DSM Iv
DSM Iv
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
GANGGUAN MAKAN
DISUSUN OLEH:
Shahrasyid Abdul Malik
131777714221
1
DAFTAR ISI
Halaman
Cover.................................................................................................................. 1
Daftar Isi............................................................................................................. 2
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6
2.1 Anoreksia Nervosa................................................................................ 6
2.1.1 Definisi……………………………………………....…………. 6
2.1.2 Epidemiologi…………………………………………………… 7
2.1.3 Etiologi…………………………………………………………. 7
2.1.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 8
2.1.5 Diagnosis……………………………………………………….. 8
2.1.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………. 10
2.1.7 Diagnosis Banding…………………………………………….. 11
2.1.8 Terapi…………………………………………………………... 11
2.1.9 Prognosis……………………………………………………….. 13
2.2 Bulimia Nervosa................................................................................... 13
2.2.1 Definisi……………………………………………....…………. 13
2.2.2 Epidemiologi…………………………………………………… 14
2.2.3 Etiologi…………………………………………………………. 14
2.2.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 15
2.2.5 Diagnosis……………………………………………………….. 16
2.2.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………. 17
2.2.7 Diagnosis Banding…………………………………………….. 18
2.2.8 Terapi…………………………………………………………... 18
2.2.9 Prognosis……………………………………………………….. 19
2.3 Gangguan Makan Berlebih ( Binge Eating Disorder ).......................... 20
2.3.1 Definisi……………………………………………....…………. 20
2.3.2 Etiologi…….…………………………………………………… 20
2.3.3 Epidemiologi.……………..……………………………………. 21
2
2.3.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 21
2.3.5 Diagnosis……………………………………………………….. 22
2.3.6 Diagnosis Banding…………………………………………….. 24
2.3.7 Terapi…………………………………………………………... 25
2.3.8 Prognosis……………………………………………………….. 25
2.4. Pika…………....................................................................................... 26
2.4.1 Definisi……………………………………………....…………. 26
2.4.2 Epidemiologi…………………………………………………… 27
2.4.3 Etiologi.…………………...……………………………………. 27
2.4.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 27
2.4.5 Diagnosis……………………………………………………….. 28
2.4.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………….. 28
2.4.7 Diagnosis Banding……………………………………………... 28
2.4.8 Terapi…………………………………………………………... 29
2.5 Gangguan Ruminasi.............................................................................. 29
2.5.1 Definisi……………………………………………....…………. 29
2.5.2 Epidemiologi…………………………………………………… 30
2.5.3 Etiologi.…………………...……………………………………. 30
2.5.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 30
2.5.5 Diagnosis……………………………………………………….. 31
2.5.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………….. 31
2.5.7 Diagnosis Banding……………………………………………... 32
2.5.8 Terapi…………………………………………………………... 32
2.5.9 Prognosis……………………………………………………..... 33
Kesimpulan......................................................................................................... 34
Daftar Pustaka.................................................................................................... 36
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Selain tiga jenis ganguan makan yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula
gangguan makan da masa bayi atau masa kanak muda. Menurut DSM-IV-TR,
gangguan makan pada masa bayi atau masa kanak awal adalah kegagalan menetap
untuk makan dengan adekuat, ditandai dengan kegagalan signifikan dalam
penambahan berat badan atau penurunan berat badan yang signifikan dalam 1
bulan yaitu Pika dan gangguan ruminasi. Pika digambarkan sebagai makan zat-zat
tanpa gizi yang menetap sedikitnya selama 1 bulan. Gangguan ruminasi
digambarkan sebagai regurgitas berulang dan mengunyah kembali makanan pada
bayi atau anak, setelah suatu periode fungsi normal. Gejala berlangsung sedikinya
1 bulan.5
Tanpa adanya pengobatan baik dari gejala fisik maupun emosional pada
gangguan ini, maka kemungkinan dari malnutrisi, masalah pada jantung, dan
kondisi berpotensi fatal lainnya dapat terjadi. Namun, dengan perawatan medis
yang tepat, seseorang dengan gangguan makan dapat melanjutkan kembali
kebiasaan makan yang benar, dan kembali pada kesehatan psikologis dan
emosional yang lebih baik.4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Penderita anoreksia nervosa biasanya memiliki kebiasaan makan yang aneh,
seperti menyisihkan makanan di piringnya dan memotong-motongnya menjadi
bagian bagian kecil, mengunyah lambat-lambat, serta menghindari makan
bersama keluarga. Mereka sangat suka mengumpulkan resep-resep dan masak
untuk keluarga dan teman-temannya, tetapi tidak makan sedikitpun makanan yang
mereka masak. Dengan berlanjutnya gangguan ini, penderita mulai suka
menyendiri dan menarik diri dari teman dan keluarga.6
2.1.2 Epidemiologi
Gangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan sampai pada 4%
pelajar remaja dan dewasa muda. Anoreksia nervosa lebih sering terjadi selama
dekade belakangan ini dibandingkan di masa lalu, dengan meningkatnya laporan
gangguan pada anak perempuan prapubertas dan pada laki-laki. Usia yang
tersering untuk onset gangguan adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa
diperkirakan terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 1% gadis remaja. Gangguan ini
terjadi 10 sampai 20 kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki.
Prevalensi wanita muda yang memiliki beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi
yang tidak memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan adalah mendekati 5%.
Tampaknya gangguan ini paling sering pada negara yang maju, dan mungkin
ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada wanita muda yang profesinya
memerlukan kekurusan, seperti model dan penari balet. 5
2.1.3 Etiologi
Faktor biologis, sosial, dan psikologis terkait sebagai penyebab anoreksia
nervosa. Beberapa bukti menyatakan tingginya angka kesesuaian pada kembar
monozigot dibandingkan kembar dizigot. Saudara perempuan dari pasien
anoreksia nervosa cenderung terkena, tetapi hubungan ini lebih mencerminkan
pengaruh sosial dibandingkan faktor genetik. Gangguan mood berat lebih sering
ditemukan pada anggota keluarga dibandingkan populasi umum. Secara
neurokimia, berkurangnya aktivitas norepinefrin diperkirakan oleh penurunan 3-
methoxy-4-hydroxypnehylgycol (MHPG) pada urin dan cairan cerebrospinal pada
beberapa pasien anoreksia nervosa. Suatu hubungan terbalik ditemukan antara
7
MHPG dan depresi pada pasien ini. peningkatan MHPG menyebabkan penurunan
depresi. 5
2.1.5 Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV Anoreksia Nervosa yaitu :
A. Menolak mempertahankan berat badan pada atau di atas berat badan
normal minimal sesuai dengan usia dan tinggi badan (misalnya,
menurunkan berat badan untuk mempertahan berat badan kurang dari 85%
8
yang diharapkan; atau kegagalan untuk menaikkan berat badan yang
diharapkan selama periode pertumbuhan, sehingga menyebabkan berat
badan kurang dari 85% dari yang diharapkan).
B. Rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan atau menjadi gemuk
meskipun sebenarnya memiliki berat badan kurang.
C. Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri,
berat badan atau bentuk badan yang tidak pantas atas dasar pemeriksaan
sendiri, atau menyangkal keseriusan berat badannya yang rendah.
D. Pada wanita pasca-menstruasi, amenorrea yaitu tidak adanya siklus
menstruasi sedikitnya 3 bulan berturut-turut. (seorang wanita dianggap
mengalami amenorrea jika periode menstruasinya terjadi hanya setelah
pemberian hormon, misalnya estrogen).5
9
3. Terdapat distorsi “body-image” dalam bentuk psikopatologi yang
spesifik dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita,
penilaian yang berlebihan terhadap berat badan yang rendah
4. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan “hypothalamic-
pituitary-gonadal axis” dengan manifestasi pada wanita sebagai
amenore dan pada pria sebagai kehilangan minat dan potensi seksual.
(suatu kekecualian adalah perdarahan vagina yang menetap pada
wanita yang anoreksia yang menerima terapi hormon,umumnya dalam
bentuk pil kontrasepsi). Juga dapat terjadi kenaikan hormon
pertumbuhan, naiknya kadar kortisol, perubahan metabolisme
periferal dari hormon tiroid, dan sekresi insulin abnormal
5. Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas, perkembangan pubertas
tertunda, atau dapat pula tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak
perempuan buah dadanya tidak berkembang dan terdapat amenore
primer, pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil). Pada
penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi “menarche” terlambat.
10
2.1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding anoreksia nervosa adalah dipersulit oleh penyangkalan
pasien akan gejalanya, kerahasiaan disekitar kebiasaan makan pasien yang aneh,
dan penolakan pasien untuk mencari pengobatan. Jadi mungkin sulit untuk
mengidentifikasi mekanisme kehilangan berat badan dan pikiran tentang distorsi
citra tubuh yang menyertai pasien. 5
Klinisi harus meyakinkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis yang
dapat menyebabkan penurunan berat badan (sebagai contohnya, tumor otak atau
kanker). 5
Anoreksia nervosa harus dibedakan dari bulimia nervosa, suatu gangguan
dimana terjadi perilaku makan berlebih yang berulang diikuti oleh mood depresif,
pikiran menyalahkan diri sendiri, dan seringkali muntah yang diinduksi diri
sendiri, terjadi saat pasien mempertahankan berat badannya dalam rentang
normal. Selain itu, pada bulimia nervosa pasien jarang mengalami penurunan
berat badan 15%. Dua keadaan tersebut jarang terjadi bersama-sama. 5
2.1.8 Terapi
Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa, maka
disarankan untuk melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk rawat
inap dirumah sakit, jika diperlukan, dan terapi individual maupun keluarga.
Pendekatan kognitif, interpersonal, dan perilaku, serta pada beberapa kasus, obat-
obatan harus dipertimbangkan. 5
11
dari berat badan yang diharapkan membutuhkan perawatan psikiatrik yang
berkisar antara 2 hingga 6 bulan. 5
2) Psikoterapi
Sebagian besar pasien dengan anoreksia nervosa memerlukan intervensi yang
terus menerus setelah dipulangkan dari rumah sakit. Psikoterapi berorientasi
tilikan adalah membantu pada beberapa pasien anoreksia nervosa jika mereka
telah distabilkan. 5
Terapi perilaku kognitif. Prinsip terapi perilaku dan kognitif dapat diterapkan
di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Terapi perilaku ternyata efektif
untuk mencetuskan peningkatan berat badan. Pemantauan adalah komponen
penting pada terapi perilaku kognitif. Pasien diajarkan untuk mengawasi
asupan makanan, emosi, dan perasaan, perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali, serta masalah mereka di dalam hubungan interpersonal.
5
12
telah dicoba pada pasien anoreksia nervosa termasuk Clomipramine (Anafranil),
Pimozide (Orap), dan Chlorpromazine (Thorazine) belum menunjukkan respon
yang positif. Percobaan Fluoxetine (Prozac) dalam beberapa laporan
menghasilkan kenaikan berat badan. 5
Beberapa bukti menyatakan bahwa terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah
bermanfaat pada kasus anoreksia nervosa tertentu dan gangguan depresif berat.
2.1.9 Prognosis
Perjalanan gangguan anorexia nervosa adalah sangat bervariasi. Pemulihan
spontan tanpa pengobatan, pemulihan setelah berbagai pengobatan, perjalanan
kenaikan berat badan yang berfluktuasi disertai kekambuhan, perjalanan gangguan
yang secara bertahap memburuk sehingga terjadi kematian yang disebabkan
komplikasi kelaparan. Pada umumnya, prognosis adalah tidak baik. Pada mereka
yang telah mencapai kembali berat badan yang cukup, preokupasi dengan
makanan dan berat badan seringkali terus terjadi, hubungan sosial seringkali
buruk. Dan banyak pasien mengalami depresi. Respon jangka pendek pasien
terhadap hampir semua program pengobatan rumah sakit adalah baik. Penelitian
telah menunjukkan rentang angka mortalitas mulai dari 5-18%. 30 sampai 50%
pasien anoreksia nervosa memiliki gejala bulimia nervosa, biasanya terjadi dalam
1,5 tahun setelah awal anoreksia nervosa. 5
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi yang
berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala mencoba untuk
membunuh diri atau menghindari kegiatan sosialnya. Perlu ditekankan bahawa
gangguan ini tidak hanya mengganggu perilaku makan, tetapi juga mendatangkan
akibat pada fisik, psikologis dan aspek sosial pasien. 3
13
akan terjadi perilaku kompensasi berulang seperti ; muntah yang diinduksi sendiri,
pemakaian laksatif, diuretik, puasa atau latihan yang berat untuk mencegah
penambahan berat badan. Namun, tidak seperti pasien anoreksia nervosa, pasien
bulimia nervosa dapat mempertahankan berat badan yang normal. 5
Menurut kriteria DSM-IV, makan berlebih dan perilaku kompensasi harus
terjadi minimal 2 kali seminggu selama 3 bulan. Selain itu, DSM-IV
mengklasifikasikan Bulimia Nervosa menjadi dua tipe yaitu purging type dan non
purging type. Pada purging type, individu tersebut memuntahkan kembali
makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau
enema. Pada nonpurging type, individu tersebut menggunakan cara lain selain
cara yang digunakan pada purging type, seperti berpuasa atau berolahraga secara
berlebihan.5
2.2.2 Epidemiologi
Bulimia nervosa lebih sering terjadi dibandingkan anoreksia nervosa.
Diperkirakan bulimia nervosa berkisar antara 1 hingga 3% pada wanita muda.
Seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa secara signifikan lebih sering pada
wanita dibandingkan laki-laki, tetapi onsetnya lebih sering terjadi pada masa
remaja akhir dibandingkan dengan permulaan anoreksia nervosa. Bulimia nervosa
sering terdapat pada perempuan berberat badan normal, tetapi kadang–kadang
pasien memiliki riwayat obesitas. 5
2.2.3 Etiologi
Faktor Biologi. Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan perilaku
makan berlebih dan kompensasi dengan berbagai neurotransmitter. Terbukti
oleh pemberian antidepresan yang bermanfaat pada pasien bulimia nervosa
yang melibatkan serotonin dan norepinefrin. Kadar endorfin plasma akan
meningkat pada beberapa pasien yang telah muntah, sehingga akan timbul
perasaan sehat yang dirasakan pasien setelah muntah.
14
Faktor Sosial. Pasien dengan bumilia nervosa, seperti pada pasien anoreksia
nervosa, cenderung pada mereka yang mencapai kedudukan tinggi dan perlu
berespon terhadap tekanan sosial untuk menjadi kurus.
Faktor Psikologis. Pasien dengan bulimia nervosa memiliki kesulitan dalam
mengendalikan impulsnya dimana sering dihubungkan dengan ketergantungan
zat, alkohol, dan labilitas emosional (termasuk usaha bunuh diri). 5
15
esofagus. Pasien bulimia dengan purging type mungkin memiliki perjalanan
penyakit yang berbeda dari pasien yang makan banyak dan selanjutnya diet atau
berlatih (non purging type). 5
Bulimia nervosa terdapat pada pasien dengan angka gangguan mood dan
gangguan kendali impuls yang tinggi, juga memiliki gangguan kecemasan,
gangguan bipolar, dan gangguan disosiatif yang tinggi. 5
2.2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh DSM-IV yaitu :
a) Episode makan berlebihan yang berulang. Episode ini ditandai dengan 2 hal
berikut :
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2 jam),
jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang dapat dimakan
oleh sebagian besar orang selama periode waktu yang sama dan dalam
situasi yang sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal,
perasaan bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan
berapa banyak yang dimakan)
b) Perilaku kompensasi berulang yang tidak tepat untuk mencegah kenaikan
berat badan, seperti muntah yang diinduksi sendiri, penyalahgunaan laksatif,
diuretik, enema, berpuasa, atau olahraga berlebihan.
c) Makan berlebihan dan perilaku kompensasi yang tidak tepat ini keduanya
ada, rata-rata setidaknya 2x/minggu selama 3 bulan
d) Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.
e) Gangguan ini tidak hanya terjadi selama episode anoreksia nervosa. 5
16
2. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu atau lebih
cara seperti berikut :
Merangsang muntah oleh diri sendiri
Menggunakan pencahar berlebihan
Puasa berkala
Memakai obat-obatan seperti penekan nafsu makan, sediaan tiroid
atau diuretika. Jika terjadi pada penderita diabetes, mereka akan
mengabaikan pengobatan insulinnya.
3. Gejala psikopatologinya terdiri dari ketakutan yang luar biasa akan
kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari
ambang berat badannya, sangat dibawah berat badan sebelum sakit
dianggap berat badan yang sehat atau optimal. Seringkali, tetapi tidak
selalu, ada riwayat episode anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara
ke dua gangguan tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Episode sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam bentuk
ringan yang tersembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan
atau suatu fase sementara dari amenore.
b) Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan depresif, walaupun penderita
bulimia sering mengalami gejala-gejala depresi.
17
2.2.7 Diagnosa Banding
Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat ditegakkan jika perilaku makan
berlebihan dan memuntahkan kembali hanya terjadi selama episode anoreksia
nervosa. Pada kasus seperti ini, diagnosisnya adalah anoreksia nervosa, tipe
makan berlebihan/mengeluarkan kembali (binge eating/ purging type).
Seorang klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit
neurologis seperti kejang epileptik-ekuivalen, tumor sistem saraf pusat (SSP),
Sindrom Kluver-Bucy atau sindrom Kleine-Levin . 5
2.2.8 Terapi
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk psikoterapi
individual dengan pendekatan kognitif-perilaku, perilaku kelompok, terapi
keluarga, dan farmakoterapi. Karena komorbiditas gangguan mood, gangguan
kecemasan, dan gangguan kepribadian pada bulimia nervosa, klinisi harus
memasukkan gangguan tambahan tersebut dalam rencana pengobatan. 5
Sebagian besar pasien bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak membutuhkan
rawat inap dirumah sakit. Umumnya pasien bulimia nervosa tidak terlalu
merahasiakan gejalanya seperti pada pasien anorexia nervosa. Sehingga terapi
rawat jalan biasanya tidak sulit. 5
1) Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif. suatu kontrak perilaku dan desensitisasi terhadap
pikiran dan perasaan yang dimiliki pasien bulimia nervosa tepat sebelum
makan berlebih. Tetapi, banyak pasien bulimia nervosa memiliki
psikopatologi yang melebihi perilaku makan berlebih. Sehingga,
pendekatan psikoterapik tambahan seperti terapi psikodinamik,
interpersonal, dan keluarga dapat sangat bermanfaat.
Psikoterapi Dinamik. mengkonkretkan mekanisme pertahanan introjektif
dan proyektif. Dengan cara yang mirip dengan membelah, pasien
diharapkan akan mampu membagi makanan dalam dua kategori. Makanan
yang bergizi dan makanan yang tidak sehat. Makanan yang dianggap
bergizi mungkin diingesti karena makanan tersebut secara tidak sadar
18
menyimbolkan introjeksi yang baik. Tetapi makanan yang buruk secara
tidak sadar dihubungkan dengan introjeksi yang buruk sehingga
dikeluarkan melalui muntah, dengan khayalan bawah sadar bahwa semua
destruktivitas, kebencian, dan kejahatan telah dibuang. Pasien mungkin
sementara merasa sehat setelah muntah karena pembuangan yang
dikhayalkannya, tetapi perasaan segalanya baik adalah singkat, karena
didasarkan pada kombinasi yang tidak stabil dari pembelahan dan
proyeksi. 5
2) Farmakoterapi
Medikasi antidepresan dapat menurunkan perilaku makan berlebihan
dan mengeluarkan kembali, terlepas dari adanya gangguan mood. Jadi,
untuk gangguan makan berlebih yang tidak responsif terhadap psikoterapi
saja, antidepresan telah digunakan dengan berhasil. Imipramine (Tofranil),
Despiramine (Norpramin), Trazodone (Desyrel), dan Monoamine Oxidase
Inhibitor (MAOI) telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga merupakan
terapi yang efektif. Pada umumnya, sebagian besar antidepresan efektif
pada dosis yang biasanya diberikan dalam terapi gangguan depresif.
Meskipun demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi
makan berlebihan ini dapat lebih tinggi 60 hingga 80 mg/hari daripada
dosis yang diberikan untuk gangguan depresif. 5
Carbamazepine (Tegretol) dan Lithium (Eskalith) belum
menunjukkan hasil yang mengesankan sebagai pengobatan untuk bulimia
nervosa, tetapi obat tersebut telah digunakan dalam pengobatan pasien
bulimia nervosa dengan gangguan mood komorbid, seperti gangguan
bipolar I. 5
2.2.9 Prognosis
Sedikit yang diketahui tentang perjalanan jangka panjang bulimia nervosa,
dan hasil jangka pendek adalah bervariasi. Secara keseluruhan, bulimia nervosa
tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan anoreksia nervosa.
Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa yang mampu menjalani terapi
19
dilaporkan mengalami 50% perbaikan perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali. Diantara pasien rawat jalan, perbaikan tampaknya
berlangsung lebih dari 5 tahun. Prognosis bergantung pada keparahan sisa
mengeluarkan makanan kembali, yaitu apakah pasien mengalami
ketidakseimbangan elektrolit, dan sampai derajat berapa seringnya muntah
menyebabkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar saliva, dan karies gigi.
Pada beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diobati, remisi spontan
terjadi dalam 1-2 tahun. 5
2.3.2 Etiologi
Penyebab utama BED belum diketahui sampai sekarang, namun seperti tipe
gangguan makan lainnya, dapat ditimbulkan oleh kombinasi beberapa faktor
seperti riwayat keluarga, stres interpersonal, perasaan negatif terkait berat badan,
bentuk badan, dan makanan, pembatasan pola makan serta kebosanan.
Pengalaman masa kecil yang buruk oleh adanya masalah dalam keluarga atau
komentar kritis mengenai bentuk badan, berat badan, atau pola makan yang
dialami pasien dapat berhubungan dengan perkembangan BED. Anggota dalam
20
keluarga yang memiliki riwayat gangguan makan mempunyai risiko tinggi. Gaya
kepribadian impulsif dan ekstrovert termasuk pola makan tidak sehat misalnya
melewati waktu makan, tidak makan dalam porsi cukup, atau menghindari jenis
makanan tertentu, dapat memberikan kontribusi terjadinya gangguan ini.
Pembatasan pola makan, baik dengan diet rendah kalori maupun melewati waktu
makan terutama di siang hari oleh pasien BED akan meningkatkan keinginan
pasien untuk melakukan binge eating, terutama jika memiliki tingkat kepercayaan
diri yang rendah dan gejala depresi. Proses makan dijadikan penderita BED
sebagai sarana untuk mengurangi kecemasan, mengatasi kebosanan, dan
meringankan perasaan tertekan atau depresi.10
2.3.3 Epidemiologi
BED adalah gangguan makan paling sering, ditemukan pada 21 – 48%
pasien overweight dan 5-30% obesitas serta 50-75% pasien dengan severe obesity
yang mencari perawatan medis.4-6 Sejumlah 3,5 – 4% wanita dewasa dan 2% pria
dewasa memiliki BED,3,4,5,7 pada pria paling sering dalam rentang usia 45 – 59
tahun dan pada wanita sejak masa dewasa muda yaitu 18 – 29 tahun.5,8 Sekitar
1,6% remaja diketahui mengalami gangguan makan ini.9 Proporsi penderita lebih
banyak ditemukan pada kulit hitam dibanding kulit putih, namun onset pola binge
eating pada penderita kulit putih lebih dini.10 Meskipun demikian,
psikopatologinya sama pada seluruh kelompok ras dan etnis.10,11 Prevalensi
gangguan ini lebih banyak pada kelompok individu overweight dan obesitas yang
mencari penanganan penurunan berat badan, namun BED dapat timbul pada
populasi umum, sekalipun dengan berat badan normal. 10
21
2.3.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV yaitu:
A. Episode makan berlebihan yang berulang, yang ditandai oleh 2 hal berikut
ini:
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2 jam),
jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang dapat dimakan
oleh sebagian besar orang selama periode waktu yang sama dan dalam
situasi yang sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal,
perasaan bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan
berapa banyak yang dimakan)
B. Disertai oleh 3 atau lebih hal berikut :
1. Makan jauh lebih cepat daripada biasa/normal
2. Makan sampai merasa kekenyangan hingga mengganggu
3. Makan sejumlah besar makanan saat tidak merasa lapar secara fisik
4. Makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan yang
dikonsumsinya
5. Perasaan benci terhadap diri sendiri, depresi, dan merasa bersalah setelah
makan
C. Terdapat kekhawatiran yang jelas tentang perilaku makan berlebih
D. Perilaku makan tersebut terjadi minimal 2 hari/minggu selama 6 bulan
E. Perilaku makan berlebih tidak disertai dengan penggunaan perilaku
kompensasi yang tidak layak ( laksatif, puasa, olahraga berat ) dan tidak
terjadi selama perjalanan anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. 5
22
Makan berlebihan sebagai reaksi terhadap hal-hal yang membuat stres
(emotionally distressing events), sehingga menimbulkan "obesitas reaktif',
terutama pada individu dengan predisposisi untuk bertambah berat badan.
Obesitas sebagai penyebab timbulnya berbagai gangguan psikologis tidak
termasuk disini (obesitas dapat menyebabkan seseorang menjadi sensitif
terhadap penampilannya dan meningkatkan kurang percaya diri dalam
hubungan interpersonal).
Obesitas sebagai efek samping penggunaan pbat-obatan (neuro leptika,
antidepresan, dll) juga tidak termasuk disini.
23
D. Binge eating rata-rata terjadi setidaknya sekali seminggu selama tiga bulan.
E. Binge eating tidak berhubungan dengan timbulnya perilaku kompensasi
berulang yang tidak wajar seperti pada bulimia nervosa dan tidak terjadi
secara eksklusif selama berlangsungnya bulimia nervosa dan anorexia
nervosa.
24
bipolar dapat atau tidak terkait dengan hilangnya kontrol, sehingga jika kriteria
lengkap untuk kedua gangguan terpenuhi, kedua diagnosis dapat ditegakkan.
4. Borderline Personality Disorder BED termasuk dalam kriteria gangguan
perilaku impulsif yang merupakan bagian dari definisi borderline personality
disorder. Jika kriteria untuk kedua gangguan terpenuhi, maka kedua diagnosis
harus ditegakkan.
2.3.7 Terapi
Beberapa obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
desipramine, imipramine, topiramate, dan sibutramine memberikan hasil yang
bermakna. SSRI yang telah berhasil pada kasus BED termasuk dengan perbaikan
mood meliputi fluvoxamine, citalopram, dan sertraline. Beberapa studi
menunjukkan bahwa terapi SSRI dosis tinggi, seperti fluoxetine 60 – 100 mg,
sering menurunkan berat badan selama pengobatan tetapi kembali naik saat obat
dihentikan. Lisdexamfetamine menjadi obat yang pertama (dan satusatunya) yang
disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration untuk mengobati pasien dengan
BED. Efek potensiasi lisdexamfetamine harus diwaspadai sehingga harus
dimonitor secara ketat.10
Dalam satu studi di Amerika Serikat, kombinasi psikoterapi CBT,
lisdexamfetamine, dan antidepresan generasi kedua membantu pasien BED
mengurangi frekuensi binge eating dan mampu mengontrol keinginan makannya,
serta mengatasi masalah kurang percaya diri. Pasien BED memiliki berbagai
tingkat distres yang terkait dengan pemikiran obsesif dan kompulsif, kekhawatiran
tentang bentuk dan berat badan, dan gejala mood negatif yang dapat dikurangi
dengan kombinasi terapi ini. Aktivitas fisik juga menghasilkan penurunan
kejadian BED bila dikombinasikan dengan CBT.10
2.3.6 Prognosis
Binge Eating Disorder mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun
tanpa pengobatan. Juga tidak ada kecenderungan untuk Binge Eating
Disorder beralih ke tipe gangguan makan yang lain. 8
25
Menurut DSM-IV-TR, gangguan makan masa bayi atau masa kanak awal
adalah kegagalan menetap untuk makan dengan adekuat, ditandai dengan
kegagalan yang signifikan dalam menambah berat badan atau adanya penurunan
berat badan yang signifikan dalam 1 bulan. Gejala-gejala sebaiknya tidak
disebabkan oleh keadaan medis atau oleh gangguan jiwa lain serta tidak
disebabkan oleh kekurangan makanan (Tabel 41-3). Gangguan ini memiliki onset
pada usia 6 tahun. 5
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Makan Masa Bayi atau
Masa Kanak Awal 5
A. Gangguan makan seperti yang ditunjukkan dengan kegagalan menetap
untuk makan secara adekuat dengan kegagalan yang signifikan di dalam
menambah berat badan atau penurunan berat badan yang signifikan
selama sedikitnya 1 bulan.
B. Gangguan ini tidak disebabkan bleh gangguan gastrointestinal terkait atau
keadaan medis umum lain (misalnya refluks esofagus).
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain
(misainya gangguan ruminasi) atau karena tidak adanya makanan yang
tersedia.
D. Onsetnya sebelum usia 6 tahun.
2.4 Pika
2.4.1 Definisi
Di dalam revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR), pika digambarkan sebagai makan zat-zat tanpa
gizi yang menetap selama sedikitnya 1 bulan. Perilaku ini harus tidak sesuai
dengan perkembangan, tidak disetujui budaya, dan cukup berat sehingga
membutuhkan perhatian klinis. Pika didiagnosis bahkan ketika gejala ini ada di
26
dalam konteks gangguan lain seperti gangguan autistik, skizofrenia, atau sindrom
Kleine-Levin. Pika tampak jauh lebih sering pada anak kecil dibandingkan orang
dewasa; gangguan ini juga terdapat pada orang dengan retardasi mental. pi antara
orang dewasa, beberapa bentuk pika, termasuk geofagia (makan tanah liat) dan
amilofagia (makan zat tepung), dilaporkart terdapat pada perempuan hamil. 5
2.4.2 Epidemiologi
lnsiden pika jarang pada anak yang berusia lebih tua dan remaja. Pika lebih
lazim pada anak dan remaja dengan retardasi mental. Pika dilaporkan hingga 15
persen individu dengan retardasi mental berat. Pika dapat dijumpai pada kedua
jenis kelamin dengan angka kejadian sama besar. 5
2.4.3 Etiologi
Insiden pika yang lebih tinggi dari perkiraan tampak terdapat pada kerabat
orang dengan gejala ini. Defisiensi gizi didalilkan sebagai penyebab pika; pada
keadaan tertentu, perasaan “nagih” zat-zat yang tidak dapat dimakan diakibatkan
oleh insufisiensi diet. Contohnya, perasaan “nagih” debu dan es kadang-kadang
disebabkan oleh defisiensi besi dan seng, yang dihilangkan dengan pemberiannya.
Insiden pengabaian dan deprivasi orang tua juga dikaitkan dengan kasus pika.
Teori yang menghubungkan deprivasi psikologis dan konsumsi zat yang tidak
dapat dimakan diajukan sebagai mekanisme kompensasi untuk memenuhi
kebutuhan oral. 5
27
memiliki akses pada debu, kotoran hewan, batu, dan kertas. Akibat klinisnya
dapat ringan atau mengancam nyawa, sesuai dengan benda yang dikonsumsi. 5
2.4.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV yaitu:
A. Makan zat tanpa gizi yang menetap untuk periode sedikitnya 1 bulan.
B. Makan zat tanpa gizi &tidak sesuai dengan tingkat perkembangan.
C. Perilaku makan bukan bagian dari praktik yang disetujui budaya.
D. Jika perilaku makan ini terjadi hanya selama perjalanan gangguan jiwa lain
(misalnya retardasi mental, gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia),
gangguan ini cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri. 5
28
perilaku aneh, mencakup meminum air toilet, sampah, dan zat tanpa gizi lainnya.
Laporan kasus baru-baru ini menunjukkan hubungan pika dengan hipersomnolen,
intoksikasi timah, dan pubertas prekoks. Pubertas prekoks menunj ukkan bahwa
hipotalamus sebagai tempat untuk sedikitnya satu bagian dari disfungsi.
intoksikasi timah diketahui dapat disebabkan oleh pika dan beberapa kelaian
neuropsikiatrik lain dalam hal kinerja daya ingat dan kognitif. Sebagian kecil anak
dengan gangguan autistik dan skizoGenia bisa memiliki pika Pada anak yang
menunj ukkan pika dan gangguan medis lain, kedua gangguan harus diberi kode,
menurut DSM-lV-TR. 5
2.4.8 Terapi
Langkah pertama di dalam terapi pika adalah untuk menentukan
penyebabnya jika memungkinkan. Jika pika disebabkan oleh situasi
pengabaian atau penganiayaan, tentu saja keadaan ini perlu diubah. Pajanan
pada zat toksik. seperti timah. harus dihilangkan. Tidak ada terapi definitif
untuk pika; sebagian besar tetapi ditujukan pada edukasi dan modifikasi
perilaku. Terapi menekankan pendekatan psikososial. lingkungan. perilaku,
dan pedoman keluarga. Upaya harus dilakukan untuk mengurangi stresor
psikososial yang signifikan. 5
Beberapa teknik perilaku telah digunakan dengan beberapa pengaruh.
Teknik yang paling cepat berhasil tampaknya adalah terapi aversi ringan atau
penyokongan negatif (contohnya kejut listrik ringan. bunyi tidak
menyenangkan. atau obat emetik). Penyokongan positif. pembentukan model,
pembentukan perilaku, dan terapi koreksi yang berlebihan juga telah
digunakan. Meningkatnya perhatian orang tua, stimulasi, dan pengasuhan
emosional dapat memiliki hasil positif. 5
29
periode fungsi normal. Gejala berlangsung sedikitnya 1 bulan, tidak disebabkan
oleh keadaan medis. dan cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis.
Onset gangguan umumnya terjadi setelah usia 3 bulan; ketika terjadi regurgitasi,
makanan dapat ditelan atau dikeluarkan kembali. 5
Diagnosis gangguan ruminasi dapat ditegakkan tanpa memandang apakah
seorang bayi telah mencapai berat badan normal untuk usianya. Dengan demikian,
gagal tumbuh bukanlah kriteria yang penting pada gangguan ini, tetapi kadang-
kadang gagal tumbuh adalah gejala sisanya. Menurut DSM-IV-TR, gangguan ini
harus ada sedikitnya l bulan setelah suatu periode fungsi normal, dan tidak disertai
dengan penyakit gastrointestinal atau keadaan medis umum lainnya. 5
2.5.2 Epidemiologi
Ruminasi merupakan gangguan yang langka. Tampaknya gangguan ini
lebih lazim ditemukan pada bayi berusia antara 3 bulan dan I tahun dan pada anak
serta orang dewasa yang mengalami retardasi mental. Orang dewasa dengan
ruminasi biasanya tetap memiliki berat badan yang normal. Gangguan ini
mungkin lebih lazim pada laki-laki. Tidak ada angka yang dapat diandalkan
mengenai faktor predisposisi atau pola familial. 5
2.5.3 Etiologi
Beberapa penyebab ruminasi telah dilaporkan. Pada penderita retardasi
mental, gangguan ini dapat hanya merupakan perilaku merangsang diri sendiri.
Pada mereka yang tanpa retardasi mental, teori psikodinamik menghipotesiskan
berbagai gangguan di dalam hubungan ibu-anak. ibu dari bayi dengan gangguan
ini biasanya tidak matang, terlibat di dalam konflik perkawinan, dan tidak dapat
memberikan banyak perhatian pada bayi. Faktorfaktor ini mengakibatkan
pemuasan emosional dan stimulasi5
30
sedikitnya 1 bulan setelah periode fungsi normal. Makanan yang dicerna sebagian
dibawa ke dalam mulut tanpa mual, muntah, jijik, atau gangguan gastrointestinal
yang menyertai. Aktivitas ini dapat dibedakan dari muntah yaitu dengan adanya
gerakan disengaja yangjelas yang dilakukan bayi untuk mencetuskannya.
Makanan kemudian dikeluarkan dari mulut atau dikunyah ulang. Posisi khas
berupa meregangkan dan melengkungkan punggung, dengan kepala ditopang ke
belakang, dapat diamati. Bayi melakukan gerakan mengisap dengan lidah dan
memberikan kesan mendapatkan banyak kepuasan dari aktivitas ini. Gambaran
lain yang biasanya ditemukan adalah iritabilitas bayi dan rasa lapar antara episode
ruminasi.5
2.5.5 Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV : 5
A. Regurgitasi berulang dan mengunyah kembali makanan selama periode
sedikitnya 1 bulan setelah periode fungsi normal.
B. Perilaku inl tidak disebabkan oleh gangguan gastrointestinal terkait atau
keadaan medis umum lainnya (misalnya refluks esofagus).
C. Perilaku ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan anoreksia
nervosa atau bulimia nervosa. Jika gejala hanya terjadi selama perjalanan
gangguan retardasi mental, atau gangguan perkembangan pervasif,
gangguan ini cukup berat sehingga memerlukan perhatian medis
tersendiri.
31
2.5.7 Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis gangguan ruminasi. klinisi harus menyingkirkan
kelainan kongenital gastrointestinal. infeksi. dan penyakit medis lain. Stenosis
pilorus biasanya memberikan gejala muntah proyektil dan umumnya terlihat jelas
sebelum usia 3 bulan, saat onset ruminasi. Ruminasi biasa disertai dengan
berbagai sindrom retardasi mental, yaitu adanya perilaku stereotipik lain serta
gangguan makan, seperti pika. Gangguan ruminasi dapat terjadi pada pasien
dengan gangguan makan lain. seperti bulimia nervosa. 5
2.5.8 Terapi
Terapi gangguan ruminasi sering merupakan kombinasi edukasi dan teknik
perilaku. Kadang-kadang evaluasi hubungan ibu-anak mengungkapkan defisit
yang dapat dipengaruhi dengan memberikan petunjuk pada sang ibu. intervensi
perilaku, seperti memerasjus lemon ke dalam mulut bayi ketika terjadi ruminasi.
dapat efektif untuk menghilangkan perilaku ini. Praktik ini tampak sebagai terapi
yang paling cepat; ruminasi hilang dalam 3 hingga 5 hari. Di dalam laporan
pembelajaran aversif pada gangguan ruminasi, bayi baik-baik saja pada
pemantauan ianj utan setelah 9 atau l2 bulan, tanpa kekambuhan ruminasi disertai
dengan kenaikan berat badan. meningkatnya tingkat aktivitas. dan meningkatnya
responsivitas terhadap orang lain. Ruminasi dapat dikurangi dengan teknik
menarik perhatian anak ketika perilaku ini timbul. Efektivitas terapi sulit
dievaluasi. Sebagian besar yang dilaporkan adalah studi satu kasus; pasien tidak
dimasukkan studi terkontrol secara acak. 5
Setiap komplikasi medis yang turut terjadi juga harus diterapi. Terapi
mencakup perbaikan lingkungan psikososial anak. meningkatkan perhatian penuh
kasih sayang dari ibu atau pemberi pcrawatan. serta psikoterapi untuk ibu atau
untuk kedua orang tua. Ketika terdapat kelainan anatomis seperti hernia hiatus.
perbaikan dengan pembedahan dapat diperlukan. Obat-obat mencakup
metoclopramide (Reglan), cimetidine (Tagamet), dan antipsikotik, seperti
haloperidol (Haldol) serta thioridazine (Mellaril), telah dicoba dan dilaporkan
32
berhasil pada laporan-laporan tidak resmi. Satu studi menunjukkan bahwa, ketika
bayi diizinkan untuk makan sebanyak yang mereka mau, angka ruminasi
berkurang.5
2.1.9 Prognosis
Gangguan ruminasi diyakini memiliki angka remisi spontan yang tinggi.
Bahkan, banyak kasus gangguan ruminasi dapat timbul dan pulih sebelum
didiagnosis. Hanya tersedia data yang terbatas mengenai prognosis gangguan
ruminasi pada orang dewasa. 5
33
KESIMPULAN
34
berkurangnya pengawasan orang tua. Akibat klinisnya dapat ringan atau
mengancam nyawa, sesuai dengan benda yang dikonsumsi
5. Gangguan ruminasi digambarkan sebagai regurgitas berulang dan mengunyah
kembali makanan pada bayi atau anak, setelah suatu periode fungsi normal.
Gejala berlangsung sedikitnya 1 bulan dan tidak disertai dengan penyakit
gastrointestinal atau keadaan medis umum lainnya dan cukup berat sehingga
memerlukan perhatian klinis. Onset gangguan umumnya terjadi setelah usia 3
bulan; ketika terjadi regurgitasi, makanan dapat ditelan atau dikeluarkan
kembali. Diagnosis gangguan ruminasi dapat ditegakkan tanpa memandang
apakah seorang bayi telah mencapai berat badan normal untuk usianya.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
11. Maslim R. 2013. Buku Saku: Diagnosis Ganguan Jiwa dari PPDGJ-III dan
DSM 5. PT-Nuh-Jaya. Jakarta
37