Anda di halaman 1dari 110

1

PERENCANAAN PROGRAM TOUR GEOWISATA DI TAMAN


HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA KOTA BANDUNG

PROYEK AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


dalam menempuh studi pada
Program Diploma IV

Oleh :

Eggi Agripa Triyadi


Nomor Induk : 201218245

JURUSAN PERJALANAN
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENGATURAN PERJALANAN

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA


BANDUNG
2016
2

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Eggi Agripa Triyadi


Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 03 Mei 1993
NIM : 201218245
Jurusan : Perjalanan
Program Studi : Manajemen Pengaturan Perjalanan

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Tugas Akhir/Proyek Akhir/Skripsi yang berjudul: Perencanaan Program


Tour Geowisata di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Kota Bandung. Ini
merupakan hasil karya dan hasil penelitian saya sendiri, bukan merupakan
hasil penjiplakan, pengutipan, penyusunan oleh orang atau pihak lain atau
cara-cara lain yang tidak sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku di
STP Bandung dan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali
arahan dari tim pembimbing.
2. Dalam Tugas Akhir/Proyek Akhir/Skripsi ini tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
3. Surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lainnya dengan norma yang berlaku
di perguruan tinggi ini serta peraturan-peraturan terkait lainnya.
4. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, 24 Juni 2016


Yang membuat pernyataan,

Eggi Agripa Triyadi


NIM : 201218245
3

ABSTRAK

Pada dasarnya pasar wisatawan dalam menikmati suatu kegiatan wisata akan
terus berubah. Minat dan motif wisatawan akan berganti seiring dengan berubahnya
lingkungan. Terjadi pergeseran dari wisata masal ke jenis wisata minat khusus. Salah
satu yang menjadi wisata alternatif tersebut adalah geowisata. Geowisata sendiri
merupakan dasar jenis wisata yang terdapat di Bandung.
Berdasarkan jumlah kunjungan yang datang ke Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda, didapati bahwa banyak sekali wisatawan yang datang berkunjung. Namun
hal tersebut tidak memperlihatkan tujuan kunjungan wisatawan yang didapati hanya
datang untuk mengunjungi coffee shop yang berada di kawasan dan sekedar berfoto-
foto. Belum terdapat program tour khusus geowisata yang disediakan oleh pengelola
membuat potensi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda tidak dimanfaatkan secara
maksimal karena kawasan memiliki potensi besar untuk menjadi kawasan geowisata
unggulan. Selain itu terjadi ketidakstabilan kunjungan wisatawan setiap bulannya
yang hal ini perlu diperhatikan secara seksama. Hal tersebutlah yang menjadi alasan
peneliti ingin mencoba untuk meneliti topik mengenai program tour dalam penelitian
ini yang diberi judul Perencanaan program tour geowisata di Taman Hutan Raya Ir.
H. Djuanda.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Alat pengumpulan data untuk penelitian ini ialah observasi, kuesioner, dan studi
kepustakaan. Sampel yang didapatkan yaitu sebanyak 100 responden selama peneliti
melakukan observasi di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
Berdasarkan hasil analisis, tempat tujuan, durasi tour, dan alat bantu yang
digunakan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang mendukung dalam pembuatan
program meskipun terdapat beberapa kekurangan dari tiap komponen tersebut.
Rekomendasi yang diberikan oleh peneliti adalah program tour geowisata itu
sendiri yang meliputi atraksi wisata yang telah di justifikasi, durasi tour, dan alat
bantu yang digunakan dalam kelangsungan sebuah tour agar memudahkan wisatawan
menikmati program tour yang dibuat.

Kata Kunci: Perencanaan, Program tour, Geowisata, hutan konservasi, Taman Hutan
Raya Ir. H. Djuanda.
4

ABSTRACT

Market basically will change in term of how tourits enjoy their leisure
activities. Tourist’s Interests and motives are the elements that will continuously
change in line with the changing environment. A shift occurs from highly demand
mass tourism to the types of special interest tourism. One of the alternative tourism is
Geotourism. Geotourism itself is a basic type of tourism that found in Bandung.
Based on the data for visitors at Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, it can be
seen that the place has a pretty decent amount of visitors regularly. Nevertheless the
current data is not showing the main tourism activities that they do at the place,
mostly people visit it for relaxing at the coffee shop inside of the region or simply for
taking pictures. The management of Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda has not made
a special tour program for visitors yet Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda actually has a
great potential to be a featured for Geotourism program. In addition, there is
instability tourists visit every month that needs to be considered carefully. Those
statements are the reason why the researcher wants to try to examine the topic of the
tour program in this study, with the tittle Specifically called Planning Geotourism
program at Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda Bandung.
The reserach method that is used by the researcher is a descriptive research,
by using 100 samples during the observation at Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
The devices to collect the data used by the researcher are observation, questionnaires
and library study.
Based on the analysis, destination, duration of the tour, and the supportive
tools used in Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda to make a tour program, unfortunately
there are a few of drawbacks from each of the tour program components.
The Recommendations given by the researcher are the Geotourism program
itself comprise tourist attraction that has been justified, the duration of the tour, and
the tools that make an easy access for the tour which allows tourist to enjoy the tour
program well.

Keywords : Planning, tour Program, Geotourism, forest conservation, Taman Hutan


Raya Ir. H. Djuanda.
5

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proyek

Akhir dengan judul “Perencanaan Program Tour Geowisata di Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda Kota Bandung”.

Proyek akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh

ujian akhir program Diploma IV, Jurusan Perjalanan, Program Studi Manajemen

Pengaturan Perjalanan, di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Pada kesempatan ini, penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan, yaitu:

1. Bapak Drs. Anang Sutono, MM. Par., CHE., selaku Ketua Sekolah Tinggi

Pariwisata Bandung.

2. Bapak Drs. Alexander Reyaan, MM., selaku Kepala Bagian Administrasi

Akademik dan Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

3. Ibu Ina Veronika Ginting, S. Sos, M. I. Kom., selaku Ketua Jurusan


Perjalanan.

4. Bapak Wisnu Prahadianto, SE., M.Sc, selaku Ketua Program Studi

Manajemen Pengaturan Perjalanan.

5. Bapak Rachmat Syam, S.sos, MM.Par., selaku dosen pembimbing pertama.

6. Ibu Dra. Kuswardhani, M.Ed. selaku dosen pembimbing kedua.


6

7. Bapak Hasan, Bapak Zaenal, Bu Eulis beserta seluruh pihak Taman Hutan

Raya Ir. H. Djuanda atas kesempatan untuk pencarian data yang dibutuhkan

dan pertolongan dalam melaksanakan Proyek Akhir ini.

8. Para Dosen dan Staff Jurusan Perjalanan yang secara langsung dan tidak

langsung telah membantu penulis dalam menyusun Proyek Akhir ini.

9. Orang tua serta kedua kakak peneliti yang senantiasa memberikan doa,

dukungan,dan semangat dalam setiap kegiatan.

10. Ayu, Griselda, Stefani, Christine dan Joanna yang selalu meluangkan waktu

kepada peneliti dalam mendiskusikan ide serta bertukar pikiran dalam

pembuatan Proyek Akhir ini.

11. Adimas, Sebastianus, serta Aris yang tidak pernah lelah memberikan

dukungan dan senantiasa menolong peneliti dalam pencarian data selama

penyusunan Proyek Akhir ini.

12. Keluarga MPP 2012 yang peneliti banggakan, khususnya untuk 25 orang

teman sekelas yang selalu membuat peneliti bersemangat dalam menjalani

kehidupan di kampus serta tentunya dalam menyelesaikan Proyek Akhir ini.

13. Rekan - rekan Jurusan Perjalanan, Khususnya Manajemen Pengaturan

Perjalanan angkatan 2012, 2013, 2014 serta 2015. Serta semua pihak-pihak

yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dorongan

moril berharga kepada penulis dalam rangka penyusunan Proyek Akhir ini.
7

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Proyek Akhir ini terdapat

kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang sifatnya

membangun dalam penyempurnaan Proyek Akhir ini akan penulis terima

dengan tangan terbuka.

Semoga keberadaan Proyek akhir ini dapat menjadi masukan bagi

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dalam membuat atau merencanakan

sebuah program tour yang berbasis geowisata di kawasan. Selain itu semoga

dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih.

Bandung, Juni 2016

Peneliti
8

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 12

C. Identifikasi Masalah 13

D. Tujuan Penelitian 14

E. Metode dan Teknik Penelitian 14

F. Lokasi dan Waktu Penelitian 21

G. Sistematika Penulisan 22

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Konsep Perencanaan 23

B. Konsep Program atau Itinerary 24

C. Konsep Geowisata 27

D. Konsep Cagar Alam Geologi 29


9

BAB III. TINJAUAN OBJEK PENELITIAN DAN DATA TEMUAN

A. Tinjauan Objek Penelitian 31

B. Profil Pasar Wisatawan 49

C. Data Temuan 59

BAB IV. ANALISIS PERMASALAHAN

A. Analisis Tempat Tujuan untuk Atraksi Geowisata


di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 76

B. Analisis Durasi Tour

di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ............................................. 87

C. Analisis Alat kelengkapan tour yang Digunakan dan Tersedia


di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 92

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 100

B. Rekomendasi 101

DAFTAR PUSTAKA 110

LAMPIRAN 112
10

DAFTAR TABEL

TABEL 1 Atraksi Geowisata di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 6

TABEL 2 Rekapitulasi Perkembangan Pengunjung

Di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 7

TABEL 3 Bobot Nilai Skala Likert 18

TABEL 4 Tarif Retrebusi Jasa Umum 45

TABEL 5 Justifikasi Air Terjun Curug Omas 59

TABEL 6 Justifikasi Air Terjun Curug Lalay 60

TABEL 7 Justifikasi Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand 60

TABEL 8 Justifikasi Gua Jepang 61

TABEL 9 Justifikasi Gua Belanda 62

TABEL 10 Justifikasi Tebing Keraton 62

TABEL 11 Daftar Periksa Durasi Tour 64

TABEL 12 Daftar Periksa Fasilitas Umum 74

TABEL 13 Daftar Periksa Fasilitas Penunjang 74

TABEL 14 Daftar Periksa Perlengkapan Program 75

TABEL 15 Rencana Durasi Program Tour Geowisata I 103

TABEL 16 Rencana Durasi Program Tour Geowisata II 104

TABEL 17 Tahura Geo-Fun Tour I 107

TABEL 18 Tahura Geo-Fun Tour II 108


11

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 Logo Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 32

GAMBAR 2 Struktur Organisasi Balai Pengelolaan

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 34

GAMBAR 3 Museum Ir. H. Djuanda 36

GAMBAR 4 Curug Lalay 37

GAMBAR 5 Gua Jepang.................................................................................. 38


GAMBAR 6 Gua Belanda 39

GAMBAR 7 Curug Omas 40

GAMBAR 8 Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand 42

GAMBAR 9 Tebing Keraton 42

GAMBAR 10 Peta Kawasan 44

GAMBAR 11 Jalur akses Buah Batu - Tahura 47

GAMBAR 12 Jalur akses Cileunyi - Tahura 48

GAMBAR 13 Jalur akses Pasteur - Tahura 48

GAMBAR 14 Daerah Asal 50

GAMBAR 15 Usia 51

GAMBAR 16 Jenis Kelamin Wisatawan 52

GAMBAR 17 Pekerjaan 52

GAMBAR 18 Pendidikan Terakhir Wisatawan 53

GAMBAR 19 Motivasi Kunjungan 54


12

GAMBAR 20 Teman Berkunjung 55

GAMBAR 21 Informasi Mengetahui Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 56

GAMBAR 22 Frekuensi Kunjungan 57

GAMBAR 23 Keunikan 58

GAMBAR 24 Lama Kunjungan 63

GAMBAR 25 Toilet 65

GAMBAR 26 Restoran 66

GAMBAR 27 Area Parkir 67

GAMBAR 28 Klinik 67

GAMBAR 29 Tempat Ibadah 68

GAMBAR 30 Souvenir Shop 69

GAMBAR 31 Pusat Informasi 69

GAMBAR 32 Documentary/Dokumentasi 70

GAMBAR 33 Local Guide 71

GAMBAR 34 Megaphone 72

GAMBAR 35 Buku Panduan Kawasan/ Peta Wisata 73

GAMBAR 36 Tiket Masuk 73

GAMBAR 37 Rencana Alur Tahura Geo-fun Tour program I 105

GAMBAR 38 Rencana Alur Tahura Geo-fun Tour program II 106


13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Matriks Operasionalisasi Variabel………………………………. 112

Lampiran 2 Kuesioner ……………………………………………………….. 113

Lampiran 3 Justifikasi Atraksi Geowisata …………………………………… 116

Lampiran 4 Daftar Periksa……………………………………………………. 118

Lampiran 5 Biodata Peneliti…………………………………………………. . 121


14

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor pariwisatanya, mulai dari

alam, sejarah hingga kebudayaan, semua dapat mendukung untuk aktifitas

pariwisata di Indonesia. Menurut Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Pasal 1

butir 3 yang dimaksud dengan pariwisata adalah “Berbagai macam kegiatan

wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.” Ditegaskan kembali

oleh Mill (2000:21) bahwa: “Pariwisata adalah aktivitas yang melibatkan orang

banyak ketika melakukan perjalanan.” Dari dua pernyataan diatas maka dapat di

katakan bahwa Pariwisata merupakan aktivitas wisata yang didukung oleh

beberapa fasilitas beserta pelayanan yang diberikan oleh masyarakat, pengusaha,

hingga pemerintah daerah bagi orang-orang yang melakukan suatu perjalanan ke

suatu tempat.

Salah satu dari beberapa jenis wisata di Indonesia yang semakin berkembang

serta memiliki potensi yang baik adalah Geowisata. Menurut Rachmat (2011:11)

Geowisata mengandung pengertian: “Sebagai aktivitas wisata yang umumnya

berbasis pada obyek-obyek alam kebumian yang memiliki nilai keindahan,

keunikan, kelangkaan dan tantangan seperti gunung berapi, sungai, lembah,


15

pantai, air terjun, danau mata air, dan batuan, sebagai suatu obyek, geowisata

dapat diciptakan atau dikembangkan dari obyek wisata alam yang sudah ada”.

Sementara itu Brahmantyo dan Bachtiar (2009:4) menjelaskan bahwa:

“Geowisata bukanlah wisata umum, wisata ini lebih bersifat minat khusus dan

wisata alternatif dari wisata alam. Berdasarkan pernyataan-pernyataan

sebelumnya maka Geowisata atau wisata Geotrek pada dasarnya merupakan

wisata minat khusus atau alternatif yang memanfaatkan potensi sumber daya alam

berbentuk gunung berapi, sungai, lembah, serta air terjun, dengan obyek wisata

yang memiliki nilai keindahan, keunikan, dan kelangkaan didalamnya”.

Pada perkembangannya Geowisata mendapatkan minat yang baik dari

wisatawan dikarenakan wisata jenis ini pada dasarnya memberikan sesuatu hal

yang unik dan berbeda dari jenis wisata lainnya. Hal tersebut dapat ditemukan

dari ilmu pengetahuan dan pengetahuan mengenai ilmu kebumian yang diperoleh

oleh wisatawan saat berkunjung ke atraksi geowisata. Perkembangan Geowisata

di berbagai daerah Indonesia, tidak lepas dari sebutan Indonesia sebagai negara

kepulauan yang memang menyimpan banyak objek wisata alam yang dapat

menjadi objek Geowisata unggulan. Kusumahbrata dalam Dwiyanto (2006:7)

menjelaskan bahwa untuk dapat menjadi atraksi atau objek geowisata unggulan,

diperlukan beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan dasar klasifikasi

objek-objek geowisata, yaitu:

a. Keindahan
16

Objek wisata alam harus bersifat indah dipandang, nyaman, mampu

memberikan suasana tenang, tenteram, sehingga dapat memanjakan panca

indera.

b. Keunikan

Secara geologis objek wisata alam mempunyai sejarah proses

pembentukan yang khas sehingga bersifat unik.

c. Kelangkaan

Objek jarang dijumpai di tempat lain

d. Tantangan

Objek wisata alam memiliki variasi bentang alam tertentu dengan berbagai

tingkat kesulitan rintangan penjelajahan

Selain itu ditambahkan oleh Pratomo (2012:1) “Bahwa pemanfaatan


Geotrek memiliki fungsi ilmu yang lebih luas, diantaranya; (1)
Meningkatkan mutu, nilai dan fungsi Objek Wisata Alam sebagai
sarana rekreasi, pendidikan, pengetahuan popular, dan pelestarian
lingkungan; (2) Sosialisasi Ilmu Kebumian, khususnya tentang asal-
usul terbentuknya bentang alam dan kaitannya dengan dinamika bumi,
melauli pengenalan fenomena kebumian dan proses alami yang
menyebabkannya; dan (3) Meningkatkan pemahaman makna
ekosistem untuk pelestarian lingkungan dan resiko kebencanaan
melalui pengenalan fenomena alam geologi.”

Berdasarkan uraian tersebut, maka pemanfaatan Geowisata di Indonesia

merupakan suatu hal yang baik untuk dilaksanakan. Adapun salah satunya

adalah di Kota Bandung. Bandung memiliki potensi yang baik untuk aktifitas

geowisata, dikarenakan kawasan kota Bandung yang berada di daratan tinggi

yang bergunung, banyak lembah, air terjun, kawasan mata air, serta potensi

atraksi Geowisata lainnya. Disamping itu terdapatnya Sembilan jalur Geotrek


17

yang ada di kota Bandung menambah alasan mengapa kota Bandung

berpotensi dalam pemanfaatan Geowisata atau wisata Geotrek.

Adapun objek wisata di kota Bandung yang memiliki potensi wisata

Geotrek yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang terletak di jalur geotrek

ke tiga (III) di kota Bandung. Taman Hutan Raya Ir. H Djuanda merupakan

satu kawasan wisata di Bandung Utara yang berjarak ± 7 km dari pusat kota.

Secara administratif berada di wilayah Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan

Kota Bandung. Kawasan ini dinamakan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda,

pada saat didirikan dan diresmikan pada tanggal 14 Januari 1985 oleh

Presiden RI II bertepatan dengan kelahiran Ir. H. Djuanda, tokoh sekaligus

pahlawan nasional yang berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat (Wikipedia,

diakses pada tanggal 16 Februari 2016).

Jalur geotrek tiga (III) terbagi menjadi dua segmen, yaitu antara Dago

Pakar hingga Maribaya (atau sebaliknya) dan dari jembatan jalan Siliwangi

(Babakan Siliwangi) hingga alun-alun Bandung. Selain itu Jalur geotrek tiga

(III) disebut juga dengan jalur Ci Kapundung disebabkan jalur geotreknya

berada di wilayah sungai Ci Kapundung yang tidak hanya mengikuti aliran

sungai, tetapi juga melalui bukit-bukit di Bandung utara yang kaya akan

peninggalan leluhur masyarakat Bandung.

Selain sebagai atraksi wisata, kawasan ini juga mempunyai peranan yang

penting sebagai paru-paru kota Bandung, dimana hutan yang penuh dengan

tumbuhan didalamnya dapat menyerap gas CO2 (karbondioksida) dan

melepaskan gas O2 (oksigen). Kawasan hutan raya ini juga disebut Kawasan
18

Cagar Alam Geologi, menurut Dwiyanto (2006:10) Kawasan Cagar Alam

Geologi merupakan Kawasan yang memiliki karakteristik geologi yang khas,

unik dan langka sehingga ditetapkan sebagai kawasan yang dicagar dan

dilindungi agar keberadaan fenomena alam geologi tersebut dapat dilestarikan

serta dimanfaatkan secara berkesinambungan dan berwawasan baik terhadap

lingkungan. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sendiri memiliki sumber daya

alam yang berpotensi untuk dikembangkan bagi wisata Geotrek atau

Geowisata, yaitu:

TABEL 1

ATRAKSI GEOWISATA DI KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA IR.

H. DJUANDA

No Atraksi wisata

1 Gua Jepang

2 Gua Belanda

3 Curug Omas

4 Curug Lalay

5 Curug Dago dan Prasasti Raja Thailand

6 Patahan Lembang / Tebing Keraton


19

Sumber : Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

Geowisata yang terdapat di Taman Ir. H. Djuanda ini juga dapat disebut

sebagai Pariwisata alternatif. Smith (2001:21) memaparkan bahwa: “Pariwisata

alternatif merupakan suatu kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan,

berpihak pada ekologi dan menghindari dampak negatif dari pembangunan pariwisata

berskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepat

pembangunannya.” Wisata Geotrek dapat dikatakan sebagai wisata alternatif

dikarenakan tujuan utama dari wisata ini adalah mengingatkan wisatawan mengenai

kelangsungan wisata di masa depan terhadap alam (Sustainable tourism) dengan tidak

merusak lingkungan dan lebih melindungi alam.

Tabel berikut ini merupakan salah satu bukti bahwa Taman Ir. H. Djuanda

merupakan objek wisata yang diminati oleh banyak wisatawan baik dalam maupun

luar negeri.

TABEL 2

REKAPITULASI PERKEMBANGAN PENGUNJUNG DI TAMAN HUTAN

RAYA Ir.H. DJUANDA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

Jumlah Wisatawan
No Bulan Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Wisnu Wisman Wisnu Wisman Wisnu Wisman
1 Januari 11,589 72 11,182 106 28,277 111
2 Februari 6,614 69 7,749 64 23,836 116
3 Maret 14,801 104 12,203 114 24,910 87
4 April 8,703 81 9,724 92 22,252 100
5 Mei 13,047 65 15,997 83 40,098 103
6 Juni 14,117 137 13,665 116 25,304 85
7 Juli 4,412 104 10,681 91 45,126 249
8 Agustus 13,562 134 41,318 388 46,406 452
9 September 8,462 110 26,541 160 32,336 204
10 Oktober 10,906 126 20,410 145 22,744 121
11 Nopember 11,096 70 15,916 102 27,386 96
12 Desember 13,341 83 22,798 76 47,710 127
20

T Jumlah Total 130,650 1,155 208,184 1,537 386,585 1,851

AHUN 2013 – 2015

Sumber: Database Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Data tersebut menunjukkan bahwa setiap tahunnya Taman Hutan Raya Ir.

Djuanda memperlihatkan kenaikan kunjungan baik dari wisatawan domestik maupun

mancanegara. Kemudian data tersebut juga mengindikasikan bahwa sebagian besar

wisatawan yang mengunjungi kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yakni

wisatawan nusantara atau domestik. Namun apabila dilihat dari kunjungan wisatawan

per bulan, dari data tersebut didapat bahwa terjadi ketidakstabilan kedatangan

pengunjung dimulai dari bulan Januari sampai Desember tahun 2015. Tidak stabilnya

kunjungan wisatawan per bulan dapat menjadi suatu pertanyaan yang perlu untuk

diperhatikan. Ada beberapa alasan mengapa hal tersebut terjadi, salah satu

diantaranya adalah diduga karena belum banyaknya program tour variatif yang dapat

dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung ke kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda khususnya untuk jenis wisata tertentu contohnya wisata geotrek atau

geowisata. Taman Hutan Raya sendiri sebenarnya secara berkala sering melakukan

kegiatan – kegiatan pariwisata seperti penyuluhan mengenai Pariwisata berkelanjutan

(Sustainable Tourism), aktivitas yang berhubungan dengan konservasi hutan, serta

kegiatan wisata budaya yang digabungkan dengan wisata alam yang terdapat di

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Beberapa kegiatan pariwisata tersebut pada

dasarnya cukup membuat wisatawan tertarik untuk berkunjung ke kawasan Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda seperti kegiatan yang baru diselenggarakan pada bulan

Januari bulan 2016 yaitu Pekan Seni & Tradisi dan Tahura Running Race 2016 dan

mendapatkan apresiasi yang baik dari wisatawan (Tahuradjuanda.Jabarprov.go.id di

akses pada tanggal 28 Mei 2016). Menstabilkan atau meningkatkan kunjungan


21

wisatawan merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan, diperlukan sebuah cara

yang tepat untuk meningkatkan serta mempertahankan kunjungan wisatawan ke

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda baik per bulan maupun setiap tahunnya. Geowisata

sendiri merupakan dasar jenis wisata yang terdapat di kawasan ini namun dari hasil

observasi penulis ke lapangan, program tour untuk jenis wisata berbasis Geologi

belum tersedia untuk dinikmati oleh wisatawan.

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sendiri ialah kawasan yang sedang

berkembang pesat saat ini, kehadiran Tebing keraton yang terletak di kawasan Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda menjadi salah satu alasan yang membuat banyak

wisatawan datang berkunjung dan membuat kawasan ini menjadi terkenal. Tebing

Keraton merupakan tempat wisata lokal yang baru booming pada akhir bulan Juli

2014 di kalangan pengguna sosial media seperti instagram, path, facebook, dan

twitter. (www.nativeindonesia.com, diakses tanggal 4 Mei 2016). Tebing Keraton

merupakan atraksi wisata yang termasuk kedalam salah satu kategori wisata geotrek

karena keunikan, tantangan. kelangkaan dan keindahannya. Namun ada dari beberapa

atraksi wisata di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang masih terbengkalai

dan belum dimanfaatkan keberadaannya dengan baik, salah satunya adalah Curug

Lalay.

“Curug Lalay bisa dikatakan masih memiliki keasrian dan


kealamian yang tinggi. Curug Lalai terletak di ketinggian 1.800
meter diatas permukaan laut (dpl).Curug ini dapat dikatakan
berlokasi di tempat yang cukup unik karena merupakan suatu
tempat objek wisata air terjun yang terdapat di Walungan Cimahi,
dimana termasuk pula dalam objek wisata alam Taman Hutan Raya
Ir. H. Djuanda. Sayangnya, untuk sarana infrastruktur menuju
kawasan curug tidak memadai. Akses menuju curug hanya bisa
dilalui dengan menempuh jalan setapak melalui Jalan Desa
Cihanjuang dan Padaasih yang berupa tanah gembur. Masyarakat
dan pengunjung banyak yang menyayangkan hal tersebut karena
kurangnya perhatian dari pemerintah untuk menata curug Lalay.
Dapat dilihat bahwa curug Lalay berpotensi menjadi objek wisata
di Kabupaten Bandung Barat yang sangat baik.
22

(Bandung.Panduanwisata.co.id di akses pada tanggal 28 Mei


2016)”.
Berdasarkan pernyataan diatas maka untuk dapat memaksimalkan keberadaan

Curug Lalay maupun atraksi wisata lainnya yang berbasis geowisata diperlukan

pemanfaatan yang tepat untuk memperbaiki beberapa aspek di atraksi wisata ini.

Sejauh ini pihak Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda masih belum membuat program

khusus untuk wisata geotrek yang meliputi kegiatan speleowisata, hiking,spelunking,

trekking dan aktivitas Geowisata lainnya yang dapat dilakukan di beberapa atraksi

wisata di kawasan seperti Curug Omas, Tebing keraton, Gua Jepang dan Belanda,

serta beberapa area khusus wisata Geotrek di kawasan untuk disatukan dalam satu

program tour yang menarik minat wisatawan.

Dalam bukunya Nuriata (2014:77) menjelaskan bahwa Program tour atau

Tour Itinerary yaitu gabungan daftar informasi yang pada dasarnya isi dari informasi

tersebut merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan perjalanan

wisata. Program tour yang baik harus dibuat dari komponen perjalanan paket wisata

yang memenuhi:

1. Minat wisatawan

2. Menyampaikan deskripsi dari program mengenai:

a. Jadwal waktu/lama waktu yang tercapai

b. Tempat tujuan perjalanan dan kelengkapanya

c. Alat bantu dari perjalanan

Nuriata (2014:4) juga menambahkan bahwa perencanaan yang dibuat untuk

operasional penyelenggaraan perjalanan wisata, sebaiknya memenuhi persyaratan:

1. Faktual dan realistis

2. Logis dan rasional

3. Fleksibel
23

4. Berkelanjutan

Dalam pembuatan sebuah program tour dibutuhkan suatu perencanaan yang

baik, perencanaan tersebut menyangkut pertimbangan dalam menentukkan aktivitas

dan tempat tujuan yang terbaik untuk jenis wisata yang dipilih, alat bantu untuk

kelancaran kegiatan program tour, serta penentuan waktu atau jam yang dapat

menyesuaikan dengan kebutuhan wisatawan. Pembuatan sebuah program tour penting

direncanakan untuk direalisasikan karena sekarang dan masa depan akan terjadi

pergeseran pasar wisata. Motivasi, atensi, animo, tuntutan, dan perilaku wisatawan

secara berkesinambungan akan berganti yang membuat pekerja pariwisata harus

berpikir dan merespon hal tersebut dengan tepat dan kreatif. Berdasarkan hasil

wawancara di lapangan kepada Bapak Hasan selaku salah satu dari Pengelola di

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, peneliti menemukan bahwa belum tersedianya

program tour khusus Geowisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan menjadi dasar

penulis mengangkat topik ini. Peneliti berusaha menelaah lebih jauh dengan

memanfaatkan potensi Geowisata di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ini

dengan perencanaan program tour khusus Geowisata. Berdasarkan latar belakang

tersebut peneliti tertarik untuk mengangkat topik perencanaan program tour di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda dengan judul “Perencanaan Program Tour Geowisata

di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Kota Bandung”

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berlandaskan pemaparan latar belakang penelitian, maka peneliti merumuskan

penelitian ini yakni “Bagaimana program tour khusus wisata Geotrek yang baik dan
24

sesuai dengan kebutuhan wisatawan sehingga hal tersebut dapat meningkatkan dan

mempertahankan kunjungan wisatawan ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.”

2. Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut:

A. Responden yang digunakan adalah wisatawan domestik yang berkunjung

ke Taman Ir. H. Djuanda.

B. Hanya tempat-tempat yang berhubungan dengan Geowisata atau wisata

geotrek yang terdapat di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

C. Identifikasi Masalah

Bersumber pada latar belakang dan rumusan penelitian, maka untuk

identifikasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tempat tujuan untuk atraksi geowisata yang terdapat di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda?

2. Bagaimanakah durasi tour di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ?

3. Bagaimanakah alat perlengkapan tour yang digunakan dan tersedia di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan

formal dan tujuan operasional.

1. Tujuan Formal
25

Secara formal penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi akhir program Diploma IV Jurusan Perjalanan, Program Studi

Manajemen Pengaturan Perjalanan, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

2. Tujuan Operasional

Mengenai tujuan operasional penelitian ini yakni sebagai berikut:

a. Demi meningkatkan kemampuan untuk penyusunan program tour/itinerary

yang berbasis geowisata serta mengetahui potensi yang dapat

dikembangkan didalamnya.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan berupa program tour minat khusus

geowisata kepada pihak Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda serta dapat

dijadikan sebagai alat promosi wisata geotrek di kawasan kabupaten

Bandung utara.

E. Metode dan Teknik Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Nazir (2014:43)

memarparkan bahwa metode deskriptif ialah “Suatu metode untuk meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun

suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.

Sugiyono (2001:11) menambahkan bahwa penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel

atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara

satu variabel dengan variabel yang lain.

Disamping itu penulis juga menggunakan pendekatan kuantitatif dalam

penelitian ini. Sugiyono (2013:7) menjelaskan bahwa:


26

“Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan


angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta
penampilan dari hasilnya akan disertai dengan gambar, table, grafik, atau
tampilan lainnya Penelitian kuantitatif memiliki data yang dapat diukur
sehingga dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya”.

Penelitian kuantitatif dimulai dari umum kemudian ke khusus kemudian ke umum

lagi, menggunakan teori-teori (umum) terlebih dahulu yang kemudian teori-teori

tersebut dirumuskan menjadi suatu konsep, yang pada akhirnya konsep tersebut

dibuatkan menjadi suatu atau beberapa hipotesis (khusus).

2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data untuk penelitian ini, yaitu:

a. Observasi

W. Gulo (2010: 116) menjelaskan bahwa “Observasi merupakan metode

pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi

sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian”. Peneliti melakukan

pengamatan secara langsung terhadap obyek yang sedang diteliti dengan

menggunakan checklist atau daftar periksa.

b. Penyebaran Kuesioner/Angket

Peneliti menyebarkan Kuesioner ke wisatawan domestik yang

berkunjung ke Taman Ir. H. Djuanda. Peneliti menggunakan kuesioner

yang daftar pertanyaannya dibuat secara berstruktur dengan bentuk

pertanyaannya pilihan ganda (multiple choice questions). W.Gulo

(2010:122) menjelaskan bahwa “Kuesioner atau angket hanya berbeda

dalam bentuk kalimat tanya, sedangkan pada angket, pertanyaan disusun

dalam kalimat pernyataan dengan opsi jawaban yang tersedia.”

Kuesioner dengan pertanyaan pilihan ganda di dalamnya diperlukan

peneliti untuk mencari data pengunjung dengan aspek seperti yang


27

dijelaskan dalam MOV (Matriks operasional variabel), bertujuan untuk

mencari mayoritas pengunjung (modus) yang berkunjung ke Kawasan

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Selain itu peneliti juga membuat

kuesioner mengenai program yang diinginkan wisatawan dengan tujuan

untuk menilai dan mengetahui persepsi wisatawan, yang hasilnya diukur

dan dihitung menggunakan skala likert.

c. Studi Kepustakaan

Peneliti mendapatkan serta mengumpulkan data melalui studi

kepustakaan. Berlandaskan pada Satori dan Aan Komariah (2012:149)

mengemukakan bahwa “Studi dokumen yaitu mengumpulkan dokumen

dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah

secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan

pembuktian suatu kejadian.”

3. Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan peneliti adalah statistik deskriptif. Sugiyono

(2005:169) menerangkan bahwa: “Statistik ini digunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi”.

Untuk pendekatan penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif.

Emzir (2008:28) menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif merupakan: “suatu

pendekatan penelitian yang secara primer menggunakan paradigma membangun

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan”. Peneliti memakai pendekatan kuantitatif

untuk menganalisis data yang akan muncul pada saat penelitian mengenai program
28

yang diinginkan oleh wisatawan yang berkunjung ke Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda. Dalam teknik kuantitatif peneliti mengolah data yang berbentuk angka-

angka secara manual dan komputerisasi. Peneliti menggunakan teknik perhitungan

statistik manual untuk data yang berbentuk angka manual dan data komputerisasi

peneliti menggunakan program yang terdapat diprogram Microsoft Excel.

Untuk pengolahan data peneliti menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono

(2005:107) skala likert bisa digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert digunakan

dalam penelitian ini untuk mengetahui penilaian responden.

Setiap jawaban dalam item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai

tingkatan dari aspek positif sampai aspek negatif, dengan kebutuhan analisis secara

kuantitatif, maka jawaban dari responden itu dapat diberikan skor penilaian. Untuk

skor yang dapat diberikan beserta penjabarannya dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 3

BOBOT NILAI SKALA LIKERT

Skor Penilaian

5 SangatSesuai/ SangatBaik/ SangatTepat

4 Sesuai/Baik/Tepat

3 CukupSesuai/ CukupBaik/CukupTepat

2 KurangSesuai/ KurangBaik/ KurangTepat

1 TidakSesuai/ TidakBaik/ TidakTepat/ TidakTahu

Sumber: Sugiyono, 2005

Kemudian untuk rumus yang digunakan dalam perhituhan, yakni:

Skor tertinggi = Nilai bobot tertinggi X (jumlah pertanyaan X sampel)


29

Skor terendah = Nilai bobot terendah X (jumlah pertanyaan X sampel)

4. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

a. Populasi

Arikunto (2002:108) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan populasi

merupakan keseluruhan subjek penelitian, apabila seseorang ingin meneliti semua

elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya yakni penelitian

populasi. Sementara menurut Sugiyono (2009:80) “Populasi ialah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya”.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah wisatawan domestik yang

berkunjung ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yaitu sebanyak 47,710 pada

Desember tahun 2015. Responden yang diteliti adalah wisatawan atau pengunjung

dengan frekuensi kunjungan lebih dari satu kali dan wisatawan yang baru pertama

kali berkunjung ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

b. Sampel

Bersumber dari Arikunto (2005:117) “Sampel ialah bagian dari populasi, dan

merupakan sebagian dari pupulasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat

mewakili seluruh populasi”. Ditambahkan oleh Sugiyono (2009:81), “Sampel

merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”.

Silalahi (2009:254) mengatakan bahwa: “Subset atau tiap bagian dari populasi
30

berdasarkan apakah itu representatif atau tidak. Sampel merupakan bagian tertentu

yang dipilih dari populasi.”

Penelitian ini sampel yang dipakai adalah wisatawan yang datang ke Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda pada bulan Desember tahun 2015, dengan tingkat

kunjungan yang relatif tinggi, sehingga dapat dianggap mewakili dari berbagai

latar belakang pengunjung atau wisatawan.

c. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling

insidental yaitu teknik penentuan sampel bedasarkan kebetulan, yaitu siapa saja

yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,

bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

(Sugiyono, 2005:96)

Sedangkan untuk menentukan sampel, penulis menggunakan rumus slovin

dalam Riduwan (2007:65) yaitu sebagai berikut:

n = N / (N.d2 +
1)
Keterangan:

n = Jumlah Sampel (number of samples)

N = Jumlah Populasi (total population)

d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

n = N / (N.d2 + 1)

n = 47,710 / (47,710).0,12 + 1

n = 47,710 / 478,1

n = 99,79 (dibulatkan)

n = 100 responden
31

Berdasarkan hasil dari pengambilan sampel tersebut, maka penulis

membagikan Kuesioner kepada 100 responden yang mengunjungi Taman Hutan

Raya Ir. H. Djuanda.

F. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian : Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Kampung Pakar, Desa

Ciburial, Kecamatan Cimenyan.

2. Waktu penelitian : Penelitian ini dimulai dari bulan Mei tahun 2016 sampai

dengan bulan Juni 2016.

G. Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika penulisan dari penelitian perencanaan program

tour wisata geotrek di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN, bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

perumusan dan pembatasan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, metode

penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, bab ini berisi tentang teori-teori yang

mendasari penelitian.

BAB III TINJUAN OBJEK PENELITIAN DAN DATA, bab ini terdiri dari

data yang berhubungan dengan penelitian, cara pengumpulan data, pengujian data,

dan pengolahan dari data-data tersebut.

BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN, bab ini berisi analisis hasil

pengolahan data serta analisis evaluasi dari data yang ada saat ini dengan memberikan

argumentasi, alasan, pendapat, tanggapan terhadap data dan informasi yang diperoleh

dalam penelitian baik hasil observasi, wawancara, penyebaran angket, dan lain-lain.
32

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, bab ini berisi kesimpulan

yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dalam pemecahan masalah serta

rekomendasi yang dapat diberikan kepada pengelola Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda.
33

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Perencanaan

Menurut Ramly (2007:38) Perencanaan ialah fungsi dari manajemen yang

menentukan maksud dan harapan yang hendak dicapai dari suatu organisasi serta

membuat strategi tepat untuk meraihnya. Makna dasar perencanaan adalah proses

penetapan tujuan dan serangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan demi mencapai

tujuan.

Ramly (2007:38) juga menambahkan mengenai ciri-ciri perencanaan , yaitu :


1. Rasional dalam memilih dan menetapkan tindakan untuk mencapai tujuan.
2. Berorientasi pada perubahan masa depan sebagaimana dirumuskan dalam
tujuan.
3. Melibatkan orang-orang ke dalam proses untuk menentukan dan
menemukan masa depan yang diinginkan
4. Memberi arah bagaimana dan kapan tindakan akan diambil serta siapa
pihak yang terlibat dalam tindakan itu
5. Melibatkan perkiraan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan.
6. Ada penentuan prioritas
7. Titik awal dan arahan kegiatan pengorganisasian, penggerakan,
pembinaan, penilaian, dan pengembangan.

Kemudian oleh Nuriata (2014:12) dijelaskan bahwa “Perencanaan adalah proses

untuk memperoleh tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga sebuah

produk wisata yang dibuat dapat meraih tujuan perjalanan wisata yang dibutuhkan

saat perencanaan yang nantinya diimplementasikan dalam sebuah perjalanan wisata”.

Dipertegas kembali oleh Yoeti (2008:49), bahwa pada dasarnya perencanaan

bermaksud untuk memberi batasan tentang tujuan yang hendak dicapai dan

menentukan cara-cara mencapai tujuan yang dimaksud, sehingga perencanaan

merupakan predeterminasi dari tujuan-tujuan yang bersifat produktif secara sistematis


34

dengan menggunakan alat-alat, metode dan prosedur yang perlu untuk mencapai yang

dianggap paling ekonomis.

B. Konsep Program Tour atau Itinerary

Berlandaskan pada penjelasan dari Nuriata (2014:77) bahwa “Program tour atau Tour

Itinerary merupakan gabungan daftar informasi yang berisi mengenai segala bentuk dan

hal yang berhubungan dengan aktivitas perjalanan wisata”. Untuk dapat menyusun

program tour yang baik dan benar maka harus disusun dari komponen perjalanan wisata

sebagai berikut:

 Minat wisatawan

 Menyampaikan deskripsi dari program yang dibuat mengenai:

d. Durasi atau waktu yang dicapai secara umum merupakan waktu yang

dibutuhkan dalam suatu kegiatan.

1) Merancang distribusi waktu dari perjalanan paket wisata,

berdasarkan kebutuhan waktu.

a) Waktu di atas kendaraan

b) Waktu kunjungan di Atraksi Wisata

c) Sisa waktu kegiatan lain

d) Jumlah waktu seluruh program

2) Alat bantu pembuatan distribusi dapat bersumber dari:

a) Peta geografi, Peta wisata

b) Sumber Internet

c) Pola Perjalanan, buku petunjuk pariwisata

3) Perhitungan waktu
35

t = S/v

Keterangan : t = Waktu

S = Jarak

v = Kecepatan

4) Waktu kunjungan di atraksi dan waktu dipakai untuk

menikmati fasilitas ditentukan sendiri oleh perancang

5) Sisa waktu untuk kegiatan lain ditentukan sendiri oleh

perancang itinerary.

6) Kendala jumlah waktu dikonsumsi ditentukan oleh perancang

itinerary.

e. Tempat tujuan perjalanan dan kelengkapanya adalah yang secara umum

merupakan suatu tempat yang dapat dijadikan sebagai suatu hal yang

menarik juga bisa dijadikan sebagai suatu kegiatan wisata.

1) Pertanyaan :

a) Apa yang dapat/harus dikerjakan?

b) Apa yang dapat dilihat/dinikmati selama perjalanan?

c) Dokumen perjalanan apa saja yang perlu disiapkan?

d) Perlengkapan perjalanan apa saja yang perlu dipersiapkan?

Untuk dapat memilih jenis atraksi wisata yang sesuai dengan kebutuhan dan

minat wisatawan dibutuhkan justifikasi atraksi wisata. Berikut meripukan

skor yang dapat diberikan kepada atraksi wisata yang di justifikasi:

LB : Luar Biasa, skor 5

BS : Baik Sekali, skor 4

BA : Baik, skor 3
36

CU : Cukup, Skor 2

KU : Kurang, skor 1

f. Alat bantu dari perjalanan adalah yang secara umum merupakan peralatan

yang dibutuhkan oleh peserta tur dalam menjalankan kegiatan tur

Menurut Suyitno (2001:30) itinerary ialah sebuah dokumen yang dipakai

untuk mengilustrasikan penyelenggaraan sebuah wisata sejak pemberangkatan,

di tempat tujuan, hingga kembali ke tempat asal. Hal-hal yang dimunculkan

dalam dokumen tersebut antara lain waktu penyelenggaraan, tempat objek

kunjungan, dan tempat makan. Masih menurut Suyitno (2001:30), manfaat

Itinerary sangat penting untuk pihak pengelola dan wisatawan. Bagi pengelola

adalah sebagai media mempromosikan wisata, sebagai pedoman dalam

penyelenggaraan wisata, sebagai media dalam memberikan gambaran tentang

kondisi wisata kepada calon wisatawan, dan sebagai salah satu sarana evaluasi

penyelenggaraan wisata. Sedangkan bagi wisatawan adalah sebagai media

untuk memberikan gambaran tentang produk yang dibeli, sebagai media

informasi mengenai hal yang harus dipersiapkan jika mengikuti wisata yang

akan diselenggarakan, dan sebagai media yang menggambarkan (kemana akan

pergi, apa yang dapat dilakukan dan dilihat dan waktu yang dapat digunakan).

Menurut Nuriata (2014:81) Tour Itinerary yang baik hendaknya memenuhi

kriteria:

1. Rute, sebaiknya menggunakan jenis circle trip bukan round trip.


Round trip dipergunakan untuk jarak perjalanan yang pendek.
2. Sequence (urutan-urutan) yang baik, yang memperhatikan :
a. Leisure
b. Aktivitas wisata
c. Waktu
d. Kekutan fisik
3. Perjalanan bervariasi dalam hal : atraksi wisata, moda transportasi, dan
waktu berjadwal dari acara bebas.
4. Memperhatikan bobot dan warna dari perjalanan.
37

5. Pemilihan waktu dan tempat yang tepat.

C. Konsep Geowisata

Menurut Stueve et al dalam K.Dowling & David Newsome (2006:3)

mengemukakan “In our definition of geotourism the ‘geo’ part pertains to geology

and geomorphology and the natural resources of landscape, landforms, fossil beds,

rocks and minerals, with an emphasis on appreciating the processes that are creating

and created such features”. Pengertian kutipan diatas mengemukakan bahwa

Geowisata merupakan jenis wisata yang berhubungan dengan ilmu geologi serta

geomorfologi untuk memanfaatkan sumber daya alam berbentuk pemandangan,

bentang alam, fosil, batuan dan mineral, dengan penekanan untuk menghargai proses

yang menciptakan dan diciptakan oleh fitur tertentu.

Kusumahbrata dalam Dwiyanto (2006:8) mengemukakan sebagai suatu bentuk

kegiatan, di dalam Geowisata sendiri dikenal beberapa peristilahan khusus,

diantaranya:

1) Volkanowisata (wisata gunung berapi)

2) Speleowisata (wisata penelusuran gua)

3) White-water rafting (wisata arung sungai/jeram)

Peristilahan tersebut sesungguhnya memiliki persamaan dalam penggunaan daya tarik

keindahan, kelangkaan, dan keunikan fenomena alam sebagai muatan utama

berwisata.

Sebagai pendukung, Kusumahbrata dalam Dwiyanto (2006:12) menjelaskan

bahwa kriteria yang diusulkan untuk dapat digunakan sebagai acuan dasar klasifikasi

objek-objek Geowisata:
38

a. Keindahan; Objek wisata alam harus bersifat indah dipandang,

nyaman, mampu memberikan suasana tenang, tenteram, sehingga

dapat memanjakan panca indera.

b. Keunikan; Secara geologis objek wisata alam mempunyai sejarah

proses pembentukan yang khas sehingga bersifat unik.

c. Kelangkaan; Objek jarang dijumpai di tempat lain

d. Tantangan; Objek wisata alam memiliki variasi bentang alam tertentu

dengan berbagai tingkat kesulitan rintangan penjelajahan.

Didalam buku yang sama Dwiyanto (2006:13) menjelaskan mengenai Kawasan yang

dapat dijadikan wisata Geotrek atau objek Geowisata unggulan, diantaranya:

a. Kawasan yang memiliki bentang alam indah, unik, langka, dan

berfungsi sebagai penyeimbang lingkungan

b. Kawasan yang disusun oleh berbagai jenis batuan langka, unik, dan

khas.

c. Kawasan yang memiliki jenis fosil langka, unik dan khas.

d. Kawasan Kars Kelas 1 yang memiliki jaringan gua dengan berbagai

ornament kalsit yang indah, unik, langka, dan aliran sungai bawah

tanah.

D. Konsep Konservasi Cagar Alam Geologi

Dwiyanto (2006:10) memaparkan bahwa Kawasan Cagar Alam Geologi atau

Kawasan Lindung Geologi adalah suatu kawasan yang memiliki karakteristik geologi

yang khas, unik dan langka sehingga ditetapkan sebagai kawasan yang dicagar dan

dilindungi agar keberadaan fenomena alam geologi tersebut dapat dilestarikan serta

dimanfaatkan secara berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.


39

Kemudian Dwiyanto (2006:13) menjelaskan kembali bahwa apabila suatu

kawasan telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi geologi, maka statusnya dapat

ditingkatkan menjadi Kawasan Cagar Alam Geologi yang akan dikelola secara

bersama-sama oleh lembaga tertentu dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :

1. Melindungi keanekaragaman non hayati (sumber daya alam yang tidak hidup),

seperti jenis, wujud, keunikan, dan asal usul proses pembentukannya bagi

kepentingan ilmu pengetahuan, ekosistem, pariwisata, dan sosial ekonomi.

2. Mengidentifikasi dan memahami kemungkinan terjadinya kerusakan di

kawasan konservasi akibat proses pembangunan dan menentukan tindakan

antisipatif untuk mengurangi dampak kerusakan yang telah terjadi.

3. Memanfaatkan kawasan tersebut sebagai sarana penelitian, pendidikan dan

pelatihan, serta laboratorium kajian permasalahan lingkungan yang lebih luas

untuk pembangunan berkelanjutan.

4. Memanfaatkan keberadaan kawasan konservasi geologi tersebut sebagai

keunggulan komparatif yang mempunyai nilai tambah untuk meningkatkan

kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat secara bijaksana.


40

BAB III

TINJAUAN OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

1. Sejarah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Taman Hutan Raya pertama di Indonesia yang pada awalnya berstatus sebagai

hutan lindung (Komplek Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya ditentukan pada

tahun 1922. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 secara

otomatis status kawasan hutan negara dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia

melalui Djawatan Kehutanan. Kawasan hutan ini dirintis pembangunannya sejak tahun

1960 oleh Bapak Mashudi (Gubernur Jawa Barat) dan Ir. Sambas Wirakusumah yang

pada waktu itu menjabat sebagai Administratur Bandung Utara merangkap Direktur

Akademi Ilmu Kehutanan, dan mendapat dukungan dari Bapak Ismail Saleh (Menteri

Kehakiman) dan Bapak Soejarwo (Dirjen Kehutanan Departemen Pertanian). Pada tahun

1963 sebagian kawasan hutan lindung tersebut mulai dipersiapkan sebagai Hutan Wisata

dan Kebun Raya.

GAMBAR 1

LOGO TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA


41

Sumber : Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan bagian dari daerah cekungan Bandung,

memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya dengan zaman purba hingga sekarang.

Secara geologis daerah ini mengalami perubahan yang disebabkan oleh gejolak alam dalam

kurun waktu pembentukan alam semesta. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda awalnya

merupakan bagian areal dari kelompok Hutan Lindung Gunung Pulosari yang berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 575/kpts/Um/8/1980 dirubah fungsinya menjadi

Taman Wisata Alam (TWA) Curug Dago. Pada Tanggal 14 Januari 1985 bertepatan dengan

kelahiran Bapak Ir. H. Djuanda, TWA Curug Dago secara resmi berubah fungsi menjadi

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang merupakan Taman Hutan Raya (TAHURA) pertama

di Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3/M/1985

tertanggal 12 Januari 1985 tentang Penetapan Taman Wisata Alam Curug Dago menjadi

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

Tahun 1978 pengelolaan dari Dinas Kehutanan (dulu Djawatan Kehutanan Propinsi

Jawa Barat) diserahkan ke Perum Perhutani Jawa Barat. Pada tahun 1980 Kebun Raya/Hutan

Wisata yang merupakan bagian dari komplek Hutan Gunung Pulosari ini ditetapkan sebagai

taman wisata, yaitu Taman Wisata Curug Dago seluas 590 ha yang ditetapkan oleh SK.

Menteri Pertanian Nomor : 575/Kpts/Um/8/1980 tanggal 6 Agustus 1980. Pada tahun 1985,

Bapak Mashudi dan Bapak Ismail Saleh sebagai pribadi dan Bapak Soedjarwo selaku Menteri

Kehutanan mengusulkan untuk mengubah status Taman Wisata Curug Dago menjadi Taman

Hutan Raya. Usulan tersebut kemudian diterima Presiden Soeharto yang kemudian

dikukuhkan melalui Keputusan Presiden No. 3 Tahun 1985 tertanggal 12 Januari 1985.

Peresmian Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dilakukan pada tanggal 14 Januari 1985 yang

bertepatan dengan hari kelahiran Bapak Ir. H. Djuanda.


42

Untuk menjamin suksesnya pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Menteri

Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor : 192/Kpts-II/1985 membentuk Badan Pembina

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang diketuai oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan

dan Pelestarian Alam (PHPA) serta menunjuk Perum Perhutani sebagai Badan Pelaksana

Pengelolaan dan Pembangunan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

Tugas Badan Pembina Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah :

a. Memberi pengarahan pembangunan dan pengembangan Taman Hutan Raya;

b. Menyusun rencana jangka panjang dan menengah;

c. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan pembangunan Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda.

Mengingat lokasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda berada pada lintas wilayah

Kabupaten dan Kota, yaitu terletak di Kabupaten Bandung (Kecamatan Cimenyan dan

Kecamatan Lembang) dan Kota Bandung (Kecamatan Coblong), maka sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, kewenangan pengelolaannya berada di Pemerintah

Propinsi Jawa Barat, dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat.

2. Struktur Organisasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

GAMBAR 2

STRUKTUR ORGANISASI BALAI PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA

IR. H. DJUANDA
43

Sumber : Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

3. Visi dan Misi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

a. Visi pengembangan Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah

“Terciptanya pengembangan pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

yang berwawasan lingkungan untuk mewujudkan kelestarian hutan sebagai

sistem penyangga kehidupan bagi kesejahteraan rakyat ”.

b. Misi Pengembangan Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah:

1) Meningkatkan kontribusi pemanfaatan kawasan hutan melalui

pariwisata alam untuk kepentingan konservasi, sosial, ekonomi dan

budaya masyarakat.

2) Mengoptimalkan distribusi manfaat pariwisata alam bagi para pihak.

3) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman pentingnya manfaat sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya bagi kehidupan umat manusia.

4. Atraksi Wisata di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda mempunyai beberapa atraksi wisata yang menjadi

tujuan wisatawan ketika datang berkunjung, yaitu:


44

a. Museum Ir. H. Djuanda

GAMBAR 3

MUSEUM IR. H. DJUANDA

Sumber : Dokumentasi, 2016

Museum ini merupakan Pusat Informasi dan Museum Taman Hutan

Raya Ir. H. Djuanda. Museum ini didirikan untuk mengenang Ir. H. Djuanda

Kartawidjaja, seorang tokoh asal Tanah Pasundan yang merupakan seorang

pahlawan nasional. Museum ini berukuran 8 x 10 meter dan menyimpan

benda-benda kenangan tokoh pejuang yang pada tanggal 28 September 1945

memimpin para pemuda mengambil-alih Jawatan Kereta Api dari Jepang dan

obyek-obyek militer di Gudang Utara, Bandung. Selain itu terdapat

bermacam-macam penghargaan yang diterima oleh Ir. H. Djuanda dan

disimpan serta dirawat di dalam museum.

b. Curug Lalay
45

GAMBAR 4

CURUG LALAY

Sumber : Dokumentasi, 2016

Curug lalay merupakan salah satu curug di kawasan Taman Hutan

Raya Ir. H. Djuanda yang terkenal dengan kondisi alamnya yang masih asri.

Curug yang terletak di wilayah Cimahi, dinamakan Curug Lalay karena

terdapat banyak sekali lalay (kelelawar) ditemukan di sekitar air terjun.

Terletak di ketinggian 1.800 meter diatas permukaan laut dan memiliki

ketinggian sekitar 30 m yang tersembunyi di dalam lembah. Wisatawan dapat

menumakan sebuah cerukan disisi kiri curug yang menyerupai sebuah goa.

Cerukan atau gua inilah yang menjadi tempat tinggal kelelawar-kelelawar di

Curug Lalay.

Aksesibilitas menuju ke Curug Lalay tidaklah mudah karena curug ini

tidak seterkenal curug yang lain dan jarang dikunjungi. Selain akses jalan

menuju ke curug ini minim, juga tidak adanya papan penunjuk. Satu-satunya

penanda yang bisa diandalkan adalah plang Madrasah Ibtidaiyah Cisasawi,

Desa Cihanjuang, Kecamatan Parongpong. Curug Lalay ini hanya dapat


46

dilalui dengan berjalan kaki melewati kebun penduduk, menyusuri sungai dan

naik turun bukit dan lembah.

c. Gua Jepang

GAMBAR 5

GUA JEPANG

Sumber : Dokumentasi, 2016

Gua Jepang Bandung adalah salah satu gua bersejarah di kawasan

Bandung yang dibuat oleh balatentara pada masa kependudukan Jepang

dengan bantuan para pekerja paksa romusha di daerah Bandung Utara. Gua ini

tidak pernah terselesaikan dan kabarnya belum pernah direnovasi sejak

pertama dibuat dibuat pada tahun 1942. Gua Jepang di Bandung ini dapat

dikatakan sebagai salah satu dari gua bersejarah yang terebar di seluruh

Indonesia yang dibuat selama terjadinya Perang Dunia II. Pada masa

penjajahan Jepang gua yang digunakan sebagai tempat perlindungan dan

persembunyian, gua Jepang juga sering digunakan sebagai tempat

penyimpanan logistik makanan, senjata dan amunisi. Gua Jepang di kawasan

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ini berukuran cukup besar yang membuat

wisatawan dapat dengan mudah melangkahkan kaki di sepanjang lorong gua.


47

Selain itu tidak ada kesulitan bagi wisatawan untuk bernafas di dalam gua ini.

Dikarenakan tidak ada penerangan sama sekali didalam gua maka wisatawan

perlu menyewa lampu senter yang disediakan di kawasan seharga Rp.3.000

untuk masuk ke dalam Gua.

d. Gua Belanda

GAMBAR 6

GUA BELANDA

Sumber : Dokumentasi, 2016

Gua Belanda merupakan salah satu dari banyaknya bangunan

bersejarah yang dibangun Belanda pada saat menguasai Indonesia. Pada

awalnya gua yang di bangun pada tahun 1901 ini dipergunakan untuk

perusahaan yang bergerak dibidang pembangkit listrik tenaga air. Hal tersebut

berubah disebabkan tahun 1918, pada masa itu pemerintah Belanda

merenovasi gua dengan melakukan penambahan lorong dan koridor dalam gua

yang terletak di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Penambahan

bangunan mencakup 15 lorong dan 3 koridor yang setiap koridornya

mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Koridor pertama untuk saluran air,

koridor kedua untuk lubang ventilasi dan yang ketiga untuk ruang interogasi.

e. Curug Omas
48

GAMBAR 7

CURUG OMAS

Sumber : Dokumentasi, 2016

Curug Omas memiliki ketinggian terjunan air sekitar 30 meter dengan

kedalaman 10 m yang berada di aliran sungai Cikawari. Berlokasi di antara

kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Juanda dan wisata Maribaya. Di

atas air terjun ini terdapat jembatan yang dapat digunakan untuk melintas dan

melihat air terjun dari posisi atas. Dari jembatan ini wisatawan dapat melihat

bentangan dasar sungai yang merupakan pertemuan dua aliran sungai

Cikawari dan Cigulun yang nantinya menjadi daerah Aliran Sungai (DAS)

Cikapundung Hulu.

Curug Omas berjarak kurang lebih 21 km dari pusat kota Bandung.

Terdapat empat pintu masuk ke Curug Omas, yaitu Pintu (pos) masuk I dan II

di area Dago pakar dan dapat ditempuh dari arah terminal Dago. Pintu masuk

III terletak di Kolam Pakar yang dapat ditempuh dari Curug Dago atau dari

arah PLTA Bengkok. Sedangkan pintu masuk IV berada di Maribaya

ditempuh dari arah Lembang. Umumnya Pintu masuk terdekat menuju Curug

Omas adalah melalui Pintu IV Tahura yang juga dekat dengan lokasi wisata

pemandian air panas Maribaya. Keempat akses pintu masuk ini bisa ditempuh
49

oleh semua jenis kendaraan dengan kondisi jalan sudah beraspal hotmix dan

dalam kondisi baik.

f. Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand

Curug Dago merupakan air terjun yang berada di ketinggian sekitar

800 meter di atas permukaan laut dan memiliki ketinggian terjunan air sekitar

12 meter. Proses terbentuknya Curug yaitu dari aliran sungai Cikapundung

yang mengalir dari Maribaya memasuki kota Bandung. Selain itu dilokasi air

terjun, terdapat dua prasasti batu tulis peninggalan pada tahun 1818. Para ahli

sejarah mengatakan bahwa kedua prasasti tersebut konon merupakan

peninggalan Raja Rama V (Raja Chulalonkorn) dan Raja Rama VII

(Pradjathipok Pharaminthara) dari dinasti Chakri yang pernah berkunjung ke

kawasan Curug Dago.

GAMBAR 8

CURUG DAGO DAN PRASASTI BATU RAJA THAILAND

Sumber : Dokumentasi, 2016

g. Tebing Keraton

Tebing Karaton merupakan sebuah tebing yang memiliki memiliki

pemandangan alam yang sangat eksotis baik pada saat matahari terbit maupun

terbenam. Atraksi wisata ini terletak di dalam kawasan Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda dan area Dago Pakar yaitu tepatnya berada di Kampung

Ciharegem Puncak di desa Ciburial.


50

GAMBAR 9

TEBING KERATON

Sumber : Dokumentasi, 2016

5. Flora dan Fauna di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Terdapat beberapa macam flora yang dapat ditemui di kawasan,

diantaranya : Mahoni Uganda, Bunga Bangkai, Cemara Sumatera, Meranti,

Pohon Sosis, Eucalyptus

Sedangkan untuk jenis fauna yang dapat ditemui di Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda, yaitu : Ayam Hutan, Monyet Ekor Panjang, Rusa, Burung Elang,

Burung Kutilang, Burung Kepodang.

6. Kegiatan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Dalam pengembangan kawasan, pihak Taman Hutan Raya IR. H.

Djuanda membuat beberapa kegiatan yang dilalukan demi masa depan kawasan

serta mengaplikasikan prinsip Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism.

Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya :

a. Perbaikan

b. Pengembangan

c. Pelatihan

d. Seni Budaya
51

e. Kunjungan Kerja

8. Informasi umum Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

a. Peta Kawasan

GAMBAR 10

PETA KAWASAN

Sumber: Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

b. Tarif dan Retribusi

Biaya dan tarif masuk maupun sewa dan atau pemanfaatan fasilitas di

Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah tarif yang berlaku

berdasarkan :
52

Lampiran II Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat

Nomor : 25 Tahun 2008

Tanggal : 31 Desember 2008

Tentang : Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

TABEL 4

TABEL TARIF RETREBUSI JASA UMUM

No. Jenis Retribusi Tarif Keterangan


A. Retribusi Jasa Umum
1. Pengunjung
a. Pengunjung Rp. 11.000: /orang/hari
Nusantara
b. Pengunjung Rp. 76.000; /orang/hari
Mancanegara
2. Kegiatan Penelitian
a. Peneliti
Nusantara
<1 bulan Rp. 100.000; /orang
1 bulan s/d 6 Rp. 150.000; /orang
bulan
7 bulan s/d 12 Rp. 250.000; /orang
bulan
b. Peneliti
Mancanegara
<1 bulan Rp. 5.000.000; /orang
1 bulan s/d 6 Rp. 10.000.000; /orang
bulan
7 bulan s/d 12 Rp. 15.000.000; /orang
bulan
c. Mahasiswa /
Siswa Indonesia
Rp. 0% /orang Tarif
Mahasiswa/Siswa Peneliti
Nusantara
Sumber : Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

c. Jalur Akses / Aksesibilitas

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda memiliki tingkat

aksesibilitas yang tinggi, kawasan ini terletak sebelah utara kota

Bandung. Semua jenis kendaraan bisa masuk hingga ke pintu gerbang


53

utama. Kondisi jalan dari pusat kota sampai dengan lokasi (pintu

gerbang utama) sudah beraspal hotmix dan kini dalam kondisi baik.

Selain dari arah selatan, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda juga

dapat ditempuh dari arah Utara. Kawasan Tahura Ir. H. Djuanda

terletak ± 7 km disebelah utara kota Bandung dan dapat dimasuki dari

berbagai jurusan :

1) Melalui Terminal Dago Bandung berkisar 2 km dengan

kondisi jalan telah dihotmix, dapat ditempuh memakai

kendaraan roda dua, roda empat dan bis.

2) Melalui Jalan Cimbuleuit – Punclut berkisar 6 Km

dengan kondisi jalan kampung masih tanah, dapat

ditempuh dengan kendaraan roda dua trail.

3) Melalui Lembang – Maribaya berkisar 4 Km dengan

kondisi jalan telah dihotmix dapat ditempuh memakai

kendaraan roda dua, roda empat dan bis.

Pintu Masuk Tahura :

1) Pintu Masuk I dan II di Pakar Dago ditempuh dari arah

terminal Dago.

2) Pintu Masuk Ill di Kolam Pakar ditempuh dari arah

PLTA Bengkok dan atau dari Tangga Seribu/Curug

Dago.

3) Pintu Masuk IV di Maribaya ditempuh dari arah

Lembang.

Jalur Akses menuju Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda :

1) Buahbatu – Tahura Ir. H. Djuanda


54

GAMBAR 11

JALUR AKSES BUAH BATU - TAHURA

Sumber : Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

2) Cileunyi – Tahura Ir. H. Djuanda

GAMBAR 12

JALUR AKSES

CILEUNYI -
55

TAHURA

Sumber : Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

3) Pasteur – Tahura Ir. H. Djuanda

GAMBAR 13

JALUR AKSES PASTEUR - TAHURA

Sumber : Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, 2016

d. Kontak

Wisatawan dapat berkunjung untuk mencari informasi

mengenai kawasan ke Balai Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda yang

terletak di Jl. Ir. H. Djuanda No. 99. Selain datang berkunjung

wisatawan juga dapat mengetahui kawasan melalui:

1) Telp: (022) 2515895

2) Fax : (022) 2507891

3) www.tahuradjuanda.jabarprov.go.id

4) www.facebook.com/tahuradjuanda

B. Profil Wisatawan
56

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang telah dilakukan, peneliti memperoleh data

profil wisatawan yaitu 100 responden. Data profil wisatawan yang diperoleh telah mencakup

aspek demografis, psikograsif, geografis, dan perilaku. Secara geografis berdasarkan asal

wisatawan. Asal wisatawan yang datang ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda berasal dari

dalam dan luar kota Bandung. Hasil olah data kuesioner berdasarkan daerah asal wisatawan

adalah sebagai berikut :

GAMBAR 14

DAERAH ASAL

n =100

Sumber : Data olahan Kuesioner, 2016

Seperti yang dapat dilihat pada gambar 14 , wisatawan domestik yang datang ke Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagian besar adalah berasal dari daerah Bandung yaitu 56%

yaitu 56 responden yang memilih. Berasal dari Jakarta yaitu 22 % atau 22 orang responden,

Bogor dan Yogyakarta yaitu 4 % atau 4 responden, dan dari daerah lain selain keempat

daerah yang telah disebutkan 14 % sejumlah 14 responden yang diantaranya berasal dari kota

Cimahi, Pemalang, Semarang, dan Medan.

Untuk aspek demografis profil wisatawan yakni meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan,

dan pendidikan terakhir wisatawan. Usia wisatawan yang datang ke Taman Hutan Raya Ir. H.
57

Djuanda juga bervariasi. Hasil olah data kuesioner mengacu kepada aspek usia wisatawan

adalah sebagai berikut:

GAMBAR 15

USIA

n=100

Sumber : Data Olahan Kuesioner , 2016

pada gambar 15, dapat dilihat bahwa wisatawan yang datang ke Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda adalah 58% dengan rentang usia 21 – 26 tahun yaitu 58 responden.

Kemudian 21 % wisatawan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dengan rentang sejumlah

13 – 20 tahun yaitu berjumlah 21 responden,15 % wisatawan yang berkunjung ke Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda dengan rentang 27 – 32 tahun sejumlah 15 responden, dan 6

% wisatawan yang berkunjung ke Taman Hutan Raya Ir. Djuanda merupakan > 32 tahun

yaitu sejumlah 6 responden.

Untuk hasil olah data kuesioner pada aspek jenis kelamin wisatawan adalah sebagai

berikut:

GAMBAR 16

JENIS KELAMIN WISATAWAN


58

n=100

Sumber : Data

Olahan

Kuesioner, 2016

Seperti yang dapat dilihat pada gambar 16 , dipahami bahwa mayoritas wisatawan yang

datang ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 51% adalah laki-laki yang berjumlah 51

responden dan 49 % perempuan yang berjumlah 49 responden.

Hasil olah data kuesioner berdasarkan aspek pekerjaan wisatawan adalah sebagai berikut:

GAMBAR 17

PEKERJAAN

n=100

Sumber: Data olahan kuesioner, 2016

Dilihat dari gambar 17, dapat dimengerti bahwa pekerjaan wisatawan yang berkunjung

ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 59% adalah pelajar atau mahasiswa yang berjumlah 59

responden, 18 % merupakan wiraswasta yang berjumlah 18 responden, 17% merupakan

pegawai swasta yang berjumlah 17 responden, dan 6% merupakan Pegawai negeri yang

berjumlah 6 responden.
59

Pendidikan terakhir wisatawan terbagi menjadi SD, SMP, SMA, Diploma, serta Sarjana.

Hasil olah data kuesioner mengacu kepada aspek pendidikan terakhir wisatawan adalah

sebagai berikut:

GAMBAR 18

PENDIDIKAN TERAKHIR WISATAWAN

n=100

Sumber : Data olahan

kuesioner, 2016.

Seperti hasil yang terlihat pada gambar 18, dipahami bahwa pendidikan terkahir

wisatawan yang berkunjung ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 48% adalah SMA yang

berjumlah 48 responden, 38 % merupakan Sarjana yang berjumlah 38 responden, 7%

merupakan Diploma yang berjumlah 7 responden, 7% merupakan SMP yang berjumlah 7

responden.

Untuk aspek psikografis profil wisatawan yakni meliputi motivasi kunjungan, informasi

kunjungan, lama kunjungan, dengan siapa wisatawan datang berkunjung serta frekuensi

kunjungan wisatawan ke Taman Hutan Raya IR. H. Djuanda.

Motivasi kunjungan tiap wisatawan yang berkunjung ke suatu kawasan wisata pada

dasarnya akan berbeda dan bervariasi. Untuk Hasil olah data kuesioner dalam aspek motivasi

kunjungan wisatawan dapat dilihat pada gambar 17 berikut ini:

GAMBAR 19

MOTIVASI KUNJUNGAN
60

n=100

Sumber : Data

olahan kuesioner,

2016.

Dapat dilihat pada

gambar 19 yaitu diketahui bahwa motivasi kunjungan ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

adalah 54% yang berari sebagian besar datang untuk berekreasi, 22% mengatakan untuk

menikmati keindahan di kawasan, 15% mengatakan karena sedang terkenal (populer), 6%

dalam rangka tugas sekolah, dan 3% untuk bersosialisasi.

Hasil olah data kuesioner untuk aspek teman berkunjung atau dengan siapa mengunjungi

dapat dilihat pada gambar berikut ini:

GAMBAR 20

TEMAN BERKUNJUNG

n=100

Sumber : Data olahan

kuesioner, 2016.

Pada gambar 20 dapat diketahui bahwa wisatawan yang datang berkunjung ke Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 61% atau 61 orang responden datang bersama teman, 18%
61

atau 18 orang responden datang bersama keluarga, 12% atau 12 orang responden datang

bersama kelompok, 6% atau 6 orang responden datang sendiri dan 3% yaitu 3 orang

responden datang bersama Dinas/institusi.

Hasil olah data kuesioner menunjuk kepada aspek informasi dari mana mengetahui

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah sebagai berikut:

GAMBAR 21

INFORMASI MENGETAHUI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA

n=100

Sumber : Data

Olahan kuesioner,

2016.

Dapat dilihat pada gambar 21, bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 50% atau 50 orang responden mengetahui Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui teman atau kerabat, 44% atau 44 orang responden
62

mengetahui Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui media cetak atau elektronik, 5% atau

5 orang responden mengetahui Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui keluarga

wisatawan yang bersangkutan, 1% atau 1 orang responden mengetahui Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda melalui tour and travel.

Untuk hasil olah data kuesioner dalam aspek frekuensi kunjungan adalah sebagai berikut:

GAMBAR 22

FREKUENSI KUNJUNGAN

n=100

Sumber : Data

olahan Kuesioner, 2016.

Pada gambar 22, dapat dipahami bahwa wisatawan yang datang berkunjung ke Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda 49% adalah satu kali kunjungan ke Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda yang berjumlah 49 responden, 35% merupakan dua kali kunjungan yang berjumlah

35 responden, 13% merupakan tiga kali kunjungan yang berjumlah 13 responden, 2%


63

merupakan 4 kali kunjungan yang berjumlah 2 responden, dan 1% untuk >empat kali yaitu 1

responden.

Dalam analisa profil wisatawan juga meliputi aspek keunikan. Hasil olah data kuesioner

untuk aspek keunikan adalah sebagai berikut:

GAMBAR 23

KEUNIKAN

n=100

Sumber : Data

olahan kuesioner, 2016.

Pada gambar 23, dapat dilihat bahwa 50% atau 50 orang responden mengatakan

keunikan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dilihat dari atraksi wisatanya, 43% atau 43

orang responden mengatakan keunikan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dilihat dari

bentuk kawasan/tempatnya, 5% atau 5 orang responden mengatakan keunikan di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda dilihat dari keragaman flora dan fauna yang terdapat di kawasan,

2% atau 2 orang responden mengatakan keunikan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
64

dilihat dari lainnya seperti Coffee shop yang sedang terkenal dan berada di dalam kawasan

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

C. Data Temuan

1. Tempat Tujuan untuk Atraksi Geowisata

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda memiliki beberapa atraksi Geowisata yang terbagi

menjadi wisata air terjun, Gua, dan perbukitan, diantaranya Air terjun Curug Omas, Air

terjun Curug Lalay, Curug dago dan prasasti batu raja Thailand, Gua Jepang, Gua Belanda,

dan Tebing Keraton. Berikut merupakan hasil kuesioner penilaian pengunjung terhadap

Tourist Atrraction yang berada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dapat dilihat pada tabel

berikut:

TABEL 5

JUSTIFIKASI AIR TERJUN CURUG OMAS

n=100

Atraksi wisata : Air terjun curug omas


LB BS BA CU KU
Nilai Mean
(5) (4) (3) (2) (1)
Keindahan 54 36 4 5 1 437 4,37
Keunikan 45 5 40 5 330 3,3
Kelangkaan 49 35 5 11 422 4,22
Tantangan 47 33 5 14 1 411 4,11
Jumlah Nilai 16
Sumber : Data olahan kuesioner, 2016.

Pada tabel 5 nilai rata-rata untuk atraksi wisata air terjun curug omas mencapai 16

dari skor tertinggi yaitu 20 berdasarkan 100 responden yang telah diteliti. Nilai tertinggi
65

untuk atraksi wisata ini terdapat pada indikator keindahan yaitu 4,37 dan yang terendah ada

pada indikator keunikan yaitu 3,3.

TABEL 6

JUSTIFIKASI AIR TERJUN CURUG LALAY

n=100

Atraksi wisata : Air terjun curug lalay


LB BS BA CU KU
Nilai Mean
(5) (4) (3) (2) (1)
Keindahan 50 36 11 3 432 4,32
Keunikan 54 33 11 2 439 4,39
Kelangkaan 50 31 4 15 431 4,31
Tantangan 48 30 15 7 419 4,19
Jumlah Nilai 17,21
Sumber : Data olahan kuesioner, 2016

Dapat dilihat pada tabel 6 nilai rata-rata yang didapat untuk atraksi wisata air terjun

curug lalay mencapai 17,21 dari skor tertinggi 20 oleh 100 responden. Nilai tertinggi untuk

atraksi wisata ini terdapat pada indikator keunikan yaitu 4,39 dan yang terendah ada pada

indikator tantangan yaitu 4,19.

TABEL 7

JUSTIFIKASI CURUG DAGO DAN PRASASTI BATU RAJA THAILAND

Atraksi wisata : Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand


LB BS BA CU KU
Nilai Mean
(5) (4) (3) (2) (1)
Keindahan 41 11 38 10 393 3,93
66

Keunikan 43 8 46 3 383 3,83

Kelangkaan 57 30 6 7 437 4,37


Tantangan 35 4 47 14 360 3,6
Jumlah
15,73
Nilai
n=100

Sumber : Data olahan Kuesioner, 2016.

Berdasarkan tabel 7 nilai rata-rata yang didapat untuk atraksi wisata curug dago dan

prasasti batu raja Thailand adalah 15,73 dari 20 oleh 100 responden. Nilai tertinggi untuk

atraksi wisata ini terdapat pada indikator kelangkaan yaitu 4,37 dan nilai yang terendah

terdapat pada indikator tantangan yaitu 3,6.

TABEL 8

JUSTIFIKASI GUA JEPANG

n=100

Atraksi wisata : Gua Jepang


LB BS BA CU KU
Nilai Mean
(5) (4) (3) (2) (1)
Keindahan 42 41 7 10 415 4,15
Keunikan 51 35 4 10 427 4,27
Kelangkaan 53 32 7 8 430 4,30
Tantangan 41 44 5 10 416 4,16
Jumlah nilai 16,88

Sumber : Data olahan Kuesioner, 2016

Pada tabel 8 nilai rata-rata yang didapat untuk atraksi wisata Gua Jepang mencapai

16,88 dari skor tertinggi 20 oleh 100 responden. Nilai tertinggi untuk atraksi wisata ini ada

pada indikator kelangkaan yaitu sebesar 4,30 dan nilai yang terendah terdapat pada indikator

keindahan yaitu 4,15.


67

TABEL 9

JUSTIFIKASI GUA BELANDA

n= 100

Atraksi wisata : Gua Belanda


LB BS BA CU KU
Nilai Mean
(5) (4) (3) (2) (1)
Keindahan 45 36 12 7 419 4,19
Keunikan 47 38 10 5 427 4,27
Kelangkaan 50 25 20 5 420 4,20
Tantangan 56 29 8 6 1 433 4,33
Jumlah Nilai 16,99
Sumber : Data Olahan Kuesioner, 2016

Pada tabel 9 untuk nilai rata-rata yang didapat pada atraksi wisata Gua Belanda

adalah 16,99 dari skor tertinggi 20 oleh 100 responden. Nilai tertinggi untuk atraksi wisata ini

terdapat pada indikator tantangan yaitu sebesar 4,33 dan nilai yang terendah ada pada

indikator keindahan yaitu 4,19.

TABEL 10

JUSTIFIKASI TEBING KERATON

n= 100

Atraksi wisata : Tebing Keraton


LB BS BA CU KU
Nilai Mean
(5) (4) (3) (2) (1)
Keindahan 65 22 8 5 447 4,47
Keunikan 55 30 11 4 436 4,36
Kelangkaan 69 20 8 3 455 4,55
Tantangan 72 10 15 3 451 4,51
68

Jumlah
17,89
Nilai
Sumber : Data olahan Kuesioner, 2016.

Pada tabel 10 nilai rata-rata yang didapat untuk atraksi wisata Tebing Keraton

mencapai 17,89 dari skor tertinggi yaitu 20 berdasarkan 100 responden yang diteliti. Nilai

tertinggi untuk atraksi wisata ini ada pada indikator kelangkaan yaitu sebesar 4,55 dan nilai

yang terendah terdapat pada indikator keunikan yaitu 4,36.

2. Durasi Tour

Sebuah program tour atau kegiatan wisata umumnya harus mempunyai durasi waktu yang

sesuai dengan kebutuhan wisatawan dan tujuan dibuatnya sebuah program. Berikut adalah

hasil kuesioner dan perhitungan peneliti mengenai durasi waktu yang diperlukan dalam

mengunjungi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang dibagi menjadi durasi tour saat

pemanduan dan waktu bebas wisatawan. Hasil olah data kuesioner mengenai lama kunjungan

adalah sebagai berikut :

GAMBAR 24

LAMA KUNJUNGAN

n = 100

Sumber : Data olahan kuesioner


69

Pada gambar 24 , dapat dilihat bahwa lama kunjungan wisatawan yang datang

berkunjung ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda 58% melakukan kunjungan selama 1 – 2

jam yang berjumlah 58 responden, 30 % melakukan kunjungan selama 2 – 3 jam yang

berjumlah 30 responden, 6 % melakukan kunjungan selama 3 – 4 jam yang berjumlah 6

responden dan 6 % lainnya melakukan kunjungan selama 0,5 – 1 jam yang berjumlah 6

responden.

TABEL 11

DAFTAR PERIKSA DURASI TOUR

Durasi
Atraksi Wisata
Tour Free activity
Air terjun curug
15' 30
omas
Air terjun curug lalay 15' 30
Curug dago dan
prasasti batu raja 20' 30'
Thailand
Gua Jepang 35' 10'
Gua Belanda 45' 10’
Tebing Keraton 10' 50'
Total 140’ 160’
Grand Total 300’
Sumber: Hasil observasi penulis, 2016

Pada tabel 11 dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk mengunjungi

keseluruhan atraksi wisata di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah sekitar 300

menit atau 5 jam, yang kegiatannya sudah terbagi antara pemanduan saat mengelilingi

kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda serta waktu bebas untuk wisatawan.

3. Alat bantu perlengkapan program yang digunakan

Di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda terdapat alat perlengkapan program tour

yang terbagi menjadi fasilitas umum, fasilitas penunjang, dan perlengkapan program.
70

a. Fasilitas Umum

Fasilitas umum yang dapat ditemui di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda beserta

dengan hasil olah kuesioner oleh responden adalah sebagai berikut:

1) Toilet

GAMBAR 25

TOILET

n=100

Sumber : Data olahan kuesioner, 2016

Seperti yang terdapat pada gambar 25 , dapat diketahui bahwa penilaian terhadap

fasilitas toilet yang berada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah, 59% atau 59

orang responden mengatakan cukup baik, 16% atau 16 orang responden mengatakan

baik, 23% atau 23 orang responden mengatakan tidak baik, 1% atau 1 responden

mengatakan sangat baik dan 1 % lainnya mengatakan sangat tidak baik.

2) Restoran
71

GAMBAR 26

RESTORAN

n=100

Sumber : Data olahan kuesioner, 2016

Pada gambar 26 , dapat dimengerti bahwa penilaian terhadap fasilitas restoran

yang tersedia di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 51% atau 51 orang

responden mengatakan cukup baik, 32% atau 32 orang responden mengatakan baik,

15% atau 15 orang responden mengatakan tidak baik, 2% atau 2 orang mengatakan

sangat baik.

b. Fasilitas Penunjang

Sebuah program tour juga membutuhkan fasilitas penunjang yang bertujuan

memudahkan sebuah tour agar berjalan dengan lancer dan baik. Berikut merupakan

beberapa fasilitas penunjang di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda beserta dengan

hasil olah data kuesioner oleh responden:

1) Area Parkir

GAMBAR 27
72

AREA PARKIR

n=100

Sumber: Data olahan kuesioner, 2016


Pada gambar 27 dapat diketahui bahwa penilian terhadap fasilitas area parkir

yang berada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 42% atau 42 orang

responden mengatakan cukup baik, 41% atau 41 responden mengatakan baik, 13%

atau 13 responden mengatakan tidak baik, 2% atau 2 orang responden mengatakan

sangat baik, 2% atau 2 orang responden mengatakan sangat tidak baik.

2) Klinik

GAMBAR 28

KLINIK

n=100

Sumber : Data olahan


kesioner, 2016
Pada gambar 28 , dapat

diketahui bahwa penilaian terhadap fasilitas kesehatan publik atau klinik di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 64% atau 64 orang responden mengatakan cukup

baik, 15% atau 15 responden mengatakan tidak baik, 14% atau 14 responden

mengatakan baik, 5% atau 5 orang responden mengatakan sangat tidak baik, 2% atau

2 orang responden mengatakan sangat baik.

3) Tempat Ibadah

GAMBAR 29
73

TEMPAT IBADAH

n = 100

Sumber : Data olahan kuesioner, 2016

Seperti yang dapat dilihat pada gambar 29 bahwa penilaian terhadap fasilitas tempat

ibadah di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 58% atau 58 orang responden

mengatakan cukup baik, 21% atau 21 responden mengatakan baik, 17% atau 17

responden mengatakan tidak baik, 3% atau 3 orang responden mengatakan sangat baik,

1% atau 1 orang responden mengatakan sangat tidak baik.

4) Souvenir shop

GAMBAR 30

SOUVENIR SHOP

n =100

Sumber : Data olahan kuesioner, 2016


74

Pada gambar 30 , dapat dilihat bahwa penilaian terhadap souvenir shop di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 55% atau 55 orang responden mengatakan cukup

baik, 22% atau 22 responden mengatakan tidak baik, 20% atau 20 responden

mengatakan baik, 2% atau 2 orang responden mengatakan sangat tidak baik, 1% atau 1

orang responden mengatakan sangat baik.

5) Pusat Informasi

GAMBAR 31

PUSAT INFORMASI

n =100

Sumber : Data olahan kuesioner, 2016

Pada gambar 31, dapat dimengerti bahwa penilaian terhadap pusat informasi di

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yaitu 59% atau 59 orang responden mengatakan

cukup baik, 19% atau 19 responden mengatakan baik, 16% atau 16 responden

mengatakan tidak baik, 4% atau 4 orang responden mengatakan sangat tidak baik, 2%

atau 2 orang responden mengatakan sangat baik.

c. Perlengkapan tour

Selain fasilitas umum dan fasilitas penunjang, kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda juga memiliki beberapa alat perlengkapan program yang dapat digunakan

dalam pembuatan sebuah tour program. Berikut adalah beberapa perlengkapan yang

ada dan tersedia beserta dengan hasil olah data kuesioner oleh responden:

1) Documentary/dokumentasi
75

GAMBAR 32

DOCUMENTARY/DOKUMENTASI

n =100

Sumber : Data olahan


kuesioner, 2016
Pada gambar 32, dapat dilihat bahwa penilaian terhadap dokumentasi di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai perlengkapan program tour adalah 57% atau 57

orang responden mengatakan cukup baik, 23% atau 23 responden mengatakan tidak

baik, 18% atau 18 responden mengatakan baik, 2% atau 2 orang responden mengatakan

sangat baik.

2) Local guide

GAMBAR 33

LOCAL GUIDE

n =100

Sumber : Data olahan


kuesioner, 2016
Pada gambar 33 , dapat dilihat bahwa penilaian terhadap local guide yang

terdapat di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yaitu 56% atau 56 orang responden

mengatakan cukup baik, 21% atau 21 responden mengatakan tidak baik, 18% atau 18
76

responden mengatakan baik, 4% atau 4 orang responden mengatakan sangat tidak baik

dan 1% atau 1 orang responden mengatakan sangat baik.

3) Megaphone

GAMBAR 34

MEGAPHONE

n =100

Sumber :
Data olahan
kuesioner, 2016
Seperti yang terdapat

pada gambar 34, dapat

dilihat bahwa penilaian terhadap fasilitas megaphone yang digunakan untuk pemanduan

di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai salah satu alat perlengkapan tour adalah

43% atau 43 orang responden mengatakan cukup baik, 33% atau 33 responden

mengatakan tidak baik, 22% atau 22 responden mengatakan baik, 1% atau 1 orang

responden mengatakan sangat tidak baik dan 1% lainnya atau 1 orang responden

lainnya mengatakan sangat baik.


77

4) Buku Panduan kawasan / Peta wisata

GAMBAR 35

BUKU PANDUAN KAWASAN/ PETA WISATA

n =100

Sumber : Data olahan kuesioner, 2016

Pada gambar 35 , dapat dilihat bahwa penilaian terhadap buku panduan/ peta wisata

di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai salah satu alat perlengkapan tour adalah

54% atau 54 orang responden mengatakan cukup baik, 27% atau 27 responden

mengatakan tidak baik, 18% atau 18 responden mengatakan baik, 1% atau 1 orang

responden mengatakan sangat baik.

5) Tiket masuk

GAMBAR 36

TIKET MASUK

n =100
78

Sumber: Data olahan


kuesioner, 2016
Seperti yang ada pada gambar 36 , dapat dilihat bahwa penilaian untuk tiket masuk

di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah 48% atau 48 orang responden mengatakan

cukup baik, 26% atau 26 responden mengatakan baik, 2% atau 2 responden mengatakan

sangat tidak baik, dan 1% atau 1 orang responden mengatakan sangat baik.

Peneliti juga melakukan observasi mengenai fasilitas umum di lapangan

menggunakan daftar periksa atau checklist yakni sebagai berikut:

TABEL 12

FASILITASI UMUM

Fasilitas Tersedia Tidak Kondisi Fasilitas


Umum Tersedia
Toilet  Baik

Restaurant  Cukup Baik

Sumber: Daftar Periksa Penulis, 2016

Pada tabel 12, dapat dikatakan bahwa toilet yang tersedia di Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda mempunyai kondisi yang baik dan restoran yang ada di kawasan mempunyai

kondisi fasilitas yang cukup baik.

Untuk hasil observasi fasilitas penunjang menggunakan daftar ceklis di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 13

Fasilitas Penunjang Tersedia Tidak


Tersedia
Pusat Informasi 
79

Souvenir shop 
Klinik 
Area Parkir 
Tempat Ibadah 

FASILITAS PENUNJANG

Sumber: Daftar Periksa Penulis, 2016

Dapat dilihat pada tabel 13 bahwa fasilitas penunjang yang terdapat di Taman Hutan

Raya Ir. H. Djuanda seperti Pusat informasi, klinik, area parker dan tempat ibadah sudah

tersedia namun untuk tempat souvenir shop masih belum tersedia karena peneliti

mendapati yang ada di kawasan adalah masih berupa kumpulan pedagang yang

berkeliaran di kawasan dan tidak berada di satu tempat yang disediakan oleh pengelola.

Berikut adalah tabel yang merupakan hasil observasi penulis menggunakan daftar

periksa mengenai perlengkapan program untuk melakukan tour di Taman Hutan Raya Ir.

Atraksi wisata H.
Curug
Dago Djua
Curug Curug Gua Gua Tebing
Perlengkapan program (prasasti
Omas Lalay Jepang Belanda Keraton nda
batu raja
Thailand)
:
Documentary/dokumentasi      
Local guide x X x   x TA
Megaphone x X x x  x
Buku Panduan kawasan/       BE

L 14

PERLENGKAPAN PROGRAM
80

peta wisata
Tiket masuk      
Sum

ber: Daftar Periksa Penulis, 2016

Berdasarkan tabel 14, diketahui bahwa perlengkapan program dalam melakukan tour

di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda seperti Documentary/dokumentasi, Buku Panduan

kawasan/ peta wisata, dan tiket masuk kawasan sudah tersedia sedangkan untuk Local guide

hanya tersedia di Gua Jepang dan Gua Belanda dan Megaphone hanya ada di Gua Belanda.

BAB IV

ANALISIS PERMASALAHAN
81

A. Analisis Tempat Tujuan untuk Atraksi Geowisata di Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda menyediakan beberapa atraksi wisata alam

yang dapat dijadikan sebagai sebuah program tour khusus untuk geowisata atau

wisata geotrek yang dapat dikunjungi oleh wisatawan diantaranya yaitu, air terjun

Curug Omas, air terjun Curug Lalay, Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand,

gua Jepang, gua Belanda, dan Tebing Keraton. Sesuai dengan hasil observasi

lapangan oleh peneliti dan olah data responden berhubungan dengan tempat tujuan

geowisata yang berada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda maka analisis yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Air Terjun Curug Omas

Air terjun Curug Omas merupakan sebuah air terjun yang mempunyai

ketinggian terjunan air yaitu 30 meter dengan kedalaman 10 m dan terletak di

aliran sungai Cikawari. Aktivitas yang dapat dilakukan di Curug Omas, adalah

mengambil gambar (taking pictures), sightseeing, hiking, dan menikmati

keindahan.

Berdasarkan tabel 5 mengenai justifikasi atraksi wisata curug omas, rata-rata

nilai yang didapat untuk Curug Omas mencapai 16 dengan responden 100 yang

berarti sangat baik dan layak dijadikan sebagai atraksi wisata geotrek unggulan.

Nilai tertinggi untuk atraksi wisata curug omas ini terdapat pada indikator

keindahan.

Keindahan sangat menonjol dikarenakan curug omas ini memiliki ketinggian

terjunan air yang cukup tinggi yaitu 30 meter dengan kedalaman 10 m. Curug

omas ini adalah salah satu dari banyaknya air terjun di kota Bandung yang dapat

dinikmati oleh wisatawan dengan mudah karena lokasinya yang dekat dengan area
82

perkotaan dan masih menyajikan hawa sejuk hutan yang sangat asri. Selain itu

Curug Omas nyaman untuk dipandang dan memberikan rasa tentram saat

dikunjungi yang membuat kedua hal tersebut dinilai baik bagi atraksi Geowisata

disebabkan mengacu kepada klasifikasi untuk menjadi objek Geowisata unggulan.

Menurut hasil data olahan kuesioner mengacu kepada aspek keunikan. Nilai

yang didapat pada indikator keunikan yaitu sangat rendah. Hal ini disebabkan

bahwa air terjun/ curug merupakan jenis wisata alam yang sudah dikenal baik atau

tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia (wisatawan domestik). Selain itu

meskipun Curug Omas dinilai baik dari segi objek Geowisata, namun atraksi

wisata ini kurang dapat dinikmati secara baik dari segi keunikan karena wisatawan

belum mengetahui sejarah bagaimana proses pembentukan yang khas dari Curug

Omas ini, hal tersebut merupakan tugas local guide di kawasan untuk memberikan

penjelasan atau interpretasi mengenai atraksi wisata Curug Omas kepada

wisatawan yang berkunjung.

Kelangkaan pada atraksi wisata Curug Omas ini dinilai baik karena responden

dapat mengerti bahwa meskipun curug/ air terjun merupakan atraksi wisata alam

yang sudah banyak ditemui di daerah lain di Jawa barat maupun Indonesia namun

Curug Omas mempunyai aspek kelangkaan berbeda yaitu Curug Omas menjadi

titik pertemuan dua aliran sungai Cikawari dan Cigulun yang menjadi daerah

Aliran Sungai (DAS) Cikapundung Hulu di kawasan Bandung utara.

Indikator tantangan mendapatkan nilai yang baik dari responden, hal tersebut

disebabkan untuk dapat berkunjung ke atraksi wisata Curug omas diperlukan

waktu yang cukup lama yaitu sekitar 1 (satu) sampai 2 (dua) jam dengan jarak

kurang lebih 4(empat) km dari gerbang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda apabila

perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki. Untuk dapat menjadi atraksi geowisata
83

unggulan diperlukan variasi bentang alam tertentu dengan berbagai tingkat

kesulitan rintangan dalam penjelajahan sebuah atraksi wisata.

2. Air Terjun Curug Lalay

Curug Lalay adalah curug yang terletak cukup jauh dari Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda yaitu sekitar 2,8 km dari pintu gerbang kawasan. Curug Lalay

tersembunyi di dalam lembah dan terletak di ketinggian 1.800 meter diatas

permukaan laut dengan ketinggian terjunan air sekitar 30 m.

Berdasarkan tabel 6 mengenai justifikasi atraksi wisata Curug Lalay, diketahui

bahwa rata-rata nilai yang didapat untuk atraksi wisata Curug Lalay mencapai

skor 17,21 dengan responden 100, hal tersebut mengartikan Curug Lalay memiliki

nilai yang sangat baik sehingga air terjun Curug Lalay layak untuk dijadikan

sebagai atraksi geowisata unggulan. Nilai tertinggi atraksi wisata curug lalay ini

terdapat pada indikator keunikan.

Curug Lalay memiliki keunikan yang cukup signifikan dari namanya. Nama

lalay sendiri merupakan Bahasa sunda yang memiliki arti kelelawar di Bahasa

Indonesia. Nama Lalay diambil karena banyaknya ditemukan kelelawar di gua-

gua kecil yang berada di kawasan air terjun. Hewan kelelawar dapat dikatakan

menjadi salah satu daya tarik yang membuat banyak wisatawan datang untuk

berkunjung ke Curug Lalay. Hal unik lainnya adalah Curug Lalay merupakan

urutan curug terakhir dari aliran sungai kawasan Bandung utara, yang apabila

diurutkan dari hulu ke hilir curug – curug tersebut dimulai dari Curug Layung,

Curug Tilu, Curug Brugbrug, Curug Cimahi, Curug Panganten, kemudian yang

terakhir adalah Curug Lalay.

Keindahan di Curug Lalay mendapat nilai tinggi, hal ini menunjukkan bahwa

Curug Lalay merupakan atraksi wisata alam yang nyaman untuk dipandang oleh
84

kedua panca indera serta dapat membuat perasaan tentram ketika wisatawan

berkunjung. Keindahan juga terlihat dari kondisi curug yang masih asri dan sejuk.

Kelangkaan pada atraksi wisata Curug lalay dinilai baik oleh responden. Hal

tersebut dikarenakan wisatawan jarang menemui atraksi wisata yang tersembunyi

di lembah dan berada dekat dengan kehidupan penduduk setempat namun masih

belum banyak orang yang mengetahui keberadaan Curug lalay. Kesulitan untuk

menuju ke atraksi wisata ini menjadi alasan mengapa responden menilai cukup

tinggi pada indikator kelangkaan.

Indikator tantangan mendapatkan penilaian yang cukup baik oleh responden.

Hal tersebut dapat dipahami disebabkan kesulitan serta variasi jalan serta bentang

alam untuk menuju atraksi wisata cukup menantang dan diperlukan perlengkapan

program tour yang sesuai agar dapat tiba di atraksi wisata secara aman dan

selamat.

Berdasarkan hasil observasi ditemukan beberapa kekurangan dari atraksi

wisata curug lalay ini. Salah satunya adalah dari aspek fasilitas penunjang di

atraksi wisata ini kurang baik. Kurangnya penataan dan pemeliharaan di kawasan

ini menyebabkan kawasan dicemari sampah dan kotoran binatang (sapi). Sarana

infrastruktur menuju curug lalay dapat dikatakan tidak memadai. Akses menuju

atraksi wisata ini hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki melalui Jalan Desa

Cihanjuang dan Padaasih yang berupa tanah gembur.

3. Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand

Curug Dago merupakan air terjun yang terbentuk dari aliran sungai

Cikapundung dan mengalir dari Maribaya memasuki daerah kota Bandung.

Berdasarkan tabel 7 mengenai justifikasi atraksi wisata Curug Dago dan

Prasasti Batu Raja Thailand rata-rata nilai yang didapat mencapai skor 15,73
85

dengan responden 100 yang berarti baik. Nilai tertinggi terdapat pada indikator

kelangkaan yaitu 4,37.

Dapat dipahami bahwa kelangkaan diperoleh karena Curug Dago dianggap

sebagai arena wisata Geologi yang merupakan rekaman lahar dari letusan gunung

Tangkuban Parahu yang pada dasarnya membentuk tekstur batuan di air terjun ini

cukup unik atau berbeda, terlihat dari terdapatnya batu hitam berlubang bekas

gelembung yang meletus terkena air yang berada di Sungai Cikapundung.

Tantangan berdasarkan penilaian responden mendapat skor terkecil, hal

tersebut dapat dipahami karena aksesibilitas menuju kawasan ini cukup mudah

dan strategis yaitu berjarak sekitar 100 meter dari kawasan Dago pakar serta dekat

dengan terminal Dago yang membuat wisatawan dapat dengan mudah berjalan

kaki menuju kawasan. Hal tersebut membuat responden menilai aspek tantangan

tidak terlalu tinggi.

Keindahan di atraksi wisata ini mendapatkan skor tertinggi kedua setelah

kelangkaan berdasarkan penilaian responden yang berarti sangat baik. Atraksi

wisata Curug Dago ini memang menawarkan keindahan yang sangat baik yaitu

indah dipandang dengan panca indera, kemudian nyaman untuk dikunjungi,

memberikan rasa tentram dan tenang saat berada di kawasan atraksi wisata.

Berdasarkan hasil olah data responden, untuk aspek keunikan atraksi wisata

Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand ini dinilai baik. Hal tersebut dapat

dimengerti karena Curug Dago dapat diklasifikasikan sebagai Geosite, yaitu situs

geologi yang terbentuk secara alami dan mengandung komponen

keragaman geologi tertentu yang unik, langka dan benilai keilmuan tinggi.

4. Gua Jepang
86

Gua Jepang merupakan salah satu gua yang terletak sangat dekat dari pintu

gerbang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yaitu sekitar 300 meter dari wisatawan

memasuki kawasan., dan telah menjadi bagian sejarah panjang bagi bangsa

Indonesia. Gua Jepang didirikan pada sekitar tahun 1942, ketika pemerintah

Belanda menyerah kepada jepang di Kalijati Subang. Gua yang bernama asli Goa

Omo ini dibangun tidak jauh dari gua belanda.

Berdasarkan tabel 8 mengenai justifikasi atraksi wisata Gua Jepang rata-rata

nilai yang didapat mencapai skor 16,88 dengan responden 100 yang berarti baik.

Nilai tertinggi terdapat pada indikator kelangkaan yaitu 4,30.

Kelangkaan mendapatkan nilai yang sangat tinggi dari responden yang diteliti,

hal tersebut dapat dimengerti karena atraksi wisata gua atau speleowisata (wisata

penelusuran gua) merupakan jenis wisata yang masih kurang dipublikasikan di

kawasan kota Bandung. Selain itu Gua Jepang menjadi salah satu dari gua

bersejarah di Jawa barat yang dibuat selama Perang Dunia II, hal tersebut jarang

ditemui di atraksi wisata gua lainnya.

Keindahan di Gua Jepang ini mendapatkan nilai yang paling rendah, hal

tersebut dikarenakan wisatawan tidak dapat melihat apapun didalam gua

disebabkan tidak adanya penerangan sedikitpun, wisatawan harus membawa

senter atau dapat menyewanya di sekitar kawasan.

Indikator keunikan mendapatkan nilai yang baik dari responden, Gua Jepang

dapat dikatakan unik karena ukuran gua ini cukup besar yang membuat orang

dengan mudah bisa melangkahkan kaki di sepanjang lorong gua sehingga tidak

ada kesulitan bagi pengunjung untuk bernafas di dalamnya. Selain itu keaslian gua

Jepang masih dapat terlihat disebabkan gua ini tidak mengalami renovasi fisik

sama sekali setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 1945. Hal tersebut dapat
87

menjadi keunikan gua, karena banyak dari beberapa gua bersejarah di Indonesia

yang telah direnovasi demi menarik minat wisatawan.

5. Gua Belanda

Berdasarkan tabel 8 mengenai justifikasi atraksi wisata Gua Belanda rata-rata

nilai yang didapat mencapai skor 16,99 dengan responden 100 yang berarti sangat

baik. Nilai tertinggi terdapat pada indikator tantangan yaitu 4,33.

Tantangan mendapatkan nilai yang sangat besar karena didalam gua terdapat

sekitar 15 lorong serta 2 pintu masuk se-tinggi 3,20 meter dengan luas pelataran

yang digunakan gua seluas 0, 6 hektar serta luas semua goa tersebut lorong nya

ialah 548 meter, selain itu terdapat juga beberapa ruangan seperti kamar untuk

tempat istirahat para tentara Belanda pada masa penjajahan, ruang interogasi

untuk para tahanan, penjara atau ruang tahanan yang cukup menantang untuk

dijelajahi oleh wisatawan.

Indikator keindahan mendapatkan skor yang rendah dari responden, hal

tersebut dapat dipahami bahwa meskipun terdapat sedikit penerangan namun

wisatawan tetap tidak dapat melihat gua secara keseluruhan tanpa bantuan senter

atau petromax light.

Keunikan mendapat nilai yang cukup baik dari responden. Gua Belanda

merupakan jenis wisata bersejarah yang menyimpan banyak nilai sejarah dalam

proses pembuatannya. Salah satunya adalah pada saat Perang Dunia II, Gua

Belanda ini pernah berubah fungsi menjadi Pusat Stasiun Radio Telekomunikasi

Militer Hindia Belanda dan pada masa kemerdekaan, Gua ini pernah dipakai atau

dimanfaatkan sebagai gudang mesiu oleh tentara Indonesia. Disini dapat dilihat

bahwa proses pembentukan gua memiliki sejarah yang panjang dan bersifat unik.
88

Indikator kelangkaan mendapat nilai yang baik dari 100 responden yang telah

diteliti. Dapat dimengerti bahwa gua Belanda merupakan salah satu gua tertua di

Bandung yaitu dibangun pada thaun 1918. Selain itu keberadaan gua yang terletak

di dalam hutan membuat nilai kelangkaan terlihat, disebabkan tidak semua letak

gua di Indonesia berada di dalam taman rimba suatu kawasan konservasi.

6. Tebing Keraton

Tebing keraton merupakan sebuah bukit yang berada di kawasan di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang menawarkan keindahan pemandangan hutan

hijau Bandung dengan latar belakang Tangkuban Parahu dibelakangnya bagi

wisatawan. Tebing keraton sendiri merupakan atraksi wisata alam yang baru

ditemukan pada akhir tahun 2014 melalui sosial media.

Berdasarkan tabel 10 mengenai justifikasi atraksi wisata Tebing keraton rata-

rata nilai yang didapat mencapai skor 17,89 dengan responden 100 yang berarti

sangat baik. Nilai tertinggi terdapat pada indikator kelangkaan yaitu 4,55.

Kelangkaan dapat dilihat dari bentuk dari tebing keraton nya sendiri. Bentuk

bukit yang memiliki area yang sangat baik untuk wisatawan menikmati

pemandangan khas Bandung menjadi alasan kelangkaan mencapai nilai yang

tinggi. Selain itu tidak banyak atraksi wisata di Bandung yang berbentuk bukit

dengan pemandangan hutan hijau yang khas.

Indikator tantangan mendapat nilai yang tinggi dari responden, hal tersebut

dapat dimengerti karena aksesibilitas untuk menuju tebing keraton cukup

menantang dan cukup jauh yaitu sekitar 3,5 km dari gerbang Taman Hutan Raya

Ir. H. Djuanda. Selain itu jalan beraspal yang rusak serta bentuk jalan yang sangat

menanjak menjadi beberapa dasar indikator tantangan mendapat skor tinggi.


89

Keindahan mendapat skor yang cukup baik dari responden. Tebing keraton

berada di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dan Maribaya yang hal

tersebut menyebabkan pemandangan yang tersedia di atraksi wisata ini adalah

pemandangan hutan Bandung yang hijau dan luas. Keindahan dapat terlihat ketika

wisatawan datang berkunjung untuk melihat matahari terbit dan terbenam dari

bukit tebing keraton.

Indikator keunikan mendapat nilai terendah dari responden. Mengacu kepada

klasifikasi objek geowisata unggulan untuk aspek keunikan, dibutuhkan atraksi

wisata yang mempunyai sejarah proses pembentukan yang unik dan khas. Tebing

keraton ditemukan oleh masyarakat biasa dan bukan ilmuwan yang sejarah

penemuan atau pembentukan atraksi wisata ini pun belum terlalu jelas karena

ditemukan dari sosial media dan bukan dari penelitian yang khusus. Hal ini

membuat tebing keraton memiliki nilai keunikan yang rendah.

Jadi dianalisis bahwa untuk komponen tempat tujuan secara keseluruhan

adalah baik, hal tersebut berlandaskan pada tinggi skor yang di dapat untuk setiap

atraksi wisatanya yaitu melebihi skor 15 (skor tengah) yang artinya baik untuk

dijadikan wisata berbasis geowisata mengacu kepada empat indikator yang diteliti.

B. Analisis Durasi Tour di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Analisis mengenai durasi atau waktu tour dalam setiap kegiatan atau jenis wisata,

diperlukan untuk mengetahui seberapa lama kegiatan dapat diberikan dan dilakukan

sesuai dengan kebutuhan inti wisatawan. Bersumber pada observasi peneliti yang
90

menggunakan daftar perikasa DOT atau distribution of time. durasi yang dibutuhkan

untuk melakukan aktivitas di setiap atraksi wisata di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda berbeda-beda dan cukup panjang.

Pada tabel 11 yang merupakan daftar periksa penulis mengenai durasi yang

dibutuhkan untuk mengunjungi seluruh atraksi geowisata yang terdapat di Taman Hutan

Raya Ir. H. Djuanda yakni sebagai berikut:

1. Air Terjun Curug Omas

Durasi atau waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas selama

berada di atraksi wisata Curug Omas yaitu berdasarkan observasi peneliti dan

menurut hasil olah data responden kurang lebih adalah 45 menit. Dalam durasi

tersebut disertai dengan pemanduan oleh local guide dan aktivitas bebas yang

dapat dilakukan oleh wisatawan. Atraksi wisata Curug Omas tidak terlalu

banyak membutuhkan pemanduan dari local guide disebabkan jenis atraksi

wisata ini lebih menonjolkan aktivitas yang bersifat secara langsung

berhubungan dengan anggota badan wisatawan baik secara perorangan atau

kelompok. Disini dimaksudkan bahwa wisatawan lebih akan melakukan

aktivitas yang dapat secara aman wisatawan lakukan sendiri, seperti berfoto,

sightseeing, dan menikmati keindahaan di tempat tanpa perlu mendengarkan

informasi mengenai atraksi wisata yang bersangkutan dari local guide.

2. Air Terjun Curug Lalay

Berdasarkan hasil observasi peneliti dan hasil olah data responden

dibutuhkan durasi atau waktu untuk melakukan aktivitas di Curug Lalay adalah

kurang lebih 45 menit yang didalamnya termasuk pemanduan dari local guide

dan aktivitas bebas untuk wisatawan. Atraksi wisata Curug Lalay memiliki

aksesibilitas yang cukup sulit untuk dilalui, hal tersebut membuat wisatawan
91

membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menuju ke kawasan dibanding

dengan lokasi Curug Omas.

Selama 45 menit, wisatawan dapat melakukan aktivitas seperti berfoto,

sightseeing, bermain dengan air terjun, dan menikmati keindahan kawasan

curug yang masih sangat asri dan sejuk. Local guide pun dibutuhkan di atraksi

wisata ini, karena Curug lalay memiliki banyak nilai sejarah dan ilmu geologi

yang menarik bagi wisatawan untuk diketahui.

3. Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand

Durasi atau waktu yang diperlukan untuk melakukan aktivitas di atraksi

wisata ini berdasarkan hasil observasi peneliti dan olah data responden adalah

50 menit yang disertai dengan pemanduan dari local guide aktivitas bebas

untuk wisatawan. Curug Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand membutuhkan

waktu yang lebih lama di pemanduan dikarenakan atraksi wisata ini

mempunyai informasi yang menarik bagi wisatawan dari segi sejarah Prasasti

batu, ilmu geologi, dan proses pembentukan air terjun atau curugnya.

Berdasarkan wawancara singkat dengan beberapa wisatawan yang

berkunjung, mereka tertarik dengan informasi atau sejarah terbentuknya

Curug Dago dan penemuan Prasasti Batu Raja Thailand, namun disayangkan

local guide resmi yang dapat memberikan informasi penting untuk atraksi ini

belum tersedia yang membuat durasi atau waktu untuk aktivitas bebas lebih

banyak dibanding pemanduan.

4. Gua Jepang

Durasi atau waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas di Gua

Jepang berdasarkan hasil observasi peneliti dan hasil data olahan responden

adalah kurang lebih 45 menit. Durasi tersebut dibagi menjadi 35 menit untuk
92

pemanduan oleh local guide dan aktivitas 10 menit bagi wisatawan untuk

menjelajahi gua sesuai dengan keinginan. Waktu pemanduan memakan

waktu lebih lama dikarenakan gua Jepang merupakan gua bersejarah yang

memiliki banyak informasi menarik bagi wisatawan dan local guide

membutuhkan waktu yang leluasa untuk menjelaskan sejarah proses

pembentukan gua. Selain itu ukuran gua cukup besar sehingga wisatawan

memiliki waktu 10 menit untuk menelusuri dan melakukan aktivitas seperti

berfoto selama berada didalam gua.

5. Gua Belanda

Berdasarkan hasil observasi dan data olahan responden untuk atraksi

wisata gua Belanda dibutuhkan durasi atau waktu kurang lebih 55 menit

untuk pemanduan local guide dan aktivitas bebas wisatawan selama berada

didalam gua. Gua Belanda memiliki luas 0,6 hektar yang berarti

membutuhkan durasi atau yang banyak untuk menelusuri gua ini. Hal

tersebut membuat durasi pemanduan lebih banyak dibanding durasi untuk

aktivitas bebas wisatawan.

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan bebarapa wisatawan, waktu

untuk pemanduan lebih lama disebabkan gua Belanda dibangun lebih awal

dari gua Jepang yang menyebabkan informasi sejarah lebih banyak untuk

digali dari local guide, selain itu gua ini dapat menjadi penghubung antara

kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dan Maribaya yang hal ini

menjadi alasan aktivitas speleowisata di gua Belanda lebih lama dibanding

dengan gua Jepang.


93

6. Tebing Keraton

Durasi atau waktu yang dibutuhkan berdasarkan hasil observasi peneliti

dan hasil olah data responden untuk atraksi wisata tebing keraton kurang

lebih adalah 60 menit dengan pembagian durasi 10 menit untuk pemanduan

oleh local guide dan 50 menit untuk aktivitas bebas wisatawan.

Aktivitas bebas memiliki durasi atau waktu yang lebih lama disebabkan

tebing keraton merupakan atraksi wisata yang mengunggulkan keindahan

pemandangannya sehingga wisatawan memiliki banyak waktu untuk

melakukan aktivitas berfoto, menikmati pemandangan, serta sightseeing lebih

leluasa. Selain itu disebabkan tebing keraton merupakan jenis atraksi wisata

yang baru ditemukan pada tahun 2014, dapat dikatakan bahwa atraksi wisata

ini masih sangat terkenal dan diminati banyak wisatawan yang mayoritas

datang berkunjung hanya untuk berfoto dan mengunggah foto tersebut di

sosial media milik mereka masing-masing untuk memperlihatkan keindahan

tebing keraton, sehingga alasan mengapa durasi atau waktu bebas wisatawan

jauh lebing lama dari pemanduan yang diberikan oleh local guide.

Berdasarkan Pemaparan di atas bahwa durasi yang diperlukan untuk

keseluruhan kunjungan keenam atraksi geowisata yang sesuai dengan DOT atau

distribution of time hasil observasi di lapangan yaitu mencapai 140 menit untuk

pemanduan dan 160 menit untuk acara bebas yang mana secara keseluruhan

memerlukan waktu 300 menit.

Namun, apabila dibandingkan dengan hasil olah data responden yang terdapat

pada gambar 22, 58 responden menyatakan bahwa mereka cukup membutuhkan

waktu kunjungan selama 60 menit – 120 menit, hal lainnya berdasarkan hasil

wawancara singkat dilapangan kepada responden, didapati beberapa pengunjung


94

terkadang cukup membutuhkan waktu 30 menit untuk berkunjung, namun bukan

untuk masuk ke dalam kawasan melainkan datang berkunjung ke sebuah coffee

shop yang berada di kawasan. Hal tersebut dapat menjadi sesuatu fenomena yang

berarti untuk ditelaah.

Beberapa hal menyebabkan itu terjadi adalah pengunjung tidak mengetahui

banyak mengenai keberagaman atraksi wisata serta nilai sejarah yang berada

didalam kawasan. Selain itu belum banyaknya local guide yang membantu

wisatawan untuk mengunjungi serta memberi informasi yang baik kepada

wisatawan menjadi alasan mengapa wisatawan datang berkunjung hanya sebentar

sedangkan ketika peneliti melakukan observasi dilapangan dibutuhkan setidaknya

300 menit atau 5 jam untuk menjelajahi seluruh kawasan Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda yang menawarkan atraksi geowisata unggulan ini.

Maka dapat dianalisis bahwa komponen durasi tour belum baik, karena durasi

kunjungan wisatawan menjadi tidak sesuai dengan durasi yang seharusnya, hal

tersebut tidak efektif karena dengan begitu wisatawan tidak mendapatkan

penjelasan mengenai kawasan serta eksplorasi atraksi wisata tidak maksimal.

C. Analisis Alat Kelengkapan Tour yang Digunakan atau Tersedia di Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Alat Kelengkapan tour di suatu atraksi wisata merupakan aspek yang dapat

membantu berjalannya sebuah tour secara sukses. Selain itu dapat juga berperan

sebagai media untuk mendapatkan informasi ataupun pengetahuan secara jelas. Alat

bantu kelengkapan tour terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu fasilitas umum, fasilitas

penunjang, dan perlengkapan program. Analisis mengenai alat kelengkapn tour sesuai

dengan hasil observasi peneliti dan data olahan yakni sebagai berikut:
95

1. Fasilitas Umum

a. Toilet

Toilet merupakan salah satu fasilitas umum yang digunakan oleh

wisatawan di atraksi wisata. Berdasarkan gambar 23, mayoritas

pengunjung sebanyak 59 responden menyatakan bahwa toilet yang berada

kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda cukup baik, meskipun bentuk

toilet sangat sederhana namun untuk kebersihan toilet masih terawat, hal

tersebut karena pembersihan toilet dilakukan secara terjadwal.

b. Restoran

Restoran adalah salah satu fasilitas umum yang berperan penting bagi

wisatawan di sebuah atraksi wisata. Dapat dilihat pada gambar 24, bahwa

mayoritas wisatawan sebanyak 51 responden menyatakan bahwa restoran

yang berlokasi di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda cukup baik hal

tersebut dapat dimengerti karena harga makanan yang tersedia di kawasan

masih terjangkau.

2. Fasilitas penunjang

a. Area Parkir

Area parkir adalah fasilitas penunjang yang dibutuhkan di suatu atraksi

wisata. Berdasarkan gambar 25, mayoritas wisatawan sebanyak 42

responden mengatakan area parkir yang dimiliki kawasan cukup baik. Hal

tersebut disebabkan terdapat 4 (empat) pintu gerbang untuk memasuki

kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yaitu pintu I terletak di depan

yang disiapkan bagi pengguna kendaraan, atau wisatawan yang

menggunakan transportasi umum seperti ojek. Untuk keperluan tersebut,

pintu I memiliki area parkir yang sangat luas. Sementara, pintu II


96

disediakan bagi pengendara yang ingin membawa kendaraan roda dua

(motor) ke jalan setapak, ataupun yang ingin memarkir mobilnya di

pelataran dekat mesjid, kafe, atau taman bermain. Pintu ini terletak lebih

jauh dari pintu I. Kemudiaan yang terakhir adalah pintu IV dan V, kedua

pintui ini dibuat untuk wisatawan yang ingin memasuki kawasan Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui arah Maribaya-Lembang.

b. Klinik

Klinik menjadi salah satu fasilitas penunjang di sebuah atraksi wisata

karena diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti

kecelakaan atau sakit ditempat terjadi khususnya di objek wisata berbentuk

hutan konservasi. Berdasarkan gambar 26, mayoritas wisatawan sebanyak

64 responden mengatakan cukup baik untuk fasilitas klinik di kawasan

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Hal tersebut dikarenakan klinik atau

unit kesehatan hanya terdapat di gedung pengelola Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda dan belum terdapat di beberapa atraksi wisata yang

membutuhkan perhatian khusus apabila terjadi kecelakaan terhadap

wisatawan yang berkunjung.

c. Tempat Ibadah

Tempat Ibadah merupakan salah satu fasilitas penunjang yang

dibutuhkan ketika wisatawan melaksankan sebuah program tour.

Berdasarkan gambar 27, sebanyak 58 responden mengatakan cukup baik.

Hal tersebut terjadi karena pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

telah menyediakan tempat ibadah yang cukup nyaman yaitu berupa

mushala yang memudahkan wisatawan untuk melaksakan kebutuhan

rohaninya.
97

d. Souvenir Shop

Salah satu fasilitas penunjang yang dibutuhkan di sebuah atraksi wisata

adalah souvenir shop. Berdasarkan gambar 28 mengenai souvenir shop,

mayoritas wisatawan sebanyak 55 orang responden mengatakan cukup

baik. Wisatawan dapat menemukan beberapa pedagang-pedagang yang

menjual oleh-oleh atau cenderamata khas kawasan dengan harga yang

terjangkau. Hal yang disayangkan adalah pengelola Taman Hutan Raya Ir.

H. Djuanda belum membuat tempat souvenir shop resmi di kawasan yang

dapat menyediakan tempat yang aman dan khusus, sehingga wisatawan

dapat mengetahui secara langsung kemana mereka harus membeli

cendramata khas Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda apabila mereka

membutuhkan.

e. Pusat Informasi

Pusat informasi menjadi salah satu fasilitas penunjang di atraksi wisata

yang berperan penting dalam berjalannya sebuah program tour.

Berdasarkan gambar 29, sebanyak 59 orang reponden mengatakan cukup

baik yang berarti pusat informasi yang disediakan oleh Taman Hutan Raya

Ir. H. Djuanda telah berhasil menyampaikan informasi yang dibutuhkan

oleh wisatawan. Namun berdasarkan hasil observasi peneliti, terdapat satu

tempat untuk penjualan tiket serta pusat informasi yang dikosongkan dan

tidak pernah dipakai lagi yang hal tersebut cukup disayangkan karena

seharusnya pengelola dapat menggunakan tempat tersebut menjadi pusat

informasi lainnya yang membuat wisatawan tidak kebingungan untuk

mencari jalan menuju lokasi/atraksi wisata yang ingin dikunjungi. Selain

itu pengelola menyediakan banyak papan petunjuk yang memudahkan


98

wisatawan untuk menuju lokasi yang di tuju namun hal tersebut juga

terkadang tidak terlalu jelas bagi wisatawan sesuai dengan hasil

wawancara singkat dengan beberapa pengunjung.

3. Perlengkapan Program

a. Documentary/dokumentasi

Dokumentasi di sebuah atraksi wisata menjadi perlengkapan program

tour yang terkadang perlu digunakan untuk kepentingan pengelola atraksi

wisata meskipun sebenarnya tidak selalu terpakai. Berdasarkan gambar

29, sebanyak 57 orang responden mengatakan cukup baik yang berarti

dokumentasi yang disediakan oleh pengelola Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda sudah baik dalam mencatat, merekam, serta mendokumentasikan

seluruh aktivitas yang terjadi di kawasan baik itu dari atraksi wisatanya

maupun dari kunjungan wisatawan.

b. Local Guide

Berdasarkan gambar 30, mayoritas wisatawan menyatakan cukup

baik yaitu sebanyak 56 orang responden. Hal tersebut menunjukkan

meskipun pengelola tidak menyediakan local guide di seluruh atraksi

wisata di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda namun setidaknya

ada beberapa local guide yang telah memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh wisatwan. Berdasarkan hasil observasi peneliti, untuk

keberadaan local guide hanya tersedia di atraksi wisata gua Jepang dan

Belanda, sedangkan atraksi wisata lainnya hanya menggunakan


99

penduduk setempat/ pedagang yang berjualan disekitar kawasan untuk

memberikan informasi yang cukup mengenai atraksi wisata yang

bersangkutan.

c. Megaphone

Megaphone diperlukan di beberapa atraksi wisata, contohnya seperti

atraksi wisata gua. Berdasarkan gambar 31, mayoritas wisatawan yaitu

sebanyak 43 orang responden mengatakan cukup baik. Hal tersebut

mengartikan pemakaian megaphone dikawasan cukup sering digunakan.

Terlihat dari keberadaan megaphone di gua Belanda dan pemakaian oleh

local guide.

d. Buku panduan kawasan/ Peta wisata

Buku panduan kawasan/ peta wisata merupakan salah satu alat bantu

media interpretasi di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Buku panduan

kawasan/peta wsiata berisi mengenai sejarah terbentuknya atraksi wisata di

kawasan beserta berapa banyak atraksi wisata yang dapat dikunjungi

beserta hal apa saja yang dapat dilakukan serta dilihat.

Berdasarkan gambar 32, mayoritas pengunjung mengenai buku

panduan kawasan/peta wisata yang berada di Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda sebanyak 54 responden menyatakan cukup baik yang artinya

buku panduan/peta wisata yang telah tersedia mampu mempermudah

wisatawan dalam mengeksplorasi atraksi wisata yang ada dengan detail

informasi yang dibutuhkan wisatawan. Jumlah buku panduan

kawasan/peta wsiata sudah mencukupi untuk persediaan setiap hari, dapat

dilihat secara bebas dan langsung bagi wisatawan yang membutuhkan.

e. Tiket masuk
100

Tiket masuk merupakan perlengkapan program tour yang dibutuhkan

di awal ketika wisatawan akan memulai sebuah program tour di sebuah

atraksi wisata. Berdasarkan gambar 33, sebanyak 48 orang responden

menyatakan cukup baik mengenai tiket masuk yang disediakan oleh

pengelola di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Hal tersebut

terjadi karena tiket masuk kawasan masih terjangkau bagi banyak

wisatawan, disamping itu pengelola kawasan juga memberikan asuransi

kesehatan didalamnya yang bermanfaat bagi kepentingan wisatawan.

Jadi analisis untuk alat kelengkapan tour yang meliputi fasilitas umum,

fasilitas penunjang, dan perlengkapan program secara keseluruhan dapat

dikatakan cukup baik.

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


101

A. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan serta hasil analisis di bab sebelumnya maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Tempat tujuan geowisata

Untuk tempat tujuan dapat dinyatakan bahwa atraksi wisata air terjun Curug

Omas sudah sangat baik dilihat dari segi keindahannya. Kemudian atraksi wisata

air terjun Curug Lalay dinilai sudah baik dari segi keunikan. Atraksi wisata Curug

Dago dan Prasasti Batu Raja Thailand serta gua Jepang dinilai sudah baik dari

segi kelangkaan. Atraksi wisata gua Belanda memiliki kelebihan dari segi

tantangan dan dinilai sudah baik. Atraksi wisata Tebing Keraton dinilai sudah

sangat baik dari segi tantangan.

Jadi keenam atraksi geowisata di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sudah

baik, dan dapat dimasukan ke dalam sebuah program tour karena sesuai dengan

komponen untuk tempat tujuan.

2. Durasi tour

Untuk durasi tour, secara ideal waktu yang diperlukan wisatawan untuk

mengunjungi seluruh atraksi geowisata di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

adalah kurang lebih 300 menit atau selama 5 jam.

Jadi untuk durasi tour di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda belum baik atau

belum sesuai karena durasi yang dilakukan wisatawan terlalu lama dan cenderung

akan membuat wisatawan bosan.

3. Alat kelengkapan tour yang digunakan atau yang tersedia

Alat kelengkapan tour dibagi menjadi fasilitas umum, fasilitas penunjang, dan

perlengkapan program. Dari ketiga alat kelengkapan tour di Taman Hutan Raya

Ir. H. Djuanda tersebut secara keseluruhan sudah baik dan tersedia namun ada
102

beberapa yang masih belum baik atau tersedia seperti souvenir shop dan local

guide.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis dan telaahan yang komperehensif maka peneliti

mengusulkan beberapa rekomendasi kepada Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda sebagai berikut:

1. Tempat tujuan geowisata

Mengacu kepada empat klasifikasi untuk objek geowisata unggulan yaitu

keindahan, keunikan, kelangkaan dan tantangan. Maka untuk mengelola ke enam

atraksi wisata yang termasuk kedalam atraksi geowisata di kawasan Taman

Hutan Raya Ir. H. Djuanda yaitu Curug Omas, Curug Lalay, Curug Dago dan

Prasasti batu raja Thailand, Gua Jepang, Gua Belanda, dan Tebing Keraton agar

terawat dan terpelihara dengan baik diperlukan langkah tindak sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi dan memahami kemungkinan terjadinya kerusakan akibat

proses pembangunan dan kunjungan wisatawan yang terlalu banyak

kekawasan. Pengelola dapat memberi dan membuat pengarahan kepada

wisatawan yang berkunjung agar dapat menjaga aspek keindahan di setiap

atraksi wisata.

b. Membuat atraksi geowisata tersebut sebagai sarana penelitian, pendidikan dan

pelatihan, serta kajian permasalahan lingkungan yang lebih luas untuk

pembangunan berkelanjutan. Dengan hal tersebut aspek keunikan akan tetap

ada.

c. Melakukan reinventarisasi dan kajian rinci terhadap sebaran atraksi geowisata

yang memiliki tatanan geologi yang khas dan bernilai tinggi melalui kerjasama
103

dengan pihak-pihak terkait secara multidisiplin. Hal tersebut dapat

memperdalam aspek kelangkaan.

d. Melakukan kajian rinci untuk mendelineasi batas kawasan konservasi geologi

secara akurat sehingga dapat memunculkan kawasan inti yang secara teknis

benar-benar mewakili. Hal ini dapat memperkuat aspek tantangan atraksi

geowisata di kawasan.

2.Durasi tour

Berdasarkan durasi atau waktu yang telah dianalisis, peneliti memahami

bahwa 300 menit merupakan waktu yang tidak sebentar disebabkan sesuai

mayoritas wisatawan yang berkunjung ke


Atraksi wisata Durasi
kawasan rata-rata wisatawan

menghabiskan waktu Gua jepang 45' selama 60 sampai

120 menit, selain itu dikhawatirkan akan

membuat wisatawan bosan dan tidak

tertarik mencoba program yang

dibuat. Maka rekomendasi

peneliti yang dapat diberikan adalah membuat dua bagian tour program

geowisata dengan hanya mengunjungi 3 atraksi wisata setiap kunjungannya

dengan durasi 150 menit. Maka durasi kunjungan wisata akan seperti berikut:

a. Durasi program tour geowisata I

TABEL 15

RENCANA DURASI PROGRAM TOUR GEOWISATA I


104

Curug Dago dan 45'


Prasasti Batu
Raja Thailand

Curug Lalay 60'

Atraksi wisata Durasi

Sumber: Tebing keraton 60' Penulis,

2016
Curug Omas 45'

Gua Belanda 45'

b. Durasi program tour geowisata II

TABEL 16

RENCANA DURASI PROGRAM TOUR GEOWISATA II


105

Sumber: Penulis,

2016

3. Alat kelengkapan tour

Mengenai alat bantu program tour pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

diharapkan mampu memberikan informasi yang jelas yang membuat nyaman

wisatawan dan menambah pengetahuan wisatawan selama berkunjung dengan cara:

a. Mempekerjakan lebih banyak local guide di kawasan dengan ilmu

interpretasi yang baik, khususnya untuk pemandu wisata yang menguasai

banyak informasi mengenai geowisata atau geologi dan dapat disebar

dibeberapa titik atraksi geowisata di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda.

b. Membuat satu tempat khusus untuk souvenir shop sehingga dapat menarik

minat wisatatawan.

c. Membangun beberapa klinik lagi di beberapa area yang dibutuhkan.

d. Membuat buku panduan dan peta geowisata yang menyediakan banyak

informasi mengenai potensi geowisata di kawasan.

4. Program tour geowisata

Berikut adalah perencanaan program tour geowisata yang dirancang oleh peneliti

yang dinamakan “Tahura Geo-fun tour program”. Perencanaan program tour ini

dibuat berdasarkan tempat tujuan, waktu, dan alat bantu dalam keperluan sebuah

tour. Tahura Geo-fun tour program ini dibuat berdasarkan pertimbangan hasil data

olahan dari penilaian responden yang mayoritas menunjukkan atraksi geowisata

yang ingin dikunjungi, lama kunjungan wisatawan di Taman Hutan Raya Ir. H.
106

Djuanda, serta motivasi wisatawan yang mayoritas responden memilih untuk

berekreasi, maka program tour yang dibuat adalah sebagai berikut:

a. Alur Tahura Geo-fun tour program

1) Rencana I

GAMBAR 37

RENCANA ALUR TAHURA GEO-FUN PROGRAM I

Sumber: Penulis,

2016

2) Rencana II

GAMBAR 38

RENCANA ALUR TAHURA GEO-FUN PROGRAM II

Sumber: Penulis, 2016


107

b. Itinerary Tahura Geo-fun program tour

Adapun program tour yang telah disusun untuk masing-masing alur dapat

di deskripsikan seperti berikut ini:

a. Rencana I

TABEL 17

TAHURA GEO-FUN TOUR (Morning Tour)

Waktu Deskripsi
Wisatawan berkumpul di depan gerbang
Taman Hutan Raya Djuanda sebagai
starting point untuk bertemu dengan
pemandu wisata lokal. Local guide akan
04.30 – 04.40 membawa peserta tour ke atas tebing
keraton untuk melihat sunrise, dalam
perjalanan pemandu wisata akan
menjelaskan mengenai sejarah
terbentuknya tebing keraton.
04.40 – 05.00 Menuju Tebing Keraton
Menyaksikan sunrise dan penjelasan
05.00 – 06.00
pemandu wisata lokal.
06.00 – 06.20 Menuju Gua Belanda (speleowisata)
06.20 – 07.05 Menelusuri Gua
07.05 – 07.25
S Menuju Curug Omas
Ekplorasi Curug Omas. Setelah program
07.25 – 08.10
u selesai pemandu wisata mengantarkan
wisatawan kembali ke starting point.
m

ber: Penulis, 2016

b. Rencana II

TABEL 18
108

TAHURA GEO-FUN TOUR

Waktu Deskripsi
Wisatawan berkumpul di depan
gerbang Taman Hutan Raya
Djuanda sebagai starting point dan
bertemu dengan pemandu wisata
10.00 – 10.10 lokal. Pemandu wisata akan
membawa peserta tour menuju Gua
Jepang, dalam perjalanan pemandu
wisata akan menjelaskan mengenai
sejarah Gua Jepang.
10.10 – 10.20 Menuju Gua Jepang
Melakukan aktivitas Menelusuri
10.20 – 11.05
Gua (speleowisata)
Menuju Curug Dago dan Prasasti
11.05 – 11.20
Batu Raja Thailand.
Eksplorasi Curug Dago, serta
11.20 – 13.00 penjelasan mengenai prasasti dari
local guide.
13.00 – 13.35 Menuju Curug Lalay
Ekplorasi Curug Lalay dengan
mendengarkan pemanduan
13.35 – 15.00 pemandu wisata. Pemandu wisata
mengantarkan wisatawan sampai
kembali ke starting point.

Sumber: Penulis, 2016


109

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arikunto. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Budi brahmantyo, T. B. (n.d.). Wisata bumi cekungan Bandung. 2009: Truedee pustaka sejati.

Dwiyanto, B. (2006). Geowisata untuk kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan. Pusat

kajian lintas budaya dan pembangunan berkelanjutan.

Fay, Betsy. 1992. Essential of Tour Management. New Jersey: Prentice-Hall

Mill, R. (2000). The Tourism : The International Business. NJ: Prentice Hall.

Nawawi. (2003). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Nazir. (2014). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.

Nuriata. (2014). Perencanaan dan Pelaksanaan Perjalanan Wisata, Konsep dan Aplikasi.

Bandung: Alfabeta.

Rachmat, H. (2011). Geowisata Nusa Tenggara Barat. IAGI Pengda Nusa Tenggara.

Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel- Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Riduwan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian (Untuk Mahasiswa S-1,

S-2, dan S-3). Bandung: Alfabeta.

Ross K. Dowling, D. N. (2006). Geotourism. Oxford: Elsevier Butterworth-Heinemann.

Satori, A. K. (2012). Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Silalahi, U. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.


110

Sugiyono. (2001). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2005. Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung : CV. Alfabeta

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta.

Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Yogyakarta: Andi Offset

Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

W.Gulo. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Yoeti. (2008). Tours and Travel Management. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai