Anda di halaman 1dari 29

Referat

Mata Merah dengan Visus Turun

Oleh:

Temmy/11.2015.314

Pembimbing:

dr. Santi Anugrahsari, Sp.M, M.Sc

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Periode 9 Oktober 2017 – 11 November 2017

Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta


Pendahuluan

Keluhan mata merah merupakan keluhan yang sering ditemui yang timbul
akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi
merah. Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat
melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia
konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.1 Mata
terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan
melebar pada iritis dan glaucoma akut kongestif, pembuluh darah arteri perikornea
yang letak lebih dalam akan melebar. Sedangkan pada konjungtivitis pembuluh darah
superfisial yang melebar, maka bila diberi epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi
sehingga mata akan kembali putih.1

Anatomi Kornea

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan dan terdiri dari lima lapis yaitu epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descement dan endotel.1
 Epitel tebalnya 550 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosome dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.1
 Membran Bowman terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal
dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. 1
 Stroma menyusun 90% ketebalan kornea. Terdiri atas lamel yang
merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma. 1
 Membran Descement merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane
basalnya. Membran descement bersifat sangat elastic dan berkembang
terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm. 1
 Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 µm. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.1
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrane Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 1 Trauma atau
penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu
sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai
daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup
bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar, masuk kornea.1

Anatomi Uvea
Uvea terdiri atas iris, badan silier dan koroid yang secara anatomis tak terpisah-
pisah, namun untuk kepentingan klinis dipisahkan satu sama lain. Uvea merupakan
lembaran yang tersusun oleh pembuluh-pembuluh darah, serabut saraf, jaringan ikat,
otot dan bagian depannya (iris) berlubang yang disebut pupil.2
Iris
Iris berbentuk membran datar dan merupakan kelanjutan ke depan dari
badan silier. Iris berarti pelangi dan disebut demikian karena warna iris
berbeda-beda sesuai etnik (ras) manusia. Warna iris menentukan warna mata.
Iris terlihat sklerotik dan epitel kapilernya tidak berjendela (unfenestrated).
Apabila iris dipotong, tidak akan ada darah yang keluar dan juga tidak bisa
menyembuh.2 Di tengah iris terdapat pupil yang penting untuk mengatur jumlah
sinar yang masuk ke dalam mata. Secara normal, tepi pupil bersentuhan dengan
lensa, namun tak melekat dengan lensa. Pada iris terdapat dua macam otot yang
mengatur besarnya pupil, yaitu musculus dilatator pupillae (yang melebarkan
pupil) dan musculus sphincter pupillae (yang mengecilkan pupil).2 Garis tengah
pupil normal berkisar antara 3-4 mm. Secara normal pupil menyempit pada
cahaya terang dan melebar pada suasana redup atau gelap. Penyempitan pupil
juga dipengaruhi oleh impuls saraf, misalnya pada keadaan tidur pupil akan
mengecil karena turunnya tonus simpatis. Dalam pengaturan fokus, pupil akan
menyempit saat kita melihat dekat dan melebar saat melihat jauh.2

Badan Silier
Badan silier merupakan bagian uvea yang terletak di antara iris dan
koroid. Batas belakangnya adalah ora serrata. Badan silier banyak
mengandung pembuluh kapiler dan vena dan badan silier-lah yang
menghasilkan cairan aquous.2

Koroid
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luas dan terletak antara
retina dan sklera, terdiri atas anyaman pembuluh darah. Lapisan koroid dari luar
ke dalam berturut-turut adalah suprakoroid, pembuluh darah koriokapiler, dan
membran Bruch. Karena koroid banyak mengandung pembuluh darah dan
retina itu jernih, maka koroid dapat dilihat dengan oftalmoskop dan tampak
berwarna merah. Refleks fundus merah cemerlang berasal dari warna koroid.2

Anatomi Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.1 Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam
bola mata. Retina merupakan lapisan terdalam dari bola mata. Lapisannya transparan,
dan tebalnya kira-kira 1mm, dan metabolisme oksigennya sangat tinggi.2 Lapisan epitel
pigmen retina merupakan lapisan paling luar, terdiri dari satu lapis dan lebih melekat
erat pada koroid dibandingkan pada retina di sebelah dalamnya. Epitelnya berbentuk
kuboid dan mengandung pigmen melanin. Epitel pigmen retina berfungsi sebagai
sawar luar darah retina. Apabila terjadi infeksi, epitel pigmen retina berfugnsi sebagai
sawar agar kuman tidak menginfeksi bagian dalam bola mata. Epitel pigmen retina
melekat di membran basal yang dikenal juga sebagai membran Bruch.2
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina dan terdiri atas
lapisan:
 Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
 Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya.
 Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
 Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
 Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
 Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular. Merupakan tempat sinapsis
sel bipolar, sel amakrin dan sel ganglion.
 Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
 Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
 Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.1

Warna retina biasanya jinggam kadang pucat pada anemia dan iskemia, merah pada
hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada
retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari
koroid.1

Keratitis

Keratitis merupakan peradangan kornea. Radang kornea biasanya


diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan
interstisial atau profunda. Keratitis juga dibedakan menurut letak infiltrat, bentuknya,
adanya defek epitel, cara terjadi dan penyebabnya.1,2 Keratitis disebabkan oleh virus,
bakteri (pneumococci, streptococci, staphylococci), jamur dan protozoa.1 Keratitis
memberi gejala dan tanda-tanda berupa epifora, fotofobi, penglihatan kabur, mata
merah, kadang sakit, blefarospasme dan injeksi perikornea. Disebut injeksi perikornea
bila dalam pemeriksaan ditemukan pembuluh darah lurus radial ke arah limbus terlihat
jelas dan jika konjungtiva digerakkan pembuluh darah tersebut tidak ikut bergerak
karena pembuluh darah tersebut berasal dari pembuluh darah yang lebih profunda.2
injeksi perikornea harus dibedakan dari injeksi konjungtiva yang dalam pemeriksaan
tampak berwarna merah kehitaman, pembuluh darah berkelok-kelok di permukaan luar
dan jika konjungtiva digerakkan pembuluh darahnya ikut bergerak karena berasal dari
pembuluh darah superfisial. Anamnesis bernilai penting pada penyakit kornea.
Seringkali terungkap adanya riwayat trauma, adanya riwayat penyakit kornea juga
mempunyai makna. Perlu ditanyakan riwayat pemakaian kortikosteroid. Pemeriksaan
inspeksi dilakukan di bawah pencahayaan yang memadai. Pemulasan fluoresein dapat
memperjelas lesi epitel superfisial yang tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas. Jika
tidak tersedia slitlamp dapat digunakan kaca pembesar dengan pencahayaan yang
terang.3

Keratitis Pungtata

Keratitis yang terkumpul di daerah membrane Bowman, dengan infiltrat


berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata ini disebabkan oleh hal yang
tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, akne rosasea,
herpes simpleks, herpes zoster, blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes,
trauma.1 Keratitis pungtata biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa
terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut yang biasanya
terjadi pada dewasa muda.

1. Keratitis Pungtata Superfisial


Radang pada kornea berupa multiple, kecil, di permukaan kornea akibat
infeksi bakteri. Defisiensi vitamin B2, infeksi virus, trauma kimia dan sinar
ultra violet. Akan memberikan warna hijau bila diwarnai fluoresein. Pasien
akan mengeluh sakit, silau, mata merah, dan rasa kelilipan. Pasien diberi
air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan sikloplegik.1
2. Keratitis Pungtata Superfisial Thygeson
Keratitis Thygeson merupakan bentuk yang jarang terjadi, bentuk kelainan
bulat atau lonjong berwarna putih abu-abu yang biasanya merupakan
kelompok butir-butir yang terletak menonjol di tengah kornea.
Penyebabnya tidak diketahui dan diduga disebabkan oleh virus. Keluhan
ringan dengan fotofobia dan gangguan penglihatan. Pengobatan berupa air
mata buatan, kortikosteroid. Bersifat dapat kambuh dalam waktu yang
lama.1
3. Keratitis Pungtata Subepitel
Keratitis yang terkumpul di daerah membrane Bowman. Pada keratitis ini
biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala
kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut.1

Gambar 1. Keratitis Pungtata Superfisial Thygeson. Sumber:


http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/pages/ThygesonPK/index.
htm

Keratitis Bakterial

Lebih dari 90% peradangan kornea disebabkan oleh bakteri.4 Setiap


bakteri seperti Staphylococcus, Pseudomonas, Hemophilus, Streptococci dan
Enterobacteriae dapat mengakibatkan keratitis bakterial. Dengan faktor
predisposisi pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat tetes.1 Sebagian
besar bakteri tidak dapat melakukan penetrasi ke dalam kornea selama lapisan
epitel tetap intak. Hanya bakteri gonococci dan difteri yang dapat melakukan
penetrasi pada lapisan epitel kornea yang intak.4 Pada keratitis bakteri akan
terdapat keluhan kelopak mata lengket setiap bangun pagi. Pasien mengeluhkan
rasa sakit sedang sampai berat, fotofobia, mata berair, dan penglihatan yang
berkurang. Pengobatan dimulai dengan antibiotik topikal (seperti ofloxacin dan
polymyxin) dengan spektrum luas untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif
hingga diketahui patogen penyebab dan hasil uji resistensi keluar.1,4
Gambar 2. Antibiotik Topikal untuk Keratitis Bakterial.5

Keratitis Virus

Keratitis virus biasanya disebabkan oleh virus herpes simpleks,


varicella zoster, adenovirus.1,4

Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis herpes simpleks berada di antara penyebab paling


sering ulkus kornea dan merupakan penyebab kebutaan paling umum di
Amerika.1,3 Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan
rekurens. Perjalanan klinis keratitis dapat berlangsung lama karena
stroma kornea yang avaskuler menghambat migrasi limfosti dan
makrofag kelokasi lesi. Infeksi okular virus Herpes Simpleks (HSV)
pada pejamu imunokompeten biasanya sembuh sendiri. Pada pejamu
yang lemah imun termasuk pasien yang mendapat terapi kortikosteroid
topikal, perjalanannya dapat kronik dan merusak. Penyakit stroma dan
endotel tadinya diduga hanyalah sebagai respon imunologik terhadap
partikel viru atau perubahan selular akibat virus. Namun sekarang,
makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat
timbul di dalam stroma dan mungkin juga dalam sel-sel endotel, selain
di jaringan-jaringan lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel
trabekula.3 Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons
peradangan yang merusak, tetapi memberi peluang terjadinya replikasi
virus. Jadi, setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal, harus
ditambahkan obat antiviral. Studi serologik menunjukkan bahwa
hampir semua orang dewasa pernah terpajan virus ini walaupun tidak
sampai menimbulkan gejala. Sesudah infeksi primer, virus ini menetap
secara laten di ganglion trigeminum. Serangan keratitis herpes simpleks
jenis rekurens yang umum dipicu oleh demam, pajanan berlebihan
terhadap sinar ultraviolet, trauma, awal menstruasi, atau sumber
imunosupresi lokal atau sistemik lainnya.3,4

Gejala pertama infeksi HSV biasanya adalah iritasi, fotofobia,


dan mata berair. Bila kornea bagian sentral terkena, juga terjadi
gangguan penglihatan. Karena anestesi kornea umumnya timbul pada
awal infeksi gejalanya mungkin minimal dan pasien tidak datang
berobat. Lesi paling khas adalah ulkus dendritik, ini terjadi pada epitel
kornea, memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur, dan
memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya. Pemulasan dengan
fluoresein membuat dendrit mudah terlihat tetapi keratitis herpes juga
dapat menyerupai infeksi kornea lain sehingga harus dimasukkan dalam
diagnosis differensial pada banyak lesi kornea.3 Keratitis disiformis
adalah bentuk penyakit stroma yang paling umum pada infeksi HSV.
Edema stroma di daerah sentral yang berbentuk cakram, tanpa infiltrasi
berarti dan biasanya tanpa vaskularisasi. Edemanya mungkin cukup
untuk menghasilkan lipatan-lipatan di membrane Descemet.
Pathogenesis keratitis disiformis umumnya dipandang sebagai suatu
reaksi imunologik terhadap antigen virus dalam stroma atau endotel,
tetapi penyakit virus aktif tidak dapat disingkirkan. Edema adalah tanda
yang paling menonjol dan penyembuhan dapat terjadi sendiri dengan
parut.3 Terapi keratitis HSV bertujuan menghentikan replikasi virus di
dalam kornea, sambal mengurangi efek merusak respon radang. Cara
efektif untuk mengobati keratitis dendritik adalah dengan debridement
epitel. Obat sikloplegik seperti homatropin 5% diteteskan ke dalam
saccus konjungtivalis kemudian di balut tekan. Pasien diperiksa setiap
hari dan diganti balutannya sampai defek korneanya sembuh, umumnya
dalam 72 jam.3

Agen antiviral topikal yang dipakai adalah idoxuridine,


trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Untuk penyakit stromal,
trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif dibandingkan yang lain.
Acyclovir oral bermanfaat untuk pengobatan penyakit herpes mata
berat, khususnya pada individu atopic yang rentan terhadap penyakit
herpes mata dan kulit. Dosis untuk penyakit aktif adalah 400 mg lima
kali per hari pada pasien imunokompeten dan 800 mg lima kali per hari
pada pasien atopic atau imun lemah.1,3 Dosis profilakis penyakit
rekurens adalah 400 mg dua kali per hari. Penggunaan kortikosteroid
topikal tidak diperlukan, dikarenakan umumnya pasien memerlukan
pemakaian lagi untuk mengendalikan episode keratitis berikutnya
dengan kemungkinan replikasi virus yang tidak terkendali dan efek
samping lain berupa superinfeksi bakteri dan jamur, glaucoma dan
katarak. Kortikosteroid juga mempermudah penipisan kornea.
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk merehabilitasi
penglihatan pasien dengan parut kornea berat. Tindakan ini dilakukan
setelah penyakit herpesnya nonaktif. Juga perlu dilakukan pengendalian
mekanisme pemicu yang mereaktivasi infeksi HSV dengan
menghindari pemicu.3
Gambar 3. Ulkus Dendritik dengan Pewarnaan Fluoresein. Sumber:
http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/pages/HSV-keratitis/index.htm

Keratitis Herpes Zoster

Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk,


primer (varicella) dan rekurens (herpes zoster). Pada varicella jarang
terjadi manifestasi di mata. Berbeda dari lesi kornea varicella yang
jarangm zoster oftalmik relatif banyak dijumpai. Kerapkali disertai
keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan status kekebalan
pasien. Meskipun keratouveitis zoster tergolong penyakit jinak pada
anak, penyakit ini tergolong berat pada pasien dewasa kadang berakibat
kebutaan.3,4 Berlanjut dari ganglion trigeminus, virus mereinfeksi regio
yang mendapat suplai dari nervus trigeminus. Mata terinfeksi hanya jika
nervus oftalmika terkena. Pada kasus ini, nervus nasociliary yang
mensuplai bagian dalam mata juga dapat terkena.4 Keratitis VZV
mengenai stroma dan uvea anterior sejak awal terjadinya. Lesi epitelnya
amorf dan bebercak, sesekali terdapat pseudodendrit linear yang agak
mirip dendrit sejati pada keratitis HSV. Kekeruhan stroma disebabkan
oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya hanya
subepitelial. Keadaan ini dapat diikuti penyakit stroma dalam, disertai
nekrosis dan vaskularisasi. Kadang-kadang timbul keratitis disiformis
dan menyerupai keratitis disiformis HSV.3 Kehilangan sensasi kornea
dengan risiko terjadinya keratitis neurotropik selalu merupakan ciri
yang mencolok dan sering menetap berbulan-bulan setelah lesi kornea
tampak sudah sembuh. Uveitis yang timbul cenderung menetap selama
beberapa minggu sampai bulan tapi akhirnya sembuh. Skleritis
(sklerokeratitis) dapat menjadi masalah berat pada penyakit VZV mata.
Obat antiviral intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk
mengobati herpes zoster oftalmik khususnya pada pasien yang
kekebalannya terganggu. Dosis oral acyclovir adalah 800 mg lima kali
sehari selama 10-14 hari; valacyclovir 1 g tiga kali sehari selama 7-10
hari; famciclovir 500 mg per 8 jam selamam 7-10 hari. Terapi
hendaknya dimulai 72 jam setelah timbulnya kemerahan.
Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengobati keratitis
berat, uveitis, dan glaukoma sekunder.3

Keratitis Adenovirus

Keratitis umumnya mneyertai seluruh jenis konjungtivitis


adenovirus yang mencapai puncaknya 5-7 hari sesudah mulainya
konjungtivitis. Keratitis ini merupakan keratitis epithelial halus yang
paling jelas terlihat dengan slitlamp setelah ditetes dengan fluoresein.
Lesi-lesi kecilnya mungkin akan mengelompok, membentuk lesi yang
besar.3 Pada keratokonjungtivitis epidemika yang disebabkan oleh
adenovirus tipe8 dan 19, lesi subepitelnya bulat-bulat dan terlihat jelas.
Lesi muncul 8-15 hari setelah konjungtivitis dan dapat berlangsung
bulanan atau bahkan tahunan. Lesi serupa sangat jarang ditemukan pada
infeksi adenovirus lain, tetapi cenderung hanya sementara dan ringan
paling lama berlangsung hingga beberapa minggu. Meskipun kekeruhan
kornea pada keratokonjungtivitis adenovirus cenderung mereda dengan
pemakaian kortikosteroid topikal, kortikosteroid dapat memperpanjang
penyakit kornea sehingga tidak dianjurkan.3

Keratitis Jamur

Ulkus kornea jamur yang pernah banyak dijumpai pada pekerja


pertanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan sejak
mulai dipakainya kortikosteroid.1,3 Keratitis jamur lebih jarang dibandingkan
keratitis bakterial. Dimulai dengan suatu trauma pada kornea oleh ranting
pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan.1,4 Kebanyakan jamur penyebab
adalah Aspergilus dan Candida. Jamur lain yang juga menyebabkan Fusarium,
Filamentous, yeast. Sulit membedakan ciri khas jamur ini. Ulkus jamur tersebut
indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata
pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
menginfiltrasi tempat-tempat yang juah dari daerah ulserasi utama). Di bawah
lesi utama dan juga lesi satelit sering terdapat plak endotel disertai reaksi bilik
mata depan yang hebat.3 Pasien akan mengeluh sakit mata hebat, berair,
penglihatan menurun dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrat kelabu disertai
hipopion, peradangan, ulserasi superfisial dan satelit bila terletak di dalam
stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan plak tampak
bercabang-cabang, gambaran satelit pada kornea dan lipatan Descemet.
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik adanya hifa. Pasien
diberikan pengobatan natamisin 5% (keratitis jamu filamentosa, fusarium
spesies), amphoterisin B 0,15% - 0,40% (keratitis yeast, aspergilus spesies).1,4
Pengobatan sistemik diberikan ketoconazole (200-600 mg/hari) dan
sikloplegik. Bila disertai peningkatan tekanan intraokular diberikan obat oral
anti glaucoma. Keratoplasti diberikan jika tidak ada perbaikan. Penyulit yang
dapat terjadi adalah endoftalmitis.1
Gambar 4. Keratitis Jamur. Sumber:
http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/pages/Fungal-
keratitis/index.htm

Keratitis Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat di dalam air


tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak kunak,
termasuk lensa hydrogel silicon, atau lensa kontak rigid yang dipakai
semalaman, untuk memperbaiki kelainan refraksi. Infeksi ini juga ditemukan
pada individu bukan pemakai lensa kontak setelah terpapar air atau tanah yang
tercemar.3 Keratitis acanthamoeba adalah tipe keratitis yang jarang.4 Gejala
awal adalah rasa nyeri yang tidak sebanding dengan temuan klinisnya,
kemerahan, lakrimasi dan fotofobia.3,4 Tanda yang khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma dan infiltrat perineural, tetapi seringkali hanya
ditemukan perubahan-perubahan yang terbatas pada epitel kornea. Diagnosis
ditegakkan dengan biakan di atas media khusus (agar nonnutrien yang dilapis
E.coli). diagnosis banding meliputi keratitis herpes yang paling sering
membingungkan, keratitis jamur, keratitis mikobakterial, dan infeksi Nocardia
di kornea. Debridement epitel bisa bermanfaat pada tahap awal penyakit. Terapi
dengan obat umumnya dimulai dengan isethionate propamidine topikal (larutan
1%) secara intensif dan salah satu dari polyhexamethylene biguanide (larutan
0,01%-0,02%) dan tetes mata neomycin Forte.3 Kortikosteroid topikal mungkin
diperlukan untuk mengendalikan proses radang. Keratoplasti mungkin
diperlukan pada penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan progresivitas
infeksi, atau untuk memulihkan penglihatan setelah penyakit mengalami
resolusi dan terbentuk parut. Begitu organisme ini mencapai sklera, terapi obat
dan bedah biasanya tidak berguna lagi.3

Keratitis Pajanan

Keratitis pajanan dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang
tidak cukup dibasahi dan dilindungi oleh palpebra.3 Contohnya antara lain
eksoftalmos, ektropion, lagoftalmos, hilangnya sebagian palpebra akibat
trauma, dan ketidakmampuan palpebra menutup dengan baik seperti pada
Bell’s palsy.1,3,4 Dua faktor penyebabnya adalah pengeringan kornea dan
pajanan terhadap trauma minor. Kornea yang terbuka mudah mongering selama
waktu tidur. Ulkus yang mungkin timbul, umumnya terjadi setelah trauma
minor dan di sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis ini bersifat steril tetapi
bisa mengalami infeksi sekunder.3 Pengobatan dengan mengatasi kausa dan
pemberian air mata buatan. Watch glass bandage juga dapat diberikan untuk
menciptakan ruang kedap udara dan mencegah pengeringan mata.4

Keratitis Neuroparalitik

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf


trigeminus sehingga terjadi kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai
kekeringan kornea.1,3 Disfungsi/gangguan nervus trigeminus dapat terjadi
akibat trauma, tumor fosa posterior cranium, peradangan, herpes zoster,
sehingga menimbulkan anestesi kornea disertai hilangnya refleks kedip (salah
satu mekanisme pertahanan kornea). Pada tahap awal, terdapat edema epitel
bebercak difus. Kemudian terdapat daerah-daerah tanpa epitel (ulkus
neurotropik), yang dapat meluas mencakup sebagian besar kornea. Dengan
hilangnya sensasi kornea, keratitis berat sekalipun tidak banyak menimbulkan
gangguan bagi pasien.3 Pasien akan mengeluh tajam penglihatan menurun, silau
dan tidak nyeri. Mata akan memberikan gejala jarang berkedip karena
hilangnya refleks mengedip, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat
dan vesikel pada kornea. Dapat terlihat terbentuknya deskuamasi epitel seluruh
permukaan kornea yang dimulai pada bagian tengah dan meninggalkan sedikit
lapisan epitel di dekat limbus.1 Pada keadaan ini diberikan pengobatan dengan
air mata buatan untuk menjaga kornea tetap basah, sedangkan untuk mencegah
infeksi sekunder berupa pengobatan keratitis.1,4 Cara yang paling efektif adalah
menutup mata dengan plester horizontal dengan tarsorafi.3

Tukak (Ulkus) Kornea

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer.1,6 Ulkus
kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi. Infeksi
pada kornea perifer biasanya oleh kuman stafilokok aureous, h.influenza, dan
m.lacunata.1,5 Selain radang dan infeksi, penyebab lain ulkus kornea ialah defisiensi
vitamin A, lagoftalmos akibat parese saraf ke VIII, lesi saraf ke III atau neurotropik
dan ulkus Mooren.1 Pengobatan tukak kornea secara umumnya adalah dengan
pemberian antibiotika yang sesuai dan sikloplegik. Mata pada tukak kornea tidak perlu
dibebat karena akan memberikan efek inkubator sama seperti suhu tubuh dan kuman
akan berkembang biak. Mata dibersihkan pada setiap akan memberikan obat. Penyulit
yang dapat timbul adalah terjadinya perforasi sehingga kuman masuk ke dalam bola
mata dengan akibat terjadinya endoftalmitis. Bila sembuh, semua tukak kornea akan
berakhir dengan terbentuknya jaringan parut di kornea seperti nebula, makula, dan
leukoma kornea. Jaringan parut pada kornea ini akan mengakibatkan astigmat
ireguler.6
Tukak Kornea Sentral Bakterial

Tukak kornea akibat bakteri merupakan bentuk infeksi yang penting


pada segmen anterior mata. Biasanya tukak ini didahului oleh trauma mata atau
epitel kornea. Gejala yang menyatakan adanya infeksi bakteri adalah
terdapatnya edema konjungtiva yang berat disertai dengan infiltrasi ke dalam
stroma kornea.6 Untuk mengetahui sebab tukak dengan pasti hanyalah dengan
pemeriksaan bakteriologik dan mikroskopik yang bahan pemeriksaannya
diambil dari daerah nekrotik atau abses.6 Pengobatan adalah dengan polimiksin
tetes atau salep mata dan sering memerlukan suntikan 20 mg garamisin
subkonjungtiva. Antibiotik lainnya yang dapat dipakai adalah ticarpin,
carbenicilin, tobramycin, dan gentamisin. Bila dipakai antibiotik tetes mata
maka diberikan 4-6 kali sehari atau salep mata 3 kali sehari. Sikloplegik atau
sulfas atropine tetes mata diberikan 3 kali sehari untuk menekan radang iris
yang menyertainya dan mengurangi rasa sakit.6

Tukak Kornea Sentral Viral

Dapat disebabkan oleh infeksi herpes simpleks dan herpes zoster.


Infeksi herpes simpleks sering merupakan infeksi rekuren. Biasanya gejala
didahului dengan beberapa faktor pencetus, seperti faktor psikogenik, trauma,
dan mestruasi.6 Gambaran khusus infeksi herpes simpleks pada kornea adalah
bentuk dendritic, geografik dan indolen. Bentuk indolen adalah bulat atau
lonjong dengan tepi yang melipat. Pengobatan yang diberikan adalah antiviral
dalam bentuk tetes mata atau salep.6

Tukak Kornea Sentral Jamur

Tukak kornea akibat jamur berwarna abu-abu kotor, berbentuk sirkuler


dengan permukaan yang kasar dan meluas secara perlahan-lahan disertai rasa
sakit yang sangat.6 Tukaknya sendiri sedikit menonjol, disertai gambaran
sebaran infiltrate atau abses seperti satelit sehingga terdapat gambaran yang
disebut sebagai fenomena satelit.1,6 Pengobatan yang biasanya diberikan adalah
primarisin atau tetes mata larutan 0,4 mg/mL amfoterisin B di dalam glukosa
5% dan beatdin 1:20 tetes mata selama 1-2 minggu. Diberikan juga midriatik
sulfas atropine 1% 3 kali sehari. Obat anti jamur lainnya yang dapat diberikan
adalah primarisin dan nystatin. Bila setelah 5 hari pengobatan tidak terlihat
perbaikan maka dilakukan pembedahan keratektomi atau keratoplasti tembus.6

Tukak Kornea Marginal

Tukak marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer


berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea
dengan tempat kelainannya.1 Jarang sekali ditemukan bakteri pada pembiakan
kuman yang berasal dari tukak kornea marginal sehingga sebagian besar diduga
akibat suatu reaksi hipersensitivitas. Pengobatan secara umum tukak marginal
adalah kortikosteroid yang biasanya menyembuh dalam waktu yang pendek.6
Juga diberikan antibiotik setelah kemungkinan infeksi virus herpes simpleks
disingkirkan.1,5 Bentuk tukak kornea marginal yang dikenal adalah:

 Ulkus kataral simpleks


Letak ulkus perifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan sumbu
terpanjang tukak sejajar dengan limbus. Di antara infiltrat tukak yang aktif
dengan limbus di tepinya telihat bagian yang bening. Biasanya menyertai
konjungtivitis kronik yang disebabkan Moraxella atau H.aegypti.6 Lebih
sering mengenai pasien usia lanjut.1,6
 Ulkus cincin
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran
kornea, bersifat destruktif dan biasanya mengenai satu mata. Kornea di
bagian sentral biasanya tetap sehat.6 Biasanya penyebabnya adalah reaksi
alergi dan ditemukan bersam-sama penyakit disentri basiler, influenza
berat, periarteritis nodosa, lupus eritematous, dan penyakit imunologik
lainnya. Penyakit ini sering bersifat rekuren.6
 Ulkus Mooren
Adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea
dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi atau hipopion.1 Ulkus Mooren ini akan berhenti
bila telah mengenai seluruh permukaan kornea. Penyebab penyakit ini
belum diketahui jelas, kemungkinan hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, virus, atau autoimun.1,6 Ulkus Mooren pada usia muda
biasanya hanya mengenai satu mata sedangkan pada orang tua pada kedua
mata. Pengobatan belum ada yang memberikan hasil yang memuaskan
seperti steroid, antibiotik, anti virus, reseksi konjungtiva, keratoplasti dan
pembedahan keratektomi.1,6

Glaukoma Akut

Glaukoma adalah neuropati optic yang disebabkan oleh tekanan introkular


(TIO) yang (relatif) tinggi yang ditandai oleh kelainan lapang pandang yang khas dan
atrofi papil saraf optik.2,3 Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu tinggi, tetapi TIO
relatif tinggi untuk individu tersebut.2 Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak
disertai dengan penyakit mata lainnya.3 Diperkirakan pada tahun 2020 akan terjadi
peningkatan penderita glaukoma dari 45 juta orang pada tahun 2010 menjadi 58,5 juta.
Hampir separuh dari seluruh populasi tersebut adalah ras Asia (47%).2 Glaukoma sudut
tertutup akut ditandai dengan tekanan intraokular yang meningkat secara mendadak,
dan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun dengan sudut bilik mata sempit. Peningkatan
tekanan intraokular terjadi karena oklusi anyaman trabekula oleh iris perifer. Keadaan
ini dapat bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologi atau dapat tetap
asimtomatik sampai timbul penurunan penglihatan. Tekanan intraokular pada
glaukoma sudut tertutup dapat mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan
iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus.
Mekanisme penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofik disertai
pembesaran cawan optik. Faktor-faktor risikonya antara lain bertambahnya usia, jenis
kelamin perempuan, riwayat keluarga glaukoma, dan etnis Asia Tenggara, China, dan
Inuit.3

Pada glaukoma primer sudut tertutup akut terdapat anamnesa yang khas sekali
berupa nyeri pada mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam dan
hilang setelah tidur sebentar. Melihat pelangi (halo) sekitar lampu dan keadaan ini
merupakan stadium prodromal. Terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan
muntah yang kadang-kadang mengaburkan gejala daripada serangan glaukoma akut.1
Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda kongestif (peradangan) dengan kelopak
mata bengkak, mata merah, pupil melebar akibat tekanan bola mata sangat tinggi,
kornea suram dan edema, kamera anterior dangkal. Pada kasus pernah mengalami
serangan akut sebelumnya dapat dijumpai kekeruhan pada lensa yang berupa bercak-
bercak putih abu-abu terletak di subkapsular anterior yang disebut glaukom-flecken.1,2

Pada pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan senter yang diarahkan


dari sisi temporal mata pasien untuk melihat bayangan yang diakibatkan oleh iris. Pada
mata dengan bilik mata anterior yang dangkal yang dicurigai glaukoma sudut tertutup,
posisi iris yang relatif maju akan menyebabkan bagian nasal tertutup bayangan.5
Pengukuran TIO dapat dilakukan dengan tonometer aplanasi Goldman yang dilekatkan
ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea
tertentu. Tonometer Schiotz adalah tonometer portable, yang mengukur indentasi
kornea yang ditimbulkan oleh beban yang diketahui sebelumnya. Cara lain dengan
melakukan pengukuran dengan tonometri manual dengan menggunakan jari
pemeriksa.2,3,5 Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg.3 Pemeriksaan
gonioskopi untuk melihat sudut bilik mata depan yang memungkinkan visualisasi
langsung struktur-struktur sudut. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera,
dan prosesus iris dapat terlihat maka sudut dinyatakan terbuka, namun bila hanya
terlihat sebagian kecil anyaman trabekular maka sudut dinyatakan sempit, dan bila
garis Schwalbe tidak terlihat sudut tertutup.3 Pemeriksaan lapang pandang berperan
penting dalam diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Gangguan lapangan pandang
akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapang pandang bagian sentral.
Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke
lapang pandang daerah Bjerrum (15 derajat dari fiksasi) membentuk skotoma
Bjerrum.3 Ketajaman penglihatan sentral bukan meupakan petunjuk perkembangan
penyakit yang dapat diandalkan. Pada stadium akhir penyakit, penglihatan sentral dapat
normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang pada tiap mata.3

Pada serangan akut sebaiknya tekanan diturunkan terlebih dahulu dengan


pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit yang disusul setiap 1 jam selama 1 hari.
Pengobatan glaukoma akut harus segera berupa pengobatan lokal dan sistemik. Tujuan
pengobatan ialah merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan
bola mata normal dan mata tenang dilakukan pembedahan. Pengobatan topikal
diberikan pilokarpin 2%. Sistemik diberikan intravena karena sering diertai mual.
Diberikan asetazolamid 500 mg iv, yang disusul dengan 250 mg tablet sesudah keluhan
mual hilang setiap 4 jam. Intravena juga dapat diberikan manitol 1,5-2 mg/kg berat
badan dalam larutan 20%.1 Gliserol sering dipakai dokter mata, diberikan gliserol 50%
dengan dosis 1-1,5 g/kg berat badan (2-3 ml/kg berat badan) diberikan peroral 1 kali,
tetapi obat ini dapat menyebabkan mual dan muntah.2 Anestesi retrobulbar xilokain 2%
dapat mengurangkan produksi akuos humor selain mengurangkan rasa sakit. Rasa sakit
yang sangat dapat dikurangi dengan pemberian morfin 50 mg subkutis.1

Penyekat adrenergic beta dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan


obat lain. Larutan timolol maleat 0,25% dan 0,5%; betaxolol 0,25% dan 0,5%;
levobunolol 0,25% dan 0,5%; metipranolol 0,3% serta carteolol 1% dua kali sehari dan
gel timolol maleat 0,1%, 0,25% dan 0,5% sekali setiap pagi adlaah preparat-preparat
yang tersedia saat ini. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit
obstruksi jalan napas kronik terutama asma dan defek hantaran jantung.3 Apraclonidine
(larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser) adalah suatu
agonis adrenergik alfa-2 yang menurunkan pembentukan aqueous humor tanpa
menimbulkan efek pada aliran keluar. Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari)
adlaah suatu agonis adrenergic alfa yang terutama menghambat pembentukan aqueous
humor dan juga meningkatkan pengaliran aqueous keluar.3 Analog prostaglandin
(larutan bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005% dan travoprost 0,004% masing
masing satu kali setiap malam dan larutan unoprostone 0,15% dua kali sehari)
meningkatkan aliran keluar aqueous melalui uvosklera. Semua analog prostaglandin
dapat menimbulkan hyperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbital,
pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen.3

Tindakan penekanan kornea bagian sentral menggunakan lidi kapas atau


menggunakan lensa gonioskop selama 30 detik kadang-kadang dapat membuka sudut
iridokornea yang tertutup. Steroid topikal dapat ditambahkan untuk mengurangi reaksi
inflamasi, dan dapat diberikan analgetik oral.2 Tindakan pembedahan pada glaukoma
sudut sempit adalah iridektomi atau suatu pembedahan filtrasi. Iridektomi
dipertimbangkan bila mata yang mendapat serangan sudah tidak terancam lagi.1

Uveitis

Traktus uvealis terdiri atas koroid, korpus siliaris, dan iris. Traktus uvealis
anterior paling baik diperiksa dengan slitlamp tetapi inspeksi kasar juga dapat
dilakukan dengan sebuah senter dan kaca pembesar. Pemeriksaan uvea posterior paling
baik menggunakan slitlamp disertai lensa indirek atau dengan oftalmoskop direk atau
indirek.3 Secara anatomis, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior
dan panuveitis. Uveitis anterior disebut juga iritis jika inflamasi mengenai bagian iris
dan iridosiklitis jika inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier.2 Uveitis
intermedia jika peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer
retina. Uveitis posterior jika peradangan mengenai uvea di belakang vitreous.
Panuveitis merupakan uveitis anterior, intermedia, dan posterior yang terjadi
bersamaan.2 Secara klinis, uveitis dibedakan menjadi akut dan kronis. Akut bila awitan
gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang, sedang kronik apabila
perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. Secara patologis, uveitis
dibedakan berdasarkan reaksi jaringan menjadi uveitis granulomatosa dan uveitis non-
granulomatosa. Uveitis granulomatosa menunjukkan reaksi sel yang dominan berupa
sebukan limfosit dan makrofag, namun reaksi vaskular minimal tanpa rasa nyeri, tanpa
hyperemia, maupun lakrimasi. Uveitis non-granulomatosa menunjukkan reaksi
vaskular yang dominan dengan nyeri, injeksi silier, hyperemia, dan lakrimasi akibat
banyaknya sitokin yang keluar serta fotofobia. Akibat permeabilitas pembuluh darah
naik maka terjadi transudasi ke bilik mata depan sehingga penderita merasa
penglihatannya kabur.2

Terapi utama uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan agen


midriatik/sikloplegik. Selama pemberian terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan.
Kemungkinan defek epitel dan trauma tembus harus disingkirkan pada riwayat trauma,
harus diperiksa sensitibilitas kornea dan tekanan intraokular untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi herpes simpleks atau zoster.3 Terapi topikal yang agresif dengan
prednisolone acetate 1% satu atau dua tetes pada mata yang terkena setiap 1 atau 2 jam
saat terjaga biasanya mampu mengontrol peradangan anterior. Prednisolone acetate
adalah suatu suspensi dan harus dikocok selama 30-40 menit sebelum penggunaan.
Homatropin 2-5% dua sampai empat kali sehari membantu mencegah terbentuknya
sinekia dan meredakan rasa tidak nyaman akibat spasme siliaris.3 Peradangan
noninfeksi intermedia, posterior berespon baik terhadap penyuntikan triamcinolone
acetonide sub-Tenon, biasanya 1 mL (40 mg) pada daerah supratemporal.
Triamcinolone acetonide intraokular 0,1 mL (4 mg) atau prednisone oral 0,5-1,5 mg/kg
berat badan/hari juga efektif. Corticosteroid-sparing agent seperti methotrexate,
azathriopin, mycophenolate mofetil, cyclosporine, tacrolimus, atau chlorambucil
sering diperlukan pada peradangan noninfeksi bentuk berat atau kronik.3

Uveitis Anterior

Uveitis anterior adalah bentuk yang paling umum dan biasanya


unilateral dengan onset akut. Gejala yang khas meliputi nyeri, mata merah,
fotofobia, penurunan tajam penglihatan, dan lakrimasi.2,3 Pada pemeriksaan
biasanya ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva
palpebralis dan sekret yang minimal. Pupil kemungkinan kecil (miosis) atau
irregular karena terdapat sinekia posterior. Tanda lainnya dapat berupa kreatic
precipitate, flare, nodul iris.2 Peradangan yang terbatas pada bilik mata depan
disebut iritis. Peradangan pada bilik mata depan dan vitreus anterior sering
disebut sebagai iridosiklitis. Sensasi kornea dan tekanan intraokular harus
diperiksa pada setiap pasien uveitis.3 penurunan sensasi terjadi pada infeksi
herpes simpleks atau herpes zoster atau lepra, sedangkan peningkatan tekanan
intraokular bisa terjadi pada iridosiklitis herpes simpleks, herpes zoster,
toksoplasmosis, sifilis, sarcoidosis, atau bentuk iridosiklitis lain yang jarang
yang disebut krisis galukomatosiklik.3

Kelompokan sel putih dan debris inflamatorik (keratic precipitate)


biasanya tampak jelas pada endotel kornea pasien dengan peradangan aktif.3
Sifat dan distribusi keratic precipitate (KP) letaknya dapat memberikan
informasi kemungkinan jenis uveitis yang dialami.2 KP yang kecil adalah khas
untuk herpes zoster dan sindrom uveitis Fuchs. KP yang sedang terjadi pada
hampir semua tipe uveitis anterior akut dan kronis. KP besar biasanya tipe
mutton fat dan memberikan gambaran seperti berminyak terjadi pada uveitis
granulomatosa. KP merupakan gejala khas untuk uveitis jenis granulomatosa.2
Nodul iris dapat terlihat pada tepi iris (noduli Koeppe), di dalam stroma iris
(noduli Busacca) atau pada sudut bilik mata depan (noduli Berlin). Peradangan
bilik mata depan yang sangat berat dapat menyebabkan timbulnya tumpukan
sel-sel radang di sudut inferior (hipopion).3 Aqueous flare terjadi karena
bocornya protein plasma ke aqueous humor melalui pembuluh darah iris yang
rusak. Ini bukan indikasi adanya inflamasi aktif. Sinekia posterior merupakan
perlekatan antara permukaan anterior lensa dengan iris. Hal ini karena eksudat
dari iris juga mengeluarkan fibrin sehingga lengket. Kepadatan sel-sel vitreus
anterior sebaiknya dibandingkan dengan yang ada di dalam aqueous. Pada iritis,
sel aqueous jauh lebih banyak daripada sel-sel vitreus, sedangkan pada
iridosiklitis antara sel aqueous dan sel vitreus sama.2

Uveitis Intermedia

Juga disebut siklitis, uveitis perifer atau pars planitis, adalah jenis
peradangan intraokular terbanyak kedua.3 Tanda uveitis intermedia yang
terpenting yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermedia khasnya
bilateral dan cenderung mengenai pasien pada masa remaja akhir atau dewasa
muda. Pria lebih banyak terkena dibandingkan wanita. Gejala-gejala khas
meliputi floaters (benda apung) dan penglihatan kabur.2,3 Nyeri, fotofobia dan
mata merah biasanya tidak ada atau hanyalah sedikit. Temuan pemeriksaan
yang paling menyolok adalah vitritis, seringkali disertai dengan kondensat
vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau meliputi pars
plana dan korpus siliar seperti gundukan salju (snowbanking).3 Penyebab
uveitis intermedia tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarcoidosis
dan sklerosis multipel berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi tersering
uveitis intermedia yang tersering meliputi edema macula kistoid, vasculitis
retina, dan neovaskularisasi pada diskus optikus.3

Uveitis Posterior

Termasuk di dalam uveitis posterior adalah retinitis, koroiditis,


vaskulitis retina, dan papilitis, yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.3
Gejala yang timbul umumnya floaters (benda apung) dan penurunan tajam
penglihatan, kehilangan lapang pandang atau scotoma.2,3 Ablasio retina,
walaupun jarang paling sering terjadi pada uveitis posterior, jenisnya bisa
traksional, regmatogenosa atau eksudatif.3

Endoftalmitis

Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi


setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis.1 Endoftalmitis biasanya
dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen anterior,
namun kenyataannya juga dapat melibatkan koroid maupun retina. Pada prinsipnya
endoftalmitis dibagi menjadi dua bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi.2 Bentuk
endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi yang dapat
terjadi secara endogen dan eksogen. Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma
tembus atau infeksi sekunder pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata.
Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur, ataupun parasite dari
fokus infeksi di dalam tubuh.1,2 Endoftalmitis non infeksi disebut juga endoftalmitis
steril, disebabkan oleh stimulus noninfeksi misalnya sisa masa lensa pasca operasi
katarak atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata karena trauma.2 Pasien
terlihat sakit disertai dengan demam, dan pada mata timbul gejala berupa mata sakit,
merah, kelopak bengkak, edema kornea, keratic precipitate, disertai hipopion, refleks
fundus hilang akibat adanya nanah dalam badan kaca.5 Kekeruhan ataupun abses di
dalam badan kaca akan memberikan refleks pupil berwarna putih sehingga gambaran
terlihat seperti retinoblastoma atau pseudoretinoblastoma.1 Kuman penyebab biasanya
oleh Staphyloccocus albus, Staphyloccocus aureus, proteus dan pseudomonas dengan
masa inkubasi 24-72 jam. Bila endoftalmitis terjadi di dalam 2 minggu setelah trauma,
maka keadaan ini mungkin disebabkan karena infeksi bakteri, sedang bila gejala
terlihat terlambat mungkin infeksi disebabkan oleh jamur. Jadi endoftalmitis juga dapat
disebabkan oleh jamur.5 Jamur yang sering menyebabkan endoftalmitis adalah
akinomises, aspergilus, phitomikosis sporothix, dan kokidioides.1

Endoftalmitis diobati dengan antibiotik melalui periokular atau subkonjungtiva.


Diberikan ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari. Antibiotik yang sesuai
untuk kausa bila kuman adalah stafilokok, basitrasin (topikal), metisilin (subkonjuntiva
dan iv). Sedang bila pnemokok, streptokok, dan stafilokok, penisilin G (topikal,
subkonjungtiva, dan iv). Neiseria, penisilin G (topikal, subkonjung, dan iv).
Pseudomonas diobati dengan gentamisin, tobramisin, dan karbesilin (top, subkonjung,
dan iv). Penyebab jamur diberikan amfoterisin B 150 mcg subkonjungtiva. Sikloplegik
diberikan 3 kali sehari tetes mata. Kortikosteroid dapat diberikan dengan hati-hati.
Apabila pengobatan gagal dilakukan eviserasi.1 Esiverasi merupakan tindakan
mengeluarkan seluruh isi bola mata seperti kornea, lensa, badan kaca, retina, dan
koroid. Setelah isi dikeluarkan maka limbus kornea dieratkan dan dijahit.5 Enukleasi
dilakukan bila mata telah tenang dan ftisis bulbi.1 Enukleasi merupakan tindakan
pembedahan mengeluarkan bola mata dengan melepas dan memotong jaringan yang
mengikatnya di dalam rongga orbita. Jaringan yang dipotong adalah seluruh otot
penggerak mata, saraf optic, dan melepaskan konjungtiva dari bola mata. Biasanya
pasien setelah enukleasi diberikan mata palsu atau prosthesis.5

Panoftalmitis

Panoftalmitis merupakan peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan


kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.1,5 Infeksi ke dalam bola
mata dapat melalui peredaran darah (endogen), atau perforasi bola mata (eksogen), dan
akibat tukak kornea perforasi. Bila panoftalmitis akibat bakteri maka perjalanan
penyakit cepat dan berat, sedang bila akibat jamur perjalanan penyakit perlahan-lahan
dan malahan gejala terlihat beberapa minggu sesudah infeksi.1 Kuman penyebab
biasanya pneumokok, E.coli, Pseudomonas pysocyaneous, B.subtilis dan Cl.welchii.5
Panoftlmitis akan memberikan gejala kemunduran tajam penglihatan disertai rasa sakit,
mata menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan
hipopion dan refleks putih di dalam fundus dan okuli. Pengobatan panoftalmitis ialah
dengan antibiotik spektrum luas dosis tinggi dan bila gejala radang sangat berat
dilakukan segera eviserasi isi bola mata.1,5

Kesimpulan

Keluhan mata merah merupakan keluhan yang sering ditemui yang timbul
akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi
merah. Penglihatan akan menurun bila terdapat suatu proses yang mengakibatkan
media penglihatan terganggu. Media penglihatan tersebut kornea, cairan mata, lensa
mata dan badan kaca. Keluhan mata merah dapat terjadi bila terjadi pelebaran
pembuluh darah akibat adanya peradangan akut misalnya pada keratitis. Mata merah
dengan visus turun dapat disebabkan oleh keratitis, ulkus (tukak) kornea, glaukoma
akut, uveitis, endoftalmitis, dan panoftalmitis.
Daftar Pustaka

1. Ilyas S, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2013. Hal 5-6, 10-1, 152-85.
2. Suharjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Mata FK UGM; 2012. Hal 5-6, 45-50, 58-60, 111-21.
3. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. Hal 125-39, 150-3, 212-23.
4. Lang GK. Ophthalmology. New York: Thieme; 2000. Hal 132-41.
5. Ilyas S. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. Hal
85-101.
6. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins; 2008. Hal 86-90.

Anda mungkin juga menyukai