Anda di halaman 1dari 61

GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR

(GBM, GPI & ANGGOTA PGI)


KLASIS SOE
MAJELIS JEMAAT TEBES KOBELETE
Jln. Sakura Kobelete

Dengan apakah seorang muda


mempertahankan kelakuannya bersih?
Mazmur Dengan menjaganya sesuai dengan
199:9 firman-Mu

BAHAN AJAR KATEKISASI


2023

1 KATEKISASI JEMAAT TEBES


PELAJARAN 1
SEJARAH KATEKISASI

Penyelenggaraan katekisasi dalam gereja dewasa ini sesungguhnya berpangkal dari


persekutuan umat Tuhan dalam masa Perjanjian Lama. Keluarga adalah, unit terkecil dalam
persekutuan umat Tuhan yang menjadi wadah di mana pendidikan iman ditumbuh-kembangkan.
Setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk mengkomunikasikan iman mereka dari nenek-
moyangnya kepada para keturunannya dari satu generasi ke generasi berikutnya tentang segala
perbuatan TUHAN (Yahwe: Bahasa Ibrani). "Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang
diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami, kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-
anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada
TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. Telah
ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita
diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh
angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya
kepada anak-anak mereka, supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak
melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintah-Nya. Mazmur 78 : 3 - 7.
Setiap umat Israel mengungkapkan iman mereka berdasarkan pengakuan percaya
(kata credo berarti "Aku Percaya) mereka bahwa, "TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
Kasihilah TUHAN, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu" (Ulangan 6 : 4 - 6). Pengkomunikasian iman ini tidak hanya berdasarkan tradisi
lisan saja melainkan juga terwujud melalui kehidupan sehari-hari bangsa Israel seperti, bekerja,
mempersiapkan perayaan hari-hari raya (misalnya hari raya utama adalah Sabat sebagai hari
yang dikuduskan Allah). Kemudian hari Pendamaian Agung, pesta Paskah, pesta panen
Pentakosta, hari raya Pondok Daun, pesta Purim) dan lain sebagainya. Tujuan utama dari usaha
ini adalah, umat hanya mengabdi kepada TUHAN saja (ayat 4), dan bagaimana wujud umat diminta
untuk hanya mengabdi pada TUHAN saja, maka perintah TUHAN jelas bahwa umat diminta untuk
mengasihi TUHAN dengan segenap hati (ayat 5), dengan segenap jiwa (ayat 5), dan dengan segenap
kekuatan.
Beberapa metode yang dipakai dalam proses mengkomunikasikan hal di atas antara lain:
memperhatikan, mengajar berulang-ulang, membicarakan, membuat tanda / simbol
(mengikatkan / menuliskan). Proses mengkomunikasikan iman ini dilakukan oleh keluarga baik di
rumah maupun di luar rumah; dengan kata lain setiap tempat dan waktu digunakan untuk proses
pengajaran. Sejak dini anak-anak Yahudi sudah dibiasakan menaati peraturan agama yang
dilakukan sesuai tahapan usianya.
Pada usia sekitar 5 tahun anak-anak diberi pelajaran dasar membaca Taurat. Usia 10 tahun
mulai diberi pengajaran, yaitu misyna (secara harafiah berarti bahan ulangan yang perlu
dihafalkan). Pada usia 12 - 13 tahun anak-anak wajib menaati sepenuhnya peraturan hukum
Yahudi yaitu, mitswoth. tahap ini anak laki-laki telah dianggap sebagai "anak-anak hukum
Taurat" yaitu, bar-mitswa segera setelah berusia 13 tahun tambah satu hari.

2 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Perkembangan kemudian yaitu, sesudah masa pembuangan, pendidikan iman bergeser
dari wadah keluarga ke Sinagoge (rumah sembahyang orang Yahudi yang ada hampir di
setiap perkampungan). Sinagoge adalah wadah berkumpul sekaligus lembaga tempat orang
Yahudi membicarakan berbagai hal menyangkut kehidupan mereka. Dalam wadah ini orang
Yahudi belajar Syemo Esre, yang secara harfiah berarti delapan belas.
Syemone Esre adalah doa yang terdiri dari 18 pengucapan dan diucapkan setiap hari
(pagi, sore dan malam) dalam ibadah di Sinagoge. Pembacaan Taurat menduduki posisi penting.
Taurat merupakan bagian Kitab Suci yang sentral dan mendasar bagi orang Yahudi. Iman dan
kehidupan mereka seluruhnya didasarkan atas Taurat. Pengajaran diberikan dengan cara
membaca dan menjelaskan kitab-kitab Musa. Khusus untuk anak-anak pelajaran yang diberikan
adalah Syema Yisrael bagaikan kredo pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca
setiap hari (pagi dan malam) dalam ibadah di sinagoge tersebut.
Pada tahun 75 Sebelum Masehi yakni, sebelum kelahiran Tuhan Yesus, bangsa Yahudi
mengadakan semacam sekolah dasar yang disebut beth-ha-seferI artinya, rumah sang kitab (bet
= rumah; sefer = kitab). Di sekolah ini pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak
Yahudi. Taurat dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalnya secara seksama dan
harfiah. Sekolah ini bukanlah lembaga tetap yang terdapat di banyak tempat, melainkan hanya
suatu kumpulan murid yang diberi pelajaran oleh para ahli Taurat. Sejak usia 6 atau 7 tahun
seorang anak sudah dibawa orangtuanya ke sekolah ini. Tujuannya bukanlah untuk memperoleh
pendidikan umum, melainkan khusus mempelajari pengetahuan tentang Taurat. Selanjutnya,
pada tingkat yang lebih tinggi lagi setingkat sekolah menengah pertama anak-anak yang berusia
10 atau 11 tahun dikirim ke beth-ha-midrasy (beth = rumah; midrash = pengajaran). Tujuan
sekolah ini bukan hanya untuk mempelajari isi Taurat, tapi yang utama adalah penelitian
mengenai manfaat dan maknanya. Sejalan dengan timbulnya sekolah, timbul pula pentingnya
jabatan guru.
Dalam kebudayaan Yahudi, seorang guru begitu dihormati, sehingga seorang murid patut
menunjukkan pengabdian kepada guru sama seperti budak kepada majikannya, kecuali dalam
satu hal yang sangat rendah yaitu, membuka tali kasut. Pada abad pertama pada waktu belum
ada gedung gereja, orang-orang Kristen berkumpul dari satu rumah ke rumah lainnya. Kumpulan
itu disebut "Jemaah Rumah" seperti beberapa contohnya dalam surat Roma 16 : 5; I Korintus
16 :19; Kolose 4 : 15 dan Filemon 2.
Setiap hari keluarga-keluarga Kristen yang berkumpul di salah satu rumah bersama-sama
mempelajari ajaran para rasul, berdoa dan makan bersama. Jemaah rumah juga merupakan
wadah persekutuan berdoa dan belajar. Dalam kurun masa Gereja Purba atau Gereja mula-mula,
baik orang keturunan dari agama Kristen maupun orang-orang non Kristen yang hendak menjadi
pengikut Yesus Kristus diwajibkan untuk mengikuti pelajaran yang mempelajari Alkitab dan
ajaran para rasul selama 3 tahun lamanya. Menjelang memasuki masa akhir 3 tahun tersebut
setiap calon orang Kristen wajib menerapkan kehidupan Kristen secara tertib dan disiplin
sehingga mereka benar-benar bertobat dan menyatakan diri sedia memikul salib-Nya. Setelah
masa 3 tahun tersebut barulah dilaksanakan pelayanan Baptisan Kudus dan selanjutnya
diperkenankan untuk mengikuti Sakramen Perjamuan Kudus.

3 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Dalam surat Paulus kepada Jemaat di Efesus, proses pendidikan iman dalam jemaat-
jemaat perdana merupakan persiapan bagi orang dewasa yang akan dibaptis, dan kemudian
menerima sakramen Perjamuan Kudus. Dan setelah beberapa generasi ketika baptisan untuk
anak mulai dilakukan - sebagai model dominan dalam gereja - maka proses pembinaan iman
dilakukan setelah baptisan ketika anak itu beranjak dewasa. Sekitar abad pertengahan fokus
pembinaan iman adalah tentang iman bahwa, Yesus Kristus adalah Juru-selamat, dan kemudian
dilengkapi dengan sejumlah materi seperti: Dasa Titah, Doa Bapa Kami dan Pengakuan Iman
Rasuli. Periode selanjutnya, dua tokoh reformasi juga memberikan perhatian atas kegiatan
pengajaran iman ini, yaitu : Martin Luther dan Yohanes Calvin. Bagi Martin Luther, tujuan
Pendidikan Agama Kristen adalah: Melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda,
dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira
dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka disamping memperlengkapi mereka
dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa
kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negera
serta mengambil bagian secara bertanggung-jawab dalam persekutuan Kristen, yaitu Gereja.
Dengan demikian, bagi Luther katekisasi ditujukan kepada semua warga jemaat, khususnya
generasi muda untuk belajar secara teratur dan tertib agar dapat mengambil bagian secara
bertanggung-jawab di dalam lingkup Gereja maupun masyarakat.
Sedangkan menurut Yohanes Calvin, tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah:
Pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka dengan Firman Allah di bawah
bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga
dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang bersinambung yang diejawantahkan
semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa Tuhan Yesus Kristus berupa
tindakan-tindakan terhadap sesamanya. Agak berbeda dengan Martin Luther, Calvin lebih
mengutamakan sifat intelektual dari pengalaman belajar.
Dari uraian sejarah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Katekisasi dilaksanakan dalam lingkup : Keluarga, Lembaga Keagamaan, Sekolah
Umum, Gereja
2. Peserta katekisasi ialah semua anggota Persekutuan orang percaya.
3. Pengajar katekisasi ialah : Allah sendiri, Orang tua, Imam-imam, Pastor, Pendeta,
Guru- guru, dan pengajar.
4. Penekanan isi pengajaran Katekisasi adalah : pada Pengakuan Percaya (Credo), Iman
kepada Yesus Kristus.
5. Metode Pengajaran katekisasi mencakup seluruh gerak kehidupan sehari-hari
manusia. Artinya, berusaha untuk membentuk manusia seutuhnya ( baik segi kognitif,
afektif & psikomotoris yang seimbang / selaras).

4 KATEKISASI JEMAAT TEBES


PELAJARAN 2
SEJARAH PENULISAN DAN PENYUSUNAN ALKITAB

Pendahuluan
Alkitab yang kita pegang sekarang adalah buku orang Kristen yang berintikan Firman Allah.
Firman Allah yang menjelaskan tentang 2 sisi yaitu :
1. Tentang Allah dan kebenaran-Nya.
2.Tentang manusia dan keberadaannya.
Allah dan kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya coba dipaparkan oleh Alkitab
dalam berbagai peristiwa yang terjadi dalam kaitan dengan bangsa Israel dan dalam kaitan
dengan karya penyelamatan Yesus Kristus. Peristiwa-peristiwa yang terjadi ini berada dalam
batasan waktu.
Peristiwa peristiwa itu terungkap dalam 66 kitab besar - kecil, ke 66 kitab ini dibagi lagi menurut
isinya yaitu 39 kitab Perjanjian Lama (PL : Taurat, Kitab Sejarah, Kitab Nabi-nabi) dan 27
kitab Perjanjian Baru (4 Kitab Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat).
Pembagian menjadi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dilihat dalam fokus percakapan tentang
Tuhan Yesus Kristus yang adalah Firman Allah menjadi manusia.
Perjanjian Lama banyak berbicara tentang karya Allah yang mempersiapkan kedatangan Yesus
Kristus melalui bangsa Israel. Hal ini dapat dilihat dalam ayat - ayat yang berbicara tentang
nubuatan tentang Yesus Kristus ( misalnya : Kejadian, Yesaya, Mikha, Zakharia).
Perjanjian Baru berceritera tentang karya-karya langsung Yesus Kristus dan karya-karya Yesus
melalui para murid-Nya, hal ini dapat dibaca secara jelas dalam 4 kitab Injil dan Kisah Para Rasul.
Setiap kitab dari Alkitab mempunyai berita dan ceritera dengan latar belakang dan waktu
tertentu, setiap kitab menceriterakan tentang Allah dan kebenaran-Nya serta manusia dan
keberadaannya dalam waktu tertentu dan di tempat tertentu, atau dengan kata lain Allah dan
dan kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya terjadi dalam sejarah. Pelajaran katekisasi
saat ini membawa supaya kita dapat memahami isi berita dalam setiap kitab dengan benar, oleh
sebab itu kita perlu mengetahui tentang bagaimana penulisan Alkitab dan bagaimana Alkitab bisa
memiliki susunan kitab seperti sekarang ini.

Sejarah Penulisan Alkitab.

Allah dan Kebenaran-Nya serta manusia dan keberadaannya disampaikan secara lisan melalui
manusia-manusia dan terjadi dalam peristiwa-peristiwa nyata kemanusiaan dalam lingkup
bangsa Israel dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Dalam perjalanan waktu, pernyataan
lisan itu kemudian ditulis oleh orang-orang yang dipakai secara khusus oleh Allah. Dan ini
terungkap dalam naskah-naskah yang ditemukan. naskah yang berbicara tentang peristiwa dalam
perjanjian lama dan perjanjian baru .

5 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Penyampaian berita secara lisan, membuat penangkapan / penyerapan berita menjadi tidak
sama, akibatnya muncullah berbagai versi ceritera Alkitab, yang berdampak pada penulisan
Alkitab (Contoh: Kejadian 1 : 1 - 24 & Kejadian 2 : 5 - 25).

Berdasarkan perjalanan waktu yang panjang, maka disadari bahwa naskah asli telah lama rusak
dan semuanya sudah musnah, hal ini disebabkan karena naskah asli itu ditulis di
atas PAPYRUS yang gampang rusak (Papirus adalah bahan menyerupai kertas tebal yang
digunakan pada zaman dahulu sebagai tempat menulis) .
Tetapi dalam perjalanan waktu naskah asli Alkitab ini telah disalin. Dan salinan ini sudah
sangat lama, salinan salinan tua dari kitab - kitab Alkitab.
Berbicara tentang salinan salinan tua dari kitab = kitab Alkitab, pada abad ke 2 sebelum masehi,
para cendekiawan Yahudi MASORET telah mencocokan dengan sangat teliti berbagai salinan
yang ada pada waktu itu. hasil pekerjaan para masoret mencocokkan itu ialah suatu naskah yang
lazim disebut 'naskah masoret'. Menurut keyakinan para masoret, naskah masoret yang paling
cocok dengan naskah-naskah asli. Salinan-salinan 'naskah Masoret' itu telah ditemukan pula
tertulis diatas perkamen (Perkamen adalah media untuk menulis yang dibuat dari kulit
binatang. Yang biasa dipakai ialah kulit sapi, kambing, biri-biri, domba, dan keledai.
Perkamen digunakan sebagai halaman dalam sebuah buku, kodeks atau naskah), yang
berasal dari tahun 916 sesudah Masehi. Salinan itulah yang diterima dan yang dipakai sebagai
dasar atau naskah induk untuk terbitan kitab-kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani dan
untuk terjemahan-terjemahan Alkitab.
Naskah-naskah PL yang masih ada dan menjadi dasar naskah sekarang berasal dari abad ke 6.
Naskah-naskah itu terbukti hanya sedikit berbeda dengan naskah dari tahun 250 Sebelum Masehi
(Misalnya Dekalog: Sepuluh Perintah Allah, dikenal pula dengan istilah Sepuluh Firman
Allah, Dasa Titah, atau Dekalog (bahasa Yunani: δέκα λόγοι)) yang ditemukan tahun 1948
di Qumran. Dalam perkembangan sejarah dunia, tahun 1948, ditemukanlah dekat laut mati di
gua Qumran dan Muraba'at di tanah Palestina naskah tulisan tangan dari perjanjian lama yang
tertulis di atas papyrus dan kulit. Naskah tulisan tangan itu berasal dari abad ke 2 Sebelum
Masehi. Jadi 1000 tahun lebih tua dari pada naskah-naskah perkamen yang tertua yang telah
ditemukan sampai sekarang ini .dan setelah diselidiki, ternyata bahwa tulisan-tulisan, yang
termuat dalam gulungan-gulungan papyrus dan perkamen itu, banyak sekali yang cocok dengan
naskah Masoret, dan dengan demikian semakin diteguhkanlah kebenaran naskah masoret.
Sejak abad ke 4 Sesudah Masehi dipergunakanlah perkamen sebagai bahan untuk menulis,
tetapi sebelum itu orang menggunakan papyrus. Perkamen lebih awet dari pada papyrus.
Perkamen adalah kulit binatang yang sudah diolah, makanya dapat tahan lama berabad-abad
lamanya. tetapi papyrus dibuat dari hati batang papyrus. Papyrus adalah tumbuh-tumbuhan
sebagai teberau atau gelagah, yang banyak tumbuh di dekat sungai Nil di Mesir. Papirus tidak
dapat tahan berlama-lama.
Naskah tulisan asli Perjanjian Baru disebut juga 'utoghapha' sudah tidak ada lagi. Tetapi kita
mempunyai banyak salinannya, ada 4100 salinan yang sudah tua. Salinan tertua yang tertulis
diatas perkamen. Misalnya naskah yang disebut codex Vaticanus, codex Sinnaiticus (2 codex ini
merupakan seluruh naskah seluruh Alkitab dari abad ke 4), codex Alexandrinus (disusun oleh ahli
dari Alexandria Mesir sebelum tahun 200 (karena papirus 52 diadakan kurang lebih pada tahun
6 KATEKISASI JEMAAT TEBES
125 dan papirus 66 kurang lebih pada tahun 200, naskah salinan ini pendek dan paling dekat
dengan teks asli kitab PB) berasal dari abad ke 4.
Naskah pada papirus yang ditemukan kembali dan berasal dari abad 1 dan abad yang ke 2
membenarkan naskah-naskah abad ke 4 dan abad ke 5. Gulungan papyrus yang ditemukan dan
yang berbicara mengenai perjanjian lama ternyata juga dalam gulungan itu berisi Perjanjian Baru.
Kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. tahun 250 - 130 sebelum Masehi kitab ini
diterjemahkan oleh 72 orang Yahudi (70 = septuaginta) ke dalam bahasa Yunani. Kecuali kitab
Ezra dan Daniel yang sebagiannya ditulis dalam bahasa Aram. Perjanjian baru pada umumnya
ditulis dalam bahasa Yunani umum / Yunani koine.
Sejarah Penyusunan Alkitab
Alkitab yang kita pakai sekarang ini adalah Alkitab yang berisi kitab - kitab kanonik artinya kitab -
kitab yang diakui sebagai kitab - kitab yang berisi Firman Allah. Tersusunnya Alkitab menjadi
bentuk sekarang ini merupakan satu proses panjang dan membutuhkan waktu yang lama serta
merupakan pergumulan banyak orang. Kitab-kitab dalam PL yang diakui sebagai kitab-kitab yang
berisi Firman Allah ini, dihimpun oleh orang orang Yahudi dan kitab-kitab dalam PB dikumpulkan
oleh orang - orang Kristen mula - mula selama abad pertama hingga abad ke-3 (+ 300 tahun).
Pada zaman Perjanjian Lama ( mulai zaman Musa ) orang-orang Yahudi menggunakan 2 macam
cara utama untuk memutuskan apakah kitab benar-benar adalah tulisan yang suci.
1. Apakah kitab itu ditulis oleh seorang Nabi atau seorang yang mempunyai karunia
bernubuat.
2. Cara penerimaan dan pengunaan PL oleh bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi
memandang bahwa PL adalah kitab suci.
Proses pembentukan kanon Perjanjian Baru dilihat dalam kaitan dengan para rasul. Orang yang
telah hidup dengan Kristus dan yang telah melihat Kristus dan yang telah berbicara dengan
Kristus sesudah kebangkitan-Nya, mempunyai wewenang dan kekuatan yang unik. Agar sebuah
kitab dalam PB bisa dipandang asli betul harus diakui oleh anggota gereja mula-mula sebagai
benar-benar rasuli, agar dianggap rasuli, maka harus ditulis langsung oleh rasul atau yang
bertalian erat dengan para rasul. Daftar kitab Perjanjian Lama ditetapkan di YAMNIA: pada
tahun 100. Dan daftar kitab Perjanjian Baru ditetapkan pada tahun 400.
Penterjemahan PB, sebagian atau seluruhnya, sudah dimulai pada abad ke 2 Sesudah Masehi,
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin (Vetera Antiqua), naskah ini disebut vulgata dan
kemudian menjadi terjemahan resmi.

PELAJARAN 3
STRUKTUR PEMBAGIAN ALKITAB PL

Struktur Perjanjian Lama menjadi sesuatu yang penting dalam pertumbuhan rohani
peserta katekisasi sebabnya adalah dengan mempelajari struktur Alkitab peserta katekisasi dapat
membaca Alkitab secara tepat dan mengenal Karya Keselamatan Allah dalam sejarah. Selain itu
salah satu cara bertumbuh dalam iman adalah dengan membaca Alkitab. Namun, banyak remaja
Kristen hanya membaca Alkitab dan jarang pertimbangan strukturnya. Sehingga hanya membaca
layaknya buku biasa tanpa pahami konsep Alkitab. Dan hal ini tidak boleh terjadi pada kita.

7 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Cobalah buka daftar isi Alkitab ! Kita akan menemukan dua rangkaian kata yang
merupakan judul daftar kitab-kitab, yakni bagian pertama Perjanjian Lama dan bagian kedua
Perjanjian baru. Apa yang dimaksud dengan kata Perjanjian? Kata perjanjian mengandung arti
Janji, yang menyangkut dua pihak. Pihak pertamanya adalah Allah dan pihak kedua adalah
umat-Nya. Allah yang pertama-tama melangkah mengadakan perjanjian, dan pihak kedua hanya
menerima apa yang Allah janjikan dan ajukan sebagai syarat. Pihak kedua tidak mengajukan
syarat apa-apa, karena ia tergantung sepenuhnya pada pihak pertama demi kelangsungan
hidupnya dan masa depannya.
Perjanjian dengan Allah itu terjadi sebelum Tuhan Yesus datang (Kejadian 17 : 1 -
14, Keluaran 20 : 1 -17, Ulangan 5 : 1 - 22), supaya umat sadar bahwa mereka hanya boleh
berhubungan dengan Allah yang telah memilih mereka dan telah mengadakan perjanjian dengan
mereka serta menyelamatkan mereka. Namun kenyataannya umat dan pemimpin-pemimpin
umat kerap kali melanggar perjanjian. Kesaksian Yeremia 31 : 31 dan 32 mengungkapkan
keadaan yang tidak diharapkan itu. Dan saat itupun telah dibayangkan akan adanya suatu
perjanjian yang baru. Sehubungan dengan hal itu Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa darah-
Nya merupakan tanda perjanjian baru (Lukas 22 : 20, bandingkan I Korintus 11 : 25).
Dengan demikian perjanjian yang diadakan sebelumnya dapat disebut Perjanjian yang
Lama dan lewat darah Tuhan kita Yesus Kristus umat mengalami tanda Perjanjian yang baru.
Ringkasnya dapat dikatakan, bahwa semua kitab yang menceritakan pengalaman umat Allah
sebelum kedatangan Tuhan Yesus dikelompokkan dalam satu bagian yang disebut Perjanjian
Lama, dan pengalaman-pengalaman umat yang baru sesudah kedatangan Tuhan Yesus
dikumpulkan ke dalam bagian, yang disebut Perjanjian Baru. Penempatan keduanya tidak berarti
kita dapat membaca kedua Perjanjian itu secara terpisah. Kedua-duanya berkaitan erat.
Perjanjian Baru merupakan kelanjutan apa yang tertera dalam Perjanjian Lama, atau apa yang
masih merupakan bayangan di Perjanjian Lama kelak terwujud di Perjanjian Baru.
SUSUNAN PERJANJIAN LAMA
Merupakan hal yang sangat penting bagi kita mengetahui susunan dalam mempelajari
setiap buku. Demikian juga dalam Alkitab. Dalam hal ini perlu juga diketahui suatu istilah, yaitu
" Kanon ", yang berarti "susunan kitab-kitab dalam Alkitab" atau "daftar isi Alkitab". Ada dua
kanon Perjanjian Lama yang penting, yakni "Kanon Ibrani" dan "Kanon Yunani". Isinya sama,
hanya susunan kitabnya berbeda. Susunannya adalah sebagi berikut :
KANON IBRANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA IBRANI "TENAK"
I. TAURAT (bahasa Ibrani : tora)
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan
II. NABI-NABI (bahasa Ibrani : nevi"im)
1. Nabi-nabi yang dahulu
1. Yosua
2. Hakim-hakim
3. Samuel
8 KATEKISASI JEMAAT TEBES
4. Raja-raja
5. Yesaya
6. Yeremia
7. Yehezkiel
2. Nabi-nabi yang kemudian (dua belas nabi)
1. Hosea
2. Yoel
3. Amos
4. Obaja
5. Yunus
6. Mikha
7. Nahum,
8. Habakuk
9. Zefanya
10.Hagai
11.Zakharia
12.Maleakhi
III. KITAB-KITAB (bahasa Ibrani : ketuvim)
1. Mazmur
2. Amsal
3. Ayub
4. Kidung Agung
5. Rut
6. Ratapan
7. Pengkhotbah
8. Ester
9. Daniel
10.Ezra-Nehemia
11.Tawarikh
Daftar Kitab-kitab suci seperti terdapat dalam Alkitab Ibrani ditetapkan demikian oleh ahli-ahli
Kitab Yahudi di Palestina menjelang tarikh Masehi. Sampai sekarang daftar ini dituruti oleh orang-
orang Yahudi dan (dalam Perjanjian Lama) oleh gereja-gereja Reformasi, walaupun dengan
perbedaan sedikit dalam tempat masing-masing kitab. Daftar di atas hanya memuat kitab-kitab
yang memakai bahasa Ibrani (beberapa bagian memakai bahasa Aram yakni Ezra dan Nehemia),
sehingga tidak terdapat yang dikarang dalam bahasa Yunani (atau hanya sampai kepada kita
dalam terjemahan Yunaninya) dan tambahan-tambahan dalam bahasa Yunani pada kitab Ester
dan Daniel. Dan kalau dihitung daftar kitab kitab yang ada dalam Alkitab kita berjumlah 66 Kitab ;
39 Kitab Perjanjian Lama dan 27 Kitab dalam Perjanjian Baru. Hal itu yang lazim digunakan di
kalangan Gereja Protestan. Sedang Gereja Roma Katolik mengenal daftar yang lebih Panjang,
karena ada tambahan 10 kitab lagi (kitab Deuterokanonika) yakni; Tobit, urutan Yudit,
Tambahan-tambahan pada kitab Ester, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, Barukh, Surat
dari nabi Yeremia, tambahan-tambahan dari kitab Daniel, kitab Makabe yang pertama dan Kitab
Makabe yang ke dua. Dalam Kitab umat Katolik (LAI) menempatkan dalam daftar antara
9 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi bagian yang kedua setelah Perjanjian Lama. Gereja
Luteran juga mengenal daftar deuterokanonik itu, tetapi menempatkannya sesudah daftar kitab-
kitab Perjanjian Baru. Sebabnya adalah karena Agama Yahudi dan gereja Protestan hanya
menerima kitab-kitab dari Perjanjian Lama Ibrani sebagai Firman Allah, sedang gereja Katolik
Romawi menerima juga beberapa kitab dari Septuaginta. Akibatnya, kitab-kitab Deuterokanonika
dianggap sebagai buku bacaan saja oleh gereja Protestan, sedangkan oleh gereja Katolik Romawi
diakui sebagai Kitab Suci.
Daftar kitab-kitab ditetapkan pada suatu sidang para ahli dan rohaniawan dalam Synode
Jamnia (100 sesudah Kristus) untuk daftar Perjanjian Lama dan untuk daftar Perjanjian Baru pada
tahun 400 sesudah Kristus.
Sekarang kita lihat susunan Alkitab untuk Kanon Yunani atau Alkitab berbahasa Yunani dan juga
dipakai untuk Alkitab dalam bahasa Indonesia. Dalam Kanon Yunani beberapa Alkitab yang terdiri
atas lebih dari satu bagian dihitung sesuai dengan jumlah bagian tersebut, misalnya Kitab Samuel
menjadi 1 Samuel dan 2 Samuel. Hal ini mengakibatkan jumlah kitab dalam kanon Yunani
menjadi 39, yang dibagi atas empat kelompok sebagai berikut:
KANON YUNANI= SUSUNAN ALKITAB BAHASA YUNANI "SEPTUAGINTA"
KANON YUNANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA INDONESIA
1. TAURAT
1. Kejadian, 2. Keluaran, 3. Imamat, 4. Bilangan, 5. Ulangan
2. SEJARAH
(a) Sejarah yang Pertama
1. Yosua, 2. Rut, 3. Hakim-hakim, 4. 1 Samuel, 5. 2 Samuel, 6. 1 Raja-raja, 7. 2 Raja-raja
(b) Sejarah yang kedua
1. 1 Tawarikh, 2. 2 Tawarikh, 3. Ezra, 4. Nehemia, 5. Ester
3. SASTRA
1. Ayub, 2. Mazmur, 3. Amsal, 4. Pengkhotbah, 5. Kidung Agung
4. NUBUAT
(a) Nabi-nabi besar
1. Yesaya, 2. Yeremia, 3. Ratapan, 4. Yehezkiel, 5. Daniel
b) Nabi-nabi kecil
1. Hosea, 2. Yoel, 3. Amos, 4. Obaja, 5. Yunus, 6. Mikha, 7. Nahum, 8. Habakuk, 9. Zefanya,
10. Hagai, 11. Zakharia, 12. Maleakhi
Jika kita membandingkan kanon Ibrani dengan kanon Yunani, terlihat bahwa urutan kitab-
kitab adalah sama dalam kedua kanon untuk kelompok kitab yang merupakan dasar Perjanjian
lama, yakni "Taurat". Kitab-kitab yang lain disusun menjadi tiga kelompok, sesuai dengan jenis
masing-masing kitab, yaitu sejarah, sastra dan nubuat.
"Nabi-nabi yang terdahulu" sebenarnya mengandung lebih banyak sejarah dari pada nubuat,
maka digolongkan sebagai sejarah. Sedangkan "nabi-nabi yang kemudian" kebanyakan terdiri
atas nubuat-nubuat dan digolongkan dalam bagian terakhir sebagai nubuat.
Kelompok "Kitab-kitab" dalam kanon Yunani dibagi menurut jenis masing-masing : Rut, Ester,
Ezra, Nehemia dan Tawarikh berjenis Sejarah ;
Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung dan Pengkhotbah dikumpulkan sebagai tulisan-tulisan
sastra;
10 KATEKISASI JEMAAT TEBES
dan Ratapan serta Daniel digolongkan sebagai kitab Nubuat.
Kanon Yunanilah yang dikenal orang Kristen pada umumnya, karena diikuti oleh Alkitab dalam
bahasa Latin, Inggris, Indonesia dan hampir semua terjemahan Kristen. Dan kita dapat
membayangkan Perjanjian Lama bagai sebuah perpustakaan kecil yang terdiri atas 39 Kitab pada
rak sesuai pembagian kanon Yunani (Septuaginta). Membaca dan tekun serta teliti membaca
kitab Perjanjian Lama akan membuat kita kagum bahkan terkagum-kagum pada Karya
Keselamatan Allah bagi kita umat-Nya.
PELAJARAN 4
MENGENAL TEMA-TEMA PERJANJIAN LAMA

Pengantar
Dengan belajar tentang tema perjanjian Lama maka kita akan diarahkan menuju pelajaran
yang akan memperkaya kerohanian dan meningkatkan pengertian kita akan Kasih Allah yang
menyelamatkan. Uraian dari tema-tema Perjanjian Lama ini gambarannya bagaikan sebuah
simponi. Ada uraian pokok-pokok sentral, tetapi tidak ada satu titik yang dapat dianggap sebagai
pusatnya. Itu berarti kita melihat kesatuan dari suatu keseluruhan. Jadi tema-tema atau pokok-
pokok yang akan diuraikan semuanya saling melengkapi dan bersangkut-paut. Dan akhirnya kita
akan menemukan Karya keselamatan Allah yang terbukti dan terus menyelamatkan dengan
menghadirkan Kerajaan-Nya dulu, kini dan masa depan.
Tema-Tema dalam Perjanjian Lama
Menguraikan tema-tema Alkitab dalam pemaparan saat ini membuat kita menemukan
'benang merah' di dalam Alkitab dan akhirnya kita dapat menyadari bahwa Alkitab ternyata
masih berbicara kepada kita pembaca-pembacanya masa kini.
Adapun uraian tema-tema besar dalam Perjanjian Lama adalah sebagai berikut; Allah dan
manusia, Allah yang bertindak lewat peristiwa keluaran / eksodus, hukum Taurat dan ikatan
perjanjian, hikmat, pembuangan dan pemeliharaan, hari Tuhan dan ciptaan baru.
 Allah dan Manusia :
Kisah penciptaan dalam Kejadian 1 mengundang kita untuk memandang dunia ini sebagai
hasil pekerjaan Allah Pencipta yang mengundang kita bersukacita melihat kebaikan dari apa yang
diciptakan-Nya. Dalam kerangka rencana Sang Pencipta, manusia menempati kedudukan yang
khas. Diungkapkan bahwa manusia diciptakan "Menurut rupa dan gambar Allah", artinya
manusia berada dalam hubungan pribadi yang bertanggung-jawab dengan Tuhan.
Dengan latar belakang ini, Alkitab memulai kisahnya mengenai perjumpaan Allah dengan
manusia di dalam sejarah. Namun, apabila kita mulai dengan Allah sang Pencipta, kita tidak
sementara berpikir bahwa Alkitab dimulai dengan spekulasi mengenai penciptaan dunia ini. Itu
berarti bahwa apa yang hendak dikatakan Alkitab mengenai Allah bersumber pada beberapa
rentetan peristiwa di dalam sejarah manusia. Dalam peristiwa itu Allah berhadapan dengan
manusia. "Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau ke luar dari tanah Mesir, dari tempat
perbudakan" (Keluaran 20 : 2)
Pokok ini mendapatkan tempat yang utama di dalam Perjanjian Lama daripada kepercayaa pada
Allah sang Pencipta. Namun bila kita ingin memperhatikan atau memahami kisah tindakan
Allah dalam sejarah manusia, maka barangkali sebaiknya kita mulai dengan kisah tindakan Allah

11 KATEKISASI JEMAAT TEBES


dan manusia, sebab hanya di bawah terang inilah makna kisah tindakan Allah dapat menjadi jelas
bagi kita. Alkitab berbicara mengenai Allah sang Pencipta:
"Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh Firman Allah..." (Ibrani 11 : 3)
Bahwa dunia ini tidak terjadi secara kebetulan ada. Keberadaannya berasal dari kuasa Allah yang
kreatif. Alkitab menggunakan beberapa ungkapan untuk menguraikan hubungan Tuhan dengan
alam semesta. (Ayub 38 : 4 - 6; bandingkan Mazmur 104 : 5). Kalimat "Pada mulanya Allah
menciptakan (bara) langit dan bumi" (Kejadian 1:1).
Bagian ini adalah himne (madah), bukan teori ilmiah. Sehingga tidak untuk dipertentangkan.
Menurut Kejadian 1, dunia ini berada sebagai ungkapan kehendak dari Allah yang mahakuasa.
Sejak mulanya Allah telah berfirman, dan dengan Firman-Nya segala yang semula tidak ada
menjadi ada. Dan Allah menilai apa yang dijadikannya itu baik (Kejadian 1:4,10,12,17,25) malah
sungguh amat baik (Kejadian 1:31). Wujud dari kelengkapan hidup itu adalah taman Eden
(Kejadian 2:8-17).
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa Tuhan-lah yang menjadikan segala sesuatu dan Ia
adalah Pencipta yang Esa. Ia memberikan kepada manusia untuk menikmati segala kelengkapan
itu yakni suatu suasana aman, tentram dan sejahtera. Dan di dalamnya Allah memberikan
batasan dan tatanannya. Dan benar bahwa sejak awal mula tidak ada apa yang disebut
kebebasan mutlak, apalagi kebebasan untuk merebut kedaulatan dan kewenangan Allah. Ketika
manusia melanggar hal itu yakni batasan yang di buat Allah, manusia dikenai tindakan yang tegas
dari Allah : ia diusir dari taman Eden (Kejadian 3:23-24). Kembali terbaca berfirmanlah Tuhan
Allah...... (Kejadian 3:22). Manusia harus taat kepada yang Allah tata dan dimintai bertanggung
jawab atas apa yang ia buat (Kejadian 3:9-12). Dan karena dinilai bersalah maka tidak bisa tidak
tindakan Allah terjadi (Kejadian 3: 13,14,16,17). Di sinilah dapat kita saksikan kebebasan
dan tanggung jawab adalah dua sisi kemanusiaan yang sudah ada sejak awal mulanya. Manusia
diciptakan untuk hidup dalam hubungan pribadi yang mesra dengan Allah, serta mengusahakan
dan memelihara alam semesta dan mengembangkan hubungan baik dan penuh kasih dengan
sesama. Sampai disini Alkitab menjabarkan drama besar mengenai Allah dan Manusia dalam
panggung sejarah dunia.
 Allah yang bertindak :
Membaca Perjanjian Lama secara keseluruhan akan membuat kita menemukan karya dan
tindakan Allah di dalam setiap peristiwa-peristiwa sebagai berikut:
 Orang-orang Ibrani menganggap bahwa nenek moyang mereka yang
menggembara, Abraham, datang dari Mesopotamia untuk menjawab panggilan Allah.
Dalam anggapan ini kita dapat melihat ciri khas kesaksian Alkitab - prakarsa berada pada
pihak Tuhan.
 Yang menjadi pusat dalam pengajaran Perjanjian Lama adalah tema Keluaran, yaitu
mengenai pembebasan budak-budak Ibrani dari Mesir pada permulaan abad ke-13
Sebelum Masehi. Hal ini diproklamasikan sebagai karya besar Allah yang menyelamatkan
dan memilih suatu umat bagi diri-Nya sendiri. Nama Ibrani untuk TUHAN, YHWH,
menekankan pada hakekat Allah yang dinamis dan kreatif. Pentingnya tema Keluaran ini
dilukiskan dalam ibadat dan perilaku sehari-hari.Allah menjadi pusat ibadat orang Israel.
Dan perilaku yang dikehendaki dari seorang warga Israel adalah kepatuhan sebagai suatu
jawaban yang penuh syukur kepada Allah yang telah melakukan karya-karya besar bagi
12 KATEKISASI JEMAAT TEBES
umat-Nya. Dasa titah misalnya, dimulai dengan menyinggung kisah Keluaran. Allah dalam
perjanjian lama bukan hanya sekedar definisi melainkan Allah dipahami lewat tindakan-
Nya yang aktif dinamis dan nyata dalam peristiwa-peristiwa sejarah dalam keberadaan-
Nya yang tak terbatas dan kekal. (Yosua 24:2-13) Hal itu adalah sebagai berikut; 2000
Sebelum Masehi, bagian utara lembah Mesopotamia direbut dan didiami oleh suku-suku
Semit yang oleh orang-orang Babilonia disebut "Amori". Dan setelah ditelusuri Abraham
berasal dari salah satu kota-kota orang Amori, Haran. Firman Tuhan datang kepada Abram
(Kejadian 12:1-3) dan Abram serta keluarganya memenuhi panggilan Tuhan. Allahlah yang
mengambil prakarsa. Ia bersabda pada orang tertentu dan waktu tertentu.
Allah meminta kepada Manusia untuk memenuhi kehendak-Nya dan berjalan dalam
janji-Nya. Dalam proses perjalanan waktu mereka menjumpai kesenangan dan mengalami
nasib buruk mereka diperlakukan sebagai budak. Beban penderitaan semakin buruk dan
amat berat. Lagi-lagi Allah mengambil prakarsa. Ia memanggil Musa, dialah yang dipilih
sebagai alat dan melalui Musa pembebasan itu dilaksanakan. Musa membawa keluar
bangsa Israel dari Mesir dari Kekuasaan Firaun. Pertolongan Tuhan nyata. Dengan
demikian Karya dan janji Allah nyata dalam sejarah.
 Hukum Taurat dan Ikatan Perjanjian;
Musa adalah orang yang dikenal sebagai orang yang dipilih Allah untuk menyampaikan
kesepuluh Firman. (Keluaran 20:1-17, Ulangan 5:1-22). Firman itu merupakan intisari
Taurat, yang mengandung apa yang dikehendaki Tuhan, untuk dilakukan setiap orang yang
telah menerima perjanjianNya. Perjanjian itu juga meliputi segala perbuatan yang akan
Tuhan lakukan sebagai wujud hubungan yang erat dengan umat, dan tersurat di dalam apa
yang umat harus lakukan sebagiai tanda ketaatannya kepada Tuhan. (Keluaran 34:10-25).
Ketaatan yang dikehendaki Tuhan harus dilakukan umatNya. Ketaatan itu dilakukan
setelah Tuhan menyelamatkan umatNya. Akte, tata dan taat adalah wujud ikatan
Perjanjian itu. Dimana Akte dan tata adalah prakarsa Tuhan sedangkan yang ketiga yakni
taat adalah wujud sikap umat terhadap Tuhan-Nya. Peristiwa dari perbudakan di Mesir
dan peristiwa pembuangan di Babel merupakan tonggak sejarah menyangkut akta
keselamatan dan pemulihan yang Tuhan lakukan terhadap umat-Nya karena ikatan
perjanjian. (Yeremia 31:33) AKU AKAN MEJADI ALLAH MEREKA DAN MEREKA AKAN
MENJADI UMATKU. Terungkap bahwa isi perjanjian itu adalah Taurat. Lewat
memberlakukan titah dan perintah Allah maka identitas umat dapat menjadi kesaksian dan
dengan demikian Karya dan perbuatan Allah dinyatakan Kuasa-Nya.
 Hikmat
Perkembangan Gagasan Tentang Hikmat. Kepustakaan Perjanjian Lama mengenai hikmat
ialah bentuk sastra yang umum dikenal pada daerah Kuno di Timur Dekat. Kesusastraannya
meliputi amsal dan nasihat, renungan-renungan panjang mengenai kehidupan
(Pengkhotbah), dan percakapan-percakapan mengenai problem hidup (Ayub). Pokok-pokok
pikirannya tercermin dalam kata Ibrani Hokmah dari akar kata yang berarti teguh dan
berpengalaman. Kata-kata sejenis biasa diterjemahkan dengan "Pengertian" dan
"kebijaksanaan".Dan pada dasarnya hikmat adalah seni yang sangat praktis untuk trampil dan
sukses dalam hidup. Hikmat adalah pengetahuan untuk menjalani hidup (Amsal 1:5). Tempat
hikmat adalah di dalam hati, yang menjadi pusat pengambilan keputusan yang bermoral dan
13 KATEKISASI JEMAAT TEBES
berakal.(1 Raja-raja 3:9,12). Jika upacara keagamaan adalah bentuk ibadah di dalam bait suci
atau kemah pertemuan, maka hikmat adalah jiwa ibadah yang diluaskan sampai ke rumah dan
pasar. Gagasan yang lebih tua dari agama Israel adalah hikmat berasal dari Allah. Dan manusia
sebagai penerima hikmat sangat disadari memiliki keterbatasan walaupun ia telah merasa telah
berada sebaik-baiknya dalam hidupnya. Orang yang benar-benar bijak adalah orang yang
mengerti akan hal ini. Dan kesadaran ini menghasilkan kerendahan hati (Amsal 18:12) dan
mereka tidak merasa terganggu oleh keterbatasan ini.
Namun meski hikmat mengandung keterbatasan karena manusia juga terbatas, namun
penggunaan hikmat tetap memberi kita pengharapan (Amsal 8).
Amsal mencapai puncaknyadalam pencaian hikmat oleh manusia dengan hidup berkenan kepada
Tuhan. Di sinilah kita melihat bahwa apa yang dapat disebut panggilan kepada keselamatan
terjadi dan bila kita tidak menghiraukan maka akan menuju maut atau kebinasaan.
 Pembuangan dan Pemulihan
Pembuangan yang dialami umat tidaklah berarti tamatlah riwayat umat. Perjanjian Baru ke
dalam hati umat di Pembuangan justru adalah awal pemulihannya. Yehezkiel, Ezra dan Nehemia,
raja Koresy dan Arthasasta dipakai oleh Allah untuk menyatakan kuasa Firman yakni Akta dan
sekaligus perbuatan-Nya. "Aku Tuhan, yang mengatakannya dan akan membuatnya (Yehezkiel
36:36).. serta pengakuan " .. Oleh karena Tangan Tuhan, Allah-Nya, melindungi dia (Ezra 7:6,
Nehemia 2:8)" Nubuat bahwa orang Israel yang terbuang akan Tuhan kumpulkan kembali benar-
benar menjadi kenyataan (Yesaya 11:12,56:8). Firman dan Akta menyatu.. terbukti dan
menyelamatkan.
 Hari Tuhan dan ciptaan Baru : Yom Yahwe = Hari Tuhan
Ungkapan itu diterjemahkan sebagai saat dan waktu Tuhan bertindak. Sifat tindakan itu
bisa menyelamatkan (Keluaran 12:40-42), bisa juga menghukum (Yeremia 15:59), bisa juga
memenuhi janji yang sudah berabad-abad sebelumnya (Lukas 2:11, Mikha 5:1-2, Yesaya 9:5,
7:14) Waktu adalah proses yang berlangsung dalam kurun waktu dulu, kini dan akan datang.
Dalam proses Penciptaan, perjalanan kehidupan umat Allah dan peristiwa lahirnya Anak Manusia
dan pada kedatangan-Nya yang kedua kali.
Pemulihan adalah suatu ciptaan baru, sama seperti yang dialami Nuh. Terjadi sesuatu yang
baru oleh Akta Tuhan yang menyelamatkan, dengan menyelamatkan sisa orang Israel yang setia
yang mengecap pembaharuan yang diadakan Tuhan. Dalam bahasa Paulus ; Siapa yang ada di
dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru (2 Korintus 5:17), karena akta pendamaian yang Allah buat
dengan perantaraan Kristus (2 Korintus 5:18) bukan saja untuk manusia tetapi juga untuk dunia
(2 Korintus 5:19). Pemulihan itu berwujud pendamaian, ketika hubungan antara umat dipulihkan
oleh Akta Tuhan sendiri. Pemulihan itu terjadi tidak saja lewat pengembalian sisa-sisa umat Israel
dari Pembuangan, tetapi juga menjangkau Akhir Zaman dimana terdapat ketentraman,
kenyamanan, kesejahteraan dan kebahagiaan (Yesaya 65:17-25, 66:22; bandingkan Wahyu 21, 2
Petrus 3:13, sedangkan di Yesaya 11:6-10 dikaitkan dengan seseorang yang penuh Roh Tuhan,
yang akan menghakimi dengan keadilan (Yesaya 11:1-5).
Kesimpulan
Dengan demikian dapat kita saksikan bahwa begitu Allah mengucapkan Firman-Nya, begitu
pula kejadian dimulai sebagai peristiwa, dan pada saat itu pula sejarah dimulai. Dari titik awal
sejarah ke titik lainnya, peristiwa demi peristiwa terjadi dari angkatan ke angkatan terjadi sebagai
14 KATEKISASI JEMAAT TEBES
wujud nyata dari Firman-Nya. Melalui orang-orang yang Dia pilih dari berbagai zaman, Ia
menyatakan bahwa Ia tetap ada. Oleh sebab itu Ia menyebut diri-Nya ; Aku adalah Aku (Keluaran
3:14). Dan dalam perjalanan sejarah, pada zaman yang ditetapkan (Yesaya 9:5, Mikha 5:1) Yesus
Kristus, Mesias yang disebut Firman (Yohanes 1:1), hadir sebagai wujud janji Allah, yang
mengawali zaman baru dengan Perjanjian yang baru (Yeremia 31:31).

Melalui sengsara derita sampai kematiaan-Nya di atas kayu salib (1 Petrus 2:21-24),
kehadiran Yesus di pentas sejarah dunia tenyata adalah satu-satunya jalan pendamaian (2
Korintus 5:18). Dia sajalah yang mengucapkan kata-kata ; Akulah Jalan dan Kebenaran dan
Hidup... (Yohanes 14:6).

PELAJARAN 5
PERJANJIAN BARU

Alkitab sebagai Kitab Suci Kristen terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama kita disebut
Perjanjian Lama (disingkat PL), yang kita terima atau warisi dari orang Yahudi, terdiri dari 39 (tiga
puluh sembilan) kitab dan sebagian besar ditulis dalam bahasa Ibrani. PL adalah Kitab Suci orang
Yahudi. Bagian kedua disebut Perjanjian Baru (PB), yang khas Kristen, terdiri dari 27 (dua puluh
tujuh) kitab dan ditulis dalam bahasa Yunani.
Beberapa puluh tahun sesudah naiknya Yesus ke surga, mulai bermunculan tulisan-tulisan
mengenai kehidupan dan perbuatan Yesus (yang kemudian membentuk kitab-kitab Injil), tulisan
mengenai kehidupan dan perbuatan para rasul (Kisah Para Rasul), tulisan yang berisikan nubuat
tentang masa depan Gereja (Wahyu) serta surat-surat berisi pengajaran yang ditujukan entah
kepada jemaat tertentu atau keseluruhan Gereja, entah kepada perorangan (Filemon, Titus,
Timotius).
Dari tulisan-tulisan itu segera dipilih dan dikhususkan sejumlah tertentu, yang kemudian
menjadi 27 (dua puluh tujuh) kitab-kitab PB. Jadi PB bukan satu kitab, melainkan suatu kumpulan
kitab-kitab, suatu perpustakaan kecil. Semua kitab-kitab PB berbicara tentang Yesus Kristus,
karya-Nya dan ajaran-ajaran-Nya. Meskipun PB berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya
terdapat juga hal-hal mengenai orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yakni jemaat
Kristen mula-mula dan hal-hal yang mereka hadapi. Kitab-kitab PB tidak sama ciri-coraknya;
mereka berbeda satu dengan yang lain. Susunan ke-27 kitab-kitab PB - seperti yang sekarang kita
jumpai dalam Alkitab - disusun menurut urutan tertentu, bukan menurut waktu penulisannya.
Artinya, kitab yang pertama (Matius) dalam PB tidak menunjukkan bahwa ditulis paling dahulu
dan merupakan kitab PB yang paling tua.
1. Injil – injil.
PB dibuka dengan empat kitab-kitab yang disebut "Injil". Kata "Injil" berasal dari
bahasa Yunani euanggelion, yang berarti "kabar baik" atau "berita kesukaan." Kitab-kitab
ini hendak memberitakan "kabar baik," yaitu mengenai Yesus Kristus. Kitab-kitab Injil PB
adalah Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes. Isinya sebagian besar berupa
cerita-cerita mengenai hidup Yesus, karya-Nya, ajaran-ajaran-Nya, kematian dan
kebangkitan-Nya. Semua cerita-cerita dalam kitab-kitab Injil berakhir pada cerita tentang
penampakan diri Yesus sesudah kematian-Nya di salib dan kebangkitan-Nya dari antara

15 KATEKISASI JEMAAT TEBES


orang mati. Karena iman Kristen berpusat pada Yesus Kristus, wajarlah kitab-kitab Injil
(yang berisi cerita-cerita mengenai Yesus) ditempatkan pada urutan pertama dalam PB.
Injil yang dianggap paling tua adalah Injil Matius. Injil Markus dianggap ditulis sesudah Injil
Matius, maka ditempatkan pada urutan kedua. Injil Lukas menyusul Injil Markus, dan
terakhir Yohanes.
Jadi para penyusun kitab-kitab PB mengurutkan kitab-kitab Injil berdasarkan urutan
waktu. Namun sekarang ini para ahli Kitab Suci umumnya menganggap Injil Markus adalah
yang tertua dari keempat kitab-kitab Injil itu.
2. Kisah Para Rasul
Kitab Kisah Para Rasul berisi kisah mengenai apa yang terjadi setelah Yesus
dimuliakan, naik ke surga. Ciri-coraknya hampir mirip dengan kitab Injil. Di dalamnya kita
membaca cerita-cerita tentang munculnya jemaat Kristen mula-mula, kehidupannya dan
penghambatan yang dihadapinya. Disebut kisah para "rasul", sebab di dalam cerita-cerita
Kisah Para Rasul ditampilkan tokoh-tokoh rasul yang memainkan peranan dalam
kehidupan jemaat mula-mula, khususnya rasul Petrus dan rasul Paulus. Kisah Para Rasul
sebenarnya merupakan jilid kedua dari Injil Lukas (lihat Lukas 1:1; Kisah Para Rasul 1:1).
Namun dalam urutan yang sekarang, Kisah Para Rasul terpisah dari Injil Lukas oleh Injil
Yohanes. Kisah Para rasul berakhir dengan cerita mengenai rasul Paulus dalam tahanan di
kota Roma.
3. Surat-surat
Sesudah kitab Kisah Para Rasul, kita berjumpa dengan sejumlah kitab yang ciri-coraknya
sangat berbeda dari kelima kitab-kitab PB yang terdahulu. Kitab kitab ini tidak berisi cerita
atau kisah, tetapi lebih berupa anjuran, nasihat atau wejangan, yang lazim disebut "surat"
rasuli (yang ditulis oleh rasul atau murid rasul). Sebagian memang berupa surat, namun
ada juga yang isinya sebenarnya adalah risalah, khotbah atau kumpulan petuah. Ada yang
panjang sekali, tetapi ada juga yang amat pendek.
 a. Surat-surat Paulus. Yang paling banyak dalam kelompok surat-surat ini adalah surat-
surat tulisan rasul Paulus (ada 14 surat). Surat-surat Paulus diurut sesuai dengan
alamatnya. Surat-surat kepada jemaat ditempatkan lebih dahulu. Surat-surat kepada
jemaat-jemaat diurut dari yang paling panjang (Roma) hingga yang paling pendek (2
Tesalonika). Jadi urutan itu tidak berdasarkan pada waktu penulisan. Sesudah surat-surat
kepada jemaat, barulah surat-surat kepada pribadi-pribadi tertentu, yang juga diurut
sesuai panjangnya. Lazimnya surat-surat Paulus dibedakan: surat-surat besar (Roma, 1 & 2
Korintus, Galatia); surat-surat dari penjara (Efesus, Filipp, Kolose, Filemon) karena di
dalamnya disebut bahwa ia mengirimnya dari dalam penjara; dan, surat-surat pastoral (1
& 2 Timotius, Titus), karena berbicara mengenai soal pastoral (penggembalaan) dan/atau
pastor (gembala) jemaat. Surat Ibrani ditempatkan dalam urutan paling akhir dalam
kelompok surat-surat Paulus, meski surat ini cukup panjang. Mengapa? Ini dikarenakan
orang masih ragu apakah surat Ibrani ditulis oleh rasul Paulus. Di dalam surat Ibrani tidak
disebutkan siapa yang menjadi penulis atau pengirim surat itu.
 b. Surat-surat Katolik (Am). Sesudah kelompok surat-surat Paulus, ada 7 (tujuh) surat lain.
Ketujuh surat-surat itu lazim disebut "surat-surat katolik" atau "surat-surat am," artinya
umum. Surat-surat ini tidak dialamatkan kepada jemaat atau pribadi tertentu, tetapi
16 KATEKISASI JEMAAT TEBES
kepada sejumlah (1 Petrus) atau pada umum (1 Yohanes), tanpa menyebut alamat yang
dituju (Yakobus, 2 Petrus, Yudas). Hanya 2 Yohanes yang dialamatkan kepada tertentu
(Yang tidak disebutkan namanya) dan 3 Yohanes kepada orang tertentu.

4. Wahyu
Kitab Wahyu Yohanes ditempatkan terakhir dalam susunan kitab-kitab PB. Kitab ini
mempunyai ciri-corak yang lain lagi. Meski kitab ini nampak sebagai surat, namun
sebenarnya merupakan kumpulan penglihatan mengenai kehidupan jemaat Kristen dan
dunia seanteronya. Kitab ini mengarahkan pandangan jemaat ke masa depan, masa
terakhir dari sejarah. Pantaslah kitab ini ditempatkan pada urutan terakhir dari susunan
PB, bahkan dari seluruh susunan Alkitab (PL & PB). Kitab Wahyu menjadi penutup dari
sejarah penyelamatan dalam Alkitab.
TEMA-TEMA PERJANJIAN BARU
Perjanjian Baru (PB) adalah bagian tak terpisahkan dari Alkitab (Kitab Suci) sebagai satu
kesatuan dengan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru (PB) terdiri dari 27 Kitab dan dibagi dalam 4
(empat) kelompok Kitab-Kitab, yaitu :
 Kitab-Kitab Injil,
 Kitab Sejarah (Kisah Para Rasul)
 Surat-Surat :
1. Surat-Surat Paulus,
2.Surat-Surat Umum
3. Surat-Surat Petrus
4. Surat-Surat Yohanes
- Kitab Wahyu (apokaliptik)
Perjanjian Baru (PB) umumnya ditulis dengan Bahasa Yunani, dan beberapa bagian dari
kitab Injil ditulis dengan Bahasa Aram.
Ke-27 kitab Perjanjian Baru ditulis bukan oleh satu orang saja, tetapi oleh sekian banyak orang;
baik pribadi, maupun kelompok penulis. Awalnya ditulis dalam lembar-lembar tulisan lepas untuk
menjawab kebutuhan para pendengar dalam situasi dan kondisi tertentu.
Proses penulisan Kitab Perjanjian Baru tidak berlangsung dalam waktu singkat, tetapi puluhan
tahun. Dimulai sekitar tahun 54 dan berakhir pada tahun 100, yaitu dalam Sidang Sinode di
Yamnia, dimana ditetapkan Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) ditetapkan
sebagaiKanon, sumber ajaran yang benar.
MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN PB
Tulisan-tulisan yang disatukan dalam Perjanjian Baru ditulis dengan maksud untuk
menyaksikan dan memperkenalkan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tujuannya di satu
pihak, adalah untuk menguatkan para murid agar sungguh-sungguh percaya dan beriman kepada
Tuhan Yesus, sehingga tidak disesatkan oleh ajaran-ajaran sesat yang meragukan ke-Tuhan-an
Yesus. Pada pihak lain, adalah untuk memperlengkapi para murid untuk terus memberitakan
tentang Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada segala bangsa dan suku bangsa di seluruh
dunia.

17 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Pada waktu itu, para murid Yesus berhadapan dengan berbagai ajaran yang berlatar-
belakang filsafat Yunani dan tradisi Yudais yang sangat berkembang pesat dan mendominasi.
Kedua ajaran ini cenderung menekankan 'ke-Manusia-an'; dalam arti memahami Yesus hanya
sebagai manusia semata. Sisi ke-Tuhanan dan ke-Mesias-an Yesus sangat diabaikan. Oleh karena
itu, jika kita membaca Perjanjian Baru dengan seksama maka kita akan menemukan tema-tema
terkait dengan masalah tersebut.
TEMA-TEMA PERJANJIAN BARU
Tokoh sentral dalam Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus. Karena itu, tema-tema sentral di
dalam Perjanjian Baru, tidak lain adalah terkait Yesus Kristus, yaitu:
1. Kelahiran Yesus.
Kelahiran Yesus dianggap tema penting oleh para penulis Injil, khusus penginjil Matius, Lukas dan
Yohanes. Tema ini diangkat untuk menekankan bahwa Yesus, bukan saja manusia tetapi adalah
Tuhan yang menjadi manusia. Dengan kata lain, tema tentang kelahiran Yesus dimunculkan
untuk menghantam paham dan ajaran yang menolak Yesus sebagai Tuhan.
2. Pelayanan Yesus
Pelayanan Yesus menjadi tema penting karena terkait dengan paham tentang Kerajaan Allah.
Bahwa Pelayanan Yesus bertujuan untuk mewujudkan Kerajaan Allah di bumi. Pertama-tama
dalam arti dan semangat politis, yakni untuk mewujudkan Kerajaan Israel Raya. Namun, karena
mendapat tantangan dari pihak para pemimpin agama Yahudi, khusus para imam; juga karena
terjadi perpecahan dalam gerakan Yesus maka Kerajaan Allah yang tadinya bermakna politis
bergeser ke paham eskhatologis. Terkait dengan paham itu maka kita bisa mengerti bahwa
Kerajaan Allah yang diperjuangkan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya bukan lagi menjadi milik
orang Yahudi, tetapi milik semua orang yang menerima serta percaya kepada-Nya.
3. Penderitaan dan Kematian Yesus.
Penderitaan dan kematian Yesus menjadi tema penting karena mencakup dan menjelaskan
beberapa tema lainnya, antara lain : a) tentang kurban Anak Domba, yang harus dipersembahkan
untuk menebus dan menyucikan dosa manusia; b) tentang solidaritas dan keberpihakan Tuhan
kepada orang-orang kecil, miskin, lemah dan menderita, dengan tujuan untuk membebaskan
mereka dari berbagai penderitaan akibat dosa serta mengangkat mereka agar setara dengan
manusia lainnya.
4. Kebangkitan Yesus.
Kebangkitan Yesus adalah tema sentral dalam Perjanjian Baru, dan bahkan seluruh Alkitab,
yang mencakup Perjanjian Lama. Sebab tema ini memperjelas semua tema lainnya di dalam
Alkitab. Misalnya, kemenangan atas godaan dan dosa; pemulihan dan pembaharuan citra
manusia yang telah rusak oleh Adam (Manusia Baru >< Manusia Baru); penggenapan hukum
Taurat dan nubuat para nabi (Musa dan Elia). Kebangkitan Yesus juga menjadi pusat iman Kristen
dan Sumber Hidup. Dari tema ini kemudian dikembangkan tema-tema lain tentang 'Hidup Baru',
'Kebangkitan Orang Mati,' 'Hidup Kekal' dan lain-lain.

18 KATEKISASI JEMAAT TEBES


5 . Kenaikan Yesus dan Pencurahan Roh Kudus.
Kenaikan Yesus menjadi tema khusus karena menjelaskan tentang pengagungan dan
pemuliaan Yesus sebagai Mesias; Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Terkait
dengan tema ini muncul tema tentang Pengharapan Kristen.
Kenaikan Yesus berkaitan erat dengan Pencurahan Roh Kudus, sebagai penggenapan janji Yesus
sebelum menderita (Yohanes 15) dan sebelum terangkat ke surga (Kisah Para Rasul 1).
Pencurahan Roh Kudus, dan khusus peranan Roh Kudus menonjol dalam hal pembentukan gereja
(persekutuan orang-orang) dan juga berkarya dalam diri dan kehidupan orang percaya serta
memberi keberanian, kekuatan, penghiburan dan pertolongan bagi orang-orang percaya dalam
tugas pemberitaan Injil kepada segala makhluk sampai Hari Kedatangan kembali. Inilah yang
telah dilakukan oleh para Rasul, sebagaimana nyata dalam surat-surat di dalam Perjanjian Baru,
dan akan terus dilakukan oleh Gereja di sepanjang zaman.
6. Kedatangan Kembali Yesus.
Tema Kedatangan Kembali menjadi penting karena merupakan puncak dari seluruh
peristiwa Yesus Kristus. Tema ini sekaligus memuncul tema lain, misalnya: Eskhaton (Akhir
Zaman) dan Masa Depan Yang Pasti, serta Pemenuhan Kerajaan Allah (Lukas 13:29). Bahwa Yesus
akan datang sebagai Raja dan Hakim, yang akan mengadili semua orang. Mereka yang setia
beriman di tengah berbagai tantangan akan hidup kekal dan mendapat mahkota; tetapi mereka
yang tidak setia menyangkal Yesus akan mendapat hukuman kekal.
Yesus juga akan datang untuk membarui segala sesuatu, di langit, maupun bumi sehingga
akan tercipta langit baru dan bumi baru. Tema Kedatangan Kembali menjadi energy bagi
pengharapan Kristen, sehingga di tengah tantangan dan pencobaan orang-orang percaya selalu
berharap bahwa Yesus pasti datang; cepat atau lambat, Dia akan datang untuk membebaskan
orang percaya dari duka dan derita serta menyelamatkan mereka. Inilah yang digambarkan
dalam kitab Wahyu.
PENUTUP
Jelas bahwa tema-tema dalam Perjanjian Baru tidak bisa dilepaskan dari Peristiwa Yesus
Kristus. Sebab semua tulisan PB, baik Kitab Injil, maupun surat-surat, terfokus pada tokoh Yesus,
karya dan pelayanan-Nya serta perdebatan dan bahkan perlawanan di sekitar kedirian-Nya.

PELAJARAN 6 ALLAH TRITUNGGAL

Pemahaman Iman : Dalam seluruh pokok Pemahaman Iman GMIT kita bertemu dengan
struktur pemikiran trinitaris atau pemikiran tentang ketritunggalan Allah. Ada istilah istilah yang
digunakan untuk Allah seperti Bapa, Pencipta, Pemelihara. Ada istilah istilah yang digunakan
untuk Yesus Kristus seperti Anak, dan Firman. Ada istilah istilah yang digunakan untuk Roh Kudus,
seperti Roh Kristus, dan Penghibur. Masih ada juga istilah istilah lain untuk menerangkan Bapa,
Anak dan Roh Kudus.

19 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Dalam Pemahaman Iman GMIT, kepercayaan bahwa Allah sebagai Tritunggal merupakan
hal yang pokok. Pemahaman Iman kita memiliki tujuh pokok utama. Tapi dalam setiap pokok
utama itu kita pasti bertemu dengan rumusan rumusan yang bersifat ke-tritunggal-an Allah.
Dalam liturgi Gereja kita, kita mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli. Dalam Pengakuan Iman
Rasuli ini juga Allah ditampilkan sebagai Allah Tritunggal.
Ada bagian pengakuan tentang Allah sebagai Bapa, ada bagian pengakuan tentang Yesus Kristus
sebagai Anak, dan ada bagian pengakuan tentang Roh Kudus.
Kesimpulan kita adalah bahwa Allah Tritunggal merupakan salah satu keyakinan pokok iman
Kristen, sehingga baik masyarakat Kristen sedunia secara universal mengucapkannya dalam
ibadah melalui pengakuan Iman; tetapi juga masyarakat Kristen lokal seperti GMIT, bukan hanya
mengucapkannya dalam pengakuan iman melainkan juga dalam hal merumuskan pokok pokok
pemahaman Iman.
Dalam kenyataan di masyarakat Indonesia dimana mayoritas Muslim sedang berkembang
dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi, kepercayaan tentang Allah Trtunggal mengalami
tantangan yang tidak pernah berhenti. Bagi iman Islam sendiri, keesaan Allah adalah inti iman. Ini
yang ditekankan nabi Muhammad. Mempersekutukan Allah adalah dosa besar yang tak akan
diampuni oleh Allah, apalagi mengatakan Allah adalah tiga, jelas jelas bertentangan dengan iman
Islam. Agama Islam bercorak sangat rasionalistik-material. Sehingga bagi Islam, bicara tentang
Allah sebagai Bapa, dan Allah sebagai Anak, mau tidak mau berarti harus disertakan faktor 'ibu'.
Orang di luar iman Kristen, sulit mengerti satu adalah tiga dan tiga adalah satu. Mereka hanya
memahami satu adalah satu, bukan tiga; dan tiga adalah tiga, bukan satu. Dalam agama Hindu
yang banyak juga penganutnya di Indonesia, ada ajaran yang disebut 'Trimurti' (tiga bentuk) yakni
Brahma, Wisnu dan Syiwa. Dalam praktek, masing masing mazhab agama Hindu memiliki satu
dewa tertinggi dan dua yang lain adalah penjelmaannya.
Dewa tertinggi itu, adalah 'zat yang mutlak' yang tentangnya manusia sebetulnya tidak bisa
berkata apa apa. Ada yang menyebutnya Sang Hyang Widhi. Maka sebetulnya penjelmaan dari
zat yang mutlak itu, apakah Brahma, Wisnu atau Syiwa adalah sebetulnya adalah bentuk yang
lebih rendah demi kepentingan agama, secara khusus dalam hubungan antara dewa dengan
manusia dalam proses penyembahan.
Jadi kita melihat bahwa hal ketritunggalan memang menjadi soal dalam Islam dan mereka
yang menerapkan pikiran matematis material terhadap agama. Namun tetapi dalam Hindu, dan
kebatinan hal itu dipandang sebagai hal biasa saja. Maka penjelasan tentang Allah Tritunggal
akan tetap menjadi Pekerjaan Rumah bagi Gereja Gereja di Indonesia juga.
Satu hal penting patut diingat, yaitu bahwa kita juga berada dalam suatu era kebangkitan
agama agama suku. Ini penting, karena sekalipun agama agama suku ini dihitung sebagai
kebudayaan dan bukan sebagai agama. Ciri penting dari agama agama suku ini adalah pandangan
tentang Allah yang tidak selalu harus sama dengan agama Kristen atau Islam, kedekatan dengan
alam, dan begitu banyak kearifan lokal yang harus dilihat sebagai kekayaan batin. Ditengah ini
semua, orang Kristen di Indonesia berada, dengan pemahaman yang khas tentang Allah, yakni
Allah sebagai Tri Tunggal. Memahami Allah Tritunggal adalah memahami Allah sendiri.
Tetapi pertanyaan mulai muncul apabila kita mempersoalkan, bagaimana kita tahu dan
memastikan bahwa Allah ada. Dalam berbicara tentang obyek lain seperti batu atau pohon, yang
terjadi adalah 'kita mendatangi obyek', memegang, memperhatikan, dan bila dianggap perlu
20 KATEKISASI JEMAAT TEBES
dibawa ke ruang laboratorium untuk penelitian. Jelas sekali kalau kita mau memastikan bahwa
Allah ada, kita tidak bisa mendatangi Allah. Kita hanya bisa memastikan bahwa Allah ada, karena
'Allah mendatangi kita'.

Jadi proses mengetahui berdasarkan pengalaman untuk memastikan ada batu atau pohon,
lain sekali dengan proses mengetahui berdasarkan pengalaman untuk memastikan adanya Allah.
Pohon atau batu bisa kita pastikan berdasarkan pengalaman obyektif material. Allah hanya bisa
kita pastikan berdasarkan pengalaman subyektif spiritual. Maka memahami Allah sejak awal
mempunyai sisi misteri yang tidak pernah akan habis terungkap. Pengalaman tentang Allah
berbeda beda dari orang ke orang. Berbeda juga dari masyarakat ke masyarakat. Karena itu tidak
ada seorangpun yang bisa memaksakan pengalamannya tentang Allah untuk menjadi
pengalaman orang lain. Pengalaman pengalaman ini sah pada orangnya sendiri, juga sah pada
masyarakatnya sendiri. Jadi ada peristiwa dimana Allah mendatangi manusia dan peristiwa itu
menjadi pengalaman manusia tentang Allah. Sehingga jumlah pengalaman manusia tentang Allah
itu begitu banyaknya, praktis sejumlah banyaknya manusia yang hadir sepanjang sejarah agama
di dunia. Ada yang mengalaminya begitu saja. Ada yang mengalaminya dan memberikan
pengalaman itu nilai yang khusus dalam kehidupannya. Ada yang menuturkannya secara turun
temurun, sehingga makin lama makin banyak, sebab pengalaman itu bisa menyangkut pribadi,
tetapi juga bisa menyangkut sebuah masyarakat secara keseluruhan. Pengalaman tentang Allah
itu kemudian disimpulkan dalam refleksi tertulis berupa pernyataan pernyataan, baik oleh pribadi
maupun oleh persekutuan.
Israel melakukan hal itu. Dokumentasi tentang hal ini kita temukan dalam Perjanjian Lama.
Gereja juga melakukannya. keterangan tentang hal itu kita temukan dalam Perjanjian Baru..
Karena itu maka untuk memahami Allah Tritunggal, kita perlu belajar dulu dari kesaksian Alkitab.
Kesaksian Alkitab:
Perjanjian Lama jelas mengedepankan keesaan Tuhan. Lihat saja pernyataan jelas dan
tegas dalam Ulangan 6 : 4. Namun itu tidak berarti bahwa Allah tidak ditampilkan secara
trinitaris. Pribadi pertama adalah Allah sebagai Sang Pencipta, yang biasanya dikatakan sebagai
Bapa. Ini Pribadi pertama. Dalam Kejadian 1 : 26 dikatakan : "Baiklah kita menjadikan manusia....'.
Istilah 'kita' menunjuk pada kejamakan. Pertanyaannya adalah kepada siapa Allah sedang
berbicara?. Kalau dikatakan kepada malaikat, maka itu tidak mungkin. Sebab malaikat ada di
bawah Allah. Padahal Allah mengatakan: "...,menurut rupa dan teladan kita'.... Manusia tidak
dicipta menurut rupa dan teladan malaikat manapun, melainkan menurut rupa dan teladan Allah.
Kalau dikatakan bahwa kata 'kita' ini mau menunjukkan bahwa Allah dalam Perjanjian Lama itu
banyak (politheis) maka itu juga tidak mungkin, karena Perjanjian Lama jelas mengedepankan
keesaan Tuhan. Kalau dikatakan bahwa istilah 'kita' ini adalah semacam penghalusan, seperti
sekarang bisa terjadi orang menggunakan istilah 'kami' sebagai ganti 'saya', maka itu juga tidak
mungkin. Karena model berbahasa seperti itu tidak kita kenal dalam Israel kuno. Maka tidak ada
kemungkinan yang lain daripada harus mengatakan bahwa pada 'keesaan' Allah itu ada
'kejamakan' oknum atau pribadi.
Kesimpulan kita adalah bahwa Malaikat Tuhan ini adalah 'sang Firman' yang menyatakan
diri sebagai Allah sekaligus menyatakan kehendak Allah. Kalau kemudian dalam Perjanjian Baru
kita menemukan pikiran dalam Injil Yohanes pasal 1 tentang Firman yang menjelma menjadi
21 KATEKISASI JEMAAT TEBES
manusia, maka untuk pikiran dunia Perjanjian Lama, ini bukan hal yang istimewa. Ia telah
berbicara berulang kali sebagai pribadi dalam Perjanjian Lama. Berikut dalam Perjanjian Lama,
sambil tetap menekankan keesaan kita juga membaca pernyataan tentang pribadi ketiga, yakni
Roh Kudus.
1. Roh Kudus menghiasi makhluk dengan kecakapan dan talenta talenta (Keluaran 31 : 2 dst).
2. Roh Kudus menerangi hidup rohani (Mazmur 51 : 13; Zakharia 4 : 6).
3. Roh Kudus adalah Roh nubuat, Roh yang memberi ilham dari Allah dan menjadikan
manusia mampu untuk menerima dan melanjutkannya kepada orang lain (Yehezkiel 11 : 5;
Bilangan 11 : 29).
Masih ada pernyataan tentang ketritunggalan dimana ketiga pribadi itu dinyatakan. Dalam
Yesaya 63 : 8 - 10 kita baca secara jelas bagaimana Allah menjadi Bapa bagi Israel yang dikatakan
sebagai anak anak-Nya. Dia yang menebus mereka, akan tetapi mereka mendukakan Roh-Nya.
Jadi pribadi sang Bapa, pribadi sang Penebus dan pribadi Roh menyatu disini. Kita bisa
menyimpulkan sekarang bahwa sekalipun tidak dikatakan segamblang dalam Perjanjian Baru,
namun tampilan Allah yang Esa secara Tritunggal jelas sekali dalam Perjanjian Lama. Perjanjian
Baru lebih gamblang bicara tentang Tritunggal. Sudah dalam Lukas 1 : 35 misalnya peranan Roh
Kudus jelas. Dan Roh Kudus yang 'turun keatas' Maria inilah yang kemudian lahir dalam bentuk
seorang anak yang bernama Yesus. Dalam Perjanjian Baru jelas sekali bahwa Yesus Kristus adalah
Anak Allah. Bahwa segenap pekerjaan Allah dilihat dalam pekerjaan Yesus Kristus yang adalah
Allah sekaligus juga adalah manusia. Dalam Perjanjian Lama, nama 'Bapa' menunjuk kepada Allah
(Yahweh), dalam arti seluruh ketritunggalan. Dalam Perjanjian Baru, Bapa dibedakan dari Anak
dan Roh Kudus.
Catatan-catatan khusus mengenai Allah Bapa bisa kita temukan sebagai berikut:
1. Allah Bapa yang memelihara segala makhluk, besar dan kecil (Matius 6:26,29; 10:29)
2. Allah Bapa yang mengutus Allah Anak (Yohanes 5 : 30,37,43; 16:28; 20:21)
3. Allah Bapa yang mengadili, memberi pahala dan hukuman (Matius 6 : 4,18; 10:28; 13:43;
Lukas 12 : 5; Yohanes 14 : 2;17:24).
4. Allah Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada sang Anak, termasuk pengadilan
juga diserahkan sang Bapa kepada sang Anak (Matius 11 : 27; Lukas 10 : 22; Yohanes 8 :
29; 13:3; Yohanes 5 : 22).
5. Sang Bapa senantiasa beserta dengan Sang Anak (Yohanes 6 : 57; 14:10).
Catatan Catatan khusus mengenai Allah Anak bisa kita temukan sebagai berikut:
 Allah Anak dan Allah Bapa adalah satu (Yohanes 14 : 10,11,28; 17:21)
 Allah Bapa dan Allah Anak saling mengenal dengan sempurna (Yohanes 10 : 15)
 Sang Anak hanya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh sang Bapa (Lukas 2 : 49;
22:42; Yohanes 10 : 32;15:10)
 Sang Anak hanya berbicara seperti yang diajarkan sang Bapa kepadaNya (Yohanes
8 : 28,38; 12:50; 15:15).
 Sang Anak dapat meminta pahala dari sang Bapa (Matius 26 : 53; Yohanes 14:16;
16:23,26; 17:24,25)
 Sang Anak adalah satu satunya jalan kepada sang Bapa ( Yohanes 14 : 6,9).
6. Catatan Catatan khusus mengenai Roh Kudus bisa kita temukan sebagai berikut:
 Roh Kudus diutus oleh Sang Bapa (Yohanes 14 :16,26)
22 KATEKISASI JEMAAT TEBES
 Roh Kudus diutus oleh Allah Anak (Yohanes 15 : 26)
 Roh Kudus bukanlah tenaga atau kekuatan, melainkan pribadi atau oknum. Ia
menjadi penghibur - Penolong (Yohanes 14 : 16; 15:26).
 Roh Kudus bekerja dalam Yesus Kristus (Matius 12 :28; Lukas 4 :18)
 Roh Kudus bekerja dalam diri orang percaya (Matius 10 :20; Yohanes 3 :6)
7. Dalam Perjanjian Baru kita masih menemukan kenyataan menarik yang lain. Yaitu bahwa
ketritunggalan itu muncul sebagai kesatuan:
 Ketika Yesus akan dikandung oleh Maria (Lukas 1 : 35).
 Ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Matius 3 :16).
 Dalam rumusan rumusan Berkat (2 Korintus 13 : 13; 1 Petrus 1 : 2; Wahyu 1 : 4,5)
8. Selain itu Perjanjian Baru juga mengatakan bahwa :
 Segala karunia berasal dari Allah Tritunggal (1 Korintus 12 : 4,6)
 Tritunggal tidak ada hanya kalau Allah menyatakan diri kepada kita. Trinitas itu
kekal dan ada pada hakikat Allah. Ini nyata dari :
a. Tatkala Allah menciptakan langit dan bumi, Tritunggal sudah ada (Yohanes 1:1)
b. Sang Anak bukan hanya ada dalam pernyataan, melainkan Ia juga memberi
pernyataan (Yohanes 1 : 18)
c. Sebelum dunia ada, sang Anak sudah ada (Yohanes 17 : 5)
d. Roh Kudus sudah ada sebelum ada waktu, sebelum Roh itu diutus (Yohanes 3:34;
1 Yohanes 3 : 24; 4:13; Kisah Para Rasul 2 : 17,18)
e. Roh Kudus adalah kekal (Ibrani 9 : 14).
Kesaksian Kesaksian Alkitab di atas menunjukkan kepada kita bahwa :
 Baik Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru memuat pernyataan tentang Allah
Tritunggal.
 Ketiga pribadi atau oknum ilahi dinyatakan dalam keesaan, tetapi masing masing juga
dengan keistimewaan atau kekhasannya.
 Tritunggal adalah kekal.
 Ketiga pribadi ilahi ini bersama bekerja dalam penciptaan dan penciptaan kembali,
dengan perbedaan tugas tertentu.
 Keesaan Allah tidak sedikitpun dilemahkan oleh ketritunggalan Allah. Jejak
9. Jejak Sejarah.
Sepanjang sejarah kita menemukan banyak 'serangan' terhadap dogma atau ajaran
Tritunggal ini. Serangan serangan ini dilakukan baik terhadap ajaran tentang Oknum Allah
Bapa, Oknum Allah Anak dan Oknum Roh Kudus. Juga ada serangan terhadap hubungan
hubungan antara ketiganya. Harus kita ingat bahwa serangan terhadap ajaran tentang
salah satu Oknum dengan sendirinya bertujuan melemahkan ajaran tentang ketiga-
tiganya. Serangan serangan ini sudah ada sejak awal sejarah Gereja, dan kemudian
mendapat bentuk bentuk yang lain, bahkan bentuk bentuk modern juga. Kita akan
menyebut beberapa saja dari serangan serangan ini.
1. Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Allah Bapa. Yang sejak awal menentang
ajaran tentang Oknum Allah Bapa ini adalah aliran 'Gnostik'. Singkatnya kata gnostik
berarti 'pengetahuan rahasia'. Mereka memandang diri sebagai yang mempunyai
pengetahuan rahasia, bukan hanya tentang Allah, tetapi juga tentang alam semesta.
23 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Mereka mengatakan bahwa ada dua -bukan satu!- asal dari segala sesuatu. Yang
pertama adalah sang 'Yang Rahasia' atau 'yang tidak dapat dikenal. Dia ini tidak pernah
memperkenalkan diri. Dari dialah mengalir dunia roh. Yang kedua disebut sebagai
'Demi-Urgos'.
Dia ini yang menciptakan dunia kebendaan. Jadi yang kedua ini membatasi kekuasaan
yang pertama. Dalam pandangan mereka, Allah Anak yang menjelma menjadi manusia
itu termasuk kedalam dunia roh yang diciptakan oleh Allah Bapa. Jadi Allah Bapa dan
Allah Anak bukanlah satu.
2. Seorang yang bernama Marcion, yang mengajarkan bahwa Allah Perjanjian Lama, lain
sekali dengan Allah Perjanjian Baru. Allah Perjanjian Lama adalah Allah orang Yahudi
saja. Dia menciptakan langit dan bumi, akan tetapi Dia hanya memegang keadilan. Dia
Allah yang murka, yang gemar akan perang dan tidak mengenal kasih. Yesus Kristus
adalah Allah Perjanjian Baru yang lain dari Perjanjian Lama, yang bersifat kasih dan
murah hati. Inilah Allah dalam Injil. Salah satu akibat dari pikirannya adalah bahwa
Marcion meniadakan semua ciri Allah Yahudi dalam Alkitab. Alkitab versi Marcion
jadinya sangat tipis, karena bukan hanya seluruh Perjanjian Lama dibuangnya, tapi
bagian bagian Perjanjian Baru yang merujuk ke Perjanjian Lama juga dibuangnya.
3. Serangan terhadap ajaran tentang Oknum Allah Anak. Serangan terhadap ajaran tentang
Oknum Allah Anak pertama sekali dilakukan oleh orang orang yang tidak percaya akan
keilahian sang Anak. Menurut mereka ini, Anak bukannya Allah. Hanya karena
pekerjaan-Nya saja maka dia diangkat atau di adopsi sebagai Anak oleh Tuhan.
Serangan kedua oleh mereka yang mengatakan bahwa Anak adalah buah ciptaan. Jadi
sang Anak tidak kekal. Sang Anak bukanlah Allah dan bukan juga manusia. Dia berdiri di
antara Allah dan manusia. Artinya ada waktu dimana sang Anak itu tidak ada. Tentu saja
hal ini bertentangan dengan apa yang dikatakan dalam ayat-ayat pertama Injil Yohanes.
Bahwa Firman itu ada bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah, dan bahwa
Firman itu menjadi daging dalam Yesus Kristus. 3. Serangan terhadap ajaran tentang
Oknum Roh Kudus.
Serangan terhadap ajaran tentang oknum Roh Kudus juga sudah ada sejak awal sejarah
Gereja. Memang sangat sulit untuk membayangkan bahwa Roh adalah satu oknum.
Karena itu ada yang terjerumus dalam pandangan bahwa Roh Kudus adalah ibu dari
Yesus Kristus. Ada juga yang mengatakan bahwa Roh Kudus sesungguhnya bukan
oknum, melainkan 'kekuatan' saja dari Allah Bapa. Pernyataan Allah memang
menyatakan bahwa Roh Kudus adalah oknum yang bebas. Namun harus diakui, sulit
menggambarkan hal ini dengan mengikuti logika manusia.
4. Serangan Terhadap Hubungan Antara Ketiga Oknum Selain serangan terhadap oknum
per oknum, ada juga serangan terhadap hubungan antara ketiga oknum itu. Ada yang
mengatakan bahwa Allah itu hanya satu. Yang beda hanya nama namanya saja. Jadi
bukan oknum. Ada yang mengatakan bawa ketiga oknum itu hanya seperti topeng yang
digunakan secara bergantian oleh satu oknum. Ada yang mengajarkan semacam sub-
ordinasi. Bapa lebih tinggi, Anak kurang tinggi,dan Roh yang lebih rendah. Semua
serangan terhadap ajaran Tritunggal diatas, membuat Gereja mencari rumusan agar
jangan terjadi penyelewengan pemahaman. Rumusan rumusan itu bukan bermaksud
24 KATEKISASI JEMAAT TEBES
untuk menjelaskan Tritunggal, karena Tritunggal itu sendiri tetap sebuah misteri ilahi
untuk disembah, bukan untuk diselidiki. Yang dicari adalah untuk menjelaskan
pernyataan tentangTrinitas. Bahwa Allah adalah trinitas, yakni beroknum tiga, akan
tetapi satu hakikatnya.
Rumusan rumusan itu kemudian sekali kita kenal sekarang ini sebagai Pengakuan Iman
Rasuli. Jadi Pengakuan Iman Rasuli adalah jawaban Gereja terhadap semua perumusan
yang keliru tentang Trinitas. Keesaan Allah sangat penting. Ini adalah keesaan Hakikat.
Anak adalah satu hakikat dengan Bapa, Roh adalah satu hakikat dengan Bapa dan Anak.
Akan tetapi ketigaan-oknum juga jelas sekali dinyatakan dalam Alkitab. Keesaan dalam
ketigaan, atau ketigaan dalam keesaan ini menjadi dinyatakan oleh Alkitab depan fakta
fakta berikut:
- Menciptakan adalah tindakan Allah Bapa (Wahyu 4 :11; 1 Korintus 6 :8). Tetapi
Anak juga aktif (Yohanes 1 : 1-3; Kolose 1 : 15-17 dst) dan juga Roh Kudus (Mazmur
33:6; 104:30).
- Inkarnasi adalah tindakan Allah Anak (Yohanes 1 :14; Ibrani 10 :5 dst).Tetapi Allah
Bapa juga aktif ( Galatia 4 : 4; Yohanes 3 : 16) dan Roh Kudus juga (Lukas 1 : 35).
- Penyelamatan adalah dari sang Anak (Yohanes 8 : 36 dst) tetapi juga dari sang Bapa
(Yohanes 3 : 16 dst) dan dari Roh Kudus (Yohanes 6 : 63).
- Penyucian adalah dari Roh Kudus (Roma 14 : 7 dst) tetapi juga dari sang Bapa
(Galatia 4 : 6) dan Sang Anak (Yohanes 14 : 26).
10. Allah Tritunggal dan Kita sebagai orang percaya.
Kita menghayati keberadaan Allah, pertama sekali bukan karena akal budi kita yang
'meneliti' Allah. Kita menghayati keberadaan Allah pertama sekali karena Allah mendatangi kita.
Proses ini masih berlangsung terus dalam kehidupan individual orang percaya. Dalam sejarah,
Allah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Karena itulah Yesus Kristus adalah
Tuhan, dan bukan sekedar 'nabi' seperti yang dikatakan oleh agama lain. Dalam kehidupan
pribadi Allah menampakkan kehadiran-Nya melalui jawaban atas doa doa kita. Jadi sesungguhnya
pengalaman pribadi kita dengan Allah yang menjawab doa, merupakan landasan iman kita
tentang keberadaan Allah. Pengalaman ini yang biasanya disebutkan sebagai 'pengalaman iman'.
Ada tiga hal pokok dalam pengalaman iman yang mempengaruhi seluruh kehidupan orang
Kristen.
Hal yang pertama adalah kenyataan keberadaan diri kita. Seorang manusia tidak akan
hadir, kalau tidak diciptakan oleh Tuhan Allah. Kitab Kejadian menceriterakan bahwa Manusia
hadir karena Allah menghembuskan nafas kehidupan (Kejadian 2 : 7). Tanpa nafas kehidupan
yang dari Allah itu, manusia tidak akan pernah menjadi makhluk hidup. Karena itu wajar kalau
Pemazmur mengatakan bahwa Tuhanlah yang membentuk kita dalam kandungan Ibu (Mazmur 139 : 13).
Hal yang kedua adalah keselamatan kita. Keselamatan bukanlah soal masuk surga saja.
Sebab surga adalah sesuatu yang sangat pasti bagi mereka yang mempercayakan diri pada Tuhan
Yesus Kristus sebagai Juru-selamat dunia (Yohanes 3 : 16). Tapi yang paling penting mengenai
keselamatan adalah kehidupan kita sehari hari. Setiap hari kita dilindungi oleh Tuhan. Tanpa
perlindungan Tuhan kita sudah akan binasa. Kalaupun hidup kita mengalami kesulitan, maka
bagian terbesar dari kesulitan itu sebenarnya telah ditanggung oleh Tuhan. Kalau tidak pasti kita
sudah akan mengalami kesulitan yang lebih besar lagi. (Matius 8 : 17; Ibrani 9 : 28).
25 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Hal yang ketiga adalah masa depan kita. Sesungguhnya kita tidak tahu apa yang akan
terjadi di masa depan kita. Bahkan kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Nyatanya
kadang-kadang ada orang yang masih hidup di hari kemarin, tetapi tidak hidup lagi di hari ini.
Inilah yang namanya misteri masa depan.
Dimana, kapan dan bagaimana, selalu jadi pertanyaan. Tapi dari sudut iman kita
menemukan bahwa Tuhan Allah tidak terikat oleh ruang dan waktu. Tuhan Allah bisa berada di
semua tempat sekaligus. Tuhan Allah bisa juga mendengar doa dari orang percaya di seluruh
dunia, pada waktu yang sama.Tetapi Tuhan bisa juga sudah mempersiapkan sesuatu di masa
depan bagi kita. Tuhan punya rencana bagi kehidupan kita (Yeremia 29 : 11). Roh Kudus-lah yang
menuntun kita sehingga kita menjalani kehidupan sesuai dengan rancangan Tuhan bagi kita.
Tanpa tuntunan Roh Kudus, kita akan mengikuti kehendak roh roh dunia ini, dan masa depan kita
bukanlah masa depan yang baik, melainkan masa depan yang buruk. Maka percaya kepada Allah
Tritunggal adalah mempercayakan diri kepada Allah Tritunggal. Sebab sang Tritunggal ini bukan
hanya pencipta, tetapi juga penyelamat dan penuntun kehidupan kita. Dan kita harus sadar
bahwa iman seperti ini bukan dianut oleh diri kita pribadi sendiri saja. Iman ini dianut oleh orang
Kristen sedunia. Dan orang Kristen sedunia adalah mayoritas penduduk dunia ini.

PELAJARAN 7 SEJARAH PENGAKUAN IMAN RASULI (CREDO APOSTOLICUM)

Pengakuan iman adalah ungkapan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah Latin,
credo (Inggris creed, di-Indonesia-kan dengan "kredo"), yang berarti "Aku percaya" Istilah kredo
atau pengakuan iman ini digunakan untuk menunjuk pada pernyataan iman, pokok-pokok ringkas
kepercayaan Kristen, yang diterima umum oleh semua gereja. Atas dasar itu, kredo (pengakuan
iman) tidak digunakan untuk pernyataan iman yang berkaitan dengan suatu denominasi gereja.
Pernyataan iman suatu denominasi gereja lazimnya disebut konfesi (confession). Jadi, kredo
(pengakuan iman) mengacu pada keseluruhan gereja (oikumenis), yang berisi pernyataan-
pernyataan kepercayaan yang diterima oleh semua gereja. Sebuah kredo (pengakuan iman) telah
diterima sebagai suatu ringkasan pokok-pokok iman Kristen yang formal dan universal.
Di kalangan gereja pada masa patristik (bapa-bapa gereja, 100-451) kata Yunani symbolum atau
Latin symbola (: simbol, lambang, tanda pengenal) digunakan untuk menunjuk pada kredo
(pengakuan iman) yang diterima gereja dan wajib dipegang oleh semua orang Kristen. Ada tiga
kredo atau pengakuan iman dari gereja masa itu yang diterima secara universal di seluruh gereja,
dan karena itu disebut ketiga simbol oikumenis. Ketiga simbol oikumenis itu adalah:
SymbolumApostolicum (Pengakuan Iman Rasuli) yang lahir di Gereja Barat (Eropa Barat kuno dan
berbahasa Latin, Symbolum Niceano-Constantinopolitanum (Pengakuan Iman Nicea-
Konstatinopel) yang lahir di Gereja Timur (Eropa Timur kuno dan berbahasa Yunani) tahun 381,
dan Symbolum Athanasianum (Pengakuan Iman Athanasius) yang juga disebut menurut kata
pertama dalam bahasa Latin Symbolum "Quicunque" (Pengakuan Iman "Barangsiapa").
Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Necea-Konstantinopel mempunyai latar
belakang pembaptisan. Di gereja mula-mula punya kebiasaan untuk membaptis mereka yang
bertobat menjadi Kristen pada hari raya Paskah, menggunakan masa Sengsara (Prapaskah)
sebagai masa persiapan dan pengajaran bagi pengakuan iman di depan umum dan komitmen
para petobat itu. Persyaratan dasar bagi para petobat baru yang mau dibaptis ialah, bahwa

26 KATEKISASI JEMAAT TEBES


mereka diharuskan menyatakan imannya di depan umum. Kredo atau pengakuan iman itu
nampaknya muncul sebagai pernyataan iman yang seragam yang harus diucapkan oleh para
petobat baru yang mau dibaptis. Baptisan itu sendiri awalnya dilayankan bagi orang-orang
dewasa.
Orang-orang yang akan dibaptis harus menyatakan lebih dahulu apa yang dipercayai oleh
gereja dalam bentuk tanya-jawab. Tanya-jawab ini di kemudian hari berkembang menjadi apa
yang kini kita sebut katekese atau katekisasi (Yunani, katekhein). Pengakuan-pengakuan iman
ini konteks awalnya adalah pengajaran untuk persiapan baptisan bagi para calon baptis
(katekumen). Konteks baptisan itu nampak dari strukturtrinitas pengakuan pengakuan iman itu.
Baptisan dilayankan dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan karena itu pengakuan iman
disusun sesuai dengan ketiga unsur itu.
Rumusan-rumusan pengakuan iman mulai menjadi tetap pada abad ke-2. Menurut Bernhard
Lohse, dalam bukunya Pengantar Sejarah Dogma Kristen, pengakuan-pengakuan iman paling tua
yang ditetapkan dalam gereja adalah Pengakuan Iman Baptisan Romawi yang tua, yang umum
disebut sebagai Romanum. Bentuk mula-mula dari pengakuan iman ini adalah sebagai berikut:
"Aku percaya di dalam Allah Bapa, (yang) Mahakuasa; Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya
Anak-Nya, diperanakkan,Tuhan kita, Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, kebangkitan
daging."
Rumusan yang sangat sederhana itu aslinya terdiri dari penegasan-penegasan yang bersisi tiga.
Mungkin menjelang akhir abad ke-2, definisi-definisi yang lebih tepat ditambahkan pada unsur-
unsur yang kedua dan ketiga, sehingga terbaca sebagai berikut :
-"Aku percaya di dalam Allah Bapa, (yang) Mahakuasa;
-Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya Anak-Nya yang diperanakkan, Tuhan kita, yang oleh
Roh Kudus, dari perawan Maria, yang disalibkan di bawah Pontius Pilatus dan dikuburkan;pada
hari yang ketiga bangkit dari yang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Bapa; dari mana ia
akan datang untuk menghakimi yang hidup dan yang mati;
-Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan daging"
Pengakuan-pengakuan iman seperti inilah yang beredar di kebanyakan jemaat-jemaaat Kristen di
Barat. Mula-mula dalam bentuk tanya-jawab (responsoris), dan kemudian pada abad ke-3 dalam
bentuk pernyataan-pernyataan. Bentuk yang menjadi baku dalam Gereja Barat adalah apa yang
kini kita kenal dalam Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan iman ini disusun mulai abad ke-4 hingga
abad ke-10. Bentuknya seperti yang kita kenal sekarang muncul dalam suatu tulisan di Perancis
Selatan kira-kira tahun 750. Di Gereja Timur ada pelbagai pengakuan iman yang muncul, namun
yang dikenal dan diterima umum adalah apa yang kita kenal dengan Pengakuan Iman Nicea-
Konstantinopel. Menurut para ahli, pengakuan iman ini sebenarnya berasal dari jemaat
Yerusalem, yang kemudian ditambahkan dengan beberapa unsur yang menegaskan keilahian
Kristus dan Roh Kudus., dan ditetapkan dalam Konsili Kontantinopel(kini Istambul di Turki) thun
381. Pengakuan iman ini harus dibedakan dengan pengakuan iman Gereja Timur lainnya, yaitu
Pengakuan Iman Nicea, yang sebenarnya berasal dari kota Kaesarea dan ditetapkan dalam Konsili
Nicea (kini Iznik, juga di Turki) tahun 325.
Pengakuan Iman Rasuli kemungkinan besar adalah bentuk pengakuan iman yang paling
dikenal di Gereja Barat. Pengakuan iman ini terdiri dari tiga bagian utama, yang berhubungan
dengan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Ada juga bahan-bahan yang berhubungan dengan
27 KATEKISASI JEMAAT TEBES
gereja, penghakiman dan kebangkitan. Sedangkan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel adalah
pengakuan iman yang bentuknya lebih panjang, yang memasukkan bahan-bahan tambahan
berhubungan dengan pribadi Kristus dan karya Roh Kudus.
Dalam menjawab kontroversi tentang keilahian Kristus, Pengakuan Iman Necea-
Kontantinopel memasukkan penegasan-penegasan kuat tentang kesatuan-Nya dengan Allah,
termasuk ungkapan-ungkapan "Allah dari Allah" dan "sehakikat dengan Bapa." Pengakuan Iman
Rasuli. Pengakuan iman ini disebut "rasuli" karena isinya mengungkapkan pokok-pokok
pengajaran para rasul sebagaimana yang diajarkan para rasul seperti tercermin dalam Alkitab
(PB). Di kalangan gereja di Indonesia, Pengakuan Iman Rasuli juga dikenal dengan sebutan "Dua
Belas Pasal Pengakuan Iman." Disebut demikian karena memang pengakuan iman ini terdiri dari
dua belas pasal atau artikel, namun sebenarnya tidak diketahui alasan persisnya. Sebutan
Pengakuan Iman Rasuli pertama diperkenalkan oleh Rufinus (seorang penulis kuno yang mati
sekitar tahun 410) dalam sebuah bukunya. Ada cerita yang mengatakan bahwa pengakuan iman
itu terdiri dari dua belas artikel, karena tiap rasul mengucapkan satu artikel. Akan tetapi, hal ini
sulit untuk dibuktikan.
Mari kita perhatikan bagian-bagian besar dari Pengakuan Iman rasuli itu.
Bagian I berbunyi : Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
Bagian ini hendak menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang mahakuasa, Pencipta langit, bumi
dan segala isinya, serta yang memelihara dan memerintahnya. Bagian II berbunyi : Dan kepada
Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari
anak dara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan
dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut; pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang
mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa, dan akan datang dari
sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Bagian ini hendak mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah yang melalui kehidupan,
kematian dan kebangkitan-Nya - berkarya menyelamatkan semua manusia dan juga kita; Dialah
Tuhan kehidupan....................
Bagian III berbunyi : Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am; persekutuan
orang kudus; pengampunan dosa; kebangkinan daging; dan hidup yang kekal.
Bagian ini hendak mengatakan bahwa Roh Kudus-lah yang membuat karya penyelamatan Kristus
efektif dalam hidup orang percaya, yang telah diampuni dan diberikan hidup kekal.

PELAJARAN 8 ROH KUDUS

Trinitas (Tritunggal) Mahakudus adalah ajaran atau dogma Gereja yang patut kita pahami
secara baik dan benar. Trinitas adalah cara kerja Allah melalui dan dalam diri Bapa (Pencipta -
Khalik), Yesus Kristus, Anak Allah (Juruselamat - Penebus), dan Roh Kudus (Penghibur-Penolong).
Trinitas adalah cara Allah menyatakan atau memperkenalkan diri-Nya. Allah menjumpai kita
dengan pernyataan-Nya melalui tiga cara (Trinitas yang imanen). Hal tersebut dapat juga
dipahami dengan ketiga cara keberadaan (eksistensi) Allah.
Berdasarkan Pemahaman Iman GMIT yang dirumuskan dari Alkitab, kita percaya bahwa Roh
Kudus adalah Allah yang menghidupkan. Sejak masa Perjanjian Lama, kita telah mengenal Roh
Kudus, yang sekaligus menunjuk pada Pribadi yang sehakikat Allah. Dalam Perjanjian Baru,

28 KATEKISASI JEMAAT TEBES


khususnya sesudah kebangkitan dan seterusnya Tuhan Yesus, sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Ia
menampakkan diri kepada para murid dan sekalian orang percaya, Ia berjanji untuk mengutus
Roh Kudus (Bahasa Yunani : Parakletos) sebagai Penghibur atau Penolong yang lain (bandingkan
Yohanes 14 :16-17; 15 : 26 ; 16 : 4b - 15). Janji tentang kehadiran Roh Kudus juga dapat kita
ketahui dalam Kisah Para Rasul 1 : 4-5, 8. Dalam Kisah Para Rasul 2 : 1-12, pencurahan Roh Kudus
terjadi pada hari Pentakosta (kehadiran Roh Kudus saat itu). Kehadiran Roh Kudus saat itu
ditandai oleh dua hal, yaitu : bunyi seperti tiupan angin keras dan lidah - lidah seperti nyala api.
 Angin menyatakan kedaulatan. Maksudnya tidak dikuasai atau dipaksa oleh dan siapa pun
juga, angin adalah perlambangan dari Roh Kudus, yang berdaulat dalam pekerjaan-Nya.
 Api adalah tanda ibarat pekerjaan Roh Kudus, yang dapat menghangatkan dan membakar
serta memberi terang pada sekitarnya.
Roh dalam bahasa Ibrani adalah ruach (Yunani : pneuma) yang artinya nafas, angin atau nyawa
(bandingkan Mazmur 33 : 6 ; Yeremia 10 : 14). Roh dapat menghidupkan tulang - tulang orang
mati menjadi manusia yang hidup (bandingkan Yehezkiel 37 : 9 -11). Kehadiran Roh Kudus ( Allah
) digambarkan seperti angin keras. Roh Kudus dikatakan juga sebagai nafas Allah; daya hidup
yang dinamis dari Allah- Sang Khalik. Roh itu adalah sumber segala yang ada dan bernafas. Roh
Kudus berkuasa untuk memperbaharui hidup manusia. Jika Allah adalah Roh, maka Ia hadir untuk
berbuat dan menghidupkan atau memberikan daya hidup.
Roh Kudus adalah jiwa, nafas dan hidup Gereja. Ia juga sebagai inti Gereja. Pada sisi lain, Kisah
Para Rasul 2 : 4 adalah penggenapan janji Allah dalam Yoel 2 : 28 - 29, Ia berjanji mencurahkan
Roh Kudus pada semua orang percaya pada masa akhir zaman ( lihat Kisah Para Rasul 2 :17 - 21 ).
1. Roh Kudus dan Karya-Nya
Pekerjaan Roh Kudus adalah pekerjaan Tuhan. Oleh sebab itu, barang siapa menghujat Roh
Kudus, maka dosanya tidak dapat diampuni (Markus 3 : 29). Mari kita lihat beberapa karya Roh
Kudus, berikut:
 Roh Kudus hadir dan berperan untuk memperkuat orang percaya dalam melaksanakan
missi Gereja - memberitakan Injil dan melanjutkan pekerjaan atau pelayanan Tuhan ke
seluruh dunia ( Kisah Para Rasul 1 : 8).
 Roh Kudus menolong orang untuk mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan (1 Korintus 12 : 3).
Jadi setiap orang yang menerima dan mengaku Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya
bukan karena kehebatan kesaksian sang Pendeta atau Penginjil, melainkan oleh karena
tuntunan dan pertolongan kuasa Roh Kudus.
 Roh Kudus berkarya untuk mempersatukan tubuh Kristus, yang terdiri dari berbagai latar
belakang budaya dan karunia (bandingkan 1Korintus 12 : 1 - 11 ; 12 : 12 - 31).
 Kehadiran Roh Kudus adalah untuk menginsafkan orang - dunia akan dosa, kebenaran dan
penghakiman Tuhan (bandingkan Yohanes 6 :8 - 11).
 Dalam perjumpaan manusia dengan Tuhan, maka terjadi pembaharuan - perubahan hidup
yang dinamis. Hal itu dapat kita lihat berdasarkan pengalaman iman atau kesaksian Saulus
( Paulus ) saat berjumpa dengan Tuhan Yesus dalam perjalanan menuju ke Damsyik
(bandingkan Kisah Para Rasul 9 : 1 - 19a " Saulus bertobat " ).
 Karena Roh Kudus adalah juga Roh Kebenaran, maka Ia pasti menuntun dan memimpin
orang (umat-Nya) untuk hidup dalam kebenaran (bandingkan Yohanes 14: 17 ; 15: 26 ; 16 :

29 KATEKISASI JEMAAT TEBES


13 ). Oleh sebab itu syarat dari bekerjanya Roh Kudus adalah kita patut hidup dalam kasih-
Nya.
 Roh Kudus bekerja untuk memuliakan Tuhan dan Yesus sendiri yang menjadi pusat-Nya.
Roh Kudus bersembunyi di belakang Yesus dan Yesuslah yang menjadi pusat pemberitaan.
Roh Kudus yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.
 Roh Kudus memimpin kita dalam kehidupan yang benar - baik. Kehadiran-Nya sebagai
tanda bahwa Yesus tidak akan meninggalkan orang percaya sebagai yatim piatu, sekalipun
Ia telah terangkat ke sorga (bandingkan Yohanes 14 :18). Tuhan Yesus tetap hadir di
tengah-tengah umat-Nya dengan perantaraan Roh Kudus .
 Roh Kudus menuntun kita untuk mengetahui hal-hal yang akan datang. Ia membawa kita
menuju masa depan sehingga dalam kesadaran iman, kita tahu ke arah mana kita pergi,
selalu dituntun-Nya (Yohanes 16 : 13).
2. Roh Kudus dijanjikan
Allah hadir dan bekerja dengan tiga cara, yaitu : Bapa (Pencipta - Khalik), Anak
(Juruselamat - Penebus dosa) dan Roh Kudus (Penghibur atau Penolong yang lain).
Sesungguhnya, Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri, yang hadir dan berkarya sejak masa
Perjanjian Lama.
Pada saat Tuhan Yesus masih bersama - sama dengan para murid-Nya dan sebelum Ia naik
(terangkat) ke sorga, Ia berjanji akan meminta kepada Bapa seorang Penolong yang lain
dan disebut juga dengan Roh Kebenaran. Kehadiran Roh Kudus ini supaya menyertai para
murid-Nya (Yohanes 14: 16 - 17). Mengapa Roh Kudus diberikan ? Sebab tidak lama lagi
Ia akan terangkat ke sorga dan Ia tidak mau meningggalkan para murid (orang
percaya) sebagai yatim piatu (Yohanes 14: 18). Janji kehadiran Roh Kudus telah
dinubuatkan oleh nabi Yoel (2 : 28 - 32) dan dipenuhi dalam Kisah Para Rasul 2 : 17 - 21).
Bahwa Allah akan mencurahkan Roh-Nya atas semua manusia, seperti : anak - anak, para
teruma, orang tua dan hamba - hamba.
3. Peranan Roh Kudus
Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa kehadiran dan peranan Roh Kudus penting sekali bagi
semua orang percaya. Mari kita pelajari peranan Roh Kudus di bawah ini.
1. Roh Kudus mengajarkan segala sesuatu kepada para murid (orang percaya) dan
mengingatkan akan semua yang telah Tuhan Yesus katakan (Yohanes 14: 26).
2. Kehadiran Roh Kudus (Penghibur - Roh Kebenaran) memberi kesaksian mengenai Yesus
Kristus (Yohanes 15 : 26). Oleh sebab itu, setiap orang yang mengaku percaya bahwa Yesus
adalah Tuhan karena berkat pertolongan dan pekerjaan Roh Kudus (1 Korintus 12 : 3).
3. Kehadiran Roh Kudus adalah untuk menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan
penghakiman (Yohanes 16 ; 8 - 11).
4. Roh Kudus memberikan kepada kita rupa - rupa karunia (1Korintus 12 : 4 -11). Ia juga
mempersatukan anggota tubuh Kristus (1 Korintus 12 : 12 - 31).
5. Roh kudus adalah Roh Kebenaran, yang menuntun kita untuk hidup dalam kebenaran-Nya
(Yohanes 14 : 17 ; 15 : 26 ; 16 : 13).
6. Roh Kudus juga menuntun kita untuk mengetahui hal - hal yang akan datang atau masa
depan (Yohanes 16 : 13).

30 KATEKISASI JEMAAT TEBES


4. Cara Roh Kudus bekerja
Sampai sekarang ini atau dapat juga dikatakan bahwa dari dulu, sekarang dan sampai
selama - lamanya Roh Kudus tetap berkarya. Sekarang perlu kita ketahui bagaimana caranya
Roh Kudus bekerja dalam hidup Gereja dan sekalian orang percaya.
1. Hiduplah dalam kasih Allah.
2. Setia dan taat pada perintah Allah.
3. Rajin membaca Alkitab (Firman Tuhan).
4. Tekun berdoa - berkomunikasi pada Tuhan.
Kesimpulan
Dengan adanya kecurahan Roh Kudus, maka para murid dan sekalian orang percaya diberi kuasa
untuk bersaksi tentang Yesus Kristus. Ia menolong orang untuk insaf akan dosanya, akan
kebenaran dan penghakiman Tuhan, supaya dapat bertobat dan menjadi manusia baru. Roh
Kudus mempersatukan tubuh Kristus. Betapa hebatnya kuasa Roh Kudus, sehingga Kristus
dimuliakan. Roh Kudus memberikan kekuatan iman dan menghibur orang dalam duka. Roh Kudus
memberikan kita hikmat untuk melihat hal-hal yang akan datang atau masa depan dalam
pertolongan-Nya. Oleh sebab itu, marilah kita hidup dalam kasih Allah. Tekun berdoa dan rajin
membaca Firman Tuhan, supaya Roh Kudus selalu menuntun atau membimbing hidup kita dalam
hikmat dan berkat-Nya. Akhirnya, kita yakin dan percaya bahwa Roh Kudus adalah Roh Tuhan
sendiri .

PELAJARAN 9 FUNGSI DAN WIBAWA ALKITAB DALAM GEREJA

Hal penting dan mendasar yang kerap menjadi pertanyaan tentang Alkitab adalah: "apakah
fungsi Alkitab dan bagaimana memahami wibawa Alkitab dalam kehidupan orang beriman di
masa kini yang terkesan sudah kurang menghargai dan tidak lagi memberi tempat bagi Alkitab?"
Kemajuan teknologi dan perkembangan pola pikir manusia dan masyarakat telah menggiring cara
pandang banyak orang, khususnya orang Kristen terhadap Alkitab menjadi lebih kritis. Dan
bahkan bukan hanya kritis, tetapi cenderung mengarah pada sekularisasi Alkitab, sehingga
Alkitab dipandang hanya sebagai salah satu dokumen penting untuk diteliti dan tidak lagi diberi
ruang akan nilai sakral dan makna transendensi dari Alkitab itu sendiri sebagai Firman Tuhan.
Hal ini semakin terasa dalam kehidupan orang Kristen terjadi pengelompokkan sikap dan
perilaku orang Kristen terhadap Alkitab, yakni: Kelompok yang pertama adalah kelompok yang
tetap mempertahankan sikap dan perilaku mereka memperlakukan Alkitab sebagai "yang suci"
dan "penuh kuasa" oleh karena itu Alkitab cenderung disakralkan dan bahkan "dikeramatkan",
sehingga pada waktu meninggal pun, Alkitab turut dimasukkan dalam peti jenazah. Kelompok
kedua adalah kelompok yang tetap memberikan penghargaan khusus terhadap Alkitab sebagai
"Kitab suci" namun tidak membelenggu diri dengan sikap berlebihan dengan mensakralkan
Alkitab itu; Alkitab dipahami sebagai "Pedoman utama" dalam hidup beriman.

31 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang lebih ekstrim, yaitu kelompok yang
memperlakukan Alkitab tidak berbeda dengan buku-buku lainnya, ia menjadi penting ketika
diperlukan dan ia juga tidak perlu diberi penghargaan khusus sebagai "buku suci". Dari tiga
kelompok orang yang mengapresiasikan Alkitab dalam kehidupan mereka maka tentu akan
mempertegas pentingnya pertanyaan di atas, apa fungsi dan wibawa Alkitab dalam gereja?
Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut, maka pertama-tama perlu untuk diketahui dan
dipahami rumusan Pemahaman Iman GPIB tentang Firman Allah. Pokok Pemahaman Iman GPIB
tentang Firman Allah, khususnya pada alinea ke-3 dan ke-4 yang mengatakan bahwa:
Bahwa dengan terang Roh Kudus, persekutuan orang percaya menetapkan tulisan-tulisan yang
memberitakan perbuatan Allah serta respon manusia terhadap tindakan Allah pada kurun waktu
tertentu.
Bahwa dengan tuntunan Roh Kudus para penulis Alkitab menceritakan dan memberitakan
perbuatan-perbuatan besar Allah dalam bentuk tulisan pada suatu kurun waktu tertentu dan
juga respons manusia terhadap tindakan-tindakan Allah pada kurun waktu tertentu.
Dari rumusan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa: pertama, ditegaskan bahwa Alkitab
merupakan penyataan Allah yang disampaikan melalui kehadiran dan keberadaan orang (-orang)
tertentu yang dipanggil dan diutus untuk menyatakan segala kehendak, rancangan dan
perjanjian-Nya (bandingkan Pelajaran/Materi sebelumnya). Dan penyataan Allah ini dituangkan
dalam bentuk pengalaman iman yang dipelihara melalui tradisi lisan (pengajaran) dan diteruskan
dalam bentuk tulisan dengan beraneka ragam jenis tulisan. Namun, di atas segala proses
tersebut, jelas bahwa semuanya dilakukan dengan terang Roh Kudus. Alkitab memang dituliskan
oleh manusia, namun proses yang berlangsung bukan semata karena kemauan dan kemampuan
manusia, tetapi karena campur tangan Allah melalui Roh-Nya yang Kudus.
Maksudnya adalah bahwa Alkitab sebagai pernyataan tertulis yang berisikan berita
tentang karya Allah bagi umat-Nya atau juga bagi dunia, diterima dipelihara dan diwariskan
hanya dan oleh otoritas ilahi melalui keberadaan umat-Nya. Dengan demikian, wibawa Alkitab
sebagai berita ilahi tidak berkurang oleh perkembangan jaman, Alkitab tetap memiliki wibawa
ilahi karena karya-karya Allah yang diberitakan tidak hanya mempunyai makna penting bagi
orang pada jamannya tetapi juga mempunyai makna penting bagi kehidupan umat selanjutnya,
yaitu jemaat dan gereja. Alkitab berintikan Firman Tuhan tidak akan dapat dibuat sebagaimana
ada dan kita wariskan hingga saat ini tidak akan ada tanpa kuasa dan tuntunan Roh Allah. Jadi
Alkitab ada bukan karena manusianya, melainkan karena Allah berkenan melalui Roh-Nya
menuntun, memampukan dan memakai orang-orang tertentu dan pada kurun waktu tertentu (2
Timotius 3 : 16 : "Segala tulisan yang diilhamkan Allah...."). Dan oleh karena itu, Alkitab
mempunyai wibawa yang tidak dapat digantikan oleh siapapun, Tuhan Yesus sendiri menegaskan
bahwa:
"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab
para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau
satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu
siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan
mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di
32 KATEKISASI JEMAAT TEBES
dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah
hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga."
(Matius 5 :17-19) Alkitab memiliki wibawa sebagai KITAB SUCI bukan karena labelisasi oleh
sekelompok orang tertentu, tetapi Alkitab adalah KITAB SUCI karena di dalamnya disaksikan
karya dan perbuatan Allah, serta hukum dan kehendak-Nya yang dinyatakan oleh Allah melalui
orang dan jaman tertentu. Oleh karena itu, wibawa Alkitab tidak pernah memudar seiring dengan
majunya perkembangan jaman; sebaliknya, wibawa Alkitab tetap lestari karena Alkitab
menyatakan / memberitakan karya dan perbuatan Allah yang mengubah dan membaharui
melalui dan atas kehidupan umat yang pada jamannya mengalami karya dan perbuatan itu, juga
atas kehidupan umat selanjutnya yang menghayati karya dan perbuatan Allah itu sendiri.
Dengan memahami bahwa wibawa Alkitab bukanlah hasil labelisasi dari sekelompok orang yang
di kemudian hari, melainkan karena substansi berita yang dinyatakan oleh umat yang mengalami
karya dan perbuatan Allah, maka dapat dipahami juga bahwa Alkitab memiliki fungsi yang sangat
besar. Dalam Surat 2 Timotius 3 :15-17, Rasul Paulus memberikan penegasan akan fungsi dari
Alkitab, yaitu:
1. Alkitab adalah sumber utama yang menunutun seseorang untuk mengetahui, memahami
dan mengenal bahkan menerima keselamatan dalam Kristus Yesus (ayat 15). Dengan
Alkitab, iman seseorang mengalami pertumbuhan, bahkan kedewasaan untuk menghayati
pengakuan percayanya;
2. Alkitab mempunyai fungsi edukatif (pengajaran dan mendidik orang dalam kebenaran),
fungsi korektif (menyatakan kesalahan), fungsi reflektif-kritis (memperbaiki kelakuan) -
(ayat 16); dan
3. Alkitab mempunyai fungsi untuk membangun citra dan kualitas diri serta kehidupan
pribadi dan persekutuan orang percaya (ayat 17).
Alkitab mempunyai fungsi dalam hubungan dengan kehidupan orang percaya dan pertumbuhan
iman dari orang percaya. Sehingga Alkitab mempunyai fungsi sentral dan dominan dalam
kehidupan pribadi maupun umat. Hal ini menjadi penting, karena jika orang Kristen atau jemaat
telah salah memahami fungsi Alkitab bagi mereka maka bukan tidak mungkin nilai fungsi Alkitab
akan mengalami degradasi yang luar biasa, bahwa Alkitab akan disepelekan. Alkitab memiliki
fungsi sentral dan dominan, karena hidup iman seseorang dan persekutuan ditumbuh-
kembangkan tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Alkitab. Seseorang makin mengenal Allah,
karya Keselamatan-Nya serta menghayati makna hidup berimannya tidak dapat lepas dari
tuntunan Alkitab.
Fungsi Alkitab selanjutnya adalah dalam kaitannya dengan pembangunan tubuh Kristus
(bandingkan Kisah Para Rasul 2; Kisah Para Rasul 4; 1 Korintus 12; 1 Korintus 14; Efesus 4). Yang
dimaksudkan di sini adalah Alkitab berada pada posisi sentral bukan hanya dalam hal kehidupan
iman personal atau komunal, tetapi juga posisi sentral itu berlaku, menerangi segala keputusan
atau kebijakan yang diambil dalam menata dan membangun persekutuan orang percaya /
jemaat. Segala keputusan dan kebijakan gerejawi tidak boleh lepas dari dasar Alkitab. Alkitab
sebagai pernyataan kehendak Allah semestinya menjadi dasar pijak dan memayungi segala
keputusan dan kebijakan gerejawi baik yang berlaku ke dalam mau pun ke luar, baik untuk
tingkat di jemaat maupun di tingkat sinodal. Fungsi ini teramat penting, karena di sinilah letak

33 KATEKISASI JEMAAT TEBES


perbedaan fundamental antara gereja dengan organisasi lainnya; antara keputusan dan
kebijakan gerejawi dengan keputusan dan kebijakan organisasi sekuler lainnya.
Hal ini juga menjadi penting dan mesti dihayati oleh setiap pribadi dalam gereja terutama
para pelayan dan pejabatnya, segala keputusan dan kebijakan gerejawi adalah keputusan dan
kebijakan yang mencerminkan citra dan kualitas wibawa Alkitab sebagai pernyataan Allah bagi
umat maupun bagi dunia.
Dengan memahami akan fungsi dan wibawa Alkitab dalam gereja, maka peserta katekisasi
hendaknya:
1. Memelihara ketekunan dan kesungguhan dalam membaca dan menghayati pesan Alkitab
2. Membangun kesetiaan untuk menerapkan penghayatan pesan Alkitab dalam hidup
imannya secara pribadi
3. Membangun dan melatih partisipasi aktif dalam kehidupan berjemaat dengan dasar pijak
pada kebenaran Alkitabiah

PELAJARAN 10 PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA

A. APA ITU GEREJA


Gereja adalah salah satu realitas yang paling fundamental dari Iman Kristen. Doktrin
tentang Gereja disebut Ekklesiologi. Alkitab menerangkan bahwa Gereja sebagai persekutuan
orang percaya, tubuh Kristus dan Persekutuan oleh Roh Kudus. Persekutuan Orang Percaya.
Perjanjian Baru menyebut Gereja sebagai Persekutuan Orang Percaya (1 Petrus 2 : 9). Kata yang
dipakai untuk Gereja adalah Ekklesia (ek : keluar; kaleo : memanggil). Jadi secara harafiah berarti
kumpulan orang-orang yang dipanggil ke luar. Dalam bahasa Ibrani : Qahal yang berarti
himpunan orang yang dipanggil untuk mendengarkan nasihat-nasihat atau untuk penugasan
militer.
Komunitas Mesianik.
Komunitas Mesianik adalah himpunan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai
Mesias yang memproklamirkan kehadiran Kerajaan Allah (Lukas 4 : 21; 11 : 20; 12 : 32).
Bandingkan pengakuan Simon Petrus (Matius 16 : 18).
Tubuh Kristus.
Istilah ini dipakai untuk Gereja dalam Pemahaman secara Universal (Efesus 1 : 22; Kolose 1 : 18). Tetapi
juga untuk Gereja lokal (1 Korintus 12 : 27). Istilah tubuh Kristus menekankan Kesatuan Gereja, Saling
ketergantungan warganya dan hubungan vital Gereja dengan Kristus Kepala Gereja.
Persekutuan oleh Roh Kudus.
Gereja adalah ciptaan Roh Kudus. Oleh Roh Kudus Gereja menjadi Persekutuan Kudus yang
diikat oleh Kasih (Galatia 5 : 22). Gereja menjadi wadah yang memiliki Roh Kudus dan karunia-
karunia Roh Kudus memperlengkapi warga Gereja untuk melaksanakan tugas kesaksian kepada
dunia. Gereja sebagai Persekutuan Orang Percaya maupun Individu digambarkan juga sebagai
Rumah Roh Kudus (1 Korintus 3 : 16; Efesus 2 : 21; 2 Petrus 2 : 5). Gambaran ini menunjuk pada
sifat kudus Gereja. Tiang Penopang dan Dasar Kebenaran (1 Timotius 3 : 15). Simbol ini menunjuk
kepada tugas Gereja sebagai pengawal dan pembela kebenaran Allah. Gereja dibangun di atas
Firman Allah dan selanjutnya bertugas memelihara dengan setia kebenaran tersebut.

34 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Keluarga Allah.
Orang-orang percaya yang telah mengalami Pembaharuan hidup oleh Roh Kudus diangkat
menjadi "Anak angkat Allah" (Roma 8 : 15-16), menyebabkan Gereja disebut sebagai Keluarga
Allah. Sebagai anggota Keluarga Allah, masing-masing warga Gereja terpanggil untuk saling
menolong (Galatia 6 : 1). Sebagaimana yang layak terjadi di antara sesama saudara.
B. CIRI-CIRI GEREJA KEESAAN.
Kristus sendiri menginginkan dan mendoakan agar Gereja bersatu. Kesatuan yang
diinginkan Tuhan bukan terutama Kesatuan Organisatoris, tetapi kesatuan komunitas atau
organism seperti yang terdapat dalam Keesaan Allah sendiri (Yohanes 17 : 1 - 26). Keesaan ini
sama sekali tidak menghapuskan kepelbagaian dalam tubuh Gereja. Sebaliknya kepelbagaian
Karunia. Fungsi dan Jabatan masing-masing warga merupakan Ungkapan dari kesatuan organis
tersebut (1 Korintus 12 : 4, 6). Keesaan itu terjadi karena Gereja memiliki satu Bapa, satu Tuhan
dan satu Roh. Dan juga bersama mengalami satu Panggilan, satu Pengharapan, satu Iman, satu
Baptisan (Efesus 4 : 1 - 6).
Kekudusan.
Allah memilih umat-Nya yaitu Gereja-Nya agar menjadi kudus ( 1 Petrus 1 : 15 dan 16).
Kekudusan tersebut tidak hanya kekudusan yang nampak secara lahiriah dalam bentuk
perbuatan-perbuatan yang di cap kudus melainkan pancaran dari karya Roh Kudus, yang
memisahkan kita dari dosa dan menanamkan sifat Ilahi-Nya dalam kehidupan Gereja.
Bersifat Khatolik (Am).
Gereja bersifat Universal. Ia tidak dibatasi secara Geografi. Gereja adalah satu Keluarga Allah
(Efesus 4 : 6). Satu di dalam Tuhan Yesus Kristus (Efesus 2 : 14, 16; 1 Korintus 10 : 17). Satu dalam
Persekutuan dalam Roh Kudus (Kisah Para Rasul 4 : 16). Bavink menjelaskan sifat Am dari Gereja
menunjuk kepada:
1. Keesaan yang utuh dari jemaat-jemaat lokal yang tersebar.
2. Keesaan yang meliputi warga yang berasal dari segala bangsa, zaman dan tempat.
3. Merangkul seluruh pengalaman manusia baik dalam hidup ini maupun hidup yang akan
datang, yang nampak maupun yang tidak nampak. Dengan kata lain ide Am, merupakan suatu
pengakuan tentang keesaan tentang Agama Kristen didasarkan atas keyakinan bahwa
Keristenan adalah agama dunia yang melayani semua manusia dan menguduskan setiap
makhluk tanpa memandang tempat, bangsa maupun waktu.
Bersifat Rasuli.
Gereja dibangun atas dasar pengajaran Rasul dan Nabi (Efesus 2 : 20). Gereja bersifat rasuli
artinya Gereja tercipta akibat diberitakannya Injil yang apostolik yaitu Injil yang sesuai dengan
yang ditradisikan dari Kristus kepada para Rasul sesuai dengan apa yang dicatat dalam Alkitab,
dan tetap memelihara dan meneruskan dengan setia tradisi Injil Rasuli itu.
Dalam tulisannya kepada jemaat di Korintus Paulus sangat menekankan aspek tradisi Rasuli yang
diajarkannya kepada Jemaat di Korintus. Kepada Timotius Paulus menuntut agar Timotius
memelihara tradisi Rasuli itu agar regenerasi kepemimpinan itu tidak berbalik menjadi
degenerasi.

35 KATEKISASI JEMAAT TEBES


C. PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA.
Panggilan Utama Gereja adalah memberitakan Injil Tuhan Yesus Kristus (1 Petrus 2 : 9 ;
Matius 28 : 19-20; Markus 13 : 10-13 ; Lukas 4 : 14, 19). Panggilan tersebut dilaksanakan melalui
Persekutuan (Koinonia), Pelayanan (Diakonia), Kesaksian (Marturia). Gereja adalah persekutuan
yang bersaksi dan melayani; kesaksian yang harus dilaksanakan adalah kesaksian oleh
persekutuan yang dibarengi dengan pelayanan. Pelayanan adalah pelayanan di dalam dan oleh
persekutuan dan merupakan kesaksian.
D. TANGGUNG-JAWAB WARGA GEREJA.
Pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan adalah tanggung-jawab dari seluruh warga gereja.
Adalah keliru pendapat yang mengatakan bahwa pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan
hanyalah tanggung-jawab dari para pejabat dan fungsionaris dalam organisasi Gereja. Imamat
Am orang percaya menegaskan keikutsertaan aktif semua warga untuk mengemban panggilan
dan pengutusan Gereja secara bertanggung-jawab.

PELAJARAN 11.
SAKRAMEN
NASKAH TEOLOGI PELAYANAN SAKRAMEN BAPTISAN KUDUS

PENGANTAR

“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19).
Pelayanan baptisan oleh gereja didasarkan pada amanat Yesus Kristus dalam Injil Matius
28:19-20. Dalam melaksanakan amanat tersebut ternyata masih muncul beragam pertanyaan.
Manakah cara baptisan yang paling benar? Apakah dasar Alkitabiah bagi baptisan anak?
Siapakah yang boleh membaptis? Siapakah yang boleh dibaptis? Apakah baptisan perlu diulang?
Bagaimana penyebutan nama pada saat pelaksanaan baptisan, dengan ataukah tanpa marga?
Bagaimana penulisan nama anak pada surat baptis, dengan ataukah tanpa marga? Bagaimana
sikap gereja terhadap anak-anak yang orang tuanya tidak menikah? Semua pertanyaan ini
membutuhkan jawaban, bukan sekedar dogmatis: boleh atau tidak boleh, melainkan pertanyaan
pastoral: manakah yang lebih bertanggung jawab.
Gereja Protestan, termasuk GMIT menerima dua sakramen yaitu baptisan kudus dan
perjamuan kudus. Hal ini didasarkan pada pemahaman gereja protestan tentang kualifikasi dari
sebuah sakramen. Pertama, baptisan dan perjamuan merupakan perintah atau amanat langsung
dari Yesus Kristus. Kedua, baptisan dan perjamuan diamanatkan oleh Yesus Kristus untuk
dilakukan secara kontinyu hingga kepada akhir zaman atau sampai Ia datang (bnd. Mat. 26:29;
Mat. 28:20; 1Kor.11:26). Ketiga, baptisan dan perjamuan adalah tanda atau simbol yang
kelihatan dari kasih karunia Allah yang tidak kelihatan. Keempat, baptisan dan perjamuan adalah
meterai yang otentik dan kelihatan yang membuktikan dan meneguhkan adanya berkat-berkat
penebusan yang tidak kelihatan yang disediakan Allah bagi orang-orang percaya. Dalam
baptisan, meterai itu dinyatakan dalam ungkapan “Dibaptiskan dalam nama Bapa dan Anak dan

36 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Roh Kudus”.
Berdasarkan pemahaman baptisan sebagai sakramen, maka menjadi jelas bagi gereja
bahwa berkat-berkat penebusan melalui baptisan diterima bukan karena kemampuan atau jasa-
jasa manusia
melainkan semata-mata karena anugerah Allah melalui iman kepada Yesus Kristus, yaitu iman
yang dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam diri setiap orang percaya. Dengan pemahaman
anugerah ini, maka bagi GMIT baptisan merupakan pelayanan gereja yang mesti dilayankan
kepada semua anggota jemaat dan semua orang percaya tanpa pengecualian atau diskriminasi.
Naskah teologi ini memberikan pemahaman tentang baptisan sesuai amanat Yesus Kristus,
sekaligus arahan langkah pastoral sebagai dua bagian yang tidak terpisah agar anggota jemaat
dapat mengalami anugerah Allah.
1. Latar Belakang Baptisan
Apakah latar belakang baptisan dalam Alkitab? Apa perbedaan/persamaan antara sunat dan
baptis?
Alkitab, Perjanjian Baru menyaksikan praktek Baptisan Yohanes Pembaptis dan jemaat
mula-mula pada abad pertama. Tetapi praktek baptisan bukanlah eksklusif milik jemaat mula-
mula. Pembasuhan tubuh dengan air sebagai tanda kesucian rohani sudah ada dalam tradisi
Yahudi sebelum zaman Yohanes Pembaptis dan para rasul. Masyarakat Qumran di Laut Mati
pada abad ke-2 SM sampai abad ke-1 M juga melakukannya sebagai sebuah ritual pembasuhan
dan penyucian. Baptisan Yohanes sebagaimana disaksikan Alkitab Perjanjian Baru menunjuk pada
pertobatan (Mrk.1:4-5). Baptisan terus dipraktekkan oleh jemaat-jemaat Kristen Yahudi di
Yerusalem pasca pentakosta maupun jemaat Kristen non Yahudi di luar Yerusalem.
Alkitab mencatat pula adanya perdebatan dalam sidang para rasul jemaat mula-mula di
Yerusalem mengenai sunat bagi orang Kristen non Yahudi (bnd. Kisah 15: 1, dyb; Gal. 2:1, dyb).
Ada dua utusan yang bersidang, yaitu mewakili jemaat Yerusalem (Petrus, Yohanes, dan Yakobus)
yang menekankan pentingnya sunat, dan mewakili jemaat Antiokhia (Paulus dan Barnabas) yang
menekankan baptisan. Dalam pandangan Paulus, sesungguhnya makna sunat tidak hilang,
melainkan tetap terkandung dalam baptisan, “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan
sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus,…. dalam baptisan” (Kol. 2:11-
12). Paulus menyamakan baptisan dengan sunat. Dengan pemahaman bahwa sunat merupakan
tandadan meterai perjanjian anugerah Allah dan dilayankan bagi anak- anak Israel (Kej. 17:10-
14), demikian pula dengan baptisan yang dilakukan gereja bagi anak-anak pada masa kini.
Sebagaimana sunat tidak menunggu sampai anak-anak Israel menjadi dewasa dan mampu
memutuskan sendiri, demikian pula dengan baptisan anak. Baik sunat maupun baptisan anak
muncul dari kehendak dan keputusan orangtua dalam konteks ikatan umat perjanjian.
Kisah Para Rasul 2:38-39 tertulis, “… sebab bagi kamulah janji-janji itu dan bagi anak-anakmu…”
Hal ini menunjukan adanya kesinambungan konsep sunat dalam PL dengan baptisan dalam PB.
Dengan demikian, sunat dan baptisan adalah sama secara substansial yaitu menjadi meterai dan
tanda perjanjian anugerah Allah. Allah-lah yang memerintahkan orang-orang Israel untuk
memberikan tanda dan meterai kovenan kepada anak-anak mereka, dan baptisan merupakan
tanda dan meterai yang berkaitan dengan perintah Allah tersebut (Gal. 3:16-17). Ini tidak berarti
bahwa mereka yang telah menerima sunat tidak perlu lagi dibaptis. Sunat bersifat lahiriah,
menurut Paulus, sedangkan baptis bersifat rohaniah.
37 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Karena itu bagi mereka yang berasal dari non Kristen dan sudah disunat, mereka masih harus
menerima sakramen baptisan kudus.
2. Pemahaman Istilah dan Cara Baptisan
Mengapa GMIT menggunakan baptis percik? Bagaimana teknis pemercikan berdasarkan
pemahaman Allah Tritunggal?
Kata “baptisan” berasal dari bahasa Yunani, baptizo, yang berarti menyelamkan atau
mencelupkan. Sejumlah gereja mengharuskan penyelaman karena percaya bahwa tanpa
penyelaman tidak ada baptisan. Penggunaan kata baptizo dalam 1 Kor. 10:2, “Untuk menjadi
pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.” menyatakan dengan
jelas bahwa orang Israel tidak diselamkan atau ditenggelamkan, justru mereka menyeberangi
sungai itu dengan berjalan di dasarnya yang kering. Dengan demikian penggunaan kata baptizo
tidak selalu berarti penyelaman (Lih. Kel. 14:22). Juga Ibr. 9:10 mengatakan bahwa di bawah
hukum ibadah Perjanjian Lama terdapat “pelbagai macam pembasuhan” (diaphorois baptismois).
Kitab Ibrani mengingatkan bahwa baptisan terdiri dari pemercikan darah lembu jantan atau
domba jantan (9:13), pemercikan terhadap kitab dan semua orang (9:19), dan pemercikan
terhadap Kemah Suci dan alat-alat pelayanan (9:21). Dengan kata lain, beragam upacara
pembersihan di dalam PL yang tidak hanya dilakukan dengan cara penyelaman, tetapi tetap
disebut “baptisan”. Kita dapat melihat juga Kisah 1:5, “dibaptis dengan Roh Kudus” menunjuk
pada pencurahan dan bukan penyelaman.
Dengan demikian, baptisan “selam” pada kekristenan awal harus dipandang sebagai
pesan teologis yang terikat dalam bingkai kultural dan historis. Yang bernilai permanen hanyalah
esensi-nya yaitu pembasuhan jasmani sebagai lambang penyucian rohani, sedangkan bentuk
ekspresi-nya yaitu cara diselamkan merupakan salah satu warisan kultural Yahudi pada zaman
tertentu. Itulah sebabnya, gereja-gereja paska-rasuli di abad permulaan mempraktekkan cara
baptisan air yang berlainan: ada yang diselam, ada yang dituang, ada yang diolesi, ada pula yang
dipercik. Para penerus rasul-rasul tidak pernah mempersoalkan perbedaan kecil ini sebagaimana
yang dialami sebagian kelompok Kristen sekarang yang menuntut baptisan ulang secara selam
dan menganggap cara lain tidak otentik. Yang penting adalah apa yang disimbolkan (esensi), dan
bukan simbolnya (ekspresi). Tidak ada pertentangan di antara semua gereja bahwa unsur lahiriah
yang digunakan dalam sakramen ini adalah air. Terkait dengan itu, menyelamkan seseorang ke
dalam air bukanlah keharusan, tetapi baptisan adalah benar jika dilaksanakan dengan
mencurahkan, membasuh, atau memercikkan air.
Terhadap pemahaman ini, GMIT meyakini bahwa sejauh baptisan itu dilakukan dalam
Nama Allah Tritunggal maka harus diterima. Tidak ada baptisan ulang bagi yang pernah dibaptis
dalam Gereja Roma Katholik dan gereja lainnya, baik pada baptisan anak- anak maupun dewasa,
sebab mereka juga mempercayai Allah Tritunggal. Di samping itu, GMIT menerima kesejajaran
antara sunat dan baptisan sebagai tanda dan meterai perjanjian kasih karunia Allah yang diterima
oleh orang-orang percaya hanya satu kali seumur hidup. Sebagaimana sunat hanya dilakukan
satu kali ketika masih bayi, demikian pula baptis dilakukan hanya satu kali. Dengan demikian,
bukan hanya orang-orang dewasa yang secara aktual mampu mengakui iman dan ketaatan
kepada Kristus yang boleh dibaptis, tetapi juga anak-anak harus dibaptiskan.

38 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Penegasan gereja bahwa baptisan hanya dilakukan satu kali seumur hidup menunjuk
secara praktis pada pelaksanaan baptis dan sunat yang hanya satu kali seumur hidup, dan secara
otoritatif menunjuk pada kuasa dan wibawa perjanjian kasih karunia Allah tidak dapat dibatalkan.
Itu berarti pengulangan baptisan bukan saja tidak diperlukan, tetapi juga menunjukkan keragu-
raguan bahkan celaan akan kuasa dan wibawa kasih karunia Allah.
GMIT memilih untuk menggunakan cara percik, tanpa bermaksud melarang cara lain di
gereja lain. Karena itu, setiap anggota jemaat yang telah menerima sakramen baptisan di gereja
mana pun dan dengan cara apa pun, tidak perlu dibaptis ulang oleh GMIT. Semua gereja
menerima bersama bahwa orang yang dibaptis adalah dibaptiskan di dalam nama Allah
Tritunggal: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Pemahaman Allah Tritunggal inilah yang
menentukan pelaksanaan pelayanan baptisan dalam hal (teknis) pemercikan. GMIT meyakini
bahwa Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah satu, memiliki satu kehendak, satu kuasa, dan
satu karya, melalui baptisan. Ketiga-Nya tidak saling bertentangan, tidak bertingkat, tidak
terisolasi satu dari yang lain. Ketiga-Nya adalah tiga sisi dari karya yang satu dan sama dari Allah
yang satu yang menyatakan diri dan mengerjakan satu karya. Oleh karena itu, baptisan
dilaksanakan dengan satu kali pemercikan dalam tiga nama, “Dalam nama Allah Bapa, Anak, dan
Roh Kudus”.
3. Arti Baptisan
Apakah arti prasyarat baptisan? Perlukah membaptis orang yang meninggal sebelum dibaptis?
GMIT memahami hakikat baptisan (dan perjamuan) sebagai sakramen yang ditetapkan
oleh Yesus Kristus memberikan arti bahwa bukan baptisan yang menyelamatkan kita, tetapi ia
adalah tanda dan meterai yang menunjuk kepada anugerah yang memanggil, menyelamatkan,
dan menjadikan kita sebagai anak- anak Allah. Sebagai sakramen, baptisan tunduk di bawah
anugerah sehingga keabsahan dan keefektifan dari sakramen baptisan sama sekali tidak
bergantung kepada manusia sebagai individu maupun komunal gereja. Sakramen menjadi sah
dan efektif karena ditetapkan oleh Yesus Kristus dan dijadikan efektif kapan pun, di mana pun,
dan kepada siapa pun Kristus berkehendak untuk memberikan anugerah-Nya yang
menyelamatkan oleh Roh Kudus- Nya (bnd. 1Kor. 12:13). Oleh karena kebergantungannya semata- mata
kepada kasih karunia Allah, maka pelaksanaan baptisan kudus oleh gereja tidak boleh bersifat
diskriminatif (membeda- bedakan orang). Rasul Paulus dalam Roma 5:8 mengatakan, “Akan
tetapi Allah menunjukkan kasih setia-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita,
ketika kita masih berdosa.” Kemampuan seseorang bukanlah prasyarat untuk menerima kasih
karunia Allah. GMIT menerima pemahaman ini dan melaksanakannya dalam pelayanan baptisan
orang dewasa maupun anak-anak.
Bagi GMIT, sebagai anugerah, baptisan menandakan sifat pasif manusia di hadapan Allah.
Di dalam baptisan “kita dikuburkan” karena memang kita tidak dapat menguburkan diri sendiri;
manusia lama kita telah disalibkan” karena memang kita tidak dapat menyalibkan diri sendiri;
dan “kita dibangkitkan” karena memang kita tidak dapat membangkitkan diri sendiri (lih. Kol.
2:11-12). Itulah sifat pasif dari baptisan, menurut GMIT, sehingga baik orang dewasa maupun
anak-anak layak menerima pelayanan sakramen baptisan kudus. Melalui baptisan Allah
mengubah seseorang yang pasif mengalami kelahiran barunya, dan segera setelah itu ia menjadi
aktif dan bergerak masuk ke dalam kesatuan dengan Kristus dan mengalami kehidupan, karena di
39 KATEKISASI JEMAAT TEBES
dalam Kristus ada hidup.
Inilah landasan bagi GMIT melaksanakan pelayanan sakramen baptisan kudus bagi anak-
anak dari orang-orang percaya. Dalam pemahaman ini pula, bahwa melalui baptisan, Allah
berkuasa mengubah seseorang yang pasif untuk mengalami kelahiran baru di dalam Kristus,
maka GMIT tidak melakukan pelayanan baptisan kudus bagi anak maupun orang dewasa yang
meninggal tetapi belum menerima sakramen baptisan sebab kematian tidak lagi memungkinkan
seseorang mengalami kelahiran baru.
4. Keabsahan Baptisan
Siapakah yang boleh membaptis? Apakah jaminan keabsahan baptisan?
Dalam sistem Presbiterial-Sinodal, GMIT menetapkan bahwa sakramen hanya boleh
dilayankan oleh pelayan Firman yang telah ditahbiskan sesuai dengan ketentuan GMIT. Prinsip
imamat am orang percaya yang meyakini bahwa semua anggota jemaat berkewajiban
melaksanakan amanat kerasulan, tidak berarti bahwa semua anggota jemaat boleh melayankan
sakramen. GMIT berpegang pada keyakinan bahwa sakramen harus dilayankan oleh pelayan
firman yang ditahbiskan/diteguhkan (Pendeta dan Penatua). Hal ini didasarkan pada firman
Allah bahwa “hamba- hamba Kristus” adalah mereka yang “dipercayakan rahasia Allah” (1Kor.
4:1), “dan tidak seorang pun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri” (Ibr. 5:4).
GMIT meyakini bahwa Yesus Kristus sebagai satu-satunya Raja dan Kepala gereja telah memilih
dan menetapkan hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan pelayanan khusus ini. Selanjutnya,
sesuai dengan wibawa baptisan sebagai sebuah sakramen, maka pelayan yang membaptis
haruslah seseorang yang juga menjaga wibawa pelayanan dan tidak berada di bawah tindakan
disiplin gerejawi.
Dalam kaitan dengan itu, muncul pertanyaan bagaimana keabsahan baptisan yang sudah
diterima, apabila di kemudian hari pendeta yang dahulu membaptis bermasalah secara moral
atau melakukan kriminalitas sehingga terjerat hukum? Bagaimana jika pendeta memiliki
kehidupan keluarga yang berantakan dan tidak menjadi contoh baik bagi jemaat? Bagaimana jika
pendeta yang dahulu membaptis sekarang murtad dan meninggalkan kekristenan? Apakah
semua baptisan yang sudah dilayankan oleh pendeta atau penatua semacam ini menjadi tidak
sah? Di dalam Alkitab, persoalan ini dipercakapkan oleh rasul Paulus dengan jemaat Korintus
dengan bertanya, “Apakah kamu dibaptiskan ke dalam nama Paulus?” (1Kor. 1:13).
Sesungguhnya keabsahan baptisan ditentukan oleh Tuhan sendiri. Selama baptisan sudah
dilakukan seturut dengan firman Allah dan pemahaman baptisan yang benar, maka baptisan itu
tetap sah dan mengikat. Alkitab tidak meletakkan kualitas baptisan pada pribadi hamba Tuhan
sebaik apapun mereka, melainkan pada anugerah Allah. Keberlangsungan dari semua kualitas
rohani ini tidak dibatasi oleh perilaku pelayan di kemudian hari. Bagi GMIT, sakramen tunduk di
bawah anugerah Allah. Keabsahan dan keefektifan dari sakramen baptisan ditetapkan oleh Yesus
Kristus melalui Roh Kudus-Nya (1Kor. 12:13) dan tidak bergantung pada manusia, baik
pelayannya maupun orang yang menerima baptisan. Demi menghormati wibawa anugerah Allah
itulah seorang pelayan sakramen baptisan haruslah menunjukkan hidup yang benar, kudus, dan
berkenan kepada Allah, pemberi anugerah.

40 KATEKISASI JEMAAT TEBES


5. Hubungan Baptisan dan Sidi
Bagaimana hubungan antara baptisan dan sidi? Siapa saja yang boleh diteguhkan menjadi
anggota sidi? Penerimaan sakramen baptisan kudus mesti membuka jalan bagi jemaat kepada
langkah selanjutnya, yang berkesinambungan. Seorang anak yang dibaptiskan pada saat ia masih
pasif dan belum memahami tanggung jawab iman, kelak ketika menjadi dewasa secara usia,
mesti mengambil keputusan iman sendiri secara dewasa, melalui peneguhan sidi (sidi artinya
purnama, lengkap, atau tanda kedewasaan) yang melaluinya seseorang menerima hak dan
kewajiban untuk turut merayakan sakramen perjamuan kudus. Di sini menjadi jelas perbedaan
baptisan dan perjamuan kudus. Baptisan lebih menekankan sifat pasif manusia, kita dikuburkan,
manusia lama kita telah disalibkan, dan kita dibangkitkan dari antara orang mati. Sedangkan
perjamuan menekankan sifat aktif orang percaya. Proses peralihan seseorang dari pasif (dalam
baptisan) menjadi aktif (dalam perjamuan) dialami-Nya dalam tuntunan Roh Kudus ketika ia
belajar dan mendalami konsep- konsep iman Kristen melalui pembelajaran yang dilakukan
bersama orangtua, saksi, dan jemaat.
Dalam hal ini, GMIT berpegang pada pemahaman bahwa Allah memberikan ororitas
kepada orangtua untuk mendidik anak- anak mereka mengenal dan mengasihi Allah. Setiap anak
memiliki hak untuk mendapatkan didikan dari orang tua dan saksi, sekaligus orang tua dan saksi
berkewajiban untuk mendidik mereka menuju penggenapan persekutuan dengan Kristus (bnd. Ul
6:4-9; Ef 6:4). Proses menerima hak oleh anak dan memenuhi kewajiban pada
orang tua dan saksi ini secara praksis dilaksanakan bersama gereja (jemaat) dalam bentuk
pengajaran dan pendampingan pastoral, pada masa kanak-kanak dan remaja, dan dalam bentuk
kelas katekisasi. Proses ini diharapkan akan mengantar seseorang memahami panggilan dan
tujuan hidupnya sebagai seorang percaya dan mengaktifkan kehidupan rohani yang membangun
jemaat.
Ketetapan hati seseorang untuk percaya dan hidup benar diwujudkan dalam ikrar
pengakuan iman dalam kebaktian jemaat, yang dilanjutkan dengan peneguhan menjadi anggota
sidi melalui penumpangan tangan oleh pendeta. Peneguhan sidi yang disertai proses belajar baik
melalui didikan orang tua maupun melalui kelas katekisasi mesti dilihat sebagai proses turut serta
para orang tua dan para saksi baptisan dalam pelayanan gereja untuk membentuk iman anak-
anak menuju kedewasaan. Proses itu mestilah dilaksanakan secara terus-menerus, terencana,
dan terprogram, dengan memanfaatkan kurikulum pengajaran iman Kristen yang disiapkan oleh
Majelis Sinode GMIT dan berlaku dalam kurun waktu yang terukur sesuai ketentuan dalam ajaran
GMIT. Peneguhan sidi tidak saja dipandang sebagai pengesahan kedewasaan rohani seseorang,
melainkan juga sebagai sebuah pengakuan akan penugasan atas anggota jemaat yang telah
menerima pengudusan dalam bentuk tanggung jawab iman untuk berpartisipasi dalam
memberitakan Firman, merayakan sakramen perjamuan kudus, dan hidup secara disiplin sebagai
anggota jemaat yang telah dewasa.
Hal ini memberi arahan bagi gereja untuk melayankan peneguhan sidi hanya bagi mereka
yang telah mengikuti tahap pembelajaran melalui kelas katekisasi sebagaimana ditentukan oleh
GMIT. Beragam kasus peneguhan sidi di luar ketentuan karena alasan-alasan tertentu yang
bertentangan dengan hakikat baptisan dan perjamuan kudus, hendaknya dihindari demi
menjamin wibawa gereja sebagai pengemban karya anugerah Allah yang membenarkan,
41 KATEKISASI JEMAAT TEBES
menguduskan, dan menugaskan.
Segala bentuk kemudahan dalam hal peneguhan sidi memang nampak sebagai sebuah
praktek kasih, namun hal itu justru merupakan bentuk pengerdilan tanggung jawab pengajaran
dan pastoral gereja dan ketidaktaatan terhadap Kristus sebagai Raja dan Kepala Gereja.
6. Beberapa Pertimbangan Pastoral
Bagaimana GMIT menjawab beberapa kondisi khusus dalam konteks GMIT?
Pemahaman tentang baptisan menentukan pelaksanaannya dalam jemaat-jemaat GMIT.
Ada beragam persoalan pastoral yang dialami di jemaat-jemaat antara lain, bagaimana sikap
gereja terhadap anak-anak yang orang tuanya belum menikah, atau tidak menikah, atau salah
satu orangtua bukan Kristen/bukan anggota GMIT? Bagaimana pula dengan mereka yang lahir
sebagai hasil pemerkosaan atau perzinahan? Bagaimana menulis nama anak- anak yang demikian
dalam surat baptis? Bagaimana dengan anak- anak yang meninggal sebelum dibaptis? Dan masih
ada deretan pertanyaan panjang mengenai pelayanan baptisan.
Yohanes Calvin, dalam Institutio, sesuai surat Roma 3 mengatakan bahwa semua manusia
termasuk anak-anak adalah orang berdosa. Hal ini tidak berarti anak-anak wajib menanggung
kelemahan dan dosa orangtuanya, sehingga berakibat menghambat mereka untuk menerima
baptisan. Di bagian sebelumnya, kita sudah memahami baptisan sebagai tanda dan meterai
anugerah Allah yang diberikan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya, sehingga pelayanan
baptisan oleh gereja bukanlah menjauhkan anak-anak dari anugerah Allah tetapi justru
membawa mereka ada di dalam kasih karunia dan anugerah Allah.
a. Prinsip Pastoral
Bagi anak-anak yang orangtuanya melanggar disiplin hidup, atau disiplin ajaran maupun
disiplin jabatan sesuai Tata GMIT, misalnya memiliki anak di luar pernikahan, berzinah, bercerai,
atau berbeda agama/gereja, maka GMIT mengambil sikap pastoral. GMIT belajar dari Yesus
Kristus sendiri. Alkitab PB mencatat silsilah Yesus (Mat. 1:1-17) yang di dalamnya termuat nama
para perempuan yang memiliki latar belakang kehidupan moral yang buruk (Tamar, Rahab, dan
Batsyeba). Ini menunjukkan Allah berdaulat memilih dan memakai siapa pun yang dikehendaki-
Nya untuk sebuah karya mulia bagi dunia. Yesus sendiri pun dalam
berbagai kesempatan menunjukkan sikap positif menerima siapa pun yang oleh masyarakat
umum diberi label negatif. Itu berarti GMIT pun tidak memiliki alasan untuk menolak mereka
yang telah diterima oleh Allah. GMIT juga belajar dari jemaat Korintus. Ada orang Kristen yang
menikah dengan pasangan yang tidak percaya. Hal ini membuat mereka merasa kurang
beruntung karena adanya asumsi bahwa status anak-anak mereka dibedakan dalam jemaat dan
disebut anak cemar. Rasul Paulus berkata, “karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh
istrinya dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian,
anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.” (1Kor.
7:14). Paulus meyakinkan mereka bahwa Allah yang berkarya bagi mereka jauh lebih besar dari
dia (Paulus) yang berkarya di tengah dunia. Impikasinya adalah anak-anak dari kedua orangtua
yang salah satunya bukan orang percaya adalah anak-anak kudus, mereka juga berhak atas tanda
dan meterai perjanjian kasih karunia dari Allah. Pemahaman ini hendaknya berlaku juga bagi
anak-anak dari orangtua yang tidak menikah, hasil perzinahan, atau pemerkosaan.

42 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Implikasi lain dari penjelasan Paulus tentang anak-anak yang ayah atau ibunya adalah
orang percaya menunjukkan bahwa orangtua (ayah atau ibu) dari anak yang akan dibaptiskan
mestilah anggota sidi (telah mengaku percaya). Hal ini menegaskan kembali hubungan baptisan
dan sidi, dimana seorang anak yang telah dibaptis mesti menerima pendidikan iman dari orang
tuanya.
b. Disiplin yang Merangkul
Berdasarkan hal di atas, maka GMIT mengambil sikap menerima anak-anak dari orangtua
(dalam hal ini anggota sidi) yang belum/tidak menikah untuk dibaptiskan, dengan ketentuan
mereka wajib digembalakan secara khusus untuk tidak terus-menerus atau mengulangi
perbuatannya. Proses penggembalaan di sini bukan hanya pada satu atau dua hari sebelum
pelaksanaan pelayanan sakramen baptisan, melainkan pendampingan secara terencana dan
berkelanjutan demi menanamkan pemahaman dan tanggung jawab atas panggilan penebusan
Kristus untuk hidup yang kudus. GMIT mengambil peran sebagai gereja yang menghargai wibawa
Kristus sebagai Raja dan Kepala jemaat, tetapi GMIT bukanlah gereja
legalis yang menjauhkan bahkan mengucilkan anggota jemaatnya yang jatuh ke dalam
pencobaan. GMIT bukanlah gereja ekslusif, yang suka mengucilkan (exclude) anggota jemaat.
Sebaliknya GMIT menyadari bahwa pendampingan pastoral yang bersifat merangkul seperti
Yesus dan Paulus adalah kewajiban mutlak untuk menjangkau (inklusif) dan mendekatkan
anggota jemaat kepada kasih karunia Allah. Yesus menyebutnya sebagai upaya jemaat untuk
‘mendapatkan kembali’, merangkul saudara yang telah berbuat dosa (Mat. 18:15-18). Dan untuk
‘mendapatkan kembali’ tersebut gereja mengenal apa yang disebut disiplin dan penilikan,
sebagai sebuah tugas pastoral yang melekat dalam diri para presbiter, khususnya pendeta dan
penatua. Disiplin dan penilikan jelas bukan sebuah tindakan hukuman yang menjauhkan,
melainkan tindakan pastoral berdasarkan kasih yang merangkul mereka yang telah terjerat oleh
dosa supaya berada kembali dalam relasi yang benar dengan Allah dan karena itu pendampingan
pastoral perlu dilakukan terus-menerus.
c. Tanggung Jawab GMIT: Saksi adalah Presbiter
Wujud tanggung jawab pendampingan pastoral para presbiter bukan hanya ditunjukkan
melalui kesediaan dan kerelaan hati untuk menerima tugas penggembalaan bagi para orangtua
yang berzinah, bercerai, pemerkosaan, atau berbeda gereja/agama, dll. tetapi juga dalam hal
menjadi saksi atas nama jemaat pada saat pelayanan baptisan, khususnya bagi anak-anak dari
orangtua dengan kondisi khusus tersebut di atas. Tugas jemaat sebagai saksi melekat dengan
tugas pastoral yang mesti terus berlaku hingga anak tersebut menjadi dewasa. Jemaat sebagai
persekutuan bertanggung jawab untuk mengawal proses pendampingan pastoral tersebut secara
berkelanjutan. Itu sebabnya saksi baptisan bagi anak-anak adalah para presbiter atau anggota sidi
jemaat dalam jemaat setempat, sebagai representasi jemaat yang bertanggung jawab.
Pemahaman teologi maupun peraturan ini berlaku di semua jemaat GMIT, karena itu apabila ada
anggota jemaat yang hendak membawa anaknya untuk dibaptis di jemaat yang bukan
merupakan jemaat asalnya, karena alasan tertentu yang dapat diterima bersama, maka dalam
semangat persekutuan sebagai GMIT, majelis jemaat asal perlu memberikan surat rekomendasi.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang hubungan baptisan dan sidi, maka tanggung jawab
pastoral yang berkelanjutan merupakan tanggung jawab jemaat asal.
43 KATEKISASI JEMAAT TEBES
d. Penulisan Nama dan Marga
Dalam kondisi khusus ini, seringkali muncul persoalan berkaitan dengan penyebutan
nama/marga pada saat baptisan dan penulisan nama/marga pada surat baptis. Secara teologis,
GMIT memahami bahwa baptisan diberikan ke atas “diri/pribadi” seseorang dan bukan kepada
nama atau marga keluarga. Bukan nama/marga yang dibaptis, tetapi orangnya. Karena itu
sesungguhnya tidak ada keberatan atau pun keharusan untuk menyebut marga serta menuliskan
marga dalam surat baptis. Meskipun demikian, GMIT menghormati budaya dan hukum negara
yang berlaku mengenai status anak-anak dari pasangan yang menikah maupun tidak menikah
serta penulisan nama dan marga dalam akta kelahiran. Budaya dan negara mengijinkan penulisan
nama dan marga anak dalam akta kelahiran baik anak hasil pernikahan maupun di luar
pernikahan. Karena itu untuk menjaga kesinambungan antara budaya serta akta kelahiran dan
surat baptis, maka sebaiknya nama anak dan marga (susuai akta kelahiran) tetap disebut dan
dituliskan dalam surat baptis. Bagi anak yang orangtuanya tidak menikah atau menikah secara
gerejawi namun tidak dicatatkan oleh pemerintah melalui dinas terkait, maka perkawinan
maupun status anak dianggap tidak memiliki kekuatan hukum, demikian juga penggunaan marga,
kecuali telah melalui mekanisme hukum dengan menggunakan pembuktian berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir dan/atau hukum berdasarkan Putusan MK No. 46/PUU-
VIII/2010. Karena itu GMIT menganjurkan bagi anak yang orangtuanya tidak menikah agar marga
ditulis mengikuti marga Ibu. Selain itu nama kedua orangtua kandung (biologis) dituliskan dalam
surat baptis. Bagi orang tua yang tidak menikah atau menikah secara gerejawi namun tidak
dicatatkan oleh dinas pemerintahan terkait, maka nama orangtua yang dicantumkan dalam surat
baptis adalah nama ibu, dan bukan nama kakek dan nenek, bukan pula nama orang lain yang
ditunjuk oleh keluarga

44 KATEKISASI JEMAAT TEBES


PELAJARAN 12
NASKAH TEOLOGI
PELAYANAN SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS
Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada
mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku….. Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang
ditumpahkan bagi kamu.” (Luk. 22:19-20).
Pelayanan perjamuan kudus didasarkan pada amanat Yesus Kristus di dalam Alkitab
(Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:15-20, 27-30; dan 1Kor. 11:23-26). Itu berarti, perjamuan
kudus juga merupakan kesinambungan dari perjamuan Tuhan yang diadakan Yesus bersama para
murid-Nya sebagaimana disaksikan oleh Kitab Injil. Sebagai sakramen, pertama, perjamuan
merupakan perintah atau amanat langsung dari Yesus Kristus. Kedua, perjamuan diamanatkan
oleh Yesus Kristus untuk dilakukan secara kontinyu sebagai peringatan akan kematian-Nya (bnd.
Mat. 26:29; 1Kor.11:26). Ketiga, perjamuan adalah tanda atau simbol yang kelihatan dari kasih
karunia Allah yang tidak kelihatan. Keempat, perjamuan adalah meterai yang otentik dan
kelihatan yang membuktikan dan meneguhkan adanya berkat-berkat penebusan yang tidak
kelihatan yang disediakan Allah bagi orang-orang percaya. Dalam perjamuan kudus, tanda yang
kelihatan itu adalah roti dan anggur, keduanya adalah simbol tubuh dan darah Kristus.
Dalam pelaksanaannya, jemaat-jemaat memiliki keragaman penafsiran dan pemahaman bahkan
perdebatan tentang makna dan bentuk pelayanan perjamuan kudus. Misalnya, apa makna roti
dan anggur? Bolehkah roti dan anggur diganti dengan makanan dan minuman lain dalam rangka
kontekstualisasi? Kapan dan berapa kalikah seharusnya perjamuan kudus itu dilaksanakan? Siapa
sajakah yang boleh mengambil bagian dalam perjamuan kudus? Bagaimana tata cara yang benar
dari pelaksanaan perjamuan kudus? Dan masih ada sejumlah pertanyaan lainnya.
Gereja memiliki kepentingan untuk menjelaskan persoalan- persoalan tersebut melalui sebuah
dokumen naskah teologis. Naskah teologis ini bertujuan untuk memberikan landasan dan arah
yang benar secara umum bagi pelaksanaan perjamuan kudus dalam gereja. Karena sifatnya yang
demikian maka ia tidak dapat menjangkau semua masalah praktis sehubungan dengan
perjamuan kudus. Hal-hal yang bersifat praktis itu akan dijabarkan dan diatur dalam peraturan
tentang perjamuan kudus.
1. Latar Belakang Perjamuan
Pelaksanaan perjamuan Yesus bersama para murid berakar dalam perayaan Paskah Yahudi.
Adapun Paskah Yahudi merupakan ketetapan Allah sendiri untuk dilakukan (Kel. 12:14, 24; Im.
23:4- 5; Bil. 9:1-4; Ul. 16:1). Penetapan Paskah pertama kali terjadi menjelang pembebasan Israel
dari Mesir. Orang Israel diperintahkan Allah untuk menyembelih seekor domba jantan di mana
darahnya dipercikkan pada tiang pintu dan ambang atas rumah orang Israel. Hal itu dilakukan
sebagai tanda kelepasan (Ibr. Pasah) bagi umat Israel dari hukuman yang akan dijatuhkan Allah
kepada orang Mesir tatkala malaikat maut melewati rumah-rumah mereka. Karena itu domba
tersebut berfungsi sebagai korban Paskah bagi Tuhan (Kel. 12:27). Juga sekaligus berfungsi
sebagai korban tebusan. Sedangkan daging domba Paskah dimakan bersama roti yang tidak
beragi dan sayur pahit (Ibr. kharoseth). Sejak saat itu Paskah ditetapkan sebagai hari raya setiap
tahun untuk memperingati kelepasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir.

45 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Paskah menjadi perayaan paling suci dalam kalender agama Yahudi. Perayaan tersebut
dilakukan dalam suatu “pertemuan kudus”, Holy Communion (Kel. 12:16), dengan sejumlah
ketetapan (Kel. 12:43-50; Bil. 9:1-14) dan dirayakan sekali setahun.
Perjamuan paskah dalam PB memiliki kesinambungan historis dengan perjamuan Paskah dalam
PL. Yesus mengadakan perjamuan bersama para murid-Nya, dalam konteks perayaan paskah
Yahudi tersebut (Mat. 26:17-25; Mrk. 14:12-21; Luk. 22:7- 14). Akan tetapi, berbeda dengan
Paskah Yahudi, Yesus menetapkan perjamuan Paskah yang baru dengan makna baru yang
merujuk pada diri-Nya sendiri. Baik domba paskah maupun roti dan anggur secara simbolik
diartikan menunjuk pada diri Yesus sendiri.1 Dengan demikian ada unsur kontinuitas
(kesinambungan)
historis dan diskontinuitas (ketidaksinambungan) makna antara perjamuan Yesus dengan tradisi
perjamuan Paskah Yahudi.
Selanjutnya, gereja mula-mula menerima sakramen perjamuan kudus sebagai ketetapan dan
perintah langsung dari Yesus sebagaimana tertulis dalam Kitab Injil (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-
25; Luk. 22:15-20; bdk. 1Kor. 11:23-25), ketika Yesus berkata, “perbuatlah ini menjadi peringatan
akan Aku”. Hal itu tergambar pula dalam nasehat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus
mengenai perjamuan malam (1Kor. 11:17-34). Tradisi dan akta iman ini terus dilakukan oleh
gereja Kristus sepanjang sejarah hingga saat ini, termasuk oleh GMIT. Dengan demikian
pelaksanaan perjamuan kudus yang dilakukan gereja saat ini merupakan kesinambungan dari
perjamuan kudus yang baru yang diadakan Yesus bersama para murid-Nya.
2. Peranan Iman dalam Sakramen Perjamuan Kudus.
GMIT memahami bahwa sebagai sakramen, perjamuan kudus merupakan alat atau
sarana yang melaluinya Allah berkenan menyatakan anugerah bagi manusia. Pertanyaannya
ialah dengan cara bagaimana perjamuan kudus berfungsi sebagai sarana anugerah? Pertanyaan
juga muncul berkaitan dengan hubungan antara sakramen perjamuan kudus dengan iman.
Apakah manfaat perjamuan kudus itu bergantung pada iman seseorang? Dengan kata lain,
apakah iman seseorang yang menentukan manfaat perjamuan kudus? Ada yang mengatakan
bahwa sakramen itu bekerja dengan sendirinya secara mekanis tanpa melibatkan iman
seseorang. Hal itu dikenal dengan doktrin: ex opere operato. Dengan kata lain, iman tidak
menjadi prasyarat untuk menerima sakramen perjamuan kudus. Itu berarti bahwa orang dapat
mengambil bagian dalam sakramen perjamuan kudus tanpa beriman. Sebaliknya, ada juga yang
mengatakan bahwa manfaat sakramen itu bergantung pada iman dari penerima sakramen.
Pandangan ini memberi kesan seolah manfaat sakramen itu pertama-tama bergantung
kepada usaha manusia dan bukan anugerah Allah. Menurut John Baillie, formulasi yang tepat
untuk menjelaskan hubungan antara sakramen dengan iman ialah: sakramen berkerja melalui
iman seseorang. Pemahaman ini menekankan prakarsa atau peranan Allah dalam sakramen dan
pada iman sebagai respon manusia atas anugerah Allah melalui sakramen. Sedangkan sakramen
sendiri merupakan sarana anugerah atau metode yang digunakan Allah yang penuh anugerah
untuk menyatakan dan membangun hubungan personal antara Allah dan manusia. Jadi untuk
menerima sakramen perjamuan kudus, bagaimanapun, dibutuhkan iman. Ini menurut John
Baillie. Sedangkan menurut Yohanis Calvin, yang terpenting dalam sakramen bukan hanya
peranan iman melainkan juga pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang yang menerima sakramen
46 KATEKISASI JEMAAT TEBES
perjamuan kudus.

Yohanes Calvin hendak menekankan peranan Allah melalui Roh Kudus di satu pihak dan
tanggung jawab aktif manusia melalui imannya di pihak yang lain. Pemahaman Calvin inilah yang
hendaknya menjadi dasar bagi gereja dalam memahami peranan iman dalam sakramen
perjamuan kudus, yaitu sebagai sarana yang dipakai Allah untuk menyatakan anugerah-Nya
melalui karya Roh Kudus yang memampukan seseorang untuk aktif meresponi anugerah Allah
dalam hidup yang benar.
3. Nama dan Makna Perjamuan Kudus
Alkitab dan sejarah gereja mengenal beberapa nama untuk perjamuan kudus, yakni: perjamuan
Tuhan, perjamuan terakhir, perjamuan malam, dan perjamuan kudus. Kebanyakan gereja
menggunakan sebutan perjamuan kudus dengan beberapa pertimbangan: Pertama, secara
historis perjamuan kudus yang berakar dalam tradisi Paskah Israel berlangsung dalam suatu
“Pertemuan Kudus” (Kel. 12:16). Kedua, gereja memandang perjamuan kudus sebagai suatu
sakramen atau akta iman yang kudus, karena itu sebutan perjamuan kudus selaras dengan
hakekatnya sebagai sakramen. Ketiga, perjamuan kudus memanggil orang percaya untuk hidup
kudus di dalam Tuhan. Keempat, nama ini hendak menekankan esensi dari perjamuan. Ia
bukanlah perjamuan atau pesta makan biasa melainkan perjamuan istimewa bersama Tuhan di
mana roti dan anggur dibagikan sebagai simbol dari tubuh dan darah Kristus. Cawan anggur dan
roti yang dipecah-pecahkan itu mengandung makna persekutuan dengan darah dan tubuh Kristus
(1Kor. 10:16). Adanya persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus itulah yang membuat gereja
memandang perjamuan ini sebagai suatu yang bersifat kudus.
Makna perjamuan kudus terletak pada ucapan dan tindakan Yesus tatkala melakukan
perjamuan Paskah dengan para murid- Nya, khususnya dalam unsur-unsur utama perjamuan
yakni roti dan anggur (bdk. Luk. 22:14-23). Berdasarkan ketetapan Yesus, perjamuan kudus
memperoleh makna yang baru yang berbeda dari perjamuan Paskah Yahudi. Sekalipun
perjamuan kudus Yesus berakar dalam tradisi Paskah Yahudi namun Yesus memberi isi dan
makna yang baru terhadap perjamuan tersebut. Perjamuan Yesus, tidak lagi sepenuhnya
menunjuk pada masa lalu (paskah Yahudi) melainkan utamanya pada masa kini dan masa yang
akan datang. Kini domba paskah serta roti dan anggur memiliki makna simbolik yang menunjuk
pada diri-Nya sendiri.5 Domba Paskah itu tidak lain adalah diri-Nya sendiri sebagai Anak Domba
Allah (Yoh. 1:29) yang dikorbankan untuk keselamatan umat manusia. Roti adalah andaian tubuh-
Nya yang diserahkan sebagai korban untuk penebusan dan keselamatan umat manusia (Luk.
22:19). Sedangkan anggur adalah andaian darah-Nya yang ditumpahkan untuk pengampunan
dosa manusia (Mat. 26:28). Makna yang sama diteruskan oleh rasul Paulus kepada generasi
jemaat-jemaat Kristen yang kemudian (1Kor. 11:23-26).
Salah satu hal penting yang sering diperdebatkan berkaitan dengan perjamuan kudus
ialah berkaitan dengan bagaimana memahami ucapan sakramental Yesus tentang roti dan
anggur. Ketika membagikan roti dan anggur kepada para murid-Nya Yesus katakan: “Inilah
tubuh-Ku” dan “Inilah darah-Ku” (Mrk. 14: 22- 25). Ucapan sakramental tersebut melahirkan
perdebatan seputar makna kehadiran yang nyata dan sungguh-sungguh (the real presence) dari
tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur. Yngve Brilioth mencoba memecahkan
permasalahan di atas dengan meneliti kembali apa yang dikatakan Alkitab. Ia mengatakan bahwa
47 KATEKISASI JEMAAT TEBES
ucapan sakramental Yesus itu adalah suatu misteri.
Di dalam Alkitab ada tiga cara untuk memahami elemen misteri dalam sakramen, yakni: tipe
Sinoptik (Synoptic mystery-type), tipe Yohanes (Johannine mystery-type), dan tipe Paulus
(Pauline type). Pertama, tipe sinoptik menunjuk kepada kehadiran Tuhan secara personal,
sebagaimana yang terjadi pada saat perjamuan Paskah dengan para murid maupun saat di
Emaus. Kehadiran Tuhan di sini dipahami sebagai kehadiran-Nya secara pribadi pada saat
perayaan perjamuan kudus. Melalui kehadiran tersebut Ia membawa pengampunan dosa dan
persekutuan dengan Allah. Kehadiran di sini juga dipahami sebagai kehadiran Tuhan sebagai
Imam. Kedua, tipe Yohanes (Injil Yohanes) yang memandang Tuhan hadir pada saat sakramen.
Sesuai perkataan Yesus sendiri, elemen-elemen kudus berupa roti dan anggur merupakan alat
kehadiran dan wahana komunikasi diri-Nya, dalam mana kehadiran-Nya itu adalah kehadiran
dalam Roh, sebagaimana Allah di sorga adalah Roh. Itulah sebabnya roti yang dimakan itu adalah
roti Kehidupan (Yoh. 6:25-59). Ketiga, tipe Paulus yang menunjuk pada misteri perjamuan sebagai
perjamuan persahabatan (communion- fellowship).
Melalui perjamuan persahabatan ini mereka yang dipersatukan dengan Kristus di dalam
sakramen perjamuan kudus, juga dipersatukan dengan sesamanya bersama-sama persekutuan
orang-orang kudus menjadi satu tubuh dengan makan dari roti yang satu. Inilah yang disebut
kehadiran Kristus secara mistik. Sekalipun pemahaman ini menarik, tampaknya Brilioth sendiri
menyadari kesulitan untuk memberi pemahaman yang tunggal terhadap makna sakramen
perjamuan kudus. Karena itu ia menyebut hal ini sebagai suatu misteri yang tidak bisa dipahami
dengan akal manusia yang terbatas dan tidak bisa dijelaskan dengan bahasa manusia. Ketiga
elemen misteri sakramen di atas menurutnya saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Makna atau elemen yang satu tidak bisa dipahami terlepas dari yang lainnya.
Dalam sejarah gereja, ada yang berpendapat bahwa roti dan anggur secara material
benar-benar menjadi tubuh dan darah Kristus. Pengajaran semacam ini dikenal dengan ungkapan
transubstansiasi. Pemahaman kedua yang dipengaruhi oleh pandangan Calvin memberi
penekanan pada kehadiran Kristus secara spiritual bukan dalam elemen perjamuan berupa roti
dan anggur melainkan dalam iman orang percaya. Ajaran Calvin itu dikenal dengan ungkapan
“konsubstansiasi.” Terkait pandangan Calvin tersebut, Donald M. Baillie menjelaskan: “Of course
he (Calvin) does not teach that the body and flood of Christ are locally present in the elements;
yet they are spiritually present – not merely believed or imagined to be present, but truly and
really present to the faith of the believer.” Sekalipun pandangan ini kurang diperhatikan oleh
gereja saat ini, akan tetapi baiklah kita melihat kebenaran di balik pandangan ini. Pemahaman
ketiga, melihat roti dan anggur hanya semata-mata sebagai simbol yang menunjuk kepada tubuh
dan darah Kristus. Pemahaman yang ketiga inilah yang banyak dianut oleh gereja-gereja
Protestan pada masa kini.
Di samping itu, ada tiga motif teologis yang terkandung dalam perjamuan kudus,
sebagaimana dikatakan oleh Eduard Schweizer, yakni: pertama, perjamuan kudus menunjuk
kepada apa yang telah terjadi pada masa lalu; kedua, perjamuan kudus menunjuk kepada masa
kini; dan ketiga, perjamuan kudus menunjuk kepada masa depan. Ketiga motif teologis tersebut
memiliki implikasi yang berbeda sehubungan dengan pelaksanaan perjamuan kudus. Ketiga motif
teologis tersebut tercermin dalam uraian mengenai makna perjamuan kudus di bawah ini.

48 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Berdasarkan kesaksian Alkitab PB dan tradisi iman gereja dari waktu ke waktu, adapun makna
perjamuan kudus adalah sebagai berikut: (1) sebagai peringatan; (2) sebagai perjamuan
persekutuan;
(3) sebagai kesaksian; (4) sebagai perjamuan pengampunan dan rekonsiliasi; (5)
mengandung komitmen untuk bertobat dan tanda hidup baru. Kelima makna perjamuan
kudus tersebut saling teranyam secara erat satu dengan yang lainnya. Hal itu membantu setiap
orang Kristen untuk melaksanakan perjamuan kudus secara benar. Karena itu setiap orang yang
mengambil bagian dalam perjamuan kudus perlu memiliki pemahaman dan penghayatan yang
benar akan makna perjamuan kudus sehingga ia terhindar dari praktek perjamuan kudus yang
bersifat formalistis.
Hanya dengan penghayatan iman yang sungguh-sungguh maka perjamuan kudus akan
menganugerahkan suatu kehidupan yang baru dalam diri setiap orang percaya, sekaligus menjadi
sarana anugerah Allah untuk keselamatan dirinya.
1. Wibawa Perjamuan Kudus dan Pemeriksaan Diri.
Perjamuan kudus bukanlah sebuah perjamuan makan biasa. Ia adalah suatu perjamuan
yang istimewa dan bermartabat. Hal itu tampak dalam sejumlah perintah atau nasehat rasul
Paulus kepada jemaat di Korintus (1Kor. 11:17-34). Perintah rasul Paulus tersebut, menurut
Donald Guthrie, memperlihatkan tingginya nilai yang ia tanamkan untuk mempertahankan
martabat perjamuan kudus. Berdasarkan hal inilah maka dalam sejarah gereja timbul kebutuhan
akan adanya pemeriksaan diri bagi mereka yang akan mengikuti perjamuan kudus sehingga
mereka layak untuk itu. Bahkan adanya pemberlakuan disiplin (siasat) gereja bagi mereka yang
dipandang tidak menghargai wibawaperjamuan
kudus. Perhatikanlah peringatan Paulus: “Barangsiapa yang makan dan minum
tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1Kor. 11:29).
Persoalan yang timbul sehubungan dengan hal di atas ialah bagaimana orang dapat
menerima kepastian tentang kelayakan mereka, sehingga tidak takut dihakimi Allah? Dalam
tradisi dan ajaran Reformasi, hal ini dihubungkan dengan ajaran mengenai pembenaran orang
berdosa. Orang yang menyadari dosanya dan sadar bahwa ia patut dihukum Allah, boleh
menyerahkan diri kepada Allah dalam iman dan menjadi yakin bahwa Allah membenarkannya.
Justeru karena kesadaran akan dosa, iman dan kesadaran untuk bertumbuh dalam kasih
persaudaraan menjadikan orang layak menerima perjamuan kudus, karena sakramen bukan
untuk orang sempurna melainkan untuk orang berdosa.
Lalu bagaimana hubungan pemahaman tersebut dengan disiplin gereja? Apakah disiplin
gereja tidak justeru bertentangan dengan pemahaman tersebut? Dalam ajaran Calvin, disiplin
gereja berkaitan dengan perjamuan kudus dipahami secara positif, yakni hendak mendorong
orang untuk menyadari dosanya dan kembali ke dalam relasi yang benar dengan Allah. Hanya
orang yang tidak menyadari dosanya yang ditolak dari meja perjamuan. Jadi disiplin gereja tidak
dipandang secara negatif sebagai bentuk hukuman atau sanksi terhadap mereka yang dipandang
tidak layak untuk mengikuti perjamuan kudus. Sebaliknya, disiplin dipandang penting dan
dibutuhkan untuk membuat orang menyadari dan menyesali dosanya, memohon pengampunan
dari Tuhan, dan selanjutnya bertobat dan menjalani hidup baru bersama Tuhan.

49 KATEKISASI JEMAAT TEBES


4. Siapa yang mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus Di dalam Alkitab PB Yesus tidak
menjelaskan tentang siapa sajakah yang dapat mengambil bagian dalam perjamuan kudus.
Juga tidak menjelaskan tentang syarat-syarat untuk mengikuti perjamuan kudus. Apakah hal itu
berarti bahwa perjamuan kudus terbuka untuk semua jemaat bahkan semua orang, dari anak
kecil sampai orang dewasa? Sehubungan dengan pertanyaan tersebut kita dapat menelusuri
jawabannya pada perkataan-perkataan Yesus maupun pada nasehat rasul Paulus.
Manakala Yesus menjelaskan tentang makna roti dan anggur sebagai tubuh dan darah-Nya (Mrk.
26:26-29), hal ini mengandaikan bahwa perkataan yang demikian ditujukan kepada orang-orang
yang telah mengerti dan percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Yesus tidak
mungkin mengatakan hal yang mengandung makna yang khusus dan istimewa seperti ini kepada
orang yang belum mengerti dan percaya kepada-Nya. Hal yang sama juga diindikasikan dalam
nasehat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus.
Paulus katakan, karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia
mendatangkan hukuman atas dirinya (1Kor. 11:27-29). Mengakui tubuh Tuhan berarti menjadi
bagian dari sebuah gereja yang kelihatan, dimana Yesus Kristus adalah Kepala-Nya.
Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa mereka yang boleh mengambil bagian dalam
perjamuan kudus adalah orang yang sudah mengerti dan menghayati secara baik dan benar
makna dari perjamuan kudus itu sendiri. Dengan kata lain, orang yang dapat mengambil bagian
dalam perjamuan kudus, utamanya ialah orang yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus,
yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi. Orang yang
belum bertobat dan percaya atau belum menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya
secara pribadi, tidak layak dan tidak berhak untuk mengikuti perjamuan kudus.
Hal penting lain yang perlu menjadi perhatian kita di sini, apa maksudnya makan roti dan minum
cawan dengan “cara yang tidak layak” dalam kata-kata Paulus? Hal itu dapat berarti orang tidak
menghiraukan makna sebenarnya dari roti dan cawan, dan melupakan harga yang begitu mahal
yang harus dibayar oleh Juruselamat kita untuk keselamatan kita. Atau juga berarti membiarkan
perayaan itu menjadi upacara yang mati dan formal, atau datang ke meja perjamuan dengan
dosa yang masih belum diakui. Sesuai dengan perintah Paulus, setiap orang harus memeriksa
dirinya sendiri sebelum makan roti dan minum dari cawan itu. Itu berarti bahwa anak-anak yang
belum mengerti dan orang-orang yang belum percaya tidak diperkenankan mengikuti perjamuan
kudus (kecuali, seperti dalam sakramen baptisan, iman orangtua diterima dan dijadikan prasyarat
bagi anak-anak untuk ikut ambil bagian dalam perjamuan kudus). Dengan jalan demikian maka
kebutuhan akan adanya pemeriksaan diri dan penerapan disiplin sebelum atau dalam rangka
perjamuan kudus menjadi relevan.
Sehubungan dengan pemeriksaan diri, kapan dan di manakah pemeriksaan diri itu
dilakukan? Dan siapakah yang harus melakukan pemeriksaan diri? Pemeriksaan diri untuk
perjamuan kudus dilakukan sebelum perjamuan kudus dilakukan. Setiap orang yang akan
mengikuti perjamuan kudus wajib memeriksa diri atau berintrospeksi diri tentang kelayakan
dan kesiapannya untuk mengikuti perjamuan kudus. Pemeriksaan diri seperti ini dilakukan baik
secara pribadi maupun secara bersama-sama melalui ibadah persiapan perjamuan kudus.
50 KATEKISASI JEMAAT TEBES
Persiapan yang satu tidak meniadakan persiapan yang lain.

Artinya, gereja melalui para presbiternya melaksanakan tanggung jawab pastoral dengan
mendampingi dan menggembalakan jemaat dalam persiapan dirinya mengikuti perjamuan
kudus, bukan hanya dalam Kebaktian Persiapan tetapi juga dalam pendampingan pastoral secara
terencana.
5. Tata cara Perjamuan Kudus
Pelaksanaan sebuah perjamuan kudus, bagaimanapun, harus dipersiapkan dengan baik.
Persiapan tersebut mencakup banyak aspek, baik persiapan rohani dari semua pihak yang terlibat
atau mengambil bagian dalam perjamuan kudus maupun persiapan sarana-sarana perjamuan
kudus. Itulah sebabnya pelaksanaan perjamuan kudus oleh gereja didahului dengan suatu
pemeriksaan diri melalui kebaktian persiapan (gereja sedia). Selain itu juga terdapat undangan
dari gereja kepada setiap anggota sidi jemaat untuk mengambil bagian dalam perjamuan kudus.
Mereka yang akan mengikuti perjamuan kudus itu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan diri
melalui kebaktian persiapan perjamuan kudus, maupun pemeriksaan diri secara personal
sebelum mengikuti perjamuan kudus.
Persiapan dan pemeriksaan diri ini penting untuk diperhatikan antara lain berkaitan dengan
mereka (anggota sidi) yang berada dalam disiplin gereja. Gereja (GMIT), dalam Pokok-pokok
Eklesiologinya menandaskan bahwa, dalam rangka memelihara kekudusan sebagai murid-murid
Kristus (1Ptr. 1:16), maka disiplin gereja adalah sebuah keniscayaan bagi gereja sebagai
persekutuan yang dipanggil dan dikhususkan untuk karya keselamatan Allah di tengah-tengah
dunia. Disiplin gereja dilakukan GMIT untuk menata kehidupan anggota-anggotanya menjadi
murid-murid Kristus yang taat dan dengan rela hati melakukan apa yang diajarkan kepada
mereka. Dalam hal ini gereja bertanggungjawab memperhatikan, membimbing, mendampingim
memulihkanm menguatkan dan melayani anggota-anggotanya dalam pimpinan Roh Kudus,
Sang Pembaharu. Karena itu hendaklah hal ini menjadi bagian yang perlu diperhatikan dalam
pemeriksaan diri dan persiapan perjamuan kudus oleh setiap anggota sidi jemaat berkaitan
dengan kelayakannya mengikuti perjamuan kudus.
Elemen-elemen perjamuan kudus berupa roti dan anggur dipersiapkan dan didoakan oleh majelis
jemaat (biasanya diaken). Sedangkan pelayanan perjamuan kudus dipimpin oleh pendeta dan
didampingi oleh para penatua. Pengedaran roti dan anggur kepada jemaat dilakukan oleh diaken.
Hal yang perlu mendapat perhatian di sini adalah berkaitan dengan bentuk pelayanan roti dan
anggur. Mengacu pada perjamuan Yesus dan para murid-Nya, digunakan hanya satu cawan dan
diedarkan kepada mereka yang hadir (Mrk.14:23). Demikian juga halnya dengan roti. Roti itu
dipecahkan kemudian dibagikan kepada yang hadir (Mrk. 14:22). Dalam perkembangan sejarah
gereja belakangan, kebiasaan ini diganti atau dibaharui. Anggur diedarkan dengan menggunakan
sloki dan roti dipotong-potong dan diedarkan secara terpisah (atau bersama-sama). Hal itu
dilakukan seiring dengan pertambahan jumlah anggota jemaat, juga karena pertimbangan
higienis dan kepraktisan.
Dalam hal tata cara penggunaan roti dan anggur, ada indikasi bahwa roti dicelupkan ke
dalam anggur kemudian dimakan (Mrk. 14:20; Yoh. 13:26). Akan tetapi dalam kitab Injil,
pencelupan roti ke dalam anggur itu hanya disebutkan dalam kaitan dengan Yudas. Selebihnya
51 KATEKISASI JEMAAT TEBES
diceritakan bahwa roti itu dibagikan dan cawan anggur itu diedarkan kepada semua murid, dan
mereka semua minum dari cawan itu (Mrk. 14:23).

Jelas di sini bahwa para murid yang lain tidak mencelupkan roti ke dalam cawan (anggur)
melainkan meminumnya setelah mereka menerima (memakan) roti yang diberikan Yesus.
Persoalan berikut adalah dapatkah roti dan anggur diganti dengan bahan yang lain? Secara
kultural dan kontekstual, roti dan anggur adalah makanan dan minuman biasa bagi orang Yahudi,
juga bagi orang Eropa. Makanan dan minuman biasa itu menjadi luar biasa atau menjadi unik dan
istimewa karena makna sakral atau makna simbolik yang dilekatkan kepadanya oleh ucapan
Yesus. Melalui ucapan Yesus bahwa roti dan anggur adalah andaian tubuh dan darah-Nya,
membuat roti dan anggur itu menjadi istimewa. Karena itu secara kontekstual dan teologis,
elemen roti dan anggur itu dapat digantikan dengan elemen lain yang kontekstual dengan
budaya konsumsi yang ada di masing-masing budaya. Misalnya, anggur dapat diganti dengan air
gula, teh, atau air putih saja. Sedangkan roti dapat diganti dengan nasi putih, biskuit, atau
makanan lainnya yang pantas. Asal saja penggantian elemen- elemen tersebut tetap
mempertahankan dan menunjang penghayatan jemaat terhadap tubuh dan darah Kristus yang
telah dikorbankan bagi keampunan dan keselamatan umat manusia.
Penggantian yang demikian tentu harus melalui sebuah kesepakatan atau keputusan
gereja demi menghindari hal-hal negatif yang mungkin muncul. Penting juga untuk
memperhatikan aspek oikumenis dari penggunaan sarana atau bahan-bahan perjamuan.
Kesulitan yang kita hadapi saat ini sehubungan dengan masalah di atas ialah, jemaat telah
terlanjur menerima atau memiliki keyakinan sebagaimana dikatakan dalam Alkitab bahwa
andaian tubuh dan darah Kristus adalah roti dan anggur. Perubahan terhadap hal itu dipandang
sebagai penyimpangan atau tidak alkitabiah. Karena itu dibutuhkan banyak waktu untuk
merubah atau membaharui pemahaman ini. Akan tetapi pemaharuan terhadap hal itu bukan
tidak mungkin.
GMIT, dalam Pokok-Pokok Eklesiologinya telah menandaskan identitas dan ekesistensinya
sebagai sebuah keluarga Allah (familia Dei), juga menekankan pentingnya hubungan oikumenis
gereja. Dalam rangka memelihara eksistensi dan jati diri gereja sebagai sebuah Keluarga Allah,
baiklah diperhatikan agar ada tata cara dan unsur yang universal dalam pelaksanaan perjamuan
kudus, selain unsur lokal (konteks). Bentuk-bentuk kontekstualisasi kiranya mempererat relasi
dalam Keluarga Allah dan hubungan oikumenisnya dengan gereja seluruh dunia.

52 KATEKISASI JEMAAT TEBES


PELAJARAN 13
MAKNA DOA BAGI ORANG PERCAYA

Doa menjadi bagian yang penting dalam kehidupan manusia yang beragama. Doa
memegang peranan penting untuk kelangsungan dan perjalanan hidup manusia, untuk itu
hampir disetiap perjalanan hidup manusia beragama, ia akan berdoa untuk melakukan segala
sesuatu agar ia memperoleh selamat dan sejahtera. Doa adalah sesuatu yang sangat biasa dan
sesehari. Seumpama udara yang dihirup. Setiap orang tahu apa itu doa. Tetapi kenyataannya
tidak sedikit orang yang salah memahami tentang doa, Terkadang ada yang mengatakan,
“apapun yang menurut Allah baik untuk dilakukan, maka Dia pasti akan melakukannya. Dia
mempunyai rasa kasih sayang kepada umatNya. Dia lebih mengetahui kebaikan untuk manusia
dibanding manusia itu sendiri. Oleh karena itu, mengapa harus menginginkan dan meminta
sesuatu dari-Nya setiap saat?” Di lain pihak, ada juga yang mengatakan, “bukankah doa justru
bertentangan dengan kehendak dan penyerahan diri pada kehendak Allah?” Jika demikian apa
sebenarnya arti doa dan apa yang terkandung dalam doa?
PENGERTIAN DOA
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bahwa doa sebagai permohonan
(harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Sedangkan berdoa artinya adalah mengucapkan
(memanjatkan) doa kepada Tuhan. Berarti doa adalah suatu permohonan yang ditujukan kepada
Allah yang di dalamnya ada pujian, harapan, dan permintaan.
DOA MENURUT PANDANGAN KRISTEN
Pada masa kini, para penulis tentang doa cenderung menekankan doa sebagai sarana untuk
mengalami kasih Allah dan menghayati kesatuan dengan Allah. Sebaliknya karya lain memndang
esensi doa bukan sebagai ketenangan batin, melainkan sebagai panggilan bagi Allah untuk
mendatangkan kerajaan- Nya di bumi.
Tujuan akhir doa adalah “ketaatan kepada kehendak Allah. Jadi doa bukan bertujuan pada
kondisi batin, melainkan supaya manusia menyelaraskan diri dengan tujuan Allah.
Dalam buku Ensiklopedi Perjanjian Baru, doa dalam bahasa Yunani mempunyai beberapa arti di
antaranya adalah aiteo yang berarti meminta. Kemudian ada kata, deomai, dengan
menitikberatkan pada kebutuhan konkrit, dan erotao: “menghimbau” yang dengan menegaskan
kepada kebebasan si pemberi: kata- kata ini bisa dipakai untuk hal-hal yang tidak bersangkutan
dengan agama atau tujuan keagamaan; namun mengandung ide meminta dengan sangat,
berdoa dan mengemis. Arti lain dari doa adalah merupakan kebaktian yang mencakup segala
sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah.
Dalam iman Kristen, berdoa bukanlah kegiatan rohani yang dilakukan apabila seseorang memiliki
waktu untuk melakukannya. Berdoa juga tidak dilakukan apabila seseorang memiliki kebutuhan
yang penting atau mendesak, untuk disampaikan kepada Tuhan, tetapi kemudian orang tersebut
tidak pernah melakukannya kembali. Berdoa juga bukan suatu hal rutin tanpa nilai-nilai

53 KATEKISASI JEMAAT TEBES


spiritualitas di dalamnya. Doa adalah suatu relasi antara manusia dengan Allah yang di dalamnya
roh manusia berkomunikasi, memohon, meminta, memuji dan mengakui keberadaan Allah yang
transendental.
Orang Kristen berbakti kepada Allah jika ia memuja, mengakui dan memuji dan mengajukan
permohonan kepada- Nya dalam doa. Dalam Mazmur 27:4, Daud menyatakan keinginannya
kepada Tuhan: “menyaksikan kemurahan Tuhan.” Sementara Daud memang berdoa untuk
meminta hal-hal lainnya, ia setidaknya mengaku bahwa tak ada satupun yang lebih baik daripada
diam dalam hadirat Allah. Oleh karena itu, Daud berkata: “Ya Allah, jiwaku haus kepada-Mu…aku
memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu.
Sebab kasih setia-Mu lebih baik daripada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau.” (Mazmur
63:1- 4). Saat Daud menyembah Allah di dalam hadirat-Nya, ia berkata “jwaku dikenyangkan”
(ayat 6), inilah persekutuan dengan Tuhan.
Namun, ada banyak Mazmur yang berisi keluhan, seruan minta tolong dan panggilan supaya
Allah menyatakan kuasa-Nya di bumi. Ada juga ungkapan bernada dingin tentang pengalaman
ketidakhadiran Allah (Mazmur 10,13, 39,42,43 dan 88). Di sini terlihat bahwa, doa adalah sebuah
pergumulan. Di dalam Mazmur 10 dimulai dengan pertanyaan mengapa “Allah berdiri jauh- jauh”
dan “menyembunyikan diri” di waktu kesesakan. Doa ini diakhiri dengan penundukan diri sang
pemazmur di bawah kedaulatan Allah atas waktu dan kebijaksanaan Allah dalam segala sesuatu,
meski masih berseru kepada Tuhan demi terwujudnya keadilan di bumi. Dengan demikian, sang
pemazmur mengakui atau mengafirmasi jenis doa yang berpusat pada Allah.
“Doa adalah salah satu sarana dan salah satu hasil persatuan dengan Kristus. Sebagai sarana itu
sangat penting. Semua hal tentang iman, permohonan, keinginan atau kerinduan setelah
penyerahan yang lebih penuh, pengakuan kekurangan dan dosa, di mana jiwa melepaskan diri
dan melekat pada Kristus, ditemukan dalam doa.”
MAKNA DOA BAGI ORANG KRISTEN
Dalam institutio, John Calvin menyatakan bahwa,“doa adalah suatu
penghubung antara manusia dengan Allah. Meskipun Allah telah memberikan janji-Nya,
namun Ia menghendaki agar umat-Nya meminta di dalam doa.” Selain itu, doa juga
menjelaskan betapa lemah umat-Nya dalam menghadapi kehidupan, sehingga mereka perlu
terus menerus memohon pertolongan-Nya. Karena itu, sudah semestinya setiap orang percaya
senantiasa berdoa karena itulah yang dikehendaki oleh Tuhan (Lukas 18:1; 1 Tesalonika
5:17;Efesus 6:18).
Doa bukanlah aturan atau juga kewajiban yang Tuhan bebankan kepada orang percaya melainkan
kehendak atau keinginan Tuhan. Jika doa merupakan aturan yang harus dilakukan setiap orang
percaya maka orang percaya berdosa jika tidak berdoa. Mengabaikan doa adalah kebodohan
besar yang bisa dilakukan orang Kristen. Hal ini bukanlah soal dosa atau bukan, tapi merupakan
kerugian besar karena berkat rohani yang Tuhan sediakan kepada orang yang berdoa sangatlah
besar. Bounds menyatakan: “Doa adalah kekuatan mengagumkan yang ditempatkan oleh Tuhan
yang Mahabesar di tangan orang-orang kudus-Nya, yang digunakan untuk mencapai tujuan besar
dan meraih hasil-hasil yang tak biasa. Doa menjangkau segalanya, menyentuh semua hal besar
dan kecil yang Tuhan janjikan bagi anak manusia.
Alasan lain dari mengapa orang Kristen harus berdoa adalah, karena adanya kebutuhan (Yakobus
4:2). Alasan ini bukanlah yang terutama. Namun demikian, Tuhan memperbolehkan orang
54 KATEKISASI JEMAAT TEBES
percaya untuk meminta atau memohon sesuatu berkaitan dengan kebutuhannya dalam doa.
Orang percaya tidak harus malu meminta sesuatu kepada Tuhan melalui doa, asalkan permintaan
itu bukan untuk memenuhi kepuasannya.

Dengan berdoa menunjukkan ketidakberdayaan dan kebergantungan pada kuasa Tuhan.


Ketika orang percaya berdoa dengan sungguh-sungguh, hatinya sedang mengharapkan belas
kasih Allah. Doa yang sejati hanya mungkin dipanjatkan oleh setiap orang yang mengakui
ketidakmampuan dirinya dan kesanggupan Allah dalam memberkatinya. Dengan berdoa, orang
percaya membangun komunikasi dengan Tuhan, sehinggaakan semakin mengenal Tuhan,
semakin bersandar pada-Nya dan semakin bergantung pada Tuhan.Tentu pengenalan akan
Tuhan melibatkan pemahaman akan kebenaran Alkitab, oleh karena itu doa tidak boleh
dipisahkan dengan kebenaran Alkitab. Karena sebagaimana komunikasi menjadi efektif jika
berjalan dua arah, maka Tuhan berbicara melalui Firman- Nya, sementara orang percaya
berbicara kepada Tuhan melalui doa.
Sebagai pengikut Kristus atau murid Kristus, orang percaya menjadi sasaran atau target utama
Iblis. Setan akan melakukan segala macam cara untuk menghancurkan orang percaya tanpa
ampun. Itu sebabnya, Tuhan sangat menginginkan agar orang percaya berdoa demi kebaikannya,
agar terhindar dari jerat iblis (1 Petrus 5:8, Lukas 22:31-32, Efesus 6:12-13, 18).
Firman Tuhan dalam Yesaya 55:6 menyatakan, "Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui;
berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!".Tuhan Yesus juga mengajarkan lewat sebuah
perumpamaan supaya murid-murid-Nya tidak jemu- jemu berdoa. Lukas 18:1.
1 Tesalonika 5:17 berkata, "Tetaplah berdoa." Yohanes 14:15. Jadi, mengapa orang percaya
harus berdoa karena Firman Allah yang memerintahkan untuk berdoa. Doa adalah perintah Allah
dan disertai janji Allah.
Allah yang memerintahkan untuk berdoa adalah Allah yang berjanji akan mengabulkan
doa dan permohonan yang disampaikan kepada-Nya. Mazmur 50 :15: “Berserulah kepada-Ku
pada waktu kesesakan,Aku akan meluputkan engkau,dan engkau akan memuliakan Aku”. Dalam
Matius 7:7-8: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat;
ketoklah,maka pintu akan dibukakan kepadamu. Karena setiap orang yang meminta,
menerima,dan setiap orang yang mencari, mendapat,dan setiap orang yang mengetok,baginya
pintu dibukakan.”
Waktu Untuk Berdoa
Alkitab tidak saja mengajarkan agar umat Tuhan bertekun di dalam doa, tetapi juga
memerintahkan supaya mereka melakukannya “di dalam Roh Kudus.” Misalnya, perintah ini
sangat jelas di dalam surat Paulus kepada jemaat Tuhan di Efesus. Ia mengatakan: “Berdoalah
setiap waktu di dalam Roh Kudus” (Ef. 6:18).Kata “setiap waktu” (Yunani: pantote) memiliki
kesetaraan dengan kata “terus menerus” atau “selalu” (Yunani: adialeptos) di dalam 1
Tesalonika 5:17. Doa siapa yang didengar Tuhan? Dalam Alkitab, ditulis bahwa :

55 KATEKISASI JEMAAT TEBES


1. Tuhan mendengar doa orang benar
Ayat-ayat yang tercatan dalam Yak 5:16, Maz 34:16,18. Ams 15:29, ini tidak mengatakan
bahwa seseorang harus menjadi benar dulu dalam perbuatan atau kelakuan kemudian Tuhan
mendengar doa. Orang benar dalam ayat ini menunjuk pada identitas seseorang di dalam Kristus.
Ketika orang berdoa menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka secara
otomatis Allah membenarkan orang tersebut. Orang itu terhitung benar karena imannya di dalam
Yesus. Jadi, secara posisi atau kedudukan, orang berdosa yang bertobat adalah orang benar atau
orang kudus. Bila yang Tuhan maksudkan, orang benar itu adalah orang yang berhasil hidup
benar, maka doa-doa yang dinaikkan kemungkinan besar sulit dijawab karena untuk menjadi
benar dalam karakter sungguh-sungguh sulit dan hal tersebut terjadi melalui proses.
2. Tuhan mendengar doa orang yang taat kepada firman Allah
Ketaatan adalah bukti bahwa seseorang sungguh mengasihi Tuhan. Ketidaktaatan adalah
sikap pemberontakan yang dibenci Tuhan. Tuhan mendengar doa orang yang bersedia taat pada
kebenaran Alkitab, dengan kata lain ketidaktaatan adalah penghalang doa dijawab. (Yoh 15:7).
Arti kata taat adalah senantiasa tunduk kepada Tuhan, pemerintah yang ada di dunia ini.Ketaatan
adalah bagian atau bukti dari iman. Bisa saja ketaatan didasarkan atas motivasi tertentu, tetapi
tidak ada cara lain untuk mewujudkan iman kecuali dengan ketaatan. Alkitab menjelaskan orang
yang hidup dalam ketaatan sebagai wujud iman mereka. Mereka sedia membayar harga untuk
sebuah ketaatan, seperti Abraham, Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego.
Namun pada sisi lain, Alkitab juga berbicara tentang ketidaktaatan dan akibatnya, seperti Saul,
Yunus dan banyak raja-raja Israel. Seringkali manusia tidak menyadari dan berusaha menghindari
harga yang harus dibayar untuk semua ketaatan, padahal ia harus membayar harga yang jauh
lebih mahal (resiko) untuk sebuah ketidaktaatan. I Petrus 1:18-19 menjelaskan bahwa setiap
orang percaya ditebus dengan darah yang mahal, yaitu darah Anak Domba Allah (Yesus) untuk
membayar harga dosa karena ketidaktaatan.
Bentuk ketaatan yang harus dikerjakan adalah pertama, ketaatan kepada Allah atau
Kristus. Ketaatan yang dimaksudkan adalah meneladani Kristus sebagai Teladan yang sejati,
dimana Yesus menunjukkan dan memberikan keteladanan dengan begitu sempurna yaitu Ia
tunduk dan taat kepada Allah Bapa di surga dengan mati di kayu salib bukan karena dosa yang
diperbuat-Nya melainkan dosa seluruh umat manusia. Kedua, taat kepada Firman Tuhan. Taat
kepada Firman Tuhan artinya senantiasa merenungkan Firman itu siang dan malam dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, taat kepada sesama manusia. Di dalam
Titus 3:1 ditulis, “Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang
yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.” Jika seseorang
mengakui mengenal Tuhan dan percaya kepada-Nya maka seharusnyaia juga tunduk kepada
semua yang dikehendaki untuk dilakukan asalkan tidak apa yang diperintahkan itu tidak
bertentangan dengan Firman Tuhan Syarat-Syarat Bagi Doa Yang Dikabulkan Oleh Tuhan
Adapun syarat bagi doa yang dikabulkan oleh Tuhan adalah berdoa dengan iman (Ibrani 11:6.),
memiliki hati yang bersih (Mazmur 66:19), kudus dalam kehidupan sehari-hari (2 Tawarikh 7:14.),
56 KATEKISASI JEMAAT TEBES
berdoa menurut kehendak Allah. (1 Yohanes 5:14-15), tinggal tetap di dalam Kristus (Yohanes
15:7), benar di hadapan Allah “TUHAN itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar
didengar-Nya” (Amsal 15:29 dan juga Yak. 5:16b).

Penghalang sehingga doa tidak didengar dan dijawab oleh Allah adalah karena dosa dan
kejahatan atau kefasikan manusia.
Sikap Berdoa
Bagaimanakah orang Kristen seharusnya berdoa? Apakah ada waktu dan cara atau ritual
tertentu seperti yang dilakukan oleh agama lain? Setiap orang yang percaya dan mempercayakan
hidupnya kepada Tuhan tentu akan berdoa karena ia tahu tanpa Tuhan, ia bukanlah siapa-siapa.
Menurut Calvin, aturan pertama dalam berdoa adalah prinsip penghormaan atau “takut akan
Allah.” Calvin menyerukan kepada umat Kristen untuk memahami betapaserius dan agungnya
doa itu. Tidak ada yang lebih buruk daripada “sepi rasa kagum.” Rasa takut akan Allah bukan rasa
takut akan hukuman karena rasa takut tersebut hanya berkutat pada diri sendiri. Rasa takut ini
dialami oleh orang-orang yang terbungkus di dalam dirinya sendiri. Sedangkan orang yang
percaya kepada Injil bertumbuh dalam paradoks rasa takut yang menggembirakan dan penuh
anugerah.Karena kasih dan sukacita di dalam Allah yang tak terkatakan membuat orang percaya
seharusnya gemetar oleh hak istimewa berada di hadapan-Nya dan sangat rindu menghormati-
Nya. Calvin menyatakan, ”perasaan kagum adalah bagian krusial dari doa.Doa membutuhkan
sekaligus menghasilkan perasaan kagum. Hal ini jelas bahwa dengan memiliki akses pada
perhatian dan kehadiran Allah, semestinya membuat hati dan pikiran orang percaya pada saat
berdoa hanya tertuju pada Allah semata. Hal ini seperti diajarkan oleh Tuhan Yesus yang berdoa
dengan menyatakan, ”jadilah kehendak-Mu.” Salah satu tujuan doa adalah membawa hati untuk
percaya ada kebijaksanaan-Nya, bukan kebijaksanaan diri sendiri.
Tak seorangpun yang mengucapkan doa dengan seluruh ketepatan sempurna yang diperlukan…
tanpa rahmat ini, maka tidak akan nada kebebasan untuk berdoa.” Allah adalah Allah yang
penuh rahmat dan kasih karunia dan dengan demikian Ia mempersatukan orang percaya
dengan diri-Nya sendiri.
Melalui 1 Yohanes 5:14-15, orang percaya diajarkan untuk memiliki keyakinan ketika
datang kepada Allah dalam doa. Dia mendengarkan dan akan memberi apa saja yang diminta
selama itu sesuai dengan kehendak-Nya. Demikian pula Yohanes 14:13-14 menyatakan, “dan apa
juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di
dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.”
Filipi 4:6-7 mengajarkan orang percaya untuk berdoa dengan tidak kuatir, berdoa untuk segala
hal dan berdoa dengan hati yang bersyukur. Keller menulis,
“Jika kita berdoa tanpa kerendahan hati, maksudnya jika doa kita sarat dengan permintaan yang
tak sabaran, maka doa itu akan memotong akses kita dari-Nya. Sebaliknya, jika kia berdoa tanpa
keyakinan atau pengharapan apapun bahwa doa kita akan didengar, maka hal itu menghalangi
kehadiran Allah.”

57 KATEKISASI JEMAAT TEBES


Cara yang pantas untuk berdoa itu mencurahkan hati kepada Allah, jujur dan terbuka
dengan Allah, karena Dia mengenal lebih dari manusia mengenal dirinya sendiri. Bawa
permohonan doa kepada Allah dengan mengingat bahwa Allah mengetahui apa yang terbaik. Ia
tidak akan mengabulkan permohonan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Ungkapkan kasih,
rasa terima kasih dan penyembahan kepada Allah dalam doa tanpa kuatir mengenai
mengucapkan kata-kata yang tepat. Allah lebih tertarik dengan isi hati daripada kelancaran kata-
kata yang puitis. Yang paling dekat sebagai “pola” doa dalam Alkitab itu Doa Bapa Kami dalam
Matius 6:9- 13 tercakup di dalamnya penyembahan, percaya kepada Allah, permintaan,
pengakuan dosa, dan penaklukan diri.
Calvin berpendapat, Allah dapat mendengar dan menjawab segala doa dari siapapun,
bahkan dari orang-orang yang tidak berdoa dengan iman kepada Yesus. Allah kerap mendengar
dan menjawab seruan orang-orang miskin yang teraniaya bahkan ketika mmereka sedang berdoa
kepada sebentuk illah palsu. Ini dapat terjadi karena Allah adalah Allah yang penuh anugerah.
Berdoa “di dalam nama Yesus” diajarkan dalam Yohanes 14:13-14, “Dan apa juga yang kamu
minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika
kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya."
Berdoa “di dalam nama Yesus” berarti berdoa dengan otoritas Yesus dan minta kepada Allah
Bapa untuk menjawab doa orang percaya karena ia menghadap Bapa dalam nama anakNya,
Yesus Kristus. Berdoa “di dalam nama Yesus” artinya datang kepada Allah dalam doa secara
sadar percaya kepada Kristus untuk keselamatan dan penerimaan Allah terhadap manusia yang
berdosa. Berdoa “di dalam nama Yesus” berarti sesuai dengan kehendak Allah dan berdoa untuk
hal-hal yang menghormati dan memuliakan Yesus.
Isi Doa
Di dalam 1 Timotius 2:1 ditulis, “Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah
permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang” dan kemudian dilanjutkan
dengan lebih spesifik pada ayat ke 2, “untuk raja- raja dan untuk semua pembesar, agar kita
dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.”
Hal ini berkenan kepada Allah, Juruselamat kita (ayat 3), “Itulah yang baik dan yang berkenan
kepada Allah, Juruselamat kita” yang memiliki tujuan kekal yaitu, “yang menghendaki supaya
semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (ayat 4).
Alkitab mencatat mengenai siapa saja yang perlu didoakan oleh orang percaya.
1. Yang terhilang: Rom 10: 1; Mat 9: 36-38
2. Para Penguasa: 1 Tim 2: 2; 1 Pet 2: 13-17
3. Orang sakit: Yak 5: 13-15; Kisah Para Rasul 28: 8
4. Musuh-musuh kita: Mat 5: 43-48 Lukas 6: 27-28; Roma 12: 20-21
5. Orang Kristen: Ef 1:16; 6:18; 2 Tim 1: 3; Kol 1: 3; 1 Kor 1: 4; 1 Tes. 1: 2
6. Proklamator Injil: 2 Tes 3: 1-2; Kol 4: 2-4; Kis. 4:29; 12: 5; 13: 3
7. Contoh Yesus berdoa tertulis dalam Yoh 17: yang pertama, ayat 1-5, Berdoalah untuk diri
sendiri...Yesus lakukan: "Muliakanlah Aku sekarang, Bapa". Kedua, Berdoalah untuk
58 KATEKISASI JEMAAT TEBES
diselamatkan (ayat 6-19) "Yang telah Engkau berikan kepadaku" dan ketiga, Berdoalah
untuk yang terhilang (ayat 20-26) "agar dunia percaya".

Allah pasti dan selalu menjawab doa orang percaya. Jawaban doa yang Allah berikan
ada 3 yaitu : ya, tunggu dan tidak. Doa adalah perintah Allah dan disertai janji Allah. Allah
yang memerintahkan untuk berdoa adalah Allah yang berjanji akan mengabulkan doa dan
permohonan setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam doa. Allah turut campur tangan
dalam mengatasi persoalan atau mewujudkan impian atau keinginan orang percaya. Tanpa
Allah tidak mungkin keinginan dan rencana manusia dapat tercapai. Amsal 19:21 mengatakan,
“Banyaklah rencangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.” Ini
menunjukan bawa manusia tidak berkuasa untuk mencapai apa yang diingini. Dalam Amsal
16:3 dikatakan, “Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala
rencanamu.” Jelas sekali hubungan kedua ayat ini. Rancangan manusia tanpa diserahkan
kepada Tuhan tidak akan terlaksana. Apapun itu keinginan hati kita,dapat diuatarakan kepada
Allah di dalam doa-doa dan pasrahkan semuanya dalam tangan kuasa Allah, maka Tuhan akan
mengabulkannya.

59 KATEKISASI JEMAAT TEBES


60 KATEKISASI JEMAAT TEBES
‘’DENGARLAH NASIHAT DAN TERIMALAH
DIDIKAN, SUPAYA ENGKAU MENJADI BIJAK DI
MASA DEPAN’’
AMSAL 19:20

61 KATEKISASI JEMAAT TEBES

Anda mungkin juga menyukai