Anda di halaman 1dari 8

Nama : Salsabila Zelvananda

Nim : 21075106
Matkul : Kurikulum Pendidikan Teknologi Kejuruan
Resume
Landasan Filosofis dan Psikologis dalam pengembangan kurikulum
Pengembangan Kurikulum
Mengenai pengembangan kurikulum, Oliva (1992: 26) menjelaskan bahwa hal tersebut
berkaitan dengan perubahan dan perbaikan pada kurikulum yang meliputi tahap permulaan,
penerapan dan tahap evaluasi. Masih menurut Oliva, peningkatan kurikulum lebih mengacu pada
hasil dari pengembangan kurikulum. Tahapan-tahapan pengembangan kurikulum sebagaimana
dijelaskan oleh Oliva (1992: 26) adalah sebagai berikut:
1. Tahap perencanaan. Langkah awal dalam pengembangan kurikulum ini diisi dengan tahapan
berpikir, pengambilan keputusan dan pengambilan langkah tindakan.
2. Tahap penerapan. Tahapan ini merupakan pelaksanaan atau tindakan, yakni mengenai
bagaimana kurikulum itu harus disampaikan kepada sasaran atau siswa.
3. Tahap evaluasi. Langkah akhir dalam pengembangan kurikulum ini mengandung pelaksanaan
berupa menilai dan melihat keberhasilan pengembangan kurikukum terhadap siswa. Atas hasil
penilaian dan pengamatan itulah diputuskan perlu atau tidaknya melakukan revisi.
Dalam pelaksanaannya, beragam model dikemukakan sebagai langkah pengembangan
kurikulum. Salah satu model pengembangan kurikulum disodorkan oleh Oliva (1992: 174-175),
yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. tentukan kebutuhan siswa secara umum
2. tentukan kebutuhan masyarakat luas
3. tulis tujuan pendidikan dan filosofinya
4. tentukan kebutuhan siswa di sekolah
5. tentukan kebutuhan masyarakat secara khusus
6. tentukan kebutuhan mata pelajaran
7. tentukan tujuan akhir kurikulum di sekolah
8. tentukan hasil yang ingin dicapai di sekolah
9. penorganisasian dan pelaksanaan kurikulum
10. tentukan tujuan instruksional umum
11. tentukan tujuan instruksional khusus
12. pilih strategi instruksional
13. pilih strategi evaluasi
14. penerapan strategi instruksional
15. pilihan akhir strategi evaluasi
16. evaluasi dan modifikasi komponen
17. evaluasi kurikulum dan modifikasi kurikulernya
Langkah model Oliva ini secara eksplisit memunculkan perlunya pengembang kurikulum
memahami kajian filosofis sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum.
Filosofi Sebagai Landasan Dalam Pengembangan Kurikulum
Sebagai rangkaian cara untuk memahami filosofi sebagai landasan pengembangan kurikulum
kita perlu memahami kajian mengenai filosofi itu sendiri dan penerapan filosofi dalam
pengembangan kurikulum. Menurut Kneller (2000: 46), filosofi adalah upaya berpikir dalam
tataran paling umum dengan cara sistematik mengenai semua hal di alam semesta, atau mengenai
semua realitas.
Upaya tersebut disebabkan oleh adanya rasa ingin tahu pada manusia. Filsuf memang berbeda
dengan ilmuwan, karena ilmuwan mempelajari bagian-bagian alam semesta sedangkan filsuf
sebaliknya. Ini dikarenakan para filsuf cenderung menemukan beberapa pola yang membuatnya
mampu memahami kesimpulan tentang sesuatu. Kesimpulan tersebut juga mengisyaratkan
bahwa manusia hanyalah salah satu bagian dari terjadinya sesuatu. dan tanpa pola-pola tertentu,
pengalaman manusia tidaklah bermakna. Kneller (2000:46) juga menyebutkan bahwa filosofi
membantu manusia dalam mengorganisasikan gagasannya dan menemukan makna dalam pikiran
maupun tindakan. Pemikiran yang dituangkan Kneller (2000:49) juga menyatakan Filosofi tidak
hanya sebagian dari pengetahuan kita atas seni, ilmu alam, dan agama.
Filosofi bahkan menggenggam semua disiplin tersebut dalam tingkat teoritis dan menemukan
serta menjelaskan dan membangun hubungan diantara mereka. Sekali lagi, filosofi berusaha
untuk membangun makna logis diantara semua area pemikiran. Fillosofi sebagaimana disebutkan
Kneller, turut melibatkan tentang cara berpikir dan berfilosofi merupakan hal paling penting
dalam filosofi (2000: 47).
Amstrong (2003: 107) menegaskan bahwa filosofi sangatlah sesuai dengan dunia nyata.
Keberadaan cara pandang filosofi anda akan menentukan jawaban anda atas pertanyaan-
pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana menentukan sifat baik dan buruk?
2. Bagaimana menentukan mana yang salah dan yang benar?
3. Bagaimana caranya menyampaikan suatu kebenaran?
4. Pengetahuan macam apa yang memang sangat patut diketahui?
5. Bagaimana saya seharusnya memperlakukan orang lain, dan bagaimana seharusnya orang lain
memperlakukan saya? Singkatnya, filosofi berperan membantu kita dalam mengetahui sisi
normatif, moral, estetika, dan melakukan kritik.
Kita akan semakin terbantu untuk menguak berbagai sisi tersebut manakala kita mampu
mengenali keragaman tradisi berpikir secara filosofis.
Amstrong (2003: 107-108) menjelaskan tentang adanya tiga aliran dalam filosofi, yakni
idealisme, realisme, dan pragmatisme.
1. Idealisme
Idealisme dibawa oleh pemikiran yang dituangkan Plato. Kaum idealis meyakini bahwa
kenyataan tidak ditemukan pada apa yang dapat kita rasakan. Yang dimaksud sebagai dunia
nyata adalah dunia mental berupa ide atau ideal. Apa yang kita temukan selama ini hanyalah
berupa kenyataan bentuk paling akhir yang bisa diukur. Bagi kaum idealis, kebenaran umum dan
nilai-nilai penting memanglah ada. Sebagai pendidik, tugas anda adalah untuk membawa ide
yang bersifat abstrak ke tingkat kesadaran. Sesuai dengan pandangan ini, maka sangatlah penting
untuk mengajarkan siswa tentang budaya turun temurun umat manusia dan terutama mengenai
usaha manusia di setiap zaman untuk meningkatkan pemahaman yang lebih sempurna mengenai
kebenaran tertinggi. Bentuk kurikulum yang secara kuat menekankan filosofi, teologi,
pengetahuan liberal, dan ilmu seni biasanya sejalan dengan gaya pikiran kaum idealis.
2. Realisme
Realisme menyatakan bahwa sangatlah penting untuk mempelajari kebenaran yang kekal.
Kebenaran yang dimaksud ini akan ditemukan di dunia nyata yang keberadaannya terpisah dari
gagasan terukur. Tokoh Realisme adalah Aristotle. Bagi kaum realis, ujian kebenaran adalah
ketika ada sebuah ide yang ditemukan sesuai dengan kenyataan. Untuk itulah kaum realis
mengandalkan cara berpikir rasional. Mereka juga menempatkan prioritas tinggi pada
pembelajaran siswa yang berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir. Mereka
mempercayakan pakar kurikulum untuk mengidentifikasi pelajaran di sekolah yang membantu
pengembangan anak di dalam mengorganisir pengetahuan dan membuat penilaian dengan
didasarkan atas pertimbangan yang teliti dengan mempertimbangkan bukti-bukti pendukung.
Pelajaran sekolah seperti ilmu alam dan matematika adalah beberapa pelajaran yang paling
ditonjolkan oleh kaum realis.
3. Pragmatisme
Pragmatisme berfokus pada keadaan lingkungan yang terus berubah dan menolak gagasan
adanya ilmu pengetahuan yang bersifat kekal. Kebenaran bagi kalangan aliran ini selalu berubah
sepanjang waktu. Seharusnya orang memperhatikan hal-hal apa yang dihadapinya dan membuat
penilaian tentang kerangka pikir yang sesuai dengan masa dan budaya dimana mereka berada.
Tokoh pendidikan pragmatisme yang paling terkenal adalah John Dewey. Dewey mengutamakan
penekanan pada kebutuhan manusia muda untuk membangun keunggulan dalam keterampilan
pemecahan masalah. Individu yang memiliki keterampilan jenis ini akan memiliki keahlian yang
dibutuhkan untuk berpikir dan beradaptasi pada kondisi sosial yang berubah-ubah. Kurikulum
sekolah yang menekankan pada metode ilmiah maupun pendekatan sistematik lainnya dalam
rangka memecahkan masalah merupakan gagasan yang paling menonjol dari aliran pragmatis.
Dalam rangka menselaraskan pelajaran yang diberikan, kalangan ini lebih memperhatikan
kemampuan dalam membelajarkan keterampilan berpikir daripada memusingkan tentang
pengetahuan apa yang akan disampaikan, karena pada dasarnya menurut mereka yang lebih
penting adalah keunggulan dalam keterampilan pemecahan masalah, sedangkan ilmu
pengetahuan terus berubah sepanjang waktu
LANDASAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan
suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan
pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa[2].
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik,
intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai
pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan
tugas–tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan
dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik
penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari
segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan
lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan,
pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi
belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum[3].
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang
terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan
kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta
didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan
kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui
proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk
melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses
pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi
belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan
dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan
peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum
terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan
bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan
kurikulum.
1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama
lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal
ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam
psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan
individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan
kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping
persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari
peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar
yang bersifat akademik,
Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang
menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan
tingkah laku anak didik,
Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian
anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,
Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu
tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan
sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang
supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman
dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara
insting/terjadi karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi
3 kelas, antara lain[5] ;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang
masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya
mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–
potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering
dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal
sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer)
ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks
ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan
dan latihan-latihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement).
Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak
lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan,
masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal
yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat
dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-reaksi.
Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh
utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of
readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan
antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu.
Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila
sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara
stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan
kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan
timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan
respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan
interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini
guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan
dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran,
belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan
masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik
dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-
masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu
kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain ;
– Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang
yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang
harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi
seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
– Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang
memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh
kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
– Belajar berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan
pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan
bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
– Belajar berdasarkan pengalaman
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran
peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab,
kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
– Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini
dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam
pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi
mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta
didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi
menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan
dan diperlukan.

Sumber :
Suprihatin ,E Wara.2007.Filosofi Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum
.https://media.neliti.com/media/publications/112539-ID-filosofi-sebagai-landasan-
pengembangan-k.pdf
Syadad,Abi .Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
.https://ardabilly9.wordpress.com/landasan-psikologis-pengembangan-kurikulum/

Anda mungkin juga menyukai