Anda di halaman 1dari 85

PERENCANAAN EKOWISATA SATWA MAMALIA

DI STASIUN PENELITIAN BLOK BINTANGOT


TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
KABUPATEN KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT

AKHMAD FAUZAN MALIK

PROGRAM KEAHLIAN EKOWISATA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

i
ii
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan laporan tugas akhir yang berjudul Perencanaan
Ekowisata Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional
Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan
arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka dibagian akhir laporan ini.

Bogor, Agustus 2017

Akhmad Fauzan Malik


NIM J3B114029

iii
iv
ABSTRAK

AKHMAD FAUZAN MALIK. Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia di Stasiun


Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan
Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BEDI MULYANA.
Stasiun Penelitian Blok Bintangot merupakan kawasan penelitian yang memiliki
keanekaragaman mamalia. Identifikasi sumberdaya mamalia dilakukan dengan
metode rapid assesment, line transect, concentration count dan track. Data habitat di
Stasiun Penelitian Blok Bintangot terbagi menjadi tiga kawasan, kawasan
pegunungan bawah, pegunungan tengah dan pegunungan atas. Data habitat dilakukan
dengan metode studi literatur dan observasi langsung. Data etno-mamalia dilakukan
dengan wawancara. Data pengelola, masyarakat dan pengunjung dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara menggunakan kuesioner. Data sumberdaya
mamalia kemudian dilakukan penilaian untuk mengetahui potensi tertinggi dari
setiap jenis. Penilaian dilakukan dengan skala penilaian 1 – 7 dengan kriteria
keunikan, kelangkaan, keindahan, sensitifitas, seasonalitas, aksesibilitas, dan fungsi
sosial. Data tersebut kemudian menjadi acuan dalam menentukan program ekowisata
yang akan dirancang. Terdapat program ekowisata satwa mamalia harian, bermalam
dan tahunan. Hasil luaran dari perncanaan tersebut berupa poster promosi wisata.
Kata Kunci : Stasiun Penelitian Blok Bintangot, Ekowisata Mamalia, Program
Ekowisata, dan Media Promosi

ABSTRACT

AKHMAD FAUZAN MALIK. Planning of Mammals Ecotourism at Bintangot


Block Research Station Ciremai Mountain National Park Kuningan Regency
Province West Java. Supervised by BEDI MULYANA.
Bintangot Block Research Station is a research area that has a diversity of
mammals. Identification of mammal resources using Rapid Assessment method, Line
Transect method, Concentration Count method and Track method. The habitat at the
Bintangot Block Research Station is divided into three regions, lower mountain
areas, central mountains and upper mountains. Identification of habitat using
literature study method and direct observation. Ethno-mammal were conducted by
interview. The data of managers, community and visitors is done by using
interviewed method using questionnaire. Mammal resource data are then assessed to
determine the highest potential of each species. Assessment is done on a scale of 1 to
7 with criteria of uniqueness, scarcity, beauty, sensitivity, seasonality, accessibility,
and social function. The data then become a reference in determining the ecotourism
program that will be designed. There are eco-tourism programs of mammals daily,
overnight and yearly. The outcome of the program is a tourism promotion poster.
Keyword : Bintangot Block Research Station , Mammal Ecotourism,
Ecotourism Program, and Promotion Media.

v
vi
RINGKASAN

AKHMAD FAUZAN MALIK. Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia di Stasiun


Penelitian Blok Bintangot, Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan,
Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BEDI MULYANA.
Stasiun Penelitian Blok Bintangot terdapat di area rehabilitasi Taman Nasional
Gunung Ciremai. Stasiun Penelitian Blok Bintangot ini merupakan lokasi yang
dibangun untuk mendukung program pengelolaan keanekaragman hayati di kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai. Salah satu aspek yang dikelola adalah
keanekaragaman satwa mamalia. Kawasan Stasiun Penelitian Blok Bintangot
memiliki keanekaragaman satwa mamalia yang berpotensi sebagai sumberdaya
dalam perencanaan ekowisata.
Perencanaan ekowisata satwa mamalia memiliki beberapa tujuan, di antaranya
mengidentifikasi dan menginventarisasi keanekaragaman sumberdaya ekowisata
mamalia mencakup jenis mamalia, habitat mamalia dan etno-mamalia.
Mengidentifikasi karakteristik, persepsi dan kesiapan dari pengelola dan masyarakat
yang terkait dengan sumberdaya ekowisata mamalia. Mengidentifikasi karakteristik,
persepsi dan motivasi dari pengunjung yang terkait dengan sumberdaya ekowisata
mamalia. Merancang program ekowisata mamalia dan merancang luaran ekowisata
mamalia berupa media promosi.
Identifikasi satwa mamalia menggunakan metode line transect, rapid
assesment, consentration count dan track. Pengambilan data habitat menggunakan
observasi lapangan. Etno-mamalia atau keterkaitan satwa mamalia dengan
masyarakat menggunakan metode wawancara dan studi literatur. Pengambilan data
sosial seperti pengelola, masyarakat dan pengunjung dilakukan dengan metode
wawancara menggunakan kuesioner.
Stasiun Penelitian Blok Bintangot memiliki sumberdaya mamalia dengan 11
jenis dan 103 individu. Satwa mamalia tersebut tersebar di tiga ketinggian, yaitu
ketinggian 500 – 800 mdpl, 800 – 1.100 mdpl dan 1.100 – 1.500 mdpl. Jenis
mamalia tersebut terbagi menjadi primata dan non primata. Keanekaragaman
tertinggi terdapat di ketinggian 1.100 – 1.500 mdpl.
Peresepsi pengelola terhadap perencanaan ekowisata satwa mamalia sangat
baik. Persepsi terhadap kedatangan pengunjung, promosi kawasan akan terjadi
dengan baik. Kesiapan pengelola dalam etika pelayanan pengunjung siap dalam
penguasaan materi. Persepsi masyarakat terhadap perencanaan ekowisata satwa
mamalia akan memberikan dampak positif bagi lingkungan, yaitu meningkatkan
kesadaran konservasi. Kesiapan masyarakat dalam partisipasi aktif akan dilakukan
dengan berjualan makanan dan minuman. Kesiapan masyarakat dalam partisipasi
pasif akan dilakukan dengan meningkatkan keramahan.
Program ekowisata satwa mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
dirancang berdasarkan permintaan masyarakat dan pengunjung yang didapat dari
hasil kuesioner. Rancangan program ekowisata satwa mamalia terdiri dari tiga
program, yaitu program harian, bermalam dan tahunan. Program harian dilakukan
kurang dari 24 jam. Program bermalam memiliki kegiatan malam dan menginap.
Program tahunan bisa berupa event atau festival yang dilakukan setahun sekali.
Perencanaan program ekowisata tersebut akan dipromosikan melalui poster.

vii
viii
PERENCANAAN EKOWISATA SATWA MAMALIA
DI STASIUN PENELITIAN BLOK BINTANGOT
TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
KABUPATEN KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT

AKHMAD FAUZAN MALIK

Laporan Akhir
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Ahli Madya pada
Program Keahlian Ekowisata
Program Diploma Institut Pertanian Bogor

PROGRAM KEAHLIAN EKOWISATA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

ix
x
Judul Laporan : Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia Di Stasiun
Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung
Ciremai Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Akhmad Fauzan Malik
NIM : J3B114029
Program Keahlian : Ekowisata

Menyetujui,

Bedi Mulyana, SHut, MPar, MoT.


Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr Ir Bagus P. Purwanto, MAgr. Bedi Mulyana, SHut, MPar, MoT.


Direktur Program Diploma Koordinator Program Keahlian Ekowisata

Tanggal Lulus :

i
i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan usulan kegiatan Tugas Akhir (TA)
dengan judul Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia Di Stasiun Penelitian Blok
Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan Provinsi
Jawa Barat. Kegiatan Tugas Akhir merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam
memenuhi kewajiban akademik yang harus dipenuhi sebagai syarat kelulusan untuk
mahasiswa tingkat akhir yang berpendidikan di Program Keahlian Ekowisata,
Program Diploma, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari betul dalam
penyusunan Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan dan kekeliruan yang tidak
sengaja penulis lakukan.

Bogor, Agustus 2017

Akhmad Fauzan Malik


iii
i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Manfaat 2
D. Luaran 2
E. Kerangka Kerja dan Berpikir 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Perencanaan 5
B. Wisata 5
C. Ekowisata 6
D. Sumberdaya Wisata 6
E. Wisatawan 7
F. Motivasi Wisatawan 7
G. Masyarakat Lokal 7
H. Mamalia 8
I. Obyek Wisata Satwa Liar 8
III. KONDISI UMUM 11
A. Letak dan Luas Kawasan 11
B. Kondisi Fisik 12
1. Topografi 12
2. Klimatologi 12
C. Keanekaragaman Biotik 12
1. Keanekaragaman Flora 12
2. Keanekaragaman Fauna 12
D. Aksesibilitas 13
IV. METODE TUGAS AKHIR 15
A. Waktu dan Lokasi 15
B. Alat dan Bahan 15
C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data 15
1. Data Sumberdaya Wisata 16
2. Data Pengelola 20
3. Data Masyarakat 21
4. Data pengunjung 21
D. Analisis Data 21
1. Kualitatif 21
2. Kuantitatif 22
3. Penilaian SDW 23
E. Metode Perancangan Program Ekowisata 23
F. Metode Penyusunan Luaran 23

i
ii

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 25


A. Potensi Sumberdaya Ekowisata Satwa Mamalia 25
1. Mamalia 25
2. Habitat Mamalia 31
3. Etno-mamalia 32
B. Pengelola 34
1. Karakteristik Responden Pengelola 34
2. Persepsi Pengelola 35
3. Kesiapan Pengelola 36
C. Masyarakat 39
1. Karakteristik Responden Masyarakat 39
2. Persepsi Masyarakat 40
3. Kesiapan Masyarakat 43
D. Pengunjung 45
1. Karakteristik Responden Pengunjung 45
2. Persepsi Pengunjung 46
3. Motivasi Pengunjung 47
E. Perencanaan Program Ekowisata Mamalia 47
1. Program Ekowisata Harian 47
2. Program Ekowisata Bermalam 48
3. Program Ekowisata Tahunan 49
F. Rancangan Media Promosi 51
VI. SIMPULAN DAN SARAN 53
A. Simpulan 53
B. Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN 53

ii
iii

DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Jenis Data dan Metode 16
2. Jumlah Plot dan Tipe Habitat 19
3. Kelompok Pemanfaatan Satwa Mamalia Dalam Kebudayaan 20
4. Klasifikasi Kelompok Responden Etno-mamalia 20
5. Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener 22
6. Kategori Frekuensi Tingkat Pertemuan Jenis 23
7. Kekayaan Jenis Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot 25
8. Tingkat Pertemuan Jenis Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot 27
9. Kelompok Pemanfaatan Etno-mamalia 32
10. Karakteristik Responden Pengelola Stasiun Penelitian Blok Bintangot 34
11. Karakteristik Responden Masyarakat Desa Seda 40
12. Karakteristik Pengunjung di Stasiun Penelitian Blok Bintangot 45
13. Itinerary Program Ekowisata Bermalam 48
14. Itinerary Program Ekowisata Bermalam 49

iii
iv

DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Kerangka Kerja dan Berpikir Perencanaan Ekowisata Mamalia 3
2. Peta Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai 11
3. Ilustrasi Metode Line Transect untuk Inventarisasi Mamalia 17
4. Ilustrasi Metode Consentration Count untuk Inventarisasi Mamalia 18
5. Peta Penempatan Plot pada Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai 18
6. Peta Pengambilan Data Habitat Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. 19
7. Indeks Keanekaragaman Jenis Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot 26
8. Ilustrasi Persebaran Vertikal Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot 28
9. Peta Persebaran Horizontal Mamalia di Stasiu Penelitian Blok Bintangot 28
10. Penilain Potensi Sumberdaya Sumberdaya Wisata di Stasiun 29
11. Kukang Jawa Sedang Tidur di Atas Pohon 30
12. Monyet Ekor Panjang Sedang Mencari Makan 30
13. Surili Sedang Berada di Atas Pohon 31
14. Kondisi Vegetasi Habitat Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot 32
15. Aspek Penilaian Persepsi Pengelola Terhadap Perencanaan Ekowisata 35
16. Aspek Penilaian Persepsi Pengelola Terhadap Kedatangan Pengunjung 36
17. Aspek Penilaian Kesiapan Pengelola Terhadap Etika Pelayanan Pengunjung 37
18. Aspek Penilaian Kesiapan Pengelola Terhadap Keamanan dan Keselamatan
Pengunjung 38
19. Aspek Penilaian Kesiapan Pengelola Terhadap Kenyamanan Pengunjung 39
20. Aspek Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Lingkungan 41
21. Aspek Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Kerja Sama dengan Pengelola
42
22. Aspek Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Ekonomi 43
23. Aspek Penilaian Kesiapan Masyarakat Terhadap Partisipasi Aktif 44
24. Aspek Penilaian Kesiapan Masyarakat Terhadap Partisipasi Pasif 44
25. Aspek Penilaian Persepsi Pengunjung Terhadap Program Ekowisata Mamalia
46
26. Aspek Penilaian Motivasi Pengunjung Terhadap Kunjungan 47
27. Desain Poster Promosi 52

iv
v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman
1. Hasil Rekap Data Mamalia 58
2. Ilustrasi Persebaran Vertikal Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian Blok
Bintangot 59
3. Ilustrasi Persebaran Horizontal Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian Blok
Bintangot 60
4. Hasil Rekap Penilaian Sumberdaya Wisata 61

v
2
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mamalia adalah kelas hewan vertebrata atau bertulang belakang yang dicirikan
memiliki kelenjar susu, adanya rambut dan tubuh yang endoterm atau berdarah
panas. Mamalia persebarannya hampir berada di semua jenis habitat. Mamalia
memiliki keunikan dari habitat dan waktu aktivitasnya. Beberapa mamalia ada yang
hidup di atas pohon (arboreal), di atas tanah (terestrial) dan di dalam air (akuatik).
Mamalia juga ada yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nokturnal) dan ada
juga yang melakukan aktivitasnya pada siang hari (diurnal). Keunikan tersebut
membuat mamalia menjadi satwa yang memiliki kekhasan dalam aktivitas dan
morfologi. Hal ini bisa menjadi sumberdaya ekowisata minat khusus dengan obyek
utama mamalia.
Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki areal yang luas dan terdapat
berbagai elemen fisik dan biotik sebagai sebuah ekosistem. Kondisi tersebut
membuat Taman Nasional Gunung Ciremai menjadi habitat bagi satwa liar. Taman
Nasional Gunung Ciremai memiliki keanekaragaman satwa liar. Hal ini dilihat dari
karakteristik kondisi fisik Taman Nasional Gunung Ciremai yang sesuai dengan
kondisi habitat satwa liar, khususnya mamalia. Taman Nasional Gunung Ciremai
harus memiliki kondisi fisik, seperti tanah yang mampu menyerap air dengan baik
dan tidak membuat air menjadi menggenang.
Ciri penggunaan lahan berkelanjutan adalah berorientasi jangka panjang, dapat
memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan potensi untuk masa datang,
pendapatan per kapita meningkat, kualitas lingkungan dapat di pertahankan atau
bahkan ditingkatkan, mempertahankan produktifitas dan kemampuan lahan serta
mempertahankan lingkungan dari ancaman degradasi. Hal ini pula yang diterapkan
pada ekowisata. Ekowisata satwa mamalia di Taman Nasional Gunung Ciremai
diharapkan dapat menjadi suatu kegiatan yang berkelanjutan dan memperhatikan
lingkungan. Program ekowisata yang dibuat dirasa efektif dalam menjaga ekosistem
yang ada serta sumberdaya yang ada. Banyak aspek yang terkait dalam program
ekowisata untuk mendukung konservasi bagi lingkungan. Program yang dibuat
nantinya akan dipromosikan dalam bentuk poster sebagai media promosi.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian satwa mamalia yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi dan menginventarisasi keanekaragaman sumberdaya
ekowisata mamalia mencakup jenis mamalia, habitat mamalia dan etno-
mamalia di Taman Nasional Gunung Ciremai.
2. Mengidentifikasi karakteristik, persepsi dan kesiapan dari pengelola yang
terkait dengan sumberdaya ekowisata mamalia di Taman Nasional Gunung
Ciremai.
2

3. Mengidentifikasi karakteristik, persepsi dan kesiapan dari masyarakat yang


terkait dengan sumberdaya ekowisata mamalia di Taman Nasional Gunung
Ciremai.
4. Mengidentifikasi karakteristik, persepsi dan motivasi dari pengunjung yang
terkait dengan sumberdaya ekowisata mamalia di Taman Nasional Gunung
Ciremai.
5. Merancang program ekowisata mamalia di Taman Nasional Gunung Ciremai.
6. Merancang output ekowisata mamalia berupa media promosi di Taman
Nasional Gunung Ciremai.

C. Manfaat

Manfaat dari kegiatan Tugas Akhir (TA) satwa mamalia di Taman Nasional
Gunung Ciremai (TNGC) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi keanekaragaman satwa mamalia yang terdapat di
Taman Nasional Gunung Ciremai.
2. Membangun kesadaran bersama tentang pentingnya satwa mamalia sebagai
potensi wisata di Taman Nasional Gunung Ciremai.
3. Meningkatkan aktivitas masyarakat agar lebih kreatif, inovatif dan produktif
melalui program wisata yang dirancang.

D. Luaran

Luaran dalam kegiatan Perencanaan Ekowisata Mamalia di Taman Nasional


Gunung Ciremai yaitu berupa program ekowisata dan media promosi dalam bentuk
poster. Program ekowisata yang dirancang yaitu memanfaatkan sumberdaya utama
berupa mamalia dan sumberdaya pendukung yang nantinya akan dirancang menjadi
program ekowisata harian, mingguan dan tahunan. Media promosi luaran visual ini
menggambarkan kehidupan mamalia di habitatnya dalam kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai dan sebagai penarik minat pengunjung untuk datang.

E. Kerangka Kerja dan Berpikir

Perencanaan ekowisata mamalia di Taman Nasional Gunung Ciremai


didasarkan dari kenekaragaman sumberdaya wisata yang melimpah yang dapat
dijadikan sebagai daya tarik wisata. Berdasarkan hal tersebut, muncul beberapa
variabel dalam membuat perencanaan ekowisata mamalia. Metode dan analisis yang
berbeda digunakan dalam pengambilan data dan menyelesaikan masalah. Variabel
tersebut seperti sumberdaya wisata yang mencakup keanekaragaman mamalia,
habitat mamalia dan etno-mamalia, pengelola, pengunjung dan masyarakat.
3

Perencanakan Ekowisata Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung
Ciremai
- Keanekaragaman amfibi
- Habitat amfibi Identifikasi dan Inventarisasi
- Etno amfibi

Masyarakat
- Karakteristik
- Motivasi
Sumberdaya Wisata
- Persepsi Pengelola Masyarakat Pengunjung
- Karakteristik
- Keanekaragaman
- Motivasi - Karakteristik - Karakteristik - Karakteristik
mamalia
- Persepsi - Kesiapan - Kesiapan - Motivasi
- Habitat mamalia - Persepsi - Persepsi - Persepsi
- Etno-mamalia Amfibi di Kawasan Hutan Produksi PT AAI

Investigasi dan Analisis

Potensi Ekowisata Mamalia

Indikator penilaian (Avenzora 2008)


Keunikan,kelangkaan,keindahan,Seasonality,Sensitivitas,Aksesibilitas,Fungsi Sosial.

Potensi Unggulan

Program Ekowisata Program Ekowisata Program Ekowisata


Harian Bermalam Tahunan

Rancangan Program Ekowisata Mamalia

Media Promosi

Gambar 1. Kerangka Kerja dan Berpikir Perencanaan Ekowisata Mamalia


4
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu dan aspek pertama yang dilakukan dalam
manajemen dan menjadi dasar bagi aspek berikutnya. Perencanaan merupakan
kegiatan untuk mendeskripsikan secara rinci tentang hal-hal yang akan diperlukan
dan cara melakukannya untuk mencapai sebuah tujuan. Perencanaan tidak hanya
bertindak sebagai pedoman sebelum melakukan kegiatan. Perencanaan tetap
berlangsung sebagai proses dan alat evaluasi hingga tercapai sebuah tujuan dari
kegiatan tersebut (Suyitno, 2001).
Dalam melakukan perencanaan wisata dapat dilakukan dengan pendekatan
supply dan demand. Pengertian supply dapat diartikan dari apa dan berapa yang
diberikan, kapan diberikan, dan kepada siapa diberikan. Pengertian demand dapar
diartikan dari siapa yang meminta, apa dan berapa banyak yang diminta dan kapan
diminta. Perencanaan wisata adalah upaya secara sadar yang sesuai dengan aspek
permintaan dan penawaran melalui pendekatan obyektif yang dirancang dengan
sentuhan seni, rasa, pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan pada argumen
yang masuk akal (Avenzora, 2008).
Perencanaan strategis secara umum dalam pariwisata terdiri dari beberapa
tahapan sebagai yaitu menentukan bisnis atau usaha, menentukan tujuan organisasi,
mengumpulkan informasi dan pengetahuan sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan, menganalisis informasi, menentukan tujuan khusus, menentukan strategi,
mendistribusikan sumber daya, mengimplementasikan rencana, mengontrol dan
mmonitor hasil dan membuat perbaikan (Pitana & Diarta, 2009). Perencanaan
pengelolaan ekowisata biasanya mengembangkan pewilayahan (zonasi) yang
didesain dan yang diperbolehkan untuk kegiatan kepariwisataan (Avenzora, 2008).
Terdapat lima pilar ekowisata pada perencanaan ekowisata. Lima pilar tersebut yaitu
1) Pembangunan ekowisata berkelanjutan, 2) Struktur administrasi dan politik
pariwsata yang mencakup oleh pemerintah lokal, 3) Peraturan perundang-undangan,
4) Otonomi daerah dan 5) Keragaman potensi wisata.

B. Wisata

Wisata merupakan sebuah perjalanan yang dilakukan seorang atau sekelompok


orang untuk menikmati obyek wisata di lokasi wisata yang bersifat sementara
(Suyitno, 2001). Wisata merupakan perjalan yang tercipta berdasarkan perencanaan.
Sebelum melakukan wisata, terdapat aspek perencanaan yang dilakukan untuk
mempersiapkan dan menggunakan waktu yang efektif dan efisien agar perjalanan
terasa nyaman.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan memberikan
penjelasan mengenai definisi wisata, wisatawan, pariwisata, kepariwisataan, daya
tarik wisata, dan daerah tujuan wisata sebagai berikut :
1. Wisata merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan seorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat untuk tujuan rekreasi,
6

pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang


dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan merupakan orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah.
4. Kepariwisataan merupakan keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai
wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah, serta pengusaha.
5. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
6. Daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah admisnistratif
yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
terwujudnya kepariwisataan.

C. Ekowisata

Ekowisata merupakan jiwa dari seluruh aktivitas wisata dan ada, dan
mempunyai tiga pilar yang dapat dipertimbangkan didalamnya, pilar tersebut yaitu
pilar ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Ekowisata berorientasi pada tujuan yang
ingin dicapai dari konsep yang ditawarkan, berorientasi pada sumberdaya wisata
yang digunakan, dan berorientasi pada bentuk-bentuk kegiatan wisata yang
diselenggarakan (Avenzora, 2008).
Ekowisata merupakan kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara
profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha
ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan
penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan.
Ekowisata termasuk dalam bagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism
menurut merupakan sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup
sektor-sektor pendukung kegiatan wisata secara umum meliputi wisata bahari, wisata
pedesaan, wisata alam dan wisata budaya (Nugroho, 2011).

D. Sumberdaya Wisata

Sumberdaya wisata merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dan


berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang pariwisata secara langsung atau tidak
langsung. Sumberdaya yang dapat digunakan untuk pengembangan pariwisata
seperti, sumberdaya alam, sumberdaya budaya, sumberdaya manusia dan
sumberdaya minat khusus (Pitana & Diarta, 2009).
Sumberdaya wisata (tourism resources) merupakan suatu ruang tertentu
dengan batas-batas dan elemen-elemen tertentu yang menarik minat seseorang untuk
datang berwisata, dapat menampung kegiatan wisata dan dapat memberikan
kepuasan bagi para wisatawan (Avenzora, 2008).
7

E. Wisatawan

Wisatawan merupakan pelaku atau orang yang melakukan perjalanan dari


tempat tinggalnya yang dilakukan paling sedikit semalam dan bukan untuk menetap
serta dilakukan tidak dalam waktu bekerja atau melakukan tugas rutin harian (Pitana
& Diarta, 2009). Kriteria wisatawan yang terdapat dalam definisi tersebut didapatkan
dari pertimbangan konsep heuristic wisatawan dari sisi perilaku. Pertimbangan
pertama, wisatawan merupakan seseorang yang melakukan perjalanan jauh untuk
mengunjungi tempat lain. Kedua, perjalanan tersebut dilakukan minimal semalam
dan tidak untuk menetap (sementara). Ketiga, dilakukan di waktu luang (leisure
time). Dan keempat, memiliki hubungan emosional antara wisatawan dan obyek atau
tempat yang dikunjungi. Obyek atau tempat tersebut haruslah memenuhi apa yang
dibutuhkan wisatawan.
Wisatawan merupakan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan
kegiatan wisata. Wisatawan dapat berperan sebagai konsumen dan salah satu
komponen produksi wisata. Sebagai konsumen, wisatawan membeli dan menikmati
produk dan layanan wisata yang diinginkannya. Wisatawan merupakan pihak pelaku
pariwisata yang mencitakan permintaan dengan motif dan latar belakang yang
berbeda (Damanik & Weber, 2006). Sebagai salah satu komponen produksi wisata,
wisatawan secara langsung terlibat dalam proses produksi wisata. Produk wisata
merupakan produk jasa yang membuatan dan menggunakannya dilakukan di waktu
yang sama. Sehingga wisatawan terlibat dalam proses tersebut (Suyitno, 2001).
Wisatawan merupakan unsur utama dalam pariwisata hal ini dikarenakan
wisatawan adalah konsumen dari aktivitas wisata yang ditawarkan (Wardiyanta,
2006). Wisatawan merupakan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan
suatu perjalanan wisata dan tinggal sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau negara
yang dikunjunginya. Apabila seseorang atau sekelompok orang hanya tinggal kurang
dari 24 jam maka akan disebut sebagai pelancong sehingga terdapat dua kategori
pengunjung yaitu wisatawan dan pelancong (Suswantoro, 1997).

F. Motivasi Wisatawan

Motivasi wisatawan dalam melakukan wisata merupakan alasan, sebab atau


tujuan yang ingin dicapai melalui wisata. Motivasi merupakan faktor lain jelas
mempengaruhi perilaku wisata, motivasi adalah masih dianggap indikator dan
menjelaskan mengapa wisatawan berperilaku dengan cara tertentu untuk mencapai
kepuasan yang diinginkan. Selain itu, motivasi mempengaruhi komponen yang
efektif dari gambar, atau perasaan terangsang oleh tempat atau orang, yang mungkin
menilai tujuan wisata yang didasarkan pada berbagai motif perjalanan (Rose, 1998).

G. Masyarakat Lokal

Masyarakat lokal yang tinggal di kawasan wisata sebagai salah satu pelaku
pariwisata bisa dibilang sebagai “pemilik” langsung suatu atraksi wisata (Damanik &
Weber, 2006). Masyarakat yang berada di suatu darah tujuan wisata pada dasarnya
harus mengetahui mengenai wilayahnya. Masyarakat sekitar daerah tujuan wisata
8

perlu memahami mengenai cara pelayanan terhadap wisatawan. Masyarakat tersebut


memiliki peran penting dalam memajukan daerah tujuan wisata (Suwantoro, 1997).

H. Mamalia

Mamalia dibedakan dari binatang lain berdasarkan beberapa ciri khusus.


Mamalia merupakan hewan yang melahirkan dan memliki kelenjar susu atau
menyusui anaknya. Kebanyakan mamalia memiliki bulu atau rambut, walaupun
untuk mamalia laut rambutnya jarang dan tidak mencolok. Seluruh jenis mamalia
berdarah panas dan hampir semuanya memiliki ciri anatomi tubuh yang umum, yaitu
empat atau dua tungkai belakang dan dua di depan, sayap atau lengan (Payne dkk.,
2000).
Mamalia merupakan kelas tertinggi dalam taksa hewan. Mamalia dapat hidup
diberbagai tipe habitat dibelahan bumi, mulai dari kutub sampai daerah khatulistiwa,
dari dasar laut sampai hutan lebat dan gurun pasir. Ada sekitar 5.488 spesies
mamalia, 32% diantaranya merupakan endemik di Indonesia (Panggabean, 2000).
Keunikan dari mamalia tersebut yang terkait dengan bentuk, ukuran, warna,
morfolofi, tempat, ruang hidup, waktu beraktivitas, serta jaring-jaring ekologi
mamalia tersebut. Indikator selanjutnya yaitu kelangkaan, terkait dengan masuknya
dalam daftar kelangkaan internasional atau nasional, bersifat endemik, massa
waktunya serta proses penangkarannya. Indikator selanjutnya adalah seasonality,
terkait dengan waktu kemunculan mamalia tersebut, dinamika perilakunya dan
kemunculan mamalia tersebut. Indikator selanjutnya adalah sensitifitas, yang terkait
dengan kemunculan fauna, kuantitas hidup, jarak kehadiran pengunjung, serta daya
dukung fisik, ekologis dan psikologis mamalia. Indikator selanjutnya adalah
aksesibilitas yang terkait dengan jangkauan kendaraan pada lokasi, jangkauan
pengunjung pada lokasi serta jangkauan pada musim-musim tertentu. Indikator yang
terakhir yaitu fungsi sosial, terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat, elemen
kehidupan, kepercayaan serta dinamika budaya, serta pemanfaatan yang dapat
berpengaruh pada sosial ekonomi masyarakat setempat.

I. Obyek Wisata Satwa Liar

Alam memiliki kekayaan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya


ekowisata. Keanekaragaman satwa liar menjadi salah satu sumberdaya bagi
pariwisata berbasis kekayaan alam. Satwaliar tersebut menjadi sumberdaya wisata
satwaliar. Wisata satwaliar setidaknya merujuk pada salah satu atau ketujuh kriteria
(Reynolds & Braithwaite, 2001). Tujuh kriteria tersebut yaitu :
1. Satwaliar menjadi komponen utama atraksi wisata berbasis alam dengan.
2. Wisata yang diselenggarakan dengan suatu kesempatan untuk melihat
satwaliar.
3. Wisata dengan melibatkan atraksi buatan berdasarkan komoditi perhatiana
satwaliar.
4. Wisata yang dikhususkan melihat satwa.
5. Perjalanan untuk berburu atau memancing.
6. Suatu perjalanan yang menawarkan dan mampu “menggetarkan hati” karena
petualangan berinteraksi dengan satwa.
9

Merujuk pada kriteria tersebut, kontak langsung dengan satwaliar menjadi


fokus utama dan bagian terpenting bagi kepuasan wisatawan dalam melakukan
wisata satwaliar. Kontak langsung dengan satwaliar harus dilakukan dengan
memperhatikan faktor spesies dan habitat demi terlaksananya kegiatan wisata
satwaliar dengan baik (Hakim, 2004).
1. Faktor Spesies
a. Satwa – satwa harus dapat diprediksi lokasi dan aktivitasnya
b. Satwa dapat didekati
c. Satwa mudah diamati
d. Satwa toleran terhadap pengunjung
e. Satwa memiliki sifat kejarangan atau sebaliknya yang melimpah
f. Satwa sebisa mungkin bersifat diurnal
2. Faktor Habitat
a. Mendukung upaya pengamatan dan memiliki spesies yang menarik
b. Habitat terbuka yang mengizinkan pengamat dengan mudah melakukan
pengamatan
c. Mempunyai naungan yang memadai sehingga terlindung dari kontak
dengan satwa
d. Mempunyai titik sentral yang selalu dikunjungi satwa
e. Menawarkan suatu proteksi dan sarana mobilitas pengunjung
Satwa liar merupakan suatu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
(Alikodra, 2010). Satwa liar mencakup berbagai vetebrata yang hidup liar, yang
bersosiasi dengan lingkungannya atau pada ekosistem alam. pengertian satwa liar
harus memperhatiakan adanya interaksi antara satwa liar dengan lingkungan secara
alamiah untuk melakukan evolusi. Evolusi yang dilakukan satwa liar merupakan
bentuk adaptasi terhadap lingkungana atau ekosistem yang di tempati. Hal ini
bertujuan agar dapat mempertahankan hidup agar setiap spesies satwa liar tersebut
tidak punah.
10
11

III. KONDISI UMUM

A. Letak dan Luas Kawasan

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) adalah sebuah kawasan konservasi


yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Wilayah ini berada diantara garis-
garis bujur 108˚21’35”-108˚28’00’’ BT dan garis-garis bujur lintang 6˚50’25”-
6˚58’26” LS. Topografinya sebagian besar bergelombang (64%) dan curam (22%),
bergunung-gunung, dengan puncak tertinggi pada ketinggian 3.078 mdpl.
Kawasan TNGC ini sebagian masuk wilayah Kabupaten Kuningan (8.931,27
Ha), dan sebagian lagi di wilayah Kabupaten Majalengka (6.927,9 Ha). Luas
kawasan TNGC yang sah secara hukum dan sesuai dengan SK Menhut adalah ±
15.500 Ha. Disebelah utara kawasan hutan ini berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Cirebon; sementara batas-batasnya di sisi timur terletak di kecamatan-kecamatan
Cilimus, Jalaksana dan Kramatmulya, sebelah selatan, batas-batas ini berada di
wilayah Cigugur, Kadugede, Nusaherang serta Darma; di barat berada diwilayah
Majalengka.

Sumber : BTNGC, 2017


Gambar 2. Peta Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
12

B. Kondisi Fisik

1. Topografi
Topografi Kawasan Gunung Ciremai pada umumnya berombak, berbukit, dan
bergunung dengan membentuk kerucut di bagian puncak dengan ketinggian 3.078.
Kondisi topografi Gunung Ciremai bervariasi mulai dari landai sampai curam.
Kemiringan lahan yang termasuk landai.
2. Klimatologi
Iklim di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai termasuk tipe iklim B dan
C dengan rata-rata curah hujan per tahun antara 2000-4000 mm/ tahun. Temperatur
Bulanan berkisar antara 18-22 derajat Celsius (dalam BAPPEDA Kab. Kuningan
dan LSM RISSAPEL, 2000).
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki fungsi hidrologis yang
sangat penting yaitu sebagai kawasan resapan air dan sumber mata air. Potensi
Sumber daya airnya meliputi 43 Sungai dan 156 sumber mata air yang potensial
dimana sebanyak 147 titik sumber mata air mengalir terus menerus sepanjang tahun
dengan rata-rata debit air yang cukup besaa 50-2000 liter/ detik (dalam BAPPEDA
Kab. Kuningan dan LSM RISSAPEL, 2000), mata air - mata air tersebut mengaliri
sekitar 43 sungai-sungai yang bersumber dari Gunung Ciremai. Sumberdaya air dari
Kawasan Gunung Ciremai jdimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga,
pertanian, industri dan kegiatan ekonomi lainnya, diantaranya untuk :
a. Suplai air bagi PDAM Kabupaten Cirebon dengan debit 200 liter/ detik
dan bagi PDAM Kota Cirebon dengan debit 800 liter/ detik.
b. Suplai air untuk Pertamina Cirebon dengan debit 50 liter/ detik.
c. Suplai air untuk PT. Indocement Cirebon dengan debit sebesar 36 liter/
detik.
Suplai air untuk kegiatan pertanian, perkebunan tebu dan pabrik gula adalah 2.500
liter/detik.

C. Keanekaragaman Biotik

1. Keanekaragaman Flora
Hutan Gunung Ciremai memiliki ± 119 koleksi tumbuhan terdiri dari 40
koleksi anggrek dan 79 koleksi non-anggrek termasuk koleksi tanaman hias yang
menarik seperti Kantong semar (Nepenthaceae) dan Dadap Jingga (Erythrina sp.).
Jenis-jenis anggrek yang mendominasi adalah jenis anggrek Vanda tricolor dan Eria
sp., sedangkan jenis anggrek terestial yang mendominasi adalah Calenthe triplicata,
Macodes sp., Cymbidium sp. dan Malaxis iridifolia.
Secara umum vegetasi hutan Gunung Ciremai didominasi keluarga Huru
(Litsea spp.), Mareme (Glochidion sp.), Mara (Macaranga tanarius), Saninten
(Castonopsis argentea), Sereh Gunung (Cymbophogon sp.), Hedychium sp.
Ariasema sp. dan Edelweis (Anaphalissp)(LIPI, 2001).
2. Keanekaragaman Fauna
Satwa langka di kawasan Gunung Ciremai, antara lain: Macan Kumbang
(Panthera pardus), Surili (Presbytis comata), dan Elang Jawa (Spyzaetus bartelsi).
Jenis satwa lainnya adalah Lutung (Presbytis cristata), Kijang (Muntiacus muntjak),
13

Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Ular Sanca (Phyton molurus), Meong
Congkok (Felis bengalensis), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Ekek Kiling
(Cissa thalassina), Sepah Madu (Perictorus miniatus), Walik (Ptilinopuscinctus),
Anis (Zoothera citrina) dan berbagai jenis burung berkicau lainnya.

D. Aksesibilitas

Aksesibilitas menuju kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dapat diakses


dari Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka dengan
kondisi jalan dan transportasi yang relatif baik dan lancar. Kemudahan aksesibiltas
adalah salah satu keunggulan bagi pengunjung Obyek Daya Tarik Wisata Alam
(ODTWA) di kawasan TNGC. Lokasi ODTWA dapat diakses dengan menggunakan
kendaraan roda dua atau empat dengan sarana jalan beraspal, beberapa obyek bahkan
berada di pinggir jalan raya. Meskipun ada beberapa obyek yang harus ditempuh
dengan berjalan kaki, namun itulah salah satu bentuk kegiatan wisata alam. Secara
umum akses menuju lokasi ODTWA kawasan TNGC dibagi dalam dua jalur besar
yaitu Jalur Kabupaten Majalengka dan Jalur Kabupaten Kuningan.
Aksesibilitas menuju ke Kantor Balai TNGC dapat dicapai melalui beberapa
jalur darat, yaitu sebagai berikut:
1. Jakarta – Cikampek – Palimanan – Ciperna (via Tol) – Kuningan dengan jarak
± 230 Km dan waktu tempuh ± 3 Jam.
2. Jakarta – Cikampek – Indramayu – Cirebon – Kuningan dengan jarak ± 300
Km dan waktu tempuh ± 5 Jam.
Kota Majalengka merupakan titik awal bagi anda yang akan melakukan
perjalanan wisata alam menuju lokasi ODTWA kawasan TNGC lingkup Kabupaten
Majalengka. Dua arah utama yang akan anda tempuh dengan lokasi tujuan berwisata
alam yaitu:
1. Kota Majalengka menuju Sumber (Cirebon) dapat mengujungi ODTWA Bumi
Perkemahan Leles, Bumi Perkemahan Awilega, Curug Cipeuteuy.
2. Kota Majalengka menuju Cikijing dapat mengunjungi ODTWA Bumi
Perkemahan Panten, ODTWA Curug Sawer, Jalur Pendakian Apuy dimana
juga terdapat Bumi Perkemahan Berod dan Curug Cicangkrung, serta Situ
sangiang dimana terdapat obyek wisata religi yaitu Makam Sunan Parung.
Dua Arah utama diatas akan mengantarkan anda menuju obyek-obyek wisata
alam TNGC yang berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Majalengka.
Dengan perkiraan waktu tempuh antara 1-2 jam dari Kota Majalengka dengan akses
jalan yang baik.
Perjalanan menuju ODTWA di Kabupaten Kuningan dapat dibagi menjadi dua
jalur utama yaitu:
1. Kota Cirebon atau Kota Majalengka sebagai titik awal perjalanan menuju
lokasi ODTWA kawasan TNGC di lingkup Kabupaten Kuningan. Dari Kota
Majalengka atau Kota Cirebon menuju Kota Kuningan melalui Sumber
(Cirebon) atau Beber (Cirebon) objek wisata di Kabupaten Kuningan yang
dapat dikunjungi adalah:
• Objek wisata di Kecamatan Pasawahan, antara lain Telaga remis, Buper
Paniis-Singkup, Buper Cikole, Sumur Cikajayaan, Cisamaya dan Situ
Cicerem.
14

• Objek wisata sepanjang perjalanan menuju Kota Kuningan dari Cilimus


adalah Jalur Pendakian Linggarjati dan Linggasana, Buper Cibeureum,
Buper Cibunar, Objek Wisata Cibulan, Balong Dalem dan Lembah
Cilengkrang, dan Buper Hulu Ciawi.
2. Kota Kuningan sebagai titik awal perjalanan menuju ODTWA di Kab.
Kuningan adalah objek wisata di Kecamatan Cigugur antara lain Buper
Palutungan, Buper Ipukan, Jalur Pendakian Palutungan dan Objek Wisata
Cigugur.
15

IV. METODE TUGAS AKHIR

A. Waktu dan Lokasi

Kegiatan tugas akhir dilaksanakan dari tanggal 1 Mei sampai dengan 5 Juni
2017. Kegiatan dilaksanakan di Stasiun Penelitian Blok Bintangot, Taman Nasional
Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.

B. Alat dan Bahan

Pelaksanakan kegiatan penelitian satwa mamalia membutuhkan alat dan bahan


yang dapat membantu pengambilan data. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian satwa mamalia sebagai berikut.
1. Alat tulis yang digunakan untuk mencatat data yang dicari
2. Kamera yang berfungsi mengambil gambar satwa
3. Geographical Positioning System (GPS) yang berfungsi sebagai sistem
navigasi ataupun sistem penentuan posisi.
4. Kompas berfungsi untuk mengetahui arah dan membidik sasaran.
5. Binokular berfungsi sebagai alat untuk observasi lapangan agar membesarkan
benda yang berjarak jauh
6. Meteran yang berfungsi untuk mengukur panjang garis transek.
7. Senter yang berfungsi sebagai penerangan untuk penelitian satwa pada malam
hari.
8. Buku panduan lapang digunakan untuk mengetahui lebih dalam mengenai
satwa yang diteliti.
9. Papan jalan digunakan untuk mempermudah pencatatan satwa yang ditemukan.
10. Stopwatch digunakan untuk mengetahui kecepatan bergerak satwa yang
ditemukan.
11. Tallysheet digunakan untuk mencatat data satwa yang ditemukan.
12. Peta kawasan digunakan untuk mengetahui letak dan lokasi pengamatan.
13. Tali rafia digunakan untuk membuat pembatas plot transek.
14. Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan saat mengambil obyek
penelitian.
15. Plastik digunakan untuk menaruh obyek penelitian.
Obyek pengamatan tugas akhir yaitu mamalia, habitat mamalia dan etno-
mamalia. Beberapa data dari obyek penelitian diambil dari beberapa responden.
Responden dipilih untuk mengetahui persepsi, motivasi dan kesiapan dalam
menjalankan wisata. Responden yang diambil adalah pengunjung, pengelola dan
masyarakat.

C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data

Jenis data yang diambil dalam kegiatan penelitian satwa mamalia tersebut
meliputi keanekaragaman satwa mamalia, habitat mamalia dan etno-mamalia. Data
lain yang diambil berupa data hasil wawancara menggunakan kuesioner dengan
16

pengelola, pengunjung dan masyarakat. Jenis data dan metode pengambilan data
terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Data dan Metode
No Jenis Data Data yang diambil Metode Sumber Data Analisis
1 Sumberdaya
wisata
a. Mamalia 1. Nama Jenis 1. Metode Rapid Keanekaragaman Tabulasi
2. Jumlah Assesment mamalia dan
Individu (Pengamatan Deskripsi
3. Waktu Cepat)
Penemuan 2. Metode Line
4. Lokasi Transect
Ditemukan (Transek
5. Aktivitas Garis)
Satwa 3. Metode
6. Penyebaran Concentration
Satwa Count (Titik
Konsentrasi)
4. Metode Track
(Jejak)
b. Habitat 1. Kondisi Fisik 1. Study Habitat mamalia Tabulasi
mamalia 2. Kondisi Literature dan
Vegetasi 2. Observasi Deskripsi
Lapangan
c. Etno-mamalia 1. Keterkaitan 1. Study Pengelola, Tabulasi
antara Literature masyarakat dan dan
masyarakat 2. Wawancara pustaka Deskripsi
lokal dengan
satwa
2 Pengelola 1. Karakteristik 1. Study Kepala balai, Deskripsi
2. Persepsi Literature kepala resort,
3. Kesiapan 2. Wawancara pemandu dan
dengan pustaka
menggunakan
kuesioner
3 Masyarakat 1. Karakteristik 1. Study Kepala desa, Deskripsi
2. Persepsi Literature ketua RT, tokoh
3. Kesiapan 2. Wawancara masyarakat
dengan lainnya dan
menggunakan pustaka
kuesioner
4 Pengunjung 1. Karakteristik 1. Study Pengunjung Deskripsi
2. Persepsi Literature lokal, domestik
3. Motivasi 2. Wawancara dan pustaka
dengan
menggunakan
kuesioner
Sumber : Berbagai Sumber, 2016

1. Data Sumberdaya Wisata


Data yang diambil dalam hal sumberdaya wisata mencakup data mamalia,
habitat mamalia dan etno-mamalia. Dalam pengambilan data mamalia terdapat empat
jenis metode, yaitu metode pengamatan cepat (rapid assesment), garis transek (line
17

transect), titik konsentrasi (consentration count) dan jejak (track). Dalam


pengambilan data habitat menggunakan metode observasi langsung. Dalam
pengambilan data etno-mamalia menggunakan metode wawancara dan study
literature.
a. Data mamalia
Pengambilan data mamalia menggunakan empat metode yang dapat digunakan,
yaitu metode pengamatan cepat (rapid assesment), garis transek (line transect), titik
konsentrasi (consentration count) dan jejak (track). Metode rapid assesment atau
pengamatan cepat. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis-jenis mamalia yang
terdapat di lokasi pengamatan. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur
khusus atau lokasi khusus. Pengamat cukup mencatat jenis-jenis mamalia yang
ditemukan, misalnya pada saat melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu
pengamatan, dan sebagainya. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis-
jenis mamalia yang berada di lokasi pengamatan, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menghitung pendugaan populasi.
Pengamatan mamalia besar dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Pengamatan langsung dilakukan dengan cepat menggunakan metode rapid
assesment. Jadi, pengamatan dilakukan dengan cara berjalan secara perlahan pada
jalur yang sudah ditentukan dan mencatat jenis mamalia yang dijumpai. Biasanya
pengamatan dilakukan pada siang hari untuk satwa diurnal dan malam hari untuk
satwa nocturnal.
Metode line transect merupakan pengamatan berjalan sepanjang jalur yang
telah ditentukan dengan mencatat semua jenis satwa liar besar/kecil yang termasuk
kedalam jalur pengamatan. Metode ini merupakan salah satu metode yang sering
digunakan dalam pengumpulan data jenis dan jumlah individu satwaliar. Panjang
jalur transek untuk setiap jalur berjarak 100 meter. Lebar jalur pengamatan
tergantung dari topografi dan kerapatan tegakan pada lokasi pengamatan.
Arah Jalur

P 100 m Ta
To
ø

Keterangan
P = Posisi pengamat r
JL
O = Letak satwa
JL = Garis tegak lurus
To = Titik awal pengamatan
Ta = Titik akhir pengamatan O
r = Jarak pengamat dengan obyek
ø = Sudut dari garis dengan obyek
.
Sumber : Data Pribadi, 2016
Gambar 3. Ilustrasi Metode Line Transect untuk Inventarisasi Mamalia
Metode line transect ini digunakan untuk kawasan taman nasional.
Pengamatan dengan metode ini dilakukan di waktu pagi dan sore hari. Pada pagi hari
dilakukan pukul 06.00 sampai dengan pukul 09.00 waktu setempat. Pada sore hari
dilakukan pukul 15.00 sampai dengan pukul 18.00 waktu setempat. Metode tersebut
18

memiliki panjang jalur 100 meter dengan lama waktu pengamatan 10 menit untuk
setiap plot. Posisi plot diletakkan secara horizontal di kawasan taman nasional.
Metode lainnya yang digunakan adalah metode consentration count atau titik
konsentrasi. Pengamatan dilakukan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga
sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa yang tinggi, seperti didekat
sumber air, tempat pakan satwa dan lain sebagainya. Mamalia paling mudah dilihat
di daerah yang relatif terbuka. Tempat yang baik mencarinya adalah di sepanjang
sungai-sungai, di rumpang-rumpang (gaps) hutan, sepanjang jalan setapak lebar atau
di bekas jalan-jalan sarad. Data yang diambil meliputi jenis, jumlah, individu, jenis
kelamin (jika diketahui), dan luasan lokasi untuk menduga kepadatan populasi.
Metode titik konsentrasi merupakan metode sensus, karena pengamatan dilakukan
pada seluruh satwa yang terdapat pada suatu kelompok satwa pada satu lokasi.

Keterangan:
R P = posisi pengamat
S S = posisi satwa
R = jarak pengamatan (jari-jari)
P

Sumber : Data Pribadi, 2016


Gambar 4. Ilustrasi Metode Consentration Count untuk Inventarisasi Mamalia

Metode track atau jejak digunakan untuk beberapa jenis mamalia yang
meninggalkan jejak kaki atau bagian tubuh lainnya untuk diidentifikasi. Metode jejak
merupakan metode identifikasi dengan melihat segala sesuatu yang ditinggalkan
satwaliar yang menjadi penanda kehadiran satwaliar tersebut pada habitat tertentu.
Jejak-jejak yang dapat ditemukan yaitu dapat berupa jejak kaki, bekas makanan,
bekas cakaran, tempat berkubang, rambut, sarang dan aroma yang ditinggalkan. Jejak
yang ditinggalkan oleh satwa dapat membantu identifikasi mengenai keberadaan
jenis mamalia yang tidak dapat ditemukan secara langsung.

Sumber : Data Pribadi, 2016


Gambar 5. Peta Penempatan Plot pada Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
b. Data habitat mamalia
19

Data yang diambil mengenai habitat mamalia mencakup data fisik dan
vegetasi. Data fisik berupa kondisi cuaca, suhu, kelembabam, air, tanah dan
intensitas cahaya. Data vegetasi yang diambil berupa jumlah vegetasi, jenis,
topografi, dan kemiringan. Data – data tersebut diambil dengan metode pengamatan
langsung. Data habitat satwa dilakukan dengan metode profil vegetasi. Metode ini
dapat menggambarkan kerapatan, ketinggian serta jarak antar vegetasi di suatu
kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai yang dianggap sebagai habitat satwa.
Pengambilan data tersebut dilakukan di dua jenis kawasan dengan masing-masing
dua jenis lokasi yang berbeda.

Sumber : Data Pribadi, 2016


Gambar 6. Peta Pengambilan Data Habitat pada Kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai.
Pengambilan data habitat satwa kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
dibagi berdasarkan ketinggian kawasan. Terdapat lima klasifikasi ketinggian yang
akan diambil data. Hal tersebut dikarenakan kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai yang sangat luas bisa diwakili data habitatnya berdasarkan klasifikasi
ketinggian. Data habitat pada kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai akan dibagi
menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan ketinggian tersebut yang disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Plot dan Tipe Habitat
No Tipe Habitat Jumlah Plot
1 Pegunungan bawah Tepi (1 Plot), Tengah (1 plot)
2 Pegunungan tengah Tepi (1 Plot), Tengah (1 plot)
3 Pegunungan atas Tepi (1 Plot), Tengah (1 plot)
Sumber : Berbagai Sumber, 2016

c. Data etno-mamalia
Data etno-mamalia merupakan data berupa keterkaitan satwa mamalia dengan
budaya masyarakat sekitar. Etno-mamalia ini dilihat dari 13 klasifikasi atau
kelompok pemanfaatan yang berkaitan dengan budaya yang hidup di masyarakat
sekitar. Pengambilan data etno-mamalia dilakukan dengan literature dan wawancara.
Penentuan responden sebagai narasumber dilakukan dengan cara simple random
sampling. Pengambilan data ini dilakukan dengan membagikan kuesioner.
20

Tabel 3. Kelompok Pemanfaatan Satwa Mamalia Dalam Kebudayaan


No Kelompok Pemanfaatan
1 Mamalia untuk bahan pangan
2 Mamalia untuk ritual dan hajatan
3 Mamalia sebagai mitos
4 Mamalia sebagai komoditas perdagangan
5 Mamalia untuk kegiatan pertanian
6 Mamalia sebagai media kesenian dan hiburan
7 Mamalia sebagai obat
8 Mamalia sebagai pemancar biji-biji tanaman hutan
9 Mamalia sebagai penelitian dan pembangunan
10 Mamalia sebagai perburuan
11 Mamalia sebagai peragaan
12 Mamalia sebagai pertukaran
13 Mamalia sebagai budaya
Sumber : Berbagai Sumber, 2016

Klasifikasi responden untuk pengambilan data etno-mamalia terbagi menjadi


tiga, yaitu responden yang mengetahui dan memahami, responden yang mengetahui
dan tidak memahami serta responden yang tidak mengetahui dan tidak memahami.
Responden yang diambil untuk pengambilan data etno-mamalia adalah masyarakat
yang mengetahui dan memahami mengenai keterkaitan mamalia dengan masyarakat
setempat. Klasifikasi kelompok responden etno-mamalia (Spradley, 1997) yang
berfungsi sebagai dasar untuk mencari responden etno-mamalia yaitu enkultrasi
penuh, keterlibatan langsung, suasana budaya yang tidak dikenal, waktu yang cukup
dan non analitik.
Tabel 4. Klasifikasi Kelompok Responden Etno-mamalia
No Persyaratan Deskripsi
1 Enkulturasi penuh Proses alami dengan mempelajari suatu budaya tertentu.
2 Keterlibatan langsung Keterlibatan seseorang dalam suatu keadaan yang
sebenarnya ditolak oleh masyarakat.
3 Suasana buadaya yang tidak Suasana budaya para imigran yang tetap mempertahankan
dikenal adat tradisional dengan berbicara menggunakan bahasa
asing.
4 Waktu yang cukup Ketersediaan responden dalam memberikan suatu
informasi.
5 Non analitik Menentukan informan yang tidak menganalisis
kebudayaanya sendiri dari perspektif orang lain.
Sumber : Spradley JP, 1997

2. Data Pengelola
Metode yang digunakan untuk data pengelola adalah wawancara dengan
bantuan kuesioner. Skala skoring yang digunakan untuk kuesioner tersebut adalah
skala likert yang telah dimodifikasi sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia,
yaitu skala 1 sampai dengan 7 (Avenzora, 2008). Data yang diukur dari pengelola
berupa karakteristik, persepsi, dan kesiapan terhadap perencanaan serta penilaian
terhadap sumberdaya wisata. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner berpola tertutup. Jumlah responden pengelola diambil sampel 1-3
responden untuk masing-masing kawasan sesuai dengan kondisi lapangan saat
penelitian. Pengelola memiliki peran yang penting karena pengelola mengetahui
kondisi umum kawasan.
21

3. Data Masyarakat
Masyarakat merupakan subyek dari kegiatan perencanaan ekowisata satwa
mamalia. Data masyarakat yang diambil berupa data karakteristik, kesiapan, persepsi
terhadap perencanaan, dan penilaian terhadap sumberdaya wisata. Karakteristik
masyarakat terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, status pernikahan, pendidikan
terakhir, pekerjaan, pendapatan per bulan, dan agama. Informasi tersebut didapat
melalui metode wawancara dengan bantuan kuesioner. Wawancara yang dilakukan
pada masyarakat menggunakan metode bertemu secara langsung. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berpola tertutup (close ended) yaitu
kuesioner dengan jawaban yang telah disediakan.
Skala skoring yang digunakan untuk kuesioner tersebut adalah skala likert yang
telah dimodifikasi sessuai dengan karakter masyarakat Indonesia, yaitu menjadi skala
1 sampai dengan 7 (Avenzora, 2008). Masyarakat yang menjadi responden yaitu
masyarakat yang berada di sekitar kawasan dengan jumlah sampel 30 responden.
Jumlah sampel tersebut sesuai dengan pendapat Roscoe (1975) dalam Sekaran
(2006) bahwa sampel yang baik dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan
500. Penentuan sampel ditentukan dengan menggunakan metode simple random
sampling. Metode tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan sebuah koin.
Penentuan responden juga memperhatikan beberapa pertimbangan seperti
ketersediaan dan kesediaan responden dalam merespon penelitian (Shaughnessy et
al., 2000).
4. Data Pengunjung
Metode yang digunakan untuk data pengunjung adalah wawancara dengan
bantuan kuesioner. Data di kuesioner meliputi karakteristik, motivasi, persepsi,dan
penilaian terhadap sumberdaya wisata. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuesioner berpola tertutup (close ended) yaitu kuesioner dengan jawaban
yang telah disediakan. Skala skoring yang digunakan untuk kuesioner tersebut adalah
skala likert yang telah dimodifikasi sessuai dengan karakter masyarakat Indonesia,
yaitu menjadi skala 1 sampai dengan 7 (Avenzora, 2008).
Wawancara yang dilakukan pada pengunjung menggunakan metode bertemu
secara langsung. Pengunjung memiliki peran penting karena pengunjung
mempengaruhi tingkat penilaian kepuasan terhadap kawasan. Jumlah responden yang
dipilih 30 responden. Jumlah responden tersebut sesuai dengan pendapat Roscoe
(1975) dalam Sekaran (2006) bahwa sampel yang baik dalam penelitian adalah
antara 30 sampai dengan 500. Penentuan sampel ditentukan dengan menggunakan
metode simple random sampling. Metode tersebut dilakukan dengan menggunakan
bantuan sebuah koin. Penentuan responden juga memperhatikan beberapa
pertimbangan seperti ketersediaan dan kesediaan responden dalam merespon
penelitian (Shaughnessy et al., 2000).

D. Analisis Data

1. Kualitatif
Analisis data kualitatif yaitu menjabarkan sumberdaya wisata dan responden
dengan kondisi yang ditemui dalam lapangan. Data yang diambil berupa sumberdaya
wisata, pengelola, masyarakat dan pengunjung. Data sumberdaya wisata yang
dianalisis yang berkaitan dengan satwa dengam mengambarkan jenis, aktivitas, dan
22

habitatnya. Data yang menjadi dekripsi kemudian diberikan gambaran untuk lebih
menerangkan mengenai satwa agar lebih mudah dipahami, sehingga dapat
menghasilkan interpretasi tentang satwa dan habitatnya. Data pengelola dan
masyarakat tentang persepsi dan kesiapan mengenai aktivitas wisata pada kawasan.
2. Kuantitatif
a. Indeks Kekayaan Jenis (Pi)
Indeks kekayaan jenis dicari dengan tujuan untuk mengetahui keanekaragaman
jenis di suatu kawasan. Indeks kekayaan jenis satwa didapatkan dengan
menggunakan rumus Mc Intosh (1967) yaitu:

Individu

b. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)


Indeks keanekaragaman jenis memiliki pengaruh terhadap perencanaan
ekowisata satwa mamalia. Hal ini dikarenakan satwa mamalia adalah obyek utama
dalam kegiatan ekowisata satwa mamalia. Indeks keanekaragaman jenis
menggunakan rumus Shannon-Wiener yaitu:

Hasil nilai indeks keanekaragaman jenis diklasifikasikan menurut Shannon


Wiener.
Tabel 5. Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Nilai Indeks Kategori
>3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tiinggi dan
kestabilan komunitas tinggi.
1-3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan
kestabilan komunitas sedang.
<1 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan
kestabilan komunitas rendah.
Sumber : Shannon-Wiener

c. Pertemuan Jenis Satwa


Tingkat Pertemuan Jenis (TPJ) dicari dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
pertemuan seriap jenis individu. Tingkat pertemuan jenis dapat menggunakan rumus
Kurnia (2003) yaitu:

Individu
23

Nilai presentasi TPJ kemudian disesuaikan dengan nilai frekuensi pertemuan


satwa dan skala urutan untuk mengetahui kategori tingkat pertemuan suatu jenis.
Tabel 6. Kategori Frekuensi Tingkat Pertemuan Jenis
Tingkat Pertemuan Jenis (%) Nilai Frekuensi Skala Urutan
0-9,9 1 Sangat sulit
10-19,9 2 Sulit
20-39,9 3 Jarang
40-59,9 4 Umum
60-79,9 5 Sering
80-100 6 Mudah
Sumber : Kurnia, 2003

3. Penilaian Sumberdaya Wisata


Sumberdaya wisata merupakan suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu
yang mengandung elemen ruang tertentu, pada waktu tertentu yang dapat menarik
minat wisatawan serta dapat menampung wisatawan untuk melakukan kegiatan
wisata (Avenzora, 2008). Penilaian potensi sumberdaya wisata di Taman Nasional
Gunung Ciremai didasarkan pada indikator penilaian (Avenzora, 2008) yang terkait
pada keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, aksesibilitas, sensitifitas dan
fungsi sosial. Indikator tersebut akan dilakukan dengan sistem skoring untuk
mempermudah peneliti dalam perekapan nilai. Sistem skoring menggunakan skala
penilaian dari 1 sampai dengan 7. Skala penilaian 1 diberikan untuk pernyataan
“sangat tidak setuju”, skala penilaian 2 diberikan untuk pernyataan “tidak setuju”,
skala penilaian 3 diberikan untuk pernyataan “agak tidak setuju”, skala penilaian 4
diberikan untuk pernyataan “ragu-ragu”, skala penilaian 5 diberikan untuk
pernyataan “agak setuju”, skala penilaian 6 diberikan untuk pernyataan “setuju” dan
untuk skala penilaian 7 diberikan untuk pernyataan “sangat setuju”. Pola pemaknaan
dari setiap skala penilaian dapat diubah sesuai dengan kebutuhan, seperti penilaian
kepuasan (Avenzora, 2008).

E. Metode Perancangan Program Ekowisata

Penyusunan rancangan program ekowisata disesuaikan dengan potensi


sumberdaya wisata yang ada, baik keanekaragaman satwa mamalia dan habitat
satwa. Hal lain yang dapat menunjang dalam penyusunan rancangan program
ekowisata yaitu gejala alam yang terdapat di Taman Nasional Gunung Ciremai.
Penyusunan program ekowisata berdasarkan penilaian obyek yang memiliki skala
penilaian tertinggi, sehingga dapat memberikan program wisata yang menarik. Hasil
kuesioner yang telah disebarkan kepada masyarakat dan pengelola dapat
menghasilkan suatu persepsi dan kesiapan terhadap aktivitas wisata.

F. Metode Penyusunan Luaran

Luaran yang dihasilkan dari perencanaan ekowisata satwa mamalia ini berupa
media promosi visual. Rancangan media visual ini akan dirangkai dengan
menggunakan aplikasi Corel Draw Graphics Suites X7 dan Adobe Photoshop CS6.
Elemen dari media visual ini berupa gambar diam (foto) yang dirangkai dengan
24

desain yang menarik yang dapat mewakili semua sumberdaya wisata yang ada pada
kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Luaran dirangkai dengan memberikan
informasi dalam gambar atau foto dengan bahasa yang singkat, padat, komunikatif
dan persuasif. Hal ini bertujuan untuk membuat pengunjung seolah-olah dapat
merasakan dan melihat secara langsung kawasan tersebut. Penyusunan luaran ini
didapatkan dengan cara mengambil gambar diam (foto) yang nantinya diedit dengan
menggunakan aplikasi Corel Draw Graphics Suites X7 dan Adobe Photoshop CS6.
Dalam poster ini disajikan informasi secara singkat namun jelas yang didukung
dengan bentuk dan warna yang dapat menarik minat pengunjung.
25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Sumberdaya Ekowisata Satwa Mamalia

1. Mamalia
Mamalia merupakan jenis satwa liar yang beraktivitas di siang dan malam hari.
Beberapa jenis mamalia di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) lebih sering
beraktivitas pada waktu siang (diurnal) dan pada waktu malam (nocturnal). Jenis
mamalia yang hidup di Taman Nasional Gunung Ciremai juga banyak menghabiskan
waktunya di atas pohon (arboreal) dan di atas tanah (terestrial). Mamalia di Taman
Nasional Gunung Ciremai cukup banyak sekitar 38 jenis spesies dan tersebar di
berbagai zona (BTNGC, 2015). Persebaran jenis mamalia tersebut dapat dilihat dari
jejak yang ditinggalkan, seperti feses, sarang, jejak kaki dan bekas mencari makan.
a. Kekayaan Jenis Mamalia
Kekayaan jenis mamalia yang ditemukan di Taman Nasional Gunung Ciremai
yaitu 11 jenis. Jenis mamalia tersebut ditemukan secara langsung dan tidak langsung.
Pertemuan secara tidak langsung diidentifikasi melalui jejak kaki, suara, feses,
sarang dan tempat bekas mencari makan. Pertemuan jenis mamalia tersebut terjadi
pada pagi, siang, sore dan malam hari. Kekayaan jenis mamalia yang paling banyak
ditemukan adalah kijang muncak. Hal ini didukung dengan kondisi habitat yang
cocok dengan kijang muncak.
Tabel 7. Kekayaan Jenis Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
Penemuan Jumlah
No Nama Latin Nama Indonesia
L TL (Individu)
1 Muntiacus muntjac Kijang muncak   21
2 Tupaia javanica Tupai   18
3 Sus crofa Babi hutan   15
4 Nycticebus javanicus Kukang jawa   15
5 Macaca fascicularis Monyet ekor panjang   10
6 Paradoxurus hermaphroditus Musang luwak   7
7 Presbytis comate Surili   7
8 Trachypithecus auratus Lutung   5
9 Panthera pardus Macan tutul   3
10 Emballonura monticola Kelelawar   1
11 Sundamys infraluteus Tikus hutan   1
Keterangan : () : Ditemukan, () : Tidak Ditemukan, (L) : Langsung, (TL) : Tidak Langsung.
Sumber : Data pribadi, 2017

b. Indeks Keanekaragaman Jenis Mamalia


Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki
indeks keanekaragaman yang rendah. Keanekaragaman ini dilihat dari jumlah jenis,
total individu, total pengamatan dan luas kawasan pengamatan. Stasiun Penelitian
Blok Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki tiga kawasan yang
diduga sebagai habitat satwa liar mamalia. Kawasan tersebut yaitu pegunungan
bawah dengan ketinggian 500 – 800 mdpl, pegunungan tengah dengan ketinggian
800 – 1.100 mdpl dan pegunungan atas dengan ketinggian 1.100 – 1.500 mdpl.
26

Gambar 7. Indeks Keanekaragaman Jenis Mamalia di Stasiun Penelitian Blok


Bintangot
Ketiga kawasan yang diduga sebagai habitat satwa mamalia memiliki nilai
indeks yang hampir sama. Kawasan pegunungan bawah dengan ketinggian 500 – 800
mdpl memiliki nilai indeks 0,32. Kawasan pegunungan tengah dengan ketinggian
800 – 1.100 mdpl memiliki nilai indeks 0,36. Kawasan pegunungan atas dengan
ketinggian 1.100 – 1.500 mdpl memiliki nilai indeks tertinggi. Nilai indeks pada
kawasan tersebut yaitu 0,37. Ketiga kawasan tersebut memiliki keanekaragaman
jenis satwa mamalia yang termasuk rendah.
Kawasan pegunungan dengan tinggi 1.100 – 1.500 mdpl memiliki indeks yang
paling tinggi dibanding kawasan lainnya. Hal ini disebabkan dari kondisi fisik dan
biotik dari kawasan tersebut yang masih alami dan lebih baik dari kawasan lainnya.
Banyak vegetasi yang berpotensi sebagai tempat berlindung, berkembang biak dan
mencari makan. Kawasan dengan tinggi di atas 1.000 mdpl sangat jarang dikunjungi
masyarakat. Hanya beberapa orang saja yang mengunjungi ketinggian tersebut untuk
tujuan pendidikan, penelitian atau pendakian. Sehingga satwa yang berada di sana
tidak terganggun oleh aktivitas manusia.
Kawasan pegunungan dengan tinggi 800 – 1.100 mdpl memiliki indeks yang
tidak terlalu berbeda dengan pegunungan atas, yaitu 0,36 yang hanya berbeda 0,01
saja. Kondisi fisik dan vegetasinya tidak terlalu berbeda dengan pegunungan atas.
Namun kerapatan dari vegetasi di ketinggian ini sedikit lebih rapat dengan
pepohonan yang lebih tinggi. Pada ketinggian ini ada beberapa masyarakat yang
datang dan melakukan aktivitas namun masih tergolong jarang.
Kawasan pegunungan dengan tinggi 500 – 800 mdpl memiliki indeks yang
terendah, yaitu 0,32. Pada kawasan ini merupakan perbatasan antara kawasan hutan
dengan pemukiman masyarakat. Meskipun perbatasan, namun kondisi vegetasi di
kawasan hutannya masih terbilang cukup baik. Hal ini disebabkan oleh masyarakat
yang terus menjaga dan melestarikan hutan tersebut. Masyarakat masih banyak yang
menggantungkan hidupnya dari hutan tersebut. Meskipun sering terjadi aktivitas dari
mamalia primata yang masuk ke pemukiman warga namun masyarakat tetap
27

menjaganya. Selain itu, keanekaragaman jenis di kawasan ini rendah dan hanya
terdapat banyak individu primata seperti monyet ekor panjang.

c. Tingkat Pertemuan Jenis Mamalia


Tingkat pertemuan jenis mamalia di Taman Nasional Gunung Ciremai sangat
beragam. Hal ini dipengaruhi dari persebaran, jumlah individu dan habitat satwa.
Beberapa satwa liar hanya beraktivitas pada ketinggian tertentu dan memiliki jalur
atau daerah teritorial tersendiri. Jumlah satwa yang sedikit menjadi alasan lain
sulitnya perjumpaan dengan satwa tersebut. Habitat yang sudah mengalami
perubahan akibat kebakaran yang pernah melanda Taman Nasional Gunung Ciremai
juga membuat beberapa habitat beberapa satwa rusak.
Tabel 8. Tingkat Pertemuan Jenis Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
No Kategori Pertemuan Jenis Jenis Mamalia
1 Sangat Sulit (< 10%)  Babi hutan
 Musang luwak
 Macan tutul
 Kelelawar
 Tikus hutan
2 Sulit (10-19,9%)  Kijang muncak
 Tupai
 Kukang jawa
 Surili
 Lutung
3 Jarang (20-39,9%)  Monyet ekor panjang
4 Umum (40-59,9%)  -
5 Sering (60-79,9%)  -
6 Mudah (80-100%)  -
Sumber : Data pribadi, 2017

Tingkat pertemuan jenis tertinggi di Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman


Nasional Gunung Ciremai adalah monyet ekor panjang. Monyet ekor panjang
menurut kategori pertemuan jenis termasuk ke dalam kategori jarang. Kategori
jarang ini berkisar antara 20% hingga 39,9%. Monyet ekor panjang yang ditemukan
memiliki persentase pertemuan 20%. Hal ini disebabkan monyet ekor panjang dapat
ditemukan hampir di semua kawasan hutan. Satwa tersebut tidak begitu takut untuk
bertemu langsung dengan manusia. Perjumpaannya banyak ditemukan secara
berkelompok. Aktivitas monyet tersebut banyak dilakukan di pohon – pohon yang
tidak terlalu tinggi, bahkan monyet tersebut bisa ditemukan di atas tanah. Monyet
ekor panjang biasa beraktivitas di pagi dan sore hari.
Terdapat beberapa satwa liar yang termasuk ke dalam kategori tingkat
pertemuan sulit, yaitu kijang muncak, tupai, kukang jawa, surili dan lutung. Kategori
penemuan jenis sulit memiliki persentase antara 10% hingga 19,9%. Beberapa satwa
tersebut memiliki persentase yang hampir sama, seperti kijang muncak 15,43%, tupai
12%, kukang jawa 10,86%, surili 10,29% dan lutung 16%.
Terdapat beberapa satwa liar yang termasuk ke dalam kategori tingkat
pertemuan jenis sangat sulit, yaitu babi hutan, musang luwak, macan tutul, kelelawar
dan tikus hutan. Kategori penemuan jenis sangat sulit memiliki persentase kurang
dari 10%. Beberapa satwa tersebut memiliki presesntase yang kurang dari 10%,
seperti babi hutan 8,57%, musang luwak 4%, macan tutul 1,71%, kelelawar 0,57%
dan tikus hutan 0,57%.
28

d. Penyebaran dan Penemuan Jenis Mamalia


Penyebaran satwa liar mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman
Nasional Gunung Ciremai tersebar di beberapa ketinggian. Penyebaran dan
penemuan terbanyak terdapat di ketinggian 700 m. Hal ini disebabkan kondisi
ekosistem kawasan tersebut masih baik. Vegetasi di kawasan pun cukup beragam
dan kerapatannya yang sedang.

Sumber : Data pribadi, 2017


Gambar 8. Ilustrasi Persebaran Vertikal Mamalia di Stasiun Penelitian Blok
Bintangot

Sumber : Data pribadi, 2017


Gambar 9. Peta Persebaran Horizontal Mamalia di Stasiu Penelitian Blok Bintangot

e. Penilaian Sumberdaya Wisata Mamalia


Terdapat 11 jenis satwa mamalia yang ditemukan di Stasiun Penelitian Blok
Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai. Penilaian terhadap 11 jenis tersebut
menghasilkan enam satwa unggulan. Satwa tersebut berada dalam kategori penilaian
di atas 4 atau biasa saja. Penilaian tersebut berdasarkan skala penilaian Avenzora
tahun 2008. Skala penilaian tersebut memiliki beberapa kategori, yaitu keunikan,
kelangkaan, keindahan, seasonalitas, aksesibilitas, fungsi sosial dan sensitifitas.
29

Dalam menentukan satwa mamalia untuk dijadikan sumberdaya wisata, penilaian


tersebut akan menunjukkan potensi dari nilai yang diperoleh. Satwa tersebut harus
memiliki keunikan dan keindahan yang baik agar dapat menarik pengunjung. Satwa
yang langka dan jarang dilihat oleh manusia menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan
jika satwa tersebut hanya muncul atau melakukan aktifitas pada musim – musim
tertentu itu bisa jadi keunggulan dari sumberdaya wisata. Penilaian juga melihat
unsur aksesibilitas menuju sumberdaya dan tingkat sensitifitas satwa terhadap
manusia. Fungsi sosial dari kehadiran satwa tersebut menjadi sumberdaya wisata bisa
mendukung atau bahkan melarang penggunaan satwa tersebut.

Sumber: Data pribadi, 2017


Keterangan : 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = biasa saja,
5 = agak setuju, 6 = setuju, 7 = sangat setuju
Gambar 10. Penilain Potensi Sumberdaya Sumberdaya Wisata di Stasiun
Penelitian Blok Bintangot
Satwa mamalia yang mendapatkan penilaian sumberdaya tertinggi adalah
macan tutul. Salah satu spesies kucing besar ini menjadi primadona dan mendapat
penilaian yang tinggi. Satwa tersebut memiliki nilai kelangkaan yang tinggi.
Penjumapaannya yang sulit menjadi nilai lebih bagi satwa tersebut. Satwa tersebut
pun memiliki bentuk fisik yang unik, yaitu motif pada kulitnya. Motif totol – totol
pada kulitnya menjadi ciri khas dari satwa tersebut. Macan tutul ini merupakan satwa
nokturnal yang beraktivitas pada malam hari dan termasuk predator yang memangsa
satwa lain (karnivora).
Kijang dengan nama latin Muntiacus muntjac memiliki penilaian sumberdaya
dengan nilai 6,1 dari nilai tertinggi yaitu 7,0. Kijang tersebut memiliki keunikan pada
kepalanya, yaitu memiliki tanduk yang tidak terlalu panjang dan cukup indah. Satwa
tersebut pun memiliki suara yang cukup lantang dan unik sehingga dapat dikenali
dari suara tersebut. Selain itu, keunikan lainnya terdapat di persepsi masyarakat atau
mitos. Mitos yang berkembang di masyarakat adalah bahwa jika kijang tersebut
bersuara cukup lantang dan lama maka sedang terjadi sesuatu, seperti pada malam
menandakan sedang terang bulan, pada siang hari menandakan cuaca sedang panas,
30

dan jika suara tersebut seperti turun gunung menandakan akan terjadi sesuatu dengan
gunung tersebut.
Kukang jawa yang tersebar di sekitar Stasiun Penelitian Blok Bintangot
memiliki penilaian sumberdaya wisata sebesar 5,8. Dari bentuk fisik, mamalia ini
termasuk primata yang berukuran sedang. Mamalia ini termasuk satwa nokturnal dan
memiliki mata yang cukup besar untuk dapat membantunya melihat dalam
kegelapan. Kukang jawa ini menghabiskan banyak waktunya di atas pohon
(arboreal). Mamalia ini memiliki keunikan, yaitu memilki bisa yang terdapat di
lipatan siku nya. Cara menggunakan bisanya tersebut yaitu dengan cara
menempelkan giginya di bagian lipatan tersebut lalu kukang akan menggigit
lawannya. Bisa tersebut cukup beracun dan dapat membunuh sesama kukang. Jika
terkena manusia, bisa tersebut dapat membuat meriang.

Gambar 11. Kukang Jawa Sedang Tidur di Atas Pohon


Monyet ekor panjang dalam penilaian sumberdaya wisata mendapat nilai 5,3.
Primata ini cukup banyak dan mudah ditemukan di ketinggian 500 – 1.000 mdpl.
Monyet ekor panjang ini sudah terbiasa dengan manusia dan di kalangan masyarakat
satwa tersebut cukup sering turun ke pemukiman. Perilakunya yang agresif dan
bergerombol membuat satwa tersebut menarik perhatian yang melihatnya.

Gambar 12. Monyet Ekor Panjang Sedang Mencari Makan


31

Primata lainnya seperti surili dan lutung mendapatkan nilai masing – masing
4,7 dan 4,6. Nilai yang diperoleh tidak terlalu berbeda, begitupun bentuk fisiknya.
Surili dan lutung memiliki bentuk fisik yang hampir mirip, hanya dibedakan dari
warna kulit dan wajahnya. Lutung memiliki warna tubuh yang hitam pekat dan
warna kuning keemasan pada anakannya. Surili memiliki warna yang hitam keabuan
dan juga putih di sekitar dada, perut dan ekornya. Satwa ini pun memiliki keunikan
berupa ekornya yang sangat panjang melebihi panjang tubuhnya.

Gambar 13. Surili Sedang Berada di Atas Pohon


2. Habitat Mamalia
Vegetasi di Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung
Ciremai terdiri dari berbagai macam pohon dan semak. Taman Nasional Gunung
Ciremai merupakan taman nasional dengan jenis hutan hujan tropis. Kawasan yang
diduga sebagai habitat satwa mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot. Kondisi
kawasan tersebut berbeda – beda tergantung ketinggian, sejarah kawasan dan faktor
lainnya seperti bekas kebakaran hutan. Stasiun Penelitian Blok Bintangot memiliki
luas sekitar 1.500 ha.
Kondisi vegetasi habitat mamalia di Taman Nasional Gunung Ciremai sangat
beragam. Keberagaman kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Terdapat faktor
alami seperti ketinggian, jenis tanah, sumber air dan intensitas cahaya matahari.
Faktor lain seperti faktor masyarakat juga mempengaruhi vegetasi habitat.
Masyarakat yang sering masuk kawasan dan melakukan aktivitas dapat
mempengaruhi vegetasinya. Kawasan hutan di Gunung Ciremai sering mengalami
kebakaran, hal ini pun sangat berpengaruh pada kondisi kawasan dan berdampak
pada satwa yang didalamnya.
Stasiun Penelitian Blok Bintangot memiliki luas 1.500 ha. Luas kawasan
tersebut berada di ketinggian 500 – 1500 mdpl. Di ketinggian 500 m kondisi vegetasi
didominasi oleh tumbuhan kaliandra. Kerapatan vegetasi di ketinggian 500 m cukup
rapat. Hal ini disebabkan kawasan tersebut sangat berdekatan dengan masyarakat.
Masyarakat sering ke hutan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti mencari
ranting pohon yang sudah jatuh untuk kayu bakar, mencari tanaman obat dan sebagai
jalur menuju perkebunan masyarakat. Di kawasan ini, ketinggian pohon cukup tinggi
dan beragam. Ditemukan pula beberapa tanaman perkebunan, seperti kopi, cengkeh
dan alpukat.
32

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017


Gambar 14. Kondisi Vegetasi Habitat Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
Di ketinggian 700 m kondisi fisik dan vegetasi mulai berbeda. Kontur tanah
yang naik turun dengan tingkat kemiringan antara 30o hingga 45o. Hampir semua
tanah tertutupi oleh ilalang dan beberapa bagian tertutupi dengan batuan yang keras
dan besar. Terdapat sebuah sungai di kawasan ini, namun sungai tersebut mengalami
kekeringan sejak tiga bulan yang lalu. Kerapatan vegetasi pada kawasan ini cukup
rapat. Jenis pohon yang dominan pada habitat ini yaitu jenis pohon yang besar dan
tinggi seperti pinus.
Kondisi vegetasi di ketinggian 1.500 m kondisi kawasan mulai jarang. Jenis
yang ditemukan pun mulai berkurang. Hanya beberapa jenis pohon seperti, honje dan
huru batu yang dapat ditemukan. Hal ini disebabkan oleh ketinggian kawasan
tersebut yang sudah di atas 1000 m. Selain itu, kawasan tersebut sering terjadi
kebakaran hutan. Kebakaran yang terjadi menyebabkan kondisi buruk bagi kondisi
fisik dan vegetasi di sana. Kondisi pasca kebakaran menyebabkan tanaman tidak
banyak yang tumbuh dan hanya ilalang yang dapat tumbuh dengan baik.
3. Etno-mamalia
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai berbatasan langsung dengan
wilayah desa. Masyarakat desa sejak dahulu sangat bergantung pada hutan di
kawasan taman nasional untuk mencari kayu bakar dan beberapa satwa liar. Satwa –
satwa tersebut memiliki keterkaitan secara budaya di kehidupan masyarakat sekitar.
Tabel 9. Kelompok Pemanfaatan Etno-mamalia
Bagian
No Kelompok Pemanfaatan Jenis Mamalia Keterangan
Pemanfaatan
Mamalia untuk bahan pangan Musang luwak Kotoran Kotoran tersebut
1
diolah menjadi kopi
Mamalia untuk bahan pangan Babi hutan Daging Daging tersebut
2 diolah sebagai
bahan pangan
Mamalia sebagai mitos Kijang muncak Suara Suara kijang yang
turun gunung,
3
gunung akan
meletus
33

Tabel 9. Lanjutan
Bagian
No Kelompok Pemanfaatan Jenis Mamalia Keterangan
Pemanfaatan
4 Mamalia sebagai komoditas Musang luwak Kotoran Kotoran luwak yang
perdagangan memakan kopi
diolah menjadi kopi
Mamalia untuk kegiatan pertanian Kelelawar Cakar Cakar di buah akan
5
cepat masak
Sumber : Data pribadi, 2017

a. Mamalia untuk Bahan Pangan


Hutan merupakan tempat bagi masyarakat untuk mencari kayu bakar, bercocok
tanam dan berburu satwa untuk bahan pangan. Hal tersebut masih dilakukan sebelum
hutan tersebut menjadi taman nasional dengan beberapa peraturan untuk menjaga
kelestarian ekosistemnya. Satwa yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan biasanya
berupa satwa yang berukuran sedang.
Masyarakat Desa Seda mayoritas bekerja sebagai petani dan mengelola
perkebunan. Komoditas perkebunan yang banyak ditanam adalah kopi. Hal ini
menyebabkan banyak satwa seperti musang luwak turun ke perkebunan masyarakat
dan memakan biji kopi. Kondisi ini dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Seda untuk
mengambil manfaat dari keberadaan musang luwak tersebut. Kotoran dari musang
luwak yang memakan biji kopi dimanfaatkan untuk diolah menjadi kopi fermentasi.
Hasil olahan ini nantinya akan dikonsumsi oleh masyarakat.
Beberapa masyarakat Desa Seda memiliki kebiasaan memakan daging babi
hutan. Biasanya babi yang masuk ke perkebunan warga dan merusak tanaman akan
diburu untuk dimakan dagingnya. Masyarakat yang mengkonsumsi hewan tersebut
biasanya yang beragama non Islam. Masyarakat pun tidak setiap hari
mengkonsumsinya, hanya pada waktu tertentu saat ada babi hutan yang merusak
perkebunan.
b. Mamalia sebagai Mitos
Masyarakat yang hidup di sekitar hutan dan gunung memiliki beberapa mitos
yang berkembang berkaitan dengan kawasan dan satwa liar. Beberapa masyarakat
mengetahui mitos tersebut, namun tidak semua yang mengetahui mitos tersebut
mempercayai mitos tersebut. Salah satu mitos yang berkembang di masyarakat
adalah tentang Gunung Ciremai yang akan meletus.
Kijang muncak memiliki mitos yang berkaitan dengan kawasan Gunung
Ciremai. Masyarakat percaya bahwa kijang muncak bisa mendeteksi kapan gunung
akan meletus. Suara kijang muncak yang arahnya seperti turun gunung, sering dan
lantang dipercaya sebagai mitos gunung akan meletus. Selain itu, suara kijang
muncak yang sering dan bersaut – sautan antar kijang dipercaya memiliki arti masing
– masing, seperti sedang terang bulan, panas terik dan akan musim kemarau.
c. Mamalia sebagai Komoditas Perdagangan
Berdagang merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Desa Seda.
Berbagai barang dijual oleh masyarakat, seperti buah, sayuran, dan kopi. Komoditas
kopi di masyarakat Desa Seda memiliki keterkaitan dengan satwa mamalia, yaitu
musang luwak.
Masyarakat di Desa Seda mayoritas bekerja sebagai petani. Beberapa bekerja
sebagai petani kopi. Selain memanen kopi dari pohonnya, kopi juga diolah dari
fermentasi kotoran musang luwak. Kotoran musang luwak diolah menjadi kopi yang
34

nantinya dijual. Kotoran tersebut didapat dari musang luwak yang terdapat di sekitar
kawasan perkebunan masyarakat.
d. Mamalia untuk Kegiatan Pertanian
Masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, khususnya di
Desa Seda bekerja sebagai petani. Kegiatan pertanian yang dilakukan masyarakat
Desa Seda masih ada yang menggunakan satwa liar dalam membantu kegiatan
tersebut. Beberapa satwa liar seperti kelelawar memiliki manfaat dalam membantu
kegiatan pertanian.
Kelelawar selain menjadi hama juga memiliki manfaat dalam hal pertanian.
Kelelawar merupakan mamalia terbang yang memakan buah – buahan. Buah – buah
yang sudan masak di pohon akan menjadi santapan kelelawar tersebut. Bagi buah
yang belum masak biasanya kelelawar tersebut hanya mencakar kulit buahnya. Buah
yang sudah dicakar biasanya akan lebih cepat masak dibandingkan buah lain.
Biasanya buah yang dicakar adalah buah pisang. Hal ini dapat membantu para petani
untuk mengetahui buah yang akan masak.

B. Pengelola

1. Karakteristik Responden Pengelola


Stasiun Penelitian Blok Bintangot terdapat empat orang pengelola yang
bertugas. Karakteristik responden pengelola didapat dengan mewawancarai
pengelola dengan menggunakan kuesioner. Karakteristik tersebut bertujuan untuk
mengetahui jenis kelamin, usia, status pernikahan, asal daerah, pendidikan terakhir
dan jabatan pengelola tersebut. Aspek – aspek tersebut akan menjadi pertimbangan
dalam menganalisis persepsi dan kesiapan pengelola dalam hal perencanaan
ekowisata satwa mamalia.
Tabel 10. Karakteristik Responden Pengelola Stasiun Penelitian Blok Bintangot
No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Jenis Kelamin Laki – laki 4 100%
Perempuan - -

2 Usia <20 tahun - -


20 – 30 tahun - -
30 – 40 tahun 4 100%
40 – 50 tahun - -
>50 tahun - -

3 Status Pernikahan Menikah 4 100%


Belum menikah - -

4 Asal Daerah Kab. Kuningan 1 25%


Luar Kab. Kuningan 3 75%

5 Pendidikan Terakhir SD - -
SMP - -
SMA - -
Perguruan Tinggi 4 100%

6 Jabatan PEH 4 100%


Polhut - -
Sumber : Data pribadi, 2017
35

Karakteristik responden pengelola yang didapatkan dari penyebaran kuesioner


di Stasiun Penelitian Blok Bintangot sangat beragam. Karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin didapatkan responden laki – laki berjumlah empat orang.
Rentang usia responden adalah 30 – 40 tahun. Hal ini disebabkan pengelola dengan
usia tersebut merupakan usia ideal untuk bekerja di tengah hutan. Karakteristik usia
sangat mempengaruhi status pernikahan pengelola tersebut. Status pernikahan
pengelola tersebut semuanya sudah menikah. Pengelola Stasiun Penelitian Blok
Bintangot dominan merupakan bukan penduduk asli dari dalam kabupaten kuningan.
Karakteristik pendidikan terakhir pengelola semuanya perguruan tinggi. Hal ini
mempengaruhi pekerjaan dan jabatannya yaitu pengendali ekosistem hutan (PEH).
2. Persepsi Pengelola
Persepsi pengelola dalam hal perencanaan ekowisata satwa mamalia sangat
beragam. Banyak aspek yang dinilai untuk mengetahui persepsi pengelola tersebut,
seperti manfaat perencanaan ekowisata satwa mamalia harian, bermalam dan
tahunan. Dampak terhadap kedatangan pengunjung, baik lokal maupun mancanegara,
dan persepsi mengenai perencanaan kegiatan ekowisata satwa mamalia.
a. Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia
Perencanaan ekowisata satwa mamalia terbagi dalam tiga perencanaan. Ketiga
perencanaan tersebut dilakukan berdasarkan perbedaan waktu dan durasi
pelaksanaan. Perencanaan ekowisata satwa mamalia harian dilakukan dalam waktu
satu hari, perencanaan ekowisata satwa mamalia bermalam dilakukan dalam waktu
minimal dua hari satu malam dan memiliki kegiatan yang dilakukan pada malam
hari, perencanaan ekowisata satwa mamalia tahunan merupakan event besar yang
dilakukan satu tahun sekali. Berikut ini merupakan persepsi pengelola terhadap
perencanaan ekowisata satwa mamalia.

Keterangan : 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = biasa saja,
5 = agak setuju, 6 = setuju, 7 = sangat setuju
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 15. Aspek Penilaian Persepsi Pengelola Terhadap Perencanaan Ekowisata
Persepsi dari pengelola mengenai perencanaan ekowisata satwa mamalia
sangat beragam. Melalui kuesioner yang disebar, persepsi pengelola mengenai
36

perencanaan ekowisata adalah setuju. Aspek penilaian yang tertinggi terdapat pada
perencanaan program ekowisata tahunan dengan nilai 6,8. Pengelola menilai bahwa
program ekowisata tahunan bisa menjadi daya tarik bagi kawasan dan bisa menarik
banyak pengunjung. Aspek penilaian yang terendah terdapat pada perencanaan
program ekowisata bermalam dengan nilai 5,8. Persepsi pengelola bahwa program
tersebut membutuhkan fasilitas dan peralatan yang lengkap. Hal ini mengingat
kondisi hutan yang merupakan habitat dari satwa mamalia.
b. Kedatangan Pengunjung
Kedatangan pengunjung berkaitan dengan sasaran yang ingin didatangkan.
Sasaran kegiatan dapat ditujukan kepada wisatawan lokal maupun wisatawan
mancanegara. Penentuan sasaran merupakan pertimbangan yang penting dan harus
dipikirkan secara matang demi kelancaran dan keberhasilan kegiatan tersebut.

Keterangan : 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = biasa saja,
5 = agak setuju, 6 = setuju, 7 = sangat setuju
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 16. Aspek Penilaian Persepsi Pengelola Terhadap Kedatangan Pengunjung
Persepsi dari pengelola mengenai kedatangan pengunjung sangat beragam.
Melalui kuesioner yang disebar, persepsi pengelola mengenai kedatangan
pengunjung adalah setuju. Aspek penilaian yang tertinggi terdapat pada promosi
kawasan Stasiun Penelitian Blok Bintangot dengan nilai 6,5. Pengelola berharap
dengan adanya perencanaan ekowisata satwa mamalia dapat meningkatkan promosi
kawasan agar lebih dikenal banyak orang. Aspek penilaian yang terrendah terdapat
pada kedatangan pengunjung lokal dan mancanegara dengan nilai 6. Pengelola
memiliki penilaian yang sama terhadap akan datangnya pengunjung lokal maupun
mancanegara.
3. Kesiapan Pengelola
Kesiapan pengelola juga merupakan hal penting. Apabila pengelola siap dalam
menjalankan perencanaan ekowisata mamalia, maka pengelola harus memiliki etika
pelayanan yang baik, harus memperhatikan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
pengunjung. Pengelola juga harus bersedia mengikuti training agar lebih terlatih
kedepannya.
37

a. Etika Pelayanan Pengunjung


Etika pelayanan pengunjung menjadi aspek penting yang harus dimiliki
pengelola. Pelayanan yang baik terhadap pengunjung akan meningkatkan citra positif
bagi pengelola atau obyek wisata. Beberapa aspek dalam etika dan pelayanan
pengunjung, yaitu komunikasi, penguasaan materi, kerapihan, cepat tanggap dan
keramahan seperti senyum, salam dan sapa.

Keterangan : 1 = sangat tidak siap, 2 = tidak siap, 3 = agak tidak siap, 4 = biasa saja,
5 = agak siap, 6 = siap, 7 = sangat siap
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 17. Aspek Penilaian Kesiapan Pengelola Terhadap Etika Pelayanan
Pengunjung
Responden pengelola menyatakan siap dalam hal etika pelayanan
pengunjung. Aspek yang memiliki penilaian tertinggi yaitu penguasaan materi
sebesar 6,8. Pengelola siap dalam penguasaan materi mengenai satwa mamalia,
habitat serta aktivitas satwa. Pengelola di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
memiliki jabatan sebagai pengendali ekosistem hutan (PEH), pemahaman
tentang ekosistem hutan serta satwa mamalia sudah dikuasai.
Aspek yang memiliki penilaian terendah yaitu komunikasi, kerapihan dan
keramahan dengan nilai 6,3. Aspek – aspek tersebut secara penilaian termasuk
dalam kategori siap. Komunikasi antara individu dengan individu atau individu
dengan kelompok, pengelola sudah siap. Pengelola pun sering melakukan
pertemuan dan berbicara di depan publik, hal ini sudah terbiasa dilakukan
pengelola. Secara formal, pengelola memiliki pakaian berwarna hijau kecoklatan
dan rompi abu – abu tua sebagai seragam PEH. Seragam tersebut rapih dan bisa
untuk acara formal atau untuk kegiatan lapangan. Komunikasi yang baik tidak
hanya dilakukan untuk menyamakan persepsi antara komunikan dan
komunikator. Aspek keramahan seperti senyum, salam dan sapa perlu dilakukan.
Keramahan pengelola dirasa sudah siap. Senym, salam dan sapa sudah
dilakukan pengelola dalam berinteraksi dengan masyarakat atau pengunjung.
38

b. Keamanan dan Keselamatan Pengunjung


Ekowisata minat khusus pastinya memiliki aspek yang berbeda dari wisata
lainnya. Perbedaan tempat penyelenggaraan dan obyek wisata menjadi salah satunya.
Perencanaan ekowisata satwa mamalia dilakukan di kawasan hutan taman nasional.
Keamanan dan keselamatan pengunjung harus diutamakan. Keamanan dan
keselamatan pengunjung dilakukan untuk menjaga dan menyelamatkan pengunjung
dari pengunjung, pengunjung dari sumberdaya, dan sumberdaya dari pengunjung.
Aspek – aspek yang dinilai dalam keamanan dan keselamatan pengunjung yaitu
penerapan sanksi pelanggaran, informasi tentang peraturan, pertolongan dan
pengawasan pengunjung.

Keterangan : 1 = sangat tidak siap, 2 = tidak siap, 3 = agak tidak siap, 4 = biasa saja,
5 = agak siap, 6 = siap, 7 = sangat siap
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 18. Aspek Penilaian Kesiapan Pengelola Terhadap Keamanan dan
Keselamatan Pengunjung
Pengelola merasa siap dalam hal keamanan dan keselamatan pengunjung.
Aspek yang memiliki penilaian tertinggi adalah informasi peraturan yang berlaku
dan pertolongan dengan nilai 6,5. Terkait dengan keamanan dan keselamatan
pengunjung, informasi tentang peraturan yang berlaku di Stasiun Penelitian Blok
Bintangot umumnya berisi tentang hal – hal yang dilarang dilakukan. Pelarangan
tersebut semata – mata bertujuan untuk menyelamatkan pengunjung dan kawasan
dari hal – hal yang tidak diinginkan. Kesiapan pengelola dalam hal pertolongan
pengunjung dinilai sudah siap. Pengelola Stasiun Penelitian Blok Bintangot siap
dalam pertolongan pertama (first aid).
Aspek yang memiliki penilaian yang paling rendah adalah penerapan sanksi
pelanggaran dan pengawasan dengan nilai 6,25. Aspek – aspek tersebut secara
penilaian termasuk dalam kategori siap. Penerapan sanksi pelanggaran masih
terkait dengan aspek informasi yang berlaku. Sanki bagi para pelanggar akan
dilakukan dengan tegas dan adil oleh pengelola. Aspek pengawasan terkait
dengan keselamatan pengunjung. Pengelola siap untuk mengawasai keselamatan
pengunjung dari pengunjung lain dan pengunjung dari sumberdaya.
39

c. Kenyamanan Pengunjung
Kenyamanan pengunjung merupakan hal yang krusial dalam sebuah
penyelenggaraan kegiatan wisata. Kenyamanan pengunjung akan menghasilkan
kepuasan pengunjung. Kenyamanan pengunjung bisa terjadi akibat dari beberapa
faktor, salah satunya pengelola. Aspek – aspek yang dinilai dalam kenyamanan
pengunjung yaitu pengaturan sirkulasi pengunjung dan pembatasan pengunjung.

Keterangan : 1 = sangat tidak siap, 2 = tidak siap, 3 = agak tidak siap, 4 = biasa saja,
5 = agak siap, 6 = siap, 7 = sangat siap
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 19. Aspek Penilaian Kesiapan Pengelola Terhadap Kenyamanan Pengunjung
Pengelola merasa siap dalam hal kenyamanan pengunjung. Aspek yang
memiliki penilaian tertinggi adalah pengelola mengatur sirkulasi pengunjung dengan
nilai 6,5. Aspek yang memiliki penilaian terendah adalah pengelola membatasi
pengunjung yang datang dengan nilai 6,25. Kedua aspek tersebut termasuk dalam
kategori siap. Pengelola paham dan menguasai kawasan Stasiun Penelitian Blok
Bintangot termasuk kondisi jalan yang terdapat di kawasan. Sirkulasi pengunjung
dapat dilakukan dengan mudah. Sirkulasi pengunjung ini dilakukan untuk
menghilangkan kebosanan pengunjung dan meningkatkan kenyamanan pengunjung.
Pengelola mengerti mengenai konsep ekowisata minat khusus. Pembatasan
pengunjung dilakukan untuk menjaga sumberdaya, habitat dan ekosistem agar tetap
lestari.

C. Masyarakat

1. Karakteristik Responden Masyarakat


Data masyarakat diambil dari desa terdekat dan yang sering berkaitan dengan
kawasan penelitian. Desa yang dipilih adalah Desa Seda yang lokasinya tidak terlalu
jauh, sekitar 2 Km dari Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung
Ciremai. Karakteristik responden masyarkat didapat dengan mewawancarai 30
responden dengan menggunakan kuesioner. Karakteristik tersebut bertujuan untuk
mengetahui jenis kelamin, usia, status pernikahan, asal daerah dan pendidikan
terakhir masyarakat tersebut. Aspek – aspek tersebut akan menjadi pertimbangan
40

dalam menganalisis persepsi dan kesiapan masyarakat dalam hal perencanaan


ekowisata satwa mamalia.
Tabel 11. Karakteristik Responden Masyarakat Desa Seda
No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Jenis Kelamin Laki – laki 15 50%
Perempuan 15 50%

2 Usia <20 tahun 2 6,7%


20 – 30 tahun - -
30 – 40 tahun 15 50%
40 – 50 tahun 10 33,3%
>50 tahun 3 10%

3 Status Pernikahan Menikah 28 93,3%


Belum menikah 2 6,7%

4 Asal Daerah Kab. Kuningan 25 83,3%


Luar Kab. Kuningan 5 16,7%

5 Pendidikan Terakhir SD 2 6,6%


SMP 20 66,7%
SMA 8 26,7%
Perguruan Tinggi - -

6 Pekerjaan Pelajar 2 6,7%


Petani 20 66,7%
Ibu rumah tangga 5 16,7%
Pegawai negeri 2 6,7%
Pegawai swasta 1 3,3%
Sumber : Data pribadi, 2017

Karakteristik responden yang didapatkan dari penyebaran kuesioner di


masyarakat Desa Seda sangat beragam. Karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin didapatkan responden laki – laki dan perempuan berjumlah sama, yaitu 15
orang. Rentang usia responden terbanyak adalah 30 – 40 tahun dengan jumlah 15
orang. Hal ini disebabkan banyak masyarakat dengan usia tersebut yang bekerja di
sawah atau sekedar duduk di halaman rumah. Namun untuk rentang usia 20 – 30
tahun tidak ada disebabkan banyak masyarakat dengan usia tersebut sedang merantau
ke luar desa. Karakteristik usia sangat mempengaruhi status pernikahan masyarakat.
Status pernikahan masyarakat tersebut 93,3% sudah menikah. Masyarakat Desa Seda
dominan merupakan penduduk asli desa tersebut atau berasal dari daerah dalam
Kabupaten Kuningan. Karakteristik pendidikan terakhir masyarakat Desa Seda
dominan yaitu SMP sebanyak 20 orang. Hal ini mempengaruhi pekerjaan masyarakat
yang didominansi oleh petani sebanyak 20 orang.
2. Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat dalam hal perencanaan ekowisata satwa mamalia sangat
beragam. Banyak aspek yang dinilai untuk mengetahui persepsi masyarakat tersebut,
seperti manfaat perencanaan ekowisata satwa mamalia terhadap lingkungan. Bentuk
kerja sama antara masyarakat dengan pengelola, manfaat ekonomi yang dirasakan
masyarakat dan persepsi mengenai perencanaan kegiatan ekowisata satwa mamalia.
41

a. Manfaat Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia terhadap Lingkungan


Persepsi masyarakat mengenai perencanaan satwa mamalia akan memberikan
manfaat terhadap lingkungan. Manfaat ini akan berdampak langsung maupun tidak
langsung terhadap lingkungan. Lingkungan yang akan menerima dampaknya yaitu
lingkungan habitat satwa mamalia, lingkungan sekitar sumberdaya alam dan
lingkungan sekitar pemukiman masyarakat.

Keterangan : 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = biasa saja,
5 = agak setuju, 6 = setuju, 7 = sangat setuju
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 20. Aspek Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Lingkungan
Kegiatan perencanaan ekowisata satwa mamalia akan meningkatkan kesadaran
akan konservasi. Hal ini berkaitan dengan sumberdaya yang digunakan untuk
kegiatan wisata. Ekowisata satwa mamalia ini merupakan kegiatan yang menjual jasa
untuk melihat dan berinteraksi dengan satwa mamalia, bukan kegiatan yang menjual
barang. Agar satwa tersebut tetap lestari maka konservasi harus dilakukan agar
habitat dan satwanya tetap terjaga.
Selain konservasi, sumberdaya alam pun akan terjaga dengan adanya
perencanaan ekowisata satwa mamalia. Sumberdaya alam seperti sumber mata air,
kesuburan tanah, kondisi vegetasi yang baik dan pencahayaan yang cukup akan
membuat habitat bagi satwa tersebut menjadi nyaman. Habitat yang nyaman dan
sesuai akan berdampak positif terhadap kualitas bahkan kuantitas dari satwa
mamalia.
Sejalan dengan konservasi yang dilakukan, kegiatan ini akan mengurangi
pencemaran lingkungan di sekitar kawasan. Persepsi masyarakat akan berubah
sejalan dengan perencanaan yang dilakukan. Pencemaran – pencemaran yang
dilakukan sebelumnya akan berangsur menghilang dan membuat lingkungan menjadi
lebih baik, bagi manusia dan satwa mamalia.
Kegiatan – kegiatan tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya
bentuk kerjasama yang saling mendukung antara pengelola dan masyarakat. Dengan
adanya kegiatan perencanaan ekowisata satwa mamalia, persepsi masyarakat tentang
hubungan baik antara masyarakat dengan pengelola akan berlangsung baik.
Hubungan baik ini akan menjadi kekuatan untuk bersama – sama menjaga habitat
dan satwa mamalia sebagai sumberdaya wisata.
42

b. Bentuk Kerja Sama dengan Pengelola


Persepsi masyarakat mengenai perencanaan ekowisata satwa mamalia akan
terjalinnya bentuk kerja sama dengan pengelola. Aspek – aspek yang dinilai dari
persepsi masyarakat mengenai bentuk kerja sama dengan pengelola yaitu pembukaan
usaha di dalam kawasan, pembuatan souvenir, pemberdayaan jasa wisata, konservasi
dan pengelolaan kawasan.

Keterangan : 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = biasa saja,
5 = agak setuju, 6 = setuju, 7 = sangat setuju
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 21. Aspek Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Kerja Sama dengan
Pengelola
c. Manfaat Ekonomi Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia
Persepsi masyarakat Desa Seda mengenai manfaat ekonomi dari perencanaan
ekowisata satwa mamalia cukup baik. Masyarakat berharap manfaat dari perencanaan ini
dapat meningkatkan tingkat perekonomian di Desa Seda. Masyarakat pun berharap akan
ada lebih banyak lapangan pekerjaan dari perencanaan ekowisata satwa mamalia
tersebut.
Perencanaan ekowisata satwa mamalia membutuhkan sumberdaya manusia
yang terampil dan kreatif. Hal ini bertujuan agar kegiatan ekowisata yang dilakukan
dikemas seacara unik sehingga menggugah rasa ingin tahu dari wisatawan. Hal ini
tidak akan terwujud jika sumberdaya manusia yang ada hanya melakukan hal – hal
yang biasa, atau bahkan mengemasnya dengan cara yang sama dengan wisata
lainnya. Kegiatan ini akan memaksa pengelola dan masyarakat yang terlibat agar
berpikir kreatif untuk mengelola perencanaan ekowisata satwa mamalia. Kreativitas
masyarakat tersebut dapat terwujud dalam bentuk pemikiran atau souvenir.
Persepsi lain dari masyarakat adalah dengan adanya perencanaan ekowisata
satwa mamalia akan memberikan lapangan kerja yang baru. Lapangan kerja ini akan
memberikan peningkatan secara finansial dari masyarakat tersebut. Lapangan kerja
ini juga akan mengangkat status sosial masyarakat. Secara keseluruhan, adanya
perencanaan ekowisata satwa mamalia membuat persepsi tentang perek masyarakat
akan mengalami peningkatan.
43

Keterangan : 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = biasa saja,
5 = agak setuju, 6 = setuju, 7 = sangat setuju
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 22. Aspek Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Ekonomi
3. Kesiapan Masyarakat
Kesiapan masyarakat dalam hal perencanaan ekowisata satwa mamalia dibagi
menjadi dua kategori. Kategori tersebut yaitu partisipasi aktif dan pasif. Partisipasi
aktif melibatkan beberapa aspek seperti penyediaan homestay, penjualan makanan
dan minuman, pemanduan, penjualan souvenir dan bekerja sama dengan pengelola.
Partisipasi pasif melibatkan beberapa aspek seperti keramahan, kesopanan,
mendukung kelestarian lingkungan dan dapat menerima kritik dan saran dari
siapapun.
a. Partisipasi Aktif
Masyarakat Desa Seda merasa agak siap dan siap dalam kegiatan perencanaan
ekowisata satwa mamalia. Melalui penyebaran kuesioner kepada 30 orang responden
masyarakat Desa Seda didapatkan data kesiapan masyarakat yang berkisar antara
5,73 sampai 6,17. Skala penilaian tersebut termasuk dalam kategori agak siap dan
siap. Aspek yang dinilai seperti kesiapan masyarakat untuk bekerja sama dengan
pengelola, sebagai penjual souvenir, sebagai pemandu wisatawan, sebagai penjual
makanan dan minuman, dan sebagai penyedia homestay.
Masyarakt Desa Seda merupakan masyarakat yang berdekatan dengan kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai. Masyarakat tersebut sudah terbiasa bekerja sama
dengan pihak pengelola taman nasional dalam berbagai hal, seperti konservasi,
pendidikan dan penelitian. Masyarakat Desa Seda juga siap dalam penyediaan
souvenir, makanan dan minuman. Penyediaan tempat tinggal untuk para wisatawan
pun dirasa siap karena banyak rumah atau kamar yang bisa ditempati. Hampir semua
pemuda di desa tersebut merantau ke luar desa, sehingga banyak rumah dan kamar
yang bisa disewakan.
44

Keterangan : 1 = sangat tidak siap, 2 = tidak siap, 3 = agak tidak siap, 4 = biasa saja,
5 = agak siap, 6 = siap, 7 = sangat siap
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 23. Aspek Penilaian Kesiapan Masyarakat Terhadap Partisipasi Aktif
d. Partisipasi Pasif
Masyarakat Desa Seda dalam partisipasi pasif merasa agak siap dan siap dalam
kegiatan perencanaan ekowisata satwa mamalia. Melalui penyebaran kuesioner
kepada 30 orang responden masyarakat Desa Seda didapatkan data kesiapan
masyarakat yang berkisar antara 5,4 sampai 6,07. Skala penilaian tersebut termasuk
dalam kategori agak siap dan siap. Aspek yang dinilai seperti kesiapan masyarakat
menerima kritik dan saran, mendukung kelestarian lingkungan, sopan dan ramah.
Masyarakat Desa Seda sangat ramah dan bisa menerima orang baru
(wisatawan). Masyarakat tersebut sopan dan santun dalam berucap dan juga
bertindak. Dalam kegiatan perencanaan ekowisata satwa mamalia, masyarakat
tersebut punya rasa peduli, mau serta mendukung kelestarian lingkungan untuk
menjaga sumberdaya wisata.

Keterangan : 1 = sangat tidak siap, 2 = tidak siap, 3 = agak tidak siap, 4 = biasa saja,
5 = agak siap, 6 = siap, 7 = sangat siap
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 24. Aspek Penilaian Kesiapan Masyarakat Terhadap Partisipasi Pasif
45

D. Pengunjung

1. Karakteristik Responden Pengunjung


Data pengunjung diambil dari pengunjung yang datang ke kawasan penelitian.
Pengunjung yang dipilih adalah pengunjung yang datang ke Stasiun Penelitian Blok
Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai. Karakteristik responden pengunjung
didapat dengan mewawancarai 30 responden dengan menggunakan kuesioner. Aspek
– aspek karakteristik akan menjadi pertimbangan dalam menganalisis persepsi dan
motivasi pengunjung dalam hal perencanaan ekowisata satwa mamalia.
Tabel 12. Karakteristik Pengunjung di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Jenis Kelamin Laki – laki 20 66,3%
Perempuan 10 33,3%

2 Usia <20 tahun 2 6,7%


20 – 30 tahun 20 66,7%
30 – 40 tahun 5 16,6%
40 – 50 tahun 3 10%
>50 tahun - -

3 Status Pernikahan Menikah 22 73,3%


Belum menikah 8 26,7%

4 Asal Daerah Kab. Kuningan 25 83,3%


Luar Kab. Kuningan 5 16,7%

5 Pendidikan Terakhir SD - -
SMP 3 10%
SMA 20 66,7%
Perguruan Tinggi 7 23,3%

6 Pekerjaan Pelajar 20 66,6%


Ibu rumah tangga 3 10%
Pegawai negeri 2 6,7%
Pegawai swasta 5 16,6%

7 Jenis Kunjungan Sendiri 3 10%


Teman 16 53,3%
Keluarga 4 13,3%
Rombongan 7 23,3%

8 Waktu Kunjungan After work 2 6,7%


Weekend 23 76,7%
Holiday 5 16,7%

9 Sumber Informasi Teman/keluarga/saudara 10 33,3%


Media cetak 15 50%
Media elektronik 5 16,7%
Sumber : Data pribadi, 2017

Karakteristik responden yang didapatkan dari penyebaran kuesioner


pengunjung sangat beragam. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
didapatkan responden laki – laki, yaitu 20 orang. Rentang usia responden terbanyak
adalah 20 – 30 tahun dengan jumlah 20 orang. Status pernikahan pengunjung
46

tersebut 73,3% belum menikah. Karakteristik pendidikan terakhir dominan yaitu


SMA sebanyak 66,7%. Hal ini mempengaruhi pekerjaan masyarakat yang
didominansi oleh pelajar atau mahasiswa sebanyak 66,6%.
2. Persepsi Pengunjung
Persepsi responden pengunjung dalam hal perencanaan ekowisata satwa
mamalia sangat beragam. Banyak aspek yang dinilai untuk mengetahui persepsi
pengunjung tersebut, seperti persepsi mengenai program ekowisata harian, bermalam
dan tahunan. Ketiga perencanaan tersebut dilakukan berdasarkan perbedaan waktu
dan durasi pelaksanaan. Perencanaan ekowisata satwa mamalia harian dilakukan
dalam waktu satu hari, perencanaan ekowisata satwa mamalia bermalam dilakukan
dalam waktu minimal dua hari satu malam dan memiliki kegiatan yang dilakukan
pada malam hari, perencanaan ekowisata satwa mamalia tahunan merupakan event
besar yang dilakukan satu tahun sekali. Berikut ini merupakan persepsi pengunjung
terhadap perencanaan ekowisata satwa mamalia.

Keterangan : 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = biasa saja,
5 = agak setuju, 6 = setuju, 7 = sangat setuju
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 25. Aspek Penilaian Persepsi Pengunjung Terhadap Program Ekowisata
Mamalia
Persepsi pengunjung mengenai program ekowisata yang dirancang secara
umum memiliki penilaian setuju. Penilaian yang paling tinggi merupakan penilaian
untuk program ekowisata bermalam dengan nilai 6,7. Persepsi pengunjung mengenai
program ekowisata bermalam tersebut berdasarkan obyek wisatanya, yaitu mamalia.
Beberapa mamalia ada yang beraktivitas di siang hari dan ada pula yang beraktivitas
di malam hari. Pengunjung menilai bahwa program ekowisata bermalam akan
memiliki perjumpaan dengan satwa lebih banyak dibandingkan dengan program
lainnya.
Penilaian yang paling rendah merupakan penilaian untuk program ekowisata
harian dengan nilai 5. Penilaian tersebut termasuk dalam kategori agak setuju.
Penyebab rendahnya nilai program ekowisata harian karena persepsi pengunjung
bahwa untuk bertemu dengan satwa mamalia dalam waktu kurang dari satu hari
sangat kecil kemungkinan.
47

3. Motivasi Pengunjung
Motivasi merupakan hal yang mendasari suatu proses perjalanan wisata.
Motivasi bisa berupa alasan dan tujuan. Motivasi dalam wisata bisa dikelompokkan
menjadi motivasi fisik, budaya, sosial dan psikologis.

Keterangan : 1 = sangat tidak termotivasi, 2 = tidak termotivasi, 3 = agak tidak termotivasi,


4 = biasa saja, 5 = agak termotivasi, 6 = termotivasi, 7 = sangat termotivasi
Sumber: Data pribadi, 2017
Gambar 26. Aspek Penilaian Motivasi Pengunjung Terhadap Kunjungan
Motivasi pengunjung mengenai kunjangan ke Stasiun Penelitian Blok
Bintangot memiliki penilaian termotivasi. Penilian motivasi yang paling tinggi
merupakan motivasi pendidikan dengan nilai 6,87. Motivasi ini memiliki nilai paling
tinggi karena kondisi kawasan yang memang memiliki fungsi utama pendidikan dan
penelitian. Pengunjung yang memiliki motivasi pendidikan umumnya ingin
mengetahui kondisi kawasan serta keanekaragaman hayati dan non hayati.
Penilian motivasi yang paling rendah merupakan motivasi olahraga dengan
nilai 5. Penilaian tersebut termasuk dalam kategori agak termotivasi. Motivasi fisik
atau olahraga tersebut merupakan motivasi untuk melakukan aktivitas yang
memerlukan banyak tenaga. Salah satu aktivitas tersebut yaitu susur hutan dan
pendakian.

E. Perencanaan Program Ekowisata Mamalia

1. Program Ekowisata Harian


Program ekowisata satwa harian yang direncanakan di kawasan Stasiun
Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai. Tujuan program
ekowisata ini yaitu mengenalkan keanekaragman jenis satwa, habitat satwa, dan juga
meningkatkan persepsi pentingnya menjaga ekosistem hutan. Tujuan lain yaitu
memberikan suatu program wisata untuk mengisi waktu luang dan juga kegiatan
berkumpul dan bersenang-senang bersama keluarga ataupun teman.
Sasaran kegaiatan program wisata ini yaitu anak-anak, remaja dan dewasa
dengan keadaan sehat jasmani dan rohani. Jumlah dalam kegiatan program wisata ini
yaitu maksimal tiga kelompok dengan jumlah minimal tiga orang dan maksimal lima
orang setiap kelompok. Pembatasan pengunjung bertujuan agar tujuan program
48

wisata tersebut tercapai dan juga untuk menjaga keselamatan pengunjung serta daya
dukung kawasan konservasi. Program ekowisata harian yang terdapat di kawasan
Stasiun Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai bernama
“Mammals of Ciremai Mountain”.
Mammals of Ciremai Mountain yaitu tracking hutan dan fotografi satwa
merupakan kegiatan pengenalan jenis satwa secara langsung di kawasan hutan.
Kegiatan ini dilakukan dengan didampingi oleh satu pemandu dan satu asisten
pemandu. Perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan ini yaitu sepatu boot dan
medical kits yang disediakan pengelola. Perlengkapan yang dibawa pengunjung yaitu
kamera, jika pengunjung tidak memiliki kamera dapat menyewa kamera kepada
pengelola. Kegiatan ini dilakukan hanya untuk dewasa dan remaja, hal ini
disebabkan jarak yang ditempuh memiliki jarak 1000 meter sampai 1500 meter
sehingga membutuhkan tenaga yang cukup banyak.
2. Program Ekowisata Bermalam
Program ekowisata satwa bermalam yang direncanakan di kawasan Stasiun
Penelitian Blok Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai yaitu “Diurnal
Nocturnal Animals (DNA)”. Diurnal Nocturnal Animals merupakan program wisata
yang menjadikan aktivitas satwa sebagai obyek utamanya, hal ini bertujuan agar
wisatawan mengetahui jenis dan aktivitas satwa pada saat pagi, siang, sore, dan
malam hari. Tujuan program ekowisata ini yaitu mengenalkan keanekaragaman jenis
satwa, habitat satwa, dan juga meningkatkan persepsi pentingnya menjaga ekosistem
hutan. Tujuan lain yaitu memberikan suatu program wisata untuk mengisi waktu
luang dan juga kegiatan berkumpul dan bersenang-senang bersama keluarga ataupun
teman.
Sasaran kegaiatan program wisata bermalam yaitu remaja dan dewasa dengan
keadaaan sehat jasmani dan rohani. Jumlah dalam kegiatan program wisata ini yaitu
dua kelompok dengan jumlah minimal 8- 10 orang setiap kelompok. Pembatasan
pengunjung bertujuan agar tujuan program wisata tersebut tercapai dan juga untuk
menjaga keselamatan wisatawan. Program ekowisata satwa ini dilakukan dengan
durasi dua hari satu malam yang dimulai dari jam 15.30 WIB (hari pertama) – 11.00
WIB (hari kedua). Kegiatan program ekowisata bermalam ini akan didampingi oleh
dua pemandu setiap kelompok.
Tabel 13. Itinerary Program Ekowisata Bermalam
No Waktu Kegiatan Keterangan
Hari Ke-1
1 15.30 -15.15 - Pengumpulan wisatawan -Pengumpulan pengunjung di
Gedung Balai Desa Seda
2 15.15-15.45 - Pembukaan dan Icebreaking - Pengenalan kawasan secara umum
- Pengenalan Stasiun Penelitian (Sejarah singkat, kondisi
Blok Bintangot secara umum kenekaragaman satwa dan
- Pengarahan peraturan dan sanksi tumbuhan)
dalam kegiatan - Pertunjukan Audio Visual
- Makan bersama - Pengunjung diantar dengan mobil
pick-up
3 15.45-17.15 - Kegiatan tracking - Mengenalkan jenis-jenis satwa
dan aktivitas satwa pada sore hari
- Kegiatan traking akan di pandu
oleh 2 pemandu wisata
- Perlengkapan medical kits,
binokuler, sepatu boots
49

Tabel 13. Lanjutan


No Waktu Kegiatan Keterangan
4 17.15-19.00 - ISHOMA - Wisatawan istirahat di pondok
Sigedong
- Membuat api unggun
5 19.00-22.00 - Tracking di susur hutan pada - Pemandu akan menjelaskan satwa
malam hari malam yang ditemukan
6 22.00-23.00 - Pengecekan wisatawan
- Ishoma (Istirahat,sholat,makan)
7 23.00 - Tidur
Hari Ke-2
8 05.00-06.30 - Sholat
- Senam pagi
- Makan
9 06.30-09.30 - Pengecekan pengunjung dan - Mengenalkan jenis-jenis satwa
peralatan dan aktivitas satwa pada pagi hari
- Kegiatan tracking susur hutan
pada pagi hari
- Perjalanan pulang
10 09.30-10.00 - Pengecekan pengunjung - Pengunjung akan dijemput oleh
- Istirahat mobil pickup
11 10.00-11.00 - Kegiatan Bebas - Wisatawan mandi dan persiapan
pulang
12 11.00 - Pengecekan Pengunjung - Lokasi di Gedung Balai Desa
- Makan Bersama Seda
- Kesan dan pesan
- Pembagian sovenir dan sayonara
3. Program Ekowisata Tahunan
Pesta Mamalia Ciremai (PMC) merupakan event tahunan yang secara khusus
bertujuan untuk mengenalkan keanekaragaman jenis satwa dan secara umum untuk
mengenalkan satwa liar mamalia di Gunung Ciremai kepada masyarakat umum. Festival
ini juga bertujuan untuk meningkatkan persepsi masyarakat akan pentingnya hutan,
sehingga dapat meningkatkan jiwa konservasi kepada masyarakat. Tidak hanya itu
kegiatan event tahunan ini bertujuan sebagai tempat rekreasi dan juga mengisi waktu
luang pada saat liburan baik untuk masyarakat Desa Seda dan juga masyarakat di sekitar
Desa Seda.
Tabel 14. Itinerary Program Ekowisata Bermalam
Waktu Kegiatan Keterangan
Hari Ke-1
- Pembukaan PMC - Pembukaan akan dibuka oleh Bupati Kuningan.

- Pengenalan Hutan Blok - Pengenalan hutan akan dijelaskan oleh Kepala


Bintangot secara umum Balai TNGC.
- Pengarahan peraturan dan - Peraturan dan sanksi dijelaskan oleh Polhut.
sanksi dalam kegiatan program
wisata
Jum’at
- Lomba Mewanai dan - Pendaftaran dibuka H-30 sebelum pelaksanaan
Menggambar Satwa dengan dan ditutup H-1 pelaksanaan lomba.
tema - Lomba ini dilaksanakan di tenda yang sudah
disediakan dengan waktu masing-masing peserta
“Hutanku Rumahku” 120 menit dengan didampingi oleh setiap guru
1. Lomba mewarnai tingkat TK dari sekolah masing-masing.
2. Lomba menggambar tingkat - Peserta wajib membawa perlengkapan alat tulis
SD dan meja.
50

Tabel 14. Lanjutan


Waktu Kegiatan Keterangan
- Maksimal peserta dalam lomba menggambar
dan mewarnai masing-masing 100 orang.

- Lomba Fotografi Satwa - Pendaftaran dibuka H-30 sebelum pelaksanaan


1. Mamalia Primata dan ditutup H-1 pelaksanaan lomba.
2. Mamalia Non-Primata - Lomba fotografi akan dilakukan pada jam 07-
00-17.00 WIB di kawasan hutan.
- Peserta akan didampingi oleh satu pemandu
setiap lima peserta.
- Peserta maksimal 100 peserta, dengan masing-
masing kategori 20 peserta.
- Pemenang lomba diumumkan pada hari ke-3
dengan jumlah tiga pemenang setiap katagori.
- Pengunpulan softcopy hasil foto pada hari
pertama paling lambat jam 21.00 WIB melalui
surat elektronik.

- Lomba Pembuatan papan - Pendaftaran dibuka H-30 sebelum pelaksanaan


Interpretasi tingkat SMP, SMA dan ditutup H-1 pelaksanaan lomba.
dan umum dengan tema - Pengumpulan softcopy papan interpretasi di
“Hutanku Rumahku” kumpulkan pada hari pertama pada jam 10.00-
21.00 WIB melalui surat elektronik..
- Pengumuman pemenang akan di lakukan pada
hari ketiga dengan jumah enam pemenang setiap
katagori.

Pameran satwa mamalia - Terdapat pameran mamalia berupa foto, video


Gunung Ciremai dan bazaar. pengenalan, contoh jejak, suara, feses, sarang dan
cakar dari mamalia.
Hari Ke-2
Lomba Track of Mammals - Pendaftaran dibuka H-30 sebelum pelaksanaan
dan ditutup H-1 pelaksanaan lomba
- Lomba dilaksanakan di lapangan di sekitar
hutan
- Setiap katagori akan dipilih tiga pemenang

- Pameran karya seni lomba - Setiap hasil lomba akan di sediakan stand untuk
Sabtu mewarnai tingkat TK di pamerkan kepada pengunjung yang datang di
- Pameran karya seni lomba event ini.
menggambar tingkat SD
- Pameran karya seni lomba
pembuatan papan interpretasi
tingkat SMP, SMA dan umum.
- Pameran karya seni lomba
fotografi

Pameran satwa mamalia - Terdapat pameran mamalia berupa foto, video


Gunung Ciremai dan bazaar. pengenalan, contoh jejak, suara, feses, sarang dan
cakar dari mamalia.
Hari Ke-3
Penanaman 10.000 tumbuhan - Setiap tahun penanaman pohon memiliki jenis
“Tanam Rawat Ciremai” pohon yang berbeda.
- Ceremonial dilaksankan di Stasiun Penelitian
Minggu
Blok Bintangot sebagai tuan rumah .

- Pameran karya seni lomba - Setiap hasil lomba akan di sediakan stand untuk
51

Tabel 14. Lanjutan


Waktu Kegiatan Keterangan
mewarnai tingkat TK di pamerkan kepada pengunjung yang datang di
- Pameran karya seni lomba event ini.
menggambar tingkat SD
- Pameran karya seni lomba
pembuatan papan interpretasi
tingkat SMP, SMA dan umum.
- Pameran karya seni lomba
fotografi

Pameran satwa mamalia - Terdapat pameran mamalia berupa foto, video


Gunung Ciremai dan bazaar. pengenalan, contoh jejak, suara, feses, sarang dan
cakar dari mamalia.

- Penutup - Pengumuman pemenang lomba mewarnai


tingkat TK.
- Pengumuman pemenang lomba menggambar
tingkat SD.
- Pengumuman pemenang pembuatan papan
interpretasi tingkat SMP, SMA dan umum.
- Pengumuman pemenang lomba fotografi.

F. Rancangan Media Promosi

Rancangan media promosi yang dihasilkan dari perencanaan ekowisata satwa


mamalia ini berupa media promosi visual. Rancangan media visual ini dirangkai
dengan menggunakan aplikasi Adobe Photoshop CS6. Elemen dari media visual ini
berupa gambar diam (foto) yang dirangkai dengan desain yang menarik yang dapat
mewakili semua sumberdaya wisata yang ada pada kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai.
Media promosi yang dirancang memiliki dominansi warna abu – abu sebagai
background, biru pada tulisan dan hijau pada foto. Warna abu – abu memiliki arti
keseimbangan, sehingga warna tersebut bersifat netral. Warna biru dan hijau
melambangkan unsur alam, yaitu hutan dan langit. Font yang digunakan yaitu Back
to Black Demo pada kalimat persuasif dan Montserrat pada judul dan contact person.
Satwa yang dipilih merupakan satwa dengan penilaian tertinggi. Satwa tersebut
adalah macan tutul, lutung, monyet ekor panjang dan kukang jawa. Pada background
foto terdapat beberapa foto habitat dari berbagai habitat yang membentuk kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai. Foto habitat dan bentuk kawasan taman nasional
tersebut mempresentasikan tempat penelitian dilakukan. Poster tersebut
menampilkan kalimat ajakan, judul poster, lokasi, contact person dan logo instansi
yang bersangkutan.
52

Gambar 27. Desain Poster Promosi


53

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Terdapat 11 jenis mamalia yang ditemukan di Stasiun Penelitian Blok


Bintangot dengan total individu 103. Jenis mamalia yang menjadi potensi
unggulan yaitu macan tutul. Habitat dengan indek keanekaragaman tertinggi
adalah hutan pegunungan atas dengan ketinggian 1.100 – 1.500 mdpl.
2. Persepsi pengelola mengenai program ekowisata satwa mamalia setuju pada
program ekowisata tahunan. Pengelola merasa siap dalam menyelenggarakan
program ekowisata satwa mamalia.
3. Persepsi masyarakat mengenai program ekowisata satwa mamalia setuju dalam
hal dampak lingkungan, ekonomi dan bentuk kerja sama. Masyarakat merasa
siap dalam menyelenggarakan program ekowisata satwa mamalia. Baik dalam
kesiapan aktif maupun pasif.
4. Persepsi pengunjung mengenai program ekowisata satwa mamalia setuju dalam
program ekowisata bermalam. Motivasi pengunjung didominansi oleh motivasi
pendidikan.
5. Perencanaan program ekowisata mamalia dirancang berdasarkan sumberdaya
wisata, persepsi pengunjung, daya dukung kawasan dan fasilitas yang tersedia.
Program ekowisata satwa mamalia terdiri dari program ekowisata harian
“Mammals of Ciremai Mountain”, program ekowisata bermalam “Diurnal
Nocturnal Animals (DNA)” dan program ekowisata tahunan “Pesta Mamalia
Ciremai (PMC)”.
6. Perancangan luaran program ekowisata satwa mamalia berupa poster promosi.
Poster ini berisi ajakan untuk mengikuti program yang tersedia. Poster yang
dirancang berukuran A3.

B. Saran

1. Meningkatkan kualitas habitat dan ekosistem hutan sehingga satwa mamalia di


dalamnya bisa bertambah dan lebih baik.
2. Perlunya peningkatan sarana dan prasarana oleh pengelola guna mendukung
program wisata, seperti jalan, toilet, jembatan dan papan petunjuk arah.
3. Lebih meningkatkan kerja sama dengan masyarakat sekitar dalam hal
pemberdayaan masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan.
4. Pengunjung perlu meningkatkan kesadaran akan konservasi, mengingat bahwa
Stasiun Penelitian Blok Bintangot merupakan kawasan taman nasional dan
memiliki beberapa peraturan.
5. Perlunya program wisata pendidikan sebagai sarana pengunjung menyalurkan
ide dan meningkatkan jiwa konservasionis.
6. Perlunya promosi khusus tentang Stasiun Penelitian Blok Bintangot.
54
55

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra H S. 2010. Teknik Pengeloaan Satwa liar dalam Rangka Mempertahankan


Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: IPB Press.

Avenzora R. 2008. Ekoturisme Teori dan Praktek. BPR NAD-NIAS. Banda Aceh.

Balai Taman Nasional Gunung Ciremai [BTNGC]. 2015. Review Rencana


Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Gunung Ciremai. Kuningan.

Damanik J, H F Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta: ANDI.

Hakim L. 2004. Dasar – Dasar Ekowisata. Malang: Bayumedia Publishing.

Kurnia I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata


Birdwatching di Lingkungan Kampus IPB Dramaga. [Skripsi tidak
dipublikasikan]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Nugraha, I. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Payne J dkk. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak


dan Brunei Darussalam. Jakarta : Prima Centra

Pitana I G, I K S Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: ANDI .

Rose G F. 1998. Psikologi Pariwisata. Jakarta: Buku Obor.

Sekaran U. 2006. Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta:Salemba Empat.

Shaughnessy JJ, Zechmeister EB, Zechmeister JS. 2000. Research Methods In


Physcology-Edition 5th. Boston: McGraw Hill Inc. [EN]

Spradley JP. 1997. The Etnographic Interview. Elizabeth MZ [Ter]. Yogyakarta: PT.
Tiarawacana Yogya.

Suwantoro G. 1997. Dasar – Dasar Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Yogyakarta: Kanisius.

UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta : ANDI.


56
57

LAMPIRAN
58

Lampiran 1. Hasil Rekap Data Mamalia


Jumlah Indeks Kekayaan Jenis TPJ
No Nama Ilmiah Nama Jenis
PB PT PA Total PB PT PA Total Nilai Keterangan
Kijang
1 Muntiacus muntjac - 10 11 21 0 0,334239422 0,360628352 0,6949 20,39 Jarang
muncak
2 Tupaia javanica Tupai 5 6 7 18 0,341686792 0,268653736 0,315001469 0,9253 17,48 Sulit
3 Sus crofa Babi hutan 6 4 5 15 0,357932277 0,215143834 0,27047027 0,8435 14,56 Sulit
4 Nycticebus javanicus Kukang jawa 4 11 - 15 0,315852967 0,34436532 0 0,6602 14,56 Sulit
Monyet ekor
5 Macaca fascicularis 6 4 - 10 0,357932277 0,215143834 0 0,5731 9,71 Sangat Sulit
panjang
Musang
6 Paradoxurus hermaphroditus - 3 4 7 0 0,18053668 0,240499843 0,421 6,80 Sangat Sulit
luwak
7 Presbytis comate Surili - 2 5 7 0 0,138378458 0,27047027 0,4088 6,80 Sangat Sulit
8 Trachypithecus auratus Lutung - 2 3 5 0 0,138378458 0,203700456 0,3421 4,85 Sangat Sulit
9 Panthera pardus Macan tutul - 1 2 3 0 0,0845925 0,157717337 0,2423 2,91 Sangat Sulit
10 Emballonura monticola Kelelawar - 1 - 1 0 0,0845925 0 0,0846 0,97 Sangat Sulit
11 Sundamys infraluteus Tikus hutan - 1 - 1 0 0,0845925 0 0,0846 0,97 Sangat Sulit
Total 21 45 37 103 1,373404312 1,043306723 1,818487998 5,2805 100
59

Lampiran 2. Ilustrasi Persebaran Vertikal Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
60

Lampiran 3. Ilustrasi Persebaran Horizontal Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian Blok Bintangot
61

Lampiran 4. Hasil Rekap Penilaian Sumberdaya Wisata


Indikator Penilaian Sumberdaya
Rata-
No Nama Ilmiah Nama Jenis Keunika Kelangkaa Fungsi
Keindahan Seasonalitas Aksesibilitas Sensitifitas Rata
n n Sosial
1 Muntiacus muntjac Kijang muncak 5 6 7 7 6 6 6 6,1
2 Tupaia javanica Tupai 5 4 6 7 4 6 4 5,1
3 Sus crofa Babi hutan 4 4 4 5 4 4 3 4,0
4 Nycticebus javanicus Kukang jawa 4 7 6 6 6 6 6 5,9
5 Macaca fascicularis Monyet ekor panjang 6 5 7 5 5 5 4 5,3
Paradoxurus
6 Musang luwak 5 4 4 4 4 4 4 4,1
hermaphroditus
7 Presbytis comate Surili 7 6 4 4 4 4 4 4,7
8 Trachypithecus auratus Lutung 4 5 4 6 5 4 4 4,6
9 Panthera pardus Macan tutul 6 6 6 7 7 6 6 6,3
10 Emballonura monticola Kelelawar 4 4 4 4 4 5 4 4,1
11 Sundamys infraluteus Tikus hutan 3 3 3 3 3 3 3 3,0
62
63

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak dari pasangan Muslim dan Rita


Surya yang lahir di Bogor pada tanggal 15 Oktober 1996.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan Taman Kanak-kanak dilalui di TK Al-Amien pada
tahun 2001-2002. Penulis melanjutkan pendidikan menuju
Sekolah Dasar di SDN Pabuaran 02 dari tahun 2002-2008.
Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah
Menengah Pertama di SMPN 2 Cibinong pada tahun 2008-
2011. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah
Menengah Atas di SMAN 3 Cibinong pada tahun 2011-2014.
Setelah pendidikan SMA diselesaikan, penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi yaitu menuju Program Diploma Institut Pertanian Bogor di
Program Keahlian Ekowisata melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama menjalani kuliah pada Program Keahlian Ekowisata, penulis mengikuti
beberapa kegiatan praktik. Praktik Umum Ekowisata dilaksanakan di beberapa
lokasi, yaitu Kawasan Wisata Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP), Bumi Perkemahan Mandala Kitri dan Bumi Perkemahan Mandalawangi
yang dilaksanakan pada tahun 2015. Kemudian Praktik Pengelolaan Ekowisata di
Bumi Perkemahan Mandalawangi, Cibodas pada tahun 2016. Kegiatan Praktik Kerja
Lapang yang dilaksanakan di Stasiun Penelitian Blok Bintangot, Taman Nasional
Gunung Ciremai sebagai syarat kelulusan, penulis melaksanakan kegiatan Tugas
Akhir dengan judul Perencanaan Ekowisata Satwa Mamalia di Stasiun Penelitian
Blok Bintangot Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuninga Provinsi Jawa
Barat.

Anda mungkin juga menyukai