1. Pengertian
Grounded theory berangkat dari keprihatinan akan terbatasnya metode
penelitian untuk meneliti objek-objek kajian yang belum begitu banyak diteliti
sehingga belum banyak teori yang dimiliki. Terlebih dalam perkembangan ilmu
pengetahuan yang didominasi paham positivisme dan metode kuantitatif. Oleh
karena itu Strauss & Glasser (1967) mcnciptakan metode ini untuk menjawab
tantangan tersebut.
Glaser & Straus dalam bukunya The Discovery of Grounded Theory Strategies
for Qualitative Research menyatakan “We believe that the discovery of theory
from data-which we call grounded theory-is a major task confronting sociology
today, for as we shall try to show, such theory fits empirical situations, and is
understanable to sociologists and layman a like”. Kami meyakini bahwa
penemuan teori dari data yang kami sebut grounded theory adalah tugas utama
yang dihadapi ilmu sosiologi saat ini, untuk itu kami berusaha menunjukkan teori
tersebut sesuai dengan situasi empiris dan dapat dimengerti oleh para sosiolog dan
orang awam sekalipun. Ini merupakan pertama kali istilah grounded theory
diperkenalkan.
Grounded theory adalah teori yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif
dalam suatu penelitian tentang fenomena yang ada. Grounded theory ini
ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan melalui pengumpulan data secara
sistematis dan analisis data yang terkait dengan fenomena tersebut. Oleh karena
itu kumpulan data, analisis dan teori saling mempengaruhi satu sama lain. Peneliti
tidak mulai dengan suatu teori kemudian membuktikannya, tetapi memulai
dengan melakukan penelitian dalam suatu bidang, kemudian apa yang relevan
dengan bidang tersebut dianalisis (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Kosasih,
2018).
Grounded theory menyajikan suatu pendekatan yang baru, data merupakan
sumber teori, teori berdasarkan data, dan karena itu dinamakan grounded.
Kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan peneliti di lapangan. Data
yang bertambah dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul di lapangan yang
terus menerus disempumakan selama penelitian berlangsung. Dalam pendekatan
grounded theory, Strauss dan Corbin (1990) menekankan bahwa tugas
penelitian adalah mengumpulkan dan anali sis data sebelum menggunakan teori
sebagai dasar berpikirnya. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa penelitian dapat
menahan diri dari menggunakan teori pada awal penelitian gounded, teori
dihasilkan melalui pengumpulan data dan analisis penggambaran teori sebagai
diagram logika, dan memperkenalkan kontradiktif teori dengan model yang
dihasilkan sesudahnya pada akhir studi (Creswell, 2007).
Secara umum menurut Payne (2010) grounded theory dapat digunakan untuk
situasi sebagai berikut:
a. Wilayah penelitian yang belum banyak diketahui
b. Belum ada teori yang menjelaskan keadaaan yang terjadi
c. Peneliti ingin membandingkan/menantang teori yang sudah ada
d. Peneliti ingin mencari tahu pemahaman, persepsi dan pengalaman
partisipan
e. Penelitian ini bertujuan membangun suatu teori yang baru
Tujuan umum dari penelitian grounded theory adalah secara induktif
memperoleh dari data, yang diperlukan pengembangan teoritis, dan yang
diputuskan secara memadai untuk domainnya dengan memperhatikan sejumlah
kriteria evaluatif (Sudira, 2009). Grounded research melepaskan teori dan peneliti
langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan kata lain, peneliti
model grounded bergerak dari data menuju konsep. Data yang telah diperoleh
dianalisis menjadi fakta, dan dari fakta diinterpretasi menjadi konsep. Jadi
prosesnya adalah data menjadi fakta, dan fakta menjadi konsep. Bagi peneliti
grounded, dan semua peneliti kualitatif pada umumnya, data selalu dianggap
benar, walau bukan yang sebenamya, dan karena itu untuk mengetahui atau
menjadikan data menjadi data yang sebenarnya ada proses keabsahan data yang
disebut triangulasi data. Karena itu, triangulasi wajib dilakukan untuk
memperoleh data yang kredibel. Kredibilitas data sangat menentukan kualitas
hasil penelitian. (Kosasih, 2018).
Meski demikian bukan berarti peneliti tidak tahu apa-apa sama sekali mengenai
tujuan dan tema penelitian. Peneliti tetap harus memiliki tujuan dan pengetahuan,
terhadap hal yang akan diteliti sebelumnya, namun semua dugaan-dugaan tersebut
hendaknya dihindari agar tidak terjadi bias dalam mengintepretasikan data yang
ada. Sebagian orang berpendapat bahwa Grounded Research lebih ke arah suatu
pendekatan daripada metode itu sendiri.
Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaannya metode ini tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan etnografi misalnya. Dalam metode ini peneliti harus
berpartisipasi aktif. Dalam tema-tema tertentu yang menyangkut etnis tertentu
misalnya peneliti bahkan harus terjun langsung dan tinggal dalam masyarakat
tersebut. Tujuannya adalah agar peneliti tidak lagi dianggap outgroup tetapi
menjadi ingroup dari subjek penelitiannya tersebut. Kedekatan peneliti dengan
subjek sangat penting agar dapat memiliki data secara mendalam dan tidak
mengalami bias dalam memahaminya (Kosasih, 2018).
b. Metode Penelitian
Penelitian ini berdesain kualitatif dengan pendekatan grounded theory.
Partisipan berjumlah enam perawat pelaksana dari enam ruangan rawat inap
sebuah RS di Bandung. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan
wawancara mendalam dengan pedoman observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan selama satu bulanuntuk mengamati perilaku caring
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien.
Pelaksanaan observasi dilakukan selama enam partisipan bertugas di ruang
perawatan, yaitu ketika dinas pagi, sore, maupun malam. Instrumen
pengumpulan data lain yang digunakan adalah pedoman wawancara
mendalam. Pedoman ini terdiri dari enam pertanyaan seputar perilaku
caring. Instrumen disusun oleh peneliti dengan menggunakan formulasi
beberapa teori caring dari Watson, Leininger, dan lain-lain. Data dianalisis
menggunakan analisis tematik Colaizzi.
c. Hasil Penelitian
Hasil penelitian mengidentifikasi tujuh tema perilaku caring. Tema tersebut
terdiri dari sikap peduli dan bertanggung jawab serta selalu siap sedia
terhadap pemenuhan kebutuhan klien, ramah, sikap tenang dan sabar dalam
melayani klien, memotivasi klien serta sikap empati terhadap klien dan
keluarga.
1. Sikap peduli terhadap pemenuhan kebutuhan klien
“Sebisa mungkin kita lakukan pemenuhan kebutuhan secepat mungkin…
tanpa diundurundur waktu…biar kliennya puas. ...Kepuasan itu
relatif…kalau kebutuhan klien dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya,dia
akan puas… kalau kita mengganti alat tenun tampa mimik yang ramah,
klien dan keluarga tidak puas…. Dengan senyum ramah (ekspresi), klien
bisa puas…walaupun kita belum bertindak.”
2. Bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan klien
“Saya bertanggung jawab atas pemberian obat, pemberian pelayanan
keperawatan pada saat bertugas.”
3. Ramah dalam melayani klien
“Halo bapak met sore, apa yang dirasa sekarang?… berdarah ya
infusnya?” (tampak dengan tersenyum)
4. Sikap tenang dan sabar dalam melayani klien
“Mungkin kalau saya ini...pak... lebih cenderung sabar...ketika menerima
keluhan atau komplain dari klien dan keluarganya...kita klarifikasi pada
klien dan keluarganya...mengenai pelayanan, fasilitas, dan lain-lain, lalu
kita usahakan memenuhi tuntutannya...kalau itu bisa kita lakukan.”
5. Selalu siap sedia memenuhi kebutuhan klien
“Kepentingan klien diutamakan daripada kepentingan lain,...sebelum klien
meminta sebaiknya kita sudah tahu kebutuhan klien kita apa?...kalau
istirahat tergantung situasi... mungkin kalau jumlah klien sedikit...atau ada
rekan kita yang lebih santai, bisa untuk menghandle pasien yang menjadi
tanggungjawab saya... bisa saling membantu...kalau ada operasi kadang-
kadang tidak sempat istirahat.”
6. Memberi motivasi kepada klien dalam memberikan pelayanan
“Kita bujuk klien yang tidak mau makan...supaya mau makan...makanan
kan sangat membantu daya tahan fisik...sehingga bisa cepat sembuh... .”
7. Sikap empati terhadap klien dan keluarga
“Turut berempati, turut bersedih.... tapi kita tidak keterusan... tapi kalau
soal biaya itu mah keluarga yang harus berusaha...tapi sekali
lagi...menanggapinya jangan dengan sikap judes... karena saya perawat...
.”
Perilaku lain yang diamati tidak bersifat caring ada tiga tema. Tema
perilaku tidak caring ini meliputi komunikasi tidak terapeutik, sikap
kurang tulus, dan kurang terampil.
1. Komunikasi tidak terapeutik
Diam, membereskan tempat tidur klien, sesekali menjawab pertanyaan ibu
klien, tanpa kontak mata, sedikit berbicara, komunikasi sedikit, kurang
jelas, suara pelan. Ada keluarga klien menemui, partisipan tetap menulis
dokumentasi dan tidak sempat menjawab.
2. Sikap kurang tulus dalam melayani klien yang membutuhkan
“Biasanya kadang ada keselnya juga…. Mungkin karena kita sibuk…. Jadi
kesel!… Tapi kadang kasihan juga…. Ada orangtuanya yang udah
dijelaskan berkali-kali… tapi ga ngerti juga…. Itu yang membuat kesal.”
3. Kurang terampil
“… belum merasa terampil karena masih belum optimal, terutama dalam
menangani klien kritis.” “… Saya merasa belum terampil, karena masih
banyak yang harus ditingkatkan.”
d. Kesimpulan
Perawat pelaksana khususnya di sebuah rumah sakit di Bandung sebagian
besar sudah melakukan sepuluh faktor caratif caring dari Watson. Namun
demikian, masih ada 3 faktor caratif yang belum dilakukan, yaitu
komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, kurang tulus, dan kurang
terampil. Penelitian ini merekomendasikan perlunya membudayakan
perilaku caring melalui pendidikan berkelanjutan, supervisi, dan
pengarahan yang intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Budiasih. 2014. Metode Grounded Theory Dalam Riset Kualitatif. Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Bisnis, Vol. 9. No. 1
Kosasih, Ahmad. 2018. Pendekatan Grounded Teori (Grounded Theory
Approach) Sebuah Kajian Sejarah, Teori, Prinsip dan Strategi Metodenya.
Jurnal Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNINDRA
Setyowati, ddk. 2008. Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Sebuah Rumah
Sakit di Bandung: Studi Grounded Theory. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume 12. No. 1