Strabismus
Strabismus
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Juling (strabismus) adalah suatu nama yang diberikan untuk ketidaksejajaran mata
yang biasanya persisten atau regular. Penderita strabismus tidak hanya terlihat
penampilannya yang jelek, gangguan visual yang berhubungan dengan juling kadang-kadang
menjadi beban yang sangat besar. Juling tidak hanya suatu cacat, tapi sering suatu gangguan
visual yang berat.(1,2)
Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana
sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal. Esotropia akuisita dapat terjadi pada usia 1-8
tahun dan tidak selalu respons dengan penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita
biasanya muncul usia 2-5 tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.(3,4)
Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia. Adanya kelainan
organik sering menimbulkan strabismus. Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52%
pasien dengan strabismus ada kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak
adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati
premature, dan Coats disease.(4)
Esotropia diterapi dengan non bedah dan bedah. Pengobatan non bedah hanya untuk
memperbaiki kelainan refraksi dan mengatasi ambliopianya. Pembedahan dilakukan apabila
dengan pengobatan non bedah ambliopia masih tersisa deviasi yang cukup besar.(5)
B. Batasan Masalah
Permasalahan dalam referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, gejala
klinis, klasifikasi, diagnosis, diagnosis banding dan penatalaksanaan esotropia.
C. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang esotropia.
D. Metode Penulisan
Metode yang di pakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal, dan makalah ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Strabismus atau juling merupakan keadaan tidak sejajarnya kedudukan kedua bola
mata karena tidak normal penglihatan binokuler atau anomali kontrol neuromuskuler gerakan
okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional, atau kombinasi Dari ketiganya.(1,2,5)
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah
satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya
menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.(2,5)
Esotropia adalah jenis strabismus yang paling sering ditemukan. Strabismus ini dibagi
menjadi dua tipe : paretik (akibat paresis atau paralysis satu atau lebih otot ekstraokular) dan
nonparetik (komitan). Esotropia nonparetik adalah tipe tersering pada bayi dan anak. Tipe ini
dapat akomodatif, nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretik jarang
dijumpai pada anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru strabismus pada orang
dewasa. Esotropia akuisita pada orang dewasa umumnya paretik yang disebabkan oleh
kelemahan otot rektus lateral akibat cedera saraf kranial keenam.(4)
B. Epidemiologi
Esotropia akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan
penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5 tahun dan sering
dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.(3,4)
Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia. Adanya kelainan
organik sering menimbulkan strabismus. Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52%
pasien dengan strabismus ada kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak
adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati
premature, dan Coats disease.(4)
C. Etiologi
Penyebab Esotropia adalah(3,6) :
Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia
Hipertoni rektus medius konginetal
Hipotoni rektus lateralis akuisita
Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak
D. Gejala Klinis
a. Gejala Subjektif : mata juling ke dalam, bisa satu mata, bisa dua mata bergantian(6)
b. Gejala objektif : posisi bola mata menyimpang ke arah nasal(6)
Gambar 1. Gambar Esotropia4
E. Klasifikasi
Esotropia nonakomodatif
a. Esotropia infantilis (kongenital)
"Bawaan" berarti dari lahir dan, menggunakan definisi yang ketat, sebagian besar bayi
dilahirkan dengan mata yang tidak selaras saat lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan dengan mata
lurus. Pada kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar berubah ke luar selama
periode neonatal. Dalam tiga bulan pertama mata secara bertahap datang ke penyelarasan
konsisten lebih sebagai koordinasi dari dua mata bersama sebagai sebuah tim berkembang.
Hal ini umum bagi bayi untuk tampil seolah-olah mereka telah esotropia, atau
berbelok ke dalam mata, karena jembatan hidung belum sepenuhnya dikembangkan. Ini
penampilan palsu atau simulasi dari balik batin dikenal sebagai epicanthus. Selama bayi
tumbuh, dan jembatan menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata akan tampak
lebih normal.(4,7)
Esotropia bawaan yang benar adalah berbalik ke dalam dengan jumlah yang besar,
dan terjadi pada anak-anak dengan jumlah sedikit, tetapi bayi tidak akan tumbuh dari giliran
ini. Esotropia kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan 4 bulan(4,7)
Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk dalam kelompok ini. Pada
sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi konvergen telah bermanifestasi pada
usia 6 bulan. Deviasinya bersifat comitant, yakni sudut deviasi kira-kira sama dalam semua
arahpandangan dan biasanya tidak dipengaruhi akomodasi. Dengan demikian, penyebab
tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada paresis otot ekstraokular.
Sebagian besar kasus mungkin disebabkan oleh gangguan kontrol persarafan, yang mengenai
jalur supranukleus untuk konvergensi dan divergensi serta hubungan sarafnya ke fasikulus
longitudinal medialis. Sebagian kecil kasus disebabkan oleh variasi anatomik misalanya
anomali insersi otot-otot yang bekerja horizontal, ligamentum penahan abnormal atau
berbagai kelainan fasia lainya(2).
Juga terdapat banyak bukti bahwa strabismus dapat diturunkan secara genetis.
Esoforia dan esotropia sering diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Saudara kandung
mungkin mengalami deviasi mata yang sama. Sering terdapat unsur akomodatif pada
esotropia comitant, yakni koreksi kesalahan refraksi hiperopik berkurang tetapi tidak
menghilangkan semua deviasi(2).
Deviasi itu sendiri sering besar (≥40o) dan biasanya comitant. Abduksi mungkin
terbatas, tetapi dapat terjadi. Setelah usia 18 bulan, dapat diamati ada deviasi vertikal. Yakni,
kerja berlebihan otot-otot oblikus atau disosiasi deviasi vertikal. Mungkin dijumpai
nistagmus, mansfestasi maupun laten. Kesalahan refraksi yang paling sering dijumpai adalah
hipertropia sedang(2).
Mata yang tampak lurus adalah mata yang digunakan untuk melakukan fiksasi.
Hampir selalu, mata tersebut adalah mata yang memiliki penglihatan yang lebih baik atau
kesalahan refraksi yang lebih rendah (atau keduanya). Apabila terdapat anisometropia,
mungkin juga terdapat ambliopia. Apabila dalam waktu yang berlaianan mata yang
digunakan untuk fiksasi berbeda-beda, pasien dikatakan memperlihatkan fiksasi berselang
seling spontan; dalam hal ini, penglihatan kedua mata mungkin samaatau hampi sama. Pada
sebagian kasus, preferensi mata ditentukan oleh arah pandangan. Misalnya, pada esotropia
skala besar, terdapat kecenderungan pasien menggunakan mata kanan sewaktu memandang
ke kiri dan mata kiri untuk memandang ke kanan (fiksasi silang)(2)
Esotropia infantilis diterapi secara bedah. Terapi awal non bedah dapat diindikasikan
untuk memastikan hasil terbaik yang dapat dicapai. Perlu ditekankan bahwa amblioplia harus
diterapi secara penuh sebelum dilakukan tindakan bedah. Pada kesalahan refraksi hipertropik
3 D atau lebih harus dicoba penggunaan kacamata untuk menentukan apakah penurunan
akomodasi menimbulkan efek positif terhadap deviasi. Sebagai alternatif untuk penggunaan
kacamata, dapat digunakan miotika(2).
Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan terapi ambliopia
dilakukan. Setelah dicapai perbaikan terukur, tindakan bedah harus segera dilakukan karena
terdapat banyak bukti bahwa semakin cepat mata disejajarkan hasil sensorik yang diperoleh
akan lebih baik. Banyak prosedur yang telah dianjurkan, tetapi 2 yang paling populer,
yakni(2):
1. Pelemahan otot rektus medialis
2. Reseksi otot rektus medialis dan reseksi otot lateralis mata yang sama
b. Esotropia nonakomodatif yang didapat
Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun. Hanya sedikit atau
tidak terdapat faktor akomodatif. Sudut strabismus sering lebih kecil daripada yang terdapat
pada esotropia infantilis tetapi dapat meningkat seiring dengan waktu. Di luar hal itu, temuan
klinis sama seperti yang terdapat pada esotropia konginetal. Terapi adalah tindakan bedah
dan mengikuti petunjuk yang samaseperti untuk esotropia konginetal2.
Esotropia akomodatif
Esotropia akomodatif terjadi apabila terdapat mekanisme akomodasi fisiologik normal
disertai respon konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional yang relatif inufisiensi untuk
menahan mata tetap lurus. Tetapi dua mekanisme patologik yang bekerja, bersama-sama atau
tersendiri(2) :
1. Hiperopia yang cukup tinggi, yang memerlukan banyak akomodasi(dan dengan demikian
konvergensi) untuk memperjelas bayangan sehingga timbul esotropia
2. Rasio KA/A yang tinggi, yang disertai hiperopia ringan samapi sedang
F. Diagnosis
Anamnesis
Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu dalam
menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu
ditanyakan(5) :
b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus
makin jelek prognosisnya.
1. Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat pantulan cahaya pada
kedua kornea mata.
1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º
3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 º
4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º
G. Diagnosis Banding
Pseudosetropia karena epikantus yang lebar(4)
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang hilang
karena strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan mata
yang telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah maupun non bedah. Pada orang
dewasa dengan strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki
penglihatan binokular tunggal.
Pengobatan non-bedah
a. Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang
ambliop
b. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata yang
tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian kacamata memungkinkan mekanisme
fusi bekerja sampai maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia, maka
esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif refraktif).
c. Obat farmakologik
1. Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara menghalangi kerja
asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan dengan demikian mencegah akomodasi.
Sikloplegik yang digunakan adalah tetes mata atau salep mata atropin biasanya dengan
konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).(4)
2. Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan pada esotropia
dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif dan akomodasi (rasio KA/A) yang
tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat
(Floropryl), yang keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular
menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek impuls saraf.(5)
3. Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot ekstraokular menyebabkan
paralisis otot tersebut yang kedalaman dan lamanya tergantung dosisnya.
Pengobatan Bedah
Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah
pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah pandangan
sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan lateral ke
kedua sisi untuk dekat(4).
Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah memperkuat dan
memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot dilepaskan
dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan
ujungnya dijahit kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara
melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan dari perlekatan-
perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi. Kemudian dijahit kembali pada bola mata
dibelakang insersi asal pada jarak yang telah ditentukan.(4)
BAB III
3.1 Kesimpulan
1. Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang
pada bidang horizontal ke arah medial.
2. Penyebab Esotropia adalah faktor refleks dekat, akomodatif esotropia, hipertoni rektus
medius kongenetal, hipotoni rektus lateralis akuisita, penurunan fungsi penglihatan satu mata
pada bayi dan anak
3. Gejala klinis esotropia adalah posisi bola mata menyimpang ke arah nasal.
4. Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesa, inspeksi, pemeriksaan ketajaman penglihatan,
pemeriksaan kelainan refraksi, mengukur sudut deviasi.
5. Diagnosis banding yaitu Pseudosetropia.
6. Penata laksanaan esotropia yaitu pengobatan non bedah dan bedah.
DAFTAR PUSTAKA
2. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta: Widya
Medika
3. Ilyas S, Mailangkay, Hilaman T dkk. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta :
Sangung Seto, 2009.
STRABISMUS
Pada kondisi penglihatan binocular normal, bayangan suatu benda jatuh secara bersamaan di
fovea masing-masing mata ( fiksasi bifovea ) dan meridian vertical kedua retina tegak lurus
dan apabila salah satu mata dapat tidak sejajar dengan mata yang lain, sehingga pada satu
waktu hanya satu mata yang melihat benda bersangkutan maka setiap penyimpangan dari
penjajaran ocular yang sempurna disebut dengan Strabismus.
Ketidak sesuaian penjajaran tersebut dapat terjadi kesegala arah - kedalam , keluar, keatas
dan kebawah.
Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binocular disebut Strabismus manifes,
Heterotropia atau Propia. Suatu defiasi yang hanya muncul setelah penglihatan binokuler
terganggu ( misalkan dengan penutupan salah satu mata disebut Strabismus laten,
Heteroforia atau Foris )
1. I. Motorik :
Diperlukan penentuan kedudukan bola mata, dan sembilan posisi untuk diagnosis kelainan
pergerakan mata . Dikenal beberapa kedudukan bola mata :
Kedua bola mata digerakan oleh adanya enam pasang kedua otot mata luar, sehingga
bayangan benda yang jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea sentralis. Otot kedua
penggerak bola mata akan selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu akan
mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang lainnya. Keseimbangan yang ideal seluruh
penggerak bola mata menyebabkan kita dapat selalu melihat secara binokuler Pergerakan
bola mata kesegala arah bertujuan untuk meluas lapang pandang, mendapatkan penglihatan
foveal dan penglihatan binokuler untuk jauh dan dekat.
Otot bola mata mengerakan bola mata pada tiga buah sumbu pergerakan , yaitu :
Sumbu Vertikel
1. Otot Rektus medius , kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola
mata kearah nasl dan otot ini dipersarafi oleh saraf III ( Okulomotorius )
2. Otot Rektus Lateral, kontraksinya akan menghasilkan abduksi atau menggulirnya bola
mata kearah temporal dan otot ini dipersadrafi oleh saraf ke VI ) abdusen )
3. Otot rektus Superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi adduksi dan intorsi
bola mata , dan otot ini persarafi oleh sarf III
4. Otot rektus Inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada abduksi , ekstorsi
dan pada abduksi, dan adduksi 23 o pada depresi. Otot ini dipersarafi oleh saraf ke III
5. Otot Oblique superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi intorsi bila
berabduksi 39o, depresi saat abduksi 51o dan bila sedang depresi akan berabduksi.
Otot ini dipersyarafi oleh saraf ke IV ( trochlear )
6. Otot oblique inferior, dengan aksi primernya ekstorsi dalam abduksi sekunder oblique
inferior adalah elevasi dalam adduksi dan abduksi dalam elevasi. Otot ini dipersyarafi
oleh saraf ke III.
Kedua sumbu penglihatan dipertahankan tegak lurus dan sejajar dengan suatu refleks. Bila
refleks ini tidak dapat dipertahankan maka akan terdapat juling. Juling adalah satu keadaan
dimana kedudukan bola mata yang tidak normal. Pasien dengan juling akan mengeluh mata
lelah atau astenopia, penglihatan kurang pada satu mata, lihat ganda atau diplopia, dan sering
menutup sebelah mata.
Otot- otot sinergistik adalah otot-otot yang memiliki bidang kerja yang sama. Dengan
demikian, untuk tatapan vertikal, otot rektus superior dan obliqus inferior bersinergi
menggerakkan mata ke atas. Otot-otot yang sinergistik untuk suatu fungsi mungkin
antagonistik untuk fungsi lain. Misalnya, otot rektus superior dan obliqus inferior adalah
antagonis untuk torsi, karena rektus superior menyebabkan intorasi dan obliqus onferior
ekstorsi. Otot-otot ekstra okular, seperti otot rangka, memperlihatkan persyarafan timbal
balik otot-otot antagonistik ( hukum sherrington ). Dengan demikian, pada dekstroversi (
menatap ke kanan ), otot rektus lateralis medialis kanan dan lateralis kiri mengalami
mengalami inhibisi sementara otot rektus lateralis kanan dan medialis kiri terstimulasi.
Agar gerakan bola mata berada dalam arah yang sama, otot-otot agonis yang berkaitan harus
menerima persyarafan yang setara ( hukum hering ). Pasangan otot agonis dengan kerja
primer yang sama disebut pasangan searah ( yoke pairs ). Otot rektus lateralis kanan dan
rektus medialis kiri adalah pasangan searah untuk menatap ke kanan. Otot rektus inferior
kanan dan oblikus superior kiri adalah pasangan searah untuk memandang ke bawah dan ke
kanan.
1. Sensorik
1) Diplopia
Apabila strabismus, kedua fovea menerima bayangan yang berbeda. benda yang tercitra di
kedua fovea tampak dalam arah ruang yang sama. Proses lokalisasi benda yang secara spatial
terpisah ini ke lokasi yang sama disebut kebingungan penglihatan ( visual confusion ). Benda
yang terlihat oleh salah satu fovea dicitrakan didaerah retina perifer dimata yang lain.
Bayangan fovea terlokalisasi tepat didepan, sedangkan bayangan retina dari benda yang sama
di mata yang lain dilokalisasi di mata yang lain. Denan demikian, benda yang sama terlihat di
dua tempat ( diplopia ).
2) Supresi
Di bawah kondisi penglihatan binokuler bayangan yang terlihat disalah satu mata menjadi
predominan dan yang terlihat di mata yang lain tidak di presepsikan ( supresi ). Pada
eksotropia, daerah supresi cenderung berukuran lebih besar dan meluas dari fovea ke separuh
temporal retina.
3) Ambliopia
Pengalaman visual abnormal berkepanjangan yang dialami oleh seorang anak berusia kurang
dari 7 tahun dapat menyebabkan ambliopia ( penurunan ketajaman penglihatan tanpa dapat
dideteksi adanya penyakit organik pada suatu mata ). Pada strabismus, mata yang biasa
digunakan untuk fiksasi masih mempunyai ketajaman yang normal dan mata yang tidak
dipakai sering mengalami penurunan penglihatan ( ambliopia ).
Pada strabismus di bawah kondisi penglihatan binokular, retina perifer di luar daerah
skotoma supresi dapat mengambil nilai-nilai arah dalam ruang yang baru yang bergeser oleh
deviasi. Hal ini menimbulkan anomali korespondensi nilai-nilai arah antara titik-titik retina di
kedua mata. Nilai-nilai arah di mata yang berdeviasi berubah sedemikian sehingga diplopia
dapat dihindari. Pada keadaan ini, stereopsis tidak dapat terjadi pada nilai-nilai arah yang
baru tersebut mungkin labil dan dari waktu ke waktu menyesuaikan diri seiring dengan
perubahan deviasi akibat perubahan arah pandangan.
5) Fiksasi eksentrik
Pada mata yang mengalami ambliopia yang cukup parah, mungkin digunakan daerah retina
ekstra fovea untuk fiksasi di bawah kondisi penglihatan monokular. Hal ini berkaitan dengan
ambliopia berat dan fiksasi yang tidak stabil. Fiksasi eksentrik yang mencolok mudah
diketahui secara klinis dengan menutup mata yang dominan dan mengarahkan perhatian
pasien ke suatu sumber cahaya yang dipegang tepat di muka. Suatu mata dengan
fiksasi eksentrik besar akan tampak melihat ke suatu arah yang lain. Fiksasi eksentrik yang
lebih ringan dapat dideteksi dengan oftalmoskop.
- paretik ( incomitant / kelumpuhan abdusens ) : akibat peresis atau paralisis satu atau lebih
otot ekstra okular. Paresis biasanya mengenai satu atau kedua otot rektus lateralis akibat
kelumpuhan syaraf abducent. Kasus ini sering dijumpai pada orang dewasa dengan trauma
kepala,hipertensi sistemik atau diabetes, tetapi kelumpuhan syaraf abdusen kadang-kadang
merupakan tanda awal suatu tumor atau peradangan yang mengenai susunan syaraf pusat.
Kasus ini jarang dijumpai pada bayi dan anak. Paresis otot rektus lateralis kanan
menyebabkan esotropia yang menjadi lebih besar sewaktu memandang ke kanan dan apabila
paresisnya ringan sedikit atau tidak terjadi deviasi sewaktu memandang ke kiri.
- Non Paretik
a. Infantilis
b. didapat
B. Akomodatif
C. Akomodatif parsial
- Paretik
Exotropia, dibagi :
1. Intermiten
2. Konstan
Pola “A dan V “
Hipertropia, dibagi
1. paretik
2. non paretik
Thanks to: kelompok 2 mata FKUY yg namanya tdk dpt disebutkan satu persatu