Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Strabismus, ambliopia, lazy eye, cross eyed dan wall eyed adalah
istilah-istilah untuk masalah dasar mata yang sama; masalah dengan
konvergensi mata. Ini adalah masalah perkembangan dimana informasi
yang dibawa dalam kedua mata tidak benar terintegrasi dan diproses di
otak. Otak akhirnya mengabaikan masukan dari salah satu mata dan lebih
memilih masukan dari mata lainnya. Kadang-kadang otak akan menukar
mata dan mengganti berselang-seling mata yang digunakan untuk masukan
informasi.
Agar terjadi penglihatan binocular normal, diperlukan syarat utama, yaitu bayangan jatuh
pada kedua fovea sebanding dengan ketajaman maupun ukuran, posisi kedua mata dalam
setiap arah gerakan sedemikianrupa, susunan syaraf pusat dan syaraf kranialis yang normal.
Kelainan salah satu dari ketiga hal tersebut mengakibatkan strabismus. Strabismus
merupakan kelainan posisi bola mata dapat terjadi pada satu atau semua arah dan jarak
penglihatan.

1.2. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai sarana untuk
mempelajari lebih dalam mengenai kelainan gerak bola mata, khususnya
strabismus, berdasarkan teori, guna memahami cara mengidentifikasi,
mengobati, dan mencegah serta penatalaksanaan strabismus. Sehingga
diharapkan dapat mengoptimilisasi kemampuan dan pelayanan dalam
merawat pasien yang menderita strabismus.

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Umum Dr.Moh.Saleh Probolinggo dan meningkatkan pemahaman
mahasiswa mengenai strabismus.

BAB II
ISI

2.1 Definisi
Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan
abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak
paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.

2.2Epidemiologi
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3% remaja
dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang sama.
Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua
orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,
beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat
keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.

2.3 Etiologi
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik disebabkan
oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis, palpebra, Parut Kornea Katarak Kongenital Cacat
Sentral akibat kerusakan otak. Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan Strabismus non
paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan abnormal mata
yang menimbulkan strabismus paralitik
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang
lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus. Ambliopia (berkurangnya ketajaman
penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan kortikal dari
bayangan mata yang menyimpang.

2.3 Klasifikasi Strabismus


Terdapat beberapa jenis strabismus:
A.Strabismus horizontal
Esotropia : mata bergulir ke arah dalam
Eksotropia : mata bergulir ke arah luar
B.Strabismus vertikal:
.Hipertropia : mata bergulir ke arah atas
Hipotropia : mata bergulir ke arah bawah
Gambar 1 : Jenis Strabismus

Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :


●strabismus – paralitik (noncomitant) = incomitant
● nonparalitik = (comitant = concomitant)
●manifes = strabismus = heterotropia
●laten = heteroforia
●akomodatif
●non akomodatif
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak dapat
lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.

Beberapa jenis strabismus akan dijelaskan dibawah ini :


STRABISMUS PARALITIKA (NONCOMITANT, INCOMITANT)

Tanda-tanda :
1.Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi nyata
pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila penderita
diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa
menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya ringan
saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.

2.Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat
akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan
tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja.
Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh,
deviasinya tak tampak.
Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak tampak
esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.

Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup (mata
sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata kanan yang
sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar dari pada deviasi primer.

3. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
mata digerakkan kearah ini.

4. Ocular torticollis (head tilting)


Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang
miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya,
diplopianya terasa berkurang.

5. Proyeksi yang salah


Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat
ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat,
maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah
lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar
dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini
menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.

6. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat
diredakan dengan menutup mata yang sakit.

Diagnosa berdasarkan :
1. Keterbatasan gerak
2. Deviasi
3. Diplopia. (penglihatan ganda)

Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot yang
sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya diplopi
merupakan tanda yang penting.

Cara pemeriksaannya dengan tes diplopi.Dengan cara ini dapat diketahui:


1. Pada arah mana didapat diplopia
2. Apakah diplopianya bertambah kesatu arah
3. Mata mana yang menderita.

Dengan demikian dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah.
Caranya : Penderita disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa
menggerakkan kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara
maksimal. Diperhatikan apakah timbul diplopia pada salah satu arah.

Pengukuran derajat deviasinya dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox cross.

Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.obliqus superior
atau salah satu otot yang diurus oleh N.III. Dapat juga mengenai beberapa otot yang diurus
oleh N.III.

ESOTROPIA PARALITIKUS = ABDUSEN PALCY = NONCOMITANT ESOTROPIA


Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau peradangan
dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan
trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau persarafannya.

Tanda-tandanya :
gangguan pergerakan mata kearah luar
diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar
kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot yang
lumpuh
pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi, sehingga
tidak timbul diplopia
pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita mengeluh
ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek yang dilihatnya
jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian (corresponderend).

Pengobatan :
Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau dapat
dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit ditutup
untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup mata yang sehat
untuk menghilangkan diplopianya.

Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan, baru
dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau reseksi dari m.rektus medialis,
sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.
KELUMPUHAN DARI N.III (N. OKULOMOTORIUS)

Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan :

ptosis.
bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas, kenasal dan sedikit
kearah bawah.
mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah bahu pada sisi otot
yang lumpuh.
sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari 3 mm rekti yang dalam keadaan normal mendorong
mata kebelakang.
pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.
ada crossed diplopia.

Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :


M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m. sfingter pupil,
mm.siliaris. bila ini semua lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus superior yang
bekerja, karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan intorsi
(berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.
Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3 otot saja. Dapat disertai dengan
kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot, termasuk otot
iris dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat kelumpuhan dari
otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering terjadi. Kelumpuhan
yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut oftalmoplegia interna.

Hal ini sering dijumpai misalnya pada :


pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan pemeriksaan fundus atau refraksi
kontusio bulbi
akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.
Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi. Pada oftalmoplegia interna,
diobati menurut penyebabnya dan lokal diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau
akomodasinya tetap hilang, beri pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.

Penyebabnya :
Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Macam kelainan
dapat eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh darah yang
menyebabkan penekanan atau peradangan pada saraf. Jarang-jarang disebabkan peradangan
atau degenerasi primer. Pada umumnya disebabkan oleh lues yang dapat menyebabkan tabes,
ensefalitis. Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol), diabetes mellitus, penyakit-
penyakit sinus, trauma, sebagai penyebab yang lainnya. Terjadinya bisa sekonyong-konyong
ataupun perlahan-lahan, tetapi perjalanan penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering
terjadi. Kalau telah terjadi lama, prognosis tidak menguntungkan lagi, karena kemungkinan
terjadinya atrofi dari otot-otot yang lumpuh dan kontraksi dari otot lawannya.

Pengobatan :
Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit ditutup. Ada pula yang menutup mata yang
sehat.

Kalau setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan operasi reseksi dari otot
yang lumpuh disertai resesi dari otot lawannya. Supaya tidak terjadi atrofi dari otot yang
lumpuh. Hasil dari operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis mungkin
dapat memuaskan.

Kelumpuhan m.rektus medialis :


Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, cross diplopi. Kelainan ini
bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot yang
sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior :


Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi vertikal dan
crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang sehat.
Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior :


Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran, crossed, yang
bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih
rendah.

Kelumpuhan m.obliqus superior :

Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus yang vertikal,
diplopia campuran, terutama vertikal dan homonim yang bertambah hebat bila mata
digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih rendah.

Kelumpuhan m.obliqus inferior :

Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal, diplopia
campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah temporal atas.
Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.

II. STRABISMUS NONPARALITIK


Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti gerak
mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi pada
mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye, sedang mata yang
berdeviasi disebut squinting eye.

Dibedakan strabismus nonparalitika – nonakomodatif – akomodatif – berhubungan


dengan kelainan refraksi.

STRABISMUS NONPARALITIK NONAKOMODATIF :

Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama
kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu penyebabnya tak ada
hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-otot.

Mungkin disebabkan oleh :


Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal
Gangguan keseimbangan gerak bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang bersifat
sentral, berupa kelainan kwantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan
persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola konvergensi dan
divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi yang tidak baik antara kekuatan
konvergensi dan divergensi. Untuk melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada
kontraksi yang sama dan serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang
sama dan simultan dari mata ke nasal. Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan,
overaction dari yang satu menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya.
Rangsangan sentral yang berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata
yang normal untuk penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens
untuk penglihatan dekat (konvergensi).

Dibedakan :
Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh normal, pada
penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.
Kelebihan divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat normal. pada penglihatan
jauh timbul strabismus divergens.
Kelemahan konvergensi : (convergence insufficiency) : pada penglihatan jauh normal, pada
penglihatan dekat timbul strabismus divergens.
Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat normal, pada
penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.
Kekurangan daya fusi : Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini
berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untukk penglihatan
binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu
secara kongenital atau terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka akan menyebabkan
strabismus. Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik.
Eksotropik dan esotropia sering merupakan keturunan autosomal dominan. Kadang-kadang
pada anak dengan esotropia, didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang hebat. Tidak
jarang strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga bila kelainan
refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki sebagian saja.

Tanda-tanda :
1. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan beban mental.
2. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
3. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.
4. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang berdeviasi.

Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex anopsia. Bila
deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka bayangan dimakula
yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat didaerah diluar makula pada mata
yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat abnormal retinal correspondence (binocular fals
projection). Pengukuran derajat deviasinya dilakukan dengan : tes Hisrchberg, tes Krimsky,
tes Maddox cross. Pemeriksaan kekuatan duksi untuk mengukur kekuatan otot.

Pengobatan :
1. Preoperatif
2. Operatif

Ad. 1. Preoperatif :

Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil fungsionil
yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis, disamping perbaikan
kosmetik.
Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada :
1. lamanya strabismus.
2. umur anak pada waktu diperiksa.
3. sikap orang tuanya.
4. kelainan refraksi.

Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau lebih pada
waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.

Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan:
1. Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).

Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi. Biasanya
ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu. Penutupan ini
mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi.
Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya
ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu
bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya setiap
hari dengan homatropin sehingga mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada
anak-anak yang lebih besar, dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau
penutupan jangan dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata
yang sehat ini.

2. Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun), harus
dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan binokuler yang baik.
Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak
berhasil, maka dilakukan operasi.

Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada
strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.
Prinsip operasinya :
reseksi dari otot yang terlalu kuat
reseksi dari otot yang terlalu lemah.

ESOTROPIA NONAKOMODATIVA,
Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah timbul pada
waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan tak
terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan
otot.

Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal, kelainan persarafan
supranuklear atau kelainan genetis.

Pengobatan :
Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan tindakan
operatif ;

a. resesi dari m.rektus medialis


b. reseksi dari m.rektus lateralis.
STRABISMUS NONPARALITIKA AKOMODATIVA :

Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan akomodasi, jadi
berhubungan dengan kelainan refraksi.

Dapat berupa :
strabismus konvergens (esotropia)
strabismus divergens (eksotropia).
Pemeriksaan yang dilakukan :

Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh


dari akomodasi.

Caranya :
Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari, tiga hari berturut-turut,
diperiksa pada hari keempat.
Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit, tiga kali berturut-turut,
diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.
Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross.

Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah
horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).

Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

STRABISMUS KONVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF (KONKOMITAN


AKOMODATIF)

Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini berhubungan
dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda,
antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat benda-
benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu
penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada
penglihatan jauh ataupun dekat.

Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop,


mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan dekat akomodasi
yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan
penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada anak dengan hipermetrop
ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat, disebabkan rangsangan
berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini bertambah sampai fiksasi
binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus
konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.

Pengobatan :
1. Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari hipermetropia totalis,
dan kacamata dipakai terus-menerus. Karena terdapat akomodasi yang berlebihan, juga dapat
diberikan kacamata untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk mengurangi
akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.
2. Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada mata yang
sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau penutupan mata
yang sehat. Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat perubahan,
sampai kelainan refraksinya tetap.
3. Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan koreksi untuk memperbaiki
pola sensorik dari retina, sehingga memperbesar kemungkinan untuk dapat melihat binokuler.
4. Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan deviasinya tidak
begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.
5. Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya, maka dilakukan operasi,
untuk meluruskan matanya.
6. Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki penglihatan binokuler.
Pada esotropia untuk jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus eksternus, (otot yang lemah).
Pada esotropi jarak dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot yang kuat). Untuk esotropi
yang hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi jauh dekat, dilakukan operasi kombinasi. 1

STRABISMUS DIVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF (EKSOTROPI


KONKOMITAN AKOMODATIF)

Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila satu
mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik, sehingga
rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.

Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja atau dewasa muda.
Lebih jarang terjadi.

Dapat dimulai dengan :

1. Kelebihan divergensi
2. Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miop hanya sedikit
atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi dan
timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya
normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila
penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya merupakan kelainan primer, mulai
tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi
melemah, sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat.

Pengobatan :

Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk memaksa mata itu
berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus.
Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi oklusi.
Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang memuaskan.
Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang pada
kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak dekat dilakukan
reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh dan dekat,
dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak begitu besar, dapat dicoba dulu
dengan kacamata prisma basis nasal.
Pada bayi dan anak kecil ada kecenderungan konvergensi yang berlebihan, yang dipengaruhi
oleh persarafan supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi menjadi lebih besar
dengan bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya untuk berfusi, seperti pada mata
yang buta atau mata dengan visus yang sangat menurun, maka mata ini akan berdeviasi
kenasal pada anak-anak sampai umur 6 tahun dan pada orang-orang yang lebih dari 6 tahun
usianya akan berdeviasi kearah temporal.

BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai