Anda di halaman 1dari 108

APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L.

Swartz)
DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR

Oleh
FITRIATI
F34102083

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FITRIATI. F34102083. Aplikasi Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz)
dalam Sabun Transparan Antijamur. Di bawah Bimbingan Tatit K. Bunasor dan
Hernani. 2007

RINGKASAN

Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan alternatif bagi pengobatan


cenderung meningkat seiring dengan mahalnya beberapa jenis obat-obatan yang
terbuat dari bahan kimia atau sintetis. Hal ini dipicu dengan semakin
berkembangnya kesadaran masyarakat untuk “kembali ke alam” (back to nature)
atau “gelombang hijau” (green wave). Salah satu tanaman yang telah
dimanfaatkan sebagai obat-obatan adalah lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz).
Tanaman famili Zingiberaceae ini diketahui memiliki zat aktif yang berfungsi
sebagai anti jamur. Pemanfaatan zat aktif lengkuas ini diharapkan dapat menjadi
bahan alternatif bagi pengobatan modern.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas daya antijamur dari
ekstrak lengkuas setelah diformulasikan kedalam sabun transparan, mengetahui
karakteristik sabun transparan setelah penambahan ekstrak lengkuas dan
mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yang terdiri dari penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan
pembuatan bubuk lengkuas, analisis bahan baku, ekstraksi, analisis ekstrak kasar
dan pembuatan serbuk lengkuas. Penelitian dilanjutkan dengan pembuatan sabun
transparan, analisis produk, uji anti jamur dan uji organoleptik. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan
dua kali ulangan. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak lengkuas
dengan tiga taraf yaitu 1%, 2% dan 3%.
Hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05)
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas berpengaruh nyata terhadap
beberapa parameter mutu sabun transparan yang dihasilkan. Parameter tersebut
antara lain jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bagian tidak larut
dalam alkohol, dan pH. Analisis keragaman juga menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak lengkuas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, alkali
bebas yang dihitung sebagai NaOH, minyak mineral, stabilitas busa, stabilitas
emulsi dan kekerasan sabun yang dihasilkan.
Sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas memiliki daya
antijamur terhadap jamur penyebab penyakit kulit yaitu Microsporum canis dan
Tricophyton mentagrophytes. Sabun dengan ekstrak lengkuas 1% telah mampu
menghambat pertumbuhan kedua jamur ini pada tingkat pengenceran 3000 ppm.
Berdasarkan kisaran diameter hambat, diketahui bahwa M. canis yang memiliki
diameter hambat 5-18 mm lebih sensitif terhadap zat anti jamur lengkuas
dibandingkan dengan T. mentagrophytes dengan diameter hambat 5-14 mm. Daya
hambat ditunjukkan dengan diameter hambat yang dihitung berdasarkan besarnya
zona bening disekitar lubang yang berisi sampel. Pengujian anti jamur produk
sabun tanpa pengenceran terhadap jamur uji menunjukkan hasil yang negatif
dimana jamur uji tidak tumbuh pada sabun yang diuji. Hal ini menunjukkan
bahwa produk sabun tanpa pengenceran dapat menghambat pertumbuhan jamur
uji dengan maksimal.

2
Penilaian panelis terhadap transparansi/warna dan busa menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi ekstrak
lengkuas 1%, 2% dan 3%. Kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun
dengan peningkatan konsentrasi yang ditambahkan. Respon panelis terhadap
tekstur, kesan kesat dan aroma tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
panelis memberikan penilaian yang sama terhadap parameter kesukaan tersebut.

3
FITRIATI. F34102083. The Application of Galangal Extract (Alpinia galanga L.
Swartz) in the Making Process of Antifungal Transparent Soap. Supervised by
Tatit K. Bunasor and Hernani. 2007

SUMMARY

Various plants as an alternative medical treatment is growing strongly


nowadays along with the high price of syntetic medicine substance. This condition
is caused by the advance of the society’s awareness to come back to nature or
known as the “green wave”. Greater galangal (Alpinia galanga L. Swartz) plant is
usually used as medical substances. It comes from Zingiberaceae family and it
contains antifungal active substance. This medical plant is expected to be an
alternative in modern medical treatment.
The purposes of this research are to study galangal extract antifungal
effectivess after it is formulated into transparent soap, to study the characteristics
of the transparent soap after the addition of galangal extract, and to study about
the consumer acceptance towards the transparent soap. The research was
conducted in two stages : the preliminary research and the main research. The
galangal powder production, material analysis, extraction, crude extract analysis
and galangal extract powder production were conducted in the preliminary
research. The next process in the research are transparent soap making, product
analysis, antifungal testing and organoleptic testing. The research uses the
experimental design of one factor complete random with 3 level factors of
concentration of galangal extract (1%, 2% and 3%).
The result of ANOVA analysis shows that the addition of galangal extract
has a significant effect towards the transparent soap quality parameters. Those
parameters are the total fatty acid, unsponiable fraction, insoluble matter in
alcohol, and pH. The ANOVA analysis also shows that the galangal extract
addition do not have a significant effect towards moisture content, free alkalinity
as NaOH, mineral oil, foam stability, and soap hardness
Transparent soap that contains galangal extract has an antifungal effect
towards fungi that caused skin infection, which are Microsporum canis and
Tricophyton mentagrophytes. Soap with 1% of galangal extract could reduce the
growth of this fungi at the level of 300 ppm. Based on inhibition diameter range,
it is known that M. canis has an inhibition diameter of 5-18 mm, more sensitive to
the galangal antifungal substance than the T. mentagrophytes with an inhibition
diameter of 5-14 mm. The inhibition effect is showed by inhibition diameter
which is measured based on transparent zone around the sample point. The soap
antifungal testing without addition of water shows a negative result, which means
the fungi did not growth on the tested soap. This results showed that the soap
without water addition could maximize the preference inhibition of fungi growing.
Panelist respons towards color/transparency and foam, shows a significant
differences for soap with 1%, 2% and 3% concentration. Panelist preference
towards colour, decreases along with the increation of the galangal extract
concentration. Panelist respons towards texture, roughness and flavor did not have
a significant differences. The result shows that panelists gave the same response
towards the parameters.

4
APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)
DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
Fitriati
F34102083

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)


DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
Fitriati
F34102083

Dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1983


Di Way Mengaku

Tanggal lulus : 02 Februari 2007

Disetujui,
Bogor, Februari 2007

Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc Dra. Hernani, M.Sc


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

6
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :


“APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM
SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR”
Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Februari 2007


Yang Membuat Pernyataan

Fitriati
F34102083

7
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Mengaku, Lampung Barat


pada tanggal 7 Mei 1983 sebagai putri pertama dari Kasran dan
Sopyati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri
Tanjung Raya, Lampung Barat. Kemudian melanjutkan ke
Madrasah Tsanawiyah Negeri Liwa dan berhasil lulus pada
tahun 1999. Setelah penulis lulus dari Sekolah Menegah Umum (SMU) Alkautsar
Bandar Lampung pada tahun 2002, kemudian melanjutkan studi ke Institut
Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur USMI
(Ujian Seleksi Masuk IPB).
Selama masa kuliah, penulis melakukan Praktek Lapangan dalam
Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Kopi Instan di PT. Nestlé Indonesia
Panjang Factory. Selain itu, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi
Industri (HIMALOGIN) sebagai Kepala Departemen Kesekretariatan (2003/2004)
dan Sekretaris Umum (2004/2005) serta Badan Khusus Himalogin (2005/2006).
Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarela (KSR) PMI
sebagai Kepala Departemen Pendidikan dan Latihan (2003/2004).
Penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor dengan tugas akhir
berupa skripsi yang berjudul “APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia
galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR” dibawah
bimbingan Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc dan Dra. Hernani, M.Sc.

8
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat segala karunia dan
rahmat-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir
ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Aplikasi Ekstrak Lengkuas
(Alpinia galanga L. Swartz) dalam Sabun Transparan Anti Jamur”.
Tugas akhir ini berisi tentang pemanfaatan lengkuas sebagai salah satu
komoditi pertanian kedalam produk berupa sabun transparan. Pada penelitian ini
ekstrak lengkuas yang diketahui mengandung zat aktif anti jamur diaplikasikan
kedalam produk sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari lengkuas itu
sendiri. Penelitian ini juga membahas tentang aktivitas anti jamur dari sabun
transparan, karakteristik sabun transparan dan penerimaan konsumen terhadap
sabun yang dihasilkan.
Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan peran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terimakasih terutama kepada :
1. Kedua orang tua, kedua adikku tersayang serta seluruh keluarga yang
senantiasa memberikan motivasi, bantuan dan doa yang tak pernah terputus.
2. Ibu Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc selaku pembimbing akademik yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama masa kuliah hingga
penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Hernani, M.Sc selaku dosen pembimbing II, atas segala dorongan,
arahan dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
4. Bapak Drs. Chilwan Pandji, Apt.MSc selaku dosen penguji yang telah
memberikan dorongan, arahan dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini.

Bogor, Februari 2007

Penulis

i
UCAPAN TERIMAKASIH

Selama pelaksanaan penelitian dan penyelesain tugas akhir ini tak terlepas
dari peran dan bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang
telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian di Balitbang
Pascapanen Pertanian.
2. Laboran, teknisi dan berbagai pihak di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian.
3. PT. Adev Prima Mandiri yang telah membantu dan memberikan saran dalam
pelaksanaan penelitian.
4. Teman seperjuangan : Rini, Iffa, Ochi, Hari, Farikhin, Wahyudin, Sigit,
Mauliyah, Ika, Roza, Asty dan Ades.
5. Teman satu bimbingan : Oki dan Mia
6. Saudara-saudaraku : Harti, Fifi, Eva, Yoga, Santo dan Vico atas segala
kesempatan mengukir kebersamaan selama masa-masa indah.
7. Sahabat terbaikku, Galih Pije dan kedua adikku Farah dan Ikhsan atas doa,
motivasi, dorongan, dan kebersamaan selama ini.
8. Johan Wahyudi, atas doa, motivasi, segala kebaikan dan kasih sayang tak
terbatas yang telah diberikan.
9. Tinners 39 atas segala kebersamaan dan kenangan indah selama masa kuliah
hingga waktu yang takkan berakhir.
10. Himaloginers : 2003-2006

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1
B. TUJUAN .............................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) ..................... 3
B. KOMPOSISI KIMIA RIMPANG LENGKUAS ................................. 5
C. JAMUR DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKANNYA ............... 7
D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF ............................................ 9
E. SABUN TRANSPARAN .................................................................... 10
F. FORMULASI SABUN TRANSPARAN ............................................ 13
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................... 18
1. Bahan Baku .................................................................................... 18
2. Bahan Kimia .................................................................................. 18
3. Alat ................................................................................................. 18
B. METODE PENELITIAN ..................................................................... 19
1. Penelitian Pendahuluan .................................................................. 19
1.1. Pembuatan Bubuk Lengkuas ................................................. 19
1.2. Analisis Mutu Bahan Baku ................................................... 19
1.3. Ekstraksi ................................................................................ 20
1.4. Analisis Ekstrak Lengkuas .................................................... 20
1.5. Pembuatan Serbuk Lengkuas ................................................ 20
2. Penelitian Utama ............................................................................ 20
2.1. Pembuatan Sabun Transparan Anti jamur............................. 20
2.2. Pengujian Karakteristik Sabun Transparan ........................... 21

iii
2.3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap
Jamur Uji ............................................................................... 22
C. RANCANGAN PERCOBAAN ........................................................... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ....................................................... 23
1. Analisis Mutu Bahan Baku ............................................................ 23
2. Ekstraksi ......................................................................................... 26
3. Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas ................................................... 28
B. PENELITIAN UTAMA ....................................................................... 30
1. Aplikasi Ekstrak Lengkuas dalam Pembuatan Sabun Transparan . 30
2. Karakteristik Sabun Transparan ..................................................... 32
3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur terhadap Jamur Uji ...... 44
4. Uji Organoleptik ............................................................................ 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN .................................................................................... 57
B. SARAN ................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59
LAMPIRAN ..................................................................................................... 64

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan.......... 14
Tabel 2. Persyaratan Simplisia Lengkuas ................................................... 19
Tabel 3. Formulasi Sabun Transparan Modifikasi Cognis (2003) .............. 21
Tabel 4. Syarat mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994) ............................ 21
Tabel 5. Hasil Analisis Mutu Bahan Baku .................................................. 24
Tabel 6. Hasil Analisis Ekstrak Lengkuas Kasar ........................................ 28

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rimpang lengkuas merah .............................................................. 4
Gambar 2. Jenis-jenis sabun padat .................................................................. 11
Gambar 3. Proses saponifikasi ........................................................................ 12
Gambar 4. Proses netralisasi asam lemak ....................................................... 12
Gambar 5. Bubuk lengkuas ............................................................................. 23
Gambar 6. Sabun transparan anti jamur dengan berbagai konsentrasi
ekstrak lengkuas ............................................................................ 32
Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan jumlah
asam lemak .................................................................................... 34
Gambar 8. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak
tersabunkan ................................................................................... 36
Gambar 9. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut
dalam alkohol ................................................................................ 38
Gambar 10.Hubungan antara ekstrak lengkuas dengan pH ............................. 39
Gambar 11.Grafik daya hambat sabun transparan dengan ekstrak lengkuas
1% terhadap jamur uji ................................................................... 44
Gambar 12.Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas
2% terhadap jamur uji ................................................................... 45
Gambar 13.Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas
3% terhadap jamur uji ................................................................... 46
Gambar 14.Rumus bangun senyawa aktif anti jamur dalam lengkuas ............ 48
Gambar 15.Penilaian kesukaan panelis perhadap warna ................................. 51
Gambar 16.Penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur ................................. 52
Gambar 17.Penilaian panelis terhadap busa .................................................... 53
Gambar 18.Penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat .......................... 55
Gambar 19.Penilaian kesukaan panelis terhadap aroma .................................. 56

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Lengkuas .............................. 64
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lengkuas ............................. 65
Lampiran 3. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku ....................................... 66
Lampiran 4. Prosedur Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas .............................. 68
Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Sabun Transparan ............................ 69
Lampiran 6. Prosedur Analisis Karakteristik Sabun ..................................... 70
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Karakteristik Sabun ............. 73
Lampiran 8. Lembar Uji Kesukaan ............................................................... 74
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Mutu Bahan Baku ................ 76
Lampiran 10a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kadar Air sabun Transparan 76
Lampiran 10b.Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sabun Transparan ................
Lampiran 11a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak Sabun
Transparan ................................................................................ 76
Lampiran 11b. Hasil Analisis Ragam Jumlah Asam Lemak Sabun
Transparan ................................................................................ 76
Lampiran 11c Hasil Uji Lanjut Duncan Jumlah Asam Lemak Sabun
Transparan ................................................................................ 76
Lampiran 12a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Fraksi Tak Tersabunkan Sabun
Transparan ................................................................................ 77
Lampiran 12b.Hasil Analisis Ragam Fraksi Tak Tersabunkan Sabun
Transparan ................................................................................
Lampiran 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Fraksi Tak Tersabunkan
Sabun Transparan ..................................................................... 77
Lampiran 13a Rekapitulasi Data Hasil Analisis Bagian Tak Larut dalam
Alkohol Sabun Transparan ...................................................... 77
Lampiran 13b.Hasil Analisis Ragam Bagian Tak Larut dalam Alkohol
Sabun Transparan ..................................................................... 77
Lampiran 13c. Hasil Uji Lanjut Duncan Bagian Tak Larut dalam Alkohol
Sabun Transparan ..................................................................... 78
Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Alkali Bebas Sabun
Transparan ................................................................................ 78
Lampiran 14b.Data Hasil Analisis Ragam Alkali Bebas Sabun Transparan ... 78
Lampiran 15. Data Hasil Analisis Minyak Mineral Sabun Transparan ......... 78

vii
Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis pH Sabun Transparan .......... 78
Lampiran 16b.Hasil Analisis Ragam pH Sabun Transparan ........................... 78
Lampiran 16c. Hasil Uji Lanjut Duncan pH Sabun Transparan ...................... 79
Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Busa Sabun
Transparan ................................................................................ 79
Lampiran 17b.Hasil Analisis Ragam Stabilitas Busa Sabun Transparan ....... 79
Lampiran 18a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Emulsi Sabun
Transparan ................................................................................ 79
Lampiran 18b.Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sabun Transparan ..... 79
Lampiran 19a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kekerasan Sabun
Transparan ................................................................................ 79
Lampiran 19b.Hasil Analisis Ragam Kekerasan Sabun Transparan .............. 80
Lampiran 20a. Hasil Analisis Daya Anti jamur Produk Sabun Transparan
Terhadap Jamur Uji .................................................................. 80
Lampiran 20b. Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 1% Terhadap Jamur Uji .......... 80
Lampiran 20c. Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 2% Terhadap Jamur Uji .......... 80
Lampiran 20d.Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 3% Terhadap Jamur Uji .......... 80
Lampiran 21. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Tricophyton
mentagrophytes......................................................................... 81
Lampiran 22. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Microsporum
canis .......................................................................................... 82
Lampiran 23a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Warna/Transparansi.................................................. 83
Lampiran 23b.Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis
Terhadap Warna/Transparansi.................................................. 83
Lampiran 23c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Kesukaan Panelis
Terhadap Warna/Transparansi.................................................. 84
Lampiran 23d.Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Kesukaan Panelis
Terhadap Warna/Transparansi.................................................. 84
Lampiran 24a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Tekstur .. 84
Lampiran 24b.Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap
Tekrtur Sabun Transparan ........................................................ 85
Lampiran 24c. Hasil Analisis Keragaman Penilaian Kesukaan Panelis
Terhadap Tekrtur Sabun Transparan ........................................ 85

viii
Lampiran 25a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa ....... 86
Lampiran 25b.Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Busa .......................................................................... 86
Lampiran 25c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik
Panelis Terhadap Busa ............................................................. 87
Lampiran 25d.Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Hasil Uji Hedonik
Panelis Terhadap Busa ............................................................. 87
Lampiran 26a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap
Kesan Kesat .............................................................................. 88
Lampiran 26b.Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Kesat Kesat ............................................................... 88
Lampiran 26c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik
Panelis Terhadap Kesat Kesat .................................................. 88
Lampiran 27a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma.... 89
Lampiran 27b.Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Aroma ....................................................................... 89
Lampiran 27c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik
Panelis Terhadap Aroma .......................................................... 90

ix
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan alternatif bagi


pengobatan cenderung meningkat seiring dengan mahalnya beberapa jenis
obat-obatan yang terbuat dari bahan kimia atau sintetis. Hal ini dipicu dengan
semakin berkembangnya kesadaran masyarakat untuk “kembali ke alam”
(back to nature) atau “gelombang hijau” (green wave). Pemanfaatan obat
alami juga dilatarbelakangi oleh tingginya nilai manfaat dengan efek samping
yang relatif kecil bila dibandingkan dengan obat-obatan kimia.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas tanaman
obat dan prospek pengembangannya cukup cerah mengingat potensi flora,
tanah dan iklim yang sesuai untuk tanaman obat. Peluang peningkatan ekspor
untuk tanaman obat masih terus terbuka, karena berdasarkan data WHO
permintaan produk herbal secara keseluruhan di negara Eropa dalam kurun
waktu 1999-2004 diperkirakan mencapai 66% dari permintaan dunia
(Wardana et al., 2002). Salah satu contoh dari tanaman obat yang khasiatnya
telah diketahui dan digunakan secara turun-temurun yaitu tanaman rempah.
Salah satu jenis rempah-rempah yang terdapat di Indonesia yang dapat
digunakan sebagai obat adalah dari famili Zingiberaceae. Tanaman dari famili
ini bisa berupa tanaman rempah yang berbentuk rimpang. Lengkuas (Alpinia
galanga L. Swartz) merupakan salah satu tanaman dari famili Zingiberaceae
yang rimpangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Tumbuhan lengkuas
sering digunakan sebagai obat penyakit perut, kudis, panu dan menghilangkan
bau mulut (Yuharmen et al., 2002).
Berdasarkan data statistik Departemen Pertanian (2004) disebutkan
bahwa produksi lengkuas pada tahun 2001, 2002 dan 2003 secara berurutan
adalah sekitar 26.000.000 kg, 28.000.000 kg dan 25.000.000 kg. Pada selang
waktu 2001-2003 menurut data statistik Departemen Pertanian, luas lahan
panen lengkuas adalah sekitar 16.000.000 m2 dan menurun pada tahun 2003
menjadi sekitar 12.000.000 m2.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa
tumbuhan lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol dan
terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering digunakan sebagai bahan
dasar obat-obatan modern. Sebagai contoh, senyawa terpenoid
asetoksikhavikol asetat, merupakan senyawa yang bersifat antitumor dari
tumbuhan lengkuas (Itokawa dan Takeya, 1993). Selain itu, juga dilakukan
kajian mengenai aktivitas antimikroba dari lengkuas terhadap mikroba
patogen dan perusak pangan (Rahayu, 1999) dan ditemukan lengkuas
berfungsi sebagai obat anti jamur oleh Sundari dan Winarno (2001).
Penggunaan obat jamur untuk mikosis sistemik seperti Amfoterisin B
mempunyai efek samping kerusakan ginjal. Nistatin yang merupakan obat
mikosis superfisial dengan penggunaan topikal dapat menyebabkan iritasi
kulit. Demikian juga penggunaan obat jamur yang lain terutama mikosis
sistemik mempunyai efek samping mulai dari mual, muntah, sakit kepala
sampai hipertensi, trombositopenia dan leukopenia (Sundari dan Winarno,
2001). Penggunaan ekstrak lengkuas sebagai bahan alami diharapkan dapat
menjadi alternatif sehingga dapat mengurangi efek samping yang diakibatkan
oleh penggunaan obat sintetik.
Sabun transparan merupakan salah satu sediaan emulsi yang difungsikan
sebagai penghantar obat pada bagian yang terkena penyakit. Pengaplikasian
ekstrak lengkuas dalam sabun transparan ini diharapkan dapat meningkatkan
nilai tambah dari lengkuas. Bahan aktif yang terkandung didalamnya
diperkirakan mampu menghambat jamur penyakit kulit, terutama yang bersifat
lokal. Selain itu, sabun transparan bisa menjadi alternatif sediaan obat dengan
penampakan yang lebih menarik.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas daya anti


jamur lengkuas setelah diformulasikan dalam sabun transparan, mengetahui
karakteristik sabun transparan setelah penambahan ekstrak lengkuas dan
mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)

Salah satu tumbuhan yang telah lama digunakan oleh masyarakat


Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah lengkuas (A. galanga L. Swartz).
Lengkuas memiliki komponen aktif yang berfungsi sebagai obat untuk
berbagai penyakit. Tumbuhan ini juga digunakan sebagai bumbu masak untuk
menambah aroma dan citarasa pada makanan (Yuharmen et al., 2002).
Lengkuas (A. galanga L. Swartz) dikenal diseluruh Indonesia dengan
nama-nama yang berbeda. Adapun nama lengkuas dibeberapa daerah di
Indonesia antara lain : Lengkueus (Gayo), Langkueueh (Aceh), Kelawas
(Karo), Halawas (Simalungun), Lakuwe (Nias), Lengkuas (Melayu),
Langkuweh (Minang), Lawas (Lampung), Laja (Sunda), Laos (Jawa, Madura),
Langkuwas, Laus (Banjar), Laja, Kalawasan, Lahwas, Isem (Bali), Laja,
Langkuwasa (Makasar), Aliku (Bugis), Lingkuwas (Menado), Likui,
Lingkuboto (Gorontalo), Laawasi lawasi (Ambon), Lawase, Lakwase, Kourola
(Seram) dan Galiasa, Galiaha, Waliasa (Ternate, Halmahera) (Anonim, 2000).
Lengkuas merupakan tanaman golongan Spermathopyta, sub golongan
Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, famili
Zingiberaceae dan genus Alpinia (Anonim, 2005). Nama latin lengkuas (A.
galanga L. Swartz) juga sering dikenal dengan berbagai nama latin yaitu A.
pyramidata Bl., A.galanga (L.) Willd., A. officinarum Hance, Languas
galanga (L.) Merr., L. galanga (L.) Stunz., L. vulgare Koenig, Maranta
galanga L., Amomum galanga (L.) Lour, dan A. medium Lour (Anonim,
2000).
Tanaman ini tumbuh di tempat terbuka, membutuhkan sinar matahari
penuh atau yang sedikit terlindung, menyukai tanah yang lembab dan gembur,
tetapi tidak suka tanah yang becek. Tumbuh subur di daerah dataran rendah
sampai ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia banyak
ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau di dalam semak belukar.
Tumbuhan ini berasal dari Asia tropika, tetapi tidak diketahui dengan
jelas dari daerah mana tumbuhan tersebut sebenarnya berasal. Beberapa
pendapat menduga bahwa lengkuas berasal dari Cina, namun ada juga yang
berpendapat berasal dari Bengali, tetapi sudah sejak lama digunakan secara
luas di Cina dan Indonesia terutama di pulau Jawa. Sekarang tanaman ini
tersebar luas di berbagai daerah di Asia Tropis, antara lain Indonesia,
Malaysia, Filipina, Cina bagian selatan, Hongkong, India, Bangladesh, dan
Suriname. Di Indonesia, mula-mula banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa
Tengah, tetapi sekarang sudah dibudidayakan di berbagai daerah. Di Malaya,
selain yang tumbuh liar juga banyak yang ditanam oleh penduduk dikebun
atau pekarangan rumah (Anonim, 2000).
Wardana et al. (2002) menjelaskan bahwa lengkuas merupakan tanaman
tahunan dengan tinggi mencapai 3.5 m. Tanaman ini memiliki rimpang agak
tegak, berdiameter 2-4 cm, keras, berserat, berkilau, merah cerah dan kuning
pucat. Berbatang semu tegak, daun berseling, pelepah daun berbulu halus dan
rapat dibagian ujung. Panjang tangkai daun 1-1.5 cm, berbulu dan memiliki
helaian daun bundar lonjong, panjang 20-60 cm dan lebar 4-15 cm.
Berdasarkan warna rimpangnya, tanaman ini dibedakan menjadi
lengkuas putih dan merah. Rimpang lengkuas putih secara tradisional dikenal
sebagai pengempuk daging dalam masakan dan digunakan sebagai salah satu
rempah bagi jenis bumbu masakan tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988).
Selanjutnya Heyne (1987) mengemukakan bahwa lengkuas yang banyak
digunakan sebagai obat adalah jenis lengkuas merah. Rimpang lengkuas
merah dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Rimpang lengkuas merah

4
Anonim (2000) menerangkan bahwa rimpang lengkuas sering digunakan
untuk mengatasi gangguan lambung, misalnya kolik dan untuk mengeluarkan
angin dari perut (stomachikum), menambah nafsu makan, menetralkan
keracunan makanan, menghilangkan rasa sakit (analgetikum), melancarkan
buang air kecil (diuretikum), mengatasi gangguan ginjal, dan mengobati
penyakit herpes.
Disamping itu rimpang lengkuas juga dianggap memiliki khasiat sebagai
anti tumor atau anti kanker terutama tumor di bagian mulut dan lambung, dan
kadang-kadang digunakan juga sebagai afrodisiaka (peningkat libido).
Khasiatnya yang sudah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai penelitian
adalah sebagai anti jamur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sundari dan Winarno (2001) diketahui bahwa rimpang lengkuas dapat
menghambat pertumbuhan 5 jamur yaitu Tricophyton rubrum, T. ajjeloi, T.
mentagrophytes, Microsporum gypseum dan Epidermo floccosum. Selanjutnya
Khattak et al. (2005) menerangkan bahwa ekstrak etanol kasar dari rimpang
lengkuas dapat menghambat pertumbuhan jamur T. longifusus pada
konsentrasi 60%. Sementara itu, pada konsentrasi 30% dapat menghambat
Aspergilus flavus, M. canis (50%), dan Fusarium solani (40%).

B. KOMPOSISI KIMIA RIMPANG LENGKUAS

Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri ± 1% yang berwarna


kuning kehijauan. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas terutama terdiri dari
metil-sinamat 48%, sineol 20%-30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, δ-
pinen, galangin, dan lain-lain. Selain itu rimpang juga mengandung resin yang
disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan
galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa
senyawa flavonoid, dan lain-lain (Anonim, 2000; Santosa dan Gunawan,
1999). Samidi (1987) menambahkan bahwa berdasarkan bobot kering rimpang
lengkuas merah mengandung pati 35,13%, dan berkadar protein 7,43% serta
rimpang segar mengandung air 75%.
Menurut Harborne (1987), senyawa bioaktif dalam minyak atsiri dapat
berupa senyawa golongan terpenoid. Golongan ini diketahui sebagai penyusun

5
minyak atsiri yang utama pada tanaman. Terpenoid berasal dari molekul
isoprena (CH2=C(CH3)-CH=CH2) dan kerangka karbonnya dibangun oleh
penyambungan dua atau lebih satuan C5. Pemilahan senyawa golongan ini
membagi terpenoid ke dalam beberapa kelompok yaitu monoterpen (C10) dan
seskuiterpen (C15) yang mudah menguap, diterpen (C20) yang sukar menguap,
sampai senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid (C30) dan sterol, serta
pigmen karotenoid (C40). Sebagian besar terpenoid alam memiliki struktur
siklik dan memiliki satu gugus fungsi atau lebih (hidroksil, karbonil).
Jirovetz et al. (2003) menjelaskan bahwa komponen minyak atsiri dari
setiap bagian tanaman lengkuas (daun, rimpang, batang dan akar) memiliki
komposisi yang berbeda secara kuantitas. Minyak atsiri disusun oleh mono
dan sesquiterpen juga turunan fenil propanol. Secara umum daun, batang,
rimpang, batang dan akar mengandung sineol, kamfer, β-pinen, bornil asetat,
α-terpineol, α- fenchyl asetat, borneol elemol dan guaiol.
Janssen dan Scheffer (1985) didalam Oonmetta-aree et al. (2005)
melaporkan bahwa terpinen-4-ol, salah satu monoterpen dari minyak atsiri
yang dihasilkan oleh rimpang lengkuas segar, mengandung senyawa
antimikroba yang dapat melawan T. mentagrophytes. Asetoksi khavikol asetat
(ACA) merupakan suatu komponen yang diisolasi dari n-pentane/diethyl ether
pada cairan ekstrak rimpang kering. Analisis GC-MS oleh Jirovetz et al.
(2003) menunjukkan bahwa minyak atsiri lengkuas mengandung eugenol,
kaemferol dan galangin.
Harborne (1987) selanjutnya mengemukakan bahwa komponen bioaktif
lain yang ditemukan pada tanaman adalah senyawa fenolik. Senyawa ini
memiliki cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil.
Beberapa senyawa aktif lengkuas yang bersifat anti jamur adalah dari
golongan fenolik. Adapun beberapa senyawa tersebut antara lain adalah
galangin, kaemferol, dan kuersetin yang berasal dari golongan flavonol.
Sedangkan eugenol merupakan salah satu senyawa aktif lengkuas yang berasal
dari golongan fenil propanoid.

6
C. JAMUR DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKANNYA

Dalam sistematika organisme hidup, jamur ditempatkan dalam kelas


tersendiri, tidak ditempatkan sebagai kelas tumbuhan dan juga kelas hewani.
Sebagian besar jamur adalah saprofilik, di alam berperan sebagai pengurai
bahan organik, yang bermanfaat untuk peragian makanan dan juga produksi
antibiotika. Di sisi lain jamur dapat menyebabkan penyakit infeksi dikenal
dengan nama mikosis (Dwidjoseputro, 1985). Mikosis dibedakan dalam 2
kelompok: mikosis superfisial dan mikosis sistemik. Selain itu, mikosis yang
terletak di tengah-tengah yaitu akibat Candida, infeksi biasanya superfisial,
tetapi kadang-kadang menyebar luas (Cavanagh, 1963).
Mikosis superfisial ialah penyakit jamur yang mengenai lapisan
permukaan kulit yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial
dibagi dalam 2 kelompok : (1) Yang disebabkan oleh jamur bukan golongan
dermatofita yaitu tinea versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih,
onikomikosis, dan tinea nigra palmaris dan (2) Yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita yang disebut dengan dermatofitosis (Sundari dan
Winarno, 2001). Volk dan Wheeler (1984) menyebutkan bahwa jasad
penyebab dermatofitosis adalah organisme-organisme yang berhubungan erat
yang menggunakan keratin (terdapat pada kulit, rambut dan kuku) untuk
pertumbuhannya yaitu jamur golongan dermatofita.
Volk dan Wheeler (1984) mengemukakan bahwa daya patogen penyakit
utama yang ditimbulkan oleh dermatofit adalah :
- Tinea pedis atau penyakit kaki atlit yang memiliki ciri-ciri gatal diantara
jari kaki dan terjadinya lecet kecil. Penyakit ini disebabkan oleh
Tricophyton atau Epidermophyton floccosum.
- Tinea corporis, atau kadas kulit halus yang dicirikan dengan luka bundar
dengan batas yang mengandung bintik-bintik. Umumnya penyakit ini
disebabkan oleh T. rubrum dan T. mentagrophytes.
- Tinea capitis, atau kadas kulit kepala, muncul sebagai perluasan gelang-
gelang dikulit kepala, dengan organisme tumbuh didalam dan pada
rambut. Penyebab dari penyakit ini adalah M. canis, M. audouinii, dan T.
tonsurans.

7
- Tinea unguium atau kadas kuku yang ditandai deangan kuku yang
menebal, hilang warna dan mudah patah. Penyakit ini paling umum
disebabkan oleh T. rubrum.

Penggunaan obat jamur untuk mikosis sistemik, seperti Amfoterisin B


yang dihasilkan oleh Streptomyces nodus, mempunyai efek samping
kerusakan ginjal. Sedang Nistatin yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei
merupakan obat mikosis superfisial dengan penggunaan topikal, dapat
menyebabkan iritasi kulit meskipun jarang (Sundari dan Winarno, 2001).
Demikian juga penggunaan obat jamur yang lain terutama untuk mikosis
sistemik mempunyai efek samping mulai dari mual, muntah, sakit kepala
sampai hipertensi, trombositopenia dan leukopenia (Herman, 1996).
Pemanfaatan bahan tumbuh-tumbuhan untuk tujuan pengobatan penyakit kulit
akibat jamur dikenal juga oleh nenek moyang kita. Umumnya pemakaiannya
berdasarkan pengalaman, karena itu, penilaian dan pengkajian khasiatnya
secara ilmiah perlu dilakukan baik secara invitro maupun invivo (Sundari dan
Winarno, 2001).
Pengaruh komponen antimikroba terhadap sel mikroba dapat
menyebabkan kerusakan sel yang berlanjut pada kematian. Kerusakan yang
ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal yang bersifat
tetap, atau mikrostatik yang bersifat dapat pulih kembali. Suatu komponen
akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi
komponen dan kultur yang digunakan (Bloomfield, 1991).
Mekanisme kerusakan sel akibat komponen antimikroba secara umum
telah diketahui, tetapi mekanisme karena komponen bioaktif yang terdapat
pada rempah-rempah tertentu belum semuanya diketahui. Namun dapat
diasumsikan bahwa setiap jenis rempah menyebabkan kerusakan yang
berbeda, dan rempah-rempah yang mempunyai struktur dasar dan tingkat
penghambatan yang sama terhadap satu jenis mikroba uji diduga mempunyai
mekanisme yang serupa (Jay, 1992; Conner, 1993)
Kerusakan sel yang ditimbulkan oleh komponen antimikroba berbeda-
beda tergantung dari jenis komponennya. Luck dan Jager (1995) membedakan
mekanisme komponen antimikroba menjadi beberapa pengaruh yaitu (1)

8
pengaruh terhadap dinding sel, (2) pengaruh terhadap membran sel dan
mekanisme transpor nutrien, (3), pengaruh terhadap enzim dan (4) pengaruh
terhadap sintesis protein dan asam nukleat.
Mekanisme kerja dari senyawa antimikroorganisme ada yang memiliki
spektrum luas dan ada pula yang memiliki spektrum sempit dan hanya efektif
untuk mikroorganisme tertentu. Mekanisme yang dimaksud adalah mekanisme
penghambatan yang berhubungan dengan kemampuan suatu senyawa
antimikroorganisme dalam mempengaruhi dinding sel (Ultee et al., 1998).
Pengaruh terhadap dinding sel dapat terjadi akibat akumulasi komponen
lokofilat yang terdapat pada dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa
antimikroorganisme dipengaruhi oleh bentuk terdisosiasi. Semakin banyak
bentuk yang tidak terdisosiasi, maka bioaktifitas senyawa antimikroorganisme
tersebut semakin baik (Heryani, 2002). Senyawa bioaktif juga bereaksi dengan
membran sel. Mekanisme yang terjadi adalah menyerang membran sitoplasma
dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan
kebocoran materi intraseluler.

D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF

Pada umumnya komponen bioaktif rempah-rempah terdapat pada


minyak atsiri dan oleoresinnya. Minyak atsiri mengandung komponen aroma
rempah dan bersifat mudah menguap. Oleh karena itu minyak atsiri atau
minyak essensial sering dinamakan minyak terbang. Komposisi minyak atsiri
antara lain adalah alkohol, aldehid, ester, keton, dan terpen. Komposisi
minyak atsiri sangat dipengaruhi oleh iklim, keadaan tanah, sinar matahari dan
cara pengolahan, bila berasal dari jenis rempah yang sama (Hariss,1990)
Salah satu cara untuk memperoleh ekstrak suatu rempah-rempah adalah
dengan dengan cara ekstraksi rempah-rempah menggunakan pelarut organik.
Dalam proses ekstraksi rempah-rempah, komposisi, warna, aroma dan
rendemen yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh jenis, ukuran dan tingkat
kematangan bahan baku, jenis pelarut, suhu dan waktu ekstraksi serta metode
ekstraksi (Farrell, 1990).

9
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelarut untuk mengekstrak
rempah-rempah antara lain adalah tidak berbau dan tidak berasa, sehingga
tidak mempengaruhi produk akhir. Mudah berpenetrasi karena viskositasnya
rendah, sehingga efisiensi ekstraksi tinggi. Mudah dipisahkan tanpa
meninggalkan residu sehingga produk dapat bebas dari pelarut. Selain itu,
dapat digunakan secara selektif dengan berbagai kondisi suhu dan tekanan
ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak dengan mutu terbaik (Moyler, 1994).
Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang
akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa.
Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar, demikian
pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas tergantung
pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar
pelarut tersebut (Houghton dan Raman, 1998). Rangkaian proses ekstraksi
meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan pelarut,
pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak.
Pemilihan proses ekstraksi juga mempertimbangkan titik didih dari pelarut
yang digunakan.
Jokopriyambodo et al. (1999) menyatakan bahwa hasil ekstraksi
khususnya dari rimpang lengkuas dipengaruhi oleh jenis dan rasio pelarut,
derajat kehalusan simplisia serta teknik dan waktu ekstraksi. Ekstraksi dengan
cara perkolasi dan maserasi tidak menunjukkan perbedaan terhadap kadar
ekstrak total lengkuas sedangkan pelarut yang paling banyak menghasilkan
ekstrak total adalah pelarut etanol : air (7 : 3, v/v). Metode ekstraksi yang juga
pernah diaplikasikan untuk lengkuas adalah menggunakan pelarut etanol dan
campuran pentana dan dietil eter (1 : 1, v/v), namun ekstrak etanol tidak
memberikan aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans (Janssen dan
Scheffer, 1985).

E. SABUN TRANSPARAN

Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R


bersifat hidrofobik karena bersifat non polar dan COONa bersifat hidrofilik
karena polar. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-3532-1994

10
(BSN, 1994) dijelaskan bahwa sabun merupakan pembersih yang dibuat
dengan reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak
hewani. Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada umumnya
ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan
tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan.
Hambali et al. (2005) menerangkan bahwa sabun dibedakan atas dua
macam berdasarkan jenisnya yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair.
Sabun padat dapat dibedakan lagi atas sabun opaque, sabun translucent, dan
sabun transparan. Jenis-jenis sabun tersebut dibedakan berdasarkan
transparansinya yang sangat dipengaruhi oleh komposisi formula dan proses
produksi. Gambar 2 berikut merupakan gambar dari sabun padat (batangan).

Sabun Opaque Sabun Translucent Sabun Transparan


Gambar 2. Jenis-jenis sabun padat (Anonim, 2007)
Sabun transparan merupakan salah satu jenis sabun yang memiliki
penampilan lebih menarik karena penampakannya yang transparan. Sabun
transparan menjadi bening karena dalam proses pembuatannya dilarutkan
dalam alkohol. Alkohol ini juga ditambahkan untuk mencegah pengkristalan.
Sabun transparan juga sering disebut sebagai sabun gliserin karena untuk
memperoleh sifat transparan juga perlu dilakukan penambahan gliserin pada
sabun (Lane, 2003 )
Proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan dua cara yaitu proses
saponifikasi dan proses netralisasi. Pada proses saponifikasi akan diperoleh
produk samping berupa gliserol, sedangkan sabun yang diperoleh dengan
proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol. Proses saponifikasi terjadi
karena reaksi trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi
karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Kirk dan Othmer,1954).

11
Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80oC-100oC (Spitz, 1996). Gambar 3
menunjukkan reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut :

H-C-COOH O H2C-OH
HC-COOH + 3NaOH 3RC + HC-OH
H2C-COOH ONa H2C-OH
Trigleserida Alkali Sabun Gliserol

Gambar 3. Proses saponifikasi (Spitz, 1996)

Proses netralisasi asam lemak tidak menghasilkan gliserol yang


reaksinya dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini :
O
R COO H + NaOH RC + H2O
ONa
Asam lemak Alkali Sabun Air

Gambar 4. Proses netralisasi asam lemak (Cavitch, 2001)

Proses pembersihan kotoran dengan menggunakan sabun tidak dapat


dilepaskan dari keterlibatan air didalamnya. Air (H2O) merupakan cairan yang
umumnya digunakan untuk membersihkan sesuatu yang memiliki tegangan
permukaan. Setiap molekul dalam struktur model air, dikelilingi dan ditarik
oleh molekul air yang lainnya. Tegangan permukaan tersebut terbentuk pada
saat molekul air yang terdapat pada permukaan air ditarik ke tubuh air.
Tegangan ini mengakibatkan air membentuk butiran-butiran pada permukaan
(kaca, kain) yang lambat laun akan membasahi bagian permukaan dan
menghambat proses pembersihan. Tegangan permukaan dalam proses
pembersihan harus dikurangi sehingga air dapat menyebar dan membasahi
seluruh permukaan. Bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada
air secara efektif disebut surface active agent atau surfaktan (Anonim, 2006).
Surfaktan memiliki fungsi penting lain dalam membersihkan, seperti
menghilangkan dan membentuk emulsi, serta mengangkat kotoran dalam
bentuk suspensi sehingga kotoran tersebut dapat dibuang. Surfaktan dapat juga

12
mengandung alkali yang berfungsi untuk membuang kotoran yang bersifat
asam. Soap and Detergent Association atau SDA (2001) mengungkapkan
bahwa surfaktan diklasifikasikan berdasarkan muatan ionik didalam air yaitu
anionik, kationik, dan amfoter. Sabun merupakan surfaktan anionik.
Sediaan kosmetik merupakan bahan atau campuran bahan yang
digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada
badan atau bagian tubuh manusia dengan maksud untuk membersihkan,
memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk
obat. Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaannya adalah sebagai
higiene tubuh (sabun dan sampo), tata rias (pemerah pipi, lipstik), wangi-
wangian dan proteksi (sun screen). Tujuan sediaan kosmetika mandi antara
lain untuk membersihkan tubuh, membantu melunakkan air sadah, memberi
keharuman dan rasa segar serta menghaluskan dan melembutkan kulit (Imron,
1985).
Fungsi utama sabun mandi yaitu untuk mengangkat kotoran, sel-sel kulit
mati, mikroorganisme dan menghilangkan bau badan. Sabun dapat
mengangkat kotoran dari kulit karena memiliki dua gugus yang berbeda
kepolarannya, yaitu gugus nonpolar dan gugus polar. Gugus non polar adalah
gugus yang tidak suka air (hidrofobik), sehingga dapat mengikat kotoran pada
kulit. Gugus polar adalah gugus yang suka air (hidrofilik) yang ketika dibilas
maka kotoran akan terikat dengan air bilasan.

F. FORMULASI SABUN TRANSPARAN

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memformulasi sabun yaitu


(a) karakteristik pembusaan yang baik, (b) tidak menyebabkan iritasi pada
mata, membran mukosa dan kulit, (c) mempunyai daya bersih optimal dan
tidak memberikan efek merusak kulit dan (d) memiliki bau parfum yang
bersih, segar dan menarik (Suryani et al., 2000).

1. Minyak dan Lemak


Minyak dan lemak merupakan ester dari asam lemak dan gliserol.
Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang, mungkin
bersifat jenuh atau tidak jenuh, panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan

13
siklik atau bercabang. Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam
merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki
jumlah atom genap (Winarno, 1997).
Jenis asam lemak sangat menentukan mutu dan konsistensi sabun yang
dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan berat molekul
kecil (misalnya asam laurat) lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari
asam lemak dengan berat molekul yang lebih berat (misalnya asam lemak
stearat). Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun yang dihasilkan
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan


Asam Lemak Sifat yang Ditimbulkan pada Sabun
Asam laurat Mengeraskan, membersihkan dan menghasilkan
busa lembut
Asam linoleat Melembabkan
Asam miristat Mengeraskan, membersihkan dan menghasilkan
busa lembut
Asam oleat Melembabkan
Asam palmitat Mengeraskan dan menstabilkan busa
Asam ricinoleat Melembabkan dan menstabilkan busa
Asam stearat Mengeraskan dan menstabilkan busa
Sumber : Cavitch (2001)

Asam lemak dari kelapa (coconut fatty acid) dan beberapa fraksinya,
selain dapat digunakan secara langsung juga dapat diolah lebih lanjut
menjadi turunan-turunan lain untuk aplikasi dibidang oleokimia.
Kandungan asam laurat (C12H24O2) yang tinggi pada minyak kelapa dan
minyak inti sawit memberikan sifat yang sangat baik untuk produk sabun
dan pembersih lainnya (Atmoko, 2005).
Menurut Bailey (1950) dalam Ketaren (1986), asam lemak sangat
cocok untuk produk surfaktan karena struktur molekulnya yang spesifik.
Asam lemak yang ada kebanyakan merupakan hidrokarbon berantai lurus
dengan jumlah atom karbon antara 12 sampai 18 (C12-C18) dan diakhiri
oleh gugus karboksil yang reaktif. Bagian ekor hidrokarbon akan memiliki
afinitas tertentu terhadap lemak, alifatik hirokarbon dan senyawa rantai

14
panjang lainnya, sedangkan bagian lainnya yaitu gugus hidroksil akan
memiliki daya tarik terhadap air.

Asam Stearat
Asam stearat merupakan salah satu jenis asam lemak yang memiliki
rantai hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus hidroksil disalah
satu ujungnya. Asam stearat adalah asam tidak jenuh, tidak ada ikatan
rangkap antara atom karbonnya. Asam lemak jenis ini dapat ditemukan
pada minyak/lemak nabati dan hewani. Asam stearat sering digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan cream dan sabun. Pada proses pembuatan
sabun transparan, jenis asam stearat yang digunakan adalah yang
berbentuk kristal putih dan mencair pada suhu 56oC. Fungsi asam stearat
pada proses pembuatan sabun adalah untuk mengeraskan dan
menstabilkan busa (Hambali et al., 2005).
Minyak Kelapa
Dalam pembuatan sabun, minyak yang sering digunakan adalah
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak jarak. Minyak kelapa
merupakan minyak yang memiliki kandungan asam lemak jenuh yang
tinggi. Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa
digolongkan kedalam minyak asam laurat karena kandungan asam
lauratnya paling besar. Asam laurat dapat diperoleh dari minyak kelapa
mencapai 40%-50% dari total kandungan lemak yang terdapat didalamnya
(Swern, 1979). Asam laurat ini sangat diperlukan dalam pembuatan sabun
karena kemampuannya dalam pembentukan busa. Sabun yang baik
seharusnya mengandung asam laurat tidak kurang dari 15%.

2. Alkali
Bahan yang sangat penting dalam pembuatan sabun disamping minyak
dan lemak adalah alkali. Industri sabun menggunakan sejumlah besar
bahan kimia berupa natrium hidroksida (NaOH) atau dikenal dengan nama
kaustik soda. Natrium hidroksida atau kaustik soda adalah senyawa alkali
dengan berat molekul 40.01, merupakan bahan padat yang berwarna putih
dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Senyawa NaOH larut dalam air

15
dan bersifat basa kuat, mempunyai titik leleh 318,4oC dan titik didih
1390oC.
Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus dilakukan
dengan jumlah yang tepat. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat
atau jumlahnya berlebih, maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan
trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi memberikan pengaruh
negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya, apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang
dihasilkan akan mengandung asam lemak yang tinggi. Asam lemak bebas
pada sabun mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun
digunakan (Kamikaze, 2002).

3. Garam
Garam dapur (NaCl) digunakan untuk memisahkan gliserol dari
larutan sabun. Garam yang digunakan dapat dalam bentuk kristal atau
larutan garam pekat. Swern (1979) menerangkan bahwa Natrium Klorida
(NaCl) merupakan bahan berbentuk kristal kubik, tidak berwarna, bersifat
higroskopik rendah dan dapat diberi pewarna serta parfum. NaCl memiliki
peran dalam pembusaan sabun.
Penambahan NaCl juga bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi
elektrolit sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi,
sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses
pemanasan.

4. Bahan Tambahan Lain


Bahan-bahan lain yang digunakan dalam produk sabun antara lain
parfum, emulsifier, humektan, antioksidan dan pewarna.

Gliserin
Gliserin merupakan produk samping dari pemecahan minyak atau
lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin merupakan humektan,
sehingga dapat berfungsi sebagai pelembab pada kulit. Pada kondisi
atmosfer sedang ataupun pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin dapat

16
melembabkan kulit dan mudah dibilas. Gliserin berbentuk cairan jernih,
tidak berbau dan memiliki rasa manis (Hambali et al,. 2005).

DEA (Dietanolamida)
DEA (Dietanolamida) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari
minyak atau lemak. Dietanolamida yang berasal dari minyak atau lemak
tersebut dapat dihasilkan dari asam lemak atau metil ester (Suryani et al.,
2000). DEA merupakan penstabil busa yang paling efektif. DEA juga
dapat meningkatkan tekstur kasar busa dan dapat mencegah terjadinya
proses penghilangan minyak yang berlebihan pada kulit dan rambut.

Dietanolamida dapat diproduksi dengan dua cara yaitu mereaksikan


asam lemak (fatty acid) dengan dietanolamida atau mereksikan metil ester
dari asam lemak dengan dietanolamida (Suryani et al., 2000).

17
III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang
lengkuas merah berumur 11 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat Cibinong-Bogor serta maltodekstrin sebagai
bahan pengisi. Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun antara lain asam stearat, minyak kelapa, minyak jarak, natrium
hidroksida (NaOH), gliserin, etanol, sukrosa, coco-DEA (Dietanolamida),
NaCl dan air. Selain itu juga dibutuhkan bahan-bahan untuk uji
mikrobiologi yaitu biakan jamur uji penyebab dermatofitosis
(Microsporum canis dan Tricophyton mentagrophytes) serta agar
Sabouraud sebagai media uji aktivitas anti jamur.

2. Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi dan analisis
antara lain etil asetat 60%, etanol, HCl encer, toluen, natrium asetat
anhidrat, KOH dalam alkohol 0.5 N, HCl 0.5 N, alkohol netral, KOH 0.5
N indikator methyl orange dan indikator PP.

3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan bubuk dan
ekstrak lengkuas adalah alat pemotong (pisau), pengering tipe rak,
penggiling dengan ayakan 50 mesh, pengaduk, rotary evaporator, spray
dryer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sabun adalah neraca
analitik, waterbath, gelas piala, pengaduk kaca, termometer, erlenmeyer,
gelas ukur dan cetakan. Selain itu juga digunakan pendingin tegak, pH
meter, vortex, penetrometer, kertas saring, oven, cawan porselen,
desikator, tanur, buret, shaker, penangas, pipet tetes, pipet volumetrik,
labu ukur, labu cassia, corong, dan alat-alat gelas lainnya untuk analisis.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi antara lain
tabung reaksi, cawan petri, otoklaf, mikropipet, inkubator,mikroskop,
Pipet Mohr, jarum ose, Pipet Pasteur dan lain-lain.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan
1.1. Pembuatan Bubuk Lengkuas
Bubuk lengkuas dibuat dengan menggunakan metode Farrel
(1990) yakni metode yang umum digunakan untuk pengolahan
rempah-rempah termasuk untuk mendapatkan oleoresin dari rempah-
rempah. Sebelum dilakukan ekstraksi, rimpang lengkuas yang telah
dibersihkan dan dicuci diiris-iris dengan menggunakan alat pengiris
yang menghasilkan irisan setebal 5 mm, kemudian dikeringkan dalam
alat pengering pada suhu 50-60oC. Selanjutnya rimpang lengkuas
digiling halus dengan mesin penggiling yang dilengkapi ayakan 50
mesh.
1.2. Analisis Mutu Bahan Baku
Sebelum bahan baku lengkuas digunakan, dilakukan analisis kadar
air, kadar abu, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar komponen
larut dalam air, kadar komponen larut dalam etanol (Depkes RI,
1978). Analisis mutu bubuk lengkuas pada penelitian ini didasarkan
pada persyaratan simplisia lengkuas sebagai berikut :
Tabel 2. Persyaratan Simplisia Lengkuas
Spesifikasi Simplisia Lengkuas
Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 0,5% v/b
Pemerian Bau aromatik; rasa pedas
Kadar abu Tidak lebih dari 3,9%
Kadar abu tidak larut dalam asam Tidak lebih dari 3,7%
Kadar sari larut dalam air Tidak kurang dari 5,2%
Kadar sari larut dalam etanol Tidak kurang dari 1,7%
Bahan organik asing Tidak lebih dari 2%
Penyimpanan Dalam wadah yang tertutup
baik
Sumber : Materia Medika Indonesia II (1978)

19
1.3. Ekstraksi
Setelah kering dan dihaluskan sampai menjadi bubuk, bubuk
lengkuas kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi. Metode ini dilakukan dengan menggunakan pelarut etil
asetat 60% yang dibantu dengan pengadukan selama 3 jam sehingga
diperoleh ekstrak etil asetat. Simplisia lengkuas diaduk dan
dimaserasi pada suhu ruang dengan perbandingan bahan dan pelarut 1
: 10. Ekstrak etil asetat (filtrat) kemudian diuapkan pelarutnya dengan
evaporator sampai diperoleh ekstrak kental dan ditampung dalam
sebuah wadah terbuka untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa
didalamnya.
1.4. Analisis Ekstrak Lengkuas
Analisis ekstrak yang dilakukan adalah rendemen ekstrak, pH, sisa
pelarut dan kelarutan dalam alkohol 80%.
1.5. Pembuatan Serbuk Lengkuas
Ekstrak kental yang diperoleh dari proses ektraksi dan penguapan
kemudian dikeringkan dengan menggunakan Spray Dryer untuk
memperoleh serbuk lengkuas. Bahan pengisi yang digunakan adalah
maltodekstrin sebesar 12%. Pada proses spray drying, suhu inlet yang
digunakan adalah 180oC, suhu outlet 100oC, air flow 500 ml/menit,
laju alir sampel 30 ml/jam , dan aspirator (kekuatan hisap) 85%.

2. Penelitian Utama
2.1. Pembuatan Sabun Transparan Anti jamur
Pembuatan sabun transparan anti jamur dilakukan dengan
menggunakan formulasi Cognis (2003) yang telah dimodifikasi. Pada
pembuatan sabun transparan ini diaplikasikan ekstrak lengkuas
dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Adapun formulasi sabun
transparan yang digunakan adalah sebagai berikut :

20
Tabel 3. Formulasi Sabun Transparan Modifikasi Cognis (2003)
Bahan Komposisi (%)
Formulasi 1 Formulasi 2 Formulasi 3
Asam stearat 6.80 6.60 6.40
Minyak kelapa 19.80 19.60 19.40
Minyak jarak 6 6 6
NaOH 30% 20.10 19.90 19.70
Gliserin 9.80 9.60 9.40
Etanol 15 15 15
Gula 13.80 13.60 13.40
Dietanolamida (DEA) 1 1 1
NaCl 0.2 0.2 0.2
Air 6.5 6.5 6.5
Ekstrak lengkuas 1 2 3

2.2. Pengujian Karakteristik Sabun Transparan


Analisis yang dilakukan terhadap sabun yang dihasilkan meliputi
sifat kimia yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia sabun
mandi (SNI 06-3532-1994) yaitu kadar air dan zat menguap, jumlah
asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam
alkohol, alkali bebas yang dihitung sebagai kadar NaOH, minyak
mineral ditambah dengan pengukuran nilai pH, kestabilan busa, dan
kestabilan emulsi serta kekerasan produk. Adapun kriteria mutu
Standar Nasional Indonesia sabun mandi (SNI 06-3532-1994)
dicantumkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994)
No. Jenis Uji Standar
1 Jumlah asam lemak, % (b/b) Min 70,0
2 Kadar tak tersabunkan, % (b/b) Maks 2,5
3 Kadar alkali bebas dihitung Maks 0,1
sebagai NaOH, % (b/b)
4 Kadar air dan zat menguap, % Maks 15,0
(b/b)
5 Minyak mineral Negatif
6 Bahan tak larut dalam alkohol, % Maks 2,5
(b/b)
Sumber : BSN (1994)

21
2.3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji
Efektivitas sabun anti jamur terhadap jamur uji ini dilakukan
dengan menentukan aktivitas anti jamur sabun yang mengandung
ekstrak lengkuas terhadap jamur uji. Penentuan aktivitas anti jamur
dilakukan dengan melihat kemampuan sabun anti jamur dapat
menghambat pertumbuhan jamur uji penyebab dermatofitosis yaitu M.
canis dan T. mentagrophytes.
Biakan jamur digoreskan pada cawan petri yang telah diisi dengan
agar Sabouraud sebagai media. Setelah itu dibuat lubang dengan
diameter 5 mm kemudian bahan yang akan diuji dimasukkan kedalam
lubang tersebut sampai terisi penuh. Agar yang telah diisi dengan
bahan uji kemudian diinkubasi selama 5 hari didalam inkubator pada
suhu 37oC. Setelah masa inkubasi, aktivitas anti jamur dapat diamati.
Aktivitas anti jamur ditentukan dengan mengukur diameter hambat
yang ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar lubang.
Pengujian terhadap jamur uji dilakukan pada produk serta sabun
transparan dengan pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas anti jamur dari sabun
transparan yang dihasilkan terhadap M. canis dan T. mentagrophytes.

C. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
faktor tunggal yang dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor yang dikaji
adalah persentase ekstrak lengkuas dalam formulasi sabun transparan.
Konsentrasi ekstrak lengkuas yang digunakan terdiri dari tiga taraf yaitu 1%,
2% dan 3%. Model rancangan percobaannya (Sudjana, 1994) adalah sebagai
berikut :
Yij = μ + Ai + εi(j)
Dimana :
Yij = variabel yang akan dianalisis pada ulangan ke-j (j=1,2)
μ = Rata – rata secara sebenarnya (nilai tengah populasi)
Ai = Pengaruh pelarut pembawa pada taraf ke-i (i =1,2,3)
εk(ij) = Galat eksperimen

22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Analisis Mutu Bahan Baku

Lengkuas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lengkuas


merah yang berumur panen kurang lebih 11 bulan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (1999), diketahui bahwa lengkuas
merah memiliki daya antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan
lengkuas putih. Hal ini yang mendasari penggunaan lengkuas merah
sebagai bahan baku pembuatan sabun transparan anti jamur pada
penelitian yang dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kholid (2000), membuktikan bahwa
lengkuas pada umur panen 11 bulan menghasilkan rendemen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan lengkuas yang berumur panen 4 bulan. Selain
itu, aktivitas antimikroba lengkuas berumur 11 bulan juga lebih tinggi. Hal
ini disebabkan karena kadar serat, minyak atsiri dan tingkat kepedasan
(pungency) meningkat sesuai dengan tingkat umur lengkuas setelah
penanaman. Tingkat kepedasan ditentukan oleh metil sinamat, sineol,
kamfer, α-pinen, galangin dan eugenol (Darwis et al., 1991). Bahan baku
lengkuas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Bubuk lengkuas


Mutu suatu produk dipengaruhi oleh mutu dari bahan bakunya. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui mutu bahan baku
lengkuas. Analisis yang dilakukan mengacu pada standar Materia Medika
Indonesia II (1978). Pada Tabel 5 dapat diketahui hasil analisis mutu
terhadap bahan baku lengkuas.
Tabel 5. Hasil Analisis Mutu Bahan Baku
Spesifikasi Hasil Analisis (%)
Kadar Air 7.80
Kadar abu 9.12
Kadar abu tidak larut dalam asam 2.93
Kadar sari larut dalam air 31.22
Kadar sari larut dalam etanol 21.6

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air bahan baku lengkuas


adalah 7.80%. Nilai ini menunjukkan bahwa mutu bahan baku lengkuas
sudah baik karena kadar airnya relatif rendah. Purseglove et al. (1981)
mengemukakan bahwa kadar air yang tinggi akan menyebabkan bahan
yang terekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula
dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini akan menyebabkan
penyimpangan aroma. Selain itu, kadar air yang rendah juga dapat
mengurangi kemungkinan tumbuhnya mikroba penyebab kerusakan
sehingga akan memperpanjang umur simpan bahan baku lengkuas. Fardiaz
et al. (1992), menyebutkan bahwa batas kadar minimal dimana mikroba
dapat tumbuh adalah pada saat kadar air sebesar 14–15%.
Berdasarkan analisis, kadar abu bahan baku lengkuas yang
dihasilkan sebesar 9.12%. Nilai yang diperoleh tersebut melebihi standar
yang ditentukan yaitu tidak lebih dari 3.9%. Hal ini dapat disebabkan oleh
kandungan mineral yang cukup tinggi pada lahan tanam lengkuas. Adianto
(1993) mengemukakan bahwa kandungan mineral akibat dari proses
pemupukan yang dilakukan mempengaruhi kandungan mineral pada
tanaman yang tumbuh pada suatu lahan tanam. Kadar abu menunjukkan
banyaknya kandungan bahan anorganik yang terdapat dalam suatu bahan.
Secara umum abu didefinisikan sebagai zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik.
Kadar abu juga menunjukkan banyaknya kandungan bahan mineral
yang terdapat dalam suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu
bahan terdiri dari garam organik (garam-garam asam mallat, oksalat,

24
asetat, pektat) dan anorganik (garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat,
nitrat). Selain itu mineral juga dapat berupa persenyawaan kompleks yang
bersifat organik. Adapun komponen yang pada umumnya terdapat pada
senyawa organik alami antara lain fosfor, belerang, natrium, kalium,
kalsium, magnesium, besi mangan dan lain-lain (Wiratakusumah et al.,
1989).
Berdasarkan analisis diperoleh kadar abu tidak larut asam bahan
baku lengkuas sebesar 2.93%. Nilai ini memenuhi standar yang ditentukan
yaitu tidak lebih dari 3.7%. Anonim (1998) menyebutkan bahwa analisis
ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mineral yang tidak larut dalam
asam. Pada umumnya abu yang tidak larut asam adalah silika dan pasir.
Nilai kadar abu tidak larut asam yang rendah pada bahan baku lengkuas
menunjukkan bahwa hanya sedikit jumlah mineral yang tidak larut dalam
asam. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya jumlah mineral pada
lengkuas pada saat proses pencucian yang berulang-ulang. Pada saat
proses pencucian kandungan mineral terlarut dan terbuang bersama air
pencuci menyebabkan berkurangnya kandungan mineral dalam lengkuas.
Nilai kadar sari larut dalam alkohol yang dihasilkan adalah sebesar
21.6%. Nilai ini sesuai dengan standar baku yaitu harus lebih dari 1.7%.
Begitu juga dengan nilai kadar sari larut dalam air sebesar 31.22% yang
berada dalam standar yang ditentukan harus lebih besar 5.2%. Gupta
(1999) dalam Hezmela (2006) menerangkan bahwa kadar sari larut dalam
alkohol dan kadar sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui jumlah
zat berkhasiat yang dapat larut dalam suatu pelarut baik alkohol maupun
air. Semakin tinggi nilai kadar sari yang larut dalam air atau alkohol maka
semakin tinggi pula kandungan zat berkhasiat didalamnya.
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa nilai kadar sari larut
dalam air lebih tinggi dibandingkan dengan kadar sari larut dalam alkohol.
Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, bahan berkhasiat dalam
lengkuas lebih mudah larut didalam air dibandingkan didalam alkohol.
Namun, komponen aktif yang berfungsi sebagai anti jamur merupakan
bahan yang larut dalam alkohol. Hal ini dijelaskan oleh Winholz et al.

25
(1983) bahwa komponen anti jamur sebagian besar dapat larut dalam
alkohol, seperti galangin, eugenol, kaemferol, dan kuersetin.

2. Ekstraksi

Pada umumnya, komponen bioaktif rempah-rempah terdapat pada


minyak atsiri dan oleoresin. Untuk memperoleh zat aktif yang berfungsi
sebagai anti jamur dari lengkuas dapat diperoleh dengan proses ekstraksi.
Ekstraksi ini dijelaskan oleh Walton dan Brown (1998) sebagai suatu cara
untuk memperoleh bagian yang diinginkan pada suatu bahan. Proses
ekstraksi diawali kontak antara pelarut dengan permukaan bahan.
Selanjutnya molekul pelarut memasuki bagian dalam sel dan
mengakibatkan kerusakan sel. Pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel
ini akan menyebabkan pembengkakan protoplasma sel sehingga bahan
yang terkandung dalam sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya.
Proses ekstraksi yang dilakukan untuk memperoleh zat aktif
lengkuas pada penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi
merupakan salah satu metode ekstraksi dingin yang pada prosesnya tidak
dilakukan dengan pemanasan. Metode ini dipilih untuk menghindari
kerusakan bahan aktif dalam lengkuas ketika dilakukan ekstraksi tersebut.
Selain itu, metode ini juga dipilih karena proses ekstraksi yang dilakukan
relatif mudah dan sederhana. Proses ekstraksi dengan metode maserasi
dilakukan dengan merendam bahan baku lengkuas dalam pelarut dengan
perbandingan dan waktu tertentu. Pada penelitian ini, maserasi dilengkapi
dengan pengadukan sehingga diharapkan ekstraksi dapat berlangsung
dengan optimal.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses ekstraksi
adalah ketepatan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan. Pemilihan
pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang akan
diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa.
Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar,
demikian pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas

26
tergantung pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik
makin polar pelarut tersebut (Houghton dan Raman, 1998).
Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etil asetat 60%.
Pelarut ini dipilih karena kemampuannya melarutkan zat-zat aktif dalam
lengkuas. Salah satu zat aktif lengkuas adalah 1-asetoksi khavikol asetat
(ACA) yang telah dibuktikan memiliki kemampuan sebagai zat anti jamur
dan ACA larut dalam pelarut semipolar seperti etil asetat. Sebagian besar
komponen aktif dari lengkuas bersifat polar sehingga diharapkan pelarut
ini diharapkan mampu mengesktrak komponen aktif yang diinginkan.
Proses ekstraksi pada penelitian ini digunakan bahan dan pelarut
dengan perbandingan 1 : 10. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan
proses ekstraksi sehingga diperoleh ekstrak dalam jumlah yang besar.
Azmi (1991) menyebutkan bahwa bahan yang terekstrak akan terus
bertambah dengan penambahan pelarut sehingga semua bahan akan
terekstrak sempurna. Meskipun penambahan jumlah pelarut tidak akan
menambah ekstrak yang dihasilkan setelah komponen terekstrak
sempurna.
Rendemen ekstrak lengkuas yang diperoleh dari proses ekstraksi
adalah sebesar 24.86%. Nilai ini diperoleh dengan membagi filtrat setelah
penguapan dengan banyaknya bubuk lengkuas yang digunakan pada
proses ekstraksi kemudian dibagi dengan 100%. Jumlah rendemen yang
diperoleh biasanya dipengaruhi oleh kondisi bahan, perlakuan
pendahuluan (pencucian, pemotongan, pengeringan dan penggilingan), dan
kondisi ekstraksi.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, penggilingan sebagai perlakuan
pendahuluan akan menghasilkan ukuran partikel tertentu. Walton dan
Brown (1998) mengemukakan bahwa ukuran partikel bahan berpengaruh
terhadap rendemen yang dihasilkan dari suatu ukuran partikel. Ukuran
partikel bahan baku yang digunakan adalah 50 mesh sehingga diharapkan
dapat mengoptimalkan proses ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel,
semakin banyak sel-sel yang dipecahkan, semakin besar luas bidang
kontak antara bahan dengan pelarut sehingga akan meningkatkan difusi

27
komponen aktif keluar sel. Selain itu, semakin kecil ukuran partikel maka
semakin besar kecepatan mencapai kesetimbangan sistem. Hal ini dapat
menyebabkan bahan dengan ukuran yang lebih kecil akan menghasilkan
ekstrak yang lebih besar pada waktu ekstraksi yang sama.

3. Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas

Ekstrak lengkuas yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui mutu


dari ekstrak lengkuas tersebut. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui
karakteristik dari ekstrak sebelum diaplikasikan dalam produk. Adapun
hasil dari analisis ekstrak lengkuas disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Analisis Ekstrak Lengkuas Kasar
Spesifikasi Hasil Analisis
pH 4.31
Sisa Pelarut 10.65%
Kelarutan dalam Alkohol 80 % 1 : 30

Ekstrak lengkuas yang dihasilkan memiliki pH sebesar 4.31. Nilai


pH ini diukur sebagai derajat keasaman suatu bahan dan berdasarkan nilai
tersebut ditunjukkan bahwa ekstrak lengkuas bersifat asam. Nilai pH ini
kemungkinan dapat menurunkan pH sabun transparan yang cenderung
bersifat basa pada saat ekstrak lengkuas diaplikasikan kedalam sabun
transparan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai sisa pelarut adalah sebesar
10.65%. Analisis sisa pelarut terhadap ekstrak lengkuas dilakukan untuk
mengetahui jumlah pelarut yang masih tersisa atau belum menguap dari
ekstrak. Sisa pelarut pada ekstrak lengkuas belum memiliki standar baku.
Namun dalam Farrell (1990), menyebutkan bahwa sisa pelarut yang
diperbolehkan dalam Federal Food, Drug and Cosmetic Act adalah 30
ppm. Nilai yang diperoleh dari analisis setara dengan 106.500 ppm dan
berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai sisa pelarut ekstrak
lengkuas masih relatif tinggi.
Hustiyani (1994) mengemukakan bahwa tingginya sisa pelarut pada
ekstrak dapat disebabkan karena pelarut mampu mengekstrak lebih banyak
komponen yang dikandung oleh minyak atsiri, sehingga pelarutnya lebih

28
banyak yang terikat dengan komponen minyak atsiri tersebut. Pelarut yang
terikat dengan komponen minyak atsiri lebih banyak dibandingkan
dengan komponen yang tidak terikat mengakibatkan sedikitnya pelarut
yang menguap pada saat proses penguapan sehingga pelarut yang tersisa
relatif tinggi.
Pengujian kelarutan ekstrak lengkuas menunjukkan bahwa ekstrak
dapat larut dalam alkohol 80% pada perbandingan 1 : 30. Kelarutan
didefinisikan oleh Martin et al. (1993) dalam besaran kuantitatif sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan pada temperatur tertentu. Secara
kualitatif, kelarutan didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua zat
atau lebih untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan
dalam etanol ditunjukkan dengan perbandingan jumlah ekstrak dan jumlah
etanol yang dapat melarutkan ekstrak tersebut.
Kelarutan ekstrak ditentukan oleh komponen minyak atsiri yang
sebagai komponen utama ekstrak lengkuas. Guenther (1952)
mengemukakan bahwa minyak atsiri dengan kandungan oxygenated
hyrocarbon tinggi lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dengan
minyak atsiri yang mengandung oxygenated hyrocarbon rendah. Kelarutan
ekstrak lengkuas ini belum memiliki standar baku namun perbandingan ini
cukup tinggi jika dibandingkan dengan kelarutan minyak atsiri dalam
etanol yang pada umumnya memiliki kelarutan dalam etanol dengan
perbandingan yang rendah. Hal ini dapat disebabkan banyaknya komponen
lain dalam ekstrak selain minyak atsiri yaitu resin. Meski demikian,
perbandingan kelarutan tersebut masih dikategorikan larut dalam pelarut.
Hal ini diterangkan oleh Anonim (1998) yang menyebutkan bahwa pada
perbandingan 1 : 10-30, bahan masih dikategorikan larut dalam pelarutnya.
Ekstrak lengkuas yang diaplikasikan pada produk sabun adalah
ekstrak yang berupa serbuk. Pembuatan serbuk ini dilakukan untuk
meningkatkan nilai estetika sabun transparan yang dihasilkan. Ekstrak
kental tidak dapat larut dengan baik pada saat ditambahkan dalam bahan-
bahan sabun. Hal ini menyebabkan sabun transparan yang dihasilkan
memiliki penampakan yang kurang menarik. Ekstrak lengkuas yang

29
berupa serbuk memiliki kelarutan yang lebih baik ketika diaplikasikan
pada sabun, sehingga sabun transparan yang dihasilkan memiliki
penampakan yang lebih baik.
Serbuk lengkuas diperoleh dengan menambahkan bahan pengisi
yang pada dasarnya berfungsi sebagai pengikat. Bahan pengisi yang
digunakan adalah maltodeksrin sebesar 12%. Serbuk lengkuas diperoleh
melalui proses pengeringan dengan pengering semprot (spray dryer) dan
menghasilkan rendemen sebesar 19.10%.

B. PENELITIAN UTAMA
1. Aplikasi Ekstrak Lengkuas dalam Pembuatan Sabun Transparan

Pada pembuatan sabun transparan dilakukan penambahan ekstrak


lengkuas dalam tiga tingkat konsentrasi yaitu 1%, 2% dan 3%. Konsentrasi
ini dipilih berdasarkan rentang konsentrasi ekstrak lengkuas yang efektif
menghambat pertumbuhan M. canis dan T. Mentagrophytes. Hezmela
(2006) melakukan penelitian untuk menentukan rentang nilai konsentrasi
ekstrak yang optimal untuk menghambat pertumbuhan kedua jamur uji
tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rentang
konsentrasi ekstrak untuk menghambat pertumbuhan M. canis adalah
0.3%-5%, sedangkan untuk T. Mentagrophytes adalah 0.5%-10%. Selain
itu, pemilihan konsentrasi ekstrak lengkuas dalam sabun transparan ini
juga didasarkan pada rentang konsentrasi bahan aktif sabun yang berada
dipasaran.
Tahap awal dari pembuatan sabun transparan adalah mereaksikan
asam stearat dengan fase asam lemak dengan NaOH. Asam stearat
dilelehkan dengan pemanasan sampai asam stearat tersebut mencair.
Proses pelelehan ini dilakukan untuk mempermudah terjadinya reaksi.
Selanjutnya ditambahkan minyak kelapa dan minyak jarak. Minyak kelapa
mengandung asam lemak dominan yaitu asam laurat sebesar 44-53% yang
berfungsi untuk memadatkan dan membentuk busa yang lembut.
Sedangkan asam lemak dominan yang terkandung dalam minyak jarak
berperan dalam transparansi sabun.

30
Setelah asam stearat dan minyak homogen kemudian ditambahkan
larutan NaOH 30% pada suhu 60-70oC. Pada saat penambahan NaOH ini
adonan akan menjadi keras dan lengket yang menunjukkan terbentuknya
stock sabun. Pengadukan terus dilakukan sampai homogen kemudian
dilakukan penambahan gliserin sehingga pengadukan lebih mudah
dilakukan. Gliserin berfungsi sebagai humektan atau pelembab dan
berperan juga pada transparansi sabun. Selanjutnya dilakukan penambahan
alkohol sebagai pelarut yang juga memiliki peran dalam transparansi
sabun.
Proses pembuatan sabun transparan dilanjutkan dengan penambahan
sukrosa secara bertahap sambil terus dilakukan pengadukan hingga
sukrosa larut sempurna. Penambahan sukrosa ini menyebabkan
transparansi sabun semakin terlihat karena sukrosa berperan dalam
transparansi sabun. Selain itu sukrosa juga dapat memberikan kekerasan
yang baik pada sabun transparan. Pada tahap ini suhu dijaga 60-70oC,
begitu juga dengan pengadukan untuk menghindari penggumpalan dan
karamelisasi sukrosa akibat dari proses pemanasan sehingga dapat
menimbulkan warna coklat pada sabun.
Setelah sukrosa larut dan larutan menjadi homogen selanjutnya
ditambahkan coco-DEA, NaCl, ekstrak lengkuas dan air. DEA berfungsi
sebagai surfaktan dan penstabil busa. Sedangkan NaCl selain berperan
pada proses pembusaan juga berfungsi untuk menurunkan konsentrasi
elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi
sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses
pemanasan. Penambahan ekstrak dilakukan setelah sebelumnya dilarutkan
dalam air. Pada saat penambahan ekstrak ini suhu harus dijaga maksimal
40oC untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
komponen bioaktif lengkuas. Pengadukan terus dilakukan sampai semua
bahan homogen. Selanjutnya sabun dituangkan dalam cetakan dan
didiamkan selama ± 24 jam pada suhu ruang. Sabun transparan yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

31
Gambar 6. Sabun transparan anti jamur dengan berbagai konsentrasi
ekstrak lengkuas
Beberapa hal yang harus diperhatikan dan menentukan keberhasilan
dalam pembuatan sabun transparan yaitu pengadukan dan suhu.
Pengadukan sedapat mungkin dilakukan dengan kecepatan konstan dan
suhu harus selalu dijaga maksimal 80oC. Pengadukan yang terlalu lambat
dan suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan penggumpalan.
Sedangkan pengadukan yang terlalu cepat dan suhu yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan terjadinya pembentukan busa yang berlebihan.

2. Karakteristik Sabun Transparan

Pengujian karakteristik sabun transparan dilakukan untuk


mengetahui mutu sabun yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan
merupakan sifat kimia dan fisik antara lain kadar air dan zat menguap,
jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam
alkohol, bahan tidak larut dalam alkohol, kadar alkali bebas yang dihitung
sebagai kadar NaOH, minyak mineral ditambah dengan pengukuran nilai
pH, kestabilan busa, dan kestabilan emulsi serta kekerasan produk.

a. Kadar Air

Pengukuran kadar air pada sabun transparan menghasilkan


kisaran nilai 17.44%-17.46%. Nilai kadar air sabun transparan dengan
konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara berurutan adalah
17.44%, 17.46% dan 17.46%. Sedangkan kadar air pada sabun
pembanding (Deo Transparan) adalah sebesar 24.18%. Rekapitulasi
data hasil analisis kadar air disajikan pada Lampiran 13a.

32
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 10b) diketahui bahwa
kadar air tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak
lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak
mempengaruhi kadar air sabun transparan yang dihasilkan. Kadar air
ini tidak dipengaruhi oleh ekstrak lengkuas karena konsentrasi ekstrak
yang ditambahkan relatif rendah dan tidak terlalu berbeda antara satu
dengan yang lainnya.
Pengukuran kadar air pada sabun dilakukan untuk mengetahui
jumlah air dalam sabun berkaitan dengan efisiensi pada saat
pemakaian. Berdasarkan syarat mutu SNI (1994) ditetapkan bahwa
kadar air sabun batangan memiliki batas yaitu maksimal 15%.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa kadar sabun
transparan yang dihasilkan lebih tinggi dari standar mutu yang
ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam sabun
masih cukup tinggi. Spitz (1996), menyebutkan bahwa banyaknya air
yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan
sabun dalam air pada saat digunakan. Semakin banyak air yang
terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut
pada saat digunakan.

b. Jumlah Asam Lemak

Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 11a) diketahui bahwa


jumlah asam lemak yang terkandung dalam sabun transparan dengan
konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% berturut-turut adalah
41.89%, 36.64%, dan 35.72%. Analisis jumlah asam lemak juga
dilakukan terhadap sabun pembanding (Deo Transparan) sebesar
49.11%. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara konsentrasi ekstrak
lengkuas terhadap jumlah asam lemak pada sabun transparan.

33
41.89
42.00
41.00

Jumlah Asam Lemak (%)


40.00
39.00
38.00 36.64
37.00 35.72
36.00
35.00
34.00
33.00
32.00
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan


jumlah asam lemak

Jumlah asam lemak dalam sabun ditentukan dalam SNI (1994)


minimal sebesar 70%. Artinya bahan-bahan yang ditambahkan sebagai
bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30%. Hal ini
dimaksudkan untuk mengefisienkan proses pembersihan kotoran
berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi
biasanya ditambahkan untuk memberi bentuk yang kompak dan padat,
melembabkan, menambah zat gizi dan lain-lain. Pada pembuatan
sabun transparan ini digunakan beberapa asam lemak antara lain asam
stearat, asam laurat yang merupakan asam lemak dominan pada
minyak kelapa serta asam lemak yang dominan pada minyak jarak.
Hasil analisis keragaman (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa
faktor konsentrasi ekstrak lengkuas berpengaruh nyata pada tingkat
kepercayaan 95% (α = 0.05) terhadap sabun yang dihasilkan dengan
kecenderungan asam lemak menurun seiring dengan penambahan
ekstrak lengkuas. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 11c)
diperoleh bahwa jumlah asam lemak antar konsentrasi ekstrak
lengkuas saling berbeda nyata. Rata-rata jumlah asam lemak sabun
transparan tertinggi adalah pada penambahan ekstrak lengkuas dengan
konsentrasi 1% dan sabun transparan dengan penambahan ekstrak 3%
memiliki jumlah asam lemak yang paling rendah.
Jumlah asam lemak yang diperoleh dari analisis yang dilakukan
berada dalam kisaran 35.72% - 41.89%. Rentang nilai ini belum

34
memenuhi batas minimum kriteria mutu sabun yang ditetapkan oleh
SNI yaitu minimal 70%. Hal ini disebabkan karena dalam formulasi
sabun transparan ditambahkan beberapa bahan tambahan yang
berfungsi sebagai pelembab dan bahan yang dapat meningkatkan
transparansi. Selain itu ekstrak lengkuas ditambahkan juga sebagai
bahan tambahan yang berfungsi sebagai anti jamur. Peningkatan
konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan menyebabkan
penurunan jumlah asam lemak dalam sabun transparan yang
dihasilkan. Jumlah asam lemak yang rendah ini menyebabkan sabun
transparan akan cepat habis ketika digunakan.

c. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan

Kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang


dihasilkan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2%, dan 3%
berturut-turut 1.80%, 2.69%, dan 3.61%. Sedangkan analisis untuk
sabun pembanding (Deo Transparan) diperoleh kadar fraksi tak
tersabunkan sebesar 2.61%. Menurut SNI (1994), kadar fraksi tak
tersabunkan yang diperbolehkan dalam sabun adalah maksimal 2.5%.
Dari hasil analisis yang diperoleh dapat diketahui bahwa kadar
fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang mengandung
ekstrak lengkuas 1% memenuhi kriteria mutu SNI. Sedangkan untuk
sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2% dan 3% berada diatas
standar yang ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis keragaman
(Lampiran 12b) perbedaan kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun
transparan menunjukkan perbedaan yang nyata pada tingkat
kepercayaan 95% (α=0.05). Gambar 8 berikut menyajikan hubungan
antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak
tersabunkan pada sabun transparan.

35
4.00 3.61
3.50

Tersabunkan (% )
2.69

Kadar Fraksi Tak


3.00
2.50
1.80
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 8. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar


fraksi tak tersabunkan

Fraksi tak tersabunkan berkaitan dengan zat-zat yang sering


terdapat dalam minyak atau lemak yang tak dapat tersabunkan oleh
hidrokarbon-hidrokarbon alkali dan tidak dapat larut dalam air. Zat-zat
tersebut biasanya berupa sterol, zat warna, dan hidrokarbon (Depkes
RI, 1962). Selanjutnya Spitz (1996) menyebutkan bahwa kadar fraksi
tak tersabunkan menunjukkan jumlah komponen yang tak tersabunkan
karena tidak bereaksi atau tidak berikatan dengan alkali (Natrium)
pada proses pembuatan sabun. Fraksi tak tersabunkan ini dapat
mengurangi kemampuan sabun pada saat proses membersihkan atau
dengan kata lain dapat menghambat daya detergensi sabun.
Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12c) menunjukkan bahwa
fraksi tak tersabunkan pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas
1%, 2%, dan 3% saling berbeda nyata dan memiliki kecenderungan
semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah ekstrak
lengkuas yang ditambahkan. Hal ini disebabkan karena kandungan zat
warna yang terdapat pada ekstrak lengkuas. Semakin tinggi jumlah
ekstrak yang ditambahkan maka akan semakin tinggi pula kadar
pigmen atau zat warna lengkuas yang tercampur sehingga akan
meningkatkan kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang
dihasilkan.

36
d. Bagian Tidak Larut Dalam Alkohol

Pengujian terhadap bagian tidak larut alkohol sabun transparan


dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2%, dan 3% berturut-turut adalah
1.18%, 2.32% dan 2.88%. Sedangkan bagian tidak larut dalam alkohol
pada sabun pembanding (Deo Transparan) adalah 0.93%. Bagian tidak
larut dalam alkohol dalam sabun yang ditentukan dalam SNI (1994)
adalah maksimal 2.5%.
Bagian tak larut dalam alkohol pada sabun transparan yang
dihasilkan secara umum telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan
yaitu pada sabun yang mengandung ekstrak 1% dan 2%. Sedangkan
sabun transparan yang mengandung ekstrak 3% berada sedikit diatas
nilai maksimal yang ditentukan dalam SNI. Dalam ASTM D 460
(2002) dijelaskan bahwa bahan yang tidak larut dalam alkohol meliputi
garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat serta pati.
Selanjutnya Ketaren (1986) menambahkan bahwa protein juga
merupakan bahan yang tidak larut dalam alkohol.
Hasil analisis keragaman (Lampiran 13b) menunjukkan bahwa
konsentrasi ekstrak lengkuas berpengaruh nyata pada tingkat
kepercayaan 95% (α=0.05) terhadap bagian tak larut dalam alkohol
pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman dapat
dilihat pada Lampiran 13b. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan
(Lampiran 13c) bagian tidak larut dalam alkohol pada setiap tingkat
konsentrasi ekstrak saling berbeda nyata. Hubungan antara konsentrasi
ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut dalam alkohol sajikan pada
Gambar 9.

37
2.88
3.00
2.32

Bagian Tidak Larut dalam


2.50

2.00

Alkohol (%)
1.50 1.18

1.00

0.50

0.00
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 9. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan bagian


tidak larut dalam alkohol

Gambar 9 memperlihatkan kenaikan ekstrak lengkuas


mengakibatkan peningkatan nilai bagian tidak larut dalam alkohol
pada sabun transparan. Peningkatan bagian tidak larut dalam alkohol
ini disebabkan oleh kandungan pati dan protein dalam lengkuas.
Samidi (1987) menyebutkan bahwa berdasarkan bobot kering rimpang
lengkuas merah mengandung pati 35,13%, dan berkadar protein
7,43%. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan-bahan yang tidak larut
dalam alkohol sehingga dengan peningkatan jumlah ekstrak lengkuas
yang ditambahkan dalam sabun maka pati dan protein yang tercampur
pada sabun transparan juga akan semakin tinggi. Selain itu, ekstrak
lengkuas yang ditambahkan mengandung bahan pengikat berupa pati
yaitu maltodekstrin. Hal ini juga yang mengakibatkan bagian tidak
larut dalam alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan akan
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan ekstrak lengkuas
yang ditambahkan.

e. Kadar Alkali Bebas Yang Dihitung Sebagai NaOH

Pada penelitian ini, kadar alkali bebas pada sabun transparan


dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah
0.12%, 0.13% dan 0.10%. Dalam SNI (1994) telah ditentukan bahwa
kadar alkali bebas tidak lebih dari 0.1%. Alkali bebas adalah alkali

38
dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali
dalam sabun mandi ini dapat mengakibatkan iritasi pada kulit.
Kadar alkali bebas pada sabun yang dihasilkan untuk konsentrasi
3% telah memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan oleh SNI. Tetapi
untuk sabun transparan yang mengandung ekstrak 1% dan 2% kadar
alkali bebas pada sabun berada diatas standar mutu meski tidak terlalu
tinggi. Kelebihan alkali pada sabun biasanya disebabkan oleh
konsentrasi alkali yang terlalu pekat atau penambahan alkali yang
terlalu berlebihan pada proses penyabunan.
Hasil analisis keragaman (Lampiran 14b) menunjukkan bahwa
perbedaan kadar alkali bebas pada sabun transparan ini tidak berbeda
nyata pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) untuk masing-masing
faktor konsentrasi ekstrak lengkuas. Hal ini berarti bahwa pengaruh
perlakuan penambahan ekstrak lengkuas pada formulasi sabun
transparan adalah sama untuk kadar alkali bebas yang dihitung sebagai
NaOH dari sabun transparan yang dihasilkan.

f. Minyak Mineral

Analisis minyak mineral dalam sabun dilakukan untuk


mengetahui kemungkinan ada tidaknya kandungan minyak mineral
dalam sabun. SNI (1994) menyebutkan bahwa kandungan minyak
mineral ini tidak diperbolehkan berada dalam sabun. Minyak mineral
adalah minyak yang berasal dari penguraian bahan organik oleh jasad
renik seperti minyak bumi dan turunannya.
Pada saat analisis dilakukan, keberadaan minyak mineral ini
ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Berdasarkan hasil analisis
diketahui bahwa sabun transparan yang dihasilkan tidak mengandung
minyak mineral. Begitu juga dengan sabun yang beredar dipasaran
(Deo Transparan) yang juga memberikan hasil negatif pada saat
dianalisis. Hal ini menunjukkan bahwa sabun transparan tersebut telah
memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan.

39
g. pH

Nilai pH yang diperoleh dari hasil analisis terhadap sabun


transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3%
adalah 10.63, 10.31, dan 10.09. Sedangkan untuk produk pembanding
diperoleh pH sebesar 10.21. Kisaran nilai pH ini memenuhi kriteria
mutu yang ditetapkan. Menurut ASTM D 1172-95 (2002), standar pH
untuk sabun mandi adalah sebesar 9-11. Berikut adalah gambar yang
menyajikan hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas yang
ditambahkan pada sabun dengan nilai pH.

10.70 10.63
10.60
10.50
10.40 10.31
10.30
pH

10.20
10.09
10.10
10.00
9.90
9.80
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan pH

Pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa nilai pH memiliki


kecenderungan menurun seiring dengan penambahan ekstrak lengkuas.
Hal ini disebabkan oleh sifat ekstrak lengkuas yang bersifat asam.
Penambahan ekstrak lengkuas akan menurunkan nilai pH ketika
penambahan konsentrasi ekstrak lengkuas ditingkatkan dalam sabun.
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 16b), nilai pH yang
dihasilkan berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak
lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Uji lanjut Duncan
(Lampiran 16c) terhadap pH menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak
lengkuas 1% berbeda nyata dengan pH yang dihasilkan oleh sabun
yang mengandung ekstrak lengkuas 3%. Sedangkan pH sabun
transparan pada konsentrasi 2% tidak berbeda nyata dengan pH sabun
transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% dan 3%.

40
Pengukuran nilai pH dilakukan untuk mengetahui sabun yang
dihasilkan bersifat asam atau basa. Pada umumnya sabun memiliki
sifat basa, pH yang terlalu rendah dapat meningkatkan daya absorbsi
kulit sehingga menyebabkan iritasi pada kulit. Nilai pH yang tinggi
juga seringkali dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit.
Pada saat kulit terkena sabun, pH kulit akan naik beberapa menit
setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.
Pengasaman kembali akan terjadi setalah 5-10 menit dan setelah itu pH
kulit akan normal kembali. Pada dasarnya sifat iritasi pada kulit bukan
disebabkan oleh tinggi atau rendahnya nilai pH. Wasitaatmaja (1997)
menyebutkan bahwa pada tahun-tahun terakhir beberapa peneliti
membuktikan bahwa yang mempengaruhi sifat iritasi pada kulit adalah
lamanya kontak sabun dengan kulit dan daya absorbsi kulit terhadap
sabun.

h. Stabilitas Busa

Nilai stabilitas busa yang diperoleh pada sabun transparan


dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut
adalah 64.38%, 62.29% dan 62.08%. Sedangkan sabun pembanding
(Deo Transparan) memiliki stabilitas busa sebesar 86.19%.
Rekapitulasi data analisis stabilitas busa ini disajikan pada Lampiran
(17a).
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 17b) dapat diketahui
bahwa nilai stabilitas busa tidak berbeda nyata terhadap perubahan
konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05).
Hal ini menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak
mempengaruhi stabilitas busa dari sabun yang dihasilkan.
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan
mutu produk-produk deterjen terutama sabun mandi. Busa adalah suatu
struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara
terbungkus dalam lapisan-lapisan tipis, dispersi gas dalam cairan yang
distabilkan oleh suatu zat pembusa (Martin et al., 1993). Dalam

41
pembuatan sabun transparan ini ditambahkan surfaktan yang juga
berperan dalam kestabilan busa yaitu coco-DEA (Dietanolamida).
Pada penggunaannya, busa berperan dalam proses pembersihan dan
melimpahkan wangi sabun pada kulit.

i. Stabilitas Emulsi

Nilai stabilitas emulsi yang diperoleh berdasarkan hasil analisis


berkisar antara 87.61%-88.11%. Nilai stabilitas emulsi tertinggi adalah
pada sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1%
(88.11%) dan stabilitas terendah adalah sabun transparan dengan
ekstrak lengkuas 3% (87.61%). Sedangkan sabun transparan dengan
ekstrak lengkuas 2% memiliki stabilitas emulsi sebesar 87.73%.
Analisis stabilitas emulsi yang dilakukan terhadap sabun pembanding
(Deo Transparan) adalah sebesar 81.70%.
Hasil analisis keragaman (Lampiran 18b) menunjukkan bahwa
nilai stabilitas emulsi tidak berbeda nyata terhadap perubahan
konsentrasi ekstrak yang ditambahkan pada tingkat kepercayaan 95%
(α=0.05). Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan
dalam sabun transparan. Salah satu bahan yang berpengaruh terhadap
stabilitas emulsi adalah emulsifier. Konsentrasi coco-DEA yang
ditambahkan sebagai emulsifier kedalam sabun adalah tetap sehingga
nilai stabilitas emulsi relatif tetap.
Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan
mempunyai pengaruh besar terhadap mutu suatu produk emulsi.
Kestabilan emulsi ini berperan juga untuk mempertahankan konsistensi
produk emulsi selama penyimpanan. Menurut Suryani et.al (2002),
sabun padat termasuk dalam emulsi tipe w/o (water in oil). Emulsi
yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan
warna dan memiliki konsistensi yang tetap.

42
j. Kekerasan

Berdasarkan analisis yang dilakukan, nilai kekerasan yang


diperoleh berkisar antara 2.85 mm/detik hingga 2.91 mm/detik.
Adapun nilai yang diperoleh dalam konsentrasi 1%, 2% dan 3% secara
berturut-turut adalah 2.85 mm/detik, 2.87 mm/detik dan 2.91
mm/detik. Sedangkan analisis kekerasan pada produk pembanding
adalah 4.65 mm/detik.
Analisis keragaman (Lampiran 19b) menunjukkan bahwa tingkat
kekerasan tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak
lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak
mempengaruhi kekerasan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari
hasil analisis menunjukkan penurunan tingkat kekerasan pada sabun
transparan yang dihasilkan.
Kekerasan sabun memiliki peran untuk meningkatkan efisiensi
sabun ketika digunakan. Hal ini berkaitan dengan kadar air dalam
sabun dimana semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka
tingkat kekerasan sabun akan menurun. Banyaknya air dalam sabun
akan menyebabkan sabun mudah larut dalam air sehingga akan
semakin cepat habis pada saat digunakan. Kekerasan sabun juga
dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam sabun.
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak mengandung
ikatan rangkap yang biasanya berbentuk padat dalam ruang sehingga
dapat membentuk kekerasan pada sabun. Semakin banyak jumlah asam
lemak jenuh maka sabun yang dihasilkan juga akan semakin keras.
Pengukuran tingkat kekerasan pada sabun transparan ini
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan
penetrometer. Tingkat kekerasan ditentukan dengan mengukur
kedalaman penetrasi jarum penetrometer terhadap sabun. Kedalaman
ini biasanya dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari nilai yang
tercantum pada skala penetrometer. Semakin tinggi kedalaman
penetrasi jarum menunjukkan bahwa suatu sampel semakin lunak.

43
3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji

Kandungan aktif dalam lengkuas diduga memiliki fungsi anti jamur


penyebab penyakit kulit. Pada penelitian ini dilakukan uji anti jamur
terhadap ekstrak lengkuas yang diaplikasikan dalam formulasi sabun
transparan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya anti jamur dari sabun
transparan yang dihasilkan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa produk sabun
transparan yang mengandung ekstrak lengkuas mampu menghambat
pertumbuhan jamur uji. Pada sampel yang berupa sabun batangan diameter
hambat terhadap jamur uji mencapai lebih dari 40 mm. Bahkan pada
Lampiran 21 dan Lampiran 22 terlihat bahwa sabun batangan yang diuji
tidak terdapat jamur uji atau dengan kata lain kedua jamur penyebab
penyakit kulit tersebut tidak tumbuh sama sekali. Hal ini menunjukkan
bahwa sabun yang mengandung ekstrak lengkuas dapat menghambat
pertumbuhan jamur sehingga jamur uji tidak tumbuh. Nostro et al. (2000)
menyebutkan bahwa ekstrak yang memiliki diameter hambat sebesar >12
mm, merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas anti jamur sangat tinggi.
Diameter hambat sabun transparan yang mengandung ekstrak
lengkuas 1% terhadap T. mentagrophytes pada tingkat pengenceran 1000
ppm, 3000 ppm, dan 5000 secara berurutan adalah 5 mm,7 mm dan 9 mm.
Nilai diameter hambat terhadap M. canis pada setiap tingkat pengenceran
secara berurutan adalah 5 mm, 7 mm, 10.67 mm. Grafik berikut
menyajikan daya hambat sabun transparan yang mengandung ekstrak
lengkuas 1% terhadap jamur uji.
12.00
Diameter Hambat (mm)

10.00

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm
Tingkat Pengenceran

T. mentagrophytes M. canis

Gambar 11. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ekstrak lengkuas
1% terhadap jamur uji

44
Grafik tersebut menggambarkan bahwa sabun transparan yang
mengandung ekstrak lengkuas 1% mampu menghambat pertumbuhan
kedua jamur uji. Pada tingkat pengenceran 1000 ppm dan 3000 ppm,
diameter hambat menunjukkan bahwa pada tingkat tersebut sabun
memiliki daya hambat yang sama terhadap jamur uji. Diameter hambat
yang mulai menunjukkan adanya aktivitas menghambat pertumbuhan
jamur terlihat pada tingkat pengenceran 3000 ppm dimana diameter
hambat mencapai 7 mm. Diameter hambat minimum yang menunjukkan
adanya aktivitas mikroba adalah > 6 mm (Nostro et al., 2000).
Berdasarkan grafik juga dapat diketahui bahwa daya hambat sabun
transparan meningkat seiring dengan peningkatan tingkat pengenceran.
Pada tingkat pengenceran 5000 ppm, hambat sabun terhadap M. canis
menunjukkan diameter hambat yang lebih besar dibandingkan dengan T.
mentagrophytes.
Sabun transparan yang mengandung ekstrak 2% memiliki diameter
hambat sebesar 6 mm (1000 ppm), 8.33 mm (3000 ppm) dan 11 mm (5000
ppm) terhadap T. mentagrophytes. Sedangkan diameter hambat terhadap
M. canis pada pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm secara
berurutan adalah 5 mm, 12 mm, dan 14.33 mm. Daya hambat sabun
transparan dengan ekstrak lengkuas 2% disajikan pada grafik berikut :
16.00
14.00
Diameter Hambat (mm)

12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm
Tingkat Pengenceran

T. mentagrophytes M.canis

Gambar 12. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas
2% terhadap jamur uji

Berdasarkan nilai diameter hambat, diketahui bahwa sabun


transparan dengan ekstrak lengkuas 2% mampu menghambat pertumbuhan
T. mentagrophytes pada tingkat pengenceran 1000 ppm. Sedangkan daya

45
hambat terhadap M. canis ditunjukkan pada pengenceran 3000 ppm.
Berdasarkan grafik yang disajikan, terlihat bahwa peningkatan tingkat
pengenceran menunjukkan peningkatan daya hambat terhadap jamur uji.
Diameter hambat memperlihatkan bahwa T. mentagrophytes lebih dahulu
dihambat pertumbuhannya oleh sabun. Meski demikian, nilai diameter
yang menunjukkan mulainya penghambatan terhadap M. canis memiliki
nilai yang lebih tinggi.
Diameter hambat terhadap T. mentagrophytes dari sabun transparan
yang mengandung ekstrak lengkuas 3% pada pengenceran 1000 ppm,
3000 ppm dan 5000 ppm secara berurutan adalah 7 mm, 9.33 mm dan 14
mm. Pada setiap tingkat pengenceran, diameter hambat terhadap M. canis
adalah 10.67 mm, 13.67 mm dan 18 mm. Berikut disajikan grafik yang
menggambarkan daya hambat sabun yang mengandung ekstrak lengkuas
3% terhadap jamur uji.

20.00
18.00
Diameter Hambat (mm)

16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm
Tingkat Pengenceran

T. mentagrophytes M. canis

Gambar 13. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas
3% terhadap jamur uji

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan


tingkat pengenceran akan meningkatkan daya hambat sabun terhadap
jamur uji. Nilai diameter hambat menunjukkan kedua jamur uji mulai
terhambat pada tingkat pengenceran 1000 ppm. Namun daya hambat
terhadap M. canis lebih tinggi dibandingkan dengan T. mentagrophytes.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian daya anti jamur terhadap 2
jamur penyebab penyakit mikosis superfisial dari golongan dermatofita
yaitu T. mentagrophytes dan M. canis. Penyakit yang disebabkan oleh
jamur golongan dermatofita ini biasanya disebut dengan dermatofitosis.

46
Volk dan Wheeler (1984), menyebutkan bahwa jasad penyebab
dermatofitosis adalah organisme-organisme yang berhubungan erat yang
menggunakan keratin (terdapat pada kulit, rambut dan kuku) untuk
pertumbuhannya.
T. mentagrophytes merupakan salah satu jamur yang menyebabkan
penyakit Tinea Corporis. Penyakit ini berupa kadas kulit halus yang
ditandai dengan luka bundar dengan batas yang mengandung bintik-bintik.
Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh M. canis adalah Tinea Capitis
atau kadas kulit kepala. Penyakit ini muncul sebagai perluasan gelang-
gelang dikulit kepala dengan organisme tumbuh didalam dan pada rambut.
Akibat dari penyakit ini adalah terjadinya peradangan yang menyebabkan
luka-luka dalam yang bila sembuh akan menimbulkan bekas dan hilangnya
rambut secara permanen.
Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan diketahui bahwa
diameter hambat sabun transparan terhadap M. canis berkisar antara 5 mm
hingga 18 mm. Sedangkan diameter hambat terhadap T. mentagrophytes
menunjukkan hasil dengan kisaran 5-14 mm. Kisaran nilai diameter
hambat menunjukkan bahwa M. canis lebih mudah dihambat
pertumbuhannya dibandingkan dengan T. mentagrophytes. Hal ini
diketahui dari kemampuan sabun transparan yang mengandung ekstrak
lengkuas menghambat pertumbuhan M. canis lebih baik dari pada T.
mentagrophytes. Hal ini juga menunjukkan bahwa Microsporum canis
lebih sensitif terhadap senyawa anti jamur lengkuas.
Berdasarkan morfologinya, M. canis memiliki dinding spora yang
tebal dan fase pertumbuhan dari jamur ini tergolong lambat. Sebaliknya,
T. mentagrophytes memiliki dinding spora yang lebih tipis dengan fase
pertumbuhan yang relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan M. canis
(Anonim, 2006). Fase pertumbuhan dari jamur ini berkaitan dengan
kecepatan germinasi spora yang berpengaruh terhadap daya anti jamur.
Horsfall (1956) mengemukakan bahwa kecepatan germinasi spora
berpengaruh terhadap kemampuan anti jamur dalam menghambat
pertumbuhan jamur.

47
Griffin (1981), menerangkan bahwa jamur yang memiliki germinasi
spora yang cepat akan lebih sulit dihambat pertumbuhannya oleh suatu zat
anti jamur bila dibandingkan dengan jamur yang bergerminasi lebih
lambat. M. canis yang memiliki fase pertumbuhan dengan germinasi yang
lambat mengakibatkan kecepatan senyawa anti jamur lebih dahulu
berpenetrasi kedalam sel jamur sebelum spora bergerminasi. Hal ini yang
menyebabkan M. canis dapat dihambat lebih baik oleh senyawa anti jamur
dibandingkan dengan T. mentagrophytes.
Selanjutnya Harborne (1987) menyebutkan bahwa senyawa aktif
yang berfungsi sebagai anti jamur antara lain eugenol, kaemferol,
kuersetin, galangin serta asetoksicavikol asetat. Senyawa ini merupakan
senyawa aktif yang terdapat pada lengkuas. Adapun rumus bangun dari
senyawa anti jamur lengkuas dapat dilihat pada Gambar 14.
OH

OCH3 O OH
OH HO O
OH
OH
OH O OH
CH2CH=CH2 OH O

(a) Eugenol (b) Kaemferol (c) Kuersetin

O
HO

OH
OH O

(d) Galangin (e) Asetoksi khavikol Asetat


Gambar 14. Rumus bangun senyawa aktif anti jamur dalam lengkuas
(Harborne, 1987)

Senyawa anti jamur pada sabun transparan yang mengandung ekstrak


lengkuas bekerja dengan menimbulkan ketidakteraturan membran
sitoplasma jamur. Beberapa senyawa aktif anti jamur pada lengkuas adalah
golongan senyawa fenolik. Harborne (1987) menerangkan bahwa senyawa
fenolik mampu membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan

48
hidrogen. Senyawa ini berikatan dengan asam amino dari protein
kemudian akan membentuk produk konjugasi yang bersifat hidrofilik.
Terbentuknya produk konjugasi ini akan mengakibatkan terhambatnya
metabolisme sel. Senyawa yang terbentuk mengubah struktur asam amino
yang fungsinya adalah untuk metabolisme sel. Ketidakseimbangan
metabolik ini dapat menghambat pertumbuhan atau menimbulkan
kematian sel jamur.
Susunan utama dari membran sitoplasma anti jamur yang terdiri dari
protein dan lemak bersifat rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan
tegangan permukaan yaitu bahan yang memiliki grup lipofil dan hidrofil
(Siswandono dan Soekardjo, 1995). Senyawa anti jamur dari lengkuas ini
memiliki grup lipofil dan hidrofil dalam molekulnya sehingga memiliki
kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan. Membran
sitoplasma yang rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan tegangan
seperti senyawa aktif dalam lengkuas menyebabkan kerusakan pada
membran tersebut. Kerusakan pada membran ini memungkinkan ion
anorganik yang penting seperti nukleotida, koenzim dan asam amino
keluar sel. Selain itu, kerusakan membran sel juga dapat mencegah
masuknya bahan-bahan penting kedalam sel sehingga kebutuhan sel tidak
terpenuhi dan metabolisme sel juga akan terganggu.

4. Uji Organoleptik

Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui penerimaan


konsumen terhadap sabun transparan yang hasilkan. Uji organoleptik yang
dilakukan pada penelitian ini adalah uji kesukaan atau uji hedonik. Panelis
yang diminta penilaiannya adalah kelompok panelis tidak terlatih. Dalam
uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya tentang
tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk secara umum.
Pada penelitian ini, uji hedonik dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sabun transparan dengan
penambahan ekstrak lengkuas pada konsentrasi 1%, 2% dan 3%. Uji
kesukaan ini dilakukan terhadap warna/transparansi, tekstur, kesan kesat

49
dan aroma. Skala penilaian yang digunakan pada uji hedonik ini adalah 1
sampai 5 dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang.

a. Tingkat Kesukaan Terhadap Warna/transparansi

Pada sabun transparan, warna/transparansi merupakan parameter


penting yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap produk
sabun transparan yang dihasilkan. Penilaian kesukaan ini dilakukan
secara visual oleh panelis terhadap sabun transparan. Pada sabun
dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1% sebagian besar (66.67%)
panelis menyatakan suka terhadap warna. Sedangkan panelis yang
menyatakan sangat suka sebesar 23,33% dan yang menyatakan biasa
adalah sebesar 10%.
Panelis menyatakan respon biasa terhadap warna pada sabun
dengan ekstrak 2% sebesar 53.33%, suka (23.33%), sangat suka
(6.67%) dan 16.67% panelis menyatakan tidak suka. Sabun dengan
konsentrasi ekstrak 3% memperoleh respon biasa dengan persentase
terbesar yaitu 56.67%, 30% panelis menyatakan tidak suka dan panelis
yang menyatakan suka dan sangat tidak suka masing-masing sebesar
6.67%. Gambar 15 berikut menyajikan respon kesukaan panelis
terhadap warna sabun transparan pada setiap tingkat konsentrasi
ekstrak lengkuas.

100% 6.67 6.67


23.33
80% 23.33
Frekuansi Kesukaan

sangat suka
56.67
60% suka
biasa
66.67 53.33
40% tidak suka
sangat tidak suka
20% 30.00

16.67
10.00 6.67
0%
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 15. Penilaian kesukaan panelis perhadap warna

50
Berdasarkan Gambar 15 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian
besar panelis yang menyatakan sangat suka dan suka adalah pada
sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%. Hasil analisis
keragaman (23c) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak
lengkuas berbeda nyata terhadap penilaian kesukaan warna panelis
pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran
23d) menyatakan bahwa penilaian kesukaan panelis pada setiap
konsentrasi ekstrak lengkuas saling berbeda nyata.
Berdasarkan rata- rata penilaian pada uji Duncan, dapat diketahui
juga bahwa untuk sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 1%
panelis cenderung menyatakan suka hingga sangat suka. Pada sabun
dengan ekstrak 2% menyatakan biasa hingga suka, dan untuk sabun
dengan ekstrak 3% panelis cenderung menyatakan biasa. Penambahan
ekstrak lengkuas yang berwarna kecoklatan dan agak keruh
mengakibatkan berkurangnya transparansi pada sabun transparan. Hal
ini yang menyebabkan penilaian kesukaan panelis semakin berkurang
seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak lengkuas.

b. Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur

Penilaian tingkat kesukaan terhadap tekstur dilakukan dengan


menyentuh dan merasakan tekstur dari sabun transparan yang
dihasilkan. Panelis menyatakan kesukaan terhadap sabun transparan
dengan nilai sangat suka (skala 5) pada penambahan ekstrak 1%
sebesar 3.33% dan pada penambahan ekstrak 2% sebesar 6.67%.
Penilaian panelis yang menyatakan suka (skala 4) terhadap sabun
transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara
berturut-turut adalah 53.33%, 43.33%, dan 36.67%.
Panelis yang memberikan penilaian biasa (skala 3) pada sabun
dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut
adalah 30%, 40% dan 43.33%. Sebagian besar panelis yang
memberikan penilaian tidak suka terhadap tekstur sabun transparan
adalah pada sabun transparan dengan penambahan ekstrak lengkuas

51
3% yaitu sebesar 16.67% yang diikuti oleh sabun dengan konsentrasi
1% (10%) dan 2% (6.67%). Sedangkan persentase panelis yang
memberikan penilaian sangat tidak suka adalah sama untuk setiap
konsentrasi penambahan ekstrak. Berikut disajikan gambar penilaian
kesukaan panelis terhadap tekstur sabun transparan yang dihasilkan
pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas.

100% 3.33 6.67


90%
80% 36.67
Frekuensi Kesukaan

70% 53.33 43.33 sangat suka


60% suka
50% biasa
40% 43.33 tidak suka
30% 30.00 40.00 sangat tidak suka
20%
10% 10.00 16.67
6.67
0% 3.33 3.33 3.33
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 16. Penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur

Analisis keragaman (Lampiran 24c) menunjukkan bahwa


penilaian kesukaan panelis tidak berbeda nyata terhadap perubahan
konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05).
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas tidak
mempengaruhi penilaian panelis terhadap sabun transparan yang
dihasilkan. Panelis menyatakan penilaian biasa hingga suka untuk
setiap sabun transparan tersebut.

c. Tingkat Kesukaan Terhadap Busa

Busa berperan dalam proses pembersihan dan melimpahkan


wangi pada kulit ketika sabun transparan digunakan. Uji kesukaan
terhadap busa ini dilakukan dengan meminta panelis menggunakan
sabun pada kulit. Kemudian panelis diminta memberikan penilaian
kesukaan terhadap banyak dan lembutnya busa ketika sabun tersebut
digunakan.

52
Panelis memberikan penilaian biasa pada sabun yang
mengandung ekstrak lengkuas 1% sebesar 46.67%, suka sebesar
43.33%, tidak suka sebesar 6.67%, sangat suka 3.37% dan tidak ada
panelis yang menyatakan ketidaksukaannya terhadap sabun tersebut.
Sebagian besar panelis memberikan penilaian biasa sebesar 53.33%,
suka sebesar 26.67% dan sangat suka dan tidak suka masing-masing
sebesar 10% untuk sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2%.
Begitu juga dengan sabun transparan yang mengandung ekstrak
lengkuas 3%, sebesar 80% panelis memberikan penilaian biasa, 10%
panelis menyatakan tidak suka 6.67% dan 3.33% panelis menyatakan
sangat tidak suka terhadap busa dari sabun yang dihasilkan. Penilaian
kesukaan panelis terhadap busa sabun transparan pada setiap tingkat
konsentrasi ekstrak lengkuas dapat dilihat pada Gambar 17.

100% 3.33 6.67


10.00

80%
Frekuansi Kesukaan

43.33 26.67
sangat suka
60% suka
80.00
biasa
40% 53.33 tidak suka
46.67 sangat tidak suka
20%
10.00
6.67 10.00 3.33
0%
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 17. Penilaian panelis terhadap busa

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 25c), penilaian


kesukaan panelis terhadap busa berbeda nyata terhadap perbedaan
tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95%
(α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25d) menunjukkan bahwa
penilaian kesukaan panelis pada sabun transparan dengan ekstrak
lengkuas 3% (panelis menyatakan biasa) berbeda nyata dengan
penilaian panelis terhadap busa sabun transparan yang mengandung
ekstrak lengkuas 1% dan 2%. Sedangkan penilaian panelis terhadap
busa yang dihasilkan oleh sabun yang mengandung ekstrak lengkuas

53
1% dan 2% tidak berbeda nyata. Panelis menyatakan biasa hingga suka
untuk kedua sabun tersebut.

d. Tingkat Kesukaan Terhadap Kesan Kesat

Pada umumnya pengguna sabun berasumsi bahwa kesan kesat


setelah pemakaian merupakan suatu indikasi bahwa sabun tersebut
telah mampu membersihkan kotoran pada kulit. Penilaian kesukaan
kesan kesat ini dilakukan untuk mengetahui respon panelis setelah
menggunakan sabun transparan. Panelis diharapkan memberikan
tanggapannya beberapa saat setelah menggunakan dan membilasnya
dengan air.
Panelis yang memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat
dari sabun transparan memiliki persentase terbesar disetiap tingkat
konsentrasi ekstrak yaitu 70% untuk sabun dengan ekstrak lengkuas
3%, 60% untuk sabun dengan ekstrak lengkuas 1% dan 50% panelis
menyatakan penilaian biasa untuk sabun yang mengandung ekstrak
2%. Penilaian kesukaan panelis yang menyatakan suka terhadap kesan
kesat pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3%
secara berturut-turut adalah 30%, 23.33%, dan 13.33%. Sedangkan
pernyataan sangat suka diberikan panelis untuk sabun dengan
konsentrasi ekstrak lengkuas 2% yaitu sebesar 3.33%. Selanjutnya
masing-masing sebesar 3.33% panelis menyatakan sangat tidak suka
terhadap kesan kesat yang dihasilkan pada sabun yang mengandung
ekstrak 2% dan 3%. Gambar 18 menyajikan penilaian kesukaan
panelis terhadap kesan kesat pada sabun yang dihasilkan.

54
100% 3.33
13.33
30.00 23.33
80%

Frekuensi Kesukaan
sangat suka
60% suka
50.00 70.00 biasa
40% 60.00 tidak suka
sangat tidak suka
20%
20.00
13.33
10.00 3.33 3.33
0%
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 18. Penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat

Analisis keragaman (Lampiran 26c) menunjukkan penilaian


kesukaan panelis terhadap kesan kesat setelah menggunakan sabun
transparan tidak berbeda nyata pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak
lengkuas. Analisis keragaman ini dilakukan pada tingkat kepercayaan
95% (α=0.05). Hasil dari analisis keragaman ini menunjukkan bahwa
panelis memberikan penilaian kesukaan yang relatif sama untuk sabun
pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan.
Panelis memberikan penilaian biasa untuk sabun pada setiap tingkat
penambahan ekstrak lengkuas tersebut.

e. Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


ketertarikan seseorang terhadap sabun yang akan digunakan.
Adakalanya aroma juga ditambahkan dalam sabun yang memiliki
fungsi khusus bagi pemakainya, misalnya yang berfungsi untuk
relaksasi yaitu dengan penambahan aroma terapi. Uji kesukaan
terhadap aroma ini dilakukan oleh dengan menggunakan indra
pencium kemudian memberikan tanggapan pada aroma sabun
transparan yang dihasilkan.
Sebagian besar panelis memberikan peryataan biasa untuk aroma
sabun transparan dengan penambahan ekstrak 1% yaitu sebesar 40%,
33.33% panelis menyatakan tidak suka, 16.67% dari panelis

55
menyatakan suka dan 10% sisanya menyatakan sangat tidak suka
terhadap aroma sabun tersebut. Pada sabun transparan dengan
konsentrasi 2% panelis yang memberikan penilaian tidak suka
terhadap aroma sebesar 43.33%, panelis memberikan penilaian biasa
sebesar 23.33%, sangat tidak suka sebesar 16.67% dan 3.33% panelis
memberikan penilaian sangat suka. Sedangkan untuk sabun transparan
yang mengandung ekstrak lengkuas 3%, sebesar 40% panelis
menyatakan tidak suka, 23.33% panelis menyatakan biasa, 20%
panelis sangat tidak suka, penilaian suka diberikan pada persentase
13.33% dan panelis yang menyatakan sangat suka pada aroma sabun
transaparan ini sebesar 3.33%. Penilaian kesukaan terhadap aroma
sabun transparan yang dihasilkan pada setiap tingkat konsentrasi
disajikan pada Gambar 19 berikut :

100% 3.33 3.33


16.67 13.33 13.33
80%
Frekuansi Kesukaan

23.33 23.33 sangat suka


40.00
60% suka
biasa
40% 43.33 40.00 tidak suka
33.33 sangat tidak suka
20%
16.67 20.00
10.00
0%
1% 2% 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Gambar 19. Penilaian kesukaan panelis terhadap aroma

Analisis keragaman (Lampiran 27c) menunjukkan bahwa


penilaian kesukaan panelis terhadap aroma tidak berbeda nyata
terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat
kepercayaan 95% (α=0.05). Panelis memiliki kecenderungan untuk
menyatakan tidak suka hingga biasa untuk setiap sabun transparan
yang dihasilkan.

56
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Mutu bahan baku lengkuas ditentukan berdasarkan standar Materia


Medika Indonesia II (1978). Secara umum, mutu bahan baku lengkuas telah
memenuhi standar yang ditetapkan kecuali pada pengukuran kadar abu.
Pengujian terhadap ekstrak lengkuas menunjukkan bahwa ekstrak memiliki
pH rendah (bersifat asam), larut dalam alkohol 80% dan memiliki sisa residu
yang cukup tinggi.
Hasil analisis keragaman terhadap sabun transparan dengan konsentrasi
ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05)
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas berpengaruh nyata
terhadap jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bagian tidak larut
dalam alkohol, dan pH. Analisis keragaman juga menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak lengkuas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air,
alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, minyak mineral, stabilitas busa,
stabilitas emulsi dan kekerasan sabun yang dihasilkan.
Sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas memiliki daya anti
jamur terhadap jamur penyebab penyakit kulit yaitu M. canis dan
T.mentagrophytes. Sabun dengan ekstrak lengkuas 1% telah mampu
menghambat pertumbuhan kedua jamur ini pada tingkat pengenceran 3000
ppm. Kisaran diameter hambat menunjukkan bahwa M. canis lebih sensitif
terhadap zat anti jamur lengkuas dibandingkan dengan T. mentagrophytes.
Penilaian panelis terhadap transparansi/warna dan busa menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi 1%,
2% dan 3%. Kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun dengan
peningkatan konsentrasi yang ditambahkan. Respon panelis terhadap tekstur,
kesan kesat dan aroma tidak berbeda nyata.
B. SARAN

1. Perlunya dilakukan uji klinis untuk mengetahui daya anti jamur sabun
transparan pada kulit.
2. Perlunya dilakukan uji anti jamur dari sabun yang dihasilkan terhadap
jamur penyebab penyakit kulit yang lainnya yaitu Epidermophyton
floccosum dan Microsporum aoudini.
3. Pengkajian tentang pengaruh umur simpan sabun transparan terhadap daya
anti jamur.
4. Dilakukan pemurnian ekstrak lengkuas sebelum diaplikasikan kedalam
produk sehingga penggunaannya lebih efisien dan diharapkan dapat
memperbaiki penampakan dari sabun transparan yang dihasilkan.

58
DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Pupuk kandang, pupuk organik nabati dan
insektisida. Penerbit Alumni, Bandung : 103

Annual Book of ASTM Standars. 2002. Volume 15.04. West Conshocken, PA.
United States : 12-14, 80

Anonim. 1983. Farmakologi dan Terapi edisi II. Bag. Farmakologi FK UI.
Jakarta.

Anonim. 1998. Quality Control Methods for Medicinal Plant Material. World
Health Organisation, Geneva : 1-3

Anonim. 2000. Alpinia galanga (L.) Willd. Di dalam


www.warintek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/unas.

Anonim. 2005. Alpinia (Zingiberaceae). Di dalam www.wikipedia.org

Anonim. 2006. The Fungi. Di dalam www.provlab.ab.ca/bugs/webbug/mycology

Anonim. 2006. Soaps and Detergen. Di dalam www.sdahq.org

Anonim. 2007. Soap Molds. Di dalam www.Herbal Accents.com

Atmoko, Y.D. 2005. Kajian Pengaruh Penambahan Ekstrak Mentimun (Cucumis


Sativus L.) Terhadap Karakteristik Sabun Mandi Opaque. Skripsi. Fateta
IPB, Bogor : 5

Azmi, N. 1991. Pengaruh Ukuran Bahan dan Nisbah Pelarut dengan Bahan
terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin dari Fuli Pala (Miristica Fragrans
Houtt). Skrispsi. Fateta IPB, Bogor : 42

Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI 06-3532-1994. Sabun Mandi. Dewan


Standarisasi Nasional, Jakarta.

Bailey, A.E. 1950. Indutrial Oils and Fats Processing. Di dalam S. Ketaren. 1986.
Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta : 15,
302-303

Benneth, H. 1947. Practical Emulsions, Second Completely Revised Edition.


Chemical Publishing Co. Inc., New York.

Bloomfield, S.F. 1991. Methods for Assesing Antimoicrobial Activity. Di dalam


Denyer, S.P and W.B. Hugo. Mechanism of Action of Chemical Biocides
their Study and Exploitation. Blackwell Scientific Publication, London : 27

Cavanagh, F. 1963. Analtical Microbiology. Academic Press. New York :53-55


Cavitch, S. M. 2001. The Soap Maker’s Companion. A Comprehensive Guide
With Recipes, Techniques and Know-How. Storey Book : 6, 228

Cognis. 2003. Clear Bar Soap, Formulation No : GWH 96/25. Care Chemical
Division PT. Cognis Indonesia, Jakarta

Conner, D. E. 1993. Naturaly Occuring Compounds. Di dalam Davidson, P. M.


dan A. L. Branen (Ed). Antimicrobials in Foods. 2nd Ed. Marcel Dekker.
New York.

Darwis, S. N., A. B. D. Madjoindo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili


Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Jakarta : 8-13

Departemen Pertanian. 2004. Tabel Statistik Produksi dan Luas Panen Lengkuas,
Lempuyang dan lainnya 1999-2003. Di dalam
www.deptan.go.id/editama/CD_statistik2004/tabel_Statistik2004

Depkes RI. 1962. Farmakope Indonesia I. Depkes RI, Jakarta : 506

Depkes RI. 1978. Materia Medika Indonesia II. Depkes RI, Jakarta : 48-56

Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N.L. Puspitasari. 1992. Teknik


Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. PAU IPB, Bogor :
20

Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Pubs. Co. Inc.
Westport, Connecticut : 264

Griffin, D. H. 1981. Fungal Physiology. John Wiley dan Son, Inc, USA : 242-243

Guenther, E. 1952. The Essential Oil. Vol. V. Individual Essential Oils of the
Plant Families. Van Nostrand Comp, Toronto : 230, 301-304

Gupta, S.S. 1999. Prospects and Prospectives of Natural Plants Products in


Medicine. Di dalam R. Hezmela. 2006. Daya Anti jamur Ekstrak Lengkuas
Merah (Alpinia Purpurata K Schum). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 26-27

Hambali, E., A. Suryani, dan M. Rivai. 2005. Membuat Sabun Transparan Untuk
Gift dan Kecantikan. Penebar Swadaya, Jakarta : 19-23

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Terjemahan. Penerbit ITB, Bandung :6-7,47-51,123-124

Hariss, R. 1990. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta : 9

Herman, M. J. 1996. Anti jamur Sistemik. Cermin Dunia Kedokteran ; 108 :37-44

60
Heryani, H. 2002. Kajian Fraksi Aktif dan Formulasi Tabat Barito (Ficus
Deltoidea Jack) sebagai Antimikroorganisme Klinis. Desertasi. Program
Pasca Sarjana-IPB, Bogor : 99-102

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I. Terjemahan. Balitbang


Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta : 575-577

Hezmela, R. 2006. Daya Anti jamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata
K Schum). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 32

Houghton, P. J dan A. Raman.1998. Laboratory Handbook for the Fractionation


of Natural Extracts. Chapman and hall, London :77

Horsfall, J.G. 1956. Principles of Fungicidal Action. Chronica Botanica


Company, USA : 47

Hustiyani, R. 1994. Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Atsiri serta Oleoresin


Daging Buah Pala (Miristica Fragrans Houtt). Skrispsi. Fateta IPB, Bogor :
58-59

Imron, H. S. S. 1985, Sediaan Kosmetik. Direktorat Pembinaan Penelitian dan


Pengabdian Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta.

Itokawa, H dan K. Takeya. 1993. Antitumor Subtances from Higher Plants.


Heterocycles 35 : 1467-1501

Janssen, A. M. dan J. J. C. Scheffer. 1985. Acetoxychavicol acetate, An


Antifungal Components of Alpinia galanga. Di dalam J. Oonmetta-are, T.
Suzuki, P. Gasaluck dan G. Eumkeb. 2005. Antimicrobial Properties and
Action of Galangan (Alpinia galanga Lin.) on Staphylococcus aereus. Planta
Medica. 6:507.

Jay, J. M. 1992. Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold Publ, New
York :30

Jirovetz, L., G. Buchbaler, M.P. Shafi dan M.K. Leela. 2003. Analysis of the
essential oils of the leaves, stems, rhizomes and roots of the medicinal plant
Alpinia galanga fromsouthern India, Acta Pharm. 53 :73–81

Jokopriyambodo, W., S. Wahyono dan Katno. 1999. Pengaruh Metode Ekstraksi


Terhadap Kadar Ekstrak Total Laos (Alpinia galanga SW). Buku Panduan
Seminar Nasional XV Tumbuhan Obat Indonesia. Pokjanas TOI. Depkes
R.I. dan PT. Indofarma. Jakarta.

Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran


Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas
Peternakan IPB, Bogor : 9-10,18

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,


Jakarta

61
Khattak, Somia, S. Rehman, H. U. Shah, W. Ahmad, M. Ahmad. 2005.
Biological Effects of Indigenous Medicinal Plants Curcuma longa and
Alpinia galanga. Fitoterapia 76 : 254–257.

Kholid, A. 2000. Teknik Ekstraksi Komponen Antimikroba dari Rimpang


Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 20-28

Kirk, R. E. dan D. F. Othmer. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology.


AOAC Press, Champaign, Illinois.

Lane, C. 2003. Soap Formulas (Recipes to Make Soap From Scratch)


www.cranberrylane.com.

Luck, E dan M. Jager. 1995. Antimicrobial Food Additives. Characteristic, Uses,


Effect. 2nd.Springer, London : 55

Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Buku Farmasi Fisik Edisi
Ketiga. Jilid 2. Terjemahan. UI. Press, Jakarta : 559, 563

Moyler, D. A. 1994. Spices Recent Advances. Di dalam Charalambous. Spices,


Herbs and Edible Fungi. Elsivier, Amsterdam : 53

Nostro, A., M.P. Germano, V.D'Angelo, A. Marino and M.A. Cannatelli. 2000.
Extraction Methods and Bioautography for Evaluation of Medicinal Plant
Antimirobial Activity. Pharmaco-Biological. Faculty of Pharmacy.
University of Messina, Italy. Applied Microbiology 30: 379-384

Piyali, G., R. G. Bhirud dan V. V. Kumar, 1991. Detergency and Foam Studies on
Linear Alkylbenzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonte. J. Of
Surfactant and Detergen, Vol. 2(4): 489-493 in Journal of Palm Research
13(2)

Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green dan S.R.L. Robbins. 1981. Spices, vol
2. Logman Inc., New York : 484-500

Rahayu, W. P. 1999. Kajian Aktivitas Antimikroba dan Fraksi Rimpang Lengkuas


(Alpinia galanga L. Swartz) terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Pangan.
Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor : 52-73

Rismunandar. 1988. Rempah-Rempah. Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru.


Bandung : 90-93

Samidi, S. 1987. Laos. SMAK.Deperind. Ujung Pandang.

Santosa, D. Dan D. Gunawan. 1999. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit.


Penebar Swadaya, Jakarta : 74

Siswandono dan B. Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University


Press, Surabaya : 16-22

62
Soap and Detergent Association (SDA).2001.Soap and Detergens.www.sdahq.org

Spitz, L. 1996. Soap and Detergen a Theorical and Practical Review. AOCS
Press, Champaign-Illionis : 2, 47-73

Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi ke-3. Penerbit Tarsito,
Bandung : 19

Sundari, D dan M. W. Winarno. 2001. Informasi Tumbuhan Obat sebagai Anti


Jamur. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan,Departemen Kesehatan Rl, Jakarta. 130: 28-30

Suryani, A., I. Sailah dan. E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan


Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB, Bogor : 33

Swern, D. 1979. Baileys Industrial Oil and Fat Products. Volume I. Fourth
Edition. John Wiley and Sons. New York : 283, 311

Ultee, A., L.G.M. Gorris dan E.J. Smid. 1998. Bactericidal Activity of Carvacrol
Towars the Foodborne Phatogen Bacillus cereus. J.Appl. Microbiol. 85:211

Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar Edisi 5 Jilid 2. Penebit
Erlangga. Jakarta : 193-195

Walton, N.J. and D.E. Brown. 1998. Chemical from plants. Perspectives on plant
secondary products. Imperial College press. World scientific publishing
Co.Pte.Ltd. London : 99-103

Wardana, H. D., N. S. Barwa, A. Kongsjahju, M. A. Iqbal, M. Khalid dan R. R.


Taryadi. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. PT
Penebar Swadaya, Bogor : 66

Wasitaatmaja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitas Indonesia,


Jakarta : 92-95

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Indonesia,
Jakarta : 84-90

Winholz, M. Budayari, S. Blumetti, dan R.F. Ottertein. 1983. The Merck Index.
Tenth Ed. Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biological. Merck and
Co., Inc. Rahway, N.J., USA : 28

Wiratakusumah, M. A., D. Hermanianto, dan N. Andarwulan. 1989. Prinsip


Teknik Pangan. Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor : 33-35

Yuharmen, Y. Eryanti, dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak


Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurusan Kimia,
FMIPA-Universitas Riau, Riau : 1-2

63
Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Lengkuas (Farell, 1990)

Rimpang
Lengkuas Segar

Pengirisan : ± 5 mm

Pengeringan : 50 – 60 oC

Simplisia

Penggilingan : 50 mesh

Bubuk Lengkuas
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lengkuas (Farell, 1990 dan
Purseglove, 1981)

Bubuk
Lengkuas

Maserasi dengan Pelarut (Etil Asetat


60%) ; Bubuk Lengkuas : Pelarut
( 1 : 10)

Pengadukan : 3 jam

Penyaringan

Ampas Filtrat

Evaporasi

Ekstrak Kental

Penambahan Bahan Pengisi :


Maltodeksrin 12% (b/b)

Pengeringan (Spray Drying)


pada suhu 180 oC

Serbuk
Lengkuas

65
Lampiran 3. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku

1. Uji Kadar Air (Voigt, 1994)


Ke dalam labu 500 ml, dimasukkan bahan sebanyak 5 g. Kemudian
ditambahkan dalam labu kira-kira 100 ml toluen dan juga di dalam perangkat
penerima, dituangkan toluen lewat mulut atas kondensor. Labu suling
dipanaskan perlahan-lahan sampai toluen mendidih. Jika jumlah air tidak
bertambah lagi, penyulingan dilanjutkan selama 15 menit. Selanjutnya
penyulingan dihentikan dan alat dibiarkan sampai dingin. Jika air dan toluen
telah terpisah secara sempurna, volume dan persentase air dalam bahan
dihitung.
Persen Kadar Air = Volume air (ml) x 100%
Bobot Bahan (g)
2. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989)
Lebih kurang 3 g bubuk lengkuas ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan
pengabuan yang telah dipijarkan dan ditimbang. Bubuk lengkuas dalam cawan
pengabuan dibakar dengan pembakar gas hingga tidak berasap, kemudian
diletakkan dalam tanur pengabuan dan dilakukan pengabuan hingga arang
habis dan berwarna keabu-abuan. Pengabuan dilakukan pada suhu sekitar
400oC dan dilanjutkan dengan suhu 550oC. Setelah itu cawan didinginkan dan
ditimbang.
wa
Persen kadar abu = x100%
wb
Wa : Berat abu (g)
Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

3. Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam (Depkes RI, 1978)


Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam
klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,
disaring melalui kertas bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga
bobot tetap, lalu ditimbang.
wa
Persen kadar abu yang tidak larut dalam asam = x100%
wb
Wa : Berat abu yang tidak larut asam (g)

66
Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

4. Kadar Sari Larut Air (Depkes RI, 1978)


Sebanyak 5 g bubuk lengkuas dimaserasi 24 jam dengan 100 ml air
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Setelah disaring, 20 ml filtrat
diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditera,
sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.
wa
Persen kadar komponen larut air = x100%
wb
Wa : Berat kadar komponen larut air (g)
Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

5. Kadar Sari Larut Dalam Etanol (Depkes RI, 1978)


Bubuk lengkuas sebanyak 5 g dimaserasi dengan 100 ml etanol (95%) selama
24 jam menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian dilakukan
penyaringan secara cepat untuk menghindarkan penguapan etanol (95%), 20
ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditera, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.
wa
Persen kadar komponen larut dalam etanol = x100%
wb
Wa : Berat kadar komponen larut etanol (g)
Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

67
Lampiran 4. Prosedur Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas

1. Sisa Pelarut (Ketaren, 1986)


Sebanyak ± 1 g bahan ditimbang kemudian masukkan kedalam cawan
porselen. Kemudian bahan tersebut dimasukkan kedalam oven vakum pada
suhu 50oC selama 2 jam. Selanjutnya cawan didinginkan dan ditimbang
sebagai bobot akhir.
Sisa Pelarut (%) = (b-a) x 100
a
a : Bobot bahan (gram)
b : Bobot akhir cawan (gram)

2. Kelarutan dalam Alkohol (Guenther, 1952)


Bahan sebanyak 0.1 gram dimasukkan kedalam tabung ulir, kemudian
ditambahkan tetes demi tetes kedalam tabung tersebut alkohol sambil dikocok.
Penambahan dihentikan jika semua ekstrak sudah terlarutkan dan berwarna
bening (tidak terdapat suspensi dalam cairan tersebut) dan volume alkohol
dicatat. Penambahan alkohol tidak boleh lebih dari 10 ml. Jika volume yang
ditambahkan sudah 10 ml tetapi belum bisa melarutkan maka konsentrasi
alcohol harus ditingkatkan.

68
Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Sabun Transparan (Modifikasi Cognis,
2003)

Asam Stearat,
Minyak kelapa,
minyak jarak

Pemanasan dan
pengadukan pada
suhu 70oC
NaOH 30%,
Gliserin, etanol

Pengadukan pada
o
suhu 70 – 80 C

Stock Sabun

Pengadukan sampai
homogen

Ekstrak Penurunan suhu Sukrosa, NaCl,


Lengkuas menjadi 55oC DEA

Pengadukan sampai
homogen

Pencetakan

Sabun transparan

69
Lampiran 6. Prosedur Analisis Karakteristik Sabun

1. Kadar Air (ASTM D460-2002)


Sebanyak 20 ± 0,04 g contoh ditimbang kemudian masukkan kedalam
erlenmeyer 500 ml. Tambahkan ± 10 g Natrium Asetat Anhidrat untuk
mencegah pembusaan, selanjutnya diikuti dengan penambahan toluen.
Setelah alat terpasang, tuangkan juga toluen melalui mulut kondensor.
Panaskan campuran tersebut secara perlahan hingga mendidih (minimal 2
jam), kemudian didinginkan dan ukur volume air yang terbaca pada aufhauser
pada suhu 20 oC.
Kadar Air (%) = [(v x 0.998)/w] x 100
V : Volume air yang terbaca pada suhu 20 oC (ml)
W : Bobot sampel (gram)

2. Jumlah Asam Lemak (SNI 06-3532-1994)


Sebanyak 5 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala
(100-200 ml). Tambahkan 25 ml air dan panaskan diatas penangas air hingga
sabun melarut semuanya. Larutan sabun dimasukkan dalam labu cassia
berskala minimal 0,1 ml dan gelas piala dibilas dengan air. Lalu tambahkan
beberapa tetes indikator SM (Metil Orange) ke dalam labu cassia. Asam
lemak yang dibebaskan akan mengapung dan larutan berubah menjadi merah.
Masukkan dalam penangas air sampai setengah labu terendam. Setelah asam
lemaknya berada diantara pembagian skala pada leher labu. Dipanaskan terus
± 30 menit lagi lalu dibaca 3 kali pada 100oC.
Kadar asam lemak (%) = ml asam lemak x 0,84 x 100 %
Gram sampel
0,84 g/ml : BJ asam lemak pada 100oC

3. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (SNI 06-3532-1994)


Sebanyak 5 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250
ml lalu tambahkan 10 ml KOH dalam alkohol 0,5 N kemudian panaskan
diatas penangas air yang dilengkapi dengan kondensor selama ± 1 jam.
Dinginkan, lalu tambahkan indikator pp dan titrasi dengan HCl 0,5 N.
Sebagai petunjuk (misalnya a ml). Untuk penetapan blangko : 70 ml alkohol

70
netral ditambahkan 10 ml KOH dalam alkohol 0,5 N, dikerjakan seperti diatas
(misalnya b ml).
Kadar lemak tak tersabunkan = (b-a) x N x 0,0-561 x 100%
0,258 x gram zat
56,1 : bobot setara KOH
258 : rata-rata bilangan penyabunan

4. Bahan Tak Larut Dalam Alkohol (Modifikasi SNI 06-3532-1994)


Timbang 2 g contoh kedalam 200 ml gelas piala, tambahkan 10 ml etanol dan
uapkan diatas penangas uap sampai kering. Ulangi sampai 3 kali. Akhirnya,
larutkan sabun dengan 100 ml etanol yang sebelumnya telah dibuat netral
dengan menggunakan indikator pp. Saring larutan melalui krus kaca masir
yang telah dilapisi kertas saring. Kertas saring sebelumnya telah dipanaskan
dan ditimbang. Selama pengerjaan krus ditutup untuk menghindari
penguapan. Saring senyawa yang tidak larut dalam alkohol dan cuci dengan
alkohol netral melalui krus kaca masir. Keringkan kertas saring pada 105oC
dan timbang berat konstan.
Bahan tak larut dalam alkohol (%) = (a-b) x 100%
W
W : berat contoh dalam gram
a : berat kertas saring akhir (gram)
b : berat kertas saring awal (gram)

5. Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai Kadar NaOH (SNI 06-3532-
1994)
Timbang 25 gram contoh sabun dan masukkan kedalam erlenmeyer.
Kemudian tambahkan 75 ml etanol dan sedikit batu didih lalu panaskan pada
penangas air sehingga sabunnya melarut. Tambahkan 10 ml larutan Barium
Chlorida panas (BaCl 20%) dan indikator pp. Putarlah erlenmeyer agar terjadi
pencampuran menjadi sempurna kemudian titrasi dengan H2SO4 1 N hingga
warna merah jambu hilang.

Kadar alkali bebas (%) = 3.1 V


W
W : Berat Sabun V : ml H2SO4 1 N yang digunakan

71
6. Kadar Minyak Mineral (SNI 06-3532-1994)
Dari bekas penetapan kadar asam lemak, pipet ± 0,3 ml lemak dan tambahkan
5 ml larutan KOH dalam alkohol dan panaskan. Tambahkan air, bila terjadi
kekeruhan menandakan adanya minyak mineral

7. Derajat Keasaman (SNI 06-4075-1996)


Sebanyak 1 g contoh sabun dan larutkan hingga diperoleh larutan sabun 10%.
Celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam contoh
yang akan diperiksa. Catat dan baca nilai pH pada skala pH-meter.

8. Stabilitas Emulsi (Benneth, 1947)


Sebanyak ± 1 g contoh sabun dimasukan kedalam wadah dan dimasukkan
kedalam oven dengan suhu 45oC selama 1 jam, kemudian dimasukkan pada
pendinginan bersuhu dibawah 0oC selama 1 jam lalu panaskan pada oven
dengan suhu 45oC dan dibiarkan sampai bobotnya konstan.
Stabilitas (%)= Bobot fase yang tersisa x 100%
Bobot awal

9. Stabilitas Busa (Piyali et al., 1991)


Kedalam larutan sabun 10% dalam air dikocok selama 30 detik dengan
menggunakan vorteks, kemudian ukur tinggi busa yang terbentuk dan setelah
1 jam ukur tinggi kembali tinggi busa yang masih ada.
Stabilitas Busa (%) = Busa akhir x 100%
Busa Awal

10. Kekerasan Produk (www.koehleinstrument.com, 2004)


Jarum pada penetrometer dijatuhkan kedalam sampel dan dibiarkan selama 10
detik pada temperatur konstan. Kedalaman penetrasi jarum kedalam bahan
dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari angka yang ditunjukkan pada
skala penetrometer.

72
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Karakteristik Sabun

Parameter Konsentrasi Ekstrak Sabun Standar


Lengkuas pembanding
1% 2% 3%
Jumlah asam lemak (%) 41.89 36.64 35.72 49.11 > 70*
Kadar tak tersabunkan (%) 1.80 2.69 3.61 2.61 < 2.5*
Kadar alkali bebas (%) 0.12 0.13 0.10 0.12 < 0.1*
Kadar air (%) 17.44 17.46 17.46 24.18 < 15*
Minyak mineral - - - - -
Bahan tak larut dalam 1.18 2.32 2.88 0.93 < 2.5*
alkohol (%)
pH 10.63 10.31 10.09 10.21 9-11**
Stabilitas busa (%) 64.38 62.29 62.08 86.19 -
Stabilitas emulsi (%) 88.11 87.73 87.61 81.70 -
Kekerasan (mm/detik) 2.85 2.87 2.91 4.65 -
* SNI 06-3532-1994; * * ASTM-D460-2002

73
Lampiran 8. Lembar Uji Kesukaan

UJI ORGANOLEPTIK
Nama Panelis :
Tanggal :

Sampel : Sabun Antijamur


Instruksi : Berikan penilaian/tingkat kesukaan anda terhadap warna
(transparansi), tekstur, banyaknya busa, kesan kesat dan aroma

Tuliskan penilaian anda dalam skala 1-5 pada tabel yang tersedia :
5= Sangat suka
4= Suka
3= Biasa
2= Tidak Suka
1= Sangat tidak suka

Parameter Kode
317 318 319
Warna/transparansi
Tekstur
Banyaknya busa
Kesan kesat
Aroma
Berdasarkan penilaian secara umum, urutkan sabun antijamur yang paling anda
sukai menurut kode sampel :
Rangking Kode
1
2
3

Catatan : (untuk banyaknya busa dan kesan kesat setelah pemakaian)


• Selang waktu pemakaian antar sampel ± 10 menit
• Pastikan tidak ada busa yang tersisa pada penggunaan sampel selanjutnya
• Uji dilakukan minimal pada telapak tangan dan lengan

*Atas partisipasi dan bantuan Anda, saya mengucapkan terimakasih*

74
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Mutu Bahan Baku

Spesifikasi Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)


Kadar Air 8 7.6 7.80 ± 0.283
Kadar abu 9.10 9.13 9.12 ± 0.021
Kadar abu tidak larut dalam asam 2.53 3.33 2.93 ± 0.566
Kadar sari larut dalam air 25.83 36.61 31.22 ± 7.623
Kadar sari larut dalam etanol 22.15 21.05 21.6 ± 0.778

75
Lampiran 10a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kadar Air sabun Transparan
Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
1% 17.43 17.45 17.44 ± 0.014
2% 17.46 17.45 17.46 ± 0.007
3% 17.46 17.45 17.46 ± 0.007

Lampiran 10b. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sabun Transparan


Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 0.000 2 0.000 1.500 0.354*
Galat 0.000 3 0.000
Total 0.001 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

Lampiran 11a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak Sabun
Transparan
Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
1% 41.96 41.82 41.89 ± 0.099
2% 36.57 36.71 36.64 ± 0.099
3% 35.87 35.57 35.72 ± 0.212

Lampiran 11b. Hasil Analisis Ragam Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 44.319 2 22.159 1029.068 0.000*
Galat 0.065 3 0.022
Total 44.383 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 11c. Hasil Uji Lanjut Duncan Jumlah Asam Lemak Sabun
Transparan
Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan
1% 2 41.89 A
2% 2 36.64 B
3% 2 35.72 C

76
Lampiran 12a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Fraksi Tak Tersabunkan
Sabun Transparan
Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
1% 1.79 1.81 1.80 ± 0.014
2% 2.85 2.52 2.69 ± 0.233
3% 3.44 3.77 3.61 ± 0.233

Lampiran 12b. Hasil Analisis Ragam Fraksi Tak Tersabunkan Sabun


Transparan
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 3.258 2 1.629 44.800 0.006*
Galat 0.109 3 0.036
Total 3.368 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Fraksi Tak Tersabunkan Sabun
Transparan
Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan
1% 2 1.80 A
2% 2 2.69 B
3% 2 3.61 C

Lampiran 13a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Bagian Tak Larut dalam
Alkohol Sabun Transparan
Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
1% 1.17 1.18 1.18 ± 0.007
2% 2.33 2.31 2.32 ± 0.014
3% 3.00 2.76 2.88 ± 0.169

Lampiran 13b. Hasil Analisis Ragam Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun
Transparan
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 3.021 2 1.511 155.995 0.001*
Galat 0.029 3 0.010
Total 3.050 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

77
Lampiran 13c. Hasil Uji Lanjut Duncan Bagian Tak Larut dalam Alkohol
Sabun Transparan
Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan
1% 2 1.18 A
2% 2 2.32 B
3% 2 2.88 C

Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Alkali Bebas Sabun


Transparan
Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
1% 0.12 0.12 0.12 ± 0.000
2% 0.12 0.14 0.13 ± 0.014
3% 0.10 0.09 0.10 ± 0.007

Lampiran 14b. Data Hasil Analisis Ragam Alkali Bebas Sabun Transparan
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 0.001 2 0.001 7.800 0.065*
Galat 0.000 3 0.000
Total 0.002 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

Lampiran 15. Data Hasil Analisis Minyak Mineral Sabun Transparan


Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Minyak Mineral
1% Keruh Keruh Negatif
2% Keruh Keruh Negatif
3% Keruh Keruh Negatif

Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis pH Sabun Transparan


Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
1% 10.74 10.51 10.63 ± 0.162
2% 10.31 10.32 10.31 ± 0.007
3% 10.18 9.99 10.09 ± 0.134

Lampiran 16b. Hasil Analisis Ragam pH Sabun Transparan


Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 0.294 2 0.147 9.890 0.048*
Galat 0.045 3 0.015
Total 0.338 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

78
Lampiran 16c. Hasil Uji Lanjut Duncan pH Sabun Transparan
Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan
1% 2 10.63 A
2% 2 10.31 B B
3% 2 10.09 C

Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Busa Sabun


Transparan
Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
1% 64.86 63.89 64.38 ± 0.685
2% 62.50 62.07 62.29 ± 0.304
3% 61.29 62.86 62.08 ± 1.110

Lampiran 17b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Busa Sabun Transparan


Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 6.468 2 3.234 5.404 0.101*
Galat 1.795 3 0.598
Total 8.263 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

Lampiran 18a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Emulsi Sabun


Transparan
Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
1% 88.13 88.08 88.11 ± 0.035
2% 87.61 87.84 87.73 ± 0.162
3% 87.77 87.45 87.61 ± 0.226

Lampiran 18b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sabun Transparan


Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 0.268 2 0.134 5.103 0.108*
Galat 0.079 3 0.026
Total 0.347 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

Lampiran 19a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kekerasan Sabun Transparan


Sampel Ulangan 1(mm/detik) Ulangan 2(mm/detik) Rata-rata(mm/detik)
1% 2.84 2.86 2.85 ± 0.014
2% 2.82 2.92 2.87 ± 0.070
3% 2.92 2.90 2.91 ± 0.140

79
Lampiran 19b. Hasil Analisis Ragam Kekerasan Sabun Transparan
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 0.004 2 0.002 1.037 0.455*
Galat 0.005 3 0.002
Total 0.009 5
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

Lampiran 20a. Hasil Analisis Daya Antijamur Produk Sabun Transparan


Terhadap Jamur Uji
Sampel Diameter Hambat Terhadap Jamur Uji (mm)
Tricophyton mentagrophytes Microsporum canis
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 1 ulangan 2
Sabun 1% >40 >40 >40 >40
Sabun 2% >40 >40 >40 >40
Sabun 3% >40 >40 >40 >40

Lampiran 20b. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan


Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 1% Terhadap Jamur Uji
Diameter Hambat(mm)
Jamur Uji 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm
T. mentagrophytes 5.00 7.00 9.00
M. canis 5.00 7.00 10.67

Lampiran 20c. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan


Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 2% Terhadap Jamur Uji
Diameter Hambat(mm)
Sampel 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm
T. mentagrophytes 6.00 8.33 11.00
M.canis 5.00 12.00 14.33

Lampiran 20d. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan


Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 3% Terhadap Jamur Uji
Diameter Hambat(mm)
Sampel 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm
T. mentagrophytes 7.00 9.33 14.00
M.canis 10.67 13.67 18.00

80
Lampiran 21. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Tricophyton
mentagrophytes

Sabun 1%, Tricophyton mentagrophytes

Sabun 2%, Tricophyton mentagrophytes

Sabun 3%, Tricophyton mentagrophytes

81
Lampiran 22. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Microsporum canis

Sabun 1%, Microsporum canis

Sabun 2%, Microsporum canis

Sabun 3%, Microsporum canis

82
Lampiran 23a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap
Warna/Transparansi
Perlakuan
Panelis 1 % (318) 2 % (319) 3 % (317)
1 4 3 2
2 4 5 3
3 4 4 3
4 4 3 3
5 4 2 2
6 5 3 2
7 4 3 3
8 4 3 3
9 4 2 2
10 4 3 3
11 4 4 2
12 5 4 3
13 4 3 3
14 5 3 1
15 4 3 2
16 4 3 3
17 4 2 2
18 4 3 2
19 3 4 3
20 4 4 3
21 4 3 3
22 5 5 3
23 5 3 4
24 4 2 2
25 5 4 3
26 4 3 3
27 4 3 3
28 5 3 4
29 3 4 3
30 3 2 1

Lampiran 23b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap


Warna/Transparansi
Skala Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Total
1% 2% 3%
Skor 1 0 0 2 2
Warna 2 0 5 9 14
3 3 16 17 36
4 20 7 2 29
5 7 2 0 9
Total 30 30 30 90

83
Lampiran 23c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap
Warna/Transparansi
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 34.422 2 17.211 34.635 0.000*
Galat 43.233 87 0.497
Total 77.656 89
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 23d. Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap
Warna/Transparansi
Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan
1% 30 4.13 A
2% 30 3.20 B
3% 30 2.63 C

Lampiran 24a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Tekstur
Perlakuan
Panelis 1 % (318) 2 % (319) 3 % (317)
1 4 4 4
2 4 5 3
3 4 3 3
4 4 3 3
5 3 4 4
6 4 4 4
7 4 3 3
8 3 3 3
9 3 4 3
10 4 4 4
11 1 1 1
12 3 3 3
13 4 4 4
14 2 3 4
15 3 2 2
16 2 3 2
17 3 3 3
18 3 3 3
19 4 4 4
20 4 4 4
21 3 3 3
22 5 4 3
23 4 4 4
24 4 3 3
25 4 4 4
26 3 4 2
27 2 2 2
28 4 5 2
29 4 3 3
30 4 4 4

84
Lampiran 24b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap
Tekrtur Sabun Transparan
Skala Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Total
1% 2% 3%
Skor Tekstur 1 1 1 1 3
2 3 2 5 10
3 9 12 13 34
4 16 13 11 40
5 1 2 3
Total 30 30 30 90

Lampiran 24c. Hasil Analisis Keragaman Penilaian Kesukaan Panelis


Terhadap Tekrtur Sabun Transparan
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 1.800 2 0.900 1.259 0.289*
Galat 62.200 87 0.715
Total 64.000 89
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

85
Lampiran 25a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa
Perlakuan
Panelis 1 % (318) 2 % (319) 3 % (317)
1 3 4 4
2 4 5 3
3 4 3 3
4 3 4 3
5 3 4 3
6 5 3 4
7 4 5 2
8 3 3 3
9 4 4 1
10 3 2 2
11 3 3 3
12 4 3 3
13 3 3 3
14 2 4 3
15 3 3 3
16 2 2 2
17 3 2 3
18 3 3 3
19 4 3 3
20 3 3 3
21 4 3 3
22 4 3 3
23 3 3 3
24 3 3 3
25 4 4 3
26 3 3 3
27 4 4 3
28 4 3 3
29 4 5 3
30 4 4 3

Lampiran 25b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis


Terhadap Busa
Konsentrasi ekstrak
Skala 1% 2% 3% Total
Skor 1 0 0 1 1
Busa 2 2 3 3 8
3 14 16 24 54
4 13 8 2 23
5 1 3 0 4
Total 30 30 30 90

86
Lampiran 25c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Busa
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 5.067 2 2.533 5.371 0.006*
Galat 41.033 87 0.472
Total 46.100 89
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 25d. Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Busa
Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan
1% 30 3.43 A
2% 30 3.37 B
3% 30 2.90 C
.

Lampiran 26a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat
Perlakuan
Panelis 1 % (318) 2 % (319) 3 % (317)
1 3 3 4
2 4 4 3
3 3 3 3
4 3 3 3
5 3 3 3
6 4 2 3
7 4 5 2
8 2 3 4
9 3 4 3
10 3 3 3
11 4 2 4
12 2 4 3
13 3 3 3
14 4 3 1
15 3 3 3
16 3 3 3
17 4 2 3
18 3 2 2
19 3 2 3
20 2 2 2
21 3 3 3
22 3 4 3
23 3 3 3
24 3 3 3
25 4 4 2
26 3 1 3
27 4 4 4
28 3 3 3
29 3 3 3
30 4 4 3

87
Lampiran 26b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Kesat Kesat
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Skala 1% 2% 3% Total
Skor 1 0 1 1 2
Kesan 2 3 6 4 13
Kesat 3 18 15 21 54
4 9 7 4 20
5 0 1 0 1
Total 30 30 30 90

Lampiran 26c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Kesat Kesat
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 1.089 2 0.544 1.086 0.342*
Galat 43.633 87 0.502
Total 44.722 89
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

88
Lampiran 27a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma
Perlakuan
Panelis 1 % (318) 2 % (319) 3 % (317)
1 4 3 4
2 4 4 3
3 3 4 4
4 2 2 2
5 4 2 2
6 3 4 4
7 3 2 2
8 2 2 2
9 2 2 3
10 3 2 2
11 1 1 1
12 2 3 2
13 1 1 1
14 4 3 1
15 1 1 1
16 3 1 2
17 3 1 3
18 3 3 3
19 2 2 2
20 2 2 2
21 3 2 2
22 4 5 4
23 3 3 3
24 2 3 5
25 2 2 2
26 3 3 3
27 2 2 2
28 3 4 3
29 3 2 1
30 2 2 1

Lampiran 27b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis


Terhadap Aroma
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Skala 1% 2% 3% Total
Skor 1 3 5 6 14
Arom 2 10 13 12 35
a 3 12 7 7 26
4 5 4 4 13
5 1 1 2
Total 30 30 30 90

89
Lampiran 27c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis
Terhadap Aroma
Sumber Jumlah Kuadrat Sig.
Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05)
Perlakuan 0.956 2 0.478 0.475 0.624*
Galat 87.533 87 1.006
Total 88.489 89
Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda
nyata

90

Anda mungkin juga menyukai