Jurnal
Jurnal
NPM : 110.2007.067
EPIDEMIOLOGI
Di Negara maju, Ca serviks menempati urutan keempat setelah Ca payudara,
kolorektum dan endometrium. Di Negara berkembang, Ca serviks menempati
urutan pertama. Ca ini ditemukan terbanyak pada usia muda antara 30-60 tahun.
Lebih dari 90% merupakan Ca epidermoid.
ETIOLOGI
Penyebab langsung belum diketahui. Factor ekstrinsik yang diduga berhubungan
dengan insiden karsinoma serviks uteri adalah smegma, infeksi virus HPV, dan
spermatozoa. Factor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah
perilaku seksual berupa mitra seks multipel, paritas, nutrisi, rokok, dll. Karsinoma
serviks dapat tumbuh eksofitik, endofitik atau ulseratif.
PATOFISIOLOGI
Kanker leher rahim biasanya berasal dari lesi displasia atau premalignant
sebelumnya hadir di persimpangan squamocolumnar aktif. Transformasi dari
displasia ringan untuk karsinoma invasif umumnya terjadi secara perlahan dalam
beberapa tahun, meskipun tingkat proses ini sangat bervariasi.
Karsinoma in situ sangat dikenal mendahului kanker serviks invasif dalam banyak
kasus. Pada seri melaporkan berbeda dari pasien dengan karsinoma in situ yang
tidak diobati yang ditindaklanjuti selama bertahun-tahun, karsinoma invasif yang
dikembangkan di sekitar 30% dari pasien pada 10 tahun dan di sekitar 80% dari
pasien pada 30 tahun. Namun, lesi-karsinoma in-situ dapat regresi setelah diagnosis
awal, kejadian seperti dilaporkan di 17% (25) dari 67 pasien yang diikuti selama 3
tahun. Pengembangan menjadi karsinoma invasif menjadi mapan dan dianggap
ireversibel setelah proses ganas meluas melalui membran basal dan invasi dari
stroma serviks terjadi.
Beberapa pola-pola pertumbuhan lokal dari kanker serviks invasif telah dijelaskan,
dengan pola pertumbuhan kombinasi yang umum. Pola meliputi: exophytic,
nodular, infiltrasi, dan ulseratif.
Exophytic berbagai pola pertumbuhan yang paling umum. Biasanya muncul dari
exocervix dan sering polypoid atau papiler dalam bentuk. kanker serviks Exophytic
dapat menyebabkan massa, besar rapuh, besar yang hanya melibatkan aspek
permukaan serviks dan memiliki kecenderungan untuk pendarahan yang berlebihan.
Pola pertumbuhan colitis dikaitkan dengan nekrosis tumor dan peluruhan, dengan
pembentukan rongga yang marginated oleh tumor invasif. Proses ini biasanya
rumit oleh infeksi yang menyebabkan debit seropurulent.
KLASIFIKASI
ANAMNESIS
Metroragi
Keputihan warna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
Perdarahan pascacoitus
Perdarahan spontan
Bau busuk yang khas
Cepat lelah
Berat badan menurun
Anemia
PEMERIKSAAN FISIK
Serviks teraba membesar, irregular
Teraba lunak
Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah
sampai vagina.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat
untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan
dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara
terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis.
Kolposkopi
Peranan tes Pap tidak diragukan lagi sebagai metode yang paling praktis dalam skrining
kanker serviks. Pemeriksaan tes Pap abnormal harus didukung oleh pemeriksaan
histopatologik sebelum melakukan terapi definitif.
Kolpos-kopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat
disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di
dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan
morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola
epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan
metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika SSK terlihat seluruhnya dengan kolposkopi.
Jika SSK tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di
dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara
konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam sehingga harus
diawetkan dalam larutan formalin 10 %.
Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga
yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu ke-
rucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan
kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi.
Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes
Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium
yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi dilakukan di luar daerah dengan tes positif (daerah
yang tidak berwarna oleh larutan lugol). Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-
keadaan sebagai berikut :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsi
4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik
Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.
fotografi diambil oleh dokter, perawat,atau tenaga kesehatan lainnya, dan slide
(servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika
tidak tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan
disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash)
Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan
kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan
asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu
sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan
pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan
hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value
88,5%; negative value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%.
Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedik/bidan
untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
DIAGNOSIS BANDING
Servisitis
Karsinoma endometrium
Penyakit radang panggul
Vaginitis
Karsinoma uterine
Karsinoma vagina
IV. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis
karsinoma serviks
PENATALAKSANAAN
Tingkat Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Ib, IIa Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
kelenjar paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan)
IIb, III, dan IV Histerektomi transvaginal
IVa dan IVb Radioterapi, radiasi paliatif, kemoterapi
PENCEGAHAN
1. JAUHI ROKOK
Ini peringatan paling penting buat wanita perokok. Selain mengakibatkan penyakit
pada paru-paru dan jantung, kandungan nikotin dalam rokok pun bisa
mengakibatkan kanker serviks (leher rahim).
2. PENCUCIAN VAGINA
Sering, kan, kita melakukan pencucian vagina dengan obat-obatan antiseptik
tertentu. Alasannya beragam, entah untuk "kosmetik" atau kesehatan. Padahal,
kebiasaan mencuci vagina bisa menimbulkan kanker serviks, baik obat cuci vagina
antiseptik maupun deodoran. "Douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi di
serviks. Nah, iritasi berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya
perubahan sel, yang akhirnya jadi kanker." Jadi, sebaiknya pencucian vagina
dengan bahan-bahan kimia tak dilakukan secara rutin. "Kecuali bila ada indikasi,
misalnya, infeksi yang memang memerlukan pencucian dengan zat-zat kimia.
Itu pun seharusnya atas saran dokter." Artinya, kita jangan sembarangan membeli
obat-obatan pencuci vagina. "Terlebih lagi, pembersih tersebut umumnya akan
membunuh kuman-kuman. Termasuk kuman Basillus doderlain di vagina yang
memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina." Kita tahu, bila pH
tidak seimbang lagi di vagina, maka kuman lain, seperti jamur dan bakteri, bisa
mempunya kesempatan hidup di tempat tersebut. Hal ini bisa menimbulkan
penyakit-penyakit lain.
3. MENABURI TALK
Yang kerap terjadi lagi, saat daerah vagina gatal atau merah-merah, kita
menaburkan talk di sekitarnya. Pemakaian talk pada vagina wanita usia subur bisa
memicu terjadi kanker ovarium (indung telur). "Sebab di usia subur berarti sering
ovulasi. Padahal bisa dipastikan saat ovulasi terjadi perlukaan di ovarium. Bila
partikel talk masuk akan menempel di atas luka tersebut. Akibatnya, kan, bisa
merangsang bagian luka untuk berubah sifat jadi kanker." Karena itu sangat tidak
dianjurkan memberi talk di daerah vagina. Karena dikhawatirkan serbuk talk
terserap masuk kedalam. Lama-lama akan bertumpuk dan mengendap menjadi
benda asing yang bisa menyebabkan rangsangan sel menjadi kanker.
5. KEKURANGAN VITAMIN C
Pola hidup mengkonsumsi makanan tinggi lemak pun akan membuat orang tersebut
melupakan zat-zat gizi lain, seperti beta karoten, vitamin C, dan asam folat.
Padahal, kekurangan ketiga zat gizi ini bisa menyebabkan timbul kanker serviks.
"Beta karoten, vitamin C, dan asam folat dapat memperbaiki atau memperkuat
mukosa diserviks. Nah, jika kekurangan zat-zat gizi tersebut akan mempermudah
rangsangan sel-sel mukosa tadi menjadi kanker."
Beta karoten banyak terdapat dalam wortel, vitamin C terdapat dalam buah-buahan
berwarna orange, sedangkan asam folat terdapat dalam makanan hasil laut.
7. BERGANTI-GANTI PASANGAN
Bisa juga kanker serviks muncul pada wanita yang berganti-ganti pasangan seks.
"Bila berhubungan seks hanya dengan pasangannya, dan pasangannya pun tak
melakukan hubungan seks dengan orang lain, maka tidak akan mengakibatkan
kanker serviks." Bila berganti-ganti pasangan, hal ini terkait dengan kemungkinan
tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). "Virus
ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih
banyak. Nah, bila terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan, tentu akan
menjadi kanker."
8. TERLAMBAT MENIKAH
Sebaliknya wanita yang tidak atau terlambat menikah pun bisa berisiko terkena
kanker ovarium dan kanker endometrium. Sebab, golongan wanita ini akan terus-
menerus mengalami ovulasi tanpa jeda. "Jadi, rangsangan terhadap endometrium
pun terjadi terus-menerus. Akibatnya bisa membuat sel-sel di endometrium berubah
sifat jadi kanker."
Risiko yang sama pun akan dihadapi wanita menikah yang tidak mau punya anak.
Karena ia pun akan mengalami ovulasi terus-menerus. "Bila haid pertama terjadi di
bawah usia 12 tahun, maka paparan ovulasinya berarti akan semakin panjang. Jadi,
kemungkinan terkenakanker ovarium akan semakin besar."
Nah,salah satu upaya pencegahannya tentu dengan menikah dan hamil. Atau bisa
juga dilakukan dengan mengkonsumsi pil KB.
Sebab penggunaan pil KB akan mempersempit peluang terjadinya ovulasi. "Bila
sejak usia 15 tahun hingga 45 tahun dia terus menerus ovulasi, lantas 10 tahun ia
ber-KB, maka masa ovulasinya lebih pendek dibandingkan terus-menerus, kan?"
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan pil KB sebagai alat kontrasepsi dapat
menurunkan kejadian kanker ovarium sampai 50 persen.
9. PENGGUNAAN ESTROGEN
Risiko yang sama akan terjadi pada wanita yang terlambat menopause. "Karena
rangsangan terhadap endometrium akan lebih lama, sehingga endometriumnya akan
lebih sering terpapar estrogen. Jadi, sangat memungkinkan terjadi kanker. "Tak
heran bila wanita yang memakai estrogen tak terkontrol sangat memungkinkan
terkena kanker. "Umumnya wanita yang telah menopause di negara maju
menggunakan estrogen untuk mencegah osteroporosis dan serangan jantung."
Namun, pemakaiannya sangat berisiko karena estrogen merangsang semakin
menebalnya dinding endometrium dan merangsang sel-sel endometrium sehingga
berubah sifat menjadi kanker. "Jadi, sebaiknya penggunaan hormon estrogen harus
atas pengawasan dokter agar sekaligus juga diberikan zat antinya, sehingga tidak
berkembang jadi kanker."
PROGNOSIS
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap
pengobatan, 95 % akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi
harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi.
Setelah histerektomi radikal, terjadi rekurensi dalam 2 tahun.