USULAN PENELITIAN
Disusun oleh:
TIARA ASTRIANA
240110140025
i
2.7 Analisis SWOT ................................................................................... 32
2.7.1 Matrik SWOT .............................................................................. 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 35
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 35
3.2 Alat dan Bahan Penelitian................................................................... 35
3.2.1 Alat Penelitian ............................................................................. 35
3.2.2 Bahan Penelitian .......................................................................... 35
3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 36
3.4 Tahapan Penelitian .............................................................................. 36
3.4.1 Penentuan Jumlah Sampel ........................................................... 36
3.4.2 Pengumpulan Data ...................................................................... 37
3.4.3 Pengolahan Data .......................................................................... 37
3.4.4 Konversi Data .............................................................................. 37
3.4.5 Analisis Data ............................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 41
LAMPIRAN ..................................................................................................... 45
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
DAFTAR ISTILAH
Gula Super High Sugar (SHS) : Gula pasir putih dengan diameter 1 mm yang
merupakan produk utama hasil pengolahan
industri gula di PT. PG. Rajawali II Unit PG.
Jatitujuh.
Hasil Bagi Kemurnian (HK) : Nilai yang diperoleh dari rasio nilai pol dan
brix.
vi
Pol : Nilai yang menunjukkan rasio gula dan
padatan bukan gula yang terlarut di dalam
nira.
Uap bekas : Uap dengan suhu 120 oC dan tekanan 1,5 bar
yang telah digunakan untuk memutar turbin
pada mesin-mesin di stasiun gilingan.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
termasuk ke dalam BUMN di bidang pertanian. Kawasan PG. Jatitujuh berada pada
lahan perkebunan tebu seluas 12.000 ha yang dilengkapi dengan pabrik untuk
produksi gula.
Pada industri gula di PT. PG. Rajawali II, penggunaan energi secara umum
terbagi menjadi dua bagian kegiatan yaitu kegiatan prapanen dan pascapanen
(produksi gula). Kegiatan prapanen tebu meliputi kegiatan pembibitan, penyiapan
lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan pengangkutan,
sedangkan kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pabrikasi dan pengemasan gula
(Laksmana, 2007). Total kebutuhan energi terbesar terdapat pada proses produksi
gula yaitu sebesar 72,40%. Pada tahapan proses produksi yang membutuhkan
energi terbesar yaitu pada kegiatan pemerahan pada stasiun gilingan sebesar
48,17% (Indrayana, 2001).
Audit energi merupakan suatu langkah awal dalam pelaksanaan program
konservasi energi. Tujuan adanya audit energi untuk mempelajari penggunaan
energi pada suatu proses produksi yang meliputi jumlah, jenis dan sumber energi,
aliran energi, dan biaya energi (Pimentel, 1990). Sehingga audit energi dapat
dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah untuk membantu menentukan strategi
yang tepat untuk meningkatkan efisiensi produksi gula. Sehingga perlu adanya
penelitian untuk melakukan kajian mengenai pola konsumsi energi pada proses
produksi gula.
Data terbaru dari hasil analisis energi produksi gula yang di laksanakan pada
penelitian ini, di perlukan untuk memperbarui data konsumsi energi selama
kegiatan produksi gula di PG. Jatitujuh. Data tersebut kemudian dibandingkan
dengan hasil analisis energi yang telah dilakukan oleh Indrayana pada tahun 2001
sehingga dapat membandingkan konsumsi energi saat ini pada kegiatan produksi
gula dengan konsumsi energi pada tahun 2001 di PG. Jatitujuh.
masalah yang dibuat untuk membatasi masalah dan mengetahui apa saja yang
diteliti dalam penelitian ini
Keterangan:
Panen
Produksi
Pendistribusian
Batasan Masalah
untuk setiap jenis kegiatan, jumlah tenaga kerja, dan semua sarana produksi
gula yang digunakan.
Penyimpanan
Distribusi
Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu meter.
Pada saat tanaman masih muda atau berupa bibit, ada dua macam akar yaitu akar
setek dan akar tunas. Akar setek/bibit tumbuh dari setek batangnya. Akar ini tidak
berumur panjang dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini
berumur panjang dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh (Tim Penulis
Penebar Swadaya, 2000).
Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air,
sedangkan ketika tebu akan menghadapi waktu masak menghendaki keadaan
8
9
kering sehingga pertumbuhan terhenti. Apabila hujan turun terus menerus akan
menyebabkan tanaman tebu rendah rendemennya. Jadi jelas bahwa tebu selain
memerlukan daerah yang beriklim panas, juga diperlukan adanya perbedaan yang
nyata antara musim hujan dan musim kemarau (Notojoewono (1967) dalam
Haryanti, 2008). Jenis tebu yang ditanam di lahan PG. Jatitujuh adalah PS 84-1436,
R-576, PA-198, ROC-16, SS-34, PS 80-1649, PS 82-2670, ROC-11, PS 82-424, PS
79-942, ROC-14, PS 85-18135 dan PS 81-640 (Soemohandojo, 2009).
Proses terbentuknya gula di dalam batang tebu berjalan dari tunas ke ruas
yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah (lebih tua)
lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya
(lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu
sudah masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali
beberapa ruas bagian pucuk (Supriyadi, 1992).
Rendemen tebu adalah kandungan gula di dalam batang tebu yang
dinyatakan dalam persen. Ada tiga macam rendemen yaitu, rendemen contoh,
rendemen sementara dan rendemen efektif. Rendemen contoh adalah rendemen
yang dipakai untuk mengetahui apakah suatu perkebunan tebu sudah mencapai
matang optimal atau belum untuk mengetahui kapan saat tebang yang tepat dan
kapan tanaman tebu mencapai rendemen yang maksimal (Moerdikusumo, 1993).
Proses produksi gula dilakukan dengan mengubah sukrosa yang berupa
cairan menjadi kristal sehingga didapatkan hasil gula yang berbentuk kristal dengan
ukuran yang seragam. Pemisahan gula di PG. Jatitujuh dilakukan dengan
menggunakan proses sulfitasi alkalis. Proses sulfitasi alkalis ini dilakukan dengan
menggunakan kapur tohor dan belerang sebagai bahan penunjang produksi. Proses
produksinya dilakukan secara bertahap mulai dari stasiun gilingan, stasiun
pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan dan stasiun pemutaran.
Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata atau rendemen terkoreksi.
Rendemen efektif adalah rendemen hasil perhitungan setelah tebu digiling habis
dalam jangka waktu musim giling. Perhitungan rendemen efektif dapat
dilaksanakan dalam jangka waktu 15 hari. Jangka waktu 15 hari biasa disebut
dengan 1 periode giling. Oleh karena itu, apabila di suatu pabrik gula mempunyai
170 hari giling maka terdapat 12 periode giling (Supriadi A, 1992).
10
2) Belerang
Penambahan belerang bertujuan untuk menetralkan kelebihan kapur pada
proses pemurnian, mengurangi viskositas nira dan juga untuk mereduksi warna
nira. Belerang yang digunakan adalah gas sulfit (SO2) yang tidak berwarna dengan
bau khas keras dan mudah larut di dalam air.
3) Asam Fosfat
Asam fosfat diperlukan sebagai bahan penunjang untuk meningkatkan
efektivitas proses pemurnian nira mentah.
11
4) Floculant
Floculant merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat
pembentukan flok bahan-bahan terlarut (kotoran halus) sehingga proses
pengendapan dapat berlangsung lebih cepat.
5) Caustic Soda
Caustic soda digunakan untuk membersihkan kerak pada pipa pemanas dan
badan evaporator.
a. Gilingan I
Batang tebu yang sudah dicacah diperas pada gilingan I. Hasil dari perasan
gilingan I adalah cairan nira I (yang dialirkan ke bak penampung) dan ampas I (yang
akan masuk ke gilingan II).
b. Gilingan II
Ampas yang dihasilkan gilingan I digunakan sebagai umpan (feed) pada
gilingan II dan nira yang diperoleh dialirkan ke bak penampung. Nira yang
diperoleh digabungkan dengan nira hasil gilingan I. Ampas II kemudian digunakan
sebagai feed pada gilingan III.
c. Gilingan III
Ampas yang dihasilkan gilingan II digunakan sebagai feed pada gilingan III.
Pada gilingan III ampas tersebut ditambahkan air imbibisi (air contaminant
condensate evaporator badan III sampai dengan V) yang bertujuan untuk
mengurangi kehilangan sukrosa di dalam ampas pada gilingan II. Ampas III
kemudian digunakan sebagai feed pada gilingan IV.
d. Gilingan IV
Ampas pada gilingan III digunakan sebagai feed pada gilingan IV. Pada
gilingan IV ini diberi air imbibisi yang bertujuan untuk mengurangi kehilangan
sukrosa di dalam ampas pada gilingan III. Ampas yang dihasilkan pada gilingan IV
kemudian digunakan untuk bahan bakar pada boiler di bagian instalasi. Nira yang
dihasilkan dari gilingan I dan gilingan II dialirkan menuju cush-cush screen agar
nira dapat terpisah dari ampas halus yang masih mengendap di dalam nira. Ampas
halus ini kemudian dialirkan menuju gilingan I untuk diproses kembali. Nira hasil
gilingan IV kemudian ditampung dalam penampungan nira mentah.
14
2) Pemanasan I
Nira mentah selanjutnya dipompa ke dalam juice heater I, pada pemanasan
tahap I ini suhu yang digunakan adalah 70-75 oC yang bertujuan untuk membunuh
16
mikroorganisme dalam nira yang dapat menyebabkan nira menjadi asam dan
menggumpalkan koloid dalam nira karena koloid mudah menggumpal pada suhu
tersebut dan merupakan suatu reaksi optimal defekasi.
3) Defekasi
Tahap selanjutnya adalah defekasi dengan menggunakan alat static mixer.
Static mixer merupakan alat pencampur yang pengaduknya statis sehingga
pencampuran fluida yang terjadi di dalam alat ini disebabkan oleh adanya turbulensi
dan kontak antar kedua fluida tersebut. Pencampuran tersebut dilakukan di dalam
splitter box. Dua fluida yang tercampur di dalam alat ini adalah nira kental dan susu
kapur dengan perbandingan 1:7. Susu kapur yang digunakan adalah Ca(OH)2 yang
dicampurkan dengan nira kental hingga terjadi reaksi phosfatisasi. Tujuan dari
tahap ini yaitu membentuk inti endapan dan menaikkan pH nira hingga 8,5-9,0.
4) Sulfitasi
Setelah proses defekasi (saccharate liming), dengan bantuan energi
gravitasi, nira diarahkan menuju sulfur tower. Prinsip kerja proses ini yaitu dengan
cara memberikan gas sulfit (SO2), dengan cara dihembuskan dari bawah cairan nira
kental dengan menggunakan sistem vakum dari blower. Fungsi pada proses ini
adalah menurunkan pH nira sampai pada keadaan netral pada pH 7,0-7,2. Hasil dari
proses ini akan ditampung dalam tangki nira netral.
5) Pemanasan II
Proses selanjutnya adalah pemanasan kedua dengan menggunakan juice
heater II. Nira dalam tangki nira netral akan dipompa ke dalam juice heater II untuk
pemanasan hingga mencapai suhu 100-105 oC. Tujuan dari pemanasan ini adalah
untuk membunuh bakteri dan mempercepat reaksi pengendapan pada clarifier.
6) Flash Tank
17
Tahap pemurnian berikutnya yaitu nira diarahkan menuju flash tank yang
digunakan untuk membuang tekanan pompa sehingga nira mengalir secara gravitasi
ke proses selanjutnya dan juga bertujuan untuk membuang uap yang masih
terkandung di dalam nira. Apabila uap tidak dibuang maka akan menyebabkan laju
pindah panas di juice heater akan terhambat dan menyebabkan nira dapat kotor
kembali.
7) Pengendapan
Proses setelah pemanasan yaitu pengendapan menggunakan clarifier.
Sebelum masuk ke dalam clarifier, nira akan didozing dengan flokulan. Flokulan
merupakan polimer yang memiliki ikatan rantai kimia yang panjang dengan berat
molekul yang besar sehingga dapat mengikat gumpalan kecil yang terbentuk pada
proses saccharate liming dan sulfitasi. Tujuan pemberian flokulan adalah untuk
mengikat kotoran menjadi partikel yang lebih besar sehingga mempermudah proses
pengendapan. Flokulan yang ditambahkan yaitu 2 ppm sampai dengan 4 ppm. Jenis
flokulan yang dipakai di PG. Jatitujuh adalah clear aid.
Proses pengendapan yang dilakukan di PG. Jatitujuh menggunakan clarifier
dengan tipe clarifier pengendap cepat graver. Prinsip kerja pada tahap ini yaitu
perbedaan massa jenis gumpalan dimana nira dalam bejana akan dipisahkan dengan
gumpalan kotoran yang jatuh ke bawah dibantu dengan alat scrapper di setiap tray.
Proses ini sangat dipengaruhi oleh suhu, flokulan, aliran fluida, massa jenis dan
desain clarifier. Apabila suhu mencapai 100-105 oC maka viskositas menurun yang
menyebabkan kotoran mudah untuk mengendap. Produk dari clarifier ini adalah
nira jernih dan nira kotor (mud). Nira jernih akan keluar menuju penyaringan lebih
lanjut dan nira kotor akan diproses melalui rotary vacuum filter (RVF).
b) Sulfitasi
Nira kental yang diperoleh dari penguapan berwarna coklat tua. Warna ini
dapat mempengaruhi mutu dari gula putih dimana warna gula harus jernih. Oleh
karena itu, nira kental dimasukkan ke dalam sulfur tower dan ditambahkan gas SO2
yang berfungsi untuk memucatkan warna nira kental.
19
pemasakan dilakukan pada kondisi vakum 60-64 cmHg pada suhu 70-75 oC.
Pengondisian tekanan dilakukan agar bahan tidak rusak akibat proses karamelisasi.
Proses pembentukan kristal gula di dalam pan masakan A menghasilkan gula pasir
putih atau gula SHS (Super High Sugar), bibit (stroop) yang digunakan untuk feed
pada pan masakan berikutnya, umpan (magma) dan klare.
Sistem pemasakan yang dilakukan di PG. Jatitujuh menggunakan sistem A-
C-D karena harga kemurnian nira kental yang dihasilkan lebih kecil dari 80. Prinsip
kerja dari pan yakni dengan menguapkan air di dalam nira kental dengan tekanan
vakum sehingga nira menjadi jenuh dan dengan cepat akan membentuk kristal.
Gula yang dapat dikristalkan hanya sukrosa, sedangkan glukosa dan fruktosa yang
terdapat di dalam nira tidak dapat dikristalkan.
Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari suatu larutan
induk yang homogen. Proses ini dapat menghasilkan kemurnian produk hingga
100%. Syarat utama terbentuknya kristal dari suatu larutan adalah larutan induk
harus dibuat lewat jenuh (supersaturated). Kondisi lewat jenuh adalah kondisi
dimana pelarut (solvent) mengandung zat terlarut (solute) melebihi kemampuan
pelarut tersebut untuk melarutkan solute pada suhu tetap (Risvan, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses kristalisasi adalah suhu, tekanan
vakum, proses penguapan sebelumnya, kerataan kristal, kandungan kotoran dalam
larutan, viskositas larutan atau sirkulasi larutan (Risvan, 2008).
a) Masakan A
Masakan A merupakan proses pemasakan yang menghasilkan produk utama
yaitu gula SHS. Masakan A menggunakan 3 pan, yaitu pan nomor 1, 2 dan 6.
Masakan C menggunakan pan nomor 3 dan masakan D menggunakan pan nomor
5. Sementara masakan C/D menggunakan pan nomor 4 yang dapat digunakan untuk
membuat bibit C atau D dengan penambahan fine crystal seed (FCS) sebagai inti
kristal dalam pengkristalan. Kapasitas dari pan masakan A adalah 50.000 Liter,
suhu 57 oC sampai dengan 58 oC dan tekanan sebesar 0,6 kg/cm2.
Proses masakan A merupakan proses pemasakan yang mengolah beberapa
bahan baku gula SHS, yaitu nira kental yang berasal dari peti penampungan nira
kental, magma dari proses masakan C dan campuran nira leburan dengan klare A.
21
Magma yang diumpan ke dalam pan A berfungsi sebagai inti kristal yang
digunakan untuk mempercepat pembentukan kristal gula. Proses pemasakan A
dilakukan di dalam pan A sampai nilai brix masakan sekitar 92% sampai dengan
94%. Waktu yang dibutuhkan pada proses kristalisasi di pan A adalah 2,5 jam
sampai dengan 3 jam. Hasil masakan A disalurkan ke palung pendingin A dan
kemudian dialirkan masuk ke pemutaran A. Dari proses pemutaran A menggunakan
HGC A akan dihasilkan stroop A dan gula A. Stroop A merupakan sisa masakan
yang masih banyak mengandung gula, sehingga stroop A dijadikan seed di pan
masakan C. Gula A akan masuk ke pemutaran SHS dan diproses dengan
sentrifugasi menggunakan HGC SHS sehingga dihasilkan gula SHS dan klare SHS.
Gula SHS yang dihasilkan merupakan produk utama yang sudah siap dikeringkan
dan dikemas, sedangkan klare SHS masih mengandung air dan gula yang sangat
tinggi diproses kembali sebagai feed di pan masakan A.
b) Masakan C
Proses pemasakan C merupakan proses yang mengolah stroop A sebagai
bibit gula dan nira kental. Selain itu, bibit untuk masakan C dapat juga berasal dari
seed C yang dibuat di pan masakan C/D dengan penambahan FCS sebagai inti
kristal. FCS ini memiliki diameter 0,005 mm. Pan masakan C memiliki kapasitas
50.000 Liter, suhu 75 oC dan tekanan 0,4 kg/cm2. Proses kristalisasi di masakan C
dilakukan sampai nilai brix kristal gula sekitar 94% sampai dengan 96% dan nilai
HK 70%. Proses kristalisasi berlangsung selama 4-5 jam. Hasil masakan C
kemudian disalurkan ke palung pendingin C, kemudian disalurkan ke pemutaran C
dan diproses hingga menghasilkan stroop C dan gula C. Gula C kemudian diolah
kembali menjadi magma dan digunakan untuk feed masakan A. Sementara stroop
C digunakan untuk bahan masakan D.
c) Masakan D
Bahan yang diproses dalam pemasakan D ini berasal dari stroop C dan klare
D. Selain itu, feed pada masakan D ini diperoleh dari seed D yang berasal dari pan
C/D. Pan D memiliki kapasitas 50.000 Liter, suhu 70 oC dan tekanan sebesar 45
cmHg. Pemasakan D dilakukan sampai nilai brix masakan D sekitar 98%. Proses
22
kristalisasi di pan D dilakukan selama 6 jam sampai dengan 8 jam. Hasil masakan
D memiliki nilai HK 60% dan kemudian disalurkan ke palung pendingin D. Setelah
melalui palung pendingin D, bahan dialirkan ke dalam pemutaran LGC D1 untuk
dilakukan proses pemisahan dan menghasilkan gula D1 dan tetes. Tetes (molasses)
yang dihasilkan akan disalurkan ke tangki penampungan tetes tebu. Tetes ini harus
memiliki nilai HK 28% sampai dengan 32%. Gula D1 kemudian dialirkan ke
pemutaran D2 dan diproses untuk menghasilkan klare D dan gula D2. Klare D
digunakan kembali sebagai bahan masakan D, sedangkan gula D2 akan dilebur dan
dicampur dengan klare SHS menjadi bahan masakan A.
Ukuran kristal dari tiap masakan adalah gula A dengan diameter 0,9 mm
sampai dengan 1 mm, gula C sebesar 0,4 mm sampai dengan 0,7 mm dan gula D
sebesar 0,1 mm sampai dengan 0,4 mm. Jika ukuran kristal tiap masakan telah
terpenuhi maka hasil dari tiap masakan akan dialirkan ke dalam palung pendingin
sebelum dilanjutkan pada proses pemutaran atau sentrifugasi. Pada setiap palung
pendingin terdapat pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk terus hasil dari tiap
pan masakan agar tidak menjadi kaku.
klare atau palung penyimpanan stroop. Stroop atau klare dipompa kembali ke
dalam proses pemasakan untuk diproses di stasiun pemasakan kembali. Kristal gula
yang tertahan akan masuk ke dalam ruang penampung kristal gula.
HGC digunakan untuk pemutaran A dan pemutaran SHS. Kecepatan
pemutaran HGC ini adalah 900 rpm sampai dengan 1.000 rpm dan sistemnya tidak
kontinyu. Pemutaran HGC ini akan menghasilkan stroop A yang digunakan untuk
proses pemasakan sebagai seed pada masakan C dan gula A yang kemudian diputar
kembali, sehingga menghasilkan gula SHS yang merupakan produk utama dan
klare SHS yang digunakan kembali dalam proses pemasakan sebagai bahan
masakan A.
Proses pengeringan pada stasiun pemutaran bertujuan untuk mengeringkan
gula yang berasal dari HGC yang masih mengandung air. Gula SHS basah dari
stasiun pemutaran diarahkan dengan menggunakan sugar elevator conveyor dan
disalurkan ke dalam rotary sugar dryer untuk dikeringkan menjadi gula SHS
kering. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan udara pengering
dengan suhu 80 oC. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan blower
yang berfungsi untuk menghembuskan udara pengering ke pipa-pipa dryer dan
pipa-pipa tersebut diputar hingga gula menjadi kering. Pada proses ini dihasilkan
gula SHS kering dan gula debu atau gula yang berukuran sangat halus. Gula debu
kemudian dihisap menggunakan cyclone separator dan dicampur dengan air
sehingga gula debu terikat dengan air dan jatuh ke dalam tangki leburan untuk
diproses kembali ke stasiun pemasakan.
Gula yang sudah dikeringkan kemudian diproses oleh vibrating screen
untuk menyeragamkan ukuran gula SHS yang akan dikemas. Terdapat dua macam
ukuran saringan yaitu saringan kasar dengan 4 mesh dan saringan halus dengan 28
mesh. Gula yang dihasilkan berukuran 0,9 mm sampai dengan 1,0 mm sehingga
gula yang berukuran lebih dari 1 mm akan tertahan di saringan kasar dan gula yang
kurang dari 0,9 mm akan lolos dari saringan halus. Gula yang tidak berukuran 0,9
mm sampai dengan 1 mm akan dilebur untuk diproses kembali di stasiun
pemasakan.
Gula kasar (> 1 mm) dan gula halus (<0,9 mm) akan masuk ke dalam peti
leburan dan akan diproses kembali di masakan A, sedangkan produk gula SHS yang
24
sudah jadi dibawa oleh belt conveyor menuju dry sugar bucket elevator untuk
dipindahkan ke penampung gula secara vertikal. Sebelum mencapai penampung
gula, terlebih dahulu gula dialirkan ke dalam magnetic drum untuk menangkap
logam-logam kecil yang terbawa oleh gula. Gula kemudian disalurkan ke dalam
sugar hopper kiri, tengah dan kanan oleh sugar conveyor. Gula yang ditampung di
sugar hopper terbagi dalam tiga bagian sebelum dilakukan penimbangan. Masing-
masing hopper memiliki kapasitas 60 ton.
2.3.6 Pengemasan
Gula yang sudah bersih kemudian ditimbang menggunakan weighting and
bagging machine yaitu mesin yang bekerja secara otomatis untuk memasukkan gula
ke dalam karung propilen berkapasitas 50 kg yang sudah dilapisi food grade plastic.
Karung yang sudah terisi gula kemudian dijahit menggunakan mesin jahit dan
kemudian dibawa menggunakan sugar carrier sampai belt conveyor dan
dilanjutkan untuk disimpan di gudang gula.
Selain mengemas gula dalam kemasan 50 kg, PG. Jatitujuh juga mengemas
gula dalam kemasan 1 kg yang diproduksi sesuai dengan pesanan. Gula kemasan 1
kg ini kemudian dikemas kembali menggunakan kemasan karton sebagai kemasan
sekunder yang berisi 24 kemasan gula 1 kg. Gula yang telah dikemas kemudian
disimpan di dalam gudang penyimpanan sebelum didistribusikan.
2.4 Energi
Energi berasal dari bahasa Yunani, en berarti dalam dan ergon yang berati
kerja. Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan pengaruh
atau akibat, baik itu berupa panas yang ditimbulkan maupun berupa akibat mekanik.
Pada lazimnya energi dibedakan antara energi primer, yaitu energi matahari dan
energi sekunder ialah energi yang terbentuk atau berasal dari energi primer. Energi
angin, energi listrik, energi manusia, energi biomassa, energi hewan, dan energi
fosil adalah tergolong kedalam energi sekunder (Laksmana, 2007).
Pengembangan sistem pertanian dengan input energi yang rendah, seperti
misalnya pada sistem pertanian organik, secara umum dilaporkan dapat membantu
konservasi sumberdaya alam termasuk energi dan menurunkan emisi CO2 dari
25
proses produksi pertanian. Sistem pertanian organik dengan input energi rendah dan
efisiensi energi yang tinggi berdampak pada penurunan biaya dari sistem pertanian
konvensional. Dalam proses produksi pertanian input sarana produksi dapat dinilai
baik sebagai parameter energi ataupun parameter ekonomi. Satu cara yang umum
digunakan untuk menilai input maupun output suatu sistem adalah dengan
mengkuantifikasikan input dan output tersebut kedalam nilai energinya. Input-
output sistem produksi pertanian juga dapat dianalisis berdasarkan nilai energi.
Berdasarkan keuntungan dan kelebihannya metode analisis energi telah
menjadi instrumen pengelolaan yang efektif bagi pekerja riset untuk menggunakan
dalam proses produksi pertanian yang terkait dengan input energi. (Hall et al, 1985).
Melalui analisis energi dapat diindikasikan cara untuk menurunkan input energi dan
meningkatkan efisiensi penggunaannya tanpa mengurangi produksi pertanian.
Jenis-jenis energi komersial yang terbanyak dipergunakan adalah minyak
dan gas bumi, batu bara dan tenaga air. Kemudian menyusul bentuk-bentuk energi
lain seperti panas bumi, energi nuklir, tenaga listrik dan sebagainya. Masing-
masing bentuk energi mempunyai nilai panas, atau nilai energi sendiri. Di samping
itu, masing-masing bentuk energi juga diukur menurut volume ataupun menurut
berat. (Hall et al, 1985).
kebutuhan energi biologis manusia 0,725 MJ/jam atau 1,4 kkal/menit. Kebutuhan
dasar energi sesorang tergantung ukuran bahan, umur jenis kelamin, iklim, dan
faktor lingkungannya (Abdullah, 1998). Menurut Astrand dan Rodalh dalam
Abdullah (1998), hanya 20-30% energi kimia dari makanan yang dapat
dikonversikan menjadi tenaga mekanis. Untuk kerja sehari penuh, keluaran energi
manusia sekitar 0,1 HP (75 W atau 1,07 kkal/menit).
Proses produksi gula membutuhkan tenaga manusia dalam setiap tahapan
produksinya yaitu penggilingan, pemurnian, penguapan, pemasakan (kristalisasi),
pemutaran, dan pengemasan. Hal ini karena pada proses produksi gula masih
banyak membutuhkan tenaga manusia untuk melakukan setiap tahapan prosesnya.
Menurut Malcolm dan Hamdy (1991), kebutuhan energi manusia didasarkan
kepada kondisi beban kerja, berikut ini adalah energi manusia berusia 20 sampai
dengan 50 tahun berdasarkan jenis kelamin dan jenis pekerjaannya.
Menurut Irwanto dkk (1990) dalam Afandi dkk (2015), energi biologis atau
energi manusia dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Ebp = HOK x JK x cb…………………(1)
Keterangan:
Ebp = energi biologis produksi gula (MJ/ha)
HOK = jumlah hari orang bekerja per hektar
27
a. Energi Listrik
Energi listrik sangat diperlukan dalam bidang pertanian di masa sekarang.
Penggunaanya sebagai sumber energi penggerak bagi motor listrik. Di masa
sekarang, hampir semua mesin-mesin pertanian menggunakan motor listrik. Selain
itu energi listrik juga digunakan untuk keperluan penerangan di pabrik dan di
kantor. Energi listrik yang dihasilkan oleh generator, masukan energinya berasal
dari bahan bakar ampas pada ketel uap. Energi listrik merupakan energi hasil
konversi energi lain yaitu energi minyak bumi, batu bara, angin, panas bumi, dan
lain-lain. Menurut Rizaldi (2006), tenaga listrik melalui motor listrik dapat
menghasilkan tenaga mekanik lainnya. Ada beberapa keuntungan penggunaan
tenaga listrik antara lain:
1) motor listrik kontruksinya sederhana dan kompak;
2) membutuhkan pemeliharaan dan perawatan yang sederhana;
3) cara pengoperasiannya sangat mudah;
4) tidak menimbulkan suara, bersih;
5) menghasilkan tenaga yang halus dan seragam; dan
6) dapat menyesuaikan dengan beban.
Menurut Amri (1999) dalam Indrayana (2001), besarnya energi listrik yang
digunakan untuk proses produksi gula dapat dihitung dengan persamaan:
28
(MJ/unit)
Gasoline IDO L 32.24 8.08 40.32
Diesel L 38.86 9.12 47.78
Minyak bumi L 38.86 9.12 47.78
LPG L 36.10 1.16 32.26
Gas alam m3 41.38 8.07 49.45
Batubara keras kg 30.23 2.36 32.59
Batubara lunak kg 30.39 2.37 32.76
Kayu keras kg 19.26 1.44 20.70
Kayu lunak kg 17.28 1.32 18.90
Listrik kWh 3.60 8.39 11.99
Sumber: Cervinka (1980) dalam Pimentel (1990)
Menurut Irwanto dkk (1990) dalam Afandi dkk (2015), energi bahan bakar
pada proses produksi gula dapat dianalisis melalui pendekatan persamaan berikut:
ELP = (KL x CL)/CE………………….(4)
Keterangan:
ELP = energi terpakai bahan bakar proses produksi (MJ/ha)
KL = konsumsi bahan bakar (L/jam)
CL = nilai unit energi bahan bakar (MJ/L)
CE = kapasitas lapang efektif mesin pertanian (ha/jam)
c. Energi Uap
Uap yang digunakan di PG. Jatitujuh dihasilkan dari 3 buah ketel uap yang
masing-masing memiliki kapasitas terpasang 55 ton uap/jam. Uap merupakan
masukan yang paling penting dalam proses produksi gula dalam pabrik. Dari hasil
penelitian Indrayana (2001), diketahui bahwa banyaknya uap yang dibutuhkan
untuk kelangsungan proses adalah 1.103,05 kg uap/ton tebu giling. Karena produksi
uap dari ketel rata-rata hanya 944,06 kg uap/ton tebu giling, maka kekurangan uap
yang dihitung adalah jumlah penggunaan uap baru dan uap bekas.
Uap baru dikonsumsi untuk menggerakkan turbin generator, turbin gilingan
dan unigator serta turbin untuk menggerakkan pompa pengisi air ketel uap.
Sedangkan uap bekas yang diperoleh dari turbin uap ini dikonsumsi untuk
30
Energi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar pada ketel uap dapat
digunakan untuk mengetahui jumlah uap yang dihasilkan dengan mengetahui suhu
dan tekanan yang bekerja pada ketel uap. Untuk mengetahui jumlah uap baru yang
digunakan pada setiap peralatan khususnya turbin uap maka didekati dengan
persamaan (Hugot and Jenkins, 1986):
860
Q= ………………….….(6)
ℎ1−ℎ2
Keterangan:
Q = konsumsi uap (kg/kWh)
h1 = total head dari uap yang masuk ke turbin (kkal/kg)
h2 = total head dari uap yang keluar dari turbin (kkal/kg)
35
36
waktu yang diperlukan untuk setiap jenis kegiatan, jumlah dan jenis alat dan mesin,
dan semua sarana produksi yang digunakan maupun studi literatur.
Mulai
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Konversi Data
Analisis Data
Penarikan Kesimpulan
Selesai
Abdullah, K., K. A. Irwanto, N. Siregar dan S. E. Agustina. 1998. Energi dan Listrik
Pertanian. Japan International Cooperation Agency. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Abdalla, A. R. 2017. Analisis Energi pada Proses Prapanen Tebu (Studi Kasus di
PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Jawa
Barat). Skripsi. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Jatinangor:
Universitas Padjadjaran.
Afandi, D. K. 2015. Studi Konsumsi Energi Pada Pascapanen Tanah Sawah (Studi
Kasus di Desa Rambigundam, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember).
Berkala Ilmiah Teknologi Pertanian, volume 1, nomor 1, hal 1-4,
Universitas Jember.
Basuseno, S. 2016. Analisis Energi pada Proses Pascapanen Kedelai (Studi Kasus
di Kelompok Tani Darma Ikhtiar, Kampung Cimuncang, Desa Rancabago,
Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut). Skripsi. Fakultas
Teknologi Industri Pertanian. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
Daniagam, R. 2015. Analisis Energi pada Proses Budidaya Padi Metode System of
Rice Intensification di Kelompok Tani Sariwangi I, Desa Bumiwangi,
Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Skripsi. Fakultas Teknologi
Industri Pertanian. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
Hall, A., S. Cutler, J. Cleveland and R. Kaufmann. 1985. Energi and Resource
Quality: The Ecology of Economic Process. New York: Jhon Willey & Sons
Inc.
41
42
Indrayana. 2001. Analisis Kebutuhan Energi pada Proses Produksi Gula di PT. PG.
Rajawali II Unit PG. Jatitujuh. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Laksmana, I. 2007. Analisis Efisiensi Penggunaan Energi Pada Industri Gula Tebu
di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh Majalengka, Jawa Barat. Bogor:
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
PG. Jatitujuh. 2010. Instalasi Pabrikasi PG. Jatitujuh. Jatitujuh: PT. PG. Rajawali
II Unit PG. Jatitujuh.
Pimentel, D. 1990. Handbook of Energi for World Agriculture. New York: Elsevier
Science Publishing Co., Inc.
Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT.
Gramedia.
Sholahudin, A. H. 1999. Audit Energi Pada Proses Produksi CPO (Crude Palm
Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII, Banten
Selatan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Stout. 1992. Energi in Farm Production. New York: Elsevier Science Publishing
Co., Inc.
Suryadi. 1994. Audit Energi Pada Proses Produksi Pupuk Urea di PT. Pupuk
Kujang (Persero) Cikampek, Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang,
Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
PUSTAKA INTERNET
44
LAMPIRAN
45
46
Panen
1. Berapa luas lahan yang sedang di panen?
2. Dalam 1 hari, berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk memanen tebu?
a. 4 jam
b. 5 jam
c. 6 jam
d. ..... jam
3. Untuk memanen lahan tersebut, berapa banyak tenaga kerja yang
dibutuhkan?
4. Berapa ton tebu yang dihasilkan oleh lahan yang anda panen?
Pengangkutan
1. Bagaimana mekanisme pengangkutan tebu di PG. Jatitujuh?
2. Berapa lama waktu circle time untuk proses pengangkutan tebu?
3. Berapa jumlah grab loader yang beroperasi pada lahan tebu untuk proses
pengangkutan?
4. Berapa jumlah traktor yang beroperasi selama proses pengangkutan tebu
dari lahan pertanian ke pabrik?
5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan traktor ataupun truk untuk mengangkut
tebu dari lahan?
6. Berapa bobot tebu yang mampu diangkut dalam satu kali circle time pada
pengangkutan tebu menggunakan traktor, truk sedang dan truk besar?
7. Berapa jumlah operator yang bekerja untuk proses pengangkutan tebu dari
lahan tebu ke pabrik?
8. Berapa bobot dari setiap alat dan mesin pengangkut tebu?
9. Berapa jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam pengangkutan tebu
selama 1 kali circle time?
10. Berapa daya dari setiap mesin yang digunakan untuk proses pengangkutan?
47
Penggilingan
1. Bagaimana mekanisme penggilingan tebu di PG. Jatitujuh?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses penggilingan?
3. Berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses penggilingan?
4. Dalam 1 hari, berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk melakukan
proses penggilingan?
a. 4 jam
b. 5 jam
c. 6 jam
d. ..... jam
5. Pada proses penggilingan, energi apa yang digunakan untuk menggerakan
mesin penggiling?
6. Berapa daya yang dibutuhkan oleh mesin penggiling?
7. Berapa massa atau berat total dari mesin dalam proses penggilingan
tersebut?
8. Apakah terdapat potensi penghematan energi selama kegiatan penggilingan
tersebut?
Pemurnian
1. Bagaimana mekanisme pemurnian di PG. Jatitujuh?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemurnian nira?
3. Berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses pemurnian?
4. Dalam 1 hari, berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk pemurnian
nira?
a. 4 jam
b. 5 jam
c. 6 jam
d. ..... jam
5. Pada proses pemurnian, apakah menggunakan alat/mesin untuk proses
pemurnian tersebut?
48
Penguapan
1. Bagaimana mekanisme penguapan di PG. Jatitujuh?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses penguapan nira?
3. Berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses penguapan?
4. Dalam 1 hari, berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk penguapan
nira?
a. 4 jam
b. 5 jam
c. 6 jam
d. ..... jam
5. Pada proses penguapan, apakah menggunakan alat/mesin untuk proses
penguapan tersebut?
6. Jika iya, energi apa yang digunakan pada penguapan?
7. Jika menggunakan alat/mesin penguapan nira, berapa daya yang diberikan
pada alat/mesin tersebut?
8. Berapa massa atau berat total dari alat/mesin dalam proses penguapan
tersebut?
9. Berapa jumlah evaporator pada proses penguapan?
10. Apakah terdapat potensi penghematan energi selama kegiatan penguapan
tersebut?
Pemasakan/Kristalisasi
1. Bagaimana mekanisme pemasakan di PG. Jatitujuh?
49
Pemutaran
1. Bagaimana mekanisme pemutaran di PG. Jatitujuh?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemutaran?
3. Berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses pemutaran?
4. Dalam 1 hari, berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk pemutaran?
a. 4 jam
b. 5 jam
c. 6 jam
d. ..... jam
5. Pada proses pemutaran, apakah menggunakan alat/mesin untuk proses
pemutaran tersebut?
6. Jika iya, energi apa yang digunakan pada pemutaran?
7. Jika menggunakan alat/mesin pemutaran, berapa daya yang diberikan pada
alat/mesin tersebut?
50
8. Berapa massa atau berat total dari alat/mesin dalam proses pemutaran
tersebut?
9. Apakah terdapat potensi penghematan energi selama kegiatan pemutaran
tersebut?
Pengemasan
1. Bagaimana mekanisme pengemasan di PG. Jatitujuh?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pengemasan?
3. Berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses pengemasan?
4. Dalam 1 hari, berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk pengemasan?
a. 4 jam
b. 5 jam
c. 6 jam
d. ..... jam
5. Pada proses pengemasan, apakah menggunakan alat/mesin untuk proses
pengemasan tersebut?
6. Jika iya, energi apa yang digunakan pada pemutaran?
7. Jika menggunakan alat/mesin pengemasan, berapa daya yang diberikan
pada alat/mesin tersebut? berapa massa dan bobot mesin tersebut?
8. Bahan apa yang digunakan untuk pengemasan gula? Berapa kapasistasnya?
9. Apakah terdapat potensi penghematan energi selama kegiatan pengemasan
tersebut?
6. Berapa lama waktu bekerja mesin dan waktu istirahat mesin selama satu
hari beroperasi?
7. Apakah mesin yang anda gunakan beroperasi setiap hari atau memiliki
jadwal operasional tersendiri?
8. Berapa jumlah bahan bakar yang digunakan selama satu hari operasi?
9. Berapa jarak rata-rata operasi mesin dari awal beroperasi?
10. Berapa kecepatan rata-rata operasi mesin pada proses produksi gula?
52
14. Bagaimana bentuk dukungan dan peran pemerintah dalam proses produksi
gula PG. Jatitujuh?
15. Apa tantangan bagi PG. Jatitujuh untuk masa yang akan datang?
16. Bagaimana kondisi penggunaan energi selama kegiatan produksi gula di
PG. Jatitujuh?
17. Apakah ada potensi penghematan energi selama kegiatan produksi gula?
18. Bagaimana usaha penghematan energi yang akan dilakukan PG. Jatitujuh
untuk musim giling berikutnya?
54