BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
glukosa darah, kemudian setelah disuntik dengan ekstrak pankreas kadar gula
darahnya turun karena ekstrak pankreas itu mengandung hormon yang disebut
insulin. Ternyata hormon insulin inilah yang mengatur kadar glukosa dalam
darah. Sejak ditemukan hormon insulin pada tahun 1921 oleh Banting dan Best di
Kanada, maka angka kematian dan keguguran ibu-ibu diabetes yang hamil makin
berkurang. Akhirnya pada tahun 1954 Franke dan Fuchs mencoba tablet OAD
(Obat Anti Diabetes) pada manusia, yang akhirnya temuan OAD ini berkembang
pesat dengan berbagai jenis dan indikasi penggunaanya (Anonim 2008).
bersifat mendadak akibat infeksi, lupa untuk suntik insulin, pola makan yang
terlalu bebas, atau stress. Koma hiperosmoler non ketotik diakibatkan adanya
dehidrasi berat, hipotensi, dan shock. Oleh karena itu, koma hiperosmolar non
ketotik diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang
menyebabkan penderita menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam. Koma
lakto asidosis diartikan sebagai keadaan tubuh dengan asam laktat yang tidak
dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibat dari hal ini, kadar asam laktat dalam
darah meningkat dan seseorang bisa mengalami koma. Komplikasi kronis
diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan
serangan jantung, serangan otak yang biasanya diikuti dengan kelumpuhan dan
struk. Kerusakan pembuluh-pembuluh darah peripheral biasanya mempengaruhi
bagian tubuh bawah dan kaki, kerusakan ginjal (neuropati), kerusakan saraf
(neuropati) yang dapat menyebabkan kelumpuhan (paralisis), impotent dan
penyakit mata (retinopati), retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan
sebagian atau keseluruhan dari penglihatan, penderita retinopati diabetik
mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan. Menurut laporan komisi
diabetes mellitus, penderita diabetes mellitus dapat 2 kali lebih mudah terkena
trombosis serebri, 24 kali mudah terkena penyakit jantung koroner, 17 kali rentan
terhadap kegagalan ginjal, 5 kali lebih mudah terkena ganggren, bilamana
dibandingkan dengan orang non- diabetes mellitus. Meskipun gejala-gejala
diabetes mellitus dapat diregulasi, namun komplikasi diabetes mellitus kronis
jangka panjang dapat mengurangi lama perkiraan hidup sampai sepertiga (Notkins
dalam Soehadi 1989).
1. Insulin (parenteral)
Insulin merupakan hormon yang penting bagi kehidupan. Hormon ini
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian jaringan, menaikkan pembentukan
glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi
pembentukan lemak dan protein dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan
kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin. Kerja insulin lainnya
adalah meningkatkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja
katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid (Mutschler 1991).
2. Obat hipoglikemik oral
Obat ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan insulin yang diberikan
dari luar. Dalam keadaan gawat insulin harus tetap diberikan. Obat hipoglikemik
oral terbagi atas (Laurence 1992) :
a. Golongan sulfonil urea
Obat ini dapat menurunkan glukosa darah yang tinggi dengan cara
merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas. Oleh karena itu
golongan ini cocok untuk penderita diabetes mellitus tipe II. Obat yang
termasuk golongan ini adalah klorpropamida, tolazomida, glikosida, gliba
klamida, glikisida, dan glikodon.
b. Golongan biguanida
Obat golongan ini tidak bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin
tetapi langsung terhadap organ sasaran. Obat yang termasuk dalam
golongan ini antara lain; metformin, fenformin, dan buformin
(Ganiswarna 1995).
3. Glukagon
Glukagon adalah suatu polipeptida yang terdiri dari 29 asam amino.
Hormon ini dihasilkan oleh sel alpha pulau langerhans. Glukagon meningkatkan
glukoneogenesis, efek ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan
glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hepar proses
deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses
tersebut maka pembentukan kalori juga semakin besar. Glukagon terutama
10
2.2 Ginjal
2.2.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari
darah, dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur
berguna yang kembali dari filtrat, yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dan
produk buangan plasma (Frandson 1992).
Secara anatomis ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang
terletak di belakang rongga abdomen, satu disetiap sisi kolumna vertebralis sedikit
di atas garis pinggang (Sherwood 2001). Ginjal dikelilingi oleh jaringan lemak
perineal disekitarnya, berwarna coklat, dibungkus oleh kapsula yang normalnya
dapat bergerak bebas pada permukaan ginjal. Hampir semua jenis ternak
ginjalnya memiliki bentuk seperti kacang, kecuali ginjal sapi dengan lobul-
lobulnya, serta kuda dengan ginjal kanan yang menyerupai bentuk jantung
(Frandson 1992). Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram
dan kira-kira seukuran kepalan tangan (Guyton 1996).
Ginjal terdiri dari dua daerah, yaitu daerah perifer yang beraspek gelap
disebut korteks dan daerah yang agak cerah disebut medula, berbentuk piramid
terbalik (Dellman 1992). Bagian korteks mengandung jutaan alat penyaring yang
disebut nefron (Anonim 2009). Batas medial dari ginjal umumnya adalah konkaf
dan mempunyai beberapa depresi, yaitu hilus renalis dimana pembuluh-pembuluh
darah dan saraf masuk, dan ureter serta pembuluh limfatik keluar. Pengembangan
asal-usul ureter disebut pelvis renal. Bagian ini menerima urin dari tubulus
penampung (Frandson 1992).
11
asenden. Loop merupakan saluran yang berbentuk huruf U yang bermula dekat
glomerulus sebagai lanjutan dari tubulus proksimal (Guyton 1996). Tubulus
konvolusi distal lebih pendek dan berkelok-kelok di bandingkan dengan dengan
tubulus proksimal. Tubulus distal ini merentang dari ujung loop Henle yang naik,
ke tubulus pengumpul (Frandson 1992).
Gambar 2. Struktur Vesika Urinaria pada pria (Lesson and Lesson 1989)
Jika kandung kemih (bladder) terisi penuh, dinding bladder menjadi tipis
dan bagian terbesar bladder itu akan terdesak kearah cranial masuk ke rongga
abdominal. Peritoneum menutupi bagian cranial dari bladder, tergantung pada
penuhnya bladder itu. Bagian kaudalnya ditutupi oleh fascia pelvis (Frandson
1992).
Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung
kemih. Konstraksi peristaltik otot polos di dalam dinding uretra juga mendorong
urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus dinding
kandung kemih secara oblik, melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter
sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan anatomis seperti ini
mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi
peningkatan tekanan di kandung kemih (Sherwood 2001).
17
2.4 Testis
2.4.1 Anatomi Testis
Pada setiap ekor hewan jantan terdapat sepasang testis yang berbentuk
seperti telur atau peluru (Sigit 1980). Testis tersebut berada dalam scrotum yang
berupa kantong yang terdiri atas kulit dan tunika dartos dan sebagian funiculus
spermaticus. Scrotum ini menyebabkan suhu testis berada 2,20 C lebih rendah
dari suhu badan (abdomen). Scrotum bereaksi terhadap rangsangan seksual secara
19
vaso kongesti dan kontraksi serabut otot-otot polos dari tunica dartos, sehingga
struktur dari scrotum mengencang dan menebal (Effendi 1981). Testis terletak
menggantung di daerah prepubis dan digantung oleh funiculus spermaticus yang
menggantung unsur-unsur yang terbawa oleh testis dalam perpindahannya dari
cavum abdominalis melalui canalis inguinalis ke dalam scrotum (Toelihere 1985).
Bagian luar dari testis berbentuk convex dan licin. Bagian yang berada
pada ujung proksimal disebut ekstremitas capitata yang berhadapan dengan caput
epididymis, sedangkan ekstremitas caudata berhadapan dengan cauda epididymis.
Bagian pinggir yang berhadapan dengan corpus epididymis disebut margo
epididymis dan bagian yang bebas dari testis disebut margo liber (Sigit 1980).
Testis dibungkus oleh tunica vaginalis propria yang akan membungkus
ductus epididymis dan ductus deferens. Dibagian profundal tunica ini terdapat
tunica albuginea yaitu suatu jaringan ikat padat berwarna putih yang terdiri atas
serabut fibreus dan serabut-serabut otot licin (Sigit 1980).
Testis sedikit bervariasi dari spesies ke spesies dalam hal bentuk, ukuran,
dan lokasi, tetapi struktur dasarnya adalah sama. Masing-masing testis terdiri dari
900 lilitan tubulus seminiferosa yang dikelilingi oleh kapsul berserabut atau
20
trabekula melintas masuk dari tunica albuginea untuk membentuk kerangka atau
stroma, untuk mendukung tubulus seminiferosa. Tubulus seminiferosa ini
masing-masing memiliki panjang rata-rata tebih dari 5 meter, dan merupakan
tempat pembentukan sperma (Guyton 1996). Trabekula ini bergabung
membentuk korda fibrosa, yaitu mediastinum testis. Rete testis terdiri dari
saluran-saluran yang beranastomose dalam mediastinum testis. Saluran-saluran
ini terletak di antara tubulus seminiferosa dan duktuli eferen yang berhubungan
dengan ductus epididymis dalam kepala epididymis (Fradson 1992).
sel tinggi seperti tiang dengan dasarnya yang terletak di atas lamina basal tubulus.
Bentuk sel tidak teratur, tidak tampak jelas dan sangat kompleks karena kepala
spermatozoa yang matang menempati cekungan-cekungan di sitoplasmanya. Inti
sel terletak pada jarak tertentu di atas dasar sel, pucat lonjong dengan sumbu
panjang tersusun secara radial. Anak inti sel ini jelas sehingga mudah
membedakannya dari unsur-unsur spermatogenik lain yang terdapat dalam
tubulus. Anak inti tampak mencolok, terdiri atas bagian sentral yang asidofil dan
bagian tepi yang sedikit lebih bersifat basofil (Tambajong dan Wonodirekso
1996).
Sel interstisial yang spesifik yakni sel leydig terletak dalam jaringan ikat
longgar yang terdapat diantara tubuli. Sel besar berbentuk polygonal ini terdapat
satu-satu atau membentuk kelompok kecil dengan sitoplasma bergranul dan
bervakuola dengan inti jelas. Sel ini mempunyai fungsi endokrin dengan
menghasilkan androgen utamanya testosteron. Pada interstisial tubuli juga
terdapat makrofag, sel mast dan kaya akan suplai kapiler. Pembuluh darah tidak
dapat menembus membran basalis tubuli sehingga pertukaran melalui difusi
(Toelihere 1979).
Fungsi Reproduksi
Semen yang diproduksi saat ejakulasi terdiri atas bagian sel yaitu
spermatozoa dan wahana tempat hidup spermatozoa, yaitu plasma semen. Pada
awal pubertas dan bukan sebelumnya, spermatozoa terbentuk di dalam testis
melalui serangkaian pembelahan mitosis dan meiosis yang sangat khusus yang
berawal dari spermatogonia epitel germinalis (Hunter 1995).
Rangkaian pembelahan dalam menghasilkan spermatozoa ini merupakan
proses spermatogenesis dan menurut Hardjopranjoto (1995) dibagi menjadi 4
tahap:
1. Tahap proliferasi
Bakat sel kelamin yang ada pada lapisan basal dari tubulus seminiferus
melepaskan diri dan membelah secara mitosis sampai dihasilkan banyak
sel spermatogonia.
2. Tahap tumbuh
Spermatogonia membagi diri secara mitosis sebanyak 4 kali sehingga
dihasilkan 16 spermatosit primer.
3. Tahap menjadi masak
Tahap pembelahan meiosis sehingga spermatosit primer berubah menjadi
spermatosit sekunder dan jumlah kromosom menjadi separuhnya.
Beberapa jam kemudian spermatosit sekunder akan berubah menjadi
spermatid.
4. Tahap transformasi
Terjadi proses metamorfosa seluler dari spermatid sehingga terbentuk sel
spermatozoa.
2.6. Metaplasia
Keadaan dimana terjadi transformasi satu jenis epitel ke jenis epitel
lain, misalnya perubahan sel-sel kolumnar menjadi sel-sel skuamosa
pada saluran respirasi (Spector WG & Spector TD 1993).
3. Gangguan metabolisme sel
Gangguan termasuk diantaranya adalah degenerasi lemak, degenerasi
hidropis, klasifikasi dan melanosis.
4. Orkhitis
Orkhitis merupakan peradangan pada testikel. Etiologi, kejadian orchitis
dapat dipicu oleh beberapa sebab seperti perlukaan secara mekanis dan agen
infeksius. Radang sendiri dapat dibagi menjadi dua yakni akut dan kronis
yang menahun. Testis yang mengalami radang akut umumnya membengkak
dan terasa sedikit padat karena sel-sel dan cairan radang. Disekitar testis
umumnya terdapat edema, fibrin dan pendarahan-pendarahan (Ressang 1963).
5. Neoplasma
Tipe tumor yang sering menyerang testikel antara lain seminoma, tumor
sel Sertoli, tumor sel leydig dan teratoma. Tumor metastatik mungkin dapat
terjadi tetapi sangat jarang ditemui (Smith 1962).
2.4.5 Intoksikasi Testis
Testis merupakan bagian penting yang mengalami kerusakan akibat zat
toksik karena mempengaruhi fertilitas dalam sistem reproduksi hewan jantan.
Beberapa agen dapat menginduksi toksisitas dan patologi pada testis dengan
menghambat sintesis protein yang merusak secara cepat pembelahan sel dan
penghentian proses spermatogenesis dapat terjadi (Graside & Harvey, diacu dalam
Atterwill & Flack 1992). Banyak zat kimia yang mengganggu spermatogenesis
dan menyebabkan atropi testis. Zat kimia ini antara lain adalah zat pewarna
makanan (misalnya Oil Yellow AB dan Oil Yellow OB), pestisida (misalnya
DBCP), logam (misalnya timbal dan kadmium) dan pelarut organik. Berbagai zat
kimia lain dapat mempengaruhi testis, misalnya hormon steroid, zat alkilator,
sikloheksilamin dan heksaklorofen (Dixon 1986, diacu dalam Lu 1995). Efek
buruk zat toksik lainnya adalah dapat membuat spermatozoa cacat, tidak aktif atau
bahkan mati. Sebagai contoh adalah metilmetan sulfonat (MMS) dan busulfan
26
2.5 Epididimis
Epididimis merupakan organ yang sangat penting dalam spermatogenesis.
Epididimis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian caput (kepala), corpus
(badan), dan cauda (ekor) (Senger 1999). Spermatozoa bergerak dari tubulus
seminiferosa lewat duktulus eferens menuju kepala epididimis. Epididimis
menghubungkan vasa eferensia pada testis dengan duktus deferens (vas deferens)
(Frandson 1992).
Kepala epididimis melekat pada bagian ujung dari testis tempat pembuluh-
pembuluh darah dan saraf masuk. Badan epididimis sejajar dengan aksis
longitudinal dari testis dan ekor epididmis selanjutnya menjadi duktus deferens
yang rangkap dan kembali ke daerah kepala kemudian sampai ke korda spermatik
(Frandson 1992).
27
2.7.2 Morfologi
Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) adalah tanaman yang
memiliki tinggi 40-90 cm dan batangnya berbentuk segi enam dengan nodus yang
membesar serta mempunyai banyak cabang. Daunnya berwarna hijau tua dengan
permukaan bawah berwarna merah muda, bentuk daun ramping, agak memanjang
dengan bagian pangkal dan ujung runcing. Panjang daunnya berkisar 2-8 cm dan
lebar 1-3 cm serta tangkai daun pendek. Bunga berukuran kecil berwarna putih
keungguan yang keluar dari ujung batang atau ketiak daun. Buah berbentuk
memanjang sampai lonjong, panjang sekitar 1,5 cm dan lebar 0,5 cm, pangkal dan
ujung buah tajam, setelah masak buah akan pecah menjadi empat keping. Biji
kecil, gepeng dan berwarna coklat muda (Muhlisah 1998).
Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) memiliki daun
berbentuk lanset, tepi daun rata, penampang melintang, dengan letak saling
berhadapan. Cabang berbentuk segi empat dan tidak berbulu, daun bagian atas
cabang berbentuk seperti daun pelindung, bunga tegak dan bercabang berbentuk
tabung dan berbibir dengan bibir atas bunga berwarna putih dengan warna kuning
di bagian kepala serta bibir bunga bawah berbentuk baji berwarna ungu. Buah
Sambiloto berbentuk jorong dengan ujung yang tajam (Muhlisah 1998).
30
kulit, tepung sari, bunga dan biji. Senyawa flavonoid terutama terdapat pada akar
(Anonim 2006). Flavonoid merupakan pigmen yang tersebar luas dalam bentuk
senyawa glikogen dan aglikon yang larut dalam air. Salah satu fungsi flavonoid
dalam tanaman adalah sebagai hormon pertumbuhan dan inhibitor enzim dengan
kompleks protein. Flavonoid dapat menghambat perkembangan parasit dengan
bertindak sebagai inhibitor enzim. Mekanisme penghambatan yaitu dengan cara
menghambat produksi enzim dan sintesis asam-asam nukleat atau protein
(Rohimah 1997), melalui mekanisme tersebut pertumbuhan dan perkembangan
parasit kemungkinan dapat ditekan.
Terdapat dua jenis Tanin yaitu; tannin terhidrolisis dan tannin
terkondensasi. Tannin memiliki sifat astringent yang dapat mengurangi kontraksi
usus sehingga dapat berfungsi sebagai antidiare dan mengobati gangguan
pencernaan (Samsuhidayat & Hutapea 1991).
Secara tradisional Sambiloto telah dipergunakan untuk pengobatan akibat
gigitan ular atau serangga, demam dan disentri, rematik, tuberculosis, infeksi
pencernaan, dan lain-lain. Sambiloto juga dimanfaatkan untuk anti mikroba atau
anti bakteri, antihiperglikemik, anti sesak napas dan untuk memperbaiki fungsi
hati (Yusron et al 2005).
Menurut Mahendra (2005), Sambiloto dapat memiliki efek imunostimulan
(meningkatkan kekebalan tubuh) sehingga mengingat kandungan dan fungsi
tanaman tersebut, saat ini Sambiloto banyak diteliti untuk dikembangkan sebagai
bahan baku obat modern, diantaranya pemanfaatan obat HIV dan kanker (Yusron
et al 2005).
menghancurkan bakteri dan benda asing lainnya, serta mengaktifkan sistem limfa
(Yang 1990).
Hasil pemeriksaan histopatologi bahwa ekstrak sambiloto dapat
melindungi beberapa organ khususnya hati dan limpa (Dzulkarnaen et al 1996).
Ekstrak etanol dari Sambiloto dapat menghambat adanya tukak lambung. Selain
itu, sambiloto juga mampu mengatasi penyempitan pembuluh darah akibat
tingginya kadar kolestrol darah atau menipulasi pembuluh darah. Penyempitan
pembuluh darah ini diduga menjadi salah satu penyebab meningkatnya tekanan
darah (Dzulkarnaen et al 1996).
Sambiloto merupakan obat yang memiliki toksisitas yang cukup aman.
Menurut Dzulkarnaen et al (1996) pemberian Sambiloto ini termasuk zat yang
hampir sama sekali tidak toksik.