Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN

SPESIFIKASI PERANCANGAN, PELAKSANAAN, DAN PELAPORAN


PENELITIAN DALAM PENDIDIKAN BIOLOGI MELALUI DESAIN PENELITIAN
GROUNDED THEORY DAN FENOMENOLOGI

Disusun sebagai tugas dari mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan


Dosen : Prof. Dr. Bambang Subali, M.S.

Disusun Oleh:

1. Kijambu John Babtist (17725259001)


2. Wiharsri (17725251039)
3. Hefi Mardias Siwi (17725251049)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Penelitian kualitatif dapat dipandang juga sebagai penelitian partisipatif yang desain
penelitiannya memiliki sifat fleksibel atau dimungkinkan untuk diubah guna menyesuaikan
dari rencana yang telah dibuat, dengan gejala yang ada pada tempat penelitian yang
sebenarnya. Desain penelitian yang termasuk ke dalam penelitian kualitatif yaitu desain
penelitian fenomenologis dan grounded.

Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada
pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Fenomenologi
merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-
pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Peneliti dalam pandangan
fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang
yang berada dalam situasi-situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti
mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka, yang ditekankan
oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha masuk
ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka
mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar
peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian teori dasar (grounded theory) merupakan penelitian yang diarahkan pada
penemuan atau minimal menguatkan suatu teori. Dengan kata lain, grounded theory
merupakan prosedur penelitian kualitatif yang sistematis, dimana peneliti menerangkan
konsep, proses, tindakan, atau interaksi suatu topik pada level konseptual yang luas.
Penelitian dasar dilaksanakan dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, cek
dan recek ke lapangan, studi perbandingan antar kategori, hingga verifikasi sampai pada titik
jenuh.
BAB II. ISI

I. PENELITIAN GROUNDED THEORY

A. PENGERITAIN DESAIN PENELITIAN GROUNDED THEORY


Menurut Strauss (2013 : 10) penelitian grounded theory adalah penelitian kualitatif yang
menggunakan sejumlah prosedur sistematis untuk mengembangkan sebuah teori yang
disusun secara induktif terkait suatu fenomena. Karenanya, teori ini ditemukan, disusun, dan
dibuktikan untuk sementara melalui pengumpulan data yang sistematis dan analisis data yang
berkenaan dengan fenomena itu. Dengan demikian, pengumpulan data, analisis, dan teori
saling terkait dalam hubungan timbal-balik. Peneliti tidak memulai penyelidikan dengan satu
teori tertentu lalu membuktikannya, namun dengan suatu bidang kajian dan hal-hal yang
terkait dengan bidang tersebut.
Menurut Creswell (2012: 423) desain penelitian grounded theory adalah prosedur kualitatif
yang sistematis yang digunakan untuk menghasilkan teori yang menjelaskan, pada tingkat
konseptual yang luas, suatu proses, tindakan, atau interaksi tentang topik substantif yang
terjadi dari waktu ke waktu. Ini sistematis karena melibatkan prosedur pengumpulan data,
mengidentifikasi kategori (digunakan secara sinonim dengan tema), menghubungkan kategori
ini, dan membentuk teori yang menjelaskan prosesnya.
Creswell (2012) menjelaskan bahwa, sebagai desain penelitian, grounded theory dapat
digunakan ketika:
1. Membutuhkan teori baru atau penjelasan baru yang luas tentang proses yang tidak dapat
dijelaskan oleh teori-teori yang ada. Karena dalam grounded theory, teori "grounded"
dalam data, memberikan penjelasan yang lebih baik daripada teori dipinjam "dari rak,".
Ini karena grounded theory sesuai dengan situasi yang dirancangnya, dan ini sensitif
terhadap individu dalam suatu setting, dan juga dapat mewakili semua kerumitan yang
ditemukan dalam prosesnya. Misalnya, dalam studi populasi pendidikan tertentu
(misalnya, anak-anak dengan gangguan perhatian), teori yang ada mungkin hanya sedikit
diterapkan pada populasi khusus.
2. Juga penelitian grounded theory dapat digunakan saat kita ingin mempelajari beberapa
proses, misalnya; ketika kita ingin mempelajari proses bagaimana siswa berkembang
sebagai pemikir kritis.
3. Juga dapat digunakan untuk menjelaskan tindakan orang, misalnya; proses partisipasi
peserta didik dalam kelas biologi ketika metode pengajaran yang berbeda digunakan
untuk mengajarkan konsep tertentu.
4. Menjelaskan interaksi antara orang-orang misalnya dukungan orang tua terhadap anak
mereka selama belajar di sekolah.
5. Mempresentasikan studi penelitian yang kualitatif karena grounded theory memberikan
kepada peneliti kualitatif tahap demi tahap, prosedur sistematis untuk menganalisis data.
Memiliki prosedur ini dapat membantu peneliti saat mempertahankan studi kualitatif
mereka sebelum komite fakultas.
Menurut Strauss (2013) teori yang baik apabila memenuhi 4 kriteria, yaitu sebagai berikut;
1. Kesesuain
Teori yang dihasilkan harus sesuai dengan kenyataan sehari-hari (dalam bidang yang
nyata) teori tersebut harus relevan dengan bidang yang diteliti.
2. Pemahaman
Karena melukiskan kenyataan sehari-hari maka teori ini harus dapat dengan mudah
dipahami dan masuk akal.
3. Generalisasi
Jika data yang medasari cukup luas, berarti teori tersebut cukup abstrak dan memiliki
cukup variasi untuk bisa diterapkan pada bermacam konteks yang terkait dengan
fenomena yang dimaksud. Hipotesis-hipotesis harus mengemukakan antar konsep,
selanjutnya digunakan untuk menyusun tindakan, kemudian disusun secara sistematis
dari data actual. Kondisi tersevut harus diuraikan dengan jelas.
4. Kontrol
Kondisi yang diuraikan tersebut harus relevan khususnya dengan situasi yang ada
sehingga teori dapat digunakan sebagai kontol atas perlakuan terhadap fenomena.

B. PENGEMBANGAN DESAIN PENELITIAN GROUNDED THEORY


Grounded theory dikembangkan pada akhir 1960-an oleh dua sosiolog, Barney G.
Glaser dan almarhum Anselm L. Strauss. Ini berevolusi dari pekerjaan mereka di University
of California San Francisco Medical Center dengan pasien yang sakit parah.
Dalam mempelajari pasien ini, Glaser dan Strauss mencatat dan mempublikasikan metode
penelitian mereka. Hal ini menyebabkan banyak orang menghubungi Glaser dan Strauss
untuk belajar lebih banyak tentang metode penelitian mereka. Sebagai tanggapan, Glaser dan
Strauss mengembangkan sebuah buku perintis yang menjelaskan secara terperinci mengenai
prosedur teori grounded mereka, The Discovery of Grounded Theory (1967). Buku ini
meletakkan dasar bagi gagasan utama teori grounded yang digunakan saat ini, dan ini
menjadi sebuah panduan prosedural untuk berbagai disertasi dan laporan penelitian. Dalam
Discovery, Glaser menekankan bahwa sebuah teori yang ditemukan selama pengumpulan
data akan "menyesuaikan situasinya diteliti dan akan bekerja bila digunakan "lebih baik
daripada teori yang diidentifikasi sebelum sebuah studi dimulai.
Pada tahun-tahun setelah penemuan, Glaser dan Strauss secara independen menulis
beberapa buku yang menyempurnakan dan menjelaskan metode awal mereka (Glaser, 1978,
1992; Strauss, 1987). Pada tahun 1990 dan pada tahun 1998, Strauss bekerja sama dengan
peneliti kesehatan keperawatan masyarakat, Juliet Corbin, untuk mengambil teknik dan
prosedur teori ground ke tingkat yang baru. Mereka memperkenalkan bentuk teori grounding
yang lebih preskriptif, dengan kategori yang telah ditentukan dan dengan kekhawatiran
tentang validitas dan reliabilitas.
Pada tahun 1992 Glaser diprovokasi oleh pendekatan sistematis yang digunakan
oleh Strauss dan dia menulis buku lain untuk "menetapkan peneliti menggunakan teori
grounded pada jalur yang benar". Glaser terutama prihatin tentang bagaimana Strauss
menggunakan kategori dan kerangka kerja yang sebelumnya tidak memungkinkan teori
muncul selama proses penelitian. Dia juga mengambil masalah dengan apa yang dia lihat
sebagai penekanan pada sekadar menggambarkan tindakan daripada mengkonseptualisasikan
pola secara aktif atau koneksi dalam data yang akan mengarah pada teori.
Kemudian, seorang peneliti kualitatif lain Charmaz menambahkan beberapa
informasi tentang grounded theory dengan memajukan pendekatannya sendiri terhadap teori
grounded, metode "konstruktivis". Charmaz merasa bahwa Glaser dan Strauss (dan Strauss
dan Corbin) terlalu sistematis dalam prosedur mereka. Ahli teori grounded menekankan
strategi fleksibel, menekankan arti peserta menganggap situasi, mengakui peran peneliti dan
individu yang diteliti, dan memperluas secara filosofis melampaui orientasi kuantitatif
terhadap penelitian.

C. KARAKTERISTIK PENELITIAN GROUNDED THEORY


Ada enam karakteristik spesifik terkait penelitian grounded theory yaitu:
1. Pendekatan proses
2. Sampling teoritis (Teoritical Sampling)
3. Analisis data secara komparatif konstan
4. Kategori inti
5. Generasi Theory/ Pengembangan Theory
6. Memo/ Catatan
1. Pendekatan proses
Menurut Corbin & Strauss (2008) di Creswell (2015: 431), sebuah proses dalam
penelitian grounded theory adalah rangkaian tindakan dan interaksi antara orang dan
peristiwa yang berkaitan dengan sebuah topik. Sebagai sebuah proses, para ahli grounded
theory mengambil aspek-aspek dari topik penelitian yang diberikan ke dalam kategori.
Kategori dalam rancangan grounded theory adalah tema informasi dasar yang diidentifikasi
dalam data oleh peneliti dan digunakan untuk memahami suatu proses. Misalnya, topik
pendidikan bisa berupa pendidikan lingkungan; pentingnya dan implementasi, penilaian
prestasi di Indonesia.
Dalam topik ini, peneliti dapat mengisolasi dan mengidentifikasi tindakan dan interaksi di
antara orang-orang dan aspek yang terisolasi ini disebut sebagai kategori, misal sebuah
kategori untuk proses antara dampak dan implementasi pendidikan lingkungan.
Dalam penelitian grounded theory, bentuk yang sering digunakan adalah kode in vivo.
Kode in vivo adalah label untuk kategori (atau tema) yang diungkapkan dalam kata-kata yang
tepat dari peserta, bukan berdasarkan kata-kata peneliti atau istilah pendidikan.
Peneliti mengidentifikasi kata-kata ini dengan memeriksa bagian transkrip atau catatan
lapangan pengamatan untuk menemukan makna yang disebutkan oleh peserta yang
menangkap maksud sebuah kategori. Misalnya, daripada menggunakan kata 'dampak'
peneliti, seorang peserta mungkin menyebut "efek" gagasan ini. Dengan menggunakan in
kode vivo , peneliti akan menggunakan ungkapan "efek" untuk menggambarkan kategori.
Gambar di bawah ini menunjukkan contoh proses dan kategori;

Sumber: Creswell (2012: 432)


2. Sampling teoritis (Teoritical Sampling)
Dalam grounded theory sampling teoritis berarti bahwa peneliti memilih bentuk
pengumpulan data yang akan menghasilkan teks dan gambar yang berguna dalam
menghasilkan suatu teori. Charmaz (2000) di Creswell (2012: 432) menyatakan bahwa data
yang dikumpulkan oleh para ahli grounded theory untuk menetapkan proses ini mencakup
banyak bentuk informasi kualitatif. Peneliti dapat mengumpulkan pengamatan, percakapan,
wawancara, catatan publik, catatan harian responden dan jurnal, dan refleksi pribadi peneliti
sendiri. Namun, Charmaz (2006) dan Creswell (2007) di Creswell (2012) menyebutkan
bahwa banyak ahli grounded theory, sangat bergantung pada wawancara, mungkin untuk
menangkap pengalaman peserta dengan kata-kata mereka sendiri, yang merupakan
pendekatan yang sesuai dengan posisi konstruktivis.
Oleh karena itu, dengan sampling teoritis si peneliti grounded theory fokus terhadap
pengembangan suatu teori. Misalnya, ketika seorang ahli grounded theory memutuskan
untuk meneliti tentang pengetahuan dan keterampilan dalam pendidikan lingkungan di SMA
N5 Yogyakarta, siswa dan guru SMA N5 Yogyakarta adalah kandidat wawancara yang baik
karena mereka aktif terlibat dalam proses belajar mengajar pendidikan lingkungan di sekolah
dan pengalaman yang diceritakan oleh guru dan siswa dalam wawancara merupakan
pengalaman pertama yang benar-benar mereka alami sendiri.
Perlu juga dicatat bahwa, di luar data sampling untuk nilai teoretisnya, para ahli
grounded theory juga dapat menerapkan gagasan untuk menggunakan desain yang baru
muncul. Desain yang muncul dalam penelitian grounded theory adalah proses di mana
peneliti mengumpulkan data, menganalisisnya segera daripada menunggu sampai semua data
dikumpulkan, dan kemudian mendasarkan keputusan tentang data apa yang akan
dikumpulkan selanjutnya pada analisis ini.
Pada jenis pengambilan data “zig zag” peneliti melakukan pengambilan data awal
(misalnya, pengumpulan data wawancara pertama), menganalisisnya untuk kategori
pendahuluan, dan kemudian mencari petunjuk tentang data tambahan apa yang akan
dikumpulkan. Petunjuk ini mungkin merupakan kategori yang tidak berkembang, kehilangan
informasi dalam urutan-urutan proses pembelajaran, atau individu baru yang dapat
memberikan wawasan tentang beberapa aspek proses. Ahli grounded theory kemudian
kembali ke lapangan untuk mengumpulkan informasi tambahan ini. Dalam prosedur ini, dia
memperbaiki, mengembangkan, dan mengklarifikasi arti kategori untuk teori ini.
Proses ini bolak-balik antara pengumpulan data dan analisis data hingga berlanjut
sampai kategori mencapai titik jenuh. Titik jenuh/saturasi dalam penelitian grounded theory
adalah keadaan di mana peneliti membuat keputusan subyektif bahwa pengambilan data lagi
tidak akan memberikan informasi atau wawasan baru untuk kategori yang sedang
berkembang.
Gambar di bawah ini merupakan kumpulan data dan analisis zig-zag untuk mencapai
kejenuhan kategori.

Sumber: Creswell (2012: 433)

3. Analisis Data dengan Perbandingan Konstan


Analisis data secara perbandingan konstan merupakan proses mengumpulkan data,
memilahnya ke dalam kategori, mengumpulkan informasi tambahan, dan membandingkan
informasi baru dengan kategori yang muncul. Proses perlahan dalam mengembangkan
kategori informasi ini disebut prosedur komparatif konstan.
Perbandingan konstan adalah prosedur analisis data induktif (dari spesifik ke luas) dalam
penelitian grounded theory untuk menghasilkan dan menghubungkan kategori dengan
membandingkan insiden dalam data dengan kejadian lain, insiden ke kategori, dan kategori
ke kategori lain.
Maksud keseluruhan perbandingan konstan adalah untuk "mendasarkan" kategori dalam data.
Glaser (1978) di Creswell (2012: 434) menjelaskan bahwa, selama perbandingan konstan ada
beberapa tahapan yang terjadi yaitu;
1. Data mentah yang didapat dibentuk menjadi indikator, yaitu segmen kecil informasi
yang berasal dari orang yang berbeda, sumber yang berbeda, atau orang yang sama
dari waktu ke waktu.
2. Indikator kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kode (misalnya, Kode A, Kode
B, Kode C),
3. Dan akhirnya, kode dibentuk menjadi kategori yang lebih abstrak (misalnya, Kategori
I, Kategori II).
Melalui proses ini, peneliti secara konstan membandingkan antar indikator-indikator, antar
kode, dan antar kategori.
Pentingnya perbandingan konstan:
1. Mengurangi redundansi dan mengembangkan bukti untuk kategori.
2. Membantu ahli grounded theory untuk membandingkan skema yang muncul dengan
data mentah untuk mengumpulkan kategori dalam informasi yang dikumpulkan
selama penelitian.
Gambar di bawah menunjukkan perbandingan konstan dalam grounded theory.

Sumber: Creswell (2012: 434)

4. Kategori inti
Kategori inti adalah kategori yang dipilih dari beberapa kategori untuk dijadikan pusat
fenomena pengembangan teori (Creswell, 2012: 435). Glaser (1978) di Creswell (2012)
menjelaskan bahwa, kategori inti dipilih berdasarkan faktor-faktor berikut;
1. Hubungannya dengan kategori lainnya
2. Frekuensi kemunculannya
3. Cepat dan mudahnya titik jenuh/Saturasi
4. Ada pengaruh yang jelas terhadap pengembangan teori
Memilih kategori pusat / inti
Strauss dan Corbin (1998) di Creswell (2012) menyebutkan bahwa, selama memilih kategori
inti, kriteria berikut harus diperhatikan yaitu:
1. Harus menjadi pusat; artinya semua kategori utama lainnya bisa berhubungan
dengannya.
2. Harus sering muncul di data. Ini berarti bahwa dalam semua atau hampir semua kasus,
ada indikator yang menunjukkan konsep tersebut.
3. Penjelasan yang berkembang dengan mengaitkan kategori adalah logis dan konsisten.
Tidak ada pemaksaan data.
4. Nama atau frase yang digunakan untuk menggambarkan kategori pusat cukup abstrak.
5. Karena konsepnya disempurnakan, teorinya tumbuh secara mendalam dan jelas.
6. Ketika kondisinya bervariasi, penjelasannya tetap berlaku, walaupun cara munculnya
fenomena dapat terlihat agak berbeda

5. Pengembangan Teori
Selama pengembangan teori, para ahli grounded theory menghasilkan teori jarak menengah
karena teorinya didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh peneliti. Teori mid-range dalam
penelitian grounded theory adalah penjelasan abstrak atau pemahaman tentang sebuah proses
tentang sebuah topik substantif yang didasarkan pada data. Karena teorinya mendekati data,
tidak memiliki penerapan atau cakupan yang luas, seperti teori "grand" tentang motivasi
manusia yang berlaku bagi banyak orang dan situasi (Creswell 2012: 436). Glaser & Strauss
(1967: 33) di Creswell (2012: 436), menambahkan bahwa teori yang dihasilkan bukanlah
"hipotesis kerja kecil" seperti penjelasan untuk siswa di satu sekolah atau kelas. Sebaliknya,
Charmaz (2000) di Creswell (2012) menjelaskan bahwa teori tersebut adalah "rentang
tengah" yang diambil dari beberapa individu atau sumber data, yang memberikan penjelasan
untuk topik substantif.
Teori yang dihasilkan selama penelitian grounded theory dapat disajikan dalam tiga cara
yang mungkin, yaitu antara lain :
1. sebagai paradigma pengkodean visual,
2. sebagai serangkaian proposisi (atau hipotesis),
3. sebagai cerita yang ditulis dalam bentuk naratif.
Selama presentasi teori, kita bisa menggunakan proposisi teoritis. Proposisi teoritis dalam
penelitian grounded theory adalah pernyataan yang menunjukkan hubungan antara kategori,
seperti pendekatan sistematis terhadap pengkodean aksial yang mencakup kondisi kausal,
kategori inti atau fenomena, konteks, kondisi intervensi, strategi, dan konsekuensinya.

6. Catatan/ Memo
Memo adalah catatan yang peneliti tulis selama proses penelitian untuk menguraikan gagasan
tentang data dan kategori kode. Sepanjang prosedur penelitian grounded theory, para peneliti
membuat memo tentang data tersebut. Charmaz (1990) di Creswell (2012) menyebutkan
bahwa memo adalah alat dalam penelitian grounded theory yang memberikan peneliti dialog
yang berkelanjutan dengan diri mereka sendiri tentang teori yang sedang berkembang. Dalam
memo, peneliti mengeksplorasi firasat, gagasan, dan pemikiran, dan kemudian
membedakannya, selalu mencari penjelasan yang lebih luas di tempat kerja dalam prosesnya.
Creswell (2012: 439) menjelaskan bahwa memo bisa singkat atau panjang, lebih rinci dan
terkait dengan kode dan kategori, atau lebih luas dan lebih abstrak.
Pentingnya catatan dalam penelitian grounded theory yaitu sebagai berikut:
1. Memo membantu mengarahkan peneliti menuju sumber data baru,
2. Catatan membentuk ide yang mana untuk dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti,
3. Catatan mencegah kelumpuhan dari pegunungan data
Namun, Babchuck (1997) dalam Creswell (2012) menyebutkan bahwa studi grounded theory
tidak selalu dilaporkan melalui catatan, atau jika memang benar, mereka tidak memberikan
bukti bagaimana catatan itu digunakan.

D. JENIS DESAIN GROUNDED THEORY


Dalam Creswell (2012), Hood (2007) menyebutkan bahwa, ada tiga desain dominan
yang bisa dilihat. Yang mencakup: 1. prosedur sistematis yang bersekutu dengan Strauss dan
Corbin (1998) dan Corbin and Strauss (2008); 2. Desain yang muncul, terkait dengan Glaser
(1992); dan 3. pendekatan konstruktivis yang dianut oleh Charmaz (1990, 2000, 2006).
1. Desain grounded theory yang sistematis
Menurut Straus & Corbin di Creswell (2007), sebuah rancangan sistematis dalam
grounded theory adalah perancangan dimana peneliti berusaha untuk secara sistematis
mengembangkan sebuah teori yang menjelaskan proses, tindakan atau interaksi pada suatu
topik. Perancangan ini menggunakan langkah analisis data secara pengkodean terbuka,
pengkodean aksial dan kemudian pengkodean selektif dan pengembangan paradigma
logika atau gambaran visual dari teori yang dihasilkan (Creswell, 2012). Selama
perancangan yang sistematis, peneliti memilih sekitar 20 sampai 30 peserta dengan
menggunakan teknik sampling theoretic. Hal ini merupakan cara terbaik untuk membantu
peneliti dalam membentuk teori. Kemudian peneliti mengumpulkan data dengan
mewawancarai peserta. Terkadang informasi lebih banyak dapat diperoleh dengan
observasi dan dokumen. Data terus dikumpulkan hingga kategori jenuh. Informasi yang
dikumpulkan dari data tersebut kemudian berulang kali dibandingkan dengan kategori
yang muncul dan kemudian dianalisis secara sistematis dimulai dengan pengkodean
terbuka, pengkodean aksial dan kemudian pengkodean selektif. Setelah pengkodean
selektif, peneliti kemudian mengembangkan matriks kondisional; sebuah bantuan coding
atau perangkat yang membantu peneliti membuat hubungan antara kondisi makro dan
mikro yang mempengaruhi fenomena tersebut (Creswell, 2007).
2. Desain Teori Landasan Konstruktivis
Dalam Charmaz (2006) di Creswell (2007), desain grounded theory konstruktivis
adalah pendekatan yang berfokus pada beragam dunia lokal, beberapa realitas, dan
kompleksitas dunia, pandangan, dan tindakan tertentu. Teori konstruktivis menurut
Charmaz (2006) di Creswell (2007), berfokus pada teori yang dikembangkan yang
bergantung pada pandangan peneliti, belajar tentang pengalaman di dalam jaringan
tersembunyi, situasi tersembunyi, situasi, dan hubungan, dan membuat hierarki kekuasaan
yang terlihat, komunikasi, dan kesempatan. Penekanannya ditempatkan pada pandangan,
nilai, kepercayaan, perasaan, asumsi, dan ideologi individu daripada mengumpulkan fakta
dan menggambarkan tindakan. Seperti disain yang sistematis, juga desain konstruktivis
menggambarkan praktik mengumpulkan data yang kaya, mengkodekan data, memo, dan
menggunakan sampling teoritis.
3.Desain grounded theory yang muncul
Menurut Glaser (1992) dalam Creswell (2012), desain ini adalah desain di mana
tujuan dari studi grounded theory adalah agar penulis dapat menjelaskan sebuah "proses
sosial dasar" dengan prosedur perbandingan komparatif untuk membandingkan kejadian
ke kejadian, kejadian ke kategori, dan kategori ke kategori. Desain ini tidak sekadar
mendeskripsikan kategori secara sederhana, tetapi berfokus pada menghubungkan kategori
dan teori yang muncul. Desain ini menunjukkan bahwa;
1. Grounded theory ada pada tingkat konseptual yang paling abstrak dan bukan tingkat
abstrak yang paling sedikit seperti yang ditemukan dalam presentasi data visual seperti
paradigma pengkodean.
2. Sebuah teori didasarkan pada data dan tidak dipaksa masuk ke dalam kategori.
3. Grounded theory yang baik harus memenuhi empat kriteria utama: kemampuan,
pekerjaan, relevansi, dan kemampuan modifikator.

Menurut Creswell (2012), memilih di antara ketiga pendekatan tersebut memerlukan


beberapa pertimbangan yang meliputi hal-hal berikut;
1. Timbang seberapa kuat Anda ingin menekankan prosedur, gunakan kategori yang
telah ditentukan dalam analisis, posisikan diri Anda sebagai peneliti.
2. Tentukan bagaimana mengakhiri penelitian, apakah itu dengan pertanyaan tentatif
atau hipotesis yang spesifik.
3. Penggunaan bahasa yang berbeda yang mungkin oleh beberapa pendidik dianggap
sebagai jargon dan karenanya, memerlukan defisit yang hati-hati (misalnya,
komparatif konstan, pengkodean terbuka, pengkodean aksial).

E. ANALISIS DAN REPRESENTASI STUDI PENELITIAN GROUNDED THEORY


Strauss & Corbin (1990, 1998) di Creswell (2007: 160) menjelaskan bahwa, teori
grounded menggunakan prosedur rinci untuk analisis yang terdiri dari tiga tahap
pengkodean, yaitu pengkodean terbuka, pengkodean aksial, dan pengkodean selektif, dan
matriks kondisional.
Menurut Strauss (2013) prosedur analisis grounded theory dirancang untuk:
1. Menyusun teori bukan sekedar mengujinya.
2. Memberikan ketetapan proses penelitian yang diperlukan untuk menjadikan teori
sebagai ilmu yang baik.
3. Membantu peneliti mengatasi bias dan asumsi yang terbawa dan yang dapat
berkembang didalam proses penelitian.
4. Memberikan landasan, memberikan kepadatan makna dan mengembangkan kepekaan
untuk mengembangkan teori yang jelas dan kaya makna.
1. Pengkodean Terbuka (Open Coding)
Pengkodean terbuka adalah proses untuk menguraikan basis data ke sekumpulan tema
atau kategori kecil yang menjadi ciri proses atau tindakan yang sedang dieksplorasi
dalam studi grounded theory. Menurut Strauss (2013) pengkodean terbuka atau open
coding merupakan proses menguraikan, memeriksa, membandingkan,
mengkonsepkan dan mengkategorikan data.
Dalam pengkodean terbuka, peneliti memeriksa teks (misalnya transkrip, catatan
lapangan, dokumen) untuk kategori informasi penting yang didukung oleh teks.
Dengan menggunakan pendekatan komparatif konstan, peneliti mencoba untuk
'menjenuhkan' kategori. Kategori tersebut kemudian terdiri dari subkategori, yang
disebut '' properties ', yang mewakili banyak perspektif tentang kategori. Nantinya
sifat-sifatnya didimensional dan disajikan pada kontinum. Misalnya, Creswell &
Brown (1992) di Creswell (2012) menunjukkan sebuah pengkodean terbuka untuk
studi terhadap 33 ketua akademis di perguruan tinggi dan universitas dan peran
mereka dalam meningkatkan penelitian fakultas. Pengkodean terbuka disusun
termasuk kategori, properti, dan contoh dimensi yang luas, dan mengikuti prosedur
sistematis Strauss dan Corbin (1990). Dalam pengkodean terbuka, kategori tersebut
dikategorikan ke dalam properti yang kemudian dimensionised. Misalnya, pada
gambar di bawah, kursi, sebagai penyedia (kategori), terlibat dalam fakultas
pendanaan (properti), yang terdiri dari kemungkinan pada rangkaian tingkat dana
mulai dari uang bibit start-up jangka pendek sampai jangka pendek. -term travel
money (properti berdimensiasi).
Sumber: Creswell (2012: 427)

2. Pengkodean Aksial (Aksial Coding)


Pengkodean aksial adalah proses dimana data ditinjau untuk memberikan wawasan
tentang kategori pengkodean tertentu yang berhubungan atau menjelaskan fenomena
sentral.
Menurut Strauss (2013) proses ini merupakan proses yang menghubungkan subkategori
dengan kategorinya. Selama pengkodean aksial, peneliti mengidentifikasi kategori
tunggal (kategori inti) dari daftar pengkodean terbuka sebagai fenomena utama yang
diminati. Kategori pengkodean terbuka yang dipilih biasanya merupakan salah satu
yang dibahas secara luas oleh para peserta atau salah satu kepentingan konseptual
karena nampaknya penting bagi proses yang dipelajari dalam proyek grounded theory.
Ketika kategori inti dipilih, peneliti memposisikannya sebagai ciri utama teori tersebut,
dan kemudian kembali ke database (atau mengumpulkan data tambahan) untuk
memahami kategori yang terkait dengan fenomena sentral ini. Fase ini melibatkan
menggambar diagram, yang disebut paradigma pengkodean, yang mana
menggambarkan keterkaitan kondisi kausal, strategi, kondisi kontekstual dan intervensi,
dan konsekuensi seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini;

Sumber; Creswell (2012: 428).


Menurut Strauss (2013) tahapan ini terfokus pada spesifikasi kategori atau fenomena
berdasarkan kondisi yang muncul, yaitu:
a. Konteks yaitu sejumlah sifat khusus dari kategori tersebut.
b. Stategi aksi untuk menangani, mengelola dan melakukan penyusunan kategori.
c. Konsekuensi dari strategi aksi tersebut.
Ketiga ciri ini dinamakan dengan subkategori. Subkategori dikaitkan dengan kategorinya
melalui model paradigma atau “Axial coding paradigma” sesuai dengan gambar diatas.
Adapun penjelasn terkait dengan model paradigma adalah:
a. Kondisi kasual (Causal Conditions)
Mengacu pada peristiwa atau insiden yang menimbulkan terjadinya fenomena.
b. Fenomena (Core Category or Phenemenon)
Gagasan, peristiwa dan kejadian utama ketika sejumlah tindakan atau interaksi
ditujukan untuk mengelola, menangani atau mengaitkan hal-hal tersebut.
c. Konteks (Context)
Menunjukkan sejumlah sifat khusus yang berhubungan dengan suatu fenomena,
missal lokasi kejadian. Atau bisa saja disebut sebagai kondisi tetentu yang didalamnya
digunakan stategi/interaksi untuk mengelola, mengatasi, melaksanaka dan memberi
tanggapan terhadap fenomena tertentu.
d. Kondisi Pemengaruh (Intervening Condition)
Kondisi yang luas dan umum yang berkaitan dengan stategi tindakan/interaksi.
Mencakup: ruang, waktu, budaya, sejarah, riwayat hidup dana hal-hal lainnya.
e. Strategi aksi/interaksi (Strategies)
Merupakan tindakan yang ditujukan untuk menangani, mengatasi, melaksanakan dan
menanggapi fenomena yang ada didalam konteks/ dalam sejumlah kondisi yang
dirasakan.
f. Konsekuensi (Consequences)

3. Pengkodean selektif (Selektif Coding)


Tahap pengkodean selektif adalah tahap dimana peneliti membangun '' cerita '' yang
menghubungkan kategori. Selama fase ini, peneliti mengeksplorasi kondisi santai yang
mempengaruhi fenomena sentral, strategi untuk mengatasi fenomena, konteks dan
intervensi kondisi yang membentuk strategi, dan konsekuensi dari melakukan strategi.
Informasi yang diperoleh kemudian disusun menjadi sebuah gambar, sebuah paradigma
pengkodean, yang mewakili model teoretis dari proses yang sedang dipelajari sehingga
teori dibangun atau dihasilkan. Dari teori tersebut, peneliti kemudian menghasilkan
proposisi (atau hipotesis) atau pernyataan yang saling terkait dalam kategori dalam
paradigma pengkodean.
4. Membuat matriks kondisional
Matriks kondisional adalah bantuan atau diagram yang membantu peneliti untuk
membuat hubungan antara kondisi makro dan mikro yang mempengaruhi fenomena
tersebut. Matriks ini adalah seperangkat lingkaran konsentris yang berkembang dengan
label yang terbentuk dari individu, kelompok, dan organisasi ke masyarakat, wilayah,
dan dunia global.

F. LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENELITIAN GROUNDED


THEORY
Menurut Creswell (2012: 440), dengan berbagai jenis desaain penelitian grounded theory
yaitu sistematis, muncul, dan konstruktivis, peneliti mungkin terlibat dalam prosedur
alternatif untuk melakukan penelitian grounded theory. Namun, dari ketiga desain
tersebut, bentuk penyelidikan sistematis terdiri dari langkah-langkah yang mudah dikenali,
namun sering digunakan untuk penelitian teori ground. Oleh karena itu, langkah
prosedural dalam melakukan penelitian berbasis sistematik meliputi:
1. Menentukan desain terbaik berdasarkan pada masalah penelitian
Sebuah desain grounded theory sesuai bila anda ingin mengembangkan atau
memodifikasi teori, menjelaskan sebuah proses, dan mengembangkan abstraksi umum
dari interaksi dan tindakan orang. Karena proses abstrak generasi, tampaknya cocok
untuk topik sensitif atau situasi masalah penelitian di mana individu memerlukan
perlindungan privasi mereka. Misalnya saat mempelajari anak perempuan yang telah
dilacak secara seksual. Teori grounded juga nampaknya berlaku untuk individu-
individu yang terlatih dalam penelitian kuantitatif namun ingin mengeksplorasi
prosedur kualitatif yang ketat dan sistematis.
2. Identifikasi proses untuk belajar
Karena penelitian grounded theory dimaksudkan untuk menjelaskan suatu proses,
peneliti perlu mengidentifikasi di awal proses sementara untuk memeriksa studi
grounded theory. Proses ini harus didasarkan dari masalah penelitian dan pertanyaan
yang ingin dijawab oleh peneliti dan perlu melibatkan orang-orang yang bertindak
atau berinteraksi dengan langkah atau urutan yang dapat diidentifikasi dalam interaksi
mereka.
3. Mencari persetujuan dan akses
Seperti halnya semua penelitian, peneliti grounded theory perlu mendapatkan
persetujuan dari dewan review atau supervisor institusional. Dia juga membutuhkan
akses ke individu yang dapat memberikan wawasan tentang proses yang ia
rencanakan untuk dipelajari. Seperti penelitian lain, langkah ini melibatkan meminta
persetujuan untuk mengumpulkan data, menilai individu dari tujuan studi Anda, dan
menjamin perlindungan terhadap situs dan peserta saat melakukan penyelidikan.
4. Melakukan sampling teoritis dan pengumpulan data
Karena grounded theory dimaksudkan untuk pengembangan sebuah teori, peneliti
diharapkan secara teoritis memilih sampel sekitar 20 sampai 30 atau 50 sampai 60
orang yang telah mengalami proses belajar. Dari sampel teoritis, peneliti
mengumpulkan data secara sering dengan mewawancarai para peserta untuk
menangkap pengalaman individu dengan kata-kata mereka sendiri dengan sebaik-
baiknya. Beberapa kali lainnya metode seperti observasi, dan dokumen dapat
digunakan untuk mengumpulkan informasi tambahan. Peneliti harus mengumpulkan
data lebih dari sekali dari sumber data untuk informasi lebih lanjut selama penelitian
sampai kategori jenuh dan teorinya sepenuhnya dikembangkan.
5. Mengkode data
Proses pengkodean data terjadi selama pengumpulan data untuk membantu
menentukan data apa yang akan dikumpulkan selanjutnya. Pengkodean data dimulai
dengan identifikasi kategori pengkodean terbuka dan menggunakan pendekatan
komparatif konstan untuk kejenuhan dengan membandingkan data dengan kejadian
dan kejadian dengan kategori. Sejumlah 10 kategori yang masuk akal mungkin cukup,
walaupun jumlah ini bergantung pada tingkat database dan kompleksitas proses yang
sedang dieksplorasi. Dari pengkodean terbuka, kemudian pengkodean aksial berikut
dan pengembangan paradigma coding. Setelah pengkodean aksial, kami mengulangi
atau menganalisis kembali data untuk mengidentifikasi kondisi sebab-akibat, kategori
dan strategi kontekstual dan kontekstual, untuk mengembangkan proses pengkodean
aksial.
6. Menggunakan pengkodean selektif dan mengembangkan teori
Proses pengkodean diselesaikan dengan pengkodean selektif dan pengembangan teori.
Prosedur ini mencakup keterkaitan kategori dalam paradigma pengkodean. Ini
mungkin melibatkan penyempurnaan paradigma pengkodean aksial dan
menyajikannya sebagai model atau teori proses. Ini mungkin termasuk proposisi
penulisan yang memberikan gagasan yang dapat diuji untuk penelitian lebih lanjut.
Tahapan ini mungkin juga melibatkan penulisan cerita atau narasi yang
menggambarkan keterkaitan antar kategori.
7. Memvalidasi teori yang dikembangkan
Menurut Creswell (2007) di Creswell (2012), validasi merupakan bagian aktif dalam
proses penelitian teori ground. Sebagai contoh, selama prosedur komparatif konstan
pengkodean terbuka, peneliti melakukan triangulasi data antara informasi dan kategori
yang muncul. Proses yang sama untuk memeriksa data terhadap kategori terjadi pada
tahap pengkodean aksial. Selama validasi, peneliti melakukan sampling diskriminan
suatu proses dimana oleh peneliti mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan
kategori, dan kemudian kembali ke data dan mencari bukti, insiden, dan kejadian.
Strauss & Corbin (1998) di Creswell (2012), menjelaskan bahwa setelah
mengembangkan sebuah teori, teoretikus yang membumi memvalidasi proses dengan
membandingkannya dengan proses yang ada yang ditemukan dalam literatur. Juga,
pengulas dari luar, seperti peserta proyek yang menilai teori grounded menggunakan
"kanon" yang baik sains, dapat mendukung teori, termasuk validitas dan kredibilitas
data
8. Menulis laporan penelitian grounded theory
Struktur laporan teori beralasan bervariasi dari struktur fleksibel dalam desain yang
muncul dan konstruktivis ke struktur yang lebih berorientasi kuantitatif dalam
rancangan sistematis. Struktur teori grounded bersifat ilmiah dan mencakup masalah,
metode, diskusi, dan hasil. Selain itu, sudut pandang penulis dalam pendekatan
sistematis terkadang adalah orang ketiga dan obyektif dalam nada. Semua proyek teori
yang beralasan, bagaimanapun, diakhiri dengan teori yang dihasilkan oleh peneliti
yang melaporkan abstraksi prosesnya di bawah pemeriksaan

G. STRUKTUR PELAPORAN STUDI GROUNDED THEORY


Menurut Strauss & Corbin (1990) di Creswell (2007: 80), langkah-langkah penulisan
laporan teori grounding meliputi:
i. Pendahuluan, menyatakan masalah dan pertanyaannya
ii. Prosedur penelitian, yaitu teori grounded, pengumpulan data, analisis, dan hasil
iii. Buka coding
iv. Pengkodean aksial
v. Pengkodean selektif dan proposisi teoritis dan model
vi. Pembahasan teori dan kontras dengan literatur yang ada

H. KEUNTUNGAN DESAIN PENELITIAN GROUNDED THEORY


Menurut Denscombe (2010: 121), menggunakan desain penelitian grounded theory
menguntungkan dengan cara berikut;
1. Cocok untuk penelitian berskala kecil.
Pendekatan grounded theory cocok untuk penelitian skala kecil karena dapat dilakukan
oleh periset tunggal yang bekerja pada anggaran terbatas.
2. Alasan yang diakui untuk penelitian kualitatif.
Hal ini karena grounded theory memberikan pembenaran standar yang dapat
menangkis kritik potensial dari mereka yang mungkin mempertanyakan ketelitian riset
kualitatif skala kecil.
3. Mudah beradaptasi.
Pendekatannya mudah beradaptasi, karena menggunakan berbagai metode
pengumpulan data kualitatif (misalnya wawancara, observasi, dokumen) dan bentuk
data (transkrip wawancara, kerja lapangan, teks).
4. Pragmatik.
Ada fokus pada praktik (interaksi manusia) dan apa yang praktis (filosofi pragmatik),
yang membuat pendekatan ini sesuai untuk dipelajari di berbagai bidang, seperti
pendidikan, yang berkaitan dengan pemahaman dan peningkatan masalah dalam hal
hubungan interpersonal.
5. Cara sistematis menganalisis data kualitatif.
Penelitian teori beralas sangat membantu pendatang baru yang mungkin bertanya-tanya
bagaimana dia bisa memahami data dan bagaimana dia dapat bergerak menuju konsep
pengembangan dan akhirnya teori.
6. Analisis data yang mudah
Analisis data dapat memanfaatkan perangkat lunak komputer untuk mendapatkan
bantuan pengkodean dan pemilahan data kualitatif.
7. Perkembangan teori.
Pendekatan ini mencakup sarana untuk mengembangkan proposisi teoritis dari data,
dan harus meningkatkan kepercayaan peneliti proyek di bidang teori.
8. Penjelasan dari grounded
Konsep dan teori dikembangkan dengan referensi konstan terhadap data empiris dan ini
berarti bahwa, tidak seperti teori abstrak dan spekulatif, teori dibangun berdasarkan
dasar bukti yang kuat. Hal ini memastikan bahwa grounded theory tetap berhubungan
dengan kenyataan.
9. Cocok untuk penelitian eksploratif.
Pendekatan ini memungkinkan tingkat fleksibilitas dalam pemilihan contoh untuk
dimasukkan ke dalam sampel dan analisis data - keduanya sangat sesuai untuk
eksplorasi topik baru dan gagasan baru.

I. KEKURANGAN DESAIN PENELITIAN GROUNDED THEORY


Denscombe (2010: 122-123) menjelaskan bahwa, kelemahan menggunakan desain
penelitian grounded theory dapat mencakup hal-hal berikut;
1. Perencanaan.
Pendekatannya tidak sesuai dengan perencanaan yang tepat. Hal ini karena grounded
theory menggunakan mean 'teoritis sampling' dan ini tidak mungkin untuk memprediksi
terlebih dahulu sifat sampel yang akan digunakan. Selain itu, kebutuhan untuk
menggunakan 'kejenuhan teoretis' membuat tidak mungkin untuk menyatakan pada
awalnya ukuran sampel akhirnya.
2. Konteks.
Karena para peneliti grounded theory berfokus pada beberapa contoh pengaturan
perilaku tertentu, ada kecenderungan untuk menceraikan penjelasan situasi yang
dipelajari dari faktor kontekstual yang lebih luas. Dengan kata lain, ada bahaya bahwa
teori yang dihasilkan dari data tersebut dapat mengabaikan pengaruh faktor sosial,
ekonomi dan politik (misalnya kekuatan, globalisasi, migrasi, kelas sosial, gender dan
ketidaksetaraan ras) dan latar belakang historis kejadian, yang mungkin penting bagi
teori penuh dan valid yang menjelaskan fenomena tersebut.
3. Open-mindedness.
Pendekatan grounded theory menerapkan prinsip berpikir terbuka terhadap data. Namun,
dalam praktiknya para periset selalu dipengaruhi oleh konsepsi sebelumnya berdasarkan
konsep mereka sendiri budaya dan pengalaman pribadi. Akibatnya, ini menimbulkan
pertanyaan seperti; Seberapa jauh ini bisa diletakkan di satu sisi untuk tujuan
menganalisis data.
4. Kompleksitas.
Cara sistematis untuk menganalisa data yang dikumpulkan dengan grounded theory bisa
menakutkan dalam hal kompleksitas proses. Ini karena melibatkan 'memaksa' kategori
dan kode pada data, daripada membiarkannya secara alami 'muncul'.
5. Empirisme
Grounded theory menggunakan data lapangan sebagai sumber teorinya, dan menetapkan
dirinya melawan penggunaan teori umum. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat dikritik
sebagai 'empiris' karena sangat bergantung pada data empiris yang mengharapkan
penjelasan ada dalam data akumulasi, menunggu untuk 'ditemukan' oleh peneliti.
6. Generalisasi.
Generalisasi dari temuan dapat disalahpahami jika peneliti tidak secara jelas menyatakan
generalisasi teoritis. Jika tidak dinyatakan dengan jelas, masyarakat dapat melihat
generalisasi sebagai upaya untuk mencoba mengidentifikasi pola perilaku pada populasi
berdasarkan sampel kecil yang dipilih secara purposive yang dipelajari.
II. PENELITIAN FENOMENOLOGI
A. PENGERITAIN DESAIN PENELITIAN FENOMENOLOGIS
Menurut Denscombe (2010: 94), penelitian fenomenologis adalah penelitian
kualitatif yang berkonsentrasi pada studi tentang jenis pengalaman manusia yang murni
yaitu pengalaman manusia yang belum mengalami proses analisis dan teori. Chase
(2005) dan Polkinghorne (1995) dalam Creswell (2007) mengatakan bahwa
fenomenologis merupakan penelitian naratif, yaitu; teks atau tulisan yang berfokus
secara spesifik pada cerita dari seorang atau kelompok orang. Studi fenomenologis
menggambarkan makna pengalaman hidup untuk seorang atau beberapa individu tentang
konsep atau fenomena. Tujuan dasar fenomenologis adalah mengurangi pengalaman
individu dengan fenomena pada deskripsi esensi universal (Creswell, 2007).
Menurut Creswell (2012:504) menjelaskan bahwa penelitian fenomenologis bisa diambil
dari sejarah hidup dimana cerita yang dituliskan menggambarkan seluruh pengalaman
hidup partisipan. Dan juga bisa diambil dari cerita pengalaman partisipan dimana
pengalaman itu ditemui dalam satu atau beberapa episode, atau satu situasi pribadi, atau
dongeng yang komunal.
Sebagai desain penelitian, penelitian fenomenologis bertujuan mendapatkan
gambaran yang jelas tentang hal-hal yang dialami langsung oleh individu atau kelompok
individu. Hal ini terkait untuk memberikan gambaran tentang bagaimana hal-hal yang
dialami secara langsung oleh pihak-pihak yang terlibat (Denscombe, 2010). Menurut
Moustakas (1994) dalam Creswell (2007) menjelaskan bahwa, pengalaman manusia bisa
jadi fenomena seperti mengajar biologi disekolah terpencil, mengajar biologi disekolah
satu jenis kelamin (sex sigle school), mengajar biologi selama dua tahun lebih (like life
experiment) dan lain-lain. Oleh karena itu, ahli fenomenologi mengumpulkan data dari
seorang/ beberapa orang yang telah mengalami fenomena tersebut, mengembangkan
deskripsi komposit tentang ‘‘inti’’ pengalaman bagi individu atau beberapa individu
sedang diteliti. Moustakas (1994) dialam Creswell (2007) menjelaskan bahwa deskripsi
terdiri dari '' apa 'yang mereka alami dan' 'bagaimana' 'mereka mengalaminya. Misalnya,
penyelidikan fenomenologis tentang sesuatu seperti 'panti asuhan', misalnya, akan
berfokus pada pengalaman menjadi yatim piatu. Studi fenomenologis mungkin tertarik
untuk mencoba mendapatkan esensi dari apa artinya menjadi anak yatim (Denscombe,
2010).
Dalam Creswell (2012: 502) menyampaikan bahwa penelitian fenomenologi
digunakan jika individu secara sukarela menceritakan cerita/pengalamannya ke peneliti.
Sebagai contoh guru-guru yang mempunyai pengalaman dalam mengajar biologi. Juga
bisa digunakan jika partisipan yang sedang diteliti jika menceritakan cerita atau
pengalamannya dapat membuat mereka merasa bahwa cerita tersebut bermanfaat jika
dibaca atau diketahui oleh orang lain. Selain itu juga bisa digunakan kalau cerita yang
disampaikan sesuai dengan kronologi peristiwa.

B. KARAKTERISTIK DESAIN PENELITIAN FENOMENOLOGIS


Menurut Denscombe (2010), studi fenomenologis ditandai sebagai berikut;
1.Penelitian fenomenologis diperhatikan dengan deskripsi dan interpretasi
pengalaman manusia yang sedang diselidiki
2. Juga fenomenologis ditandai dengan ketertarikan pada dasar-dasar eksistensi sosial
3. Fenomenologis berkaitan dengan melihat sesuatu melalui mata orang lain dengan
menekankan perlunya menyajikan hal-hal semaksimal mungkin dengan cara orang-
orang yang bersangkutan memahaminya.
4. Juga fenomenologis ditandai dengan konstruksi realitas sosial terutama dengan
minat bagaimana kehidupan sosial dibangun oleh orang-orang yang berpartisipasi
di dalamnya.

C. JENIS PENELITIAN FENOMENOLOGIS


Menurut van Manen (1990) dan Moustakas (1994) di Creswell (2007: 59), ada dua
jenis fenomenologi; yaitu fenomenologi hermeneutik dan fenomenologi empiris,
transendental, atau psikologis.
1. Fenomenologi Hermeneutik
Menurut van Manen (1990) dalam Creswell (2007), fenomenologi hermeneutik
adalah penelitian fenomenologis yang berorientasi pada pengalaman hidup dan
menafsirkan 'teks' kehidupan (hermeneutika). Penelitian ini menekankan bahwa
fenomenologi bukan hanya deskripsi, tapi juga proses interpretatif di mana peneliti
membuat interpretasi makna pengalaman hidup. Menurut Ellis (2004) dalam
Creswell(2007), fenomenologis hermeneutik dapat studi biografis; di mana peneliti
menulis dan mencatat pengalaman hidup untuk seorang yang lain atau otobiografis di
mana seorang yang sedang diteliti menulis dan mencatat pengalamannya sendiri.
2. Fenomenologi transendental
Moustakas (1994) dalam Creswell (2007), penelitian transendental merupakan
penelitian fenomenologis yang berfokus lebih pada interpretasi peneliti dan lebih pada
deskripsi pengalaman para peserta. Penelitian ini berfokus pada pengerucutan data, di
mana penyidik menyisihkan pengalamannya sebanyak mungkin, untuk mengambil
perspektif baru terhadap fenomena yang diteliti. Oleh karena itu ‘‘transendental’’
berarti ‘‘segala sesuatu dirasakan baru, seolah untuk pertama kalinya.

D. PROSEDUR UNTUK MELAKUKAN PENELITIAN FENOMENOLOGIS


Menurut Moustakas (1994) dalam Creswell (2007: 60-62) mengemukakan bahwa
langkah-langkah prosedural dalam proses melakukan penelitian fenomenologis adalah;
1. Menguraikan masalah penelitian fenomenologis yang jelas.
Peneliti harus dengan jelas menentukan apakah masalah penelitian paling baik diuji
dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Masalah penelitian
fenomenologis yang baik adalah di mana penting untuk memahami beberapa
pengalaman umum atau berbagi dari suatu fenomena.
2. Memilih fenomena yang menarik untuk belajar
Setelah mengemukakan masalah penelitian fenomenologis, peneliti kemudian
memilih suatu fenomena yang menarik untuk dipelajari, seperti bagaimana
pengaruhnya terhadap prestasi biologi yang rendah, bagaimana hidup sebagai anak
yatim, dan lain sebagainya.
3. Asumsi filosofis fenomenologi
Peneliti kemudian mengenali dan menentukan asumsi filosofis yang luas,
misalnya; Kita bisa menulis tentang kombinasi antara realitas obyektif dan
pengalaman individu. Pengalaman ini selanjutnya bisa 'sadar' dan diarahkan pada
objek.
4. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari individu yang telah mengalami fenomena tersebut. Metode
yang digunakan untuk mengumpulkan data fenomenologis meliputi wawancara
mendalam dan wawancara ganda dengan para peserta. Polkinghorne (1989) di
Creswell (2007) merekomendasikan agar peneliti mewawancarai dari 5 sampai 25
peserta. Bentuk data lainnya juga bisa didapat dari dokumen pengamatan, seni,
puisi, musik.
5. Mengajukan pertanyaan
Menurut Moustakas (1994) di Creswell (2007), dalam sebuah studi fenomenologis,
para peserta ditanya dua pertanyaan umum dan umum: apa yang Anda alami dalam
fenomena ini? Konteks atau situasi apa yang biasanya mempengaruhi atau
mempengaruhi pengalaman Anda dari fenomena ini? Kedua pertanyaan ini
berfokus pada pengumpulan data yang akan mengarah pada deskripsi tekstur dan
deskripsi struktural dari pengalaman dan oleh karena itu memberikan pemahaman
tentang pengalaman umum para peserta. Pertanyaan terbuka lainnya mungkin juga
ditanyakan.
6. Analisis data
Analisis data fenomenologis melibatkan dua tahap yaitu horizonalisasi dan cluster
makna. Dalam horizonalisasi adalah data diperoleh dari pertanyaan yang dianalisis.
Kemudian peneliti/penganalis menganalisis data yang diperoleh dari wawancara,
wawancara transkripsi dan kemudian ''pernyataan signifikan'', atau kutipan yang
memberikan pemahaman tentang bagaimana peserta mengalami fenomena
tersebut. Kemudian peneliti mengembangkan cluster makna dari pernyataan
signifikan ke dalam tema.
7. Deskripsi Textural dan deskripsi Struktural
Uraian tekstur adalah deskripsi yang dibuat dari pernyataan dan tema yang
signifikan untuk menggambarkan apa yang dialami peserta sementara deskripsi
struktural (variasi imajinatif) adalah deskripsi dari pernyataan dan tema signifikan
yang menunjukkan konteks atau pengaturan yang mempengaruhi bagaimana
peserta mengalami fenomena tersebut. Moustakas (1994) di Creswell (2007)
menambahkan bahwa, peneliti juga menulis tentang pengalaman dan konteks dan
situasi mereka sendiri yang telah mempengaruhi pengalaman mereka.
8. Menulis deskripsi komposit
Dari uraian tekstur dan struktur, peneliti kemudian menulis deskripsi komposit
yang menyajikan '' esensi '' dari fenomena yang disebut struktur esensial atau
invarian atau esensi. Deskripsi komposit terutama berfokus pada pengalaman
umum para peserta. Biasanya satu atau dua paragraf panjang.

E. ANALISIS DAN REPRESENTASI STUDI PENELITIAN FENOMENOLOGIS


Menurut Creswell (2007: 159), metode untuk menganalisa dan mewakili studi
fenomenologis adalah sebagai berikut;
1. Deskripsi pengalaman pribadi dengan fenomena yang diteliti
Peneliti harus memulai dengan deskripsi lengkap tentang pengalamannya tentang
fenomena tersebut. Ini untuk mengesampingkan pengalaman pribadi peneliti (yang
tidak dapat dilakukan sepenuhnya) sehingga fokusnya dapat diarahkan ke peserta dalam
penelitian ini.
2. Mengembangkan daftar pernyataan penting
Peneliti kemudian menemukan pernyataan (dalam wawancara atau sumber data
lainnya) tentang bagaimana individu mengalami topik tersebut, mencantumkan
pernyataan signifikan ini sebuah proses yang disebut horizonalisation data. Kemudian
dia memperlakukan setiap pernyataan memiliki nilai yang sama, dan bekerja untuk
mengembangkan daftar pernyataan yang tidak berulang dan tidak mengasyikkan.
3. Pembentukan tema atau '' unit yang bermakna ''
Pernyataan signifikan kemudian dikelompokkan ke dalam unit informasi yang lebih
besar yang disebut tema atau 'unit yang bermakna'.
4. Menulis deskripsi tekstural
Kemudian peneliti menulis deskripsi tekstural tentang '' apa” (yang dialami) 'peserta
dalam penelitian fenomena tersebut. Deskripsi harus mencakup contoh yang tepat
seperti yang diberikan oleh peserta.
5. Menulis deskripsi struktur
Setelah menulis deskripsi tekstural, peneliti kemudian menulis deskripsi struktural
tentang bagaimana pengalaman itu terjadi. Selama menulis deskripsi struktural, peneliti
merefleksikan setting dan konteks di mana fenomena tersebut dialami.
6. Menulis deskripsi komposit dari fenomena tersebut
Akhirnya, peneliti menulis deskripsi gabungan yang menggabungkan deskripsi tekstur
dan struktur. Inilah esensi dari pengalaman dan ini merupakan aspek puncak dari studi
fenomenologis.

F. STRUKTUR PELAPORAN STUDI PENELITIAN FENOMENOLOGIS


Menurut Moustakas (1994) dalam Creswell (2007: 80), langkah-langkah penulisan studi
laporan fenomenologis meliputi;
1. Pendahuluan, menyatakan masalah dan pertanyaannya
2. Prosedur penelitian, yaitu asumsi fenomenologis dan filosofis, pengumpulan data,
analisis, dan hasil
3. Pernyataan signifikan
4. Makna dari pernyataan
5. Tema makna
6. Deskripsi lengkap fenomena tersebut
G. KEUNTUNGAN DESAIN PENELITIAN FENOMENOLOGIS
Denscombe (2010: 102-103) menjelaskan bahwa, keuntungan dari penelitian
fenomenologis meliputi;
1. Cocok untuk penelitian berskala kecil.
Penelitian fenomenologis sangat cocok untuk studi skala kecil dimana anggarannya
rendah dan sumber utamanya adalah peneliti itu sendiri. Hal ini karena penelitian
fenomenologis umumnya bergantung pada wawancara mendalam dan tidak meminta
peralatan berteknologi canggih atau mahal untuk pengumpulan data dan analisis.
2. Deskripsi pengalaman bisa menceritakan sebuah cerita yang menarik.
Studi fenomenologi memiliki potensi yang melekat untuk menggambarkan
pengalaman dengan cara yang mudah diakses dan menarik bagi pembaca yang luas.
Dengan meliput kejadian tersebut dan meletakkan perasaan yang dialami orang,
penelitian fenomenologis cenderung menarik pembaca yang relatif luas.
3. Menawarkan prospek akun otentik fenomena yang kompleks.
Pendekatan fenomenologis memungkinkan peneliti untuk menghadapi kompleksitas
sosial dunia. Hal ini terjadi karena ia tergores di bawah aspek realitas sosial yang
dangkal dengan menghuni peneliti untuk menyelidiki fenomena secara mendalam dan
memberikan deskripsi yang cukup rinci untuk mencerminkan kompleksitas dunia
sosial.
4. Gaya penelitian humanistik.
Dalam studi fenomenologis membangun rasa hormat terhadap orang, yaitu membawa
aura humanisme. Juga dalam upayanya untuk mendasarkan penyelidikannya pada
pengalaman hidup orang-orang di Indonesia , dunia sehari-hari, ini merupakan gaya
penelitian yang jauh dari pemikiran bertubuh tinggi dan abstrak.

H. KEKURANGAN DESAIN PENELITIAN FENOMENOLOGIS


Menurut Denscombe (2010: 103), kelemahan fenomenologi meliputi;
1. Tidak memiliki ketelitian ilmiah.
Penekanan fenomenologi pada subjektivitas, deskripsi dan interpretasi kontras dengan
penekanan ilmiah pada objektivitas, analisis dan pengukuran.
2. Terkait dengan deskripsi dan tidak ada analisis.
Tujuannya untuk memberikan gambaran rinci dan akurat tentang kejadian dan
pengalaman yang dipelajari membuat fenomenologi berpusat pada deskripsi.
3. Generalisasi yang tidak memadai dari studi fenomenologi.
Karena penelitian fenomenologi biasanya tidak melibatkan banyak atau contoh
fenomena yang sedang dipelajari. Generalisasi pada temuan kurang terwakilan dan
kebenaran data juga kurang.
4. Perhatian terhadap fitur kehidupan sehari-hari
Studi fenomenologi cenderung menangani hal-hal yang biasa-biasa saja, sepele dan
relatif tidak penting dibandingkan dengan isu besar hari ini di bidang kebijakan sosial,
hubungan internasional, kemajuan ekonomi, antara lain.
PERBEDAAN ANTARA DESAIN PENELITIAN FENOMENOLOGIS DAN
GROUNDED THEORY

Menurut Moustakas (1994) dan Strauss & Corbin (1990) di Creswell (2007: 78-79)
menjelaskan bahwa desain penelitian teori fenomenologis dan ground dapat dibedakan
berdasarkan karakteristik yang berbeda seperti fokus, jenis masalah yang paling sesuai untuk
disain, dan lain-lain.
No. Karakteristik Desain Fenomenologis Desain Gorunded theory

1. Fokus Memahami esensi pengalaman Mengembangkan teori yang


didasarkan pada data dari
lapangan

2. Jenis masalah yang Perlu menggambarkan esensi Mendasar sebuah teori


paling sesuai untuk dari sebuah fenomena yang dalam pandangan peserta
disain hidup

3. Disiplin Menggambar dari filsafat, Menggambar dari sosiologi


psikologi, dan pendidikan

4. Unit analisis Mempelajari individu dan Mempelajari proses,


beberapa individu yang telah tindakan, atau interaksi
berbagi pengalaman. yang melibatkan banyak
individu

5. Bentuk pengumpulan Terutama menggunakan Terkadang dokumen,


data wawancara dengan individu observasi, dan seni dapat
atau kelompok. dipertimbangkan. Terutama
menggunakan wawancara
dengan 20-60 individu

6. Strategi analisis data Menganalisis data untuk Menganalisis data melalui


pernyataan signifikan, unit open coding, coding aksial,
makna, deskripsi struktur dan dan pengkodean selektif
struktur data

7. Laporan tertulis Menggambarkan 'esensi' dari Mengembangkan teori yang


pengalaman diilustrasikan dalam gambar
BAB III. PENUTUP

Dari yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa penelitian grounded theory
merupakan penelitian prosedur kualitatif yang sistematis yang bertujuan untuk membuat
sebuah teori yang baru, karena dimungkinkan teori yang ada sudah tidak dapat menjelaskan
fenomena yang terjadi. Disebut sistematis karena melibatkan prosedur pengumpulan data,
mengidentifikasi kategori, menghubungkan kategori ini, dan membentuk teori. Penelitian
grounded theory memiliki karakteristik dimana subjek yang diambil adalah yang sudah
mengalami fenomena atau kejadian yang ingin diteliti. Dalam pengumpulan data digunakan
metode observasi, wawancara secara mendalam, document, dan gambar. Adapun grounded
theory memiliki tiga jenis desain yaitu, desain sistematis, desain konstruktif dan desain yang
muncul. Dari ketiga jenis desain ini, biasanya yang sering digunakan adalah desain
sistematis. Dalam penelitian grounded theory dikenal adanya coding/pengkodean, ada 3
tahapan pengkodean data yaitu pengkodean terbuka, pengkodean aksial dan pengkodean
selektif.

Penelitian fenomenologi merupakan penelitian kualitatif yang berkonsentrasi pada


studi tentang jenis pengalaman manusia yang murni yaitu pengalaman manusia yang belum
mengalami proses analisis dan teori. Penelitian fenomenologis bertujuan mendapatkan
gambaran yang jelas tentang hal-hal yang dialami langsung oleh individu atau kelompok
individu. Pengumpulan data sama dengan grounded theory yaitu dengan metode wawancara
secara mendalam. Penelitian fenomenologis ada dua jenis yaitu fenomenologi hermeneutik
dan fenomenologis transcendental. Analisis data adalah secara deskriptif dilakukan dengan
cara menganalisis data untuk pernyataan signifikan, unit makna, deskripsi tekstural dan
deskripsi struktural.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W. 2007. QUALITATIVE INQUIRY & RESEARCH DESIGN. California :
Sage Publications, Inc.

Creswell, John W. 2012. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating


Quantitative and Qualitative Research. Boston : Pearson Education, Inc.

Descombe, Martvn. 2010. THE GOOD RESEARCH GUIDE : for small-scale social projects.
New York : Open University Press

Strauss, Anselm., dan Juliet Corbin. 2013. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif : Tatalangkah
dan Teknik-teknik Teorisasi Data. Diterjemahkan oleh : Muhammad Shodiq
& Imam Mutaqqien. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

Anda mungkin juga menyukai