Anda di halaman 1dari 17

TB Timbul Busono

Pengrajin Blangkon dan Pakaian Adat

Menerima Pesanan :
Blangkon – Jogja, Solo, Sunda, Semarangan, Sumatera, Bali, Madura, dll

Pakaian Adat – Beskap, Surjan, Sikepan, Langenharjan, Kain Wiron, Sarung Jadi, dll

Menyediakan Aksesoris Adat :


Angkin-Cinde, Epek Timang, Keris, Bros, Rantai, Pakaian Adat untuk Anak, dll

Jl. Kauman No.25, Bangunharjo - Semarang


(024)3558957 I 0813-2596-5280 I andy.kauman@gmail.com
Timbul Busono - Pengantar TB
Assalamualaikum Warahmatullah Hiwabarakatuh

Timbul Busono (TB) adalah pengrajin dan penyedia pakaian adat yang didirikan oleh Alm. Hadi Soemarto sejak tahun 1950 di Kota Semarang.
Di dalam perjalanannya, saat ini Timbul Busono (TB) dilanjutkan oleh generasi kedua (Umie Komariyatun-Putri pendiri) sudah melayani
berbagai kalangan masyarakat selama 69 tahun, mulai dari masyarakat luas hingga pejabat-pejabat pemerintahan yang memerlukan pakaian
adat (terutama adat jawa) untuk dikenakan pada acara-acara kenegaraan, resepsi pernikahan, acara adat maupun acara-acara lainnya.

Didalam melayani penyediaan maupun pemesanan pakaian adat, Timbul Busono (TB) menyediakan banyak pilihan variasi kebutuhan baik
model (pakem maupun variasi), asal (Yogyakarta, Surakarta, madura, dll), jenis (Blangkon, Surjan, Beskap, Sikepan, dll) dari pakaian adat yang
diperlukan.

Untuk lebih memperkenalkan, mempromosikan dan memasyarakatkan pakaian adat dan perlengkapannya di kalangan muda penerus estafet
kebudayaan pada era digital yang bertumbuh semakin cepat dan dinamis. Maka Timbul Busono (TB) merasa terpanggil untuk memberikan
sedikit sekapur sirih, pengantar, narasi dan sejarah dari berbagai jenis, nama, kegunaan, asal-muasal dari pakaian-pakaian adat dan
perlengkapan yang ada. Sebagai tambahan ilmu bagi generasi muda dalam mengenal kebudayaan yang berasal dari kekayaan bangsa sendiri.

Sekapur sirih ataupun narasi ini, disusun dan diadopsi mendasarkan dari keterangan-keterangan sejarah yang sudah lazim yang dinukil dari laman
sosial media ustadz @salimafillah, seoarang alim muda asal Yogyakarta yang beliau juga sekaligus pelaku dan pemerhati kekayaan khasanah
budaya dan adat yang berkaitan erat dengan sejarah dan keberlangsungan dakwah agama islam di nusantara, khususnya pulau Jawa.

Semoga sedikit nukilan, narasi dan cerita di balik budaya, adat busana khususnya Jawa yang disusun jauh dari kesempurnaan ini dapat
memberikan sumbangsih secuplik pengetahuan, menambah kecintaan kepada bangsa dan meningkatkan kebanggaan beragama di kalangan umat
terutama generasi mudanya. Sehingga dengan sendirinya akan muncul kesadaran bahwasanya agama (Islam) dan budaya adalah sesuatu yang
tidak perlu untuk dipertentangkan dan dibentur-benturkan satu sama lainnya.

Semoga dengan sedikit ikhtiar Timbul Busono (TB) ini dapat memberikan dampak positif pada masyarakat luas pada umumnya.

Waalaikumsalam Warahmatullah Hiwabarakatuh


Generasi ketiga Timbul Busono (TB)
Andy Oktaviano
PUSTAKA JAWA TB
@salimafillah
.
Sesekali membuka pustaka lama Jawa; menyimak petuah adiluhung di hari Jumat yang penuh berkah. Berikut kutipan dari Serat Nitisruti karya
Kangjeng Pangeran ing Karanggayam.
.
“Ing tyas den miratos, ngilangena sakserik ing ngakeh. Ngayemana manahing sasami, sasamining ngabdi. Prihen raket rukun.”
.
Artinya:
“Di dalam jiwa siap sedia untuk menghilangkan rasa sakit hati dan ketidakpuasan pada banyak orang. Tenteramkanlah hati sesama dalam
kebersamaan mengabdi pada Allah, supaya dapat akrab, rukun dalam pergaulan.”
.
“Pra linangkung miwah among tani, ingkang andhap asor, ingesoran sasolah bawane, anor raga dening anuruti saosiking janmi, lawan wacana
rum.”
.
Artinya:
“Orang-orang besar maupun bahkan para petani yang merendahkan hati, semuanya akan unggul dalam segala tingkah lakunya. Teruslah melatih
jiwa dan raga dengan menyeksamai segala gerak-gerik manusia, serta bicaralah pada mereka dengan tutur kata yang manis.”
.
“Solah tingkah karem tyas tan yukti, satemah salah ton, tilar tatakramane rinemeh, yen mangkana wekasaning wuri, tan wun sira keni,
kinembong ambek dur.”
.
Artinya:
“Hawa nafsu yang senang akan hal yang kurang baik itu akhirnya akan kelihatan juga, sebab tata krama diremehkan hingga ditinggalkan. Jika
demikian akhirnya kemudian manusia akan penuh dengan watak yang jahat.”
.
(Kangjeng Pangeran Ing Karanggayam hidup sezaman dengan Sultan Hadiwijaya di Pajang, menjadi guru bagi Panembahan Senapati dan
putranya, Panembahan Hanyakrawati, ayahanda Sultan Agung)
_____________
Gambar pemanis: #Keris dengan Warangka Branggah Kajeng Timaha, Pendhok Bunton Tatahan Patra Ageng, Mendhak Jene Kendhit Berlian
Kenanga, Deder Tayuman Burus.
NGARSA DALEM Ingkang Sinuhun
@salimafillah
TB
.
Pada 2 Maret, Keraton disambangi satu kendaraan tempur Bren Gun Carrier dan satu truk pasukan pimpinan Overstee (Letkol) Scheers,
komandan Resimen Infantri 1-15. Alibinya, Scheers meminta masuk keraton karena pasukannya ditembaki dari arah dalam Keraton.
.
Masih di hari yang sama, Sri Sultan juga didatangi Kolonel Dirk Reinhard Adalbert van Langen, komandan Tijger Brigade (T-Brigade),
menginformasikan bahwa 3 Maret, Panglima Divisi-B Mayjen Meijer beserta Van Langen berkunjung.
.
Pada 3 Maret 1949 pukul 08.30 pagi Keraton sudah dikepung sejumlah Bren Gun Carrier dan serdadu Belanda, ditambah lima pesawat tempur
Belanda yang terbang berputar-putar di atas Keraton.
.
Pada pukul 12 siang, datang rombongan Mayjen Meijer yang dalam pertemuannya dengan Sri Sultan HB IX, menyatakan Sultan Yogya
berhubungan intensif dengan tentara republik dan berperan dalam SO 1 Maret.
.
Berikut petikan percakapan yang cenderung seperti adu gertak antara Jenderal Meijer dengan Sri Sultan HB IX:
.
Jenderal Meijer: Apa Sri Sultan mau menghentikan sikap non-kooperatif terhadap Belanda?
.
Sultan HB IX: Saya tidak bersedia menjawab pertanyaan tuan tadi.
.
Meijer: Mengapa Sri Sultan tidak mau keluar Keraton dan bergerak dengan leluasa? Ini sangat mencurigakan kami.
.
Sultan: Jenderal mengatakan saya boleh keluar Keraton, sedangkan selama ini Kolonel Van Langen melarang saya bergerak leluasa. Mana yang
benar? Ini berarti bahwa antara pimpinan tentara Belanda tidak ada kerja sama. Lagi pula, kejadian di kantor kepatihan beberapa hari lalu,
sangat menyinggung kehormatan saya. Anak buah Anda bersikap sangat tidak sopan dan mengadakan perampokan.
.
Meijer: Soal kepatihan, itu bukan instruksi saya.
.
Sultan: Apalagi jika tanpa instruksi. Berarti anak buah Anda berbuat di luar perintah dan indisipliner. Dan sekarang ini pun hal yang sama dapat
tuan lakukan di Keraton saya, karena tuan bersenjata dan saya tidak. Tapi sebelum tuan melakukan itu, tuan harus membunuh saya dulu!
.
_______
Untuk penggagas SO 1 Maret 1949, Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati Ingalaga Sayidin
Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sanga, Alfatihah...
HARI (Pengakuan) KERIS
@salimafillah
TB
Selain diperingati sebagai Hari Guru, 25 November adalah hari pengakuan keris oleh UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and
Intangible Cultural Heritage of Humanity, tepatnya pada 13 tahun lalu, yakni pada tanggal 25 November 2005.

Pengajuan penetapan Hari Keris, barangkali masih suatu perjuangan panjang. Tapi di kesempatan ini, bolehlah kita haturkan salut
kepada para pejuang pekerisan yang telah membawa karya adiluhung ini ke pentas dunia, meski PR untuk pemuliaan, pelestarian,
serta terlebih pengembangan lebih lanjut melalui riset dan invensi yang historis, saintifik, dan estetis.
Budaya tinggi biasanya kaya dengan lambang. Sebab lambang adalah cara manusia berbudaya menyampaikan pesan agar sampai
pada yang dimaksud tanpa perlu ada yang tersakiti. Dalam susastra Mataraman, ada "karyenak tyasing sasama", berusaha membuat
hati sesama tetap merasa nyaman, apapun kebenaran yang harus disampaikan.

Begitulah keris, dengan konon puluhan nama ricikan (bagian-bagian kecil) beserta tipikalnya, 240-an dapur juga 140-an pola pamor
beserta maknanya masing-masing, juga kesatuannya dengan aneka tipe warangka, berjenis-jenis mendak serta handle dan
pengartiannya, berrupa-rupa pendok dalam bahan maupun pola tatahannya adalah objek studi hebat, menemani metalurgi, sejarah,
dan nilai-nilai budayanya. Keris adalah wakil sah peradaban yang berawal dari filosofi luhur dan berwunud benda seni bercitarasa
tinggi.

Seiring waktu, kemampuan membaca lambang terkikis. Maka pemahaman keliru tumbuh. Lalu ketidakmasuk-akalannya dicarikan
pembenaran dari hal-hal yang bertentangan dengan agama. Atau barangkali seperti kredo Perhimpunan Babilonia:
"Sembunyikan dulu ilmu dan sains ini dalam mitos dan takhayul. Sebab manusia belum siap menjadikannya manfaat. Karena
berbahaya jika ia jatuh ke tangan yang jahat."
-Iskender Pala, 'Babil'de Ölüm İstanbul'da Aşk’-

Keris, kebanggaan seluruh jazirah Nusantara, PR bersama untuk mengembalikan pada fitrahnya sebagai curiga dan dhuwung,
perlambang waslada dan hati-hati dalam busana taqwa; menepis stigma kesyirikannya (karena bukan hanya keris, ada banyak benda
lain yang bisa jadi wasilah kemusyrikan), juga mengajak untuk tenggelam dalam penghayatan akan ilmunya, metalurginya,
sejarahnya, kriya logam-kayu-permata, hingga estetikanya yang mengandung ribuan tuntunan kebaikan hingga tak sempat
menjadikannya sarana menyekutukanNya.
___________
Empat di antara bilah berwarangka Branggah Yogyakarta; 2 kayu Timaha dan 2 Kayu Trembalo. #keris #harikeris #tosanaji
TB

KERIS Gurunda
@salimafillah
.
Dalam khazanah Jawa, keris disebut "dhuwung" atau "curiga" yang berarti hati-hati dan waspada. Ialah makna "taqwa" seperti yang kita dapati
dalam dialog antara Sayyidina 'Umar dan Ubay ibn Ka'b. Maka dalam tradisi, keris adalah bagian tak terpisahkan dari "Pakaian Taqwa" yang konon
didesain Sunan Kalijaga. Para wali dan mujahid, dari Dipanegara hingga Jenderal Sudirman mengenakan keris di pinggang mereka.
.
Dalam istilah Yogyakarta, bilah keris Gurunda ini berdhapur Pulanggeni; berkembang kacang pogok, ganja kelap lintah lengkap dengan greneng,
ada pejetan, sogokan ganda, tikel alis, jalu memet, lambe gajah, serta lurus ke atas dengan 3 luk di pucuk. Maknanya nyala yang tak pernah
padam, menerangi kegelapan sekaligus menebar keharuman. Dalam khazanah Surakarta dhapur ini disebut 'Pasupati Hurubing Dilah', maknanya
keberanian yang melampaui kematian dengan semangat nan terus berpijar.
.
Pamor meteoritnya bermotif ganggeng kanyut, ganggang yang akarnya teguh di dasar sungai namun sulur dan cabang-cabangnya menari
mengikuti aliran air. Ini melambangkan pribadi dan dakwah Gurunda yang gaul dan akrab dengan generasi millenials, mengikuti perkembangan
namun tak pernah lepas dari pijakan kokohnya pada syari'at.
.
Warangka dan handle-nya terbuat dari kayu Timaha Lombok dengan pelet motif kendhit, demikian pula mendhaknya kendhit. Kendhit artinya
ikat pinggang, melambangkan penjagaan yang kuat terhadap kehormatan pribadi, harga diri, dan kemuliaan akhlaq. Pendhoknya slorok kemalo
merah, dengan tatahan merak kanthet; ialah keluhuran, keberanian, kesetiaan, dan menampilkan keindahan jika diganggu.
.
Akhirnya, keris adalah sipat kandel; senjata yang dibuat agar tak perlu digunakan. "Sipat" artinya garis. "Kandel" artinya tebal. Ia garis tebal
yang membentengi pemiliknya dari memperturutkan hawa nafsu. Ia dipenuhi makna filosofis supaya pemiliknya selalu ingat untuk berucap dan
berperilaku bijaksana, hingga tak ada yang tersakiti ataupun dirugikan olehnya.
RAMADHAN
@salimafillah TB
.
"SIPAT KANDEL itu DIKENDHITI, DIBUNTONI, DISELUTI, DIKURUNGI."
.
Puasa adalah ibadah agung untuk menjaga kita dari segala hal yang membahayakan diri. Dan semua bahaya paling serius bukan berasal dari luar
sana; melainkan dari sini, dari dalam diri kita.
.
Puasa itu seperti keris; satu-satunya senjata di dunia yang dibuat dengan maksud agar tak digunakan. Maka ia disebut SIPAT KANDEL. Sipat
artinya garis. Kandel artinya tebal. Garis tebal. Keris adalah senjata untuk menjaga pemiliknya agar tidak memperturutkan hawa nafsunya.
Karena hawa nafsu yang diperturutkan bersama kebakhilan yang ditaati dan kekaguman pada diri sendiri adalah 3 perkara paling menghancurkan
(al muhlikaat) sebagaimana sabda Nabi .‫ﷺ‬
.
Berkata Sayyidina 'Ali Zainal 'Abidin ibn Husain ibn 'Ali ibn Abi Thalib tentang hakikat puasa;
.
‫ ليسترك به من النار‬،‫حق الصوم أن تعلم أنه حجاب ضربه ﷲ على لسانك وسمعك وبصرك وفرجك وبطنك‬
.
"Haknya shaum adalah hendaknya engkau tahu, bahwa puasa itu adalah hijab yang Allah letakkan di lisanmu, di pendengaranmu, di
penglihatanmu, di kemaluanmu, dan di perutmu; untuk menabirimu dari api neraka."
_____________
Selamat menunaikan segala ibadah yang menghapus dosa, mengundang rahmat, menjemput ridha, dan melahirkan taqwa di bulan Ramadhan
yang mulia, Shalih(in+at);
.
Dikendhiti; dengan warangka berpelet kendhit dan mendhak kendhit agar kendali syahwat perut dan bawah perut kita tak lepas.
.
Dibuntoni; dengan pendhok bunton agar segala yang akan keluar dari diri kita yang kiranya membahayakan sesama baik lisan maupun perbuatan
buntu, tak sampai menyakiti orang lain.
.
Diseluti; dengan selut menggenapi mendhak agar kian terjaga kita berrendah hati kepada sesama dan tak suka mengumbar kelebihan di hadapan
orang lain.
.
Dikurungi; dengan deder (handle) ukir motif Putri Kinurung yang mengurung segala yang indah dan jelita sebagaimana akhlaq mulia agar selalu
terjaga berada di dalam diri kita.
GAJAH-SINGA:
Sejarah di Atas Bilah
TB
@salimafillah
.
Perang Pati adalah sebuah tragedi. Untuk kedua kalinya, dua keluarga berkerabat, wangsa Pamanahan dan trah Panjawi, harus saling
menumpahkan darah.
.
Pada Jum’at Wage, 4 Oktober 1627, Adipati Pragola II gugur di Gunung Pati, dekat Semarang, terhunjam tombak Kyai Baru milik Sultan Agung
yang dipakai Lurah Kapedak, Naya Derma. Sang Adipati dikebumikan di Sendang Sani.
.
Setelah perang berakhir, Sultan Agung menemui adiknya, Ratu Mas Sekar, istri dari sang adipati. Beliau menanyakan alasan pemberontakan Pati
terhadap Mataram. Sang Ratu dengan duka mendalam, menjawab bahwa semua berita yang didengar oleh Sultan adalah fitnah dari Patih
Endranata. Pati menyerang Jepara bukan karena hendak memberontak, tapi sekadar menindak penjarahan di wilayahnya. Patih Endranata
akhirnya ditangkap dan dieksekusi.
.
Tahun kejadian bedahnya Pati, 1627, menjadi kemusykilan terkait kisah masyhur tentang tinatah Gajah-Singa pada wuwungan ganja pada keris
zaman Sultan Agung.
.
Tepatnya disebut "Gajah Nggiwar Singa Nggero" seperti tampak sisa-sisa tatahan yang detail dan rapi dalam foto. Makna harfiahnya adalah
"Gajah ketakutan menghindar, singa mengaum keras." Keris yang diberi kinatah semacam ini konon menjadi penanda penghargaan Sultan Agung
untuk mereka yang berjasa dalam peristiwa Pati. Singa lambang Mataram, dilukiskan mengaum keras sebagai tanda kemenangan. Gajah lambang
Kadipaten Pati, digambarkan menghindar karena gentar.
.
Sebagai Candra Sengkala (penanda tahun lunar), tinatah ini dibaca "Gajah Singa Keris Tunggal", yang menunjukkan angka (Gajah: 8, Singa: 5,
Keris: 5, Tunggal: 1), dibaca dari belakang menjadi Tahun Jawa 1558, sama dengan tahun Masehi 1636.
.
Mengapa ada selisih 9 tahun antara peristiwa dengan angka ini?
.
Wallahu A'lam. Peristiwa Pati juga meneguhkan kepahlawanan Tumenggung Wiraguna dan melahirkan roman Rara Mendut-Pranacitra yang tak
kalah tragisnya dari kisah Layla-Majnun itu. Walhasil, tiap kali kita memandang tinatah Gajah Singa, ia seharusnya melahirkan renungan untuk
lebih bijaksana dalam kuasa maupun bijaksana dalam cinta.
PENJAUHAN
@salimafillah
TB
.
Ada hadits yang melarang menjadikan kuburan sebagai Masjid, tapi mengapa di Nusantara banyak pemakaman muslim dibangun di sebelah
Masjidnya? Secara fiqih tentu saja kalau sudah ada pembatas berupa dinding atau pagar di antara keduanya maka menjadi absah, tidak haram
shalat di dalamnya. Tapi secara sejarah, Ayahanda Drs. Ahmad Adaby Darban, SU, rahimahullah, pernah menuturkan sebuah penjelasan yang
menarik.
.
Pada mulanya tak jelas apakah karena hendak meneladani makam Nabi dan Baqi' yang dekat dengan Nabawi; tapi memang Pemerintah
Penjajahan Belanda memperluas dan memanfaatkan fenomena ini. Di satu sisi dihembuskan, "Kubur dekat Masjid agar dapat mendengar adzan,
dzikir, dan bacaan Quran." Namun di sisi lain dipropagandakan bahwa, "Kuburan itu angker, seram, banyak setan.“ Tujuannya?
.
Membuat Masjid yang dekat makam itu sepi. Sebab ummat perlu dijauhkan dari Masjid. Kalau Masjid ramai, jadi tempat berhimpun anak-anak
muda, apalagi kumpul-kumpulnya di malam hari, pastilah akan timbul gerakan perlawanan melawan penjajah.
.
Logika yang sama ada pada penyematan gelar haji agar mudah diawasi. Hal ini menimpa pula benda warisan budaya bernama keris. Entah sejak
kapan label "syirik" dilekatkan pada keris. Tetapi patut diduga ada pula pemanfaatan isunya untuk menjauhkan rakyat dari perjuangan. Sebab
kita tahu dari para Wali, para Sultan, Pangeran Dipanegara, Alibasah Sentot Prawiradirja, hingga Jenderal Sudirman berkeris. Keris adalah
ageman para pahlawan yang terjun ke medan juang.
.
Melabeli syirik pada suatu benda ada benarnya pada kondisi ia dipergunakan untuk keperluan itu. Tapi kan ini bisa menimpa semua benda?
Sabuk, tasbih, cincin, ikat kepala, sobekan kiswah Ka'bah, kerikil jumrah, bahkan jika meyakini hajar aswad atau bahkan Ka'bah bisa memberi
manfaat atau madharat. Jika diterjemahkan lebih luas, gadget kita yang kita khusyu'i melampaui segalanya, hawa nafsu yang kita unggulkan di
atas semua aturan; ini kan juga membuat tandingan bagi Allah? Syirik tidak terletak pada benda, melainkan 'amalan hati dan anggota badan
manusia untuk mempersekutukanNya. Lalu mengapa keris yang diidentikkan benda syirik?
.
Penjauhan. Pengikisan semangat juang dan kepahlawanan. Pengaburan filosofi kehidupan dari simbol yang terkandung dalam ratusan jenis
Dhapur, ratusan jenis pamor, puluhan ricikan bagian dari bilah hingga warangkanya. Penghapusan nilai ilmiah dari metalurgi, tempa, seni kriya
kayu dan logam, hingga sejarahnya.
Mari ambil sebuah contoh kecil, warangka berbentuk mirip buah gayam (Inocarpus fagifer) yang amat sederhana namun fungsional sehingga
lebih mudah dibawa untuk mengembara atau berperang. Warangka jenis inilah yang dipakai Dipanegara hingga Sudirman dalam jihad gerilyanya.
Pustaka Keraton, Serat Salokapatra pada pupuh VII mencantumkan, "Gayam gayuhe pandhita, muji-muji tuwuh basuki, puji dhikir shalat sujud,
nawang marang Hyang Suksma, tata tentrem kerta raharja tulus tuwuh."
Artinya: "Gayaman melambangkan cita-cita 'ulama, menghaturkan tahmid memohon keselamatan dengan berdoa, berdzikir, shalat, dan sujud,
menghadap kepada Allah Yang Maha Lembut agar ketentraman dan kemakmuran terus murni lagi bertumbuh."
Apakah Baju TAQWA itu?
@salimafillah TB
Alkisah Sayyid Ja’far Ash Shadiq, sang Sunan Kudus menegur Sunan Kalijaga atas pakaiannya yang berwarna wulung, maka sang wali Kadilangu menjawab, “Jika dengan
ini saya merasa dekat dengan yang saya dakwahi dan mereka merasa dekat dengan saya; bukankah pakaian terbaik adalah pakaian taqwa; sedang taqwa tersembunyi
dalam dada?”
Sejak itu, pakaian beliau disebut Baju Taqwa.

Ketika bertakhta, Sang Sultan santri ‘Abdullah Muhammad Maulana Matarami Susuhunan Agung Hanyakrakusuma menjadikan pakaian ini sebagai busana kerajaan untuk
para pejabatnya. Lalu pada Palihan Nagari 1755, Sultan Hamengkubuwana I menjadikannya sebagai busana resmi Keraton Kasultanan Yogyakarta. Adapun anasir utama
dalam baju taqwa itu antara lain:

1) Keris. Dalam bahasa Jawa disebut Curiga (waspada) atau Dhuwung (sadar & hati-hati). Inilah makna taqwa seperti dalam bincang antara dua sahabat Nabi yang
mulia. “Apakah taqwa itu?”, tanya ‘Umar. “Apakah engkau wahai Amirul Mukminin”, sahut Ubay ibn Ka’b, “Pernah berjalan di lintasan yang remang-remang
sementara ada banyak duri dan onak?” “Ya”, jawab ‘Umar. “Apa yang kau lakukan ketika itu?”, tanya Ubay. “Aku berhati-hati”, jawabnya. “Maka itulah taqwa”,
simpul Ubay ibn Ka’b. Adapun keris ini dikenakan di belakang sebab kewaspadaan yang terjaga tidak menafikan prasangka baik.

2) Kain bawahan atau sinjang yang dikenakan sebagai bebet. Maknanya, perut dan bawah perut adalah markas syahwat yang harus dibebeti, dibebat, dikendalikan
agar tak liar. Kain ini di-wiru bagian ujungnya, yakni agar terjaga sifat wara’/wira’i. “Adapun orang yang takut pada keagungan Rabbnya dan mencegah diri dari
hawa nafsunya, surgalah tempat tinggalnya.” (QS An Naazi’aat 40-41). Salah satu motif larangan yang hanya dikenakan oleh Sultan sejak masa Sultan Agung adalah
Parang Barong. Parang bisa berarti lereng, menandakan perjuangan melawan hawa nafsu yang berat dan menanjak. Barong berarti singa, atau sesuatu yang besar.
Seperti dikatakan Imam Wahb ibn Munabbih, “Siapa menjadikan syahwat takluk di bawah tapaknya, syaithanpun gentar pada bayangnya.”

3) Pasangan ikat pinggangnya disebut kamus dan timang. Taqwa harus diikat dengan ilmu. Kamus karena kosakata, nama-nama benda adalah ilmu pertama yang
diajarkan pada Nabi Adam. Dan ilmu yang menjadi dasar iqra’, wajib dituntut sejak dari timangan, buaian hingga liang lahat.

4) Pakaian atasannya disebut surjan. Ia adalah suraksa-janma, sebaik-baik penjaga bagi manusia, yang harus punya watak nyawiji (menyatu dengan sesama), greget
(penuh semangat pada kebaikan), sengguh (yakin dan meyakinkan), ora mingkuh (berani bertanggungjawab). Ketaqwaannya harus bersinar memancar, karena surjan
juga bermakna “siraajan muniiraa”, mencahayai siang dan malam, memandu diri dan orang di sekitarnya. Kancing di lehernya ada 6, sesuai jumlah rukun iman. Dua
kancing di dada kiri dan kanan melambangkan syahadatain, dan 3 kancing yang tersembunyi menunjukkan nafsu bahimah, lawwamah, dan syaithaniyyah. Motif
khasnya adalah lurik, garis-garis selang-seling berwarna yang menuntut untuk lurus dalam hati, lurus dalam kata, dan lurus dalam tindakan. Seperti dikatakan Imam
Sufyan Ats Tsaury, “Takkan lurus ‘amal seseorang hingga lurus hatinya. Dan takkan lurus hatinya hingga lurus lisannya.” Lurik birunya disebut Pranakan, artinya
rahim. Bagaimana pemakainya harus menghayati bakti sebagai anak kepada orangtua.

5) ‘Imamah Jawiyah yang disebut blangkon. Ia semula adalah surban santri yang demi kemudahan pemakaiannya maka dipelipit, direkatkan dan dijahit. Pada gagrak
Yogyakarta, ada mondholan di belakang. Sebab pemakainya harus menjadi “minzhalah”, payung pengayom bagi masyarakat.
TB

Ageman PERANAKAN
@salimafillah
.
Selain surjan, dari kata Arab "siraajan", yang berarti menjadi pelita, jenis lain busana Mataraman adalah "Peranakan".
.
Kalau surjan adalah pakaian taqwa yang berujung lancip sebagai simbol permohonan bimbingan terus menerus menuju sirathal mustaqim;
memiliki 3 pasang kancing kerah tinggi yang melambangkan 6 rukun iman, sebab Dia lebih dekat dari urat leher insan; memiliki 2 kancing di
dada yang berarti syahadatain; serta 3 kancing tertutup di ulu hati sebagai penanda disumbatnya 3 hawa nafsu; ammarah, lawwamah, dan
syaithaniyah. Selain surjan kusuma bermotif bunga yang sering dikenakan Sultan, surjan lurik biasanya bergaris tiga; perlambang lurusnya hati,
lisan, dan perbuatan.
.
Adapun Ageman Peranakan terbuat dari kain lurik tenun pengkol dengan warna dasar biru tua mendekati hitam, yang bermakna kedalaman batin
bagai lautan, mampu menyimpan berbagai rasa hati demi menjaga harmoni dan kenyamanan sesama, serta hanya mengadukan segala beban
jiwa kepada Allah Yang Maha Kuasa. Tenunnya bergaris biru muda telu (3) dan biru tua papat (4), disingkat "telupat" yang bermakna Kewulu
Minangka Prepat dalam arti "direngkuh untuk menjadi saudara kandung, mesra dan saling memahami."
.
Ujung bawah baju Peranakan ini papak rata melambangkan kesetaraan. Kancing lehernya 3 pasang sebagaimana surjan, melambangkan rukun
iman, sementara kancing di lengannya berjumlah 5, penanda rukun Islam.
.
Cara memakai busana peranakan ini khas, yakni dengan mengangkat kedua tangan lurus ke atas, dimasukkan ke lengan baju, lalu menyusul
kepala dan seluruh badan. Ini karena "peranakan" makna asalnya adalah "rahim", tempat di mana janin tumbuh. Maka memakai busana
peranakan adalah menghayati diri sebagai seorang putra, memasuki perlindungan rahim yang kokoh, mengambil semangat berbakti kepada Ibu;
ibu kandung, ibu susu, ibu guru, & ibu pertiwi.
BLANGKON
TB
@salimafillah

Mulanya lebih dikenal sebagai ‘iket’, ia diikat sebagaimana sorban, setelah ujung-ujung di belakangnya dipertautkan. Inilah makna
syahadatain, ikatan ‘aqidah yang akan menyelamatkan insan dengan iman. Pada bagian yang dipelipit atau diwiru bersilang di atas
dahi, terdapat 17 lapis lipatan yang selalu mengingatkan pemakainya akan jumlah raka’at fardhu yang harus dia tunaikan setiap
hari.

Sebagai bagian dari gaya busana taqwa Mataraman yang diletakkan dasarnya oleh Sunan Kalijaga, Sultan Agung, dan Ngarsa Dalem
Sultan HB I, blangkon dengan kain batik bermotif adalah keindahan penuh makna yang ditambahkan pada surban kesukaan para
‘ulama.

Barangkali motif kain blangkon yang paling sering terlihat adalah ‘modang’, lambang nyala yang tak kunjung padam. Kali ini, kami
memesan selembar kain batik tulis wahyu tumurun untuk dirangkai jadi blangkon. Motif bermakna Lailatul Qadr dan Nuzulul Quran
ini rasanya cocok untuk mengikat fikiran kita dalam makna kehambaan. Begitulah blangkon dan isi kepala kita, pertemuan antara
jagad alit fikir manusia dengan jagad jembar semesta yang bertasbih kepadaNya.

Itulah blangkon, yang sejak masa Sultan HB VIII dibuat siap pakai, dimaknai sebagai sesuatu yang kosong untuk diisi. Selain blangkon
seperti dalam gambar, ada jenis koncer yang kain belakangnya diurai panjang hingga biasa dipakai dalam Perang. Ada pula wanda
Kupu Tarung, yang merupakan awisan dalem HB VIII, ujung kainnya dihias mekrak bagaikan 2 kupu berlaga.

Sunda Surakarta Ngayogyakarta Madura


Kisah BLANGKON dan TANJAK
@salimafillah
TB
Sejak masa Demak, hubungan Jawa dengan Palembang sangat dekat. Sebagaimana diketahui Adipati Arya Damar-lah yang
membesarkan Raden Patah, Pangeran Majapahit yang kelak mensuarkan syiar Islam dari pesisir utara Jawa itu.
Sebakda wafatnya Raden Trenggana dan terjadi kemelut di Jawa, Ki Gede ing Suro, salah seorang bangsawan Demak lari ke
Palembang. Hubungan Palembang-Pajang tercatat kurang baik, hingga berdirinya Kerajaan Mataram Islam di bawah Panembahan
Senapati. Palembang kembali tersambung dengan Jawa.

Adalah Sultan Agung, Raja Mataram yang masyhur itu memberi perlindungan pada Palembang dari serangan Banten dan VOC pada
1626. Palembang membalas kemurahan hati itu dengan seba, hadir menyatakan kesetiaan ke Mataram pada 1627 membawa berbagai
hadiah termasuk rusa, gajah, dan harimau. Guci berisi zamzam yang juga turut dipersembahkan, hingga kini tersimpan di makam
Sultan Agung di Imogiri dengan nama 'Enceh Kyai Danumaya’.

Palembang, bersama Jambi di Sumatera, juga Sukadana dan Banjar di Kalimantan suka hati mendudukkan diri sebagai Kawula
Sabrang (vasal seberang lautan) Sultan Agung. Komisaris VOC, Hendrik Van Gent mencatat betapa gaya hidup, boga, dan busana di
Kedaton Karta, tenggara Yogyakarta sekarang, diikuti dengan bangga di kesemua daerah itu, bahkan dipuja-puji dalam Hikayat
Banjar dan Jambi.

Sejak itu, bahasa Jawa dan Melayu berjumpa, bertukar, dan bergabung; berkembang menjadi varian yang hingga kini dituturkan di
Sumatera Selatan, Jambi, dan Banjar hingga Kutai. Sebagaimana di Priangan yang kekuasaan Sultan Agung membuat Bahasa Sunda
nan semula satu menjadi bertingkat sesuai adab kesopanan, kitapun mengenal bahasa Palembang Sari-Sari dan Palembang Alus.
Sayang, pertautan yang dijalin seorang ayah sering tak dapat dilanjutkan anaknya.

Ketika penguasa Palembang, Ki Mas Hindi Suryokesumo meminta bantuan menghadapi VOC pada 1659, putra Sultan Agung,
Susuhunan Amangkurat I menolak menjumpai duta Palembang di Kedaton Pleret.

Ketika Ki Mas Hindi murka mendengar utusannya dipermalukan, dia melepas dan melempar blangkon yang dulu dengan bangga dia
kenakan. Sebagai ganti, dia sambar selembar kain yang lalu dilipat diagonal dan diikatkan secara bersahaja.

Sejak itu para bangsawan Palembang turut serta menanggalkan blangkonnya, berganti memakai kain segitiga sebagai ikat kepala
yang disebut 'tanjak'. Ki Mas Hindi pun ditahbiskan sebagai raja merdeka dengan gelar Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin.
BATIK (1)
@salimafillah
TB
.
Sebagaimana manusia terdiri atas jasad, akal, dan ruh; setidaknya ada 3 unsur yang membentuk batik. Yang pertama motif, yang
kedua proses kreatif, yang ketiga falsafah.
.
Sebagai yang paling lahiriah, yang pertama paling sering menimbulkan salah kaprah. Kesannya, seakan semua kain yang berhias
gambar, berpola-pola, berlekak-lekuk, dan meliak-liuk, absah disebut batik. Padahal tentu tidak demikian.
.
Ini terkait pula dengan unsur kedua, yakni proses kreatif. Sejatinya, motif batik tumbuh dari proses "ngimba", menciduk lalu meniup,
dan "nitik" atau menorehkan guratan yang memanfaatkan lilin/malam sebagai penghalang pencelupan warna. Aslinya, tentu ia
diterakan dengan canthing, hingga disebut sebagai batik tulis.
.
Yang ketiga, falsafah. Setiap daerah dengan pola kebudayaannya masing-masing memberi pemaknaan yang kaya pada batiknya.
Daerah Mataraman seperti Yogyakarta dan Surakarta, memiliki tata aturan perbatikan yang amat njelimet terkait nama motif,
makna, hingga siapa, kapan, dan di mana mengenakannya. Simbolisasi keyakinan dan ekspresi keagamaan juga kental di sini. Daerah
Pasisiran yang terbuka, menuangkan keceriaan, suasana kerja, hingga unsur alam sehari-hari dalam batiknya.
.
Pada 2 Oktober 2009, UNESCO telah memasukkan batik dalam Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi
(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Dengan Keppres no 33 tahun 2009, jadilah 2 Oktober sebagai Hari
Batik Nasional. Maka selamat hari batik; mari pastikan berbatik sebenarnya, dan karya anak bangsa, terutama tetangga; sebagai
dukungan penuh pada bangsa. Cintailah ploduk-ploduk Indonesia. Sayang sekali kalau ternyata bukan batik, tapi hasil printing mesin.
Buatan Guang Zhou pula.😂
BATIK (2)
@salimafillah
TB
.
Batik, kata Ayahanda Ahmad Mansyur Suryanegara, adalah huruf Ba' yang bertitik. Masih menurut beliau, ialah inti segala inti.
Karena pokok Al Quran adalah Al Fatihah, rangkuman Al Fatihah adalah "Bismillaahirrahmaanirrahiim", dan penghulu basmalah
adalah huruf Ba'.
.
Adalah para du'at penyebar Islam, menjadikan batik sebagai perangkat dakwah ketika mengenalkan motif-motif baru menggantikan
gambar-gambar makhluq hidup yang dihindari.
.
Maka misalnya, lahirlah motif Parang Rusak yang menggambarkan lereng pendakian menuju Allah, yang membebat syahwat agar tak
liar. Maka Raja-raja Mataram dan para Pangeran mengenakannya untuk selalu mengingatkan diri akan hakikat kehambaan. Lahir pula
motif Wahyu Tumurun, menggambarkan Nuzulul Quran hingga Lailatul Qadr sehingga pada masa Sultan Hamengkubuwana I di
Yogyakarta, ia dikenakan untuk beri'tikaf menyongsong karunia yang lebih baik daripada 1000 bulan.
.
Batik, di masa Kebangkitan Bangsa juga menjadi modal kemerdekaan yang tak terbantahkan. Siapakah yang menjadi penyokong
utama dakwah KH Ahmad Dahlan saat memulai Muhammadiyah? Tanpa menafikan yang lain, jawabnya adalah para saudagar batik di
Kauman, Karang Kajen, hingga Kota Gede. Apakah cikal bakal Syarikat Islam? Haji Samanhoedi dan kawan-kawan yang mengasasi SDI
adalah para pedagang batik di Surakarta.
.
Batik adalah pembangkit bangsa.

Sidoluhur Wahyu Tumurun Sidomukti Parang


Batik 'JANTUNG UKEL': Ukhuwah
@salimafillah
TB
Bentuknya memang seperti 8 buah jantung (qalb-qulub, heart-hearts; yang sering kita sebut 'hati', tapi bukan liver) yang diuntai menjadi satu
dengan isen-isen berupa truntum. Tetiba kita lalu ingat rabithatul qulub, hati 7 pemuda Ashhabul Kahfi dan anjing mulia yang Allah pertautkan
satu sama lain.
.
َ ْ ‫السمَاوَاتِ و‬ ‫م إ ْذ َقا ُموا َف َقالُوا رَبﱡنَا ر ﱡ‬ ُُ ْ ‫َو َرب‬
‫ْض‬
ِ ‫َاﻷر‬ ‫ﱠ‬ ‫َب‬ ِ ْ ‫ى قلوبِ ِه‬ٰ َ ‫عل‬
َ ‫َطنَا‬
.
"Dan Kami pertautkan hati mereka. Ingatlah ketika mereka tegak berdiri dan berkata, 'Rabb kami adalah Tuhan yang mencipta langit dan bumi.."
(QS Al Kahfi: 14)
.
Dan memang hanya Allah yang mampu mempertautkan qalbu beriman dalam persaudaraan yang manis.
.
َ ‫ِن ﱠ َ أَلﱠ‬
ْ ‫ف بَ ْي َن ُه‬
‫م‬ َ ‫جمِي ًعا ﱠما أَلﱠ ْف‬
ْ ‫ت بَ ْينَ ُقلُوبِ ِه‬
‫م و َٰلَك ﱠ‬ َ ِ‫اﻷَرْض‬ ْ ‫ت مَا فِي‬ َ ‫م ۚ ل َ ْو أَنف َْق‬ َ ‫وَأَلﱠ‬
ْ ‫ف بَ ْينَ ُقلُوبِ ِه‬
.
"Dan Allah mempertautkan hati mereka. Andai kau belanjakan semua di muka bumi, kau takkan dapat menyatukan hati mereka, tetapi Allah lah
yang telah mempersatukannya.." (QS Al Anfaal: 63)
.
Masyaallah, rupanya batik ini adalah batik rabithah, batik ukhuwah. Delapan hati menyatu, lalu semerbak harum pun terpancar dari truntum
bunga yang menghiasnya, sebagai perumpamaan kesatuan akhlaq mulia.
LURIK, Lurus dan Becik TB
@salimafillah

Setelah batik, kini saatnya kita masyhurkan lurik hingga seluruh dunia melirik. Calon Walikota Yogyakarta no urut 2, Haryadi Suyuti
yang memilih lurik sebagai kostum resmi mereka mengatakan, "Lurik mengajarkan kita untuk lurus dan becik."

Berikut kita kutip liputan Mas Wisnu Nugroho tentang Eyang Habibie yang kini menjadi dressman lurik. "Menurut Habibie yang
memelihara kumis setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden, batik tidak lagi dikenakannya karena pemakainya sudah banyak
sekali. Batik makin populer terutama sejak resmi dimasukkan dalam 76 warisan budaya tak benda oleh UNESCO tahun 2009.

Pengakuan ini kemudian dijadikan pijakan untuk menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Hari Batik Nasional menjadi
momentum kebangkitan kembali batik dan tentunya ekonomi rakyat yang mengusahakannya.

Di Festival Habibie yang dihadiri banyak anak muda dan Habibie menyebut dirinya Eyang, Habibie menjelaskan lurik hijau tua yang
dia kenakan dan lurik-lurik lain yang akan terus dikenakannya. Habibie mengaku rela menjadi dressman untuk lurik yang bisa punah
karena tidak lagi dikenakan untuk pakaian sehari-hari.

Keinginan membela kain lurik agar tetap lestari dan berkembang didasarkan pada pengalaman Habibie saat pergi ke Yogyakarta dan
mencari lurik. Pedagang yang ditanya Habibie menjawab tidak lagi menjual lurik karena pengusahanya sudah bangkrut. Pemakai
lurik tidak banyak lagi dan kalau pun ada umumnya orang-orang tua.

Setelah berupaya mencari lurik dengan minta bantuan orang lain dan mendapatkannya, Habibie tidak memakai batik, tetapi
bertekad memakai lurik di acara-acara resmi.

Menurut Habibie, jika lurik makin banyak dipakai, sistem budaya dan ekonomi yang menopang lurik, terutama di desa-desa yang
jauh, akan hidup dan berkembang. Habibie tidak ingin produk budaya Indonesia yang dicintainya seperti lurik punah, tetapi
berkembang dan lestari.

Untuk keinginan menghidupi budaya Indonesia ini, Habibie konsisten melakoni.


Masih banyak dan beragam produk budaya di negeri yang kita cintai ini. Mari kita rawat dan mencintai dengan memberinya tempat
di kehidupan kita sehari-hari. Habibie dengan luriknya telah memberi contoh soal ini."

Anda mungkin juga menyukai