Anda di halaman 1dari 19

GROUNDED THEORY

1. Pengertian
Grounded theory berangkat dari keprihatinan akan terbatasnya metode
penelitian untuk meneliti objek-objek kajian yang belum begitu banyak diteliti
sehingga belum banyak teori yang dimiliki. Terlebih dalam perkembangan ilmu
pengetahuan yang didominasi paham positivisme dan metode kuantitatif. Oleh
karena itu Strauss & Glasser (1967) mcnciptakan metode ini untuk menjawab
tantangan tersebut.
Glaser & Straus dalam bukunya The Discovery of Grounded Theory Strategies
for Qualitative Research menyatakan “We believe that the discovery of theory
from data-which we call grounded theory-is a major task confronting sociology
today, for as we shall try to show, such theory fits empirical situations, and is
understanable to sociologists and layman a like”. Kami meyakini bahwa
penemuan teori dari data yang kami sebut grounded theory adalah tugas utama
yang dihadapi ilmu sosiologi saat ini, untuk itu kami berusaha menunjukkan teori
tersebut sesuai dengan situasi empiris dan dapat dimengerti oleh para sosiolog dan
orang awam sekalipun. Ini merupakan pertama kali istilah grounded theory
diperkenalkan.
Grounded theory adalah teori yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif
dalam suatu penelitian tentang fenomena yang ada. Grounded theory ini
ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan melalui pengumpulan data secara
sistematis dan analisis data yang terkait dengan fenomena tersebut. Oleh karena
itu kumpulan data, analisis dan teori saling mempengaruhi satu sama lain. Peneliti
tidak mulai dengan suatu teori kemudian membuktikannya, tetapi memulai
dengan melakukan penelitian dalam suatu bidang, kemudian apa yang relevan
dengan bidang tersebut dianalisis (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Kosasih,
2018).
Grounded theory menyajikan suatu pendekatan yang baru, data merupakan
sumber teori, teori berdasarkan data, dan karena itu dinamakan grounded.
Kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan peneliti di lapangan. Data
yang bertambah dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul di lapangan yang
terus menerus disempumakan selama penelitian berlangsung. Dalam pendekatan
grounded theory, Strauss dan Corbin (1990) menekankan bahwa tugas
penelitian adalah mengumpulkan dan anali sis data sebelum menggunakan teori
sebagai dasar berpikirnya. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa penelitian dapat
menahan diri dari menggunakan teori pada awal penelitian gounded, teori
dihasilkan melalui pengumpulan data dan analisis penggambaran teori sebagai
diagram logika, dan memperkenalkan kontradiktif teori dengan model yang
dihasilkan sesudahnya pada akhir studi (Creswell, 2007).
Secara umum menurut Payne (2010) grounded theory dapat digunakan untuk
situasi sebagai berikut:
a. Wilayah penelitian yang belum banyak diketahui
b. Belum ada teori yang menjelaskan keadaaan yang terjadi
c. Peneliti ingin membandingkan/menantang teori yang sudah ada
d. Peneliti ingin mencari tahu pemahaman, persepsi dan pengalaman
partisipan
e. Penelitian ini bertujuan membangun suatu teori yang baru
Tujuan umum dari penelitian grounded theory adalah secara induktif
memperoleh dari data, yang diperlukan pengembangan teoritis, dan yang
diputuskan secara memadai untuk domainnya dengan memperhatikan sejumlah
kriteria evaluatif (Sudira, 2009). Grounded research melepaskan teori dan peneliti
langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan kata lain, peneliti
model grounded bergerak dari data menuju konsep. Data yang telah diperoleh
dianalisis menjadi fakta, dan dari fakta diinterpretasi menjadi konsep. Jadi
prosesnya adalah data menjadi fakta, dan fakta menjadi konsep. Bagi peneliti
grounded, dan semua peneliti kualitatif pada umumnya, data selalu dianggap
benar, walau bukan yang sebenamya, dan karena itu untuk mengetahui atau
menjadikan data menjadi data yang sebenarnya ada proses keabsahan data yang
disebut triangulasi data. Karena itu, triangulasi wajib dilakukan untuk
memperoleh data yang kredibel. Kredibilitas data sangat menentukan kualitas
hasil penelitian. (Kosasih, 2018).
Meski demikian bukan berarti peneliti tidak tahu apa-apa sama sekali mengenai
tujuan dan tema penelitian. Peneliti tetap harus memiliki tujuan dan pengetahuan,
terhadap hal yang akan diteliti sebelumnya, namun semua dugaan-dugaan tersebut
hendaknya dihindari agar tidak terjadi bias dalam mengintepretasikan data yang
ada. Sebagian orang berpendapat bahwa Grounded Research lebih ke arah suatu
pendekatan daripada metode itu sendiri.
Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaannya metode ini tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan etnografi misalnya. Dalam metode ini peneliti harus
berpartisipasi aktif. Dalam tema-tema tertentu yang menyangkut etnis tertentu
misalnya peneliti bahkan harus terjun langsung dan tinggal dalam masyarakat
tersebut. Tujuannya adalah agar peneliti tidak lagi dianggap outgroup tetapi
menjadi ingroup dari subjek penelitiannya tersebut. Kedekatan peneliti dengan
subjek sangat penting agar dapat memiliki data secara mendalam dan tidak
mengalami bias dalam memahaminya (Kosasih, 2018).

2. Karakteristik dan Prinsip Grounded Theory


Pada bagian ini Creswell (1997) mejabarkan penjelasan dengan melihat unsur
kategorisasi yaitu coding, model analisis teori, dan penggunaan teori sebagai
output penelitian grounded theory. Perbedaan yang mencolok dan menjadi ciri
khas grounded research dibanding metode lainnya ada pada hasilnya. Grounded
Theory selalu menghasilkan sebuah teori baru yang berangkat dari data-data yang
dimiliki dan diolah dari penelitian tersebut. Sedangkan dalam metode-metode lain
hasilnya tidak harus berupa teori baru, melainkan dapat juga berupa deskripsi atau
penguatan terhadap teori yang sudah ada.
Ciri-ciri grounded theory sebagaimana penjelasan Strauss dan Corbin (1967)
adalah sebagai berikut :
a. Grounded theory dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu
basil pengembangan teori yang sudah ada.
b. Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan analisis data secara induktif
bukan secara deduktif seperti analisis data yang dilakukan pada penelitian
kuantitatif.
c. Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang benar disamping harus
dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:
 Cocok (fit), yaitu apabila teori yang dihasikan cocok dengan
kenyataan sehari-hari sesuai bidang yang diteliti.
 Dipahami (understanding), yaitu apabila teori yang dihasilkan
menggambar-kan realitas (kenyataan) dan bersifat komprehensif,
sehingga dapat dipahami oleh individu-individu yang diteliti maupun
oleh peneliti.
 Berlaku umum (generality), yaitu apabila teori yang dihasilkan
meliputi berbagai bidang yang bervariasi sehingga dapat diterapkan
pada fenomena dalam konteks yang bermacam-macam.
 Pengawasan (control), yaitu apabila teori yang dihasilkan
mengandung hipotesis yang dapat digunakan dalam kegiatan
membimbing secara sistematik untuk mengambil data aktual yang
hanya bcrhubungan dengan fenomena terkait.
Dalam teori ini juga diperlukan dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical
sensitivity) dari si peneliti. Kepekaan teori adalah kualitas pribadi si peneliti yang
memiliki pengetahuan yang mendalam sesuai bidang yang diteliti, mempunyai
pengalaman penelitian dalam bidang yang relevan. Dengan pengetahuan dan
pengalamannya tersebut si peneliti akan mampu memberi makna terhadap data
dari suatu fenomena atau kejadian dan peristiwa yang dilihat dan didengar selama
pengumpulan data. Selanjutnya si peneliti menyusun kerangka teori berdasarkan
hasil analisis induktif yang telah dilakukan. Setelah dibandingkan dengan teori-
teori lain dapat disusun teori baru.
Kemampuan peneliti untuk memberi makna terhadap data sangat dipengaruhi
oleh kedalaman pengetahuan teoretik, pengalaman dan penelitian dari bidang
yang relevan dan banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut menyebabkan
si peneliti memiliki informasi yang kaya dan peka atau sensitif terhadap kejadian-
kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam fenomena yang diteliti. Teori ini pada
akhirnya menjadi pelopor atau teori yang pertama dalam suatu tema tertentu.
Selain itu teori ini juga bisa menjadi alternatif dari teori-teori yang sudah ada
dalam suatu tema tertentu. Karenanya, metode ini menuntut totalitas dan
komitmen dari peneliti itu sendiri karena metode ini bukan metode praktis yang
dapat dilaksanakan dalam waktu singkat. Perlu partisipasi aktif selama berbulan-
bulan bahkan hingga bertahun-tahun untuk mendapatkan data yang berkualitas.
Terlebih dalam kondisi-kondisi tertentu, dimana, tema penelitian bukan
merupakan hal yang mudah di cerna.
Kekurangan peneliti dalam keterlibatannya pada subjek penelitian berpengaruh
pada hasil penelitiannya itu sendiri. Terlebih dalam grounded research hasil
penelitian berupa sebuah teori baru. Kualitas teori itu nantinya ditentukan oleh
seberapa jauh peneliti dapat terjun dalam lapangan dan mendapatkan data-data
yang ada. Data-data yang terlalu dangkal dan kurang mendalam tentunya tidak
dapat dijadikan landasan dari sebuah teori yang kuat. Selain itu tanpa adanya
pemaharnan yang rnendalam mengenai subjek penelitian maka kemungkinan bias
yang dapat terjadi akan semakin besar.
Dari segi prinsip-prinsipnya, grounded theory dikatakan sebagai metode ilrniah
meliputi sebagai berikut:
a. Perumusan Masalah
Pemilihan dan perumusan masalah merupakan pusat terpenting dari suatu
penelitian ilmiah. Dengan memasukkan semua batasan dalarn perumusan
masalah, masalah tersebut rnemungkinkan peneliti untuk mengarahkan
penyelidikan secara efektif dengan menunjukkan jalan ke pemecahan itu
sendiri. Dalam pengertian nyata masalah adalah separuh dari pemecahan.
b. Deteksi Fenomena,
Fenomena stabil secara relatif, ciri umum yang muncul dari dunia yang
kita lihat untuk dijelaskan. Yang lebih rnenarik, keteraturan penting yang
dapat dibedakan ini kadang-kadang disebut "efek". Fenomena meliputi
suatu cakupan ontologis yang bervariasi yang meliputi objek, keadaan,
proses dan peristiwa, serta ciri-ciri lain yang sulit digolongkan.
c. Penurunan teori (theory generation)
Menurut Glaser dan Strauss grounded theory dikatakan muncul secara
induktif dari sumber data sesuai dengan metode "constant comparison"
atau perbandingan tetap. Sebagai suatu metode penemuan, metode
perbandingan tetap merupakan campuran pengkodean sistematis, analisis
data, dan prosedur sampling teoritis yang memungkinkan peneliti
membuat penafsiran pengertian dari sebagian besar pola yang berbeda
dalam data dengan pengembangan ide-ide teoritis pada level abstraksi
yang lebih tinggi, daripada deskripsi data awal.
d. Pengembangan Teori,
Glaser dan Strauss memegang suatu perspektif dinamis pada konstruksi
teori. Ini dijelaskan dari klaim mereka bahwa stratcgi analisis komparatif
untuk penurunan ·teori meletakkan suatu tekanan yang kuat pada teori
sebagai proses, yaitu teori sebagai satu kesatuan yang pemah berkembang,
bukan sebagai suatu produk yang sempuma.
e. Penilaian Teori (Theory Appraisal)
Glaser dan Strauss menjelaskan bahwa ada yang lebih pada penilaian teori
daripada pengujian untuk kecukupan empiris. Kejelasan, konsistensi, sifat
hemat, kepadatan, ruang lingkup, pengintegrasian, cocok untuk data,
kemampuan menjelaskan, bersifat prediksi, harga heuristik, dan aplikasi
semua itu disinggung sebagai kriteria penilaian yang bersangkutan.
f. Grounded Theory yang Direkonstruksi
Sama halnya konstruksi suatu makalah yang merupakan kelengkapan suatu
penelitian dibandingkan perhitungan naratif penelitian tersebut, maka
rekonstruksi filosofis metode merupakan konstruksi yang menguntungkan.

3. Tipe dan Bentuk Dari Grounded Theory


Ada tiga tipe yang paling dominan dari grounded theory yaitu desain
sistematis (systematic design), desain gambar (emerging design) dan desain
konstruktif (constructive design).
a. Systematic Design
Untuk bentuk desain ini dilakukan dengan 3 tahapan, yaitu; open coding,
axial coding, selective coding. (Creswell, 2008).
b. Emerging Design
Pedekatan ini memiliki beberapa ide pokok, yaitu:
 Grounded theory ada pada tingkat konseptual yang paling abstrak
daripada abstrak seperti yang ditemukan di dalam persentasi data
visual seperti paradigma coding
 Sebuah teori didasarkan pada data bukan pada kategori-kategori
 Grounded theory yang baik harus bertemu dengan 4 kriteria utama,
yaitu fit, work, relevance and modifiability. (Creswell, 2008: 438).
d. Constructivist Design
Desain konstruktivis diartikulasikan oleh Kathy Charmaz (1990, 2000,
2006) sebagai filosof yang lebih berfaham positivistik (lebih kuantitatif).
pendekatan ini lebih menitikberatkan makna/arti pada peserta penelitian.
Charmaz lebih tertarik dalam pandangan, nilai, keyakinan, perasaan,
asumsi, dan ideologi seseorang dibandingkan mengumpulkan data dan
menjelaskan suatu tindakan. (Creswell, 2008: 439).
Pengembang metode Grounded Theory yang lain, Charmaz (dalam Creswel,
2008), menyatakan bahwa desain yang disusun Straus dan Glaser terlalu kaku
dengan prosedur pengumpulan fakta dan penjelasan tindakan sehingga makna
yang dinyatakan oleh partisipan dalam penelitian bisa terabaikan. Menurut
Charmaz, peneliti Grounded Theory perlu menggunakan strategi-strategi yang
lebih fleksibel dalam rangka ‘menangkap’ dan menjelaskan pandangan, nilai-nilai,
kepercayaan, perasaan, asumsi, dan ideologi individu sewaktu mereka menjalani
sebuah fenomena atau proses.
Berdasarkan pandangan-pandangannya itu, Charmaz menyusun desain
konstruktivis yang memberi penekanan pada makna yang diungkapkan oleh
partisipan dalam penelitian. Desain ini dilakukan dengan cara menjelaskan
perasaan-perasaan masing- masing partisipan sewaktu mereka menjalani sebuah
fenomena. Desain ini juga menjelaskan keyakian dan nilai-nilai peneliti tapi
mencegah kategori-kategori yang telah ditentukan, sebagaimana halnya terjadi
dalam desain sistematik. Laporan penelitian ditulis terutama dalam bentuk
penjelasan yang logis serta, secara mendalam, mengupas asumsi- asumsi dan
makna yang diungkapkan masing-masing partisipan yang diteliti.
Dalam pendekatan ini menurut Charmaz ketika membuat sebuah wawancara
atau pengambilan data tentang perasaan seseorang ia menggunakan label kode
aktif, seperti awakening, accomodating, defining, dan preserving.

4. Tahapan Metode Grounded Theory


Prosedur riset kualitatif dengan menggunakan metode grounded theory terdiri
dari beberapa tahap yang dilakukan secara simultan. Adapun tahapan tersebut
dimulai dengan tahap perumusan masalah sampai terakhir yaitu menyimpulkan
atau penulisan laporan riset (Budiasih, 2014).
Penelitian Grounded Theory diawali dengan pemusatan perhatian pada suatu
wilayah kajian dan diikuti oleh pengumpulan data dari berbagai sumber dengan
menggunakan berbagai teknik, khususnya wawancara dan obserrvasi lapangan
(field observation). Setelah terhimpun, data-data tersebut dianalisis dengan
menggunakan teknik 'coding' dan prosedur penyampelan teoritis. Tahap
berikutnya adalah menyusun teori (yang menjelaskan fenomena yang diteliti)
dengan menggunakan teknik interpretasi. Pada tahap akhir, hasil penelitian
disusun secara sistematis. Selaras dengan itu, Creswell (2008) menjelaskan
Grounded Theory dilakukan melalui sebuah prosedur penjaringan data yang
sistematis, pengidentifikasian kategori-kategori (tema-tema), penghubungan
kategori-kategori tersebut, dan pembentukan teori yang menjelaskan proses
tersebut. Dengan demikian teori-teori yang dihasilkan merupakan teori ‘proses’
yang menjelaskan fenomena (tahapan-tahapan proses, tindakan, atau interaksi
yang terjadi di kancah penelitian selama penelitian terjadi).
Sama halnya dengan kelima pendekatan dalam penelitian kualitatif, dalam
buku Cresswell (2007) dijelaskan bahwa pada grounded teori persoalan
menyangkut latar belakang dan fokus penelitiannya; teknik pengumpulan data dan
anlisis data; teknik penulisan dan laporan, pengujian dan validasi serta penarikan
kesimpulan dalam grounded theory.
a. Perumusan Masalah
Substansi perumusan masalah dalam metode grounded theory bersifat
umum yaitu masih dalam bentuk pertanyaan yang memberikan kebebasan
dalam menggali berbagai fenomena secara luas maupun secara spesifik,
namun belum sampai pada penegasan atas variabel apa saja yang
berhubungan dengan ruang lingkup permasalahan dan variabel yang apa saja
yang tidak berhubungan. Tipe hubungan antar variabelnya juga tidak perlu
dieksplisitkan dalam pembuatan rumusan masalahnya.
Perumusan masalah dalam riset grounded theory disusun secara bertahap.
Rumusan masalah pada tahap awal sebelum dilakukan pengumpulan data
adalah bersifat lebih luas atau umum dengan maksud rumusan masalah
tersebut digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan mengumpulkan data.
Setelah data yang bersifat umum telah dikumpulkan, kemudian rumusan
masalahnya semakin dipersempit dan lebih berfokus pada sifat data yang
dikumpulkan dengan maksud sebagai pedoman dalam menyusun teori.
Masalah riset merupakan bagian integral dari metode, sebagai langkah
penting pertama dalam urutan kegiatan riset. Ciri-ciri dari rumusan masalah
dalam riset grounded theory adalah berorientasi pada pengidentifikasian
fenomena yang diteliti, berorientasi pada proses dan tindakan, dan
mengungkapkan secara tegas mengenai objek yang akan diteliti.
b. Tahap Penggunaan Kajian Teoritis
Riset kualitatif dengan metode grounded theory tidak bertujuan untuk
menguji kebenaran suatu teori dan tidak terpengaruh oleh kajian literatur,
juga tidak bertumpu pada berbagai variabel yang berasal dari suatu teori,
karena akan dapat menghambat adanya pengembangan rumusan teori baru.
Peneliti dalam riset yang menggunakan metode grounded theory belum
memiliki pengetahuan mengenai objek yang akan ditelitinya termasuk jenis
data dan berbagai variabel yang kemungkinan akan ditemukan.
Peneliti betul-betul terjun ke lapangan dengan kepala kosong, dan apabila
pada saat peneliti merumus kan masalah maupun menyusun materi
wawancara dalam membangun rerangka berpikir menghadapi suatu kesulitan,
maka untuk sementara si peneliti dapat meminjam konsep-konsep yang
digunakan oleh teori-teori sebelumnya sampai ditemukannya konsep yang
sebenarnya. Apabila si peneliti dalam risetnya menemukan teori baru yang
mempunyai hubungan dengan teori sebelumnya, maka temuan teori baru
tersebut dapat digunakan sebagai sumbangan teori untuk memperluas teori
yang sudah ada. Sedangkan apabila si peneliti dalam risetnya bertujuan untuk
memperluas teori yang sudah ada sebelumnya, maka risetnya dapat dimulai
dari teori yang sudah ada tersebut dengan cara merujuk dari kerangka umum
teori tersebut atau rerangka teoritis yang sudah ada yang dapat digunakan
untuk menginterpretasikan data yang tersedia. Namun tetap saja riset yang
dilakukan harus dikembangkan tersendiri dan terlepas dari teori-teori
sebelumnya. Apabila dalam riset diperoleh temuan baru yang berbeda dengan
teori sebelumnya, maka dapat dijelaskan mengenai hal tersebut.
Tahap ini diadakan perbandingan teori yang muncul dari hasil riset dengan
teori yang ada dalam literatur. Dalam hal ini dilakukan kegiatan
membandingkan kerangka kerja yang bertentangan dan kerangka kerja yang
selaras. Perbandingan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan definisi
konstruk dan meningkatkan validitas internal maupun untuk meningkatkan
validitas eksternal.
c. Metode Pengumpulan Data.
Metode grounded teori dalam fragmentasinya mencakup pembangkitan
teori dari data empirik. Dengan demikian, variasi metode pengumpulan
datanya harus diterapkan seperti interview, observasi partisipan, eksperimen
dan pengumpulan data secara langsung.
Metode yang dapat digunakan dalam proses pengumpulan datanya adalah
metode observasi dan wawancara secara mendalam yang secara umum tidak
jauh berbeda dengan metode observasi dan wawancara pada riset kualitatif
lainnya. Hanya saja ada beberapa kriteria khusus yang membedakan metode
pengumpulan data pada riset kualitatif grounded theory dengan riset kualitatif
lainnya, yaitu terletak pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan.
Observasi dilakukan sebelum dan selama riset berlangsung yang meliputi
gambaran umum, suasana kehidupan sosial, kondisi fisik, kondisi ekonomi
dan sosial yang terjadi. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung
dengan informan secara terpisah di lingkungannya masing-masing.
Wawancara akan dilakukan dengan informan yang dianggap berkompeten
dan mewakili.
Semua data yang ada dapat dijadikan sebagai data dari metode grounded
theory yang berarti bahwa segala sesuatu yang didapatkan si peneliti ketika
mempelajari suatu daerah tertentu adalah data. Tidak hanya wawancara atau
observasi tapi apapun yang berhubungan adalah data yang membantu peneliti
untuk menghasilkan konsep-konsep teori yang muncul. Catatan lapangan bisa
berasal dari wawancara informal, kuliah, seminar, pertemuan kelompok ahli,
artikel, surat kabar, daftar internet mail, acara televisi, bahkan percakapan
dengan teman-teman juga merupakan data bagi metode grounded theory.
Bahkan mungkin, dan kadang-kadang ide yang baik, untuk seorang peneliti
dengan pengetahuan yang banyak di daerah penelitian untuk mewawancarai
dirinya sendiri, memperlakukan bahwa wawancara seperti data lainnya dan
membandingkannya dengan data lain dan menghasilkan konsep-konsep dari
semua itu merupakan data. Wawancara sering dipakai sebagai sumber utama
informasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori. Tetapi metode
pengumpulan data apapun dapat digunakan dan cocok untuk metode
grounded theory. Percakapan informal, analisis umpan balik kelompok atau
individu lain, atau kegiatan kelompok yang menghasilkan data juga dapat
digunakan sebagai cara untuk mengumpulkan data yang ada.
Riset kualitatif dengan metode grounded theory sangat menekankan pada
penggalian secara mendalam data prilaku yang sedang berlangsung untuk
melihat prosesnya secara langsung dan bertujuan untuk melihat berbagai hal
yang memiliki hubungan sebab akibat. Penyampelan dilakukan berdasarkan
keterwakilan konsep dan bukan pada besarnya jumlah populasi. Teknik
penyampelan dilakukan dengan cara penyampelan teoritis yaitu teknik
pengambilan sampel berdasarkan atas konsep-konsep yang telah terbukti
memiliki hubungan secara teoritis dengan teori yang sedang dibangun, yang
bertujuan untuk mengambil sampel fenomena yang menggambarkan tentang
sifat, katagori dan ukuran yang secara langsung dapat menjawab masalah
risetnya.
Fenomena yang terpilih kemudian digali oleh si peneliti pada saat proses
pengumpulan data. Karena fenomenanya melekat dengan subjek yang diteliti,
maka jumlah subjeknya pun terus bertambah sampai pada tidak
ditemukannya lagi informasi baru yang diungkapkan oleh beberapa subjek
yang terakhir. Jadi dapat dikatakan bahwa penentuan sampel subjek dalam
riset grounded theory tidak dapat direncanakan dari awal dilakukan riset,
namun subjek yang diteliti akan berproses nantinya sesuai dengan keadaan di
lapangan pada saat dilakukan pengumpulan data.
Aktivitas pengumpulan data di lapangan dalam riset kualitatif grounded
theory berlangsung secara bertahap dalam kurun waktu cukup lama, dimana
proses pengambilan sampelnya juga berlangsung secara terus-menerus pada
saat dilakukan pengumpulan data. Jumlah sampel juga bisa terus bertambah
sesuai dengan bertambahnya jumlah data yang dibutuhkan dalam riset
tersebut. Pengumpulan data, analisis dan perumusan teori yang dapat
disangkal tersambung dalam arti timbal-balik, dan metode grounded theory
menggabungkan prosedur yang tegas untuk panduan ini. Hal ini terungkap
jelas menurut grounded theory, dimana proses bertanya dan membuat
perbandingan khusus secara rinci untuk menginformasikan dan membimbing
analisis dan untuk memfasilitasi proses berteori. Sebagai contoh, secara
khusus menyatakan bahwa pertanyaan riset harus terbuka dan umum daripada
dibentuk sebagai hipotesis spesifik, dan bahwa teori harus muncul untuk
sebuah fenomena yang relevan kepada peneliti.
Secara umum dalam riset kualitatif yang menggunakan metode grounded
theory, penyampelan dilakukan hingga tercapainya pemenuhan teoritis bagi
setiap katagori yang digunakan. Kegiatan penyampelan dihentikan apabila
tidak ada lagi data baru yang relevan, atau telah terpenuhinya penyusunan
katagori yang ada, dan hubungan antar katagori telah ditetapkan dan
dibuktikan. Di lapangan biasanya terjadi tumpang tindih antara pengumpulan
data dan analisis data karena keduanya dilaksanakan secara terus-menerus
dan bersamaan. Dalam hal ini metode pengumpulan data menggunakan
metode yang fleksibel dan oportunistik. Semua ini dilaksanakan agar proses
analisis bisa cepat dan mempermudah peneliti memanfaatkan tema dan
keistimewaan kasus yang muncul.
d. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai
temuan kepada orang lain. Adapun untuk meningkatkan pemahaman tersebut
analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning).
(Muhadjir, 2002).
Proses biasanya diawali dengan pengkodean (coding) serta pengkategorian
data. Hasil dari suatu riset grounded theory adalah suatu teori yang
menjelaskan fenomena yang sedang diteliti. Laporan riset memaparkan teori
yang ditunjang dengan contoh-contoh dari data. Laporan riset biasanya
berupa diskusi naratif dari proses dan temuan riset.
Adapun prosesnya diawali dengan proses open coding yang merupakan
bagian dari analisis data, dimana peneliti melakukan identifikasi, penamaan,
kategorisasi dan penguraian gejala yang ditemukan dalam teks hasil dari
wawancara, observasi, dan catatan harian peneliti itu sendiri. Berikutnya
adalah proses axial coding. Tahap ini adalah menghubungkan berbagai
kategori riset dalam bentuk susunan bangunan atau sifat-sifat yang dilakukan
dengan menghubungkan kode-kode, dan merupakan kombinasi cara berpikir
induktif dan deduktif. Tahap selanjutnya adalah selective coding, yakni
memilih kategorisasi inti dan menghubungkan kategorikategori lain pada
kategori inti. Selama proses coding ini diadakan aktivitas penulisan memo
teoritik. Memo bukan sekedar gagasan kaku, namun terus berubah dan
berkembang atau direvisi sepanjang proses riset berlangsung.
Adapun tujuan dilakukannya pengkodean dalam metode grounded theory
ini adalah:
a. Memperoleh ketepatan dalam proses riset,
b. Menyusun suatu teori,
c. Membantu mengatasi terjadinya bias dan asumsi yang keliru,
d. Memberikan suatu landasan dan kepadatan makna, dan
e. Dapat mengembangkan kepekaan dalam menghasilkan teori baru.
Prosedur yang dilakukan dalam tahap analisis data yang merupakan dasar
dari proses pengkodean yaitu dengan melakukan perbandingan secara
terusmenerus dan melakukan pengajuan pertanyaanpertanyaan. Metode riset
grounded theory menekankan pada validitas data melalui verifikasi dan
menggunakan coding sebagai alat utama dari pengolahan data. Ada beberapa
cara untuk melakukan pengkodean, yaitu:
a. Pengkodean terbuka
Pengkodean terbuka terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
 Melakukan pelabelan fenomena, yaitu pemberian nama terhadap
benda dan kejadian yang diperoleh melalui pengamatan atau
wawancara;
 Menemukan dan pemberian nama katagori menggunakan istilah
yang dipakai oleh subjek yang diteliti;
 Menyusun katagori berdasarkan pada sifat dan ukurannya. Sifat
katagori berdasarkan pada karakteristik atau atribut suatu
katagori, sedangkan ukuran katagori berarti posisi dari sifat
katogori tersebut.
b. Pengkodean terporos
Pengkodean terporos merupakan sekumpulan prosedur penempatan data
kembali dengan cara-cara baru dengan membuat hubungan antar
katagori. Sedangkan pengkodean terpilih dilakukan dengan beberapa
tahapan yaitu:
 Mengulang kembali susunan data ke dalam pokok pikiran,
 Mengidentifikasi data dengan menuliskan inti dari data yang ada,
 Menyimpulkan dan memberikan kode pada katagori inti yang
merupakan inti masalah yang mencakup semua data atau
fenomena yang ada; dan
 Menentukan pilihan kategori inti yang merupakan penemuan
tema pokok dari riset tersebut.
c. Pengkodean terpilih
Pengkodean terpilih dilakukan setelah menemukan variabel inti atau apa
yang dianggap sebagai inti tentatif. Inti tentatif menjelaskan perilaku para
peneliti dalam menyelesaikan perhatian utamanya. Inti tentatif tidak
pernah salah, tapi dapat menghasilkan lebih atau kurang sesuai dengan
data.
Pada tahap analisis data ini, khususnya sebagai cara untuk mempertajam
analisis dalam melakukan pengkodean, maka dilakukan analisis proses
dengan maksud untuk menghidupkan data melalui penggambaran dan
menghubungkan tindakan atau interaksi untuk mengetahui tahapan dan
rangkaian data yang digunakan. Menghubungkan tindakan atau interaksi ini
tidak hanya bertujuan untuk mengetahui urutan waktu atau kronologi suatu
peristiwa melainkan yang lebih penting adalah untuk menemukan hubungan
antara sebab dan akibatnya. Singkatnya, dalam menggunakan metode
grounded theory, kita dapat berasumsi bahwa teori yang tersembunyi dalam
data kita dan kewajiban kita untuk menemukannya.
f. Tahap Penyimpulan atau Penulisan Laporan
Tahap pengambilan simpulan pada riset kualitatif dengan menggunakan
metode grounded theory tidak didasarkan pada generalisasi tapi lebih ke
spesifikasinya. Riset grounded theory dimaksudkan untuk membuat
spesifikasi-spesifikasi terhadap:
a. Kondisi yang menjadi sebab terjadinya suatu fenomena,
b. Tindakan atau interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi tersebut
c. Konsekuensi yang timbul dari tindakan atau interaksi tersebut.
Jadi rumusan teoritis yang merupakan hasil akhir yang ditemukan dalam
riset kualitatif dengan metode grounded theory tidak menjustifikasi
keberlakuannya terhadap semua populasi namun hanya digunakan untuk
situasi atau kondisi tersebut saja.

5. Contoh Penelitian Pendekatan Grounded Theory


Contoh Kasus 1
a. Judul
PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI SEBUAH RUMAH
SAKIT DI BANDUNG: STUDI GROUNDED THEORY

b. Metode Penelitian
Penelitian ini berdesain kualitatif dengan pendekatan grounded theory.
Partisipan berjumlah enam perawat pelaksana dari enam ruangan rawat inap
sebuah RS di Bandung. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan
wawancara mendalam dengan pedoman observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan selama satu bulanuntuk mengamati perilaku caring
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien.
Pelaksanaan observasi dilakukan selama enam partisipan bertugas di ruang
perawatan, yaitu ketika dinas pagi, sore, maupun malam. Instrumen
pengumpulan data lain yang digunakan adalah pedoman wawancara
mendalam. Pedoman ini terdiri dari enam pertanyaan seputar perilaku
caring. Instrumen disusun oleh peneliti dengan menggunakan formulasi
beberapa teori caring dari Watson, Leininger, dan lain-lain. Data dianalisis
menggunakan analisis tematik Colaizzi.

c. Hasil Penelitian
Hasil penelitian mengidentifikasi tujuh tema perilaku caring. Tema tersebut
terdiri dari sikap peduli dan bertanggung jawab serta selalu siap sedia
terhadap pemenuhan kebutuhan klien, ramah, sikap tenang dan sabar dalam
melayani klien, memotivasi klien serta sikap empati terhadap klien dan
keluarga.
1. Sikap peduli terhadap pemenuhan kebutuhan klien
“Sebisa mungkin kita lakukan pemenuhan kebutuhan secepat mungkin…
tanpa diundurundur waktu…biar kliennya puas. ...Kepuasan itu
relatif…kalau kebutuhan klien dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya,dia
akan puas… kalau kita mengganti alat tenun tampa mimik yang ramah,
klien dan keluarga tidak puas…. Dengan senyum ramah (ekspresi), klien
bisa puas…walaupun kita belum bertindak.”
2. Bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan klien
“Saya bertanggung jawab atas pemberian obat, pemberian pelayanan
keperawatan pada saat bertugas.”
3. Ramah dalam melayani klien
“Halo bapak met sore, apa yang dirasa sekarang?… berdarah ya
infusnya?” (tampak dengan tersenyum)
4. Sikap tenang dan sabar dalam melayani klien
“Mungkin kalau saya ini...pak... lebih cenderung sabar...ketika menerima
keluhan atau komplain dari klien dan keluarganya...kita klarifikasi pada
klien dan keluarganya...mengenai pelayanan, fasilitas, dan lain-lain, lalu
kita usahakan memenuhi tuntutannya...kalau itu bisa kita lakukan.”
5. Selalu siap sedia memenuhi kebutuhan klien
“Kepentingan klien diutamakan daripada kepentingan lain,...sebelum klien
meminta sebaiknya kita sudah tahu kebutuhan klien kita apa?...kalau
istirahat tergantung situasi... mungkin kalau jumlah klien sedikit...atau ada
rekan kita yang lebih santai, bisa untuk menghandle pasien yang menjadi
tanggungjawab saya... bisa saling membantu...kalau ada operasi kadang-
kadang tidak sempat istirahat.”
6. Memberi motivasi kepada klien dalam memberikan pelayanan
“Kita bujuk klien yang tidak mau makan...supaya mau makan...makanan
kan sangat membantu daya tahan fisik...sehingga bisa cepat sembuh... .”
7. Sikap empati terhadap klien dan keluarga
“Turut berempati, turut bersedih.... tapi kita tidak keterusan... tapi kalau
soal biaya itu mah keluarga yang harus berusaha...tapi sekali
lagi...menanggapinya jangan dengan sikap judes... karena saya perawat...
.”
Perilaku lain yang diamati tidak bersifat caring ada tiga tema. Tema
perilaku tidak caring ini meliputi komunikasi tidak terapeutik, sikap
kurang tulus, dan kurang terampil.
1. Komunikasi tidak terapeutik
Diam, membereskan tempat tidur klien, sesekali menjawab pertanyaan ibu
klien, tanpa kontak mata, sedikit berbicara, komunikasi sedikit, kurang
jelas, suara pelan. Ada keluarga klien menemui, partisipan tetap menulis
dokumentasi dan tidak sempat menjawab.
2. Sikap kurang tulus dalam melayani klien yang membutuhkan
“Biasanya kadang ada keselnya juga…. Mungkin karena kita sibuk…. Jadi
kesel!… Tapi kadang kasihan juga…. Ada orangtuanya yang udah
dijelaskan berkali-kali… tapi ga ngerti juga…. Itu yang membuat kesal.”
3. Kurang terampil
“… belum merasa terampil karena masih belum optimal, terutama dalam
menangani klien kritis.” “… Saya merasa belum terampil, karena masih
banyak yang harus ditingkatkan.”

d. Kesimpulan
Perawat pelaksana khususnya di sebuah rumah sakit di Bandung sebagian
besar sudah melakukan sepuluh faktor caratif caring dari Watson. Namun
demikian, masih ada 3 faktor caratif yang belum dilakukan, yaitu
komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, kurang tulus, dan kurang
terampil. Penelitian ini merekomendasikan perlunya membudayakan
perilaku caring melalui pendidikan berkelanjutan, supervisi, dan
pengarahan yang intensif.
DAFTAR PUSTAKA

Budiasih. 2014. Metode Grounded Theory Dalam Riset Kualitatif. Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Bisnis, Vol. 9. No. 1
Kosasih, Ahmad. 2018. Pendekatan Grounded Teori (Grounded Theory
Approach) Sebuah Kajian Sejarah, Teori, Prinsip dan Strategi Metodenya.
Jurnal Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNINDRA
Setyowati, ddk. 2008. Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Sebuah Rumah
Sakit di Bandung: Studi Grounded Theory. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume 12. No. 1

Anda mungkin juga menyukai