Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan


seseorang. Pendidikan menjadi salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan
yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan. Dalam dunia pendidikan, teori dan
praktik pendidikan dipengaruhi oleh aliran filsafat pendidikan. Beberapa aliran
filsafat pendidikan yang dapat diaplikasikan dalam sistem pembelajaran adalah
teori behavioristik. Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori
behaviorisme, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus
yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan
diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas pada makalah ini adalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan?
3. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan aliran behaviorisme?
4. Bagaimana sejarah filsafat pendidikan behavorisme?
5. Siapa saja tokoh dari aliran behaviorisme?

1
6. Bagaimana penerapan aliran behaviorisme dalam pendidikan?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian filsafat secara umum
2. Mengetahui pengertian filsafat pendidikan
3. Mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan aliran behaviorisme
4. Mengetahui sejarah aliran filsafat behaviorisme
5. Mengetahui tokoh aliran behaviorisme
6. Mengetahui bagaimana penerapan aliran behaviorisme dalam pembelajaran
fisika

2
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Filsafat Secara Umum


Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan prihal
kebijaksanaan, kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan manusia,
karena ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar
pertimbangan kemanusiaan yang tinggi, bukan asal bertindak sebagaimana yang
dilakukan manusia. (Mustansyir & Munir, 2006). Pengertian filsafat dapat ditinjau
dari dua aspek yaitu secara etimologis dan terminologis. Kata filsafat berasal dari
bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti
cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara
etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom).
Istilah filsafat (philosophia) itu sendiri menunjukkan bahwa manusia tidak
pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh tentang segala sesuatu
yang dimaksudkan kebijaksanaan, namun terus menerus mencarinya. Berkaitan
dengan apa yang dilakukannya, filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki rasio
manusia yang membuat dasar-dasar terakhir dari segala sesuatu. Filsafat
melingkupi seluruh realitas. Jadi, filsafat adalah upaya spekulatif untuk
menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
Sedangkan secara terminologis filsafat itu berupa suatu sikap, metode
berpikir, kelompok masalah, kelompok teori yang di analisis secara kritis
meliputi Bahasa dan pengertiannya sehingga mencapai pemahaman yang
komprehensif. Beberapa ahli yang mengemukakan pengertian filsafat diantaranya,
Plato. Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk
mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli. Selanjutnya, Aristoteles.
Menurus Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran
yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan). Sedangkan Menurut Rene

3
Descartes, filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
Jadi penulis menyimpulkan bahwa filsafat adalah akar dari pengetahuan atau
pengetahuan terdalam. Dimana proses berpikirnya mendasar, meluas, menyeluruh
dan secara sistematis untuk mencari kebenaran. Dengan adanya filsafat, manusia
akan berpikir secara radikal (sampai ke akar), kritis, sistematis, universal,
spekulatif dan konseptual.

B. Pengertian Filsafat Pendidikan


Di dalam dunia pendidikan hal yang harus dan pasti dipikirkan dan dibahas
oleh seorang pendidik adalah hakikat, latar belakang, tujuan, metode, evalusai,
dan segala susuatu yang berkaitan dengan pendidikan. Di dalam memikirkan dan
membahas segala hal yang berkaitan dengan pendidikan itulah disebut dengan
filsafat pendidikan.
filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi
pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil,
dan hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap
struktur dan kegunaannya. (Mudyahardjo, 2004)
Menurut John Dewey yang dikutip oleh Jalaluddin dan Abdullah di dalam
bukunya “Filsafat Pendidikan” mengatakan, bahwa filsafat pendidikan merupakan
suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut
daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabi’at
manusia, maka filsafat bisa juga diartikan sebagai teori umum pendidikan. (Idi,
2002)
Dari beberapa pendapat diatas, penulis memahami bahwa filsafat pendidikan
adalah salah satu bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji tentang hakikat ilmu pendidikan. Hakikat ilmu pendidikan itu
meliputi kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan teratur tentang masalah-
masalah yang terdapat di dalam dunia pendidikan agar masalah-masalah tersebut
dapat diatasi secara tepat.

4
C. Pengertian Aliran Behaviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John
B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan
unsur subjek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat
dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme
lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia
berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara
tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras
menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai objek studi dari
psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Aliran
behaviorisme sering disebut dengan aliran perilaku yang merupakan filosofi
dalam psikologi yang menganggap bahwa semua yang dilakukan organisme
(tindakan, pikiran dan perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Teori
belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku
manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan oleh
kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisi terhadap manusia tersebut.
Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral, baik atau buruk dari
perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang dialami oleh manusia
tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan oleh
sejumlah penelitian tentang perilaku binatang yang sebelumnya dikondisikan.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah segala hal yang
diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah
laku tersebut terjadi atau tidak.

5
Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Aliran ini juga
memandang pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap dan tidak berubah.
Behavioristik juga memandang bahwa belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.
Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada
melalui proses berpikir. Apa yang dipahami guru itulah yang harus dipahami oleh
murid. Behavioristik memandang bahwa murid merupakan objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Kurikulum dikembangkan
secara terstruktur dengan menggunakan standar tertentu.
Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan
telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada tingkah
lakunya, apabila dia belum menunjukkan perubahan tingkah laku maka belum
dikatakan bahwa ia telah melakukan proses belajar. Teori ini sangat
mementingkan adanya input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respons. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-
gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar. (Budiningsih,
2005)
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah
laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa
merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Behavioristik muncul dan tumbuh dengan cepat sebagai raksasa psikologi
dunia. Keberadaan ini tidak luput dari peran filsafat yang mempengaruhi
pembentukan akar filosofi behavior. Materialisme, empirisme, dan positifisme
adalah tiga aliran besar filsafat yang memberi pengaruh besar pada Behavioristik

6
D. Ciri-ciri Belajar Behaviorisme
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behaviorisme digunakan ciri – ciri
sebagai berikut:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. Mementingkan bagian – bagian (elentaristis)
3. Mementingkan peranan reaksi (respon)
4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal”
atau “ trial and error”
E. Sejarah Perkembangan Filsafat Aliran Behaviorisme
Behaviorisme adalah aliran psikologi yang kemudian sangat berpengaruh
terhadap bidang pendidikan yang menekankan pada tingkah laku/perilaku
manusia (individu) sebagai makhluk yang reaktif yang memberikan respon
terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku orang tersebut.
Latar belajar teori behavioristis bersumber pada pandangan John Locke
mengenai jiwa anak yang baru lahir, ialah jiwanya dalam keadaan kosong. Seperti
meja lilin bersih, disebut tabularasa. Dengan demikian pengaruh dari luar sangat
menentukan perkembangan jiwa anak, dan pengaruh luar itu dapat dimanipulasi
(direatmen secara leluasa). Dari pandangan manusia menurut John locke tersebut,
pendekatan belajar menjadi behavioristic elementaristic, atau pendekatan belajar
behavioristic emperistic. Di samping itu ada pandangan manusia lain, ialah
fenomena, jadi fenomologis, sehingga pendekatan belajar bercorak kognitif-
totalistis, dasar psikologisnya adalah psikologi Gestalt.
Behaviorisme muncul awalnya melalui penelitian Psikolog Rusia bernama
Ivan Pavlov (1849-1936). Penelitian yang dilakukan Ivan Pavlov adalah penelitian
yang dilakukan terhadap beberapa anjing. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Pavlov, anjing-anjing yang ada di laboratoriumnya mulai mengeluarkan air liur

7
pada saat mereka diberi makan, bahkan sebelum mereka bisa melihat atau
mencium aroma makanannya. Anehnya, mereka mengeluarkan air liur ketika
mereka melihat penjaganya atau pada saat mereka mendengar langkah kaki
penjaganya. Selanjutnya penelitian sederhana ini membimbing Pavlov untuk
melakukan serangkaian percobaan yang cukup terkenal; dia akan membunyikan
bel atau suara berdengung – yang dua-duanya tidak menyebabkan anjing berliur –
dan kemudian dengan Pavlov memberi makan anjing-anjingnya, sebuah stimulus
yang mengarah pada keluarnya liur. Dengan segera Pavlov menemukan bahwa
apabila prosedur yang sama diulang sesering mungkin, bunyi bel dan dengung
saja sudah mengakibatkan keluarnya air liur. Penelitian Pavlov ini kemudian
menghasilkan teori stimulus-respon yang bernama classical Condisioning.
John B. Watson (1878-1958), mengikuti petunjuk Pavlov, menegaskan bahwa
tingkah laku manusia adalah persoalan dari refleks-refleks yang dikondisikan.
Watson mendalilkan bahwa psikologi sebaiknya menghentikan studi tentang apa
yang manusia pikir dan rasakan, dan mulai mempelajari apa yang dilakukan
orang-orang. Bagi Watson, lingkungan adalah pembentuk tingkah laku utama. Ia
berpendapat bahwa lingkungan anak dapat dikendalikan, kemudian ia dapat
mengatur anak ke dalam banyak tipe manusia yang diinginkan.
Tokoh Behavioris yang paling berpengaruh adalah BF. Skinner. Teori tingkah
laku Skinner yang terkenal bernama Operant Conditioning. Teori ini berdasar dari
Eksperimen yang dilakukan oleh Skinner. Dalam Eksperimen tersebut, seekor
tikus diletakkan dalam kotak (Skinner Box). Lefrancois (2000.132) mengatakan
untuk eksperimennya, kotak tersebut berisi sebuah pengungkit, sebuah tali, sebuah
jaring bermuatan listrik yang terletak di lantai, dan sebuah baki makanan,
semuanya diatur sedemikian rupa sehingga apabila tikus menekan pengungkit,
lampu akan menyala dan sebutir makanan akan masuk ke dalam baki makanan.
Pada kondisi seperti itu, kebanyakan tikus akan dengan segera belajar menginjak
pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir makanan akan masuk ke dalam baki
makanan. Pada kondisi seperti itu, kebanyakan tikus akan dengan segera belajar
menginjak pengungkit, dan mereka akan melakukan hal serupa selama beberapa
waktu meskipun mereka tidak selalu memperoleh makanan setiap kali mereka

8
menekan pengungkit. Demikian pula tikus tersebut dapat dengan tiba-tiba
diarahkan untuk menolak pengungkit jika pada saat menekannya akan
mengaktifkan arus listrik pada lantai jaring. Tetapi, tikus-tikus tadi juga akan
belajar menekan pengungkit untuk memadamkan arus listrik. Eksperimen ini
menghasilkan teori tingkah laku yang menekankan bahwa tindakan-tindakan
seseorang dapat diarahkan melalui reinforcement/penguatan dan
punishment/hukuman.

F. Prinsip-prinsip pendidikan behaviorisme


Terhadap bidang pendidikan, behavorisme memberi pengaruh sangat besar,
terutama pada abad pertengahan. Berikut ini prinsip-prinsip pendidikan
behaviorisme, yaitu :
1. Manusia adalah binatang yang berkembang lebih dari lainnya dan ia
belajar dalam cara yang sama yang dipelajari oleh binatang-binatang lain.
Manusia tidak memiliki banyak martabat atau kebebasan yang khusus.
Benar bahwa manusia adalah organism alam yang kompleks, tetapi
terutama ia masih merupakan bagian dari kerajaan binatang. Tugas dari
behavioris adalah mempelajari hukum-hukum tingkah laku. Hukum-
hukum ini sama bagi semua binatang. termasuk manusia.
2. Pendidikan adalah proses pengaturan tingkah laku.
Dari perspektif behavioris orang diprogram untuk bertindak dengan cara-
cara tertentu melalui lingkungan mereka. Mereka diberi penghargaan
karena tindakan dari beberapa cara dan dihukum karena tindakan dengan
cara lain. Aktivitas-aktivitas yang menerima penghargaan positif tersebut
cenderung diulang, sementara penghargaan negatif cenderung dimatikan.
Tugas pendidikan adalah menciptakan lingkungan belajar yang
mengarahkan pada tingkah laku yang diinginkan. Pendidikan di sekolah
dan institusi pendidikan lainnya kemudian dipandang sebagai lembaga
pendesainan budaya.
3. Peran guru menciptakan lingkungan belajar yang efektif
Skinner menyatakan bahwa murid-murid itu belajar dalam kehidupan

9
sehari-hari melalui konsekuensi dari tindakan mereka. Tugas guru itu
mengatur lingkungan belajar yang akan menyediakan penguatan untuk
tindakan murid yang diinginkan . Berikut ini contoh lingkungan belajar
yang harus dikondisikan guru:
4. Efisiensi, ekonomi, ketelitian, dan obyektifitas adalah pusat perhatian nilai
dalam pendidikan
Teknik-teknik tingkah laku dalam behaviorisme telah diaplikasikan untuk
praktek-praktek bisnis, seperti managemen sistem, periklanan, dan promosi
penjualan dengan banyak sukses. Hal ini mengarahkan sektor besar dari
komunitas untuk bekerjasama dengan kaum behavioris psikologis untuk
menjadikan sekolah-sekolah dan pendidik-pendidik itu “bertanggungjawab” (bisa
melakukan pengkondisian). Gerakan bertanggungjawab ini telah berusaha
memperbaiki tanggungjawab hasil pendidikan – apa yang dipelajari anak – pada
mereka yang melaksanakan pengajaran. Hal ini telah menstimulasikan perhatian
dalam pengaplikasian teknik, obyektif, dan pelaksanaan managemen usaha yang
berdasarkan pengukuran dalam konteks sekolah.

G. Tokoh-tokoh Aliran Behaviorisme


Berikut tokoh-tokoh dalam aliran behavorisme.
1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Penelitian yang dilakukan Ivan Pavlov adalah penelitian yang dilakukan
terhadap beberapa anjing. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pavlov, anjing-
anjing yang ada di laboratoriumnya mulai mengeluarkan air liur pada saat mereka
diberi makan, bahkan sebelum mereka bisa melihat atau mencium aroma
makanannya. Anehnya, mereka mengeluarkan air liur ketika mereka melihat
penjaganya atau pada saat mereka mendengar langkah kaki penjaganya.
Selanjutnya penelitian sederhana ini membimbing Pavlov untuk melakukan
serangkaian percobaan yang cukup terkenal; dia akan membunyikan bel atau
suara berdengung – yang dua-duanya tidak menyebabkan anjing berliur – dan
kemudian dengan Pavlov memberi makan anjing-anjingnya, sebuah stimulus yang
mengarah pada keluarnya liur. Dengan segera Pavlov menemukan bahwa apabila

10
prosedur yang sama diulang sesering mungkin, bunyi bel dan dengung saja sudah
mengakibatkan keluarnya air liur. Penelitian Pavlov ini kemudian menghasilkan
teori stimulus-respon yang bernama classical Condisioning. Pavlov meraih
penghargaan Nobel dalam bidang psikology or medicinepada tahun
1904.Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi
behavioristik di Amerika.

2. John B. Watson (1878-1958)


John Watson lahir pada tahun 1878 dan meninggal tahun 1958. Setelah
memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani), matematika,
dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di University of Chicago.
Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi. Akhirnya ia
memutuskan menulis disertasi dalam bidang psikologi eksperimen dan melakukan
studi-studi dengan tikus percobaan. Tahun 1903 ia menyelesaikan disertasinya.
Tahun 1908 ia pindah ke John Hopkins University dan menjadi direktur lab psi di
sana. Pada tahun 1912 ia menulis karya utamanya yang dikenal sebagai
‘behaviorist’s manifesto’, yaitu “Psychology as the Behaviorists Views it”.
Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur. Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur.
Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Sebagai seorang pembelajar, Watson mempunyai beberapa pandangan yaitu:
a. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud
dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan
jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban
terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga
termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan
unlearned

11
b. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting. Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku
manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
c. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind
mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan
melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind
secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan
dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan
kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang
berbeda-beda. Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak
jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind.
Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun
dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.
d. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh
habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin,
merangkak, dan lain-lain.
e. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar
perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency
dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak
law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang
kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak
terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan
pandangannya yang menolak Thorndike salah.

3. Edward Lee Thorndike (1874-1949)


Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.

12
Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat
berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Teori yang dikembangkan oleh
Thorndike di kenal dengan istilah koneksionisme (connectionism). Teori ini
memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi
atau menghubungkan antara kesan indera (stimulus) dengan dorongan yang
muncul untuk bertindak (respon), yang di sebut dengan connecting. Dalam teori
ini juga di kenal istilah selecting, yaitu stimulus yang beraneka ragam di
lingkungan melalui proses mencoba-coba dan gagal (trial &error).
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada
kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskan.

4. Clark L. Hull (1884-1952)


Hull menamatkan Ph.D dalam bidang psikologi dari University of Wisconsin
dan mengajar di sana selama 10 tahun, kemudian mendapat gelar professor dari
Yale dan menetap di uni ini hingga masa pensiunnya. Sepanjang karirnya, Hull
mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama psikologi belajar,
hipnotis, teknik sugesti.Metode yang paling sering digunakan adalah
eksperimental lab.
Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

13
5. Burrhus Frederic Skinner/BF. Skinner (1904 - 1990)
BF. Skinner terkenal dengan teori pengkondisian operan (operant
conditioning) atau juga disebut pengkondisian instrumental (instrumental
conditioning) yaitu suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku
menghasilkan berbagai kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Penggunaan
konsekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengubah
perilaku itulah yang disebut dengan pengkondisian operan.
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan
lagi.
Prinsip teori Skinner ini adalah :
a. Prinsip hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti hasil positif
akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah.
b. Penguatan merupakan suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang
terjadinya suatu perilaku.
Penguatan ada 2 jenis yaitu :

14
1) Penguatan positif (positive reninforcement) : didasari prinsip bahwa frekuensi
dari suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang
mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat
karena diikuti oleh stimulus menyenangkan.
Contoh : peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu
akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau
ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu dan penguatan
positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
2) Penguatan negatif (negatve reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi
dari suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang
tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan
akan meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak
menyenangkan
Contoh : peserta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik
terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan
sering bertanta. Jadi, perilaku yang ingin di ulangi atau ditingkatkan adalah sering
bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah
kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena
guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
c. Konsekuensi adalah suatu kondisi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang terjadi setelah perilaku dan memengaruhi frekuensi
prilaku pada waktu yang akan datang. Konsekuensi yang menyenangkan
disebut tindakan penguatan dan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut
hukuman.
d. Hukuman adalah suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu
perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang
karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan.
Contoh : peserta didik yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi, yaitu
jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak
menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah perilaku

15
mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak
menyenangkan atau hukuman).

6. Albert Bandura (1925-sekarang)


Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of Iowa dan
kemudian mengajar di Stanford University. Sebagai seorang behaviorist, Bandura
menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon lingkungan. Oleh
karenya teorinya disebut teori belajar sosial, atau modeling.Prinsipnya adalah
perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku,
koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura menekankan pada proses modeling
sebagai sebuah proses belajar.
Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). ia
mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Teori
belajar Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri
yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan
emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan
pengaruh lingkungan. Faktor-faktor yang berproses dalam observasi adalah
perhatian, mengingat produksi motorik, motivasi.Teori belajar sosial Bandura
menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru prilaku, sikap, reaksi dan
emosi orang lain. Teori Bandura menjadi dasar dari prilaku pemodelan yang
digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.

H. Penerapan Aliran Behaviorisme dalam Pendidikan


Salah satu tujuan psikologi adalah untuk mengendalikan, menelaah, dan
mengarahkan kondisi jiwa manusia sehingga mampu meraih kualitas hidup yang
lebih baik. Dalam konteks pendidikan maka psikologi mempunyai andil untuk
membantu merumuskan sistem pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas
manusia.
Pendidikan dalam behavioristik menekankan pada reinforcement stimulus-
response, conditioning, operant conditioing, modelling. Siswa dalam teori ini

16
dikondisikan sebagai jiwa yang aktif. Pendidikan baru dianggap berhasil jika
siswa mengalami perubahan perilaku seperti yang diharapkan muncul. Perilaku
dan respon itu diharapkan sama pada tiap siswa sehingga membentuk suatu
keteraturan antara stimulus dan respon.
Peran guru dalam behavioristik adalah sebagai fasilitator. Guru menciptakan
dan merekayasa perilaku – perilaku yang diharapkan muncul sesuai dengan
silabus pendidikan. Guru juga berperan dalam mengeliminasi sifat – sifat yang
tidak diharapkan. Perilaku siswa biasanya dikendalikan guru melalui penguatan
positif. Dan perilaku siswa yang tidak diharapkan dieliminasi dengan penguatan
negatif.
Salah satu produk teori behavioristik adalah pendidikan berbasis kompetensi.
Kurikulum ini seakan menjadi bukti eksistensi behavioristik walaupun teori
pendidikan behavioristik dikatakan secara ekstrim sudah mati. Kurikulum ini
mendistribusikan paket pendidikan ke dalam sub – sub bagian berupa standar
kompetensi yang harus diraih oleh pelajar. Pencapaian pelajar kemudian diukur
dengan sebuah minimum passing grade yang harus dicapai pelajar.

17
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Filsafat pendidikan adalah salah satu bagian dari epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji tentang hakikat ilmu pendidikan.
Hakikat ilmu pendidikan itu meliputi kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan
teratur tentang masalah-masalah yang terdapat di dalam dunia pendidikan agar
masalah-masalah tersebut dapat diatasi secara tepat.
Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta
memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi
terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan
laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam
bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur
kesadaran yang tidak nyata sebagai objek studi dari psikologi, dan membatasi diri
pada studi tentang perilaku yang nyata. Aliran behaviorisme sering disebut
dengan aliran perilaku yang merupakan filosofi dalam psikologi yang
menganggap bahwa semua yang dilakukan organisme (tindakan, pikiran dan
perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Teori belajar behavioristik
adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat
dari interaksi antara stimulus dan respon.
Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Aliran ini juga
memandang pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap dan tidak berubah.
Behavioristik juga memandang bahwa belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.
Peran guru dalam behavioristik adalah sebagai fasilitator. Guru menciptakan
dan merekayasa perilaku – perilaku yang diharapkan muncul sesuai dengan
silabus pendidikan. Guru juga berperan dalam mengeliminasi sifat – sifat yang
tidak diharapkan. Perilaku siswa biasanya dikendalikan guru melalui penguatan

18
positif. Dan perilaku siswa yang tidak diharapkan dieliminasi dengan penguatan
negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, C. A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Idi, J. d. (2002). Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Mudyahardjo, R. (2004). Pendidikan Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

Mustansyir, D. R., & Munir, D. M. (2006). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/12/kurikulum-berdasarkan-filsafat-
behaviorisme/
http://makalahkuliahgue.blogspot.com/2010/09/mengenal-behaviorisme-sebuah-
filsafat.html

19

Anda mungkin juga menyukai