Anda di halaman 1dari 28

Daftar Isi

Daftar Isi .......................................................................................................................................... i


Bab I. Pendahuluan ........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Isu ......................................................................................................................................... 2
1.3 Pernyataan Masalah Desain................................................................................................. 2
1.4 Kajian Pustaka ...................................................................................................................... 2
1.5 Tujuan dan Manfaat ............................................................................................................. 3
1.5.1 Tujuan ........................................................................................................................... 3
1.5.2 Manfaat ......................................................................................................................... 3
1.6 Sistematika Pembahasan ..................................................................................................... 4
Bab II. Kajian Empirik dan Kajian Teoritik ...................................................................................... 5
2.1 Kajian Empirik ...................................................................................................................... 5
2.1.1 Gambaran Fungsi Bangunan yang ditetapkan .............................................................. 5
2.1.2 Kondisi Tapak ................................................................................................................ 6
2.1.3 Kondisi Lingkungan ....................................................................................................... 7
2.1.4 Kondisi Lingkungan Masyarakat.................................................................................... 8
2.2 Kajian Teoritik ...................................................................................................................... 9
2.2.1 Tinjauan Fungsi Bangunan ............................................................................................ 9
2.2.2 Penghematan Energi Dalam Bangunan...................................................................... 12
2.2.3 Intensitas Konsumsi Energi (IKE) ................................................................................. 14
2.2.4 Green Architecture ..................................................................................................... 15
2.2.5 Green Building............................................................................................................. 16
2.2.6 Green Building Council Indonesia ............................................................................... 17
2.2.7 Ruang .......................................................................................................................... 19
2.2.8 Penataan Bangunan .................................................................................................... 20
Bab III. Pendekatan dan Strategi Desain ...................................................................................... 23
3.1 Pendekatan Desain ............................................................................................................ 23

i
3.2 Kerangka Alur Pikir Desain ................................................................................................. 24
3.3 Strategi Desain ................................................................................................................... 25
Daftar Pustaka.............................................................................................................................. 26

ii
Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi seperti ini pertumbuhan populasi penduduk di dunia semakin

meningkat, dengan meningkatnya populasi penduduk, otomatis pertumbuhan pada

sektor pembangunan juga meningkat. Pada kenyataanya banyak pembangunan yang

tidak terkendali untuk meningkatkan tingkat perekonomian pihak tertentu tanpa

memperhatikan dampaknya pada lingkungan. Dampak negatif yang dihasilkan dari

pertumbuhan sektor pembangunan yang tidak terkendali ialah kerusakan lingkungan,

baik kualitas udara, kualitas air, dan tanah. Menurut buku tentang data pemakaian energi

pada bangunan tahun 2011, seluruh bangunan yang ada di dunia bertanggung jawab

atas pemakaian 76% energi listrik dan 48% pemakaian energi.

Hotel dan mall merupakan bangunan komersial yang saat ini banyak dijumpai di

Indonesia. Menurut ketua umum perhimpunan hotel dan restoran Indonesia, jumlah hotel

berbintang yang ada di Indonesia mencapai 2.350 hotel, sedangkan jumlah mall yang

ada di Indonesia mencapai 250 mall. Hotel dan mall juga merupakan salah satu

penyumbang konsumsi energi terbesar karena menggunakan energi listrik untuk

menciptakan iklim dalam ruangan. Hal ini tentu berdampak buruk bagi lingkungan dan

manusia tanpa diimbangi manajemen energi yang benar, hal inilah yang membuat peran

arsitek sangat penting dalam merancang suatu bangunan dengan memperhatikan

lingkungan sekitarnya. Terlebih lagi belum ada pembangunan hotel dan mall yang

berkonsep hemat energi di wilayah Semarang. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu

dirancang hotel dan mall di kawasan Semarang yang hemat energi, dengan harapan

dapat menjadi inspirasi dan menyadarkan perancang bangunan komersial yang baru

untuk dapat lebih memperhatikan pemakaian energi dan dampaknya bagi lingkungan.

1
1.2 Isu
• Efisiensi Energi

• Pemanfaatan Teknologi

1.3 Pernyataan Masalah Desain


• Bagaimana cara penataan kompleks bangunan hotel dan mall agar saling

berkesinambungan ?

• Bagaimana penerapan konsep hemat energi pada rancangan desain hotel dan mall ?

1.4 Kajian Pustaka


Dalam perancangan hotel dan mall berbasis citywalk dengan konsep hemat energi di

Semarang, terdapat muatan kajian pustaka yang sebelumnya telah diterbitkan sebagai

berikut :

Jenis Publikasi
Keterangan (Isu,
(Jurnal,Tugas
Nama Jurnal/Buku, masalah desain, teori
Nama Akhir, Buku,
No Judul Karya Tahun, Volume, Nama yang digunakan,
Penyusun Majalah,
Penerbit, Kota pendekatan dan lain-
Prosiding dan
lain)
lain-lain)

Sugiyanto Hotel dan Tugas Akhir Hotel dan Shopping Landmark Kota
(D 300 000 Shopping Mall Mall Sebagai Surakarta
038) Sebagai Landmark Kota
1
Landmark Kota Surakarta. Universitas
Surakarta Muhammadiyah
Surakarta.

Revi Aulia Hotel dan Tugas Akhir Hotel dan Shopping Arsitektur Hijau
Purbandini Shopping Mall di Mall di Purwokerto
(10207079) Purwokerto Dengan Pendekatan
2
Dengan Arsitektur Hijau.
Pendekatan Universitas Sebelas
Arsitektur Hijau Maret Surakarta

2
Hal – hal yang membedakan antara kajian pustaka di atas dengan perancangan hotel

dan mall dengan konsep hemat energi ini yaitu, perbedaan pertama yaitu pada konsep

mall yang direncanakan lalu yang kedua yaitu bangunan hotel dan mall yang

direncanakan lebih menekankan pada bagaimana penghematan energi pada bangunan

dapat tercapai dan aplikasinya pada bangunan melalui pendekatan green architecture

dan green building, walaupun kajian yang diatas juga merujuk pada penghematan energi.

1.5 Tujuan dan Manfaat

1.5.1 Tujuan

Menciptakan sebuah komplek bangunan hotel dan mall yang ada di Semarang dengan

konsep hemat energi yang dapat berkontribusi dalam penghematan energi dan

pemeliharaan lingkungan, sehingga nantinya dapat menjadi inspirasi bagi perancang

lainnya dalam merancang bangunan yang peduli dengan lingkungan sekitar.

1.5.2 Manfaat

a) Akademik

Memberikan wawasan mengenai perancangan hotel dan mall yang berkonsep hemat

energi dengan menekankan pendekatan green architecture dan green building.

b) Praktis

• Bagi Masyarakat

Meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar dengan membuka lapangan

pekerjaan yang baru

• Bagi Pemerintah

Berkontribusi secara langsung dalam gerakan penghematan energi melalui

perancangan bangunan komersial

3
1.6 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dari perancangan Hotel dan Mall Berbasis City Walk ini adalah

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB I, menguraikan mengenai latar belakang pemilihan judul, isu – isu dan

masalah terkait seputar penerapan konsep hemat energi pada hotel dan mall, kajian teori

tentang projek sejenis, tujuan dan manfaat, serta sistematikan pembahasan.

BAB II KAJIAN EMPIRIK DAN KAJIAN TEORITIK

Pada BAB II, memuat kajian empirik dan teori – teori yang berkaitan dengan

permasalahan desain. Bab ini juga menguraikan tentang kondisi lingkungan baik alami,

buatan, dan masyarakat sekitar.

BAB III PENDEKATAN DAN STRATEGI DESAIN

Pada BAB III, memuat landasan dan tahap – tahap dalam proses pemecahan masalah

desain mengenai perancangan hotel dan mall yang berkonsep hemat energi melalui

pendekatan green architecture dan green building.

DAFTAR PUSTAKA

Memuat daftar sumber-sumber data serta informasi yang digunakan dalam pembahasan

baik literatur kepustakaan maupun literatur elektronik.

4
Bab II. Kajian Empirik dan Kajian Teoritik

2.1 Kajian Empirik

2.1.1 Gambaran Fungsi Bangunan yang ditetapkan

Gambaran fungsi bangunan hotel dan mall yang ditetapkan memiliki fungsi yang sama

dengan bangunan hotel dan mall Ciputra Semarang. Hanya saja konsep mall yang

direncanakan berbeda dengan yang ada pada Ciputra. Konsep mall sama dengan fungsi

mall pada Paris Van Java di Bandung yang mengusung konsep city walk.

Gambar 2.1 Hotel dan Mall Ciputra Semarang Gambar 2.2 Paris Van Java Bandung
(Sumber : Google Image) (Sumber : Google Image)

A. Hotel Bintang 4

Hotel adalah sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan

pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat

pembayaran (Lawson, 1967). Kriteria yang harus dipenuhi oleh hotel bintang 4 yaitu :

jumlah kamar standar minimal 50 kamar, memiliki minimal 3 kamar suite, luas kamar

standar minimal 24 m2, luas kamar suite minimal 48 m2, luas lobby minimal 100 m2,

memiliki bar, dan memiliki sarana rekreasi dan olahraga.

5
B. Mall

Shopping mall merupakan pusat perbelanjaan yang berintikan satu dan beberapa

department store besar sebagai daya Tarik retail-retail kecil dan rumah makan dengan

tipologi bangunan seperti toko yang menghadap ke koridor utama mall atau pedestrian

yang merupakan unsur utamadari sebuah shopping mall dengan fungsi sebagai sirkulasi

dan sebagai ruang komunal bagi terselenggaranya interaksi antar pengunjung dan

pedagang. ( Maitland, 1987)

2.1.2 Kondisi Tapak

Lokasi tapak berada di jalan Letnan Jendral S. Parman, kelurahan Bendungan,

kecamatan Gajahmungkur, Semarang. Pada area tapak terdapat 4 garis kontur yang

memiliki perbedaan tinggi 2 meter tiap garisnya. Akses menuju tapak dapat dilalui oleh 2

jalan, yaitu jalan S. Parman dan jalan Rinjani dengan luas ±7100 m2.

Gambar 2.3 Foto Udara Lokasi Tapak Gambar 2.4 Topografi Tapak

(Sumber : Google Map) (Sumber : Peta Tapak Semarang)

Menurut RTDRK Kota Semarang tahun 2017, jalan S. Parman termasuk dalam BWK II

dengan jenis jalan arteri sekunder dengan ketentuan KDB 60%, KLB hotel 10 lantai (6,0)

KLB supermarket 7 lantai (4,2), GSB 29 meter. Batasan lahan adalah sebagai berikut :

6
• Sebelah Timur Tapak : Berbatasan dengan Mess Yos Sudarso

• Sebelah Selatan Tapak : Berbatasan dengan jalan S. Parman

• Sebelah Barat Tapak : Berbatasan dengan jalan Rinjani

• Sebelah Utara Tapak : Berbatasan dengan perumahan Argopuro

1. Potensi

Tapak berada di kawasan dataran tinggi yang memiliki view cukup bagus. Lahan

berkontur dapat menambah nilai estetika dalam peletakan bangunan. Akses ke lahan

mudah karena terdapat 2 jalan yang lebar. Sudah dilengkapi dengan utilitas yang

memadai, seperti jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon dll, dekat dengan

pom bensin. Potensi lainnya yaitu belum ada pusat perbelanjaan pada kawasan

Gajahmungkur.

2. Kendala

Kendala pada tapak yaitu lokasi tapak berada di pertigaan antara jalan S.parman dengan

jalan Rinjani dimana lalu lintasnya cukup padat. Pada lokasi tapak terdapat garis kontur

dimana selain memberi keuntungan terhadap estetika, penanganan tanah yang

berkontur akan memakan lebih banyak waktu dan uang disbanding tanah yang tidak

berkontur. Kendala lain yaitu terdapat hotel Grasia yang berada di seberang tapak

sehingga akan menimbulkan persaingan.

2.1.3 Kondisi Lingkungan

1. Kondisi Jalan

Lebar jalan S. Parman ± 12 meter dengan tingkat kepadatan sedang. Sedangkan lebar

jalan Rinjani ± 15 meter dengan tingkat kepadatan minim. Tingkat kepadatan tinggi

terdapat pada pertigaan jalan S.Parman dengan jalan Rinjani, akan tetapi hal tersebut

7
tidak menyebabkan kemacetan. Jadi dapat diambil kesimpulan akses jalan pada sekitar

tapak berada pada tingkat sedang.

2. Kondisi Bangunan Sekitar

Kondisi bangunan sekitar didominasi oleh gaya arsitektur modern dengan tingkat

ekonomi menengah ke atas.

Gambar 2.5 Kondisi Bangunan Sekitar

(Sumber : Google satelit)

3. Jaringan Utilitas

Jaringan utilitas yang teridentifikasi pada lahan yaitu jaringan listrik, jaringan telpon,

internet, saluran drainase, jaringan air bersih. Dengan begitu dapat disimpulkan jaringan

utilitas pada lahan sudah memadai.

4. Topografi

Kelerengan di Kecamatan Gajahmungkur berdasarkan pada RDTRK Kota Semarang

berkisar antara 0% - 40% dengan jenis tanah pada kelurahan Bendungan yaitu asosiasi

alluvial Kelabu.

2.1.4 Kondisi Lingkungan Masyarakat

Kondisi ekonomi masyarakat sekitar tapak tergolong menengah ke atas,hal ini dapat

dilihat dari kondisi bangunan sekitar yang didominasi oleh bangunan perdagangan dan

jasa, dan juga kondisi rumah sepanjang jalan S.Parman.

8
2.2 Kajian Teoritik

2.2.1 Tinjauan Fungsi Bangunan

A. Hotel

Hotel menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.65 tahun 2001 tanggal

31 september 2001 Pasal 1, yaitu “Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi

orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas

lainnya dengan di pungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu dikelola

dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoan dan perkantoran”.

• Hotel Bisnis

Menurut kamus umum, bisnis adalah secara dagang, secara perdagangan, usaha

dagang, bidang usaha. Menurut Mc. Naughton, bisnis merupakan suatu pertukaran

barang, jasa ataupun uang dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disumpulkan bahwa hotel bisnis

adalah bangunan yang menyediakan layanan jasa berupa penginapan, makan dan

minum, sarana, dan fasilitas pelengkap lainnya untuk mendukung kegiatan bisnis para

tamu secara komersial. Karakteristik hotel bisnis terdiri dari :

• Lokasi

Lokasi dari pada hotel bisnis terletak di pusat – pusat kegiatan bisnis, seperti

perkantoran, perdagangan, dan perbelanjaan.

• Tamu

Tamu yang datang ke hotel mayoritas adalah kalangan pebisnis, pengusaha,

karyawan dengan kepentingan berbisnis, berdagang, tugas dinas, seminar dan

sebagainya.

9
• Fasilitas

Fasilitas yang ada ditekankan pada fasilitas yang dapat menunjang kegiatan bisnis

para tamu, seperti ruang pertemuan, fax telepon, dan sebagainnya. Fasilitas

pelayanan harus serba praktis, cepat dan ekonomis sesuai dengan karakteristik para

tamu yang sangat memperhitungkan waktu dan uang.

B. Mall

Shopping mall merupakan pusat perbelanjaan yang berintikan satu dan beberapa

department store besar sebagai daya Tarik retail-retail kecil dan rumah makan dengan

tipologi bangunan seperti toko yang menghadap ke koridor utama mall atau pedestrian

yang merupakan unsur utamadari sebuah shopping mall dengan fungsi sebagai sirkulasi

dan sebagai ruang komunal bagi terselenggaranya interaksi antar pengunjung dan

pedagang. ( Maitland, 1987).

International Council of shopping Center (1999) mengklasifikasikan shopping mall

menjadi dua bagian berdasarkan fisiknya, yaitu:

1. Strip Mall / Open Mall Strip mall atau biasa dengan disebut shopping plaza adalah

pusat perbelanjaan terbuka dengan deretan unit-unit retail pada umumnya terdiri dari

1-2 lantai yang bersusunan sejajar (berderet lurus maupun membentuk konfigurasi U

atau L ) dengan area pejalan kaki yang terbuka ditengahnya yang menghubungkan

antar unit-unit retail yang saling berhadapan. Dengan semakin minimnya lahan

terutama di daerah perkotaan, tipe strip mall ini berubah menjadi unit-unit retail

dengan parkir kendaraan yang terletak di depannya, menyesuaikan dan

mengoptimalisasi lahan yang ada.

2. Shopping Mall / Closed Mall Shopping mall biasanya disebut dengan mall adalah tipikal

pusat perbelanjaan yang bersifat tertutup / indoor yang berisi unit-unit retail dan pada

10
umumnya disewakan. Biasanya Mall merupakan multi-storey building atau terdiri lebih

dari 2 lantai, yang dikarenakan mall dibangun di tengah kota dimana lahannya yang

sangat terbatas tetapi tuntutan fungsinya tetap banyak, sehingga pembangunan mall

harus dilakukan secara vertikal. Dan Untuk menambah kenyamanan pengunjung, mall

sudah menggunakan bantuan teknologi seperti pengatur suhu ruangan ( AC ),

material-material yang bagus untuk dipandang, dll.

• Konsep Citywalk

Citywalk secara harafiah terdiri dari 2 kata, city dan walk. City berarti kota, didalam

kota, sedangkan walk berarti jalur, jalan. Jadi secara abstrak, citywalk berarti jalur pejalan

kaki di dalam kota. Jalur tersebut dapat terbentuk akibat deretan bangunan ataupun

lansekap berupa tanaman, Citywalk merupakan pedestrian dengan sarana perbelanjaan

yang lengkap, serta dikelola oleh suatu pengembang usaha , sehingga dapat bertahan

dan berkembang1. Konsep Citywalk merupakan konsep dimana sebuah kota

berorientasi pada pejalan kaki serta ruang terbuka sebagai ruang publik.2

Menurut Aditya W. Fitrianto dalam artikel IAI 2006, citywalk sebenarnya tak lebih

dari koridor jalan yang dikhususkan untuk deretan toko. Bedanya, jalan-jalan ini berada

di lahan properti milik pengembang privat atau pengelolaannya dapat dikatakan berada

dalam satu atap dan jalan- jalan tersebut diperuntukkan sebagai ruang publik. Citywalk

hadir berupa koridor untuk pejalan kaki yang menghubungkan beberapa fungsi komersial

dan ritel yang ada. Koridor ini bersifat terbuka (tanpa AC) dan cukup lebar, berkisar 6

hingga 12 meter, tergantung jenis kegiatan yang akan diciptakan. Selain itu, beliau juga

1
Astarie, F., 2004. Penerapan City Walk Pada Selokan Mataram. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.hlm
47-48
2
Restiyanti, C., 2007. Penerapan City Walk dalam Konteks Fungsi Komersial. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.hlm 31

11
mengemukakan citywalk sebagai koridor komersial seharusnya dapat memberikan rasa

nyaman dari iklim tropis yang ada di Indonesia seperti panas dan hujan misalnya.

2.2.2 Penghematan Energi Dalam Bangunan

Penghematan energi dalam bangunan dapat dilakukan dengan beberapa cara :3

1. Melalui sistem utilitas bangunan (penerangan, pengkondisian udara, pompa, BAS)

2. Melalui manusia pengguna bangunan (pengetahuan, perilaku, disiplin hemat energi)

3. Melalui rancangan arsitektur bangunan (sistem pasif dan aktif)

1. Penghematan Energi Melalui Sistem Utilitas Bangunan

Penelitian terhadap pencahayaan buatan beberapa ruang kelas di kampus

Universitas Trisakti yang dilakukan Candy Yuniarti memperlihatkan bahwa dengan

susunan lampu yang tepat disesuaikan dengan letak jendela (sumber cahaya alami),

penggunaan lampu (penerangan buatan) sesungguhnya dapat dikurangi, tanpa harus

mengorbankan kenyamanan visual siswa di ruang kelas. Switch on-off perlu

dipertimbangkan terhadap pengelompokan lampu. Deretan lampu yang ditempel pada

ceiling dekat jendela sebaiknya dikelompokan menjadi satu, sementara deretan lampu

ceiling ‘bagian dalam’ yang berjauhan dengan jendela sebaiknya berada pada kelompok

lain. Ketika udara cerah-siang hari, kelompok lampu dekat jendela dapat dimatikan tanpa

mengganggu kebutuhan penerangan siswa di area tersebut.4

Penelitian Bahri dan Karyono di Gedung BEJ memperlihatkan bahwa

peningkatan suhu ‘chilled water’ sebesar 1oC pada sistem pendingin udara sentral dapat

menurunkan sekitar 7.5% konsumsi energi dalam bangunan tersebut. Manajemen energi

juga dapat membantu penghematan energi dalam bangunan. Melalui buiding automatic

3
Karyono (2004), Bangunan Hemat Energi: Rancangan Pasif dan Aktif , Harian Kompas, 31 Oktober, hal 4
4
Yuniarti, SC (2003), Kajian Kuat Penerangan Ruang Kelas Dikaitkan dengan Letak Bukaan dan Pengaturan
Penerangan Buatan, Thesis Program Magister Arsitektur, Universitas Trisakti.

12
system (BAS) penggunaan enegi dapat diatur dan ditargetkan. Salah satu contoh adalah

dengan penjadwalan waktu kerja mesin AC, penjadwalan kerja mesin lift, penjadwalan

penerangan bangunan, dan sebagainya.5

2. Penghematan Energi Melalui Pengguna Bangunan

Salah satu hal penting yang tidak disadari pengguna terhadap pemborosan energi adalah

perilaku pengguna sendiri. Pemborosan energi seringkali justru disebabkan oleh

ketidakpedulian pengguna terhadap penggunaan energi secara hemat. Beberapa contoh

pemborosan energi (listrik) dalam kehidupan sehari-hari :6

• Tidak mematikan lampu ketika ruangan tidak digunakan


• Tidak mematikan peralatan listrik seperti pendingin ruangan, TV atau peralatan listrik
lainnya ketika tidak digunakan.
• Menggunakan air secara berlebihan

3. Penghematan Energi Melalui Rancangan Arsitektur

Perancangan arsitektur hemat energi dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan

aktif. Perancangan pasif merupakan salah satu cara penghematan penggunaan energi

melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif - tanpa mengkonversikan energi

matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan

arsitek, bagaimana agar rancangan bangunan mampu dengan sendirinya ‘memodifikasi’

kondisi iklim luar yang tidak nyaman menjadi ruang di dalam bangunan yang nyaman.7

5
Karyono, TH dan Bahri, G (2005), Energy Efficient Strategies for J SX Buildings, Jakarta, Indonesia,
Proceedings Passive Cooling Conference, Santorini, Greece.
6
Karyono (2004), Bangunan Hemat Energi: Rancangan Pasif dan Aktif , Harian Kompas, 31 Oktober, hal 5
7
Ibid, hal. 7

13
• Perancangan Secara Pasif

Strategi perancangan pasif di wilayah tropis seperti di Indonesia diarahkan untuk

mengambil energi panas matahari dengan mencegah atau mengurangi radiasi matahari

yang jatuh ke bangunan. Komponen sinar matahari yang terdiri dari panas dan cahaya

hanya memanfaatkan komponen cahaya dan menepis panasnya. Salah satu cara untuk

mendapatkan cahaya dan mengurangi panas dari matahari yaitu dengan menggunakan

shading light shelf yang berguna memantulkan cahaya dari matahari ke plafond dalam

ruangan.

• Perancangan Secara Aktif

Dalam peracangan aktif, energi matahari dikonversikan menjadi energi listrik oleh

solar sel, kemudian energi listrik inilah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

energi bangunan. Dalam perancangan secara aktif, penerapan secara pasif juga

diperlukan di dalam bangunan, karena jika tidak penggunaan energi di dalam bangunan

akan tetap tinggi.

2.2.3 Intensitas Konsumsi Energi (IKE)

Berdasarkan Peraturan Gubernur No.38 tahun 2012 Intensitas Konsumsi Energi

(Energy Use Intensity) atau IKE adalah besar energi yang digunakan suatu bangunan

gedung perluas area yang dikondisikan dalam satu bulan atau satu tahun. Nilai intensitas

konsumsi energi penting untuk dijadikan tolak ukur menghitung potensi penghematan

energi yang mungkin diterapkan di tiap-tiap ruangan atau aseluruh area bangunan.

Dengan membandingkan nilai intensitas konsumsi energi bangunan dengan standar

nasional, bisa diketahui apakah sebuah ruangan atau keseluruhan bangunan gedung

tersebut sudah efisien atau tidak dalam mengguanakan energi.

14
Menurut pedoman pelaksanaan konservasi energi listrik dan pengawasannya di

Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (Teknik Audit Energi Diknas : 2006) dalam

menentukan prestasi penghematan energi, untuk gedung kantor dan bangunan

komersial dapat mengacu pada standar nilai IKE yang diperlihatkan sebagai berikut :

Ruangan AC Ruangan Non AC


Kriteria
(KWh / m2 /bln) (KWh / m2 /bln)

Sangat Efisien 4,17 – 7,92 0,84 – 1,67

Efisien 7,92 – 12,08 1,67 – 2,5

Cukup Efisien 12,08 – 14,58 -

Agak Boros 14,58 – 19,17 -

Boros 19,17 – 23,75 2,5 – 3,34

Sangat Boros 23,75 – 37,75 3,34 – 4,17

Tabel 2.1 Standard Nilai IKE

(Sumber : Departemen Pendidikan Nasional)

Berdasarkan SNI 03-6169-2000 menghitung besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE)

gedung dapat dilakukan dengan rumus :

𝑃𝑒𝑚𝑎𝑘𝑎𝑖𝑎𝑛 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 (𝐾𝑊ℎ)


IKE =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑚2)

2.2.4 Green Architecture

Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan

pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat

hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan

sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal. ‘Green’ dapat

15
diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan),

dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran 'green'

ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada

kesadaran untuk menjadi lebih hijau. Di negara-negara maju terdapat award,

pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang tergolong

'green'. 8

Indikasi arsitektur disebut sebagai 'green' jika dikaitkan dengan praktek arsitektur

antara lain penggunaan renewable resources (sumber-sumber yang dapat diperbaharui,

passive-active solar photovoltaic (sel surya pembangkit listrik), teknik menggunakan

tanaman untuk atap, taman tadah hujan, menggunakan kerikil yang dipadatkan untuk

area perkerasan, dan sebagainya. Konsep 'green' juga bisa diaplikasikan pada

pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero

energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope).

Penggunaan energi terbarukan seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan

limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.9

2.2.5 Green Building

Green Building adalah konsep untuk ‘bangunan berkelanjutan’ dan mempunyai syarat

tertentu, yaitu lokasi, sistim perencanaan dan perancangan, renovasi dan

pengoperasian, yang menganut prinsip hemat energi serta harus berdampak positif bagi

lingkungan, ekonomi dan sosial. Meskipun teknologi baru yang terus dikembangkan

untuk melengkapi praktek saat ini dalam menciptakan struktur hijau, tujuan umum adalah

8
M. Maria Sudarwani (2012) Penerapan Green Architecture dan Green Building Sebagai Upaya
Pencapaian Sustainable Architecture. hal. 24.
9
Ibid

16
bahwa bangunan hijau dirancang untuk mengurangi dampak keseluruhan lingkungan

binaan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan alam dengan cara :10

• Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lainnya. Dirancang dengan biaya

lebih sedikit untuk mengoperasikan dan memiliki kinerja energi yang sangat baik.

• Melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas karyawan.

• Mengurangi sampah, polusi dan degradasi lingkungan.

• Bangunan alami, yang biasanya pada skala yang lebih kecil dan cenderung untuk

fokus pada penggunaan bahan-bahan alami yang tersedia secara lokal.

• Bangunan hijau tidak secara khusus menangani masalah perkuatan rumah yang ada.

• Mengurangi dampak lingkungan.

Menggunakan konsep green building tidak perlu mengorbankan kenyamanan dan

produktivitas akibat penghematan energi. Green building tidak hanya hemat energi tapi

juga hemat air, melestarikan sumberdaya alam, dan meningkatkan kualitas udara serta

pengelolaan sampah yang baik. Dalam mengantisipasi krisis air bersih, dikembangkan

konsep pengurangan pemakaian air (reduce) dengan produksi alat saniter yang hemat

air, penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang

buangan air bersih (recycle), dan pemanfaatan air hujan yang jatuh di atap bangunan

(rain water harvesting).11

2.2.6 Green Building Council Indonesia

Green Building Council Indonesia adalah Lembaga mandiri (non government) yang

berkomitmen penuh terhadap Pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-

10
M. Maria Sudarwani (2012) Penerapan Green Architecture dan Green Building Sebagai Upaya
Pencapaian Sustainable Architecture. hal. 25.
11
Yusuf Nasir, “Teknologi Bangunan Hijau”. Enginer Weekly. No.3 W, III April 2016

17
praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang

berkelanjutan. GBCI mengembangkan perangkat penilai yang disebut Greenship.

Greenship dipersiapkan dan disusun oleh GBCI dengan mempertimbangkan kondisi,

karakter alam serta peraturan dan standart yang berlaku di Indonesia. Greenship terbagi

atas enam kategori yang terdiri dari :12

• Tepat Guna Lahan - Appropriate Site Development (ASD)

Penilaian ini berdasarkan efisiensi penggunaan lahan yang terdiri dari kawasan

hijau, kualitas iklim mikro pada tapak, dan manajemen limpahan air hujan.

• Efisiensi dan Konservasi Energi - Energy Efficiency & Conservation (EEC)

Kategori ini terdiri dari sistem efisiensi energi terbarukan yang dikonfersikan ke

energi listrik, dan cara penghematan energi pada bangunan dengan memanfaatkan

energi alam.

• Konservasi Air - Water Conservation (WAC)

Kategori ketiga terdiri dari penghematan penggunaan air dalam bangunan melalui

pengurangan menggunakan sistem BAS, dan sumber air alternatif selain dari air

tanah dan air PDAM.

• Sumber & Siklus Material - Material Resources & Cycle (MRC)

Kategori selanjutnya terdiri dari sumber material dan penggunaan material. Sumber

material berasal dari daerah dengan radius 1000 km dari lokasi proyek. Penggunaan

material terdiri dari material ramah lingkungan dan material daur ulang.

• Kualitas Udara & Kenyamanan Udara Dalam Ruang - Indoor Air Health & Comfort

(IHC)

12
Green Building Council Indonesia

18
Kategori kelima terdiri dari siklus udara di dalam ruangan, pemantauan kadar CO2

didalam ruangan, polutan kimia yang terdiri dari penggunaan material bangunan,

dan kendali asap rokok.

• Manajemen Lingkungan Bangunan - Building & Enviroment Management (BEM)

Kategori yang terakhir adalah proses pengolahan limbah yang dihasilkan oleh

bangunan, baik berupa sampah organik, anorganik, dan B3, sampah konstruksi yang

dihasilkan dari proses pembangunan, dan pengelolaan sampah tingkat lanjut untuk

mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga

mengurangi beban TPA.

2.2.7 Ruang

Ruang merupakan suatu tepat dimana kita bisa merasakan adanya batas-batas baik

secara fisik oleh indera manusia maupun yang dapat ditangkap indera manusia13.

Prinsip – prinsip penataan ruang, yaitu14 :

• Axis/sumbu : sebuah garis yang dibentuk oleh dua titik sehingga membagi ruang

menjadi simetri atau seimbang

• Simetri : distribusi yang seimbang dan susunan bentuk yang setara dan ruang sisi

yang berlawanan dari garis pemisah atau sumbu.

• Hirarki : pembedaan kepentingan atau makna dari suatu bentuk ruang dengan

ukuran, bentuk atau penempatan relatif terhadap bentuk lain.

• Ritme : pengulangan yang memiliki suatu pola atau pergantian unsur atau motif

dalam bentuk yang sama atau berbeda.

13
Pamudji, S., 1999. Desain Interior. Jakarta: Penerbit Djambatan.hlm 26
14
Francis D. K. Ching, Ordering Principles. Architecture form, space and order, New Jersey: John Wiley &
Sons, 2007.Hlm 339

19
• Datum : sebuah garis, bidang atau volume yang tersusun kontinyu untuk mengatur

pola bentuk dan ruang.

• Transformation : perubahan yang dilakukan untuk menanggapi konteks tertentu

tanpa menghilangkan identitas asli.

2.2.8 Penataan Bangunan

Tingkat enclosure yang tinggi didapat dari ada atau tidaknya batas, seperti halnya dinding

pada bangunan. Ketika kelompok bengunan membentuk ruang di tengah, namun masih

memungkinkan untuk memandang keluar area tersebut, maka akan terbentuk apa yang

disebut “spatial leaks”. Untuk meningkatkan enclosure nya, dapat digunakan elemen lain,

misalnya vegetasi atau mengguanakan overlapping sisi bangunan.15

Gambar 2.6 Spatial Leaks

(Sumber : Booth, Norman. K., 1983)

Keterangan :

Gambar 1 : “Spatial Leaks”

Gambar 2 : Overlapping sisi bangunan meminimalisasi “spatial leaks”

Gambar 3 : Elemen lanskap lainnya meminilimalisasi “spatial leaks”

15
Booth, Norman. K , 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York: Elsevier.Hlm
131-137

20
Kelompok bangunan yang ditata

membentuk sebuah garis tidak akan

menciptakan suatu enclosure yang jelas,

sehingga tidak membentuk sebuah ruang.


Gambar 2.7 Penataan bangunan yang
Begitu juga halnya dengan kelompok bangunan tidak menciptakan enclosure

yang disusun acak, tanpa penataan yang (Sumber : Booth, Norman. K. 1983)

dirancang.

Teknik paling mudah untuk menata kelompok

bangunan untuk menciptakan sebuah ruang adalah

dengan membentuk dinding fasad mengeliling yang

menerus, karena ruang ditengahnya akan mudah terasa.

Namun ruang yang dihasilkan akan terasa statis dan sulit

melakukan pergerakan. Gambar 2.8 Central Space

(Sumber : Booth, Norman. K. 1983)


Dengan menciptakan central space ruang yang

tercipta memiliki hirarki yang sejajar. Dalam komposisi

ruang yang tercipta, tidak terdapat suatu fokus. Untuk

menciptakan fokus dalam ruang, dapat dibuat ruang

utama dengan sub ruang-sub ruang disekitarnya.

Gambar 2.9 Ruang utama dan sub


ruang menciptakan fokus

(Sumber : Booth, Norman. K. 1983)

21
A. Tipe Kelompok Bangunan dan Ruang yang Dibentuknya16 :

• Ruang Terbuka yang Memusat

Konsep dasar dari tipe ini adalah menata kelompok bangunan

mengelilingi sebuah ruang terbuka yang memusat yang

menghubungkan seluruh bangunan. Kelemahan tipe ruang ini

adalah ruang yang terbentuk memiliki tingkat enclosure yang

kuat, sehingga terbentuk suatu dead end. Manusia dipaksa Gambar 2.10 Ruang Terbuka
Memusat
memasuki ruang ini, bukan melewati ruang ini. (Sumber : Booth, Norman. K. 1983)

• Ruang Terbuka yang Menjadi Fokus

Konsep dari tipe ruang ini adalah membentuk ruang terbuka

sebagai fokus dengan membuka salah satu sisi, sehingga

memungkinkan adanya pandangan menuju sisi tersebut.

Namun untuk tetap menciptakan enclosure, dapat


Gambar 2.11 Ruang Terbuka
disunakan elemn lansekap lainnya. Menjadi Fokus
(Sumber : Booth, Norman. K. 1983)
• Ruang Linier

Ruang memanjang yang terbentuk dari penataan bangunan

memanjang dan menciptakan ruang pada salah satu atau

kediua ujungnya Gambar 2.12 Ruang Linier


(Sumber : Booth, Norman. K. 1983)
• Ruang Linier Organik

Ruang memanjang yang terbentuk dari penataan bangunan

memanjang dan menciptakan ruang pada salah satu atau

kedua ujungnya, namun memiliki jalur yang tidak sederhana.

Misalnya memiliki sudut pada setiap jarak tertentu. Gambar 2.13 Ruang Linier Organik
(Sumber : Booth, Norman. K. 1983)

16
Booth, Norman. K , 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York: Elsevier.Hlm
141-146

22
Bab III. Pendekatan dan Strategi Desain

3.1 Pendekatan Desain


Dari pernyataan masalah pada perancangan hotel dan mall yang berbasis city walk ini,

terdapat beberapa teori yang mendukung masalah tersebut yang kemudian nantinya

akan diselesaikan dengan beberapa pendekatan , yaitu :

Implementasi Teori Osman Attmann


sistem hemat tentang Green Architecture Pendekatan Green
energi pada
Architecture dan
hotel dan mall
Teori M. Maria Tentang Green Building
yang berbasis
city walk. green architecture dan
green building

Penataan komplek Teori D.K. Ching Tentang


bangunan hotel Space and Order
dan mall agar Pendekatan
saling Penataan Bangunan
Teori Norman Booth Tentang
berkesinambungan
Teori elemen desain lansekap
arsitektur

Diagram 3.1 Pendekatan Desain


(Sumber : Analisa Pribadi)

23
3.2 Kerangka Alur Pikir Desain

Latar Belakang Kajian Tapak dan Regulasi Fungsi Bangunan


Lingkungan • KDB 60% Komplek
Adanya kesadaran diri
• KLB 10 lantai bangunan hotel
dengan berkontribusi • Potensi : Lahan dan mall yang
dalam gerakan hemat berkontur, kawasan • GSB 29 m
menyediakan jasa
energi melalui dataran tinggi, akses pelayanan
perancangan bangunan jalan lancar
komersial yang hemat • Kendala : Lahan
energi. Semakin berkontur, berada
maraknya penggunaan di pertigaan jalan, Analisa Konsep
energi pada bangunan. terdapat hotel
Grasia di seberang Perencanaan
tapak

Conceptual &
Isu Schematic
Design
• Efisiensi energi Pendekatan Desain
• Pemanfaatan • Pendekatan green
architecture dan Design
Teknologi Development
green building
• Pendekatan
penataan bangunan
Dokumen
Perancangan
Masalah Desain

• Implementasi konsep
Strategi Desain
hemat energi pada
rancangan bangunan Kajian Teoritik Mencari tinjauan terhadap
hotel dan mall implementasi sistem hemat
• Penataan komplek • Teori Osman Attmann
energi pada bangunan dan
bangunan hotel dan tentang Green Architecture
penataan bangunan melalui
mall untuk • Teori Osman Attmann
studi literatur dan proyek
menciptakan ruang tentang Green Architecture
sejenis.
yang • Teori Norman Booth
berkesinambungan Tentang Teori elemen Menganalisa elemen – lemen
desain lansekap arsitektur penghematan energi dan
• Teori D.K. Ching Tentang penataan bangunan pada hotel
Space and Order dan mall.
Diagram 3.2 Kerangka Alur Pikir Menerapkan konsep hemat
(Sumber : Analisa Pribadi) energi pada bangunan hotel
dan mall melalui pendekatan
green architecture dan green
building, dan pendekatan
penataan bangunan.
24
3.3 Strategi Desain
Dalam menyelesaikan permasalahan desain yang ada, berikut ini beberapa strategi yang

perlu dilakukan :

Masalah Desain Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Implementasi Mencari tinjauan Menganalisa Menerapkan


sistem hemat terhadap elemen - elemen konsep hemat
energi pada hotel implementasi implementasi energi pada
dan mall yang sistem hemat penghematan energi bangunan hotel dan
berbasis city walk energi pada pada hotel dan mall. mall melalui
bangunan melalui pendekatan green
studi literatur dan architecture dan
proyek sejenis. green building.

Penataan komplek Mencari tinjauan Menganalisa tata Menerapkan tata


bangunan hotel terhadap tata peletakan komplek peletakan komplek
dan mall agar penataan komplek bangunan hotel dan bangunan hotel dan
saling bangunan melalui mall agar saling mall melalui
berkesinambungan studi literatur dan berkesinambungan pendekatan
proyek sejenis. penataan bangunan

Diagram 3.1 Tahapan Strategi Desain


(Sumber : Analisa Pribadi)

25
Daftar Pustaka

Astarie, F., 2004. Penerapan City Walk Pada Selokan Mataram. Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada

Restiyanti, C., 2007. Penerapan City Walk dalam Konteks Fungsi Komersial. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada

Yuniarti, SC (2003), Kajian Kuat Penerangan Ruang Kelas Dikaitkan dengan Letak

Bukaan dan Pengaturan Penerangan Buatan, Thesis Program Magister Arsitektur,

Universitas Trisakti.

Karyono, TH dan Bahri, G (2005), Energy Efficient Strategies for J SX Buildings, Jakarta,

Indonesia, Proceedings Passive Cooling Conference, Santorini, Greece.

M. Maria Sudarwani (2012) Penerapan Green Architecture dan Green Building Sebagai

Upaya Pencapaian Sustainable Architecture.

Pamudji, S., 1999. Desain Interior. Jakarta: Penerbit Djambatan

Francis D. K. Ching, Ordering Principles. Architecture form, space and order, New

Jersey: John Wiley & Sons, 2007

Booth, Norman. K , 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York:

Elsevier

26

Anda mungkin juga menyukai