i
3.2 Kerangka Alur Pikir Desain ................................................................................................. 24
3.3 Strategi Desain ................................................................................................................... 25
Daftar Pustaka.............................................................................................................................. 26
ii
Bab I. Pendahuluan
baik kualitas udara, kualitas air, dan tanah. Menurut buku tentang data pemakaian energi
pada bangunan tahun 2011, seluruh bangunan yang ada di dunia bertanggung jawab
Hotel dan mall merupakan bangunan komersial yang saat ini banyak dijumpai di
Indonesia. Menurut ketua umum perhimpunan hotel dan restoran Indonesia, jumlah hotel
berbintang yang ada di Indonesia mencapai 2.350 hotel, sedangkan jumlah mall yang
ada di Indonesia mencapai 250 mall. Hotel dan mall juga merupakan salah satu
menciptakan iklim dalam ruangan. Hal ini tentu berdampak buruk bagi lingkungan dan
manusia tanpa diimbangi manajemen energi yang benar, hal inilah yang membuat peran
lingkungan sekitarnya. Terlebih lagi belum ada pembangunan hotel dan mall yang
berkonsep hemat energi di wilayah Semarang. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
dirancang hotel dan mall di kawasan Semarang yang hemat energi, dengan harapan
dapat menjadi inspirasi dan menyadarkan perancang bangunan komersial yang baru
untuk dapat lebih memperhatikan pemakaian energi dan dampaknya bagi lingkungan.
1
1.2 Isu
• Efisiensi Energi
• Pemanfaatan Teknologi
berkesinambungan ?
• Bagaimana penerapan konsep hemat energi pada rancangan desain hotel dan mall ?
Semarang, terdapat muatan kajian pustaka yang sebelumnya telah diterbitkan sebagai
berikut :
Jenis Publikasi
Keterangan (Isu,
(Jurnal,Tugas
Nama Jurnal/Buku, masalah desain, teori
Nama Akhir, Buku,
No Judul Karya Tahun, Volume, Nama yang digunakan,
Penyusun Majalah,
Penerbit, Kota pendekatan dan lain-
Prosiding dan
lain)
lain-lain)
Sugiyanto Hotel dan Tugas Akhir Hotel dan Shopping Landmark Kota
(D 300 000 Shopping Mall Mall Sebagai Surakarta
038) Sebagai Landmark Kota
1
Landmark Kota Surakarta. Universitas
Surakarta Muhammadiyah
Surakarta.
Revi Aulia Hotel dan Tugas Akhir Hotel dan Shopping Arsitektur Hijau
Purbandini Shopping Mall di Mall di Purwokerto
(10207079) Purwokerto Dengan Pendekatan
2
Dengan Arsitektur Hijau.
Pendekatan Universitas Sebelas
Arsitektur Hijau Maret Surakarta
2
Hal – hal yang membedakan antara kajian pustaka di atas dengan perancangan hotel
dan mall dengan konsep hemat energi ini yaitu, perbedaan pertama yaitu pada konsep
mall yang direncanakan lalu yang kedua yaitu bangunan hotel dan mall yang
dapat tercapai dan aplikasinya pada bangunan melalui pendekatan green architecture
dan green building, walaupun kajian yang diatas juga merujuk pada penghematan energi.
1.5.1 Tujuan
Menciptakan sebuah komplek bangunan hotel dan mall yang ada di Semarang dengan
konsep hemat energi yang dapat berkontribusi dalam penghematan energi dan
1.5.2 Manfaat
a) Akademik
Memberikan wawasan mengenai perancangan hotel dan mall yang berkonsep hemat
b) Praktis
• Bagi Masyarakat
• Bagi Pemerintah
3
1.6 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dari perancangan Hotel dan Mall Berbasis City Walk ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada BAB I, menguraikan mengenai latar belakang pemilihan judul, isu – isu dan
masalah terkait seputar penerapan konsep hemat energi pada hotel dan mall, kajian teori
Pada BAB II, memuat kajian empirik dan teori – teori yang berkaitan dengan
permasalahan desain. Bab ini juga menguraikan tentang kondisi lingkungan baik alami,
Pada BAB III, memuat landasan dan tahap – tahap dalam proses pemecahan masalah
desain mengenai perancangan hotel dan mall yang berkonsep hemat energi melalui
DAFTAR PUSTAKA
Memuat daftar sumber-sumber data serta informasi yang digunakan dalam pembahasan
4
Bab II. Kajian Empirik dan Kajian Teoritik
Gambaran fungsi bangunan hotel dan mall yang ditetapkan memiliki fungsi yang sama
dengan bangunan hotel dan mall Ciputra Semarang. Hanya saja konsep mall yang
direncanakan berbeda dengan yang ada pada Ciputra. Konsep mall sama dengan fungsi
mall pada Paris Van Java di Bandung yang mengusung konsep city walk.
Gambar 2.1 Hotel dan Mall Ciputra Semarang Gambar 2.2 Paris Van Java Bandung
(Sumber : Google Image) (Sumber : Google Image)
A. Hotel Bintang 4
Hotel adalah sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan
pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat
pembayaran (Lawson, 1967). Kriteria yang harus dipenuhi oleh hotel bintang 4 yaitu :
jumlah kamar standar minimal 50 kamar, memiliki minimal 3 kamar suite, luas kamar
standar minimal 24 m2, luas kamar suite minimal 48 m2, luas lobby minimal 100 m2,
5
B. Mall
Shopping mall merupakan pusat perbelanjaan yang berintikan satu dan beberapa
department store besar sebagai daya Tarik retail-retail kecil dan rumah makan dengan
tipologi bangunan seperti toko yang menghadap ke koridor utama mall atau pedestrian
yang merupakan unsur utamadari sebuah shopping mall dengan fungsi sebagai sirkulasi
dan sebagai ruang komunal bagi terselenggaranya interaksi antar pengunjung dan
kecamatan Gajahmungkur, Semarang. Pada area tapak terdapat 4 garis kontur yang
memiliki perbedaan tinggi 2 meter tiap garisnya. Akses menuju tapak dapat dilalui oleh 2
jalan, yaitu jalan S. Parman dan jalan Rinjani dengan luas ±7100 m2.
Gambar 2.3 Foto Udara Lokasi Tapak Gambar 2.4 Topografi Tapak
Menurut RTDRK Kota Semarang tahun 2017, jalan S. Parman termasuk dalam BWK II
dengan jenis jalan arteri sekunder dengan ketentuan KDB 60%, KLB hotel 10 lantai (6,0)
KLB supermarket 7 lantai (4,2), GSB 29 meter. Batasan lahan adalah sebagai berikut :
6
• Sebelah Timur Tapak : Berbatasan dengan Mess Yos Sudarso
1. Potensi
Tapak berada di kawasan dataran tinggi yang memiliki view cukup bagus. Lahan
berkontur dapat menambah nilai estetika dalam peletakan bangunan. Akses ke lahan
mudah karena terdapat 2 jalan yang lebar. Sudah dilengkapi dengan utilitas yang
memadai, seperti jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon dll, dekat dengan
pom bensin. Potensi lainnya yaitu belum ada pusat perbelanjaan pada kawasan
Gajahmungkur.
2. Kendala
Kendala pada tapak yaitu lokasi tapak berada di pertigaan antara jalan S.parman dengan
jalan Rinjani dimana lalu lintasnya cukup padat. Pada lokasi tapak terdapat garis kontur
berkontur akan memakan lebih banyak waktu dan uang disbanding tanah yang tidak
berkontur. Kendala lain yaitu terdapat hotel Grasia yang berada di seberang tapak
1. Kondisi Jalan
Lebar jalan S. Parman ± 12 meter dengan tingkat kepadatan sedang. Sedangkan lebar
jalan Rinjani ± 15 meter dengan tingkat kepadatan minim. Tingkat kepadatan tinggi
terdapat pada pertigaan jalan S.Parman dengan jalan Rinjani, akan tetapi hal tersebut
7
tidak menyebabkan kemacetan. Jadi dapat diambil kesimpulan akses jalan pada sekitar
Kondisi bangunan sekitar didominasi oleh gaya arsitektur modern dengan tingkat
3. Jaringan Utilitas
Jaringan utilitas yang teridentifikasi pada lahan yaitu jaringan listrik, jaringan telpon,
internet, saluran drainase, jaringan air bersih. Dengan begitu dapat disimpulkan jaringan
4. Topografi
berkisar antara 0% - 40% dengan jenis tanah pada kelurahan Bendungan yaitu asosiasi
alluvial Kelabu.
Kondisi ekonomi masyarakat sekitar tapak tergolong menengah ke atas,hal ini dapat
dilihat dari kondisi bangunan sekitar yang didominasi oleh bangunan perdagangan dan
8
2.2 Kajian Teoritik
A. Hotel
Hotel menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.65 tahun 2001 tanggal
31 september 2001 Pasal 1, yaitu “Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi
orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas
lainnya dengan di pungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu dikelola
dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoan dan perkantoran”.
• Hotel Bisnis
Menurut kamus umum, bisnis adalah secara dagang, secara perdagangan, usaha
dagang, bidang usaha. Menurut Mc. Naughton, bisnis merupakan suatu pertukaran
adalah bangunan yang menyediakan layanan jasa berupa penginapan, makan dan
minum, sarana, dan fasilitas pelengkap lainnya untuk mendukung kegiatan bisnis para
• Lokasi
Lokasi dari pada hotel bisnis terletak di pusat – pusat kegiatan bisnis, seperti
• Tamu
sebagainya.
9
• Fasilitas
Fasilitas yang ada ditekankan pada fasilitas yang dapat menunjang kegiatan bisnis
para tamu, seperti ruang pertemuan, fax telepon, dan sebagainnya. Fasilitas
pelayanan harus serba praktis, cepat dan ekonomis sesuai dengan karakteristik para
B. Mall
Shopping mall merupakan pusat perbelanjaan yang berintikan satu dan beberapa
department store besar sebagai daya Tarik retail-retail kecil dan rumah makan dengan
tipologi bangunan seperti toko yang menghadap ke koridor utama mall atau pedestrian
yang merupakan unsur utamadari sebuah shopping mall dengan fungsi sebagai sirkulasi
dan sebagai ruang komunal bagi terselenggaranya interaksi antar pengunjung dan
1. Strip Mall / Open Mall Strip mall atau biasa dengan disebut shopping plaza adalah
pusat perbelanjaan terbuka dengan deretan unit-unit retail pada umumnya terdiri dari
1-2 lantai yang bersusunan sejajar (berderet lurus maupun membentuk konfigurasi U
atau L ) dengan area pejalan kaki yang terbuka ditengahnya yang menghubungkan
antar unit-unit retail yang saling berhadapan. Dengan semakin minimnya lahan
terutama di daerah perkotaan, tipe strip mall ini berubah menjadi unit-unit retail
2. Shopping Mall / Closed Mall Shopping mall biasanya disebut dengan mall adalah tipikal
pusat perbelanjaan yang bersifat tertutup / indoor yang berisi unit-unit retail dan pada
10
umumnya disewakan. Biasanya Mall merupakan multi-storey building atau terdiri lebih
dari 2 lantai, yang dikarenakan mall dibangun di tengah kota dimana lahannya yang
sangat terbatas tetapi tuntutan fungsinya tetap banyak, sehingga pembangunan mall
harus dilakukan secara vertikal. Dan Untuk menambah kenyamanan pengunjung, mall
• Konsep Citywalk
Citywalk secara harafiah terdiri dari 2 kata, city dan walk. City berarti kota, didalam
kota, sedangkan walk berarti jalur, jalan. Jadi secara abstrak, citywalk berarti jalur pejalan
kaki di dalam kota. Jalur tersebut dapat terbentuk akibat deretan bangunan ataupun
yang lengkap, serta dikelola oleh suatu pengembang usaha , sehingga dapat bertahan
berorientasi pada pejalan kaki serta ruang terbuka sebagai ruang publik.2
Menurut Aditya W. Fitrianto dalam artikel IAI 2006, citywalk sebenarnya tak lebih
dari koridor jalan yang dikhususkan untuk deretan toko. Bedanya, jalan-jalan ini berada
di lahan properti milik pengembang privat atau pengelolaannya dapat dikatakan berada
dalam satu atap dan jalan- jalan tersebut diperuntukkan sebagai ruang publik. Citywalk
hadir berupa koridor untuk pejalan kaki yang menghubungkan beberapa fungsi komersial
dan ritel yang ada. Koridor ini bersifat terbuka (tanpa AC) dan cukup lebar, berkisar 6
hingga 12 meter, tergantung jenis kegiatan yang akan diciptakan. Selain itu, beliau juga
1
Astarie, F., 2004. Penerapan City Walk Pada Selokan Mataram. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.hlm
47-48
2
Restiyanti, C., 2007. Penerapan City Walk dalam Konteks Fungsi Komersial. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.hlm 31
11
mengemukakan citywalk sebagai koridor komersial seharusnya dapat memberikan rasa
nyaman dari iklim tropis yang ada di Indonesia seperti panas dan hujan misalnya.
susunan lampu yang tepat disesuaikan dengan letak jendela (sumber cahaya alami),
ceiling dekat jendela sebaiknya dikelompokan menjadi satu, sementara deretan lampu
ceiling ‘bagian dalam’ yang berjauhan dengan jendela sebaiknya berada pada kelompok
lain. Ketika udara cerah-siang hari, kelompok lampu dekat jendela dapat dimatikan tanpa
peningkatan suhu ‘chilled water’ sebesar 1oC pada sistem pendingin udara sentral dapat
menurunkan sekitar 7.5% konsumsi energi dalam bangunan tersebut. Manajemen energi
juga dapat membantu penghematan energi dalam bangunan. Melalui buiding automatic
3
Karyono (2004), Bangunan Hemat Energi: Rancangan Pasif dan Aktif , Harian Kompas, 31 Oktober, hal 4
4
Yuniarti, SC (2003), Kajian Kuat Penerangan Ruang Kelas Dikaitkan dengan Letak Bukaan dan Pengaturan
Penerangan Buatan, Thesis Program Magister Arsitektur, Universitas Trisakti.
12
system (BAS) penggunaan enegi dapat diatur dan ditargetkan. Salah satu contoh adalah
dengan penjadwalan waktu kerja mesin AC, penjadwalan kerja mesin lift, penjadwalan
Salah satu hal penting yang tidak disadari pengguna terhadap pemborosan energi adalah
Perancangan arsitektur hemat energi dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan
aktif. Perancangan pasif merupakan salah satu cara penghematan penggunaan energi
kondisi iklim luar yang tidak nyaman menjadi ruang di dalam bangunan yang nyaman.7
5
Karyono, TH dan Bahri, G (2005), Energy Efficient Strategies for J SX Buildings, Jakarta, Indonesia,
Proceedings Passive Cooling Conference, Santorini, Greece.
6
Karyono (2004), Bangunan Hemat Energi: Rancangan Pasif dan Aktif , Harian Kompas, 31 Oktober, hal 5
7
Ibid, hal. 7
13
• Perancangan Secara Pasif
mengambil energi panas matahari dengan mencegah atau mengurangi radiasi matahari
yang jatuh ke bangunan. Komponen sinar matahari yang terdiri dari panas dan cahaya
hanya memanfaatkan komponen cahaya dan menepis panasnya. Salah satu cara untuk
mendapatkan cahaya dan mengurangi panas dari matahari yaitu dengan menggunakan
shading light shelf yang berguna memantulkan cahaya dari matahari ke plafond dalam
ruangan.
Dalam peracangan aktif, energi matahari dikonversikan menjadi energi listrik oleh
solar sel, kemudian energi listrik inilah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi bangunan. Dalam perancangan secara aktif, penerapan secara pasif juga
diperlukan di dalam bangunan, karena jika tidak penggunaan energi di dalam bangunan
(Energy Use Intensity) atau IKE adalah besar energi yang digunakan suatu bangunan
gedung perluas area yang dikondisikan dalam satu bulan atau satu tahun. Nilai intensitas
konsumsi energi penting untuk dijadikan tolak ukur menghitung potensi penghematan
energi yang mungkin diterapkan di tiap-tiap ruangan atau aseluruh area bangunan.
nasional, bisa diketahui apakah sebuah ruangan atau keseluruhan bangunan gedung
14
Menurut pedoman pelaksanaan konservasi energi listrik dan pengawasannya di
Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (Teknik Audit Energi Diknas : 2006) dalam
komersial dapat mengacu pada standar nilai IKE yang diperlihatkan sebagai berikut :
pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat
hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan
sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal. ‘Green’ dapat
15
diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan),
dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran 'green'
ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada
'green'. 8
Indikasi arsitektur disebut sebagai 'green' jika dikaitkan dengan praktek arsitektur
tanaman untuk atap, taman tadah hujan, menggunakan kerikil yang dipadatkan untuk
area perkerasan, dan sebagainya. Konsep 'green' juga bisa diaplikasikan pada
pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero
Penggunaan energi terbarukan seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan
Green Building adalah konsep untuk ‘bangunan berkelanjutan’ dan mempunyai syarat
pengoperasian, yang menganut prinsip hemat energi serta harus berdampak positif bagi
lingkungan, ekonomi dan sosial. Meskipun teknologi baru yang terus dikembangkan
untuk melengkapi praktek saat ini dalam menciptakan struktur hijau, tujuan umum adalah
8
M. Maria Sudarwani (2012) Penerapan Green Architecture dan Green Building Sebagai Upaya
Pencapaian Sustainable Architecture. hal. 24.
9
Ibid
16
bahwa bangunan hijau dirancang untuk mengurangi dampak keseluruhan lingkungan
binaan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan alam dengan cara :10
• Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lainnya. Dirancang dengan biaya
lebih sedikit untuk mengoperasikan dan memiliki kinerja energi yang sangat baik.
• Bangunan alami, yang biasanya pada skala yang lebih kecil dan cenderung untuk
• Bangunan hijau tidak secara khusus menangani masalah perkuatan rumah yang ada.
produktivitas akibat penghematan energi. Green building tidak hanya hemat energi tapi
juga hemat air, melestarikan sumberdaya alam, dan meningkatkan kualitas udara serta
pengelolaan sampah yang baik. Dalam mengantisipasi krisis air bersih, dikembangkan
konsep pengurangan pemakaian air (reduce) dengan produksi alat saniter yang hemat
air, penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang
buangan air bersih (recycle), dan pemanfaatan air hujan yang jatuh di atap bangunan
Green Building Council Indonesia adalah Lembaga mandiri (non government) yang
10
M. Maria Sudarwani (2012) Penerapan Green Architecture dan Green Building Sebagai Upaya
Pencapaian Sustainable Architecture. hal. 25.
11
Yusuf Nasir, “Teknologi Bangunan Hijau”. Enginer Weekly. No.3 W, III April 2016
17
praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang
karakter alam serta peraturan dan standart yang berlaku di Indonesia. Greenship terbagi
Penilaian ini berdasarkan efisiensi penggunaan lahan yang terdiri dari kawasan
hijau, kualitas iklim mikro pada tapak, dan manajemen limpahan air hujan.
Kategori ini terdiri dari sistem efisiensi energi terbarukan yang dikonfersikan ke
energi listrik, dan cara penghematan energi pada bangunan dengan memanfaatkan
energi alam.
Kategori ketiga terdiri dari penghematan penggunaan air dalam bangunan melalui
pengurangan menggunakan sistem BAS, dan sumber air alternatif selain dari air
Kategori selanjutnya terdiri dari sumber material dan penggunaan material. Sumber
material berasal dari daerah dengan radius 1000 km dari lokasi proyek. Penggunaan
material terdiri dari material ramah lingkungan dan material daur ulang.
• Kualitas Udara & Kenyamanan Udara Dalam Ruang - Indoor Air Health & Comfort
(IHC)
12
Green Building Council Indonesia
18
Kategori kelima terdiri dari siklus udara di dalam ruangan, pemantauan kadar CO2
didalam ruangan, polutan kimia yang terdiri dari penggunaan material bangunan,
Kategori yang terakhir adalah proses pengolahan limbah yang dihasilkan oleh
bangunan, baik berupa sampah organik, anorganik, dan B3, sampah konstruksi yang
dihasilkan dari proses pembangunan, dan pengelolaan sampah tingkat lanjut untuk
2.2.7 Ruang
Ruang merupakan suatu tepat dimana kita bisa merasakan adanya batas-batas baik
secara fisik oleh indera manusia maupun yang dapat ditangkap indera manusia13.
• Axis/sumbu : sebuah garis yang dibentuk oleh dua titik sehingga membagi ruang
• Simetri : distribusi yang seimbang dan susunan bentuk yang setara dan ruang sisi
• Hirarki : pembedaan kepentingan atau makna dari suatu bentuk ruang dengan
• Ritme : pengulangan yang memiliki suatu pola atau pergantian unsur atau motif
13
Pamudji, S., 1999. Desain Interior. Jakarta: Penerbit Djambatan.hlm 26
14
Francis D. K. Ching, Ordering Principles. Architecture form, space and order, New Jersey: John Wiley &
Sons, 2007.Hlm 339
19
• Datum : sebuah garis, bidang atau volume yang tersusun kontinyu untuk mengatur
Tingkat enclosure yang tinggi didapat dari ada atau tidaknya batas, seperti halnya dinding
pada bangunan. Ketika kelompok bengunan membentuk ruang di tengah, namun masih
memungkinkan untuk memandang keluar area tersebut, maka akan terbentuk apa yang
disebut “spatial leaks”. Untuk meningkatkan enclosure nya, dapat digunakan elemen lain,
Keterangan :
15
Booth, Norman. K , 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York: Elsevier.Hlm
131-137
20
Kelompok bangunan yang ditata
yang disusun acak, tanpa penataan yang (Sumber : Booth, Norman. K. 1983)
dirancang.
21
A. Tipe Kelompok Bangunan dan Ruang yang Dibentuknya16 :
kuat, sehingga terbentuk suatu dead end. Manusia dipaksa Gambar 2.10 Ruang Terbuka
Memusat
memasuki ruang ini, bukan melewati ruang ini. (Sumber : Booth, Norman. K. 1983)
Misalnya memiliki sudut pada setiap jarak tertentu. Gambar 2.13 Ruang Linier Organik
(Sumber : Booth, Norman. K. 1983)
16
Booth, Norman. K , 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York: Elsevier.Hlm
141-146
22
Bab III. Pendekatan dan Strategi Desain
terdapat beberapa teori yang mendukung masalah tersebut yang kemudian nantinya
23
3.2 Kerangka Alur Pikir Desain
Conceptual &
Isu Schematic
Design
• Efisiensi energi Pendekatan Desain
• Pemanfaatan • Pendekatan green
architecture dan Design
Teknologi Development
green building
• Pendekatan
penataan bangunan
Dokumen
Perancangan
Masalah Desain
• Implementasi konsep
Strategi Desain
hemat energi pada
rancangan bangunan Kajian Teoritik Mencari tinjauan terhadap
hotel dan mall implementasi sistem hemat
• Penataan komplek • Teori Osman Attmann
energi pada bangunan dan
bangunan hotel dan tentang Green Architecture
penataan bangunan melalui
mall untuk • Teori Osman Attmann
studi literatur dan proyek
menciptakan ruang tentang Green Architecture
sejenis.
yang • Teori Norman Booth
berkesinambungan Tentang Teori elemen Menganalisa elemen – lemen
desain lansekap arsitektur penghematan energi dan
• Teori D.K. Ching Tentang penataan bangunan pada hotel
Space and Order dan mall.
Diagram 3.2 Kerangka Alur Pikir Menerapkan konsep hemat
(Sumber : Analisa Pribadi) energi pada bangunan hotel
dan mall melalui pendekatan
green architecture dan green
building, dan pendekatan
penataan bangunan.
24
3.3 Strategi Desain
Dalam menyelesaikan permasalahan desain yang ada, berikut ini beberapa strategi yang
perlu dilakukan :
25
Daftar Pustaka
Astarie, F., 2004. Penerapan City Walk Pada Selokan Mataram. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada
Restiyanti, C., 2007. Penerapan City Walk dalam Konteks Fungsi Komersial. Yogyakarta:
Yuniarti, SC (2003), Kajian Kuat Penerangan Ruang Kelas Dikaitkan dengan Letak
Universitas Trisakti.
Karyono, TH dan Bahri, G (2005), Energy Efficient Strategies for J SX Buildings, Jakarta,
M. Maria Sudarwani (2012) Penerapan Green Architecture dan Green Building Sebagai
Francis D. K. Ching, Ordering Principles. Architecture form, space and order, New
Booth, Norman. K , 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York:
Elsevier
26