Anda di halaman 1dari 119

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR

DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI


JAWA TIMUR

MUHAMMAD ZIA UL HAQ

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengelolaan


Pariwisata Pesisir di Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa
Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.

Bogor, April 2006

M. Zia Ul Haq
NRP C.251030211
ABSTRAK

M. ZIA UL HAQ. Strategi Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Sendang Biru


Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA,
KIAGUS ABDUL AZIZ, dan ANI MARDIASTUTI.
Pembangunan pariwisata memerlukan kebijakan yang tepat sehingga
mampu menjadi pedoman bagi tindakan strategis di masa mendatang, baik untuk
kegiatan pariwisata itu sendiri maupun kegiatan di sektor lain. Wilayah pesisir dan
laut Sendang Biru merupakan kawasan andalan Kabupaten Malang untuk
pembangunan pariwisata. Kawasan pesisir ini memiliki beberapa potensi menarik
sebagai kawasan pariwisata, seperti: pantai berpasir putih, hutan pantai,
pemandangan indah, dan tradisi upacara bersih laut yang biasa di kenal dengan
upacara petik laut serta didukung oleh adanya Cagar Alam Pulau Sempu yang
khas. Apabila potensi ini dimanfaatkan secara optimal, tentu dapat diandalkan
sebagai peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat lokal.
Analisis SWOT digunakan dalam menentukan strategi pengelolaan
pariwisata di kawasan ini, tetapi terlebih dahulu diadakan pengkajian potensi
kawasan berdasarkan penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata
yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan. Penelitian ini bertujuan: 1) mengkaji potensi kawasan pariwisata
pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang, dan 2) merumuskan strategi pengelolaan
kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang. Hasil akhir
penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan penentuan strategi
pengelolaan pariwisata pesisir dan laut Kabupaten Malang, terutama oleh
pengambil kebijakan dalam memutuskan strategi pengelolaan yang dilakukan.
Objek wisata pesisir Sendang Biru layak dikembangkan berdasarkan
keindahan dan keunikan daya tarik yang dimiliki. Selain daya tarik, kelayakan
pengembangan objek wisata pesisir Sendang Biru juga didukung oleh: potensi
pasar yang tersedia, mudahnya aksesibilitas, kesiapan lingkungan sosial ekonomi
dan pelayanan masyarakat lokal, kondisi iklim, keberadaan akomodasi,
kelengkapan sarana dan prasarana penunjang, ketersediaan air bersih, dan
terjaminnya keamanan. Namun demikian, tingginya persaingan antar objek wisata
di wilayah Kabupaten Malang, menuntut strategi pengelolaan yang baik dan
berwawasan lingkungan.
Prioritas strategi pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur yang didapatkan bisa diurutkan sebagai
berikut: 1) pengawasan terhadap kelestarian sumber daya alam, 2) peningkatan
kenyamanan terhadap wisatawan, 3) peningkatan promosi produk wisata, 4)
perbaikan mutu sumberdaya manusia penduduk setempat, 5) kebijakan pemodalan
bagi penduduk lokal dalam mengembangkan usaha yang mendukung pariwisata,
6) pengadaan transportasi umum yang berkesinambungan, dan 7) penyuluhan dan
pembinaan bagi masyarakat lokal unt uk terlibat secara langsung dalam pelayanan
pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan.
STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR
DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI
JAWA TIMUR

MUHAMMAD ZIA UL HAQ

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
Judul Penelitian : Strategi Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur
Nama Mahasiswa : Muhammad Zia Ul Haq
Nomer Pokok : C.251030211

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA


Ketua

Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc


Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal ujian: 12 Mei 2006 Tanggal lulus:


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang Propinsi


Jawa Timur pada tanggal 30 November 1979 dari Bapak Suliatim dan Ibu
Sugiarti. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaud ara. Menyelesaikan
pendidikan kanak-kanak di TK Bhayangkari Kepanjen Malang tahun 1986, pada
tahun 1992 menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri V Kepanjen Malang.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Pondok Modern Darussalam
Gontor Ponorogo Jawa Timur dan tamat pada tahun 1998. Selama satu tahun
sampai dengan tahun 1999 penulis menjadi tenaga pengajar di Pondok Modern
Darussalam Gontor. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Bung
Hatta Padang Sumatera Barat pada Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan,
menamatkan studi pada tahun 2003 dan langsung melanjutkan studi di program
pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
(PS-SPL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Jawa Barat.
PRAKATA

Segala puji dan syukur tercurah kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada alam semesta, Pencipta dan
Pemilihara alam beserta isinya. Demikian halnya dalam penulisan tesis ini berkat
pertolongan dan ridho-Nya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Strategi pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru Kabupaten Malang
Propinsi Jawa Timur merupakan suatu kajian ilmiah tentang pengembangan
strategi pengelolaan pariwisata pesisir untuk meningkatkan tingkat pembangunan
ekonomi dan sumberdaya manusia tanpa meninggalkan adanya unsur ekosistem
lestari dalam aplikasinya.
Penelitian ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA, Ir.
Kiagus Abdul Aziz, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Terima kasih
sebesar-besarnya kepada pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
arahan selama penelitian berlangsung, semoga amal kebajikan dan kerelaan
mendidik diberi pahala yang setimpal di sisi Allah Sang Penguasa alam.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini,
saran dan penyempurnaan dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga
penelitian yang telah dilakukan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,
instansi terkait maupun stakeholder yang berkecimpung langsung didalamnya.

Bogor, April 2006

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR TABEL...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................. 1
Perumusan Masalah........................................................................ 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 3
Tujuan Penelitian.................................................................. 3
Manfaat Penelitian................................................................ 3
Kerangka Pendekatan Penelitian.................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
Wilayah Pesisir............................................................................... 5
Potensi Wilayah Pesisir ........................................................ 6
Pulau-Pulau Kecil ................................................................. 10
Ekosistem Pantai .................................................................. 12
Prinsip Dasar Pengelolaan PesisirTerpadu........................... 13
Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut .......... 18
Pariwisata ....................................................................................... 20
Batasan Pariwisata ................................................................ 21
Kawasan Konservasi ............................................................ 24
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ......................... 27
Manfaat Pembangunan Pariwisata ....................................... 31
Arah Pengembangan Pembangunan Pariwisata Nasional.... 32
Pengelolaan Pesisir Terpadu Untuk Pembangunan
Pariwisata Berkelanjutan...................................................... 33
METODE PENELITIAN .......................................................................... 36
Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... 36
Pengumpulan Data ......................................................................... 36
Pengamatan dan Penilaian Potensi................................................. 38
Analisa Data ................................................................................... 40
Analisis Strategi Kebijakan Pengelolaan Pariwisata Pesisir .......... 40
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ......................................... 43
Kondisi Geografi dan Topografi .................................................... 43
Kondisi Oseanografi ...................................................................... 44
Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat ....................... 45
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 49
Hasil Penelitian .............................................................................. 49
Potensi Objek Wisata ........................................................... 49
Strategi Pengelolaan Pariwisata ........................................... 49
Pembahasan.................................................................................... 55
Potensi Objek Wisata ........................................................... 55
vii

Daya tarik ...................................................................... 55


Potensi pasar ................................................................. 58
Kadar Hubungan/Aksesibilitas ..................................... 60
Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan
masyarakat .................................................................... 61
Kondisi iklim ................................................................ 64
Akomodasi.................................................................... 65
Sarana dan prasarana penunjang................................... 66
Ketersediaan air bersih ................................................. 67
Keamanan ..................................................................... 68
Hubungan dengan objek wisata lain ............................. 69
Strategi Pengelolaan Pariwisata ........................................... 70
Pengawasan kelestarian sumberdaya alam ................... 70
Peningkatan kenyamanan terhadap wisatawan............. 71
Peningkatan promosi produk wisata ............................. 73
Perbaikan mutu SDM penduduk setempat ................... 74
Kebijakan pemodalan bagi penduduk lokal dalam
mengembangkan usaha yang me ndukung pariwisata ... 74
Pengadaan transportasi yang berkesinambungan ......... 75
Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal
untuk terlibat secara langsung dalam pelayanan
pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam dan
lingkungan .................................................................... 76

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 78


Kesimpulan .................................................................................... 78
Saran............................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 79
LAMPIRAN ............................................................................................... 85
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Diagram kerangka pendekatan penelitian............................................... 4
2 Tipologi jenis wisata............................................................................... 23
3 Kategori kawasan konservasi di Indonesia............................................. 26
4 Peta lokasi penelitian.............................................................................. 37

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Tipe wisatawan dan tingkat adaptasi terhadap alam sekitar............... 24
2 Tujuan pengelolaan yang disesuaikan dengan kawasan konservasi... 24
3 Kriteria penilaian kelayakan pengembangan wisata............................ 39
4 Faktor strategi internal......................................................................... 41
5 Faktor strategi eksternal....................................................................... 41
6 Diagram matrik SWOT........................................................................ 41
7 Tingkat kesuburan tanah di Desa Tambak Rejo.................................. 44
8 Data oseanografi di perairan laut Kabupaten Malang......................... 45
9 Jumlah penduduk Sendang Biru berdasarkan tingkat pendidikan....... 46
10 Sarana dan prasarana produksi dan perekonomian yang terdapat
di Desa Tambakrejo............................................................................. 47
11 Penilaian objek wisata kawasan pesisir Sendang Biru......................... 49
12 Faktor strategi internal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang
Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur..................................... 50
13 Faktor startegi eksternal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang
Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur..................................... 51
14 Matrik SWOT pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur............................................. 52
15 Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengelolaan pariwisata
pesisir di Sendang Biru Malang Jawa Timur........................................ 53
16 Daerah tujuan wisata alam populer di Indonesia................................... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kriteria penilaian dan daya tarik wisata alam........................................ 85
2 Kriteria penilaian potensi wisata............................................................ 91
3 Kriteria pemilihan faktor internal dan eksternal.................................... 92
4 Hasil pengkajian potensi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru..... 96
5 Panorama Pantai Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi
Jawa Timur............................................................................................. 102
6 Panorama dan suasana Telaga Lele di dalam area Cagar Alam
Pulau Sempu pada siang dan sore hari................................................... 103
7 Pemandangan Segara Anakan di dalam area Cagar Alam Pulau Sempu 104
8 Beberapa lokasi wisata tidak sejenis yang terdapat di dalam
dan di luar Kabupaten Malang Jawa Timur (radius 75 km dari objek
pariwisata pesisir Sendang Biru).............................................................. 105
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menyongsong era perdagangan bebas regional dan internasional yang
penuh persaingan, selayaknya fundamental ekonomi harus diperkokoh melalui
berbagai sektor pembangunan. Agar tidak tertinggal dalam persaingan global,
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru harus segera dicari, memelihara dan
meningkatkan kegiatan ekonomi yang ada, serta memperbaiki pengelolaan
sumberdaya dan lingkungan. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat
diandalkan dalam meningkatkan pendapatan daerah dan dapat berkonstribusi pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Pemanfaatan potensi sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan selama ini
tidak banyak mendapat perhatian oleh pembuat kebijakan, seperti kegiatan
pariwisata pesisir. Kegiatan ini merupakan sektor yang secara langsung dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, dalam arti dapat menciptakan lapangan
kerja dan memberi peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Selain itu, pariwisata
secara tidak langsung dapat berperan dalam pelestarian sumberdaya pesisir dan
laut.
Pembangunan pariwisata memerlukan strategi pengelolaan yang tepat
sehingga mampu menjadi pedoman bagi tindakan strategis di masa mendatang,
baik untuk kegiatan pariwisata itu sendiri maupun kegiatan di sektor lain.
Kegiatan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya laut dapat
dipadukan dengan kegiatan sektor lain seperti sektor kehutanan, perikanan,
perhubungan, pemukiman, industri, maupun perkebunan, sehingga dengan pola
keterpaduan, pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Kawasan pesisir Kabupaten Malang mempunyai potensi cukup besar
dalam bidang pariwisata. Potensi tersebut ditunjukkan oleh kondisi alamiah yang
sangat beragam, berupa kawasan perbukitan, pantai-pantai terjal, teluk, dataran
pantai, serta lembah- lembah pada kawasan sekitar yang dipadu dengan proses-
proses alamiah seperti angin, gelombang, dan arus laut sehingga menghasilkan
bentukan geomorfik yang khas.
2

Selain faktor alamiah, beberapa kegiatan keagaman dan budaya


masyarakat setempat yang dilakukan di pesisir Kabupaten Malang juga
merupakan potensi pariwisata yang handal. Hampir di setiap daerah pemukiman
pesisir Kabupaten Malang mempunyai budaya/tradisi untuk melakukan upacara
bersih laut sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat yang diperoleh berupa hasil
laut yang melimpah (Bappeprop Jatim 2001).
Wilayah pesisir dan laut Sendang Biru merupakan kawasan andalan untuk
pembangunan pariwisata. Kawasan pesisir ini memiliki beberapa potensi menarik
sebagai kawasan pariwisata, seperti: pasir putih, hutan pantai, pemandangan
indah, dan tradisi upacara bersih laut yang biasa di kenal dengan upacara petik
laut. Apabila potensi ini dimanfaatkan secara optimal, tentu dapat diandalkan
sebagai peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat lokal.
Pemanfaatan secara optimal dapat dilaksanakan apabila keragaman potensi
sumberdaya alam didata dan dinilai lebih detail untuk mengetahui secara lebih
jelas potensi yang terkandung di pesisir Sendang Biru guna mendukung kegiatan
pariwisata, sehingga strategi pengelolaan bisa ditentukan berdasarkan hasil
pengkajian potensi. Hasil akhir penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu
sumbangan penentuan strategi pengelolaan pariwisata pesisir dan laut Kabupaten
Malang, terutama oleh pengambil kebijakan dalam memutuskan strategi
pengelolaan.

Perumusan Masalah
Keragaman potensi sumberdaya alam yang ada di pesisir Sendang Biru
akan mendatangkan konflik kepentingan apabila tidak ada kebijakan pengelolaan
yang jelas. Padahal potensi yang ada mempunyai fungsi sosial, fungsi ekonomi,
dan fungsi ekologi yang khas. Pengembangan pariwisata secara maksimal dari
berbagai potensi pariwisata di Sendang Biru masih belum dilaksanakan.
Permasalahan yang ada selama ini adalah: a) kurangnya sumberdaya manusia
yang terampil di bidang pariwisata, b) kurangnya peran serta masyarakat lokal, c)
kurangnya peran serta dunia usaha, d) masih langkanya cinderamata, e) adanya
persaingan yang sangat ketat antar lokasi obyek wisata untuk mendapatkan
wisatawan lokal dan mancanegara, dan f) kurangnya mutu produk pelayanan
pariwisata.
3

Masalah- masalah yang ada perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk
kepentingan pengelolaan kawasan pesisir yang memihak kepada masyarakat.
Untuk mencapai strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan objek
wisata, maka perlu dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di
kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru, sehingga pengelolaan sumberdaya alam
pesisir dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan bisa melindungi
sumberdaya alam dari penurunan kualitas alam tersebut.

Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan Penelitian:
1. Mengkaji potensi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru Kabupaten
Malang.
2. Merumuskan strategi pengelolaan kawasan pariwisata pesisir Sendang
Biru Kabupaten Malang.

Manfaat Penelitian:
Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan masukan kepada pihak
pengambil kebijakan dalam mengatur pemanfataan kawasan dan sumberdaya
alam di kawasan pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang.

Kerangka Pendekatan Penelitian


Berkaitan dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan, maka hal- hal
dibawah ini digunakan sebagai kerangka pendekatan penelitian: a) mengkaji
potensi kawasan pariwisata berdasarkan kondisi objek, dan b) merumuskan
strategi pengelolaan pembangunan kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru.
a Mengkaji potensi kawasan pesisir Sendang Biru yang mendukung untuk
pengembangan pariwisata. Data dikumpulkan berdasarkan parameter-
parameter sebagai faktor pembatas untuk kegiatan pariwisata. Data kondisi
potensi yang telah dikumpulkan akan dibandingkan dengan kriteria
pariwisata yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan
Jasa Lingkungan (2002). Selanjutnya, menurut Direktorat Wisata Alam dan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002), kriteria penilaian kelayakan
pengembangan pariwisata adalah sebagai berikut: a) layak (baik sekali, baik,
cukup, sedang) dan b) tidak layak (kurang, kurang sekali, buruk).
4

b Merumuskan kebijakan pengelolaan pembangunan kawasan pariwisata


pesisir Sendang Biru. Perumusan kebijakan pengelolaan akan di analisis
menggunakan SWOT (Rangkuti 2004) berdasarkan kriteria penilaian yang
telah dilakukan pada tujuan penelitian pertama.

Secara skematik kerangka pendekatan penelitian ini dapat digambarkan


pada gambar 1 berikut:

KAWASAN
PARIWISATA PESISIR
SENDANG BIRU

Potensi Potensi
penawaran permintaan

1 Daya tarik
2 Aksesibilitas
3 Kondisi Iklim 1 Potensi pasar
4 Akomodasi 2 Kondisi sosial
5 Sarana dan prasarana ekonomi dan
penunjang pelayanan masyarakat
6 Ketersediaan air bersih
7 Keamanan
8 Hubungan objek
dengan objek wisata
lain

Penilaian Tingkat
Kesesuaian Kawasan

Perumusan Strategi Pengelolaan Kawasan Pariwisata


Pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang

Gambar 1 Diagram kerangka pendekatan penelitian


TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah Pesisir
Untuk mengelola wilayah pesisir, sangat diperlukan batas wilayah yang
akan dikelola. Batas wilayah pesisir dipertimbangkan atas dasar biogeofisik
kawasan termasuk didalamnya faktor hidrologi, ekologis, sosial, maupun
administratif. Penentuan batas dimulai dengan memperhatikan ciri-ciri alami,
jangkauan perairan pesisir, dan keperluan administrasi, setelah itu ditetapkan batas
daratan pantai ke arah darat, kemudian dari daratan ke pantai. Hal ini diperlukan
untuk memperoleh suatu interaksi antar komponen darat dan laut bagi wilayah
pesisir yang hendak dikelola.
Lawrence (1998) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah
peralihan antara darat dengan laut yang mencakup perairan pantai, daerah pasang
surut (pantai diantara batas pasang surut dan pasang naik), dan tanah daratan
dimana habitat dan jenis binatangnya beradaptasi secara khusus terhadap
lingkungan yang unik.
Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah
pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau
dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu:
batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis
pantai (crosshore). Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah
pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif mudah, misalnya batas wilayah
pesisir antara Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo, atau batas wilayah
pesisir Kabupaten Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan Pulau Sabu, dan
batas wilayah pesisir DKI Jakarta adalah antara Sungai Dadap di sebelah barat
dan Tanjung Karawang di sebelah Timur (Dahuri et.al 1996).
Wilayah peralihan antara daratan dan lautan adalah sebagai berikut: a) ke
arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin, dan b) ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
6

Berdasarkan batas tersebut beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas


seperti estuaria, delta, goba, terumbu karang, hutan bakau, hutan rawa dan bukit
pasir tercakup dalam wilayah tersebut. Penentuan wilayah pesisir seringkali
ditekankan untuk maksud hukum dan administratif. Akibatnya proses lingkungan
yang menjalin komponen daratan dan lautan sering terabaikan.

Sumberdaya Wilayah Pesisir


Sumberdaya pesisir Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati
laut tropis terkaya di dunia, dimana 30% hutan bakau dunia ada di Indonesia; 30%
terumbu karang dunia ada di Indonesia, 60% konsumsi protein berasal dari
sumberdaya ikan, 90 persen ikan berasal dari perairan pesisir dalam radius 12 mil
laut dari garis pantai. Ekosistem pesisir dapat mengurangi dampak bencana alam
seperti tsunami, banjir dan erosi pantai. Sumberdaya pesisir penting bagi budaya
dan tradisi masyarakat lokal serta media pertahanan keamanan (DKP 2003).
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar
terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih, (2) sumberdaya tak dapat
pulih, dan (3) jasa-jasa lingkungan. Adapun sumberdaya yang dapat pulih kembali
meliputi:
a. Hutan mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang
penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota,
penahan abrasi, penahan amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah,
pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai
fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-
obatan.
Salah satu contoh kegunaan nyata mangrove; keberadaan areal mangrove
yang luas disekitar tambak dapat menyebabkan keragaman makrobentos dan
kandungan bahan organik di tambak menjadi lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tambak yang disekitarnya hanya mempunyai areal mangrove yang sempit.
Kualitas tanah aktual kearah mangrove kandungan bahan organik tambak semakin
tinggi, begitu juga kandungan debunya. Sedangkan kandungan pasir, semakin
menurun kearah mangrove (Gunarto et.al 2002).
7

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam sebagai tempat


berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara
mahluk hidup dengan lingkungannya dan antara mahluk hidup itu sendiri.
Terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi
oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan
asin/payau (Alikodra 2000).
Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian
besar masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang
belum dikembangkan secara optimal, adalah kawasan wisata alam. Padahal
negara lain, seperti Malaysia dan Australia, wisata alam mangrove sudah
berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri et.al 1996).
Mangrove tumbuh subur di daerah tropis dekat ekuator. Namun demikian
mereka juga dapat tumbuh di daerah subtropis, yaitu sampai pada sekitar 350 LU
di Asia dan sekitar 350 LS di Afrika, Australia, dan Selandia Baru. Di tingkat
Asean, jumlah area hutan mangrove yang terbesar adalah di Indonesia, diikuti
oleh Malasyia, Thailand, Filipina dan Singapura. Sedangkan area mangrove yang
terluas di Indonesia tercatat di Irian Jaya (Supriharyono 2000).

b. Terumbu karang
Indonesia memiliki kurang lebih 50 000 km2 ekosistem terumbu karang
yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et.al 1996). Terumbu
karang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan,
pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota.
Terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai
ekonomi penting seperti berbagai jenis hasil perikanan, dan sebagai bahan
konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang dapat menampilkan pemandangan
yang sangat indah.
Di dalam ekosistem terumbu karang pada umumnya yang merupakan
biota dominan ialah karang batu. Dengan kerangka yang keras dan bentuk serta
ukurannya yang beraneka ragam, karang batu dipakai sebagai tempat hidup,
berlindung dan mencari makan oleh berbagai jenis biota lain seperti krustasea,
moluska, ekinodermata, polikhaeta, porifera, ikan, bahkan oleh jenis-jenis
koelenterata. Salah satu jenis koelenterata yang tidak kalah penting peranannya
8

dalam pembentukan fisik terumbu karang ialah karang lunak atau lebih dikenal
sebagai Alcyonaria corals.
Secara umum terlihat jelas adanya perbedaan antara karang lunak dan
karang batu, terutama pada jumlah tentakel, kekenyalan tubuh, dan kerangka yang
menyusunnya. Tetapi dalam hal fisiologisnya terutama mekanisme pengaturan
organ-organ dalam tubuh untuk mengambil makanan dalam air, dan
mengelua rkan zat-zat yang tidak terpakai ke luar tubuh, juga proses respirasi pada
prinsipnya sama dengan karang batu (Manuputty 2002).
Menurut Sukmara et.al (2002) ada empat fungsi pokok dari terumbu
karang, yaitu: 1) fungsi pariwisata; keindahan karang, kekayaan biologi dan
kejernihan airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat
rekreasi, 2) fungsi prikanan; sebagai tempat ikan- ikan karang yang harganya
mahal sehingga nelayan banyak menangkap di kawasan ini, 3) fungsi
perlindungan pantai; terumbu karang tepi dan penghalang adalah pemecah
gelombang alami yang melindungi pantai dari abrasi, banjir pantai, dan peristiwa
perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air laut, dan 4) fungsi
keanekaragaman hayati; ekosistem ini mempunyai produktivitas dan
keanekaragaman dan jenis biota yang tinggi. Keanekaragaman hayati yang hidup
di ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau lebih besar
dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis.
Upaya pemanfaatan sumberdaya alam lestari dengan melibatkan
masyarakat sangat dibutuhkan. Pada kasus di Bali, dimana masyarakat melakukan
pengambilan karang secara intesif harus dicegah dengan mencarikan alternatif
berupa pengelolaan wilayah tersebut untuk kepentingan turisme dan melibatkan
masyarakat didalamnya. Cara seperti ini telah berhasil dikembangkan di Bunaken
Sulawesi Utara dimana masyarakat terlibat dalam sektor ekonomi seperti
pelayanan pada penjualan cinderamata, makanan kecil, dan penyediaan fasilitas
untuk menikmati keindahan terumbu karang; berupa perahu katamaran (perahu
yang mempunyai kaca pada bagian tengah, sehingga orang bisa melihat langsung
kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa penyewaan alat-alat selam.
Sedangkan perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel, restauran dan lain- lain
(Dahuri et.al 1996).
9

c. Rumput laut
Potensi rumput laut (algae) di perairan Indonesia mencakup areal seluas
26 700 ha dengan potensi produksi sebesar 482 400 ton/tahun. Pemanfaatan
rumput laut untuk industri terutama pada senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya, khususnya karaginan, agar, dan algin. Melihat besarnya potensi
pemanfaatan algae, terutama untuk ekspor, maka saat ini telah diupayakan untuk
dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema sp telah dicoba di Kepulauan Seribu
(Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan
Teluk Lampung (Dahuri et.al 1996).
Usaha budidaya rumput laut telah banyak dilakukan dan masih bisa
ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak dalam teknologi pembudidayaan dan
pemasaran merupakan faktor yang mene ntukan dalam menggairahkan masyarakat
untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Peranan pemerintah dalam
penentuan daerah budidaya, bantuan dari badan-badan peneliti untuk
memperbaiki mutu produksi serta jaminan harga yang baik dari pembeli/eksportir
rumput laut sangat menentukan kesinambungan usaha budidaya komoditi ini.

d. Perikanan tangkap
Pada usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan
bagi masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk
mengantisipasi persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke
perairan Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini melibatkan semua
pihak mulai dari masyarakat nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak
terkait lainnya. Hal lain yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian pada
masyarakat nelayan tentang bahaya penangkapan yang tidak ramah lingkungan
seperti penggunaan bahan peledak atau penggunaan racun.

e. Bahan mineral
Sumberdaya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan
geologi, yang termasuk kedalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas,
timah, nikel, bijh besi, batu bara, granit, tanah liat, pasir, dan lain- lain.
Sumberdaya geologi lainnya adalah bahan baku industri dan bahan bangunan,
antara lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi.
10

Sedangkan potensi jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi


kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media
transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian,
pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung,
dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya.

Pulau-Pulau Kecil
Dengan perbandingan luas wilayah lautan dan daratan tiga berbanding
dua, memberikan wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai macam
sumberdaya alam. Teristimewa sumberdaya alam yang dapat pulih kembali
seperti berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Masih ada
sumberdaya alam lain dan jasa lingkungan yang belum diusahakan, ataupun kalau
sudah, masih berada pada taraf yang masih rendah dan perlu dikembangkan secara
lebih baik untuk kesejahteraan bersama masyarakat Indonesia terutama
masyarakat pesisir yang selama ini lebih banyak merupakan objek dari kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir dan lautan.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia dikaruniai potensi kelautan berupa
pulau-pulau besar dan kecil denga n jumlah mencapai lebih dari 17000 pulau.
Potensi pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut dapat dilihat dari berbagai sisi,
antara lain ekonomi, sosial, ekologi, keamanan, dan navigasi. Selama ini potensi
pemanfaatan tersebut belum dikelola secara optimal, mengingat ada berbagai
kendala yang dihadapi. Selain itu berbagai kepentingan dalam pengelolaan pulau-
pulau kecil menjadikannya cukup sensitif (Fauzi dan Anna 2005).

Lebih lanjut Fauzi dan Anna (2005) berpendapat bahwa kebijakan


menyangkut pemanfaatan pulau-pulau kecil pada dasarnya haruslah berbasiskan
kondisi dan karakteristik biogeofisik, serta sosial-ekonomi masyarakatnya,
mengingat peran dan fungsi kawasan tersebut sangat penting, baik bagi kehidupan
ekosistem sekitar maupun kehidupan ekosistem di daratan. Hal terpenting yang
berkaitan dengan penentuan kebijakan pembangunan pulau-pulau kecil di
Indonesia adalah pengetahuan tentang keragaan nilai ekonomi dari pulau-pulau
kecil tersebut, karena setiap pulau mempunyai keragaan ekonomi yang berbeda-
beda, tergantung kondisi sumberdaya yang ada serta kondisi biogeofisiknya.
11

Sampai saat ini masih belum ada batasan yang tetap tentang pengertian
pulau kecil baik di tingkat nasional maupun internasional, akan tetapi terdapat
suatu kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau
yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya dan
memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain, sehingga mempunyai sifat
insular.

Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain sehingga
keterisolasian ini akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di
pulau serta dapat membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut. Selain itu
pulau kecil juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies
endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen. Akibat ukurannya
yang kecil maka tangkapan air pada pulau ini yang relatif kecil sehingga air
permukaan dan sedimen lebih cepat hilang kedalam tanah. Jika dilihat dari segi
budaya maka masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang umumnya berbeda
dengan masyarakat pulau kontinen dan daratan (Dahuri 1998a).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka ada 3 hal yang dapat


dipakai untuk membuat suatu batasan pengertian pulau kecil yaitu: (i) batasan
fisik (menyangkut ukuran luas pulau); (ii) batasan ekologis (menyangkut
perbandingan spesies endemik dan terisolasi); dan (iii) keunikan budaya. Kriteria
tambahan lain yang dapat dipakai adalah derajat ketergantungan penduduk dalam
memenuhi kebutuhan pokok. Apabila penduduk suatu pulau dalam memenuhi
kebutuhan pokok hidupnya bergantung pada lain atau pulau induknya maka pulau
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai pulau kecil.
Menurut Tetelepta (2002) potensi sumberdaya pulau-pulau kecil cukup
besar, antara lain sumberdaya alam yang dapat pulih (misalnya ikan, moluska,
krustasea, rumput laut, mangrove, padang lamun, dan terumbu karang), dan
sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (misalnya minyak bumi, gas, bijih besi,
pasir, timah, dan bahan tambang lain) serta jasa-jasa lingkungan (misalnya
kegiatan wisata laut dan perhubungan laut). Di lain pihak, ekosistem pulau-pulau
kecil memiliki karakteristik biofisik yang spesifik dan menonjol, yaitu memiliki
sumberdaya air tawar yang sangat terbatas, karena kemampuan tangkapan air
yang rendah, juga peka dan rentan terhadap berbagai tekanan dan pengaruh
12

eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia.

Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang
tertinggi. Ekosistem ini berkisar pada daerah dimana ditemukan substrat berbatu
dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna sesil) hingga
daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri, protozoa, metazoa) dan
daerah bersubstrat liat dan lumpur (dimana ditemukan sejumlah besar komunitas
infauna) (Bengen 2002).
Lebih lanjut Bengen (2002) menyebutkan bahwa ada tiga tipe pantai yang
perlu diketahui, yaitu: (1) pantai berbatu, (2) pantai berlumpur, dan (3) pantai
berpasir. Pantai berbatu merupakan satu dari lingkungan pesisir dan laut yang
subur. Kombinasi substrat keras untuk penempelan, seringnya aksi gelombang,
dan perairan yang jernih menciptakan suatu habitat yang menguntungkan bagi
biota laut. Biota pada zonasi pantai berbatu: (a) supralitoral: siput Littorina,
Cyanobakteri calothrix, kadang-kadang alga merah Porphyra atau alga coklat
Fucus, (b) eulitoral: kerang/teritip (barnacle) Balanus & Chthamalus, kerang
(mussel) Mytilus dan alga coklat Fucus (bersama-sama), siput gastropoda
(gastropod snail) limpet, kepiting Carcinus, dan bulu babi.
Pantai berlumpur merupakan rangkaian kesatuan dengan pantai berpasir,
lebih terlindung dari gerakan omb ak, berbutiran sedimen lebih halus dan
mengakumulasi lebih banyak bahan organik. Dijumpai di teluk tertutup, gobah,
estuaria. Dengan ciri-ciri: pergerakan air lambat, kemiringan sangat landai (datar),
kandungan oksigen rendah. Pantai berpasir mempunyai kombinasi ukuran partikel
yang berbeda dan variasi faktor lingkungan menciptakan suatu kisaran habitat
pantai berpasir yang khas.
Reoksigenasi dan suplai nutrien ke dalam pasir bervariasi berdasarkan
porositas, aksi gelombang dan tinggi muka pasir. Profil vertikal bergradasi dari
aerobik (pasir berwarna kekuningan), kurang aerobik (pasir berwarna kelabu),
anaerobik (pasir berwarna hitam). Produksi primer rendah, meskipun kadang-
kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh
materi organik diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut atau partikel.
Konsumsi materi organik sebagian besar oleh bakteri, jarang sekali oleh herbivora
13

atau detritivora. Kelimpahan bakteri secara proporsional berbanding terbalik


dengan ukuran sedimen. Nilai utama dari bakteri adalah dekomposer materi
organik.
Perubahan bentuk pantai dipengaruhi oleh adanya proses pengendapan dan
proses pengikisan didaerah pesisir. Bahan-bahan yang terangkut sungai ke lautan
dalam bentuk padatan tersuspensi, seperti debu dan tanah liat, menyebabkan
perairan menjadi keruh dan berwarna coklat, sedangkan bahan angkutan dalam
bentuk butiran yang berukuran lebih besar dan lebih berat, seperti pasir, akan
mengendap di mulut muara dan sekitarnya, sehingga akan tebentuk perubahan
kontur daratan pantai yang baru (Kartahadimadja 1994).
Kegiatan vulkanik terkadang menjadikan topografi berbukit-bukit dan
sering terjadi peremajaan tanah dan membentuk tanah muda yang biasa disebut
regosol. Tanah regosol yang terjadi di sepanjang pantai disebut sebagai bukit
pasir, ini terbentuk terbentuk dari pasir di pantai yang berasal dari abu vulkanik
oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan akumulasi. Gaya ombak laut memilih
pasir ringan dilempar jauh dari daratan dan pasir berat berwarna hitam tertinggal
dipantai yang landai. Pasir yang kering kemudian tertiup angin ke arah daratan
dan diendapkan pada tempat yang bervegetasi sebagai penumpu (biasanya
Xerophyta dan Halophyta), sehingga terbentuk deretan bukit pasir. Di Irian Jaya
pernah ditemukan 15 deretan bukit pasir pada pantai berjarak 15 km dari tepi laut
(Darmawijaya 1997).

Prinsip Dasar Pengelolaan Pesisir Terpadu


Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa
pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir pesisir dilakukan
melalui penilaian secara menyeluruh, merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian
merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai
pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.
Menurut Bengen (2001) bahwa keterpaduan dalam perencanaan dan
pengelolaan wilayah pesisir mencakup 4 aspek, yaitu: (a) keterpaduan
wilayah/ekologis; (b) keterpaduan sektor; (c) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d)
keterpaduan stakeholders.
14

a. Keterpaduan wilayah/ekologis
Secara spasial dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara
lahan atas (daratan) dan laut. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir
merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Dengan keterkaitan
kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir tidak terlepas dari
pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai
dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan pesisir merupakan akibat dari
dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan
atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan
sebagaimya. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti
kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut. Penanggulangan
pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri, pertanian, dan rumah tangga,
serta sedimentasi tidak dapat dilakukan hanya di kawasan pesisir saja, tetapi harus
dilakukan mulai dari sumber dampaknya.

b. Keterpaduan sektor
Sebagai konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di
kawasan pesisir adalah banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku
pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Akibatnya
seringkali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir antar sektor
dengan sektor lainnya. Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir
dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan, maka dalam perencanaan dan
pengelolaan harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. Kegiatan suatu
sektor tidak dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan kegiatan sektor
lain. Keterpaduan sektoral ini meliputi keterpaduan secara horizontal (antar
sektor) dan keterpaduan secara vertikal (dalam satu sektor). Oleh karena itu,
penyusunan tata ruang dan panduan pembangunan di kawasan pesisir sangat perlu
dilakukan untuk menghindari benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan
pembangunan lainnya.

c. Keterpaduan disiplin ilmu


Wilayah pesisir memiliki sifat dan karakteristik yang unik dan spesifik,
baik sifat dan karakteristik ekosistem pesisir maupun sifat dan karakteristik sosial
15

budaya masyarakat pesisir. Dengan dinamika perairan pesisir yang khas,


dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula seperti hidro-oseanografi, biologi laut,
dinamika oseanografi dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan akan disiplin ilmu
lainnya juga sangat penting. Secara umum, keterpaduan disiplin ilmu dalam
pengelolaan ekosistem dan sumberdaya pesisir adalah ilmu- ilmu ekologi,
oseanografi, keteknikan, ekonomi, hukum, budaya, dan sosiologi.

d. Keterpaduan stakeholders
Segenap keterpaduan diatas, akan berhasil diterapkan apabila ditunjang
oleh keterpaduan dari pelaku dan atau pengelola pembangunan di kawasan pesisir.
Seperti diketahui bahwa pelaku pembangunan dan pengelola sumberdaya alam
pesisir antara lain terdiri dari pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat pesisir,
swasta/investor dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masing-
masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan
pesisir.

Sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:


Kep.10/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu, bahwa prinsip dasar pengelolaan pesisir terpadu meliputi: i)
keterpaduan; ii) desentralisasi pengelolaan; iii) pembangunan berkelanjutan; iv)
keterbukaan dan peranserta masyarakat; dan v) kepastian hukum (DKP 2002),
dengan uraian sebagai berikut:
i. Keterpaduan
a. Keterpaduan perencanaan sektor secara horisontal dan vertikal
Keterpaduan perencenaan horisontal, memadukan perencanaan dari
berbagai sektor, seperti sektor pertanian dan sektor konservasi yang berada di
hulu, sektor perikanan, sektor pariwisata, sektor perhubungan laut, sektor industri
maritim, sektor pertambangan lepas pantai, sektor konservasi laut, dan sektor
pengembangan kota, yang berada dalam satu tingkat pemerintahan yaitu:
Kabupaten/Kota, Propinsi atau Pemerintah Pusat. Keterpaduan perencanaan
secara vertikal meliputi keterpaduan kebijakan dan perencanaan mulai dari tingkat
Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi, atau Pemerintah Pusat.
16

b. Keterpaduan ekosistem darat dan laut


Perencanaan pengelolaan pesisir terpadu diprioritaskan dengan
menggunakan kombinasi pendekatan batas ekologis, misalnya daerah aliran
sungai (DAS), dan wilayah administratif Propinsi, Kabupaten/Kota, dan
Kecamatan sebagai basis perencanaan; sehingga dampak dari suatu kegiatan di
DAS, seperti kegiatan pertanian dan industri perlu diperhitungkan dalam
pengelolaan pesisir.
c. Keterpaduan sains dan manajemen
Pengelolaan pesisir terpadu perlu didasarkan pada masukan data dan
informasi ilmiah yang absah untuk memberikan berbagai alternatif dan
rekomendasi bagi pengambil keputusan dengan mempertimbangkan kondisi,
karakteristik sosial-ekonomi-budaya, kelembagaan dan biogeofisik lingkungan
setempat.
d. Keterpaduan antar negara
Pengelolaan pesisir di wilayah perbatasan dengan negara tetangga perlu
diintegrasikan kedalam kebijakan dan perencanaan pemanfaatan sumberdaya
pesisir masing- masing negara tersebut. Keterpaduan kebijakan ataupun
perencanaan antar negara antara lain mengendalikan faktor- faktor penyebab
kerusakan sumberdaya pesisir yang bersifat lintas negara, misalnya di pesisir antar
Pulau Batam dengan Singapura.

ii. Desentralisasi pengelolaan


Sejalan dengan otonomi daerah, maka kewenangan pengelolaan pesisir
telah didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 10 UU NO.22/1999. Urusan pemerintahan yang didesentralisasikan
tersebut meliputi bidang eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
kekayaan laut, tata ruang dan administrasi serta penegakan hukum di laut. Untuk
itu perlu diperkuat kemampuan kelembagaan perencanaan pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut.

iii. Pembangunan berkelanjutan


Tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk memanfaatkan
sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
17

pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan kelestarian


sumberdaya pesisir yang akan datang.
Untuk itu, laju pemanfaatan sumberdaya pesisir harus dilakukan kurang
atau sama dengan laju regenerasi sumberdaya hayati atau laju inovasi untuk
menemukan substitusi sumberdaya nir-hayati di pesisir. Dalam hal
ketidakmampuan manusia mengantisipasi dampak lingkungan di pesisir akibat
berbagai aktivitas, maka setiap pemanfaatan harus dilakukan dengan hati-hati,
sambil mengantisipasi dampak negatifnya.

iv. Keterbukaan dan peranserta masyarakat


Adanya keterbukaan di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memahami bahwasanya
perencanaan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah pada dasarnya
untuk kepentingan masyarakat, selain itu juga memberikan kesempatan kepada
masyarakat berperanserta dalam menyusun perencanaan, melaksanakan, dan turut
serta melakukan pemanfaatan sekaligus pengendalian dalam pelaksanaannya.

Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi


adalah bagaimana menghadapi trade-off antara pemenuhan kebutuhan
pembangunan di satu sisi dan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan di
sisi lain. Pembangunan ekonomi yang berbasis sumberdaya alam yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan pada akhirnya akan berdampak negatif pada
lingkungan, karena pada dasarnya sumberdaya alam dan lingkungan memiliki
kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi
yang tidak memperhatikan kapasitas sumberdaya alam dan lingkungan akan
menyebabkan kemandekan pembangunan itu sendiri (Fauzi 2004).
Menurut Perman et.al (1996) dalam Fauzi (2004) bahwa ada tiga alasan
utama mengapa pembangunan harus berkelanjutan. Pertama, menyangkut alasan
moral. Generasi kini yang menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral untuk menyisakan
layanan sumberdaya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral
tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumberdaya alam yang merusak
18

lingkungan sehingga menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk


menikmati layanan yang sama.
Kedua, menyangkut alasan ekologis. Keanekaragaman hayati, misalnya
memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi semestinya
tidak diarahkan pada hal yang mengancam fungsi ekologi tersebut.
Faktor ketiga yang menjadi alasan perlunya memperhatikan aspek
keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih
menjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini
sudah atau belum memenuhi kriteria berkelanjutan. Dimensi keberlanjutan
ekonomi sangat komplek, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi
ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antar generasi.
Banyaknya tantangan, peluang dan potensi yang dimiliki oleh kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil serta tuntutan adanya peningkatan kesadaran akan
keberlanjutan pengelolaannya, maka Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (Ditjen P3K) (2003) merumuskan visinya sebagai berikut:
Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai sumber penghidupan lestari.
Sedangkan misi dalam mencapai visi pembangunan kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil adalah:
Mendorong pembangunan ekonomi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
secara berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat, optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya dan ruang dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi.
Untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan, maka disusun lima
strategi implementasi pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai berik ut
(Ditjen P3K 2003):
1 Pemberdayaan masyarakat pesisir
2 Penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil
3 Peningkatan kualitas sumberdaya pesisir
4 Pemberdayaan pulau-pulau kecil
5 Pengelolaan konservasi pesisir dan laut

Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut


Desentralisasi merupakan penyerahan kekuasan, wewenang, dan tanggung
jawab secara sistematis dan rasional dari pemerintah pusat kepada pemerintahan
19

yang secara vertikal ada di bawahnya atau kepada lembaga lokal dari pemerintah
pusat ke pemerintah propinsi pada kasus negara kesatuan. Selanjutnya, kepada
pemerintah daerah atau lokal atau bahkan kepada organisasi masyarakat. Oleh
karena itu, otonomi lokal atau otonomi daerah merupakan hal yang terpenting
dalam proses desentralisasi (Nikijuluw 2002).
Adanya UU Nomor 22 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,
telah menggeser kewenangan pengelolaan wilayah laut, termasuk kawasan pesisir
dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Disebutkan dalam UU tersebut,
bahwa propinsi berwenang mengelola wilayah laut sejauh 12 mil garis pantai
(Pasal 10), sedangkan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk mengelola
wilayah laut sejauh sepertiga dari batas kewenangan bagi Pemda untuk mengelola
sumberdaya pesisir secara lestari (Amanah 2004).
Dasar desentralisasi pembangunan, khususnya wilayah pesisir dan laut
adalah UU 22/99 tentang Pemerintah Daerah. Pada pasal 2 dan 3 UU tersebut
dikatakan bahwa wilayah NKRI dibagi dalam Daerah Propinsi, Daerah
Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom. Pada pasal 10 UU 22/99
dikatakan bahwa kewenangan daerah di wilayah laut meliputi:
a eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut
b pengaturan kepentingan administratif
c pengaturan tata ruang
d penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah dan
dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat, dan
e bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara
Uraian lebih jauh mengenai UU 22/99 ini dijabarkan pada Peraturan
Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. PP 25/00 pada intinya membagi
secara sedikit lebih rinci antara tugas dan wewenang pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Wewenang desentralisasi pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dirinci pada pasal 3 ayat 2 PP 25/00 sebagai berikut:
a penataan dan pengelolaan perairan laut propinsi
20

b eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas


wilayah laut kewenangan propinsi
c konservasi dan pengelolaan plasma nutfah, spesifik lokasi, dan suaka
perikanan di wilayah laut kewenangan propinsi
d pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan
laut di wilayah laut kewenangan propinsi
e pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah kewenangan propinsi
Dengan adanya UU 22/99 dan PP 25/00, Pemerintah Daerah Propinsi,
Kabupaten, atau Kota memiliki pegangan yang jelas dan pasti dalam
melaksanakan pembangunan wilayah pesisir dan laut di daerah masing- masing
(Nikijuluw 2002).

Pariwisata
Secara etimologi, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, dan
bukan berarti tourisme (bahasa Belanda) atau tourism (bahasa Inggris). Kata
pariwisata dalam pengertian ini terdiri dari dua suku kata yaitu masing- masing
kata pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan
lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan, bepergian yang dalam hal ini
sinonim dengan kata travel dalam bahasa Inggris (Yoeti 1996)
Sebagai suatu konsep, pariwisata dapat ditinjau dari berbagai segi yang
berbeda. Pariwisata dapat dilihat sebagai suatu kegiatan melakukan perjalanan
dari rumah dengan maksud tidak melakukan usaha atau bisnis. Menurut World
Tourism Organization (WTO) dan International Union of Office Travel
Organization (IUOTO), yang dimaksud dengan wisatawan adalah setiap
pengunjung yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan
di tempat yang dikunjunginya dengan maksud kunjungan antara lain: 1) berlibur,
rekreasi, dan olah raga, dan 2) bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi,
menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar,
atau kegiatan keagamaan. Sedangkan yang dimaksud dengan pelancong adalah
setiap pengunjung yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjunginya
(Kusmayadi 2000).
21

Batasan Pa riwisata
Keinginan manusia untuk menikmati keaslian alam harus diakui sebagai
salah satu faktor yang mendorong pesatnya perkembangan bisnis pariwisata, yang
secara umum bisa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pariwisata yang berbasis
daratan dan pariwisata berbasis maritim. Umumnya pengelolaan pariwisata bahari
masih sangat parsial, apabila cara pengelolaan parsial ini tetap dipertahankan,
pengembangan wisata bahari tidak akan mencapai hasil maksimum (Kamaluddin
2002).
Pertumbuhan pariwisata telah mampu memberikan berbagai keuntungan
ekonomi pada wilayah pesisir. Menurut Pendit dalam Murahman (2000)
menyatakan bahwa pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan
kerja, peningkatan penghasilan, serta menstimulasi sektor-sektor ekonomi lainnya.
Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks juga meliputi industri- industri seperti
kerajinan, cinderamata, penginapan, dan transportasi secara ekonomi.
Wisata terjadi karena adanya keterpaduan antara berbagai fasilitas yang
saling mendukung dan berkesinambungan. Setiap fasilitas memiliki peran yang
sama pentingnya dalam mewujudkan wisata tersebut. Fasilitas- fasilitas yang
dilibatkan dalam penyelenggaraan wisata itu lazim disebut sebagai komponen
wisata (Suyitno 2001), yang antara lain meliputi hal- hal berikut:
1 Sarana transportasi, berkaitan erat dengan mobilisasi wisatawan. Dalam
perkembangan pariwisata dewasa ini alat transportasi tidak hanya dipakai
sebagai sarana untuk membawa wisatawan dari satu tempat ke tempat lain
saja, namun juga digunakan sebagai atraksi wisata yang menarik.
2 Sarana akomodasi, sepintas lalu sarana akomodasi berfungsi sebagai tempat
istirahat sementara selama menunggu kegiatan wisata yang utama, namun
ada juga wisatawan tertentu yang menghabiskan waktu wisatanya hanya
dengan berdiam diri di hotel untuk sekedar santai, membaca, berenang, atau
kegiatan lain.
3 Sarana makan dan minum, dimanapun tempat makan dan minum berada, di
dalam atau di luar penginapan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain: jenis atau kelas, menu, fasilitas, harga, dan lokasi.
22

4 Objek dan atraksi wisata, kedua hal ini dapat dibedakan atas dasar asal-
usulnya yang menjadi karakteristik objek atau atraksi tersebut, yaitu: objek
atau atraksi wisata yang bersifat alami, buatan manusia, atau perpaduan
antara buatan manusia dan keadaan alami.
5 Sarana hiburan, merupakan salah satu bentuk atraksi wisata. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam memasukkan hiburan sebagai komponen wisata
antara lain: daya tarik, kapasitas, fasilitas, lokasi, dan biaya.
6 Toko cinderamata, komponen wisata ini erat kaitannya dengan oleh-oleh atau
kenang-kenangan dalam bentuk barang tertentu. Barang-barang yang dijual
biasanya memiliki ciri khusus sesuai dengan kondisi daerah setempat.
7 Pramuwisata dan pengatur wisata, kedua-duanya merupakan petugas purna
jual yang bertindak sebagai wakil perusahaan yang mengelola wisata, untuk
membawa, memimpin, memberi informasi, dan layanan lain kepada
wisatawan sesuai dengan acara yang telah disepakati.
Kegiatan pariwisata merupakan kegiatan jasa pelayanan, maka dalam
mewujudkan produk untuk mendukung pelayanan pariwisata akan sangat
mempengaruhi keberadaan sumberdaya. Aset utama dalam menciptakan produk
pariwisata adalah sumberdaya fisik, sumberdaya buatan, dan sumberdaya budaya.
Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan apa yang tercantum di dalam pasal
1 UU RI no 9 tahun 1995 tentang Kepariwisataan. Pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, pengusaha objek, dan daya tarik wisata,
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing- masing kawasan dan
lokasi pariwisata, maka muncullah beragam jenis pariwisata yang dikembangkan
sebagai kegiatan. Menurut Yoeti (1996), pengelolaan kepariwisataan perlu
dibedakan antara pariwisata satu dengan jenis pariwisata lainnya, sehingga
kebijakan spesifik dapat diambil guna perencanaan dan pengembangan
selanjutnya. Lebih lanjut lagi, Yoeti (1996) mengemukakan beberapa jenis
pariwisata yang ada, yaitu:
1 Menurut letak geografis dimana pariwisata berkembang; a) pariwisata lokal,
yaitu pariwisata setempat, terbatas pada tempat tertentu saja, contoh,
kepariwisataan kota Bandung atau kepariwisataan Kabupaten Malang saja, b)
23

pariwisata regional, lebih luas lingkupnya dibandingkan pariwisata lokal,


contoh, kepariwisataan Sumatera Barat, atau Bali, c) pariwisata nasional, d)
pariwisata regional- internasional, dan e) pariwisata internasional.
2 Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran, a) pariwisata aktif,
ditandai dengan masuknya wisatawan asing ke suatu negara tertentu secara
aktif, karena hal tersebut menambah neraca pemasukan devisa bagi negara
yang dikunjungi, dan b) pariwisata pasif, ditandai dengan gejala keluarnya
warga negara negara sendiri keluar negeri, sehingga aliran devisa mengalir ke
negara lain.
3 Menurut tujuan perjalanan, a) pariwisata bisnis, b) pariwisata liburan, dan c)
pariwisata pendidikan.
4 Menurut waktu kunjungan, a) seasonal tourism (pariwisata yang dilakukan
berdasarkan musim) dan b) occasional tourism (pariwisata yang didasarkan
pada adanya kejadian)
5 Menurut objeknya, a) pariwisata budaya, b) pariwisata alam c) pariwisata
kesehatan, d) pariwisata perdagangan, e) pariwisata olahraga, f) pariwisata
politik, g) pariwisata sosial, dan h) pariwisata rohani.

Sedangkan menurut Smith (1989) dalam Nuryanti (2001), tipe pariwisata


dan interaksinya sebagai suatu dasar pijakan terbagi kedalam dua pembagian,
yaitu wisata alam dan wisata budaya (Gambar 2).

EKOWISATA

WISATA ALAM
WISATA ETNIK

WISATA BUDAYA
WISATA SEJ ARAH

Gambar 2 Tipolo gi jenis wisata


24

Selanjutnya Nuryanti (2001) membagi tipe wisatawan dan tingkat


adaptasinya terhadap alam sekitar menjadi tiga bagian (Tabel 1).

Tabel 1 Tipe wisatawan dan tingkat adaptasi terhadap alam sekitar


Tipe wisatawan Jumlah Tingkat adaptasi
explorer (penjelajahan dan petualang) sangat terbatas tinggi
minat khusus terbatas baik
mass tourism selalu besar sulit

Kawasan Konservasi

Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and


Natural Resources) (1994) kawasan dilindungi (protected area) adalah suatu
areal, baik darat dan atau laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan
dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan
sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau
upaya- upaya efektif lainnya. IUCN mengelompokan kawasan dilindungi terdiri
atas 6 kategori dan dari masing- masing kategori tersebut dapat diketahui tujuan
pengelolaannnya (Tabel 2).

Tabel 2 Tujuan pengelolaan yang disesuaikan dengan kategori kawasan


konservasi (IUCN 1994).
Kategori Kawasan
Tujuan Pengelolaan
Ia Ib II III IV V VI
Penelitian ilmiah 1 3 2 2 2 2 3
Perlindungan satwa liar 2 1 2 3 3 - 2
Pemeliharaan keanekaragaman spesies dan genetik 1 2 1 1 1 2 1
Pemeliharaan jasa lingkungan 2 1 1 - 1 2 1
Perlindungan sumberdaya alam sepesifik dan - - 2 1 3 1 3
perkembangan budaya
Wisata dan rekreasi - 2 1 1 3 1 3
Pendidikan - - 2 2 2 2 3
Kelestarian sumberdaya alam dalam sistem alami - 3 3 - 2 2 1
Memelihara budaya dan sifat tradisional - - - - - 1 2

Keterangan kategori kawasan:


I. :strict nature reserve/wilderness area
ia = strict nature reserve
ib = wilderness area
II. :national park
III. :natural monument
IV. :habitat/species management area
V. :protected landscape/seascape
VI. :managed resources protected area.
25

Tujuan pengelolaan:
1 = tujuan primer
2 = tujuan sekunder
3 = berpotensi untuk menjadi sebuah tujuan, dan
- = tidak relevan

Sebagai masyarakat dunia, pembangunan sistem kawasan konservasi di


Indonesia pada dasarnya mengacu pada sistem yang dikembangkan oleh IUCN.
Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan hutan
konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Walaupun
tidak sama persis, pengertian protected area menurut IUCN dapat dianggap
identik dengan hutan konservasi atau selanjutnya disebut kawasan konservasi
(KK). Sistem KK di Indonesia terdiri atas Kawasan Suaka Alam, Kawasan
Pelestarian Alam, dan taman buru. Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah KK baik
di daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Pelestarian
Alam (KPA) yaitu KK, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai
fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kategori kawasan konservasi yang
digunakan di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3.
26

Kawasan Konservasi
(Protected Area)

Kawasan Suaka Alam Kawasan Pelestarian Alam Kawasan Taman Buru


(Strict Reserve) (Conservation Reserve) (Game Reserve)

Suaka Taman Taman Taman Hutan


Cagar Alam
Margasatwa Nasional Wisata Alam Raya
(CA)
(SM) (TN) (TWA) (THR)

CA Darat SM Darat TN Darat TW Darat


(CAD) (SMD) (TND) (TWD)

CA Laut SM Laut TN Laut TW Laut


(CAL) (SML) (TNL) (TWL)

Gambar 3 Kategori kawasan konservasi di Indonesia (Setiawan dan Alikodra


2001)

Setiap kategori kawasan konservasi memiliki fungsi, karakteristik, dan


manajemen yang berbeda karena memiliki tujuan penetapan dan pengelolaan
yang berbeda. Akan tetapi semua KK mempunyai fungsi pokok yang sama yaitu
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Pengertian kategori kawasan konservasi menurut Undang-undang Nomor
5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
a) kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan
b) cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami
27

c) suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya
d) kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya
e) taman national adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,
dan rekreasi
f) taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan
asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi, dan
g) taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Kawasan Konservasi dan Permasalahannya


Pembangunan kawasan konservasi di Indonesia masih dihadapkan pada
berbagai gangguan dan ancaman yang menyebabkan kerusakan sehingga
kawasan konservasi belum dapat berfungsi secara optimal. Berbagai bentuk
gangguan dan ancaman terhadap kawasan konservasi adalah: pencurian dan
penebangan liar, perambahan, peredaran dan perdagangan flora dan fauna secara
illegal, perburuan liar, penangkapan melebihi kuota, dan penyelundupan flora dan
fauna langka dan dilindungi (Sukiran 2000).
Konsep pelestarian modern adalah pemeliharaan dan pemanfaatan
sumberdaya bumi secara bijaksana. Penetapan dan pengelolaan kawasan yang
dilindungi adalah salah satu cara terpenting untuk mendapatkan jaminan agar
sumberdaya alam dapat dilestarikan, sehingga sumberdaya tersebut dapat lebih
memenuhi kebutuhan umat manusia sekarang dan masa datang. Kawasan yang
dilindungi apabila dirancang dan dikelola secara tepat dapat memberikan
28

keuntungan lestari bagi masyarakat. Pelestarian memegang peranan penting dalam


pembangunan sosial ekonomi di lingkungan pedesaan serta turut mengembangkan
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat penghuni pedesaan
tersebut (MacKinnon et.al 1993).
Menurut McNeely (1995) permasalahan-permasalahan umum yang sangat
penting dalam pengelolaan kawasan konservasi termasuk;
1 lemahnya konsititusi national
2 konflik dengan penduduk lokal
3 konflik antar instansi pemerintah (Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Irigasi
dan Pertambangan)
4 ketidakmampuan dalam mengelola, dan
5 ketidakmantapan dan ketidakmampuan dalam pendanaan.
Selanjutnya ole h Schweithelm et.al (1998) dalam Soekmadi (2002)
menjelaskan bahwa terdapat tujuh masalah konservasi di dalam pengelolaan
kawasan konservasi di Indonesia, yaitu;
1 pengelolaan kawasan yang kurang komprehensif
2 kurangnya pengertian dan dukungan konservasi dari berbagai sektor di
masyarakat umum, pemerintah dan pihak swasta
3 lemahnya sumberdaya manusia, kemampuan yang tepat, insentif dan
dukungan politik untuk Direktorat Jenderal PHKA (Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam) di dalam melaksanakan fungsi pengelolaan kawasan
konservasi
4 kurangnya insentif bagi pemerintah lokal, masyarakat di sekitar kawasan dan
polisi hutan untuk membantu di dalam perlindungan kawasan konservasi
5 lemahnya pengelolaan di dalam unit pengelolaan kawasan konservasi
6 investasi yang diperole h dari donatur tidak efektif diterapkan untuk
pengamanan kawasan
7 sangat sedikit sektor yang memiliki keahlian dan kapabilitas dalam ilmu
konservasi biologi dan yang terkait lainnya, dan
8 manfaat pengelolaan kawasan konservasi tidak dirasakan langsung
keberadaannya oleh masyarakat.
29

Dephutbun (2000) menyebutkan beberapa masalah yang menyebabkan


gangguan terhadap kawasan konservasi adalah:
1 Indonesia belum mampu mengubah potensi ekologis yang dimiliki menjadi
potensi ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
optimal
2 pendidikan, motivasi, dedikasi dan etos kerja serta tingkat kesejahteraan
pegawai yang terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi umumnya
masih rendah
3 kelembagaan sebagai alat menajemen belum efektif
4 kesenjangan antara permintaan dengan pasokan (khususnya permintaan akan
kayu)
5 tekanan masyarakat terhadap kawasan yang semakin meningkat
6 konflik dengan sektor lain
7 rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar dan di
dalam kawasan hutan
8 tuntutan masyarakat terhadap nilai ekonomi langsung dari kawasan
konservasi masih tinggi, dan
9 kesadaran masyarakat di sekitar kawasan konservasi akan konservasi
sumberdaya hutan masih rendah.
Masalah- masalah tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi satu sama lain saling
berkaitan dan penanggulangannya memerlukan kebijakan yang komprehensif
melalui koordinasi antar instansi terkait. Dalam merespon berbagai masalah-
masalah yang telah diuraikan, pemerintah, LSM, dan kalangan bisnis harus
mencari berbagai inovasi baru untuk kawasan ya ng dilindungi, memperbaiki
pengelolaan kawasan yang ada, dan membangun kerjasama yang positif dengan
masyarakat tinggal di dalam dan di sekitar kawasan yang dilindungi. Pendekatan-
pendekatan baru dalam kerjasama untuk memperbaiki pengelolaan dari
pembangunan kawasan yang dilindungi terdiri atas 10 prinsip (McNeely 1995)
yaitu:
1 Memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Dukungan untuk sebuah sistem
kawasan yang dilindungi diperkuat ketika menghasilkan manfaat umum bagi
30

masyarakatnya, insentif terbesar untuk mereka untuk melindungi sumber


daya dan rendahnya biaya pemerintah yang dikeluarkan.
2 Memenuhi kebutuhan-kebutuhan lokal. Legislasi, kebijakan pengelola, dan
pelaksanaan praktis untuk kawasan yang dilindungi harus memfasilitasi
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lokal dan tujuan dari konservasi
keanekaragaman hayati.
3 Perencanaan yang holistik. Pengelolaan kawasan yang dilindungi dan
kawasan-kawasan berdekatan/berbatasan harus direncanakan bersama.
4 Perencanaan kawasan yang dilindungi sebagai suatu sistem. Kawasan yang
dilindungi perlu disusun dan dikelola sebagai suatu sistem yang ditujukan
untuk tujuan-tujuan nasional dan internasional untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan.
5 Mendefinisikan atau menetapkan tujuan-tujuan pengelolaan. Banyak
perbedaan pendekatan administratif untuk mengelola konservasi alam daratan
dan lautan yang memberikan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan
yang ditentukan oleh tujuan-tujuan pengelolaan.
6 Perencanaan tempat pengelolaan secara individual, hubungannya dengan
suatu sistem. Setiap kawasan yang dilindungi berbeda dalam spesies dan
habitat, populasi masyarakat lokal, sejarah, iklim dan berbagai faktor lainnya.
Oleh karena itu pengelolaan kebutuhan masyarakat dan kelompok yang
berkepentingan harus mendapat perhatian khusus dan dimasukkan kedalam
rencana pengelolaan.
7 Mengelola secara adaptif. Kondisi-kondisi yang berubah secara cepat dari
setiap rencana pengelolaan untuk suatu kawasan memerlukan masukan
kapasitas adaptif dengan perubahan-perubahan kondisi iklim, ekonomi,
populasi, dan pengembangan.
8 Pengembangan penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian alam dan sosial
dibutuhkan oleh pengelola kawasan yang dilindungi untuk menaksir
hubungan-hubungan ekologi dasar, perubahan-perubahan dinamis,
kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal, kemungkinan-kemungkinan akibat
dari manipulasi habitat, dampak-dampak pariwisata, dan lain- lain.
31

9 Membentuk jaringan kerja dengan dukungan institusi- institusi. Pemerintah


pusat tidak dapat bertanggungjawab sendiri terhadap keseluruhan kegiatan
konservasi alam, untuk itu diperlukan dukungan dan institusi lain yang dapat
berkontribusi untuk tujuan konservasi nasional.
10 Membangun dukungan publik. Upaya- upaya terbaik yang dilakukan adalah
membutuhkan dukungan dari berbagai sektor untuk menjamin informasi
tentang bagaimana kawasan yang dilindungi memenuhi kebutuhan
masyarakat, seperti dukungan media massa, universitas, museum, kebun
binatang, aquaria, dan kebun botanik.

Manfaat Pembangunan Pariwisata


Pertumbuhan pariwisata telah mampu memberikan berbagai keuntungan
sosial, ekonomi dan lingkungan pada berbagai wilayah pesisir. Kecenderungan
wisatawan untuk menikmati wisata di wilayah pesisir telah mendorong
pertumbuhan di wilayah tersebut, mengakibatkan pula semakin banyaknya
masyarakat terlibat dalam kegiatan pariwisata seperti peningkatan fasilitas dan
aksesibilitas.
Menurut Suwantoro (1997), manfaat pembangunan pariwisata adalah
sebagai berikut:
1 Bidang ekonomi
meningkatakan kesempatan kerja dan berusaha, baik secara langsung
maupun tidak lansung.
sebagai penghasil devisa, pariwisata dapat mendukung kelanjutan
pembangunan di sektor lain.
meningkatkan dan memeratakan pendapatan masyarakat melalui belanja
wisatawan, baik langsung maupun tidak langsung.
meningkatkan penjualan barang-barang lokal.
menunjang pembangunan daerah, karena pembangunan pariwisata cenderung
tidak terpusat di kota melainkan tersebar terutama di daerah pesisir.

2 Bidang sosial budaya


Kekayaan dan keragaman sosial budaya masyarakat merupakan salah satu
modal pengembangan pariwisata, oleh sebab itu pengembangan pariwisata harus
32

mampu melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada agar pariwisata lebih
berkembang.

3 Bidang lingkungan hidup


Pada dasarnya pengembangan pariwisata pesisir adalah memanfaatkan
kondisi lingkungan yang menarik, dengan demikian pengembangan wisata alam
senantiasa dalam keadaan baik dan tentu harus terhindar dari kerusakan.
Perencanaan pariwisata yang baik, teratur dan terarah secara tidak langsung akan
menjaga lingkungan dan ekosistem yang ada.
Keberhasilan suatu pembangunan sangat ditentukan oleh keberhasilan di
dalam membangun sumberdaya manusia yang erat hubungannya dengan
pembangunan pendidikan secara menyeluruh, terarah, dan terpadu, sehingga
kualitas sumberdaya manusia itu sendiri dapat diselaraskan dengan segala sesuatu
yang dibutuhkan oleh sektor pembangunan (Depdikbud 1995 dalam Suryani et.al
2004). Manfaat optimal pembangunan pariwisata dapat diraih apabila didukung
oleh SDM yang handal dan berkualitas melalui peningkatan pendidikan formal,
nonformal, maupun informal.

Arah Pengembangan Pembangunan Pariwisata Nasional


Dalam pengembangan pariwisata sangat diperlukan visi dan misi untuk
memberikan latar belakang sekaligus sebagai tanggapan menghadapi tantangan
masa depan sehingga dapat memberikan araha n tahap demi tahap pelaksanaan
pembangunan. Pada skala nasional tertuang visi dan misi rencana induk
pengembangan pariwisata nasional 1997 (Anonim 1997). Visi pengembangan
pariwisata nasional adalah:

pembangunan ekonomi dilaksanakan seiring dengan peningkatan SDM


pembangunan ekonomi dilaksanakan dengan mengacu prinsip demokrasi
ekonomi, kemandirian, dan peningkatan pemerataan kemakmuran rakyat
prinsip demokrasi ekonomi dan kemandirian mengandung arti bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan konstribusi dari pelaku ekonomi, untuk itu
peningkatan produktivitas semua pelaku ekonomi menjadi fokus
kebijaksanaan pembangunan
33

azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi diwujudkan dalam kemitraan


usaha yang kokoh antar koperasi, negara, dan swasta.

Sedangkan misi pengembangan pariwisata nasional adalah sebagai berikut:


peningkatan perolehan devisa dan pendapatan yang diperoleh dari
pengeluaran wisatawan dan efek bergandanya
peningkatan kualitas SDM di semua tingkat dan semua bidang sebagai ujung
tombak untuk meningkatkan posisi kompetitif
keberpihakan kepada pengusaha menengah ke bawah serta masyarakat lokal
peningkatan peranan sektor pariwisata dalam mengurangi kesenjangan
pertumbuhan dan perkembangan antara wilayah barat dan wilayah timur
Indonesia serta antar propinsi
peningkatan kemitraan antar berbagai departemen teknis, antar industri,
swasta dan masyarakat
peningkatan kerjasama dengan negara lain atas dasar komplementaritas untuk
mencapai keuntungan bersama
peningkatan porsi keuntungan yang diperoleh dari investasi asing untuk
tinggal di Indonesia
peningkatan pemilihan dan operasi oleh pengusaha nasional
peningkatan peranan iptek di dalam pembangunan pariwisata sebagai suatu
knowledge based dan bukan sekedar resources based industry
peningkatan pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan
pelestarian lingkungan yang berwawasan pariwisata.

Pengelolaan Pesisir Terpadu Untuk Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan


Dalam dimensi ekologis, kawasan pesisir menyediakan ekosistem yang
mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Jasa-jasa alamiah
yang ditawarkan oleh ekosistem yang baik dan indah tentu tidak dapat ditukar
dengan ekosistem lainnya. Setiap ekosistem menawarkan keindahan tersendiri.
Untuk melakukan pengelolaan yang baik dalam dimensi ini harus diperha tikan
pencapaian terhadap keharmonisan spasial dan kapasitas asimilasi (WALHI Aceh
2002).
34

Pengelolaan pesisir terpadu dimaksudkan untuk mengoordinasikan dan


mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor. Keterpaduan juga
diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan
lautan yang meliputi: pengumpulan dan analisis data, perencanaan, implementasi,
dan pengawasan (Sorensen dan Mc Creary dalam Dahuri et.al 1996). Pencapaian
pembangunan kawasan pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya
dapat dilakukan melalui pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu
(PWPLT), hal ini berdasarkan 4 alasan pokok, yaitu:

a terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di


dalam kawasan pesisir maupun antar kawasan pesisir dengan lahan atas dan
laut lepas
b terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang
dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan
c terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan,
keahlian, kesenangan, dan bidang pekerjaan secara berbeda
d secara ekologis dan ekonomis, pemanfaatan secara monokultur sangat rentan
terhadap perubahan internal dan eksternal yang menjurus kepada kegagalan
usaha.

Dalam pengembangan konsep terpadu diharapkan semua kegiatan di


wilayah pesisir dapat berkesinambungan. Berkesinambungan merupakan suatu
konsep nilai yang meliputi tanggung jawab generasi saat ini terhadap generasi
yang akan datang tanpa harus mengorbankan peluang generasi sekarang untuk
tumbuh dan berkembang.
Anonim (1997) menyatakan bahwa pendekatan pengembangan pariwisata
berkelanjutan menghendaki ketaatan azas-azas perencanaan sebagai berikut:
prinsip pengembangan pariwisata yang berpijak pada aspek pelestarian dan
berorientasi ke depan
penekanan pada nilai manfaat yang besar bagi masyarakat lokal
prinsip pengelolaan aset sumberdaya yang tidak merusak tapi lestari
kesesuaian antara kegiatan pengembangan pariwisata dengan skala, kondisi,
dan karakter kawasan yang akan dikembangkan
35

keselarasan ya ng sinergis antara kebutuhan wisatawan, lingkungan hidup


masyarakat lokal dengan bermuara pada apresiasi warisan budaya,
lingkungan hidup dan jati diri bangsa dan agama
antisipasi dan monitoring terhadap perubahan yang terjadi akibat program
pariwisata, dan berorientasi pada potensi lokal dan kemampuan masyarakat
sekitar.

Dalam pemenuhan hidup, disatu sisi seringkali sumberdaya alam dianggap


sebagai sumberdaya milik umum yang dapat dimanfaatkan sekehendak hati tanpa
memperhatikan kelestariannya, sehingga keadaan sumberdaya alam tersebut akan
semakin menipis dan kemampuan dalam menyediakan jenis-jenis lingkungan
keperluan pembangunan dan kehidupan manusia akan semakin menurun. Disisi
lain kelangsungan ekonomi yang terus berkembang membuat sumberdaya alam
menjadi alternatif eksploitasi, oleh sebab itu diperlukan perimbangan yang saling
menguntungkan dalam memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya alam (Husni
et.al 2002).
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian bertempat di wilayah pesisir Sendang Biru Kabupaten
Malang Propinsi Jawa Timur (Gambar 4). Penelitian dilakukan dalam beberapa
tahap, tahap pertama: sebelum ke lapangan dilakukan pengumpulan data dan
informasi tentang kondisi kawasan melalui studi literatur, seperti laporan
penelitian dan studi-studi terdahulu yang terkait. Tahap kedua: dilakukan
penelitian pendahuluan untuk menentukan metode pengumpulan data. Tahap
ketiga: pengumpulan data lapangan. Ketiga tahap tersebut dilaksanakan dalam
kurun waktu selama empat bulan, yaitu dari bulan April-Juli 2005.

Pengumpulan Data
Data potensi yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data
primer dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara
mendalam dengan masyarakat dan instansi yang terkait, sedangkan data sekunder
diperoleh dari pengumpulan data yang sudah ada pada instansi pemerintah
maupun swasta. Data potensi yang dikumpulkan adalah:
a Data primer
Data primer meliputi: daya tarik kawasan, kadar hubungan (kondisi jalan
darat dan air, frekwensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata),
kondisi iklim, pelayanan masyarakat, ketersediaan air bersih, dan prasarana
dan sarana penunjang.
b Data sekunder
Data sekunder meliputi: potensi pasar, kadar hubungan (jarak jalan darat dan
air, jumlah kendaraan bermotor/perahu yang berada di lokasi), kondisi
lingkungan sosial ekonomi, akomodasi, keamanan, dan hubungan dengan
objek wisata lain.
Pengumpulan data potensi yang dilakukan menggunakan kriteria penilaian
dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata (Lampiran 1) yang didasarkan
pada Kriteria Standar Penilaian Objek Wisata oleh Direktorat Wisata Alam dan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002):
37

Gambar 4 Lokasi penelitian kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru


38

Pengamatan dan Penilaian Potensi:


1 Daya tarik, komponen daya tarik yang diamati adalah keindahan alam,
keadaan pasir, kejernihan air, banyaknya lokasi yang mempunyai kedalaman
sama, lebar pantai, keamanan pantai, variasi kegiatan, kebersihan, keunikan
sumberdaya alam, banyaknya potensi sumberdaya alam, keutuhan
sumberdaya alam, jenis kegiatan wisata alam, kebersihan udara, kerawanan
kawasan, keutuhan potensi, dan situasi pandangan dan kenyamanan.
Pengamatan dilakukan terhadap dua kawasan yang ada di pesisir Sendang
Biru, yaitu kawasan pantai Sendang Biru dan Pulau Sempu, dibantu oleh dua
orang petugas.
2 Potensi pasar, komponen potensi pasar yang diamati adalah jumlah penduduk
lokasi 75 km dari kawasan, kepadatan penduduk lokasi 75 km dari kawasan,
dan tingkat kebutuhan wisata. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
dapat dilihat dari data Kota Malang Dalam Angka dan dibantu dengan peta,
sedangkan jarak ke bandara udara diukur dari jarak di peta.
3 Kadar hubungan/aksesibilitas, komponen yang diamati adalah kondisi jalan
darat, jalan laut, jumlah kendaraan/perahu, frekwensi kendaraan umum dari
pusat penyebaran wisata ke objek. Data diperoleh melalui data primer dan
data sekunder.
4 Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan ma syarakat, hal- hal yang
diamati adalah tata ruang wilayah, status lahan, tingkat pengangguran, mata
pencaharian peduduk, ruang gerak pengunjung, pendidikan, tingkat
kesuburan tanah, sumberdaya alam mineral, dan persepsi masyarakat
terhadap pengembangan pariwisata di daerahnya. Data diperoleh melalui data
primer dan data sekunder. Komponen yang diamati dalam pelayanan
masyarakat adalah sikap dan sifat pelayanan masyarakat terhadap
pengunjung dan kemampuan berbahasa dari masyarakat sekitar objek. Data
diperole h melalui data primer.
5 Kondisi iklim, komponen yang diamati adalah pengaruh iklim terhadap
waktu kunjungan, suhu udara pada musim kemarau, jumlah bulan kering
rata-rata per tahun, kelembaban rata-rata per tahun, dan percepatan angin
pada musim kemarau. Data diperoleh melalui data sekunder.
39

6 Akomodasi, komponen yang diamati adalah jumlah kamar hotel atau


penginapan dalam radius 15 km dari objek, data ini diperoleh dari data
sekunder.
7 Sarana dan prasarana penunjang, hal- hal yang diamati adalah prasarana yang
menunjang kegiatan pariwisata yang dilakukan, yaitu: kantor pos, telepon
umum, puskesmas/klinik, warung internet, jaringan televisi, jaringan radio,
dan surat kabar, dan sarana yang mendukung kegiatan pariwisata, yaitu:
rumah makan/minum, pusat perbelanjaan/pasar, bank, toko cinderamata,
tempat peribadatan, dan toilet umum. Data ini diperoleh melalui data primer.
8 Ketersediaan air bersih, komponen yang diamati adalah debit sumber air,
jarak sumber air terhadap lokasi objek, dapat tidaknya air dialirkan ke objek
atau mudah dikirim dari tempat lain, kelayakan dikonsumsi, dan kontinuitas.
Data diperoleh dari data primer dan data sekunder.
9 Keamanan, komponen yang diamati adalah ada tidaknya binatang
pengganggu, ada tidaknya ras yang berbahaya, ada tidaknya kelabilan tanah
atau alam, dan ada tidaknya kepercayaan yang mengganggu. Data diperoleh
melalui data primer.
10 Hubungan objek dengan objek wisata lain, komponen yang diamati adalah
jumlah objek wisata lain yang sejenis dan tak sejenis. Data diperoleh dari
data sekunder.
11 Hasil penilaian secara keseluruhan akan dibandingkan dengan tabel kriteria
kelayakan pengembangan wisata (Tabel 3), maka akan diperoleh kriteria
layak (baik sekali, baik, cukup, sedang) dan tidak layak (kurang, kurang
sekali, buruk).
Tabel 3 Kriteria penilaian kelayakan pengembangan wisata
Kriteria Skor
Layak
baik sekali 7326 8250
baik 6401 7325
cukup 5476 6400
sedang 4551 5475
Tidak layak
kurang 3626 4550
kurang sekali 2701 3625
buruk < 2700
40

12 Data analisis SWOT diperoleh dari data ya ng telah dikumpulkan terlebih


dahulu pada tujuan penelitian yang pertama ditambah dengan wawancara
dengan pihak terkait, seperti: pihak pariwisata, pengelola cagar alam Pulau
Sempu, masyarakat sekitar, dan pengunjung.

Analisa Data
Untuk mengukur nilai potensi pengembangan objek wisata di pesisir
Sendang Biru dilakukan penilaian potensi secara kuantitatif dengan menggunakan
kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang
dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingk ungan
(2002), dilanjutkan analisis strategi kebijakan pengelolaan kawasan dengan
menggunakan analisis SWOT.

Analisis Strategi Kebijakan Pengelolaan Pariwisata Pesisir


Atas dasar hasil analisis sebelumnya, selanjutnya dilakukan strategi
pengembangan dan pengelolaan pariwisata pesisir Sendang Biru. Analisis
pengembangan dilakukan dengan metode kekepan atau analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan data kuantitatif atau deskripsi dengan pendekatan matrik SWOT.
Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan matrik SWOT adalah
mengetahui faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal terlebih dahulu
(Rangkuti 2004). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi internal:
a menentukan faktor- faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan pariwisata
pesisir Sendang Biru dalam kolom 1
b memberi bobot masing- masing faktor tersebut dengan skala sesuai dengan
bobot kriteria penilaian objek wisata pesisir Sendang Biru
c menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing- masing faktor berdasarkan
hasil penilaian kondisi pariwisata pesisir Sendang Biru
d mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya akan berupa skor
pembobotan untuk masing- masing faktor
e menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru
41

f memberi kode pada kolom 5 untuk memudahkan dalam menyusun alternatif


strategi yang akan dilaksanakan.

Tabel 4 Faktor strategi internal


Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
A Kekuatan
Jumlah
B Kelemahan
Jumlah

Setelah faktor strategi internal (Tabel 4) didapatkan, lalu dilakukan


penyusunan terhadap tabel tabel strategi eksternal (Tabel 5) untuk merumuskan
faktor- faktor strategis eksternal pengelolaan kawasan pariwisata Sendang Biru,
tahapannya adalah:
a menyusun dalam kolom 1 (peluang dan ancaman)
b memberi bobot masing- masing faktor dalam kolom 2, sesuai dengat bobot
kriteria penilaian objek wisata pesisir Sendang Biru
c menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing- masing faktor dengan
memberikan skala berdasarkan hasil penilaian kondisi pariwisata pesisir
Sendang Biru
d mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya akan berupa skor
pembobotan untuk masing- masing faktor
e menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru
f memberi kode pada kolom 5 untuk memudahkan dalam menyusun alternatif
strategi yang akan dilaksanakan

Tabel 5 Faktor strategi eksternal


Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
A Peluang
Jumlah
B Ancaman
Jumlah
42

Langkah selanjutnya adalah menyusun faktor- faktor strategis internal dan


eksternal dalam diagram matrik SWOT (Tabel 6). Diagram matrik ini
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
dihadapai dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

Tabel 6 Diagram matrik SWOT


Faktor Strategi Internal
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
Faktor Strategi Eksternal
OPPORTUNITIES (O) Strategi SO Strategi WO
THREATS (T) Strategi ST Strategi WT

Keterangan:
a Strategi SO, dibuat berdasarkan pemikiran dengan memanfaatkan seluruh
kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b Strategi ST, strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimilki untuk
mengatasi ancaman yang ada.
c Strategi WO, diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kele mahan.
d Strategi WT, dibuat berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan
berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan


kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) suatu kegiatan, namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats),
analisis ini dikatakan analisis situasi. SWOT adalah singkatan dari lingkungan
internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan
threats (Rangkuti 2004). Hasil analisis ini menghasilkan strategi pengembangan
dan pengelolaan kawasan pariwisata pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kondisi Geografi dan Topografi


Kawasan Sendang Biru secara administratif merupakan sebuah pedukuhan
yang menjadi bagian dari Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan,
Kabupaten Malang. Desa Tambakrejo sendiri terdiri dari dua pedukuhan, yaitu
Dukuh Tambakrejo dan Dukuh Sendang Biru. Dukuh Sendang Biru merupakan
daerah pesisir pantai dengan wilayah pantainya yang berhadapan dengan Pulau
Sempu. Sumbermanjing Wetan merupakan salah satu kecamatan di kawasan
Malang Timur Selatan yang memiliki pantai terpanjang bila dibanding dengan
Kecamatan lain, Panjang garis pantai Kabupaten Malang secara keseluruhan
adalah 85.92 km, dengan luas perairan laut 4 mil sekitar 565.45 km2 atau luas
perairan 12 mil sekitar 1696.35 km2 . Panjang garis pantai Sumbermanjing Wetan
sekitar 27.02 km, dengan luas perairan laut 4 mil sekitar 178.76 km2 dan luas
perairan 12 mil sekitar 536.29 km2 (Dinas Kelautan dan Perikanan 2001).
Berdasarkan letak geografisnya, Sendang Biru berada pada koordinat 80
26-80 30 Lintang Selatan dan 1120 38-1120 43 Bujur Timur. Kondisi topografi
Sendang Biru berupa daerah dengan bukit-bukit kecil dalam jumlah yang cukup
banyak yang semula merupakan daerah dengan tutupan hutan alami. Pantai yang
dimiliki Sendang Biru merupakan pantai berpasir dengan beberapa bagian kecil
merupakan pantai berkarang. Kawasan Sendang Biru tidak memiliki sungai
permanen, namun topografi yang berupa perbukitan menjadi sumbangan besar
bagi run off yang masuk kedalam perairan laut maupun permukaan. Sumber air
berasal dari sumber air tanah dangkal dan sumber air tanah dalam. Air tanah
dalam berpotensi menjadi sumber air bersih untuk minum dan memasak (Kautsar
2006).
Sedangkan Pulau Sempu secara geografis terletak di antara 1120 40 45-
1120 45 45 Bujur Timur dan 80 24 54-80 27 24 Lintang Selatan, dan secara
administrasi pemerintahan, kawasan Pulau Sempu termasuk ke dalam wilayah
Pedukuhan Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan,
Kabupaten Malang Jawa Timur. Dataran Pulau Sempu membentang dari arah
Timur ke Barat sepanjang + 3.9 km dan dari Utara ke Selatan sepanjang + 3.6 km.
Topografi Pulau Sempu terdiri dari daratan yang berbukit-bukit dengan medan
44

berlereng sedang hingga curam pada ketinggian 50-100 m dari permukaan laut.
Sebagian pantainya berdinding terjal, berupa gua-gua dari batuan karang yang
terbentuk akibat benturan gelombang keras dari Samudera Hindia.
Jenis tanah terdiri dari latosol, andosol, dan relatif sedikit aluvial. Tanah
latosol memiliki ciri berwarna merah karena tingginya ikatan Fe dan Al, subur
tetapi mudah mengalami erosi karena rendahnya keeratan antar partikel,
sedangkan tanah andosol memiliki ciri subur, mudah erosi, sesuai untuk tanaman
tahunan. Pada pantai Sendang Biru terdapat jenis tanah mediteran merah kuning
dengan bahan induk pembentuk batu kapur dan fisiograft karts (Rizqi 2006).
Secara umum tingkat kesuburan tanah di Desa Tambak Rejo pada keadaan tingkat
kesuburan sedang (Tabel 7).

Tabel 7 Tingkat kesuburan tanah di Desa Tambak Rejo


Tingkat kesuburan Luas (ha)
Sangat subur 29
Subur 42
Sedang 298.215
Tidak subur/kritis -
Jumlah 369.215
Sumber: Data monografi Desa Tambak Rejo 2003

Kondisi Oseanografi
Arus di pantai selatan Jawa dikenal dengan nama arus Khatulistiwa
Selatan, yang sepanjang tahun bergerak menuju ke arah Barat, akan tetapi pada
musim barat, terdapat arus yang menuju ke Timur dengan pola rambatan berupa
jalur sempit yang menyusur pantai, arus berlawanan dengan arus khatulistiwa dan
dikenal dengan nama arus pantai Jawa. Pola pergerakan air pada musim barat
bergerak dari arah Barat Daya melalui Selat Sempu setelah memecah gelombang
di bagian Barat Daya Selat Sempu. Pergerakan pada musim timur ini merupakan
abrasi di daerah pantai timur Sendang Biru, sekaligus memindahkan sedimen
kearah alur Selat Sempu disebelah TPI dan sebagian tertinggal di alur Selat
Sempu (Cahyono 2005).
Data parameter oseanografi perairan laut Kabupaten Malang diambil dari
data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang (2002) (Tabel 8). Suhu
permukaan hampir seragam sepanjang tahun yaitu berkisar antara 26-270 C. Rata-
rata produktivitas primer pada periode bulan Juni sampai dengan November lebih
45

tinggi dibandingkan periode bulan Desember sampai dengan Mei. Sedangkan


variasi kecerahan pada periode bulan Desember-Mei lebih besar dibandingkan
periode bulan Juni-November.

Tabel 8 Data oseanografi di perairan laut Kabupaten Malang


No Parameter Waktu Laut Malang
1 SST (0 C) Desember-Mei 26.0-27.0
Juni-November 27.0
Max 1870
2 DEPTH Rata-Rata 106
Trench (DST) DST
3 Arus (cm detik -1 ) Februari 18-38
Agustus 18-38
4 Tinggi gelombang (m) 2-7
Up-Welling ***
5 Topography at Sea Level (cm) Februari 30
Agustus 25
6 Produktivitas Primer (PP) Desember-Mei 0.5
Juni-November 1.0
-3
7 Klorofil (mg m ) Desember-Mei 0.1-0.3
Juni-November 0.1-0.2
8 Kecerahan (m) Desember-Mei 10-30
Juni-November 20-30
9 O2 Permukaan (ml.l-1 ) Desember-Mei 4
Juni-November 4.5
10 Kedalaman 100 m Desember-Mei 3.5
Juni-November 3
11 Kedalaman 400 m Desember-Mei 2
Juni-November 2
Sumber: Data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang (2002)
Keterangan:
*** : Daerah yang mempunyai up-welling besar
SST : Sea Surface Temperature
DST : Double Sunda Trench

Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat


Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan memiliki jumlah
penduduk sebanyak 4156 jiwa (1074 KK) dengan proporsi usia produktif sebesar
47.79% dari total penduduk. Sebagai salah satu desa di pesisir Kecamatan
Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang, kegiatan usaha masyarakat yang
utama adalah penangkapan ikan, sebanyak 65% dari penduduk bermata
pencaharian nelayan, sedangkan yang lain bergerak di bidang pertanian lahan
46

basah dan lahan kering, peternakan, industri pengolahan ikan, dan perdaganga n
atau jasa (DKP 2001).
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat Sendang
Biru (Tabel 9) umumnya berpendidikan SLTP sebanyak 970 jiwa (45%), SD
sebanyak 737 jiwa (33%), SMU sebanyak 240 jiwa (11%), dan tidak tamat SD
sebanyak 219 jiwa (9%). Tingkat pendidikan penduduk yang umumnya bekerja
sebagai nelayan adalah tamat sekolah dasar.

Tabel 9 Jumlah penduduk Sendang Biru berdasarkan tingkat pendidikan


Jumlah Jumlah jiwa Tingkat pendidikan
kepala SMU SLTP SD Tidak Tidak
keluarga tamat SD sekolah
49 138 13 97 21 7 0
50 166 38 122 6 0 0
32 109 13 13 81 7 8
27 102 18 42 30 4 8
39 132 8 82 31 11 0
32 109 4 63 21 17 4
41 137 14 93 20 10 0
57 164 13 125 20 6 0
36 126 21 90 15 0 0
53 197 36 68 77 16 0
57 174 11 11 26 122 4
38 117 5 5 102 4 1
67 195 15 15 150 15 7
51 182 2 15 137 0 28
43 158 29 129 0 0 0
672 2206 240 970 737 219 60
Sumber : Monografi Dusun Sendang Biru 2002 dalam Irawati (2004)

Produk Domestik Desa Bruto (PDDB) tahun 2003 sebesar Rp. 62.489.000,
meningkat sebesar 50.65% dari tahun 1999, yaitu sebesar Rp. 41.480.000. Sumber
pendapatan asli desa berasal dari: tanah kas desa, pasar desa, pungutan desa,
swadaya masyarakat, hasil gotong royong, dan lain- lain (BPS Kab.Malang 2003).
Untuk mendukung berbagai kegiatan perekonomian yang ada, pemerintah
bekerjasama dengan masyarakat telah membuat sarana dan prasarana (Tabel 10)
produksi dan perekonomian guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang sudah
ada.
47

Tabel 10 Sarana dan prasarana produksi dan perekonomian yang terdapat di Desa
Tambakrejo
No JENIS JUMLAH (ada/unit)
1 Pertanian:
a. irigasi 1 /2 teknis ada
b. gorong- gorong ada
c. gilingan padi 3
d. hand sprayer 1
e. garu/bajak 134
f. penggilingan tepung tapioka 2
2 Peternakan:
padang penggembalaan 2
3 Perikanan
a. perahu motor 126
b. perahu tid ak bermotor 143
c. tambak 2
d. PPI dan TPI 1
4 KUD 1
5 Pasar 1
6 Angkutan Barang 15
7 Angkutan Penumpang 30
8 Ojek 200
9 Kios/Warung 109
10 Wartel 8
Sumber: Profil Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan 2002

Mayoritas penduduk beragama Kristen yaitu sebesar 90.27% dari jumlah


penduduk Desa Tambakrejo dan yang memeluk agama Islam di Desa ini adalah
sebesar 9.73%. Penduduk yang beragama Islam berasal dari Madura dan
pendatang lainnya, sedangkan penduduk yang beragama Kristen adalah penduduk
asli setempat. Tempat peribadatan yang ada di Desa Tambakrejo adalah sebagai
berikut: masjid 1 buah, surau 5 buah, dan gereja 10 buah (BPS Kab. Malang
2003).
Dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat pendatang banyak
bermukim di dukuh Sendang Biru, sementara penduduk asli tergeser ke Dukuh
Tambakrejo, namun demikian walaupun berbeda-beda suku dan agama, secara
umum kehidupan masyarakat di Desa Tambakrejo relatif rukun, kecuali antara
pendatang Madura dan Bugis yang pernah beberapa kali mengalami konflik
menge nai penguasaan ekonomi.
48

Masyarakat Dukuh Sendang Biru, Desa Tambakrejo melaksanakan


upacara Petik Laut setiap tanggal 27 September dengan dana + sebesar tiga
puluh tiga juta rupiah (80% merupakan swadaya masyarakat). Acara ini menjadi
agenda budaya pariwisata di Pantai Sendang Biru. Selain itu di awal tahun
diadakan festival hiburan musik, wayang, dan ludruk.
Norma- norma yang terdapat di Sendang Biru mengenai masalah kriminal
dan asusila, para pelaku mendapat sangsi membayar bahan-bahan bangunan untuk
desa, dan kegiatan berjudi diperbolehkan asal tidak mengganggu ketenangan
masyarakat sekitar. Masyarakat Dukuh Tambakrejo masih mempercayai hal- hal
yang bersifat magic dalam melangsungkan kehidupan dan keselamatan pribadi,
biasanya berupa upacara khusus (larung sesaji ke laut di bulan Suro).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
Potensi Objek Wisata
Penilaian potensi pariwisata pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang
didasarkan kepada kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik
wisata alam yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Ala m dan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan (2002). Dari detail hasil penilaian objek wisata kawasan pesisir
Sendang Biru terdapat (Lampiran 2), diperoleh nilai kajian sebesar 6840 (Tabel
11), dan sesuai dengan kriteria penilaian kelayakan pengembangan wisata (Tabel
3), maka kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru termasuk ke dalam kategori
layak (baik) untuk dikembangkan lebih lanjut.

Tabel 11 Penilaian objek wisata kawasan pesisir Sendang Biru


Unsur Perolehan nilai
Daya tarik 2520
Potensi pasar 800
Kadar hubungan/aksesibilitas 1025
Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat 1125
Kondisi iklim 480
Akomodasi 90
Sarana dan prasarana penunjang 120
Ketersediaan air bersih 560
Keamanan 120
Hubungan objek dengan objek wisata lain 0
Jumlah 6840

Strategi Pengelolaan Pariwisata


Perumusan kebijakan pengelolaan pembangunan kawasan pariwisata
pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang didasarkan pada hasil kriteria penilaian
dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang telah didapat sebelumnya.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan faktor internal dan eksternal
melalui tabel pemilihan faktor internal dan eksternal (Lampiran 3), lalu
dilanjutkan dengan pembentukan tabel faktor strategi internal dan eksternal (Tabel
12-13)
50

Tabel 12 Faktor strategi internal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru


Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur
Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
A Kekuatan
1. keindahan 6 30 180 1.1
2. keadaan pasir 6 30 180 1.2
3. kejernihan air tampak sampai kedalaman 6 30 180 1.3
(m)
4. banyaknya lokasi yang mempunyai 6 30 180 1.4
kedalaman sama
5. variasi kegiatan 6 25 150 1.5
6. kebersihan 6 25 150 1.6
7. keunikan sumber daya alam 6 30 180 1.7
8. jenis kegiatan wisata alam 6 30 180 1.8
9. kebersihan udara dan lokasi 6 30 180 1.9
10. keamanan dan keselamatan pantai 6 30 150 1.10
11. banyaknya potensi sumber daya alam 6 30 150 1.11
12. keutuhan sumber daya alam 6 30 150 1.12
13. keutuhan potensi (%) 6 25 150 1.13
14. kenyamanan 6 30 180 1.14
15. tata ruang wilayah 5 30 150 1.15
16. status lahan 5 30 150 1.16
17. jarak sumber air terhadap lokasi objek 4 30 120 1.17
(km)
18. dapat tidaknya air dialirkan ke objek atau 4 30 120 1.18
mudah dikirim dari tempat lain
19. kontinuitas 4 30 120 1.19
20. keamanan 4 30 120 1.20
21. sarana penunjang 2 30 60 1.21
22. prasarana 2 30 60 1.22
Jumlah 3240
B Kelemahan
1. lebar pantai 6 10 60 2.1
2. kerawanan kawasan 6 20 120 2.2
3. tingkat pengangguran (%) 5 25 125 2.3
4. mata pencaharian peduduk 5 20 100 2.4
5. ruang gerak pengunjung (ha) 5 10 50 2.5
6. pendidikan 5 20 100 2.6
7. tingkat kesuburan tanah 5 25 125 2.7
8. sumberdaya alam mineral 5 25 125 2.8
9. persepsi masyarakat 5 20 100 2.9
10. pelayanan masyarakat dan fasilitas 5 20 100 2.10
11. kemampuan berbahasa 5 20 100 2.11
12. kelayakan air dikonsumsi 4 25 100 2.12
13. debit sumber air (liter/detik) 4 25 100 2.13
Jumlah 1305
51

Tabel 13 Faktor startegi eksternal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru


Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur
Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
A Peluang
1. jumlah penduduk (juta jiwa) 5 140 700 3.1
2. tingkat kebutuhan wisata 5 25 125 3.2
3. kondisi dan jarak jalan darat 5 80 400 3.3
4. jarak pintu gerbang udara 5 25 125 3.4
(internasional/regional)
5. waktu tempuh ke objek dari pusat 5 30 150 3.5
kota/kabupaten (jam)
6. jumlah kendaraan bermotor (buah) 5 30 150 3.6
7. pengaruh iklim terhadap waktu 4 30 120 3.7
kunjungan
8. jumlah bulan kering rata-rata per tahun 4 25 100 3.8
9. akomodasi (jumlah kamar) 3 30 90 3.9
Jumlah 1960
B Ancaman
1. frekwensi kendaraan umum dari pusat 5 20 100 4.1
penyebaran wisata ke objek
2. kapasitas tempat duduk kendaraan 5 20 100 4.2
menuju objek wisata
3. suhu udara pada musim kemarau (0 C) 4 20 80 4.3
4. kelembaban rata-rata per tahun (%) 4 20 80 4.4
5. percepatan angin pada musim kemarau 4 20 80 4.5
6. hubungan dengan objek wisata lain 1 0 0 4.6
(sejenis)
7. hubungan dengan objek wisata lain (tidak 1 0 0 4.7
sejenis)
Jumlah 440

Setelah faktor internal dan eksternal diketahui, langkah selanjutnya adalah


menyusun faktor-faktor strategis internal dan eksternal dalam matrik SWOT
(Tabel 14). Matrik ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapai dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki.
52

Tabel 14 Matrik SWOT pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru Kabupaten


Malang Propinsi Jawa Timur
Unsur internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. keindahan 1. lebar pantai
2. pasir 2. kerawanan kawasan
3. kejernihan air 3. tingkat pengangguran
4. lokasi dengan 4. mata pencaharian
kedalaman sama 5. ruang gerak
5. variasi kegiatan pengunjung
6. kebersihan 6. pendidikan
7. keunikan SDA 7. tingkat kesuburan
8. jenis wisata alam 8. SDA mineral
9. kebersihan udara 9. persepsi masyarakat
10. keselamatan pantai 10. pelayanan
11. banyak potensi SDA masyarakat
12. keutuhan SDA 11. kemampuan
13. keutuhan potensi berbahasa
14. kenyamanan 12. kelayakan air
15. tata ruang wilayah dikonsumsi
16. status lahan 13. debit sumber air
17. jarak sumber air
18. air mudah dialirkan
19. kontinuitas air
20. keamanan
21. sarana penunjang
Unsur eksternal 22. prasarana
Peluang (O) Strategi (SO) Strategi (WO)
1. jumlah penduduk 1. pengawasan terhadap 1. perbaikan mutu
2. kebutuhan wisata kelestarian sumber sumber daya manusia
3. kondisi dan jarak jalan darat daya alam penduduk setempat
4. jarak dari bandara 2. peningkatan 2. kebijakan pemodalan
5. waktu tempuh ke objek kenyamanan bagi penduduk lokal
6. jumlah kendaraan bermotor terhadap wisatawan dalam
7. pengaruh iklim terhadap waktu mengembangkan
kunjungan usaha yang
8. jumlah bulan kering rata-rata mendukung
per tahun pariwisata
9. akomodasi
Ancaman (T) Strategi (ST) Strategi (WT)
1. frekwensi kendaraan umum dari 1. peningkatan promosi 1. penyuluhan dan
pusat penyebaran wisata produk wisata pembinaan bagi
2. kapasitas tempat duduk 2. pengadaan masyarakat lokal
kendaraan menuju objek wisata transportasi umum untuk terlibat secara
3. suhu udara di musim kemarau yang langsung dalam
4. percepatan angin pada musim berkesinambungan pelayanan pariwisata
kemarau dan pemeliharaan
5. hubungan dengan objek wisata sumber daya alam
lain (sejenis) dan lingkungan
6. hubungan dengan objek wisata
lain (tidak sejenis)
53

Untuk mengetahui strategi mana yang harus diprioritaskan untuk


dilaksanakan, maka disusunlah alternatif strategi dalam analisis SWOT (Tabel 15)
dengan cara menjumlahkan semua kode bobot yang terangkum dalam satu strategi
pengelolaan. Sehingga didapatkan prioritas kegiatan yang harus dilakukan dalam
mengelola kawasan objek wisata Sendang Biru.

Tabel 15 Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengelolaan pariwisata pesisir di


Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur
Strategi Penjumlahan
Kode pembobotan Prioritas
I S-O bobot
1 pengawasan terhadap 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 1.5, 1.6,
kelestarian sumber daya 1.7, 1.8, 1.9, 1.10, 1.11, 4285 1
1.12, 1.13, 1.14, 3.1, 3.2,
alam 3.3, 3.4, 3.9

2 peningkatan 1.5, 1.6, 1.8, 1.9, 1.15, 1.16,


kenyamanan terhadap 1.17, 1.18, 1.19, 1.20, 1.21, 3520 2
wisatawan 1.22, 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.4,
3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9
II S-T
3 peningkatan promosi 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 1.5, 1.6,
produk wisata 1.7, 1.8, 1.9, 1.10, 1.11, 3125 3
1.12, 1.13, 1.4, 4.1, 4.2, 4.3,
4.6, 4.7

4 pengadaan transportasi 1.14, 1.15, 1.16, 1.20, 1.21, 820 6


umum yang 1.22, 4.1, 4.2
berkesinambungan
III W-O
5 perbaikan mutu sumber 2.2, 2.3, 2.4, 2.6, 2.9, 2.10,
daya manusia penduduk 2.11, 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.4, 2705 4
3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9
setempat
6 kebijakan pemodalan 2.3, 2.4, 2.10, 2.11, 2.12,
bagi penduduk lokal 2.13, 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 2585 5
dalam mengembangkan 3.6, 3.7, 3.8, 3.9
usaha yang mendukung
pariwisata
IV W-T
7 penyuluhan dan 2.2, 2.3, 2.4, 2.6, 2.9, 2.10, 745 7
pembinaan bagi 2.11, 4.6, 4.7
masyarakat lokal untuk
terlibat secara langsung
dalam pelayanan
pariwisata dan
pemeliharaan sumber
daya alam dan
lingkungan
54

Berdasarkan alternatif strategi dalam analisis SWOT pengelolaan


pariwisata pesisir di Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur (Tabel
15), maka prioritas strategi pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur dapat diurutkan sebagai berikut:
1 pengawasan terhadap kelestarian sumber daya alam,
2 peningkatan kenyamanan terhadap wisatawan,
3 peningkatan promosi produk wisata,
4 perbaikan mutu sumber daya manusia penduduk setempat,
5 kebijakan pemodalan bagi penduduk lokal dalam mengembangkan usaha
yang mendukung pariwisata,
6 pengadaan transportasi umum yang berkesinambungan, dan
7 penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara
langsung dalam pelayanan pariwisata dan pemeliharaan sumber daya alam
dan lingkungan
55

Potensi Objek Wisata Pembahasan

Pembangunan pariwisata alam erat kaitannya dengan upaya


mengkonservasi lingkungan alam dan sekitarnya, oleh sebab itu konsep dan
prinsip pembangunan berwawasan lingkungan harus menjadi pertimbangan
utama. Peran alam sebagai sumberdaya alam dalam menunjang kepariwisataan
adalah sangat penting, pengertian wisata alam tidak lagi merupakan wisata yang
berdasar pada pemanfaatan sumberdaya alam semata, melainkan dalam artian
lebih mendalam dalam konteks interelasi. Menurut Nuryanti (2001), sumberdaya
wisata alam sudah seharusnya tidak dilihat dari sekedar laut, pantai, gunung, dan
sungai beserta cara penggunaannya, akan tetapi harus dilihat sebagai kombinasi
dari lebih satu jenis sumberdaya alam yang ada, seperti kehidupan pedalaman,
kehidupan bawah laut, pengamatan burung, pengamatan penyu, dan lain
sebagainya.
Unsur potensi objek wisata pada penelitian ini terdiri dari daya tarik,
potensi pasar, kadar hubungan/aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi
dan pelayanan masyarakat, kondisi iklim, akomodasi, sarana dan prasarana
penunjang, ketersedian air bersih, keamanan, dan hubungan objek dengan objek
wisata lain. Sedangkan pada penelitian Rizal (1995), unsur potensi objek wisata
yang digunakan dalam mengkaji objek wisata adalah: daya tarik, potensi pasar,
kadar hubungan, kondisi lingkungan, pengelolaan perawatan dan pelayanan,
tersedianya air bersih, kondisi iklim, sarana dan prasarana penunjang, dan
hubungan dengan objek wisata lain. Perbedaan unsur potensi yang digunakan erat
kaitannya dengan kondisi objek wisata yang diteliti.

Daya tarik
Daya tarik merupakan suatu faktor yang membuat seseorang mempunyai
keinginan untuk mengunjungi dan menyaksikan langsung ke lokasi atau tempat
pariwisata. Kawasan pesisir Sendang Biru mempunya i dua lokasi wisata alam
yang sama menarik, sesuai dengan pendapat Sukahar (2001) bahwa kegiatan
wisata di objek wisata alam secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua
kelompok, yaitu a) wisata perairan atau wisata bahari yang meliputi: berenang,
snorkling, menyelam, berlayar, berselancar, memancing, berjemur, rekreasi
56

pantai, photografi, dan olahraga pantai, b) wisata daratan yang berupa lintas alam,
mendaki gunung, penjelajahan, penelusuran gua, berburu, berkemah, photografi,
jalan santai, penelitian satwa dan tumbuhan, dan terbang layang. Kegiatan wisata
perairan atau wisata bahari yang dapat dilakukan di lokasi ini adalah berenang,
snorkling, menyelam, berlayar, memancing, berjemur, rekreasi pantai, photografi,
dan olahraga pantai. Sedangkan kegiatan wisata daratan yang bisa dilakukan
adalah lintas alam, penjelajahan, penelusuran gua, photografi, jalan santai,
penelitian satwa dan tumbuhan. Kegiatan wisata bahari dapat dilakukan di lokasi
wisata pantai Sendang Biru dan wisata daratan dapat dilakukan di area Cagar
Alam Pulau Sempu.
Pembangunan pariwisata alam di suatu daerah pada umumnya didasarkan
pada pola perencanaan regional dan kawasan. Potensi pariwisata alam suatu
daerah masih belum diandalkan sebagai suatu aset, padahal kawasan wisata alam
mampu mendatangkan penghasilan yang cukup besar, membuka peluang usaha
dan kerja serta dapat berfungsi menjaga kelestarian alam. Sebagaimana
diamanatkan dalam pasal 10 UU NO.22/1999 tentang Otonomi Daerah, urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah me liputi bidang eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, tata ruang dan administrasi
serta penegakan hukum di laut. Selanjutnya Nikijuluw (2002), berpendapat bahwa
otonomi lokal atau otonomi daerah merupakan hal yang terpenting dalam proses
desentralisasi.
Daerah pariwisata Sendang Biru dikelola oleh Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur. Pantai ini terletak di sebelah Utara Pulau Sempu dan merupakan
satu-satunya jalan masuk yang paling mudah dilalui untuk masuk kedalam
kawasan Cagar Alam Pulau Sempu. Pantai Sendang Biru memiliki kondisi tanah
yang berbukit dan hanya sebagian kecil yang datar. Meskipun terletak di pantai
selatan Jawa, Pantai Sendang Biru memiliki ombak yang relatif kecil karena
posisinya terlindungi oleh Pulau Sempu.
Pantai Sendang Biru dengan pantainya yang berombak tenang merupakan
daerah wisata untuk menikmati panorama alam, berfoto, berenang, berjemur dan
bermain pasir. Selain itu juga terdapat tempat pekemahan dan pelelangan ikan
serta tempat memancing di dekat dermaga. Penggunaan lahan Pantai Sendang
57

Biru terdiri dari sempadan pantai, fasilitas pendukung pariwisata berupa warung,
kamar mandi dan toilet, lokasi parkir dan areal perkemahan. Cagar Alam Pulau
Sempu yang berjarak sekitar 459 meter di sebelah selatan Pantai Sendang Biru,
memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Disamping kondisi panorama
alam yang ada, terdapat budaya setempat yang menjadi daya tarik wisata, yaitu
upacara petik laut yang diadakan rutin pada tanggal 27 September sebagai
ungkapan rasa terima kasih nelayan pada alam yang memberinya kehidupan.
Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami. Penetapan
kawasan ini sebagai cagar alam disamping karena keadaan alamnya yang khas
juga diperuntukkan bagi kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan. Menurut
MacKinnon et.al (1993), cagar alam merupakan kawasan untuk melindungi alam
dan menjaga proses alami dalam kondisi yang tidak terganggu dengan maksud
untuk memperoleh contoh-contoh ekologis yang mewakili lingkungan alami, yang
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan studi ilmiah, pemantauan lingkungan,
pendidikan dan pemeliharaan sumber daya plasma nutfah dalam keadaan dinamis
dan berevolusi. Menurut Yoeti (1999), Cagar Alam Pulau Sempu merupakan
salah satu daerah tujuan wisata alam populer yang banyak dikunjungi orang
(Tabel 16).

Tabel 16 Daerah tujuan wisata alam populer di Indonesia


Region Nasional Parks Natural Reserves
Sumatera Way Kambas Bukit Besar Siberut
Bukit Barisan Selatan
Kerinci Seblat
Gunung Leuser
Sulawesi Dumoga Bone Tanjung Panjang Lati
Rawa Aopa Watumohae Mojong
Lore Lindu
Jawa Bromo Tengger Semeru Pulau Sempu
Ujung Genteng Nusa Barung
Ujung Kulo n
Gede Pangrango
Nusa Tenggara Komodo Tambora
Maluku Manusela
58

Untuk melindungi dan mengamankan kawasan serta sumberdaya dari


ancaman kegiatan masyarakat, perlu dilaksanakan patroli dan penjagaan pos yang
dilakukan pada waktu-waktu tertentu tanpa penjadwalan yang tetap, seperti
penanganan masalah penebangan liar, perburuan satwa, dan perambahan hutan
lainnya. Permasalahan yang menjadi kendala dalam kegiatan perlindungan dan
pengamanan kawasan adalah kurangnya sarana dan prasarana operasional di
lapangan berupa alat transportasi darat dan air yang masih terbatas, kurangnya
personel operasional di lapangan, untuk areal cagar alam seluas 877 ha Sub Balai
Konservasi Sumber Daya Alam hanya menempatkan 1 orang personel.

Potensi pasar
Potensi pasar dapat diartikan sebagai suatu faktor yang menentukan
berhasil tidaknya pemanfaatan suatu objek wisata. Potensi pasar erat kaitannya
dengan pemasaran produk pariwisata. Pemasaran sebagai suatu proses analisis,
perencanaan, implementasi, dan pengendalian dari suatu program yang
dirumuskan untuk mengadakan pertukaran nilai secara sengaja sesuai dengan
sasaran proses tertentu, demi mencapai tujuan organisasi. Menurut Sunaryo
(2001), pemasaran pada dasarnya merupakan suatu proses manajemen yang
melibatkan perumusan tujuan organisasi dan sasarannya, analisis, perencanaan
dan implementasi.
Tujuan utama dari pendataan potensi pasar adalah mengetahui strategi apa
yang harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional yang diharapkan
mampu berimbas kepada perluasan dan pemerataan lapangan pekerjaan dan
kesempatan berusaha. Sesuai dengan UU 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
pasal 2 dan 3, bahwa penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan
asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan
dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. Penyelenggaraan
kepariwisataan tersebut bertujuan: a) memperkenalkan, mendayagunakan,
melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; b) memupuk
rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c) memperluas
dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d) meningkatkan
pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat; dan e) mendorong pendayagunaan produksi nasional.
59

Jumlah penduduk di Kabupaten Malang adalah 2.346.710 jiwa dengan


luas wilayah 3.348 km2 , sehingga kepadatan penduduk adalah 700,93 jiwa/km2 .
Dilihat dari faktor jumlah penduduk Kabupaten Malang, hal ini sangat
mendukung terhadap ketersediaan konsumen pasar pariwisata di kawasan pesisir
Sendang Biru. Tugas pengelola untuk selanjutnya menarik wisatawan sesuai
karakteristik sosial dan minat masing- masing.
Secara tradisional, karakteristik sosial telah digunakan sebagai variabel
untuk menjelaskan segmentasi pasar pariwisata, namun secara konvensional,
perbedaan usia berpengaruh terhadap harapan dan perilaku berwisata. Menurut
Sunaryo (2001), kelemahan pendekatan tradisional telah melahirkan pendekatan
baru dalam pemetaan segmen pasar wisatawan. Pendekatan ini memanfaatkan
orientasi nilai wisatawan dengan mengesampingkan variabel- variabel sosial
demografi. Dengan pendekatan ini pangsa pasar pariwisata dibagi ke dalam 4
segmen utama, yaitu:

a segmen modern materialistis, perilaku pilihannya cenderung pada sun, sea,


sex (beach attractions), night clubs, wild parties, beverages, one night
partners, fast foods, getting drunk, dan lain- lain
b segmen modern idealis, perilaku pilihannya cenderung excitement dan
entertainment yang lebih bersifat intelektual, suasana akademik
(perpustakaan, seminar), seni dan budaya, serta atraksi-atraksi yang
bertemakan pelestarian lingkungan
c segmen tradisional idealis, perilaku pilihannya lebih pada tempat atraksi yang
terkenal dan monumental serta glority pada keagungan masa lalu (Borobudur,
Piramida di Mesir, TajMahal India, dan sebagainya) dan juga lingkungan
yang masih alami
d segmen tradisional materialistis, perilaku pilihannya pada tawaran karya-
karya murah seperti belanja eloktronik, pakaian, makanan, dan lain- lain,
biasanya dalam bentuk paket wisata.
Objek wisata kawasan pesisir Sendang Biru bertemakan lingkungan dan
alam, penentuan segmen pasar harus disesuaikan dengan tema yang diangkat.
Wisata alam lebih terpetakan pada segmen pasar modern idealis dan segmen pasar
tradisional idealis, oleh karena itu implementasi kebijakan yang diambil dalam
60

menyusun strategi pemasaran objek wisata kawasan pesisir Sendang Biru harus
mengarah pada targeted segmenting pada kedua segmen pasar tersebut.

Kadar hubungan/aksesibilitas
Menikmati pariwisata alam berupa keindahan alam, kesejukan udara,
keeksotisan panorama, umumnya mempunyai lokasi yang sulit dijangkau dan jauh
dari keramaian kota. Objek wisata alam yang jauh lokasinya dari kepadatan kota
hanya dapat dinikmati dengan cara yang agak sulit dan usaha yang memakan
waktu dan tenaga. Keuntungan yang diperoleh dengan adanya jarak dan kesulitan
tempuh menjadikan kawasan objek wisata alam tidak sarat terbebani oleh
dorongan aktivitas kegiatan wisata yang padat dan terkadang cenderung merusak
lingkungan.
Kadar hubungan atau aksesibilitas adalah indikasi yang menyatakan
mudah tidaknya suatu objek wisata dijangkau. Kadar hubungan merupakan faktor
yang tidak bisa dipisahkan dalam mendorong potensi pasar. Lokasi Pantai
Sendang Biru dan Cagar Alam Pulau Sempu terletak sekitar 69 km ke arah selatan
Kota Malang dan 157 km dari Kota Surabaya.
Pintu gerbang udara yang terdekat adalah Bandara Juanda Surabaya dan
Bandara Abdurahman Saleh di Malang, akan tetapi bandara di Malang masih
belum ditingkatkan operasionalnya sebagai bandara umum penuh karena masih
diperuntukkan bagi kepentingan militer, oleh sebab itu penilaian didasarkan pada
keberadaan bandara di Surabaya sebagai tempat transit melalui udara terdekat,
yaitu berjarak 157 km. Didapatkan waktu temp uh ke objek dari pusat penyebaran
wisatawan adalah 1-2 jam.
Meskipun pada umumnya pariwisata alam sulit dijangkau dan jauh, akan
tetapi wisata alam mempunyai peminat yang khas, dan akan selalu berkembang
sesuai berjalannya waktu. Menurut Fandeli (2001), perkembangan pariwisata
disuatu daerah ataupun suatu negara akan meningkat terus karena:

a jumlah penduduk yang semakin bertambah terus dari waktu ke waktu, juga
adanya kecenderungan penduduk yang bertempat tinggal di kota semakin
lama semakin banyak, sehingga mendorong mereka untuk menyegarkan diri
di alam terbuka
61

b pendapatan perkapita penduduk semakin lama semakin meningkat sejalan


dengan peningkatan pembangunan ekonomi di banyak negara, baik negara
industri maupun negara yang sedang berkembang
c tingkat mobilitas penduduk tinggi
d ada kecenderungan jumlah penduduk kelompok umur remaja dan muda
semakin lama semakin tinggi, hal ini menimbulkan suatu peluang yang cukup
besar untuk dapat diusahakannya kepariwisataan alam.

Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat


Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
198/1999-2009, kawasan pesisir Sendang Biru termasuk dalam pengembangan
pariwisata pantai yang didukung oleh keberadaan Cagar Alam Pulau Sempu.
Kesesuian kawasan dengan tata ruang wilayah memberikan kesempatan lebih
besar kepada pengelola untuk meningkatkan kualitas objek wisata di pesisir
Sendang Biru. Meskipun demikian, fokus Pemerintah Kabupaten Malang terarah
ke daerah Malang bagian Timur karena mempunyai akses rute wisata dari dan ke
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang merupakan objek wisata berskala
internasional, sedangkan objek wisata Sendang Biru dalam tata ruang wilayah
termasuk objek wisata berskala lokal Jawa Timur. Oleh sebab itu diperlukan
strategi pemasaran dan peningkatan kualitas objek wisata, seperti pencantuman
lokasi objek wisata Sendang Biru dalam rute perjalanan wisata ke Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru, karena bisa dilakukan dalam sekali perjalanan
meskipun adanya tambahan waktu apabila mengunjungi objek wisata Sendang
Biru. Hal ini bisa disiasati dengan peningkatan kualitas kawasan dan pengelola
dalam melayani wisatawan, sehingga waktu yang mereka luangkan untuk singgah
ke Sendang Biru tidak sia-sia.
Area lokasi objek wisata Sendang Biru merupakan tanah milik negara,
demikian pula adanya kepemilikan tanah di Cagar Alam Pulau Sempu, namun ada
lima buah rumah penduduk yang berada dalam area lokasi wisata Pantai Sendang
Biru yang membuka warung makanan dan minuman untuk pengunjung,
sedangkan di Pulau Sempu tidak terdapat hunian rumah penduduk ataupun
bangunan untuk fasilitas pariwisata. Karena merupakan tanah milih negara, maka
lebih mudah memaksimalkan kawasan pesisir Sendang Biru sebagai tujuan wisata
62

tanpa harus mengeluarkan biaya sewa lagi atas tanah yang digunakan dan juga
tanpa harus membayar tuntutan ganti rugi masyarakat atas tanah yang digunakan.
Tingkat pengangguran berpengaruh terhadap sikap masyarakat tentang
kepariwisataan, dengan adanya kegiatan baru untuk pariwisata, misalnya wisata
pemancingan, membuat masyarakat mempunyai mata pencaharian, sehingga
masyarakat mendukung adanya kepariwisataan di lokasi ini. Didapatkan
pengangguran di Desa Tambakrejo sebesar 764 jiwa dengan tingkat prosentase
pengangguran terhadap jumlah penduduk sebesar 15%. Pembuk aan lapangan
kerja baru akan sangat membantu dalam pengurangan jumlah penganggur, salah
satunya adalah kegiatan lain yang dihasilkan oleh adanya kegiatan pariwisata,
seperti pelayanan jasa pemandu untuk wisata alam di Pulau Sempu.
Kepariwisataan juga dapat mengubah sikap masyarakat melalui perubahan
mata pencaharian yang lebih baik, apabila mata pencaharian penduduk tetap tidak
lebih baik penghasilannya maka sikap mereka terhadap kegiatan pariwisata akan
biasa-biasa saja atau malah bersikap masa bodoh. Didapatkan mata pencaharian
penduduk Desa Tambakrejo adalah mayoritas petani dan nelayan, penduduk asli
mendominasi pertanian dan penduduk pendatang (Madura dan Bugis) banyak
bergerak di bidang perikanan sebagai nelayan. Tingkat pendidikan sangat erat
dalam me nunjang kegiatan mata pencaharian, akan semakin bervariasi pekerjaan
yang dapat dilakukan dengan adanya pendidikan yang lebih tinggi. Sesuai data
Kecamatan Sumbermanjing Wetan Dalam Angka 2003, diketahui bahwa
penduduk Desa Tambakrejo sebagian besar hanya lulus Sekolah Dasar. Tingkat
pendidikan ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap sikap pelayanan
masyarakat terhadap pengunjung.
Sikap pelayanan masyarakat terhadap wisatawan perlu diarahkan dan
dibina. Komunikasi antar personal sangatlah penting dalam membangun
kepercayaan, kemampuan berkomunikasi yang umum digunakan adalah melalui
percakapan, disini dibutuhkan kemampuan berbahasa sesuai dengan bahasa
pengunjung, setidaknya mampu mengerti dan memahami keinginan wisatawan.
Berdasarkan kajian di lapangan, didapatkan bahwa masyarakat Desa Tambakrejo
khususnya Dukuh Sendang Biru menguasai dua bahasa dalam menyampaikan
63

pesan secara lisan yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Jawa, Madura,
Bugis) sesuai asal masing- masing.
Ruang gerak pengunjung dapat berbeda-beda ditinjau dari intensitas
kegiatan pengunjung itu sendiri, untuk kegiatan wisata pantai ruang gerak
pengunjung sebesar 10 ha, yang meliputi pantai berpasir putih, tempat bermain,
dan area perkemahan. Sedangkan untuk wisata alam (penjelajahan, pengamatan
burung, penelitian dan pendidikan) di area Cagar Alam Pulau Sempu ruang gerak
pengunjung mencapai 230 ha, dan untuk wisata pemancingan ke Samudera
Hindia, ruang gerak pengunjung bisa tidak terbatas sesuai kemampuan alat
transportasi.
Kegiatan pariwisata dapat ditinjau sebagai sesuatu yang dapat memberikan
kenikmatan kepada pendatang dan kesejahteraan bagi penduduk sekitar, namun
demikian berbagai sisi negatif imbas pariwisata harus ditindaklanjuti dengan
cepat. Adanya perusakan lingkungan alam, vandalism (perusakan objek wisata,
atau tempat-tempat bersejarah), pencemaran seni budaya, dan hilangnya sifat
kepribadian penduduk lokal harus mendapat perhatian serius. Masalah lain yang
timbul seperti kenaikan harga-harga di daerah setempat sebagai akibat sifat
pembelanjaan para wisatawan dan kebiasaan penduduk setempat yang
menganggap bahwa produk luar negeri selalu lebih baik daripada produk lokal.
Untuk mensikapi kecenderungan negatif penduduk dari pengaruh pariwisata, perlu
dilakukan perencanaan pembangunan pariwisata yang baik untuk meminimalkan
pengaruh negatif dan memaksimalkan pengaruh positifnya.
Hidayati (1999) menyatakan bahwa salah satu langkah yang dapat
dilakukan agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam pengelolaan berbasiskan
masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Disebutkan dalam
pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan lima unsur dalam
implementasinya, yaitu: 1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 2)
memberikan akses kepada masyarakat, 3) menumbuhkan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan arti nilai sumberdaya ekosistem, 4) menumbuhkan
dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola, menjaga dan
melestarikan sumberdaya alam, dan 5) menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya alam.
64

Sejalan dengan hal tersebut, Bengen (2001) menyatakan bahwa salah satu
pengelolaan pariwisata pesisir adalah bagaimana menggabungkan antara
kepentingan ekologis dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat sekitar
lokasi wisata.

Kondisi iklim
Langsung maupun secara tidak langsung, kondisi iklim akan berpengaruh
terhadap kunjungan wisatawan ke suatu lokasi objek wisata. Daerah tujuan wisata
dengan curah hujan tinggi akan sedikit mempunyai jumlah pengunjung secara
umum, karena hanya orang dengan minat tertentu seperti pengamat atau peneliti
tertentu yang mengunjungi daerah tersebut, bukan pengunjung secara umum dari
berbagai kalangan usia dan profesi. Suatu jenis iklim tertentu dikatakan tidak
cocok di suatu lokasi objek wisata, namun belum tentu keberadaan iklim tersebut
di tempat lain tidak menguntungkan, misalnya keadaan angin yang bertiup
kencang antara 4-5 knot per jam, tidak menguntungkan di kawasan objek wisata
pegunungan, karena hawa dingin ditambah dengan angin kencang akan membuat
wisatawan berlindung dan menghindar, dan menguntungkan pada kawasan objek
wisata pantai yang memang angin selalu bertiup dengan kencang. Kawasan pesisir
Sendang Biru yang berada di tepian Samudera Hindia merupakan lintasan akhir
arus Indonesia yang berpengaruh terhadap keadaan iklim.
Kawasan pesisir Sendang Biru mempunyai iklim tropis yang stabil
sepanjang tahun, sehingga waktu kunjungan bisa dilakukan dalam setahun penuh
tanpa adanya halangan iklim yang kurang bersahabat pada bulan-bulan tertentu.
Suhu udara pada musim kemarau berkisar antara 250 C-270 C, hal ini wajar terjadi
mengingat lokasi objek wisata Sendang Biru berada di tepi Samudera Hindia.
Kecepatan angin pada musim kemarau 5-6 knot per jam. Dengan adanya bantuan
angin yang lumayan kencang membuat suhu udara di pesisir Sendang Biru
nyaman untuk dinikmati. Jumlah bulan kering rata-rata per tahun didapatkan
sebanyak 7 bulan dan kelembaban udara berkisar antara 61-67% (BMG Kab
Malang 2001). Dengan adanya dukungan dari kondisi iklim berupa jumlah bulan
kering rata-rata dan tingkat kelembaban menjadikan potensi objek wisata pesisir
Sendang Biru mempunyai keunggulan waktu lebih banyak dalam melakukan
kegiatan-kegiatan yang mendukung pariwisata.
65

Unsur kondisi iklim memang tidak bisa dirubah, karena terjadi akibat
kealamian alam, tetapi bisa disiasati dengan cara memakai jaket pelindung apabila
angin bertiup dengan kencang, atau memilih turun ke pantai menjelang siang
apabila angin bertiup kencang. Pemilihan penjelajahan menuju Segara Anakan
ataupun Telaga Lele dapat dilakukan dengan memilih ketika kondisi iklim tidak
sedang musim penghujan, mengingat medan yang ditempuh cukup panjang dan
sulit. Sesuai namanya, penjelajahan merupakan sebuah aktifitas berjalan jauh
menelusuri alam terbuka, apakah itu di hutan, gunung, atau sungai. Kegiatan yang
lebih merupakan rekreasi di alam terbuka ini tidak hanya menyehatkan fisik,
tetapi juga meneduhkan jiwa dengan membuat pikiran kembali menjadi jernih.

Akomodasi
Perhotelan atau penginapan merupakan salah satu faktor penting dalam
menunjang kegiatan pariwisata, khususnya bagi pengunjung yang ingin menginap
atau pengunjung yang berasal dari tempat jauh. Kegiatan pariwisata juga
dikatakan sebagai nyawa dari perhotelan atau penginapan, tanpa adanya kegiatan
pariwisata, dapat dikatakan akomodasi perhotelan atau penginapan akan lumpuh.
Hotel termasuk sarana kepariwisataan, ini berarti hidup dan kehidupannya
tergantung pada banyak sedikitnya wisatawan yang datang. Unsur yang digunakan
dalam menilai penginapan didasarkan pada jumlah kamar yang berada pada radius
15 km dari lokasi wisata Sendang Biru. Jumlah penginapan yang didapat
sebanyak 27 buah dengan jumlah kamar 348 buah dan tempat tidur sebanyak 596
buah.
Kita menyadari bahwa tujuan wisatawan datang berkunjung pada suatu
lokasi objek wisata bukanlah untuk tidur di penginapan semata- mata melainkan
selalu dikaitkan dengan keperluan lain dengan motivasi yang beraneka ragam,
oleh sebab itu sektor perhotelan atau penginapan bukan suatu hal yang mutlak
harus ada, tanpa adanya penginapan orang-orang juga dapat menikmati banyak
objek dan atraksi wisata, seperti piknik. Piknik dilakukan tidak berapa jauh dari
tempat kediaman orang yang melakukannya dan dilakukan kurang dari 24 jam,
segala fasilitas serta keperluan disediakan sendiri.
Akan tetapi, apabila dilihat secara luas dari perkembangan dan
pembangunan ekonomi daerah sekitarnya, pengadaan akomodasi berupa hotel
66

atau penginapan sangatlah penting. Untuk wisatawan yang melakukan perjalanan


lebih dari 24 jam, karena jauh dari tempat tinggalnya sendiri, mau tidak mau
memerlukan tempat tinggal untuk sementara, dimana wisatawan tersebut dapat
beristirahat, mandi dan makan.
Kawasan pesisir Sendang Biru yang berdekatan atau bisa dikatakan
menyatu dengan Cagar Alam Pulau Sempu dilihat dari ekosistemnya, perlu
pengkajian lebih lanjut apabila diadakan tujuan untuk mass tourism, karena beban
yang harus ditanggung oleh lingkungan dan alam sekitar. Hotel- hotel dan
penginapan yang hendak dibangun atau disediakan untuk wisatawan selayaknya
berorientasi pada perumahan rakyat , mengingat daya tarik utama di kawasan
pesisir Sendang Biru adalah keindahan alam dan keanekaragaman flora dan fauna
yang masih alami.

Sarana dan prasarana penunjang


Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar
sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan
pelayanan kepada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang
beranekaragam. Agar sarana pengangkutan dapat berfungsi, maka diperlukan
prasarana perhubungan, kendaraan bermotor tidak akan berjalan bilamana tidak
ada jalan raya dan jembatan atau tidak ada bahan bakar minyak sebagai sumber
energinya.
Hotel dan restoran, agar dapat melayani tamu-tamunya membutuhkan
penerangan listrik dan selanjutnya tenaga sendiri memerlukan sumber energi
untuk membangkitkan tenaga listrik tadi. Untuk mandi, mencuci dan keperluan
lain, diperlukan instalasi penjernihan air atau mesin pompa yang dibuat khusus
untuk itu. dan agar tersedia makanan dan minuman yang segar diperlukan usaha
pertanian, peternakan, dan perkebunan. Wisatawan bila hendak berbelanja,
memerlukan penukaran uang asing dan untuk itu diperlukan tempat penukaran
mata uang asing, sedangkan untuk membangun sarana-sarana perhotelan dan
fasilitas rekreasi diperlukan pelayanan bank, terutama dalam rangka penyaluran
fasilitas kredit yang dibutuhkan. Untuk dapat membangun semuanya diperlukan
industri- industri penunjang yang secara tidak langsung memberikan bantuan
berupa perlengkapan untuk perhotelan, perlengkapan rumah tangga, semen, batu
67

bata, instalasi listrik dan air, air conditioner, lemari pendingin, kain sprei, handuk,
sabun, kertas toilet, dan lain- lain.
Adapun yang dimaksudkan dengan sarana kepariwisataan adalah
perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik
secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak
tergantung pada kedatangan wisatawan. Permintaan kesempatan kerja merupakan
sesuatu yang permanen dan akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah
pertumbuhan penduduk. Pariwisata sebagai industri jasa mempunyai peran
penting dalam menetapkan kebijaksanaan tentang kesempatan kerja, karena
permintaan perjalanan wisata selalu akan meningkat dalam jangka jangka waktu
panjang.
Pembangunan pariwisata melalui perbaikan dan peningkatan kualitas
sarana dan prasarana dapat menjadi katalisator untuk mengembangkan
pembangunan sektor lainnya secara bertahap, sehingga pertumbuhan ekonomi di
daerah Sumbermanjing Wetan khususnya daerah Sendang Biru dapat berkembang
dengan baik.

Ketersediaan air bersih


Adanya air bersih di suatu lokasi objek wisata, terutama wisata pantai
merupakan faktor yang perlu tersedia, baik untuk pengelolaan maupun untuk
pelayanan keperluan pengunjung. Air berish atau air tawar tersebut tidak harus
selalu bersumber dari dalam lokasi objek wisata, tetapi bisa saja dialirkan dari luar
lokasi, dan akan lebih bagus dan menunjang lagi apabila air bersih tadi bersumber
di dalam lokasi.
Di lokasi wisata Sendang Biru terdapat sumber air yang langsung bisa
dimanfaatkan untuk kebutuhan pengelola maupun pengunjung, letaknya di
sebelah Barat Teluk Raas Pulau Sempu, 10 menit berperahu dari pantai Sendang
Biru (+25 meter dari pantai), debit air yang dihasilkan mencapai 1-1.9 liter per
detik, sehingga sangat mencukupi untuk kebutuhan keperluan sehari- hari seperti
MCK, akan tetapi seiring perkembangan teknologi, penduduk Dukuh Sendang
Biru dan wisatawan yang hanya mengunjungi pantai Sendang Biru, tidak perlu
menyeberang ke Pulau Sempu lagi untuk mendapatkan air bersih, karena air dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sudah bisa dialirkan ke Sendang Biru.
68

Air yang berasal dari PDAM maupun dari sumber mata air di Teluk Raas
tersedia sepanjang tahun meskipun terjadi musim kemarau panjang. Hal ini
disebabkan hutan yang masih lebat untuk menyimpan air di Pulau Sempu, dan
adanya 3 bendungan air (Selorejo, Karangkates, Sengguruh) yang mendukung
keberlangsungan air bersih dari PDAM. Untuk berjaga-jaga dari adanya kuman
dan penyakit yang ada dalam kandungan air, maka air yang berasal dai PDAM
maupun dari sumber mata air perlu dilakukan perlakuan terlebih dahulu apabila
ingin dikonsumsi, yaitu memasak terlebih dahulu sebelum diminum.
Adanya ketersediaan air yang bagus, mendukung kegiatan pariwisata di
pesisir Sendang Biru. Pengelola kawasan tidak perlu direpotkan dengan
penyediaan air bersih yang banyak dan wisatawan dapat memanfaatkan air bersih
sesuai dengan kebutuhannya, sehingga pelayanan dapat dijalankan dan kepuasan
pengunjung dari segi ketersediaan air dapat terpenuhi.

Keamanan
Agar wisatawan merasa aman dalam perjalanan atau ditempat tujuannya,
diperlukan petugas keamanan atau polisi. Sedangkan rasa aman di dalam kawasan
lokasi pariwisata bisa membuat wisatawan merasa tenang atau terancam. Keadaan
lingkungan alam dan sosial yang aman dan tenang secara langsung akan
mendorong datangnya wisatawan ke lokasi tujuan wisata. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa didalam lokasi penelitian tidak ada binatang pengganggu, tidak
ada tanah labil, dan bebas kepercayaan mengganggu. Kondisi lingkungan alam
dan sosial ya ng kondusif perlu dipertahankan dan ditingkatkan untuk mendukung
rasa aman wisatawan.
Dalam mengoptimalkan pengelolaan pariwisata pesisir, salah satu hal yang
dapat dilakukan adalah pengembangan intensif bagi masyarakat dan stakeholders.
Resosudarmo et.al (2002) berpendapat bahwa langkah pengembangan insentif
yang bisa dikembangkan dalam menunjang pengelolaan pariwisata pesisir adalah:
1) pemberian jaminan keamanan di sekitar objek-objek pariwisata pesisir, 2)
pengembangan pola kepemilikan dan pengelolaan kawasan pariwisata pesisir, 3)
pelibatan pihak swasta nasional dan asing dalam promosi pariwisata pesisir, adan
4) pelibatan masyarakat lokal untuk menjaga dan mengembangkan kualitas
kelestarian alam pesisir.
69

Hubungan objek dengan objek wisata lain


Dalam radius 75 km ke arah Utara, Barat dan Timur dari wisata pesisir
Sendang Biru didapatkan berbagai objek wisata lain, baik sejenis maupun tidak
sejenis. Ke arah Selatan tidak ditemukan objek wisata lain karena kawasan pesisir
Sendang Biru langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Terdapat 12 lokasi
objek wisata sejenis dan 23 lokasi objek wisata tidak sejenis.
Banyaknya lokasi wisata di Kabupaten Malang menjadikan pertimbangan
tersendiri dalam menentukan tujuan wisata, sehingga tujuan wisata akan terkotak-
kotak sesuai dengan minat dan kemampuan masing- masing individu pengguna.
Dengan adanya persaingan yang sangat tinggi antar lokasi objek wisata, menuntut
adanya kesiapan pengelolaan dari pengelola kawasan wisata Sendang Biru untuk
turut serta dalam persaingan merebut pangsa pasar. Merupakan penunjang apabila
objek wisata lain sejenis maupun tidak sejenis dijadikan satu paket perjalanan
dengan objek wisata Sendang Biru.

Hasil penilaian objek wisata pesisir Sendang Biru dapat dilihat pada
(Tabel 20), dari hasil perhitungan total bobot nilai diperoleh sebesar 6945,
berdasarkan kriteria penilaian kelayakan pengembangan, objek wisata pesisir
Sendang Biru termasuk kategori (baik) layak untuk dikembangkan, akan tetapi
masih ada kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan. Untuk meningkatkan
kualitas objek wisata pesisir Sendang Biru, maka potensi-potensi yang perlu
perhatian lebih lanjut adalah aksesibilitas, sarana dan prasarana pendukung, dan
hubungan objek dengan objek wisata lain.
Aksesibilitas harus ditingkatkan, dengan cara menambah angkutan atau
armada yang khusus diperuntukkan untuk melayani jalur kegiatan wisata ke
Sendang Biru. Pengadaan alat transportasi ini sebaiknya diberikan kesempatan
kepada masyarakat di sekitar kawasan, dimana pemerintah hanya sebagai pihak
yang memonitor terhadap pelayanan kebersihan, fasilitas yang diberikan, dan
keramahan pelayanan.
Hubungan dengan objek wisata lain, sejenis maupun tidak sejenis,
memang secara langsung merupakan saingan dalam merebut pangsa pasar, karena
jumlah objek wisata lain, sejenis maupun tidak sejenis banyak ditemukan dalam
radius 75 km dari objek wisata pesisir Sendang Biru. Hal yang bisa dilakukan
70

adalah peningkatan pelayanan sarana dan prasarana kawasan dan mejadikan


pesisir Sendang Biru sebagai satu paket perjalanan dengan objek wisata lain yang
sudah mendapat nama di tingkat lokal, nasional, maupun internasional seperti
Taman Nasional Tengger Bromo Semeru, agro wisata kebun apel, wisata pantai di
Balekambang dan Ngliyep, serta wisata tirta di Bendungan Selorejo.

Strategi Pengelolaan Pariwisata


Berdasarkan alternatif strategi yang telah didapat, maka prioritas strategi
pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru Malang Jawa Timur yang harus
didahulukan dapat diurutkan sebagai berikut:
1 pengawasan terhadap kelestarian sumberdaya alam,
2 peningkatan kenyamanan terhadap wisatawan,
3 peningkatan promosi produk wisata,
4 perbaikan mutu sumberdaya manusia penduduk setempat,
5 kebijakan pemodalan bagi penduduk lokal dalam mengembangkan usaha
yang mendukung pariwisata,
6 pengadaan transportasi umum yang berkesinambungan, dan
7 penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara
langsung dalam pelayanan pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam
dan lingkungan

Pengawasan terhadap kelestarian sumberdaya alam


Dampak pembangunan ekonomi mempunyai sisi ganda yaitu sisi cerah
dan sisi suram. Dampak yang cerah ialah dampak positifnya terhadap masyarakat
dan sisi suramnya adalah dampak negatifnya terhadap lingkungan. Karena dua
faktor ini saling terkait dan berinteraksi, maka perhatian terhadap lingkungan alam
sekitar juga akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi
dalam jangka panjang (Yakin 1997).
Pengawasan kelestarian sumberdaya alam menjadi strategi pertama dalam
pengelolaan pariwisata pesisir Sendang Biru, hal ini didasarkan pada perpaduan
antara wisata pantai di Sendang Biru dan wisata alam di Cagar Alam Pulau
Sempu. Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem
71

tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami. Penetapan


kawasan ini sebagai cagar alam disamping karena keadaan alamnya yang khas
juga diperuntukkan bagi kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan. Penetapan
strategi pertama ini selaras dengan pendapat Gunn (1993) dalam Lewaherilla
(2002) yang mengemuk akan bahwa suatu kawasan wisata dikatakan baik dan
berhasil apabila didasarkan kepada empat aspek yaitu: 1) mempertahankan
kelestarian lingkungannya, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan
tersebut, 3) menjamin kepuasan pengunjung, dan 4) meningkatkan keterpaduan
pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya.
Pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan sering
bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan, sehingga sering dikatakan
bahwa antara pembangunan ekonomi dan lingkungan terkesan kontradiktif. Akan
tetapi hal tersebut tidak selalu benar, karena dua kepentingan ini bisa saling
berinteraksi atau diintegrasikan sehingga kepentingan ekonomi dan lingkungan
bisa sama-sama tercapai (Yakin 1997).
Menurut MacKinnon et.al (1993) bahwa kawasan yang dilindungi bisa
dijadikan kawasan wisata terkendali. Wisata terkendali artinya daerah yang
dilindungi, dalam hal ini Cagar Alam Pulau Sempu, harus tetap mempertahankan
fungsinya sebagai pelestarian spesies. Hal ini dapat dilaksanakan apabila kategori
pengelolaan dirancang dan ditetapkan untuk mengatur tipe pemanfaatan yang
dapat dikaitkan, tanpa mengejar satu manfaat dan meningglkan manfaat lainnya.

Peningkatan kenyamanan terhadap wisatawan


Program pengadaan sarana dan prasarana diadakan untuk mendukung
kenyamanan, dan pelayanan kepada wisatawan guna peningkatan minat
wisatawan berkunjung ke kawasan Sendang Biru. Sarana dan prasarana yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

a Pembuatan pusat informasi


Pembangunan ini diperlukan guna memudahkan wisatawan untuk
merencanakan perjalanan dan menggunakan waktu mereka dengan sebaik-
baiknya. Informasi ini mencakup semua kegiatan yang ditawarkan di kawasan
Sendang Biru yang didukung oleh keindahan Cagar Alam Pulau Sempu, berbagai
72

fasilitas yang mendukung, seperti penginapan atau tempat perkemahan juga


dicantumkan di pusat informasi ini. Untuk memberikan informasi yang jelas dan
baik diperlukan peta detail dari objek, sehingga lokasi yang ditunjukkan dapat
menjadi minat wisatawan, dalam informasi ini dilengkapi dengan jarak tempuh,
lama perjalanan, kesulitan medan dan bahaya yang mungkin dihadapi. Selayaknya
pembangunan pusat informasi diadakan di pusat penyebaran, hal ini Malang
sebagai kota, sekaligus sebagai ajang promosi.

b Penambahan sarana komunikasi


Pelayanan kepada wisatawan harus diutamakan. Warung telekomunikasi
yang ada berada jauh dari lokasi Pantai Sendang Biru, hal ini menyulitkan
wisatawan untuk berkomunikasi. Komunikasi sangat diperlukan untuk
memberikan informasi dan bantuan dengan cepat apabila tejadi kecelakaan atau
tersesat di area Pulau Sempu. Pemakaian handphone belum memungkinkan
karena blank signal, kecuali yang mempunyai langganan operator satelit seperti
byru. Selain pembanguan wartel, pengadaan tower signal suatu operator
handphone sangat diperlukan. Pemerintah Daerah harus menjalin kerjasama
dengan pihak telkom atau operator lain dalam melaksanakan pemabangunan tower
signal ini. Pengadaan saran komunikasi dapat dilakukan secara bertahap, untuk
memaksimalkan fungsi dari sarana komunikasi tersebut.

c Peningkatan jalan setapak


Ini khusus dilakukan di objek wisata yang berada di Pulau Sempu,
khususnya jalan setapak yang menuju Telaga Lele dan Segara Anakan. Jalan
setapak yang ada sekarang membingungkan pengunjung yang akan menuju kedua
lokasi tersebut, karena jalan setapak di area pulau ini banyak mempunyai cabang,
minimnya rambu-rambu penunjuk jalan mebuat banyak pengunjung yang tersesat
dan hilang untuk beberapa hari, hal ini tentu sangat berbahaya dan mengecewakan
pengunjung. Hal ini bisa diatasi dengan adanya pemandu dari penduduk lokal,
tetapi tenaga pemandu sangat terbatas, sehingga diperlukan rambu-rambu
penunjuk jalan yang jelas. Rambu-rambu yang jelas, membantu pengunjung agar
tidak tersesat di tengah jalan meskipun tidak membawa pemandu, akan tetapi
dengan medan yang sulit dan panjang, maka diperlukan lagi tempat istirahat untuk
relaksasi, mengingat fisik masing- masing individu berbeda satu sama lain.
73

Tempat istirahat cukup dibuat sederhana, sesuai dengan alam, disini disediakan
tempat peregangan ringan untuk kaki dan tangan tanpa merusak habitat asli alam.
Untuk pecinta burung, dibangun menara pengintai di tempat relaksasi ini.
Peningkatan jalan setapak yang mengitari objek dapat dilakukan dengan
membangun rute jalan setapak pendek yang diperuntukkan pengunjung yang ingin
menikmati alam sekitarnya dan rute jalan yang panjang untuk pengujung yang
gemar dengan kegiatan penjelajahan lokasi wisata.

Peningkatan promosi produk wisata


Secara ekonomi pengembangan suatu sektor perlu diprioritaskan apabila
sektor tersebut dapat memberikan efesiensi yang tinggi dibandingkan sektor
lainnya. Dalam kaitan ini, maka pengelolaan kawasan pariwisata pesisir Sendang
Biru ditingkatkan guna menjadi faktor pengembangan ekonomi di daerah ini.
Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisata ke Pantai Sendang Biru, perlu
diadakan promosi dan pencantuman Pantai Sendang Biru di dalam peta wisata
Kabupaten Malang, baik dilakukan di tingkat regional, nasional, maupun
internasional sehingga wisatawan yang datang ke Pantai Sendang Biru bukan saja
banyak berasal dari Kabupaten Malang melainkan juga berasal dari wilayah lain
di Indonesia bahkan dari manca negara.
Aksesibilitas yang cukup mudah dari Kota Malang ke Sendang Biru
menjadi faktor penentu meningkatnya pengunjung dari tahun ke tahun. Dengan
kondisi jalan beraspal dan mudahnya angkutan yang menuju lokasi membuat
pengunjung yang datang tiap tahunnya semakin bertambah. Potensi pasar
merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya pemanfaatan suatu objek
wisata. Faktor tersebut adalah menyangkut jumlah kunjungan yang berhubungan
dengan jumlah penduduk sebagai konsumen. Peran potensi pasar terhadap
kegiatan pariwisata di Sendang Biru sangat mendukung, tapi karena kurang
adanya pengelolaan yang profesional dan penyebaran informasi yang masih
minim, menyebabkan kunjungan wisatawan masih terbatas untuk masyarakat di
Kabupaten Malang.
74

Perbaikan mutu sumberdaya manusia penduduk setempat


Pemerintah sering memberikan konsep-konsep pembangunan kepada
masyarakat yang bukan menjadi kebutuhan pada rakyat setempat, hal ini
disebabkan perumusan konsep kebutuhan tersebut tidak melibatkan masyarakat
secara langsung. Mensikapi hal ini, masyarakat dituntut kritis dalam menilai
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Melalui pendidikan formal dan
informal yang ditawarkan kepada masyarakat, dapat membuat pengetahuan
individu dan masyarakat meningkat dan mampu mensikapi dengan bijaksana
tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengembangkan pariwisata pesisir
di kawasan Sendang Biru.
Realitas sumberdaya manusia suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari
realitas pendidikan sebagai sistem fundamental pengelolaan dan penghasil
pengetahuan itu sendiri. Pendidikan adalah proses panjang yang dapat dianggap
sebagai suatu alat utama untuk meningkatkan kesadaran politik dan sosial, serta
menyediakan tenaga-tenaga terlatih untuk proses produksi dalam suatu
pembangunan modern (Bengen 2004).
Menurut Baum dan Tolbert (1983) dalam Bengen (2004), pendidikan
memiliki makna strategis bagi kemajuan suatu bangsa di masa datang. Negara-
negara yang yang berhasil dalam pembangunannya ternyata memberikan
perhatian yang besar terhadap pembangunan sumberdaya manusia di sektor
pendidikan. Lebih lanjut lagi Bengen (2004) berpendapat bahwa indikasi
pendidikan berperan dalam memperlancar proses alih dan penciptaan teknologi,
memberikan gambaran bahwa investasi yang tinggi pada pendidikan adalah
prasyarat yang harus dikerjakan terlebih dahulu dalam proses modernisasi, guna
mendukung investasi pada modal fisik.

Kebijakan pemodalan bagi penduduk lokal dalam mengembangkan usaha


yang mendukung pariwisata

Daya tarik Cagar Alam Pulau Sempu dapat mendatangkan keuntungan


ekonomi bagi daerah dan masyarakat, apabila dilakukan dengan perencanaan yang
benar. Pengembangan wisata di dalam dan disekitar kawasan yang dilindungi
merupakan salah satu cara untuk memajukan ekonomi dengan cara menyediakan
kesempatan kerja, merangsang pasar, memperbaiki prasarana angkutan dan
75

komunikasi. Perencanaan seksama dan terpadu antar berbagai sektor sangat


dibutuhkan untuk menghindari dampak sampingan pariwisata.
Sesuai dengan UU 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan pasal 2 dan 3,
bahwa penyelengga raan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat,
usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam
keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. Penyelenggaraan
kepariwisataan tersebut bertujuan: a) memperkenalkan, mendayagunakan,
melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; b) memupuk
rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c) memperluas
dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d) meningkatkan
pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat; dan e) mendorong pendayagunaan produksi nasional. Pemerintah
mempunyai kewajiban memakmurkan rakyat secara merata.
Adanya UU tersebut, menerangkan dengan jelas bahwa pemerintah
mempunyai komitmen dalam mensejahterakan rakyat, tetapi dalam kenyataan di
lapangan, keberpihakan pemerintah selalu kepada investor yang mempunyai
modal untuk membangun industri pariwisata dalam skala besar. Oleh sebab itu
pemerintah berkewajiban memberikan modal kepada masayarakat lokal yang
mempunyai kemampuan dalam mengembangkan usaha guna mendukung
kepariwisataan, baik berupa sarana dan prasarana maupun pemberian pinjaman
lunak.

Pengadaan transportasi umum yang berkesinambungan


Pengadaan transportasi umum yang berkesinambungan ditujukan untuk
kontinuitas pelayanan hubungan, sehingga tidak hanya hari- hari tertentu saja (hari
libur) layanan transportasi tersedia banyak, tapi juga hari-hari biasa, ini sangat
berkaitan dengan promosi dan pelayanan yang diberikan. Sulitnya suatu lokasi
objek wisata yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas, dengan sendirinya akan
mematikan produk wisata itu sendiri.
76

Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara


langsung dalam pelayanan pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam
dan lingkungan

Sendang Biru sebagai pintu masuk yang mudah ke Cagar Alam Pulau
Sempu memberikan pengaruh langsung kepada pengunjung. Ketersediaan perahu
dan perahu motor yang tidak terawasi dengan ketat membuat banyak pengunjung
Sendang Biru memasuki Cagar Alam Pulau Sempu tanpa izin BKSDA (Balai
Konservasi Sumberdaya Alam). Peranan pengelolaan kawasan yang dilindungi
dalam menentukan tujuan dan fasilitas wisata harus dikembangkan melalui
koordinasi erat dengan pengelola pariwisata regional dan nasional. Pengelola
kawasan yang dilindungi (Balai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati) harus
menjelaskan kepada pengelola pariwisata (Pemda Tingkat II Kabupaten Malang)
sejauh mana kawasan yang dilindungi dapat dimanfaatkan pengunjung agar selalu
menjaga kapasitas daya dukung. Apabila tidak dikelola dengan cermat,
pengunjung yang berlebihan akan memberi dampak negatif pada cagar alam yang
pada akhirnya merusak sumberdaya dan ekosistem yang ada. Perencanaan
pengelolaan yang sesuai untuk Cagar Alam Pulau Sempu harus sesuai dengan
zona pengelolaanya, yaitu pemanfaatan secara terbatas oleh pengunjung dan
pengelolaan utama tetap pada pemeliharaan alam dan ekosistemnya.
Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat langsung
dalam pelayanan pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan
mutlak dilaksanakan, ini erat kaitannya dengan kebijakan masayarakat lokal yang
sehari- harinya berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan di
kawasan pesisir Sendang Biru. Dengan adanya penyuluhan dan pembinaan yang
terus menerus diharapkan masyarakat dapat mengerti betapa pentingnya
keberadaan sumberdaya alam dalam menunjang perekonomian lewat pariwisata
dan apa-apa yang mengikutinya, dan mempunyai rasa memiliki untuk menjaga
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Menurut Dahuri (1998b),
pengembangan sumberdaya manusia hendaknya diarahkan untuk memenuhi
kelemahan di tiga bidang utama, yaitu: 1) pengelolaan eksplorasi dan produksi
sumberdaya alam, 2) pengelolaan pencemaran, 3) pengelolaan bentang alam,
rekayasa dan konstruksi, dan 4) pendekatan sistem dan interdisipliner untuk
perencanaan dan pengelolaan secara terpadu.
77

Adapun langkah- langkah teknis peningkatan sumberdaya manusia yang


bisa diterapkan di daerah pesisir guna mendukung penge mbangan pariwisata
adalah:
1 Penyuluhan, kursus, dan pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat pesisir merupakan salah satu jurang utama pengembangan
pembangunan.
2 Pendampingan dan advokasi. Proses untuk mentransfer ilmu pengetahuan,
informasi dan berbagai ketrampilan bisa dilakukan dengan adanya upaya-
upaya yang jelas.
3 Rekomendasi kebijakan operasional. Unsur paling substansial dalam
pembangunan adalah kebijakan. Mekanisme pengambilan kebijakan, proses
yang ditempuh, maupun pemahaman yang luas dari para pengambil
kebijakan adalah hal substansial yang perlu dipadukan.
4 Riset terapan dan aplikasi teknologi tepat guna. Kegiatan riset difokuskan
pada kebutuhan masyarakat pesisir untuk meningkatkan efesiensi dan
efektifitas dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan.

Pariwisata terkendali merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan


ekonomi masyarakat dan pemasukan daerah dengan tetap memprioritaskan pada
kelestarian lingkungan dan alam untuk melangsungkan kehidupan seperti aslinya.
Hal ini dapat dilaksanakan apabila peran serta masyarakat sudah optimal untuk
menjaga sumberdaya alam secara langsung dan menikmati hasil dari pengelolaan
sumberdaya alam tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 2000. Pemberdayaan Masyarakat Wilayah Pesisir dalam


Konservasi Ekosistem Mangrove di Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
Prosiding Seminar Sehari Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Berbasis
Masyarakat dan Berkelanjutan. Jakarta.

Amanah, S. 2004. Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir


Terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara
Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Buletin Ekonomi
Perikanan Vol. V No. 2 Tahun. 2004. Departemen Sosial Ekonomi
Perikanan-Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Anonim. 1997. Studi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata


Nasional. Buku 1. Tim Konsorsium UI, ITB, UGM.

[Bappeprop] Badan Perencana Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur, 2001.


Atlas Potensi Sumberdaya Alam Pesisir Pantai Jawa Timur Selatan.
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur.

Basuni, S. 2003. Inovasi Institusi untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga


Kawasan Konservasi (Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Jawa Barat) [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta
Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pengelolaan
Wilayah Pesis ir Terpadu. Bogor, 29 Okt-03 Nov 2001. PKSPL. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Bengen, D.G. 2004. Menuju Pembangunan Pesisir dan Laut Berkelanjutan


Berbasis Eko-Sosiosistem. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan
Pesisir dan Laut. Bogor.

Bernawis, L.I. 2005. Indonesia; Mengapa Laut Kita Istimewa Untuk Interaksi
Laut-Atmosfer? Jurnal Inovasi Vol.4/XVII/Agustus 2005. Jakarta.

[BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Malang. 2001. Klimatologi


Daerah Kabupaten Malang 2001. Badan Meteorologi dan Geofisika
Kabupaten Malang Jawa Timur.
80

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2003. Kecamatan


Sumbermanjing Wetan Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Malang Jawa Timur.

Cahyono, P.D. 2005. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pondok


Dadap, Dukuh Sendang Biru Kabupaten Malang. Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang.

Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R. 1998a. Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau


Kecil Berkelanjutan dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Kerjasama Departemen
Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan
Kawasan-TPSA-BPPT-Coastal Resources Management Project (CRMP)
USAID.

_______. 1998b. Kebutuhan Riset Untuk Mendukung Implementasi Pengelolaan


Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jurnal Pesisir dan
Lautan. PK-SPL. IPB. Bogor.

Darmawidjaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah
dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

[DEPHUTBUN] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Program


Pembangunan Nasional (Propenas) Perlindungan dan Konservasi Alam
Tahun 2000-2004. Jakarta: Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2001. Identifikasi dan Analisis Potensi


Pengembangan Perikanan Sendang Biru Kecamatan Sumbermanjing
Wetan (Perikanan Tangkap). Dinas Kelautan dan Perikanan, Pemerintah
Kabupaten Malang Bekerjasama dengan Pusat Pemberdayaan dan
Pembangunan Regional, Malang.

. 2002. Pemetaan Wilayah Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan


Kabupaten Malang. Dinas Kelautan dan Perikanan, Pemerintah
Kabupaten Malang Bekerjasama dengan Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya Malang.

Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2002. Kriteria


Standar Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah
Operasi). Innovative Development for Eco-Awareness. Direktorat
Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Departemen
Kehutanan RI, Jakarta.
81

[Ditjen P3K] Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 2003. Profil
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Buletin P3K Nomor
01-Edisi Perdana, September 2003. 001-2003. Departemen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Penyusunan Model


Perencanaan di Zona Penyangga dan Pemanfaatan Kawasan
Sumberdaya Pesisir yang Berbasis Masyarakat di Sendang Biru Malang
Jawa Timur. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

. 2002. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.


10/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan
Pesisir Terpadu. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia.

. 2003. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau


Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
http//www.dkp.co.id/.

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan; Teori dan
Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fauzi, A., dan Suzy Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan
Kelautan: Untuk Analisis Kebijakan. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Fandeli, C. 2001. Pengertian dan Kerangka Dasar Kepariwisataan. Dasar-Dasar


Manajemen Kepariwisataan Alam, Editor: Chafid Fandeli. Liberty,
Yogyakarta.

Gunarto, A. M. Pirzan, Suharyanto, R. Daud dan Burhanuddin. 2002. Pengaruh


Keberadaan Mangrove Terhadap Keragaman Makrobentos di Tambak
Sekitarnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 8 Nomor 2
Tahun 2002. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia.

Hidayati, D. (Editor). 1999. Potensi dan Kendala Dalam Pengelolaan Terumbu


Karang; Pedoman Untuk Pengelolaan Berbasiskan Masyarakat.
COREMA. LIPI.

Husni, S. T, Kusumastanto, dan D, Soedharma. 2002. Kajian Ekonomi


Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus di Kawasan Twal
Gili Indah Kabupaten Lombok Barat NTB). Forum Pascasarjana Volume
25 Nomor 1 Januari 2002. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
82

Irawati, R. Emma. 2004. Studi Karakteristik Sosial Budaya Yang Berpengaruh


Terhadap Pembentukan Ruang Kota Nelayan Sendang Biru Kabupaten
Malang. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.


1994. Guidelines for Protected Area Management Categories. CNPPA
wiyh the assistance of WCMC. United Kingdom: IUCN, Gland,
Switzerland and Cambridge.

Kamaluddin, Laode M. 2002. Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia. PT


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kartahadimadja, F.A.A. dan J.I. Pariwono. 1994. Penyebaran Padatan


Tersuspensi dan Perubahan Bentuk Pantai di Muara Sungai Cimandiri
Teluk Pelabuhan Ratu Ditinjau Dari Citra Penginderaan Jauh. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Volume II Nomor 1 1994.
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Kautsar, R.A. 2006. Fasilitas Observasi Kelautan di Sendang Biru Malang.


Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang.

Kusmayadi dan E.Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang


Kepariwisataan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lawrence, D. 1998. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.


(Alih Bahasa: Mack.T dan Anggraeni, MS) Buku Pedoman Teori dan
Praktek Untuk Peserta Pelatihan. USAID. Department of The
Environment.

Lewaherilla, N.E. 2002. Pariwisata Bahari; Pemanfaatan Potensi Wilayah Pesisir


dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

MacKinnon J, Mackinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan


Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

McNeely FA. 1995. Expanding Partnerships in Conservation. IUCN The World


Conservation Union. Washington D.C, Covelo, California: Island Press.

Manuputty, Anna E.W. 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia.
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta.

Murahman, Guntur dan Soemarno. 2000. Potensi Keragaman Ekosistem dan


Sumberdaya Kelautan. Institut Pertanian Malang. Jawa Timur.
83

Nikijuluw, Victor P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat


Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R). PT Pustaka
Cidesindo, Jakarta.

Nuryanti, W. 2001. Perencanaan Pembangunan Regional dan Kawasan Untuk


Kepariwisataan Alam. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam,
Editor: Chafid Fandeli. Liberty. Yogyakarta.

Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis; Reorientasi


Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. PT
Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Resosudarmo, B.P., D. Hartono., T. Ahmad., N.I.L. Subiman., Olivia., dan A.


Noegroho. 2002. Analisa Penentuan Sektor Prioritas di Kelautan dan
Perikanan Indonesia. Jurnal Pesisir dan Lautan, Volume 4, No. 3, 2002.
PK-SPL. IPB. Bogor.

Rizal, M. 1995. Strategi Pengelolaan Objek Wisata Taman Nasional Tanjung


Puting. [Tesis] Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Rizqi, M.W. 2006. Wanawisata Pesisir Sendang Biru. Fakultas Teknik


Universitas Brawijaya. Malang.

Setiawan, A., Alikodra HS. 2001. Tinjauan Terhadap Pembangunan Sistem


Kawasan Konservasi di Indonesia. Jakarta : Media Konservasi Vol. VII
No. 2 Juni 2001 : 39-46

Sukahar, A. 2001. Ekosistem Pesisir Karakteristik dan Prospeknya Untuk


Pembangunan Kepariwisataan Alam. Dalam: Chafid Fandeli, editor.
Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty, Yogyakarta.
Hal 87-114.

Sukiran, H.B. 2000. Perlindungan dan Pengamanan Hutan dan Hasil Hutan serta
Pengembangan Sumberdaya Manusianya. Proceeding Workshop
Teknik Pengelolaan dan Kebijaksanaan Konservasi Sumberdaya Hayati.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bogor : Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Kehutanan dan Perkebunan.

Sukmara, A., A.J. Siahainenia dan C. Rotinsulu. 2002. Panduan Pemantauan


Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Metode Manta Tow.
Proyek Pesisir. Publikasi Khusus. University of Rhode Island, Coastal
Resources Center, Narragansett, Rhode Island, USA. pp 44.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah


Pesisir Tropis. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suryani, N., Siti, A dan Yati, I.K. 2004. Analisis Pendidikan Formal Anak Pada
Keluarga Nelayan di Desa Karangjaladri Kecamatan Parigi Kabupaten
84

Ciamis Provinsi Jawa Barat. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. V No. 2


Thn. 2004. Departemen Sosial Ekonomi Perikanan-Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suwantoro, G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. ANDI. Yogyakarta.

Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata (Tour Planning). Kanisius, Yogyakarta.

Tetelepta, Johannes M.S. 2002. Ekosistem Pulau-Pulau Kecil di Indonesia dan


Pengelolaan Sumberdaya Alamnya Guna Pembangunan Berkelanjutan.
www.geocities.com/Colle gePark/Field/4492/uu/kepmen_laut_10_02.ht
m-98k.

Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam


Hayati dan Ekosistemnya

[WALHI] Wahana Lingkungan Hidup Aceh. 2002. Laut, Bank Kehidupan Rakyat
Yang Dijarah. Kerjasama WALHI Aceh dan CSSP Jakarta.

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Teori dan Kebijaksanaan


Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo, Jakarta.

Yoeti, O.A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Angkasa, Bandung.

Yoeti, O.A. 1999. Ecotourism, Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Makalah


pada penataran dosen dan tenaga pengajar bidang pariwisata Lembaga
Tinggi Pariwisata Swasta se-Indonesia. 23-27 08 1999, Cisarua. Bogor.
85

Lampiran 1 Kriteria penilaian dan daya tarik objek wisata alam


A Daya tarik
Bobot: 6
No Unsur/sub unsur Nilai
1. Keindahan alam: ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
a. air laut bersih dan jernih
b. keanekaragaman flora dan fauna
banyak 30 25 20 15 10
c. pandangan ke arah laut indah
d. keserasian panorama laut
e. variasi pandangan pulau/gunung
di laut
2. Pasir pasir pasir pasir pasir tidak/s
putih merah hitam/c bergel edikit
oklat uh berpas
ir
30 25 20 15 10
3. Kejernihan air tampak sampai kedalaman 15.0- 12.4- 9.9-7.5 7.4-5.0 4.9-
(m): 12.5 10.0 2.5
a. 15.0-12.5
b. 12.4-10.0
c. 9.9-7.5 30 25 20 15 10
d. 7.4-5.0
e. 4.9-2.5
4. Banyaknya lokasi yang mempunyai lebih 7 ada 6- ada 4-5 ada 3 ada 1-
kedalaman sama. 7 2
30 25 20 15 10
5. Lebar pantai (diukur waktu surut, dan > 150 126- 76-125 50-75 < 50
panjang pantai minimal 1 km) dalam 150
meter. 30 25 20 15 10
6. Keselamatan/keamanan pantai: ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
a. tidak ada arus balik berbahaya
b. tidak ada kecuraman dasar
c. bebas gangguan berbahaya 30 25 20 15 10
d. tidak ada kepercayaan yang
mengganggu
e. tidak ada gangguan manusia
7. Variasi kegiatan: lebih 6 ada 5- ada 3-4 ada 2 ada 1
a. berjemur 6
b. selancar
c. berenang
d. menikamati pemandangan 30 25 20 15 10
e. olah raga
f. bersampan
g. memancing
8. Kebersihan: ada 1- ada 3 ada 4 ada 5 lebih
a. ada pengaruh sungai 2 5
b. ada pengaruh pelabuhan
c. ada pengaruh pemukiman
d. ada pengaruh pelelangan ikan /
pasar / pabrik 30 25 20 15 10
e. sumber pencemaran lainnya
f. tidak ada pengaruh musim
86

Lanjutan lampiran 1.

9. Keunikan sumberdaya alam: ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1


a. danau air asin
b. gua-gua laut/crack
c. telaga 30 25 20 15 10
d. flora fauna
e. sumber air tawar
10. Banyaknya potensi sumberdaya alam ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
yang menonjol:
a. batuan
b. flora 30 25 20 15 10
c. fauna
d. air
e. gejala alam
11. Keutuhan sumberdaya alam: ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
a. batuan
b. flora
c. fauna 30 25 20 15 10
d. air
e. gejala alam
12. Jenis kegiatan wisata alam: lebih 7 ada 6- ada 4-5 ada 2- ada 1
a. berenang 7 3
b. berjemur
c. menikmati pemandangan
d. memancing
e. camping 30 25 20 15 10
f. pendidikan
g. penelitian
h. religius
i. hiking
13. Kebersihan udara dan lokasi bersih tidak tidak ada 1- ada 3-4 ada 5- ada 7
ada pengaruh dari: ada 2 6
a. alam
b. industri
c. jalan ramai motor/mobil
d. pemukiman penduduk 30 25 20 15 10
e. sampah
f. binatang
g. coret-coret (vandalisme)
14. Kerawanan kawasan ada 1 ada 2 ada 3 ada 4 ada 5
a. perambahan
b. pencurian
c. kebakaran
d. gangguan terhadap flora dan 30 25 20 15 10
fauna
e. masuknya flora/fauna
15. Keutuhan potensi (%): 80-100 60-79 40-59 30-39 <30
a. karang
b. danau air asin
c. telaga 30 25 20 15 10
d. gua
e. flora dan fauna
87

Lanjutan lampiran 1.

16. Situasi pandangan dan kenyamanan ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
pantai:
a. rindang
b. pasir putih 30 25 20 15 10
c. bersih
d. pandangan indah
e. tidak ada gangguan
Jumlah

B Potensi pasar (radius 75 km dari objek)


Bobot: 5
1. Jumlah penduduk/propinsi (x1000) 1500- 1000- 500-
Kepadatan penduduk/km2 > 2000 2000 1500 1000 < 500
100 90 72 60 48 36
101 200 100 84 70 56 42
201 300 110 96 80 64 48
301 400 120 102 86 68 51
401 500 130 114 95 76 57
501 600 140 120 100 80 60
700 160 132 110 88 66
2. Tingkat kebutuhan wisata ada 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
a. tingkat pendapatan
perkapita tinggi.
b. tingkat kesejahteraan baik.
c. tingkat kejenuhan 30 25 20 15 10
penduduk tinggi
d. kesempatan ada.
e. perilaku berwisata
Jumlah

C Kadar hubungan/aksesibilitas
Bobot: 5
1. Kondisi dan jarak jalan darat Baik Cukup Sedang Buruk
< 75 km 80 60 40 20
76 150 km 60 40 25 15
151 225 km 40 20 15 5
> 225 km 20 10 5 1
2. Pintu gerbang udara Jarak dalam km
internasional/regional <150 151- 301-450 451-600 >600
300
Medan/Pekanbaru/Manado 15 20 5 1 -
Denpasar 25 20 15 10 5
Surabaya 30 25 20 15 10
Jakarta 40 35 30 25 20
3. Waktu tempuh ke obyek dalam 1 2 2 3 3 4 4 5 >5
jam 30 25 20 15 10
4. Kendaraan bermotor/perahu di >7500 5001- 2501-5000 1000- <1000
kabupaten/kota (buah) 7500 2500
30 25 20 15 10
5. Frekuensi kendaraan umum dari >50 40-50 30-40 20-30 <20
pusat penyebaran wisata ke obyek 30 25 20 15 10
(buah/hari)
88

Lanjutan lampiran 1.

6. Kapasitas tempat duduk kendaraan >2500 2000- 1500-2000 1000- <1000


menuju obyek wisata 2500 1500
30 25 20 15 10
Jumlah

D Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat (radius 1 km


dari batas kawasan intensive use atau jarak terdekat)
Bobot: 5
No. Unsur/sub unsur Nilai
1. Tata ruang wilayah obyek ada dan ada tapi dalam proses tidak ada
sesuai tidak penyusunan
sesuai
30 20 15 5
2. Status lahan tanah tanah adat tanah hak tanah milik
negara
30 25 20 15
3. Tingkat pengangguran (%) < 10 10-24 25-40 > 40
30 25 20 15
4. Mata pencaharian penduduk sebagian sebagian petani/nelayan pemilik
besar besar lahan/kapal
buruh tani pedagang /pegawai
dan kecil,
nelayan industri
kecil dan
pengrajin
30 25 20 15
5. Ruang gerak pengunjung (ha) > 50 41-50 31-40 < 30
30 25 20 10
6. Pendidikan sebagian sebagian sebagian besar sebagian
besar lulus besar lulus lulus SD besar tidak
SLTA ke SLTP ke lulus SD
atas atas
30 25 20 15
7. Tingkat Kesuburan Tanah tidak sedang subur sangat
subur/kritis subur
30 25 20 10
8. Sumberdaya alam mineral tidak kurang potensial sangat
potensial potensial potensial
30 25 20 15
9. Persepsi masyarakat terhadapat ada 5 ada 4 ada 3 ada 1-2
pengembangan obyek wisata
alam:
a. kurang mendukung
b. mendukung 30 25 20 10
c. sangat mendukung
d. baik
e. menguntungkan
89

Lanjutan lampiran 1.

10. Pelayanan masyarakat dan ada 5 ada 4 ada 3 ada 1-2


fasilitas:
a. keramahan
b. kesiapan
c. kesanggupan 30 25 20 15
d. fasilitas
e. kemampuan
komunikasi
11. Kemampuan berbahasa ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
a. daerah setempat
b. bahasa indonesia
c. bahasa inggris 30 25 20 10
d. lainnya
Jumlah

E Kondisi iklim
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 2 3
1 Pengaruh iklim terhadap waktu 10-12 7-9 4-6 4 <4
kunjungan (bulan) 30 25 20 15 10
2 Suhu udara pada musim 20-21 22-24 / 25-27 / 28-30 / > 30 / <
kemarau (0 C) 17-19 14-16 11-13 10
30 25 20 15 10
3 Jumlah bulan kering rata-rata per 8 7 6 5 4
tahun (bulan) 30 25 20 15 10
4 Kelembaban rata-rata per tahun > 65 60-65 59-55 54-45 < 45
(%) 30 25 20 15 10
5 Percepatan angin pada musim 1-2 3-4/0.7- 5-6/0.4- 6-7/0.2- > 7/<
angin kemarau (knot/jam) 0.9 0.6 0.3 0.2
30 25 20 10
Jumlah

F Akomodasi
Bobot: 3
Unsur/sub unsur Nilai
Sampai dengan 30 10
30-49 15
Jumlah kamar (buah) 50-74 20
75-100 25
> 100 30
Jumlah
Catatan: Akomodasi dalam radius 15 km dari obyek lokasi.
90

Lanjutan lampiran 1.
G Sarana dan prasarana penunjang (radius 20 km dari lokasi obyek)
Bobot: 2
No. Unsur/sub unsur Macam
4 3 2 1 tidak
macam macam macam macam ada
Nilai
1. Prasarana:
a. kantor pos
b. telepon umu m
c. puskesmas/klinik
d. wartel dan faksmili 30 25 20 15 10
e. warnet
f. jaringan tv
g. jaringan radio
h. surat kabar
2. Sarana penunjang:
a. rumah makan /
minum
b. pusat perbelanjaan /
pasar 30 25 20 15 10
c. bank / money
changer
d. toko cinderamata
e. tempat peribadatan
f. toilet umu m
Jumlah

H Ketersedian air bersih


Bobot: 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 2 3
1. Debit air sumber (liter/detik) 2 1-1.9 0.5-0.9 0.4
30 25 20 15
2. Jarak air terhadap lokasi obyek 0-3 3.1-5 5.1-7 >7
(km) 30 25 20 15
3. Dapat tidaknya air dialirkan ke sangat mudah agak sukar sukar
obyek atau mudah dikirim dari mudah
tempat lain 30 25 20 15
4. Kelayakan dikonsumsi dapat perlu kurang tidak layak
langsung perlakuan layak
dikonsumsi
30 25 20 10
5. Kontinuitas tersedia tersedia 6- tersedia 3- tersedia < 3
sepanjang 9 bulan 6 bulan bulan
tahun
30 25 20 10
Jumlah
91

Lanjutan lampiran 1.
I Keamanan
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 2 3
1 Keamanan 4 3 2 1
a. tidak ada binatang pengganggu 30 25 20 15
b. tidak ada ras berbahaya
c. tidak ada tanah labil
d. bebas kepercayaan mengganggu
Jumlah

J Hubungan objek dengan objek wisata lain (radius 75 km dari objek)


Bobot 1
Objek Jumlah Objek Lain Jum. Nilai
Wisata 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nilai
Sejenis 100 80 60 40 20 1 - - - - - - -
Tak sejenis 90 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 1 -

Lampiran 2 Kriteria penilaian potensi wisata


Unsur Skor maksimum
Daya tarik 2880
Potensi pasar 950
Kadar hubungan/aksesibilitas 1200
Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat 1500
Kondisi iklim 600
Akomodasi 90
Sarana dan prasarana penunjang 120
Ketersediaan air bersih 600
Keamanan 120
Hubungan objek dengan objek wisata lain 190
Jumlah 8250
Lampiran 3 Kriteria pemilihan faktor internal dan eksternal

Unsur/sub unsur penilaian Kekuatan/Peluang Kelemahan/Ancaman Keterangan

Faktor internal
1. Daya tarik
keindahan - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
keunikan SDA - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
keutuhan SDA - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
variasi kegiatan wisata ada 5 ada 6 >6 ada 4 ada 3 <3 < 3-ada 4=lemah, ada 5-> 6=kuat
kebersihan udara dan lokasi ada 2 ada 1 tidak ada ada 3 ada 4 .> 4 ada 3-> 4=lemah, ada 2-tidak ada=kuat
keadaan pasir - merah putih hitam/coklat bergeluh tidak/sedikit tidak/sedikit berpasir, bergeluh,
berpasir hitam/coklat=lemah, merah, putih=kuat
kejernihan air (m) - 12.4-10.0 15.0-12.5 9.9-7.5 7.4-5.0 4.9-2.5 (4.9-2.5)-( 9.9-7.5)=lemah, 12.4-10.0,
15.0-12.5=kuat
banyaknya lokasi yang
mempunyai kedalaman sama - ada 6-7 >7 ada 4-5 ada 3 ada 1-2 ada (1-2)-(4-5)=lemah, ada 6-7, > 7=kuat
lebar pantai - 126-150 > 150 76-125 50-75 < 50 < 50-(76-125)=lemah, 126-150,
>150=kuat

keamanan pantai - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat

variasi kegiatan - ada 5-6 >6 ada 3-4 ada 2 ada 1 ada 1-(3-4)=lemah, ada (5-6)-> 6=kuat

kebersihan - ada 3 ada 1-2 ada 4 ada 5 >5 ada > 5-4=lemah, ada 3-(1-2)=kuat

banyaknya potensi SDA - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat

jenis kegiatan wisata alam - ada 6-7 >7 ada 4-5 ada 2-3 ada 1 ada 1-(4-5)=lemah, ada (6-7)-> 7=kuat

kerawanan kawasan - ada 2 ada 1 ada 3 ada 4 ada 5 ada 3-5=lemah, ada 1-2=kuat

situasi pandangan dan - ada4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
kenyamanan
2. Sarana dan prasarana
sarana penunjang
- 3 macam 4 macam 2 macam 1 macam tidak ada tidak ada-2 macam=lemah, 3-4
macam=kuat
prasarana
- 3 macam 4 macam 2 macam 1 macam tidak ada tidak ada-2 macam=lemah, 3-4

92
macam=kuat
3. Keamanan - - ada 4 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4=kuat
4. Kondisi sosial ekonomi dan
pelayanan masyarakat
tata ruang wilayah - - ada dan ada tapi tidak dalam tidak ada tidak ada-ada tapi dalam proses=lemah,
sesuai sesuai proses ada dan sesuai=kuat
status lahan - - hutan hutan adat hutan hak tanah milik tanah milik-tanah adat=lemah, tanah
negara negara =kuat
tingkat pengangguran (%) - - < 10 10-24 25-40 > 40 > 40-(10-24)=lemah, < 10=kuat
mata pencaharian peduduk - - sebagian sebagian petani / pemilik lahan pemilik lahan / kapal / pegawai-sebagian
besar besar nelayan / kapal / besar pedagang kecil, indusrti kecil dan
buruh tani pedagang pegawai pengrajin=lemah, sebagian besar buruh
dan kecil, indusrti tani dan nelayan=kuat
nelayan kecil dan
pengrajin
ruang gerak pengunjung (ha) - - > 50 41-50 31-40 < 30 < 30-(41-50)=lemah, > 50=kuat
pendidikan - - sebagian sebagian sebagian sebagian sebagian besar tidak lulus SD- sebagian
besar lulus besar lulus besar lulus besar tidak besar lulus SLTP ke atas=lemah,
SLTA ke SLTP ke atas SD lulus SD sebagian besar lulus SLTA ke atas=kuat
atas
tingkat kesuburan tanah - - tidak sedang subur sangat subur sangat subur-sedang=lemah, tidak
subur subur=kuat
sumberdaya alam mineral - - tidak kurang potensial sangat sangat potensial-kurang potensial=lemah,
potensial potensial potensial tidak potensial=kuat
persepsi masyarakat - - ada 5 ada 4 ada 3 ada 1-2 ada (1-2)-4=lemah, ada 5=kuat
pelayanan masyarakat dan - - ada 5 ada 4 ada 3 ada 1-2 ada (1-2)-4=lemah, ada 5=kuat
fasilitas
kemampuan berbahasa - - ada 4 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4=kuat
5. Ketersediaan air bersih
debit sumber air (liter/detik) - - 2 1-1.9 0.5-0.9 0.4 0.4-(1-1.9)=lemah, 2=kuat
jarak sumber air terhadap
lokasi objek (km) - - 0-3 3.1-5 5.1-7 >7 > 7-(3.1-5)=lemah, 0-3=kuat
dapat tidaknya air dialirkan
ke objek atau mudah dikirim - - sangat mudah agak sukar sukar sukar-mudah=lemah, sangat mudah=kuat

93
dari tempat lain mudah
kelayakan dikonsumsi - - dapat perlu kurang tidak layak tidak layak-perlu perlakuan=lemah, dapat
langsung perlakuan layak langsung diminum=kuat
diminum
kontinuitas - - tersedia tersedia 6-9 tersedia 3-6 tersedia < 3 tersedia < 3(6-9) bulan=lemah, tersedia
sepanjang bulan bulan bulan sepanjang tahun=kuat
tahun
Faktor eksternal
1. Potensi pasar
jumlah penduduk (juta jiwa) - 1.5-2 >2 1-1.49 0.5-0.9 < 0.5 < 0.5-(1-1.49)=ancaman, (1.5-2)->
2=peluang
tingkat kebutuhan wisata - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=ancaman, ada 4-5=peluang
2. Kadar hubungan/aksesibilitas
kondisi dan jarak jalan darat - - baik cukup sedang buruk buruk-cukup=ancaman, baik=peluang
jarak pintu gerbang udara - 151-300 < 150 301-450 451-600 > 600 > 600-(301-450=ancaman, (151-300)-<
150=peluang
waktu tempuh ke objek
(jam) dari pusat - 2-3 1-2 3-4 4-5 >5 > 5-(3-4)=ancaman, (2-3)-( 1-2)=peluang
kota/kabupaten
jumlah kendaraan (buah) - 5001-7000 > 7000 2501-5000 1000-2500 < 1000 < 1000-(2501-5000)=ancaman, (5001-
7000)- > 7000=peluang

frekwensi kendaraan umum
dari pusat penyebaran wisata - 40-50 > 50 30-40 20-30 < 20 < 20-(30-40)=ancaman, (40-50)->
ke objek 50=peluang
jumlah tempat duduk
kendaraan menuju objek - 2000-2500 > 2500 1500-2000 1000-1500 < 1000 < 1000-(1500-2000)=ancaman, (2000-
wisata 2500)- > 2500=peluang
3. Kondisi iklim
pengaruh iklim terhadap - 7-9 bulan 10-12 4-6 bulan 4 bulan < 4 bulan < 4 -(4-6) bulan=ancaman, (7-9)-( 10-12)
waktu kunjungan bulan bulan=peluang
- 22-24/17- 20-21 25-27/14-16 28-30/11- > 30/< 10 (> 30/< 10)-( 25-27/14-16)=ancaman,
suhu udara pada musim
19 13 (22-24/17-19)-( 20-21)=peluang
kemarau (0 C)
- 7 bulan 8 bulan 6 bulan 5 bulan 4 bulan 4-6 bulan=ancaman, 7-8 bulan=peluang
jumlah bulan kering rata-

94
rata per tahun
kelembaban rata-rata per - 60-65 > 65 59-55 54-45 < 45 < 45-(59-55)=ancaman, (60-65)- >
tahun (%) 65=peluang
percepatan angin pada - 3-4/0.7- 1-2 5-6/0.4-0.6 6-7/0.2-0.3 > 7/< 0.2 (> 7/< 0.2)-( 5-6/0.4-0.6)=ancaman, (3-
musim kemarau 0.9 4/0.7-0.9)-( 1-2)=peluang
4. Akomodasi (radius 15 km dari
objek)
jumlah kamar - 75-100 > 100 50-74 30-49 < 30 < 30-(50-74)=ancaman, (75-100)->
5. Hubungan dengan objek 100=peluang
wisata lain (radius 75 km)
sejenis 4-6 1-3 0 7-9 10-12 > 12 > 12-(7-9)=ancaman, (4-6)-0=peluang
tidak sejenis 4-6 1-3 0 7-9 10-12 > 12 > 12-(7-9)=ancaman, (4-6)-0=peluang

95
96

Lampiran 4 Hasil pengkajian potensi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru


A Daya tarik
Bobot: 6
No Unsur/sub unsur Nilai
1. Keindahan: ada 5
a. air laut bersih dan jernih
b. keanekaragaman flora dan fauna
banyak
c. pandangan ke arah laut indah 30
d. keserasian panorama laut
e. variasi pandangan pulau/gunung
di laut
2. Pasir pasir
putih
30
3. Kejernihan air tampak sampai kedalaman 15.0-
(m): 12.5
15.0-12.5 30
4. Banyaknya lokasi yang mempunyai lebih 7
kedalaman sama. 30
5. Lebar pantai (diukur waktu surut, dan < 50
panjang pantai minimal 1 km) dalam 10
meter.
6. Keselamatan/keamanan pantai: ada 4
a. tidak ada arus balik berbahaya
b. bebas gangguan berbahaya
c. tidak ada kepercayaan yang 25
mengganggu
d. tidak ada gangguan manusia

7. Variasi kegiatan: ada 5-


a. berjemur 6
b. berenang
c. menikamati pemandangan
d. olah raga 25
e. bersampan
f. memancing
8. Kebersihan: ada 3
a. ada pengaruh pelabuhan
b. ada pengaruh pemukiman 25
c. ada pengaruh pelelangan ikan /
pasar / pabrik
9. Keunikan sumberdaya alam: ada 5
a. danau air asin
b. gua-gua laut/crack
c. telaga 30
d. flora fauna
e. sumber air tawar
10. Banyaknya potensi sumberdaya alam ada 4
yang menonjol:
a. flora
b. fauna 25
c. air
d. gejala alam
97

Lanjutan lampiran 4.

11. Keutuhan sumberdaya alam: ada 4


a. flora
b. fauna 25
c. air
d. gejala alam
12. Jenis kegiatan wisata alam: lebih 7
a. berenang
b. berjemur
c. menikmati pemandangan
d. memancing 30
e. camping
f. pendidikan
g. penelitian
h. religius
i. hiking
13. Kebersihan udara dan lokasi bersih tidak tidak
ada pengaruh dari: ada
a. alam
b. industri
c. jalan ramai motor/mobil
d. binatang 30
e. pemukiman penduduk
f. sampah
g. coret-coret (vandalisme)
14. Kerawanan kawasan ada 3
a. perambahan
b. pencurian 20
c. gangguan pada flora dan fauna
15. Keutuhan potensi (%): 60-79
a. danau air asin
b. telaga 25
c. gua-gua laut/crack
d. flora dan fauna
16. Situasi pandangan dan kenyamanan ada 5
pantai dan pulau:
a. rindang
b. pasir putih 30
c. bersih
d. pandangan indah
e. tidak ada gangguan
Jumlah 2520

B Potensi pasar (radius 75 km dari objek)


Bobot: 5
1. Jumlah penduduk/propinsi (x1000) 1500- 1000- 500-
Kepadatan penduduk/km2 > 2000 2000 1499 999 < 500
100
101 200
201 300
301 400
401 500
501 600 140
700
98

Lanjutan lampiran 4.

2. Tingkat kebutuhan wisata ada 4


a. tingkat pendapatan
perkapita tinggi.
b. tingkat kesejahteraan baik. 25
c. kesempatan ada.
d. perilaku berwisata
Jumlah 825

C Kadar hubungan/aksesibilitas
Bobot: 5
1. Kondisi dan jarak jalan darat Baik
< 75 km 80

2. Pintu gerbang udara Jarak dalam km


internasional/regional <150 151- 301-450 451-600 >600
300
Medan/Pekanbaru/Manado -
Denpasar
Surabaya 25
Jakarta
3. Waktu tempuh ke obyek dalam 1-2
jam dari Kabupaten/Kota 30
4. Kendaraan bermotor/perahu di >7500
kabupaten/kota (buah) 30
5. Frekuensi kendaraan umum dari 30-40
pusat penyebaran wisata ke obyek 20
(buah/hari)
6. Kapasitas tempat duduk kendaraan 1500-2000
menuju obyek wisata 20
Jumlah 1025

D Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat (radius 1 km


dari batas kawasan intensive use atau jarak terdekat)
Bobot: 5
No. Unsur/sub unsur Nilai
1. Tata ruang wilayah obyek ada dan
sesuai
30
2. Status lahan hutan
negara
30
3. Tingkat pengangguran (%) 10-24
25
4. Mata pencaharian penduduk petani/nelayan
20
5. Ruang gerak pengunjung (ha) <30
10
6. Pendidikan sebagian besar
lulus SD
20
99

Lanjutan lampiran 4.

7. Tingkat kesuburan tanah sedang


25
8. Sumberdaya alam mineral kurang
potensial
25
9. Persepsi masyarakat terhadapat ada 3
pengembangan obyek wisata
alam:
a. mendukung 20
b. baik
c. menguntungkan
10. Pelayanan masyarakat dan ada 3
fasilitas:
a. keramahan
b. fasilitas 20
c. kemampuan
komunikasi
11. Kemampuan berbahasa ada 2
a. daerah setempat 20
b. bahasa indonesia
Jumlah 1225

E Kondisi iklim
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 Pengaruh iklim terhadap waktu 10-12
kunjungan (bulan) 30
2 Suhu udara pada musim 25-27 /
kemarau (0 C) 14-16
20
3 Jumlah bulan kering rata-rata per 7
tahun (bulan) 25
4 Kelembaban rata-rata per tahun 59-55
(%) 20
5 Percepatan angin pada musim 5-6/0.4-
angin kemarau (knot/jam) 0.6
20
Jumlah 460

F Akomodasi
Bobot: 3
Unsur/sub unsur Nilai

Jumlah kamar (buah)

> 100 30
Jumlah 90
Catatan: Akomodasi dalam radius 15 km dari obyek lokasi.
100

Lanjutan lampiran 4.
G Sarana dan prasarana penunjang (radius 20 km dari lokasi obyek)
Bobot: 2
No. Unsur/sub unsur Macam
4
macam
Nilai
1. Prasarana:
a. kantor pos
b. telepon umum
c. puskesmas/klinik
d. wartel dan faksmili 30
e. warnet
f. jaringan tv
g. jaringan radio
h. surat kabar
2. Sarana penunjang:
a. rumah
makan/minum
b. pusat perbelanjaan /
pasar 30
c. bank/money changer
d. tempat peribadatan
e. toilet umum
Jumlah 120

H Ketersedian air bersih


Bobot: 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1. Debit air sumber (liter/detik) 1-1.9
25
2. Jarak air terhadap lokasi obyek 0-3
(km) 30
3. Dapat tidaknya air dialirkan ke sangat
obyek atau mudah dikirim dari mudah
tempat lain 30
4. Kelayakan d ikonsumsi perlu
perlakuan
25
5. Kontinuitas tersedia
sepanjang
tahun
30
Jumlah 560
101

Lanjutan lampiran 4.
I Keamanan
Bobot 4
No. Unsur/sub unsur Nilai
1 Keamanan 4
a. tidak ada binatang pengganggu
b. tidak ada ras berbahaya 30
c. tidak ada tanah labil
d. bebas kepercayaan mengganggu
Jumlah 120

J Hubungan objek dengan objek wisata lain (radius 75 km dari objek)


Bobot 1
Objek Jumlah Objek Lain Jum. Nilai
Wisata 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nilai
Sejenis 100 80 60 40 20 1 - - - - - - - 0
Tak sejenis 90 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 1 - 0
102

Lampiran 5 Panorama Pantai Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa


Timur

Arah pandang dari pantai Sendang Biru ke arah Barat Laut sejajar dengan
Pangkalan Pendaratan Ikan Pondok Dadap

Panorama dari pantai Sendang Biru ke arah Barat Laut, terlihat Pulau Sempu di
sebelah kiri dan pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan di sebelah kanan
103

Lampiran 6 Panorama dan suasana Telaga Lele di dalam area Cagar Alam Pulau
Sempu pada siang dan sore hari

Panorama Telaga Lele tampak pada siang hari

Suasana Telaga Lele pada sore hari


104

Lampiran 7 Pemandangan Segara Anakan di dalam area Cagar Alam Pulau


Sempu

Panorama Segara Anakan yang dikelilingi buk it-bukit terjal

Tempat masuknya air laut melalui lubang dinding yang curam


105

Lampiran 8 Beberapa lokasi wisata tidak sejenis yang terdapat di dalam dan di
luar Kabupaten Malang Jawa Timur (radius 75 km dari objek
pariwisata pesisir Sendang Biru)

Panorama agro wisata kebun teh wonosari Kabupaten Malang

Penampakan muka Candi Singosari yang merupakan makam Raja Kertanegara


106

Lanjutan lampiran 8.

Panorama wisata tirta yang sejuk dan asri di Be ndungan Selorejo

Suasana wisata hiburan untuk anak dan keluarga di Pemandian Metro


107

Lanjutan lampiran 8.

Pemandangan wana wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Air terjun Coban Pelangi, satu rute perjalanan menuju ke Gunung Bromo dari arah
Kota Malang

Anda mungkin juga menyukai