SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
M. Zia Ul Haq
NRP C.251030211
ABSTRAK
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
Judul Penelitian : Strategi Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur
Nama Mahasiswa : Muhammad Zia Ul Haq
Nomer Pokok : C.251030211
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Segala puji dan syukur tercurah kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada alam semesta, Pencipta dan
Pemilihara alam beserta isinya. Demikian halnya dalam penulisan tesis ini berkat
pertolongan dan ridho-Nya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Strategi pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru Kabupaten Malang
Propinsi Jawa Timur merupakan suatu kajian ilmiah tentang pengembangan
strategi pengelolaan pariwisata pesisir untuk meningkatkan tingkat pembangunan
ekonomi dan sumberdaya manusia tanpa meninggalkan adanya unsur ekosistem
lestari dalam aplikasinya.
Penelitian ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA, Ir.
Kiagus Abdul Aziz, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Terima kasih
sebesar-besarnya kepada pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
arahan selama penelitian berlangsung, semoga amal kebajikan dan kerelaan
mendidik diberi pahala yang setimpal di sisi Allah Sang Penguasa alam.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini,
saran dan penyempurnaan dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga
penelitian yang telah dilakukan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,
instansi terkait maupun stakeholder yang berkecimpung langsung didalamnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR TABEL...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................. 1
Perumusan Masalah........................................................................ 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 3
Tujuan Penelitian.................................................................. 3
Manfaat Penelitian................................................................ 3
Kerangka Pendekatan Penelitian.................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
Wilayah Pesisir............................................................................... 5
Potensi Wilayah Pesisir ........................................................ 6
Pulau-Pulau Kecil ................................................................. 10
Ekosistem Pantai .................................................................. 12
Prinsip Dasar Pengelolaan PesisirTerpadu........................... 13
Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut .......... 18
Pariwisata ....................................................................................... 20
Batasan Pariwisata ................................................................ 21
Kawasan Konservasi ............................................................ 24
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ......................... 27
Manfaat Pembangunan Pariwisata ....................................... 31
Arah Pengembangan Pembangunan Pariwisata Nasional.... 32
Pengelolaan Pesisir Terpadu Untuk Pembangunan
Pariwisata Berkelanjutan...................................................... 33
METODE PENELITIAN .......................................................................... 36
Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... 36
Pengumpulan Data ......................................................................... 36
Pengamatan dan Penilaian Potensi................................................. 38
Analisa Data ................................................................................... 40
Analisis Strategi Kebijakan Pengelolaan Pariwisata Pesisir .......... 40
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ......................................... 43
Kondisi Geografi dan Topografi .................................................... 43
Kondisi Oseanografi ...................................................................... 44
Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat ....................... 45
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 49
Hasil Penelitian .............................................................................. 49
Potensi Objek Wisata ........................................................... 49
Strategi Pengelolaan Pariwisata ........................................... 49
Pembahasan.................................................................................... 55
Potensi Objek Wisata ........................................................... 55
vii
Halaman
1 Diagram kerangka pendekatan penelitian............................................... 4
2 Tipologi jenis wisata............................................................................... 23
3 Kategori kawasan konservasi di Indonesia............................................. 26
4 Peta lokasi penelitian.............................................................................. 37
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tipe wisatawan dan tingkat adaptasi terhadap alam sekitar............... 24
2 Tujuan pengelolaan yang disesuaikan dengan kawasan konservasi... 24
3 Kriteria penilaian kelayakan pengembangan wisata............................ 39
4 Faktor strategi internal......................................................................... 41
5 Faktor strategi eksternal....................................................................... 41
6 Diagram matrik SWOT........................................................................ 41
7 Tingkat kesuburan tanah di Desa Tambak Rejo.................................. 44
8 Data oseanografi di perairan laut Kabupaten Malang......................... 45
9 Jumlah penduduk Sendang Biru berdasarkan tingkat pendidikan....... 46
10 Sarana dan prasarana produksi dan perekonomian yang terdapat
di Desa Tambakrejo............................................................................. 47
11 Penilaian objek wisata kawasan pesisir Sendang Biru......................... 49
12 Faktor strategi internal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang
Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur..................................... 50
13 Faktor startegi eksternal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang
Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur..................................... 51
14 Matrik SWOT pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur............................................. 52
15 Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengelolaan pariwisata
pesisir di Sendang Biru Malang Jawa Timur........................................ 53
16 Daerah tujuan wisata alam populer di Indonesia................................... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kriteria penilaian dan daya tarik wisata alam........................................ 85
2 Kriteria penilaian potensi wisata............................................................ 91
3 Kriteria pemilihan faktor internal dan eksternal.................................... 92
4 Hasil pengkajian potensi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru..... 96
5 Panorama Pantai Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi
Jawa Timur............................................................................................. 102
6 Panorama dan suasana Telaga Lele di dalam area Cagar Alam
Pulau Sempu pada siang dan sore hari................................................... 103
7 Pemandangan Segara Anakan di dalam area Cagar Alam Pulau Sempu 104
8 Beberapa lokasi wisata tidak sejenis yang terdapat di dalam
dan di luar Kabupaten Malang Jawa Timur (radius 75 km dari objek
pariwisata pesisir Sendang Biru).............................................................. 105
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menyongsong era perdagangan bebas regional dan internasional yang
penuh persaingan, selayaknya fundamental ekonomi harus diperkokoh melalui
berbagai sektor pembangunan. Agar tidak tertinggal dalam persaingan global,
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru harus segera dicari, memelihara dan
meningkatkan kegiatan ekonomi yang ada, serta memperbaiki pengelolaan
sumberdaya dan lingkungan. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat
diandalkan dalam meningkatkan pendapatan daerah dan dapat berkonstribusi pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Pemanfaatan potensi sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan selama ini
tidak banyak mendapat perhatian oleh pembuat kebijakan, seperti kegiatan
pariwisata pesisir. Kegiatan ini merupakan sektor yang secara langsung dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, dalam arti dapat menciptakan lapangan
kerja dan memberi peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Selain itu, pariwisata
secara tidak langsung dapat berperan dalam pelestarian sumberdaya pesisir dan
laut.
Pembangunan pariwisata memerlukan strategi pengelolaan yang tepat
sehingga mampu menjadi pedoman bagi tindakan strategis di masa mendatang,
baik untuk kegiatan pariwisata itu sendiri maupun kegiatan di sektor lain.
Kegiatan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya laut dapat
dipadukan dengan kegiatan sektor lain seperti sektor kehutanan, perikanan,
perhubungan, pemukiman, industri, maupun perkebunan, sehingga dengan pola
keterpaduan, pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Kawasan pesisir Kabupaten Malang mempunyai potensi cukup besar
dalam bidang pariwisata. Potensi tersebut ditunjukkan oleh kondisi alamiah yang
sangat beragam, berupa kawasan perbukitan, pantai-pantai terjal, teluk, dataran
pantai, serta lembah- lembah pada kawasan sekitar yang dipadu dengan proses-
proses alamiah seperti angin, gelombang, dan arus laut sehingga menghasilkan
bentukan geomorfik yang khas.
2
Perumusan Masalah
Keragaman potensi sumberdaya alam yang ada di pesisir Sendang Biru
akan mendatangkan konflik kepentingan apabila tidak ada kebijakan pengelolaan
yang jelas. Padahal potensi yang ada mempunyai fungsi sosial, fungsi ekonomi,
dan fungsi ekologi yang khas. Pengembangan pariwisata secara maksimal dari
berbagai potensi pariwisata di Sendang Biru masih belum dilaksanakan.
Permasalahan yang ada selama ini adalah: a) kurangnya sumberdaya manusia
yang terampil di bidang pariwisata, b) kurangnya peran serta masyarakat lokal, c)
kurangnya peran serta dunia usaha, d) masih langkanya cinderamata, e) adanya
persaingan yang sangat ketat antar lokasi obyek wisata untuk mendapatkan
wisatawan lokal dan mancanegara, dan f) kurangnya mutu produk pelayanan
pariwisata.
3
Masalah- masalah yang ada perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk
kepentingan pengelolaan kawasan pesisir yang memihak kepada masyarakat.
Untuk mencapai strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan objek
wisata, maka perlu dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di
kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru, sehingga pengelolaan sumberdaya alam
pesisir dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan bisa melindungi
sumberdaya alam dari penurunan kualitas alam tersebut.
Manfaat Penelitian:
Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan masukan kepada pihak
pengambil kebijakan dalam mengatur pemanfataan kawasan dan sumberdaya
alam di kawasan pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang.
KAWASAN
PARIWISATA PESISIR
SENDANG BIRU
Potensi Potensi
penawaran permintaan
1 Daya tarik
2 Aksesibilitas
3 Kondisi Iklim 1 Potensi pasar
4 Akomodasi 2 Kondisi sosial
5 Sarana dan prasarana ekonomi dan
penunjang pelayanan masyarakat
6 Ketersediaan air bersih
7 Keamanan
8 Hubungan objek
dengan objek wisata
lain
Penilaian Tingkat
Kesesuaian Kawasan
Wilayah Pesisir
Untuk mengelola wilayah pesisir, sangat diperlukan batas wilayah yang
akan dikelola. Batas wilayah pesisir dipertimbangkan atas dasar biogeofisik
kawasan termasuk didalamnya faktor hidrologi, ekologis, sosial, maupun
administratif. Penentuan batas dimulai dengan memperhatikan ciri-ciri alami,
jangkauan perairan pesisir, dan keperluan administrasi, setelah itu ditetapkan batas
daratan pantai ke arah darat, kemudian dari daratan ke pantai. Hal ini diperlukan
untuk memperoleh suatu interaksi antar komponen darat dan laut bagi wilayah
pesisir yang hendak dikelola.
Lawrence (1998) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah
peralihan antara darat dengan laut yang mencakup perairan pantai, daerah pasang
surut (pantai diantara batas pasang surut dan pasang naik), dan tanah daratan
dimana habitat dan jenis binatangnya beradaptasi secara khusus terhadap
lingkungan yang unik.
Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah
pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau
dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu:
batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis
pantai (crosshore). Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah
pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif mudah, misalnya batas wilayah
pesisir antara Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo, atau batas wilayah
pesisir Kabupaten Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan Pulau Sabu, dan
batas wilayah pesisir DKI Jakarta adalah antara Sungai Dadap di sebelah barat
dan Tanjung Karawang di sebelah Timur (Dahuri et.al 1996).
Wilayah peralihan antara daratan dan lautan adalah sebagai berikut: a) ke
arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin, dan b) ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
6
b. Terumbu karang
Indonesia memiliki kurang lebih 50 000 km2 ekosistem terumbu karang
yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et.al 1996). Terumbu
karang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan,
pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota.
Terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai
ekonomi penting seperti berbagai jenis hasil perikanan, dan sebagai bahan
konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang dapat menampilkan pemandangan
yang sangat indah.
Di dalam ekosistem terumbu karang pada umumnya yang merupakan
biota dominan ialah karang batu. Dengan kerangka yang keras dan bentuk serta
ukurannya yang beraneka ragam, karang batu dipakai sebagai tempat hidup,
berlindung dan mencari makan oleh berbagai jenis biota lain seperti krustasea,
moluska, ekinodermata, polikhaeta, porifera, ikan, bahkan oleh jenis-jenis
koelenterata. Salah satu jenis koelenterata yang tidak kalah penting peranannya
8
dalam pembentukan fisik terumbu karang ialah karang lunak atau lebih dikenal
sebagai Alcyonaria corals.
Secara umum terlihat jelas adanya perbedaan antara karang lunak dan
karang batu, terutama pada jumlah tentakel, kekenyalan tubuh, dan kerangka yang
menyusunnya. Tetapi dalam hal fisiologisnya terutama mekanisme pengaturan
organ-organ dalam tubuh untuk mengambil makanan dalam air, dan
mengelua rkan zat-zat yang tidak terpakai ke luar tubuh, juga proses respirasi pada
prinsipnya sama dengan karang batu (Manuputty 2002).
Menurut Sukmara et.al (2002) ada empat fungsi pokok dari terumbu
karang, yaitu: 1) fungsi pariwisata; keindahan karang, kekayaan biologi dan
kejernihan airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat
rekreasi, 2) fungsi prikanan; sebagai tempat ikan- ikan karang yang harganya
mahal sehingga nelayan banyak menangkap di kawasan ini, 3) fungsi
perlindungan pantai; terumbu karang tepi dan penghalang adalah pemecah
gelombang alami yang melindungi pantai dari abrasi, banjir pantai, dan peristiwa
perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air laut, dan 4) fungsi
keanekaragaman hayati; ekosistem ini mempunyai produktivitas dan
keanekaragaman dan jenis biota yang tinggi. Keanekaragaman hayati yang hidup
di ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau lebih besar
dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis.
Upaya pemanfaatan sumberdaya alam lestari dengan melibatkan
masyarakat sangat dibutuhkan. Pada kasus di Bali, dimana masyarakat melakukan
pengambilan karang secara intesif harus dicegah dengan mencarikan alternatif
berupa pengelolaan wilayah tersebut untuk kepentingan turisme dan melibatkan
masyarakat didalamnya. Cara seperti ini telah berhasil dikembangkan di Bunaken
Sulawesi Utara dimana masyarakat terlibat dalam sektor ekonomi seperti
pelayanan pada penjualan cinderamata, makanan kecil, dan penyediaan fasilitas
untuk menikmati keindahan terumbu karang; berupa perahu katamaran (perahu
yang mempunyai kaca pada bagian tengah, sehingga orang bisa melihat langsung
kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa penyewaan alat-alat selam.
Sedangkan perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel, restauran dan lain- lain
(Dahuri et.al 1996).
9
c. Rumput laut
Potensi rumput laut (algae) di perairan Indonesia mencakup areal seluas
26 700 ha dengan potensi produksi sebesar 482 400 ton/tahun. Pemanfaatan
rumput laut untuk industri terutama pada senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya, khususnya karaginan, agar, dan algin. Melihat besarnya potensi
pemanfaatan algae, terutama untuk ekspor, maka saat ini telah diupayakan untuk
dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema sp telah dicoba di Kepulauan Seribu
(Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan
Teluk Lampung (Dahuri et.al 1996).
Usaha budidaya rumput laut telah banyak dilakukan dan masih bisa
ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak dalam teknologi pembudidayaan dan
pemasaran merupakan faktor yang mene ntukan dalam menggairahkan masyarakat
untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Peranan pemerintah dalam
penentuan daerah budidaya, bantuan dari badan-badan peneliti untuk
memperbaiki mutu produksi serta jaminan harga yang baik dari pembeli/eksportir
rumput laut sangat menentukan kesinambungan usaha budidaya komoditi ini.
d. Perikanan tangkap
Pada usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan
bagi masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk
mengantisipasi persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke
perairan Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini melibatkan semua
pihak mulai dari masyarakat nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak
terkait lainnya. Hal lain yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian pada
masyarakat nelayan tentang bahaya penangkapan yang tidak ramah lingkungan
seperti penggunaan bahan peledak atau penggunaan racun.
e. Bahan mineral
Sumberdaya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan
geologi, yang termasuk kedalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas,
timah, nikel, bijh besi, batu bara, granit, tanah liat, pasir, dan lain- lain.
Sumberdaya geologi lainnya adalah bahan baku industri dan bahan bangunan,
antara lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi.
10
Pulau-Pulau Kecil
Dengan perbandingan luas wilayah lautan dan daratan tiga berbanding
dua, memberikan wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai macam
sumberdaya alam. Teristimewa sumberdaya alam yang dapat pulih kembali
seperti berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Masih ada
sumberdaya alam lain dan jasa lingkungan yang belum diusahakan, ataupun kalau
sudah, masih berada pada taraf yang masih rendah dan perlu dikembangkan secara
lebih baik untuk kesejahteraan bersama masyarakat Indonesia terutama
masyarakat pesisir yang selama ini lebih banyak merupakan objek dari kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir dan lautan.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia dikaruniai potensi kelautan berupa
pulau-pulau besar dan kecil denga n jumlah mencapai lebih dari 17000 pulau.
Potensi pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut dapat dilihat dari berbagai sisi,
antara lain ekonomi, sosial, ekologi, keamanan, dan navigasi. Selama ini potensi
pemanfaatan tersebut belum dikelola secara optimal, mengingat ada berbagai
kendala yang dihadapi. Selain itu berbagai kepentingan dalam pengelolaan pulau-
pulau kecil menjadikannya cukup sensitif (Fauzi dan Anna 2005).
Sampai saat ini masih belum ada batasan yang tetap tentang pengertian
pulau kecil baik di tingkat nasional maupun internasional, akan tetapi terdapat
suatu kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau
yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya dan
memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain, sehingga mempunyai sifat
insular.
Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain sehingga
keterisolasian ini akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di
pulau serta dapat membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut. Selain itu
pulau kecil juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies
endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen. Akibat ukurannya
yang kecil maka tangkapan air pada pulau ini yang relatif kecil sehingga air
permukaan dan sedimen lebih cepat hilang kedalam tanah. Jika dilihat dari segi
budaya maka masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang umumnya berbeda
dengan masyarakat pulau kontinen dan daratan (Dahuri 1998a).
Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang
tertinggi. Ekosistem ini berkisar pada daerah dimana ditemukan substrat berbatu
dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna sesil) hingga
daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri, protozoa, metazoa) dan
daerah bersubstrat liat dan lumpur (dimana ditemukan sejumlah besar komunitas
infauna) (Bengen 2002).
Lebih lanjut Bengen (2002) menyebutkan bahwa ada tiga tipe pantai yang
perlu diketahui, yaitu: (1) pantai berbatu, (2) pantai berlumpur, dan (3) pantai
berpasir. Pantai berbatu merupakan satu dari lingkungan pesisir dan laut yang
subur. Kombinasi substrat keras untuk penempelan, seringnya aksi gelombang,
dan perairan yang jernih menciptakan suatu habitat yang menguntungkan bagi
biota laut. Biota pada zonasi pantai berbatu: (a) supralitoral: siput Littorina,
Cyanobakteri calothrix, kadang-kadang alga merah Porphyra atau alga coklat
Fucus, (b) eulitoral: kerang/teritip (barnacle) Balanus & Chthamalus, kerang
(mussel) Mytilus dan alga coklat Fucus (bersama-sama), siput gastropoda
(gastropod snail) limpet, kepiting Carcinus, dan bulu babi.
Pantai berlumpur merupakan rangkaian kesatuan dengan pantai berpasir,
lebih terlindung dari gerakan omb ak, berbutiran sedimen lebih halus dan
mengakumulasi lebih banyak bahan organik. Dijumpai di teluk tertutup, gobah,
estuaria. Dengan ciri-ciri: pergerakan air lambat, kemiringan sangat landai (datar),
kandungan oksigen rendah. Pantai berpasir mempunyai kombinasi ukuran partikel
yang berbeda dan variasi faktor lingkungan menciptakan suatu kisaran habitat
pantai berpasir yang khas.
Reoksigenasi dan suplai nutrien ke dalam pasir bervariasi berdasarkan
porositas, aksi gelombang dan tinggi muka pasir. Profil vertikal bergradasi dari
aerobik (pasir berwarna kekuningan), kurang aerobik (pasir berwarna kelabu),
anaerobik (pasir berwarna hitam). Produksi primer rendah, meskipun kadang-
kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh
materi organik diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut atau partikel.
Konsumsi materi organik sebagian besar oleh bakteri, jarang sekali oleh herbivora
13
a. Keterpaduan wilayah/ekologis
Secara spasial dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara
lahan atas (daratan) dan laut. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir
merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Dengan keterkaitan
kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir tidak terlepas dari
pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai
dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan pesisir merupakan akibat dari
dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan
atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan
sebagaimya. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti
kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut. Penanggulangan
pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri, pertanian, dan rumah tangga,
serta sedimentasi tidak dapat dilakukan hanya di kawasan pesisir saja, tetapi harus
dilakukan mulai dari sumber dampaknya.
b. Keterpaduan sektor
Sebagai konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di
kawasan pesisir adalah banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku
pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Akibatnya
seringkali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir antar sektor
dengan sektor lainnya. Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir
dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan, maka dalam perencanaan dan
pengelolaan harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. Kegiatan suatu
sektor tidak dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan kegiatan sektor
lain. Keterpaduan sektoral ini meliputi keterpaduan secara horizontal (antar
sektor) dan keterpaduan secara vertikal (dalam satu sektor). Oleh karena itu,
penyusunan tata ruang dan panduan pembangunan di kawasan pesisir sangat perlu
dilakukan untuk menghindari benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan
pembangunan lainnya.
d. Keterpaduan stakeholders
Segenap keterpaduan diatas, akan berhasil diterapkan apabila ditunjang
oleh keterpaduan dari pelaku dan atau pengelola pembangunan di kawasan pesisir.
Seperti diketahui bahwa pelaku pembangunan dan pengelola sumberdaya alam
pesisir antara lain terdiri dari pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat pesisir,
swasta/investor dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masing-
masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan
pesisir.
yang secara vertikal ada di bawahnya atau kepada lembaga lokal dari pemerintah
pusat ke pemerintah propinsi pada kasus negara kesatuan. Selanjutnya, kepada
pemerintah daerah atau lokal atau bahkan kepada organisasi masyarakat. Oleh
karena itu, otonomi lokal atau otonomi daerah merupakan hal yang terpenting
dalam proses desentralisasi (Nikijuluw 2002).
Adanya UU Nomor 22 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,
telah menggeser kewenangan pengelolaan wilayah laut, termasuk kawasan pesisir
dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Disebutkan dalam UU tersebut,
bahwa propinsi berwenang mengelola wilayah laut sejauh 12 mil garis pantai
(Pasal 10), sedangkan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk mengelola
wilayah laut sejauh sepertiga dari batas kewenangan bagi Pemda untuk mengelola
sumberdaya pesisir secara lestari (Amanah 2004).
Dasar desentralisasi pembangunan, khususnya wilayah pesisir dan laut
adalah UU 22/99 tentang Pemerintah Daerah. Pada pasal 2 dan 3 UU tersebut
dikatakan bahwa wilayah NKRI dibagi dalam Daerah Propinsi, Daerah
Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom. Pada pasal 10 UU 22/99
dikatakan bahwa kewenangan daerah di wilayah laut meliputi:
a eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut
b pengaturan kepentingan administratif
c pengaturan tata ruang
d penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah dan
dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat, dan
e bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara
Uraian lebih jauh mengenai UU 22/99 ini dijabarkan pada Peraturan
Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. PP 25/00 pada intinya membagi
secara sedikit lebih rinci antara tugas dan wewenang pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Wewenang desentralisasi pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dirinci pada pasal 3 ayat 2 PP 25/00 sebagai berikut:
a penataan dan pengelolaan perairan laut propinsi
20
Pariwisata
Secara etimologi, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, dan
bukan berarti tourisme (bahasa Belanda) atau tourism (bahasa Inggris). Kata
pariwisata dalam pengertian ini terdiri dari dua suku kata yaitu masing- masing
kata pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan
lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan, bepergian yang dalam hal ini
sinonim dengan kata travel dalam bahasa Inggris (Yoeti 1996)
Sebagai suatu konsep, pariwisata dapat ditinjau dari berbagai segi yang
berbeda. Pariwisata dapat dilihat sebagai suatu kegiatan melakukan perjalanan
dari rumah dengan maksud tidak melakukan usaha atau bisnis. Menurut World
Tourism Organization (WTO) dan International Union of Office Travel
Organization (IUOTO), yang dimaksud dengan wisatawan adalah setiap
pengunjung yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan
di tempat yang dikunjunginya dengan maksud kunjungan antara lain: 1) berlibur,
rekreasi, dan olah raga, dan 2) bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi,
menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar,
atau kegiatan keagamaan. Sedangkan yang dimaksud dengan pelancong adalah
setiap pengunjung yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjunginya
(Kusmayadi 2000).
21
Batasan Pa riwisata
Keinginan manusia untuk menikmati keaslian alam harus diakui sebagai
salah satu faktor yang mendorong pesatnya perkembangan bisnis pariwisata, yang
secara umum bisa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pariwisata yang berbasis
daratan dan pariwisata berbasis maritim. Umumnya pengelolaan pariwisata bahari
masih sangat parsial, apabila cara pengelolaan parsial ini tetap dipertahankan,
pengembangan wisata bahari tidak akan mencapai hasil maksimum (Kamaluddin
2002).
Pertumbuhan pariwisata telah mampu memberikan berbagai keuntungan
ekonomi pada wilayah pesisir. Menurut Pendit dalam Murahman (2000)
menyatakan bahwa pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan
kerja, peningkatan penghasilan, serta menstimulasi sektor-sektor ekonomi lainnya.
Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks juga meliputi industri- industri seperti
kerajinan, cinderamata, penginapan, dan transportasi secara ekonomi.
Wisata terjadi karena adanya keterpaduan antara berbagai fasilitas yang
saling mendukung dan berkesinambungan. Setiap fasilitas memiliki peran yang
sama pentingnya dalam mewujudkan wisata tersebut. Fasilitas- fasilitas yang
dilibatkan dalam penyelenggaraan wisata itu lazim disebut sebagai komponen
wisata (Suyitno 2001), yang antara lain meliputi hal- hal berikut:
1 Sarana transportasi, berkaitan erat dengan mobilisasi wisatawan. Dalam
perkembangan pariwisata dewasa ini alat transportasi tidak hanya dipakai
sebagai sarana untuk membawa wisatawan dari satu tempat ke tempat lain
saja, namun juga digunakan sebagai atraksi wisata yang menarik.
2 Sarana akomodasi, sepintas lalu sarana akomodasi berfungsi sebagai tempat
istirahat sementara selama menunggu kegiatan wisata yang utama, namun
ada juga wisatawan tertentu yang menghabiskan waktu wisatanya hanya
dengan berdiam diri di hotel untuk sekedar santai, membaca, berenang, atau
kegiatan lain.
3 Sarana makan dan minum, dimanapun tempat makan dan minum berada, di
dalam atau di luar penginapan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain: jenis atau kelas, menu, fasilitas, harga, dan lokasi.
22
4 Objek dan atraksi wisata, kedua hal ini dapat dibedakan atas dasar asal-
usulnya yang menjadi karakteristik objek atau atraksi tersebut, yaitu: objek
atau atraksi wisata yang bersifat alami, buatan manusia, atau perpaduan
antara buatan manusia dan keadaan alami.
5 Sarana hiburan, merupakan salah satu bentuk atraksi wisata. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam memasukkan hiburan sebagai komponen wisata
antara lain: daya tarik, kapasitas, fasilitas, lokasi, dan biaya.
6 Toko cinderamata, komponen wisata ini erat kaitannya dengan oleh-oleh atau
kenang-kenangan dalam bentuk barang tertentu. Barang-barang yang dijual
biasanya memiliki ciri khusus sesuai dengan kondisi daerah setempat.
7 Pramuwisata dan pengatur wisata, kedua-duanya merupakan petugas purna
jual yang bertindak sebagai wakil perusahaan yang mengelola wisata, untuk
membawa, memimpin, memberi informasi, dan layanan lain kepada
wisatawan sesuai dengan acara yang telah disepakati.
Kegiatan pariwisata merupakan kegiatan jasa pelayanan, maka dalam
mewujudkan produk untuk mendukung pelayanan pariwisata akan sangat
mempengaruhi keberadaan sumberdaya. Aset utama dalam menciptakan produk
pariwisata adalah sumberdaya fisik, sumberdaya buatan, dan sumberdaya budaya.
Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan apa yang tercantum di dalam pasal
1 UU RI no 9 tahun 1995 tentang Kepariwisataan. Pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, pengusaha objek, dan daya tarik wisata,
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing- masing kawasan dan
lokasi pariwisata, maka muncullah beragam jenis pariwisata yang dikembangkan
sebagai kegiatan. Menurut Yoeti (1996), pengelolaan kepariwisataan perlu
dibedakan antara pariwisata satu dengan jenis pariwisata lainnya, sehingga
kebijakan spesifik dapat diambil guna perencanaan dan pengembangan
selanjutnya. Lebih lanjut lagi, Yoeti (1996) mengemukakan beberapa jenis
pariwisata yang ada, yaitu:
1 Menurut letak geografis dimana pariwisata berkembang; a) pariwisata lokal,
yaitu pariwisata setempat, terbatas pada tempat tertentu saja, contoh,
kepariwisataan kota Bandung atau kepariwisataan Kabupaten Malang saja, b)
23
EKOWISATA
WISATA ALAM
WISATA ETNIK
WISATA BUDAYA
WISATA SEJ ARAH
Kawasan Konservasi
Tujuan pengelolaan:
1 = tujuan primer
2 = tujuan sekunder
3 = berpotensi untuk menjadi sebuah tujuan, dan
- = tidak relevan
Kawasan Konservasi
(Protected Area)
c) suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya
d) kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya
e) taman national adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,
dan rekreasi
f) taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan
asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi, dan
g) taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
mampu melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada agar pariwisata lebih
berkembang.
Pengumpulan Data
Data potensi yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data
primer dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara
mendalam dengan masyarakat dan instansi yang terkait, sedangkan data sekunder
diperoleh dari pengumpulan data yang sudah ada pada instansi pemerintah
maupun swasta. Data potensi yang dikumpulkan adalah:
a Data primer
Data primer meliputi: daya tarik kawasan, kadar hubungan (kondisi jalan
darat dan air, frekwensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata),
kondisi iklim, pelayanan masyarakat, ketersediaan air bersih, dan prasarana
dan sarana penunjang.
b Data sekunder
Data sekunder meliputi: potensi pasar, kadar hubungan (jarak jalan darat dan
air, jumlah kendaraan bermotor/perahu yang berada di lokasi), kondisi
lingkungan sosial ekonomi, akomodasi, keamanan, dan hubungan dengan
objek wisata lain.
Pengumpulan data potensi yang dilakukan menggunakan kriteria penilaian
dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata (Lampiran 1) yang didasarkan
pada Kriteria Standar Penilaian Objek Wisata oleh Direktorat Wisata Alam dan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002):
37
Analisa Data
Untuk mengukur nilai potensi pengembangan objek wisata di pesisir
Sendang Biru dilakukan penilaian potensi secara kuantitatif dengan menggunakan
kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang
dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingk ungan
(2002), dilanjutkan analisis strategi kebijakan pengelolaan kawasan dengan
menggunakan analisis SWOT.
Keterangan:
a Strategi SO, dibuat berdasarkan pemikiran dengan memanfaatkan seluruh
kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b Strategi ST, strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimilki untuk
mengatasi ancaman yang ada.
c Strategi WO, diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kele mahan.
d Strategi WT, dibuat berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan
berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
berlereng sedang hingga curam pada ketinggian 50-100 m dari permukaan laut.
Sebagian pantainya berdinding terjal, berupa gua-gua dari batuan karang yang
terbentuk akibat benturan gelombang keras dari Samudera Hindia.
Jenis tanah terdiri dari latosol, andosol, dan relatif sedikit aluvial. Tanah
latosol memiliki ciri berwarna merah karena tingginya ikatan Fe dan Al, subur
tetapi mudah mengalami erosi karena rendahnya keeratan antar partikel,
sedangkan tanah andosol memiliki ciri subur, mudah erosi, sesuai untuk tanaman
tahunan. Pada pantai Sendang Biru terdapat jenis tanah mediteran merah kuning
dengan bahan induk pembentuk batu kapur dan fisiograft karts (Rizqi 2006).
Secara umum tingkat kesuburan tanah di Desa Tambak Rejo pada keadaan tingkat
kesuburan sedang (Tabel 7).
Kondisi Oseanografi
Arus di pantai selatan Jawa dikenal dengan nama arus Khatulistiwa
Selatan, yang sepanjang tahun bergerak menuju ke arah Barat, akan tetapi pada
musim barat, terdapat arus yang menuju ke Timur dengan pola rambatan berupa
jalur sempit yang menyusur pantai, arus berlawanan dengan arus khatulistiwa dan
dikenal dengan nama arus pantai Jawa. Pola pergerakan air pada musim barat
bergerak dari arah Barat Daya melalui Selat Sempu setelah memecah gelombang
di bagian Barat Daya Selat Sempu. Pergerakan pada musim timur ini merupakan
abrasi di daerah pantai timur Sendang Biru, sekaligus memindahkan sedimen
kearah alur Selat Sempu disebelah TPI dan sebagian tertinggal di alur Selat
Sempu (Cahyono 2005).
Data parameter oseanografi perairan laut Kabupaten Malang diambil dari
data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang (2002) (Tabel 8). Suhu
permukaan hampir seragam sepanjang tahun yaitu berkisar antara 26-270 C. Rata-
rata produktivitas primer pada periode bulan Juni sampai dengan November lebih
45
basah dan lahan kering, peternakan, industri pengolahan ikan, dan perdaganga n
atau jasa (DKP 2001).
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat Sendang
Biru (Tabel 9) umumnya berpendidikan SLTP sebanyak 970 jiwa (45%), SD
sebanyak 737 jiwa (33%), SMU sebanyak 240 jiwa (11%), dan tidak tamat SD
sebanyak 219 jiwa (9%). Tingkat pendidikan penduduk yang umumnya bekerja
sebagai nelayan adalah tamat sekolah dasar.
Produk Domestik Desa Bruto (PDDB) tahun 2003 sebesar Rp. 62.489.000,
meningkat sebesar 50.65% dari tahun 1999, yaitu sebesar Rp. 41.480.000. Sumber
pendapatan asli desa berasal dari: tanah kas desa, pasar desa, pungutan desa,
swadaya masyarakat, hasil gotong royong, dan lain- lain (BPS Kab.Malang 2003).
Untuk mendukung berbagai kegiatan perekonomian yang ada, pemerintah
bekerjasama dengan masyarakat telah membuat sarana dan prasarana (Tabel 10)
produksi dan perekonomian guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang sudah
ada.
47
Tabel 10 Sarana dan prasarana produksi dan perekonomian yang terdapat di Desa
Tambakrejo
No JENIS JUMLAH (ada/unit)
1 Pertanian:
a. irigasi 1 /2 teknis ada
b. gorong- gorong ada
c. gilingan padi 3
d. hand sprayer 1
e. garu/bajak 134
f. penggilingan tepung tapioka 2
2 Peternakan:
padang penggembalaan 2
3 Perikanan
a. perahu motor 126
b. perahu tid ak bermotor 143
c. tambak 2
d. PPI dan TPI 1
4 KUD 1
5 Pasar 1
6 Angkutan Barang 15
7 Angkutan Penumpang 30
8 Ojek 200
9 Kios/Warung 109
10 Wartel 8
Sumber: Profil Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan 2002
Hasil Penelitian
Potensi Objek Wisata
Penilaian potensi pariwisata pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang
didasarkan kepada kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik
wisata alam yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Ala m dan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan (2002). Dari detail hasil penilaian objek wisata kawasan pesisir
Sendang Biru terdapat (Lampiran 2), diperoleh nilai kajian sebesar 6840 (Tabel
11), dan sesuai dengan kriteria penilaian kelayakan pengembangan wisata (Tabel
3), maka kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru termasuk ke dalam kategori
layak (baik) untuk dikembangkan lebih lanjut.
Daya tarik
Daya tarik merupakan suatu faktor yang membuat seseorang mempunyai
keinginan untuk mengunjungi dan menyaksikan langsung ke lokasi atau tempat
pariwisata. Kawasan pesisir Sendang Biru mempunya i dua lokasi wisata alam
yang sama menarik, sesuai dengan pendapat Sukahar (2001) bahwa kegiatan
wisata di objek wisata alam secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua
kelompok, yaitu a) wisata perairan atau wisata bahari yang meliputi: berenang,
snorkling, menyelam, berlayar, berselancar, memancing, berjemur, rekreasi
56
pantai, photografi, dan olahraga pantai, b) wisata daratan yang berupa lintas alam,
mendaki gunung, penjelajahan, penelusuran gua, berburu, berkemah, photografi,
jalan santai, penelitian satwa dan tumbuhan, dan terbang layang. Kegiatan wisata
perairan atau wisata bahari yang dapat dilakukan di lokasi ini adalah berenang,
snorkling, menyelam, berlayar, memancing, berjemur, rekreasi pantai, photografi,
dan olahraga pantai. Sedangkan kegiatan wisata daratan yang bisa dilakukan
adalah lintas alam, penjelajahan, penelusuran gua, photografi, jalan santai,
penelitian satwa dan tumbuhan. Kegiatan wisata bahari dapat dilakukan di lokasi
wisata pantai Sendang Biru dan wisata daratan dapat dilakukan di area Cagar
Alam Pulau Sempu.
Pembangunan pariwisata alam di suatu daerah pada umumnya didasarkan
pada pola perencanaan regional dan kawasan. Potensi pariwisata alam suatu
daerah masih belum diandalkan sebagai suatu aset, padahal kawasan wisata alam
mampu mendatangkan penghasilan yang cukup besar, membuka peluang usaha
dan kerja serta dapat berfungsi menjaga kelestarian alam. Sebagaimana
diamanatkan dalam pasal 10 UU NO.22/1999 tentang Otonomi Daerah, urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah me liputi bidang eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, tata ruang dan administrasi
serta penegakan hukum di laut. Selanjutnya Nikijuluw (2002), berpendapat bahwa
otonomi lokal atau otonomi daerah merupakan hal yang terpenting dalam proses
desentralisasi.
Daerah pariwisata Sendang Biru dikelola oleh Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur. Pantai ini terletak di sebelah Utara Pulau Sempu dan merupakan
satu-satunya jalan masuk yang paling mudah dilalui untuk masuk kedalam
kawasan Cagar Alam Pulau Sempu. Pantai Sendang Biru memiliki kondisi tanah
yang berbukit dan hanya sebagian kecil yang datar. Meskipun terletak di pantai
selatan Jawa, Pantai Sendang Biru memiliki ombak yang relatif kecil karena
posisinya terlindungi oleh Pulau Sempu.
Pantai Sendang Biru dengan pantainya yang berombak tenang merupakan
daerah wisata untuk menikmati panorama alam, berfoto, berenang, berjemur dan
bermain pasir. Selain itu juga terdapat tempat pekemahan dan pelelangan ikan
serta tempat memancing di dekat dermaga. Penggunaan lahan Pantai Sendang
57
Biru terdiri dari sempadan pantai, fasilitas pendukung pariwisata berupa warung,
kamar mandi dan toilet, lokasi parkir dan areal perkemahan. Cagar Alam Pulau
Sempu yang berjarak sekitar 459 meter di sebelah selatan Pantai Sendang Biru,
memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Disamping kondisi panorama
alam yang ada, terdapat budaya setempat yang menjadi daya tarik wisata, yaitu
upacara petik laut yang diadakan rutin pada tanggal 27 September sebagai
ungkapan rasa terima kasih nelayan pada alam yang memberinya kehidupan.
Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami. Penetapan
kawasan ini sebagai cagar alam disamping karena keadaan alamnya yang khas
juga diperuntukkan bagi kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan. Menurut
MacKinnon et.al (1993), cagar alam merupakan kawasan untuk melindungi alam
dan menjaga proses alami dalam kondisi yang tidak terganggu dengan maksud
untuk memperoleh contoh-contoh ekologis yang mewakili lingkungan alami, yang
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan studi ilmiah, pemantauan lingkungan,
pendidikan dan pemeliharaan sumber daya plasma nutfah dalam keadaan dinamis
dan berevolusi. Menurut Yoeti (1999), Cagar Alam Pulau Sempu merupakan
salah satu daerah tujuan wisata alam populer yang banyak dikunjungi orang
(Tabel 16).
Potensi pasar
Potensi pasar dapat diartikan sebagai suatu faktor yang menentukan
berhasil tidaknya pemanfaatan suatu objek wisata. Potensi pasar erat kaitannya
dengan pemasaran produk pariwisata. Pemasaran sebagai suatu proses analisis,
perencanaan, implementasi, dan pengendalian dari suatu program yang
dirumuskan untuk mengadakan pertukaran nilai secara sengaja sesuai dengan
sasaran proses tertentu, demi mencapai tujuan organisasi. Menurut Sunaryo
(2001), pemasaran pada dasarnya merupakan suatu proses manajemen yang
melibatkan perumusan tujuan organisasi dan sasarannya, analisis, perencanaan
dan implementasi.
Tujuan utama dari pendataan potensi pasar adalah mengetahui strategi apa
yang harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional yang diharapkan
mampu berimbas kepada perluasan dan pemerataan lapangan pekerjaan dan
kesempatan berusaha. Sesuai dengan UU 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
pasal 2 dan 3, bahwa penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan
asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan
dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. Penyelenggaraan
kepariwisataan tersebut bertujuan: a) memperkenalkan, mendayagunakan,
melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; b) memupuk
rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c) memperluas
dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d) meningkatkan
pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat; dan e) mendorong pendayagunaan produksi nasional.
59
menyusun strategi pemasaran objek wisata kawasan pesisir Sendang Biru harus
mengarah pada targeted segmenting pada kedua segmen pasar tersebut.
Kadar hubungan/aksesibilitas
Menikmati pariwisata alam berupa keindahan alam, kesejukan udara,
keeksotisan panorama, umumnya mempunyai lokasi yang sulit dijangkau dan jauh
dari keramaian kota. Objek wisata alam yang jauh lokasinya dari kepadatan kota
hanya dapat dinikmati dengan cara yang agak sulit dan usaha yang memakan
waktu dan tenaga. Keuntungan yang diperoleh dengan adanya jarak dan kesulitan
tempuh menjadikan kawasan objek wisata alam tidak sarat terbebani oleh
dorongan aktivitas kegiatan wisata yang padat dan terkadang cenderung merusak
lingkungan.
Kadar hubungan atau aksesibilitas adalah indikasi yang menyatakan
mudah tidaknya suatu objek wisata dijangkau. Kadar hubungan merupakan faktor
yang tidak bisa dipisahkan dalam mendorong potensi pasar. Lokasi Pantai
Sendang Biru dan Cagar Alam Pulau Sempu terletak sekitar 69 km ke arah selatan
Kota Malang dan 157 km dari Kota Surabaya.
Pintu gerbang udara yang terdekat adalah Bandara Juanda Surabaya dan
Bandara Abdurahman Saleh di Malang, akan tetapi bandara di Malang masih
belum ditingkatkan operasionalnya sebagai bandara umum penuh karena masih
diperuntukkan bagi kepentingan militer, oleh sebab itu penilaian didasarkan pada
keberadaan bandara di Surabaya sebagai tempat transit melalui udara terdekat,
yaitu berjarak 157 km. Didapatkan waktu temp uh ke objek dari pusat penyebaran
wisatawan adalah 1-2 jam.
Meskipun pada umumnya pariwisata alam sulit dijangkau dan jauh, akan
tetapi wisata alam mempunyai peminat yang khas, dan akan selalu berkembang
sesuai berjalannya waktu. Menurut Fandeli (2001), perkembangan pariwisata
disuatu daerah ataupun suatu negara akan meningkat terus karena:
a jumlah penduduk yang semakin bertambah terus dari waktu ke waktu, juga
adanya kecenderungan penduduk yang bertempat tinggal di kota semakin
lama semakin banyak, sehingga mendorong mereka untuk menyegarkan diri
di alam terbuka
61
tanpa harus mengeluarkan biaya sewa lagi atas tanah yang digunakan dan juga
tanpa harus membayar tuntutan ganti rugi masyarakat atas tanah yang digunakan.
Tingkat pengangguran berpengaruh terhadap sikap masyarakat tentang
kepariwisataan, dengan adanya kegiatan baru untuk pariwisata, misalnya wisata
pemancingan, membuat masyarakat mempunyai mata pencaharian, sehingga
masyarakat mendukung adanya kepariwisataan di lokasi ini. Didapatkan
pengangguran di Desa Tambakrejo sebesar 764 jiwa dengan tingkat prosentase
pengangguran terhadap jumlah penduduk sebesar 15%. Pembuk aan lapangan
kerja baru akan sangat membantu dalam pengurangan jumlah penganggur, salah
satunya adalah kegiatan lain yang dihasilkan oleh adanya kegiatan pariwisata,
seperti pelayanan jasa pemandu untuk wisata alam di Pulau Sempu.
Kepariwisataan juga dapat mengubah sikap masyarakat melalui perubahan
mata pencaharian yang lebih baik, apabila mata pencaharian penduduk tetap tidak
lebih baik penghasilannya maka sikap mereka terhadap kegiatan pariwisata akan
biasa-biasa saja atau malah bersikap masa bodoh. Didapatkan mata pencaharian
penduduk Desa Tambakrejo adalah mayoritas petani dan nelayan, penduduk asli
mendominasi pertanian dan penduduk pendatang (Madura dan Bugis) banyak
bergerak di bidang perikanan sebagai nelayan. Tingkat pendidikan sangat erat
dalam me nunjang kegiatan mata pencaharian, akan semakin bervariasi pekerjaan
yang dapat dilakukan dengan adanya pendidikan yang lebih tinggi. Sesuai data
Kecamatan Sumbermanjing Wetan Dalam Angka 2003, diketahui bahwa
penduduk Desa Tambakrejo sebagian besar hanya lulus Sekolah Dasar. Tingkat
pendidikan ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap sikap pelayanan
masyarakat terhadap pengunjung.
Sikap pelayanan masyarakat terhadap wisatawan perlu diarahkan dan
dibina. Komunikasi antar personal sangatlah penting dalam membangun
kepercayaan, kemampuan berkomunikasi yang umum digunakan adalah melalui
percakapan, disini dibutuhkan kemampuan berbahasa sesuai dengan bahasa
pengunjung, setidaknya mampu mengerti dan memahami keinginan wisatawan.
Berdasarkan kajian di lapangan, didapatkan bahwa masyarakat Desa Tambakrejo
khususnya Dukuh Sendang Biru menguasai dua bahasa dalam menyampaikan
63
pesan secara lisan yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Jawa, Madura,
Bugis) sesuai asal masing- masing.
Ruang gerak pengunjung dapat berbeda-beda ditinjau dari intensitas
kegiatan pengunjung itu sendiri, untuk kegiatan wisata pantai ruang gerak
pengunjung sebesar 10 ha, yang meliputi pantai berpasir putih, tempat bermain,
dan area perkemahan. Sedangkan untuk wisata alam (penjelajahan, pengamatan
burung, penelitian dan pendidikan) di area Cagar Alam Pulau Sempu ruang gerak
pengunjung mencapai 230 ha, dan untuk wisata pemancingan ke Samudera
Hindia, ruang gerak pengunjung bisa tidak terbatas sesuai kemampuan alat
transportasi.
Kegiatan pariwisata dapat ditinjau sebagai sesuatu yang dapat memberikan
kenikmatan kepada pendatang dan kesejahteraan bagi penduduk sekitar, namun
demikian berbagai sisi negatif imbas pariwisata harus ditindaklanjuti dengan
cepat. Adanya perusakan lingkungan alam, vandalism (perusakan objek wisata,
atau tempat-tempat bersejarah), pencemaran seni budaya, dan hilangnya sifat
kepribadian penduduk lokal harus mendapat perhatian serius. Masalah lain yang
timbul seperti kenaikan harga-harga di daerah setempat sebagai akibat sifat
pembelanjaan para wisatawan dan kebiasaan penduduk setempat yang
menganggap bahwa produk luar negeri selalu lebih baik daripada produk lokal.
Untuk mensikapi kecenderungan negatif penduduk dari pengaruh pariwisata, perlu
dilakukan perencanaan pembangunan pariwisata yang baik untuk meminimalkan
pengaruh negatif dan memaksimalkan pengaruh positifnya.
Hidayati (1999) menyatakan bahwa salah satu langkah yang dapat
dilakukan agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam pengelolaan berbasiskan
masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Disebutkan dalam
pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan lima unsur dalam
implementasinya, yaitu: 1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 2)
memberikan akses kepada masyarakat, 3) menumbuhkan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan arti nilai sumberdaya ekosistem, 4) menumbuhkan
dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola, menjaga dan
melestarikan sumberdaya alam, dan 5) menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya alam.
64
Sejalan dengan hal tersebut, Bengen (2001) menyatakan bahwa salah satu
pengelolaan pariwisata pesisir adalah bagaimana menggabungkan antara
kepentingan ekologis dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat sekitar
lokasi wisata.
Kondisi iklim
Langsung maupun secara tidak langsung, kondisi iklim akan berpengaruh
terhadap kunjungan wisatawan ke suatu lokasi objek wisata. Daerah tujuan wisata
dengan curah hujan tinggi akan sedikit mempunyai jumlah pengunjung secara
umum, karena hanya orang dengan minat tertentu seperti pengamat atau peneliti
tertentu yang mengunjungi daerah tersebut, bukan pengunjung secara umum dari
berbagai kalangan usia dan profesi. Suatu jenis iklim tertentu dikatakan tidak
cocok di suatu lokasi objek wisata, namun belum tentu keberadaan iklim tersebut
di tempat lain tidak menguntungkan, misalnya keadaan angin yang bertiup
kencang antara 4-5 knot per jam, tidak menguntungkan di kawasan objek wisata
pegunungan, karena hawa dingin ditambah dengan angin kencang akan membuat
wisatawan berlindung dan menghindar, dan menguntungkan pada kawasan objek
wisata pantai yang memang angin selalu bertiup dengan kencang. Kawasan pesisir
Sendang Biru yang berada di tepian Samudera Hindia merupakan lintasan akhir
arus Indonesia yang berpengaruh terhadap keadaan iklim.
Kawasan pesisir Sendang Biru mempunyai iklim tropis yang stabil
sepanjang tahun, sehingga waktu kunjungan bisa dilakukan dalam setahun penuh
tanpa adanya halangan iklim yang kurang bersahabat pada bulan-bulan tertentu.
Suhu udara pada musim kemarau berkisar antara 250 C-270 C, hal ini wajar terjadi
mengingat lokasi objek wisata Sendang Biru berada di tepi Samudera Hindia.
Kecepatan angin pada musim kemarau 5-6 knot per jam. Dengan adanya bantuan
angin yang lumayan kencang membuat suhu udara di pesisir Sendang Biru
nyaman untuk dinikmati. Jumlah bulan kering rata-rata per tahun didapatkan
sebanyak 7 bulan dan kelembaban udara berkisar antara 61-67% (BMG Kab
Malang 2001). Dengan adanya dukungan dari kondisi iklim berupa jumlah bulan
kering rata-rata dan tingkat kelembaban menjadikan potensi objek wisata pesisir
Sendang Biru mempunyai keunggulan waktu lebih banyak dalam melakukan
kegiatan-kegiatan yang mendukung pariwisata.
65
Unsur kondisi iklim memang tidak bisa dirubah, karena terjadi akibat
kealamian alam, tetapi bisa disiasati dengan cara memakai jaket pelindung apabila
angin bertiup dengan kencang, atau memilih turun ke pantai menjelang siang
apabila angin bertiup kencang. Pemilihan penjelajahan menuju Segara Anakan
ataupun Telaga Lele dapat dilakukan dengan memilih ketika kondisi iklim tidak
sedang musim penghujan, mengingat medan yang ditempuh cukup panjang dan
sulit. Sesuai namanya, penjelajahan merupakan sebuah aktifitas berjalan jauh
menelusuri alam terbuka, apakah itu di hutan, gunung, atau sungai. Kegiatan yang
lebih merupakan rekreasi di alam terbuka ini tidak hanya menyehatkan fisik,
tetapi juga meneduhkan jiwa dengan membuat pikiran kembali menjadi jernih.
Akomodasi
Perhotelan atau penginapan merupakan salah satu faktor penting dalam
menunjang kegiatan pariwisata, khususnya bagi pengunjung yang ingin menginap
atau pengunjung yang berasal dari tempat jauh. Kegiatan pariwisata juga
dikatakan sebagai nyawa dari perhotelan atau penginapan, tanpa adanya kegiatan
pariwisata, dapat dikatakan akomodasi perhotelan atau penginapan akan lumpuh.
Hotel termasuk sarana kepariwisataan, ini berarti hidup dan kehidupannya
tergantung pada banyak sedikitnya wisatawan yang datang. Unsur yang digunakan
dalam menilai penginapan didasarkan pada jumlah kamar yang berada pada radius
15 km dari lokasi wisata Sendang Biru. Jumlah penginapan yang didapat
sebanyak 27 buah dengan jumlah kamar 348 buah dan tempat tidur sebanyak 596
buah.
Kita menyadari bahwa tujuan wisatawan datang berkunjung pada suatu
lokasi objek wisata bukanlah untuk tidur di penginapan semata- mata melainkan
selalu dikaitkan dengan keperluan lain dengan motivasi yang beraneka ragam,
oleh sebab itu sektor perhotelan atau penginapan bukan suatu hal yang mutlak
harus ada, tanpa adanya penginapan orang-orang juga dapat menikmati banyak
objek dan atraksi wisata, seperti piknik. Piknik dilakukan tidak berapa jauh dari
tempat kediaman orang yang melakukannya dan dilakukan kurang dari 24 jam,
segala fasilitas serta keperluan disediakan sendiri.
Akan tetapi, apabila dilihat secara luas dari perkembangan dan
pembangunan ekonomi daerah sekitarnya, pengadaan akomodasi berupa hotel
66
bata, instalasi listrik dan air, air conditioner, lemari pendingin, kain sprei, handuk,
sabun, kertas toilet, dan lain- lain.
Adapun yang dimaksudkan dengan sarana kepariwisataan adalah
perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik
secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak
tergantung pada kedatangan wisatawan. Permintaan kesempatan kerja merupakan
sesuatu yang permanen dan akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah
pertumbuhan penduduk. Pariwisata sebagai industri jasa mempunyai peran
penting dalam menetapkan kebijaksanaan tentang kesempatan kerja, karena
permintaan perjalanan wisata selalu akan meningkat dalam jangka jangka waktu
panjang.
Pembangunan pariwisata melalui perbaikan dan peningkatan kualitas
sarana dan prasarana dapat menjadi katalisator untuk mengembangkan
pembangunan sektor lainnya secara bertahap, sehingga pertumbuhan ekonomi di
daerah Sumbermanjing Wetan khususnya daerah Sendang Biru dapat berkembang
dengan baik.
Air yang berasal dari PDAM maupun dari sumber mata air di Teluk Raas
tersedia sepanjang tahun meskipun terjadi musim kemarau panjang. Hal ini
disebabkan hutan yang masih lebat untuk menyimpan air di Pulau Sempu, dan
adanya 3 bendungan air (Selorejo, Karangkates, Sengguruh) yang mendukung
keberlangsungan air bersih dari PDAM. Untuk berjaga-jaga dari adanya kuman
dan penyakit yang ada dalam kandungan air, maka air yang berasal dai PDAM
maupun dari sumber mata air perlu dilakukan perlakuan terlebih dahulu apabila
ingin dikonsumsi, yaitu memasak terlebih dahulu sebelum diminum.
Adanya ketersediaan air yang bagus, mendukung kegiatan pariwisata di
pesisir Sendang Biru. Pengelola kawasan tidak perlu direpotkan dengan
penyediaan air bersih yang banyak dan wisatawan dapat memanfaatkan air bersih
sesuai dengan kebutuhannya, sehingga pelayanan dapat dijalankan dan kepuasan
pengunjung dari segi ketersediaan air dapat terpenuhi.
Keamanan
Agar wisatawan merasa aman dalam perjalanan atau ditempat tujuannya,
diperlukan petugas keamanan atau polisi. Sedangkan rasa aman di dalam kawasan
lokasi pariwisata bisa membuat wisatawan merasa tenang atau terancam. Keadaan
lingkungan alam dan sosial yang aman dan tenang secara langsung akan
mendorong datangnya wisatawan ke lokasi tujuan wisata. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa didalam lokasi penelitian tidak ada binatang pengganggu, tidak
ada tanah labil, dan bebas kepercayaan mengganggu. Kondisi lingkungan alam
dan sosial ya ng kondusif perlu dipertahankan dan ditingkatkan untuk mendukung
rasa aman wisatawan.
Dalam mengoptimalkan pengelolaan pariwisata pesisir, salah satu hal yang
dapat dilakukan adalah pengembangan intensif bagi masyarakat dan stakeholders.
Resosudarmo et.al (2002) berpendapat bahwa langkah pengembangan insentif
yang bisa dikembangkan dalam menunjang pengelolaan pariwisata pesisir adalah:
1) pemberian jaminan keamanan di sekitar objek-objek pariwisata pesisir, 2)
pengembangan pola kepemilikan dan pengelolaan kawasan pariwisata pesisir, 3)
pelibatan pihak swasta nasional dan asing dalam promosi pariwisata pesisir, adan
4) pelibatan masyarakat lokal untuk menjaga dan mengembangkan kualitas
kelestarian alam pesisir.
69
Hasil penilaian objek wisata pesisir Sendang Biru dapat dilihat pada
(Tabel 20), dari hasil perhitungan total bobot nilai diperoleh sebesar 6945,
berdasarkan kriteria penilaian kelayakan pengembangan, objek wisata pesisir
Sendang Biru termasuk kategori (baik) layak untuk dikembangkan, akan tetapi
masih ada kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan. Untuk meningkatkan
kualitas objek wisata pesisir Sendang Biru, maka potensi-potensi yang perlu
perhatian lebih lanjut adalah aksesibilitas, sarana dan prasarana pendukung, dan
hubungan objek dengan objek wisata lain.
Aksesibilitas harus ditingkatkan, dengan cara menambah angkutan atau
armada yang khusus diperuntukkan untuk melayani jalur kegiatan wisata ke
Sendang Biru. Pengadaan alat transportasi ini sebaiknya diberikan kesempatan
kepada masyarakat di sekitar kawasan, dimana pemerintah hanya sebagai pihak
yang memonitor terhadap pelayanan kebersihan, fasilitas yang diberikan, dan
keramahan pelayanan.
Hubungan dengan objek wisata lain, sejenis maupun tidak sejenis,
memang secara langsung merupakan saingan dalam merebut pangsa pasar, karena
jumlah objek wisata lain, sejenis maupun tidak sejenis banyak ditemukan dalam
radius 75 km dari objek wisata pesisir Sendang Biru. Hal yang bisa dilakukan
70
Tempat istirahat cukup dibuat sederhana, sesuai dengan alam, disini disediakan
tempat peregangan ringan untuk kaki dan tangan tanpa merusak habitat asli alam.
Untuk pecinta burung, dibangun menara pengintai di tempat relaksasi ini.
Peningkatan jalan setapak yang mengitari objek dapat dilakukan dengan
membangun rute jalan setapak pendek yang diperuntukkan pengunjung yang ingin
menikmati alam sekitarnya dan rute jalan yang panjang untuk pengujung yang
gemar dengan kegiatan penjelajahan lokasi wisata.
Sendang Biru sebagai pintu masuk yang mudah ke Cagar Alam Pulau
Sempu memberikan pengaruh langsung kepada pengunjung. Ketersediaan perahu
dan perahu motor yang tidak terawasi dengan ketat membuat banyak pengunjung
Sendang Biru memasuki Cagar Alam Pulau Sempu tanpa izin BKSDA (Balai
Konservasi Sumberdaya Alam). Peranan pengelolaan kawasan yang dilindungi
dalam menentukan tujuan dan fasilitas wisata harus dikembangkan melalui
koordinasi erat dengan pengelola pariwisata regional dan nasional. Pengelola
kawasan yang dilindungi (Balai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati) harus
menjelaskan kepada pengelola pariwisata (Pemda Tingkat II Kabupaten Malang)
sejauh mana kawasan yang dilindungi dapat dimanfaatkan pengunjung agar selalu
menjaga kapasitas daya dukung. Apabila tidak dikelola dengan cermat,
pengunjung yang berlebihan akan memberi dampak negatif pada cagar alam yang
pada akhirnya merusak sumberdaya dan ekosistem yang ada. Perencanaan
pengelolaan yang sesuai untuk Cagar Alam Pulau Sempu harus sesuai dengan
zona pengelolaanya, yaitu pemanfaatan secara terbatas oleh pengunjung dan
pengelolaan utama tetap pada pemeliharaan alam dan ekosistemnya.
Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat langsung
dalam pelayanan pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan
mutlak dilaksanakan, ini erat kaitannya dengan kebijakan masayarakat lokal yang
sehari- harinya berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan di
kawasan pesisir Sendang Biru. Dengan adanya penyuluhan dan pembinaan yang
terus menerus diharapkan masyarakat dapat mengerti betapa pentingnya
keberadaan sumberdaya alam dalam menunjang perekonomian lewat pariwisata
dan apa-apa yang mengikutinya, dan mempunyai rasa memiliki untuk menjaga
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Menurut Dahuri (1998b),
pengembangan sumberdaya manusia hendaknya diarahkan untuk memenuhi
kelemahan di tiga bidang utama, yaitu: 1) pengelolaan eksplorasi dan produksi
sumberdaya alam, 2) pengelolaan pencemaran, 3) pengelolaan bentang alam,
rekayasa dan konstruksi, dan 4) pendekatan sistem dan interdisipliner untuk
perencanaan dan pengelolaan secara terpadu.
77
Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta
Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pengelolaan
Wilayah Pesis ir Terpadu. Bogor, 29 Okt-03 Nov 2001. PKSPL. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Bernawis, L.I. 2005. Indonesia; Mengapa Laut Kita Istimewa Untuk Interaksi
Laut-Atmosfer? Jurnal Inovasi Vol.4/XVII/Agustus 2005. Jakarta.
Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Darmawidjaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah
dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
[Ditjen P3K] Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 2003. Profil
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Buletin P3K Nomor
01-Edisi Perdana, September 2003. 001-2003. Departemen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia.
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan; Teori dan
Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fauzi, A., dan Suzy Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan
Kelautan: Untuk Analisis Kebijakan. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Manuputty, Anna E.W. 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia.
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta.
Sukiran, H.B. 2000. Perlindungan dan Pengamanan Hutan dan Hasil Hutan serta
Pengembangan Sumberdaya Manusianya. Proceeding Workshop
Teknik Pengelolaan dan Kebijaksanaan Konservasi Sumberdaya Hayati.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bogor : Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Kehutanan dan Perkebunan.
Suryani, N., Siti, A dan Yati, I.K. 2004. Analisis Pendidikan Formal Anak Pada
Keluarga Nelayan di Desa Karangjaladri Kecamatan Parigi Kabupaten
84
[WALHI] Wahana Lingkungan Hidup Aceh. 2002. Laut, Bank Kehidupan Rakyat
Yang Dijarah. Kerjasama WALHI Aceh dan CSSP Jakarta.
Lanjutan lampiran 1.
Lanjutan lampiran 1.
16. Situasi pandangan dan kenyamanan ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
pantai:
a. rindang
b. pasir putih 30 25 20 15 10
c. bersih
d. pandangan indah
e. tidak ada gangguan
Jumlah
C Kadar hubungan/aksesibilitas
Bobot: 5
1. Kondisi dan jarak jalan darat Baik Cukup Sedang Buruk
< 75 km 80 60 40 20
76 150 km 60 40 25 15
151 225 km 40 20 15 5
> 225 km 20 10 5 1
2. Pintu gerbang udara Jarak dalam km
internasional/regional <150 151- 301-450 451-600 >600
300
Medan/Pekanbaru/Manado 15 20 5 1 -
Denpasar 25 20 15 10 5
Surabaya 30 25 20 15 10
Jakarta 40 35 30 25 20
3. Waktu tempuh ke obyek dalam 1 2 2 3 3 4 4 5 >5
jam 30 25 20 15 10
4. Kendaraan bermotor/perahu di >7500 5001- 2501-5000 1000- <1000
kabupaten/kota (buah) 7500 2500
30 25 20 15 10
5. Frekuensi kendaraan umum dari >50 40-50 30-40 20-30 <20
pusat penyebaran wisata ke obyek 30 25 20 15 10
(buah/hari)
88
Lanjutan lampiran 1.
Lanjutan lampiran 1.
E Kondisi iklim
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 2 3
1 Pengaruh iklim terhadap waktu 10-12 7-9 4-6 4 <4
kunjungan (bulan) 30 25 20 15 10
2 Suhu udara pada musim 20-21 22-24 / 25-27 / 28-30 / > 30 / <
kemarau (0 C) 17-19 14-16 11-13 10
30 25 20 15 10
3 Jumlah bulan kering rata-rata per 8 7 6 5 4
tahun (bulan) 30 25 20 15 10
4 Kelembaban rata-rata per tahun > 65 60-65 59-55 54-45 < 45
(%) 30 25 20 15 10
5 Percepatan angin pada musim 1-2 3-4/0.7- 5-6/0.4- 6-7/0.2- > 7/<
angin kemarau (knot/jam) 0.9 0.6 0.3 0.2
30 25 20 10
Jumlah
F Akomodasi
Bobot: 3
Unsur/sub unsur Nilai
Sampai dengan 30 10
30-49 15
Jumlah kamar (buah) 50-74 20
75-100 25
> 100 30
Jumlah
Catatan: Akomodasi dalam radius 15 km dari obyek lokasi.
90
Lanjutan lampiran 1.
G Sarana dan prasarana penunjang (radius 20 km dari lokasi obyek)
Bobot: 2
No. Unsur/sub unsur Macam
4 3 2 1 tidak
macam macam macam macam ada
Nilai
1. Prasarana:
a. kantor pos
b. telepon umu m
c. puskesmas/klinik
d. wartel dan faksmili 30 25 20 15 10
e. warnet
f. jaringan tv
g. jaringan radio
h. surat kabar
2. Sarana penunjang:
a. rumah makan /
minum
b. pusat perbelanjaan /
pasar 30 25 20 15 10
c. bank / money
changer
d. toko cinderamata
e. tempat peribadatan
f. toilet umu m
Jumlah
Lanjutan lampiran 1.
I Keamanan
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 2 3
1 Keamanan 4 3 2 1
a. tidak ada binatang pengganggu 30 25 20 15
b. tidak ada ras berbahaya
c. tidak ada tanah labil
d. bebas kepercayaan mengganggu
Jumlah
Faktor internal
1. Daya tarik
keindahan - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
keunikan SDA - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
keutuhan SDA - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
variasi kegiatan wisata ada 5 ada 6 >6 ada 4 ada 3 <3 < 3-ada 4=lemah, ada 5-> 6=kuat
kebersihan udara dan lokasi ada 2 ada 1 tidak ada ada 3 ada 4 .> 4 ada 3-> 4=lemah, ada 2-tidak ada=kuat
keadaan pasir - merah putih hitam/coklat bergeluh tidak/sedikit tidak/sedikit berpasir, bergeluh,
berpasir hitam/coklat=lemah, merah, putih=kuat
kejernihan air (m) - 12.4-10.0 15.0-12.5 9.9-7.5 7.4-5.0 4.9-2.5 (4.9-2.5)-( 9.9-7.5)=lemah, 12.4-10.0,
15.0-12.5=kuat
banyaknya lokasi yang
mempunyai kedalaman sama - ada 6-7 >7 ada 4-5 ada 3 ada 1-2 ada (1-2)-(4-5)=lemah, ada 6-7, > 7=kuat
lebar pantai - 126-150 > 150 76-125 50-75 < 50 < 50-(76-125)=lemah, 126-150,
>150=kuat
keamanan pantai - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
variasi kegiatan - ada 5-6 >6 ada 3-4 ada 2 ada 1 ada 1-(3-4)=lemah, ada (5-6)-> 6=kuat
kebersihan - ada 3 ada 1-2 ada 4 ada 5 >5 ada > 5-4=lemah, ada 3-(1-2)=kuat
banyaknya potensi SDA - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
jenis kegiatan wisata alam - ada 6-7 >7 ada 4-5 ada 2-3 ada 1 ada 1-(4-5)=lemah, ada (6-7)-> 7=kuat
kerawanan kawasan - ada 2 ada 1 ada 3 ada 4 ada 5 ada 3-5=lemah, ada 1-2=kuat
situasi pandangan dan - ada4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
kenyamanan
2. Sarana dan prasarana
sarana penunjang
- 3 macam 4 macam 2 macam 1 macam tidak ada tidak ada-2 macam=lemah, 3-4
macam=kuat
prasarana
- 3 macam 4 macam 2 macam 1 macam tidak ada tidak ada-2 macam=lemah, 3-4
92
macam=kuat
3. Keamanan - - ada 4 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4=kuat
4. Kondisi sosial ekonomi dan
pelayanan masyarakat
tata ruang wilayah - - ada dan ada tapi tidak dalam tidak ada tidak ada-ada tapi dalam proses=lemah,
sesuai sesuai proses ada dan sesuai=kuat
status lahan - - hutan hutan adat hutan hak tanah milik tanah milik-tanah adat=lemah, tanah
negara negara =kuat
tingkat pengangguran (%) - - < 10 10-24 25-40 > 40 > 40-(10-24)=lemah, < 10=kuat
mata pencaharian peduduk - - sebagian sebagian petani / pemilik lahan pemilik lahan / kapal / pegawai-sebagian
besar besar nelayan / kapal / besar pedagang kecil, indusrti kecil dan
buruh tani pedagang pegawai pengrajin=lemah, sebagian besar buruh
dan kecil, indusrti tani dan nelayan=kuat
nelayan kecil dan
pengrajin
ruang gerak pengunjung (ha) - - > 50 41-50 31-40 < 30 < 30-(41-50)=lemah, > 50=kuat
pendidikan - - sebagian sebagian sebagian sebagian sebagian besar tidak lulus SD- sebagian
besar lulus besar lulus besar lulus besar tidak besar lulus SLTP ke atas=lemah,
SLTA ke SLTP ke atas SD lulus SD sebagian besar lulus SLTA ke atas=kuat
atas
tingkat kesuburan tanah - - tidak sedang subur sangat subur sangat subur-sedang=lemah, tidak
subur subur=kuat
sumberdaya alam mineral - - tidak kurang potensial sangat sangat potensial-kurang potensial=lemah,
potensial potensial potensial tidak potensial=kuat
persepsi masyarakat - - ada 5 ada 4 ada 3 ada 1-2 ada (1-2)-4=lemah, ada 5=kuat
pelayanan masyarakat dan - - ada 5 ada 4 ada 3 ada 1-2 ada (1-2)-4=lemah, ada 5=kuat
fasilitas
kemampuan berbahasa - - ada 4 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4=kuat
5. Ketersediaan air bersih
debit sumber air (liter/detik) - - 2 1-1.9 0.5-0.9 0.4 0.4-(1-1.9)=lemah, 2=kuat
jarak sumber air terhadap
lokasi objek (km) - - 0-3 3.1-5 5.1-7 >7 > 7-(3.1-5)=lemah, 0-3=kuat
dapat tidaknya air dialirkan
ke objek atau mudah dikirim - - sangat mudah agak sukar sukar sukar-mudah=lemah, sangat mudah=kuat
93
dari tempat lain mudah
kelayakan dikonsumsi - - dapat perlu kurang tidak layak tidak layak-perlu perlakuan=lemah, dapat
langsung perlakuan layak langsung diminum=kuat
diminum
kontinuitas - - tersedia tersedia 6-9 tersedia 3-6 tersedia < 3 tersedia < 3(6-9) bulan=lemah, tersedia
sepanjang bulan bulan bulan sepanjang tahun=kuat
tahun
Faktor eksternal
1. Potensi pasar
jumlah penduduk (juta jiwa) - 1.5-2 >2 1-1.49 0.5-0.9 < 0.5 < 0.5-(1-1.49)=ancaman, (1.5-2)->
2=peluang
tingkat kebutuhan wisata - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=ancaman, ada 4-5=peluang
2. Kadar hubungan/aksesibilitas
kondisi dan jarak jalan darat - - baik cukup sedang buruk buruk-cukup=ancaman, baik=peluang
jarak pintu gerbang udara - 151-300 < 150 301-450 451-600 > 600 > 600-(301-450=ancaman, (151-300)-<
150=peluang
waktu tempuh ke objek
(jam) dari pusat - 2-3 1-2 3-4 4-5 >5 > 5-(3-4)=ancaman, (2-3)-( 1-2)=peluang
kota/kabupaten
jumlah kendaraan (buah) - 5001-7000 > 7000 2501-5000 1000-2500 < 1000 < 1000-(2501-5000)=ancaman, (5001-
7000)- > 7000=peluang
frekwensi kendaraan umum
dari pusat penyebaran wisata - 40-50 > 50 30-40 20-30 < 20 < 20-(30-40)=ancaman, (40-50)->
ke objek 50=peluang
jumlah tempat duduk
kendaraan menuju objek - 2000-2500 > 2500 1500-2000 1000-1500 < 1000 < 1000-(1500-2000)=ancaman, (2000-
wisata 2500)- > 2500=peluang
3. Kondisi iklim
pengaruh iklim terhadap - 7-9 bulan 10-12 4-6 bulan 4 bulan < 4 bulan < 4 -(4-6) bulan=ancaman, (7-9)-( 10-12)
waktu kunjungan bulan bulan=peluang
- 22-24/17- 20-21 25-27/14-16 28-30/11- > 30/< 10 (> 30/< 10)-( 25-27/14-16)=ancaman,
suhu udara pada musim
19 13 (22-24/17-19)-( 20-21)=peluang
kemarau (0 C)
- 7 bulan 8 bulan 6 bulan 5 bulan 4 bulan 4-6 bulan=ancaman, 7-8 bulan=peluang
jumlah bulan kering rata-
94
rata per tahun
kelembaban rata-rata per - 60-65 > 65 59-55 54-45 < 45 < 45-(59-55)=ancaman, (60-65)- >
tahun (%) 65=peluang
percepatan angin pada - 3-4/0.7- 1-2 5-6/0.4-0.6 6-7/0.2-0.3 > 7/< 0.2 (> 7/< 0.2)-( 5-6/0.4-0.6)=ancaman, (3-
musim kemarau 0.9 4/0.7-0.9)-( 1-2)=peluang
4. Akomodasi (radius 15 km dari
objek)
jumlah kamar - 75-100 > 100 50-74 30-49 < 30 < 30-(50-74)=ancaman, (75-100)->
5. Hubungan dengan objek 100=peluang
wisata lain (radius 75 km)
sejenis 4-6 1-3 0 7-9 10-12 > 12 > 12-(7-9)=ancaman, (4-6)-0=peluang
tidak sejenis 4-6 1-3 0 7-9 10-12 > 12 > 12-(7-9)=ancaman, (4-6)-0=peluang
95
96
Lanjutan lampiran 4.
Lanjutan lampiran 4.
C Kadar hubungan/aksesibilitas
Bobot: 5
1. Kondisi dan jarak jalan darat Baik
< 75 km 80
Lanjutan lampiran 4.
E Kondisi iklim
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 Pengaruh iklim terhadap waktu 10-12
kunjungan (bulan) 30
2 Suhu udara pada musim 25-27 /
kemarau (0 C) 14-16
20
3 Jumlah bulan kering rata-rata per 7
tahun (bulan) 25
4 Kelembaban rata-rata per tahun 59-55
(%) 20
5 Percepatan angin pada musim 5-6/0.4-
angin kemarau (knot/jam) 0.6
20
Jumlah 460
F Akomodasi
Bobot: 3
Unsur/sub unsur Nilai
> 100 30
Jumlah 90
Catatan: Akomodasi dalam radius 15 km dari obyek lokasi.
100
Lanjutan lampiran 4.
G Sarana dan prasarana penunjang (radius 20 km dari lokasi obyek)
Bobot: 2
No. Unsur/sub unsur Macam
4
macam
Nilai
1. Prasarana:
a. kantor pos
b. telepon umum
c. puskesmas/klinik
d. wartel dan faksmili 30
e. warnet
f. jaringan tv
g. jaringan radio
h. surat kabar
2. Sarana penunjang:
a. rumah
makan/minum
b. pusat perbelanjaan /
pasar 30
c. bank/money changer
d. tempat peribadatan
e. toilet umum
Jumlah 120
Lanjutan lampiran 4.
I Keamanan
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 Keamanan 4
a. tidak ada binatang pengganggu
b. tidak ada ras berbahaya 30
c. tidak ada tanah labil
d. bebas kepercayaan mengganggu
Jumlah 120
Arah pandang dari pantai Sendang Biru ke arah Barat Laut sejajar dengan
Pangkalan Pendaratan Ikan Pondok Dadap
Panorama dari pantai Sendang Biru ke arah Barat Laut, terlihat Pulau Sempu di
sebelah kiri dan pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan di sebelah kanan
103
Lampiran 6 Panorama dan suasana Telaga Lele di dalam area Cagar Alam Pulau
Sempu pada siang dan sore hari
Lampiran 8 Beberapa lokasi wisata tidak sejenis yang terdapat di dalam dan di
luar Kabupaten Malang Jawa Timur (radius 75 km dari objek
pariwisata pesisir Sendang Biru)
Lanjutan lampiran 8.
Lanjutan lampiran 8.
Air terjun Coban Pelangi, satu rute perjalanan menuju ke Gunung Bromo dari arah
Kota Malang