Pendahuluan
Alkitab yang kita pegang sekarang adalah buku orang Kristen yang berintikan Firman Allah.
Firman Allah yang menjelaskan tentang 2 sisi yaitu :
1. Tentang Allah dan kebenaran-Nya.
2.Tentang manusia dan keberadaannya.
Allah dan kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya coba dipaparkan oleh Alkitab
dalam berbagai peristiwa yang terjadi dalam kaitan dengan bangsa Israel dan dalam kaitan
dengan karya penyelamatan Yesus Kristus. Peristiwa-peristiwa yang terjadi ini berada dalam
batasan waktu.
Peristiwa peristiwa itu terungkap dalam 66 kitab besar - kecil, ke 66 kitab ini dibagi lagi menurut
isinya yaitu 39 kitab Perjanjian Lama (PL : Taurat, Kitab Sejarah, Kitab Nabi-nabi) dan 27
kitab Perjanjian Baru (4 Kitab Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat).
Pembagian menjadi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dilihat dalam fokus percakapan tentang
Tuhan Yesus Kristus yang adalah Firman Allah menjadi manusia.
Perjanjian Lama banyak berbicara tentang karya Allah yang mempersiapkan kedatangan Yesus
Kristus melalui bangsa Israel. Hal ini dapat dilihat dalam ayat - ayat yang berbicara tentang
nubuatan tentang Yesus Kristus ( misalnya : Kejadian, Yesaya, Mikha, Zakharia).
Perjanjian Baru berceritera tentang karya-karya langsung Yesus Kristus dan karya-karya Yesus
melalui para murid-Nya, hal ini dapat dibaca secara jelas dalam 4 kitab Injil dan Kisah Para Rasul.
Setiap kitab dari Alkitab mempunyai berita dan ceritera dengan latar belakang dan waktu
tertentu, setiap kitab menceriterakan tentang Allah dan kebenaran-Nya serta manusia dan
keberadaannya dalam waktu tertentu dan di tempat tertentu, atau dengan kata lain Allah dan
dan kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya terjadi dalam sejarah. Pelajaran katekisasi
saat ini membawa supaya kita dapat memahami isi berita dalam setiap kitab dengan benar, oleh
sebab itu kita perlu mengetahui tentang bagaimana penulisan Alkitab dan bagaimana Alkitab bisa
memiliki susunan kitab seperti sekarang ini.
Allah dan Kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya disampaikan secara lisan melalui
manusia-manusia dan terjadi dalam peristiwa-peristiwa nyata kemanusiaan dalam lingkup
bangsa Israel dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Dalam perjalanan waktu, pernyataan
lisan itu kemudian ditulis oleh orang-orang yang dipakai secara khusus oleh Allah. Dan ini
terungkap dalam naskah-naskah yang ditemukan. naskah yang berbicara tentang peristiwa dalam
perjanjian lama dan perjanjian baru .
Berdasarkan perjalanan waktu yang panjang, maka disadari bahwa naskah asli telah lama rusak
dan semuanya sudah musnah, hal ini disebabkan karena naskah asli itu ditulis di
atas PAPYRUS yang gampang rusak (Papirus adalah bahan menyerupai kertas tebal yang
digunakan pada zaman dahulu sebagai tempat menulis) .
Tetapi dalam perjalanan waktu naskah asli Alkitab ini telah disalin. Dan salinan ini sudah
sangat lama, salinan salinan tua dari kitab - kitab Alkitab.
Berbicara tentang salinan salinan tua dari kitab = kitab Alkitab, pada abad ke 2 sebelum masehi,
para cendekiawan Yahudi MASORET telah mencocokan dengan sangat teliti berbagai salinan
yang ada pada waktu itu. hasil pekerjaan para masoret mencocokkan itu ialah suatu naskah yang
lazim disebut 'naskah masoret'. Menurut keyakinan para masoret, naskah masoret yang paling
cocok dengan naskah-naskah asli. Salinan-salinan 'naskah Masoret' itu telah ditemukan pula
tertulis diatas perkamen (Perkamen adalah media untuk menulis yang dibuat dari kulit
binatang. Yang biasa dipakai ialah kulit sapi, kambing, biri-biri, domba, dan keledai.
Perkamen digunakan sebagai halaman dalam sebuah buku, kodeks atau naskah), yang
berasal dari tahun 916 sesudah Masehi. Salinan itulah yang diterima dan yang dipakai sebagai
dasar atau naskah induk untuk terbitan kitab-kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani dan
untuk terjemahan-terjemahan Alkitab.
Naskah-naskah PL yang masih ada dan menjadi dasar naskah sekarang berasal dari abad ke 6.
Naskah-naskah itu terbukti hanya sedikit berbeda dengan naskah dari tahun 250 Sebelum Masehi
(Misalnya Dekalog: Sepuluh Perintah Allah, dikenal pula dengan istilah Sepuluh Firman
Allah, Dasa Titah, atau Dekalog (bahasa Yunani: δέκα λόγοι)) yang ditemukan tahun 1948
di Qumran. Dalam perkembangan sejarah dunia, tahun 1948, ditemukanlah dekat laut mati di
gua Qumran dan Muraba'at di tanah Palestina naskah tulisan tangan dari perjanjian lama yang
tertulis di atas papyrus dan kulit. Naskah tulisan tangan itu berasal dari abad ke 2 Sebelum
Masehi. Jadi 1000 tahun lebih tua dari pada naskah-naskah perkamen yang tertua yang telah
ditemukan sampai sekarang ini .dan setelah diselidiki, ternyata bahwa tulisan-tulisan, yang
termuat dalam gulungan-gulungan papyrus dan perkamen itu, banyak sekali yang cocok dengan
naskah Masoret, dan dengan demikian semakin diteguhkanlah kebenaran naskah masoret.
Sejak abad ke 4 Sesudah Masehi dipergunakanlah perkamen sebagai bahan untuk menulis,
tetapi sebelum itu orang menggunakan papyrus. Perkamen lebih awet dari pada papyrus.
Perkamen adalah kulit binatang yang sudah diolah, makanya dapat tahan lama berabad-abad
lamanya. tetapi papyrus dibuat dari hati batang papyrus. Papyrus adalah tumbuh-tumbuhan
sebagai teberau atau gelagah, yang banyak tumbuh di dekat sungai Nil di Mesir. Papirus tidak
dapat tahan berlama-lama.
Naskah tulisan asli Perjanjian Baru disebut juga 'utoghapha' sudah tidak ada lagi. Tetapi kita
mempunyai banyak salinannya, ada 4100 salinan yang sudah tua. Salinan tertua yang tertulis
diatas perkamen. Misalnya naskah yang disebut codex Vaticanus, codex Sinnaiticus (2 codex ini
merupakan seluruh naskah seluruh Alkitab dari abad ke 4), codex Alexandrinus (disusun oleh ahli
dari Alexandria Mesir sebelum tahun 200 (karena papirus 52 diadakan kurang lebih pada tahun
6 KATEKISASI JEMAAT TEBES
125 dan papirus 66 kurang lebih pada tahun 200, naskah salinan ini pendek dan paling dekat
dengan teks asli kitab PB) berasal dari abad ke 4.
Naskah pada papirus yang ditemukan kembali dan berasal dari abad 1 dan abad yang ke 2
membenarkan naskah-naskah abad ke 4 dan abad ke 5. Gulungan papyrus yang ditemukan dan
yang berbicara mengenai perjanjian lama ternyata juga dalam gulungan itu berisi Perjanjian Baru.
Kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. tahun 250 - 130 sebelum Masehi kitab ini
diterjemahkan oleh 72 orang Yahudi (70 = septuaginta) ke dalam bahasa Yunani. Kecuali kitab
Ezra dan Daniel yang sebagiannya ditulis dalam bahasa Aram. Perjanjian baru pada umumnya
ditulis dalam bahasa Yunani umum / Yunani koine.
Sejarah Penyusunan Alkitab
Alkitab yang kita pakai sekarang ini adalah Alkitab yang berisi kitab - kitab kanonik artinya kitab -
kitab yang diakui sebagai kitab - kitab yang berisi Firman Allah. Tersusunnya Alkitab menjadi
bentuk sekarang ini merupakan satu proses panjang dan membutuhkan waktu yang lama serta
merupakan pergumulan banyak orang. Kitab-kitab dalam PL yang diakui sebagai kitab-kitab yang
berisi Firman Allah ini, dihimpun oleh orang orang Yahudi dan kitab-kitab dalam PB dikumpulkan
oleh orang - orang Kristen mula - mula selama abad pertama hingga abad ke-3 (+ 300 tahun).
Pada zaman Perjanjian Lama ( mulai zaman Musa ) orang-orang Yahudi menggunakan 2 macam
cara utama untuk memutuskan apakah kitab benar-benar adalah tulisan yang suci.
1. Apakah kitab itu ditulis oleh seorang Nabi atau seorang yang mempunyai karunia
bernubuat.
2. Cara penerimaan dan pengunaan PL oleh bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi
memandang bahwa PL adalah kitab suci.
Proses pembentukan kanon Perjanjian Baru dilihat dalam kaitan dengan para rasul. Orang yang
telah hidup dengan Kristus dan yang telah melihat Kristus dan yang telah berbicara dengan
Kristus sesudah kebangkitan-Nya, mempunyai wewenang dan kekuatan yang unik. Agar sebuah
kitab dalam PB bisa dipandang asli betul harus diakui oleh anggota gereja mula-mula sebagai
benar-benar rasuli, agar dianggap rasuli, maka harus ditulis langsung oleh rasul atau yang
bertalian erat dengan para rasul. Daftar kitab Perjanjian Lama ditetapkan di YAMNIA: pada
tahun 100. Dan daftar kitab Perjanjian Baru ditetapkan pada tahun 400.
Penterjemahan PB, sebagian atau seluruhnya, sudah dimulai pada abad ke 2 Sesudah Masehi,
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin (Vetera Antiqua), naskah ini disebut vulgata dan
kemudian menjadi terjemahan resmi.
PELAJARAN 3
STRUKTUR PEMBAGIAN ALKITAB PL
Struktur Perjanjian Lama menjadi sesuatu yang penting dalam pertumbuhan rohani
peserta katekisasi sebabnya adalah dengan mempelajari struktur Alkitab peserta katekisasi dapat
membaca Alkitab secara tepat dan mengenal Karya Keselamatan Allah dalam sejarah. Selain itu
salah satu cara bertumbuh dalam iman adalah dengan membaca Alkitab. Namun, banyak remaja
Kristen hanya membaca Alkitab dan jarang pertimbangan strukturnya. Sehingga hanya membaca
layaknya buku biasa tanpa pahami konsep Alkitab. Dan hal ini tidak boleh terjadi pada kita.
Pengantar
Dengan belajar tentang tema perjanjian Lama maka kita akan diarahkan menuju pelajaran
yang akan memperkaya kerohanian dan meningkatkan pengertian kita akan Kasih Allah yang
menyelamatkan. Uraian dari tema-tema Perjanjian Lama ini gambarannya bagaikan sebuah
simponi. Ada uraian pokok-pokok sentral, tetapi tidak ada satu titik yang dapat dianggap sebagai
pusatnya. Itu berarti kita melihat kesatuan dari suatu keseluruhan. Jadi tema-tema atau pokok-
pokok yang akan diuraikan semuanya saling melengkapi dan bersangkut-paut. Dan akhirnya kita
akan menemukan Karya keselamatan Allah yang terbukti dan terus menyelamatkan dengan
menghadirkan Kerajaan-Nya dulu, kini dan masa depan.
Tema-Tema dalam Perjanjian Lama
Menguraikan tema-tema Alkitab dalam pemaparan saat ini membuat kita menemukan
'benang merah' di dalam Alkitab dan akhirnya kita dapat menyadari bahwa Alkitab ternyata
masih berbicara kepada kita pembaca-pembacanya masa kini.
Adapun uraian tema-tema besar dalam Perjanjian Lama adalah sebagai berikut; Allah dan
manusia, Allah yang bertindak lewat peristiwa keluaran / eksodus, hukum Taurat dan ikatan
perjanjian, hikmat, pembuangan dan pemeliharaan, hari Tuhan dan ciptaan baru.
Allah dan Manusia :
Kisah penciptaan dalam Kejadian 1 mengundang kita untuk memandang dunia ini sebagai
hasil pekerjaan Allah Pencipta yang mengundang kita bersukacita melihat kebaikan dari apa yang
diciptakan-Nya. Dalam kerangka rencana Sang Pencipta, manusia menempati kedudukan yang
khas. Diungkapkan bahwa manusia diciptakan "Menurut rupa dan gambar Allah", artinya
manusia berada dalam hubungan pribadi yang bertanggung-jawab dengan Tuhan.
Dengan latar belakang ini, Alkitab memulai kisahnya mengenai perjumpaan Allah dengan
manusia di dalam sejarah. Namun, apabila kita mulai dengan Allah sang Pencipta, kita tidak
sementara berpikir bahwa Alkitab dimulai dengan spekulasi mengenai penciptaan dunia ini. Itu
berarti bahwa apa yang hendak dikatakan Alkitab mengenai Allah bersumber pada beberapa
rentetan peristiwa di dalam sejarah manusia. Dalam peristiwa itu Allah berhadapan dengan
manusia. "Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau ke luar dari tanah Mesir, dari tempat
perbudakan" (Keluaran 20 : 2)
Pokok ini mendapatkan tempat yang utama di dalam Perjanjian Lama daripada kepercayaa pada
Allah sang Pencipta. Namun bila kita ingin memperhatikan atau memahami kisah tindakan
Allah dalam sejarah manusia, maka barangkali sebaiknya kita mulai dengan kisah tindakan Allah
Melalui sengsara derita sampai kematiaan-Nya di atas kayu salib (1 Petrus 2:21-24),
kehadiran Yesus di pentas sejarah dunia tenyata adalah satu-satunya jalan pendamaian (2
Korintus 5:18). Dia sajalah yang mengucapkan kata-kata ; Akulah Jalan dan Kebenaran dan
Hidup... (Yohanes 14:6).
PELAJARAN 5
PERJANJIAN BARU
Alkitab sebagai Kitab Suci Kristen terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama kita disebut
Perjanjian Lama (disingkat PL), yang kita terima atau warisi dari orang Yahudi, terdiri dari 39 (tiga
puluh sembilan) kitab dan sebagian besar ditulis dalam bahasa Ibrani. PL adalah Kitab Suci orang
Yahudi. Bagian kedua disebut Perjanjian Baru (PB), yang khas Kristen, terdiri dari 27 (dua puluh
tujuh) kitab dan ditulis dalam bahasa Yunani.
Beberapa puluh tahun sesudah naiknya Yesus ke surga, mulai bermunculan tulisan-tulisan
mengenai kehidupan dan perbuatan Yesus (yang kemudian membentuk kitab-kitab Injil), tulisan
mengenai kehidupan dan perbuatan para rasul (Kisah Para Rasul), tulisan yang berisikan nubuat
tentang masa depan Gereja (Wahyu) serta surat-surat berisi pengajaran yang ditujukan entah
kepada jemaat tertentu atau keseluruhan Gereja, entah kepada perorangan (Filemon, Titus,
Timotius).
Dari tulisan-tulisan itu segera dipilih dan dikhususkan sejumlah tertentu, yang kemudian
menjadi 27 (dua puluh tujuh) kitab-kitab PB. Jadi PB bukan satu kitab, melainkan suatu kumpulan
kitab-kitab, suatu perpustakaan kecil. Semua kitab-kitab PB berbicara tentang Yesus Kristus,
karya-Nya dan ajaran-ajaran-Nya. Meskipun PB berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya
terdapat juga hal-hal mengenai orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yakni jemaat
Kristen mula-mula dan hal-hal yang mereka hadapi. Kitab-kitab PB tidak sama ciri-coraknya;
mereka berbeda satu dengan yang lain. Susunan ke-27 kitab-kitab PB - seperti yang sekarang kita
jumpai dalam Alkitab - disusun menurut urutan tertentu, bukan menurut waktu penulisannya.
Artinya, kitab yang pertama (Matius) dalam PB tidak menunjukkan bahwa ditulis paling dahulu
dan merupakan kitab PB yang paling tua.
1. Injil – injil.
PB dibuka dengan empat kitab-kitab yang disebut "Injil". Kata "Injil" berasal dari
bahasa Yunani euanggelion, yang berarti "kabar baik" atau "berita kesukaan." Kitab-kitab
ini hendak memberitakan "kabar baik," yaitu mengenai Yesus Kristus. Kitab-kitab Injil PB
adalah Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes. Isinya sebagian besar berupa
cerita-cerita mengenai hidup Yesus, karya-Nya, ajaran-ajaran-Nya, kematian dan
kebangkitan-Nya. Semua cerita-cerita dalam kitab-kitab Injil berakhir pada cerita tentang
penampakan diri Yesus sesudah kematian-Nya di salib dan kebangkitan-Nya dari antara
4. Wahyu
Kitab Wahyu Yohanes ditempatkan terakhir dalam susunan kitab-kitab PB. Kitab ini
mempunyai ciri-corak yang lain lagi. Meski kitab ini nampak sebagai surat, namun
sebenarnya merupakan kumpulan penglihatan mengenai kehidupan jemaat Kristen dan
dunia seanteronya. Kitab ini mengarahkan pandangan jemaat ke masa depan, masa
terakhir dari sejarah. Pantaslah kitab ini ditempatkan pada urutan terakhir dari susunan
PB, bahkan dari seluruh susunan Alkitab (PL & PB). Kitab Wahyu menjadi penutup dari
sejarah penyelamatan dalam Alkitab.
TEMA-TEMA PERJANJIAN BARU
Perjanjian Baru (PB) adalah bagian tak terpisahkan dari Alkitab (Kitab Suci) sebagai satu
kesatuan dengan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru (PB) terdiri dari 27 Kitab dan dibagi dalam 4
(empat) kelompok Kitab-Kitab, yaitu :
Kitab-Kitab Injil,
Kitab Sejarah (Kisah Para Rasul)
Surat-Surat :
1. Surat-Surat Paulus,
2.Surat-Surat Umum
3. Surat-Surat Petrus
4. Surat-Surat Yohanes
- Kitab Wahyu (apokaliptik)
Perjanjian Baru (PB) umumnya ditulis dengan Bahasa Yunani, dan beberapa bagian dari
kitab Injil ditulis dengan Bahasa Aram.
Ke-27 kitab Perjanjian Baru ditulis bukan oleh satu orang saja, tetapi oleh sekian banyak orang;
baik pribadi, maupun kelompok penulis. Awalnya ditulis dalam lembar-lembar tulisan lepas untuk
menjawab kebutuhan para pendengar dalam situasi dan kondisi tertentu.
Proses penulisan Kitab Perjanjian Baru tidak berlangsung dalam waktu singkat, tetapi puluhan
tahun. Dimulai sekitar tahun 54 dan berakhir pada tahun 100, yaitu dalam Sidang Sinode di
Yamnia, dimana ditetapkan Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) ditetapkan
sebagaiKanon, sumber ajaran yang benar.
MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN PB
Tulisan-tulisan yang disatukan dalam Perjanjian Baru ditulis dengan maksud untuk
menyaksikan dan memperkenalkan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tujuannya di satu
pihak, adalah untuk menguatkan para murid agar sungguh-sungguh percaya dan beriman kepada
Tuhan Yesus, sehingga tidak disesatkan oleh ajaran-ajaran sesat yang meragukan ke-Tuhan-an
Yesus. Pada pihak lain, adalah untuk memperlengkapi para murid untuk terus memberitakan
tentang Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada segala bangsa dan suku bangsa di seluruh
dunia.
Pemahaman Iman : Dalam seluruh pokok Pemahaman Iman GMIT kita bertemu dengan
struktur pemikiran trinitaris atau pemikiran tentang ketritunggalan Allah. Ada istilah istilah yang
digunakan untuk Allah seperti Bapa, Pencipta, Pemelihara. Ada istilah istilah yang digunakan
untuk Yesus Kristus seperti Anak, dan Firman. Ada istilah istilah yang digunakan untuk Roh Kudus,
seperti Roh Kristus, dan Penghibur. Masih ada juga istilah istilah lain untuk menerangkan Bapa,
Anak dan Roh Kudus.
Jadi proses mengetahui berdasarkan pengalaman untuk memastikan ada batu atau pohon,
lain sekali dengan proses mengetahui berdasarkan pengalaman untuk memastikan adanya Allah.
Pohon atau batu bisa kita pastikan berdasarkan pengalaman obyektif material. Allah hanya bisa
kita pastikan berdasarkan pengalaman subyektif spiritual. Maka memahami Allah sejak awal
mempunyai sisi misteri yang tidak pernah akan habis terungkap. Pengalaman tentang Allah
berbeda beda dari orang ke orang. Berbeda juga dari masyarakat ke masyarakat. Karena itu tidak
ada seorangpun yang bisa memaksakan pengalamannya tentang Allah untuk menjadi
pengalaman orang lain. Pengalaman pengalaman ini sah pada orangnya sendiri, juga sah pada
masyarakatnya sendiri. Jadi ada peristiwa dimana Allah mendatangi manusia dan peristiwa itu
menjadi pengalaman manusia tentang Allah. Sehingga jumlah pengalaman manusia tentang Allah
itu begitu banyaknya, praktis sejumlah banyaknya manusia yang hadir sepanjang sejarah agama
di dunia. Ada yang mengalaminya begitu saja. Ada yang mengalaminya dan memberikan
pengalaman itu nilai yang khusus dalam kehidupannya. Ada yang menuturkannya secara turun
temurun, sehingga makin lama makin banyak, sebab pengalaman itu bisa menyangkut pribadi,
tetapi juga bisa menyangkut sebuah masyarakat secara keseluruhan. Pengalaman tentang Allah
itu kemudian disimpulkan dalam refleksi tertulis berupa pernyataan pernyataan, baik oleh pribadi
maupun oleh persekutuan.
Israel melakukan hal itu. Dokumentasi tentang hal ini kita temukan dalam Perjanjian Lama.
Gereja juga melakukannya. keterangan tentang hal itu kita temukan dalam Perjanjian Baru..
Karena itu maka untuk memahami Allah Tritunggal, kita perlu belajar dulu dari kesaksian Alkitab.
Kesaksian Alkitab:
Perjanjian Lama jelas mengedepankan keesaan Tuhan. Lihat saja pernyataan jelas dan
tegas dalam Ulangan 6 : 4. Namun itu tidak berarti bahwa Allah tidak ditampilkan secara
trinitaris. Pribadi pertama adalah Allah sebagai Sang Pencipta, yang biasanya dikatakan sebagai
Bapa. Ini Pribadi pertama. Dalam Kejadian 1 : 26 dikatakan : "Baiklah kita menjadikan manusia....'.
Istilah 'kita' menunjuk pada kejamakan. Pertanyaannya adalah kepada siapa Allah sedang
berbicara?. Kalau dikatakan kepada malaikat, maka itu tidak mungkin. Sebab malaikat ada di
bawah Allah. Padahal Allah mengatakan: "...,menurut rupa dan teladan kita'.... Manusia tidak
dicipta menurut rupa dan teladan malaikat manapun, melainkan menurut rupa dan teladan Allah.
Kalau dikatakan bahwa kata 'kita' ini mau menunjukkan bahwa Allah dalam Perjanjian Lama itu
banyak (politheis) maka itu juga tidak mungkin, karena Perjanjian Lama jelas mengedepankan
keesaan Tuhan. Kalau dikatakan bahwa istilah 'kita' ini adalah semacam penghalusan, seperti
sekarang bisa terjadi orang menggunakan istilah 'kami' sebagai ganti 'saya', maka itu juga tidak
mungkin. Karena model berbahasa seperti itu tidak kita kenal dalam Israel kuno. Maka tidak ada
kemungkinan yang lain daripada harus mengatakan bahwa pada 'keesaan' Allah itu ada
'kejamakan' oknum atau pribadi.
Kesimpulan kita adalah bahwa Malaikat Tuhan ini adalah 'sang Firman' yang menyatakan
diri sebagai Allah sekaligus menyatakan kehendak Allah. Kalau kemudian dalam Perjanjian Baru
kita menemukan pikiran dalam Injil Yohanes pasal 1 tentang Firman yang menjelma menjadi
21 KATEKISASI JEMAAT TEBES
manusia, maka untuk pikiran dunia Perjanjian Lama, ini bukan hal yang istimewa. Ia telah
berbicara berulang kali sebagai pribadi dalam Perjanjian Lama. Berikut dalam Perjanjian Lama,
sambil tetap menekankan keesaan kita juga membaca pernyataan tentang pribadi ketiga, yakni
Roh Kudus.
1. Roh Kudus menghiasi makhluk dengan kecakapan dan talenta talenta (Keluaran 31 : 2 dst).
2. Roh Kudus menerangi hidup rohani (Mazmur 51 : 13; Zakharia 4 : 6).
3. Roh Kudus adalah Roh nubuat, Roh yang memberi ilham dari Allah dan menjadikan
manusia mampu untuk menerima dan melanjutkannya kepada orang lain (Yehezkiel 11 : 5;
Bilangan 11 : 29).
Masih ada pernyataan tentang ketritunggalan dimana ketiga pribadi itu dinyatakan. Dalam
Yesaya 63 : 8 - 10 kita baca secara jelas bagaimana Allah menjadi Bapa bagi Israel yang dikatakan
sebagai anak anak-Nya. Dia yang menebus mereka, akan tetapi mereka mendukakan Roh-Nya.
Jadi pribadi sang Bapa, pribadi sang Penebus dan pribadi Roh menyatu disini. Kita bisa
menyimpulkan sekarang bahwa sekalipun tidak dikatakan segamblang dalam Perjanjian Baru,
namun tampilan Allah yang Esa secara Tritunggal jelas sekali dalam Perjanjian Lama. Perjanjian
Baru lebih gamblang bicara tentang Tritunggal. Sudah dalam Lukas 1 : 35 misalnya peranan Roh
Kudus jelas. Dan Roh Kudus yang 'turun keatas' Maria inilah yang kemudian lahir dalam bentuk
seorang anak yang bernama Yesus. Dalam Perjanjian Baru jelas sekali bahwa Yesus Kristus adalah
Anak Allah. Bahwa segenap pekerjaan Allah dilihat dalam pekerjaan Yesus Kristus yang adalah
Allah sekaligus juga adalah manusia. Dalam Perjanjian Lama, nama 'Bapa' menunjuk kepada Allah
(Yahweh), dalam arti seluruh ketritunggalan. Dalam Perjanjian Baru, Bapa dibedakan dari Anak
dan Roh Kudus.
Catatan-catatan khusus mengenai Allah Bapa bisa kita temukan sebagai berikut:
1. Allah Bapa yang memelihara segala makhluk, besar dan kecil (Matius 6:26,29; 10:29)
2. Allah Bapa yang mengutus Allah Anak (Yohanes 5 : 30,37,43; 16:28; 20:21)
3. Allah Bapa yang mengadili, memberi pahala dan hukuman (Matius 6 : 4,18; 10:28; 13:43;
Lukas 12 : 5; Yohanes 14 : 2;17:24).
4. Allah Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada sang Anak, termasuk pengadilan
juga diserahkan sang Bapa kepada sang Anak (Matius 11 : 27; Lukas 10 : 22; Yohanes 8 :
29; 13:3; Yohanes 5 : 22).
5. Sang Bapa senantiasa beserta dengan Sang Anak (Yohanes 6 : 57; 14:10).
Catatan Catatan khusus mengenai Allah Anak bisa kita temukan sebagai berikut:
Allah Anak dan Allah Bapa adalah satu (Yohanes 14 : 10,11,28; 17:21)
Allah Bapa dan Allah Anak saling mengenal dengan sempurna (Yohanes 10 : 15)
Sang Anak hanya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh sang Bapa (Lukas 2 : 49;
22:42; Yohanes 10 : 32;15:10)
Sang Anak hanya berbicara seperti yang diajarkan sang Bapa kepadaNya (Yohanes
8 : 28,38; 12:50; 15:15).
Sang Anak dapat meminta pahala dari sang Bapa (Matius 26 : 53; Yohanes 14:16;
16:23,26; 17:24,25)
Sang Anak adalah satu satunya jalan kepada sang Bapa ( Yohanes 14 : 6,9).
6. Catatan Catatan khusus mengenai Roh Kudus bisa kita temukan sebagai berikut:
Roh Kudus diutus oleh Sang Bapa (Yohanes 14 :16,26)
22 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Roh Kudus diutus oleh Allah Anak (Yohanes 15 : 26)
Roh Kudus bukanlah tenaga atau kekuatan, melainkan pribadi atau oknum. Ia
menjadi penghibur - Penolong (Yohanes 14 : 16; 15:26).
Roh Kudus bekerja dalam Yesus Kristus (Matius 12 :28; Lukas 4 :18)
Roh Kudus bekerja dalam diri orang percaya (Matius 10 :20; Yohanes 3 :6)
7. Dalam Perjanjian Baru kita masih menemukan kenyataan menarik yang lain. Yaitu bahwa
ketritunggalan itu muncul sebagai kesatuan:
Ketika Yesus akan dikandung oleh Maria (Lukas 1 : 35).
Ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3 :16).
Dalam rumusan rumusan Berkat (2 Korintus 13 : 13; 1 Petrus 1 : 2; Wahyu 1 : 4,5)
8. Selain itu Perjanjian Baru juga mengatakan bahwa :
Segala karunia berasal dari Allah Tritunggal (1 Korintus 12 : 4,6)
Tritunggal tidak ada hanya kalau Allah menyatakan diri kepada kita. Trinitas itu
kekal dan ada pada hakikat Allah. Ini nyata dari :
a. Tatkala Allah menciptakan langit dan bumi, Tritunggal sudah ada (Yohanes 1:1)
b. Sang Anak bukan hanya ada dalam pernyataan, melainkan Ia juga memberi
pernyataan (Yohanes 1 : 18)
c. Sebelum dunia ada, sang Anak sudah ada (Yohanes 17 : 5)
d. Roh Kudus sudah ada sebelum ada waktu, sebelum Roh itu diutus (Yohanes 3:34;
1 Yohanes 3 : 24; 4:13; Kisah Para Rasul 2 : 17,18)
e. Roh Kudus adalah kekal (Ibrani 9 : 14).
Kesaksian Kesaksian Alkitab di atas menunjukkan kepada kita bahwa :
Baik Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru memuat pernyataan tentang Allah
Tritunggal.
Ketiga pribadi atau oknum ilahi dinyatakan dalam keesaan, tetapi masing masing juga
dengan keistimewaan atau kekhasannya.
Tritunggal adalah kekal.
Ketiga pribadi ilahi ini bersama bekerja dalam penciptaan dan penciptaan kembali,
dengan perbedaan tugas tertentu.
Keesaan Allah tidak sedikitpun dilemahkan oleh ketritunggalan Allah. Jejak
9. Jejak Sejarah.
Sepanjang sejarah kita menemukan banyak 'serangan' terhadap dogma atau ajaran
Tritunggal ini. Serangan serangan ini dilakukan baik terhadap ajaran tentang Oknum Allah
Bapa, Oknum Allah Anak dan Oknum Roh Kudus. Juga ada serangan terhadap hubungan
hubungan antara ketiganya. Harus kita ingat bahwa serangan terhadap ajaran tentang
salah satu Oknum dengan sendirinya bertujuan melemahkan ajaran tentang ketiga-
tiganya. Serangan serangan ini sudah ada sejak awal sejarah Gereja, dan kemudian
mendapat bentuk bentuk yang lain, bahkan bentuk bentuk modern juga. Kita akan
menyebut beberapa saja dari serangan serangan ini.
1. Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Allah Bapa. Yang sejak awal menentang
ajaran tentang Oknum Allah Bapa ini adalah aliran 'Gnostik'. Singkatnya kata gnostik
berarti 'pengetahuan rahasia'. Mereka memandang diri sebagai yang mempunyai
pengetahuan rahasia, bukan hanya tentang Allah, tetapi juga tentang alam semesta.
23 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Mereka mengatakan bahwa ada dua -bukan satu!- asal dari segala sesuatu. Yang
pertama adalah sang 'Yang Rahasia' atau 'yang tidak dapat dikenal. Dia ini tidak pernah
memperkenalkan diri. Dari dialah mengalir dunia roh. Yang kedua disebut sebagai
'Demi-Urgos'.
Dia ini yang menciptakan dunia kebendaan. Jadi yang kedua ini membatasi kekuasaan
yang pertama. Dalam pandangan mereka, Allah Anak yang menjelma menjadi manusia
itu termasuk kedalam dunia roh yang diciptakan oleh Allah Bapa. Jadi Allah Bapa dan
Allah Anak bukanlah satu.
2. Seorang yang bernama Marcion, yang mengajarkan bahwa Allah Perjanjian Lama, lain
sekali dengan Allah Perjanjian Baru. Allah Perjanjian Lama adalah Allah orang Yahudi
saja. Dia menciptakan langit dan bumi, akan tetapi Dia hanya memegang keadilan. Dia
Allah yang murka, yang gemar akan perang dan tidak mengenal kasih. Yesus Kristus
adalah Allah Perjanjian Baru yang lain dari Perjanjian Lama, yang bersifat kasih dan
murah hati. Inilah Allah dalam Injil. Salah satu akibat dari pikirannya adalah bahwa
Marcion meniadakan semua ciri Allah Yahudi dalam Alkitab. Alkitab versi Marcion
jadinya sangat tipis, karena bukan hanya seluruh Perjanjian Lama dibuangnya, tapi
bagian bagian Perjanjian Baru yang merujuk ke Perjanjian Lama juga dibuangnya.
3. Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Allah Anak. Serangan terhadap ajaran tentang
Oknum Allah Anak pertama sekali dilakukan oleh orang orang yang tidak percaya akan
keilahian sang Anak. Menurut mereka ini, Anak bukannya Allah. Hanya karena
pekerjaan-Nya saja maka dia diangkat atau di adopsi sebagai Anak oleh Tuhan.
Serangan kedua oleh mereka yang mengatakan bahwa Anak adalah buah ciptaan. Jadi
sang Anak tidak kekal. Sang Anak bukanlah Allah dan bukan juga manusia. Dia berdiri di
antara Allah dan manusia. Artinya ada waktu dimana sang Anak itu tidak ada. Tentu saja
hal ini bertentangan dengan apa yang dikatakan dalam ayat-ayat pertama Injil Yohanes.
Bahwa Firman itu ada bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, dan bahwa
Firman itu menjadi daging dalam Yesus Kristus. 3. Serangan terhadap ajaran tentang
Oknum Roh Kudus.
Serangan terhadap ajaran tentang oknum Roh Kudus juga sudah ada sejak awal sejarah
Gereja. Memang sangat sulit untuk membayangkan bahwa Roh adalah satu oknum.
Karena itu ada yang terjerumus dalam pandangan bahwa Roh Kudus adalah ibu dari
Yesus Kristus. Ada juga yang mengatakan bahwa Roh Kudus sesungguhnya bukan
oknum, melainkan 'kekuatan' saja dari Allah Bapa. Pernyataan Allah memang
menyatakan bahwa Roh Kudus adalah oknum yang bebas. Namun harus diakui, sulit
menggambarkan hal ini dengan mengikuti logika manusia.
4. Serangan Terhadap Hubungan Antara Ketiga Oknum Selain serangan terhadap oknum
per oknum, ada juga serangan terhadap hubungan antara ketiga oknum itu. Ada yang
mengatakan bahwa Allah itu hanya satu. Yang beda hanya nama namanya saja. Jadi
bukan oknum. Ada yang mengatakan bawa ketiga oknum itu hanya seperti topeng yang
digunakan secara bergantian oleh satu oknum. Ada yang mengajarkan semacam sub-
ordinasi. Bapa lebih tinggi, Anak kurang tinggi,dan Roh yang lebih rendah. Semua
serangan terhadap ajaran Tritunggal diatas, membuat Gereja mencari rumusan agar
jangan terjadi penyelewengan pemahaman. Rumusan rumusan itu bukan bermaksud
24 KATEKISASI JEMAAT TEBES
untuk menjelaskan Tritunggal, karena Tritunggal itu sendiri tetap sebuah misteri ilahi
untuk disembah, bukan untuk diselidiki. Yang dicari adalah untuk menjelaskan
pernyataan tentangTrinitas. Bahwa Allah adalah trinitas, yakni beroknum tiga, akan
tetapi satu hakikatnya.
Rumusan rumusan itu kemudian sekali kita kenal sekarang ini sebagai Pengakuan Iman
Rasuli. Jadi Pengakuan Iman Rasuli adalah jawaban Gereja terhadap semua perumusan
yang keliru tentang Trinitas. Keesaan Allah sangat penting. Ini adalah keesaan Hakikat.
Anak adalah satu hakikat dengan Bapa, Roh adalah satu hakikat dengan Bapa dan Anak.
Akan tetapi ketigaan-oknum juga jelas sekali dinyatakan dalam Alkitab. Keesaan dalam
ketigaan, atau ketigaan dalam keesaan ini menjadi dinyatakan oleh Alkitab depan fakta
fakta berikut:
- Menciptakan adalah tindakan Allah Bapa (Wahyu 4 :11; 1 Korintus 6 :8). Tetapi
Anak juga aktif (Yohanes 1 : 1-3; Kolose 1 : 15-17 dst) dan juga Roh Kudus (Mazmur
33:6; 104:30).
- Inkarnasi adalah tindakan Allah Anak (Yohanes 1 :14; Ibrani 10 :5 dst).Tetapi Allah
Bapa juga aktif ( Galatia 4 : 4; Yohanes 3 : 16) dan Roh Kudus juga (Lukas 1 : 35).
- Penyelamatan adalah dari sang Anak (Yohanes 8 : 36 dst) tetapi juga dari sang Bapa
(Yohanes 3 : 16 dst) dan dari Roh Kudus (Yohanes 6 : 63).
- Penyucian adalah dari Roh Kudus (Roma 14 : 7 dst) tetapi juga dari sang Bapa
(Galatia 4 : 6) dan Sang Anak (Yohanes 14 : 26).
10. Allah Tritunggal dan Kita sebagai orang percaya.
Kita menghayati keberadaan Allah, pertama sekali bukan karena akal budi kita yang
'meneliti' Allah. Kita menghayati keberadaan Allah pertama sekali karena Allah mendatangi kita.
Proses ini masih berlangsung terus dalam kehidupan individual orang percaya. Dalam sejarah,
Allah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Karena itulah Yesus Kristus adalah
Tuhan, dan bukan sekedar 'nabi' seperti yang dikatakan oleh agama lain. Dalam kehidupan
pribadi Allah menampakkan kehadiran-Nya melalui jawaban atas doa doa kita. Jadi sesungguhnya
pengalaman pribadi kita dengan Allah yang menjawab doa, merupakan landasan iman kita
tentang keberadaan Allah. Pengalaman ini yang biasanya disebutkan sebagai 'pengalaman iman'.
Ada tiga hal pokok dalam pengalaman iman yang mempengaruhi seluruh kehidupan orang
Kristen.
Hal yang pertama adalah kenyataan keberadaan diri kita. Seorang manusia tidak akan
hadir, kalau tidak diciptakan oleh Tuhan Allah. Kitab Kejadian menceriterakan bahwa Manusia
hadir karena Allah menghembuskan nafas kehidupan (Kejadian 2 : 7). Tanpa nafas kehidupan
yang dari Allah itu, manusia tidak akan pernah menjadi makhluk hidup. Karena itu wajar kalau
Pemazmur mengatakan bahwa Tuhanlah yang membentuk kita dalam kandungan Ibu (Mazmur 139 : 13).
Hal yang kedua adalah keselamatan kita. Keselamatan bukanlah soal masuk surga saja.
Sebab surga adalah sesuatu yang sangat pasti bagi mereka yang mempercayakan diri pada Tuhan
Yesus Kristus sebagai Juru-selamat dunia (Yohanes 3 : 16). Tapi yang paling penting mengenai
keselamatan adalah kehidupan kita sehari hari. Setiap hari kita dilindungi oleh Tuhan. Tanpa
perlindungan Tuhan kita sudah akan binasa. Kalaupun hidup kita mengalami kesulitan, maka
bagian terbesar dari kesulitan itu sebenarnya telah ditanggung oleh Tuhan. Kalau tidak pasti kita
sudah akan mengalami kesulitan yang lebih besar lagi. (Matius 8 : 17; Ibrani 9 : 28).
25 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Hal yang ketiga adalah masa depan kita. Sesungguhnya kita tidak tahu apa yang akan
terjadi di masa depan kita. Bahkan kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Nyatanya
kadang-kadang ada orang yang masih hidup di hari kemarin, tetapi tidak hidup lagi di hari ini.
Inilah yang namanya misteri masa depan.
Dimana, kapan dan bagaimana, selalu jadi pertanyaan. Tapi dari sudut iman kita
menemukan bahwa Tuhan Allah tidak terikat oleh ruang dan waktu. Tuhan Allah bisa berada di
semua tempat sekaligus. Tuhan Allah bisa juga mendengar doa dari orang percaya di seluruh
dunia, pada waktu yang sama.Tetapi Tuhan bisa juga sudah mempersiapkan sesuatu di masa
depan bagi kita. Tuhan punya rencana bagi kehidupan kita (Yeremia 29 : 11). Roh Kudus-lah yang
menuntun kita sehingga kita menjalani kehidupan sesuai dengan rancangan Tuhan bagi kita.
Tanpa tuntunan Roh Kudus, kita akan mengikuti kehendak roh roh dunia ini, dan masa depan kita
bukanlah masa depan yang baik, melainkan masa depan yang buruk. Maka percaya kepada Allah
Tritunggal adalah mempercayakan diri kepada Allah Tritunggal. Sebab sang Tritunggal ini bukan
hanya pencipta, tetapi juga penyelamat dan penuntun kehidupan kita. Dan kita harus sadar
bahwa iman seperti ini bukan dianut oleh diri kita pribadi sendiri saja. Iman ini dianut oleh orang
Kristen sedunia. Dan orang Kristen sedunia adalah mayoritas penduduk dunia ini.
Pengakuan iman adalah ungkapan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah Latin,
credo (Inggris creed, di-Indonesia-kan dengan "kredo"), yang berarti "Aku percaya" Istilah kredo
atau pengakuan iman ini digunakan untuk menunjuk pada pernyataan iman, pokok-pokok ringkas
kepercayaan Kristen, yang diterima umum oleh semua gereja. Atas dasar itu, kredo (pengakuan
iman) tidak digunakan untuk pernyataan iman yang berkaitan dengan suatu denominasi gereja.
Pernyataan iman suatu denominasi gereja lazimnya disebut konfesi (confession). Jadi, kredo
(pengakuan iman) mengacu pada keseluruhan gereja (oikumenis), yang berisi pernyataan-
pernyataan kepercayaan yang diterima oleh semua gereja. Sebuah kredo (pengakuan iman) telah
diterima sebagai suatu ringkasan pokok-pokok iman Kristen yang formal dan universal.
Di kalangan gereja pada masa patristik (bapa-bapa gereja, 100-451) kata Yunani symbolum atau
Latin symbola (: simbol, lambang, tanda pengenal) digunakan untuk menunjuk pada kredo
(pengakuan iman) yang diterima gereja dan wajib dipegang oleh semua orang Kristen. Ada tiga
kredo atau pengakuan iman dari gereja masa itu yang diterima secara universal di seluruh gereja,
dan karena itu disebut ketiga simbol oikumenis. Ketiga simbol oikumenis itu adalah:
SymbolumApostolicum (Pengakuan Iman Rasuli) yang lahir di Gereja Barat (Eropa Barat kuno dan
berbahasa Latin, Symbolum Niceano-Constantinopolitanum (Pengakuan Iman Nicea-
Konstatinopel) yang lahir di Gereja Timur (Eropa Timur kuno dan berbahasa Yunani) tahun 381,
dan Symbolum Athanasianum (Pengakuan Iman Athanasius) yang juga disebut menurut kata
pertama dalam bahasa Latin Symbolum "Quicunque" (Pengakuan Iman "Barangsiapa").
Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Necea-Konstantinopel mempunyai latar
belakang pembaptisan. Di gereja mula-mula punya kebiasaan untuk membaptis mereka yang
bertobat menjadi Kristen pada hari raya Paskah, menggunakan masa Sengsara (Prapaskah)
sebagai masa persiapan dan pengajaran bagi pengakuan iman di depan umum dan komitmen
para petobat itu. Persyaratan dasar bagi para petobat baru yang mau dibaptis ialah, bahwa
Trinitas (Tritunggal) Mahakudus adalah ajaran atau dogma Gereja yang patut kita pahami
secara baik dan benar. Trinitas adalah cara kerja Allah melalui dan dalam diri Bapa (Pencipta -
Khalik), Yesus Kristus, Anak Allah (Juruselamat - Penebus), dan Roh Kudus (Penghibur-Penolong).
Trinitas adalah cara Allah menyatakan atau memperkenalkan diri-Nya. Allah menjumpai kita
dengan pernyataan-Nya melalui tiga cara (Trinitas yang imanen). Hal tersebut dapat juga
dipahami dengan ketiga cara keberadaan (eksistensi) Allah.
Berdasarkan Pemahaman Iman GMIT yang dirumuskan dari Alkitab, kita percaya bahwa Roh
Kudus adalah Allah yang menghidupkan. Sejak masa Perjanjian Lama, kita telah mengenal Roh
Kudus, yang sekaligus menunjuk pada Pribadi yang sehakikat Allah. Dalam Perjanjian Baru,
Hal penting dan mendasar yang kerap menjadi pertanyaan tentang Alkitab adalah: "apakah
fungsi Alkitab dan bagaimana memahami wibawa Alkitab dalam kehidupan orang beriman di
masa kini yang terkesan sudah kurang menghargai dan tidak lagi memberi tempat bagi Alkitab?"
Kemajuan teknologi dan perkembangan pola pikir manusia dan masyarakat telah menggiring cara
pandang banyak orang, khususnya orang Kristen terhadap Alkitab menjadi lebih kritis. Dan
bahkan bukan hanya kritis, tetapi cenderung mengarah pada sekularisasi Alkitab, sehingga
Alkitab dipandang hanya sebagai salah satu dokumen penting untuk diteliti dan tidak lagi diberi
ruang akan nilai sakral dan makna transendensi dari Alkitab itu sendiri sebagai Firman Tuhan.
Hal ini semakin terasa dalam kehidupan orang Kristen terjadi pengelompokkan sikap dan
perilaku orang Kristen terhadap Alkitab, yakni: Kelompok yang pertama adalah kelompok yang
tetap mempertahankan sikap dan perilaku mereka memperlakukan Alkitab sebagai "yang suci"
dan "penuh kuasa" oleh karena itu Alkitab cenderung disakralkan dan bahkan "dikeramatkan",
sehingga pada waktu meninggal pun, Alkitab turut dimasukkan dalam peti jenazah. Kelompok
kedua adalah kelompok yang tetap memberikan penghargaan khusus terhadap Alkitab sebagai
"Kitab suci" namun tidak membelenggu diri dengan sikap berlebihan dengan mensakralkan
Alkitab itu; Alkitab dipahami sebagai "Pedoman utama" dalam hidup beriman.
PELAJARAN 11.
SAKRAMEN
NASKAH TEOLOGI PELAYANAN SAKRAMEN BAPTISAN KUDUS
PENGANTAR
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19).
Pelayanan baptisan oleh gereja didasarkan pada amanat Yesus Kristus dalam Injil Matius
28:19-20. Dalam melaksanakan amanat tersebut ternyata masih muncul beragam pertanyaan.
Manakah cara baptisan yang paling benar? Apakah dasar Alkitabiah bagi baptisan anak?
Siapakah yang boleh membaptis? Siapakah yang boleh dibaptis? Apakah baptisan perlu diulang?
Bagaimana penyebutan nama pada saat pelaksanaan baptisan, dengan ataukah tanpa marga?
Bagaimana penulisan nama anak pada surat baptis, dengan ataukah tanpa marga? Bagaimana
sikap gereja terhadap anak-anak yang orang tuanya tidak menikah? Semua pertanyaan ini
membutuhkan jawaban, bukan sekedar dogmatis: boleh atau tidak boleh, melainkan pertanyaan
pastoral: manakah yang lebih bertanggung jawab.
Gereja Protestan, termasuk GMIT menerima dua sakramen yaitu baptisan kudus dan
perjamuan kudus. Hal ini didasarkan pada pemahaman gereja protestan tentang kualifikasi dari
sebuah sakramen. Pertama, baptisan dan perjamuan merupakan perintah atau amanat langsung
dari Yesus Kristus. Kedua, baptisan dan perjamuan diamanatkan oleh Yesus Kristus untuk
dilakukan secara kontinyu hingga kepada akhir zaman atau sampai Ia datang (bnd. Mat. 26:29;
Mat. 28:20; 1Kor.11:26). Ketiga, baptisan dan perjamuan adalah tanda atau simbol yang
kelihatan dari kasih karunia Allah yang tidak kelihatan. Keempat, baptisan dan perjamuan adalah
meterai yang otentik dan kelihatan yang membuktikan dan meneguhkan adanya berkat-berkat
penebusan yang tidak kelihatan yang disediakan Allah bagi orang-orang percaya. Dalam
baptisan, meterai itu dinyatakan dalam ungkapan “Dibaptiskan dalam nama Bapa dan Anak dan
Yohanes Calvin hendak menekankan peranan Allah melalui Roh Kudus di satu pihak dan
tanggung jawab aktif manusia melalui imannya di pihak yang lain. Pemahaman Calvin inilah yang
hendaknya menjadi dasar bagi gereja dalam memahami peranan iman dalam sakramen
perjamuan kudus, yaitu sebagai sarana yang dipakai Allah untuk menyatakan anugerah-Nya
melalui karya Roh Kudus yang memampukan seseorang untuk aktif meresponi anugerah Allah
dalam hidup yang benar.
3. Nama dan Makna Perjamuan Kudus
Alkitab dan sejarah gereja mengenal beberapa nama untuk perjamuan kudus, yakni: perjamuan
Tuhan, perjamuan terakhir, perjamuan malam, dan perjamuan kudus. Kebanyakan gereja
menggunakan sebutan perjamuan kudus dengan beberapa pertimbangan: Pertama, secara
historis perjamuan kudus yang berakar dalam tradisi Paskah Israel berlangsung dalam suatu
“Pertemuan Kudus” (Kel. 12:16). Kedua, gereja memandang perjamuan kudus sebagai suatu
sakramen atau akta iman yang kudus, karena itu sebutan perjamuan kudus selaras dengan
hakekatnya sebagai sakramen. Ketiga, perjamuan kudus memanggil orang percaya untuk hidup
kudus di dalam Tuhan. Keempat, nama ini hendak menekankan esensi dari perjamuan. Ia
bukanlah perjamuan atau pesta makan biasa melainkan perjamuan istimewa bersama Tuhan di
mana roti dan anggur dibagikan sebagai simbol dari tubuh dan darah Kristus. Cawan anggur dan
roti yang dipecah-pecahkan itu mengandung makna persekutuan dengan darah dan tubuh Kristus
(1Kor. 10:16). Adanya persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus itulah yang membuat gereja
memandang perjamuan ini sebagai suatu yang bersifat kudus.
Makna perjamuan kudus terletak pada ucapan dan tindakan Yesus tatkala melakukan
perjamuan Paskah dengan para murid- Nya, khususnya dalam unsur-unsur utama perjamuan
yakni roti dan anggur (bdk. Luk. 22:14-23). Berdasarkan ketetapan Yesus, perjamuan kudus
memperoleh makna yang baru yang berbeda dari perjamuan Paskah Yahudi. Sekalipun
perjamuan kudus Yesus berakar dalam tradisi Paskah Yahudi namun Yesus memberi isi dan
makna yang baru terhadap perjamuan tersebut. Perjamuan Yesus, tidak lagi sepenuhnya
menunjuk pada masa lalu (paskah Yahudi) melainkan utamanya pada masa kini dan masa yang
akan datang. Kini domba paskah serta roti dan anggur memiliki makna simbolik yang menunjuk
pada diri-Nya sendiri.5 Domba Paskah itu tidak lain adalah diri-Nya sendiri sebagai Anak Domba
Allah (Yoh. 1:29) yang dikorbankan untuk keselamatan umat manusia. Roti adalah andaian tubuh-
Nya yang diserahkan sebagai korban untuk penebusan dan keselamatan umat manusia (Luk.
22:19). Sedangkan anggur adalah andaian darah-Nya yang ditumpahkan untuk pengampunan
dosa manusia (Mat. 26:28). Makna yang sama diteruskan oleh rasul Paulus kepada generasi
jemaat-jemaat Kristen yang kemudian (1Kor. 11:23-26).
Salah satu hal penting yang sering diperdebatkan berkaitan dengan perjamuan kudus
ialah berkaitan dengan bagaimana memahami ucapan sakramental Yesus tentang roti dan
anggur. Ketika membagikan roti dan anggur kepada para murid-Nya Yesus katakan: “Inilah
tubuh-Ku” dan “Inilah darah-Ku” (Mrk. 14: 22- 25). Ucapan sakramental tersebut melahirkan
perdebatan seputar makna kehadiran yang nyata dan sungguh-sungguh (the real presence) dari
tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur. Yngve Brilioth mencoba memecahkan
permasalahan di atas dengan meneliti kembali apa yang dikatakan Alkitab. Ia mengatakan bahwa
47 KATEKISASI JEMAAT TEBES
ucapan sakramental Yesus itu adalah suatu misteri.
Di dalam Alkitab ada tiga cara untuk memahami elemen misteri dalam sakramen, yakni: tipe
Sinoptik (Synoptic mystery-type), tipe Yohanes (Johannine mystery-type), dan tipe Paulus
(Pauline type). Pertama, tipe sinoptik menunjuk kepada kehadiran Tuhan secara personal,
sebagaimana yang terjadi pada saat perjamuan Paskah dengan para murid maupun saat di
Emaus. Kehadiran Tuhan di sini dipahami sebagai kehadiran-Nya secara pribadi pada saat
perayaan perjamuan kudus. Melalui kehadiran tersebut Ia membawa pengampunan dosa dan
persekutuan dengan Allah. Kehadiran di sini juga dipahami sebagai kehadiran Tuhan sebagai
Imam. Kedua, tipe Yohanes (Injil Yohanes) yang memandang Tuhan hadir pada saat sakramen.
Sesuai perkataan Yesus sendiri, elemen-elemen kudus berupa roti dan anggur merupakan alat
kehadiran dan wahana komunikasi diri-Nya, dalam mana kehadiran-Nya itu adalah kehadiran
dalam Roh, sebagaimana Allah di sorga adalah Roh. Itulah sebabnya roti yang dimakan itu adalah
roti Kehidupan (Yoh. 6:25-59). Ketiga, tipe Paulus yang menunjuk pada misteri perjamuan sebagai
perjamuan persahabatan (communion- fellowship).
Melalui perjamuan persahabatan ini mereka yang dipersatukan dengan Kristus di dalam
sakramen perjamuan kudus, juga dipersatukan dengan sesamanya bersama-sama persekutuan
orang-orang kudus menjadi satu tubuh dengan makan dari roti yang satu. Inilah yang disebut
kehadiran Kristus secara mistik. Sekalipun pemahaman ini menarik, tampaknya Brilioth sendiri
menyadari kesulitan untuk memberi pemahaman yang tunggal terhadap makna sakramen
perjamuan kudus. Karena itu ia menyebut hal ini sebagai suatu misteri yang tidak bisa dipahami
dengan akal manusia yang terbatas dan tidak bisa dijelaskan dengan bahasa manusia. Ketiga
elemen misteri sakramen di atas menurutnya saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Makna atau elemen yang satu tidak bisa dipahami terlepas dari yang lainnya.
Dalam sejarah gereja, ada yang berpendapat bahwa roti dan anggur secara material
benar-benar menjadi tubuh dan darah Kristus. Pengajaran semacam ini dikenal dengan ungkapan
transubstansiasi. Pemahaman kedua yang dipengaruhi oleh pandangan Calvin memberi
penekanan pada kehadiran Kristus secara spiritual bukan dalam elemen perjamuan berupa roti
dan anggur melainkan dalam iman orang percaya. Ajaran Calvin itu dikenal dengan ungkapan
“konsubstansiasi.” Terkait pandangan Calvin tersebut, Donald M. Baillie menjelaskan: “Of course
he (Calvin) does not teach that the body and flood of Christ are locally present in the elements;
yet they are spiritually present – not merely believed or imagined to be present, but truly and
really present to the faith of the believer.” Sekalipun pandangan ini kurang diperhatikan oleh
gereja saat ini, akan tetapi baiklah kita melihat kebenaran di balik pandangan ini. Pemahaman
ketiga, melihat roti dan anggur hanya semata-mata sebagai simbol yang menunjuk kepada tubuh
dan darah Kristus. Pemahaman yang ketiga inilah yang banyak dianut oleh gereja-gereja
Protestan pada masa kini.
Di samping itu, ada tiga motif teologis yang terkandung dalam perjamuan kudus,
sebagaimana dikatakan oleh Eduard Schweizer, yakni: pertama, perjamuan kudus menunjuk
kepada apa yang telah terjadi pada masa lalu; kedua, perjamuan kudus menunjuk kepada masa
kini; dan ketiga, perjamuan kudus menunjuk kepada masa depan. Ketiga motif teologis tersebut
memiliki implikasi yang berbeda sehubungan dengan pelaksanaan perjamuan kudus. Ketiga motif
teologis tersebut tercermin dalam uraian mengenai makna perjamuan kudus di bawah ini.
Artinya, gereja melalui para presbiternya melaksanakan tanggung jawab pastoral dengan
mendampingi dan menggembalakan jemaat dalam persiapan dirinya mengikuti perjamuan
kudus, bukan hanya dalam Kebaktian Persiapan tetapi juga dalam pendampingan pastoral secara
terencana.
5. Tata cara Perjamuan Kudus
Pelaksanaan sebuah perjamuan kudus, bagaimanapun, harus dipersiapkan dengan baik.
Persiapan tersebut mencakup banyak aspek, baik persiapan rohani dari semua pihak yang terlibat
atau mengambil bagian dalam perjamuan kudus maupun persiapan sarana-sarana perjamuan
kudus. Itulah sebabnya pelaksanaan perjamuan kudus oleh gereja didahului dengan suatu
pemeriksaan diri melalui kebaktian persiapan (gereja sedia). Selain itu juga terdapat undangan
dari gereja kepada setiap anggota sidi jemaat untuk mengambil bagian dalam perjamuan kudus.
Mereka yang akan mengikuti perjamuan kudus itu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan diri
melalui kebaktian persiapan perjamuan kudus, maupun pemeriksaan diri secara personal
sebelum mengikuti perjamuan kudus.
Persiapan dan pemeriksaan diri ini penting untuk diperhatikan antara lain berkaitan dengan
mereka (anggota sidi) yang berada dalam disiplin gereja. Gereja (GMIT), dalam Pokok-pokok
Eklesiologinya menandaskan bahwa, dalam rangka memelihara kekudusan sebagai murid-murid
Kristus (1Ptr. 1:16), maka disiplin gereja adalah sebuah keniscayaan bagi gereja sebagai
persekutuan yang dipanggil dan dikhususkan untuk karya keselamatan Allah di tengah-tengah
dunia. Disiplin gereja dilakukan GMIT untuk menata kehidupan anggota-anggotanya menjadi
murid-murid Kristus yang taat dan dengan rela hati melakukan apa yang diajarkan kepada
mereka. Dalam hal ini gereja bertanggungjawab memperhatikan, membimbing, mendampingim
memulihkanm menguatkan dan melayani anggota-anggotanya dalam pimpinan Roh Kudus,
Sang Pembaharu. Karena itu hendaklah hal ini menjadi bagian yang perlu diperhatikan dalam
pemeriksaan diri dan persiapan perjamuan kudus oleh setiap anggota sidi jemaat berkaitan
dengan kelayakannya mengikuti perjamuan kudus.
Elemen-elemen perjamuan kudus berupa roti dan anggur dipersiapkan dan didoakan oleh majelis
jemaat (biasanya diaken). Sedangkan pelayanan perjamuan kudus dipimpin oleh pendeta dan
didampingi oleh para penatua. Pengedaran roti dan anggur kepada jemaat dilakukan oleh diaken.
Hal yang perlu mendapat perhatian di sini adalah berkaitan dengan bentuk pelayanan roti dan
anggur. Mengacu pada perjamuan Yesus dan para murid-Nya, digunakan hanya satu cawan dan
diedarkan kepada mereka yang hadir (Mrk.14:23). Demikian juga halnya dengan roti. Roti itu
dipecahkan kemudian dibagikan kepada yang hadir (Mrk. 14:22). Dalam perkembangan sejarah
gereja belakangan, kebiasaan ini diganti atau dibaharui. Anggur diedarkan dengan menggunakan
sloki dan roti dipotong-potong dan diedarkan secara terpisah (atau bersama-sama). Hal itu
dilakukan seiring dengan pertambahan jumlah anggota jemaat, juga karena pertimbangan
higienis dan kepraktisan.
Dalam hal tata cara penggunaan roti dan anggur, ada indikasi bahwa roti dicelupkan ke
dalam anggur kemudian dimakan (Mrk. 14:20; Yoh. 13:26). Akan tetapi dalam kitab Injil,
pencelupan roti ke dalam anggur itu hanya disebutkan dalam kaitan dengan Yudas. Selebihnya
51 KATEKISASI JEMAAT TEBES
diceritakan bahwa roti itu dibagikan dan cawan anggur itu diedarkan kepada semua murid, dan
mereka semua minum dari cawan itu (Mrk. 14:23).
Jelas di sini bahwa para murid yang lain tidak mencelupkan roti ke dalam cawan (anggur)
melainkan meminumnya setelah mereka menerima (memakan) roti yang diberikan Yesus.
Persoalan berikut adalah dapatkah roti dan anggur diganti dengan bahan yang lain? Secara
kultural dan kontekstual, roti dan anggur adalah makanan dan minuman biasa bagi orang Yahudi,
juga bagi orang Eropa. Makanan dan minuman biasa itu menjadi luar biasa atau menjadi unik dan
istimewa karena makna sakral atau makna simbolik yang dilekatkan kepadanya oleh ucapan
Yesus. Melalui ucapan Yesus bahwa roti dan anggur adalah andaian tubuh dan darah-Nya,
membuat roti dan anggur itu menjadi istimewa. Karena itu secara kontekstual dan teologis,
elemen roti dan anggur itu dapat digantikan dengan elemen lain yang kontekstual dengan
budaya konsumsi yang ada di masing-masing budaya. Misalnya, anggur dapat diganti dengan air
gula, teh, atau air putih saja. Sedangkan roti dapat diganti dengan nasi putih, biskuit, atau
makanan lainnya yang pantas. Asal saja penggantian elemen- elemen tersebut tetap
mempertahankan dan menunjang penghayatan jemaat terhadap tubuh dan darah Kristus yang
telah dikorbankan bagi keampunan dan keselamatan umat manusia.
Penggantian yang demikian tentu harus melalui sebuah kesepakatan atau keputusan
gereja demi menghindari hal-hal negatif yang mungkin muncul. Penting juga untuk
memperhatikan aspek oikumenis dari penggunaan sarana atau bahan-bahan perjamuan.
Kesulitan yang kita hadapi saat ini sehubungan dengan masalah di atas ialah, jemaat telah
terlanjur menerima atau memiliki keyakinan sebagaimana dikatakan dalam Alkitab bahwa
andaian tubuh dan darah Kristus adalah roti dan anggur. Perubahan terhadap hal itu dipandang
sebagai penyimpangan atau tidak alkitabiah. Karena itu dibutuhkan banyak waktu untuk
merubah atau membaharui pemahaman ini. Akan tetapi pemaharuan terhadap hal itu bukan
tidak mungkin.
GMIT, dalam Pokok-Pokok Eklesiologinya telah menandaskan identitas dan ekesistensinya
sebagai sebuah keluarga Allah (familia Dei), juga menekankan pentingnya hubungan oikumenis
gereja. Dalam rangka memelihara eksistensi dan jati diri gereja sebagai sebuah Keluarga Allah,
baiklah diperhatikan agar ada tata cara dan unsur yang universal dalam pelaksanaan perjamuan
kudus, selain unsur lokal (konteks). Bentuk-bentuk kontekstualisasi kiranya mempererat relasi
dalam Keluarga Allah dan hubungan oikumenisnya dengan gereja seluruh dunia.
Doa menjadi bagian yang penting dalam kehidupan manusia yang beragama. Doa
memegang peranan penting untuk kelangsungan dan perjalanan hidup manusia, untuk itu
hampir disetiap perjalanan hidup manusia beragama, ia akan berdoa untuk melakukan segala
sesuatu agar ia memperoleh selamat dan sejahtera. Doa adalah sesuatu yang sangat biasa dan
sesehari. Seumpama udara yang dihirup. Setiap orang tahu apa itu doa. Tetapi kenyataannya
tidak sedikit orang yang salah memahami tentang doa, Terkadang ada yang mengatakan,
“apapun yang menurut Allah baik untuk dilakukan, maka Dia pasti akan melakukannya. Dia
mempunyai rasa kasih sayang kepada umatNya. Dia lebih mengetahui kebaikan untuk manusia
dibanding manusia itu sendiri. Oleh karena itu, mengapa harus menginginkan dan meminta
sesuatu dari-Nya setiap saat?” Di lain pihak, ada juga yang mengatakan, “bukankah doa justru
bertentangan dengan kehendak dan penyerahan diri pada kehendak Allah?” Jika demikian apa
sebenarnya arti doa dan apa yang terkandung dalam doa?
PENGERTIAN DOA
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bahwa doa sebagai permohonan
(harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Sedangkan berdoa artinya adalah mengucapkan
(memanjatkan) doa kepada Tuhan. Berarti doa adalah suatu permohonan yang ditujukan kepada
Allah yang di dalamnya ada pujian, harapan, dan permintaan.
DOA MENURUT PANDANGAN KRISTEN
Pada masa kini, para penulis tentang doa cenderung menekankan doa sebagai sarana untuk
mengalami kasih Allah dan menghayati kesatuan dengan Allah. Sebaliknya karya lain memndang
esensi doa bukan sebagai ketenangan batin, melainkan sebagai panggilan bagi Allah untuk
mendatangkan kerajaan- Nya di bumi.
Tujuan akhir doa adalah “ketaatan kepada kehendak Allah. Jadi doa bukan bertujuan pada
kondisi batin, melainkan supaya manusia menyelaraskan diri dengan tujuan Allah.
Dalam buku Ensiklopedi Perjanjian Baru, doa dalam bahasa Yunani mempunyai beberapa arti di
antaranya adalah aiteo yang berarti meminta. Kemudian ada kata, deomai, dengan
menitikberatkan pada kebutuhan konkrit, dan erotao: “menghimbau” yang dengan menegaskan
kepada kebebasan si pemberi: kata- kata ini bisa dipakai untuk hal-hal yang tidak bersangkutan
dengan agama atau tujuan keagamaan; namun mengandung ide meminta dengan sangat,
berdoa dan mengemis. Arti lain dari doa adalah merupakan kebaktian yang mencakup segala
sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah.
Dalam iman Kristen, berdoa bukanlah kegiatan rohani yang dilakukan apabila seseorang memiliki
waktu untuk melakukannya. Berdoa juga tidak dilakukan apabila seseorang memiliki kebutuhan
yang penting atau mendesak, untuk disampaikan kepada Tuhan, tetapi kemudian orang tersebut
tidak pernah melakukannya kembali. Berdoa juga bukan suatu hal rutin tanpa nilai-nilai
Penghalang sehingga doa tidak didengar dan dijawab oleh Allah adalah karena dosa dan
kejahatan atau kefasikan manusia.
Sikap Berdoa
Bagaimanakah orang Kristen seharusnya berdoa? Apakah ada waktu dan cara atau ritual
tertentu seperti yang dilakukan oleh agama lain? Setiap orang yang percaya dan mempercayakan
hidupnya kepada Tuhan tentu akan berdoa karena ia tahu tanpa Tuhan, ia bukanlah siapa-siapa.
Menurut Calvin, aturan pertama dalam berdoa adalah prinsip penghormaan atau “takut akan
Allah.” Calvin menyerukan kepada umat Kristen untuk memahami betapaserius dan agungnya
doa itu. Tidak ada yang lebih buruk daripada “sepi rasa kagum.” Rasa takut akan Allah bukan rasa
takut akan hukuman karena rasa takut tersebut hanya berkutat pada diri sendiri. Rasa takut ini
dialami oleh orang-orang yang terbungkus di dalam dirinya sendiri. Sedangkan orang yang
percaya kepada Injil bertumbuh dalam paradoks rasa takut yang menggembirakan dan penuh
anugerah.Karena kasih dan sukacita di dalam Allah yang tak terkatakan membuat orang percaya
seharusnya gemetar oleh hak istimewa berada di hadapan-Nya dan sangat rindu menghormati-
Nya. Calvin menyatakan, ”perasaan kagum adalah bagian krusial dari doa.Doa membutuhkan
sekaligus menghasilkan perasaan kagum. Hal ini jelas bahwa dengan memiliki akses pada
perhatian dan kehadiran Allah, semestinya membuat hati dan pikiran orang percaya pada saat
berdoa hanya tertuju pada Allah semata. Hal ini seperti diajarkan oleh Tuhan Yesus yang berdoa
dengan menyatakan, ”jadilah kehendak-Mu.” Salah satu tujuan doa adalah membawa hati untuk
percaya ada kebijaksanaan-Nya, bukan kebijaksanaan diri sendiri.
Tak seorangpun yang mengucapkan doa dengan seluruh ketepatan sempurna yang diperlukan…
tanpa rahmat ini, maka tidak akan nada kebebasan untuk berdoa.” Allah adalah Allah yang
penuh rahmat dan kasih karunia dan dengan demikian Ia mempersatukan orang percaya
dengan diri-Nya sendiri.
Melalui 1 Yohanes 5:14-15, orang percaya diajarkan untuk memiliki keyakinan ketika
datang kepada Allah dalam doa. Dia mendengarkan dan akan memberi apa saja yang diminta
selama itu sesuai dengan kehendak-Nya. Demikian pula Yohanes 14:13-14 menyatakan, “dan apa
juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di
dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.”
Filipi 4:6-7 mengajarkan orang percaya untuk berdoa dengan tidak kuatir, berdoa untuk segala
hal dan berdoa dengan hati yang bersyukur. Keller menulis,
“Jika kita berdoa tanpa kerendahan hati, maksudnya jika doa kita sarat dengan permintaan yang
tak sabaran, maka doa itu akan memotong akses kita dari-Nya. Sebaliknya, jika kia berdoa tanpa
keyakinan atau pengharapan apapun bahwa doa kita akan didengar, maka hal itu menghalangi
kehadiran Allah.”
Allah pasti dan selalu menjawab doa orang percaya. Jawaban doa yang Allah berikan
ada 3 yaitu : ya, tunggu dan tidak. Doa adalah perintah Allah dan disertai janji Allah. Allah
yang memerintahkan untuk berdoa adalah Allah yang berjanji akan mengabulkan doa dan
permohonan setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam doa. Allah turut campur tangan
dalam mengatasi persoalan atau mewujudkan impian atau keinginan orang percaya. Tanpa
Allah tidak mungkin keinginan dan rencana manusia dapat tercapai. Amsal 19:21 mengatakan,
“Banyaklah rencangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.” Ini
menunjukan bawa manusia tidak berkuasa untuk mencapai apa yang diingini. Dalam Amsal
16:3 dikatakan, “Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala
rencanamu.” Jelas sekali hubungan kedua ayat ini. Rancangan manusia tanpa diserahkan
kepada Tuhan tidak akan terlaksana. Apapun itu keinginan hati kita,dapat diuatarakan kepada
Allah di dalam doa-doa dan pasrahkan semuanya dalam tangan kuasa Allah, maka Tuhan akan
mengabulkannya.