Anda di halaman 1dari 40

2

DESY GITARY

BEYOND
09. 12. 18
This book was published as a supplement to
the solo exhibition of Desy Gitary

BEYOND
at Syang Art Space, Magelang
Des 09, 2018 — Feb 09, 2019

Curator by Bayu W
Written by Syam Terrajana
Designed by Faisal BHDS-yk

Printed in Yogyakarta

Published by Syang Art Space Jl.


MT Haryono No.2, Cacaban,
Magelang Tengah, Kota
Magelang, Jawa Tengah 56122
© Syang Art Space
5

Kata Pengantar
Kali ini berbeda, Syang Art Space menggelar sebuah Pameran Tunggal Desy Gitary yang bertajuk
“Beyond”. Hal tersebut karena menjadi implementasi dari Syang Art Space yang percaya bahwa
Pameran Seni Rupa adalah “media komunikasi-presentasional” bagi setiap seniman.

Di sisi yang lain, apabila kita cermati perkembangan seni rupa di Indonesia mengalami suatu
pergerakan cukup signifikan. Era kontemporer yang jamak disebut, seakan - akan menjadi arena
persaingan antar seniman untuk menjelajahi nilai – nilai artistik dengan berbagai eksplorasinya.

Kemudian pada dimensi yang lain pula, semenjak fase ledakkan seni rupa Indonesia apresian karya
seni semakin selektif memilih karya – karya seni yang akan mereka apresiasi atau koleksi. Oleh
karena itu tuntutan untuk kreativitas/daya cipta seniman menjadi semakin besar. Tentu hal ini adalah
sebuah kondisi dan situasi yang bagus bagi kemajuan seni rupa Indonesia. Karena berdampak
kepada karya – karya seni yang hadir ke-publik, adalah ; karya seni – karya seni yang semakin baik.

Saya mengenal Desy Gitary berkisar dua tahun yang lalu, ketika dia menggelar pameran tunggal di
RuangDalam Art House. Saat itu rentetan karyanya adalah rangkaian garis dengan charcoal di atas
kertas. Khusus pada pameran tunggal di Syang Art Space kali ini Desy Gitary menawarkan
penjelajahan personalnya,-bagi dirinya. Dia berkehendak menampilkan karya – karya di atas kanvas,
kertas dan juga batu – batu kecil. Bagi kami hal ini tentu menimbulkan percikan harapan, semoga
pameran ini dapat mewarnai perkembangan seni rupa Indonesia saat sekarang ini.

Ridwan Muljosudarmo

Syang Art Space


6

Menunda Desy
Syam Terrajana Ketika diminta untuk mengiringi karya-karya
dalam pameran tunggal ini, Desy Gitary bercerita
banyak tentang kondisi “Postpone” yang berceceran
sepanjang hidupnya. Kami berdiskusi lama di
studionya. Disaksikan kertas dan kanvas. Sebagian
sudah ramai dengan garis dan warna torehannya.
Sesekali emosinya ikut mencelat bersama rentetan
kisah-kisahnya. Ada yang sedih, pilu, lucu bahkan
traumatik. Berkali-kali dia menghela napas panjang.

Desy lebih memilih lema “Postpone” untuk


menjembatani apa yang ingin dia umbar dalam
pameran tunggal keduanya ini. Menurutnya, kata
dalam Bahasa Inggris itu lebih bisa mewakili apa yang
dia rasa dan alami. Saya sempat bertanya, kenapa
dia tidak merujuk pada kata “Menunda” dalam
bahasa ibu yang terasa lebih karib. Bukankah dalam
tubuhnya mengalir darah Palembang (Ibu) dan Aceh
(Ayah)?
“Gak tahu juga ya, aku hanya merasa lebih pas
dengan Postpone,” jawabnya.

Desy Gitary, barangkali adalah representasi manusia


urban yang kompleks. Ya, Desy adalah perempuan
yang hanya numpang lahir di Lampung, lalu
tumbuh dan besar di Jakarta. Menghirup hiruk
7

MENUNDA DESY
pikuk kehidupan khas Mama Kota yang sanggup Tapi ada satu padanan kata dalam kamus Bahasa
mencerabut dan menumbuhkan apapun. Ah, Indonesia yang saya suka tentang “menunda”. Yaitu
itu hanya kira-kira saya saja. Tapi memang, bumi “Tangguh” . Kata ini homonim. Selain menunda,
manusia - yang entah bulat atau datar ini- tangguh juga berarti kuat, kukuh, sukar dikalahkan.
kebanyakan pepatah tentang tindakan menunda- Dan tabah. Ketika menyigi karya -karya Desy, saya
nunda. Rata-rata nasihat bijak itu memberi nilai jelek menemukan beberapa figur manusia pada lukisannya
untuk perilaku itu. Bahkan cenderung menghakimi. – baik sendiri maupun lebih dari satu- yang
Pepatah “Kegagalan adalah sukses yang tertunda” mengacungkan tiga jari tangan. Pose itu repetitif pada
misalnya, lebih terdengar jadi bumbu penghibur belaka beberapa karyanya, meski dengan gesture berbeda.
bagi jiwa -jiwa merana. Dari anak yang tak Desy mengaku itu muncul begitu saja. Tak disadarinya.
lulus ujian, Timnas kesayangan yang kalah melulu Untuk saya, ini menarik.
sampai politisi yang kalah dalam Pilkada tapi tak
mau terima. Bagi kalangan tuna rungu, simbol tiga jari (jempol, jari
telunjuk, kelingking teracung ke atas dan jari tengah-
Kamus Thesaurus Merriam Webster mencatat kata jari manis tertekuk ke bawah) adalah bahasa isyarat
kerja “Postpone” sebagai tindakan “to assign to a later untuk mengungkapkan perasaan cinta. Simbol ini
time” dengan deretan sinonim. Sebut saja defer, delay, tercatat pada American Sign Languange yang disusun
hold off (on), hold over, hold up, lay over, put off, put sejak Thomas Hopkins Gallaudet mendirikan sekolah
over, remit, shelve. Kata yang terkait dengan itu juga tuna rungu pertama di Amerika, 1817 silam. John
ternyata cukup banyak: suspend, hesitate, pause, stay, Lennon juga pernah berpose dengan simbol yang sama
detain, retard, slow, extend, lengthen, prolong, protract, pada sampul album The Beatles “Yellow
stretch (out), wait. Sementara lawan kata yang Submarine/Eleanor Rigby” pada 1966. Saya termasuk
cenderung dekat dengan Postpone ternyata jauh lebih orang yang percaya, bahwa sebuah karya rupa adalah
sedikit, yakni act,deal (with),decide (upon),do,work (on). pantulan jiwa si senimannya. Tak terkecuali pada
Hm, kita, ternyata punya lebih banyak kosa kata untuk seorang Desy Gitary. Obyek yang kerapkali muncul
tindakan menunda-nunda. dalam lukisannya adalah figur-figur manusia. Ada
8

ekspresi yang terkejut, kadang terlihat meringkik dan terutama lagu “Judas” yang terhimpun pada album
kesakitan, ada yang terkesan sedang menari-kalau “Eclipse” (1990). Lagu 4 menit 26 detik itu
tidak berjalan gontai. Ada juga rindu-rindu yang menurutnya cukup mewakili perasaannya.:
terpendam di sana. Entah kepada siapa. i cast my pearls before the swine/sealed and
delivered/then i drink your toast of wine/though it’s
Lukisannya berpusing-pusing pada problem diri bitter sweet/i’m eating from you hand so neat/
sendiri. Untuk soal cinta, Desy punya cerita pennies from heaven..
mengandung luka. Dia pernah menjalin hubungan
dengan seseorang dalam waktu cukup lama. you say you give/you say you love/but yet you live/ just
Seseorang yang telah menemaninya sekian lama, like judas, judas..
memberi banyak warna dan pengaruh dalam
hidupnya. Itu dulu, sekarang Desy merasa lebih baik “Mungkin simbol itu sebagai pelepasan dari pelbagai
sendiri. Entah, kadang simbol tiga jari yang problem hidup, but show must go on,” ujarnya
ditorehkan Desy di atas kanvas itu terasa nyaring mantap.
menuding. Di gambar lain, liukan garis pada simbol
itu seperti menyodorkan kepedihan, kesendirian. Pada tarikan garis-garisnya yang ekspresif lagi gahar,
Juga kemarahan. Desy seolah mencari kompensasi atas banyak
kemarahan-kemarahan yang menderanya. Dia
Di luar itu- entah ini nyambung atau tidak- Desy meringkus kepedihan di sekujur hidupnya, ;patah hati,
adalah penyuka musik metal. Meski simbol metal dikhianati, sakit yang mendera fisiknya, perceraian
yang dikenal sebagai the sign of the horn orang tua hingga pengalaman pernah dilecehkan pada
menunjukkan posisi jari yang sedikit mirip ; bedanya masa kecil. Segalanya lalu dia serahkan pada garis-
hanya pada letak jempol yang tertekuk ke bawah. garis yang meletus dari tangannya. Garis-garis yang
Waktu masih jadi bocah murni, Desy memang sudah dibebaskannya begitu saja. Melesat dan meliuk
gandrung lagu-lagu Metallica. Dia juga amat suka karya mencari bentuk dan nasib sendiri-sendiri.
-karya musisi Swedia, Yngwie Malmsteen,
9

MENUNDA DESY
“ Lukisanku selalu mengakhiri diri dengan cara yang Saat hendak menggambar figur manusia misalnya,
tak diduga-duga, unpredictable results,” ujarnya. Desy kadang memulainya dengan menggambar
Tak heran, Desy sampai membuat pernyataan, bahwa telinga terlebih dahulu. Atau pusar. “ Pusar
ada titik dimana dia lebih percaya pada lukisan itu sumber kehidupan” katanya memberikan filosofi.
ketimbang manusia. Sebuah lukisan, menurutnya Ketika jadi jurnalis di sebuah tivi swasta, dia punya
mampu lebih jujur dari manusia, tidak penuh intrik dan cara merekam data dan informasi yang tidak lazim.
kebohongan. Bukan menuliskannya, Desy malah
mendokumentasikannya dengan cara menggambar.

“ Lukisan gak
Pernah jadi model, presenter tivi, jurnalis, pemain
sinetron dan penulis skenario, Desy lalu membuat

mengkhianatiku,”
lompatan besar dalam hidupnya; terjun total ke dunia
seni rupa. Mula-mula dia pergi ke Bali, mulai
menguras isi tabungannya. Membeli segala keperluan
melukis, menyewa sebuah cottage dan secara khusus
Tapi bagaimanapun, kemampuan Desy melukis tidak belajar anatomi pada seorang Dutch painter yang
nongol begitu saja. Ada proses panjang yang telah mukim di Pulau Dewata itu. Setelah bolak balik Bali-
dilaluinya. Sejak duduk di bangku SD, Desy sudah Jakarta, dia lalu memutuskan untuk menetap di
gemar corat -coret di atas kertas. Dia ingat, setiap kali Yogyakarta.
dibelikan krayon oleh orang tuanya, selalu saja dia
menumpaskan warna hitam terlebih dahulu. Warna Bagi Desy, setiap goresan dan torehan tangan dan
hitam seperti selalu berhasil mewakili ekspresi sapuan kuas di atas kanvas, kertas atau dimanapun,
kemarahannya. Mungkin di sanalah jejak-jejak awal, menjadi semacam diary hidup. Jujur. Menumpahkan diri
jika kita ingin mendedah lebih jauh karakteristik dan apa adanya. Desy mengaku bisa lebih bahagia
preferensi dalam karya-karya Desy. Terutama karya- sekarang. Berkubang dalam jagad seni rupa. Ikut
karya arangnya di atas kertas. memberi warna dan makna di sana.
10

“Aku menemukan
diriku di sini,”
Sebagai kawan, saya turut senang bisa ikut
mengiringi Desy pada pameran tunggal
keduanya ini. Ada masa ketika sesuatu yang
tertunda tidak melulu jadi luka. Tapi menjelma
makna. Selamat menyantap karya-karyanya!

Bantul, 29 November 2018


Syam Terrajana

Sobat Desy ngakak


11

beyond
Bayu W
Saya Lebih
Percaya Lukisan
dibanding Kamu!
(Desy Gitary, 01 September 2018, Batu-Malang)

Part 1 : Dia adalah Desy Gitary

Saya tidak pernah lupa raut wajah dan sorot mata


Desy Gitary saat mengucapkan kata di atas, saat kami
berkunjung ke Studio Jaring milik seniman Iwan Yusuf
di kota Batu, Malang, Jawa Timur. Di-sepertiga malam
kami berdialog tentang dirinya, mengharu biru.
Kesungguhan yang kemudian saya tangkap-
meyakinkan diri untuk melampui sesuatu yang masih
abstrak baginya. Entahlah? saya sesekali memenggal
kalimatnya dengan sedikit gambaran; bahwa waktu ke-
depan yang sama – sama tidak bisa kita jangkau
dengan logika. Tapi saya yakin dia adalah sesuatu,
sesuatu yang mampu menggariskan dirinya untuk
“menjadi”.

Selepas kami kembali dari kota Batu, Desy Gitary


menyibukkan diri di studio dan sekaligus menolak
12

bujukkan realitas agar dirinya terlarung dalam “kisah- simpulkan sebagai upaya yang memadu-padankan
cinta” yang naif/nisbi. (Sungguh saya tidak mampu logika dan rasa (manusia) dalam/untuk menghasilkan/
merangkai kata untuk menjelaskan kalimat ini lebih menciptakan sesuatu. Hal itu adalah; kebutuhan sejati,
jauh) yang sesungguhnya milik setiap seniman, khususnya
Desy Gitary yang memilih jalan sebagai seorang
Part 2 : Karya Seni Desy Gitary
seniman.
Berawal dari imajinasi tentang dualisme ala plato,
Pada pameran tunggalnya kali ini, saya melihat Desy
manusia memiliki tubuh yang “berubah”, yang tidak
Gitary masih/sengaja mempertahankan kekuatan
terpisahkan dengan dunia indera, dan tunduk pada
garisnya, tapi dia mengeksplorasinya lebih jauh;
takdir seperti segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Sederhananya garis tercipta ketika kita menyentuhkan
Semua yang kita tangkap dengan indera didasarkan
alat gambar pada bidang sehingga menimbulkan
pada tubuh, sehingga tidak dapat dipercayai. Tetapi
bekas, bekas tersebutlah yang dapat kita katakan
manusia memiliki “jiwa” yang dia percaya bahwa jiwa
sebagai garis. Perpaduan keberagaman garis inilah
memiliki “keabadian”. Dengan demikian kita bisa
yang kemudian dapat mengkonstruksi suatu bentuk.
lemparkan pertanyaan apa dan bagaimana “Human
Selanjutnya garis Desy Gitary memiliki kekhasannya
Being” sebenarnya? salah satu jawaban yang terlintas
sendiri (lekuk berganda-lihat katalog Desy Gitary 7
dibenak saya, dan mungkin dapat kita hantarkan
Clock Project RuangDalam Art House), inilah yang
adalah; manusia adalah materi-intelegensi, atau kemudian saya katakan sebagai “raut garis”-nya
intelegensi yang berwujud. Lebih jauh intelegensi dapat Desy. Dia tidak memiliki ukuran – ukuran yang pasti
berarti upaya “membaca dan menangkap”, sampai
dalam mengkonstruksi garisnya, dia hanya menikmati
pada makna yang terdalam. Intelegensi bukan hanya
perpaduan antar garis tersebut; khususnya bagaimana
kemampuan logika, tapi dia adalah kombinasi antara
dia memadu-padankan garis nyata dan garis maya/
logika dan rasa, yang parameternya bersifat individual-
semu.
deference. Sehingga kemudian, apabila kita lemparkan
pada “pucuk” teori piramida kebutuhannya Abraham Selaras dengan hal di atas, dia sebenarnya tidak
Maslow, aktualisasi diri/manusia dapat kita menerapkan/mengetahui seperti apa hasil akhir
13

BEYON
D
dari setiap gagasan yang ingin dia proyeksikan di lalu kemudian dia proyeksikan ulang sehingga dapat
atas kanvasnya (atau medium seni pilihan lainnya). bersama – sama kita maknai kembali. Dari hal tersebut,
Begitupun dengan arah garis yang dia bangun, kita dapat melihat bahwa realitas peristiwa – peristiwa
jangan kita berharap akan menemukan satu alur yang dilaluinya adalah “sesuatu-nilai” yang tersembunyi
yang seragam atau sama. Arah garis – garis itu dia dalam setiap karyanya.
acak, dia tumpuk, terkadang dia hapus, dan bahkan
Part 3 : Beyond
tak jarang dia kembali membuat garis - garis baru di
atas jejak hapusan tersebut. Dari proses tersebut, Sungguh saya kesulitan merangkum rentetan karya
kemudian dapat saya tarik kesimpulan bahwa; dengan – karya Desy Gitary dalam tunggalnya kali ini ke-dalam
garis – garisnya Desy tidak sedang bermain – main satu kata, atau judul. Sebab perkara realitas-diri dalam
karena dia sedang “merajam-diri” untuk mengungkap sebuah peristiwa jauh menelusuk ke-dalam dirinya.
“nilai”. Nilai yang sebelumnya “ter-endap” seusai Meraba “rasa” itu dan melihat kondisi postpone jauh
melewati realitas. merefleksi “jiwa”-nya yang sedang dari jangkauan teoritis, karena hal ini sangat personal.
dalam fase “postpone” (untuk Postpone, kata ini saya Pada minggu – minggu akhir proses (yang sudah
kenal ketika berdialog dengan Anton Larens April 2018, menghabiskan waktu setahun belakangan ini) akhinya
untuk lebih jauh lihat “Menunda Desy”, Syam saya dan Desy menemukan satu kata yang pas untuk
Terrajana). menghantarkan pemeran tunggalnya ini, yaitu; Beyond.
Merujuk pada uraian sebelumnya, ” apa dan
bagaimana “Human Being”? salah satu jawaban yang Beyond saya jadikan sebuah metafor tentang
mungkin dapat kita hantarkan adalah; manusia adalah bagaimana: Desy Gitary “menjadi” dan akhirnya
materi-intelegensi, atau intelegensi yang berwujud. “melampui” batas dirinya. Hebatnya kekuatan waktu
Lebih jauh intelegensi dapat berarti upaya “membaca yang mengiringi proses ini sebenarnya sudah tampak
dan menangkap”, sampai pada makna yang terdalam”. jelas dari ungkapan (diawal tulisan ini) “Saya Lebih
Saya meyakini bahwa Desy Gitary dalam setiap Percaya Lukisan dibanding Kamu!. Lebih lanjut, bagi
karyanya selalu “hadir”, karena karyanya saya ini adalah “tanda-keinginan diri” yang kemudian
adalah “peristiwa-diri” yang dimaknai secara personal, dia faktakan untuk “melampui batas dirinya” yang
14

tidak lepas dari naifnya soalan gender, status,


persoalan - persoalan dan keadaan – keadaan yang
memasung dirinya.
Dapat juga dikatakan, pameran ini adalah “penanda”
dari spirit yang dia miliki. Kita lihat lebih seksama pada
dua karya seninya. Pertama; karya yang berjudul
“Moving Decision”. Dari dinamika visual yang dia
urai di atas kanvas, tampak bahwa penggambaran
“hasrat”; yang ingin melepas keter-tekanan diri dari
realitas/peristiwa yang telah dilaluinya. Begitupun
dengan karya Beyond Silence (di atas kertas), saya
merasakan ada kekuatan yang tidak perlu diteriakkan
secara lantang, tapi dia masuk ke-dalam “relung-diri”
lalu secara otomatis (sadar maupun tidak disadari)
menjadi daya dorong bagi diri untuk menentukan
langkah, dan atau berbuat lebih baik. Inilah yang
kemudian bagi saya menjadi poin penting. Bahwa
“beyond” bukanlah sekedar kejumawaan kata, ataupun
sekedar pajangan rentetetan karya di ruang pameran
Syang Art Space. Tapi dia adalah; “bentangan-nilai”
yang berasal dari fakta-diri yang menangkap makna
peristiwa dari realitas, yang kemudian dia sibak kembali
dengan sifatnya yang multi-interpretatif.

Selamat pameran Mbak Des (panggilan saya pada-


nya), ini belum usai.....!
15

karya - karya
16
Lempar Jumroh Series, Variable Dimention, Painting Stone, 2019
18

Invisible Sword. 70 x 49 cm, charcoal, soft pastel on paper, 2018


19

Supporting His Sin, 70 x 49 cm. Mixed Media on Paper. 2018


20

Beyond Silence, 59.5 x 42.5 cm, Charcoal on Paper, 2018.


21

Rebelieving, 59.5 x 42.5 cm, Charcoal on Paper, 2018


22

Eyes, 59.5 x 42.5 cm, Charcoal on Paper. 2018


23

Reconnected, 77 x 57 cm, Charcoal & Soft Pastel on Paper. 2018


24

Flying Thoughts, 59.5 x 42.5 cm, Charcoal, Soft pastel, Sheelac on Paper, 2018
25

re-trust, 77 x 57 cm, Charcoal & Soft Pastel on Paper. 2018


26

Talking to you, 75 x 65 cm, acrylic, oil pastel, pencil on canvas, 2018


27

Demon Driver, 90 x 60 cm, acrylic, pencil on cancas, 2018


28

Influenced, 60 x 50 cm, Acrylic on canvas, 2019


Silent Lover, 50 x 80 cm, Oil on canvas, 2018
Smile Me a River. 120 x 150 cm, Acrylic, Spray Paint, Pencil on Canvas, 2018
Was a Belief,
120 x 80 cm, acrylic on canvas,
2018
32

Elastic Trust, 180 x 140 cm, Oil on Canvas, 2018


Untold Quastions, 120 x 150 cm, Acrylic, Spray Paint, on Canvas, 2018
34

Be someone to have someone, 180 x 140 cm, Acrylic, Oil pastel, on Canvas. 2018
35

Forgive, 200 x 130 cm, Charcoal & Soft Pastel on Paper. 2018
Moving Decision,
120 x 80 cm, Oil on canvas,
2018.
37
38 Cut Desy Gitary Sandy, 26th June 1980.
2004, Bachelor of Communication, Universitas Prof. DR Moestopo (B)

Jakarta Indonesia

2000 - 2002, sport presenter (Total Football, AN-tv)

2004 - 2007, journalist, news anchor, creative, Lativi.

Solo Exhibtions

2016:

“07.00” at RuangDalam Art House, Yogjakarta. 17 december 2017 until 17 Jan 2017

story behind 07:00: I challenge my self to capture my own energy by doing a self portrait, yet become recall memory-not just a “portrait”, at 7 am,
everyday, for 31 days. amazingly by exploring one face, I can prove that each of us has our own complexity and I believe that we cannot find who
we are essentially, but I believe by learning about my self each day, I could make a better mistake.

Group Exhibtions

2018 - Otak Kanan, 01 May – 01 June, RuangDalam Art House, Jogjakarta. - Kecil itu Indah after Edwin #2, Miracle Prints, 01 may-01 June,
Jogjakarta. - Keyword Keydraw, Kersan Art Foundation, 02 may-02 june, Jogjakarta. - Mini Seksi, RuangDalam Art House, Jogjakarta

2017 - Jeblog Artist+, 16 – 28 December, at RuangDalam Art House. - Diplomacy of Triviality, 7 - 30, November, at ViaVia, Jogjakarta.- Trees
Project, Bio-Logical, 30 oct untul 30 nov, at Raintree Jogjakarta. Parallelevent Biennale Jogjakarta 2017. - International Artswitch, 18 - 27,
August, 2017. Jogja Gallery, Jogjakarta.. - Ace Mart, 17 may - 17 june. At Ace House, Jogjakarta. - Femin’Art, Women group exhibition, 04
march - 20 may, Art Patio, Lovina, Bali. - “Purba” drawing on paper, 25 March - 10 April, Miracle Print, Yogjakarta. - Khajuraho, Art Mart,
Khajuraho, 20 - 26 Febuary, India.

2016 - Borobudur Writers & Cultural Festival. Serat Centhini. 6-8 october, Pelataran Borobudur, Magelang.

2012 - “What Do Pictures Want?” collaborated with Krisgatha, (Desy Gitary-video, Krisghata-instalation) Art Space:1 Jakarta.

Terimakasih kepada kedua orang tua tercinta, Mayza Dewayani, Teuku Arifin. Adik-adik, dan keponakan yang
menunggu saya berproses di Jogjakarta, Pak Ridwan Muljosudarmo dan istri, Gusmen Heriadi dan istri, Pak dr.
Oei Hong Djien, Bayu Whardana, Syam Terrajana, Jogja Art Material, Yudi Pigura dan semua yang tidak bisa
saya sebut satu per satu.

Anda mungkin juga menyukai