BAB I
PENDAHULUAN
lemah, oleh karena itu penyakit TBC erat kaitannya dengan kemiskinan (Depkes R.I,
2012).
Dilihat dari kompleksnya masalah yang ditimbulkan dan tingginya kasus
tuberkulosis paru di Indonesia serta faktor-faktor yang menyebabkannya maka penulis
tertarik untuk membahas tentang Dampak Tuberkulosis Paru Terhadap Perubahan
Biomolekuler, Fungsi Sistem Tubuh, dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan
pemahaman kepada mahasiswa program magister keperawatan medikal bedah
angkatan I mengenai dampak tuberkulosis paru terhadap perubahan biomolekuler,
fungsi sistem tubuh dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah membahas dan mempresentasikan makalah ini, mahasiswa program
magister keperawatan medikal bedah angkatan I Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjadjaran dapat :
1. Mengetahui dan memahami tentang definsi dan etiologi tuberkulosis paru
2. Mengetahui dan memahami dampak tuberkulosis paru terhadap perubahan
biomolekuler pada tingkat sel dan jaringan tubuh manusia
3. Mengetahui dan memahami dampak tuberkulosis paru terhadap perubahan fungsi
sistem tubuh manusia
4. Mengetahui dan memahami dampak tuberkulosis paru terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar manusia
5. Melakukan kajian lanjut dalam mengembangkan masalah masalah yang
ditimbulkan akibat tuberkulosis paru melalui kegiatan penelitian (research).
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan kompleksnya masalah yang ditimbulkan dan tingginya kasus
tuberkulosis paru serta faktor-faktor yang menyebabkannya maka rumusan masalah dalam
menganalisis kasus ini adalah ; Bagaimanakah Dampak Tuberkulosis Paru Terhadap
Perubahan Biomolekuler, Fungsi Sistem Tubuh, dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia ?.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
mycrobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah dimana sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus
primer dari ghon (Alsagaff dan Mukty, 2005).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang menyerang jaringan parenkhim
paru dan ditularkan ke bagian tubuh lain yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer, C, Suzanne, dan Bare, B.G, 2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis yang merupakan bakteri batang tahan asam dan bersifat saprofit (Price, S.A,
1995).
Dari ketiga pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa tuberculosis paru
adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang jaringan parenkhim paru yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis dengan penularan melalui udara (droplet) dan bersifat
sistemik.
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya tuberkulosis paru adalah mycrobacterium tuberculosis tipe
humanus, sejenis bakteri yang berbentuk batang (bacillus) dengan ukuran panjang 1- 4
mikron dan tebal 0,3 0,6 mikron. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan baik
terhadap gangguan kimia maupun gangguan fisik.
Bakteri ini mempunyai kemampuan bertahan pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin. Hal ini terjadi karena bakteri berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini bakteri dapat bangkit kembali terutama bila kondisi daya tahan tubuh
(immunitas) sedang turun / lemah sehingga menimbulkan tuberkulosis aktif kembali.
Sifat lain dari bakteri ini adalah bersifat aerob, dimana bakteri ini cenderung lebih
menyenangi jaringan paru yang mengandung tinggi oksigen. Bagian yang tinggi akan
oksigen adalah pada paru paru adalah bagian apeks (puncak), hal ini dikarenakan
tekanan oksigen pada bagian apeks paru lebih tinggi dibandingkan bagian lain (basal
paru), sehingga bagian apeks ini merupakan tempat yang baik untuk diferensiasi
mycrobacterium tuberculosis dan predileksi terjadinya penyakit tuberkulosis paru.
makrofag yang diaktifkan oleh limfosit (limfosit T) dan limfokinnya untuk melawan antigen
(mycrobacterium tuberculosis) yang masuk sehingga terbentuk kompleks antigen-antibodi
yang memicu terjadinya respon inflamasi / peradangan pada jaringan parenkhim alveoli.
Ketika respon inflamasi terjadi, Leukosit polimorfonuclear (PMN) menginvasi lokasi /
tempat inflamasi dan memfagosit bakteri tersebut namun tidak mampu untuk
membunuhnya. Karena ketidakmampuan tersebut, maka setelah hari hari pertama
inflamasi, polimorfonuclear (PMN) digantikan oleh makrofag dan alveoli yang terserang
mengalami konsolidasi sehingga timbul gejala pneumonia akut.
yang pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Bila terjadi lesi
primer paru (focus ghon ) dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan
lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Leukosit polimorfonuclear (PMN) menginvasi lokasi / tempat inflamasi dan memfagosit bakteri
setelah hari hari pertama inflamasi, Polimorfonuclear (PMN) digantikan oleh makrofag dan alveoli yang terserang mengalami konsolidasi
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu membentuk tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
Necrosis Caseosa
Jaringan nekrosis akan mencair dan bahan yang cair ini lepas ke dalam bronchus dan meninggalkan rongga (kavum)
Basil tuberkel akan terlokalisir dalam tuberkel dan tidak menimbulkan gejala (dormant) dalam waktu yang lama
Basil akan terlepas dari tempatnya dan menyebar melalui aliran darah (hematogen) dan
melalui kelenjar getah bening (limfogen) atau penyebarannya bersifat sistemik
Basil tuberkel yang lolos dari kelenjar getah bening akan masuk kedalam pembuluh darah (vaskuler) dan ikut bersama
aliran darah melalui pompa jantung sehingga tersebar ke berbagai organ tubuh
Sumber : Silbernagl
dan Lang
(2012), Alsagaff
dan Perubahan
Mukty (2005),
Smeltzer,
C, Tubuh
Suzanne dan Bare, B.G (2001),
2.4. Dampak
Tuberkulosis
Terhadap
Fungsi
Sistem
Price, S.A, (1995)
Manifestasi yang tampak sangat tergantung dari luas area yang terkena. Adapun
gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan
gejala sistemik.
1. Pada Sistem Pernafasan
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Batuk mula-mula bersifat non-produktif kemudian menjadi batuk
produktif. Batuk terjadi sebagai respon tubuh terhadap inflamasi pada saluran
pernafasan. Adanya inflamasi pada jaringan paru akibat mycrobacterium
tuberkulosis, tubuh melakukan mekanisme kompensasi dengan meningkatkan
sekresi mukus oleh sel goblet yang berada pada sel epitelia basilica sehingga
menyebabkan terjadinya penumpukan mucus pada saluran nafas, dan akibat dari
menumpuknya mucus pada saluran nafas maka rambut rambut getar (cilia) yang
berada pada dinding saluran nafas akan teraktivasi sehingga timbul respon batuk
dengan sputum yang purulen.
b. Batuk Darah (Haemaptoe)
Batuk darah disebabkan karena terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh
darah pada dinding kavum. Kavum ini sendiri terbentuk dari makrofag yang
berinfiltrasi membentuk tuberkel epiteloid yg dikelilingi limfosit kemudian terjadi
nekrosis kaseosa dan mencair masuk ke dalam bronkus. Jumlah darah yang
dikeluarkan dalam sputum bervariasi, dapat berupa bercak darah, gumpalan darah,
atau berupa darah segar dalam jumlah yang banyak. Berat ringannya batuk darah
sangat tergantung dari banyaknya atau besar kecilnya pembuluh darah alveoli
yang rupture / pecah.
c. Sesak Nafas
Gejala ini diakibatkan oleh adanya kerusakan parenkim paru yang luas dan
menurunkan luas permukaan paru yang menimbulkan gangguan dalam proses
difusi gas di membran alveoli. Hal ini akan berdampak pada menurunnya jumlah
oksigen yang masuk ke vena pulmonal dan meningkatnya CO 2 di dalam arteri
pulmonal. Adanya peningkatan jumlah CO 2 berdampak pada meningkatnya
stimulasi pusat nafas di pons dan medulla oblongata sehingga sehingga
meningkatkan
frekuensi
nafas.
individu
berupaya
untuk
mengatasinya
10
respon inflamasi dan terjadinya injuri pada jaringan ataupun selaput pembungkus otak
yang menyebabkan destruksi sel saraf sehingga terjadi penurunan tingkat kesadaran
ataupun gangguan transmisi impuls saraf yang dimanifestasikan dengan adanya
respon kejang.
Selain itu, adanya respon inflamasi pada jaringan ataupun selaput pembungkus
otak menyebabkan rusaknya keutuhan sel dan meningkatnya permeabilitas membran
sehingga terjadi perpindahan / transudasi cairan ke rongga interstisial otak yang
menyebabkan bertambahnya volume otak yang akan berdampak pada terjadinya
peningkatan tekanan intra kranial yang dimanifestasikan dengan penurunan tingkat
kesadaran, muntah proyektil, peningkatan denyut jantung, peningkatan frekuensi nafas,
vertigo, hipotensi, dan penurunan gerakan refleks.
3. Pada Sistem Muskuloskeletal
Masuknya basil tuberkel ke dalam sistem vaskuler (hematogen) menyebabkan
terjadinya penyebaran ke sistem muskuloskeletal melalui sirkulasi haverst ataupun ke
sirkulasi persendian. Masuknya basil tuberkel ke dalam sistem haverst dan sirkulasi
persedian menyebabkan terjadinya proses pembentukan dan diferensiasi tuberkel baru
dalam jaringan tulang atau sendi yang menyebabkan terjadinya destruksi sehingga
menimbulkan terjadinya spondilitis TB atau arthritis TB yang dimanifestasikan berupa
nyeri tulang ataupun nyeri persendian.
4. Pada Sistem Perkemihan
Masuknya basil tuberkel ke dalam sistem vaskuler (hematogen) menyebabkan
terjadinya penyebaran ke sistem renalis melalui sirkulasi darah renal (Renal Blood Flow
/ RBF). Masuknya basil tuberkel ke dalam jaringan parenkhim ginjal menyebabkan
terjadinya proses pembentukan dan diferensiasi tuberkel baru dalam jaringan
parenkhim ginjal. Hal tersebut menimbulkan terjadinya respon inflamasi dan terjadinya
injuri pada jaringan parenkhim ginjal yang menyebabkan destruksi nefron pada korteks
ginjal (glomerulonefritis) sehingga terjadi gangguan dalam proses pembentukan urine
baik filtrasi glomerolus, maupun reabsorpsi dan sekresi tubulus yang mengakibatkan
terjadinya penurunan produksi urine ataupun kebocoran pada sistem glomerolus yang
dimanifestasikan dengan adanya penurunan urine output (< 1 2 ml/KgBB/jam),
glukosuria, proteinuria, albuminuria, dan kehilangan elektrolit.
5. Pada Sistem Pencernaan
11
12
Skema 2. Dampak Tuberkulosis Terhadap Perubahan Fungsi Sistem Tubuh (Pada Sistem Pernafasan)
Proses inflamasi pada jaringan paru
Leukosit polimorfonuclear (PMN) menginvasi lokasi /
tempat inflamasi dan memfagosit bakteri
Neutropil
banyak yang
mati
Kerusakan parenkim
paru
fibrosa
PO2 menurun
PCO2 meningkat
Mencair---lepas ke dalam
bronkus ----kavum
O2 menurun CO2
meningkat
Stimulasi pusat nafas di pons dan
medula oblongata
Hipoksemia---hipoksia
Nekrosis kaseosa
Terjadi
penumpukan
Penurunan luas
permukaan paru
gangguan difusi
O2 menurun CO2
meningkat
Hipoksia---iskemia
Stimulus dihantarkan oleh serabut
Delta A sebagai reseptor nyeri
tajam
Metabolisme
anaerob
Menghasilkan asam
laktat
haemoptis
Sesak nafas ;
RR meningkat
Respon batuk
dengan sputum
purulen
Skema 3. Dampak Tuberkulosis Terhadap Perubahan Fungsi Sistem Tubuh (Persarafan, Muskuloskeletal, Perkemihan, Pencernaan)
Invasi mycrobacterium tuberculosis
inflamasi / peradangan pada jaringan parenkim alveoli : pembentukan tuberkel
bila mekanisme pertahanan tubuh (imunitas) rendah / menurun bakteri akan aktif
penurunan tingkat
destruksi
Spondilitis TB dan arthritis TB yang dimanifestasikan
berupa nyeri tulang ataupun nyeri persendian.
perpindahan / transudasi cairan ke rongga
interstisial otak intra kranial
bertambahnya volume otak
Sirkulasi splanknik
proses pembentukan dan
diferensiasi tuberkel baru
pada usus, hati, limpa,
pankreas dan peritoneum
Destruksi
Ggn proses
pencernaan dan
Sumber : Silbernagl dan Lang (2012), Alsagaff dan Mukty (2005), Smeltzer, C, Suzanne dan Bare, B.G (2001), Price, S.A, (1995)
penurunan produksi urine ataupun
kebocoran pada sistem glomerolus
refilling time (CRT) > 3 detik. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pemenuhan
kebutuhan oksigen melalui proses transportasi dan perfusi terganggu.
4. Gangguan Keseimbangan Suhu Tubuh : Hiperthermi
Adanya respon inflamasi menyebabkan terjadinya pelepasan pirogen eksogen
yang merupakan bagian lipopolisakarida (endotoksin) dari bakteri gram negatif.
Pirogen tersebut selanjutnya diopsonisasi oleh komplemen dan difagosit oleh
makrofag. Proses ini menyebabkan terjadinya pelepasan sitokin berupa pirogen
endogen dalam bentuk interleukin I, II, 6, 8 dan 11. Adanya pelepasan interleukin
tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan set point di hypothalamus sebagai
pusat thermoregulasi sehingga ambang batas suhu tubuh meningkat yang
dimanifestasikan dengan demam / hiperthermi.
5. Intoleransi Aktivitas
Adanya kondisi hipoksia pada sel dan jaringan menyebabkan terjadinya iskemia
jaringan dan menimbulkan gangguan dalam proses metabolisme sel, dimana akibat
hipoksia tersebut sel melakukan metabolisme secara anaerob yang menghasilkan
asam laktat dan energi sebanyak 2 ATP. Akibat menumpuknya asam laktat dan
sedikitnya energi yang dihasilkan akan berdampak pada menurunnya aktifitas sel
otot dan terganggunya proses pompa natrium-kalium (Na+ - K+ pump) pada tingkat
seluler yang mengakibatkan potensial aksi dan depolarisasi sel otot menjadi
terganggu. Hal tersebut menyebabkan tubuh menjadi mudah lelah (Intolerance
Activity) bila melakukan aktifitas sebagai dampak dari tidak seimbangnya antara
supply dan demand oksigen untuk kebutuhan metabolisme pada tingkat seluler.
6. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Adanya penumpukkan asam laktat pada tingkat seluler dan vaskuler menyebabkan
teraktivasinya sistem saraf simpatis pada sel parietal lambung yang mengakibatkan
terjadinya hipersekresi asam lambung (HCL) sehingga menimbulkan kondisi
hiperasiditas lambung. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya rasa mual dan muntah
yang menyebabkan pasien menjadi tidak nafsu makan (anoreksia). Akibat
menurunnya nafsu makan, maka intake nutrisi (proses ingesti) juga tidak adekuat
yang menyebabkan suplai nutrien ke tingkat sel juga menurun yang berdampak
pula pada menurunnya aktivitas seluler dalam melakukan proses metabolisme
(anabolisme) dan proses penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat, protein,
dan lemak) di hati, otot, dan jaringan adiposa. Kondisi tersebut menyebabkan sel
Penurunan luas
permukaan paru
gangguan difusi
Co2 tertahan di
arteri pulmonal
Hipoksemia--hipoksia
iskemia
Penyempitan lumen
saluran nafas
Gangguan ventilasi
hipoksia
iskemia
Glikolisis anaerob
Bakteri melepaskan
endotoksin ; merangsang
tubuh mengeluarkan
sejumlah sitokin diantaranya
pirogen- endogen interleukin
1,1,6 8 dan 11
Metabolisme anaerob
Peningkatan suhu
tubuh
sianosis
disampaikan ke thalamus dan korteks
serebri gyrus post sentralis
anoreksia
Gangguan transportasi
Intoleransi
Aktivitas seluler dalam proses metabolisem menurun
Sumber : Silbernagl dan Lang (2012), Alsagaff dan Mukty (2005), Smeltzer, C, Suzanne dan Bare, B.G (2001), Price, S.A, (1995)
Penurunan BB
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. dan Mukty, A. 2005. Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan 3. Airlangga
University Press. Surabaya.
Carolla, et.al.,1992. Human Anatomy and Physiology.Mc Graw Hill. St. Louis
Despopoulos, A. dan Silbernagl, S. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi.
Bahasa Yurita Handojo. Edisi Revisi 4. Hipokrates. Jakarta.
Alih
Koolman, J. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia Alih Bahasa Septelia Inawati.
Hipokrates. Jakarta.
Porth, C., 1990. Pathophysiology, Concept of Altered Health States. J.B. Lippincott
Company. Philadelphia.
Price, S. A. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Volume I
dan II. Alih bahasa Peter Anugerah. EGC. Jakarta.
Willsen, L.M., 1992. Pathophysiology, Clinical Concept of Disease Proccesses. Mosby
Year Book Inc., St. Louis.
Smeltzer, Suzanne, C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.edisi 8. Volume 1,2, dan 3. EGC. Jakarta.
Silbernagl, S. dan Lang, F. 2012. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Jakarta.