016) fase halusinasi ada empat fase antara lain,
Dhiyataranya:
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase I: Pasien mengalami ansietas, - Tersenyum, tertawa yang
Comforting kesepian rasa bersalah dan takut tidak sesuai
sietas sedang mencoba berfokus pada pikiran - Menggerakkan bibir tanpa
Halusinasi yang menyenangkan untuk suara
menyenangkan mereakan ansietas, - Pergerakan mata cepat
menyenangkan” individu mengenali bahwa - Respon verbal yang lambat
pikiran dan pengalaman sensori - Diam, dipenuhi rasa yang
dalam kendali kesadara jika mengasikkan
ansietas dapat ditangani
(psikotik)
Fase II: Pengalaman sensori menjijikan - Meningkatkan tanda- tanda
Condeming dan menakutkan klien lepas sistem saraf otonom akibat
sietas berat kendali dan mencoba untuk ansietas meningkat
halusinasi mengambil jarak dirinya dengan - Penyempitan kemampuan
menjadi sumber yang dipersepsikan. untuk konsentrasi
menjijihkan atau Pasien mengalami dipermalukan - Asyik dengan pengalaman
menyalahkan” oleh pengalaman sensori dan sensori dan kehilangan
menarik diri dari orang lain. kemampuan membedakan
Psikotik Ringan. halusinasi dengan realita.
Fase III: Klien berhenti atau menghentikan - Lebih cenderung mengikuti
Controling sietas perlawanan terhadap halusinasi petunjuk halusinasinya
berat dan menyerah pada halusinasi - Kesulitan berhubungan
Pengalaman tersebut. dengan orang lain
sensori menjadi Isi halusinasi menjadi menarik, - Rentang perhatian hanya
berkuasa klien mungkin mengalaman dalam beberapa menit atau
“mengendalikan” pengalaman kesepian jika sensori detik Gejala fisik ansietas
halusinasi berhenti. Psikotik berat, berkeringat, tremor,
tidak mampu mengikuti
petunjuk
Fase IV: Ngalaman sensori menjadi - Perilaku teror akibat panic
Conquering mengancam jika klien juga - Potensial suicide atau
panik umumnya mengikuti perintah halusinasi. homicide
menjadi Melebur Halusinasi bisa berakhir beberapa - Akivitas fisik merefleksikan
dalam jam atau hari jika tidak ada halusinasi seperti kekerasan,
halusinasinya intervensi agitasi, menarik diri, dan
terapeutik. Psikotik berat kaktonia
- Tidakmau merespon pada
perintah yang kompleks
Tidak mampu merespon >1
orang

H. POHON MASALAH
Effect Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah
I. MEKANISME KOPING
Pada klien halusinasi cenderung berperilaku maladaptif, seperti mencederai diri sendiri
dan orang lain. Malas untuk beraktivitas dan perubahan persepsi sensori dengan cara
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain, dan asyik dengan stimulus internal
(Azizah, Zainuri & Akbar, 2016).
Menurut ( Stuart, Laraia 2005 dalam Muhith, 2015) Mekanisme koping yang sering
digunakan pada klien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Regrasi : menjadi malas untuk beraktitas sehari-hari
b. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu presepsi dengan berusaha mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain
1) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
2) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien halusinasi
J. SUMBER KOPING
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan cara menggunakan sumber koping
yang ada di lingkungan sekitarnya. Sumber koping tersebut dijadikan modal untuk
menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang efektif
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Fokus pengkajian
Pengkajian merupakan langkah alam didalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga. Pengkajian meliputi:
a) Identitas klien. Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
b) Keluhan utama. Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c) Faktor Predisposisi. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d) Aspek Fisik/biologis. Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e) Aspek Psikososial. Genogram yang menggambarkan tiga generasi, konsep diri,
hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat, dan spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan
kegiatan ibadah
f) Status Mental. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g) Kebutuhan Persiapan Pulang
- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan
kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
h) Mekanisme Koping. Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i) Masalah Psikososial dan Lingkungan. Masalah berkenaan dengan ekonomi,
dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan
pelayanan kesehatan
j) Pengetahuan. Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k) Aspek Medik. Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien halusinasi yang mungkin muncul adalah
a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c) Isolasi sosial : menarik diri
Diagnosa utama yaitu: Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Nursing Care Plan
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :
- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
- Klien dapat mengontrol halusinasinya
- Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara berdiskusi
dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar Effect Perubahan sensori
persepsi : Halusinasi Core problem Cause atau dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
respon klien saat halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
- Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini dapat
dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri. Tahapan tindakan meliputi :
menjelaskan cara meghardik halusinasi, memperagakan menghardik, meminta
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku
klien.
- Strategi Pelaksanaan 2: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi fokus
perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan
dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
- Strategi Pelaksanaan 3 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak akan
mengalami banyak waktu luang sendiri yangs eringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk
mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.

- Strategi Pelaksanaan 4 : menggunakan obat secara teratur


Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk menggunakan
obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa yang dirawat
di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien
mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu
dilatih menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Implementasi
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Hal yang harus diperhatikan
ketika melakukan implementasi pada klien halusinasi adalah dilakukan dilakukan
secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu
melakukan (Afnuhazi, 2015):
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi
c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan
terjadwal.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
SOAP sebagai pola pikir, sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada yang kontradiksi dengan masalah yang ada
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
STRATEGI PELAKSANAAN

HALUSINASI

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSINASI

A. Kondisi

Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan
telinga ke arah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara- suara
atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar
suara menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.

B. Diagnosis Keperawatan

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

C. Tujuan

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria sebagai berikut.

1) Ekspresi wajah bersahabat

2) Menunjukkkan rasa senang

3) Klien bersedia diajak berjabat tangan

4) Klien bersedia menyebutkan nama

5) Ada kontak mata

6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat

7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.

b. Membantu klien mengenal halusinasinya

c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi

D. Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.

b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi

c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan
yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Jelaskan cara menghardik halusinasi

2) Peragakan cara menghardik halusinasi

3) Minta klien memperagakan ulang

4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai

5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

E. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

a. Salam Terapeutik

“Selamat pagi, ibu. Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama Saya Tsabita Ayu Pastika
boleh panggil Saya Tsabita. Saya Mahasiswa Poltekkes Semarang. Saya sedang praktik
di sini dari pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB siang. Kalau boleh Saya
tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”

b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
tidak?”

c. Kontrak

1) Topik

“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya
kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang bayangan-bayangan
yang ibu lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”

2) Waktu

“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana
kalau 10 menit? Bisa?”

3) Tempat

“Di mana kita akan bincang-bincang ??? Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???

2. Kerja

“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”“Seperti apa
yang kelihatan?”

“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”

“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”“Berapa
kali sehari Ibu mengalaminya?”

“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”

“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat melihat bayangan tersebut?”

“Apakah dengan cara itu bayangan tersebut hilang?”

“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah bayangan-bayangan itu muncul.”

“Pertama, dengan menghardik bayangan tersebut.”

“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”

“Keempat, minum obat dengan teratur.”

“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”

“Caranya seperti ini:

Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau

lihat................... Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulangsampai

bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu...........

bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

3. Terminasi

a. Evaluasi subjektif

“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan
latihan tadi?”

b. Evaluasi objektif

“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan pembicaraan
kita tadi.”

“Coba sebutkan cara untuk mencegah bayangan itu agar tidak muncul lagi.”

c. Rencana tindak lanjut

“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri maka ibu menuliskan M, jika ibu
melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman makaibu tulis B, Jika
ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang

1) Topik

“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan orang
lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”

2) Waktu

“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”

3) Tempat

“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa
besok. Wassalamualaikum,...............

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2) HALUSINASI

A. Kondisi klien

DO : Klien tenang

DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapisuara itu tidak jelas

B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi

C. Tujuan

Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

D. Intervensi Keperawatan

Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan


orang lain.

E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Fase Orientasi :

Salam terapeutik : ” Selamat pagi, Ibu? Bagaimana kabarnya hari ini? Ibu masih ingat
dong dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah massudah makan?
Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan Ibu hari ini? Kemarin kita sudah berdiskusi
tentang halusinasi, apakah Ibu bisa menjelaskan kepada saya tentang isi bayangan dan
suara-suara yang Ibu dengar dan apakah Ibu bisa mempraktekkan cara mengontrol
halusinasi yang pertama yaitu dengan menghardik?”

Kontrak :

“Apakah ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Bagaimana kalua kita
membicarakan tentang suara suara yang ibu sering dengar, Apakah ibu tidak keberatan?”

Topik :

”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di ruang tamu
mengenai cara-cara mengontrol bayangan yang sering Ibu lihat agar itu tidak muncul lagi
dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.

Waktu :

“Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja, bagaimana Ibu
setuju?”

Tempat :

”dimana tempat yang menurut Ibu cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”

b. Fase kerja

”kalau Ibu melihat bayangan yang kata Ibu kemarin mengganggu dan membuat Ibu
jengkel. Apa yang Ibu lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin
apakah sudah dilakukan?”

”cara yang kedua adalah Ibu langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat bahwa
Ibu melihat bayang-bayang itu. Nanti perawat akan mengajak Ibu mengobrol sehingga
bayangan itu hilang dengan sendirinya.

c. Fase terminasi

Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya senang
sekali Ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan Ibu setelah kita
berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang Ibu katakan tadi, cara yang Ibu pilih untuk
mengontrol halusinasinya adalah menghardik.

Tindak lanjut : ”nanti kalau bayangan itu terlihat lagi, Ibu terus praktekkan cara yang
telah saya ajarkan agar bayangan tersebut tidak menguasai pikiran Ibu.”

5. Kontrak yang akan datang :

Topik :

”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol halusinasi
dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat.”

waktu :

”jam berapa Ibu bisa? Bagaimana kalau besok jam ? Ibu setuju?”

tempat :

”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih Ibu sudah
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3) HALUSINASI

A. Kondisi klien

DO : Klien tenang

DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas

B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi

C. Tujuan

Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan

aktifitas / kegiatan harian.

D. Intervensi Keperawatan

Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Fase Orientasi :

Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?


Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ? sudah
siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah
ibu masih melihat bayang-bayang yang kita bicarakan kemarin?”

Kontrak Topik :

”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang bayangan
yang sering ibu lihat agar bisa dikendalikan dengan cara melakukan aktifitas / kegiatan
harian.”

Tempat :

”dimana tempat yang menurut Ibu cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”

Waktu :

”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana Ibu setuju?”

b. Fase Kerja

”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi tentang cara
pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu caraketiga adalah Ibu
menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang
untuk melamun saja.”

”jika Ibu mulai melihat bayang-bayang itu, segera menyibukkan diri dengan kegiatan
seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan lain.”

c. Fase Terminasi

Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senang sekali
Ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-
bincang?”

Evaluasi obyektif : ”coba Ibu jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi yang ketiga?

Tindak lanjut : ”tolong nanti Ibu praktekkan cara mengontrol halusinasi seperti yang
sudah diajarkan tadi?
d. Kontrak yang akan datang

Topik:

”bagaimana Ibu kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol halusinasi
dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”

Waktu :

”jam berapa Ibu bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”

Tempat :

”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih Ibusudah mau
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4) HALUSINASI

A. Kondisi klien

DO : Klien tenang

DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas

B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi

C. Tujuan

Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.

D. Intervensi Keperawatan

Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat
secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Fase Orientasi :

Salam terapeutik : ” Selamat pagi, Ibu? Masih ingat saya ???


Evaluasi validasi : ” Ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ? sudah
siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah
Ibu masih melihat bayang-bayang yang kita bicarakan kemarin.

Kontrak Topik :

”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang obat-obat
yang Ibu minum.”

Tempat :

”dimana tempat yang menurut Ibu cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalu di ruang tamu? Ibu setuju?”

Waktu :

”kita nanti akan berbincang kurang lebih15 menit, bagaimana Ibu setuju?”

b. Fase Kerja

”ini obat yang harus diminum oleh Ibu setiap hari. Obat yang warnanya ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya kali sehari. Obat yang
warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan bayangan- bayangan yang sering Ibu
lihat sedangkan yang warnanya putih agar Ibu tidak merasa gelisah. Kedua obat ini
mempunyai efek samping diantaranya mulut kering, mual, mengantuk, ingin meludah
terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas Ibu? Tolong nanti Ibu sampaikan ke dokter apa
yang Ibu rasakan setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin
berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun. Kemudian Ibu jangan berhenti minum obat
tanpa sepengetahuan dokter, gejala seperti yang Ibu alami sekarang akan muncul lagi,
jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh Ibu pada saat minum obat yaitu benar
obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar frekuensi. Ingat ya Ibu..?!!”

c. Fase Terminasi

Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senang sekali
Ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-
bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba Ibu jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian
berapa dosisnya?

Tindak lanjut : ”tolong nanti Ibu minta obat ke perawat kalau saatnya minum obat.”

e. Kontrak yang akan datang

Topik:

”bagaimana Ibu kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)
yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”

Waktu :

”jam berapa Ibu bisa? Bagaimana kalau jam..... ? Ibu setuju?”

Tempat :

”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih Ibu sudah mau
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
PERTEMUAN KE : 1

1. KONDISI KLIEN
 DS:
Klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau
yang berbahaya.
 DO:
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan
telinga kearah tertentu, dan menutup telinga
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. TUJUAN
 Tujuan Umum
- Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yakni
menghardik halusinasi.
 Tujuan Khusus
- Klien mampu membina hubungan saling percaya.
- Klien mampu mengetahui jenis halusinasi/gangguannya.
- Klien mampu mengetahui isi halusinasi/gangguannya.
- Klien mampu megetahui waktu muncul halusinasi/gangguannya.
- Klien mampu mengetahui frekuensi halusinasi.
- Klien mampu menegtahui situasi yang menimbulkan halusinasi atau gangguannya
muncul.
- Klien mampu mengetahui respon yang dilakukan ketika halusinasi muncul.
- Klien mampu mengontrol halusinasi atau gangguan dengan menghardik halusinasi
4. STRATEGI PELAKSANAAN
a. Fase Orientasi
”Selamat pagi bapak, Saya ...... yang akan merawat bapak, Nama Saya..., senang
dipanggil..... Nama bapak siapa? Bapak Senang dipanggil siapa?”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit”
b. Fase Kerja
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
”Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?”
”Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suarasuara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suarasuara itu muncul?”
”Bapak, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan minum obat. Ketiga, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Dan yang ke empat, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”. ”Caranya
sebagai berikut : saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya tidak
mau dengar…saya tidak mau dengar, kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu…bagus! Ya bagus
bapak sudah bisa”
c. Fase Terminasi
”Bagaimana perasaan setelah peragaan latihan tadi?”
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut! bagaimana kalu kita
buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara
yang kedua? Jam berapa? Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan
berlatih? Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
PERTEMUAN KE : 2

1. KONDISI KLIEN
 DS:
Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
 DO:
Klien terlihat tenang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. TUJUAN
 Tujuan Umum
- Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yakni bercakap-cakap
dengan orang lain
 Tujuan Khusus
- Klien mampu mengetahui situasi yang menimbulkan halusinasinya muncul.
- Klien mampu mengetahui respon yang dilakukan ketika gangguan muncul.
- Klien mampu mengontrol halusinasi/gangguan dengan bercakapcakap dengan
orang lain.
4. STRATEGI PELAKSANAAN
a. Fase Orientasi
“Selamat pagi bapak, Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-
suaranya Bagus! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?
b. Fase Kerja
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suarasuara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan
bapak Contohnya begini : … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu,
ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak
lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
latih terus ya bapak!”
c. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah ketiga cara ini kalau
bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari
lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas
terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi?
Sampai besok ya. Selamat pagi”
PERTEMUAN KE : 3

1. KONDISI KLIEN
 DS:
Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
 DO:
Klien terlihat tenang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. TUJUAN
 Tujuan Umum
- Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yakni melaksanakan
aktivitas terjadwal
 Tujuan Khusus
- Klien mampu mengetahui situasi yang menimbulkan halusinasinya muncul.
- Klien mampu mengontrol halusinasi/gangguan dengan cara melaksanakan
aktivitas terjadwal.
4. STRATEGI PELAKSANAAN
a. Fase Orientasi
“Selamat pagi bapak, Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih? Bagaimana
hasilnya? Bagus! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang keempat untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara?
Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit?
Baiklah.”
b. Fase Kerja
Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus
sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam
ada kegiatan.”

c. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 4 cara yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya! (Saudara dapat melatih
aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari
pagi sampai malam). Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah
suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00 pagi?
Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”

PERTEMUAN KE : 4

1. KONDISI KLIEN
 DS:
Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
 DO:
Klien terlihat tenang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. TUJUAN
 Tujuan Umum
- Melatih pasien menggunakan atau minum obat secara teratur.
 Tujuan Khusus
- Klien mampu mengetahui situasi yang menimbulkan halusinasinya muncul.
- Klien mampu mengontrol halusinasi/gangguan dengan cara menggunakan atau
minum obat.
4. STRATEGI PELAKSANAAN
a. Fase Orientasi
“Selamat pagi bapak, Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai cara satu yang telah kita latih? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini
kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi
selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”
b. Fase Kerja
“Bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak
minum? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks
dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat
habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus
teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus
memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru dengan obat
milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya,
dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga
harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas
per hari”
c. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika
jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan
bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau
di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk mencegah suara
dengan cara ketiga. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Ma’rifatul, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori Dan
Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta. Indomedika Pustaka.

Budi Ana Keliat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Damaiyanti, Mukhripahi & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:


Reflika Aditama.

Dermawan, Deden, dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kusumawati dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba.Medika.

Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Muhith, A. (2015). PendiDhiya Keperawatan Jiwa : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi.

Rabba E.P., Rauf S.P., & Dahrianis. (2014). Hubungan antara Pasien Halusinasi
Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Kenari RS Khusus
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosa, 4(4).

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.


Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
Fajar Interpratama.
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart, G, W., Keliat, B, A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan
Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai