Anda di halaman 1dari 29

TUGAS PENELITIAN KUALITATIF

(GROUNDED THEORY)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Kualitatif


Dosen Pengampu Dr………………..

Disusun Oleh :

Asep Aep Indarna (2250311034)


…………………………………
……………………………………

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN ( S-2 )


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh

pengetahuan yang benar-benar tentang suatu masalah. Pengetahuan yang diperoleh

dari penelitian terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang memungkinkan

manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah yang

dihadapinya. Masalah penelitian dapat timbul karena adanya kesulitan yang

mengganggu kehidupan manusia atau semata-mata karena dorongan ingin tahu

sebagai naluri manusia.

Baik untuk masalah penelitian yang timbul karena adanya kesulitan yang

dihadapi manusia maupun karena ingin tahu, jawaban yang diperlukan dapat

diandalkan berdasarkan pengetahuan yang benar. Kebenaran yang dipegang teguh

dalam penelitian adalah kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang bersifat relatif atau

nisbi, bukan kebenaran yang sempurna dan bersifat mutlak. Penelitian berusaha

memperoleh pengetahuan yang memiliki kebenaran ilmiah yang lebih sempurna dari

pengetahuan, yang kesalahannya lebih kecil dari pengetahuan yang diperoleh

sebelumnya.

Kegiatan peneliti untuk memperoleh pengetahuan yang benar sebagai

peningkatan pengetahuan sebelumnya telah dilaksanakan oleh para ilmuwan dan

ilmunya masing-masing. Secara akumulatif, pengetahuan yang berupa fakta-fakta,


konsep-konsep, generalisasi-generalisasi, dan teori-teori yang telah dihasilkan dari

berbagai penelitian itu merupakan sumbangan penting bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang.

Di samping itu, Tanzeh mengemukakan, “Hasil penelitian juga memungkinkan

menjadi metode yang lebih baik dalam memecahkan, menyelesaikan dan

menyelesaikan masalah-masalah praktis yang dihadapi manusia dalam hidupnya.”

Secara garis besar dibedakan dua macam penelitian yaitu, penelitian kualitatif

dan penelitian kuantitatif. Keduanya memiliki karakteristik, karakteristik dan

prosedur penelitian yang berbeda. Pembahasan yang akan dikaji dalam makalah ini

adalah penelitian berbasis teori kualitatif.  

Penelitian Grounded Theory adalah metode penelitian kualitatif yang

menggunakan jumlah prosedur sistematis yang diarahkan untuk mengembangkan

teori tindakan, interaksi, atau proses dengan data berlandaskan yang diperoleh dari

lapangan. Grounded Theory atau teori dasar merupakan salah satu model pendekatan

yang sedang berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini, baik dari kuantitas

maupun bidang studi yang digunakan, dari yang semula di bidang sosiologi saja

sekarang berkembang ke bidang-bidang lain, seperti pendidikan, ekonomi ,

antropologi, psikologi, bahasa, komunikasi, politik, sejarah, agama dan sebagainya.

Penelitian ini (grounded) yang dikembangkan pada tahun 1967 oleh Barney G.

Glaser dan Anselm L. Strauss dengan diterbitkannya buku berjudul The Discovery of

Grounded Theory. Tetapi di Indonesia mulai dikenal sekitar tahun 1970.

Kehadirannya menghebohkan para ahli penelitian kualitatif sebelumnya yang selalu


berangkat dari teori untuk menghasilkan teori baru. Teori yang dipakai sebagai alat

untuk memahami gejala atau fenomena hingga data yang diperoleh. Asumsinya,

tanpa teori sebagai sebuah perspektif, peneliti tidak akan mampu memahami gejala

untuk memperoleh makna (makna), sehingga bisa jadi gejala yang penting untuk

menjawab masalah penelitian yang terlewatkan begitu saja karena peneliti memiliki

atau kekurangan wawasan mengenai tema yang diteliti,  

Di dalam makalah ini penulis akan membahas konsep-konsep pokok tentang

Penelitian Grounded Theory, yang diawali dengan mengemukakan pengertian, ciri-

ciri penelitian grounded theory, prinsip-prinsip grounded theory, metode

pengumpulan data pada grounded theory, kelebihan dan kelemahan penelitian

grounded theory, proses analisis data dalam grounded theory dan diakhiri dengan

kesimpulan yang didasarkan pada pemaparan-pemaparan sebelumnya.

B. Masalah Rumusan

1. Apa pengertian penelitian Grounded Theory? 

2. Langkah-Langkah Penelitian Grounded Theory ?

3. Kelemahan dan Kelebihan Penelitian Grounded Theory ? 

C. Tujuan Penulisan

1. Ingin mengetahui pengertian penelitian grounded theory. 

2. Ingin mengetahui Langkah-Langkah Penelitian Grounded Theory.


3. Ingin mengetahui Kelemahan dan Kelebihan Penelitian Grounded Theory.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Grounded Theory

Istilah Grounded Theory pertama kali diperkenalkan oleh Glaser & Strauss

pada tahun 1967. Glaser adalah seorang sosiolog sekaligus dosen di Colombia

University dan University of California School of Nursing. Sedangkan Strauss juga

seorang sosiolog yang bekerja sebagai Direktur Social Science Research, Institute for

Psychiatric and Psychosomatic  Research and Training. Inti dari pernyataan tersebut

kurang lebih adalah:  “Kami meyakini bahwa penemuan teori dari data yang kami

sebut grounded theory adalah tugas utama yang dihadapi ilmu sosiologi saat ini,

untuk itu kami berusaha menunjukkan teori tersebut sesuai dengan situasi empiris dan

dapat dimengerti oleh para sosiolog dan orang awam sekalipun. Ini merupakan

pertama kali istilah  grounded theory (GT) diperkenalkan. Menurut Glaser dan

Strauss, Grounded Theory  adalah teori umum dari metode ilmiah yang berurusan

dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi dari teori ilmu sosial. Menurut mereka

penelitian Grounded Theory perlu menemukan aturan yang dapat diterima untuk

membentuk ilmu pengetahuan (konsistensi, kemampuan reproduksi, kemampuan

generalisasi dan lain-lain), walaupun pemikiran metodologis ini tidak untuk dipahami

dalam suatu pengertian positivisme (Herdiansyah, 2010).


Strauss dan Corbinpada tahun 1998 mendefinisikan grounded theory (tori

dasar) adalah teori yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif dalam suatu

penelitian tentang fenomena yang ada. Grounded theory ini ditemukan,

dikembangkan dan dibuktikan melalui pengumpulan data secara sistematis dan

analisis data yang terkait dengan fenomena tersebut. Oleh karena itu kumpulan data,

analisis dan teori saling mempengaruhi satu sama lain. Peneliti tidak mulai dengan

suatu teori kemudian membuktikannya, tetapi memulai dengan melakukan penelitian

dalam suatu bidang, kemudian apa yang relevan dengan bidang tersebut

dianalisis. Grounded theory adalah prosedur penelitian kualitatif untuk

mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasikan pola-pola bertingkah laku,

berkeyakinan, dan berbahasa yang diyakini bersama oleh sebuah kelompok kultural

tertentu yang telah bertumbuh-kembang pada jangka waku yang lama. Dalam

penelitian ini, grounded theory memiliki prosedur analisis data yang lebih rumit

daripada jenis penelitian kualitatif lainnya. Karena penelitian ini bersifat sitematis dan

mengikuti format standar (Sugiyono, 2011).

Pada umumnya, tujuan grounded theory adalah membangun teori baru,

walaupun sering juga digunakan untuk memperluas atau memodifikasi teori yang ada.

Sebagai contoh, peneliti bisa mengembangkan grounded theory peneliti sendiri, atau

grounded peneliti lain dengan meninjau kembali data yang sama dengan pertanyaan

dan interprestasi yang berbeda. Tujuan umum dari penelitian grounded theory adalah

secara induktif memperoleh dari data, yang diperlukan pengembangan teoritis, dan

yang diputuskan secara memadai untuk domainnya dengan memperhatikan sejumlah


kriteria evaluatif. Walaupun penelitian grounded theory dikembangkan dan

digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan sosial, penelitian grouded theory dapat

secara sukses diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu. Ini termasuk ilmu pendidikan,

studi kesehatan, ilmu politik dan psikologi. Glaser dan Strauss tidak memandang

prosedur grounded theory sebagai disiplin khusus, dan mereka mendorong para

peneliti untuk menggunakan prosedur ini untuk tujuan disiplin ilmu mereka (Zuriah,

2009).

B.     Langkah-Langkah Penelitian Grounded Theory

Menurut Sugiyono (2014), kategori inti yang diidentifikasi kemudian

dikembangkan dan dirumuskan menjadi teori. Selama melakukan penelitian, peneliti

membuat catatan-catatan (memo) untuk mengelaborasi ide-ide yang berhubungan

dengan data dan kategori-kategori yang dikodekan.

1.      Langkah Teoretisasi Penelitian Grounded

Tujuan akhir penelitian Grounded ialah untuk menghasilkan teori

berdasarkan data, maka terdapat tiga langkah penting untuk menghasilkan teori

tersebut, yaitu:

a)      Konseptualisasi

Konseptualisasi adalah langkah memahami data secara jeli untuk

melahirkan konsep. Caranya, semua data dibaca dengan cermat untuk

diperoleh kata-kata kunci. Dari kata-kata kunci akan diperoleh label secara
konseptual. Misalnya, konsep tentang “kepemimpinan”, “etos kerja”,

“idealisme”, “reward and punishment”  dan sebagainya.

b)      Kategorisasi konsep.

Jika konsep berangkat dari pelabelan data dari kata-kata kunci,

maka kategorisasi adalah tahap mengumpulkan konsep-konsep secara

lebih abstrak. Langkah untuk memperoleh kategori adalah dengan cara

mencari perbedaan dan persamaan masing-masing konsep. Data dengan

ciri-ciri yang sama dikelompokkan ke dalam satu kelompok kategori.

Yang berbeda untuk sementara disingkirkan sambil mencari jika ada data

yang memiliki ciri-ciri yang sama lagi dalam pembacaan data lebih

lanjut.

c)      Melahirkan proposisi.

Proposisi adalah pernyataan yang mengandung hubungan antara

dua atau beberapa hal yang dapat dinilai atau benar atas sesuatu yang

relevan dengan keadaan di lapangan. Penyusunan konsep, kategori, dan

proposisi merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan teori, sebagai

tujuan akhir dari grounded research.

2.      Pengumpulan Data dan Penyampelan Teoritik

Pada dasarnya instrumen pengumpul data penelitian Grounded Theory

adalah peneliti sendiri. Dalam proses kerja pengumpulan data itu, ada 2 (dua)

metode utama yang dapat digunakan secara simultan, yaitu observasi dan

wawancara mendalam (depth interview). Metode observasi dan wawancara dalam


Grounded Theory tidak berbeda dengan observasi dan wawncara pada jenis

penelitian kualitatif lainnya. Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan

data pada penelitian Grounded Theory dari pendekatan kualitatif lainnya adalah

pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory

sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life

history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang

bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan

“mengapa suatu kondisi terjadi?”, “apa konsekwensi yang timbul dari suatu

tindakan/reaksi?”, dan “seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan

konsekwensi itu berlangsung”?.

Sampel dalam Grounded Theory masalah sampel penelitian tidak

didasarkan pada jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam

beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara

penyampelan teoritik. Penyampelan teoritik adalah pengambilan sampel

berdasarkan konsep-konsep yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori

yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena

yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab

masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti “warna kuning”

yang di dimensinya terdiri atas “intensitas corak” dan “kecerahan”, maka peneliti

memutuskan untuk mendalami “intensitas corak” saja (tidak lagi membahas tentang

‘kecerahan”), berarti ia sudah melakukan penyampelan. Penegasan ini memberi

makna, bahwa pada dasarnya yang di sampel itu bukan obyek formal penelitian
(orang atau benda-benda), melainkan obyek material yang berupa fenomena-

fenomena yang sudah dikonsepkan. Namun demikian, karena fenomena itu melekat

dengan subyek (orang atau benda), maka dengan sendirinya obyek formal juga ikut

di sampel dalam peroses pengumpulan atau penggalian fenomena.

Berkenaan dengan proposisi terakhir, pada hakikatnya fenomena yang telah

terpilih itulah yang dicari atau digali oleh peneliti ketika proses pengumpulan data.

Karena fenomena itu melekat dengan subyek yang diteliti, maka jumlah subyek pun

terus bertambah sampai tidak ditemukan lagi informasi baru yang diungkap oleh

beberapa subyek yang terakhir. Itulah sebabnya, penentuan sampel subyek dalam

penelitian Grounded Theory, seperti halnya penelitian kualitatif pada umumnya, tidak

dapat direncanakan dari awal. Subyek-subyek yang diteliti secara berproses

ditentukan di lapangan, ketika pengumpulan data berlangsung. Cara penyampelan

inilah yang disebut dalam penelitian kualitatif sebagai snow bowl sampling.

Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam Grounded

Theory diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prosedur

pengkodean. Ada tiga pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga

tahapan kegiatan pengumpulan data yaitu penyampelan terbuka, penyampelan

relasional dan variasional, serta penyampelan pembeda. Penyampelan ini bersifat

kumulatif (dimana penyampelan terdahulu menjadi dasar bagi penyampelan

berikutnya) dan semakin mengerucut sejalan dengan tingkat kedalaman fokus

penelitian. Keterangan yang berkenaan dengan tiga pola penyampelan ini dapat

diringkas sebagai berikut:


a)      Penyampelan Terbuka

Penyampelan ini bertujuan untuk menemukan data sebanyak mungkin

sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah yang dibuat pada awal

penelitian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum yakin tentang konsep

mana yang relevan secara teoritik, maka obyek pengamatan dan orang-orang

yang diwawncarai juga masih belum dibatasi. Data yang terkumpul dari

kegiatan pengumpulan data awal inilah kemudian dianalisis dengan pengkodean

terbuka.

b)      Penyampelan Relasional dan Variasional

Sebagaimana diutarakan di atas, tujuan pengkodean terporos adalah

menghubungkan secara lebih khusus kategori-kategori dengan sub-

subkategorinya. Untuk maksud ini perlu dilakukan penyampelan yang berfokus

pada pengungkapan dan pembuktian hubungan-hubungan tersebut. Kegiatan itu

dinamakan penyampelan relasional dan variasional. Pada penyampelan

relasional dan variasional diupayakan untuk menemukan sebanyak mungkin

perbedaan tingkat ukuran di dalam data. Hal pokok yang perlu pada penemuan

perbedaan tingkat ukuran tersebut adalah proses dan variasi. Jadi, inti utama

penyampelan di sini adalah memilih subyek, lokasi, atau dokumen yang

memaksimalkan peluang untuk memperoleh data yang berkaitan dengan variasi

ukuran kategori dan data yang bertalian dengan perubahan.

c)      Penyampelan Pembeda
Penyampelan pembeda berkaitan dengan kegiatan pengkodean terpilih.

Karena itu tujuan penyampelan pembeda di sini adalah penetapan subyek yang

diduga dapat memberi peluang bagi peneliti untuk membuktikan atau menguji

hubungan antarkategori.Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian Grounded

Theory berlangsung secara bertahap dan dalam rentang waktu yang relatif lama.

Proses pengambilan sampel juga berlangsung secara terus menerus ketika

kegiatan pengumpulan data. Jumlah sampel bisa terus bertambah sejalan dengan

pertambahan jumlah data yang dibutuhkan. Ketentuan umum dalam Grounded

Theory adalah melakukan penyampelan hingga pemenuhan teoritik bagi setiap

kategori tercapai.

Penyampelan dihentikan apabila:

1)      Tidak ada lagi data baru yang relevan

2)      Penyusunan kategorinya telah terpenuhi

3)      Hubungan antarkategori sudah ditetapkan dan dibuktikan.

Dari keterangan tentang prinsip penyampelan di atas, pengambilan kesimpulan

dalam penelitian Grounded Theory tidak didasarkan pada generalisasi, melainkan

pada spesifikasi. Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian Grounded Theory

bermaksud untuk membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap:

1)      Kondisi yang menjadi sebab munculnya fenomena,

2)      Tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi itu,

3)      Konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan/interaksi itu.


Jadi, rumusan teoritik sebagai hasil akhir yang ditemukan dari jenis penelitian ini

tidak menjustfikasi keberlakuannya untuk semua populasi, seperti dalam penelitian

kuantitatif, melainkan hanya untuk situasi atau kondisi tersebut.

3.      Analisis Data

Pada esensinya kegiatan pengumpulan dan analisis data

dalam Grounded Theory adalah proses yang saling berkaitan erat, dan harus

dilakukan secara bergantian (siklus). Karena itu, kegiatan analisis yang

dibicarakan pada bagian berikut telah dikerjakan pada saat pengumpulan data

sedang berlangsung. Kegiatan analisis dalam penelitian ini dilakukan dalam

bentuk pengkodean (coding). Pengkodean merupakan proses penguraian data,

pengonsepan, dan penyusunan kembali dengan cara baru. Tujuan pengkodean

dalam penelitian Grounded Theory adalah untuk menyusun teori, memberikan

ketepatan proses penelitian, membantu peneliti mengatasi bias dan asumsi yang

keliru, dan memberikan landasan, memberikan kepadatan makna, dan

mengembangkan kepekaan untuk menghasilkan teori.

Terdapat dua prosedur analisis yang merupakan dasar bagi proses

pengkodean, yaitu: pembuatan perbandingan secara terus-menerus (the constant

comparative methode of analysis) dan pengajuan pertanyaan. Dalam konteks

penelitian Grounded Theory, hal-hal yang diperbandingkan itu cukup beragam,

yang intinya berada pada sekitar relevansi fenomena atau data yang ditemukan

dengan permasalahan pokok penelitian dan posisi dari setiap fenomena dilihat
dari sifat-sifat atau ukurannya dalam suatu tingkatan garis kontinum. Analisis

data dilakukan dalam tiga tahap antara lain :

a.       Pengkodean Terbuka (Open Coding)

1)   Pelabelan fenomena (konseptualisasi data)

Pelabelan fenomena merupakan langkah awal dalam analisis.

Yang dimaksud dengan pelabelan fenomena adalah pemberian nama

terhadap benda, kejadian atau informasi yang diperoleh melalui

pengamatan dan atau wawancara. Pada hakikatnya, pelabelan itu

merupakan suatu pembuatan nama dari setiap fenomena dengan

konsep-konsep tertentu. Jadi pelabelan fenomena itu tidak lain adalah

satu kegiatan konseptualisasi data. Cara untuk melakukan pelabelan ini

ialah dengan membandingkan insiden-insiden, sampai dapat diberikan

nama yang sama untuk fenomena-fenomena yang serupa. Cara ini

tidak sekedar meringkas hasil pengamatan atau wawancara dengan

kata-kata kunci sebagai ganti dari sebuah deskripsi yang panjang,

melainkan memberikan konsep baru terhadap fenomena (atau kegiatan

konseptualisasi). Sebagai contoh, jika peneliti melihat sekelompok

orang duduk melingkar mengelilingi sebuah meja besar, di mana

masing-masing menyampaikan pendapat secara bergantian di bawah

koordinasi seorang yang mengatur lalu-lintas pembicaraan, maka

fenomena yang berlangsung dalam waktu yang lama ini dapat diberi

label dengan diskusi atau rapat.


2)      Penemuan dan penamaan kategori (kategorisasi konsep)

Pada hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label

adalah unit-unit data yang masih berserakan. Kapasitas intelektual

manusia tidak cukup kuat untuk sekaligus memproses dan

menganalisis informasi yang jumlahnya besar seperti itu. Untuk

menyederhanakan data tersebut perlu dipisahkan ke dalam beberapa

kelompok. Penyederhanaan data itu pada umumnya dilakukan dengan

cara mereduksi data sehingga menjadi lebih ringkas dan padat,

kemudian membagi-baginya kedalam kelompok-kelompok tertentu

(kategorisasi) sesuai sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini

pada dasarnya tergantung pada tujuan penelitian yang sudah

ditetapkan pada rancangan penelitian.

Jika dalam  pelabelan fenomena dilakukan proses

konseptualisasi, maka dalam pemberian nama kategori dilakukan

proses abstraksi. Kegiatan ini berkaitan dengan logika induktif, di

mana sejumlah unit data yang sama atau memiliki keserupaan

dikelompokkan dalam satu kategori kemudian diberi nama yang lebih

abstrak. Kambing, lembu, dan kerbau, misalnya, adalah konsep-

konsep yang memiliki keserupaan dan dapat dikelompokkan jadi satu

kategori dengan nama binatang menyusui (mamalia). Contoh lain, jika

anda melihat anak-anak sedang bermain, lalu ada yang “merebut”

mainan, “menyembunyikan mainan”, “menjauhi teman”, “menangis”,


maka semua konsep perilaku itu dapat dijadikan satu kategori, yaitu

sebagai “strategi untuk menghindari pinjaman atas mainan miliknya”.

Intinya adalah memadukan konsep-konsep yang menurut tujuan

penelitian anda memiliki keserupaan  menjadi satu kategori dan

kemudian memberi label (nama) yang lebih abstrak yang mencakup

semua konsep tersebut.

Dalam pemberian nama kategori ini, adakalanya peneliti

membuat sendiri nama yang sesuai dengan kelompok unit data, tetapi

adakalanya meminjam istilah yang sudah dibuat oleh peneliti atau ahli

lainnya. Kedua-duanya tetap dibenarkan dalam Grounded Theory.

Namun demikian, cara pemberian nama yang paling dianjurkan,

adalah dengan menggunakan istilah yang dipakai oleh subyek yang

diteliti, karena cara inilah yang disarankan sesuai dengan pendekatan

emic yang menjadi ciri dari setiap penelitian kualitatif.

3)       Penyusunan Kategori

Dasar untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya.

Yang dimaksud dengan sifat di sini adalah karakteristik atau atribut

suatu kategori (yang berfungsi sebagai ranah ukuran, dimensional

range), sedangkan ukuran adalah posisi dari sifat dalam suatu

kontinium. Lambang-lambang Partai Golkar dalam suatu kampanye,

misalnya, berupa kaos, jaket, topi, bendera, spanduk, umbul-umbul,

dan sebagainya, semua dikategorikan dengan “warna kuning”. “Warna


kuning” (kategori) dari lambang-lambang yang tampak itu

sesungguhnya tidak persis sama, di sana ada perbedaan baik dari segi

intensitas coraknya, maupun kecerahannya. Intensitas corak dan

kecerahan itulah sifat dari “warna kuning” tersebut. Masing-masing

sifat itu memiliki dimensi yang dapat diukur. Setiap dimensinya dapat

ditempatkan pada posisi tertentu dalam garis kontinium. Intensitas

corak warna itu, misalnya, dapat diberi ukuran mulai dari yang

“kuning tebal” (orange) sampai pada “kuning tipis” (keputih-putihan).

Demikian seterusnya, setiap kategori data bisa ditempatkan di mana

saja di sepanjang kontinua dimensional secara bervariasi. Akibatnya,

setiap kategori memiiki profil dimensional yang terpisah. Beberapa

profil itu dapat dikelompokkan sehingga membentuk suatu pola. Profil

dimensional ini menggambarkan sifat khusus dari suatu fenomena

dalam kondisi-kondisi yang ada.

Hal penting yang perlu dipahami adalah penentuan sifat

umum dari suatu fenomena atau kategori. Sifat umum dari setiap

kategori fenomena tentu tidak sama. Sifat umum dari warna, adalah

intensisitas corak dan kecerahan, sedangkan sifat umum dari perilaku

adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan seterusnya.

b.      Pengkodean Terporos (Axial Coding)

Pengkodean terporos adalah seperangkat prosedur penempatan

data kembali dengan cara-cara baru dengan membuat kaitan antarkategori.


Pengkodean ini diawali dari penentuan jenis kategori kemudian

dilanjutkan dengan penemuan hubungan antar kategori atau

antarsubkategori. Dalam  Grounded Theory, setiap kategori harus

dikelompokkan ke dalam satu jenis kategori berikut yaitu kondisi kausal,

konteks, kondisi pengaruh, strategi aksi/interaksi, dan konsekuensi. Sistem

pengelompokan kategori ini disebut dengan model paradigma Grounded

Theory. Tugas peneliti pada tahap ini adalah memberi kode terhadap

setiap kategori data, dengan mengajukan pertanyaan, “termasuk jenis

kategori apa data ini”? Model paradigma inilah yang menjadi dasar untuk

menemukan hubungan antar kategori atau antarsubkategori.

Kegiatan selanjutnya adalah menghubungkan subkategori dengan

kategorinya. Sifat pertanyaan yang diajukan dalam pengkodean terporos

mengarah pada suatu jenis hubungan. Alternatif hubungan-hubungan itu

adalah hubungan antara kondisi kausal dengan strategi aksi/interaksi,

hubungan antara konteks dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara

kondisi pengaruh dengan strategi aksi/interaksi, dan hubungan antara

strategi aksi/interaksi dengan konsekuensi.

c.       Pengkodean Terpilih (Selective Coding)

Mengingat masalah penelitian dalam Grounded Theory masih

bersifat umum, mungkin sekali peneliti menemukan sejumlah besar data

dengan kategori dan hubungan antarkategori/subkategori yang banyak

dan bervariasi. Kenyataan ini tentu dapat membingungkan, karena


datanya masih belum terfokus pada titik tertentu. Untuk

menyederhanakannya perlu dilakukan proses penggabungan dan atau

seleksi secara sistematis.

Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menyederhanakan

data adalah dengan menggabungkan semua kategori, sehingga

menghasilkan tema khusus. Penggabungan tidaklah banyak berbeda

dengan pengkodean terporos, kecuali tingkat abstraksnya. Konsep-

konsep yang digunakan dalam penggabungan lebih abstrak dari konsep

pengkodean terporos. Cara ini merupakan tugas peneliti yang paling sulit.

Kepekaan teoritik dari peneliti amat penting di sini. Inti dari proses

penggabungan itu adalah bagaimana peneliti dapat menemukan spirit

teoritis dari semua kategori. Spirit teoritis itu mungkin saja tidak tampak

secara eksplisit, tetapi tertangkap oleh pikiran peneliti. Ada beberapa

tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean terpilih ini;

Mereproduksi kembali alur cerita atau susunan data ke dalam pikiran.

Mengidentifikasi data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang

berisi inti cerita atau data. Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti

terhadap dirinya sendiri, adalah “apakah yang tampak menonjol dari

wilayah penelitian ini?”, atau “apa masalah utamanya”.

Menyimpulkan dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat

sebagai kategori inti. Keriteria kategori inti yang disimpulkan itu ialah

bahwa ia merupakan inti masalah yang dapat mencakup semua


fenomena/data. Kategori inti harus cukup luas agar mencakup dan

berkaitan dengan kategori lain. Kategori inti ini dapat diibaratkan sebagai

matahari yang berhubungan secara sistematis dengan planet-planet lain.

Lalu kategori inti tersebut diberi nama (konseptualisasi). Menentukan

pilihan kategori inti. Jika ternyata pada tahap “c” ada dua atau tiga

kategori inti, maka mau tak mau harus dipilih satu saja. Kategori inti

lainnya dijadikan sebagai kategori tambahan yang tidak menjadi inti

pembahasan dalam penelitian ini.

Pada tahap penggabungan dan atau pemilihan ini, peneliti

sebenarnya telah sampai pada penemuan tema pokok penelitian. Pada

umumnya metode kualitatif menganggap penelitian telah selesai pada

penemuan tema ini. Lain hal dalam Grounded Theory, tema utama (yang

sudah ditemukan) dipandang sebagai dasar untuk merumuskan masalah

utama dan hipotesis penelitian. Karena itu, peneliti perlu merumuskan

masalah pokok dan hipotesis penelitiannya. Berdasarkan masalah dan

hipotesis itu, peneliti harus kembali lagi ke lapangan untuk

mengabsahkan atau membutikannya. Hasil pembuktian itulah yang

menjadi temuan penelitian, yang disebut sebagai teori.

4.      Analisis Proses

Menganalisis proses merupakan bagian penting dalam Grounded Theory

yang dimaksud dengan analisis proses adalah pengaitan urutan

tindakan/interaksi. Kegiatan analisis ini terdiri dari penelusuran terhadap


perubahan kondisi, respon (strategi aksi/interaksi) terhadap perubahan,

konsekuensi yang timbul dari respon, dan penjabaran posisi konsekwensi

sebagai bagian dari kondisi.

Pada penelitian Grounded Theory, analisis proses bukan merupakan

bagian dari tahapan kegiatan, tetapi sebagai cara untuk mempertajam analisis

dalam pengkodean (khusus pada pengkodean terporos dan pengkodean terpilih).

Hasil analisis proses itu juga perlu ditunjukkan dalam penulisan laporan

penelitian. Maksud analisis proses ini adalah sebagai cara untuk menghidupkan

data melalui penggambaran dan pengaitan tindakan/interaksi untuk mengetahui

urutan dan atau rangkaian data. Dalam pengaitan itu tidak hanya untuk

mengenali urutan waktu atau kronologi suatu peristiwa, melainkan yang lebih

penting adalah untuk menemukan keterkaitan antara stimulus, respon, dan

akibat. Kondisi, respon, dan konsekwensi harus dilihat sebagai tiga hal yang

terus bergerak secara dinamis dan berputar mengikuti garis lingkaran. Dalam

prakteknya, proses dapat dilihat sebagai pergerakan progresif dan dapat pula

dilihat sebagai pergerakan nonprogresif. Kedua perspektif proses ini dapat

dijabarkan sebagai berikut:

a.       Proses sebagai pergerakan progresif.

Jika proses dilihat sebagai pergerakan progresif, maka peneliti

dapat mengkonsepkan data sebagai langkah-langkah, fase-fase, atau

tahapan. Cara ini cukup baik untuk penelitian yang membahas tentang

perkembangan, sosialisasi, transformasi mobilitas sosial, imigrasi, dan


peristiwa sejarah. Hal penting yang perlu diingat di sini ialah bahwa

kesemua unsur paradigma Grounded Theory harus berperan dalam

menjelaskan rentang waktu dan variasinya, di mana keterkaitan atau

hubungan-hubungan antar unsur tetap dapat dieksplisitkan.

b.      Proses sebagai pergerakan nonprogresif

Bagaimanapun tidak semua fenomena terjadi secara kronologis,

karena tidak jarang pula ditemukan fenomena yang tidak dapat dinyatakan

sebagai langkah-langkah dan fase-fase progresif yang runtut. Untuk

fenomena seperti ini, peneliti dianjurkan untuk menganalisis penggantian

atau perubahan tindakan/interaksi yang terencana sebagai tanggapan atas

perubahan kondisi.

Cara untuk menghasilkan teori dengan Grounded Theory terdiri

dari lima fase yang harus dii kuti yaitu: desain penelitian, pengumpulan

data, penyusunan data, analisis data, dan pembanding dengan literature.

Dari lima fase tersebut, ada 9 langkah yang harus diikuti, meliputi:

1)      Tinjauan ulang literatur teknisi

2)      Memilih kasus

3)      Membuat protocol pengumpulan data yang kuat

4)      Masuk ke lapangan

5)      Penyusunan data

6)      Percontohan teoritis

7)      Mencapai akhir penelitian


8)      Pembanding teori yang muncul dengan literature yang telah ada

C.     Kelemahan dan Kelebihan Penelitian Grounded Theory

Menurut Daymon dan Immy Holloway (2008), kelemahan

penggunaan model Grounded Theory terlalu memakan waktu yang lama. Hal

ini dikarenakan adanya metodologi yang mengharuskan para peneliti untuk

bersikap sangat teliti dan rajin. Proses Grounded Theory selama ini dituduh

kelewat kompleks dan membingungkan. Banyak orang yang kesulitan

mempraktikannya, kecuali dalam kondisi yang longgar, tidak kakuk, dan tidak

terlalu dispesifikasi. Sedangkan kelebihan graouded theory yaitu

kualiatas Grounded Theory sama seperti pada penelitian lain, selain ditentukan

validitas, reliabilitas, dan kredibilitas dari data. Selain itu, juga ditentukan oleh

proses penelitian di mana teori menghasilkan serta berbalasan empiris dari

temuan atau teori yang dihasilkan. Hal yang spesifik yang membedakan

pengumpulan data pada penelitianGrounded Theory dari pendekatan kualitatif

lainnya adalah pada penelitian fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak.

Pada Grounded Theory sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang

sedang berlangsung (life history)  untuk melihat prosesnya serta ditunjukan

untuk menangkap hal˗hal yang bersifat kausalitas (perihal sebab akibat).

Ada tiga aspek yang membedakan Grounded Theory dengan

pendekatan penelitian yang lain adalah sebagai berikut :


1.      Peneliti mengikuti prosedur analisis sistematik dalam sebagian besar

pendekatan. Grounded theory lebih terstruktur dalam proses pengumpulan

data dan analisisnya, dibanding model riset kualitatif lain. Meski

strateginya sama (misalnya analisis tematik terhadap transkip wawancara,

observasi dan dokumen tertulis).

2.      Peneliti memasuki proses riset dengan membawa sedikit mungkin asumsi.

Ini berarti menjauhkan diri dari teori yang sudah ada.

3.      Peneliti tidak semata-mata bertujuan untuk menguraikan atau menjelaskan,

tetapi juga mengonseptualisasikan dan berupaya keras untuk menghasilkan

dan mengembangkan teori.

Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada

penelitian Grounded Theory  dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada

pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada Grounded Theory

sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life

history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk menangkap hal-hal yang

bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu mempertanyakan

"Mengapa suatu kondisi terjadi?", "Apa konsekwensi yang timbul dari suatu

tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan

konsekwensi itu berlangsung?” "Apa konsekwensi yang timbul dari suatu

tindakan/reaksi?", dan "Seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan

konsekwensi itu berlangsung?”


BAB III

PENUTUP

A.      Simpulan

Glaser dan Strauss mendefinisikan Grounded Theory adalah teori umum dari

metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi dari teori

ilmu sosial. Menurut mereka penelitian Grounded Theory perlu menemukan aturan

yang dapat diterima untuk membentuk ilmu pengetahuan (konsistensi, kemampuan

reproduksi, kemampuan generalisasi dan lain-lain), walaupun pemikiran metodologis

ini tidak untuk dipahami dalam suatu pengertian positivisme. Sedangkan Strauss dan
Corbin pada tahun 1998 mendefinisikan grounded theory (tori dasar) adalah teori

yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif dalam suatu penelitian tentang fenomena

yang ada. Grounded theory ini ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan melalui

pengumpulan data secara sistematis dan analisis data yang terkait dengan fenomena

tersebut.

Langkah-langkah penelitian grounded theory yaitu langkah teoretisasi

penelitian grounded, pengumpulan data dan penyampelan teoritik, analisis data dan

analisis proses. Kelemahan penggunaan model Grounded Theory terlalu memakan

waktu yang lama. Sedangkan kelebihan graouded theory yaitu kualiatas Grounded

Theory sama seperti pada penelitian lain, selain ditentukan validitas, reliabilitas, dan

kredibilitas dari data.

B.       Saran

Penelitian dengan grounded theory menuntut kualitas tertentu bagi peneliti

pemula. Maka peneliti harus memiliki rasa percaya diri karena memang benar-benar

mengerti. Keualitas dan kreatifitas serta wawasan yang luas harus dimiliki oleh

seorang peneli pemula. Adanya grounded theory ini membantu peneliti untuk keluar

dari stagnasi teori. Semoga makalah mengenai grounded theory ini dapat bermanfaat

segaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Daymon, Cristin dan Immy Holloway. 2008.  Metode-metode Riset Kualitatif dalam

Public Relations dan Marketing Communication. Yogyakarta: Bentang.

Herdiansyah, Heri. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: untuk ilmu-ilmu

sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed

Method). Bandung: Alfabeta.


Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Lampiran :
Contoh Jurnal Grounded Theory

Anda mungkin juga menyukai