Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN STUDI LAPANGAN

PELAYANAN PARHALADO KEPADA KAUM BAPAK DAN IBU


DI HKI HARIARA RESOT KARUNIA SILANGIT

DISUSUN OLEH:

NAMA : ENI WENDI LUMBANTORUAN

NIM : 17.3272

MATA KULIAH : STUDI LAPANGAN

DOSEN : Pdt. MIXSON SIMARMATA M.Th

Pdt. Dr. SANGGAM SIAHAAN

Pdt. Dr. PAHALA JANEN SIMANJUTAK


1. PENDAHULUAN

Studi lapangan adalah salah satu proses kegiatan pengungkapan fakta-fakta melalui
observasi/pengamatan dan wawancara dalam proses memperoleh keterangan atau data
dengan cara terjun langsung ke lapangan (Field Study)1. Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi atau untuk membuktikan kebenaran suatu masalah. Namun dalam
melakukan observasi tidaklah terlepas dari dari metode dengan wawancara, karena
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang
jawaban atas pertanyaan itu.2

Menurut KBBI adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada
yang benar, sepatutnya tidak sewenang-wenang. Ketidakadilan merupakan salah satu karakter
buruk yang berakar dalam sebagian besar mentalitas manusia. Ketidakadilan merupakan
suatu tindakan oleh lembaga sosial maupun perorangan yang memihak pada salah satu dari
kedua belah pihak yang bersengketa, tindakan ini merupakan tindakan sewenang-wenang.

Sorokin mengemukakan stratifikasi sosial adalah pemebedaan penduduk atau masyarakat ke


dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas
tinggi dan kelas yang lebih rendah.3

Ada 3 macam kelas yaitu:

1. Kelas yang didasarkan pada faktor ekonomis


2. Kelas yang didasarkan pada faktor politis
3. Kelas yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat

Dalam studi lapangan kali ini melakukan penelitian di Siborongborong tepatnya di HKI
Hariara tentang pelayanan yang dilakukan sintua kepada kaum bapak dan kaum ibu di HKI
Hariara. Alasan penulis memilih topik ini karena penulis ingin mengetahui keadaan sejauh
mana pelayanan yang sudah dilakukan di HKI Hariara khususnya mengenai ketidakadilan
dalam pelayanan.

1
W. Lawrwnce Neuman, Social Research Methodis (Qualitive and Quantitive Approaches),Ed.5th, (Boston: Allyn
and Bacon, 2003), hlm.363
2
Koentjoroningrat, Metode Wawancara dalam Penelitian Masyarakat . (Jakarta: Gramedia pustaka umum
1993), hlm 129
3
J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,( Jakarta: Prenadamedia Group
2004), hlm 153
1.1. Gambaran Umum

HKI Hariara beresot di HKI Karunia Silangit yang di pimpin oleh Pendeta Resot yaitu
Pdt. Polmen Purba ST. M.DIV, HKI Karunia Silangit mempunyai 3 pagaran diantaranya
adalah HKI Hariara, HKI Moria dan HKI Silando. HKI Karunia Silangit merupakan Daerah
IX Humbang yang dipimpin oleh Pareses yaitu Pdt. Togar Aruan M.Th.

HKI Hariara adalah salah satu gereja besar dan sangat tua di daerah Siborongborong
II. Gereja ini adalah gereja pertama yang berdiri di Siborongborong II. Lokasi gereja terletak
di pinggir jalan dan berada di sekitar tempat tinggal masyarakat. Gereja ini berlokasi lebih
tinggi dari tempat tinggal masyarakat dan berada di samping Sekolah Dasar yang merupakan
milik pemerintah. Gereja ini bisa disebut gereja keluarga karena sebagian besar masyarakat
desa Siborongborong II adalah memiliki marga Sihombing dan otomatis sebagian besar
jemaat HKI Hariara adalah bermarga Sihombing. Pada tahun 2013 dibangun sebuah PAUD
Cahaya Iman di samping gereja tersebut yang disepakati oleh semua parhalado dan Pdt.
Adventus Nadapdap S.Th yang merupakan pendeta resot pada masa itu.

Gereja ini berdiri pada 25 Maret 1938, sebelumnya belum ada di gereja desa
siborongborong II dan seluruh masyarakat melakukan ibadah di Gereja Batak/ RMG yang
berada di Sigumbang yang berjarak 10 KM dan harus melewati sungai serta sawah sehingga
bisa sampai digereja tersebut. Oleh karena jarak yang sangat jauh maka masyarakat di
Siborngborong II sepakat untuk membangun gereja yang mana berdiri pada tahun 1938.
Maka setelah ada kesepakatan seorang masyarakat memberikan tanahnya sebagai tempat
membangun gereja tersebut, yang menjadi pemimpin pertama gereja ini adalah Amata
Kampung Marinius Lumbantoruan .

Gereja HKI Hariara sebagian besar bekerja sebagi petani. Jumlah jemaat HKI Hariara
adalah 404 jiwa diantaranya adalah laki-laki berjumlah 107 orang, perempuan berjumlah 115,
naposo berjumlah 55 orang dan sekolah minggu berjumlah 127, jemaat HKI Hariara
berjumlah 110 KK.

Gereja ini mempunyai 9 orang parhalado diantaranya 7 orang laki-laki dan 2 orang
perempuan yaitu:

 St. Karlos Lubis (Pimpinan Jemaat)


 S t. Jujur Mantap Lumbantoruan (Sekretaris Jemaat)
 St. Jansun Lumbantoruan (Bendahara Jemaat)
 St. Nurmala Nababan
 St. Manotar Lumbantoruan
 St. Nelson Lumbantoruan,
 St. Manumpan Lumbantoruan
 Cst. Panahatan Silaban
 Cst. Lasma br Nainggolan

Sintua HKI Hariara melakukan sermon 1 kali dalam satu minggu sermon tersebut
dipimpin oleh Pendeta Resot. Kegitan ibadah minggu yang berjalan di HKI Hariara
adalah:

 Sekolah Minggu: Pukul 08.00-09.00


 Ibadah Minggu : Pukul 10.00-12.00
 Ibadah Naposo: Sabtu pukul 20.00-22.00

Persekuatuan kategori yang ada di gereja HKI Hariara ada 3 yaitu Punguan Ina Kamis,
Punguan Gabungan dan Punguan Remaja Naposo.

2. HASIL OBSERVASI
2.1.Hasil wawancara

1. St.K.Lubis/ Br. Sihombing (66 tahun)

St. K Lubis merupakan uluan huria di HKI Hariara dan sudah menjabat selama 3 tahun
sebagai uluan huria. Beliau mengatakan pelayanan yang ada di HKI Hariara sudah berjalan
dengan baik sudah terealisisi dengan baik walaupun ada jemaat yang tertinggal hal ini
disebebkan tidak ada pemberitahuan dari jemat atau sintua lingkungan.

Beliau menjelaskan bahwa pelayanan sintua sudah bagus dan melayani di gereja tersebut
dengan baik namun ada seorang sintua yang hanya mengharapkan imbalan atau
menggunakan gereja tersebut sebagai tempat untuk berpolitik dan ada juga sintu yang tidak
mau untuk bekerja seperti membaca agenda dalam ibadah minggu karena sintua yang kurang
mampu. Sintua HKI Hariara sangat aktif untuk mengikuti kunjungan kepada orang yang sakit
namun harus ada pemberitahuan dari jemaat atau sintua lingkungan sehingga sintua dapat
melakukan pelayanan kepada mereka oleh karena itu tidak ada pembanding-bandingan yang
dilakukan sintua kepada jemaat HKI Hariara.
Bapak K. Lubis juga menyatakan bahwa apabila ada uluan huria dari pusat pelayanan
yang ada di HKI Hariara akan sangat berkembang. Termasuk sintua yang hanya memikirkan
politik dalam gereja, bapak tersebut menyatakan kalau ada uluan huria yang baru semua akan
diam dalam hal keuangan karena sejauh pengalaman bapak tersebut menjadi uluan huria
bapak tersebut tidak bisa mengikut campuri urusan keuangan. Bapak K. Lubis mengharapkan
pimpinan HKI mengutus uluan huria untuk memimpin huria tersebut.

2. T.Simaremare/Br. Siagian (58 tahun)

Bapak T.S merupakan jemaat HKI Hariara kurang lebih 27 tahun. Beliau mempunyai 7
orang anak, ia bekerja sebagai wartawan dan istrinya bekerja sebagai petani.Beliau
mengatakan bahwa sudah banyak yang dihadapi dalam jemaat dan sudah banyak pelayanan
yang dilakukan oleh para parhalado kepada mereka.

Beliau berpendapat bahwa pelayanan yang ada di HKI Hariara kurang bagus karena
menurut beliau pada masa-masa sebelumnya HKI Hariara sudah menerima pelayanan yang
sangat bagus yaitu dari uluan huria yang ditugaskan dari pusat contohnya penyampaian
khotbah juga sudah sangat berbeda. Bapak ST mengatakan jika terjadi suatu hal contohnya
kepada orang sakit, sintua melakukan pelayanan apabila jemaat tersebut memberitahukan
kepada sintua, menurut bapak ST apabila orang sakit tidak harus diberitahukan sehingga
mendapat pelayanan dari sintua tersebut, apabila ada orang sakit harus dikunjungi, apabila
ada orang yang malas utuk beribadah harus di kunjungi dan apabila ada kelurga yang kurang
baik harus di dekati.

Bapak ST juga menjelaskan bahwa setiap gereja pasti ada pembedaan-pembedaan


kerena itu sudah sifat manusia. Hal ini sudah terjadi kepada keluarga bapak tersebut, bahwa
seorang cucunya yang akan dibaptis dan baru pulang dari perantauan, mereka tidak tau bahwa
anak mereka tersebut terkena RPP dan tidak ada sintua yang memberitahukan kepada mereka
hal tersebut. Setelah hari hal mereka membawa anak tersebut kegereja namun pada saat
pembaptisan situa menyatakan bahwa mereka terkena RPP serta melarang anak tersebut
untuk dibaptis dan ibu ST juga menceritkan pada saat anak bapak tersebut ingin menikah dan
siperempuan ingin melakukan naik sidi, ibu tersebut sudah menyerahkan data-data tersebut
jauh hari sebelum naik sidi namun surat sidinya tidak di berikan hanya sebuah kertas biasa
yang diberikan kepada perempuan tersebut, ibu ST menyatakan bahwa ada jemaat yang baru
pulang dari perantauaan dan mendaftarkan diri mengikuti sidi satu hari sebelum sidi tersebut
mendapat surat sidi. Ibu itu mengatakan bahwa ia sangat marah di ruang konsistori dan
seorang sintua mengatakan terkait anak nya yang pada saat itu kena RPP yaitu hamil diluar
nikah dan ibu itu menyatakan bahwa para penatua lebih mementingkan orang yang memiliki
harta. Ibu itu juga menambahkan bahwa pernah terjadi seorang bapak yang memiliki banyak
istri di terima di gereja tersebut karena bapak tersebut tergolong orang kaya di daerah
Siborongborong. Ibu itu menjelaskan bahwa hal ini yang membuat ibu tersebut untuk tahun
ini sangat malas beribadah kegereja, ia lebih senang dirumah mendengar khotbah dari radio.

Bapak ST juga menceritkan bahwa ia pernah menjadi sekretaris pembangunan yang


seharusnya adalah ketua karena bapak tersebut bukan bermarga Sihombing jabatan tersebut
digeser. Bapak tersebut sudah meminta gambar bangunan gereja dari konsultan dan
menyerahkan gambar itu kepada huria namun pada saat pembangunan semua lari dari gambar
yang di serahkan bapak tersebut kepada huria karena seolah-olah pendapat bapak tersebut
tidak tidak diterima maka bapak tersebut tarik diri dari jabatan tersebut.

Bapak ST menjelaskan bahwa pelayanan yang terjadi di HKI Hariara belum merata dan
hal ini terjadi kerena kurang nya kerjasama antar sintua dengan pendeta, sintua dengan sintua
serta sintua dengan jemaat, kurangnya kepedulian sintua terhadap jemaat dan kurangnya
pemahman terhadap pelayanan. Bapak ST mengharapkan adanya pimpinan jemaat dari pusat
sehingga pelayanan dapat terarah di HKI Hariara.

3. D. Sidebang (45 tahun)

Ibu ini adalah jemaat HKI Hariara dan sudah berjemaat selama 6 tahun. Beliau
mempunyai 4 orang anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan. Ibu D adalah berpenghasilan sebagai
petani untuk menghidupi keluarganya. Ibu ini adalah jemaat pindahan dari Jakarta karena
suaminya meninggal dan dibawa pulang sehingga mereka tinggal di kampung. Ibu D pada
saat ini terkena RPP karena ia menikah dengan adek daripada suaminya.

Ibu ini menjelaskan bahwa pelayanan yang dilakukan sudah bagus namun perlu
untuklebih dikengkan terlebih kepedulian sintua kepada jemaatnya dan menurut pendapatnya
bahwa pelayanan sudah merata. Namun satu hal yang membuat ibu itu kesal adalah pada saat
melakukan perjamuan kudus ia dipulangkan dari depan alasan sintua yang memulangkan
adalah ibu tersebut masih dalam status masa RPP, ibu itu menambahkan bahwa sintua yang
menyuruh dia maju tetapi setelah di depan seorang sintua memulangkan ibu tersebut. Ibu itu
menjelaskan bahwa semua orang bisa menerima perjamuan kudus dan ibu tersebut
mengatakan kenapa saya di kota bukan jemaat di di gereja itu bisa menerima perjamuan
kudus. Ibu D Sihombing sempat malas untuk beribadah karena ibu tersebut merasa malu
kepada seluruh jemaat karena sudah dipulangkan, seolah-olah ibu tersebut tidak menjalankan
tugasnya dengan baik.

Ibu D Sihombing juga menjelaskan bahwa ia sudah menjalani RPP selama 5 tahun namun
belum ada tindak lanjut dari sintua. Padahal ibu tersebut sudah menjalankan RPP tersebut
dengan baik dan termasuk rajin untuk beribadah. Ibu D Sihombing menyatakan bahwa
kurangnya pemahaman sintua kepada tohonannya dan kurannya kepedulian sintua terhadap
jemaatnya sehingga pelayanan tersebut tidak berjalan dengan baik. Ibu D Sihombing
mengharapkan sintua lebih peduli kepada jemaatnya dan melakukan tohonan yang sudah
diterima.

4. N. Shombing (52 tahun)

Bapak N. Sihombing adalah seorang jemaat HKI dan sejak kecil beliau sudah beribadah
di gereja tersebut karena orang tua beliau adalah jemaat HKI Hariara. Bapak N. Sihombing
mempunyai 5 orang anak dan beliau adalah seorang petani untuk memenuhi kehidupannya.

Menurut bapak N. Sihombing pelayanan yang sudah dilakukan di HKI Hariara adalah
terbatas dan sejauh yang sudah dilihatnya hanya ada pelayanan kepada orang sakit. Beliau
juga menambahkan bahwa sintua sangat tertutup dengan pelayanan, sintua tidak
menyerahkan atau meminta bantuan pendeta resot dalam pelayanan karena jemaat tersebut
merupakan jemaat yang berkeluarga sehingga sintua tidak memperbolehkan orang lain untuk
membantu pelayanan.

Menurut bapak N. Sihombing sejauh ini pelayanan sintua di HKI Hariara sudah
terealisasi dengan baik, beliau menambahkan bahwa pelayanan sudah mereta karena
keterbukaan jemaat untuk dilayani. Namun menurut beliau pelayanan semakin di
kembangkan seperti pelayanan kepada broken home dan pelayanan kepada jemaat yang
malas untuk beribadah.

Bapak N. Sihombing menjelaskan bahwa sintua menganggap bahwa gereja tersebut


merupakan hak milik mereka sehingga mereka tidak mengizinkan orang lain masuk dalam
pelayanan tersebut. Beliau juga bercerita bahwa akan ada uluan huria di gereja tersebut tetapi
mereka menolak dan mereka yang berkuasa atas gereja tersebut sehingga pelayanan yang ada
di gereja tersebut kadang berjalan baik dan kadang tidak berjalan dengan baik.

Bapak N. Sihombing berharap pemahaman pelayan di HKI Hariara semoga lebih


berkembang terlebih pelayanan kepada anak sekolah minggu dan pelayanan kepada naposo
yang saat ini sangat merosot karena sekolah minggu dan naposolah yang akan menjadi
penerus.

5. Br. Sihombing (50 tahun)

Ibu br. Sihombing adalah jemaat HKI Hariara dan merupakan punguan ina di gereja
tersebut. Ibu ini memiliki 5 orang anak yaitu 2 laki-laki dan 3 perempuan, ibu ini bekerja
sebagai petani untuk menghidupi keluarganya. Ibu ini sudah sangat lama berjemaat di HKI
Hariara dan ayahnya dulu adalah sintua di HKI Hariara.

Menurut ibu Br. Sihombing pelayanan yang terlaksanan sudah sangat merosot dari tahun-
tahun sebelunya. Ibu itu menjelaskan bahwa pelayanan yang dilakukan tidak terealisasi
dengan baik karena ibu itu pernah mengalami penyakit dan sampai saat ini ibu tersebut tidak
pernah kegereja karena penyakit yang di alaminya. Namun sampai saat ini belum ada jemaat
datang berkunjung untuk mendoakan ibu tersebut.

Ibu Sihombing juga menjelaskan bahwa apabila ada jemaat yang sudah lama tidak
mengikuti ibadah pasti di kunjungi sintua untuk menanyakan kenapa ibu tersebut tidak
pernah lagi beribadah apalagi ibu tersebut adalah punguan ina di gereja. Namun tidak ada
sintua yang tergerak hatinya untuk melakukan pelayanan atau hanya sebatas menanyakan
kepada ibu tersebut terutama sintua lingkungan. Ibu itu menyatakan bahwa sudah banyak
orang yang sakit yang tidak dilayani oleh jemaat. Ibu tersebut berpendapat bahwa pelayanan
hanya sebatas saja contohnya apabila ada pesta dilayani, apabila ada orang meninggal disitu
melayani dan pada hari minggu . Sintua hanya mementingkan kepentingannya sendiri tanpa
berbagi dengan jemaatnya.

Ibu Sihombing ini juga tidak menyalahkan semua sintua termasuk guru huria, ibu tersebut
memuji pelayanan yang sudah dilakukan kepada jemaat, serta ibu itu memuji pendeta Resot
karena pendeta tersebut peduli dengan keadaan jemaatnya, walaupun tidak ada pelayannan
dari gereja atau tak ada pemberitaan dari jemaat tetapi pendeta tersebut mengetahui keadaan
ibu tersebut sedang sakit.
Ibu itu menjelaskan bahwa apabila ada ucapan syukur maka jemaat dan sintua datang
mengujungi orang sakit dan mungkinkah seorang yang sakit memberikan ucapan syukur kata
ibu tersebut. Ibu Sihombing menambahkan lagi bahwa sintua hanya mengharapakan imbalan
yang banyak dari gereja tersebut. Ibu juga menceritakan tentang koor ina yang juga tidak
peduli dengan keadaan ibu tersebut.

Ibu Sihombing tersebut juga menceritakan bahwa di gereja HKI Hariara selalu membeda-
bedakan, contohnya orang yang sudah pintar akan selalu di gunakan di gereja tersebut tanpa
memperdulikan orang yang kurang mampu sehingga orang yang kurang mampu itu dapat
belajar. Sebab dari kesalahan kita dapat pintar. Contohnya saja kalau ada acara-acara selalu
orang yang dekat dengan sintua yang dipergunakan untuk bertugas sehingga orang yang
kurang paham tetap tidak paham.

Ibu Sihombing tidak menyalahkan semua sintua yang ada di HKI Hariara. Namun ibu
tersebut berharap dengan perkembangan jemaat dan memperdukilikan jemaat nya. Ibu
Sihombing juga menambahkan bahwa sintua mengurangi pemikiran tentang uang dari gereja.

6. M.Simaremare/br. Sihombing (55 tahun)

Keluarga bapak M. Simaremare adalah jemaat HKI Hariara kurang lebih 25 tahun. Beliau
mempunyai 2 orang anak laki-laki dan satu diantaranya sudah menikah. Ibu M. Simaremare
merupakan seorang punguan ina. Bapak M. Simaremare berpendapat pelayanan pada masa
kepemimpinan St. K.Lubis sudah lebih bagus dari pada pelayanan sebelumnya, pelayanan
tahun ini sudah terealisis dengan baik.

Beliau juga menjelaskan bahwa pelayanan yang dilakukan sintua sudah berjalan dengan
baik. Pada bulan yang lalu bapak M. Simaremere sakit dan sintua tidak ada yang bertindak
untuk mengujungi bapak tersebut tidak merasa bahwa pelayanan kurang merata dan bapak
tersebut menambahkan bahwa ada juga jemaat yang tidak berharap untuk dikunjungi seperti
bapak tersebut. Namun ada juga yang mengharapkan kunjungan dari gereja. Bapak
M.Simaremare menjelaskan sintua terlalu ikut campur dengan pembangunan padahal panitia
pembangunan sudah terstruktur tetapi sintua menggap pekerjaan mereka diragukan apalagi
tentang keuangan. Sintua tidak memberi kepercayaan kepada panita.

Ibu M. Simaremare juga menambahkan dalam organisasi Pararikamis bahwa apabila ada
orang yang pintar maka orang yang pintar tersebut yang selalu digunakan, seperti pada dirgen
mereka yang merupakan bukan pengajar koor, namun tidak diperbolehkan orang lain
menggantikan posisinya sebagi dirgen padahal beliau sangat tua. Beliau menggangap bahwa
dia yang layak untuk memegang posisi tersebut padahal masi bayak orang yang masi mudah.
Dirgen tersebut sangat egois.

Keluaga tersebut berharap pelayanan di HKI Hariara semoga lebih baik dan
mengaharapkan pendeta turun tangan terhadap pelayanan atau tidak lepas tangan saja
terhadap sintu supaya pelayanan semakin baik.

7. Ny.Sihombing/Br. Silaban (45 tahun)

Ibu L. Silaban merupakan jemaat HKI Hariara dan sudah berjemaat selama 23 tahun,
beliau mempunyai 4 anak diantaranya 2 laki-laki dan 2 perempuan. Mereka bekerja sebagai
petani untuk meghidupi kehidupan mereka sehari-hari.

Ibu L. Silaban menyatakan bahwa pelayanan yang ada di gereja HKI Hariara saat ini
sudah mulai berkembang pada tahun sebelumnya. Namun banyak yang harus diperbaiki
terlebih pada pelayanan kepada jemaat yang sedang sakit karena sejauh yang beliau
perhatikan pelayanan kepada orang sakit sangat kurang termasuk dalam jangka 2 bulan
belakangan ini ada 3 jemaat yang sakit namun hanya satu orang yang dikunjungi. Beliau juga
menambahkan bahwa sebagian sintua di HKI Hariara menggunkan gereja sebagai tempat
untuk berpolitik dimana sintua mengharapkan imbalan yang lebih dari gereja tersebut itulah
yang menyebabkan para sintua melakukan pelayanan kepada jemaat sangat kurang dimana
para sintua terlebih dahulu mengharapkan imbalan.

Ibu L. Silaban juga menambahkan bahwa kurangnya pelayanan dalam hal kebersihan
lingkungan gereja dimana sintua dapat mengarahkam para naposo untuk melakukan
kebersihan tersebut, beliau juga menjelaskan bahwa sintua tidak melaksankan aturan yang
dilakukan oleh pendeta, apabila pendeta datang mereka akan melaksanakan tugas tersebut.

Ibu L. Silaban mengharapkan sintua dapat melakukan pelayanan tanpa membanding-


bandingkan dan mengharapkan para sintua dapat melakukan tohonan sintua ntersebut dengan
baik sehingga tidak ada lagi sintua yang mengharapkan imbalan yang banyak dari jemaat.

8. Br. Siregar (48 tahun )

Beliau adalah jemaat HKI Hariara dan sudah menjadi jemaat HKI Hariara kurang lebih
20 tahun, beliau bekerja sebagi PNS dan tidak mempunyai suami lagi. Beliau mempunyai 7
orang putri dan semua sudah selesai dalam bangku sekolah.
Pelayan yang ada di gereja HKI Hariara terdiri dari 9 orang dan 1 orang berperan sebagai
Guru Huria 8 diantaranya berperan sebagai sintua. Jika diperhatikan dari pelayanan parhalado
sangat kurang memperhatikan perkembangan iman para jemaat, sebagai contoh sintua tidak
menerima kedatangan calon pendeta (Vicar) yang ditugaskan oleh karena itu perkembangan
digereja semakin meresot, beliau menyatakan pada tahun sebelumnya sudah terlaksana 3
periode, beliau menambahkan bahwa dengan adanya vicar yang bertugas di gereja tersebut
muncul semangat para jemaat yang sangat antusias dalam mengikuti kebaktian minggu,
partangiangan dan kegiatan-kegiatan gereja lainnya.

Ibu br. Siregar menyatakan bahwa setelah vicar tidak ada di gereja tersebut pelayanan di
gereja sangat monoton dan kurang berkembang. Beliau juga mengkritik tentang pelayanan
kepada orang sakit beliau menyatakan parhalado tidak akan menjenguk orang sakit sebelum
memberikan ucapan terimakasih kepada gereja supaya di doakan , beliau menambahkan
bahwa tugas sebagai pelayan untuk melayani bukan untuk dilayani.

Ibu br. Siregar juga menjelaskan bahwa pada masa ini yaitu masa-masa politik, pelayan
juga ikut berpolitik dan menggunakan gereja sebagi tempat berpolitik, sama-sama sintua
bersaing untuk menduduki kursi politik sehingga berkurangnya kekompakan diantara sesama
pelayan sehingga pelayanan tidak terealisisi dengan baik.

Ibu br. Siregar juga menjelaskan bahwa sintua sangat rajin dalam mengkuti ibadah di hari
minggu, namun pelayanan yang mereka lakukan lakukan menjadi rutunitas , sintua juga
kurang memperhatikan kebersihan lingkungan padahal lingkungan bersih merupakan suatu
cara agar jemaat rajin untuk beribadah. Para parhalado juga kurang dalam menyampaikan
khotbah, kalau di perhatikan khotbah yang dibawakan lari dari topik, parhalado juga kurang
dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan jemaat sehari-hari hal ini banyak jemaat yang
keluar pada saat khotbah dan ada yang mengantuk.

Ibu Siregar mengharapakan bahwa sintua peduli dengan perkembangan iman jemaat dan
merelakan dirinya sebagai pelayan bukan hanya formalitas sebagai sintua. Beliau juga
mengharapkan perubahan dari sintua untuk menerima vicar atau uluan dari pusat supaya iman
jemaat berkembang dan pelayananpun akan berkembang.

9. R. Nainggolan (25 tahun)

R. Nainggolan adalah jemaat HKI Hariara dan termasuk jemaat yang muda, beliau dalah
seorang petani dan belum mempunyai anak.
Beliau menjelaskan bahwa pelayanan yang ada di HKI Hariara sudah bagus termasuk
dalam pelayanan kepada orang sakit, sintua melakukan kunjungan dan mendoakan orang
sakit tersebut tanpa membanding-bandingkan jemaat. Namun tidak semua sintua melakukan
hal ini hanya sebagian besar. Dalam pelayanan ibadah minggu hanya beberapa orang yang
mau melaksanakan tugasnya contoh membaca Agenda tidak semua sintua mau melaksankan
tugas tersebut, beliau juga menembahkan bahwa dalam penyampain khotbah sangat minim
ilmu yang di dapatkan, kadang tidak fokus dengan topik yang diberikan pada ibadah minggu
tersebut.

Sejauh ini sintua membawa politik dalam gereja, sebagai contohnya saja salah seorang
sintua yang kalah dalam pemilihan kepala desa sangat berdampak kepada jemaat dimana
jemaat tersebut kadang didiami tanpa sebab, beliau juga menambahkan pada masa pesta
demokrasi yang sudah berlalu banyak sintua yang terikut dalam hal-hal politik tersebut hal
inilah yang membuat jemaat sangat minim untuk beribadah sebab sintua hanya memikirkan
politik dalam gereja kata bapak tersebut.

Ia juga menceritakan tentang para jemaat yang berada di kede tuak pada hari minggu,
beliau merasa kecewa apalagi anak-anak muda banyak yang nongkrong disana pas acara
ibadah, ia menyatakan apakah tidak ada teguran kepada tukang kede tuak untuk tidak
membuka kedenya sebelum ibadah pulang atau mengajak kepada anak muda tersebut untuk
beribadah? Kata bapak tersebut. Ia mengharapkan tindakan dari sintu dalam pelayanan
tersebut sehingga anak-anak menghargai hari Minggu.

10. M. Lumbantoruan (55 tahun)

Beliau adalah jemaat HKI Hariara selama 30 tahun, beliau mempunyai anak 6 orang anak
diantaranya , ia bekerja sebagai petani beliau mengaku bahwa ia sangat minum untuk
beribadah pada hari minggu.

Beliau menyatakan bahwa pelayanan yang dilakukan di HKI Hariara kurang


sempurna namun pelayanan itu berjalan, sebagai contoh seorang jemaat HKI Hariara sudah 4
bulan mengalami penyakit namun baru dua minggu yang lalu melakukan kunjungan kepada
orang sakit tersebut, hal ini terjadi karena kinerja para sintua sangat lamban, kurang tanggap
dan adanya simpang siur sehingga terjadi keteralambatan dalam pelayanan. Bapak tersebut
juga mengjelaskan kinerja Guru Huria dimana Guru Huria tidak sependapat dengan sintua
dan tidak bisa mengayomi sintua sehingga terjadi prokontra dengan sintua.
Bapak menyatakan bahwa sintua sangat kurang dalam mengayomi jemaat sehingga
pelayanan tidak merata, adanya pembedaan-pembedaan yang dilakukan oleh sintua sebagai
contoh bapak tersebut melakukan ibadah syukuran namun hanya beberapa sintua yang datang
dan sebagian besar ssintua yang tidak datang tersebut adalah orang-orang yang selalu pro
kontra dengan bapak tersebut atau adanya masalah pribadi. Beliau juga menambahkan
pelayanan di ibadah minggu sudah berjalan dengan baik namun beliau menanggapi tentang
kurangnya perhatian sintua dengan fasilitas yang ada dalam gereja tersebut.

Beliau juga menyatakan bahwa sintua terlalu ikut campur dengan panitia pembangunan,
dimana panita pembangunan hanya sebagai simbol segala urusan pembangunan di laksanakan
oleh sintua tanpa meminta persetujuan dari pada panita pembangunan hal ini menyebabkan
banyaknya jemaat yang malas dengan pembangunan karena sintua yang menguasai.

2.2. Jadwal wawancara

No Tanggal Waktu Kegiatan

1 24 Juni 09.00-11.00 Menyerahkan surat dan SOP kepada pendeta resot


2019
2 28 Juni 15.00-18.00 Melakukan observasi kepada sintua dengan
2019 mengikuti sermon dan melakukan konsultasi
dengan pendeta resot.
3 30 Juni 09.40-12.30 Melakukan obsevasi kepada sintua diruang
2019 konsitori dan melakukan menelitian dengan ibadah
Minggu
4 1 Juli 2019 18.30-21.00 Melakukan konsultasi dan melakukan wawancara
kepada Guru Huria.
5 3 Juli 2019 20.00-22.00 Melakukan wawancara dengan bapak T.
Simaremare/br. Siagian.
6 5 Juli 2019 09.00-10.00 Melakukan wawancara dengan ibu Ny.
Sihombing/Sidebang
7 7 Juli 2019 09.45-12.30 Melakukan observasi kepada sintua di ruang
konsistori dan melakukan ibadah Minggu
8 10 Juli 19.00-20.00 Melakukan wawancara dengan bapak N.
2019 Sihombing/bt. Togatorop
9 12 Juli 09.30-10.45 Melakukan wawancara dengan Ny.
2019 Tampubolon/br.Sihombing
10 15 Juli 08.00-09.00 Melakukan wawancara dengan bapak M.
2019 Simaremare/br. Sihombing
11 18 Juli 20.00-21.00 Melakukan wawancara dengan Ny. Sihombing/br.
2019 Silaban
12 19 Juli 20.00-22.00 Melakukan wawancara dengan br. Siregar
2019
13 22 Juli 15.00-16.30 Melakukan wawancara dengan bapak R.
2019 Nainggolan
14 26 Juli 20.00-21.30 Melakukan wawancara dengan M. Lumbantoruan
2019
15 28 Juli 09.30-13.00 Melakukan obsevasi di ruang konsistori dan ibadah
2019 minggu

2.3.Deskripsi masalah

Menurut observasi yang dilakukan penulis ketidakadilan yang dialami oleh jemaat di HKI
Hariara dar i sintua dalam pelayanan antara lain:

Adanya sintua yang tidak menjalankan tugasnya sehingga pelayanan yang


mengantikan pada saat ibadah minggu tidak lagi mempersiapkan diri dengan baik. Adanya
juga politik yang dimasukkan dalam gereja dimana sama-sama sintua bersaing dalam
mengambil bangku politik sehingga pelayanan yang dilakukan kurang baik karena tidak
adanya lagi kekompakan dalam menjalankan pelayanan tersebut. Sintua tidak menerima vicar
sebagai uluan huria kerena sintua sangat tertutup dengan pelayanan yang dilaksankan di
gereja tersebut, sehingga pelayanan tidak berkembang baik dalam pelayanan setiap harinya
bahkan dalam pelayanan ibadah minggu seperti dalam penyampaian kotbah.

Sintua juga masih melakukan pembedan-pembedaan diantaranya karena jemaat


adalah orang yang kurang mampu, malas untuk mengikuti ibadah,dan karena adanya
persoalan pribadi dengan sintua. Dalam pelayan kepada orang yang sakit ada beberapa jemaat
menyatakan bahwa pelayanan sudah merata namun ada juga jemaat yang menyatakan bahwa
sintua tidak melakukan pelayanan dengan baik, jemaat menyatakan bahwa sintua hanya ingin
dibayari dalam pelayanan seperti kepada orang sakit harus memberikan ucapan syukur
kepada gereja maka gereja akan melakukan pelayanan. Jemaat menyatakan pelayanan sangat
minim di HKI Hariara dimana tidak ada pelayanan kepada orang yang malas untuk
beribadah, naposo yang pada saat beribadah berada di kede tuak dan pelayanan kepad
keluarga yang terpecah hal ini disebabkan sintua yang sangat tertutup dengan pendeta dan
tidak adanya kerjasama yang baik antar sintua dengan sintua.

Sintua terlalu ikut campur dengan urusan pembangunan padahal sudah ditetapkan
penitia pembangunan namun sintua merasa bahwa mereka tidak layak, semua kegiatan itu
diambil alih oleh sintua, sintua tidak memberikan kepercayaan kepada jemaat dan sintua
terlalu menyepeleken jemaat. Sintua masih memiliki sifat iri dengan sama-sama sintua
sehingga pelayanan itu tidak terealisis dengan baik. Jemaat juga menyatakan minimnya
pengetahuan sangat tertinggal dengan gereja-gereja lain. Hal ini sebabkan kerena sintua tidak
mengerti apayang sedang dilakukan, sintua belum sepernuhnya menyerahkan diri sebagi
pelayan dan belum melakukan tohonan pelayanan tersebut
3. PENUTUP

Melalui pengamatan yang dan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara
yang dilakukan penulis dengan beberapa narasumber yang telah jelaskan oleh penulis
pelaksanaan tri tugas panggilan gereja yaitu Marturia, Koinonia dan Diakonia masih sangat
minim. Melalui obsevasi yang dilakukan, Koinonia (bersekutu), Marturia dan Diakonia
sejauh kegitan yang dilakukan adalah ibadah minggu serta ibadah-ibadah lainnya. Secara
menyeluruh pelayanan hanya sebatas yaitu pelayanan kepada orang sakit, kemalanga, acara
syukuran dan acara-acara lainnya. Kegiatan Koinonia, Marturia dan Diakonia harus berjalan
bersamaan terlebih pelayanan-pelayanan yang sudah terealisi di HKI Hariara. Namun sejauh
ini pelayanan yang dilakukan masih sangat jauh tertinggal dengan gereja lain.

Penulis melakukan observasi dan pengerjaan laporan ini selama 37 hari yang dimulai
pada tanggal 24 Juni 2019 s/d 30 Juli 2019. Surat pengantar dari kampus STT HKBP
Pematangsintar diberikan kepada Pendeta Resot pada tanggal 24 Juni 2019 dan melakukan
observasi pada hari itu juga. Pada tanggal 1 Juli 2019 mulai melakukan wawancara kepada
jemaat dengan mengunjungi rumah-rumah jemaat. Pada tanggal 30 penulis menyerahkan
laporan kepada Pendeta Resot untuk di tandatangani dan distempel.

Diketahui

Pendeta Resot

Pdt. Polmen Purba ST.M.DIV

Anda mungkin juga menyukai