Anda di halaman 1dari 128

1

DIKTAT

SEJARAH GEREJA ASIA

SEMESTER 4B
T.A 2011/2012

OLEH:
PDT. SIKPAN SIHOMBING, MTh

STT – HKBP
HKBP SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA
2

PEMATANG SIANTAR
KATA PENGANTAR

1. Sebagai Dosen Bidang Sejarah Gereja (STT HKBP Pematangsiantar),


saya merasa bahwa betapa pentingnya diktat ini disusun guna menolong
dan membantu para mahasiswa memahami pertumbuhan dan
perkembangan gereja di wilayah benua Asia. Sebagaimana wilayah
benua Asia merupakan “bumi kelahiran” agama Kristen (juga “agama-
agama tinggi” lainnya di dunia); melalui diktat ini, para mahasiswa
dituntun pengetahuannya memahami bahwa sejarah pembentukan (lahir),
pertumbuhan dan perkembangan gereja di Asia tidak terpisahkan dari
pergumulan gereja di Asia. Pergumulan pertumbuhan dan perkembangan
itu sangat terkait dengan banyak hal misalnya pertama: “perjumpaannya
dengan masalah-masalah politik dan kekuasaan (penguasa) serta
kebudayaan bangsa-bangsa di Asia”. Demikian dengan hal yang kedua
yakni: “bentuk jawaban yang diberikan oleh orang Kristen (gereja)
terhadap pergumulannya itu jika diperhadapkan dengan banyaknya
situasi/kondisi berlangsung di sekitar pertumbuhan dan perkembangan
gereja”. Faktor yang ketiga adalah bentuk jawaban teologia oleh para
tokoh misionaris Asia sendiri (pribumi juga para misionaris asing), di mana
melalui karya misi dan teologi, semuanya sebagai karya besar mereka
dalam memenuhi panggilan untuk mewartakan “Amanat Agung” Yesus
Kristus yang olehnya dihasilkan jutaan orang menjadi percaya dan
menerima karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus.

2. Diktat ini disusun dengan mempedomani kurikulum dan silabus mata


kuliah Sejarah Gereja Asia sebagaimana telah ditetapkan di STT-HKBP
Pematangsiantar. Bahan buku bacaan yang dipergunakan untuk
menyusun diktat ini bersumber dari berbagai kepustakaan sejauh
berhubungan dengan pergumulan pertumbuhan dan perkembangan
Gereja di Asia. Dan untuk penyempurnaan diktat ini menjadi bahan
bacaan yang standard di perguruan tinggi teologi, diktat ini masih
membutuhkan koreksi di sana-sini. Harapan kami, kiranya melalui diktat
ini mahasiswa dirangsang pengetahuannya memahami pertumbuhan dan
perkembangan gereja di Asia. Melaluinya, mahasiswa sebagai calon
pelayan: motivasi, komitmen serta dedikasinya diilhami untuk berbuat
lebih imaginatif di tengah-tengah pelayanan gereja dan masyarakat kelak.

Pematangsiantar, Agustus 2007


Dosen:
3

Pdt. Sikpan Sihombing, MTh

SYLABUS

I. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Memampukan mahasiswa memahami/mengetahui wilayah benua Asia
sebagai “bumi kelahiran” agama Kristen dan “agama-agama tinggi”
lainnya di dunia.

II. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Sebagaimana sejarah gereja di Asia dibagi ke dalam dua zaman yakni
Zaman Gereja Asia Lama (abad 1-1400 an) dan Zaman Gereja Asia Baru
(1498 – sekarang), maka fokus pembahasan kuliah ini menyangkut:
a. Sejarah pembentukan (lahir), pertumbuhan dan perkembangan gereja
di Asia.
b. Pergumulan gereja di Asia yang meliputi perjumpaannya dengan
masalah-masalah politik, kekuasaan (penguasa) dan kebudayaan
bangsa-bangsa di Asia serta jawaban yang diberikan oleh orang
Kristen (gereja) dengan pergumulannya dalam keragaman situasi dan
kondisinya.
c. Pergumulan pertumbuhan dan perkembangan gereja-gereja di Asia
melalui karya misi dan teologi para tokoh misionaris Asia baik pribumi
maupun asing.
4

TOPIK/TEMA PEMBAHASAN
PER SETIAP PERTEMUAN

BAB/
P e r t. TOPIK PEMBAHASAN

I/1 - Penjelasan Tentang Sylabus Mata Kuliah SGA dan


beberapa petunjuk Dosen Pengampu mata kuliah ini
- Sebuah Pengantar Untuk Memahami Sejarah Gereja
(Kekristenan) di Asia
II/2 Sejarah Gereja Asia Lama
III/3 Keadaan Gereja Zaman Asia Lama Setelah Munculnya Islam
IV/4 Sejarah Gereja di Tiongkok Dari Tahun 635 Hingga Abad 15
V/5 Sejarah gereja di Asia Masa zaman Baru (zaman Vasco Da
gama – PI Dari Barat) 1498 – Sekarang
VI/6 Zending Protestan di India (Abad 17-18)
VII/7 Misi Protestan Di India Abad 19-20
8 UJIAN MI D SEMESTER
VIII/9 Misi Protestan di Tiongkok Abad 19-20
IX/10 Agama Kristen di Myanmar (Birma) Dan Muang Thai
(Thailand) Serta Vietnam
X/11 Agama Kristen di Jepang
XI/12 Kekristenan di Korea Dan Taiwan
XII/13 Kekristenan di Pilippina
XIII/14 Kekristenan di Malaysia Dan Singapura Serta Siberia
XIV/15 Kekristenan di Sri Lanka
16 Minggu Sunyi: Penyelesaian Pekerjaan Rumah
17 UJIAN SEMESTER

Pematangsiantar, January 2008

Pdt. Sikpan Sihombing, MTh


5

SEBUAH PENGANTAR UNTUK MEMAHAMI


SEJARAH GEREJA (KEKRISTENAN) DI ASIA

Gambaran Umum Sejarah Gereja Asia


1. Sebagai titik perjumpaan antara Barat dan Timur, Yerusalem (tempat
lahirnya Agama Kristen) secara geografis adalah wilayah Asia Barat dan
merupakan kekuasaan politis Romawi yang berorientasi dominan Eropa.
Perluasannya ke arah Barat (Eropa), dapat dikatakan bahwa kekristenan
(Injil) telah membentuk kebudayaan Barat/Eropa sedemikian rupa bahkan
hingga akhir abad 16 Eropa dipahami wilayah dengan sebutan: “corpus
Christianum” (dunia kekristenan). Istilah ini sekarang disebut sebagai
wilayah Christendom (dunia orang Kristen) sebagai peradaban
Eropa/Barat.

Dari lahirnya hingga abad 12, kekristenan di Asia (khusus Asia Barat)
sangatlah berkembang pesat. Akan tetapi masa abad 13-14 gereja di Asia
nyaris dihapuskan, dan keadaan ini berlangsung hingga abad 19. Masa
akhir abad 19 (bnd. sensus PBB tahun 1990: dari seluruh penduduk dunia
½ di Asia) seluruh penduduk Asia hanya 7,8 % orang Kristen (kelompok
masyarakat minoritas). Kekristenan di Asia dengan segala implikasi positif
dan negatifnya hingga akhir abad 19 hanya sebagai warisan penginjilan
Barat. Nampaknya bila ditinjau dari berbagai aspek, beberapa keadaan
yang menyebabkan kekristenan di Asia, perkembangannya tidak sebesar
apa yang dicapai di Eropa.

Beberapa keadaan itu adalah:


a. Berlangsungnya penghambatan besar dialami oleh orang Kristen di
Asia terjadi ketika mereka berjumpa dengan kelompok agama-agama
besar dan kuat yang sebelumnya sudah menyatu dengan segala
aspek kehidupan dan budaya bangsa-bangsa Asia. Kelompok agama-
agama besar itu adalah agama Zoroaster (hidup Persia hingga tahun
650), agama Hindu dan Budha di India, Asia Timur dan Asia Tenggara,
agama Kong Hu Chu di Cina dan di negara-negara di mana Cina
berserak. Munculnya Agama Islam abad ke-7 yang pengaruhnya
menguasai seluruh daerah Timur Tengah yang sebelumnya dikuasai
oleh gereja, kemudian pengaruh penyebaran Islam mencapai hingga
6

ke arah Asia Tengah, Selatan dan Tenggara terutama Malaysia dan


Indonesia, sehingga ketika memasuki daerah-daerah ini agama
Kristen sulit menerobos masyarakat di sana.
b. Yang cukup menentukan sangat mundurnya perkembangan gereja di
Asia adalah sulitnya (sangat kurang) ditemukan bahan-bahan sebagai
sumber untuk menggali akar-akar Kekristenan di Asia (wilayah di luar
kekaisaran Romawi). Dengan komposisi isi informasi yang sangat
terbatas beberapa sumber rujukan dapat menelusuri sejarah gereja di
Asia (zaman lama) adalah:

 Tulisan dari Mashika-Zakha (+ 550 M) yang berjudul: “Tawarikh


Arbil (Mesopotamia Utara)”. Isinya tentang riwayat Kekristenan
Mesopotamia antara tahun 99-540 M.
 Tulisan Thomas dari Marga (850), judulnya: “Book of
Governors” isinya riwayat penghuni-penghuni biara bait Abe di
Mesopotamia Utara. Buku ini memberi gambaran jelas tentang
spiritualitas gereja Nestorian.
 Tulisan Mari Ibnu Sulaiman (1140): “Book of The Tower”, tulisan
ini merupakan sejarah Patriarkh (pimpinan Gereja) Nestorian, yang
dimaksudkan dengan “Tower” dalam hal ini adalah istana/tempat
kedudukan seorang Patriarkh.
 “Monumen Chang-an”: monumen ini merupakan sebuah tugu
peringatan yang terbuat dari lempengan batu besar dan dibangun
oleh orang-orang Kristen di Cina atau Tiongkok tahun 781 M. Di
monumen tersebut dijumpai inskripsi atau tulisan yang dipahat di
batu besar. Tulisan itu memberi penjelasan mengenai Sejarah
Agama Kristen di Tiongkok antara tahun 635-781. Chang-an
adalah ibukota Tiongkok zaman itu, masa dinasti Tang.

c. Misi gereja Nestorian (ingat perpecahan gereja Barat dan Timur hasil
dari Konsili Nicea: 325 dan Chalcedon: 451 tentang perdebatan
Trinitatis antara Agustinus/Ambrosius dengan Arius, Nestorius dan
Jerome serta Chrisostomus). Yang tidak dipandang oleh Barat (Eropa)
sebagai misi kekristenan yang benar. Kelompok Nestorian dianggap
sebagai orang Kristen bidat/sesat yang telah dikutuk oleh konsili
oikumenis yang dipelopori oleh kaisar Romawi. Karya besar missionar
Nestorian yang telah mencapai Asia Tengah, Timur dan Selatan ditolak
Barat sebagai karya misi kekristenan yang tidak benar bahkan
dianggap karya misi yang memalukan sebab dianggap selalu tunduk
kepada penguasa politis duniawi. Padahal orang Asia sendiri
menganggap karya misi Nestorian ini sebagai karya misi yang
apostolis yang bebas dari pengaruh Hellenisme dan filsafat Yunani.
7

Padahal secara politis gereja Nestorian sangat mendukung


pertumbuhan gereja di Asia dalam hubungannya dengan konflik
Persia (bebas dari pengaruh kebudayaan Yunani) dengan Romawi.
d. Keadaan yang mendukung kristenisasi berlangsung cepat di
Eropa adalah pertentangan dan hambatan yang dialami oleh agama
Kristen tidak begitu besar, karena ketika agama Kristen memasuki
Eropa, di sana tidak dijumpai agama-agama besar seperti dijumpai di
Asia, yang ada hanya agama-agama suku yang bersifat primitif, yang
tidak mempunyai daya tahan terhadap Agama Kristen dan bahkan di
banyak negara Agama Kristen dijadikan sebagai agama negara.

2. Dari penjelasan di atas jelas bahwa fakta sejarah telah membuktikan


kekristenan lahir di Asia, tetapi adalah sangat ironis bahwa hingga abad
19 agama Kristen dianggap sebagai agama Barat karena agama Kristen
datang dari Barat bersamaan dengan masuknya ekspansi (kolonialisme)
Barat ke Asia. Sekali lagi sangat ditekankan melalui diktat ini, bahwa: “inti
pokok/tujuan utama belajar sejarah gereja bukanlah menghafal nama dan
tahun dsbnya”. Hakekatnya, pertanyaan-pertanyaan yang muncul di
sekitar sejarah gereaja sangatlah bervariasi. Misalnya, siapa menabur,
menyiram, siapa yang menanam, memelihara, apa latar belakang dan
motivasi, benarkah benih gereja adalah Injil, bagaimana Injil dinyatakan
dalam konteks menyeluruh Asia, mengapa kekristenan di satu wilayah
dapat berakar sementara di wilayah lain tidak, faktor apa yang
mempengaruhi perkembangan gereja, dan lain sebagainya (sangat
banyak pertanyaan yang berhubungan dengan ini). Dari hikmat 1 Kor. 3:6,
bagaimana kita sekarang memperdalam dan mencari jawab atas
pertanyaan di atas terhadap konteks Asia yang sangat luas (wilayah,
budaya, dll).

Perlu anda renungkan bahwa kekristenan di Asia menghadapi tantangan


perkembangannya yang luar biasa untuk digumuli awal abad 21 ini.
Perkembangan gereja yang luar biasa di Asia (dari tahun 1990 Korea
telah mengambil alih tongkat/pusat pergerakan misi ke seluruh dunia,
demikian dengan Cina negara yang berabad-abad tertutup dengan
kekristenan, dari tahun 1949 hanya 4 ½ juta penduduknya Kristen-RK dan
Protestan-tetapi tahun 1992 telah menacapai 75 juta jiwa) sangat
menuntut konsekwensi yang sangat kokoh dari sudut ilmu sejarah gereja.
Artinya hasil penelitian sejarah (gereja) sangat besar manfaatnya dalam
menyumbangkan kecenderungan perkembangan yang terjadi: misalnya
tentang bentuk corak kepemimpinan dan teologi lokal, hagiografi para
missionaris, latar belakang konteks agama dan kebudayaan tempat di
mana Injil diterima dan diwujudkan. Semuanya demi perkembangan
kekristenan di Asia.
8

Maksud Umum Istilah “Gereja Asia Lama”


3. Seperti dikatakan oleh Th. Van den End, istilah “lama” dalam pemakaian
“gereja Asia Lama”, dipakai dalam tiga kategori yaitu:

 Membedakan gereja di Asia pada zaman pertama dengan gereja yang


muncul sesudahnya akibat usaha-usaha PI orang Barat. Zaman
“gereja Asia Lama” dihitung sampai tahun 1400, sebab terdapat
kesinambungan (kontinuitas) yang besar dalam Sejarah Gereja Asia
selama periode itu. Bila dibandingkan dengan gereja Barat (Eropa)
istilah lama dipakai untuk menyiratkan periode sampai sekitar abad ke-
6, gereja di Asia tidak memakai istilah seperti ini.
 Dalam istilah “gereja Asia Lama”, pengertian “Asia” tidak bersifat
geografis semata-mata, jadi pengertian Lama dimaksudkan sebagai
wilayah Asia yang termasuk kepada wilayah yang tidak dominan
pengaruh kebudayaan Yunani Romawinya (Hellenistis). Pengaruh
Hellenisme (sebagai kebudayaan yang mencakup bahasa dll) di Asia
jelas tidak sama dengan batas wilayah kekuasaan Romawi
(kekuasaan politik) di Asia.
 Gereja Asia Lama juga bermaksud, gereja di Asia di luar pengaruh
Hellenisme sejak permulaannya sampai sekitar tahun 1400.

4. Dari penjelasan di atas maka periodesasi Sejarah Gereja di Asia dapat


dibuat sebagai berikut:

 Zaman gereja Asia Lama; dari permulaan kekristenan (abad I)


sampai kira-kira tahun 1400-an. Zaman ini dibagi ke dalam dua
periode, yaitu:
Pertama, masa sebelum kelahiran atau kedatangan Islam
(Kekristenan berada di lingkungan kekuasaan Romawi dan kerajaan
Partia/Persia).
Kedua, setelah kekristenan berada di bawah kekuasaan Islam. Dalam
hal ini perlu diperhatikan bahwa zaman Lama, pusat kekristenan dan
penginjilan di Asia ada di Mesopotamia Utara, dari sinilah kegiatan PI
dilakukan oleh orang-orang Kristen Syria atau kemudian oleh orang-
orang Kristen Nestorian ke berbagai daerah di Asia. Faktor yang
paling menentukan bagi perkembangan gereja masa periode ini
adalah berlangsungnya perluasan gereaja, perkembangan tata gereja,
perkembangan ajaran gereja, hubungan gereja dengan negara, dll.
 Zaman Gereja Asia Baru (zaman Vasco da Gama) – Zaman
Pekabaran Injil dari dan oleh orang-orang Barat (+ tahun 1500-1947).
Zaman ini juga dibagi ke dalam dua periode yaitu:
9

Pertama, zaman sebelum tahun 1800 (+ atahun 1500-1800).


Kedua, masa antara tahun 1800-1947. Masa periode tahun 1800, PI
dilakukan atas usaha penguasa (negara Eropa) yang menguasai
beberapa daerah Asia. Sedang periode kedua yakni setelah tahun
1800, di mana usaha-usaha PI dilakukan oleh berbagai lembaga
penginjilan yang datang dari Eropa atau dunia Barat. Lembaga-
lembaga penginjilan ini umumnya lahir sebagai pengaruh dari gerakan
pietisme atau gerakan revivalisme yang muncul di Eropa.

Alat Pendukung Bagi Perluasan Gereja di Asia Masa Abad Pertama


5. Dari sudut perluasan Gereja masa Sejarah Gereja Asia lama, beberapa
keadaan yang mempengaruhi serta menentukan perluasan gereja adalah:

 Pusat PI pertama di Asia. Pusat PI pertama abad-abad pertama


sejarah gereja di Asia adalah Antiokhia (bnd. kis. 11:19-21; 14:26 ff).
Sejajar dengan ini, historigrafi (catatan sejarah) sejarah gereja Asia
sangat ditentukan oleh corak Barat (mis Berkhoff dan Enklaar) walau
ada PI ke arah Timur dan Selatan (lih. Kis. 2:8-11). Pola perluasan
gereja sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan seperti situasi
politis, kultus, keagamaan Asia Barat.
 Secara Politis, Asia Barat dibagi dua yakni: Roma dan Persia.
Pertentangan antara Romawi dan Persia berlangsung terus menerus,
pokok pertentangan adalah pemulihan kekuasaan dan wilayah dari
zaman Koresy dan Darius.
 Dari Sudut kebudayaan Roma menganut kebudayaan Hellenistis
bercorak Yunani. Bahasa pengantar di Timur Romawi ialah Yunani
sedang di Romawi Barat adalah bahasa Latin. Di Persia sisa
kebudayaan Babilonia kuno masih berpengaruh yang secara langsung
menolak pengaruh Hellenisme. Di Mesir penduduk menolak pengaruh
Yunani dan Hellenistis walau wilayah ini masuk ke wilayah Romawi.
 Dari sudut Bahasa, di Persia dipakai bahasa Persia sedang di
Barat (Irak, Syria dan Palestina sekarang) dipakai bahasa Arab
(Syria).
 Dari sudut agama, di kekaisaran Romawi terdapat macam-macam
agama, di antaranya agama-agama suku kuno dan agama-agama
sinkritisme yang baru. Namun di Persia agama Zoroaster telah
menjadi agama negara.

Kesimpulan yang dapat dibuat dari uraian ini terhadap perluasan


kekristenan gereja Asia lama adalah: secara politis, bahasa, kebudayaan,
agama dapat dikatakan bahwa untuk usaha PI keadaannya lebih
menguntungkan di kekaisaran Romawi daripada di Persia. Bila
10

kekristenan perkembangannya menguntungkan di Romawi namun situasi


menyeluruh Persia (agama, bahasa, kebudayaan) semuanya merupakan
rintangan yang hebat bagi PI di Asia.

6. Berhubung dengan perluasan gereja di Asia masa abad pertama, ada


empat jalan (jembatan) dapat dilihat sebagai alat untuk melintasi
rintangan (hambatan) perluasan kekristenan zaman gereja Asia Lama:

 Jemaat Yahudi Diaspora. Sisa keturunan masa pembuangan Babel


(lih. Ezra 7:6-7). Mereka memelihara hubungan satu sama lain tanpa
mengabaikan perbedaan asal negara (Kis. 2:5-10). Usaha PI zaman
Asia lama jelas memakai jembatan ini (lih. Kis. 2:13,14,16, dll). Yahudi
diaspora sangat menentukan corak kerohanian/teologi gereja Asia
Lama di Persia.
 Bahasa Aram. Sebagai bahasa resmi Romawi dan Persia bahasa
ini juga secara langsung menjadi bahasa gereja zaman Asia Lama,
khususnya oleh gereja Nestorian (Inggris – Syiriac).
 Daerah Irak Utara yang dominan dengan agama suku. Keadaan ini
memberi peluang UPI di Persia sehingga Irak menjadi pangkalan
(pusat) gereaja di Asia masa abad ke-2. Masa abad ke-2 Irak adalah
negara pertama yang dikristenkan di Asia di luar kekaisaran Romawi.
Selama sejarah gereja Asia Lama sampai menjelang lahirnya Islam,
Irak (Mesopotamia Utara) adalah pusat Kekristenan di Asia sekaligus
sebagai pangkalan seluruh karya PI di Asia.
 Jalan laut Asia Selatan-jalur Perdagangan. Perdagangan ramai
antara Mesir (laut merah) dengan India, Sri Lanka, Tiongkok (Cina).
UPI melalui jalur ini menghasilkan sejumlah jemaat Kristen walau
masa selanjutnya (abad 18-19) kekristenan tetap dianggap sebagai
“asing” di Asia dan oleh karenanya sulit berkembang (tetap kecil)
kecuali di India Selatan dan Arab Selatan.

Terhadap kedudukan gereja (orang Kristen) di dalam negara, sampai


masa abad VII di Asia ada dua fase/tahap dapat digambarkan, yaitu: “di
satu pihak gereja mengalami penghambatan/pertentangan dan gereja
mendapat pengakuan”.

 Fase Pertama: fase ini berlangsung sampai masa abad ke-5 di


mana gereja masih dalam wilayah kekuasaan kekaisaran Romawi
(puncaknya sampai tahun 313). Identifikasi terhadap keadaan gereja
masa ini:
Tahap awal selama di dalam kerajaan Partia (yang kemudian berubah
menjadi Persia) gereja mengalami penghambatan dan sifat
11

penghambatan itu bersifat insidentil (lokal). Sumber penghambatan


berasaldari tokoh-tokoh agama Zoroaster (Magians). Negara tidak
mengambil prakarsa dalam penghambatan ini (bnd. pengalaman
gereja masa kekaisaran Romawi sampai pemerintahan Decius, tahun
149).
Tahap kedua dimulai tahun 226 (masa pergantian kerajaan Partia
menjadi Persia). Masa ini Persia mengalami kebangunan nasional,
agama Zoroaster menjadi agama negara, agama Kristen dihambat
secara sistematis dan penghambatan ini berlangsung di seluruh
wilayah Persia. Karenanya agama Kristen sangat dirugikan (bahkan
mendapat presedent negatif hingga tahun 313). Masa ini Kristen telah
menjadi agama negara Romawi, secara langsung agama Kristen turut
menjadi musuh kerajaan Persia. Pernyataan raja Persia yang
menghambat Kekristenan adalah “sahabat musuh saya (Romawi)
adalah musuh saya juaga (Kristen)”, otomatis dengan pernyataan ini
gereja sangat dicurigai sebagai mata-mata Romawi di semua wilayah
Persia (bnd. posisi agama Kristen di Indonesia masa tahun 1945-
1950).

 Fase Kedua (terjadi tahun 410-424); masa ini gereja berhasil


menemukan jalan keluar dari perangkap politis, dan tahun 410 gereja
mencapai suatu persetujuan dengan negara. Persetujuan itu adalah:

► Negara mengakui gereja sebagai persekutuan ayang sah dengan


hak-hak dan kewajiban tertentu. Uskup agung Seleukia-Ktesifon,
ibukota kerajaan Persia, yang telah mengambil gelar Patriarkh
(katolikos) diakui sebagai kepala persekutuan Kristen. Ia
bertanggungjawab terhadap sah atas kelakuan anggota-anggota
persekutuan Kristen. Dalam satu hal, kebebasan beragama bagi
orang Kristen dibatasi; mereka tidak boleh berusaha membujuk
seorang penganut agama Zoroaster agar masuk menjadi Kristen
(kalau ini terjadi maka hukuman mati diadakan).
► Tahun 424, Gereja persia melepaskan diri dari gereja Barat (pusat
Romawi) secara Yuridis. Patriarkh/Katolikos dalam gereja Persia
tidak dipandasang lagi sebagai takluk kepada Patriarkh Antiokhia.
Pemisahan ini semakin diperkuat tahun 484, di mana ketika
kekaisaran Romawi dikutuk oleh konsili (Chalcedon 451).
Penerimaan terhadap ajaran Nestorius ini sangat dipengaruhi oleh
pengamanan diri dan kecurigaan negara. Masa selanjutnya gereja
Asia mulai dikenal sebagai gereja Nesotiran (termasuk di
dalamnya Gereaja Yakobit dan Gereja Ortodox).
12

► Catatan yang sangat penting diperhatikan dalam hal ini bahwa


masa sejarah gereja Asia lama, orang Kristen (gereja) mendapat
status dhimi atau millet. Status ini adalah penentuan keadaan
orang Kristen di wilayah kerajaan Persia yang didominasi budaya
khalifat Arab sebelum Islam lahir. Dengan kata lain, sama seperti
dalam banyak hal, orang Arab mengambil alih saja keadaan yang
sudah berlaku sebelum Islam muncul. Namun walaupun kompromi
telah dicapai, penghambatan juga masih berlangsung sampai
runtuhnya kerajaan Persia abad ke-7.

Corak Kerohanian Kekristenan Zaman Asia Lama


Sampai Kedatangan Islam
7. Ada tiga periode yang sangat menentukan corak kekristenan Asia sampai
kedatangan Islam di Asia:

 Pertama yaitu abad 1-3: masa ini di dalam gereja belum ditemukan
keseragaman dalam gereja Asia Barat. Pengaruh paham dualistis
asketis Asia yang sangat fundamentalis sangatlah besar. Maksud dari
hal ini adalah sama seperti pengaruh keYahudian yang sangat
beraneka ragam di dalam gereja Asia Lama masa abad I dimana
kelompok Yahudi Rabbinis (berpegang kuat pada PL, menutup diri
pada pengaruh agama lain, fanatik melakukan hukum Taurat) dan
Essene (kelompok ini berpusat di Qumran) sangat mempengaruhi
corak kerohanian jemaat. Demikian dalam gereja Asia lama,
lingkungan kekafiran yang dipengaruhi pola keagamaan Babilonia
(percaya pada pengaruh binatang-binatang dan nasib manusia: yang
disebut sebagai Astrologi dan ilmu nujum) berlangsung dalam gereja.
Ada pula pengaruh Hellenisme dengan filsafat Yunani dan agama
Zoroaster bercampur dengan berbagai-bagai cara di dalam gereja.
 Kedua abad 3-5. Gereja Ortodox mengalami kemenangan (tealah
diterima secara umum oleh jemaat-jemaat dalam wilayah kekaisaran
Romawi). Pengaruh paham dualistis asketis yang paling ekstrim dapat
diatasi.
 Ketiga abad ke 5-7: Kekristenan Asia memisahkan diri dari gereja
Ortodox dengan tidak mengikuti keputusan Chalcedon. Teologia
“Hellenistis” masih berpengaruh dalam gereja Asia Lama.

Kesimpulannya: “corak kerohanian orang kristen dan bentuk-bentuk


gereja Kristen masa sejarah gereja Asia lama tidaklah seragam”,
ketidaksamaan corak ini semakin diperkuat oleh faktor sosiologis yang
secara Yuridis jemaat-jemaat berdiri sendiri. Kelompok-kelompok sosial
masyarakat yang sangat mempengaruhi corak kerohanian jemaat masa
13

gereja Asia lama adalah: kelompok Sinkritis yang menghasilkan Injil Kisah
Rasul Thomas, kelompok Bardesanes yang menekankan astrologi dan
fatalisme Babilonia dan lain sebagainya.

II

SEJARAH GEREJA ASIA LAMA

Keadaan Asia Umum Abad 1-7


1. Barangkali sekarang anda sudah memahami gambaran Asia (sebelah
Barat berbatasan dengan Eropa, Laut Tengah dan Afrika, sebelah Timur
berbatasan dengan lautan Fasifik, di Utara berbatasan dengan kutub
Utara bumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Lautan India), sebagai
benua yang sangat besar dan luas namun secara singkat beberapa
identifikasi tentang keadaan Asia masa abad-abad 1-7:

 Sejak sejarah kebudayaan manusia di dunia, Asia adalah tempat


“akar-akar” agama-agama besar seperti Hindu, Budha, dan Islam.
Masa permulaan Kekristenan abad I, di Asia teradapat empat
kekuasaan besar yang sekaligus sebagai pusat peradaban. Keempat
pusat kekuasaan itu adalah Asia Barat yang dikuasai Romawi,
kerajaan Parthia/Persia dan kekaisaran Cina dan India.
 Kekaisaran Romawi. Kekaisaran ini adalah pusat kekuasaan
pertama di Asia, wilayah kekuasaannya meliputi Palestina, Syria, Asi
kecil. Dalam pandangan Asia masa abad I, Romawi adalah negara
kolonial penjajah, konflik Romawi dengan Partia/Persia masa abad
pertama berpusat pada perebutan Asia Barat kepada wilayah
kekuasaan Romawi dan Partia. Kemenangan Romawi atas konflik ini,
menentukan Romawi menanamkan pengaruh Hellenisme yang masa
selanjutnya Asia Barat hingga sekarang masuk ke dalam wilayah
Eropa. Namun masyarakat Yahudi Palestina menolak pengaruh ini
walau di kekaisaran Romawi Hellenisme turut membantu
perkembangan Kekristenan.
 Kerajaan Partia/Persia. Wilayahnya berbatasan dengan Romawi di
sebelah Timut. Lebih luas meliputi Mesopotamia (Irak-Iran sekarang)
yang berbatasan dengan India di sebelah timurnya. Tahun 225 Parthia
berubah menjadi Persia (kerajaan yang dulu dikenal masa zaman PL
dengan rajanya Koresh (Cyrus) yang telah berhasil menguasai
Babilonia. Agama yang cukup kuat di wilayah ini adalah Zoroaster
yang sangat menghambat pertumbuhan Kristen di daerahnya.
14

 Kekaisaran Cina. Cina adalah negeri yang sangat luas. Dua abad
sebelum Kristus, negara ini sudah sangat kuat menganut Kong Hu
Chu yang didirikan oleh Ch’in Shih Huang-ti (221-210 Sm). Masa
inilah tembok besar Cina dibangun dengan tujuan untuk melindungi
daerahnya dari seragam suku-suku liar. Kemudian dinasti ini diganti
oleh hirarki dinasti Han (206 Sm-220M). penerus dinasti Han mulai
tahun 128 Sm sangat membuka diri terhadap dunia luar yang
sebelumnya oleh kaisar Han tidak melakukannya. Mulai dinasti inilah
bangsa Cina mempunyai minat luar biasa melakukan perdagangan ke
berbagai penjuru dunia (India, Persia, Syria, hingga ke Asia Barat.
Masa semangat perdagangan inilah kemudian muncul istilah: “Jalan
Perdagangan Sutra” dari Cina. Jalan ini kemudian menjadi jalur
perdagangan Cina ke dunia luar demikian sebaliknya, yang sekaligus
dimanfaatkan oleh para misionar/penginjil Persia (Mesopotamia) untuk
memperluas Injil hingga ke Timur Jauh (Cina). Yang paling
memperoleh keuntungan bagi penyebaran agama melalui jalur ini
adalah bangsa India dengan membawa Hindu dan Budha ke Cina dan
Asia Tenggara. Penginjil pertama sampai di Cina berlangsung abad
ke-7 oleh orang Kristen Nestorian dari Persia. Oleh karena itu maka
dapat diketahui bahwa saat Kekristenan tiba di Cina telah ada dua
agama besar di sana yaitu agama Kong Hu Chu sebagai agama asli
dan agama Budha yang masuk dari India. Pada pembahasan
selanjutnya diterangkan lebih lanjutnya, setelah masuknya agama
Kristen di Cina maka kedua agama ini sekaligus sebagai tantangan
penyebaran Injil di Cina.
 India: India adalah asal agama Budha yang masa abad I
penyebarannya cepat meluas ke seluruh wilayah Asia. Akan tetapi
setelah pengaruh kekristenan dan setelah munculnya Islam, agama
Budha di India berangsur-angsur surut dan umatnya melebur ke
agama Hindu India. Agama Hndu bertumbuh sejajar dengan latar
belakang bangsa India, satu ciri yang sangat menonjol adalah sistem
kasta masyarakat India yang dipengaruhi oleh agama Hindu dengan
kasta Brahmana, kasta Ksatria, Kasta Waisya, Kasta Sudra.

Keadaan Gereja di Asia Sampai Munculnya Islam


2. Gereja di Edessa. Edessa (Irak, peta modern ada di hulu sungat Eufrat
hingga teluk Persia) masa abad pertama adalah wilayah kerajaan
Mesopotamia bagian Utara di bawah naungan provinsi Osrhoene.
Letaknya yang strategis sebagai pusat jalur perdagangan “jalan Sutra
lama” membentang dari Antiokhia, Persia, India hingga Cina (lih. Kej.
11:31, haran yang pernah menjadi kediaman Abraham). Kota Urfa (di Irak
15

sekarang) adalah lanjutan kota Edessa yang sekarang berbatasan


dengan Timur Turki, sebelah Utara adalah Syria dan kota Damaskus serta
gunung Ararat.

Makna penting Edessa zaman gereaja Asia lama:


 Edessa adalah kerajaan Kristen pertama di Asia (pengaruh
pengkristenan raja Edessa masa abad I).
 Di Edessa, pertama sekali diterjemahkan kitab PB dari bahasa
aslinya Yunani ke dalam bahasa Syria (200 M). Pada waktu itu
bahasa Syria adalah bahasa pengantar di seluruh wilayah Persia
(dengan demikian di Gereja).
 Bangunan gereja pertama di Asia ditemukan di Edessa,
dibangun oleh raja Abgar VII segera setelah ia menjadi Kristen.

Beberapa laporan dapat dirujuk memahami kapan dilakukan UPI ke


Edessa adalah:

 Tulisan Eusebius (320) yang menyinggung bahwa Raja Edessa


yaitu raja Abgar V (hidup pada zaman Yesus) pernah berkomunikasi
langsung dengan Yesus dan menawarkan perlinungan khusus
bagiNya serta para muridNya dari ancaman pembunuhan Yahudi.
Tawaran ini dilakukan oleh raja Abgar atas informasi yang diterimanya
bahwa Yesus sanggup melakukan muzijat termasuk menyembuhkan
berbagai penyakit dan mengusir setan tanpa melalui ramuan obat.
Lebih jelas di bawah ini dicantumkan laporan Eusebius: “Abgar
Ukkaina, kepada Yesus Juruselamat yang baik yang telah muncul di
Yerusalem, salam. Saya telah mendengar penyembuhan yang Yesus
lakukan …(dan saya) memutuskan satu dari antara dua hal yaitu
bahwa Engkau adalah Allah yang turun adari surga ke dunia ini, atau
Engkau adalah Anak Allah …Karena itu saya menulis suarat
kepadaMu untuk segera datang kepada saya dan menyembuhkan
penderitaan yang saya punya. Dan lagi saya mendengar bahwa
orang-orang Yahudi mengolok-olok dan akan menyakitiMu. Sekarang
saya mempunyai sebuah kota kecil dan patut dimuliakan, yang
kiranya cukup bagi kita berdua …” Dari sumber laporan yang sama
(Eusebius), komunikasi Abgar V dijawab Yesus dengan mengatakan:
“berbahagialah anda yang percaya kepadaKu, walau anda belum
pernah melihat Aku …Aku harus menyelesaikan pekerjaanKu di sini.
Dimana Aku diutus dan setelah itu Aku akan kembali kepada Dia yang
mengutus Aku. Namun sesudah Aku diangkat ke atas, Aku akan
mengutus salah seorang muridKu untuk menyembuhkan
penderitaanmu dan memberikan kehidupan bagimu dan bagi orang-
16

orang yang ada bersamamu. Sebagai surat/kitab apokrif, kedua surat


ini dinyatakan palsu oleh gereja masa abad ke-6.

 Sebuah dokumen Syria yang berjudul “Doktrin Addai”, ditulis kira-


kira tahun 390-430 M melaporkan masa tibanya Addai (nama lain
Thadeus sebagai rasul Mesopotamia) di Edessa. Raja Abgar V yang
mempunyai penyakit dan disembuhkan oleh Addai dengan cara
mujizat. Atas kesembuhan raja ini, Addai memiliki peluang besar
melakukan misi PI di Edessa. Dilaporkan bahwa seluruh warga kota
mendengar dan menerima Addai dengan penuh sukacita.

 Juga melalui dokumen Syria, dikatakan adanya kelanjutan hasil


UPI Addai dimana ada empat kelompok yang berbeda menerima dan
melanjutkan UPI itu. Keempat kelompok itu adalah:

► Para bangsawan dan anggota keluarga raja, usaha mereka adalah


mendukung pembangunan gereja dan melengkapi peralatannya.
► Pimpinan-pimpinan agama suku setempat: setelah menerima
agama baru (Kristen) kelompok in segera merubuhkan kuil-kuil
agama kuno (kuilk Nebu – dewa matahari dan kuil Bel – dewa
bulan) mereaka yang lama. Namun disayangakan bahwa tidak di
seluruh wilayah aksi ini berlangsung (apa lagi di pusat kota kuil
tetap dibiarkan).
► Orang-orang Yahudi yang ahli Taurat dan kitab nabi-nabi, mereka
juga pelaku “pedagang-pedagang sutera”. Dari laporan ini
kelompok Yahudi ini tidak begitu positif hasilnya dalam UPI di
Edessa.
 Kelompok yang paling berhasil adalah “golongan masyarakat
umum”. Keberhasilan mereka sangat ditentukan oleh kemauan
dan tekad yang mereka tunjukkan atas ajaran baru (Injil) yang
mereka terima.

Masa perkembangan selanjutnya Gereja di Edessa, Addai diangkat


sebagai rasul Edessa (Mesopotamia Utara) di bawah kepemimpinan
Addai Gereja di Edessa mengalami perkembangan yang cukup berarti.
Kepemimpinan Addai di Edessa dilanjutkan oleh Aggai seorang murid
Addai. Di bawah kepemimpinan Aggai gereaja di Edessa mengalami
penghambatan apalagisetelah raja Abgar V meninggal. Raja Abgar yang
digantikan anaknya tidak memberi kebebasan kepada perkembangan
Injil, akhirnya Aggai dihukum mati saat ia melayani khotbah di dalam
ibadah sebelum Aggai dapat mentahbiskan orang yang menjadi
penggantinya.
17

Terlepas dari unsur benar tidaknya sumber di atas, yang dapat sebagai
petunjuk sejarah gereja di Edessa: masa abad 19 telah ditemukan bukti
arkeologi di Urfa (Edessa) Irak sekarang. Bukti arkeologi itu adalah
“sebuah bata uang” yang berasal dari zaman kerajaan Edessa abad
kedua. Bukti arkeologi ini sekarang disimpan di museum Inggris, dimana
di dalam mata uang logam itu terdapat gambar raja negeri Edessa yakni
raja Abgar. Di dalam gambar itu dilukiskan raja mengenakan topi yang
bertanda salib (membuktikan bahwa raja itu telah menjadi Kristen).
Berdasarkan penelitian para ahi, raja itu bukanlah Abgar yang hidup
masa zaman Yesus, melainkan raja Abgar VIII yang memerintah di
Edessa masa tahun 180-192 M. Hanya dapat dipastikan bahwa masa
raja Abgar VIII, Edessa adalah negeri Kristen pertama di Asia.

Tokoh Kekristenan Terkemuka di Edessa


3. Ada dua orang tokoh Kristen terkemuka dari Edessa, sekaligus kedua
tokoh ini sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan gereja
zaman Asia lama:

a. Tatianus (hidup kira-kira tahun 130-200 M)


Seorang yang lahir di Assiria (Mesoppotamia Utara) memperoleh
pendidikan filsafat di Barat (Roma) dikenal sebagai seorang yang ahli
Alkitab, bahasa dan asketik. Dibaptis menjadi Kristen tahun 150 di
bawah pengajaran Yustinus Martir. Gagasan penting Tatianus untuk
pertumbuhan gereja di Assyria ((Persia-Asia lama) adalah:
 Pendapatnya yang menekankan bahwa “laporan para rasul”
memiliki otoritas yang sama dengan tulisan para nabi dalam PL
dan menolak hukum Taurat sebagai sesuatu yang tidak dipaksakan
bagi setiap orang Kristen harus dipatuhi.
 Menjadikan Arbil (sebuah tempat di sebelah Timur sungai Tigris-
Mesopotamia) sebagai pusat pelayanan. Di sini Tatianus membuka
sekolah-sekolah Kristen semacam sekolah teologi dan
persekutuan Kristen yang mandiri (gereja Timur) yang terlepas dari
pengaruh filsafat Barat. Dalam persekutuan ini, Tatianus tetap
mempertahankan isi Alkitab (melepaskan pengaruh filsafat barat)
sebagai ciri pengajaran Kristen di gereja Timut. Melalui pengajaran
ini, Tatianus menekankan isi Injil dimana di dalamnya ditekankan
perbuatan-perbuatan Allah yang besar melalui bangsa Israel,
menempatkan penyataan Allah melalui penyelamatan Kristus
sebagai batu penjuru di dalam gereja.
 Menekankan penggunaan teks terjemahan PL bahasa Aram di
setiap gereja Syria sebagai membedakan orang Kristen Hellenis
18

yang menggunakan Septuaginta (terjemahan bahasa Yunani-PL)


dan bahasa aslinya Ibrani.
 Sebagaimana proses kanon PB (yang diakui gereja Barat-
Roma) sebelum disahkan melalui sinode Hippo Regius tahun 393
dan sinode Carthago tahun 397, Tatianus telah mengerjakan versi
Injil yang berbeda dengan ini. Bila tantangan Marcion dan Gnostik
sangat mempengaruhi gereaja Barat mensahkan Kanonisasi kitab
Injil (PB) ternyata gereja Timur memiliki proses kanonisasi
tersendiri. Kanonisasi gereja Timur ini sangat dipengaruhi oleh
Tatianus dengan rumusannya berlangsung sangat lama. Bukti dari
hal ini adalah bahwa kitab 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes serta Wahyu
sampai abad ke-7 kitab-kitab ini belum umum dipakai di gereja
Timur (Assyria). Sebaliknya, kitab/tulisan Apokrif yang tidak diakui
gereja Barat seperti kitab Kisah Rasul Thomas dan Injil Thomas,
kitab ini sangat terkenal di gereja Timur.
 Keempat kitab Injil kembali disusun/ditulis Tatianus menjadi satu
kitab yang disebutnya sebagai “diatessaron” yang berarti “empat
dijadiakan satu”. Hingga abad ke lima kitab diatesseron inilah
yang dipakai oleh gereja Timur sebagai kitab Injil. Menurut para
ahli, kitab Diatessaron-lah kitab yang paling tua dari kitab Injil
diterjemahkan dari bahasa Yunani ke bahasa lain. Terjemahan ini
dikerjakan Tatianus tahun 170 M. Bahasa Syria yang dikenal
sebagai bahasa Aram (bahasa rakyat di Edessa, Adiabene,
lembah Eufrat) bahasa yang dipakai Yesus adalah bahasa resmi
gereja Timur (sebagaimana halnya bahasa Latin di gereja Barat.
 Karya buku Tatianus berjudul “Belawan Orang-orang Yunani”
di dalamnya ia memperkenalkan dirinya sebagai orang Asia
(Asyria) yang sungguh-sungguh. Informasi penting Tatianus dari
buku ini tentang perkembangan gereja Asia adalah bahwa orang
Yunani (Barat) mempelajari Astronomi dari Babilon, Abjad dari
Tunisia, syair dan musik dari Frigia sistem pos dari Persia. Semua
tempat ini terletak di Asia. Melebihi semua itu, agama Kristen yang
dikenal Barat datang dan lahir di Asia.
 Aspek ajaran Tatianus yang masih dipengaruhi oleh Barat
nampak dalam hal ajarannya tentang manusia. Tatianus
mengajarkan “manusia terdiri adari tubuh dan jiwa” (Tatianus
nampak asketis artinya untuk memperoleh keselamatan manusia
harus menjauhi dunia-tidak mengingini kekayaan, kuasa,
perdagangan dan mematangkan perkawinan ia masih melihat
materi dan dunia sebagai yang jahat supaya manusia jangan
menjadibudaknya dan tidak binasa karenanya). Ajaran
keselamatan berarti “pembebasan jiwa dari tubuh”. Ciri ajaran
19

gereja Syria tentang hal in bahwa “keselamatan manusia berarti


manusia kembali kepada keadaannya semula sebelum manusia
jatuh ke dalam dosa.
b. Bardaisan atau Bardesanes (154-222 M)
Bardaisan (nama Latin: Bardessanes) lahir di Edessa tahun 154
seorang yang olahragawan, bangsawan (orangtuanya bangsawan
Persia yang mengungsi ke Osrhoene), penyair, ahli filsafat adalah
teman raja Abgar VIII. Masa usia 25 tahun ia dibaptis menjadi Kristen
oleh Hystaspes, pengalaman hidup Kekristenannya ditunjukkannya
dengan sangat baik yang oleh karenanya ia diangkat menjadi diaken.
Posisi jabatannya sebagai diaken sangat didukung oleh jabatannya
yang tinggi di lingkungan istana Edessa, kedua posisi ini menentukan
dirinya menempati posisi sebagai pemimpin di gereja Assyria
(Edessa). Makna partisipasi pentingnya bagi pertumbuhan dan
perkembangan gereaja di Assyria (Edessa) zaman gereja Asia lama
adalah:

 Sebagai teolog yang banyak membentuk teologia gereaja Syria,


ia sangat menentang keras kelompok Marcionisme (kelompok
yang ingin membuang kitab PL dan pengaruh keyahudian dari
kehidupan Kristen) walau pada akhirnya ia jatuh kepada pengaruh
Gnostisisme (kelompok yang berusaha mencampurbaurkan ajaran
Kristen dengan filsafat dan pemkiran kafir) di dalam gereaja. Ciri
Gnostisisme Valentinus (menekankan filsafat Platonis dan
Pantheisme India dalam ajaran gereja) sangat menonjol di dalam
diri Bardaisan, hal ini nampak dalam sikapnya yang mengajarkan
bahwa materi adalah jahat dan cemar, akhirnya gagasan
Bardaisan dianggap sesat di gereja Timur.
 Karya buku Bardaisan yang berjudul “Dialog mengenai
Takdir” sangat dipengaruhi oleh pemikiran kafir agama suku Asia
Barat khususnya agama suku Edessa yang bercorak astrologi
Babilonia. Sebagai ciptaan Tuhan, manusia menurutnya memiliki
kebebasan yang tidak mutlak, sebagian hidup manusia sangat
tergantung pada perjalanan alam (bintang-bintang) misalnya yang
menyangkut kesehatan dan kekayaan, sebagian ditentukan oleh
nasib (takdir). Alam, takdir, kebebasan secara bersama
membentuk pola kehidupan manusia. Allah hanya memberi
secukupnya unsur kebebasan itu sehingga dengan demikian
manusia mampu menentukan bagaimana dia harus hidup.

Gereja Arbil (Arbela)


20

4. Arbil sebagai salah pusat kekristenan zaman Asia lama (ibukota sebuah
kerajaan kecil di Mesopotamia Utara yaitu kerajaan Adiabene) adalah
wilayah Timur Edessa arah hulu sungai Tigris. Petunjuk yang memberi
penjelasan tentang UPI dilakukan di Arbil dapat dijelaskan sebagai
berikut:

 UPI pertama ke Arbil (Adiabene) dilakukan oleh seorang murid


Addai yaitu Aggai. Dari informasi Tawarikh Arbil yang ditulis Mashika
Zakha (ditulis tahun 550 M) menerangkan riwayat Kekristenan di Arbil
tahun 99-540 M ditemukan adanya regenearasi 20 orang uskup Arbil
selama periode itu. Uskup pertama di Arbil adaalah Paqida (sebagai
orang Kristen I dibaptis tahun 99 M). Uskup ini lahir sebagai anak
seorang hamba dari guru Zoroaster dan dibaptis dari UPI Addai.
Bersama dengan Addai ia melakukan UPI hingga ke seluruh wilayah di
Mesopotamia Utara. Lima tahun setelah dibaptis, Paqida (104)
ditahbiskan menjadi uskup pertama untuk gereja di Adiabene.
 Juga melalui Tawarikh Arbil, orang martir pertama di Arbil adalah
Samsun (meninggal tahun 123 M). Samsun adalah seorang diakon
teman sekerja Paqida yang tahun 120 menjabat sebagai uskup di gereja
Adiabene menggantikan Paqida yang meninggal tahun 114. Akibat
kegigihan Samsun melakukan UPI, akhirnya ia dibunuh oleh imam-
imam Zoroaster.
 Raqbakht (140) seorang Kristen pertama yang menduduki jabatan
gubernur wilayah di kekaisaran Adiabene. Di dalam gereja ia menjabat
sebagai penilik jemaat yang ikut melakukan UPI sampai ke desa-desa.
Raqbakht sangat melindungi orang Kristen dari penghambatan yang
dilakukan oleh pengikut Zoroaster pada zamannya, misalnya
melepaskan uskup Iszhaq dari penjara oleh iamam-imam Zoroaster.
Raqbakht meninggal saat peristiwa pertempuran mempertahankan
daerahnya dari serangan musuh yang berusaha menduduki Adiabene.
 Penghambatan besar di Arbil terhadap orang Kristen berlangsung
160-179. Masa peristiwa ini, para pengikut Zoroaster yang sangat
banyak jumlahnya menyerang seluruh kota dan membunuh serta
merampas segala harta benda orang Kristen. Akibat keadaan ini, hingga
tahun 179 orang Kristen Arbil tidak memiliki uskup yang turut terbunuh
akibat penyerangan pengikut Zoroaster. Sampai tahun 225 dikatakan
bahwa ada 17 wilayah keuskupan di seluruh Mesopotamia.

Gereja di Bawah Dinasti Sassanid (Persia)


5. Berubahnya Parthia menjadi Persia tahun 225 (Irak-Iran sekarang-
Mesopotamia) ternyata turut merubah arah sejarah gereja di Persia.
Perubahan Parthia menjadi Persia sangat dipengaruhi oleh kekalahan
21

Parthia dalam perang melawan dinasti Sassanid (gabungan dinasti raja-


raja yang memerintah/membelot di Parthia pada masanya). Peristiwa ini
menandai berlangsungnya transisi dalam sejarah gereja Asia dari periode
Syria ke era Persia. Perubahan penting dari hal ini ditandai dengan
berpindahnya pusat organisasi gereja ke arah Timur yaitu ke ibukota
kerajaan Persia, Seleucia-Ctesifon. Pusat teologi gereja juga berpindah
dari Edessa ke Nisibis. Gereja Persia kemudian menjalin hubungan baru
dengan orang-orang Kristen Thomas di India. Sebelum dinasti Persia
berakhir, kemudian muncul kekuasaan baru di Asia yaitu Islam yang
mempengaruhi gereja menyebarluaskan UPI hingga ke pusat negeri Cina.

Bangkitnya Persia sebagai kekuatan baru di Asia, mempengaruhi


lemahnya kekaisaran Romawi di Barat kepada keadaan yang sangat
menyedihkan. Namun selanjutnya, kekaisaran Romawi bangkit setelah
kaisar Konstantinus Agung memerintah masa abad ke empat. Melalui
kebangkitan Romawi ini, dukungan terhadap pertumbuhan Kekristenan
bertambah pula. Di bawah ini digambarkan bagaimana hubungan Romawi
dengan raja-raja Sassanid masa sejarah Gereja Asia lama:

 Romawi dan Raja-Raja Sassanid. Raja-raja Sassanid adalah


generasi raja-raja yang menguasai kerajaan Persia. Raja-raja ini telah
mengalahkan Romawi dalam perang antara Persia dengan Romawi.
Kaisar Romawi yang dikalahkan oleh raja-raja Sassanid adalah
Gordian III dan Philipus. Tahun 1920 telah ditemukan bukti
arkeologis di tepi Barat sungai Eufrat tepatnya di kota Dura-Eupros
(Irak sekarang) berupa sebuah benteng Romawi yang berbentuk
bekas Gereja Kristen (bukti ini mendukung penemuan bangunan
Gereja tertua ditemukan di Persia. Sesuai dengan fungsinya
bangunan Gereja ini dipakai sebagai tempat persekutuan pertama
orang Kristen yang di dalamnya terdapat sebuah bak air yang terbuat
dari batu, yang kemungkinan dipakai sebagai tempat pembaptisan
bagi orang-orang yang masuk menjadi Kristen. Bukti yang paling
menakjubkan dari penemuan itu adalah terdapatnya lukisan di tembok
bangunan yang menunjukkan seorang gembala yang baik yang
memberikan nyawanya bagi domba-dombaNya. Gambar itu menunjuk
kepada Yesus yang menaklukkan maut.

 Jatuhnya benteng Romawi ke tangan Persia menyebabkan tentara


Persia membakar Edessa dan Antiokhia. Namun kemenangan Persia
dalam hal ini tidak bertahan lama, kemudian Edessa kembali dikuasai
Romawi. Walau Edessa dikuasai Romawi namun dalam bidang
agama dan budaya, Edessa mempunyai hubungan yang lebih dekat
22

dengan Persia yang berbahasa Syria (Aram). Akibat pengaruh bahasa


ini menjadikan Edessa tidak tergugat sebagai pusat Kekristenan di
Persia.

Penghambatan terhadap orang-orang Kristen di Persia


6. Munculnya dinasti raja-raja Sassanid (mulai atahun 225), ternyata turut
membangkitkan munculnya kembali semangat agama Zoroaster di
Persia. Tujuannya membangkitkan kembali agama Zoroaster (bahkan
menjadikannya sebagai agama negara) adalah untuk menghapuskan
pengaruh Yunani di kerajaan Persia. Raja-raja Sassanid sebelumnya
merupakan penganut fanatik Zoroaster. Mereka menyatakan diri sebagai
keturunan raja Medes, raja Cyrus Agung dan keturunan imam-imam kuil
kerajaan di Istakhr.

 Masa pemerintahan raja Varahran II (276-293) orang Kristen di


Persia sebagai kelompok minoritas, keadaannya masih berlangsung
baik. Injil masih digambarkan dapat “menjulurkan ranting-rantingnaya
sampai ke laut dan pucuk-pucuknya sampai ke sungai” (lih. Psalm
80:12, artinya Kekristenan ini disebabkan oleh dua alasan, yakni
pertama: masa permusuhan kaisar Romawi dengan kaisar Persia,
kaisar Romawi menindas orang Kristen Persia. Alasan ini
mempengaruhi simpati kaisar Persia terhadap orang Kristen Persia.
Kedua, sikap dinasti raja-raja Sassanid yang tidak begitu ortodox
terhadap kultus Zoroaster walau dikatakan fanatik.
 Dari laporan mengenai “kisah orang-orang Martyr” (tulisan
Mashika Zaka Tawarikh Arbil) diceritakan penghambatan yang
berlangsung kepada orang Kristen di Persia yang dilakukan oleh raja
Shapur I (272-276) dalam bentuk: permaisuri araja Varahran II (raja
ayang bersikap damai terhadap orang Kristen, wafat) pengganti
Shapur I. Raja Shapur I (kembali melanjutaakan kekuasaan) ingin
mempersunting permaisuri Varahran II (seorang perempuan
Byzantium Romawi yang sangat cantik) menjadi isterinya namun
ditolak karena disuruh meninggalkan imannya sebagai Kristen. Atas
sikap penolakan permaisuri ini, maka dirinya disiksa, didera dan
dipertontonkan di hadapan rakyat dengan telanjang di sekeliling kota.
Dalam penyiksaan yang berlangsung ia kehilangan nyawa sebagai
orang Kristen yang sejati, jemaat Kristen menyaksikan tindakan ini
dengan bangga sebab ia telah mempertahankan imannya dan
dianggap memasuki kematiannya dengan tenang.
 Selanjutnya penghambatan lebh besar berlangsung tahun 339
masa pemerintahan raja Shapur II (raja yang peling lama berkuasa di
Persia 309-379). Motivasi penghambatan lebih disebabkan oleh
23

alasan politis, keagamaan yang melanjutkan sentimen Romawi


dengan Persia. Puncaknya terjadi ketika agama Kristen mulai tahun
350 dijadikan sebagai agama negara di Romawi oleh kaisar
Konstantinus Agung (resminya tahun 381). Penetapan ini memancing
kaisar Persia melakukan ini didasarkan tindakannya yang menyatakan
“sahabat musuhku adalah musuhku juga”.
 Penghambatan berikut terjadi masa kekuasaan kaisar Shapur II di
Persia, motivasi penghambatan berlangsung akibta kekalaahan
Shapur II menguasai Romawi setelah kematian kaisar Konstantinus
Agung (337). Melalui kekalahan itu orang Kristen dituduh
bersekongkol (mata-mata) dengan Romawi. Uskup Persia yang
berkedudukan di Seleucia-Ktesifon, Simon (Bar-Sabbae) dituduh
membocorkan rahasia (rencana penyerangan) Persia kepada kaisar
Romawi. Akibatnya setiap orang Kristen dipaksa membayar pajak
kepada negara dua kali lebih besar dari warga lainnya dan uskup
dituntut bertanggungjawab atas pengumpulannya (walau ia menolak
tugas ini). Atas kebijakan ini, banyak orang Kristen murtad menjadi
penganut Zoroaster sebab kebijakan ini dibarengi dengan ancaman
pembunuhan terhadap orang Kristen yang tidak mematuhinya.
Akhirnya dalam cara yang sama uskup Persia, Simon tahun 379
dibunuh dengan memenggal kepalanya.
 Masa pemerintahan raja Yazdegerd (399-420) dan raja Varahran
V (421-439) di Persia penghambatan terhadap orang Kristen dapat
dikatakan sebagai berikut: awalnya Yazdegerd I masih menunjukkan
sikap toleransi kepada orang Kristen. Sikap toleransi ini nampak
dalam seabuah “surat keputusan raja” (edik) yang dikeluarkan tahun
409-419, berbunyi: “…memberi ketenangan kepada jemaat-jemaat
Kristen serta mengizinkan hamba-hamba Allah memuliakan Kristus di
hadapan umum…menghilangkan bayang-bayang penindasan dari
seluruh pengikut Kristus…membangun kembali jemaat-jemaat yang
sempat sudah dirusak pada masa penghambatan yang terjadi di
seluruh negeri”. Tetapi masa tahun 420, raja Yazdegerd I berbalik
melawan orang Kristen. Karena masalah nasional yang sangat berat
(usaha kudeta para bangsawan Persia) para bangsawan Persia
menentang kebijakan raja yang bersikap baik terhadap orang Kristen.
Sikap bangsawan ini didukung oleh para imam Zoroaster, dalam
kondisi ini orang Kristen ditempatkan dalam keadaan “pertarungan
politis” di dalam negara. Akhirnya orang Kristen dilarang keras
melakukan UPI di dalam negara dalam bentuk apapun.
24

Sikap Gereja Menghadapi Penghambatan


Reorganisasi: Penataan kembali Organisasi Gereja Persia
7. Usaha ini merupakan cara gereja Persia menyatakan sanggup
menghadapi penghambatan. Reorganisasi bertujuan agar gereja
secepatnya mempunyai kekuatan melalui pengakuan dari penguasa
Persia. Tindakan reorganisasi dilakukan (dibahas) dalam bentuk:

a. Synode Isaac (410)


Disebut seabagai synode Isaac sebab sinode ini diprakarsai oleh
uskup Isaac, uskup yang berkedudukan di pusat ibukota Persia
(Seleucia-Ctesifon). Sinode ini (sekaligus sebagai sinode pertama
gereja Persia) berhasil memutuskan membentuk satu organisasi
gereja yang membawahi seluruh gereaja di wilayah Persia, dan uskup
Isaac terpilih sebagai pimpinan tertinggi di gereja Timur (Persia) masa
itu. Dengan adanya sistem Patriarkh ini, maka seluruh Gereja di
Persia kuat kesatuannya dalam menghadapi penghambatan dari luar
dirinya. Sinode ini juga berhasil memutuskan sikap tentang kesatuan
gereja Persia dengan gereja Barat (Patriarkh Antiokhia) dan gereja
Patriarkh Edessa. Sebab dalam sinode ini, uskup yang mewakili
masing-masing Patriarkh ini turut dihadirkan. Walau dengan Patriarkh
sendiri, gereja Persia satu dengan semua gereja yang ada, satu
dalam perayaan hari-hari suci, satu dalam ajaran dan iman. Konsili ini
juaga menerima keputusan konsili Nicea (325) termasuk pengakuan
iman Nicea.

b. Synode Yaballaha (420)


Segera setelah sinode I, Isaac meninggal dunia dan digantikan oleh
Akha/Ahai (412-415). Akha digantikan oleh Yaaballaha (415-420).
Uskup Yaballaha (uskup Eufrat) inilah yang menggagasi sinode ini
(sehingga disebut sebagai sinode Yaballaha) berlangsung tahun 420.
Sinode ini berlangsung untuk mencari jalan keluar terhadap
perpecahan yang berlangsung di dalam gereja Persia waktu itu. Pada
sinode ini, atas saran uskup gereaja Patriarkh Barat, Acacius (uskup
Gereja Byzantium-Romawi Timur) gereja Persia juga meneriama
keputusan konsili-konsili lain demi memperkuat kesatuannya dengan
gereja-gereja Patriarkh lainnya.

c. Synode Dadyeshu (424)


Sinode ini berlangsung di Seleucia-Ktesifon tepatnya di wilayah
pemukiman Arab di Persia yaitu Markabta. Motivasi berlangsungnya
sinode adalah, ancaman semakin keras dihadapi orang Kristen masa
kekuasaan raja Yazdeger tahun 420-422. Untuk melepaskan Gereja
25

dari perangkap politik negara, maka secara yuridis sinode Gereja


Persia memutuskan kesatuannya dengan gereja Patriarkh Barat juga
memutuskan bahwa Patriarkh Persa menyamai kedudukannya
dengan setiap Patriarkh di gereja Barat (Antiokhia, Roma dll).
Pemisahan ini tidak dalam bentuk skisma tetapi disebabkan
penyataan kemandirian. Tujuannya agar penguasa Persia tidak
mempunyai hubungan (organisatoris gereaja) secara politik dengan
Barat (Romawi). Walau di kemudian hari pemisahan ini semakin
tegang, sebab Gereja Persia sangat dipengaruhi oleh ajaran Nestorius
yang dikutuk dalam konsili Chalcedon (451) dan Gereja Nestorian
kemudian sengaja dicirikan sebagai identitas gereja Persia
(menghilangkan unsur Romawi) hanya untuk mengamankan gereja
dari tekanan penguasa Persia ketika itu.

Gereja di Armenia
8. Armenia adalah sebuah kerajaan kecil di wilayah Mesopotamia sebelah
Utara, diapit oleh dua kerajaan besar yaitu Persia di sebelah Timur dan
Romawi di sebelah Barat. Masa tahun 225, bersamaan dengan
penguasaan dinasti Sassanid atas Persia, usaha penaklukan yang sama
juga berlangsung kepada kerajaan Armenia yang ketika itu dipimpin oleh
kaisar Khosrov. UPI pertama berlangsung di Armenia, dilakukan oleh
seorang warga kerajaan Armenia sendiri bernama Anak yang masih
tergolong kepada anggota keluarga dekat Khosrov. Anak (setelah
menjadi Kristen diberi nama Gregorius) hidup atahun 240-332, adalah
seorang pengungsi Armenia masa penaklukan Sassanid yang kemudian
dididik dan dibesarkan menurut pola aiman Kristen di Kapadosia
(Romawi). UPI di Armenia di bawah karya Gregorius (Anak) ini, dapat
dikatakan berlangsung dengan sangat baik bahkan kepadanya diberi
sebutan sebagai “iluminator” (penerang) yang sama artinya sebagai rasul
orang Armenia. Melalui pembaptisan raja Tirdat I (Tiridates, anak Khosrov
262-317) oleh Gregorius, pembaptisan ini (280) mengawali pengkristenan
terhadap bangsa Armenia berlangsung.

Segera setelah pengkristenan Armenia, tindakan selanjutnya berlangsung


adalah penghancuran seluruh patung-patung dan kuil-kuil penyembahan
kepada dewa-dewa di Armena. Tahun 294, Gregorius ditahbiskan menjadi
uskup di Armenia. Akan tetapi setelah penaklukan Persia terhadap
Armenia berlangsung, keadaan orang Kristen turut berlangsung dalam
penekanan keras. Sampai masa itu, perkembangan yang sudah dicapai
oleh Kekristenan Armenia dapat dikatakan sebagai berikut: “para rahib
gereja Kristen Armenia yang dipimpin oleh Mesrop (+ 440), berhasil
menterjemahkan kitab PB ke dalam bahasa Armenia. Ibadah jemaat
Kristen Armenia juga sudah memakai bahasa Armenia sendiri. Melalui
26

Synode Dvin (sinode Gereja Armenia), diputuskan bahwa doktrin


teologi gereaja menganut pola ajaran Monofisit (sebenarnya ajaran ini
dikutuk dalam konsili oikumenis Chalcedon 451) sama halnya dengan
Gereja koptik di Mesir dan Gereja Syria”.

Gereja (Kekristenan) di Arabia


9. Dapat dipastikan bahwa pengaruh Kekristenan telah berlangsung di
seluruh wilayah semenanjung Arabia masa abad-abad I-III. Informasi
pertama untuk pernyataan ini adalah Gal. 1:15-17, secara khusus ayat 17
rasul Paulus mencari para rasul langsung menyebutnya di Arab baru
ke Damsyik. Namun melalui catatan sejarah, kesinambungan
Kekristenan di Arab baru mengalami perkembangannya melalui informasi
perjumpaan orang Arab dengan orang Kristen Persia dan orang Kristen
Romawi masa abad ke IV. Hingga masa abad ke IV, Arab belumlah
merupakan (memiliki) suatu kekuasaan negara. Masyarakat Arab yang
terdiri dari banyak suku masih dipimpin oleh kepala-kepala suku.
Berhubungan dengan keadaan ini, pengkristenan Arab dilakukan terbatas
pada sekelompok suku tertentu saja (dengan lebih dahulu
mengkristenkan kepala suku diharapkan seluruh anggota suku ikut
menjadi Kristen).

Beberapa informasi dapat digambarkan tentang UPI dilakukan kepada


bangsa-bangsa Arab, dapat dibuat sebagai berikut:

 Mawiyya (sekitar tahun 370) seorang wanita Arab yang menjadi


kepala suku Tanukh (salah satu suku bangsa Arab yang suka
berperang, hidup berbatasan dengan Romawi) menggantikan suaminya
yang telah meninggal telah dipengaruhi oleh seorang asketis Kristen
ketika itu bernama Moses. Sebagai seorang asketik, Moses tinggal di
wilayah gurun Arab. Atas pengaruh Moses, Mawiyya membuat
perjanjian perdamaian dengan Romawi supaya Moses ditetapkan
sebagai misionar kepada suku Tanukh. Dilaporkan bahwa Moses
berhasil mengkristenkan banyak anggota suku ini menjadi Kristen.
 Dari catatan sinode Antiokhia tahun 364, diperoleh informasi
bahwa peserta utusan uskup gereja Arab yakni Theotinus hadir dalam
sinode tersebut. Uskup Theofilus dari pulau Scotra (sebuah pulau di
wilayah Arab), sebagai utusan kaisar Konstantinus (337-361) dari
Romawi ditugaskan sebagai duta ke daerah Barat Daya Arab (sekarang
Yaman) untuk mengkristenkan daerah itu. Dilaporkan bahwa misi
Theofilus mengalami keberhasilan, bahkan raja setempat berhasil
membangun tiga gedung geraja di Yaman (satu di ibukota negeri, satu
27

di Aden (kota pelabuhan/perdagangan Romawi di tepi laut merah), satu


di Kana (kota pelabuhan orang Persia di teluk Persia).

Selanjutnya dilaporkan bahwa kekristenan di Yaman tidaklah berlangsung


lama, sebab mereka diancam ketenangannya oleh orang Yahudi di negeri
itu. Hingga tahun 523, raja Yaman: Masrug (putera seorang wanita
Yahudi) melakukan penganiayaan terhadap orang Kristen. Setiap laki-laki
Kristen di Najran (kota dekat wilayah Aden) ditangkap dan dibunuh,
gedung gereaja dibakar. Seluruh orang Kristen dipaksa menyangkal
imannya dan wajib bergabung dengan persekutuan Yahudi.

Sikap orang Kristen Arab terhadap penganiayaan nampak melalui uraian


doa-doa mereka saat menghadapi berlangsungnya penyiksaan: “Ya,
Allah…datangalah menolong kami. Ya Tuhan Yesus…lihatlah aniaya yang
dilakukan terhadap diri kami, janganlah menolak kami, berilah kekuatan
bagi kami melewati jalan kematimartiran, hingga kami dapat bertemu
dengan saudara-saudara kami, terimalah hidup kami sebagai korban
yang berkenan dihadapanMu…Amin”.

Tahun 525, pasukan tentara Eithopia menyeberangi laut Merah dan


menyerbu negeri Yaman. Masrug dikalahkan dalam peperangan itu, ia
ditenggelamkan di tengah laut ketika hendak melarikan diri. Laporan ini
dikisahkan oleh orang Kristen Arab yang masih dapat bertahan melewati
penekanan yang berlangsung kepada mereka.

Misi Kekristenan Pertama ke India


10. Di India sekarang, gereja Ortodox Syria dan gereja Mar-Thoma masih
kokoh berdiri serta melakukan pelayanan Injil. Kedua gereja ini sebagai
mana diketahui adalah lanjutan generasi zaman gereja Asia zaman mula-
mula. Beberapa nama (tokoh) yang sangat menentukan lahir dan
bertumbuh/berkembangnya geraja di India zaman mula-mula, yaitu:

a. Rasul Thomas
Tradisi gereja India mengakui bahwa rasul Thomas (sekaligus dikenal
sebagai rasul India) adalah misionar pertama yang melakukan UPI di
India. Ia melakukan UPI di India tidak lama setelah peristiwa
Pentakoste berlangsung. Informasi ini didapat dari sebuah kitab
apokrif yang berjudul “Kisah Rasul Thomas” yang ditulis oleh
seorang Kristen Edessa tahun 200 M. dari informasi ini diketahui
melalui rapat para rasul, Thomas diutus dari Yerusalem ke India untuk
bertugas sebagai seorang pengkhotbah yang berani di hadapan raja
India yang bernama raja Gudnafar (yang disebut sebagai Gondaforus
yang memerintah di daerah Tazila Punjab kira-kira masa tahun 50 M).
28

Di tengah-tengah kerajaan Gudnafar ini, Thomas berhasil mendirikan


bangunan gereja. Informasi ini didukung oleh dua fakta historis, yakni:
pertama, masa abad I dst telah berlangsung perjalanan dagang dari
Alexandria (Mesir) ke India secara teratur dan perjalanan ini memakan
waktu selama tiga bulan lamanya. Kedua, masa abad ke II dst ada
bukti historis yang menguatkan hubungan rasul Thomas dengan
Kekristenan India masa abad itu. Perjalanan dagang hingga tahun
1293 oleh Marcopolo hingga Nicolo de Conti tahun 1430 menceritakan
bahwa kedua orang ini pernah berkunjung ke makam rasul Thomas di
Mylapore tempat ini terletak di Barat Daya Madras India. Jemaat
gereja Syria Ortodox yang masih ada sekarang di India menyatakan
bahwa rasul Thomaslah yang pertama mendirikan gereja itu di sana.

b. Pantaenus (sekitar tahun 180 M)


Bukti historis kedua (tulisan Jerome artahun 400 M) menjelaskan
bahwa UPI kedua di India dilakukan oleh Pantaenus (seorang
misionar yang berasal dari gereja Alexandria Mesir). Ia seorang
kelahiran Yahudi yang memperoleh pendidikan filsafat Yunan di Sicilia.
Sebelum ke India, di Mesir ia seorang katehetik Kristen Alexandria
yang mendidik imam-imam untuk melayani di gereja Mesir. Dua orang
muridnya yang terkenal sebagai bapa gereja abad I adalah Clemens
dan Origenes. Di India, Pantaenus bekerja khusus untuk golongan
terpelajar Hindu.

c. David (Uskup Basra + 300 M)


Bukti historis abad ke VII-VIII memberi informasi bahwa Dudi (yang
disebut sebagai David) pernah menjabat sebagai uskup di Basra
(sebuah kota di tepi laut Persia ketika itu, sekarang masuk ke wilayah
kekuasaan India).

d. Yohanes – Persia (325)


Melalui daftar peserta konsili oikumenis Nicea 325 (digagasi oleh
kaisar Konstantinus Agung – Romawi) Yohanes didaftarkan sebagai
utusan Gereja seluruh Persia dan India Raya. Mungkin Gereja India
waktu itu masih bergabung dengan Gereja Persia dengan Yohanes
sebagai uskup.

e. Thomas seorang pedagang (345)


Bukti historis alainnya menjelaskan bahwa tahun 345 ada sekitar 400
orang Kristen Persia tiba di Cranganore-Malabar India. Rombongan ini
dipimpin oleh seorang saudagar bernama Thomas dari Kana yang
kemudian rombongan ini tinggal dan berdiam di India. Informasi ini
didapat dari sebuah piagam yang bernama “piagam Malabar” (ditulis
29

di atas sebuah lempengan tembaga) yang isinya “memberi hak


istimewa bagi Thomas dan rombongannya dapat bertempat tinggal di
India serta menjalankan usaha perdagannya “. Lebih rinci isi piagam
itu dikatakan bahwa Thomas “adalah pedagang kerajaan, aia boleh
mengendarai gajah, diangkat sebagai menantu raja, kepadanya diberi
hak sebebasnya mendapat untung (uang) sebanyaknya dalam
perdagangan itu melalui usaha dagangnya”. Lempengan tembaga ini
ditemukan oleh bangsa Portugis di India atahun 1544.

f. Pallinavar (+ 350)
Pallinavar seorang raja India yang memerintah sekitar pertengahan
pertama abad ke IV. Ia dikubur di sebuah desa yang bernama
Nilamperur (letaknya di Malabar) India. Atas keinginan rakyat desa
untuk mendapatkan harta karun, kuburan ini digali tahun 1890.
Ternyata melalui penggalian itu, mereka menemukan sebuah patung
perunggu yang ditubuh patung meleakat sebuah kalung Salib. Artinya
nama Pallinavar disebut sebagai tempat Suci non Hindu sebab “Palli”
adalah tempat Suci non-Hindu. Orang Kristen India mengartikannya
sebagai “Gereja” dan Vanavar diartikan sebagai penguasa yang
memimpin sebuah Palli.

g. Kosmas Indikopleustes (seorang pelaut) tiba di India tahun 325


Kosmos adalah saudagar Alexandria sekaligus sebagai seorang rahib
Kristen yang tahun 525 tiba di Sri Lanka dan India. Informasi ini di
dapat dari sebuah Topografi (informasi gambaran mengenai sebuah
wilayah) Kristen. Melalui Topografi ini dijelaskan bahwa masa
perjalanan Kosmos di India, di sana telah ditemukan beberapa jemaat
Kristen di berbagai wilaayah India; “… di Taprobane (Sri Lanka ada
sebuah Gereja Kristen yang memiliki pelayan-pelayan dan sejumlah
jemaat, demikian di negeri yang bernama Male (Malabar, sekarang
Kerala-India Selaatan) di mana Merica tumbuh ada pula Gereja
berdiri. Di satu tempat lain yang disebut Kalliana (Kalyaan-Bombay
sekarang) bahkan ada seorang Uskup yang diangkat dari Persia”.
30

III

KEADAAN GEREJA JAMAN ASIA LAMA


SETELAH MUNCULNYA ISLAM

Setelah Munculnya Islam


1. Lahirnya Islam. Telah sebagai kebenaran mutlak, bahwa agama Islam
lahir penghitungannya dimulai dari masa lahirnya Muhammad (tahun 570
M). Dari latarbelakangnya keluarga Muhammad, ia berasal dari suku
Quraish sebuah suku bangsa Arab yang sudah memiliki pengaruh yang
kuat untuk wilayah sekitarnya pada masanya (hingga sekarang). Untuk
Memahami lebih jelas latarbelakang lahirnya Islam sebagai agama,
dibawah ini digambarkan keadaan umum bangsa Arab abad-abad
pertama hingga lahirnya Muhammad akhir abad ke-6.

 Secara Geografi. Arab adalah sebuah negeri yang sebagian besar


wilayahnya. Oleh keadaan wilayah yang demikian, membuat
penduduknya hidup sebagai pengembara yang bergerak dari satu
tempat ketempat yang lain. Sebagai pengembara sangat
memungkinkan bangsa Arab dapat berjumpa dengan bangsa-bangsa
lain seperti Babilonia, Assiria dan kelompok bangsa-bangsa nomaden
kecil. Dalam kitab PL, salah satu bangsa nomaden ini dikenal sebagai
bangsa Israel. Wilayah Arab dikelilingi oleh dua negara besar, yakni
kekaisaran Romawi di sebelah Barat dan kerajaan Persia di sebelah
Timur yang hingga abad ke-6 kedua negara itu sudah mempunyai
peradaban kaya yang secara politis kedua negara ini hingga abad ke-
6 saling menyerang satu sama lain.

 Imigrasi Silang. Penduduk dunia hingga abad ke-10 sangat


mempengaruhi jatuhnya kekaisaran Romawi. Imigrasi silang ini
misalnya berpindahnya penduduk dari Asia Tengah ke Eropa demikian
dengan penduduk dari Eropa Utara (suku-suku Jerman, Goth, Vandal,
Burgundia, Frank, Anglo-Saxon: semua suku bangsa ini hingga abad
ke-5 masih disebut sebagai bangsa “Barbar” sebab masih belum
31

memiliki peradaban secara global) ke arah Selatan. Demikian dengan


penduduk dari bagian Timur yaitu orang-orang Arab sebelum Islam
lahir, dengan kekuatan yang cukup besara bangsa ini telah melakukan
penyerangan-penyerangan ke wilayah sekitar dengan tujuan
memperoleh tempat hidup yang lebih layak (keadaan Arab sebagai
gurun pasir).
 Hingga pertengahan masa abad ke-6, gerakan penduduk ini
mempengaruhi munculnya semangat baru khusus bagi bangsa-
bangsa Arab, semangat ini muncul khusus pada keinginan untuk
bersatu yang bukan didasarkan oleh alasan solidaritas kesukuan.
Setelah munculnya Islam melalui lahirnya Muhammad, rasa kesatuan
ini semakin diikat. Jadi dapat dikatakan bahwa secara politis, ada dua
keadaan yang mempengaruhi terjadinya perubahan di negeri Arab
masa akhir abad ke-6. Dua keadaan ini adalah: “berlangsungkan
gerakan peduduk dari satu negeri ke negeri yang lain dan munculnya
Islam sebagai agama baru di Arab”. Kedua pengaruh inilah yang
menentukan berhasilnya Arab melakukan invasi atas negeri-negeri di
sekitarnya, oleh karenanya masa abad pertengahan sejarah Gereja
(abad 11-14), penaklukan Arab sangat berhubungan dengan terjadinya
perang Salib. Dan peristiwa ini bukanlah perang agama tetapi lebih
bersifat perang penaklukan, Islam sebagai agama yang dimunculkan
oleh Muhammad, memberi bangsa-bangsa Arab rasa persatuan dan
semangat keyakinan akan kemenangan.

 Berhubungan dengan penjelasan di atas, di bawah ini dibuat uraian


kronologis lahir dan berkembangnya Islam sebagai agama baru di
Arab:
Tahun 610 : Muhammad mulai bertindak sebagai nabi.
Tahun 615 : Sejumlah pengikut Muhammad mengungsi ke Eithopia.
Tahun 622 : Muhammad mengungsi ke Madinah (Yahtrib).
Tahun 630 : Muhammad kembali ke Mekkah.
Tahun 632 : Muhammad wafat.
Tahun 633 : Pengikut-pengikut Muhammad memulai serangan-
serangan keluar.
Tahun 641 :Siria dan Palestina selesai diduduki orang-orang Arab.
Tahun 651 :Kerajaan Persia selesai diduduki.
Tahun 632-658 : Zaman keempat Khalifat Islam yang pertama.
Tahun 661-758 : Zaman Dinasti Ummayah.
Tahun 750-1258 : Zaman Dinasti Abbasiah.

Masa Awal Muhammad Bertindak Sebagai Nabi (610)


32

2. Saat awal Muhammad bertindak sebagai nabi, ia mengalami kesulitan


tersendiri meyakinkan orang Arab akan kepercayaan baru yang
ditemukannya. Dimulai dari meyakinkan isterinya, ia kemudian berhasil
mempengaruhi sanak saudaranya hingga ke teman dekatnya bahkan
sukunya sendiri Quraish di Mekkah. Dalam sejarah Islam, salah satu
tantangan paling berat di hadapi Muhammad masa awal pertumbuhan
Islam bersumber dari suku Quraish sendiri. Atas penekanan suku Quraish
terhadap pertumbuhan Islam membuat pengikut Muhammad melakukan
pengungsian pertama ke Madinah (622 M) yang jaraknya 380 km wilayah
Utara Mekkah. Dan ternyata hijrah (mengungsi) pertama ini telah
membawa berkah tersendiri bagi Muhammad dan pengikutnya, sebab
tahun inilah Islam menentukan awal munculnya tahun Hijriah. Penerimaan
masyarakat Madinah terhadap kelompok kecil (Muhammad beserta
pengikutnya) pengungsi dari Mekkah ternyata merupakan benih bagi
pertaumbuhan dan perkembangan Islam selanjutnya hingga Muhammad
dapat diterima sebagai pemimpin Madinah yang mempersatukan
masyarakat yang sejak lama merindukan persatuan. Sepuluh tahun
kemudian Muhammad dapat diterima di Mekkah dan tidak lama kemudian
seluruh bangsa Arab.

Kekristenan dan Islam


3. Beberapa catatan pokok dapat dibuat di sini untuk menggambarkan
keadaan kekristenan dan Islam secara khusus setelah munculnya Islam
dan berkembang di Asia:

a. Satu hal dapat ditekankan bahwa hingga masa abad ke-6, perluasan
kekristenan dan PI di seluruh dunia telah berlangsung dengan mapan.
Kemapanan agama Kristen hingga masa ini, gereja telah dapat
bertahan di tengah hancurnya kekaisaran Romawi di bagian Barat.
Jerman sebagai suku bangsa dominan di Eropa telah berhasil di
Kristenkan, kekaisaran Byzantium juga masih kuat dengan peradaban
Kristen Ortodox yang sangat tinggi walaupun kelompok minoritas di
Persia, gereja Nestorian telah diakui sebagai agama resmi.

b. Setelah munculnya Islam, keadaan baik kekristenan sebagaimana


disebut di atas ternyata keadaan ini dijungkirbalikkan. Di tengah
perkembangan Islam yang sangat pesat (hanya masih satu abad dari
munculnya Islam), agama ini telah menjadi agama negara untuk
beberapa wilayah Asia pada masanya) di wilayah Asia pada
zamannya, Kekristenan hanya dapat bertahan daripada berkembang
bahkan masa abad 13-14 Gereja di Asia nyaris punah.
33

c. Dikuatkan oleh bukti historis, Muhammad sangat mengenal


kekristenan. Bukti ini dapat dijelaskan melalui penggambaran
Muhammad tentang nabi Isa sebagai nabi yang luar biasa.
Muhammad menyebutnya sebagai rasul, Nabi dan Hamba Allah, lahir
dari seorang anak dara, melakukan mujizat-mujizat, naik ke sorga.
Namun ia sangat menolak keras Isa sebagai “Anak Allah dan Isa
yang disalibkan. Dari sudut pertumbuhan gereja telah dibuktikan
bahwa masa abad ke-4 di semenanjung Arab hingga ke Yaman dan
teluk Persia telah tumbuh kelompok besar agama Kristen. Kelompok
besar ini (orang Kristen Eithopia) telah memberi perlindungan kepada
pengungsi Islam, karenanya Muhammad menyebut orang Kristen
seabagai “Ahlul kitab” (People of Book). Dari pengalaman inilah
Muhammad menyebut agama Kristen sebagai pengantar sebagian
kebenaran walau tidak seluruhnya. Dari dasar sikap inilah juga
Muhammad tidak mengharuskan orang Kristen di Yaman masuk
menjadi Islam asal mereka mau mengakui pemerintahan Muhammad
dan wajib membayar pajak.

Invasi/Penaklukan Bangsa-Bangsa Arab


4. Suatu hal yang sangat penting diingat bahwa setelah Muhammad
meninggal, ia digantikan oleh para Khalifah. Di bawah kepemimpinan
Khalifah inilah orang-orang Arab segera melakukan pendudukan atas
neger-negeri yang mengelilinginya. Di bawah ini dibuat kronologi
penyerangan bangsa-bangsa Arab atas negeri-negeri yang
mengelilinginya:

 Kerajaan Persia dan Romawi Timur (Byzantium) adalah wilayah


pertama yang dikuasai. Pendudukan atas kerajaan Persia dilakukan
tahun 633 dan wilayah Romawi Timur ditaklukkan tahun 634. Tahun
635 Damaskus berhasil dikuasai kemudian 636-638 seluruh Syria dan
Yerusalem. Tahun 642 Alexandria dan seluruh Mesir. Untuk wilayah
Persia tahun 633 mereka berhasil menduduki Irak dan 652
menjadikan Baghdad sebagai pusat negara Islam Arab.

 Tahun 697, berhasil menaklukkan wilayah Kartago (sebagai


ibukota propinsi di Romawi di Afrika Utara). Penaklukkan terus
berlanjut ke wilayah Spanyol di Eropa Barat, negeri ini dikuasai tahun
711. Dari Spanyol, penaklukan berlanjut ke Francis namun oleh
Charles “Martil” (palu), ia berhasil memukul mundur pasukan Arab dari
wilayah negerinya.
34

 Penaklukan terus berlanjut ke wilayah Asia Kecil sampai ke


Konstantinopel (ibukota Romawi Timur-sebagai pusat gereja Timur).
Namun tahun 718, orang-orang Byzantium (Romawi Timur) di bawah
kepemimpinan kaisar Leo berhasil menghalau tentara-tentara Arab
dan menyelamatkan ibukota “negara Kristen” itu.

Dengan dukungan Paus yang berkedudukan di Roma sebagai pimpinan


tertinggi gereja waktu itu, ksatria-ksatria (pejuang-pejuang perang Salib)
Francis, Spanyol, Jerman sepakat merebut wilayah-wilayah Kristen
yang diduduki orang-orang Arab baik yang di Eropa Barat (Spanyol)
juga di wilayah Byzantium (Turki, Palestina dan Syria). Sebagaimana
anda sudah memahami bahwa gerakan untuk merebut kembali wilayah-
wilayah yang sebelumnya sudah menjadi Kristen disebut sebagai
“perang Salib” sebab dalam perjuangan itu “tanda Salib”
dipakai/dikenakan sebagai simbol di atas bahu/senjata setiap orang
yang turut berjuang dalam perang itu.

Perang salib dimulai di Sisilaia (Italia) tahun 1095 dan berakhir di


Konstantinopel tahun 1244. Namun gejolak PS ini masih terus
berlangsung hingga tahun 1450. Melalui perang ini, Spanyol berhasil
dibebaskan tahun 1085, sedangkan wilayah-wilayah di daerah
Byzantium tidak berhasil dibebaskan. Bahkan kota Konstantinopel yang
selama tujuh abad sudah menjadi kekristenan jatuh ke tangan Turki
tahun 1453 dan kemudian menjadi pusat kesultanan Turki (Ottoman).
Untuk melengkapi pemahaman anda tentang umpan balik persoalan ini
di bawah ini dibuat uraian terjadinya peristiwa perang Salib, sebagai
berikut:

 Perang Salib I. PS (dimulai 18 Nopember 1095-1099) ini


digagasi oleh Urbanus II tujuannya untuk merebut Yerusalem dari
Islam. Slogan yang dilontarkan untuk merekrut sebanyak-banyaknya
orang, dijanjikan indulgensia (didukung sebutan Allah
menghendakinya) sebagai imbalan.
 PS II (1146-1149). PS ini dianjurkan oeh Bernhard Clairvaux,
bertujuan untuk merebut kerajaan Edessa di Asia Kecil, usaha ini
tidaklah berhasil.
 PS III (1187). Yerusalem kembali direbut oleh Sultan Saladin
dari Mesir, maka Oktober 1190 berkobar PS III. PS ini dipelopori
gabungan Inggris (Richard Hastinga), Francis (Philip August),
Jerman (Frederick Barbarosa). Usaha ini tidak berhasil.
 PS IV (1202-1204). Ekspedisi gabungan Francis, Venesia
(Italia) melawan Konstantinopel. Tujuan PS ini untuk memajukan
35

perdagangan Venesia yang bersaingan dengan Byzantium-Turki


(motif utama PS adalah ekonomi Politik). Purgatory dan indulgensia
dilayakkan bagi orang yang ikut dalam usaha ini.
 PS V. PS ini bertujuan untuk merebut Palestina dan untuk
tujuan ini gereja mengerahkan anak-anak dan pemuda Francis dan
Jerman sebanyak 30.000 orang. Akhirnya tidak satu pun dapat
pulang dan kembali ke negeri asalnya, semuanya mati terbunuh saat
PS ini berlangsung.
 PS VI (1228-1229). Sementara PS ini dapat memperoleh
kemenangan. Kaisar Frederick II dari Jerman berhasil merebut
Yerusalem, Betlehem dan Nazaret dan daerah sebelah pantai laut.
Namun tahun 1244, Yerusalem kembali direbut Islam yang akhirnya
PS dihentikan.

Dari uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa walau invasi orang-orang


Arab berlangsung menduduki daerah-daerah yang Kristen telah terjadi,
namun adalah jelas bahwa PS secara murni bukanlah perang agama,
PS telah diwaranai oleh berbagai kepentingan termasuk kepentingan
politik, ekonomi dan kekuasaan.

Kedudukan Orang Kristen di Bawah Kekuasaan Islam


5. Di atas sudah dijelaskan bahwa sebelum munculnya Islam, seluruh daerah
Barat Arab telah menaganut agama Kristen. Ketika orang Arab
mendudukinya daerah bagian Timur (Persia, dll) orang Kristen telah
menjadi kelompok minoritas. Awalnya masa pendudukan Arab atas
daerah-daerah yang dulu sudah menjadi Kristen, mereka menerapkan
sikap yang agak toleran sifatnya. Walau secara perlahan-lahan Islam
(Arab) menduduki daerah-daerah Persia, awalnya mereka masih sebagai
kelompok minoritas secara keseluruhan. Sistem UU hukum bangsa Arab
sebelum Islam lahir yang disebut sebagai “Syari’ah” (yang pada masa
Islam sistem hukum ini diadopsi menjadi hukum dasar pembentukan
negara Islam) diberlakukan juga kepada orang di luar penganut Islam.
Melalui sistem UU ini, awalnya Islam mampu “memberi tempat” (toleran)
secara teologis kepada agama Kristen, karena mereaka menganggap
agama Kristen sebagai pengantar kebenaran yang sebagian. Ada dua
alasan yang mendasari sikap ini yaitu: dari sudut politis, masa penaklukan
mereka Islam hanya sebagai kelompok yang masih minoritas: kedua
secara religius, sebagai bangsa yang bekas politeis mereka biasa kepada
toleransi.

Masa perkembangan selanjutnya, hukum ini hanya diikuti oleh penganut-


penganut Islam artinya secara asasi hukum syari’ah tidak memberi
36

tempat bagi kebebasan penganut agama-agama lain. Persoalan lainnya


adalah “tidak tersedianya tempat yang tepat bagi penganut agama lain (di
luar Islam) dalam rangka negara Islam”. Untuk mengatasi keadaan ini,
kepada orang Kristen dan kelompok agama lain diberi status “dhimmi”,
artinya orang Kristen dilepaskan statusnya dari kekuasaan Khalifat serta
UU-nya. Mereka diberi status otonomi, lingkungan otonomi tidak
ditentukan oleh batas-batas geografis, tetapi oleh batas-batas gereja
(bagi orang Kristen). Orang Kristen hidup menurut UU-nya sendiri dan di
bawah kepemimpinan Patriarkh, Khatolikos. Patriarkh inilah yang
bertanggungjawab kepada khalifah-khalifah atas perilaku orang-orang
yang dipimpinnya. Kelompok masyarakat dhimmi, masa ini adalah
semua anggota jemaat Nestorian (yang paling banyak dan dihormati),
Yakobit, Kopt, Ortodox serta Yahudi (di luar agama Kristen). Di satu sisi
orang Kristen menikmati kebebasannya, namun di sisi lain mereka
mengalami pembatasan-pembatasan tertentu.

Misalnya:
 Identitas sebagai orang Kristen diganggu/dirusak dalam status
sebagai “himmi”: sebab corak (gaya hidup) Islam dipaksakan untuk
dikenakan orang-orang Kristen.
 Identitas Kristen diganggu/dirusak oleh larangan melakukan PI
lintas agama (termasuk kepada orang Islam) dan sifat universil agama
Kristen ditiadakan.

Masa pemerintahan dinasti Ummayah posisi orang Kristen di bawah


kekuasaan khalifah, penerapan sistem hukum ini masih berlangsung
biasa-biasa saja (baik). Namun pada perkembangan selanjutnya (tahun
800) Islam, beberapa penentuan semakin diperketat kepada orang-orang
Kristen, hubungan Islam dengan non-Islam diikat oleh suatu perjanjian.
Melalui perjanjian ini ditekankan sangsi hukum (mati) bagi orang yang
melanggarnya sebab dianggap merusak isi perjanjian. Ada bebearapa
alasan mengapa posisi orang Kristen berlangsung baik masa kekuasaan
dinasti Ummayah, yaitu:

 Khalifat-khalifat Islam tidak mau kehilangan pajak khusus (disebut


sebagai Yizya) yang dibayar oleh orang-orang non-Islam.
 Jasa-jasa orang Kristen masih dibutuhkan di bidang administrasi.
Orang-orang Arab belum belajar mengurus negara yang begitu luas
secara baik.
 Orang-orang Kristen masih nampak lebih baik dalam bidang
kulturil, sehingga orang-orang Kristen dibutuhkan menjadi pejabat-
pejabat sekolah (guru).
37

Atas keadaan ini sampai tahun 700 belum ada pertobatan massal orang
Kristen menjadi Islam. Namun akibat perobahan mendesak tahun 800
dimana hubungan orang Islam dengan non-Islam diikat oleh suatu
perjanjian, maka orang-orang Kristen menjadi kelompok minoritas di
bagian Barat Khalifat Arab. Sampai tahun 1400, kelompok jemaat Kristen
yang paling mampu bertahan dalam status kekuasaan sistem hukum
syariah adalah kelompok jemaat Nestorian. Awalnya gereja ini kehilangan
anggota jemaatnya di semenanjung Arab, tetapi masa zaman ini gereja
Nestorian berhasil melakukan PI di Asia Tengah dan Tiongkok dan usaha
ini cukup berhasil.

Beberapa keadaan dapat dijelaskan menunjukkan hal yang membuat


kurangnya jumlah orang Kristen di semenanjung Arab dari than 1800-
1300, yaitu:

 Di Siria, Palestina, Asia Kecil (bagian barat Arab), jumlah orang


Kristen merosot disebabkan invasi pasukan tentara Salib, orang Turki,
orang-orang Mongol merebut kembali daerah yang dikuasai Islam.
Namun akibat kekahalan pasukan ini, orang Kristen di wilayah ini
dihukum terutama oleh sultan-sultan Mesir.
 Berlangsungnya penghambatan-penghambatan besar oleh raja-
raja bangsa Mongol apalagi setelah suku bangsa ini masuk menjadi
penganut Islam.

Dalam keadaan pertumbuhan dan perkembangan Kekristenan yang


sangat melemah di semenanjung Arab, Khaliafah Arab meletakkan posisi
orang Kristen di dalam satu perjanjian yang terdiri dari duabelas
ketentuan. Enam ketentuan pertama wajib/harus dipatuhi bila tidak
diancam hukuman mati. Enam ketentuan kedua diharuskan tetapi tidak
dikenakan sangsi mati. 12 ketentuan itu, yakni:

Enam Ketentuan pertama, yakni:


 Wajib membayar jizyah (pajak neagara).
 Seorang Kristen tidak diperkenankan menyanggah (memperlihatkan
sikap kurang hormat terhadap kebiasaan-kebiasaan muslim) agama
Islam.
 Seorang Kristen tidak diperkenankan menghina nabi Muhammad atau
Al-Qur’an atau memperlihatkan sikap kurang hormat kepadanya.
 Seorang Kristen tidak diperkenakan merugikan hidup/harta seorang
Islam dan tidak diperkenakan menganjurkan kepadanya agar
meninggalkan agamanya dan menjadi murtad.
38

 Seorang Kristen tidak boleh menyokong musuh atau membuka


rahasia Islam atau memberi keterangan tentang Islam kepada musuh.
 Seorang Kristen tidak diperkenankan menikah atau bergaul dengan
seorang wanita Islam.

Enam ketentuan kedua, yakni:


 Seorang Kristen tidak diperkenankan melakukan hubungan dagang
dengan seorang muslim, tidak diperkenankan menjual dan
meminumkan anggur kepadanya atau mengambil riba daripadanya. Ia
tidak diperkenankan memakan daging babi di depan umum.
 Seorang Kristen wajib mengenakan pakaian khusus, yaitu ghiyar,
zunar dan Qalanswa tinggi yang berwarna.
 Seorang Kristen tidak diperkenankan memegang senjata dan naik
kuda. Ia hanya diperkenankan menaiki bagal/keledai yang harus
diberi tanda yaitu bola kayu pada pelananya.
 Rumah seorang Kristen tidak boleh lebih tinggi dari rumah orang-
orang Islam, sebaliknya bangunannya lebih rendah.
 Orang Kristen tidak diperkenankan membunyikan lonceng mereka
dengan nyaring dan tidak diperkenankan beribadah dengan suara
nyaring.
 Orang Kristen tidak diperkenankan menangisi orang yang meninggal
dengan suara yang nyaring dan mereka wajib dikuburkan jauh dari
perkampungan orang-orang muslim.

Ketentuan-ketentuan ini jelas mengingikasikan perkembangan sikap


selanjutnaya khalifat Islam terhadap orang Kristen di semenanjung Arab.
Kebebasan orang Kristen termasuk dalam hal ibadah jelas dibatasi, sikap
ini jelas nyata dari larangan orang Kristen bergaul dengan wanita Islam.
Dari isi ketentauan itu nampak bahwa khalifat Islam memandang agama
Kristen lebih rendah dari agama Islam, hal ini nampak dari isi ketentuan
yang mengatur masalah pakaian, makanan, kendaraan, rumah yang tidak
boleh lebih tinggi dari orang Islam. Rongrongan nyata akibat dari
ketentuan-ketentuan ini terhadap gereja bahwa gereja dipaksa
mengurung diri dalam lingkungan sendiri yang lambat laun kehilangan
identitas dan anggotanya serta menghambat pertambahan anggota baru.

Dalam corak kehidupan kerohanian yang sangat menonjol dalam zaman


sejarah gereja Asia di bawah kekuasaan Khalifat Islam yaitu dijunjungnya
askese secara lebih tinggi. Keselamatan manusia tetap dilihat sebagai
keselamatan yang lepas dari dunia. Askese dengan sifat praktek yang
sangat keras diberlakukan.
39

IV

SEJARAH GEREJA DI TIONGKOK


DARI TAHUN 635 HINGGA ABAD 15

Di bawah Pemerintahan Dinasti Tang


1. Ada dua sumber informasi penting dapat menjelaskan hadirnya
kekristenan di Cina (Tiongkok) masa pemerintahan dinasti Tang (635-
Abad 10). Dua informasi itu adalah:

 Ditemukannya monumen Chang’an (Chang’an adalah ibukota


kekaisaran Cina masa pemerintahan dinasti Tang). Diperkirakan
monumen Chang’an ini berasal dari masa pemerintahan dinasti ini.
Monumen ini terbuat dari sebilah papan batu besar yang pada tahun
1625 ditemukan oleh sejumlah pekerja penggalian parit untuk fondasi
sebuah bangunan besar di kota Hsia-an Shensi Tiongkok Utara (kota
Chang’an masa itu) sekarang. Diperkirakan bahwa monumen ini
dibangun tahun 781 M masa tahun kedua pemerintahan Chien-Chung
penerus generasi dinasti Tang (618-907) dan masa inilah Kekristenan
di Cina mengalami masa puncak kejayaannya. Inskripsi monumen ini
ditulis dalam bahasa Tiongkok (1756 huruf) dan 70 kata bahasa Siria
(Aram) dengan kaligarafi yang saat ditemukan masih sangat indah.
Bentuk lempengan batu ini adalah segi tiga di atasnya berbentuk
empat persegi panjang. Isi inskripsi menjelaskan sebuah ringkasan
singkat tentang ajaran Kristen di Cina, gambaran mengenai nama
penginjil-penginjil yang datang ke Cina dari Persia, serta laporan
singkat mengenai kehidupan gereja di Cina sekitar tahun 635-781.
Tinggi monumen terdiri dari 2,76 m sisi sebelah kiri dan kanan 1,95 m
lebar bagian bawah 1 m bagian atas 0,92 m. Tebal bagian bawah 0,28
m bagian atas 0,26 m dan di bagian atas diukir tanda salib.

 Ditemukannya sejumlah tulisan-tulisan dokumen berupa sejumlah


arsip-arsip (tulisan buku-buku) negara yang memberi informasi
40

tentang kekristenan di Cina. Juga ditemukan tahun 1900, tulisan-


tulisan Kristen di sebuah gua di Tun Huang sebelah Barat laut Cina.
Tulisan-tulisan itu diperkirakan dikerjakan oleh para misionaris yang
datang ke Cina masa abad ke-7. Tulisan-tulisan ini cukup banyak
jumlah dan jenisnya. Di antaranya berupa tulisan pengajaran, doa,
buku nyanyian (hymnus), penggalan-penggalan dari kitab suci
misalnya kitab Mazmur, kitab Injil, surat-surat Paulus, buku Musa juga
kitab nabi-nabi dan raja-raja.

Dari sumber monumen Chang’an disebutkan bahwa Alopen adalah


penginjil pertama yang datang ke Cina (bhs Syria Alopen sama dengan
“Yebh-Alaha” artinya: pemberian Allah atau Theodorus dalam bahasa
Yunani). Berdasarkan penelitian selanjutnya terhadap gereja Persia,
nama ini ditemukan sebagai uskup Persia yang bukan sebagai orang
Kristen pertama yang datang ke Cina. Sebab masa dinasti Sassanid
(Persia) telah terjalin hubungan perdagangan antara Cina dengan
Persia dan orang Kristen Nestorian Persia yang dikenal sebagai
pedagang telah sampai di Cina melalui “jalan sutera lama” jalan
perdagangan yang menghubungkan Cina dengan Persia waktu itu.

Juga dari monumen Chang’an dijelaskan kehadiran Alopen di Cina yang


disambut baik oleh kaisar T’ai Tsung. Kepada Ta’i Tsung, Alopen
menjelaskan inti sari pengajaran Kristen. Melalui penjelasan Alopen ini,
dikatakan bahwa Ta’i Tsung tahun 638 melalui sebuah edik memberi izin
(kebebasan) bagi Alopen melakukan UPI di Cina. Pada tahun ini juga
gereja pertama di Chang’an dibangun yang dananya disediakan oleh
kaisar. Tidak hanya sisi yang mendukung misi kekristenan Alopen
disebutkan dalam inskripsi Chang’an, tantangan yang dihadapi Alopen
juga disebutkan di antaranya:

 Ketidakmampuan Alopen memahami dengan baik bahasa Cina


demikian dengan juru bahasanya tidak memahami Kekristenan
dengan baik.
 Kedua berhubungan dengan unsur pertama, Alopen sangat sulit
menemukan istilah kata yang tepat untuk mengungkapkan pemikiran
Kristen dalam bahasa Tionghoa dengan tepat. Misalnya tidak
menemukan kata yang tepat untuk menunjuk nama Allah dalam
bahasa Cina. Istilah yang dipakai menunjuk nama Allah dalam
bahasa Cina adalah “yang dihormati di seluruh dunia” (nyatanya
kata ini ditujukan sebagai gelar kepada Sang Budha). Dalam tulisan
ini juga “salib” disalin sebagai “pohon”.
41

Gambaran yang paling jelas diperoleh melalui penjelasan ini sampai


tahun 683, keadaan kekristenan di Cina berlangsung dengan baik
apalagi setelah Tsai Tung wafat dan digantikan oleh anaknya bernama
Kao Tsung (649-683). Perkembangan kekristenan masa ini nampak dari
pembangunan gedung-gedung gereja dan biara-biara di berbagai
wilayah Cina. Oleh perhatiannya yang besar ini, kepada Tsai Tung dan
Kao Tsung diberi gelar sebagai “Bapa Rohani dan pelindung besar
kekaisaran”.

Masa selanjutnya terjadi perubahan, setelah pemerintahan Wu Hou


(permaisuri kaisar Kao Tung) kekristenan di Cina mengalami masa-
masa sulit. Sepeninggal suaminya ia beralih kejam terhadap penganut
Kristen. Puncak penyiksaan kaisar ini terhadap orang Kristen terjadi
masa tahun 698, pada tahun ini sejumlah gereja dan biara yang dulu
dibangun suaminya dirusak/robohkan. Namun situasi ini tidak
berlangsung lama, setelah kaisar ini digantikan oleh Hsuan Tsung tahun
712-781, Kekristenan kembali mengalami perlindungan. Kaisar ini
kembali membangun gereja dan biara yang sudah sempat dirusak
sebelumnya. Bahkan dikatakan kaisar bersedia memberi istananya
sebagai tempat dirusak sebelumnya. Bahkan dikatakan kaisar bersedia
memberi istananya sebagai tempat doa dan perayaan Perjamuan
Kudus orang Kristen Cina.

Masa kejayaan orang Kristen di Cina berlangsung sampai tahun 781


(saat pendirian monumen Chang’an). Setelah mundurnya zaman dinasti
Tang (periode terakhir dipimpin oleh Hsuan Tsung) memerintah di Cina,
kekristenan turut merasakan dampaknya bahkan sampai tahun 980
dapat dikatakan bahwa Kekristenan di Cina hampir kehilangan jejak.
Penyebab utamanya adalah besarnya berlangsung penghambatan
terhadap orang Kristen seiring dengan terjadinya kekacauan di seluruh
negeri Cina. Latar belakang keadaan ini lebih disebabkan oleh
munculnya semangat Taoisme (meneruskan semangat agama Kong Hu
Cu) di Cina yang menghancurkan sejumlah agama-agama yang datang
dari luar ke Cina termasuk Budha. Namun karena pengaruh Budha
sudah lebih dahulu mengakar di Cina agama ini mampu bertahan di
tengah kekacauan Cina pada masa itu.

Dari informasi (inskripsi) monumen Chang’an, ajaran Kristen Cina dapat


dikatakan seperti di bawah ini:
42

 Tentang Allah. Penyebutan nama Allah masih dipengaruhi oleh


orang Kristen Syria yaitu “Alaha”. Allah adalah “Esa, kekal, yang
mengilhami seluruh guru-guru hikmat”. Dialah Tuhan yang benar
yang tanpa awal, Tiga-Esa (Trinitas) yang menakjubkan.
 Penciptaan. Allah yang menetapkan salib yang menunjukkan
ke empat arah (Utara, Selatan, Timur, Barat). Yang memisahkan
langit dan bumi, matahari dan bulan, siang dan malam, yang
menjadikan manusia. Tentang manusia dijelaskan: “…pada mulanya
hatinya putih dan bersih, tanpa keinginan…setan memasang tipu
muslihatnya…setelah kegelapan berkumpul manusia kehilangan
jalan mereka.
 Inkarnasi Kristus-Nampak pengaruh Nestorius. Kemudian
satu oknum dari yang Tiga-Esa menjadi manusia, satu yang paling
terkenal, Mesias, melepaskan kemuliaanNya yang sungguh-
sungguh dan masuk ke dunia sebagai seorang manusia.
 Karya Kristus. Dia menggenapi hukum yang lama seperti dua
puluh empat hikmat (menunjuk ke kitab PL Yahudi), mengatur suku-
suku bangsa sesuai dengan prinsip-prinsip yang besar,
membersihkan yang duniawi dan menyempurnakan yang sorgawi
yang membuka kehidupan dan menghancurkan kematian.
 Kematian, kebangkitan-kenaikan Kristus. Dia
menggantungkan sebuah matahari yang cemerlang, yang menyinari
daerah-daerah yang gelap. Tipu muslihat iblis telah Dia putuskan
sama sekali, Dia mendayung perahu kemurahan, naik ke istana
terang, jiwa manusia Ia telah selamatkan. PekerjaanNya yang
berkuasa sekali dilakukan, dan pada waktu tengah hari Ia naik ke
sorga.
 Kebiasaan-kebiasaan Kristen. Dalam inskripsi Chang’an juga
ditemukan unsur-unsur ini:
- PB: “kitab suci terdiri dari duapuluh tujuh buku”.
- Baptisan dan meterai dengan salib. Baptisan ini terdiri dari air
dan Roh (Yoh. 3:5, kita memegangnya dengan meterai salib yang
mempersatukan semuanya tanpa pembedaan).
- Ibadah harian: pada hari yang ketujuh kita memberi kurban
untuk membersihkan hati dan untuk mendapatkan kembali
kesucian kita.
- Memakai nama”yang terkenal”. Jalan (Tao) yang benar dan
kekal adalah jalan yang menakjubkan sulit untuk menyebutkannya.
Kekuatan yang aktif adalah nyata dengan jelas. Karena itu bisa
disebut “agama yang terkenal”.

Masa Penjajahan Mongolia di Cina (1250-1370)


43

2. Tahun 1250 adalah masa perubahan besar terjadi di Cina, perubahan


besar itu disebabkan berhasilnya Cina dikuasai oleh orang Mongolia.
Melalui penguasaan ini, bangsa Mongolia mendirikan dinasti baru di Cina
yaitu dinasti Yuan. Akan tetapi dari sudut perkembangan Kristen di Cina,
berkuasanya dinasti Yuan memberi peluang berkembangnya kembali
kekristenan di Cina dimana sebelumnya masa 250 tahun sempat hilang.
Masuknya kekristenan di Cina oleh Mongolia, itu terjadi melalui orang-
orang Asia Tengah yang dipakai kaisar. Mongolia sebagai aparatur
pemerintahannya. Melalui mereka gereja kembali berdiri walau orang
Mongolia sendiri tetap bertahan menganut agama sukunya.

Dalam keadaan ini, dapat dikatakan bahwa walau gereja kembali dapat
berdiri di Cina namun untuk orang Cina kekristenan sulit berkembang,
penyebabnya adalah:

 Jemaat-jemaat Kristen tetap dirasakan sebagai sesuatu yang asing.


- Setelah kaisar Mongolia menganut agama Budha di Cina
(1311), orang Budha kembali bangkit, melawan orang Kristen dengan
merampas biara-biara akibatnya kekristenan kembali merosot.

Beberapa data untuk memperkuat argumen ini (masa penaklukan bangsa


Mongolia atas Cina):
 + tahun 1220 : Bangsa Mongol di bawah pimpinan Jengis Khan
menaklukkan suku-suku bangsa nomaden lainnya di
Asia Tengah, terutama negeri Tiongkok dan negara-
negara Islam.
 + tahun 1250-1270 : setelah Tiongkok direbut suku bangsa Mongol,
dinasti Yuan didirikan.
 + tahun 1295 : Raja Mongol di Persia masuk menjadi Islam.
 + tahun 1370 : Orang-orang Tionghoa berhasil mengusir orang-orang
Mongol. Mulailah dinasti Ming.

Kontinuitas Gereja Asia Lama dan Gereaja di Asia Sekarang


3. Hal sangat menarik dalam hal ini bahwa kesinambungan gereja (orang
Kristen) yang dihasilkan zaman Asia Lama dengan gereja-gereja di Asia
sekarang tidaklah ada, baik secara fisik maupun secara rohani. Penyebab
utama hal ini secara sederhana dapat dikatakan: “gereja dan kekristenan
dari zaman Asia lama telah sempat hilang/lenyap sehingga ketika UPI
Barat datang abad awal 16 mereka harus memulai UPI dari titik nol sebab
mereka tidak menjumpai orang Kristen/gereja yang dihasilkan oleh UPI
zaman lama”.
44

Dari sudut kontinuitas/kesinambungan era gereja Asia lama kepada era


gereja Asia baru, hal ini hanya dapat dijumpai di India Selatan dan Asia
Barat:

 Di Asia Barat sekarang masih dijumpai lebih tiga juta jemaat


Kristen Nestorian, Yakobit, Armenia dan Kristen Ortodox Timur.
Masing-masing daerah itu (Asia Barat data 1990) adalah:
- Irak, data tahun 1990 masih dijumpai orang Kristen sebanyak
250 ribu orang.
- Di Siria, orang Kristen Yakobit dan Ortodox + 1 juta orang.
- Libanon, Orang Kristen Ortodox Timur, Mennonit dan Armenia +
1 juta orang.
- Palestina, Kristen Ortodox Timur ada + 150 orang.
- Armenia: + 2 juta orang.

 Di India Selatan ditemukan kelompok jemaat Kristen Thomas


(tahun 220 M). Masa tahun 1598 kelompok jemaat ini berada di bawah
naungan gereja RK walau kemudian memisahkan diri dari gereaja RK.
Masa abad 19, mereka juga bergabung dengan gereja Anglikan oleh
kebijakan Inggris sebagai negara kolonalis atas India. Masa abad 20
ini, kelompok jemaat ini bergabung dengan gereja India Selatan
(kelompok organisasi gereja yang ada di India Selatan).
45

SEJARAH GEREJA DI ASIA MASA ZAMAN BARU


(ZAMAN VASCO DA GAMA – PI DARI BARAT)
1498-SEKARANG

Misi Gereja Roma Katolik Pada Abad 17-18


1. Misi Gereja RK dengan Sistem Padroado. Awalnya, sebelum reformasi
berlangsung misi gereja Roma Katolik ke seluruh dunia sangat terkait
dengan kekuatan ekspansi ekonomi dan politik bangsa-bangsa Barat
(Eropa) beraliran Roma Katolik, terutama oleh Spanyol dan Portugis.
Akan tetapi sesudah tahun 1550, secara batin misi Katolik ke seluruh
dunia sangat diperkuat oleh Kontra Reformasi yang berusaha menangani
sendiri misi (UPI) melalui kelompok masyarakat Yesuit yang dipimpin oleh
Ignatius Loyola. Sebelum misi serikat Yesuit ini, gambaran nyata dapat
dibuktikan bahwa misi Katolik (sebelum Serikat Yesuit) kegiatannya tidak
melewati lingkungan pengaruh Barat ke daerah penjajahan dan atau
daerah perdagangan. Sesudahnya, misi memasuki daerah di luar
lingkungan ini misalnya Tiongkok dan Jepang.

Dalam hubungan ini, perbedaan (disebabkan oleh kebijakan politis kedua


negara) besar antara metode/hasil misi yang dilakukan oleh Spanyol dan
yang dilakukan oleh Portugis yaitu:

 Portugis. Bangsa ini adalah suatu negara yang kecil (dengan


populasi penduduk ketika itu kurang dari 1 juta). Dalam perjanjian
Tordesillas (perjanjian Portugis dan Spanyol tentang penguasaan
wilayah negara-negara jajahan. Perjanjian ini kemudian ditegaskan
oleh gereja RK-Paus dengan bulla Padroado) Portugis diberi
kekuasaan untuk wilayah Afrika dan Asia padahal wilayah Afrika dan
Asia benua ini telah mempunyai kerajaan besar seperti Tiongkok dan
Jepang-Mansuria (Korea) dengan jumlah penduduk yang besar,
agama dan kebudayaan yang tinggi pula. Yang melalui unsur ini,
46

Tiongkok dan Jepang (misal mewakili bangsa Asia) sadar akan nilai
(harga) dirinya sendiri. Jadi, fokus pertahanan Portugis di wilayah
jajahan mereka hanya mempertahankan diri dengan mendirikan
benteng-benteng pertahanan di pusat negara perdagangan (jajahan)
mereka dan merebut daerah-daerah kecil di sekitar benteng (bnd.
dengan Ternate, Macao, daerah meliputi Goa, Malaka). Dalam
hubungan ini maka, misi yang dilakukan Portugis sangat terbatas, misi
hanya dilakukan di sekitar daerah benteng, itupun hanya melalui
bantuan negara. Dengan usaha seperti ini tentu misi memperoleh
hasil yang sangat kecil sebab misi mendapat tantangan dari kelompok
penganut “agama-agama” tinggi.
 Spanyol. Negara ini jauh lebih besar dari Portugis (ketika itu
penduduknya + 8 juta jiwa). Negara ini diberi wilayah kekuasaan
meliputi Amerika Selatan, Filipina (belum memiliki organisasi politis
yang mapan sebagaimana di Cina dan Jepang). Jumlah penduduk
Filipina ketika Spanyol tiba di negeri ini masih sangat kecil. Oleh
karena faktor ini, tentu saja Spanyol dapat men-spanyol-kan seluruh
kawasan (secara politis) dan meng-kristen-kan seluruh daerah
Filipina.

Jadi melalui penjelasan ini dua (akibat perbedaan) yang menjadi


kesimpulan:

 Perbedaan yang menonjol pada zaman kita antara Amerika Latin


(100 %) dan Filipina (90 %) penduduk kristen (secara statistik ?) dan
kawasan lainnya, dimana orang Kristen paling banyak 10 % dari
seluruh penduduk Indonesia. Bnd pula dengan hasil dari UPI di Eropa
masa abad pertengahan (tidak adanya agama suku, kerajaan,
kebudayaan yang tinggi) dan di Asia.
 Dalam metode misi: orang Spanyol memakai metode “tabularasa”
yaitu menghapuskan segala unsur pribumi yang dicap “kafir”. Misi
membawa kebudayaan baru di samping agama baru (artinya
memikirkan hubungan agama Kristen dengan agama/kebudayaan
setempat dianggap tidak perlu). Di daerah Portugis dan di wilayah
Asia lainnya (Tiongkok misalnya) metode (murahan, gampangan?) ini
tidak dipakai.

Hubungan ekspansi Spanyol dan Portugis dalam misi dapat dikatakan


sebagai berikut:

 1492: Colombus dari Spanyol menemukan benua Amerika


(dalam perjalanannya ke Asia). 1498: Vasco da Gama dari Portugis
47

berlayar ke India (menemukan jalan laut ke India). Dalam dua hal ini
ada beberapa motif/alasan misi yang bercampur:
Motif religius: Keinginan meneruskan perjuangan melawan Islam
(dengan penemuan/perjalanan ini wilayah Asia bisa
dikepung/jelajahi) dan UPI sampai ke ujung dunia. Ini diperkuat
oleh catatan harian Colombus sendiri: “…waktu saya berangkat
untuk menemukan jalan ke India, saya bermaksud untuk memohon
kepada raja dan ratu, tuan kita, supaya penghasilan yang mereka
dapatkan dari India dimanfaatkan untuk membiayai perebutan
Yerusalem…”.

Motif ekonomi/politis: Keinginan memperluas kekuasaan (sampai


ke Asia dan Amerika dibanding dengan keadaan wilayah Eropa yang
sempit), mengadakan hubungan dagang (memperoleh keuntungan
yang lebih besar dengan mendapatkan rempah-rempah langsung ke
negeri sumbernya) dengan menghindari perantara-perantara negeri-
negeri Islam (bangsa-bangsa Asia Barat seperti Turki).

Sebagai kekuatan yang berwibawa di Eropa masa itu, gereja khawatir


terhadap ekspansi Spanyol dan Portugis yang justru akan merugikan
agama/Gereja Kristen karena persaingan mereka. Oleh kekhawatiran
ini, paus Alexander VI mengeluarkan bulla (surat keputusan resmi
paus) yang membagi wilayah kekuasaan Spanyol dan Portugis.
Pembagian ini kembali ditegaskan oleh Gereja dengan menetapkan
Amerika untuk Spanyol, Asia untuk Portugis (perkembangan berikutnya
Brazil dikuasai Portugis dan Filipina dikuasai Spanyol. Penegasan
pembagian wilayah inilah yang disebut sebagai “Padroado” (diambil dari
bahasa Portugis) artinya: “raja sebagai majikan, pelindung gereja”.
Isinya: “…membawa bangsa-bangsa yang mendiami pulau-pulau dan
benua itu (temua Spanyol dan Portugis) kepada iman Kristen…untuk
mengutus ke hadapannya orang-orang yang bijaksana, tulus, saleh,
serta baik budi, yang sanggup memberi pengajaran mengenai akhlak
yang baik dan mengenai iman Katolik kepada bangsa-bangsa pribumi”.

Dalam perkembangan selanjutnya misi melalui sistem Padroado ini,


ternyata gereja RK sadar bahwa justru sangat dirugikan. Alasannya
sebab “kepentingan gereja dan kepentingan negara tidak dibedakan
dalam misi melalui sistem Padroado”. Misalnya seperti yang terjadi di
India (tepatnya di Goa) sebagai negara jajahan Portugis masa abad 16.
Masa itu, Portugis tidak melihat misi dalam hubungan keuntungannya
dengan ekonomi negara oleh karena itu mereka membatasi aksi misi
hanya kepada pengkristenan orang Goa. Secara langsung sikap ini
jelas memperburuk keadaan jemaat, padahal penganut Hindu India
48

dimasukkan menjadi orang Kristen dengan metode paksa dan


membujuk. Dampak buruk lainnya sistem Padroado ini adalah UPI
ditangani seakan-akan suatu urusan kenegaraan, pembaptisan seakan-
akan merupakan naturalisasi (baptisan erat dengan kewarganegaraan,
yang tidak diimbangi dengan bimbingan khusus). Ternyata sistem ini
oleh Portugis dipakai di Maluku-Indonesia.

Oleh Serikat Yesuit (Muncul tahun 1540)


2. Dalam uraian ini tidak perlu lagi dijelaskan latarbelakang dan tujuan
serikat Yesuit muncul sebab ini sudah jelas bagi anda (!). Setahun setelah
serikat ini didirikan, seorang anggota yang sangat fanatik telah sampai di
India yaitu: Franciskus Xaverius (ia diutus oleh raja Portugis Johan III juga
oleh Paus yang kepadanya disebut sebagai Apostolic Nuncio: duta
khusus paus) bersama dengan seorang imam Katolik yakni: Paul de
Camerino, mereka mendarat di Goa-India tanggal 6 Mei 1542.
Masyarakat India pertama sekali sulit didekati oleh misi Franciskus
Xaverius, tantangan yang dihadapi Xaverius dalam misi adalah: “tidak
dipahaminya bahasa India (Parava) dengan baik, juru bahasa yang
mendampinginya dalam pelayanan tidak dapat dipercayainya ditambah
dengan sikap hdup suku Parava yang sukar meninggalkan jalan hidup
mereka yang lama”. Langkah F. Xaverius mengatasi masalah ini, ia
memanfaatkan juru bahasa seadanya yang bersamanya menterjemahkan
tiga naskah pokok iman Kristen yaitu: Doa Bapa Kami, Dasa Titah,
Pengakuan Iman Rasuli. Walau di kemudian hari dirasakan bahwa
ternyata terjemahan ini memiliki banyak unsur kesalahan, namun F.
Xaverius dianggap telah sanggup meletakkan dasar-dasar untuk
perkembangan agama Kristen di tengah-tengah orang Parava sampai
sekarang.

Sembilan tahun kemudian (1550-1552) ia telah menjelajahi Malaka,


Indonesia, Jepang dan Tiongkok. Setelah F. Xaverius (seorang keturunan
bangsawan Spanyol tamat dari Universitas Paris) melayani suku Parava
India, misi UPI ordo Yesuit kembali digalakkan melalui usaha yang sangat
gigih oleh anggota-anggotanya. Sistem padroado (sistem misi negara
dikenal sebagai sistem lama) oleh Portugis tetap dilanjutkan di daerah
jajahan mereka namun di daerah lain (di luar kekuasaan jajahan Portugis)
dipakai metode yang berbeda. Metode itu adalah “metode Sutera”
artinya “dari atas ke bawah: mengkristenkan raja mengkristenkan seluruh
rakyat”. Beberapa contoh untuk kasus ini dapat disebutkan:

 Kasus istana dinasti sultan Mogul (1350-1605). Mogul adalah


seorang sultan Afganistan yang menaklukkan India Utara dan Tengah
49

abad 16, masa itu India Selatan tetap merupakan negara berdaulat.
Suatu persoalan besar ia alami di pemerintahannya ialah mengenai:
politik dan agama. Sebagai seorang Islam, dominan rakyatnya adalah
penganut Hindu. Keputusannya, ia menetapkan satu agama monoteis
sebagai agama negara. Dalam rangka itu, ia mengundang kelompok
Yesuit ke istananya dan bermaksud menjadi agama Kristen semacam
agama super yang diharapkannya dapat mengatasi perbedaan antara
Hindu dan Islam. Namun serikat Yesuit yang masuk ke istananya justru
berharap lain, akan mengkristenkan sultan Mogul dengan demikian
mengkristenkan seluruh India (inilah metode dari atas ke bawah). Tetapi
sultan Mogul justru menolak ajaran Trinitas dan Inkarnasi. Secara politis
ia sadar, sebagai seorang Kristen dirinya tidak pernah akan diterima
sebagai raja oleh rakyatnya.

 Kasus pendekatan De Nobili (seorang keturunan bangsawan


Italia) kepada penganut Hindu berkasta tinggi di Madurai. Sebagai
orang Kristen, orang-orang Portugis di India telah menunjukkan sikap
hidup yang sangat buruk. Jadi untuk menjaga orang India yang baru
masuk Kristen, ia menjauhkan mereka dari orang Portugis. Namun
walau demikian orang Hindu yang baru masuk Kristen tetap kehilangan
kastanya dalam masyarakat India. Di samping itu mereka kehilangan
hak perlindungan ekonomis, hak sosial dan psikologis dari asal
kastanya. Untuk semakin memperkuat orang Kristen India dengan
orang Portugis, De Nobili (tiba di India tahun 1605) tetap membiarkan
orang Kristen baru memelihara adat kebiasaannya sendiri dengan
kastanya. De Nobili hidup sebagai seorang pertapa (memantangkan
daging, tidak memakai sepatu dan barang-barang lain yang terbuat dari
kulit, ia juga mengenakan jubah kuning). Mempelajari bahasa Brahman,
bertanding dengan guru-guru bahasa Sanskerta serta kitab suci, juga
bahasa Tamil, menjauhkan diri dari saudara sebangsanya Portugis.

 Kasus Matius (Matteo) Ricci (baca Ritsyi – 1552-1610). Ia adalah


utusan ordo Yesuit lain (ahli geografi, matematika dan astronomi) yang
sejaman dengan dua orang di atas. Awalnya ia diutus untuk melayani di
India namun lima tahun kemudian ia pergi ke Cina Selatan (Maccao),
beberapa tahun kemudian ia bekerja di Canton-Nanking dan akhirnya di
ibukota Cina Peking sampai meninggalnya tahun 1610. Sebagai bagian
dari metode Sutera, Ricci (berkat keahliannya sudah diterima baik di
lingkungan kaisar Cina) menyesuaikan diri dengan situasi umum
masyarakat Cina. Dasar sikapnya adalah pandangannya yang positif
terhadap kebudayaan dan agama setempat yang dianggapnya sebagai
50

persiapan masuk kepada agama Kristen. Beberapa usaha dilakukannya


dalam hal ini adalah:

a. Mempelajari sastra Tionghoa dan menyusun sendiri karangan-


karangan dalam bahasa Tionghoa mengenai ilmu pengetahuan
Barat dan mengenai iman Kristen.
b. Mengenakan pakaian Tionghoa, mula-mula memakai pakaian
khas rahib Budha kemudian menggantinya dengan pakaian
cendekiawan Kong Hu Chu.
c. Membangun bangunan gereja dengan ciri khas bangunan
Tionghoa, memakai bahasa Tionghoa sebagai bahasa ibadah.
d. Memakai istilah Tionghoa untuk pengertian yang khas Kristen,
misal T’ien Chu untuk Tuhan langit dan Shang-Ti untuk Allah, istilah
yang berasal dari bahasa klasik Tionghoa.
e. Membuktikan bahwa Kekristenan tidak bertentangan dengan
struktur dasar masyarakat Tionghoa (memberi izin kepada orang
kristen untuk tetap menghormati orang Kong Hu Chu dan para
leluhur, ini dainggap sebagai tindakan sosial budaya saja, bukan
pemujaan dewa-dewa).

Metode Ricci ini di Cina dapat dinyatakan metode misi yang berhasil
sebab banyak golongan cendekiawan (atas) Cina masuk menjadi Kristen
seperti Hsu Kuang Chi (alias Paul Hsu) yang kemudian Paul Hsu ikut
memberhasilkan misi di Cina. Keberhasilan Ricci yang menonjol adalah ia
mengungkapkan iman Kristen dalam corak pemikiran Tionghoa yang lebih
dikenal dengan menciptakan sebuah “teologi pribumi” di Cina.
Kembali ke kasus Nobili, dalam perkembangan selanjutnya jemaat Kristen
di India (dengan metode Nobili), misi ini menimbulkan perselisihan yang
hebat di kalangan gereja Katolik dan para misionaris. Pokok yang paling
dipersoalkan, yaitu:

 Sebab Nobili memasukkan sistem kasta (yang dipakai Nobili yaitu


Brahmana) ke gereja. Apakah sistem ini memiliki nilai religius
kekristenan atau hanya bersifat lokal (sosial) saja ?
 Kalau demikian halnya, dengan menerima kasta sebagai sistem di
dalam Gereja, itu berarti misi bersifat lokal (bnd. Teologia in loco),
Bukan locus (konteks lokal) yang menjadi dominan (menyaingi pikiran
Kristen), akibatnya kekuatan transformasi Kristen untuk masyarakat
menjadi hilang ? Intinya, persaudaraan Kristen harus mengatasi
segala perbedaan bangsa dan ras…(termasuk kasta ?)
51

Sama halnya dengan Nobili di India, Mateus Ricci di cina mengalami


nasib serupa, ia mendapat perlawanan keras dari sekelompok orang dari
ordo Yesuit sendiri. Misi Ricci dianggap telah mencampurbaurkan
kekristenan dengan kekafiran Cina dan paus terpengaruh menghujat dan
melarang metode Ricci walau ia mencoba meyakinkan paus atas apa
yang dilakukannya yaitu bukan bermaksud mencampurbaurkan
(mengaburkan) nilai kekristenan itu sendiri melainkan bermaksud untuk
memenangkan sebanyak mungkin orang Cina kepada Kekristenan. Untuk
ini, Ricci meminta bantuan kaisar Cina untuk menjelaskan misinya kepada
paus. Bagi gereja Katolik, intinya apa yang dilakukan Ricci hanya
merupakan soal kebudayaan yang terpisah unsur keagamaan (hanya
masalah metode ?). Walau demikian paus tetap menolak penjelasan Ricci
dan kaisar Cina, akibatnya kaisar mengusir semua misionaris ordo Yesuit
dari Cina termasuk Matius Ricci. Sebab kaisar menganggap bahwa
penolakan paus adalah sebagai penolakan kepada upacara-upacara
Tionghoa masuk ke dalam gereja yang sekaligus sebagai penghinaan
terhadap kaisar dan orang Cina sendiri. Dari sejak itu, Kekristenan di Cina
mengalami penghambatan keras dan sejak itu jumlah orang Kristen
semakin merosot pula.

Sebuah Renungan dan Pertimbangan


Kepada Metode Misi Ordo Yesuit
3. Persoalan inilah yang perlu kita sikapi (cermati) dari sudut analisis historis.
Bagaimana gereja (orang Kristen) dalam pengalamannya telah
merasakan dan menjawabnya. Untuk informasi bagi anda bahwa jawaban
gereja (tipe konflik serikat Yesuit dengan model misi Nobili di India dan
model misi Mateus Ricci di Cina) dalam sejarah adalah bervariasi. Untuk
kasus Nobili ini serikat Yesuit memihak kasta tetapi ordo-ordo lain dalam
gereja RK menolak/menentang. Pengalaman misi Protestan di India juga
pernah mengalami hal yang sama abad 19. Orang Lutheran menerima
kasta tetapi William Carey menolak/anti. Bnd juga dengan pengalaman
gereja di Afrika melalui soal poligami (kecenderungan masyarakat Afrika),
juga upacara menghormati nenek moyang di Tapanuli (gereja-gereja
Batak) dan Sulawei Selatan (gereja Toraja). Konflik lembaga misi (yang
kadang sangat anti) dengan sikap gereja rakyat (kasus Ricci juga kasus
gereja di Indonesia yang tergabung dengan PGI). Perhatikan, ternyata
gereja yang lebih memperhatikan nilai-nilai kebudayaan nyata lebih
berhasil daripada lembaga misi (jenis Kekristenan) yang “sangat
menekankan hal-hal yang sangat khas Kristen” (?).

Dari beberapa perkembangan misi ordo Yesuit di India sampai abad 18,
kesimpulan yang dapat dibuat adalah:
52

 Misi mempunyai kekuatan batin yang lebih besar di India, hal ini
nampak melalui adanya sastra Kristen yang sangat luas dalam
bahasa-bahasa suku bangsa India dengan gaya bahasa Ramayana-
Mahabrata yang dikarang sendiri oleh orang-orang Yesuit.
 Adanya klerus pribumi India (para klerus ini kemudian mendirikan
seminari teologi di India) dalam jumlah yang banyak (tahun 1705 ada
2500 orang) serta sangat fanatik Katolik. Salah satu di antaranya
adalah Joseph Vaz (1651-1711). Ia bertarung memulihkan gereja RK
yang sempat hancur di Sri Lanka yang telah dihambat oleh Belanda
(membawa pengaruh Calvinis) dengan menyamar sebagai seorang
pengemis tua/budak. Abad 17-18, gereja RK India oleh ordo Yesuit
telah berhasil mencapai tiga bentuk kemandirian pada hal formula ini
baru ditetapkan abad 19 sebagai barometer mengukur sebuah gereja
dianggap mapan/dewasa.]

Dari aspek positif ini, misi ordo Yesuit di India juga mempunyai
tantangan/kelemahan, yaitu:

 Sistem perjanjian Padroado dipertahankan secara ketat artinya


negara hanya menganggap orang yang diangkat penguasa sebagai
misionar yang resmi, sehingga membatasi semangat misi orang
bersemangat untuk UPI.
 Merosotnya kekuatan ordo Yesuit abad 18 karena munculnya
zaman pencerahan (ingat ordo Yesuit pernah dibubarkan, 1770).
Munculnya Inggris dan Belanda sebagai penguasa baru di India yang
membawa Protestan.
 Terjadinya perselisihan hebat di antara ordo dalam Gereja RK,
sejalan dengan ini munculnya kecenderungan di antara misionaris
Eropa memandang misi klerus pribumi sebagai misi yang rendah.

4. Di Cina “Sinisasi” (peng-Tionghoa-an) iman Kristen berjalan terus walau


mengalami perubahan-perubahan. Sebab-sebabnya antara lain:

 Para rohaniawan Tionghoa merasa bahwa bahasa Latin lebih ilahi


dari bahasa Tionghoa, mereka meminta supaya bahasa Latin hanya
dipakai dalam ibadah (pelayanan misa) saja. Bnd dengan pengalaman
misionaris di Tapanuli (mungkin Indonesia umumnya), ketika para
misionaris Eropa berjuang memakai bahasa/gaya bangunan/musik/
bentuk-bentuk keagamaan dari lingkungan pribumi; justru orang
pribumi sendiri yang lebih suka akan bentuk-bentuk Barat. Karena
menganggap prestise Barat yang terlalu tinggi dan bentuk sendiri
masih dianggap berhubungan dengan agama kafir lama.
53

 Pertikaian para misionaris Tionghoa sendiri mengenai sah tidaknya


Sinisasi khususnya tentang penghormatan terhadap Kong HumCu dan
para leluhur. Yang pasti ordo lain dalam gereja RK sangat tidak setuju
sinisasi ala Yesuit dan mereaka mengadukan metode ini kepada Paus
di Roma. Sikap paus nampak ragu selama satu abad, ini nampak
pada: pertikaian besar mengenai ritus (The Great Rites Controversy).
Khusus di Cina, tahun 1656 orang kristen diikutsertakan dalam
upacara-upacara penghormatan kepada Kong Hu Chu secara hati-
hati. Tahun 1693-1704, keikusertaan ini kemudian dilarang keras.
Tahun 1720, kembali diizinkan dengan syarat-syarat tertentu, tahun
1742 larangan ditegaskan (permanen).
 Bila pertumbuhan dan perkembangan kekristenan di Cina-Tiongkok
dibandingkan dengan perkembangan Kekristenan di India maka
dapatlah dikatakan Kekristenan di Tiongkok tidak kalah dengan di
India.
54

VI

ZENDING PROTESTAN DI INDIA


(ABAD 17-18)

Pendahuluan
1. Pada tema pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa
kesinambungan antara Gereja (orang Kristen) yang dihasilkan dari zaman
Asia Lama dengan Gereja-Gereja di Asia sekarang hampir tidak ada baik
secara fisik maupun secara rohani. Penyebab utamanya adalah
“kekristenan dari zaman Asia Lama telah sempat hilang dari Asia
sehingga ketika UPI Barat datang abad awal 16 mereka harus memulai
UPI dari titik nol sebab pada umumnya di berbagai negara Asia mereka
tidak menjumpai orang-orang Kristen yang dihasilkan dari UPI zaman
lama”.

Selanjutnya, hingga masa abad awal 17-18 (periode ini dalam zending
Protestan disebut sebagai: periode/masa pra-pietisme). Dominasi usaha
misi PI lebih banyak dilakukan oleh VOC itu pun hanya terbatas pada
wilayah Sri Lanka dan Taiwan.

 Dengan kasus yang khusus, di Sri Lanka orang-orang yang telah


menjadi Kristen Katolik zaman penguasaan Portugis hingga tahun
1660 mereka jaman penguasan VOC dipaksa menjadi penganut
Protestan (dalam kuliah SGI, sama seperti masalah ini akan anda lihat
di Maluku sekitar tahun 1605). Jumlah jemaat ini di Sri Lanka
sangatlah besar (beberapa ratus ribu jiwa), namun menjadi penganut
Protestan tidaklah membuat mereka melupakan pengajaran Katolik
artinya mereka tetap setia kepada gereja RK. Setelah VOC (Belanda)
diusir dari Sri Lanka oleh Inggris (1803), jemaat ini kembali menjadi
Katolik.
 Di Taiwan, zending Belanda sempat bekerja tahun 1627-1662.
Metode yang dipakai di sana cukup baik dan hasilnya pun cukup baik
(besar) pula. Penyebab utama berhasilnya zending Protestan di
Taiwan disebabkan “keadaan sebelumnya penduduk Taiwan yang
55

masih menganut agama suku dan tidak masuk ke dalam pengaruh


kebudayaan Tionghoa. Akan tetapi, Taiwan kemudian hilang bagi
penguasaan VOC sebab Taiwan kembali direbut oleh pengungsi-
pengungsi Ming dan oleh pemerintah Mandsyu (Korea). Akibatnya
gereja Protestan kembali lenyap, perkembangan baru misi PI
Protestan di Taiwan selanjutnya berlangsung masa abad 19.

Model Misi PI Prostestan di Asia (Abad 17-19)


2. Dua model mencirikan misi Protestan (secara langsung dilakukan oleh
penginjil-penginjil pietis) berlangsung di Asia dari abad 17-19, dapat
dikatakan sebagai berikut:

 Bartholomeus Ziegenbalg (1684-1719). Ia adalah seorang


misionar pietis (revival) Protestan pertama bekerja di Tranqueabar-
India Selatan (1706). Ketika itu Tranquebar adalah daerah kekuasaan
Denmark di pantai India Tenggara. Di tempat ini, sama seperti di
daerah-daerah kantong jajahan negara-negara Protestan (Inggris,
Belanda) telah ditempatkan pendeta-pendeta yang hanya bertugas
melayani pendatang kulit putih dan anak-anak mereka, oleh
karenanya Kekristenan nyata tidak memancarkan keluar sinarnya.
Dalam situasi seperti inilah, raja Denmark (Frederick IV) bercita-cita
memaksimalkan misi Protestan di wilayah kekuasaan/jajahannya.
Sebab semangat misi yang sangat kurang ditemukan di antara rakyat
Denmark ketika itu, raja Denmark mencari misionar fanatik hingga ke
Jerman dan ia menemukan Bartholomeus Ziegenbalg di Halle, pada
usia 22 tahun Ziegenbalg sudah menginjakkan kaki di Tranquebar
untuk cita-cita misi raja Denmark.

Bila dilihat dari motivasi ini dan hubungannya dengan ciri pietisme dapat
dikatakan bahwa UPI Ziegenbalg bukanlah spesifik cerminan cita-cita
pietisme yang sesungguhnya sebab “dilakukan oleh biaya negara dan
dalam rangka kenegaraan”. Bila didalami lebih serius misi pietisme, maka
akan nampak bahwa awal abad 19, pietisme dan aliran revival baru dapat
mengadakan PI menurut azas dan prinsip mereka sendiri. Namun
demikian Ziegenbalg adalah misionaris yang sangat berbakat dalam misi,
sebab sikap dan metodenya ternyata menjadi inspirasi tersendiri bagi
William Carey (satu abad kemudian) merumuskan lima azas PI-nya. Lima
rumus/azas misi PI yang ditekankan oleh Ziegenbalg, yakni:

 Gereja dan sekolah harus bergandengan tangan, setiap orang


Kristen harus sanggup membaca firman Tuhan. Gereja sebagai
tempat persekutuan dan pusat pelayanan bagi orang-orang yang
56

sudah dibaptis, sedangkan sekolah dimaksudkan untuk memudahkan


pembinaan Kekristenan itu dan sebagai tempat mengajar orang-orang
Kristen agar mampu membaca Alkitab. Untuk tujuan ini, tahun 1707,
Ziegenbalg telah membangun dua buah gereja kecil dan dua buah
sekolah, masing-masing satu untuk orang Indo-Portugis yang
berbahasa Portugis dan satu lagi untuk orang-orang Tamil.
 Alkitab harus diterjmahkan ke dalam bahasa setempat. Ziegenbalg
telah berhasil melakukan ini di Sri Lanka pada tahun 1714, dengan
terbitnya terjemahan kitab PB pertama sekali dalam bahasa Tamil.
Sebagai catatan penting untuk hal ini, walau misi RK dan Protestan
(VOC-Belanda) telah lama mendahului Ziegenbalg di Sri Lanka yang
berbahasa Tamil namun Ziegenbalg sangat tertolong melalui usaha ini.
Usaha ini diikuti oleh Katolik di Filipina, di mana tahun 1873 terbit
terjemahan pertama dari hanya satu bagian kitab yaitu Lukas ke
dalam bahasa pribumi.
 Seorang Misionar harus mampu memahami bahasa setempat
dengan baik, supaya ia dengan mudah dapat mendekatkan diri
kepada masyarakat yang diinjili. Untuk ini, Ziegenbalg mempelajari
bahasa Portugis dan Tamil. Bahasa Portugis ketika itu telah
merupakan bahasa perdagangan di sentra-sentra perekonomian India
sedang bahasa Tamil sebagai bahasa penduduk setemapat. Ia juga
melakukan penelitian yang sangat seksama mengenai ajaran agama
Hindu, yang melaluinya ia mengirimkan karya (hasil) penelitian itu ke
Eropa walau di Eropa tidak ditanggapi (diterbitkan) sama sekali.
Alasannya, karya PI dan penelitian Ziegenbalg dianggap sebagai
“pekerjaan PI yang hanya ditujukan kepada orang kafir, bukan
mengabarkan agama kafir kepada orang-orang Kristen” (terdapat sisi
sentimen negatif Eropa yaitu menganggap tidak perlu mempelajari
seksama mengenai bangsa yang akan mendengarkan pemberitaan
itu).
 Ziegenbalg menekankan bahwa tujuan PI harus menekankan
pertobatan yang sungguh-sungguh dan bersifat pribadi. Oleh
Ziegenbalg cita-cita ini sangat sulit diterapkan di India. Sebab orang
Kristen India yang bertobat, mereka mengalami tantangan dikeluarkan
dari komunitas kasta (lingkungan sosial India). Dengan Ziegenbalg
harus turun tangan terhadap masalah keuangan orang Kristen India
yang baru. Namun demikian Ziegenbalg tetap pada pendirian
“mempertahankan mutu” kekristenan dalam misi, walau hingga akhir
hidupnya orang Kristen India dari hasil misinya hanya mencapai
jumlah 350 orang.
57

 Mengusahakan adanya pendeta pribumi dengan secepatnya untuk


melayani gereja pribumi. Cita-cita ini tidak terkabul pada zamannya di
India, baru tahun 1733 pendeta pribumi India ada.

Melalui usaha Ziegenbalg ini, beberapa pokok pikiran (gagasan) penting


ditemukan menyatakan ciri umum zending Protestan (bukan khas pietis):

 Selalu terlebih dahulu menterjemahkan kitab PB baru menyusul


kitab PL. ternyata usaha semacam ini nampaknya disengaja oleh para
misionar, tujuannya untuk lebih menekankan karya keselamatan
kristus (PB) dan baru setelahnya memperhatikan penekanan karya
Allah atas seluruh dunia (PL-Septuaginta).
 Bila dibandingkan dengan pengalaman jemaat Kristen abad-abad
pertama (1-3), kebiasaan ini jelas bertentangan, alasannya: kitab PB
baru abad kemudian secara sempurna dirumuskan melalui kanon.
 Sesuai dengan pengalaman praktis jemaat, biasanya bahaya yang
muncul pada poin satu di atas yaitu “iman orang Kristen yang baru
akan keselamatan dari Yesus Kristus, menjadi sangat dipengaruhi
(dicangkokkan) oleh pandangan-pandangan tentang dunia lama orang
Kristen yang baru.
 Idealnya, (bnd Luther) memahami (membaca) lebih dahulu PL
dengan baik baru memahami (membaca) PB akan muncul pengertian
yang baik bahwa karya keselamatan Yesus Kristus nyata meliputi
seluruh dunia dan seluruh kehidupan.
 Bila tanpa demikian, maka kecenderungan yang nampak dalam
pengalaman praktis iman orang Kristen akan membatasi karya
keselamatan Kristus menjadi soal jiwa semata-mata (hasilnya dalam
kehidupan orang yang baru menjadi Kristen nampak sikap iman yang
dualistis askestis artinya, “satu sisi agama Kristen menguasai
lingkungan jiwa/rohani namun di sisi lain aspek duniawi masih
dikuasai oleh pandangan tentang dunia mereka (bnd. bila anda
memperhatikannya dengan pengalaman kita gereja/orang Kristen di
Indonesia).

Walau dirasa tidak maksimal, namun usaha PI Ziegenbalg tetap


merupakan inspirasi yang sangat baik bagi William Carey ini akhirnya
menjadi trademark (kalau boleh dikatakan mendarah daging) tersendiri
bagi zending Protestan abad 19-20 walau tidak selalu dipertahankan.
Dalam babak baru sejarah PI Protestan di India William Carey datang
dengan perkembangan azas Ziegenbalg secara sistematis.

Kemajuan di Tengah-tengah Angin Ribut (Advance Through Storm)


58

3. Maksud tema ini merupakan ciri umum misi Protestan di Asia masa abad
19-20 (tepatnya atahun 1792-1914). Ciri yang dimaksudkan dalam hal ini
yakni usaha PI yang membedakan model model misi yang dilakukan oleh
Protestan di Asia dengan model misi yang dilakukan Ziegenbalg di India,
bahkan yang membedakan ciri dan model misi sesudah tahun 1914. Ciri
yang sangat menonjol dari misi PI hingga masa ini bahwa:

 Misi PI tidak dilakukan melalui usaha dan dukungan negara


(masa Ziegenbalg) dan tidak dilakukan oleh gereja (sesudah tahun
1914) sebagai lembaga secara langsung. Namun yang paling dan
sangat mengusahakan misi adalah badan-badan misi yang anggota-
anggota jemaat yang adalah orang-orang Kristen secara pribadi yang
mendirikan atau bergabung pada lembaga-lembaga zending di luar
gereja. Berhubungan dengan maju pesatnya sekularisasi (hasil zaman
pencerahan) di Barat, usaha PI tidak berhubungan dengan dukungan
negara. Sekularisasi ini mempengaruhi negara-negara di Eropa
menyatakan sikap tegas sebagai netral terhadap soal-soal agama
(pertama sekali sikap seperti ini sangat dipengaruhi oleh terjadinya
revolusi Francis). PI juga bukan merupakan usaha gereja, sebab
gagasan PI terutama hidup di kalangan orang Pietis/Revival yang
sama sekali tidak mengikutsertakan gereja dalam misi (lembaga-
lembaga resmi gereja ternyata tidak berminat atas ajakan ini).
 Bila aspek ini diperhatikan, dapat dikatakan bahwa “hubungan
kecaman dunia luar (misalnya Islam dan penganut agama lain juga
penganut nasionalisme dan komunisme) terhadap misi PI bahwa misi
dianggap sangat bergandengan tangan dengan imperialisme barat
atau malah merupakan kaki tangan imperialisme”. Melalui pergumulan
inilah secara obyektif sejarah dapat menjawab bahwa: “sikap negara-
negara imperialis sangat bersifat ambivalen (mendua hati) terhadap
masalah misi di negara/daerah jajahan”. Di satu pihak sangat
mendukung misi dan pada pihak lain sangat menolak (menentang misi
PI.

Sikap Ambivalensi Negara-Negara Penjajah Terhadap UPI


4. Ada dua informasi dapat diberitahukan mengenai soal ini, yakni:

 Mendukung PI. Kasus ini ditemukan di Tiongkok tahun 1861 dst


di mana melalui beberapa perjanjian secara eksplisit ditetapkan
bahwa para misionar menikmati hak-hak istimewa (lepas dari
kekuasaan hukum Tionghoa dengan kata lain misionaris memperoleh
status diplomatik) dan agama Kristen diberi toleransi yang
sebelumnya secara resmi PI dilarang. Penghambatan kepada agama
59

Kristen oleh pribumi menjadi alasan tersendiri dilakukannya intervensi


dan penjajahan. Ini dilakukan oleh bangsa Francis di Tiongkok tahun
1856 tahun dan tahun 1858 di Vietnam (Annam). Sikap semacam ini
dilakukan Francis di Tiongkok atas permintaan gereja RK sendiri.
Peristiwa seperti ini juga pernah berlangsung di Indonesia (Toraja)
tahun 1915, dimana VOC (Belanda) sangat mendukung bahkan
memaksa misionar supaya seluruh penduduk segera menjadi Kristen
(penganut Protestan). Belanda mendukung usaha ini dengan memberi
perintah halus kepada misionar walau cita-cita ini tegas ditolak
zending (misionar).
 Negara Menolak/Menentang UPI. Ini terjadi pada UPI yang
dilakukan oleh William Carey di India yang bekerja di daerah jajahan
Inggris. Kemudian tahun 1890, Francis membuang dua orang
pangeran Vietnam hanya karena alasan kedua pangeran ini masuk
bertobat menjadi Kristen. Di Indonesia kasus ini terjadi, misalnya: PI
dilarang di seluruh Jawa oleh Belanda sampai tahun 1858, di Solo
hingga tahun 1910 juga di Banten dan di Aceh (bnd dengan sikap
pemerintah Indonesia sekarang). Pengalaman sejarah juga
membuktikan bahwa secara pribadi banyak pegawai kolonial yang
adalah orang Eropa sendiri dan telah menjadi Kristen menghina
agama Kristen sendiri serta para misionar. Mereka inilah yang
menganut paham ideologi liberalis Eropa yang sudah mulai muncul
dan mempengaruhi gaya hidup Eropa (ideologi ini muncul juga
dipengaruhi oleh munculnya zaman pencerahan yang menilai ajaran
agama Kristen sebagai pandangan yang sangat kolot) ketika itu.
Sampai tahun 1938, kolonial Belanda tidak pernah memberi izin bagi
misionaris masuk ke Bali dengan alasan zanding “merusak
kebudayaan Bali”.

Latar belakang sikap ambivalensi sifat negara-negara penjajah ini


terhadap misi sangat dipengaruhi oleh masa sejak hancurnya Corpus
Christianum (abad 13 – akhir abad 16), dan hingga abad 18 dunia
kekristenan ternyata sangat dirongrong oleh dampak berlangsungnya
masa pencerahan di dunia. Dampak utama hal ini:

 Hubungan diplomatik antara negara Kristen dengan negara Islam


merupakan suatu yang dipandang sebagai hal yang fasik (tidak
pantas), anggapan ini berlangsung hingga abad 19. Sikap ini juga
mempengaruhi kebijakan negara sangat mendasarkan kepentingan
stabilitasnya sendiri, artinya pencerahan mempengaruhi negara
menjadi lebih kuat dan lebih terbuka. Kepentingan negara yang paling
kuat adalah bagaimana mempunyai rakyat yang taat dan tenang. Bila
60

suatu negara mengandalkan perekonomian dari sudut perdagangan


(Belanda-VOC) maka kepentingannya adalah hubungan perdagangan
yang menguntungkan. Agama menjadi unsur nomor dua, itupun bila
agama dianggap menguntungkan maka misi didukung, kalau
sebaliknya dianggap merugikan makamisi ditentang/ditolak. Masuknya
agama Kristen di Toraja dianggap menguntungkan secara politik dan
perdagangan oleh VOC, maka di sana misi sangat didukung secara
aktif. Sebaliknya karena misi dianggap secara politik dan perdagangan
merugikan kepentingan gubernemen VOC di Aceh dan Banten
(menimbulkan perlawanan semakin tajam dari penduduk terhadap
VOC) maka misi dilarang masuk di sana.

Suatu perluasan raksasa dari usaha PI


5. Perluasan raksasa ini ditandai dengan beberapa keadaan di antaranya:
 Usaha misi PI dilakukan dengan sangat intensif, usaha ini ditandai
dengan mengutus jumlah misionaris (baik Protestan maupun RK)
yang sangat banyak ke seluruh negeri di dunia (hampir tidak ada
daerah di Asia yang tidak dimasuki oleh misi), jumlah ini mencapai
angka lebih seratus ribu orang (terutama hingga 1960).
Perkembangan Eropa dalam bidang sosial, ekonomi, teknik, dan
agama adalah penyebab utama hal ini. Artinya seblum tahun 1800,
Eropa masih agak lemah dari sudut kependudukan dibanding Asia
(abad 17 Cina telah memiliki penduduk 400 juta jiwa, dalam tahun
yang sama Inggris hanya memiliki 10 juta jiwa, Belanda 2 juta jiwa,
Spanyol 7 juta jiwa. Dari sudut teknik, kemajuan Eropa masih belum
mengalami perkembangan pesat, perhubungan masih belum dikuasai
sepenuhnya, jalan satu-satunya masih hanya melalui hubungan laut
dengan jarak tempuh yang sangat lama.

 Perkembangan baru abad ke-19, keadaan ini berubah. Abad 19-20


Eropa mengalami eksplosi (pertambahan penduduk), demikian
dengan bidang teknik. Di bidang ini Eropa mulai mengembangkan
perhubungan (kapal api, kereta api, dan akhirnya pesawat terbang). Di
bidang komunikasi (telepon/radio) dan militer mengalami hal yang
sama. Bidang industrialisasi mengakibatkan Eropa menjadi sangat
kaya yang menuntut diperolehnaya daerah-daerah jajahan yang luas
demi bahan baku untuk industri dan penyaluran hasil indutri Eropa itu.
Hubungan perkembangan ini, mengakibatkan sistem “imperialisme”
menjadi suatu tuntutan zaman. Pengaruhnya terhadap misi PI menjadi
sangat dimungkinkan dengan tersedianya dana dan tenaga yang
mendukungnya.
61

 Penting dicatat dalam hal ini, bahwa zending bukanlah hasil serta
alat dan bagian “imperialisme”. Sebutan yang lebih tepat untuk
menyatakan hubungan keduanya adalah bahwa “imperialisme” dan
“zending”, keduanya merupakan produk pertambahan kekuatan Eropa
(bnd. revolusi industrialisasi Inggris abad 19 yang menjadikan negara
ini sebagai negara industri terkuat di dunia sekaligus menjadikan
Inggris sebagai negara pengutus PI terkuat di dunia) yang kemudian
diikuti oleh Amerika. Abad 20, peran penting Inggris dalam bidang
industri dan PI (Inggris khusus Protestan namun sebagai kekuatan PI
Katolik tetap dipegang oleh Francis) diambil alih oleh Amerika Serikat
(Protestan dan Katolik).

 Faktor penyebab lain Eksplosi (perluasan raksasa) PI abad 19 juga


disebabkan oleh berlangsungnya kebangunan rohani di negeri-negeri
Kristen sejak abad 18. Buktinya para misionar abad 20 hampir semua
berasal dari kalangan/negara yang disentuh oleh kebangunan ini.

 Persoalan-persoalan yang menyangkut hubungan antara misionar


dengan lingkungan. Sejauh menanamkan gereja, para misionar
sangat memberi perhatian kepada masalah-masalah lingkungan
lapangan PI. Untuk kepentingan PI para misionar mempelajari
bahasa, adat istiadat hingga mereka menjadi etnolog/antropolog yang
ternama (misalnya A.C. Kuyrt di Sulawesi Tengah, memperoleh Dr. Hc
bidang “Budaya dan Agama Masyarakat”) bahkan masalah-masalah
kesehatan, pendidikan, perbaikan ekonomi daerah PI (menonjol pada
kasus Nommensen di Tapanuli). Bahkan hingga tahun 1945 perhatian
baru misionar di daerah lapangan PI memasuki masalah nasionalisme
(umum) yaitu, masalah pembangunan, kebangsaan, dan hubungan
dengan agama-agama lain. Hal ini menjadi mungkin sebab pelayanan
pertama dan mendasar sudah dilaksanakan.

Inilah yang mesti kita cermati dari sudut analisis historis sebelum
mengecam usaha misionaris sebagai orang-orang yang “pietis”. Tenaga
rohani, tenaga intelektual mereka habis dengan tugas-tugas elementer
(belajar bahasa, menterjemahkan Alkitab, mengabarkan Injil, mendirikan
gereja). Hikmatnya sekarang, nyatanya “kita sudah berdiri di atas bahu
para misionar”, tugas pertama sudah selesai, kita beralih ke tugas-tugas
baru. Para misionaris tidak mengabaikan persoalan-persoalan yang
menjadi pokok perhatian kita sekarang.
62

VII

MISI PROTESTAN DI INDIA


ABAD 19-20

William Carey (1761-1834) sebagai tokoh PI Protestan Modern


Pertama Dan Yang Terbesar di India
1. W. Carey lahir dan dibaptis dari keluarga yang sangat miskin namun
sangat fanatik Anglikan di desa Northamptonshire-Inggris. Masa anak-
anak dan pendidikannya dilaluinya dengan baik sebab di samping
menjalani masa pendidikannya ia bekerja sebagai tukang sepatu.
Kecerdasannya nampak dari kemampuannya menguasai lima bahasa
dengan fasih (Latin, Yunani, Ibrani, Belanda, dan Francis).
Pengalaman David Brained (yang ditulis di dalam buku catatan hariannya)
sebagai misionar untuk orang Indian di Amerika Utara ternyata sangat
mempengaruhi diri William Carey untuk berpartisipasi melakukan misi PI
ke luar Inggris. Demikian dengan laporan Kapten Cook tentang
perjalanannya di lautan Pasifik yang menemukan sangat banyak
kepulauan di pantai Timur benua Australia. Dampak pengaruh kedua
laporan ini bagi diri William Carey sangat kuat. Brained memotivasi dirinya
untuk membenarkan kesalahan khas pietis revival dalam misi sedang
melalui Cook mewakili gambaran semangat baru bangsa Eropa yang
memberi ilham kepada W. Carey visi yang luas merancang strategi PI
dengan baik. Melalui kedua pengaruh inilah Carey menghasilkan karya
buku: “The Obligation of Christian” (Kewajiban orang Kristen). Kewajiban
orang Kristen untuk melakukan PI kepada semua bangsa (Mat. 8).
Awalnya kewajiban ini adalah bagi para rasul dan itu sudah dipenuhi,
namun sekarang kewajiban ini adalah untuk semua orang Kristen
sepanjang zaman. Oleh karena itu Injil harus meliputi seluruh dunia,
usaha ini harus dilakukan secara sistematis, demikian pemahaman W.
Carey.

Tahun 1792, ketika ia diundang berkhotbah pada pembukaan sinode


gereja Baptis di Nottingham, pada khotbah itu Carey mengutip nats dari
Yes. 44:2-3 (cari sendiri, hafal) dan menekankan: “harapkanlah hal-hal
63

besar dari Allah dan usahakanlah hal-hal yang besar bagi Allah”. Khotbah
ini ternyata mempengaruhi keputusan sinode Baptis mendirikan BMS
(Baptist Missionary Society-Lembaga PI Baptis) Oktober 1972. Lembaga
inilah yang mengusahakan serangkaian usaha PI Baptis hingga pihak
Congregarionalist berhasil mendirikan LMS (London Missionary Socitey)
tahun 1975, dan tahun 1799 menyusul didirikan CMS (Church Missionary
Society) oleh kaum Anglikan yang didukung oleh golongan “Evangelicals”.
Artinya orang-orang yang mempunyai suatu iman menurut corak
kebangunan, tekanan atas pertobatan pribadi dan atas kesucian hidup
sesudahnya.

Dengan usaha sendiri, tahun 1793 Carey tiba dan memulai usaha PI di
India, sampai tahun 1858 Carey mengusahakan PI di sana namun selama
masa itu Carey menghadapi satu persoalan mendasar bagi
perkembangan pelayanan PI-nya. Persoalan yang dihadapi Carey adalah
penguasa kolonial di India (sama seperti VOC di Indonesia) dipegang
oleh EIC tahun 1798-1859 (Belanda: East India Company) dan
menempatkan Calcutta sebagai pusat pemerintahan (ibukota). Kebijakan
EIC ketika itu: “PI tidak boleh dilakukan di daerah kekuasaan EIC”. Oleh
kebijakan ini Carey pindah ke wilayah pantai (masih merdeka) yang tidak
dikuasai EIC. Di wilayah pantai Carey bekerja sebagai mandur
perkebunan Nila (bahan baku utama untuk cat dan tinta). Di daerah ini,
Carey belajar bahasa Sanskerta dan Bengali dan kemudian
menterjemahkan Alkitab kepada dua bahasa ini. Selanjutnya, oleh
bangkrutnya perusahaan Nila tempat Carey bekerja mengakibatkan
Carey menetap di Serampore (daerah utama koloni Denmark) dekat
Calcutta. Di daerah Serampore inilah Carey merumuskan lima (5) azas
PI-nya yang terkenal (bnd. dengan azas PI Ziegenbalg). Rumusan azas
PI Carey itu adalah:

 PI yang langsung dan seluas mungkin. Azas ini dipraktekkan


Carey dengan gigih, dengan berjalan keliling ia menyebarkan Injil ke
seluruh desa (lebih ratusan) di sekitar Serampore. Di Serampore
selain berkhotbah dan mengusahakan pengobatan bagi masyarakat
India, Carey mendirikan sekolah tinggi teologia yang sampai sekarang
dikenal sebagai: “Serampore Colledge”. Sekarang lembaga
pendidikan ini berkembang menjadi universitas ternama di India yang
dari sejak semula pun didirikan oleh Carey, ia telah merancang
kurikulumnya (tidak hanya materi teologi dan Alkitab) dengan
memasukkan agama dan filsafat India. Ini berarti sejak awal, Carey
menerima mahasiswa yang bukan Kristen untuk diajari di lembaga
pendidikannya.
64

 Penyebaran Alkitab (distribusi) dalam bahasa setempat. Carey


melakukan azas ini (bersama teamnya) dengan menterjemahkan
seluruh Alkitab kepada enam bahasa etnis India, dan bagian-bagian
kitab tertentu (seleksi) ke dalam 26 bahasa etnis lainnya.
 Pelajaran yang sedalam mungkin tentang latar belakang dan
dunia pemikiran pribumi. Melalui prinsip ini, Carey menterjemahkan
kisah Ramayana ke dalam bahasa Inggris (melalui usaha ini Carey
memberi sumbangan besar memperkenalkan prinsip “one way trafict”
(Kristen) dari Barat ke Timur saja.
 Secepat mungkin mendirikan gereaja yang mandiri (berdiri
sendiri). Azas ini menekankan kemerdekaan jemaat setempat
sebagaimana diterapkan oleh rasul Paulus. Lembaga pendidikan
Serampore ternyata sangat mendukung perkembangan jemaat atau
gereja India, ini diperoleh melalui dibentuknya klerus pribumi.
 Mendidik secepat mungkin pendeta-pendeta pribumi. Fungsi
lembaga pendidikan Serampore juga sangat mendukung Carey atas
tujuan ini.

Catatan penting diingat dari usaha Carey ini; “ia mempunyai visi yang
jauh lebih luas dari kebanyakan misionar sesudahnya (juga oleh misionar-
cucunya pietis evangelikal sekarang). Carey nyata memperhatikan
pertumbuhan jemaat dengan tidak hanya membangun gereja tetapi ia
memperhatikannya di segala bidang termasuk sosial, ekonomi dan
kebudayaan. Yang sangat menguntungkan misi Carey adalah, visinya
untuk mendirikan sebuah perusahaan perkebunan yang termahsyur di
Asia (mungkin sampai sekarang). Di samping itu, ia melakukan penelitian-
penelitian di bidang pertanian dengan memasukkan tanaman tebu, buah-
buahan lainnya ditanam di India. Bersama dengan orang lain, ia
membentuk suatu serikat “Agri Horticultural Society In India” (sebuah
serikat untuk pertanian dan perkebunan) untuk memperbaiki penggunaan
dan hasil tanah India.

Implikasi sosial lainnya oleh Misionar Protestan


di India di samping Carey
2. Selain di Serampore sebagai pusat PI Carey, daerah Chota Nagpur dan
India Selatan (daerah yang berbahasa Telugu dan Tamil) PI juga
membawa hasil yang baik. Faktor pendukungnya sebagaimana India
dengan konteks sosialnya (kasta-Hindu), di daerah ini agama Hindu tidak
begitu berakar dalam hidup masyarakat bahkan banyak penduduk yang
tidak masuk menganut Hindu. Karenanya penduduk daerah ini terbuka
untuk PI. Sikap William Carey terhadap sistem sosial masyarakat India
dapat dikatakan sebagai berikut:
65

 Secara khusus Carey, bersikap tegas. Bagi Carey masyarakat


yang sudah Kristen dari kelompok kasta tertinggi, ia harus
menyangkal asal kastanya di dalam jemaat dengan menajiskan diri
(misal dengan menyentuh kulit binatang).
 Bagi misionar secara umum, kelompok masyarakat kasta yang
lebih rendah kekristenan dijadikan sebagai makna khusus dalam
status sosial. Biasanya, dalam komunitas masyarakat Hindu di India,
masyarakat dari kasta terendah mereka biasa sebagai “perampok-
perampok yang profesional, orang yang dianggap makan daging
bangkai (najis) dan disamakan sebagai orang yang memakan kulit
(lebih najis), dst”.
 Oleh Carey, kelompok kasta ini gaya hidupnya dijadikan menjadi
baru. Oleh Carey mereka ditempatkan di perkebunan sebagai penilik
(mandur), pengusaha, dokter, dan menata gaya hidup di rumah
tentang kebersihan dan kesehatan, mendidik wanita-wanita lebih baik.
Usaha ini membuahkan hasil hingga ke beberapa generasi keturunan
mereka.

Tantangan yang dihadapi William Carey dalam misi di India, ialah:


masuknya etnis “kol” (non-Hindu) di daerah Chota Nagpur (sebelah
Barat Calcutta) menjadi Kristen. Etnis ini hidup sebagai buruh tani di
ladang-ladang pertanian yang dimiliki oleh orang-orang Hindu dan Islam
(di India dua kelompok masyarakat ini disebut “Zemindar”). Peristiwa
masuknya etnis (ada puluhan ribu orang) ini menjadi Kristen (aliran
Lutheran) peristiwa itu berlangsung tahun 1850, motivasi utama mereka
adalah: “sebagai orang Kristen mereka akan mendapat bantuan dari
pemerintah untuk melawan pemilik tanah yang mereka kerjakan sekaligus
menekan mereka” walau akhirnya bantuan itu tidak pernah mereka
dapatkan. Atas penantian yang tidak kunjung didapatkan, ini memancing
sikap mereka memunculkan tindakan revolusioner yang dipimpin oleh
“Sardar”. Para “Sardar” ini menyebar slogan bahwa kota Nagpur adalah
milik pusaka mereka, oleh karenanya para “Zemindar” harus diusir. Untuk
mendukung aksi mereka, etnis “Kol” meminta dukungan ratu Inggris
(Victoria) dan sikap ini bertentangan dengan misionar terutama W. Carey,
ia sendiri menolak terlibat dalam aski revolusioner mereka. Namun sikap
selanjutnya bagi William Carey, banyak etnis ini dididik dan memiliki
status sosial yang baik (dengan bekerja sebagai pegawai pemerintah dan
sebagainya) sesuai dengan cita-cita mereka sendiri.

Pertobatan Massal Menjadi Kristen (Mass-Movements) India


3. Keadaan yang sangat mendukung peristiwa seperti ini berlangsung di India
adalah adanya struktur sosial India yang bersifat komunal (berkelompok).
66

Bagi para misionar dengan latarbelakang pietis-revival, pertobatan


semacam ini menjadi kesukaran tersendiri sebab mereka menekankan
perlunya pertobatan yang sungguh-sungguh. Mengkristenkan kepala
kampung, kasta-raja/suku berarti mengkristenkan semua warga. Dalam
prakteknya para misionar di India menyikapi fenomena mass-movements
ini dari visi yang lebih luas tentang PI di India, misalnya:

 Alexander Duff (1806-1878)


Masa akhir hidup W. Carey, A. Duff tiba di India tahun 1830 sesaat
setelah gereja di India mengalami krisis (Kekristenan India mendapat
kritik dari Inggris dan masyarakat Eropa). Eropa mengatakan bahwa
orang Kristen di India hanya berasal dari masyarakat kelas rendahan,
pernyataan ini diungkapkan atas pengalaman Eropa terhadap zending
di mana masa abad pertengahan, kekristenan pertama mempengaruhi
masyarakat kelas atas (raja-istana; bnd pengalaman misi kaum Yesuit
abad 17). Melalui kritik ini, kekristenan di India dinyatakan sebagai
kekristenan yang statistik. Pergumulan inilah yang disikapi oleh A.
Duff, ia berpendapat bahwa cara kerja zending harus dirubah, zending
harus berusaha memasuki kelas atas masyarakat India. Untuk tujuan
ini Duff mendirikan lembaga-lembaga perguruan tinggi, melalui
lembaga pendidikan ini ia memperkenalkan pengetahuan ala barat
yang menyisihkan (hati-hati memasukkan) pengaruh sekularisasi barat
yang sudah merasuk kalangan atas masyarakat barat. Ini dirasakan
Duff akan merusak dan menjangkiti orang India. Pengajaran dilakukan
dalam bahasa Inggris (yang sudah diKristenkan) yang melaluinya
calon pemimpin bangsa India dipengaruhi oleh Injil. Gagasan Duff
bahwa, biar orang Hindu (dari kasta atas) tidak mau memasukkan
anaknya dididik di sekolah-sekolah, karena toh sekolah telah mendidik
suatu golongan calon pemimpin baru dan akhirnya India
membutuhkan pemimpin yang sudah terlatih dalam ilmu pengetahuan
Barat dan kelompok calon pemimpin ini sudah tentu akan beragama
Kristen. Secara serentak, India akan dipengaruhi oleh Kekristenan
yang akhirnya seluruh India akan menjadi Kristen. Selanjutnya dapat
dikatakan bahwa usaha Duff ini sangatlah baik dan berhasil walau
hasinya tidak semaksimal apa yang diharapkannya (mengkristenkan
seluruh India). Lembaga pendidikan yang didirikan Duff mutunya
sangat baik, orang terkemuka (anak-anaknya) Hindu masuk dididik di
lembaga ini namun akibatnya huru-hara terjadi dan kembali anak-anak
ditarik dari sekolah Duff. Demikianlah selanjutnya lembaga pendidikan
Duff hanya mendidik sekelompok masyarakat kelas atas kecil saja.
Sama seperti dikatakan di atas Duff melakukannya juga untuk wanita-
wanita India.
67

 William Miller (1838-1923). Cita-cita dan semangatnya sama


dengan Duff, namun sikapnya lebih hati-hati positif terhadap agama
dan kebudayaan Hindu. Tujuan Miller “melalui kebudayaan Hindu,
masyarakat India meresapi/merasakan nilai-nilai Kristen supaya
dengan demikian muncul suatu kebudayaan Hindu-Kristen yang
mempertahankan ciri-ciri khasnya sendiri terhadap Barat”. Melalui
komentar Berkhoff terhadap PI Miller, nampak keberhasilan usaha
Miller dalam zending Protestan di India: “dari teologia dunia ketiga
yang telah muncul masa kini, teologia Indialah yang tertua dan paling
mendalam serta dapat dipertanggungjawabkan”. Usaha Miller inilah
yang kemudian diikuti oleh sejumlah orang Kristen India sendiri.
Pengaruh Miller dapat dikatakan berlangsung demikian munculnya
keinginan pempribumian gereja dan teologi di India berjalan sejajar
denagan munculnya nasionalisme bidang politik di India (nasionalisme
di India mulai kuaat tahun 1880 melalui lahirnya partai Kongres India).
Di luar lingkungan Kristen di India, semangat anti Barat menyatakan
diri sekaligus (bersama dengan) sebagai sentimen agama menjadi
semangat anti Kristen. “Kristen adalah agama orang Barat” – The
white man’s religion” (sama seperti Islam konservatif radikal di
Indonesia ?). Di India semangat anti Barat/Kristen, ini sangat dipicu
oleh golongan Hindu khususnya kelompok “Ary Samaj”. Orang Kristen
India, walau dipengaruhi oleh ikatan akrab dengan misionaris Barat
mereka tidak mungkin luput (menjauhkan diri) dari semangat
nasionalisme India. Semangat inilah yang mendorong mereka
membuktikan kepada bangsa India bahwa agama Kristen bukan
agama orang kulit putih (agama orang Barat) dan bukan pula perkara
ke-barat-barat-an saja.

Usaha lain pempribumian teologi dan gereja dilakukan oleh sekelompok


Kristen India berpendidikan. Sikap mereka, selama sikap orang Kristen
masih bersahaja maka mereka akan puas bernaung di bawah ketiak para
misionar/zending. Inilah yang kemudian diikuti dan dilanjutkan oleh:

Usaha Pempribumian Teologi di India


4. Beberapa kasus dapat diuraikan di bawah ini:

 Sadhu Sundar Singh (meninggal tahun 1929). Sebagai seorang


Sikh sebelumnya (satu golongan religius masyarakat India yang
menggabungkan unsur-unsur Hindu dan Islam, hidup di bagian Barat
India) Sadhu Sundar Singh masuk menjadi Kristen dan dididik di gereja
Anglikan (studi teologia). Rasa tidak puasnya terhadap kurikulum
68

teologia tempat ia dididik (dirasa terlalu ke Barat-baratan) ia mulai


berkeliling melakukan PI sebagai seorang Sadhu (rahib India dengan
mengenakan jubah kuning). Usahanya ini kemudian diikuti dan
diteruskan oleh gerakan Asyram (berawal di asrama) untuk
mempribumikan agama Kristen di India. Akhirnya suatu Asyram berarti
sekelompok pria, wanita (Kristen) yang hidup beragama dan yang
menjalani suatu kehidupan sederhana yang bertujuan melayani sesama
manusia dengan mengikuti aturan-aturan tertentu (Kristen) tetapi
dengan pola India.

 V. Cahakkarai dan P. Chenchiah. Sebagai seorang ahli hukum


(bersama dengan teamnya) kedua orang ini menulis dan menerbitkan
(1930) karya teologi yang mencirikan khas pemikiran India. Karya
teologi itu dirangkum dalam buku: “Rethinking Teologi in India”. Secara
khusus, Chakarai menulis buku: “Jesus The Avatar”. Di dalam bukunya,
Chakarai mengatakan bahwa: “Allah telah menyatakan diriNya bukan
hanya kepada Israel, melainkan juga kepada tokoh agama-agama lain,
termasuk kepada pencipta-pencipta agama Hindu”. Oleh karena itu,
hikmat Hindu di India harus merupakan latar belakang kekristenan di
India, sama seperti hikmat PL yang merupakan latar belakang bagi
orang-orang Kristen Yahudi dari permulaan gereja. Tetapi Kristus tetap
merupakan hakekat hikmat kekristenan. Dalam buku ini, Chakarai
sangat banyak menggunakan istilah-istilah India (Hindu) bagi
penekanan pengertian Kristen, misalnya “maya” untuk “dosa”.

 Chenchiah. Target Chenchiah bagi ciri murni teologia India: “ia


ingin menemukan arti Kristus dengan mengikuti petunjuk dari agama
Hindu sendiri” bukan melalui bimbigan tradisi gereja (termasuk PB). Ia
tidak ingin membuang seluruh tradisi (walau mengesampingkannya),
ajaran, pengakuan iman Kristen namun ia ingin membangun suatu
teologi di India atas dasar yang sama sekali baru. Inti pokok teologianya
yang baru itu diletakkan bahwa: “Kristus tidak datang untuk
mendamaikan Allah dengan manusia dan memulihkan keadaan
manusia (menurut Chenchiah konsep ini hanya warisan paham ke
Yahudian saja). Yang asli India, bahwa di dalam Kristus ada suatu
“energi kosmis” baru dan sedang menyatakan diri, yaitu Roh Kudus.
Seorang Kristen yang betul-betul lahir kembali (sudah diresapi energi
kosmis) ia adalah suatu jenis mahluk yang baru. Perbandingan manusia
baru sesuai maksud Chenchiah jarak sifat baik manusia baru dengan
manusia yang tidak diresapi energi kosmis sama seperti keadaan
manusia dengan binatang.
69

 A.J. Appasamy. Tahun 1942, Appasamy (1951 ditahbiskan


menjadi uskup gereja Anglikan India Selatan) menerbitkan buku: “The
Gospel and India’s Herritage” (Suatu karya yang menekankan studi
perbandingan antara Injil dengan agama Hindu Bhakti). Menurut
Appasamy, orang-orang Kristen India harus menekankan segi mistik
dari agama Kristen. Ilhamnya dapat diambil dari Injil Yohanes dan
agama Hindu Bhakti. Bagi Appasamy, Paulus adalah asing bagi India
(walau Chakarai menentang ini) dan dalam penafsiran arti iman Kristen
bagi India. Appasamy menggantikan penafsiran ini dengan pengalaman-
pengalaman pemikir India sendiri walau akhirnya ia melihat adanya
perbedaan besar antara mistik Hindu dengan mistik Kristen sesuai
dengan yang dicita-citakannya. Perbedaan itu terletak pada cara
memandang hubungan dengan sesama manusia: “yang di dalam mistik
Hindu ini sebagai rintangan/penghalang besar untuk hubungan dengan
Allah” (seorang Hindu sah meninggalkan isterinya untuk menemukan
Allah). Sebaliknya di dalam mistik Kristen, “kasih kepada (mencari) Allah
adalah terwujud dalam kasih kepada (mencari) sesama”.

Tanggapan Penganut Hindu Terhadap Misi Kekristenan di India


5. Awalnya, sikap masyarakat Hindu terhadap Kekristenan di India masih
belum mengakibatkan bahaya (penekanan) yang terlalu jauh, sebab profil
Yesus bagi mereka masih sebagai seorang tokoh yang unik (bnd.
pengalaman gnostik dengan Kekristenan masa abad ke-2). Namun dalam
perkembangan selanjutnya apalagi setelah kekristenan berkembang
dengan pemahaman orang Kristen India terhadap ajaran kekristenan itu
sendri, maka kemudian terjadilah pergesekan. Terutama pengertian
masing-masing (Hindu dan Kristen) terhadap dosa. Bagi orang Kristen
India, diajarkan bahwa dosa itu adalah perbuatan, sedang bagi penganut
Hindu dosa itu adalah suatu kesalahan dan kekurangan. Prakteknya di
India, bisa saja terjadi konflik akibat perbedaan pemakaian istilah “maya”
untuk “dosa” (Chakarai). Jadi melalui gejolak ini, ada dua jenis relasi
terjadi (menentang) kepada agama Kristen di lingkungan Hindu:

 Pertama, dari kelompok yang sangat memusuhi agama Kristen


(dipelopori oleh kelompok Arya Samaj-serikat Arya). Strategi kelompok
ini, Kristus mereka tempatkan di samping Krisna dan dewa lainnya
artinya ada sisi dari sifat Kristus: mujizat-mujizat penyembuhan-
diterima dan masukkan ke dalam unsur Hindu. Lalu sifat ini
disuntikkan ke unsur-unsur Hindu India dengantujuanmenolak unsur
kekristenanmasuk ke India (ingat metode: vaksinasi yaitu dengan
menyuntikkan sedikit saja unsur penyakit ke dalam tubuh, untuk
70

mencegah unsur penyakit yang lebih besar dan sejenis masuk ke


dalam tubuh untuk merangsang kekebalan tubuh). Bandingkan juga ini
dengan metode dakwah Muhammdiyah di Indonesia dengan pendirian
sekolah-sekolah, banyak RS Islam di Indonesia, dan lain-lain. Metode
misi seperti ini (metode misi empat dimensi: Pertanian, Ekonomi/
Perdagangan, pendidikan, dan Kesehatan) merupakan ujung tombak
para misionaris memajukan kekristenan di daerah/negara lapangan
misi. Walau di satu pihak, harus kita syukuri bahwa hakekat sifat
Kristiani (kasih) diterima penganut agama lain, dan di pihak lain
menolak kalau penerimaan itu menjadikan mereka kebal terhadap
panggilan Kristen.

 Kedua. Dari kelompok yang berusaha menarik kembali agama


Kristen ke lingkungan Hindu (usaha ini dipelopori oleh Brahma Samaj
– Gandhi). Kelompok ini memanfaatkan perjuangan kemerdekaan
India tahun 1947, dengan mendesak pemerintah melalui UU
mencegah perpindahan orang Hindu masuk ke agama Kristen walau
sampai sekarang usaha ini gagal (bnd di Indonesia). Kegagalan usaha
ini tidak disebabkan oleh perjuangan orang Kristen tetapi lebih
disebabkan oleh sikap pemerintah India ketika itu yang anti-agama,
yang melihat agama hanya sebagai bencana bagi bangsa India (bnd.
Nehru dengan cita-cita India yang sekuler). Hanya orang Kristen
menampakkan sikap toleran di India ketika perang saudara antara
Hindu dengan Islam terjadi, hasilnya orang Kristen mendapat
pengaruh psikologis yang baik sebagai warga negara di India dan
Pakistan.

Untuk memahami sangat jelas pertumbuhan dan perkembangan


kekristenan di India, demikian dengan sumbangsih dan pergumulan nyata
tentang kekristenan di sana usaha ini dapat dilakukan dengan melihat dan
memahami biografi misionaris (tokoh-tokoh) Kristen baik pribumi maupun
asing. Merekalah yang berusaha menanam dan memberi warna terhadap
kekristenan di India.
71

VIII

MISI PROTESTAN DI TIONGKOK


ABAD 19-20

Pendahuluan
1. Permulaan misi PI dilakukan di Tiongkok baru berlangsung ketika Robert
Morisson (utusan LMS: London Mission Society) tiba di Kanton tahun
1807. Pada masa itu Tiongkok masih tertutup bagi orang asing, bahkan
oleh orang Tiongkok (Cina) orang asing dilarang untuk belajar bahasa
Tiongkok. Hanya orang Kristen (RK) ketika itu telah ada di berbagai
daerah di Cina itu pun sering menghadapi penghambatan. Beberapa
badan zending pernah melakukan misi PI di Cina abad 19 yaitu:

 London Missionary Society (LMS)


 Nederland Zendeling Genootschap (NZG)
 American Board of Comissioners for Foreign Missions- ABCFM
(Badan Zending Kongregasionalist Amerika)
 Church Missionary Society-CMS (Perkumpulan Pekabaran Injil
Anglikan)
 Zending Methodist
 Baptist Missionary Society-BMS (Lembaga PI Belanda)
 Zending Presbyterian Amerika

Negeri Cina sebagai negeri yang teretak di belahan Asia Timur Raya,
negeri ini berbatasan dengan Republik Rakyat Mongolia, Ruysia,
Pakistan, India, Nepal dan Asia Tenggara. Luas wilayahnya 9.75 juta KM 2
(bnd. luas wilayah Indonesia 1.9 juta KM 2) dengan bahasa resmi yakni
bahasa Mandarin. Yang sangat spesifik dari negeri ini adalah Tembok
Besar Cina yang dibangun masa pemerintahan kaisar Chin Syieh Hung Ti
(250 sM) di mana tuuan pembangunan tembok besar ini adalah untuk
menghempang serangan suku-=suku bangsa Barbar (Nomaden) yang
hidup di bagian wilayah Utara negeri ini. Mata pencaharian penduduk
72

negeri ini sebagian besar adalah dari pertanian dan perdagangan.


Sebagai negara yang mempunyai wilayah yang sangat luas, Cina menjadi
pusat perhatian masyarakat dunia sejak lama apalagi negara ini
merupakan penghasil sutera terbesar di dunia sejak dahulu kala. Dari
kekayaan alam Cina, sangat mempengaruhi bangsa-bangsa Eropa
menguasai daerah ini dan menjadikannya sebagai wilayah koloni mereka,
berhubung dengan keadaan ini pulalah kekristenan berkembang di Cina.

Awal PI Protestan di Tiongkok


2. Awal misi PI Protestan di Tiongkok dilakukan oleh Morisson (1782-1834).
Ia seorang anak buruh tani Inggris yang masa remajanya mengalami
pertobatan menurut corak revival, keadaan ini mendorong dirinya sangat
kuat menjadi seorang missionar. Bakat yang luar biasa dalam bidang
bahasa, mengawali tugasnya sebagai misionaris di Cina (melalui bakat
inilah pertama sekali mengantarkannya ke Tionghoa sebagai juru bahasa
untuk: East India Company – EIC. Dengan menghadapi kesulitan yang
sangat besar, ia masuk ke Tiongkok dan langsung berusaha
menterjemahkan seluruh kitab dari Alkitab (sebagaimana dilakukan oleh
Ziegenbalg dan W. Carey di India) ke dalam bahasa Tionghoa.
Pembaptisan pertama di Tiongkok dilakukannya tahun 1814. Visi PI
Morisson terhadap misi di Tiongkok; “misi harus berjalan seiring dengan
pendidikan”. Oleh karena itu Morisson mendirikan: “Anglo Chinese
College” di Hongkong (sebelumnya lembaga pendidikan seperti ini telah
didirikannya di Malaka) agar melalui pendidikan Morisson dapat
memperkenalkan kepada orang Tionghoa agama Kristen serta
kebudayaan Barat demikian dengan kebudayaan Barat kepada bahasa
dan kebudayaan Tionghoa.

Terhadap memperkenalkan kebudayaan Barat kepada bahasa dan


kebudayaan Cina, Morisson sangat berusaha untuk ini. Di berbagai
Universitas di Inggris ia mengusulkan agar diangkat maha-maha guru
khusus untuk bidang ini, pada akhirnya atas jasanya ini (perantara Barat
dan Tiongkok) baik oleh pemerintah Inggris maupun oleh pemerintah
Tiongkok mengangkatnya menjadi anggota: The Royal Society of
Sciences (semacam LIPI di Indonesia; bnd misi PI ordo Yesuit abad ke-17
dan Ziegenbalg serta Carey dan Moody Press di Amerika). Suatu
pelajaran berharga bagi kita sekarang (mendorong motivasi kita) berkali-
kali para misionar berperan sebagai juru bahasa yang terkemuka yang
menulis karya-karya standart mengenai kebudayaan dan bahasa
Tionghoa. Sekaligus Morisson berperan sebagai guru pada perguruan di
mana pegawai-pegawai kementerian luar negeri negara Tiongkok diajar
dalam adat kebiasaan dan pemikiran Barat.
73

Sampai masa akhir hidup Morisson, PI Protestan masih belum dapat


berbuat banyak di Tiongkok sebab keadaan politik yang masih menutup
Tiongkok terhadap dunia luar. Melalui perang Anglo-Tiongkok Islam
(1839-1842) dan perang Anglo Tiongkok ke II (1856-1860) yang dimotori
oleh Inggris (kepada kedua perang ini Francis berperan) ini sebagai
campur tangan kasar dari pihak luar kepada Cina yang oleh pihak Barat
Eropa) perang ini dianggap perlu untuk membuka Tiongkok kepada dunia
luar. Tiongkok memandang Barat tetap sebagi negara-negara bawahan
dan tidak mau menjalin hubungan ekonomi dan diplomatik. Bagi zending
(RK dan Protestan) perang ini tentu saja menimbulkan persoalan-
persoalan yang berat. Selanjutnya misi PI Protestan di Tiongkok dilakukan
oleh beberapa orang nama seperti:

 Hudson Taylor (China Inland Mission)


Hudson Taylor (1832-1905) tiba di Tiongkok sebagai seorang
missionaris tahun 1833). Saat kehadirannya, Tiongkok telah merubah
sistem politiknya, artinya Tiongkok telah membuka diri dengan dunia
luar. Karena kerinduan yang sangat besar di dalam dirinya akan
keselaamatan dari Kristus memenuhi Tiongkok, ia mewujudkan misi PI
di Tiongkok dengan cara yang baru yaitu mendirikan sebuah lembaga
baru yang disebutnya sebagai “China Inland Mission” (CIM) yang
tahun 1949 (pengusiran semua misionar dari Cina) lembaga ini
kemudian berubah menadi OMF: Overseas Missionary Fellowship.

Enam azas CIM sebagaimana didirikan oleh Hudson Taylor, yaitu:


1. Jangan hanya orang yang berpendidikan saja dipilih menjadi
misionaris. Prinsipnya, soal mengenai hubungan antara
kebudayaan (adat) dan Injil tidak dianggap terlalu penting, cukup
“Injil yang murni” (?) diberitakan. Walau H. Taylor menekankan
prinsip misi seperti ini, pada akhirnya banyak utusan CIM
berkembang menjadi ahli bahasa dan kebudayaan Tionghoa
(Sinolog) yang ternama.
2. Para utusan CIM harus mengenakan pakaian Tionghoa dan
sebanyak mungkin hidup seperti orang-orang Tionghoa sendiri
(mengidentifikasikan diri sebagai orang Tionghoa).
3. PI harus mempunyai jangkauan (geografis) yang seluas
mungkin, bukan hanya daerah pantai, tetapi seluruh daerah
Tiongkok harus ddapat dijangkau oleh Injili.
4. Zending tidak boleh melembaga, para misionar tidak boleh
menetap di satu tempat, tidak boleh terlalu sibuk dengan pekerjaan
sampingan (sekolah dsb), bahkan dengan pemeliharaan jemaat
pun tidak, melainkan harus terus menerus berkeliling sambil
74

mengabarkan Injil, supaya sebanyak mungkin orang sempat


mendengarkan Injil.
5. Pimpinan usaha PI harus berada di Tiongkok sendiri, dan tidak
selalu berada di tangan orang Tionghoa sendiri. Pimpinan PI harus
sedekat mungkin dengan lapangan misi PI, supaya keputusan-
keputusan yang perlu bisa secepat mungkin diambil dan supaya
kebijaksanaan betul-betul berdasarkan kenyataan di lapangan.
6. Usaha PI CIM harus bersifat interdenominational: “anggota-
anggota setiap gereaja harus diterima sebagai utusan” asal
mereka mengaku Yesus Kristus sebagai juruselamat mereka.

Beberapa ciri pietis dari azas misi H. Taylor ini dapat disimpulkan bahwa
soal pendidikan formil para utusan-utusan misionaris dianggap tidak
terlalu penting. Di sisi lainnya, batas-batas antar denominational tidak
dianggap penting dari pada adanya refleksi iman yang hidup. Fokus
penekanan utama misi adalah pada penekanan usaha PI yang langsung.

 Timothy Richard (1845-1920). Titik tolak gagasan T. Richard tentang


PI di Tiongkok, ia menaruh rasa hormat yang sangat tinggi terhadap
kebudayaan Tionghoa. Cita-citanya mengkristenkan semua orang
Tiongkok beserta kebudayaannya, tidak hanya supaya agama Kristen
“sempat” menjadi agama seluruh Tiongkok, tetapi kebudayaan
Tionghoa selamat dari desintegrasi (pengrusakan) yang semakin
mengancamnya. Alat untuk tujuan ini menurut Richard, perlu:
“pendidikan dan pengetahuan modern di samping Injil”. Pendirian
lembaga pendidikan ini, diwujudkan Richard di Tiongkok dari sekolah-
sekolah menengah sampai ke universitas-universitas, menerbitkan
majalah yang bersifat Kristen dan lain sebagainya. Hasilnya, suatu
kelompok masyarakat baru Tionghoa diciptakan yang mengecap
pendidikan modern (di luar pola pendidikan Kong Hu Cu yang lama).
Akhirnya, sebagian besar dokter dan perawat di Tiongkok adalah
orang Kristen, mereka inilah selanjutnya mewarnai sistem politik Cina
(revolusi Cina tahun 1911 yang gerakannya dipimpin seorang Kristen
yaitu Dr. Sun Yat Sen) yang tidak betah dalam negara yang
bersadarkan filsafat Kong Hu Cu.

Hikmat yang perlu dipelajari (dipegang hikmatnya) dari usaha dua orang
miionaris Protesntan ddi atas yakni:

 Hudson Taylor:
- Melakukan metode PI difusi yaitu penyebaran yang seluas
mungkin.
75

- Menekankan PI yang langsung


- Segala kegiatan di luar PI langsung adalah sebagai tugas
sambilan yang tidak boleh mengurangi usaha-usaha yang langsung
itu.
 Timothy Richard
- Melakukan metode PI konsentrasi: pemusatan kegiatan, Injil
disebarkan disertai pengetahuan kepada kelompok masyarakat elit.
- Menekankan PI tidak langsung
- Pendidikan dan lain sebagainya justru sebagai cara yang
sebenarnya untuk PI
- Pokok perhatian dberikan kepada persoalan-persoalan dasar
masyarakat.

Penilaian terhadap keduanya, materi kuliah ini meletakkan usaha Richard


(Duff, Miller) memungkinkan masih terciptanya suatu Corpus Christianum
(yakni: Corpus Christianum Hindicum dan Corpus Christianum
Sinicum). Bagaimana ini menurut anda?

Perkembangan agama Kristen di Tiongkok (akhir abad 19-awal abad 20)


3. Akhir abad 19 hingga awal 20, perkembangan agama Kristen di Tiongkok
dapat dikatakan mengalami kemajuan pesat. Tahun 1914, keseluruhan
orang Kristen (RK dan Protestan) sudah mencapai angka 2 juta orang
dan tahun 1940 mencapai 4,5 juta orang (85% RK). Pengaruh orang
Kristen di Cina jauh lebih besar dari jumlah jemaat dibandingkan dengan
jumlah semua orang Cina terutama pengaruh jemaat Protestan (1 % dari
jumlah penduduk ketika itu). Pendidikan di lembaga-lembaga Kristen telah
berhasil menciptakan kelompok masyarakat Tionghoa yang menjadi
teladan baru di bidang lingkungan dan keluarga yang secara tradisionil
sangat penting bagi orang Tionghoa.

Dua orang dapat disebutkan yakni:


 Dr. Sun Yat Sen. Ia disebut sebagai “Bapa Tiongkok Modern” yang
juga sangat dihormati kelompok masyarakat komunis Cina. Lahir
tahun 1866 dekat kota Kanton. Oleh kakaknya, ia dibawa ke Honolulu
(AS) dan di sana ia belajar di lembaga pendidikan gereja Anglikan
yang melaluinya ia dibaptis menjadi Kristen walau kakaknya
melarangnya. Setelah dari Honolulu, Sun Yat Sen kembali ke Cina
(desanya) dan membawa sebuah Alkitab serta memperkenalkan diri
sebagai seorang Kristen. Di Hongkong ia kemudian belajar sebagai
mahasiswa kesehatan di sebuah Rumah Sakit zending yang
selanjutnya ia berpraktek sebagai seorang dokter. Saat inilah karier
politiknya diawalinaya, di mana ia tertarik kepada sebuah gerakan
76

yang sebelumnya sudah ada yaitu menggantikan negara Kong Hu Cu


yang lama ke sebuah bentuk negara republik rakyat Cina yang
modern. Perjuangan revolusi Sun Yat Sen akhirnya berhasil tahun
1911, tentunya melalui tantangan yang luar biasa berbahaya bagi
dirinya. Dalam tahun ini, Sun Yat Sen diangkat menjadi Presiden
Republik Cina pertama untuk memerintah beberapa tahun yang
kemudian digantikan oleh Chiang Kai Sek juga seorang Kristen.
 Chao Tsu Chen (1888-1960). Latar pendidikannya diawali di sebuah
sekolah zending Anglikan. Hingga tahun 1924, ia menjadi guru besar
dalam ilmu sosiologi dan filsafat (1926 menjadi dekan fakultas ilmu
agama-agama di universitas Yenching – Peking). Tahun 1948
menjadi salah seorang ketua DGD, namun oleh tekanan rezim
komunis ia terpaksa meletakkan jabatan sebagai ketua DGD juga
sebagai guru besar. Karya-karyanya yang terbesar lainnya bagi gereja
Cina, ia sebagai penyair yang termahsyur sekaligus sebagai
pengarang abanyak nyanyian ibadah gereja Tionghoa.

Tantangan Misi Protestan di Cina


4. Sebagaimana biasa, sikap anti Kristen berhubungan dengan sikap anti
barat di Cina, sikap inilah yang menjadi tonggak pemicu berlangsungnya
penghambatan terhadap orang Kristen di Cina. Sikap anti Kristen di Cina
sangat berakar dalam kenegaraan Kong HU Cu, sikap ini dapat dijelaskan
seperti di bawah ini: adalah fakta historis misi di daratan Cina, bahwa
para PI telah masuk bersamaan dengan masuknya kapal-kapal meriam
Barat. Ada dua sisi argumen terhadap kondisi ini, “masuknya misionar
melalui kapal-kapal perang barat, misi (para misionar) menganggapnya
sebagai kebetulan saja (murni maksud melayani Cina bukan barat). Untuk
alasan ini Cina (termasuk orang Kristen) menerima, tetapi mereka tetap
menganggap bahwa para misionar telah terlibat dalam perjanjian-
perjanjian yang dipaksakan supaya dalam perjanjian itu para misionar
diberi hak-hak istimewa (termasuk orang Kristen) di Cina. Para misionar
menolak masuknya ganja ke Cina tetapi tidak berdaya menolak tindakan-
tindakan paksa berlangsung. Oleh karena itu Cina menganggap bahwa
agama Kristen murni ala barat. Sikap anti Kristen abad 19 yang sangat
nyata terjadi di Cina berlangsung melalui apa yang disebut sebagai
“Pemberontakan Petinju” (tahun 1899-1900). Awalnya pemberontakan
hanya berskala nasional. Namun melalui pemberontakan ini, beberapa
ratus tokoh zending/misi (di samping orang barat lainnya) dan puluhan
ribu orang Kristen Tionghoa mati terbunuh. Peristiwa serupa terjadi tahun
1920 juga tahun 1949, namun periode penghambatan diselingi dengan
pertumbuhan pesat gereja di Cina. Untuk lebih memahami sifat
penghambatan selanjutnya terhadap kekristenan di Cina, ada baiknya
77

dijelaskan kondisi umum kekristenan Cina yang coraknya telah dibentuk


dari hasil misi Hudson Taylor dan Timothy Richard.

 Misi Hudson Taylor lebih menandai sifat misi yang vertikal.


Artinya: tekanan diletakkan atas iman yang hidup. Melalui ini studi
Alkitab, rasa curiga terhadap teologi, sikap terbalik dari dunia, pesimis
terhadap perbaikan yang dapat diusahakan di dalamnya, harapan
iman diarahkan kepada satu “dunia yang lain”.
 Misi Timothy Richard lebih menandai misi (Kekristenan) yang
horizontal. Artinya: alasan kuat menjadi Kristen sangat didorong oleh
manfaat menjadi Kristen dalam hubungannya secara langsung
dengan masa depan tanah air Cina. Agama Kristen perlu sebagai
sumbangan kepada menciptakan Tiongkok baru (sebagai Yerusalem
baru) yang menjadi pusat perhatian semua orang Cina.

Cita-cita peralihan inilah yang diteruskan oleh dua orang misionar pribumi
di Cina, yakni:

 Wang Ming Tao (lahir 1900)


Lahir dari satu keluarga Kristen, ayahnya seorang mantri kesehatan di
RS Methodist-Peking dan kemudian bunuh diri saat peristiwa
pemberontakan Petinju berlangsung. Selanjutnya Wang bekerja
sebagai guru di sebuah sekolah gereja Presbyterian, dan terpengaruh
serta menerapkan pola baptisan ulang. Selanjutnya, ia menarik diri
dari dunia dan mengasingkan diri untuk menemukan kemuliaan dunia
yang akan datang. Melalui cita-cita ini, ia membentuk kelompok PA,
dan kelompok ini kemudian berkembang dengan pesat sehngga tahun
1937 mereka mendirikan suatu gereja sendiri yang mereka sebut
sebagai “kemah Kristen”. Bersama dengan jemaat gereja ini, Wang
sangat bersemangat berkhotbah keliling, menerbitkan majalah sendiri,
yang semata-mata tujuannya menolak aspek “modernisme” masuk
kepada kehidupan orang Kristen Cina sebab modernisme dianggap
tidak memuaskan kehausan rohani umat Allah. Pusat teologi Wang
diletakkannya pada Yesus Kristus dan iman yang benar hanya
diperoleh melalui Alkitab (sebagai firman Allah). Melalui penekanan ini
teologia ini (walau agak mengesampingkan budaya, adat, masyarakat)
saat berlangsungnya zaman Melaise (satu situasi krisis ekonomi,
1930-an) di Cina dan perang dengan Jepang, namun khotbah-khotbah
Wang mampu memberi tempat berlindung dan harapan akan suatu
masa depan yang lebih baik. Masa awal Perang Dunia II (1942:
Jepang dan Inggris/AS) semua ereja Cina ditutup oleh Jepang dan
memberangus (menutup) setiap gaspek yang sehubungan dengan
78

lembaga PI. Jepang juga menggabungkan semua jemaat Kristen di


Cina menjadi “Serikat untuk memajukan agama Kristen Tiongkok
Utara”. Wang menolak penggabungan ini dengan beberapa alasan,
yakni: gerejanya sudah berdiri sendiri dan 100% tidak mempunyai
ikatan dengan luar negeri, terlalu bersifat politis, serta mencampurkan
soal-soal iman dengan modernisme duniawi yang di dalamnya ia
melihat tidak ditemukannya orang percaya.

 Wu Yao Tsung (lahir 1895)


Berasal dari keluarga non Kristen yang tahun 1918 dibaptiskan melalui
suatu kelompok PA. Ia tertarik menjadi Kristen melalui pengalaman
iman dari Khotbah di bukit. Menurut Wu, inilah kasih Kristus yang
harus diteladani dalam “aksi/kegiatan dan pelayanan”. Pelayanan
yang bukan hanya usaha memberi sumbangan demi kesejahteraan
individu tapi lebih daripada itu melainkan mencakup seluruh
kesejahteraan masyarakat sehingga penderitaan dihapuskan dari
kehidupan banyak orang. Oleh karena itu bagi Wu, kekristenan adalah
landasan rohani utama bagi pembangunan Tiongkok. Gagasan yang
paling baik dari Wu bagi masyarakat Tiongkok berlangsung tahun
1937 yang ilhamnya ia peroleh melalui terjadinya revolusi Rusia tahun
1917. Menurutnya, gereja dengan berbagai cara harus berpartisipasi
dalam pengembangan masyarakat. Dalam hal ini, ada dua sasaran
Wu, yaitu: gereja harus memperoleh kembali kesadaran profetis
mengenai ketegangan yang fana dengan yang abadi antara apa yang
ada dan yang, sehingga Injil dapat dipermaklumkan atas tantangan
dunia. Kedua, gereja melalui pendidikan, pembinaan, pemberitaan Injil
harus mengembangkan suatu aksi revolusioner pada anggotanya
artinya gereja tidak segan terhadap perombakan-perombakan. Di sini
Wu mengadopsi semangat perubahan komunis walau ia sangat
menolak sifatnya sebab salah satu tujuan utama Injil adalah
pembebasan, kesamaan dan keadilan (ia membandingkan tujuan
komunis). Untuk tujuan ini, menurut Wu orang Kristen harus terlebih
dahulu kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat.

Saat rezim Chiang Kai Sek dikalahkan oleh komunis (mendapat


pengaruh) tahun 1949, para misionar kembali diusir dari Tiongkok. Atas
situasi ini gereja harus menjadi bebas dan bersifat Tiongkok. Untuk
maksud ini, misionar pribumi mendirikan satu lembaga “The Chinese
Christian Three Self Supporting” (Tiga Formula Kemandirian Gereja: self
supporting, self Government, self Propagating). Tujuan ini diwujudkan
dalam usaha kerjasama dengan rezim yang baru menggabungkan diri
(1954). Sampai tahun 1958, kedudukan gereja di Tiongkok masih
79

lumayan namun seluruh lembaga pendidikan, kesehatan, sosial diambil


alih oleh pemerintah. Gereja tidak disita pemerintah, kebaktian Gereja
berlangsung kurang baik, Gereja banyak yang ditutup, hubungan dengan
pemerintah dan lembaga zending barat nyaris ditutup. Keadaan ini
didukung oleh bergeloranya revolusi kebudayaan yang secara langsung
mempertentangkannya dengan Kekristenan Cina.

Tanggapan Para Misionaris Pribumi Terhadap Formula Kemandirian


5. Ada beberapa pendapat dapat disebutkan:

 Sikap Wao Ming Tao. Wang sangat menolak konsep gerakan


kemandirian gereja Cina, alasannya sama seperti kepada pemerintah
Jepang “gerakan kemandirian dianggap sangat bersifat politis
(meneriama semboyan-semboyan pemerintah). Alasan lainnya, bagi
Wang konsep kemandirian itu sangat didominasi oleh orang-orang
modernis Wu. Untuk mendukung sikapnya tahun 1955, Wang menulis:
“kami, karena iman” isinya: ia sangat mempersoalkan ajaran Wu yang
dianggap Wang telah melepaskan ajaran pokok agama Kristen yaitu:
kesempurnaan Alkitab, penebusan, kebangkitan dan kedatangan
kembali Yesus Kristus. Oleh karena itu, Wu sebenarnya bukanlah
orang Kristen. Atas sikap ini, mulai tahun 1954 sebenarnya telah
dibuka diskusi (sidang tuduhan) melawan Wang. Pemerintah
memprakarsai pertemuan para misionar dan hasilnya menyalahkan
Wang serta dianggap sebagai penghianat. Tahun 1955, Wang
dipenjarakan namun selanjutnya dikeluarkan dengan akibat Wang
patah semangat. Tahun 1956, ia menulis karya “Tuduhan Diri” yang di
dalamnya ia “mengakui dosanya” sebab “tidak aktif bekerja demi
pembangunan mencapai cita-cita masyarakat Tiongkok yang baru”.
Akhirnya Wang meninggal tahun 1968.

 Sikap Wu Yaou Tsu


Tahun 1949, Wu (bersama orang Tiongkok lainnya) yakin bahwa Cina
telah memasuki zaman baru yaitu membentuk suatu sistem
masyarakat sosial ekonomi yang ideal. Melalui pergumulan ini, bulan
Mei 1950 Wu menulis: “Manifesto Kristen”. Isinya, menguraikan
partisipasi Protestan dalam menyumbang pembangunan masyarakat
Tiongkok. Walau melalui tulisan ini, disadari dan tidak disadari sendiri
oleh Wu, bahwa ia telah menjelaskan bahwa melalui partisipasi itu
misi telah bergabung dengan imperialisme. Karenanya, setelah
imperialisme pergi dari Tiongkok, orang Kristen perlu menjelaskan
lebih tegas sumbangan itu di mana posisi gereja Protestan berada.
Gereja harus lebih waspada terhadap usaha-usaha imperialis melalui
80

zending memasuki kembali Tiongkok. Oleh karena itu, perlu orang-


orang Kristen memutuskan hubungan dengan luar negeri dan
mendirikan gereja dengan Tiga Mandiri. Untuk gerakan inilah Wu
tampil dengan sangat aktif, hingga tahun 1954 gerakan mandiri ini
diresmikan pendiriannya. Wu terpilih sebagai ketua umum pertama.
Sifat pergerakannya, Wu menekankan kolaborasi (kerjasama
gabungan) gereja yang menyeluruh dengan pemerintah (partai
komunis Cina).

Catatan penting untuk kedua tokoh misionar pribumi ini, walau pada
akhirnya keduanya diusir pemerintah dan partai dan Wu sendiri ditahan
(melalui itu ia meninggal) dan gerakan tiga mandiri semakin diperalat
pemerintah untuk menguasai gereja namun harus diingat bahwa baik
Wang juga Wu mereka berdua telah memperjuangkan kekristenan di Cina
dan mereka setia kepada agama Kristen sebagaimana yang mereka
tafsirkan masing-masing. Penting disebutkan pada materi ini bahwa ada
beberapa peristiwa ketegangan di Cina yang memungkinkan
(mempengaruhi) masuknya jalan PI di Cina:

 Perang Anglo-Tiongkok I: 1839-1842 (lebih dikenal sebagai peraang


Candu). Perang ini merupakan bentuk perlawanan orang Cina kepada
Inggris (umumnya Eropa) yang memasukkan candu ke Cina secara
paksa sebab melalui politik ini Eropa dapat memperoleh keuntungan
dari Cina (memaksa Cina terbuka untuk barat). Dalam peperangan ini,
Cina mengalami kekalahan sebab didukung oleh peralatan perang
yang sangat lemah diabanding Inggris. Akhirnya Inggris berhasil
menguasai daerah pelabuhan Cina seperti Sanghai, Kanton dan
Hongkong. Melalui kekalahan ini, para misionar oleh Inggris (Eropa
lainnya) dapat bebas masuk ke Cina.
 Perang Candu II (1856-1860). Perang ini terjadi di bagian Utara
Cina yaitu daerah Tientsin dan Peking yang telah diduduki oleh
Inggris. Melalui perang ini Cina juga mengalami kekalahan. Hasilnya
Cina tetap terbuka bagi bangsa-bangsa lain (juga kepada usaha PI).
 Pemberontakan T’ai Ping: 1842-1864. Peristiwa ini terjadi di
Tiongkok Selatan dan Tengah, tujuannya mengusir dinasti Mandsyu
dan ingin mendirikan sebuah kerajaan damai (sebagai definisi Ta’I
Ping). Gerakan ini dipimpin oleh Hung Hsiu Chuan (seorang guru
sekolah menjadi kristen tahun 1840). Awalnya di sekitar desanya ia
berjuang membawa Tionghoa keluar dari berhala kepada Allah yang
sejati. Tujuan ini dicapai melalui mendirikan gerakan-gerakan
keagamaan di desa-desa sekitar tempat tinggalnya. Akhirnya, gerakan
ini berubah menjadi gerakan politik yang bermaksud menjatuhkan
dinasti Mandsyu yang telah lama berkuasa di Cina. Dalam
81

perjuangannya, mereka berhasil menduduki Tiongkok selama sepuluh


tahun dan memaklumkan “sebuah kerajaan Surgawi Damai Besar”
dan Hung Hsiu Chuan sebagai pemimpin. Kemudian ia menempatkan
Alkitab sebagai dasar negara menggantikan tulisan Kong Hu Cu.
Hasilnya Eropa tidak setuju dengan “negara Kristen” ala Hung Hsiu
Chuan (khususnya Inggris dan Francis) dan tetap berpihak kepada
pemerintahan dinasti Mandsyu mengalahkan pemberontakan Ta’I Ping
ini dalam perang II (1860).
 Perang Cina-Jepang: 1894-1895. Perang ini memperebutkan hak
kekuasaan atas Cina dan Jepang terhadap korea yang dimenangakan
oleh Jepang (dalam poin 3.9. ini akan dibahas lebih jauh). Hasilnya
Cina kehilangan hak atas Korea dan Taiwan, pengaruhnya Cina
membuka diri terhadap dunia luar dan menerima pengajaran dan
kebudayaan barat. Ini memberi kesempatan bagi zending untuk
bekerja seluas-luasnya (di semua pos PI lembaga pendidikan didirikan
dengan pengajaran ala barat, hasilnya peluang mengkristenkan
pemuda/i Cina sangat terbuka).
 Pemberontakan kaum Boxer (Petinju): 1890-1901. Kaum boxer
sebagai kelompok konservatif Cina dipimpin oleh janda kaisar
Mandsyu yang lama (sangat anti terhadap pengaruh asing masuk ke
Cina) sedang penggantinya berada di pihak golongan pembaharuan.
Untuk menyingkirkan pengaruh asing di Cina maka janda kaisar
Mandsyu membentuk semacam perkumpulan rahasia yang dinamai
kelompok “Boxer” (petinju). Anggota kelompok ini bergerak secara
rahasia membunuh secara sadis orang-orang Eropa (lebih ratusan
petinggi Inggris termasuk misionaris) dan puluhan ribu orang Kristen
Cina. Aksi ini membuat barat marah dan bangkit (dibantu Jepang)
melawan kelompok boxer serta seluruh golongan konservatif yang
akhirnya mereka dikalahkan. Perang ini didamaikan tahun 1901
melalui perjanjian (protokol internasional), isinya: “Cina harus
membayar ganti rugi yang besar atas serangan terhadap orang Eropa
dan harus memberi jaminan untuk keselamatan orang-orang Barat).
 Perang Saudara (Partai Komunis dan Partai Kwomintang). Tahun 1911
untuk pertama sekali negara Republik Demokrasi Cina dideklarasaikan oleh
Dr. Sun Yat Sen (seorang Kristen sekaligus sebagai presiden pertama Cina).
Partai yang mendukung Sun Yat Sen (sekaligus yang didirikan olehnya)
bernama Partai Kwomintang. Tahun 1925 Sun Yat Sen digantikan oleh
Chiang Kai Sek (juga seorang Kristen). Namun sejak tahun 1921, pengaruh
komunis mulai masuk ke Cina dipimpin oleh Mao Tse Tung dan membentuk
partai Komunis Cina. Partai ini secara perlahan berusaha menumbangkan
partai Kwomintang yang tahun 1949 resmi mengalahkan partai Kwomintang.
Berkuasanya partai Komunis Cina memaksa gereja Cina harus mandiri
(setelah seluruh hal yang berbau Eropa diusir dari Cina). Inilah keadaan
82

yang mempengaruhi didirikannya lembaga “The Chinese Christian Three


Self Patriotic Movement (Gerakan Tiga Kemandirian Orang Kristen Cina)”
menurut pola Henry Venn 1860 dari Inggris di Nigeria.

IX

AGAMA KRISTEN DI MYANMAR (BIRMA)


DAN MUANG THAI (THAILAND) SERTA VIETNAM

Gambaran Umum Myanmar (Birma)


1. Negeri ini adalah bekas jajahan Inggris, yang dari tahun 1937-1942 secara
administratif bergabung dengan India. Tahun 1942-1945 (sama seperti
Indonesia) negeri ini dijajah oleh Jepang dan tahun 1948 memperoleh
kemerdekaanya. Myanmar (Birma) adalah sebuah negara yang dominan
menganut Budha Theravada-Hinayana (cabang tertua dan termurni dari
agama Budha) walau banyak penduduknya menganut agama suku.
Budha Theravada berdasar pada empat kebenaran yang mulia, penyebab
penderitaan adaalah keinginan atau nafsu. Pembebasan dari penderitaan
diperoleh melalui Ganda Delapan Jalan Mulia. Benar: pengetahuan,
sikap, perkataan, kelakuan, hidup, usaha, kesadaran, ketenangan.
Menurut Budha Theravada, hanya biarawan (Bhiksu) yang dapat
mencapai ke “nirwana” (akhir dari segala penderitaan). Karena para
biarawan yang sangat dihormati. Gaya hidup seperti Budha sangat
mengakar dalam masyarakat Birma, baik pemuda, para raja dan lain
sebagainya. Adalah sebagai wibawa tersendiri bagi rakyat Birma (laki-laki)
bila menyempatkan diri untuk beberapa tahun mengalami hidup sebagai
biarawan. Oleh karenanya, hal yang wajib bagi seorang di Siam
sesewaktu memakai jubah kuning biarawan. Semboyan yang menjadi
landmark-nya orang Birma adalah “orang Thai berarti seorang Budha”.

Zending Protestan
2. Zending Protestan pertama yang merintis misi ke Birma adalah William
Carey bersama kawan-kawannya, selanjutnya diteruskan oleh Adoniram
Juson (dari latar belakang gereja Kongregasional Amerika-kemudian
disebut sebagai rasul Birma) dimana di Birma ia bergabung dengan
gereja Baptis sebab keyakinannya akan kebenaran baptisan orang
percaya daripada baptisan anak. Ia tiba di Calcutta-India tahun 1812 dan
langsung dibaptis selam, sikap ini diputuskannya atas pengaruh buku
bacaan yang diperolehnya selama berada di dalam kapal menuju Birma.
Dari Amerika bersama isterinya Ann Hasseltine, mereka dikirim oleh
83

lembaga misi “American Board of Commisioners for Foreign Missions


(ABCFM)” tahun 1811 bersama dengan enam orang lainnya. Mereka tiba
di Birma tahun 1813 dan langsung melakukan usaha PI khusus kepada
para wanita Birma melalui berbagai keterampilan lainnya. Orang Birma
pertama yang berhasil dibaptiskan dari usaha Judson adalah Maung
Shway Gnong Nau (1819/20) seorang guru agama Budha yang ketika itu
sangat terkenal di Birma, selanjutnya tahun 1822 delapan belas orang
Birma lainnya dibaptis menjadi Kristen. Pada perang Birma melawan
Inggris (1824-1826), Judson ditangkap dan dipenjarakan selama satu
setengah tahun oleh orang Birma sebab dianggap sebagai orang asing.
Setelah keluar dari penjara ia bekerja sebagai juru bahasa untuk
pembicaraan damai antara raja Birma dengan Inggris. Tahun 1826,
isterinya meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya selama
Judson dipenjara.

Kemudian untuk kemajuan misi di Birma, ia dibantu oleh George Dana


Boardman (seorang utusan misi dari Amerika) bersama denagan Judson
mereka berhasil membaptiskan Ko Tha Byu (seorang kepala suku Karen).
Akhirnya George meninggal dunia dan isterinya kawin dengan Judson,
bersama dengan isterinya yang baru Judson meneruskan usaha misi. Ciri
yang ditekankan untuk pertumbuhan gereja di Birma oleh Judson, ia
mengembangkan prinsip “kemandirian-self supporting: mengurus dan
membelanjai diri sendiri”. Prinsip ini kemudian menjadi falsafah hidup
jemaat Birma, “berusaha dengan kemampuan diri sendiri untuk
membiayai diri sendiri”. Selama di Birma Judson bekerja 37 tahun
lamanya, dan meninggal tanggal 12 April 1850 dalam perjalanan pulang
ke Amerika atas kesehatannya yang terganggu. Jenazahnya dilemparkan
ke laut sebab lamanya waktu tiba ke Amerika, namun ia dihormati di
tengah-tengah gereja Birma (sebagai rasul orang Birma). Menghargai
usaha PI nya, di Rangoon ibukota Birma didirikan sebuah universitas
bernama Yudson Colledge.

Metode misi PI Judson di Birma dilakukannya dengan cara:


 Mengadaptasikan diri dengan pola hidup kebudayaan Birma. Ia
memakai jubah kuning sebagai tanda bahwa guru agama, ketika ia
berkeliling ke ibukota Ava ia memakai jubah putih (untuk
memperlihatkan bahwa ia bukan orang Budha).
 Ia membangun zayat (tempat istirahat) di tepi jalan, sama seperti
zayat Budha. Zayat adalah gedung panjang dengan serambi yang
luas, tempat ia berbicara dan duduk dengan tamu, ini dimanfaatkan
Judson untuk ruangan kebaktian. Untuk ini, Judson belajar di zayat
84

Budha setempat guna mempelajari cara duduk dan cara berkhotbah


yang sesuai dengan kebudayaan setempat.
 Menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Birma (tahun 1823 kitab
PB selesai diterjemahkan-seluruh Alkitab selesai tahun 1834), usaha
ini dilakukannya pertama sekali dengan menyusun banyak kamus
dalam berbagai bahasa Birma (bahasa dominan adalah bahasa Pali-
pemikiran tentang Budha di Birma ditulis dalam bahasa ini), yang
akhirnya membantu dirinya menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa
Birma sendiri.
 Kesulitan yang dihadapi Judson dalam usaha penterjemahan ini, ia
tidak menemukan konsep falsafah Birma/Budha tentang Allah yang
abadi yang tanpa permulaan dan tanpa kesudahan, sehingga sangat
sulit menyampaikan konsep tentang Allah yang benar dan jalan
keselamatan melalui Kristus, sebab tidak didukung oleh pola falsafah
kebudayaan Birma yang lama (Budha).

Perkembangan selanjutnya gereja Protestan Birma


3. Dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan di Birma, orang Kristen
mengalami tekanan yang agak keras dari rekan sebangsanya. Orang
Kristen dicurigai sebagai orang yang telah kebara-baratan, karena
mereka sebagai hasil PI Amerika dan Inggris pada hal sebelumnya orang
Kristen telah menunjukkan sikap yang nasionalis yang juga turut berjuang
dalam perang kemerdekaan Birma. Tekanan nyata melalui pemerintah
Birma terhadap orang Kristen terjadi tahun 1953, dimana kepada semua
perguruan Kristen di Birma diberlakukan UU negara sebagai berikut:

1. Perguruan Kristen tidak boleh mendidik orang-orang


yang bakal menjadi guru-guru di negeri Birma.
2. Uang sekolah disetiap perguruan Kristen harus lebih
rendah dari uang sekolah di perguruan pemerintah.
3. Gaji guru-guru disetiap perguruan Kristen harus lebih
rendah daripada gaji guru-guru di setiap perguruan pemerintah.
4. Perguruan Tinggi Kristen tidak diizinkan di Birma,
karena itu Judson Colledge harus ditutup dan dijadikan perguruan
pemerintah, yakni Universitas Birma sekarang.

Sampai tahun 1970, jumlah penduduk Birma yang Kristen diperkirakan


hanya sebanyak 4% (922.923 jiwa) dari seluruh jumlah penduduk Birma.
Itupun diasuh oleh 16 denominasi.

Muang Thai (Thailand)


85

4. Sampai abad 13 Muang Thai masuk kepada kerajaan Mon Khmer


(Vietnam), namun pengaruh imigrasi suku-suku dari Tiongkok Selatan ke
Laos dan Kamboja mendorong suku Thai berhasil mendirikan kerajaan
Muang Thai. Sampai tahun 1932, Muang Thai dipimpin oleh seorang raja,
tetapi tahun 1033 negara ini telah berhasil menciptakan suatu konstitusi
baru dengan membentuk suatu pemerintahan yang demokratis. Bentuk
pemerintahan inilah yang berlangsung sampai sekarang. Penting dicatat
bahwa negara ini tidak pernah mempunyai pengalaman terjajah
sebagaimana negara Asia Tenggara umumnya.

Lembaga misi pertama yang bekerja di Muang Thai (Thailand) adalah


ABCFM yang bekerja tahun 1831, kemudian oleh Misi Baptis Amerika
tahun 1833 dan Presbiterian tahun 1840. Ketiga lembaga misi ini sampai
tahun mereka bekerja di Thailand tidak berhasil membaptiskan satupun
orang Thailand menjadi Kristen.

Beberapa alasan yang mempengaruhinya adalah:


 Sikap raja Rama III (raja Thailand) yang sangat keras menentang
Kekristenan di Thailand.
 Sikap sejumlah misionar yang menganggap Thailand sebagai
jembatan memasuki wilayah besar Cina. Atas sikap ini, Thailand
dianggap sebagai tempat belajar segala aspek (kebudayaan dan
bahasa) Cina sehingga basis pangkalan misi tidak ditemukan di
Thailand.

Baru tahun 1833, misionar baptis John Taylor Jones mengalihkan


perhatian misi ke Thailand. Selama 20 tahun ia bekerja keras
menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Thailand, yang melalui usaha
ini dianggapnya sebagai sesuatu yang paling penting dalam misi. Tahun
1840, 58.000 eks kitab PB sudah diedarkan dalam bahasa Thailand.
Tahun 1851, J. Taylor Jones meninggal dunia di Thailand, usahanya
dilanjutkan oleh Dan Beach Bradley serta Jese Caswell. Utusan dari
ABCFM dan mereka membawa pendekatan lain dalam PI di Thailand
yaitu melalui keahlian mengajarkan ilmu pengetahuan dan bahasa
Inggris. Usaha ini disambut baik kalangan istana Thailand termsuk
pangeran Mongkrut, putra raja Rama III. Caswell mengajari di biara istana
raja sekaligus kesempatan ini dipakainya untuk misi. Sayang, usaha ini
juga tidak membuahkan hasil yang maksimal.

Usaha yang lebih gigih lainnya dilakukan oleh Dan Beach Bradley yang
tiba di Thailand tahun 1835 (tinggal dan melayani di Thailand selama 38
tahun). Sebagai ahli bahasa dan seorang dokter, ia bekerja untuk misi di
86

Thailand. Ia membawa mesin cetak ke Thailand, selain digunakan untuk


kepentingan misi (mencetak buku-buku Kristen) ia juga menceatak
pengumuman-pengumuman raja misalnya edik yang melarang
penggunaan opium dan candu. Usaha-usaha misi Bradley di Thailand,
adalah sebagai berikut:

 Mengajarkan pengetahuan kesehatan modern khususnya tenatang


pencegahan penyakit (vaksinasi). Pengetahuan ini juga
disampaikannya kepada anggota keluarga istana.
 Dengan dukungan raja, ia membangun balai pengobatan di
Bangkok. Dari hasil usahanya ini boleh dikatakan sumbangan Bradley
untuk kemajuan bidang kesehatan di Bangkok boleh dikatakan
membawa pengaruh besar. Namun sayang, untuk perkembangan
gereja usaha ini tidak mempengaruhi apa-apa.

Namun tahun 1851, keadaan berobah. Raja Rama VI memberi izin


kepada misionar untuk membeli tanah di Bangkok. Kesempatan ini
dimanfaatkan untuk mendirikan sekolah dan RS, misi dikembangkan
dengan metode pelayanan medis, pendidikan, penginjilan keliling dan
pelayanan buku-buku.

Metode ini direalisasikan dengan:


 Pelayanan medis yang disambut baik oleh raja dan merupakan
jalan praktis melayani masyaraakat; atas usaha ini sampai tahun
1911-1913, orang Laos berbondong-bondong masuk Kristen.
 Sekolah-sekolah dibangun sebagai jalan penginjilan utama,
khususnya oleh misi Presbiterian. Oleh rasa antusias rakyat Thailand
mengecap pendidikan barat tahun 1911 telah ada 37 sekolah
Presbiterian dengan 800 siswa. Tahun 1938 ada 65 sekolah dasar
dengan enam sekolah lanjutan dengan murid 5000 orang.
 Penginjilan langsung berjalan terus.
 Buku-buku Kristen diterbitkan dan diedarkan terutama Alkitab.

Hingga tahun 1925, masyarakat Thailand yang menjadi Kristen hanya


mencapai 1 % dari seluruh penduduk Thailand, ini disebabkan sikap
orang Thailand secara keseluruhan sangat kuat terhadap Budhist sebagai
ukuran rasa nasionalisme Thailand.

Vietnam
5. Sebagai salah satu negara Indo-Cina, Vietnam adalah pertemuan dua
kekuatan dan kebudayaan besar di Asia yaitu India dan Cina. Dengan
sendirinya agama dan kebudayaan Vietnam dipengaruhi oleh Budha
87

Hinayana, Hindu dan Kong Hu Cu sebagai mayoritas dianut penduduknya


di samping agama primitif dan Cao Dai yaitu agama campuran adari
Kristen, Budha dan Taoisme (ingat Sikh di India sebagai campuran agama
Islam dan Hindu). Misi Protestan pertama masuk ke Vietnam terjadi tahun
1911 oleh CMA melalui pendirian sekolah Alkitab, percetakan dan
penyebaran buku-buku Kristen sedang usaha melalui sekolah umum, RS,
dan pembangunan sosial ekonomi ini kurang diperhatikan. Tidak banyak
dapat dijelaskan mengenai perkembangan kekristenan (sejarah gereja) di
Vietnam sebab sampai masa Perang Dunia II para misionar baik dari
pihak RK dan Protestan sangat sulit masuk ke negara ini. Keadaan ini
disebabkan oleh pendudukan Jepang atas Vietnam, dimana Amerika
sebagai musuh bebuyutan Jepang dalam perang itu. Konsekwensi hal ini,
Jepang melihat fakta latar belakang misionar yang dominan berasal dari
Amerika dan Inggris serta Francis.
88

AGAMA KRISTEN DI JEPANG

Pendahuluan
1. Mengenai sejarah misi gereja Protestan di Jepang, karya pelayanan
Kanzo Uchimura (1861-1930, seorang yang lahir dari keturunan keluarga
Samurai dididik dalam latar belakang agama Kong Hu Cu dan Budha)
Toyohiko Kagawa (1888-1960) cukup mewakili penjelasan sebab karya
keduanya sangat representatif untuk menerangkan Kekristenan di
Jepang.

Kanzo Uchimura
2. Kanzo Uchimura, lahir 8 tahun setelah Perry membuka Jepang bagi jalur
lalu lintas dunia dan 7 tahun sebelum Mikado Mutsuhito (dinasti Meiji)
memegang kuasa (1868). Masa zaman inilah modernisasi di Jepang
dimulai dengan menerima banyak unsur barat di Jepang. Zaman
modernisasi ini pula yang mempengaruhi misi Uchimura memperlihatkan
suatu pengetahuan yang luar biasa tentang sastra dan sejarah barat dan
Amerika. Bahkan pada zamannya, ia adalah orang Jepang terbaik yang
mampu menguasai bahasa dan kebudayaan Inggris. Akan tetapi tradisi
kuno Jepang masa itu tetap dipegang kuat oleh seluruh masyarakat,
yaitu: menganggap kaisar sebagai keturunan dewa yang harus dipuja dan
disembah (sifat nasionalisme Jepang diukur melalui sikap pemujaan
terhadap kaisar). Oleh karena itu, ancaman mati adalah hukuman bagi
setiap orang Jepang yang berpindah ke agama Kristen (sampai abad 17).
Baru tahun 1889, dikeluarkan UUD baru di Jepang yang memberi
kebebasan untuk memluk sebuah agama baru.

Misionar barat pertama memasuki Jepang terjadi tahun 1859, namun


sampai selanjutnya pembaptisan hampir tidak pernah terjadi. hal ini
dipengaruhi oleh watak khusus orang Jepang yang sangat (paling di Asia)
individualistis dan intelektualistis. Sifat ini pula yang menyebabkan
pembaptisan masal tidak pernah berlangsung di Jepang selama sejarah.
Orang Jepang hanya mau diyakinkan secara perorangan, itupun hanya
untuk golongan terpelajar Jepang saja. Oleh pengaruh modernisasi di
89

Jepang, pemerintah mendirikan sebuah “Akademi Pertanian” di Saporo


(Jepang Utara) dengan mengundang W.S. Clark (seorang ahli pertanian
Amerika) sebagai kepala seklah. Siswa pertama sekolah ini ada sebanyak
15 orang, dan ternyata Clark berhasil membaptiskan mereka menjadi
Kristen salah seorang di antaranya Kanzo Uchimura. Bersama dengan
teman-temannya, Uchimura membentuk sebuah jemaat kecil yang terdiri
dari 8 anggota tanpa dipimpin oleh seorang pendeta (termasuk Clark).
Mereka bergantian memimpin ibadahnya yang dilakukan di kamar orang
ayang memimpin kebaktian itupun dengan peralatan yang sederhana.

Cara mereka menghayati agama Kristen agak bersifat intelektualistis,


sebab belum ada buku-buku Kristen dalam bahasa Jepang (hanya
berbahasa Inggris yang setengah dimengerti). Dengan cara mereka
sendiri, selama dalam masa pendidikan (empat tahun) mereka bergumul
dalam agama Kristen di asrama kampusnya. Setelah tamat, Uchimura
kembali ke desanya dan berhasil membujuk seluruh keluarganya menjadi
Kristen (padahal ayahnya adalah seorang ahli sastra Tionghoa dan
penganut Kong Hu Cu). Caranya, Uchimura meletakkan tafsiran kitab
Markus (terjemahan bahasa Tionghoa terdiri dari lima jilid) ke meja kerja
ayahnya namun setiap kali ayahnya membuangnya ke tong sampah
setiap kali itu pula Uchimura meletakkannya di atas meja tulis ayahnya,
sampai yang terakhir kalinya ayahnya berhasil dimenangkannya
(membacanya) dan demikian kepada keluarganya.

Sikap Kanzo Uchimura Terhadap Semangat Nasionalisme di Jepang


3. Ada semboyan Uchimura yang sangat terkenal bagi teologi dan
kekristenan Jepang sekaligus sebagai prinsip hidup baginya. Semboyan
itu adalah: Two J: I Love Two J, No Third, One is JESUS and Other Is
JAPAN. I don’t know which I love more, JESUS or JAPAN. Semboyan ini
ditulisnya dalam karyanya yang berjudul: “How I became a Christian”.
Buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul
“Matahari Yang Membuat Zat Lilin”. Melalui prinsip yang sangat simpatik
seperti ini, Uchimura tetap sangat kritis terhadap bangsa dan negerinya.
Ia menolak nasionalisme sempit berlangsung di masyarakat Jepang yang
hingga akhir abad 19 sikap seperti ini merajalela di sana. Nasionalisme
sempit yang membawa Jepang melakukan penyerangan kepada
Tiongkok dan petualangan Pasifik serta Indonesia (PD II). Ia sangat
menyuarakan agar Jepang menghapuskan persenjataannya dan menjadi
suatu negara perdamaian.

Atas kritik seperti ini, muncul kebencian dari pihak yang bersikap
nasionalistis kepada Uchimura di Jepang dan memandang curiga baginya
yang sangat berpihak kepada unsur-unsur Barat di Jepang. Demikian
90

sebaliknya sikap para zending Barat, yang memandang curiga baginya


bersikap nasionalistis. Padahal adalah jelas bahwa sikapnya serentak
universil dan nasional, luas dan cukup konkrit. Kalimat di bawah ini bisa
disimak untuk menjelaskan pernyataan ini: “saya dibenci oleh teman-
teman senegeri saya demi Yesus sebagai seorang yaso (penghianat) dan
saya tidak disukai oleh para zending asing (Barat) demi Jepang, karena
mereka memandang saya sebagai nasionalisme yang picik…Yesus dan
Jepang. Iman saya tidak merupakan suatu lingkaran yang hanya
mempunyai satu titik pusat saja, melainkan merupakan sebuah elips
yang mempunyai dua titik pusat. Yang satu memperkuat yang lain, Yesus
memperkuat dan memurnikan kasih saya terhadap Jepang, dan Jepang
membuat kasih saya terhadap Jesus menjadi lebih terang dan obyektif”

Sikap paling kritis dalam hidupanya terhadap kebudayaan Jepang terjadi


tahun 1880, yakni saat perayaan: “kebangunan nasionalis Jepang”
berlangsung. Dalam perayaan itu, segala sesuatu yang berbau Jepang
mendapat penekanan baru termasuk pribadi sang kaisar yang menjadi
lambang dewa. Setahun kemudian 1891, ia (staf pengajar di Akademi
Pemerintah Tokyo) bersama dengan semua guru dan mahasiswa di Tokyo
harus mengadakan perayaan nasionalisme ini. Satu eksemplar dari surat
keputusan kaisar mengenai pendidikan dipamerkan di setiap sekolah
(aula universitas tempat Uchimura mengajar). Namun untuk menghormati
surat kaisar semua guru/dosen harus tunduk menghadap ke arah
dokumen. Uchimura tetap berdiri tidak mau tunduk (bukan berarti tidak
hormat). Tetapi atas sikapnya huru hara besar telah mendahului terjadi,
beberapa hari kemudian teman-temannya berhasil meyakinkan Uchimura
bahwa acara itu hanya mempunyai arti sosial pendidikan, bukan religius.
Walau terlambat Uchimura tetap dipecat dari Akademi tempat ia mengajar
(namun lepas hukuman penjara) dan sampai akhir hayatnya tahun 1930
ia hidup sebagai seorang wartawan (tahun 1905-1930) dan penerbit
literatur Kristen Jepang, secara khusus majalah “The Christian
Intelligencer”.

Dari penjelasan di atas, nampak jelas bahwa Uchimura adalah seorang


yang pietis dalam arti yang sebenarnya. Ia berpegang sangat kuat kepada
Alkitab dengan bacaan-bacaan teologi yang sangat luas. Ia sangat
mengasihi Kristus dan mengasihi Jepang (menjunjung tinggi Budha).
Percaya kepada kedatangan kembali Yesus Kristus dan menolak dengan
tegas pandangan bahwa orang Kristen seolah-olah hanya menyibukkan
diri dengan menyebarkan kebudayaan.
91

Toyohiko Kagawa
4. Sebelum karya misi tokoh ini dijelaskan ada baiknya dijelaskan kembali
situasi umum Jepang dan masyarakatnya masa tahun 1889-1890 dimana
situasi masa waktu ini sangat mempengaruhi Toyohiko selanjutnya
melakukan misi PI-nya di Jepang. Bangkitnya nasionalisme di Jepang,
peristiwa ini difokuskan pada sistem kekaisaran yang hasilnya struktur
masyarakat feodal dikukuhkan serta kebudayaan kuno digalakkan
jembali. Karenanya ruang gerak gereja menjadi sangat terbatas (sempit)
apalagi anggotanya terbatas hanya berasal dari kalangan atas
masyarakat Jepang. Sampai masa ini gereja belum berusaha
mendekatkan diri kepada golongan miskin dan rendah, kaum buruh tani
dan kaum buruh industri. Lahirnya pemimpin baru dari kalangan pribumi
dalam gereja Protestan ternyata membawa pencurahan perhatian kepada
masyarakat kelas bawah. Di antara tokoh zending pribumi inilah yang
sangat memperhatikan kehidupan sosial dan kepincangan-
kepincangannya, dan di bidang inilah gereja digiatkan. Sebelumnya tokoh
zending pribumi juga telah mendirikan lembaga-lembaga sosial seperti
RS, panti-panti asuhan, sekolah-sekolah, menolong orang miskin, dll.
Namun sifat kegiatan masih sangat filantropis artinya hanya
menyelesaikan masalah dari sudut akibat atau dampak, tidak menyentuh
(masuk) ke akar-akar strukturil masalah.

Perubahan terjadi abad 19 dengan ditandainya dua hal yakni: pertama,


industrialisasi semakin maju dan memperbesar korbannya. Buruh bekerja
berat, upah rendah, tidak mendapat jaminan sosial yang layak, petani
kehilangan tanahnya untuk areal industri bahkan tidak mendapat harga
ganti yang layak, semua keadaan ini diarahkan pemerintah untuk
mendukung Jepang memenangkan pasar dunia. Kedua, untuk
pembebasan rohani dari tirani konfusionisme dan sistem kekerabatan
yang berkembang semakin mapan menutup diri. Nyatanya pemerintah
baru (dinasti Meiji) sangat mendukung pola masyarakat seperti ini.
Pertobatan individual orang Jepang tidak dilihat pemerintah sebagai
pembebasan rohani tetapi sebagai perimbakan masyarakat strukturil.

Atas keadaan ini, tokoh-tokoh Kristen Jepang mulai muncul kesadarannya


mengadakan studi yang mendalam terhadap industrialisasi dan akibatnya
serta melangkah ke arah pembaharuan kondisi sosial baik tingkat lokal
dan nasional. Tahun 1897 gerakan serikat buruh pertama lahir di Jepang
dimana gerakan ini diperoleh oleh Katayama Sen. Penting diingat bahwa
gerakan sosial Kristen di Jepang sangat dipengaruhi oleh corak sosial
Kristen di Inggris masa pertengahan abad ke-19 (dipimpin oleh Kingsley
dan Maurice). Gambaran inilah yang mempengaruhi dan menentukan
Toyohiko Kagawa melakukan misi PI di Jepang.
92

Latarbelakang hidup Toyohiko Kagawa


5. Lahir di Kobe tanggal 10 Juli 1888 dari seorang ibu Geisha (gundik)
seorang politikus dan pembesar Jepang. Sebelum usia empat tahun
kedua orangtuanya telah meninggal dunia. Ini berarti masa anak-anak
dilaluinya dengan pahit, ia dipelihara oleh ibu tiri dan neneknya di desa
Awa dan mendapat perlakuan kurang baik dari mereka. Pergaulan
dengan alam (akibat situasi yang tidak menyenangkan di rumah)
membuat ia sangat cinta dengan alam, melaluinya ia mendapat
kedamaian. Kenyataan selanjutnya hidupnya, pengalaman ini sangat
mempengaruhi watak dan corak berpikirnya. Masa remajanya dilaluinya
dan di rumah pamannya dan di sini pun Toyohiko kurang mendapat
perlakuan baik. Corak hidupnya yang dibentuk alam sangat membedakan
dirinya dengan teman sebayanya di lingkungan rumah pamannya,
sehingga ia tidak dapat berbaur melaluinya. Sifat kesendiriannya ternyata
secara tidak disadarinya membawa hasil positif baginya sebab melaluinya
ia dipengaruhi untuk lebih banyak membaca dan belajar.

Bakat kecerdasan yang nampak dalam dirinya mempengaruhi pamannya


mengirimnya diajar (bahasa Inggris) oleh pendeta zending Presbyterian
yaitu Dr. Harry Myers, inilah awal perubahan luar biasa dalam dirinya.
Myers mengajari Toyohiko bahasa Inggris dengan memakai Alkitab
bahasa Inggris dan dalam waktu singkat ia sanggup menghafal isi Mat. 5-
7 dalam bahasa Inggris, ternyata isinya membawa kesan yang sangat
dalam bagi jiwanya. Sehingga sebelum dirinya dibaptis ia sudah berdoa
supaya bisa sama dengan Kristus. Pokok doanya setiap hari “jadikanlah
aku seperti Kristus”. Baru pada usia 15 tahun Toyohiko dibaptis menjadi
Kristen oleh Myers itu pun tanpa memberitahukan kepada pamannya, dan
saat itulah misi PI Toyohiko Kagawa dimulai di Jepang.

Atas perhatian pamannya, ia melanjutkan studi ke universitas Imperial (PT


terbesar di Jepang ketika itu). Namun ketika pertama sekali pamannya
mengetahui bahwa ia telah menjadi Kristen dan Kagawa sendiri
mengatakan bahwa ia akan mengabdikan diri kepada Injil, pamannya
mengusirnya dari rumah. Namun Myers menampung Kagawa bahkan
memberinya beasiswa untuk studi di Presbyterian Junior Colledge –Tokyo
(1905). Masa studi di sekolah ini tidak dijalaninya dengan baik (sebab
penyakit TBC menyerang dirinya), namun bersama dengan mahasiswa
lainnya ia menyoroti masalah-masalah sosial secara ilmiah. Mereka mulai
berbicara tentang masalah-masalah sosialisme (masalah yang dilarang
dibicarakan di Jepang ketika itu) dan masalah politik. Mengkritik kebijakan
pemerintah memerangi Rusia, mereka menyatakan diri sebagai yang anti
perang dan anti kekerasan.
93

Penyakit TBC yang parah dideritanya dan mengharuskan ia “dibuang” dari


komunitasnya di sekolah dan tinggal gubuk kotor di tepi pantai. Namun
sepanjang tahun dalam penyakitnya, ia masih menyempatkan diri
melakukan misi PI ke orang-orang di sekitar rumahnya. Bahkan ia sempat
menulis novel yang kemudian novelnya ini menjadi sangat terkenal dan
sangat laku, judulnya: “Across the Death Line”. Dengan luar biasa
ternyata kematian tidak segera menjemputnya, setelah sembuh ia masuk
ke Seminary Theologia di Kobe. Di sinilah ia terjun ke masyarakat miskin
dan berusaha melakukan sesuatu yang menolong mereka. Dan tahun
1909 saat perisiwa Natal, ia mengambil keputusan penting dalam
hidupnya untuk membaurkan dirinya secara menyeluruh kepada
kehidupan orang miskin di Kobe dan untuk itu ia tinggal menetap di
sebuah slum (perkampungan sangat kumuh) yang bernama Shinkawa.

Beberapa kegiatan Toyohiko Kagawa menanggulangi masalah-masalah di


Sinkawa:
 Dimulainya zaman industrialisasi (1890) secara besar-besaran di
Jepang ternyata sangat menghasilkan fenomena sosial yang sangat
rumit. Salah satu dampak besarnya adalah banyaknya muncul
perkampungan slum sebagai tempat berkumpul orang-orang yang
menjadi korban (tergusur dari tanahnya, kehilangan pekerjaan akibat
desakan produk industri, mengadu nasib, pelacuran dan masalah
sosial lainnya) industrialisasi. Di tempat semacam inilah Kagawa
tinggal dan sungguh-sungguh menerapkan kasih terhadap sesama
manusia sebagaimana dipelajarinya dari Injil. Segala apa yang ada
padanya diberikan kepada sesamanya, bahkan nyaris tak tersisa bagi
dirinya sendiri.
 Dari slum, secara teratur ia mengadakan pertemuan terbuka dan
menjalankan PI. Namun selama bertahun-tahun usahanya tidak
membuahkan hasil bahkan ia mengalami kenyataan pahit akibat ulah
sebagian penghuni slum yang tidak tahu berterima kasih walau
melaluinya Kagawa tidak pernah putus asa dan berniat akan
meninggalkan tempat itu.
 Melalui slum, Kagawa melakukan studi ilmiah dan menuangkannya
dalam bukunya. Salah satu karya terbaiknya tentang masyarakat slum
adalah “The Fsykology of Poverty”. Buku ini kemudian menjadi
best seller dan isinya mendapat perhatian pemerintah secara serius
untuk menghapuskan slum di seluruh kota Jepang dan
menggantikannya dengan perumahan murah. Isi buku Kagawa secara
singkat membahas secara ilmiah dan mendalam tentang: penghuni
slums “penyebabnya, efeknya, dan cara menanggulanginya”.
94

 Di tempat ini juga ia bertemu dengan seorang wanita (Haruko


Shiba, dalam bahasa Jepang artinya: “Musim semi”. Haruko adalah
karyawan sebuah perusahaan penjilidan., dan ia sering menghadiri
pertemuan-pertemuan Kagawa sekaligus sering membantu
pelayanannya dan pada akhirnya mereka menikah. Segera setelah
menikah, mereka tetap kembali ke slum di Shinkawa sampai akhir
hayatnya si isteri mengabdikan diri kepada pekerjaan suaminya.
 Kagawa juga mengorganisir masyarakat slum dengan tujuan,
memperbaiki taraf hidup, memperjuangkan nasib mereka dan
menyelenggarakan pendidikan ala kadarnya.
 Bagi para petani Shinkawa, ia menyelanggarakan pendidikan,
mendirikan koperasi dan memperkenalkan teknik bertani yang efisien
dan ilmiah, memperbaiki lingkungan hidup serta perumahan mereka,
supaya hidup lebih sehat.
 Tahun 1915-1917, ia melanjutkan studi ke Amerika dan kembali ke
Shinkawa sampai tahun 1922. Bersama dengan seorang tokoh
gerakan buruh mendirikan Serikat Buruh Jepang, dan serikat petani
Shinkawa dibuat menjadi cabang induk. Atas kesalahpahaman para
petani terhadap khotbahnya, memunculkan gerakan pemberontakan
petani di Jepang ke arah anarkisme terhadap para majikan. Peristiwa
ini terjadi tahun 1921 terhadap perusahaan Kawasaki dan Mitsubishi.
Walau gerakan ini tidak disetujui Kagawa, ia tetap membela para
petani dan mengecam para pengusaha yang akhirnya oleh
pemerintah ia dipenjarakan. Namun oleh tuntutan gerakan massa, ia
akhirnya dibebaskan dan keluar sebagai raja bagi rakyat.

Dana yang dipakai oleh Kagawa untuk mendukung semua kegiatan ini,
diambilnya dari seluruh hasil penjualan karya bukunya. Akhirnya sejak
tahun 1925-1938, Kagawa menjadi utusan gereja Jepang untuk
konferensi gereja tingkat dunia. Tahun 1928 ia diutus ke konferensi
International Missionary Council di Yerusalem, dan tahun 1938 di
Tambaran India. Dalam masa perjalanan itu, Kagawa tetap
mengusahakan PI dan menganjurkan ide-ide cemerlangnya tentang
menciptakan suatu masyarakat yang lebih adil di antaranya melalui
sistem koperasi.

Sikap Toyohiko Kagawa Terhadap Nasionalisme di Jepang


6. Sikap Kagawa terhadap nasionalisme Jepang, nampak dari peristiwa
hidupnya antara tahun 1940-1945. Masa tahun ini, ia tiga kali
dipenjarakan pemerintah karena alasan tidak mau menyembah dan
mengakui kaisar lebih tinggi dari Kristus (hal yang wajib kepada setiap
orang Jepang). Sebab lain adalah, protesnya terhadap keterlibatan
95

pemerintah Jepang dalam PD II dan menolak anjuran pemerintah untuk,


bersama dengan orang-orang Kristen lainnya, mendukung pemerintah
dalam PD itu. Berbagai usaha dilakukan pemerintah untuk menyingkirkan
Kagawa namun tetap gagal. Bersama dengan pengikutnya (yang
tergabung dalam gerakan kerajaan Allah) berusaha menolong korban
politik PD II. Puncak usaha Kagawa dalam hal ini, terjadi ketiak peristiwa
bom atom jatuh di Hiroshima (10 Maret 1945) dan Nagasaki (Agustus
1945) yang menewaskan lebih 100 ribu orang. Kagawa sangat mengutuk
pemerintah Amerika melalui gereja dengan mengatakan “Allah tidak
pernah memaksudkan pemakaian tenaga atom dengan cara apapun”.

Atas sikapnya ini, pemerintah Jepang merubah sikap kepada Kagawa. Ia


mendapat penghargaan pemerintah melaluinya dan ide-idenya dipakai
oleh pemerintah untuk membangun kembali Jepang dari kehancurannya.
Bahkan kepadanya ditawari menteri dan dicalonkan anggota parlemen
mewakili para buruh. Semua tawaran ini ditolaknya hanya karena alasan:
“ayahku seorang politikus dan aku harus tetap sebagai seorang pekabar
Injil. Aku dipanggil Tuhan bukan untuk menjadi politikus, melainkan hanya
untuk memberitakan Injil”.

Hikmat misi Uchimura dan Kagawa, yang mungkin mengilhami kita


sekarang:
 Dari misi Uchimura, nampak bahwa gereja di Jepang menghadapi
perjuangan rangkap, yaitu melawan semangat nasionalisme yang
berkobar-kobar dan melawan ketidakadilan di bidang sosial yang
timbul akibat industrialisasi yang pesat. Dalam diri Uchimura ada
reaksi gereja menanggulangi masalah sosial di Jepang.
 Sama seperti Uchimura, Kagawa adalah seorang mistikus yang
setiap hari berkontemplasi dan terjun ke dalam masalah-masalah
sosial. Ia penuh cinta kasih terhadap sesama, dan berjuang sekuat
tenaga melawan ketidak-adilan. Ia menekankan pentingnya
pengorbanan diri secara perorangan demi pertumbuhan gereja, dan
dengan tekun menangani masalah-masalah strukturil. Tidak mau
mencampuri masalah kehidupan politis, tetapi mempunyai pengaruh
yang mendalam atas kebijaksanaan pemerintah Jepang di bidang
sosial. Ia mencintai tanah airnya, tetapi ia tidak bersedia
memutlakkannya.

Seichi Yagi (Kristus Dan Budha)


7. Seichi Yagi adalah seorang yang ahli bidang pada bidang Biblika (PB), ia
menyelesaikan studinya di Universitas Gottingen Jerman dan
memperoleh gelar Professor dari Institut Teknologi Tokyo. Seichi Yagi
96

mengabdikan diri mengajar di beberapa universitas seperti Universitas


Tokyo, Universitas Kristen Internasional di Tokyo, Universitas Hanazono
Zen di Kyoto dan Universitas Berne di Switzerland. Ia merupakan tokoh
yang memprakarsai berlangsungnya dialog antara Budha dan Kristen di
Jepang. Beberapa buku yang merupakan hasil karyanya berjudul: “Christ
and Jesus”, “Contact Points between Buddhism dan Christianity”, dan
“Paul/Shiran-Jesus/Zen (diterjemahkan dari judul bahasa Jepang)”.

Satu hal yang sangat menarik dari pikiran teologianya adalah topik
mengenai: “Sidharta Gautama dan Yesus Dari Nazaret (Ajaran & Cara
Mereka Mengajar)”. Dalam pikiran ini, Seichi Yagi membandingkan antara
Gautama dan Yesus dimana menurut dia keduanya adalah pendiri dua
tradisi keagamaan besar. Dia memperlihatkan kemungkinan untuk
memahami Gautama dan Yesus sebagai dua tokoh besar yang di dalam
situasi dan tradisi masing-masing telah mewujudkan kebenaran kepada
umat manusia. Untuk argumennya ini, pertama sekali Seichi Yagi meneliti
masalah-masalah yang dulu dihadapi Gautama muda. Menurut Seichi
Yagi, Sidharta Gautama telah menyadari bahwa hidup ini berisi banyak
penderitaan, maka ia melepaskan kedudukannya sebagai seorang
pangeran dan pergi mencari pembebasan dari penderitaan. Analogi
Seichi Yagi terhadap Yesus, ia menggali dan menelitinya pada peristiwa
Yesus yang historis dan melaluinya ia melihat persoalan hidup manusia.
Menurutnya, Alkitab telah menceritakan bagaimana Allah telah memilih
umat Israel dan membebaskannya dari perbudakan Mesir serta
menjanjikan kepada mereka kedamaian dan kemakmuran asal mereka
taat kepada Hukum Allah (Taurat). Ditegaskan oleh Seichi Yagi bahwa
melalui peristiwa Yesus historis, Yesus telah membuktikan tindakan-
tindakan penyelamatan Allah itu.
97

XI

KEKRISTENAN DI KOREA DAN TAIWAN

Gambaran Umum Korea dan Letak Geografis


1. Hingga sebelum tahun 1940 wilayah Korea tetap satu sebagai wilayah
dan pemerinthan, namun akibat (setelah) Perang Dunia II, Korea menjadi
dua wilayah dan pemerintahan. Letaknya berada di daerah yang sangat
strategis sebab diapit oleh tiga negara besar: Cina, Jepang, dan Rusia
(semenanjung Korea) dan luasnya kira-kira satu setengah kali besarnya
pulau Jawa. Oleh letaknya yang seperti ini, sangat mempengaruhi sejarah
politik Korea sangat dipengaruhi bahkan ditentukan (intervensi) oleh
Jepang dan Cina. Di samping Jepang dan Cina berusaha saling berebut
pengaruh dan kekuasaan politik di Korea, kedua negara ini sepanjang
perjalanan sejarahnya menjadikan Korea sebagai medan perang
pertempuran antara keduanya. Dari sudut kebudayaan kedua negara ini
juga tidak terlepas dari pengaruh Cina dan Jepang namun dalam bidang
bahasa khususnya bagian Selatan, wilayah ini memiliki bahasa sendiri
dan mitos-mitos kuno yang menceritakan asal-usulnya. Sejak abad ke 4
agama Budha dari Cina telah berpengaruh hingga abad ke 14. Dari
pengaruh kebudayaan Cina, Korea sangat menghargai etika Kong Hu Cu.
Khususnya pada sikap bakti anak terhadap berhala: “roh-roh yang
berdiam di dalam alam, misalnya dalam batu besar, pohon, air, dan langit”
keselamatan dianggap sebagai keselarasan kembali dengan alam
semesta.

Sebagaiman sudah disebutkan, pemisahan Korea menjadi dua negara ini


terjadi masa pasca PD II, dan sangat ditandai oleh kalahnya Jepang (bom
atom Hiroshima dan Nagasaki) dalam perang itu melawan Amerika dan
sekutunya. Kekalahan Jepang dalam PD II mengakhiri penderitaan orang
Kristen di Korea. Pasca PD I, Korea dibagi menjadi dua. Utara diduduki
oleh Rusia yang beraliran komunis dan Selatan diduduki oleh Amerika.
98

Selanjutnya Syngman Rhee, seorang Kristen dari denominasi Methodist


berlatarbelakang pendidikan Amerika menjadi Presiden pertama Korea
Selatan. Oleh Rusia, bagian Korea Utara wilayah ini dibentuk menjadi
negara komunis di bawah pimpinan presiden Kim Il Sung. Perang
saudara antara Selatan dan Utara selama tahun 1950-1953 sangat
mewarnai polarisasi hubungan diplomatik (politik) kedua negara ini hingga
masa selanjutnya. Polarisasi ini menjadi warna yang sangat gelap bagi
sejarah hubungan keduanya masa selanjutnya sebab akibat perang
saudara itu telah menewaskan lebih 3 juta jiwa penduduk keduanya.

Misi Protestan di Korea


2. Pertumbuhan kekristenan (sesuai bukti sejarah) di Korea telah dimulai
abad ke 7 melalui Kristen Nestorian. Namun abad 16 ketika pendudukan
Jepang masuk ke Korea di mana di antara pasukan tentara Jepang sudah
ada orang Katolik, mereka ini telah melakukan misi di Korea. Namun
secara mengejutkan, masa abad 18 perkembangan kekristenan di Korea
terjadi dan bukan sebagai hasil misi Eropa tetapi sebagai usaha bangsa
Korea sendiri. Peristiwa ini berawal dari seorang ahli Kong Hu Cu Korea
bernama Lee Sung Hoon, yang oleh pemerintah mengutusnya ke Beijing
(1784). Di Beijing ia menemukan karya Mateo Ricci tentang: “Ajaran yang
benar tentang Raja Sorga”. Melalui karya ini ia percaya kepada Yesus dan
dibaptis di kota Nanjing-Cina. Selanjutnya Lee S. Hoon pulang ke Korea
dengan melakukan PI kepada teman-temannya (golongan terpelajar Kong
Hu Cu). Usaha PI ini membawa hasil walau tidak sebesar perkembangan
selanjutnya kekristenan di Korea (hingga thn 1794 orang Kristen Korea
telah ada sekitar 4000 orang). Mereka inilah selanjutnya dilayani oleh
para misionar Katolik hingga tahun 1911.

Dapat dikatakan bahwa: “hubungan perdagangan dan diplomatik Barat


dengan Koreas membuka jalan misi Protestan pertama di Korea” dan
kerjasama ini mulai berlangsung tahun 1882. Hubungan perdagangan
inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh Amerika sebagai bangsa
pengutus misi paling berhasil di Korea. Tahun 1884-1885 tiga orang
misionar Amerika dari gereja Presbyterian (Horace Allen-Horace
Underwood) dan Methodist (H.G. Appenzeller) – ketiganya dilengkapi
keahlian ilmu kedokteran – tiba di Korea. Khusus Horace Allen, ia datang
ke Korea untuk mengobati pangeran Young Ik Min (putra mahkota kaisar
Korea) yang terluka akibat pemberontakan. Pengobatan yang dilakukan
Allen ternyata membawa kesembuhan baginya dan hal ini memberi
peluang bagi didirikannya sebuah Rumah Sakit bersama Underwood di
Seoul tahun 1885. Selanjutnya pelayanan kesehatan ini sangat berhasil di
Korea hingga tahun 1886. Kemudian Scranton membuka RS Methodist di
99

Seoul selanjutnya mendirikan sekolah-sekolah dan rumah-rumah yatim


piatu dan Alkitab diterjemahkan serta disebarkan.

Seorang misionaris lainnya yang paling berhasil melakukan misi PI di


Korea adalah John L. Nevius yang tiba di Korea tahun 1890. Sebelumnya
(selama 30 tahun) ia telah bekerja di Cina, dan di Korea ia menerapkan
metode pelayanan misi yang kemudian (disimpulkan oleh C.A. Clark
dalam disertasi Ph.D bidang Sejarah Misi) disebut sebagai metode Misi PI
Nevius, yakni:

 Prioritas Penginjilan: PI pribadi dengan jangkauan luas. Misionar


jangan hanya tinggal di satu tempat dengan urusan-urusan
administrasi, tetapi harus bergerak terus menerus dan mengadakan
perjalanan untuk berkhotbah dan melakukan penggembalaan.
 Alkitab harus sebagai pusat dari setiap bidang dari pekerjaan itu.
Untuk itu setiap orang Kristen harus mempelajarinya secara
mendalam.
 Misi yang mandri (self-propagating): setiap orang percaya harus
menjadi saksi bagi orang-orang yang kurang percaya dan menjadi
murid bagi orang yang lebih pandai dari dirinya. Sasaran menyeluruh
bagi setiap orang Kristen dan persekutuan lokal adalah memperluas
pekerjaan itu dengan “metode peng-awam-an”.
 Kepemimpinan yang mandiri (self-government): setiap kelompok
jemaat dipimpin oleh pemimpin yang dipilih dari antara warga jemaat
dan tidak digaji, terutama bagi jemaat yang baru (dalam tahap
permulaan). Jemaat yang besar harus dipimpin oleh seorang
pengantar jemaat yang sudah berpendidikan khusus dan digaji oleh
jemaat itu sendiri yang kemudian akan memberikannya kepada
pendeta-pendeta. Setiap jemaat lokal bertanggungjawab membina
dan melatih awam untuk kemungkinan memimpin secara distrik,
wilayah dan nasional.
 Dana yang mandiri (self-supporting): setiap tempat ibadah didirikan
dan ditopang oleh orang-orang percaya (warga jemaat). Setiap
persektuan sejak mulanya akan memberikan iuran untuk gaji
pengantar jemaat. Setiap sekolah menerima sebagian subsidi,
pendeta jemaat tidak dibiayai oleh dana luar negeri. Untuk membina
kemandirian ini, Nevius menerapkan “metode segenggam beras”
dimana ia menganjurkan supaya dalam setiap menanak nasi, warga
jemaat menyisihkan segenggam beras untuk keperluan biaya jemaat.
 Penelaahan Alkitab secara sistematis: meliputi setiap orang
percaya di bawah bimbingan pimpinan kelompok dan pengantar
jemaat di dalam kelas-kelas PA.
100

 Disiplin yang ketat: diselenggarakan melalui pelaksanaan


hukuman-hukuman bagi warga jemaat yang melanggar hukum gereja.
 Kerjasama dan atau perserikatan dengan badan-badan lain, sikap
saling menghormati akan dijalankan.
 Penginjil tidak campur tangan dalam perkara organisasi dan
keuangan jemaat (atau yang berkaitan dengan harta dan soal dana)
atau hal yang serupa.
 Bantuan umum sedapat mungkin diberikan dalam mengatasi
masalah ekonomi dari kehidupan bangsa itu.

Masa PD II, Jepang sangat menekan kekristenan di Korea yang olehnya


mereka sangat menderita dan dipaksa untuk menyembah dewa matahari
di kuil-kuil Shinto. Gereja (jemaat) juga dipaksa mendirikan kuil-kuil Shinto
di berbagai tempat. Namun sejak kemerdekaan Korea dari Jepang tahun
1945, hubungan baik gereja dengan pemerintah Korea berlangsung
dengan lancar. Sejak tahun 1945 pertumbuhan kekristenan di Korea
berlangsung sangat pesat, hanya setelah tahun 1953 pemisahan Korea
Utara dengan Selatan terjadi, kekristenan di Korea Utara mengalami
tekanan dari pemerintah komunis Korea Utara.

Perkembangan Selanjutnya
3. Di Utara. Pasca perang saudara, gereja sangat berusaha mempengaruhi
pemerintahan Kim Il Sung melalui Partai Demokrat Kristen Korea Utara.
Akan tetapi hasilnya justru sebaliknya, komunis justru menguasai gereja.
Namun melalui orang Kristen di lingkungan kekuasaan Kim II Sung (di
antaranya Pdt. Pang Sangsoon) Persatauan Kristen Korea Utara
digalakkan kembali. Persatuan ini berhasil menguasai gereja
Presbyterian, Methodist, dan sekolah-sekolah teologi di Korea Utara.
Namun oleh persaingan ketat politik Amerika dan Rusia di Utara dan
Selatan sangat mewarnai polarisasi politik keduanya, persaingan ini justru
mempengaruhi komunis sangat kuat di Utara. Hingga tahun 1970,
penekanan terhadap orang Kristen terus berlanjut. Baru tahun 1972
pemerintah Korea Utara memberi kebebasan beragama bagi rakyatnya.
Tahun 1989 DGD bersama Persatuan Kristen Korea Utara memberi
perhatian terhadap pertumbuhan gereja melalui pembangunan beberapa
gedung gereja di Pyongyang. Hingga tahun itu, diperkirakan jumlah orang
Kristen Korea Utara baik Katolik maupun Protestan sebanyak + 100.000
orang jumlahnya.

Di Selatan. Berbeda dengan di Utara, di Selatan kekristenan dapat


berkembang dengan sangat pesat. Beberapa faktor penyebab utama
perkembangan kekristenan di Selatan ialah:
101

 Berlangsungnya pemurnian kekristenan Korea Selatan. Artinya


“kekristenan diidentikkan dengan nasionalisme Korea (Selatan) yang
tidak memiliki hubungan dengan imperialisme Eropa (bnd. sebagian
besar pengalaman negara-negara Asia) artinya agama Kristen murni
dianggap sebagai agama modern.
 Berlangsungnya semangat yang sangat tinggi orang Korea untuk
mengabarkan Injil secara pribadi serta berlangsungnya kepemimpinan
dinamis dan visi yang sangat luas untuk misi. Sejak presiden pertama
Korea Selatan (Syngman Rhee, hingga tahun 1992, 90 dari 299 kursi
legislatif –DPR- di Dewan Nasional Korea diduduki oleh orang Kristen
dan 65% dari jumlah pasukan tentara Korea terdiri dari orang Kristen.
 Berlangsungnya pengaruh Amerika terhadap politik Korea secara
baik, serta dijaganya secara ketat ancaman komunis dari Utara.
Karena tekanan komunis terhadap orang Kristen di Utara, ribuan dari
mereka mengungsi ke Selatan.
 Persekutuan doa yang sangat agresif dan menonjol (baik waktu
fajar menyingsing dan sepanjang malam) sangat mewarnai kehidupan
iman orang Kristen Korea. Acara televisi dan radio sangat diwarnai
oleh nuansa kekristenan, demikian dengan kampanye penginjilan
nasional hingga tahun 1980 yang melibatkan semua kampanye
penginjilan nasional hingga tahun 1980 yang melibatkan semua
denominasi berlangsung sangat kuat di Korea.
 Peranan pendeta yang sangat menentukan sebagai pemimpin
yang sangat dihormati baik di dalam jemaat maupun di luar jemaat.
Oleh karenanya kepercayaan yang kuat akan kekristenan, orang
Korea menganggap mereka sebagai bangsa yang bertumbuh kepada
kemajuan paling cepat di dunia.

Kelompok jemaat terbesar dari jemaat Protestan Korea Selatan sampai


sekarang adalah Presbyterian dan Methodist Amerika, serta Anglikan,
Adventis. Untuk mengikat berbagai denominasi gereja di Korea Selatan
sejak tahun 1923 telah dibentuk “Dewan Kristen Nasional” Korea. Warna
baru terhadap teologi gereja di Korea Selatan muncul tahun 1970 melalui
perjuangan orang Kristen menegakkan hak azasi manusia dan keadilan
sosial. Teologia baru itu dikenal sebagai “teologia Minjung (Teologia
Rakyat)” yang mencoba mengangkat nasib rakyat jelata di Korea yang
selalu mendapat tekanan dan penderitaan dari penguasa. Zaman
sekarang, bentuk pergumulan gereja di Korea berpusat kepada
pelayanan di tengah-tengah masyarakat industri dan masyarakat kota.
Dengan aksi seperti ini, jumlah orang Kristen semakin bertambah. Hingga
tahun 2000 diperkirakan jumlah orang Kristen Korea lebih dari 45% dari
seluruh penduduk Korea Selatan.
102

Untuk menggambarkan keadaan/pergumulan spesifik kekristenan di


Korea, ada baiknya di bawah ini dipaparkan pandangan teologi CHUNG
HYUNG KYUNG (salah seorang teolog Korea) mengenai pergumulan
gereja di Asia umumnya dan di Korea khususnya.

CHUNG HYUNG KYUNG


4. Chung Hyung Kyung adalah seorang teolog Korea di mana awal
pengabidannya ia mulai sebagai seorang asisten Dosen bidang Teologi
Oikumenis di Union Theological Seminary di kota New York-Amerika
Serikat tempatnya menimba ilmu. Selanjutnya di Korea sendiri, ia
menyelesaikan pendidikannya dari Ewha Women’s University-Korea
dengan dengan menyandang gelar B.A. (Bacelor of Arts) tahun 1979.
Tahun 1981 ia menyelesaikan studi MA juga dari Korea dan studi M.Div ia
selesaikan dari sekolah teologi di Clermont tahun 1984. Tahun 1989 ia
memperoleh gelar Ph.D dari Union Theological Seminary Boston
mendalami teologi Gereja Presbyterian Korea.

Dalam pengabdiannya kepada gereja Presbyterian Korea, ia


memfokuskan diri pada bidang pengajaran dan penelitian yang
berorientasi kepada teologi feminis dan eko-feminis yaitu masalah-
masalah perhumulan wanita di dalam gereja Presbyterian Korea. Pada
fokus masalah ini, ia mendalami keadaan spiritualitas wanita, dialog
antara Kristen dan Budha, penyakit dan penyembuhan ditinjau dari latar
belakang dan sejarah berbagai keagamaan. Fokus penglihatannya ia
pusatkan pada mistik dan perubahan sosial kemasyarakatan, dan juga
sejarah serta isu-isu penting tentang teologi-teologi kekristenan di Asia.
Salah satu karya penelitian Chung Hyung Kyung yang terpenting adalah
posisi, makna atau peranan Yesus bagi perempuan-perempuan di Asia.
Menurutnya, gambaran-gambaran tradisional tentang Yesus yang
dipahami orang orang Kristen Asia nyata telah terpadu kuat dengan
pengalaman-pengalaman perempuan-perempuan Asia, khususnya
mengenai gambaran Yesus tentang hamba yang menderita. Gambaran
akan Yesus yang menderita telah memberikan makna kepada perempuan
Asia terhadap pergumulannya. Sebagaimana penderitaan Yesus
membawa keselamatan, demikian perempuan-perempuan Asia mulai
memandang bahwa penderitaan yang mereka alami akan mendatangkan
penebusan. Ketika orang-orang Kristen Barat (misionaris) mengajarkan
cinta kasih Yesus kepada orang-orang Asia, bersamaan dengan itu
sebagian dari mereka (kolonialis) telah memberikan kematian kepada
perempuan Asia yakni melalui candu dan senapan. Perempuan-
perempuan Asia memahami bahwa di dalam segala penderitaan, mereka
akan menemukan keberpihakan Yesus dalam seribu wujud penampakan
103

yang mereka rasakan di dalam pengalaman hidup mereka. Yaesus ikut


bersama perempuan Asia menanggung beban kehidupan (supaya tidak
terlalu berat dirasa) berat. Dipahami juga bahwa Yesus tetap sebagai
Tuhan, Ia adalah Tuhan yang selalu hadir di tengah-tengah setiao orang
yang percaya kepadaNya (Yesus sebagai Immanuel). Dalam hidup ini,
dapat dipahami bahwa Yesus adalah benar-benar sumber kehidupan dan
menjadi satu alternatif bagi setiap orang percaya untuk mencari makna
dari segala pergumulan hidupnya.

Taiwan
5. Bangsa Eropa pertama menginjakkan kai di Taiwan adalah Portugis tahun
1590 dan pada saat penemuan itu Portugis menyebut Taiwan sebagai
pulau Formosa artinya “pulau yang indah”. Selanjutnya tahun 1600
Spanyol menduduki Taiwan, selama masa 42 tahun penguasaan, Spanyol
diusir oleh Bealanda dari sana yangb kemudian 1662 bangsa Cina
memasuki serta menguasai Taiwan. Setelah lebih dari dua abad dikuasai
Cina, tahun 1895 hingga PD II Taiwan diduduki oleh Jepang. Masa
penguasaan partai Komunis di Cina (1945) yang menumbangkan partai
Nasionalis Kwo Mintang pimpinan Chiang Kai Sek mengungsi ke Taiwan
bersama dengan lebih sejuata orang pengikutnya. Masa pengungsian ini
mereka berhasil menduduki berbagai kota di Taiwan termasuk Taipe dan
kemudian memindahkan pusat pemerintahan Cina ke Taiwan. Inilah yang
kemudian menjadi latar belakang (awal) Taiwan berdiri sebagai satu
negara berdaulat. Hingga masa itu, agama dominan di Taiwan adalah
Budha dan Taoisme yang dibawa oleh orang Cina ke negeri itu walau
masih banyak penduduknya beragama animisme terutama penduduk asli.
Mereka inilah yang kemudian masuk menjadi Kristen.

Tentang misi Protestan di Taiwan ada beberapa periode dapat dijelaskan


dalam materi ini:
 Kekuasaan Belanda: 1627-1662
- Inilah misi PI pertama di Taiwan (1627-1662), dengan mendatangkan
beberapa pendeta Belanda yang tujuan awal kedatangan para
pendeta itu adalah untuk memeliahara kerohanian pasukan Belanda
yang bertugas di Taiwan serta melakukan PI ke masyarakat Taiwan.
Beberapa nama dari mereka dapat disebutkan:
- Gregorius Candidius (tiba tahun 1627) sebelum di Taiwan aia sudah
melayani Belanda di Ternate-Indonesia.
- Robertus Junius tiba di Taiwan tahun 1629, hasil utama misi Junius
bersama Candidius di Taiwan adalah membuka sekolah dan
mengajar orang-orang Taiwan. Tahun 1631, mereka berhasil
membaptiskan 50 orang Taiwan. Inilah awal jemaat Protestan
104

pertama ada di Taiwan. Junius juga berhasil menyusun sebuah buku


Katekhismus yang dapat dipergunakan sebagai bahan pengajaran
Kekristenan di Taiwan.
- Daniel Gravius, hasil utama misi pendeta ini di Taiwan adalah
menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Taiwan yang dicetak di
negeri Belanda. Hasil misi Belanda ini tidaklah berlangsung lama,
setelah Belanda meninggalkan Taiwan tahun 1662 oleh dinasti Ming
dari Tiongkok melakukan tindakan penghapusan segenap unsur
Kekristenan dari Taiwan.

 Sesudah masa 200 atahun lamanya kekosongan misi di Taiwan,


maka mulai tahun 1865 orang-orang Presbyterian dari Inggris mulai
mencoba mengutus misionarnya ke Taiwan. Setelah terlebih dahulu
disurvey, orang pertama yang diutus ke Taiwan ialah Dr. Maxwell.
Awalnya Maxwell bekerja untuk orang Kristen Cina Taiwan yang
dibantu oleh tiga orang Kristen Amoi dari Cina yang langsung
bergabung dengannya. Namun selanjutnya pelayanan mereka lebih
berterima di kalangan orang Taiwan pribumi dan masa sepuluh tahun
pelayanan, mereka telah berhasil mendirikan 22 jemaat dengan
jumlah jemaat kurang dari seribu orang. Jumlah ini kemudian hari
makin bertambah, dan pelayanan misi makin didukung oleh pendirian
berbagai pos PI yang melayani di bidang kesehatan medis.
Selanjutnya masa pendudukan Jepang di Taiwan (1895-1945), orang
Kristen Protestan Taiwan mengalami tekanan hebat. Dengan berbagai
cara misi dihambat karena dianggap berasal dari luar negeri dan
agama Shinto dipaksakan dijalankan di seluruh gereja Taiwan. Sikap
penolakan misionaris terhadap kebijakan Jepang ini mengakibatkan
seluruh misionar diusir dari Taiwan. Hingga tahun 1940, jumlah orang
Kristen Protestan di Taiwan hanya mencapai angka 24.000 orang.

 Tahun 1945-sekarang
Setelah penguasaan Jepang di Taiwan berakhir (1945), pertumbuhan
Kekristenan berlangsung dengan sangat pesat. Pertumbuuhan ini
sangat didukung oleh banyaknya orang Cina mengungsi ke Taiwan
tahun 1950 termasuk para misionaris karena tekanan penguasa
Komunis Cina. Jemaat Protestan terbanyak di Taiwan adalah anggota
jemaat Presbyterian.

CHOAN SENG SONG


6. Choan Seng Song adalah salah seorang teolog Asia yang pikiran
teologianya dikenal luas di dunia kekristenan. Ia lahir pada tanggal 19
Oktober 1929 di Taiwan, berasal dari keluarga yang berlatarbelakang
105

gereja Presbyterian. Keluarganya adalah pendatang dari China dan


merupakan keturunan pendatang yang sejak abad ke-17 pindah dari
Fukian-Cina ke Taiwan. Dua hal yang mempengaruhi teologi Choan Seng
Song, adalah: “kepelbagaian tradisi dan budaya yang ada di Taiwan, serta
Taiwan sebagai korban langsung penentuan politik asimilasi Jepang”.
Oktober 1945, Choan Seng Song menamatkan pendidikan menengahnya
dengan menguasai bahasa Mandarin, Taiwan, Jepang dan Inggris. Ia
melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi Matral Taiwan University pada
jurusan filsafat. Tahun 1954 ia memperoleh gelar B.A. dan tahun 1955 ia
melanjutkan studi teologi di New Colledge-Universitas Edinburgh yang
merupakan pusat pendidikan teologi Calvinis dan selanjutnya tahun 1958-
1959 ia memperdalam ilmu teologinya di Union Theological Seminary-
New York. Di seminari ini Choan Seng Song mempelajari teologi
sistematik, teologi Perjanjian Lama dari James Bart dan
memperdalamnya dengan mengadakan penelitian arkeologis bersama
kawan studinya ke tanah suci Yerusalem. Tahun 1960 Choan
menamatkan studi di New York dan kembali ke Taiwan. Selama dua tahun
ia bekerja di Taiwan Theological Colledge, ia mengabdi sebagai tenaga
pengajar untuk bidang PL. Kemudian tahun 1965, ia mendapatkan gelar
Profesor dan menjadi rektor pada universitas tersebut.

Selama di Taiwan Theological Colledge ia mencoba mempraktekkan


teologi Barat di Asia yang diperhadapkan dengan aspek-aspek
kebudayaan dan religius yang terdapat di dalam masyarakat Taiwan.
Choan Seng Song berusaha mengkonsentrasikan diri pada teologi
multisentris dan paltipatoris dan akhirnya menekan kritik terhadap teologi-
teologi Barat di Taiwan. Choan Seng Song mencoba melawan teologi
Barat dengan merancang teologi Taiwan sebagai penentuan jejak, artinya
ia berusaha menyelamatkan orientasi teologi Taiwan di tengah-tengah
kekerasan dan penderitaan. Ia memberikan pandangan teologi
beradasarkan teologi cerita atau teologi dari sejarah bangsa-bangsa yang
menderita.

Akhirnya, Choan Seng Song mendefenisikan pemahaman teologinya


sebagai teologi transposisi pada tiga bagian, yakni:
 Transposisi sebagai pergeseran dalam ruang dan waktu.
Artinya bahwa teologi harus melanjutkan tugas misi kekristenan di
Asia walau Injil telah ditransposisikan di Asia oleh ekspansi gereja
Barat selama ini.
 Transposisi adalah komunikasi. Artinya dengan komunikasi
maka kita akan mengerti dan mengetahui kehidupan manusia yang
terdiri dari kegiatan-kegiatan, kata-kata, tanda-tanda atau simbol yang
106

semuanya mengungkapkan pikiran-pikiran batin serta keyakinan


manusia.
 Transposisi adalah inkarnasi. Artinya Injil harus dapat muncul
dalam bentuk dan warna apa pun juga (1 Kor. 9:22) Allah yang
bertransposisi dan menjadi daging dalam hidup manusia. Allah yang
menebus dan menghakimi manusia adalah Allah inkarnasi.

Choan Seng Song sangat memperhatikan keadaan masyarakat dengan


aspek yang terkandung di Asia yaitu kemiskinan dan masalah religi. Ia
melihat penderitaan menjadi suatu realitas rohani dan agama. Jadi
penderitaan adalah jiwa dan kebudayaan rakyat. Menurut Choan Seng
Song perjumpaan Allah dengan manusia tidak hanya terjadi dalam
kesempatan-kesempatan yang telah ditemukan di dalam teologi Kristen
tradisional. Namun perjumpaan Aallah dengan manusia terjadi setiap
waktu di dalam proses keadaan jiwa, penderitaan dan pengharapan
manusia. Dalam pergumulan, penderitaan dan pengharapan manusia
berhadapan dengan Allah. Spiritualitas yang dimaksud Choan Seng Song
adalah totalitas aktifitas manusia dalam hidupnya, baik itu pemikiran,
bentuk-bentuk kebijaksanaan maupun sikap-sikap terhadap kewajiban-
kewajiban yang terdapat di dunia. Bagi Choan Seng Song kebenaran dan
kepedulian agama-agama Asia dalam penderitaannya tidak bisa
dipandang begitu saja sebagai kekafiran sebab tidak satu agama pun
dapat menyatakan dirinya sebagai yang paling benar (inklusif) tentang
pemahaman mengenai Allah.

Beberapa Pandangan Teologi Choan Seng Song lainnya adalah:


1. Inkarnasi. Allah berinkarnasi melalui Yesus Kristus menyatakan bahwa
hal itu merupakan inti iman Kristen.
2. Perjamuan Kudus. Menentang pelaksanaan Perjamuan Kudus yang
terkait pada doktrin-doktrin tradisional yang telah membentengi dan
mempengaruhi gereja.
3. Dosa. Bahwa manusia yang mendapat hukuman bukanlah semata-
mata sebagai tindakan pembalasan Allah namun penghukuman itu
adalah sebagai tindakan yang dilandasi oleh kasih Allah.
107

XII

KEKRISTENAN FILIPINA

Pendahuluan
1. Seperti Indonesia, Filipina adalah sebuah negara kepulauan, yang luasnya
1/6 luas Indonesia. Penduduk paling tua negeri ini terdiri dari suku Negrito
berambut keriting dan berkulit hitam. Namun penduduk asli ini kemudian
tergusur bersamaan dengan datangnya suku Melayu Polinesia dari
Indonesia. Rumpun yang terdekat dengan Filipina terhadap suku asli
Indonesia adalah Minahasa, Sangihe dan Talaud. Di antara semua negara
di Asia, Filipina-lah satu-satunya bangsa yang berpenduduk lebih besar
Kristen. Hal ini disebabkan, sejak dikuasai mulai abad 16 mayoritas
penduduknya masih menganut agama suku yang masih mudah
ditaklukkan oleh Kekristenan. Sebagian penduduknya sudah menganut
Islam terutama di wilayah Selatan. Tetapi pengaruh Islam dapat
dihempang dengan masuknya Spanyol ke Filipina yang mulai berkuasa
mulai tahun 1565. Nama Filipina berasal dari mana seorang raja Spanyol
(raja Filips II) yang berkuasa masa tahun 1555-1598.

Misi Katholik
1. Berhubungan dengan sistem misi Padroado Paus, sebagai penganut
Katholik fanatik raja Filips II tahun 1565 mengarahkan kekuatan misi ke
Filipina dengan mengirim sejumlah misionaris ordo Agustinus, ordo
Franciskan, ordo dominikan serta ordo Yesuit (+ 450 orang) yang bekerja
hingga tahun 1579 di Filipina dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan dana misi ditanggung oleh negara. Usaha misi ini sangatlah
berhasil, hingga tahun 1588 jumlah orang Kristen di Filipina setelah
mencapai angka 150.000 jiwa dengan satu keuskupan (dipimpin oleh
Uskup Dominggo de Salazar) yang berkedudukan di Manila.
108

Perkembangan misi di Filipina hingga tahun 1700 dapat dikatakan


sebagai berikut:

 Seluruh wilayah Filipina telah dibagi


atas berapa distrik penginjilan dan setiap distrik diserahkan kepada
suatu ordo untuk menjadi lapangan misi mereka yang khsus. Misalnya
daerah Laguna untuk ordo Franciskan dan daerah Luzor Tengah dan
Selatan untuk ordo Dominikan, daerah kepulauan Visayan dan
Mindanau untuk ordo Yesuit.
 Lembaga-lembaga yang mendukung
usaha misi didirikan seperti biara-biara, sekolah-sekolah dari tingkat
pendidikan dasar hingga universitas, RS. Salah satu universitas
terkenal di Filipina sampai sekarang adalah universitas Santo Thomas
yang didirikan oleh ordo Dominikan. Tahun 1645-1735, mahasiswa
universitas ini telah berjumlah 13.000 orang untuk fakultas filsafat dan
2000 orang untuk fakultas teologia.

Pada perkembangan selanjutnya, gereja dapat menguasai tanah Filipina


dengan sangat luas, dan tanah ini diberikan kepada para petani untuk
diusahai dengan memberi pajak usaha tani kepada Gereja. Melalui sistem
ini gereja mempunyai kekayaan yang sangat banyak dan rakyat tetap
sebagai buruh tani di atas tanah yang dikuasai oleh Gereja.

Misi Protestan
3. Misi Protestan di Filipina mulai masuk ketika Amerika berhasil
menaklukkan Spanyol (sebelumnya oleh Spanyol misi Protestan tidak
diizinkan masuk) dan menguasai negeri Filipina tahun 1898-1946.
Tantangan yang dihadapi misi Protestan Amerika di Filipina adalah
sulitnya mereka mempengaruhi rakyat sebab rakyat Filipina sudah
menganut Katolik masa penguasaan Spanyol dan wilayah Selatan sudah
dipengaruhi Islam. Akhirnya pengikut Protestan hasil misi Amerika di
Filipina berasal dari penganut Katolik yang tidak merasa senang kepada
Katolik dan sedikit dari penganut Islam.

Zending Protestan yang bekerja di Filipina adalah Methodist,


Presbyterian, Congregasionalist, gereja Baptis, gereja Episkopal, dan
CAMA. Misionaris Protestan yang terkenal bekerja di Filipina adalah
Charles Brent dari gereja Episkopal Protestan Amerika. Tahun 1963
dibentuk sebuah organisasi yang mempersatukan gereja-gereja di Filipina
yang bernama “The National Council of Churches in The Phillipines” –
NCCP (Dewan Gereja-Gereja Nasional di Filipina, sama seperti PGI di
Indonesia). Kerjasama Katolik dan Protestan mulai bekerja di Filipina
sejak konsili Vatikan II (1962-1965), kerjasama ini dipusatkan pada bidang
109

aksi pelayanan sosial dan solidaritas kemanusiaan yang


memperjuangkan keadilan dan kebebasan di negeri ini.

Corak kekristenan di Filippina dapat diterangkan melalui karya teologi dan


pergumulan beberapa orang teolog pribumi Filippina sendiri, yakni:

VIRGINIA FABELLA
4. Virginia Fabella berasal adalah seorang anggota dari Ordo Suster
Maryknoll Katolik Pilippina. Ia pernah menjabat sebagai ketua koordinator
Asia untuk Perhimpunan Oikumenis Teolog-teolog Dunia Ketiga
(Ecumenical Association of Third World Theologians – EATWOT). Selain
menyunting sejumlah kumpulan makalah konferensi perhimpunan itu, ia
telah memberikan sumbangan berarti bagi cara-cara berteologi di Asia.
Pada buletin In God’s Image (sebuah terbitan triwulan yang dikeluarkan
oleh: Women’s Resource Centre for Culture and Theology-Hongkong) ia
memuat karya-karya tulisannya yang di dalamnya ia tuangkan
sumbangan pemikirannya bagi partisipasi gereja Katolik Filippina
terhadap corak berteologi di Asia.

Dalam teologi, Virginia Vabella menekankan Kristologi sebagai inti dari


semua teologi. Menurutnya, teologi Kristologi telah menyingkapkan
kepada kita kebenaran terdalam mengenai Allah. Sebagai perempuan
Asia, Virginia mengkritik penonjolan sifat kelelakian Yesus, sebab
menurutnya unsur kelelakian Yesus hanya sebagai suatu “kebetulan” saja
di dalam karya penyelamatan Allah, kelelakian Yesus tidaklah bersifat
hakiki melainkan bersifat fungsional. Di dalam sejarah, Kristologi juga
tidak ditonjolkan sebagai ungkapan laki-laki dalam ajaran tradisi Kristen
yang melawan dan menolak kaum perempuan. Persoalan Kristologi yang
cocok pada konteks Asia adalah kristologi dalam pemahaman baru
mengenai keselamatan dalam hubungannya dengan kebudayaan Asia
yang realitasnya beragam bentuk dan corak.

Pada arah yang lebih jelas, teolog-teolog Asia terlibat pada dialog sejati
dengan mempermasalahkan pernyataan dogmatik tradisional Kristen
mengenai keunikan dan keutamaan Yesus dan kesemestaanNya sebagai
penyelamat bagi semua agama. Bagi Virginia Fabella, sebagai lembaga
gereja harus menyingkirkan dari dirinya struktur-struktur yang
memperbudak dan menyingkirkan praktek-praktek hidup yang tidak
memancarkan cinta kasih. Jika gereja mengikuti langkah Yesus maka
gereja harus memusatkan perhatiannya kepada pemberitaan dan
penghayatan konkret dari kebenaran kerajaan Allah daripada usaha
mempertahankan dirinya sendiri. Gereja harus mendorong serta
menopang semua upaya untuk mencapai nilai kemanusiaan sepenuhnya
110

dan kehidupan yang terbuka dan saling menerima. Yesus pada masa
hidupNya ingin agar kemanusiaan dengan sepenuhnya dapat dialami oleh
semua orang. Laki-laki dan perempuan memiliki tanggungjawab yang
sama dan kepada mereka diberi kemungkinan yang sama untuk
mencapai “kepenuhan” kasih Allah. Dengan demikian yang menjadi
tekanan kristologi Asia adalah menentukan unsur-unsur mana yang
memperbudak dan mana yang membebaskan dari kebudayaan-
kebudayaan dan agama-agama Asia. Memperhatikan dan memahami
dengan seksama mana unsur-unsur yang membantu serta
mengembangkan serta mana unsur yang menghalangi/menghimpit
penciptaan suatu kehidupan supaya lebih manusiawi dan lebih
menyayangi antar sesama manusia dan masyarakat lebih adil.

Dari pengaruh teologi kristologi Virginia Fabella, gereja Pilippina dapat


memahami misi sebagai sesuatu yang yang berubah di dalam cara dan
metode, di mana gereja harus hadir di semua aspek kehidupan dunia.
Sesungguhnya, misi orang Kristen Asia adalah lanjutan dari misi Yesus
sendiri, oleh karena itu perlu orang Kristen dan gereja memfokuskan
perhatiannya pada pemberitaan kabar baik Allah (Mark. 1:14).
Pemerintahan Allah yang telah didatangkan Yesus, akan tiba
kepenuhanNya di masa depan sebagai karunia Allah. Untuk membuat
amanah Yesus dapat dipahami oleh orang-orang Asia, maka perlu orang
Kristen masuk ke dalam dialog yang sungguh-sungguh dan beradaptasi
kepada orang-orang dari kepercayaan lain. Virginia Fabella merenungkan
makna dari kehidupan, tetapi yang menjadi keprihatinannya adalah
bahwa kristologinya bukan hanya mengungkapkan kesiapaan Yesus
baginya. Melalui Kristologi, Virginia Vabela menemukan kembali
kehidupan dan amanah Yesus sedemikian rupa sehingga penemuan ini
mendatangkan kuasa pembebasan bagi perempuan-perempuan lain di
Asia. Virginia Fabella berharap agar Kristologi dapat menjadi bagian dari
usaha bersama kaum perempauan Kristen Asia untuk mencari suatu
Kristologi yang bermakna bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk
semuan perempuan Asia lainnya.
111

XIII

KEKRISTENAN DI MALAYSIA
DAN SINGAPURA SERTA SIBERIA

Malaysia dan Singapura


1. Sejak awal, Malaysia dan Singapura adalah satu negara yang
mendeklarasikan kemerdekaannya dari Inggris tahun 1957 namun tahun
1965 Singapura memisahkan diri dari Malaysia menjadi sebuah negara
berdaulat. Sebagai sebuah negara, Malaysia terdiri dari beraneka macam
suku dan kebudayaan, bahasa dan agama. Suku yang paling dominan
adalah Melayu yang sampai sekarang diikat oleh kesatuan nasional dan
disebut sebagai UMNO-United Melayu National Organization (sama
seperti umumnya Melayu di Indonesia-Sumatera). Suku Melayu di
Malaysia sudah dipengaruhi Islam (pedagang Gujarat-India) sebelum
datangnya Eropa ke negeri ini.

Orang Eropa pertama (1511) yang menduduki Malaysia adalah bangsa


Portugis, kemudian Belanda mengusir Portugis tahun 1641, dan tahun
1795 Inggris menaklukkan Belanda. Tahun 1819, Inggris mendirikan kota
Singapura di Malaka sebab oleh Inggris pulau ini dilihat sangat cocok bagi
kepentingan pelayaran perdagangan Internasional. Pembukaan
perkebunan dan pertambangan di Malaysia oleh Inggris mengawali
negara ini sebagai bangsa yang terdiri dari banyak suku dan bahasa.
Mereka dijadikan sebagai tenaga buruh, suku bangsa yang paling banyak
didatangkan Inggris (sebagai kuli kontrak) adalah Cina dan India. Setelah
masa kuli kontrak selesai, orang Cina dan India beralih menjadi
pedagang-pedagang di Malaysia. Lama kelamaan India dan Cina menjadi
salah satu masyaraakat yang kuat di Malaysia terutama di Singapura
(bnd. Singapura didirikan sebagai kota perdagangan oleh Inggris).
112

Misi Protestan
2. Sama seperi di Indonesia, kekristenan di Malaysia (Barus Sumatera) telah
masuk sekitar abad ke enam dan ketujuh masehi melalui orang Kristen
Nestoria dari Persia. Orang Katolik pertama masuk ke Malaka adalah
Alfonso d’Albuquerque (24 juli 1511) kemudian dilanjutkan oleh
Fransiscus Xaverius. Namun pengkristenan orang Melayu Malaka sangat
sulit sebab telah dipengaruhi oleh Islam. Misi Protestan dimulai
bersamaan dengan masuknya Belanda di Malaka dan perkembangannya
juga sangat lambat dan tidak berakar, faktor utama penyebab hal ini
adalah kecilnya perhatian Belanda terhadap misi yang mengutamakan
perdagangannya.

Masa penguasaan Inggris, misi Protestan mengalami sedikit kemajuan.


Lembaga misi Inggris yang bekerja di sana adalah:

 LMS (London Missionary Socitey): lembaga ini mulai bekerja


kepada Tionghoa awal abad 19. Missionaris yang bekerja di sana
adalah William Milne dan menjadikan Malaka dan Singapura sebagai
pusat pangkalan misi namun tujuan ini gagal dicapainya sebab
pemerintah Inggris tidak menyetujuinya. Oleh keadaan ini LMS
menarik misi dari Malaysia dan pindah ke Tiongkok dan memusatkan
kegiatan misi di sana.
 Gereja Anglikan. Tahun 1818 dan 1838 EIC telah berhasil
mendirikan beberapa jemaat Anglikan (untuk orang Inggris) di Penang
dan Singapura. Selanjutnya CMS (Church Missionary Society) dari
gereja Anglikan Inggris berusaha memberitakan Injil kepada orang
yang bukan Eropa khusus kepada orang Tionghoa, Tamil dan Melayu.
Namun untuk orang Tamil sangat sedikit hasilnya, untuk orang Melayu
sama sekali tidak membawa hasil tetapi bagi orang Tionghoa sangat
membawa hasil.
 ABCFM (American Board of Commisioners for Foreign Mission),
gereaja Presbyterian, Methodist, Bala Keselamatan dan Adventis dari
Amerika. Usaha misi ini juga tidak begitu berhasil sebab sangat
menghadapi tantangan dari Islam Melayu.
 Tahun 1970 an, HKBP pernah melakukan misi di kalangan Sengoi
Malaysia. Tetapi misi ini tidak bisa dilanjutkan sebab tidak mendapat
izin dari pemerintah Malaysia.

Masa pendudukan Jepang di Malaysia, Inggris (Eropa) diusir dari


Malaysia. Jepang mengadakan propaganda anti Barat, namun setelah
Jepang kalah dalam PD II, Inggris berusaha untuk kembali ke Malaysia
bersamaan dengan itu tuntutan “merdeka” muncul di tengah rakyat
113

Malaysia. Hubungannya dengan Gereja, seluruh utusan misi yang


dipenjarakan oleh Jepang dilepaskan dan berusaha menggalakkan
kembali semangat persatuan orang Kristen (Christian Council of Malaya
meneruskan Federasi Gereja-gereja Malaka) yang sudah sempat
terbentuk dan kemudian dibubarkan masa penguasa Jepang. Bersama
dengan semangat ini, pendidikan teologi didirikan yakni: Trinity Colledge
tahun 1949 di Singapura dan bulan Oktober 1949 orang Kristen Malaysia
dan Singapura mendirikan universitas Malaya di Singapura.

Beberapa tantangan dalam kebutuhan dalam misi di Malaysia dapat


dikatakan sebagai berikut:

 Orang-orang muslim Malaysia tidak bisa dijangkau.


 Anggota-anggota masyarakat yang miskin dan juga orang-orang
dewasa tidak dicapai secara efektif, kebanyakan yang bertobat adalah
dari kalangan pemuda kelas menengah.
 Keberagaman bahasa menjadi masalah tersendiri bagi komunikasi
misi.
 Banyak orang Kristen beralih ke agama lain sebab penghambatan
dalam setiap dimensi kehidupan.
 Lemahnya pengajaran Alkitab di dalam gereja.
 Kurangnya visi penginjilan, terutama disebabkan oleh permusuhan
dari masyarakat lingkungan.

Di Singapura (lebih tepat disebut sebagai negara kota) jumlah orang


Kristen tahun 1988 diperkirakan hampir 20 % dari jumlah penduduk (76 %
orang Tionghoa) namun pengaruhnya jauh melebihi jumlahnya sebab
lebih dari 50% penduduk Singapura dididik di sekolah-sekolah Kristen.
Dari seluruh jumlah orang Kristen 50% di antaranya jemaat RK dan 97 %
orang Cina selainnya orang Melayu, India dan Eropa. Pemerintah sangat
menjamin kebebasan beragama dan sangat mendukung keselamatan
antar suku bangsa dengan mempertahankan bahasa Inggris sebagai
bahasa nasional. Namun di setiap sekolah sesuai dengan latar
belakangnya bahasa bangsanya menjadi pengantar.

Siberia (Asia Utara)


4. Siberia sebagai sebuah negara letaknya ada di Asia bagian Utara dan
berbatasan dengan USSR (Uni Sovyet Socialist Republik). Hingga abad
19, negara ini dikuasai oleh kerajaan Mongol yang sebagian besar
penduduknya sudah menganut Islam dan Budha, selebihnya menganut
agama-agama suku. Mulai abad 16, negara ini telah dijajah oleh bangsa
Rusia yang menganut Kekristenan dalam pola ajaran gereja Romawi
114

Timur (ciri yang menonjol, ajaran gereja melalui hubungan gereja dengan
negara sebagai satu kesatuan yang tidak terlepaskan). Negara (kaisar)
dipandang sebagai gambar langsung Allah (pemerintahan ilahi) yang
bertanggungjawab atas kerohanian rakyatnya. Oleh karena itu negara
sebanyak mungkin menceri keselarasan dengan gereja demikian
sebaliknya. Ini berarti ekspansi negara dalam bidang politis dengan
ekspansi gereja dalam bidang misi berjalan beriringan.

Masa abad 17-18, secara besar-besaran negara memerintahkan agar


seluruh rakyat di Siberia baik yang non Kristen masuk ke gereja Ortodox.
Orang yang bersedia bertobat (menjadi Kristen) dibebaskan dari pajak
serta bebas dari kewajiban untuk masuk dinas militer. Secara khusus
kepada para penjahat yang bersedia dibaptis mereka dibebaskan dari
hukuman. Awalnya metode ini membuahkan hasil yang luar biasa, namun
lanjutan pemeliharaan atas orang Kristen yang baru dan pembangunan
Gereja di daerah sering sangat diabaikan (hal seperti ini pernah juga
berlangsung di Indonesia oleh VOC misalnya di Ternate, Jawa, Maluku,
dan Srilanka). Akhirnya hingga abad 18, melalui metode ini akibat-akibat
yang buruk terhadap kekristenan terjadi, orang Kristen murtad secara
massal. Faktor yang sangat mempengaruhi sikap negara terhadap
keadaan ini lebih disebabkan oleh masa pencerahan terhadap Rusia.
Olehnya, negara tidak berminat mengurusi masalah-masalah gereja dan
UPI. Dari beberapa keuskupan telah berdiri hingga abad 18 di Siberia,
anggota jemaat di keuskupan Kazan (sebuah daerah sepanjang sungai
Wolga di Siberia) telah mencapai 450.000 jiwa. Namun masa abad 19,
300.000 jiwa orang Kristen murtad menjadi pemeluk agama lain.

Perkembangan selanjutnya masa abad 19, timbul semangat baru dalam


Gereja Ortodox Rusia. Semangat ini memulihkan kembali gereja Ortodox
yang lama (tidak dalam bentuk gerakan evangelikal yaitu kebangunan)
yang telah sangat lesu keadaannya. Hasilnya sejumlah misionaris
mengabdikan diri ke pekerjaan PI di daerah-daerah jajahan Rusia. Salah
seorang di antaranya adalah Yohanes Innokentij Beniaminov (1797-
1879). “Beniaminov lahir di sebuah desa dekat kota Irkutsk (Siberia
Tengah)”. Dididik menjadi seorang imam dan menikah dengan putri
seorang imam (Ortodox Timur). Tahun 1821, ditahbiskan menjadi seorang
pendeta dan melayani di kota Irkutsk. Tahun 1823, ia berangkat ke pulau
Aleut (di wilayah Amerika Utara) dan tiba di sana tahun 1824. Suatu
keadaan nyata tentang jemaat di Aleut dilihatnya sangat beda dengan
Siberia. Bila Aleut telah ditinggalkan oleh misionaris selama 30 tahun,
iman jemaat tetap terpelihara (walau tidak memahami lebih rinci pokok-
pokok iman Kristen) sebab jemaat saling membaptis. Ini menandakan
perhatian masyarakat Aleut terhadap firman Allah sangatlah besar.
115

Tahun 1839, ia kembali tiba di Siberia dan menemuakan isterinya telah


meninggal. Oleh keadaan ini, ia beralih ke rohaniawan lain dalam gereja
Ortodox Rusia yaitu “klerus hitam” (para rahib yang memilih hidup selibat
memakai jubah hitam sedang rahib yang memilih hidup menikah memakai
jubah putih). Dalam Gereja Ortodox Rusia, rahib yang dipilih menjadi
uskup di dalam Gereja berasal dari kalangan “klerus hitam” dan tahun
1840 Beniaminov diangkat menjadi uskup agung Metropolit. Terhadap
jabatan ini, ia banyak melakukan perjalanan keliling dan mempersiapkan
misionaris-misionaris lainnya yang akan bekerja di wilayah keuskupannya
atau di sekelilingnya. Salah seorang hasilnya adalah uskup Nikolai yang
mendirikan gereja Ortodox Timur di Jepang. Masa usianya yang ke 70
tahun ia diangkat menjadi uskup agung Moskow (jabatan uskup yang
paling agung di Gereja Rusia). Jabatan ini dipegangnya sebelas tahun
lamanya. Selama itu Beniaminov menegaskan bahwa PI merupakan
tugas seluruh anggota jemaat gereja.
116

XIV

KEKRISTENAN DI SRI LANKA

Pendahuluan
1. Sri Lanka adalah sebuah pulau besar di pantai Selatan anak benua India
yang penduduknya terdiri dari berbagai suku bangsa India. Suku terbesar
di Sri Lanka adaalah Sinhala yang populasinya mencapai 74 % dari
keseluruhan penduduk Sri Lanka. Penduduk terbesar kedua adalah orang
Tamil (18 %) dan sebagian besar mereka beragama Hindu. Sistem kasta
sangat berakar kuat di Sri Lanka, baik di kalangan suku Sinhala maupun
pada suku Tamil.

Sejak abad ke-6 komunitas jemaat Persia telah ada di Sri Lanka tetapi
hingga masa berikutnya komunitas ini kurang berkembang dan di
kemudian punah. Abad 16-20, penyebaran kekristenan di Sri Lanka
sangat berkaitan dengan imperialisme Barat. Masa penguasaan Portugis,
pemerintah membangun sebuah benteng di Kolombo untuk menguasai
daerah pesisir Ceylon (Sri Lanka). Rahib-rahib Katolik mengabarkan Injil
baik di wilayah kekuasaan Portugis maupun di daerah lebih luas, di
kerajaan Kandy. Ketika Belanda mengusir Portugis dari Ceylon pada
tahun 1658 jumlah orang Katolik Roma dilaporkan mencapai 90.000
orang.

Ketika Belanda berkuasa di Sri Lanka mereka mengusir para pastor


Katolik dan berusaha melakukan PI kepada orang Ceylon dengan
membujuk mereka agar beralih menjadi Protestan. Oleh misionaris
Belanda, sekolah-sekolah didirikan, Alkitab diterjemahkan serta pendeta-
pendeta Protestan diutus ke Ceylon. Pada tahun 1948 Ceylon dinyatakan
merdeka, sebagai anggota Persemakmuran Inggris. Masalah misi yang
mendasar di Sri Lanka adalah anggapan penduduk kuat melihat agama
Kristen sangat berkaitan dengan imperialisme, sedangkan agama Budha
lebih berkaitan dengan nasionalisme Sri Lanka. Pada masa penjajahan
117

para imam Budha mempertahankan kebudayaan dan bahasa Sinhala


serta upacara-upacara Budha Theravada, yaitu bagian agama Budha
yang konservatif dan murni. Sesudah 1948 Ceylon menjadi pusat
penyebaran agama Budha di seluruh dunia. Kebebasan beragama
dijamin oleh undang-undang dasar negara Ceylon, namun penduduk
mayoritas (Sinhala yang beragama Budha) semakin agresif. Tahun 1956
bahasa Sinhala dinyatakan sebagai bahasa nasional, tahun 1960
pendidikan dinasionalisasikan, sehingga sekolah-sekolah misi Kristen
diambil alih oleh pemerintah, akhirnya tahun 1964 semua orang Kristen
yang bekerja di rumah sakit negeri dipecat. Pada tahun 1967 kalender
resmi diubah sehingga satu minggu terdiri dari sepuluh hari dan akhir
“pekan poya” setiap sepuluh hari mengganti hari Minggu sebagai hari
libur. Akibatnya kebaktian di gereja pada hari Minggu sulit dijalankan.
Akan tetapi, perubahan ini ternyata dirasa tidak praktis, terutama di
bidang perhubungan luar negeri, sehingga tahun 1971 mereka kembali ke
kalender resmi sebelumnya.

Orang Kristen di Sri Lanka berasal dari suku Sinhala maupun dari
lingkungan suku Tamil. Pada masanya, tantangan misi paling tajam di
alami adalah ketika konflik saudara terjadi di Sri Lanka. Pertikaian itu
antar suku Sinhala dan Tamil dan nyatanya pertikaian ini mempengaruhi
gereja secara khusus pada pemilihan untuk menduduki jabatan di dalam
gereja. Sesudah kemerdekaan Sri Lanka tahun 1948, keadaan ekonomi
orang Kristen semakin lemah akibatnya gereja juga semakin lemah.
Tantangan lebih serius kepada orang Kristen terjadi pada akhir abad ke-
19 di Sri Lanka, di mana gerakan-gerakan anti-kolonialisme sangat
mempertentangkan ajaran kekristenan. Tokoh-tokoh Budha
memperbandingkan ajaran Kristen dengan Budha secara tidak
menyenangkan: “Tukang kayu dari Nazaret” itu, demikian sebutan
penghinaan mereka terhadap Yesus. Yesus tidak memiliki ajaran-ajaran
yang mengesankan untuk ditawarkan dan perumpamaan-
perumpamaanNya hanya mengungkapkan pemikiran yang sempit serta
mengetengahkan pelajaran-pelajaran yang tidak bermoral dan etika yang
tidak dapat dilaksanakan. Yesus sebagai seorang insani sama sekali
gagal dan tidak mengesankan selama tiga tahun pelayananNya.
Sejumlah kecil penjala ikan yang buta aksara dari Galilea telah
mengikutiNya karena Ia telah berjanji untuk menjadikan mereka hakim-
hakim yang akan memerintah atas Israel. Pernyataan-pernyataan ini
mereka lontarkan untuk menolak PI secara keras. Menjelang tahun 1990,
melalui media massa, orang Kristen dituduh memakai dana asing guna
memanfaatakan kemiskinan orang Sri Lanka sebagai jalan menarik
mereka agar memeluk agama Kristen. Tahun 1990-an beberapa gedung
gereja dibakar habis, para pemimpin Budha mendesak pemerintah
118

supaya menghapuskan pasal 10 UUD Sri Lanka yang mengizinkan orang


beralih agama. Mereka menuntut supaya agama Budha dinyatakan
sebagai agama negara. Dalam kekacauan dan pertikaian antar suku di
sana, banyak orang Kristen menganggap diri sebagai: “golongan
minoritas yang terkepung”.

Sama seperti tema terdahulu, untuk memahami sejarah pertumbuhan dan


perkembangan kekristenan di Sri Lanka ini dapat di ketahui melalui
metode kerja serta pergumulan para tokoh misionaris pribumi dan asing
yang sudah menanam dan menyebarkan Injil di negara ini.

H. ROBERT S. SUGIRTHARAJAH
2. R.S Sugitharajah adalah seorang teolog Sri Lanka, pernah mengabdi
sebagai Dosen di Selly Oak Colledge Birmingham Inggris. Sebagai
pengajar, ia pernah menjadi editor pada: Voice From the Margin:
Interpreting the Bible in the Third Word (usaha penerbitan buku-buku
Katolik di mana R.S. Sugirtaharajah pernah memenangkan Catholic Book
Award). Diperhadapkan kepada pluralisme keagamaan Asia, tema
kristologi (penghayatan iman) tradisional mencirikannya sebagai tiga
pandangan dan sikap Kristen Sri Lanka kepada agama-agama lain,
sebagai: eksklusif, inklusif, dan pluralistik. Meskipun penggolongan ini
boleh jadi tidak memuaskan, namun pandangan ini mencoba
menghadapi pertanyaan: bagaimana orang memandang Yesus dalam
hubungannya dengan tradisi-tradisi kepercayaan lain. Dalam tulisannya,
ia mulai menyatukan paham teologi Kristen dari paham Buddhisme dan
Sugirtharajah, memandang Buddhisme dari pandangan teologi Kristen.
Perbedaan dipandangnya sebagai satu titik tolak yang efektif untuk
memilah-milah inti tekanan kerigmatis kristen yang bersaing dengan
Gautama dilihat sebagai Budha dan Yesus diberitakan sebagai Kristus.
Intinya, Budha dan Yesus sama-sama menjadi jalan pembebasan.
Pengetahuan yang membebaskan (gnosis) di dalam Buddhisme dan
kasih yang membebaskan (Agape) dalam pandangan Kristen namun satu
sama lain saling melengkapi.

R.S. Sugitarajah mengatakan bahwa cara berteologia masa kini adalah


menjumpai agama-agama sebagaimana agama-agama itu memandang
dirinya sendiri daripada menilai agama-agama lain dengan kaidah-kaidah
yang sudah ditentukan sendiri. Suatu kesadaran baru muncul bahwa
kemajemukan agama (pluralisme agama) harus dengan aktif dinilai
dengan kekayaan-kekayaan terpendamnya atau nilai-nilai tersembunyi di
dalamnya. Di dalam agama-agama itu pada dirinya, ada yang
membuatnya bisa tetap bertahan dan hidup selama berabad-abad.
119

Kegiatan hermeneutis bertujuan untuk membawa pribadi Yesus ke dalam


hubungan dengan tokoh-tokoh keagamaan lain.

DANIEL T NILES
3. D.T. Niles lahirk di Sri Lanka tahun 1908, anak seorang pengacara
terkemuka dan cucu seorang pendeta dan penyair Tamil yang sangat
disayangi banyak orang. Setelah pendidikan di sekolah menengah Kolese
di kota kelahirannya Jaffa, ia belajar teologia di Bangalore India dari tahun
1929-1933. Setelah melayani sebagai sekretaris WSCF (World Student
Council Federation: Federasi Mahasiswa Kristen se-Dunia di Geneva), ia
kembali ke Sri Lanka dan ditahbiskan di gereja Methodist. D.T. Niles
terlibat dalam dialog antar-iman sedunia khususnya di Asa. Pada
konferensi IMF di India (Tambaran, 1938), ia banyak dipengaruhi oleh
teologi agama-agama Hendrik Kreamer yang Kristosentris, namun ia
meninggalkan Kraemmer dalam dunia antar agama-agama Asia dan
beralih ke keterbukaan yang lebih besar terhadap pelayanan kepada para
pemeluk agama lainnya.

Sebelum kekristenan memasuki Sri Lanka. agama Budha telah mengakar


dalamkehidupan orang Sri Lanka. Untuk keadaan masyarakat Sri Lanka,
Daniel T. Niles mengalami kesukaran melakukan penginjilan. Budha
sebagai agama yang mendominasi Sri Lanka dianggap sangat menguasai
kehidupan masyarakat. Oleh karenannya, Budha mengalami kebangunan
yang besar dan mampu menciptakan jaringan yang dapat menahan
saingan misi PI Kristen khususnya. Setelah kemerdekaan, agama Budha
menjadi kekuatan politik, sosial dan budaya. Ini tampak dari adanya
penetapan hari libur resmi bukan hari minggu tetapi hari raya Budha.
Penganut Agama Budha berusaha melawan keras masuknya Injil ke Sri
Lanka. Hal ini nyata dari adanya sikap pemimpin-pemimpin negara
terhadap pekabaran Injil Kristen di mana persekolahan dan peralatan
orang sakit yang didirikan orang-orang Kristen dimasukkan ke dalam
pengelolaan negara. Misi D.T. Niles dapat dikatakan sebagai misi
Protestan yang termasuk berhasil di Sri Lanka sebab telah ada 110.000
menjadi orang Kristen Protestan dari hasil misi PI Daniel T. Niles.

Keadaan masyarakat yang miskin mengundang keprihatinan D.T. Niles


untuk berbuat kepadanya. Kemiskinan telah menguasai seluruh sisi
masyarakat, akibatnya rakyat Sri Lanka dituntut mampu melepaskan diri
dari kemiskinan itu. Dalam hal ini gereja mencoba membantu masyarakat
Sri Lanka untuk memutuskan mata rantai kemiskinan itu dengan cara
memperhatikan pendidikan mereka dan mencoba melihat penyebab dari
kemiskinan itu. Hasilnya memang cukkup memberi kebaikan namun
agama Budha menyangka bahwa Kristen menggunakan dana dari luar di
120

dalam mengatasi hal tersebut guna menarik perhatian rakyat Sri Lanka.
Akhirnya penganut agama Budha menganggap bahwa hal ini dilakukan
orang-orang Kristen untuk menentang mereka.

Ada beberapa pemikiran Daniel T. Niles yang turut mewarnai kehidupan


warga Kristen di Sri Lanka, yaitu:
 Penginilan. Menurut Daniel T. Niles bahwa penginjilan harus
membawa mereka yang hilang ke tempatnya di dalam tata rumah
tangga Allah. Allah mengasihi dunia ini sehingga Ia mengaruniakan
AnakNya yang tunggal agar tak seorang dan tak satu pun binasa dan
menjadi sia-sia, melainkan agar setiap orang dan segala sesuatu
menjadi bermanfaat di dalam maksud dan rencana Allah. Injil adalah
pesan Allah kepada seluruh ciptaan, tindakanNya untuk menghasilkan
harmoni, ini adalah tindakan yang tercakup dalam istilah “penginjilan”.
Segala bangunan yang ada di dunia ini seperti sekolah, rumah sakit,
pusat pedesaan, laboratorium yang semuanya itu adalah cara-cara
bagi Allah untuk mengembalikan keutuhan dalam kehidupan. Yang
lebih penting adalah cara-cara Allah mengambil bagian melalui
mereka yang kepadanya telah dikaruniakanNya kuasa. Melalui
mereka ia menghasilkan pemerintahan yang teratur sehingga kondisi
pemerintahan tersebut dapat berlaku dan di dalamnya Injil dapat
menyebar dan melalui mereka juga Allah mewujudkan peristiwa-
peristiwa yang melaksanakan penghakimannya atas dosa. Tujuan
penginjilan itu adalah pertobatan kepada Yesus yang di dalamnya
komunitas Kristen dan pertobatan menuju pada cita-cita kekristenan
dan secara pribadi pertobatan ini menjadikan diri sebagai murid Yesus
Kristus. Dalam sekolah-sekolah tinggi Kristen urutan pertobatan itu
biasanya berbeda yaitu yang pertama adalah Kristenisasi kemudian
penginjilan dan kemudian proselitas. Dalam kasus orang-orang yang
terdorong oleh kehausan rohani ataupun rasa putus asa yang
ditimbulkan oleh kesadaran akan dosa pengaruh pertama injil adalah
penginjilan.
 Semua adalah Missionaris. D.T. Niles mengemukakan suatu
pemahaman yang sama sekali berbeda dengan yang lain yaitu ia
berpendapat bahwa sifat Allah adalah menjangkau mereka yang
hilang. Gereja, tubuh Kristus yang hidup, hadir untuk melakukan misi.
Oleh karena itu setiap orang Kristen terpanggil untuk menjadi
misionaris. Orang Kristen haruslah menghadapi implikasi-implikasi
misioner dari imannya sehingga menyadari bahwa gambaran tentang
misi gereja dalam pengertian yang sesungguhnya tidak lain daripada
gambaran tentang kehidupan gereja sehari-hari.
121

 Umat Allah. Umat Allah yang kudus mengambil bagian juga dalam
tugas kenabian Kristus dengan menyebarluaskan kesaksian hidup
tentangNya terutama melalui hidup iman dan cinta kasih pula dengan
mempersembahkan kepada Allah korban pujian buah hasil bibir yang
mengakuiNya.
 Panggilan Kaum Awam. Semua kaum awam yang terhimpun
dalam umat Allah dan berada dalam satu tubuh Kristus di bawah satu
kepala tanpa terkecuali dipangil untuk menjadi anggota yang hidup
dan menyumbang segenap tenaga demi perkembangan gereja serta
pengudusannya terus-menerus. Semua anggota jemaat secara
khusus dipanggil untuk menghadirkan dan mengaktifkan gereja agar
dapat menjadi garam dunia. Dengan demikian setiap anfggota jemaat,
karena karunia-karunia yang diterima menjadi saksi-saksi menurut
anugerah Kristus.
 Urusan Allah dengan Semua orang. Aktivitas Allah dalam dunia
dan kesibukanNya dapat ditetapkan di dalam empat kerangka berfikir,
yaitu:
1. Allah yang di dalam aktivitasNYa untuk memenangkan manusia
agar hidup di dalam persekutuan bersamaNya.
2. Allah yang di dalam aktivitasNya untuk mengungkapkan kepada
manusia hakekat serta maksudNya yang sungguh-sungguh.
3. Allah yang di dalam aktivitasNya menciptakan untuk diriNya sendiri
suatu umat yang akan menjadi alatNya di dunia.
4. Dan Allah yang di dalam aktiitasNya yang menghadirkan
kerajaanNya dan kedalamnya akan dikumpulkan segala harta dari
bangsa-bangsa.

H. ALOYSIUS PIERIS, SY
4. Aloysius Pieris, SY adalah pendiri dan direktur pusat penelitian
perjumpaan orang-orang Budhis dan Kristen, di Kelaniya Sri Lanka.
Bagi gereja di Sri Lanka, Aloysius Pieris, SY adalah seorang spesialis
filsafat Budhisme dan sangat membantu di dalam memberikan
sumbangan pikiran di dalam usaha berteologi di Asia khususnya di
kawasan Sri Lanka. Ia adalah orang pertama dari antara teolog-teolog
Asia yang berpendapat agar orang-orang Kristen Asia jangan hanya
membicarakan kenyataan ganda dari Asia yaitu kemiskinan dan
kemajemukan agama, tetapi harus juga memberi tanggapan terhadap
keduanya secara sekaligus. Ia telah menulis sejumlah artikel untuk
menjabarkan tesisnya ini.

Dari antara buku-buku yang ia tulis, di antaranya adalah:


122

 As Asian Theology of Liberation (Maryknol, N.Y.: Orbis Books,


1988; dan Edinburg: T&T Clark, 1988).
 Love Meets Wisdom: Arab Christian Experience of Buddhism,
(Maryknol, N.Y.: Orbis Books, 1988).

Motivasi yang mendorong Aloysius Pieris, SY melakukan penyelidikan


terhadap kehidupan berteologi karena ia mempelajari bagaimana teologi
yang dibawa oleh apara misionaris dapat diterima di Asia. Aloysius Pieris,
SY mempertajam penyelidikannya dengan memfokuskan diri pada agama
Budha, karena ia melihat bahwa agama Budha telah berhasil menembus
agama-agama kosmos yang ada di Sri Lanka dan membiarkan dirinya
dibentuk oleh agama-agama kosmik. Melalui hasil penelitian Aloysius
Pieris, SY terhadap usaha Budha dalam menyebarkan ajarannya, maka
memunculkan pemikiran baru bagi setiap orang Kristen khususnya teolog
dalam usaha berteolog yang tepat di Asia. Usaha berteologi tidak
menolak dan menghapus kebudayaan setempat tetapi berusaha untuk
mengkontekstualisasikan teologi pada kawasan Asia sesuai dengan
keberagaman yang dimiliki setiap bangsa.

Dalam menjalankan misi PI, Aloysius Pieris, SY tidak begitu menghadapi


pergumulan. Sebab Aloysius Pieris, SY hanya memotivasi atau
memberikan pemikiran kepada teolog-teolog supaya bersikap terbuka
terhadap kebudayaan dan agama lain dalam berteologi. Kesulitannya
adalah adanya anggapan yang memandang sang Budha sebagai seorang
Sokrates atau Plato, yaitu hanyalah sebagai seorang pendiri suatu
mazhab pemikiran. Ia digambarkan sebagai seorang manusia tidak
beragama, disukai oleh kalangan rasionalis dan gnostik, dan ia terkenal
karena skeptisisme gayanya sendiri. Memandang sang Budha seperti itu
berarti mengabaikan kenyataan bahwa sang Budha sendiri telah
mencatat akal, kesimpulan dan penalaran termasuk sarana-sarana yang
tidak dapat memimpin orang kepada kebenaran-kebenaran dan
menempatkan skeptisisme antara 5 kendala yang terdapat pada jalan
untuk mencapai nirwana dan sebagai salah satu dari tiga belenggu yang
darinya orang harus dibebaskan.

Aloysius Pieris, SY melihat bahwa perlunya pengkontekstualisasian di


kawasan Sri Lanka yang telah lama dipengaruhi ajaran Budha. Dia
berpendapat bahwa berteologi bukan berarti berjuang untuk melawan
keberadaan agama lain. Aloysius mengharapkan supaya berteologi
memakai sarana pertobatan yang ditunjukkan dengan jalan teologi
kerendahan hati, penyelaman dan partisipasi. Untuk menyikapi keadaan
sosial masyarakat di Asia yang diikat dengan kemiskinan maka Aloysius
123

Pieris, SY menuntut agar gereja semakin peka bersaksi menjadi seorang


hamba yang mau menderita bagi sesama demi perjuangan pembebasan
bagi segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh para kolonialis, dan
pihak mana pun yang mengancam kehidupan manusia.

Aloysius Pieris, SY menganut teologi pembebasan. Ia mengatakan dalam


teologinya bahwa Budha dan sang Kristus adalah perantara-perantara
pembebasan. Sarana perantara yang dengannya pengalaman inti itu
tersedia bagi angkatan-angkatan berikutnya. Menurutnya, sebagai agama
apa pun adalah pengalaman pembebasan yang melahirkan agama itu
dan terus bersedia untuk angkatan-angkatan selanjutnya dari umat
manusia. Pengalaman pertama inilah yang berfungsi sebagai inti dari
suatu agama. Dalam Budhisme, pengalaman inti ini dapat digolongkan
sebagai gnosis atau “pengetahuan yang membebaskan”; sedangkan
pengalaman Kristiani padanannya dimasukkan ke dalam kategori Agave
atau “kasih yang menyelamatkan”. Kedua hal ini sama-sama bersifat
menyelamatkan yaitu keduanya adalah suatu peristiwa yang mengatasi
diri sendiri yang sepenuhnya mengubah diri manusia sebagai akibat
pengalaman itu.

Ada dua syarat yang harus dipenuhi apabila seorang Kristen yang ingin
masuk ke dalam dialog dengan Budhisme yaitu:

1. Dia harus lebih dahulu memiliki, menghayati dan memahami tentang


akibat yang sesungguhnya dari pengalaman inti agama lain itu.
2. Dia harus siap untuk memasuki suatu Communicatio in Sacris
dengan para penganut Budhisme. Artinya suatu keinginan tak
tertahankan untuk memakai sistem keagamaan yang ditawarkan
penganut Budhisme kepada orang Kristen sebagai satu-satunya
sarana untuk memasuki pengalaman inti itu.

Sejauh menyangkut Budhisme, maka tafsiran atasnya telah sampai


kepada puncaknya yaitu dalam ajaran mengenai ke-Budhaan “Budhologi”.
Serupa dengan itu sejauh Kristus menjadi inti sejati kekristenan, maka
Kristologi adalah poros atau pusat dan puncak dari semua penafsiran
Kristen.

Gautama bukanlah seorang Gereja yang maha tahu, pengalamannya


tentang nirwana tidak berbeda dengan apa yang dialami murid-muridnya.
Dalam aliran Teravada yang ortodox, sang Budha tidak pernah dillihat
sebagai seorang penyelamat. Perannya sebagai penyelamat dibatasi
pada penemuan dan pemberitaannya mengenai dharma dan pada
pembentukan Sangha.
124

 Yesus Kristus dalam konteks Buddhologi. Budhologi yang


misioner menempatkan sang Budha sebagai Tuhan atas jagad raya;
mendahului pekerjaan rasul rasul Paulus yang melakukan hal yang
sama dengan Kristus dalam kebudayaan Yunani. Yesus Kristus adalah
kuasa meta-kosmos dan perantara kosmis, sebab dalam Dia segala
ciptaan baik yang di surga maupun yang di bumi diperdamaikan. Di
sini ada kesejajaran antara Budhologi dan Kristologi. Yesus dan
Gautama menjadi Avatar (pencerahan) yang masing-masing hampir
tidak dikenali sebagai Kristus dan sang Budha oleh orang Kristen dan
penganut Budhisme. Hal terbaik yang diberikan kepada Yesus adalah
ia disambut sebagai seorang Bodhisatwa, seorang yang penuh cinta
kasih dan mau bersama-sama menderita.

Ada titik temu penting dari dua agama (Kristen dan Budha) yaitu:
 Suatu usaha atau perbuatan manusia yang positif sangat
diperlukan dari syarat untuk menerima pembebasan.
 Penyelamatan sebetulnya tidak pernah dihasilkan dari usaha
manusia, sebab nirwana itu melampaui kategori-kategori pahala dan
aphala, artinya nirwana menentang semua usaha dari manusia.
Sementara serupa dengan itu eskhaton dipercaya menerobos masuk
dari sisi lain cakrawala pemahaman dan pengalaman manusia.

Para penganut Budhisme harus sependapat dengan mitra-mitra Kristen


yaitu pembebasan hanya mungkin melalui apa yang mereka terima
sebagai “perantara yang menyingkapkan keselamatan” dan bukan gelar-
gelar yang orang berikan kepadanya. Suatu Kristologi pembebasan
melihat perantara keselamatan dalam bentuk Yesus pada kayu salib,
simbol tindakan kebajikan yang membentuk jalan keselamatan yaitu jalan
salib (Via Crusis) ada dua antara lain:
1. Tindakan Yesus melepaskan ikatan kedagingan, perasaan biologis
yang membuat diriNya terikat pada dunia (Yesus berjuang menjadi
miskin).
2. Yesus mencela mammon, yaitu membagi umat manusia menjadi dua
golongan yaitu golongan orang kaya dan golongan Lazarus.
Dua tindakan Yesus ini adalah inti dari suatu teologi pembebasan di Asia
yang berkembang menjadi suatu Kristologi yang tidak bersaingan dengan
Budhologi melainkan saling melengkapi.
125

BUKU BACAAN

Anderson, G.H., Biographical Dictionary of Christian Missions,


New York, 1998.

Arifin H.M., Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar,


Jakarta: BPK-GM, 1980

Aritonang, J.S. & Jonge de Chr, Apa dan Bagaimana Gereja?


Jakarta: BPK-GM, 1995

Brown, Thomson G., Christianity in the Peoples Republic of


China History, 1986

Berkhof, H/Enklaar I.H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2003

Balasurya, T., Teologi Sejarah, Jakarta: BPK-GM, Jakarta, 1997

Broughgam, D.R., Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja


Asia, Malang: Gandum Mas

David Bosch, Transformasi Misi Kekristenan, Jakarta: BPK-GM,


1998

David M.D., Asia and Chistianity, Bombay, 1985

Douglas, J.D., The Concise Dictionary of The Christian


Tradition

Douglas, J. Elwood, Teologi Kristen Asia, Jakarta: BPK-GM,


2004

Ensiklopedi Umum, Jakarta: Kanisius, 1977


126

Elwood, Douglas J., Theologi Kristen Asia, Jakarta: BPK-GM,


1998
End, Th. Van Den, Sejarah Gereja Asia, Yoagyakarta: PPLP Duta
Wacana, 1998

England, John C., Living Theology In Asia, New York: Orbis


Books, 1982

-----, Western Colonialism in Asia and Christianity, Bombay,


1968
Farquhar, J.N., Primer of Hinduism, National Council of Young
Men’s Christian Association of India and Ceylon, 1912

Fernando, Rose, God’s Love Cuts Across History, Sri Lanka,


IRM, 1985

Gerald H, A., Biographical Dictionary of Christian Mission,


Michigan: Cambridge, 1997

Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Ikhtisar Baru Van


Hoeve, Jakarta: BPK-GM, 1984

Berkhof, H/Enklaar, I.H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2001

Hartono, C., Ke-Tionghoa-an dan Ke-Kristen-an, Jakarta: BPK-


GM, 1974

Hoke, D. E., The Church in Asia, Chicago, 1975.

Hutauruk, J.R., Tuhan Menyertai Umat-Nya, Tarutung: Kantor


Pusat HKBP, 1986

Hasting, A., A World History of Christianity, London: WmB. Erds


Pub Co, 1992

H. Anderson, Gerald Biografical Dicitonary of Chritian Mission,


1998

Kenneth, A (dkk)., 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen,


Jakarta: BPK-GM

Lane Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK-GM, 1996


127

Lyall T. Leslie, John Sung Obor Allah di Asia, Jakarta: BPK-GM

Manikam, R.B., Chritianity and The Asian Revolution, Madras:


Dioceson, 1954

Moffet, Samuel H., A History of Christianity in Asia, Vol. I


Beginning to 1500, Harper Collins Publisher, 1992

Met, Castillo, Issues and Trends in Christian Missions in Asia,


in WMAC, 1990

Myung-Hyuk, Kim, Korean Missions in the World Today and Its


Problems, dalam: Korean Church Growth Explosion
dan juga Kim Myung Hyuk, Cooperation and
Partnership in Missions, in WMAC, 1990.

Nelia, Sancho: “State Legal Compensation for ‘Comfort Women’


Sought”, dalam: The Philippine Star, in WMAC, 1997

Pate, Larry D., From Every People: A Handbook of Two-Thirds


World Missions with Directory, Histories, and Analysis,
Monrovia, CA: MARC, 1989.

Rin, Ro Bong, Historical Analysis of Missions in Asia, in WMAC,


1990

Sihombing, Justin, Sejarah ni Huria Kristen Batak Protestan,


Tarutung, 1961

Singgih, Gerrit E., Bertheologi dalam Konteks, Jakarta: BPK-GM,


2000

Siwu, Richard A.D., Misi dalam Pandangan Ekumenikal dan


Evangelikal Asia, Jakarta: BPK-GM, 1993

Song, Choan Seng, Sebutkanlah nama-nama kami; Theologi


Cerita dari Perspektif Asia, Jakarta: BPK-GM, 1993

Allah yang turut Menderita, (Terj. Stephen Soleeman), Jakarta:


BPK-GM, 1995

Subbamma, B.V., Christ Confronts India; Indigenous


Expression of Christianity in India, Madras, 1973
128

Sugirtharajah, R.S., Wajah Yesus di Asia, Jakarta: BPK-GM, 1996

Thomas, Winburn T., “The Christian Mission Since 1938: In


Southeast Asia”, dalam: Frontiers of the Christaian
World Mission Since 1938: Essays in Honor of
Kenneth Scott Latouretteb, Wilber C. Harr (ed.),
Harper, New York, 1962

Thomas, M.M. & Paul E. Converse: Revolution & Redemption,


New York, 1955

Thomas, M.M., The Acknowledge Christ of The Indian


Renaissance, India, 1970

Thomas, N.E., Teks-teks Klasik Tentang Misi dan Kekristenan


se-Dunia, BPK-GM, Jakarta, 2002

Yamamori, T., Church Growth in Japan, W. Carey Library,


California, 1974

Yewangoe, A.A., Theologia Crisis di Asia, Jakarta: BPK-GM,


1989

Willem, F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam


Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2003

Wolterbeek, J.D., Gereja-gereja di Negeri Tetangga Indonesia,


Jakarta: BPK-GM, 1959

W. Sunquist, Scott, A Dictionary of Asian Christianity,


Michigan/Cambridge: WmB Eerdmans Pub. Co, Grand
Rapids, 2001

Anda mungkin juga menyukai