Laporan Wawasan
Laporan Wawasan
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan Puja dan Puji syukur atas Kehadiratnya, yang telah melimpahkan Rahmat, hidayah,
dan Inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan penelitian ini
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah yang ditunjang oleh pengetahuan masa lampau yang objektif akan
menimbulkan empati generasi muda terhadap sejarah bangsa dengan cara “relive” dan
“rethink” terhadap tindakan – tindakan pada masa lampau. Untuk selanjutnya, empati ini
akan membangkitan keingintahuan untuk menggali lebih dalam perjalanan bangsa di
masa lampau dalam rangka untuk menemukan jawaban dari mengapa segala sesuatu
menjadi seperti apa yang terlihat pada masa kini.
Oleh karena itu, dalam rangka menggali kearifan sejarah lokal sebagai bagian dari
upaya peneguhan karakter bangsa diperlukan suatu “instrumen” untuk mencegah
amnesia histories di kalangan generasi muda dengan menapak tilas masa lalu melalui
suatu kunjugan Sejarah “MAKAM TODZILALING” di Desa Napo, Kec. Limboro,
Kabupaten Polewali Mandar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah makam Todzilaling dan Tomepayung?
2. Bagaimana sejarah AGH. Muhammad Thahir (Imam Lapeo)?
3. Bagaimana sejarah sungai mandar?
4. Bagaimana sejarah situs Allamungan Batu?
C. Tujuan
1. Mendorong terbentuknya forum silaturahmi antara dosen dan mahasiswa yang dapat
mendorong kesadaran kebangsaan.
2. Meningkatkan pemahaman generasi muda tentang sejarah lokal sebagai bagian dari
sejarah nasional
3. Menggali faktor-faktor integratif yang berasal pemahaman sejarah lokal
4. Mendorong terbentuknya wawasan kebangsaan di kalangan generasi muda
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
antara kerajaan Gowa dengan Tomakakaq Napo yang terjalin dengan baik. I
Manyambungi menginjakkan kakinya di Gowa pada usia yang masih kanak-
kanak. Alasan kedatangan I Manyambungi di Butta Gowa,diperkirakan sebagai
upaya pengaasingan dirinya atas hukuman yang dijatuhkan Tomakakaq Appeq
Banua Kayyang (Napo, Samasundu, Mosso, Todang-Todang) setelah membunuh
saudara sepupunya sendiri.Di Gowa, I Manyambungi sebagai panglima perang
Kerajaan Gowa, tersohor sampai ke Mandar setelah berhasil memimpin pasukan
Kerajaan Gowa menaklukkan Kaerajaan Lahe, dan bahkan kerajaan Pariaman
(Sumatera) yang termasuk kerajaan terkuat pada masa itu. Gong dari Lahe
(Ta’bilohe) dan keris Pattarapang dari Pariaman menjadi medali kemenangan
yang diberikan oleh Daeng Matenre pada I Mayambungi.Pada masa yang sama di
Mandar terjadi perseturuan antara Apppe Banua Kaiyyang dengan Passokkorang
(Biring Lembang,Renggeang,Manu’Manukan,Salarri). Para Tomakaka dari Appe
Banua kaiyyang sepakat mengutus Pappuangan di Mosso menjemput I
Manayambungi di Gowa. Nama besar I Manyambungi diharapkan dapat
membantu Appeq Banua Kaiyyang menaklukkan Passokorang. Akhirnya I
Manyambungi bersama keluarganya meninggalkan Gowa menuju Napo.
3
Manyambungi berlangsung cukup sakral. Mayat Todzilaling di kebumikan
bersama semua harta benda yang dimilikinya, serta empat belas orang abdi yang
dikubur hidup-hidup bersama rajanya. Masing-masing diantaranya, tujuh orang
perempuan, dan tujuh orang laki-laki. Peristiwa ini telah diabadikan dalam sebuah
tarian tradisional yang dikenal dengan tari Pattu’duq.
Sejarah Todzilaling bukan saja sebuah sejarah lokal yang cukup hanya dikenang
di wilayah Mandar saja. Kiprah I Manyambungi tidak saja di Balanipa, tetapi
juga di Gowa, bahkan hingga ke Jawa dan Sumatera. Ia telah berhasil
mendedikasikan hidupnya pada dua pemerintahan besar, yakni kerajaan Balanipa
dan kerajaan Gowa.
2. Sejarah Tomepayung
Desa Tammejarra memiliki latar historis, saat ini sudah mulai ramai
dikunjungi orang sebagai tempat wisata budaya. Dulu, di tempat inilah digelar
pertemuan Muktamar Tammejarra I dan melahirkan Assitalian Tammejarra,
4
yang dihadiri utusan kerajaan Balanipa, Banggae, Pamboang, Tappalang, dan
Mamuju.
Piagam Tammejarra
5
B. Sejarah AGH. Muhammad Thahir (Imam Lapeo)
AGH. Muhammad Thahir Imam Lapeo atau lebih dikenal dengan Imam
Lapeo atau Tosalama‟ Imam Lapeo, merupakan tokoh sufi yang dikenal akan
kecerdasannya, keberaniannya dan sifatnya yang mengedepankan nilai-nilai
kemanusiaan, yang terbukti telah melahirkan sejumlah Ulama. AGH. Muhammad
Thahir diberi nama Imam Lapeo karena beliaulah yang mendirikan masjid di daerah
Lapeo dan sekaligus menjadi imam pertama di masjid yang didirikannya itu. Beliau
dikenal juga dengan sebutan Kannai Tambul(‘kakek dari Istanbul’) karena beliau
pernah menuntut ilmu agama hingga ke Istanbul, Turki. Sufi besar Tanah Mandar ini
dakwahnya merambah masyarakat nelayan hingga pegunungan seperti di Buttu Daala
menemani gurunya AGH. As-Syekh Habib Sayyid Alwi Jamalullail bin Sahl.
Perjalanan hidupnya sepenuhnya diabadikan untuk ilmu dan umat. Ada
74 karamah (kelebihan) dalam kisah hidup Imam Lapeo yang ditulis oleh cucu Imam
Lapeo sendiri Syarifuddin Muhsin, dalam buku yang memuat tentang perjalanan
hidup Imam Lapeo. Peranan dan kontribusi Imam Lapeo melalui kerja-kerja sosial-
keagamaan dan kebangsaan menjadi lahan persemaian kharisma, popularitas,
sehingga masyarakat Mandar memposisikannya sebagai primus inter pares, yang
dicirikan melalui pengakuan dan pembenaran secara sosio – kultural sebagai
Waliullah.
Kelahiran
6
Muhammad Thahir lahir pada tahun 1838 di Pambusuang. Ada perbedaan pendapat
mengenai tahun kelahiran beliau secara pasti. Ada yang berpendapat bahwa
Muhammad Thahir dilahirkan pada thun 1839 ketika raja Balanipa XLI (Ke – 41)
Tomatindo di Marica (suatu gelar yang diberikan untuk raja yang sudah meninggal)
menjalankan pemerintahannya di Mandar dan semasa dengan upaya Belanda untuk
menjejakkan kakinya di Mandar.
Wafat
Muhammad Thahir Imam Lapeo wafat pada hari selasa 27 Ramadhan 1362 H atau 17
Juni 1952 M dalam usia 114 tahun. Beliau dimakamkan di halaman Masjid Nur Al –
Taubah Lapeo yang dibangunnya, yang disebut Masigi Lapeo (Masjid Lapeo).
7
D. Situs Allamungan Batu
8
3. Sipatuppu diadaq sipalete dirapang, adaq tuho di Pitu Ulunna Salu,
Adaq mate di muane adaqna Pitu Baqbana Binanga.
4. Saputangang di Pitu Ulunna Salu, Simbolong di Pitu Baqbana Binaga
5. Pitu Ulunna Salu memata di Sawa, Pitu Baqbana Binanga memata di
Mangiwang
6. Sisaraqpai mata malotong anna mata mapute, anna sisaraq Pitu Ulunna
Salu Pitu Baqbana Binanga.
7. Moaq diang tomangipi mangidang mabattangang tommutommuane,
namappasisaraq Pitu Ulunna Salu Pitu Baqbana Binanga, sirumungngi
anna musesseqi, passungi anaqna anna muanusangi sau di uwai
temmembaliq
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
Todilaling. Sejarah todilaling tidak lepas dari sejarah Mandar secara keseluruhan. I
Manyambungi adalah putera dari Tomakaka Napo, Puang Digandang. Pada masa
mudahnya I Manyambungi pernah menjabat sebagai salah seorang Panglima Perang
(Tobarani) kerajaan Gowa di zaman pemerintahan Tumaparissi Kolonna (1510-1546).
Pada waktu itu terjadi pertentangan di wilayah negerinya, lalu ia di panggil untuk
membantu menyelesaikan persoalan internal tersebut
B. Saran
Lampiran
11
12