Anda di halaman 1dari 35

AREA PRIORITAS

Cara menentukan area prioritas di Puskesmas :

 Melakukan pertemuan yang melibatkan petugas pemberi layanan klinis


 Menyusun semua unit pelayanan yang terdapat di puskesmas
 Melakukan identifikasi fungsi dan proses pelayanan yang diprioritas untuk diperbaiki dengan
kriteria yang ditetapkan menggunakan kriteria 3H + 1P (high risk, high volume, high cost & prioritas
masalah/problem)
 Memberi skor 1-10 untuk setiap unit layanan berdasarkan kriteria yang ditetapkan dengan (skor
paling tinggi diberikan kepada unit layanan yang memiliki kecenderungan tertinggi terhadap kriteria
yang ditetapkan)
 Misalnya untuk unit pelayanan yang memiliki kriteria high risk (resiko tinggi). Laboratorium
termasuk unit layanan dengan tingkat resiko yang tertinggi (penyebaran infeksi yang cukup tinggi,
sample yang tertukar dll) maka dalam penentuan kriteria high risk (resiko tinggi) laboratorium
memiliki skor tertinggi yaitu 10, baru kemudian unit layanan lain mengikuti dengan skor dibawah 10
 Setelah semua unit layanan diberi skor sesuai dengan kriteria yang ditetapkan 3H + 1 P, dihitung
nilai akumulasi dari stiap unit layanan tersebut
 Unit layanan yang memiliki skor/nilai akumulatif paling tinggi dipilih & ditetapkan sebagai area
prioritas (unit layanan yang perlu diperbaiki lebih dahulu), salah satunya dilakukan FMEA untuk
SOP unit layanan tersebut.

Menentukan area prioritas


Detection Rating Scale

HIGH RISK :
merujuk pada area yg rawan atau tdk stabil
pertimbangkan resiko dalam perawatan populasi ttt, potensialdampak kegagalan pemberian
tindakan/pengobatan yg salah
kategori ini termasuk px eksperimental, atau intervensi khusus yg beresiko

HIGH COST :
biaya yang dibutuhkan untuk suatu tindakan tinggi, atau sulit dijangkau

HIGH VOLUME :
pelayanan yg frekuensinya besar
demografis pasien berperan dalam hal ini
pasien apa yang paling sering dilayani di RS?
apakah anda memberi target kelompok usia ttt? spesialisasi dalam jenis perawatan ttt (anak, badah dll?)
misal : 10 penyakit terbanyak

PROBLEM PRONE : rawan masalah


prosedur atau proses yg dapat menghasilkan outcome yg tdk diharapkan mis px jatuh 2x di unit saraf
berikan perhatian khusus pada area dimana proses tdk berjalan baik atau outcome tdk konsisten.
Misal : time out di ruang OK
Contoh Area Prioritas:

Jadi berdasarkan tabel pemilihan dan penentuan area prioritas diatas didapatkan 3 area prioritas yang
perlu diperbaiki lebih dahulu yaitu : Laboratorium, Ruang farmasi serta Ruang pendaftaran/Rekam medis.
FMEA 9.1.18
Langkah-langkah

 Bentuk tim FMEA: orang-orang yang terlibat dalam suatu proses


 Tetapkan tujuan, keterbatasan, dan jadual tim
 Tetapkan peran dari tiap anggota tim
 Gambarkan alur proses yang ada sekarang
 Kenalilah Failure modes pada proses tersebut
 Kenalilah penyebab terjadinya failure untuk tiap model
kesalahan/kegagalan
 Kenalilah apa akibat dari adanya failure untuk tiap model
kesalahan/kegagalan
 Lakukan penilaian untuk tiap model kesalahan/kegagalan:
 Sering tidaknya terjadi (occurrence): (Occ)
 1 : tidak pernah, 10 sangat sering
 Kegawatannya (severity): (SV)
 1 : tidak gawat, 10 sangat gawat
 Kemudahan untuk terdeteksi (detectability): (DT)
 1 : mudah dideteksi, 10 : sangat sulit dideteksi
 Hitung Risk Priority Number (RPN) dengan mengkalikan: Occ x
SV x DT
 Tentukan batasan (cut-off point) RPN yang termasuk prioritas
 Tentukan kegiatan untuk mengatasi (design action/solution)
 Tentukan cara memvalidasi apakah solusi tersebut berhasil
 Gambarkan alur yang baru dengan adanya solusi tersebut
 Hitung kembali RPN sesudah dilakukan solusi perbaikan
RISK PRIORITY NUMBER (rpn)
RPN adalah indicator kekritisan untuk menentukan tindakan koreksi yang sesuai dengan moda kegagalam.
RPN digunakan oleh banyak prosedur FMEA untuk menaksir resiko menggunakan tiga kriteria:
SEVERITY : keparahan efek, seberapa serius efek yang ditimbulkan
OCCURANCE : Bagaimana penyebab terjadinya dan akibatnya dalam moda kegagalan
DETECTION : Bagaimana kegagalan atau penyebab dapat dideteksi sebelum mencapai pelanggan.

RPN = SxOxD, nilai RPN yang tinggi memberikan pertimbangan untuk tindakan korektif pada moda
kegagalan.

Menetapkan “cut off point”dengan Pareto

 Urutkan failure mode dengan nilai RPN dari yang tertinggi ke yang terendah
 Hitung persentase kumulatif
 Perhatikan nilai kumulatif sampai dengan 80 %, maka pada nilai kumulatif 80 % tersebut
kita tetapkan sebagai “cut off point”

Jadi yang harus ditindak lanjuti dengan solusi adalah: modus 1, 4, 3, 2


tabel

dus- Penyebab Akibatnya Kemungkinan Tingkat Kemudahan Risk Solusi Indikator untuk
dus terjadinya terjadinya ( kepatahan dideteksi Priority mengukur
agalan/ O= (S= (D= Number(RP keberhasilan dari
alahan Occurrence) Severity) Detectability) N) solusi
RPN =
OxSxD
Occurence Rating Scale

Detection Rating Scale


Severity Rating Scale
CONTOH :

FAILURE MODE & EFFECT ANALYSIS (FMEA)


UNIT LAYANAN LABORATORIUM

Gambar Alur Proses (SOP) Yang Akan di Analisis:

I.dentifikasi Failure Modes :

No Tahapan Kegiatan Pada Alur Proses Failure Modes


1. Pra Analitik :

1. Penerimaan blangko pemeriksaan 1. Salah identifikasi


2. Salah permintaan pemeriksaan
3. Salah identifikasi
4. Pasien menolak pengambilan sampel
2. Petugas memanggil pasien untuk identifikasi 5. Pasien salah tanda tangan
6. Salah label
3. Informed consent 7. Salah sampel

4. Pelabelan
5. Pengambilan sampel

2. Analitik :

6. Pemeriksaan 8. Salah pemeriksaan


7. Validasi 9. Salah pembacaan

3. Paska Analitik :

8. Pencatatan 10. Salah pencatatan


9. Pemanggilan 11. Salah orang

II. Tujuan melakukan analisis FMEA:

1. Meminimalkan resiko dari pelayanan laboratorium di Puskesmas


2. Mengetahui penyebab terjadinya insiden yang kemungkinan bisa terjadi
3. Merumuskan kemungkinan – kemungkinan yang bisa menjadi penyebab terjadinya insiden
4. Merumuskan pemecahan – pemecahan atau solusi dan rencana tindak lanjut terhadap insiden keselamatan
pasien yang kemungkinan bisa terjadi (bisa berpotensial menimbulkan cidera.
Berdasarkan perhitungan RPN dan perhitungan dalam menentukan cut off point, didapatkan 4 modus
kegagalan yang harus ditindak lanjuti dengan solusi yaitu :

1. Salah identifikasi (penerimaan blangko)


2. Salah pencatatan
3. Salah identifikasi (petugas memanggil pasien)
4. Salah permintaan pemeriksaan

V. PELAKSANAAN

 Dilakukan perbaikan SOP alur pelayanan laboratorium


 Dilakukan sosialisasi SOP alur pelayanan laboratorium yang baru

Gambar Alur (SOP) Laboratorium yang Telah dilakukan FMEA


CONTOH :

FAILURE MODE & EFFECT ANALYSIS (FMEA)


UNIT LAYANAN FARMASI

Gambar Alur Proses (SOP) Yang Akan di Analisis:

I.Identifikasi Failure Modes :

No Tahapan Kegiatan Pada Alur Proses Failure Modes


1. Pra peracikan obat :

1. Penerimaan resep 1. Salah identifikasi


2. Resep tertukar
3. Pengisian data kelengkapan resep kurang lengkap
4. Resep tidak dapat dibaca
2. Memeriksa kelengkapan resep

2. Peracikan obat :

3. Penyiapan obat 5. Resiko kegagalan pengambilan obat


6. Resiko kegagalan salah dosis dalam meracik obat
7. Salah labeling
8. Salah checking
4. Pelabelan obat

3. Paska peracikan obat :

5. Penyerahan obat ke pasien 9. Salah pemberian obat kepada pasien (salah identitas)
6. Pemberian informasi 10. Resiko kegagalan dalam memberikan KIE

II. Tujuan melakukan analisis FMEA:

1. Meminimalkan resiko dari pelayanan obat di Puskesmas


2. Mengetahui penyebab terjadinya insiden yang kemungkinan bisa terjadi
3. Merumuskan kemungkinan – kemungkinan yang bisa menjadi penyebab terjadinya insiden
keselamatan pasien
4. Merumuskan pemecahan – pemecahan atau solusi dan rencana tindak lanjut terhadap insiden
keselamatan pasien yang kemungkinan bisa terjadi (bisa berpotensial menimbulkan cidera).
meNETAPKAN Cut Off Point :

Modus kegagalan/ kesalahan RPN Kumulatif Presentase Kumulatif Keterangan


Salah pengambilan obat 252 252 15.67%
Salah identitas 224 476 29.04%
Resep tertukar 224 700 43.53%
Salah dosis obat saat peracikan 224 924 57.46%
Salah labelling 224 1148 71.39%
Salah checking 147 1295 80.53% Cut off point
Salah pemberian informasi seputar obat 120 1415 88%
Salah pemberian obat kepada pasien (salah identitas) 80 1495 92.97%
Resep tidak dapat dibaca 64 1559 96.96%
Pengisian data kelengkapan resep kurang lengkap 49 1608 100%

Berdasarkan perhitungan RPN dan perhitungan dalam menentukan cut off point, didapatkan 6 modus
kegagalan yang harus ditindak lanjuti dengan solusi yaitu :

1. Salah pengambilan obat


2. Salah identitas
3. Resep tertukar
4. Salah dosis obat saat peracikan
5. Salah labeling
6. Salah checking

IV. PELAKSANAAN

 Pemisahan obat gol. LASA


 Pemisahan penyimpanan obat yang kadaluarsa
 Dilakukan perbaikan SOP alur pelayanan farmasi
 Dilakukan sosialisasi SOP alur pelayanan farmasi yang baru
Gambar Alur (SOP) Ruang Farmasi yang Telah dilakukan FMEA

CONTOH :

FMEA UNIT LAYANAN PENDAFTARAN DI PUSKESMAS (CONTOH KASUS)


Gambar Alur Proses Yang Akan di Analisis:

. Identifikasi Failure Modes :


No Tahapan Kegiatan Pada Alur Proses Failure Modes
1. Pra Pendaftaran :
1. Pasien mengambil nomer antrian 1. Mengambil nomer antrian lalu pulang
2. Salah mengambil jenis nomer antrian (nomer
antrian sesuai usia/pelayanan yang dituju)
2. Petugas memanggil pasien sesuai dengan nomer 3. Pasien tidak ada saat dipanggil
urut antrian

2. Pendaftaran :
3. Petugas melakukan identifikasi pasien 4. Salah identifikasi pasien yang akan berobat
4. Petugas menanyakan & meminta identitas pasien 5. Pasien tidak membawa KTP/kartu berobat
(pasien lama)
6. Pasien tidak membawa kartu BPJS untuk pasien
baru
3. Paska Pendaftaran :
5. Petugas memberi stempel ruang/unit layanan yang7. Salah stempel ruang
dituju

II. Tujuan melakukan analisis FMEA:


1. 1. Meminimalkan resiko dari pelayanan loket pendaftaran di Puskesmas
2. 2. Mengetahui penyebab terjadinya insiden yang kemungkinan bisa terjadi
3. Merumuskan kemungkinan – kemungkinan yang bisa menjadi penyebab terjadinya insiden
Berdasarkan perhitungan RPN dan perhitungan dalam menentukan cut off point, didapatkan 4 modus
kegagalan yang harus ditindak lanjuti dengan solusi yaitu :

1. Pasien mengambil nomer antrian lalu pulang


2. Salah stempel tanggal pada lembar status (pelayanan yang di tuju) di rekam medik pasien
3. Pasien salah mengambil jenis nomer antrian (nomer antrian sesuai usia/pelayanan yang dituju)
4. Pasien tidak ada saat nomer antrian nya dipanggil

V. PELAKSANAAN
- Dilakukan perbaikan SOP alur pelayanan pendaftaran
- Dilakukan sosialisasi SOP alur pelayanan pendaftaran yang baru
- Dibuat keterangan tentang jenis antrian di sebelah nomer antrian

GAMBAR ALUR (SOP) PENDAFTARAN YANG TELAH DILAKUKAN FMEA


9.1.1.8 Register Risiko Pelayanan Puskesmas (Contoh Register Risiko Untuk Pelayanan
Klinis/UKP & Sarana Prasarana

REGISTER RISIKO PELAYANAN FKTP (PUSKESMAS)

- Risiko yang mungkin terjadi akibat penyelenggaraan pelayanan oleh FKTP (PUSKESMAS) :
* Risiko akibat penyelenggaraan pelayanan klinis
* Risiko akibat penyelenggaraan kegiatan UKM
* Risiko yang terkait dengan kondisi sarana, prasarana, dan peralatan yang ada di Puskesmas

- Isi register risiko :


1. Unit kerja/kegiatan pelayanan
2. Risiko - risiko yang mungkin terjadi
3. Tingkat risiko (dihitung dengan memperhatikan dampak risiko dan kemungkinan terjadinya)
4. Penyebab terjadinya
5. Akibat jika terpapar
6. Pencegahan
7. Upaya penanganan jika terpapar
8. Penanggung jawab
9. Pelaporan
Contoh Register Risiko Pelayanan Klinis (UKP) & Sarana Prasarana
9.1.1.5

Insiden internal, Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kondisi Potensial Cedera (KPC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Sentinel,
Contoh Kasus

Insiden Internal & Contoh Kasus

Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien
terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian
Potensial Cedera.

 Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera
pada pasien
 Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai
terpapar ke pasien
 Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak timbul cedera
 Kejadian Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden
 Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera
berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik
maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.

Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk
mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran

Contoh kasus insiden internal (Pasien yang berobat di ruang pemeriksaan umum dan kesehatan gigi dan
mulut, mendapat 2 resep dengan masing-masing resep terdapat antibiotika/double antibiotika)
9.1.2.1

Contoh Panduan Evaluasi Perilaku Petugas Pemberi Layanan Klinis (Self Evaluation &
Peer Review)
PANDUAN PELAKSANAAN EVALUASI MANDIRI (SELF
EVALUATION) & PENILAIAN REKAN (PEER REVIEW) TERHADAP
PERILAKU PETUGAS PEMBERI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS SIDOARJO

I. DEFINISI
Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan analisis dan penyajian informasi
yang sesuai untuk mengetahui sejauh mana suatu tujuan program, prosedur produk atau strategi yang
dijalankan telah tercapai sehingga bermanfaat bagi pengambilan keputusan serta dapat menentukan
beberapa alternative keputusan untuk program selanjutnya. Evaluasi adalah untuk membangun dan
afirmatif, bukan untuk menghakimi.

Self evaluation atau evaluasi mandiri merupakan alat belajar mandiri (self-directed device), yang bisa
digunakan untuk mengembangkan diri. Karena dengan self evaluation kita dapat mengetahui kelebihan dan
kelemahan masing-masing sehingga dimungkinkan akan memperbaiki kekurangan dan meningkatkan
kelebihan tersebut secara terus-menerus. Self evaluation dapat menumbuhkan sikap mandiri dalam
mengevaluasi secara rasional kekurangan diri sendiri sehingga berdampak pada perenungan diri.

Peer review atau peer evaluation merupakan sebuah proses dimana seseorang menilai hasil kerja teman
sejawatnya. Peer review dapat digunakan untuk membantu dalam mengembangkan kemampuan bekerja
sama, mengkritisi proses dan hasil belajar orang lain dan menerima feedback atau kritik dari orang lain.

Kombinasi penggunaan evaluasi mandiri (self evaluation) dan evaluasi rekan (peer assessment) untuk
penilaian formatif akan lebih meningkatkan efektifitas penilaian. Evaluasi mandiri dan evaluasi rekan (peer
review) perilaku pemberi layanan klinis merupakan bentuk evaluasi atau penilaian terhadap perilaku
pemberi layanan klinis.

Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada, tetapi juga perilaku petugas
dalam pemberian pelayanan klinis. Tenaga klinis perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam
pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada sistem pelayanan maupun perilaku
pelayanan yang mencerminkan budaya keselamatan dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.

II. RUANG LINGKUP

Dalam penyelenggaraanya upaya puskesmas dan pelayanan klinis memperhatikan mutu layanan klinis
untuk kepuasan pelanggan. Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada,
tetapi juga perilaku petugas dalam pemberian pelayanan klinis. Tenaga klinis perlu melakukan evaluasi
terhadap perilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada sistem pelayanan
maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan budaya keselamatan dan budaya perbaikan pelayanan
klinis yang berkelanjutan. Adapun ruang lingkup penilaian atau evaluasi mandiri (self evaluation) dan
penilaian rekan (peer review) melibatkan tenaga pemberi layanan klinis di puskesmas Sidoarjo. Penilaian
perilaku pemberi layanan klinis berdasarkan dari tata nilai Puskesmas Sidoarjo yaitu “ CERIA” yang
meliputi :

Cakap : memiliki kompetensi dan kemampuan yang terlatih dalam memberikan


pelayanan kesehatan sesuai SOP yang ditetapkan dapat diukur dan dipertanggung
jawabkan.
Empati : tanggap dalam melayani seluruh masyarakat dan rekan sekerja
Ramah : komunikatif dalam melayani masyarakat maupun dengan rekan sekerja.
Ikhlas : memiliki budaya mutu (terlatih, tanggap dan komunikatif) dalam melayani
masyarakat maupun dengan rekan sekerja.
Aman : memberikan pelayanan kesehatan yang memperhatikan keselamatan pasien.

III. TATA LAKSANA

Cara melakukan penilaian perilaku pemberi layanan klinis dilakukan dengan mengukur indikator-indikator
yang dapat dinilai dan diamati. Indikator yang digunakan sebagai penilaian perilaku memberi layanan
klinis yaitu :

 Cakap atau terampil menggunakan indikator kepatuhan terhadap SOP pelayanan klinis yang
telah disusun dan ditetapkan di Puskesmas Sidoarjo. Penilaian dengan menggunakan daftar tilik
SOP layanan klinis. Indikator yang digunakan untuk memonitoring kecakapan petugas yaitu
melalui kepatuhan petugas dalam menggunakan masker (APD) dan kepatuhan petugas dalam
melakukan DTT dan sterilisasi
 Empati atau tanggap menggunakan respon time/waktu tanggap pelayanan di masing - masing
unit pelayanan di Puskesmas Sidoarjo.
 Ramah atau komunikatif menggunakan indikator kepatuhan petugas dalam pengisian
informed consent. Indikator yang digunakan untuk memonitoring keramahan petugas dalam
memberikan layanan klinis yaitu kepatuhan petugas dalam pemberian KIE etika batuk
 Ikhlas atau budaya mutu menggunakan gabungan hasil penilaian dari Cakap, Empati dan Ramah
 Aman atau keselamatan pasien menggunakan indikator dari 6 sasaran keselamatan pasien yang di
monitoring di Puskesmas Sidoarjo.

Penilaian/monitoring dari indikator – indikator tersebut dilakukan setiap hari di unit layanan yang ada di
Puskesmas Sidoarjo. Dimana penilaian ini bisa dilakukan dengan menilai rekannya sendiri (peer review)
jika yang bertugas di unit layanan tersebut lebih dari 1 orang petugas tetapi jika di unit layanan itu hanya
ada 1 petugas maka petugas tersebut menilai diri sendiri (self evaluation). Pendokumentasian/hasil
monitoring ini dikumpulkan setiap bulan ke tim mutu Puskesmas Sidoarjo untuk kemudian oleh tim mutu
diolah dan disajikan dalam bentuk penilaian perilaku pemberi layanan klinis Puskesmas Sidoarjo.

IV. DOKUMENTASI
DAFTAR HADIR
KEGIATAN………………………………………..

Tanggal :
NO Nama Umur Alamat Pemeriksaan Tanda Tangan

Pasir pengaraian, ………………………

Anda mungkin juga menyukai