Anda di halaman 1dari 139

Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018

BAB I
GAMBARAN UMUM

1.1 LUAS WILAYAH

Kabupaten Solok Selatan


terletak di bagian Selatan Propinsi
Sumatera Barat pada posisi 0’43” –
1’43” Lintang Selatan 101’01”-101’30”
Bujur Timur dengan luas wilayah
3.346,20 km², yang merupakan salah
satu kabupaten pemekaran yang
disyahkan berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2003 pada tanggal 7 Januari
2004.

Kabupaten Solok Selatan berbatasan dengan lima kabupaten


dimana batas selatannya merupakan kabupaten yang berada dalam
administrasi Propinsi Jambi. Secara geografis batas administrasi wilayah
Kabupaten Solok Selatan berbatas dengan :
1. Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Solok
2. Sebelah Selatan berbatas dengan Propinsi Jambi (Kabupaten Kerinci
dan Kabupaten Muaro Bungo)
3. Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Pesisir Selatan
4. Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Dharmasraya
Kabupaten Solok Selatan yang memiliki luas wilayah 3.346,20 km 2
terdiri dari tujuh kecamatan. Luas wilayah pada setiap Kecamatan di
Kabupaten Solok Selatan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
2

Gambar 1.1
Luas Wilayah (km2) menurut Kecamatan
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: BPS Solok Selatan Tahun 2018

Dari gambar 1.1 diketahui bahwa Kecamatan yang terluas di


Kabupaten Solok Selatan adalah Kecamatan Sangir Balai Janggo dengan
luas wilayah 686.94 km2 dan yang terkecil adalah Kecamatan Sangir
Jujuan dengan luas wilayah 278.06 km2.

1.2 JUMLAH DESA/KELURAHAN


Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan nasional dan berada dibawah 7 Kecamatan dengan 47 Nagari
serta 272 jorong. Berikut ini adalah distribusi nagari dan jorong per
kecamatan di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
3

Grafik 1.1
Jumlah Nagari dan Jorong Menurut Kecamatan
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: BPS Solok Selatan Tahun 2018

Berdasarkan grafik 1.1 diketahui bahwa pada tahun 2018 nagari


dan jorong yang terbanyak adalah di Kecamatan Sungai Pagu yaitu 11
Nagari dan 62 Jorong. Sedangkan yang paling sedikit adalah di Kecamatan
Sangir Balai Janggo yaitu 4 Nagari dengan 21 Jorong walaupun menurut
luas wilayah, Kecamatan Sangir Balai Janggo mempunyai luas wilayah yang
terluas dibanding 6 Kecamatan lainnya.

1.3 JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN


KELOMPOK UMUR

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok Selatan melaporkan


jumlah penduduk Kabupaten Solok Selatan pada Tahun 2018 sebanyak
168.411 jiwa, dengan jumlah penduduk Laki-laki sebanyak 84.996 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan sebanyak 83.415 jiwa. Jumlah penduduk
terbanyak di Kabupaten Solok Selatan terdapat di Kecamatan Sangir
dengan jumlah penduduk sebesar 42.889 jiwa dan Kecamatan Sungai Pagu
sebesar 33.286 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di
Kecamatan Sangir Jujuan sebesar 13.601 jiwa. Hal tersebut digambarkan
dalam grafik berikut ini.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
4

Grafik 1.2
Jumlah Penduduk Per Kecamatan
Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018

Sumber: BPS Solok Selatan Tahun 2018

Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat menunjukkan


jumlah penduduk produktif dan non produktif. Pengelompokkan penduduk
dalam usia produktif dan non produktif dapat digunakan untuk
menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT) yang merupakan indikator
ekonomi disuatu daerah.
Distribusi penduduk menurut kelompok usia tertentu penting
diketahui agar pembangunan dapat diarahkan sesuai kebutuhan penduduk
sebagai pelaku pembangunan. Keterangan atau informasi tentang
penduduk menurut umur ini berkaitan dengan pengembangan sumber
daya manusia. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok
umur di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik
dibawah ini:

Grafik 1.3
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
5

Piramida Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok


Umur Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: BPS Solok Selatan Tahun 2018

Grafik 1.3 diatas menjelaskan jumlah penduduk terbanyak pada


range usia balita 0-4 tahun dengan total 17.471 jiwa. Struktur penduduk di
Kabupaten Solok Selatan termasuk struktur penduduk muda, dimana
jumlah penduduk usia muda masih tinggi. Hal ini menjadi tantangan bagi
pemerintah Kabupaten Solok Selatan untuk menyediakan layanan
pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja yang semakin besar.

1.4 JUMLAH RUMAH TANGGA


Dari jumlah penduduk sebanyak 168.411 jiwa tersebut terdapat
jumlah rumah tangga di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 berjumlah
33.116 KK dengan rata-rata jiwa per rumah tangga sebanyak 5 orang.

1.5 KEPADATAN PENDUDUK / KM2


Kepadatan penduduk di Kabupaten Solok Selatan dapat diketahui
dari perbandingan jumlah penduduk yang menghuni suatu wilayah dibagi
dengan luas wilayah yang terdapat pada daerah tersebut. Jadi untuk
tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
sebesar 50,33 ini berarti bahwa sebanyak 50 jiwa penduduk yang
menghuni per kilometer persegi wilayah. Untuk mengetahui tingkat
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
6

kepadatan penduduk pada setiap Kecamatan dapat dilihat pada gambar


berikut ini.

Gambar 1.2
Kepadatan Penduduk per km2 menurut Kecamatan
Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018

Sumber: BPS Solok Selatan Tahun 2018

Dari gambar 1.2 dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk (per km 2)


yang paling padat adalah pada Kecamatan Sangir Batang Hari sebesar
71,80 jiwa/km2 yang berarti bahwa sebanyak 72 jiwa penduduk yang
menghuni per kilometer persegi wilayah. Sedangkan kepadatan penduduk
terendah adalah Kecamatan Sangir Balai Janggo yaitu sebesar 26,03 jiwa/
km2 yang berarti bahwa sebanyak 26 jiwa penduduk yang menghuni per
kilometer persegi wilayah.

1.6 RASIO BEBAN TANGGUNGAN


Rasio beban tanggungan adalah perbandingan antara banyaknya
orang yang belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak produktif
lagi (usia 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang termasuk usia
produktif (15-64 tahun). Perbandingan angka beban tanggungan
menunjukkan dinamika beban tanggungan umur produktif tehadap umur
non produktif. Angka ini dapat digunakan sebagai indikator yang secara
kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu daerah. Semakin tinggi
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
7

persentase dependency ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang


harus ditanggung penduduk yang produktif. Sedangkan persentase
dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya
beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai
penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat
perhatian yang serius. Program pembangunan termasuk pembangunan di
bidang kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya
pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan
melalui upaya promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

Tabel 1.1
Jumlah Penduduk dan Angka Beban Tanggungan menurut Jenis
Kelamin dan Kelompok Usia Produktif dan Non Produktif
Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018

No Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah %


1 0 – 14 tahun 25.478 25.143 50.621 30.06
2 15 – 64 tahun 55.558 54.184 109.742 65.16
3 65 tahun keatas 3.960 4.088 8.048 4.78
Jumlah 84.996 83.415 168.411 100
ANGKA BEBAN
TANGGUNGAN
52,98 53.94 53.46
(DEPENDENCY
RATIO)
Sumber : BPS Solok Selatan Tahun 2018

Dari tabel 1.1 diketahui bahwa komposisi penduduk berusia muda (0-
14 tahun) sebesar 30,06%, yang berusia produktif (15-65 tahun) sebesar
65,16% dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 4.78%. Dengan demikian
maka angka beban tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2018 sebesar 53,46. Hal ini berarti bahwa 100 orang
yang masih produktif akan menanggung 53 orang yang belum atau sudah
tidak produktif lagi. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin, maka angka
beban tanggungan perempuan (53,94) lebih besar daripada laki-laki (52,98).
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
8

Penduduk sebagai sasaran program pembangunan kesehatan


sangatlah beragam, sesuai dengan karakteristik kelompok umur tertentu
atau didasarkan pada kondisi siklus kehidupan yang terjadi. Beberapa
upaya program kesehatan memiliki sasaran ibu hamil, ibu melahirkan, dan
ibu nifas. Beberapa program lainnya dengan penduduk sasaran terfokus
pada kelompok umur tertentu yang meliputi: bayi, batita, balita, anak
balita, anak usia sekolah, wanita usia subur, penduduk produktif, usia
lanjut dan lainnya.

1.7 RASIO JENIS KELAMIN


Rasio jenis kelamin adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki
per 100 penduduk perempuan. Penduduk laki-laki Kabupaten Solok
Selatan Tahun 2018 sebesar 84.996 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebesar 83.415 jiwa. Data tentang rasio jenis kelamin berguna untuk
pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender,
terutama yang ada kaitannya dengan perimbangan pembangunan pada
laki-laki dan perempuan secara adil.
Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
adalah 102, angka ini berarti bahwa terdapat 102 laki-laki diantara 100
perempuan.

1.8 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS YANG


MELEK HURUF
Penduduk berumur 15 tahun ke atas melek huruf adalah penduduk
berusia 15 tahun ke atas yang mempu membaca dan menulis huruf latin
atau huruf lainnya. Pada tahun 2018 jumlah penduduk berumur 15 tahun
ke atas adalah 117.790 orang, dimana sebanyak 116.085 orang diantaranya
(98,55%) telah melek huruf dengan perincian sebagai berikut:
 Jumlah laki-laki yang berumur 15 tahun keatas sebanyak 59.518
orang, sebanyak 58.798 (98,79%) diantaranya telah melek huruf.
 Jumlah perempuan yang berumur 15 tahun keatas sebanyak 58.272
orang, sebanyak 57.287 (98,31%) diantaranya telah melek huruf.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
9

1.9 PERSENTASE PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN BERUSIA


15 TAHUN KE ATAS MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN TERTINGGI
YANG DITAMATKAN

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan


kecerdasan dan keterampilan manusia. Peningkatan mutu pendidikan
harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-
luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, sehingga pada
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan.
Ijazah/ STTB tertinggi yang memiliki seseorang merupakan indikator pokok
kualitas pendidikan formal. Semakin tinggi Ijazah / STTB yang dimiliki oleh
rata-rata penduduk suatu negara semakin tinggi taraf intelektual daerah
tersebut.
Grafik 1.4
Distribusi Frekuensi Persentase Penduduk Usia 15 tahun keatas
menurut STTB tertinggi yang dimiliki di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber : BPS Solok Selatan Tahun 2018

Pada Grafik 1.4 berdasarkan perhitungan dari BPS, ijazah/STTB yang


paling rendah yang dimiliki adalah pada tingkat SD/MI sebesar 20,95%,
penduduk yang belum memiliki Ijazah SD/sederajat masih cukup tinggi
yaitu sebesar 32,86%, sedangkan ijazah Sarjana dan Pascasarjana sebesar
6,22%.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
10

BAB II
SARANA KESEHATAN

2.1 SARANA KESEHATAN


Keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
pemerintahan tidak terlepas dari ketersediaan sarana kesehatannya.
Ketersediaan sarana kesehatan dimaksud harus mencukupi baik dalam hal
kuantitas maupun kualitasnya yang tersebar merata serta terjangkau oleh
masyarakat baik dari aspek pembiayaan maupun jarak /lokasi.

2.1.1 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan/


Pengelolaan

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan


kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas).
Puskesmas memiliki fungsi sebagai penyelenggara Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya maslah kesehatan dengan sasaran keluarga,
kelompok dan masyarakat. Serta Puskesmas berfungsi sebagai Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,
pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
Jumlah Puskesmas di Kabupaten Solok Selatan sampai dengan
akhir Tahun 2018 sebanyak 9 unit yang tersebar pada 7 Kecamatan.
Kecamatan Sangir Balai Janggo dan Sangir Batang Hari terdapat 2
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
11

Puskesmas per kecamatan. Dalam pelaksanaan fungsinya Puskesmas


dibantu dengan puskesmas Pembantu dan Poskesdes yang tersebar di 7
Kecamatan. Selain itu Puskesmas juga di bantu dengan kegiatan
Puskesmas Keliling (roda 4), penyebarannya dapat dilihat pada grafik
berikut.
Grafik 2.1
Distribusi Frekuensi Puskesmas dan Jaringannya menurut Kecamatan
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pelayanan Kesehatan Tahun 2018

Dari grafik 2.1 diketahui bahwa pada tahun 2018 terdapat 51


Pustu yang tersebar di 7 kecamatan, terjadi peningkatan jumlah Pustu
dibanding tahun 2017 yaitu dari 49 Pustu menjadi 51 Pustu karena ada
penambahan Pustu di Lubuk Ulang Aling sebanyak 2 Pustu. Sedangkan
Puskel sebanyak 19 buah dengan yang terbanyak di Kecamatan Sangir
Batang Hari dan Sangir Balai Janggo sebanyak 4 buah karena di 2
Kecamatan tersebut terdapat masing-masing 2 Puskesmas. Dengan adanya
penambahan Pustu diharapkan pelayanan kesehatan masyarakat lebih
terjangkau pada tahun-tahun berikutnya.
Selain Puskesmas, Pustu, Poskesdes dan Rumah Sakit terdapat
juga unit-unit layanan yang berhubungan dengan kesehatan di Kabupaten
Solok Selatan yang dapat dilihat dari grafik berikut.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
12

Grafik 2.2
Distribusi Frekuensi Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pelayanan Kesehatan Tahun 2018

Dari grafik 2.2 diketahui bahwa jumlah praktek dokter perorangan di


Kabupaten Solok Selatan cukup banyak yaitu 184 buah, praktek dokter
spesialis 3 buah dan bidan praktek perorangan sebanyak 46 buah, Apotik
sebanyak 12 buah dan toko obat sebanyak 13 buah.

2.1.2 Persentase Rumah Sakit dengan Kemampuan Pelayanan Gawat


Darurat Level 1

Rumah Sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah
Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang jenis penyakit. Di Kabupaten Solok Selatan terdapat 1
(satu) unit Rumah Sakit Umum Daerah dengan Tipe C dengan jumlah 112
tempat tidur.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
13

Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat


Level 1 adalah tempat pelayanan gawat darurat yang memiliki Dokter
Umum on site (berada di tempat) 24 jam dengan kualifikasi General
Emergency Life Support (GELS) dan/atau Advance Trauma Life Support
(ATLS) + Advance Cardiac Life Support (ACLS), serta memiliki alat
transportasi dan komunikasi. Persentase Rumah Sakit dengan kemampuan
pelayanan gawat darurat level 1 di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
adalah 100% yaitu di RSUD Solok Selatan bertempat di Muaralabuh.

2.2 AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


2.2.1 Cakupan Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di Sarana
Pelayanan Kesehatan

Sarana kesehatan adalah tempat pelayanan kesehatan meliputi:


Rumah Sakit pemerintah dan swasta, puskesmas, balai pengobatan
pemerintah dan swasta, praktek bersama dan perorangan. Di Kabupaten
Solok Selatan terdapat 9 puskesmas dan 1 Rumah Sakit yang memiliki
jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap. Kunjungan rawat
jalan adalah pelayanan keperawatan kesehatan perorangan yang meliputi
observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik tanpa tinggal diruang
rawat inap pada sarana kesehatan. Sedangkan rawat inap adalah proses
perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit
tertentu, dimana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit atau
Puskesmas tertentu. Adapun cakupan kunjungan rawat jalan pada tahun
2018 adalah sebesar 57,2% dari jumlah penduduk, sedangkan cakupan
kunjungan rawat inap adalah 4,6% dari jumlah penduduk. Distribusi
frekuensi kunjungan rawat jalan dan rawat inap di Kabupaten Solok
Selatan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 2.3
Distribusi Frekuensi Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
14

Object 3

Sumber: - Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Solok Selatan Tahun 2018
- RSUD Solok Selatan Tahun 2018

Grafik 2.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2018 total kunjungan


rawat jalan di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah 96.369 jiwa
(57.2%) atau dengan visite rate 0.6 dan kunjungan rawat inap di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2018 adalah 7.690 jiwa (4.6%) atau dengan visite rate
0.05. Cakupan kunjungan ke puskesmas ini mengalami penurunan
dibandingkan 2017 yang mana pada tahun 2017 cakupan kunjungan rawat
jalan adalah 94.3% dan cakupan kunjungan rawat inap sebesar 5.0%.
Terjadinya penurunan kunjungan pada tahun 2018 hal ini disebabkan
karena sekarang semakin banyaknya masyarakat yang berobat ke dokter
keluarga dibanding ke puskesmas, sementara data kunjungan dokter
keuarga belum terkolaborasi dengan data kunjungan puskesmas.
Diharapkan untuk tahun berikutnya laporan kunjungan dokter keluarga
harus berkolaborasi dengan laporan kunjungan puskesmas menjadi satu
kesatuan laporan kunjungan puskesmas setempat dimana dokter keluarga
berada.

2.2.2 Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan


Kesehatan
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
15

Kunjungan Gangguan Jiwa adalah kunjungan pasien yang


mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan,
proses pikir dan perilaku yang menimbulkan penderita pada individu dan
atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya.
Total kasus gangguan jiwa yang terdata di wilayah Kabupaten
Solok Selatan pada tahun 2018 adalah sebanyak 199 orang (123 kunjungan
laki-laki dan 76 kunjungan perempuan). Berikut ini adalah grafik
kunjungan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan tahun 2018.

Grafik 2.4
Distribusi Frekuensi Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana
Pelayanan Kesehatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi P2TM & Kesehatan Jiwa Tahun 2018

Dari grafik 2.4 diketahui bahwa distribusi frekuensi kunjungan


gangguan jiwa di puskesmas tahun 2018 sebanyak 199 orang, yang
terbanyak adalah di Puskesmas Muaralabuh sebanyak 63 orang terdiri dari
38 laki-laki dan 25 perempuan, sedangkan di puskesmas Mercu dan
Talunan tidak ada kunjungan gangguan jiwa tahun 2018.

2.2.3 Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit


Angka kematian pasien di Rumah Sakit di bedakan menjadi 2 yakni:
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
16

 GDR (Gross Death Rate) atau angka kematian umum di rumah


sakit untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar. Indikator ini dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan rumah sakit. Nilai GDR
sebaiknya tidak lebih dari 45 orang yang mati per 1000 pasien
keluar RS.
 NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian ≥ 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar.
Indikator ini dapat memberikan gambaran mutu pelayanan
rumah sakit. NDR yang dapat ditolerir adalah kurang dari 25
orang yang mati per 1000 pasien yang keluar RS.
Data dari RSUD Solok Selatan tahun 2018, tercatat bahwa jumlah
tempat tidur tersedia ada sebanyak 112 tempat tidur. Jumlah pasien keluar
(hidup+mati) sebanyak 6.606 (2.712 pasien laki-laki, dan 3.894 pasien
perempuan). Jumlah pasien keluar mati adalah sebanyak 84 (51 pasien
laki-laki, dan 33 pasien perempuan). Sementara itu jumlah pasien keluar
mati ≥ 48 jam dirawat adalah 119 (58 pasien laki-laki, dan 61 pasien
perempuan). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa GDR adalah 12,7
per 1000 penderita keluar, hal ini memberikan gambaran bahwa mutu
pelayanan Rumah Sakit sudah cukup bagus karena nilai GDR kurang dari
45 per 1000 pasien keluar dari Rumah Sakit, sedangkan NDR adalah 18 per
1000 pasien keluar, hal ini memberikan gambaran bahwa mutu pelayanan
Rumah Sakit sudah cukup bagus karena nilai NDR kurang dari 25 per
1000 pasien keluar dari Rumah Sakit

2.2.4 Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit


Kinerja layanan rumah sakit menjadi isu utama untuk mengikur
mutu pelayanan. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan
masyarakat terhadap kebutuhan dan pelayanan prima atau pelayanan
bermutu tinggi. Mutu tidak dapat dipisahkan dengan standar, karena
kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja pelayanan rumah
sakit, menunjukkan kontribusi profesionalis dalam meningkatkan mutu
pelayanan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum.
Indikator kinerja rumah sakit diukur melalui 3 elemen:
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
17

a. BOR (Bed Occupancy Rate) atau persentase pemakaian tempat


tidur pada satu-satuan tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. Nilai ideal parameter ini adalah 60% - 85%.
b. LOS (Lenght Of Stay) atau rata-rata lama rawatan (dalam satuan
hari) seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan
gambaran tingkat efisiensi juga dapat memberikan gambaran
tentang mutu pelayanan. Secara umum ALOS yang ideal antara 6
hari – 9 hari.
c. TOI (Turn Over Interval) atau rata-rata hari tempat tidur tidak
ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi dari pemakaian tempat
tidur. Idealnya tempat tidur kosong hanya dalam waktu 1 hari – 3
hari.
Tabel 2.1
Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
BOR LOS TOI
No Nama Rumah Sakit
% (hari) (hari)

1 RSUD Muara Labuh 55,5 4,4 2,8

Sumber : RSUD Solok Selatan Tahun 2018

Berdasarkan tabel 2.1 diketahui bahwa BOR (Bed Occupancy Rate)


atau persentase pemakaian tempat tidur di RSUD Solok Selatan Tahun
2018 adalah sebesar 55,5% angka ini sedikit lagi mencapai target yaitu 60-
85% pemakaian tempat tidur di Rumah Sakit. Sedangkan LOS (Lenght Of
Stay) atau rata-rata lama rawatan (dalam satuan hari) seorang pasien di
RSUD Solok Selatan Tahun 2018 adalah 4 hari rata-rata dirawat. Untuk
TOI (Turn Over Interval) atau rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari
saat terisi ke saat terisi berikutnya adalah 3 hari, kemudian diisi kembali
oleh pasien lainnya, angka TOI ini sudah mencapai target yaitu toleransi
tempat tidur kosong adalah 1-3 hari.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
18

2.2.5 Puskesmas dengan Ketersediaan Obat Vaksin

Ketersediaan obat (stock obat) adalah jumlah jenis obat tertentu


sesuai satuannya yang tersedia di suatu daerah/ wilayah tertentu dalam
kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun) yang digunakan dalam
pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Obat-obat yang
dipilih sebagai obat indikator merupakan obat pendukung program
kesehatan ibu, kesehatan anak, penanggulangan dan pencegahan penyakit,
serta obat pelayanan kesehatan dasar esensial dan terdapat di dalam
Formularium Nasional. 20 jenis obat tersebut terdapat pada Petunjuk
Teknis Tata Laksana Indikator Kinerja Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Tahun 2017-2019. Ketersediaan obat vaksin di
seluruh Puskesmas Kabupaten Solok Selatan ≥80% sudah mencapai 100%
yang artinya semua puskesmas memiliki ketersediaan obat vaksin ≥80%.

2.3 UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT


Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) memberikan
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat setiap hari dan dapat diakses
dengan mudah oleh masyarakat. Terdapat beberapa jenis Upaya Kesehatan
Bersumber Masyarakat (UKBM) yaitu:
a. Posyandu yaitu salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh,
untuk, dan bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu, bayi, dan balita.
 Posyandu Pratama yaitu Posyandu yang belum mantap, yang
ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara
rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima)
orang.
 Posyandu Madya yaitu Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan Pengelolaan Posyandu
rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
19

cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang


dari 50%.
 Posyandu Purnama yaitu Posyandu yang sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-
rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima
kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan
kegiatan pengembangan, serta telah memperoleh dana sehat yang
masih sederhana berasal dari swadaya masyarakat dipergunakan
untuk upaya kesehatan di posyandu.
 Posyandu Mandiri yaitu Posyandu yang sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-
rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima
kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan
kegiatan pengembangan, serta telah memperoleh dana sehat yang
berasal dari swadaya masyarakat dan kelompok usaha bersama
(usaha dikelola oleh masyarakat) yang dipergunakan untuk upaya
kesehatan di Posyandu.
 Posbindu PTM yaitu Upaya kesehatan berbasis bersumberdaya
masyarakat (UKBM) dalam pencegahan dan pengendalian Penyakit
Tidak Menular (PTM) melalui kegiatan skrining kesehatan/deteksi
dini faktor risiko PTM, intervensi/modifikasi faktor risiko PTM serta
monitoring dan tindak lanjut faktor risiko PTM bersumber daya
masyarakat secara rutin dan berkesinambungan.
b. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) merupakan Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam
rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa. Poskesdes dibentuk sebagai upaya untuk
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar setiap hari bagi masyarakat
di desa serta sebagai sarana untuk mempertemukan upaya
masyarakat dan dukungan Pemerintah. Pelayanan Poskesdes meliputi
upaya promotif, preventif, dan kuratif sesuai dengan kewenangannya
yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan
melibatkan kader kesehatan.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
20

c. Pondok bersalin desa (Polindes) Adalah upaya kesehatan bersumber


daya masyarakat yang menyediakan tempat pertolongan persalinan
dan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk KB di desa.
d. Desa Siaga Aktif adalah desa atau kelurahan yang penduduknya
dapat mengakses pelayanan kesehatan dasar dan mengembangkan
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat.

2.3.1 Cakupan Posyandu Menurut Srata


Posyandu merupakan salah satu UKBM yang dilaksanakan oleh,
dari dan masyarakat, untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan
kepada mesyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan bagi
masyarakat terutama ibu, bayi dan anak. Dalam menjalankan fungsinya,
posyandu diharapkan dapat melaksanakan 5 program prioritas yaitu
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, gizi dan
penanggulangan diare.
Jumlah Posyandu di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah
258 dari 272 jorong yang ada. Posyandu aktif adalah jumlah posyandu
purnama mandiri di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama.
Persentase posyandu aktif di Kabupaten Solok Selatan tahun 2018 adalah
91,8%. Adapun strata Posyandu di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 2.5
Jumlah Posyandu Purnama dan Mandiri Menurut Puskesmas
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
21

Sumber : Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2018

Grafik 2.6
Distribusi Frekuensi persentase Posyandu menurut Puskesmas
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber : Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 2.6 dapat dilihat bahwa persentase posyandu tahun


2018 untuk strata Purnama sebesar 32,7% dan Mandiri sebesar 59,1%,
angka ini mengalami peningkatan dibandingkan Tahun 2017 yaitu strata
Purnama sebesar 31,79% dan Mandiri sebesar 58,21%. Capaian strata
posyandu mandiri pada tahun 2018 ini juga sudah mencapai target lebih
dari 50%.

2.3.2 Rasio Posyandu per 100 Balita


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
22

Rasio posyandu Tahun 2018 per 100 Balita yaitu 1,6 dan Tahun
2017 per 100 Balita sebesar 1,53 di Tahun 2016 sebesar 1,47. Rasio
posyandu terhadap jumlah balita idealnya adalah 1:50 (1 posyandu untuk
50 balita), di Kabupaten Solok Selatan rasionya 1.6: 100 (2 Posyandu untuk
100 balita), hal ini menunjukkan bahwa keberadaan posyandu termasuk
memadai dalam melayani balita yang ada (17.471 balita) pada tahun 2018.

2.3.3 Posbindu PTM (Penyakit Tidak Menular)


Posbindu PTM (Penyakit Tidak Menular) yaitu Upaya kesehatan
berbasis bersumberdaya masyarakat (UKBM) dalam pencegahan dan
pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) melalui kegiatan skrining
kesehatan/deteksi dini faktor risiko PTM, intervensi/modifikasi faktor risiko
PTM serta monitoring dan tindak lanjut faktor risiko PTM bersumber daya
masyarakat secara rutin dan berkesinambungan. Adapun jumlah Posbindu
PTM di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik di
bawah ini .
Grafik 2.7
Jumlah Posbindu PTM menurut Puskesmas
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Object 5

Sumber : Seksi P2TM dan Kesehatan Jiwa Tahun 2018


Dari grafik 2.7 diketahui bahwa jumlah posbindu PTM pada tahun
2018 adalah 89 buah dan yang terbanyak adalah di wilayah Puskesmas
Pakan Selasa yaitu sebanyak 26 posbindu PTM, sedangkan pada
Puskesmas Pakan Rabaa dan Puskesmas Mercu tidak terdapat Posbindu
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
23

PTM. Jumlah Posbindu PTM mengalami peningkatan dibanding tahun 2017


yaitu 37 Posbindu PTM menjadi 89 Posbindu PTM.

BAB III
TENAGA KESEHATAN
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
24

Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) merupakan salah satu


sub sistem dalam sistem kesehatan nasional yang mempunyai peranan
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
berbagai upaya dan pelayanan kesehatan. Menurut Undang–undang Nomor
36 Tahun 2014 tentang Kesehatan mendefinisikan bahwa yang dimaksud
dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Masalah tenaga kesehatan yang paling sering dihadapi adalah
upaya untuk meningkatkan ketersediaan dan mutu sumber daya manusia
kesehatan itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang senantiasa
berkembang seiring dengan kemajuan sistem dan teknologi. Indikator
Sumberdaya Kesehatan terdiri atas Rasio Dokter, Dokter Spesialis, Dokter
Keluarga, Dokter Gigi, Apoteker, Bidan, Perawat, Ahli Gizi, Ahli Sanitasi,
dan Ahli Kesehatan Masyarakat masing-masing per 100.000 penduduk.
Kecukupan tenaga kesehatan (cukup jumlah dan kualifikasinya) dalam
pemberian pelayanan kesehatan merupakan hal fundamental yang harus
mendapatkan perhatian karena tenaga kesehatan sebagai unsur utama
didalam pelaksanaan manajemen kesehatan.

3.1 JUMLAH DAN RASIO TENAGA MEDIS (DOKTER UMUM, SPESIALIS,


DOKTER GIGI) DI SARANA KESEHATAN

Rasio Tenaga Medis (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan


Dokter Spesialis Gigi per 100.000 penduduk adalah tenaga medis yang
memberikan pelayanan kesehatan di suatu wilayah (Puskesmas, Rumah
Sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain) per 100.000 penduduk.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga
medis meliputi Dokter dan Dokter gigi, termasuk didalamnya tenaga dokter
spesialis. Tenaga medis merupakan salah satu unsur pelaksana pelayanan
kesehatan yang utama di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di puskesmas,
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
25

rumah sakit, Klinik, maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.


Distribusi frekuensi dokter spesialis dan dokter umum dapat dilihat pada
grafik berikut ini.
Grafik 3.1
Distribusi Frekuensi Dokter Spesialis dan Dokter Umum
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber : - Seksi SDMK dan Bagian Kepegawaian Dinas Kesehatan Tahun 2018
- RSUD Solok Selatan Tahun 2018

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah Dokter Spesialis


hanya ada pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Solok Selatan
dengan jumlah 15 (lima belas) orang dengan Rasio 8,9 terhadap 100.000
penduduk. Dokter umum terdapat diseluruh unit layanan berjumlah 19
orang dengan rasio sebesar 11,3 per 100.000, sedangkan rasio Dokter Gigi
di Kabupaten Solok Selatan adalah 4,2 per 100.000 penduduk. Standar
ketenagaan Puskesmas dengan Permenkes No. 75 Tahun 2014 bahwa
jumlah Dokter minimal untuk Puskesmas Rawatan berjumlah 2 orang dan
puskesmas Non Rawatan minimal 1 Orang.
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025 bahwa rasio Dokter
Spesialis 10 per 100.000 penduduk, dapat dikatakan bahwa di Kabupaten
Solok Selatan rasio dokter Spesialis belum memenuhi target untuk per
100.000 penduduk. Sedangkan rasio untuk dokter umum sebesar 40 per
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
26

100.000 penduduk, hal ini dapat disimpulkan bahwa ketersediaan dokter


umum dan dokter gigi di Kabupaten Solok Selatan masih dibawah rasio
yang diharapkan yang artinya harus ada penambahan dokter umum dan
dokter gigi di Kabupaten Solok Selatan.

3.2. JUMLAH DAN RASIO TENAGA KEPERAWATAN (BIDAN DAN


PERAWAT) DI SARANA KESEHATAN

Rasio bidan dan perawat per 100.000 penduduk merupakan


jumlah bidan dan perawat yang memberikan pelayanan kesehatan di suatu
wilayah (Puskesmas, Rumah Sakit, dan sarana kesehatan lain) per 100.000
penduduk. Tenaga Keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri atas tenaga
perawat dan bidan. Tenaga Perawat terdiri atas tenaga perawat dan tenaga
perawat gigi.
Perawat sesuai dengan Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Adapun definisi bidan sesuai dengan Permenkes Nomor 1464
Tahun 2010 adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan
yang telah teregistrasi sesuai ketentuan perundang – undangan. Grafik
berikut ini akan menggambarkan jumlah bidan dan perawat di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2018.

Grafik 3.2
Distribusi Frekuensi Bidan dan Perawat per 100.000 penduduk
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
27

Sumber : - Seksi SDMK dan Bagian Kepegawaian Dinas Kesehatan Tahun 2018
- RSUD Solok Selatan Tahun 2018

Dari grafik 3.2 di atas, di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018


rasio bidan 115,8 per 100.000 berarti rasio bidan sudah melebihi target
nasional dan standar WHO sebesar 100 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan permenkes No. 75 Tahun 2014 jumlah minimal bidan
Puskesmas Non Rawatan sebanyak 5 orang, 7 orang untuk Puskesmas
Rawatan sedangkan jumlah perawat minimal berjumlah 5 orang untuk
Puskesmas Non Rawatan dan 8 orang untuk Puskesmas Rawatan.
Sedangkan rasio perawat adalah 99,8 per 100.000 penduduk
dengan jumlah perawat di Kabupaten Solok Selatan 168 orang.
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Tenaga Kesehatan
Tahun 2011-2025 bahwa perawat 158 per 100.000 penduduk. Jika
dibandingkan dengan per 100.000 penduduk didapatkan bahwa kebutuhan
perawat di Kabupaten Solok Selatan masih dibawah yang diharapkan.

3.3 JUMLAH DAN RASIO TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT,


KESEHATAN LINGKUNGAN, DAN GIZI DI SARANA KESEHATAN

Tenaga kesehatan masyarakat terdiri atas epidemiolog kesehatan,


entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan,
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
28

administrator kesehatan dan sanitarian. Rasio Tenaga Kesehatan


Masyarakat dan Sanitasi per 100.000 penduduk adalah tenaga Kesehatan
Masyarakat dan Sanitasi yang memberikan pelayanan kesehatan di bidang
kesehatan masyarakat dan di bidang kesehatan lingkungan di Puskesmas,
Rumah Sakit, dan Sarana Kesehatan lain per 100.000 penduduk.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
menyebutkan bahwa tenaga gizi terdiri atas nutrisionis dan dietisien. Rasio
tenaga gizi (nutrisionis) per 100.000 penduduk yang dimaksud adalah yang
bertugas di bidang gizi di Puskesmas, Rumah Sakit dan sarana pelayanan
kesehatan lainnya per 100.000 penduduk. Berikut ini adalah grafik
Distribusi Frekuensi Tenaga Kesehatan Masyarakat,Kesehatan Lingkungan
dan Tenaga Gizi di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.

Grafik 3.3
Distribusi Frekuensi Tenaga Kesehatan Masyarakat,Kesehatan
Lingkungan dan Tenaga Gizi di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber : - Seksi SDMK dan Bagian Kepegawaian Dinas Kesehatan Tahun 2018
- RSUD Solok Selatan Tahun 2018

Dari grafik 3.3 dapat dilihat bahwa di Kabupaten Solok Selatan


Tahun 2018 tenaga kesehatan masyarakat sebanyak 11 orang dengan rasio
6,5 per 100.000 penduduk dan tenaga kesehatan lingkungan sebanyak 4
orang dengan rasio 2,4 per 100.000 penduduk. Sedangkan jumlah tenaga
gizi sebanyak 10 orang dengan rasio 5,9 per 100.000 penduduk. Dari rasio
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
29

masing-masing dapat disimpulkan masih jauh dari target nasional dan


WHO.
Dari segi ketersediaan tenaga kesehatan masyarakat diketahui
bahwa sebanyak 3 puskesmas tidak ada tenaga kesehatan masyarakat,
yaitu Puskesmas Pakan Selasa, Bidar Alam dan Talunan. Tenaga Kesehatan
Lingkungan tidak terdapat pada 6 Puskesmas yaitu Puskesmas Pakan
Rabaa, Lubuk Gadang, Abai, Lubuk Ulang Aling, Mercu dan Talunan.
Tenaga Gizi masih tidak terdapat pada 4 Puskesmas yaitu Puskesmas
Pakan Rabaa, Pakan Selasa, Abai dan Lubuk Ulang Aling. Hal ini dapat
dikatakan tenaga kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan tenaga
gizi di Kabupaten Solok Selatan belum memenuhi standar kebutuhan.

3.4 JUMLAH DAN RASIO TENAGA TEKNIK BIOMEDIKA, KETERAPIAN


FISIK, DAN KETEKNISAN MEDIK DI SARANA KESEHATAN

a. Tenaga teknik biomedika adalah tenaga kesehatan yang telah


memenuhi kualifikasi bidang teknik biomedika yang terdiri dari
radiografer, elektromedis, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik
prostetik.
b. Tenaga keterapian fisik adalah tenaga kesehatan yang telah
memenuhi kualifikasi bidang keterapian fisik yang terdiri dari
fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Tenaga keteknisian medis adalah tenaga kesehatan yang telah
memenuhi kualifikasi bidang keteknisian medis yang terdiri dari
perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler,
teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi
gigi, penata anestesi (perawat anastesi), terapis gigi dan mulut
(perawat gigi), dan audiologis.
Grafik 3.4
Distribusi Frekuensi Tenaga Teknik Biomedika, Keterapian Fisik, dan
Keteknisan Medik di Sarana Kesehatan di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
30

Sumber : - Seksi SDMK dan Bagian Kepegawaian Dinas Kesehatan Tahun 2018
- RSUD Solok Selatan Tahun 2018

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa di Kabupaten Solok


Selatan Tahun 2018 hanya terdapat tenaga kesehatan keterapian fisik dan
teknik bimedika pada RSUD masing-masing berjumlah 1 orang (rasio 0,61
per 100.000 penduduk). Tenaga keteknisian medis sebanyak 30 orang (rasio
27,78 per 100.000 penduduk) yang tersebar pada puskesmas dan RSUD.

3.5 JUMLAH DAN RASIO TENAGA KEFARMASIAN (TENAGA TEKNIS


KEFARMASIAN DAN APOTEKER) DI SARANA KESEHATAN.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian, tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang
melakukan pekerjaan kefarmasin. Tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker
dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri atas
Sarjana Farmasi,Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/AsistenApoteker.Dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 3.5
Distribusi Frekuensi Tenaga kefarmasian pada Sarana Kesehatan
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
31

Sumber : - Seksi SDMK dan Bagian Kepegawaian Dinas Kesehatan Tahun 2018
- RSUD Solok Selatan Tahun 2018

Dari grafik 3.5 dapat dilihat bahwa Tenaga Kefarmasian di


Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 sebanyak 21 orang dengan rasio 12,4
per 100.000 penduduk, namun ada 4 puskesmas yang belum mempunyai
tenaga kefarmasian yaitu pada Puskesmas Abai, Lubuk Ulang Aling, Mercu
dan Talunan.
Tenaga kefarmasian yang dimaksud berupa tenaga teknis
kefarmasian dan Apoteker, berdasarkan Permenkes No. 75 Tahun 2014
bahwa jenis tenaga kesehatan di Puskesmas minimal terdiri dari 1 tenaga
kefarmasian. Hal ini dapat dikatakan bahwa masih terdapat Puskesmas di
Kabupaten Solok Selatan yang belum sesuai standar kebutuhan tenaga
kesehatan.

BAB IV
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
32

PEMBIAYAAN KESEHATAN

Pembiayaan kesehatan menjadi salah satu faktor utama dalam sistem


kesehatan nasional yang bertujuan untuk menyediakan biaya
pembangunan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi,
dialokasikan secara adil, berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan. Dalam UU RI No. 36 Tahun
2009 pasal 171 ayat (2) disebutkan bahwa anggaran provinsi,
kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran
daerah di luar gaji.

4.1 PESERTA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN


Salah satu upaya dalam menjalankan pembangunan bidang
kesehatan adalah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Jaminan
Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar Peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar Iuran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan
Kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Terdapat beberapa istilah dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yaitu:
a. Penerima Bantuan Iuran Jarninan Kesehatan yang selanjutnya
disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak
mampu sebagai Peserta program Jaminan Kesehatan.
b. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima Gaji,
Upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
c. Pekerja Penerima Upah yang selanjutnya disingkat PPU adalah setiap
orang yang bekerja pada Pemberi Kerja dengan menerima Gaji atau
Upah.
 Pejabat Negara.
 Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
 PNS
 Prajurit
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
33

 Anggota Polri, kepala desa dan perangkat desa,


 Pegawai swasta.
d. Pekerja Bukan Penerima Upah yang selanjutnya disingkat PBPU
adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri
atau yang merupakan Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja
mandiri
e. Bukan Pekerja yang selanjutnya disingkat BP adalah setiap orang
yang bukan termasuk kelompok PPU, PBPU, PSI Jaminan
Kesehatan, dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.
Terdiri
 Investor
 Pemberi Kerja
 Penerima pensiun
 Veteran
 Perintis Kemerdekaan
 Janda, duda, atau anak yatim dan/atau piatu dari Veteran atau
Perintis Kemerdekaan.
Berikut ini adalah tabel Cakupan Jaminan Kesehatan Penduduk Menurut
Jenis Jaminan di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.

Tabel 4.1
Cakupan Jaminan Kesehatan Penduduk Menurut Jenis Jaminan
Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
34

No Jenis Kepesertaan Peserta Jaminan


Kesehatan
Jumlah %

PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI)

1 PBI APBN (Jamkesmas) 51.518 30,6%

2 PBI APBD (Jamkesda) 39.803 23,6%

Jumlah PBI 91.321 54,2%

NON PENERIMA BANTUAN IURAN (NON PBI)

1 Pekerja Penerima Upah (PPU) 12.647 7,5%

2 Pekerja Bukan Penerima Upah 31.188 18,5%


(PBPU)/ Mandiri

3 Bukan Pekerja (BP) 1.467 0,9%

Jumlah Non PBI 45.302 26,9%

JUMLAH KABUPATEN SOLOK SELATAN 136.623 81,1%

Sumber: Seksi Pelayanan Kesehatan Tahun 2018

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa jumlah Kepesertaan Jaminan


Kesehatan tahun 2018 adalah 136.623 jiwa (81,1%), dengan rincian jumlah
PBI adalah 91.321 (54,2%) dan jumlah Non PBI adalah 45.302 jiwa (26,9%).
Alokasi dana untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD/ Jamkesda pada
tahun 2018 adalah Rp.8.788.502.400,- (Delapan milyar tujuh ratus delapan
puluh delapan juta lima ratus dua ribu empat ratus rupiah) dan yang
terealisasi adalah Rp. 7.912.262.068,- (Tujuh milyar sembilan ratus dua
belas juta dua ratus enam puluh dua ibu enam puluh delapan rupiah) atau
90% yang terealisasi. Adapun tujuan dari Fasilitasi jamkesda/ kemitraan
asuransi kesehatan masyarakat yaitu meningkatnya akses pelayanan
kesehatan bagi masyarakat kurang mampu, namun masih ada masyarakat
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
35

Solok Selatan yang kurang mampu belum mempunyai asuransi kesehatan


masyarakat. Untuk itu diharapkan peningkatan cakupan asuransi
kesehatan masyarakat pada tahun 2019 agar mencapai total coverage
melalui:
1. Penambahan anggaran untuk meningkatkan cakupan masyarakat
miskin yang memperoleh jaminan kesehatan melalui Jamkesda.
2. Mendata kembali masyarakat yang belum mempunyai asuransi
kesehatan masyarakat sehingga target JKN yang diharapkan sebesar
95% dapat tercapai.

4.2 DESA YANG MEMANFAATKAN DANA DESA UNTUK KESEHATAN


Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang di peruntukkan bagi desa dan desa adat yang
ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat dan
kemasyarakatan.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Pemerintah mengalokasikan dana desa melalui mekanisme transfer
kepada Kabupaten/Kota. Berdasarkan alokasi dana tersebut, maka tiap
Kabupaten/Kota mengalokasikannya kepada setiap desa berdasarkan
jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk (30%), luas wilayah
(20%), dan angka kemiskinan (50%).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa yang bersumber dari APBN, dengan luasnya lingkup kewenangan desa
dan dalam rangka mengoptimalkan penggunaan dana desa, maka
penggunaan dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa di bidang kesehatan. Berikut ini adalah
grafik Distribusi Frekuensi Desa yang Memanfaatkan Dana Desa untuk
Kesehatan Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.
Grafik 4.1
Distribusi Frekuensi Desa yang Memanfaatkan Dana Desa untuk
Kesehatan Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
36

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 4.1 diketahui bahwa semua desa sudah memanfaatkan


dana desa untuk kesehatan berupa penggunaan dana desa untuk
pembangunan polindes dan poskesdes serta kegiatan-kegiatan yang
mendukung program kesehatan seperti penyuluhan narkoba dan merokok
di sekolah, penyuluhan stunting, pemberian makanan tambahan, dan lain-
lain yang melibatkan tenaga kesehatan sebagai narasumber kegiatan dan
fasilitator kegiatan.

4.3 PERSENTASE ANGGARAN KESEHATAN DALAM APBD


KABUPATEN/KOTA

Salah satu faktor yang sangat berperan didalam upaya pelaksanaan


suatu program termasuk program pelayanan kesehatan tentu harus
didukung oleh alokasi dana/ anggaran yang tersedia. Anggaran/
pembiayaan kesehatan dimaksud adalah dana yang disediakan untuk
penyelenggaraan upaya kesehatan yang dialokasikan melalui APBD
Kabupaten /Kota. Berikut ini grafik Distribusi Frekuensi Anggaran Bidang
Kesehatan Bersumber APBD di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.

Grafik 4.2
Distribusi Frekuensi Anggaran Bidang Kesehatan Bersumber APBD
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
37

Sumber: Bagian Perencanaan dan Keuangan Dinkes & RSUD Tahun 2018

Dari grafik 4.2 diketahui bahwa pada tahun 2018 total APBD Urusan
Kesehatan adalah Rp.97.205.382.263,- (Sembilan puluh tujuh milyar dua
ratus lima juta tiga ratus delapan puluh dua ribu dua ratus enam puluh
tiga rupiah) yang terdiri dari Rp. 65.624.821.331,- (Enam puluh lima milyar
enam ratus dua puluh empat juta delapan ratus dua puluh satu ribu tiga
ratus tiga puluh satu rupiah) pada Dinas Kesehatan dan
Rp.31.580.560.932,- (Tiga puluh satu milyar lima ratus delapan puluh juta
lima ratus enam puluh ribu sembilan ratus tiga puluh dua rupiah) pada
RSUD Solok Selatan Tahun 2018 sedangkan total anggaran APBD
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah Rp.831.424.635.064,-
(Delapan ratus tiga puluh satu milyar empat ratus dua puluh empat juta
enam ratus tiga puluh lima ribu enam puluh empat rupiah). Berdasarkan
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa persentase anggaran kesehatan
dalam dana APBD Solok Selatan adalah 11.69%. Hal ini menunjukkan
bahwa Kabupaten Solok Selatan tetap memprioritaskan kegiatan
penyelenggaran kesehatan sebagai salah satu komponen dalam
penghitungan tingkat pembangunan manusia (human development index
atau HDI).

4.4 ANGGARAN KESEHATAN PERKAPITA


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
38

Sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945 dalam penjabaran


alinea ke empat dikatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk
menjamin dan memelihara kesehatan warga negaranya mulai dari
pemerintah pusat, provinsi sampai dengan Kabupaten/Kota.
Anggaran kesehatan pemerintah per kapita per tahun adalah
jumlah anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah (melalui APBN, APBD,
dan PLHN) untuk biaya penyelenggaraan upaya kesehatan per kapita per
tahun. Dengan total anggaran urusan kesehatan sebesar
Rp.97.205.382.263,- (Sembilan puluh tujuh milyar dua ratus lima juta tiga
ratus delapan puluh dua ribu dua ratus enam puluh tiga rupiah) dengan
jumlah penduduk 168.411 jiwa pada tahun 2018 maka didapatkan
anggaran kesehatan per kapitanya Rp. 577.191.408,- (Lima ratus tujuh
puluh tujuh juta seratus sembilan puluh satu ribu empat ratus delapan
rupiah) per orang untuk anggaran kesehatan per tahun.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
39

BAB V
KESEHATAN KELUARGA

5.1 KESEHATAN IBU


5.1.1 Jumlah dan Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting
dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita
yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam
masa nifas tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran
hidup. Distribusi frekuensi angka kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik
berikut ini.

Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi Angka Kematian Ibu Per 100.000 KH
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.1 dapat dilihat bahwa angka kematian ibu di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2018 adalah sebesar 254 per 100.000 KH yaitu
sebanyak 8 orang sedangkan targetnya adalah 160.8 per 100.000 kelahiran
hidup (4 kematian ibu). Angka ini lebih meningkat dibandingkan tahun
2017 dengan angka kematian ibu sebesar 88,03 per 100.000 KH sebanyak
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
40

3 orang kematian ibu. Distribusi frekuensi kematian ibu per puskesmas


dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 5.2
Distribusi Frekuensi Kasus Kematian Ibu Per Puskesmas
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa kematian ibu tertinggi di


Puskesmas Pakan Selasa yaitu sebanyak 2 kematian ibu sementara
Puskesmas Bidar Alam dan Abai tidak ditemukan kematian ibu. Kematian
ibu ini disebabkan oleh hipertensi sebanyak 1 ibu, pendarahan (Atonia
uteri) sebanyak 5 ibu dan gangguan sistem peredaran darah sebanyak 2
ibu. Terkait dengan periode kematian ibu ini diketahui bahwa jumlah
kematian ibu saat hamil sebanyak 2 orang (rentang usia 20-34 tahun),
kematian ibu saat bersalin sebanyak 4 orang (rentang usia 20-34 tahun
sebanyak 3 orang dan rentang usia ≥35 tahun sebanyak 1 orang) dan
kematian ibu nifas sebanyak 2 orang (rentang usia 20-34 tahun dan ≥35
tahun masing-masing 1 orang). Hal ini menggambarkan bahwa kesehatan
ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas belum memadai yang ditunjukkan oleh
masih terdapatnya kematian ibu pada periode kehamilan, persalinan dan
periode nifas dengan rentang usia 20-34 tahun dan ≥35 tahun. Sebagai
upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan peningkatan kualitas
pelatihan ibu hamil dan kelas ibu hamil yang sudah dilaksanakan pada
tahun-tahun sebelumnya dan peningkatan kualitas antenatal care (ANC)
pada ibu hamil di posyandu.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
41

5.1.2 Pelayanan Kesehatan Pada Ibu Hamil (K1 dan K4)

Upaya kesehatan ibu hamil diwujudkan dalam pemberian pelayanan


antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama kehamilan, dengan distribusi
waktu minimal 1 kali pada trisemester pertama, 1 kali pada trisemester
kedua dan 2 kali pada trisemester ketiga. Hasil pencapaian upaya
kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indikator cakupan
K1 dan K4. Cakupan K1 adalah ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal pertama kali, dibandingkan dengan jumlah sasaran
ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan
cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh palayanan
antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali sesuai jadwal yang
dianjurkan, dibandingkan dengan sasaran ibu hamil disatu wilayah kerja
pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses
pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil
dalam memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan. Grafik
berikut memperlihatkan jumlah kunjungan K1 dan K4 ibu hamil pada
tahun 2011-2018 di Kabupaten Solok Selatan.

Grafik 5.3
Distribusi Frekuensi Persentase Kunjungan Ibu Hamil K1
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 7

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Grafik 5.4
Distribusi Frekuensi Persentase Kunjungan Ibu Hamil K4
Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2011-2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
42

Object 9

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.3 yang meggambarkan trend kunjungan ibu


hamil K1 pada tahun 2018 cukup tinggi yaitu 92.40% sedangkan pada
cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil (K4) pada grafik 5.4 mengalami
penurunan yaitu 78.10% dengan jumlah ibu hamil yang memeriksa K4
adalah 3.215 ibu hamil dari 4.107 ibu hamil dan capaian ini masih belum
mencapai target yaitu 85.1%. Cakupan ini mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2017 dengan cakupan K4 adalah 82,66% dengan
jumlah ibu hamil yang memeriksa K4 adalah 3.395 ibu hamil dari 4107 ibu
hamil. Menurunnya cakupan K4 ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran
ibu hamil dalam memeriksa kandungan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Jadi diharapkan agar promosi kesehatan terhadap ibu hamil untuk
memeriksa kandungan sampai minimal 4 kali ditingkatkan lagi, disamping
itu upaya sweeping juga bisa dilaksanakan dengan pergi memeriksa
kandungan ibu hamil kerumah ibu hamil agar kesehatan ibu hamil dapat
terjaga dengan baik.

5.1.3 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

Upaya kesehatan ibu bersalin diwujudkan dalam upaya mendorong


agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pencapaian upaya kesehatan
ibu bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga
kesehatan terlatih.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
43

Grafik 5.5
Distribusi Frekuensi Persentase Ibu Bersalin yang Ditolong Tenaga
Kesehatan Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 11

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.5 dapat dilihat bahwa Ibu bersalin yang ditangani oleh
tenaga kesehatan dari Tahun 2011-2018 terjadi kecenderungan meningkat
di Tahun 2011 sebesar 62,3% dan Tahun 2018 sebesar 79%. Adapun
jumlah Kelahiran yang ditolong oleh oleh Tenaga Kesehatan sebanyak 3.098
kelahiran dari 3.921 jumlah persalinan. Walaupun terjadi peningkatan
pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan pada tahun 2018 (79%),
namun masih dibawah target yang ditentukan oleh Renstra Dinas
Kesehatan Kabupaten Solok Selatan yaitu 90%.

5.1.4 Cakupan Pertolongan Persalinan di Faskes

Pertolongan Persalinan di Fasilitas Kesehatan adalah ibu bersalin


yang mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar di fasilitas
pelayanan kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Di
Kabupaten Solok Selatan pada Tahun 2018 cakupan pertolongan
persalinan di Fasilitas Kesehatan adalah sebesar 79% dengan 3.098
kelahiran dari 3.921 persalinan. Cakupan ini jumlahnya sama dengan
cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan.

Grafik 5.6
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
44

Distribusi cakupan pertolongan persalinan di Fasilitas Kesehatan


Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.6 diketahui bahwa cakupan pertolongan


persalinan di fasilitas kesehatan yang tertinggi adalah di Puskesmas Abai
yaitu 100% sedangkan yang terendah adalah di wilayah Puskesmas Lubuk
Ulang ALing sebesar 44.8%. Hal ini disebabkan karena masih banyak
kepercayaan masyarakat yang melahirkan ke dukun, karena di Lubuk
Ulang Aling merupakan daerah terpencil di Kabupaten Solok Selatan.
Untuk itu diharapkan agar pada tahun berikutnya ditingkatkan lagi
kerjasama kemitraan bidan dan dukun dalam upaya mendukung program
persalinan dengan tenaga kesehatan. Walaupun terjadi peningkatan
cakupan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan pada tahun 2018
(79%), namun masih dibawah target yang ditentukan oleh Renstra Dinas
Kesehatan Kabupaten Solok Selatan yaitu 90%.

5.1.5 Cakupan Pelayanan Nifas


Cakupan Pelayanan Nifas mencakup tiga kali pelayanan yaitu:
Cakupan pelayanan Nifas KF1 yaitu pelayanan kepada ibu nifas sesuai
standar pada 6 jam setelah persalinan s.d 3 hari di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu, Cakupan Pelayanan Nifas KF2 yaitu pelayanan
kepada ibu nifas sesuai standar pada hari ke 4 s/d hari ke 28 setelah
persalinan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dan Cakupan
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
45

Pelayanan Nifas KF3 yaitu pelayanan kepada ibu nifas sesuai standar pada
hari ke 29 s/d hari ke 42 setelah persalinandi satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
Beberapa jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi :
- Pemeriksaan tanda fital (tekanan darah, nadi, nafas dan suhu)
- Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri)
- Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam
- Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI Eksklusif
- Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan ibu
nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana
- Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan
Pencapaian upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator
cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas. Berdasarkan hasil laporan dari
seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018 pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 dapat dilihat sebagai
berikut.
Grafik 5.7
Distribusi Frekuensi Persentase Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 13

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.7 diatas dapat dilihat bahwa pencapaian pelayanan Ibu
Nifas di Kabupaten Solok Selatan pada dari Tahun 2011-2017 terjadi
peningkatan yaitu 81.66% dan pada tahun 2018 mengalami sedikit
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
46

penurunan yaitu 79%. Sedangkan target yang diharapkan sesuai Renstra


Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan adalah 90%.
Pada tahun 2018 terdapat informasi 3 pelayanan nifas yang
mencakup KF1. KF2 dan KF3 yang termuat dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.1
Disribusi Pelayanan Nifas di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

PELAYANAN NIFAS

PUSKESMAS JUMLAH KF1 KF2 KF3


IBU
BERSALIN
JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH %
1 2 3 4 5 6 7 8

Pakan Rabaa 577 388 67.2 388 67.2 388 67.2

Muara Labuh 774 610 78.8 610 78.8 610 78.8

Pakan Selasa 370 324 87.6 324 87.6 324 87.6

Lubuk Gadang 998 749 75.1 749 75.1 749 75.1

Bidar Alam 317 304 95.9 304 95.9 304 95.9

Abai 323 323 100.0 323 100.0 322 99.7

Lubuk Ulang
145 65 44.8 65 44.8 65 44.8
Aling

Mercu 242 178 73.6 178 73.6 178 73.6

Talunan 175 157 89.7 157 89.7 157 89.7

Kabupaten 3,921 3,098 79.0 3,098 79.0 3,097 79.0

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa cakupan pelayanan nifas


sama dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yaitu
79% dengan jumlah pelayanan nifas terbanyak di puskesmas Abai yaitu
100% sesuai dengan jumlah ibu bersalin sedangkan yang paling rendah
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
47

adalah di Puskesmas Lubuk Ulang Aling. Capaian kinerja 79% ini masih
belum mencapai target yaitu 90%.

5.1.6 Cakupan Pelayanan Ibu Nifas yang Mendapat Vitamin A

Pelayanan Ibu Nifas yang Mendapat Vitamin A adalah Ibu yang baru
melahirkan atau nifas yang mendapatkan kapsul vitamin A 200.000 SI
sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A melalui ASI di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Manfaat vitamin A adalah:

a.Menjaga Kesehatan Mata seperti rabun senja, glaukoma, dan katarak.


b. Membangun Kekebalan Tubuh
Membangun Kekebalan Tubuh yaitu meningkat kerentanan terhadap
infeksi seperti diare dan campak dan juga bisa menyebabkan
kebutaan.
c. Menunjang Fungsi Tubuh
Vitamin A memainkan peran langsung dalam menjalankan fungsi
fisiologis dan juga membantu dalam pengembangan
sistem saraf pusat. Cakupan pemberian vitamin A pada Ibu Nifas
dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 5.8
Persentase Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018

Object 15

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
48

Dari grafik 5.8 dapat dilihat bahwa pencapaian pemberian Vitamin A


pada Ibu Nifas Tahun 2018 sebesar 79% lebih menurun dibandingkan
tahun 2017 (81.66%). Jumlah ibu yang bersalin di Fasilitas Kesehatan
sama dengan jumlah ibu nifas yang mendapatkan vitamin A maka dapat
dikatakan semua ibu bersalin di Fasilitas Kesehatan 100% mendapatkan
vitamin A.

5.1.7 Persentase Cakupan Imunisasi Td Ibu Hamil dan Wanita Usia Subur

Cakupan Imunisasi Td pada Ibu hamil adalah Cakupan (jumlah dan


persentase) ibu hamil yang mendapatkan imunisasi Td (Tetanus difteri)
dengan interval tertentu (yang dimulai saat dan atau sebelum kehamilan)
dengan memperhatikan hasil skrining dan status Td. Pemberian dilakukan
pada masa kehamilan memasuki trimester I s/d trimester III yang
bertujuan agar janin yang dikandung terhindar dari infeksi tetanus
neonatrum yang bisa mengakibatkan kematian pada bayi yang baru lahir
akibat persalinan yang kurang bersih. Imunisasi TT adalah proses
membangun kekebalan sebagai pencegahan terhadap infeksi tetanus.
Imunisasi TT adalah antigen yang sangat aman untuk calon Ibu dan
janin, jadi tidak perlu khawatir tentang efek sampingnya, tapi kalau pun
ada itu hanya gejala ringan seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan
kecil pada tempat suntikan yang akan hilang selama 1-2 hari. Imunisasi TT
diberikan pada trimester I dan yang kedua minimal 4 minggu setelah TT
pertama. Batas pemberian TT kedua minimal 2 minggu sebelum persalinan.
Imunisasi TT yang paling baik yaitu sebelum calon Ibu hamil atau pada
masa perencanaan kehamilan.
Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensi persentase imunisasi Td
pada ibu hamil tahun 2018.

Grafik 5.9
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
49

Distribusi Frekuensi Persentase Imunisasi Td pada Bumil


Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.9 dapat dilihat bahwa pencapaian pemberian Imunisasi


Td pada Ibu Hamil Tahun 2018 adalah 47.60% dengan realisasi 1.955
imunisasi Td dari 4.107 ibu hamil. Masih rendahnya capaian imunisasi Td
Ibu hamil ini disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran ibu hamil untuk
mau diimunisasi Td. Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensi imunisasi
Td2 pada WUS tahun 2018 sebagai berikut.

Grafik 5.10
Distribusi Frekuensi Persentase Imunisasi Td2 pada WUS
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2015-2018

Object 17

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
50

Dari grafik 5.10 dapat dilihat bahwa di Tahun 2018 pencapaian


pemberian Imunisasi Td2 pada Wanita Usia Subur (WUS) usia 15-39 Tahun
sebesar 3.2% dari sebelumnya 1.08%. Dilihat dari grafik 5.10 terjadi
kenaikan capaian imunisasi Td2 pada wanita usia subur (WUS) usia 15-39
tahun dari tahun 2015-2018.

5.1.8 Persentase Ibu Hamil yang Dapat Tablet Tambah Darah

Anemia gizi adalah rendahnya kadar haemoglobin (Hb) dalam darah


yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
pembentukan Hb tersebut. Umumnya anemia disebabkan karena
kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut anemia kekurangan zat besi.
Cakupan pemberian tablet Fe terkait erat dengan pelayanan
antenatal care (ANC). Analisis cakupan K4 dengan pemberian tablet Fe3
menunjukkan bahwa tingginya capaian K4 pada ibu hamil salah satunya
didukung dengan tingginya cakupan pemberian tablet Fe3 pada ibu hamil.
Cakupan pemberian tablet Fe di Kabupaten Solok Selatan pada tahun
2011-2018, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut :

Grafik 5.11
Distribusi Frekuensi Persentase Bumil yang Mendapatkan Tablet FE 3
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 20

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
51

Dari grafik 5.11 diatas dapat dilihat bahwa cakupan pemberian Tablet
FE 3 pada Ibu hamil kecenderungan meningkat, semulanya di Tahun 2011
sebesar 81,9% dan di Tahun 2018 sebesar 90,70%.

5.1.9 Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan

Komplikasi maternal/ kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil,


ibu bersalin, ibu nifas dan atau janin dalam kandungan, baik langsung
maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular
yang dapat mengancam jiwa ibu atau janin, yang tidak disebabkan oleh
trauma/kecelakaan. Pencegahan dan penanganan komplikasi maternal
adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi maternal untuk
mendapatkan perlindungan/ pencegahan dan penanganan definitive sesuai
standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan.
Upaya pencegahan dan penanganan komplikasi meternal diukur
melalui indikator cakupan penanganan komplikasi maternal. Berikut ini
distribusi frekuensi penanganan komplikasi pada ibu hamil.

Grafik 5.12
Distribusi Frekuensi Penanganan Komplikasi pada Bumil
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018

Object 22

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
52

Dari grafik 5.12 dapat dilihat pada Tahun 2018 ditemukan Ibu Hamil
yang komplikasi sebanyak 379 bumil atau 46,1% dari perkiraan jumlah
Bumil Komplikasi. Terdapat tiga jenis area intervensi yang dilakukan untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal melalui :
1) Peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan
menangani kasus risiko tinggi secara memadai.
2) Pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan
terampil.
3) Pelayanan emergensi obstetric dan neonatal dasar (poned) dan
komprhensif (ponek) yang dapat dijangkau.
Selain itu dilakukan pula upaya kegiatan Audit Maternal Perinatal
(AMP) serta pelatihan PONED bagi tenaga kesehatan di setiap Puskesmas,
yang merupakan upaya dalam penilaian pelaksanaan serta peningkatan
mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir melalui pembahasan
kasus kematian ibu atau bayi baru lahir sejak di level masyarakat sampai
di level fasilitas pelayanan kesehatan.

5.1.10 Persentase Peserta KB Aktif

Tingkat pencapaian pelayanan Keluarga Berencana dapat dilihat dari


cakupan Pasangan Uisa Subur (PUS) yang sedang menggunakan
alat/metode kontrasepsi (KB Aktif), cakupan peserta KB yang baru
menggunakan alat/metode kontrasepsi, tempat pelayanan KB, dan jenis
kontrasepsi yang digunakan akseptor. Data distribusi frekuensi peserta KB
baru dan aktif di Kabupaten Solok Selatan tahun 2018 dapat dilihat pada
grafik berikut ini .
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
53

Grafik 5.13
Distribusi Frekuensi Persentase Peserta KB Baru dan Aktif
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.13 dapat dilihat bahwa di Tahun 2018 terdapat


27.823 PUS dengan 21.070 peserta KB Aktif atau 75.73% yang mencakup
Kondom (1.8%), Suntik (69.2%), Pil (3.8%), AKDR (3.5%), MOP (0.1%), MOW
(0.5%), Implan (21.2%). Dapat disimpulkan bahwa Kontrasepsi yang banyak
digunakan adalah suntik dan yang paling sedikit adalah MOP (Medis
Operatif Pria atau vasektomi).
Sedangkan untuk cakupan puskesmas yang persentase KB aktif yang
paling tinggi adalah di Puskesmas Talunan (100%) dan yang paling rendah
adalah di Puskesmas Lubuk Ulang Aling (56.22%). Agar pencapaian peserta
KB aktif ini meningkat maka penyuluhan KB aktif bagi pasangan usia
subur lebih giat dilaksanakan.

5.1.11 Persentase Peserta KB Pasca Persalinan

Salah satu faktor yang memberikan dampak pada peningkatan


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah risiko 4 Terlalu (Terlalu muda melahirkan
dibawah usia 21 tahun, Terlalu tua melahirkan diatas 35 tahun, Terlalu
dekat jarak kelahiran kurang dari 3 tahun dan Terlalu banyak jumlah anak
lebih dari 2). Persentase ibu meninggal yang melahirkan berusia dibawah
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
54

20 tahun dan diatas 35 tahun adalah 33% dari seluruh kematian ibu,
sehingga apabila program KB dapat dilaksanakan dengan baik lagi,
kemungkinan 33% kematian ibu dapat dicegah melalui pemakaian
kontrasepsi.

Pilihan kontrasepsi pasca bersalin yang dianjurkan adalah:


a. Pil KB
Metode kontrasepsi dengan mengonsumsi pil KB yang hanya
mengandung progestin bisa sepenuhnya dinyatakan efektif mencegah
kehamilan bila dikombinasikan dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif. Meski begitu, Ibu juga perlu menetapkan jadwal konsumsi pada
jam yang sama tiap harinya agar efektif.

b. Suntik KB Progestin
Metode ini juga tidak berdampak kepada suplai ASI Ibu. Suntikan ini
bisa dilakukan pada enam minggu pasca melahirkan dan harus diulangi
tiap 12 minggu. Konsekuensinya adalah bila berhenti dari metode ini, Ibu
mungkin tidak dapat segera melakukan program hamil karena mungkin
tidak subur selama setahun atau lebih.

c. Implan Hormonal
Implan hormon progestin ini sangat efektif dalam mencegah
kehamilan untuk jangka waktu tiga tahun dan kualitas kesuburan Ibu
dapat segera kembali setelah implan dilepaskan. Konsekuensinya adalah
Ibu dapat mengalami siklus haid tidak lancar atau flek, maupun
perdarahan selama beberapa hari dalam sebulan.

d. IUD (intrauterine device)


Metode ini menggunakan alat berbentuk huruf ‘T’ yang disisipkan ke
dalam rahim Ibu. IUD progestin dapat bertahan di tempatnya terpasang
hingga lima tahun. Konsekuensinya adalah Ibu perlu mengontrol kondisi
ke dokter 1-3 bulan setelah pemasangan untuk memastikan bahwa IUD
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
55

masih di tempatnya. Selain itu, sebagian besar pengguna cenderung


mengalami haid yang lebih sedikit atau berhenti sama sekali.

e. Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap bersifat permanen dan metode kontrasepsi ini
sebaiknya dipilih apabila memang tidak ingin menginginkan anak lagi.
Kontrasepsi Mantap ini ada 2 yaitu
 Tubektomi (Metode Operasi Wanita/ MOW) Adalah metode
kontrasepsi mantap bagi wanita yang tidak ingin hamil lagi dengan
cara mengikat dan memotong atau memasang cincin pada tuba falopi
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum secara
permanen. Idealnya dilakukan 48 jam pasca persalinan atau dapat
dilakukan segera setelah persalinan atau setelah operasi caessar. Jika
tidak dilakukan segera maka dapat dikerjakan 1 minggu setelah
persalinan.
 Vasektomi (Metode Operasi Pria/ MOP) Adalah sebuah prosedur
klinik untuk menghentikan kesuburan pria secara permanen dengan
cara mengoklusi vasa deferensia dari seorang pria sehingga alur
transportasi dari sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak dapat
terjadi. Berbeda dengan tubektomi, metode kontrasepsi ini efektif
setelah 20 kali ejakulasi atau 3 bulan.
Peserta KB Pasca Persalinan adalah Pasangan Usia Subur yang
memakai kontrasepsi pada masa pasca persalinan (0-42 hari setelah
melahirkan). Pada tahun 2018 peserta KB Pasca Persalinan adalah 23.87%,
distribusi per puskesmas dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
56

Grafik 5.14
Cakupan KB Pasca Persalinan di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.14 diketahui bahwa cakupan peserta KB pasca


persalinan adalah 23.87% dengan cakupan yang terbanyak di Puskesmas
Talunan 76.57%. Adapun distribusi cakupan KB pasca persalinan adalah
kondom (0.2%), suntik (59.2%), Pil (2.4%), AKDR (10.6%), MOP (0.0%),
MOW (2.0%) dan Implan (25.6%). Dapat disimpulkan bahwa KB pasca
persalinan yang banyak digunakan adalah suntik (59.2%) dan Metode
Operasi Pria (MOP) tidak ada.

5.2 KESEHATAN ANAK


5.2.1 Jumlah dan Angka Kematian Neonatal Per 1000 Kelahiran Hidup
Kematian Neonatal adalah Kematian yang terjadi pada bayi usia 0
sampai dengan 28 hari tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan, bencana,
cedera atau bunuh diri. Pola penyebab utama kematian neonatal di
Indonesia tidak jauh berbeda dengan pola penyebab utama kematian
neonatal di dunia, yaitu prematuritas/ BBLR (27%), Asfiksia (23%), sepsis/
pneumonia (26%), tetanus (7%), diare (3%), kelainan kongenital (7%). Di
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 terdapat 9 kematian neonatal yang
dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
57

Grafik 5.15
Kematian Neonatal di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Object 24

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.15 diketahui bahwa jumlah kematian neonatal


adalah 9 orang yang terdiri dari 5 laki-laki dan 4 perempuan dan angka
kematian neonatal adalah 2.9 per 1000 kelahiran hidup. Adapun penyebab
kematian neonatal di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah kelainan
jantung, distosia bahu, dan prematur/ BBLR.
Trend angka kematian neonatal dari tahun 2011-2018 dapat dilihat dari
grafik berikut ini:
Grafik 5.16
Distribusi Frekuensi Angka Kematian Neonatal per 1.000 KH
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
58

Dari grafik 5.16 dapat dilihat bahwa di tahun 2018 angka kematian
neonatal sebesar 2.9 per 1.000 Kelahiran Hidup dengan sebanyak 9
kematian neonatal, Tahun 2017 sebesar 5,28 per 1.000 Kelahiran Hidup
dengan kematian neonatal sebanyak 18 orang. Adapun penyebab kematian
neonatal neonatal pada tahun 2018 adalah Aspirasi ASI, Kelainan jantung,
BBLR, Radang Otak dan Kelainan Paru-paru.

5.2.2 Jumlah dan Angka Kematian Bayi dan Balita Per 1000 Kelahiran Hidup

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal


sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran
hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan
baik terhadap kesakitan maupun kematian.

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Kelahiran Hidup dan Mati berdasarkan Puskesmas
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Puskesmas Bayi Lahir Bayi Lahir AKB


Hidup Mati
Pakan Rabaa 382 3 7.9

Muara Labuh 610 2 3.3

Pakan Selasa 329 2 6.1

Lubuk Gadang 764 3 3.9

Bidar Alam 304 1 3.3

Abai 351 3 8.5

Lubuk Ulang Aling 64 0 0.0

Mercu 184 0 0.0

Talunan 161 1 6.2

Kabupaten 3149 15 4.8

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
59

Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa jumlah kelahiran di Kabupaten


Solok Selatan Tahun 2018 sebanyak 3.171 kelahiran dengan jumlah
kelahiran hidup sebanyak 3.149 dan kelahiran mati 15 bayi dengan angka
lahir mati 4,8. Berikut ini distribusi frekuensi angka kematian bayi per
1.000 KH dari tahun 2011-2018 di Kabupaten Solok Selatan.

Grafik 5.17
Distribusi Frekuensi Angka Kematian Bayi per 1.000 KH
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 26

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.17 dapat dilihat bahwa angka kematian bayi di tahun
2018 mengalami penurunan yaitu 4.8 per 1000 Kelahiran Hidup sedangkan
target AKB sesuai Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan
adalah 5.1 per 1000 Kelahiran Hidup. Masih dibawah target yang
ditetapkan. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2017 sebesar 6,46
per 1.000 KH dengan kematian 22 jiwa (18 Neonatal + 4 bayi). Kematian
bayi pada tahun 2018 terbanyak adalah di puskesmas Pakan rabaa, Lubuk
Gadang dan Abai sebanyak 3 kematian bayi sedangkan Lubuk Ulang Aling
tidak ada kematian bayi. Adapun kasus kematian bayi ini disebabkan
karena assfiksia, aspirasi ASI, Prematur, kelainan bawaan, BBLR,
pneumonia dan diare.

Angka kematian Balita adalah jumlah anak yang meninggal sebelum


mencapai usia 5 tahun (0-59 Bulan) yang dinyatakan sebagai angka per
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
60

1.000 kelahiran hidup. Angka kematian balita mempresentasikan resiko


terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.
Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensi jumlah dan angka kematian
balita di Kabupaten Solok Selatan tahun 2018 sebagai berikut.

Grafik 5.18
Distribusi Frekuensi Jumlah Kematian Balita
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Grafik 5.18 menunjukkan bahwa jumlah kematian balita pada tahun


2018 adalah sebanyak 16 balita yang merupakan komulatif dari jumlah
kematian neonatal (usia 0-28 hari) sebanyak 9 orang dan bayi (usia 29 hari
– 11 bulan) sebanyak 6 orang dan anak balita (usia 12 – 59 bulan) sebanyak
1 orang. Secara keseluruhan kematian balita ini adalah sebanyak 16 orang
dan yang terbanyak adalah di Puskesmas Lubuk Gadang sebanyak 4 orang
dan pada puskesmas Lubuk Ulang Aling dan Mercu tidak ada kematian
balita pada tahun 2018. Trend distribusi frekuensi angka kematian balita
per 1.000 Kelahiran Hidup di Kabupaten Solok Selatan dari tahun 2011 –
2018 dapat dilihat pada grafik berikut.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
61

Grafik 5.19
Distribusi Frekuensi Angka Kematian Balita per 1.000 KH
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.19 dapat dilihat bahwa angka kematian Balita (0-59
bulan) di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah 5.1 per 1.000
Kelahiran Hidup dengan 16 kematian balita yang mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2017 sebesar 7,04 per 1.000 KH sebanyak 24
kematian balita.

5.2.3 Penanganan Komplikasi Pada Neonatal

Neonatal komplikasi adalah neonatus dengan penyakit dan atau


kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti
asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma
lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kengenital
maupun yang termasuk klasifikasi kuning pada pemeriksaan dengan
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).
Adapun penanganan neonatus komplikasi adalah neonatus sakit atau
neonatus dengan kelainan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh
tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) baik di rumah, sarana
pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
62

Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM,


manajemen asfiksia bayi baru lahir, manajemen bayi lahir berat rendah,
pedoman pelayanan neonatal esensial di tingkat pelayanan kesehatan
dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya. Berikut
ini adalah grafik distribusi frekuensi penanganan komplikasi pada neonatal
di Kabupaten Solok Selatan tahun 2018.

Grafik 5.20
Distribusi Frekuensi Penanganan Komplikasi pada Neonatal
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.20 dapat dilihat bahwa jumlah Neonatal


komplikasi yang ditemukan dan ditangani di Tahun 2018 sebanyak 40
Neonatal dari 472 perkiraan komplikasi pada neonatal atau 8,47%. Namun
dari 40 neonatal yang mengalami komplikasi ini sudah ditangani 100% oleh
bidan desa dan petugas puskesmas maupun RSUD Solok Selatan.

5.2.4 Persentase BBLR


Bayi yang baru lahir seharusnya ditimbang, hal ini untuk dapat
melihat salah satu status kesehatan pada bayi yang baru lahir. Diharapkan
bayi yang baru lahir dengan berat lebih dari 2500 gram. Hal ini sangat
berpengaruh terhadapat ibu hamil selama kehamilannya menjaga janin,
tentunya dari segi kesehatan. Namun ada juga bayi yang mengalami Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR) yaitu Bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
63

gram. Berikut ini adalah distribusi frekuensi bayi berat lahir rendah di
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.

Grafik 5.21
Distribusi Frekuensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
di kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari Grafik 5.21 menunjukkan bahwa Bayi Berat Lahir Rendah di


Kabupaten Solok Selatan sebanyak 24 Bayi yang terdistribusi pada Puskesmas
Pakan Rabaa dengan jumlah kasus BBLR 11 Kasus, Lubuk Gadang 7 Kasus ,
Puskesmas Mercu 3 Kasus, dan Talunan 2 Kasus. Sementara itu di Puskesmas
Muara Labuh, Pakan Selasa, Abai dan Lubuk Ulang Aling tidak terdapat bayi berat
lahir rendah.
Adapun beberapa penyebab dari terjadinya BBLR adalah:

1. Status gizi ibu bayi sebelum hamil


Salah satu penelitian menunjukkan perempuan yang berbadan kurus
atau dengan IMT <18,5 memiliki peluang dua kali lebih besar untuk
melahirkan bayi dengan berat rendah dibandingkan individu dengan IMT
normal. Saat sebelum memasuki masa kehamilan, IMT menggambarkan
perkembangan tubuh dan kecukupan asupan untuk ibu dan bayi.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
64

2. Berat badan ibu bayi saat sedang hamil

Peningkatan asupan untuk memenuhi kebutuhan bayi pasti akan


berdampak pada kenaikan berat badan saat kehamilan. Kenaikan berat
badan berkisar antara 5 kg hingga 18 kg yang disesuaikan dengan status
gizi sebelum hamil, pada individu berbadan normal kenaikan berat badan
yang disarankan sekitar 11 kg hingga 16 kg.

3. Usia Ibu saat sedang hamil


Bayi berat lahir rendah pada umumnya ditemukan pada ibu yang
hamil saat usia remaja. Tubuh seorang perempuan usia remaja belum siap
untuk mengalami kehamilan, hal ini juga dapat disebabkan kecukupan
nutrisi pada usia tersebut. Kehamilan usia remaja yang paling sering
terjadi pada usia 15-19 tahun. Akibatnya, risiko melahirkan berat bayi
lahir rendah menjadi lebih tinggi 50% dibandingkan usia normal untuk
menjalani kehamilan atau sekitar 20-29 tahun.

4. Jarak waktu melahirkan anak


Jika waktu kehamilan terlalu berdekatan dengan waktu melahirkan
anak sebelumnya maka kemungkinan tubuh ibu bayi belum menyimpan
nutrisi yang cukup untuk kehamilan selanjutnya. Kebutuhan nutrisi akan
meningkat saat hamil, dan akan lebih tinggi lagi jika ibu mengalami
kehamilan dan harus memberikan ASI secara bersamaan sehingga
meningkatkan risiko bayi berat lahir rendah. Suatu penelitian di
India menemukan bahwa Ibu yang melahirkan BBLR cenderung memiliki
interval kelahiran yang lebih singkat. Rata-rata BBLR terjadi pada ibu yang
melahirkan dengan jarak hanya 24 bulan dari kelahiran yang sebelumnya.

5. Kondisi kesehatan ibu


Kesehatan ibu saat menjalani kehamilan maupun riwayat kesehatan
sebelum dapat berkontribusi menyebabkan BBLR. Tidak hanya masalah
kesehatan fisik, namun juga kesehatan psikologis ibu. Berikut beberapa
masalah kesehatan ibu yang dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah:
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
65

anemia, riwayat keguguran, penyakit infeksi, komplikasi kehamilan,


paparan alkohol dan asap rokok.

6. Melahirkan bayi kembar

Dengan adanya lebih dari satu bayi dalam kandungan, maka tubuh
akan berusaha lebih keras untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Jika
mengalami kekurangan nutrisi saat kehamilan, ini dapat menyebabkan
berat lahir rendah. Bayi yang lahir kembar juga cenderung memiliki badan
yang lebih kecil karena keterbatasan ruang untuk berkembang saat dalam
kandungan sehingga mereka memiliki berat lahir yang lebih rendah. Ada
baiknya Ibu yang sudah terdeteksi akan memiliki bayi kembar
meningkatkan kecukupan asupan dan meningkatkan berat badan berkisar
antara 14 kg hingga 23 kg agar dapat mengurangi risiko melahirkan bayi
kembar dengan berat lahir rendah. Sedangkan grafik distribusi frekuensi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Puskesmas dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
Grafik 5.22
Distribusi Frekuensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
menurut Puskesmas se-Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 29

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.22 dapat dilihat bahwa Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
ditahun 2018 adalah 0.8% dengan jumlah sebanyak 24 bayi yang BBLR,
persentase BBLR ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 yaitu sebesar
0,2% dari jumlah bayi lahir hidup. Penurunan BBLR di Kabupaten Solok
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
66

Selatan sudah mulai ditekan dengan didapatkannya bahwa dari Tahun


2011 sebesar 7,7% dari jumlah bayi yang lahir hidup.

5.2.5 Cakupan Kunjungan Neonatal 1 (KN1) dan KN Lengkap


Neonatus atau bayi baru lahir (0-28 hari) merupakan kelompok
umur yang memiliki resiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya
kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi resiko tersebut antara lain
dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar
pada kunjungan bayi baru lahir.
Pelayanan kesehatan neonatal sesuai standar adalah pelayanan
kesehatan neonatal saat lahir dan pelayanan kesehatan saat kunjungan
neonatus sebanyak 3 kali. Pelayanan yang diberikan saat kunjungan
neonatus adalah pemeriksaan sesuai standar Manajemen Terpadu Bayi
Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru lahir termasuk
pemberian ASI Eksklusif dan perawatan tali pusat. Untuk kunjungan
neonatal pertama (KN 1), juga dilakukan pemberian vitamin K1 injeksi dan
pemberian imunisasi hepatitis B0 bila belum diberikan pada saat lahir.
Selain KN 1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi
neonatal adalah KN lengkap. Pada gambar berikut terlihat capaian KN
lengkap di Kabupaten Solok Selatan Per Puskesmas Tahun 2018 sebagai
berikut.
Grafik 5.23
Distribusi Frekuensi Cakupan KN Lengkap Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
67

Dari grafik 5.23 diketahui bahwa cakupan KN Lengkap di setiap


puskesmas sudah lumayan bagus karena sudah mencapai lebih dari 99%
dan yang sudah mencapai 100% adalah di puskesmas Pakan Rabaa, Lubuk
Ulang Aling dan Puskesmas Mercu. Secara keseluruhan pencapaian KN
Lengkap Kabupaten Solok Selatan tahun 2018 adalah 99.6%. Capaian KN
Lengkap ini sudah cukup bagus karena sudah melebihi dari target Renstra
Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan yaitu 93.4%.
Sedangkan trend cakupan KN Lengkap di Kabupaten Solok Selatan
dari tahun 2011-2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 5.24
Distribusi Frekuensi Persentase Kunjungan Neonatal Lengkap
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.24 dapat dilihat bahwa cakupan KN lengkap di


Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 sebesar 99,6%, hal ini terjadi
peningkatan dari Tahun 2011 sebesar 88,4%.

5.2.6 Persentase Bayi Eksklusif

ASI Eksklusif sangat penting, didefinisikan oleh World Health


Organization (WHO, 2011) adalah memberikan hanya ASI saja tanpa
memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai
berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun bukan berarti setelah
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
68

pemberian ASI eksklusif pemberian ASI kepada bayi dihentikan, akan tetapi
tetap diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 2 tahun.
Pada tahun 2018 di Kabupaten Solok Selatan memiliki persentase
bayi usia <6 bulan yang mendapatkan Asi Eksklusif masih dibawah target
yaitu 63.6% dengan target 89%. Distribusi Asi Eksklusif dapat dilihat pada
grafik dibawah ini.
Grafik 5.25
Distribusi Frekuensi bayi usia <6 bulan yang mendapatkan Asi
Eksklusif di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.25 diketahui bahwa total bayi yang Asi


Eksklusif adalah 911 bayi dengan sasaran 1.433 bayi atau dengan capaian
63.6%. Capaian ini sangat jauh dari target yang diinginkan. Jadi untuk
selanjutnya sangat diperlukan lagi upaya dari Pemegang Program KIA dan
Gizi baik di Puskesmas mapun Dinas Kesehatan untuk meningkatkan
capaian kinerja Asi Eksklusif ini. Sedangkan trend distribusi frekuensi
persentase pemberian asi eksklusif dari tahun 2011-2018 dapat dilihat
pada grafik berikut ini.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
69

Grafik 5.26
Distribusi Frekuensi Persentase Pemberian ASI Ekslusif
Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2011-2018

Object 31

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.26 dapat dilihat bahwa pencapaian pemberian Asi


Eksklusif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di Kabupaten Solok
Selatan, namun pada tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 63.6%.
Masih rendahnya capaian pemberian ASI Eksklusif pada bayi
dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :

a) Masih gencarnya pemasaran susu formula untuk bayi 0-6 bulan yang
tidak ada masalah medis
b) Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum peduli pada
pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif
c) Masih terbatasnya tenaga konselor ASI
d) Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi dan
kampanye terkait dengan pemberian ASI

5.2.7 Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari – 11


bulan yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh
tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
70

dan perawat) minimal 4 kali. Pelayanan ini meliputi pemberian imunisasi


dasar (BCG, DPT/HB 1-3, Polio 1-4, dan Campak), stimulasi deteksi
intervensi dini tumbuh kembang bayi, pemberian Vitamin A pada bayi, dan
penyuluhan perawatan kesehatan bayi serta penyuluhan ASI Eksklusif, MP-
ASI dan lain-lain.
Indikator cakupan pelayanan kesehatan bayi merupakan penilaian
terhadap upaya peningkatan akses bayi memperoleh pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit,
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan
kualitas hidup bayi. Cakupan pelayanan kesehatan bayi di Kabupaten
Solok Selatan tahun 2018 adalah sebagai berikut:

Grafik 5.27
Distribusi Frekuenis Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.27 diketahui bahwa cakupan pelayanan


kesehatan bayi di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah sebesar
91% masih dibawah target yang ditentukan oleh Renstra Dinas Kesehatan
Kabupaten Solok Selatan yaitu 95%, dengan cakupan pelayanan kesehatan
bayi yang tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Bidar Alam yaitu 97.6% dan
yang terendah adalah di Puskesmas Lubuk Ulang Aling yaitu 78.9%.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
71

Sedangkan trend cakupan pelayanan kesehatan bayi dari tahun 2011-2018


adalah sebagai berikut.
Grafik 5.28
Distribusi Frekuensi Cakupan Pelayanan Kesehatan
Bayi di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.28 diatas dapat dilihat bahwa Cakupan Pelayanan


Kesehatan Kunjungan Bayi di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2011-2018
secara kseseluruhan cenderung mengalami peningkatan yaitu Tahun 2011
sebesar 63,64% dan di tahun 2018 sebesar 91%.

5.2.8 Persentase Desa/ Kelurahan UCI

Tujuan utama kegiatan imunisasi adalah untuk menurunkan angka


kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) yaitu merupakan penyakit-penyakit menular yang sangat potensial
untuk menimbulkan wabah dan kematian terutama pada balita dan dapat
berakibat pada kecacatan dan kematian. Dalam kegiatan imunisasi ini
terdapat indikator Cakupan Imunisasi Kabupaten Solok Selatan dengan
Jorong Universal Child Immunization (UCI) yang diukur sesuai dengan
indikator pada SPM Nasional dengan tujuan sebagai upaya untuk
pencegahan penyakit dan menambah kekebalan/antibody bagi bayi (0-11
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
72

bulan). Berikut ini adalah grafik trend cakupan UCI di Kabupaten Solok
Selatan dari tahun 2011-2018.

Grafik 5.29
Distribusi Frekuensi Uviversal Child Imunization (UCI)
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 33

Sumber: Seksi Surveilans dan Imunisasi Tahun 2018

Dari grafik 5.29 diketahui bahwa capaian UCI pada tahun 2018 sama
dengan tahun 2017 yang UCI nya mencapai 100% yang artinya bahwa
sebanyak 272 Jorong dengan 47 Nagari  80% dari jumlah bayi yang ada di
nagari tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap (0-11 bulan)
yaitu BCG, DPT- HB 3, Polio 4 dan Campak dalam waktu satu tahun. Desa
UCI di Kabupaten Solok Selatan terjadi peningkatan dari tahun
ketahunnya, ditandai dengan tahun 2011 sebesar 47,69% dan tahun 2018
sebesar 100%.
Keberhasilan dalam peningkatan pencapaian kinerja ini tidak lepas
dari peran aktif dari tenaga kesehatan dan kader posyandu dilapangan
serta lintas sektor terkait, meskipun Kabupaten Solok Selatan memiliki
wilayah atau daerah yang sulit dijangkau tetap melakukan koordinasi
dalam melakukan kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak, Imunisasi dan
penyuluhan disetiap posyandu serta melakukan sweeping/kunjungan ke
rumah-rumah penduduk yang tidak dapat datang membawa anak bayinya
ke posyandu.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
73

Sedangkan untuk capaian imunisasi dasar lengkap tahun 2018 dapat


dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 5.30
Distribusi Frekuensi Persentase Imunisasi Dasar Lengkap
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Surveilans dan Imunisasi Tahun 2018

Pencapaian Imunisasi Dasar Lengkap 96.7% (3.349 Anak) tahun 2018


hasil ini tercapai karena target 95% (3.463 Anak) yang telah ditetapkan
pada Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan. Pencapaian ini di
dapat dari hasil kerjasama lintas program dan lintas sektor yang terlibat
seperti dari lintas program : program KIA, promkes dan program imunisasi
serta pelayanan kesehatan yang saling mendukung terhadap kegiatan
pelaksanaan imunisasi di tingkat posyandu. Sedangkan di lintas sektor
seperti PKK setiap pencanangan HKG PKK KB-Kes selalu mengikutsertakan
program imunisasi untuk di gencarkan di sektor posyandu. Melalui
kegiatan penyuluhan di tingkat kecamatan setiap puskesmas selalu
menganggarkan pelaksanaan sweeping bagi sasaran imunisasi yang sulit di
jangkau dan di tingkat Kabupaten melakukan kegiatan pelayanan
kesehatan daerah terpencil (yankesdacil).
Sedangkan trend distribusi capaian imunisasi dasar lengkap bayi dari
taun 2011-2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
74

Grafik 5.31
Distribusi Frekuensi Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap Bayi
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 35

Sumber: Seksi Surveilans dan Imunisasi Tahun 2018

Dari grafik 5.31 diatas dapat dilihat bahwa cakupan imunisasi dasar
lengkap di Kabupaten Solok Selatan mengalami penurunan dibanding
Tahun 2017 sebesar 97,21% menjadi 96.7% pada tahun 2018.
Terdapat beberapa sarana dan prasarana yang digunakan pada
pelayanan imunisasi ini yaitu:
 Chold Chain terdiridari 17 buah.
 VaccinCarier 236 buah
 Cold Pack sebanyak 558 buah
Dalam kegiatan imunisasi ini masih terdapat masalah yaitu masih
ada daerah yang sulit dijangkau untuk pelaksanaan imunisasi sesuai
jadwal yang telah ditetapkan. Maka diperlukan solusi tindak lanjut
perbaikan masalah ini adalah dengan melakukan pelayanan kesehatan
daerah terpencil dan sweeping ulang bagi sasaran yang masih belum
mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

5.2.9 Cakupan Imunisasi Campak/ MR pada Bayi


Cakupan Imunisasi Campak/ MR pada Bayi merupakan Cakupan
(jumlah dan persentase) bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan 1 dosis
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
75

imunisasi campak/MR. Berikut ini adalah grafik cakupan imunisasi


campak/ MR pada bayi pada tahun 2018.

Grafik 5.32
Cakupan imunisasi campak/MR pada bayi di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Object 37

Sumber: Seksi Surveilans dan Imunisasi Tahun 2018

Dari grafik 5.32 dapat dilihat bahwa cakupan imunisasi campak/ MR


pada bayi di Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2018 adalah 27.1%.
Cakupan imunisasi campak/ MR yang tinggi adalah di Puskesmas Pakan
Selasa (53.7%) dan cakupan imunisasi campak/ MR yang paling rendah
adalah di Puskesmas Bidar Alam (5.6%).
Beberapa penyebab masih rendahnya cakupan imunisasi Campak/
MR ini adalah sebagai berikut:
 Ketakutan masyarakat akan KIPI masih banyak.
 Masyarakat masih banyak yang menolak karena pengaruh kehalalan
vaksin.
 Belum optimalnya peran lintas program/ lintas sektor.
Sebagai solusi dari hambatan ini adalah:
 Sosialisasi dilanjutkan diseluruh Pos MR.
 Dengan keluarnya fatwa MUI yang baru kembali dibuat jadwal ulang
pelaksanaan disekolah.
 Advokasi lintas sektor makin ditingkatkan.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
76

5.2.10 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi dan Anak Balita


Tujuan pemberian kapsul Vitamin A adalah untuk menurunkan
prevalesi dan mencegah kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita. Kapsul
Vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pada
masyarakat apabila cakupannya tinggi. Bukti lain menunjukkan peranan
Vitamin A dalam menurunkan angka kematian yaitu sekitar 30-54 persen,
maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih
dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan
anak.
Sasaran pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi adalah bayi (6-11
bulan) diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI, anak balita (12-59 bulan)
diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, dan ibu nifas diberikan kapsul
vitamin A 200.000 SI, sehingga diharapkan bayinya akan memperoleh
vitamin A yang cukup melalui ASI. Pada bayi (0-11 bulan) diberikan pada
bulan Februari dan Agustus, dan untuk anak balita diberikan sekali 6
bulan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus. Berikut ini adalah
grafik cakupan pemberian vitamin A pada bayi (6-11 bulan) di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2016-2018.

Grafik 5.33
Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pemberian Vitamin A
pada Bayi (6-11 bulan) di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018

Object 39

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
77

Dari grafik 5.33 diketahui bahwa Distribusi Frekuensi Persentase


Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi (6-11 bulan) di Kabupaten Solok
Selatan mengalami peningkatan dari tahun 2016-2018 mengalami
peningkatan dari 96.06% pada tahun 2016 menjadi 99.3% pada tahun
2018. Sedangkan Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pemberian
Vitamin A pada Anak Balita (12 – 59 bulan) di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 5.34
Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pemberian Vitamin A
pada Anak Balita (12 – 59 bulan) di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018

Object 41

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.34 diketahui bahwa distribusi frekuensi cakupan


pemberian vitamin A pada anak balita (12-59 bulan) dari tahun 2016-2018
cenderung mengalami peningkatan dari 86.71% pada tahun 2016 menjadi
99.6% pada tahun 2018.
Grafik 5.35
Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pemberian Vitamin A
pada Balita (6 – 59 bulan) di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
78

Object 43

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.35 diketahui bahwa persentase cakupan pemberian vitamin A


pada Balita (6-59 bulan) di Kabupaten Solok Selatan cenderung mengalami
peningkatan dari tahun 2016 sebesar 86.71% menjadi 99.5% pada tahun 2018.

5.2.11 Cakupan Pelayanan Kesehatan Balita

Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan yang


dilakukan oleh tenaga kesehatan pada anak usia 12-59 bulan dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup anak balita diantaranya adalah melakukan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan dan stimulasi tumbuh
kembang pada anak dengan menggunakan instrument SDIDTK, pembinaan
posyandu, pembinaan anak pra sekolah, dan konseling keluarga pada kelas
ibu balita dengan memanfaatkan buku KIA,pemantauan anak balita dengan
pemberian ASI sampai 2 tahun, makanan gizi seimbang dan vitamin A.
Cakupan pelayanan kesehatan anak balita dengan minimal 8 kali
mendapat pelayanan kesehatan di Kabupaten Solok Selatan terjadi
kecenderungan peningkatan dari Tahun 2016 – 2018. Hal tersebut dapat
dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 5.36
Distribusi Frekuensi Pelayanan Kesehatan Minimal 8 Kali
Anak Balita (12-59 Bulan) di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
79

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.36 dapat dilihat bahwa Distribusi Frekuensi


Pelayanan Kesehatan Minimal 8 Kali Anak Balita (12-59 Bulan) di
Kabupaten Solok Selatan cenderung mengalami peningkatan dari tahun
2016-2018 dengan capaian 41.43% pada tahun 2016 menjadi 87.7% pada
tahun 2018.

5.2.12 Persentase Balita Ditimbang


Cakupan penimbangan Balita di Posyandu (D/S) merupakan
indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita,
cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi serta
penanganan prevalensi gizi kurang pada balita. Balita yang naik berat
badannya adalah balita yang ditimbang di Posyandu maupun diluar
Posyandu yang berat badan balita tersebut naik pada kurun waktu
tertentu. Berikut ini adalah grafik persentase balita ditimbang dari tahun
2016 s/d 2018.
Grafik 5.37
Distribusi Frekuensi Persentase Balita Ditimbang
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
80

Object 45

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.37 diketahui bahwa selama 3 tahun terakhir terjadi


peningkatan cakupan balita ditimbang karena pada tahun 2016 cakupan
D/S di Kabupaten Solok Selatan baru mencapai 84,02%, pada tahun 2017
terjadi peningkatan dengan capaian sebesar 86,58% dan pada tahun 2018
mencapai 87%.

5.2.13 Persentase Balita Gizi Kurang (BB/Umur), Pendek (TB/U) dan Kurus
(BB/TB)

Terdapat beberapa tipe yang menunjukkan status gizi anak yang


kurang yaitu:

 Balita Gizi Kurang adalah Status gizi yang didasarkan pada indeks
berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan gabungan dari
istilah gizi buruk dan gizi kurang dengan Z score < -2 standar deviasi.

 Balita Pendek adalah Status gizi yang didasarkan pada indeks tinggi
badan menurut umur (TB/U) yang merupakan gabungan dari istilah
sangat pendek dan pendek dengan Z score < -2 standar deviasi.

 Balita Kurus adalah Status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang merupakan gabungan dari
istilah sangat kurus dan kurus dengan Z score < -2 standar deviasi.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
81

Berikut ini adalah grafik balita gizi kurang yang terdistribusi di


wilayah kerja Puskesmas se Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2018.

Grafik 5.38
Distrubusi Frekuensi Balita Gizi Kurang (BB/U)
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.38 diketahui distribusi frekuensi balita gizi kurang yang
tertinggi adalah di Puskesmas Bidar Alam 7.6% dan di Puskesmas Lubuk
Ulang Aling tidak terdapat kasus balita gizi kurang pada tahun 2018.

Grafik 5.39
Distrubusi Frekuensi Balita Kurus (BB/TB)
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
82

Grafik 5.39 menunjukkan distribusi frekuensi balita kurus di


Kabupaten Solok Selatan di ketahui bahwa cakupan balita kurus di
Kabupaten Solok Selatan adalah 3.4% dengan yang terbanyak adalah di
Puskesmas Pakan Selasa 8.1% dan yang paling sedikit di Puskesmas
Pakan Rabaa yaitu 0.3%.
Grafik 5.40
Distrubsi Frekuensi Balita Stunting (TB/U)
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.40 diketahui bahwa cakupan balita stunting di


Kabupaten Solok Selatan tahun 2018 adalah 16.46% sedangkan target
stunting pada tahun 2018 adalah 20%. Cakupan stunting pada tahun 2018
memang masih dibawah target namun bila ditinjau dari cakupan pada
wilayah kerja puskesmas terdapat 4 puskesmas yang melebihi target 20%
dan yang tertinggi adalah puskesmas muaralabuh 35.41% yang sangat
perlu menjadi perhatian pemegang program gizi di Dinas Kesehatan dan
Puskesmas Muaralabuh. Stunting merupakan masalah gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya
karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi
mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua
tahun.
Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam
kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran).
Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi,
rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
83

dan sumber protein hewani. Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik
terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga
menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi
yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di
masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan
tubuh dan otak anak. Hasil Riskesdas 2013 menyebutkan kondisi
konsumsi makanan ibu hamil dan balita tahun 2016-2017 menunjukkan di
Indonesia 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7 dari 10 ibu hamil kurang kalori
dan protein, 7 dari 10 Balita kurang kalori, serta 5 dari 10 Balita kurang
protein. Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi
pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran
anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap
pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari
buah dan sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula
kecukupan gizi remaja perempuan agar ketika dia mengandung ketika
dewasa tidak kekurangan gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan
untuk menciptakan akses sanitasi dan air bersih.
Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensi Balita Stunting di
Kabupaten Solok Selatan tahun 2011-2018.

Grafik 5.41
Distribusi Frekuensi Balita Stunting (TB/U)
Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
84

Dari grafik 5.41 dapat dilihat bahwa jumlah balita stunting di


Kabupaten Solok Selatan tahun 2018 adalah 1.792 (16.5%) terjadi
peningkatan dibanding tahun 2017 (14.6%) walaupun masih dibawah target
yaitu 20%. Balita stunting banyak terjadi di Muara Labuh (672 balita) dan
yang paling sedikit di Lubuk Ulang Aling (3 balita). Terlihat dari sebaran
kasus stunting terdapat sebaran kasus yang tidak merata bahkan nampak
variasi datanya cukup besar. Hal ini menjadikan berbagai asumsi yang
menyatakan bahwa apakah kevaliditan data bisa dipertanggungjawabkan
atau tidak dan bisa saja hal ini karena teknik pengukuran dan alat
pengukuran yang digunakan tidak valid. Untuk itu diharapkan pada tahun
berikutnya diperlukan kalibrasi alat untuk semua posyandu berkaitan
dengan pengukuran balita stunting sehingga data yang diambil memang
betul-betul valid.

5.2.14 Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa Kelas 1 SD/MI. 7 SMP/ MTS.


Dan 10 SMA/MA

Penjaringan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan


pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap siswa kelas 1 SD atau
setingkat untuk memilih siswa yang mempunyai masalah kesehatan agar
segera mendapatkan penanganan sedini mungkin. Kegiatan tersebut
meliputi pemeriksaan kesehatan dalam penjaringan kesehatan siswa yang
terdiri dari pemeriksaan kebersihan perorangan (rambut, kulit dan kuku),
pemeriksaan status gizi melalui pengukuran antropometri, pemeriksaan
ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran), pemeriksaan kesehatan
gigi dan mulut, pemeriksaan laboratorium untuk anemia dan cacingan,
pengukuran kebugaran jasmani dan deteksi dini masalah mental
emosional.
Cakupan penjaringan kesehatan pada siswa SD atau sederajat di
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 5.42
Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pelayanan Kesehatan
Penjaringan pada Siswa/I Baru SD sederajat
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
85

Di Kabupaten Solok Selatan


Tahun 2018

Sumber: Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.42 diketahui bahwa Cakupan Pelayanan Kesehatan


Penjaringan pada Siswa/I Baru SD sederajat Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018 adalah 97.3% dan yang mencapai target adalah di Puskesmas
Abai, Lubuk Ulang Aling, Mercu dan Talunan sedangkan 5 puskesmas
lainnya sedikit lagi mencapai target.

Grafik 5.43
Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pelayanan Kesehatan
Penjaringan pada Kelas 7 SMP/MTS sederajat
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2018

Sama halnya dengan grafik 5.42 diketahui bahwa cakupan pelayanan


kesehatan penjaringan pada Kelas 7 SMP/ MTS Sederajat di Kabupaten Solok
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
86

Selatan Tahun 2018 yang sudah mencapai target adalah di Puskesmas Abai,
Lubuk Ulang Aling. Mercu dan Talunan. Sedangkan 5 puskesmas lainnya sedikit
lagi bisa 100%. Sedangkan capaian cakupan pelayanan kesehatan penjaringan
pada Kelas 7 SMP/ MTS Sederajat di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
keseluruhan adalah 97.1%.

Grafik 5.44
Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pelayanan Kesehatan
Penjaringan pada Siswa Kelas 10 SMA/MA sederajat
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2018

Berdasarkan grafik 5.44 cakupan pelayanan kesehatan penjaringan


pada Siswa Kelas 10 SMA/MA sederajat di Kabupaten Solok Selatan tahun
2018 adalah 92.91% dan yang sudah mencapai 100% adalah di Puskesmas
Muaralabuh, Abai, Lubuk Ulang Aling, Mercu dan Talunan. Sedangkan 4
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
87

puskesmas lainnya yaitu Pakan Rabaa, Pakan Selas, Lubuk Gadang, dan
Bidar Alam belum mencapai 100%.

5.2.15 Penanganan Kesehatan pada Usia Pendidikan Dasar


Penanganan kesehatan pada usia penddidikan dasar merupakan
bagian dari kegiatan penjaringan kesehatan. Cakupan penanganan
kesehatan pada usia pendidikan dasar di Kabupaten Solok Selatan Tahun
2018 sudah mencapai 100% dengan jumlah sekolah SD/ MI sebanyak 149
sekolah, 42 SMP MTS, dan 20 SMA/ MA.

5.3. KESEHATAN USIA PRODUKTIF DAN USIA LANJUT


5.3.1 Pelayanan kesehatan usia produktif
Pelayanan Kesehatan Usia Produktif merupakan Penduduk usia 15–
59 tahun yang mendapat pelayanan skrining kesehatan sesuai standar di
wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun. Pelayanan kesehatan
sesuai standar meliputi:
a. Deteksi kemungkinan Obesitas.
b. Deteksi Hipertensi.
c. Deteksi kemungkinan Diabetes Melitus.
d. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.
e. Pemeriksaan ketajaman pendengaran.
f. Deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim.

Berikut ini adalah grafik pelayanan kesehatan usia produktif tahun 2018 .

Grafik 5.45
Distribusi Frekuensi Persentase Cakupan Pelayanan Kesehatan Usia
Produktif Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
88

Sumber: Seksi P2TM dan Kesehatan Jiwa Tahun 2018

Dari grafik 5.45 diketahui bahwa cakupan pelayanan usia produktif


di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah 11.56%. Data pelayanan
kesehatan pada usia produktif didapat dari data Posbindu PTM dengan
sasaran 107.256 jiwa sedangkan jumlah penduduk usia 15-59 tahun yang
mendapat pelayanan skrining kesehatan sesuai standar baru mencapai
12.400 jiwa. Capaian kinerja ini masih cukup rendah maka diharapkan
ditahun berikutnya cakupan pelayanan kesehatan usia produktif di
Kabupaten Solok Selatan mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan pengunjung Posbindu PTM melalui upaya promosi kesehatan
agar masyarakat mau melakukan skrining kesehatan.

5.3.2 Pelayanan kesehatan usia lanjut (60+ tahun)


Pelayanan kesehatan usia lanjut (60+ tahun) adalah Pelayanan
kesehatan untuk warga negara usia 60 tahun ke atas yang mendapat
skrining kesehatan sesuai standar minimal 1 kali dalam setahun pada satu
wilayah kerja dan kurun waktu tertentu.
Komponen skrining kesehatan yang dilakukan pada usia lanjut terdiri dari:
a. Deteksi hipertensi dengan mengukur tekanan darah
b. Deteksi diabetes melitus dengan pemeriksaan kadar gula darah
c. Deteksi kadar kolesterol dalam darah
d. Pemeriksaan tingkat kemandirian usia lanjut
Berikut ini adalah grafik Pelayanan kesehatan usia lanjut (60+ tahun) di
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
89

Grafik 5.46
Distribusi Frekuensi Persentase Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut
(60 tahun +) di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2018

Dari grafik 5.46 dapat dilihat bahwa persentase pelayanan kesehatan


pada Usia Lanjut di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah 32.88%.
Cakupan ini cukup rendah, karena menurunnya kunjungan lansia ke
posyandu lansia. Cakupan yang terendah adalah di Puskesmas Pakan
Rabaa (9.88%) dan yang paling tinggi adaah di Puskesmas Pakan Selasa
(67.83%). Diharapkan pada tahun berikutnya cakupan pelayanan
kesehatan usia lanjut mengalami peningkatan melalui upaya promosi
kesehatan karena pada usia lanjut merupakan usia yang rentan mengalami
gangguan kesehatan sehingga dengan peningkatan cakupan pelayanan
kesehatan usia lanjut maka segala penyakit yang mengganggu kesehatan
usia lanjut dapat terdeteksi secara dini.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
90

BAB VI
PENGENDALIAN PENYAKIT

6.1 PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR LANGSUNG


6.1.1 Persentase Orang dengan Terduga TBC yang Mendapatkan
Pelayanan Kesehatan Sesuai Standar

Tuberkulosis disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria,


umumnya Mycobacterium tuberculosis disingkat “MTBC". Tuberkulosis
biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
91

tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang


dengan infeksi TBC aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah
mereka melalui udara. Infeksi TBC umumnya bersifat asimtomatik
dan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang
berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka
lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Orang dengan Terduga TBC merupakan seseorang yang
menunjukkan gejala batuk > 2 minggu disertai dengan demam tinggi.
Sasaran terduga TBC dihitung berdasarkan hasil survei prevalensi TBC dan
hasil inventory study yang ditetapkan Kepala Daerah. Orang yang terduga
tuberkulosis wajib mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
dengan penegakan diagnosis tuberkulosis melalui pemeriksaan
bakteriologis dan klinis, dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya atau di
rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut serta
dilakukan pengobatan sesuai standar jika dinyatakan tuberkulosis. Pada
tahun 2018 di Kabupaten Solok Selatan terdapat 262 kasus tuberkulosis
yang dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 6.1
Orang Terduga TBC yang Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Sesuai
Standar Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
92

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Berdasarkan grafik 6.1 diketahui bahwa Orang terduga TBC yang


mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar di Kabupaten Solok
Selatan adalah 1.428 Orang (100%), yang terbanyak terduga adalah di
Puskesmas Muaaralabuh 354 orang terduga TBC. Dari 1.428 orang
terdapat 262 kasus TBC di Kabupaten Solok Selatan.

6.1.2 Case Notification Rate seluruh kasus TBC


Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Micobacterium tuberculosis.Penyakit ini dapat menyebar
melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TBC. Bersama dengan
malaria dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang
pengendaliannya menjadi komitmen global. Berikut ini adalah grafik jumlah
semua kasus tuberkulosis di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.

Grafik 6.2
Semua Kasus TBC yang Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Sesuai
Standar Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
93

Object 47

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Grafik 6.2 menggambarkan jumlah kasus Tuberkulosis pada tahun


2018 di Kabupaten Solok Selatan adalah 262 kasus, yang terbanyak adalah
di RSUD Solok Selatan sebanyak 186 kasus dan yang paling sedikit di
Puskesmas Talunan sebanyak 1 kasus.
Pada tahun 2018 Angka Notifikasi kasus TBC/Case NotificationRate
(CNR) seluruh kasus TBC yang merupakan jumlah semua kasus
tuberkulosis yang diobati dan dilaporkan di antara 100.000 penduduk yang
ada di suatu wilayah adalah sebesar 155.57 per 100.000 penduduk.

6.1.3 Case Detection Rate TBC

Case Detection Rate (CDR) adalah jumlah semua kasus tuberkulosis


yang diobati dan dilaporkan di antara perkiraan jumlah semua kasus
tuberkulosis (insiden). Perkiraan jumlah semua kasus tuberkulosis dihitung
dengan menggunakan pemodelan mathematic. Pada tahun 2018 terdapat
262 kasus TB dengan perkiraan kasus TBC yang dihitung dengan
pemodelan mathematic sebesar 730 sehingga didapatkan cakupan Case
Detection Rate (CDR) adalah 35.9%. Sedangkan target yang diharapkan
adalah 50%.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya Case Detection Rate


dapat berupa :
a) Kesulitan saat mengeluarkan dahak meskipun telah dibantu
dengan pemberian mukolitik ekspektoran. Hal tersebut biasanya
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
94

ada pada penderita TBC yang pada umumnya telah melakukan


pengobatan dengan obat anti tuberkulosisis.
b) Program TBC hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF)
untuk menjaring kasus TBC.
c) Penerapan serta pengupayaan estimasi prevelensi kasus BTA
posistif TBC dengan keseluruhan serta merata.
d) Penjaringan terlalu longgar.
e) Kesulitan dalam memperoleh dahak untuk pemeriksaan diagnostik
baik pada dewasa maupun anak perlu segera diatasi. Perlu dicari
prosedur alternatif pemeriksaan dahak yang bisa dilakukan di
tingkat primer.
Sehingga upaya untuk menggerakkan partisipasi masyarakat terhadap
TBC perlu dilakukan sejak dini. Misalnya saja, status Posyandu Mandiri
dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus
Penanggulangan TBC untuk meningkatkan penjaringan kasus di tingkat
akar rumput.
Target dari pencarian kasus CDR ditentukan berdasarkan estimasi
prevelensi TBC sebesar 107 kasus/ 100.000 penduduk. Pendekatan yang
dilakukan juga berdasarkan keakuratan, sehingga menyebabkan target
jumlah kasus BTA positif terlalu tinggi (atau sebaliknya terlalu rendah)
untuk suatu provinsi, kota, kabupaten, maupun kecamatan.

6.1.4 Cakupan Kasus Penemuan TBC Anak


Cakupan Kasus Penemuan TBC Anak adalah jumlah seluruh kasus
tuberkulosis anak yang ditemukan di antara perkiraan jumlah kasus
tuberkulosis anak yang ada disuatu wilayah dalam periode tertentu.
Perkiraan jumlah kasus tuberkulosis anak adalah 12% dari perkiraan
jumlah semua kasus tuberkulosis (insiden) yang ada di masing-masing

kabupaten/kota. Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensi kasus


penemuan TBC anak di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.

Grafik 6.3
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
95

Distribusi Frekuensi Kasus Penemuan TBC Anak


Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Berdasarkan grafik 6.3 diketahui jumlah kasus TBC anak adalah


111 kasus dengan cakupan penemuan TBC anak sebesar 126.7% yang
artinya cakupan penemuan kasus TBC anak sudah bagus. Adanya inisiatif
orang tua yang ingin segera memeriksakan anaknya langsung ke spesialis
anak dan dilakukan pemeriksaan Mantuk Test dan Rontgen dengan cara
melihat sebaran ruam lingkaran merah pada bagian tangan anak sejauh
5cm.

6.1.5 Angka Kesembuhan (Cure Rate) TBC Paru Terinformasi


Bakteriologis

Angka Kesembuhan Penderita TBC Paru BTA+ (cure rate) adalah


Persentase kasus TBC Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang sembuh
dibandingkan persentase kasus TBC Terkonfirmasi Bakteriologis yang
diobati dan dilaporkan pada kohort yang sama. Berikut ini adalah grafik
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
96

trend angka kesembuhan penderita TBC Paru Terinformasi Bakteriologis


dari tahun 2011-2018.
Grafik 6.4
Distribusi Frekuensi Angka Kesembuhan (Cure Rate) Penderita TBC +
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 49

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.4 dapat dilihat bahwa di Tahun 2018 terjadi


peningkatan angka kesembuhan pada penderita TBC dengan besaran
67.2% dibandingkan tahun 2017 sebesar 20.36%. Angka kesembuhan ini
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017.

6.1.6 Angka Pengobatan Lengkap (Complete Rate) Semua Kasus


Tuberculosis

Angka pengobatan lengkap (complete rate) adalah pasien tuberkulosis


yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah
satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa
ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan. Angka
pengobatan lengkap merupakan persentase semua kasus TBC yang
mendapatkan pengobatan lengkap dibandingkan persentase semua kasus
TBC yang diobati dan dilaporkan pada tahun yang sama. Berikut ini adalah
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
97

grafik pengobatan lengkap (complete rate) di Kabupaten Solok Selatan pada


tahun 2018.
Grafik 6.5
Distribusi Frekuensi Angka Pengobatan Lengkap (Complete Rate)
Semua Kasus Tuberculosis Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Berdasarkan grafik 6.5 diketahui bahwa angka pengobatan lengkap di


Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2018 adalah 76.60%. Capaian kinerja
yang sudah mencapai target 100% adalah di puskesmas Mercu sebanyak
10 pasien TBC, di RSUD Solok Selatan capaiannya 88.50% dengan
cakupan pengobatan lengkap pada tahun 2017 sebanyak 100 kasus dari
113 kasus TBC. Sedangkan pada Puskesmas Lubuk Ulang Aling memang
tidak ada kasus TBC pada tahun 2017 sedangkan pada Puskesmas
Talunan tidak mencapai pengobatan lengkap dari 2 pasien TBC di tahun
2017 sehingga cakupannya 0 yang terlaporkan pada tahun 2018. Angka
pengobatan lengkap ini belum mencapai target 90%.

6.1.7 Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate) Semua Kasus


TBC

Angka keberhasilan pengobatan Succes Rate/SR adalah Jumlah


pasien tuberkulosis semua kasus yang sembuh dan pengobatan lengkap
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
98

diantara semua kasus tuberkulosis yang diobati dan dilaporkan. Angka


keberhasilan pengobatan lengkap dihitung dengan persentase jumlah
semua kasus TBC yang sembuh dan pengobatan lengkap dibandingkan
jumlah semua kasus TBC yang diobati dan dilaporkan. Distribusi Frekuensi
Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan TBC+ Di Kabupaten Solok
Selatan Tahun 2011-2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 6.6
Distribusi Frekuensi Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan TBC+
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 51

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.6 dapat dilihat bahwa angka keberhasilan pengobatan


pasien TBC BTA Positif di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 sebesar
93.2%. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan keberhasilan
pengobatan pasien TBC BTA positif dari tahun 2011 s/d 2018.

6.1.8 Jumlah kematian selama pengobatan tuberkulosis

Jumlah kematian selama pengobatan tuberkulosis adalah jumlah


pasien tuberkulosis yang meninggal oleh sebab apapun selama masa
pengobatan tuberkulosis. Pada tahun 2018 sebanyak 7 kematian (3%)
selama pengobatan TBC yang distribusinya dapat lihat pada grafik berikut
ini:

Grafik 6.7
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
99

Distribusi Frekuensi Jumlah Kematian Selama Pengobatan


Tuberkulosis Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.7 diketahui bahwa jumlah kematian pasien TBC


sebanyak 7 kematian yaitu 2 Puskesmas Lubuk Gadang, 2 Puskesmas Abai,
dan masing –masing 1 kematian pada Puskesmas Pakan Rabaa, Muara
Labuh, dan Talunan. Persentase jumlah kematian yang tertinggi adalah di
Puskesmas Talunan sebesar 50% karena dari 2 pasien TBC ditemukan 1
pasien yang meninggal, pada Puskesmas Abai terdapat 2 kematian pasien
TBC dari 12 kasus TBC dan 1 kematian pada Puskesmas Muaralabuh dari
7 kasus TBC.
Distribusi frekuensi angka kematian kasus TBC selama pengobatan di
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2011-2018 dapat dilihat pada grafik
berikut ini:

Grafik 6.8
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
100

Distribusi Frekuensi Angka Kematian Kasus TBC selama Pengobatan


Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.8 dapat dilihat bahwa angka kematian selama


pengobatan pada pasien TBC+ di Tahun 2018 adalah 4.15 per 100.0000
penduduk (7 kematian) lebih tinggi dibandingkan Tahun 2017 sebesar 1,21
per 100.000 penduduk (2 kematian). Faktor penyebab kematian pasien TBC
adalah terjadinya penyakit penyerta lain pada pasien TBC contohnya
Disamping penyakit TB Penderita juga menderita penyakit lain seperti
disamping TB pasien juga mengidap penyakit DM dan penyakit lainnya.

6.1.9 Persentase penemuan penderita pneumonia pada balita


Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru
(alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan
atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-
anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun atau orang
yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). ISPA,
khususnya pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia terutama pada balita.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
101

Secara normal frekuensi nafas pada bayi umur 2-11 bulan sebanyak
60 kali permenit atau lebih, sedang pada anak umur 1-5 tahun sebanyak
40 kali permenit atau lebih. Jumlah penemuan kasus pneumonia pada
Balita Tahun 2018 sebanyak 57 kasus dari 578 perkiraan pneumonia
balita (10%), tahun 2017 sebanyak 58 kasus (8,11%), Tahun 2016 sebanyak
46 kasus (6,44%), Tahun 2015 sebanyak 80 kasus (4,39%), Tahun 2014
sebanyak 44 kasus (2,8%), Tahun 2013 sebanyak 94 kasus (6,4%), Tahun
2012 sebanyak 24 kasus (1,6%) dan Tahun 2011 sebanyak 5 kasus (0,4%)
seluruh kasus yang ditemukan ditangani, sebagaimana dapat dilihat pada
grafik berikut ini
Grafik 6.9
Distribusi Frekuensi Persentase Penemuan Pneumonia
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 53

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.9 diketahui bahwa persentase penemuan pneumonia di


Kabupaten Solok Selatan mengalami peningkatan dari tahun 2011- 2018
yaiyu dari 0.4% pada tahun 2011 menjadi 10% pada tahun 2018. Capaian
kinerja ini sudah cukup bagus karena secara ideal penemuan kasus
pneumonia balita secara dini ini di pelayanan kesehatan dasar harus
diupayakan dalam hal penatalaksanaan kasus dan rujukan dengan danya
keterpaduan dengan lintas program melalui pendekatan MTBS di
puskesmas serta penyediaan obat dan peralatan untuk puskesmas
perawatan. Diharapkan untuk tahun berikutnya cakupan penemuan
pneumonia balita ini terus mengalami peningkatan.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
102

6.1.10 Puskesmas Yang Melakukan Tatalaksana Standar Pneumonia


Minimal 60%

Semua puskesmas sudah melakukan tatalaksana standar


pneumonia minimal 60% dengan capaian 100%, artinya semua pasien
pneumonia yang berobat ke puskesmas sudah dilayani sesuai dengan
prosedur penatalaksanaan pasien pneumonia.

6.1.11 Jumlah Kasus HIV Dan AIDS

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


infeksi Human Immunodefisiensy Virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh. infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan
kekebalan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam
penyakit lain. Seperti yang kita ketahui bahwa tubuh manusia memiliki sel
darah putih (limfosit) yang berguna sebagai pertahanan tubuh dari
serangan virus atau bakteri. Virus HIV yang masuk tubuh manusia dan
dapat melemahkan bahkan mematikan sel darah putih dan memperbanyak
diri sehingga melemahkan sIstem kekebalan tubuh (CD4) . Dalam Kurun
waktu 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV, seseorang dengan HIV Positif jika
tidak meminum obat anti retroviral (ARV) akan mengalami kumpulan gejala
infeksi opportunistik yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh
akibat tertular virus HIV, yang disebut AIDS. Sehingga diharapkan pasien
yang divonis mengidap HIV harus meminum obat ARV yang mampu
menekan jumlah virus HIV didalam darah sehinggga kekebalan tubuh
(CD4) dapat dipertahankan.
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan
sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat
diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counseling, and
Testing (VCT), sero survey, dan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku
(STBCP).
Beberapa gambaran tentang kasus HIV/AIDS di Kabupaten Solok
Selatan dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
103

Grafik 6.10
Distribusi Frekuensi Kasus HIV/AIDS
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 55

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.10 diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus HIV
hingga Tahun 2018 sebanyak 19 orang dan kasus AIDS sebanyak 12 orang.

Grafik 6.11
Distribusi Frekuensi Kasus HIV menurut Kelompok Umur
Di Kabupaten Solok Selatan Sampai
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.11 Distribusi frekuensi HIV menurut Kelompok Umur


yang banyak terjadi adalah di usia 25-49 tahun (11 kasus) dan usia 20-24
tahun (6 kasus) yang terjadi pada usia produktif.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
104

Grafik 6.12
Distribusi Frekuensi Kasus AIDS menurut Kelompok Umur
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.12 diatas dapat dilihat bahwa kelompok umur kasus
AIDS berada pada umur 25 – 49 tahun (11 kasus) dan usia 20-24 tahun (1
kasus), dapat dikatakan bahwa sama halnya dengan HIV, kasus AIDS ini
juga banyak terjadi dikelompok umur produktif dan bekerja wiraswasta.

6.1.12 Jumlah Kematian Karena AIDS


Sampai tahun 2018 jumlah kematian karena AIDS adalah 9 orang.
Ada beberapa tahapan infeksi hingga HIV kemudian berkembang menjadi
AIDS.
1. Tahap pertama (periode jendela)
a. HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibodi dalam
darah.
b. Penderita HIV tampak dan merasa sehat.
c. Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.
d. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.
2. Tahap kedua
a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh.
b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi
yang mulai terbentuk.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
105

c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya


tahan. Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di
negara berkembang, durasi tersebut lebih pendek.
3. Tahap ketiga
a. Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan sistem
kekebalan tubuh yang semakin menurun.
b. Mulai muncul gejala infeksi oportunistis, misalnya pembengkakan
kelenjar limfa atau diare terus-menerus.
c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada
daya tahan tubuh penderita.
4. AIDS
a. Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.
b. Sistem kekebalan tubuh semakin turun.
c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi
penderita semakin parah. Pada tahap ini, penderita harus
secepatnya dibawa ke dokter dan menjalani terapi anti-retroviral
virus (ARV). Terapi ARV akan mengendalikan virus HIV dalam
tubuh sehingga dampak virus bisa ditekan. Kendati begitu, HIV
sebetulnya bisa dikendalikan sedini mungkin sehingga bisa
menekan peluang timbulnya AIDS.
Grafik 6.13
Distribusi Frekuensi Jumlah Kematian Karena AIDS
Di Kabupaten Solok Selatan Sampai
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
106

Grafik 6.13 menunjukkan bahwa jumlah kematian karena AIDS


sampai tahun 2018 adalah 9 kematian dengan riancian usia 20-29 tahun
sebanyak 1 kematian, usia 30-39 tahun 7 kematian dan 40-49 tahun
sebanyak 1 kematian).

6.1.13 Persentase diare ditemukan dan ditangani pada balita


Penyakit diare merupakan penyakit endemis dan juga merupakan
penyakit potensi KLB yang sering disertai dengan kematian. Untuk kasus
diare di Kabupaten Solok Selatan yang tercatat melalui data laporan dari
Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan.
Penderita Diare Balita yang ditangani adalah jumlah penderita diare
Balita (umur < 5 Tahun) yang datang dan dilayani di sarana kesehatan dan
kader di suatu wilayah tertentu dalam waktu satu tahun. Jumlah perkiraan
penderita diare pada Balita sebanyak 2.494 dengan jumlah penemuan
kasus sebanyak 908 kasus (36.40%). Distribusi frekuensi diare yang
ditemukan dan ditangani pada balita di Kabupaten Solok Selatan per
puskesmas Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 6.14
Distribusi Frekuensi diare ditemukan dan ditangani pada balita
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
107

Dari grafik 6.14 dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi diare yang
ditemukan dan ditangani pada balita yang paling tinggi adalah di
Puskesmas Bidar Alam (95.6%) dan yang terendah di Puskesmas
Muaralabuh (10.3%).

6.1.14 Persentase diare ditemukan dan ditangani pada semua umur


Penderita diare semua umur yang dilayani yaitu jumlah penderita
diare semua umur yang datang dan dilayani di sarana kesehatan di suatu
wilayah tertentu dalam waktu satu tahun. Pada tahun 2018 angka
penemuan kesakitan diare per 1.000 penduduk adalah 68.90% dengan
penemuan kesakitan diare sebanyak 3.133 orang dari target penemuan
kesakitan diare sebanyak 4.547 orang. Distribusi frekuensi Penemuan
Kesakitan Diare pada Semua Umur per 1.000 Penduduk di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 6.15
Distribusi Frekuensi Angka Penemuan Kesakitan Diare pada Semua
Umur per 1.000 Penduduk di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.15 diketahui bahwa distribusi frekuensi penemuan


kesakitan diare pada semua umur adalah 68.90% dengan jumlah yang
tertinggi adalah di Puskesmas Lubuk Gadang (140.67%) dan yang terendah
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
108

di Puskesmas Pakan Selasa (29.16%). Sementara itu trend distribusi


frekuensi angka penemuan kesakitan diare per 1.000 penduduk di
Kabupaten Solok Selatan tahun 2011-2018 dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
Grafik 6.16
Distribusi Frekuensi Angka Penemuan Kesakitan Diare
per 1.000 Penduduk di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 57

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.16 diketahui bahwa angka penemuan kesakitan diare


pada semua umur tahun 2018 adalah 68.9% yang mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2017 yaitu 18.92%. Semakin meningkatnya nilai
cakupan penemuan kesakitan diare maka indikator keberhasilan dari
program pemberantasan diare di Kabupaten Solok Selatan dapat dikatakan
berhasil.

6.1.15 Angka penemuan kasus baru kusta (NCDR)


Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium Leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat
menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen
pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata.
Gejala umum kusta meliputi:
 Kelemahan otot.
 Kesemutan/baal pada tangan, lengan, kaki atau tungkai.
 Timbul bercak pada kulit yang memiliki ciri berikut ini:
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
109

 berwarna lebih muda dari kulit sekelilingnya (dapat menyerupai


panu atau kadas).
 mengalami sensasi yang berkurang terhadap nyeri, sentuhan,
maupun suhu.
 tidak sembuh dalam jangka waktu panjang (minggu atau bulan)

 Kulit tampak tipis dan mengkilat akibat berkurangnya kerja kelenjar


keringat

 Muka berbenjol-benjol yang disebut facies leonina (muka singa)

Terdapat 2 tipe kusta:


1. Kusta kering (Pausi Bacillary):
 Timbul bercak keputihan seperti panu.
 Permukaan bercak kering, kasar, tidak berkeringat dan mati rasa.
 Bercak timbul pada 1-5 tempat.
 Kerusakan saraf tepi pada 1 tempat.
 Hasil pemeriksaan bakteriologis (-).
 Tidak menular
2. Kusta basah (Multi Bacillary):
 Timbul bercak putih kemerahan menyerupai kadas.
 Terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak.
 Bercak timbul pada lebih dari 5 tempat.
 Terdapat banyak kerusakan saraf tepi.
 Hasil pemeriksaan bakteriologis (+).
 Sangat mudah menular
Pada tahun 2000, dunia (termasuk Indonesia) telah berhasil
mencapai status eliminasi. Eliminasi didefinisikan sebagai pencapaian
jumlah penderita terdaftar kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk.
Dengan demikian, sejak tahun tersebut ditingkat dunia maupun nasional,
kusta bukan lagi menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat. Data
penemuan kusta di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2011-2018 dapat
dilihat pada grafik berikut ini.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
110

Grafik 6.17
Distribusi Frekuensi Penemuan Kusta
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2011-2018

Object 59

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.17 diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus Kusta
Baru di Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2018 adalah 1 kasus kusta
kering dan 2 kasus kusta basah. Namun secara keseluruhan 2011-2018
total jumlah kasus kusta kering adalah 4 kasus dan kasus kusta basah 12
kasus dengan angka Angka Penemuan Kasus Baru (NCDR/New Case
Detection Rate) sebesar 1.8 per 100.000 penduduk yang artinya dalam
100.000 penduduk terdapat 2 orang yang terkena kasus kusta baru.

6.1.16 Persentase kasus baru kusta anak 0-14 tahun


Distribusi riwayat dan sumber kontak pasien baru kusta anak
menunjukkan bahwa pasien memiliki riwayat kontak dengan sumber
kontak orang yang tinggal serumah (68,8%). Anak-anak cenderung lebih
rentan dan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena kusta. Beberapa
penelitian menunjukkan timbulnya kusta pada anak-anak atau dewasa
muda sebanyak 60% yang di keluarganya terdapat pasien kusta setelah
periode dengan inkubasi 2-7 tahun (rata-rata 3-5 tahun). Di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2018 Persentase kasus baru kusta anak 0-14 tahun
adalah 33.3% dengan 1 Kasus di Puskesmas Lubuk Gadang.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
111

6.1.17 Persentase Cacat Tingkat 0 dan tingkat 2 Penderita Kusta


Pada penyakit kusta terdapat beberapa tingkatan kecacatan yaitu:
a. Cacat Tingkat 0 penderita Kusta adalah Kasus kusta baru yang tidak
memiliki kelainan sensorik maupun anatomis.
b. Cacat tingkat 2 penderita kusta adalah:
◙ Cacat pada tangan dan kaki → terdapat kelainan anatomis

◙ Cacat pada mata → lagoptalmus dan visus sangat terganggu


Pada tabel berikut ini akan digambarkan distribusi frekuensi Cacat Tingkat
0 dan tingkat 2 Penderita Kusta Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018

Tabel 6.1
Distribusi Frekuensi Persentase Cacat Tingkat 0 dan tingkat 2
Penderita Kusta Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Cacat Tingkat 0 Cacat Tingkat 2


No Puskesmas Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(%) (%)
1 Pakan Rabaa 0 0 0 0
2 Muara Labuh 0 0 0 0
3 Pakan Selasa 0 0 0 0
4 Lubuk Gadang 2 100 0 0
5 Bidar Alam 0 0 0 0
6 Abai 0 0 0 0
7 Lubuk Ulang Aling 1 100 0 0
8 Mercu 0 0 0 0
9 Talunan 0 0 0 0
Kabupaten 3 100 0 0

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari tabel 6.1 diketahui bahwa semua penderita baru kusta


mengalami cacat tingkat 0 sebanyak 3 kasus karena kasus kusta baru
tidak memiliki kelainan sensorik maupun anatomis dan tidak ada penderita
kusta pada tahun 2018 yang mengalami cacat tingkat 2.

6.1.18 Angka Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta

Angka Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta adalah 0.0 yang dapat dilihat
pada tabel 6.1 karena berdasarkan 3 kasus kusta di Kabupaten Solok
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
112

Selatan tidak terdapat cacat tingkat 2 yaitu berupa cacat pada tangan dan
kaki yang menimbulkan kelainan anatomis serta Cacat pada mata yang
menimbulkan lagoptalmus dan visus sangat terganggu.

6.1.19 Angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk


Angka prevalensi kusta adalah kasus kusta terdaftar (kasus baru
dan kasus lama) per 10.000 penduduk pada wilayah dan kurun waktu
tertentu. Adapun jumlah kasus lama dan baru penyakit kusta sebanyak 16
kasus yang dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 6.18
Distribusi Dan Frekuensi Kasus Kusta Terdaftar (Kasus Baru Dan
Kasus Lama) Di Kabupaten Solok Selatan
Sampai Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Berdasarkan grafik 6.18 dietahui jumlah kasus kusta yang lama dan
baru sebanyak 16 kasus maka didapatkan Angka prevalensi kusta di
Kabupaten Solok Selatan adalah 1 per 10.000 penduduk yang artinya
diestimasikan 1 penderita kusta dalam 10.000 penduduk.

6.1.20 Penderita kusta PB dan MB selesai berobat (RFT PB dan MB)


Penderita kusta PB yang selesai berobat (RFT PB) adalah Jumlah
kasus baru PB dari periode kohort satu tahun yang sama yang
menyelesaikan pengobatan tepat waktu (6 blister dalam 6-9 bulan).
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
113

Penderita kusta PB merupakan penderita pada kohort yang sama, yaitu


diambil dari penderita baru yang masuk dalam kohort yang sama 1 tahun
sebelumnya, misalnya: untuk mencari RFT rate tahun 2018, maka dapat
dihitung dari penderita baru tahun 2017 yang menyelesaikan pengobatan
tepat waktu.

Sedangkan Penderita kusta MB yang selesai berobat (RFT MB) adalah


Jumlah kasus baru MB dari periode kohort satu tahun yang sama yang
menyelesaikan pengobatan tepat waktu (12 blister dalam 12-18 bulan).
Penderita kusta MB merupakan penderita pada kohort yang sama, yaitu
diambil dari penderita baru yang masuk dalam kohort yang sama 2 tahun
sebelumnya.
Pada tahun 2018 RFT MB dan PB adalah 100% karena pasien Kusta
yang tercatat pada tahun 2017 adalah sebanyak 4 orang yaitu pada
Puskesmas Lubuk Gadang sebanyak 1 Kasus pada tahun 2017 dan pada
Puskesmas Bidar Alam sebanyak 3 kasus. Dapat diartikan bahwa pasien
yang menderita kusta tahun 2017 sudah selesai berobat (Release From
Treatment) tuntas seluruhnya sebanyak 4 kasus.

6.2. PENGENDALIAN PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN


IMUNISASI

6.2.1 Acute Flaccid Paralysis (AFP) non polio per 100.000 Penduduk
<15 tahun

Acute Flacid Paralysis (AFP) merupakan kelumpuhan pada anak


berusia <15 tahun yang bersifat layuh (flaccid) terjadi secara akut/
mendadak (<14 hari) dan bukan disebabkan oleh ruda paksa. Gejala klinis
minor berupa demam, sakit kepala, mual dan muntah. Apabila penyakit
berlanjut ke gejala mayor, timbul nyeri otot berat, kaku kuduk dan
punggung, serta dapat terjadi flaccid paralysis. Kelumpuhan yang terjadi
secara akut adalah perkembangan kelumpuhan yang berlangsung cepat
(rapid progressive) antara 1-14 hari sejak terjadinya gejala awal (rasa nyeri,
kesemutan, rasa tebal/kebas) sampai kelumpuhan maksimal. Sedangkan
kelumpuhan flaccid adalah kelumpuhan yang bersifat lunglai, lemas atau
layuh bukan kaku, atau terjadi penurunan tonus otot.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
114

Berikut ini adalah tabel Distribusi Frekuensi Kasus Acute Flaccid


Paralysis (AFP) non polio per 100.000 Penduduk <15 tahun pada tahun
2018.
Tabel 6.2
Distribusi Frekuensi Kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) non polio per
100.000 Penduduk<15 tahun di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

No Puskesmas Jumlah Kasus AFP


(Non Polio)

1 Pakan Rabaa 2
2 Muara Labuh 0
3 Pakan Selasa 0
4 Lubuk Gadang 0
5 Bidar Alam 0
6 Abai 0
7 Lubuk Ulang Aling 0
8 Mercu 0
9 Talunan 0
Kabupaten 2

Sumber: Seksi Surveilans dan Imunisasi Tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.2 diketahui bahwa pada tahun 2018 di


Kabupaten Solok Selatan terdapat 2 kasus AFP Non Polio yaitu 2 kasus di
Puskesmas Pakan Rabaa.

6.2.2 Jumlah dan CFR difteri


Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium Diphtheria ditandai dengan adanya peradangan pada
tempat infeksi, terutama pada selaput bagian dalam saluran pernapasan
bagian atas, hidung dan juga kulit. Pada tahun 2018 di Kabupaten Solok
Selatan tidak ada kasus Difteri.

6.2. 3. Jumlah pertusis dan hepatitis B


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
115

Penyakit Pertusis merupakan Penyakit menular yang di sebabkan


oleh bakteri Bordetella pertussis yang menyerang saluran pernafasan dan
biasanya terjadi pada anak berusia dibawah 1 tahun. Sedangkan hepatitis
B merupakan Peradangan pada sel-sel hati, yang disebabkan oleh infeksi
virus Hepatitis B dari golongan virus DNA. Pada tahun 2018 di Kabupaten
Solok Selatan tidak ada kasus Pertusis dan Hepatitis B

6.2.4 Jumlah dan CFR Tetanus Neonatorum


Tetanus Neonatorum merupakan Penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (0-28 hari) yang disebabkan oleh Clostridium tetani, yaitu kuman
yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistem saraf pusat. Pada
tahun 2018 di Kabupaten Solok Selatan tidak ada kasus Tetanus
Neonatorum

6.2.5 Jumlah Suspek Campak


Suspek Campak merupakan Penyakit yang sangat menular
(infeksius) disebabkan oleh virus RNA dari genus Morbilivirus, dari
keluarga Paramyxoviridae yang mudah mati karena panas dan cahaya.
Gejala klinis campak adalah demam (panas) dan ruam (rash) ditambah
dengan batuk/pilek atau mata merah. Pada tahun 2018 di Kabupaten Solok
Selatan terdapat 1 kasus suspek campak yaitu di Puskesmas Bidar Alam.
kasus suspek campak ini diduga disebabkan oleh Penularan infeksi terjadi
karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa
menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit
dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Gejala campak berupa:
 Badan terasa panas
 Nyeri tenggorokan
 pilek Coryza
 Batuk ( Cough )
 Bercak Koplik
 Nyeri otot
 Mata merah ( conjunctivitis )
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
116

Setelah 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian
dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal
muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala di atas. Ruam ini bisa berbentuk
makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam
kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di
depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-
2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan kaki, sedangkan ruam
di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya
meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian
suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa
segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang
dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang
mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7
hari. Di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 ditemukan 1 suspek campak
berjenis kelamin laki-laki di wilayah kerja Puskesmas Bidar Alam.

6.2.6 Incidence Rate Suspek Campak (Per 100.000 Penduduk)


Incidence Rate suspek campak merupakan perbandingan jumlah
kasus campak dibagi dengan jumlah penduduk di Kabupaten Solok Selatan
pada tahun 2018. Jumlah suspek campak sebanyak 1 orang maka
didapatkan Incidence rate suspek campak sebesar 0.6 per 100.000
penduduk.

6.2.7 Persentase KLB ditangani < 24 jam


Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan Timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Penanggulangan KLB
dilakukan harus kurang dari 24 jam sejak laporan W1 diterima sampai
penyelidikan dilakukan dengan catatan selain formulir W1 dapat juga
berupa faximili atau telepon. Penyelidikan Epidemiologi merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengenal penyebab, sifat-sifat
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
117

penyebab, sumber dan cara penularan/penyebaran serta faktor yang dapat


mempengaruhi timbulnya penyakit atau masalah kesehatan yang dilakukan
untuk memastikan adanya KLB atau setelah terjadi KLB/Wabah. Apabila
ada kasus maka dilakukan upaya penanggulangan KLB yang meliputi
penyelidikan epidemiologi, penatalaksanaan penderita, yang mencakup
kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita,
termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan
penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat KLB/wabah, penyuluhan
kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya. Pada tahun 2018
tidak terjadinya KLB dI Solok Selatan

6.3 PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK


6.3.1 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per- 100.000
penduduk

Demam Berdarah (DBD) ditandai dengan Penderita demam tinggi


mendadak berlangsung 2-7 hari, disertai manifestasi perdarahan (antara
lain uji tourniqet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan/atau melena, dsb) ditambah trombositopenia (trombosit ≤
100.000 /mm³) dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%). Di
Kabupaten Solok Selatan tahun 2018 terjadi peningkatan kasus DBD yaitu
103 kasus dibandingkan tahun 2017 sebanyak 98 kasus. Berikut ini adalah
distribusi frekuensi Demam Berdarah di Kabupaten Solok Selatan Tahun
2018.

Grafik 6.19
Distribusi Frekuensi Demam Berdarah di Kabupaten Solok Selatan
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
118

Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dengan jumlah kasus DBD sebanyak 103 kasus maka didapatkan


angka kesakitan 61.2 per 100.000 penduduk. Dari grafik 6.19 diketahui
bahwa terdapat 36 kasus DBD di Puskesmas Lubuk Gadang dan 34 Kasus
di Puskesmas Pakan Rabaa sedangkan 4 puskesmas lainnya yaitu
puskesmas Pakan Selasa, Abai, Lubuk Ulang Aling dan Mercu tidak
terdapat kasus DBD. Upaya pencegahan demam berdarah mencakup upaya
menjaga kebersihan lingkungan secara terus menerus dengan
menggunakan konsep 3M Plus yang telah dikenal luas di masyarakat
Indonesia. Tiga M meliputi: menguras, menutup, dan mengubur wadah air
yang mendukung siklus hidup nyamuk. Ditambah dengan upaya
pencegahan seperti memakai obat nyamuk dan tidak menggantung pakaian
yang bisa jadi rumah nyamuk. Upaya pemberantasan nyamuk dewasa
dengan penyemprotan juga tetap perlu dilakukan. Sementara itu distribusi
frekuensi Demam Berdarah di Kabupaten Solok Selatan dari tahun 2016-
2018 adalah sebagai berikut.

Grafik 6.20
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
119

Distribusi Frekuensi Demam Berdarah


di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari grafik 6.20 diketahui bahwa distribusi frekuensi demam berdarah


dari tahun 2016-2018 mengalami sedikit penigkatan dari 98 kasus menjadi
103 kasus, yang sebelumnya 162 kasus pada tahun 2016.

6.3.2 Angka Kematian Demam Berdarah Dengue (DBD)


Pada Tahun 2018 di Kabupaten Solok Selatan tidak ditemukan
kematian akibat Demam Berdarah dari 103 kasus Demam Berdarah.

6.3.3 Angka Kesakitan Malaria per 1.000 Penduduk


Seseorang yang positif malaria adalah Seseorang dengan hasil
pemeriksaan sediaan darah positif malaria berdasarkan pengujian
mikroskopis ataupun Rapid Diagnostic Test (RDT). Kasus malaria konfirmasi
terbagi menjadi kasus malaria indigenous, kasus malaria impor dan kasus
malaria konfirmasi asimtomatis.
Pada tahun 2018 tidak terdapat kasus malaria positif di Kabupaten
Solok Selatan. Sehingga angka kesakitan malaria adalah 0.0 per 1.000
penduduk.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
120

6.3.4 Persentase konfirmasi laboratorium pada suspek malaria

Suspek Malaria adalah Setiap individu yang tinggal di daerah


endemik malaria yang menderita demam atau memiliki riwayat demam
dalam 48 jam terakhir atau tampak anemi; wajib diduga malaria tanpa
mengesampingkan seseorang dengan hasil pemeriksaan sediaan darah
positif malaria berdasarkan pengujian mikroskopis ataupun Rapid
Diagnostic Test (RDT). Kasus malaria konfirmasi terbagi menjadi kasus
malaria indigenous, kasus malaria impor dan kasus malaria konfirmasi
asimtomatis. Pada tahun 2018 di Kabupaten Solok Selatan terdapat 111
suspek malaria dan 111 juga yang konfirmasi laboratorium (mikroskopis).
Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensi suspek malaria dan konfirmasi
laboratorium secara mikroskopisnya.

Grafik 6.21
Distribusi Frekuensi Suspek dan Konfirmasi Laboratorium Malaria
di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Tahun 2018

Dari Grafik 6.21 diketahui bahwa suspek malaria yang paling banyak
di Puskesmas Bidar Alam (55 suspek malaria), Abai (47 suspek malaria) dan
Pakan selasa (1 suspek malaria) sementara 6 puskesmas yang lain tidak
ada suspek malaria.

6.3. 5 Persentase pengobatan standar kasus malaria positif


Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
121

Pada tahun 2018 tidak ada ditemukannya kasus malaria positif,


maka tidak ada dilakukan pengobatan.

6.3.6 Case fatality rate malaria


Nilai Case Fatality Rate Malaria pada Tahun 2018 adalah 0 karena
tidak adanya kasus malaria positif.

6.3.7 Penderita Kronis Filariasis


Penderita kronis filariasis adalah Penderita filariasis yang telah
menunjukkan gejala klinis kronis filariasis, seperti limfedema pada tungkai
atau lengan, pembesaran payudara, dan hidrokel. Pada tahun 2018 tidak
ada penyakit filariasis di Kabupaten Solok Selatan.

6.4. PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

6.4.1 Persentase penderita hipertensi yang mendapatkan pelayanan


kesehatan sesuai standar.

Pelayanan Kesehatan pada Penderita Hipertensi adalah setiap


penderita hipertensi usia 15 tahun ke atas mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi sesuai
standar meliputi:
a. Pemeriksaan dan monitoring tekanan darah.
b. Edukasi untuk perubahan gaya hidup sehat (diet seimbang, istirahat
yang cukup, aktifitas fisik, dan kelola stress).
c. Terapi farmakologis.
Pada tahun 2018 diestimasikan 850 penderita hipertensi namun
yang mendapatkan pelayanan kesehatan adalah 347 penderita hipertensi
(40.82%). Data Penderita hipertensi yang didapatkan adalah data pasien
hipertensi yang berkunjung ke puskesmas saja namun ke klinik swata dan
dokter keluarga tidak terdata. Berikut ini Distribusi Frekuensi Pelayanan
Kesehatan Hipertensi di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
122

Grafik 6.22
Distribusi Frekuensi Pelayanan Kesehatan Hipertensi
di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018

Sumber: Seksi P2TM dan Kesehatan Jiwa Tahun 2018

Dari grafik 6.22 diketahui bahwa Puskesmas Pakan Selasa memiliki


pelayanan kesehatan hipertensi yang paling tinggi yaitu 88.24% dan yang
paling sedikit di Puskesmas Muara Labuh yaitu 3.57%, hal ini diasumsikan
bahwa pasien hipertensi ada yang berobat ke dokter keluarga dan berobat
langsung ke RSUD dan belum terdata.

6.4.2 Persentase penderita DM yang mendapatkan pelayanan


kesehatan sesuai standar.
Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan menahun akibat
pankreas tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.
Insulin merupakan hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula
darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa didalam darah
(hiperglikemia).
Diabetes mellitus ada 2 tipe yaitu:
 Diabetes tipe 1 adalah kerusakan pankreas sehingga produksi
insulin berkurang. Lebih banyak menyerang pasien di bawah
umur 20 tahun sehingga sering disebut juvenile onset.
Pengobatannya dalam bentuk pemberian suntikan insulin.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
123

 Diabetes tipe 2 adalah resistensi insulin dalam arti insulinnya


cukup tetapi tidak bekerja dengan baik dalam mengontrol kadar
gula darah biasanya menyerang usia 35 tahun ke atas atau
disebut adult onset. Pengobatannya membutuhkan obat oral/
ditelan.
Penderita DM yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar adalah Pelayanan kesehatan pada semua penderita DM di FKTP
sesuai standar meliputi: edukasi gaya hidup sehat, edukasi aktivitas fisik,
edukasi nutrisi medis dan edukasi kepatuhan minum obat. Berikut ini
adalah grafik Distribusi Frekuensi Penderita Diabetes Mellitus yang
Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Sesuai Standar di Kabupaten Solok
Selatan Tahun 2018.

Grafik 6.23
Distribusi Frekuensi Penderita Diabetes Mellitus yang Mendapatkan
Pelayanan Kesehatan Sesuai Standar di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi P2TM dan Kesehatan Jiwa Tahun 2018

Dari grafik 6.23 diketahui bahwa total kasus Diabetes Mellitus di


Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 adalah 149 kasus yang semuanya
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Kasus Diabetes Mellitus
banyak di Puskesmas Lubuk Gadang (53 kasus), Bidar Alam (34 kasus) dan
yang paling sedikit adalah di Puskesmas Muara Labuh dan Talunan yang
masing-masing 4 kasus.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
124

6.4.3 Persentase deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara.
Deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara merupakan
pemeriksaan deteksi dini untuk payudara dengan sadanis dan kanker leher
Rahim dengan metode IVA pada perempuan usia 30-50 tahun dan sudah
melakukan kontak seksual aktif/menikah.
Deteksi Dini kanker leher rahim dengan melakukan IVA (Inspeksi
Visual dengan Asam asetat) yaitu Pemeriksaan dengan cara mengamati
dengan menggunakan spekulum, melihat leher rahim yang telah dipulas
dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%). Pada lesi prakanker akan
menampilkan warna bercak putih yang disebut acetowhite epithelium.
Deteksi dini yang dimaksud dapat dilakukan di puskesmas dan
jaringannya, di dalam maupun di luar gedung. Sedangkan untuk deteksi
dini kanker payudara adalah dengan Sadanis yaitu Pemeriksaan payudara
secara manual oleh tenaga kesehatan terlatih. Deteksi dini yang dimaksud
dapat dilakukan di puskesmas dan jaringannya, di dalam maupun di luar
gedung. Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensi deteksi dini kanker
leher rahim dan kanker payudara di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.

Grafik 6.24
Distribusi Frekuensi Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dan Kanker
Payudara Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi P2TM dan Kesehatan Jiwa Tahun 2018

Dari grafik 6.24 diketahui bahwa Distribusi Frekuensi Deteksi Dini


Kanker Leher Rahim Dan Kanker Payudara di Kabupaten Solok Selatan
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
125

Tahun 2018 adalah 49.47% . Capaian deteksi dini kanker leher rahim dan
kanker payudara yang tertinggi adalah di Pukesmas Abai dan yang
terendah di Puskesmas Lubuk Gadang (5.37%).

6.4.4 Persentase IVA positif pada perempuan usia 30-50 tahun


Hasil pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim yang positif
apabila ditemukan bercak putih (lesi pra kanker) dengan pemeriksaan
aplikasi asam asetat. Sedangkan curiga kanker adalah pertumbuhan massa
seperti kembang kol yang mudah berdarah atau luka bernanah/ulcer. Di
Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2018 tidak ditemukan perempuan
usia 30-50 tahun yang IVA positif.

6.4.5 Persentase tumor/benjolan payudara pada perempuan 30-50


tahun yang diskrining

Pada tahun 2018 terdapat 4642 perempuan usia 30-50 yang


diskrining tumor/ benjolan payudara dan semua hasilnya adalah negatif.
Berikut ini adalah distribusi frekuensi jumlah pemeriksaan leher rahim dan
payudara di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018.
Grafik 6.25
Distribusi Frekuensi Persentase Tumor/Benjolan Payudara Pada
Perempuan Usia 30-50 Tahun Yang Diskrining
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi P2TM dan Kesehatan Jiwa Tahun 2018

Dari grafik 6.25 diketahui bahwa pada puskesmas Abai masyarakat


sangat antusias sekali untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
126

rahim dan kanker payudara dengan jumlah 1.672 perempuan dan yang
paling sedikit di Puskesmas Lubuk Ulang Aling sebanyak 57 orang karena
masyarakat masih menganggap hal ini masih merupakan hal baru dan
masih takut untuk melakukan pemeriksaan.

6.4.6 Persentase pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa


berat

Pelayanan kesehatan jiwa pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)


berat adalah pelayanan promotif dan preventif yang diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota pada orang dengan gangguan Psikotik
akut dan Skizofrenia untuk mengoptimalkan derajat kesehatan jiwanya
agar dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, mencegah terjadinya
kekambuhan dan pemasungan.
Standar pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
adalah pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ berat yang kriteria diagnosis
sesuai Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-
III/ICD-X), melakukan kunjungan rumah dan edukasi kepatuhan minum
obat sesuai anjuran dokter.
Pada tahun 2018 di Kabupaten Solok Selatan terdapat 199 kasus
Orang dengan Gangguan Jiwa Berat yang mendapatkan pelayanan
kesehatan. Berikut ini adalah grafik distribusi frekuensinya.

Grafik 6.26
Distribusi Frekuensi Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan
Jiwa Berat di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
127

Sumber: Seksi P2TM dan Kesehatan Jiwa Tahun 2018

Dari grafik 6.26 diketahui bahwa jumlah pelayanan kesehatan orang


dengan gangguan jiwa berat di Kabupaten Solok Selatan yang terbanyak
adalah di wilayah kerja puskesmas Muara Labuh sebanyak 63 kasus,
Lubuk Gadang 40 kasus dan Puskesmas Pakan Selasa 32 Kasus.

BAB VII
KEADAAN LINGKUNGAN
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
128

Seperti kita ketahui ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi


derajat kesehatan masyarakat yaitu: lingkungan, perilaku kesehatan,
pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Faktor lingkungan merupakan
faktor yang paling besar perannya mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk
menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator
yang merupakan hasil dari upaya sektor kesehatan dan hasil dari sektor
lain yang terkait.
Salah satu sasaran dari lingkungan sehat adalah tercapainya
pemukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan
di pedesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh, serta
terpenuhinya syarat kesehatan di tempat-tempat umum termasuk sarana
dan cara pengelolaannya. Indikator-indikator tersebut adalah: persentase
sarana air minum dengan risiko rendah+sedang, persentase sarana air
minum memenuhi syarat, persentase penduduk dengan akses terhadap
sanitasi yang layak (jamban sehat), persentase desa STBM, persentase
tempat-tempat umum memenuhi syarat kesehatan, dan persentase tempat
pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan.

7.1 Persentase Sarana Air Minum dengan Risiko Rendah dan


Sedang
Air minum yang berkualitas (layak) adalah air minum yang
terlindungi meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum,
terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur
terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 meter
dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan
sampah.Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang
dijual melalui tangki, air sumur dan mata air terlindung.

Terdapat beberapa resiko sarana air minum:


a. Sarana air minum dengan resiko rendah yaitu sarana air minum yang
berdasarkan hasil inspeksi kesehatan lingkungan pada parameter
negatif kualitas fisik air minum memenuhi jawaban ya < 25%.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
129

b. Sarana air minum dengan resiko sedang yaitu sarana air minum yang
berdasarkan hasil inspeksi kesehatan lingkungan pada parameter
negatif kualitas fisik air minum memenuhi jawaban ya 25%-50%.
c. sarana air minum dengan resiko tinggi yaitu sarana air minum yang
berdasarkan hasil inspeksi kesehatan lingkungan pada parameter
negatif kualitas fisik air minum memenuhi jawaban ya > 75%.
Pada tahun 2018 sebanyak 185 sarana air minum yang dilakukan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan dari 40.411 sarana air minum yang ada, dan semua
sarana air minum yang dilakukan inspeksi kesehatan lingkungan tersebut
memiliki risiko rendah dan sedang (100%), seperti yang tergambar pada
grafik berikut ini.

Grafik 7.1
Distribusi Frekuensi Persentase Sarana Air Minum dengan Risiko
Rendah dan Sedang di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga Tahun 2018

7.2 Persentase Sarana Air Minum Memenuhi Syarat


Terdapat beberapa kategori sarana air minum yang memenuhi syarat
yaitu:
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
130

a. Sarana air minum yang masuk dalam kategori tinggi dan amat tinggi
berdasarkan hasil inspeksi kesehatan lingkungan telah dilakukan
tindakan perbaikan.
b. Sarana air minum yang masuk dalam kategori rendah dan sedang
berdasarkan hasil inspeksi kesehatan lingkungan telah diambil dan
diperiksakan (diujikan) sampel airnya berdasarkan parameter fisik,
kimia, mikrobiologi yang mana hasil pemeriksaannya (pengujiannya)
memenuhi standar persyaratan kualitas air minum berdasarkan
Permenkes No 492 Tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air
minum.

Grafik 7.2
Distribusi Frekuensi Persentase Sarana Air Minum Memenuhi Syarat
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga Tahun 2018

Dari grafik 7.2 diketahui bahwa pada tahun 2018 terdapat 52 sarana
air minum yang diambil sampel pada 4 puskesmas, didapatkan hasil bahwa
sarana air minum yang memenuhi syarat sebanyak 41 sarana (78,85%).
Sedangkan pada tahun 2018 Penduduk dengan Akses Berkelanjutan
Terhadap Air Minum Berkualitas (Layak) sebesar 89,4% (150.493 jiwa),
Tahun 2017 sebesar 86,06% (142.511 jiwa), Tahun 2016 sebesar 84,02%
(136.715 jiwa) yang digambarkan pada grafik berikut ini.

Grafik 7.3
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
131

Distribusi Frekuensi Penduduk dengan Akses Berkelanjutan Terhadap


Air Minum Berkualitas (Layak) di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2016-2018

Object 61

Sumber: Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga Tahun 2018

Dari Grafik 7.3 dapat dilihat bahwa di Kabupaten Solok Selatan


Tahun 2018 Penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum
berkualitas (Layak) di Kabupaten Solok Selatan 2018 adalah 89.4% yang
meliputi sumur gali terlindung (42.520 jiwa), mata air terlindung (13.990
jiwa), depot air minum (599 jiwa), PDAM (93.384 jiwa). Cakupan ini sedikit
lagi mencapai target yaitu 90%.

7.3 Persentase Penduduk dengan Akses Terhadap Sanitasi yang Layak


(Jamban Sehat)

Fasilitas sanitasi yang layak (jamban sehat) adalah fasilitas


pembuangan tinja (jamban) yang digunakan sendiri atau bersama, yang
efektif untuk memutuskan rantai penularan penyakit, dilengkapi dengan
tangki septik (septi tank)/Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dengan
kloset leher angsa atau tidak leher angsa yang tertutup dan pembuangan
akhir tidak mencemari sumber air/tanah.

Grafik 7.4
Distribusi Frekuensi Presentase Penduduk dengan Akses Terhadap
Sanitasi yang Layak (Jamban Sehat) menurut Puskesmas di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2016-2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
132

Object 63

Sumber: Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga Tahun 2018

Berdasarkan grafik 7.4 diatas bahwa di Kabupaten Solok Selatan


Tahun 2018 persentase penduduk dengan akses terhadap sanitasi yang
layak (jamban sehat) sebesar 72,8% atau 122.522 penduduk dengan akses
sanitasi layak (jamban sehat). Cakupan ini masih dibawah target Renstra
Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan yaitu 81.3%.

7.4 Persentase Desa STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)


Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
perundangan nasional dan berada di daerah kabupaten/kota.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk
mengubah perilaku hygiene dan sanitasi meliputi 5 pilar yaitu tidak buang
air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air
minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar,
mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan.
Sedangkan desa yang melaksanakan STBM adalah desa yang sudah
melakukan pemicuan minimal 1 dusun, mempunyai tim kerja

masyarakat/Natural Leader, dan telah mempunyai rencana tindak lanjut


untuk menuju Sanitasi Total.
Grafik 7.5
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
133

Distribusi Frekuensi Desa STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)


di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga Tahun 2018

Dari grafik 7.5 diketahui bahwa cakupan desa STBM di Kabupaten


Solok Selatan Tahun 2018 adalah 21.7% (59 Desa STBM dari 272 Desa).
Angka ini masih rendah sekali dari targetnya 43%.

7.5 Persentase Tempat-tempat Umum Memenuhi Syarat Kesehatan


Indikator lingkungan sehat lainnya adalah tempat atau sarana yang
diselenggarakan pemerintah/swasta atau perorangan yang digunakan
untuk kegiatan bagi masyarakat yang meliputi: sarana keehatan (rumah
sakit, puskesmas), sarana sekolah (SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA), dan
hotel (bintang dan non bintang).

Grafik 7.6
Distribusi Frekuensi TTU yang memenuhi Syarat Kesehatan
Di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2017-2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
134

Object 65

Sumber : Seksi Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga

Dari grafik 7.6 dapat dilihat bahwa dari 527 jumlah Tempat-Tempat
Umum di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018 terdapat 95,64% (504 TTU)
yang telah memenuhi syarat kesehatan.

7.6 Persentase Tempat Pengelolaan Makanan Memenuhi Syarat


Kesehatan

Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) adalah usaha pengelolaan


makanan yang meliputi jasa boga atau catering, rumah makan dan
restoran, depot air minum, kantin dan jajanan makanan. TPM yang
memenuhi syarat hygiene sanitasi adalah TPM yang memiliki bukti
dikeluarkannya sertifikat laik hygiene sanitasi.

Grafik 7.7
Distribusi Frekuensi Tempat Pengolahan Makanan
Memenuhi Syarat Kesehatan di Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2017-2018
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
135

Sumber : Seksi Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga

Dari grafik 7.7 dapat dilihat bahwa di Tahun 2018 dari 313 Tempat
Pengolahan Makanan terdapat 74,1% (232 TPM) yang memenuhi syarat
kesehatan. Sedangkan target cakupan tempat pengelolaan makanan
memenuhi syarat kesehatan adalah 68%. Untuk itu diharapkan pembinaan
tempat pengolahan makanan ditingkatkan pada tahun berikutnya.

BAB VIII
PENUTUP

8.1 KESIMPULAN
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
136

Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan ini diharapkan dapat


memberikan gambaran tentang seberapa jauh keadaan kesehatan
masyarakat yang telah dicapai dan merupakan salah satu publikasi data
dan informasi yang meliputi data capaian indicator kinerja kesehatan
khususnya di Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018. Secara umum semua
hampir mencapai target yang diharapkan namun ada beberapa sasaran
yang perlu manjadi perhatian dalam meningkatkan capaian kinerja seperti
pada sasaran :
a. Angka kematian ibu yang melebihi target pada tahun ini dengan 8
kematian ibu (254/100.000 Kelahiran Hidup) sedangkan targetnya
160.8/ 100.000 Kelahiran Hidup (4 kematian ibu).
b. Angka kematian bayi pada tahun ini sebanyak 15 bayi pada tahun
2018 dengan 4.8/ 1000 Kelahiran Hidup sedangkan targetnya adalah
5.1/ 1000 Kelahiran Hidup.
c. Cakupan posyandu mandiri belum mencapai target yaitu 166
posyandu mandiri (59.1%) sedangkan targetnya adalah 281 posyandu
(75%).
d. Persentase pemberian Asi eksklusif masih dibawah target yaitu 911
(63.6%) sedangkan targetnya adalah 1433 bayi (89%).
e. Persentase Penduduk yang menggunakan jamban sehat belum
mencapai target yaitu 122.603 penduduk (72.8%) dengan target
168.411 penduduk (81.3%).
f. Persentase jorong yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) masih belum mencapai target yaitu 19 jorong
(26.9%) dengan target 69 jorong (43%).
g. Rata-rata kesakitan DBD lebih meningkat dibanding tahun
sebelumnya dengan incident rate DBD 61.2/ 100.000 penduduk (103
kasus) sedangkan target incident ratenya adalah 35.41/ 100.000
penduduk (60 kasus).
h. Persentase pemakaian tempat tidur di RSUD Solok Selatan Tahun
2018 adalah sebesar 55,5% sedangkan targetnya 60-85% pemakaian
tempat tidur di Rumah Sakit.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
137

i. LOS (Lenght Of Stay) atau rata-rata lama rawatan (dalam satuan hari)
seorang pasien di RSUD Solok Selatan Tahun 2018 adalah 4 hari
rata-rata dirawat.
j. TOI (Turn Over Interval) atau rata-rata hari tempat tidur tidak
ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya adalah 3 hari,
kemudian diisi kembali oleh pasien lainnya, angka TOI ini sudah
mencapai target yaitu toleransi tempat tidur kosong adalah 1-3 hari.
k. Kepesertaan Jaminan Kesehatan tahun 2018 adalah 136.623 jiwa
(81,1%), dengan rincian jumlah PBI adalah 91.321 (54,2%) dan
jumlah Non PBI adalah 45.302 jiwa (26,9%). Alokasi dana untuk
Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD/ Jamkesda pada tahun 2018
adalah Rp.8.788.502.400,- (Delapan milyar tujuh ratus delapan
puluh delapan juta lima ratus dua ribu empat ratus rupiah).
l. Pada tahun 2018 terdapat 262 kasus TB dengan perkiraan kasus
TBC yang dihitung dengan pemodelan mathematic sebesar 730
sehingga didapatkan cakupan Case Detection Rate (CDR) adalah
35.9%. Sedangkan target yang diharapkan adalah 50%.
m. Angka keberhasilan pengobatan pasien TBC BTA Positif di Kabupaten
Solok Selatan Tahun 2018 sebesar 93.2%.
n. Jumlah balita stunting di Kabupaten Solok Selatan tahun 2018
adalah 1.792 (16.5%) terjadi peningkatan dibanding tahun 2017
(14.6%).
o. Pada tahun 2018 terdapat 1 kasus kusta kering dan 2 kasus kusta
basah dengan angka Angka Penemuan Kasus Baru (NCDR/New Case
Detection Rate) sebesar 1.8 per 100.000 penduduk yang artinya dalam
100.000 penduduk terdapat 2 orang yang terkena kasus kusta baru.
p. Kasus HIV tahun 2018 adalah 1 kasus dan kasus AIDS sebanyak 1
kasus juga.
q. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum di RSUD
Solok Selatan untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar yaitu 12,7 per
1000 penderita keluar.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
138

r. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian ≥ 48 jam setelah


dirawat di rumah sakit untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar di
RSUD Solok Selatan yaitu 18 per 1000 pasien keluar.

8.2 SARAN
Dalam upaya meningkatkan capaian kinerja untuk mencapai sasaran
pembangunan kesehatan berdasarkan renstra, terutama pada sasaran yang
belum mencapai target seperti yang tertuang dalam kesimpulan diatas.
Adapun upaya yang akan dilakukan dalam mancapai target sebagai
berikut:
a. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau,
bermutu dan berkeadilan dengan pengutamaan pada upaya promotif-
preventif terutama meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka menekan jumlah kematian ibu dan bayi ditahun
berikutnya.
b. Mengoptimalkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K). Program dengan menggunakan stiker ini, dapat
meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga), keluarga dan
masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini
juga meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pada saat
kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi
pasca persalinan.
c. Meningkatkan upaya promosi kesehatan dalam mencapai perubahan
perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat terutama
dalam penggunaan jamban sehat dalam rangka mendukung
terwujudnya jorong Stop BABS (Stop Buang Air Besar Sembarangan).
d. Meningkatkan kesehatan lingkungan dalam upaya pencegahan
penyakit Demam Berdarah.
e. Memberikan penyuluhan Asi Eksklusif kepada ibu tentang manfaat
Asi Eksklusif bagi bayi dan ibu serta menyediakan ruang laktasi di
kantor-kantor atau ditempat kerja dalam rangka menunjang program
Asi Eksklusif.
Profil Kesehatan Kabupaten Solok Selatan Tahun 2018
139

f. Penambahan anggaran untuk meningkatkan cakupan masyarakat


miskin yang memperoleh jaminan kesehatan melalui Jamkesda.
g. Mendata kembali masyarakat yang belum mempunyai asuransi
kesehatan masyarakat sehingga target JKN yang diharapkan sebesar
95% dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai