Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di


puskesmas sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur
mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta
lingkungan dari resiko tertular penyakit infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung
ke puskesmas. Puskesmas sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu
sesuai standar yang sudah ditentukan.
Kebersihan program dan kegiatan PPI di puskesmas memerlukan keterlibatan semua
pihak yaitu keterlibatan semua profesional dan unit kerja ( Dokter, Perawat, Ahli
Laboratorium, K3, Farmasi, Ahli Gizi, Sanitasi, CSSD dan Loundry, dan bagian Rumah
Tangga Puskesmas ), sehingga diperlukan wadah untuk pengorganisasiannya berupa komite
PPI. Kerjasama organisasi PPI dalam pelaksanaannya harus didukung komitmen tinggi
manajerial sehingga menentukan terlaksananya program dan kegiatan dengan baik
semuanya itu akan menjamin mutu pelayanan Puskesmas.
Infeksi puskesmas merupakan masalah serius bagi semua serius bagi semua
puskesmas, dampak yang muncul sangat membebani puskesmas maupun pasien. Adapun
faktor yang mempengaruhinya antara lain, Banyaknya pasien yang ditangani sebagai
sumber infeksi bagi lingkungan pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara
pasien dengan pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien
lainnya, kontak langsung antara petugas dengan pasien yang tercemar, penggunaan
peralatan medis yang tercemar kuman, kondisi pasien yang lemah.
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di puskesmas harus dilaksanakan
secara menyeluruh dengan baik dan benar disemua sarana kesehatan puskesmas, dengan
prosedur yang baku untuk setiap tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut,
untuk itu perlu adanya suatu pedoman yang digunakan di Puskesmas Parang.
Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi merujuk pada pedoman manajerial
dan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dari Departemen Kesehatan 2009,
Infeksi yang berasal dari lingkungan puskesmas dikenal dengan istilah infeksi nosokomial
mengingat seringkali tidak bias secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah
infeksi nosokomial diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare – associated infections”
(HAis).
Diharapkan dengan adanya Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi ini, seluruh
petugas Puskesmas Mayong II memiliki sikap dan perilaku yang mendukung standar
pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas Mayong II

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Menyiapkan agar Puskesmas Mayong II dengan sumber daya terbatas dapat
menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga
kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular ( Emerging Infectious
Diseases ) yang mungkin timbul, khususnya dalam menghadapi kemungkinan
pandemic influenza.

Tujuan Khusus :

Membuat standar pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas


kesehatan di Puskesmas Mayong II meliputi :

1. Konsep dasar penyekit infeksi


2. Fakta – fakta penting beberapa penyakit menular
3. Kewaspadaan isolasi
4. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas Mayong II
5. Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular
6. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian infeksi

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas Mayong II dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien
yang menderita penyakit menular melalui udara, kontak droplet atau penyakit menular
melalui udara, kontak, droplet atau penyakit infeksi lainnya.
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS Mayong II

A. VISI
Menjadikan Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu menuju
puskesmas rujukan spesialistik yang terbaik untuk wilayah Kecamatan Mayong II.
B. MISI
1. Melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi disemua bagian/
instalasi yang terkait.
2. Memberikan Pelayanan sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
kepada pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung puskesmas.
3. Melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari infeksi puskesmas.
4. Tersedianya pelatihan dan pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi

C. Falsafah dan Tujuan


Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi Puskesmas Mayong II merupakan suatu
pelayanan yang harus dilaksanakan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan
pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost effectiveness, dalam bentuk
upaya pencegahan, surveilans.

D. Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007, tentang Pedoman
Manajerial PPI di Puskesmas dan Fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 : Tentang
Pedoman PPI di Puskesmas dan Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008, tentang
standar Pelayanan Minimal Puskesmas.
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1165.A/MenKes/SK/X/2004, tentang
Komisi Akreditasi Ruamh Sakit
5. Surat Edaran Dirjen Bina Pelayanan Medis nomor :HK.03.01/III/3744//2008,
tentang pembentukan Komite PPI RS dan Tim PPI RS
6. Surat Keputusan Direktur Puskesmas Mayong II Nomor : 821/4954/TU/07/2008,
tentang Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI ) dan
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI ) pada Puskesmas Parang.

E. Organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi


1. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Direktur RSU. Full Bethesda nomor
DIREKTUR

Dr. Maruli Basa Nasution

WADIR PELAYANAN

KABID PELAYANAN MEDIK KABID PELAYANAN


& PENUNJANG MEDIK KEPERAWATAN

KETUA KOMITE PPI

SEKRETARIS KOMITE PPI


(IPCN)

ANGGOTA KOMITE PPI TIM PPI

Gambar 1 : Struktur Organisai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

a. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Puskesmas Mayong II

Pengarah/ Penanggung Jawab : Wakil Direktur Pelayanan PARANG


Ketua :
Sekretaris :
Anggota : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

b. susunan Tim Pencegahan dan Pengendalian infeksi pada Puskesmas Mayong II


Ketua :
Sekretaris :
Anggota : Seluruh Wakil Kepala Ruangan

2. Tugas dan Tanggung Jawab


a. Direktur (Kepala Puskesmas)
 Membentuk Komite dan Tim PPI dengan Surat Keputusan.
 Bertanggung jawab dan miliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
upaya pencegahan dan Pengendalian HAIs
 Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
 Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs
 Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs berdasarkan
saran dari tim PPI.
 Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik yang rasional dan
disinfektan di puskesmas berdasarkan saran dari Tim PPIRS.
 Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap berdasarkan
saran dari Tim PPIRS.
 Mengesahkan Standar operasional prosedur (SOP) untuk PPIRS.

b. Ketua Komite PPIRS


Bertanggung jawab langsung kepada Direktur .
Tugas dan tanggung jawab :
1. Membuat dan mengevaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian Infeksi.
2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan Puskesmas.
3. Membuat Prosedur tetap Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang bersifat umum
untuk semua unit kerja.
4. Menyusun dan mengevaluasi Program pemantauan kejadian infeksi di puskesmas,
baik dirawat inap maupun rawat jalan.
5. Memberikan usulan kepada Direktur untuk mengembangkan dan meningkatkan
cara pencegahan dan pengendalian infeksi.
6. Secara periodik memberikan usulan kepada Direktur tentang standar penggunaan
antibiotik berdasarkan hasil pemantauan kejadian infeksi di puskesmas.
7. Bersama Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) melakukan investigasi
terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi di puskesmas.
8. Mengusulkan kepada Direktur penetapan karantina, penutupan atau isolasi suatu
ruangan/ unit kerja sebagai hasil investigasi KLB infeksi.
9. Menerima laporan berkala dari Tim Pencegahan dan Pengndalian Infeksi (TPPI)
dan melaporkan hal – hal yang penting kepada Direktur.

c. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( TPPI)


Bertanggung jawab kepada Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tugas dan Tanggung jawab :
1. Melaksanakan dan melakukan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi kepada seluruh unit kerja
2. Membantu dan membimbing unit-unit kerja untuk membuat prosedur tetap
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang sesuai dengan kondisi dan sifat
pekerjaan tiap unit kerja.
3. Melaksanakan pemantauan rutin kejadian Infeksi di puskesmas dan secara berkala
melaporkan kepada Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI)
4. Membimbing, memberikan pelatihan dan konsultasi kepada petugas kesehatan
pada unit-unit kerja sesuai kondisi dan sifat pekerjaan tiap unit kerja.
5. Bersama Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) melakukan
investigasi dan melakukan penanggulangan terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB)
Infeksi Rymah Sakit.
6. Melakukan identifikasi masalah infeksi di unit kerja serta mengusulkan pengadaan
alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
melalui Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( KPPI).

d. IPCN ( Infection Prevention and Control Nurse )

Tugas dan Tanggung Jawab


1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi
dilingkungan kerjanya.
2. Memonitor pelaksanaan PPI, Penerapan SOP, kewaspadaan isolasi.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada komite PPI
4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di
Puskesmas Parang.
5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPImemperbaiki
kesalahan yang terjadi.
6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari
petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
7. Bersama komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di
Puskesmas.
8. Audit Pencegahan dan Pengendalian infeksi termasuk terhadap Limbah Laundry,
Gizi,dan lain-lain dengan menggunakan daftar titik
9. Memonitor Kesehatan Lingkungan
10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional
11. Mendesain, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi surveilans infeksi yang
terjadi di puskesmas.
12. membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI
13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
14. Memberikan saran desain ruangan puskesmas agar sesuai dengan prinsip PPI
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung puskesmas tentang PPIRS
16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang
topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
17. Sebagai koordinator antara departemen/ unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di puskesmas.

e. IPCLN ( Infektion Prevention and Control Link Nurse )


Tugas dan Tanggung Jawab :
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiapa pasien di unit rawat inap
masing-masing, kemudian menyerahkan- Nya kepada IPCN ketika pasien pulang.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan
pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawat masing-masing.
3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya HAIs pada pasien.
4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus
dijalankan bila belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar
isolasi.
BAB III
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI
DAN PENYAKIT MENULAR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,


termasuk indonesia, ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi berasal dari Komunitas
( Community acquired infection )atau berasal dari lingkungan rumahsakit ( Hospital
Acquired infection ) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan
berkembangnya system pelayanan kesehatan khusus dalam bidang perawatan pasien,
sekarang perawatan tidak hanya di puskesmas saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah ( Home Care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang di maksudkan
untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, baik bagi pasien atau bahkan pada
petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal
infeksi, maka sekarang instilah infeksi nosokomial ( Hospital acquired infection ) diganti
dengan istilah baru yaitu ” Healthcare- associated infections” (HAIs) dengan pengertian
yang lebih luas tidak hanya di puskesmas tetapi juga difasilitasi pelayanan kesehatan
lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas
kesehatan yang terjadi didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus
infeksi yang terjadi atau didapat di puskesmas, selanjutnya disebut sebagai infeksi
puskesmas ( Hospital infection )

1. Beberapa Batasan / Definisi


a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh, dan berkembang biak, tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak
dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami
kolonisasi dengan kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat
menularkan kuman tersebut keorang lain. Pasien atau petugas kesehatan
tersebut dapat bertindak sebagai ”Carrier”.
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organism), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organism) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit menular atau infeksius


Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang
keorang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen karena infeksi, trauma,
pembedahan atau luka bakar yang ditandai dengan adanya sakit/ nyeri
(dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan
gangguan fungsi.
f. ”Systemic Inflammatory Response Syndrome”(SIRS)
Sekumpulan gajala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan
respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila
ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut :
Hipertermi/ hipotermi/suhu tidak stabil,(2) takikardi (sesuai usia)
,takipnoe(sesuai usia),serta (4) Leukositosis atau leukopenia atau hitung
jenis leukosit jumlah sel muda lebih dari 10% pada dewasa dan 20% pada
bayi.SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis,atau gangguan metabolik.SIRS yang
disebabkan infeksi disebut ”sepsis”.

2. Rantai Penularan

Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui


rantai penularan.Apabila satu rantai dihilangkan atau di rusak, maka infeksi dapat di
cegah atau di hentikan.Komponen yang di perlukan sehingga terjadi penularan
tersebut adalah :

a. Agen infeksi ( infectious agent)adalah mikroorganisme yang dapat


menyebabkan infeksi.Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
ricketsia, jamur dan parasit.Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas,virulensi, dan jumlah
(dosis, atau ”load”).
b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap di tularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah
manusia,binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya.Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas
atas,usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar ( portal of exit ) adalah jalan dari mana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membran
mukosa,transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi ( cara penularan ) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita yang susep tibel.Ada beberapa cara yaitu :
(1) Kontak langsung dan tidak langsung, (2) Droplet, (3 ) airbone, (4)
melalui venikulum ( makanan , air / minuman , darah ) dan ( 5 ) melalui
vector biasanya serangga dan binatang pengerat .
e. Pintu masuk ( portal of entri ) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu yang suseptibel . Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan ,
pencernaan , saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang
tidak utuh ( luka ).
f. Pejamu ( host ) yang susptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya
infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma
atau pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan.Faktor lain yang
mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin , ras atau etnis tertentu, status
ekonomi, gaya hiduo, pekerjaan dan herediter.

Agen

Host/ reservoir
pejamu
rentan

Tempat Tempat
masuk keluar
Metode
penulara
n

Gambar 2 . Skema rantai penularan penyakit infeksi

3. Faktor Risiko ” healthcare- associated infections” (HAIs)


a. Umur : neonatus dan lanjut usia lebih rentan
b. Status imun yang rendah/terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan
penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obatan imunosupresan
c. Interupsi barier anatomis :
 Keteter urine : meningkatkan kejadian infeksi
saluran kemih (ISK).
 Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka
operasi atau ” Surgical site infection (SSI) ”
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI),
” Blood Stream Infection ”(BSI).
 Luka bakar dan Trauma
d. Implantasi benda asing :
 Indwelling catheter”
 ”Surgical suture material”
 ”Cerebrospinal fluid shunts”
 ”Valvular/ vascular prostheses”
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotik yang tidak bijaksana
menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai
antimikroba.

4. Pencegahan dan pengendalian infeksi


Proses terjadinya infeksi tergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,
agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis ) serta cara penularan, identifikasi
faktor risiko pada pejamu dan pengendalian infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya HAIs, baik pada pasien ataupun pada petugas.

5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :


a. Peningkatan daya tahan pejamu
Dengan pemberian imunisasi aktif ( contoh vaksinasi hepatitis B ),
imunisasi pasif ( immunoglobulin), dan promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi adekuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi, contohnya metode fisik
adalah : pemanasan ( pasteurisasi dan sterilisasi) dan memasak makanan
metode kimiawi termasuk klorisasi air, desinfeksi dll.
c. Memutus rantai penularan
Merupakan cara yang paling mudah untuk pencegahan penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya tergantung dari ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini
dengan cara melaksanakan ” Isolation Precautions” ( Kewaspadaan isolasi )
yang terdiri dari dua pilar/ tingkatan yaitu ” Standard precautions”
( kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
d. Tindakan pencegahan paska pajanan ( ”Post exposure prophilaxis”/PEP)
terhadap petugas kesehatan. Pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka
tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu
mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV

B. FAKTA-FAKTA PENTING PENYAKIT MENULAR


1. INFLUENZA
1.1. Influenza musiman dan influenza A (H5NI)
a. Pengertian
Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan,
ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.

b. Penyebab
Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi/ pandemi. Subtipe virus
influenza A dapat menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi pencampuran
antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang sangat virulen dan mudah
menular serta berpotensi menyebabkan pandemi.

c. Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan
di wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa
terjadi epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus yang
mengalami ”antigenic drift”, namun dapat terjadi pandemi global akibat
virus yang mengalami ”antigenic drift”.

d. Cara Penularan
Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi.
Masa inkubasi biasanya 1-3 hari.

e. Gejala Klinis
Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise.
Biasanya influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

f. Masa Penularan
mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks,
pada anak muda sampai 7 hari

g. Kerentanan dan Kekebalan


Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik.
Lamanya antibody bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan
tergantung tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

h. Cara Pencegahan
 Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan
penularan melalui batuk, bersin, dan kontak tidak langsung melalui
tangan dan selaput lendir saluran pernapasan.
 Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-
80% perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam
vaksin sama atau mirip dengan strain virus yang sedang beredar
( musim), pada orang usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi
beratnya penyakit, kejadian komplikasi dan kematian.
 Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir dan
penghantar M2 channel rimantadin, amatadin) dapat
dipertimbangkan terutama pada mereka yang beresiko mengalami
komplikasi ( orang tua, orang dengan penyakit jantung/ paru
menahun). Akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi terhadap
amantadin, rimantadin yang semakin meningkat.
 Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat
epidemi isolasi dilakukan terhadap pasien dengan cara
menempatkan mereka secara kohort.

1.2. Influenza A ( H5N1) atau Flu burung


a. Pengertian
Flu burung adalah salah satu penyakit yang di khawatirkan dapat
Menyebabkan pandemi. Penyakit flu burung penting untuk di
Ketahui sebagai Emerging infectious Diseases.
b. Penyebab
Flu burung ( Avian influenza ) disebabkan virus influenza
subtipe H5N1, flu burung dapat terjadi secara alami pada semua
burung. Burung membawa virus kemudian menyebarkan melalui
saliva, sekresi patuk, dan feses.
Burung yang kontak dengan burung pembawa virus, dapat
tertular dan menimbulkan sakit, sekretnya akan tetap infeksius
selama sepuluh hari. Faeses burung yang terinfeksi dapat
mengeluarkan virus dalam jumlah besar.
c.Epidemiologi
Flu burung pada manusia sampaisaat ini telah dilaporkan di
banyak negara terutama di Asia. Di daerah dimana terdapat
interaksi tinggi antara populasi hewan khususnya unggas dan
manusia ( animal- human interface ) risiko terjadi penularan pada
manusia. Saat ini flu burung dianggap sangat potensial sebagai
penyebab terjadinya pandemi influenza.
Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang
dilaporkan, terjadi akibat dekat dan kontak erat dengan unggas
terinfeksi atau benda terkontaminasi. Angka kematian tinggi,
antara 50-80 %. Meskipun terdapat potensi penularan virus
H5N1 dari manusia ke manusia,model penularan semacam ini
belum terbukti.
d Kelompok usia yang beresiko
Virus H5N1 menyerang dan membunuh kelompok usia muda.
Sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang
sebelumnya sehat.
e.Mengapa virus H5N1 perlu mendapat perhatian khusus dari 15
subtipe virus flu burung, virus H5N1 menjadi perhatian khusus,
dengan alasan sebagai berikut :
 Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas di Asia pada populasi
unggas dan bergerak ke Eropa pada tahun 2005. Selain itu
terjadi perluasan host (pejamu) dari burung ke mamalia.
 Risiko manusia dan terinfeksi H5N1 tinggi, dipedesaan Asia
unggas di ternakkan dekat wilayah pemukiman dan dibiarkan
berkeliaran secara bebas.
 Virus ini telah menyebabkan penyakit yang parah pada
manusia dengan kematian tinggi ( dilaporkan mencapai
sekitar 50%, meskipun data surveilans mungkin tidak
lengkap )
 Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat bermutasi secara cepat
dan berkemampuan memperoleh gen dari virus yang
menginfeksi spesies hewan lain.
f. Cara penularan ke manusia
kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang
terkontaminasi, oleh feses burung saat ini sebagai jalur utama
penularan terhadap manusia.
g. Masa Inkubasi
Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat yaitu 2
sampai 3 hari, berkisar 1 sampai 7 hari. Pada influenza A (H5N1)
masa inkubasi 3 hari berkisar 2 sampai 8 hari

h. Gejala-gejala pada manusia


Gejala-gejala flue burung pada manusia adalah :
 Demam tinggi (suhu ≥38o C )
 Batuk
 Pilek
 Nyeri Tenggorokan
 Nyeri Otot
 Nyeri Kepala
 Gangguan pernapasan atau sesak napas

Gejala tambahan yang mungkin ditemukan :


 Infeksi selaput mata
 Diare atau gangguan saluran cerna
 Fatigue/ letih

Catatan :
Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh≥38o C ) ditambah 1
atau lebih gejala dan tanda diatas patut dicurigai sebagai kasus flu
burung ; terutama bila dalam anamnesa diperoleh keterangan salah
satu atau lebih dibawah ini :
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan
penderita influenza A/ H5N1 yang tealah di konfirmasi
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan
unggas, termasuk ayam mati karena penyakit
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah bekerja
memproses sample dari orang atau hewan yang diduga
mengalami infeksi virus flu burung patogen tinggi ( High
Patogenic Avian Influenza / HPAI).
 Tinggal diwilayah / dekat dengan kasus HPAI yang
dicurigai atau telah dikonfirmasi.

i. Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu;
 Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau
benda terkontraminasi
 Menghindari peternakan unggas
 Hati-hati ketika menangani unggas
 Memasak unggas dengan baik ( 60o selama 30 menit
atau 80o selama 1 menit ).
 Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan
:
o Setelah memegang unggas
o Setelah memegang daging unggas
o Setelah memasak
o Sebelum makan
j. pengobatan anti virus untuk influenza
obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus,
sehingga dapat mengurangi gejala dan komplikasi orang
yang terinfeksi. Obat anti virus influenza tersebut yaitu :
 Amantadine
 Rimantadine
 Oseltamivir ( Tamiflu)
 Zanamivir ( Relenza )

k. Penularan di Puskesmas
 Virus mungkin masuk ke puskesmas melalui cairan
tubuh ( terutama dari pernapasan ) pasien yang
sudah didiagnosis menderita flu burung atau masih
suspek maupun probable.
 Semua tenaga kesehatan, laboratorium, radiologi,
petugas kebersihan, atau pasien lain dan pengunjung
puskesmas beresiko terpajan flu burung.
 Penularan lewat udara, droplet dan kontak.
l. Penatalaksanaan
 Identifikasi dan isolasi pasien
Semua pasien yang datang kepuskesmas dengan
demam, dan gejala infeksi pernapasan harus
ditangani sesuai dengan tindakan hygiene saluran
pernapasan seperti yang dibahas dalam buku ini.
Pasien dengan riwayat perjalanan kedaerah yang
terjangkit flu burung dalam waktu 10 hari terakhir,
dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan berat
atau berada dalam pengamatan untuk flu burung,
harus ditangani dengan menggunakan kewaspadaan
standar dan kewaspadaan penularan lewat kontak,
droplet dan udara seperti pada pasien SARS.
Kewaspadaan ini harus dilakukan selama 7 hari
setelah turun demam pada orang dewasa, 21 hari
sejak onset penyakit pada anak-anak dibawah 12
tahun, sampai diagnosis alternatif ditegakkan atau
hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa pasien tidak
terinfeksi oleh virus influenza A.
 Langkah penting pencegahan dan pengendalian
infeksi
Pencegahan dan pengendalian penyebaran flu
burung di Puskesmas Parang :
- penempatan pasien diruang isolasi khusus flu
burung dengan tekanan negatif.
- Pengawasan terhadap implementasi
kewaspadaan standard dan kewaspadaan
penularan lewat udara, droplet dan kontak
2. HIV – AIDS

a. Pengertian
AIDS ( Acquaired Immuno Deficiency Syndrome ) merupakan kumpulan gejala penyakit
yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV)

b. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2 tipe : tipe 1
(HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2)

c.Cara Penularan
Penularan HIV dri orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi, baik homo
maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi, kontak kulit yang lecet
dengan bahan infeksius, transfusi darah atau komponenjnya yang terinfeksi, transplantasi
organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi,
transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+)
terinfeksi melalui placenta dan hampir 20% bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular.
Penularan dapat juga terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang
mengandung darah yang terinfeksi.

d. Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksidan
terdeteksinya antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS sekitar<1tahun hingga
>15 tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang dewasayang terinfeksi akan menjadi AIDS
dalam waktu 10 tahun.

e. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5
sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti :
 Penurunan berat badan secara drastis
 Diare yang berkelanjutan
 Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
 Batuk terus menerus
 Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis infeksi
oportunistikyang terjadi.

f. Pengobatan
Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3 obat atau
lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di
negara maju menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.

g. Masa Penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.

h. Kerentanan dan Kekebalan


Diduga semua orang rentan. Terutama pada PMS ( Penyakit Menular Seksual ) dan pria yang
tidak dikhitan kerentanan meningkat.

i. Cara Pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan, menghindari
penggunaan alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman
serta praktek medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi standar.

j. Profilaksis paska pajanan


 Diberikan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV terhadap petugas
kesehatan setelah terpajan. Studi kasus kelola menyatakan bahwa pemberian ARV
segera setelah pejanan perkutan menurunkan resiko infeksi HIV sebesar 80%
( Cardo dkk. N.Engl J Med 1997). Efektifitas ARV apabila diberikan dalam 1 jam
setelah pejanan selama 28 hari.
 Pemeriksaan sample darah HIV
 Pemeriksaan antibodi pada bulan ke3 dan ke 6
 Petugas yang terpajan dimonito oleh dokter penyakit dalam atau anak dan perlu
dukungan psikologis.

3. ANTRAKS
a. Pengertian
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran pernapasan
atau saluran pencernaan.

b. Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah pertanian
dan industri. Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :
 Orang yang kontak dengan binatang yang sakit
 Digigit serangga tercemar antraks
 Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi
 Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung spora
antraks.
a. Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.
b. Cara Penularan
Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau
tanah yang terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora
(antraks paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan baik
(antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari orang ke orang.
c. Masa Inkubasi
Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari

d. Gejala klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit,
paru, saluran pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks
kulit.
 Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul
makula kecil warna merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak
nyeri. Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas antraks kulit kurang
dari 1%.
 Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun,
abdomen akut, hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat
mengakibatkan kematian.
 Gejala antraks saluran pernapasan meliputi :
o Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar
menelan, limfadenopati regional.
o Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3
hari pertama muncul gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk
non produktif, nyeri otot, mual, muntah, tidak terdapat coryza. Tahap
kedua ditandai gagal napas, stridor, penurunan kesadaran dan sepsis
sampai syok sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks
terjadi pada 50% kasus antraks paru.

g. Masa Penularan
Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan
tahun

h. Kerentanan dan Kekebalan


kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua kemungkinan terjadi
tetapi tidak ada gejala.

i. Cara Pencegahan
Pencegahan penyakit antraks dengan :
 Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan,
memasak daging yang matang.
 Memberikan vaksinasi kepada kelompok risiko tinggi
 Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari
tanpa waksin atau selama 30 hari ditambah 3 kali dosis vaksin,
dapat dimulai sampai 24 jam paska pajanan.
 Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi
spora yang menetap lama dijaringan paru dan kelenjar getah
bening. Antibiotika yang dipakai adalah siprofloksasin 500mg dua
kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali sehari.
 Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui
inhalasi dengan :
o Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan
o Petugas kesehatan menggunakan APD, dan segera mandi
menggunakan sabun dan air mengalir yang cukup banyak
o Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis
antibiotika
o APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan
dibuang kesampah medis untuk dimasukkan ke incinerator/
dibakar
o Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik,
dimasukkan kedalam peti mati yang ditutup rapat dan
disegel. Bila memungkinkan dibakar.
o Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus
o
dibersihkan dan disterilkan dengan autoklaf 120 c selama
30 menit
o Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan
semestinya.

5. TUBERKULOSIS
a. Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni
mycobacterium tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jenis mycobacterium dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua organ tubuh bakteri ini
seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru.

b. Epidemiologi
penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di
Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal
jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap tahun
diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95%
pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3
juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan
140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75-85% pasien TB berasal dari
kelompok usia produktif.

Faktor risikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan
merokok.

c. Cara Penularan
Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak ( droplet) dari orang keorang,
sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman TB dan
dapat menulari orang sekitarnya.

d. Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test
tuberkolosis positif memerlukan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru
(breakdown) dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi
pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur hidup. Pada
pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa lebih pendek.

e. Masa Penularan
Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya
mengandung BTA. Penularan berkurang apabila pasien yang tidak diobati atau diobati
tidak adekuat dan pasien dengan ”persistent AFB positive” dapat menjadi sumber
penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang
dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan
tindakan medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.

f. Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai dahak
selama 3 minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering
demam, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.

g. Pengobatan
 Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan metode
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), pengobatan dengan regimen
jangka pendek dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat (PMO).
 Untuk pasien baru TB BTA (+),WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat
setiap hari selama 2 bulan terdiri dari Rifampisisn, INH, PZA dan ethambutol
diikuti INH dan rifampisisn 3 kali seminggu selama 4 bulan.
h. Cara Pencegahan
 Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sember penularan.
 Imunisasi BCG sedini mungkin
 Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi
 Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan
negatif.. setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan
yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron.
BAB IV
PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS PARANG KABUPATEN KARAWANG

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas Parang meliputi :

A. Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat pelindung diri
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
4. Pengelolaan Limbah
5. Pengendalian Lingkungan Puskesmas
6. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan Pasien
8. Hygiene respirasi/ etika Batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi

1. Kebersihan Tangan
a. Definisi
 Kebersihan tangan dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi,
adalah praktek membersihkan tangan untuk mencegah infeksi yang ditularkan
melalui tangan.
 Mencuci tangan : proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari
kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air
 Flora transien dan flora residen pada kulit : Flora transien pada tangan diperolah
melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungan
( misalnya meja periksa, lantai, atau toilet ). Organisme ini tinggal dilapisan luar
kulit dan terangkat dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air
mengalir. Flora Residen tinggal dilapisan kulityang lebih dalam serta didalam
folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan
pencucian dan pembilasan dengan sabun dan air bersih.
 Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga
aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya dan memenuhi standar
kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan normal minimal air bersih harus
bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah ( jernih, tidak berkabut
).
 Sabun : produk-produk pembersih/ sabun cair yang menurunkan tegangan
permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme
yang menempel sementara pada tangan, sabun niasa memerlukan gosokan untuk
melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik
( antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan
dari sebagian besar mikroorganisme.
 Agen anti septik atau anti mikroba : bahan kimia yang digunakan untuk mencuci
tangan dengan menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga
mengurangi jumlah bakteri.
 Emollient : cairan organik seperti gliserol, propilen delikol, atau sorbitol yang
ditambahkan pada handrub dan losion. Kegunaannya untuk melunakkan kulit dan
membantu mencegah kerusakan kulit ( keretakan, kekeringan iritasi dan dermatitis
) akibat pencucian tangan.

b. Indikasi membersihkan tangan


 Segera : setelah tiba ditempat kerja
 Sebelum :
o Kontak langsung dengan pasien
o Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif
o Menyediakan/ atau mempersiapkan obat-obatan
o Mempersiapkan makanan
o Memberi makan pasien
o Meninggalkan puskesmas

 Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan


terkontraminasi, untuk menghindari kontaminasi silang
 Setelah :

 Kontak dengan pasien


 Melepas sarung tangan
 Melepas alat pelindung diri
 Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksudat luka dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontraminasi
dengan darah, cairan tubuh, faeses/ urine apakah menggunakan
atau tidak menggunakan sarung tangan
 Menggunakan toilet, ,menyentuh/ melap hidung dengan tangan

c. persiapan membersihkan tangan :


 Air mengalir
 Sabun
 Larutan antiseptik
 Lap Tangan yang bersih dan kering
d. Prosedur Standar Membersihkan Tangan
Tekhnik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di bawah
ini :
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih
2. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair
3. ratakan dengan kedua telapak tangan
4. gosok punggung dan sel-sel jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
5. gosok kedua telapak dan sela-sela jari
6. jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
7. gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
8. gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknyaBilas
kedua tangan dengan air mengalir
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir
10. keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar
kering
11. gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran

e. Handrub antiseptik ( handrub berbasis alkohol )


1. teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptik meliputi :
2. tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup
seluruh permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh)
3. ratakan dengan kedua telapak tangan
4. gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
5. gosok kedua telapak dan selasela jari
6. jari-jari dalam dari kedua tangan saling mengunci
7. gosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
8. gosok dengan memutar ujung jari-jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya

Perhatian :

Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun minimal selama 15 detik,
sedangkan untuk pembersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alcohol minimal selama
10 detik.

f. Hal –hal yang harus diperhatikan


 Bila tangan kotor dan terkontraminasi harus cuci tangan dengan sabun dan
air mengalir
 Bila tidak jelas kotor atau terkontraminasi, cuci tangan dengan hancrub
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang
 Jangan mengisi sabun yang masih ada isinya, penambahan dapat
menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan
 Jangan menggunakan baskom yang berisi air, walaupun menggunakan
antiseptik
 Kiki harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari
 Tidak boleh menggunakan kuku buatan karena dapat menimbulkan HAIs
( Hedderwick et al.2000) sebagai reservoar untuk bakteri gramn negatif.
 Tidak diperkenankan menggunakan cat kuku dan perhiasan.

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri


a. Definisi
Alat pelindung diri adalah alat pelindung sebagai barrier yang digunakan
untuk melindungi pasien dan petugas dari mikroorganisme yang ada
diPuskesmas
b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri ( APD )
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kaca Mata
4. Topi
5. Gaun
6. Apron
7. Pelindung Kaki

1) Sarung Tangan

Definisi
Alat yang digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat
menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang
berada di tangan petugas kesehata. Sarung tangan merupakan
penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran
infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontraminasi silang.

Ingat : Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau
pemakaian antiseptic yang digosokkan pada tangan.

Tujuannya :
a). Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat.
Misalnya untuk menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mukus
membran, kulit yang tidak utuh.
b). Menghindari transmisi mikroba dari petugas nkepada pasien saat melakukan
tindakan pada kulit pasien yang tidak utuh.
c). Mencegah transmisi mikroba dari pasien ke pasien lain melalui tangan petugas.

Penggunaan sarung tangan oleh petugas pada keadaan :


a). Kontak tangan dengan darah, cairan tubuh, membran atau kulit yang tidak utuh
b). Melakukan tindakan invasif
c). Menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontraminasi atau menyentuh
bahan tercemar.
d). Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak

Jenis-jenis tangan :
a. sarung tangan bersih
b. sarung tangan steril
c. sarung tangan rumah tangga

TANPA SARUNG TANGAN


Apakah kontak dengan Tidak
darah/ cairan tubuh ?

Y
a
SARUNG TANGAN RUMAH
APAKAH TANGGA ATAU SARUNG
KONTAK Tidak
TANGAN BERSIH
DENGAN
PASIEN

Ya

SARUNG TANGAN BERSIH


APAKAH KONTAK
Tidak ATAU SARUNG TANGAN
DENGAN DTT
JARINGAN
DIBAWAH KULIT

Ya

SARUNG TANGAN STERIL


ATAU SARUNG TANGAN
DTT
Gambar 3 : Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan

Hal hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :


 Gunakan ukuran sarung tangan yang sesuai, khususnya untuk tindakan bedah,
karena dapat mengganggu tindakan dan mudah robek.
 Kuku harus pendek, agar tidak cepat robek
 Tarik sarung tangan keatas manset gaun untuk melindungi pergelangan tangan
 Gunakan pelembab yang larut dalam air, untuk mencegah kulit tangan kering/
berkerut.
 Jangan gunakan lotion yang mengandung minyak, karena akan merusak sarung
tangan bedah.
 Jangan menggunakan lotion yang mengandung parfum karena dapat mengiritasi
kulit
 Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu terlalu panas atau terlalu
dingin mislanya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas AC, cahaya
ultraviolet cahaya fluoresen atau mesin rongent, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitas sebagai pelindung.
2) Masker
Definisi
Masker adalah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu
dan rambut pada wajah (jenggot).
Tujuan
 Untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petrugas
bedah berbicara, batuk atau bersin.
 Untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan.

Jenis- jenis Masker


a. Masker katun / kertas, sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif
sebagai filter.
b. Masker bedah, merupakan masker terbaik dapat menyaring partikel berukuran besar
(>5µm), sekalipun tidak dirancang untuk menutup secara benar-benar menutup
secara erat, sehingga tidak dapat secara efektif menyaring udara.
c. Masker N-95 merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi yang
direkomendasikan untuk perawatan pasien flu burung/ SARS, berfungsi melindungi
dari partikel dengan ukuran (>5µm). Pelindung ini menempel dengan erat pada
wajah tanpa ada kebocoran, kelemahannya dapat mengganggu pernapasan dan
harganya lebih mahal dari masker bedah sebelum digunakan masker dilakukan fit
test.

Prosedur penggunaan masker bedah atau N-95/ respirator particulat


a. Genggamlah respirator/ masker bedah dengan satu tangan, posisikan sisi depan
bagian hidung pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntai
bebas dibawah tangan anda.
b. Posisikan masker bedah/ respirator dibawah dagu anda dan sisi untuk hidung berada
diatas.
c. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak tinggi dibelakang
kepala anda diatas telinga. Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan
posisikan tali dibawah telinga.
d. Letakkan jari-jari tangan anada diatas bagian hidung yang terbuat dari logam. Tekan
sisi logam tersebut (gunakan dua jari dari masing-masing tangan) mengikuti bentuk
hidung anda, jangan menekan respirator dengan satu tangan karena dapat
mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif
e. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati agar posisi
respirator tidak berubah.
 Pemerikasaan segel positif
Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif didalam respirator berarti
tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atau posisi dan atau
ketegangan tali. Uji kembali kerapan respirator. Ulangi langkah tersebut
sampai respirator benar-benar tertutup rapat.

 Pemeriksaan segel negatif


Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif
didalam respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada
segelnya.

3. Alat Pelindung Mata


Definisi
Alat untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi mata.
Jenis – jenis alat pelindung mata :
 Kaca mata ( Goggles )
 Kaca mata pengaman
 Kaca mata pelindung wajah dan visor
4. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut
tidak masuk kedalam luka selama pembedahan.
Tujuannya
Untuk melindungi petugas dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.
5. Gaun Pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/ airbone.
Tujuannya :
 Untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi
 Untuk melindungi dari penyakit menular
 Untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpecik atau tersemprot darah,
cairan tubuh, sekresi, atau eksresi.
Manfaatnya :
 Dapat menurunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung
 Dapat menurunkan opron plastik saat merawat pasien bedah abdomen
dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.

6. Apron
Definisi
Adalah alat yang terbuat dari karet atau plastik sebagai pelindung bagi petugas
kesehatan dan tahan air.
Digunakan pada saat :
 Merawat pasien langsung
 Membersihkan pasien
 Melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi.
7. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki.
Jenis – jenis pelindung kaki :
 Sepatu Boot Karet
 Sepatu Kulit Tertutup

c. Pemakaiaan Alat pelindung diri (APD) di Puskesmas :


1. Faktor – faktor yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum
memasuki ruangan
 Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
 Lepas dan buang hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah
disediakan diruang ganti khusus. Lepas masker diluar ruangan
 Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah
membersihkan tangan sesuai pedoman.

2. Cara menggunakan APD


Langkah-langkah menggunakan APD pada perawatan ruang isolasi
kontak dan airbrne adalah sebagai berikut :
a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
b. Kenakan pelindung kaki
c. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
d. Kenakan gaun luar
e. Kenakan celemek plastik
f. Kenakan sepasang sarung tangan kedua
g. Kenakan masker
h. Kenakan penutup kepala
i. Kenakan pelindung mata

3. Cara melepaskan APD


Langkah-langkah adalah :
a. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
b. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki
c. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar
d. Lepaskan celemek
e. Lepaskan gaun bagian Luar
f. Disinfeksi tangan yang mengenakann sarung tangan
g. Lepaskan Pelindung Mata
h. Lepaskan Penutup Kepala
i. Lepaskan Masker
j. Lepaskan Pelindung kaki
k. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
l. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
3.1. Pemrosesan Peralatan Pasien

a. Alur pemrosesan peralatan pasien

Pre- cleaning (Pembersihan awal)


Menggunakan detergen atau
Enzymatic, sikat

Pembersihan
( Cuci bersih dan tiriskan )

STERILISASI
(Peralatan Kritis )
Masuk dalam pembuluh DISINFEKSI
Darah / Jaringan tubuh

Disinfeksi Tingkat Tinggi Disinfeksi Tingkat Rendah


(Peralatan semi kritikal) (Peralatan non kritikal)
Masuk dalam mukosa tubuh Hanya pada permukaan tubuh
Endotracheal tube.NGT yang utuh
Tensimeter, termometer

Direbus Kimiawi

Bersihkan dengan air


steril dan keringkan

Gambar 4 : Alur pemprosesan peralatan pasien

b. Tingkatan Proses Disinfeksi


1. Disinfeksi Tingakat Tinggi (DTT)
Mematikan kuman dalam waktu 20 menit -12 jam akan mematikan semua mikroba
kecuali spora bakteri.
2. Disinfeksi Tingakat Sedang (DTS )
Mematikan mikrobakteria vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora
bakteria.
3. Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR)
Mematikan hampir semua bakteri vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus dalam
waktu < 10 menit.
c. Definisi
 Preclenaing/ Prabilas : proses yang membuat mati lebih aman untuk ditangani oleh
petugas sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV ) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang
mengkontraminasi.
 Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati ataupun mikroorganisme untuk mengurangi resiko
bagi petugas yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : Proses menghilangkan semua mikroorganisme,
kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau
memakai disinfektan kimiawi.
 Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme ( bakteria, virus, fungi,
dan parasit termasuk endospora bacterial) dari benda mati dengan uap tekanan
tinggi ( otoklaf), pabas kering (oven), sterilisasi, kimiawi, atau radiasi.

3.2. Pengelolaan Linen

Definisi
Pengelolaan Linen adalah penanganan linen di puskesmas meliputi proses
pengimpanan, pendistribusian, pemisahan linen kotor, dan pencucian.
Tujuan
Mencegah terjadinya penularan melalui linen yang terkontraminasi dari pasien
kepetugas maupun kepasien lain dan lingkungan sekitarnya.
Prinsip Umum :
 Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong/ wadah
yang tidak rusak saat diangkut.
 Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.

Prosedur Pengelolaan Linen :


 Linen yang kotor diletakkan dipisahkan linen yang infeksi dan non infeksi dengan
menggunakan APD. Kantong kuning untuk yang infeksi, dan yang hitam untuk
yang tidak infeksi atau linen yang bersih, kemudian diikat yang rapih.
 Hilangkan bahan padat dari linen yang sangat kotor dengan menggunakan APD
yang sesuai dan buang ketempatnya, kemudian linen masukkan kekantong cucian.
 Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati dan menggunakan
trolley linen dengan membedakan tempat linen bersih dan yang kotor, untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya.
 Jangan memilah linen ditempat perawatan pasien. Masukkan linen yang
terkontraminasi langsung kekantong cucian diruang isolasi dengan memanipulasi
minimal atau mengibas-ibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang
 Linen dicuci sesuai prosedur pencucian biasa.
 Cuci dab keringkan lenen sesuai dengan standar dan prosedur tetap di Puskesmas.
Untuk pencucian dengan air panas, cuci linen menggunakan detergen/ disinfeksi
dengan air 70o C ( 160 o F) selama 25 menit. Pilih bahan kimia yang cocok untuk
pencucian temperatur rendah dengan konsentrasi yang sesuai temperatur air >70o C
( 160 o F).
4. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi dipuskesmas. Limbah puskesmas berupa limbah yang sudah
terkontraminasi atau tidak terkontraminasi. Sekitar 85% limbah umum dihasilkan yang
dihasilkan Puskesmas tidak terkontraminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang
menangani, namun demikian penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan
benar.

4.1. Pengertian
Limbah puskesmas adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan puskesmas
dalam bentuk padat, cair dan gas.
4.2. Tujuan Pengelolaan Limbah
 Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
 Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
 Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
 Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan Toksik dan radioaktif) dengan
aman.
4.3. Jenis-jenis Limbah
a. Limbah padat puskesmas adalah semua limbah puskesmas yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan puskesmas yang terdiri dari :
 Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan,
dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi
 Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
puskesmas diluar medis yang berasal dari dapur perkantoran, taman, dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
b. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
puskesmas yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
c. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran dipuskesmas seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat sitotoksis.
d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan darah, cairan tubuh
pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
e. Limbah Sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan
dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

4.4. Pengelolaan Limbah


a. Identifikasi Limbah :
 Padat
 Cair
 Tajam
 Infeksius
 Non infeksius
b. Pemisahan
 Pemisahan dimulai dari awal penghasilan Limbah
 Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
 Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
 Limbah cair segera dibuang ke westafel di spoelhok
c. Labeling
 Limbah padat infeksius : plastik kantong kuning atau warna lain tapi diikat
tali kuning.
 Limbah padat non infeksius : plastik kantong warna hitam
 Limbah benda tajam : wadah tahan tusuk dan air (safety box)
d. Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah
e. Packing
 Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
 Tutup mudah dibuka, sebaliknya bisa dengan menggunakan kaki
 Kontainer dalam keadaan bersih
 Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
 Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20meter
 Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh
 Kontainer limbah harus dicuci setiap hari
f. Penyimpanan
 Simpan limbah di empat penampungan sementara
 Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
 Beri label pada kantong plastik limbah
 Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara
 Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
 Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
 Tidak boleh ada yang tercecer
 Sebaliknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
 Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
 Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau oleh
kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya dengan kondisi kering.

g. Pengangkutan
 Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
 Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
 Tidak boleh ada yang tercecer
 Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien
 Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
h. Treatment
 Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator
 Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah umum
 Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator
 Limbah cair dalam westafell diruang spoelhok
 Limbah Feces, urine kedalam WC
4.5. Penanganan Limbah Benda Tajam
 Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
 Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
 Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi
 Selalu buang sendiri oleh si pemakai
 Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
 Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

4.6. Penanganan limbah pecahan kaca


 Gunakan sarung tangan rumah tangga
 Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut,
kemudian bungkus dengan kertas
 Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label

4.7. Unit Pengelolaan Limbah Cair


 Kolam stabilisasi air limbah
 Kolamoksidasi air limbah
 Sistem proses pembusukan anaerob
 Septik tank
4.8. Pembuangan Limbah Terkontaminasi
 Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran
tertutup
 Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganisme nya. Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan
limbah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume limbah
dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai
ulang. Bagaimanapun juga pembakaran akan dapat mengeluarkan kimia
beracun ke udara.
 Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak tersentuh lagi

4.9. Cara penanganan limbah terkontaminasi


 Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh logam
dengan tutup yang rapat.
 Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda tajam
 Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai.
 Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak
boleh dipakai untuk keperluan lain diklinik atau puskesmas.
 Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan dan bilas
teratur dengan air
 Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan
yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.
 Gunakan alat perlindungan diri (APD) ketika menangani limbah
 Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar
alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani
limbah.

4.10. Cara Pembuangan Limbah


a. Enkapluasi : dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda
tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antobocor.
Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen, pasir, tau bahan-bahan menjadi
padat dan kering., wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun
dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan sisa klimia dapat dimasukkan bersama
dengan benda-benda tajam.
b. Insinerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi berat dan isi
limbah. Pross ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat
didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ke tempat pembuangan limbah atau
tempat kebersihan pealatan tanah.
c. Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan
tidak jelas, dan angin dapat menyebarkan limbah kesekitar kemana-mana
d. Mengubur limbah difasilitasi kesehatan dengan sumber terbatas, penguburan
limbah secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-
satunya alternatif untuk pembuangan limbah. Caranya : buat lubang sedalam
2,5m, setiap tinggi limbah 75cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi
dengan limbah sampai 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi
dengan limbah samapai 75cm, kemudian dikubur. Untuk mengurangi risiko
dan polusi lingkungan, beberapa aturan dasar adalah :
 Batas akses ketempat pembuangan limbah tersebut
 Tempat penguburan sebaiknya dibatasi dengan lahan dengan
permeabilitas rendah (seperti tanah liat), jika ada
 Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter dari sumber air
untuk mencegah kontaminasi permukaan air
 Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih
rendah dari sumur, bebas genangan air dan tidak didaerah rawan
banjir.
e. Membuang limbah berbahaya : bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa
bahan-bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau kimia
dekomposisi, atau bahan kimia tidak dapat dipakai lagi. Bahan kimia yang
tidak terlalu banyak dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah
terinfeksi, dan kemudian diindinerasi, enkapsulasi atau dikubur. Pada jumlah
yang banyak, tidak boleh dikumpulkan dengan limbah terinfeksi.
Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan
penanganannya sebagai berikut :
 Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk
pembuangan limbah kimia.
 Jika ini tidak mungkin, kembalikan limbah kimia tersebut
kepemasok Karena kudua metode ini mahal dan tidak praktis, maka
jagalah agar limbah kimia terdapat seminimal mungkin
f. Limbah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi ( obat dan bahan obat obatan ),
dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi dan dibuang
dengan cara yang sama insinerasi, enkapluasi atau dikubur secara aman.
Perlu dicatat bahwa suhu yang dicapai dalam insinerasi kamar tunggal
seperti tong atau insinerator dari bata adalah tidak cukup untuk
menghancurkan total limbah farmasi ini, sehingga tetap berbahaya.
Sejumlah kecil limbah farmasi, seperti obat-obatan kadaluarsa ( kecuali
sitotoksik dan antibiotik), dan dapat dibuang ke pembuangan kotoran tapi
tidak boleh dibuang kesungai, kali, telaga, atau danau. Jika jumlahnya
banyak, limbah farmasi dapat dibuang secara metode berikut :
 Sitotoksik dan antibiotik dapat diinsenerasi, sisanya dikubur di tempat
pemerataan tanah (gunakan insinerator seperti untuk membuat semen
yang mampu mencapai suhu pembakaran hingga 800C). Jika inspirasi
tidak tersedia, bahan farmasi di rekapsulasi.
 Bahan yang larut dengan air, campuran ringan bahan farmasi seperti
larutan vitamin, obat batuk, cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain
dapat diencerkan dengan sejumlah besar air lalu dibuang dalam tempat
pembuangan kotoran.
 Jika semua gagal, kembalikan kepemasok, jika mungkin.

Rekomendasi berikut dapat juga diikuti :


 Sisa-sisa obat sitotoksik atau limbah sitotoksik lain tidak boleh
dicampur dengan sisa-sisa limbah farmasi lainnya.
 Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang disungai, kali, telaga, danau atau
area pemerataan tanah

g. Limbah dengan bahan mengandung logam berat


Baterai, termometer, dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air
raksa atau kadmium. Cara pembuangannya sebagai berikut :
 Pelayanan daur ulang tersedia
 Enkapsulasi, jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan
limbah enkapsulasi dapat dilakukan, jika tersedia.
Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang
dikeluarkan, juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena
mengakibatkan polusilapisan air tanah.Biasanya, limbah jenis ini hanya
terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh
kembang janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa
masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air lainnya.
Untuk mengurangi resiko polusi, benda-benda yang mengandung air
raksa seperti termometer dan tensimeter sebaiknya dengan yang tidak
mengandung air raksa.
Jika termometer pecah :
 Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua belah tangan
 Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok,
dan tuangkan dalam wadah kecil tertutup untuk dibuang atau
dipakai kembali
Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang
 Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur
 Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi
karena dapat meledak
Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau
,memakai produk kimia yang sukar atau sangat mahal untuk dibuang.
5. Pengendalian Lingkungan Puskesmas
Pengendalian lingkungan puskesmas atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya merupakan salah satu aspek dalam upaya
pencegahan pengendalian infeksi dipuskesmas atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Lingkungan puskesmas jarang
menimbulkan transmisi penyakit infeksi nosokomial, namun pada
pasien-pasien iang immunocompromise harus lebih diwaspadai dan
perhatian karena dapat menimbulkan beberapa penyakit infeksi
lainnya seperti infeksi saluran pernapasan, aspergillus, legionella,
mycobacterium TB, varicella zoster, virus hepatitis B, HIV.
Pengendalian lingkungan Puskesmas meliputi ruang bangunan,
penghawaan, kebersihan , saluran limbah dan lain sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat
diminimalkan dengan melakukan :
1. Pembersihan Lingkungan
2. Disinfeksi lingkungan yang terkontraminasi dengan darah
atau cairan tubuh pasien
3. Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat
4. Mempertahankan mutu air bersih
5. Memperhatikan ventilasi yang baik

5.1. Pengertian
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau
sebagian besar patogen dari permukaan dan benda yang
terkontraminasi.
Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat penting karena
agen infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan
dilingkungan selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari.
Pembersihan dapat dilakukan dengan air dan detergen netral
5.2. Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan puskesmas atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih
aman dan nyaman sehingga dapat menimilkan atau mencegah
terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien,
petugas, pengunjung, dan mayarakat disekitar puskesmas dan
fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan kerja
dapat di cegah.
5.3. Prinsip dasar pembersihan lingkungan
 Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan
yang disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan
terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila
pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
 Bila permukaan tersebut, meja pemerikasaan atau peralatan
lainnya pernah bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan
tersebut harus dibersihkan dan disinfeksi diantara pasien-pasien
yang berbeda
 Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum
digunakan.membersihkan debu dengan kain kering atau dengan
sapu dapat menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.
 Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala
sesuai dengan peraturan setempat.
 Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan
dikeringkan setelah digunakan
 Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan
dikeringkan setelah digunakan
 Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan
serta perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan
pembersihan menyeluruh setiap hari.
 Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah
digunakan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA
yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan dengan
disinfektan segera setelah dugunakan.

5.4. APD untuk pembersihan Lingkungan


Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak
pekerja dan dilingkungan tertentu risiko terpajan benda-benda tajam
sangat tinggi.
Petugas kesehatan harus mengenakan :
 Sarung tangan karet
 Gaun pelindung dan celemek karet
 Sepatu yang rapat dan kuat seperti sepatu bot

5.5. Pembersihan tumpahan dan percikan


Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atau
sekresi, petugas kesehatan harus menggunakan APD yang memadai,
termasuk sarung tangan karet dan gaun pelindung.

5.6. Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :


 Pasang gaun pelindung atau celemek dan sarung tangan karet
 Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan
tersebut dengan air dan detergen menggunakan kain
pembersih sekali pakai.
 Buang kain pembersih kewadah limbah tahan bocor yang
sesuai
 Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena
tumpahan.
 Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan
perlengkapan tersebut kewadah yang sesuai untuk
pembersihan dan disinfeksi lebih lanjut
 Tempatkan gaun pelindung dan masukkan kewadah yang
sesuai
 Bersihkan tangan

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi


 Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus
dibersihkan dengan teratur
 Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar
untuk menghindari aerosolisasi debu.
 Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/
mukosa pasien dan permukaan yang sering disentuh oleh
petugas kesehatan yang memerlukan disinfeksi setelah
dibersihkan.
 Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk
melakukan pembersihan dan diinfeksi peralatan
pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah APD
dilepas.
Ruang Lingkup pengendalian lingkungan
Kontruksi bangunan puskesmas
a. Dinding
Permukaan dibuat harus kuat, rata dan kedap air sehingga
mudah dibersihkan secara periodik dengan jadwal yang
tetap 3-6 bulan sekali. Cat dinding berwarna terang dan
menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak
menggunakan logam yang berat.

b. Langit-Langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan, tingginya minimal 2,70 meter dari lantai,
kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.

c. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air,
tidak licin, warna terang, permukaan rata, tidak
bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin,3
kali sehari atau kalu perlu. Lantai yang selalu kontak
dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup
kearah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantau
dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan.

d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus dan binatang penggangu
lainnya.

e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat
mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang
pengganggu lainnya.

f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air
limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi
dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan teknis
kesehatan agar nyaman dan aman, mudah dibersihkan dari
tumpukan debu. Pemasangan pipa air minum tidak boleh
bersilang dengan pipa air limbah dan tidak boleh
bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air
minum.

g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur
pasien gunakan cairan disinfektan, tidak menggunakan
bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang
mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan
tubuh lainnya.

h. Fixture dan fitting


Peralatan yang menetap di dinding hendaknya didesain
sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan.

i. Gorden
Bahan terbuat yang mudah dibersihkan, tidak
bergelombang, warna terang, dicuci secara periodik 1-3
bulan sekali dan tidak menyentuh lantai disain ruangan
sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi
kewaspadaan standar. Alkohol handrub perlu disediakan
ditempat yang mudah diraih saat tangan tidak tampak kotor.
Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur pasien,
sedang diruang high care 1 wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat
tidak menyentuh 2 tempat tidur diupayakn cukup agar
perawat tidak menyentuh 2tempat tidur dalam waktu yang
sama, nila mungkin / ideal 2,5m. Penurunan jarak antar
tempat tidur menjadi 1,9m menyebabkan peningkatan
transfer MRSA 3,15 kali.
Permukaan sekitar :
 RS merupakan tempat yang mutlak harus bersih.
Lingkungan jarang merupakan sumber infeksi. Masih
kontradiksi tentang disinfeksi ruangan rutin ? tidak
ada perbedaan HAIs yang bermakna antara ruangan
dibersihkan dengan disinfeksi dan detergen.

 Disinfeksi rutin dapat menyebabkan bakteri resisten


(QAV), toleransi meningkat (formaldehid),
membunuh bakteri yang sensitif, mempengaruhi
penampilan limbah yang ditangani, membentuk
komponen organik halogen (Na hipoklorin),
mengkontaminasi permukaan air, membentuk bahan
mutagenik.
5.9. Lingkungan
a. Ventilasi Ruangan
Definisi
 Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan
menyebabkan udara luar, dan / atau udara daur ulang
yang telah diolah dengan tepat dimasukkan kedalam
gedung atau ruangan.
 Pengkondisian udara adalah mempertahankan udara
dalam ruang agar bertemperatur nyaman.

Tujuan :
 Untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruangan
yang baik, aman untuk keperluan pernapasan.
 Ventilasi yang memadai dan aliran satu arah yang
terkontrol harus diupayakan di puskesmas.
 Untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan
dengan penularan obligat atau preferensial melalui
airborne.
Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan
Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan
pertukaran udara > 12x /jam tapi aliran udaranya tidak
ditentukan diperlukan bila ada kemungkinan penularan
droplet nuklei. Direkomendasikan ventilasi ruangan ACH
≥12 dan aliran udara yang diharapkan, dapat dicapai
dengan ventilasi alami atau mekanik.
Kondisi Ruangan ACH
( Pertukaran udara per jam )
Jendela dan pintu dibuka 29,3-93,2
Penuh
Jendela dibuka penuh, 15,1-31,4
Pintu ditutup
Jendela dibuka separuh, 10,5-24
Pintu ditutup
Jendela ditutup 8,8

Tabel 1 : Tabel pertukaran udara pada ventilasi alami.


Jenis-jenis ventilasi :
1. Ventilasi mekanis : menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui
suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasi dengan pengkondisian dan
penyaringan udara.
2. ventilasi alami : menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara
melalui suatu gedung ; adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan
oleh perbedaan kepadatan antara udara didalam dan diluar gedung, yang
dinamakan ”efek cerobong".
3. Ventilasi gabungan memadukan ventilasi mekanis dan alami.

Faktor utama dalam pemilihan ventilasi mekanis di Puskesmas :


a. Metode efektif dengan persyaratan ACH minimal :
 12 ACH dapat membantu pencegahan penularan patogen infeksius melalui
drople nuklei
 Sistem ventilasi mekanik maupun alami yang dirancang dengan baik dapat
memenuhi persyaratan minimal efektif
 Ventilasi mekanis lebih mudah dikontrol
 Ventilasi alami dengan sistem rancangan dan sistem kontrol yang lebih baik,
ventilasi alami lebih efektif
 Efektivitas ventilasi alami tergantung pada kecepatan angin dan atau
temperatur, daerah bersuhu ekstrem dan kecepatan angin yang selalu rendah
tidak cocok untuk penggunaan ventilasi alami.
b. Prasarana di Puskesmas
 Ventilasi mekanik dengan sistem ventilasi sentral, dan pemasangan sistem
kontrol diruang isolasi merupakan pilihan terbaik.
 Ventilasi alami yang dipasukan dengan exhaust fan.

Tabel 2 : Kelebihan dan Kekurangan sistem Ventilasi


Jenis Ventilasi Ventilasi Mekanis Ventilasi Alami
Kelebihan  Cocok untuk semua iklim  Biaya modal, operasional
dan cuaca. dan pemeliharaan lebih
 Lingkungan yang lebih murah
terkontrol dan nyaman  Dapat mencapai tingkat
ventilasi yang sangat
tinggi sehingga dapat
membuang sepenuhnya
polutan dalam gedung
 Kontrol lingkungan oleh
penghuni
 Lebih sulit perkiraan,
analisa, dan
rancangannya
 Mengurangi tingkat
Kekurangan  Biaya pemasangan dan kenyamanan penghuni
pemeliharaan mahal saat cuaca tidak
 Memerlukan keahlian. bersahabat, seperti
terlalu panas, lembab,
atau dingin
 Tidak mungkin
menghasilkan tekanan
negatif ditempatisolasi
bila perlu
 Risiko pajanan terhadap
serangga atau vektor

Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi


Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan meninggalkan aliran udara luar gedung
menggunakan cara alami seperti gaya angin dan gaya apung termal dari satu lubang ke
lubang lain untuk mencapai ACH yang diharapkan. Penelitian terbaru mengenai sistem
ventilasi alami di Peru menunjukkan bahwa ventilasi alami efektif mengurangi penularan
tuberculosis di Puskesmas.

Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien didalam ruang isolasi harus direncanakan
dengan teliti dan dirancang untuk lebih mengurangi resiko infeksi bagi orang-orang
disekitarnya. Saat merancang suatu Puskesmas, sebaiknya tempat isolasi terletak jauh dari
bagian-bagian puskesmas yang lain dan dibangun ditempat yang diperkirakan mempunyai
karakteristik angin yang baik sepanjang tahun. Udara harus diarahkan dari tempat
perawatan pasien ditempat terbuka diluar gedung yang jarang digunakan dilalui orang
didalam ruang pencegahan infeksi melalui airbone, pasien harus ditempatkan dekat dinding
luar dekatjendela terbuka, bukan dekat dinding dalam.
Pertimbangan lain berkaitan dengan penggunaan ventilasi alami adalah pajanan pasien
terhadap vektor artopoda (misalnya nyamuk) didaerah endemi. Penggunaan kelambu dan
langkah pencegahan vektor lainnya dapat membantu mengurangi resiko penularan melalui
vektor.

Penggunaan exhaust fan diruang isolasi

Pembuatan bangsal isolasi sementara secara cepat menggunakan exhaust fan dilakukan
selama terjadinya wabah SARS.

Tujuan utama : membantu meningkatkan ACH sampai tingkat yang diharapkan dan
menghasilkan tekanan negatif.

Perancangan dan perencanaan yang teliti exhaust fan dalam jumlah yang memadai
diperlukan untuk mendapatkan hasil seperti :

Pintu dan jendela


Pintu yang yang
menghubungkan menghubungkan
ACH
kamar dengan kamar dengan
Exhaust Fan koridor balkon dan udara
luar
Mati Tertutup Tertutup 0.71
Mati Tertutup Terbuka 14.0
Mati Terbuka Terbuka 12.6
Hidup Tertutup Tertutup 8.8-18.5
Hidup Tertutup Terbuka 14.6
Hidup Terbuka Terbuka 29.2

WH Seto, Jurusan Mikrobiologi, Universitas Hongkong dan Puskesmas Queen Mary.

Tabel 3 : Tabel. Tingkat ventilasi ( ACH) dikamar berventilasi alami yang tercatat dalam
sebuah eksperimen di Cina, DAK Hongkong, dalam kondisi eksperimen yang berbeda.

Ruangan isolasi yang digunakan untuk pencegahan transmisi infeksi melalui airbone yang
berventilasi mekanis harus menggunakan sistem kontrol untuk menghasilkan tingkat
ventilasi yang memadai dan aliran udara terkontrol.

Tekanan udara negatif terkontrol dengan lingkungan sekitar ;


 12 ACH
 Penggunaan HEPA filter
 Pintu kamar harus ditutup dan asien harus tetap berada didalam kamar

b. Air
Air yang dianjurkan untuk Puskesmas :
 Pertahankan temperatur air, panas 51 ºC, dingin 20ºC
 Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan
 Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari keran
 Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali

c. Permukaan Lingkungan
Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area perawatan, lantai,
dinding, permukaan yang sering disentuh (pegangan pintu, bed rails, light switch),
blinds dan jendela tirai perawatan pasien, kamar operasi serta carpet. Tehnik
pembersihan permukaan lingkungan meliputi :
1. Area perawatan
 Disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan tempat
tidur dan permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan tempat tidur, meja
disamping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran,
tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, temote kontrol.
 Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%
 Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan lingkungan dengan
detergen yang netral dilanjutkan dengan larutan disinfektan.
 Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
 Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
 Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai petunjuk pabrik
 Jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan chemikal untuk
peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non
kritikal.
 Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila tidak ada
petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur yang telah ditentukan.
 Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist
atau aerosol.

2. Membersihkan permukaan lantai, dinding dan meja


 Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan
chemikol untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non
kritikal
 Jika tidak ada petunjuk/ disonfektan yang terdaftar untuk pembersihan dan
disinfeksi ruangan perawatan pasien gunakan detergen atau air untuk
pembersihan permukaan non perawatan seperti perkantoran administrasi.
3. Pembersihan permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, bed rails,
light switch.
 Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai diarea perawatan pasien.
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist atau
aerosol
 Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution.
 Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan gunakan
cairan yang baru.
 Ganti mop setiap hari
 Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan dibiarkan kering
sebelum dipakai lagi
 Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi permukaan yang
sering disentuh diarea perawatan seperti charts, bedside commode, pegangan
pintu

4. Kamar Operasi
 Bersihkan kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan
ruangan dengan wet vacum atau mop
 Bersihkan lantai dan dinding dengan menggunakan cairan disinfektan yang
terdaftar dengan label
 Jangan gunakan mats dipintu masuk ruang operasi
 Gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang
immonocompromised
 Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai. Segera
bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial
infeksi
5. Carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum
 Vacum carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum
pasien secara regular
 Secara periodik pembersihan sampai kedalam carpet
 Hindari penggunaan carpet didaerah keramaian di ruang perawatan pasien
 Hindari tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi, laboratorium,
intensive care
6. Perawatan Bunga
 Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan diarea pelayanan pasien
 Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot dilakukan oleh petugas
khusus (bukan yang merawat pasien). Namun jika tidak ada petugas khusus
maka petugas memakai sarung tangan dan cuci tangan setelah melepas sarung
tangan
 Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan
 Lakukan pest control secara rutin.

Prinsip Pembersihan Lingkungan


 Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi
 Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian lingkungan yang
terkontaminasi sesuai prosedur
 Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk oembersihan dan disinfeksi
 Pakai cairan disinfektan yang sesuai
 Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
 Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan peralatan medis secara regular
 Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan tangan
 Untuk meminimalkan penyebaran Mikroorganisme
 Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk kebersihan lingkungan
 Jangan lakukan rendom pemeriksaan mikrobologi udara, air dan permukaan
lingkungan, bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai investigasi
epidemiologi atau sepanjang pengkajian kondisi lingkungan berbahaya untuk
menditeksi atau verifikasi adanya bahaya
 Batasi sampling mikrobiologi untuk jaminan kualitas

d. Linen Pasien
 Kebersihan linen adalah tanggung jawab petugas
 Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkontaminasi darah atau material
lain yang terkontaminasi infeksius dan mencucinya kebagian laundry
 Fasilitas dan peralatan loundry
o Pertahankan tekanan negatif pada ruangan kotor dibanding dengan
ruangan bersih
o Pastikan bahwa area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan
tersedia APD
 Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan intruksi pabrik
 Jangan biarkan pakaian direndam dimesin sepanjang malam
 Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk menghindari
kode warna
 Jangan diberikan penutup pada pakaian terkontaminasi di ruangan pasien tetapi
harus diganti
 Proses pencucian : Panas 71ºC, selama 25 menit.
 Pilih zat kimia yang sesuai
 Simpan pakaian agar terhindar dari debu
 Transportasi linen yang kotor, harus dibungkus sehingga tidak kena debu
 Jangan laukan pemeriksaan kultur rutin untuk pakaian bersih
 Lakukan pemeriksaan kultur selama outbreak jika ada epidemiologi evidence
 Gunakan linen steril, surgical drapes dan gaun untuk kondisi yang memerlukan
steril
 Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus
 Jaga kasur tetep kering, lapisi dengan plastik kedap air
 Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan
disinfektan
 Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal antar pasien

e. Binatang
 Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang
 Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran disekitar puskesmas
 Bersihkan lengkungan puskesmas dari kotoran binatang.

f. Pembuangan sampah
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang
dalam wadah atau kantong yang sesuai :
 Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau lapis
dua (kantong ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau di beri
tanda ”infeksius”. Semua sampah dari suatu ruangan/ area yang merawat
pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne) harus ditangani
sebagai sampah infeksius.
 Untuk sampah non-infeksius/ tidak menular gunakan kantong plastik hitam.
 Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan.

Kantong sampah apabila sudah. Bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan
tidak boleh dibuka kembali.
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/ area isolasi
harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila sampah dapat dibuang
kedalam kantong tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal tersebut tidak
mungkin dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda).
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan
ditangani dan dibuang sesuai dengan kebijakan puskesmas dan peraturan nasional
mengenai sampah puskesmas.
Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.
7. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
Petugas kesehatan Puskesmas Parang Karawang setiap tahun dilakukan
pemeriksaan kesehatannya terutama petugas yang bekerja diruangan berisiko
terinfeksi, karena dapat mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas
kesehatan yang lain.
Semua karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
infeksi apa saja, status imunisasinya.
Imunisasi yang diberikan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella.
Petugas yang dinyatakan menderita penyakit menular akan dipantau dan diberikan
pengobatan sesuai penyakitnya
Petugas yang terpajan/ tertusuk jarum yang terinfeksi HIV, HBV, HCV segera
membersihkan daerah yang terluka dengan air mengalir dan berikan desinfektan,
kemudian lapor ke perawa jaga kalau diluar jam kerja, kemudian periks ake dokter
UGD atau kedokter penyakit dalam didalam jam kerja, kemudian periksa
laboratorium sesuai dengan pejanan, kemudian difllow up sesuai penyakitnya.
Alur paksa panjanan harus dibuat dan pastikan dipatuhu untuk HIV, HBV, HCV
nesseria meningitidis, MTB, hepatitis A, Difteri, Varicell zaster, bordetella pertusis,
rabies
Pajanan terhadap virus H5N1
Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivil 2x75Mg selama 5 hari. Monitor
kesehatan petugas yang terpajang sesuai dengan pormulir yang tersedia.
Pejanan terhadap virus HIV
Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % perinjuri
Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melaluidarah dapat melalu :
 Rutin menjalankan kewaspadaan setandar, memakai APD yang sesuai
 Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
 Edukasi petugas tentang praktek aman mengguanakan jarum, benda tajam.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan :


 Tusukan yang dalam
 Tanpak darah pada alat penimbun pajanan
 Tusukan masuk kepembulu darah
 Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
 Jarum berlubang ditengah
Tindakan pencegahan harus terinpormasi kepada seluruh petugas. Pelaturanya harus
termasuk memeriksa sumber pajanan, penata laksanaan jarum dan alat tajam yag
benar, alat pelindung diri, penata lakasanaan luka tusuk, sterilisasi dan disinfeksi.
Alur penata laksanaan pajanan dipuskesmas harus termasuk pemeriksaan
laboratorium yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan
dalam waktu 4 jam paska pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral ( ARV )
kombinasi AJT ( Zidopudine ), 3 TC ( Lamivudine ) dan Indinavir atau sesuai
pedoman lokal.
Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan dicatat samapi
jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinannya serokonversi. Petugas
terinpormasi tentang sindroma ARV akut, mononukliosis akut pada 70 – 90 %
infeksi HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialam selama 3 bulan .

Kemunhkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksan
laboratorium dan pemberian ARV harus dipasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran
paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan sampai 9
bulan ataupun 1 tahun.

Pajanan terhadap virus Hepatitib B


Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40% perpajanan. Segera
paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila
sumber pajanan positif HbSaG atau HbEAg
Profilaksi paska pajanan
Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HbS lebih dari 10
mlU/ml. Hb imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 40 jan dan lebih 1
minggu PP, dan 1 seri paksinasi hepatitis B dan dimonitordengan tes serologik.
Hepatitis B timbul pada individu dengan hepatitis B, ditransmisikan dengan cara
yang sama demikian dengan cara memonitornya.
Pajanan terhadap virus Hepatitis C
Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi provilaksi paska pejanan yang
dapat diberkan, tetapi perlu dilakukan meonotoring pemeriksaan adakah
serokonfersi dan didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa. Segala
pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus dilaklukan konseling, pemeriksaan
klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis.
Infeksi nesseriameningitidis
N meningitidis dapat ditransmisilan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat
okupasi. Perlu terapi provilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasie
misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan rimfamfisin 2x60mg selama 2 hari
atau dosis tunggal Cyfrifloxacin 500 mg atau Ceptriakson Im.
Mikobakterium tuberkolosis transmisi kepada petuagas lewat air borne, droplet
nuclei biasanya dari pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB,
infeksi HIV dan MDR TB. Petugas yang paska terekspos perlu di tes mantuk bila
indurasinya lebih dari 10mm perlu diberikan provilaksis INH sesuai rekomendas
lokal. Infeksi lain ( Varicella, hepatitis A, hepatitis E, influenza, pertusis, dipteria
dan rabies )
Transmisinya tidak basa, tetapi harusdibuat penata lakasanan untk petugas.
Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap varicella dan hepatitis A, rabies untuk
daerah yang indemis.
Kesehatan petugas dan pencegahan HALS
PENYAKIT MASA MENULAR CARA KEWASPAD MASA
INKUBASI SELAMA/VI TRANSM AAN YANG PETUGAS/REK
RUS ISI PERLUDIJA OMENDASI
SHEDDING LANAN
Abses Selama luka Kontak Kontak
mengeluarkan
tubuh

Acinetobacter Luka bakar Flora N Standar dan


baumanii yang di kulit kontak
hydroterapi manusia,
mukosa
membran
dan tanah.
Bertahan
di tempat
lembab
dan kering
sampai
berbulan,
menular
melalui
peralatan
rawat
respirasi,
tangan
petugas,
humindift
er,
stetoscop,
termomete
r, matras,
bantal,
permukaa
n TT,
mop,
gordeng,
tempat
mandi,
Adenovirus type 1- luka bakar
7
6-9 hr Sekret saluran Droplet,
nafas kontak
Aspergilosis

Candidiasis Infeksi Inhalasi Kontak dan


jaringan luas stadium airborne
Chlamidia dengan cara airborne,
C trachomitis berlebihan conidin
Standar,konta
k
Congenital
rubella Standar
kontak
langsung
termasuk
Congenitis seksual
*adenovirus type 8

Campak Sampai umur Kontak Standar,


1 tahun dengan kontak
bahan
nasofaring
dan urin

5-12 hari 14 hari setelah Kontak Kontak, Sampai mata


onset dengan standar tidak keluar
Campilobacter tangan, kotoran
alat
Clostridium terkontami
dufficille nasi
5-12 hari 3-4 hari Droplet Transmisi Retiksi 7 hari
setelah bercak yang besar udara setelah bercak
Cytomegalo virus timbul ( kontak merah timbul
melalui dekat ) & ( yang imun ) 5
nasofaring udara hari setelah
ekspos – 21 hari
setelah ekspos
Difteria Standar

Kontak

Tidak Tahan Kontak Standar, hand Tidak perlu


diketahui dilingkungan dengan hygiene
Gastroenteritis dalam waktu sekresi &
*salmonella pendek ekskresi :
*Shigella saliva &
*yenterocolitca urin

Giardia lamblia
Sekresi Dopler, Sampai terapi
Hepatitis A dari mulut kontak antibiotika telah
mengandu lengkap dan
ng c sampai 2 kultur
difteriae berjarak 24 jam
dinyakatan
negatif, perlu
imunisasi tiap 10
thn
Hepatitis B,D

Kontak Standar atau Tidak mengolah


px, kontak makanan sampai
konsumsi 2xjarak 24 jam
makanan/a kultur feses
ir negatif
terkontami
nasi

Feses Kontak
Hepatitis C,F,G

15-50 hari 2 minggu, Fekal oral, Standar Libur di area


kadang – melalui perawatan/
kadang feses pengolahan
sampai 6 makanan,1
bulan(prematu minggu setelah
r) sakit kuning
imunisasi paska
ekspos

Herpes simplex B:6-24 Akut atau Perkutane Standar Tidak perlu


minggu kronik dengan us,mukosa dibatasi sampai
D:3-7 minggu HbsAg positif ,kulit yang HbeAg negatif
tidak utuh
kontak
dengan
darah,
semen,cair
an
vagina,cai
ran tubuh
yang lain

HIV Perkutane Standar


us,mukosa
,kulit yang
tidak utuh
kontak
dengan
darah,sem
en,cairan
vagina,cai
ran tubuh
yang lain
2-14 hari
Helicobacterpylori Asimptomati Kontak Standar, Restriksi tidak
dapat dengan kontak tangan perlu , tapi batasi
MDRO( MRSA,VR mengeluarkan ludah kontak dengan px
E,VISA,ESBL,Stre virus karier
p pneumonia mengandu
ng virus
langsung/
Influenza lewat
sekresi
luka
aberasi /
cairan
vesikel

Perkutane Standar
us,mukosa
,kulit yang
tidak
utuhkonta
k dengan
darah,sem
en,cairan
Hemophilus vagina,cai
influenzae ran tubuh
 Dewasa yang lain
 *anak
Standar

Human
Metapneumo virus
(HMPV) Kontak Kontak
luka

Norovirus

N meningitidis
1-5 hari Infeksius pada Airborne, Kontak Vaksinasi pada
3 hari prtama kontak petugas yang
sakit.Virus langsung rentan.Amantadin
dapat atau untuk kontak
dikeluarkan droplet dengan influenza
sebelum dengan A
gejala timbul sekresi
sampai 7 hari saluran
setelah napas
melalui
sakit,lebih
panjang pada
anak dan
orang
Standar
Droplet

Batuk non Droplet Kontak,Dropl


produktif, sekret et
kongesti nasal respirasi
wheezine,bro
nkhiolitis,pne
umonia pada
anak + 11,5
tahun

12-48 jam Diare,KLB Makanan, Kontak,maka


air nan,air
terkontami
nasi feses
2-10 hari
Kontak Transmisi
dengan melalui
sekret droplet
saluran
napas
Parotitis/ Mumps 16-18 hari(12- Coommunity Kontak Tranmisi Libur sampai 2
25hari) acquired, dengan droplet jam setelah terapi
virus berada droplet paska
dalam saliva atau ekspos.Rifampin
6-7hari langsung 2x600 mg, 2 hari
sebelum dengan ciprofloxacin 1x
parotitis sekret 500 mg atau
sampai 9 hari saluran ceftriaxon 250 mg
setelah onset napas, IM
Px yaitu
immunokomp saliva, Vaksinasi
romais hidung&m efektif,MMR
ulut Restriksi sampai 9
hari setelah onset
Parvovirus/B19 6-10 hari Menular Kontak Transmisi parotitis petugas
sebelum dengan droplet rentan :12 hari
bercak merah droplet paska ekspos
sampai 7 hari besar, pertama sampai
setelah onset muntahan 25 hari setelah
ekspos terakhir.
Pertusis 7-10 hari F catarrhal Kontak Transmisi
sangat dengan droplet
menular sekresi sal sampai 5 hari
napas, menerima
droplet antibiotik Tidak Perlu
besar restriksi
kontak
dekat

Vaksin direkomen
umur 11-64th
petugas dengan
pertusis :
Restriksi fase
Poliomyelitis Nonparalitik : Sal napas 1 Kontak Transmisi catarrhal sampai
3-6hari; minggu cairan sal kontak minggu 3 setelah
paralitik 7- setelah gejala napas, onset atau 5 hari
21hari muncul, benda setelah teraphi
dalam feses terkontami antibiotik kontak
beberapa nasi feses saja tidak perlu
minggu-bulan restriksi.
setelah gejala
muncul

Rubella 12-23 hari Sangat Kontak Transmisi Imunisasi


bintik nerah menular saat dengan droplet dan direkomendasian
timbul 14- bintik merah droplet kontak
16hari setelah keluar, virus nasofaring dengan cairan
ekspos dilepas 1 Px sal napas
minggu
sebelum
sampai 5-7
hari setelah
onset,
congenital 5 hari setelah
rubella bisa bintik keluar
melepas virus petugas rentan 7
berbulan hari setelah
bertahun- ekspos pertama
tahun sampai 21 hari
setelah ekspos
RSV (infeksi virus 2-8 hari Orang sakit Tangan Transmisi terakhir.
respiratorik) (tersering 4- dapat terkontami kontak erat
6hari) mengeluarkan nasi saat dengan
virus selama merawat droplet atau
3-8 hari tapi pasien aerosol
pada bisa atau partikel kecil
anak 3-4 menyentu
minggu h benda
mati,
transmisi
RSV bila Batasi kontak
menyentu dengan pasien
h mata rawat dan
atau lingkungan bila
hidung ada KLB RSV
Restriksi sampai
MRSA Kontak Standar, gejala akut hilang.
tangan transmisi
petugas, kontak,dapat
mungkin airborne
karier nares
anterior,
tangan,
axilla,perineu
m,nasofaring,
orofaring Restriksi
perawatan pasien
Streptococ A Kontak sisi Kulit, Standar, dan pengolahan
terinfeksi& faring, berdasar makanan bila
mensekresi rektum, transmisi petugas dengan
vagina lesi kulit basah.
Tidak perlu
restriksi bila
kolonisasi

Restriksi
Salmonella, Orang- perawatan pasien
shigella orang &pengolahan
lewat makanan sampai
fekal oral, 24 jam setelah
air/ mendapat terapi
makanan antibiotik. Tidak
terkontami perlu restriksi
nasi petugas dengan
kolonisasi
Syphilis Kontak Kontak
langsung
dengan
lesi primer
atau
sekunder
syphilis

Tuberkulosis
Sampai 1 Inhalasi Airborne,
bulan minum droplet kontak
OAT nuklei (mengeluarka
n c tubuh
infeksius)
Varicella
Sampai lesi Airborne,
kering&berkr kontak
usta standar
Sampai terbukti
non infectius

Vibrio Kolera 8 hari paska


Zoster Kontak kontak sampai 21
feses hari paska kontak,
*lokal beri imuno
Tutupi lesi, globulin IV paska
jangan kontak kontak, imunisasi
dengan pasien petugas paska
rawat pajanan dalam 4
*menyeluruh atau hari.
orang immuno Jangan kontak
kompromais dengan pasien

*paska pajanan
(person yang Jangan kontak Restriksi sampai
rentan) dengan pasien lesi mengering
rawat dan mengelupas

Restriksi sampai
semua lesi kering
dan mengelupas

Dari hari ke10


paska pajanan
pertama
sampaihari ke21
atau hari 28 bila
diberi lagi atau
sampai lesi kering
dan mengelupas.
Tabel 4 : Kesehatan petugas dan pencegahanHAIs.

Tindakan pertama pada pejanan bahan kimia tau cairan tubuh


 Pada mata : bilas dengan air mengalir – 15 menit
 Pada kulit : bilas dengan air mengalir – 1 menit
 Pada mulut : segera kumur-kumur – 1 menit.
 Lapor ke komite PPI, Panitia K3RS atau ke dokter karyawan.

6.2. Program pada Petugas Kesehatan


Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat di transmisikan
dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:
 Monitoring dan suport kesehatan petugas
 Vaksinasi bila dibutuhkan
 Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan
 Menyediakan anti virus profilaksis
 Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut
dari manusia-manusia
 Terapi dan follo up epi/ pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas.
 Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila terkena
infeksi.
 Upayakan support psikososial.

Tujuannya :
 Menjamin keselamatan petugas dilingkungan puskesmas.
 Memelihara kesehatan petugas kesehatan
 Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB.

Unsur yang dibutuhkan


 Petugas yang berdedikasi
 SOP yang jelas dan tersosialisasi
 Administrasi]yang menunjang
 Koordinasi yang baik antar instalasi/ unit
 Penanganan paska pajanan infeksius
 Pelayanan konseling
 Perawatan dan kerahasiaan medikal record

Evaluasi sebelum dan setelah penempatan


Meliputi :
 Status imunisasi
 Riwayat kesehatan yang lalu
 Terapi saat ini
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Edukasi
Sosialisasi SOP pencegahan dan pengendalian infeksi misal : Kewaspadaan Isolasi,
Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen
Kesehatan tenatang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.

Program Imunisasi
 Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
 Risiko ekspos petugas
 Kontak petugas dengan pasien
 Karakteristik pasien Puskesmas
 Dana Puskesmas

Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang petugas
memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang
ada.
ALUR PASKA PAJANAN

PETUGAS YANG TERPAJAN

DOKTER PENYAKIT DALAM /IGD

IPCN/ K3 RS LABORATORIUM

Gambar 5 : Alur Paska Pajanan

7. Penempatan Pasien
7.1. Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular/ Suspek
 Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar untuk
kasus / dugaan kasus penyakit menular melalui udara :
 Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri ntidak
tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah didalam
ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasusu yang belum
dikonfirmasi atau sedang didiagnosis ( kohorting ). Bila ditempatkan dalam 1
ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat
tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
 Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negatif yang dimonitor ( ruangan bertekanan negatif ) dengan 6-12 pergantian
udara per jam dan system pembuangan udara keluar atau menggunakan
saringan udara partikulasi efisiensi tinggi ( filter HEPA ) yang termonitor
sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di Puskesmas.
 Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara
partikulasi efiesiensi tinggi, buat tekanan negatif didalam ruangan pasien
dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian
rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka
keluar dan tidak mengarah kedaerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat
dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati
apakah terhisap kedalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan
didalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
 Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan tindakan pencegahan ini.
 Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai :
masker ( bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila
tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif ) gaun, pelindung wajah atau
pelindung mata dan sarung tangan.
 Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.
 Pakai gaun yang bersih, non- steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang
-barang didalam ruangan.

Pertimbangkan pada saatpenempatan pasien :


 Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal :
luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
 Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara kekontak,
misal : luka dengan infeksi kuman gram positif.
 Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area
tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC
 Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas, misal
: varicella
 Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan ( anak, gangguan
mental ).
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi
dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga
kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.

7.2. Transport pasien infeksius


 Dibatasi, bila perlu saja.
 Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan :
o Pasien diberi APD ( masker, gaun)
o Petugas diarea tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
o Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak
terjadi transmisi kepada orang lain.

Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung


 Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan
kesehatan yang lebih penting.
 Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan
terpajannya staf, pasien lain atau pengunjung
 Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan harus
menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat
menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun
pelindung, dan sarung tangan.

7.3. Pemindahan pasien yang dirawat diruang isolasi


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan
menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari
ruangan/ area isolasi dalam puskesmas, pasien harus dipakaikan masker dan gaun.
Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD
yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan
kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika
pasien dipindahkan menggunakan ambulance, maka sesudahnya ambulance tersebut
harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70%atau larutan klorin 0,5%

Keluarga Pendamping pasien di Puskesmas


Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan
kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri
ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan
oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

8. Hygiene respirasi/ etika batuk


Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya.

Semua Pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
Saat anda batuk atau bersin :
 Tutup hidung dan mulut anda
 Segera buang tisu yang sudah dipakai
 Lakukan kebersihan tangan

Di fasilitasi pelayanan kesehatan. Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang
batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapsan harus diterapkan disemua bagian puskesmas,
dilingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah.
Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk mengendalikan sumber infeksi
potensial.

9. Praktek Menyuntik Yang aman


 Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi danterapi.
 Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang
dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan
kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.

B. Kewaspadaan Isolasi ( Isolation Precautions )


Kewaspadaan isolasi diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam
puskesmas baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Bertujuan untuk
mencegah transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan atau hasil pemeriksaan
laboratorium belum ada, strategi utama untuk PPI adalah menyatukan kewaspadaan
satandar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar seperti yang
sudah diuraikan diatas dengan melaksanakan 10 pilar pencegahan dan pengendalian
infeksi.

1. Kewaspadaan berdasarkan transmisi

Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat
untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau
terkolonisasi patogen yang dapat di transmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan
kulit atau permukaan terkontaminasi.
Jenis Kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kontak
b. Melalui droplet
c. Melalui udara ( Airborne )
d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan )
e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan : suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun
kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun
antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan
cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan
cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan
tubuh.
Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis
infeksinya.
Rekomendasi (3)
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :
 Kategori IA :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh puskesmas, telah didukung penelitian
dan studi epidemiologi.

 Kategori IB :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh puskesmas dan telah ditinjau efektif
oleh para ahli dilapangan. Dan berdasarkan kesempatan HICPAC ( Hospital
Infection Control Advisory Committee ) sesuai dengan bukti rasional walaupun
mungkin belum dilaksanakan suatu studi scientifik.
 Kategori II :
Dianjurkan untuk dilaksanakan dirumahsakit. Anjuran didukung studi klinis dan
epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa
puskesmas.
 Tidak direkomendasi :
Masalah yang belum ada penyelesaiannya.
Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai
efikasinya.

a. Kewaspadaan transmisi Kontak ( 5,7,10 )


Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan
untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi di
transmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung
meliputi kontak permukaan kulit terluka/ abrasi orang yang rentan/ petugas
dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan
tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak., dokter bedah
dengan luka basah saat mengganti verband petugas tanpa sarung tangan
merawat oral pasien HSV atau scabies.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan,
instrumen yang terkontaminas, jarum, kassa, tangan terkontaminasi dan
belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien
satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan
sekresi pasien terinfeksi yang di transmisikan melalui tangan petugas atau
benda mati dilingkungan pasien.
Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi
saluran napas misal : para influenza, RSV, SARS, H5N!.(10)
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat
dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.

Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba


pada atau bdalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara
epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung
atau tidak langsung. ( Kategori IB)
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat
masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.

Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan


dengan perawatan pasien misal : pegangan pintu, tombol lampu, telepon
(10)

b. Kewaspadaan transmisi droplet (6,10,11)


Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan
infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan
melalui droplet (>5 µm). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang
diudara dan akan jatuh dalam jarak 1-2 m dari sumber (10,11) Transmisi
droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/
mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba
berasal dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin,
muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak
deket anatara sumber dan resipien<3 kaki. Karena droplet tidak bertahan
diudara m.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau


terinhalasi. Transmisi droplet kekontak, yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal : mukosa,
membrane.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung
misal : commoncold, respiratory syncitial virus (RSV).
Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi
endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi
kardiopulmoner.

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions) (4,10)


kewaspadaan transmisi melalui udara ( kategori IB) diterapkan sebagai
tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah
diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemilogi penting dan di
transmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel
terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab


infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei ( sisa partikel
kecil<5µm evaporasi dari droplet yang bertahan lama diudara) atau partikel
debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara >2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan
diruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada
factor lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam
pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit
terkontaminasi ( S. Aureus).

Tabel 5 : KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI

KEGIATAN KONTAK DROPLET UDARA/ AIRBONE


Penempatan Tempatkan diruang Tempatkan pasien di ruang Tempatkan pasien
rawat terpisah, bila terpisah, bila tidak diruang terpisah yang
tidak mungkin mungkin kohortin. Bila mempunyai :
kohorting, bila keduanya tidak mungkin, 1. tekanan negatif
keduanya tidak buat pemisah dengan jarak 2. aliran udara 6-
mungkin maka >1 meter antar TT dan 12X/ jam
pertimbangkan jarak dengan pengunjung. 3. pengeluaran
epidemiologi mikroba Pertahankan pintu terbuka, udara terfiltrasi
dan populasi pasien. tidak perlu penanganan sebelum udara
Bicarakan dengan khusus terhadap udara dan mengalir ke
petugas PPI (kategori ventilasi (kategori IB ) ruang atau
IB) tempatkan dengan tempat lain di
jarak >1meter 3 kaki Puskesmas.
antar TT jaga agar tidak Usahakan opintu
ada kontaminasi silang ruang pasien
kelingkungan dan tertutup. Bila
pasien lain (kategori IB) ruang terpisah
tidak
memungkinkan,
tempatkan
pasien dengan
pasien lain yang
mengidap
mikroba yang
sama, jangan
dicampur
dengan infeksi
lain (kohorting)
dengan
jarak>1meter.
Konsultasikan
dengan petugas
PPIRS sebelum
menempatkan
pasien bila
tidak ada ruang
isolasi dan
kohorting tidak
memungkinkan.
(kategori IB)

Batasi gerakan dan


transport pasien
Transport Batasi gerak dan hanya kalau
Pasien transportasi untuk batasi diperlukan saja. Bila
Batasi gerak, transport droplet dari pasien dengan perlu untuk
pasien hanya kalau mengenakan masker pada pemeriksaan pasien
perlu saja. Bila pasien (kategori IB ) dan dapat diberi masker
diperlukan pasien keluar menerapkan hygiene bedah untuk cegah
ruangan perlu respirasi dan etika batuk menyebarkan
kewaspadaan agar risiko droplet nuclei
minimal transmisi (kategori IB)
kepasien lain atau
lingkungan (kategori IB
)
Perlindungan saluran
napas
APD Petugas Masker Kenakan masker
Pakailah bila bekerja respirator ( N95/
dalam radius 1m terhadap Kategori N pada efisiensi
Sarung tangan dan pasien (kategori IB ), saat 95%) saat masuk ruang
cuci tangan kontak erat masker pasien atau suspek TB
Memakai sarung tangan seyogyanya melindungi paru. Orang yang rentan
bersih non steril, lateks hidung dan mulut, pakai seharusnya tidak boleh
saat masuk keruang saat memasuki ruang masuk ruang pasien yang
pasien, ganti sarung diketahui atau suspek
APD Petugas tangan setelah kontak Rawat pasien dengan campak, cacar air kecuali
dengan bahan infeksius infeksi saluran napas. petuga yang telah imun.
(feses, cairan drain)
Lepaskan sarung tangan Bila terpaksa harus
sebelum keluar dari masuk maka harus
kamar pasien dan cuci mengenakan masker
tangan dengan respirator untuk
antiseptic (kategori IB) pencegahan. Orang yang
Gaun telah pernah sakit
Pakaian gaun bersih, campak atau cacar air
tidak steril saat masuk tidak perlu memakai
ruang pasien untuk masker (kategori IB)
melindungi baju dari Masker Bedah/ prosedur
kontak dengan pasien, (min) sarung tangan gaun
permukaan lingkungan, goggel bila melakukan
barang diruang pasien, tindakan dengan
cairan diare pasien, kemungkinan timbul
ileostomy, coloctomy, aerosol.
luka terbuka. Lepaskan
gaun sebelum keluar
ruangan. Jaga agar tidak
ada kontaminasi silang
kelingkungan dan
pasien lain (kategori
IB )
Apron Transmisi pada TB
Bila gaun permeable, Sesuai pedoman TB
untuk mengurangu CDC ”Guidelinefor
Peralatan penetrasi cairan, tidak Tidak perlu penanganan Preventing of
untuk dipakai sendiri udara secara khusus karena tuberculosis in
perawatan mikroba tidak bergerak Healthcare Facilities”
pasien jarak jauh. dan referensi nomor 10.
Bila memungkinkan
peralatan nonkritikal
dipakai untuk 1 pasien
atau dengan infeksi
mikroba yang sama,
bersihkan dan disinfeksi
mikroba yang sama. MTB (obligat airborne)
Bersihkan dan campak, cacat air
Peralatan disinfeksi sebelum (kombinasi transmisi)
Untuk dipakai untuk pasien B. pertussis, SARS, RSV Norovirus (partikel feses,
Perawatan lain (kategori IB) influenza, Adenovirus, vomitus), Rotavirus
Pasien Rhinovirus,N.meningitidis, melalui partikel kecil
streptococ grup A, aerosol.
Mycoplasma pneumoniae.
MDRO, MRSA, VRSA,
VISA, VRE, MDRSP
( Strep pneuminiae)
Virus Herpes simplex
SARS RSV ( indirex
mel mainan), S. Aureus,
MDRO, VRE, C.
Difficile,P. Aeruginosa,
influenza, Norovirus
(juga makanan dan air )

Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting.

Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih.
Bersih diartikan :
 Bebas dari kotoran
 Telah dicuci setelah terakhir dipakai
 Penjagaan kebersihan tangan personal
 Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

d. Peraturan untuk kewaspadaan isolasi


Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat perawatan
pasien rawat inap.
Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi.
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh ).
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan
ontainer pasien yang lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.
BAB V
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UNTUK PENGUNJUNG

Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya penyakit


menular
 Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh
mengunjungi pasien didalam fasilitas pelayanan kesehatan.
 Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi
kunjungan ke pasien.
 Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan
penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien
dipuskesmas.
 Kebijakan ini agar dicantumkan dipapan pengumuman fasilitas kesehatan.

Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat
penderita atau suspek flu burung
 Anggota keluargaperlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat
di Puskesmas.

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara


 Petugas kesehatan atau Tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa
penularan.
 Jika keluarga teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah di
konfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus
mengikuti prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di puskesmas.
Pengunjung harus memakai APD lengkap ( masker, gaun, sarung tangan dan kaca
mata) Jika kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.
 Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi
pengunjung.
 Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci
tangan. Tidak menggantung masker dileher.
 Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia
memiliki gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat
dengan pasien penyakit menular melalui udara beresiko untuk terinfeksi. Jika ada
demam atau gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk
penyakit menular melalui udara dan ditangani dengan tepat.
 Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi
pasien penyakit menular.

Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat pelayanan kesehatan.

Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan difasilitasi pelayanan kesehatan,


kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari
prilaku sehat.
Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapsan ( batuk, bersin) harus :
 Menutup hidung/ mulut ketika batuk atau bersin
 Menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang ditempat limbah
yang tersedia.
 Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan.

Fasilitasi pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :


 Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan
kaki disemua area.
 Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir diruang tunggu.
 Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap
pengunjung yang batuk.

Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya diruang tunggu.

Pada pintu masuk dan diruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan
dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan orang
yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapsan dan etika batuk
atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit
yang diderita, bagi orang yang batuk harus disediakan masker.
BAB VII
PENUTUP

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Umum Kabupaten Karawang


merupakan sebagai acuan dalam penerapan pencegahan Infeksi, dengan harapan dapat
melindungi pasien, petugas dan masyarakat yang mendapatkan pelayanan di Puskesmas
serta dapat meningkatkan mutu pelayanan dengan melakukan suveilans Infeksi Puskesmas.

Infeksi puskesmas menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di Puskesmas Umum
Kabupaten Karawang maupun di Puskesmas lain, sehingga dibutuhkan data dasar infeksi
untuk menurunkan angka yang ada. Untuk itu perlunya melakukan surveilans dengan
metode yang aktif, terus menerus dan tepat sasaran.

Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN. Untuk
itu diperlukan tenaga IPCN yang purna waktu sesuai standar

Pedoman pencegahan pengendalian infeksi puskesmas Umum Kabupaten Karawang


semoga dapat bermanfaat bagi petugas Puskesmas maupun Tim PPI.
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas dan Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2007

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Lainnya, Depkes ,2007

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas dan Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2009

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Lainnya, Depkes, 2009

Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan, Dirjen Bina


Pelayanan Medic Depkes, 2006

Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas ,YBP-SP, Jakarta 2004

Anda mungkin juga menyukai