Anda di halaman 1dari 17

Transdisiplin dalam Kasus Akuntansi

Rama Dwiyantoro

8335152504

A. Latar Belakang/ Fokus Masalah


Akal merupakan salah satu anugrah yang diberikan oleh Tuhan yang sangat amat
berharga diterima oleh umat manusia. Lewat akal manusia dapat menggabungkan proses berpikir
secara rasional dan naluri di hatinya untuk melakukan kegiatan sehari harinya dan itu yang
membedakan manusia dengan hewan yang hanya mngandalkan naluri tanpa adanya proses
berpikir dalam melakukan setiap tindakannnya. Melalui proses berpikir dan mengembangkan
potensi intelektualnya untuk memenuhi rasa ingin tahu yang ada di dalam diri manusia, maka
muncul lah sebuah ilmu yang mengalami perkembangan secara terus menerus setiap harinya,
karena rasa ingin tahu yang dimiliki manusia yang sangat tidak terbatas.

Perkembangan ilmu pengetahuan terus berkembang setiap harinya dan melahirkan


berbagai macam disiplin ilmu yang terbagi ke dalam dua rumpun yaitu social dan alam. Masing-
masing disiplin ilmu tersebut cenderung berkembang secara masing- masing karena memiliki
cara pandang yang berbeda dalam melihat sesuatu. Artinya, suatu disiplin ilmu terkadang
dipandang, dipahami dan dipelajari secara terpisah dari disiplin yang lainnya, meskipun
terkadang ada beberapa disiplin ilmu yang memiliki titik singgung. Perkembangan beragam
disiplin ilmu itu pada dasarnya merupakan kekayaan dan keajaiban luar biasa bagi peradaban
manusia. Disiplin-disiplin yang berbeda memperkaya cara pandang manusia dalam melihat
segala hal dan memecahkan persoalan yang merekaalami. Berbagai teori dan aplikasi ilmu dan
teknologi telah ditemukan dan dikembangka nuntuk kepentingan manusia, melalui berbagai
proses penelitian pada masing-masing disiplin ilmu tersebut.

Perkembangan ilmu dan teknologi juga menimbulkan semakin kompleksnya masalah –


masalah yang ada di dunia. Apgar et. Al. (2009:1), menyatakan bahwa, “Masalah paling penting
yang dihadapi manusia adalah masalah kompleksitas yang dicirikan dengan ketidak menentuan,
multiperspektif dan proses saling keterkaitan antara satu sama lain”.
Kompleksitas adalah hukum alam dan kesaling-terkaitan antar komponen yang kompleks
tersebut adalah hukum alam. Semua permasalahan yang dihadapi manusia tidak dapat dipahami
dan dipecahkan dengan hanya menggunakan satu sudut pandang atau lebih singkatnya dengan
tidak hanya menggunakan satu disiplin. Faktanya, semua teknologi sebagai penerapan ilmu
untuk kebutuhan praktis manusia merupakan sinergi antar berbagai disiplin. Sebagai contoh,
kenyamanan suatu kursi dengan empat kaki yang sering kita duduki merupakan sinergi anatara
disiplin ilmu matematika, fisika, ekonomi, dan lain-lain. Asumsi inilah yang membuat para
pakar, khususnya mereka yang berkecimpung dalam penelitian atau upaya memahami dan
memecahkan masalah apapun memandang perlu menggunakan pendekatan lintas-disiplin
(transdisiplin).

Tidak terkecuali masalah–masalah terkait akuntansi yang memerlukan sudut pandang


dari ilmu – ilmu lain dan bukan hanya ilmu akuntansi. Kasus-kasus kecurangan seperti kasus
Enron yang bangkrut pada 2001. Hal ini menjadi kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS.
Perusahaan ini bangkrut akibat skema penipuan akuntansi yang spektakuler, didalangi oleh para
eksekutif perusahaan. ataupun kasus yang ada di Indonesia yaitu, sembilan Kantor Akuntan
Publik, telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-
1997. Sembilan KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak
melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai
dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di
antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999 dan
masih banyak kasus pelanggaran ilmu akuntansi yang terjadi di Indonesia ataupun di luar negeri.

Permasalah tersebut sebenarnya akan bisa dicegah apabila kita menerapkan prinsip
transdisiplin dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Permasalahan yang sering timbul
karena masih terdapat pemahaman dari orang-orang untuk tidak mau berkembang dan hanya
fokus pada ilmu yang dipelajarinya tanpa melihat disiplin ilmu yang lain yang sebenarnya ada
keterkaitannya antara satu ilmu dengan ilmu yang lain, maka diperlukannya juga penerapan
pendidikan transdisplin untuk menyelesaikan masalah-masalah akuntansi yang semakin hari
semakin bersifat kompleks. Di dalam tulisan ini, saya akan mencoba membahas apa itu
transdisiplin sendiri dan bagaimana prinsp transidiplin dapat memecahkan masalah global yang
sifatnya kompleks khususnya masalah yang terkait dengan akuntansi.
B. Pembahasan

1. Definisi Transdisiplin
Pendekatan transdisiplin memiliki perbedaan dengan pendekatan multidisiplin dan
interdisiplin. Pendekatan multidisiplin dan interdisiplin memperlihatkan disiplin yang
tersegmentasi. Kedua pendekatan ini, multidisiplin dan interdisiplin, tidak memiliki konsep
integrasi yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang ada.
Pendekatan multidisiplin masih memperlihatkan unsur-unsur monodisiplin di dalamnya, baik
pendekatan interdisiplin maupun multidisiplin belum memperlihatkan adanya keluasan
pemikiran yang terintegrasi yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang bersifat global
dan kompleks (Sabarti, 2011:5).

Dalam proceeding Simposium Internasional UNESCO (1998:5) “Transdisciplinarity:


Towards Integrative Process and Integrated Knowledge”, dikutip ungkapan Prof. Sommervile
yang menyatakan bahwa, “We speak the language of our discipline, which raises two
problems: first, we may not understand the languages of the other disciplines; second,
more dangerously, we may think that we understand these, but do not, because although
the same terms are used in different disciplines, they mean something very different in
each”. Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa kita sering berbicara dengan bahasa disiplin
kita. Padahal terkadang hanya akan menimbulkan dua masalah. Pertama, kita mungkin
tidak memahami bahasa disilpin ilmu yang lain dan kedua, lebih berbahaya lagi, kita
mungkin berpkiri bahwa kita memahami masalah tersebut berdasarkan disiplin kita, padahal
tidak. Karena meskipun satu istilah yang sama digunakan dalam disiplin yang berbeda,
istilah-istilah tersebut memiliki makna yang sangat berbeda sehingga dipahami dengan
cara yang berbeda pula. Artinya, setiap masalah adalah kompleks. Tidak bisa
dipahami dan dipecahkan dengan dan dari hanya satu sudut pandnag atau disiplin. Itulah
gunanya sinergi lintas disiplin (transdiscilinary synergy)

Secara sederhana Tomphson mendefinisikan transdisciplinarity sebagai pemecahan


masalah bersama antara sains, teknologi dan masyarakat. Transdisipinarity is integrating and
transforming fields of knowledge from multiple perspectives to enhance understanding of
problems to be addressed, in order to improve future choices (Bronowsky, 1987).
Transdisiplinarity, yaitu mengeintegrasikan dan mentransformasi suatu bidang pengetahuan dari
multi atau berbagai perspektif untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang dicoba
dipecahkan untuk meningkatkan keputusan pilihan di masa mendatang (Bronowsky, 1987). Dari
definisi ini timbul pertanyaan, apakah transdisiplin sebagai disiplin baru atau pendekatan?
Massimiliano menjelaskan sebagai berikut: Transdisciplinarity is not a discipline but an
approach, a process to increase knowledge by integrating and transforming different perspectives
(Bayer, 1986). Transdisiplinarty bukanlah suatu disiplin tapi suatu pendekatan, suatu proses
untuk meningkatkan pengetahuan dengan mengintegrasikan dan mentransformasikan beragam
perspektif yang berbeda-beda (Bayer, 1986).

Dari pengertian-pengertian diatas dapat dismpulkan bahwa transdisiplin adalah suatu


proses yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu yang memiliki berbagai sudut pandang
berbeda dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman atas suatau hal dan atau memecahkan
masalah atau mengambil keputusan, alternatif pilihan yang lebih baik

2. Karakteristik Transdisiplin

Untuk memahami lebih jauh karakteristik


transdisiplinaritas, sebaiknya terlebih dahulu dibahas
beberapa istilah serupa tapi memilik pengertian yang
berbeda yaitu disiplinaritas, multidisiplinaritas,
interdisiplinaritas dan transdisiplinaritas. Meeth (1978)
seperti dikutip oleh Nordahl dan Serafin (2005:2)
mengilustrasikan perbedaan antara intradisiplinaritas, cross-
disiplinaritas, multidisiplinaritas, interdisiplinaritas dan transdisiplinaritas dalam hirarki seperti
diatas

Digambarkan melalui gambar tangga yang menunjukan hirarki. Paling bawah adalah
intradisiplin yaitu studi yang hanya terdiri dari satu disiplin. Naik ke tangga kedua, cross-disiplin
yaitu suatu studi dimana satu disiplin dipandang dari beberapa sudut pandang disiplin lain.
Tangga berikutnya adalah multidisiplin yaitu studi dimana antara satu disiplin dan disiplin lain
disejajarkan (juxtaposistion of disciplines), dimana masing-masing disiplin menawarkan sudut
pandangnya masing-masing tapi tidak ada upaya untuk memadukannya secara integratif. Satu
langkah di atasnya lebih mendekati transdisiplin karena kedua istilah ini sering dipakai secara
bergantian. Interdisiplin telah adau paya mengintegrasikan berbagai sudut pandang untuk
memecahkan masalah tertentu. Bedanya dengan transdisiplin, upaya integrasi berbagai sudut
pandang tersebut, didalam transdisiplin terjadi sejak awal ketika suatu masalah didefinisikan
untuk dipecahkan. Dalam studi transdisiplin, dimulai dari masalah dan secara bersama-sama
menggunakan berbabagai disiplin lain berupaya memecahkan masalah tersebut. Sementara
interdisplin dimulai dari disiplin, setelah itu mengembangkan permasalahan seputar disiplin
tersebut. Perbedaan yang paling mendasar antara transdisiplin dengan interdisiplin adalah
interdisiplin menggabungkan beberapa disiplin dengan tetap memberikan batasan pada masing-
masing disiplin, dan transdisiplin menggabungkan berbagai disiplin tanpa sekat-sekat disiplin
sama sekali.

Max-Neef (2005:6) menjelaskan secara berbeda dengan


Meeth (1998). Max-Neef memulai dengan bahasa tentang
disiplinaritas atau disiplin tunggal (mono discipline) yang
merepresentasikan suatu spesialisasi (Max-Neef, 2005: 6)
bidang keilmuan, kehalian, profesiatau bidang penelitian yang
diasosiasikan dengan bidang studi akademik seperti Biologi,
Antropologi, Fisika, Matematika, Ekonomi dan lain-lain.
Perbedaan antara disiplin, multidisiplin, interdisiplin dan
transdisiplin digambarkan seperti disamping (Max-Neef, 2005: 7)

Multidisiplinaritas adalah pendekatan dimana dua atau lebih disiplin digunakan tapi
tidak ada kerjasama antara satu disiplin dengan disiplin yang lain. Sebagai contoh, dalam suatu
institusi katakanlah bidang/divisi keuangan. Disitu terdapat ahli akuntansi, ahli manajemen, ahli
ekonomi, ahli audit, dan ahli pajak. Tapi, dalam memahami dan memecahkan masalah
kantornya, mereka menganalisis masalah sendiri-sendiri berdasarkan perspektif keilmuannya
masing-masing, digabungkan jadi satu tanpa ada integrasi satu sama lain. Nampaknya, hal ini
merupakan contoh fakta nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga setiap permasalahan
kompleks tidak dapat dipecahkan secara komprehensif. Sedangkan pluradisiplinaritas adalah
suatu pendekatan dimana telah terjadi kerjasama antar disiplin tapi tanpa koordinasi. Sebagai
contoh, dalam memecahkan masalah pasca bencana meletusnya gunung merapi, telah terjadi
kerjasama lintas disiplin, ada ahli kesehatan, ahli ekonomi, ahli psikologi, ahli pendidikan
bersama-sama melakukan upaya tapi tanpa koordinasi yang jelas mengacu pada satu tujuan
yang jelas. Interdisciplinaritas sama dengan transdisipin menurut Max-Neef, adalah pendekatan
yang merupakan satu level diatas pluradisiplinaritas, yaitu proses memahami dan memecahkan
permaslahan kompleks dari satu level konsep dibawah ke level konsep yang lebih tinggi. Lebih
jauh Max-Neef (2005:9) menggambarkannya sebagai berikut:

Diagram di atas menggambarkan transdisiplinaritas sebagai upaya memahami dan


memecahkan masalah kompleks. Level paling bawah menggambarkan “apa yang telah ada”saat
ini (what exist), yaitu disiplin ilmu yang ada. Level kedua dari bawah menunjukkan “apa yang
dapat kita lakukan”. Level tiga menunjukkan “apa yang ingin kita lakukan”. Dan level erakhir
menunjukkan “apa yang harus kita lakukan”atau “bagaimana melakukan apa yang ingin kita
lakukan”. Dengan kata lain, transdisiplinaritas merupakan upaya bagaimana melakukan apa
yang ingin kita lakukan terhadap apa yang dapat kita lakukan menggunakan berbagai disiplin
ilmu yang ada. Jika kita balik, dapat pula kita rumuskan konsep transdisiplinaritas dengan kata
lain bahwa, “Dengan memanfaatkan beberapa hal yang ada (beberapa disiplin ilmu), kita dapat
melakukan apa yang ingin kita lakukan sebagaimana seharusnya kita melakukannya.
3. Penerapan Prinsip Transdisiplin dalam Penyelesaian Masalah yang
Kompleks

Sebagaimana dikemukakan di awal, spesifikasi ilmu pengetahuan telah melahirkanapa


yang kita kenal sebagai disiplinaritas, yaitu adanya batas-batas tertentu antara satudisiplin ilmu
dengan disiplin ilmu yang lain, karena masing-masing memilikiepsitemologinya sendiri.
Biasanya satu disiplin dengan yang lain dibedakan antara laindengan obyek kajian dan
pendekatan yang digunakan untuk kajian tersebut. Sebutlah psikologi dan sosiologi sebagai
contoh. Obyek kajian kedua ilmu tersebut adalah manusia. Perbedaannya adalah psikologi
melihat manusia sebagai pribadi yang memiliki jiwa, sementara sosiologi memandang manusia
sebagai makhluk sosial. Meskipun keduanya memiliki obyek kajian yang sama, yaitu manusia,
tetapi pendekatan yangdigunakan berbeda. Namun demikian sebenarnya batas antara satu
disiplin dengan yang lain tidaklah terlalu jelas, bahkan seringkali terjadi overlap. Overlapping ini
yang sering kita sebut sebagai interdisiplinaritas. Kembali pada contoh psikologi dan sosiologi di
atas, ada posisi di mana kedua disiplin ilmu tersebut bertemu yang kemudian melahirkan
psikologisosial.Pada banyak kasus, penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi manusia
jugatidak cukup dengan menggunakan satu disiplin atau gabungan antara dua disiplin. Dari
sinilah kemudian muncul istilah multidisiplinaritas. Yaitu penggunaan berbagai disiplin ilmu
dalam memahami sesuatu atau memecahkan persoalan yang kompleks.

Pendekatan interdisiplin dan multidisiplin yang selama ini dilakukan untuk


menggabungkan berbagai pendekatan dalam melihat sebuah persoalan dianggap masih kurang
memadai, karena kedua bentuk gabungan ilmu tersebut masih menyisakan adanya batas antar
berbagai disiplin ilmu. Batas-batas yang ada antara berbagai disiplinilmu sering membuat ilmu
itu kaku atau inflexible dalam melihat berbagai persoalan. Oleh karena itu diperlukan sebuah
pendekatan ilmu yang dapat mencairkan sekat-sekat tersebut. Dalam konteks inilah
transdisiplinaritas menjadi sebuah alternatif pendekatan. Ada empat isu utama tentang masalah-
masalah yang kerap di bahas dan memerlukan pendekatan multisektoral yaitu: (1) Agresi
manusia, (2) Distribusi sumber daya secara harmonis, (3) Perkembangan pandangan dunia yang
bersifat antroposentrik, dan (4)Realisasi potensi dan pemberdayaan manusia melalui pendidikan
(Diana, 2010).
Sebagai sebuah pendekatan, transdisiplinaritas tidak dimaksudkan untuk menghilangkan
disiplin, karena transdisiplin tidak mungkin ada tanpa adanya disiplin. Menurut Nicolescu,
transdisiplinaritas bukan merupakan anti dari interdisiplinaritas danmulitidisplinaritas, ia lebih
dimaksudkan sebagai pengayaan dari inter dan multi. Lebih jauh lagi, yang membuat
transdisiplnaritas berbeda dengan pendekatan lintas disiplin lainadalah tujuannya. Tujuan dari
transdisiplinaritas adalah memahami berbagai fenomena didunia dewasa ini,yang sulit dipahami
dalam kerangka disiplin ilmu (Nicolescu, 2005). Dengan kata lain, jika melalui pendekatan
multi- dan inter- disiplin sekat-sekat disiplinmasih nampak, maka transdisiplin dimaksudkan
untuk menghilangkan sekat-sekatdisiplin dalam memandang segala persoalan untuk melihat
sesuatu atau memecahkan persoalan secara komprehensif.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kompleksitas persoalan yang terus berkembang


mengindikasikan bahwa pendekatan transdisiplinaritas dalam berbagai bentuk penelitian mutlak
diperlukan. Transdisiplinaritas sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian ilmiah
menuntutadanya keterpaduan sudut pandang dan metodologi penelitian. Penelitian transdisiplin
bermakna penelitian terhadap sebuah obyek yang kompleks dan memerlukan pertimbangan dari
berbagai perspektif. Sehingga untuk menentukan metodologi yang digunakan perlu
mempertimbangan berbagai bentuk metodologi yang dapatdipertanggung jawabkan secara
ilmiah.

4. Pendekatan Transdisiplin dalam Kasus Akuntansi

Sudah dijelaskan sebelumnya, di era kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dan era
globalisasi saat ini, permasalahan-permasalahan yang timbul dan berada di tengah-tengah
masyarakat sudah bersifat kompleks. Kompleksinitas permasalah ini, menuntut penyelesaian
yang akan semakin rumit apabila dalam penyelesaian masalah tersebut hanya menggunakan satu
disiplin ilmu. Unuk itu, penyelesaian masalah dengan mengunakan satu sudut pandang
ilmusudah tidak relevan lagi saat ini. Diperlukan sudut pandang berbagai ilmu dalam
menemukan cara bagaimana menyelesaikan masalah yang sifatnya kompleks tersebut dan
menghindari masalah tersebut terjadi lagi kemudian. Pendekatan transdisiplin dipandang menjadi
salah satu cara yang sangat cocok untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat kompleks
saat ini.

Menurut Diana (2010), ada empat isu utama tentang masalah-masalah yang kerap di
bahas dan memerlukan pendekatan multisektoral yaitu: (1) Agresi manusia, (2) Distribusi
sumber daya secara harmonis, (3) Perkembangan pandangan dunia yang bersifat antroposentrik,
dan (4)Realisasi potensi dan pemberdayaan manusia melalui pendidikan. Selain keempat isu
tersebut, masih banyak isu-isu permasalahan yang memerlukan pendekatan multisektoral yaitu
pendekatan transdisiplin. Kasus pelanggaran pemalsuan laporan keuangan dan pemalsuan
laporan audit yang dilakukan akuntan publik ataupun akuntan perusahaan yang tentunya
merugikan baik dari perusahaan ataupun pihak yang berada di luar perusahaan tetapi
menjalankan bisnisnya dengan perusahaan tersebut.

Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang berguna
dalam pengambilan keputusan untuk penggunanya. Sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk
secara jujur tanpa manipulasi dan terbuka untuk mengekspose laporan keuangannya kepada
pihak yang berkepentingan. Maraknya skandal keuangan yang terjadi baik di dalam maupun di
luar negeri telah memberikan dampak negatif kepercayaan public terhadap profesi akuntan
publik. Beberapa skandal keuangan yang terjadi di luar negeri seperti Enron, Tyco, Global
Crosing, dan Worldcom ternyata melibatkan akuntan publik.

Enron merupakan perusahaan gabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui
pipa) dengan Houston Natural Gas dan salah satu perusahaan energi terbesar di AS yang
menduduki rangking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat. Enron jatuh
bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar $ 31.2 miliyar. Dalam peristiwa ini Enron
melakukan manipulasi laporan keuangannya dengan mencatat keuntungan fiktif sebesar 600 juta
dolar AS. Enron sengaja melakukan manipulasi laporan keuangannya agar investor tetap tertarik
dengan saham yang dijualnya. Dalam kasus ini ternyata KAP Andersen berperan aktif dalam
mendukung manipulasi laporan keuangan Enron. Hal ini didorong oleh fakta bahwa sebagian
besar staff Enron berasal dari KAP Andersen. Mantan Chief audit exsekutif Enron, direktur
keuangan dan staff accounting Enron berasal dari KAP Andersen. Kasus tersebut menunjukkan
lemahnya independensi KAP Andersen terhadap Enron.
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $ 393 juta, naik
$ 100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa
Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Enron tidak
menjelaskan secara rinci tentang pembebananan biaya akuntansi (special accounting
charge/expense) sebesar $ 1 miliyar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode
tersebut merugi sebesar $ 644 juta. Akhinya Enron dan KAP Andersen dituduh melakukan
tindakan kriminal dalam bentuk manipulasi dan penghancuran dokumen yang berkaitan dengan
investigasi dan kebangkrutan Enron. Hal ini terjadi karena Andersen lebih mendukung Enron
dari pada mengungkapkan kebenaran yang terjadi. Lemahnya independensi KAP Andersen
berdampak pada kualitas audit yang buruk dan mengakibatkan kebangkrutan Enron, 5000 orang
pegawainya kehilangan pekerjaannya, investor mengalami kerugian besar dan nasib tragis
diterima oleh KAP Andersen, yaitu ditutupnya KAP legendaris dunia tersebut oleh Pemerintah
Amerika Serikat.

Dalam penyelesaian masalah dalam hal ini kecurangan yang dilakukan Enron dan KAP
Anderson tidak bisa diselesaikan hanya dengan menggunakan satu sudut pandang ilmu, yaitu
ilmu akuntansi. Dalam sudut pandang ilmu akuntansi kegiatan yang dilakukan dengan
memanipulasi keuntungan 600 juta dollar AS jelas melanggar standar akuntansi yang berlaku
secara Internasional (IFRS) dimana informasi yang diungkapkan seharusnya sesuai dengan
keadaan saat itu. Namun, jika hanya melihat satu sudut pandang akuntansi yang jelas-jelas
melanggar tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu adanya sudut pandang dari disiplin ilmu
yang lain.

Di dalam ilmu akuntansi, kita tidak akan menemukan bagaimana seharusnya pihak yang
melakukan kecurangan ini di hukum atas perbuatannya, karena ilmu akuntansi hanya mengatur
bagaimana seharusnya sebuah transaksi dicatat, dibukukan dan dilaporkan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan untuk selanjutnya sebagai bahan pembuatan keputusan. Di dalam ilmu
hukum selanjutnya, para pelaku akan dikenakan sanksi pidana ataupun denda sesuai dengan
tingkat kejahatan yang dilakukannya. Karena pada prinsipnya ilmu hukum, salah satunya
mengatur aturan-aturan tujuannya adalah mengatur tatanan kehidupan agar sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku di masyarakat agar menjaga ketertiban hidup bermasyarakat dengan
memberikan peraturan jelas mengenai apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Dan apabila
ada yang melanggar aturan-aturan yang telah diberikan di dalam ilmu hukum akan ada sanksi
yang diterima oleh orang tersebut sebagai salah satu cara memberikan efek jera kepada orang
tersebut dan orang lain agar tidak melakukan tindakan tersebut. Kewajiban hukum bagi seorang
akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan publik dapat
dimintai pertanggungjawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban hukum auditor (Herman,
2006). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011
tentang Akuntan Publik, yang diputuskan DPR RI pada tanggal 5 April 2011 dan disahkan
presiden tanggal 3 Mei 2011 dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), dan undangundang tersebut mengatur tentang regulasi
profesi, asosiasi profesi, perizinan, hak dan kewajiban, tanggung jawab, sanksi, dan lain-lain.

Selain ilmu hukum, ilmu psikologis juga mampu berperan dalam penyelesaian masalah
kecurangan akuntansi seperti yang ada di Enron. Melalui ilmu psikologi, kita dapat mengetahui
apa dasar dan motivasi seseorang untuk melakukan tindakan tersebut. Karena bisa saja,
seseorang melakukan tindakan kejahatan bukan karena keinginannya tetapi ada dorongan dari
pihak lain yang memotivasi orang tersebut untuk melakukan tindakan manipulasi. Karena
seorang akuntan, sudah pasti mengetahui mana tindakan yang seharusnya dilakukan dan mana
tindakan yang seharusnya tidak dilakukan. Tetapi karena faktor psikologis, tindakan-tindakan
yang seharusnya tidak dilakukan justru dilakukan karena adanya dorongan mental dan motivasi
untuk melakukan tindakan tersebut.

Ilmu teknologi juga dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kasus


kecurangan akuntansi yang sering terjadi di dunia. Perkembangan teknolgi dapat digunakan
untuk membangun sebuah sistem akuntansi berbasis teknologi dengan memasukan semua hal
yang berhubungan dengan akuntansi ke dalam sebuah program komputer untuk selanjutnya
diproses oleh komputer sesuai dengan program akuntansi yang dimasukkan. Hal tersebut dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya fraud apabila proses tersebut dilakukan oleh manusia.
Namun tentu saja tidak sepenuhnya menghilangkan begitu saja manusia dalam proses akuntansi,
karena ada beberapa proses akuntansi yang memerlukan pengambilan keputusan yang
menggunakan akal dan logika manusia yang tidak bisa dilakukan oleh komputer
Ilmu Ekonomi yang merupakan “bapak” dari ilmu akuntansi juga dapat berperan dalam
mengatasi permasalahan kasus kecurangan akuntansi yang sering terjadi. Melalui ilmu ekonomi,
kita akan mempunyai seberapa besar pengaruh kasus kecurangan akuntansi yang dilakukan
terhadap perekonomian secara mikro (perusahaan) dan makro (ekonomi global). Dalam kasus
Enron, kepercayaan terhadap akuntan publik mengalami penurunan akibat adanya kasus tersebut.
Para pengguna laporan keuangan terutama pihak eksternal seperti pemegang saham dan kreditor
seakan-akan enggan untun tidak langsung percaya terhadap laporan keuangan ataupun laporan
audit yang di “perdagangkan” di pasar. Padahal salah satu tugas akuntan publik adalah
memberikan informasi mengenai perusahaan apakah perusahaan tersebut dalam keadaan baik
atau tidak yang selanjutnya keputusan pihak eksternal apakah mau berinvestasi atau memberikan
kredit ke perusahaan. Akibatnya perekonomian perusahaan terganggu yang secara tidak langsung
menghambat pertumbuhan ekonomi global.

Sudut pandang selain sudut pandang ilmu akuntansi mutlak diperlukan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang ada terkait dengan akuntansi. Selain kasus kecurangan
akuntansi, masalah mengenai standar juga harus mengikuti perkembangan. Karena masalah-
masalah terkait akuntansi yang baru akan terus muncul kemudian harinya dan salah satunya
dapat dicegah dengan menggunakan standar. Dalam pembuatan standar, juga perlu
memperhatikan sudut pandang dari disiplin ilmu yang lain bukan hanya ilmu akuntansi,
tujuannya agar standar yang baru akan mampu menyelesaikan masalah atau menghindari
masalah yang bisa saja muncul yang sifatnya semakin hari semakin kompleks.

Pendidikan transdisiplin khususnya akuntansi, penulis rasa diperlukan untuk saat ini.
Pendidikan haruslah menyangkut pengembangan potensi manusia dan kemanusian seorang
peserta didik. Seorang peserta didik harus mengembangkan kehidupan pribadinya yang
menyangkut berbagai aspek kepribadian berkenaan dengan kehidupan sosial, budaya, agama,
seni, ekonomi, ilmu, dan teknologi sebagai seorang manusia. Pendidikan harus juga
mengembangkan potensi kemanusiaan seorang peserta didik seperti kepedulian terhadap
lingkungan, masyarakat, bangsa, negara, umat manusia yang dapat membawa kesejahteraan
kehidupan masyarakat. Pendidikan transdisiplin memiliki pandangan bahwa kepentingan umat
manusia adalah kepentingan utama dan bukan kepentingan disiplin ilmu, disiplin ilmu tidak
boleh menjadi pembatas kotak cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang, disiplin ilmu
yang diajarkan harus bersifat terbuka dan kebenarannya selalu bersifat “developing”. Dalam hal
akuntansi, seorang yang mempelajari dan memperdalam ilmu akuntansi harus bisa secraa terbuka
untuk membuka pemikirannya tentang sudut pandang dari ilmu lain dalam memahami suatu
masalah akuntansi. Dalam memahami dan mengatasi masalah kauntansi tentunya hal yang paling
diutamakan adalah disiplin ilmu akuntansi sendiri tetapi juga tidak mengesampingkan disiplin
ilmu lainnya seperti ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan lain-lain.. Dengan memiliki berbagai
pandangan disiplin ilmu, niscaya permasalahan yang dihadapi akan semakin mudah diatasi.
C. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
o Transdisiplin adalah suatu proses yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu yang
memiliki berbagai sudut pandang berbeda dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman atas suatau hal dan atau memecahkan masalah atau mengambil keputusan,
alternatif pilihan yang lebih baik.
o Dalam memandang dan menyelesaikan sebuah permasalahan dikenal ada tiga
pendekatan, yaitu disiplinaritas, multidisiplinaritas, interdisiplinaritas dan
transdisiplinaritas. Disiplinaritas atau disiplin tunggal (mono discipline) yang
merepresentasikan suatu spesialisasi. Multidisiplinaritas adalah pendekatan dimana dua
atau lebih disiplin digunakan tapi tidak ada kerjasama antara satu disiplin dengan disiplin
yang lain. Transdisiplin menggabungkan berbagai disiplin tanpa sekat-sekat disiplin
sama sekali.
o Pendekatan interdisiplin dan multidisiplin yang selama ini dilakukan untuk
menggabungkan berbagai pendekatan dalam melihat sebuah persoalan dianggap masih
kurang memadai, karena kedua bentuk gabungan ilmu tersebut masih menyisakan adanya
batas antar berbagai disiplin ilmu. Batas-batas yang ada antara berbagai disiplinilmu
sering membuat ilmu itu kaku atau inflexible dalam melihat berbagai persoalan. Oleh
karena itu diperlukan sebuah pendekatan ilmu yang dapat mencairkan sekat-sekat
tersebut. Dalam konteks inilah transdisiplinaritas menjadi sebuah alternatif pendekatan.
o Sebagai sebuah pendekatan, transdisiplinaritas tidak dimaksudkan untuk menghilangkan
disiplin, karena transdisiplin tidak mungkin ada tanpa adanya disiplin. Transdisiplinaritas
bukan merupakan anti dari interdisiplinaritas danmulitidisplinaritas, ia lebih dimaksudkan
sebagai pengayaan dari inter dan multi. Lebih jauh lagi, yang membuat transdisiplnaritas
berbeda dengan pendekatan lintas disiplin lainadalah tujuannya. Tujuan dari
transdisiplinaritas adalah memahami berbagai fenomena didunia dewasa ini,yang sulit
dipahami dalam kerangka disiplin ilmu
o Dalam penyelesaian masalah Enron dan KAP Anderson tidak bisa diselesaikan hanya
dengan menggunakan satu sudut pandang ilmu, yaitu ilmu akuntansi. jika hanya melihat
satu sudut pandang akuntansi yang jelas-jelas melanggar tidak akan menyelesaikan
masalah. Perlu adanya sudut pandang dari disiplin ilmu yang lain.
o Di dalam ilmu akuntansi, kita tidak akan menemukan bagaimana seharusnya pihak yang
melakukan kecurangan ini di hukum atas perbuatannya,bagaimana motivasi dan
dorongan psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan tersebut,
bagaimana sistem akuntansi berbasis teknologi yang dapat digunakan untuk mencegah
hal tersebut dan bagaimana dampak dari kejahatan tersebut terhadap ekonomi perusahaan
dan ekonomi secara global. Karena ilmu akuntansi hanya mengatur bagaimana
seharusnya sebuah transaksi dicatat, dibukukan dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan untuk selanjutnya sebagai bahan pembuatan keputusan.
o Pendidikan transdisiplin khususnya akuntansi, diperlukan untuk saat ini seorang yang
mempelajari dan memperdalam ilmu akuntansi harus bisa secraa terbuka untuk membuka
pemikirannya tentang sudut pandang dari ilmu lain dalam memahami suatu masalah
akuntansi. Dalam memahami dan mengatasi masalah kauntansi tentunya hal yang paling
diutamakan adalah disiplin ilmu akuntansi sendiri tetapi juga tidak mengesampingkan
disiplin ilmu lainnya seperti ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan lain-lain..

2. Saran

Pendekatan transdisiplin harus segera disosialisasikan kepada masyarakat luas melalui


pendidikan transdisiplin. Karena mngingat permasalahan yang semakin kompleks yang tidak
bisa lagi diselesaikan hanya dengan satu disiplin ilmu melainkan berbagai disiplin ilmu.
Perkembangan era globalisasi mempengaruhi seluruh bidang keilmuan untuk terus ikut
berkembang, termasuk akuntansi. Seorang akuntan harus mampu terus mengikuti perkembangan
zaman yang saat ini seorang kauntan dituntut untuk tidak hanya sekedar paham mengenai ilmu
akuntansi tetapi juga paham akan ilmu teknologi dan ilmu hukum, karena kedepannya
kemungkinan dunia akuntansi akan segera digantikan dengan mesin. Untuk itu, seorang akuntan
juga harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan perubahan tersebut. Selain itu. ilmu sosial
dan psikologis juga diperlukan oleh para akuntan untuk menanamkan dan memperkuat nilai dan
norma yang berlaku, mana yang tidak boleh dan mana yang boleh dilakukan seorang akuntan
sesuai profesinya dalam dunia kerja, tujuannya agar kasus-kasus seperti Enron tidak terjadi lagi
di kemudian hari.
Daftar Referensi
Apgar, J, Marin, Alejandro Argumendo dan Will Allen, 2009, “Buliding Transdisciplinarity
for Managing Complexity”, dari http://learningforsustainability.net/pubs/Building
TransdisciplinarityforManagingComplexity.pdf diunduh tanggal 1 Juli 2018.

Akhadiah, Sabarti, 2011, “Filsafat Ilmu Lanjutan”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Bayer, Elizabeth, 1986, “Interdisciplinary studies in the humanities: A directory”, N.J. Scarerow
Press, Metuchen.

Bronowsky, J, 1987, “The Ascent of Man, Boston”, USA: Little Brown & Co, Boston, USA.

Hasan, Said Hamid, 2007, “Transdisciplinarity dalam Pendidikan dengan Referensi Khusus pada
Kurikulum”, dari http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR.PEND._SEJARAH/19440310196
7101-SAIDHAMIDHASAN/Makalah/Transdisciplinarity_Dalam_Pendidikan.pdf diunduh
tanggal 1 Juli 2018.

Li, Yuhao, 2010, “The Case Analysis of the Scandal of Enron” dari
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.663.9418&rep=rep1&type=pdf
diunduh tanggal 1 Juli 2018.

Manfred, A, Max-Neef, 2005, “Commentary: Foundation of Transdisciplinarity”, ELSEVIER


Ecological Economic: Chile.

Nicolescu, Basarab, 2005, “Towards Transdisciplinary Education and Learning” dari


http://www.metanexus.net/conference2005/pdf/nicolescu.pdf diunduh tanggal 1 Juli 2018.

Nomida, Diana, 2010, “Filsafat Ilmu Lanjutan (II)” buku Ajar PPs Universitas Negeri Jakarta.

Nowotny, Helga, 2006, “The Potential of Transdisciplinarity”, dari http://www.helga-


nowotny.eu/downloads/helga_nowotny_b59.pdf diunduh tanggal 1 Juli 2018.

Rolf Nordahl dan Stefania Serafin, 2005, “Using problem based learning to
supporttransdisciplinarity in an HCI education” dari http://vbn.aau.dk/files/16104806/HCI
ed08final.pdf diunduh tanggal 1 Juli 2018.

Suriasumantri, S, Jujun, 2007, “Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer”, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.

Tegoeh, Herman Fikri, 2016, “Kejahatan Akuntansi dalam Kaitannya dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2011” dari https://media.neliti.com/media/publications/178371-ID-
kejahatan-akuntansi-dalam-kaitannya-deng.pdf diunduh tanggal 1 Juli 2018.
UNESCO, 1998, ”Transdisciplinarity: Stimulating Synergies, Integrating Knowledge”, dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0011/001146/114694eo.pdf diunduh tanggal 1 Juli 2018.

Anda mungkin juga menyukai