Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN KEDOKTERAN JIWA REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 30 Juli 2018

UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT

PALU

GANGGUAN MAKAN

DISUSUN OLEH:
Shahrasyid Abdul Malik
131777714221

SUPERVISOR : dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes., Sp.KJ

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN KEDOKTERAN JIWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2018

1
DAFTAR ISI
Halaman
Cover.................................................................................................................. 1
Daftar Isi............................................................................................................. 2
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6
2.1 Anoreksia Nervosa................................................................................ 6
2.1.1 Definisi……………………………………………....…………. 6
2.1.2 Epidemiologi…………………………………………………… 7
2.1.3 Etiologi…………………………………………………………. 7
2.1.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 8
2.1.5 Diagnosis……………………………………………………….. 8
2.1.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………. 10
2.1.7 Diagnosis Banding…………………………………………….. 11
2.1.8 Terapi…………………………………………………………... 11
2.1.9 Prognosis……………………………………………………….. 13
2.2 Bulimia Nervosa................................................................................... 13
2.2.1 Definisi……………………………………………....…………. 13
2.2.2 Epidemiologi…………………………………………………… 14
2.2.3 Etiologi…………………………………………………………. 14
2.2.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 15
2.2.5 Diagnosis……………………………………………………….. 16
2.2.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………. 17
2.2.7 Diagnosis Banding…………………………………………….. 18
2.2.8 Terapi…………………………………………………………... 18
2.2.9 Prognosis……………………………………………………….. 19
2.3 Gangguan Makan Berlebih ( Binge Eating Disorder ).......................... 20
2.3.1 Definisi……………………………………………....…………. 20
2.3.2 Etiologi…….…………………………………………………… 20
2.3.3 Epidemiologi.……………..……………………………………. 21

2
2.3.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 21
2.3.5 Diagnosis……………………………………………………….. 22
2.3.6 Diagnosis Banding…………………………………………….. 24
2.3.7 Terapi…………………………………………………………... 25
2.3.8 Prognosis……………………………………………………….. 25
2.4. Pika…………....................................................................................... 26
2.4.1 Definisi……………………………………………....…………. 26
2.4.2 Epidemiologi…………………………………………………… 27
2.4.3 Etiologi.…………………...……………………………………. 27
2.4.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 27
2.4.5 Diagnosis……………………………………………………….. 28
2.4.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………….. 28
2.4.7 Diagnosis Banding……………………………………………... 28
2.4.8 Terapi…………………………………………………………... 29
2.5 Gangguan Ruminasi.............................................................................. 29
2.5.1 Definisi……………………………………………....…………. 29
2.5.2 Epidemiologi…………………………………………………… 30
2.5.3 Etiologi.…………………...……………………………………. 30
2.5.4 Gambaran Klinis……………………………………………….. 30
2.5.5 Diagnosis……………………………………………………….. 31
2.5.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium………………………….. 31
2.5.7 Diagnosis Banding……………………………………………... 32
2.5.8 Terapi…………………………………………………………... 32
2.5.9 Prognosis……………………………………………………..... 33
Kesimpulan......................................................................................................... 34
Daftar Pustaka.................................................................................................... 36

3
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis


dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa (AN) dan
bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai
gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan.
Gangguan makan dapat mempengaruhi beberapa juta orang pada waktu
tertentu, paling sering pada perempuan diantara usia 12 dan 35. Diketahui jumlah
pasien dengan gangguan makan telah meningkat secara global sejak 50 tahun
yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu hingga dua juta wanita memenuhi
kriteria diagnostik untuk Bulimia nervosa, dan 500.000 wanita memenuhi kriteria
diagnostik untuk Anoreksia nervosa (Academy for Eating Disorder, 2006).
Peningkatan ini berkaitan dengan kesadaran ekstrim tentang berat badan dan
tampilan fisik, kebanyakan dikalangan generasi muda. Di Indonesia, 12-22%
wanita berusia 15-29 tahun menderita defisiensi energi kronis (IMT <18,5) di
beberapa kawasan.1
Dalam beberapa kasus, gangguan makan terjadi bersamaan dengan gangguan
kejiwaan lain seperti kecemasan, panik, gangguan obsesif kompulsif dan masalah
penyalahgunaan narkoba dan alkohol. Adanya bukti baru menunjukkan bahwa
faktor keturunan mungkin berperan dalam terjadinya gangguan makan pada
orang-orang tertentu, Tetapi gangguan ini juga dialami oleh banyak orang yang
tidak memiliki riwayat keluarga sebelumnya.3
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)
mengklasifikasikan ada tiga jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa,
bulimia dan binge-eating disorder . Anorexia nervosa ditandai dengan keengganan
untuk menetapkan berat badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh,
ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat terganggu.
Bulimia Nervosa ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar yang
sering dan berulang-ulang, kemudian memuntahkan kembali, penggunaan obat
pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan 2.

4
Selain tiga jenis ganguan makan yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula
gangguan makan da masa bayi atau masa kanak muda. Menurut DSM-IV-TR,
gangguan makan pada masa bayi atau masa kanak awal adalah kegagalan menetap
untuk makan dengan adekuat, ditandai dengan kegagalan signifikan dalam
penambahan berat badan atau penurunan berat badan yang signifikan dalam 1
bulan yaitu Pika dan gangguan ruminasi. Pika digambarkan sebagai makan zat-zat
tanpa gizi yang menetap sedikitnya selama 1 bulan. Gangguan ruminasi
digambarkan sebagai regurgitas berulang dan mengunyah kembali makanan pada
bayi atau anak, setelah suatu periode fungsi normal. Gejala berlangsung sedikinya
1 bulan.5
Tanpa adanya pengobatan baik dari gejala fisik maupun emosional pada
gangguan ini, maka kemungkinan dari malnutrisi, masalah pada jantung, dan
kondisi berpotensi fatal lainnya dapat terjadi. Namun, dengan perawatan medis
yang tepat, seseorang dengan gangguan makan dapat melanjutkan kembali
kebiasaan makan yang benar, dan kembali pada kesehatan psikologis dan
emosional yang lebih baik.4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan


dan perhatian yang berlebihan tentang berat dan bentuk tubuh. Onset biasanya
terjadi pada usia remaja. Menurut DSM-IV, terdapat tiga jenis gangguan makan :
anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan makan yang tidak ditentukan.5

2.1 Anoreksia Nervosa


2.1.1 Definisi
Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa (AN) adalah penolakan yang menetap
untuk mempertahankan berat badan minimal atau diatasnya (penurunan berat
badan menyebabkan berat badan < 85% dari berat badan yang diharapkan) atau
kegagalan untuk mencapai berat yang diharapkan selama masa pertumbuhan.
Terjadi ketakutan yang berlebihan akan terjadi gemuk, meskipun memiliki berat
badan yang kurang. dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-
turut.5
Anoreksia Nervosa terbagi menjadi dua jenis. Dalam jenis membatasi
(restricting type), selama periode anoreksia nervosa, seseorang hanya akan
membatasi asupan makanannya saja, tanpa makan berlebih atau memuntahkan
kembali atau menggunakan laksatif atau diuretik. Sedangkan pada tipe makan
berlebih/muntah kembali (binge eating/purging type) selama periode anoreksia
nervosa, seseorang akan terlibat dalam makan berlebih atau memuntahkan
kembali atau menggunakan laksatif atau diuretik. 5
Kebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan
kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita kekurangan
nutrisi.6
Makan, makanan dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi. Seseorang
dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang kali, menjaga porsi
makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan jumlah yang sangat kecil dan
hanya sebagian jenis makanan saja 6

6
Penderita anoreksia nervosa biasanya memiliki kebiasaan makan yang aneh,
seperti menyisihkan makanan di piringnya dan memotong-motongnya menjadi
bagian bagian kecil, mengunyah lambat-lambat, serta menghindari makan
bersama keluarga. Mereka sangat suka mengumpulkan resep-resep dan masak
untuk keluarga dan teman-temannya, tetapi tidak makan sedikitpun makanan yang
mereka masak. Dengan berlanjutnya gangguan ini, penderita mulai suka
menyendiri dan menarik diri dari teman dan keluarga.6

2.1.2 Epidemiologi
Gangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan sampai pada 4%
pelajar remaja dan dewasa muda. Anoreksia nervosa lebih sering terjadi selama
dekade belakangan ini dibandingkan di masa lalu, dengan meningkatnya laporan
gangguan pada anak perempuan prapubertas dan pada laki-laki. Usia yang
tersering untuk onset gangguan adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa
diperkirakan terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 1% gadis remaja. Gangguan ini
terjadi 10 sampai 20 kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki.
Prevalensi wanita muda yang memiliki beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi
yang tidak memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan adalah mendekati 5%.
Tampaknya gangguan ini paling sering pada negara yang maju, dan mungkin
ditemukan dengan frekuensi tertinggi pada wanita muda yang profesinya
memerlukan kekurusan, seperti model dan penari balet. 5

2.1.3 Etiologi
Faktor biologis, sosial, dan psikologis terkait sebagai penyebab anoreksia
nervosa. Beberapa bukti menyatakan tingginya angka kesesuaian pada kembar
monozigot dibandingkan kembar dizigot. Saudara perempuan dari pasien
anoreksia nervosa cenderung terkena, tetapi hubungan ini lebih mencerminkan
pengaruh sosial dibandingkan faktor genetik. Gangguan mood berat lebih sering
ditemukan pada anggota keluarga dibandingkan populasi umum. Secara
neurokimia, berkurangnya aktivitas norepinefrin diperkirakan oleh penurunan 3-
methoxy-4-hydroxypnehylgycol (MHPG) pada urin dan cairan cerebrospinal pada
beberapa pasien anoreksia nervosa. Suatu hubungan terbalik ditemukan antara

7
MHPG dan depresi pada pasien ini. peningkatan MHPG menyebabkan penurunan
depresi. 5

2.1.4 Gambaran Klinis


Pasien dengan gangguan ini menunjukkan perilaku aneh terhadap
makanan. Mereka menyembunyikan makanan dimana saja di dalam rumah dan
sering membawa permen dengan jumlah banyak dikantong dan tasnya. Saat
makan, mereka mencoba membuang makanan di dalam serbet atau
menyembunyikannya di dalam kantong. Mereka memotong makanannya hingga
potongan yang sangat kecil dan menghabiskan banyak waktu untuk menyusun
potongan-potongan tersebut didalam piringnya. Jika pasien dimarahi tentang
perilaku anehnya, mereka sering menyangkal bahwa perilaku mereka adalah tidak
lazim atau dengan datar menolak membicarakannya. 5
Suatu ketakutan yang kuat akan penambahan berat badan dan menjadi
gemuk adalah ditemukan pada semua pasien dengan gangguan dan tidak
diragukan lagi berperan dalam hilangnya minat mereka dalam terapi dan bahkan
menolak terapi. 5
Perilaku obsesif-kompulsif, depresi, dan kecemasan adalah gejala
psikiatrik lain pada anoreksia nervosa yang sering dicantumkan di dalam literatur.
Pasien cenderung menjadi kaku dan perfeksionis, disertai keluhan somatik,
terutama gangguan epigastrik, yang biasanya sering ditemukan. Mencuri
kompulsif, biasanya permen dan laksatif dan kadang-kadang pakaian dan benda-
benda lain sering ditemukan. 5
Penyesuaian seksual yang buruk seringkali ditemukan pada pasien dengan
gangguan ini. Banyak pasien remaja dengan anoreksia nervosa mengalami
keterlambatan perkembangan seksual. 5

2.1.5 Diagnosis
 Kriteria diagnosis menurut DSM-IV Anoreksia Nervosa yaitu :
A. Menolak mempertahankan berat badan pada atau di atas berat badan
normal minimal sesuai dengan usia dan tinggi badan (misalnya,
menurunkan berat badan untuk mempertahan berat badan kurang dari 85%

8
yang diharapkan; atau kegagalan untuk menaikkan berat badan yang
diharapkan selama periode pertumbuhan, sehingga menyebabkan berat
badan kurang dari 85% dari yang diharapkan).
B. Rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan atau menjadi gemuk
meskipun sebenarnya memiliki berat badan kurang.
C. Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri,
berat badan atau bentuk badan yang tidak pantas atas dasar pemeriksaan
sendiri, atau menyangkal keseriusan berat badannya yang rendah.
D. Pada wanita pasca-menstruasi, amenorrea yaitu tidak adanya siklus
menstruasi sedikitnya 3 bulan berturut-turut. (seorang wanita dianggap
mengalami amenorrea jika periode menstruasinya terjadi hanya setelah
pemberian hormon, misalnya estrogen).5

 Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III : 11


A. Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan sengaja,
dipacu dan atau dipertahankan oeh penderita
B. Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan semua hal-hal seperti
dibawah ini:
1. Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya (baik
yang berkurang maupun yang tak pernah dicapai), atau “Quetelet’s
body-mass index” adalah 17,5 atau kurang (Quetelet’s body-mass
index = berat [kg] / tinggi [m]kuadrat). Pada penderita pra pubertas
bisa saja gagal mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan.
2. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan
makanan yang mengandung lemak dan salah satu atau lebih dari hal-
hal yang berikut ini:
 Merangsang muntah oleh diri sendiri
 Menggunakan pencahar
 Olahraga berlebihan
 Memakai obat penekan nafsu makan dan / atau diuretika

9
3. Terdapat distorsi “body-image” dalam bentuk psikopatologi yang
spesifik dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita,
penilaian yang berlebihan terhadap berat badan yang rendah
4. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan “hypothalamic-
pituitary-gonadal axis” dengan manifestasi pada wanita sebagai
amenore dan pada pria sebagai kehilangan minat dan potensi seksual.
(suatu kekecualian adalah perdarahan vagina yang menetap pada
wanita yang anoreksia yang menerima terapi hormon,umumnya dalam
bentuk pil kontrasepsi). Juga dapat terjadi kenaikan hormon
pertumbuhan, naiknya kadar kortisol, perubahan metabolisme
periferal dari hormon tiroid, dan sekresi insulin abnormal
5. Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas, perkembangan pubertas
tertunda, atau dapat pula tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak
perempuan buah dadanya tidak berkembang dan terdapat amenore
primer, pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil). Pada
penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapi “menarche” terlambat.

2.1.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium


Tidak ada tes laboratorium tunggal yang mutlak membantu diagnosis
anoreksia nervosa. Bermacam-macam masalah endokrin dan medis dapat
berkembang sekunder karena kelaparan yang terjadi gangguan. Dengan demikian
urutan uji laboratorium adalah diperlukan pada orang yang memenuhi kriteria
diagnostik untuk anoreksia nervosa. Tes tersebut dapat berupa elektrolit serum
dengan tes fungsi ginjal, tes glukosa, amilase, dan hematologis,
elektrokardiogram, kadar kolesterol, tes supresi deksametason, dan kadar karoten,
klinisi mungkin menemukan penurunan hormon tiroid, penurunan glukosa serum,
nonsupresi kortisol setelah deksametason, hipokalemia, peningkatan BUN, dan
hiperkolesterolemia. Komplikasi kardiovaskular adalah sering ditemukan dan
berupa hipertensi dan bradikardia. 5

10
2.1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding anoreksia nervosa adalah dipersulit oleh penyangkalan
pasien akan gejalanya, kerahasiaan disekitar kebiasaan makan pasien yang aneh,
dan penolakan pasien untuk mencari pengobatan. Jadi mungkin sulit untuk
mengidentifikasi mekanisme kehilangan berat badan dan pikiran tentang distorsi
citra tubuh yang menyertai pasien. 5
Klinisi harus meyakinkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis yang
dapat menyebabkan penurunan berat badan (sebagai contohnya, tumor otak atau
kanker). 5
Anoreksia nervosa harus dibedakan dari bulimia nervosa, suatu gangguan
dimana terjadi perilaku makan berlebih yang berulang diikuti oleh mood depresif,
pikiran menyalahkan diri sendiri, dan seringkali muntah yang diinduksi diri
sendiri, terjadi saat pasien mempertahankan berat badannya dalam rentang
normal. Selain itu, pada bulimia nervosa pasien jarang mengalami penurunan
berat badan 15%. Dua keadaan tersebut jarang terjadi bersama-sama. 5

2.1.8 Terapi
Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa, maka
disarankan untuk melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk rawat
inap dirumah sakit, jika diperlukan, dan terapi individual maupun keluarga.
Pendekatan kognitif, interpersonal, dan perilaku, serta pada beberapa kasus, obat-
obatan harus dipertimbangkan. 5

1) Rawat inap di rumah sakit


Pertimbangan pertama di dalam terapi anoreksia nervosa adalah
mengembalikan keadaan nutrisi pasien, dehidrasi, kelaparan, dan
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang
serius, bahkan kematian. Pada umumnya, pasien anoreksia nervosa yang berat
badannya 20% dibawah berat badan yang diharapkan, disarankan untuk menjalani
program rawat inap di rumah sakit, dan pasien yang berat badannya dibawah 30%

11
dari berat badan yang diharapkan membutuhkan perawatan psikiatrik yang
berkisar antara 2 hingga 6 bulan. 5

2) Psikoterapi
Sebagian besar pasien dengan anoreksia nervosa memerlukan intervensi yang
terus menerus setelah dipulangkan dari rumah sakit. Psikoterapi berorientasi
tilikan adalah membantu pada beberapa pasien anoreksia nervosa jika mereka
telah distabilkan. 5
 Terapi perilaku kognitif. Prinsip terapi perilaku dan kognitif dapat diterapkan
di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Terapi perilaku ternyata efektif
untuk mencetuskan peningkatan berat badan. Pemantauan adalah komponen
penting pada terapi perilaku kognitif. Pasien diajarkan untuk mengawasi
asupan makanan, emosi, dan perasaan, perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali, serta masalah mereka di dalam hubungan interpersonal.
5

 Psikoterapi Dinamik. Psikoterapi suportif-ekspresif dinamik kadang-kadang


digunakan untuk pengkobatan pasien anoreksia nervosa. Tetapi penolakan
pasien menyebabkan proses ini sulit dilakukan dan seksama. Ahli terapi harus
menghindari penanaman yang berlebihan dalam usaha mengganti perilaku
makan pasien. 5
 Terapi Keluarga. Analisis keluarga harus dilakukan pada semua pasien
anoreksia nervosa yang tinggal dengan keluarganya. berdasarkan analisis ini,
penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan jenis terapi keluarga atau
konseling yang disarankan. 5
3) Farmakoterapi
Penilitian farmakologis belum mengidentifikasi adanya medikasi yang
menyebabkan perbaikan definitif pada gejala inti anoreksia nervosa. Beberapa
laporan mendukung penggunaan Cyproheptadine (Periactin), suatu obat dengan
sifat antihistaminik dan antiserotonergik, pada pasien dengan tipe anoreksia
nervosa yang membatasi. Obat lain Amitriptyline (Elavil) telah dilaporkan
memberikan manfaat pada pasien dengan anoreksia nervosa. Medikasi lain yang

12
telah dicoba pada pasien anoreksia nervosa termasuk Clomipramine (Anafranil),
Pimozide (Orap), dan Chlorpromazine (Thorazine) belum menunjukkan respon
yang positif. Percobaan Fluoxetine (Prozac) dalam beberapa laporan
menghasilkan kenaikan berat badan. 5
Beberapa bukti menyatakan bahwa terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah
bermanfaat pada kasus anoreksia nervosa tertentu dan gangguan depresif berat.

2.1.9 Prognosis
Perjalanan gangguan anorexia nervosa adalah sangat bervariasi. Pemulihan
spontan tanpa pengobatan, pemulihan setelah berbagai pengobatan, perjalanan
kenaikan berat badan yang berfluktuasi disertai kekambuhan, perjalanan gangguan
yang secara bertahap memburuk sehingga terjadi kematian yang disebabkan
komplikasi kelaparan. Pada umumnya, prognosis adalah tidak baik. Pada mereka
yang telah mencapai kembali berat badan yang cukup, preokupasi dengan
makanan dan berat badan seringkali terus terjadi, hubungan sosial seringkali
buruk. Dan banyak pasien mengalami depresi. Respon jangka pendek pasien
terhadap hampir semua program pengobatan rumah sakit adalah baik. Penelitian
telah menunjukkan rentang angka mortalitas mulai dari 5-18%. 30 sampai 50%
pasien anoreksia nervosa memiliki gejala bulimia nervosa, biasanya terjadi dalam
1,5 tahun setelah awal anoreksia nervosa. 5
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi yang
berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala mencoba untuk
membunuh diri atau menghindari kegiatan sosialnya. Perlu ditekankan bahawa
gangguan ini tidak hanya mengganggu perilaku makan, tetapi juga mendatangkan
akibat pada fisik, psikologis dan aspek sosial pasien. 3

2.2 Bulimia Nervosa


2.2.1 Definisi
Bulimia Nervosa didefinisikan sebagai makan banyak / berlebihan yang
terjadi secara berulang disertai dengan perasaan diluar kendali dan setelah itu
diikuti oleh rasa bersalah, dan depresi terhadap diri sendiri. Pada gangguan ini

13
akan terjadi perilaku kompensasi berulang seperti ; muntah yang diinduksi sendiri,
pemakaian laksatif, diuretik, puasa atau latihan yang berat untuk mencegah
penambahan berat badan. Namun, tidak seperti pasien anoreksia nervosa, pasien
bulimia nervosa dapat mempertahankan berat badan yang normal. 5
Menurut kriteria DSM-IV, makan berlebih dan perilaku kompensasi harus
terjadi minimal 2 kali seminggu selama 3 bulan. Selain itu, DSM-IV
mengklasifikasikan Bulimia Nervosa menjadi dua tipe yaitu purging type dan non
purging type. Pada purging type, individu tersebut memuntahkan kembali
makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau
enema. Pada nonpurging type, individu tersebut menggunakan cara lain selain
cara yang digunakan pada purging type, seperti berpuasa atau berolahraga secara
berlebihan.5

2.2.2 Epidemiologi
Bulimia nervosa lebih sering terjadi dibandingkan anoreksia nervosa.
Diperkirakan bulimia nervosa berkisar antara 1 hingga 3% pada wanita muda.
Seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa secara signifikan lebih sering pada
wanita dibandingkan laki-laki, tetapi onsetnya lebih sering terjadi pada masa
remaja akhir dibandingkan dengan permulaan anoreksia nervosa. Bulimia nervosa
sering terdapat pada perempuan berberat badan normal, tetapi kadang–kadang
pasien memiliki riwayat obesitas. 5

2.2.3 Etiologi
 Faktor Biologi. Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan perilaku
makan berlebih dan kompensasi dengan berbagai neurotransmitter. Terbukti
oleh pemberian antidepresan yang bermanfaat pada pasien bulimia nervosa
yang melibatkan serotonin dan norepinefrin. Kadar endorfin plasma akan
meningkat pada beberapa pasien yang telah muntah, sehingga akan timbul
perasaan sehat yang dirasakan pasien setelah muntah.

14
 Faktor Sosial. Pasien dengan bumilia nervosa, seperti pada pasien anoreksia
nervosa, cenderung pada mereka yang mencapai kedudukan tinggi dan perlu
berespon terhadap tekanan sosial untuk menjadi kurus.
 Faktor Psikologis. Pasien dengan bulimia nervosa memiliki kesulitan dalam
mengendalikan impulsnya dimana sering dihubungkan dengan ketergantungan
zat, alkohol, dan labilitas emosional (termasuk usaha bunuh diri). 5

2.2.4 Gambaran klinis


Menurut DSM-IV, gambaran penting pada bulimia nervosa adalah episode
berulang makan berlebihan, suatu perasaan tidak adanya kendali terhadap makan
saat makan banyak, muntah yang dicetuskan sendiri, penyalahgunaan laksatif atau
diuretik, berpuasa, maupun olahraga berlebihan untuk mencegah naiknya berat
badan, dan penilaian diri sendiri terus menerus yang terlalu dipengaruhi bentuk
dan berat badan. Makan berlebihan biasanya dilakukan kira-kira 1 jam sebelum
muntah.5
Muntah sering terjadi dan biasanya dipicu dengan cara mencolokkan jari
kedalam tenggorokan. Muntah akan mengurangi nyeri abdomen dan perasaan
kembung serta memungkinkan pasien untuk terus makan tanpa takut akan
kenaikan berat badan. Depresi sering mengikuti episode ini dan disebut
penderitaan setelah makan berlebih (postbinge anguish). Selama makan banyak,
pasien memakan makanan manis, berkalori tinggi, dan umumnya lembut dan
teksturnya halus seperti cake dan kue kering. Beberapa pasien menyukai makanan
yang besar tanpa memandang rasanya. Makanan dimakan diam-diam dan dengan
cepat bahkan kadang-kadang tidak dikunyah. Sebagian besar pasien bulimia
nervosa berat badannya berada didalam kisaran normal, tetapi beberapa pasien
merasa prihatin tentang tubuh dan penampilannya, khawatir tentang bagaimana
orang lain memandang dirinya. 5
Pasien dengan bulimia nervosa pada purging type mungkin beresiko untuk
mengalami komplikasi medis tertentu, seperti hipokalemia akibat muntah atau
penyalahgunaan laksatif, dan alkalosis hipokloremik. Mereka yang muntah
berulangkali memiliki resiko mengalami resiko mengalami robekan lambung dan

15
esofagus. Pasien bulimia dengan purging type mungkin memiliki perjalanan
penyakit yang berbeda dari pasien yang makan banyak dan selanjutnya diet atau
berlatih (non purging type). 5
Bulimia nervosa terdapat pada pasien dengan angka gangguan mood dan
gangguan kendali impuls yang tinggi, juga memiliki gangguan kecemasan,
gangguan bipolar, dan gangguan disosiatif yang tinggi. 5

2.2.5 Diagnosis
 Kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh DSM-IV yaitu :
a) Episode makan berlebihan yang berulang. Episode ini ditandai dengan 2 hal
berikut :
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2 jam),
jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang dapat dimakan
oleh sebagian besar orang selama periode waktu yang sama dan dalam
situasi yang sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal,
perasaan bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan
berapa banyak yang dimakan)
b) Perilaku kompensasi berulang yang tidak tepat untuk mencegah kenaikan
berat badan, seperti muntah yang diinduksi sendiri, penyalahgunaan laksatif,
diuretik, enema, berpuasa, atau olahraga berlebihan.
c) Makan berlebihan dan perilaku kompensasi yang tidak tepat ini keduanya
ada, rata-rata setidaknya 2x/minggu selama 3 bulan
d) Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.
e) Gangguan ini tidak hanya terjadi selama episode anoreksia nervosa. 5

 Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-5 : 11


a) Untuk diagnostik pasti, dibutuhkan semua berikut ini:
1. Terdapat preokupasi yang menetap untuk untuk makan, dan ketagihan
(craving) terhadap makanan yang tidak bisa dilawan, penderita tidak
berdaya terhadap datangnya episode makan berlebihan dimana makanan
dalam jumlah yang besar dimakan dalam waktu yang singkat

16
2. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu atau lebih
cara seperti berikut :
 Merangsang muntah oleh diri sendiri
 Menggunakan pencahar berlebihan
 Puasa berkala
 Memakai obat-obatan seperti penekan nafsu makan, sediaan tiroid
atau diuretika. Jika terjadi pada penderita diabetes, mereka akan
mengabaikan pengobatan insulinnya.
3. Gejala psikopatologinya terdiri dari ketakutan yang luar biasa akan
kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari
ambang berat badannya, sangat dibawah berat badan sebelum sakit
dianggap berat badan yang sehat atau optimal. Seringkali, tetapi tidak
selalu, ada riwayat episode anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara
ke dua gangguan tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Episode sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam bentuk
ringan yang tersembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan
atau suatu fase sementara dari amenore.
b) Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan depresif, walaupun penderita
bulimia sering mengalami gejala-gejala depresi.

2.2.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium


Bulimia nervosa dapat menyebabkan kelainan elektrolit dan berbagai derajat
kelaparan, walaupun mungkin tidak sejelas pada pasien anoreksia nervosa dengan
berat badan rendah. Jadi meskipun berhadapan dengan pasien bulimia nervosa
dengan berat badan normal, klinisi harus melakukan pemeriksaan laboratorium
untuk elektrolit dan metabolisme. Dehidrasi dan gangguan elektrolit kemungkinan
terjadi pada pasien bulimia nervosa yang secara teratur menggunakan pencahar.
Pasien dengan bulimia nervosa seringkali menunjukkan hipomagnesemia dan
hiperamilasemia. Walaupun bukan merupakan ciri diagnostik inti, banyak pasien
dengan bulimia nervosa memiliki gangguan menstruasi. Hipotensi dan bradikardia
terjadi pada beberapa pasien. 5

17
2.2.7 Diagnosa Banding
Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat ditegakkan jika perilaku makan
berlebihan dan memuntahkan kembali hanya terjadi selama episode anoreksia
nervosa. Pada kasus seperti ini, diagnosisnya adalah anoreksia nervosa, tipe
makan berlebihan/mengeluarkan kembali (binge eating/ purging type).
Seorang klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit
neurologis seperti kejang epileptik-ekuivalen, tumor sistem saraf pusat (SSP),
Sindrom Kluver-Bucy atau sindrom Kleine-Levin . 5

2.2.8 Terapi
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk psikoterapi
individual dengan pendekatan kognitif-perilaku, perilaku kelompok, terapi
keluarga, dan farmakoterapi. Karena komorbiditas gangguan mood, gangguan
kecemasan, dan gangguan kepribadian pada bulimia nervosa, klinisi harus
memasukkan gangguan tambahan tersebut dalam rencana pengobatan. 5
Sebagian besar pasien bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak membutuhkan
rawat inap dirumah sakit. Umumnya pasien bulimia nervosa tidak terlalu
merahasiakan gejalanya seperti pada pasien anorexia nervosa. Sehingga terapi
rawat jalan biasanya tidak sulit. 5
1) Psikoterapi
 Terapi perilaku kognitif. suatu kontrak perilaku dan desensitisasi terhadap
pikiran dan perasaan yang dimiliki pasien bulimia nervosa tepat sebelum
makan berlebih. Tetapi, banyak pasien bulimia nervosa memiliki
psikopatologi yang melebihi perilaku makan berlebih. Sehingga,
pendekatan psikoterapik tambahan seperti terapi psikodinamik,
interpersonal, dan keluarga dapat sangat bermanfaat.
 Psikoterapi Dinamik. mengkonkretkan mekanisme pertahanan introjektif
dan proyektif. Dengan cara yang mirip dengan membelah, pasien
diharapkan akan mampu membagi makanan dalam dua kategori. Makanan
yang bergizi dan makanan yang tidak sehat. Makanan yang dianggap
bergizi mungkin diingesti karena makanan tersebut secara tidak sadar

18
menyimbolkan introjeksi yang baik. Tetapi makanan yang buruk secara
tidak sadar dihubungkan dengan introjeksi yang buruk sehingga
dikeluarkan melalui muntah, dengan khayalan bawah sadar bahwa semua
destruktivitas, kebencian, dan kejahatan telah dibuang. Pasien mungkin
sementara merasa sehat setelah muntah karena pembuangan yang
dikhayalkannya, tetapi perasaan segalanya baik adalah singkat, karena
didasarkan pada kombinasi yang tidak stabil dari pembelahan dan
proyeksi. 5
2) Farmakoterapi
Medikasi antidepresan dapat menurunkan perilaku makan berlebihan
dan mengeluarkan kembali, terlepas dari adanya gangguan mood. Jadi,
untuk gangguan makan berlebih yang tidak responsif terhadap psikoterapi
saja, antidepresan telah digunakan dengan berhasil. Imipramine (Tofranil),
Despiramine (Norpramin), Trazodone (Desyrel), dan Monoamine Oxidase
Inhibitor (MAOI) telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga merupakan
terapi yang efektif. Pada umumnya, sebagian besar antidepresan efektif
pada dosis yang biasanya diberikan dalam terapi gangguan depresif.
Meskipun demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi
makan berlebihan ini dapat lebih tinggi 60 hingga 80 mg/hari daripada
dosis yang diberikan untuk gangguan depresif. 5
Carbamazepine (Tegretol) dan Lithium (Eskalith) belum
menunjukkan hasil yang mengesankan sebagai pengobatan untuk bulimia
nervosa, tetapi obat tersebut telah digunakan dalam pengobatan pasien
bulimia nervosa dengan gangguan mood komorbid, seperti gangguan
bipolar I. 5

2.2.9 Prognosis
Sedikit yang diketahui tentang perjalanan jangka panjang bulimia nervosa,
dan hasil jangka pendek adalah bervariasi. Secara keseluruhan, bulimia nervosa
tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan anoreksia nervosa.
Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa yang mampu menjalani terapi

19
dilaporkan mengalami 50% perbaikan perilaku makan berlebihan dan
mengeluarkan kembali. Diantara pasien rawat jalan, perbaikan tampaknya
berlangsung lebih dari 5 tahun. Prognosis bergantung pada keparahan sisa
mengeluarkan makanan kembali, yaitu apakah pasien mengalami
ketidakseimbangan elektrolit, dan sampai derajat berapa seringnya muntah
menyebabkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar saliva, dan karies gigi.
Pada beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diobati, remisi spontan
terjadi dalam 1-2 tahun. 5

2.3 Gangguan Makan Berlebih ( Binge Eating Disorder )


2.3.1 Definisi
Gangguan makan berlebih (binge eating disorder) yaitu suatu episode makan
berlebih dimana seseorang akan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
sangat besar dalam waktu yang singkat dan merasa diluar kendali/tidak terkontrol
4
selama makan. Binge Eating Disorder (BED) merupakan kategori baru dalam
DSM-5 untuk diagnosis gangguan makan, yang sebelumnya merupakan bagian
dari EDNOS dan didefinisikan sebagai episode makan dengan kuantitas lebih
besar (binge eating) dari apa yang kebanyakan orang dapat makan dalam periode
waktu ataupun kondisi yang sama diikuti dengan adanya perasaan kehilangan
kontrol selama proses makan tersebut serta berulang dalam jarak waktu singkat
(misalnya setiap periode dua jam), yang terjadi setidaknya seminggu sekali
selama tiga bulan.10

2.3.2 Etiologi
Penyebab utama BED belum diketahui sampai sekarang, namun seperti tipe
gangguan makan lainnya, dapat ditimbulkan oleh kombinasi beberapa faktor
seperti riwayat keluarga, stres interpersonal, perasaan negatif terkait berat badan,
bentuk badan, dan makanan, pembatasan pola makan serta kebosanan.
Pengalaman masa kecil yang buruk oleh adanya masalah dalam keluarga atau
komentar kritis mengenai bentuk badan, berat badan, atau pola makan yang
dialami pasien dapat berhubungan dengan perkembangan BED. Anggota dalam

20
keluarga yang memiliki riwayat gangguan makan mempunyai risiko tinggi. Gaya
kepribadian impulsif dan ekstrovert termasuk pola makan tidak sehat misalnya
melewati waktu makan, tidak makan dalam porsi cukup, atau menghindari jenis
makanan tertentu, dapat memberikan kontribusi terjadinya gangguan ini.
Pembatasan pola makan, baik dengan diet rendah kalori maupun melewati waktu
makan terutama di siang hari oleh pasien BED akan meningkatkan keinginan
pasien untuk melakukan binge eating, terutama jika memiliki tingkat kepercayaan
diri yang rendah dan gejala depresi. Proses makan dijadikan penderita BED
sebagai sarana untuk mengurangi kecemasan, mengatasi kebosanan, dan
meringankan perasaan tertekan atau depresi.10

2.3.3 Epidemiologi
BED adalah gangguan makan paling sering, ditemukan pada 21 – 48%
pasien overweight dan 5-30% obesitas serta 50-75% pasien dengan severe obesity
yang mencari perawatan medis.4-6 Sejumlah 3,5 – 4% wanita dewasa dan 2% pria
dewasa memiliki BED,3,4,5,7 pada pria paling sering dalam rentang usia 45 – 59
tahun dan pada wanita sejak masa dewasa muda yaitu 18 – 29 tahun.5,8 Sekitar
1,6% remaja diketahui mengalami gangguan makan ini.9 Proporsi penderita lebih
banyak ditemukan pada kulit hitam dibanding kulit putih, namun onset pola binge
eating pada penderita kulit putih lebih dini.10 Meskipun demikian,
psikopatologinya sama pada seluruh kelompok ras dan etnis.10,11 Prevalensi
gangguan ini lebih banyak pada kelompok individu overweight dan obesitas yang
mencari penanganan penurunan berat badan, namun BED dapat timbul pada
populasi umum, sekalipun dengan berat badan normal. 10

2.3.4 Gambaran klinis


Terjadi komplikasi fisik Binge Eating Disorder termasuk peningkatan
berat badan. Individu dengan Binge Eating Disorder juga mengalami rasa
bersalah, malu dan tertekan akan perilaku makannya, yang dapat mengakibatkan
keadaan perilaku makannya lebih buruk. 10

21
2.3.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV yaitu:
A. Episode makan berlebihan yang berulang, yang ditandai oleh 2 hal berikut
ini:
1. Makan, dalam periode waktu yang jelas (misal,dalam tiap periode 2 jam),
jumlah makanan yang jelas lebih besar dibandingkan yang dapat dimakan
oleh sebagian besar orang selama periode waktu yang sama dan dalam
situasi yang sama)
2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ini (misal,
perasaan bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan
berapa banyak yang dimakan)
B. Disertai oleh 3 atau lebih hal berikut :
1. Makan jauh lebih cepat daripada biasa/normal
2. Makan sampai merasa kekenyangan hingga mengganggu
3. Makan sejumlah besar makanan saat tidak merasa lapar secara fisik
4. Makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan yang
dikonsumsinya
5. Perasaan benci terhadap diri sendiri, depresi, dan merasa bersalah setelah
makan
C. Terdapat kekhawatiran yang jelas tentang perilaku makan berlebih
D. Perilaku makan tersebut terjadi minimal 2 hari/minggu selama 6 bulan
E. Perilaku makan berlebih tidak disertai dengan penggunaan perilaku
kompensasi yang tidak layak ( laksatif, puasa, olahraga berat ) dan tidak
terjadi selama perjalanan anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. 5

 Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-5 : 11


F50.4 Makan Berlebihan Yang Berhubungan dengan Gangguan Psikologis
Lainnya

22
 Makan berlebihan sebagai reaksi terhadap hal-hal yang membuat stres
(emotionally distressing events), sehingga menimbulkan "obesitas reaktif',
terutama pada individu dengan predisposisi untuk bertambah berat badan.
 Obesitas sebagai penyebab timbulnya berbagai gangguan psikologis tidak
termasuk disini (obesitas dapat menyebabkan seseorang menjadi sensitif
terhadap penampilannya dan meningkatkan kurang percaya diri dalam
hubungan interpersonal).
 Obesitas sebagai efek samping penggunaan pbat-obatan (neuro leptika,
antidepresan, dll) juga tidak termasuk disini.

 Kriteria diagnosis klinis binge eating disorder berdasarkan DSM-5 Binge


eating disorder 307.51 (F50.8) 10
A. Episode binge eating berulang. Sebuah episode binge eating
dikarakteristikkan dengan dua hal berikut:
1. Makan, dalam periode waktu singkat yang berlainan (misalnya, dalam
jangka 2 jam) dengan jumlah makanan yang lebih besar daripada
umumnya dikonsumsi seseorang pada periode waktu dan kondisi yang
sama.
2. Kurangnya kemampuan mengontrol makan dalam setiap episode
(misalnya, perasaan bahwa seseorang tidak bisa berhenti makan atau
mengendalikan apa atau berapa banyak asupan yang dikonsumsi)
B. Episode binge eating berhubungan dengan tiga (atau lebih) gejala sebagai
berikut:
1. Makan jauh lebih cepat dari biasanya
2. Makan sampai merasa kenyang yang tidak nyaman
3. Makan dalam jumlah besar meskipun secara fisik tidak merasa lapar
4. Makan secara diam-diam karena merasa malu dengan banyaknya
asupan yang dikonsumsi
5. Merasa sangat bersalah, jijik dengan diri sendiri, atau depresi setelah
binge eating
C. Timbulnya distress bermakna berkenaan dengan binge eating

23
D. Binge eating rata-rata terjadi setidaknya sekali seminggu selama tiga bulan.
E. Binge eating tidak berhubungan dengan timbulnya perilaku kompensasi
berulang yang tidak wajar seperti pada bulimia nervosa dan tidak terjadi
secara eksklusif selama berlangsungnya bulimia nervosa dan anorexia
nervosa.

2.3.6 Diagnosis Banding10


1. Bulimia Nervosa (BN) BED memiliki pola makan berulang yang menyerupai
BN, namun berbeda dalam beberapa hal mendasar. Perilaku kompensasi yang
tidak wajar dalam usaha mengeluarkan makanan yang telah dikonsumsi, seperti
purging atau mencoba muntah, penyalahgunaan laksatif, pengaturan pola
makan berlebihan, hanya dimiliki oleh BN. Individu BED sering
mengupayakan restriksi asupan makan yang dirancang untuk mempengaruhi
berat dan bentuk badan tanpa hasil. BED juga berbeda dari BN dalam hal
respons terhadap pengobatan, perbaikan klinis secara konsisten lebih tinggi
pada BED.
2. Obesitas Pasien obesitas secara umum tidak mengalami proses makan berulang
dalam waktu singkat, sehingga pada pasien obesitas jarang terjadi fenomena
weight cycling, yaitu naik turun berat badan lebih dari 10 kg yang tidak stabil.
Berdasarkan penelitian di Amerika, jika dibandingkan dengan pasien obesitas
tanpa BED dengan berat badan yang sama, pasien BED cenderung
mengonsumsi kalori lebih besar di setiap proses makan terlepas kondisi BED
pasien, patologi gangguan makan lebih hebat seperti emotional eating atau
kebiasaan makan yang buruk, memiliki gangguan fungsional yang lebih buruk,
kualitas hidup lebih rendah, tekanan yang lebih hebat, serta komorbiditas
psikiatrik yang lebih besar.
3. Gangguan Bipolar dan Depresi Peningkatan nafsu makan dan berat badan
termasuk dalam kriteria major depressive episode dan secara atipik
menentukan diagnosis gangguan bipolar dan depresi.2 Namun, peningkatan
asupan makan dalam konteks major depressive episode ataupun gangguan

24
bipolar dapat atau tidak terkait dengan hilangnya kontrol, sehingga jika kriteria
lengkap untuk kedua gangguan terpenuhi, kedua diagnosis dapat ditegakkan.
4. Borderline Personality Disorder BED termasuk dalam kriteria gangguan
perilaku impulsif yang merupakan bagian dari definisi borderline personality
disorder. Jika kriteria untuk kedua gangguan terpenuhi, maka kedua diagnosis
harus ditegakkan.

2.3.7 Terapi
Beberapa obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
desipramine, imipramine, topiramate, dan sibutramine memberikan hasil yang
bermakna. SSRI yang telah berhasil pada kasus BED termasuk dengan perbaikan
mood meliputi fluvoxamine, citalopram, dan sertraline. Beberapa studi
menunjukkan bahwa terapi SSRI dosis tinggi, seperti fluoxetine 60 – 100 mg,
sering menurunkan berat badan selama pengobatan tetapi kembali naik saat obat
dihentikan. Lisdexamfetamine menjadi obat yang pertama (dan satusatunya) yang
disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration untuk mengobati pasien dengan
BED. Efek potensiasi lisdexamfetamine harus diwaspadai sehingga harus
dimonitor secara ketat.10
Dalam satu studi di Amerika Serikat, kombinasi psikoterapi CBT,
lisdexamfetamine, dan antidepresan generasi kedua membantu pasien BED
mengurangi frekuensi binge eating dan mampu mengontrol keinginan makannya,
serta mengatasi masalah kurang percaya diri. Pasien BED memiliki berbagai
tingkat distres yang terkait dengan pemikiran obsesif dan kompulsif, kekhawatiran
tentang bentuk dan berat badan, dan gejala mood negatif yang dapat dikurangi
dengan kombinasi terapi ini. Aktivitas fisik juga menghasilkan penurunan
kejadian BED bila dikombinasikan dengan CBT.10

2.3.6 Prognosis
Binge Eating Disorder mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun
tanpa pengobatan. Juga tidak ada kecenderungan untuk Binge Eating
Disorder beralih ke tipe gangguan makan yang lain. 8

25
Menurut DSM-IV-TR, gangguan makan masa bayi atau masa kanak awal
adalah kegagalan menetap untuk makan dengan adekuat, ditandai dengan
kegagalan yang signifikan dalam menambah berat badan atau adanya penurunan
berat badan yang signifikan dalam 1 bulan. Gejala-gejala sebaiknya tidak
disebabkan oleh keadaan medis atau oleh gangguan jiwa lain serta tidak
disebabkan oleh kekurangan makanan (Tabel 41-3). Gangguan ini memiliki onset
pada usia 6 tahun. 5
 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Makan Masa Bayi atau
Masa Kanak Awal 5
A. Gangguan makan seperti yang ditunjukkan dengan kegagalan menetap
untuk makan secara adekuat dengan kegagalan yang signifikan di dalam
menambah berat badan atau penurunan berat badan yang signifikan
selama sedikitnya 1 bulan.
B. Gangguan ini tidak disebabkan bleh gangguan gastrointestinal terkait atau
keadaan medis umum lain (misalnya refluks esofagus).
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain
(misainya gangguan ruminasi) atau karena tidak adanya makanan yang
tersedia.
D. Onsetnya sebelum usia 6 tahun.

2.4 Pika
2.4.1 Definisi
Di dalam revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR), pika digambarkan sebagai makan zat-zat tanpa
gizi yang menetap selama sedikitnya 1 bulan. Perilaku ini harus tidak sesuai
dengan perkembangan, tidak disetujui budaya, dan cukup berat sehingga
membutuhkan perhatian klinis. Pika didiagnosis bahkan ketika gejala ini ada di

26
dalam konteks gangguan lain seperti gangguan autistik, skizofrenia, atau sindrom
Kleine-Levin. Pika tampak jauh lebih sering pada anak kecil dibandingkan orang
dewasa; gangguan ini juga terdapat pada orang dengan retardasi mental. pi antara
orang dewasa, beberapa bentuk pika, termasuk geofagia (makan tanah liat) dan
amilofagia (makan zat tepung), dilaporkart terdapat pada perempuan hamil. 5

2.4.2 Epidemiologi
lnsiden pika jarang pada anak yang berusia lebih tua dan remaja. Pika lebih
lazim pada anak dan remaja dengan retardasi mental. Pika dilaporkan hingga 15
persen individu dengan retardasi mental berat. Pika dapat dijumpai pada kedua
jenis kelamin dengan angka kejadian sama besar. 5

2.4.3 Etiologi
Insiden pika yang lebih tinggi dari perkiraan tampak terdapat pada kerabat
orang dengan gejala ini. Defisiensi gizi didalilkan sebagai penyebab pika; pada
keadaan tertentu, perasaan “nagih” zat-zat yang tidak dapat dimakan diakibatkan
oleh insufisiensi diet. Contohnya, perasaan “nagih” debu dan es kadang-kadang
disebabkan oleh defisiensi besi dan seng, yang dihilangkan dengan pemberiannya.
Insiden pengabaian dan deprivasi orang tua juga dikaitkan dengan kasus pika.
Teori yang menghubungkan deprivasi psikologis dan konsumsi zat yang tidak
dapat dimakan diajukan sebagai mekanisme kompensasi untuk memenuhi
kebutuhan oral. 5

2.4.4 Gambaran klinis


Memakan zat yang tidak dapat dimakan secara berulang setelah usia 18 bulan
biasanya dianggap abnormal. Onset pika biasanya antara usia 12 dan 24 bulan,
dan insiden berkurang seiring usia. Zat khusus yang dikonsumsi bervariasi
bergantung pada kemudahan diperolehnya, dan meningkat sesuai dengan
penguasaan lokomosi dan meningkatnya kemandirian yang dihasilkan serta
berkurangnya pengawasan orang tua. Biasanya, anak yang masih kecil
mengonsumsi cat, plester, kawat, rambut, dan pakaian; anak yang lebih tua

27
memiliki akses pada debu, kotoran hewan, batu, dan kertas. Akibat klinisnya
dapat ringan atau mengancam nyawa, sesuai dengan benda yang dikonsumsi. 5

2.4.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV yaitu:
A. Makan zat tanpa gizi yang menetap untuk periode sedikitnya 1 bulan.
B. Makan zat tanpa gizi &tidak sesuai dengan tingkat perkembangan.
C. Perilaku makan bukan bagian dari praktik yang disetujui budaya.
D. Jika perilaku makan ini terjadi hanya selama perjalanan gangguan jiwa lain
(misalnya retardasi mental, gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia),
gangguan ini cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri. 5

2.4.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium


Tidak ada tes laboratorium tunggal yang mengonfirmasi atau
menyingkirkan diagnosis pika, tetapi beberapa tes laboratorium berguna karena
pika sering disertai dengan indeks yang abnormal. Kadar serum besi dan seng
harus selalu diperoleh; pada banyak kasus pika, kadar ini rendah dan dapat turut
menyebabkan timbulnya pika. Pika dapat hilang ketika besi dan seng oral
diiberikan. Kadar hemoglobin pasien harus diperoleh; jika kadarnya berkurang,
dapat terjadi anemia. Pada anak dengan pika, kadar timah serum harus didapat
jika dokter khawatir pada anak; keracunan timah dapat terjadi akibat
mengonsumsi timah. Ketika kadar timah anak meningkat, keadaan ini harus
diterapi. 5

2.4.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pika mencakup defisiensi zat besi dan seng. Pika juga
dapat terjadi bersama dengan keadaan gagal tumbuh dan beberapa gangguanjiwa
dan medis lain, termasuk skizofrenia. gangguan autistik, anoreksia nervosa, dan
sindrom Kleine-Levin. Pada kekerdilan psikososial, bentuk gagal tumbuh
endrokrinologis dan perilaku yang dramatik tetapi reversibel, anak menunjukkan

28
perilaku aneh, mencakup meminum air toilet, sampah, dan zat tanpa gizi lainnya.
Laporan kasus baru-baru ini menunjukkan hubungan pika dengan hipersomnolen,
intoksikasi timah, dan pubertas prekoks. Pubertas prekoks menunj ukkan bahwa
hipotalamus sebagai tempat untuk sedikitnya satu bagian dari disfungsi.
intoksikasi timah diketahui dapat disebabkan oleh pika dan beberapa kelaian
neuropsikiatrik lain dalam hal kinerja daya ingat dan kognitif. Sebagian kecil anak
dengan gangguan autistik dan skizoGenia bisa memiliki pika Pada anak yang
menunj ukkan pika dan gangguan medis lain, kedua gangguan harus diberi kode,
menurut DSM-lV-TR. 5

2.4.8 Terapi
Langkah pertama di dalam terapi pika adalah untuk menentukan
penyebabnya jika memungkinkan. Jika pika disebabkan oleh situasi
pengabaian atau penganiayaan, tentu saja keadaan ini perlu diubah. Pajanan
pada zat toksik. seperti timah. harus dihilangkan. Tidak ada terapi definitif
untuk pika; sebagian besar tetapi ditujukan pada edukasi dan modifikasi
perilaku. Terapi menekankan pendekatan psikososial. lingkungan. perilaku,
dan pedoman keluarga. Upaya harus dilakukan untuk mengurangi stresor
psikososial yang signifikan. 5
Beberapa teknik perilaku telah digunakan dengan beberapa pengaruh.
Teknik yang paling cepat berhasil tampaknya adalah terapi aversi ringan atau
penyokongan negatif (contohnya kejut listrik ringan. bunyi tidak
menyenangkan. atau obat emetik). Penyokongan positif. pembentukan model,
pembentukan perilaku, dan terapi koreksi yang berlebihan juga telah
digunakan. Meningkatnya perhatian orang tua, stimulasi, dan pengasuhan
emosional dapat memiliki hasil positif. 5

2.5 Gangguan Ruminasi


2.5.1 Definisi
Di dalam DSM-lV-TR, gangguan ruminasi digambarkan sebagai regurgitas
berulang dan mengunyah kembali makanan pada bayi atau anak, setelah suatu

29
periode fungsi normal. Gejala berlangsung sedikitnya 1 bulan, tidak disebabkan
oleh keadaan medis. dan cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis.
Onset gangguan umumnya terjadi setelah usia 3 bulan; ketika terjadi regurgitasi,
makanan dapat ditelan atau dikeluarkan kembali. 5
Diagnosis gangguan ruminasi dapat ditegakkan tanpa memandang apakah
seorang bayi telah mencapai berat badan normal untuk usianya. Dengan demikian,
gagal tumbuh bukanlah kriteria yang penting pada gangguan ini, tetapi kadang-
kadang gagal tumbuh adalah gejala sisanya. Menurut DSM-IV-TR, gangguan ini
harus ada sedikitnya l bulan setelah suatu periode fungsi normal, dan tidak disertai
dengan penyakit gastrointestinal atau keadaan medis umum lainnya. 5

2.5.2 Epidemiologi
Ruminasi merupakan gangguan yang langka. Tampaknya gangguan ini
lebih lazim ditemukan pada bayi berusia antara 3 bulan dan I tahun dan pada anak
serta orang dewasa yang mengalami retardasi mental. Orang dewasa dengan
ruminasi biasanya tetap memiliki berat badan yang normal. Gangguan ini
mungkin lebih lazim pada laki-laki. Tidak ada angka yang dapat diandalkan
mengenai faktor predisposisi atau pola familial. 5

2.5.3 Etiologi
Beberapa penyebab ruminasi telah dilaporkan. Pada penderita retardasi
mental, gangguan ini dapat hanya merupakan perilaku merangsang diri sendiri.
Pada mereka yang tanpa retardasi mental, teori psikodinamik menghipotesiskan
berbagai gangguan di dalam hubungan ibu-anak. ibu dari bayi dengan gangguan
ini biasanya tidak matang, terlibat di dalam konflik perkawinan, dan tidak dapat
memberikan banyak perhatian pada bayi. Faktorfaktor ini mengakibatkan
pemuasan emosional dan stimulasi5

2.5.4 Gambaran Klinis


DSM-lV-TR mencatat bahwa gambaran penting gangguan ini adalah
regurgitasi berulang dan mengunyah kembali makanan selama suatu periode

30
sedikitnya 1 bulan setelah periode fungsi normal. Makanan yang dicerna sebagian
dibawa ke dalam mulut tanpa mual, muntah, jijik, atau gangguan gastrointestinal
yang menyertai. Aktivitas ini dapat dibedakan dari muntah yaitu dengan adanya
gerakan disengaja yangjelas yang dilakukan bayi untuk mencetuskannya.
Makanan kemudian dikeluarkan dari mulut atau dikunyah ulang. Posisi khas
berupa meregangkan dan melengkungkan punggung, dengan kepala ditopang ke
belakang, dapat diamati. Bayi melakukan gerakan mengisap dengan lidah dan
memberikan kesan mendapatkan banyak kepuasan dari aktivitas ini. Gambaran
lain yang biasanya ditemukan adalah iritabilitas bayi dan rasa lapar antara episode
ruminasi.5

2.5.5 Diagnosis
 Kriteria diagnosis menurut DSM-IV : 5
A. Regurgitasi berulang dan mengunyah kembali makanan selama periode
sedikitnya 1 bulan setelah periode fungsi normal.
B. Perilaku inl tidak disebabkan oleh gangguan gastrointestinal terkait atau
keadaan medis umum lainnya (misalnya refluks esofagus).
C. Perilaku ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan anoreksia
nervosa atau bulimia nervosa. Jika gejala hanya terjadi selama perjalanan
gangguan retardasi mental, atau gangguan perkembangan pervasif,
gangguan ini cukup berat sehingga memerlukan perhatian medis
tersendiri.

2.5.6 Pemeriksaan Patologi dan Laboratorium


Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus yang patognomonik untuk gangguan
ruminasi. Klinisi harus menyingkirkan penyebab fisik muntah. seperti stenosis
pilorus dan hernia hiatus. sebelum menegakkan diagnosis gangguan ruminasi.
Gangguan ruminasi dapat disertai dengan gagal tumbuh dan berbagai derajat
kelaparan. Dengan demikian. pemeriksaan laboratorium fungsi endokrinologis
(uji fungsi tiroid. tes supresi-deksametason). elektrolit serum. dan pemeriksaan
hematologis membantu menentukan keparahan efek gangguan ruminasi. 5

31
2.5.7 Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis gangguan ruminasi. klinisi harus menyingkirkan
kelainan kongenital gastrointestinal. infeksi. dan penyakit medis lain. Stenosis
pilorus biasanya memberikan gejala muntah proyektil dan umumnya terlihat jelas
sebelum usia 3 bulan, saat onset ruminasi. Ruminasi biasa disertai dengan
berbagai sindrom retardasi mental, yaitu adanya perilaku stereotipik lain serta
gangguan makan, seperti pika. Gangguan ruminasi dapat terjadi pada pasien
dengan gangguan makan lain. seperti bulimia nervosa. 5

2.5.8 Terapi
Terapi gangguan ruminasi sering merupakan kombinasi edukasi dan teknik
perilaku. Kadang-kadang evaluasi hubungan ibu-anak mengungkapkan defisit
yang dapat dipengaruhi dengan memberikan petunjuk pada sang ibu. intervensi
perilaku, seperti memerasjus lemon ke dalam mulut bayi ketika terjadi ruminasi.
dapat efektif untuk menghilangkan perilaku ini. Praktik ini tampak sebagai terapi
yang paling cepat; ruminasi hilang dalam 3 hingga 5 hari. Di dalam laporan
pembelajaran aversif pada gangguan ruminasi, bayi baik-baik saja pada
pemantauan ianj utan setelah 9 atau l2 bulan, tanpa kekambuhan ruminasi disertai
dengan kenaikan berat badan. meningkatnya tingkat aktivitas. dan meningkatnya
responsivitas terhadap orang lain. Ruminasi dapat dikurangi dengan teknik
menarik perhatian anak ketika perilaku ini timbul. Efektivitas terapi sulit
dievaluasi. Sebagian besar yang dilaporkan adalah studi satu kasus; pasien tidak
dimasukkan studi terkontrol secara acak. 5
Setiap komplikasi medis yang turut terjadi juga harus diterapi. Terapi
mencakup perbaikan lingkungan psikososial anak. meningkatkan perhatian penuh
kasih sayang dari ibu atau pemberi pcrawatan. serta psikoterapi untuk ibu atau
untuk kedua orang tua. Ketika terdapat kelainan anatomis seperti hernia hiatus.
perbaikan dengan pembedahan dapat diperlukan. Obat-obat mencakup
metoclopramide (Reglan), cimetidine (Tagamet), dan antipsikotik, seperti
haloperidol (Haldol) serta thioridazine (Mellaril), telah dicoba dan dilaporkan

32
berhasil pada laporan-laporan tidak resmi. Satu studi menunjukkan bahwa, ketika
bayi diizinkan untuk makan sebanyak yang mereka mau, angka ruminasi
berkurang.5

2.1.9 Prognosis
Gangguan ruminasi diyakini memiliki angka remisi spontan yang tinggi.
Bahkan, banyak kasus gangguan ruminasi dapat timbul dan pulih sebelum
didiagnosis. Hanya tersedia data yang terbatas mengenai prognosis gangguan
ruminasi pada orang dewasa. 5

33
KESIMPULAN

1. Anoreksia nervosa (AN) adalah penolakan yang menetap untuk


mempertahankan berat badan minimal atau diatasnya (penurunan berat badan
menyebabkan berat badan < 85% dari berat badan yang diharapkan) atau
kegagalan untuk mencapai berat yang diharapkan selama masa pertumbuhan.
Terjadi ketakutan yang berlebihan akan terjadi gemuk, meskipun memiliki
berat badan yang kurang. dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus
berturut-turut
2. Bulimia Nervosa didefinisikan sebagai makan banyak / berlebihan yang terjadi
secara berulang disertai dengan perasaan diluar kendali dan setelah itu diikuti
oleh rasa bersalah, dan depresi terhadap diri sendiri. Pada gangguan ini akan
terjadi perilaku kompensasi berulang seperti ; muntah yang diinduksi sendiri,
pemakaian laksatif, diuretik, puasa atau latihan yang berat untuk mencegah
penambahan berat badan. Namun, tidak seperti pasien anoreksia nervosa,
pasien bulimia nervosa dapat mempertahankan berat badan yang normal.
3. Binge Eating Disorder dikaitkan dengan buruknya keadaan psikologis dan
fisik, termasuk depresi dan gangguan kejiwaan lain, distres hubungan dan
gangguan fungsi sosial, sakit kronis, obesitas, dan diabetes. Gangguan ini
biasanya muncul pada masa dewasa awal dan masa remaja sampai pertengahan
kehidupan. Kriteria diagnosis BED terangkum jelas dalam DSM-5, ditekankan
pada hilangnya kontrol terhadap keinginan makan dalam jangka waktu
berlainan yang menyebabkan pasien makan dengan porsi yang lebih besar
dibanding normal dan terjadi dalam waktu singkat, kurang dari 2 jam.
4. Pika digambarkan sebagai makan zat-zat tanpa gizi yang menetap selama
sedikitnya 1 bulan. Perilaku ini harus tidak sesuai dengan perkembangan, tidak
disetujui budaya, dan cukup berat sehingga membutuhkan perhatian klinis.
Memakan zat yang tidak dapat dimakan secara berulang setelah usia 18 bulan
biasanya dianggap abnormal. Zat khusus yang dikonsumsi bervariasi
bergantung pada kemudahan diperolehnya, dan meningkat sesuai dengan
penguasaan lokomosi dan meningkatnya kemandirian yang dihasilkan serta

34
berkurangnya pengawasan orang tua. Akibat klinisnya dapat ringan atau
mengancam nyawa, sesuai dengan benda yang dikonsumsi
5. Gangguan ruminasi digambarkan sebagai regurgitas berulang dan mengunyah
kembali makanan pada bayi atau anak, setelah suatu periode fungsi normal.
Gejala berlangsung sedikitnya 1 bulan dan tidak disertai dengan penyakit
gastrointestinal atau keadaan medis umum lainnya dan cukup berat sehingga
memerlukan perhatian klinis. Onset gangguan umumnya terjadi setelah usia 3
bulan; ketika terjadi regurgitasi, makanan dapat ditelan atau dikeluarkan
kembali. Diagnosis gangguan ruminasi dapat ditegakkan tanpa memandang
apakah seorang bayi telah mencapai berat badan normal untuk usianya.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Atmarita, 2005. Nutrition Problems in Indonesia. Jakarta. Available from:


<www.gizi.net/download/nutrition problem in Indonesia.pdf> diakses pada 14
April 2018
2. National Institute of Mental Health, 2007. Eating Disorders. NIH Publication.
Available from : <http://www.nimh.nih.gov/health/publi
cations/eating disorders/nimheatingdisorders.pdf>, diakses pada 14 April 2018
3. Tsuboi, K., 2005. Eating Disorders in Adolescence and Their Implications.
Japan of Japan Medical Association 48(3): 123-129.
4. American Psychiatric Association (APA), 2015. Let’s Talk Facts About Eating
Disorders. Available from:
<http://www.psychiatry.org/patients-families/eating-disorders/what-are-eating-
disorders> diakses pada 14 April 2018.
5. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. 2015. Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. Edisi 2. EGC. Jakarta
6. Wonderlich, S.A., Lilenfield, L.R., Riso, L.P., Engel, S., Mitchell, J.E., 2005.
Personality and Anorexia Nervosa. International Journal of Eating Disorders,
37: S68-S71
7. Kay, J., Tasman, A., 2006. Essentials of Psychiatry. Wiley Interscience
8. Academy for Eating Disorder. Prevalence of Eating Disorders. Austria:
Academy for Eating Disorder. Available from :
<http://www.aedweb.org/eating disorders/prevalence.cfm>
9. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual of
mental disorder. 5th Ed. “DSM-5”. Washington DC: American Psychiatric
Publ.
10. Gutama, IL. 2016. Pendekatan Klinis Binge Eating Disorder. CDK-247/ vol.
43 no. 12. Jakarta. From :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_247Pendekatan%20Klinis%20Binge%
20Eating%20Disorder.pdf diakses pada 15 April 2018

36
11. Maslim R. 2013. Buku Saku: Diagnosis Ganguan Jiwa dari PPDGJ-III dan
DSM 5. PT-Nuh-Jaya. Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai