Anda di halaman 1dari 43

Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Dana Desa dalam

Pembangunan Infrastruktur Jalan Menuju Good Local Goverment


Governance

Disusun oleh :
Refina Tasari Samosir
1610112218

Program Studi S1 Akuntansi


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat ALLAH SWT,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir
mata kuliah Metodologi Penelitian. Tujuan penyusunan tugas akhir mata kuliah
Metodologi Penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam
pengambilan nilai Ujian Akhir Semester 6 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UPN
“Veteran” Jakarta.
Penulisan tugas akhir mata kuliah Metodologi Penelitian ini peneliti
mengambil judul “Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Dana Desa dalam
Pembangunan Infrastruktur Jalan Menuju Good Local Goverment Governance”
Mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
penulisan tugas akhir mata kuliah Metodologi Penelitian ini tidak luput dari
kekurangan dan belum sempurna, namun penulis berharap semoga draft skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi semua pihak yang berkenan
memanfaatkannya.
Pada proses penyusunan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu Dr. Ni Putu Eka
Widiastuti, S.E, M.Si, CSRS selaku Dosen Mata Kuliah Metodologi Penelitian
yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan ilmu dan pengarahan
sampai terselesaikan tugas akhir mata kuliah Metodologi Penelitian ini.

Jakarta, 10 Juni 2019

Refina Tasari Samosir

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

I.2 Fokus Penelitian ....................................................................................... 1

I.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 1

I.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 1

I.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 2

II.1 Penelitian Sebelumnya ............................................................................ 2

II.2 Landasan Teori ........................................................................................ 8

II.2.1 Organisasi Sektor Publik ................................................................. 8

II.2.2 Good Governance .......................................................................... 11

II.2.3 Akuntabilitas ................................................................................. 13

II.2.4 Transparansi .................................................................................. 14

II.2.5 Dana Desa ..................................................................................... 15

II.2.6 Pengelolaan Dana Desa ................................................................. 18

II.2.7 Pembangunan Infrastruktur Dana Desa......................................... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 25

III.1 Metode Penelitian ................................................................................ 25

III.1.1 Penelitian Kualitatif ..................................................................... 25

III.1.2 Paradigma Interpretif ................................................................... 26

III.1.3 Pendekatan Etnometodologi ........................................................ 27

III.2 Lokasi Penelitian ................................................................................. 28

III.3 Obyek, Subjek Penelitian Dan Sumber Data ....................................... 29

ii
III.3.1 Obyek Penelitian ............................................................................ 29

III.3.2 Subjek Penelitian ............................................................................ 29

III.3.3 Sumber Data Penelitian .................................................................. 30

III.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 32

III.5 Teknik Validasi Data ........................................................................... 33

III.6 Analisa Data......................................................................................... 34

III.7 Desaign Penelitian ............................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


I.2 Fokus Penelitian
I.3 Rumusan Masalah
I.4 Tujuan Penelitian
I.5 Manfaat Penelitian

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Sebelumnya


Penulis menggunakan sumber literasi untuk penelitian ini yaitu tidak hanya
bersumber dari buku, namun berasal juga dari penelitian sebelumnya.
Penelitian sebelumnya digunakan untuk membantu penulis dalam tahap
penyusunan penelitian yang sedang di teliti dan bermanfaat untuk penulis
untuk memperkaya kajian teori untuk mengkaji penelitian ini. Dari penelitian
sebelum nya tidak ditemukan kesamaan judul dengan judul yang penulis ambil,
namun peneliti mengangkat penelitian sebelumnya berupa jurnal penelitian
yang dapat mendukung toeri penulis, antara lain terkait dengan pengkuan
pendapatan
Berikut ini adalah hasil dari beberapa penelitian sebelumnya yang membahas
tentang pengakuan pendapatan antara lain:
a.
Penelitian dengan judul The challenges of infrastructure Development in
Democratic Governance Pembangunan infrastruktur adalah dasar untuk
mengukur kinerja para pemimpin yang demokratis dan apa adanya landasan
pemerintahan yang demokratis. Infrastruktur adalah medium, alat dan teknik
proyek atau program atau strategi. Permintaan untuk pembangunan
infrastruktur lebih tinggi dan sumber daya yang digunakan dalam penyediaan
infrastruktur terbatas. Agitasi dan lobi minat etnis adalah hal umum dalam
pemerintahan yang demokratis. Era militer di Nigeria sebagian besar boom
ekonomi dan hanya berhasil memperluas kesenjangan dalam permintaan dan
penyediaan infrastruktur. Sebagian besar infrastruktur sekarang sudah lapuk
dan perlu diperbaiki atau diganti. Pemerintah adalah sistem itu mengorganisir
dan menyadarkan orang-orang di suatu daerah di tempat lain agar semua
memiliki komunitas yang dapat diterima. Pemerintah memiliki kekuatan untuk
menempatkan semua tindakan yang dianggapnya sesuai akan membuat suatu
lingkungan kondusif untuk hidup bagi semua orang. Pembangunan
infrastruktur dalam pemerintahan yang demokratis melibatkan

2
3

mengidentifikasi proyek yang tepat, melakukan studi kelayakan dan kelayakan


dan melakukan fisik pengembangan proyek. Tantangannya banyak dan
mencakup keuangan, teknologi untuk pengembangan, pemeliharaan dan
desain. Tantangan juga termasuk persyaratan internasional proyek yang akan
dikembangkan secara berkelanjutan. Proyek harus memenuhi standar emisi
karbon yang ditetapkan oleh organisasi internasional, masyarakat harus
memiliki keanekaragaman hayati dan memancarkan gas rumah kaca kecil
(GHG) mungkin, lingkungan alam harus dilestarikan dan sebagainya.
Tantangannya banyak tetapi pemerintah serius mana pun dapat mengatasinya
sebagai hasil dari penelitian dan pengembangan yang terus-menerus pada
pembangunan infrastruktur di seluruh dunia.
b. (Sulumin, 2015)
Penelitian dengan judul Pertanggungjawaban Penggunaan Alokasi
Dana Desa Pada Pemerintahan Desa Di Kabupaten Donggala. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pertanggungjawaban
pengetahuan desa kabupaten dalam menggunakan alokasi dana desa dan
pengawasan dalam menggunakan alokasi dana desa karena tanggung jawab
kabupaten. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa
mekanisme tanggung jawab desa kabupaten dalam menggunakan alokasi dana
desa dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan berakhir sebagai
tanggung jawab yang menggunakan alokasi dana desa di kabupaten di
kabupaten Donggala sudah terwujud hukum kabupaten beroperasi, yang
institusi berhasil memahami pengaturan mengatur keuangan negara yang
menjadi tanggung jawabnya. Pengawasan di dalam menggunakan alokasi dana
desa mulai kabupaten sudah dalam tangga dari desa magang efisien karena
Desa Diskusi, Camat, Sekretariat desa kabupaten, Ricties Aksesi Departemen
dan Aset Daerah akhir Inspetorate kabupaten dalam permintaan melalui
supervisi ditempelkan rujukan pada arrage legistation yang berlaku.

c. (Hanifah & Praptoyo, 2015)


4

Penelitian dengan judul Akuntabilitas Dan Transparansi


Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Desa (Apbdes).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntansi dan
manajemen keuangan serta hambatan dan upaya yang dilakukan dalam
mengatasi hambatan pencatatan akuntansi dan manajemen keuangan desa
yang ada di Desa Kepatihan Kecamatan Menganti Kabupaten
Gresik.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yang menggunakan data primer dan data sekunder sebagai
sumber datanya.Teknik pengumpulan data berupa penelitian lapangan
(field research).Hasil pengumpulan data dianalisis dengan metode
kualitatif menggunakan paradigma deskriptif.Manajemen keuangan Desa
Kepatihan sudah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37
tahun 2007 yang menunjukkan pelaksanaan yang akuntabel dan transparan
yang dilihat dari pelaporan pertangungjawaban Anggaran Pendapatan
Belanja Desa (APBDesa), namun dari sisi pencatatan akuntansi masih
diperlukan adanya pembinaan dan pelatihan lebih lanjut, karena belum
sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Hambatan utamanya adalah belum
efektifnya pelatihan para perangkat desa dan kompetensi sumber daya
manusia, sehingga masih memerlukan perhatian khusus dari aparat
pemerintah desa secara berkelanjutan.
d. (Okeke & Agu, 2016)
Penelitian dengan Judul Institutional mechanisms for local government
accountability: Evaluating the Nigerian provisions against the European
charter of local self-government. Studi ini meneliti peran mekanisme
kelembagaan dalam akuntabilitas pemerintah daerah oleh melakukan penilaian
komparatif ketentuan institusional Nigeria terhadap Eropa Piagam
Pemerintahan Mandiri Lokal. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk
memeriksa kelembagaan mekanisme akuntabilitas pemerintah daerah di
Nigeria, mengevaluasi mekanisme Nigeria, menggunakan ketentuan Piagam
Eropa Pemerintahan Sendiri Lokal dan kemudian menentukan bagaimana
penyebaran mekanisme kelembagaan yang efektif dapat meningkatkan
prospek pemerintah daerah akuntabilitas. Studi ini mengadopsi sebagai
5

kerangka kerja analitik perbandingan sebagai metodologi menggunakan


ketentuan-ketentuan Piagam Eropa tentang Pemerintahan Sendiri Lokal untuk
mengevaluasi Nigeria mekanisme kelembagaan. Temuan-temuan studi ini
menghasilkan kesimpulan bahwa untuk sistem politik yang muncul, yang
dicirikan oleh Nigeria, mekanisme akuntabilitas (politik) yang dilembagakan
di daerah sistem pemerintah, benar-benar kurang efektif daripada mekanisme
yang tidak dilembagakan atau informal. Untuk penyebaran efektif mekanisme
kelembagaan untuk meningkatkan prospek pemerintah daerah akuntabilitas,
penelitian ini menyimpulkan bahwa komponen peradilan dari struktur
pemerintahan lokal adalah keharusan tanpa syarat, seperti tidak adanya kondisi
seperti itu; kejadian di tingkat lokal, total tidak lagi digambarkan sebagai
pemerintah.
e. Nafidah & Anisa, 2017
Penelitian dengan judul Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa di
Kabupaten Jombang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akuntabilitas
pengelolaan keuangan Desa yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban pengelolaan keuangan
keuangan desa di kabupaten Jombang. Metode penelitian yang digunakan
deskriptif kualitatif dengan mengkomparatifkan pengelolaan keuangan desa
kesesuaiannya dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 33 Tahun 2015
Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dengan teknik pengumpulan data
melalui wawancara serta pengamatan langsung terhadap objek penelitian.
Penetapan daerah observasi dilakukan dengan mempertimbangkan besar
kecilnya penerimaan dana desa atau alokasi dana desa. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2015
tentang pengelolan Keuangan Desa secara garis besar pengelolaan Keuangan
Desa telah mencapai akuntabilitas. Selain itu masih diperlukan adanya
pendampingan desa dari pemerintah daerah yang intensif dalam membantu
desa untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Desa.
f. (Ilmu & Volume, 2017)
Penelitian dengan judul Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa:
Studi Kasus Gampong Harapan, Kota Lhokseumawe. Tujuan dari penelitian
6

ini adalah memahami bagaimana mekanisme dan bentuk akuntabilitas dalam


pengelolaan keuangan desa serta dan menjelaskan bagaimana kapasitas
pemerintah desa dalam (Amosa, 1970)mempertanggungjawabkan pengelolaan
keungan keuangan. Desain yang digunakan adalah studi kasus dengan obyek
penelitian adalah Gampong Harapan Kota Lhokseumawe. Teknik
pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi untuk analisis
nanti menggunakan metode analisis data interaktif, guna memastikan validitas
data digunakan teknik triangulasi.
g. (Utomo, Sudarmo, & Suharto, 2018)
Penelitian dengan judul Analisis Good Governance Dalam Pengelolaan
Keuangan Desa. Penelitian ini bertujuan untuk: Menganalisis akuntabilitas,
transparansi dan responsivitas pengelolaan keuangan Desa di Desa Campurasri
Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan sampel untuk menentukan
informan dilakukan dengan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Sedangkan
validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber, serta analisis data
dengan menggunakan model data berlangsung atau mengalir (flow model
analysis). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas, transparansi
dan responsivitas dalam pengelolaan keuangan Desa Campurasri sudah
berjalan namun masih belum maksimal. Aspek Akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan sudah dilakukan secara horizontal (horizontal
accountability) yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat luas, dilakukan
dalam forum musyawarah desa dan pertanggungjawaban. Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban yang disampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa
dan pertanggungjawaban vertical (vertical accountability) yaitu
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi.
Transparansi pengelolaan Keuangan masih belum dikelola secara maksimal.
Beberapa pos tertentu dalam laporan keuangan hanya diketahui oleh kepala
desa dan bendahara desa, Laporan yang disampaikan ke publik hanyalah
belanja umum yang menyangkut belanja pembangunan, sedangkan belanja
yang menyangkut urusan kedalam ( Alat Tulis Kantor, perjalanan Dinas,
7

Honorarium dan sebagainya) hanya diketahui oleh internal pemerintah Desa


saja. Responsivitas pemerintah Desa dalam pelayanan informasi keuangan
kepada masyarakat sudah dijalankan namun belum sesuai harapan pengguna
layanan. Keluhan yang disampaikan terkait dengan pengelolaan keuangan desa
ditampung untuk kemudian dijanjikan penyelesainnya. Beberapa keluhan
ditindaklanjuti, namun keluhan yang lain hanya ditampung tidak
ditindaklanjuti sesuai harapan dan bahkan ada juga keluhan yang justru sudah
dimentahkan di depan dengan alasan prosedur sudah dilakukan sesuai aturan.
h. (Pandeirot, Pioh, & Kairupan, 2018)
Penelitian ini berjudul Transparansi Pengelolaan Dana Desa Dalam
Pembangunan Infrastruktur Di Desa Diat Kecamatan Lolak Kabupaten
Bolaang Mongondow. Kebijakan keuangan bagi desa yang diberikan oleh
pemerintah pusat selama empat tahun terakhir sedikit banyak telah
memberikan dampak yang signifikan terhadap kemajuan desa, namun juga
menimbulkan banyak permasalahan yang terjadi terkait pengelolaan dana desa,
dimana menimbulkan polemic tidak transparanya penggunaan dana desa yang
dikelola oleh pemerintah desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
transparansi pengelolaan dana desa dalam pembangunan infrastruktur di Desa
Diat Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesediaan dan aksebilitas dokumen yang di adakan oleh
tim pelaksana dana desa masih kurang efektif, dimana dalam kegiatan
musrembang dan partisipasi masyarakat desa masih sangat rendah, karenakan
kurangnya transparansi oleh pemerintah desa dalam memberikan kesediaan
dokumen dalam pembangunan dan informasi mengenai dana desa kepada
masyarakat Desa Diat Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow.
Kejelasan dan kelengkapan informasi berdasarkan hasil penelitian dimana
terdapat tidak konsisten dari pemerintah desa dan BPD yang melakukan
perubahan rencana sepihak tanpa memberitahukan kepada masyarakat desa
meskipun pelaksanaan pembangunan dapat terselesaikan dengan baik namun
dikarenakan kurangnya transpAaransi informasi terkait pengelolaan
pembangunan infrastruktur oleh pemerintah desa kepada masyarakat sehingga
8

pencapaian tujuan pengelolaan dana desa yang di lakukan di desa diat


kecamatan lolak masih kurang efektif dalam pembangunan desa.
II.2 Landasan Teori
II.2.1 Organisasi Sektor Publik
a. Pengertian Organisasi Sektor Publik
Menurut pakar ekonomi, sektor publik dapat dipahami dengan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengadaan barang atau jasa untuk
kepentingan publik yang diatur di dalam hukum berasal dari pembayaran
pajak atau pendapatan negara lainnya. Sektor publik diatur dalam PSAK 45.
Organisasi sektor publik bukan hanya organisasi sosial yang berdasarkan
non-profit oriented dan organisasi pemerintahan namun terdapat pula
organisasi sektor publik yang bertipe quasi non profit. Quasi nonprofit
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan motif laba
agar terjadi keberlangsungannya organisasi dan dapat memberikan
pendapatan kepada negara. Jenis organisasi sektor publik di Indonesia antara
lain:
1. Organisasi Pemerintah Pusat
2. Organisasi Pemerintah Daerah
3. Organisasi bidang pendidikan
4. Organisasi bidang kesehatan
5. Organisasi LSM
6. Organisasi Partai Politik
7. Organisasi Yayasan
8. Sejumlah perusahaan dimana pemerintah memiliki saham (BUMN dan
BUMD.

b. Tipe organisasi sektor publik


9

Tipe organisasi sektor publik dapat disajikan sebagai berikut


Tabel 1. Tipe organisasi sektor publik
Tipe Tujuan
Pure-Profit Menyediakan barang atau jasa dengan maksud utama
Organization mencari laba sebanyak-banyaknya sehingga dapat
dinikmati oleh para pemilik.
Quasi – Profit Menyediakan barang atau jasa dengan maksud utama
Organization mencari laba dan mencari sasaran atau tujuan
sebagaimana yang dihendaki para pemilik
Pure – Nonprofit Menyediakan barang atau jasa dengan maksud untuk
Organization melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Quasi – Nonprofit Menyediakan barang atau jasa dengan maksud untuk
Organization melayani dan mencari keuntungan
c. Karakteristik organisasi sektor publik
Karakteristik organisasi sektor publik dapat disajikan sebagai berikut
Tabel 2. Tipe organisasi sektor publik
Karakter Keterangan
Tujuan Mensejahterakan masyarakat secara bertahap yang
mencakup kebutuhan dasar dan kebutuhan lainnya,
baik jasmani maupun rohani
Aktivitas Pelayanan publik (public services), seperti bidang
pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan
hukum, transportasi publik, dan penyediaan pangan
Sumber pembiayaan Dana masyarakat yang berwujud pajak, retribusi,
laba perusahaan negara, pinjaman pemerintah, serta
pendapatan lain-lain yang sah dan tidak bertentangan
dengan perundangan yang berlaku
Pola Bertanggung jawab kepada masyarakat melalui
pertanggungjawaban lembaga perwakilan masyarakat. Salah satunya
adalah organisasi pemerintahan, seperti Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat
10

Daerah (DPRD), yayasan, dan LSM, seperti dewan


pengampu
Penyusunan Anggaran Dilakukan bersama masyarakat dalam perencanaan
program. Penurunan program publik dalam anggaran
dipublikasikan untuk dikritik dan didiskusikan oleh
masyarakat. Akhirnya, disahkan oleh wakil
masyarakat di DPR, DPD, DPRD, majelis syuro
partai, dewan pengurus LSM, atau dewan pengurus
yayasan
Kultur organisasi Bersifat birokratis, formal, dan berjenjang

Organisasi sektor publik lembaga pemerintah daerah memiliki sumber


pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau
disebut dengan APBD. APBD disusun berdasarkan kinerja yaitu suatu
anggaran yang mengutamakan tercipta nya ouput dari perencanaan input yang
ditetapkan. Berdasarkan pendekatan kinerja, APBD disusun harus pada
sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. APBD
terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
Pemerintah kabupaten/kota sesuai amanat Undang-Undang memiliki
kewajiban untuk membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa. Pengaturan keuangan desa di tingkat kabupaten/kota
diantaranya yaitu pengalokasian, penyaluran, penggunaan, serta pemantauan
dan evaluasi atas dana yang dialokasikan dalam APBD. Selain itu juga
pemerintah kabupaten/kota diamanahkan untuk menetapkan berbagai
peraturan pelaksanaan baik dalam bentuk peraturan daerah maupun peraturan
bupati/walikota.
Pengalokasian dan penyaluran dana yang ditransfer ke desa yang
dialokasikan dalam APBD Pemerintah kabupaten/kota sesuai mekanisme
dalam PP Nomor 60 Tahun 2014, akan menerima Dana Desa yang
selanjutnya akan diteruskan ke desa. Penerimaan Dana Desa dari Rekening
Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) akan
dicatat sebagai Pendapatan Transfer-Pendapatan Transfer Lainnya,
11

sedangkan penyaluran ke desa akan dicatat sebagai Transfer ke desa.


(Pp60_2014.Pdf, n.d.)
Sedangkan organisasi sektor publik lembaga pemerintah desa
memiliki sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja
Desa atau disebut dengan APB Des. APB Des dapat difungsikan sebagai
dokumen yang menjami kekuatan hukum dan telah terjamin kepastiannya
dalam rencana kegiatan yang berhubungan dengan Pemerintah Desa dan
semua pihak yang terkait dalam melaksanakan semua kegiatan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.APB Des juga dapat menjamin semua kegiatan
pendanaan agar kelayakan hasil dari kegiatan secara teknis dapat dipastikan.
(BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, 2015)
II.2.2 Good Governance
a. Pengertian Good Governance
Berdasarkan PP No 101 Tahun 2000 Good Governance merupakan
konsep pemerintahan yang mengembangkan dan menetapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,
efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat. Good governance pada dasarnya suatu konsep dalam proses
mencapai keputusan dan pelaksanaannya secara bersama dapat
dipertanggungjawabkan. Isu governance telah muncul sejak era reformasi
yaitu tahun 1998.
Governance adalah kata sifat dari govern, yang diartikan sebagai the
action of manner of governing atau tindakan (melaksanakan) tata cara
penegendalian. Sebagai sebuah kata, governance sebenarnya tidaklah baru.
Pada tahun 1590 kata ini dipahami sebagai state of being governed,
berkembang menjadi mode of living (1600), kemudian menjadi the office,
function, or power of governing (1643), berkembang menjadi method of
management, system of regulation (1660) dan kemudian dibakukan menjadi
the action or manner governing. Sementara itu, berarti to rule with authority
atau mengatur atas nama kewenangan. Pelaksanaannya biasa disebut sebagai
government yang selain mempunyai arti sempit sebagai action of ruling and
directing the affairs of a state, atau pelaksanaan pengaturan dan pengarahan
12

urusan-urusan negara. Dengan demikian government indentik dengan


pengelolaan atau pengurus dengan makna spesifik atau pengurus negara. (
Nugroho,2004:207)
b. Prinsip-prinsip Good Governance
Prinsip-prinsip Good Governance disajikan sebagai berikut
Tabel. 2 Prinsip-prinsip Good Governance
Prinsip Penjelasan
Profesionalitas meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara
pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang
mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau
Akuntabilitas meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan
dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan
masyarakat.
Transparansi menciptakan kepercayaan timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Pelayanan penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup
prima prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu,
kemudahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana
serta pelayanan yang ramah dan disiplin.
Demokrasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak
dan Partisipasi dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan
masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung
Efisiensi dan Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
Efektifitas memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan
mereka.
Efektifitas dan menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
Efisiensi masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
13

Supremasi mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi


hukum dan semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi
dapat diterima HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
oleh seluruh masyarakat.
masyarakat
(Tentang, Prinsip, & Good, 2013)
II.2.3 Akuntabilitas
a. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan salah satu dari prinsip Good Governance
berkaitan dengan instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran negara untuk sebaik-baiknya pelayanan publik.
Akuntabilitas itu sendiri menurut Mardiasmo (2006:3) diartikan sebagai
bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik. Secara terminologi, akuntabilitas merupakan
suatu istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah
digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana publik itu ditetapkan.
Chandler dan Piano (1982) mengartikan akuntabilitas sebagai refers to the
institution of checks and balances in an administrative system.
Akuntabilitas menurut The Ox fond Advance. Leaner’s Dictionary
(2000), diartikan sebagai required or expected to give an explananation for
one’s action. Untuk itu, akuntabilitas diperlukan atau diharapkan untuk
memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan oleh birokrasi. Darwin
(1997) mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan konsep yang berkaitan.
dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh
birokrasi publik. Akuntabilitas sendiri merupakan sebuah konsep yang
memfokuskan pada kapasitas organisasi sektor publik untuk memberikan
jawaban terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi
tersebut.
Dalam penegasan yang lebih spesifik, akuntabilitas merupakan
kemampuan organisasi sektor publik dalam memberikan penjelasan atas
14

tindakan-tindakan yang dilakukannya terutama terhadap pihak-pihak yang


dalam sistem politik telah diberikan kewenangan untuk melakukan penilaian
dan evaluasi terhadap organisasi publik tersebut (Starling, 2008: 169).
Akuntabilitas berarti kepala desa dan tim yang terlibat dalam pekerjaan
selalu melaporkan keadaan dan hasil kegiatan kepada masyarakat umum,
termasuk penggunaan dana dan termasuk kualitas fisik
(Buku_Sarana_Prasarana_Desa.pdf, n.d.)
II.2.4 Transparansi
a. Pengertian Transparansi
Transparansi dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur Standar
Akuntansi Pemerintahan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahunm
2004 (PP24/2004) yang telah diganti melalui PP71/2010. Dalam kedua
peraturan ini ditemukan batasan ”transparansi”: Memberikan informasi
keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan
pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara
terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya
pada peraturan perundang undangan.
Krina (2003:13) mendefinisikan transparansi sebagai prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni informasi tentang
kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil – hasil yang
dicapai.
Menurut Hari Sabarno (2007:38) transparansi merupakan salah satu
aspek mendasar bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang
baik. Perwujudan tata pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya
keterbukaan, keterlibatan, dan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap
proses penyelenggaraan pemerintah. Keterbukaan dan kemudahan
informasi penyelenggaran pemerintahan memberikan pengaruh untuk
mewujudkan berbagai indikator lainnya.
Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
dapat dilihat dalam dua hal yaitu ; (1) salah satu wujud pertanggung jawaban
15

pemerintah kepada rakyat, dan (2) upaya peningkatan manajemen


pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi
kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
b. Implementasi Transparansi di Desa
Transparansi yang dimaksudkan agar masyarakat umum megetahui
informasi mengenai pembangunan desa. Informasi harus selalu di umukan
seperti melalui papan informasi dan pertemuan dalam pertemuan-pertemuan,
seperti berikut (Buku_Sarana_Prasarana_Desa.pdf, n.d.) :
1. Papan informasi mencantumkan rencana anggaran, anggota tim desa,
gambar desaign desa, upah kerja dan harga bahan yang dikumpulkan.
2. Papan informasi diletakkan ditempat yang mudah terlihat oleh seluruh
masyarakat dan data kemajuan pekerja sering diperbaharui.
3. Transparansi bertujuan agar masyarakat umum mengetahui apa yang
sedang di kerjakan, siapa yang berperan dalam tim desa dan kader,
bagaimana cara kerjanya, tempat kerja nya dimana, kapan di kerjakan dan
mengapa sesuatu di kerjakan, harga pembayaran, cara penyelesaian bila
ada masalah, di mana dapat menerima informasi dan tentang harga
pembayaran.
II.2.5 Dana Desa
a. Pengertian Dana Desa
Desa merupakan representasi dari kesatuan masyarakat hukum
terkecil yang telah ada dan tumbuh berkembang seiring dengan sejarah
kehidupan masyarakat Indonesia dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai wujud pengakuan Negara
terhadap Desa, khususnya dalam rangka memperjelas fungsi dan kewenangan
desa, serta memperkuat kedudukan desa dan masyarakat desa sebagai subyek
pembangunan, diperlukan kebijakan penataan dan pengaturan mengenai desa
yang diwujudkan dengan lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dana Desa adalah dana APBNyang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui APBD kabupaten/kota dan diprioritaskan untuk : •pelaksanaan
pembangunan; dan pemberdayaan masyarakat desa. Dana Desa dalam APBN
ditentukan 10% dari dan di luar Dana Transfer Daerah secara bertahap. Dana
16

Desa dihitungberdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan


denganmemperhatikan: 1. JumlahPenduduk, 2. Angka Kemiskinan, 3. Luas
Wilayah, dan 4. Tingkat Kesulitan Geografis (Desa, n.d.)
b. Penyaluran dan Penerapan Dana Desa
(Desa, n.d.) Dana desa telah menghasilkan berbagai output sarana dan
prasarana publik Desa, serta dampak yang baik terhadap kualitas hidup
masyarakat desa.

(Desa, n.d.)
Dana Desa menunjukkan pengaruh positif terhadap peningkatan
kemandirian Desa, yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan status Desa.
17

(Desa, n.d.)
Kinerja penyaluran Dana Desa tahun 2015 sebesar Rp20,77 triliun
(100%) dan tahun 2016 sebesar Rp46,6 triliun (99,4%).

(Desa, n.d.)
18

Kendala dalam penyaluran dan penggunaan dana desa (Desa, n.d.)


II.2.6 Pengelolaan Dana Desa
a. Pengaturan umum keuangan desa
Keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu yang berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Keuangan desa
diatur dalam Pemendagri Nomor 113 tahun 2014 tentang pengelolaan
keuangan desa (Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, 2014). Jangka
waktu pengelolaan keuangan desa yaitu tahun anggaran mulai 1 Januari
sampai 31 Desember tahun berjalan. Pengelolaan keuangan desa kegiataan
keseluruhan meliputi:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Penatausahaan
4. Pelaporan
5. Pertanggungjawaban keuangan desa
Rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa dituangkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) (Desa, n.d.)
19

b. Perencanaan keuangan desa


Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai
dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan
kabupaten/kota. Perencanaan Pembangunan Desa meliputi RPJM Desa dan
RKP Desa yang disusun secara berjangka dan ditetapkan dengan Peraturan
Desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk
jangka waktu 6 (enam) tahun sedangkan Rencana Pembangunan Tahunan
Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP Desa merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa. Perencanaan pembangunan desa
disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah desa yang
pelaksanaannya paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran berjalan
(BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, 2015).
1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Dalam
menyusun RPJM Desa, pemerintah desa wajib menyelenggarakan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) secara
partisipatif. Musrenbangdes diikuti oleh pemerintah desa, Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat desa, yang terdiri atas tokoh
adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan/atau tokoh pendidikan. RPJM
Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal pelantikan kepala desa.
2) Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada
bulan Juli tahun berjalan dan sudah harus ditetapkan paling lambat pada
bulan September tahun anggaran berjalan. Rancangan RKP Desa paling
sedikit berisi uraian sebagai berikut:
a) Evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
b) Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa;
20

c) Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui


kerja sama antar-desa dan pihak ketiga;
d) Rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa
sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
e) Pelaksana kegiatan desa, yang terdiri atas unsur perangkat desa dan/atau
unsur masyarakat desa.
Rancangan RKP Desa dilampiri Rencana Kegiatan dan Rencana
Anggaran Biaya (RAB), yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi.
Selanjutnya, Kepala Desa menyelenggarakan Musrenbangdes yang
diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa.
Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Rancangan RKP Desa berisi prioritas program dan kegiatan yang didanai:
a) Pagu indikatif desa.
b) Pendapatan Asli Desa.
c) Swadaya masyarakat desa.
d) Bantuan keuangan dari pihak ketiga.
e) Bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota.
RKP Desa menjadi dasar dalam penyusunan rancangan APB Desa
(RAPB Desa). Teknis penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa agar tercipta
keselarasan telah diatur tata caranya dalam Permendagri Nomor 114
Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, sedangkan untuk
prioritas penggunaan Dana Desa khususnya tahun 2015 telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 5 tentang
Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 Rancangan
peraturan Desa tentang RKP Desa dibahas dan disepakati bersama oleh
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa tentang RKP Desa.
21

c. Pelaksanaan keuangan desa


Dalam pelaksanaan keuangan desa, terdapat beberapa prinsip umum
yang harus ditaati yang mencakup penerimaan dan pengeluaran. Prinsip itu
diantaranya bahwa seluruh penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan
melalui Rekening Kas Desa. Pencairan dana dalam Rekening Kas Desa
ditandatangani oleh Kepala Desa dan Bendahara Desa. Namun khusus bagi
desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya maka
pengaturannya lebih lanjut akan ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Dengan pengaturan tersebut, maka pembayaran kepada pihak ketiga secara
normatif dilakukan melalui transfer ke rekening bank pihak ketiga. (BADAN
PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, 2015)
Dalam pelaksanaannya, Bendahara Desa dapat menyimpan uang
dalam kas desa pada jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan operasional
pemerintah desa. Batasan jumlah uang tunai yang disimpan dalam kas desa
ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota. Selain itu, agar operasional
kegiatan berjalan lancar, dimungkinkan juga pembayaran kepada pihak ketiga
dilakukan dengan menggunakan kas tunai melalui pelaksana kegiatan (panjar
kegiatan). Pemberian panjar kepada pelaksana kegiatan dilakukan dengan
persetujuan terlebih dahulu dari kepala desa setelah melalui verifikasi
Sekretaris Desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa didukung oleh
bukti yang lengkap dan sah serta ditandatangani oleh Kepala Desa dan
Bendahara Desa. (BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN, 2015)
d. Penatausahaan Keuangan Desa
Penatausahaan keuangan desa dilakukan oleh Bendahara Desa.
Bendahara Desa wajib untuk melakukan pencatatan setiap penerimaan dan
pengeluaran serta melakukan tutup buku akhir bulan secara tertib. Bendahara
desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran dilakukan
dengan menggunakan :
1) Buku Kas Umum;
2) Buku Kas Pembantu Pajak;
22

3) Buku Bank.
Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. (Desa, n.d.)
e. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Pada pelaporan dan pertanggungjawaban Kepala desa menyampaikan
laporan realisasi pelaksanaan APBDesa ke Bupati/ Walikota melalui Camat
berupa Laporan Semester I dan Semester II. Kepala Desa menyampaikan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Wali
Kota melalui camat. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa dilampiri (Desa, n.d.) :
1) Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan
Apbdesa.
2) Format Laporan Kekayaan Milik Desa Per 31 Desember.
3) Format Laporan Program Pemerintah Dan Pemerintah Daerah Yang
Masuk Ke Desa
II.2.7 Pembangunan Infrastruktur Dana Desa
Menurut Pemendragri No 114 Tahun 2014 mengenai pedoman
pembangunan desa. Pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas
hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Untuk membangun desa diperlukannya perencanaan pembangunan desa.
Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan desa. Pasal 4 menjelaskan mengenai Perencanaan
pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu
6 (enam) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana
Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
23

Pasal 6 point 3a menjelaskan mengenai pembangunan desa dalam hal


pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan lingkungan
Desa antara lain:
a. tambatan perahu;
b. jalan pemukiman;
c. jalan Desa antar permukiman ke wilayah pertanian;
d. pembangkit listrik tenaga mikrohidro ;
e. lingkungan permukiman masyarakat Desa; dan
f. infrastruktur Desa lainnya sesuai kondisi Desa.
(Pemerintah Republik Indonesia, 2014)
Dalam konteks desa membangun, Kewenangan lokal berskala Desa telah
diatur melalui Permendes PDTT No. 1 Tahun 2015, yang menyebutkan
bahwa kriteria kewenangan lokal berskala Desa meliputi
(Buku_Sarana_Prasarana_Desa.pdf, n.d.):
a. Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat;
b. Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan
hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai
dampak internal Desa;
c. Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan
sehari-hari masyarakat Desa;
d. Kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola
oleh Desa; dan
f. Kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
Dalam pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrastuktur
yang ada di desa disusun dalam RPJMDesa atau Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa. RPJM Desa disusun sejak tiga bulan terhitung dari
dilantiknya kepala desa. RPJM Desa disusun untuk jangka waktu enam bulan.
24

(Ventricular, Artificial, & Algorithm, 2012) Pembangunan, pemanfaatan dan


pemeliharaan infrasruktur dan lingkungan Desa antara lain:tambatan perahu;
jalan pemukiman;jalan Desa antar permukiman ke wilayah
pertanian;pembangkit listrik tenaga mikrohidro;lingkungan permukiman
masyarakat Desa; dan infrastruktur Desa lainnya sesuai kondisi Desa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Metode Penelitian


III.1.1 Penelitian Kualitatif
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, paradigma
interpretif dan melalui pendekatan etnometodologi. Penelitian kualitatif
umumnya digunakan dalam dunia ilmu-ilmu sosial dan humaniora,
dalam setting 5 Suyitno kajian mikro. Terutama berkaitan dengan pola
dan tingkah laku manusia (behavior) dan apa yang dibalik tingkah laku
tersebut yang biasanya sukar untuk diukur dengan angka-angka. Karena
apa yang tampak menggejala tidak selalu sama dengan apa yang ada di
dalam fikiran dan keinginan sebenarnya. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang berpangkal dari pola fikir induktif, yang
didadasarkan atas pengamatan obyektif partisipatif teradap suatu gejala
(fenomena) sosial. Gejala-gejala sosial yang dimaksud meliputi
keadaan masa lalu, masa kini, dan bahkan yang akan datang. Berkaitan
dengan objek-objek ilmu sosial, ekonomi, budaya, hukum, sejarah,
humaniora, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Pengamatan tersebut
diarahkan pada individu atau kelompok sosial tertentu dengan
berpedoman pada tujuan tertentu atau fokus permasalahan tertentu
(Bungin, 2009)
Pentingnya teori dalam suatu penelitian kualitatif, antara lain
sebagai berikut (Bungin, 2009) :
1. Peneliti dapat mengutarakan dengan tegas teori-teori
penunjangnya, sehingga tampak jelas motif teoritis penelitiannya.
2. Dapat dikaitkannya teori-teori tersebut dalam kerangka fokus
penelitiannya. Sehingga dapat diungkapkan paradigma penelitiannya.
Dengan menggunakan penelitian kualitatif maka informasi yang di
dapatkan tidak hanya berupa angka, namun informasi yang didapatkan
akan mendalam terkait dengan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan dana desa dalam pembangunan infrastruktuk untuk

25
26

mencapai good governance di desa binangun. Lalu masyarakat akan


mendapatkan informasi yang jelas dan terperinci terkait pengelolaan
dana desa dalam pembangunan infrastruktur. Mengingat ditemukannya
kasus penyelewengan di tahun 2015 dan 2016 yang berkaitan dengan
pembangunan infrastruktur tersebut.
Hal yang terpenting dalam Prosedur Penelitian Kualitatif adalah
bagaimana menentukan informan kunci (key informan). Informan
kunci ditentukan atas keterlibatan yang bersangkutan terhadap situasi/
kondisi sosial yang mau dikaji dalam fokus penelitian. Dengan
demikian, penentuan subjek penelitian yang ditentukan lewat teknik
acak (random) tidaklah relevan. Yang lebih tepat adalah dengan
menggunakan teknik “secara sengaja” (purposive sampling) (Bungin,
2009).
Penggambaran sesuatu yang aktual maupun penggambaran
hubungan suatu fakta secara retrospektif ataupun prospektif itu
senantiasa berlangsung lewat lambang “bahasa” (atau pembicaraan di
antara mereka). Terdapatnya berbagai domain tersebut menunjukkan
bahwa data penelitian kualitatif tidak dapat disikapi sekedar sebagai
penggalan catatan peristiwa, kalimat jawaban pertanyaan, atau sekedar
gambar orang. Namun, data dalam penelitian kualitatif harus
menampilkan potensi yang dapat disusun menjadi suatu rangkaian
peristiwa atau menjadi rangkaian “cerita”. Rangkaian peristiwa/cerita
itu bukan hanya terbentuk oleh data yang secara konkrit terekam, tetapi
juga terbentuk berdasarkan atas dunia pengalaman peneliti (Bungin,
2009).
III.1.2 Paradigma Interpretif
Paradigma interpretif, yang dalam banyak hal juga disebut sebagai
paradigma konstruktif, menekankan bahwa penelitian pada dasarnya
dilakukan untuk memahami realitas dunia apa adanya. Suatu
pemahaman atas sifat fundamental dunia sosial pada tingkatan
pengalaman subyektif. Pemahaman yang menekankan keberadaan
27

tatanan sosial, konsensus, integrasi dan kohesi sosial, solidaritas dan


aktualitas.
Paradigma interpretif yang berakar dari tradisi pemikiran German
ini mencakup suatu rentang pemikiran filosofis dan sosiologis yang
luas, namun memiliki karakteristik upaya yang sama untuk memahami
dan menjelaskan dunia sosial. Kesamaan tersebut terutama berpangkal
dari titik pandang bahwa aktor secara langsung terlibat dalam proses
sosial. Dengan demikian maka dalam mengkonstruksi ilmu sosial
seharusnya tidak berfokus pada analisis struktur oleh karena dunia
sosial adalah realitas yang tidak independen dari kerangka pikiran
manusia sebagai aktor sosial. Aliran-aliran pemikiran yang termasuk
dalam paradigma interpretif ini adalah hermeneutika, solipsisme,
fenomenologi, interaksionisme simbolik, dan ethnometodologi (lihat
Burrel & Morgan, 1979; 235-253), serta etnografi.
Dalam penelitian Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Dana
Desa dalam Pembangunan Infrastruktur Jalan Menuju Good
Governance (Studi Kasus: Penyelewengan Dana Desa di Desa
Binangun, Kabupaten Serang) hanya terkait tentang seberapa besar
dana desa yang sudah digunakan dalam pembangunan infrastruktur,
namun tidak dijelaskan secara lebih rinci sampai bisa melakukan
penyelewengan dengan ditemukan ketidaksesuaian pekerjaan sesuai
spesifikasi. Paradigma Interpretif dianggap dapat membantu peneliti
untuk mendapatkan informasi mengenai penelitian tersebut.
III.1.3 Pendekatan Etnometodologi
Penelitian etnometodologi arah kajian fokus pada pertanyaan
Bagaimana individu memahami berbagai aktivitas kehidupannya di
setiap hari (everyday life) dalam suatu kelompok masyarakatnya.
Kajian mengarah pada kelompok, institusi, atau organisasi sosial
sebagai suatu yang dibangun dari pengalaman yang berbeda-beda dari
berbagai individu yang berbeda-beda pula. Jika fenomenologi lebih
menitikberatkan pada kajian tindakan individu dalam kehidupan sehari-
hari di masyarakat, maka etnometodologi lebih mengarah pada
28

tindakan suatu kelompok atau organisasi tertentu. Hal ini diartikan,


etnometodologi mampu mengarah untuk setiap kejadian di Desa
Binangun setiap harinya, terkait adanya ditemukan ketidaksesuaian
pekerjaan sesuai spesifikasi oleh audit BPKP Perwakilan Banten dan
ahli tekhnik sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kajian
pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada:
“Bagaimanakah orang-orang memahami aktivitas
kehidupannya sehari-hari, sebagaimana mereka menerimanya dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, etnometodologi adalah studi
tentang orang-orang guna menciptakan keteraturan sosial.” (Bungin,
2009)
Everyday Life dapat disimpulkan bahwa pendekatan
etnometodologi fokus terhadap berbagai kegiatan setiap harinya. Hal
ini diartikan dalam kasus pengelolaan dana desa dalam pembangunan
infrastruktur desa merajuk pada fasilitas sarana dan prasarana yang
diberikan kepada masyarakat desa setiap hari. Terkait pengelolaan dana
desa dalam pembangunan infrastruktur desa yang telah dianggarkan
untuk pemeliharaan jembatan, pembangunan paving block,
pemeliharaan irigas dan pembangunan kantor desa. Dari mulai tahapan
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung
jawaban.
III.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah unsur terpenting dalam sebuah penelitian, karena
lokasi penelitian dapat diharapkan untuk menjawab permasalahan yang sedang
diteliti. Berasal dari fenomena yang diangkat maka penelitian ini dilakukan di
BPKP Perwakilan Banten yang telah melakukan audit terkait kasus
penyelewengan yang ditemukan di Desa Binangun. Selain dilakukan di BPKP
Perwakilan Banten juga dilakukan di Desa Binangun yang merupakan tempat
terjadinya fenomena. Lalu dalam menemukan informasi, peneliti juga akan
mencari informasi ke Kementerian Desa dan PDTT yang memiliki wewenang
untuk pemantauan dan evaluasi pembangunan kawasaan perdesaan.
29

III.3 Obyek, Subjek Penelitian Dan Sumber Data


III.3.1 Obyek Penelitian
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, objek adalah hal,
perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Dengan kata
lain objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi fokus dari sebuah
penelitian. Jika kita bicara tentang objek penelitian, objek inilah yang
akan dikupas dan dianalisis oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang
sesuai dengan objek penelitian. (dikutip dari mujtaba, 2007)
III.3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikonto tahun (2016: 26)
memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang
tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang di
permasalahkan. Dalam sebuah penelitian, subjek penelitian
mempunyai peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian,
itulah data tentang variabel yang penelitian amati. Pada penelitian
kualitatif responden atau subjek penelitian disebut dengan istilah
informan, yaitu orang memberi informasi tentang data yang
diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang
dilaksanakan.
Penelitian kualitatif yang berperan sebagai subjek adalah peneliti.
Peneliti merupakan salah satu mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis
jurusan akuntansi di Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta. Dimana peneliti memiliki kompetensi dan pemahaman yang
cukup baik pada bidang akuntansi sektor publik dan tata kelola
perusahaan dalam rangka menganalisa fenomena yang terjadi.
Kompetensi yang dimaksud ialah telah mengikuti mata kuliah
akuntansi sektor publik dan tata kelola perusahaan yang
diselenggarakan oleh pihak universitas. Dari hal ini peneliti merasa
memeliki kompetensi untuk mengkaji fenomena mengenai
Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Dana Desa dalam
Pembangunan Infrastruktur Jalan Menuju Good Governance (Studi
30

Kasus: Penyelewengan Dana Desa di Desa Binangun, Kabupaten


Serang)
III.3.3 Sumber Data Penelitian
Sumber data diperoleh dari sumber data primer dan sumber
data sekunder. Sumber data primer adalah individu memberikan
informasi ketika wawancara, diberikan kuesioner atau observasi
(Serakan Umma & Bougie Roger 2017). Peneliti menggunakan teknik
sumber data primer yaitu:
a. Observasi
(Bungin, 2009) Kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti
satu dan yang lain bisa berbeda-beda. Peneliti yang kasihannya bertolak
dari spesifikasi-spesifikasi teoritik biasanya melakukan observasi
secara terfokus. Sementara peneliti yang melakukan kajian secara
grounded dan ingin menemukan pemanasan secara substansif
melakukan observasi secara menyebar.
Peneliti mungkin juga melakukan kegiatan observasi tersebut
secara individual atau mungkin secara kelompok. Dalam
pelaksanaannya peneliti bisa melakukannya secara terselubung, secara
eksplisit, atau menggabungkan penggunaan teknik observasi ini dengan
teknik yang lain. Misalnya menggabungkan antara wawancara dan
catatan lapangan secara analitik.
Dikutip dari jurnal (Hasanah, 2017) Adler & Adler melalui
beberapa pemikirannya, memberikan konsep teoretis metodologis
kegiatan observational kualitatif. Adler & Adler memunculkan istilah
observasi naturalistic dalam penelitian kualitatif (Adler, 1984). Aspek
yang dibahas dalam observasi naturalistik meliputi tema konsep dasar
observasi, isu metodologis, paradigma observasi, jenis dan tahap
observasi, kelebihan dan kekurangan observasi, tradisi teoretis teknik
observasi dimana para ahli banyak memberikan pengaruh secara
konseptual dan epistimologis, dan meramalkan tekanan sampai
pergeseran epistimologis observasi (Denzin & Lincoln, 2009: 525).
31

Dari berbagai jenis observasi, dalam penelitian ini digunakan


observasi partisipatif pasif yaitu peneliti mendatangi Desa Binangun,
Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Desa dan PDTT dan
BPKP Perwakilan Banten dengan tujuan untuk memastikan bahwa
pengelolaan dana desa dapat digunakan dalam pembangunan
infrastruktur di Desa Binangun akan tetapi peneliti tidak ikut andil
dalam proses tersebut.
b. Wawancara
Salah satu metode pengumpulan data adalah mewawancarai
responden untuk memperoleh informasi mengenai masalah yang
diteliti. Wawancara adalah metode pengumpulan data yang efektif,
terutama selama tahap penelitian eksploratif. Ketika banyak wawancara
dilakukan dengan banyak pewawancara yang berbeda, penting untuk
memberikan pelatihan kepada pewawancara untuk meminimalkan bias
pewawancara yang ditunjukkan dalam infleksi suara, perbedaan dalam
penyusunan kata, dan interpretasi. Pelatihan yang baik akan
mengurangi bias pewawancara. Terdapat jenis Wawancara terstruktur
dan tidak terstruktur serta dilakukan secara tatap muka, melalui telepon,
atau secara online.
Dalam penelitian ini wawancara menjadi pendahuluan untuk
peneliti mendapatkan informasi. Wawancara yang dipilih oleh peneliti
adalah wawancara terstruktur. Peneliti memiliki daftar pertanyaan yang
direncanakan untuk ditanyakan kepada key informan dan informan
pendukung. Selain itu untuk mendapatkan informasi yang mendalam
mengenai topik penelitian pengelolaan dana desa dalam pembangunan
infrastruktur desa di Desa Binangun dikarenakan ditemukannya kasus
penyelewengan dana desa yang ditemukan oleh Audit BPKP
Perwakilan Banten. Dengan demikian peneliti hanya ingin memastikan
bahwa informasi dan masalah yang dibawanya telah sesuai, akan tetapi
jika tidak maka peneliti melakukan perubahan menyesuaikan kondisi
lapangan yang terjadi.
c. Dokumentasi
32

Penelitian kualitatif bukan hanya merujuk kepada faktor sosial


sebagaimana terjadi dalam kehidupan masyarakat, tetapi bisa juga
merujuk bahan berupa dokumen. Berbagai dokumen itu seperti teks
(berupa bacaan, rupa rekaman audio, maupun berupa audio visual). All
ini biasa dijumpai ketika melakukan penelitian terhadap naskah, karya
sastra, dan seni pertunjukan (Bungin, 2009)
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan berbagai dokumentasi
yaitu berupa rekaman audio pada saat berlansung nya wawancara dan
observasi. Lalu peneliti juga menggunakan dokumentasi berupa foto-
foto di tempat terjadinya fenomena yaitu Desa Binangun. Tidak hanya
itu, digunakannya juga laporan realisasi pertanggungjawaban keuangan
III.4 Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu:
a. Teknik Pengumpulan Data Kepustakaan
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data kepustakaan nya
tujuannya untuk mendapatkan literatur dalam proses penelitian.
Literatur tersebut dapat berupa dalam buku, jurnal, dan peraturan
pemerintah terkait dengan pengelolaan dana desa dalam
pembangunan infrastruktur desa. Peraturan pemerintah yang
digunakan adalah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, PP Nomor
60 Tahun 2014, Berdasarkan PP No 101 Tahun 2000 Good
Governance, PP71/2010, Pemendagri Nomor 113 tahun 2014 tentang
pengelolaan keuangan desa, dalam Permendagri Nomor 114 Tahun
2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.
b. Teknik Lapangan
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data lapangan, untuk
mengetahui kesamaan teoritis dengan kondisi di lapangan yang
diamati oleh peneliti. Teknik yang digunakan yaitu:
1. Observasi
Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan panca indera mata dan dibantu dengan
panca indera lainya. Kunci keberhasilan observasi sebagai teknik
33

pengumpulan data sangat banyak ditentukan pengamat sendiri, sebab


pengamat melihat, mendengar, mencium, atau mendengarkan suatu
onjek penelitian dan kemudian ia menyimpulkan dari apa yang ia
amati itu. Pengamat adalah kunci keberhasilan dan ketepatan hasil
penelitian (yusuf, 2014).
2. Wawancara
Wawancara bertujuan mencatat opini, perasaan, emosi, dan hal
lain berkaitan dengan individu yang ada dalam organisasi. Dengan
melakukan interview, peneliti dapat memperoleh data yang lebih
banyak sehingga peneliti dapat memahami budaya melalui bahasa dan
ekspresipi hak yang diinterview; dan dapat melakukan klarifikasi atas
hal-hal yang tidak diketahui. Wawancara yang digunakan oleh peneliti
adalah wawancara langsung ke lokasi penelitian dan wawancara tidak
langsung.
3. Dokumentasi
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa
diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan
harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan
sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk
menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki
kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga
tidak sekadar barang yang tidak bermakna.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang
tertulis, metode dokumentasi berarti tata cara pengumpulan data
dengan mencatat data-data yang sudah ada. Metode dokumentasi
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri
data historis. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang,
peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang sangat berguna da-
lam penelitian kualitatif (yusuf, 2014).
III.5 Teknik Validasi Data
Adapun pengujian keabsahan data menggunakan beberapa cara-cara sebagai
berikut:
34

1. Perpanjangan pengamatan, dengan perpanjangan pengamatan ini akan


dapat meningkatkan kepercayaan/kredebilitas data, karena dengan
perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber
akan semakin terbentuk rapport. Rapport is a relationship of mutual trust and
emotional affinity between two or more people
Menurut Sugiyono (2006:267), Validitas merupakan “derajat ketetapan
antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat
dilaporkan oleh peneliti”. Menurut Hamidi (2004:82-83), Ada beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui validitas data, yaitu:
a. Teknik trianggulasi antar sumber data, teknik pengumpulan data, dan
pengumpulan data yang dalam hal terakhir ini peneliti akan berupaya
mendapatkan rekan atau pembantu dalam penggalian data dari warga di
lokasi-lokasi yang mampu membantu setelah diberi penjelasan.
b. Pengecekan kebenaran informasi kepada para informan yang telah ditulis
oleh peneliti dalam laporan penelitian (member check).
c. Akan mendiskusikan dan menyeminarkan dengan tema sejawat di jurusan
tempat penelitian belajar (peer debricfing), termasuk koreksi di bawah para
pembimbing.
d. Perpanjangan waktu penelitian. Cara ini akan ditempuh selain untuk
memperoleh bukti yang lebih lengkap juga untuk memeriksa konsistensi
tindakan para informan.
III.6 Analisa Data
Dalam penelitian kualitatif dikenal ada dua strategi analisis data, yakni
model strategi deskriptif kualitatif dan model strategi analisis verifikasi
kualitatif. Kedua model tersebut kadang kala dilakukan sendiri-sendiri
ataupun secara bersamasama. Berdasarkan “isi” pada data yang diperoleh,
dijumpai beberapa teknik analisis data kualitatif yang sering diterapkan oleh
para peneliti. Teknik analisis data itu terdapat sepuluh teknik, namun hanya
dua eknik yang digunakan penulis diantaranya sebagai berikut Suyitno,
2018)
a. Teknik Selected Observation
35

Untuk memahami situasi sosial secara menyeluruh dan utuh


diperlukan suatu pengamatan yang lebih selektif dan mengarah, untuk
itulah diperlukan Selected Observation, dengan cara mengajukan
pertanyaanpertanyaan yang lebih mendalam dan kritis.
Pertanyaanpertanyaan itu ditujukan kepada diri peneliti sendiri saat
melakukan observasi partisipasi. Akan tetapi tak menutup kemungkinan
pertanyaan-pertanyaan itu juga ditujukan kepada subyek saat melakukan
wawancara mendalam.
Jika Focused Observation menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarah pada pertanyaan terstruktur, maka Selected Observation
pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan mengarah pada pertanyaan kritis
atau pertanyaan yang kontras. Dengan demikian, pertanyaan kontras
(kritis) adalah pertanyaan yang lebih mengarah pada “Bagaimana
perbedaan dari setiap hal?” Analisis ini akan menghasilkan beberapa
perbedaan antar katagori, antar fokus, dan antar domain.
b. Teknik Analisis Interaktif
Selain itu, dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan suatu
proses. Dengan demikian, Miles dan Huberman mencatat bahwa analisis
data itu merupakan suatu kegiatan:
1) pengurutan data sesuai dengan rentang permasalahan atau urutan
pemahaman yang ingin diperoleh,
2) pengorganisasian data dalam formasi, kategori, ataupun unit
pemberian tertentu sesuai dengan antisipasi peneliti,
3) interpretasi peneliti berkenaan dengan signifikansi butir-butir ataupun
satuan data sejalan dengan pemahaman yang ingin diperoleh, dan
4) penilaian atas butir ataupun satuan data, sehingga membuahkan
kesimpulan: baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, signifikan atau tidak
signifikan. Mengacu pada model analisis interaktif yang diajukan
Huberman dan Miles (1994: 431) tersebut. Seorang peneliti dalam
melakukan kegiatan analisis perlu memperhatikan tahap kegiatan
interaktif sebagai berikut.
36

a) Penataan “data mentah”, data tersebut mungkin berupa catatan


lapangan, rekaman, maupun dokumen.
b) Pemilahan data yang didasarkan pada hasil penulisan ulang,
transkripsi, maupun catatan reflektif dan memo yang disusun peneliti
sewaktu melakukan kegiatan pengumpulan data.
c) Pengkodean data sesuai dengan karakteristik informasi yang dimuat
dalam kaitannya dengan fokus pemahaman yang ingin diperoleh.
d) Pemertalian koherensi data secara analitis, dalam arti peneliti berusaha
memahami hubungan antara informasi yang termuat dalam satuan data
yang satu dan yang lain, sehingga dapat dipahami koherensi semestinya.
e) Identifikasi hubungan makna antara data yang satu dengan data yang
lain, sehingga peneliti dapat menentukan satuan dan hubungan
sekuensinya secara tepat.
f) Transposisi data ke dalam bentuk bagan spesifikasi, matriks, tabel,
histogram, grafik, dan sebagainya sesuai dengan karakteristik informasi
yang teremban di dalamnya.
g) Pemaparan makna, informasi, ataupun karakteristik sesuatu secara
empirik sesuai dengan segmentasi dan sekuensinya penjelasan/ deskripsi
yang diberikan.
h) Penulisan ulang tentang pemaparan makna, informasi, ataupun
karakteristik sesuatu dalam dimensi hubungannya dengan masalah,
landasan teori yang digunakan, cara kerja yang digunakan, dan temuan
pemahaman yang didapatkan
III.7 Desaign Penelitian
Desain penelitian adalah strategi yang dipilih oleh peneliti untuk
mengintegrasikan secara menyeluruh komponen riset dengan cara logis dan
sistematis untuk membahas dan menganalisis apa yang menjadi fokus
penelitian. Desaign penelitian merupakan gambaran singkat dari fenomena
yang diangkat dan masalah akibat perbedaan akivitas yang sebenarnya.
Berikut merupakan desaign penelitian dari Akuntabilitas dan Transparansi
Pengelolaan Dana Desa dalam Pembangunan Infrastruktur Jalan Menuju
37

Good Governance (Studi Kasus: Penyelewengan Dana Desa di Desa


Binangun, Kabupaten Serang.
Gambar Desain Penelitian

Fenomena :
Rumusan Masalah :
Di 2015, Desa Binangun menurutnya Akuntabilitas dan Transparansi
mendapatkan dana desa sebesar Rp 634 juta. Pengelolaan Dana Desa dalam
Pembangunan Infrastruktur
Dana tersebut kemudian digunakan untuk
Jalan Menuju Good
pengadaan alat kantor sebesar Rp 68 juta dan Governance di Desa Binangun
pembangunan kantor sebesar Rp 268 juta.
Tapi, berdasarkan audit fisik oleh ahli
tekhnik sipil Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa dan audit BPKP Perwakilan Metode Penelitian

Banten ditemukan ketidaksesuaian Kualitatif :

pekerjaan sesuai spesifikasi. emudian di Paradigma penelitian

2016, desa tersebut juga mendapat dana desa interpretif.

sebesar Rp 1 miliar. Dilakukanlah 4 item Pendekatan penelitian

pekerjaan antara lain betonisasi dengan Etnometodologi

anggaran Rp 185 juta, pemeliharaan


jembatan Rp 67 juta, pembangunan paving
Teknik Pengumpulan Data :
block Rp 253 juta, dan pemeliharaan irigasi Data Primer:
sebesar Rp 91 juta.(sumber: detik.com) 1. Observasi lokasi penelitian
2. Wawancara key informan dan
informan pendukung
Teknik Validitas Data : 3. Dokumentasi rencana anggaran
dan hasil
1. Perpanjang pengamatan Data sekunder dapat berupa buku panduan
dana desa, buku terbitan kementerian
2. Teknik trianggulasi arus
dalam negeri, jurnal pendukung
sumber data
3. Pengecekan kebenaran
informasi Hasil Kesimpulan

4. Perpanjang waktu penelitian


DAFTAR PUSTAKA
Adedamola Oyedele, O. (2012). The Challenges of Infrastructure Development in
Democratic Governance. Construction Economics and Management, I(May
2012), 6119 2/15. Diambil dari
https://www.fig.net/resources/proceedings/fig_proceedings/fig2012/papers/ts
01c/TS01C_oyedele_6119.pdf
Amosa, D. U. (1970). Local government and good governance: The case of
Samoa. Commonwealth Journal of Local Governance, (7), 7–21.
https://doi.org/10.5130/cjlg.v0i7.1891
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN. (2015).
Desaku ...
Buku_Sarana_Prasarana_Desa.pdf. (n.d.).
Bungin, B. (2009). Penelitian Kualitatif. In Penelitian Kualitatif.
Desa, D. (n.d.). Peraturan Peerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa.
Hanifah, S. I., & Praptoyo, S. (2015). Akuntabilitas dan Transparansi
Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Jurnal
Ilmu & Riset Akuntansi, 4(8).
Hasanah, H. (2017). TEKNIK-TEKNIK OBSERVASI (Sebuah Alternatif Metode
Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial). At-Taqaddum, 8(1), 21.
https://doi.org/10.21580/at.v8i1.1163
Ilmu, J., & Volume, A. (2017). No Title. 10(April), 19–30.
https://doi.org/10.15408/akt.v9i1.3581
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. (2014). Permendagri Nomor 113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. 16.
mujtaba, A. (2007). No Titleヨーロッパと日本の都市観光の比較--世界主要
都市観光魅力度比較調査を基に (特集 都市観光を振興させるための条
件). 運輸と経済, 67(6), 14–21.
Nafidah, L. N., & Anisa, N. (2017). Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa di
Kabupaten Jombang. Akuntabilitas, 10(2), 273–288.
https://doi.org/10.15408/akt.v10i2.5936
Okeke, R. C., & Agu, S. U. (2016). Institutional Mechanisms for Local

38
Government Accountability: Evaluating The Nigerian Provisions Against
The European Charter of Local Self-Government. World Scient ific News,
40, 284–299.
Pandeirot, prianto tiar, Pioh, N., & Kairupan, J. (2018). Transparansi
Pengelolaan Dana Desa dalam Pembangunan Infrastruktur di Desa Diat.
(2).
Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Desa. 34. Diambil dari http://desamembangun.id/wp-
content/uploads/2016/12/Permendagri-No-114-Tahun-2014-Tentang-
Pedoman-Pembangunan-Desa.pdf
Pp60_2014.Pdf. (n.d.).
Sulumin, H. H. (2015). Pertanggungjawaban Penggunaan Alokasi Dana Desa
Pada Pemerintahan Desa di Kabupaten Donggala. e-Jurnal Katalogis, 3(1),
43–53. Diambil dari
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/view/4246/3161
Tentang, S., Prinsip, P., & Good, P. (2013). Prinsip-Prinsip Good Governance.
1(2), 196–209.
Utomo, kabul setio, Sudarmo, & Suharto, didik G. (2018). Analisis Good
Governance Dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Spirit Publik, 3(1), 50–66.
Ventricular, R. M., Artificial, A. B., & Algorithm, I. (2012). Ijn ‐ Utm
Cardiovascular Engineering Centre Pusat Kejuruteraan Kardiovaskular Ijn
‐ Utm. (October).

39

Anda mungkin juga menyukai