Tugas02 Sistem Pengendalian Banjir
Tugas02 Sistem Pengendalian Banjir
Pengendalian Banjir
Salah satu faktor penting dalam tata kelola air di Jakarta adalah perubahan
musim dan pola curah hujan yang terjadi karena perubahan iklim. Ketika curah
hujan di Jakarta tinggi, terjadilah banjir, tetapi pada musim kering hal sebaliknya
terjadi, air menjadi langka dan tinggi permukaan air di sungai – sungai menurun
dratis. Fluktuasi curah hujan adalah bagian dari perubahan pola dan variabilitas
iklim yangmerupakan salah satu dampak perubahan iklim yang kini terjadi di
seluruhdunia termasuk di Indonesia. Dampak perubahan iklim lainnya adalah
kenaikan suhu air laut dan udara. Kenaikan suhu air laut dapat merusak terumbu
karang dan biota-biota laut lainnya. Sementara itu, kenaikan suhu udara akan
mengubah pola-pola vegetasi dan menyebabkan penyebaran serangga seperti
nyamuk yang akan mampu bertahan di wilayah-wilayah yang sebelumnya terlalu
dingin untuk perkembangbiakan mereka.
Salah satu dampak perubahan iklim global pada Kota Jakarta adalah
kenaikan paras muka air laut. Pemuaian air laut dan pelelehan gletser dan lapisan
es di kutub menyebabkan permukaan air laut naik antara 9 hingga 100 cm.
Kenaikan paras muka air laut dapat mempercepat erosi wilayah pesisir, memicu
intrusi air laut ke air tanah, dan merusak lahan rawa pesisir serta menenggelamkan
pulau-pulau kecil. Kenaikan tinggi muka air laut antara 8 hingga 30 centimeter
akan berdampak parah pada Kota Jakarta yang rentan terhadap banjir dan
limpasan badai. Di Ibukota masalah ini diperparah dengan turunnya permukaan
tanah akibat pendirian bangunan bertingkat dan pengurasan air tanah secara
berlebihan. Suatu penelitian memperkirakan bahwa kenaikan paras muka air laut
setinggi 0,5 meter dan penurunan tanah yang terus berlanjut dapat menyebabkan
enam lokasi di Jakarta dengan total populasi sekitar 270.000 jiwa terendam secara
permanen, yakni di kawasan Kosambi, Penjaringan dan Cilicing dan tigalagi di
Bekasi yaitu di Muaragembong, Babelan dan Tarumajaya.
Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat dibangun dengan tujuan untuk
menyalurkan aliran air hujan dan air dari hulu langsung ke laut, sehingga air tidak
menggenangi Jakarta yang 40% wilayahnya berupa dataran rendah yang memiliki
ketinggian di bawah permukaan laut. Kedua kanal tersebut dapat diibaratkan
sebagai jalan tol untuk air di Jakarta agar dapat cepat sampai ke laut tanpa harus
berhenti di tengah perjalanan dan menyebabkan genangan atau banjir. Sebelum
Banjir Kanal Timur terbangun, air dari hulu akan masuk ke berbagai saluran-
saluran air besar maupun kecil yang ada, dan bila saluran-saluran ini tidak mampu
lagi menampung volume air yang ada, banjir akan terjadi.
Selain membangun Banjir Kanal Timur, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
juga berkepentingan untuk meningkatkan kapasitas dan efektivitas Banjir Kanal
Barat, terutama dengan meningkatkan kapasitas air yang dapat ditampung. Sejak
Banjir Kanal Barat dibangun pada tahun 1920 sampai tahun 2006, kanal buatan
Pemerintah Kolonial ini belum pernah dikeruk atau dibersihkan sehingga terjadi
pendangkalan. Selama berpuluh-puluh tahun endapan lumpur yang terbawa air
dari hulu terdampar di Banjir Kanal Barat, demikian pula sampah dan endapan-
endapan akibat aktivitas manusia terbawa dari saluran-saluran lebih kecil yang
masuk ke saluran ini. Pendangkalan Banjir Kanal Barat mengurangi kapasitas air
yang dapat ditampungnya.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang diuraikan dalam makalah ini maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Permasalahan banjir di Jakarta adalah masalah yang komplek, yang
memiliki kendala – kendala dalam pengendaliannya mulai dari masalah Reklamasi
Perilaku
Penduduk, Tata guna lahan, dan pembangunan bangunan pengendali banjir
Pantai
Masyarakat
yang membutuhkan waktu dan dana yang besar.
2. Pengendalian banjir di Jakarta yaitu Pembangunan Banjir Kanal Barat dan
Timur, Normalisasi Sungai dan Saluran termasuk di dalamnya
Pemeliharaan sungai, Pembuatan Tanggul, Penataan kali dan Saluran, dan
pembangunan pompa di dataran rendah. Sehingga banjir yang terjadi di
Jakarta sekarang berkurang meskipun masih ada beberapa kejadian.
3. Saat ini yang diperlukan adalah kepedulian penduduknya sendiri tentang
bagaimana mereka dapat menjaga lingkungannya dengan baik dan
menjaga supaya bangunan pengendali banjir tidak rusak sehingga dapat
beroperasi dengan baik dan tidak menimbulkan banjir lagi.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum fungsi saluran drainase adalah untuk mengurangi kelebihan air, baik
yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu
kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Sistem ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat, apalagi di
daerah yang berpenduduk padat seperti di perkotaan. Kualitas manajemen suatu kota
dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat
membebaskan kota dari genangan air. Genangan air menyebabkan lingkungan menjadi
kotor dan jorok, menjadi sarang nyamuk, dan sumber penyakit lainnya,
Semarang digambarkan sebagai sebuah kota yang berada di tepian air, di mana
masalah-masalah banjir terjadi karena turunnya permukaan tanah di kawasan pantai dan
adanya kenaikan permukaan air laut. Sebagai akibat dari fenomena ini, terjadi banjir
setiap hari dan genangan setinggi beberapa cm bahkan sampai desimeter merupakan
pemandangan umum di sekitar pelabuhan Semarang. Hal ini menyebabkan gangguan
serius kepada masyarakat, dan juga menyebabkan gangguan pada pengembangan
ekonomi daerah secara signifikan juga menyebakan banyak perusahaan yang hengkang
dari wilayah ini. Masalah-masalah ini sangat akut dan memerlukan perhatian serius dan
harus segera ditanggulangi. . Salah satu solusi dari masalah im adalah dengan
membuat sistem polder
2. Bagaimana cara mengatasi permasalahan banjir rob dan genangan air di daerah
banger Kota Semarang .
METODOLOGI
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan
yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas
sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota
dari genangan air. Genangan air menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan
jorok, menjadi sarang nyamuk, dan sumber penyakit lainnya, sehingga dapat
menurunkan kualitas lingkungan, dan kesehatan masyarakat.
Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang agar tidak
terjadi genangan atau banjir. Caranya yaitu dengan pembuatan saluran yang dapat
menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. System saluran
diatas selanjutnya dialirkan ke system yang lebih besar. System yang terkecil juga
dihubungkan dengan saluran rumah tangga dan system bangunan infrastruktur lainnya.
Sehingga apabila cukup banyak limbah cir yang berada dalam saluran tersebut perlu
diolah (treatment). Seluruh proses ini disebut drainase.
Mulai
Data:
Site plan
Peta topografi
Data Curah Hujan
Analisis Hidrologi
Analisis Hidrolika
Cek
Selesai
TIDAK
YA
2.5 Sistem Polder
Sistem Polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan bangunan fisik, yang
meliputi sistem drainase, kolam retensi, tanggul yang mengelilingi kawasan, serta pompa
dan / pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan. Tujuan dari
pengembangan sistem Polder ini adalah untuk memberikan model pengendalian banjir
perkotaan yang terpadu. Sistem Polder tersebut diadaptasi dari Negara Belanda dan
Singapura
a. Identifikasi Proyek
c. Studi kelayakan
d. Perencanaan rinci.
2. Pelaksanaan Pembangunan
a. Persiapan Konstruksi
b. Pelaksanaan Konstruksi
Terdapat hal – hal yang perlu ditekankan dalam operasi dan pemeliharaan yaitu :
Peta elevasi permukaan tanah di kawasan polder percontohan dapat dilihat pada
Gambar 3.7. Pada bagian utara kawasan (sebelah Utara Jl. Citarum) sebagian di bawah
elevasi muka air laut rata-rata (MALR). Elevasi permukaan tanah berada di antara 0.8 m-
MAR dan +0.6 m+MAR. Di bagian tengah (antara Jl. Kartini dan Jl. Citarum), elevasi
permukaan tanah di atasMALR: 0.00+MAR sampai dengan +1.6m+MAR. Di sebelah
selatan (sebelah Selatan Jl.Kartini) relatif tinggi, 1.6 m sampai dengan +6.1 m+MAR.
Perlu diperhatikan bahwa ada kemungkinan data yang diperoleh sudah tidak tepat
lagi karena dua alasan, yaitu:
Semarang digambarkan sebagai sebuah kota yang berada di tepian air, di mana
masalah-masalah banjir terjadi karena turunnya permukaan tanah di kawasan pantai dan
adanya kenaikan permukaan air laut. Sebagai akibat dari fenomena ini, terjadi banjir
setiap hari dan genangan setinggi beberapa cm bahkan sampai desimeter merupakan
pemandangan umum di sekitar pelabuhan Semarang. Hal ini menyebabkan gangguan
serius kepada masyarakat, dan juga menyebabkan gangguan pada pengembangan
ekonomi daerah secara signifikan juga menyebakan banyak perusahaan yang hengkang
dari wilayah ini. Masalah-masalah ini sangat akut dan memerlukan perhatian serius dan
harus segera ditanggulangi. Gambar skematik polder perkotaan dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2.Tata letak skematik polder perkotaan
Ide memilih sistem polder perkotaan percontohan di Semarang adalah sebagai hasil dari
kerja sama antara pihak pemerintah Indonesia dengan pihak Kerajaan Belanda dengan
sasaran sebagai berikut:
Untuk mendukung sasaran dan tujuan tersebut suatu polder percontohan dipilih
dan dalam hal ini wilayah Banger di Semarang.
4.3. Interaksi Tata Guna Lahan Dan Pengelolaan Tata Air Polder Banger
Sekalipun batas polder adalah Jalan Brigjen Katamso, masih akan ada
kebocoran yang datang dari daerah sebelah selatan melalui saluran-saluran
untuk lintasan kabel listrik/pipa yang berada di bawah jalan. Karena alasan
ini maka dibuat asumsi bahwa 75% dari kawasan sebelah selatan adalah
pembuangan air ke Kali Banger. Daerah aliran adalah 0.75*40 ha = 30 ha.
Pengumpulan data sistem drainase yang ada meliputi hal-hal berikut ini:
Saluran primer dan sekunder (kisi-kisi 50 m):
Dimensi-dimensi/penampang melintang saluran (luas pada tingkat
permukaan, talud, tingkat dasar);
Arah arus/aliran;
Saluran untuk lintasan kabel listrik/pipa:
Dimensi-dimensi;
Elevasi dasar;
Panjang;
Kondisi ( baru, di tengah, perlu diperbaiki);
Pintu-pintu air:
Elevasi ambang;
Elevasi dan lebar pintu air yang mungkin;
Kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki),
Operasi (jam-jam dibuka, jam-jam ditutup per-hari (rata-rata);
Pompa:
Tipe pompa dan kapasitasnya;
Muka air di hulu (rata-rata) dan juga muka air di hilir (rata-rata);
Kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki);
Operasi (jam-jam terpakai per hari);
Jembatan-jembatan;
Dimensi-dimensi tiang (jika ada);
Tinggi lantai jembatan.
Data meteorologi :
penelitian yang ada mengenai curah hujan;
Curah hujan
Tabel 3.1 menampilkan curah hujan untuk berbagai durasi dan
kemungkinan terjadinya. Angka angka ini diperoleh dari perhitungan
dengan menggunakan fungsi distribusi Gumbel (maksimum per tahun),
berdasarkan data tahun 1959-1966, 1976, 1978-2006 dari stasiun hujan
otomatik Semarang (96835). Di dalam buku pedoman Volume 3: Aspek
Teknik, prinsip dari fungsi distribusi Gumbel untuk berbagai durasi juga
dijelaskan.
10 24 29 34 41 46
15 32 39 47 58 65
30 50 63 69 76 82
60 1 71 88 94 102 108
Tabel 3.2. Hasil distribusi Gumbel dan studi terdahulu (mm/hari) untuk 24 jam
Witteveen+Bos, 2008)
½ 120 116
Tabel 3.3 Rata-rata, maksimum dan minimum curah hujan bulanan untuk
Semarang (1977 – 2007) (Witteveen+Bos, 2008)
Curah hujan 1977 - 2007 Maksimum Rata-rata curah Minimum curah hujan
Semarang hujan hujan bulanan bulanan
harian (mm)
(mm)
(mm)
Juli 93 61 0
Agustus 77 58 0
September 130 90 0
Rata-rata 2317
tahunan
Evaporasi
Bulan Evaporasi
(mm/hari)
Januari 3.60
Februari 3.75
Maret 3.98
April 4.17
Mei 4.17
Juni 4.18
Juli 4.88
Agustus 5.45
September 5.95
Oktober 5.57
November 4.52
Desember 3.82
Perubahan iklim
The Intergovernmental Panel on Climatic Change (IPCC) sudah
didirikan oleh WMO dan UNEP untuk menilai relevansi ilmiah, teknis,
dan sosial-ekonomi untuk memahami perubahan iklim, dampak-dampak
yang mungkin timbul dan opsi-opsi untuk adaptasi dan meringankan
dampaknya (mitigasi).
Temperatur
Temperatur di Indonesia akan mengalami peningkatan, meskipun
pemanasan diproyeksikan kurang dari pada rata-rata pemanasan global,
karena pengaruh letak lokasi yang dekat dengan laut. Tabel 3.5
menampilkan peramalan pemanasan global di Indonesia.
T H K T H K T H K
Pemanasan 1.05 1.12 1.01 2.15 2.28 2.01 3.03 3.23 2.82
Data hydrologi:
sistem air daerah sekitar: arah arus saluran di daerah sekitar polder;
muka air laut:
Muka air pasang (rata-rata dan tinggi) dan muka air laut rata-
rata (MAR);
Gelombang laut, angin (arah, frekuensi terjadinya, kekuatan
angin) dan kondisi gelombang.
Karasteristik pasang surut
Karasteristik pasang surut ditampilkan pada Tabel 3.6 (Daftar
Pasang Surut 2006, Dinas Hidro-Oseanografi) yang menampilkan muka
air maksimum dan minimum selama pasang purnama dan juga muka air
pada saat pasang perbani.
Prediksi yang diterima umum untuk kenaikan muka air laut adalah 0.20 m
dalam waktu 50 tahun, atau kenaikan 4 mm per tahun.
Gelombang laut
Suatu analisis gelombang laut sudah disarankan. Data untuk
tekanan muka air laut ditentukan dari NCDC. Data tersebut diukur pada
sebuah stasiun cuaca di daratan dan terdiri dari tekanan rata-rata per hari
yang diambil dengan periode waktu 6 tahun, dari 1994 sampai dengan
1999 dan ditampilkan pada Gambar 3.5. Gambar ini menunjukkan
tekanan permukaan air laut yang diukur di Semarang. Tekanan
maksimum dan minimum masing-masing adalah 1.005 mBar dan 1.0017
mBar. Selisih antara tekanan muka air laut rata-rata yang diukur adalah
12 mBar. Sebagai suatu pendekatan konservatif, selisih maksimum adalah
20 mBar. Perbedaan dalam tekanan muka air laut sama dengan perbedaan
dalam tekanan muka air laut, yaitu 0.20 m.
Kenaikan muka air akibat angin (wind set up) untuk polder
percontohan Semarang beradasarkan data ARGOSS dan gelombang
pasang berdasarkan data dari NCDC. Tabel 3.8 memperlihatkan nilai-nilai
yang direkomendasikan untuk kecepatan angin dan gelombang pasang
untuk setiap kemungkinan terjadinya. Kecepatan angin hanya akan terjadi
ketika air terperangkap, sehingga daerah tersebut akan menjadi:
tertutup;
relatif dangkal sehingga arus balik terbatas.
Tabel 3.8. Kenaikan muka air akibat angin berdasarkan data ARGOSS
Kemungkinan Direkomendasikan
terjadi
Kecepatan angin (m) Gelombang laut (m)
(per tahun)
Gambar 3.6. Kemungkinan kondisi teluk yang tertutup dan panjang sumber angin
Kemijen 42 9 45 96
Rejomulyo 38 0 2 40
Mlatiharjo 46 2 7 55
Mlatibaru 35 2 3 40
Bugangan 34 2 10 46
Kebon Agung 34 0 3 37
Sarirejo 40 0 6 46
Rejosari 55 3 10 68
Karangturi 35 0 1 36
Karang Tempel 56 2 5 63
Tabel 3.10. Areal kedap, tidak kedap dan air terbuka dalam ha (Witteveen+Bos,
2008)
Kemijen 64 23 9 96
Rejomulyo 35 5 0 40
Mlatiharjo 46 7 2 55
Mlatibaru 33 5 2 40
Bugangan 37 7 2 46
Kebon Agung 32 5 0 37
Sarirejo 40 6 0 46
Rejosari 56 10 3 68
Karangturi 32 4 0 36
Karang Tempel 53 8 2 63
Tanah liat
25 75 80 – 110 30 – 40 40 – 80 30 – 50 1 - 1.5
berlempung
sangat kaku
Lempung berpasir - - - - -
yang sangat kerast
>75
Tanah liat
25 75 berlempung 80 – 110 30 – 40 40 – 80 30 – 50 1 - 1.5
sangat kaku
Lempung berpasir - - - - -
yang sangat kerast
>75
Profil tanah, stratifikasi tanah lapisan bawah dan parameter tanah dapat dilihat
pada Tabel 3.12 di bawah ini.
0 25 Tanah liat laut lembut, SPT blow counts bervariasi antara 3 – 10 blows/m.
Tanah liat setengah kaku s/d tanah liat kaku; SPT blow count kurang lebih
meningkat dengan kedalaman dari kira-kira 30 blows/ft s/d 80 blows/m
25 75
Endapan Lumpur keras berpasir /lapisan batu endapan lumpur
> 75
Akifer endapan Delta Garang. Ini adalah akifer bagian atas, yang terdiri atas batu
“breccia” volkanik, di kedalaman 65 m-permukaan. Ketebalannya 10 m.
Kemampuan mengalir akifer adalah 20 – 1000 m 2/hari. Akifer ini biasa naik ke
permukaan (artesian), tetapi karena penyedotan air tanah, tekanan hidraulik
tertarik lebih rendah sampai di bawah tingkat permukaan air laut dan bahkan
lebih rendah. Tekanan hidraulik turun lebih rendah dari 5 m-permukaan pada
tahun 1980 menjadi 17 s/d 25 m -permukaan.
Akifer endapan Coast quaternary. Ini adalah akifer kedua, lebih rendah, dengan
kedalaman 85 m-permukaan. Ketebalannya 10 m dan kemampuan pengaliran
(transmissibility) adalah 100 – 500 m 2/hari. Tekanan hidraulik adalah 13 s/d 25
m+permukaan.
zona 2: Zona berbahaya, yaitu zona yang berlokasi dekat kawasan pantai
tertutup oleh suspensi alluvial dan dipisahkan oleh kontur piezometrik
dengan ketinggian 10 – 20 m-permukaan. Zona ini merupakan daerah
penyangga (buffer zone) bagi zona kritis. Kedalaman akifer di kawasan ini
berkisar 30 – 90 m-permukaan dan penyedotan air tanah dari akifer
terbatas pada 60 m3/hari;
zona 3: zona aman 1, yaitu zona yang berdekatan dengan pantai ditutupi
oleh suspensi alluvial dan lembah yang ditutupi oleh batu-batu volkanik
dari formasi Damar, dengan kontur piezometrik kurang dari 10 m-
permukaan. Penyedotan air tanah untuk industri masih diizinkan dengan
syarat penyedotan berada pada akifer dengan kedalaman 30 m dan
maksimum penyedotan 150m3/hari;
zona 5: zona aman 3 (V), yaitu zona yang berlokasi di lembah gunung
Ungaran ditutupi oleh batu-batu volkanik tua dan batu-batu volkanik muda
yang dibentuk oleh gunung Ungaran dari lava Andesit dan Bassalt, breccias
dan lahar dingin. Muka air tanah berkisar 1 s/d 27 meter dari permukaan.
Kedalaman akifer adalah antara 20 – 80 m dari permukaan. Zona ini
berfungsi sebagai daerah pengisian kembali.
zona 6: zona aman 4 (VI), yaitu zona yang terletak di pusat kota dan di
sebelah tenggara Semarang, berlokasi di kawasan berbukit, ditutupi oleh
batu-batu endapan (sedimen) tersier, batu (tanah) liat, napal, batu pasir,
batu konglomerat, breccias, dan batu kapur. Air asin ditemukan di
beberapa sumur di daerah ini.
Gambar 3.10. Zona konservasi air tanah
Gambar 3.13.Percampuran air tanah asin akibat adanya penyedotan air tanah
Ekologi
Tambak ikan
4.3.4. Aspek Desain Sistem Drainase dan Pengelolaan Tata Air Polder Banger
4.3.4.1. Prinsip-prinsip pengembangan polder
Dua mekanisme dalam desain polder yang relevan untuk menanggulangi banjir,
yaitu:
muka air pasang di luar polder;
muka air tinggi di dalam kawasan polder disebabkan hujan lebat.
\
Sistem gravitasi
Kebutuhan Energi
Pembuangan Satuan
Curah hujan 2,330 Mm/tahun
Biaya energi
Pembuangan Satuan
Keperluan konstruksi
pumping station
weir
Water table:
MAR-2.00 m
tidal gate
flow direction
Water table:
Water table:
dike Kali Banger
MAR+0.50 m
Keperluan energi
flow direction
Polder section I:
pumping station
Water table MAR-
2.00 m
Polder section
II:
Water table
MAR-0.50 m
Polder section
III: Water table
MAR+0.50 m
Keperluan Konstruksi
Pembuangan satuan
Desain muka air pada aliran permukaan bagian hulu (a) 1.1 m+MALR
II -0.5 100 19
III +0.5 60 11
Gambar 8.8 berikut ini menampilkan konsep pintu ayun/klep yang dimaksud.
Gambar 8.8. Pintu air membuka selama air surut dan menutup pada saat air
pasang
Pada situasi sekarang, muka air di bagian utara Banjir Kanal Timur
ditentukan oleh muka air laut dalam keadaan kondisi normal. Elevasi
permukaan air di bagian perbatasan selatan Polder Banger (Jl. Brigjen
Katamso) adalah 2.5 sampai dengan 3.0 m+MALR. Dalam kondisi-
kondisi ekstrim (T25) kemiringan sungai bervariasi dari 1.9 m+MALR di
perbatasan sebelah utara (Jl. Arteri), sampai dengan 5.5 m+MALR di
perbatasan sebelah selatan polder.
Elevasi muka air di dalam polder
Dengan kata lain, dari Tabel 8.8 dapat disimpulkan hal sebagai berikut:
0.4
Pembuangan 10 jam
0.3
0.2
0.1
water level (m MSL)
0
0 12 24 36 48
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.5
Time (hours)
Current situation
Gambar 8.11.Bendung di Kali Banger
(-)
Total 557
Pertimbangan-pertimbagan lain adalah sebagai berikut:
Gambar 8.16. Retensi di tambak ikan, muka air yang lebih rendah
Sistem dapat membuang air sebesar 74.100 m 3/hari atau 0,9 m3/d. Kapasitas ini
berdasarkan:
Pada beberapa waktu yang lalu, sudah pernah ada usaha untuk
membentuk suatu sistem pengelolaan sampah. Sampah dikumpulkan dari
setiap rumah tangga dan kemudian dibawa oleh warga ke lokasi
pembuangan sampah sementara. Warga membayar sejumlah iuran untuk
pengumpulan sampah di rumah-rumah mereka (sebesar Rp. 2000.- atau
€0.20 per rumah tangga/bulan). Sayangnya Pemerintah setempat tidak
mengangkut sampah-sampah yang sudah dikumpulkan di tempat
pembuangan sampah sementara tersebut dan karena itu proyek tersebut
akhirnya gagal. Namun demikian, proyek seperti itu menunjukkan bahwa
sebagian dari warga menyadari pentingnya suatu sistem pengumpulan
sampah yang baik. Di samping itu, masyarakat juga memiliki keinginan
menyesuaikan prilaku mereka sebagaimana mestinya serta ingin
menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka untuk mendukung
program-program masyarakat dan pengumpulan sampah yang dikelola
oleh Pemerintah setempat.