Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan ilmu kesehatan masyarakat telah mengantar kita pada paradigma
baru, sehingga kini paradigma sehat menjadi orientasi baru pembangunan kesehatan
didunia, termasuk di Indonesia. Hal mendasar dari paradigma sehat antara lain
terjadinya: pergeseran dari pelayanan medis (medical care) kepemeliharaan kesehatan
(health care) sehingga setiap penanggulangan kesehatanlebih menonjolkan aspek
peningkatan (promotive) dan pencegahan (preventive) dibanding Penyehatan (curative),
pergeseran dari program terpilah-pilah (fragmented program) ke program terpadu
(integrated program) yaitu lebih pada berpijak pada menyehatkan keluarga dan
masyarakat, pergeseran dari “keinginan (need)” ke “kebutuhan(demand)” sehingga
pelayanan kesehatan disuatu daerah akan berbeda dari daerah lainnya.
Pendekatan yang harus dilakukan dalam melaksanakan program kesehatan adalah
pendekatan keluarga dan masyarakat serta lebih memprioritaskan upaya pemeliharaan
dan menjaga sehat semakin sehat serta merawat yang sakit agar sehat dengan obat-obat
tradisonal.
Oleh karena itu berbagai upaya harus dilaksanakan untuk mengatasi masalah
ini dengan baik, diantaranya dengan meningkatkan cakupan, keterjangkauan
dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya untuk Penyehatan trdisonal.
Keberadaan tempat Penyehatan tradisonal yang telah mulai berkembang diseluruh
provinsi akhir-akhir ini merupakan wujud nyata dan cerminan kebutuhan masyarakat
khususnya Penyehatan tradisonal yang terjangkau.
Sehubungan dengan hal tersebut, adalah sangat beralasan bilamana harus tersusun
Pedoman Pelayanan Kesehatan Tradisional. Pedoman ini digunakan digunakan sebagai
acuan bagi HATRA dalam melaksanakan kegiatan di wilayah puskesmas Cerme

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan Penyehatan tradisional dan derajat kesehatan
masyarakat dengan penggunaan obat-obat tradisional.
2. Tujuan Khusus
a. Membangun sistem pelayanan kesehatan tradisional yang bersinergi dengan
pelayanan kesehatan konvensional;
b. Memberikan pelindungan kepada masyarakat;
c. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tradisional; dan
1
d. memberikan kepastian hukum bagi pengguna dan pemberi pelayanan kesehatan
tradisional.

C. Ruang lingkup Kegiatan


Kegiatan Program HATRA meliputi :
1. Kegiatan Pembinaan dan pelatihan di Puskesmas Cerme maupun di dinas kesehatan
kabupaten Gresik ataupun di desa diwilayah puskesmas cerme
2. Kegiatan Pemetaan (pendataan) dan penyuluhan terhadap Penyehat tradisional
diwilayah puskesmas cerme
3. Memberikan kemudahan dalam pengurusan surat ijin sebagai Penyehat tradisional

D. Batasan Operasional
1. Puskesmas memiliki tenaga kesehatan yang sudah dilatih yankes tradisional
2. Puskesmas melaksanakan kegiatan pembinaan meliputi pengumpulan data Penyehat
tradisional, fasilitasi registrasi/perizinan dan bimbingan teknis serta pemantauan
pelayanan kesehatan tradisional

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Berikut ini kualifikasi SDM Penanggungjawab Program HATRA yang ada di
Puskesmas Cerme
Status Kepegawaian TOTAL
NO JENIS SDM
PNS Honda PTT Sukwan
1 Perawat 1 1

TOTAL 1 1

B. Distribusi Ketenagaan
Penanggungjawab program HATRA dan latar belakang profesinya adalah sebagai
berikut:
Kegiatan Petugas Profesi
Bina Kesehatan Tradisional Indah Mey Rakhmaningsih, Amd.Kep. Perawat

C. Pengaturan jadwal
1. Pengaturan kegiatan bina kesehatan tradisional dilakukan bersama oleh para
pemegang program dalam kegiatan lokakarya mini bulanan maupun tri
bulanan/ lintas sektor dengan persetujuan kepala puskesmas.
2. Jadwal kegiatan bina kesehatan tradisional dibuat untuk kangka waktu satu
tahun, dan di break down dalam jadwal kegiatan bulanan dan dikoordinasikan
pada awal bulan sebelum pelaksanaan jadwal.
3. Secara keseluruhan jadwal dan rencana kegiatan upaya kesehatan
dikoordinasikan oleh Kepala Puskesmas Cerme

3
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
1. Pembinaan dan pelatihan di Puskesmas Cerme maupun di dinas kesehatan
kabupaten Gresik ataupun di desa diwilayah puskesmas cerme
2. Pemetaan (pendataan) dan penyuluhan terhadap Penyehat tradisional di tempat
Penyehat tradisional diwilayah puskesmas cerme

B. Standar Fasilitas
Untuk mendukung tercapainya tujuan kegiatan bina kesehatan tradisional,
Puskesmas memiliki fasilitas penunjang sebagai berikut:

Kegiatan Sarana- prasarana


- Leaflet
Tradisional - Poster
Penyuluhan / Pendataan / pelatihan - Alat peraga penyuluhan
- SPT dan Blangko
- ATK

4
BAB IV
TATALAKSANA KEGIATAN PROGRAM HATRA

A. Lingkup Kegiatan
1. Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan tradisional komplementer.
2 Menyelenggarakan pembinaan melalui upaya penyuluhan untuk
meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan pada
keluarga, masyarakat, termasuk organisasi masyarakat dalam menangani
masalah kesehatan tradisional.
3. Pembinaan ketenagaan, berupa peningkatan kemampuan teknis dan
managemen bagi pengelola dan pelaksana dengan pemenuhan standart
pelayanan, menerapkan kendali mutu, serta prosedur tetap pelayanan,
pembinaan dukungan pendanaan program, pembinaan terhadap
penyelenggaraan pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
melalui pengembangan ilmu, teknologi tepat guna dan penelitian.
4. Peningkatan dukungan politis bagi upaya pembinaan kesehatan
tradisional dengan mendayakan peraturan perundang undangan yang
mendukung dan menyebarluaskan informasi, arahan, dan kerjasama lintas
program , lintas sektor, dalam upaya pembinaan kesehatan usia lanjut.

B. Metode
Pembinaan kesehatan tradisional dilaksanakan sebagai berikut dengan :
1. Menyesuaikan perencanaan pembinaan kesehatan traadisional
dalam perencanaan puskesmas.
2. Menyesuaikan dengan kegiatan pokok lainnya dalam lokakarya
mini puskesmas.
3. Menyesuaikan kondisi dan kebutuhan setempat.

5
C. Langkah Kegiatan
1. Perencanaan ( P1 )
a. Diseminasi informasi pembinaan kesehatan tradisional kepada staf
puskesmas.
b. Membuat kesepakatan diantara staf puskesmas tentang
penatalaksanaan.
c. Melakukan bimbingan dan pelatihan kepada staf puskesmas.
d. Membuat rencana kegiatan yang diintegrasikan dalam rencana tahunan
puskesmas ( pengumpulan data dasar, membuat peta lokasi dan
masalahnya, membuat rencana kegiatan sesuai masalah ).
e. Kerja sama dengan lintas sektor untuk member informasi dan
menjelaskan perannya.
f. Melakukan Survey Mawas Diri bekerja sama dengan sektor terkait.
g. Melakukan musyawarah dengan masyarakat tentang upaya yang akan
dilakukan.
h. Membentuk kelompok kerja.
i. Melakukan pembinaan teknis bersama sektor terkait.
j. Mendorong pembentukan dan pembinaan kesehatan tradisional di
masyarakat secara mandiri.
2. Pelaksanaan ( P2)
a. Kegiatan Promotif.
Bertujuan meningkatkan gairah hidup masyarakat.misal penyuluhan
kesehatan tradisional.
b. Kegiatan Preventif.
Bertujuan Meningkatkan derajat kesehatan Penyehatan tradisional dan
derajat kesehatan masyarakat dengan penggunaan obat-obat tradisional.
c. Kegiatan kuratif.
Upaya yang dilakukan adalah Penyehatan dan perawatan .

6
d. Kegiatan Rehabilitatif.
Upaya yang dilakukan bersifat medic, psikososial, edukatif, dan
pengembangan ketrampilan .
e. Kegiatan Rujukan.
Upaya yang dilakukan untuk mendapat pelayanan kuratif dan
rehabilitative yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan ke fasilitas
yang lebih lengkap.
3. Pemantauan dan Pembinaan ( P3)
Pemantauan dan pembinaan kesehatan tradisional dilakukan melalui
pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan pengamatan langsung.
Pencatatan juga dialaksanakan untuk melihat keberhasilan kegiatan,
dengan menggunakan format pencatatan kegiatan pelayanan untuk
memantau kemajuan kegiatan.
Pemantauan dapat digunakan untuk mengendalikan proses pelaksanaan
agar sesuai rencana, mengendalikan hubungan antar petugas lintas program
dan lintas sektor agar saling mendukung dan tidak tumpang tindih.
4. Penilaian dan Pengembangan ( P4 )
Penilaian kegiatan dilakukan dengan :
a. Memanfaatkan data hasil pencatatan dan pelaporan rutin atau berkala,
yang meliputi aspek masukan, proses, dan luaran.
b. Pengamatan langsung terhadap pelaksanaan kegiatan pelayanan untuk
mengetahui kemajuan dan hambatan yang ada.
c. Study atau penelitian kusus untuk mengetahui kegiatan yang sudah
dilakukan.
Pengembangan kegiatan yang dilakukan :
a. Peningkatan mutu pelayanan meliputi fasilitas, teknologi, tenaga,
peningkatan suvervisi, pelatihan dan penggalangan peran serta
masyarakat serta pemanfaatan sumberdaya.
b. Memperluas jangkauan pelayanan, menambah jenis pelayanan, dan
jumlah tenaga pelaksana.

7
BAB V
LOGISTIK

Perencanaan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik yang


pelaksanannya dilakukan oleh semua petugas penanggungjawab program kemudian
diajukan sesuai dengan alur yang berlaku di masing-masing organisasi.
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan kesehatan
tradsional direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas program dan lintas
sektor sesuai dengan tahapan kegiatan dan metoda pemberdayaan yang akan
dilaksanakan.
Kegiatan di luar gedung Puskesmas membutuhkan sarana dan prasarana
yang meliputi :
1. Tensimeter
2. Timbangan Berat Badan
3. Mikrotois
4. Stetoskop
5. Leaflet
6. Buku catatan kegiatan
Prosedur pengadaan barang dilakukan oleh koordinator Upaya kesehatan
Lanjut Usia berkoordinasi dengan petugas pengelola barang dan dibahas dalam
pertemuan mini lokakarya Puskesmas untuk mendapatkan persetujuan Kepala
Puskesmas. Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan
direncanakan oleh koordinator kesehatan usi lanjut berkoordinasi dengan bendahara
puskesmas dan dibahas dalam kegiatan mini lokakarya puskesmas untuk selanjutnya
dibuat perencanaan kegiatan ( POA – Plan Of Action).

8
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak,
baik resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko
yang terjadi pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran
harus diperhatikan karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan
saja melainkan menjadi sasaran banyak program kesehatan lainnya. Tahapan –
tahapan dalam mengelola keselamatan sasaran antara lain :
1. Identifikasi Resiko.
Penanggungjawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus
mengidentifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada
saat pelaksanaan kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan
kegiatan dimulai sejak membuat perencanaan. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan. Upaya
pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan
yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau
dampak dari pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini
perlu dilakukan untuk menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam
menangani resiko yang terjadi.
3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah
menentukan rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko atau
dampak yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau
meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.
4. Rencana Upaya Pencegahan.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan
untuk mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang

9
dilakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam
mengatasi resiko atau dampak yang terjadi.
5. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan
sedang berjalan.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering


disebut Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
petugas dan hasil kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana
kerja yang aman, kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan
kerusakan serta penurunan kesehatan akibat dampak dari pekerjaan yang dilakukan,
bagi petugas pelaksana dan petugas terkait. Keselamatan kerja disini lebih terkait
pada perlindungan fisik petugas terhadap resiko pekerjaan.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Seiring dengan kemajuan Ilmu dan tekhnologi, khususnya sarana dan
prasarana kesehatan, maka resiko yang dihadapi petugas kesehatan semakin
meningkat. Petugas kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap
masalah kesehatan, untuk itu`semua petugas kesehatan harus mendapat pelatihan
tentang kebersihan, epidemiologi dan desinfeksi. Sebelum bekerja dilakukan

10
pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi tubuh yang sehat.
Menggunakan desinfektan yang sesuai dan dengan cara yang benar, mengelola
limbah infeksius dengan benar dan harus menggunakan alat pelindung diri yang
benar.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan
dengan aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan
upaya untuk menjaga agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana
dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan
indikator sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metoda yang digunakan
4. Tercapainya indikator
Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan
yang ditemukan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.

11
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelaksanaan upaya kesehatan tradisional ini dibuat untuk


memberikan petunjuk dalam pelaksanaan kegiatanupaya kesehatan tradisional di
Puskesmas Cerme, penyusunan pedoman disesuaikan dengan kondisi riil yang ada
di puskesmas, tentu saja masih memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan
pedoman yang berlaku secara nasional. Perubahan perbaikan, kesempurnaan masih
diperlukan sesuai dengan kebijakan, kesepakatan yang menuju pada hasil yang
optimal.
Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi petugas dalam melaksanakan
pelayanan upaya kesehatan tradisional di puskesmas agar tidak terjadi
penyimpangan atau pengurangan dari kebijakan yang telah ditentukan

12
PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK
DINAS KESEHATAN
UPT. PUSKESMAS CERME
Jalan Raya Cerme Kidul No. 52 Telp. 031 7990007 email :
cermepkm@ yahoo.co.id KODE POS 61171 - GRESIK

PANDUAN PROGRAM HATRA

BAB I
DEFINISI

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016


Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris Pasal 1, ayat 1 sampai 6 dijelaskan
definisi yang terkait dengan program hatra diantaranya adalah :
1. Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional
yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris.
2. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
3. Penyehat Tradisional adalah setiap orang yang melakukan Pelayanan Kesehatan
Tradisional Empiris yang pengetahuan dan keterampilannya diperoleh melalui
pengalaman turun temurun atau pendidikan non formal.
4. Surat Terdaftar Penyehat Tradisional yang selanjutnya disingkat STPT adalah
bukti tertulis yang diberikan kepada Penyehat Tradisional yang telah mendaftar
untuk memberikan pelayanan kesehatan tradisional empiris.
5. Panti Sehat adalah tempat yang digunakan untuk melakukan perawatan kesehatan
tradisional empiris.
6. Klien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan dan/atau
pelayanan kesehatan tradisional empiris.
BAB II
RUANG LINGKUP

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun


2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pasal 2 disebutkan dan tujuan dan
ruang lingkup yang terkait dengan program HATRA sebagai berikut :
(1) Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk:
a. membangun sistem pelayanan kesehatan tradisional yang bersinergi dengan
pelayanan kesehatan konvensional;
b. membangun sistem Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang
bersinergi dan dapat berintegrasi dengan pelayanan kesehatan konvensional di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
c. memberikan pelindungan kepada masyarakat;
d. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tradisional; dan
e. memberikan kepastian hukum bagi pengguna dan pemberi pelayanan
kesehatan tradisional.
(2) Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. jenis pelayanan kesehatan tradisional;
c. tata cara pelayanan kesehatan tradisional;
d. sumber daya;
e. penelitian dan pengembangan;
f. publikasi dan periklanan;
g. pemberdayaan masyarakat;
h. pendanaan;
i. pembinaan dan pengawasan; dan
j. sanksi administratif
Program Hatra yang dilaksanakan di wilayah puskesmas cerme akan didasarkan
pada ruang lingkup yang terdapat pada peraturan pemerintah tersebut diatas dengan
batasan poin sebagai berikut :
1. Pemetaan Peyehat tradisional
a. jenis pelayanan kesehatan tradisional;
b. tata cara pelayanan kesehatan tradisional;
c. sumber daya;
2. Pemberdayaan masyarakat;
3. Pembinaan dan pengawasan
4. Pendaftaran, Registrasi dan Perizinan Penyehat Tradisional
BAB III
TATA LAKSANA

1. Pemetaan Peyehat tradisional


Pemetaan didasarkan pada :
a. Jenis pelayanan kesehatan tradisional;
Tata laksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pasal 7
s/d pasal 16.
b. Tata cara pelayanan kesehatan tradisional;
Tata laksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pasal
17 s/d 22. Dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 2016 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, pasal 13
s/d 18.
c. Sumber daya;
Tata laksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pasal
30 s/d 38
2. pemberdayaan masyarakat;
Tata laksananya didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pasal 70
s/d 72
3. pembinaan dan pengawasan
Tata laksananya didasarkan pada :Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pasal 75
s/d 85. Dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
2016 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, pasal 40 s/d 83.
4. Pendaftaran, Registrasi dan Perizinan Penyehat Tradisional
Hal ini bertujuan untuk menberikan perlindungan dan Kepastian hukum
terhadap penyehat tradisional. Tata laksananya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional, pasal 39 s/d 49. Dan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Empiris, pasal 4 s/d 8.
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi terkait panduan program Hatra, berisi lampiran peraturan yang telah
ditetapkan pemerintah diantaranya :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, pasal 4 s/d 8.
3. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
2016 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris

Anda mungkin juga menyukai