Anda di halaman 1dari 109

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN


FUNGSI SOSIAL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana


Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
IBRAHIM FATTAH HUDIYA
20120310214

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN


FUNGSI SOSIAL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana


Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
IBRAHIM FATTAH HUDIYA
20120310214

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Ibrahim Fattah Hudiya
NIM : 20120310214
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah
ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 27 Juni 2016


Yang membuat pernyataan,
Tanda tangan

Ibrahim Fattah Hudiya

v
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb
Puji syukur penulis ucapan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat, rahmat, karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Antara Fungsi
Kognitif Dengan Fungsi Sosial”.
Penilitian ini bertujuan untuk apakah ada hubungan antara fungsi kognitif
dengan fungsi sosialpada pasien skizofrenia.Seperti yang kita ketahui bahwa bila
seseorang kehilangan fungsi kognitif dan fungsi sosialnya maka kualitas hidup
orang itu akan terganggu. Kita perlu mengetahui fungsi kognitif dan fungsi sosial
dapat berpengaruh pada kesembuhan pasien skizofrenia.Semoga penelitian ini
bermanfaat.
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi
kurikulum di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta dan memenuhi syarat kelulusan untuk mencapai
derajat Sarjana Kedokteran (S.Ked) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah.
Penulisan Karya Tulis ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku dekan di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah
mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis
llmiah.
2. dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc.,Sp.KJ selaku Pembimbing dalam
penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan banyak waktu,
pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis.
3. dr. Ida Rochmawati, M.Sc.,Sp.KJ selaku penguji dalam penulisanKarya Tulis
Ilmiah yang telah memberikan pengarahan, dan saran kepada penulis.
4. Kepala Puskesmas Bantul yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penilitian di Puskesmas Bantul sehingga bisa menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.

vi
5. Kedua orangtuaku Bapak Drs. Ilham Eka Putra dan Ibu dr. Linda Agustina
serta Adikku Nauranadhirayang selalu memberikan semangat kepada penulis
untuk menyelesaikanKarya Tulis Ilmiah.
6. H. Marjanserta keluarga besar penulis yang memberikan semangat penulis
untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
7. Lintang Prava Azza yang telah membantu dan memberikan semangat penulis
untuk menyelesaikanKarya Tulis Ilmiah.
8. Sahabat-sahabat Andi Bangus Pribadi, Achmad Yasin Mustamin, Bagus
Ridho Setiadi, Ray Ramadahan, Ahmad Zaki Ramadhan, Ayudia Mayang
Putri, Firda Atiya Rahmi,Zulfika Nanda Hadi, Dian Mas Pratama, Edgar
Faisal, Wahyu Julianto, Wahyudi Ramlan, Defta Eki Novian, Nazar Ali, dan
TLBK (Tutorial 16)yang memberi semangat dan ilmunya untuk
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
9. Teman-teman Karya Tulis Ilmiah Ahmad Zaki Romadhon, Firda Atiya
Rahmiyang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya Tulis
Ilmiah ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penulisan
dan penelitian Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisana Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari Karya Tulis Ilmiah ini.Akhir
kata penulis berharap semogaKarya Tulis Ilmiah ini berguna bagi para pembaca
dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 27 Juni 2016

Penulis

vii
DAFTAR IS

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ...................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
INTISARI............................................................................................................ ix
ABSTRACT ........................................................................................................... x
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
E. Keaslian Penelitian ................................................................................ 7
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 8
1. Skizofren ......................................................................................... 8
2. Fungsi Kognitif ............................................................................. 31
3. Fungsi Sosial ................................................................................. 36
B. Kerangka Konsep ................................................................................ 39
C. Hipotesis.............................................................................................. 39
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................. 40
B. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 40
C. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 42
D. Variabel Penelitian .............................................................................. 42
E. Definisi Operasional............................................................................ 43
F. Instrument Penelitian .......................................................................... 44
G. Jalannya Penelitian .............................................................................. 46
H. Uji Validitas dan Realibilitas .............................................................. 47
I. Analisis Data ....................................................................................... 48
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 49
1. Gambaran Lokasi Penelitian ......................................................... 49
2. Karakteristik Subjek Penelitian ..................................................... 49
3. Analisis Uji Statistik Korelasi ....................................................... 51
B. Analisa Hasil dan Pembahasan ........................................................... 52
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 55
B. Saran .................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Penelitian .............................................................................. 7


Tabel 2. Distribusi Data Karakteristik Subjek Penelitian .................................. 50
Tabel 3. Hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosiapasien
skizofrenia. .......................................................................................... 51

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Permintaan untuk Menjadi Responden


Lampiran 2: Lembar Persetujuan untuk Menjadi Responden
Lampiran 3: Kuesioner Identitas Pribadi
Lampiran 3: Kuesioner WT Personal and Social Performance Scale (PSP)
Lampiran 4: Schizophrenia Cognition Rating Scale (SCoRS).
Lampiran 5: Uji Pearson

x
HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF
DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

Ibrahim Fattah Hudiya1, Warih Andan Puspitosari2


1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta,
Email: Ibrahimhudiya@yahoo.com
2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya.Skizofrenia merupakan satu
gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan
manifestasi klinik yang amat luas variasinya penyesuaian pramorbid, gejala dan
perjalanan penyakit yang amat bervariasi Masih kurangnya penelitian yang
membahas terkait hubungan fungsi kognitif dengan fungsi sosial pasien
skizofrenia, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi adanya
hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.
Metode: Digunakan desain pearson correlation. Pengambilan sampel dengan
teknik consecutive sampling.Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Data
Pribadi, Personaland Social Performance Scale (PSP), Schizophrenia Cognition
Rating Scale (SCoRS).Analisis data yang digunakan adalah observational analitik.
Hasil: Pada kelompok pasien skizofrenia sebagian besar subjek penelitian adalah
laki-laki sebanyak 64 (64,0%). Usia subjek sebagian besar berusia antara 36- 45
tahunsebanyak 40 (40,0%). Sebagian besar pasien memiliki riwayat pendidikan
tamat SD sebanyak 42 (42,0%). Sebagian besar subjek penelitian tidak bekerja
sebanyak 69 (65,0%).Status pernikahan subjek penelitian sebagian besar adalah
belum menikah sebesar 60 (60,0%) karena sebagian besar subjek menderita pada
usia muda jadi sebagian belum menikah. Lama sakit subjek penelitian sebagian
besar adalah > 10 tahun (50,0%). Sedangkan riwayat keluarga pada subjek
penilitian yang paling besar adalah tidak ada (70,0%).Hasil analisis pearson
correlation ditemukan variabel fungsi kognitif dengan fungsi sosial nilai p adalah
0.000, yang berarti nilai p < 0,05.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial
pasien skizofrenia.

Kata Kunci: Skizofrenia, Fungsi Kognitif ,Fungsi Sosial

ix
RELATIONSHIP BETWEEN COGNITIVE FUNCTION
WITH SOCIAL FUNCTION OF PATIENT SCHIZOPHRENIA

Ibrahim Fattah Hudiya1, Warih Andan Puspitosari2


1. Student of Medical Education, University of Muhammadiyah Yogyakarta,
Email: Ibrahimhudiya@yahoo.com
2. Lecturer in Medical Education Program, University of Muhammadiyah
Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Schizophrenia is a syndrome with a variety of causes and course of


the disease is widespread, as well as some of the consequences that depend on the
balance of influence of genetic, physical and cultural. Schizophrenia is a
psychotic disorder that is chronic, often subside, but the signage is missing with
clinical manifestations very wide variation adjustment pramorbid, symptoms and
course of the disease vary widely There is still a lack of studies that discuss
related to the relationship of cognitive function with social functioning of patients
with schizophrenia, this study needs performed to evaluate the relationship
between cognitive function with social functioning of patients with schizophrenia.
Methods: Used the design of Pearson correlation. Sampling with consecutive
sampling technique. The instrument used is the Personal Data Questionnaire,
Personaland Social Performance Scale (PSP), Schizophrenia Cognition Rating
Scale (SCoRS). Analysis of the data used is observational analytic.
Results: In the group of patients with schizophrenia most of the study subjects
were males 64 (64.0%). Age subjects mostly aged between 36- 45 years were 40
(40.0%). Most of the patients had a history of complete primary school education
were 42 (42.0%). Most of the research subjects did not work as much as 69
(69.70%). Marital status of research subjects are mostly unmarried by 60 (60.0%)
for most of the subjects suffered at a young age so most unmarried. Long illness
most of the research subject is> 10 years (50.0%). While family history on the
subject of the greatest penilitian is no (70.0%). The results of Pearson correlation
analysis found cognitive function variables with p values of social function is
0.000, which means that the value of p <0.05.
Conclusion: There is a relationship between cognitive function with social
functioning of patients with schizophrenia.

Keywords: Schizophrenia, Cognitive Function, Social Function

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa III (PPDGJ, 2001) adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan

perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya.Skizofrenia merupakan satu

gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan

manifestasi klinik yang amat luas variasinya penyesuaian pramorbid, gejala

dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi (Kaplan & Saddock, 2010).

The lifetime risk skizofrenia di dunia adalah antara 15 sampai 19 per

1.000 populasi sedangkan point prevalence adalah antara 2 sampai 7 per 1000.

Ada beberapa perbedaan antara negara-negara, namun tidak signifikan ketika

dibatasi oleh gejala-gejala utama skizofrenia.Insidensi skizofrenia di UK dan

US adalah 15 kasus baru per 100.000 penduduk, dengan laki-laki memiliki

onset lebih awal dibandingkan perempuan (Sample & Smith, 2013; Tianli, L

et al 2014).Menurut penelitian Riskesdas (2013), prevalensi gangguan jiwa

berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di

DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi

psikosis tertinggi di DIY dan Aceh (masing-masing 2,7%).

Skizofrenia memiliki gejala yang sangat kompleks yang ditunjukkan

oleh kumpulan gejala yang didominasi oleh psikosis.Gejala-gejala skizofrenia

dibagi menjadi dua, yaitu gejala positif dan gejala negatif.Gejala positif

1
2

skizofrenia adalah halusinasi, delusi, dan paranoid sedangkan yang termasuk

dalam gejala negatif skizofrenia adalah motivasi diri rendah, apatis,

kehilangan konsentrasi, dan enggan untuk bersosialisasi dengan masyarakat

(Harald S, 2015).Gejala-gejala pada skizofrenia dapat berupa seperti hal diatas

dan diantaranya adalah kemandirian pasien yang dapat mengalami penurunan,

baik dalam hal keseharian dan juga dalam hal kepatuhan minum obat.

Obat anti psikotik bukanlah satu-satunya cara untuk menurunkan gejala-

gejala psikotik. Hal ini ditunjukkan dengan kenyataan bahwa beberapa obat

antipsikotik yang berefek minimal terhadap perbaikan fungsi kognitif tidak

memberikan pengaruh signifikan terhadap pemulihan kemampuan fungsional

pasien Skizofrenia (Green & Harvey, 2014).Tetapi ada jugacara lainnya yaitu

dengan rehabilitasi maupun dengan cara memberikan support atau dukungan.

Penelitian menunjukkan bahwa rehabilitasi dapat mengurangi gejala-gejala

pasien skizofrenia meski pasien tidak meminum obat anti psikotik (Anthony.

et. al., 2014).Menurut Scott BJ (2012) memberikan dukungan dapat

menambah perbaikan kognitif sebagai intervensi yang berguna untuk

peningkatan fungsi neurokognitif dan penurunan gejala kejiwaan skizofren.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bottlender et al. (2010),

64% pasien skizofrenia memiliki tingkat disabilitas berat sampai dengan

sangat berat berdasarkan WHO-DAS-M (World Health Organization-

(Mannheim) Disability Assessment Schedule). Disabilitas ini selain akan

menjadi beban bagi negara, juga mempunyai implikasi penting terhadap

perkembangan, perjalanan, dan outcome skizofrenia itu sendiri (Couture et al.,


3

2006). Disabilitas akibat disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial sehari-hari

pada pasien skizofrenia merupakan suatu fenomena kompleks yang

disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: simtom,

lingkungan, status kesehatan, kapasitas fungsional, performa kognitif, dan

faktor demografi (Harvey & Strassnig, 2012). Meskipun banyak faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial pada

skizofrenia, fungsi neurokognitif dan tingkat keparahan simtom negatif paling

banyak dikaitkan dengan terjadinya disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial

(Ventura et al., 2009; Shamsi et al., 2011).

Walaupun demikian para ahli berpendapat bahwa, dibandingkan dengan

faktor penyebab lain termasuk simtom negatif, performa kognitif yang

terganggu atau defisit kognitif pada pasien skizofrenia merupakan suatu

prediktor yang konsisten terhadap kurangnya ketrampilan mereka dalam

kehidupan sehari-hari (Bowie & Harvey, 2006).Menurut Reichnberg et al.

(2009) angka kejadian defisit kognitif pada pasien skizofrenia mencapai 84%.

Sedangkan menurut Keefe & Harvey (2012), walaupun kurang lebih 27%

pasien skizofrenia dianggap tidak mengalami defisit kognitif berdasarkan

penilaian neuropsikologis klinis dan memiliki kecenderungan tingkat fungsi

premorbid tertinggi, mereka menunjukkan fungsi kognitif yang lebih rendah

daripada yang diharapkan berdasarkan fungsi premobid mereka.

Proyek Measurement and Treatment Research to Improve Cognition in

Schizophrenia (MATRICS), menyebutkan ada 7 domain kognitif yang

berperan dalam defisit kognitif skizofrenia, yaitu: memori kerja,


4

atensi/kewaspadaan, pembelajaran dan memori verbal, pembelajaran dan

memori visual, pertimbangan dan pemecahan masalah, kecepatan pemrosesan,

dan kognisi sosial (Keefe & Harvey, 2012). Dari 7 domain penting ini, belum

ada konsensus domain yang paling berkaitan erat dengan terjadinya disabilitas

fungsional atau disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Shamsi et al. (2011), berpendapat bahwa memori kerja, memori verbal, atensi

dan kognisi sosial berkaitan erat dengan kemampuan fungsi sosial pada pasien

skizofrenia. Hueng et al. (2013) menyatakan perlunya intervensi pada

kemampuan kognisi sosial dalam rangka memperbaiki kemampuan fungsi

sosial pasien skizofrenia. Santosh et al. (2013) berpendapat fungsi eksekutif,

memori kerja verbal, kecepatan psikomotor, atensi, dan kelancaran verbal

berkorelasi secara signifikan dengan fungsi sosial pasien skizofrenia (rawat

diri, okupasi, sosial, dan keluarga).

Sedangkan Ventura et al. (2013) menyebutkan bahwa kondisi

neurokognitif pasien skizofrenia berkorelasi dengan kemampuan fungsi sosial,

tanpa menyebutkan seberapa besar pengaruh masing-masing domain kognitif

terhadap kemampuan fungsi sosial pasien. Perbedaan ini dapat terjadi antara

lain karena masing-masing peneliti menggunakan instrumen yang berbeda

dalam menilai fungsi kognitif dan kemampuan fungsi sosial pasien

skizofrenia.

Dalam penyakit ataupun masalah yang diderita oleh seseorang dalam

bidang keagamaan itu dianggap sebagai suatu cobaan dan ujian keimanan

serta ketaqwaan terhadap seseorang.Sudah seharusnya kita sebagai hamba


5

yang sabar tidak boleh berputus asa, dan berusaha untuk mengobatinya,

senantiasa berdoa serta berdzikir kepada Allah SWT.Dalam ajaran agama

Islam ada ayat maupun hadist yang memberikan tuntunan agar manusia sehat

seutuhnya baik dari segi fisik, kejiwaan, sosial maupun kerohanian. Ayat

tersebut adalah :“Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu,

dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-

buahan dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S

Al-Baqarah, 2:155).

Melihat fenomena ini, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan antara

fungsi kognitif dengan fungsi sosial pada pasien skizofrenia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data dan uraian pada latar belakang tersebut di atas maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :Apakah terdapathubungan

antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial pada pasien skizofrenia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

fungsi kognitif dengan fungsi sosial pada pasien skizofrenia.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Mengetahui adanya hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial

pasien gangguan jiwa (skizofren).


6

2. Praktis

a. Bagi penderita

Meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik, khususnya dalam

aspek fungsi kognitif dan fungsi sosial pasien skizofrenia.

b. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan antara fungsi

kognitif dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

c. Bagi Keluarga

Memberikan pengetahuantentang fungsi kognitif dan fungsi sosial

sehingga keluarga mengerti bagaimana memperlakukan anggota

keluarga yang terkena gangguan jiwa (skizofren).

d. Bagi masyarakat

Memberikan informasi atau pengetahuan tentang fungsi kognitif dan

fungsi sosial dalam memperlakukan seorang penderita gangguan jiwa

(skizofren) di dalam lingkungan masyarakat.

e. Bagi tenaga kesehatan

Menambah masukan tentang hubungan fungsi kognitif dan fungsi

sosial kepada tenaga-tenaga kesehatan.Sehingga dapat meningkatkan

kualitas tentang rehabilitasi pasien skizofren.

f. Bagi pemerintah

Memberikan masukan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat,

khususnya pasien gangguan jiwa sehingga meningkatkan peran

pemerintah.
7

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini adalah :

Tabel 1.Perbedaan Penelitian


Peneliti
Judul Subjek Instrumen Hasil
Tahun
Hueng Clinical Pasien Personal and Hasil penelitian terhadap
et al. Symptoms, skizo- Social 60 pasien skizofrenia
(2013). Social frenia. Performance didapatkan picture
Cognition (PSP) dan arrangement, BFRT
Correlated BFRT (Benton (Benton Facial
with Domains Facial Recognition Test)
of Social Recognition berhubungan dengan 4
Functioning in Test) domain kemampuan fungsi
Chronic sosial berdasarkan PSP
Schizophrenia. (perawatan diri, aktivitas
yang berguna secara sosial,
hubungan personal dan
sosial, serta perilaku
mengganggu dan agresif).
Santosh Psychopatholo Pasien Schizophrenia Hasil penelitian terhadap
et al. gy, Cognitive skizo- Research 100 pasien skizofrenia
(2013). Function, and frenia Foundation menunjukkan terdapat
Social India–Social korelasi yang signifikan
Functioning of Functioning (p<0,05) antara fungsi
Patients with Index (SCARF- kognitif (fungsi eksekutif,
Schizophrenia SFI) memori kerja verbal,
kecepatan psikomotor,
atensi, dan kelancaran
verbal) dengan
kemampuan fungsi sosial
pasien skizofrenia (rawat
diri, okupasi, sosial, dan
keluarga).

Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

adalah lokasi, subyek penelitian, instrumen penelitian, variabel penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Skizofren

a. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan satu gangguan psikotik yang kronik,

sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klinik yang

amat luas variasinya.penyesuaian pramorbid, gejala dan perjalanan

penyakit yang amat bervariasi (Kaplan & Saddock, 2010).Definisi

skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa III (PPDGJ, 2001) menjelaskan bahwa skizofrenia adalah suatu

sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan

perjalanan penyakit tak selalu bersifat kronis atau (deteriorating) yang

luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan

pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.

b. Epidemiologi

The lifetime risk skizofrenia di dunia adalah antara 15 sampai 19

per 1.000 populasi sedangkan point prevalence adalah antara 2 sampai

7 per 1000. Ada beberapa perbedaan antara negara-negara, namun

tidak signifikan ketika dibatasi oleh gejala-gejala utama

skizofrenia.Insidensi skizofrenia di UK dan US adalah 15 kasus baru

per 100.000 penduduk, dengan laki-laki memiliki onset lebih awal

dibandingkan perempuan (Sample & Smith, 2013; Tianli, L. et al

8
9

2014).Menurut penelitian Riskesdas (2013), prevalensi gangguan jiwa

berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat

terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa

Tengah. Prevalensi psikosis tertinggi di D.I.Y dan Aceh (masing-

masing 2,7%), artinya ada 1-2 penduduk dari 1000 peduduk yang

menderita gangguan jiwa berat danprovinsi D.I.Y merupakan provinsi

dengan penderita gangguan jiwa berat tertinggi di Indonesia dengan

angka kejadian 2,7 orang per mil atau 2-3 penduduk per 1000

penduduk (Riskesdas, 2013).

c. Etiologi

Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan

oleh Kaplan dan Sadock (2010) sebagai berikut:

1) Model diatesis-stress

Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor

psikososial dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini

merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan

spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh

lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan

perkembangan gejala skizofrenia.

2) Faktor biologis

Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan

patofiologisuntuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik,

korteks frontalis dan ganglia basalis.Ketiga daerah tersebut saling


10

berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut

mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga

menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien

skizofrenik.

3) Genetika

Penelitian menunjukkan bahwa seseorang kemungkinan

menderitaskizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita

skizofrenia, dankemungkinan seseorang menderita skizofrenia

adalah hubungan dengandekatnya persaudaraan.Kembar

monozigotik memiliki angka kesesuaian yang tertinggi. Penelitian

pada kembar monozigotik yang diadopsimenunjukkan bahwa

kembar yang diasuh oleh orang tua angkatmempunyai skizofrenia

dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara

kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandung. Temuan

tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetik melebihi pengaruh

lingkungan.

4) Faktor psikososial

a) Teori Psikoanalitik dan Psikodinamik

Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari

fiksasi perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan

dunia luar. Kerusakan ego memberikan konstribusi terhadap

munculnya simtom skizofrenia. Secara umum kerusakan ego

mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan control


11

terhadap dorongan dari dalam. Sedangkan pandangan

psikodinamik lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap

berbagai stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase

perkembangan selama anak-anak dan mengakibatkan stress

dalam hubunganinterpersonal. Simtom positif diasosiasikan

dengan onset akut sebagai respon terhadap factor

pemicu/pencetus, dan erat kaitanya dengan adanya

konflik.Simtom negative berkaitan erat dengan faktor biologis,

sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin

timbul akibat kerusakan intrapsikis, namun mungkin juga

berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.

b) Teori Belajar

Anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenian

mempelajari reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional dengan

mengintimidasi orang tua yang juga memiliki masalah

emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk

dari pasien skizofrenia berkembang karena pada masa anak-

anak mereka belajar dari model yang buruk.

c) Teori Tentang Keluarga

Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami

penyakit non psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi,

perilaku keluarga yang pagtologis yang secara signifikan


12

meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh

pasien skizofrenia.

d) Teori Sosial

Industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam

menyebabkan skizofrenia.Meskipun ada data pendukung,

namunpenekanan saat ini adalah dalam mengetahui

pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan

penyakit.

d. Gejala Klinis Skizofrenia

Menurut (PPDGJ, 2001)tentang skizofren harus ada sedikitnya

satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau

lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

1) Thought echo, Thought insertion or withdrawal, Thought

broadcasting

a) Thought echo adalah isi pikiran dirinya sendiri yang berulang

atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran

ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.

b) Thought insertion or withdrawal adalah isi pikiran yang asing

dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi

pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya

(withdrawal).

c) Thought broadcasting adalah isi pikirannya tersiar keluar

sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya


13

2) Delusion of control , Delusion of influence , Delusion of passivity ,

Delusion perception

a) Delusion of control adalah waham tentang dirinya dikendalikan

oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.

b) Delusion of influenceadalahwaham tentang dirinya dipengaruhi

oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.

c) Delusion of passivity adalah waham tentang dirinya tidak

berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang

dirinya secara jelas, merujuk ke pergerakan tubuh serta anggota

gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan khusus).

d) Delusion perception adalah pengalaman inderawi yang tidak

wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya

bersifat mistik dan mukjizat.

3) Halusional Auditorik dapat berupa suara halusinasi yang

berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien. Dan

mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara atau jenis suara halusinasi lain yang

berasal dari salah satu bagian tubuh).

4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,misalnya

perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan

kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu


14

mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing

atau dunia lain).

5) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun

disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus menerus.

6) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang

tidak relevan atau neologisme.

7) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),

posisi tubuh tertentu (posturing), negativisme, mutisme, dan

stupor.

8) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons

emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya

kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

Kriteria diagnostik skizofrenia menurut DSM-IV TR paling

tidak, terdapat enam kriteria diagnostic skizofrenia menurut Diagnostic

and Statistical Manual of mental disorder (DSM-IV TR, 2004) sebagai

berikut :
15

1) Symptom-Symptom atau gejala-gejala khas

Dua atau lebih dari yang berikut ini, masing-masing muncul

cukup jelas selama jangka waktu satu bulan (atau kurang, bila

ditangani dengan baik) :

a) Delusi

b) Halusinasi

c) Pembicaraan kacau

d) Tingkah kacau atau katatonik

e) Sympton-symptom negatif

2) Disfungsi sosial / okupasional

3) Durasi

Symptom-symptomgangguan ini tetap ada untuk paling sedikit

6 bulan.Periode 6 bulan ini paling tidak mencakup paling tidak 1

bulan di mana symptom-symptom muncul.

4) Tidak termasuk gangguan schizoaffective atau gangguan mood.

5) Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis.

6) Hubungan dengan Pervasive Developmental Disorder. Bila ada

riwayat Autistic Disorder atau gangguan PDD lainnya, diagnosis

tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi atau delusi

yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan.

Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung

selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap

fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu perubahan yang


16

konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari

beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi

sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,

sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan

diri secara sosial.

Menurut Harald S (2015).Skizofrenia memiliki gejala yang

sangat kompleks yang ditunjukkan oleh kumpulan gejala yang

didominasi oleh psikosis.Gejala-gejala skizofrenia dibagi menjadi dua,

yaitu gejala positif dan gejala negatif.Gejala positif skizofrenia adalah

halusinasi, delusi, dan paranoid sedangkan yang termasuk dalam gejala

negatif skizofrenia adalah motivasi diri rendah, apatis, kehilangan

konsentrasi, dan enggan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.

e. Pedoman Diagnosis

Diagnosis gangguan skizofrenia ditegakkan saat pasien

mengalami 2 gejala dari gejala 1 sampai 5 dari kriteria A pada tabel

(e.g. bicara kacau),kriteria B mensyaratkan adanya gangguan

fungsi,gejalaharus bertahan selama minimal 6 bulan, dan diagnosis

dari gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus ditepis (Sadock,

et al., 2015). Berikut Kriteria DiagnostikSkizofrenia yang lengkap

dalam DSM-V :

1) Karakteristik Gejala

Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini, masing-

masing terjadi dalam kurun waktu yang signifikan selama 1 bulan


17

(atau kurang bila telah berhasil diobati). Paling tidak salah satunya

harus (1), (2), atau (3):

a) Delusi/Waham

b) Halusinasi

c) Bicara Kacau (sering melantur atau inkoherensi)

d) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik

e) Gejala negatif, (ekspresi emosi yang berkurang atau kehilangan

minat)

2) Disfungsi Sosial/Pekerjaan

Selama kurun waktu yang signifikan sejak awitan gangguan,

terdapat satu atau lebih disfungsi pada area fungsi utama; seperti

pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang

berada jauh di bawah tingkat yang dicapai sebelum awitan (atau

jika awitan pada masa anak-anak atau remaja, ada kegagalan untuk

mencapai beberapa tingkat pencapaian hubungan interpersonal,

akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).

3) Durasi

Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6

bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan

gejala (atau kurang bila telah berhasil diobati) yang memenuhi

kriteria A (gejala fase aktif) dan dapat mencakup periode gejala

prodromal atau residual. Selama periode gejala prodromal atau

residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai gejala


18

negatif saja atau 2 atau lebih gejala yang terdaftar dalam kriteria A

yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah (keyakinan aneh,

pengalaan perseptual yang tidak lazim).

4) Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif

Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar

dengan ciri psikotik telah disingkirkan baik karena

a) Tidak ada episode depresif manik, atau campuran mayor yang

terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif, maupun

b) Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif durasi

totalnya relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan

residual.

5) Eksklusi kondisi medis umum/zat

Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung

suatu zat (obat yang disalahgunakan, obat medis) atau kondisi

medis umum.

6) Hubungan dengan keterlambatan perkembangan global

Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau keterlambatan

perkembangan global lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia

hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang prominen juga

terdapat selama setidaknya satu bulan (atau kurang bila telah

berhasil diobati). (Sadock, et al., 2015)


19

f. Penggolongan Skizofrenia

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut

PPDGJ III, yaitu :

1) Skizofrenia paranoid (F 20. 0)

a) Memenuhi kriteria skizofrenia.

b) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol : halusinasi

auditori yang memberi perintah atau auditorik yang berbentuk

tidak verbal; halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau

bersifat seksual;waham dikendalikan, dipengaruhi, pasif atau

keyakinan dikejar-kejar.

c) Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta

gejala katatonik relative tidak ada.

2) Skizofrenia hebefrenik (F 20. 1)

a) Memenuhi kriteria skizofrenia .

b) Pada usia remaja dan dewasa muda (15-25 tahun).

c) Kepribadian premorbid : pemalu, senang menyendiri.

d) Gejala bertahan 2-3 minggu.

e) Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan

proses pikir umumnya menonjol. Perilaku tanpa tujuan, dan

tanpa maksud.Preokupasi dangkal dan dibuat-buat terhadap

agama, filsafat, dan tema abstrak.


20

f) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat

diramalkan,mannerism, cenderung senang menyendiri, perilaku

hampa tujuan, dan hampa perasaan.

g) Afek dangkal (shallow) dan tidak wajar (in

appropriate),cekikikan, puas diri, senyum sendiri, atau sikap

tinggi hati, tertawa menyeringai, mengibuli secara

bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, ungkapan kata

diulang-ulang.

h) Proses pikir disorganisasi, pembicaraan tak menentu,

inkoheren.

3) Skizofrenia katatonik (F 20. 2)

a) Memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia.

b) Stupor (amat berkurang reaktivitas terhadap lingkungan,

gerakan, atau aktivitas spontan) atau mutisme.

c) Gaduh-gelisah (tampak aktivitas motorik tak bertujuan tanpa

stimuli eksternal).

d) Menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh dan tidak wajar

serta mempertahankan posisi tersebut.

e) Negativisme (perlawanan terhadap perintah atau melakukan

ke arah yang berlawanan dari perintah).

f) Rigiditas (kaku).

g) Flexibilitas cerea (waxy flexibility) yaitu mempertahankan

posisi tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar.


21

h) Command automatism (patuh otomatis dari perintah) dan

pengulangan kata-kata serta kalimat.

i) Diagnosis katatonik dapat tertunda jika diagnosis skizofrenia

belum tegak karena pasien yang tidak komunikatif.

4) Skizofrenia tak terinci atau undifferentiated (F 20. 3)

a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia.

b) Tidak paranoid, hebefrenik, katatonik.

c) Tidak memenuhi skizofren residual atau depresi pasca-

skizofrenia.

5) Skizofrenia pasca-skizofrenia (F 20. 4)

a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia selama 12

bulan terakhir ini.

b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi

mendominasi gambaran klinisnya).

c) Gejala – gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi

paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah

ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak menunjukkan lagi gejala skizofrenia,

diagnosis menjadi episode depresif (F32.-).Bila gejala skizofrenia

masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari

subtipe skizofrenia yang sesuai (F20.0 - F20.3).


22

6) Skizofrenia residual (F 20. 5)

a) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya

perlambatan psikomotorik, aktifitas yang menurun, afek

yangmenumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan

dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal

yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,

modulasi suara dan posisi tubuh, erawatan diri dan

kinerja sosial yang buruk.

b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa

lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

c) Sedikitnya sudah melewati kurun waktu satu tahun dimana

intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan

halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul

sindrom “negatif” dari skizofrenia.

d) Tidak terdapat dementia atau gangguan otak organik lain,

depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan

disabilitas negatif tersebut.

7) Skizofrenia simpleks (F 20. 6)

a) Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara

meyakinkankarena tergantung pada pemantapan perkembangan

yang berjalanperlahan dan progresif dari:


23

(1) Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa

didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain

dari episode psikotik.

(2) Disertai dengan perubahan – perubahan perilaku pribadi

yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat

yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup,

dan penarikan diri secara sosial.

b) Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan

subtipe skizofrenia lainnya.

8) Skizofrenia lainnya (F.20.8)

Termasuk skizofrenia chenesthopathic(terdapat suatu

perasaanyang tidaknyaman, tidak enak, tidak sehat pada bagian

tubuh tertentu), gangguan skizofreniform YTI.

9) Skizofrenia tak spesifik (F.20.7)

Merupakan tipe skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan

kedalam tipe yang telah disebutkan.

g. Penatalaksanaan Skizofrenia

Walaupun terapi antipsikotik merupakan pengobatan yang

penting untuk skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa

intervensi psikososial, termasuk psikoterapi, dapat mendukung

perbaikan klinis.Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara

cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus mendukung regimen

tersebut.Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari


24

pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial (Kaplan

& Sadock, 2010).

1) Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalisasi)

Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk

tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena

gagasan bunuh diri atau membunuh, dan perilaku yang sangat

kacau atau tidak sesuai, termasuk ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, dan tempat

berlindung. Tujuan utama perawatan di Rumah Sakit yang harus

ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem

pendukung masyarakat.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan

membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka.Lamanya

perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit

pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Penelitian

telah menunjukkan bahwa perawatan singkat di rumah sakit (empat

sampai enam minggu) adalah sama efektifnya dengan perawatan

jangka panjang di rumah sakit dan bahwa rumah sakit dengan

pendekatan perilaku yang aktif adalah lebih efektif daripada

institusi yang biasanya dan komunitas terapetik berorientasi-

tilikan.
25

Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi

praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas

hidup, pekerjaan, dan hubungan social. Perawatan di rumah sakit

harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas

pascarawat, termasuk keluarganya, keluarga angkat, board-and-

care homes, dan half-way house, pusat perawatan di siang hari (day

care center) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu

pasien tetap di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama

dan dapat memperbaiki kualitas kehidupan sehari-hari pasien.

2) Farmakoterapi

Obat antipsikotik, diperkenalkan pada awal tahun 1950, telah

mengalami perkembangan yang revolusioner dalam pengobatan

skizofrenia.Kira-kira dua sampai empat kali banyaknya pasien

yang kambuh ketika diterapi dengan plasebo dibandingkan dengan

terapi dengan obat antipsikotik.Akan tetapi obat ini

menyembuhkan gejala dari penyakit dan tidak mengobati

skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2010).

Obat antipsikotik terdiri dari dua kelas mayor seperti

antagonis reseptor dopamin (misalnya chlorpromazine,

haloperidol) dan SDAs (misalnya risperidon) dan

Clozapin.Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia

adalah pertama untuk mengendalikan gejala aktif dan kedua

mencegah kekambuhan.Efektivitas antipsikotik dalam pengobatan


26

skizofrenia telah dibuktikan oleh berbagai penelitian buta ganda

yang terkontrol. Untuk antipsikotik tipikal atau generasi pertama,

tidak ada bukti bahwa obat yang satu lebih daripada yang lain

untuk gejala-gejala tertentu (Maramis, 2009).

Penggunaan obat antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia

harus mengikuti lima prinsip utama yaitu (Kaplan & Sadock,

2010):

a) Klinis harus secara hati-hati menentukan target simptom untuk

diterapi.

b) Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik sebelumnya pada

pasien harus digunakan lagi. Pada kejadian yang tidak

mendapatkan informasi, pilihan antipsikotik biasanya

didasarkan pada efek samping dari obat tersebut.

c) Waktu minimum pemberian permulaan antipsikotik adalah

empat sampai enam minggu dengan dosis yang adekuat. Jika

permulaan tidak berhasil, obat antipsikotik yang berbeda,

biasanya dari kelas yang berbeda, dapat dicoba. Akan tetapi

reaksi yang tidak menyenangkan dari pasien pada pemberian

dosis pertama obat antipsikotik berhubungan erat dengan

ketidaktaatan dan respon yang jelek ke depannya.

d) Pada umumnya, penggunaan lebih dari satu obat antipsikotik

pada saat yang bersamaan jarang, jika pernah, atas indikasi.

Akan tetapi, pada terapi yang khusus pasien resisten kombinasi


27

obat antipsikotik dengan obat yang lain, sebagai contoh,

carbamazepin (tegretol) bisa diindikasikan.

e) Pasien harus diberikan terapi rumatan dengan dosis minimal

yang efektif. Dosis rumatan lebih rendah dibandingkan dengan

dosis selama kontrol simtom selama episode psikotik.

Skizofrenia adalah suatu gangguan yang berlangsung lama

dan fase psikotiknya memiliki tiga fase yaitu fase akut, stabilisasi,

dan fase stabil.Penanggulangan memakai antipsikotik

diindikasikan terhadap semua fase tersebut.

3) Penanggulangan berdasarkan fase

Menurut Maramis (2009) strategi pengobatan tergantung

pada fase penyakit apakah akut atau kronis.Fase akut biasanya

ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh)

yang perlu segera diatasi.Tujuan pengobatan di sini adalah

mengurangi gejala psikotik yang parah.Dengan fenotiazin biasanya

waham dan halusinasi hilang dalam waktu dua sampai tiga

minggu.Biarpun masih ada waham dan halusinasi, penderita tidak

begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut

serta dalam kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi kerja.

Setelah empat sampai delapan minggu, pasien masuk ke

tahap stabilisasi sewaktu gejala-gejala sedikit banyak sudah

teratasi, tetapi resiko relaps masih tinggi, apalagi bila pengobatan

terputus atau pasien mengalami stres. Sesudah gejala-gejala


28

mereda, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika

serangan itu baru yang pertama kali.Jika serangan skizofrenia itu

sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejal mereda, obat

diberi terus selama satu atau dua tahun.

Setelah enam bulan, pasien masuk fase rumatan

(maintenance) yang bertujuan untuk mencegah

kekambuhan.Kepada pasien dengan skizofrenia menahun,

neuroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan

lamanya dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan

pasien (seperti juga pemberian obat kepada pasien dengan penyakit

badaniah yang menahun, misalnya diabetes melitus, hipertensi,

payah jantung, dan sebagainya).Senantiasa kita harus waspada

terhadap efek samping obat.

Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah

yang dapat memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan

tidak mengganggu fungsi psikososial pasien. Hasil pengobatan

akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi dalam dua tahun

pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standar untuk obat ini,

tetapi dosis ditetapkan secara individual.Pemilihan obat lebih

banyak berdasarkan profil efek samping dan respon pasien pada

pengobatan sebelumnya.Ada beberapa kondisi khusus yang perlu

diperhatikan, misalnya pada wanita hamil lebih dianjurkan

haloperidol, karena obat ini mempunyai data keamanan yang


29

paling baik.Pada pasien yang sensitif terhadap efek samping

ekstrapiramidal lebih baik diberi antipsikotik atipik, demikian pula

pada pasien yang menunjukkan gejala kognitif atau gejala negatif

yang menonjol.

Untuk pasien yang pertama kali mengalami episode

skizofrenia, pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu

meberikan efek samping, karena pengalaman yang buruk dengan

pengobatan akan mengurangi ketaatberobatan (compliance) atau

kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan untuk menggunakan

antipsikotik atipik atau antipsikotik tipikal tetapi dengan dosis yang

rendah.

h. Prognosis

Maramis & Maramis (2009) menyebutkan bahwa 1/3 dari pasien

skizofrenia yang datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan

pertama akan sembuh sama sekali (full remission/recovery), 1/3 yang

lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati cacat

sedikit dan masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya dan

sisanya biasanya, mereka tidak dapat berfungsi didalam masyarakat

dan menuju kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni

tetap rumah sakit jiwa.

Pasien yang menghentikan pengobatan disebutkan 60-70% akan

mengalami kekambuhan dalam satu tahun, dan 85% dalam 2 tahun,


30

dibandingkan dengan pasien yang tetap aktif melaksanakan

pengobatan yaitu 10-30% (Puri, et al., 2014).

Perkiraan perjalanan penyakitdanprognosis pasien

skizofreniapada penelitian kohort dengan follow-up selama13tahun

(Mason, et al., 1995; Semple & Smyth, 2013)antara lain :

1) Sekitar15-20% dariepisodepertamatidakakankambuh.

2) Beberapaorangakan tetapbekerja

3) 52% tanpagejalapsikotikdalam2tahun terakhir.

4) 52% tanpagejala negatif.

5) 55% menunjukkan fungsi sosial yang baik atau cukup baik

Prognosis dapat ditetapkan juga dengan mempertimbangkan

berbagai faktor, antara lain (Maramis & Maramis, 2009) :

1) Kepribadian prepsikotik. Bila skizoid dan hubungan antarmanusia

memang kurang memuaskan maka prognosis lebih jelek.

2) Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis lebih baik

daripada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.

3) Jenis : Prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis.

Sering penderita dengan skizofrenia katatonik sembuh dan kembali

ke kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul prognosis jenis

paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke

masyarakat. Skizofrenia hebefrenik/terdisorganisasi dan

skizofrenia simplek mempunyai prognosis yang sama jelek,

biasanya jenis skizofrenia ini menuju kearah kemunduran mental.


31

4) Umur : makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosis.

5) Pengobatan : makin lekas diberikan pengobatan, makin baik

prognosisnya.

6) Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit

badaniah atau stres psikologis, maka prognosisnya lebih baik.

7) Faktor keturunan : prognosis menjadi lebih berat bila didalam

keluarga terdapat seorang atau lebih yang juga menderita

skizofrenia.

2. Fungsi Kognitif

a. Definisi Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar

seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi

kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan,

pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti

merencanakan, menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub et

all.,.2000).

b. Faktor yang mempengaruhi

Fungsi kognitif seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor,

beberapa diantaranya yaitu latar belakang pendidikan, tingkat

intelegensi dan adanya penyakit atau kelainan mental yang

mengganggu fungsi normalnya.Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi

hasil tes fungsi kognitif yang dilakukan oleh pasien skizofrenia,


32

dimana pada tes mengenai kemampuan abstrak pasien lah yang paling

dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut (Sadock et al., 2015).

c. Klasifikasi Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif terdiri dari:(Modul Neurobehavior PERDOSSI,

2008)

1) Atensi

Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau

memperhatikan satu stimulus dengan mampu mengabaikan

stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil

hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks

sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan

mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi

merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam

periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan

mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan

fungsi eksekutif.

2) Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan

modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika

terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori

verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak

dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu :

a) Kelancaran
33

Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan

kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal.Metode

yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan

meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan.

b) Pemahaman

Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami

suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan

seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

c) Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan

atau kalimat yang diucapkan seseorang.

d) Penamaan

Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu

objek beserta bagian-bagiannya.Gangguan bahasa sering

terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan

gejala patognomonik disfungsi otak.Penting bagi klinikus

untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang

spesifik antara sindroma afasia dengan lesi neuroanatomi.

3) Memori

Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan

penyandian informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat.

Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses tersebut akan

mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga


34

tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus

dengan recall, yaitu :

a) Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara

stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya

dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention)

b) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu

beberapa menit, jam, bulan bahkan tahun.

c) Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-

tahun bahkan seusia hidup. Gangguan memori merupakan

gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Istilah amnesia

secara umum merupakan efek fungsi memori.

Ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah brain insult

disebut amnesia anterograd. Sedangkan amnesia retrograd

merujuk pada amnesia pada yang terjadi sebelum brain insult.

Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah memori

pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan

memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan

ansietas sering mengalami kesulitan memori. Istilah amnesia

psikogenik jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan

pada pemeriksaan tidak dijumpai defek pada recent memory.

4) Visuospasial
35

Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan

konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam

gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok.

Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus

parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.

Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan

visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan

gangguan di lobus frontal dan parietal.

5) Fungsi eksekutif

Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu

proses kompleks seseorang dalam memecahkan masalah /

persoalan baru. Proses ini meliputi kesadaran akan keberadaan

suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta memecahkan /

mencari jalan keluar suatu persoalan.

d. Cognitive Behavioural Therapy

1) Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk memulihkan pengalaman

emosional yang menyedihkan atau perilaku disfungsional dengan

mengubah cara pandang pasien dalam menafsirkan dan

mengevaluasi pengalaman yang telah terjadi. Terapi perilaku

kognitif mendorong pasien untuk mengidentifikasi bias

pengalaman yang dialami pasien, sehingga gejala psikosis akan

selalu muncul pada diri pasien (Jones, et, al, 2012).


36

2) Perlakuan CBT yang ditujukan pada pasien psikosis pada

penelitian Birchwood membedakan antara "quasi-neuroleptik"

terhadap dampak CBT pada gejala psikotik (misalnya, halusinasi)

dan pengobatan mereka. Birchwood (2006) menunjukkan bahwa

CBT mungkin fokus pada berikut :

a) Pengurangan distress atau pengurangan depresi dan masalah

perilaku yang terkait dengan keyakinan tentang simtomatologi

psikotik.

b) Kesulitan mengontrol emosi pada individu yang berisiko tinggi

menyebabkan gejala psikosis.

c) Gejala kekambuhan untuk mencegah kekambuhan pada

psikosis.

d) “Penyerta” depresi dan kecemasan sosial, termasuk stigma

yang berkembang atas pasien.

e) Pengelolaan terhadap stres, sehingga meningkatkan ketahanan

terhadap stres hidup dan mencegah kekambuhan psikotik.

f) Meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri sosial pada

orang dengan psikosis.

3. Fungsi Sosial

a. Definisi Fungi Sosial

Fungsi sosial dapat diartikan sebagai kualitas dan kedalaman

hubungan interpersonal individu, serta kemampuan seseorang untuk

memenuhi peran dan harapan yang didefinisikan oleh masyarakat.


37

Fungsi sosial memiliki beragam segi dan alaminya dapat dipahami

dengan cara menilai berbagai domain kehidupan, antara lain fungsi

peran, hubungan sosial, perawatan diri, ketrampilan hidup

mandiri,waktu luang, aktivitas rekreasi serta integrasi ke masyarkat

(Corrigan & Mueser, 2008).

Fungsi sosial menjadi perhatian utama pada penderita gangguan

jiwa karena beberapa alasan, antara lain keterlibatannya dalam kriteria

diagnostik gangguan kejiwaan, perannya sebagai gejala premorbid,

kemampuannya dalam memprediksi perjalanan penyakit yaitu gejala

kekambuhan dan rawat inap kembali, serta secara harfiah merupakan

dimensi yang penting dalam kehidupan manusia (Corrigan & Mueser,

2008).

Gangguan pada fungsi sosial merujuk pada ketidakpuasan pada

performa peran, hubungan interpersonal yang sehat dan citra-diri

positif yang menyebabkan individu tidak tentram dengan dirinya

sendiri(Datar, et al., 2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan

disabilitas psikiatrik dapat berdampak pada fungsi sosial, termasuk

diantaranya gejala, fungsi kognitif, kemampuan sosial, dan faktor

lingkungan serta sumber daya (Corrigan & Mueser, 2008). Fungsi

sosial yang berkurang merupakan prediktor yang penting untuk

kualitas hidup(Bellack, et al., 2007) dan Sebuah penelitian yang

dilakukan di enam negara di Eropa mendapatkan, lebih dari 80 %


38

pasien skizofrenia dewasa mengalami masalah fungsi sosial yang

menetap (Hunter, et al., 2010).

b. Penilaian Fungsi Sosial

Penilaian fungsi sosial pasien skizofrenia dapat dilakukan

dengan empat cara yaitu observasi langsung, self-report, pelaporan

dari pengasuh, dan dengan alat ukur.Penilaian dengan alat ukur

memiliki kelebihan yaitu dapat mengatasi keterbatasan dari tiga cara

sebelumnya antara lain pengumpulan data yang lebih cepat dan

gambaran yang lebih shahih. (Reverger, 2012). Alat ukur yang dapat

digunakan untuk menilai fungsi sosial antara lainGlobal Assessment of

Functioning (GAF), Social and Occupational Functioning Assessment

Scale (SOFAS) serta Personal and Social Performance Scale (PSP)

(Purnama, et al., 2012).


39

B. Kerangka Konsep

FUNGSI FUNGSI
KOGNITIF SOSIAL

PASIEN
SKIZOFRENIA

C. Hipotesis

Terdapat Hubungan antara Fungsi Kognitif dengan Fungsi sosial pasien

skizofrenia di wilayah Puskesmas daerah Yogyakarta.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain Penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti memperoleh jawaban dari

pertanyaan peneliti (Sastroasmoro, 2002).Penelitian ini menggunakan desain

penelitianobservasional analitik dengan rancangan cross sectional, untuk

mengetahui hubungan antara fungsi sosial dengan kualitas hidup

skizofrenia.Penelitian cross-sectionalmerupakan suatu penelitian dimana

pengukuran atau observasi variabel-variabel dilakukan hanya satu kali dan

dalam satu waktu(Sastroasmoro, 2002).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmojo, 2012).Populasi dalam penelitian ini adalah semua

pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Yogyakarta.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian objek yang di ambil dari keseluruhan

objek penelitian dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo,

2012).

Sampel diambil dengan menggunakan teknik consecutive

sampling.Consecutive sampling merupakan jenis non-probability sampling

yang paling baik, dan seringkali merupakan cara termudah. Semua subjek

40
41

yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam

penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.Agar

consecutive sampling dapat menyerupai probability sampling,maka jangka

waktu pemilihan pasien harus tidak terlalu pendek, terutama untuk

penyakit yang dipengaruhi musim, kecuali untuk penyakit yang tidak

dipengaruhi musim hal ini dapat diabaikan (Sastroasmoro, 2002).

Perkiraan besar sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini

menggunakan rumus besar sampeluntuk koefisien korelasi.

Keterangan :

n : Besar sampel

Ζα : nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat

kemaknaan α (untuk α=0,05 adalah 1,960).

Ζβ : nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa

(power) sebesar diinginkan (untuk β = 0,10 adalah 1,282).

r : nilai koefisien korelasi (0,5 didapatkan dariWijayanti, (2011)

pada penelitian sebelumnya).

Berdasarkan perhitungan yang mengacu pada rumus di atas

didapatkan jumlah sampel sebesar 95 responden.

Sampel yang menjadi subjek penelitian ini harus memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi penelitian. Kriteria tersebut antara lain :


42

3. Kriteria Inklusi

a. Orang yang terdiagnosis sebagai penderita skizofrenia

b. Pasien skizofrenia dalam fase maintenance.

c. Pasien skizofrenia yang memiliki care-giver yang tinggal serumah.

d. Penderita skizofrenia yang kooperatif dan bersedia menjadi responden

penelitian.

e. Pasien skizofrenia terkontrol yang mengonsumsi antipsikotik.

1. Kriteria Eksklusi

a. Memiliki penyakit fisik berat

b. Mengisi kuisioner tidak lengkap

c. Menderitacacat fisik bawaan

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Yogyakarta .Waktu

pengambilan data penelitian dilakukan dari bulan 16 Mei – 28 Mei2016.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu :

1. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah fungsi sosial pasien

skizofrenia

2. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah fungsi kognitif pasien

skizofrenia
43

3. Variabel Penganggu

Variabel penganggu dalam penelitian ini antara lain :

a. Faktor Sosio-demogafi yaitu usia, onset, jenis kelamin, tingkat

pendidikan status perkawinan, pekerjaan dan tingkat penghasilan.

b. Faktor Klinis yaitu jenis dan dosis obat, efek samping obat dan

komorbiditas medis.

E. Definisi Operasional

1. Fungsi sosial adalah kualitas dan kedalaman hubungan interpersonal

individu, serta kemampuan seseorang untuk memenuhi peran dan harapan

yang didefinisikan oleh masyarakat. Fungsi sosial memiliki beragam segi

dan alaminya dapat dipahami dengan cara menilai berbagai domain

kehidupan, antara lain fungsi peran, hubungan sosial, perawatan diri,

ketrampilan hidup mandiri,waktu luang, aktivitas rekreasi serta integrasi

ke masyarkat (Corrigan & Mueser, 2008).Fungsi sosial juga dapat

diartikan sebagaiadalahberbagaikemampuan esensial seseorang agar

dapat mempertahankan kehidupan yang independensecara sosial.Variabel

ini diukur dengan PersonalandSocialPerformance Scale(Skala PSP) dan

dinyatakan dalam skala ordinal.

2. Fungsi kognitif adalah kemampuan otak seseorang dalam menerima,

mengolah maupun menggunakan kembali informasi yang diterima dari

luar. Variabel fungsi kognitif pada pasien skizofrenia dapat diukur

menggunakan Schizophrenia Cognition Rating Scale yang telah

dimodifikasi menjadi versi Bahasa Indonesia (ScoRSvI), dinyatakan dalam


44

skala ordinal (ringan, sedang dan parah) dan dengan hasil akhir berupa

skala numerik.

F. Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Kuesioner Data Pribadi

Kuesioner data pribadi berisi : nama, umur, jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, status perkawinan, riwayat keluarga, faktor pencetus, onset usia

penyakit, jenis antipsikotik dan keteraturan minum obat.

2. PersonalandSocialPerformance Scale(Skala PSP)

Instrumen PSP dikembangkan pada tahun 1999 dan dipublikasikan

pada tahun 2000 oleh Morosini dkk untuk mengukur fungsi sosial dan

personal pasien skizofrenia. Skala PSP terdiri dari penilaian terhadap 4

(empat) ranah, yaitu (1) merawat diri dengan 6 komponennya, (2) aktivitas

sosial yang berguna dengan 3 komponennya, (3) hubungan personal dan

sosial dengan 2 komponennya, serta (4) perilaku agresif dan mengganggu

dengan 5 komponennya. Instrumen PSP terdiri dari 4 ranah dengan 19

butir pertanyaan terstruktur dan penilaiannya sebagai berikut:

a. Skor 100-70 menunjukkan hanya ada kesulitan fungsi yang ringan.

b. Skor 69-31 menunjukkan adanya disabilitas yang bermanifestasi dalam

berbagai tingkatan.

c. Skor yang kurang atau sama dengan skor 30 menunjukkan fungsi

pasien sangat buruk dan memerlukan bantuan atau supervisi.

d. ( Reverger, 2012; Wolff, et al., 2010; Patterson & Mausbach, 2010)


45

Skala PSP dikembangkan dengan alasan di antaranya adalah guna

menciptakan alat ukur yang praktis. Kepraktisan PSP tampak dalam

beberapa hal:

a. PSP hanya terdiri dari 4 ranah yang mencakup 16 komponen terukur

dibantu 19 butir pertanyaan dalam bentuk wawancara terstruktur;

b. Jawaban atas setiap butir pertanyaan digunakan untuk menilai derajat

setiap ranah. Masing-masing ranah diwakili oleh 6 derajat;

c. Indeks ini tidak membebani subyek yang diukur, karena hanya perlu

menjawab 19 butir pertanyaan dengan jawaban sederhana;

d. Kalkulasi skor totalnya juga sederhana yaitu dengan mencocokkan

derajat masing-masing ranah dengan tabel skor dalam bentuk interval

10 poin seperti skoring GAF, dan kemudian menentukan skor akhir di

antara 10 poin interval tersebut;

e. Waktu yang diperlukan untuk melakukan seluruh proses ini dalam

praktik klinis sehari-hari adalah antara 5 – 10 menit. (Purnama, et al.,

2012).

3. Schizophrenia Cognition Rating Scale (SCoRS)

SCoRS adalah suatu instrumen pengukuran terhadap fungsi kognitif

pasien skizofrenia yang berbasis wawancara.Instrumen pengukuran ini

memiliki 20 butir pertanyaan yang harus ditanyakan oleh pewawancara

kepada pasien, dan informan yang berinteraksi sehari-hari dengan pasien,

masing-masing dilakukan secara terpisah. Setiap butir pertanyaan dinilai

dengan 4 poin skala pengukuran, yaitu: 1 : tidak ada; 2 : ringan; 3 :


46

sedang; 4 : parah dan N/A (non-applicable) apabila pertanyaan tidak dapat

diajukan setelah disesuaikan dengan kondisi pasien. Penilaian skala fungsi

global (1-10) yang terdapat di akhir lembar pengukuran harus dilengkapi

oleh pewawancara saat wawancara telah selesai.Penilaian tersebut

digunakan untuk menilai ada tidaknya disfungsi kognitif pada pasien

skizofrenia berdasarkan pengamatan yang dilakukan saat melakukan

wawancara (Keefe et al., 2006).

G. Jalannya Penelitian

Pelaksanaan penelitian dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mengajukan judul penelitian, melakukan

bimbingan dan konsultasi dalam penyusunan proposal sampai dengan

ujian proposal penelitian, kemudian peneliti mengurus ethical clearance

penelitian, menetapkan pelaksanaan, membuat lembar informed consent

dan menyiapkan instrumen penelitian seperti kuesioner data pribadi,

Personal and Social Performance Scale (Skala PSP) danSchizophrenia

Cognition Rating Scale (SCoRS).

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan lapangan.Pelaksanaan

pengambilan data dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas

Yogyakarta, dengan mendatangi langsung ke rumah responden didampingi

kader desa setempat. Responden diberikan penjelasan mengenai maksud

dan tujuan penelitian, dan diminta kesediannya untuk berpartisipasi dalam


47

penelitian ini dengan menandatangani informed consent.Pengisian

kuesioner dilakukan dengan mewawancarai responden.

3. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data, analisis data,

presentasi hasil karya tulis ilmiah (KTI), pembuatan laporan serta naskah

publikasi.

H. Uji Validitas dan Realibilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur sehingga berfungsi menilai valid tidaknya suatu

instrumen penelitian, salah satunya kuesioner. Reliabilitas adalah indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap

konsisten bila dilakukan pengkuran duakali atau lebih terhadap pertanyaan

yang sama,denganmenggunakan alat ukur yang sama (Notoatmojo, 2012).

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validas dan reliabilitas karena

kuesioner yang digunakan pada penelitian ini sebelumnya sudah pernah

divaliditasikan.

a. Personal and Social Performance Scale (Skala PSP)

InstrumeninitelahdivalidasidiIndonesia

padatahun2008olehdr.Purnama, et al., (2012) pada penelitiannya dengan

judul Uji Validitas dan Reliabilitas Personal dan Social Performance

Scale pada Pasien Skizofrenia di Indonesia. Instrumen ini telah divalidasi

denganvaliditas sebesar0,77 dan reliabel.


48

b. Wawancara Kualitas Hidup Lehman Lehman

Instrumen ini telah divalidasi oleh Eniarti (2008) pada penelitiannya

dengan judul Perbedaan Skor Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia yang

Mendapat Terapi Kerja Berorientasi Token Economy dengan Terapi

Aktivitas Kelompok di RSJ Dr. Soerojo Magelang. Instrument ini

mempunyai nilai validitas dan realibilitas yang signifikan baik yang

divalidasi di luar negeri maupun yang divalidasi di RSJ Magelang yaitu

validasi yang didapatkan adalah (r hitung = 0,372 – 0,789) dan reliabel.

I. Analisis Data

Data hasil interview fungsi kognitif dan fungsi sosial berupa variabel

onumreik akan dianalisis dengan uji korelasiPearson Correlation.Data

dianalisis dengan menggunakan program Statistical Product and Service

Solution(SPSS) 22.0.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di DIY yaitu Puskesmas Gondomanan,

Puskesmas Bambanglipuro, Puskesmas Wates, Puskesmas Godean 1,

Puskesmas Gedang Sari 2, Puskesmas Kraton, Puskesmas Srandakan,

Puskesmas Temon 1, Puskesmas Tempel 1 dan Puskesmas Pleyen 2

Yogyakarta.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien dan

keluarga pasien skizofrenia dengan asumsi bahwa fungsi kognitif memiliki

hubungan dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Jumlah sampel keseluruhan di 10 Puskesmas daerah Yogyakarta

adalah 106 pasien skizofrenia beserta keluarga pasien skizofrenia.Sesuai

dengan kriteria inklusi, kriteria ekslusi dan kriteria drop out maka

ditetapkan 95 pasien skizofrenia beserta keluarga pasien skizofrenia

sebagai subjek penelitian pada penelitian ini.

Gambaran karakteristik subjek penelitian dari data primer didapatkan

sebagai berikut:

49
50

Tabel 2. Distribusi Data Karakteristik Subjek Penelitian


Karakteristik Subjek Penelitian Frekuensi Presentase (%)
Jenis kelamin
Laki- laki 64 64,0
Perempuan 31 31,0
Usia
- Remaja Awal (12 – 1 6 tahun) 1 1,0
- Remaja Akhir (17 – 25 tahun) 8 8,0
- Dewasa Awal (26- 35 tahun) 23 23,0
- Dewasa Akhir (36- 45 tahun) 40 40,0
- Lansia Awal (46- 55 tahun) 20 20,0
- Lansia Akhir (56 – 65 tahun) 3 3,0
Pendidikan
- Tidak Sekolah 1 1,0
- Tidak Tamat SD/Sederajat 9 9,0
- Tamat SD/Sederajat 10 10,0
- Tamat SMP/Sederajat 30 30,0
- Tamat SMA/Sederajat 42 42,0
- Diploma 1 1,0
- Sarjana 2 2,0
Pekerjaan
- Tidak Bekerja 65 65,0
- Bekerja 30 30,0
Pernikahan
- Belum Menikah 60 60,0
- Menikah 31 31,0
- Cerai 4 4,0
Lama sakit
- < 1 tahun 4 4,0
- 1-5 tahun 11 11,0
- antara 5-10 tahun 30 30,0
- > 10 tahun 50 50,0
Riwayat Keluarga
- Tidak Ada 70 70,0
- Ada 25 25,0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat adanya perbedaan jenis

kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pernikahan, lama sakit dan riwayat

keluarga subjek penelitian. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-

laki sebanyak 64 (64,0%). Usia subjek sebagian besar berusia antara 36-
51

45 tahun sebanyak 40 (40,0%). Sebagian besar pasien memiliki riwayat

pendidikan tamat SMA sebanyak 42 (42,0%). Sebagian besar subjek

penelitian tidak bekerja sebanyak 65 (65,0%). Status pernikahan subjek

penelitian sebagian besar adalah belum menikah sebesar 60 (60,0%)

karena sebagian besar subjek menderita pada usia muda jadi sebagian

belum menikah. Lama sakit subjek penelitian sebagian besar adalah > 10

tahun (50,0%). Riwayat keluarga pada subjek penilitian yang paling besar

adalah tidak ada (70,0%).

Tabel 3. Hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial


pasien skizofrenia.
Variabel Mean Sig (p)
Fungsi Kognitif 75,568 ± 17,506
Fungsi Sosial 4,158 ± 1,531 0,000
Total 95

Berdasarkan data tersebut ditemukan variabel fungsi kognitif dengan

fungsi sosial nilai p adalah 0.000, yang artinya p < 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara fungsi kognitif dengan

fungsi sosial pasien skizofrenia.

3. Analisis Uji Statistik Korelasi

Korelasi antara kedua variabel dianalisis dengan menggunakan uji

Pearson Correlation dikarenakan data menggunakan numerik pada kedua

variabel Hasil analisis korelasi antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial

pasien skizofrenia menunjukkan signifikan sebesar 0,000 (p<0,05) yang

berarti terdapat hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial

pasien skizofrenia.
52

B. Analisa Hasil dan Pembahasan

Pada data penelitian ini, peneliti ingin mengetahui ada tidaknya

hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Berdasarkan data tabel 1 yaitu karakteristik responden pada penelitian ini ada

2 yaitu laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki lebih dominan (64,0%)

daripada perempuan (31,0%), penelitian ini sesuai dengan penelitian Cordosa

et al. di Rio de jeneiro yang menyimpulkan bahwa laki-laki lebih beresiko

2,48% untuk menderita skizofrenia dibandingkan perempuan.Cordosa et al.

(2005) mengemukakan kenapa perempuan lebih sedikit beresiko menderita

gangguan jiwa dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih bisa menerima

situasi kehidupan dibandingkan laki-laki.

Jika dilihat dari karakteristik umur sebagian besar subjek penelitian

dalam kategori usia dewasa akhir menuju lansia awal sebanyak 40 (40,0%).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Fakhari et

a1,menyatakan umur 17-24 tahun lebih berisiko menderita gangguan jiwa

dibandingkan usia yang lebih tua.

Berdasarkan karakteristik responden didapat juga bahwa pada kelompok

skizofrenia mayoritas subjek tidak bekerja yaitu sebanyak 65 (65,0%).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Mallet et al.(2002) , yang menyatakan

ada hubungan yang bermakna antarastatus pekerjaan dengan timbulnya

skizofrenia (OR=5,5 (95%CI 2,59-11,68), p=0,000). Menurut Van Den (1991)

orang yang tidak bekerja akan lebih mudah menjadi stres yang berhubungan

dengan tingginya kadar hormon stres (kadar cathecholamine) dan


53

mengakibatkan ketidakberdayaan, karena orang yang bekerja memiliki rasa

optimis terhadap masa depan dan lebih memiliki semangat hidup yang lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak bekerja.

Dilihat dari tabel 2 penelitian ini di dapatkan bahwa terdapat hubungan

antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial pada pasien skizofrenia, penelitian

ini sesuai dengan Santosh et al. (2013)yang melakukan penelitian terhadap

100 pasien skizofrenia, menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan

(p<0,05) antara fungsi kognitif (fungsi eksekutif, memori kerja verbal,

kecepatan psikomotor, atensi, dan kelancaran verbal) dengan kemampuan

fungsi sosial pasien skizofrenia (rawat diri, okupasi, sosial, dan keluarga).

(Hesti et al. 2008) mengatakan seseorang yang tidak mau berinteraksi

sosial dengan baik dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sosial

akan menimbulkan reaksi stres dimulai dengan meningkatnya produksi

glukorcoticoid dan ini berpengaruh terhadap hipotalamus dan secara perlahan

akan mempengaruhi fungsi kognitifnya. Santosh et al. (2013) berpendapat

fungsi eksekutif, memori kerja verbal, kecepatan psikomotor, atensi, dan

kelancaran verbal berkorelasi secara signifikan dengan fungsi sosial pasien

skizofrenia (rawat diri, okupasi, sosial, dan keluarga). Sedangkan Ventura et

al. (2013) menyebutkan bahwa kondisi neurokognitif pasien skizofrenia

berkorelasi dengan kemampuan fungsi sosial, tanpa menyebutkan seberapa

besar pengaruh masing-masing domain kognitif terhadap kemampuan fungsi

sosial pasien.
54

Faktor-faktor yang berhubungan dengan disabilitas psikiatrik dapat

berdampak pada fungsi sosial, termasuk diantaranya gejala, fungsi kognitif,

kemampuan sosial, dan faktor lingkungan serta sumber daya (Corrigan &

Mueser, 2008). Shamsi et al. (2011), berpendapat bahwa memori kerja,

memori verbal, atensi dan kognisi sosial berkaitan erat dengan kemampuan

fungsi sosial pada pasien skizofrenia. Hueng et al. (2013) menyatakan

perlunya intervensi pada kemampuan kognisi sosial dalam rangka

memperbaiki kemampuan fungsi sosial pasien skizofrenia. Proyek

Measurement and Treatment Research to Improve Cognition in Schizophrenia

(MATRICS), menyebutkan ada 7 domain kognitif yang berperan dalam defisit

kognitif skizofrenia, yaitu: memori kerja, atensi/kewaspadaan, pembelajaran

dan memori verbal, pembelajaran dan memori visual, pertimbangan dan

pemecahan masalah, kecepatan pemrosesan, dan kognisi sosial (Keefe &

Harvey, 2012).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan fungsi

kognitif dengan fungsi sosial pasien skizofrenia didapatkan kesimpulan yaitu

terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial

pasien skizofrenia dengan nilai (p<0,05).

B. Saran

Setelah dilakukan penelitian didapat beberapa hal yang didapat untuk

menjadi masukan kedepan yaitu:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain

penelitian yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga

jumlah subyek lebih banyak.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain

mengenai hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial pasien

skizofrenia.

55
DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, A., Sidharta, M. & Brouwer, M.A.(1980). Menuju kesejahteraan


Jiwa. Jakarta: PT Gramedia.

American Psychiatric Association.(2004). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders. DSM-IV-TR: Washington DC.

Anthony, P, M., Douglas, T., Melissa, P., Helen, S., Alison, B., & Graham, D., et
al. (2014).Cognitive therapy for people with schizophrenia spectrum
disorders not taking antipsychotic drugs: a single-blind randomised
controlled trial. Vol 383 April 19, 2014.

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:


Balitbang Kemenkes RI.

Barrowclough C., Haddock G., Tarrier N. 2001, Randomized Controlled Trial of


for Patient with Comorbid Schizophrenia and Substance Abuse Disorders,
Am J Psychiatry, 2001, 158.

Bellack, A. S. et al., 2007. Assessment of Community Functioning in People With


Schizophrenia and Other Severe Mental Illnesses: A White Paper Based
on an NIMH-Sponsored Workshop. Oxford Journals, 33(3), pp. 805-822.

Bio, D.S. & Gattaz, W.F. (2011).Vocational rehabilitation improves cognition


and negative symptoms in schizophrenia. Schizophrenia Research 126:
265–269

Birchwood M, Trower P. (2006). The future of cognitive-behavioural therapy for


psychosis: not a quasi-neuroleptic.British Journal of Psychiatry; 188:107g

Bottlender, R., Straus, A., Moller, HJ., 2010. Social disability in schizophrenic,
schizoaffective and affective disorders 15 years after first
admission.Schizophrenia Research, 116 (1): 9-15

Bowie, CR. and Harvey, PD., 2006. Cognitive deficits and functional outcome in
schizophrenia.Neuropsychiatric Disease and Treatment, 2(4): 531-536

Corrigan, P. W. & Mueser, K. T., 2008. Principles and Practice of Psychiatric


Rehabilitation: An Empirical Approach. 1st penyunt. New York: The
Guilford Press.

Cordosa SC, Caraffa TW, Bandeira M, Siquera LA, Abrew SM, Fonseca JP:
Factor’s Associated with Low Quality of Life in Schizofrenia. Rio de

56
57

Jeneiro. 2005. Available from http://www.scielo.br/pdf/csp/v21n5/05.pdf


Accessed27 September 2008.

Couture, SM., Penn, DL., Roberts, DL, 2006. The functional significance of social
cognition in schizophrenia: a review. Schizophrenia Bulletin, 32: S44 –
S63

Dacey, J. S., & Travers, J. F. (2002).Human development across the lifespan.


(5thed.). New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Dinosetro. 2008. Hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kemandirian


kehidupan sosial bermasyarakat pada klien Skizofrenia post perawatan di
Rumah Sakit Jiwa Menur.
http://dinosetro.multiply.com/guestbook?&=&page=3. Diunduh pada
tanggal 29 Maret 2015.

Dolan, P., Canavan, J., Pinkerton, J. 2006. Family Support as Reflective


Practice.London : Jessica Kingsley Publisher.

Fakhari A, Ranjbar F. Dadashzadeh H, Moghadddas F. An Epidemiological


Survey of Mental Disorders among Adult in the North, West Area of
Tabriz, Iran. Departement of Psychiatry, Iran. 2005.

Francis, S., Satiadarma, M.P. 2004.Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap


Kesembuhan Ibu yang Mengidap Penyakit Kanker Payudara.Jurnal
Ilmiah Psikologi “ARKHE”, Th.9 no.1.

Harvey, PD. and Strassnig, M., 2012.Predicting the severity of everyday


functional disability in people with schizophrenia: cognitive deficits,
functional capacity, symptoms, and health status.World Psychiatry, 11:73-
79

Hesti., Haris, S., Mayza, A & Prihartono, J. 2008. Pengaruh Gangguan Kognitif
Terhadap Gangguan Keseimbangan Pada Lanjut Usia. Artikel Penelitian,
Neurona, vol 25, no.3, April 2008, 26-31.

Hunter, R., Barry, S. & Group, E. R., 2010. Impact of negative symptoms on
psychosocial functioning in schizophrenia. European Psychiatry, Volume
25, p. 1186.

Hunter, R., Barry, S. & Group, T. E. R., 2010. Impact of negative symtomps on
psychosocial functioning in schizophrenia. [Online]
Available at: http://www.gla.ac.uk/media/media_142692_en.pdf
[Diakses 9 April 2015].
58

Hueng, T., Wu, JY., Chang, W., Chuang, S., 2013. Clinical symptoms, social
cognition correlated with domains of social functioning in chronic
schizophrenia. J Med Sci, 33(6):341-347

Jenkins, J.H.,Gracia, J.I.R., Chang, C.I., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. Family
Support Predicts Psichiatric Medication Usage Among Mexican American
Individuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric
Epidemology, 41, 624-631.

Jones, C., Hacker, D., Cormac, I., Meaden, A., & Irving, C, B. (2012).Cognitive
behavioural therapy versus other psychosocial treatments for
schizophrenia.Cochrane Database Syst Rev; 4: CD008712

Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Terjemahan
Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara.

Keefe, RSE. and Harvey, PD., 2012. Cognitive impairment in schizophrenia. In:
Geyer, MA., Gross, G. (eds.), 2012. Novel Antischizophrenia Treatments.
Springer-Verlag, Berlin Heidelberg, pp. 11-37

Kolegium Neurologi Indonesia.2008.Demensia dalam Modul Neurobehavior.


Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

Kumar, P.N.S. (2008). Impact of vocational rehabilitation on social functioning,


cognitive functioning, and psychopathology in patients with chronic
schizophrenia.Indian J Psychiatry: 50(4): 257–261.

Mallett R, Leff J, Bhugra D, Pang D, Zhao JingH. Social environment, ethnicity


andschizophrenia. Social Psychiatry Section.Institute of Psychiatry. De
Crespigny Park.London, SES 8AF, Uk, 2002.

Manouchehr, G. &Scott, B. J. (2012).Effects of cognitive remediation on


neurocognitive functions and psychiatricsymptoms in schizophrenia
inpatients.Schizophrenia Research 142, 165–170.

Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9., Surabaya: Airlangga


University Press.

Maramis, W. F., & Maramis, A. A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa


(2nded.). Surabaya: Airlangga University Press.

Martaniah, S M. (2006).Psikologi Rehabilitasi. Yogyakarta.

Maslim, Rusdi, Diagnosa Gangguan Jiwa, PPDGJ III, Direktorat Kesehatan RI,
Jakarta, 2001.
59

Mason, P., Harrison, G., Glazebrook, C., & Medley, I. (1995). Characteristics of
Outcome in Schizophrenia at 13 Years. British Journal of Psychiatry, 167
(5), 596-603.

Mueser, K, T., & Jeste, D, V. (Eds).(2008). Clinical handbook of schizophrenia.


New York: The Guilford Press

NICE. (2009). National Collaborating Centre for Mental Health . Core


interventions in the treatment and management of schizophrenia in
primary and secondary care (update) National Institute for Clinical
Excellence.

Notoatmojo, S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurdiana, Syafwani, Umbransyah. 2007. Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat


Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
vol.3 no.1.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penetapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian. Jakarta:
Salemba Medika.

Parker, M.R.; Szymanski, E.M.; & Patterson, J.B. (Eds.) (2004).

Patterson, T. L. & Mausbach, B. T., 2010. Measurement of Functional Capacity:


A New Approach to Understanding Functional Differences and Real-
World Behavioral Adaptation in Those with Mental Illness. Annual
Review of Clinical Psychology, Volume 6, pp. 139-154.

Puri, B., Hall, A., & HO, R. (2014). Revision Notes in Psychiatry (3rd ed.). Boca
Raton: CRC Press.

Purnama, D. A. et al., 2012. Uji Validitas dan Reliabilitas Personal and Social
Performance Scale pada Pasien Skizofrenia di indonesia. Cermin Dunia
Kedokteran, 39(2), pp. 98-101.

Reichenberg, A., Harvey, PD., Bowie, CR., Mojtabai, R., Rabinowitz, J., Heaton,
RK., Bromet, E., 2009. Neuropsychological function and dysfunction in
schizophrenia and psychotic affective disorders.Schizophrenia Bulletin,
35(5):1022–1029

Reverger, M. J., 2012. PERBANDINGAN PERFORMA FUNGSI PASIEN


SKIZOFRENIA YANG MENDAPAT TERAPI TUNGGAL DENGAN
TERAPI KOMBINASI ANTIPSIKOTIKA DI RUMAH SAKIT CIPTO
MANGUNKUSUMO. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
60

Rosenheck, R., Leslie, D., Keefe, R., McEvoy, J., Swartz, M., et, al Perkins, D.,
Stroup,S., Hsiao, J.K., Lieberman, J., (2006). CATIE Study Investigators
Group.Barriers to employment for people with schizophrenia. Am. J.
Psychiatry:163, 411–417

Sadock, B. J., Sadock, V. A. & Ruiz, P., 2015. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th penyunt.
Philadelphia: Wolters Kluwer.

Santosh, S., Roy, DD., Kundu, PS., 2013.Psychopathology, cognitive function,


and social functioning of patients with schizophrenia.East Asian Arch
Psychiatry, 23:65-70

Semple, D., & Smyth, R. (2013). Oxford Handbook of Psychiatry (3rd ed.).
Oxford: Oxford University Press.

Sadock, B.J., Sadock, V.A., & Ruiz, P. (2015).Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry (11th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.

Shaffer, D. R. (2002). Developmental psychology: Childhood and Adolescence.


(6thed.). USA: Wadsworth Group.

Shamsi, S., Lau, A., Lencz, T., Burdick, KE., deRosse, P., Brenner, R.,
Lindenmayer, JP., Malhotra, AK., 2011. Cognitive and symptomatic
predictors of functional disability in schizophrenia.Schizophrenia
Research, 126:257-264

Smet, B. 1994.Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo.

Soekarto, A (2010). Psikiatrik Klinik. Yogyakarta: Bagian ilmu Kedokteran Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Sofa, 2008.Pengertian, Ruang Lingkup dan Studi Intervensi Sosial.


http://massofa. Wordpress.com/2008/02/09/studi-intervensi-sosial/.
Diunduh pada tanggal 28 Maret 2015.

Sontheimer, H. (2015). Disease Of The Nervous System. UK: Academic Press.

Steinberg. (2002).Adolescence.6th Ed. USA: McGraw Hill Higher Education.

Suharto, Edi. 2008. Pekerjaan Sosial dan Paradigma Baru


Kemiskinan.http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_24.htm.
Diunduh pada tanggal 25 Maret 2015.

Tandon, R. et al., 2013. Definition and description of schizophrenia in the DSM-5.


Schizophrenia Research, 150(1), pp. 3-10.
61

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan


Jiwa.Diunduh pada 25 Maret 2015 pukul 22.15 WIB dari
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2014/10/29/u/u/uu_no.18-
2014.pdf.

Van Den Bergh O. Stress at Work, in Singleton WT, & Dirkx J, (eds) Ergonomic,
Health, and Safety, Perspectives for the Nineties, University Press,
Leuven, 1991.

Ventura, J., Hellemann, GS., Thames, AD., Koellner, V., Nuechterlein, KH.,
2009. Symptoms as mediators of the relationship between neurocognition
and functional outcome in schizophrenia: a meta-analysis. Schizophrenia
Research, 113: 189–199

Ventura, J., Reise, SP., Keefe, RSE., Hurford, IM., Wood, RC., Bilder, RM.,
2013. The Cognitive Assessment Interview (CAI): Reliability and validity
of a brief interview-based measure of cognition. Schizophrenia Bulletin,
39: 583-591

WHO, 2014.Schizophrenia.Available from: <www.who.int> [Accessed 1 July


2014]

Wiramihardja, S.A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal.Bandung : PT. Refika


Aditama.

Wolff, et al., 2010. Combination therapy in the treatment of schizophrenia.


Pharmacopsychiatry, 43(4), pp. 122-129.
LAMPIRAN
LEMBAR INFORMASI PENELITIAN HUBUNGAN
ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN FUNGSI SOSIAL
PASIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS YOGYAKARTA

Saya, Ibrahim Fattah Hudiya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan


Ilmu Kesehatan UMY.Saya sekarang sedang mengerjakan KTI dengan judul
Hubungan Antara Fungsi Kognitif Dengan Fungsi Sosial Pasien Skizofrenia di
Wilayah Kerja Puskesmas Yogyakarta.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial.
Saya meminta dengan hormat kepada subjek penelitian untuk bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini, maka saya akan menjelaskan beberapa tahap dari
penelitian ini:
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mengajukan judul penelitian, melakukan
bimbingan dan konsultasi dalam penyusunan proposal sampai dengan ujian
proposal penelitian, kemudian peneliti mengurus ethical clearance penelitian,
menetapkan pelaksanaan, membuat lembar informed consent dan menyiapkan
instrumen penelitian seperti kuesioner data pribadi, Personal and Social
Performance Scale (Skala PSP) dan Schizophrenia Cognition Rating Scale
(SCoRS).
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan lapangan.Pelaksanaan
pengambilan data dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Bantul Yogyakarta,
dengan mendatangi langsung ke rumah responden didampingi kader desa
setempat. Responden diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan
penelitian, dan diminta kesediannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
dengan menandatangani informed consent.Pengisian kuesioner dilakukan
dengan mewawancarai responden.
3. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data, analisis data, presentasi
hasil karya tulis ilmiah (KTI), pembuatan laporan serta naskah publikasi.
4. Etika Penelitian
a. Tidak ada biaya yang dibebankan dan tidak ada cedera selama subjek
penelitian mengikuti program ini, akan tetapi subjek penelitian akan
menyediakan waktu luang selama penelitian.
b. Seluruh informasi tentang subjek penelitian adalah rahasia dan anonym.
Hanya peneliti, pembimbing dan penguji yang dapat mengakses data
tentang subjek penelitian.
Jika ada pertanyaan atau saran tentang penelitian ini, subjek penelitian
dapat menghubungi saya. Setelah subjek penelitian membaca dan mengerti
tentang informasi penelitian serta subjek penelitian bersedia berpartisipasi,
maka dimohon untuk mengisi surat persetujuan yang telah disediakan

Terima kasih atas kerjasamanya,

Ibrahim Fattah Hudiya


LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MENJADI
RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF
DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS YOGYAKARTA

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama pasien :
Nama anggota keluarga :
Telah dijelaskan tentang tahap dari penelitian yang berjudul “Hubungan
Anatara Fungsi Kognitif Dengan Fungsi Sosial Pasien Skizofrenia di Wilayah
Kerja Puskesmas Yogyakarta”, dan diyakinkan bahwa tidak ada data pribadi yang
akan dikeluarkan selain untuk penelitian ini. Saya menyatakan bersedia untuk
menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY bernama Ibrahim Fattah Hudiya.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah rehabilitasi
psikososial efektif terhadap harga diri pasien skizofrenia.

Gondomanan,

Mengetahui,
Pasien Anggota Keluarga Peneliti

(………………….) (………………….) (………….…….)


Lampiran 3
KUESIONER IDENTITAS PRIBADI

1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
6. Status Perkawinan :
7. Riwayat Keluarga gangguan jiwa :
8. Onset/usia awitan sakit :
9. Kapan pernah mondok :
a. Bulan Tahun
b. Bulan Tahun
c. Bulan Tahun
d. Bulan Tahun
10. Faktor Pencetus :
11. Obat yang digunakan :
12. Minum obat :
a. Teratur
Dikatakan teratur bila :
1) Waktu sesuai dengan yang dianjurkan
2) Jumlah obat sesuai dengan yang dianjurkan
3) Dosis obat sesuai dengan yang dianjurkan
b. Tidak teratur
WAWANCARA TERSTRUKTUR UNTUK PERSONAL & SOCIAL
PERFORMANCE SCALE(WT PSP) (PASIEN/PENGASUH)
(Versi Indonesia)

Penuntun wawancara ini dimaksudkan sebagai alat bantu mendapatkan


informasi penting mengenai performa sosial dan pekerjaan serta dampak
perilaku-perilaku yang berhubungan dengan gangguan mental. Oleh sebab itu, alat
ini tidak dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai simtomatologi
atau untuk digunakan secara eksklusif ketika menentukan informasi mengenai
perilaku dan atau perubahan-perubahan yang berhubungan dengan penyakit
atau fungsi seorang subjek.
Bagi pewawancara, panduan ini mungkin membantu untuk menanyajan
pertanyaan- pertanyaan berikut untuk memperjelas keparahan sebuah perilaku
atau dampak dari sebuah perilaku yang berpengaruh pada fungsi selama periode
waktu tertentu. Kerangka waktu dalam panduan ini bersifat fleksibel dan
dapat ditentukan oleh protocol ketika suatu perilaku dinilai. Pertanyaan yang
dicetak lebih tebal adalah pertanyaan inti.Pertanyaan-pertanyaan yang dicetak
biasa adalah pertanyaan lebih lanjut yang ditanyakan bila pasien menjawab “ya”
pada pertanyaan inti.
Pendahuluan: Saya akan bertanya kepada anda beberapa
pertanyaan tentang kejadian selama satu bulan terakhir (atau protokol
dengan kurun waktu tertentu). Jadi, tolong beritahu saya, bagaimana
keadaan anda selama satu bulan terakhir?
PERAWATAN DIRI
1. Dimanakah Anda tinggal? Menurut pendapat Anda, bagaimana Anda
mengurus diri sendiri selama sebulan terakhir?
2. Apakah Anda mendapat resep obat? Apakah Anda secara teratur
meminum obat sesuai aturan yang dianjurkan menurut resep? Apakah
ada orang lain yang harus mengingatkan atau menolong Anda?
3. Rata-rata, apakah biasanya Anda makan paling tidak 2 kali sehari
selama satu bulan terakhir? Apakah orang lain harus mengingatkan atau
menolong Anda? (Jika ya: seberapa sering?)
4. Seberapa sering Anda mandi dalam sehari? Apakah orang lain harus
mengingatkan Anda atau menolong Anda mandi? (Jika ya: seberapa
sering?)
5. Berapa sering Anda menggosok gigi? Apakah orang lain yang harus
mengingatkan atau menolong Anda? (Jika ya: seberapa sering?)
6. Menurut pendapat Anda, bagaimana penampilan Anda selama sebulan
terakhir ini?
Seberapa sering Anda keramas rambut? Apakah orang lain harus
mengingatkan atau menolong Anda? (Jika ya: seberapa sering?)
Seberapa sering Anda mengganti baju? Apakah orang lain harus
mengingatkan atau menolong Anda? (Jika ya: seberapa sering?)
Seberapa sering Anda mencuci baju Anda? Apakah orang lain harus
mengingatkan atau menolong Anda? (Jika ya: seberapa sering?)

(Catatan: Paling tidak pasien berinisiatif meminta bantuan orang lain untuk
mencuci bajunya)

AKTIVITAS YANG BERGUNA SECARA SOSIAL (Termasuk bekerja dan


sekolah/belajar)
1. Bagaimana Anda menghabiskan waktu Anda selama sebulan terakhir?
Apakah Anda bekerja?
(Jika ya: Berapa sering Anda dijadwalkan bekerja? Berapa sering Anda hadir
bekerja?)

Apakah Anda menjadi relawan di sesuatu tempat?


(Jika ya: Berapa sering Anda dijadwalkan bekerja? Berapa sering Anda hadir
bekerja?)
Apakah Anda pergi ke sekolah?
(Jika ya: Berapa sering jadwalnya? Berapa sering Anda hadir?)

Apakah Anda menghadiri suatu program terapi?


(Jika ya: Berapa sering Anda dijadwalkan? Berapa sering Anda hadir?)

2. Apakah Anda melakukan pekerjaan rumah tangga sebulan terakhir ini?


(Seperti: memasak, mencuci, dll) (Jika ya: Seberapa sering aktivitas-
aktivitas ini dilakukan?)
3. Apakah Anda berpartisipasi dalam aktivitas kelompok? (seperti: klub,
kelompok pendukung, tim) (Jika ya: Seberapa sering aktivitas-aktivitas ini
dijadwalkan? Seberapa sering Anda menghadirinya?)
4. Apakah Anda berpartisipasi dalam organisasi keagamaan atau
menghadiri pelayanan keagamaan (seperti sholat Jumat/ kebaktian di
Gereja/di tempat ibadah lainnya? (Jika ya: Seberapa sering aktivitas-
aktivitas ini dijadwalkan? Seberapa sering Anda menghadirinya?)
5. Bagaimana Anda mengisi waktu luang Anda? Apakah Anda mempunya
hobi (kesukaan)? (Jika ya: Berapa kali frekuensi melakukan hal tersebut?

HUBUNGAN SOSIAL DAN PERSONAL


1. Siapakah orang yang dekat dengan Anda?
2. Bagaimana hubungan Anda dengan mereka selama sebulan terakhir ini?
Berapa lama Anda menghabiskan waktu seorang diri dalam sehari?
Berapa lama waktu yang Anda habiskan bersama keluarga?
Berapa lama waktu yang Anda habiskan bersama teman-teman Anda?Apakah
Anda menelepon keluarga atau teman?
Bagaimana hubungan Anda dan rekan-rekan di tempat kerja/sekolah/program
terapi?
PERILAKU MENGGANGGU DAN AGRESIF
1. Selama sebulan terakhir, apakah Anda mudah tersinggung oleh orang
lain?
Jika ya:Tolong ceritakan pada saya lebih lanjut tentang hal itu.
Apa yang telah Anda lakukan dalam sebulan terakhir ini, jika Anda teriritasi
atau marah dengan seseorang?
2. Apakah Anda pernah bersikap yang oleh orang lain dianggap tidak
pantas? (seperti: berbicara pada orang asing dengan cara yang terlalu akrab,
mengganggu orang lain dengan berbicara terlalu keras, membuka baju di
depan umum)
3. Selama sebulan terakhir, apakah Anda pernah secara sengaja merusak
sesuatu?
Jika pernah: Tolong ceritakan pada saya lebih lanjut tentang hal itu.
Apakah Anda pernah melempar barang?
Apakah Anda pernah memukul perabot rumah tangga atau dinding? Jika
pernah: Seberapa sering hal ini terjadi dalam sebulan terakhir?
4. Selama sebulan terakhir, apakah Anda pernah bertengkar mulut?
5. Bagaimana dengan perkelahian fisik?
Jika pernah: Tolong ceritakan pada saya lebih lanjut tentang hal itu.
Pernahkah Anda menyumpahi seseorang?
Pernahkah suara Anda meninggi atau berteriak pada seseorang?Pernahkah
Anda mengancam untuk melukai seseorang?Pernahkah Anda mencoba
melukai diri sendiri?
Pernahkah Anda melakukan percobaan bunuh diri?
Jika pernah: Apakah percobaan ini mempengaruhi kemampuan atau
fungsi Anda?
Jika ya: Tolong ceritakan pada saya lebih lanjut tentang hal itu
(contohnya: kehilangan pekerjaan, dirawat di rumah sakit)
6. Seberapa sering perilaku yang Anda ceritakan tadi terjadi selama satu
bulan terakhir ini?
MENILAI SKALA PSP: SUATU PROSES 3 TAHAP

1. Menilai keparahan hendaya pada keempat ranah.


Keparahan hendaya (ranah a-c) Keparahan hendaya (ranah d)
1. Tidak ada 1. Tidak ada
2. .Ringan: hanya diketahui oleh 2. Ringan: setara dengan kekasaran
seseorang yang sangat mengenal pasien. ringan, tidak dapat bergaul atau
3. Terlihat: kesulitan jelas terlihat oleh mengeluh
semua orang, tetapi secara substansial 3. Terlihat: termasuk perilaku seperti
tidakmengganggu kemampuannya berbicara keras atau berbicara pada
dalam menjalankan perannya dalam area orang lain dengan sikap terlalu
tersebut, sesuai konteks sosio-kultural, akrab, atau makan dengan sikap
usia, jenis kelamin & tingkat pendidikan yang tak dapat diterima secara
pasien. sosial.
4. Nyata/jelas: kesulitan sangat 4. Nyata/jelas: menghina orang di
mengganggu peran kemampuannya tempat umum, memecahkan/
dalam bidang tersebut, namun individu merusak benda, sering berperilaku
masih dapat melakukan beberapa hal tidak sesuai secara sosial tetapi
tanpa pertolongan professional atau dalam cara yang tidak
pertolongan sosial, meskipun tidak membahayakan (co. telanjang atau
adekuat dan/atau kadang-kadang saja. kencing di tempat umum), tidak
Bila dibantu, ia mungkin dapat terjadi sesekali.*
mencapai taraf fungsisebelumnya. 5. Berat: sering mengancam secara
5. Berat: kesulitan membuat individu tidak verbal atau sering menyerang secara
dapat menjalankan peran apapun pada fisik, tanpa sebab atau kemungkinan
bidang tersebut, jika tidak dibantu secara luka yang serius, tidak terjadi
profesional, atau mendorong individu sesekali.*
menjadi destruktif. Meskipun demikian, 6. Sangat berat: berniat atau tampak
tidak ada risiko kematian. dapat menyebabkan luka serius,
6. 6.Sangat berat: intensitas hendaya dan tidak terjadi sesekali.*
kesulitan yang ada membahayakan diri *Pada konteks ini,‟tidak terjadi
individu . Risiko bunuh diri harus sesekali‟ didefinisikan sebagai
diperhitungkan hanya jika pikiran- kemunculan > 3 kali selama periode
pikiran bunuh diri itu mempengaruhi tertentu. Perilaku mengganggu ini dapat
fungsi sosialnya. dipertimbangkan „hanya sesekali‟ jika
muncul hanya satu atau dua kali selama
periode, dan professional kesehatan jiwa
dan pengasuh yakin bahwa tidak akan
muncul lagi dalam 6 bulan mendatang.
Pada kasus ini, skornya harus
diturunkan 1 (contoh, berat
menjadinyata/jelas)
Tabeluntuk menilai Tidak Nyata/ Sangat
Ringan Terlihat Berat
keempatranah ada Jelas berat
Perawatandiri
Aktivitasyangberguna
secarasosial.
Hubungan personalan
Sosial
Perilakumengganggu
dan agresif

2. Menilai pasien pada interval 10 poin

Skoring PSP dengan interval 10 poin


100-91 Fungsi yang sangat baik pada semua ranah. Pasien dipertimbangkan
dalam kualitas yangbaik, mampu beradaptasi terhadap masalah
kehidupan dengan adekuat, dan terlibat dalam aktivitas dan
ketertarikan yang luas.
90-81 Fungsi yang baik pada semua ranah. Pasien hanya menunjukkan
masalah dan kesulitanyang umum
80-71 Kesulitan ringan pada satu atau lebih dari ranah a-c
70-61 Kesulitan yang terlihat tetapi tidak sampai nyata/jelas pada satu
atau lebih ranah a-c;atau kesulitan ringan pada d. Untuk ranah b,
bengkel kerja dapat dimasukkan jika prestasi kerjanya baik.
60-51 Kesulitan yang nyata/jelas hanya pada salah satu ranah a-c; atau
adanya kesulitan yangterlihat pada ranah d.
50-41 Kesulitan yang nyata/jelas pada dua atau tiga ranah a-c; atau
kesulitan berat hanya padasatu domain a-c tanpa kesulitan yang
nyata/jelas pada dua ranah lainnya. Tidak ada kesulitan yang
nyata/jelas pada d.
40-31 Kesulitan berat hanya pada satu dari ranah a-c dan kesulitan yang
nyata/jelas pada palingtidak satu dari dua yang lainnya; atau
kesulitan yang nyata/jelas pada ranah d.
30-21 Kesulitan berat pada dua ranah a-c; atau kesulitan berat pada d,
walaupun jika kesulitanberat dan nyata/jelas tidak ada pada ranah
a-c.
20-11 Kesulitan berat pada semua ranah a-c; atau kesulitan sangat berat
pada d, walaupun kesulitan berat tidak ada pada ranah a-c. Jika
pasien bereaksi terhadap stimulus eksternal,skor yang disarankan
(20-16); jika tidak (16-11).
10-1 Tidak adanya otonomi pada fungsi dasar dengan perilaku yang
ekstrim tetapi. Tanparisiko pertahanan hidup (skor 10-6); atau
dengan risiko pertahanan hidup, seperti malnutrisi, dehidrasi,
infeksi, tidak dapat menyadari situasi berbahaya (skor 5-1)
3. Penentuan skor akhir dengan interval 10-poin
Sebuah nilai numerik di antara interval 10 poin harus ditentukan dengan
mempertimbangkan perilaku baik positif maupun negatif. Yang termasuk
contoh perilaku positif:
a. Naik kendaraan atau pergi kontrol ke dokter secara mandiri.
b. Minum obat tanpa bantuan/ pengawasan; dan
c. Menghubungi sendiri teman-teman atau saudara.
Penentuan skor pasti terbuka untuk interpretasi, tetapi pasien-pasien
yang menunjukkan banyak indikator positif harus menerima skor bagian atas
dari interval 10 poin.Sebaliknya, pasien dengan indikator negatif yang lebih
banyak daripada indikator positif harus diberikan skor lebih rendah pada
interval 10 poin.
SEBAGAI CONTOH, JIKA SEORANG PASIEN TELAH
DILETAKKAN DALAM INTERVAL 40-31, TETAPI
MENUNJUKKAN BANYAK PERILAKU POSITIF (SEPERTI
MINUM OBAT SENDIRI, MAKAN SECARA TERATUR DAN
TETAP MENGHUBUNGI KELUARGA), mereka harus menerima skor
mendekati 40. Sebaliknya, jika pasien ini menunjukkan lebih banyak perilaku
negatif daripada positif (misalnya menolak mium obat, ingin
meninggalkan rumah seorang diri, kurang hubungan dengan keluarga),
mereka harus menerima skor mendekati 31.
PETUNJUK PENGISIAN :
Bacalah dengan teliti dan seksama kemudian ber tanda ( V) pada kolom
yang telah disediakan sesuai dengan jawaban pasien !
Kriteria Penilaian
Skor Keterangan
0 = Tidak Setuju
1 = Setuju
Jawaban Pasien
No Uraian Tidak
Setuju
Setuju
Anda merasa puas dengan kehidupan anda saat ini ( ) ( )
1 Anda merasa tidak terkekang atau diatur dengan ( ) ( )
peraturan yang ada di sekitar lingkungan tempat
tinggal anda
2 Anda mendapatkan kebebasan pribadi yang ( ) ( )
diberikan di tempat tinggal anda (misalnya:
kebebasan menjalankan kegiatan ibadah,
beraktivitas dan berhubungan sosial
3 Anda merasa ada hubungan yang erat atau akrab ( ) ( )
dengan orang-orang yang tinggal bersama di
sekitar tempat tinggal (rumah) anda, misalnya
tetangga
4 Anda merasa aman di lingkungan sekitar tempat ( ) ( )
tinggal anda
5 Anda merasa dekat dengan keluarga ( ) ( )
6 Anda merasa persahabatan yang terjalin dengan ( ) ( )
teman baik-baik saja
7 Anda merasa ada pekerjaan yang dapat saya ( ) ( )
kerjakan setiap waktu
8 Anda merasa baik-baik saja dengan teman kerja ( ) ( )
9 Anda merasa nyaman berada di lingkungan fisik ( ) ( )
tempat anda bekerja?
10 Anda merasa puas dengan jam kerja yang ( ) ( )
diterapkan oleh tempat anda bekerja
11 Anda merasa kesehatan anda saat ini baik-baik ( ) ( )
saja

Kriteria Penilaian
Skor Keterangan
0 = Tidak Setuju
1 = Setuju
12 Anda memanfaatkan waktu luang dengan ( ) ( )
menonton televisi atau mendengarkan radio
13 Anda berbicara dengan keluarga anda ( ) ( )
14 Anda bersama dengan anggota keluarga anda ( ) ( )
15 Anda bertemu atau kontak dengan keluarga anda ( ) ( )
16 Anda berkomunikasi verbal (berbicara dengan ( ) ( )
keluarga anda)
17 Anda melakukan sesuatu kegiatan dengan teman ( ) ( )
anda
18 Anda mengunjungi teman anda yang tidak ( ) ( )
tinggal bersama anda
19 Dalam setahun yang lalu anda tinggal di luar ( ) ( )
rumah (gelandangan)
20 Anda menyisihkan uang atau penghasilan anda ( ) ( )
untuk bersenang-senang (misalnya berlibur)
21 Dalam satu bulan, anda bekerja untuk ( ) ( )
mendapatkan upah atau gaji
22 Anda dalam sehari mempunyai program kegiatan ( ) ( )
yang terstruktur (misalnya terapi aktivitas
kelompok, sekolah)
23 Anda dalam satu hari melakukaan kegiatan ( ) ( )
sukarela tanpa upah atau gaji
24 Anda dalam sehari melakukan kegiatan menjaga ( ) ( )
rumah

Kriteria Penilaian
Skor keterangan
0 tidak setuju
1 setuju
Jawaban Pasien
No Uraian Tidak
Setuju
Setuju
25 Anda mempunyai tempat tinggal yang reguler ( ) ( )
atau menetap selama setahun yang lalu
26 Anda mempunyai dukungan keuangan dari ( ) ( )
penghasilan anda sendiri
27 Anda memiliki tunjangan pengaman sosial ( ) ( )
(Kartu ASKESKIN)
28 Anda mempunyai pendapatan dari sumber ( ) ( )
pensiunan, tabungan atau investasi
29 Pendapatan atau uang yang anda dapatkan sama ( ) ( )
seperti yang biasa anda dapatkan
30 Anda orang yang membantu mengatur ( ) ( )
penggunaan uang yang anda hasilkan
31 Secara umum anda mempunyai uang yang cukup ( ) ( )
untuk memenuhi kebutuhan hidup anda
32 Anda bekerja tidak lebih dari 8 jam sehari ( ) ( )
33 Anda pernah ditangkap polisi dan ditahan karena ( ) ( )
melakukan tindakan kriminal
34 Anda pernah dipenjara di tahun yang lalu ( ) ( )
35 Anda lebih sehat sekarang dibandingkan 6 bulan ( ) ( )
yang lalu
36 Anda melakukan kunjungan atau berobat ke ( ) ( )
rumah sakit atau dokter
37 Anda melakukan konsultasi dengan psikolog atau ( ) ( )
psikiater tentang kesehatan anda

Kriteria Penilaian
Skor Keterangan
0 tidak puas
1 puas
Jawaban Pasien
No Uraian
Tidak Puas Puas
38 Perasaan anda terhadap penghasilan anda atau
keuangan yang anda miliki
39 Perasaan anda terkait dengan pemanfaatan uang
atau penghasilan anda dalam memenuhi
kebutuhan anda sehari-hari
40 Perasaan anda berhubungan dengan rasa nyaman
& sejahtera terhadap penghasilan yang anda
miliki
41 Perasaan anda terhadap pekerjaan anda terkait
dengan upah yang telah diterima
42 Perasaan anda terkait dengan penghasilan yang
anda dapatkan
43 Perasaan anda dengan kesehatan anda, dalam satu
tahun terakhir ini
Lampiran 4
SCoRS versi Indonesia:
SKALA PENILAIAN KOGNITIF SKIZOFRENIA

(KUESIONER)

Inisial pasien :______________________


Nomor Acak Pasien :______________________
Tanggal Wawancara dengan Pasien :_______________________
Tanggal Wawancara dengan Informan :_______________________
Hubungan Informan dengan Pasien :_______________________
Lama Waktu yang Dihabiskan Informan Bersama dengan Pasien :
____jam/minggu

Tujuan dari kuesioner ini adalah untuk menilai masalah-masalah: perhatian, daya ingat,
keterampilan motorik, keterampilan wicara dan pemecahan masalah. Butir-butir pertanyaan
dalam kuesioner ini dirancang untuk mengukur tingkat keparahan kesulitan kognitif selama
2 minggu terakhir. Jumlah total pertanyaan dalam kuesioner adalah 20 butir, yang akan
diajukan kepada pasien dan kemudian kepada informan dalam wawancara yang terpisah.
Sebagai pewawancara, anda akan menentukan penilaian anda berdasarkan wawancara
dengan pasien dan informan. Tuliskanlah angka penilaian pada tempat yang tersedia untuk
masing-masing pertanyaan.

Tingkat Keparahan

N/A = penilaian tidak dapat diterapkan 1 = nihil 2 = ringan 3 = sedang 4 = parah

1. Apakah anda/pasien menemui kesulitan dalam mengingat nama-nama


yang anda/pasien kenal atau temui?
Misalnya : teman satu kamar, perawat, dokter, keluarga dan sahabat
Ringan : mengingat hampir semua nama-nama orang yang sudah dikenal
tetapi tidak semua nama-nama orang yang baru saja ditemui.
Sedang : lupa terhadap banyak nama-nama orang yang telah dikenal dan
semua orang yang baru-baru saja ditemui
Parah : lupa terhadap semua atau hampir semua nama-nama orang yang
telah dikenal atau ditemui

2. Apakah anda/pasien mampu mengingat bagaimana menuju tempat-


tempat tertentu?
Misalnya : kamar mandi, ruangan sendiri, rumah sahabat
Ringan : jarang lupa
Sedang : hanya mampu mengingat menuju tempat-tempat yang sering
dikunjungi
Parah :tidak mampu menuju tempat-tempat tersebut tanpa bantuan oleh
karena kesulitan daya ingat

3. Apakah anda/pasien mampu mengikuti acara TV/radio?


Misalnya :program TV favorit dan program berita
Ringan : hanya dapat mengikuti program TV favorit (film) yang berdurasi
pendek atau program berita yang berdurasi pendek
Sedang : hanya mampu mengikuti program TV yang ringan dengan
berdurasi 30 menit (misalnya program komedi situasi)
Parah : tidak mampu mengikuti program TV dengan durasi berapapun

4. Apakah anda/pasien mempunyai kesulitan dalam mengingat dimana


meletakkan barang-barang anda/pasien?
Misalnya : pakaian, Koran, rokok
Ringan : jarang lupa
Sedang : sering lupa
Parah : hampir selalu lupa
5. Apakah anda/pasien mampu mengingat tugas dan kewajiban anda?
Misalnya : tugas rumah tangga dan janji
Ringan : jarang lupa
Sedang : hanya lupa terhadap hal-hal yang tidak terjadi setiap hari/tidak
penting
Parah : lupa terhadap hampir semua tugas dan janji

6. Apakah anda/pasien mampu belajar menggunakan/mengoperasikan


peralatan atau perlengkapan baru?
Misalnya :computer, mesin cuci, microwave, telepon, remote atau VCR
(Video Cassette Recording)
Ringan :memerlukan waktu lebih lama untuk belajar
menggunakan/mengoperasikan tetapi pada umumnya dapat
melakukan
Sedang :disamping memerlukan waktu lebih lama juga harus diajari
Parah :tidak mampu belajar menggunakan/mengoperasikan peralatan
atauperlengkapan baru.

7. Apakah anda/pasien mampu mengingat informasi dan/atau instruksi


yang baru saja diberikan?
Misalnya : nomer telepon, petunjuk arah atau nama
Ringan : jarang memiliki kesulitan mengingat informasi dan/atau instruksi
yang baru saja diberikan
Sedang : sering lupa terhadap informasi dan/atau instruksi yang baru saja
diberikan
Parah :hampir selalu lupa terhadap informasi dan/atau instruksi yang
barusaja diberikan
8. Apakah anda/pasien mengingat apa yang hendak dikatakan baru saja
oleh anda/pasien?
Misalnya : lupa terhadap kata-kata yang hendak diucapkan baru saja,
berhenti di tengah-tengah kalimat ketika hendak mengatakan
sesuatu
Ringan : jarang lupa terhadap apa yang hendak dikatakan ketika berbicara
Sedang : sering lupa terhadap apa yang hendak dikatakan ketika berbicara
Parah : hampir selalu lupa sehingga menyulitkan komunikasi

9. Apakah anda/pasien memiliki kesulitan dalam mengelola keuangan?


Misalnya : mengelola tagihan dan menghitung uang kembalian
Ringan : memiliki kesulitan tertentu, tetapi pada umumnya dapat
mengelola
Sedang : memiliki kesulitan yang bermakna ketika menghitung uang
kembalian atau membayar tagihan
Parah : tidak mampu mengelola keuangan oleh karena kesulitan kognitif

10. Apakah anda/pasien mampu berbicara tanpa ada kata-kata yang campur
baur?
Misalnya : kata-kata campur baur atau tumpang tindih
Ringan : kadang-kadang kata-katanya campur baur, tetapi jarang terjadi
Sedang :dapat melakukan percakapan tetapi kata-kata yang diucapkan
sering campur baur
Parah : tidak mampu melakukan percakapan oleh karena kata-katanya
yang campur baur

11. Apakah anda/pasien cukup berkonsentrasi ketika membaca?


Misalnya : membaca kalimat atau halaman yang sama berulang-ulang
Ringan : dapat berkonsentarsi kecuali pada kesempatan-kesempatan
tertentu
Sedang : dapat berkonsentrasi dalam waktu yang pendek saja ketika
memahami bacaan ringan
Parah : oleh karena masalah konsentarsi, tidak dapat membaca sekalipun
bacaan yang paling ringan

12. Apakah anda/pasien mampu menyelesaikan tugas-tugas yang sudah


lazim?
Misalnya : memasak, menyetir, mandi atau berpakaian
Ringan : jarang emenmui kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang sudah
lazim
Sedang : sering membutuhkan bantuan verbal dalam menyelesaikan tugas
tugas yang sudah lazim
Parah : oleh karena kesulitan kognitif, membutuhkan bantuan secara fisik
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sudah lazim

13. Apakah anda/pasien mampu tetap focus?


Misalnya : berangan-angan (melamun) atau kesulitan memperhatikan lawan
bicara
Ringan : kadang-kadang tidak mampu tetap fokus (mencantumkan
perhatian)
Sedang : sering tidak mampu fokus (mencantumkan perhatian)
Parah : hampir selalu tidak mampu tetap fokus (mencantumkan
perhatian)

14. Apakah anda/pasien memiliki kesulitas dalam mempelajari hal-hal yang


baru?
Misalnya : kata-kata baru, cara baru melakukan sesuatu atau jadwal baru
Ringan : membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajari hal-hal
yang baru tetapi pada umumnya dapat melakukan.
Sedang : membutuhkan waktu yang lebih lama dan perhatian khusus
Parah : tidak mampu mempelajari hampir semua hal-hal baru
15. Apakah anda/pasien dapat berbicara secepat yang dikehendaki?
Misalnya : berbicara lambat atau ada jeda pembicaraan
Ringan : jarang berbicara lambat yang diakibatkan kesulitan kognitif
Sedang : kadang-kadang berbicara lambat oleh karena kesulitan kognitif
Parah : kemampuan bercakap-cakap terganggu oleh karena kesulitan
kognitif

16. Apakah anda/pasien dapat melakukan sesuatu dengan cepat?


Misalnya : menulis atau menyalakan rokok
Ringan : sedikit melambat daripada waktu normal
Sedang : secara bermakna lebih lambat dan membutuhkan paksaan untuk
melakukan sesuatu lebih cepat
Parah : tidak mampu melakukan sesuatu dengan cepat oleh karena
kehabisan waktu

17. Apakah anda/pasien mampu menangani perubahan-perubahan rutinitas


harian?
Misalnya : janji, kunjungan khusus atau terapi kelompok
Ringan : dapat menyesuaikan perubahan rutinitas harian dengan usaha
usaha sendiri
Sedang : pada akhirnya dapat meneysuaikan perubahan rutinitas harian
dengan bantuan orang lain
Parah : tidak mampu menyesuaikan perubahan-perubahan rutinitas
harian

18. Apakah anda/pasien memahami apa yang dimaksudkan orang lain ketika
mereka berbicara dengan anda/pasien?
Misalnya : merasa bingung oleh apa yang dikatakan seseorang
Ringan : memiliki kesulitan memahami apa yang dikatakan orang lain
Sedang : kadang-kadang kesulitan memahami apa yang dikatakan orang
lain
Parah : sering tidak mampu memahami apa yang dikatakan orang lain

19. Apakah anda/pasien mengalami kesulitan bagaimana seseorang


merasakan sesuatu hal?
Misalnya : salah memahami emosi orang lain melalui ekspresi wajah mereka
atau nada suara mereka
Ringan : jarang memiliki kesulitan memahami apa yang dirasakan orang
lain
Sedang : kadang-kadang memiliki kesulitan memahami apa yang
dirasakan orang lain
Parah : sangat sering memiliki kesulitan memahami apa yang dirasakan
orang lain

20. Apakah anda/pasien mampu mengikuti percakapan dalam kelompok?


Misalnya : berpartisipasi dalam percakapan, mampu emngikuti percakapan
Ringan : menemui seidkit masalah mengikuti percakapan dalam kelompok
Sedang : kadang-kadang tidak ammpu mengikuti percakapan dalam
kelompok
Parah :sering tidak mampu mengikuti percakapan dalam kelompok dan
dalam komunikasi yang tidak memungkinkan/sulit

PENILAIAN GLOBAL – HANYA UNTUK PEWAWANCARA

Apa kesan keseluruhan Anda terhadap tingkat kesulitan pasien berdasarkan


pertanyaan-pertanyaan tersebut pada skala penilaian dibawah ini?

(Nihil) 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 6 – 7 – 8 – 9 – 10 – (Ekstrim)
Lampiran 5.

UJI PEARSON

Correlations

Correlati ons

Fungsi
Kognitif Fungsi Sosial
Fungsi Kognitif Pearson Correlation 1 -,528**
Sig. (2-tailed) ,000
N 95 95
Fungsi Sosial Pearson Correlation -,528** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 95 95
**. Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-t ailed).
HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF
DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

RELATIONSHIP BETWEEN COGNITIVE FUNCTION


WITH SOCIAL FUNCTION OF PATIENT SCHIZOPHRENIA

Ibrahim Fattah Hudiya1, Warih Andan Puspitosari2


1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Email: Ibrahimhudiya@yahoo.com
2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Schizophrenia is a syndrome with a variety of causes and course of


the disease is widespread, as well as some of the consequences that depend on the
balance of influence of genetic, physical and cultural. Schizophrenia is a
psychotic disorder that is chronic, often subside, but the signage is missing with
clinical manifestations very wide variation adjustment pramorbid, symptoms and
course of the disease vary widely There is still a lack of studies that discuss
related to the relationship of cognitive function with social functioning of patients
with schizophrenia, this study needs performed to evaluate the relationship
between cognitive function with social functioning of patients with schizophrenia.

Methods: Used the design of Pearson correlation. Sampling with consecutive


sampling technique. The instrument used is the Personal Data Questionnaire,
Personaland Social Performance Scale (PSP), Schizophrenia Cognition Rating
Scale (SCoRS). Analysis of the data used is observational analytic.

Results: In the group of patients with schizophrenia most of the study subjects
were males 64 (64.0%). Age subjects mostly aged between 36- 45 years were 40
(40.0%). Most of the patients had a history of complete primary school education
were 42 (42.0%). Most of the research subjects did not work as much as 65
(65.0%). Marital status of research subjects are mostly unmarried by 60 (60.0%)
for most of the subjects suffered at a young age so most unmarried. Long illness
most of the research subject is> 10 years (50.0%). While family history on the
subject of the greatest penilitian is no (70.0%). The results of Pearson correlation
analysis found cognitive function variables with p values of social function is
0.000, which means that the value of p <0.05.

Conclusion: There is a relationship between cognitive function with social


functioning of patients with schizophrenia.

Keywords: Schizophrenia, Cognitive Function, Social Function


INTISARI
Latar belakang: Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia merupakan satu
gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan
manifestasi klinik yang amat luas variasinya penyesuaian pramorbid, gejala dan
perjalanan penyakit yang amat bervariasi Masih kurangnya penelitian yang
membahas terkait hubungan fungsi kognitif dengan fungsi sosial pasien
skizofrenia, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi adanya
hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.
Metode: Digunakan desain pearson correlation. Pengambilan sampel dengan
teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Data
Pribadi, Personaland Social Performance Scale (PSP), Schizophrenia Cognition
Rating Scale (SCoRS). Analisis data yang digunakan adalah observational
analitik.
Hasil: Pada kelompok pasien skizofrenia sebagian besar subjek penelitian adalah
laki-laki sebanyak 64 (64,0%). Usia subjek sebagian besar berusia antara 36- 45
tahun sebanyak 40 (40,0%). Sebagian besar pasien memiliki riwayat pendidikan
tamat SD sebanyak 42 (42,0%). Sebagian besar subjek penelitian tidak bekerja
sebanyak 65 (65,0%). Status pernikahan subjek penelitian sebagian besar adalah
belum menikah sebesar 60 (60,0%) karena sebagian besar subjek menderita pada
usia muda jadi sebagian belum menikah. Lama sakit subjek penelitian sebagian
besar adalah > 10 tahun (50,0%). Sedangkan riwayat keluarga pada subjek
penilitian yang paling besar adalah tidak ada (70,0%). Hasil analisis pearson
correlation ditemukan variabel fungsi kognitif dengan fungsi sosial nilai p adalah
0.000, yang berarti nilai p < 0,05.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara fungsi kognitif dengan fungsi sosial
pasien skizofrenia.
Kata Kunci: Skizofrenia, Fungsi Kognitif , Fungsi Sosial

PENDAHULUAN tergantung pada perimbangan

Skizofrenia menurut Pedoman pengaruh genetik, fisik dan budaya.

Penggolongan dan Diagnosis Skizofrenia merupakan satu gangguan

Gangguan Jiwa III (PPDGJ, 2001) psikotik yang kronik, sering mereda,

adalah suatu sindrom dengan variasi namun timbul hilang dengan

penyebab dan perjalanan penyakit manifestasi klinik yang amat luas

yang luas, serta sejumlah akibat yang variasinya penyesuaian pramorbid,


gejala dan perjalanan penyakit yang BAHAN DAN METODE

amat bervariasi (Kaplan & Saddock, Pada penelitian ini digunakan

2010). desain cross sectional. Sampel dalam

The lifetime risk skizofrenia di penelitian ini adalah pasien dengan

dunia adalah antara 15 sampai 19 per skizofrenia di beberapa puskesmas

1.000 populasi sedangkan point Yogyakrta yaitu : Puskesmas

prevalence adalah antara 2 sampai 7 Gondomanan, Puskesmas

per 1000. Ada beberapa perbedaan Bambanglipuro, Puskesmas Wates,

antara negara-negara, namun tidak Puskesmas Godean 1, Puskesmas

signifikan ketika dibatasi oleh gejala- Gedang Sari, Puskesmas Kraton,

gejala utama skizofrenia. Insidensi Puskesmas Srandakan, Puskesmas

skizofrenia di UK dan US adalah 15 Temon 1, Puskesmas Tempel 1 dan

kasus baru per 100.000 penduduk, Puskesmas Pleyen 2 Yogyakarta yang

dengan laki-laki memiliki onset lebih memenuhi syarat kriteria inklusi dan

awal dibandingkan perempuan eksklusi.

(Sample & Smith, 2013; Tianli, L et al Kriteria inklusi pada penelitian

2014). Menurut penelitian Riskesdas ini yaitu: Orang yang terdiagnosis

(2013), prevalensi gangguan jiwa berat sebagai penderita skizofrenia, Pasien

pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. skizofrenia dalam fase maintenance,

Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Pasien skizofrenia yang memliki care-

Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, giver yang tinggal serumah, Penderita

Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi skizofrenia yang kooperatif dan bersedia

psikosis tertinggi di DIY dan Aceh menjadi responden penelitian, Pasien

(masing-masing 2,7%). skizofrenia terkontrol yang

mengonsumsi antipsikotik.
Pada penelitian ini pengambilan HASIL

sampel dilakukan dengan teknik Distribusi jumlah pasien berdasarkan

consecutive sampling. Jumlah sampel karakteristik subjek penelitian.

sebanyak 106 sampel. Tempat penelitian


Karakteristik Subjek Frekuens Presentase
dilakukan di beberapa puskesmas di Penelitian i
(%)
(Diambil yang terbesar)
Yogyakarta. Instrumen yang digunakan
Jesis Kelamin
pada penelitian ini adalah Kuesioner
(laki-laki) 64 64,6
Data Pribadi, Personaland Social Usia

Performance Scale (PSP), (Dewasa Akhir 36 – 45 41 41,4


tahun)
Schizophrenia Cognition Rating Pendidikan

Scale (SCoRS). (Tamat SMA/sederajat) 42 42,4

Pekerjaan
Analisis data yang digunakan
(Tidak Bekerja) 69 69,7
pada penelitian observasional analitik ini
Pernikahan
adalah analisis Pearson Corellation
(Belum Menikah) 60 60,6
tabel 2 x 2.
Lama Sakit

(>10 tahun) 50 50,5

Riwayat Keluarga

(Tidak Ada) 70 70,7

Berdasarkan tabel di atas

didapatkan dapat dilihat adanya

perbedaan jenis kelamin, usia,

pendidikan, pekerjaan, pernikahan, lama

sakit dan riwayat keluarga subjek

penelitian. Sebagian besar subjek


penelitian adalah laki-laki sebanyak 64 Dari tabel di atas dapat
diketahui bahwa Berdasarkan data
(64,6%). Usia subjek sebagian besar
tersebut ditemukan variabel fungsi
berusia antara 36- 45 tahun sebanyak 41
kognitif dengan fungsi sosial nilai p
(41,4%). Sebagian besar pasien adalah 0.000, yang artinya p < 0,05. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat
memiliki riwayat pendidikan tamat SD
hubungan antara fungsi kognitif dengan
sebanyak 42 (42,4%). Sebagian besar
fungsi sosial pasien skizofrenia.
subjek penelitian tidak bekerja sebanyak
PEMBAHASAN
69 (69,70%).Status pernikahan subjek
Pada penelitian ini, peneliti
penelitian sebagian besar adalah belum
ingin mengetahui ada tidaknya
menikah sebesar 60 (60,6%) karena
hubungan antara fungsi kognitif dengan
sebagian besar subjek menderita pada
fungsi sosial pasien skizofrenia.
usia muda jadi sebagian belum menikah.
Berdasarkan data tabel 1 yaitu
Lama sakit subjek penelitian sebagian
karakteristik responden pada penelitian
besar adalah > 10 tahun (50,5%).
ini ada 2 yaitu laki-laki dan perempuan,
Sedangkan riwayat keluarga pada subjek
dimana laki-laki lebih dominan (64,6%)
penilitian yang paling besar adalah tidak
daripada perempuan (36,4%), penelitian
ada (70,7%). Selanjutnya data dianalisis.
ini sesuai dengan penelitian Cordosa et

Hasil uji Pearson Correlation al. di Rio de jeneiro yang

dapat dilihat pada tabel di bawah ini. menyimpulkan bahwa laki-laki lebih

beresiko 2,48% untuk menderita


Variabel Mean P
skizofrenia dibandingkan perempuan.
Fungsi 75,568 ± 17,506
Kognitif Cordosa et al. (2005) mengemukakan
Fungsi 4,158 ± 1,531 0,000
kenapa perempuan lebih sedikit beresiko
Sosial
menderita gangguan jiwa dibandingkan

laki-laki karena perempuan lebih bisa


menerima situasi kehidupan cathecholamine) dan mengakibatkan

dibandingkan laki-laki. ketidakberdayaan, karena orang yang

Jika dilihat dari karakteristik bekerja memiliki rasa optimis terhadap

umur sebagian besar subjek penelitian masa depan dan lebih memiliki

dalam kategori usia dewasa akhir semangat hidup yang lebih besar

menuju lansia awal sebanyak 41 dibandingkan dengan yang tidak

(41,4%). Penelitian ini berbeda dengan bekerja.

penelitian yang dilakukan Fakhari et a1, Dapat dilihat dari tabel 2

menyatakan umur 17-24 tahun lebih penelitian ini di dapatkan bahwa

berisiko menderita gangguan jiwa terdapat hubungan antara fungsi kognitif

dibandingkan usia yang lebih tua. dengan fungsi sosial pada pasien

Berdasarkan karakteristik skizofrenia, penelitian ini sesuai dengan

responden didapat juga bahwa pada Santosh et al. (2013) yang melakukan

kelompok skizofrenia mayoritas subjek penelitian terhadap 100 pasien

tidak bekerja yaitu sebanyak 69 skizofrenia, menunjukkan terdapat

(69,7%). Penelitian ini sesuai dengan korelasi yang signifikan (p<0,05) antara

penelitian Mallet et al.(2002) , yang fungsi kognitif (fungsi eksekutif,

menyatakan ada hubungan yang memori kerja verbal, kecepatan

bermakna antara status pekerjaan psikomotor, atensi, dan kelancaran

dengan timbulnya skizofrenia (OR=5,5 verbal) dengan kemampuan fungsi sosial

(95%CI 2,59-11,68), p=0,000). Menurut pasien skizofrenia (rawat diri, okupasi,

Van Den (1991) orang yang tidak sosial, dan keluarga).

bekerja akan lebih mudah menjadi stres (Hesti, dkk, 2008) mengatakan

yang berhubungan dengan tingginya seseorang yang tidak mau berinteraksi

kadar hormon stres (kadar sosial dengan baik dan tidak mampu
beradaptasi dengan perubahan sosial kesimpulan bahwa terdapat hubungan

akan menimbulkan reaksi stres dimulai antara fungsi kogntif dengan fungsi

dengan meningkatnya produksi sosial pasien skizofrenia.

glukorcoticoid dan ini berpengaruh Saran

terhadap hipotalamus dan secara 1. Perlu dilakukan penelitian lebih

perlahan akan mempengaruhi fungsi lanjut dengan menggunakan desain

kognitifnya. Santosh et al. (2013) penelitian yang berbeda dan

berpendapat fungsi eksekutif, memori cakupan penelitian yang lebih luas

kerja verbal, kecepatan psikomotor, sehingga jumlah subyek lebih

atensi, dan kelancaran verbal berkorelasi banyak.

secara signifikan dengan fungsi sosial 2. Untuk peneliti selanjutnya

pasien skizofrenia (rawat diri, okupasi, diharapkan untuk dapat meneliti

sosial, dan keluarga). Sedangkan aspek lain mengenai hubungan

Ventura et al. (2013) menyebutkan antara fungsi kognitif dengan

bahwa kondisi neurokognitif pasien fungsi sosial pasien skizofrenia.

skizofrenia berkorelasi dengan DAFTAR PUSTAKA

kemampuan fungsi sosial, tanpa Alisjahbana, A., Sidharta, M. &


Brouwer, M.A.(1980). Menuju
menyebutkan seberapa besar pengaruh
kesejahteraan Jiwa. Jakarta: PT
masing-masing domain kognitif
Gramedia.
terhadap kemampuan fungsi sosial American Psychiatric Association.
(2004). Diagnostic and
pasien.
Statistical Manual of Mental
KESIMPULAN
Disorders. DSM-IV-TR:
Berdasarkan hasil dan Washington DC.
Anthony, P, M., Douglas, T., Melissa,
pembahasan penelitian yang telah
P., Helen, S., Alison, B., &
disampaikan, maka dapat diambil
Graham, D., et al. (2014).
Cognitive therapy for people quasi-neuroleptic. British
with schizophrenia spectrum Journal of Psychiatry; 188:107-
disorders not taking g
antipsychotic drugs: a single-
Bottlender, R., Straus, A., Moller, HJ.,
blind randomised controlled
2010. Social disability in
trial. Vol 383 April 19, 2014.
schizophrenic, schizoaffective
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset and affective disorders 15 years
Kesehatan Dasar; RISKESDAS. after first admission.
Jakarta: Balitbang Kemenkes Schizophrenia Research, 116
RI. (1): 9-15
Barrowclough C., Haddock G., Tarrier
Bowie, CR. and Harvey, PD., 2006.
N. 2001, Randomized
Cognitive deficits and functional
Controlled Trial of for Patient
outcome in schizophrenia.
with Comorbid Schizophrenia
Neuropsychiatric Disease and
and Substance Abuse Disorders,
Treatment, 2(4): 531-536
Am J Psychiatry, 2001, 158.
Bellack, A. S. et al., 2007. Assessment Corrigan, P. W. & Mueser, K. T.,
of Community Functioning in 2008. Principles and Practice of
People With Schizophrenia and Psychiatric Rehabilitation: An
Other Severe Mental Illnesses: A Empirical Approach. 1st penyunt.
White Paper Based on an NIMH- New York: The Guilford Press.
Sponsored Workshop. Oxford
Cordosa SC, Caraffa TW, Bandeira M,
Journals, 33(3), pp. 805-822.
Siquera LA, Abrew SM, Fonseca
Bio, D.S. & Gattaz, W.F. (2011).
Vocational rehabilitation JP: Factor’s Associated with Low

improves cognition and negative Quality of Life in Schizofrenia.


symptoms in schizophrenia.
Rio de Jeneiro. 2005. Available
Schizophrenia Research 126:
265–269 from

http://www.scielo.br/pdf/csp/v21n
Birchwood M, Trower P. (2006). The
future of cognitive-behavioural 5/05.pdf Accessed27 September
therapy for psychosis: not a 2008.
Couture, SM., Penn, DL., Roberts, DL, Francis, S., Satiadarma, M.P. 2004.
2006. The functional Pengaruh Dukungan Keluarga
significance of social cognition terhadap Kesembuhan Ibu yang
in schizophrenia: a review. Mengidap Penyakit Kanker
Schizophrenia Bulletin, 32: S44 Payudara. Jurnal Ilmiah
–S63 Psikologi “ARKHE”, Th.9 no.1.
Harvey, PD. and Strassnig, M., 2012.
Dacey, J. S., & Travers, J. F. (2002).
Predicting the severity of
Human development across the
everyday functional disability in
lifespan. (5thed.). New York:
people with schizophrenia:
The McGraw-Hill Companies,
cognitive deficits, functional
Inc.
capacity, symptoms, and health
Dinosetro. 2008. Hubungan antara
status. World Psychiatry, 11:73-
peran keluarga dengan tingkat
79
kemandirian kehidupan sosial
bermasyarakat pada klien Hesti., Haris, S., Mayza, A &
Skizofrenia post perawatan di Prihartono, J. 2008. Pengaruh
Rumah Sakit Jiwa Menur. Gangguan Kognitif Terhadap
http://dinosetro.multiply.com/gu Gangguan Keseimbangan Pada
estbook?&=&page=3. Diunduh Lanjut Usia. Artikel Penelitian,
pada tanggal 29 Maret 2015. Neurona, vol 25, no.3, April
Dolan, P., Canavan, J., Pinkerton, J. 2008, 26-31.
2006. Family Support as
Hunter, R., Barry, S. & Group, E. R.,
Reflective Practice. London :
2010. Impact of negative
Jessica Kingsley Publisher.
symptoms on psychosocial
Fakhari A, Ranjbar F. Dadashzadeh H,
functioning in schizophrenia.
Moghadddas F. An European Psychiatry, Volume 25,
Epidemiological Survey of p. 1186.

Mental Disorders among Adult Hunter, R., Barry, S. & Group, T. E.

in the North, West Area of R., 2010. Impact of negative


symtomps on psychosocial
Tabriz, Iran. Departement of
functioning in schizophrenia.
Psychiatry, Iran. 2005. [Online]
Available at: Keefe, RSE. and Harvey, PD., 2012.
http://www.gla.ac.uk/media/medi Cognitive impairment in
a_142692_en.pdf schizophrenia. In: Geyer, MA.,
[Diakses 9 April 2015]. Gross, G. (eds.), 2012. Novel
Antischizophrenia Treatments.
Hueng, T., Wu, JY., Chang, W.,
Springer-Verlag, Berlin
Chuang, S., 2013. Clinical
Heidelberg, pp. 11-37
symptoms, social cognition
correlated with domains of Kolegium Neurologi Indonesia.2008.
social functioning in chronic Demensia dalam Modul
schizophrenia. J Med Sci, Neurobehavior. Jakarta:
33(6):341-347 Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia
Jenkins, J.H.,Gracia, J.I.R., Chang,
C.I., Young, J.S., Lopez, S.R. Kumar, P.N.S. (2008). Impact of
2006. Family Support Predicts vocational rehabilitation on
Psichiatric Medication Usage social functioning, cognitive
Among Mexican American functioning, and
Individuals with Schizophrenia. psychopathology in patients
Social Psyciatry and Psychiatric with chronic schizophrenia.
Epidemology, 41, 624-631. Indian J Psychiatry: 50(4): 257–
Jones, C., Hacker, D., Cormac, I., 261.
Meaden, A., & Irving, C, B.
Mallett R, Leff J, Bhugra D, Pang D,
(2012). Cognitive behavioural
therapy versus other Zhao Jing H. Social

psychosocial treatments for environment, ethnicity and


schizophrenia. Cochrane
schizophrenia. Social Psychiatry
Database Syst Rev; 4:
CD008712 Section. Institute of Psychiatry.

De Crespigny Park. London,


Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A.
2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. SES 8AF, Uk, 2002.
Terjemahan Widjaja Kusuma. Manouchehr, G. & Scott, B. J. (2012).
Jakarta: Binarupa Aksara. Effects of cognitive remediation
on neurocognitive functions and
psychiatricsymptoms in schizophrenia in primary and
schizophrenia inpatients. secondary care
Schizophrenia Research 142, (update) National Institute for
165–170. Clinical Excellence.

Maramis, W. F. (2005). Ilmu Notoatmojo, S., 2012. Metodologi


Kedokteran Jiwa. Edisi 9., Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Surabaya: Airlangga University Rineka Cipta.
Press.
Nurdiana, Syafwani, Umbransyah.
Maramis, W. F., & Maramis, A. A.
2007. Peran Serta Keluarga
(2009). Catatan Ilmu
Terhadap Tingkat Kekambuhan
Kedokteran Jiwa (2nded.).
Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah
Surabaya: Airlangga University
Kesehatan Keperawatan, vol.3
Press.
no.1.
Martaniah, S M. (2006). Psikologi
Nursalam. (2003). Konsep dan
Rehabilitasi. Yogyakarta.
Penetapan Metodologi
Maslim, Rusdi, Diagnosa Gangguan
Penelitian Ilmu Keperawatan :
Jiwa, PPDGJ III, Direktorat
Pedoman Skripsi, Tesis, dan
Kesehatan RI, Jakarta, 2001.
Instrumen Penelitian. Jakarta:
Mason, P., Harrison, G., Glazebrook,
Salemba Medika.
C., & Medley, I. (1995).
Parker, M.R.; Szymanski, E.M.; &
Characteristics of Outcome in
Patterson, J.B. (Eds.) (2004).
Schizophrenia at 13 Years.
Patterson, T. L. & Mausbach, B. T.,
British Journal of Psychiatry,
2010. Measurement of Functional
167 (5), 596-603.
Capacity: A New Approach to
Mueser, K, T., & Jeste, D, V. (Eds). Understanding Functional
(2008). Clinical handbook of Differences and Real-World
schizophrenia. New York: The Behavioral Adaptation in Those
Guilford Press with Mental Illness. Annual
Review of Clinical Psychology,
NICE. (2009). National Collaborating
Volume 6, pp. 139-154.
Centre for Mental Health . Core
interventions in the treatment Puri, B., Hall, A., & HO, R. (2014).
and management of Revision Notes in Psychiatry
(3rd ed.). Boca Raton: CRC J.K., Lieberman, J., (2006).
Press. CATIE Study Investigators
Group.Barriers to employment
Purnama, D. A. et al., 2012. Uji
for people with schizophrenia.
Validitas dan Reliabilitas Personal
Am. J. Psychiatry: 163, 411–417
and Social Performance Scale
pada Pasien Skizofrenia di Sadock, B. J., Sadock, V. A. & Ruiz,
indonesia. Cermin Dunia P., 2015. Kaplan & Sadock's
Kedokteran, 39(2), pp. 98-101. Synopsis of Psychiatry :
Behavioral Sciences/Clinical
Reichenberg, A., Harvey, PD., Bowie,
Psychiatry. 11th penyunt.
CR., Mojtabai, R., Rabinowitz,
Philadelphia: Wolters Kluwer.
J., Heaton, RK., Bromet, E.,
Santosh, S., Roy, DD., Kundu, PS.,
2009. Neuropsychological
2013. Psychopathology,
function and dysfunction in
cognitive function, and social
schizophrenia and psychotic
functioning of patients with
affective disorders.
schizophrenia. East Asian Arch
Schizophrenia Bulletin,
Psychiatry, 23:65-70
35(5):1022–1029
Semple, D., & Smyth, R. (2013).
Reverger, M. J., 2012.
Oxford Handbook of Psychiatry
PERBANDINGAN PERFORMA
(3rd ed.). Oxford: Oxford
FUNGSI PASIEN
University Press.
SKIZOFRENIA YANG
MENDAPAT TERAPI Sadock, B.J., Sadock, V.A., & Ruiz, P.
TUNGGAL DENGAN TERAPI (2015). Kaplan & Sadock’s
KOMBINASI ANTIPSIKOTIKA Synopsis of Psychiatry (11th
DI RUMAH SAKIT CIPTO ed.). Philadelphia: Wolters
MANGUNKUSUMO. Fakultas Kluwer.
Kedokteran Universitas
Shaffer, D. R. (2002). Developmental
Indonesia.
psychology: Childhood and

Rosenheck, R., Leslie, D., Keefe, R., Adolescence. (6thed.). USA:

McEvoy, J., Swartz, M., et, al Wadsworth Group.

Perkins, D., Stroup,S., Hsiao, Shamsi, S., Lau, A., Lencz, T.,
Burdick, KE., deRosse, P.,
Brenner, R., Lindenmayer, JP., Tandon, R. et al., 2013. Definition and
Malhotra, AK., 2011. Cognitive description of schizophrenia in
and symptomatic predictors of the DSM-5. Schizophrenia
functional disability in Research, 150(1), pp. 3-10.
schizophrenia. Schizophrenia
Undang-Undang Republik Indonesia
Research, 126:257-264
Nomor 18 Tahun 2014 Tentang

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Kesehatan Jiwa. Diunduh pada

Jakarta : Grasindo. 25 Maret 2015 pukul 22.15 WIB

Soekarto, A (2010). Psikiatrik Klinik. dari

Yogyakarta: Bagian ilmu http://www.kemendagri.go.id/m

Kedokteran Jiwa Fakultas edia/documents/2014/10/29/u/u/

Kedokteran Universitas Gadjah uu_no.18-2014.pdf.

Mada.
Van Den Bergh O. Stress at Work, in

Sofa, 2008. Pengertian, Ruang Singleton WT, & Dirkx J, (eds)


Lingkup dan Studi Intervensi
Ergonomic, Health, and Safety,
Sosial. http://massofa.
Wordpress.com/2008/02/09/stud Perspectives for the Nineties,

i-intervensi-sosial/. Diunduh University Press, Leuven, 1991.


pada tanggal 28 Maret 2015.
Ventura, J., Hellemann, GS., Thames,
Sontheimer, H. (2015). Disease Of The
AD., Koellner, V., Nuechterlein,
Nervous System. UK: Academic
KH., 2009. Symptoms as
Press.
mediators of the relationship
Steinberg. (2002).Adolescence.6th Ed. between neurocognition and
USA: McGraw Hill Higher functional outcome in
Education. schizophrenia: a meta-analysis.
Suharto, Edi. 2008. Pekerjaan Sosial Schizophrenia Research, 113:
dan Paradigma Baru 189–199
Kemiskinan.
Ventura, J., Reise, SP., Keefe, RSE.,
http://www.policy.hu/suharto/m
Hurford, IM., Wood, RC.,
odul_a/makindo_24.htm.
Bilder, RM., 2013. The
Diunduh pada tanggal 25 Maret
Cognitive Assessment Interview
2015.
(CAI): Reliability and validity
of a brief interview-based
measure of cognition.
Schizophrenia Bulletin, 39: 583-
591

WHO, 2014. Schizophrenia. Available


from: <www.who.int>
[Accessed 1 July 2014]

Wiramihardja, S.A. 2005. Pengantar


Psikologi Abnormal. Bandung :
PT. Refika Aditama.
Wolff, et al., 2010. Combination
therapy in the treatment of
schizophrenia.
Pharmacopsychiatry, 43(4), pp.
122-129.

Anda mungkin juga menyukai