Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Refluks gastroesophageal atau gastroesophageal reflux (GER) adalah suatu keadaan


kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa regurgitasi dan muntah. GER
merupakan suatu keadaan fisiologis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa sehat. GER bisa
terjadi beberapa kali dalam sehari, dengan episode terbanyak kurang dari 3 menit, dan muncul
setelah makan dengan sedikit atau tanpa gejala. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung
menyebabkan gangguan atau komplikasi, inilah yang di sebut dengan GERD.1
Pada bayi, gejala berupa muntah yang berlebih yang terjadi pada 85% pasien selama
seminggu pertama kehidupan, sedangkan 10% lainnya baru timbul dalam waktu 6 minggu.
Tanpa pengobatan gejala akan menghilang pada 60% pasien sebelum umur 2 tahun pada posisi
anak sudah lebih tegak dan makan makanan padat, tetapi sisanya mungkin terus menerus
mempunyai gejala sampai sekurang-kurangnya berumur 4 tahun.2
Sebuah penelitian di Inggris pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan
diagnosis GERD, dengan angka kejadian sekitar 0,84 per 1000 anak per tahun. Insiden rendah
pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga berumur 16-17 tahun.3
Pada bayi dan balita, tidak ada gejala kompleks yang dapat menegakan diagnosis GERD
atau memprediksi respon terhadap terapi. Pada anak yang lebih besar dan remaja, seperti pada
pasien dewasa, anamnesa dan pemeriksaan fisik mungkin cukup untuk mendiagnosis GERD,
jika terdapat gejala yang khas. Gejala dapat berupa mual, muntah, regurgitasi, sakit uluhati,
gangguan pada saluran pernafasan dan gejala-gejala lain.1 Sedangkan komplikasi pada GERD
dapat berupa perdarahan, striktur, Barret esophagus yang dapat berkembang menjadi
adenokarsinoma esophagus, dimana semua komplikasi tersebut dapat menggangu pertumbuhan
maupun perkembangan anak.4

1|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Gastroesofageal reflux (GER) atau Refluks Gastroesofageal (RGE) adalah suatu
keadaan, dimana terjadi disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan
regurgitasi isi lambung ke dalam esofagus. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah
GER yang dihubungkan dengan gejala patologis yang mengakibatkan komplikasi dan gangguan
kualitas hidup.5

II.2 EPIDEMIOLOGI
Masih sedikit data yang ditemukan mengenai prevalensi dan insidensi GERD pada anak.
Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien berusia 3-17 tahun melalui kuesioner
sebuah study. Sebuah studi di UK pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan
diagnosis awal GERD. Dan angka kejadiannya adalah sekitar 0,84 per 1000 anak per tahun.
Insiden ini menurun pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga berumur
16-17 tahun.3
GERD terdapat hampir lebih dari 75 % pada anak dengan kelainan neurologi. Hal ini
dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltik esophagus dan peningkatan
tekanan intraabdominal yang berasal dari hipertonus otot yang dihubungkan dengan spastisitas.
Di Indonesia sendiri insidens RGE sampai saat ini belum diketahui, tetapi menurut beberapa
ahli, RGE terjadi pada 50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan yang normal.5

II.3 ETIOLOGI
Inflamasi esophagus bagian distal terjadi ketika cairan lambung dan duedonum,
termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu mengalami regurgitasi ke dalam
esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian bawah dan gangguan motilitas
meningkatkan waktu pengosongan esophagus dan menyebabkan GER. Inflamasi esophagus
nantinya dapat mengakibatkan kedua mekanisme diatas, seperti lingkaran setan.6
Walaupun penurunan tonus spingter bagian bawah terjadi pada bayi dengan GER,
GERD, dan kelainan dismotilitas, akan tetapi ada satu faktor yang belakangan diakui sebagai
pathogenesis terpenting pada GERD adalah terjadinya relaksasi transien spingter esophagus

2|Page
bawah secara berulang. Faktor yang meningkatkan waktu pengosongan esophagus termasuk
didalamnya interaksi antara postur dan gravitasi, ukuran dan isi makanan yang dimakan,
pengosongan lambung abnormal, dan kelainan peristalsis esophagus.6

II.4 PATOGENESIS
Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang muncul beberapa
kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada umumnya berlangsung kurang dari 3
menit, terjadi setelah makan, dan menyebabkan beberapa gejala atau tanpa gejala. Hal ini
disebabkan oleh relaksasi sementara pada sfingter esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi
tonus sfingter terhadap perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter esofagus bawah,
sebagai barier antirefluks primer, normal pada kebanyakan anak dengan gastroesophageal
reflux.1, 7
Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena “katup” antara lambung dan
esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter esofagus bawah, maupun karena
posisi sambungan esofagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya yang berfungsi sebagai
katup. Kemungkinan terjadinya refluks juga dipermudah oleh memanjangnya waktu
pengosongan lambung.8
Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul refluks yang
hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa tekanan intraabdominal yang
meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi mekanisme yang lebih penting adalah peran tonus
sfingter yang berkurang, baik dalam keadaan akut maupun menahun.2
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung refluks ke esofafus
atau orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD ini multifaktorial dan kompleks,
melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung, mekanisme klirens
esofagus, barier mukosa esofagus, hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.7
Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus bawah tidak
bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isi lambung mengalir ke esofagus. Proporsi
minor episode refluks terjadi ketika tekanan sfingter esofagus bawah gagal meningkat saat
peningkatan mendadak tekanan intraabdominal atau ketika tekanan sfingter esofagus bawah saat
istirahat berkurang secara kronis. Perubahan pada beberapa mekanisme proteksi memungkinkan
refluks fisiologis menjadi Gastroesophageal Reflux Disease : klirens dan pertahanan refluks

3|Page
yang tidak memadai, lambatnya pengosongan lambung, kelainan pada pemulihan dan perbaikan
epitel, dan menurunnya reflex protektif neural pada saluran aerodigestif.1

II.5 GEJALA KLINIS


Kita harus ingat bahwa gejala tipical / khas (misalnya, heartburn, muntah, regurgitasi)
pada orang dewasa tidak dapat langsung dinilai pada bayi dan anak-anak. Pasien anak dengan
refluks gastroesophageal (RGE) biasanya menangis dan gangguan tidur serta penurunan nafsu
makan. Berikut ini adalah beberapa dari tanda-tanda umum dan gejala refluks gastroesofagus
pada populasi anak-anak:9
Tanda dan gejala gastroesophageal reflux pada bayi dan anak kecil :
 Tangisan khas atau tidak khas / gelisah
 Apnea / bradikardi
 Kurang nafsu makan
 Peristiwa yang mengancam nyawa/ALTE (Apparent Life Threatening Event)
 Muntah
 Mengi (wheezing)
 Nyeri perut / dada
 Stridor
 Berat badan atau pertumbuhan yang buruk (failure to thrive)
 Pneumonitis berulang
 Sakit tenggorokan
 Batuk kronis
 Waterbrash
 Sandifer sindrom (yaitu, sikap dengan opisthotonus atau torticollis)
 Suara serak / laringitis

Tanda dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah heartburn dan
riwayat muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau (halitosis).9

Pada balita dan anak-anak yang lebih tua, regurgitasi yang berlebihan dapat mengakibatkan
masalah gigi signifikan disebabkan oleh efek asam pada enamel gigi.9
Beberapa pasien memiliki gejala atipikal (misalnya, batuk malam hari, mengi, atau suara
serak sebagai keluhan utama saja). Refluks gastroesophageal merupakan faktor penyulit pada
asma. Mekanisme ini dapat mencakup microaspiration, yang mengarah ke reflex
bronkokonstriksi. Asosiasi gastroesophageal reflux dan jalan nafas atau penyakit saluran
pernapasan adalah umum. Batuk, stridor, dan faringitis semuanya telah dikaitkan dengan refluks

4|Page
gastroesophageal. Selain itu, asosiasi dengan ruminasi umumnya diamati pada pasien dengan
gangguan perkembangan.9
Regurgitasi makanan, salah satu gejala presentasi yang paling umum pada anak-anak,
berkisar dari air liur sampai muntah proyektil. Paling sering, regurgitasi adalah postprandial,
meskipun penundaan 1-2 jam terjadi. Kita juga harus mempertimbangkan anomali anatomi dan
alergi protein pada anak muntah, serta gangguan metabolisme bawaan (jarang).9
Esophagitis dapat bermanifestasi sebagai menangis dan rewel pada bayi yang belum bisa
bicara. Kegagalan untuk berkembang dapat mengakibatan asupan kalori yang tidak cukup
karena muntah berulang. Cegukan, gangguan tidur, dan sindrom Sandifer (melengkung) juga
telah terbukti berhubungan dengan refluks gastroesofagus dan esofagitis.9

II.6 DIAGNOSA
II.6.1 Riwayat dan Pemeriksaan Fisik
Peran utama dari mengetahui riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dalam evaluasi
GERD adalah untuk mengeliminasi kemungkinan penyakit lain dengan gejala yang sama dan
untuk mengidentifikasi komplikasi GERD. Gejala khas dari penyakit refluks pada anak
bervariasi sesuai dengan umur dan kondisi medis yang mendasari, namun patofisiologi yang
mendasari GERD dianggap sama pada segala usia termasuk bayi prematur. Berdasarkan hasil
studi, regurgitasi atau muntah, sakit perut, dan batuk , kecuali heartburn, adalah gejala yang
paling sering dilaporkan pada anak-anak dan remaja dengan GERD. 1
Pada tahun 1993 dan 1996, Orenstein merumuskan sebuah kuisioner klinis sebagai
metode sederhana untuk mengidentifikasi anak dengan GERD.10

Tabel 1. Orenstein’s Modified

5|Page
II.6.2 Fluoroskopi dengan kontras barium
Fluoroskopi dan kontras barium merupakan metode yang sudah lama digunakan untuk
mendiagnosis refluks gastroesofageal. Pemeriksaan dengan kontras ini sering mengalami
kegagalan dalam mendeteksi refluks gastroesofageal secara dini, oleh karena refluks yang
terjadi sering bersifat intermitten, jarang bersifat kontinyu. Pemeriksaan barium kontras
dilaksanakan secara seris dengan mengamati refluks barium dari lambung ke esofagus.5
Dengan memakai fluoroskpi, refluks gasroesofageal lebih mudah dideteksi.cara
pemeriksaan dengan fluoroskopi : sebelum dilakukan pemeriksaan fluoroskopi pada bayi
pemberian makanan dan minuman dikurangi, sedangkan pada anak yang lebih dewasa harus
puasa, gerakana anak dikurangi. Dalam posisi tidur barium diberikan sedikit demi sedikit
dicampur dengan makanan atau diberikan dengan memakai ‘nasogastric tube’.5
Pada bayi dapat diberikan dengan memakai botol susu. Pemberian barium untuk
mengevaluasi keadaan esofagus bagian atas terutama peristaltik esofagus dan regurgitasi pada

6|Page
saat menelan. Setelah 1/3 dari total barium habis, dilakukan pemotretan dengan sinar rontgen
untuk mengevaluasi keadaan lambung dan duodenum, stenosis pilorus, malrotasi intestinal dan
melihat fungsi sfingter gastroesofageal dengan mengganti-ganti posisi miring ke kiri dan ke
kanan.5

II.6.3 PH monitoring11

Pemantauan pH esofagus adalah prosedur untuk mengukur reflux asam dari lambung ke
esofagus yang terjadi pada penyakit refluks gastroesophageal. Monitoring pH esofagus
digunakan untuk mendiagnosa efek GERD, untuk menentukan efektivitas obat yang diberikan
untuk mencegah refluks asam, dan untuk menentukan apakah episode
refluks asam yang menyebabkan episode nyeri dada. Pemantauan pH esofagus
juga dapat digunakan untuk menentukan apakah asam mencapai faring dan mungkin
bertanggung jawab atas gejala seperti batuk, suara serak, dan sakit tenggorokan.
Pemantauan pH esofagus dilakukan dengan melewatkan sebuah kateter plastik tipis
dengan diameter 1 / 16 inci melalui satu lubang hidung, terus ke belakang tenggorokan, dan dan
kedalam esofagus sejalan dengan gerakan menelan. Ujung kateter berisi sensor yang bisa
mendeteksi keadaan asam. Sensor diposisikan dalam esofagus tepat di atas sfingter esofagus
bagian bawah, sebuah area khusus pada otot esofagus yang terletak di persimpangan antara
esofagus dan lambung yang mencegah asam mengalami refluks ke esofagus.
Kateter yang keluar dari hidung dihubungkan ke perekam yang bisa mendeteksi refluks asam.
Pasien dikirim rumah dengan kateter dan perekam terpasang dan kembali keesokan harinya
untuk melepaskan alat tersebut. Selama 24 jam kateter terpasang, pasien bisa melakukan
kegiatan seperti biasanya, misalnya, makan, tidur, dan bekerja. Makanan, periode tidur, dan
gejala dicatat oleh pasien dalam buku harian dan atau dengan menekan tombol pada
perekam. Setelah kateter dilepaskan, perekam disambungkan ke komputer sehingga data yang
telah dikumpulkan bisa diunduh ke komputer untuk selanjutnya dianalisa dan dimasukkan ke
dalam bentuk grafis.

7|Page
Gambar 1. pH monitoring 11

Gambar 2. Continous pH monitoring; A. Refluks fisiologis; B. Refluks patologis11


Perangkat yang baru-baru ini dikembangkan untuk memantau pH esofagus adalah dengan
menggunakan kapsul. Kapsul tesebut berisi alat pendeteksi asam, baterai, dan pemancar. Alat
tersebut memantau asam di esofagus dan mengirimkan informasi ke perekam yang dipasangkan
pada ikat pinggang pasien. Kapsul ini dimasukkan ke dalam esofagus dengan kateter melalui
hidung atau mulut dan melekat pada lapisan esofagus dengan sebuah klip. Kateter kemudian

8|Page
dilepaskan dari kapsul, sehingga tidak ada kateter yang menonjol dari hidung. Kapsul tersebut
bekerja selama dua hari atau tiga hari, dan kemudian baterai mati. Lima sampai tujuh hari
kemudian, kapsul jatuh dari lapisan esofagus dan keluar melalui tinja sebagai kapsul yang tidak
dapat digunakan kembali.
Kelebihan dari perangkat kapsul terkait dengan tidak adanya kateter yang
menghubungkan alat ke perekam. Ada kenyamanan yang lebih besar tanpa kateter di bagian
belakang tenggorokan, dan pasien lebih mungkin untuk pergi bekerja dan melakukan lebih
banyak kegiatan normal. Kelemahan dari kapsul adalah tidak dapat digunakan dalam faring dan,
sejauh ini, belum pernah digunakan dalam lambung.

II.6.4 Radio Nuclide Gastro Esofagosgrafi


Pemeriksaan ini dilakukan dengan Gastro esofageal scintigrafi dengan mempergunakan
“technetium 99m sulfur colloid”. Teknik ini memerlukan waktu relatif lebih panjang dan non
invasif. Pemberian secara oral dan bahannya tidak diserap. Kemudian keadaan ini dimonitor
dengan gamma kamera. Kepekaannya 70-80 %. Adanya aspirasi pada paru-paru dinyatakan
dengan adanya radioaktifitas positif pada paru.5
Dengan scintigrafi ini Heyman dkk. dapat menunjukkan adanya aspirasi pada paru-paru
sebesar 0,025 ml. Cara ini cukup baik karena tidak memerlukan penenang yang menurunkan
sfingter esofagus bagian bawah.5

II.6.5 Biopsi esofagus


Dengan esofagoskopi dan diperiksa PA. Pada GERD didapatkan proliferasi lapisan basal
esofagus yang meningkat.5

II.6.6 Keterlambatan waktu pengosongan lambung


Keterlambatan waktu pengosongan lambung pada bayi dengan RGE diduga karena
terdapat ketidakmampuan otot fundus lambung untuk mengadakan kontraksi, untuk
mengosongkan isi lambung. Waktu pengosongan lambung dievaluasi 3-4 jam setelah makan.
Heillemer AC dkk. mengadakan penelitian terhadap 23 bayi pada usia 7-14 bulan dengan
mempergunakan esofageal manometer untuk melihat terjadinya refluks pada bayi, 3 jam

9|Page
sesudah diberi minum atau makan. Pada makanan ditambahkan 100uTc sulfur koloid, ternyata
didapatkan pengosongan lambung pada penderita adalah 1 jam.5

II.7 DIAGNOSA BANDING


Beberapa diagnosis banding GERD, antara lain :
a. Hiatus hernia12
Hernia hiatus adalah suatu kelainan anatomi dimana terdapat bagian dari lambung menonjol
melalui diafragma masuk ke rongga thoraks. Pada keadaan normal, esofagus atau
tabung makanan lewat turun melalui dada, dan memasuki rongga abdomen melalui lubang di
diafragma disebut hiatus esophagus.Tepat di bawah diafragma, esofagus bergabung dengan
lambung. Pada individu dengan hernia hiatus, pembukaan hiatus esofagus (hiatal opening) lebih
besar dari biasanya, dan sebagian lambung bagian atas masuk melalui hiatus ke rongga thoraks.
Diperkirakan penyebab dari hiatus hernia adalah karena hiatus esofagus yang lebih besar
dari normal, sebagai akibat dari pembukaan besar tersebut, bagian dari lambung
masuk ke rongga thoraks. Faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya hernia hiatus adalah:

a. Suatu pemendekan permanen pada esofagus (yang mungkin disebabkan karena inflamasi
atau jaringan parut akibat refluks atau regurgitasi asam lambung) yang menyebabkan lambung
tertarik keatas.

b. Perlekatan yang abnormal (longgar) dari esofagus ke diafragma sehingga esofagus dan
lambung naik keatas.

10 | P a g e
Gambar 3. Hernia hiatus12

b. Akhalasia
Merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya relaksasi esophagus terminal. Spasme
esophagus dapat menimbulkan sumbatan partial pada daerah perbatasan gaster-esophagus,
dimana dengan Ba kontras, tampak adanya konstriksi esophagus bagian terminal dan

11 | P a g e
bagian atasnya melebar. Keadaan ini sering ditemukan pada anak lebih besar , jarang pada
bayi. Pengobatannya dengan melebarkan bagian yang mengalami konstriksi dan perlu
tindakan berulang.5
c. Stenosis pylorus hipertrofi kongenital
Pada penderita dengan stenosis pylorus terdapat muntah yang projektil terjadi pada umur
lebih dari 1 minggu. Pada permulaan gejala muntah tidak mencolok tetapi pada usia lebih
dari 1 minggu, muntah lebih sering dan lebih jelas. Gejalanya makin berat, berat badan
tidak naik. Penyebabnya tidak jelas, diduga ada tendensi familier karena 1% dari penderita
ternyata orang tuanya juga menderita kelainan yang sama. Beberapa peneliti menduga
adanya hipertrofi otot pilorus akibat adanya spasme otot. Pendapat sarjana lain adalah
respon terhadap rangsangan atau iritasi terhadap n. vagus.5
d. Obstruksi / atresia duodenum
Atresia duodenum adalah suatu keadaan kegagalan kanalisasi pada masa embrional disertai
atresia di bagian usus lainnya. Gejala klinis yang sering terjadi adalah muntah-muntah yang
mengandung empedu. Bila atresia di bawah ampula vateri, muntahnya berupa gumpalan
susu atau muntahnya keruh. Gejala lainnya yaitu mekonium tidak keluar dalam waktu lebih
dari 24 jam. Pada penderita atresia duodenum, distensi abdomen terjadi pada bagian atas.
Bila penderita habis minum, tampak gerakan peristaltik melintasi garis tengah, dari kiri ke
kanan. Dengan foto abdomen polos, tampak adanya gambaran “Double buble” yaitu tidak
adanya gambaran udara di usus halus. Pengobatan definitif adalah operasi.5
e. Mekonium ileus
Sering terjadi pada bayi dengan penyakit kista fibrosis yang dasar penyakitnya adalah
perubahan pada jaringan pankreas, asini atropi dan inaktif, sehingga produksi enzim
pankreas sangat berkurang. Juga disertai perubahan pada kelenjer yang memproduksi lendir
dari saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Penyumbatan usus oleh mekonium
memberikan gejala mekonium tidak keluar lebih dari 24 jam, perut gembung dan muntah-
muntah yang makin lama makin sering dan makin kental sehingga bayi akan mengalami
dehidrasi. Pada pemeriksaan dengan Ba kontras menunjukkan gambaran kolon dibawah
sumbatan mengecil. Pengobatan yang dikerjakan pada dasarnya simptomatik dengan
pemberian enzim pankreas dan mengatasi masalah metabolik yang terjadi. Dapat dilakukan
irigasi usus dengan gastroprafin untuk melunakkan mekoneum yang kental. Bila
pengobatan tersebut gagal, maka dilakukan operasi.5

II.8 PENATALAKSANAAN

12 | P a g e
Penatalaksanaan GERD mencakup beberapa aspek, antara lain :
II.8.1 Perubahan posisi

Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada esofagus yang bisa
dikteahui melalui pemeriksaan PH, dibandingkan dengan posisi telungkup. Akan tetapi, posisi
telentang dan posisi lateral berhubungan dengan meningkatnya angka kejadian sindrom bayi
mati mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS). Oleh karena resiko tersebut, maka
posisi telentang atau lateral tidak terlalu direkomendasikan untuk bayi dengan GERD, tetapi
sebagian besar bayi usia dibawah 12 bulan lebih disarankan untuk ditidurkan dengan posisi
telungkup.1

Bayi dengan GERD berat harus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala lebih tinggi
(30o). Setelah menetek atau minum susu formula bayi digendong setinggi payudara ibu, dengan
muka menghadap dada ibu (seperti metoda kangguru, hanya baju tidak perlu dibuka). Hal ini
menyebabkan bayi tenang sehingga mengurangi refluks.5

Gambar 4. Modifikasi posisi pada bayi.18

Gambar 5. Posisi telungkup dengan kepala ditinggikan.14

13 | P a g e
Cara menyusui : 5
a. Bayi hanya menetek pada satu payudara sampai habis
b. Biarkan bayi terus menghisap (walaupun payudara telah kosong) sampai bayi
tertidur. Selama bayi mengisap payudara, gerakan mengisap lidah bayi merupakan
trigger terhadap kontraksi lambung, sehingga refluks tidak akan terjadi.
c. Hindari perlakuan yang kasar atau tergesa-gesa atau perlakuan yang tidak perlu.
d. Setelah menyusui, bayi jangan langsung ditidurkan. Bayi baru ditidurkan dengan
posisi kepala lebih tinggi dan miring ke sebelah kiri, paling cepat setengah jam
setelah menyusu atau minum susu formula.

Gambar 6. Posisi setelah menyusui pada bayi.15


e. Hindari paparan asap rokok dan konsumsi kopi pada ibu (caffein yang berlebihan
pada ibu mempengaruhi terjadinya GERD pada bayi).
f. Hindari pemakaian baju yang ketat.

Penambahan agen pengental seperti beras sereal pada susu formula tidak mengurangi
durasi pH < 4 (index refluks) yang terukur pada saat monitoring pH esofagus, tetapi bisa
menurunkan frekuensi dari kejadian regurgitasi. Studi dengan kombinasi pH/MII menunjukkan
bahwa tinggi refluks esofagus berkurang dengan pemberian susu formula yang lebih kental
meskipun dengan pemberian ini tidak akan mengurangi frekuensi dari refluks.1

14 | P a g e
Di Amerika serikat, beras sereal adalah agen pengental yang paling sering ditambahkan
pada susu formula. Susu formula yang dikentalkan dengan beras sereal menurunkan volume
regurgitasi tetapi bisa menyebabkan batuk selama pemberian. Susu formula yang dikentalkan
dengan sereal bila diberikan melalui botol dot maka lubang pada dot harus dilebarkan sehingga
susu yang dikentalkan tersebut bisa keluar dengan lancar. Intake energi yang berlebih adalah
masalah yang sering terjadi pada pemberian susu formula yang dikentalkan dengan sereal.
Pengentalan 20 kcal/ons susu formula dengan 1 sendok makan beras sereal untuk setiap ons nya
bisa meningkatkan densitas energi hingga 34 kcal/oz (1,1 kcal/mL). Pengentalan dengan 1
sendok makan per 2 ons susu formula meningkatkan densitas energi hingga 27 kcal/oz (0,95
kcal/mL).1

Gambar 7. Formula pengental makanan komersial16

II.8.2 Perubahan pola hidup pada anak dan dewasa


Pada anak yang lebih besar, tidak ada bukti yang
jelas tentang pengurangan konsumsi makanan-
makanan tertentu. Pada dewasa, obesitas, makan berlebih,
dan makan pada malam hari sebelum tidur berhubungan dengan timbulnya gejala GERD. Posisi
tidur telentang atau posisi tidur pada sisi kiri dan atau peninggian kepala tempat tidur, bisa
mengurangi gejala refluks.1

II.8.3 Terapi farmakologi


Agen farmakologi utama yang biasanya digunakan untuk mengatasi GERD pada anak
adalah agen buffering asam lambung, pertahanan mukosa, dan agen anti-sekretorik lambung.
Potensi efek samping dari penekanan sekresi asam lambung, termasuk peningkatan resiko
pneumonia community-acquired dan infeksi saluran pencernaan, perlu diimbangi dengan
manfaat terapi.1
Pada bayi yang didiagnosa GERD, diperlukan manajemen pengobatan yang tepat. Obat
penekan asam lambung berguna dalam mengobati esofagitis yang disebabkan oleh refluks asam,
bisa digunakan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan agen prokinetik. Antagonis
reseptor H2 (H2RAs; eg, ranitidine, cimetidine, famotidine, nizatidine) dan penghambat

15 | P a g e
pompa proton inhibitors (PPIs; eg, omeprazole, esomeprazole, lansoprazole) terbukti efektif
dalam penatalaksanaan GERD. Sejumlah studi telah mendemonstrasikan efektivitas dari H2RA
pada orang dewasa dengan reflux, dan 3 uji coba acak terkontrol pada anak menunjukkan bahwa
H2RA efektif dalam mengurangi gejala dan menyembuhkan esofagitis.17
Antagonis reseptor histamin H2 secara kompetitif menghambat aksi histamin pada
reseptor histamin H2 pada sel parietal lambung. Obat ini sangat selektif pada reseptor histamin
H2 dan memiliki sedikit atau tanpa efek pada reseptor histamin H1. Sel parietal memiliki
reseptor untuk histamin, asetilkolin, dan gastrin, yang semuanya dapat merangsang sekresi asam
hidroklorida ke dalam lumen gaster. Antagonis reseptor histamin H2 menghambat sekresi asam
yang dihasilkan oleh reseptor histamin, tapi tidak memiliki efek pada sekresi asam yang
dihasilkan oelh asetilkolin atau gastrin.5
Obat yang termasuk golongan ini adalah Cimetidin, Ranitidine, Famotidine, dan
Nizatidine. Antagonis reseptor histamin H2 dapat menurunkan penyerapan obat yang
memerlukan suasana asam (ketokonasol, itrakonasol). Simetidin menghambat enzim sitrokom
P-450 dan memiliki potensi untuk berinteraksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh
isoenzim ini (misalnya fenitoin, propanolol, teofilin, warfarin). 5
Ranitidin dan famotidin tampaknya sama efektifnya dengan simetidin dan nizatidin.
Suatu penelitian mengenai farmakokinetik dan farmakodinamik ranitidin (5mg/kg) pada bayi
berusia 6 minggu sampai 6 bulanyang menderita refluks gastroesofageal yang diberi ranitidin
dengan dosis 5 mg/kg BB, ternyata pH esofagus paralel dengan konsentrasi ranitidin dalam pH
dan pH dalam lambung tetap diatas 4 selama 9 jam setelah pemberian obat ini. Pada pasien
anak-anak berumur 6 bulan sampai 13 tahun dan mengalami esofagitis yang refrakter dengan
dosis normal ranitidin adalah 8 mg/kg/hari. Penggunaan ranitidin dosis tinggi (20 mg/kg/hari)
dapat mengurangi gejala dan memberikan penyembuhan.5
Inhibitor pompa proton terikat dengan hydrogen/potassium adenosine triphospatase,
suatu enzim yang berperan sebagai pompa proton pada sel parietal, karena itu dapat
menghambat pertukaran ion yang merupakan langkah akhir pada sekresi asam hidroklorida.
Obat ini menghambat sekresi asam tanpa memandang apakah distimulasi oleh histamine,
asetilkolin, atau gastrin. Untuk sekresi dari sel parietal inhibitor pompa proton memerlukan
aktivasi dalam lingkungan. Supaya makanan tidak dapat mempengaruhi absorpsi dan
konsentrasi puncak obat dalam plasma, obat ini paling baik diminum sekitar 30 menit sebelum
makan. Obat ini kurang efektif selama kondisi puasa saat kondisi asam lebih rendah.5

16 | P a g e
Inhibitor pompa proton dinonaktifkan oleh asam lambung. Oleh karena itu obat ini
diformulasi dengan enteric coating, sehingaa obat ini mampu melewati lambung dalam keadaan
utuh dan memasuki usus, dimana PH nya kurang asam dan obat diserap. Inhibitor pompa proton
memiliki elimanis waktu paruh yang pendek namun durasi aksi yang panjang karena ikatan
dengan pompa proton irreversibel dan penghentian aktifitas farmakologi memerlukan sintesis
enzim yang baru. Inhibitor pompa proton tidak mempengaruhi motilitas lambung atau sekresi
enzim lambung yang lainnya.5
Inhibitor pompa proton dapat berinteraksi dengan obat yang memerlukan lingkungan
asam untuk penyerapan (misalnya ketokonazol, itrakonazol). Inhibitor pompa proton
dimetabolisme oleh sitokrom P-450 2C19 dan 3A4 secara bervariasi dan dapat berinteraksi
dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini. 5
Omeprasol dan lansoprasol golongan inhibitor pompa proton telah diijinkan
penggunaanya oleh FDA pada pasien anak. Keduanya tersedia dalam bentuk kapsul yang
mengandung granula salut enteric. Lansoprasol juga tersedia dalam bentuk granual untuk
penggunaanya dalam suspense oral dan secara oral dalam betuk talet yang mengandung
mikrogranula salut enteric. Oleh karena itu obat ini tidak boleh dikunyah, harus ditelan dalam
bentuk utuh karena akan menurunkan efektifitasnya. Esomeprasol (bentuk isomer S dari
omeprasol) tersedia sebagai kapsul yang mengandung enteric coated pellet , dan rabeprasol,
sedangkan pantoprasol tersedia dalam bentuk enteric coated tablets.5
Pantoprasol, rabeprasol, dan esomeprasol tidka dibenarkan penggunaanya oleh FDA
pada anak-anak. Saat ini percobaan klinis pada pasien anak-anak sedang dilaksanakan.5
Omeprasol dan lansoprasol sebaiknya diminum dengan sedikit jus buah yang agak asam
(jus apel, jeruk) atau yoghurt. Pada penelitian yang dilakukan pada pasien anak-anak yang
menderita esofagitis yang resisten terhadap antagonis reseptor histamin H2, omeprasol efektif
dalam memeperbaiki gejala dan menyembuhkan esofagitis. Pengobatan selama 8 minggu
dengan omeprasol 40 mg/hari/1,73 m2 luas permukaan tubuh atau ranitidin dosis tinggi (20
mg/kg/hari) mengurangi paparan asam pada esofagus dan mempercepat kesembuhan pada 25
orang bayi dan anak-anak yang berusia 6 bulan sampai 13 tahun dengan refluks esofagitis yang
berat. Dosis omeprasol yang diperlukan untuk menyembuhkan esofagitis kronik dan berat pada
pasien anak-anak adalah 0,7-3,5 mg/kg/hari).5
Inhibitor pompa proton lebih efektif daripada antagonis reseptor histamine H2 dalam
mengurangi sekresi asam, mengurangi gejala RGE, dan emnyembuhkan esofagitis. Inhibitor

17 | P a g e
pompa proton juga lebih efektif daripada antagonis reseptor histamine H2 dalam
mempertahankan remisi.5
Perbaikan gejala bergantung pada dosis, dosis yang lebih tinggi dikaitkan dengan
perbaikan gejala yang lebih cepat. Namun, studi mengenai lansoprazol juga menunjukkan
bahwa bayi yang lebih muda dari 10 minggu mempunyai farmakokinetik yang berbeda dan
memerlukan dosis yang lebih rendah dan efek samping yang mungkin lebih umum terjadi
dibanding pada bayi yang lebih muda dari 28 hari. Beberapa studi melaporkan bahwa PPI
adalah pengobatan yang efektif untuk esophagitis akibat refluks, tetapi belum ada studi yang
menunjukkan keunggulan H2RA dengan dosis yang tinggi.17
Agen Prokinetik meningkatkan gerakan peristaltik esofagus, mempercepat pengosongan
lambung, dan meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian distal. Cisapride efektif dalam
menurunkan refluks, namun obat tersebut telah ditarik dari pasaran karena efek toksik pada
jantung berpotensi menyebabkan kematian dan tersedia hanya dalam protokol penggunaan yang
terbatas. Metoclopramid adalah obat antidopaminergik dan kholinomimetik yang telah
digunakan. medis pengelolaan GERD.17
Cisaprid merupakan campuran agen seratonergic yang memfasilitasi pelepasan
asetilkolin pada sinaps dalam pleksus mienterikus sehingga meningkatkan pengosongan
lambung dan esofagus, serta gerakan peristaltik saluran cerna. Setelah diketahui bahwa
cisapride bisa menyebabkan pemanjangan inteval QT pada EKG, sehingga meningkatkan angka
kematian mendadak. Oleh karena itu obat ini penggunaanya terbatas pada program-program
yang diawasi oleh ahli gastroenterologi anak untuk percobaan klinis.1
Antasid menetralisir asam lambung, dan sodium alginate melindungi mukosa esophagus
dengan membentuk suatu gel pada permukaan. Sukralfat (suatu kompleks aluminium dari
sucrose sulfat) terikat pada dan melindungi mukosa esofagus. Efikasi obat ini pada anak-anak
yang mengalami refluks estrofageal belum diketahui dengan pasti. Obat ini tidak dibenarkan
penggunaan pada bayi dan aank oleh FDA dalam pengobatan RGE. Penggunaan antacid yang
mengandung aluminium dalam jangka panjang harus dihindari karena resiko toksisitas
aluminium. Obat ini dapat digunakan secara intermitten untuk meredakan gejala RGE pada anak
yang berumur lebih besar.5

18 | P a g e
Gambar 8. Algoritma tatalaksana pada bayi dengan muntah berulang dan berat badan
tidak bertambah7

Jika bayi yang sering muntah dengan berat badan tidak bertambah, maka penting untuk
melakukan evaluasi dignostik lebih lanjut. Pemeriksaan untuk menemukan penyebab muntah
(seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, bikarbonat, nitrogen urea, kreatinin, alanin
aminotransferase, amonia, glukosa, urinalisa, keton urin dan reduksi, dan skrining galaktosemia
dan penyakit “maple sugar urine”. Pemeriksaan anatomi saluran gastrointestinal atas juga

19 | P a g e
dianjurkan. Jika tidak ditemukan kelainan, tatalaksana termasuk terapi medis, rawat inap dan
biopsi endoskopi.
Rawat inap untuk observasi interaksi orangtua-anak dan mengoptimalkan tatalaksana.
Biopsi endoskopi bermanfaat untuk menemukan adanya esofagitis dan untuk menyingkirkan
penyebab lain yang menimbulkan muntah dan tidak bertambahnya berat badan. Untuk
meningkatkan asupan kalori pada bayi dilakukan dengan meningkatkan densitas formula, dan
penggunaan tube nasogastrik atau transpilorik. Terapi bedah jarang dilakukan. Follow-up
diperlukan untuk memastikan penambahan berat badan yang adekuat.7

20 | P a g e
Gambar 9. Algoritma tatalaksana pada anak atau dewasa dengan Heartburn kronis7

21 | P a g e
Pada anak yang lebih besar dan dewasa, gambaran klinis dan lokalisasi dari nyeri
esofagus lebih kurang sama, tapi pada anak yang lebih kecil gambaran klinis dan lokasi nyeri
mungkin atipik. Regurgitasi dari asam lambung ke mulut bisa terjadi. Intervesnsi awal dari
perubahan pola hidup, menghindari faktor pencetus, ditambah penggunaan terapi farmakologi
selama 2-4 minggu dengan H2RA atau PPI direkomendasikan. Jika tidak ada perbaikan, maka
selanjutnya anak bisa ditangani oleh ahli gastroenterologi untuk biopsi dengan endoskopi
saluran cerna atas. Jika terjadi perbaikan, terapi bisa dilanjutkan hingga 2-3 bulan, jika gejala
berulang ketika terapi dihentikan, sebaiknya dilakukan endoskopi untuk mengetahui tingkat
keparahan dari esofagitis.7

Gambar 10. Tatalaksana selanjutnya pada anak atau dewasa dengan esofagitis7

22 | P a g e
Para ahli menyarankan bahwa pada bayi dan anak dengan esofagitis,efektivitas terapi
bisa dipantau dengan melihat perbaikan gejala, kecuali untuk pasien dengan esofagitis erosif,
endoskopi berulang dianjurkan untuk memastikan penyembuhan. Jika pasien tidak berespon
terhadap terapi, terdapat 2 kemungkinan yang bisa menjelaskan hal tersebut: diagnosis tidak
benar atau penatalaksanaan yang inadekuat. Kemungkinan adanya diagnosa lain, seperti
esofagitis eosinofilik harus dipertimbangkan.7
Jika manifestasi klinis dan histopatologi berhubungan dengan diagnosa refluks
esofagitis, maka sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap kemanjuran terapi. Monitoring pH
esofagus pada saat pasien menjalani terapi bisa menginformasikan apakah diperlukan
penggunaan obat untuk menurunkan sekresi asam lambung. Jika diagnosa tidak jelas,
monitoring pH esofagus pada saat pasien tidak menerima terapi mungkin berguna karena
berdasarkan hasil studi esofagitis biasanya berkaitan dengan GER.7

II.8.4 Terapi Bedah


Operasi antirefluks harus dipertimbangkan bila terapi medis gagal, misalnya, gejala terus
berlanjut atau timbul komplikasi GERD. Pembedahan biasanya diindikasikan untuk pasien
dengan refluks yang berlanjut dan komplikasi esophagitis meskipun sudah diberi terapi medis.
Nissen fundoplication merupakan prosedur operasi yang paling umum dilakukan. Tindakan
yang dilakukan berupa pembungkusan fundus lambung 3600 sekitar esofagus distal.17
Alternatif dari nissen fundoplication adalah prosedur Thal (fundoplication 180°
anterior), prosedur Toupet (fundoplication 2700 posterior), prosedur Boix-Ochoa (pemulihan
esofagus intra-abdomen), dan Watson fundoplication (fundoplication 1200 anterior ).
Perbandingan antara berbagai operasi ini telah menunjukkan tingkat setara dengan komplikasi,
revisi, dan kepuasan jangka panjang. Prosedur Nissen dan prosedur
terkait lainnya dapat dilakukan secara laparoskopi. Fundoplication laparoskopik telah diteliti
dengan baik dan telah disetarakan dengan prosedur terbuka pada dewasa.17
Laparosopic Nissen Fundoplication (LNF) secara umum telah menggantikan prosedur
nissen fundoplication yang dilakukan secara terbuka (ONF), ini dikarenakan LNF menurunkan
angka kesakitan, memperpendek waktu perawatan di rumah sakit, dan kemungkinan komplikasi
pasca operasi yang lebih sedikit. 1
Nissen fundoplication telah secara luas dilakukan sebagi terapi bedah untuk kasus
GERD, namun prosedur ini berhubungan dengan tingginya angka kejadian disfagia pasca

23 | P a g e
operasi dan angka kejadian rekuren yang tinggi pada anak dengan disability. Oleh karena itu,
prosedur Thal fundoplication pada kemudian mulai dipopulerkan dan digunakan oleh banyak
ahli bedah hingga saat ini. 18

Gambar 11. Prosedur nissen fundoplication23

24 | P a g e
Gambar 12. Prosedur Thal Fundoplication.19

25 | P a g e
Gambar 13. A. Nissen fundoplication B. Thal fudoplication C. Toupet fundoplication20

26 | P a g e
II.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain :
a. Esofagitis dan sekuelenya – striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma
Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan, nyeri pada dada
atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi hematemesis, anemia, atau
sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan dan parah dapat menyebabkan
pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang menhasilkan
disfagia, dan membutuhkan dilatasi esophagus yang berulang dan fundoplikasi. Esofagitis
yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari epitel skuamosa
yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor untuk terjadinya adenocarcinoma
esophagus.4
b. Nutrisi
Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh karena
deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau nasoyeyunal atau
perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui parenteral terkadang dibutuhkan
untuk mengatasi deficit tersebut.4
c. Extra esophagus
GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung terhadap refluks dari
isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau mikroaspirasi). Seringnya, terjadi
interaksi antara GERD dan penyakit primer saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran
setan yang semakin memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih
intens (biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan).4

27 | P a g e
II.10 Prognosis16
Sebagian besar pasien dengan GERD akan membaik dengan pengobatan, walaupun
relaps mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi medis yang lebih lama.
Identifikasi subgrup pasien yang kemungkinan besar berkembang mengalami
komplikasi GERD dan penting untuk dilakukan perawatan secara agresif. Pada pasien ini
kemungkinan besar diindikasikan untuk mendapatkan terapi pembedahan pada staium awal.
Setelah laparoskopi Nissen fundoplication, gejala teratasi pada 92% pasien.
Kebanyakan kasus GER pada bayi dan balita adalah benigna dan berespon terhadap
terapi non farmakologi. 80% gejala berkurang pada umur 18 bulan. Beberapa pasien
memerlukan terapi menurunkan asam lambung dan hanya sekelompok kecil yang memerlukan
tindakan pembedahan karena gejala GER setelah usia 18 tahun menunjukkan gejala yang
kronik.Resiko jangka panjang juga meningkat. Untuk pasien yang mengalami GER secara
persisten periode akhir usia anak selalunya memerlukan terapi agen anti sekretori.
Apabila kasus GERD ini disertai komplikasi (seperti striktur, aspirasi, penyakit saluran
nafas, Barrett esophagus), biasanya memerlukan terapi pembedahan. Prognosis untuk
pembedahan biasanya baik. Meskipun begitu, mortaliti dan morbiditi adalah tinggi pada pasien
pembedahan dengan masalah medis yang kompleks.
Data jangka panjang pada anak sangat jarang, namun kesuksesan terhadap pembedahan
antirefluks pada umumnya akan menjadi baik. Pada lebih dari 1000 laparoskopi Nissen
fundoplication lebih dari 10 tahun pada bayi dan anak menunjukkan hasil yang baik, dengan 4%
angka kegagalan.
Sebagian kecil laporan objektif setelah operasi mempertanyakan manfaat dari
pembedahan. Sebuah studi menemukan manfaat dari pembedahan yang berhubungan dengan
refluks pada anak usia 1-4 tahun, namun efek ini tidak tercatat pada anak yang lebih tua.
Kenyataannya, studi ini menujukkan bahwa pada anak yang lebih tua dengan pengalaman gagal
berkembang meningkatkan angka rawat inap yang berhubungan dengan refluks setelah
pembedahan.
Pemeriksaan pH dalam 24 jam biasanya digunakan untuk mengevaluasi secara objektif
hasil dari pembedahan antirefluks. Sebuah pemeriksaan prospektif dari 53 pasien pediatri yang
diterapi dengan laparoskopi Thal fundoplication ditemukan bahwa 25 % terdapat refluks
patologi pada follow-up, namun 90 % pasien dilaporkan bebas dari gejala.
Kedua manajemen pembedahan dan terapi obat cenderung untuk mendapatkan angka
kegagalan yang tinggi pada anak dengan kelainan neurologi. Kebanyakan dari pasien tersebut

28 | P a g e
memiliki kemungkinan yang serius terhadap morbiditas dan harapan hidup yang pendek.
Sebuah studi pada 46 bayi yang diperiksa 5 tahun setelah Nissenfundoplication ditemukan
bahwa 24% meninggal setelah gangguan medis lainnya. Yang lainnya, 74% tidak terdapat gejala
berulang, 12% membutuhkan operasi atau fundoplication berulang, dan 45% mengalami
komplikasi setelah operasi. Laporan lainnya dari 109 anak yang menjalani prosedur Nissen or
Boix-Ochoa antirefluks, setelah follow-up selama 10 tahun, ditemukan refluks rekuren pada
20% pasien.16

29 | P a g e
KESIMPULAN

1. Gastroesofageal reflux (GER) adalah suatu keadaan, dimana terjadi disfungsi sfingter
esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi lambung ke dalam esofagus.
2. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah gejala-gejala atau kerusakan jaringan yang
terjadi sekunder akibat refluks isi lambung
3. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik tidak banyak yang khas. Namun terdapat beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis.
4. Pilihan terapi GERD termasuk perubahan gaya hidup (misalnya, modifikasi diet, posisi
tubuh yang benar selama dan setelah makan), terapi farmakologi, dan operasi antirefluks

30 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. Journal of


Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol. 49, No. 4, October 2009
2. Sunoto. Esofagus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Editor : AH Markum ;
Ismail S, Alatas H, et al. Jakarta : FKUI, 2002
3. Ruigómez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L. Gastroesophageal
reflux disease in children and adolescents in primary care. Scandinavian Journal Of
Gastroenterology. 2010
4. Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The Esophagus. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of pediatrics.edisi ke-17.
Philadelphia : Sounders ; 2004
5. Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007
6. Jayant Deodhar, MD: Pediatric Esophagitis.
http://emedicine.medscape.com/article/928891-overview#showall.
7. North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition. Pediatric GE
Reflux Clinical Practice Guideline. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition,
Vol. 32, Supplement 2, 2001; 1-31.
8. Rusdi I. Gangguan Ingesti, Anoreksia, Disfagia, dan Regurgitasi. Gastroenterologi Anak
Praktis. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta 1988
9. Schwarz, SM. Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/930029-clinical#showall
10. Salvatore S. 2005. Gastroesophageal Reflux Disease in Infants: How Much is
Predictable with Questionnaires, pH-metry, Endoscopy and Histology: Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition
11. Jay W. Marks, MD. Esophageal pH monitoring (Esophageal pH test).
http://www.medicinenet.com/esophageal_ph_monitoring/article.htm
12. Jay W. Marks, MD. Hiatal Hernia.
http://www.medicinenet.com/hiatal_hernia/article.htm
13. Mount Nittany Medical Center. 2011. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) in
Infant. http://www.mountnittany.org/wellness-library/healthsheets
14. Pollywog Baby. Practical Solutions for Infant Reflux and Colic.
http://www.pollywogbaby.com/refluxandcolic/babyproducts.html

31 | P a g e
15. Pulse Pharmacy Richmond. Karicare Food Thickener.
http://www.pulsepharmacy.com.au/Product/Karicare-Food-Thickener-380g.aspx
16. Jaksic T. Pediatric Gastroesophageal Reflux Surgery Treatment and Management. 2010.
http://emedicine.medscape.com/article/936596-treatment#a1132
17. Rainer Kubiak, James Andrews, Hugh W. Grant. Laparoscopic Nissen Fundoplication
Versus Thal Fundoplication in Children: Comparison of Short-Term Outcomes. Journal
of Laparoendoscopic & Advanced Surgical Techniques. September 2010.
http://www.liebertonline.com/doi/abs/10.1089/lap.2010.0218
18. Nissen Fundoplication Procedure. http://connect.in.com/hiatal-hernia/photos-9752w-
a94e8d87395b04a0.htm
19. Georgeson,Steven S. Rothenberg. 2008. Endoscopic Surgery in Infants and Children.
http://books.google.co.id/
20. Elsevier. 2010. Three Tipes of Fundoplication.
http://www.elsevierimages.com/image/24633.htm

32 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai