Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia namun dapat hadir,

tumbuh dan berkembang dengan baik di wilayah Indonesia. Kelapa sawit

mempunyai produk olahan (output) berupa minyak sawit yang menjadi salah

satu komoditas perkebunan yang handal. Minyak sawit mempunyai pangsa

pasar yang besar baik di dalam maupun luar negeri.

Di samping itu, melihat perkembangan harga minyak sawit di pasaran

internasional yang cenderung membaik, industri minyak sawit akan menjadi

andalan devisa pada masa yang akan datang. Untuk bisa bersaing di pasar

global, perkembangan dan persyaratan perdagangan internasional perlu

diantisipasi. Industri minyak kelapa sawit nasional juga mengalami

perkembangan yang menggembirakan. Telah terbukti dalam 24 tahun terakhir

(1985-2009), pertambahan kebun kelapa sawit mencapai 5 juta hektar atau

meningkat 837 persen, dan hal itu juga dibuktikan oleh kontribusi minyak

kelapa sawit terhadap ekspor nasional yang mencapai enam persen.

Selama tahun 2005 hingga sekarang, minyak sawit telah menjadi produk

minyak makan terbesar di dunia. Konsumsi minyak sawit dunia mencapai 26

persen dari total konsumsi minyak makan dunia. Minyak sawit atau yang

dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak nabati berwarna

jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses ekstraksi daging buah

tanaman Elaeis guinneensis (kelapa sawit). Pada umumnya varietas yang

digunakan adalah varietas tenera yang mempunyai cangkang yang tipis dan
daging buah yang tebal. Proses tahapan ekstraksi minyak sawit ini meliputi

tahapan perebusan, perontokan buah dari tandan, pengolahan minyak dari

daging buah, dan pemurnian.

Dalam perkembangannya, persaingan perusahaan-perusahaan produsen

minyak kelapa sawit mendorong pada pengendalian mutu minyak sawit.

Analisa mutu minyak kelapa sawit mentah (CPO) diperlukan untuk

menyamakan standar mutu minyak sawit yang diproduksi di Indonesia dengan

standar mutu minyak sawit yang diproduksi dunia internsional. Oleh karena itu,

minyak sawit harus diproduksi dengan standar mutu yang tepat sehingga

mampu bersaing dipasaran dunia.

Dengan melakukan percobaan penentuan bilangan asam, dapat

diketahui jumlah asam lemak yang terkandung dalam suatu lemak/minyak.

Pada dasarnya uji tersebut bermanfaat untuk menentukan besarnya zat-zat

penyusun lemak yaitu gliserol dan asam lemak. Dengan mempelajari tentang

lemak kita dapat memaksimalkan pemanfaatan dari lemak itu sendiri serta

mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan sehingga untuk masa yang akan

datang dapat menguntungkan bagi kelangsungan hidup diri kita sendiri ataupun

orang lain disekitar kita

1.2 Tujuan

Mengetahui keasaman dari suatu senyawa.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa

trigliserida yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol.

Jenis dan jumlah asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak menentukan

karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak (Kumalasari, 2018).

Disebut minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu

kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat pada suhu kamar. Asam

lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Asam lemak jenuh

2. Asam lemak tidak jenuh

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat

dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi

biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses

titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai

titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi

oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan

reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, dkk, 1986).

Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan

titran.Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat

(larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat

maupun titran biasanya berupa larutan.Saat terjadi perubahan warna

indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan
titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir

titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik

ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan

indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik

ekivalen tercapai.Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).

Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap,

disebut titrasi. Titik dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen

(setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi

dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk

mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran,

volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran.

Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat

disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya

ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh

penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator

(Anonim, 2009).

Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui.

Biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang juga

berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan standar terbagi

menjadi 2 yaitu :
Gambar 2.1 Proses Titrasi
1. Larutan Standar Primer adalah larutan yang mengandung zat padat murni
yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui metode
gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk menetapkan
konsentrasi larutan lain yang belum diketahui.
2. Larutan Standar Sekunder adalah larutan suatu zat yang konsentrasinya
tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak
pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan pembakuan
menggunakan larutan standar primer, biasanya melalui metode titrimetri
(Kanja, 2014).
Trayek pH indikator merupakan trayek rentang perubahan warna
suatu zat indikator pH yang bisa digunakan dalam titrasi. Zat yang dapat
digunakan sebagai indikator pH berupa:
1. Metil Jingga
Metil jingga memiliki trayek perubahan warna antara pH 3,1 – 4,4 jika
pH kurang dari 3,1 larutan berwarna merah, jika pH lebih dari 4,4 larutan
berwarna kuning.
2. Metil Merah
Metil merah memiliki trayek perubahan warna antara pH 4,2 – 6,2. Jika
pH kurang dari 4,2 larutan berwarna merah, jika pH lebih dari 6,2 larutan
berwarna kuning.
3. Bromtimol Biru
Bromtimol biru memiliki trayek perubahan warna antara pH 6 – 7,6. Jika
pH kurang dari 6 larutan berwarna kuning, jika pH lebih dari 7,6 larutan
berwaran biru.
4. Fenolftalein
Fenolftalein memiliki trayek perubahan warna antara pH 8 – 9,8. Jika pH
kurang dari 8 larutan tidak berwarna, jika pH lebih dari 9,8 larutan
berwarna merah.
5. Kertas Lakmus
Kertas Lakmus akan berubah warna merah pada larutan dengan pH
kurang dari 7 dan berubah warna biru pada larutan dengan pH lebih dari
7.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara

stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Ada dua cara umum

untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu:

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi

dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk

memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah

titik ekuivalen.

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum

proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik

ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada

indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis

dan larutan standar.

Rumus Umum Titrasi yaitu Pada saat titik ekuivalen maka mol -

ekuivalen asam akan sama dengan mol - ekuivalen basa, maka hal ini dapat

kita tulis sebagai berikut:

Mol - ekuivalen asam = mol - ekuivalen basa


Mol - ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan

volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:

N x V asam = N x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah

ion H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas

menjadi:

n x M x V asam = n x V x M basa

keterangan :

N = Normalitas

V = Volume

M = Molaritas

H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)


BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Hari, Tanggal : Kamis, 29 November 2018

Waktu : 09.00 – 12.00 WITA


Tempat : Laboratorium Kimia dan Pengolahan STT Migas Balikpapan

3.2 Alat dan Bahan


1. Alat
a. Labu Erlenmeyer, 2 buah
b. Gelas Ukur 25 mL, 2 buah
c. Buret 50 mL, 1 buah
d. Statif dan klem buret, 1 set
e. Timbangan
f. Pipet Tetes
2. Bahan
a. Solar
b. Alkohol 95%
c. KOH
d. Indikator PP
3.3 Prosedur Kerja
1. Pembakuan Larutan HCL dengan larutan baku boraks 0,1 N
a. Pipet 10 ml larutan baku primer boraks 0,1 N dan masukkan dalam
labu erlenmeyer 250 ml
b. Tambahkan beberapa tetes indikator metil jingga dan titrasi dengan
HCL
2. Pembakuan Larutan KOH dengan larutan baku HCL
a. Pipet 10 ml larutan KOH 0,1 N dan masukkan ke dalam labu
erlenmeyer 250 ml.
b. Tambahkan beberapa tetes indikator metil merah dan titrasi dengan
larutan baku HCL 0,1 N.
3. Penentuan angka asam
a. Timbang 10 gram solar, masukkan kedalam erlenmeyer dan tambahkan
25 ml alkohol 95% netral
b. Setelah itu kocok kuat – kuat untuk melarutkan asam lemak bebasnya
c. Lalu dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N dengan memakai indikator PP
d. Akhir titrasi tercapai apabila perubahan warna terjadi merah muda.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Tabel
Berat v v
No. Sampel Percobaan Rata 2y
Sampel Pelant KOH
Minyak
1 10 gr 25 Ml 8,5 mL
1. Goreng 6,4 mL
Sawit 2 10 gr 25 mL 4,3 mL

Minyak 1 10 gr 25 mL 10 mL
2. Jelantah 11 mL
2 10 gr 25 mL 12 mL
Gorengan
Minyak 1 10 gr 25 mL 8,5 mL
3. Goreng 6,4 mL
2 10 gr 25 mL 4,3 mL
Ikan
1 10 gr 25 mL 2 mL
4. Solar 10,5 mL
2 10 gr 25 mL 19 mL

4.2 Reaksi
C12 H22K+H2O C16H32O2K + H2

4.3 Perhitungan

𝑉 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥 56,1


𝐵𝐽 𝐴𝑠𝑎𝑚 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
6,4 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 56,1
𝐵𝐽 𝐴𝑠𝑎𝑚 =
10 𝑔𝑟
35,904
𝐵𝐽 𝐴𝑠𝑎𝑚 =
10 𝑔𝑟
𝐵𝐽 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 3,5904
100 𝑥 𝑉 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻
𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎𝑛 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

100 𝑥 6,4 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁


𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎𝑛 =
10 𝑔𝑟

64
𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎𝑛 =
10 𝑔𝑟

𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎𝑛 = 6,4

4.4 Grafik
𝐵𝑀 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑉 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
263 𝑥 6,4 𝑥 0,1
1. 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑆𝑎𝑤𝑖𝑡 = 𝑥 100%
10 𝑔𝑟

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑆𝑎𝑤𝑖𝑡 = 16,832 𝑥 100%

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑆𝑎𝑤𝑖𝑡 = 16,832

205 𝑥 11 𝑥 0,1
2. 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ 𝐺𝑜𝑟𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑥 100%
10 𝑔𝑟

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ 𝐺𝑜𝑟𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 = 22,55 𝑥 100%

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ 𝐺𝑜𝑟𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 = 22,55

205 𝑥 6,4 𝑥 0,1


3. 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ 𝐼𝑘𝑎𝑛 = 𝑥 100%
10 𝑔𝑟

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ 𝐼𝑘𝑎𝑛 = 13,12 𝑥 100%

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐽𝑒𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ 𝐼𝑘𝑎𝑛 = 13,12


282 𝑥 10,5 𝑥 0,1
4. 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑜𝑙𝑎𝑟 = 𝑥 100%
10 𝑔𝑟

282 𝑥 10,5 𝑥 0,1


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑜𝑙𝑎𝑟 = 𝑥 100%
10 𝑔𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑜𝑙𝑎𝑟 = 29,61 𝑥 100%

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑜𝑙𝑎𝑟 = 29,61


35
30
25
20
15
10
5
0
Minyak Goreng Minyak Jelantah Minyak Jelantah Solar
Sawit Gorengan Ikan

Rata V KOH Kadar Asam


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah di lakukan dapat disimpulkan bahwa kadar
asam solar jauh lebih tinggi dari sampel yang lain sehingga tingkat keasamannya
juga tinggi.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan dipastikan alat yang akan
digunakan telah bersih karena jika tidak maka alat tersebut akan mempengaruhi
hasil dari percobaan tersebut, dan juga pada proses titrasi sebaiknya dilakukan
secara teliti agar cairan yang berada didalam buret tidak larut semua kedalam
labu Erlenmeyer.
Daftar Pustaka

Kanja, Fhilla. 2004. Larutan Baku Primer dan Sekunder Pada Titrasi. Dikutip dari
: www.academia.edu. Diakses pada tanggal : 4 Desember 2018

Kumalasari, Prapti Ira, S.pd., MT. 2018. “Modul Penuntun Praktikum Kimia
Migas”. Laboratorium Kimia dan Pengolahan Migas STT Migas
Balikpapan 2018.

Syamsuddin, Tini. 2008. Laporan Praktikum Penentuan Bilangan Asam dan


Bilangan Penyambunan Sampel Minyak atau Lemak. Dikutip dari :
www.academia.edu. Diakses pada tanggal : 4 Desember 2018

Wando, Lia. 2016. Asidimetri. Dikutip dari : www.academia.edu. Diakses pada


tanggal : 4 Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai