PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam masa pembangunan Indonesia sejak tahun 1970-an hingga kini. khususnya
dalam penyediaan prasarana bangunan air untuk irigasi, telah ribuan bangunan bendung
dibangun. Salah satu jenis bendung yang dibangun ialah bendung tetap dari bahan pasangan
batu. Bendung itu dirancang dan dibangun oleh tenaga teknik Indonesia. Juga oleh tenaga
ahli teknik asing yang datang ke Indonesia membawa konsep baru. Rancangan itu baik oleh
tenaga teknik Indonesia maupun oleh tenaga teknik asing memberikan suatu perkembangan
tipe, bentuk dan letak bendung. Ribuan bendung yang telah dibangun itu beroperasi dan
berfungsi dengan baik. Namun sebagian diantara ribuan bendung baru itu mengalami
masalah yang disebabkan oleh berbagai hal. Misalnya masalah-masalah gangguan
penyadapan aliran, gangguan angkutan sedimen dan sampah, masalah penggerusan setempat
di hilir bendung sampai dengan masalah hancurnya bangunan dan sebagainya.
Merancang bendung baru dan menangani bendung bermasalah hasil pembangunan ini
dan penanganan terhadap bendung-bendung tua baik yang dibangun sebelum tahun 1970-an
maupun bendung-bendung tua warisan Pemerintahan Belanda telah memberikan masukan
dan pengalaman bagi ahli-ahli teknik Indonesia.
Penulisan buku ini dilatarbelakangi pengalaman penulis dalam merancang bendung
dengan konsep baru dan mendesain serta menangani bendung bermasalah tersebut.
Pengalaman tersebut disajikan dalam buku ini yang diharapkan dapat memberikan
konstribusi dalam pekerjaan desain dan menjadi bahan panduan bagi perencana.
4. Cakupan Tulisan
Buku ini pertama-tama menguraikan tentang apa, clan bagaimana irigasi di Indonesia
serta sistem irigasinya. Selanjutnya uraian secara umum tentang sistem irigasi di Jepang. Hal
ini perlu ditinjau mengingat Jepang telah berhasil mengembangkan sistem irigasi one way
system irrigation dan land consolidation sehingga Jepang berhasil menjadi negara penghasil
berada yang melebihi kebutuhannya.
Setelah itu penulisan buku menyajikan tentang desain hidraulik bendung tetap dengan material pasangan
batu untuk kepentingan irigasi teknis yang dikelompokkan dalam delapan bagian yaitu :
Bagian I : Pemilihan Lokasi Bendung
Bagian II : Bendung Pelimpah
Bagian III : BanRunan Intake
Bagian IV : Bangunan Pembilas
Bagian V : Bangunan Penahan Batu (Boulder Screen)
Bagian VI : Bangunan Peredam Energi
Bagian VII : Rip-rap
Bagian VIII : Stabilitas Bendung
Pada Bab 4, buku dilengkapi pula dengan contoh perhitungan mendesain bendung
tetap.
Khusus penyajian stabilitas bendung yang diuraikan hanya tentang langkah
perhitungan dan cara menghitungnya saja, tidak diuraikan secara mendetail. Perhitungan
lebih mendetail tentang stabilitas bendung biasanya dilakukan pada analisa yang berkaitan
dengan perhitungan struktur bendung perlengkapan bendung lainnya.
Bangunan kantong sedimen sebagai salah satu kelengkapan bendung belum
dimasukkan dalam buku ini dan akan ditulis dalam buku lain. Demikian pula halnya
dengan bendung gerak, bendung kembang kempis, bendung kombinasi tetap dan gerak juga
belum disajikan dalam buku ini.
Sebagai tambahan bahwa bahan tulisan tentang sistem irigasi di Jepang dipelajari
dari studi pustaka di National Research Institute of Agricultural Engineering Tsukuba
Jepang dan studi lapangan di berbagai kawasan daerah tengah dan utara Jepang yang
dilakukan penulis utama selama melakukan training di sana.
Perlu disebutkan pula bahwa publikasi buku bangunan sadap untuk irigasi desa telah
pula diterbitkan oleh Puslitbang Sumber Daya Air dan meluncurkan pada peringatan hari
air sedunia di Jakarta Maret 2002. Tulisannya disiapkan oleh penulis utama buku ini.
Dalam buku itu antara lain ditulis pula secara tidak mendalam tentang bendung tetap.
5. Penjelasan Istilah
Ada beberapa istilah dalam tulisan ini yang perlu diberi penjelasan atau batasan
pengertiannya supaya tidak terjadi pemberian interpretasi yang ke luar konteks dari yang
dimaksudkan. Istilah yang dijelaskan pada bagian ini hanya yang menyangkut yang
penting-penting saja, dan istilah lain ditulis dalam setiap bagian bab. Sebagian istilah
tersebut dikutip dari Standar Tata Cara Perencanaan Teknik Bendung SKSNI, T-02-1990 F
yang diterbitkan oleh Pep. PU, 1990. Penjelasan istilah tersebut yakni:
Desain hidraulik adalah tahapan kegiatan analisis terhadap hasil pra desain
hidraulik dengan atau tanpa bantuan uji model hidraulik untuk menentukan bentuk dan
ukuran yang tepat ditinjau dari segi hidraulik.
Desain struktur yaitu tahapan kegiatan untuk melengkapi hasil desain hidraulik agar
didapat desain bangunan yang memenuhi persyaratan kekuatan Jun kestabilan serta dapat
dilaksanakan.
Uji model hidraulik yakni suatu penyelidikan/pengujian hidraulik berupa uji model
fisik di laboratorium pengaliran terhadap pra desain.
Bangunan bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai atau
sudetan sungai untuk meninggikan taraf muka air sehingga air at dapat disadap dan
dialirkan secara gravitasi ke daerah yang membutuhkannya
Bendung tetap adalah ambang yang dibangun melintang sungai untuk
pembendungan sungai yang terdiri dari ambang tetap, dimana muka air banjir di bagian
udiknya tidak dapat diatur elevasinya. Bahannya dapat terbuat dari pasangan batu,
beton atau pasangan batu dan beton. Dibangun umumnya sungai ruas hulu dan ruas
tengah.
Bendung tetap pasangan batu yaitu bangunan bendung tetap yang bahan
utamanya terbuat dari pasangan batu.
Irigasi (PP 77/2001) yaitu usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa dan irigasi tambak.
Irigasi secara umum adalah penyaluran air secara teknis melalui saluran
-saluran pembawa ke daerah pertanian dan setelah air tersebut diambil manfaatnya air
tersebut disalurkan ke saluran pembuang selanjutnya dibuang kembali ke sungai.
lrigasi teknis yakni jaringan air yang mendapatkan pasokan air terpisah dengan
jaringan air pembuang dan pemberian airnya dapat diukur, diatur dan terkontrol pada
beberapa titik tertentu. Semua bangunannya bersifat permanent Luas daerah irigasinya
di atas 500 hektar.
Sungai (UU I1/74 tentang Pengairan) adalah tempat-tempat dan wadah-wadah
serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muat dengan dibatasi kanan
kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Sungai dapat disebut dengan sungai utama, anak sungai dan cabang sungai. sungai
menurut tempatnya dapat dibedakan menjadi sungai ruas hulu sungai ruas tengah dan
sungai ruas hilir.
BAB 2
Petak primer adalah gabungan dari beberapa petak sekunder, seperti ditunjukkan
pada Gbr. 2.2. Dilayani oleh saluran primer disalah satu sisi atau kedua sisi sumber sungai. Bila
melayani kedua sisi sumber air sungai maka dua petak primer. Keseluruhan penyusunan
bidang tanah dalam bentuk petak tersier, sekunder dan primer ini disebut suatu daerah irigasi
yang penyebutannya dipendek dengan istilah D.1. Pada Gbr. 2.2 hanya terdapat, satu petak
primer atau satu daerah irigasi disebelah kiri sisi sungai yang tergabung dari petak-
petak sekunder yang mengambil air dari bangunan bagi A1, dan A2 serta D1 .
Bangunan bendung di sungan, A, berfungsi untuk mengambil dan mebelokkan air sungai
ke saluran primer.
3.1.2 Saluran irigasi
Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi pembawa
dan saluran pembuang. Saluran irigasi pembawa ditinjau dari letaknya dapat dibedakan
menjadi saluran garis tinggi dan saluran garis punggung. Saluran garis tinggi yaitu saluran
yang ditempatkan sejurusan dengan garis tinggi/kontur. Dan saluran garis punggung yaitu
saluran yang ditempatkan di punggung medan. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi
pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier clan kuarter.
Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi bagian Jaringan Irigasi KP-01. saluran irigasi
tersebut dapat didefinisikan seperti berikut:
Saluran primer yaitu saluran yang membawa air dari jaringan utama ke saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Saluran primcr biasa pula disebut saluran
induk. Saluran ini berakhir pada bangunan bagi yang terakhir.
Saluran sekunder yaitu saluran yang membawa air dari saluran primer ke petak-
petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini yaitu
bangunan sadap terakhir.
Saluran muka tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier
ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran tersier yaitu saluran
yang membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier
lalu ke saluran kuarter. Saluran ini berakhir pada boks kuarter yang terakhir.
Saluran kuarter yaitu saluran yang membawa air dari boks bagi kuarter melalui
bangunan sadap tersier ke sawah-sawah.
Saluran irigasi diilustrasikan pada Gbr. 2.3, yaitu saluran induk Mejagong, irigasi
bendung Mejagong, daerah irigasi Pemali - Comal, Randudongkal, Jawa Tengah. Bila
diperhatikan gambar tersebut diketahui berapa hal yaitu :
Saluran sekunder Jongke dimasukan ke Kali Waluh udik bendung Kejene untuk
penambah debit ke K. Rambut bagi kepentingan daerah irigasi bcndung Cipero.
Saluran sekunder Paseh dimasukan ke K. Waluh hilir bendung Kejene sebagai penambah
sumber air bendung Sungapan.
Dibuat saluran Mejagong - Banjaranyar, sehingga bendung Banjaranyar tidak
difungsikan lagi.
Dalam mendesain saluran irigasi tersebut dapat dilakukan dengan tata cara
seperti berikut:
Tentukan lebar dasar saluran, b, lebih besar dari pada dalam air, h, atau b > h. Bila
diambil dalam air, h, lebih besar dari Iebar saluran (h > b) maka akan terjadi proses
pendangkalan saluran yang lebih cepat.
Tentukan besarnya kecepatan aliran, v, seimbang yaitu antara, v pengendapan dan v
penggerusan.
Tetapkan kemiringan talud.
Hitung kerniringan air saluran, i, dengan cara Strickler; ambil nilai kekasaran, k,
yang bergantung kepada besarnya debit saluran dan jenis tanah saluran.
Dengan segala kelebihan dan kekurang sistem irigasi yang ada, telah menjadikan
Indonesia berhasil dalam swasembada beras sekitar tahun 1987. berkaiatan dengan itu
dalam pembuatan konsep desain daerah irigasi baru di masa mendatang kelemahannya yang
ada diharapkan menjadi bahan masukan dan pertimbangan desain. Beberapa hal yang dapat
dijadikan bahan masukan :
Sitem pemberian air, dari petak sawah menyebabkan pengolahan sawah tidak dapat
dilakukan secara serentak, karena menunggu giliran datangnya air.
Petak sawah yang paling jauh dari sumber air saluran irigasi mendapat air paling akhir
sehingga akan terdapat perbedaan waktu penanaman dengan interval waktu antara 10
hari dan 15 hari di dalam petak itu.
Pengeringan sawah secara serentak bilamana diperlukan tidak dapat dilakukan dengan
cepat karcna tata letak sawah, tata letak saluran irigasi dan saluran pembuang tidak
memungkinkan.
Petani tidak dapat rnemilih tanaman yang dikehendakinya karena sistem saluran
pembuang belum rnemungkinkannya.
Jalan petani (farm road) di petak tersier tidak tersedia, sehingga petani mengalami
kesulitan dalam rnengangkut hasil produksi panenan padinya. juga tidak dapat
mempercepat perhubungan dan komunikasi.
Ukuran petak sawah relatif kecil sehingga menyulitkan pekerjaan pengolahan sawah
secara mekanisasi, dimasa mendatang tenaga manusia untuk pengolahan sawah semakin
langka.
Lama waktu
Jenis tanaman & pertumbuhan pertumbuhan Kebutuhan air (mm/hari)
(bulan)
Padi :
1. Pengolahan tanah + persemaian 1 – 1,5 10 – 14
2. Pertumbuhan I (Vegetatif) 1–2 4–6
3. Pertumbuhan II (Vegetatif) 1 – 1,5 6–8
4. Pemasakan 1 5–7
Tebu :
1. Pengolahan tanah + peresemaian 1–2 6–9
2. Tebu muda 4–6 3–6
3. Tebu tua 10 4–7
Palawija
1. Palawija banyak air 3 2–6
2. Palawija sedikit air 3 2–6
*) Sumber : Proyek Irigasi Jawa Tengah, Modul Penataran
Kedalaman air di sawah; sangat penting artinya antara lain untuk mengurangi
pertumbuhan rumput dan meniadakan pertumbuhan rumput yaitu:
Kedalaman air 2,50 cm dapat mengurangi pertumbuhan rumput
Kedalaman air 5,0 - 7,5 cm dapat rneniadakan pertumbuhan rumput.
Pengeringan sawah sementara waktu akan sangat bermanfaat untuk rnengatur
keseimbangan antara udara dan air dan pengeringan selama 4 - 5 hari menjelang berbunga
setelah masa pertunasan terakhir akan memperbaiki perudaraan tanah untuk meningkatkan
produksi padi.
G b r. 2 . 6 . P ro g re s k o n s o l i d a s i l a h a n s a w a h d i K a m i - Yu s u h a r a
Erman Mawardi. Drs. Dipl. AIT. 1992. Kemajuan Jepang di Bidang Pangan, Tinjauan
terhadap Sistem Irigasi dan Drainase, Laporan teknis. Tidak diterbitkan.
Proyek Irigasi Jawa Tengah. Ditjen. Pengairan. Modul Penataran E & P untuk DPU
Propinzi Jawa Tengah (Pengairan). Transparan untuk Training.
Takashi Tauchi. Present and Future Deveploment of Irrigation and Drainage. Advanced
Cultivation, Irrigation and Drainage Technologi in Japang.
2. Klasifikasi Bendung
Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasikasikan menjadi :
Bendung penyadap ;
digun-
akan sebagai penyadap
aliran sungai untuk
berbagai keperluan seperti
untuk irigasi, air baku dan
sebaginya (Gbr. 3.2.2),
Bendung pembagi banjir;
dibangun di percabangan
untuk mengatur maka
sungai, sehingga terjadi
pemisahan antara debit
banjir dan debit rendah Gbr. 3.2.2
sesuai dengan kapasitasnya.
Bendung penahan pasang ;
dibangun dibagian sungai
yang dipengaruhi pasang
surut air laut antara lain
untuk mencegah masuknya
air asin (Gbr. 3.2.3).
Berdasarkan tipe strukturnya
bendung dapat dibedakan atas :
bendung tetap
bendung gerak
bendung kombinasi
bendung kembang kempis
bendung bottom intake
Gbr. 3.2.3
Ditinjau dari segi
sifatnya bendung dapat pula
dibedakan :
bendung permanen seperti
bendung pasangan batu,
beton, dan kombinasi beton
dan pasangan batu,
bendung semi permanent
seperti bendung bronjong,
cerucuk kayu dan Gbr. 3.2.4
sebagainya (Gbr. 3.2.4),
Bendung darurat; yang
dibuat oleh masyarakat
pedesaan seperti bendung
tumpukan batu dan
sebagainya.
Pelimpah lengkung (Gbr.3.2.7.b clan 3.2.7.c); adalah alternatif lain dari bentuk
lurus. Bentuk ini tidak banyak dijumpai dan dibangun sebelum tahun 1970-an. Dijumpai
antara lain pada bendung-bendung Cisokan, Cianjur, Cibongos, Bogor, Cumulu,
Tasikmalaya. Lengkungan pelimpah berbentuk cembun mengarah ke udik. Jarak
lengkungan biasanya sekitar 1/10 s.d 1/20 dari lebar bentang.
Bentuk ini akan melimpahkan aliran sungai lebih besar dibandingkan dengan
bentuk lurus karena bentangnya lebih panjang. Umumnya dibangun di daerah dasar
sungai dari jenis batuan keras sehingga penggerusan seternpat hilir bendung tidak perlu
dikhawatirkan.
Gbr. 3.2.7.c
Gambar bentuk pelimpah bendung
Pelimpah bentuk lain
dibuat dengan maksud-maksud
tertentu. Pelimpah bentuk U ini
dijumpai antara lain pada
bendung yang terletak di tengah
kota Tasikmalaya. Antara lain
dimaksudkan agar dapat me-
limpahkan aliran sungai dari
sisi yang lain, karena di udik
bendung terdapat percabangan Gbr. 3.2.8.a
sungai (Gbr. 3.2.8.a).
Pelimpah bentuk <
dijumpai pada bendung Karang
Talun di K. Progo, Yogyakarta.
Semula di tempat ini hanya
terdapat free intake. Kernudian
d i b a n g u n b e n d u n g
(Gbr.3.2.8.b). Untuk penyesuian
letak mulut intake, arah aliran
utarna sungai dan penempatan
bendung maka ditata Gbr. 3.2.8.b
penempatannya sedemikian.
Ambang pelimpah yang pendek
di bagian kiri tadinya dirancang
untuk penempatan pembilas.
Tetapi berdasarkan hasil
penyelidikan di laboratorium
DPMA clan diskusi den-an
konsultan kemudian desain asli
diubah menjadi bentuk
sekarang, dimana bendung
tanpa pembilas tetapi
mempunyai kantong scdimen
yang cukup efektif. Gbr. 3.2.8.d
Pelimpah bentuk
gergaji (Gbr. 3.2.8.c dan
3.2.8.d), bentuk pelimpah lain
yang dikembangkan yaitu
bentuk pelimpah gergaji atau pelimpah bergigi. Telah dibangun antara lain pada
bendung-bendung Ciwadas, Karawang dan Tami di Papua.
Gbr. 3.2.8.d. Denah pelimpah bentuk gergaji
Kapasitas pelimpahan akan menjadi jauh lebih besar dan dapat dikembangkan di
daerah pedataran untuk mengurangi daerah genangan banjir di bagian udik bendung.
Harga koefisien kontraksi pilar; dapat dipelajari dari Standar Perencanaan lrigasi,
KP-02.
3. Macam intake
Intake biasa (Gbr.
3.3.3.a); yang umumnya
direncanakan yaitu intake
dengan pintu berlubang satu
atau lebih dan dilengkapi Gbr. 3.3.3.a
dengan pintu dinding banjir, dan
pcrlengkapan lainnya.
Lebar satu pintu tidak
lebih dari 2,50 m dan
diiletakkan di bagian udik.
Pengaliran melalui bawah pintu.
Besarnya dcbit diatur melalui
tinggi bukaan pintu.
Intake gorong-gorong;
tanpa pintu di bagian udik.
Pintu-pintu diletakkan di bagian
hilir gorong-gorong. Lubang in-
takc lebih dari satu dengan lebar
masing-masing lubang kurang Gbr. 3.3.3.b
dari 2,50 m. Dilihat dari arah
sungai/bendung mulut intake
tidak kelihatan karena
tenggelam. Pengoperasian pintu
intake diletakkan secara
mekanis, bila tidak akan sangat
berat. Bentuk intake ini (Gbr.
3.3.3. b) dijumpai di bendung
Karang Talun Yogyakarta.
Intake frontal (Gbr.
3.3.3 c); pada bendung
Mejagong di jateng. Intake
diletakkan di tembok pangkal,
jauh dari bangunan
pembilas/bandung. Arah aliran Gbr. 3.3.3.c
sungai dari udik
Frontal terhadap mulut intake sehingga tidak menyulitkan penyadapan aliran. Tetapi
angkutan sedimen relatif banyak masuk ke intake, yang ditanggulangi
dengan bangunan sand ejector dan kantong sedimen. Bentuk ini diperoleh
berdasarkan hasil uji model oleh DPMA (ir. Moch. Memed, dkk).
Dua intake di satu sisi bendung ; dimana pintu intake untuk sisi yang lain
diletakkan di pilar pembilas bendung. Pengaliran ke sisi yang lain itu melalui
gorong-gorong di dalam tubuh bendung. Jumlah gorong-gorong dapat dua buah.
Gorong-gorong yang umum dipakai yaitu yang berbentuk bulat.
Gbr. 3.3.3.d. Ukuran bentuk, dan tata letak intake pada bendung
Selain itu, bentuk, ukuran,
arah dan tata letak intake pada
bendung dapat diperhatikan pada
Gambar 3.3.3.d. intake ini terdapat
pada bendung-bendung di daerah
Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat
bagian selatan. Ukuran tercantum
di gambar diperoleh berdasarkan
pengukuran di lapangan.
4. Arah intake,
komponen dan letak
bangunan
1) Arah intake ter - hadap sumbu
sungai dapat diatur seperti
berikut (periksa Gbr. 3.3.4).
tegak lurus membentuk
Sudut kira-kira 90°
terhadap sumbu sungai, Gbr. 3.3.4. Arah intake menyudut dan
menyudut membentuk sudut
antara. 45°- CO° terhadap
sumbu sungai,
keadaan tertentu yang
ditetapkan berdasarkan
hasil uji model hidraulik di
laboratorium.
Arah intake yang tegak lurus
Gbr. 3.3.5. Komponen intake
dibandingkan dengan arah
yang menyudut ditinjau dari
segi hidraulik lebih
menguntungkan arah yang
tegak lurus terhadap sumbu
sungai.
Komponen utama bangunan
intake terdiri dari (Gbr. 3.3.5).
ambang/lantai dinding
bangunan tembok sayap,
pintu dan perlengkapannya Gbr. 3.3.5. Letak intake dan pembilas
serta dinidng penahan
banjir,
pilar penempatan pintu bila
pintu lebih dari satu buah,
jembatan pelayan,
rumah pintu,
saringan sampah
sponeng dan sponeng
cadangan, dan lain-lain.
2) Letak intake; harus ditata
sedemikian rupa sehingga berada
di tikungan luar aliran yang
membentuk aliran helicoidal.
Sehingga pada keadaan sungai
Ketinggian lantai intake
banjir, angkutan sedimen dasar
yang mendekat ke intake akan Gbr. 3.3.7. Lantai intake dengan undersluice
terlempar ke tikungan dalam
menjauhi intake. ini dapat
membentuk daerah bebas endapan
di udik intake dan rnenghilangkan
gangguan penyadapan aliran.
Tikungan luar aliran dapat
dibentuk dengan pencmpatan
tembok pangkal bendung, pilar-
pilar pembilas, tembok sayap
bendung dan sebagainya
sedemikian, sehingga menjadi
deflector (Gbr. 3.3.6). Gbr. 3.3.8. Lantai intake tanpa undersluice
Ulir pintu diletakkan di dalam sgh dapat mencegah kerusakan akibat tekanan
aliran dan sampah. Pintu dioperasikan secara manual. Menurut keterangan
petugas, pengoperasian pintu tidak berat dan cukup mudah di putar naik turun. Di
atas pintu mencegah masuknya aliran banjir.
Intake kanan ; pintu pengambilannya diletakkan pada pilar pembilas, air untuk
saluran irigasi dialirkan melalui gorong-gorong yang diletakkan di dalam tubuh
bendung. Ini memungkinkan karena debit saluran irigasi kana relatif kecil yaitu
sekitar 500 1/det. Manfaat rancangan bentuk ini yaitu biaya bangunan akan
menjadi lebih murah, karena tidak memerlukan bangunan pembilas yang
melengkapi intake. Juga pengoperasian pintu-pintu akan lebih muda karena
tempatnya menjadi satu kesatuan dengan bantuan intake kiri dan pembilas.
Kekhawatiran sistem ini yaitu aliran di dalam gotong royong terganggu akibat
penyumbatan oleh sedimen. Tetapi kekhawatiran ini tidak perlu, karena selam ini
tidak terjadi gangguang pengaliran akibat endapan sedimen di dalam gorong-
gorong tersebut. Menurut keterangan petugas tidak ada endapan sedimen di
dalam gorong-gorong. Hal ini diketahui dari pemeriksaan petugas yang masukke
dalam gorong-gorong tersebut.
Gbr. 3.3.17. Gorong-gorong di dalam tubuh bendung
Gbr. 3.4.2. Bentuk pembilas dengan mulut undersluice miring dan lurus
Lantai dengan lapisan tahan aus,
tembok penyangga bila lubang lebih dari satu buah,
mulut undersluice,
pintu bilas atas dan bawah,
saringan batu dan sebagainya.
Catatan; untuk pintu bilas umumnya dipilih jenis pintu sorong dari kayu rangka baja
atau plat besi rangka baja.
Pada bendung-bendung dengan lebar bentang sekitar 20 meter, dijumpai bangunan
pembilas tanpa undersluice, hanya terdiri :
pintu bilas dan perlengkapannya,
pilar pembilas,
tembok baya-baya dan sebagainya.
Lantai pembilas; yang harus tahan terhadap kikisan aliran deras harus dilapisi
dengan lapisan tahan aus yang dapat dibuat dari ;
lapisan batu candi,
lapisan beton berkualitas tinggi.
2) Bentuk undersluice
Bangunan pembilas dengan undersluice terdiri dari undersluice lurus dan shunt
undersluice. Dilihat dari bentuk mulut undersluice lurus dapat, dibagi menjadi (Gbr. 3.4.2):
undersluice satu atau dua lubang dengan mulut sejajar sumbu bendung,
undersluice satu lubang atau lebih dengan mulut menyudut terhadap sumbu bendung,
undersluice dua lubang atau lebih dengan mulut menyudut terhadap sumbu bendung.
5. Tata Cara Desain
Dalam mendesain bangunan undersluice harus mempertimbangkan lokasi
bangunan intake dan merupakan satu kesatuan dengan intake. Urutan kegiatan dalam
mendesain undersluice lurus yaitu :
tentukan lebar undersluice dengan memperhatikan lebar pintu bilas (tan Irhur intake,
tentukan arah dan letak mulut undersluice,
temukan panjang undersluice dengan memperhatikan bahwa mulut undersluice harus
tcrletak di udik intake; panjang undersluice biasanya berkisar antara 5 – 20 m,
tentukan letak elevasi plat bagian atas undersluice dengan memperhatikan elevasi
ambang/lantai intake,
tentukan ketebalan plat undersluice; biasanya berkisar antara 0,20 m – 0,35m,
tentukan tinggi lubang dan elevasi lantai undersluice; biasanya setinggi 1,50 m.
Gambar bersumber dan dikutip dari seksi Hidrolika Umum, DPMA
Gbr. 3.4.3. Bentuk mulut undersluice miring pada bendung Singomerto, Jawa
Tengah (atas) dan bendung Parigi Sulawesi Tengah (bawah)
Gbr. 3.4.4. Bangunan pembilas dengan tiga lubang dengan dibanding banjir
kombinasi pada bendung Cisokon, Cianjur – Jawa Barat (atas) dan
pembilas tanpa undersluice (bawah)
6. Dimensi Bangunan Undersluice
6.1 Pembilas undersluice lurus
1) Bentuk mulut
mulut undersluice
diletakkan di udik mulut
intake dengan arah tegak
lurus aliran menuju
intake atau menyudut
45° terhadap tembok
pangka1, (Gbr.3.4.5)
lebar mulut undersluice
harus lebih besar
daripada 1,2 kali lebar
intake,
elevasi bagian atas plat
undersluice diletakkan
sama tinggi atau lebih
rendah dari pada elevasi
Gbr. 3.4.5. Tembok penyangga undersluice
ambang/lantai intake,
lubang dapat terdiri atas dua bagian atau lebih,
bila lebar mulut bagian udik jauh lebih lebar dari bagian hilir dapat dipersempit
dengan tembok penyangga.
2) Lebar bangunan
lebar pembilas total diambil l/6 - 1/10 dari lebar bentang bendung, untuk
sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter.
lebar satu lubang maksimum 2,50 m untuk kemudahan operasi pintu, dan
jumlah lubang tidak lebih dari tiga buah.
3) Tinggi dan panjang undersluice
tinggi lubang undersluice diambil 1,50 meter; usahakan lebih tinggi dari 1,00 m
tetapi tidak lebih tinggi dari 2,00 meter; agar mcmcnuhi ketinggian tersebut lantai
undersluice bisa dibuat lebih tinggi atau lebih rendah daripada lantai bendung,
panjangnya ditentukan bahwa mulut undersluice harus terletak di bagian udik
intake,
bentuk lantai undersluice rata tanpa kemiringan.
4) Elevasi lantai lubang
Elevasi lantai undersluice direncanakan (Gbr. 3.4.6)
sama tinggi dengan lantai udik bendung,
lebih rendah dari lantai udik bendung,
lebih tinggi dari lantai udik bendung.
Ini untuk memperoleh ketinggian lubang undersluice yang berkisar antara 1,0 m – 1,5
meter.
6.2 Pintu pembilas
Macam pintu ; dapat dibuat satu pintu atau dua pintu yakni pintu atas dan
pintu bawah.
Fungsi pintu; pintu bawah
untuk pembilasan sedimen yang
terdapat di dalam, di udik dan di
sekitar mulut uvdersluice. Pintu alas,
untuk menghanyutkan bcnda-benda
padat yang terapung di udik pintu.
Pengoperasian pintu bawah dengan
cara mengangkat pintu, dan pintu
atas dioperasikan dengan cara
menurunkannya.
Jenis pintu; umumnya pintu
sorong. Dan hampir tidak dijumpai
pintu jenis radial.
Bahan pintu; dibuat dari
balok-balok kayu dengan kerangka
baja. Atau dari pelat baja yang
diperkuat dari gelagar baja. Pelat
perunggu dipasang pada pintu untuk
mengurangi vesekan antara pintu dan
sponengnya (Gbr. 3.4.7).
Dinding banjir; untuk dengan
undersluice lurus biasanya tidak
dilengkapi dengan dinding banjir,
terutama pada bendung-bendung
yang dibangun sesudah tahun 1970-
an.
pintu bilas tanpa dinding
banjir dapat memperbesar kapasitas
pelimpahan debit banjir.
Desain; dalam mendesain
pintu, faktor-faktor berikut harus
dipertimbangkan;
berbagai beban yang bekerja
pada pintu,
alat pcngangkat - tenaga Gbr. 3.4.7. Pintu bilas besi dan kayu
Bentuk pilar pembilas bagian hilir (Gbr. 3.4.10a); stang pintu pembilas
atas dan bawah (Gbr. 3.4.10b); stang pintu masuk ke dalam tembok,
sponeng pintu dan sponeng cadangan bentuk T (Gbr. 3.4.10.c); pintu
bilas dari bahan besi (Gbr. 3.4.10 d).
Penempatan; pilar pembilas
pada undersluice lurus ditempatkan di
bentang sungai, antara tubuh bendung
dan tembok pangkal bendung.
6.4 Sponeng dan stang pintu
1) Sponeng
Fungsi sponeng; pada pintu
sorong kayu yaitu untuk menahan
tekanan air pada pintu. Direncanakan
sedemikian rupa sehingga masing-
masing balok kayu mampu menahan
beban dan menerusannya ke sponeng.
Ukuran; sponeng pintu harus
dapat berukuran 0,25 x 0,27 m atau
0,25 x 0,30 m. Dilengkapi dengan
sponeng cadangan bentuk huruf T
pada bangunan bilas dengan under-
sluice. Selanjutnya contoh bentuk
sponneng dapat diperimtikan pada
Gbr. 3.4.11.
2) Stang pintu
Fungsi; stang pengangkat pintu
yaitu untuk mengangkat dan
Gbr. 3.4.11. Contoh sponeng pintu
menurunkan pintu. Terbuat dari besi
baja bulat dengan diamter tertentu.
Penempatan; stang pintu ditempatkan di dalam sponeng di luar bukaan bersih.
Keuntungannya; stang pintu tersebut terlindung dari bahay kerusakan.
Gbr. 3.4.12. Contoh sponeng pintu dan stang pintu di dalam tembok
akibat tekanan benda-benda terapung dan tekanan air. Stang pintu yang ditempatkan tidak
di dalam sponeng, banyak yang rusak sehinag a harus diganti.
Jumlah stang; sebaiknya stang pintu dua buah yang diletakkan di bagian dalam
di kedua sisi, tidak satu buah di tengah. Bila satu buah pengangkatan dan penurunan pintu
tidak efektif dan akan cepat mengalami kerusakan.
Plat tembaga/kuningan bukan dari besi pada pintu dan tempat berputarnya stang
akan meringankan pengoperasian pintu. Pintu lebih mudah diturun dan dinaikkan.
6.5 Tembok baya-baya
Fungsi; tembok bayabaya
atau guidewall adalah untuk
mencegah angkutan sedimen dasar
meloncat dari udik bendung ke atas
plat undersluice. Dan sebagai
perletakan plat undersluice serta
sebagai deflector aliran dari udik.
Penempatan; tembok baya-
baya ditempatkan menerus ke arah
udik dari pilar pembilas bagian
luar/sisi bendung.
Bentuk; mengecil ke arah
udik atau sama besar dari hilir ke
udik. Lebar di bagian pangkal sama
lebar dengan tembok pilar. Sedangkan
di bagian udiknya dapat dibuat
setengah dari lebar pilar atau sama
lebar dengan pilar (Gbr. 3.4.13 atas).
Ukuran; tinggi mercu tembok baya-baya diambil Gbr. 3.4.13.
antaraTembok
0,50 baya-baya
m dan 1,00 m di atas
mercu bendung. Panjangnya ke arah udik ditentukan berdasarkan lebar mulut undersluice,
serta tidak menghalangi pengaliran ke intake.
Catatan; tinggi tembok baya-baya pada bangunan pembilas tanpa undersluice, yang
mempunyai satu ruangan, dapat diambil sama tinggi atau lebih tinggi satu meter di atas
mercu bendung (Gbr.3.4.13 bawah).
6.6 Pengoperasian pintu
1) Kriteria pengoperasian
tinggi keccpatun, aliran dilubang undersluice harus terbatas sehingga tidak
merusak lantai undersluice,
pintu bilas harus ditutup
selama sungai banjir untuk
menghindarkan penghisapan
sampah-sampah dan
penyedotan benda-benda
padat lainnya yang dapat
menyumbat lubang
Gbr. 3.4.14. Rongga di bawah plat
undersluice,
tinggi bukaan pintu bilas harus diatur sedemikian sehingga tidak menimbulkan
pusaran isap atau menimbulkan bahaya kavitasi.
2) Masalah rongga di bawah plat
Rongga udara di bawah plat undersluice dapat terjadi bila (Gbr. 3.4.14):
pintu bilas dibuka penuh,
muka air hilir terlalu rendah,
tidak terjadi pelimpahan dart mercu pintu bilas.
Mengatasi hal di atas dapat dilakukan dengan cara:
pintu bilas tidak dibuka penuh,
ujung plat bagian udik undersluice dibuat bulat,
pengoperasian pintu diatur sehingga tidak terjadi pusaran isap.
6.7 Dinding banjir
Ditinjau dari keberadaan dinding banjir pada pembilas bendung maka dapat
dibedakan menjadi:
tanpa dinding banjir (Gbr. 3.4.10 a),
dengan dinding banjir,
kombinasi kedua macam di atas (Gbr. 3.4.4 atas).
Manfaat pintu bilas tanpa dinding banjir yaitu:
memperbesar kapasitas debit pelimpahan banjir; pintu bilas lazimnya ditutup selagi
banjir, sehingga aliran dapat melimpah lewat atas pintu,
sampah yang terapung di udik pintu bilas dapat dibuang secara hidraulik dengan
mudah, apalagi pembilas yang menggunakan pintu atas dan pintu t.av:rh. Caua
pembuangan sampah yaitu dengan menurunkan pintu atas.
Kelemahan pintu bilas tanpa dinding banjir yaitu:
dalam mcrusuk pintu dan stangnya waktu banjir, oleh tekanan banjir dan sampah,
juga menimbulkan masalah penumpukan sedimen di udik pintu bangunan pembilas
bangunan pembilas umumnya tidak dilengkapi dengan dinidng banjir kecuali untuk
bangunan intake dan bangunan shunt undersluice, maksudnya agar aliran banjir dan
benda padat serta sampah tidak masuk ke intake.
Dinding banjir dibuat menerus ke arah atas dari pintu intake, dan dapat disatukan dengan
jembatan pelayanan: Bahannya dari beton bertulang dengan ketebalan sekitar 20 cm.
7. Pembilas Shunt Undersluice
1) Pengertian
Shunt undersluice adalah bangunan undersluice yang penempatannya di luar bentang
sungai dan atau di luar pangkal bendung, di bagian samping melengkung ke dalam dan
terlindung di belakang tembok pangkal.
2) Maksud dan manfaatnya
Bangunun pembilas tipe shunt undersluice dipilih pada bendung-bendung yang
dibangun di sungai ruas hulu. Dimaksudkan agar pilar dan bangunan undersluice terhindar
dari bahaya benturan batu gelundung dari kayu yang hanyut sewaktu banjir. Manfaat
tambahan tipe ini yaitu kapasitas pelimpahan bendung tidak dikurangi oleh adanya pilar
pembilas, atau seluruh bentang bendung tidak terganggu melimpahkan debit banjir sungai.
3) Cara kerja dan kelemahan
air yang mengalir sebelum masuk ke intake terbagi dua yaitu bagian atas dan bagian
bawah,
lapisan air bagian bawah masuk ke dalam lubang pembilas,
lapisan air bagian atas mengalir masuk ke intake,
dengan terbagi duanya lapisan air, maka angkutan sedimen dasar yang bergerak pada
lapisan bawah terbuang oleh aliran bagian bawah ke dalam lubang pembilas.
Kelemahan;
Kurang diperolehnya efek penggerusan di mulut shunt undersluice yang diakibatkan
oleh aliran helicoidal seperti yang biasa terjadi pada bangunan undersluice.
4) Bentuk dan ukuran
tinggi lubang; usahakan setinggi 1.50 m dan tidak lebih tinggi dari 2.00 m dan
minimum setinggi 1,00 m.
lebar lubang sekirar 2,00 m,
mulut undersluice mengarah ke arah bendung bukan ke arah udik.
bentuk, melengkung ke arah luar bendung
tembok pangkal di bagian udik, dirancang sedemikian rupa sehingga letaknya
segaris dengan bagian luar pilar pembilas.
Seyogianya dilengkapi dengan bangunan boulder screen yang ditempatkan dihilir
pintu bilas.
5 ) Penerapan bangunan shunt undersluice
Bangunan shunt undersluice telah banyak diterapkan pada bendung yang dibangun di
suugai torensial. Antara lain pada bendung Kiararambay, bendung Jamblang, Jawa Barat,
bendung Nambo di Jawa Tengah, bendung Karaloe di Sulawesi Selatan dan sebagainya.
(1) Bangunan shunt undersluice Kiararambay
Bangunan pembilas pada bendung Kiararambay ialah bangunan pembilas tipe shunt
undersluice (Gbr.3.4. l5). Terletak di bagian kiri tubuh bendung sebanyak satu lubang.
Mulut undersluice mengarah ke arah udik sungai. Pcmbilas ini menjadi salah satu
kelengkapan pokok bendung dan merupakan satu kesatuan dengan intake.
Kotmponen bangunan pembilas terdiri atas pilar pembilas untuk penempatan pintu,
pintu pembilas, undersluice, sponeng pintu, boulder screen, rumah pintu dan
sebagainya.
Fungsi bangunan pembilas ini yaitu untuk menccgah angkutan muatan sedimen dasar
dan mengendalikan angkutan muatan sedimen layang masuk ke intake. Manfaat
penerapan tipe shunt undersluice pada bendung ini yaitu:
untuk menghindarkan terjadinya banturan batu gelundung terhadap struktur, pilar
dan pintu pembilas,
seluruh bentang bendung tidak terganggu untuk melimpahkan debit banjir.
Bentuk bangunan shunt undersluice terlindung di belakang pangkal bendung. Tembok
pangkal udik dirancang sedemikian rupa sehingga letaknya, segaris dengan bagian luar
pilar pembilas. Ukuran lubang pembilas 2,0 meter, lebar pilar pembilas 2,0 meter.
Tinggi lubang undersluice 1,0 meter.
Boulder screen yaitu bangunan penahan batu dan penahan benda padat lainnya yang
dipasang di udik shunt undersluice; dengan maksud agar sedimen dan benda padat
lainnya serta sampah tidak masuk ke intake. Komponennya antara lain batang-batang
pipa besi bulat vertikal yang diisi dengan beton. Dan fundasi dan batanng pengikat
horizontal untuk memperkuat batan-batang vertikal. Batang pengikat horizontal ini
berfungsi pula sebagai jalan pembersih.
Pen emp atan boulder screen menyudut yang dimulai dari bagian udik pilar
pembilas ke tembok pangkal kiri. Tata letak bangunan ini bersama-sama dengan
tembok pangkal udik dan pilar pembilas dapat membentuk tikungan luar aliran
(helocoidal flow). Sehingga aliran dari udik bendung membelok ke tangah sungai dan
melemparkan angkutan sendimen menjauhi dari bangunan.
Ukuran bersih antara pipa vertiokal 0,20 meter. Diamter batag-batang pipa 0,15 m.
batang pengikat horizontal lebarnya 0,50 meter. Batang pengikat horizontal lebarnya
0,50 meter. Batang horizontal diletakkan setinggi 1,0 meter di atas mercu bendung atau
setara dengan muka air banjir sedang. Bentuk batang-batang vertikal dipasang
Gbr. 3.4.15. Shunt under sluice bendung Kiararambay
Gambar bersumber dan dikutip dari seksi Hidrolika Umum, DPMA
seperti bentuk pagar. Tidak dipasang batang melintang lainnya di bagian tengah.
(2) Bangunan shunt undersluice Nambo
Bendung Nambo dilengkapi dengan pembilas tipe shunt undersluice, yang ditempatkan di
sisi tubuh bendung bagian kiri. Tata letaknya merupakan satu kesatuan dengan intake.
Arahnya searah dengan sumbu sungai. Dan dirancang sedemikian sehingga seluruh
bentang bendung tidak terganggu melimpahkan debit sungai.
Fungsinya untuk mencegah angkutan sedimen dasar dan mengendalikan angkutan muatan
sedimen layang masuk ke intake. Sedimen yang terkumpul dan berada di udik dan di lantai
pembilas dapat dibilas dengan jalan membuka pintu pembilas bagian bawah.
Shunt undersluice; dengan tinggi lubang 1,50 m panjang plat undersluice 13,50 meter.
Mulut undersluice menghadap ke arah samping mercu bendung bukan ke arah udik seperti
biasanya. Pilar pembilas bagian luar pada Gbr. 3.4.16 di tubuh bendung dengan arah lurus,
sedangkan bagian dalamnya melengkung.
Tembok pangkal di udik mulut undersluice letak dan arahnya segaris dengan pembilas.
Maksudnya agar pilar pembilas terhindar dari benturan batu gelundung yang hanyut
sewaktu banjir.
Pintu pembilas berukuran lebar 2,50 m dan terdiri dari pintu bilas bawah dan pintu bilas
atas. Pintu bilas bawah untuk melayani undersluice. Menerus ke bagian atas pintu bilas
terdapat bangunan penahan banjir yang disebut dengan banjir scherm dan berfungsi
sebagai penghalang pengaliran banjir. Pintu bilas dari jenis pintu sorong terbuat dari
balok-balok kayu. Stang pintu bilas terletak di dalam sponeng tembok, agar tidak mudah
rusak karena benturan benda-benda padat dan tekanan aliran banjir.
Lantai pembilas; bagian atasnya dilapisi dengan lapisan tahan aus dari pasangan batu
candi, yaitu pasangan batu keras alamiah yang dibuat dengan bentuk blok-blok segi empat
atau persegi dan dipasang berselang-seling. Dewasa ini di bagian kiri lantai pembilas di
hilir pintu terjadi lubang memanjang selebar ± 30 cm. Hal ini antara lain disebabkan oleh
daya
Dapat menyedot sedimen dasar khususnya pasir dan kerikil oleh unersluice. Untuk
mengatasi angkutan sedimen dasar masuk ke intake dalam jumlah yang besar, maka
direncakan undersluice dengan tipe dan ukuran antara lain seperti berikut :
Undersluice terdiri dari tiga bagian lubang,
Di bagian udik undersluice dibuat sill (ambang) rendah yang tingginya setengah
meter, mercunya bulat dan bagian hilirnya miring,
Gbr. 3.5.2. Bangunan penahan pada bendung Cisakon, Jawa Barat
Gbr. 3.5.3. Bangunan penahan batu dan sampah pada bendung Cigasong, Jawa Barat
di atas ambang tersebut dipasang penahan batu dengan jarak bersih antara dua tiang
sebesar 30 crn,
di bagian udik dari undersluice pada tembok pangkal kanan dibuat tembok pengarah
arus dengan bentuk khusus.
Asalnya bangunan pembilas tanpa undersluice dan pintu pembilas hanya dua buah.
Berdasarkan hasil uji model hidraulik di laboratorium hidrolika untuk penyempurnaan desain
maka disarankan bentuk dan ukuran undersluice seperti Gbr. 3.5.1 yang dilengkapi dengan
bangunan penahan batu, pembilas tambahan satu buah, bentuk tembok pangkal udik intake
melengkung dan sebagainya.
Selain contoh di atas bangunan penahan batu telah diterapkan pula antara lain pada
bendung Cigasong (Gbr. 3.5.3) Jawa Barat dan bendung Lanjiladang, Jawa Tengah (3.5.4
atas) serta bendung Seluma Bengkulu (3.5.4 bawah).
Gbr. 3.5.4. Bangunan penahan batu dan sampah pada bendung Lanjiladang
Jawa Tengah (atas) dan di bendung Seluma, Bengkulu (bawah)
VI. BANGUNAN PEREDAM ENERGI
1. Definisi dan Fungsi
Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir tubuh
bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk dan di kanan kirinya dibatasi oleh tembok
pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap hilir dengan bentuk tertentu.
Fungsi bangunan yaitu untuk meredam energi air akibat pembendungan, agar air
di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang membahayakan struktur.
Dalam mendesainnya harus diperhitungkan terhadap energi potensial, kinetik dan
terhadap kemungkinan terjadinya proses perubahan morfologi sungai, antara lain proses
degradasi dasar sungai di hilir bendung. Selain itu juga harus diperhitungkan terhadap debit
desain, tinggi terjunan, penggerusan setempat, degradasi dasar sungai, benturan dan abrasi
sedimen serta benda padat lainnya.
2. Tipe Bangunan Peredam Energi Bendung
Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe antara lain
yaitu:
lantai hilir mendatar, tanpa atau dengan ambang akhir dan dengan atau tanpa balok
lantai,
cekung masif dan cekung bergigi,
berganda dan bertangga,
kolam loncat air,
kolam bantalan air dan lain-lain.
Disamping itu bangunan peredam energi dikenal pula dengan istilah lain yaitu tipe:
Vlughter Schooklitch
USBR MDO, MDS dan MDL
SAF Dan lain-lain.
tahun 1991 oleh P.T Raya Konsul yang bekerja sama dengan Ditgasi I dan uji model
hidraulik oleh Puslitbang Pengairan. Bendung berlokasi di palunng sungai dengan lebar
bentang yang cukup panjang yaitu 100 meter (Gbr. 3.6.5.3 a.).
5.2. Peredam energi cekung
1) Umum
Semenjak tahun 1970-an, pemanfaatan bangunan peredam energi tipe cekung atau
bucket type pada bendung tetap di sungai torensial banyak digunakan. Tipe ini dipilih
untuk digunakan pada bendung-bendung yang beralokasi pada sungai dengan
kemiringan dasar sungai yang curam dengan angkutan sedimen batu gelundung yang
terbawa aliran
sewaktu banjir. Ide pemanfaatan tipe ini yaitu untuk menggantikan tipe drop weir.
Seperti diketahui, bendung tipe drop weir yang dibangun oleh ahli teknik Belanda sekitar
tahun 1930-an dan ahli teknik Indonesia sekitar tahun 1950-an telah banyak yang rusak
dan hancur. Dewasa ini pemakaian tipe drop weir sudah
Gbr. 3.6.5.3. a. Peredam energi lantai dasar dengan ambang akhir berkotak-kotak
pada bendung Caraulun, Timor-Timur
tidak menjadi pilihan lagi. Kecuali bila fundasi bangunan dapat ditempatkan langsung
pada lapisan tanah dasar yang kuat masif, sehingga bahaya penggerusan dapat
dikurangi karena kerasnya lapisan dasar tersebut. Karena itu atas gagasan
Ir. Moch.Memed, DipI.HE, dkk, tipe cekung diuji dengan model fisik di laboratorium
hidrolika DPMA. Dan dimanfaatkan untuk pertama kalinya pada bendung K. Wadas
di Jawa Tengah sekitar tahun 1972-an. Bangunan peredam energi tipe solid bucket
dan dentated bucket sesungguhnya telah diperkenalkan pemakaiannya oleh USBR
sekitar tahun 1953-an. USBR memperkenalkan penggunaannya untuk spillway
bendungan, tinggi, sedang dan rendah. Bukan untuk bendung-bendung dengan tinggi
tekan yang rendah (low head weir). Dalam kaitan ini untuk memperoleh parameter
dasar dalam menentukan ukuran hidrauliknya telah banyak dilakukan penyelidikan
pengaliran dengan uji model fisik baik dua dimensi dan tiga dimensi. Salah satu
hasilnya dipublikasikan pada Proceedings XI - APD, IAHR, Vol. 2, yang berjudul
Application of a Bucket Type Energy Dissipator for Low Head, a Case Study of the
Weir in Indonesia oleh penulis.
Pemanfaatan peredam energi tipe cekung di sungai torensial sangat tepat. Alasannya
tipe ini dapat berfungsi menjauhkan penggerusan setempat dari bangunan sehingga
tidak membahayakan fundasi dan bagian-bagian perlengkapan bendung lainnya.
Selain itu dapat menghindarkan benturan batu langsung pada permukaan bangunan.
2) Definisi, fungsi dan macamnya
Peredam energi tipe cekung adalah bagian di hilir tubuh bendung berbentuk lantai
cekung masif, dilengkapi dengan ambang akhir (apron lip) dan dibatasi oleh tembok
pangkal di bagian kanan kirinya. Fungsi bangunan yaitu untuk menjauhkan kedung
penggerusan setempat dari bangunan dan menghindarkan benturan batu langsung
pada permukaan bangunan. Peredam energi cekung terdiri atas :
masif cekung tanpa gigi, yang umumnya banyak dimanfaatkan untuk bendung
tetap di sungai torensial,
cekung dengan gigi yang ditempatkan di bagian ambang akhir; bentuk ini tidak
banyak dimanfaatkan.
Tipe terakhir ini antara lain diterapkan pada bendung Jamblang di Jawa Barat dan
Namu Sira-Sira di Sumatera Utara.
3) Sifat dan prinsip pemecahan energi
Bangunan peredam energi tipe cekung ini dapat bersifat:
aliran pusaran balik atas dan pusaran balik bawah,
aliran loncat (skijump bucket).
Untuk keadaan aliran pusaran balik atas energi dikurangi dengan adanya pusaran-
pusaran air berbalik, vertikal arah atas dan bawah serta gesekan air dengan lantai .
Dan pusaran balik dasar yang searah dengan jarum jam akan mengangkut sedimen ke
arah udik mendekati koperan bangunan. Dalam memilih tipe ini beberapa persyaratan
hidraulik harus dipenuhi agar berfungsi dengan baik yaitu:
pipa arus tidak meninggalkan bidang miring tubuh bendung,
harus terjadi pusaran aliran permukaan yang bergerak berlawanan dengan arah
jarum jam di atas permukaan cekungan,
dan pusaran aliran
permukaan yang
bergerak searah
dengan putaran
jarum jam di bagi-
an akhir ambang,
terbentuk pusaran
dasar balik searah
jarum jam,
sifat aliran harus
aliran sempurna.
4) Bentuk dan ukuran
hidraulik
Bentuk hidraulik
bangunan tipe ini
yaitu:
mercu bendung
bertipe bulat,
tubuh bendung
bagian hilir
bentuk sayap hilir
dengan kemiring
1:1,
c e k u n g a n
b e r b e n t u k
lengkung dengan
satu arudis,
di hilir cekungan
harus ada ambang
akhir.
Harus dilengkapi
dengan tembok
sayap hilir yang
awalnya dimulai
dari akhir ambang
akhir,
Gbr. 3.6.5.4. Bentuk peredam energi tipe cekung
Bentuk sayap hilir miring,
dilengkapi dengan rip-rap batu berdiameter 0,30 m – 0,40 m yang dipasang tepat
di hilir ambang akhir
Ukuran cekungan
Selain ukuran tersebut di atas
maka ukuran hidraulik lain yang
penting adalah penentuan ukuran
jari-jari lengkungan, R, dan
kedalaman lantai cekungan dari
muka air hilir, T. Untuk
penentuan ukuran - ukuran
tersebut telah diperoleh grafik-
grafiknya berdasarkan hasil
percobaan DPMA dan Nippon
Koei tahun 1983. Dan dipubli-
kasikan dalam Standar Gbr. 3.6.5.5 Penentuan R minimun
Perencanaan Irigasi KP 02, tahun
1986 (lihat Gbr. 3.6.5.5).
Bila diketahui debit persatuan lebar, q, m 3 /det/m / , kedalaman air kritis, h c , meter,
dan perbedaan ketinggian muka air udik dan hilir, H, maka jari-jari hidraulik
cekungan, R, dan kedalaman cekungan, T, dapat ditentukan dengan mudah
(Gbr. 3.6.5.5).
5) Contoh perhitungan
Contoh perhitungan peredam energi tipe cekung dicoba berdasarkan Standar
Perencanaan Irigasi, KP - 02.
Ditentukan hal-hal seperti berikut:
Debit banjir desain, Q d = 278 m3/det
Lebar efektif bendung B c = 27,50 m
Debit persatuan panjang bentang, q = 10,11m 3 /det/m
Tinggi air di udik bendung h = 2,49 m
Tinggi air di hilir bendung, TW = + 139,60 m
Diperoleh:
a) tinggi air kritis, h C ;
q2 (10,11)²
hc = 2,18m
g 9,81
b) radius lengkungan, R min ;
R min h
1,55; untuk 1 2
hc hc
R min h
1,55; untuk 1 2
hc hc
h 1 2,49
1,14; 1,14 2 maka
hc 2,18
R min = 1,55 x 2,18 = 3,379 m – 4,21 meter
c) kedalaman air minimum, Tmin;
h1 0,215
T min = 1,88 ( )
h2
2,49 0,215
T min = 1,88 ( 2,18 ) x 2,18 = 4,21 meter
d) dasar cekungan (bucket invert);
= tail water (T.W) = Tmin.
= + 139,69 = 4,21 m = + 135,48
6) Pemanfaatan
Pemanfaatan peredam energi tipe cekung untuk bendung-bendung yang berlokasi di
sungai torensial telah banyak dilaksanakan. Pertama kali
Tabel. 4. Peredam Energi Tipe Cekung pada Berbagai Bendung
dan ukuran cekungannya
Dilakukan yaitu untuk bendung K. Wadas di jawa Tengah. Setelah itu telah
puluhan pula yang dibangun di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Antara lain
ditunjukkan pada tabel 4.
Keterangan :
B = panjang bentang bendung bruto
b = lebar bangunan pembilas – satu bagian
t = lebar pilar satu buah
R = radius lengkung cekungan
D = kedalaman cekungan dari mercu ambang akhir
a = lebar ambang akhir
n = perbandingan kemiringan tubuh bendung bagian hilir
Catatan
Dari pemantauan terhadap kinerja berbagai bendung dengan peredar energi tipe cekung
tersebut umumnya bertiungsi dengan baik. Tidak terjadi penggerusan setempat yang
membahayakan bangunan. Dan tidak terjadi kerusakan dinding cekungan, dan lantai
akibat benturan batu gelundung kecuali pada bendung Cigasong. Bagian permukaan
hilir tubuh bendung dan permukaan cekungan bendung Cigasong telah dua kali
mengalami perbaikan. Disini penerapan tipe cekung kurang tepat dan seharusnya
dipilih tipe lain. Bendung Cipamingkis juga telah diubah peredam energinya menjadi
tipe bertangga tahun 1997. Kerusakan peredam energi tersebut akibat terjadinya
penggerusan setempat yang dalam ditambah pengaruh degradasi dasar sungai yang
besar. Penyebabnya karena pengambilan material dasar sungai secara besar-besaran
untuk keperluan bahan pembangunan.
7) Contoh penerapan
Salah satu contoh penerapan peredam energi tipe cekung yaitu pada bendung Lamasi,
Sulawesi Selatan yang datanya seperti berikut:
(1) Umum
Lokasi; Desa : Lamasi
Kabupaten : Palopo
Propinsi : Sulawesi Selatan
Sungai : S. Lamasi
: Berbatu-batu cukup besar
: Debit perencanaan 900 m 3/det
Debit intake;
Kiri : 7,50 m 3/det
Kanan : 9,00 m 3/det Perencanaan;
Perencanaan;
Desain hidraulik & Model test: Subdit Hidrolika, DPMA
Desain : Proyek Irigasi Luwu dengan Consultant NEDECO
(2) Data teknik bendung;
Jenis bendung : Bendung tetap
Lokasi : Di Palung sungai tidak sudetan
El. Mercu bendung : + 66,90
Bentuk dan ukuran mercu : Bulat; dengan satu jari-jari (R) = 1,75 m
Panjang bentang
Total : 74 m
Netto : 68 m
Lebar pembilas : 4 x 2,00 m (kiri dan kanan)
Elevasi mercu bendung : + 66,90
Elevasi tanggul penutup : + 71,85
Elevasi ambang intake : + 65,15
Elevasi dasar undersluice : + 63,40
Elevasi dekzerk : + 71,60
(3) Peredam energi;
Tipe : Bucket (cekung), masif
Tebal apron lip : 1,00 meter
Tebal bucket invert : + 60,40
Elevasi apron lip : + 61,40
Jari-jari cekungan : 5,50 m
(4) Bangunan pembilas ;
Bendung dilengkapi undersluice;
Lebar pilar : 2 x 2,00 m
Tinggi pintu bilas atau P : 1,75 m
Jumlah lubang undersluice : 2 lubang : kiri, kanan
Panjang undersluice : L1 : 15,00 m
L2 : 7,00 m
Pintu bilas : double (atas-bawah)
Lantai bilas : direndahkan dari lantai udik 1,00 m
untuk mendapatkan libang bilas
Perkuatan : Lapisan tahan aus dengan batu candi
Rip-rap : Sepanjang apron lip dan sayap hilir
Gbr. 3.6.5.6. Denah dan foto bendung Lamasi di Palopo, Sulawesi Selatan
Bentuk lapisan besi pada cekungan peredam energi bendung Cigasong Jawa Barat, tampak dalam
pelaksanaan (atas dan tengah). Keadaan lengkungan peredam energi pada model fisik bendung
Kiararambay, Jawa Barat. Foto di atas menunjukkan keadaan model sesudah pengaliran. Percobaan
pengaliran dilakukan di laboratorium hidrolika DPMA – Ciparay pada tahun 1978.
5.3. Peredam energi berganda
1) Umum
bendung dengan peredam energi berganda sangat cocok dibangun di sudetan sungai
dengan ketinggian lebih dari sepuluh meter. Karena akan dapat mengurungi jumlah
galian sudetan dan pemetahan energi air yang besar sehingga tidak menimbulkan
penggerusan setempat yang dalam. Bila bendung akan dibangun di daerah
pembendungan yang tinggi misalnya lebih dari 100 meter, maka pembuatan peredam
energi akan sangat berat, sebab akan cukup dalam, lantai hilir yan g, panjang dan perlu
balok-balok lantai dan sebagainya. Peredam energi bcrganda adalah salah satu alternatif
solusinya. Di Indonesia peredam energi berganda pertama kali dimanfaatkan pada
bendung Air Seluma, Bengkulu, dengan ketinggian lebih dari 15 meter. Selanjutnya
untuk tipe yang sama dibangun pula pada bendung-bendung Bt. Gadis di Tapanuli, BT.
Siat di Sumatera Barat dan sebagainya. Peredam energi berganda adakalanya juga
digunakun untuk pengamanan bendung, dimana peredam energi yang asli sudah tidak
berfungsi akibat antara lain terjadinya penggerusan setempat yang dalam, sehingga
peredam energi yang kedua merupakan tambahan. Contohnya dapat dilihat untuk
pengamanan peredam energi bendung Barugbug, Walahar di Jawa Barat dan bendung
Tajum di Jawa tengah.
2) Definisi dan keuntungan
Peredam energi tipe berganda adalah struktur di bagian hilir tubuh bendung yang
merupakan kolam olak berganda, yang masing-masing kolam olak dilengkapi dengan
lantai dasar dan ambang akhir pembentuk olakan. Di bagian kiri kanannya dibatasi oleh
tembok pangkal bentuk tegak (Gbr. 3.6.5.7).
Keuntungan pemakaian tipe ini antara lain yaitu :
Pematahan energi air lebih besar karena dua ruang olakan, sehingga penggerusan
setempat menjadi lebih dangkal.
Jauh lebih stabil karena bentuknya yang besar.
Kerusakan lantai dan tubuh bendung akibat terjunan air dapat dihindari.
Gbr. 3.6.5.7. Peredam energi berganda bendung selama
3) Persyaratan
Agar kedua olakan berfungsi dengan baik maka harus dipenuhi:
stabil, keadaan aliran yang melimpah pada mercu pertama dan di atas mercu kedua
harus kelihatan halus dan tidak berturbulensi.
pipa aliran tidak meninggalkan mercu bendung.
Notasi;
Q d = debit banjir desain
B = panjang bentang bcndung total
b = lebar bangunan pembilas - satu bagian
t = lebar pilar pembilas - satu buah
LI = panjang olakan pertama/bagian atas
L2 = panjang olakan kedua / bagian bawah
P 1 = tinggi pembendungan/mercu pertama
P2 = tinggi pembendungan/mercu kedua
a = tinggi dan lebar ambang akhir pada olakan kedua
RI = jari-jari pembulatan pada lantai olakan pertama
R2 = jari jari pembulatan pada lantai olakan kedua
4) Bentuk dan ukuran hidraulik
Peredam energi terdiri dari bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas yaitu lantai
olakan pertama, Ll, mercu pertama dengan tinggi, Pl. Dan bagian bawah terdiri dari
mercu kedua dengan tinggi, P2, lantai olakan kedua L2, dan ambang akhir.
Untuk bangunan peredam energi yang kedua dapat dipakai tipe lantai datar dengan
ambang akhir/MDO, atau tipe sarang laba-laba.
Mercu bendung keduanya bertipe bulat dan besar dengan dua jari-jari pembulatan.
Bidang hilir tubuh bendung miring dengan perbandingan 1:1.
Ukuran panjang olakan dan tinggi ambang;
Ukuran hidraulik yang lain yang penting yaitu panjang lantai olakan pertama dan
kedua, serta tinggi mercu kedua. Untuk penentuan ukuran hidrauliknyn biasanya
digunakan bantuan uji model fisik. Dari berbagai hasil penyelidikan dengan uji model
diperoleh ukuran hidraulik seperti Tabel 5.
Tabel 5. Ukuran Hidraulik Peredam Energi Berganda
5) Contoh penerapan:
Bangunan peredam energi berganda pada bendung Air Seluma Bengkulu adalah
salah satu contoh penerapan tipe ini. Bendung Air Seluma berlokasi di sungai Seluma
Kecamatan Tais Bengkulu Selatan. Luas areal irigasi fungsional yaitu 3306 hektar.
Data teknis bendung seperti uraian berikut :
a) Bendung;
- daerah pengaliran sungai : 358 km²
- Jenis : bendung tetap
- lokasi : sudetan
- elevasi muka air tinggi : + 38,90
- elevasi muka air normal : + 33,50
- debit harian rata-rata : 24 m3/det
- Q100 tahun : 1640 m3/det
- Q1000 : 2445 m3/det
b) Peredam energi bendung tipe
Bentuk dan ukuran mercu bendung :
- mercu I : R1 2,00; R2 4,00 m
- Mercu II : R2 2,00; R2 4,00 m
Panjang bentang;
- Bruto : 81,00 m
- netto : 78,00 m
- elevasi mercu pertama : + 33,00
- dasar saluran pengelak : + 19,00
- elevasi dekzerk : + 40,00
- elevasi dasar intake : + 31,50
Ukuran pilar jembatan : 1,00 x 6,50 m
Jumlah pilar : 4 buah
Letak jembatan : di duik bendung
Tinggi freeboard : 1,00 m
Pintu pengambilan; di sebelah kanan,
Dengan kapasitas : 18,00 m 3/det
c) Pembilas dengan undersluice;
Lebar netto pembilas : 2 x 2,00 m
Lebar pilar : 2 x 1,50 m
Tinggi lubang : 1,50 m
Tinggi pintu bilas atau p : 2,70 m
Jumlah lubang undersluice : 2 buah L1 = 14,00 m dan
L2 = 6,00 m
Panjang undersluice rata-rata : 10,00 m
Pintu bilas : sorong satu buah
Tembok sayap hilir : melengkung masuk tebing
d) Tanggul penutup;
Terletak di sebelah kiri bendung;
Tipe : Earth Fill Dam tipe urugan
Elevasi mercu : + 40,00
Lebar atas : 12,00 m
Kemiringan lereng hilir : 1 : 3,5
Kemiringan lereng udik :1:3
Gbr. 3.6.5.11. Pemanfaatan peredam energi tipe USBR pada bendung Ciliman,
Teluklada, Jawa Barat
Dimensi Peredam Energi USBR
Gbr. 3.6.5.13. Peredam energi tipe kotak-kotak, untuk perbaikan bendung tajum
Bentuk bangunan dibuat berkotak-kotak, permeable/lulus air yang terdiri dari balok-
balok beton yang bersilang memanjang - melintang. Kotak-kotak tersebut diisi dengan
batu lepas dengan diameter sekitar 0,30 meter (Gbr. 3.6.5.13).
br. 3.6.6.1. Bentuk ujung tembok sayap hilir melengkung masuk tebing di bendung K. Sapi, Jateng
4. Ukuran tembok sayap
panjang tembok bagian yang lurus yaitu ½ L p + Lx
dimana : Lp = Panjang lantai datar peredam energi
Lx = panjang tembok sayap; (1,25 – 1,5) x L
Selanjutnya perhatikan Gbr. 3.6.6.2.
Gbr. 3.6.65. Contoh tembok pengarah arus pada bendung Krueng Tiro, Aceh
(atas) dan bendung Langla, Jawa Barat (bawah)
VII. RIP – RAP
1. Definisi dan fungsi
Rip-rap yaitu susunun bongkahan batu alam atau blok-blok beton buatan dengan
ukuran dan volume tertentu yang digunakan antara lain sehagai tambahun peredam energi di
hilir bendung dan berfunsi pula sebagai lapisan perisai untuk mengurangi kedalaman
penggerusan setempat dan untuk melindungi tanah dasar di hilir peredam energi bendung.
2. Jenis rip-rap
Rip-rap dapat dibedakan menjadi:
timbunan bonakah batu alam,
susunan blok-blok beton berbentuk segi empat, segi panjang dan sebagainya.
3. Penerapan
Rip-rap yang digunakan sebagai tambahan fungsi peredaman energi bendung,
diterapkan pada:
sepanjang bagian hilir ambang akhir,
sepanjang bagian kaki tembok sayap hilir.
4. Bentuk dan ukuran
Bentuk dan ukuran rip-rap bongkahan batu ;
bentuk batu relatifi bulat, padat, keras dengam berat jenis 2,4 t/m 3
diameter batu berkisar 0,30 m
volume batu yang cukup
kedalaman sekitar 2,00 m untuk bagian hilir amban akhir dan sekitar 1,50 untuk bagian di
kaki tembok sayap hilir.
5. Sistem kerja rip-rap
di dasar sungai di hilir bangunan peredam energi bendung terjadi kecepatan aliran
sungai yang besarnya bervariasi. Rip-rap yang terdiri dari susunan batu-batu lepas tersebut
yang terkena aliran deras akan menyebar, masuk dan menutup lubang penggerusan setempat,
sehingga dapat menjadi perisai atau pelindung gerusan.
6. Pemasangan rip-rap
Rip-rap batu yang didesain dihilir bendung dipasang dengan bentuk miring dan
bentuk rata seperti ditunjukkan Gbr. 3.7.1.
Gaya tahan
Faktor keamanan (Fk) = gaya horizontal 1,5
dimana : MT = momen tahanan
MG = momen guling
c) eksentrisitas pembebanan atau jarak dari pusat gravitasi dasar sampai titik
potong resultante dengand dasar; resultante gaya-gaya harus masuk daerah
kern (galih) yang dapat dinyatakan dengan rumus :
MT MG
e 1
2B ( ) 1 6B
V
dimana : e = eksentrisitas
B = lebar dasar
MT = momen tahanan
MG = momen guling
V = jumlah gaya vertikal
(7) Periksa terhadap daya dukung tanah pada keadaan air normal dan keadaan air
banjir.
(a) Hitung tegangan izin =
(b) Hitung tegangan tanah yang terjadi yang dapat dihitung dengan rumus :
V 6e
1, 2 (1 )
B B
Hc = 3,00 m
Langkah kedua diasumsikan nilai B c = 61,28
Qd = C . B c . H c3/2
Qd 23
He = ( )
C . Bc
700 2
He = ( 2,19 x 61,28 ) 3
He = 3,07 m ~ 3,00 m
Nilai H c diambil 3,00 m, sehingga B c dapat dihitung :
Be = 62 – 0,24 H
Be = 62 – 0,24 . 3
Be = 61,28 m
Tinggi tekanan (desain head)
Tinggi tekanan, Ha ditentukan dengan persamaan :
He = He – V2/2g
V2/2g = 0 (diabaikan)
Ha = 3,00 m
Kesimpulan :
- Tinggi muka air banjir di udik bendung = H a = 3,00m
- Elevasi muka air banjir = 86,50 + 3,0 = +89,50
3.6 Penentuan nilai jari-jari mercu bendung
Nilai jari mercu bendung ditentukan berdasarkan garfik hubungan antara tinggi muka
air udik, h a dan besarnya jari-jari (r) serta debit pengaturan lebar yang diterbitkan oleh
DPMA.
Dari grafik tersebut, untuk h a = H a = 3,00 m dan q = 11,4 m 3/dt/m 3 diperoleh nilai r =
2,3 m. diambil r = 2,50 m.
Dengan menggunakan grafik penentuan bahaya kavitasi di hilir mercu bendung yang
juga diterbitkan oleh DPMA dapat diketahui bahaya kavitasi di hilir mercu bendung.
Untuk nilai H a = 3,00 m, dan r = 2,50 m, tekanan berada di daerah positif, jadi tak ada
bahaya kavitasi.
3.7 Resume perhitingan hidraulik bendung
Elevasi mercu bendung : +86,50
Panjang mercu bendung : 62,0 m
Lebar pembilas 2 x 2,50 m : 5,0 m
Lebar pilar pembilas 2 x 1,50 m : 3,0 m
Panjang bendung total : 70 m
Tinggi muka air di udik bendung : 3,0 m
Elevasi muka air banjir : +89,50
Tinggi pembendungan : 3,0 m
Kemiringan tubuh bendung :1:1
Gbr. 4.2 Bentuk dan Ukuran Mercu Bendung
D Ds
Ds = (D s) s ; diperoleh dari grafik
D2 D2
Panjang lantai peredam energi dihitung dengan rumus :
L L
L s = (D s) 2 ; diperoleh dari grafik
D2 D2
Tinggi ambang akhir dihitung dengan rumus ;
a = (0,2a o,3) D 2
lambang akhir dihitung dengan rumus :
b=2xa
keterangan :
E = parameter persegi
q = debit desain persatuan lebar pelimpah bendung m 3/dt/m
z = perbedaan tinggi muka air udik dan hilir, m
g = percepatan gravitasi m/dt 2
Ds = kedalaman lantai peredam energi, m
a = tinggi ambang akhir, m
b = lebar ambang akhir, m
D2 = kedalaman air di hilir, m
4.3 Desain dimensi peredam energi
debit desain persatuan lebar
700
q = 61,28 =11,42 m3/dt/m’
z = 4,96
g = 9,81 m/dt 2
kedalam air dihilir; D2 = Y
Q = C . L . Y 3/2
Q = 700 m 3/dt
C = 1,7 (diperkiran)
L = bentang sungai rata-rata di hilir = 70 m
3
( Q )2
Y=
(C . L )
3
700 2
Y= 3,26 m
1,7 x 70
Parameter energi
q 11,42
E= 0,33
3
gz 9,81 x 4,96 3
Panjang lantai dan kedalaman lantai peredam energi :
L/D 2 = 1,26 ; L/D 2 diperoleh dari grafik MDO
L = 1,26 x 7 = 8,28 ~ 8,00 m
Kedalaman lantai peredam energi :
D/D2 = 1,28 ; D/D2 diperoleh dari grafik MDO
D = 1,28 x 3,26 = 4,173 ~ 4,20 m
Tinggi ambang akhir :
a = 0,3 x 2,26 = 0,97 ~ 1,0 m
lebar ambang akhir;
b = 2a = 2 x 1,0 = 2,0 m
dimana :
Qi = debit intake = 7.70 m 3/dt
= koefisien debit = 0,85
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi = 9,8 m²/dt
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
Perbandingan antara lebar bukaan dan tinggi bukaan ditetapkan 2 : 1 (pendekatan).
Tinggi bukaan dihitung dari gambar 4.4 sehingga diperoleh nilai sebesar 1,20 m.
Perhitungan :
Qi = b . a 2gz
7,70 = 0,85 . b . 1,20 2 . 9,8 . 02
7,7
b = 2,02 3,81 m
Departemen pekerjaan umum, 1990. Standard Tata Cara Perencanaan Teknik Bendung,
SKSNI, T-02-1990F, Jakarta
Ibid, 1986. Standar Perencaan Irigasi, Kriteria Perencanaan bagian Bangunan Utama,
KP-02. Jakarta.
Ibid, 1995. Pedoman Teknis Sedehana Bangunan Pengairan Untuk Pedesaan, Jakarta.
D.P.M.A. 1975. Laporan Penyelidikan Hidrolis Dengan Model Banka Protection Inatke
Bendung Glapan, Jateng, No. P. 369. Tidak diterbitkan.
Ibid. 1975. Laporan Penyelidikan Hidrolis Dengan Model Terhadap Revetmant Udik.
Tebing Intake Glapan Timur di K. Tuntang dengan Beberapa Alternatif Kontruksi,
No. P. 369 A. Tidak diterbitkan.
D.V. Joglekar. DR. 1971. Manual on River Behaviour Control and Training. Central
Board of Irrigation and Power, New Delhi.
Erman Mawardi, Drs. Dipl. AIT. 1990. Pedoman Pembuatan Tugas DPBA, Desain
Hidraulik Bendfung Tetap, Fakultas Teknik UNPAR, Diktat Kuliah.
Ibid. 1992. Kemajuan Jepang di Bidang Pangan Tinjuauan Terhadap Sistem Irigasi dan
Drainage, Tsukuba City, Japan, laporan Teknik Intern.
Ibid. 1994. Analisis Stabilitas Bendung Tetap, Fakultas Teknik UNPAR, Diktat Kuliah.
I.H.E and JICA. 1990. Engineering Manual For Irrigation dan Drainage Headworks.
M. Yusuf Gayo. Ir. dkk. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Terjemahan Jakarta.
Moch. Memed. Ir. Dipl. HE, dan Erman Mawardi, Drs. Dipl. AIT. 1993. Bendung Pada
Sungai Dengan Angkutan Sedimen Batu Gelundung. Publikasi HATHI. No. 6.
Ibid. Petunjuk Perencanaan Teknik Hidraulik Bendung Dengan Peredam Energi Tipe
MDO, Publikasi HATHI No. 5.
Ibid, 1990. Pemakaian Beberapa Tipe Peredam Energi Bendung di Indonesia. Seminar
on Theory and Application on Hydraulic Phenomena of Hydraulic Structures, IHE
and JICA.
Ibid. 1998. Petunjuk Penentuan Lokasi Bendung. Seminar Desain Bendung, Bandung.
Nippon Koei Co. Ltd. And PT. Buana Archion. Design Note on Hydraulic Model Test and
Related Study for Lankeme Irrigation Project.
Paterka. A.J. 1963. Hydraulic of Stilling Basins and Energy Dissipators, USBR, Denver
Colarado.