Anda di halaman 1dari 39

Aktivitas antimalaria dari ekstrak Daun Puspa

(Schima wallichii Korth) pada Mencit


(Mus musculus) yang terinfeksi P.berghei.

SEMINAR I

23 Juni 2013

Nama Penulis : RosinaS.W.Wona,S.Ked (Parasitologi)

Nama Pembimbing : Dra.Hendri Astuty,MS

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
1
Daftar Isi
Halaman Judul...............................................................................................................................................1

Daftar Isi........................................................................................................................................................2

Abstrak...........................................................................................................................................................3

I.Pendahuluan...................................................................................................................................4

Latar Belakang..................................................................................................................................4

II.Pembahasan..................................................................................................................................7

II.1.Prevalensi Kasus Malaria di dunia dan Indonesia.....................................................................7


II.2.Resistensi Obat..........................................................................................................................8
II.3.Pengobatan dan Pencegahan Malaria.........................................................................................9
II.4.Jenis Malaria pada Manusia.....................................................................................................12
II.5.Plasmodium berghei.................................................................................................................16
II.6.Penelitian Herbal Antimalaria sebelum dimanfaatkan untuk manusia....................................18
II.7 Hasil Pengamatan terhadap Ekstrak Daun Puspa (Schima wallichii Korth)............................24
III.Penutup.......................................................................................................................................34

III. 1 Diskusi dan Hasil...................................................................................................................34

III. 2 Kesimpulan............................................................................................................................35

Daftar pustaka….............................................................................................................................37

2
ABSTRAK
Malaria masih merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan dunia termasuk
Indonesia.Berbagai upaya pemberantasan penyakit malaria telah dilakukan namun angka prevalensi
penyakit ini masih tinggi.Salah satu penyebabnya adalah adanya penyebaran resistensi obat
malaria.Bahkan A.C.T (Artemisin Combination Therapy) yang di rekomendasikan WHO pada tahun
2010,telah diidentifikasi adanya mutasi genetik dari P.falciparum di Afrika yang telah menunjukan
resistensi terhadap artemeter yang merupakan obat paling efektif saat ini.Oleh karena itu
pengembangan obat baru sangat penting dalam pengendalian malaria.Mengingat Indonesia
merupakan negara ke-2 terbesar dengan potensi tanaman herbal,maka mendorong para ahli untuk
memanfaatkan potensi ini.Salah satunya adalah pengembangan tanaman herbal Daun Puspa (Schima
wallichii) sebagai antimalaria alternatif .Dari Daun Puspa (Schima wallichii) di identifikasi senyawa
aktif antimalaria adalah 5,7,4’-trihidroksil-3-β-ramnosidaflavon atau Kaemferol-3-O-ramnosida
yang merupakan golongan Flavonoid. Mekanisme kerja dan efektifitas senyawa antimalaria ini
kemudian di bandingkan dengan obat Klorokuin. Didapatkan bahwa kerja antimalaria dari golongan
Flavonoid lebih berperan sebagai imunomodulator sehingga mampu meningkatkan respon imun
(dalam hal ini meningkatkan jumlah monosit dan aktifitas dari IL-2) terhadap P.berghei,dan
berperan juga sebagai inhibitor pada enzim PfENR,menghambat tempat pengikatan enzim
tersebut,yang berpengaruh juga terhadap subtrat PfENR sehingga tidak dapat menempati situs aktif
dari enzim.Sehingga biosintesis lemak tipe 2(FAS Tipe 2) akan terhenti,yang berdampak
terputusnya rantai sintesis sehingga P.falciparum kekurangan energi untuk melakukan metabolisme,
lama kelamaan P.falciparum akan mati. Senyawa aktif antimalaria pada Daun Puspa(Schima
wallichii) cenderung memiliki efek samping yang minim atau bahkan tidak ada.Jika dibandingkan
dengan klorokuin yang masih memiliki efek samping berupa gangguan gastrointestinal,sakit
kepala,dan pusing. Meskipun kerja klorokuin tergolong cepat dan efektifdalam menekan gejala
klinis namun P.falciparum telah bermutasi pada gen transporter-like (Pfcrt dan Pfmdr), sehingga
uji pre klinik pada herbal diharapkan dapat memberikan sumbangan obat antimalaria dari kekayaan
lokal .

Kata Kunci : herbal antimalaria,daun puspa(Schima wallichii) ,Plasmodium berghei

3
BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia.Penyakit malaria sendiri
disebabkan oleh protozoa darah dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Genus Plasmodium yang telah diketahui pada manusia ada 5 spesies yakni
Plasmodium falciparum,Plasmodium vivax,Plasmodium malariae,dan Plasmodium ovale serta
Plasmodium knowlesi yang merupakan jenis plasmodium penyebab malaria pada kera tapi juga
dapat menginfeksi manusia[1]. Penyakit malaria ditemukan pada 64⁰ Lintang Utara (Archangel di
Rusia) sampai 32⁰ Lintang Selatan (Cordoba di Argentina),dari daerah rendah 400 meter di bawah
permukaan laut (Laut Mati) sampai 2600 meter di atas permukaan laut (Londiani di Kenya) atau
2800 meter (Cochabamba di Bolivia). Ini menunjukan sekitar separuh penduduk dunia memiliki
resiko terhadap malaria, terutama pada negara berpenghasilan rendah. Pada saat ini terhitung 1 juta
jiwa meninggal setiap tahun diseluruh dunia,dan 80% diantaranya terdapat di Afrika. Begitupun di
indonesia,penyakit malaria ditemukan tersebar diseluruh kepulauan,terutama di kawasan timur
Indonesia,terutama pada daerah pedesaan diluar Jawa dan Bali. Ini terlihat dari perbandingan angka
kesakitan malaria tahun 2002 di Jawa-Bali sebesar 0,47 per 1.000 penduduk sedangkan di luar Jawa
[4]
22,3 per 1.000 penduduk. Untuk tahun 2009 tercatat kasus malaria 1, 85 per 1000 penduduk . Dan
tidak mengalami penurunan pada tahun 2011,dengan terhitungnya 374 kabupaten sebagai wilayah
endemis malaria. Pada tahun 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia menjadi 256.592 orang dari
1.322.451 kasus suspect malaria yang diperiksa sampel darahnya dengan tingkat kejadian tahunan
1,75 per 1000 penduduk. Yang artinya,setiap 1000 penduduk terdapat 2 orang yang terkena malaria
[3]
. Sementara itu Wamenkes RI, Ali Gufrhon Mukti mengatakan Indonesia tetap menargetkan tahun
2030 seluruh wilayah telah bebas malaria. Salah satu upaya pemerintah dalam mengeliminasi
malaria adalah dengan merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP yaitu kombinasi
artemisinin terapi yang disebut dengan ACT (Artemisinin Combination Therapy).

Meskipun obat ACT saat ini dinyatakan sebagai antimalaria yang paling kecil mendapat
perlawanan dari parasit malaria,namun baru-baru ini para ilmuwan menemukan adanya mutasi
genetik Plasmodium falciparum di Afrika yang telah menunjukkan kekebalan (resistensi) terhadap
artemeter yang merupakan satu dari dua artemisinin yang paling efektif. Selain itu kelompok peneliti
yang berasal dari Universitas London juga menemukan resistensi artemeter dalam sampel parasit

4
yang diambil dari 28 pasien yang terinfeksi malaria. Rata-rata efektifitas artemeter tersebut
berkurang setengah dengan setiap parasit ditemukan memiliki mutasi genetik yang sama. Para
ilmuwan mengatakan bahwa temuan mereka ini merupakan peringatan lebih lanjut bahwa senjata
terbaik yang saat ini digunakan untuk melawan malaria bisa manjadi usang dengan cepat. Salah satu
penyebab dari resistensi parasit terhadap obat antimalaria adalah lemahnya sistem kesehatan publik
dan kurang baiknya kontrol penggunaan obat. Seperti maraknya peredaran obat palsu yang
mengandung sedikit obat asli. Obat palsu ini diproduksi oleh kelompok kriminal internasional.
Penyebab lain resistensi obat, yaitu meningkatnya penggunaan obat ACT yang dibagikan sekitar 300
[2]
juta dosis keseluruh dunia pada tahun 2011 . Mengingat hal tersebut maka perlu dicari alternatif
pengobatan yang cukup berkhasiat dan aman.

Di Indonesia sendiri telah dikembangkan berbagai macam pengobatan alternatif untuk


menanggulangi dampak dari berkurangnya efektifitas obat antimalaria yang telah digunakan di
masyarakat.Salah satu cara menekan penyebaran resistensi obat adalah dengan pengobatan alternatif
dari Tanaman herbal yang terdapat disekitar kita. Diketahui Indonesia merupakan negara terbesar
ke-2 dengan potensi tanaman herbalnya,dari 300.000 tanaman herbal yang diketahui khasiatnya
baru 30.000 tanaman,sehingga mendorong beberapa ahli untuk memanfaatkan potensi ini. [27]
(Gambar 1.Herbal Antimalaria di Indonesia)

Berikut ini beberapa tanaman herbal yang telah diteliti dan diuji efektifitasnya pada mencit (Mus
musculus) yang terinfeksi Plasmodium berghei,seperti Meniran (Phyllanthus Niruri Linn)[5],Buah
sirih(Piper betle L),Daun aloh(Salix Tetrasperma Roxb),Kulit buah Pepaya(Carica papaya),

5
Sambiloto(Andrographis paniculata)[6],Akar Kayu Kuning (Coscinium fenestratum), Brotowali
(Tinospora crispa)[7],Daun Asam Gelugor(Garcinia atroviridis Griff T. Anders)[9],Buah Merah
(Pandanus Conoideus)[8],dan Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.)[6].Beberapa dari tanaman
ini sudah mulai dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk mengobati gejala dari penyakit
malaria. Sehingga mendorong para ahli untuk meneliti tumbuhan obat tersebut secara mendalam.Ini
ditunjukkan dengan semakin banyaknya penelitian mengenai kandungan zat-zat aktif dalam
tumbuhan yang dapat memberikan efek fisiologi tertentu terhadap berbagai jenis penyakit.

Berdasarkan latar belakang diatas maka,dalam makalah seminar ini penulis ingin mengetahui dan
membahas secara mendalam mengenai kandungan dan aktifitas kerja dari senyawa aktif antimalaria
yang terdapat pada Daun Puspa (Schima wallichii).

6
BAB II
Pembahasan
II.1 Prevalensi Kasus Malaria di dunia dan Indonesia

Berdasarkan World Malaria Report 2011, penyakit malaria bertanggung jawab terhadap
[10]
meninggalnya 655.000 orang selama 2010 ,lebih dari satu orang setiap menit.Sebagian besar
adalah anak-anak dan wanita hamil. Ini membuktikan Malaria merupakan kasus yang
membahayakan. Prevalensi malaria di Asia Tenggara pada tahun 2010, dilaporkan ada 4,3 juta kasus
malaria,yang sebagian besar berasal dari Banglades,India,Indonesia,dan Myanmart,dan 94% kasus
malaria tersebut didominasi oleh India (66%),Myanmar (18%),dan Indonesia (10%). Terdapat 2426
kasus kematian karena malaria,yang tercatat dari 8 negara,dan 93% kasus ini berasal dari India,
Indonesia,dan Myanmar.

Untuk di Indonesia sendiri malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan
berat infeksi yang bervariasi.Menurut data yang berkembang hampir separuh dari populasi Indonesia
(lebih dari 90 juta orang atau berkisar 45% dari total populasi orang Indonesia) mendiami daerah
endemik malaria dan diperkirakan terjadi 30 juta kasus malaria pertahun.Dari data Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,prevalensi malaria sekitar 850,2 per 100.000 penduduk dengan
angka kematian 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan. Di Jawa-Bali
endemisitas malaria tersebar di 39 daerah dan untuk di Jawa Tengah dan Jawa Barat kasus
malarianya merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging diseases). Untuk di Luar Jawa-
Bali 70 juta diantaranya terdapat di wilayah yang mempunyai risiko terhadap malaria dengan 30 juta
terdapat di wilayah Indonesia bagian Timur. [1] Malaria disuatu daerah dapat ditemukan secara
autokton, impor, induksi, introduksi atau reintroduksi.

Dikategorikan kasus Autokton jika siklus hidup parasit malaria dapat terjadi karena adanya
manusia yang rentan,nyamuk yang menjadi vektor dan ada parasitnya. Sedangkan Kasus Introduksi
malaria terjadi dikarenakan adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor. Malaria
Reintroduksi adalah kasus malaria yang muncul kembali sebelumnya sudah dilakukan eradikasi
malaria.Malaria impor terjadi bila infeksi berasal dari luar daerah (daerah endemik malaria). Malaria
import terjadi bila infeksinya berasal dari luar daerah (daerah endemi malaria). Malaria induksi bila
kasus berasal dari transfusi darah,suntikan atau kongenital yang tercemar malaria.

7
Selain itu daerah penyebaran dari parasit malaria ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
tertentu.Yang pertama tergantung dari parasit itu sendiri (misalnya,perbedaan lama waktu inkubasi
dari strain Plasmodium vivax dari suatu daerah dengan yang lainnya,begitu juga dengan pola
relapsnya berbeda). Kedua,faktor dari manusia seperti kekebalan terhadap malaria yang berbeda
pada tiap ras,misalnya ras kulit hitam di Afrika barat yang resisten terhadap P.vivax karena tidak
mempunyai antigen Duffy(FyFy), yang bertindak sebagai sebagai reseptor untuk P.vivax sehingga
dapat menginvasi eritrosit [20]. Faktor yang ketiga adalah nyamuk yang menjadi vektor,dapat dilihat
pada penyebaran dari jenis nyamuk anopheles diwilayah Indonesia yang bergantung dari tempat
perindukannya (breeding site). Kemudian faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan
hidup masing-masing,seperti faktor iklim,dan perubahan lingkungan terhadap tempat perindukan
vektor.[1]

Untuk menekan laju penyebaran dari penyakit malaria di indonesia,maka pemerintah telah
mengadakan Gerakan Berantas Kembali Malaria (GEBRAK Malaria) yang telah dimulai sejak
[1]
tahun 2000 lalu yang merupakan bentuk operasional dari pendekatan RBM (roll back malaria) ,
yang diharapkan dapat mengurangi angka kesakitan terhadap penyakit mematikan ini.

II.2 Resistensi Obat

Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup dan/atau berkembangbiak
walaupun pemberian dan absorpsi obat sesuai dosis standar atau lebih tinggi dari dosis yang
direkomendasikan tetapi masih dapat ditoleransi hospes.[1] Ada beberapa teori terjadinya resistensi
pada P.falciparum. Pertama karena di dalam tubuh parasit ada gen yang tidak peka dan ada yang
sensitif terhadap obat tertentu, gen yang satu dapat menjadi lebih dominan dari pada gen yang lain,
sehingga menimbulkan adanya strain yang tidak peka dan strain yang sensitif. Teori kedua adalah
mutasi gen dapat terjadi dalam tubuh parasit, yang memungkinkan parasit tersebut menjadi tidak
peka terhadap suatu obat dengan dosis atau aktivitas tertentu. Mutasi ini timbul karena interaksi
antara tingginya angka penularan dengan pengobatan yang terus menerus dalam jangka waktu yang
lama, sehingga terjadi seleksi atau mutasi gen pada parasit tersebut.

Masalah resistensi parasit terhadap obat antimalaria merupakan tantangan besar yang dihadapi
dalam upaya pemberantasan malaria. Resistensi obat ini berimplikasi pada penyebaran malaria ke
daerah-daerah baru dan munculnya kembali pada daerah yang dulunya telah dieradikasi. Resistensi
obat juga mempunyai peranan penting dalam terjadinya epidemi atau Kejadian Luar Biasa (KLB) di

8
Indonesia, yang diperberat dengan adanya perpindahan atau mobilitas penduduk yang besar dengan
membawa parasit yang resisten

Walaupun upaya penanggulangan malaria sejak lama dilaksanakan namun dalam beberapa tahun
terakhir terutama sejak krisis ekonomi 1997 daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan
menimbulkan KLB pada daerah-daerah yang telah berhasil menanggulangi malaria. Pada tahun 2003
malaria sudah tersebar di 6.052 desa pada 226 kabupaten di 30 propinsi. Kondisi ini diperberat
dengan semakin luasnya daerah yang resisten terhadap obat antimalaria yang selama ini digunakan
yaitu klorokuin bahkan juga sulfadoksin-pirimetamin (Depkes, 2003). Sejak 1997 sampai Mei 2005
telah terjadi KLB malaria di 38 propinsi yang meliputi 47 kabupaten/kota dengan jumlah kasus
32.987 penderita dan 559 kematian akibat malaria. Case Fatality Rate (CFR) malaria berat yang
dilaporkan dari beberapa rumah sakit berkisar 10-15% (Depkes, 2005).[12]

II.3 Pengobatan dan Pencegahan Malaria

Pengobatan yang diberikan adalah obat radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit
yang ada didalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan
klinis dan parasitologi serta memutuskan rantai penularan. Setiap kali pemberian obat antimalaria
sebaiknya diberikan sesudah makan agar tidak terjadi iritasi pada lambung. Dalam program
penanggulangan penyakit malaria dan upaya mencegah resistensi obat antimalaria,pemerintah
merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP terhadap Plasmodium yaitu kombinasi
Artemisin (Artemisin Combination Therapy) atau biasa disebut dengan A.C.T.Di Indonesia terdapat
2 regimen ACT yang digunakan oleh program malaria yaitu : Artesunat-Amodiakuin dan
Dihydroartemisin-Pepirakuin (Pada saat ini khusus digunakan di Papua dan daerah khusus
lainnya).[11]

II.3.1 Plasmodium falciparum


Lini pertama pengobatan Plasmodium falciparum adalah seperti yang tertera dibawah ini :

Kemasan artesunat-amodiakuin yang ada dalam program pengendalian malaria.

Kemasan Artesunat dan amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister Amodiakuin terdiri dari 12
tablet @200 mg ≈ 153 mg amodiakuin basa,dan blister Artesunat terdiri darai 12 tablet @50
mg.Onat kombinasi diberikan peroral selama 3 hari dengan dosis tunggal sebagai berikut :
Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB,dan Artesunat = 4 mg/kgBB. Kemasan Artesunat + amodiakuin

Artesunat + Amodiakuin + Primakuin 9


terdiri 3 blister (setiap hari 1 blister untuk dosis dewasa),setiap blester terdiri dari 4 tablet artesunat
@50 mg dan 4 tablet amodikuin @150 mg. Primakuin yang beredar di Indonesia dalam bentuk tablet
berwarna coklat kecoklatan yang mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg basa. Primakuin
diberikan peroral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgBB yang diberikan pada hari pertama.
Primakuin tidak boleh diberiakan kepada : Ibu hamil,bayi < 1 tahun,dan penderita defisiensi G6-PD.

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,pemberian
obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti tertera pada Tabel dibawa ini.Dosis
maksimal untuk penderita dewasa dapat diberikan untuk Artesunat dan Amodiakuin masing-masing
4 tablet,dan primakuin 3

Lini pertama lainnya : Saat ini khusus digunakan untuk daerah Papua

Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin

Dengan dosis obat sebagai berikut : Dihydroartemisinin = 2-4 mg/kgBB, Piperakuin = 16-32
mg/kgBB,dan Primakuin = 0,75 mg/kgBB,dengan catatan dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan
berat badan,jika tidak mempunyai timbangan pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
Dapat diberikan kepada ibu hamil trimester 2 & 3.

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan ,jika pengobatan lini pertama tidak efektif
dimana ditemukan : gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten)
atau tidak kembali (rekrudesensi).

Lini kedua pada Plasmodium falciparum


 Kina tablet
adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan peroral,3 kali
sehari dengan dosis 10 mg/kgBB/kali selama 7 hari.
 Dosisiklin
adalah Kapsul tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg Dosisiklin HCl. Dosisiklin diberikan 2
kali per-hari selama 7 hari,dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kgBB,sedangkan untuk anak usia
8-14 Tahun adalah 2 mg/kgBB/hari. Dosisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8
tahun.Bila tidak ada dosisiklin,dapat digunakan tetrasiklin.
 Tetrasiklin

Kina + Dosisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin


10
Tetrasiklin beredar di Indonesia dalam bentuk kapsul yang mengandung 250 mg atau 500 mg
tetrasiklin HCl. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari,dengan dosis 4-5 mg/kgBB/kali.
Seperti halnya dosisiklin,tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah 8 tahun dan ibu hamil.

 Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.Apabila pemberian dosis obat
tidak memungkinkan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat
diberikan untuk kina 9 tablet,dan primakuin 3 tablet.

II.3.2 Pengobatan Plasmodium vivaks,Plasmodium ovale,dan Plasmodium malariae


2a.Plasmodium vivak dan Plasmodium ovale
Pengobatan Plasmodium vivax dan P.ovale saat ini menggunakan ACT (Artemisinin
Combination Therapy) yaitu artesunat + amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP),
yang mana DHP saat ini digunakan di Papua.Dosis obat untuk Plasmodium vivax sama dengan yang
diterapkan pada Plasmodium falciparum, dimana perbedaannya adalah pemberian obat primakuin
selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28
setelah pemberian obat,ditemukan keadaan sebagai berikut : Klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan
tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28
hari setelah pemberian obat :

1. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif


2. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksusal tidak berkurang (persisten) atau timbul
kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten).
3. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15 sampai hari ke 28
(kemungkinan resisten,relaps atau infeksi baru).

2b.Pengobatan Lini Kedua pada Plasmodium vivaks

KINA + PRIMAQUIN

 Kina tablet
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau
sulfat.Kina diberikan per-oral,3 kali sehari dengan 10 mg/kgBB/hari selama 7 hari. Dosis kina

11
adalah 30 mg/kgBB/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah 1 Tahun harus dihitung berdasar
kan berat badan.
 Primakuin

Dosis primakuin adalah 0,25 mg /kgBB perhari yang diberikan selama 14 hari.Seperti pengobatan
malaria pada umumnya,primakuin tidak boleh diberikan kepada : Ibu hamil ,bayi < 1 tahun ,dan
penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan pada Plasmodium vivax
yang resisten terhadap pengobatan ACT.

2c.Pengobatan Plasmodium vivax yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis
primakuin yang ditingkatkan,primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui anamnesa ada keluhan
atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfat,primakuin,kina,
klorokuin,dan lain-lain),maka pengobatan dianjurkan diberikan secara mingguan.

2d.Pengobatan Plasmodium malariae

Pengobatan Plasmodium malariae cukup diberikan ACT 1 kali per-hari selama 3 hari,dengan
dosis sama dengan pengobatan lainnya.

2e.Pengobatan pada Malaria Mix (P.falciparum+P.vivax) dengan Artemisinin Combination


Therapy (ACT)

Pengobatan malaria mix diberikan pengobatan dengan ACT selama 3 hari serta pemberian
primakuin pada hari I dengan dosis adalah 0,75 mg/kgBB dilanjutkan pada hari 2-14 primakuin
dengan dosis 0,25 mg/kgBB.

II.4 Jenis Malaria pada Manusia

Parasit yang menyebabkan malaria berasal dari genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan
ada 5 spesies atau type plasmodium yaitu Plasmodium vivax,Plasmodium falciparum,Plasmodium
malariae,Plasmodium ovale dan Plasmodium knowlesi (malaria pada primatan non manusia)yang
juga dapat menginfeksi manusia[1]. Daur hidup pesies Plasmodium pada manusia umumnya sama.
Proses tersebut terdiri atas fase seksual eksogen (Sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan
fase aseksual (Skizogoni) dalam badan hospes vertebrata.

12
Fase aseksual mempunyai 2 daur,yaitu: 1) Daur eritrosit dalam darah (Skizogoni eritrosit) dan 2)
Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan dengan a)Skizogoni
praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit masuk dalam sel hati dan b)Skizogoni
eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati.Hasil penelitian pada malaria primata
menunjukan bahwa ada dua populasi sporozoit yang berbeda,yaitu sporozoit yang secara langsung
mengalami pertumbuhan dan sporozoit yang tetap “tidur” (dormant) selama periode tertentu
(disebut dengan Hipnozoit),sampai menjadi aktif kembali dan mengalami skizogoni.Pada infeksi
P.falciparum dan P.malariae hanya terdapat satu generasi aseksual dalam hati sebelum daur dalam
hati tidak dilanjutkan lagi.Pada infeksi P.vivax dan P.ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus
sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsumg lama (bila tidak
diobati) disertai banyak relaps.

Gambar 2.Siklus Hidup Plamodium.

II.4.1 Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya,yaitu manusia dan nyamuk betina
(Gambar 2.Siklus Hidup Plasmodium sp.)

Siklus pada Manusia


Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia,sporozoit yang berada di
kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah selama lebih kurang ½ jam.Setelah itu
sporozoit akan masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10,000-30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).[11]

13
Siklus ini disebut dengan siklus eksoeritrosit yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada
P.vivax dan P.ovale,sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,tetapi ada
yang menjadi bentuk dorman yang disebut dengan Hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di
dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.Pada suatu saat bila imunitas tumbuh
menurun,akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (Kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan
menginfeksi sel darah merah.Di dalam sel darah merah,parasit tersebut berkembang dari stadium
tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit,tergantung pada spesiesnya). Proses perkembangan aseksual
ini disebut dengan skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang
keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut dengan siklus eritrositer. Setelah
2-3 siklus skizogoni darah,sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk
stadium seksual (gametosit jantan dan betina)

Siklus pada Nyamuk Anopheles Betina


Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit,di dalam tubuh
nyamuk,gamet jantan dan betina melakukan pembuhaan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet kemudiaan menembus dinding lambung lambung nyamuk.Pada dinding luar lambung
nyamuk ookinet akan menjadi ookista yang selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk
sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam.Masa inkubasi bervariasi tergantung
pada spesies plasmodium. Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit
dapat dideteksi dalam darah dengan pemerisaan mikroskopik.

II.4.2 Patogenesis Malaria

Gambar 3.Tanda Gejala Penyakit Malaria


14
 Demam
Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam
antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag,monosit,atau limfosit yang mengeluarkan
berbagai macam sitokin,antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor). TNF akan ke aliran darah ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengaturan suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni
pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P.falciparum memerlukan waktu
36-48 jam, P.vivax/ovale 48 jam ,dan P.malariae 72 jam. Demam pada P.falciparum dapat terjadi
setiap hari, P.vivax/ovale selang waktu satu hari,dan P.malariae demam timbul selang waktu 2 hari.

 Anemia
Pada malaria juga terjadi malaria,dikarena pecahnya sel darah merah. Derajat anemia tergantung
pada spesies parasit yang menyebabkannya. Pada malaria falciparum, anemia tampak jelas oleh
karena mengalami penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat yaitu pada malaria yang akut yang
berat.Ini karena P.falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, Pada serangan akut kadar
hemoglobin turun secara mendadak. Pada P.vivax dan P.ovale hanya menginfeksi sel darah merah
muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah. Sedangkan P.malariae hanya
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah.
Maka,Gejala Anemia baru terlihat biasanya pada keadaan kronis dari malaria yang disebabkan oleh
P.vivax,P.ovale,dan P.malariae .
Anemia dapat di sebabkan oleh beberapa faktor yakni :
1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi
di dalam limpa.Dalam hal ini,faktor autoimun memegang peranan penting.
2. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup
lama).
3. Diseritropoesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam
sumsum tulang,retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.

 Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendotel,dimana plasmodium dieliminasikan oleh sel-sel
makrofag dan limposit. Penambahan sel-radang akan mendorong limpa membesar. Pada keadaan
akut limpa penderita akan merasakan nyeri diperut kwadran kiri atas oleh karena limpa membesar
dan tegang. Pada perabaan konsistensi lunak. Pada pewarnaan sediaan limpa akan terlihat stadium

15
parasit lanjut dan pigmen hemozoin yang tersebar bebas atau dapat juga ditemukan dalam monosit.
Pada malaria menahun konsistensi limpa menjadi keras.

 Malaria Berat
Diakibat Plasmodium falciparum, mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi
P.falciparum akan mengalami sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke
pembuluh kapiler alat dalam tubuh.Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan
membentuk knop yang berisi berbagai antigen P.falciparum.Ketika terjadi proses sitoadherensi,
knop tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Pada proses ini terjadi proses
imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF,interleukin) dimana
mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.Akibat dari
proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan Terjadinya sumbatan ini juga dapat terlihat dari timbulnya “Rosette” yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.

II.5 Plasmodium berghei

Plasmodium berghei pertama kali diisolasi dari tikus hutan Thamnomys surdas/er di Katanga,Zaire
oleh Vincke dan Lips dari Antwerp,Belgia sehingga disebut P.berghei ANKA (Antwerp-Katanga).
Vektor P.berghei adalah Anopheles dureni dan Anopheles stephensi. Plasmodium berghei adalah
protozoa yang menyebabkan penyakit malaria pada rodensia (hewan pengerat) yang mempunyai
siklus hidup alamiah yang sama seperti parasit malaria pada manusia.Penelitian berbagai aspek
immunogis malaria banyak menggunakan P.berghei dan mencit sebagai induk semangnya sehingga
dapat dipelajari perubahan imunologis yang terjadi selama infeksi malaria.

P.berghei merupakan salah satu parasit malaria yang menginfeksi mamalia selain manusia.Parasit ini
memiliki kemiripan dengan Plasmodium pada manusia sehingga dianalogikan dengan parasit
malaria pada manusia,pada hampir semua aspek penting seperti struktur,fisiologi,dan siklus
hidupnya.

Klasifikasi dari parasit P. berghei adalah sebagai berikut:

Superkingdom : Eukariota
Kingdom : Protozoa
Phylum : Microspora

16
Kelas : Microsporea
Subkelas : Microsporida
Ordo : Haemosporina
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : Plasmodium berghei
Galur : Plasmodium berghei strain ANKA .

Secara umum daur hidup P.berghei sama dengan daur hidup malaria pada manusia. Siklus
perkembangan P.berghei sangat cepat dengan fase aseksual selama 18 - 24 jam (Jones &
Edmundson 1989 dan Bourne & Danielli 1986 ). Dalam tubuh inang vertebrata siklus bermula pada
saat sporozoit dari nyamuk terinfeksi memasuki peredaran darah dan menyerang sel parenkima hati.
Dalam sel hepatosit, sporozoit berkembang menjadi trofozoit yang kemudian menjadi skizon
matang yang menghasilkan merozoit. Pecahnya skizon hepatosit membebaskan beribu-ribu merozoit
yang kemudian akan masuk ke dalam aliran darah dan mulai perkembangan merozoit menjadi
trofozoit dan seterusnya menjadi skizon yang berlangsung di dalam sel eritrosit (Phillips 1983).

Morfologi Plasmodium berghei,dapat di gambarkan sebagai berikut :

Dalam darah rodensia bentuk Plasmodium berghei yang bisa diketemukan ada 4 (empat) yaitu :
bentuk cincin, tropozoit, skizon dan gametosit .[7]
1. Bentuk cincin : tampak sebagai cincin dengan sitoplasma biru dengan nucleus kromatin
merah seperti titik , terlihat dengan pengecatan Giemsa dari hapusan darah tepi.
2. Bentuk tropozoit : berbentuk amuboid atau seperti pipa
3. Bentuk skizon : ukuran kira-kira 27 mikron pada hari keempat setelah infeksi dan pada
eritrosit tampak sebagai titik-titik kasar berwarna merah gelap yang tampak jelas.
4. Bentuk gametosit : Ada dua bentuk gametosit yaitu makrogametosit dan mikrogametosit.
Makrogametosit berbentuk pisang, bernoda biru mengandung kumpulan nucleus dan granul,
sedangkan bentuk mikrogametosit seperti ginjal atau kacang, bernoda biru muda atau
kemerahan mengandung nucleus yang mengkilat dengan granul yang lebih kecil dan tersebar.

Pada pemeriksaan darah tepi, baik hapusan darah tebal dan tipis dijumpai terutama parasit muda
berbentuk cincin (ring form). Pada sedian darah tebal, sporozoit berbentuk cincin, gametosit
berbentuk pisang,dan bentuk cincin banyak dijumpai disisi luar gametosit. Pada sediaan hapusan

17
darah tipis tropozoit muda berbentuk tanda seru atau koma dan cincin terbuka, gametosit berbentuk
pisang dan terdapat bintik Murer pada sel darah merah.

Persamaan antara plasmodium pada hewan dengan pada manusia adalah :

a. Siklus hidupnya mirip


b. Keduanya memiliki lebih dari satu nukleolus
c. Keduanya mempunyai pigmen dan membran vesikula yang halus
d. Keduanya memperlihatkan membran pembatas yang rangkap
e. Keduanya tidak mempunyai bentuk mitokondria
f. Keduanya memperlihatkan tipe caryophyle yang merupakan tempat khusus absorbsi

II.6 Penelitian herbal antimalaria sebelum dimanfaatkan untuk manusia

Sebelum pemanfaatan suatu obat/tanaman herbal antimalaria baru diterapkan pada


manusia,diperlukan uji pre klinik secara in vitro maupun in vivo dengan menggunakan hewan
percobaan berupa mencit (Mus musculus) yang telah terinfeksi Plasmodium berghei.

Dari hasil beberapa penelitian telah ditemukan bahwa beberapa senyawa metabolit sekunder dari
tanaman telah terbukti memiliki efek antimalaria,berikut merupakan beberapa senyawa yang telah
diuji dan telah dikelompokan dalam tujuh golongan besar yakni alkaloid ,quassinoid ,sesquiterpen
,triterpenoid ,flavonoid ,quinon ,dan senyawa miscellaneous (Saxena et al 2003).Kini telah diuji
lebih dari 100 jenis alkaloid dari berbagai tanaman yang memiliki aktivitas antimalaria.

Secara umum proses dalam uji coba kandungan obat/tanaman herbal baru harus melewati
tahapan ,sebagai berikut :

II.6.1 Pembuatan Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga,kecuali berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dapat berasal
dari tanaman,hewan,atau mineral.Dalam makalah seminar ini simplisia yang digunakan adalah
dari tanaman daun puspa (Schima wallichii).Simplisia dari tanaman dapat berupa tanaman
utuh/bagian tanaman,atau eksudat tanaman.Eksudat yang dimaksud adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu keluar dari sel.[17]

18
Proses Pembuatan Simplisia
1. Pengumpulan bahan baku,dipengaruhi oleh waktu pengumpulan, dan juga teknik
pengumpulan.
2. Sortasi basah, memiliki tujuan untuk membersihkan dari benda-benda asing seperti tanah,
kerikil, rumput, bagian tanamn lain dan bahan yang rusak.
3. Pencucian simplisia dengan menggunakan air, sebaiknya memperhatikan sumber air, agar
diketahui sumber air tersebut mengalami pencemaran atau tidak.
4. Pengubahan bentuk simplisa seperti perajangan, pengupasan, pemecahan, penyerutan,
pemotongan.
5. Pengeringan dilakukan sedapat mungkin tidak merusak kandungan senyawa aktif dalam
simplisia. Tujuan pengeringan yaitu agar simplisia awet, dan dapat digunakan dalam jangka
waktu yang lama.
6. Sortasi kering, bensa-benda asing yang masih tertinggal, dipisahkan agar simplisia bersih
sebelum dilakukan pengepakan.
7. Pengepakan dan penyimpanan untuk mencegah terjadinya penurunan mutu simplisia.

II.6.2 Pembuatan Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengektraksi senyawa aktif dari simplisia
tanaman atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Proses Pembuatan Ekstrak (Ekstraksi)


Ekstraksi adalah proses dimana mengambil atau menarik suatu senyawa yang terdapat dalam
suatu bahan dengan pelarut yang sesuai. [17]

1. Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering
(penyerbukan).Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai
derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar
beberapa hal :
 Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif efisien namun makin halus
serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

19
 Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda
keras (logam, dll) maka akan timbul panas yang dapat berpengaruh pada senyawa
kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.
2. Tahap selanjutnya adalah menambahkan pelarut yang sesuai untuk mengektraksi kandungan
zat aktif dari serbuk simplisia. Pemilihan pelarut/cairan penyari yang baik harus
mempertimbangkan beberapa kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika
dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yakni
hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan
diperbolehkan oleh peraturan. Untuk penyarian ini, Farmakope Indonesia menetapkan bahwa
sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat
tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanol-air.
Gambar 4.Proses Ekstraksi

3. Setelah itu, dilakukan tahap separasi dan pemurnian. Tujuan dari tahapan ini adalah
menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa
berpengaruh pada senyawa berkhasiat yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang
lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak
campur, sentrifugasi, filtrasi serta proses adsorbsi dan penukar ion.
4. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan cara penguapan/evaporasi cairan pelarut tapi tidak
sampai pada kondisi kering, hanya sampai diperoleh ekstrak kental/pekat.

II.6.3 Metode Penyarian (Maserasi/Merendam)

Metode penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi,maserasi,perkolasi dan menggunakan


alat soxhlet. Dari keempat cara tersebut sering dilakukan modifikasi untuk memperoleh hasil

20
yang lebih baik.Salah satu cara metode penyaringan yang cukup sederhana dan sering digunakan
adalah maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat akan didesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di
luar sel dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol
atau pelarut lain. Bila cairan yang digunakan adalah air maka untuk mencegah timbulnya
kapang dapat ditambahkan bahan pengawet yang diberikan diawal penyarian.[17]

Keuntungan metode ini adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan. Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariaannya kurang
sempurna (dapat terjadi kejenuhan cairan penyari sehingga kandungan kimia yang tersari
terbatas). Pada metode maserasi ini, perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi
larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya derajat konsentrasi yang
sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel.Hasil penyarian dengan
cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu untuk mengendapkan zat-zat yang tidak
diperlukan tetapi tidak ikut terlarut dalam cairan penyari.

II.6.4 Contoh Maserasi: Isolasi Flavonoid

Diketahui bahwa Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang mengandung C5 terdiri atas dua
inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan carbon. Cincin A mamiliki karakteristik bentuk
hidroksilasi floroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4-, 3,4- atau 3,5,4-terhidroksilasi
.[18]

Gambar 5.Struktur dasar Flavonoid

Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika dikoleksi


dalam bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksinya dalam bentuk kering atau dibekukan.

21
Ekstraksi perlu menggunakan solven/pelarut yang sesuai dengan tipe flavonoid yang
dikehendaki. Polaritas juga menjadi pertimbangan utama. Flavonoid yang kurang polar (seperti
isoflavones, flavanones, flavones termetilasi, dan flavonol) terekstraksi dengan chloroform,
dichloromethane, diethyl ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid glycosides dan aglikon
yang lebih polar terekstraksi dengan alcohols atau campuran alcohol air. Glikosida meningkat
kan kelarutan ke air dan alkohol-air. Umumnya sebagian besar proses ekstraksi bahan yang
mengandung flavonoid masih dilakukan secara sederhana dengan penambahan langsung pelarut
ekstraksi. Flavonoid dapat dideteksi dengan berbagai pereaksi, antara lain: Sitroborat,
AlCl3,dan NH3.

Prosedur yang aman dan sering digunakan adalah pelarut ekstraksi sekuensial . Tahap pertama
menggunakan diklorometan, untuk mengekstrak aglikon flavonoid dan kandungan nonpolar
. Tahap berikutnya menggunakan alkohol untuk mengekstrak glikosida flavonoid dan kandungan
senyawa polar. Flavanon tertentu dan glikosida chalcone sulit untuk larut dalam metanol,
etanol, atau campuran alkohol-air. [19]

Kelarutan flavanon tergantung pada pH air sebagai pelarut. Flavan-3-ol (seperti katekin,
proanthocyanidin, dan tanin terkondensasi) umumnya dapat diekstrak secara langsung dengan
air. Namun, kandungan senyawa dalam ekstrak tidak jauh berbeda, baik itu menggunakan air,
metanol, etanol, aseton, atau etil asetat. Dalam hal ini, tidak bisa diklaim bahwa metanol adalah
pelarut yang terbaik untuk catechin serta aseton 70% untuk procyanidin,dst. Anthocyanin
dapat diekstraksi dengan metanol dingin yang diasamkan. Asam yang digunakan biasanya asam
asetat (sekitar 7%) atau asam trifluoroasetat (TFA) (sekitar 3%).

Ada beberapa cara lainnya dalam ekstraksi flavonoid selain menggunakan pengaduk magnet
atau shaker yaitu [19] :

1. Pressurized Liquid Extraction (PLE) atau disebut ekstraksi cairan bertekanan. Dengan
metode ini, proses ekstraksi dipercepat dengan menggunakan suhu tinggi dan tekanan
tinggi.PLE juga mempunyai waktu ekstraks yang lebih pendek,jumlah pelarut yang lebih
sedikit,serta hasil yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan metode maserasi.
2. Supercritical Fluid Extraction (SFE) atau disebut juga ekstraksi cairan superkritis. Prinsip
kerjanya yaitu bergantung pada sifat pelarut cairan superkritis. Semakin rendah viskositasnya
,maka semakin tinggi tingkat difusi dari cairan superkritis,bila dibanding dengan cairan lain,
membuat proses ekstraksi lebih optimal, seperti jaringan tanaman. Keuntungan dari metode

22
ini adalah konsumsi pelarut yang lebih rendah,selektivitasnya terkendali dan degradasi termal
/kimia yang kecil bila dibanding dengan metode lainnya seperti soxhlet.

II.6.5 Mekanisme induksi pada mencit (Mus musculus)

Pada uji kandungan dan efektifitas obat/herbal,biasanya menggunakan hewan coba mencit
(Mus musculus) sebagai model. Dengan umur rata-rata yang diambil 12 minggu dan mempunyai
berat 25-30 gram.Infeksi buatan yang dapat dilakukan di laboratorium dengan menyuntikan
parasit malaria stadium aseksual (tropozoit muda/ring, tropozoit tua, skizon) fase eritrositik
parasit secara intraperitoneal. lnokulasi P.berghei pada mencit strain swiss derived ternyata dapat
menimbulkan parasitemia lebih cepat daripada inokulasi pada jenis mencit lainnya. Perbedaan ini
tidak hanya kebetulan saja karena pada percobaan pemindahan P.berghei dari mencit swiss
derived ke mencit jenis lainnya ternyata perkembangan P.berghei tersebut menjadi lambat. Ini
dapat menjadi pertimbangan dalam penggunaannya. Berikut ini prinsip kerja dalam menginduksi
[7][13][14]
P.berghei pada mencit,sebagai berikut :

1. Pada Mencit diinokulasi secara intraperitonial (IP) dengan P. berghei galur ANKA.
2. Mencit yang terinfeksi,diinkubasikan selama empat hari yaitu setelah parasetamia telah
mencapai 1-5%.
3. Kemudian diberikan larutan komponen aktif ekstrak atau isolat dengan berbagai dosis secara oral
,kemudian parasetemia pada setiap mencit akan diperiksa setiap hari.
4. Mencit yang digunakan,dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
 Kelompok yang menerima plasmodium tetapi tidak diberikan ekstrak (hanya diberi air)
sebagai kontrol negatif
 Beberapa kelompok yang telah menerima plasmodium kemudian diberi ekstrak dalam dosis
yang bervariasi (misalnya 100,200,400,800,dan 1600 mg/kgBB)
 Kelompok yang menerima plasmodium dan diberi obat klorokuin (5 mg/kgBB) sebagai
kontrol positif
5. Lalu diamati selama 4 hari sejak hari pertama dirawat (diberi ekstrak/obat)
6. Selanjutnya pada hari ke-8 sejak induksi P.berghei,Semua mencit dimatikan: tiap kelompok
diperiksa (kadar parasitemia) dalam apusan darah tipis dibawa mikroskop cahaya. Presentasi
eritrosit yang terinfeksi kemudian dihitung persediaan(dengan ketentuan per seribu eritrosit)
7. Diamati efek kerja antimalaria pada tiap kelompok dengan membandingkan kadar parasitemia
dari kelompok yang diberi dosis ekstrak bervariasi dengan kontrol positif dan negatif.

23
8. Lalu dianalisis mana dosis yang memberi efek hambat parasitemia paling tinggi secara
statistik,mulai dari hari pertama perlakuan(pemberian dosis ekstrak dan klorokuin pada kontrol
positif),kemudian bandingkan.

II.7 Hasil Pengamatan terhadap Ekstrak Daun Puspa (Schima wallichii Korth)

Dalam berbagai penelitian mengenai tanaman herbal telah didapatkan berbagai kandungan dan
tingkat efektifitas antimalaria yang bervariasi. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui dan
membahas efektifitas dan kandungan dari ekstrak daun puspa dengan mengacuh pada beberapa
variabel yakni: kandungan dari daun puspa,besar dosis yang memberi efek antimalaria,cara
mengeliminasi parasit malaria (mekanisme kerjanya),dan kemudian akan dibandingkan dengan
mekanisme kerja dari klorokuin.Di Indonesia sendiri tanaman puspa dikenal dengan nama
seru,ceheru,cihu,atau parakpak. Tanaman puspa (Schima wallichii) adalah sejenis pohon yang
termasuk dalam keluarga teh (Theaceae), dan menyebar luas mulai dari Nepal, melalui Asia
Tenggara, hingga ke Papua Nugini. Nama spesies ini sendiri berasal dari N. Wallich (1786 –
1854),seorang ahli botani berkebangsaan Denmark. [15]

Gambar 6.Tanaman Puspa (Schima wallichii)

Berikut ini klasifikasi dari Tanaman puspa (Schima wallichii ).[15]

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Theaceae

24
Genus : Schima
Spesie : Schima wallichii (DC.) Korth

Pada penelitian yang telah dilakukan tentang kandungan dari Schima wallichii didapat bahwa
bagian daunnya mengandung senyawa aktif antimalaria yang berupa 5,7,4’-trihidroksi-3-β-ramnosi
daflavon atau kaemferol-3-O-ramnosida, yang bekerja menghambat pertumbuhan parasit
(Plasmodium falciparum), dengan fraksi etil asetat yang memberika aktivitas antiplasmodium yang
paling aktif.[21] Dan berdasarkan identifikasi dari fraksi etil-asetat dengan data yang didapat dari
spektroskopi NMR, dapat ditunjukkan bahwa isolat mempunyai kerangka flavon yang mengikat
gula ramnosida pada posisi C-3. (Gambar 7)

Gambar 7.Struktur senyawa aktif fraksi etil asetat daun Puspa,


kaemferol-3-O-ramnosida.

Dari penelitian disebutkan senyawa ini memiliki potensi sebagai obat terstandart dengan
kapasitas penghambatan parasit mencapai 96% pada inkubasi 72 jam bila dibanding kontrol.
(Gambar 8)

25
Gambar 8.Efek inhibisi ekstrak dan fraksi daun Puspa terhadap pertumbuhan
parasit Plasmodium falciparum setelah inkubasi selama 24-72 jam. [21]

Berdasarkan grafik perbandingan daya hambatan parasitemia antara senyawa kaemferol-3-O-


ramnosida dengan kontrol. Maka kami ingin membahas bagaimana tahapan kerja dari senyawa
antimalaria ini didalam proses mengeliminasi parasit malaria tersebut dengan membandingkan
dengan mekanisme kerja dari obat klorokuin dan senyawa antimalaria dari tanaman herbal lainnya.

II.7.1 Golongan Flavonoid dan Mekanisme kerja Antimalaria


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa senyawa antimalaria yang terkandung pada Schima wallichii
adalah 5,7,4’-trihidroksi-3-β-ramnosidaflavon atau kaemferol-3-O-ramnosida yang merupakan
kerangka flavon,turunan dari flavonoid yang mengikat gula ramnosida pada posisi C-3.Senyawa
flavonoid sendiri memiliki banyak manfaat bagi tubuh kita. (Gambar 9)

1.ANTI OKSIDAN 6.ANTI TROMBOGENIK


2.ANTI TUMOR 7.ANTI ATHEROSKLEROSIS
3.MERANGSANG PROSES 8.ANTI ALERGI
IMMUNITAS SELULER 9.ANTI INFLAMASI
4.ANTI RADIKAL BEBAS
(RADICAL SCAVENGING)
5.ANTI VIRUS ANTI AKTIFITAS XANTI OKSIDASE
(INHIBIT XANTHINE OXIDASE ACTIVITY)
CONTOHNYA : QUERCETIN & SILIBIN

Gambar 9.Peran Senyawa Flavonoid didalam Tubuh Manusia

26
II.7.1.1 Indikasi dari Senyawa Flavonoid
Golongan flavonoid banyak terkandung di dalam buah dan sayuran segar (sebagai pemberi
pigmentasi),dikenal sebagai Vitamin P dan citrin, adalah sebuah kelas tanaman metabolit sekunder.
Pada tanaman berperan dalam melindungi struktur sel,meningkatkan efektivitas vitamin C,
antiinflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Dari struktur kimianya ,golongan
flavonoid dibagi dalam 4 kelompok besar yakni luteolin,kaemferol ,quercetin,dan apigenin.[30]
(Gambar 10.Struktur kimia Flavonoid).

Gambar 10.Struktur Kimia Golongan Flavonoid.

1. Senyawa Flavonoid sebagai Antioksidan dan Peredam radikal bebas

Salah satu flavonoid yang dapat kita lihat mekanisme kerjanya yaitu polifenol yang berperan
sebagai antioksidasi dan anti radikal bebas yang diwakili oleh golongan flavonoid. Senyawa yang
secara umum mempunyai struktur bangun seperti dibawah ini :

Gambar 11.Struktur kimia dari Flavonoid sebagai Radical Scavenger

27
Dalam beberapa studi terdahulu telah menunjukkan pentingnya letak gugus OH dari suatu fenol
yang berfungsi sebagai anti radikal bebas, misalnya ( Gambar .11) dua hidroksil pada cincin B ( 3’
dan 4’) yang dapat bertindak sebagai donor elektron merupakan target dari radikal bebas. Hal yang
sama juga terdapat pada cincin A, yaitu 7-OH dan 8-OH. Adanya OH pada cincin C (terikat pada
C3) dapat berfungsi sebagai anti oksidan. Sedangkan ikatan rangkap pada C2-C3 yang bekerja sama
dengan gugus keto pada C4 dapat meningkatkan flavonoid sebagai “radical-scavenger”, demikian
pula adanya 3-OH dan 5-OH dikombinasi dengan 4-karbonil juga dapat meningkatkan aktifitas
flavonoid sebagai radikal scavenger (peredam radikal bebas).

Gambar.11 diatas merupakan acuan terlengkap dari suatu flavonoid,namun tidak ada senyawa
yang mempunyai gugus OH dan keton selengkap itu. Dalam kenyataannya senyawa Flavonoid
banyak ditemukan di dalam herbal atau buah-buahan,yang struktur kimianya dijelaskan pada
(Gambar.12).[22]

Gambar 12.Struktur kimia Flavonoid pada Tumbuhan

Quercetin yang merupakan Flavonoid yang banyak sekali diteliti. R8 = H, R2` dan R5` = H,
ikatan rangkap C2=C3 ada,sehingga Quercetin merupakan Flavonoid yang mempunyai anti oksidan
dan radical scavengers yang kuat. Memang R5` bukan OH namun adanya OH pada R3 dan R5, keto
pada C4 dan ikatan rangkap C2=C3 sudah cukup lengkap dalam meredam radikal bebas.
Flavonoid Galangin, tidak mempunyai OH pada cincin B, namun demikian tetap menunjukkan
aktivias antioksidan dan “radical scavengeing” yang tinggi. Ini mungkin disebabkan adanya ikatan
rangkap C2=C3 yang dikombinasi dengan adanya OH pada C3 dan keto pada C4.

28
2. Senyawa Flavonoid sebagai Anti inflamasi

Dalam jurnal penelitian berjudul “Anti-inflammatory plant flavonoids and cellular action
mechanisms” menerangkan bahwa Flavonoid pada beberapa tanaman menunjukkan aktivitas anti-
inflamasi in vitro dan in vivo. Salah satu mekanisme penting adalah menghambat enzim yang
menghasilkan eicosanoid termasuk A2 fosfolipase, cyclooxygenases, dan lipoxygenases, sehingga
mengurangi konsentrasi prostanoids dan leukotrien. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa
flavonoid tertentu, turunan flavon khususnya,dapat menunjukan aktivitas anti-inflamasi mereka
setidaknya sebagian melalui jalan memodulasi ekspresi gen proinflamasi seperti siklooksigenase-2,
merangkaikannya sintase oksida nitrat, dan beberapa sitokin penting. Karena mekanisme aksi yang
unik dan signifikan dalam aktivitas in vivo, flavonoid dianggap kandidat yang masuk akal untuk
senyawa anti-inflamasi baru. Flavonoid mempunyai nilai terapeutik pada gangguan inflamasi. Atau
dapat dikatakan efek flavonoid pada eicosanoid dan enzim yang memproduksi oksida nitrat dan
berpengaruh pada ekspresi gen proinflamasi. Pada aktivitas anti-inflamasi in vivo juga terkait. Dan
juga berperan sebagai modulator alami dari ekspresi gen proinflamasi, flavonoid tertentu memiliki
potensi sebagai agen baru untuk anti-inflamasi.[30]

Berikut merupakan mekanisme kerja seluler anti-inflamasi dari senyawa flavonoid :

1.Menghambat permeabilitas kapiler

Flavonoid berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi


pembuluh darah kapiler. Oleh karena itu,berperan pada keadaan patologis seperti terjadinya
gangguan permeabilitas dinding pembuluh darah. Flavonoid terutama bekerja pada endothelium
mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya hipermeabilitas dan radang.[31]

2. Menghambat metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil
dan sel endothelial

Senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom
dari membrane dengan jalan memblok jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase sehingga
menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi).[31]

3. Pengaturan ekspresi dari molekul proinflamasi

Flavonoid bekerja dgn menghambat berbagai ekspresi peradangan terkait protein/enzim ,dgn
sebagiannya yang melalu menekan aktivasi faktor transkripsi seperti NF-κB dan AP-1.Penekanan ini

29
,dimediasi melalui penghambatan beberapa protein kinase yang terlibat dalam jalur tranduksi sinyal.
selain itu flavonoid juga menghambat iNOS dan ekspresi Cox2 dengan jalan mengaktifkan
proliferator peroksisom melalu reseptor-γ,dan mengkin bertindak sebagai penghambat aktivitas
proteasom. (Gambar .13)

Mekanisme AntiInflamasi
Inflammatory Stimuli

Inflammatory Response

PLA2 F F
Eicosanoid Protein Kinase
COX-2
iNOS

SAID
F PKC
F TNF-α PTK
IL-1β,-6 MAPK
AA
F
F

PLA2 Nucleus

Gambar 13.Mekanisme Kerja Senyawa Flavonoid dari Anti-Inflamasi

Keterangan gambar :
(F) = Flavonoid
(NSAID) = Nonsteroidal anti-inflammatory drug
(SAID) = Steroidal anti-inflammatory drug
Panah hitam tebal = Menunjukan hambatan enzym dan penurunan pengaturan ekspresi gen
proinflamasi.[30]

II.7.1.2 Senyawa Flavonoid dan mekanisme kerja antimalarianya

Mekanisme kerja pada flavonoid dalam mengeliminasi plasmodium,menurut beberapa jurnal


penelitian mengemukakan senyawa ini telah terbukti memiliki efek imunomodulasi sehingga
mampu meningkatkan respon imun terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh dalam hal
ini adalah Plasmodium. Sehingga secara tidak langsung flavonoid akan bekerja sama dengan
sistem kekebalan tubuh dalam mengeliminasi jumlah parasit yang ada.Sementara beberapa

30
senyawa flavonoid lainnya bekerja menghambat parasit dengan cara mempengaruhi mekanisme
metabolisme plasmodium. Berikut beberapa mekanisme senyawa flavonoid dalam mengelimina
si plasmodium yakni :
1.
Flavonoid bekerja mempengaruhi terhadap limfokin ,yang dihasilkan oleh sel T,sehingga
merangsang sel-sel fagosit (monosit),untuk memfagosit plasmodium yang ada. Jadi flavonoid
secara langsung mempengaruhi peningkatan monosit didalam tubuh,sehingga akan
meningkatkan kinerja monosit dalam menghancurkan benda asing yang masuk. [28]
2.
Flavonoid bekerja meningkatkan aktifitas dari IL-2 dan meningkatkan proliferasi limfosit.
Jadi dengan adanya P.berghei akan merangsang terbentuknya APC (Antigen Precenting
Cell) yang nantinya mendorong tubuh untuk memproduksi limfosit T. Dengan adanya
limfosit T yang mempengaruhi produksi dari IL-2,yang berperan mendorong sel T sitotoksik
dalam penghancuran benda asing (P.berghei). [28]
3.
Flavonoid juga bekerja menghambat enzim (PfENR) atau Plasmodium falciparum Enoyl
Acyl Carrier Protein Reductase,yang berperan dalam pengaturan biosintesis asam
lemak,sehingga keseluruan metabolisme plasmodium akan terhenti. Biosintesis asam lemak
dibagi dalam 4 tahap yaitu : kondensasi,reduksi,dehidrasi,dan reduksi.FAS (Fatty Acid
Synthase) merupakan unit enzymatik yang penting dalam proses biosintesis ini. Maka,
berdasarkan enzim FAS yang mengkatalisisnya,biosintesis asam lemak dibagi menjadi 2
macam yaitu tipe 1 dan tipe 2. Makhluk hidup eukariotik,jamur,dan beberapa mikobakteri
mensisntesis asam lemak dengan reaksi yang dikatalisis oleh enzim FAS tipe I. Sedangkan
bakteri,algae,parasit (P.falciparum,T.gondii,T.brucei) melakukan sintesis asam lemak
dengan dikatalisis enzim FAS tipe II. [32] Biosintesis asam lemak sendiri sekarang sering
digunakan untuk target dalam pengembangan obat antimalaria,karena sistem enzim FAS tipe
II tidak terdapat pada manusia,sehingga target sasaran enzim dapat lebih spesifik. [32]
Jadi,Flavonoid bertindak sebagai senyawa inhibitor pada enzim PfENR,menghambat tempat
pengikatan enzim tersebut yang berpengaruh juga terhadap subtrat PfENR sehingga tidak
dapat menempati situs aktif dari enzim.
Enzim PfENR mempunyai peranan penting dalam sintesis Asam lemak yakni melalui
jalur FAS(Fatty acid syntase) tipe 2 dalam tubuh P.falciparum. Jadi jika PfENR
terhambat/tidak bekerja maka biosintesis lemak tipe 2 akan terhenti,yang berdampak pada
terputusnya rantai sintesis sehingga P.falcifarum kekurangan energi untuk melakukan
metabolisme, lama kelamaan akan mati.[26]

31
II.7.2 Obat klorokuin dan mekanisme kerja antimalarianya
II.7.2.1 Obat klorokuin

Gambar 14.Struktur Kimia Klorokuin

Klorokuin memiliki struktur dasar kuinolin sama seperti kuinin,amodiakuin,dan


meflokuin.[23] Obat ini tergolong obat yang efektif dan bekerja cepat meredakan gejala klinis
yakni pada stadium skhizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria
dengan menekan gejala klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal,dan merupakan
obat pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang
dalam 48-72 jam. Sedangkan pada stadium gametosit : Klorokuin tidak efektif terhadap
gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet muda. [29]

Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan
menyembuhkan demam hutan secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis
malaria dibandingkan dengan atabrin atau kinin. Obat tersebut juga mengandung kadar racun
paling rendah dibandingkan obat-obat lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu
digunakan secara terus menerus. Namun baru-baru ini strain P.falciparum, yang menyebab
kan malaria tropika memperlihatkan adanya resistensi terhadap klorokuin serta obat anti
malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Indonesia, Vietnam, Thailand dan
juga di semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan.[24]

Resistensi klorokuin sendiri disebabkan oleh Plasmodium yang telah resisten mempunyai
jalur biokimia lain untuk mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindari
pengaruh klorokuin dan melakukan mutasi spontan dibawa tekanan obat.[25] Selain itu
penyebab resistensi terhadap klorokuin juga karena parasit tidak mempunyai sisi aktif untuk
berikatan dengan klorokuin sehingga obat ini tidak dapat terkonsentrasi didalam sel darah
merah. Indikasi Plasmodium falciparum menjadi resistensi terhadap klorokuin karena terjadi
mutasi pada gen trasporter-like pada permukaan vakuola makanan P.falciparum dan

32
melibatkan gen Plasmodium falciparum chroquine resistence transporter (Pfcrt) dan
Plaspodium falciparum multidrug resistance (Pfmdr).[1]

Dilihat dari efek samping,obat klorokuin cukup aman untuk ibu hamil karena tidak
memiliki efek teratogenik dan tidak menyebabkan abortus.Namun dapat juga menyebabakan
pruritus berat pada orang kulit berwarna. Sakit kepala,mual,,muntah,gejala gastrointestinal
dan penglihatan kabur dapat juga ditemukan setelah pemberian klorokuin,tapi efek samping
ini dapat dihindari jika makan dahulu sebelum minum obat. Klorokuin jarang menyebabkan
reaksi obat yang berlebihan jika diberikan sesuai dosis yang dianjurkan.Dosis toksik
klorokuin 1500 mg basa pada orang dewasa,dan dosis lethal 2000 mg basa,sedangkan untuk
anak-anak dosis lethal 1000 mg basa atau lebih besar (30 mg basa/kgBB). [29]

II.7.2.2 Mekanisme kerja klorokuin

Gambar 15.Mekanisme kerja klorokuin dan golongan kuinolin.

Klorokuin dan antimalaria yang mengandung cincin quinolin lainnya akan membentuk kompleks
[24]
dengan FP IX yang merupakan cincin hemetin ,hasil metabolisme hemoglobin didalam parasit .
Kompleks obat-Feriprotoporoirin (FP) IX tersebut sangat toksik dan tidak dapat bergabung
membentuk pigmen. Mekanisme aksi dari klorokuin adalah mengganggu penyerapan makanan oleh
vakuola makanan dari tropozoit intraeritrositik, dengan toksisitas yang selektif terhadap lisosom
tropozoit tersebut.[24] Toksin kompleks obat-FP IX meracuni vacuola menghambat ambilan ( intake )
makanan sehingga parasit mati kelaparan. Kompleks klorokuin-FP IX juga mengganggu
permeabilitas membrane parasit dan pompa proton membrane sehingga melisis membran parasit [24].

33
Mekanisme kerja yang lain adalah dengan berinterkelasi dengan DNA parasit dan menghambat
DNA polimerase (kuinin). Klorokuin juga bersifat basa lemah sehingga, masuknya klorokuin ke
dalam vakuola makanan yang bersifat asam akan meningkatkan pH organel tersebut.Hal ini
menyebabkan penggumpalan pigmen dengan cepat.Perubahan pH akan menghambat aktivitas
aspartase dan cysteinase protease yang terdapat di dalam vakuola makanan sehingga metabolisme
parasit terganggu.[23]

BAB III
Penutup

III.1 Diskusi dan Hasil

Indonesia masih memiliki angka kasus malaria yang tinggi dapat dilihat dari 2426 kasus kematian
karena malaria ,yang tercatat dari 8 negara,dan 93% kasus ini berasal dari India,Indonesia,dan
Myanmar. Hal ini menandakan Indonesia masih merupakan negara yang beresiko terhadap penyakit
malaria.Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya prevalensi malaria di Indonesia adalah
resistensi obat.

Resistensi obat ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu yang pertama adalah faktor obat seperti
meningkatnya pemakaian obat dengan dosis yang tidak sesuai/tidak adekuat,kedua faktor
manusia,dalam hal ini imunitas hospes,karena efek terapetik obat tergantung dari faktor imun yang
bekerja sama dengan obat secara sinergi sehingga dapat mengeliminasi parasit atau tidak ,dan ketiga
faktor parasit malaria yang telah melakukan mutasi gen yaitu seperti P.falciparum yang telah
bermutasi pada gen transporter-like pada vakuola makanan P.falciparum. (Pfcrt dan Pfmdr) sehingga
klorokui tidak dapat bekerja dengan efektif lagi. Oleh karena itu pengembangan obat baru sangat
dibutuhkan

Kandungan senyawa aktif antimalaria dari daun puspa (Schima wallichii) adalah Kaemferol-3-O-
ramnosida yang merupakan golongan senyawa Flavonoid,yang merupakan senyawa metabolit
sekunder,yang bekerja mengeliminasi parasit malaria dengan melibatkan berbagai mekanisme
seluler didalam tubuh.

34
Dalam penelitian in vivo, flavonoid berperan sebagai imunomodulator, bekerja sama dengan
sistem kekebalan tubuh dalam mengeliminasi parasit yang ada,dengan meningkatkan sel limfokin
yang dihasilkan oleh sel T,sehingga merangsang sel-sel fagosit (monosit),untuk memfagosit
plasmodium yang ada. Jadi flavonoid secara langsung mempengaruhi peningkatan monosit didalam
tubuh,yang akan menekan jumlah dari parasit (P.berghei) invivo. Diketahui juga Flavonoid bekerja
meningkatkan aktivitas dari IL-2 dan meningkatkan proliferasi limfosit T,yang berperan yang
berperan mendorong sel T sitotoksik dalam penghancuran benda asing ( P.berghei).

Dalam penelitian in vitro,diketahui flavonoid berperan sebagai inhibitior enzim PfENR,sehingga


biosintesis Asam lemak terganggu (melalui jalur FAS tipe 2) akan terhenti.Sehingga metabolisme
P.falcifarum juga akan terhenti,dan mati.

Klorokuin merupakan senyawa obat yang mengandung cincin quinolin ,yang akan membentuk
kompleks dengan FP IX yang merupakan cincin hemetin,hasil metabolisme hemoglobin didalam
[24]
parasit . Kompleks obat-Feriprotoporoirin (FP) IX tersebut sangat toksik sehingga meracuni
vacuola makanan dan menghambat ambilan (intake ) makanan sehingga parasit mati kelaparan.

Meskipun kerja klorokuin tergolong cepat dan efektif dalam menekan gejala klinis namun
P.falciparum telah bermutasi pada gen (Pfcrt dan Pfmdr).Klorokuin juga memiliki efek samping
yang cukup berat jika dosis obatnya tidak diberikan dengan tepat,yaitu berupa gangguan
gastrointestinal seperti mual,muntah,pusing (vertigo),sakit kepala,dan gangguan pendengaran ,
berbeda bila dibandingkan senyawa Flavonoid yang memiliki efek samping yang minim dan aman.

III.2 Kesimpulan

1. Senyawa antimalaria daun puspa (Schima wallichii) adalah 5,7,4’-trihidroksil-3-β-ramnosidaflavon


atau Kaemferol-3-O-ramnosida yang merupakan Golongan Flavonoid dari senyawa metabolit
sekunder .

2. Antimalaria Daun puspa (Schima wallichii),yang mengandung senyawa flavonoid bekerja sebagai
imunomodulator,bekerja bersama-sama dengan sistem imun tubuh untuk mengeliminasi P.berghei
in vivo. Serta sebagai inhibitor enzym PfENR yang berperan dalam metabolisme P.falciparum in
vitro.

35
3. Senyawa aktif antimalaria Daun Puspa (Schima wallichii) cenderung memiliki efek samping yang
minim atau bahkan tidak ada. Jika dibandingkan dengan klorokuin yang masih memiliki efek
samping berupa gangguan gastrointestinal,sakit kepala,dan pusing (vertigo).

4. Klorokuin merupakan obat yang bekerja cepat dan efektif dalam menekan gejala klinis namun
beberapa parasit telah resisten terhadap obat ini,sehingga dibutuhkan pengembangan obat
antimalaria yang baru salah satu solusinya adalah dengan pengobatan herbal yakni senyawa
antimalaria yang terdapat pada Daun puspa (Schima wallichii),yang cukup efektif dalam
mengeliminasi plasmodium dan aman untuk dikonsumsi karena berasal dari bahan alami dan tidak
memiliki efek samping.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Inge S,Is suhariah I,Pudji K,et al.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Jakarta: Balai Penerbit
FKUI ; 2008.
2. Resistensi terhadap obat malaria terkuat menyebar ke Afrika [homepage on the Internet].No
date [cited 2013 Feb 16].Available from http://penyakitmalaria.com/resistensi-terhadap-obat-
malaria-terkuat-menyebar-ke-afrika/.
3. Scome Cimsa UGM.Angka Malaria Indonesia 2011 [homepage on the Internet].c2012
[updated2012Nov16;cited2013Feb27].Availablefromhttp://www.malariahunter.blogspot.com
4. Info Penyakit Menular Dirjen PP&PL [homepage on the Internet].No date [cited 2013 Feb
16].Available from:http:// www.infopenyakit.org/
5. Kwalot / Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) ~ Lansida [homepage on the
Internet].No date [cited 2013 Feb 12].Available from http://www.lansida.blogspot.com
6. Universitas Indonesia.Schizonticidal effect of a combination of Amaranthus spinosus L. and
Andrographis paniculata Burm. f./Nees extracts in Plasmodium berghei-infected mice
[homepage on the Internet].c2012 [updated 2012; cited 2013 Feb 13].Available from
http://www.mru.fk.ui.ac.id/
7. Universitas Wijaya Kusuma Suranaya.Efek anti malaria ekstrak brotowali (Tinospora crispa)
pada mencit yang diinfeksikan Plasmodium berghei[homepage on the Internet].c2007[cited
2013Feb12].Availablefromhttp://fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/Volume.I.Nomor.1.Januari.20
07/
8. Efek terapetik kombinasi artemisinin dan ekstrak buah merah (Pandanus Conoideus)
terhadap jumlah vaskulitis otak mencit galur Balb/c yang telah diinfeksi Plasmodium
berghei,Sp.[homepage on the Internet].c2006[cited 2013 Feb 12].Available from http://www.
elibrary.ub.ac.id
9. Uji Aktivitas antiplasmodium ekstrak etanol daun asam gelugor(Garcinia atroviridis Griff T.
Anders) pada mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei strain ANKA.[homepage on
the Internet].[cited 2013 Feb 12].Available from http:// www.perpusffup.or.id
10. Aneka.Ada Tanda-tanda Awal Resistensi Obat Malaria di Afrika [homepage on the Internet].
c2012 [updated 2012 Mei 8;cited 2013 Feb 16].Available from http:// www. Analisa daily.
com
11. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia [homepage on the Internet].No date
[cited 2013 Feb 27].Available from http://www. upikke.staff.ipb.ac.id

37
12. Kesehatan Masyarakat: Resistensi Terhadap Obat Malaria[homepage on the Internet].
c2012[updated 2012 Nov 21;cited 2013 Feb 16].Available from http://www. blogkesmas.
blogspot.com
13. Muhtadi,Haryono.Uji aktivitas antimalaria ekstrak daun tumbuhan dadap ayam (Erythrina
variegata L.) dan puspa (Schima wallichii Korth)[homepage on the Internet].c2005 [cited
2013 Maret 19].Available from http://www. scholar.google.com
14. Wijayanti et al.Efek bee propolis terhadap infeksi Plasmodium berghei pada mencit Swiss.
Berkala ilmu Kedokteran. Vol. 35, No. 2, 2003 ;84.
15. Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas-Puspa (kayu) [homepage on the Internet].No
date[cited 2013 Maret 26].Available from http://www.id.wikipedia.org
16. Wikipedia bahasa Indonesia,ensiiklopedia bebas-Maserasi [homepage on the Internet].No
date[updated 2011 Maret 13;cited 2013 Maret 26].Available from http://www.id. wikipedia.
org
17. Pharmacist-healthcare: Pembuatan Simplisia dan Ekstrak [Homepage on the Internet].c2011
[2013 Maret 26].Available from http ://www. healthcare-pharmacist.blogspot.com
18. Catatan Sang Pemimpi: Isolasi Flavonoid [Homepage on the Internet].No date [cited 2013
Maret 26 ].Available from http://www. yunitaerma.blogspot.com
19. Ekstraksi Flavonoid [homepage on the Internet].c2012 [cited 2013 Maret 26].Available from
http ://www. lansida.blogspot.com
20. Jawetz,et al.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta : EGC;2008.
21. Aktifitas tanaman asli indonesia puspa (Schima wallichii) sebagai senyawa antimalaria baru.
[homepage on the Internet].No date [cited 2013 Maret 19] Available from http://www.
Insentif.ristek.go.id/petunjuk/ProsidingTKO.php
22. Kandungan fitokimia dalam herbal,manfaat dan cara kerjanya sebagai anti oksidan dan
peredam radikal bebas (Flavonoid dan Non-flavonoid polifenol).[homepage on the Internet].
c2012 [ 2013 April 1].Available from http://www.mhanafi123.files.wordpress.com
23. Syamsudin. Mekanisme kerja Obat Antimalaria.[homepage on the Internet].c2012 Maret
[2013 Maret 27].Available from http://www.jifi.ffup.org
24. Poppy.Uji Efektifitas Akar Kayu Kuning (Coscinium fenestratum Colebr) Sebagai
Antimalaria pada Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei.[homepage on the Internet].
c2011 Juni [2013 Feb 12].Available from http://www. repository.ipb.ac.id
25. Pribadi,W.,& Muljono,R. (2004).Resistensi Parasit Malaria terhadap Obat Malaria.dalam
S.Gandahusada,H.Ilahude,& W.Pribadi(Ed),Parasitologi Kedokteran (197-198).Jakarta :
Gaya Baru.

38
26. Berwi Farzi Pamudi.Skripsi : Penapisan In Silico antimlaaria terhadap target Plasmodium
falciparum Enoyl Acyl Carrier Protein Reductase (PfENR).[homepage on the Internet].
c2011 Juni [2013 April 11].Available from http ://www. lontar.ui.ac.id
27. Penelitian Herbal Belum Mendalam-KOMPAS.com [homepage on the Internet].c2010
[update 2010 Nov 9;cited 2013 Maret 27].Available from http : //www.health.kompas.com
28. Gambaran Leukosit Mencit (Mus musculus) yang diinfeksi Plasmodium bergheidan diberi
Infusa Artemisiaannua Linn.pdf.[homepage on the Internet].No date [cited 2013 April
10].Available from http://www. dosen.narotama.ac.id
29. Info Seputar Penyakit dan Kesehatan:Indikasi,Cara Kerja(Farmakokinetik,Farmako dinamik)
,Dosis,dan Efek Samping Obat Malaria.[homepage on the Internet].c2011 April [2013 Maret
27].Available from http://www. doc-alfarisi.blogspot.com
30. Hyun Pyo kim,et al.Journal of Pharmacological Sciences : Anti-inflammatory plant
flavonoids and cellular action mechanisms.[homepage on the Internet].c2004 [2013 April
2].Available from http:// www.ncbi.nlm.nih.gov
31. [PPT] Kandungan Flavonoid pada Jahe sebagai Anti Inflamasi.[homepage on the Internet].
No date [cited 2013 April 10].Available from http ://www. aulanni.lecture.ub.ac.id
32. Nurul Aziza,et al.Potensi Propolis pada Sarang Lebah Madu dalam menghambat Infeksi
P.falciparum sebagai Terapi Penunjang Malaria Tropikana. [homepage on the Internet].
c2010 Juni [cited 2013 April 10].Available from http ://www. indonesia. digitaljournals.org
33. Iqmal Tahir,et al.Terapan Analisis Hansch untuk aktivitas antioksidan senyawa turunan
Flavon/Flavonol.

39

Anda mungkin juga menyukai